Top Banner
Eddy Afrianto Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan untuk Sekolah Menengah Kejuruan PENGAWASAN MUTU BAHAN/PRODUK PANGAN untuk SMK Eddy Afrianto Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional
416

Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

May 08, 2023

Download

Documents

Khang Minh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Eddy Afrianto

Pengawasan Mutu Bahan/

Produk Pangan

Pengawasan Mutu Bahan/

Produk Pangan

untukSekolah Menengah Kejuruan

P

EN

GA

WA

SA

N M

UT

U B

AH

AN

/PR

OD

UK

PA

NG

AN

u

ntu

k SM

K

Ed

dy A

frianto

Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah KejuruanDirektorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan MenengahDepartemen Pendidikan Nasional

HET (Harga Eceran Tertinggi) Rp. 54.549,00

ISBN XXX-XXX-XXX-X

Buku ini telah dinilai oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan telah dinyatakan layak sebagai buku teks pelajaran berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 46 Tahun 2007 tanggal 5 Desember 2007 tentang Penetapan Buku Teks Pelajaran yang Memenuhi Syarat Kelayakan untuk Digu-nakan dalam Proses Pembelajaran.

Page 2: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Eddy Afrianto, Sahirman, Ari Widodo, dkk.

PENGAWASAN MUTU BAHAN / PRODUK PANGAN SMK

Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Departemen Pendidikan Nasional

Page 3: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Hak Cipta pada Departemen Pendidikan Nasional Dilindungi Undang-undang

PENGAWASAN MUTU BAHAN / PRODUK PANGAN

Untuk SMK Penulis : Eddy Afrianto, Sahirman, Ari Widodo, dkk. Ukuran Buku : …… x …… cm Diterbitkan oleh Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2008 Diperbanyak oleh….

…… EAS Eddy Afrianto, Sahirman, Ari Widodo, dkk. …. Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan: SMK oleh Eddy

Afrianto, Sahirman, Ari Widodo, dkk.. ---- Jakarta:Pusat Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional, 2008. vi. 411 hlm. ISBN ……-……-……-…… 1. Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan

Page 4: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

KATA SAMBUTAN

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia Nya, Pemerintah, dalam hal ini, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional, pada tahun 2008, telah melaksanakan penulisan pembelian hak cipta buku teks pelajaran ini dari penulis untuk disebarluaskan kepada masyarakat melalui website bagi siswa SMK.

Buku teks pelajaran ini telah melalui proses penilaian oleh Badan Standar Nasional Pendidikan sebagai buku teks pelajaran untuk SMK yangmemenuhi syarat kelayakan untuk digunakan dalam proses pembelajaran melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 tahun 2008.

Kami menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada seluruh penulis yang telah berkenan mengalihkan hak cipta karyanya kepadaDepartemen Pendidikan Nasional untuk digunakan secara luas oleh para pendidik dan peserta didik SMK di seluruh Indonesia.

Buku teks pelajaran yang telah dialihkan hak ciptanya kepada Departemen Pendidikan Nasional tersebut, dapat diunduh (download), digandakan,dicetak, dialihmediakan, atau difotokopi oleh masyarakat. Namun untukpenggandaan yang bersifat komersial harga penjualannya harus memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Pemerintah. Dengan ditayangkannya softcopy ini akan lebih memudahkan bagi masyarakat untuk mengaksesnya sehingga peserta didik dan pendidik di seluruh Indonesia maupun sekolah Indonesia yang berada di luar negeri dapat memanfaatkan sumber belajar ini.

Kami berharap, semua pihak dapat mendukung kebijakan ini. Selanjutnya, kepada para peserta didik kami ucapkan selamat belajar dan semoga dapat memanfaatkan buku ini sebaik-baiknya. Kami menyadari bahwa buku ini masih perlu ditingkatkan mutunya. Oleh karena itu, saran dan kritik sangat kami harapkan.

Jakarta,Direktur Pembinaan SMK

Page 5: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas Rahmat dan KaruniaNya penulis dapat menyelesaikan buku ajar untuk Sekolah Menengah kejuruan yang berjudul PENGAWASAN MUTU BAHAN/PRODUK PANGAN. Buku ini merupakan hasil kerjasama penulis dengan Direktur Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional. Buku Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan ini mengulas mengenai bahan pangan mulai dari sifat, mutu dan proses penurunan mutunya. Dijelaskan pula mengenai bagaimana uapaya yang dapat dilakukan untuk menghasilkan produk pangan yang aman untuk dikonsumsi. Materi lain yang dijabarkan dalam buku ini adalah bagaimana menganalisis mutu dari bahan / produk pangan Buku ini ditulis dengan tujuan dapat digunakan sebagai salah satu sumber untuk menghasilkan lulusan sekolah menengah kejuruan yang memiliki kemampuan sebagai pengawas mutu pangan. Acuan utama penulisan buku ini adalah Standar Kompetensi Nasional Bidang Analisis Mutu Bahan / Produk Pangan yang telah diterbitkan oleh Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Direktur Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional yang telah memberikan kesempatan untuk berpatisipasi dalam penulisan buku ini.

2. Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran yang telah mengizinkan penulis untuk mengikuti Program Penulisan Buku Ajar

3. Ir. Sahirman, MSc. selaku editor yang telah memberikan masukan guna peningkatan kualitas buku ajar

4. Dr. Ari Widodo dan Endang Prabani selaku penilai yang telah memberikan masukan untuk penyempurnaan isi dan kelayakan penyajian

5. Anna Widanarti dan Ir. Ketut Sukarmen sebagai penilai yang telah memberikan masukan untuk penyempurnaan kelayakan kebahasaan

6. Hari Purnomo selaku penilai yang telah memberikan masukan untuk penyempurnaan kegrafikaan

Page 6: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

7. Bambang Purwanto selaku supervisor yang telah memberikan masukan untuk penyempurnaan kegrafikaan

Ucapan yang sama penulis sampaikan kepada pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas sumbangsihnya, baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap penulisan buku ini. Semoga semua amal kebaikan yang telah diberikan mendapatkan pahala berlipat ganda dari Allah SWT. Amin. Penulis mengharapkan masukan, saran dan koreksi dari para pembaca yang akan bermanfaat dalam penyempurnaan buku ini. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi pembacanya. Amin. Bandung, Januari 2008 Eddy Afrianto

Page 7: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

DESKRIPSI KONSEP PENULISAN

Sekita 20-30 persen bahan pangan tidak dapat dimanfaatkan sebagai sumber pangan bagi manusia sehingga menjadi limbah yang tidak dapat dimanfaatkan. Besarnya persentase tersebut disebabkan antara lain sebagian besar bahan pangan merupakan produk yang mudah membusuk, ketidakmampuan pasar untuk menyerapnya terutama pada saat produk sedang melimpah atau merupakan limbah dari pasar maupun industri makanan. Buku Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan ditulis dengan tujuan dapat digunakan sebagai salah satu bahan bacaan yang dapat meningkatkan kemampuan pembacanya berperan sebagai pengawas mutu pangan sehingga dapat memperkecil terjadinya limbah bahan pangan. Secara garis besarnya, buku Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan dibagi menjadi tiga bagian. Masing-masing bagian menjelaskan materi yang spesifik, yaitu :

1) Bahan pangan, baik sifatnya (bab I), mutunya (bab II) maupun proses penurunan mutunya (bab III).

2) Bagaimana menghasilkan bahan pangan yang aman dikonsumsi, baik melalui Penerapan Manajemen Mutu Terpadu (babIV), Praktek Produksi yang Baik (Bab V), Prosedur Standar Operasi Standar (bab VI), Analisis Bahaya dan Penentuan Titik Kritis (bab VIII), dan Manajemen Mutu Laboratorium (bab VIII).

3) Analisis mutu pangan yang meliputi persiapan analisis mutu (bab IX), Pengambilan sample (bab X), Penggunaan instrument laboratorium (bab XI), Analisis kimiawi (bab XII), Pengujian fisik bahan pengemas (bab XIII), Analisis mikrobiologis (bab XIV), Analisis organoleptik (bab XV), Analisis nutrisi (bab XVI), dan Analisis mutu air (bab XVII).

Buku ini telah disusun sedemikian rupa sehingga dapat dipelajari mulai dari mana saja, sesuai dengan pengelompokkan yang telah disebutkan sebelumnya. Materi yang disajikan dalam buku ini cukup banyak, namun diulas dengan bahasa sederhana sehingga menjadikan buku ini mudah dicerna.

Page 8: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................. DESKRIPSI KONSEP PENULISAN ....................................... LEMBAR PENGESAHAN ....................................................... PENGANTAR DIREKTUR PEMBINA SMK ........................... DAFTAR ISI ........................................................................... DAFTAR GAMBAR ................................................................ DAFTAR TABEL .................................................................... PETA KOMPETENSI ……………………………………………

I. Sifat Bahan Pangan …………………………….. 1 1.1. 1.2.

Bahan Pangan .................................................... Sifat Bahan Pangan ..........................................

1 1

II. Mutu Bahan Pangan ....................................... 13

2.1. 2.2.

Mutu dan Kualitas ............................................ Faktor yang Mempengaruhi Mutu ……………...

13 14

III. Penurunan Mutu Bahan Pangan ................... 27 3.1. 3.2. 3.3.

Kerusakan Fisik ................................................ Kerusakan Kimiawi ........................................... Kerusakan Biologis ……………………………..

27 31 35

IV. Penerapan Manajemen Mutu Terpadu ............ 39 4.1. 4.2. 4.3.

Hambatan Pemasaran ....................................... Peranan MMT .................................................... Pelaksanaan PMMT ……………………………..

38 43 45

V. Praktek Produksi yang Baik .......................... 47 5.1. 5.2. 5.3. 5.4.

Prinsip GMP ..................................................... Filosofi GMP ..................................................... Pelaksanaan GMP ........................................... Alur Proses ……………………………………….

47 48 48 57

VI. Prosedur Standar Operasi Sanitasi Standar 63 6.1. 6.2. 6.3. 6.4. 6.5. 6.6. 6.7. 6.8. 6.9.

Pasokan air dan es ............................................. Peralatan dan pakaian kerja ............................... Pencegahan kontaminasi silang ......................... Toilet ................................................................... Tempat cuci tangan ............................................ Bahan kimia pembersih dan sanitiser ................. Pelabelan ............................................................ Kesehatan karyawan .......................................... Pengendalian hama ……………………………….

63 63 65 70 71 71 72 74 75

VII. Analisis Bahaya dan Penentuan Titik Kritis ... 77 7.1. 7.2.

Sejarah HACCP .................................................. Perkembangan Status HACCP di Dunia ............

77 79

Page 9: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

7.3. 7.4. 7.5 7.6

Pengertian HACCP ............................................ Tujuan HACCP ................................................... Pelaksanaan HACCP .......................................... Manfaat HACCP ................................................

83 83 83 122

VIII. Manajemen Mutu Laboratorium ..................... 125 8.1. 8.2. 8.3. 8.4. 8.5. 8.6. 8.7. 8.8. 8.9.

8.10. 8.11. 8.12. 8.13.

Proses manajemen Mutu ................................... Kegiatan Pencatatan ......................................... Prinsip berlaboratorium yang baik .................... Pemeliharaan Laboratorium .............................. Pelaksanaan kegiatan laboratorium .................. Prosedur Analisis ............................................... Perubahan terhadap kerja .................................. Pengendalian Laboratorium .............................. Pemeliharaan peralatan laboratorium ............... Keamanan Laboratorium .................................. Pembinaan dan pengawasan ............................ Sanksi ............................................................... Evaluasi .............................................................

126 128 131 132 154 155 160 160 162 163 164 165 166

IX. Persiapan Analisis Mutu ................................ 167 9.1. 9.2. 9.3. 9.4. 9.5. 9.6.

Penyiapan Peralatan Dasar ............................. Kegunaan Peralatan ......................................... Pencucian Peralatan ....................................... Sterilisasi Peralatan Gelas ............................... Persiapan Bahan Kimia .................................... Cara Penyimpanan Bahan Kimia ………………

167 184 190 193 197 199

X. Pengambilan Sampel ..................................... 201 10.1. 10.2. 10.3. 10.4. 10.5.

10.6. 10.7.

Persiapan Pengambilan Sampel ........................ Pengambilan Sampel yang Mewakili ................. Penyiapan sampel uji ........................................ Penyimpanan Arsip ........................................... Membuang Sampel yang Tidak Terpakai dan Sisa Sampel ...................................................... Memelihara Peralatan Sampling ....................... Sampling untuk Analisis ...................................

201 204 210 211 211 211 211

XI. Penggunaan Instrumen Laboratorium ........... 215 11.1. 11.2. 11.3.

Pengujian secara elektrokimia .......................... Pengujin secara Spektrofotometer ..................... Analisis Kromatografi .........................................

215 216 220

XII. Analisis Kimiawi ............................................... 225 12.1. 12.2. 12.3. 12.4.

Melakukan Pengujuan Fisiko-Kimia Dasar .......... Analisis Gravimetri dan Titrimetri ........................ Larutan dan Pereaksi ......................................... Standarisasi Larutan ..........................................

225 227 228 235

Page 10: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

12.5. 12.6.

Analisis proksimat .............................................. Prosedur Analisis Proksimat …………………….

235 236

XIII. Pengujian Fisik Bahan Pengemas ................. 247 13.1. 13.2.

Sebagai Bahan Pengemas ............................... Tugas dan Latihan Pemahaman .......................

247 271

XIV. Analisis Mikrobiologis ..................................... 273 14.1. 14.2. 14.3. 14.4. 14.5

14.6.

Teknis Kerja Aseptis .......................................... Menyiapkan Peralatan dan Media Kultur Mikroba Inokulasi ............................................................ Pengujian Mikrobiologi ...................................... Menghitung Populasi Mikroba ........................... Pengujian Mikrobiologi Dasar …………………..

273 274 280 286 290 296

XV. Analisis Organoleptik ..................................... 301 15.1. 15.2. 15.3. 15.4. 15.5. 15.6.

Berpartisipasi dalam Analisis Organoleptik ...... Penyiapan dan Penyajian Sampel .................... Pemilihan dan Penyiapan Panelis .................... Pelaksanaan Pengujian .................................... Tipe Pengujian …………………………………… Analisis Data Organoleptik ……………………..

301 304 307 313 315 319

XVI. Analisis Nutrisi ................................................ 325 16.1. 16.2. 16.3. 16.4. 16.5. 16.6. 16.7.

Analisis Karbohidrat .......................................... Analisis Protein ................................................. Analisis Lemak ................................................... Analisis kadar air ............................................... Analisis vitamin ................................................. Analisis kadar abu ............................................ Analisis mineral ………………………………….

325 350 358 379 380 385 385

XVII. Analisis mutu air ............................................ 399 17.1. 17.2. 17.3. 17.4. 17.5. 17.6. 17.7.

Jenis air ............................................................ Standar mutu ................................................... Penanganan air limbah .................................. Parameter mutu air ............................................ Monitoring mutu air ........................................... Analisis mutu air ................................................. Kebutuhan air bermutu ……………………………

399 400 398 399 405 406 408

Glosari ……………………………………. 413 Daftar Pustaka ……………………………………………… 419 Indeks ……………………………………………………….. 423 Daftar nama yang terlibat ………………………… 412

Page 11: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

DAFTAR GAMBAR

1.1.

Alat seleksi buah berdasarkan bentuk dan ukuran (sifat fisik) bahan pangan ......................................

2

1.2. Pnetrometer adalah salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengukur kekenyalan daging ....

3

1.3. Pnetrometer adalah salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengukur kekenyalan daging .....

4

1.4. Perancangan alat dengan memanfaatkan koefisien gesek bahan pangan .............................................

4

1.5. Perombakan cadangan energi yang digunakan untuk mengatasi stres ............................................

10

1.6. Kisaran pH lingkungan dari beberapa mikroba ..... 11 2.1. Pola tahunan kandungan lemak pada ikan ........... 15 2.2. Permukaan potongan daging ikan yang dies cukup lama

terlihat putih dan pudar ..................................

16 2.3. Serangan jamur pada buah pepaya ...................... 19 2.4. Jamur yang menyerang ekstrak nenas pada pembuatan

kecap ikan dapat menimbulkan bau busuk .....................................................................

19 2.5. Ikan segar yang terserang bakteri ........................ 19 2.6. Jamur yang menyerang ikan asin ......................... 20 2.7. Red Tide ............................................................... 22 2.8. Bahan pangan yang cacat akibat luka ................. 25 2.9. Ikan yang terserang mikroba ................................ 26 2.10 Ikan yang terserang cacing .................................. 26 3.1. Penggunaan alat pemukul untuk mematikan ikan dapat

menyebakan terjadinya memar atau luka ...

28 3.2. Penangkapan ikan dengan pancing huhate dimana ikan

yang tertangkap akan lepas dari pancing dan jatuh ke geladak kapal ...........................................

28 3.3. Ikan dibagian ujung dan lilitan tali jaring (panah) lebih

cenderung mengalami memar dibandingkan ikan dibagian lainnya ............................................

28 3.4. Bagian luar tubuh ikan yang mengalami memar terkena

jaring selama proses penangkapan ...........

29 3.5. Tubuh ikan yang mengalami luka terkena pengait .. 30 3.6. Proses autolisis yang berlangsung lama dicirikan

dengan tidak kembalinya daging ke posisi semula .

33 3.7. Cahaya matahari dapat mempercepat proses

autolisis ..................................................................

33 3.8. Reaksi pencoklatan pada bahan pangan yang

mengandung gula ..................................... .............

34 3.9. Ikan yang mengalami burst belly ........................... 36 4.1. Bahan pangan yang dikemas sesuai standar ......... 42

Page 12: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

5.1. Bayam yang mengalami dehidrasi ......................... 49 5.2. Penggunaan es untuk menurunkan suhu bahan

pangan ..................................................................

50 5.3. Buah jambu yang disimpan pada suhu rendah

teksturnya menjadi lunak ......................................

53 5.4. Apel yang terkelupas kulitnya (pelindung alaminya)

akan mengalami proses pencoklatan sehingga menurunkan mutu ..................................................

51 5.5. Ikan hasil panen yang tidak segera diberi es akan

meningkat suhunya sehingga memacu pertumbuhan dan aktivitas mikroba maupun enzim proteolitik ................................................................

51 5.6. Geladak kapal penangkapan ikan yang tidak bersih

dapat menjadi sumber mikroba ...............................

51 5.7. Pemasaran ikan di pasar tradisional tanpa fasilitas

pendingin dan air bersih, serta terjadi pencampuran ikan utuh dengan ikan yang sudah ’terbuka’ merupakan penyebab penurunan ..........

51 5.8. Udang segar yang tidak ditangani secara baik akan

menyebabkan timbulnya noda hitam (black spot). Meskipun tidak berbahaya, munculnya bintik hitam akan menurunkan mutu udang ................................

52 5.9. Saluran air yang tidak diperhatikan kebersihannya 52

5.10. Sanitasi lingkungan yang kurang diperhatikan dapat menjadi sumber mikroba ..............................

52

5.11. Pengangkutan ikan tanpa dilengkapi fasilitas pendingin akan mempercepat proses penurunan mutu .......................................................................

53 5.12. Badan dan pakaian pekerja yang kurang bersih

dapat menjadi sumber pencemar bagi produk pangan ...................................................................

54 5.13. Sortasi ikan berdasarkan jenis, ukuran dan

kesegaran akan lebih menjamin keseragaman mutu dari produk pangann yang dihasilkan .............

54 5.14. Kecepatan pemrosesan berpengaruh terhadap

mutu produk filet yang dihasilkan ............................

55 5.15. Proses penjemuran ikan asin di alam terbuka

kurang memberikan jaminan kebersihan sehingga akan mempengaruhi mutu ......................................

55 5.16. Produk pangan yang dikemas secara terbuka

memperbesar kemungkinan terjadinya rekontaminasi .........................................................

56 5.17. Pengemasan yang dilakukan saat produk pangan

Page 13: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

masih panas dapat menyebabkan mengumpulnya uap air di permukaan kemasan sehingga dapat digunakan oleh mikroba untuk tumbuh ...................

56 5.18. Alur proses produksi ikan segar .............................. 58

6.1. Penggunaan air dalam jumlah terbatas untuk mencuci ikan dapat menjadi sumber kontaminasi ...

64

6.2. Peralatan dan pakaian kerja yang dikenakan memberikan jaminan bahan pangan yang dihasilkan lebih bersih ............................................

65 6.3. Alur proses ikan yang berbeda antara pintu masuk

dan pintu keluar .....................................................

66 6.4. Kebersihan karyawan di salah satu industri

perikanan ...............................................................

67 6.5. Pembersihan limbah ikan menjaga kebersihan

ruang kerja .............................................................

68 6.6. Kerusakan yang ditimbulkan oleh serangga pada

jagung pipil selama penyimpanan .........................

69 6.7. Penanganan limbah .............................................. 70 6.8. Rambut yang terbuka dan kebersihan pakaian

pekerja berpengaruh terhadap sanitasi ..................

75 7.1. Dokumen untuk memformalkan penentuan tim

HACCP ..................................................................

87 7.2. Formulir untuk bahan mentah dan bahan baku ..... 90 7.3. Formulir untuk produk antara dan produk akhir ..... 91 7.4. Formulir untuk mengumpulkan informasi tentang

petunjuk penggunaan produk .................................

93 7.5. Formulir diagram alir .............................................. 97 7.6. Identifikasi potensi Bahaya Biologis ..................... 99 7.7. Identifikasi potensi Bahaya Kimiawi ..................... 101 7.8. Identifikasi potensi Bahaya Fisik .......................... 103 7.9. Diagram Pohon Keputusan untuk penentuan titik

kendali mutu ...........................................................

106 7.10. Lembar Identifikasi CCP ........................................ 108 7.11. Formulir Potensi Bahaya yang Tidak Dikembalikan

oleh Operator ..........................................................

109 7.12. Formulir Sistem Pengkajian Ulang ......................... 112 7.13. Formulir Sistem Pengkajian Ulang ....................... 117 7.14. Lember Kerja HACCP ......................................... 123

8.1. Penyajian data dalam bentuk tabel ...................... 129 8.2. Penyajian data dalam bentuk grafik garis ............. 129 8.3. Penyajian data dalam bentuk grafik histogram ..... 129 8.4. Penyajian data dalam bentuk grafik batang .......... 129 8.5. Penyajian data dalam bentuk grafik pie................. 129

Page 14: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

8.6. Penyajian data dalam bentuk grafik garis ............. 130 8.7. Penyajian data dalam bentuk grafik garis ............. 130 8.8. Bagan kendali tipe X (atas) dan Tipe Y (bawah) .. 131 8.9. Autoclave yang dapat digunakan untuk sterilisasi

dengan uap bertekanan .........................................

143 9.1. Beaker glass dengan berbagai ukuran .................. 167 9.2. Gelas ukur ............................................................. 168 9.3. Labu Erlenmeyer dengan berbagai ukuran ........... 169 9.4. Filtering flask ......................................................... 169 9.5. Labu volumetri (volumetric flask) dengan tutup dari

bahan poliproilen ....................................................

169 9.6a. Labu dasar rata (flask flat bottom) .......................... 170 9.6b. Labu dasar bulat (flask round bottom) .................... 170 9.7a. Boiling flask flat bottom ........................................... 170 9.7b. Boiling flask round bottom ...................................... 170

9.8. Cawan petri ............................................................ 171 9.9. Tabung reaksi (test tube) ....................................... 171

9.10. Botol pereaksi (reagen bottle) lengkap dengan tutupnya .................................................................

172

9.11a. Bejana lonceng dengan kknob di bagian atas ...... 173 9.11b. Bejana lonceng yang dilengkapi dengan pompa

penghisap .............................................................

173 9.12a. Corong kaca .......................................................... 173 9.12b. Corong polipropilen .............................................. 174 9.12c. Buchner porselen .................................................. 174 9.13a. Desikator dengan lempengan porselen ................ 174 9.13b. Desikator yang dilengkapi dengan kran

penghampaan........................................................

174 9.14. Corong pemisah berbentuk lonjong (kiri) dan

kerucut (kanan) ......................................................

175 9.15. Krusibel dengan tutup ............................................ 175 9.16. Mortar ...................................................................... 176 9.17. Filter ........................................................................ 176 9.18. Pipet tidak berskala ................................................ 176

9.19a. Pipet volumetri ........................................................ 177 9.19b. Variabel pipet ......................................................... 177

9.20. Buret ...................................................................... 177 9.21. Botol sampel BOD ................................................. 177 9.22. Termometer ........................................................... 178 9.23. Piknometer ............................................................ 178 9.24. Hidrometer ............................................................ 179 9.25. Salinometer ........................................................... 179

9.26a. Timbangan triple beam ......................................... 180

Page 15: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

9.26b. Timbangan digital ................................................. 180 9.27. Otoklaf .................................................................. 180 9.28. Laminar flow cabinet ............................................ 181 9.29. Sentrifuge ............................................................ 181 9.30. Inkubator .............................................................. 181 9.31. Peralatan transfer ................................................ 182

9.32a. Penjepit ................................................................ 182 9.32b. Swivel utility clamp ............................................... 182 9.32c. Burette clamp single ............................................. 182 9.33a. Statif dengan batang statif tunggal yang terletak

ditepi alas ............................................................

183 9.33b. Statif yang digunakan untuk memegang labu didih 183

9.34. Nicholson hydrometer ............................................ 184 9.35. Neraca .................................................................... 184 9.36. Proses inokulasi mikroba ...................................... 185 9.37. Cara pembacaan skala untuk menentukan volume

bahan kimia menggunakan gelas ukur ..................

186 9.38. Cara menggunakan pipet ukur untuk menentukan

volume bahan kimia cair ..................................... 186

9.39. Teknik menuangkan bahan kimia padat dengan menggunakan tutup botol ......................................

187

9.40. Teknik penuangan bahan kimia padat menggunakan spatula atau sendok ......................

187

9.41. Teknik penuangan bahan kimia padat langsung dari botolnya .........................................................

188

9.42. Teknik penuangan bahan kimia cair dari dalam botol .....................................................................

188

9.43. Urutan penyiapan kertas saring ........................... 189 9.44. Proses penyaringan ............................................. 189 9.45. Proses pemanasan bahan dalam tabung reaksi .. 190 9.46. Proses pemanasan bahan dalam gelas kimia ..... 190 9.47. Rak penyimpanan ose ......................................... 192 9.48. Rak penyimpanan pipet ....................................... 192 9.49. Rak penyimpanan tabung reaksi ........................ 192 9.50. Rak penyimpanan curvette .................................... 192 9.51. Rak penyimpanan kontainer pipet hisap ............... 192 9.52. Wadah sterilisasi cawan petri ................................. 194 9.53. Wadah sterilisasi pipet ........................................... 194 9.54. Wadah untuk sterilisasi pipet hisap ......................... 195 9.55. Wadah untuk sterilisasi pipet hisap ......................... 195 10.1. Hand scoop (atas), .plastic scoop (bawah) ............. 203 10.2. Tombak pengmbil sampel ....................................... 204 11.1. Jenis kromatografi .................................................. 221

Page 16: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

12.1. Riffle sample divider ............................................... 226 13.1. Kantong terbuat dari kertas kraft ............................. 248 13.2. Kertas glasin .......................................................... 248 13.3. Wax-kraft ............................................................... 248 13.4. Kertas berlilin ........................................................ 248 13.5. Kantong lock terbuat dari LDPE ........................... 251 13.6. Kantong plastik makanan .................................... 251 13.7. Boks plastik bening dari bahan poliester treptalat 251 13.8. PP resin tidak beracun dengan transparansi yang

baik terutama dikembangkan untuk berbagai jenis pangan ..................................................................

252 13.9. Kotak sandwich ..................................................... 253

13.10. Kotak makanan ..................................................... 253 13.11. Kotak berbahan PVC ............................................ 254 13.12. Poliviniladen klorida (PVDC) ................................ 255 13.13. Stiffness tester untuk mengukur ketebalan kemsan 261 13.14. Tickness gauge .................................................... 262 13.15. Paper tensile strength tester ................................ 263 13.16. Microcomputer tensile tester untuk menguji

kekuatan tensil kemasan .......................................

265 13.17. Westover type frictionometer untuk mengukur gaya

gesek kemasan .....................................................

266 13.18. Lingkungan luar yang memiliki tekanan dan

konsentrasi gas lebih besar memungkinkan gas memasuki kemasan ...............................................

268 14.1. Berbagai jenis mikroba yang diambil dari kulit ikan 273 14.2. Cotton plog ............................................................ 276 14.3. Sleevelike cup ....................................................... 276 14.4. Pemindahan mikroba menggunakan ose ............... 277 14.5. Agar miring ............................................................ 279 14.6. Agar deep tube ..................................................... 279 14.7. Lempengan agar pada cawan petri ...................... 279 14.8. Berbagai media selektif ........................................ 280 14.9. Isolasi mikroba dengan metode lempeng gores ... 283

14.10. Inokulasi mikroba dengan metode lempeng sebar .. 283 14.11. Pengenceran ........................................................ 285 14.12. Pewarnaan sederhana ditujukan untuk mengamati

bentuk morfologis mikroba ....................................

289 14.13. Pengamatan inti sel dengan pewarnaan diferensial 289

16.1. Tabung ekstraksi soxhlet ........................................ 358 16.2. Botol babcock .......................................................... 360 16.3. Tabung butirometer gerber .................................... 361 16.4. Refraktometer abbe .............................................. 367

Page 17: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

16.5. Generator kipp ...................................................... 388 17.1. Boiler .................................................................... 408 17.2. Chill water ............................................................. 409 17.3. Mekanisme kerja boiler .......................................... 409 17.4. Bahan pangan yang dicuci dengan air dingin dan

bersih akan tetap segar dan menyehatkan .............

410 17.5. Endapan (putih) yang terbentuk pada saluran air

dalam boiler yang menggunakan air dengan nilai kekerasan >20mg/L ................................................

411

Page 18: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

DAFTAR TABEL

1.1.

Hubungan temperatur lingkungan dengan panas respirasi ...................................................................

3.1. Material, bahaya yang ditimbulkan dan sumber bahaya fisik ..............................................................

32

3.2. Senyawa kimia yang terkandung dalam bahan pangan dan ambang batasnya ................................

35

3.3. Jenis bakteri pembusuk .......................................... 37 3.4. Jenis bakteri pathogen ……………………………….. 37 5.1. Lembar Analisis Proses produksi baik hasil perikanan

.................................................................

59 6.1. Bahan pengawet makanan yang umum digunakan 73 6.2. Senyawa antiseptik dan desinfektan ....................... 74 9.1. Metode Sterilisasi ……………………………………. 193 9.1. Data hasil pengmbilan sample …………………….. 209 9.2. Sampling di tempat pendaratan ikan ………………… 212 9.3. Sampling untuk kesegaran ikan di pabrik …………. 212

12.1. Konsentrasi larutan dalam persen massa ………… 229 12.2. Volume akuades yang ditambahkan ……………… 230 12.3. Bobot senyawa yang harus dilarutkan hingga volume

menjadi 1 liter ……………………………….

231 13.1. Beberapa jenis selopan dan contoh penggunaannya 256 13.2. Karakteristik fisik selulosa asetat dan selulosa propionate

………………………………………………

257 13.3. Rekapitulasi hasil uji bakar kemasan ………………. 267 14.1. Mikroba, media dan karakteristik …………………… 275 14.2. Karakteristik pertumbuhan koloni bakteri ………….. 288 17.1. Daftar persyaratan kualitas air bersih ………………. 400 17.2. Hubungan antara tekanan uap boiler dengan maksimum

total padatan terlarut ……………………

410 17.3. Hubungan antara tekanan uap boiler dengan maksimum

alkalinitas …………………………………

411 17.4. Hubungan antara tekanan uap boiler dengan maksimum

kekerasan air …………………………….

411

Page 19: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

SINOPSIS

Mutu sangat sulit didefinisikan karena setiap konsumen memiliki pemahaman berbeda. Sebagai gambaran, konsumen menyukai ikan mas goring yang berukuran 100 g setiap ekornya. Dengan ukuran demikian, ikan mas mudah dikonsumsi hingga ke tulangnya. Namun bila hendak membuat pepes, mereka lebih menyukai ikan mas yang berukuran 500 g atau lebih sebagai bahan bakunya. Mutu bahan pangan tidak dapat ditingkatkan dan cenderung menurun dengan bertambahnya waktu. Upaya yang dapat kita lakukan hanya untuk menghambat atau menghentikan proses penurunan mutu tersebut. Pengetahuan mengenai sifat dan mutu bahan pangan akan banyak membantu dalam upaya menghambat atau menghentikan proses penurunan mutu. Dua hal penting yang dapat dilakukan untuk menghambat atau menghentikan proses penurunan mutu bahan pangan, yaitu manajemen keamanan pangan dan analisis mutu. Manajemen pangan ditujukan untuk menghasilkan pangan yang aman dikonsumsi. Manajemen keamanan pangan diwujudkan dengan Penerapan Manajemen Mutu Terpadu (PMMT). Pnerapan Manajemen Mutu Terpadu terdiri dari tiga komponen yang saling berkaitan, yaitu Good Manufacturing Practices (GMP), Standard Sanitation Operating Ptocedures (SSOP), dan Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP). Sebagai kelayakan dasar dari PMMT, GMP harus dilaksanakn dahulu secara baik sehingga akan dihasilkan pangan dengan kualitas yang sama. GMP adalah bagaimana cara menghasilkan bahan pangan dengan mutu relative dengan mutu sebelum dan setelahnya. SSOP adalah prosedur standar operasi sanitasi untuk mencegah terkontaminasinya bahan baku pangan. Tahapan SSOP meliputi bahan baku, peralatan, pekerja, dan lingkungan steril. Setelah GMP dan SSOP dapat dilaksanakan sesuai prosedur, maka sudah selayaknya apabila akan menerapkan HACCP. Berdasarkan pelaksanaannya, HACCP dapat dibagi menjadi dua, yaitu analisis bahaya (HA) dan penentuan titik kritis (CCP). Analisis bahaya adalah penentuan titik-titik bahaya yang mungkin ada pada alur proses produksi bahan pangan. Bahaya yang mungkin ada dalam alur proses

Page 20: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

produksi bahan pangan dapat digolongkan menjadi bahaya fisik, kimia, dan biologis. Penentuan titik kritis dilakukan karena tidak semua titik bahaya yang dijumpai berpengaruh buruk terhadap mutu pangan yang dihasilkan. Alur proses yang baik dicirikan dengan adanya aktivitas untuk mengatasi bahaya yang mungkin timbul pada tahap sebelumnya. Sebgaia contoh, bahaya yang ditimbulkan dari keberadaan mikroba pada ikan yang akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan ikan kaleng bukan merupakan titik kritis. Mengapa demikian ? Karena pada tahap selanjutnya dari alur proses ada kegiatan sterilisasi yang dapat membunuh mikroba tersebut sehingga ikan kaleng menjadi aman untuk dikonsumsi. Kompetensi yang hendak dicapai oleh buku ini adalah dihasilkannya lulusan yang mampu melakukan pengawasan mutu pangan. Kompetensi ini dapat dicapai apabila siswa memahami semua komponen dalam buku ini.

Page 21: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

PETA KOMPETENSI

SIFAT BAHAN PANGAN

MUTU BAHAN PANGAN

MANAJEMEN KEAMANAN PANGAN

PENGAWASAN MUTU

PANGAN

PMMT

PERSIAPAN ANALISIS MUTU

MANAJEMEN MUTU LABORATORIUM

GMP

SSOP

HACCP

PROSES PENURUNAN

MUTU

PENGAMBILAN SAMPEL

ANALISIS FISIK

ANALISIS KIMIA

ANALISIS BIOLOGIS

ANALISIS MIKROBIOLOGIS

ANALISIS ORGANOLEPTIK

ANALISIS MUTU AIR

Page 22: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Sifat Bahan Pangan

Pengawasan Mutu Bahan/Produk Pangan 1

BAB I SIFAT BAHAN PANGAN

1.1. Bahan pangan Bahan pangan adalah bahan yang digunakan untuk menghasil-kan pangan. Sedangkan produk pangan adalah hasil penanganan atau pengolahan bahan pangan.

Meskipun kondisinya jauh berbe-da, keduanya mengalami proses penurunan mutu. Bahan pangan mengalami penurunan mutu dari sejak dipanen atau ditangkap hingga ketangan konsumen, baik konsumen akhir maupun antara.

Konsumen akhir merupakan kon-sumen yang langsung menangani bahan pangan tersebut untuk dikonsumsi. Konsumen antara menangani bahan pangan untuk dikirim kepada konsumen akhir (pedagang) atau ditangani dan di-olah lebih dahulu menjadi produk pangan (industri) bagi kebutuhan konsumen akhir. Meskipun ke-duanya adalah konsumen antara,

peranan pedagang dan industri dalam menangani bahan pangan berbeda.

Pedagang akan selalu berusaha menjaga mutu dari bahan pangan agar tetap baik sampai ke tangan konsumen. Sedangkan industri, selain menjaga mutu dari bahan pangan juga akan berusaha men-jaga produk pangan yang dihasil-kan agar tidak tercemar sampai ke tangan konsumen.

Pencemaran yang dialami oleh bahan pangan akan mempenga-ruhi mutu produk yang dihasilkan. Namun yang lebih menghawatir-kan adalah pencemaran bahan pangan dapat menyebabkan sakit atau keracunan bagi konsumen yang mengkonsumsinya.

Untuk mempertahankan mutu bahan atau produk pangan diperlukan pemahaman tentang sifat bahan pangan, faktor yang

mempengaruhi penurunan mutu, dan upaya yang dapat dilakukan untuk menghambat penurunan mutu tersebut.

1.2. Sifat bahan pangan Berdasarkan jenisnya, sifat dari bahan pangan dapat dibagi men-jadi tiga golongan, yaitu sifat fisik, kimiawi, dan biologis.

1.2.1 Sifat fisik Sifat fisik yang memiliki hubung-an erat dengan sifat dari bahan pangan antara lain sifat alometrik, tekstur, kekenyalan, koefisien gesek, dan konduktivitas panas. Sifat fisik memiliki kaitan sangat erat dengan mutu bahan pangan karena dapat digunakan sebagai informasi dasar dalam menentu-

Page 23: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Sifat Bahan Pangan

Pengawasan Mutu Bahan/Produk Pangan 2

kan tingkat metode penanganan dan atau bagaimana mendisain peralatan pengolahan terutama peralatan pengolahan yang ber-sifat otomatis.

1.2.1.1 Hubungan alometrik

Kekuatan, ukuran, bentuk bahan pangan merupakan sifat fisik penting yang berperan dalam pengolahan. Sifat fisik tersebut dapat menentukan metode pe-nanganan dan disain peralatan pengolahan.

Ukuran dan bentuk fisik merupakan sifat dasar yang penting. Pada kerang-kerangan, dimensi kerang, rasio dimensi kerang, rasio volume ruang dengan volume total dan berat kerang dapat membantu dalam penetuan peralatan penanganan dan potensi daging per wadah.

Informasi mengenai ukuran dan bentuk bahan pangan dapat membantu dalam pembuatan alat seleksi (Gambar 1.1.).

Jenis bahan pangan, kondisi pertumbuhan, tempat hidup dan faktor lingkungan lainnya akan berpengaruh terhadap dimensi bahan pangan dan dengan sendirinya akan berpengaruh terhadap rasio dimensi peralatan.

Gambar 1.1. Alat seleksi buah berdasarkan bentuk dan ukuran (sifat fisik) bahan pangan

Sumber : www.citrus.com

1.2.1.2 Tekstur Tekstur bahan pangan beraneka ragam, mulai dari yang tekstur halus hingga kasar. Tekstur bahan pangan berkaitan dengan perlindungan alami dari bahan pangan tersebut. Namun dari sisi sebagai bahan pangan, tekstur memiliki kaitan erat dengan cara penanganan dan pengolahan bahan pangan.

Pengujian tekstur bahan pangan sudah banyak dilakukan dengan menggunakan alat penggunting atau penusuk. Informasi yang diperoleh akan berguna untuk menentukan berapa kekuatan yang diperlukan apabila akan menggunakan produk tersebut.

Lebar bahan pangan akan mem-pengaruhi energi yang diperlukan untuk memotong. Pemotongan cumi-cumi yang berukuran 3 cm

Page 24: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Sifat Bahan Pangan

Pengawasan Mutu Bahan/Produk Pangan 3

akan membutuhkan energi 205 N dibandingkan dengan cumi-cumi berukuran 1 cm yang ternyata hanya membutuhkan energi pe-motongan 82 N.

Jumlah energi yang dibutuhkan untuk memotong bahan pangan dipengaruhi oleh sudut pisau, temperatur dan ketebalan bahan pangan, kecepatan pemotongan, dan arah serat.

Arah serat mempengaruhi energi yang diperlukan untuk melakukan pemotongan bahan pangan. Selain itu, lokasi daging pada satu individu juga mempengaruhi energi yang dibutuhkan untuk melakukan pemotongan.

Di pasar swalayan biasanya ter-pampang gambar yang secara jelas mencantumkan nama jenis-jenis daging terdapat pada sapi. Tingkat kekerasan antara daging sapi yang terletak di bagian kaki dengan di bagian perut berbeda. Demikian pula dengan kekerasan daging yang terletak pada organ gerak dengan organ yang tidak bergerak.

1.2.1.3 Kekenyalan Kekenyalan bahan pangan erat kaitannya dengan jumlah dan jenis tenunan pengikat yang dimiliki dan tingkat kesegaran. Setiap bahan pangan akan me-miliki jumlah dan jenis tenunan pengikat yang berbeda dengan bahan pangan lainnya dan akan mempengaruhi kekenyalannya. Daging sapi lebih kenyal daripada

daging ikan karena memiliki tenunan pengikat lebih banyak dan besar (Gambar 1.2).

Gambar 1.2. Perbandingan tenunan pengikat yang banyak dan besar pada daging sapi (atas) dan sedikit, teratur dan halus pada daging ikan (bawah)

Pengukuran kekenyalan bahan pangan dapat dilakukan dengan menggunakan hardness tester atau pnetrometer (Gambar 1.3). Penggunaan pnetrometer sangat mudah. Tekan tombol di bagian atas untuk mengatur agar jarum indikator berapa pada posisi angka nol. Letakkan ujung bagian bawah pnetrometer ke permukaan bahan pangan yang akan diukur. Tekan pnetrometer secara perlahan hingga jarum bergerak. Apabila jarum sudah tidak bergerak lagi, penekanan dihentikan dan angka yang

Page 25: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Sifat Bahan Pangan

Pengawasan Mutu Bahan/Produk Pangan 4

ditunjuk oleh jarum adalah nilai kekenyalan dari bahan pangan tersebut.

Gambar 1.3. Pnetrometer adalah salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengukur kekenyalan daging

1.2.1.4 Koefisien gesek Telah dijelaskan sebelumnya bahwa setiap bahan pangan memiliki tekstur yang berbeda dengan bahan pangan lainnya. Ada bahan pangan yang memiliki tekstur halus (misalnya biji-bijian) atau kasar (nenas, durian, dan nangka). Tekstur ini berpengaruh terhadap koefisien gesek. Bahan pangan dengan tekstur lebih kasar memiliki koefisien gesek lebih besar dibandingkan bahan pangan dengan tekstur lebih halus. Dibutuhkan energi lebih besar untuk menggeser bahan pangan dengan koefisien gesek besar.

Salah satu cara pananganan ba-han pangan yang memanfaatkan koefisien gesek dari bahan terse-but adalah pengangkutan dengan sistim ban berjalan (Gambar 1.4). Pengangkutan buah rambutan yang dilakukan dengan menggu-nakan sistem ban berjalan lebih mudah bila dibandingkan dengan pengangkutan buah melon. Hal ini dikarenakan koefisien gesek buah rambutan lebih besar, jadi relatif lebih sulit bergeser selama pengangkutan dibandingkan bu-ah melon. Tumpukan buah jeruk bali akan lebih tinggi dibanding-kan buah semangka. Bulatan jeruk bali yang kurang sempurna menyebabkan koefisien gesek-nya lebih besar dibandingkan semangka yang bentuknya bulat sempurna.

Pengetahuan mengenai koefisien gesekan berbagai bahan pangan sangat penting sebagai informasi dalam mendisain peralatan dan merancang sarana transportasi produk selama penanganan atau pengolahan.

Gambar 1.4. Perancangan alat dengan memanfaatkan koefisien gesek bahan pangan

Page 26: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Sifat Bahan Pangan

Pengawasan Mutu Bahan/Produk Pangan 5

Alat yang dapat digunakan untuk mengangkut dan tempat untuk menyimpan durian akan berbeda dengan alat pengangkut ataupun tempat untuk menyimpan telur ayam. Durian diangkut dengan wadah terbuat dari papan atau karton yang tebal sedangkan un-tuk telur ayam biasanya meng-gunakan wadah berbahan karton atau plastik dengan bentuk yang disesuaikan bentuk telur. Hal ini berkaitan dengan koefisien gesek yang berbeda. Demikian pula dengan disain alat pembersih ikan dan alat pengupas apel. Kulit apel bisa dikupas dengan menggunakan pisau, sedangkan sisik ikan lebih mudah untuk dibersihkan dengan memakai sikat kawat.

1.2.1.5 Konduktivitas panas Pengertian konduktivitas panas adalah jumlah panas yang dapat mengalir per satuan waktu mela-lui suatu bahan dengan luas dan ketebalan tertentu per unit tem-peratur. Konduktivitas panas banyak digunakan dalam proses pendinginan atau pemanasan karena berkaitan dengan transfer panas secara konduksi.

Nilai konduktivitas panas suatu bahan pangan akan bervariasi terhadap kandungan air dan temperatur. Meningkatnya nilai kandungan air dan temperatur akan meningkatkan konduktivitas panas. Perubahan nilai tersebut dapat dilihat pada persamaan berikut :

dimana :

k = Konduktivitas campuran

a = 3 kc / (2kc + kd)

b = Vd/ (Vc + Vd)

kc = konduktivitas fase kontinu

kd = konduktivitas fase disperse

Vc = Volume fase kontinu

Vd = Volume fase disperse

Nilai konduktivitas panas bahan pangan juga dipengaruhi oleh kombinasi antara arah aliran panas dengan arah serat bahan pangan. Besarnya aliran panas akan meningkat bila memiliki sejajar dengan arah serat. Pada produk daging beku, perbedaan aliran panas antara aliran panas yang sejajar dan tegak lurus searah serat berkisar antara 10-20 persen.

Besar nilai konduktivitas panas dari bahan pangan sudah banyak disajikan lebih rinci dalam buku-buku pangan. Berdasarkan tabel nilai konduktivitas panas tersebut dapat ditentukan jenis dari bahan baku yang akan digunakan dalam pembuatan wadah penyimpanan, bahan pengemas yang sesuai, dan lama penyimpanan bahan pangan.

1 – [1-a(kd / kc)] b

k = kc { --------------------------- }

1 + (a – 1) b

Page 27: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Sifat Bahan Pangan

Pengawasan Mutu Bahan/Produk Pangan 6

1.2.1.6 Panas spesifik Penghitungan beban panas yang dilepaskan oleh bahan pangan membutuhkan pengetahuan me-ngenai panas spesifik. Adapun pengertian panas spesifik bahan pangan adalah jumlah panas yang dibutuhkan untuk mening-katkan temperatur satu satuan kuantitas bahan pangan sebesar satu derajat dikali bobot produk dikali perubahan temperatur yang diinginkan.

Informasi tentang panas spesifik sangat penting dalam kegiatan pendinginan, pembekuan, atau pemanasan. Dalam proses pen-dinginan, pembekuan, maupun pemanasan, apabila wujud dari bahan pangan mengalami per-ubahan, maka nilai dari variabel panas spesifik harus dimasukan dalam penghitungan beban pa-nas. Adapun yang dimaksud dengan beban panas adalah jum-lah panas yang harus dikeluarkan dari bahan pangan selama berlangsung proses pendinginan, pembekuan, atau pemanasan.

Bahan pangan yang berasal dari produk nabati diketahui masih te-tap hidup meskipun telah dipanen sehingga mereka masih melaku-kan aktivitas respirasi yang akan menghasilkan panas. Dengan demikian, pada bahan pangan yang masih hidup, maka besar-nya nilai variabel panas respirasi tersebut harus dimasukkan dalam penghitungan beban panas.

Informasi mengenai nilai panas spesifik bahan pangan diperlukan

dalam merancang sarana untuk pengangkutan dan penyimpanan. Sarana untuk pengangkutan dan penyimpanan yang dilengkapi unit pengaturan suhu lingkungan sangat membutuhkan informasi panas spesifik dari bahan pangan yang kelak akan diangkut atau disimpan. Informasi mengenai panas spesifik merupakan bahan pertimbangan dalam menentukan pemilihan bahan baku dan proses rancang bangun. Tabel yang memuat nilai panas spesifik dari bahan pangan juga sudah banyak disajikan dalam buku-buku pangan.

1.2.1.7 Panas laten Panas laten adalah jumlah panas yang harus dilepaskan oleh ba-han pangan untuk merubah fase bahan pangan tersebut pada suhu konstan. Di dalam bahan pangan, perubahan air dari wujud cair ke padat (es) pada suhu konstan (0oC) akan melepaskan sejumlah energi panas dan sebaliknya perubahan dari bentuk padat ke cair juga membutuhkan energi panas.

Peristiwa perubahan wujud yang pertama (dari air menjadi es), energi panas yang dilepaskan oleh air harus diserap oleh media lain agar perubahan tersebut dapat berlangsung. Dalam lemari es, energi panas yang dilepaskan oleh air selama proses perubah-an tersebut diserap oleh freon. Pada peristiwa perubahan kedua

Page 28: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Sifat Bahan Pangan

Pengawasan Mutu Bahan/Produk Pangan 7

(dari padat ke cair), energi panas yang dibutuhkan dapat diambil dari lingkungannya. Fenomena inilah yang dijadikan dasar dalam merancang peralatan dan sarana penyimpanan bahan pangan.

1.2.1.8 Panas respirasi Setiap bahan pangan yang masih hidup akan melakukan aktivitas metabolisme dan energi panas yang dihasilkannya disebut panas respirasi. Panas respirasi adalah panas yang dihasilkan karena adanya aktivitas metabolisme dari bahan pangan, misalnya biji-bijian, ternak atau ikan yang baru mati. Panas respirasi ini sangat berpengaruh terhadap beban panas, terutama pada bahan pangan nabati, sehingga sangat berpengaruh selama dalam masa pengangkutan dan penyimpanan.

Panas respirasi dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Meningkatnya suhu lingkungan akan meningkat-kan panas respirasi karena terjadi peningkatan aktivitas metabolis-me seiring dengan meningkatnya suhu lingkungan (Tabel 1.1).

Tabel 1.1. Hubungan temperatur lingkungan dengan panas respirasi

Temperatur

(oC)

Kisaran Panas Respirasi

(J/kg/jam)

0

5

10

15

208 – 281

467 – 520

882 – 987

1766 - 2183

Sumber : ASHRAE 1977 dalam Wheatton and Lawason, 1985

1.2.1.9 Penyebaran panas Informasi mengenai penyebaran panas dalam bahan pangan sangat membantu pada proses pengolahan bahan pangan yang mengandalkan perubahan suhu. Penyebaran panas dapat dihitung dengan persamaan berikut :

dimana :

= Penyebaran panas (cm2/men)

= Densitas (g/cm2)

Cp = Panas spesifik (J/goC)

k = Konduktivitas panas

k

= 0.060 ------------------------

Cp

Page 29: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Sifat Bahan Pangan

Pengawasan Mutu Bahan/Produk Pangan 8

Penyebaran panas dalam bahan pangan dipengaruhi juga oleh kandungan air. Dengan demikian persamaan di atas dapat diganti dengan persamaan berikut :

dimana :

= Penyebaran panas (cm2/menit)

Aw = Penyebaran panas pada air pada temperatur yang diinginkan (cm2/menit)

% air = Kandungan air dalam bentuk % bobot

1.2.2 Sifat Kimiawi Sifat kimiawi dari bahan pangan ditentukan oleh senyawa kimia yang terkandung sejak mulai dari bahan pangan dipanen/ditangkap hingga diolah. Perubahan kan-dungan senyawa kimia pada bahan pangan tergantung dari tingkat kematangan biologis, jenis kelamin, kematangan seksual, temperatur, suplai makanan atau pupuk, stres, atau parameter lingkungan lainnya.

Sebagian besar bahan pangan memiliki kandungan air relatif tinggi. Dengan kandungan air demikian, bahan pangan tersebut merupakan media yang baik bagi

mikroba pembusuk untuk tumbuh dan berkembang.

Upaya dilakukan untuk menurun-kan kandungan air dalam bahan pangan sampai batas dimana mikroba tidak dapat tumbuh dan berkembang masih terus dikem-bangkan. Keberhasilan upaya ini akan dapat meningkatkan masa simpan bahan pangan.

Pada komoditas perikanan dan beberapa bahan pangan nabati lainnya diketahui mengandung minyak yang dapat diekstrak. Hati ikan hiu, kelapa, bunga matahari, dan jagung merupakan sejumlah bahan pangan yang telah diketahui banyak mengan-dung minyak. Minyak memiliki beberapa sifat khas, yaitu temperatur beku dan leleh, jumlah ikatan rangkap yang menentukan tingkat kejenuhan. Jumlah minyak yang dapat diekstrak tergantung dari jenis bahan pangan, musim, makanan yang dikonsumsi, siklus perkawinan, dan temperatur lingkungan.

Tingkat kemanisan yang dimiliki bahan pangan dipengaruhi oleh temperatur lingkungan. Jagung muda (baby corn) atau ubi jalar lebih terasa manis apabila sebelum dimasak disimpan ter-lebih dahulu pada suhu rendah. Pada suhu rendah, karbohidrat yang dikandung oleh jagung muda atau ubi jalar berada dalam bentuk glukosa sehingga terasa manis.

= 0.053+(Aw– 0.053)(% air)

Page 30: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Sifat Bahan Pangan

Pengawasan Mutu Bahan/Produk Pangan 9

Kandungan senyawa kimia juga akan berubah apabila bahan pangan mengalami stres menje-lang kematiannya. Ternak dan ikan yang mengalami stres berat menjelang kematiannya akan memiliki masa simpan relatif lebih singkat dibandingkan dengan ternak dan ikan yang tidak stres. Selama stres, ternak dan ikan banyak menggunakan energinya sehingga cadangan energi yang dimilikinya menjadi berkurang. Energi cadangan ini sangat diperlukan bagi ternak dan ikan untuk mempertahankan kesegar-an daging setelah kematian (Gambar 1.5).

Derajat keasaman (pH) dapat menggambarkan jumlah ion H+ yang terkandung dalam bahan pangan. Nilai pH merupakan log dari ion H+ dan besarnya berkisar 1 – 14. Nilai 7 artinya pH bahan pangan netral, Nilai <7 artinya pH-nya asam, dan >7 berarti pH- nya basa. Peningkatan kandung-an ion H+ akan menurunkan pH sehingga tercipta lingkungan bersuasana asam.

Bahan pangan dengan nilai pH rendah cenderung memiliki masa simpan lebih lama dibandingkan dengan bahan pangan yang me-miliki nilai pH mendekati netral, karena sebagian besar mikroba pembusuk tidak tahan hidup pada lingkungan dengan pH rendah (Gambar 1.6.). Nilai pH daging ikan lebih tinggi dibandingkan daging ternak. Ikan mati memiliki pH mendekati netral (± 6.4-6.8)

sedangkan daging ternak memiliki pH lebih rendah (± 5.3-6.0). Oleh karenanya, ikan me-miliki masa simpan relatif singkat dibandingkan masa simpan dari daging ternak. Kenyataan ini telah mendasari para ahli pangan untuk menurunkan pH lingkungan sehingga dapat mengawetkan bahan pangan.

1.2.3 Sifat Biologis Sifat biologis mempunyai peranan sangat penting dalam merancang proses penanganan dan pengolahan. Sifat biologis yang utama dari bahan pangan adalah kandungan mikrobanya.

Sebagian besar bahan pangan memiliki kandungan mikroba sejak dipanen atau ditangkap. Mikroba ini tersebar di seluruh permukaan. Sebagian mikroba tersebut merupakan mikroba asli (flora alami) yang berasal dari alam dan melekat pada bahan pangan. Sebagian mikroba lainnya berasal dari kontaminasi. Kontaminasi mikroba dapat berasal dari lingkungan, pakaian yang dikenakan saat menangani atau mengolah bahan pangan, dan dari bahan pangan yang sudah tercemar.

Bila kondisi memungkinkan, kedua jenis mikroba ini secara bersamaan akan menurunkan tingkat kesegaran bahan pangan.

Page 31: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Sifat Bahan Pangan

Pengawasan Mutu Bahan/Produk Pangan 10

Gambar 1.5. Perombakan cadangan energi yang digunakan untuk mengatasi stres

Inosin + P

IMP + NH3

Fosfatase

AMP - deaminase

Nukleosida

Nukleosida fosforilase

Hipoksantin + Ribose

Hipoksantin + Ribose 1-fosfat

ITP + NH3

IDP + NH3

ATP-ase

Adenylate

kinase

ATP

ADP + P

AMP + P

Page 32: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Sifat Bahan Pangan

Pengawasan Mutu Bahan/Produk Pangan 11

Gambar 1.6. Kisaran pH lingkungan dari beberapa mikroba

Page 33: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Mutu Produk Pangan

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 13

BAB II

MUTU BAHAN PANGAN 2.1. Mutu dan kualitas

Mutu adalah gabungan dari se-jumlah atribut yang dimiliki oleh bahan atau produk pangan yang dapat dinilai secara organoleptik. Atribut tersebut meliputi parame-ter kenampakan, warna, tekstur, rasa dan bau (Kramer dan Twigg, 1983). Menurut Hubeis (1994), mutu dianggap sebagai derajat penerimaan konsumen terhadap produk yang dikonsumsi berulang (seragam atau konsisten dalam standar dan spesifikasi), terutama sifat organoleptiknya. Mutu juga dapat dianggap sebagai kepuas-an (akan kebutuhan dan harga) yang didapatkan konsumen dari integritas produk yang dihasilkan produsen. Berdasarkan ISO/DIS 8402 – 1992, mutu didefinsilkan sebagai karakteristik menyeluruh dari suatu wujud apakah itu produk, kegiatan, proses, organi-sasi atau manusia, yang menun-jukkan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan yang telah ditentukan (Fardiaz, 1997).

Kramer dan Twigg (1983) telah mengklasifikasikan karakteristik mutu bahan pangan menjadi dua kelompok, yaitu : (1) karakteristik fisik atau karakteristik tampak, meliputi penampilan yaitu warna, ukuran, bentuk dan cacat fisik; kinestika

yaitu tekstur, kekentalan dan konsistensi; flavor yaitu sensasi dari kombinasi bau dan cicip, dan (2) karakteristik tersembunyi, yaitu nilai gizi dan keamanan mikrobiologis. Mutu berbeda dengan kualitas. Pisang batu mempunyai kualitas lebih baik sebagai bahan baku rujak gula, namun pisang yang bermutu baik adalah cavendish karena memiliki sejumlah atribut baik. Hanya satu karakteristik baik yang dimiliki oleh pisang batu, yaitu daging buahnya berbiji sehingga cocok untuk rujak. Pisang cavendish memiliki sejum-lah karakteristik baik, yaitu rasa yang manis, kulitnya mulus, bentuknya menarik, dan tekstur daging buahnya lembut. Dengan demikian, cavendish merupakan buah pisang yang bermutu baik sedangkan pisang batu merupa-kan pisang berkualitas baik untuk dibuat rujak. Istilah kualitas berbeda pengerti-annya antara satu orang dengan lainnya. Kualitas bahan pangan dapat dikatakan baik hanya kare-na karakter ukuran, jenis, atau kesegarannya. Harga jual bahan pangan yang mahal dianggap lebih berkualitas dibandingkan dengan harga jual yang lebih murah. Sebagai contoh, durian monthong dari Thailand dianggap

Page 34: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Mutu Produk Pangan

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 14

lebih berkualitas dibandingkan durian lokal yang harganya relatif murah.

2.2. Faktor yang mempengaruhi mutu

Mutu dari bahan pangan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik internal maupun ekternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari bahan pangan itu sendiri, yaitu jenis kelamin, ukur-an, spesies, perkawinan, dan ca-cat. Faktor eksternal berasal dari lingkungannya, seperti jarak yang harus di tempuh hingga ke tem-pat konsumen, pakan yang dibe-rikan, lokasi penangkapan atau budidaya, keberadaan organisme parasit, kandungan senyawa ber-racun, atau kandungan polutan

2.2.1 Spesies

Spesies ternak atau ikan mempe-ngaruhi kesukaan konsumen ter-hadap bahan pangan. Spesies yang satu dapat diterima atau ba-nyak diminta oleh konsumen dibandingkan spesies yang lain. Demikian pula harga spesies yang satu dapat lebih mahal bila dibandingkan spesies lainnya.

Penerimaan konsumen terhadap bahan pangan dipengaruhi oleh kecocokan kenampakan, rasa, adanya tulang halus atau duri, tabu menurut agama, atau kebia-saan sosial.

Bahan pangan yang cocok untuk dibuat produk tertentu dianggap

lebih berkualitas bila dibanding-kan dengan bahan pangan lain-nya. Sebagai contoh yang khas, nenas Bogor yang rasanya manis paling enak dibuat selai nenas, sehingga nenas Bogor dianggap lebih berkualitas sebagai bahan baku pembuatan selai nenas manis dibandingkan nenas yang berasal dari Palembang atau si madu dari Subang. Contoh lainnya. Untuk membuat bawang goreng, penggunaan bawang merah jenis Sumenep dianggap lebih berkualitas diban-dingkan dengan bawang Brebes. Demikian pula dengan daging yang berasal dari sapi Australia dianggap lebih berkualitas dibandingkan daging sapi lokal karena dapat diolah menjadi bistik yang lebih enak. Dalam pembuatan produk filet ikan, daging ikan kakap dianggap lebih berkualitas dibandingkan daging ikan nila atau mas. Ikan bandeng yang berukuran terlalu besar dianggap kurang berkuali-tas karena di dalam dagingnya banyak mengandung tulang halus yang sangat mengganggu waktu memakannya. Sebaliknya, ikan bandeng yang ukurannya terlalu kecil juga dianggap kurang ber-kualitas karena dagingnya sedikit. Demikian pula ikan yang tesktur dagingnya terlalu keras atau lunak.

Spesies yang satu lebih diterima oleh masyarakat di suatu daerah, sedangkan di daerah lain spesies

Page 35: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Mutu Produk Pangan

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 15

tersebut kurang diterima oleh konsumen. Contoh yang paling khas adalah cumi-cumi. Di wilayah Propinsi Jawa Barat, cumi-cumi disukai dan harganya mahal, namun di Sumatera Utara cumi-cumi ini banyak digunakan sebagai umpan pancing.

Lokasi tempat tinggal juga dapat menentukan mutu dari bahan pangan. Masyarakat yang tinggal ditepi laut menganggap ikan lebih berkualitas dibandingkan dengan daging ternak atau tumbuhan, namun berlaku sebaliknya bagi masyarakat yang tinggal disekitar pegunungan. Untuk membuat pepes ikan, se-bagian besar masyarakat Jawa Barat lebih memilih ikan gurame sedangkan masyarakat yang ber-tempat tinggal di sekitar Jawa Timur ternyata lebih menyukai bila menggunakan ikan kembung sebagai bahan bakunya.

Perbedaan komposisi tubuh dari setiap spesies jelas akan mem-pengaruhi mutu. Spesies ikan dengan kandungan lemak tidak jenuh tinggi relatif lebih mudah mengalami proses pembusukan dibandingkan ikan yang memiliki kandungan lemak tidak jenuh rendah. Spesies ikan berbentuk bulat lebih mudah membusuk dibandingkan dengan spesies yang pipih.

Ikan memiliki pola kandungan lemak yang berbeda sepanjang tahun (Gambar 2.1). Perbedaan kandungan lemak tersebut akan

berpengaruh terhadap mutu ikan selama penyimpanan.

Gambar 2.1. Pola tahunan kandungan lemak pada ikan

Sumber : Wheaton dan Lawson, 1985

Teknik produksi juga mempenga-ruhi mutu bahan pangan. Tanaman kangkung yang dibudi-daya dengan teknik hidroponik dianggap memiliki kualitas lebih baik dibandingkan tanaman kang-kung yang dipanen dari kolam, terlebih kolam yang tercemar.

Ikan yang kondisi fisiknya sudah rusak atau cacat dianggap berku-alitas rendah. Ikan dengan kon-disi tubuh rusak cenderung lebih cepat membusuk dibandingan ikan dengan kondisi fisiknya baik. Ikan yang fisiknya rusak cende-rung memiliki kandungan gliko-gen rendah dibandingkan ikan dengan kondisi baik.

Setelah mati, glikogen dalam daging akan dirombak menjadi asam laktat yang mempengaruhi

Page 36: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Mutu Produk Pangan

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 16

nilai pH. Rendahnya konsentrasi asam laktat menyebabkan pH meningkat. Bakteri pembusuk lebih aktif pada daging dengan pH tinggi.

Nilai pH yang rendah dapat menimbulkan pengaruh tidak diinginkan pada ikan. Pada bagian potongan daging ikan yang dies cukup lama akan terlihat putih dan pudar (Gambar 2.2). Potongan ikan tersebut masih dapat dikonsumsi, namun kurang menarik untuk dipandang.

Gambar 2.2. Permukaan potongan daging ikan yang dies cukup lama terlihat putih dan pudar

Banyak jenis salak yang sudah dikenal, namun masyarakat lebih menyukai salak yang berasal dari daerah Pondoh atau pulau Bali. Sebagian masyarakat menyukai daging ayam negeri (ras) karena dagingnya dianggap lebih lunak, namun sebagian lagi menyukai ayam kampung (buka ras) yang aroma dagingnya lebih enak.

Masyarakat ada yang menyukai sate ayam madura, namun ada

pula yang cenderung mencari sate kambing dari Brebes karena menggunakan daging kambing muda sebagai bahan bakunya. Beberapa penggemar sate lebih menyukai sate padang yang me-miliki ciri khas menggunakan jeroan sapi sebagai bahan baku dan bubur sebagai kuahnya.

2.2.2 Ukuran

Ukuran bahan pangan juga dapat mempengaruhi mutu. Bahan pa-ngan yang memiliki ukuran besar dianggap lebih bermutu diban-dingkan dengan bahan pangan berukuran lebih kecil. Biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli bahan pangan berukuran besar lebih banyak dibandingkan biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan pangan sejenis namun memiliki ukuran relatif lebih kecil. Bahan pangan berukuran besar dianggap dapat memberikan cita-rasa lebih baik, bagian yang da-pat dimakan (edible part) lebih banyak, dan biaya penanganan per unit berat lebih murah.

Dalam bidang perikanan, ikan berukuran besar dianggap lebih baik dibandingkan ikan kecil karena beberapa alasan, yaitu : (a) ikan besar yang tertangkap selalu disiangi dengan membuang saluran pencernaan yang berisi mikroba pembusuk dan enzim proteolitik sehingga proses pembusukan dapat dihambat; (b) untuk satuan bobot yang sama, ikan besar memiliki luas permukaan lebih kecil untuk

Page 37: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Mutu Produk Pangan

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 17

memungkinkan kontak dengan mikroba pembusuk atau enzim proteolitik sehingga proses pembusukan lebih lambat; dan (c) ikan besar memiliki pH setelah mati lebih rendah dibandingkan dengan ikan kecil sehingga pertumbuhan mikroba pembusuk pada ikan besar lebih lambat.

Ternyata tidak semua yang berukuran besar dianggap lebih bermutu. Ikan berukuran kecil lebih disukai sebagai bahan baku pembuatan baby fish karena dapat dimakan semua, termasuk tulangnya. Contoh lain, untuk membuat sayuran cap cay lebih disukai jagung muda (baby corn) karena lebih manis dan mudah dikunyah.

2.2.3 Jarak ke konsumen

Untuk beberapa jenis bahan pa-ngan yang mudah mengalami proses penurunan mutu, jarak antara tempat produksi bahan pakan ke tempat dimana kon-sumen berada akan berpengaruh terhadap mutu. Indonesia yang memiliki suhu dan kelembaban lingkungan relatif tinggi, sehingga jarak ke konsumen berpengaruh nyata terhadap penurunan mutu bahan pangan.

Bahan pangan yang mudah rusak sebaiknya diangkut mengguna-kan sarana transportasi yang dilengkapi unit pendingin atau menggunakan pesawat terbang untuk mempersingkat waktu.

Di Sulawesi Tengah dan Selatan, ikan laut dipasarkan sampai ke daerah pegunungan dengan me-ngendarai sepeda motor yang dilengkapi sarana pengangkut berupa kotak berlapis stirofom. Stirofom tersebut berperan seba-gai isolator. Kotak yang diberi lapisan stirofom akan mampu mempertahankan suhu di dalam lingkungan kotak tetap rendah, sehingga penurunan kesegaran ikan dapat dihambat. Mahalnya harga ikan di daerah pegunungan tersebut bukan karena mutunya yang baik tetapi lebih sebagai pengganti biaya untuk mengang-kut ikan tersebut ke pegunungan.

2.2.4 Pakan

Pakan yang diberikan kepada ikan atau ternak akan berpenga-ruh terhadap citarasa ikan dan hewan ternak. Ikan yang diberi pelet akan menghasilkan daging dengan citarasa seperti pelet, demikian pula bandeng yang memakan ganggang tertentu akan memiliki rasa seperti lumpur.

Tomat yang diberi pupuk dengan komposisi tertentu dapat diken-dalikan citarasanya, apakah mau manis, terasa asam, atau tawar.

Ikan mas di Jepang diberi pakan berupa kepompong ulat sutra, di Israel diberi ampas kacang dan tepung darah, sedangkan di Indonesia menggunakan pelet. Dengan pemberian jenis pakan yang berbeda, ketiga ikan

Page 38: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Mutu Produk Pangan

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 18

tersebut memiliki aroma daging yang spesifik dan berbeda antara ikan yang satu dengan lainnya.

2.2.5 Lokasi

Lokasi budidaya atau penangkap-an ikan maupun ternak akan ber-pengaruh terhadap mutu ikan atau ternak. Kondisi lingkungan seperti angin, gelombang, kondisi air, dan pola migrasi akan mem-pengaruhi jenis dan kelimpahan makanan ikan sehingga berpe-ngaruh terhadap citarasa ikan. Hasil ikan yang diperoleh di daerah dimana sedang musim perkawinan, memiliki mutu lebih rendah dibandingkan ikan yang sama tetapi ditangkap di daerah lain.

Tanaman yang dipanen di daerah Cipanas Bogor memiliki citarasa dan penampilan berbeda dengan tanaman yang jenisnya sama te-tapi dipanen di daerah Lembang. Demikian pula halnya apabila dibandingkan dengan penampilan tanaman yang dipanen di tepi jalan raya yang ramai dilalui ken-daraan atau di sisi rel kereta api.

Tanaman kangkung darat dapat dianggap memiliki mutu lebih baik dibandingkan kangkung air, ter-utama yang dipanen dari perairan yang tercemar limbah.

2.2.6 Jenis kelamin dan masa perkawinan

Ikan dan ternak memiliki jenis kelamin dan masa perkawinan.

Jenis kelamin akan berpengaruh terhadap cita rasa dagingnya. Kepiting biru di Amerika yang berjenis kelamin jantan lebih di-sukai karena rasa dagingnya menyerupai aroma daging sapi. Kepiting Bakau lebih disukai yang berjenis kelamin betina, terutama yang masih memiliki telur. Udang galah berjenis kelamin jantan dengan capitnya yang besar dianggap memiliki kualitas lebih rendah dibandingkan betinanya. Bagian daging yang dapat dimakan dari udang galah jantan lebih kecil dibandingkan udang galah betina.

Masa perkawinan juga berpenga-ruh terhadap mutu daging ikan atau ternak. Energi yang banyak dikeluarkan melakukan perkawin-an menyebabkan citarasa daging ikan atau ternak mengalami pe-rubahan.

2.2.7 Organisme parasit

Organisme parasit yang menye-rang akan berpengaruh nyata ter-hadap mutu bahan pangan. Parasit dapat berupa bakteri, jamur, protozoa, serangga atau cacing.

Bakteri dan jamur banyak menim-bulkan kerugian karena kemam-puannya merusak bahan pangan (Gambar 2.3.). Selain penam-pakan bahan pangan menjadi tidak menarik, serangan bakteri dan jamur sering disertai dengan timbulnya bau busuk (Gambar 2.4).

Page 39: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Mutu Produk Pangan

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 19

Gambar 2.3. Serangan jamur pada buah pepaya

Gambar 2.4. Jamur yang menyerang ekstrak nenas pada pembuatan kecap ikan dapat menimbulkan bau busuk

Ikan hidup maupun ikan segar lebih mudah terserang bakteri (Gambar 2.5.), namun ikan asin dan pindang lebih mudah terse-rang jamur (Gambar 2.6.) karena kadar airnya telah menurun. Ikan segar dengan kandungan air lebih tinggi lebih sesuai untuk pertumbuhan bakteri, sedangkan ikan asin yang kandungan airnya lebih rendah cocok sebagai media pertumbuhan jamur.

Gambar 2.5. Ikan segar yang terserang bakteri

Page 40: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Mutu Produk Pangan

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 20

Protozoa sering menyerang ikan dan ternak. Serangan protozoa dapat mengakibatkan jaringan daging melunak atau luka pada kulit.

Serangga juga sering menyerang bahan pangan, baik ikan, ternak, maupun hasil pertanian. Serang-ga cenderung meletakkan telur-nya pada bahan pangan dan efek dari serangannya baru terlihat setelah telur menetas.

Gambar 2.6. Jamur yang menyerang ikan asin

Serangan cacing terhadap bahan pangan tidak mudah terlihat, terutama cacing yang berukuran kecil. Cacing cenderung menye-rang bagian dalam. Keberadaan cacing dalam bahan pangan tentu saja akan mempengaruhi

perasaan konsumen dalam me-nerima bahan pangan.

2.2.8 Kandungan senyawa racun

Kasus keracunan makanan sudah sering terjadi, baik yang dialami buruh pabrik hingga polisi dan pengacara. Keracunan dapat disebabkan oleh tiga cara, yaitu kimiawi, biologis, dan mikro-biologis. Berdasarkan penyebab-nya, ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan timbulnya keracunan makanan, yaitu sifat bahan pangan itu sendiri, cara pengolahan atau penyimpanan-nya, dan bisa pula karena pengaruh dari luar.

Menurut Supardi dan Sukamto (1999), penyakit yang timbul karena mengonsumsi makanan dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu infeksi makanan dan intoksikasi (keracunan makanan).

Infeksi adalah peristiwa dimana seseorang mengkonsumsi bahan pangan atau minuman yang me-ngandung bakteri patogen yang tumbuh dalam saluran usus dan menimbulkan penyakit. Contoh dari bakteri patogen tersebut adalah Clostridium perfringens, Vibrio dan parahaemolyticus, Salmonella.

Intoksikasi dapat terjadi karena mengkonsumsi bahan pangan mengandung senyawa beracun yang diproduksi oleh bakteri atau

Page 41: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Mutu Produk Pangan

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 21

jamur. Jadi, peristiwa keracunan terjadi karena menelan bahan pangan yang mengandung racun (toksin) yang dihasilkan oleh mikroba. Mungkin mikroba terse-but sudah mati setelah mempro-duksi racun pada bahan pangan. Beberapa jenis racun tidak dapat dirusak oleh proses pemasakan, sehingga orang yang mengkon-sumsi bahan pangan tersebut akan tetap mengalami keracun-an. Mikroba patogen yang telah diketahui dapat menyebabkan bahan pangan menjadi beracun adalah Stapilococcus aureus, Clostridium botulinum, dan Bacillus cereus.

Sebagian besar ikan aman untuk dikonsumsi namun ada beberapa jenis ikan yang secara alami mengandung racun, baik karena keseluruhan badannya memang mengandung racun maupun bagian tertentu saja. Racun yang dikandung ikan tersebut dapat menyebabkan keracunan atau mengakibatkan kematian bagi yang mengkonsumsinya. Seba-gian besar ikan beracun tersebut hidup di perairan tropis dan sub tropis. Ikan yang secara alami beracun lebih dikenal dengan sebutan biotoksin, berbeda dengan ikan yang menjadi beracun karena terkontaminasi bahan kimia atau polutan.

Ada tiga jenis biotoksin, yaitu ciguatera, puffer fish poissoning, dan paralytic shellfish poissoning. Ciguatera dijumpai pada bebera-pa ratus spesies ikan yang hidup

di perairan dangkal sekitar terum-bu karang. Dalam satu tahun, ikan ini tiba-tiba menjadi beracun dan dapat hilang daya racunnya secara cepat, tergantung dari pakan yang dikonsumsinya. Manusia akan mengalami kera-cunan apabila mengkonsumsi ikan ini yang sedang dalam keadaan beracun. Racun ikan ini tidak terurai meskipun ikan sudah dimasak.

Gejala keracunan dapat dirasa-kan setengah sampai empat jam sesudah memakan ikan. Ciri-ciri keracunan antara lain terasa gatal di sekitar mulut, kesemutan pada kaki dan lengan, mual, muntah, diare, nyeri perut, nyeri persendian, demam, menggigil, sakit pada saat kencing, dan otot tubuh terasa lemah.

Puffer fish poissoning adalah ke-racunan yang diakibatkan karena mengkonsumsi ikan beracun. Contoh ikan beracun dari jenis ini adalah ikan buntal (Tetraodon-tidae). Efek racunnya lebih fatal dibandingkan ciguatera. Ikan ini beracun sepanjang tahun dan persentase kematian manusia akibat mengkonsumsi ikan ini lebih dari 50 persen. Namun ikan jenis ini hanya di bagian saluran pencernaannya saja yang bera-cun, maka dengan membuang saluran pencernaannya ikan ini sudah aman untuk dikonsumsi.

Paralytic shellfish poissoning adalah keracunan akibat mengkonsumsi jenis kerang-

Page 42: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Mutu Produk Pangan

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 22

kerangan dari perairan yang ditumbuhi dinoflagellata dalam konsentrasi tinggi. Perairan yang ditumbuhi dinoflagellata dalam konsentrasi tinggi dikenal dengan sebutan ’red tide’ (Gambar 2.7). Kerang-kerangan yang memakan dinoflagellata tidak mengalami keracunan namun racunnya ter-akumulasi di dalam tubuhnya. Manusia yang telah mengkon-sumsi kerang tersebut cenderung akan mengalami keracunan bahkan kematian. Racun yang dihasilkan oleh dinoflagellata tidak rusak oleh pemasakan.

Gambar 2.7. Red Tide

Sumber FAO, 2001

Bahan pangan yang berasal dari tanaman dan hewan relatif jarang dijumpai mengandung racun. Beberapa jenis bahan pangan yang berasal dari hewan maupun tumbuhan sudah mengandung zat beracun secara alami. Salah satu tumbuhan yang sering menyebabkan keracunan adalah jamur. Ada dua macam jamur

dari jenis amanita yang sering menyebabkan keracunan. Jamur Amanita muscaria mengandung racun muscarine yang akan me-nimbulkan gejala keracunan dua jam setelah termakan. Ciri kera-cunannya adalah keluar air mata dan air ludah secara berlebihan, berkeringat, pupil mata menjadi menyempit, muntah, kejang di bagian perut, diare, rasa bingung, dan kejang-kejang yang bisa menyebabkan kematian. Jamur Amanita phalloides mengandung racun phalloidine yang akan menimbulkan gejala keracunan antara 6-24 jam setelah mema-kannya. Gejala keracunan mirip keracunan muscarine. Selain itu penderita tidak bisa kencing dan akan mengalami kerusakan hati.

Jamur beracun ini memiliki tam-pilan seperti jamur yang biasa di-makan. Banyak masyarakat tidak mengetahui apakah jamur terse-but layak dimakan atau tidak.

Kentang hijau yang mengandung solanin dapat menyebabkan tim-bulnya kematian apabila kentang hijau tersebut dikonsumsi dalam jumlah besar. Mengkonsumsi sayur bayam yang sudah disim-pan semalam juga tidak disaran-kan, sebab sudah mengandung racun kalium oksalat dalam jum-lah tinggi. Tanaman lamtoro juga mengandung racun mimosin. Racun ini dapat menyebabkan pusing bila mengkonsumsi dalam jumlah banyak.

Page 43: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Mutu Produk Pangan

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 23

Keracunan juga dapat disebab-kan karena mengkonsumsi bahan pangan yang menjadi beracun karena tercemar atau kesalahan pengolahan.

Bahan pangan yang dibiarkan terlalu lama berada pada suhu kamar setelah dimasak biasanya akan tercemar bakteri patogen seperti Clostridium perfringens, Staphylococcus, Bacilus cereus, dan Vibrio parahaemolyticus. Bakteri patogen ini biasanya menyerang sosis, daging, lidah sapi, ikan, susu dan hasil olahannya, dan telur.

Gejala utama dari serangan bakteri tesebut adalah muntah dan diare. Gejala lainnya adalah mual, otot perut kejang, diare yang disertai sakit kepala, badan lemah dan demam. Gejala-gejala ini muncul satu sampai 22 jam setelah makanan yang tercemar tertelan. Bila dalam 24 jam serangannya tidak berkurang, se-baiknya segera dibawa ke dokter.

Keracunan lainnya dapat terjadi apabila mengkonsumsi makanan sayuran, daging atau ikan yang dikalengkan. Proses pengaleng-an atau cara penyimpanan yang kurang baik dapat memicu tum-buhnya Clostridium botulinum yang dapat menghasilkan racun perusak sistim saraf.

2.2.9 Kandungan polutan

Akhir-akhir ini marak diberitakan penggunaan senyawa formalin

(formaldehid) sebagai pengawet bahan dan produk pangan. Senyawa formalin memiliki gugus CH2OH yang mudah mengikat air dan gugus aldehid yang mudah mengikat protein.

Badan Pengawas Obat dan Ma-kanan (BPOM) telah melarang penggunaan senyawa formalin sebagai pengawet bahan pangan dan badan ini juga telah meng-informasikan bahwa 56 persen produk pangan yang beredar ternyata mengandung formalin. Produk tersebut terutama pada mie, tahu, ikan segar, dan ikan asin.

Kerugian yang dialami apabila mengkonsumsi formalin antara lain menimbulkan kerusakan di lambung, bersifat karsinogenik atau dapat menyebabkan kanker.

Formalin merupakan salah satu polutan yang saat ini banyak dijumpai pada bahan pangan. Sebelumnya telah diketahui penggunaan bahan pewarna non pangan dan boraks. Penggunaan kedua bahan ini menjadi sumber polutan dalam bahan pangan.

Sumber polutan dapat berasal dari lingkungan yang mencemari, penggunaan bahan-bahan kimia non pangan, dan penggunaan bahan-bahan yang memiliki efek samping mencemari.

Polutan banyak berasal dari ling-kungan yang tercemar. Media

Page 44: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Mutu Produk Pangan

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 24

tumbuh, peralatan dan wadah yang digunakan dapat menjadi sumber polutan.

Penggunaan bahan-bahan non pangan, terutama bahan pewar-na, boraks, dan formalin, dalam penanganan dan pengolahan pangan sudah banyak dilakukan. Alasannya beragam, namun yang dominan adalah harganya murah dan tersedia di pasar.

Penggunaan bahan-bahan yang berefek samping mencemari ter-nyata telah menimbulkan efek merugikan bila dikonsumsi secara rutin. Garam nitrit yang digunakan untuk mempertahan-kan warna merah daging ternyata bersifat karsinogen, sehingga dapat memicu pertumbuhan sel kanker.

Jika dikonsumsi secara berlebih-an, bahan pangan yang mengan-dung zat kimia dapat mengakibat-kan keracunan dengan gejala pusing, sakit kepala, kulit memerah, muntah, pingsan, tekanan darah menurun dengan hebat, kejang, koma dan sulit bernapas.

Proses pembakaran daging ter-nyata dapat memicu timbulnya senyawa aromatik yang bersifat karsinogenik sehingga akan me-rangsang sel tubuh untuk tumbuh menjadi sel kanker.

Sayuran dan buah-buahan cen-derung tercemar bahan kimia, baik sebagai pengawet maupun

racun pembasmi hama. Zat kimia ini bisa berupa arsen, timah hitam, atau zat-zat yang bisa menyebabkan keracunan.

Dengan makin maraknya peng-gunaan pestisida sebagai bahan pembasmi hama, masyarakat lebih menyukai sayuran yang terserang ulat. Menurut mereka, sayuran demikian tidak menggunakan pestisida secara berlebihan sehingga lebih aman untuk dikonsumsi.

Acar, jus buah, atau asinan yang disimpan di dalam tempat yang dilapisi timah (bahan pecah belah yang diglasir), kadmium, seng, tembaga, atau antimon (panci berlapisi email) juga dapat menimbulkan keracunan dengan berbagai gejala, tergantung pada logam-logam yang meracuninya. Keracunan akibat kelebihan bahan pengawet juga bisa terjadi, misalnya penggunaan Na nitrit.

Kadmium yang digunakan untuk melapisi barang-barang logam dapat larut dalam bahan pangan yang bersifat asam. Apabila kadmium termakan dalam jumlah banyak dapat menyebabkan ke-racunan. Gejalanya antara lain mual, muntah, diare, sakit kepala, otot-otot nyeri, ludah berlebihan, nyeri perut, bahkan dapat menyebabkan kerusakan hati dan ginjal.

Merkuri dan kadmium banyak dijumpai pada bahan pangan yang tumbuh atau ditangkap di

Page 45: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Mutu Produk Pangan

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 25

perairan yang mengalami pence-maran limbah industri. Kasus Minamata di Jepang yang telah menewaskan 52 orang dan mengakibatkan kerusakan otak pada sebagian masyarakat yang mengkonsumsi ikan dengan kandungan metil merkuri tinggi merupakan contoh bahan pangan yang tercemar polutan.

Upaya pencegahan yang bisa dilakukan agar tidak teracuni zat kimia, yaitu dengan mancuci bersih buah-buahan, sayuran dan daging sebelum diolah. Selain itu, jangan menyimpan bahan makanan yang bersifat asam (sari buah, acar, asinan) di dalam panci yang terbuat dari logam. Sedapat mungkin hindari mengkonsumsi bahan pangan yang berasal dari daerah tercemar.

2.2.10 Cacat

Beberapa bahan pangan memiliki penampilan cacat sehingga terli-hat kurang menarik. Penampilan cacat ini dapat disebabkan oleh sifat genetis, faktor lingkungan, atau serangan organisme lain (Gambar 2.8, 2.9, 2.10).

Gambar 2.8. Bahan pangan yang cacat akibat luka

Page 46: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Mutu Produk Pangan

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 26

Gambar 2.9. Ikan yang terserang mikroba

Sumber : FAO, 2001

Gambar 2.10. Ikan yang terserang cacing

Sumber : FAO, 2001

Page 47: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Penurunan Mutu Bahan Pangan

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 27

BAB III PENURUNAN MUTU BAHAN PANGAN

Segera setelah dipanen atau ditangkap, bahan pangan akan mengalami serangkaian proses perombakan yang mengarah ke penurunan mutu. Proses pe-rombakan yang terjadi pada ikan dan ternak dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap pre rigor, rigor dan post rigor mortis. Pre rigor adalah tahap dimana mutu dan kesegaran bahan pangan sama seperti ketika masih hidup. Rigor mortis adalah tahap di-mana bahan pangan memiliki kesegaran dan mutu seperti ketika masih hidup, namun kon-disi tubuhnya secara bertahap menjadi kaku. Pada bahan hewani, seperti ikan dan ternak, perubahan bahan pangan dari kondisi elastis menjadi kaku terli-hat nyata dibandingkan bahan pertanian. Hingga tahap rigor mortis, ikan dan ternak dapat dikatakan masih segar. Namun memasuki tahap post rigor mor-tis, proses pembusukan daging ikan telah dimulai. Ada tiga faktor yang mempe-ngaruhi penurunan mutu bahan pangan, yaitu kerusakan fisik, kimia, dan biologis. 3.1 Kerusakan Fisik Kerusakan fisik yang dialami bahan pangan dapat disebabkan

oleh perlakuan fisik, seperti ter-banting, tergencet, atau terluka. Perlakuan tersebut dapat me-nyebabkan terjadinya memar, luka, dan adanya benda asing. 3.1.1 Memar Memar dialami oleh bahan pa-ngan yang disebabkan karena dipukul (Gambar 3.1), terbanting atau tergencet. Ikan yang me-ronta sesaat sebelum mati atau pedagang yang membanting ikan gurame agar segera mati telah menyebabkan ikan menga-lami memar. Semua upaya me- matikan ikan dimaksudkan agar ikan menjadi mudah untuk di-siangi. Buah-buahan yang ber-gesekan selama pengangkutan atau terjatuh selama pemin-dahan juga dapat menjadi pe-nyebab terjadinya memar. Bahan pangan yang memar akan mudah mengalami proses pembusukan. Rusaknya jaring-an di bagian yang memar akan menyebabkan peningkatan akti-vitas enzim proteolitik. Pada buah-buahan dan sayuran, bagi-an yang memar akan menjadi lunak dan berair. Pada ikan, bagian yang memar cenderung menjadi lunak dan kemerahan.

Page 48: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Penurunan Mutu Bahan Pangan

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 28

Gambar 3.1. Penggunaan alat

pemukul untuk mematikan ikan dapat menyebakan terjadinya memar atau luka

Sumber : www_iceyourfish_seagrant_orgfish_handling1_jpg.mht

Ikan yang tertangkap dengan pancing huhate (Gambar 3.2.) juga mengalami memar saat terbanting ke geladak kapal. Di Jepang, di kapal penangkapan ikan dengan pancing huhate dibentangkan jaring untuk mem-bantu menahan ikan yang ter-tangkap. Jaring di pasang agak miring, sehingga ikan yang tertangkap akan terbanting ke jaring dan secara perlahan me-luncur ke geladak. Dengan demikian, ikan tidak mengalami memar. Ikan yang ditangkap dengan jaring trawl atau pukat cincin akan mengalami tekanan berat, terutama ikan yang berada paling bawah. Beban berat yang menghimpit ikan ke tali jaring

telah menyebabkan daging ikan menjadi memar (Gambar 3.3).

Gambar 3.2. Penangkapan ikan

dengan pancing huhate dimana ikan yang tertangkap akan lepas dari pancing dan jatuh ke geladak kapal

Gambar 3.3. Ikan dibagian ujung

dan lilitan tali jaring (panah) lebih cenderung mengalami memar dibandingkan ikan dibagian lainnya

Sumber : Kreuzer, 1969

Page 49: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Penurunan Mutu Bahan Pangan

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 29

Pada bagian daging ikan yang mengalami memar (Gambar 3.4), aktivitas enzimnya mening-kat sehingga akan mempercepat

proses pembusukan. Enzim akan merombak karbohidrat, protein dan lemak menjadi alkohol, amonia, dan keton.

Gambar 3.4 Bagian luar tubuh ikan yang mengalami memar terkena jaring

selama proses penangkapan

Sumber : www.danish.co.id

Page 50: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Penurunan Mutu Bahan Pangan

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 30

3.1.2 Luka Bahan pangan dapat mengalami luka yang diakibatkan tusukan atau sayatan oleh benda tajam. Penggunaan pengait pada saat akan mengangkat ikan hasil tangkapan dapat menyebabkan luka pada ikan (Gambar 3.5). Apabila tidak segera ditangani dengan benar, luka tersebut da-pat menjadi jalan bagi mikroba pembusuk untuk memasuki ba-gian tubuh ikan dan merombak komponen di dalamnya.

Gambar 3.5 Tubuh ikan yang mengalami luka terkena pengait

Sumber : www_iceyourfish_seagrant_orgfish_handling1_jpg.mht

3.1.3 Adanya Benda Asing Mungkin diantara kita sudah se-ring mendengar atau mengalami sendiri adanya helaian rambut, pasir, atau kaki serangga pada makanan yang akan atau se-

dang dimakan. Kontan saja ke-beradaan benda tersebut telah membuat selera makan menjadi berkurang atau bahkan hilang sama sekali. Pasir, isi hekter, rambut, kuku, patahan kaki serangga, atau pecahan gelas adalah beberapa contoh benda-benda asing yang sering dijumpai pada saat akan menyantap makanan dibanyak warung makan bahkan restauran sekalipun. Namun respon dari masyarakat yang terkadang acuh tak acuh atas kejadian tersebut membuat tidak adanya data pasti berapa banyak orang yang mengalaminya. Sungguh sangat disayangkan sebab sebenarnya mereka memiliki hak untuk melapor dan mengajukan tuntutan manakala mendapatkan makanan dengan benda yang membahayakan. Pada produk perikanan, hal tersebut bukan tidak pernah terjadi. Informasi yang dibaca atau didengar mengenai produk perikanan yang mengalami pe-nahanan di pelabuhan masuk negara tujuan karena pada saat pemeriksaan terbukti mengan-dung benda-benda asing seperti paku, jarum, patahan kaki serangga, pecahan kaca dan masih banyak lagi. Itulah beberapa contoh bahaya fisik (Physical Hazard) tentang bahaya keamanan pangan. Benda asing berupa pasir, pe-cahan kaca, atau sekam padi sering dijumpai pada beras

Page 51: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Penurunan Mutu Bahan Pangan

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 31

berkualitas rendah. Demikian pula pada gula sering dijumpai butiran pasir, sedangkan pada gula merah sering dijumpai butiran nasi atau serpihan kayu. Berdasarkan definisinya, bahaya fisik dapat diartikan sebagai benda-benda asing yang berasaI dari luar dan tidak normal ditemukan dalam bahan pangan yang secara potensial dapat menyebabkan kerugian bagi konsumen yang secara tidak sengaja memakannya. Kebera-daan bahaya fisik ini perlu ditelusuri karena dapat menye-babkan bahaya bagi konsumen (Tabel 3.1.). Upaya untuk menghindari terjadinya bahaya fisik dapat dilakukan mulai dari proses produksi di unit pengolahan hingga preparasi makanan di rumah-rumah. Penggunaan alat metaI detector merupakan salah satu cara yang paling banyak digunakan unit pengolahan ikan untuk mencegah terbawanya material logam di dalam produk ikan. Upaya penanggulangan bahaya fisik dengan mendekati sumber bahaya juga merupakan langkah yang sangat tepat untuk dila-kukan di unit-unit pengolahan. Upaya seperti mengatur para pekerja untuk tidak mengenakan berbagai macam perhiasan (ka-lung, giwang, cincin), dan me-lengkapi para pekerja dengan peralatan kerja yang baik, serta memeriksa peralatan agar tetap

aman selama proses produksi berIangsung merupakan tindak-an preventif yang sangat tepat untuk dilakukan. DaIam lingkungan keluarga, pro-ses pengolahan masakan yang dilakukan secara hati-hati sangat dianjurkan untuk mengurangi re-siko bahaya fisik yang masih mungkin terjadi. 3.1.4 Pemberian Perlakuan Perlakuan yang diberikan, baik selama penanganan dan pengo-lahan dapat menyebabkan ter-jadinya kerusakan fisik bahan pangan. Perlakuan pemanasan yang diberikan dapat menyebab-kan terjadinya dehidrasi, yaitu menguapnya cairan dari bahan pangan. Pemanasan juga dapat menyebabkan komponen protein mengalami denaturasi, yaitu ber-ubahnya struktur fisik dan struk-tur tiga dimensi dari protein. Suhu pemanasan yang dapat menyebabkan denaturasi protein adalah lebih besar dari 70o C.

3.2. Kerusakan Kimiawi Penurunan kandungan senyawa kimia pada bahan pangan dapat terjadi selama proses pencucian dan pemanasan. Selama ber-langsung proses pencucian ba-han pangan, banyak komponen senyawa kimia yang akan larut, seperti beberapa protein, vitamin B dan C, dan mineral.

Page 52: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Penurunan Mutu Bahan Pangan

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 32

3.2.1 Autolisis Autolisis adalah proses perom-bakan sendiri, yaitu proses per-ombakan jaringan oleh enzim yang berasal dari bahan pangan itu tersebut. Proses autolisis terjadi pada saat bahan pangan memasuki fase post rigor mortis. Ikan yang mengalami autolisis memiliki tekstur tubuh yang tidak

elastis, sehingga apabila daging tubuhnya ditekan dengan jari akan membutuhkan waktu relatif lama untuk kembali kekeadaan semula. Bila proses autolisis sudah berlangsung lebih lanjut, maka daging yang ditekan tidak pernah kembali ke posisi semula (Gambar 3.6).

Tabel 3.1. Material, bahaya yang ditimbulkan dan sumber bahaya fisik

Material Bahaya yang Ditimbulkan Sumber

Kaca

Menyebabkan luka, pendarahan, mungkin membutuhkan pembedahan untuk mengeluarkannya.

Botol, lampu, termometer, dll

Kayu Menyebabkan infeksi, mungkin

membutuhkan pembedahan untuk mengeluarkannya.

Pallet, box, bangunan, dll

Batu Mematahkan gigi Bangunan termasuk keramik

Besi/Logam Menyebabkan infeksi dan mungkin

memerlukan pembedahan untuk mengeluarkannya

Mesin, kawat, karyawan

Tulang Menyangkut di kerongkongan dan menyebabkan trauma

Proses pengolahan yang tidak benar serta unit pengolahan yang tidak baik

Plastik Menyebabkan infeksi Pallet, bahan pengepak dan pekerja

Personil

Menyebabkan gigi patah, tertusuk dan mungkin dibutuhkan pembedahan untuk mengeluarkannya.

Anting-anting, kalung, giwang, cincin, dll

Sumber : Warta Pasar Ikan. 2005. Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia

Page 53: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Penurunan Mutu Bahan Pangan

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 33

Gambar 3.6. Proses autolisis

yang berlangsung lama dicirikan dengan tidak kembalinya daging ke posisi semula

Proses autolisis dapat dipenga-ruhi oleh kondisi lingkungan di sekelilingnya. Suhu yang tinggi akan mempercepat proses auto-lisis ikan yang tidak diberi es (Gambar 3.7).

Gambar 3.7. Cahaya matahari

dapat mempercepat proses autolisis

3.2.2 Oksidasi

Ikan termasuk salah satu bahan pangan yang banyak mengan-dung lemak, terutama lemak tidak jenuh. Lemak tidak jenuh adalah lemak yang mengandung ikatan rangkap pada rantai utamanya. Lemak demikian ber-sifat tidak stabil dan cenderung mudah bereaksi. Lemak pada ikan didominasi oleh lemak tidak jenuh berantai panjang (Polyun-saturated fatty acid / PUFA). Produk tanaman yang diketahui mengandung lemak tinggi cukup banyak, seperti kelapa, kelapa sawit, bunga matahari, wijen, jagung. Pada ternak, kandung-an lemak dapat diketahui dari banyaknya gajih pada daging. Selama penyimpanan, lemak tidak jenuh akan mengalami proses oksidasi sehingga terbentuk senyawa peroksida. Peristiwa yang sama dapat terjadi pada bahan pangan yang mengandung susu atau santan. 3.2.3 Browning Bahan pangan yang banyak mengandung karbohidrat adalah produk nabati. Kandungan kar-bohidrat pada produk perikanan sekitar 1 persen, kecuali pada jenis kerang-kerangan yang da-pat mencapai 10 persen. Selama proses pengolahan, kar-bohidrat akan mengalami proses perubahan warna. Karbohidrat yang semula berwarna keputih-

Page 54: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Penurunan Mutu Bahan Pangan

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 34

an cenderung berubah menjadi kecoklatan. Proses perubahan ini lebih dikenal sebagai reaksi browning. Reaksi browning terdiri dari em-pat tipe, yaitu reaksi Maillard, karamelisasi, oksidasi vitamin C (asam askorbat), dan pencoklat-an fenolase. Tiga yang pertama merupakan kelompok reaksi non enzimatis, sedangkan yang ter-akhir adalah reaksi enzimatis. Reaksi Maillard adalah reaksi pencoklatan non enzimatik. Rekasi ini terjadi karena kondensasi gugus amino dan senyawa reduksi menghasilkan perubahan kompleks. Reaksi Maillard terjadi bila bahan pangan mengalami pemanasan atau penyimpanan. Kebanyakan efek dari reaksi Maillard memang diharapkan, seperti aroma karamel, warna coklat keemasan pada roti. Namun beberapa reaksi Maillard yang menyebabkan warna kehitaman atau bau tidak sedap pada makanan memang tidak diharapkan. Perubahan warna pada baso ikan yang memiliki warna spesifik putih bersih dan bakso udang yang berwarna merah muda memang tidak diharapkan. Efek browning yang terjadi pada daging berwarna merah relatif tidak terlihat.

Gambar 3.8. Reaksi pencoklatan

pada bahan pangan yang mengandung gula

Sumber : www.landfood.ubc.ca. Reaksi enzimatis umumnya ter-jadi pada permukaan buah dan sayuran yang mengalami penya-yatan. Pada permukaan sayat-an, terjadi perubahan warna menjadi kecoklatan karena ber-langsung oksidasi fenol menjadi ortokuin yang selanjutnya secara cepat akan mengalami polimeri-sasi membentuk pigmen coklat atau melanin. 3.2.4 Senyawa Kimia

Pencemar Pengertian mengenai senyawa kimia pencemar adalah senyawa kimia yang terkandung dalam bahan pangan, baik secara alami maupun sengaja ditam-bahkan (Tabel 3.2). Senyawa kimia pencemar dapat berupa senyawa alami maupun sintetis. Keberadaan senyawa kimia pen-cemar dalam bahan pangan dapat mempengaruhi rasa dan

Page 55: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Penurunan Mutu Bahan Pangan

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 35

kenampakan. Rasa dari bahan pangan yang tercemar senyawa kimia pencemar terasa agak menyimpang, tergantung dari senyawa kimia yang mence-marinya. Kenampakan beberapa bahan pangan yang tercemar senyawa kimia dapat dilihat dengan mu-dah. Tanaman kangkung yang

mampu menyerap logam berat dan senyawa pencemar lainnya memiliki kenampakan hijau kehi-taman, sedangkan jenis kerang-kerangan yang memiliki kemam-puan sebagai filter biologis terhadap logam berat, daging-nya cenderung memiliki kenam-pakan merah kehitaman dan memiliki tubuh relatif lebih besar.

Tabel 3.2. Senyawa kimia yang terkandung dalam bahan pangan dan

ambang batasnya

Senyawa Kimia

Pencemar Tipe produk Ambang Batas

Mercury

Semua jenis ikan kecuali tuna beku dan segar, hiu, dan ikan pedang

0.5 ppm

Arsenik Konsentrat protein ikan 3.5 ppm Lead Konsentrat protein ikan 0.5 ppm Flouride Konsentrat protein ikan 150 ppm 2,3,7,8 TCDD (dioxin) Semua produk ikan 20 ppt DDT dan metabolisme DDT

Semua produk ikan 5.0 ppm

PCB Semua produk ikan 2.0 ppm Piperonyl butoksida Ikan kering 1.0 ppm Bahan kimia pertanian lainnya dan turunannya

Semua produk ikan 0.1 ppm

Sumber : Canadian Food Inspection Agency. Fish, seafood and Production Division Nepean 3.3. Kerusakan Biologis Kerusakan biologis pada bahan pangan dapat disebabkan oleh aktivitas mikroba patogen dan pembusuk, baik berupa bakteri, virus, jamur, kamir ataupun protozoa.

3.3.1 Burst belly Tubuh ikan mengandung banyak mikroba, terutama di bagian per-mukaan kulit, insang, dan salur-an pencernaan. Ikan yang ter-tangkap dalam keadaan perut-nya kenyang, maka disaluran pencernaan banyak mengan-

Page 56: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Penurunan Mutu Bahan Pangan

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 36

dung enzim pencernaan. Enzim tersebut merupakan gabungan dari enzim yang berasal dari bahan pangan atau mikroba yang hidup disekelilingnya. Apabila tidak segera disiangi, enzim ini akan mencerna dan merusak jaringan daging yang ada di sekitarnya, terutama di bagian dinding perut. Peristiwa pecahnya dinding perut ikan yang disebabkan aktivitas enzim dikenal dengan sebutan burst belly (Gambar 3.9).

Gambar 3.9. Ikan yang mengalami

burst belly 3.3.2 Aktivitas mikroba

merugikan Kerusakan biologis yang dialami bahan pangan dapat disebabkan oleh adanya mikroba merugikan, bahan pangan sudah beracun,

atau bahan pangan yang menja-di beracun. Bahan pangan mengandung se-jumlah mikroba, baik mikroba yang menguntungkan maupun merugikan. Mikroba ini hidup secara berdampingan. Mereka biasa disebut sebagai flora alami. Mikroba merugikan terdiri dari mikroba pembusuk dan patogen (Tabel 3.3). Mikroba pembusuk merupakan mikroba yang dapat menimbulkan kerusakan pada bahan pangan. Kerusakan bio-logis yang ditimbulkan oleh akti-vitas mikroba merugikan adalah meningkatnya kandungan se-nyawa racun atau penyakit yang disebabkan oleh aktivitas mikro-ba patogen. Mikroba pembu-suk akan menyebabkan bahan pangan menjadi busuk sehingga tidak dapat atau tidak layak dikonsumsi. Mikroba pembusuk akan merombak bahan pangan menjadi komponen yang tidak diinginkan, seperti protein yang diubah menjadi amonia dan hidrogen sulfida; karbohidrat menjadi alkohol, dan lemak menjadi keton dan asam butirat. Ciri khas dari peningkatan aktivitas mikroba pembusuk antara lain tercium bau busuk, bahan menjadi lunak berair dan masih banyak lainnya.

Page 57: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Penurunan Mutu Bahan Pangan

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 37

Tabel 3.3. Jenis bakteri pembusuk

Pembusuk

Shewanella putrifaciens Photobacterium phosphoreum Pseudomonas spp. Vibrionacaea Aerobacter Lactobacillus Moraxella Acinetobacter Alcaligenes Micrococcus Bacillus Staphylococcus Flavobacterium Mikroba patogen merupakan kelompok mikroba yang dapat menyebabkan penyakit (Tabel 3.4.). Bahan pangan yang me-ngandung mikroba patogen cen-derung menjadi berbahaya bagi manusia yang mengkonsumsi-nya. Tabel 3.4. Jenis bakteri patogen

Patogen

Bacillus cereus Escherichia coli Shigella sp. Streptococcus pyogenes Vibrio cholerae V. parahaemolyticus Salmonella spp. Clostridium botulinum C. perfringens Staphylococcus aureus Listeria monocytogenes

3.3.3 Senyawa Racun 3.3.3.1 Bahan pangan sudah

beracun Beberapa bahan pangan diketa-hui sudah mengandung racun secara alami, sehingga bila di-konsumsi dapat menyebakan keracunan. a. Keracunan Ciguatera Keracunan ciguatera banyak di-alami bila mengkonsumsi ikan karang. Ikan ini beracun apabila mengkonsumsi makanan bera-cun dan menjadi tidak beracun setelah beberapa saat tidak mengkonsumsi makanan terse-but. Jenis racun yang dikandung oleh ikan karang tersebut antara lain brevetoksin, dinofisis toksin, asam domoik, asam okadaik, pektonotoksin, saksitoksin, dan yessotoksin. b. Tetrodotoxin Tetrodotoksin adalah racun yang dikandung oleh ikan dari keluar-ga Tetraodontidae. Ikan ini dike-tahui mengandung racun di ba-gian gonad, hati, usus, dan kulitnya. Sedangkan bagian dagingnya tidak mengandung racun. Jenis ikan yang dikenal mengan-dung tetrodotoksin ini adalah ikan buntal. Tetradotoxin juga dapat diisolasi dari spesies lain seperti ikan parrot, kodok dari genus

Page 58: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Penurunan Mutu Bahan Pangan

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 38

Atelpus, oktopus, dan kepiting xanthid. c. Keracunan Kerang Keracunan kerang akan terjadi apabila mengkonsumsi kerang yang mengandung senyawa racun. Kerang bersifat biofilter, sehingga kerang yang hidup di perairan tercemar racun atau logam berat akan berpotensi sebagai penyebab keracunan. 3.3.3.2 Bahan pangan menjadi

beracun Bahan pangan yang semula ti-dak beracun dan aman dikon-sumsi dapat berubah menjadi beracun karena alasan tertentu. Keracunan ikan tongkol yang sering terjadi banyak disebabkan karena ikan tongkol yang semula segar berubah menjadi beracun karena cara penanganan yang kurang baik. Daging berwarna merah pada ikan tongkol segar mengandung banyak asam amino histidin. Proses penurun-an mutu yang dalami ikan tongkol akan merombak histidin menjadi histamin. Senyawa histamin inilah yang dapat menyebabkan timbulnya rasa gatal, keracunan, dan bahkan mengakibatkan kematian. Masakan bersantan yang disaji-kan dalam keadaan panas cu-kup aman dikonsumsi. Namun bila masakan tersebut yang sudah dipanaskan dibiarkan dalam keadaan tertutup, maka santan

akan segera berubah menjadi senyawa beracun yang mematikan. Berubahnya bahan pangan yang semula aman dikonsumsi menja-di berbahaya bila dikonsumsi dapat dipengaruhi oleh : (1) pe-manasan yang kurang sempurna sehingga memungkinkan mikro-ba merugikan tumbuh dan me-laksanakan aktivitasnya; (2) pro-ses pendinginan yang kurang sempurna juga dapat memicu aktivitas mikroba merugikan. Proses pendinginan bahan pangan yang sudah dimasak tidak boleh lebih dari 4 jam. Hindari pula mempertahankan bahan pangan pada suhu danger zone; (3) infeksi pekerja juga dapat memicu perkembang-an mikroba merugikan; dan (4) kontaminasi silang yang terjadi antara bahan pangan dengan bahan mentah yang merupakan sumber mikroba.

Page 59: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Penerapan Manajemen Mutu Terpadu

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 39

BAB IV PENERAPAN MANAJEMEN MUTU TERPADU

Salah satu upaya untuk me-menangkan persaingan dagang di pasar internasional adalah memasarkan produk berkualitas baik. Komoditas yang ditawarkan harus memiliki mutu lebih baik dibandingkan produk sejenis dari negara lain. Untuk menghasilkan bahan pa-ngan dengan mutu yang baik, pemerintah telah menerapkan konsep Manajemen Mutu Terpadu (MMT). Setiap industri pangan diharuskan menerapkan MMT. 4.1 Hambatan pemasaran Memasuki era perdagangan be-bas, setiap negara berusaha untuk dapat memperluas pangsa pasar bagi komoditas yang diha-silkannya. Berbagai upaya terus dilakukan guna mengatasi sejum-lah hambatan yang menghadang-nya. Pemasaran bahan pangan dapat dilakukan di pasar lokal maupun pasar manca negara. Sebagai negara dengan penduduk lebih dari 200 juta orang, Indonesia merupakan kawasan potensial bagi negara lain untuk memasar-kan produknya. Produsen dari berbagai negara berusaha untuk

menguasai pasar Indonesia bagi produknya. ASEAN Free Trade Area (AFTA) adalah wujud dari kesepakatan negara-negara di Asia Tenggara dan kawasan sekitarnya untuk membentuk kawasan perdagang-an bebas guna meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN sebagai basis produksi dunia serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya. Berdasarkan perjanjian AFTA, akan dilakukan penghapusan hambatan tarif (bea masuk) dan non tarif bagi negara-negara ASEAN. Setiap negara harus mengijinkan produk dari negara lain untuk memasuki wilayahnya, apabila negara tersebut tidak memiliki produk sejenis. Dengan demikian, apabila tidak memiliki produk sejenis dengan kualitas yang sama, maka negara kita akan kebanjiran produk yang ber-asal dari negara lain. Hal ini sudah terasa pada komoditas buah-buahan, barang elektronik, obat-obatan, dan kosmetik. Dalam perdagangan bebas antar negara telah dikenal dua jenis hambatan pemasaran, yaitu ham-batan tarif dan non tarif. Bila tidak dipenuhi, maka produk dari

Page 60: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Penerapan Manajemen Mutu Terpadu

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan

40

negara produsen tidak dapat di-pasarkan ke negara konsumen. Hambatan tarif antara lain berupa penentuan harga, pajak dan kuota. Harga komoditas yang berlaku di negara tujuan ekspor, besarnya nilai pajak yang harus dibayar ke negara tujuan, dan pembatasan kuota merupakan hambatan tarif yang dapat mem-pengaruhi perdagangan antar negara. Hambatan non tarif merupakan syarat yang spesifik dari setiap negara konsumen, sehingga perlu dicermati agar komoditas dapat dipasarkan ke negara tersebut. Syarat yang diajukan oleh negara konsumen dapat berkaitan dengan negaranya atau negara produsen. Hambatan non tarif antara satu bahan pangan dengan lainnya berbeda. Untuk mempermudah penjelasan, akan diuraikan con-toh mengenai hambatan non tarif dalam bidang perikanan. Beberapa hambatan non tarif yang berlaku dalam perdagangan bahan pangan berasal dari ikan adalah : (1) ikan milik masyarakat dunia; (2) hak asasi manusia; (3) responsible fisheries; (4) sustain-able fisheries; (5) lingkungan hidup; (6) penggunaan label; (7) hasil tangkapan samping; (8) kampanye anti udang tambak; (9) iradiasi; (10) residu hormon dan

anti biotik; (11) standar sanitasi; (12) sertifikasi; (13) Undang-undang bioterorism; (14) mempe-kerjakan buruh anak-anak. Beberapa dari hambatan non tarif ini berlaku untuk semua negara, dan beberapa lainnya hanya berlaku untuk negara tertentu. 4.1.1 Ikan milik masyarakat

dunia Indonesia merupakan negara ma-ritim dengan panjang garis pantai 81 000 km dan luas laut 5.8 juta km2. Potensi lestari sumberdaya laut 6.4 juta ton per tahun. Dari 5.12 juta ton per tahun yang boleh ditangkap, baru 4.4 juta ton yang telah dimanfaatkan. De-ngan demikian para nelayan Indonesia dianggap belum mam-pu mengelola potensi lautnya sehingga harus mengijinkan nela-yan dari negara lain untuk me-manfaatkannya. 4.1.2 Hak Asasi Manusia Negara-negara tertentu dianggap belum melaksanakan Hak Asasi Manusia (HAM), termasuk negara Indonesia. Apabila HAM masih dilanggar, maka negara konsu-men tidak mau membeli produk yang ditawarkan oleh negara pelanggar HAM, termasuk produk dari Indonesia.

Page 61: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Penerapan Manajemen Mutu Terpadu

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan

41

4.1.3 Resposible Fisheries Negara yang memiliki wilayah perikanan harus melakukan kegi-atan perikanan secara bertang-gungjawab. Penggunaan bahan peledak untuk menangkap ikan, menangkap ikan yang hampir punah atau sudah dilarang untuk ditangkap, atau menangkap ikan pada musim perkawinan merupa-kan beberapa kegiatan perikanan yang dinilai tidak bertanggung-jawab. Negara yang diketahui melaksanakan aktivitas perikanan secara tidak bertanggungjawab akan menghadapi resiko produk ekspornya tidak diterima di negara lain. 4.1.4 Sustainable Fisheries Dalam kegiatan perikanan harus didasarkan pada kegiatan yang memperhatikan keberlanjutan ke-giatan. Sebaiknya tidak melaku-kan aktivitas menangkap ikan di daerah yang sudah over fishing (aktivitas penangkapannya sudah melampui batas potensi lestari-nya) karena akan mempercepat musnahnya jenis ikan tertentu. Potensi lestari adalah jumlah ikan maksimal yang aman untuk di-tangkap tanpa mempengaruhi keseimbangan alam. Contoh lain dari kegiatan perikanan yang telah memperhatikan keberlanjut-an adalah menggunakan induk hasil budidaya sebagai bibit untuk menghasilkan benih.

4.1.5 Lingkungan hidup Isu lingkungan hidup juga menja-di hambatan dalam pemasaran komoditas perikanan. Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang dianggap telah me-lakukan aktivitas merusak ling-kungan, maka produk ekspornya tidak akan diterima oleh negara lain. Kerusakan hutan mangrove (hutan bakau) di sepanjang garis pantai, meningkatnya aktivitas penebangan hutan secara ilegal (illegal logging) yang telah me-nyebabkan pemanasan global, penggalian pasir di gunung, dan penambangan liar yang sering menyebabkan terjadinya longsor, merupakan bentuk-bentuk peng-rusakan lingkungan yang sering dijadikan isu lingkungan hidup. 4.1.6 Penggunaan label Label dapat menjadi penghambat dalam pemasaran. Produk yang diterima di negara-negara maju adalah produk dengan kemasan berlabel. Label yang tertera da-lam kemasan dapat memberikan informasi kepada konsumen me-ngenai kandungan gizi, bahan yang baku digunakan, dan saran penggunaan (Gambar 4.1). 4.1.7 Hasil tangkapan samping Pengertian hasil tangkapan sam-pingan adalah ikan dan mahluk air lainnya yang turut tertangkap selama melaksanakan kegiatan penangkapan. Sebagai contoh dalam kegiatan penangkapan udang, turut tertangkap ikan,

Page 62: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Penerapan Manajemen Mutu Terpadu

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan

42

kerang, dan jenis udang lainnya. Ikan, kerang, dan jenis udang lainnya inilah yang lebih dikenal dengan istilah hasil tangkapan sampingan.

Gambar 4.1. Bahan pangan yang

dikemas sesuai standar Ikan hasil tangkapan sampingan yang memiliki nilai ekonomis ting-gi biasanya dijual tersendiri, se-dangkan yang bernilai ekonomis rendah sering dibuang kembali ke laut dalam keadaan mati. Tentu saja tindakan demikian dapat me-nyebabkan pencemaran periaran dan menimbulkan gelombang protes dari negara lain, sehingga berdampak pada perdagangan. 4.1.8 Kampanye anti udang

tambak Usaha pertambakan udang dan bandeng di Indonesia cenderung selalu diawali dengan kegiatan penebangan hutan bakau. Kegi-atan penebangan ini tentu saja akan mengundang protes aktivis lingkungan negara lain. Mereka menyerukan kepada negara lain untuk tidak membeli udang hasil

budidaya tambak dari Indonesia selama masih tetap melaksana-kan penebangan hutan bakau saat membuat tambak. 4.1.9 Residu hormon dan

antibiotik Penggunaan berbagai hormon dan antibiotika dengan konsen-trasi yang melampui batas dalam memproduksi bahan pangan te-lah mengundang protes dan pe-nolakan terhadap produk pangan yang ditawarkan. Akumulasi hormon dan antibiotik pada daging hasil perikanan da-pat terjadi karena penggunaan hormon dan antibiotik secara sengaja untuk tujuan tertentu atau secara tidak sengaja hormon dan antibiotik tersebut masuk ke dalam tubuh ikan melalui makanan maupun air. 4.1.10 Standar sanitasi Bahan pangan yang dipasarkan ke pasar lokal maupun manca negara hendaknya selalu dipro-duksi berdasarkan standar sani-tasi yang berlaku. Beberapa kali ekspor bahan pangan yang ber-asal dari Indonesia ditolak negara tujuan ekspor karena dalam bahan pangan tersebut dijumpai bahan pencemar. Sanitasi yang dilakukan meliputi sanitasi bahan pangan yang akan diproses, pekerja, dan lingkungan tempat kerja.

Page 63: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Penerapan Manajemen Mutu Terpadu

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan

43

4.1.11 Sertifikasi Untuk menjamin bahwa produk pangan yang ditawarkan telah di-produksi sesuai prosedur yang berlaku, maka perlu dilampirkan sertifikat. Sertifikat yang diserta-kan dapat berupa sertifikat yang dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional Indonesia (BSNI), ISO 9000 dan lain sebagainya. Sertifikat yang disertakan dapat juga ditentukan oleh negara pembeli. 4.1.12 UU Bioterorism Undang-undang bioterorism dibu-at oleh pemerintah Amerika untuk melindungi warganya terhadap kemungkinan adanya serangan menggunakan mikroba antraks. Inti dari undang-undang tersebut adalah kewajiban bagi setiap negara pengekspor untuk me-lengkapi riwayat dari produk yang ditawarkan. Berdasarkan UU Bioterorism, ada berapa informasi yang perlu di-lengkapi antara lain : Dimana bahan pangan tersebut dibudi-daya/ditangkapnya? Bagaimana cara membudidayakannya? Ba-gaimana cara panennya? Pakan apa yang diberikan? Pupuk apa yang digunakan? Tanpa dileng-kapi dengan surat keterangan tersebut, maka produk ekspornya akan ditolak.

4.1.13 Mempekerjakan buruh anak-anak

Adanya gelombang protes dari negara maju kepada negara berkembang dikarenakan masih mempekerjakan buruh berusia anak-anak. Batas usia kerja anak-anak di Indonesia adalah 15 tahun. Di Indonesia, penggunaan buruh berusia anak-anak relatif masih dominan. Selain jenis pekerjaan-nya yang tidak membutuhkan ke-terampilan tinggi, upah kerja yang relatif rendah merupakan alasan lain penggunaan buruh anak-anak. 4.2. Peranan MMT Untuk menghasilkan bahan atau produk pangan yang bermutu tinggi, pemerintah telah menerap-kan konsep Manajemen Mutu Terpadu (MMT) untuk berbagai industri pangan. Landasan hu-kum yang mendasari penerapan MMT di setiap industri berbeda. Misalnya, landasan hukum pene-rapan MMT dalam bidang industri perikanan adalah : (a) landasan hukum internasional yang meliputi Code of Conduct for Responsible Fisheries, HACCP Regulation US-FDA, Own Check UE–HACCP, dan HACCP plus–Canada; dan (b) landasan hukum nasional yang berupa : Undang Undang Perikanan No. 9 tahun 1985; Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 1991; dan Keputusan Presiden No. 15 tahun 1991

Page 64: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Penerapan Manajemen Mutu Terpadu

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan

44

4.2.1 Tujuan dan Manfaat MMT Secara umum penerapan PMMT bertujuan untuk menghasilkan produk pangan bermutu tinggi. Secara khusus, penerapan MMT bertujuan untuk : (a) mengeva-luasi cara memproduksi produk pangan untuk mengetahui baha-ya yang mungkin terjadi; (b) memperbaiki cara memproduksi bahan pangan dengan memberi-kan perhatian khusus terhadap tahap-tahap proses atau mata rantai produksi yang dianggap kritis; (c) memantau dan meng-evaluasi cara menangani dan mengolah pangan serta mene-rapkan sanitasi dalam mempro-duksi pangan; dan (d) meningkat-kan pemeriksaan secara mandiri terhadap industri pangan oleh operator dan karyawan. Di samping tujuan yang telah diuraikan di atas, penerapan MMT dapat memberikan manfaat khususnya bagi industri/produsen antara lain sebagai berikut : (a) memberikan dan meningkatkan jaminan mutu (keamanan) produk yang dapat lebih dipercaya; (b) menekan kerusakan produk karena cemaran; (c) melindungi kesehatan konsumen dari bahaya dan pemalsuan; (d) menekan biaya pengendalian mutu dan kerugian lainnya; (e) memperlan-car pemasaran sehingga dapat mencegah terjadinya kehilangan pembeli atau pasar; (f) mencegah penarikan produk dan pemboros-an biaya produksi atau kerugian;

dan (g) membenahi dan member-sihkan tempat-tempat produksi (pabrik). 4.2.2 Berorientasi mutu Untuk memenangkan persaingan dalam era perdagangan bebas diperlukan bahan atau produk pangan yang bermutu. Banyak bahan dan produk pangan yang belum memenuhi standar mutu seperti ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI). Seba-gian besar produsen bahan atau produk pangan ternyata masih belum menjadikan mutu sebagai orientasi. Hal ini dapat terjadi karena modalnya relatif kecil, rendahnya tingkat pengetahuan, dan tuntutan masyarakat. Sebagian besar produsen bahan pangan masih belum menjadikan mutu sebagai tujuan akhir. Hal ini dapat dimengerti karena mo-dal yang dimiliki relatif kecil, ren-dahnya tingkat pengetahuan, dan rendahnya tuntutan masyarakat. Rendahnya tuntutan dari masya-rakat akan mutu pangan telah berpengaruh terhadap rendahnya orientasi mutu dari produsen. Sebagian produsen bahan pa-ngan adalah home industry (industri rumah tangga) yang memiliki modal terbatas sehingga perlu menerapkan skala prioritas. Berdasarkan MMT, bagi produsen yang berskala industri rumah tangga diwajibkan untuk menerapkan GMP secara benar

Page 65: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Penerapan Manajemen Mutu Terpadu

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan

45

di setiap proses produksinya. Dengan demikian diharapkan kualitas bahan pangan yang dihasilkan memiliki daya tarik dan daya saing lebih baik. 4.2.3 Menekan susut Susut produksi bahan pangan dapat mencapai 20-30 persen. Susut bobot ini dapat berasal dari limbah pasar/industri, kesalahan penanganan, dan pasar yang tidak memiliki kemampuan untuk menyerap bahan pangan yang dihasilkan. Penerapan MMT diharapkan dapat menekan susut bobot dengan cara menghasilkan produk sesuai prosedur yang berlaku. 4.2.4 Persyaratan mutu makin ketat Persyaratan mutu produk pangan yang ditetapkan dalam perda-gangan bebas cenderung makin ketat. Negara produsen yang mampu secara terus menerus meningkatkan mutu akan meme-nangkan persaingan. Sebagai contoh, batas maksi-mum kandungan antibiotik chlo-ramphenicol yang diperkenankan dalam bahan pangan adalah 0.3 ppm Dengan ditemukan alat pendeteksi yang lebih akurat, maka batas maksimum senyawa tersebut telah diturunkan menjadi 0.1 ppm. Negara berkembang tidak memi-liki kemampuan untuk membuat

alat pendeteksi tersebut sehingga harus membelinya dari negara maju. Harga satu unit pendeteksi tersebut mencapai 1 miliar. Dari fenomena di atas, terlihat bahwa produsen dari negara berkem-bang harus mengeluarkan biaya dahulu untuk dapat memasarkan produknya ke negara maju. Dengan kata lain, berapa udang yang harus diekspor ke Amerika agar keuntungan yang diperoleh dapat menutupi biaya pembelian alat pendeteksi tersebut. 4.3. Pelaksanaan MMT Kondisi industri pangan di negara Indonesia masih beragam, baik dari teknologi yang digunakan maupun skala usahanya. Berda-sarkan keragaman tersebut, pe-nerapan MMT di industri pangan dilakukan secara bertahap. Pada dasarnya, MMT merupakan gabungan dari dua kegiatan utama, yaitu kelayakan dasar dan Hazard Analisys and Critical control Point (HACCP). Dalam pelaksanaan MMT, penerapan HACCP dapat dilakukan apabila produsen tersebut sudah melak-sanakan kelayakan dasar secara baik. Kelayakan dasar yang di-maksud adalah Good Manu-facturing Practice (GMP) atau cara memproduksi yang baik dan Standard Sanitation Operasional Procedure (SSOP). Masing-masing komponen MMT tersebut akan diuraikan lebih rinci dalam bab selanjutnya pada buku ini.

Page 66: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Praktek Produksi yang Baik

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 47

BAB V

PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK

Good Manufacturing Practice (GMP) adalah cara berproduksi yang baik dan benar untuk meng-hasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu dan keamanan. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa GMP adalah kelayakan dasar yang harus dapat dilaksa-nakan secara baik sebelum dapat menerapkan HACCP.

Adapun ruang lingkup GMP meli-puti kegiatan disaat pra panen, pemanenan atau penangkapan, penanganan awal, cara pengang-kutan ke tempat konsumen, cara penanganan bahan baku dan cara pengolahan menjadi produk pangan, cara pengemasan, cara penyimpanan, cara distribusi, dan cara pemasaran produk pangan, serta cara pengendalian kondisi lingkungan.

5.1. Prinsip GMP

Tujuan utama penerapan GMP adalah menghasilkan produk pa-ngan sesuai standar mutu dan memberikan jaminan keamanan pangan. Untuk mencapai tujuan tersebut, semua tahapan dalam kegiatan produksi pangan harus dilaksanakan secara baik dan benar, berdasarkan prinsip GMP.

Untuk dapat melaksanakan GMP secara benar perlu dilandaskan dengan ilmu pengetahuan dan standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah Indonesia. Ilmu pengetahuan mutlak diperlukan agar proses penanganan dan pengolahan bahan pangan menjadi produk pangan dapat dilakukan dengan benar. Sedangkan standar diperlukan dalam menentukan apakah hasil pekerjaan sudah baik. Indonesia telah memiliki standar yang dapat digunakan, yaitu Standar Nasional Indonesia (SNI).

Prinsip dari praktek produksi yang baik ada empat, yaitu : (a) Cepat. Beberapa bahan dan produk pangan perlu sesegera mungkin ditangani atau diolah, terutama bila bahan dan produk pangan cepat mengalami proses pembusukan. Pada bahan pa-ngan demikian, proses pena-nganan dan pengolahan harus dilakukan sesegera mungkin agar dapat menghambat penurunan mutu; (b) Cermat. Penanganan dan pengolahan bahan baku atau penanganan produk pangan ha-rus dilaksanakan secara cermat. Hindari cara penanganan dan pengolahan yang dapat menye-babkan bahan atau produk

Page 67: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Praktek Produksi yang Baik

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 48

pangan mengalami penurunan mutu; (c) Bersih. Penanganan dan pengolahan bahan atau produk pangan ditujukan untuk menghambat aktivitas mikroba atau ensim pembusuk. Tujuan tersebut akan tercapai apabila penanganan dan pengolahan dilakukan dalam lingkungan yang bersih. Sebagai contoh pencuci-an bahan pangan dapat me-ngurangi keberadaan mikroba merugikan hingga 90 persen. Dengan demikian cucilah bahan pangan dengan air bersih yang mengalir; (d) Dingin. Temperatur tinggi dapat mempercepat proses biokimia dan aktivitas mikroba pada bahan pangan. Penurunan suhu akan menghambat aktivitas keduanya. Dengan demikian, kegiatan penanganan dan pengo-lahan sebaiknya dilakukan pada lingkungan yang memiliki suhu rendah.

5.2. Filosofi GMP

Untuk mencapai tujuan dari pe-nerapan GMP perlu diperhatikan mengenai filosofinya. Adapun filosofi GMP adalah sebagai berikut : hanya dari bahan baku yang bermutu baik, diolah secara cermat, dan dilakukan pada ling-kungan terkontrol, maka akan di-hasilkan produk yang memenuhi standar mutu dan jaminan ke-amanan pangan.

5.3. Pelaksanaan GMP

Berdasarkan filosofinya, ada tiga komponen GMP yang harus di-

perhatikan agar dapat menghasil-kan produk yang memenuhi standar mutu dan jaminan ke-amanan, yaitu : 1) bahan baku yang bermutu baik, 2) lingkungan kerja yang terkontrol; dan 3) cara pengolahan yang cermat.

5.3.1 Bahan baku yang bermutu baik

Hanya dari bahan baku yang ber-mutu baik dapat diperoleh produk akhir yang baik. Penilaian terha-dap bahan baku dapat didasari dengan penilaian secara fisik, kimiawi, dan mikrobiologis.

Beberapa kriteria penilaian bahan baku adalah : Darimana bahan baku berasal ?, bagaimana cara panennya ?, bagaimana cara pe-nanganan awalnya ?, dan bagai-mana cara penanganan selama pengangkutan ?

Informasi mengenai sumber asal dari bahan baku sangat menentu-kan mutunya. Bahan baku yang berasal dari daerah tercemar ke-mungkinan besar sudah menga-lami pencemaran.

Sayuran yang dipanen dari lokasi yang tercemar limbah pabrik cen-derung mengandung logam ber-bahaya. Contoh, pada tanaman kangkung yang mempunyai sifat sebagai penyaring biologis akan mampu menyerap logam berat dari perairan sekitarnya. Dengan demikian, pada tanaman kang-kung yang dipanen di daerah aliran limbah industri akan me-

Page 68: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Praktek Produksi yang Baik

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 49

ngandung logam berat yang berasal dari limbah tersebut dengan konsentrasi beberapa kali lebih tinggi dibandingkan konsen-trasi di sekitarnya.

Ikan yang sengaja dipelihara atau ditangkap dari perairan yang tercemar juga diketahui mengan-dung bahan pencemar yang sama. Contohnya, kerang atau keong yang bersifat filter biologis akan memiliki kecenderungan da-gingnya mengandung bahan pencemar lebih tinggi dibanding-kan konsentrasi bahan tersebut di lingkungannya.

Pilihlah bahan baku yang berasal dari daerah yang diketahui tidak tercemar. Hal ini dilakukan untuk memperkecil resiko mendapatkan bahan baku berkualitas rendah. Hewan ternak yang didatangkan dari daerah wabah penyakit mulut dan kuku atau sapi gila banyak ditolak oleh negara konsumen. Hal ini dikhawatirkan akan me-nimbulkan masalah serius bagi konsumen yang mengkonsumsi-nya.

Cara panen juga perlu diperhati-kan karena sangat mempenga-ruhi mutu bahan baku. Panen sebaiknya dilakukan pada pagi hari untuk mencegah penurunan mutu yang diakibatkan tingginya suhu lingkungan. Buah-buahan yang dipanen pagi hari memiliki kualitas lebih baik dibandingkan buah yang dipanen siang atau sore hari. Ikan yang dipanen pagi hari memiliki kualitas lebih baik

dibandingkan ikan yang di-panen siang hari. Ikan yang dipanen pada siang hari lebih stres. Ikan stres akan banyak mengeluarkan energi, sehingga cadangan energinya berkurang. Ikan mati yang memiliki cadang-an energi kecil merupakan ikan dengan kualitas lebih rendah dibandingkan dengan ikan yang memiliki cadangan energi lebih besar. Ikan yang dipanen pada siang hari akan mengalami penurunan mutu, meskipun secara morfologis masih terlihat segar.

Tanaman sayur termasuk bahan pangan yang cepat mengalami proses penurunan mutu. Tanam-an sayuran yang dipanen pada siang hari akan mengalami de-hidrasi sehingga tampak layu (Gambar 5.1.).

Gambar 5.1. Bayam yang menga-lami dehidrasi

Penggunaan suhu rendah dapat menghambat penurunan mutu.

Page 69: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Praktek Produksi yang Baik

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 50

Salah satu cara yang dapat di-lakukan untuk menurunkan suhu lingkungan adalah dengan meng-gunakan ruangan ber-AC atau es batu (Gambar 5.2.).

Gambar 5.2. Penggunaan es untuk menurunkan suhu bahan pangan

Namun harus diperhatikan, tidak semua bahan pangan dapat di-simpan pada ruangan bersuhu rendah (Gambar 5.3). Jambu, pisang, alpukat dan beberapa bahan pangan lainnya tidak dapat disimpan dalam lemari pendingin.

Gambar 5.3. Buah jambu yang disimpan pada suhu rendah teksturnya menjadi lunak

Bahan pangan tersebut tetap beraktivitas dalam suhu rendah. Hal ini akan terlihat jelas dari perubahan nyata yang dialami pada permukaan kulit.

Penilaian berikutnya dapat dilaku-kan terhadap cara penanganan bahan baku tersebut di tempat asalnya. Apakah penanganan awal terhadap bahan baku sudah mampu mengurangi atau meng-hilangkan penyebab penurunan mutu bahan baku ? Buah-buahan yang kulitnya terkelupas akan berpengaruh terhadap penurunan kesegaran (Gambar 5.4.). Ikan yang tidak segera diberi es (Gambar 5.5) atau ditangani di tempat yang tidak bersih (Gambar 5.6) akan mengalami penurunan mutu.

Page 70: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Praktek Produksi yang Baik

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 51

Gambar 5.4. Apel yang terkelupas kulitnya (pelindung alaminya) akan mengalami proses pen-coklatan sehingga menurun-kan mutu

Gambar 5.5., Ikan hasil panen yang tidak segera diberi es akan meningkat suhunya sehing-ga memacu pertumbuhan dan aktivitas mikroba mau-pun enzim proteolitik

Gambar 5.6. Geladak kapal penang-kapan ikan yang tidak bersih dapat menjadi sumber mi-kroba

Apakah bahan baku sudah dicuci dengan air bersih yang mengalir untuk mengurangi atau meng-hilangkan penyebab penurunan mutu ? Apakah terjadi kontak antara ikan utuh dengan ikan yang sudah terbuka ? (Gambar 5.7).

Gambar 5.7. Pemasaran ikan di pasar tradisional tanpa fasilitas pendingin dan air bersih, serta terjadi pencam-puran ikan utuh dengan ikan yang sudah ’terbuka’ meru-pakan penyebab penurunan mutu

Page 71: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Praktek Produksi yang Baik

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 52

Penanganan udang yang tidak didasarkan pada prosedur baku, tidak mampu menghentikan pro-ses kimiawi. Pada permukaan tubuh udang demikian terbentuk warna kuning hingga orange di beberapa bagian tubuhnya. Peristiwa ini dikenal dengan sebutan melanosis.

Bila udang segar yang ditangani seperti di atas maka di permu-kaan kulitnya dapat terlihat noda hitam (black spot) (Gambar 5.8). Meskipun tidak membahayakan dan udang masih tetap dapat dikonsumsi, namun kondisi ini menunjukkan bahwa udang tidak ditangani dengan benar.

Gambar 5.8. Udang segar yang tidak ditangani secara baik akan menyebabkan timbul-nya noda hitam (black spot). Meskipun tidak berbahaya, munculnya bintik hitam akan menurunkan mutu udang

Tempat kegiatan perikanan harus memiliki sanitasi yang baik, dimana kotoran tidak berserakan karena sudah dibuang pada

tempatnya. Saluran air berfungsi dengan baik untuk mengeluarkan sampah dan limbah bahan pangan. Tidak ada air yang menggenang (Gambar 5.9 dan 5.10).

Gambar 5.9. Saluran air yang tidak diperhatikan kebersihannya

Gambar 5.10. Sanitasi lingkungan yang kurang diperhatikan da-pat menjadi sumber mikroba

Bagaimana pengangkutan bahan baku dari tempat asalnya ? Berapa lama pengangkutannya ? Apakah media pengangkut sudah dilengkapi dengan fasilitas pendingin untuk menghambat aktivitas enzim dan mikroba pembusuk ? Beberapa bahan pangan masih diangkut secara tradisional (Gambar 5.11),

Page 72: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Praktek Produksi yang Baik

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 53

sehingga berpengaruh terhadap kecepatan penurunan mutu.

Gambar 5.11. Pengangkutan ikan tanpa dilengkapi fasilitas pendingin akan memperce-pat proses penurunan mutu

5.3.2 Lingkungan terkontrol

Lingkungan tempat penanganan dan pengolahan harus terkontrol agar dapat menghambat penu-runan kualitas, sehingga dihasil-kan produk pangan dengan mutu terjamin. Pengontrolan lingkung-an harus dilakukan secara cermat dan terus menerus terhadap sanitasi lingkungan, bahan dan peralatan yang digunakan, suhu lingkungan, dan pekerja yang terlibat.

Sanitasi lingkungan dapat men-jadi sumber mikroba yang dapat mencemari produk pangan. Pengontrolan sanitasi lingkungan harus dilaksanakan sesuai prosedur operasional sanitas standar (SSOP) yang telah ditentukan.

Bahan dan peralatan yang digunakan dalam proses produksi sebaiknya steril sehingga tidak

menimbulkan rekontaminasi pada produk pangan yang dihasilkan. Proses sterilisasi peralatan sebaiknya dilakukan setelah peralatan tersebut digunakan sehingga dapat langsung digu-nakan pada saat pengolahan berikutnya.

Bagi sebagian besar jenis produk pangan, suhu lingkungan sangat berpengaruh terhadap mutu. Suhu di Indonesia sangat sesuai bagi pertumbuhan dan aktivitas mikroba maupun enzim pembu-suk. Dengan demikian, selama proses pengolahan bahan pa-ngan suhu lingkungan sebaiknya diturunkan.

Pekerja yang terlibat dalam pro-ses pengolahan sangat berpe-ngaruh terhadap mutu produk pangan yang dihasilkan. Kese-hatan, kebersihan dan perilaku pekerja perlu diperhatikan.

Pekerja yang sedang sakit tidak diperkenankan bekerja di bagian pengolahan karena dikhawatirkan mikroba penyebab penyakit akan mengkontaminasi produk yang sedang diolah.

Kebersihan badan dan pakaian para pekerja perlu diperhatikan. Sebaiknya pekerja sudah mem-bersihkan badan dan menggu-nakan pakaian bersih yang telah disiapkan oleh perusahaan sebe-lum memasuki ruang pengolahan (Gambar 5.12).

Page 73: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Praktek Produksi yang Baik

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 54

Gambar 5.12. Badan dan pakaian pekerja yang kurang bersih dapat menjadi sumber pen-cemar bagi produk pangan

Kewajiban mencuci tangan dan kaki sebaiknya diterapkan bagi pekerja yang akan memasuki ruang pengolahan atau pindah ke ruang lain.

5.3.3 Pengolahan yang cermat

Pengolahan bahan baku yang dilakukan secara cermat akan menghasilkan produk bermutu baik. Cara penanganan dan proses pengolahan bahan baku, penanganan, distribusi, dan pemasaran produk pangan berpengaruh terhadap mutu produk pangan yang dipasarkan.

Cara penanganan bahan baku yang baik akan menghasilkan produk pangan bermutu. Bahan baku pangan harus dicuci untuk menghilangkan mikroba dan ko-toran yang mungkin meningkat

selama pengangkutan.

Pencucian bahan baku sebaiknya menggunakan air yang mengalir, sehingga kotoran langsung ter-buang dari wadah pencucian. Penggunaan air yang tidak me-ngalir akan menyebabkan kon-sentrasi mikroba di air tersebut terus meningkat.

Pisahkan bahan baku pangan berdasarkan jenis, ukuran dan kesegarannya. Pemisahan ini akan menjaga mutu bahan baku tetap baik. Dengan bahan baku bermutu baik akan dapat dihasil-kan produk pangan dengan mutu yang relatif sama (gambar 5.13).

Gambar 5.13. Sortasi ikan berda-sarkan jenis, ukuran dan kesegaran akan lebih menja-min keseragaman mutu dari produk pangan yang dihasil-kan

Bahan baku pangan yang mudah mengalami penurunan mutu se-baiknya segera diproses agar mutu produk pangan yang diha-silkannya tetap baik. Hasil

Page 74: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Praktek Produksi yang Baik

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 55

penelitian mengenai lamanya proses pemiletan setelah ikan mati menghasilkan kualitas filet yang berbeda (Gambar 5.14).

Proses pengolahan bahan baku juga akan mempengaruhi mutu produk pangan yang dihasilkan. Cara pemotongan, penyusunan, pendinginan, pemanasan, peng-asapan dan lainnya akan mem-pengaruhi mutu produk pangan (Gambar 5.15). Proses pengolahan bahan baku sebaik-nya disesuaikan dengan standar yang berlaku.

Gambar 5.14. Kecepatan pemro-sesan berpengaruh terhadap mutu produk filet yang diha-silkan

Gambar 5.15. Proses penjemuran ikan asin di alam terbuka kurang memberikan jaminan kebersihan sehingga akan mempengaruhi mutu

Produk pangan yang sudah dihasilkan perlu ditangani secara baik agar tidak mengalami rekontaminasi, sehingga mutu produk pangan tetap terjaga sampai ke konsumen. Penge-masan merupakan salah satu cara untuk mencegah terjadinya rekontaminasi (Gambar 5.16). Pemilihan waktu untuk menge-mas, jenis bahan pengemas, dan kebersihan bahan pengemas sa-ngat berpengaruh terhadap upa-ya pencegahan rekontaminasi.

Page 75: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Praktek Produksi yang Baik

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 56

Gambar 5.16. Produk pangan yang dikemas secara terbuka memperbesar kemungkinan terjadinya rekontaminasi

Produk pangan sebaiknya tidak dikemas dalam keadaan panas karena uap air yang terbentuk akan melekat pada kemasan. Uap air ini dapat dimanfaatkan oleh mikroba untuk tumbuh dan berkembangbiak (Gambar 5.17), sehingga akan mencemari pro-duk pangan tersebut.

Jenis bahan yang dapat diguna-kan sebagai pengemas sudah banyak, diantaranya logam, kaca, plastik atau bahan organik. Pemilihan jenis kemasan harus disesuaikan dengan produk pa-ngan yang dihasilkan. Sebagai contoh, produk filet ikan sebaik-nya menggunakan kemasan dari bahan plastik untuk memperli-hatkan bentuk filetnya. Produk buah sebaiknya menggunakan kemasan kaleng untuk mencegah perubahan warna yang diakibat-kan oleh masuknya cahaya matahari.

Gambar 5.17. Pengemasan yang dilakukan saat produk pangan masih panas dapat menyebab-kan mengumpulnya uap air di permukaan kemasan sehingga dapat digunakan oleh mikroba untuk tumbuh

Distribusi produk pangan ke kon-sumen harus diperhatikan karena berpengaruh terhadap penurunan mutu produk pangan. Produk pangan yang cepat mengalami penurunan mutu sebaiknya areal distribusinya tidak terlalu jauh atau menggunakan fasilitas trans-portasi yang lebih cepat. Distri-busi produk pangan dengan menggunakan fasilitas penurunan suhu dapat mempertahankan mutu produk pangan.

Pemasaran produk pangan seba-iknya memperhatikan siapa yang

Page 76: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Praktek Produksi yang Baik

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 57

akan memakainya, waktu mema-sarkan, kegunaannya dan lain sebagainya. Produk pangan yang diperuntukan bagi anak-anak sebaiknya dipasarkan dengan cara yang menarik dan dimengerti oleh mereka. Produk pangan yang diperuntukkan bagi konsumen kalangan atas perlu difikirkan ukurannya. Kalangan tersebut kecenderungan akan lebih mengutamakan mutu dari-pada ukuran produk pangan yang dibelinya.

Bila konsumen yang dibidiknya adalah pengusaha katering atau rumah makan, ukuran produk pangan yang ditawarkan kepada-nya dapat lebih besar namun harganya harus lebih murah.

Waktu pemasaran dari produk pangan juga perlu diperhatikan. Sebagai contoh, ukuran produk pangan yang ditawarkan pada musim pernikahan cenderung lebih besar. Untuk daerah yang memiliki kekhasan tertentu perlu dicermati. Misalnya untuk daerah Jawa Barat, untuk kebutuhan pernikahan atau perayaan hari istimewa masyarakat cenderung membeli ikan gurame berukuran besar dibandingkan untuk kebu-tuhan sehari-hari.

5.4 Alur proses

Jenis produk pangan yang dapat dihasilkan sangat beragam, ter-gantung dari bahan baku dan proses pengolahannya. Masing-masing produk memiliki alur

proses yang khas. Produk se-jenis belum tentu memiliki alur proses yang sama. Hal ini ter-gantung dari kebiasaan pengo-lahnya atau ciri khas setempat.

Alur proses adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menghasilkan produk pangan, sejak dari pengadaan bahan baku hingga produk pangan dihasilkan.

Dari alur proses yang ada dapat ditentukan apa tujuan yang hen-dak dicapai oleh masing-masing kegiatan dan bagaimana metode yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Tujuan dari alur proses dapat dibagi menjadi dua, yaitu bagaimana memperoleh ba-han baku bermutu baik dan ba-gaimana proses pengolahannya agar menghasilkan produk yang bermutu dan aman dikonsumsi.

Bahan baku bermutu baik dapat diperoleh dengan cara mengura-ngi atau menghilangkan penye-bab penurunan mutu. Penurunan mutu bahan pangan dapat terjadi secara biologis, kimia, dan fisik.

Contoh alur proses produksi ikan segar adalah sebagai berikut (Gambar 5.18) :

Page 77: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Praktek Produksi yang Baik

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 58

Gambar 5.18. Alur proses produksi ikan segar

PENERIMAAN BAHAN BAKU

PENCUCIAN BAHAN BAKU

SORTASI BAHAN BAKU

PENYIANGAN BAHAN BAKU

PENCUCIAN 2

PENIRISAN

PENDINGINAN

PENGEMASAN

PELABELAN

PENERIMAAN BAHAN BAKU

PENCUCIAN BAHAN BAKU

SORTASI BAHAN BAKU

PENYIANGAN BAHAN BAKU

PENCUCIAN 2

PENIRISAN

PENDINGINAN

PENGEMASAN

PELABELAN

Page 78: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Praktek Produksi yang Baik

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 59

Semua langkah yang tercantum dalam alur proses, tujuan dan metode yang digunakan harus tercatat dalam lembaran analisis proses produksi baik (Tabel 5.1). Hal ini dimaksudkan agar mutu produk pangan yang dihasilkan

pada hari ini tidak berbeda di-bandingkan mutu produk pangan sebelumnya maupun yang akan datang.

Page 79: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Praktek Produksi yang Baik

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 60

Tabel 5.1. Lembar Analisis Proses produksi baik hasil perikanan

No Alur Proses Tujuan Prosedur atau Metode

yang digunakan

(1) (2) (3) (4)

1. Penerimaan bahan baku

Mendapatkan bahan baku sesuai persyaratan, bebas bakteri pembusuk dan dan patogen

Uji organoleptik

Sampling

Penangan cepat dan cermat

Lingkungan bersih dan dingin

2. Pencucian bahan baku

Membersihkan / menghilangkan kotoran dari bahan baku

Dicuci dalam air mengalir, bersih, dan sudah didinginkan (0 – 5 oC

3. Sortasi bahan baku

Mendapatkan bahan baku ikan dengan jensi, ukuran dan mutu yang seragam

Pisahkan ikan berdasarkan keseragaman jenis, ukuran dan mutu

Menggunakan pedoman dan standar sortasi yang telah ditetapkan

4. Penyiangan bahan baku

Membuang sumber penyebab kemunduran mutu

Dicuci dalam air mengalir, bersih, dan sudah didinginkan (0 – 5 oC

Page 80: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Praktek Produksi yang Baik

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 61

(1) (2) (3) (4)

5. Pencucian 2 Membuang sisa sumber penyebab kemunduran mutu dan kotoran lainnya

Dicuci dalam air mengalir, bersih, dan sudah didinginkan (0 – 5 oC

6. Penirisan Membuang sisa air pencucian dari bagian daging ikan

Disimpan pada alat pengetos dan diletakan pada ruang dingin yang memiliki aliran udara

7. Pendinginan Menurunkan suhu tubuh ikan untuk menghambat atau menghentikan aktivitas mikroba pembusuk dan enzim proteolitik

Menurunkan suhu ikan hingga mencapai 4 oC

8. Pengemasan Mencegah terjadinya kontaminasi silang

Ikan disimpan pada piring stirofom dan kemudian dikemas dengan cling wrap.

9. Pelabelan Memberikan informasi kepada konsumen

Kemasan diberi label sesuai dengan jenis produk

Page 81: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Prosedur Standar Operasi Sanitasi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 63

BAB VI

PROSEDUR STANDAR

OPERASI SANITASI Standard Sanitation Operational Procedure (SSOP) adalah suatu prosedur standar operasi sanitasi yang harus dipenuhi oleh pro-dusen untuk mencegah terja-dinya kontaminasi terhadap ba-han pangan. Kontaminasi dapat didefinisikan sebagai pencemar-an yang disebabkan oleh unsur dari luar, baik berupa benda asing maupun mahluk asing. Mahluk hidup yang sering menye-babkan pencemaran adalah mi-kroba, protozoa, cacing, se-rangga, dan tikus.

Kontaminasi bahan pangan dapat terjadi sebelum bahan pangan di-panen atau ditangkap. Setelah bahan pangan dipanen atau di-tangkap, proses kontaminasi da-pat berlangsung disetiap tahapan penanganan, pengolahan hingga bahan pangan dikonsumsi oleh konsumen.

Kontaminasi bahan pangan dapat terjadi karena bahan pangan me-rupakan media yang baik bagi mikroba. Sebagian besar unsur yang terdapat di dalam bahan pangan merupakan unsur yang dibutuhkan oleh mikroba untuk tumbuh dan berkembang.

Kontaminasi juga dapat terjadi karena bahan pangan bersentuh-an dengan sumber kontaminasi yang ada pada tubuh hewan. Selama penanganan, bagian da-ging yang bersinggunan dengan saluran pencernaan atau kulit akan mengalami kontaminasi ka-rena keduanya merupakan sum-ber pencemar. Kulit dan saluran pencernaan merupakan sumber utama mikroba.

Akibat yang timbulkan oleh ter-jadinya kontaminasi adalah ba-han pangan menjadi tidak layak untuk dikonsumsi, masa simpan menjadi terbatas, dan mengalami susut bobot, mutu, kesehatan, ekonomis, maupun sosial.

Untuk mencegah terjadinya keru-gian tersebut di atas, sebaiknya pemilihan bahan pangan harus memperhatikan tingkat kesegar-annya, lokasi tempat asal bahan pangan tersebut, dan hindari pe-milihan bahan pangan yang be-racun atau tercemar.

Untuk mencegah pencemaran bahan pangan, produsen harus memperhatikan sanitasi lingkung-an. Ada beberapa komponen yang harus diperhatikan dalam

Page 82: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Prosedur Standar Operasi Sanitasi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 64

melaksanakan sanitasi lingkung-an, yaitu : 6.1 Pasokan air dan es Air merupakan komponen penting dalam industri pangan. Air dapat membersihkan kontaminan dari bahan pangan, namun air yang tidak bersih dapat menyebabkan kontaminasi pada bahan pangan. Air sebagai media pembersih ha-rus bersih. Adapun yang dimak-sud dengan air bersih adalah air yang bebas dari mikroba patogen dan sumber pencemar lainnya. Hindari penggunaan sedikit air untuk mencuci banyak ikan (Gambar 6.1). Sebaiknya guna-kan air bersih yang mengalir agar kotoran dari bahan pangan sebe-lumnya tidak mencemari bahan pangan yang dicuci kemudian.

Gambar 6.1. Penggunaan air

dalam jumlah terbatas untuk mencuci ikan dapat menjadi sumber kontaminasi

Pada industri pangan, juga dibu-tuhkan es untuk menurunkan suhu. Hal ini disebabkan bahan baku pangan relatif mudah me-ngalami proses penurunan mutu. Sebagai bahan baku dalam pem-buatan es atau sebagai bahan baku pangan, air harus bebas dari coliform dan sumber pence-mar lainnya. Sumber air bagi in-dustri pangan dapat berasal dari Perusahaan Air Minum (PAM), sumur, atau air laut. Untuk menjamin kebersihan air tersebut perlu dilakukan monitoring secara berkala setiap 6 bulan. 6.2 Peralatan dan pakaian

kerja Peralatan dan pakaian kerja yang digunakan oleh pekerja dalam menangani atau mengolah bahan pangan dapat menjadi sumber kontaminasi. Peralatan yang kontak langsung dengan bahan atau produk pangan harus mudah dibersihkan, tahan karat (korosi), tidak merusak, dan tidak bereaksi dengan bahan pangan (Gambar 6.2). Peralatan harus dicuci dengan air hangat untuk menghilangkan la-pisan lemak dan kemudian bilas dengan air bersih. Setelah ke-ring, lanjutkan dengan proses sterilisasi. Untuk proses sterili-sasi peralatan dapat digunakan air dengan kandungan klorin ber-kisar 100–150 ppm. Untuk men-cegah terjadinya kontaminasi ulang, peralatan yang sudah di-

Page 83: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Prosedur Standar Operasi Sanitasi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 65

cuci harus ditiriskan dan disimpan di tempat yang bersih.

Gambar 6.2. Peralatan dan pakai-

an kerja yang dikenakan memberikan jaminan bah-an pangan yang dihasilkan lebih bersih

Sumber : www.fish-processing.com Peralatan yang digunakan untuk membersihkan peralatan pengo-lah dan mendesinfeksinya seba-iknya tersedia dalam jumlah me-madai. Forklift dan peralatan yang digunakan untuk memin-dahkan bahan pangan harus dijaga kebersihannya setiap saat. Berbagai bahan yang digunakan sebagai pelumas peralatan atau mesin pengolah dan berbagai bahan kimia untuk membersihkan dan mendesinfeksi harus diberi label yang jelas. Hal ini untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam penggunaan. Pakaian kerja yang digunakan dalam industri pangan harus dijamin kebersihannya. Pakaian

kerja meliputi sepatu boot, jas kerja, sarung tangan, masker, dan tutup rambut. Agar terjamin kebersihannya, pakaian kerja harus dicuci setiap hari oleh peru-sahaan. Pakaian kerja yang te-lah dicuci disimpan di tempat ber-sih. Sepatu dicuci dan disikat sampai bersih. Air yang diguna-kan untuk mencuci sepatu adalah air yang mengandung klorin ber-kadar 150 ppm. 6.3 Pencegahan kontaminasi

silang Kontaminasi silang adalah konta-minasi yang terjadi karena ada-nya kontak langsung atau tidak langsung antara bahan pangan yang sudah bersih dengan bahan pangan yang masih kotor. Kon-taminasi silang dapat terjadi dalam industri pangan. Beberapa faktor yang mempengaruhi terja-dinya proses kontaminasi silang adalah : 6.3.1 Konstruksi, disain dan

lay out pabrik pangan Konstruksi, disain bangunan, dan lay out pabrik pangan dapat men-jadi penyebab kontaminasi silang bahan pangan. Bangunan industri pangan akan mempengaruhi pe-nempatan sarana dan prasarana yang digunakan. Fasilitas untuk penerimaan bahan pangan harus selalu dalam ke-adaan bersih, bebas dari kerikil

Page 84: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Prosedur Standar Operasi Sanitasi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 66

atau bahan lain yang dapat digunakan oleh serangga dan hama untuk tinggal. Fasilitas penerimaan sebaiknya ditutup dengan aspal, semen atau bahan lainnya dan dilengkapi dengan drainase yang memadai. Untuk mencegah terjadinya kon-taminasi silang, penempatan sa-rana dan prasaranan di ruangan penangan atau pengolahan harus dapat memisahkan alur antara bahan yang belum bersih dengan alur bahan yang sudah bersih. Pemisahan tersebut harus cukup berjauhan untuk menghindari kemungkinkan terjadinya kontak (Gambar 6.3).

Gambar 6.3. Alur proses ikan yang

berbeda antara pintu masuk dan pintu keluar

Sumber : www.fish-processing.com Pintu masuk dan keluar harus se-lalu tertutup dan dapat dibuka pa-da saat karyawan, bahan baku,

produk pangan, peralatan dan bahan lainnya akan masuk atau meninggalkan ruang pengolahan. Bangunan dirancang sedemikian rupa sehingga mampu untuk me-ngeluarkan udara dari dalam ru-angan. Bangunan juga harus mampu mencegah masuknya se-rangga dan tikus. Jendela kaca harus diperhatikan jumlahnya. Jumlah jendela akan berpengaruh terhadap intensitas masuknya cahaya matahari se-hingga akan mempengaruhi suhu ruangan. Selain akan berpenga-ruh terhadap kerja AC, intensitas cahaya matahari juga berpenga-ruh terhadap kecepatan petum-buhan mikroba pencemar. 6.3.2 Kebersihan karyawan Karyawan yang terlibat dalam ke-giatan penanganan dan pengo-lahan bahan pangan akan berpe-ngaruh terhadap terjadinya konta-minasi silang. Pakaian seragam yang tidak bersih dapat menjadi sarana bagi mikroba penyebab kontaminasi silang. Karyawan yang kurang sehat juga merupa-kan sumber kontaminasi sehing-ga harus dilarang untuk bekerja. Sebelum melakukan penanganan atau pengolahan bahan pangan, kedua tangan harus dicuci terle-bih dahulu dengan menggunakan sabun. Lakukan desinfeksi terha-dap tangan atau penutup tangan apabila akan menyentuh bahan pangan. Gunakan baju pelindung

Page 85: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Prosedur Standar Operasi Sanitasi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 67

yang tahan air (Gambar 6.4). Bila proses produksi telah sele-sai, cucilah tangan dengan sabun khusus, cuci dan keringkan pakaian pelindung yang tahan air, dan apabila perlu lakukan desin-feksi terhadap tangan atau penu-tup tangan. Segera tinggalkan ruang penangan atau pengolah-an, buka pakaian pelindung dan simpan pada tempatnya untuk mencegah terjadinya kontamina-si.

Gambar 6.4. Kebersihan karyawan

di salah satu industri perikanan

Sumber : www.fish-processing.com 6.3.3 Aktivitas dan perilaku

karyawan Aktivitas dan perilaku karyawan sebaiknya disesuaikan dengan jenis pekerjaan yang sedang di-kerjakan karena dapat menye-babkan kontaminasi silang. Ke-biasaan menggaruk dan bersen-da gurau dapat menjadi sumber

kontaminasi. Bahan pangan yang jatuh ke lantai jangan di-ambil dan disatukan dengan bahan pangan lainnya meskipun jatuhnya ’belum lima menit’. Selama bekerja, jangan ada satu-pun karyawan yang merokok, meludah, makan, mengunyah permen karet, atau menyimpan makanan di ruang pengolahan. Konsentrasi selama bekerja akan memperkecil resiko kecelakaan kerja. Biasakan untuk membuang sampah pada tempatnya. 6.3.4 Pisahkan antara bahan

baku dengan produk pangan

Bahan baku kemungkinan masih mengandung mikroba pencemar, sedangkan produk pangan seha-rusnya sudah tidak mengandung mikroba. Tindakan yang dilaku-kan untuk memisahkan antara bahan baku dan produk pangan dapat memperkecil peluang terja-dinya kontaminasi silang. Pemisahan antara bahan baku dengan produk pangan yang di-hasilkan dapat dilakukan dengan mengatur alur proses sedemikian rupa sehingga tidak terjadi kontak langsung diantara keduanya maupun kontak tidak langsung melalui pekerja. Oleh karenanya, karyawan yang berkerja di bagian bahan baku sebaiknya tidak ber-ada di bagian produk akhir.

Page 86: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Prosedur Standar Operasi Sanitasi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 68

6.3.5 Kondisi sanitasi ruang kerja dan peralatan yang digunakan

Ruang kerja dan peralatan yang tidak terjaga sanitasinya, dapat menjadi sumber terjadinya konta-minasi. Ruang kerja harus selalu dibersihkan agar tidak menjadi sumber penyebab kontaminasi silang (Gambar 6.5.). Harus juga diperhatikan sanitasi di sekitar ruang kerja yang dapat mempe-ngaruhi sanitasi ruang kerja. Peralatan kerja harus tersedia dalam jumlah memadai, tergan-tung volume pekerjaan. Penggu-naan satu peralatan untuk satu jenis bahan atau produk pangan harus dilaksanakan secara ketat. Peminjaman peralatan dari bagi-an bahan baku untuk digunakan di bagian produk akhir tidak boleh dilakukan agar tidak terjadi kon-taminasi silang.

Gambar 6.5. Pembersihan limbah

ikan menjaga kebersihan ruang kerja

www.fish-processing.com

6.3.6 Penyimpanan dan perawatan bahan pengemas

Bahan pengemas harus disimpan dalam ruang penyimpanan yang bersih dan terjaga suhu maupun kelembaban udaranya. Kelem-baban dan suhu udara akan berpengaruh terhadap pertum-buhan mikroba. Jamur biasanya tumbuh baik pada kemasan dari karton yang lembab. Demikian pula dengan serangga kecil. Bahan pengemas yang sudah ru-sak harus dikeluarkan dari ruang penyimpanan karena akan berpe-ngaruh terhadap bahan penge-mas lainnya. Jamur yang sudah tumbuh pada bahan pengemas akan berusaha tumbuh dan me-nyebarkan diri ke bahan kemasan yang ada di sekitarnya. Bahan pengemas yang rusak karena dimakan serangga atau tikus se-baiknya dibuang. Demikian pula dengan bahan kemasan yang su-dah terkena air seni atau kotoran tikus. Bila ditemui adanya po-tongan tubuh, air seni, atau kotor-an serangga maupun tikus, seba-iknya ruang penyimpanan bahan pengemas segera dibersihkan. Selama penyimpanan, bahan pe-ngemas harus dikemas secara baik. Pengemasan ditujukan un-tuk mencegah pencemaran dan memudahkan penggunaan pro-duk pangan. Kemasan harus mampu mengatasi gangguan ter-hadap produk pangan, baik yang

Page 87: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Prosedur Standar Operasi Sanitasi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 69

disebabkan oleh serangan jamur serangga, atau tikus. 6.3.7 Cara penyimpanan dan

kondisi ruang penyimpanan produk

Cara penyimpanan dan kondisi ruang tempat penyimpanan dapat mempengaruhi terjadinya proses kontaminasi silang. Kondisi ini sangat terasa pada industri skala besar, dimana pengiriman produk dilakukan dalam partai besar sehingga kangkala produk perlu disimpan dahulu sebelum tiba waktu pengiriman. Produk yang disimpan pertama kali harus dikeluarkan lebih awal dibandingkan produk yang disim-pan kemudian. Proses penyim-panan yang kurang baik dapat menyebabkan produk sudah ka-daluarsa sebelum keluar dari ru-ang penyimpanan. Cara penyimpanan produk harus diatur sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang. Tata letak penyimpanan produk harus memperhatikan dan menjaga sirkulasi udara ruang penyimpanan dan sirkulasi udara diantara produk yang disimpan. Sirkulasi udara yang kurang lan-car sering menyebabkan pening-katan suhu maupun kelembaban udara pada titik-titik tertentu. Paningkatan suhu dan kelembab-an udara akan memicu pertum-buhan mikroba atau serangga tertentu pada bahan pangan

(Gambar 6.6). Kondisi ini dapat menjadi penyebab terjadinya kon-taminasi silang.

Gambar 6.6. Kerusakan yang

ditimbulkan oleh serangga pada jagung pipil selama penyimpanan

Penyimpanan bahan pangan ha-rus dilakukan dengan cara yang benar dan menggunakan perala-tan yang sesuai. Kondisi lingkungan penyimpanan juga perlu diperhatikan. Suhu udara dan kelembaban, serta adanya cahaya matahari secara langsung dapat mempengaruhi penurunan mutu bahan atau produk pangan yang disimpan. Penurunan mutu bahan pangan biasanya diikuti dengan serangan mikroba pencemar. Kondisi de-mikian pada akhirnya dapat menjadi sumber kontaminasi silang. Penyimpanan bahan mentah dan produk pangan dilakukan dengan menyimpannya pada tempat yang telah disediakan. Selalu hindari kontak dengan sumber

Page 88: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Prosedur Standar Operasi Sanitasi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 70

kontaminan, baik secara lang-sung maupun tidak langsung. Perhatikan lama penyimpanan, karena bahan mentah memiliki masa simpan terbatas. Apabila menggunakan ruang yang dilengkapi sarana pendingin untuk menyimpan bahan pangan atau produk olahannya harus di-perhatikan suhunya. Suhu ling-kungan penyimpanan bahan hewani yang sudah dibekukan di ruang dingin (cold storage) harus dipertahankan suhunya pada -18 oC atau lebih rendah lagi. Suhu ruang pendingin untuk menyim-pan bahan pangan asal hewani suhunya diatur berkisar 4oC hingga -1oC. 6.3.8 Penanganan limbah Limbah bahan pangan dikumpul-kan dalam wadah khusus yang memiliki tutup (Gambar 6.7). Limbah harus segera dibuang. Apabila akan dibuang, tidak boleh menarik perhatian serangga mau-pun binatang lainnya. Tutuplah wadah limbah dengan benar agar tidak tumpah dan baunya tidak mencemari ruang kerja atau menyebabkan kontaminasi. Untuk mencegah terjadinya pen-cemaran lingkungan, pembuang-an limbah bahan pangan harus selalu dimonitor oleh seorang operator atau karyawan yang khusus ditugaskan menangani limbah.

Gambar 6.7. Penanganan limbah

www.fish-processing.com 6.4 Toilet Toilet adalah tempat karyawan buang air, dengan demikian harus selalu bersih. Toilet harus dilengkapi dengan sabun, tissue, dan tempat sampah. Ventilasi toilet harus diatur sedemikian rupa agar tidak mencemari bahan pangan. Pintu toilet harus tidak menyerap air dan bersifat anti karat. Kebersihan toliet juga harus se-lalu terjaga. Toilet yang tidak terjaga kebersihannya akan men-jadi sumber kontaminan yang da-pat mencemari bahan pangan, baik melalui perantaraan karya-wan atau binatang. Selain bersih, jumlah toilet harus sesuai dengan jumlah karyawan yang bekerja. Sebagai patokan, satu toilet maksimal diperuntukan bagi 15 karyawan.

Page 89: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Prosedur Standar Operasi Sanitasi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 71

6.5 Tempat cuci tangan dan kaki

Tempat untuk karyawan mencuci tangan harus tersedia dalam jum-lah memadai dan ditempatkan pada tempat yang mudah dijang-kau. Tempat cuci tangan biasa-nya terletak di sekitar toilet, pintu masuk, atau di maupun sekitar tempat cuci kaki. Pada unit pengolahan ikan segar, jumlah tempat cuci tangan relatif banyak. Tempat cuci tangan harus dilengkapi dengan sarana pembersih tangan dan pengering. Bahan yang digunakan sebagai pembersih tangan harus bahan yang tidak memiliki bau agar tidak mencemari bahan pangan yang dihasilkan. Tempat untuk mencuci tangan yang terletak di bagian awal dari alur proses dilengkapi dengan sabun. Tempat untuk mencuci tangan berikutnya dapat berupa wadah berisi air yang telah ditambahkan senyawa klorin sebagai anti mikroba. Konsentrasi senyawa klorin yang digunakan sebagai senyawa anti mikroba adalah 50 ppm Tempat untuk mencuci tangan dilengkapi dengan peralatan pengering (hand drying). Tempat untuk mencuci tangan juga dapat dilengkapi dengan tisu untuk me-ngeringkan tangan atau bagian tubuh lainnya. Sediakan pula tempat sampah yang memiliki tutup. Keberadaan tempat sam-

pah diperlukan untuk memperta-hankan kondisi higienis. Tempat sampah diletakan di dekat toilet, tempat untuk mencuci tangan, atau disekitar tempat unit peng-olahan. Buanglah tisu dan kotor-an lainnya ke tempat sampah yang telah tersedia. Tempat untuk mencuci kaki (se-patu) dibutuhkan untuk mence-gah masuknya mikroba dan ba-han pencemar lainnya melalui kaki. Fasilitas cuci kaki biasanya terletak berdekatan dengan tem-pat mencuci tangan atau kamar mandi. Tempat mencuci kaki be-rupa genangan air yang telah di-tambahkan klorin sebagai anti mikroba. Konsentrasi klorin ber-kisar 100 – 200 ppm. 6.6 Bahan kimia pembersih

dan sanitiser Jenis bahan kimia pembersih dan sanitiser yang digunakan dalam industri pangan harus sesuai per-syaratan yang ditetapkan. Bahan kimia harus mampu mengenda-likan pertumbuhan bakteri (anti-mikroba). Senyawa antimikroba adalah senyawa kimia yang da-pat menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroba. Antimikroba dapat dikelompokkan menjadi antiseptik dan desinfek-tan. Antiseptik adalah pembunuh mikroba dengan daya rendah dan biasa digunakan pada kulit, misalnya alkohol dan deterjen. Desinfektan adalah senyawa ki-mia yang dapat membunuh mi-

Page 90: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Prosedur Standar Operasi Sanitasi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 72

kroba dan biasa digunakan untuk membersihkan meja, lantai, dan peralatan. Contoh desinfektan yang digunakan adalah senyawa klorin, hipoklorit, dan tembaga sulfat. Bahan kimia yang umum diguna-kan sebagai pembersih atau sani-tiser dalam industri pangan biasa-nya mengandung klorin sebagai bahan aktifnya. Bahan kimia yang dapat diguna-kan untuk menghambat pertum-buhan mikroba disebut bahan pengawet (preservatif). Bahan pengawet banyak digunakan pada makanan dan tidak beracun (Tabel 6.1.). 6.7 Pelabelan, penggunaan,

dan penyimpanan bahan beracun

6.7.1. Pelabelan bahan

beracun Untuk mencegah kesalahan da-lam penggunaan, bahan kimia untuk pembersih dan sanitasi ha-rus diberi label secara jelas. Pemberian label yang kurang

jelas memungkinkan terjadinya kesalahan penggunaan. Pemberian label untuk bahan beracun dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pelabelan pada wadah asli dan wadah yang isinya akan segera digunakan. Label pada wadah asli harus memperlihatkan nama bahan atau larutan, nama dan alamat produsen, nomor register, dan instruksi cara penggunaan secara benar. Label pada wadah bahan kimia yang siap digunakan harus ter-tera secara jelas memperlihatkan nama bahan atau larutan dan instruksi cara penggunaan secara benar. 6.7.2 Penggunaan bahan

beracun Penggunaan bahan kimia beracun, pembersih, dan sanitasi dalam industri pangan harus disesuaikan dengan petunjuk dan persyaratan pabrik (Tabel 6.2.). Prosedur penggunaan bahan beracun harus dapat mencegah pencemaran pada bahan pangan.

Page 91: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Prosedur Standar Operasi Sanitasi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 73

Tabel 6.1. Bahan pengawet makanan yang umum digunakan

Bahan Pengawet Konsentrasi efektif Penggunaan

Asam propionate 0.32% Senyawa anti jamur pada roti dan keju Asam sorbet 0.2% Senyawa anti jamur pada keju, jeli, sirup

Asam benzoate 0.1% Senyawa anti jamur pada margarine, cuka, minuman ringan

Na diasetat 0.32% Senyawa anti jamur pada roti

Asam laktat Tidak diketahui Senyawa anti jamur pada keju, susu, yogurt, dan acar

Sulfur dioksida, sulfite 200-300 ppm Senyawa anti jamur pada buah kering, anggur, dan molasses

Na nitrit 200 ppm Senyawa antibakteri pada daging dan ikan olahan

Na klorida unknown Mencegah bakteri pembusuk pada daging dan ikan

Gula Tidak diketahui Mencegah mikroba pembusuk pada selai, sirup, jeli

Asap kayu Tidak diketahui Mencegah mikroba pembusuk pada daging, ikan dan lainnya

Sumber : Kenneth Todar, 2001

6.7.3 Penyimpanan bahan

beracun Bahan kimia pembersih harus disimpan di tempat yang khusus dan terpisah dari bahan lainnya. Demikian pula dengan bahan kimia untuk sanitasi. Bahan beracun harus disimpan di ruang dengan akses terbatas.

Hanya karyawan yang diberi ke-wewenangan dapat memasuki ruangan penyimpanan tersebut. Pisahkan bahan kimia yang digu-nakan untuk pangan dan non pangan. Jauhkan dari peralatan dan benda lain yang kontak dengan bahan pangan.

Page 92: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Prosedur Standar Operasi Sanitasi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 74

Tabel 6.2. Senyawa antiseptik dan desinfektan

Senyawa kimia Mekanisme Pengrusakan Penggunaan

Etanol (50-70%) Denaturasi proteins dan kelarutan lemak

Sebagai antiseptic pada kulit skin

Isopropanol (50-70%) Denaturasi proteins dan kelarutan lemak

Sebagai antiseptic pada kulit skin

Formaldehid (8%) Reaksi dengan NH2, SH dan gugus COOH

Disinfectant, kills endospores

Yodium Tincture (2% I2 in 70% alcohol) Menghambat aktivitas protein Antiseptic digunakan di

kulit

Gas Klorin (Cl2) gas

Membentuk asam hipoklorousForms hypochlorous acid (HClO), a strong oxidizing agent

Disinfektan pada air minum

Ag nitrat (AgNO3) Penggumpalan protein Antiseptik umum yang digunakan untuk mata bayi yang baru lahir

Hg khlorida Inactivates proteins by reacting with sulfide groups

Disinfektan dan kadang-kadang digunakan sebagai antiseptic pada kulit

Detergents (e.g. quaternary ammonium compounds)

Disrupts cell membranes Desinfektan dan antiseptic pada kulit

Senyawa fenol (e.g. asam karbolonat, lisol, hexylresorsinol, hexakhlorophen)

Denature proteins and disrupt cell membranes

Antiseptik pada konsentrasi rendah dan disinfektan pada konsentrasi tinggi

Gas Etilen oksida Alkylating agent

Sebagai disinfektan pada bahan sterilisasi bahan yang tidak tahan panas, seperti karet dan plastik

Sumber : Kenneth Todar, 2001 6.8 Kesehatan karyawan Kondisi kesehatan setiap karya-wan yang bekerja harus selalu dimonitor oleh pihak perusahaan. Karyawan yang menderita sakit dan diduga dapat mencemari ba-han atau produk pangan dilarang bekerja di unit penanganan atau pengolahan.

Jenis penyakit yang dapat menja-di pencemar dan mengkontami-nasi bahan dan produk pangan antara lain batuk, flu, diare dan penyakit kulit. Pekerja yang mengalami luka pada telapak tangannya juga harus dilarang bekerja di unit penanganan dan pengolahan.

Page 93: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Prosedur Standar Operasi Sanitasi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 75

Rambut pekerja sebaiknya dipo-tong pendek agar tidak mence-mari produk pangan. Bila tidak dipotong, sebaiknya mengguna-kan topi pelindung. Rambut yang tidak tertutup dapat menjadi sumber mikroba pencemar (Gambar 6.8). 6.9 Pengendalian hama Hama harus dicegah agar tidak masuk ke unit penanganan atau pengolahan. Hama dapat men-cemari bahan pangan dengan kotorannya maupun potongan tu-buhnya. Hama juga dapat men-jadi hewan perantara bagi mikro-ba pencemar. Rodentia pembawa Salmonella, dan parasit. Lalat dan kecoa merupakan serangga pembawa Staphylococcus, Shigella, Clostridium perfringens, dan C. Botulinum. Sedangkan burung pembawa Salmonella dan Listeria.

Gambar 6.8. Rambut yang

terbuka dan kebersihan pakaian pekerja berpengaruh terhadap sanitasi

Pada biji-bijian, serangga me-nyimpan telurnya di dalam biji dan menutup lubang tersebut de-ngan lapisan khusus untuk melin-dungi telurnya dari kemungkinan gangguan. Setelah telur mene-tas menjadi larva, maka larva akan memakan biji tersebut dari bagian dalam. Setelah dewasa, serangga tersebut meninggalkan biji yang telah berongga. Pada produk ikan asin, serangga meletakkan telur-telurnya selama proses penjemuran. Bila keada-an telah memungkinkan, telur-telur akan menetas. Larva yang lahir akan memperoleh makanan dari sekelilingnya. Setelah dewa-sa dan bermetamorfosa, serang-ga akan terbang dengan mening-galkan lubang-lubang pada per-mukaan ikan asin. Untuk mengatasi serangan hama, sebaiknya disiapkan program pemusnahan hama secara ber-kala. Fumigasi merupakan salah satu cara yang banyak digunakan untuk mengatasi serangan hama di gudang penyimpanan.

Page 94: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Bahaya dan Penentuan Titik Kritis

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 77

BAB VII ANALISIS BAHAYA

DAN PENENTUAN TITIK KRITIS

Kegiatan perdagangan bebas sudah meluas ke berbagai negara tanpa ada yang mampu menahannya. Semua produk dari suatu negara dapat mema-suki pasar negara lain. Berbagai masalah sudah dialami oleh negara berkaitan dengan kegia-tan tersebut. Salah satu masalah yang timbul oleh adanya kegiatan perdagangan bebas adalah me-nyebarnya bahaya yang terkan-dung didalam bahan atau produk pangan. Kondisi ini telah me-ningkatkan pentingnya keamanan pangan.

Keamanan pangan masih meru-pakan masalah penting dalam bidang pangan di Indonesia sehingga perlu mendapat perhati-an khusus dalam program penga-wasan pangan. Tingkat serang-an penyakit dan kematian yang ditimbulkan melalui makanan di Indonesia sampai saat ini masih tinggi, walaupun prinsip-prinsip yang mendasari pengendalian untuk berbagai penyakit tersebut pada umumnya telah diketahui.

Tuntutan masyarakat akan jamin-an keamanan pangan akan terus meningkat sejalan dengan ber-tambahnya tingkat kesadaran

masyarakat mengenai pentingnya keamanan pangan yang akan di-konsumsinya.

Berdasarkan tingkat keamanan-nya, bahan / produk pangan dapat digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu : a) makanan kesehatan yang beresiko tinggi antara lain susu dan produk olahannya, daging dan produk olahannya, hasil perikanan dan produk olahannya, sayur dan produk olahannya, produk ma-kanan berasam rendah lainnya; b) bahan pangan kesehatan beresiko sedang yaitu keju, es krim, makanan beku, sari buah beku, buah-buahan dan sayuran beku, daging dan ikan beku; dan c) Bahan pangan kesehatan beresiko rendah, yaitu serealia/ biji-bijian, makanan kering, kopi, teh

Pendekatan tradisionil yang sela-ma ini dilakukan melalui penga-wasan pangan yang mengandal-kan pada uji produk akhir dapat dianggap telah gagal untuk me-ngatasi masalah yang berkaitan dengan keamanan pangan. Se-bagai contoh, berdasarkan pen-dekatan tradisional, tempe bongkrek yang dihasilkan sudah cukup baik. Namun ketika

Page 95: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Bahaya dan Penentuan Titik Kritis

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 78

dikonsumsi sering menyebabkan keracunan. Pendekatan secara tradisional yang selama ini digunakan tidak dapat mengim-bangi pesatnya kemajuan dalam industri pangan, dan telah terbuk-ti tidak dapat menjaminkan ke-amanan pangan dari berbagai produk pangan yang sudah ber-edar di pasaran.

Mutu produk pangan tidak dapat dijamin hanya berdasarkan hasil uji akhir di laboratorium. Namun harus diawasi sejak dari penga-daan bahan baku, pena-nganan dan pengolahan, hingga sampai ke tangan konsumen akhir. Produk pangan yang aman untuk dikonsumsi dapat diperoleh dari bahan baku yang baik, dita-ngani, diolah, dan didistrusikan secara baik dan benar.

Penerapan hazard analysis and critical control point (HACCP) atau dikenal dengan analisis bahaya dan penentuan titik kritis merupakan upaya yang dilakukan untuk melindungi masyarakat dari kemungkinan penyebaran baha-ya yang terkandung dalam bahan pangan. HACCP telah dilaksana-kan oleh berbagai organisasi, yaitu Codex Alimentarius (salah satu Komisi PBB); European Union; Canada; Australia; Selan-dia Baru; dan Jepang

Penerapan HACCP bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat betapa pentingnya mencegah penyakit melalui ma-kanan dengan cara mencegah terjadinya keracunan makanan.

Tujuan tersebut dapat dicapai melalui : a) mengevaluasi cara memproduksi bahan pangan un-tuk mengetahui potensi bahaya; b) memperbaiki cara memproduk-si bahan pangan melalui evaluasi cara penanganan, pengolahan dan penerapan sanitasi; c) meningkatkan pemeriksaan in-dustri pangan yang dilakukan secara mandiri oleh operator atau karyawan.

7.1. Sejarah HACCP Sejarah HACCP dimulai sejak dikembangkan sistim yang dapat menjamin keamanan bagi para astronot NASA. Dapat diba-yangkan bila astronot yang se-dang mengorbit planet Mars menderita keracunan produk pa-ngan yang dikonsumsinya. Me-tode HACCP ini pertama kali dikembangkan oleh Pillsbury Cor-poration akhir tahun enam puluhan, yang bekerjasama dengan NASA dan laboratorium-laboratorium angkatan darat Amerika. Sejak saat itu, metode HACCP menjadi standar keamanan pa-ngan dan sangat direkomenda-sikan oleh kerjasama gabungan FAO/WHO, Komisi Codex Alimentarius dan ICMSF (Inter-national Commission for Microbial Specifications for Foods). Lem-baga-lembaga tersebut meng-anggap bahwa metode HACCP adalah metode yang sesuai untuk dikembangkan demi meningkat-nya jaminan keamanan pangan.

Page 96: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Bahaya dan Penentuan Titik Kritis

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 79

Ketertarikan industri pangan akan metode ini baru berkembang secara bertahap sejak tahun delapan puluhan. Sejak metode HACCP dimasukkan sebagai salah satu persyaratan dalam peraturan untuk importir bahan pangan oleh Amerika Serikat dan Uni Eropa, ketertarikan industri pangan terhadap HACCP ini menjadi semakin kuat. Hal ini terlihat nyata selama sepuluh tahun terakhir. Sejak perundingan perdagangan putaran Uruguay tahun 1994 yang menandakan era pasar bebas, setiap negara harus mem-buka diri terhadap masuknya bahan pangan dari negara lain termasuk dengan resiko keaman-an pangannya. Untuk mencegah resiko yang berkaitan dengan keamanan pangan, seperti kera-cunan atau penyakit, penggu-naan sistem manajemen kea-manan pangan yang umum seperti HACCP menjadi semakin penting. Negara-negara anggota WTO telah menyetujui SPS (Sanitary and Phytosanitary Mystem) atau pedoman cara-cara peme-liharaan kebersihan. Untuk kea-manan pangan, SPS mengacu pada standar dan penuntun yang dikembangkan oleh kerjasama gabungan FAO/WHO dengan Codex Alimentarius Commission. Hasil ini menunjukkan pemerintah negara-negara anggota WTO te-

lah menyetujui penggunaan stan-dar internasional sebagai landas-an pengembangan peraturan di negara mereka masing-masing. Kekecualian dimungkinkan bila mereka menganggap bahwa standar-standar yang ada diang-gap sudah cukup untuk melin-dungi kesehatan. Saat ini, pene-rapan metode HACCP dalam bentuk yang disarankan oleh Codex menjadi kebutuhan pokok bagi seluruh perusahaan pangan, terutama yang bergerak dalam skala perdagangan internasional. Tahun 1993, Codex Alimentarius mengusulkan untuk melakukan penyelarasan definisi dan ele-men-elemen dasar HACCP pada skala internasional. Penyelara-san ini diwujudkan dalam bentuk panduan penerapan. Referensi tentang HACCP yang ada saat ini berisi penjelasan mengenai hal-hal khusus dari serial standar Codex Alimentarius yang berjudul Food Hygiene Basic Texts. Referensi ini merupakan Annex (pengganti) Prinsip-prinsip Umum Higiene Makanan -Cara Pene-rapan yang Disarankan secara Internasional atau the Recom-mended International Code of Practice- General Principles of Food Hygiene. Standar yang dimuat dalam Food Hygiene Basic Texts ini mengacu pada Petunjuk Higiene bahan pangan Eropa. Petunjuk tersebut meng-haruskan agar negara-negara anggota mendorong dan berpe-ran serta dalam pengembangan

Page 97: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Bahaya dan Penentuan Titik Kritis

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 80

penuntun-penuntun praktek higie-nis yang baik dan dapat diguna-kan sebagai acuan oleh perusa-haan pangan. 7.2. Perkembangan Status HACCP di Dunia Keharusan penerapan metode HACCP dalam peraturan-peraturan tentang pangan di seluruh dunia telah menjadi semakin penting. Food and Drug Assosiation (FDA) dan Departemen Pertanian Amerika Serikat telah mengeluarkan peraturan yang mensyaratkan agar produk pangan seperti daging, unggas atau perikanan yang akan dijual di Amerika Serikat harus diolah dengan sistem yang menerapkan metode HACCP. Demikian pula terhadap perusahaan penghasil sari buah dan sayuran. Pada tahun 1992, The National Advisory Committee on Microbiological Criteria for Foods (NACMCF) telah memasukkan prinsip-prinsip umum dan penuntun HACCP sebagai bagian dari saran-saran yang mereka keluarkan. NACMCF juga telah menegaskan bahwa pemerintah harus berperan untuk : 1) mengeluarkan peraturan yang mewajibkan penerapan syarat-syarat HACCP; 2) memastikan bahwa rencana penerapan HACCP dapat dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip umum dan penuntun HACCP; 3) menetapkan batas kritis yang

diwajibkan jika perlu dan 4) memastikan bahwa setiap rencana penerapan HACCP yang dibuat cukup memadai untuk menjamin keamanan pangan.

Pemerintah Kanada, telah menerapkan dua program pengawasan yang saling melengkapi yaitu : 1) The Quality Management Programme (QMP), yaitu program pengelolaan kualitas dan 2) the Food Safety Enhancement Program (FSEP), yaitu program peningkatan keamanan pangan. Program QMP adalah program yang wajib dilaksanakan oleh perusahaan pengolahan ikan, sedangkan program FSEP bersifat sukarela untuk industri daging, unggas, susu, industri pengolahan buah dan sayur, industri kulit telur dan pengolahan telur. Baik QMP maupun FSEP, keduanya sesuai dengan penuntun HACCP internasional yang disetujui oleh Codex.

Di Australia, telah dikembangkan peraturan tentang standar higie-nis pangan yang berlaku di selu-ruh negara bagian. Pada standar baru ini terdapat komponen uta-ma yaitu persyaratan bagi selu-ruh industri makanan agar dapat mengidentifikasi satu atau lebih potensi bahaya dalam pengola-han makanan dan dapat me-ngembangkan serta menerapkan program-program keamanan pa-ngan yang berlandaskan pada HACCP.

Page 98: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Bahaya dan Penentuan Titik Kritis

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 81

Selandia Baru, yang semula menerapkan sistim HACCP se-cara sukarela, telah memutuskan untuk menyusun suatu sistem yang mewajibkan penerapan HACCP untuk daging dan pro-duk-produk laut. Di negara-negara lain, terdapat kecende-rungan global dalam hal peratur-an yang mewajibkan penerapan HACCP setidaknya untuk komo-ditas pangan tertentu (misalnya daging dan produk-produk laut dan mengeluarkan sebuah meka-nisme penilaian nasional yang berfungsi untuk memastikan bahwa sistem HACCP yang dikembangkan pada masing-masing industri pangan sesuai dengan standar internasional (Codex).

7.3. Pengertian HACCP HACCP merupakan sistem jaminan mutu yang diakui secara internasional berdasarkan kesa-daran bahwa bahaya akan timbul pada berbagai titik atau tahap produksi pangan. Codex men-jabarkan sistim HACCP sebagai :

Sistem yang memiliki landasan ilmiah dan secara sistematis mengidentifikasi potensi bahaya tertentu serta cara-cara pengen-daliannya untuk menjamin kea-manan pangan.

Alat yang dapat digunakan untuk memperkirakan potensi bahaya dan menentukan sistem pengen-dalian yang berfokus pada pen-cegahan terjadinya bahaya.

Dengan demikian jelas bahwa HACCP bukan merupakan sistem yang hanya mengandalkan pada pengujian produk akhir.

Sistem HACCP adalah yang mengakomodasi perubahan-perubahan agar dapat dihasilkan produk pangan yang aman untuk dikonsumsi. Perubahan tersebut dapat meliputi rancangan alat, cara pengolahan, atau penerapan teknologi baru.

HACCP juga dapat diartikan sebagai Konsep yang bisa diterapkan pada seluruh rantai makanan (food chain) dari pro-duksi primer hingga konsumen akhir, dimana penerapannya di-pandu oleh bukti-bukti ilmiah ten-tang resiko terhadap kesehatan manusia.

HACCP adalah suatu sistem pengendalian proses produksi yang didesain untuk mengiden-tifikasi berbagai bahaya yang mungkin terjadi selama penang-anan atau pengolahan, menilai resiko yang terkait dan menen-tukan kegiatan dimana prosedur pencegahan, pengendalian atau penghilangan akan berhasil guna sampai dengan tingkat yang memenuhi persyaratan kesehat-an dalam produksi makanan dan minuman.

HACCP merupakan sistem pilih-an diantara sistem pengelolaan keamanan pangan. Penerapan sistem HACCP harus sesuai de-ngan sistem management kuali-tas, misalnya seri ISO 9000. Keberhasilan penerapan HACCP

Page 99: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Bahaya dan Penentuan Titik Kritis

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 82

memerlukan a) komitmen dan keterlibatan manajemen serta kerja keras; b) pendekatan multidisipliner, termasuk keahlian yang sesuai di bidang agronomi, kesehatan veteriner, produksi, mikrobiologi, obat-obatan, kese-hatan masyarakat, teknologi pa-ngan, kesehatan lingkungan, ki-mia dan rekayasa. HACCP adalah suatu pendekatan sistematik untuk melakukan iden-tifikasi, pengendalian, dan penu-runan bahaya pada bahan atau produk pangan yang dapat mem-bahayakan konsumen. Adapun yang dimaksud bahaya adalah komponen atau faktor fisik, kimiawi, dan biolgis yang apabila tidak dikendalikan akan berpo-tensi menjebabkan sakit atau luka pada manusia. Adapun yang dimaksud dengan analisis potensi bahaya adalah “Proses mengumpulkan dan mengkaji informasi tentang po-tensi bahaya dan kondisi-kondisi yang dapat menyebabkannya. Langkah selanjutnya adalah me-mutuskan cara pencegahan ma-na yang paling berpengaruh ter-hadap keamanan pangan. Adapun yang dimaksud dengan potensi bahaya biologis adalah a) Bakteri patogen (kontaminasi, pertumbuhan, ketahanan) beser-ta toksin-toksin yang dihasilkan-nya; b) virus ; c) jamur dan mikotoksin; d) protozoa. Adapun potensi bahaya kimia adalah : a)

Polutan (logam berat); b) Produk-produk beracun (pestisida, asam, mineral oils, produk-produk yang bocor dari mesin); c) Residu obat-obatan hewan dan pestisida. Sedangkan yang dimaksud dengan potensi bahaya fisik adalah : a) Serpihan gelas atau logam dari mesin atau wadah; b) Benda-benda asing seperti pasir, kerikil atau potongan kayu; c) rambut, tulang, atau bagian tubuh dari serangga dan hewan lainnya.

Tidak semua potensi bahaya yang ada akan menjadi titik kritis. Dengan menggunakan pohon keputusan (decition tree) dapat ditentukan titik kritis pada alur proses. Beberapa konsep kunci yang harus dapat dikemukakan dalam pelaksanaan HACCP antara lain : a) potensi bahaya terhadap keamanan pangan (food safety hazard); b) analisis potensi bahaya (hazard analysis) c) pengendalian yang sangat diperlukan untuk mencegah resi-ko potensi bahaya terhadap kea-manan pangan atau mengura-nginya hingga batas yang dapat diterima dan d) bagian-bagian dari rantai makanan.

Arti dari konsep HACCP beserta dampaknya harus dibahas dalam tim kerja dan dipahami sepenuh-nya oleh setiap anggota tim kerja HACCP sebelum merencanakan dan membuat sistem HACCP dalam usaha dibidang pangan. Konsep tersebut juga harus dija-dikan pegangan utama pada seluruh tahapan pengembangan

Page 100: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Bahaya dan Penentuan Titik Kritis

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 83

sistem, penerapan dan verifikasi-nya. Pemahaman para anggota tim HACCP terhadap konsep-konsep tersebut HACCP akan membantu penerimaan sistim HACCP dengan akurasi lebih baik dalam sistem HACCP da-lam usaha pengolahan pangan. 7.4. Tujuan HACCP Penerapan HACCP adalah untuk menunjukkan letak potensi bahaya yang berasal dari bahan pangan dengan tujuan melin-dungi kesehatan konsumen. Letak potensi bahaya berhubu-ngan dengan jenis bahan pangan yang diolah. Untuk mencapai tujuan tersebut, HACCP harus menjadi dasar analisis potensi bahaya dan ditujukan untuk pencegahan, penghilangan atau pengurangan potensi bahaya keamanan pangan hingga ke tingkat yang dapat diterima konsumen.

7.5. Pelaksanaan HACCP Penerapan HACCP dapat dilak-sanakan apabila telah melaksa-nakan kelayakan dasar yang meliputi : (a) cara berproduksi yang baik dan (b) penerapan sanitasi.

HACCP pertama kali diterapkan pada makanan oleh Pillsbury Company sebagai bagian dalam upaya menghasilkan makanan bagi program ruang angkasa. Dapat dibayangkan bagaimana

seriusnya apabila astronot mendapatkan makanan busuk di ruang angkasa. Jadi Pillsbury mengembangkan sistim untuk menduga dan mencegah masa-lah yang dapat mempengaruhi keamanan pangan selama pe-ngolahan dan penanganan.

Sistim HACCP mampu meng-identifikasi masalah-masalah po-tensial dalam keamanan pangan dan membuat metode untuk mengendalikan setiap bahaya yang mungkin. Dengan demikian pengujian keamanan makanan tidak perlu dilakukan, karena sistem HACCP telah mencegah masalah keamanan pangan. Catatan mengenai hasil pelak-sanaan HACCP dibuat untuk memastikan pekerjaan pengon-trolan.

HACCP tidak mengatasi timbul-nya masalah tetapi mencegah-nya. Upaya pencegahan dapat dilihat dari pemisahan antara bahan baku dengan produk akhir selama penyimpanan, penggu-naan sumber air yang berserti-fikat, kalibrasi timbangan dan penggunaan truk yang memiliki fasilitas pendingin.

Dengan penerapan HACCP memungkinkan memprediksi po-tensi bahaya dan mencegahnya sebelum terjadi. Potensi bahaya tidak boleh ditentukan berda-sarkan hanya dari hasil peme-riksaan rutin pada bagian tertentu dan mengontrol potensi bahaya.

Page 101: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Bahaya dan Penentuan Titik Kritis

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 84

Prinsip utama dari pelaksanaan HACCP adalah menganalisis ba-haya dan menentukan titik kritis dari bahaya tersebut, sehingga dapat diambil tindakan pencega-hannya. Ada dua belas tahapan pelaksanaan HACCP yang dapat dibagi dua tahap, yaitu lima tahapan pertama merupakan tahap persiapan dan 7 tahap berikutnya adalah tahap analisis. Adapun tahapan pelaksanaan HACCP tersebut adalah : Tahap-an 1 : Menyusun tim HACCP; Tahapan 2 : Mendes-kripsikan produk; Tahapan 3 : Mengidenti-fikasi tujuan penggunaan produk; Tahapan 4 : Menyusun alur proses; Tahapan 5 : Mengkonfir-masi alur proses di lapang; Tahapan 6 : Menyusun daftar yang memuat semua potensi bahaya yang berhubungan pada masing-masing tahapan, melaku-kan analisis potensi bahaya dan mencari cara untuk mengendali-kan potensi bahaya yang telah diidentifikasi; Tahapan 7 : Me-nentukan titik-titik pengendalian kritis (CCP); Tahapan 8 : Menentukan batas-batas kritis untuk masing-masing CCP; Tahapan 9 : Menentukan suatu sistem pengawasan untuk ma-sing-masing CCP; Tahapan 10 : Menentukan upaya-upaya perba-ikan; Tahapan 11 : Menyusun prosedur verifikasi; Tahapan 12 : Menyusun dokumentasi dan pe-nyimpanan catatan.

7.5.1. Tahap Persiapan dan Pelaksanaan HACCP

Tahapan yang dilakukan dalam persiapan penerapan HACCP adalah :

7.5.1.1 Menyusun tim HACCP Tim ini harus dipilih oleh pihak manajemen (komitmen pihak manajemen adalah syarat paling awal yang harus ada untuk mensukseskan penerapan pro-gram HACCP). Tahap ini meli-puti kegiatan perencanaan peng-organisasian, dan pengidentifi-kasian sumber-sumber daya. Untuk memformalkan tim, dise-diakan dokumen pembentukan tim (Gambar 7.1)

Dalam pembentukan tim HACCP harus dijamin bahwa personil dengan pengetahuan dan keahlian spesifik produk tertentu cukup tersedia. Tim HACCP terdiri dari personil yang bertang-gungjawab dan terlibat langsung dalam unit proses.

Dengan berlandaskan pengeta-huan yang memadai tentang HACCP, tim ini merancang pro-gram yang akan dilaksanakan. Apabila dalam pembuatan pro-gram ini timbul masalah yang tidak dapat diselesaikan, tim ini dapat meminta saran dari tenaga ahli di luar tim.

Dalam pembentukan tim HACCP ini harus diidentifikasi juga ling-kupnya. Lingkup tersebut harus menggambarkan segmen mana saja dari alur proses yang terlibat dan penjenjangan secara umum

Page 102: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Bahaya dan Penentuan Titik Kritis

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 85

dari bahaya-bahaya apa yang dimaksudkan. Apakah meliputi semua jenjang bahaya atau hanya jenjang tertentu saja.

Ada dua pekerjaan yang harus dilakukan dalam menyusun tim HACCP, yaitu (1). Mendefinisikan dan mendokumentasi kebijakan keamanan pangan. Tahap ini sangat disarankan sehingga pi-hak manajemen perusahaan da-pat menunjukkan komitmennya terhadap keamanan pangan dan pengembangan sistem HACCP. Kebijakan yang dikatakan secara oral harus didefinisikan terlebih dahulu dan didokumentasikan. Demikian pula dengan tujuan dan komitmen manajemen perusaha-an terhadap keamanan produk. Kebijakan tersebut harus difokus-kan pada keamanan dan higienis bahan pangan dan harus disesu-aikan dengan harapan dan kebu-tuhan konsumen. (2). Mende-finisikan lingkup rencana HACCP. Lingkup kerja yang direncanakan oleh tim HACCP harus terdefinisi secara baik sebelum memulai studi HACCP. Setiap anggota tim diberi kesempatan untuk mempelajari dan memberikan masukannya terhadap lingkup kerja tersebut.

Dalam pembuatan lingkup kerja, tim HACCP sebaiknya :

1) Membatasi studi pada produk atau proses tertentu;

2) Mendefinisikan jenis potensi bahaya yang akan diamati;

3) Mendefinisikan bagian rantai makanan yang akan dipelajari

Tujuan akhir perusahaan adalah memiliki sistem HACCP yang berhubungan dengan a) semua keseluruhan produk; b) semua tahapan proses produksi; c) se-mua potensi bahaya yang mungkin terjadi. Dalam praktek-nya, perusahaan harus mampu menentukan prioritas dalam fung-si resiko dan sumberdaya yang tersedia. Dengan kata lain pe-rusahaan harus menentukan prio-ritas yang hendak dicapainya dengan mempertimbangkan sum-berdaya yang dimiliki dan resiko yang mungkin dialami. Dalam mendefinisikan tujuan sebaiknya perusahaan tidak terlalu ambisi-us.

Pada dasarnya, metode HACCP bertujuan untuk mengendalikan semua potensi bahaya yang mungkin terjadi selama proses produksi. Namun demikian, kare-na alasan-alasan praktis, studi HACCP yang dilakukan dapat dibatasi terhadap sebuah kelom-pok potensi bahaya (fisik, kimia, atau biokimia), bahkan dibatasi lebih spesifik lagi hingga satu potensi bahaya (misalnya Liste-ria) saja. Oleh karena itu, disa-rankan untuk membuat daftar mengenai potensi bahaya yang mungkin terjadi. Selanjutnya de-ngan mempertimbangkan resiko yang akan dihadapi dan sumber-daya yang dimiliki, tim HACCP dapat memilih potensi bahaya

Page 103: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Bahaya dan Penentuan Titik Kritis

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 86

mana yang akan menjadi perha-tian utamanya.

Kesuksesan studi HACCP ini ter-gantung pada: (a) pengetahuan dan kompetensi anggota-anggota tim terhadap produk, proses dan potensi bahaya yang perlu diper-hatikan; (b) pelatihan yang sudah mereka jalani tentang prinsip-prinsip metode ini; dan (c) kom-petensi pelatih.

Tergantung pada kasusnya, tim ini bisa terdiri dari 4-10 orang yang menguasai proses produksi dan potensi bahaya yang hendak diperhatikan. Sebagai acuan, tim HACCP ini terdiri dari pemimpin produksi, quality control, bagian teknis dan perawatan.

Pada beberapa tahapan studi, tim ini dapat dilengkapi dengan kompetensi-kompetensi yang lain seperti marketing, penelitian dan pengembangan (R&D). Pembeli-an, pemesanan/ launching, iklan, undang-undang dst. Sesuai de-ngan kebutuhan, seorang ahli teknis (internal maupun ekster-nal) atau spesialis pada masalah yang sedang dipelajari bisa dili-batkan sebagai anggota tim.

Sumberdaya harus didefinisikan setepat mungkin. Sumberdaya dapat berupa (waktu untuk rapat, biaya pengujian, biaya sumber informasi, biaya konsultan ahli dari luar).

Frekuensi rapat tergantung pada rangkaian tujuan dan ketersedia-an. Sebaiknya rapat dilakukan

dalam jangka waktu kurang dari 2-3 minggu sekali.

Perencanaan dan tujuan dari akhir program harus didefinisikan sejak awal studi dan sistem pelaporan hasil kerja dari tim HACCP harus disusun. Segera setelah tahap pendahuluan ini dilakukan, tim harus memiliki informasi dasar tentang potensi bahaya yang telah dipertimbang-kan dan diproses.

Tanggung jawab dan wewe-nang dari setiap anggota tim harus didefinisikan dan didoku-mentasikan dengan memperha-tikan jaminan keamanan pangan.

7.5.1.2 Mendeskripsikan produk Untuk mendapatkan hasil kerja HACCP yang maksimal, ada program-program yang harus dilaksanakan. Aturan dasar yang harus diamati adalah ketika akan menerapkan HACCP dalam suatu industri pangan, langkah pertama yang harus dilakukan adalah meninjau program yang sudah dilaksanakan. Peninjauan ini dimaksudkan untuk melakukan pemeriksaan apakah seluruh

persyaratan yang diperlukan dalam penerapan HACCP telah dipenuhi. Akan lebih baik apabila dilengkapi dengan tindakan pengendalian dan dokumentasi. Dokumentasi dapat berupa deskripsi program, orang-orang yang berwenang dan catatan

Page 104: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Bahaya dan Penentuan Titik Kritis

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 87

pengawasan yang telah dilakukan sebelumnya. Program tersebut dapat menjadi dasar

dalam mengembangkan suatu pendekatan HACCP.

Studi HACCP Judul1 Formulir 1

LINGKUP STUDI :

Produk / proses : ......................................................................................

Potensi Bahaya yang Dituju : ............................................................ ..................................................................................................................

Bagian dari rantai makanan yang dituju : ................................................

..................................................................................................................

TUJUAN : ................................................................................................

..................................................................................................................

KOMPOSISI TIM

Nama

1. .................................................

2. .................................................

3. .................................................

4. .................................................

5. .................................................

Posisi

.......................................................

.......................................................

.......................................................

.......................................................

.......................................................

TANGGAL DIMULAINYA STUDI HACCP ../ ../ 2008

TANGGAL TARGET ../ ../ 2008

KOMENTAR :

Tugas yang diberikan pada anggota tim, deadline penyerahan dokumen pertama, tanggal pertemuan berikutnya 6 bulan berikutnya, dan seterusnya.

DISTRIBUSI :

Tandatangan Manajemen

1)Judul harus berisi petunjuk yang jelas tentang nama produk yang menjadi fokus studi

European Committee for Standardisation. 2004.

Gambar 7.1. Dokumen untuk memformalkan penentuan tim HACCP

Page 105: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Bahaya dan Penentuan Titik Kritis

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 88

Program yang harus dijalankan terlebih dahulu adalah tahapan umum dan atau prosedur yang mengendalikan kondisi operasi dalam suatu perusahaan yang memungkinkan untuk mengelola kondisi lingkungan agar mendu-kung untuk memproduksi makan-an yang aman. Tahapan tersebut misalnya : a. Perancangan tempat dan per-

alatan b. Penyimpanan dan transporta-

si bahan atau produk pangan c. Pencatatan seluruh kegiatan

pada alur proses d. Catatan kesehatan dan kese-

lamatan karyawan

Panduan Codex mensyaratkan bahwa sebelum dilakukan pene-rapan HACCP ke sektor apapun juga dalam rantai makanan, sektor tersebut harus beroperasi sesuai dengan : a) Prinsip-prinsip Umum Codex untuk Higiene Pa-ngan; b) Pedoman Praktis Codex; dan 3) Peraturan Keamanan Pangan.

Keuntungan yang akan diperoleh bila sebelum penerapan HACCP, perusahaan sudah beroperasi sesuai prinsip Codex antara lain : a. Jika dalam program yang

disyaratkan tersebut ada hal yang tidak dilakukan dengan cukup, maka titik pengenda-lian kritis tambahan harus di-identifikasi, diawasi dan dipe-lihara dalam rencana HACCP yang bersangkutan.

b. Pelaksanaan program penda-huluan akan mempermudah tim dalam menyusun rencana pelaksanaan HACCP dan menjamin bahwa integritas rencana HACCP dapat dipe-lihara.

c. Semakin banyak titik-titik pe-ngendalian kritis yang ada akan semakin sulit pengelo-laan sistem HACCP.

d. Dalam kondisi lingkungan yang tidak stabil, CCP tidak dapat dikendalikan secara efektif.

Identifikasi yang dilakukan oleh tim HACCP terhadap produk bertujuan untuk mengetahui lebih rinci mengenai komposisi, kom-ponen, spesifikasi, kemasan, kondisi penyimpanan, ketahanan simpan, distribusi produk dan lain sebagainya.

Uraian lengkap dari produk harus dibuat, termasuk informasi me-ngenai : a) komposisi; b) struktur fisik / kimia, termasuk Aw, pH dan lainnya; c) perlakuan yang dibe-rikan, misalnya pemanasan, pem-bekuan, penggaraman, penga-sapan dan lainnya; d) pengemas-an; e) kondisi penyimpanan; dan f) daya tahan; serta g) metode pendistribusiannya.

Menurut Codex Alimentarius, uraian lengkap dari produk ini berhubungan dengan prioritas produk akhir. Uraian produk akan menjelaskan:

Page 106: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Bahaya dan Penentuan Titik Kritis

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 89

a. Karakteristik umum, antara lain komposisi, volume, struk-tur, dstnya

b. Struktur fisikokimia antara lain pH, aktivitas air, jumlah dan jenis kurator, atmosfir termo-difikasi

c. Bahan pengemas yang digu-nakan dan cara pengemasan

d. Kondisi penyimpanan, infor-masi tentang pelabelan dan instruksi untuk mempertahan-kan masa simpan produk pa-ngan, misalnya suhu, batas umur simpan dan cara peng-gunaannya.

e. Kondisi distribusi produk pa-ngan

f. Kondisi penggunaan produk pangan oleh konsumen

Pada prakteknya, informasi ini juga perlu dikumpulkan untuk bahan mentah dan bahan baku (Gambar 7.2), produk antara dan produk yang harus diproses ulang jika bahan-bahan tersebut memiliki karakteristik tertentu (Gambar 7.3).

Informasi mengenai karaktersitik yang dapat berpengaruh terha-dap potensi bahaya yang sudah ditentukan akan dikumpulkan. Informasi tersebut berupa suhu pengawetan atau aktivitas air yang berhubungan dengan bak-teri

Tahapan ini sangat penting. Tuju-annya adalah untuk mengumpul-kan informasi yang dapat dian-dalkan tentang suatu produk, komposisi, perilaku, umur sim-pan, tujuan akhir, dan sebagai-nya. Keraguan akan informasi pH, Aw dan sebagainya harus dihilangkan pada tahapan studi ini. Bila perlu lakukan percobaan dan pengujian. Data yang dikum-pulkan akan digunakan pada pelaksanaan studi HACCP, ter-utama untuk melengkapi Tahap 6 (analisis potensi bahaya) dan tahap 8 (batas kritis).

7.5.1.3 Mengidentifikasi tujuan penggunaan produk

Identifikasi tujuan penggunaan produk perlu diketahui tim HACCP sehingga dapat ditentu-kan tingkat resiko dari masing-masing produk.

Rencana penggunaan produk harus didasarkan pada kegunaan yang diharapkan oleh pengguna atau konsumen apabila menggu-nakan produk tersebut. Perlu ditentukan secara tegas target grup, yaitu pemakai akhir dari produk tersebut. Beberapa con-toh target grup antara lain bayi, orang dewasa, lanjut usia. Anak-anak, remaja, ibu hamil juga merupakan contoh target grup. Pada kasus-kasus tertentu peng-gunaan produk oleh populasi yang sensitif harus dipertim-bangkan.

Page 107: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Bahaya dan Penentuan Titik Kritis

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 90

STUDI HACCP Judul Formulir 2.1

DESKRIPSI BAHAN MENTAH / BAHAN BAKU

NAMA (Bhn mentah/bhn baku) ................................................................

DESKRIPSI / SUPPLIER ................................................................

KONDISI TRANSPORTASI ...............................................................

PENGEMASAN ...............................................................

PERLAKUAN ...............................................................

% digunakan dalam proses ...............................................................

KARAKTERISTIK NILAI BUKTI DOKUMEN, CATATAN

KARAKTERISTIK UMUM

1. pH

2. Aw

3. Penerimaan To(oC)

4. Penyimpanan To(oC)

5. Tanggal Kadaluarsa

………….

………….

………….

………….

………….

……………………………………

……………………………………

……………………………………

……………………………………

……………………………………

KARAKTERISTIK KEAMANAN PANGAN SPESIFIK UNTUK PENGOLAH

1. Konsentrasi dalam produk akhir

2. Kriteria mikrobiologis

3. .

4. Kontaminan

5. .

………….

………….

………….

………….

………….

……………………………………

……………………………………

……………………………………

……………………………………

……………………………………

Dibuat oleh :

Diperiksa oleh :

Tanggal

Tanggal

Tanda Tangan

Tanda Tangan

European Committee for Standardisation. 2004.

Gambar 7.2. Formulir untuk bahan mentah dan bahan baku

Page 108: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Bahaya dan Penentuan Titik Kritis

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 91

STUDI HACCP Judul Formulir 2.2

DESKRIPSI PRODUK ANTARA / PRODUK AKHIR

NAMA ................................................................

KOMPOSISI/FORMULA ................................................................

PERLAKUAN ...............................................................

% digunakan dalam proses ...............................................................

KARAKTERISTIK NILAI BUKTI DOKUMEN, CATATAN

6. pH

7. Aw

8. Konsentrasi pada produk akhir

9. Kriteria Mikrobiologi

10. Kontaminan

11. Pengawet

12. Bahan pembantu pengolahan (processing aid)

………….

………….

………….

………….

………….

………….

………….

……………………………………

……………………………………

……………………………………

……………………………………

……………………………………

……………………………………

……………………………………

PELABELAN :

KONDISI PENGGUNAAN DI TEMPAT (khusus produk antara) :

KONDISI PENYIMPANAN DI LOKASI :

KONDISI DISTRIBUSI

Dibuat oleh :

Diperiksa oleh :

Tanggal

Tanggal

Tanda Tangan

Tanda Tangan

European Committee for Standardisation. 2004.

Gambar 7.3. Formulir untuk produk antara dan produk akhir

Page 109: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Bahaya dan Penentuan Titik Kritis

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 92

Tujuan utama dilakukannya iden-tifikasi penggunaan produk ada-lah adalah :

1. untuk mendaftar atau merinci mengenai :

a. umur simpan bahan atau produk pangan yang diha-rapkan,

b. penggunaan produk seca-ra normal oleh konsumen

c. petunjuk penggunaan atau saran penyajian

d. penyimpangan yang da-pat diduga dan masih ma-suk akal.

e. Kelompok dari konsumen yang dituju dan diharap-kan akan menggunakan produk tersebut.

f. Populasi konsumen yang mungkin sensitif terhadap produk tersebut misalnya lansia, orang sakit, bayi, wanita hamil, orang yang mengalami masalah de-ngan kekebalan tubuh, dan sebagainya.

2. Untuk menentukan konsisten-si petunjuk penggunaan de-ngan kondisi penggunaan yang sesungguhnya; yaitu memverifikasi keterandalan informasi dan menerapkan rencana percobaan. Perco-baan tersebut dapat dilakukan melalui pengujian, pengu-kuran, jajak pendapat dan sebagainya.

3. Untuk memastikan bahwa pe-tunjuk pelabelan produk akhir sesuai dengan peraturan yang dibuat.

4. Jika dipandang perlu, dapat juga memberi usulan menge-nai modifikasi petunjuk peng-gunaan. Usulan mengenai pembuatan produk atau pro-ses yang baru juga dapat disampaikan untuk menjamin keamanan konsumen. Selain hal tersebut juga disarankan untuk menguji kejelasan dan kemudahan akses petunjuk penggunaan produk yang di-hasilkan.

Dokumen yang memuat petunjuk penggunaan produk sangat ber-manfaat pada saat melakukan kegiatan tahap 6 dan 8 dari prosedur HACCP. Keterandalan keseluruhan sistem akan tergan-tung pada ketepatan data yang akan dikumpulkan pada Tahap 3 ini. Dengan demikian dokumen ini harus dapat : 1) menunjukkan bahwa tim HACCP telah benar-benar memperhatikan proses pengumpulan dan pengkajian ulang informasi tentang petunjuk penggunaan oleh konsumen; 2) memberi gambaran mengenai ke-pedulian tim HACCP terhadap keamanan konsumen; dan 3) berisi referensi yang dapat digu-nakan untuk melakukan penguji-an, studi dan hasil analisa yang mendukung informasi yang dibe-rikan oleh dokumen yang dise-butkan tadi.

Page 110: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Bahaya dan Penentuan Titik Kritis

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 93

STUDI HACCP JUDUL FORMULIR 3

TUJUAN PENGGUNAAN PRODUK

NAMA PRODUK : ....................................................................................

KONDISI PENYIMPANAN YANG DISARANKAN :

Sarana Penyimpanan yang dimiliki oleh Distributor :

Sarana Penyimpanan yang dimiliki oleh Konsumen :

PETUNJUK PENGGUNAAN :

PENGGUNAAN YANG DIHARAPKAN OLEH KONSUMEN

TARGET POPULASI KONSUMEN :

KONSUMEN LAIN YANG MUNGKIN IKUT MENGGUNAKAN :

KOMENTAR :

Dibuat oleh :

Tanggal

Tanda Tangan

Diperiksa oleh :

Tanggal

Tanda Tangan

European Committee for Standardisation. 2004.

Gambar 7.4. Formulir untuk mengumpulkan informasi tentang petunjuk penggunaan produk

Page 111: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Bahaya dan Penentuan Titik Kritis

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 94

Selain hal tersebut juga disaran-kan untuk menguji kejelasan dan kemudahan akses petunjuk peng-gunaan produk yang dihasilkan (Gambar 7.4).

7.5.1.4 Menyusun diagram alir

Pembuatan alur proses adalah tahapan sangat penting. Proses-nya sulit karena alur proses memerlukan pembahasan men-dalam dari seluruh anggota tim HACCP. Alur proses harus men-cakup seluruh tahapan dalam proses produksi yang telah ditentukan dalam tahap sebe-lumnya dari rencana HACCP. Alur proses menyajikan tahapan-tahapan operasi yang saling berkesinambungan. Alur proses akan mengidentifikasi tahapan-tahapan proses yang penting mulai dari penerimaan bahan baku menjadi produk akhir. Rincian yang tersedia harus cukup rinci dan berguna untuk tahapan analisis potensi bahaya. Harus ada kesetimbangan antara keinginan untuk mencantumkan terlalu banyak tahapan dan keinginan untuk menyederhana-kan secara berlebihan, sehingga rencana yang dihasilkan menjadi kurang akurat dan kurang dapat diandalkan.

Pada saat menyusun alur proses kemungkinan ada kesulitan dalam membuat definisi dari tahapan proses. Seberapa jauh proses tersebut harus dibagi dalam tahapan-tahapan proses tersendiri. Pembagian tahap

proses yang tepat akan memu-dahkan analisis potensi bahaya.

Alur proses disusun dalam suatu diagram secara sederhana, leng-kap, dan jelas menguraikan pro-ses. Alur proses harus menje-laskan mengenai bahan baku, tahap pengolahan dan penge-masan, serta mencakup data yang diperlukan untuk analisis bahaya, termasuk informasi me-ngenai kemungkinan terjadinya kontaminasi.

Peranan alur proses sangat besar dalam penentuan bahaya dan penentuan titik kritis. Semua tahapan produksi harus tercan-tum dalam alur proses. Hal ini untuk mencegah timbulnya ma-salah yang tidak dapat dikenda-likan.

Bila HACCP akan diterapkan hanya pada beberapa bagian tertentu dari alur proses, maka harus dipertimbangkan tahapan sebelum dan sesudah bagian tersebut.

7.5.1.5 Mengkonfirmasi alur proses di lapang

Sebagai penyusun alur proses tim HACCP harus mengkonfirma-sikan alur proses dengan semua tahapan dan jam pelaksanaan. Verifikasi lapangan dimaksudkan untuk melakukan penyesuaian alur proses dengan kondisi di lapangan. Satu persatu kegiatan yang tercantum di dalam alur proses diperiksa di lapangan.

Page 112: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Bahaya dan Penentuan Titik Kritis

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 95

Bila terdapat perbedaan, segera dilakukan koreksi sampai diperoleh kesepakatan dalam proses. Bila tidak bisa dikoreksi, tim dapat melakukan perubahan alur proses.

7.5.2. Tahap Analisis

Pelaksanaan HACCP 7.5.2.1 Menyusun daftar Menyusun daftar yang memuat semua potensi bahaya yang berhubungan pada masing-ma-sing tahapan, melakukan analisis potensi bahaya dan mencari cara untuk mengendalikan potensi ba-haya yang telah diidentifikasi.

Menurut Panduan Codex, analisis potensi bahaya adalah : Proses mengumpulkan dan mengkaji in-formasi tentang potensi bahaya dan kondisi-kondisi yang dapat menyebabkannya untuk kemudi-an memutuskan mana yang pa-ling berpengaruh nyata terhadap keamanan pangan dan dengan demikian harus dimasukkan da-lam rencana HACCP.

Analisis bahaya merupakan taha-pan penting dalam perencanaan penerapan HACCP. Anggota tim HACCP harus mengenal potensi bahaya biologis yang paling umum; misalnya berdasarkan asal bahan pangan dan masalah kesehatan yang berhubungan dengannya. Contoh lain adalah keberadaan bahan pangan yang sudah terancam bahaya kebera-daan mikroba patogen yang ber-kaitan dengan kontaminasi, per-

tumbuhan, dan ketahanannya, beserta toksin-toksin yang diha-silkannya.

Potensi bahaya kimia pada ba-han pangan dapat berupa bahan pangan yang seringkali terkena kontaminasi, cara kontaminasi, polutan logam berat atau se-nyawa kimia dari produk beracun seperti pestisida, asam, senyawa dari dari mesin yang bocor, serta residu obat-obatan hewan dan pestisida.

Potensi bahaya fisik yang umum terjadi pada bahan pangan dapat berupa adanya serpihan gelas atau logam dari mesin atau wa-dah dan benda asing seperti pa-sir, kerikil atau potongan kayu, perusakan oleh panas dan seba-gainya.

Tahapan pembuatan alur proses diawali dengan membuat diagram yang detil yang berisi operasi-operasi dasar proses tersebut. Langkah kedua adalah memper-timbangkan urutan operasi-ope-rasi dasar untuk menentukan apakah ada beberapa operasi dasar dapat dikelompokkan kem-bali dalam sebuah tahapan pro-ses. Untuk melakukan pengelom-pokan, pertimbangkan urutan berikutnya dan definisikan berapa banyak tahapan yang harus disebutkan dalam diagram alir. Bila ada beberapa operasi dasar yang dapat dikelompokan menjadi satu tahapan, berilah nama tahapan tersebut, misalnya Penerimaan bahan pangan, Pencucian bahan pangan, Sortasi

Page 113: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Bahaya dan Penentuan Titik Kritis

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 96

bahan pangan, Pembekuan bah-an pangan, Pengemasan, Pela-belan, atau Penyimpanan semen-tara.

Bila mana perlu, dapat ditambah-kan informasi pelengkap berupa : 1) Masukan selama proses

berlangsung : Masukan dapat berupa bahan men-tah, bahan baku, atau pro-duk antara selama proses

2) Karakteristik pada tiap pro-ses. Karakteristik yang di-maksud dapat berupa para-meter atau kendala. Karak-teristik dapat berupa :

a. Urutan,

b. Aliran internal, termasuk tahap daur ulang

c. Parameter waktu dan suhu

d. Kondisi antar muka, yaitu perubahan dari satu tahap ke tahap yang lain.

3. Kontak produk dengan ling-kungan. Kontak tersebut da-pat berupa kemungkinan ter-jadinya kontaminasi dan atau kontaminasi silang.

4. Prosedur pembersihan, disin-feksi.

5. Kondisi penyimpanan dan dis-tribusi untuk peralatan atau produk

6. Petunjuk bagi konsumen me-ngenai penggunaan produk.

Selain alur proses, perlu juga dibuat skema pabrik untuk menggambarkan aliran bahan baku dan lalu lintas pekerja selama menghasilkan produk yang sedang dipelajari. Diagram tersebut harus berisi aliran seluruh bahan baku dan bahan pengemas mulai dari saat bahan-bahan tersebut diterima, disimpan, disiapkan, diolah, dikemas/digunakan untuk menge-mas, disimpan kembali hingga didistribusikan. Alur proses pekerja harus meng-gambarkan pergerakan pekerja di dalam pabrik termasuk ruang ganti, ruang cuci dan ruang makan siang. Lokasi tempat cuci tangan dan cuci kaki (jika ada) juga harus dicatat. Skema ini harus dapat membantu mengidentifikasi wilayah yang memungkinkan terjadinya konta-minasi silang di dalam proses produksi. Diantara semua informasi yang harus dikumpulkan, informasi-informasi berikut ini wajib diperoleh:

1. Bangunan : sifat, konstruksi, pengaturan

2. Sifat, fungsi dan jumlah ta-hapan proses

3. Kemungkinan terdapatnya wi-layah yang dilindungi

4. Sifat sambungan dan peralat-an

Page 114: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Bahaya dan Penentuan Titik Kritis

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 97

STUDI HACCP JUDUL FORMULIR 4.1

DIAGRAM ALIR PROSES

NAMA PRODUK / PRODUK ANTARA

Dibuat oleh : Tanggal Tanda Tangan

Diperiksa oleh : Tanggal Tanda Tangan

European Committee for Standardisation. 2004.

Gambar 7.5. Formulir diagram alir

Input A Input B Input C Input D

STEP 11 STEP 5 STEP 7

STEP 9

STEP 10

STEP 13

STEP 12

STEP 14

STEP 1

STEP 2 STEP 6

STEP 3

STEP 4

STEP 5

STEP 15

Deskripsi/Nama

Info Proses

(To, Waktu, pH…)

Page 115: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Bahaya dan Penentuan Titik Kritis

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 98

5. Aliran internal :

a. Gerakan udara

b. Penggunaan air

c. Pergantian staff

Identifikasi adanya bahaya dapat dilakukan pada setiap tahapan dalam proses. Tim HACCP ha-rus mampu menganalisis bahaya yang ada. Bahaya yang ada harus ditiadakan atau dikurangi hingga batas-batas yang dapat diterima, sehingga produksi pa-ngan tersebut dinyatakan aman.

Penentuan adanya bahaya dida-sarkan pada tiga pendekatan, yaitu keamanan pangan, sanitasi, dan penyimpangan secara eko-nomi.

Pendekatan keamanan pangan didasarkan pada karakter fisik, kimia, dan biologis. Pendekatan sanitasi didasarkan pada adanya mikroba patogen, bahan pence-mar, atau fasilitas sanitasi. Pe-nyimpangan secara ekonomi di-dasarkan adanya penipuan atau penggunaan bahan yang tidak dibenarkan atau tidak sesuai de-ngan alur proses. Tindakan ilegal atau penyelewengan yang da-pat merugikan konsumen, se-perti pemalsuan bahan baku, penggunaan bahan tambahan secara berlebihan, berat tidak sesuai dengan label, overglazing dan jumlah yang kurang dalam kemasan

Adapun yang dimaksud bahaya adalah segala macam aspek mata rantai produksi pangan yang tidak dapat diterima karena merupakan penyebab timbulnya masalah keamanan pangan. Ba-haya keamanan pangan tersebut meliputi keberadaan yang tidak dikehendaki dari pencemar bio-logis (Gambar 7.6.), kimiawi, atau fisik pada bahan mentah. Baha-ya biologis termasuk bakteri, vi-rus atau parasit berbahaya, se-perti Salmonella, hepatitis A dan Tricinella. Demikian pula dengan kandungan senyawa kimia dalam bahan baku pangan, keberadaan potongan tubuh serangga, ram-but, atau filth.

Pertumbuhan atau kelangsungan hidup mikroba dan hasil perubah-an kimiawi yang tidak dikehen-daki (misalnya nitrosamin) pada produk antara atau jadi, atau pada lingkungan produksi; atau kontaminasi atau kontaminasi silang (cross contamination) pada produk antara atau jadi, atau pada lingkungan produksi.

Menurut National Advisory Co-mmitee on Microbiology Criteria for Food, bahaya biologis dapat dikelompokkan menjadi :

a) Bahaya A, yaitu bahaya yang dapat menyebabkan produk yang ditujukan untuk kelompok beresiko menjadi tidak steril. Kelompok beresiko antara lain bayi, lanjut usia, orang sakit atau orang dengan daya tahan tubuh rendah;

Page 116: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Bahaya dan Penentuan Titik Kritis

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 99

STUDI HACCP Judul Formulir 6

IDENTIFIKASI POTENSI BAHAYA BIOLOGIS

Nama Produk :

TULUS SEMUA POTENSI BAHAYA BIOLOGIS YANG BERHUBUNGAN DENGAN BAHAN BAKU, BAHAN MASUK, ALAT BANTU PROSES, ALIRAN PRODUK, DSB

POTENSI BAHAYA BIOLOGIS YANG TERIDENTIFIKASI

UPAYA PENGENDALIAN

Penentuan Resiko

BAHAN BAKU

Bahan mentah dapat mengandung bakteri dan ragi patogen dalam jumlah yang melebihi batas

Pemilihan supplier, pengawasan, pengendalian saat pengiriman dst.

Wadah yang kosong dapat diterima dalam kondisi rusak berat sehingga dapat mengakibatkan kebocoran yang akan menimbulkan kontaminasi pasca proses

Verifikasi prosedur pada tahap penerimaan

Bahan baku kering dapat mengandung spora bakteri, tikus dan kotoran tikus

Pemilihan supplier, pengawasan, pengendalian saat pengiriman dst.

Air dapat mengandung coliform feses Pengolahan air, klorinasi

TAHAPAN PROSES

Penyimpanan bahan mentah : suhu dan RH yang tidak tepat dapat mengakibatkan peningkatan jumlah bakteri (berkembang biak)

Tangki penyimpanan kotor dapat mengakibatkan peningkatan jumlah bakteri (kontaminasi)

Penyimpanan bahan mentah Instruksi kerja no...

Sanitasi

Instruksi kerja no...

Penyimpanan bahan pengemas : Kerusakan fisik dapat mengakibatkan tidak tercapainya target dan ketahanan bakteri patogen

Proses Thermal : proses yang tidak tervalidasi dapat mengakibatkan tidak tercapainya target dan ketahanan bakteri patogen.

Kurangnya kepatuhan terhadap waktu, suhu dan faktor-faktor kritis yang lain pada proses yang telah dijadwalkan dapat mengakibatkan kurangnya proses panas sehingga bakteri patogen bertahan hidup.

Dan seterusnya

Spesifikasi proses termal, Prosedur, cara operasi, dst

European Committee for Standardisation. 2004

Gambar 7.6. Identifikasi potensi Bahaya Biologis

Page 117: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Bahaya dan Penentuan Titik Kritis

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 100

b) Bahaya B, yaitu produk yang mengandung bahan yang sen-sitif terhadap bahaya mikrobio-logis;

c) Bahaya C, yaitu proses yang tidak diikuti dengan langkah pe-ngendalian terhadap mikroba ber-bahaya;

d) Bahaya D, yaitu produk yang terkontaminasi ulang setelah pe-ngolahan dan sebelum pengepa-kan;

e) Bahaya E, yaitu bahaya yang potensial pada penanganan saat distribusi atau penanganan oleh konsumen sehingga menyebab-kan produk menjadi berbahaya apabila dikonsumsi;

f) Bahaya F, yaitu bahaya yang timbul karena tidak adanya pro-ses pemanasan akhir setelah proses pengepakan atau ketika dimasak di rumah.

Berdasarkan tingkat bahaya yang ada, dapat ditentukan tingkat bahaya sebagai berikut :

Kategori 6 : jika bahan pangan mengandung bahaya A atau ditambah dengan bahaya yang lain.

Kategori 5 : jika bahan pangan mengandung lima karakteristik bahaya (B,C,D,E,F).

Kategori 4 : jika bahan pangan mengandung empat karakteristik bahaya (antara B - F).

Kategori 3 : jika bahan pa-ngan mengandung tiga karak-teristik bahaya (antara B - F).

Kategori 2 : jika bahan pa-ngan mengandung dua karak-teristik bahaya (antara B - F).

Kategori 1 : jika bahan pa-ngan mengandung satu ka-rakteristik bahaya (antara B - F).

Kategori 0 : jika tidak terdapat bahaya.

Bahaya kimiawi termasuk bahaya yang disebabkan oleh senyawa kimia yang dapat menyebabkan sakit atau luka karena eksposure dalam waktu tertentu. Beberapa komponen yang dapat menyebabkan bahaya kimia antara lain pestisida, zat pembersih, antibiotik, logam berat, dan bahan tambahan makanan (Gambar 7.7).

Bahaya fisik termasuk kebe-radaan benda asing dalam makanan yang berbahaya bila termakan, seperti potongan kaca, batu atau logam (Gambar 7.8.). Bahaya fisik dapat menimbulkan luka di mulut, gigi patah, tercekik ataupun perlukaan pada saluran pencernaan.

Page 118: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Bahaya dan Penentuan Titik Kritis

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 101

STUDI HACCP Judul Formulir 7

IDENTIFIKASI POTENSI BAHAYA KIMIA

Nama Produk :

TULUS SEMUA POTENSI BAHAYA KIMIA YANG BERHUBUNGAN DENGAN BAHAN BAKU, BAHAN MASUK, ALAT BANTU PROSES,

ALIRAN PRODUK, DSB

POTENSI BAHAYA KIMIA YANG TERIDENTIFIKASI

UPAYA PENGENDALIAN

Penentuan Resiko

BAHAN BAKU

Bahan baku dapat mengandung residu pestisida dan obat-obatan veteriner

Pemilihan supplier, pengawasan, dan

audit

Bahan pengemas dapat terkontaminasi oleh zat pembersih

Air bisa terkontaminasi oleh logam berat atau bahan kimia organik beracun

...

TAHAPAN PROSES

Penyimpanan bahan baku : bisa terkontaminasi oleh bahan non pangan jika letaknya terlalu dekat

Penyimpanan kemasan : bisa terkontaminasi oleh bahan non pangan jika letaknya terlalu dekat

Pengankutan produk semi terolah : residu zat pembersih yang berlebihan bisa mengkontaminasi produk

Pengisian produk akhir : residu zat pembersih yang berlebihan bisa mengkontaminasi produk

European Committee for Standardisation. 2004

Gambar 7.7. Identifikasi potensi Bahaya Kimiawi

Page 119: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Bahaya dan Penentuan Titik Kritis

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 102

Analisis bahaya dilakukan pada setiap tahapan alur proses, misalnya pembelian, pengantar-an, penyimpanan, penyiapan, pemasakan, pendinginan, dan lain-lain. Apakah ada Salmonella pada produk ayam (bahaya biologis), apakah ada deterjen (bahaya kimiawi), atau pecahan gelas (bahaya fisik) dalam makanan.

Sebaiknya kegiatan analisis ba-haya mencakup hal berikut : a) kemungkinan timbulnya bahaya dan pengaruh yang merugikan terbadap kesehatan; b) evaluasi secara kualitatif dan/atau kuan-titatif dari keberadaan bahaya; c) perkembangbiakan dan daya tahan hidup mikroorganisme-mikroorganisme tertentu; d) pro-duksi terus menerus toksin-toksin pangan, unsur-unsur fisik dan kimiawi; dan e) kondisi-kondisi yang memacu keadaan di atas.

7.5.2.2 Menentukan titik-titik pengendalian kritis (CCP) Critical Control Point (CCP) atau titik pengendalian kritis dapat didefinisikan sebagai “Sebuah tahapan dimana pengendalian dapat dilakukan dan sangat penting untuk mencegah atau menghilangkan potensi bahaya terhadap keamanan pangan atau menguranginya hingga ke tingkat yang dapat diterima.” Dengan kata lain, CCP adalah suatu titik, prosedur atau tahapan dimana terlewatnya pengendalian dapat

mengakibatkan resiko yang tidak dapat diterima terhadap keaman-an pangan. Dengan demikian, “Jika suatu potensi bahaya telah diidentifikasi pada suatu tahapan dimana pengendalian diperlukan untuk menjamin keamanan pro-duk, dan tidak ada upaya pe-ngendalian lain yang ada pada tahapan ini, maka produk atau proses tersebut harus dimodi-fikasi pada tahapan tersebut atau pada tahap sebelum atau sesu-dahnya agar potensi bahaya ter-sebut menjadi dapat dikendali-kan.

Setelah diketahui adanya titik ba-haya dalam alur proses, selan-jutnya dilakukan penentuan titik kendali kritis (TKK). Pada tahap ini, semua tahapan proses diiden-tifikasi sehingga dapat ditentukan pada tahapan proses mana bahaya yang ada akan dih-ilangkan atau dikurangi. Untuk mengendalikan bahaya yang sama mungkin terdapat lebih dari satu TKK pada saat pengen-dalian dilakukan.

Penentuan TTK selalu dilakukan pada setiap proses, mulai dari awal proses hingga di konsumsi. Pada setiap tahap tersebut, ditentukan bahaya biologis, kimia, maupun fisik. Penentuan titik kendali kritis dilakukan dengan menggunakan diagram penentu-an CCP.

Page 120: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Bahaya dan Penentuan Titik Kritis

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 103

STUDI HACCP Judul Formulir 8

IDENTIFIKASI POTENSI BAHAYA FISIK

Nama Produk :

TULUS SEMUA POTENSI BAHAYA FISIK YANG BERHUBUNGAN DENGAN BAHAN BAKU, BAHAN MASUK, ALAT BANTU PROSES, ALIRAN PRODUK, DSB

POTENSI BAHAYA FISIK YANG TERIDENTIFIKASI

UPAYA PENGENDALIAN

Penentuan Resiko

BAHAN BAKU

Bahan baku dapat mengandung bahan asing yang berbahaya (HEM/Hazardous Extragenous Material) seperti kaca, logam, plastik dan kayu

Pemilihan supplier, pengawasan, dan audit

Wadah pengemas dapat mengandung HEM

Bahan baku kering dapat mengandung HEM

TAHAPAN PROSES

Penerimaan bahan baku : perlindungan yang tidak cukup terhadap HEM dapat mengakibatkan kontaminasi bahan baku

Penerimaan bahan baku kering : perlindungan yang tidak cukup terhadap HEM dapat mengakibatkan kontaminasi bahan baku

Penyimpanan bahan baku : perlindungan yang tidak cukup terhadap HEM dapat mengakibatkan kontaminasi bahan baku

Penyimpanan bahan baku kering : perlindungan yang tidak cukup terhadap HEM dapat mengakibatkan kontaminasi bahan baku

Penyimpanan kemasan : perlindungan yang tidak cukup terhadap HEM dapat mengakibatkan kontaminasi bahan baku

Wadah pengangkut : rancangan dan perlindungan yang tidak tepat terhadap HEM dapat mengkontaminasi produk

Penghilangan benda asing: pengawasan yang tidak cukup terhadap penghilangan benda asing dapat mengakibatkan kontaminasi benda asing pada produk

......

European Committee for Standardisation. 2004

Gambar 7.8. Identifikasi potensi Bahaya Fisik

Page 121: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Bahaya dan Penentuan Titik Kritis

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 104

Penentuan CCP dilandaskan pada penilaian tingkat keseriusan dan kecenderungan kemunculan potensi bahaya tersebut. Penen-tuan CCP juga didasarkan pada hal-hal yang dapat dilakukan untuk menghilangkan, mencegah atau mengurangi potensi bahaya pada suatu tahap pengolahan.

Pemilihan CCP dibuat berdasar-kan pada : a. Potensi bahaya yang teriden-

tifikasi dan kecenderungan kemunculannya. Hal ini dika-itkan dengan hubungannya terhadap hal-hal yang dapat menimbulkan kontaminasi yang tidak dapat diterima.

b. Operasi dimana produk ter-sebut terpengaruh selama pe-ngolahan, persiapan dan se-bagainya.

c. Tujuan penggunaan produk.

Penentuan CCP dapat dibantu dengan menggunakan pohon ke-putusan (Gambar 7.9). Pene-rapannya harus bersifat lentur, tergantung pada situasi yang diha-dapi. Proses identifikasi CCP sesungguhnya sangat di-bantu oleh pemahaman yang be-nar terhadap pertanyaan-perta-nyaan yang muncul dalam pohon keputusan. Pemahaman ini sa-ngatlah mendasar. Contoh CCP antara lain: pemasakan, pengen-dalian formulasi, pendinginanatau pengemasan.

a) Pemasakan. Bahan mentah yang digunakan sering kali mengandung patogen. Pe-ngawasan pada saat pene-rimaan merupakan titik pe-ngendalian kritis, tergantung pada asal dan penggunaan produk tersebut. Jika ada satu atau lebih tahapan selama pengolahan (misalnya pema-sakan) yang dapat meng-hilangkan atau mengurangi sebagian besar potensi biaya biologis, maka pemasakan akan menjadi CCP.

b) Pengendalian formulasi bisa menjadi CCP. Beberapa ba-han baku mempengaruhi pH atau kadar Aw makanan sehingga dapat mencegah pertumbuhan bakteri. Serupa dengan hal tersebut, penam-bahan garam menciptakan lingkungan yang selektif untuk pertumbuhan mikrobia. Nitrit dalam jumlah yang cukup akan mencegah pertumbuhan spora yang terluka karena panas. Dengan demikian, pada produk-produk tertentu, konsentrasi garam yang cu-kup tinggi serta nitrit dapat dimasukkan sebagai CCP dan diawasi untuk menjamin keamanannya.

c) Pendinginan bisa menjadi CCP pada produk tertentu. Penurunan suhu secara cepat pada makanan yang dipas-teurisasi adalah proses sa-ngat penting. Pasteurisasi ti-dak mensterilkan produk na-mun hanya mengurangi be-

Page 122: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Bahaya dan Penentuan Titik Kritis

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 105

ban bakteri hingga ke tingkat tertentu. Spora yang dapat bertahan pada proses pas-teurisasi akan tumbuh jika proses pendinginan yang tidak tepat atau tidak cukup dingin selama penyimpanan. d) pengemasan pangan siap santap sangat sensitif terha-dap mikroba. Dengan demiki-an, praktek-praktek higienis tertentu mungkin harus diang-gap sebagai CCP.

Potensi bahaya yang tidak se-penuhnya menjadi sasaran pro-gram pendahuluan akan ditinjau ulang dengan menggunakan po-hon keputusan HACCP pada tahapan proses dimana potensi bahaya tersebut berada.

Pohon keputusan memiliki 4 pertanyaan yang disusun secara berurutan dan dirancang untuk menilai secara obyektif CCP yang ada dan tahapan proses mana yang diperlukan untuk mengen-dalikan potensi bahaya yang te-lah teridentifikasi. Cara penggu-naan pohon keputusan serta pe-mahaman yang dibuat selama analisis harus dicatat dan dido-kumentasikan. Lembar identifi-kasi CCP (Gambar 7.10.) telah dikembangkan dari pohon kepu-tusan untuk mencatat seluruh informasi yang sesuai.

Formulir berisi informasi ini akan berfungsi sebagai dokumen acu-an dimana seluruh bahan baku dan tahapan proses dengan po-

tensi bahaya yang teridentifikasi dicatat dan didokumentasikan. Pekerja pabrik dan pengawas akan dapat mengacu pada for-mulir ini ketika mengevaluasi me-ngapa proses-proses tertentu ti-dak dimasukkan sebagai CCP. Pengendalian bahaya dilakukan untuk mencegah terjadinya baha-ya atau menguranginya sampai batas aman. Sebagai contoh, pemasakan daging burger pada suhu 70oC selama dua menit untuk membunuh E. Coli dan patogen lain sebanding dengan suhu 75 oC dalam waktu sekejap.

Sterilisasi dapat membunuh mi-kroba patogen kecuali Clostri-dium botulinum. Selanjutnya dari hasil pengujian mikrobiologis diperoleh bahwa keberadaan bakteri patogen menurun menjadi sepuluh koloni. Berdasarkan ba-tas kritis yang hanya 2 koloni, berarti harus dilakukan perbaikan dalam proses sterilisasi.

Batas kritis adalah nilai yang me-misahkan antara nilai yang dapat diterima dengan nilai yang tidak dapat diterima pada setiap CCP. Titik pengendalian kritis dapat berupa bahan mentah/baku, lo-kasi, tahap pengolahan, praktek atau prosedur kerja, namun harus spesifik, misalnya:

1. Tidak adanya pencemar ter-tentu dalam bahan mentah/ baku.

2. Standar higienis dalam ruang-an pemasakan /dapur

Page 123: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Bahaya dan Penentuan Titik Kritis

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 106

European Committee for Standardisation. 2004

Gambar 7.9. Diagram Pohon Keputusan untuk penentuan titik kendali mutu

Q1 : Apakah ada pengendalian yang telah dilakukan ?

Q4 : Apakah tahap berikutnya dapat menghilangkan potensi bahaya yang teridentifikasi hingga ketingkat yang dapat diterima ?

Ya

Tidak

Q2 : Apakah tahap ini dirancang untuk menghilangkan atau mengurangi munculnya potensi bahaya hingga ke tingkat yang dapat diterima ?

Q3 : Mungkinkah kontaminasi dengan potensi bahaya yang teridentifikasi ada pada konsentrasi berlebihan atau dapatkah meningkat hingga ke tingkat yang tidak dikehendaki ?

YaApakah pengendalian pada

tahap ini penting untuk keamanan pangan ?

Ubah

proses, tahapan atau produk

Tidak Bukan CCP

Tidak

Tidak

Tidak

Ya

Ya

Stop

Stop

Bukan CCP Stop

Critical Control Point

Bukan CCP

Page 124: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Bahaya dan Penentuan Titik Kritis

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 107

3. Pemisahan fasilitas yang di-gunakan untuk produk men-tah dan yang untuk produk jadi/masak.

Kriteria yang sering digunakan untuk menentukan batas kritis adalah suhu, waktu, kelembaban, pH, water activity (aw), keasam-an, bahan pengawet, konsentrasi garam, viskositas, adanya zat klorin, dan parameter sensorik.

Jika keberadaan bahaya telah teridentifikasi pada suatu tahap dan diperlukan pengendalian untuk mengatasi bahaya hingga ke tingkat aman. Apabila tidak ada tindakan pengendalian pada tahap tersebut, atau langkah lainnya, maka produk atau proses harus dimodifikasi pada tahap tersebut, atau pada tahap sebe-lum atau sesudahnya dengan memasukkan suatu tindakan pengendalian.

Cara penggunaan pohon keputusan untuk mengidentifikasi CCP adalah dengan menjawab pertanyaan secara berurutan. Jawaban atau keputusan untuk masing-masing operasi pada diagram proses dicatat pada lembar identifikasi CCP. Jawaban harus dikaitkan dengan masing-masing penyebab potensi bahaya yang teridentifikasi.

Pertanyaan Q1 : Apakah ada pengendalian yang telah dila-kukan ? Bila jawabannya TIDAK, ikuti panah selanjutnya. Apabila

jawabannya YA, lanjutkan ke pertanyaan kedua. Pertanyaan 1 harus diinterpretasikan dengan baik oleh operator. Jawaban yang diberikan dapat menen-tukan cara pengendalian potensi bahaya yang teridentifikasi, baik pada tahap proses ini maupun pada tahap yang lain dalam industri pangan tersebut. Jelas-kan jawaban dalam kolom yang sesuai pada lembar identifikasi CCP.

Jika upaya pengendalian tidak ada (pada tahap ini maupun tahap yang lain di dalam proses), maka tim HACCP dapat mengu-sulkan modifikasi proses agar da-pat mengendalikan potensi baha-ya ini. Modifikasi ini harus dapat diterima tim dan diterima oleh departemen dan atau perusa-haan. Upaya pengendalian harus dijelaskan dalam formulir “Potensi Bahaya yang Tidak Dikendalikan oleh Operator” (Gambar 7.11 ).

Pertanyaan Q2 : Apakah tahap ini terutama dirancang untuk meng-hilangkan atau mengurangi mun-culnya potensi bahaya hingga ke tingkat yang dapat diterima ? Bila jawabannya Ya berarti CCP dan bila jawabannya TIDAK, lanjutkan ke pertanyaan ketiga. Adapun pengertian ”dirancang” adalah prosedur dirancang secara khusus untuk mengatasi potensi bahaya yang teriden-tifikasi. Misalnya : tahap sanitasi untuk membersihkan permukaan yang bersentuhan dengan produk

Page 125: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Bahaya dan Penentuan Titik Kritis

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 108

STUDI HACCP Judul Nama Produk Form

8

IDENTIFIKASI CCP Dibuat oleh : ……………… Pada ../../….

Diperiksa oleh : …………… Pada ../../….

Bahan masuk/Tahap proses

Kategori dan

potensi bahaya ter-identifikasi

Q1 Apakah

ada upaya

pengendalian ?

Q2 Apakah tahapan ini

(proses yang dikaji) secara

khusus dirancang

untuk menghilangk

an atau mengurangi

kemungkinan

Q3

Apakah tahapan

ini (proses yang dikaji) secara khusus

dirancang untuk

menghilangkan atau menguran

gi kemungki

nan keberadaa

n suatu potensi bahaya

hingga ke tingkat yang dapat

diterima?

Q4. Apakah tahapan

berikutnya dapat

menghilangkan bahaya yang teridentifikasi

atau mengurangi

kemungkinan adanya potensi

bahaya tersebut

hingga ke tingkat yang

dapat diterima?

Nomor

CCP

Pengiriman bahan mentah

B-patogen

Ya – Perlakuan panas

TIDAK

Ya

Ya-perlakuan panas (jumlah tahapan proses di diagram alir)

European Committee for Standardisation. 2004.

Gambar 7.10. Lembar Identifikasi CCP

Page 126: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Bahaya dan Penentuan Titik Kritis

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 109

STUDI HACCP JUDUL FORMULIR 9

POTENSI BAHAYA YANG TIDAK SEPENUHNYA DIKENDALIKAN OLEH OPERATOR

Nama Produk :

Potensi Bahaya

Bahan Baku bisa mengandung residu pestisida

Ke tahap sebelumnya (kebun), dapat dilakukan :

Pelatihan terhadap orang yang menggunakan pestisida

Pembelian pestisida yang terdaftar untuk petani

Pensyaratan analisis residu pestisida secara berkala

Pengawasan residu pestisida

Bahan baku bisa mengandung enterotoksin yang stabil terhadap pemanasan karena cara penanganan yang tidak sesuai oleh petani

Ke tahap sebelumnya (kebun) dapat dilakukan :

Pelatihan petani untuk menggunakan bahan baku yang sesuai untuk penyimpanan bahan dan penanganan

Memastikan penggunaan alat pendinginan yang sesuai dan efektif

Mengurangi waktu antara pemanenan dan pengiriman

Audit dan pengawasan suplier

Dst.

.....

European Committee for Standardisation. 2004.

Gambar 7.11. Formulir Potensi Bahaya yang Tidak Dikembalikan oleh Operator

Page 127: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Bahaya dan Penentuan Titik Kritis

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 110

Pertanyaan Q3 : Mungkinkan kontaminasi dengan potensi bahaya yang teridentifikasi ada pada konsentrasi yang berlebihan atau dapatkah meningkat hingga ke tingkat yang tidak dikehendaki.

Bila jawabannya tidak berarti bukan CCP. Bila jawabannya YA, lanjutkan ke pertanyaan keempat.

Pertanyaan Q4 : Apakah tahap berikutnya dapat menghilangkan potensi bahaya yang teridenti-fikasi hingga ke tingkat yang da-pat diterima ? Bila jawabannya TIDAK berarti CCP dan bila jawabannya YA berarti bukan CCP.

Bila tahapan ini sudah dapat ditentukan CCP atau bukan CCP, lanjutkan dengan pengamatan pada tahap selanjutnya dari alur proses. Ulangi pertanyaan Q1 sampai Q4.

CCP harus teridentifikasi secara numerik dengan kategori « B », « C », atau « P » untuk potensi bahaya Biologis, Kimia dan Fisik secara berturut-turut. Misalnya, jika CCP yang pertama diiden-tifikasi akan mengendalikan po-tensi bahaya biologis maka CCP tersebut harus ditulis sebagai CCP-1B. Jika CCP kedua mengendalikan potensi bahaya kimiawi maka harus ditulis CCP-2C. Jika CCP yang kelima mengendalikan baik potensi bahaya biologis maupun fisik maka harus ditulis sebagai CCP-5BP, dst. Cara identifikasi ini

dikembangkan untuk mengiden-tifikasi CCP secara terpisah dari penomoran tahapan proses dan dengan cepat memberikan infor-masi kepada pengguna tentang model HACCP; potensi bahaya jenis apa yang harus dikenda-likan pada tahapan proses terten-tu.

Tahapan penentuan titik pengen-dalian kritis (CCP) berisi 3 kegiat-an utama : 1. Menggunakan poh-on keputusan untuk mengiden-tifikasi CCP dan mencatat hasil analisisnya (Gambar 7.9.) 2. Mendaftar CCP pada sebuah do-kumen berjudul Rencana HACCP (Gambar 7.12.). 3. Mengkaji ulang pengendalian potensi ba-haya yang telah diidentifikasi (Gambar 7.13).

7.5.2.3 Menentukan batas –batas kritis untuk masing-masing CCP Dalam dunia pangan, batas kritis didefinisikan sebagai batas anta-ra. Atau dengan kata lain didefi-nisikan sebagai : Sebuah kriteria yang memisahkan konsentrasi yang dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima. Nilai batas kritis harus dispesifikasi dan divalidasi untuk masing-masing CCP. Dalam beberapa hal, lebih dari satu batas kritis harus diterapkan pada suatu tahapan tertentu. Tahapan ini harus memungkinkan untuk dibuat pada masing-masing CCP dari satu atau beberapa batas kritis, berikut pengawasanya yang

Page 128: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Bahaya dan Penentuan Titik Kritis

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 111

menjamin pengendalian CCP. Suatu batas kritis adalah kriteria yang harus diperoleh dengan cara pengendalian yang berhubu-ngan dengan CCP. Batas kritis tersebut dapat berupa suhu, waktu, pH, dsb.

Parameter untuk penyusunan batas kritis harus dipilih sedemiki-an rupa sehingga memungkinkan untuk melakukan tindakan perba-ikan ketika batas kritis terlampaui. Batas kritis bisa berupa serang-kaian faktor seperti suhu, waktu (waktu minimum paparan), di-mensi fisik produk, aktivitas air, kadar air, pH, klorin yang ter-sedia, dsb. Batas kritis juga bisa berupa parameter

Page 129: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Bahaya dan Penentuan Titik Kritis

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 112

RENCANA HACCP Nama Produk Formulir 10

Dibuat oleh : ……………….…pada ../../…. Disetujui oleh : …………………… pada ../../..

Versi / No. Revisi ..... Tanggal : ../../...

Tahapan Proses Nomor CCP

Deskripsi Potensi

Bahaya Batas Kritis Prosedur Pengawasan Tindakan Perbaikan Prosedur Verivikasi Catatan HACCP

Pen

gaw

asan

pen

goso

ngan

wad

ah

CCP-1B Kontaminasi setelah proses akibat wadah yang keliru atau rusak

Spesifikasi wadah dari perusahaan, tidak ada kerusakan yang serius

Pengamatan visual oleh oprator pengosongan pallet

Pengosongan pallet sambil menghilangkan wadah yang keliru, dan rusak+ beritahu bagian QC + operator menahan pallet yang tersisa dan QC memeriksa

Pengamatan visual oleh QC setiap 4 jam

Kosongkan wadah. Kumpulkan catatan.

CCP-1P Kontaminasi setelah proses akibat wadah yang keliru atau rusak

Tidak ada bahan asing lain

Pengamatan visual terus menerus oleh operator pengosongan pallet

Pengosongan pallet menghilangkan wadah dengan bahan asing lain+ beritahu bagian QC + operator menahan pallet yang tersisa dan QC memeriksa

Pengamatan visual oleh QC setiap 4 jam

Kosongkan wadah. Kumpulkan catatan.

...

...

...

...

...

...

...

...

Gambar 7.12. Dokumen Rencana HACCP

Page 130: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Bahaya dan Penentuan Titik Kritis

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 113

sensoris seperti kenampakan (deteksi wadah yang rusak) dan tekstur.

Satu atau lebih batas kritis bisa disusun untuk mengendalikan potensi bahaya yang terident-ifikasi pada suatu CCP tertentu. Misalnya: untuk sandwiches yang dibungkus dalam film dengan pita berwarna. Warna berbeda untuk hari yang berbeda dan disimpan pada penyimpanan dingin (+3°C) sebelum disajikan, titik kritisnya bisa berupa suhu ruang penyimpan dan warna pita. Sekali batas kritis telah ditentukan, maka batas kritis tersebut akan ditulis pada dokumen rancana HACCP bersama dengan des-kripsi tahapan proses, angka CCP dan deskripsi potensi bahaya. Batas kritis bisa berhu-bungan dengan satu atau beberapa karakteristik; fisik, kimia, mikrobiologis atau dari hasil pengamatan selama proses. Batas kritis akan memenuhi peraturan pemerintah, standar perusahaan atau data ilmiah yang lain. Setelah diketahui titik-titik dimana bahaya yang ada dapat diatasi. Langkah selanjutnya adalah menentukan batas toleransi yang tidak boleh dilewati. Misalnya, keberadaan bahaya mikroba patogen di tahap penerimaan bahan baku akan dapat diatasi pada saat proses sterilisasi. Pada tahap ini seharusnya suhu lingkungan selalu tetap rendah.

7.5.2.4 Menentukan sistem pengawasan untuk masing-masing CCP

Sistem Pengawasan adalah sistem pengukuran atau pengawasan yang terjadwal dari suatu CCP relatif dengan batas kritisnya. Pada prinsipnya sistem pengawasan memiliki sifat sebagai berikut : a. Mampu mendeteksi seluruh

penyimpangan yang terjadi dari upaya pengendalian.

b. Mampu untuk memberikan informasi penyimpangan tepat pada waktunya agar dapat dilakukan penyesuaian yang perlu serta tindakan perbaik-an bila mana perlu.

c. Mampu melakukan penyesu-aian sebelum terjadi penyim-pangan. Penyesuaian proses harus dapat dibuat ketika proses pengawasan menun-jukkan suatu trend yang mengarah pada hilangnya pengendalian pada titik-titik kritis.

d. Mampu menerjemahkan data yang dihasilkan ke dalam dokumentasi tertulis sehingga dapat dievaluasi oleh orang yang berwenang dan memiliki pengetahuan serta kekuasan untuk melakukan tindakan perbaikan bilamana diperlu-kan.

e. Apabila karena suatu alasan sehingga tidak dapat dilaku-kan secara terus menerus, sistem pengawasan harus memiliki jumlah atau frekuensi pengawasan yang memadai

Page 131: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Bahaya dan Penentuan Titik Kritis

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 114

untuk menjamin bahwa CCP masih dibawah kendali.

f. Semua catatan dan dokumen yang berkaitan dengan pe-ngawasan CCP harus ditan-datangani oleh orang yang melakukan pengawasan dan oleh petugas peninjau yang bertanggung jawab dalam perusahaan tersebut.

7.5.2.5 Menentukan upaya-upaya perbaikan

Adapun yang dimaksud dengan tindakan perbaikan adalah “Semua tindakan yang harus diambil ketika hasil pengawasan pada CCP menunjukkan kegaga-lan pengendalian.” Tindakan per-baikan harus dikembangkan untuk masing-masing CCP agar dapat mengatasi penyimpangan bilamana ada. Tindakan-tindakan ini harus dapat menjamin bahwa CCP telah terkendali. Dalam prakteknya, “tindakan perbaikan” meliputi : a) tindakan langsung pada proses agar proses tersebut dapat segera kembali ke batas yang disyaratkan. Tindakan langsung tersebut dipengaruhi oleh besarnya penyimpangan yang teramati; dan b) Tindakan yang berbeda untuk menghindari terulangnya penyimpangan (tin-dakan perbaikan yang sesuai dengan seri ISO 9000).

Tindakan perbaikan yang dilaku-kan dapat meliputi :

a. Audit keseluruhan sistim HACCP paling sedikit setahun

sekali. Audit tam-bahan dila-kukan apabila ada produk baru, resep baru, atau proses baru. Masing-masing mem-butuhkan HACCP plan baru.

b. Pemeriksaan catatan setiap hari akan menjamin (1) pengontrolan pekerja; (2) Pencatatan informasi yang baik telah dicatat; (3) Perbaikan yang tepat telah dilakukandan (4) Pekerja menangani makanan secara baik. Bila catatan menunjuk-kan masalah yang potensial, segera lakukan penyelidikan dan dapatkan dokumennya.

c. Periksaan secara rutin pengaduan konsumen untuk menentukan apakah berkait-an dengan CCPs atau me-nunjukkan tidak teridentifikasi CCPs

d. Pengkalibrasian semua per-alatan yang digunakan dalam proses monitoring

Apabila diperlukan, dapat dila-kukan pengujian secara periodik terhadap produk akhir dan produk selama dalam proses.

Hasil tindakan perbaikan yang dilaksanakan secara baik dan benar dapat memberikan per-ingatan dini apabila terjadi pe-nyimpangan, melokalisir, mence-gah atau mengurangi kerugian, dan memecahkan masalah yang timbul.

Page 132: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Bahaya dan Penentuan Titik Kritis

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 115

Catatan tindakan perbaikan yang dibuat harus berisi: 1. Sifat penyimpangan

Informasi mengenai sifat pe-nyimpangan sangat memban-tu dalam penentuan tinda-kan perbaikan yang akan di-laksanakan.

2. Penyebab penyimpangan

Apakah penyimpangan yang terjadi disebabkan oleh pe-ngaruh aktivitas fisik, kimiawi, atau biologis. Informasi yang diperoleh mengenai penye-bab penyimpangan dapat membantu dalam penyusu-nan tindakan perbaikan

3. Tindakan perbaikan yang dilakukan. Informasi tertulis mengenai tindakan perbaikan yang akan diambil sangat membantu tim HACCP dan operator di lapangan.

4. Orang yang bertanggung jawab terhadap tindakan perbaikan

Informasi mengenai orang yang bertanggungjawab ter-hadap tindakan perbaikan yang akan diambil sangat penting terutama pada saat tindakan perbaikan tersebut akan dilakukan.

5. Tindakan lain yang dicapai

Mungkin saja dengan per-timbangan tertentu perlu diambil tindakan lain. Infor-masi tertulis mengenai hal ini dapat mengatasi kebingu-ngan pada saat tindakan perbaikan dilaksanakan.

7.5.2.6 Menyusun prosedur verifikasi

Tindakan verifikasi (pengkajian ulang) dilakukan terhadap hasil pemantauan yang menunjukkan bahwa titik kendali kritis tidak terkendali. Dengan demikian, data hasil pemantauan harus diperiksa secara sistimatis untuk menentukan titik dimana pengen-dalian harus ditingkatkan atau apakah modifikasi harus dilaku-kan. Bila terjadi penyimpangan, perlu diperbaiki dan dikembalikan ke proses yang sebenarnya. Produk yang telah dihasilkan pada saat terjadi penyimpangan perlu diidentifikasi.

Tujuan dari pengkajian ulang ini adalah memperbaiki sistem HACCP. 1. Validasi Studi HACCP : dalam

hal ini pengkajian ulang dapat dilakukan pada akhir studi dan atau setelah penerapan-nya yang pertama.

2. Penerapan sistem HACCP yang telah didefinisikan seca-ra efektif dan keberlanjutan efisiensinya. Dalam hal ini, pengkajian ulang dilakukan secara berkala dan prosedur-prosedur yang berhubungan dengannya disebutkan pada Formulir (Gambar 7.12)

Pengkajian ulang ini meliputi : (1) Prosedur pengkajian, pengujian, dan audit untuk mengkaji ulang bahwa sistem HACCP bekerja secara efektif dan (2) modifikasi

Page 133: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Bahaya dan Penentuan Titik Kritis

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 116

yang harus dibuat di dalam sistem HACCP dan dokumen-dokumen pendukungnya ketika proses atau produk dimodifikasi.

Pengkajian ulang dimaksudkan untuk mencapai hal-hal berikut ini : 1) Pada prakteknya, prosedur

pengkajian ulang dapat berisi: Audit sistem HACCP

2) Pengkajian ulang bahwa CPC masih dalam kendali

3) Pengamatan penyimpangan tindakan perbaikan maupun target akhir produk.

4) Meningkatkan pengawasan produk melalui pengujian beberapa CPCs

5) Semua aktivitas yang berhu-bungan dengan efisiensi sistem termasuk kalibrasi, pengawasan berkala dan perawatan peralatan (pengu-kuran dan pengolahan)

6) Survei kepuasan konsumen dan pengkajian keluhan.

Metode pengkajian ulang harus dapat distandarisasi, sedangkan cara pencatatan harus dapat didokumentasi.

Tindakan koreksi harus mampu mengurangi atau mengeliminasi potensi bahaya dan resiko yang terjadi ketika batas kritis terlampaui pada CCP dan menjamin bahwa produk yang dihasilkan selanjutnya tidak mengakibatkan potensi bahaya yang baru. Setiap tindakan koreksi yang dilaksanakan harus didokumentasi untuk tujuan

modifikasi suatu proses atau pengembangan lainnya.

Contoh tindakan perbaikan ada-lah membuang produk yang tidak sesuai dengan spesifikasi pem-beli, mengatur pendingin ther-mostat untuk mendapatkan tem-peratur yang tepat, memodifikasi prosedur tentang penanganan makanan, atau membuang pro-duk.

Pada proses pasteurisasi susu, apabila suhu turun sampai di bawah 71.5oC maka tindakan koreksi yang harus dilakukan adalah pasteurisasi kembali.

Dalam melaksanakan pengkajian ulang perlu ditetapkan terlebih dahulu prosedur yang akan digunakan, metode audit dan pengkajian ulang, prosedur peng-ambilan sampel secara acak dan pengujian. Frekuensi pengkajian ulang harus cukup meng-konfirmasi bahwa sistem HACCP bekerja secara efektif.

Page 134: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Bahaya dan Penentuan Titik Kritis

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 117

PENGKAJIAN ULANG KETERANDALAN RENCANA HACCP

Formulir 11

DIKAJI ULANG OLEH : Jabatan …..…… Nama : …....... Tanggal : ../../..

Operasi No.

Prosedur No.

Pertanyaan C NC Catatan

C = Cocok dengan HACCP; NC = Tidak cocok dengan HACCP

Gambar 7.13. Formulir Sistem Pengkajian Ulang

Page 135: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Bahaya dan Penentuan Titik Kritis

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 118

Pengkajian ulang dilakukan untuk meyakinkan apakah per-baikan yang telah dilakukan terhadap sistem HACCP sudah memberikan hasil seperti semula. Bila belum apakah perlu diulang lagi atau harus dilakukan modi-fikasi.

Pengkajian ulang ada dua jenis, yaitu pengkajian ulang internal (processor verification), yaitu pengkajian ulang yang dilakukan oleh produsen. Kedua, pengkaji-an ulang eksternal yaitu peng-kajian ulang yang dilakukan oleh lembaga inspeksi teknis dan atau lembaga sistem mutu yang berkompeten.

pengkajian ulang internal me-nyusun dan mendokumenta-sikan prosedur pengkajian ulang yang mencakup penanggung jawab pelaksanaan verifikasi yang berdasarkan sistem HACCP dan mengikuti program HACCP. Prosedur pengkajian ulang men-cakup tanggung jawab dalam pengembangan atau konfirmasi dalam revisi berkala dan pe-ngembangan program HACCP. Pengkajian ulang juga dilakukan untuk mengkonfirmasikan kondisi semua bahaya yang telah di-identifikasi dalam perencanaan HACCP.

Hasil pengkajian ulang dapat digunakan sebagai dasar un-tuk melakukan identifikasi me-ngenai kekurangan atau kele-mahan perencanaan dan bangu-nan, atau bagian-bagian tertentu yang perlu perbaikan. Aktivitas

dalam pelaksanaan pengkajian ulang yang mencakup : penyusu-nan jadwal inspeksi pengkajian ulang yang baik, mereview ren-cana HACCP, mereview doku-mentasi atau catatan CCP, review deviasi dalam proses produksi dan disposisi produk, inspeksi terhadap operasi produksi apakah CCP masih dalam pengawasan yang benar, dan bila diperlukan melakukan sampling secara acak dan menganalisa produk.

Dalam verifikasi internal, verifika-si dapat dilakukan secara ber-ulang-ulang atau harian (daily verification), ataupun secara ber-kala (periodic verification) tergan-tung pada kondisi dan rencana HACCP dari unit pengolahan

Pengkajian ulang harian terha-dap catatan setiap CCP sangat penting dalam melaksanakan sis-tem HACCP yang efektif. Review ini membantu dalam meningkat-kan perhatian para pekerja ter-hadap tindakan preventif dalam kaitannya dengan masalah ke-amanan pangan.

pengkajian ulang yang dilaku-kan secara harian sebaiknya dap-at memberi informasi bahwa se-mua catatan CCP menunjukkan :

a. Identifikasi produk dan ukuran yang benar

b. Tanggal dan kode prosedur yang benar

c. Catatan pengecekan CCP atau pengukuran pada interval yang tepat benar

Page 136: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Bahaya dan Penentuan Titik Kritis

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 119

d. Hasil-hasil pengukuran dan pengecekan parameter yang ditetapkan, tindakan koreksi yang benar dan pencatatan bila terjadi deviasi

Susunan jadwal untuk mereview program HACCP, menginspeksi secara visual untuk meyakinkan apakah CCP/CPP masih dalam kontrol; untuk pengambilan con-toh secara acak dan pengujian produk. Pengkajian terhadap contoh yang diambil secara acak dapat mencakup pengujian fisika, kimia, mikrobiologi dan organoleptik untuk determinesi, konfirmasi dengan kriteria yang telah ditetapkan. Hasil pencata-tan seharusnya mencakup kese-suaian dengan program HACCP dan penyimpangan-penyimpa-ngan dari rencana dengan tinda-kan koreksi.

Sistem HACCP harus dikaji ulang dan diperbaiki untuk setiap bagian produk atau keseluruhan kegiatan produksi apabila ada kondisi-kondisi di bawah ini yang terjadi : a) Produk pangan yang spesi-

fik memerlukan cakupan yang lebih intensif karena informasi baru tentang isue keamanan makanan (food safety) menuntut jaminan bahwa program HACCP te-tap efektif.

b) Ada produk pangan tertentu dicurigai sebagai pembawa atau penyebab terjangkitnya penyakit.

c) Kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya tidak tercapai.

d) Pengolahan produk pangan menggunakan bahan-bahan tambahan baru dimana pe-ngolah belum melakukan re-view mengenai potensi baha-ya bahan tambahan ba-ru tersebut.

e) Jika bentuk atau jenis bahan tambahan berubah, misalnya penggantian telur segar oleh telur yang dipasteurisasi.

f) Perubahan yang dilakukan pada sistem pengawasan terhadap produk pangan, misalnya pH, waktu dan suhu, Aw, kadar garam.

g) Operasi pengolahan berubah sebagai contoh : Modifikasi atau perubahan

peralatan pengolahan Perubahan alur produksi Perubahan lingkungan

pada unit pengolahan seperti arah tiupan angin

Pengolah pangan akan menjadi lebih berhati-hati terhadap poten-si bahaya baru atau metode baru untuk pengawasan HACCP, di-antaranya : a. Munculnya bakteri patogen

baru. b. Para ahli menemukan adanya

kontaminan baru yang mung-kin terdapat pada bahan baku atau mengembangkan meto-de baru untuk deteksi konta-minan.

Page 137: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Bahaya dan Penentuan Titik Kritis

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 120

c. Metode baru tersedia untuk mengontrol potensi HAZARD yang ada.

d. Perubahan pada desain pe-ngepakan atau penanganan produk akhir.

e. Perubahan dari pengepakan yang "oxygen permiable" pa-da "oxygen impermiable", atau

f. Perubahan dari pengemas plastik menjadi kaca/gelas

g. Perubahan pada tipe kon-sumen atau cara produk di-konsumsi : Pemanfaatan komponen

yang memiliki hubungan dengan umur konsumen atau konsumen dengan diet ketat

Perubahan mengenai ca-ra konsumsi seperti dari persyaratan yang perlu pemasakan sebelum di-konsumsi kepada makan-an yang siap konsumsi

Dalam pelaksanaan pengkajian ulang berkala HACCP terhadap bahan pangan, pengolah harus melaksanakan analisa HACCP pada setiap tahap operasi seperti pada saat tahap awal pengembangan program HACCP. Analisa ini mencakup :

1. Bahan baku, tambahan dan pembantu

2. Penerimaan dan penyimpa-nan

3. Pengolahan

4. Pengepakan

5. Pengwasan lingkungan

6. Penyimpanan

7. Pendistribusian

8. Kesalahan mengkonsumsi atau penggunaan produk oleh konsumen

Apabila produsen bermaksud akan menerapkan hal-hal baru dalam pengawasan keamanan pangan, hal baru tersebut harus dimasukan dalam program HACCP yang telah ditetapkan. Jika CCP yang ada sudah tidak sesuai lagi, dapat dihilangkan dari sistem

Seperti dalam penyusunan dan pengembangan program HACCP, pada tahap awal pengkajian ulang berkala juga harus dilakukan secara tim. Setiap anggota harus mempunyai pe-ngetahuan semua aspek produk pangan yang bersangkutan dan cara pengolahannya serta pri-nsip-prinsip keamanan pangan.

Pengkajian ulang mencakup ber-bagai aktivitas, misalnya inspeksi, penggunaan metode mikrobio-logis atau kimiawi dalam menguji pencemaran pada produk akhir. Pengkajian ulang juga dilakukan untuk memastikan hasil peman-tauan. Informasi dari contoh pro-duk yang dianalisa dapat diguna-kan untuk menilai efektivitas pe-mantauan.

Page 138: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Bahaya dan Penentuan Titik Kritis

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 121

Pengkajian ulang dapat dilakukan dalam bentuk audit atau uji mikrobiologis terhadap produk yang dihasilkan. Hasil verifikasi merupakan informasi tambahan kepada produsen bahwa pene-rapan HACCP akan menghasil-kan produk yang aman.

7.5.2.7 Menyusun dokumentasi dan penyimpanan catatan Prosedur HACCP harus didokumentasikan dan harus sesuai dengan sifat dan ukuran operasi. Sistem pendokumen-tasian yang praktis dan tepat sangat penting untuk aplikasi yang efisien dan penerapan sistem HACCP yang efektif.

Pencatatan merupakan bagian penting dalam penerapan HACCP. Semua prosedur, cata-tan, tindakan perbaikan dan se-bagainya perlu dicatat dan didokumentasikan (Gambar 7.13). Hal ini sangat membantu dalam proses penelusuran. Tim HACCP juga harus membuat daftar bahaya yang mungkin terdapat pada tiap tahapan dari alur proses, baik pada kegiatan pengolahan, manufaktur, dan distribusi hingga dikonsumsi oleh konsumen.

Prosedur analisis untuk penen-tuan bahaya, titik kendali kritis, atau batas kritis merupakan prosedur yang harus didoku-mentasi. Sedangkan yang harus dicatat antara lain : (a) Kegiatan pemantuan Titik Kendali Kritis/-

TKK (CCP); (b) Penyimpangan dan Tindakan perbaikan yang terkait; dan (c) Perubahan pada sistem HACCP.

Pencatatan data dapat meya-kinkan bahwa informasi yang dikumpulkan selama instalasi, modifikasi, dan operasi sistem akan dapat diakses oleh sia-papun yang terlibat, juga dari pihak luar (auditor). Data yang dicatat harus meliputi penjelasan bagaimana CCP didefinisikan, pemberian prosedur pengen-dalian dan modifikasi sistem, pemantauan dan verifikasi data serta catatan penyimpangan dari prosedur normal.

Catatan mempunyai fungsi untuk : (1) mendokumentasikan bahwa batas kritis pada CCP telah terpenuhi, 2) jika batas limit terlampaui, dengan dokumen ini dapat mencatat apakah kesala-han dapat diatasi atau tidak, 3) catatan dapat menjamin pelaca-kan produk dari awal hingga akhir.

Dokumen-dokumen ini harus terus diperbaharui dan ada di setiap tempat yang memerlukan. Sistem pendokumentasian ini juga harus menjelaskan bagaima-na orang-orang yang ada di pabrik dilatih untuk menerapkan rencana HACCP dan harus memasukkan bahan-bahan yang digunakan dalam pelatihan peke-rja.

Page 139: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Bahaya dan Penentuan Titik Kritis

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 122

7.6 Manfaat HACCP Secara khusus HACCP berman-faat dalam mengevaluasi cara memproduksi bahan pangan un-tuk mengetahui bahaya yang mungkin terjadi; memperbaiki ca-ra memproduksi bahan pangan dengan memberikan perhatian khusus terhadap tahap-tahap proses atau mata rantai produksi yang dianggap kritis;

memantau dan mengevaluasi cara menangani dan mengolah bahan pangan serta menerapkan sanitasi dalam memproduksi bahan pangan; dan meningkat-kan pemeriksaan secara mandiri terhadap industri pangan oleh operator dan karyawan.

Manfaat yang diperoleh produsen dengan penerapan HACCP antara lain : (a) memberikan dan meningkatkan jaminan mutu (ke-amanan) produk yang dapat dipercaya; (b) menekan kerusa-kan produk karena cemaran; (c) melindungi kesehatan konsumen dari bahaya dan pemalsuan; (d) menekan biaya pengendalian mutu dan kerugian lainnya; (e) mencegah kehilangan pembeli atau pasar (memperlancar pema-saran); (f) mencegah penarikan produk dan pemborosan biaya produksi atau kerugian; dan (g) membenahkan dan membersih-kan (sanitasi) tempat-tempat pro-duksi (pabrik).

Page 140: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Bahaya dan Penentuan Titik Kritis

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 123

CONTOH LEMBARAN KERJA HACCP

1.

2.

3.

Daftar

Tahapan Bahaya Tindakan

Pengendalian

TKK Batas

Kritis

Prosedur

Pemantauan

Tindakan Perbaikan

Catatan

Sumber : European Committee for Standardisation. 2004.

Gambar 7.14. Lembar Kerja HACCP

Jelaskan Produk

Jelaskan Produk

Page 141: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Manajemen Mutu Laboratorium

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 125

BAB VIII MANAJEMEN MUTU LABORATORIUM

Memasuki masa perdagangan bebas dewasa ini, dimana seolah tidak ada lagi batas antar negara, produsen dituntut untuk bertindak secara hati – hati dalam menjaga mutu produknya karena persaing-an yang ketat di antara mereka. Salah satu faktor penting dalam rantai produksi bahan pangan adalah menjaga keakuratan pe-ngukuran setiap komponen yang terkandung dalam produk pangan tersebut. Keakuratan pengukuran ini dapat dicapai oleh laboratorium penguji dan laboratorium kalibrasi yang kompeten. Suatu laboratorium dapat dinyatakan sebagai labora-torium yang kompeten apabila la-boratorium tersebut telah diakre-ditasi oleh badan akreditasi na-sional, yaitu Komite Akreditasi Nasional (KAN). Produsen harus memahami dan melaksanakan kegiatan untuk menjaga mutu dengan melaku-kan pengukuran, pengujian dan kalibrasi secara baik dan benar sehingga dapat dicapai kepastian akan kebenaran pengukuran dari produk yang dihasilkan. Untuk mendapatkan akreditasi sebagai laboratorium yang kom-peten, laboratorium harus sudah menerapkan standar ISO/IEC 17025 : 1999, yaitu Persyaratan Umum Kompetensi Laboratorium Penguji dan Laboratorium Kali-

brasi, atau yang lebih dikenal dengan SNI 19-17025-2000. Pengukuran, pengujian, dan kali-brasi yang dilakukan oleh labora-torium yang dinyatakan kompeten berdasarkan akreditasidari KAN, hasilnya akan diterima di seluruh dunia. Dengan demikian hasil pengujian dari laboratorium yang kompeten akan mendukung atau memudahkan suatu industri untuk memperoleh sertifikat sistem manajemen mutu ISO 9001:2000 atau sertifikat sistem manajemen lingkungan ISO 14001:1996. Kedua sertifikat ini mensyaratkan bahwa produk yang dihasilkan harus di uji dengan mengguna-kan alat ukur yang sudah dikali-brasi. Sertifikat lain yang dapat diper-oleh adalah mengenai kegiatan sertifikasi : a) produk; b) per-sonel; c) inspeksi; d) sistim HACCP; e) pengujian; f) kalibrasi; g) pelatihan; h) manajemen ke-selamatan dan kesehatan kerja; dan i) bidang standardisasi lain-nya sesuai dengan kebutuhan. Laboratorium meliputi laborato-rium penguji dan atau labora-torium kalibrasi yang melakukan kegiatan pengujian dan atau kalibrasi, dimana hasil pengujian dan/atau kalibrasi dinyatakan dengan sertifikat/ laporan hasil uji atau sertifikat kalibrasi.

Page 142: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Manajemen Mutu Laboratorium

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 126

Praktek berlaboratorium yang ba-ik adalah suatu sistem kualitas yang berkaitan dengan proses organisasional dan kondisi labo-ratorium, dimana suatu penelitian dirancang, dilaksanakan, dipan-tau, dicatat, diarsipkan dan dila-porkan. Tujuan umum dari prak-tek berlaboratorium yang baik adalah meningkatkan kualitas pe-nelitian dan datanya. Adapun sasaran praktek berlaboratorium yang baik adalah melindungi ma-nusia dan lingkungan hidup dari pengaruh bahan kimia berbahaya dan beracun, serta menghindari pengulangan penelitian yang ber-ulangkali dengan biaya besar. Praktek berlaboratorium yang ba-ik atau Good Laboratory Practice (GLP) pertama kali diadopsi oleh Selandia baru pada tahun 1972. Langkah yang sama diikuti oleh Denmark pada tahun 1973 dan pada tahun 1976 Amerika, diikuti sejumlah negara dan organisasi internasional mulai menerapkan hal yang sama sehingga ter-bentuk suatu dewan yang mena-ngani bahan kimia dan pengaruh-nya terhadap kesehatan manusia serta lingkungannya. Pada tahun 1981 diputuskan bah-wa data yang dihasilkan dari pe-ngujian kimia di suatu negara yang telah menerapkan praktek berlaboratorium yang baik harus diterima oleh negara lain jika pengujian tersebut sesuai dengan pedoman dan pengujian serta prinsip (GLP). Tujuan dari kepu-

tusan ini adalah untuk menghin-dari terjadinya duplikasi pengu-jian sehingga dapat menghemat biaya, waktu, mengurangi limbah laboratorium, dan meningkatkan perlindungan terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Hasil pengujian yang didasarkan pada GLP telah menggabungkan perencanaan dan pelaksanaan yang baik (Good planning and Excecution) serta keterpaduan antara Good Sampling Practice, Good Analytical Practice, Good Measurement Practice, Good Documentation Practice, dan Good Housekeeping Practice. Dengan demikian GLP merupa-kan suatu keterpaduan dari pro-ses organisasi, fasilitas, personel, dan kondisi lingkungan laborato-rium yang benar, sehingga men-jamin pengujian di laboratorium selalu direncanakan, dilaksana-kan, dimonitor, direkam, dan dilaporkan sesuai dengan persya-ratan kesehatan, keselamatan dan perdagangan. Dengan me-nerapkan GLP, laboratorium akan terhindar dari kekeliruan atau ke-salahan yang mungkin timbul, sehingga data yang dihasilkan tepat, akurat, dan tidak terbantah-kan, yang pada akhirnya dapat dipertahankan berdasarkan kai-dah ilmiah maupun hukum. Dari uraian diatas, jelas bahwa GLP adalah suatu alat manaje-men laboratorium pengujian dan bukan merupakan bagian dari ilmu pengetahuan. GLP merupa-

Page 143: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Manajemen Mutu Laboratorium

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 127

kan pelengkap dalam melakukan praktek berlaboratorium untuk mencapai mutu data hasil uji yang konsisten. Tujuan utama GLP adalah mencegah terjadinya kesalahan dan meningkatkan serta menjaga mutu data hasil uji. 8.1. Proses manajemen mutu Manajemen mutu adalah seluruh kegiatan fungsi manajemen me-nyeluruh yang menetapkan dan melaksanakan kebijakan mutu, tujuan mutu, dan tanggungjawab dengan cara perencanaan mutu, pengendalian mutu, jaminan mu-tu, perbaikan mutu dalam sistem mutu. Data hasil uji suatu laboratorium dikatakan bermutu tinggi apabila data tersebut dapat memuaskan pelanggan dengan tetap mem-pertimbangkan aspek teknis se-hingga ketepatan dan ketelitian hasil pengujian yang tinggi dapat dicapai. Telah dijelaskan pada bab sebe-lumnya bahwa pengertian mutu berbeda antara satu orang de-ngan lainnya karena dipengaruhi oleh keinginan masing-masing. Sebagai contoh data yang diperlukan oleh eksportir berbeda dengan data yang dibutuhkan oleh pengusaha makanan. Selain bermutu, data yang diha-silkan harus memiliki kemampuan dan kemudahan untuk telusuran pengukuran dan terdokumentasi, sehingga dapat dipertanggungja-

wabkan secara ilmiah maupun secara hukum. Untuk menghasil-kan data seperti itu, seluruh me-tode dan prosedur operasional la-boratorium harus terpadu, mulai dari perencanaan pengambilan sampel uji, penanganan, pengu-jian, sampai pemberian laporan hasil uji kepada pelanggan. Guna menciptakan keterpaduan tersebut, laboratorium harus su-dah mengembangkan dan mene-rapkan pengendalian mutu atau quality control (QC) dan jaminan mutu atau quality assurance (QA) dalam setiap kegiatan pengujian-nya. Berdasarkan ISO 8402, yang dimaksud dengan QA adalah seluruh kegiatan, yang sistematik dan terencana, yang diterapkan dalam sistem mutu serta dide-monstrasikan jika diperlukan, untuk memberikan suatu keyakin-an yang memadai bahwa suatu produk atau jasa akan memenuhi persyaratan mutu. Sedangkan QC adalah teknik operasional dan kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi persyaratan mu-tu. Dengan demikian QC mela-kukan kegiatan pengendalian, monitoring, atau pemeriksaan yang dilakukan untuk memas-tikan bahwa sistem mutu berjalan dengan benar. Berdasarkan ISO 8402, QC merupakan bagian dari QA, dimana QC merupakan sua-tu tahapan dalam prosedur yang dilakukan untuk mengevaluasi suatu aspek teknis pengujian.

Page 144: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Manajemen Mutu Laboratorium

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 128

8.2. Kegiatan Pencatatan Seluruh aktivitas yang dilakukan di laboratorium pengujian harus dicatat. Hal ini bertujuan untuk memudahkan telusuran. 8.2.1 Sampel Sampel yang diterima atau diper-oleh segera dicatat dan diberi la-bel. Pencatatan dilakukan dalam buku penerimaan sampel. Infor-masi yang dicatat meliputi data pemilik sampel, asal sampel, cara pengambilan sampel, dan instruk-tur yang menerima sampel. Juga dicatat mengenai prosedur ana-lisis yang akan digunakan dan hasil yang diinginkan. 8.2.2 Prosedur Pengujian Informasi yang perlu dicatat ber-kaitan dengan prosedur pengu-jian adalah metode preparasi sampel, peralatan, bahan kimia, media mikroba, atau biakan mur-ni yang digunakan. Juga dicatat prosedur pelaksanaan pengujian yang akan dilakukan. 8.2.3 Menganalisis Hasil

Pengujian Data hasil pengujian dicatat da-lam buku hasil analisis. Bila ada data ‘pencilan’ harus segera dilaporkan kepada penanggung jawab untuk dicarikan jalan ke-luarnya. Prosedur yang ditempuh untuk menangani data pencilan ini dicatat dalam buku hasil pengujian. Kejadian yang dijumpai selama pengujian dan kelemahan

prosedur yang digunakan juga di-catat dalam buku hasil analisis. Tujuannya sebagai masukan da-lam upaya penyempurnaan. Tahap berikutnya adalah mem-proses dan menganalisis data ha-sil pengujian. Data yang diper-oleh ditabulasi, diuji distribusi (ke-normalan) datanya, kemudian di-hitung, dianalisis kecenderungan hubungannya, ditentukan variasi dan/atau ketidakpastiannya. Me-meriksa hasil yang tidak normal, dan melaporkan hasil. Data hasil analisis dicatat dalam bentuk hard copy dan media elektronik. Untuk menjamin keakuratan dan kerahasiaan data, harus dilaku-kan akses terbatas ke buku hasil analisis. Meningkatnya kegiatan laborato-rium menuntut adanya kejelasan dan ketelitian kerja. Penggunaan software aplikasi laboratorium da-pat meningkatkan ketelitian kerja. Dengan demikian, personel labo-ratorium harus mampu menggu-nakan, memasukan, menyimpan, menganalisis, mengurutkan, me-nampilkan dan mendisplai data/ catatan 8.2.4 Menampilkan Hasil

Analisis Data hasil analisis dapat ditampil-kan dalam beberapa bentuk, mi-salnya :

Page 145: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Manajemen Mutu Laboratorium

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 129

a. Bentuk Tabel

Jenis ikan

Hari ke- 1 2 3 4

Ikan laut

20.4 27.4 90 20.4

Ikan payau

30.6 38.6 34.6 31.6

Ikan tawar

45.9 46.9 43 45.9

Gambar 8.1. Penyajian data dalam

bentuk tabel b. Bentuk Grafik Grafik merupakan data yang di-tampilkan dalam bentuk gambar. Beberapa keuntungan menampil-kan data dalam bentuk grafik antara lain : 1. Data lebih cepat, mudah, je-

las, dan enak dibaca 2. Hubungan dengan data yang

lalu dapat dipaparkan secara bersamaan

3. Perbandingan dengan data yang lain dapat dilihat dengan jelas

Dalam bentuk grafik, data dapat disajikan dengan model grafik se-bagai berikut :

Grafik Garis

0

20

40

60

80

100

harike-1

harike-2

harike-3

harike-4

Ikan laut

Ikanpayau

Ikantawar

Gambar 8.2. Penyajian data dalam

bentuk grafik garis

Grafik Histogram

020406080

100

hari ke-1 hari ke-2 hari ke-3 hari ke-4

Ikan laut Ikan payau Ikan tawar

Gambar 8.3. Penyajian data dalam

bentuk grafik histogram

Grafik Batang

0%20%40%60%80%

100%

hari ke-1 hari ke-2 hari ke-3 hari ke-4

2 Ikan payau Ikan tawar

Gambar 8.4. Penyajian data dalam

bentuk grafik batang

Grafik Pie

hari ke-1

hari ke-2

hari ke-3

hari ke-4

Gambar 8.5. Penyajian data dalam

bentuk grafik pie

Page 146: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Manajemen Mutu Laboratorium

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 130

Grafik Bulat

hari ke-1

hari ke-2

hari ke-3

hari ke-4

Gambar 8.6. Penyajian data dalam

bentuk grafik garis

Diagram Pareto Diagram Pareto adalah diagram yang terdiri atas grafik garis dan

grafik balok yang menggambar-kan perbandingan antara masing-masing jenis data terhadap keseluruhan. Dengan menggu-nakan grafik, dapat terlihat masa-lah mana yang dominan (vital view) dan masalah yang banyak tetapi tidak dominan (trivial many). Sebagai contoh pembuatan dia-gram Pareto dengan mengguna-kan data cacat produksi dari bahan pangan berikut ini :

Jenis Cacat Jumlah Persentase Jumlah Persen Isi kurang Bocor Tutup Miring Cembung

455 260 135 100

48 27 14 11

48 75 89

100 Total 950 100

Gambar 8.7. Penyajian data dalam bentuk grafik garis

Page 147: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Manajemen Mutu Laboratorium

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 131

c. Bentuk Bagan Kendali Bagan kendali merupakan penya-jian data dalam bentuk grafik ga-ris yang mencantumkan batas maksimum dan batas minimum yang merupakan daerah batas pengendalian (Muhandri dan kadarisman, 2006). Bagan ini memperlihatkan perubahan data dari waktu ke waktu tetapi tidak menunjukkan penyebab muncul-nya penyimpangan. Salah satu jenis Bagan Kendali yang banyak digunakan adalah Bagan X-R (Gambar 8.8.)

Gambar 8.8. Bagan kendali tipe

X (atas) dan Tipe Y (bawah)

d. Bentuk Skala Jenis Cacat Jumlah Isi kurang Bocor Tutup Miring Cembung

++ ++++

+ +++

8.3. Prinsip berlaboratorium

yang baik Secara garis besarnya, prinsip berlaboratorium yang baik diciri-kan dengan dimilikinya sarana, metode, peralatan dan kemam-puan analisis, serta sistim peng-organisasian. Sistim pengorgani-sasian dan manajemen merupa-kan unsur penting dalam memba-ngun GLP. Tanpa pelaksanaan manajemen yang menyeluruh dan keterlibatan semua personel, maka sistem GLP tidak akan berfungsi sebagaimana mestinya dan tidak memiliki kredibilitas. Untuk dapat melaksanakan kegi-atan berlaboratorium yang baik, setiap laboratorium harus memi-liki sarana dan peralatan labora-torium serta metode pengujian yang akan mendasari pelaksa-naan semua kegiatan laboratori-um. Komponen- komponen yang telah disebut akan diorganisir oleh seorang manajer, sehingga laboratorium akan memiliki ke-mampuan untuk melakukan pe-rencanaan mulai dari pengam-bilan sampel, penanganan sam-pel, pengujian, pencatatan dan pelaporan.

Page 148: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Manajemen Mutu Laboratorium

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 132

Struktur organisasi laboratorium dan tanggungjawab setiap personal yang sesuai dengan kompetensinya harus ditentukan dengan jelas. Struktur organisasi dan deskripsi pekerjaan yang jelas dengan sendirinya memperlihatkan fungsi laboratorium dan hubungan dari setiap bagian dalam organisasi laboratorium. Personil harus memiliki kompetensi sesuai dengan pendidikan, pelatihan dan pengalamannya. Jumlah personil harus mencukupi untuk melaksanakan pekerjaan yang diperlukan dilaboratorium tepat waktu. Rekaman data kualifikasi pendidikan, pelatihan yang telah diikuti, pengalaman dan jabatan personil harus didokumentasikan. Salah satu persyaratan personil adalah harus mengetahui dan memahami teori dasar, teknik dan metode analisis, serta mengetahui dan faham dengan bekerjanya instrumen. Bagian terpenting dari GLP adalah persyaratan dan kewenangan dari kepala laboratorium. Kepala laboratorium bertanggungjawab langsung secara keseluruhan terhadap teknik pekerjaan laboratorium, menjamin penerimaan protokol analisis dari pengelola sponsor, laporan akurat dan sahih dari data percobaan, pelaporan keadaan

tidak terduga, sistem uji telah sesuai persyaratan, semua peraturan GLP ditaati dan data diarsipkan dengan baik. 8.4. Pemeliharaan

Laboratorium Adapun ruang lingkup kegiatan pemeliharaan laboratorium antara lain mencakup pembersihan area kerja, pembersihan dan penyim-panan peralatan, memantau stok bahan dan metode pengujian. Laboratorium memiliki beberapa kelengkapan dasar yang harus dibersihkan secara rutin. Meja kerja merupakan kelengkapan dasar laboratorium. Meja ini se-baiknya terbuat dari bahan yang kuat, kedap air dan tahan bahan kimia. Bagian permukaan meja kerja halus dan rata sehingga mudah dibersihkan. Selain kondisi meja, pengaturan jarak antar meja juga perlu diper-hatikan. Jarak antar meja harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu aktivitas labo-ratorium. Laboratorium memiliki dua sistem pencahayaan, yaitu pencahayaan alami dan buatan. Pencahayaan alami mengandalkan matahari sebagai sumber cahaya. Adapun pencahayaan buatan (artifisial) mengandalkan sinar lampu seba-gai sumber cahaya. Penentuan sistem pencahayaan yang digunakan tergantung dari

Page 149: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Manajemen Mutu Laboratorium

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 133

fungsi laboratorium. Laborato-rium yang digunakan untuk kultur mikroba akan menggunakan sis-tim pencahayaan buatan yang ti-dak terlalu terang tetapi konstan setiap saat. Ventilasi ruang kerja juga harus dibersihkan agar mendapatkan sirkulasi udara yang baik. Ven-tilasi ada yang alami dan buatan. Ventilasi alami digunakan untuk ruangan luas dan terbuka. Ventilasi buatan digunakan untuk menciptakan sirkulasi udara di ruang tertutup. Volume aliran udara yang bergerak relatif kecil dibandingkan ventilasi alami. Un-tuk menciptakan aliran udara pa-da ventilasi tertutup digunakan exhauser atau blower. Temperatur dan kelembaban ru-angan laboratorium juga perlu di-kendalikan, terutama di ruang analisis dan ruang penyimpanan peralatan, bahan kimia, dan mi-kroba. Temperatur ruangan da-pat dikendalikan dengan meng-gunakan Air Condition (AC). Sedangkan kelembaban udara dalam ruangan diatur dengan menggunakan humidifier. Energi yang dimiliki laboratorium bersumber dari Perusahaan Lis-trik Negara (PLN). Besarnya daya listrik disesuaikan dengan besarnya aktivitas yang dilakukan di laboratorium. Untuk mecegah hal yang tidak diinginkan, labo-ratorium dilengkapi dengan gene-

rator (genset) sebagai sumber energi alternatif. Air merupakan kebutuhan pokok yang menunjang seluruh kegiatan laboratorium. Kebutuhan air di-peroleh dari Perusahaan Air Minum (PAM) dan air sumur. Volume air yang harus disedia-kan disesuaikan dengan aktivitas laboratorium. Semua fasilitas yang terdapat di laboratorium harus dipelihara dan diperiksa secara rutin. Pemerik-saan rutin dilakukan setiap tiga bulan sekali. Pemeliharaan labo-ratorium ditujukan untuk mem-berikan rasa nyaman, tenang dan tertib. Untuk meningkatkan mutu labo-ratorium, diperlukan pengaturan akses ke dalam ruangan labo-ratorium. Ada ruang dengan ak-ses bebas dan ada ruang dengan akses terbatas. Penentuan ruang dengan akses terbatas ditujukan untuk mening-katkan keamanan dan keraha-siaan sampel dan data hasil pe-ngujian. 8.4.1 Pembersihan area kerja Pembersihan area kerja labora-torium harus dilakukan agar ba-han pangan yang akan diuji di laboratorium tidak mengalami pencemaran, baik secara fisik, kimiawi, atau biologis.

Page 150: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Manajemen Mutu Laboratorium

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 134

Pembersihan area kerja dilaku-kan berdasarkan prinsip-prinsip SSOP (Bab VI dalam buku ini) agar area kerja terbebas dari sumber kontaminan. Pembersi-han area kerja laboratorium dila-kukan dengan menggunakan zat pembersih yang sesuai. Untuk pengujian bahan pangan, zat pembersih yang digunakan harus mampu berperan sebagai sterili-sator dan tidak memiliki aroma yang kuat. Penggunaan zat pem-bersih yang beraroma tidak di-sarankan mengingat beberapa bahan pangan mampu menyerap aroma tersebut. Senyawa kimia yang tumpah ha-rus ditangani secara cermat agar tidak membahayakan. Pena-nganan bahan kimia tersebut ha-rus berdasarkan prosesur SSOP, terutama untuk senyawa kimia beracun, mudah terbakar atau mudah meledak. Sama halnya seperti senyawa kimia yang tumpah, penanganan bahan kimia sisa atau limbah la-boratorium harus dilaksanakan sesuai prosedur, terutama untuk senyawa berbahaya karena da-pat menimbulkan keracunan, ke-bakaran, ledakan, atau menyum-bat saluran air. Bahan sisa harus ditangani seca-ra baik agar tidak menimbulkan masalah. Penanganan bahan ki-mia sisa dapat dilakukan dengan cara :

a. Pengenceran. Pengenceran banyak dilakukan untuk me-nangani bahan kimia ber-bentuk cair dan gas. Bahan kimia yang sudah encer se-lanjutnya dapat dibuang ke sistem saluran pembuangan air. Apabila tidak larut dalam air, sisa/bekas limbah ditam-pung dalam botol berlabel dan jangan dibuang ke sistem saluran air. Sejumlah perta-nyaan yang perlu dijawab bila akan melakukan penanganan bahan kimia dengan pengen-ceran, adalah : (1) apakah bahan tersebut meracuni tum-buhan atau binatang?; (2) da-patkan bahan kimia tersebut diencerkan?; (3) Apakah ba-han kimia tersebut dapat ber-campur dengan air; dan (4) apakah bahan tersebut ber-ubah jika diencerkan. Jika ja-waban yang ada memberikan kepuasan bagi semua pihak maka penanganan bahan sisa /bekas dengan pengenceran merupakan salah satu cara penanganan yang baik.

b. Penggunaan senyawa kimia-wi. Penerapan prinsip-prinsip kimiawi sering dilakukan un-tuk menangani bahan sisa/ bekas sehingga tidak menim-bulkan bahaya atau menye-babkan terjadinya banjir aki-bat penyumbatan. Beberapa bahan kimia yang digunakan dalam aktivitas penanganan bahan sisa/ bekas dan dapat digunakan untuk menghan-

Page 151: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Manajemen Mutu Laboratorium

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 135

curkan atau menetralisir ba-han sisa bekas.

c. Pengumpulan. Bahan sisa/ bekas yang tidak dapat dila-kukan pengenceran sebaik-nya dikumpulkan dan disim-pan dalam wadah khusus dan selanjutnya baru dibuang. Pecahan gelas dan sisa lo-gam dikumpulkan dalam wa-dah terpisah dan masing-masing diberi label.

d. Penguburan. Penguburan dilakukan untuk menangani bahan berasal dari binatang dan sejenisnya. Bahan ter-sebut selanjutnya dikubur da-lam lubang yang tekah disi-apkan.

e. Pembakaran. Bahan sisa/ bekas yang mudah terbakar sebaiknya ditangani dengan cara dibakar agar aman. Pe-laksanaan pembakaran seba-iknya dilakukan pada tempat yang mendukung. Asap yang terbentuk dari proses pemba-karan yang tidak sempurna dapat menyebabkan iritasi pa-da kulit atau keracunan.

f. Lemari uap. Gas yang tidak berbahaya dapat dilepaskan ke atmosfir melalui lemari uap, sedangkan gas beracun (klorin dan nitrogen dioksida, NO2) dibuang melalui lemari uap dengan system ventilasi.

Pembersihan area kerja ditujukan untuk sterilisasi ruangan dan kenyamanan dalam melakukan pekerjaan analisis. Keberadaan sumber pencemar sudah ditekan

seminimal mungkin sehingga ti-dak mampu mempengaruhi hasil analisis. Kondisi ruang kerja yang bersih dan tertata baik akan menimbulkan kenyamanan dalam bekerja. 8.4.2 Pembersihan dan

penyimpanan peralatan Kualitas mutu laboratorium pe-ngujian ditentukan oleh validatas data hasil pengujian. Oleh kare-nanya, mutu laboratorium pengu-jian perlu ditunjang dengan pera-latan uji dan manajemen yang handal. Dengan peralatan dan manajemen yang handal, maka laboratorium pengujian akan da-pat menghasilkan data pengu-kuran yang akurat dan valid. Peralatan yang harus dimiliki oleh sebuah laboratorium pengujian adalah semua peralatan, baik yang digunakan untuk pengam-bilan sampel, pengukuran dan pengujian sampel, termasuk per-alatan yang digunakan untuk pre-parasi sampel yang akan diuji, pemrosesan, serta analisis data pengujian. Untuk menjaga mutu hasil pengujian, peralatan harus dioperasikan oleh personel yang berwenang. Untuk menjaga agar peralatan tetap terawat, personel yang ber-tanggungjawab terhadap perala-tan harus dilengkapi dengan instruksi yang mutakhir untuk menggunakan dan merawat per-alatan, termasuk setiap panduan yang relevan, seperti yang dise-

Page 152: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Manajemen Mutu Laboratorium

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 136

diakan oleh produsen peralatan tersebut. Instruksi tersebut ha-rus siap tersedia untuk digunakan oleh personel laboratorium yang sesuai. Semua peralatan yang bersang-kutan dengan sistem mutu harus telah dikalibrasi dan/atau diperik-sa untuk memenuhi persyaratan spesifikasi laboratorium dan se-suai dengan spesifikasi standar yang relevan. Program kalibrasi peralatan harus ditetapkan untuk peralatan dan instrumentasi yang mempunyai pengaruh signifikan pada hasil uji. Di samping itu, semua peralatan pengujian, baik perangkat lunak maupun perang-kat keras, harus dilindungi dari pengoperasian yang tidak semes-tinya sedemikian sehingga me-nyebabkan hasil pengujian tidak valid. Selain itu, untuk mengen-dalikan dan memelihara pera-latan diperlukan status operasi-onal peralatan. Karena itu, setiap peralatan dan perangkat lunak yang mempengaruhi hasil uji harus diidentifikasi secara khusus untuk masing-masing peralatan tersebut. Rekaman harus dipeli-hara untuk setiap peralatan dan perangkat lunak yang sesuai un-tuk pengujian yang dilakukan. Rekaman yang dibuat harus me-muat sekurang-kurangnya: a. identitas dan perangkat lunak-

nya; b. nama manufaktur, identitas ti-

pe, nomor seri atau identitas khusus lainnya;

c. cek kesesuaian peralatan de-ngan spesifikasi;

d. lokasi peralatan; e. instruksi manufaktur, jika ada

dan acuan keberadaannya; f. tanggal, hasil, salinan laporan

dan sertifikat semua kalibrasi, penyetelan, persyaratan pe-nerimaan, dan tanggal kali-brasi berikutnya;

g. rencana perawatan, dan pera-watan yang telah dilakukan;

h. kerusakan, kegagalan pema-kaian, modifikasi, atau perba-ikan peralatan.

Dengan mengetahui dan mencer-mati laporan mengenai status peralatan, laboratorium pengujian akan terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Laboratorium dapat melakukan evaluasi, khu-susnya menyangkut penggunaan peralatan serta mutu data yang dihasilkan. Apabila dari laporan status peralatan diketahui peng-gunaan peralatan sampai lewat beban, salah penggunaan, mem-berikan hasil yang mencurigakan, dan telah terbukti kurang baik atau keluar dari batas yang ditetapkan, maka peralatan ter-sebut tidak boleh digunakan, serta harus diisolasi untuk men-cegah penggunaannya, sampai ketidakberesan dapat diatasi. Peralatan yang telah diketahui tidak berfungsi secara baik harus diberi label yang jelas dan diberi tanda “Tidak boleh digunakan”. Peralatan tersebut dapat diguna-kan kembali apabila telah diper-

Page 153: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Manajemen Mutu Laboratorium

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 137

baiki dan telah menunjukkan ke-benaran unjuk kerjanya. Laboratorium harus memeriksa pengaruh cacat/penyimpangan dari batas-batas yang telah ditentukan pada pengujian sebe-lumnya. Bila memungkinkan, se-mua peralatan yang berada di bawah pengendalian laborato-rium dan memerlukan kalibrasi harus diberi label, kode, atau cara identifikasi lain, untuk me-nunjukkan status kalibrasi, terma-suk tanggal kalibrasi terakhir kali dilakukan dan tanggal atau keten-tuan kadaluwarsa saat kalibrasi yang bersangkutan digunakan. Laboratorium hendaknya memas-tikan bahwa fungsi dan status kalibrasi peralatan telah diperiksa dan menunjukkan hasil yang baik sebelum peralatan dapat diguna-kan kembali. Apabila suatu per-alatan memerlukan pemeriksaan antara sebelum status kalibrasi dinyatakan berhasil dengan baik, maka pemeriksaan itu juga harus dilakukan dengan prosedur yang benar. Agar peralatan dapat berfungsi dengan baik dan lancar untuk suatu prosedur pengujian, maka diperlukan pemeliharaan alat secara rutin. Hal ini selain dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kerusakan, juga diha-rapkan dapat mengurangi resiko menurunnya unjuk kerjanya dan mengurangi resiko besarnya bia-ya perbaikan.

Peralatan laboratorium yang telah digunakan segera dicuci dan di-keringkan untuk kemudian disim-pan pada tempatnya. Pekerjaan ini dilakukan oleh penanggungja-wab peralatan. Apabila diperlu-kan, operator atau analis dapat segera melakukan peminjaman kepada penanggung jawab per-alatan. Pembersihan peralatan gelas di-lakukan sesuai prosedur. Guna-kan deterjen untuk menghilang-kan kotoran ringan. Untuk kotor-an yang menempel kuat dapat di-gunakan reagen. Peralatan yang sudah dibersihkan disimpan pada wadah penyimpanan yang telah disiapkan. Peralatan laboratorium sangat menentukan kinerja dan keaku-ratan hasil analisis. Peralatan se-baiknya selalu dalam kondisi ber-sih sehingga dapat dipergunakan setiap saat. Peralatan yang ter-pelihara secara baik akan mem-perpanjang usia penggunaan alat tersebut. Setelah digunakan, alat-alat ter-sebut sebaiknya selalu dipelihara dan disimpan sesuai prosedur. Pisahkan peralatan yang terbuat dari gelas dengan peralatan logam karena masing-masing membutuhkan pemeliharaan dan penyimpanan berbeda. Beberapa ketentuan yang harus diketahui dalam pemeliharaan

Page 154: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Manajemen Mutu Laboratorium

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 138

peralatan gelas, plastik, porselen, atau logam antara lain adalah : 1. Alat yang terbuat dari bahan

gelas dibersihkan dengan sa-bun detergen dan bila perlu menggunakan sikat untuk membersihkan bagian yang sulit dijangkau. Bentuk sikat bermacam-macam, sehingga penggunaannya harus dise-suaikan dengan bentuk alat yang akan dibersihkan.

2. Alat yang terbuat dari bahan plastik mudah tergores. Oleh karena itu gunakan spon un-tuk mencegah goresan sela-ma pembersihan.

3. Cara untuk mengetahui apa-kah peralatan yang dicuci su-dah benar-benar bersih ada-lah dengan membasahi wa-dah tersebut dengan air. Bila seluruh permukaan alat men-jadi basah dengan memben-tuk lapisan air yang tipis, berarti peralatan sufah bersih. Bila belum bersih, pada per-mukaan alat terbentuk kum-pulan bintik-bintik air dipermu-kaannya.

4. Noda minyak atau kerak yang melekat pada peralatan gelas dapat dibersihkan dengan ca-ra merendam peralatan ter-sebut selama semalam dalam larutan pembersih yang ter-buat dari 1 bagian asam sulfat (pekat) dan 9 bagian Kalium dikromat (3% aq.). Keesokan harinya, peralatan tersebut dicuci dengan air

PAM atau akuades yang me-ngalir.

5. Peralatan yang sudah diber-sihkan harus dikeringkan ter-lebih dahulu sebelum disim-pan. Proses pengeringan dapat dilakukan pada rak pe-ngering.

6. Peralatan yang terbuat dari logam dapat dicuci dengan menggunakan sabun deter-jen. Keringkan dahulu pera-latan tersebut lalu disimpan pada tempatnya sehingga si-ap untuk digunakan pada ke-giatan berikutnya. Ada be-berapa ketentuan mengenai penyimpanan alat, yaitu seba-gai berikut : (a) penyimpanan peralatan yang terbuat dari gelas; (b) peralatan gelas seperti tabung reaksi, pipet atau buret dapat disimpan pada rak khusus atau pada kotak yang telah disediakan; (c) termometer yang telah digunakan harus dikeringkan terlebih dahulu dengan cara menyimpan pada rak khusus di ruangan terbuka pada suhu ruang, setelah kering sim-panlah pada tempat yang te-lah disediakan.

7. Statif yang terbuat dari bahan logam tidak perlu dilepas dari dasar, dan letakkan di bawah permukaan.

Setelah digunakan, tabung reaksi harus dikosongkan dan direndam dalam air. Tabung reaksi selan-jutnya dicuci dengan air panas yang mengandung diterjen alka-

Page 155: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Manajemen Mutu Laboratorium

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 139

lin. Pencucian dilanjutkan dengan perendaman dalam air panas yang bersih. Terakhir, tabung re-aksi harus direndam dalam aqua-des dan dikeringkan. Tutup ta-bung reaksi harus dicuci dalam air panas segera setelah dimung-kinkan. Rebuslah tutup tabung reaksi selama dua menit dengan menggunakan aqudest. Pipet yang telah digunakan harus segera direndam dalam air bersih yang dingin. Cuci seperti di atas dan dilanjutkan dengan peren-daman dalam air aquades. Sete-lah dikeringkan, simpanlah pipet dalam wadahnya. 8.4.3 Memantau stok bahan Stok bahan kimia dan peralatan harus selalu dipantau agar dapat menjamin keberlangsungan pro-ses pengujian di laboratorium. Stok bahan kimia diperiksa dan dicatat. Label kemasan yang te-lah rusak diperbaiki atau diganti. Label harus memberikan infor-masi secara jelas mengenai jenis bahan kimia yang terdapat dida-lam kemasan dan cara penanga-nannya. Label juga harus men-cantumkan potensi bahaya dan kontaminasi yang mungkin ter-jadi. Jelaskan pula mengenai kondisi kesehatan apabila terjadi kontaminasi. 8.4.3.1 Bahan Kimia Bahan kimia yang digunakan di laboratorium dapat dikenali de-ngan beberapa cara, diantaranya

dari sifatnya, fasanya, atau karak-teristiknya. Sifat paling umum dari bahan kimia adalah asam, basa, dan garam. Fasa bahan kimia dapat berben-tuk padatan, cairan, dan gas. Bahan kimia berbentuk padatan dapat dibagi lagi menjadi bentuk kristal atau serbuk. Panca indera dapat digunakan untuk mengenali bahan kimia. Kemampuan menggunakan pan-ca indera hanya dimiliki oleh orang tertentu atau yang sudah biasa bekerja di laboratorium. Beberapa senyawa kimia memi-liki karakteristik yang sudah dike-nal, misalnya : tembaga sulfat bentuknya kristal berwarna biru, Yodium berbentuk kristal berwar-na coklat ungu. Cara lain yang dapat membantu mengenali sifat dari bahan kimia adalah dengan melihat dan mem-perhatikan simbol atau keterang-an yang tercantum pada label. Simbol yang tercantum pada la-bel relatif sederhana dan komuni-katif. Misalnya gambar tengkorak menunjukkan bahwa bahan kimia tersebut beracun, gambar nyala api menyatakan bahwa bahan kimia tersebut mudah terbakar, sedangkan gambar ledakan akan memberi informasi bahwa bahan kimia tersebut mudah meledak. 8.4.3.2 Menuangkan Bahan Menuangkan bahan merupakan kegiatan yang banyak dilakukan

Page 156: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Manajemen Mutu Laboratorium

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 140

di laboratorium. Bahan yang ditu-ang dapat berupa bahan kimia berbahaya atau bahan kimia yang tidak berbahaya. Bahan ba-ku berbentuk cair juga memer-lukan teknik penuangan, demiki-an pula dengan bahan cair yang mudah membeku, seperti media agar yang digunakan di laborato-rium mikrobiologi sebagai media tumbuh mikroba. Setiap akan menuangkan bahan sebaiknya baca secara teliti infor-masi yang terdapat dalam label atau prosedur kerja agar tidak terjadi kesalahan yang dapat me-nimbulkan kerugian atau kecela-kaan. Peganglah wadah bahan dengan baik. Bila wadah ditempelkan la-bel yang menerangkan isi dalam wadah, letakkan label tersebut di bawah telapak tangan. Cara ini dimaksudkan untuk dapat mence-gah adanya bahan yang menetes atau menempel pada label se-hingga label tetap utuh. a. Mengambil dan

menuangkan bahan padat Pengambilan dan penuangan ba-han berbentuk padatan tergan-tung dari wadah yang digunakan. Bila wadahnya berupa botol, maka pengambilan bahan kimia dapat dilakukan dengan memi-ringkan botol sedemikian rupa sehingga terdapat sedikit bahan yang masuk ke dalam tutup botol.

Buka tutup botol tersebut secara hati-hati agar bahan kimia yang ada tidak kembali lagi ke dalam botol. Ketuk tutup botol tersebut secara perlahan menggunakan telunjuk atau batang pengaduk, sehingga bahan kimia dapat jatuh pada tempat yang diinginkan. Pengambilan bahan padat juga dapat dilakukan dengan menggu-nakan sendok atau spatula. Sen-dok yang digunakan disesuaikan dengan panjang dan ukuran mu-lut botol. Masukkan spatula atau sendok ke dalam botol dan ambil bahan kimia secukupnya. Tuang-kan bahan kimia ke tempat yang diinginkan dengan cara mengetuk secara perlahan spatula atau sendok tersebut sampai tercapai jumlah bahan kimia yang diingin-kan. Cara lain yang dapat dilakukan untuk menuangkan bahan kimia berbentuk padat adalah dengan memindahkan secara langsung Cara ini diawali dengan membu-ka tutup botol dan memiringkan-nya ke arah wadah penampung. Guncang atau ketuk secara per-lahan hingga bahan kimia di da-lamnya jatuh ke wadah penam-pung sesuai jumlah yang diingin-kan b. Mengambil dan

menuangkan bahan cair Cara menuangkan bahan kimia berbentuk cair agak berbeda de-ngan bahan kimia berbentuk pa-dat. Bacalah terlebih dahulu la-

Page 157: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Manajemen Mutu Laboratorium

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 141

bel yang melekat dalam botol se-cara teliti untuk mencegah kesa-lahan. Peganglah botol sedemi-kian rupa sehingga bagian label terletak pada telapak tangan. Mi-ringkan botol untuk membasahi tutupnya dengan bahan kimia di dalam botol. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan membuka-nya. Bukalah tutup botol dengan cara menjepitnya diantara jari. Tuang-kan bahan kimia cair dengan bantuan batang pengaduk. Bila akan menuangkan ke dalam ge-las ukur, bahan kimia dapat lang-sung dituangkan ke dalam gelas ukur tersebut atau ditampung ter-lebih dahulu ke dalam dalam ge-las kimia. Selanjutnya barulah bahan kimia tersebut dituangkan ke dalam gelas ukur. Dalam menuangkan bahan kimia dari botol harus diperhatikan ukuran mulut botol dengan ukur-an wadah penampung. Ukuran mulut botol harus lebih kecil dari-pada ukuran mulut wadah pe-nampung. Untuk menuangkan bahan yang mudah berubah, seperti misalnya media agar untuk menumbuhkan mikroba. Penuangan dilakukan dengan cara seperti telah dijelas-kan di atas namun dilakukan pada suhu yang tepat dimana tidak terlalu panas dan tidak ter-lalu dingin. Bila penuangan dila-kukan saat media agar masih pa-nas dikhawatirkan dapat membu-

nuh mikroba yang akan ditum-buhkan. Namun bila terlalu ’di-ngin’, dikhawatirkan media sudah membeku sehingga sulit dituang-kan. c. Menimbang Menimbang merupakan kegiatan di laboratorium yang memiliki pe-ran penting dalam menghasilkan data akurat. Kegiatan menim-bang harus dilakukan secara cer-mat dan hati-hati untuk memini-malkan kesalahan. Neraca sangat tergantung dari kapasitas dan tingkat ketelitian-nya. Neraca yang kapasitasnya besar biasanya kurang teliti se-hingga biasa disebut neraca ka-sar, sedangkan neraca yang kapasitasnya kecil memiliki kete-litian lebih baik sehingga biasa di-sebut neraca halus (neraca ana-litik). Berdasarkan prinsip kerjanya ne-raca terbagi menjadi neraca me-kanik dan digital. Neraca digital lebih cepat kerjanya dan lebih te-liti. Langkah pertama yang harus dilakukan dalam kegiatan penim-bangan adalah membersihkan neraca atau piring neraca dari sisa bahan atau kotoran lainnya. Setimbangkan (tera) neraca de-ngan cara menggeser skrup pe-ngatur hingga jarum menunjuk-kan angka nol. Untuk neraca di-gital, proses tera dilakukan de-

Page 158: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Manajemen Mutu Laboratorium

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 142

ngan menekan tombol tera dan secara otomatis neraca digital akan menampilkan angka nol. Timbang wadah bahan untuk me-ngetahui bobotnya. Bobot dari bahan kimia dapat diketahui de-ngan cara mengurangkan bobot total dengan bobot wadah. Bila menggunakan neraca digital, pe-nentuan bobot wadah bahan ti-dak perlu dilakukan. Simpan wa-dah bahan pada neraca digital, lalu tekan tombol tera. Secara otomatis neraca digital akan me-nampilkan angka nol, yang berarti angka yang akan ditampilkan da-lam proses penimbangan adalah bobot bahan kimia. Masukan bahan kimia yang akan ditimbang sesuai prosedur penu-angan bahan kimia. Pasang be-ban timbangan sesuai dengan bobot bahan kimia yang diingin-kan. Lakukan penambahan atau pengurangan bahan kimia hingga diperoleh bobot yang diinginkan. Bila penimbangan telah selesai, kembalikan semua dalam posisi semula. Bersihkan piring neraca atau permukaan neraca. Naikkan penahan neraca agar piring neraca tidak bergoyang. Matikan arus listrik bila menggunakan neraca digital. d. Mengukur volume bahan

cair Volume bahan cair dapat diukur dengan menggunakan gelas ukur

atau pipet ukur. Untuk memper-oleh hasil pengukuran yang aku-rat, gunakan gelas atau pipet ukur yang bersih sehingga tidak ada bahan cair yang tertinggal pada alat ukur tersebut. Gelas atau pipet ukur yang di-gunakan harus disesuaikan de-ngan volume bahan cair yang akan ditentukan volumenya. Ba-calah secara teliti skala yang terdapat dalam alat pengukur. Jangan sampai salah membaca skala, misalnya satuan terkecil-nya ml, 0.1 ml atau μm. Isaplah zat cair yang akan diukur volumenya sampai di atas garis batas. Bila yang akan diukur adalah zat cair yang berbahaya, gunakan ball pipet. Tutup ujung pipet dengan jari telunjuk, kemu-dian angkat. Keringkan dahulu ujung pipet dengan menggunkan kertas saring. Turunkan permu-kaan zat cair dengan cara mem-buka ujung telunjuk secara hati-hati sampai tanda volume. Ma-sukan zat cair ke dalam tempat yang disediakan. Isilah gelas ukur dengan bahan yang akan diukur volumenya. Perhatikan permukaan zat cair yang diukur. Bila permukaannya cekung dibaca pada permukaan bagian terbawah dan bila per-mukaannya cembung dibaca pa-da permukaan bagian paling atas. Pembacaan skala harus lurus dengan mata.

Page 159: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Manajemen Mutu Laboratorium

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 143

e. Menyaring Untuk menyaring suatu campuran dapat dilakukan dengan meng-gunakan kertas saring. Ukuran kertas saring disesuaikan dengan ukuran partikel yang akan di-pisahkan dari suatu campuran. Bentuklah kertas saring sedemi-kian rupa sehingga sesuai de-ngan ukuran corong. Penyobek-an kertas saring di bagian yang dilipat dimaksudkan untuk mem-berikan udara sehingga proses penyaringan dapat berlangsung lancar. Tempatkan kertas saring pada corong dan basahi kertas saring tersebut dengan air suling sehingga benar-benar melekat pada corong. Pasang corong pada statif dan ujung bagian bawahnya dimasukan ke mulut dari wadah penampungan filtrat. Tuangkan larutan yang akan disaring ke atas corong. Proses penuangan dilakukan secara hati-hati agar tidak ada larutan yang melebihi kertas saring. f. Mensterilisasi Sterilisasi adalah proses pemus-nahan semua bentuk kehidupan. Objek yang telah terbebas dari mikroba disebut steril. Proses sterilisasi dapat dilakukan dengan menggunakan suhu panas, sinal ultra violet, sinar-X, atau dengan menggunakan se-nyawa kimia. Sterilisasi suhu panas dapat berupa udara kering

atau uap bertekanan (Gambar 8.9.).

Gambar 8.9. Autoclave yang dapat

digunakan untuk sterilisasi dengan uap bertekanan

Sumber : Wirjosoemarto dkk, 2000). 8.4.4 Metode Pengujian Telah dijelaskan sebelumnya bahwa laboratorium pengujian adalah laboratorium yang melak-sanakan pengujian, yaitu suatu kegiatan teknis yang terdiri atas penetapan, penentuan satu atau lebih sifat atau karakteristik dari suatu produk, bahan, peralatan, organisme, fenomena fisik, pro-ses atau jasa, sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Dengan demikian laboratorium pengujian pangan adalah labora-torium yang melaksanakan pe-ngujian pangan, yaitu suatu ke-giatan penentuan sifat atau ka-

Page 160: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Manajemen Mutu Laboratorium

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 144

rakteristik bahan pangan dengan menggunakan prosedur yang te-lah ditetapkan. Metode (prosedur) pengujian me-miliki arti sangat penting dalam melaksanakan kegiatan penguji-an. Sesuai dengan perkembang-an, laboratorium harus menggu-nakan metode dan prosedur pe-ngujian yang sesuai dengan stan-dar, baik nasional maupun inter-nasional. Metode dan prosedur tersebut meliputi metode : 1) pe-ngambilan sampel; 2) penangan-an sampel; (3) transportasi sam-pel; (4) penyimpanan sampel; (5) preparasi sampel yang akan diuji; (6) pengukuran/analisis sifat atau karakteristik sampel (sehingga diperoleh data); (7) perkiraan ke-tidakpastian pengukuran; dan (8) teknik statistik untuk analisis data pengujian. Semua metode dan prosedur yang diperlukan oleh laborato-rium dalam melaksanakan tugas-nya sebagai laboratorium pengu-jian hendaknya tersedia, baik be-rupa instruksi untuk penggunaan dan pengoperasian peralatan yang relevan, maupun penangan-an serta preparasi contoh yang akan diuji. Laboratorium harus memiliki semua instruksi, standar, pedoman dan data referensi yang relevan untuk pekerjaan labora-torium. Semua instruksi, standar, pedoman dan data referensi yang relevan untuk pekerjaan labora-torium tersebut harus dipelihara kemutakhirannya serta tersedia

dan mudah diakses oleh personel laboratorium. Kadang terjadi penyimpangan dari hasil pengukuran yang diper-oleh. Penyimpangan terhadap metode pengujian boleh terjadi hanya jika penyimpangan ter-sebut dapat dibuktikan kebena-rannya secara teknis, disahkan dan dapat diterima oleh pelang-gan. Agar pengujian dapat dilaku-kan dengan benar serta membe-rikan hasil yang memuaskan dan dapat dipercaya, maka laborato-rium harus menggunakan metode standar, baik secara internasio-nal, regional atau nasional. Namun karena suatu alasan, la-boratorium dapat juga menggu-nakan metode bukan standar. Namun metode tersebut spesifi-kasinya harus telah diakui serta berisi informasi yang cukup dan ringkas tentang cara melaksana-kan pengujian tersebut. Bila menggunakan metode standar, ti-dak perlu ditambah atau ditulis ulang sebagai prosedur internal, tetapi dapat digunakan langsung sesuai dalam bentuk aslinya. Pada penggunaan metode stan-dar, mungkin saja diperlukan pengadaan dokumen tambahan untuk menjelaskan langkah-lang-kah opsional dalam rincian meto-de atau rincian tambahan. Ada beberapa hal yang perlu di-perhatikan dalam penggunaan metode analisis, antara lain : (1) semua metode pengujian harus

Page 161: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Manajemen Mutu Laboratorium

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 145

didokumentasi dan divalidasi; (2) semua metode harus dipelihara kemutakhirannya dan tersedia untuk staf laboratorium yang membutuhkan; (3) personel yang bersangkutan harus dilatih dan dievaluasi kompetensinya; dan (4) metode tersebut harus terus dipelajari oleh staf laboratorium yang bersangkutan untuk me-ningkatkan keahliannya. 8.4.4.1 Pemilihan metode Dalam melaksanakan perannya, laboratorium pengujian harus menggunakan metode pengujian, termasuk metode pengambilan sampel, dalam melaksanakan pengujian. Hal ini dilakukan untuk memenuhi keinginan pelanggan juga untuk memberi jaminan ke-sesuaian dengan hasil pengujian yang dilakukan. Metode pengujian yang diguna-kan dalam kegiatan pengujian di laboratorium harus memiliki stan-dar yang telah dipublikasi dan berlaku secara internasioanl, regional, nasional, atau minimal antara penjual dan pembeli. Beberapa pembeli dari negara di Eropa memiliki standar kualitas sendiri yang berbeda dengan standar kualitas negara lain. Hal ini tidak bertantangan dengan peraturan peraturan mengenai standarisasi yang berlaku secara internasional. Metode standar tersebut haruslah edisi terbaru yang berlaku, kecu-ali bila metode tersebut sudah

tidak sesuai lagi atau tidak mung-kin untuk dilaksanakan. Apabila diperlukan, metode standar dapat dilengkapi dengan rincian tam-bahan untuk menjamin keteraturan dalam penerapannya. Apabila pelanggan tidak meminta secara khusus metode yang digunakan, laboratorium harus memilih/menyeleksi metode yang sesuai, misalnya: 1. standar internasional, regio-

nal, atau nasional yang telah dipublikasi oleh badan stan-dar internasional atau nasio-nal, seperti: Standar Nasional Indonesia (SNI), Standar Australia, ISO, ASTM, AOAC, WHO, dan lain-lainnya;

2. metode yang dikeluarkan/ dipublikasi oleh organisasi yang mempunyai reputasi, seperti yang dikembangkan oleh ilmuwan dan dipublikasi dalam jurnal ilmiah;

3. metode yang tertera berasal dari buku teks atau jurnal yang relevan;

4. metode yang dikeluarkan oleh pembuat peralatan (manual); atau

5. metode yang telah dikem-bangkan atau diadopsi labo-ratorium dan telah divalidasi (biasanya digunakan untuk keperluan khusus di lingku-ngan laboratorium sendiri).

Dalam rangka melakukan pela-yanan pengujian kepada pelang-gan, seharusnya pelanggan dibe-ri informasi tentang metode yang telah dipilih untuk pengujian ter-

Page 162: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Manajemen Mutu Laboratorium

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 146

sebut. Tentu saja, laboratorium harus sudah mampu mengguna-kan/mengoperasikan metode standar secara baik. Jika ada perubahan metode standar yang digunakan, hendaklah dilakukan konfirmasi ulang ke pelanggan. Selain itu, laboratorium juga ha-rus memberitahu pelanggan bila metode yang diajukan oleh pe-langgan sudah tidak sesuai atau sudah kadaluwarsa. 8.4.4.2 Metode yang

dikembangkan oleh laboratorium

Jika laboratorium menggunakan metode pengujian yang dikem-bangkan sendiri, maka beberapa tindakan berikut harus sudah dilakukan : 1. metode pengujian yang di-

kembangkan harus merupa-kan kegiatan yang telah diren-canakan, dan rencana itu harus selalu dimutakhirkan sejak saat dikembangkan;

2. laboratorium telah menugas-kan personel yang telah me-menuhi persyaratan untuk menggunakan metode yang dikembangkan sendiri. Harus dipastikan sudah terjalin ko-munikasi yang efektif diantara semua personel laboratorium yang terlibat;

3. laboratorium telah dilengkapi dengan sumber daya, baik sarana maupun prasarana yang memadai untuk melak-sanakan metode pengujian tersebut.

8.4.4.3 Metode tidak standar Dalam kondisi tertentu, laborato-rium mungkin saja tidak dapat melakukan pengujian seperti yang telah ditetapkan berda-sarkan kesepakatan yang berlaku secara internasional. Penang-gungjawab laboratorium tersebut boleh melaksanakan pengujian menggunakan metode pengujian sendiri. Namun metode peng-ujian yang dimaksud harus diva-lidasi terlebih dahulu dan dilapor-kan. Didalam SNI 10-17025-200 butir 5.4.5.3, dinyatakan bahwa labo-ratorium harus memvalidasi me-tode yang dimiliki dan akan digunakan. Laboratorium harus mampu merekam hasil yang di-peroleh, prosedur yang diguna-kan untuk validasi, dan pernyata-an bahwa metode tersebut tepat untuk penggunaan yang dimak-sud. Validasi metoda analisis bahan pangan mencakup penetapan repeatabilitas dan reproduksibi-litas, akurasi, recovery, batas deteksi minimal, linearitas, kon-firmasi identitas, dan ketidak pastian. Validase metode sangat dibutuhkan dalam analisis bahan pangan. Salah satunya karena nilai nutrisi dan keamanan bahan pangan ditetapkan berdasarkan analisis terhadap kandungan unsur/ senyawa yang ada dalam bahan pangan tersebut. Alasan lainnya adalah metode analisis yang digunakan harus divalidasi

Page 163: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Manajemen Mutu Laboratorium

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 147

terlebih dahulu agar hasil penguji-annya dapat disajikan. Apabila laboratorium pengujian merasa perlu untuk menggunakan meto-de yang tidak standar, maka be-berapa hal berikut harus diper-hatikan, yaitu : 1. laboratorium harus mentaati

persetujuan dengan pelang-gan mengenai penggunaan metode tidak standar sebagi pengukuran;

2. metode bukan standar terse-but harus mencantumkan spesifikasi yang jelas pada persyaratan pelanggan; serta

3. sesuai dengan tujuan penguji-an. Metode tidak standar yang akan dipilih harus divalidasi sebagaimana mesti-nya sebelum digunakan (lihat validasi metode).

8.4.4.4 Metode pengujian yang

baru Bila menggunakan metode pe-ngujian yang baru, sebaiknya di-buat prosedur kerjanya sebelum dilakukan pengujian dan sedikit-nya berisi informasi mengenai : a. identifikasi yang sesuai kebu-

tuhan; b. ruang lingkup pengujian; c. uraian jenis bahan yang akan

diuji; d. parameter atau besaran yang

akan ditentukan; e. perlengkapan dan peralatan

yang digunakan, termasuk persyaratan untuk kerja teknis;

f. standar acuan dan bahan acuan yang dipersyaratkan;

g. kondisi lingkungan yang di-persyaratkan;

h. uraian prosedur, yang meliputi:

pemberian tanda/label identifikasi, penanganan, transportasi, penyimpan-an dan persiapan sampel;

pemeriksaan sebelum pengujian dilakukan;

pemeriksaan peralatan yang sedang bekerja dengan tepat (bila perlu dilakukan kalibrasi dan penyetelan peralatan sebelum digunakan);

metode untuk merekam pengamatan dan hasil;

tindakan keselamatan yang harus dipertimbang-kan;

i. kriteria dan/atau persyaratan untuk persetujuan /penolakan;

j. penyajian data yang harus direkam dan metode analisis yang digunakan serta bentuk penyajian data hasil pengujian; serta

k. ketidakpastian atau prosedur untuk perkiraan ketidakpasti-an.

Perlu ditambahkan di sini bahwa dalam metode analisis dikenal hirarki yang meliputi 4 (empat) kelompok, yaitu: teknik, metode, prosedur dan protokol. Berikut penjelasan bagi masing-masing kelompok, yaitu : 1. Teknik adalah prinsip-prinsip

keilmuan yang telah ditemu-kan dan digunakan untuk

Page 164: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Manajemen Mutu Laboratorium

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 148

memperoleh informasi me-ngenai komposisi. Sebagai contoh, misalnya spektrofoto-metri.

2. Metode merupakan adaptasi

yang jelas dari suatu teknik yang digunakan untuk kepen-tingan pengukuran terseleksi. Contoh: penetapan gas SO2 menggunakan pararosaanilin secara spektrofotometri.

3. Prosedur terdiri atas petunjuk

-petunjuk yang diperlukan untuk melaksanakan suatu metode. Contoh: penetapan gas SO2 dengan pararo-saanilin secara spektrofoto-metri dapat dilakukan mengi-kuti prosedur yang dikeluar-kan oleh ASTM (American Standard of Testing Materials) melalui prosedur ASTM, D2914, atau mengikuti prosedur AOAC (Association of Official Analytical Chemist).

4. Protokol, merupakan

penuntun yang lebih spesifik bagi suatu metode. Petunjuk pada protokol merupakan keharusan di dalam melaksanakan suatu prosedur analitis agar tercapai sasaran yang diinginkan.

Hirarki metode analisis ini dimaksudkan untuk memperoleh hasil analisis yang absah (valid) bagi suatu tujuan pengujian tertentu. Dari hirarki ini dapat diperkirakan hal-hal yang

berkaitan dengan kesalahan analisis. 8.4.5 Validasi Metode Uji Diperolehnya data hasil penguji-an yang valid merupakan tujuan utama yang ingin dan harus dica-pai oleh suatu laboratorium pe-ngujian. Secara garis besarnya, hasil uji yang valid dapat digam-barkan sebagai hasil uji yang mempunyai akurasi (accuracy) dan presisi (precission) yang tinggi. Metode uji memegang peranan sangat penting dalam memperoleh hasil uji yang memi-liki akurasi dan presisi tinggi. Dari hirarki metode uji dapat diperki-rakan hal-hal yang berkaitan de-ngan kesalahan analisis. Kesalahan analisis dapat dike-lompokan menjadi tiga golongan, yaitu : 1) kesalahan mutlak (gross errors), 2) kesalahan sistematik (systematic errors) dan 3) kesa-lahan acak (random errors). Berikut ini penjelasan mengenai masing-masing golongan, yaitu : 1. Kesalahan mutlak

Kesalahan mutlak merupakan jenis kesalahan yang paling fatal, sehingga tidak terdapat alternatif lain untuk mengata-sinya, kecuali mengulang pe-ngujian dari permulaan. Kesa-lahan ini meliputi penyim-pangan yang ditimbulkan oleh ketidaknormalan instrumen, contoh uji terbuang tanpa sengaja dan/atau kekeliruan pengambilan bahan kimia.

Page 165: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Manajemen Mutu Laboratorium

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 149

Kesalahan ini relatif jarang terjadi dan sangat mudah di-kenali untuk segera diambil langkah mengatasinya. Con-tohnya, sebuah termometer yang oleh karena suatu sebab tidak dapat menunjukkan tem-peratur benda yang sebenar-nya, maka akan memberikan kesalahan. Namun, kesalah-an ini dapat diperbaiki, misal-nya dengan cara mengganti dengan termometer lain yang lebih tepat.

2. Kesalahan sistematik

Kesalahan sistematik meru-pakan kesalahan yang ditim-bulkan oleh adanya faktor tetap yang mengakibatkan data hasil uji cenderung lebih tinggi atau lebih rendah dari pada harga sesungguhnya. Kesalahan sistematik meru-pakan simpangan yang sa-ngat mungkin terjadi pada setiap proses pengujian yang secara tak terduga akan mempengaruhi semua peng-ukuran dan pengamatan dalam suatu rangkaian proses pengujian. Berbagai sebab dapat mengakibatkan timbul-nya kesalahan sistematik, seperti kelemahan metode uji, kelemahan analis, kerusakan instrumen dan bahan standar yang tidak mampu telusur. Kesalahan tersebut tidak mempengaruhi penyebaran data, tetapi akan menun-jukkan bias rata-rata hasil uji ke arah positif (lebih tinggi

dari hasil sebenarnya) atau ke arah negatif (lebih rendah). Adanya kesalahan sistematik akan mempengaruhi akurasi suatu data uji.

3. Kesalahan acak

Kesalahan acak terjadi secara kebetulan, tanpa disengaja dan bervariasi dari satu pe-ngujian ke pengujian berikut-nya. Kesalahan ini sulit dihin-dari dan diperbaiki. Misalnya, pada pengukuran mengguna-kan spektrofotometer, adanya fluktuasi tegangan menimbul-kan ketidakstabilan intensitas radiasi elektromagnet yang dipancarkan oleh sumber radiasi (lampu wolfram atau deuterium). Contoh lain misalnya terjadinya sesatan cahaya pada sistem optik yang digunakan di dalam spektrofotometer dapat juga menimbulkan kesalahan ana-lisis yang sulit diperbaiki. Tentu saja usaha pence-gahan dapat dilakukan untuk memperkecil kesalahan anali-sis, yaitu dengan cara mem-perbaiki sistem instrumentasi dan pengukuran maupun dengan memberikan rumusan matematik untuk koreksi seperlunya. Validasi adalah konfirmasi melalui pengujian dan pengadaan bukti obyektif bahwa persyaratan tertentu untuk maksud khusus telah dipenuhi. Sebelumnya, valida-si metode uji digambarkan sebagai proses penentuan

Page 166: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Manajemen Mutu Laboratorium

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 150

karakter metode uji, yaitu presisi, akurasi, sensitivitas, batas deteksi dan selektivitas. Dengan demikian, penentuan karakter itu diperluas dengan melengkapi bukti-bukti obyek-tif yang mendukung bahwa metode tersebut memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan tertentu. Beberapa pendekat-an yang biasa dilakukan untuk validasi metode uji adalah sebagai berikut :

a. Presisi Presisi adalah tingkat ketelitian suatu set hasil uji di antara hasil-hasil pengujian. Dalam praktek, uji presisi suatu metode uji dilakukan dengan uji ketahanan, uji repisibilitas dan uji reproduksi-bilitas. Berikut penjelasan menge-nai metode uji yang digunakan untuk menguji presisi, yaitu : 1. Uji ketahanan. Uji ketahan-

an dilakukan untuk mengeta-hui perubahan reliabilitas me-tode uji dengan berjalannya waktu karena rentannya me-tode uji terhadap perubahan kondisi pengujian. Dalam uji ketahanan ini dilakukan iden-tifikasi faktor-faktor kritis da-lam metode uji, mulai dari preparasi sampel uji sampai dengan tahap penetapannya.

2. Uji repitabilitas. Uji repitabi-

litas dilakukan untuk menge-tahui variabilitas data yang dihasilkan pada dua penguji-an berurutan pada kondisi

yang sama. Perbedaan ab-solut kedua data hasil uji diharapkan berada dalam kisaran konfidensi 95%. 6

3. Uji reproduksibilitas. Uji reproduksibilitas adalah uji yang dilakukan untuk menge-tahui variabilitas yang dihasil-kan pada dua pengujian con-toh identik pada kondisi yang berbeda. Perbedaan absolut antara masing-masing data hasil uji diharapkan berada dalam kisaran konfidensi 95%.

b. Akurasi Akurasi suatu metode uji merupa-kan ukuran kualitas metode itu yang menggambarkan besarnya penyimpangan data hasil uji dengan harga yang sesungguh-nya. Kesulitan utama yang dihadapi pada evaluasi akurasi suatu metode uji adalah fakta bahwa kandungan sesungguhnya komponen yang akan diuji tidak diketahui. Secara umum dikenal tiga cara yang digunakan untuk evaluasi akurasi metode uji. 1. Uji pungut ulang (recovery

test). Pada prinsipnya, uji pungut ulang dapat dilakukan dengan menganalisis contoh yang diperkaya dengan sejumlah kuantitatif analit yang akan ditetapkan. Jumlah absolut analit yang diperoleh dari analisis ini dan jumlah serupa yang diperoleh dari pengujian yang sama untuk contoh

Page 167: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Manajemen Mutu Laboratorium

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 151

(tanpa penambahan analit) dapat digunakan untuk me-nentukan nilai pungut ulang analit itu. Apabila dalam pe-ngujian tidak terdapat kesa-lahan sistematik, maka nilai pungut ulang yang diperoleh dalam uji ini tidak akan berbeda secara signifikan dari 100%. Uji pungut ulang juga dapat dilakukan dengan tek-nik adisi standar mengguna-kan suatu seri larutan stan-dar. Dalam hal ini evaluasi beberapa hal dapat dilakukan sekaligus, seperti adanya ke-salahan acak terlihat dari sebaran data di sekitar garis, adanya kesalahan proporsio-nal misalnya karena adanya interaksi antara analit dengan matrik, atau efisiensi ekstrak-si, akan terlihat pada kemiri-ngan garis regresi dengan slope kurva baku. Kelemahan utama uji ini adalah adanya kemungkinan perbedaan an-tara kondisi analit yang ditambahkan dan kondisi analis dalam matriks. Nilai uji pungut ulang sebesar 100% tidak selalu dapat menjamin bahwa seluruh analit dalam matriks telah benar-benar di-gambarkan oleh data hasil uji. Oleh karena itu, uji ini bia-sanya hanya dilakukan seba-gai uji pendahuluan dalam evaluasi akurasi metode uji.

2. Uji relatif terhadap akurasi metode baku

Pada prinsipnya, uji relatif dilakukan dengan mengerja-kan pengujian paralel atas contoh uji yang sama menggunakan metode uji yang sedang dievaluasi dan metode uji lain yang telah diakui sebagai metode baku. Apabila dalam pengujian tidak terdapat kesalahan sistema-tik, maka tidak akan terdapat perbedaan data hasil uji yang signifikan dari kedua pengu-jian tersebut. Dengan angga-pan bahwa metode baku memiliki akurasi yang tinggi, maka apabila tidak terdapat perbedaan data hasil uji yang signifikan dari kedua penguji-an tersebut menunjukkan bahwa akurasi metode uji yang sedang dievaluasi memiliki akurasi yang setingkat dengan metode baku. Dibandingan dengan metode uji pungut, uji ini dapat memberikan reliabilitas evaluasi yang lebih baik. Apabila dipandang perlu, reliabilitas evaluasi ini dapat ditingkatkan dengan melibatkan lebih dari satu metode baku dalam evaluasi.

3. Uji terhadap standard

reference material (SRM). Uji terhadap SRM untuk mengevaluasi akurasi suatu metode uji dilakukan dengan menguji SRM menggunakan metode uji yang sedang

Page 168: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Manajemen Mutu Laboratorium

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 152

dievaluasi. Harus diasumsikan bahwa nilai yang sebenarnya (true value) dari suatu bahan yang akan diuji adalah seperti yang dinyatakan pada SRM tersebut. Bias hasil uji dari metode uji yang dievalussi terhadap nilai yang sebenarnya menggambarkan seberapa tinggi akurasi dari metode uji tersebut.

c. Kepekaan (sensitivity) Kepekaan adalah suatu metode uji merupakan ukuran kualitas yang menggambarkan kemampuan metode itu untuk mendeteksi adanya suatu komponen dalam contoh yang diuji. Dalam prakteknya, kepekaan dinyatakan sebagai rasio kenaikan respon pengujian untuk setiap kenaikan konsentrasi komponen. Pada pengujian instrumental yang menggunakan teknik kuantitasi standar eksternal, kepekaan metode dapat dinyatakan dengan harga slope kurva baku. Makin besar harga slope kurva baku yang dapat dihasilkan oleh suatu metode, makin tinggi kepekaan metode itu. d. Limit deteksi (limit of

detection) Metode analisis yang spesifik bagi penentuan kuantitatif suatu unsur atau molekul dalam jumlah renik di dalam suatu matriks sampel sering dihadapkan pada masalah limit deteksi. Limit

deteksi dinyatakan dengan satuan konsentrasi suatu zat yang secara statistik dapat dibedakan dari blanko analitiknya. Cukup banyak cara dalam menentukan limit deteksi suatu metode analisis, mulai dari cara-cara yang sederhana hingga cara-cara yang rumit menggunakan pendekatan statistik. Limit deteksi memiliki kegunaan yang cukup penting untuk menginterpretasikan data analisis bagi suatu laporan. Hal ini disebabkan oleh seberapa jauh perbedaan harga antara blanko dengan sampel, yang dapat diartikan dengan adanya konstituen di dalam cuplikan. IUPAC (International Union Pure and Applied Chemistry) pada tahun 1975 menetapkan definisi limit deteksi sebagai konsentrasi (CL) yang diturunkan dari pengukuran sinyal terkecil (XL) yang masih dapat dideteksi dengan ketentuan yang masuk akal bagi suatu prosedur analisis tertentu, sedangkan menurut ACS (American Chemical Society), limit deteksi didefinisikan sebagai konsentrasi terendah dari suatu analit yang dapat dideteksi oleh prosedur analisis. Jika respon analitik blanko dinyatakan sebagai XB, sedangkan pembacaan rata-rata blano adalah �XB, maka limit deteksi dapat dihitung dengan rumus: CL=m(XL-XB) dan karena XL = �XB + k.SB, SB merupakan standar deviasi blanko, maka: CL=k.SBm m adalah kepekaan

Page 169: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Manajemen Mutu Laboratorium

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 153

analitik, sedangkan harga k yang digunakan biasanya = 3. e. Selektivitas dan spesifisitas

(selectivity and spesificity) Spesifisitas suatu metode uji adalah kemampuan metode itu dalam mendeteksi hanya satu senyawa analit dalam contoh yang diuji, meskipun matriks contoh sangat kompleks. Dalam hal ini metode spesifik yang digunakan tidak memberi sinyal dengan adanya senyawa lain dalam contoh. Metode penetapan kadar logam dengan spektrometri serapan atom adalah salah satu contoh metode pengujian dengan spesifisitas tinggi. Suatu metode yang memiliki kespesifikan yang rendah akan mengakibatkan ke-keliruan positif dalam pengujian secara kualitatif. Dalam penguji-an kuantitatif, kekurangspesifikan suatu metode uji akan meng-hasilkan data uji yang cenderung lebih tinggi dari harga sesung-guhnya. Selektivitas adalah ke-mampuan metode uji untuk mem-berikan sinyal analitik dengan be-nar untuk campuran analit dalam suatu contoh tanpa adanya interaksi antaranalit. Dengan demikian, metode selektif dapat dinyatakan sebagai seri metode spesifik. Laboratorium pengujian harus memvalidasi metode tidak standar, metode yang dikembangkan laboratorium, metode standar yang digunakan di luar lingkup yang dimaksudkan, dan penegasan serta modifikasi metode standar

untuk konfirmasi bahwa metode tersebut sesuai penggunaannya. Lingkup validasi harus sesuai dengan pernyataan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan di laboratorium dan penerapannya di lapangan, sehingga validasi harus mencakup prosedur untuk pengambilan contoh, penanganan/preparasi dan transportasi. Teknik yang digunakan untuk menentukan unjuk kerja suatu metode hendaknya merupakan salah satu, atau kombinasi dari hal-hal berikut: a. kalibrasi menggunakan

standar acuan atau bahan acuan;

b. membandingkan hasil yang diperoleh dengan metode lain;

c. uji banding banding antar laboratorium;

d. penilaian yang sistematik dari faktor-faktor yang mempenga-ruhi hasil;

e. penilaian ketidakpastian hasil berdasarkan pemahaman il-miah pada dari prinsip teoritis metode dan pengalaman praktis.

Apabila beberapa perubahan te-lah dilakukan pada metode tidak baku yang telah divalidasi, pe-ngaruh perubahan yang dilaku-kan hendaknya dicatat/didoku-mentasi, dan jika telah sesuai sebaiknya dilakukan validasi baru. Dalam melakukan validasi, rentang ukur dan akurasi nilai

Page 170: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Manajemen Mutu Laboratorium

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 154

yang diperoleh dari metode yang divalidasi (misalnya ketidakpasti-an hasil, limit deteksi, selektivitas metode, linieritas, reproduksibili-tas, dan sebagainya) yang diak-ses untuk penggunaan yang dimaksudkan, harus relevan dengan kebutuhan pelanggan. Validasi hendaklah mencakup spesifikasi persyaratan, penetap-an karakteristik metode, pemerik-saan bahwa persyaratan dapat dipenuhi dengan menggunakan metode dan pernyataan terhadap validitas. Selama pengembangan metode berlangsung, kaji ulang secara reguler sebaiknya dilakukan un-tuk verifikasi bahwa kebutuhan pelanggan masih dipenuhi. Seti-ap perubahan persyaratan yang membutuhkan modifikasi rencana pengembangan sebaiknya telah disetujui dan disahkan sebelum digunakan. Perlu diperhatikan pula bahwa validasi metode merupakan keseimbangan antara biaya, resiko dan aspek teknis. Oleh karena itu, beberapa hal biasanya akan menjadi bahan pertimbangan dalam melaksana-kan validasi metode, seperti: a. keterbatasan biaya, waktu

dan personel; b. kepentingan laboratorium; c. kepentingan pelanggan; dan d. diutamakan untuk pekerjaan

yang bersifat rutin. Dalam beberapa kasus, kadang rentang dan nilai ketidakpastian (misalnya akurasi, limit deteksi,

selektivitas, linieritas, repitabilitas, reproduksibilitas, dan ketahanan) hanya dapat ditetapkan dalam bentuk yang disederhanakan oleh sebab keterbatasan informasi yang diperoleh. 8.5. Pelaksanaan Kegiatan

Laboratorium Telah dijelaskan sebelumnya bahwa pelaksanaan kegiatan di laboratorium membutuhkan sum-berdaya manusia yang memiliki kemampuan untuk mengorganisir sarana, peralatan dan metode untuk menganalisa sampel seca-ra baik. 8.5.1 Pembuatan Rencana

Kerja Pembuatan rencana kerja men-cakup kemampuan untuk menye-lesaikan tugas secara individu atau dalam konteks kelompok. Tugas tersebut meliputi penyu-sunan aktivitas rutin dan prosedur untuk menggunakan sumberdaya yang tersedia dengan merujuk pada petujunjuk yang tersedia. Didalam pelaksanaan rencana kerja sudah termasuk komunikasi dengan personil yang relevan untuk bekerja secara efektif dengan yang lainnya dalam tim. Dalam pembuatan rencana kerja, sebaiknya dilakukan klarifikasi tanggungjawab individu. Didalam kondisi tertentu perlu dilakukan modifikasi rencana kerja untuk menanggulangi kebu-

Page 171: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Manajemen Mutu Laboratorium

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 155

tuhan tentang uji yang mendesak. Modifikasi juga dapat dilakukan apabila hasil analisis sebelumnya juga menunjukkan hasil yang abnormal. Rencana kerja harus dimulai dari rencana pengambilan/penerima-an sampel, penanganan sampel, pengujian sampel, pencatatan hasil pengujian dan pembuatan serta penyampaian laporan. Dengan demikian, pelaksanaan rencana kerja membutuhkan du-kungan sarana, peralatan dan metode pengujian serta pelapor-an. 8.5.2 Pengorganisasian

aktivitas pekerjaan sehari-hari

Untuk menunjang kelancaran pekerjaan di laboratorium perlu dilakukan klarifikasi mengenai aktivitas pekerjaan yang harus dilaksanakan di laboratorium. Klarifikasi ini meliputi kewajiban dan tanggungjawab pekerjaan, pelaksanaan tugas rutin dan tambahan, hubungan kerja dan lain-lain. Komponen lain yang perlu dijelaskan adalah sumber-daya yang dibutuhkan untuk me-nunjang pelaksanaan pekerjaan. Meningkatnya jumlah pekerjaan yang harus diselesaikan dalam waktu relatif singkat menuntut adanya prioritas aktivitas kerja. Pemecahan aktivitas kerja menja-di beberapa komponen pekerjaan yang lebih kecil dapat dilakukan

agar dapat dicapai hasil secara lebih efisien. 8.5.3 Pelaksanaan rencana

kerja Setelah rencana kerja selesai dibuat, langkah selanjutnya ada-lah melaksanakan rencana tersebut. Dalam melaksanakan rencana kerja perlu penyediaan prosedur kerja yang relevan yang dapat digunakan sebagai pedom-an. Dengan prosedur kerja yang jelas, penanganan tugas dapat dilakukan dengan mengikuti ta-hapan yang tercantum dalam prosedur kerja. Kepatuhan dalam mengikuti se-mua prosedur kerja selama me-laksanakan rencana kerja akan mempermudah penelusuran kem-bali. Dengan demikian, data ana-lisis yang dihasilkan dapat ditelu-suri kembali dan pembuktian data secara ilmiah dapat dipertang-gungjawabkan. Prosedur kerja harus tersedia di setiap ruangan, mulai dari ruang preparasi, timbang, instrumen, bahan, administrasi dan pengen-dalian rekaman. Masing-masing ruangan memiliki prosedur kerja berbeda. Apabila dalam melaksanakan tu-gas terjadi permintaan bantuan kepada staf lain, harus dilaksana-kan sesuai prosedur. Dalam kaitan tersebut dibutuhkan ke-mampuan berkomunikasi secara baik, sehingga karena dilakukan

Page 172: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Manajemen Mutu Laboratorium

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 156

dengan komunikasi yang baik, maka permintaan bantuan staf dari bagian lain tidak menyebab-kan kinerja bagian tersebut me-nurun. Dengan demikian peker-jaan dapat terlaksana secara baik di semua bagian. Apabila menemukan kesulitan yang melebihi kapasitas kemam-puan diri, hendaknya dikemuka-kan kepada pimpinan atau kepa-da penanggungjawab diatasnya. Keberanian dalam mengambil keputusan melebihi kapasitas kemampuan diri akan berpotensi menimbulkan masalah, tidak saja bersifat pribadi tetapi juga secara kelembagaan. Bekerja di laboratorium memer-lukan keterampilan dan ketelitian yang tinggi agar hasil yang diperoleh sesuai dengan keingin-an. Tanpa hal tersebut, hasil pekerjaan lebih sering menda-tangkan kekurang sempurnaan, kegagalan, kecerobohan mau-pun ketidaktahuan sehingga sering menimbulkan kecelakaan di laboratorium. Untuk mencegah kecelakaan, maka semua pemakai labora-torium harus memiliki pengeta-huan memadai mengenai prose-dur analisis dan cara bekerja di laboratorium. Bagaimana menye-diakan bahan kimia yang diguna-kan dalam analisis, pengopera-sian peralatan, dan penanganan bahan atau peralatan yang sudah digunakan.

8.6. Prosedur Analisis Perdagangan bebas menuntut standarisasi mutu yang berlaku secara internasional. Oleh kare-na itu, untuk dapat bersaing di pasar internasional, diperlukan standar yang berlaku secara nasional sebagai dasar penentu-an mutu bahan pangan yang akan dipasarkan. Indonesia telah memiliki Standar Nasional Indonesia (SNI) yang mengacu ke standar sejenis yang berlaku secara internasional. Standar demikian harus menjadi acuan bagi semua laboratorium yang diberi kewenangan mener-bitkan sertifikat mutu. Penerapan metode analisis mem-butuhkan sarana, peralatan dan sumberdaya manusia. Pengeta-huan mengenai prosedur analisis bahan pangan, dari penerimaan sampel hingga penyerahan ke pemilik sampel, perlu terus ditingkatkan demi menghasilkan data analisis bahan pangan yang memenuhi standar internasional. 8.6.1 Penerimaan /

Pengambilan Sampel Sampel yang akan dianalisis di laboratorium dapat berasal dari dua sumber. Pertama, sampel yang dikirim oleh perseorangan atau lembaga untuk dianalisis di laboratorim. Sampel tersebut di-siapkan oleh pemiliknya dan dise-rahkan ke laboratorium. Prose-dur pengambilan sampel tidak diketahui dan demikian pula

Page 173: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Manajemen Mutu Laboratorium

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 157

dengan keahlian orang yang mengambil dan menyiapkan sam-pel. Kedua, sampel yang diambil oleh laboratorium untuk dianalisis. Sampel jenis kedua diambil ber-dasarkan prosedur yang standar. Petugas yang mengambil sampel memiliki kemampuan yang dibu-tuhkan dan dilengkapi dengan peralatan yang sesuai. 8.6.2 Penanganan Sampel Sampel yang diterima maupun diperoleh sendiri segera ditangani dengan mencatatnya dalam buku penerimaan sampel. Selanjutnya sampel diberi label yang berisi informasi berkaitan dengan kon-disi sampel. Bila tidak segera dianalisis, sam-pel disimpan pada suhu dan wa-dah yang sesuai. Sampel harus sudah dianalisis 3 jam kemudian. 8.6.3 Pengujian Sampel Ada beberapa tahapan yang ha-rus dilalui dalam pengujian sam-pel, yaitu : a) preparasi sampel; b) penyiapan peralatan; c) penyi-apan bahan kimia; d) pelaksa-naan pengujian. 8.6.3.1 Preparasi sampel Sampel yang akan dianalisis per-lu disiapkan dengan baik. Penyi-apan sampel tergantung dari ba-han pangan yang akan dianalisis dan metode analisis yang akan digunakan.

Sampel harus ditimbang terlebih dahulu untuk mengetahui bobot-nya. Bagi sampel berbentuk cair perlu ditentukan volumenya. Kadang-kadang, jumlah sampel harus dinyatakan dalam konsen-trasi atau persentase. Sebaiknya satuan yang digunakan harus diupayakan sama Sampel yang telah ditimbang kemudian dihancurkan dengan menggunakan blender atau dilu-matkan dengan menggunakan mortar. Penyiapan sampel bahan pangan berbentuk cair dapat dilakukan dengan penyaringan atau penguapan. Sampel yang akan digunakan untuk uji organoleptik perlu dise-diakan sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan bias. Sampel harus diberi kode tiga digit. 8.6.3.2 Penyiapan peralatan Peralatan yang harus disiapkan tergantung dari jenis dan metode analisis yang digunakan. Peralat-an yang diperlukan dapat berupa peralatan gelas, plastik, atau besi. Pastikan ukuran panjang atau volume peralayang yang digunakan sudah sesuai dengan kebutuhan analisis. Peralatan yang digunakan harus bersih. Beberapa prosedur anali-sis, seperti analisis susu, produk makanan, membutuhkan peralat-an yang tidak hanya bersih tetapi juga steril.

Page 174: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Manajemen Mutu Laboratorium

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 158

Peralatan destilasi perlu diperiksa ulang, apakah sudah bersih dari sisa bahan kimia. Sebagai contoh, peralatan yang sudah digunakan untuk destilasi protein harus dicuci dengan akuades. Apabila destilat yang tertampung dapat merubah warna garam borat dari violet menjadi hijau, maka perlu dicuci kembali. Pada pengujian organoleptik di-butuhkan peralatan berupa wa-dah tempat sampel, lembar peni-laian, dan kadang bilik sampel. 8.6.3.3 Penyiapan Bahan Kimia Bahan kimia yang dibutuhkan ter-gantung dari jenis dan metode analisis yang digunakan. Hindari penggunaan bahan kimia yang sudah kadaluarsa atau jumlahnya terbatas. Beberapa bahan kimia harus disiapkan secara langsung. Sedangkan beberapa bahan ki-mia perlu diperiksa apakah masih mampu melaksanakan reaksi. Berdasarkan fungsinya, bahan ki-mia dapat dibagi menjadi tiga je-nis, yaitu larutan kimia, reagen kimia, dan indikator. Untuk pengujian mikrobiologis, perlu disiapkan media kaldu (broth) atau media agar untuk tempat tumbuhnya mikroba. 8.6.3.4 Pelaksanaan Pengujian Sampel yang telah disiapkan secara baik dianalisis sesuai prosedur yang telah ditetapkan. Pengujian bahan pangan dapat

dilakukan secara fisik, kimiawi, biologis (mikrobiologis), dan orga-noleptik. 8.6.4 Pencatatan Hasil Analisis Seluruh aktivitas yang dilakukan di laboratorium pengujian harus dicatat. Prosedur yang digunakan dan data hasil analisis dicatat dalam buku data. Tujuan utama pencatatan adalah agar mudah menelusuri kembali apabila diper-lukan. Bila terdapat kejadian atau hal yang bersifat khusus, harus dicatat secara lengkap dan diberi keterangan. Kelemahan yang di-jumpai selama pelaksanaan pe-ngujian juga dicatat untuk diper-timbangkan perbaikannya. Data yang bersifat ekstrim juga harus dicatat, sehingga dapat dilapor-kan 8.6.5 Pelaporan Hasil

Penelitian Hasil analisis sampel dilaporkan kepada penanggungjawab atau pimpinan laboratorium. Bila ada kejadian khusus yang dialami harus dilaporkan guna diambil tindakan secara tepat. Data yang bersifat ekstrim juga harus segera dilaporkan kepada penanggungjawab / pimpinan sebelum kegiatan pelaksanaan pengujian dilanjutkan, sehingga penanggungjawab / pimpinan dapat mengambil tindakan untuk mengatasinya.

Page 175: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Manajemen Mutu Laboratorium

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 159

8.6.6 Melakukan Komunikasi Hasil analisis yang telah dilaku-kan oleh laboratorium pengujian tidak akan berarti apabila tidak dapat dikomunikasikan secara baik. Personil laboratorium seba-iknya memiliki kemampuan untuk menerima dan meneruskan pe-san baik lisan maupun tertulis. Kemampuan berkomunikasi pen-ting untuk mencegah terjadinya salah pengertian. Komunikasi mencakup personil laboratorium dengan supervisor, manajer, per-sonil laboratorium lainnya, ang-gota masyarakat, konsumen, dan pelanggan. Personil laboratorium hendaknya juga memiliki kemampuan cukup baik untuk menyediakan informa-si yang relevan dalam menang-gapi permintaan sesuai batas waktu yang telah disepakati. Jenis informasi yang perlu dise-diakan antara lain : 1) prosedur di tempat kerja yang meliputi informasi mengenai metode analisis, prosedur kerja, UU dan peraturan pemerintah, pelayanan terhadap konsumen, atau cara penggunaan telepon; 2) Informasi mengenai daftar nama atau direktori staf dalam bentuk data base online atau CD; dan 3) informasi perpustakaan. Personil laboratorium juga harus memiliki kemampuan yang baik dalam menerima dan bertindak sesuai instruksi. Mereka harus

mampu menterjemahkan instruksi menjadi bentuk kerja. Kemampuan lain yang juga perlu dimiliki oleh personil laboratorium adalah kemampuan dalam mene-rima dan meneruskan pesan. Personil harus mampu menerima pesan dari atasan, pelanggan, atau teman sejawat dan mene-ruskannya pesan tersebut hingga ketujuan. 8.6.7 Melakukan Pekerjaan

dengan aman Keselamatan kerja merupakan tu-juan utama yang harus dicapai dalam melaksanakan kegiatan pengujian di laboratorium. Tuju-an tersebut dapat dicapai apabila laboratorium melaksanakan Ke-selamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Keselamatan dan Kesehat-an Kerja merupakan milik semua yang terlibat dalam laboratorium tersebut. Adapun karyawan yang dapat ditunjuk untuk melaksana-kan K3 adalah : (a) majikan / pengawas; (b) Karyawan yang dipilih; dan (c) Pegawai lain yang bertanggungjawab terhadap K3. Keselamatan Kerja yang tercan-tum dalam K3 meliputi pemeliha-raan kesehatan diri sendiri dan orang lain. Termasuk di dalam-nya penerapan ukuran kontrol resiko dalam upaya meminimal-kan ancaman dari : - peralatan kontrol dan bahaya-

nya - lingkungan - limbah dan pembuangannya - SOPs dan instruksi kerja

Page 176: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Manajemen Mutu Laboratorium

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 160

- Keselamatan, kedaruratan, api dan kecelakaan kerja

- Pemilihan dan perggunaan peralatan serta pakaian pe-lindungi diri

8.7. Perubahan terhadap

rencana kerja Kadang-kadang karena alasan mendasar pimpinan / penang-gungjawab harus melakukan pe-rubahan terhadap rencana kerja. Perubahan juga dapat terjadi karena adanya pemutahiran ren-cana kerja. Semua perubahan yang dilakukan terhadap rencana kerja harus dicatat agar mudah ditelusuri. 8.8. Pengendalian

Laboratorium Laboratorium harus selalu diken-dalikan agar selalu siap dan mampu melaksanakan tugasnya. Adapun kegiatan yang berkaitan dengan pengendalian laborato-rium meliputi kemampuan untuk memesan, memelihara, dan mengontrol penggunaan bahan kimia / media laboratorium. Kegi-atan ini juga termasuk membe-rikan fasilitasi mengenai keper-luan pengujian lainnya. Bahan atau fasilitas yang diper-lukan untuk menunjang aktivitas dalam mengendalikan laboratori-um adalah : (1) katalog pemasok dan data pelanggan; (2) lemari dan rak penyimpanan bahan kimia/ media; (3) lemari pendingin untuk bahan-bahan yang mudah rusak; (4) sistim inventaris on-line

atau data base/soft ware dalam komputer; (5) buku keluar masuk bahan kimia/media; (6) stok ba-han dan peralatan; dan (7) stok dokumentasi dan bentuk pesan-an. Kemampuan laboratorium untuk menerapkan prosedur yang telah ditetapkan di tempat kerja mem-punyai berhubungan erat dengan : a) pemeliharaan; b) pemesanan; c) penyimpanan; dan (d) penguji-an stok. 8.8.1. Pemeliharaan dan

pengontrolan stok bahan

Ketersediaan bahan kimia dan bahan uji sangat menentukan ter-hadap mutu laboratorium. Jum-lah dan kualitas bahan yang ter-sedia akan menentukan kualitas hasil pengujian Kegiatan yang dilakukan sehu-bungan dengan pemeliharaan dan pengontrolan stok bahan kimia adalah pemberian label, pencatatan dan penyimpanan stok. Pisahkan antara stok ber-dasarkan sifat bahan kimia. Jangan mencampurkan antara bahan kimia yang mudah terba-kar, meledak atau menyebabkan karat. Bahan kimia dan bahan uji harus dipelihara dan dikontrol secara benar, yaitu dengan cara ; a) wadah bahan harus diberi label, dicatat, dan disimpan sesuai

Page 177: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Manajemen Mutu Laboratorium

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 161

dengan standar yang berlaku dan persyaratan keamanan khusus; b) lakukan prosedur perputaran stok bahan yang disimpan. Maksimalkan penggunaan bahan yang sudah mendekati kadaluar-sa; c) stok bahan yang tidak sesuai segera diidentifikasi dan bahan yang sudah tidak diper-lukan atau sudah habis masa berlakunya diganti untuk menjaga ketersediaannya Susunlah senyawa kimia berda-sarkan abjad atau metode pe-nyimpanan lainnya. Hal ini di-maksudkan untuk memberi ke-mudahan untuk mencari saat dibutuhkan. Untuk mencegah kerusakan stok bahan kimia, baik karena kadaluwarsa atau sebab lain, perlu diterapkan prosedur perputaran stok. Dengan teknik ini stok bahan kimia yang mudah rusak, hampir kadaluwarsa, atau yang sering digunakan akan diletakkan pada posisi mudah dicari dan dijangkau. Stok bahan kimia yang teridenti-fikasi tidak sesuai atau sudah rusak/usang segera dilaporkan sehingga dapat diambil tindakan secepatnya untuk mengatasi. Semua rincian data mengenai stok bahan kimia atau bahan uji dicatat secara akurat dengan menggunakan formulir atau sis-tem komputer. Informasi tersebut harus dijamin dapat dibaca dan tidak dapat dihapus. Semua ca-

tatan tersebut harus diarsipkan secara benar. 8.8.2. Pemesanan dan

penerimaan bahan Kegiatan yang dilakukan sehu-bungan dengan pemesanan dan penerimaan bahan adalah komu-nikasi untuk menentukan kebu-tuhan pelanggan dan pemasok, pertimbangan penggunaan dan produksi untuk menentukan ke-butuhan stok, Menindaklanjuti permintaan / pemesanan yang disetujui, pemeriksaan kondisi bahan yang diterima dan memu-tuskan langkah penanganan yang tepat. Lakukan pemesanan ba-han apabila stok bahan kimia atau bahan uji sudah mendekati batas minimal. Verifikasi pengen-dalian suhu untuk bahan yang dikirim dan disimpan (misalnya pereaksi berisi enzim atau bahan organik yang mudah rusak) Kebutuhan stok dapat diketahui berdasarkan pertimbangan peng-gunaan. Pengajuan permintaan bahan sesuai prosedur yang ber-laku. Pada akhirnya, periksa se-cara seksama kondisi bahan yang diterima dan putuskan langkah keamanan yang diperlu-kan. 8.8.3. Pemeliharaan catatan

stok bahan Kegiatan yang dilakukan berkait-an dengan pemeliharaan catatan stok bahan adalah pencatatan secara akurat dan rinci semua data yang relevan. Pencatatan

Page 178: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Manajemen Mutu Laboratorium

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 162

dapat dilakukan dengan menggu-nakan formulir atau sistem kom-puter. Informasi yang tertulis dapat dibaca dan dijamin tidak dapat dihapus. Lakukan pengar-sipan semua catatan di tempat yang ditentukan.

8.9. Pemeliharaan Peralatan Laboratorium

Peralatan yang dimiliki laborato-rium harus selalu bersih dan bebas dari residu bahan pangan atau bahan kimia yang dapat mempengaruhi hasil pengujian. Setelah selesai kerja, peralatan direndam pertama kali dengan air dingin dan kemudian dicuci kem-bali dengan aquades yang telah ditambahkan deterjen. Setelah bersih peralatan dikeringkan.

Peralatan yang digunakan untuk sampel mikroba, kultur, agitasi, atau kontak dengan susu tidak hanya selalu dibersihkan tetapi juga harus disterilisasi sebelum digunakan.

8.9.1. Prosedur Pembersihan Peralatan Standar

Prosedur standar pembersihan peralatan di laboratorium adalah sebagai berikut :

a. Rendam peralatan yang te-lah digunakan dengan mema-kai air dingin untuk member-sihan sisa sampel atau bahan kimia.

b. Untuk noda atau kotoran yang sulit dibersihkan dengan cara perendaman, maka perlu dila-kukan pencucian mengguna-kan sikat. Air yang digunakan untuk mencuci adalah air pa-nas yang mengandung deter-jen 1%, misalnya soda

c. Langkah berikutnya adalah merendam peralatan dalam aquades panas

d. Peralatan yang sudah dicuci bersih, segera tiriskan untuk membuang cairan yang masih menempel pada peralatan. Proses penirisan peralatan yang sudah dicuci sebaiknya dilakukan di tempat yang bebas debu, untuk memper-tahankan kebersihan.

e. Pipet yang telah digunakan disimpan secara vertikal da-lam wadah berbentuk silinder. Bagian dasar wadah diberi senyawa hipoklorit 200 ppm sampai merendam ujung pipet. Cara ini dimaksudkan untuk memudahkan pencu-cian dan meminimalisir resiko kontaminasi.

8.9.2. Metode sterilisasi sederhana

Telah dijelaskan bahwa untuk pe-ngujian bahan pangan tertentu atau metode pengujian tertentu diperlukan peralatan dalam kon-disi steril. Setiap peralatan me-miliki karakteristik yang khas, sehingga proses sterilisasinya

Page 179: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Manajemen Mutu Laboratorium

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 163

yang dapat diterapkan mungkin berbeda antara peralatan satu dengan lainnya. Peralatan labo-ratorium dapat disterilisasi de-ngan salah satu atau beberapa cara berikut ini :

a. Rendam peralatan dalam air mendidih tidak kurang dari lima menit. Pastikan air yang digunakan untuk merendam peralatan masih tetap men-didih selama proses steri-lisasi.

b. Panaskan peralatan dalam oven yang suhunya telah dia-tur pada 160oC selama dua jam.

c. Masukan peralatan ke dalam autoklaf yang suhunya telah diatur 120 oC. Lama proses sterilisasi ini adalah 20 menit.

d. Rendam peralatan dalam etanol 70% dan lakukan proses sterilisasi dengan cara pembakaran sebelum peralat-an digunakan.

8.10. Keamanan di laboratorium

Aktivitas yang dilakukan di labo-ratorium kemungkinan berkaitan dengan peralatan, bahan kimia, dan kondisi lingkungan. Peralat-an yang digunakan dapat menim-bulkan kecelakaan karena berat, tajam, mudah pecah atau sebab lain.

Bahan kimia yang digunakan mungkin dapat menyebabkan ke-celakaan karena beracun, panas,

memabukkan, mudah terbakar, mudah meledak dan sebab lain.

Kondisi di laboratorium yang da-pat memicu kemungkinan terjadi-nya kecelakaan antara lain suhu yang panas atau dingin, terlalu terang atau gelap, terlalu ribut, atau jumlah orang yang terlibat terlalu banyak.

Untuk meningkatkan keamanan bekerja di laboratorium adalah dengan bersikap hati-hati dan cermat. Pahami dengan seksa-ma prosedur yang akan dilakukan di laboratorium, hindari aktivitas bersenda gurau, dan baca pro-sedur yang tersedia untuk peng-operasian peralatan atau pena-nganan senyawa kimia.

Berikut adalah beberapa cara meningkatkan keamanan bekerja di laboratorium :

a. Baca dan pahami peraturan yang diterapkan oleh labora-torium tersebut.

b. Bekerjalah secara cermat dan hati-hati. Pahami tata letak daerah kerja.

c. Gunakan sarana pelindung diri, seperti menggunakan sa-rung tangan dan sepatu pelin-dung, kaca mata pelindung, masker, dan pakaian khusus untuk bekerja di laboratorium.

d. Hati-hati bekerja dengan ba-han kimia berbahaya, misal-nya karena beracun, mema-bukkan, dan karena kemu-dahan terbakar atau meledak.

Page 180: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Manajemen Mutu Laboratorium

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 164

e. Pelajari dan pahami menge-nai cara memberikan perto-longan pertama apabila terja-di kecelakaan.

8.11. Pembinaan dan pengawasan

Pembinaan dan pengawasan ter-hadap laboratorium yang telah distandardisasi dilaksanakan se-cara terus menerus. Dengan pembinaan dan pengawasan, maka kegiatan standardisasi da-pat dilaksanakan dengan lebih baik dan taat asas. Pada akhirnya produsen akan terbina dengan baik dan konsumen akan terlindungi dari bahan pangan yang dapat membahayakan ke-selamatan dan tidak memenuhi standar (substandar). Lingkup kegiatan standardisasi yang memerlukan pembinaan dan pengawasan standardisasi yaitu : a) Pembinaan terhadap perumusan SNI, penelitian dan pengembangan standardisasi, akreditasi, sertifikasi, pemberla-kuan dan penerapan SNI, kerja-sama standardisasi, pendidikan dan pelatihan, informasi dan do-kumentasi; b) Pengawasan terha-dap pemberlakuan dan penerap-an SNI, akreditasi, sertifikasi, dan pemberian sanksi. 8.11.1 Pembinaan Pembinaan pada dasarnya meru-pakan upaya menyadarkan dan meningkatkan pemahaman stan-darisasi. Pembinaan dilakukan

melalui konsultasi, pendidikan, pelatihan dan pemasyarakatan standarisasi. Pelaksanaan konsultasi diatur dan dikelola oleh instansi teknis yang berwenang dan pemerintah daerah sesuai dengan bidang-nya. Pembinaan berupa pendidi-kan dan pelatihan yang diseleng-garakan untuk masyarakat luas dapat dilaksanakan oleh semua pihak. Khusus pendidikan dan pelatihan yang berkaitan dengan penilaian kesesuaian, pelaksana-an, kurikulum, instruktur dan lem-baga pelaksananya diatur dalam pedoman teknis tersendiri. Kegiatan pembinaan yang berka-itan dengan masalah pengaturan (regulatory), pemberian sanksi di-lakukan oleh instansi teknis sesu-ai dengan lingkup pembinaannya. Kegiatan pembinaan terhadap lembaga sertifikasi, lembaga in-speksi dan laboratorium yang telah diakreditasi KAN yang berkaitan dengan pemenuhan persyaratan akreditasi dilakukan oleh KAN. Sedangkan pembina-an dalam kaitannya dengan kemampuan teknis dan pengem-bangan internal dilakukan oleh instansi teknis. 8.11.2 Pengawasan Pengawasan terhadap laborato-rium dilaksanakan untuk memberi jaminan bahwa penerapan stan-dar dilakukan secara konsisten. Pengawasan standardisasi meli-puti : a) penggunaan standar un-

Page 181: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Manajemen Mutu Laboratorium

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 165

tuk suatu kegiatan; b) sistem akreditasi dan sertifikasi; c) pengujian/kalibrasi dan inspeksi, serta; d) infrastruktur yang men-dukung dalam penerapan dan pemberlakuan standar wajib, termasuk di dalamnya pengawas-an terhadap barang dan/atau jasa yang beredar di pasar, baik yang berasal dari dalam negeri mau-pun luar negeri, dilaksanakan se-suai dengan pedoman teknis yang berlaku. Pengawasan yang berkaitan dengan pengaturan (re-gulatory) dan sanksinya berda-sarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dilaku-kan oleh instansi teknis dan pemerintah daerah. Kegiatan pengawasan standardisasi yang dilakukan oleh instansi teknis dan pemerintah daerah yang ada kaitannya dengan peraturan perundang-undangan antara lain berupa pengambilan contoh pro-duk di pasar, baik yang bertanda SNI maupun produk impor, dan inspeksi mendadak ke perusa-haan yang berada di lingkup pembinaan Instansi teknis dan pemerintah daerah yang bersangkutan. Pengawasan stan-dardisasi yang ada kaitannya dengan akreditasi dan sertifikasi dan sanksinya, dilakukan oleh KAN. Kegiatan pengawasan terhadap konsistensi penerapan pedoman dan/atau standar oleh lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi dan laboratorium yang telah diakreditasi KAN dilakukan melalui kegiatan surveilen.

Pengawasan yang dilakukan ter-hadap konsistensi unjuk kerja laboratorium penguji yang telah diakreditasi dilakukan melalui uji profisiensi yang dilaksanakan oleh KAN atau penyelenggara uji profisiensi yang telah diakui KAN. Pengawasan terhadap konsisten-si unjuk kerja laboratorium kali-brasi yang telah diakreditasi dila-kukan melalui uji banding antar laboratorium kalibrasi yang dilak-sanakan oleh KAN bekerjasama dengan pengelola teknis ilmiah standar nasional untuk satuan ukuran. 8.12. Sanksi Apabila penerapan standar yang mengindikasikan adanya penyim-pangan maka pelakunya dapat dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sanksi tersebut diberikan dalam rangka pembina-an dan pengawasan standarisasi. Sanksi terdiri atas dua kategori yaitu pidana dan administratif. Sanksi pidana adalah sanksi yang dikenakan kepada mereka yang telah melakukan tindak pidana atau pelanggaran ter-hadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, misalnya sanksi berupa keputusan penga-dilan negeri. Sedangkan sanksi administratif adalah sanksi atau hukuman tambahan yang bersifat administratif, dikenakan terhadap pelanggar peraturan perundang-undangan atau peraturan di bidang standardisasi, misalnya

Page 182: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Manajemen Mutu Laboratorium

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 166

sanksi berupa pencabutan izin penggunaan hak usaha dan lain sebagainya. Untuk menjamin agar kegiatan standardisasi dapat berjalan de-ngan baik, maka pengenaan sanksi kepada pihak tertentu yang melakukan pelanggaran atau penyimpangan dilaksanakan secara taat asas. Sanksi yang berkaitan dengan peraturan per-undang-undangan diberikan oleh instansi teknis dan pemerintah daerah. Sanksi berkenaan dengan peme-nuhan persyaratan akreditasi yang diberikan oleh KAN terha-dap lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi dan laboratorium yang sudah diakreditasi oleh KAN, dilaksanakan sesuai dengan pe-doman teknis yang berlaku. 8.13. Evaluasi Pelaksanaan penerapan standar dievaluasi secara berkala oleh masing-masing instansi teknis, pelaku usaha/industri, dan BSN. Hasil evaluasi tersebut direko-mendasikan kepada BSN seba-gai bahan pertimbangan dalam penyusunan atau penyempurna-an kebijaksanaan nasional stan-darisasi dan peraturan pelak-sanaan yang mendukungnya.

Page 183: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Persiapan Analisis Mutu

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan

167

BAB IX PERSIAPAN ANALISIS MUTU

9.1. Penyiapan Peralatan Dasar

Peralatan laboratorium yang terbuat dari gelas memiliki sifat khas, misalnya gelas pyrex yang tahan panas, gelas borosilikat yang tahan terhadap kenaikan suhu mendadak, atau gelas soda lime yang dapat dipanaskan pada api Bunsen tanpa menjadi kusam. 9.1.1. Jenis peralatan gelas Peralatan gelas merupakan salah satu perlatan utama dalam melakukan analisis mutu bahan dan produk pangan. Berdasarkan jenisnya, peralatan gelas dapat dikelompokan menjadi tiga golongan, yaitu (1) peralatan dasar yang terdiri dari gelas beaker, gelas ukur, labu Erlenmeyer, cawan petri, tabung reaksi, botol dan lain-lain; (2) peralatan ukur yang terdiri dari labu ukur, pipet, buret, botol BOD dan lain-lain; serta (3) peralatan analisis, yang terdiri dari termometer, piknometer dan lain-lain 9.1.1.1 Peralatan dasar a. Gelas beaker (Beaker glass) Gelas beaker atau sering dise-but sebagai gelas piala adalah gelas pyrex yang dilengkapi de-ngan bibir tuang dan skala

(Gambar 9.1). Kapasitas gelas piala adalah 5, 10, 25, 100, 150, 250, 400, 500, 600, 800, 1000, 1500, 2000, 3000, dan 5000 ml. Fungsi utama dari gelas piala adalah untuk menyimpan atau mencampur senyawa kimia. Unit skala tidak terlalu teliti tetapi cukup memadai untuk penggunaan yang tidak memer-lukan ketelitian tinggi. Bentuk gelas piala ada yang rendah, tinggi, atau berbentuk kerucut. Selain menyimpan dan mencampur senyawa kimia, gelas piala yang berukuran tinggi dan berbentuk kerucut berfungsi sebagai tempat memanaskan senyawa kimia.

Gambar 9.1. Beaker glass dengan berbagai ukuran Sumber : www.indigo.com/glass/gphglass/chemistry-beaker.html

Page 184: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Persiapan Analisis Mutu

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan

168

b. Gelas ukur Gelas ukur memiliki bibir tuang dan kaki berbentuk heksagonal atau berupa polipropilen yang dapat dilepas (Gambar 9.2). Fungsi utamanya adalah me-ngukur volume suatu cairan sesuai keperluan. Jenis gelas ukur yang dilengkapi penutup dimaksudkan untuk mencegah terjadinya penguapan dari ba-han kimia volatil.

Gambar 9.2 Gelas Ukur Sumber : www.thesciencefair.com/Merchant2/merchant.mvc... Kapasitas gelas ukur dan skala yang dimiliki bervariasi, yaitu : 1. Gelas ukur bentuk kaki Heksagonal

Kapasitas

Bagian skala

Kapasitas

Bagian skala

---ml--- 10 0.2 250 2 25 0.5 500 5 50 1 1000 10 100 1 2000 20

2. Gelas ukur berkaki polipropilen Gelas ukur dengan kaki polipro-pilen memiliki kapasitas 50, 100, dan 250 ml dengan bagian skala 1 ml; sedangkan gelas ukur dengan tutup memiliki kapasitas 100 ml dengan bagian skala 1 ml. c. Labu Erlenmeyer Labu Erlenmeyer adalah gelas dari bahan pyrex berbentuk kerucut dengan mulut sempit atau lebar (Gambar 9.3). Labu ini dilengkapi skala dan memiliki kapasitas : Jenis labu

Kapasitas (ml)

Mulut sempit

5, 10, 25, 50, 100, 150, 250, 500, 1000, dan 2000

Mulut lebar

50, 100, 250, 500, 1000, dqn 2000

Labu Erlenmeyer memiliki fung-si yang sama, yaitu untuk me-nyimpan, memanaskan atau mencampur senyawa kimia dan unit skala tidak terlalu teliti namun cukup memadai untuk penggunaan yang tidak memer-lukan ketelitian tinggi.

Page 185: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Persiapan Analisis Mutu

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan

169

Gambar 9.3. Labu Erlenmeyer dengan berbagai ukuran Sumber : www.thesciencefair.com/Merchant2/merchant.mvc... d. Labu Filtrasi Labu filtrasi merupakan gelas pyrex yang memiliki dasar bulat dan kapasitas 100, 250, 500 dan 1000 ml (Gambar 9.4). Fungsi utama dari labu filtrasi adalah untuk proses penyaring-an Buchner, dan dapat dihu-bungkan ke pompa hisap.

Gambar 9.4. Filtering flask Sumber : www.thesciencefair.com/Merchant2/merchant.mvc...

e. Labu Volumetri Labu volumetri atau labu ukur terbuat dari gelas jernih, dengan atau tanpa tutup polipropilen (Gambar 9.5). Kapasitas labu adalah sebagai berikut : Jenis Labu

Kapasitas (ml)

Tanpa Tutup

10, 25, 50, 100, 250, dan 500

Dengan Tutup

1, 2, 5, 10, 20, 25, 50, 100, 200, 250, 500, 1000, dan 2000

Gambar 9.5. Labu volumetri (volumetric flask) dengan tutup dari bahan poli- propilen Sumber : www.thesciencefair.com/Merchant2/merchant.mvc... Fungsi utama dari labu volume-tri adalah menyimpan hasil eks-traksi. f. Labu dasar rata / bulat Labu merupakan gelas pyrex yang memiliki dasar bulat atau datar (Gambar 9.6a,b). Labu ini

Page 186: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Persiapan Analisis Mutu

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan

170

memiliki kapasitas 100, 250, 500, 1000, 2000, dan 5000ml.

Gambar 9.6a. Labu dasar rata (flask flat bottom) Sumber : www.thesciencefair.com/Merchant2/merchant.mvc...

Gambar 9.6b. Labu dasar bulat (flask round bottom) Sumber : www.thesciencefair.com/Merchant2/merchant.mvc... Fungsi utama labu adalah untuk memanaskan cairan.

g. Labu didih Labuh didih terbuat dari gelas bening. Labuh didih ada yang berdasar rata (Gambar 9.7a) dan berdasar bulat (Gambar 9.7b)

Gambar 9.7a. Boiling flask flat bottom Sumber : www.thesciencefair.com/Merchant2/merchant.mvc...

Gambar 9.7b : Boiling Flask – Round Bottom Sumber : www.thesciencefair.com/Merchant2/merchant.mvc...

Page 187: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Persiapan Analisis Mutu

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan

171

h. Cawan Petri Cawan petri terbuat dari pyrex dengan tinggi 18 mm (Gambar 9.8). Ukuran cawan petri ada-lah sebagai berikut : Diameter cawan (mm)

Diameter tutup (mm)

57 70 95 115 141

70 76 101 122 149

Gambar 9.8. Cawan petri Sumber : www.thesciencefair.com/Merchant2/merchant.mvc... Fungsi utama dari cawan Petri adalah untuk wadah media ku-ltur mikroba. i. Tabung Reaksi Tabung reaksi terbuat dari gelas tahan panas, pyrex atau boro-silikat. Dindingnya tipis hingga medium dan berbibir (Gambar 9.9). Tabung reaksi memiliki beberapa ukuran sebagai be-rikut :

Jenis tabung reaksi

Ukuran (mm)

Dinding tipis

75 x 10, 100 x 12, 100 x 16, 125 x 16, 150 x 16, 150 x 19 dan 150 x 25

Dinding medium

75 x 10, 75 x 12, 100 x 12, 125 x 16, 150 x 16, 150 x 19, 150 x 24, 200 x 32, dan 200 x 38

Gelas Boro-silikat

10 x 0.1 ml

Gelas soda-lime dengan dinding tipis

50 x 6, 50 x 10, 75 x 10, 75 x 12, 100 x 12, 125 x 12, 125 x 16, 125 x 19, 150 x 16, 150 x 19 dan 150 x 12 mm

Gelas soda lime dengan bibir

20 x 0.2 ml

Gambar 9.9. Tabung reaksi (test tube) Sumber : www.thesciencefair.com/Merchant2/merchant.mvc...

Page 188: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Persiapan Analisis Mutu

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan

172

Fungsi utama dari tabung reaksi adalah untuk melakukan reaksi atau menyimpan senyawa ki-mia. Fungsi lain adalah untuk menumbuhkan mikroba. j. Botol Pereaksi Botol perekasi terbuat dari gelas jernih atau berwarna dengan leher sempit hingga lebar dan tanpa atau dilengkapi dengan tutup. Tutup botol pereaksi ter-buat dari bahan gelas atau poli-propilen (Gambar 9.10). Kapa-sitas dari botol peraksi adalah sebagai berikut : Jenis Botol

Kapasitas (ml)

Jernih atau kuning, tutup PP

30, 60, 125, 250, 500, dan 1000

Jernih atau kuning sawo dengan tutup gelas

30, 60, 120, 250, 500, dan 1000

Jernih atau berwarna kuning sawo

50, 100, 300, 500, 1000 dan 2000

Botol pereaksi (reagent bottle)

125, 250, dan 500

Gambar 9.10. Botol pereaksi (reagen bottle) lengkap dengan tutupnya Sumber : www.thesciencefair.com/Merchant2/merchant.mvc... Fungsi utama dari botol pere-aksi adalah menyimpan senya-wa pereaksi. k. Bejana lonceng Benjana lonceng ada beberapa jenis, yaitu (a) dengan knob bulat di bagian atas (Gambar 9.11a); (b) dengan soket di bagian atas baik dengan atau tanpa penutup; (c) dilengkapi dengan pompa penghisap (Gambar 9.11b). Adapun kapasitas bejana lonceng adalah sebagai berikut :

Jenis Kapasitas ---mm---

Dengan knob

200 x 150; 250 x 175; 300 x 200

Dengan soket

200 x 150; 250 x 175; 300 x 200

Page 189: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Persiapan Analisis Mutu

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan

173

Gambar 9.11a : Bejana lonceng dengan knob di bagian atas Sumber : www.thesciencefair.com/Merchant2/merchant.mvc...

Gambar 9.11b. Bejana lonceng yang dilengkapi dengan pompa penghisap Sumber : www.thesciencefair.com/Merchant2/merchant.mvc... Fungsi bejana lonceng adalah untuk percobaan tentang hubu-ngan antara fotosintesis dengan respirasi hewan. Sedangkan bejana lonceng dengan soket di bagian atas digunakan untuk mengukur pengaruh tekanan udara rendah terhadap mahluk hidup, dengan dihubungkan ke pompa vakum. l. Corong Corong terbuat dari kaca be-ning, pyrex, plastik atau porse-len. Pada plastik dan kaca bening bentuknya sama seperti

kebanyakan corong (Gambar 12a,b). Corong yang terbuat dari bahan porselen memiliki diameter sesuai diame-ter kertas saring dan dasarnya berlubang (Gambar 12c). Co-rong yang batangnya panjang dilengkapi dengan ’alur’ yang membantu mempercepat proses penyaringan. Diameter coroang bervariasi, tergantung dari jenisnya : Jenis corong

Diameter ===mm===

Kaca

50, 75, 100, 150, 200

Porselen 4, 15, 5.5, 7, 9, 11, dan 12.5

Batang panjang 75 dan 100

Gambar 9.12a. Corong kaca Sumber : www.thesciencefair.com/Merchant2/merchant.mvc...

Page 190: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Persiapan Analisis Mutu

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan

174

Gambar 9.12b. Corong polipro- pilen Sumber : www.thesciencefair.com/Merchant2/merchant.mvc...

Gambar 9.12c. Buchner porselen Sumber : www.thesciencefair.com/Merchant2/merchant.mvc... Kegunaan corong adalah untuk proses penyaringan. m. Desikator Desikator terbuat dari bahan borosilikat. Ada dua jenis desi-kator, yaitu a) memiliki knob bu-lat di bagian atas tutup (Gambar 9.13a) dan b) memiliki kran dibagian atas tutup yang dapat mengeluarkan udara sehingga tercipta kondisi hampa (Gambar 9.13b).

Gambar 9.13a. Desikator dengan lempengan porselen

Sumber : www.thesciencefair.com/Merchant2/merchant.mvc...

Gambar 9.13b. Desikator yang dilengkapi dengan kran penghampaan

Sumber :

www.thesciencefair.com/Merchant2/mrchant.mvc... Desikator digunakan untuk pro-ses pengeringan, baik dengan menggunakan senyawa higros-kopis (kalsium klorida dan silica gel) atau proses penghampaan.

Page 191: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Persiapan Analisis Mutu

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan

175

n. Corong pemisah Terbuat dari gelas borosilikat dengan bentuk lonjong dan kerucut (Gambar 9.14). Dapat dipasang kran atau tutup plastik. Memiliki kapasitas 50, 100, 250, 500, dan 1000 ml.

Gambar 9.14. Corong pemisah berbentuk lonjong (kiri) dan kerucut (kanan) Sumber : www.thesciencefair.com/Merchant2/merchant.mvc... Corong pemisah berguna untuk memisahkan pigmen. o. Krusibel Krusibel terbuat dari porselen dengan bentuk pendek tebal atau tinggi, dilengkapi atau tanpa penutup (Gambar 9.15.). Krusibel memiliki dinding dalam dan luar yang diglazier (dilapis).

Spesifikasi krusibel adalah : a. pendek-tebal Kapasitas(ml)

atas (mm)

Tinggi (mm)

8 15 25 45 90

32 40 46 57 68

19 23 27 37 45

b. tinggi Kapasitas(ml)

atas (mm)

Tinggi (mm)

5 10 18 30 65

25 30 35 42 55

20 25 30 35 50

Gambar 9.15. Krusibel dengan tutup Sumber : www.thesciencefair.com/Merchant2/merchant.mvc... Krusibel digunakan untuk mem-buat preparat abu dari tanaman.

Page 192: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Persiapan Analisis Mutu

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan

176

p. Mortar Mortar terbuat dari porselen de-ngan ukuran diameter luar lum-pang adalah 70, 90, 110, 125, 140, dan 210 mm (Gambar 9.16.).

Gambar 9.16. Mortar Mortar berfungsi untuk mengge-rus dan menghaluskan sampel. q. filter Filter terbuat dari kaca dengan berbagai ukuran (Gambar 9.17.).

Gambar 9.17. Filter Sumber : www.thesciencefair.com/Merchant2/merchant.mvc... Kegunaan filter untuk memisah-kan komponen tertentu dari komponen lainnya. Ukuran filter bervariasi tergantung dari jenis

dan jumlah dari komponen yang akan dipisah. 9.1.1.2 Peralatan ukur a. Pipet tidak berskala Pipet adalah alat yang diguna-kan untuk mengambil atau me-misahkan zat cair dengan volu-me tertentu. Berdasarkan ben-tuknya, pipet dapat dikelom-pokkan menjadi dua, yaitu pipet tidak berskala (Gambar 19.8) dan pipet berskala.

Gambar 9.18. Pipet tidak berskala Sumber : www.thesciencefair.com/Merchant2/merchant.mvc... b. Pipet berskala Pipet berskala memiliki bentuk beragam (Gambar 9.19a,b.). Perbedaan yang nyata adalah dari alat penghisapnya. Kapasi-tas volume pipet adalah sebagai berikut : Jenis pipet

Kapasitas

Hanya satu tanda kapasitas

2, 5, 10, 20, 25, 50 dan 100 ml

Page 193: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Persiapan Analisis Mutu

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan

177

Berskala 0 di bagian atas

1 x 0.01; 2 x 0.02; 5 x 0.05; 10 x 0.1 dan 25 x 0.2 ml

Berskala 1 x 0.01; 2 x 0.02; 5 x 0.05; 10 x 0.1 dan 25 x 0.2

Gambar 9.19a. Pipet volumetri Sumber : www.thesciencefair.com/Merchant2/merchant.mvc...

Gambar 9.19b. Variabel pipet Sumber : www.thesciencefair.com/Merchant2/merchant.mvc...

c. Buret Buret terbuat dari kaca bening dengan ukuran 5 x 0.1ml, ar-tinya memiliki kapasitas 5 ml dan unit skala 0.1 ml (Gambar 9.20). Ukuran lainnya adalah 10 x 0.02, 10 x 0.1, 50 x 0.1 ml.

Gambar 9.20. Buret Sumber : www.thesciencefair.com/Merchant2/merchant.mvc... Buret digunakan dalam proses titrasi. d. Botol BOD Botol Biological Oxygen De-mand (BOD) terbuat dari kaca bening, yang dilengkapi dengan tutup terbuat dari bahan sejenis (Gambar 9.21.).

Gambar 9.21. Botol sampel BOD Sumber : www.thesciencefair.com/Merchant2/merchant.mvc...

Page 194: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Persiapan Analisis Mutu

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan

178

Kegunaan botol BOD adalah untuk mengambil dan menyim-pan sampel air yang akan diukur kandungan BODnya. 9.1.1.3 Peralatan analisis a. Termometer Termometer adalah alat pengu-kur suhu (Gambar 9.22). Ben-tuk dan rentang suhu yang da-pat diukur juga bervariasi seba-gai berikut : Rentang suhu

Rentang kenaikan suhu terendah Tertinggi

- 10 50 0.5 - 10 110 1 - 10 200 1 - 10 250 1 - 10 360 2 - 10 400 2 - 40 40 0.5 - 80 30 1 - 120 30 1 Umumnya termometer memiliki skala dalam derajat selsius. Cairan yang digunakan untuk menunjukkan suhu dapat beru-pa alkohol atau air raksa. Ukur-an termometer bervariasi, na-mun umumnya memiliki panjang 30 mm dan lebar 6-7 mm.

Gambar 9.22. Termometer Sumber : www.thesciencefair.com/Merchant2/merchant.mvc... Fungsi utama termometer da-lam laboratorium adalah mengu-kur suhu suatu senyawa kimia (cair) atau suhu ruang inkuba-tor. b. Piknometer Piknometer adalah alat untuk membandingkan berat jenis zat cair atau zat padat (Gambar 9.23).

Gambar 9.23. Piknometer Sumber : www.thesciencefair.com/Merchant2/merchant.mvc...

Page 195: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Persiapan Analisis Mutu

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan

179

c. Hidrometer Hidrometer adalah alat yang da-pat digunakan untuk mengukur berat jenis atau kepekatan air (Gambar 9.24)

Gambar 9.24. Hidrometer Sumber : www.thesciencefair.com/Merchant2/merchant.mvc... d. Salinometer Salinometer adalah alat yang dapat digunakan untuk mengu-kur kadar garam yang terkan-dung dalam suatu larutan (Gam-bar 9.25). Bentuk salinometer bermacam-macam. Satuan pe-ngukuran atau dimensi yang digunakan biasanya %, ppm atau ppt.

Gambar 9.25. Salinometer Sumber : www.tpub.com/engine3/en33-92.htm 9.1.2 Jenis Peralatan non Gelas Jenis peralatan dasar non gelas yang digunakan dalam meng-analisis bahan dan produk pa-ngan antara lain : a. Timbangan Timbangan digunakan untuk menimbang sampel. Memiliki kemampuan dan ketelitian pe-nimbangan yang bervariasi. Timbangan yang digunakan di dalam laboratorium terbagi dua, yaitu : 1) timbangan kasar un-tuk menimbang bobot yang cu-kup besar, contohnya timbang-an triple beam (Gambar 9.26a) dan 2) timbangan analitik untuk menimbang bobot yang relatif

Page 196: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Persiapan Analisis Mutu

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan

180

ringan, misalnya mg atau mikro-gram. (Gambar 9.26b)

Gambar 9.26a. Timbangan triple beam Sumber : www.thesciencefair.com/Merchant2/merchant.mvc...

Gambar 9.26b. Timbangan digital Sumber : www.thesciencefair.com/Merchant2/merchant.mvc... b. Otoklaf Otoklaf (Gambar 9.27) adalah alat yang dapat memanipulasi lingkungan sehingga tercipta lingkungan sesuai keinginan. Kemampuan memanipulasi ling-kungan tergantung dari jenis otoklaf. Otoklaf paling seder-

hana hanya mengatur suhu ling-kungan, sedangkan yang lebih canggih juga dapat mengatur tekanan, kelembaban udara, atau aliran oksigen.

Gambar 9.27. Otoklaf Sumber : www.thesciencefair.com/Merchant2/merchant.mvc... Otoklaf dapat digunakan untuk membunuh mikroba (sterilisator) atau untuk menumbuhkan mi-kroba (incubator). c. Laminar flow cabinet Ruang laminar (laminar ca-binet) adalah ruangan yang kon-disi lingkunganya dapat diatur sehingga akan tercipta ruangan dengan kondisi sesuai keingin-an. Kondisi lingkungan yang di-inginkan dapat tercipta melalui pengaturan tombol pengaturan udara dan saringan udara (Gambar 9.28).

Page 197: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Persiapan Analisis Mutu

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan

181

Gambar 9.28. Laminar flow ca- binet Sumber : www.calvin.edu/academic/biology/technology Ruang laminar ada yang hanya dapat mengatur suhu lingkung-an saja, tetapi ada yang dileng-kapi dengan aliran udara bersih. Ruang laminar digunakan seba-gai ruang untuk menginokulasi, meninkubasi, atau memanen mikroba. d. Sentrifuge Sentrifuge adalah alat yang dapat digunakan untuk memi-sahkan komponen zat dalam suspensi berdasarkan perbeda-an berat jenisnya (Gambar 9.29). Bila suspensi diputar pada sentrifuge dengan kece-patan dan lama tertentu, maka komponen yang terdapat di da-lam suspensi akan terpisah. Bagian yang paling berat ter-dapat di bagian bawah sedang-kan yang ringan di bagian atas.

Gambar 9.29. Sentrifuge Sumber : www.thesciencefair.com/Merchant2/merchant.mvc... e. Inkubator Inkubator adalah wadah yang berfungsi sebagai alat untuk menginkubasi mikroba (Gambar 9.30). Suhu di dalam ruangan inkubator dapat dikendalikan su-hunya. Pengendalian suhu di-mungkinkan karena inkubator dilengkapi dengan elemen pe-manas yang dihubungkan de-ngan alat pengatur (regulator) sehingga dapat diciptakan kon-disi lingkungan dengan suhu yang stabil.

Gambar 9.30. Inkubator Sumber : www.calvin.edu/academic/biology/technology

Page 198: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Persiapan Analisis Mutu

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan

182

f. Peralatan inokulasi Peralatan inokulasi adalah per-alatan yang digunakan untuk menginokulasi mikroba. Bahan yang digunakan dapat berupa besi atau gelas. Bentuk peralat-an inokulasi panjang dengan bagian ujungnya lurus atau bulat (Gambar 9.31).

Gambar 9.31. Peralatan transfer Sumber : www.thesciencefair.com/Merchant2/merchant.mvc... g. Penjepit Penjepit (Gambar 9.3) adalah alat yang digunakan untuk men-jepit. Bahan yang digunakan untuk membuat penjepit adalah logam, plastik, karet atau kombi-nasi ketiganya. Bentuk penjepit bermacam-macam, tergantung dari fungsinya. Oleh karena itu, pemilihan penjepit yang diguna-kan harus disesuaikan dengan alat yang akan dijepit.

Gambar 9.32a. Penjepit

Sumber : www.thesciencefair.com/Merchant2/merchant.mvc...

Gambar 9.32b. Swivel utility

clamp Sumber : www.thesciencefair.com/Merchant2/merchant.mvc...

Gambar 9.32c. Burette Clamp Single

Sumber : www.thesciencefair.com/Merchant2/merchant.mvc...

Page 199: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Persiapan Analisis Mutu

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan

183

Penjepit digunakan untuk men-jepit pipa karet atau plastik. Swivel utility clamp (Gambar 9.32) digunakan untuk menjepit peralatan gelas, seperti buret, berbagai labu ukur atau tabung reaksi. Burette clamp single (Gambar 9.32c) adalah penjepit yang digunakan untuk menjepit buret, baik satu maupun dua buret, h. Statif dengan batang statif Fungsi statif adalah untuk me-masang penjepit buret atau per-alatan gelas lainnya pada saat melakukan titrasi atau sterilisasi. Statif terbuat dari besi atau besi anti karat. Statif dapat dibeda-kan berdasarkan jumlah batang tegak dan bentuk alasnya, yaitu :

Gambar 9.33a. Statif dengan batang statif tunggal yang terletak ditepi alas

Sumber : www.thesciencefair.com/Merchant2/merchant.mvc...

a) batang tunggal dan alas berupa lempengan besi dengan ukuran 160 x 100, 250 x 160, 315 x 200 mm (Gambar 9.33a); b) batang ganda dengan kaki berbentuk huruf A; c) batang tunggal dengan kaki memben-tuk tripod. Ukuran panjang kaki dari pusat adalah 110, 140, dan 165 mm (Gambar 9.33b); dan d) batang ganda dan terletak di tengah yang berbentuk lempeng ber-ukuran 280 x 125 mm.

Gambar 9.33b. Statif yang digu- nakan untuk memegang labu didih Sumber : www.thesciencefair.com/Merchant2/merchant.mvc... i. Nicholson Hydrometer Nicholson Hydrometer adalah alat yang dapat digunakan un-tuk mengukur kelembaban (Gambar 9.34)

Page 200: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Persiapan Analisis Mutu

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan

184

Gambar 9.34. Nicholson Hydro- meter Sumber : www.thesciencefair.com/Merchant2/merchant.mvc... 9.2. Kegunaan Peralatan Penggunaan peralatan dasar adalah untuk kegiatan : 9.2.1 Menimbang Salah satu kegunaan peralatan dasar adalah untuk menimbang bahan kimia atau sampel yang akan dianalisis. Untuk menim-bang bobot bahan pangan da-pat dilakukan tahapan berikut : 1) Bersihkan neraca dan piring

neraca dari sisa bahan atau kotoran lainnya.

2) Neraca timbangan harus di-buat seimbang terlebih da-hulu dengan cara mengge-ser sekrup pengatur sehing-ga jarum menunjukan angka nol.

3) Timbang wadah bahan (bo-tol, kaca arloji, atau alas lainnya) dengan meletak-kannya pada piring timba-

ngan dan catat bobot dari wadah bahan tersebut.

4) Letakkan bahan pangan yang akan ditimbang ke dalam wadah bahan terse-but dan letakkan di piring timbangan sebelah kiri. Le-takkan anak timbangan di piring timbangan lainnya. Anak timbangan yang dile-takkan kurang lebih sama berat dengan bahan pangan yang akan ditimbang (Gambar 9.35).

5) Catat angka yang ditunjuk oleh jarum sebagai bobot bahan pangan, setelah dikurangi bobot wadah bahan.

6) Setelah proses penimbang-an selesai, kembalikan piring timbangan pada posisi semula.

Gambar 9.35. Neraca Sumber : Wirjosoemarto dkk, 2000 9.2.2 Menginokulasi Kegunaan peralatan dasar lain-nya adalah untuk kegiatan menginokulasi mikroba. Ada beberapa tahapan yang perlu dilakukan dalam menginokulasi

Page 201: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Persiapan Analisis Mutu

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan

185

mikroba, yaitu penyiapan media, proses inokulasi, dan proses inkubasi. Media inokulasi untuk menumbuhkan mikroba dapat dibagi menjadi media kaldu (broth) dan media agar. Ada beberapa jenis media agar sesuai dengan fungsinya. Sebagai contoh media agar miring digunakan untuk media tumbuh mikroba yang akan disimpan sebagai biakan murni. Sedangkan media agar pada cawan petri digunakan sebagai media tumbuh untuk tujuan tertentu. Proses inokulasi adalah proses penanaman mikroba ke media kultur (Gambar 9.36). Selan-jutnya dilakukan proses inkubasi untuk menumbuhkan mikroba tersebut. Proses inkubasi ber-langsung 1-3 hari, tergantung suhu inkubator, media yang di-gunakan, dan jenis mikroba yang diinokulasi. 9.2.3 Mengukur Volume Fungsi lain dari peralatan dasar adalah untuk mengukur volume. Volume zat cair dapat diukur dengan menggunakan gelas atau pipet ukur. Cara pengukur-annya adalah sebagai berikut : 1) Gunakan gelas atau pipet

ukur yang bersih dan ukurannya sesuai dengan volume bahan kimia yang akan diukur.

2) Baca skala yang tercantum pada gelas atau pipet ukur dan tentukan harga setiap skala.

1 2 3 5 4

Gambar 9.36 Proses inokulasi mikroba Sumber : www.thesciencefair.com/Merchant2/merchant.mvc... 3) Tuang bahan kimia yang

akan ditentukan volumenya ke dalam gelas ukur.

4) Bacalah skala untuk menentukan volumenya. Pembacaan skala harus lurus dengan mata. Bila permukaan bahan kimia cekung, pembacaan skala dilakukan pada permukaan terbawah dan bila permuka-annya cembung pembacaan

Page 202: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Persiapan Analisis Mutu

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan

186

skala dilakukan di permuka-an atas (Gambar 9.37).

5) Bila volumenya sudah ter-baca, tuangkan bahan kimia cair tersebut ke dalam wa-dah lain dan gelas ukur dicuci sehingga siap untuk digunakan kembali.

Bila pengukuran volume dilaku-kan dengan menggunakan pipet ukur, maka prosedurnya adalah sebagai berikut : 1) Pilih pipet sesuai dengan

volume bahan kimia yang akan diukur (Gambar 9.38).

Gambar 9.37. cara pembacaan skala untuk menentukan volume bahan kimia menggunakan gelas ukur Sumber : Wirjosoemarto dkk, 2000 2) Bilas bagian dalam pipet

dengan air suling dan dilan-jutkan dengan bahan kimia yang akan diukur volume-nya.

3) Isaplah bahan kimia cair yang akan diukur volumenya

sampai di atas garis batas. Bila bahan kimia yang akan diukur volumenya bersifat racun, sebaiknya gunakan penghisap karet (ball pipet).

4) Tutup ujung pipet dengan menggunakan jari telunjuk, tahan terus sambil meng-angkat pipetnya dari wadah bahan kimia yang akan diukur volumenya. Kering-kan ujung pipet dengan menggunakan kertas saring. Turunkan permukaan bahan kimia dalam pipet dengan cara membuka ujung jari telunjuk secara hati-hati sampai permukaan bahan kimia mencapai tanda volume.

5) Masukan bahan kimia cair tersebut ke dalam wadah yang telah disediakan. Pipet ukur dicuci kembali.

Gambar 9.38. Cara menggunakan pipet ukur untuk menen- tukan volume bahan kimia cair Sumber : Wirjosoemarto dkk, 2000

Page 203: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Persiapan Analisis Mutu

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan

187

9.2.4 Menuangkan Bahan Peralatan dasar juga dapat di-gunakan alat untuk menuang-kan bahan kimia dari satu wa-dah ke wadah lainnya. Bahan kimia dapat berupa padatan atau cair. Proses penuangan bahan kimia merupakan kegiat-an yang sering dilakukan dan memerlukan kecermatan dan ketelitian tersendiri. Bacalah terlebih dahulu label pada botol agar tidak terjadi kesalahan. Pegang botol dengan baik, bagian yang berlabel diletakan di permukaan tangan untuk mencegah bahan yang menetes atau menempel pada label. 9.2.4.1 Menuangkan bahan padat Adapun cara menuangkan ba-han kimia berbentuk padat ada-lah sebagai berikut :

1) Peganglah botol dengan ba-gian yang berlabel di letakan pada permukaan tangan

2) Miringkan botol secara per-lahan hingga bahan kimia keluar ke dalam tutup botol

3) Ketuk tutup botol secara perlahan dengan menggu-nakan telunjuk atau batang pengaduk sehingga bahan kimia yang terdapat pada tutup jatuh ke wadah yang telah disediakan (Gambar 9.39).

Selain cara di atas, penuangan bahan kimia padat juga dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1) Ambil bahan kimia padat da-

ri dalam botol dengan meng-

gunakan spatula atau sen-dok yang sesuai.

Gambar 9.39. Teknik menuangkan bahan kimia padat dengan menggunakan tutup botol Sumber : Wirjosoemarto dkk, 2000 2) Ketuk secara perlahan spa-

tula atau sendok dengan menggunakan telunjuk atau batang pengaduk agar ba-han kimia padat jatuh ke wadah yang diinginkan (Gambar 9.40).

Gambar 9.40. Teknik penuangan bahan kimia padat meng- gunakan spatula atau sendok Sumber : Wirjosoemarto dkk, 2000 Cara lain untuk menuangkan bahan kimia padat dari dalam

Page 204: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Persiapan Analisis Mutu

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan

188

botol dapat dilakukan secara langsung, yaitu : 1) Buka tutup wadah bahan

kimia padat yang akan dipindahkan

2) Miringkan botol secara perlahan dan guncang atau ketuk sehingga bahan kimia padat yang ada di dalamnya jatuh ke arah wadah yang diinginkan (Gambar 9.41).

3) Setelah diperoleh jumlah yang diinginkan, tutup kembali wadah bahan kimia padat tersebut

Gambar 9.41. Teknik penuangan bahan kimia padat langsung dari botolnya Sumber : Wirjosoemarto dkk, 2000 9.2.4.2 Menuangkan bahan cair Pada prinsipnya cara menuang-kan bahan kimia cair tidak berbeda dengan bahan kimia padat, yaitu : 1) Bacalah secara teliti label

yang terdapat pada botol untuk meyakinkan bahwa bahan kimia yang akan diambil benar.

2) Untuk mencegah kotornya label, botol dipegang secara benar dan bagian labelnya

menempel pada permukaan tangan.

3) Miringkan botol sedemikian rupa agar tutupnya menjadi basah oleh bahan kimia. Cara ini dilakukan untuk me-mudahkan melepaskan tu-tup botol

4) Jika akan menuangkan ba-han kimia cair yang ada di dalam botol, buka dan jepitlah tutup botol diantara jari.

5) Tuangkan bahan cair de-ngan bantuan batang pe-ngaduk (Gambar 9.42.).

Gambar 9.42. Teknik penuangan bahan kimia cair dari dalam botol Sumber : Wirjosoemarto dkk, 2000 9.2.5 Menyaring Kegunaan lainnya dari peralatan dasar adalah untuk menyaring. Tujuan menyaring adalah memisahkan materi dari

Page 205: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Persiapan Analisis Mutu

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan

189

medianya. Kegiatan menyaring dapat dilakukan dengan cara : 1) Gunakan kertas saring yang

sesuai. Bentuk kertas sa-ring tersebut sedemikian ru-pa sehingga sesuai dengan ukuran corong (Gambar 9.43).

Gambar 9.43. Urutan penyiapan kertas saring Sumber : Wirjosoemarto dkk, 2000 2) Tempatkan kertas saring pa-

da corong dan tuangkan beberapa tetes akuades ke permukaannya agar kertas saring dapat menempel pa-da corong

3) Pasang corong pada statif sedemikian rupa sehingga ujungnya masuk ke dalam wadah penampungan filtrat.

4) Tuangkan larutan yang akan disaring secara perlahan. Perhatikan agar permukaan bahan kimia tidak melebihi batas kertas saring (Gambar 9.44).

9.2.6 Memanaskan Diperlukan keterampilan khusus dalam menggunakan peralatan dasar untuk memanaskan atau menguapkan bahan kimia, karena harus memiliki pengeta-huan mengenai bahan kimia. Pemanasan bahan kimia dapat

dilakukan dengan mengguna-kan beberapa peralatan, yaitu :

Gambar 9.44. Proses penyaringan Sumber : Wirjosoemarto dkk, 2000 9.2.6.1 Tabung Reaksi Pemanasan bahan kimia dalam tabung reaksi dapat dilakukan sebagai berikut :

1) Nyalakan sumber panas dengan baik (kecil dan biru)

2) Jepit tabung reaksi dengan menggunakan penjepit

3) Panaskan tabung reaksi di atas nyala api. Proses pe-manasan dimulai dari per-mukaan cairan ke arah dasar, sehingga pemanasan tidak hanya berlangsung pa-da satu bagian saja (Gambar 9.45.). Selama pemanasan, jangan menga-rahkan tabung ke wajah untuk mencegah hal yang tidak diinginkan.

Page 206: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Persiapan Analisis Mutu

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan

190

Gambar 9.45. proses pemanasan bahan dalam tabung reaksi Sumber : Wirjosoemarto dkk, 2000 9.2.6.2 Gelas Kimia Pemanasan bahan kimia meng-gunakan gelas kimia dapat dila-kukan dengan cara sebagai berikut : 1) Gunakan kawat kasa beras-

bes sebagai alas 2) Masukan batang pengaduk

atau batu didih agar panas dapat merata ke seluruh ba-han

Gambar 9.46. proses pemanasan bahan dalam gelas kimia Sumber : Wirjosoemarto dkk, 2000

3) Nyala api harus diarahkan tepat ke arah batang penga-duk atau batu didih (Gambar 9.46.)

9.3 Pencucian peralatan Untuk menjaga kebersihan, pa-da setiap akhir hari kerja semua peralatan laboratorium yang te-lah digunakan harus segera di-cuci dan disimpan pada tempat-nya. Dengan demikian, semua peralatan dalam keadaan bersih dan siap digunakan pada kegi-atan laboratorium berikutnya. Perlakuan yang diberikan pada peralatan tersebut berbeda ter-gantung dari jenis bahan dan fungsinya. Peralatan dari bahan gelas membutuhkan perawatan yang berbeda dengan peralatan dari logam; demikian pula de-ngan peralatan yang peka atau teliti harus ditangani secara lebih hati-hati dibandingkan per-alatan yang kurang peka atau teliti. Tabung reaksi yang telah digu-nakan harus dikosongkan, dibi-las dengan air, dicuci dengan air panas yang mengandung deter-jen alkalin dan dilanjutkan de-ngan pembilasan menggunakan air panas. Terakhir tabung re-aksi dibilas dengan air destilasi dan dikeringkan. Pipet dibilas dengan air dingin segera setelah digunakan, cuci dengan air destilasi seperti pada pencucian tabung reaksi dan keringkan.

Page 207: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Persiapan Analisis Mutu

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan

191

Peralatan gelas yang digunakan untuk wadah sampel mikroba, kultur harian, peralatan agitasi, pengambilan sampel dan peralatan lain yang kontak de-ngan susu tidak hanya selalu harus bersih tetapi juga perlu disterilisasi sebelum digunakan. Sterilisasi dimaksud adalah metode sterilisasi sederhana, yaitu : a) rendam dalam air mendidih selama 5 menit; b) panaskan dalam oven 160oC selama 2 jam; c) masukan dalam autoklaf 120oC selama 20 menit; atau d) rendam dalam etanol 70% dan bakar sebelum digunakan. Dengan pencucian dan pena-nganan yang baik dapat diha-rapkan dapat memperpanjang usia pakai dari peralatan ter-sebut. Beberapa ketentuan yang harus dipatuhi dalam pencucian per-alatan adalah sebagai berikut : 1) Peralatan gelas dicuci per-

tama kali dengan menggu-nakan air dingin.

2) Peralatan pipet yang telah digunakan sebaiknya dile-takkan secara vertikal dalam wadah berisi hipoklorit 200 ppm. Tindakan ini akan mempermudah pembersih-an dan meminimalkan resiko kontaminasi.

3) Selanjutnya cuci dengan menggunakan sabun deter-jen 1% dalam air hangat. Untuk membersihkan noda di tempat yang sulit dijang-kau, sebaiknya mengguna-kan sikat yang sesuai.

Peralatan yang terbuat dari plastik, sebaiknya dicuci dengan menggunakan spon agar plastik tidak tergores. Untuk mengetahui apakah peralatan telah dicuci de-ngan bersih. Apabila air membasahi seluruh permu-kaan alat dan membentuk lapisan tipis berarti per-alatan sudah bersih; namun bila membentuk butiran air di permukaan alat berarti masih perlu dibersihkan lagi. Noda minyak atau kerak yang tertinggal pada per-alatan gelas dan tidak dapat dibersihkan dengan meng-gunakan deterjen, sebaik-nya dibersihkan dengan cara merendamnya selama semalam dalam campuran larutan pembersih asam sulfat pekat 1 bagian dan kalium dikromat (3% aq.) 9 bagian.

4) Selanjutnya cucilah hingga bersih dengan aliran air des-tilasi yang telah dipanaskan.

5) Peralatan gelas yang telah dicuci harus dikeringkan pa-da rak pengering sebelum disimpan.

6) Peralatan berbahan logam dapat dicuci dengan sabun deterjen dan kemudian dike-ringkan dahulu sebelum di-simpan.

Beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan dalam penyimpan-an peralatan adalah : a) Peralat-an yang sejenis disimpan pada tempat yang sama dan diusaha-kan tetap kering. Penyimpanan peralatan gelas harus terpisah

Page 208: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Persiapan Analisis Mutu

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan

192

dari peralatan logam (Gambar 9.47); b) peralatan gelas dapat disimpan pada rak khusus atau dalam kotak, misalnya penyim-panan pipet (Gambar 9.48), tabung reaksi (Gambar 9.49), curvette (Gambar 9.50), atau pipet hisap (Gambar 9.51); c) termometer yang akan disimpan harus dikeringkan dahulu dan simpan beberapa saat di ruang terbuka pada suhu kamar, dan selanjutnya disimpan pada tempatnya.

Gambar 9.47 Rak penyimpanan ose Sumber : www.thesciencefair.com/Merchant2/merchant.mvc...

Gambar 9.48. Rak penyimpanan pipet Sumber : www.thesciencefair.com/Merchant2/merchant.mvc...

Gambar 9.49. Rak penyimpanan tabung reaksi Sumber : www.thesciencefair.com/Merchant2/merchant.mvc...

Gambar 9.50. Rak penyimpanan curvette Sumber : www.thesciencefair.com/Merchant2/merchant.mvc...

Gambar 9.51. Rak penyimpanan kontainer pipet hisap Sumber : www.thesciencefair.com/Merchant2/merchant.mvc...

Page 209: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Persiapan Analisis Mutu

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan

193

9.4. Sterilisasi peralatan gelas Meskipun dapat disimpan lebih lama, mengapa bahan pangan bisa mengalami kebusukan? Salah satu penyebab kebusuk-an bahan pangan adalah per-alatan yang digunakan tidak steril. Sterilisasi adalah proses mem-buat media atau material ter-bebas dari semua bentuk kehi-dupan. Produk pangan sudah melalui serangkaian sterilisasi untuk menghambat atau meng-hentikan reaksi biokimia dan

aktivitas mikroba pembusuk. Sterilisasi bahan atau produk pangan dapat dilakukan dengan mencuci, memanaskan, mema-sak, atau menggunakan auto-klaf untuk mengkombinasikan suhu dengan tekanan. Bahan pangan dan peralatan serta media yang digunakan dalam analisis mutu bahan pangan harus disterilisasi menggunakan salah satu dari metode sterilisa-si (Tabel 9.1).

Tabel 9.1. Metode Sterilisasi

Metode Perlakuan Mekanisme Material yang disterilisasi

Autoclaving

Uap panas 121oC, tekanan 15-17 Psi selama 15 menit sampai beberapa jam

Koagulasi protein

Peralatan yang tahan panas, seperti gelas, besi dan beberapa plastik

Oven Udara panas 160oC selama 10 jam atau lebih

Koagulasi protein

Peralatan gelas dan besi, tetapi tidak disarankan untuk plastik dan cairan

Penyaringan Melewatkan bahan melalui filter yang memiliki lubang berukuran 0.22-0.45 μm (virus tidak dapat dihambat dengan metode ini)

Mikroba ditangkap oleh filter

Senyawa yang tidak tahan panas seperti asam amino, vitamin, anitbiotik, gula dan lain-lain

Radiasi Penyinaran dengan ultraviolet atau radiasi energi tinggi lainnya

Merusak asam nukleat

Plastik. Hanya efektif untuk permukaan saja

Gas Penguapan dengan gas yang reaktif, misalnya etilen oksida

Menginaktifkan enzim

Padatan yang tidak tahan panas, misalnya plastik

Page 210: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Persiapan Analisis Mutu

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan

194

Sterilisasi peralatan dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu secara fisik, kimiawi, dan mekanik. 9.4.1 Sterilisasi secara fisik Sterilisasi secara fisik adalah proses sterilisasi dengan meng-gunakan saringan (filter), suhu tinggi (panas), radiasi cahaya, dan tekanan untuk membunuh mikroba merugikan.

Metode saringan dilakukan un-tuk membuang organisme dari larutan tidak tahan panas (ther-molabile) dengan melewatkan larutan tersebut melalui filter yang dapat menahan bakteri (bacterial-tight filter).

Sterilisasi fisik dapat dilakukan dengan menggunakan panas. Proses sterilisasi dengan menggunakan panas dapat dilakukan secara sterilisasi kering (menggunakan udara panas), sterilisasi lembab (menggunakan air panas), dan autoklaf. Untuk memudahkan sterilisasi, telah diciptakan wadah peralat-an yang didisain untuk proses sterilisasi. Beberapa wadah tersebut adalah untuk cawan petri (Gambar 9.52), pipet (Gambar 9.53), dan pipet hisap (Gambar 9.54 dan 9.55)

Gambar 9.52. Wadah sterilisasi cawan petri Sumber : www.thesciencefair.com/Merchant2/merchant.mvc...

Gambar 9.53. Wadah sterilisasi pipet Sumber : www.thesciencefair.com/Merchant2/merchant.mvc...

Page 211: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Persiapan Analisis Mutu

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan

195

Gambar 9.54. Wadah untuk steri- lisasi pipet hisap Sumber : www.thesciencefair.com/Merchant2/merchant.mvc...

Gambar 9.55. Wadah untuk sterili- sasi pipet hisap Sumber : www.thesciencefair.com/Merchant2/merchant.mvc...

Proses sterilisasi dengan suhu tinggi dapat dilakukan dengan perebusan dalam air mendidih, penguapan uap air panas, aliran udara panas (oven), atau kombinasi suhu tinggi dengan tekanan tinggi. Penggunaan autoklaf memungkinkan untuk mengkombinasikan tekanan 15 Psi dan suhu 121oC sehingga proses sterilisasi berlangsung lebih cepat, yaitu 15 – 30 menit. Umumnya bakteri mati pada proses sterilisasi dengan suhu 121oC selama 10 menit. Apa-bila suhu diturunkan hingga 170-180oC, proses sterilisasi berlangsung selama 2 jam. Sedangkan pada suhu 160oC proses sterilisasi berlangsung selama 3 jam. Sterilisasi fisik banyak diguna-kan terhadap peralatan gelas atau keramik. Beberapa bahan atau produk pangan dan senya-wa kimia yang tidak rusak oleh panas juga dapat disterilisasi dengan cara ini. Bahan yang akan disterilisasi dengan menggunakan autoklaf antara lain media kultur, jarum, senyawa termostable, kain, karet, atau bahan lain yang dapat rusak oleh panas.

Radiasi sinar bergelombang pendek juga dapat digunakan untuk sterilisasi. Gelombang pendek dari sinar-X, gama, atau ultra violet memiliki daya tem-bus yang baik, sehingga akan membunuh mikroba. Iradiasi dengan sinar ultraviolet bukan

Page 212: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Persiapan Analisis Mutu

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan

196

cara sterilisasi yang memuas-kan karena daya tembusnya ter-batas.

9.4.2 Sterilisasi secara kimiawi Sterilisasi secara kimiawi adalah proses sterilisasi yang menggu-nakan senyawa kimia sebagai desinfektan. Senyawa asam dan basa kuat merupakan se-nyawa kimia yang banyak digu-nakan sebagai desinfektan da-lam sterilisasi secara kimiawi karena memiliki kemampuan menghidrolisis isi sel mikroba.

Beberapa jenis senyawa kimia yang telah diketahui dapat membunuh bakteri adalah la-rutan CuSO4, AgNO3, HgCl2, ZnO dan banyak lainnya. Larutan garam NaCl (9%), KCl (11%), dan KNO3 memiliki te-kanan osmotik lebih tinggi se-hingga dapat membunuh mikro-ba. Larutan garam juga dapat menyebabkan denaturasi pro-tein. KMnO4 (1%) and HCl (1.1%) merupakan desinfektan yang kuat karena dapat meng-oksidasi substrat. CuSO4 digu-nakan sebagai algisida. Senya-wa khlor merupakan oksidator kuat yang dapat membunuh mi-kroba dengan mekanisme seba-gai berikut :

Cl2 + H2O HCl + HOCl

HOCl HCl + On

Formalin (formaldehid) merupa-kan senyawa mudah menguap. Senyawa ini sangat efektif se-bagai desinfektan dengan kon-sentrasi 4-20%. Larutan alkohol dapat digunakan sebagai desin-fektan. Senyawa ini dapat me-nyebabkan koagulasi pada pro-tein mikroba. Konsentrasi alko-hol yang digunakan memiliki ki-saran 50-75 %.

Etilen oksida digunakan dalam proses sterilisasi piring plastik dan pipet. Adapun senyawa Beta-propiolactone banyak digu-nakan untuk sterilisasi jaringan hidup.

9.4.3 Sterilisasi secara mekanik Sterilisasi secara mekanik ada-lah sterilisasi yang dilakukan untuk membuang organisme da-ri larutan tidak tahan panas (thermostable) dengan melewat-kan larutan tersebut melalui fil-ter yang memiliki kemampuan dapat menahan bakteri (bac-terial-tight filter). Sterilisasi secara mekanik sering juga di-sebut penyaringan karena pro-ses sterilisasi bahan seperti ini dilakukan dengan menyaring. Penggunaan saringan disesuai-kan dengan tujuan penyaringan dan material yang akan disa-ring.

Sterilisasi secara mekanik digu-nakan untuk menyaring bahan yang mengalami perubahan apabila terkena panas atau te-kanan tinggi. Tujuan penya-ringan adalah untuk memisah-

Page 213: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Persiapan Analisis Mutu

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan

197

kan organisme dari senyawa yang tidak tahan panas dengan mengalirkannya melalui sari-ngan yang mampu menahan bakteri.

Ada dua metode pengeluaran bakteri selama penyaringan, yaitu 1) melewatkan media ke saringan yang halus atau 2) adsorpsi mikroba ke filter dengan menciptakan perbedaan listrik.

Filter yang banyak digunakan dalam mikrobiologi adalah sa-ringan membran, yaitu saringan yang terbuat dari selulose atau plastik. Saringan ini memiliki lu-bang cukup kecil (biasanya 0.45

m) untuk menangkap dan de-ngan demikian dapat mem-buang bakteri dari cairan. Saringan lain yang digunakan adalah Millipore-cellulose ase-tate disc., Seitz-asbestos pad, Berkefeled-diatomaceous earth, Mandle filter, Selas candle type filter, dan sintered glass filter.

9.5. Persiapan Bahan Kimia Dalam kegiatan analisis mutu digunakan berbagai bahan ki-mia sebagai pereaksi, baik pe-reaksi khusus maupun umum. Pengetahuan tentang bahan kimia akan meningkatkan ke-mampuan analis dalam mena-ngani bahan kimia secara baik sehingga kecelakaan yang dise-babkan karena ketidaktahuan dapat dihindari. 9.5.1 Sifat bahan kimia Bahan kimia dapat dikelompok-kan berdasarkan sifatnya, yaitu

bahan kimia yang mudah terba-kar, pengoksidasi, mudah mele-dak, radioaktif, bahan/penyebab korosi, dan bahan beracun. 9.5.1.1 Bahan kimia yang mudah terbakar Bahan kimia yang mudah ter-bakar dapat berwujud gas, cair-an yang mudah menguap, atau bahan padat yang dalam bentuk debu mudah terbakar bila kon-tak dengan udara. Jenis bahan kimia yang mudah terbakar ada-lah : a) pelarut dan pereaksi organik, seperti asetaldehid, asam asetat, aseton, benzen, karbondisulfida, etil alkohol, eter, etil asetat, petroleum eter, isopropil,alkohol, toluen, dan xylen; b) bahan an organik fosfor, logam Al, Mg, Zn, K, dan Na; c) gas asetilen, metana, hidrogen, karbonmonooksida, dan butana. Cara penanganan bahan kimia mudah terbakar adalah dengan mencegah terjadinya penguap-an atau kontak dengan udara (oksigen) maupun sumber pa-nas secara langsung. Beberapa hal umum yang harus diperhati-kan dalam penanganan bahan kimia mudah terbakar adalah : 1) Gunakan penangas uap

atau air untuk menghindari pemanasan bahan kimia se-cara langsung;

2) Pada saat memanaskan ja-ngan mengisi wadah mele-bihi ½ kapasitas wadah;

3) Sediakan bahan kimia da-lam jumlah minimum dan simpan bahan ditempat

Page 214: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Persiapan Analisis Mutu

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan

198

yang berventilasi baik, jauh dari bahan kimia pengoksi-dasi atau korosi;

4) Pelarut yang sudah tidak terpakai lagi simpan kembali dalam wadahnya;

5) Jangan membuang sisa ba-han kimia tersebut ke dalam bak cuci.

9.5.1.2 Bahan pengoksidasi Bila kontak dengan bahan yang mudah terbakar, bahan kimia ini mudah mengalami reaksi ekso-termis. Beberapa bahan kimia yang termasuk bahan pengoksi-dasi adalah klorat, perklorat, borat, peroksida, asam nitrat, kalium nitrat, kalium permanga-nat, bromin, klorin, florin dan iodin. Bahan pengoksidasi sebaiknya disimpan dalam wadahnya pada lemari yang tidak mudah ter-bakar. Hindari dari suhu tinggi dan bahan yang mudah terba-kar seperti kayu, kertas, serbuk logam, belerang, dan bahan kimia lain yang mudah terbakar. 9.5.1.3 Bahan mudah meledak Beberapa bahan kimia telah di-ketahui memiliki sifat mudah meledak, diantaranya asam per-klorat (HClO4) dan peroksida. Penyebab meledaknya bahan tersebut antara lain disebabkan oleh adanya pelarut mudah ter-bakar, udara, debu, gas dan peroksida. Untuk mencegah terjadinya le-dakan, penggunaan bahan kimia mudah meledak hendak-

nya dilakukan di tempat terbuka atau di lemari uap; gunakan dengan jumlah sedikit; gunakan penangas air untuk memanas-kan; gunakan alat yang benar dan masih layak; dan gunakan pelindung. 9.5.1.4 Bahan radioaktif Penggunaan bahan radioaktif harus hati-hati karena efek radiasinya dapat menyebabkan kerusakan sel secara perma-nen, kebakaran dan kematian. Ada empat jenis bahan radiasi, yaitu : a) partikel (alfa) berupa atom helium bermuatan positif. Memiliki daya tembus rendah tetapi daya ionisasinya besar; b) partikel ß (beta) merupakan partikel hasil pecahan isotop radioaktif berenergi tinggi. Partikel ini bermuatan negatif dan berenergi tinggi; daya tembus dan daya ionisasinya sedang; c) Sinar (gamma) berupa gelombang elektromag-netik yang dihasilkan dari per-ubahan inti atom radioaktif; dan d) sinar x yang dihasilkan dari tabung sinar-x. Wadah yang digunakan untuk menyimpan bahan radioaktif sebaiknya diberi tanda dan disimpan dalam lemari atau kamar khusus yang terkunci dan dilengkapi dengan fasilitas pen-cegah radiasi. Gunakan selalu peralatan yang tepat dalam keadaan kering, jas lab untuk melindungi badan dan lap untuk membersihkan sisa bahan ki-mia. Semua bahan radioaktif harus dibuang setelah selesai analisis.

Page 215: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Persiapan Analisis Mutu

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan

199

9.5.1.4 Bahan korosif atau penyebab korosi Bahan kimia ini dapat menye-babkan korosi pada jaringan sehingga bisa mengakibatkan terjadinya cacat permanen. Beberapa contoh bahan korosif adalah asam nitrat, sulfat, klorida, natrium peroksida, asam asetat, anhidrida asetat, metanol, perklorat, ammonia, bromim, florin, hidrohen iodida, fenol, karbondioksida padat, asam format, hidrogen peroksi-da, fosfor, kalium, kalium hidrok-sida, perak nitrat dan natrium. Untuk mencegah terjadinya ko-rosi sebaiknya selalu menggu-nakan pelindung, jas lab, dan kaca mata selama bekerja. Bia-sakan mencuci tangan dengan sabun setelah melakukan kegi-atan analisis. 9.5.1.5 Bahan beracun Hampir semua bahan kimia me-rupakan bahan beracun. Bahan kimia dapat meracuni melalui mulut (pencernaan), absorpsi melalui kulit, dan pernafasan. Baberapa bahan kimia beracun adalah anilin, benzen, bromin, klorin, flour, formaldehid, asam format, asam klorida, antimon, arsen, barium, berilium, boron, hidrogen sianida, hidrogen pe-roksida, iodium, asam nitrat, nitrobenzen, sulfurdioksida, fe-nol, kromium, merkuri, perak, dan timah. Untuk menghindari pengaruh dari bahan kimia yang bersifat beracun sebaiknya : a) tidak

makan, minum atau merokok disaat bekerja; b) hindari peng-gunaan pipet hisap; c) hindari kontak dengan mulut, kulit, dan saluran pernafasan; d) segera cuci tangan dengan sabun dan air bersih; e) bahan yang tidak digunakan harus selalu disim-pan dalam wadah tertutup yang diberi label dan f) selalu bekerja dalam ruang berventilasi. 9.6. Cara penyimpanan bahan kimia Secara umum, penyimpanan bahan kimia di laboratorium da-pat dilakukan dengan tiga cara, yaitu : a) secara alfabet (alpha-betical method), dimana botol disimpan berdasarkan urutan huruf secara alfabet; b) berda-sarkan golongan (family metho-de), dimana bahan kimia disim-pan berurutan sesuai klasifikasi sistem periodik; dan c) secara kelompok (group methode), di-mana bahan kimia diurutkan berdasarkan urutan dalam anali-sis kualitatif. Untuk menjaga keteratuan, se-baiknya setelah digunakan botol disimpan kembali ke tempatnya secara benar. Botol berisi asam kuat disimpan di bagian bawah. Botol yang kecil disimpan di bagian atas rak dan yang besar di bagian bawah.

Page 216: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Pengambilan Sampel

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 201

BAB X PENGAMBILAN SAMPEL

Efektivitas sebuah laboratorium ditentukan oleh jumlah dan ke-adaan sampel yang diambil atau diterima untuk diuji. Hasil dari pengujian yang dilakukan oleh laboratorium menjadi tidak berarti apabila sampel yang diuji jumlah-nya tidak memadai atau pengum-pulan atau penanganannya tidak sesuai dengan prosedur pengam-bilan sampel baku. Hasil pengujian laboratorium ter-hadap bahan pangan sangat ter-gantung pada perencanaan dan teknik pengambilan, penanganan (pengiriman, penyimpanan) serta persiapan sampel. Jika pengam-bilan sampel dilaksanakan de-ngan cara yang tidak benar, maka langkah selanjutnya berupa preparasi (persiapan) dan pengu-jian akan sia-sia, membuang waktu dan biaya. 10.1 Persiapan pengambilan sampel Umumnya penilaian mutu suatu bahan pangan ditentukan dari hasil analisa yang diperoleh dari sejumlah kecil sampel yang di-tarik dari lot. Dengan demikian, pengambilan sampel harus dila-kukan melalui prosedur pengam-bilan sampel baku yang telah di-tetapkan. Bahan diperiksa dan dipastikan cocok untuk diambil sampelnya, sampel dikumpulkan dan dipastikan bahwa jenis, loka-

si, sampling, dan waktu sampling sesuai dengan rencana pengam-bilan sampel (sampling plan). Persiapan yang dilakukan untuk pengambilan sampel dapat mem-perlancar pengambilan dan pena-nganan sampel. Dalam persiapan pengambilan sampel harus dipastikan dahulu bahwa lot yang akan disampling bersifat homogen, artinya bahan pangan yang terdapat dalam lot tersebut harus berasal dari bahan baku, mesin atau operator yang sama. Bila tidak homogen maka akan sulit mengambil sampel yang dapat mewakili lot dan akan sulit pula untuk melakukan tin-dakan koreksi dalam upaya me-ngurangi sumber ketidak sesuai-an. Pengertian lot adalah jumlah atau satuan bahan bangan yang diha-silkan dan ditangani dengan kon-disi yang sama. Dalam penger-tian statistik, yang dimaksud de-ngan lot adalah identik dengan populasi. Lot dapat berupa se-jumlah kontainer atau satu kapal dengan 100, 200 atau seribu kontainer; beras satu truk atau lebih; satu kali produksi makanan kaleng. Kecap yang dihasilkan hari ini termasuk dalam lot yang berbeda dengan kecap yang dihasilkan esok hari. Contoh lain adalah roti yang dihasilkan dari

Page 217: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Pengambilan Sampel

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 202

adonan yang pertama berada dalam lot yang berbeda dengan roti hasil dari adonan kedua, meskipun kedua adonan tersebut sama. Untuk memperoleh sampel yang benar, harus dipastikan dahulu besarnya lot yang akan disam-pling sehingga setiap bagian dari lot memiliki peluang yang sama untuk disampling. Sampel yang diambil sesuai pro-sedur baku akan mewakili kumpulan besar bahan pangan yang akan diana-lisa. Sampel yang mewakili sangat penting, terutama bila akan mendeteksi adanya mikroba patogen atau penyebaran racun pada bahan pangan yang akan diekspor. Dapat dibayangkan, berapa biaya yang harus dikeluarkan apabila ekspor bahan pangan yang mencapai beberapa kontainer harus dianalisa kandungan bak-teri patogennya dari seluruh ba-han pangan. Analisa yang dila-kukan terhadap seluruh bahan pangan, selain mahal dan lama juga akan menyebabkan kontami-nasi dan menghambat proses produksi. Kerugian yang sama juga akan dialami apabila sampel yang akan dianalisa merupakan sampel yang diambil tanpa me-lalui prosedur pengambilan sam-pel yang benar sehingga tidak mewakili bahan pangan yang akan diekspor.

Pengambilan sampel merupakan bagian dari tahapan analisa mutu untuk mengurangi biaya yang be-sar, namun masih dapat mewakili kelompok yang lebih besar, se-hingga hasil analisa dapat meng-gambarkan kondisi dari kelompok tersebut. Sampling adalah proses pengam-bilan atau pemilihan sampel dari suatu lot. Dari hasil pengambilan sampel yang dilakukan melalui prosedur penarikan sampel baku dapat diperoleh keterangan me-ngenai penaksiran keadaan mutu suatu lot, sehingga dapat diambil suatu keputusan untuk meneri-ma, menolak, atau menangguh-kan penerimaan bahan pangan tersebut. Petugas yang mengambil sampel harus terampil, terlatih dan me-mahami prosedur pengambilan, penanganan, dan pengiriman sampel sesuai dengan pedoman BSN 503-2000. Prosedur pengambilan sampel bahan pangan harus memper-hatikan : a) peralatan yang digu-nakan harus steril, terutama yang akan digunakan untuk uji mikro-biologis; b) pengambilan sampel dilakukan secara steril sesuai dengan standar operaional prose-dur (SOP); c) secara fisik, sampel dapat berbentuk segar, beku, atau hasil olahan. Bobot sampel yang digunakan tergantung dari pengujian yang

Page 218: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Pengambilan Sampel

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 203

akan dilakukan. Untuk pengujian mikrobiologis, pengambilan sam-pel dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu : a) cara swab (ulas); b) cara excision (tusuk), atau c) rinse technique (diiris). Cara ulas digunakan untuk me-ngambil sampel pada permukaan bahan pangan segar. Kapas (cotton bud) steril diusapkan ke permukaan daging dengan luas 25-50 cm2. Kapas hasil usapan dimasukkan ke dalam wadah yang berisi larutan pengencer. Sampel siap untuk diuji. Pengambilan sampel dengan ca ra ditusuk dilakukan apabila ba-han pangan dalam keadaan be-ku. Sampel diambil dengan menggunakan bor khusus (cork borrer) yang ditusukkan ke bahan pangan sedalam 2 mm dari per-mukaan. Dengan menghitung luas permukaan yang diambil dan volume larutan pengencer, maka dapat ditentukan jumlah populasi mikroba per ml. Pengambilan sampel dengan ca-ra diiris dilakukan apabila bahan pangan yang akan diuji relatif kecil (≤ 2 kg). Sampel ditimbang secara aseptis lalu dimasukkan ke dalam plastik steril dan ditam-bahkan pengencer steril seba-nyak 9 kali bobot sampel. Pengambilan sampel sesuai pro-sedur harus dilakukan karena : a) bila sampel tidak mewakili lot hasilnya tidak dapat digunakan

untuk menggambarkan seluruh lot; b) penolakan bahan pangan yang diakibatkan kesalahan pe-ngambilan sampel akan berakibat merugikan perdagangan ekspor; c) hasil analisa dari sampel yang tidak mewakili lot akan berdam-pak pada kesehatan apabila yang diuji kandungan bakteri patogen, logam berat, dan residu pestisida; d) tidak ekonomis bila seluruh lot dianalisis. Peralatan pengambilan sampel antara lain : a. Sekop (Gambar 10.1)

Gambar 10.1. Hand scoop (atas), Plastic scoop (bawah) Sumber : www.thesciencefair.com/Merchant2/merchant.mvc...

Page 219: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Pengambilan Sampel

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 204

b. Bingkai pengambil sampel c. Tabung pengambil sampel d. Front-end loader e. Botol sampel yang telah ditim-

bang f. Tabung celup g. Tombak pengambil sampel

(spear) (Gambar 10.2)

Gambar 10.2 Tombak pengambil

sampel (spear) Sumber :

www.thesciencefair.com/Merchant2/merchant.mvc...

h. Pisau fleksibel i. Siring j. Klep akses k. Botol, wadah plastik dan wa-

dah sekali pakai l. Pisau operasi (scalpel) m. Perangkat atau sangkar n. Wadah steril, pipet, loop (alat

inkulasi) dan sendok dispo-sible

10.2 Pengambilan sampel yang mewakili Sampel adalah contoh dari suatu lot (populasi) yang dapat mewa-kili sifat dan karakter populasi ter-sebut. Kesimpulan yang mende-kati kebenaran diawali dengan pengambilan sampel yang benar. Idealnya semua bahan dijadikan sampel yang harus diuji. Namun cara demikian tidak mungkin di-lakukan karena membutuhkan banyak waktu, biaya, peralatan, tenaga dan tidak ada bahan atau produk pangan yang tersisa un-tuk dijual. Pengambilan sampel yang me-wakili adalah kemampuan untuk mendapatkan sejumlah sampel yang mewakili populasi (lot atau batch) dengan kondisi sampel tersebut dalam keadaan sesuai untuk pengujian atau pengolahan lebih lanjut. Pengertian sampel yang mewakili adalah sampel yang diperoleh dengan menggunakan teknik sampling yang sesuai, termasuk sub sampling, untuk menghasil-kan keberhasilan yang tepat ter-hadap sumber sampel atau popu-lasi produk. Berapa jumlah sampel yang ha-rus diuji dan metode apa yang harus digunakan dalam pengam-bilan sampel merupakan keputus-an yang harus dilakukan sebelum melakukan analisis.

Page 220: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Pengambilan Sampel

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 205

Jumlah sampel yang harus di-ambil sangat dipengaruhi oleh jumlah mikroba dan tingkat pe-nyebarannya. Makin banyak dan menyebarnya mikroba, maka sampel yang diambil lebih sedikit. Selain jumlahnya, metode pe-ngambilan sampel juga berpe-ngaruh terhadap kesimpulan yang dihasilkan. Pengambilan sampel harus dilakukan secara aseptis agar tidak terjadi pence-maran. Peralatan yang diguna-kan harus steril. Bahan pangan yang berbentuk cair harus diambil dengan menggunakan pipet. Bahan berbentuk padat dapat di-ambil dengan menggunakan pi-sau, garpu, sendok atau penjepit yang sudah disterilisasi terlebih dahulu. Penimbangan sampel dilakukan dengan menggunakan wadah yang telah disterilisasi. Sampel yang telah diambil harus segera dianalisa untuk mengu-rangi kemungkinan perubahan jumlah mikroba selama waktu penundaan. Untuk bahan yang mudah rusak, seperti daging, ikan, dan susu, analisa sampel sebaiknya segera dilakukan. Apabila dalam waktu 2 – 3 jam setelah diambil tidak dapat se-gera dianalisa, maka sampel ha-rus disimpan pada suhu 4 oC. Dalam kondisi penyimpanan de-mikian, sampel tidak boleh disim-pan lebih dari 10-12 jam. Sampel dapat dikatakan mewakili apabila kondisi sampel menyeru-pai kondisi lot yang merupakan

asal sampel. Tujuan utama pe-ngambilan sampel yang mewakili adalah untuk menghindari bias. Untuk dapat mengambil sampel yang mewakili dapat dilakukan dengan cara melakukan penari-kan sampel secara acak. Untuk kegiatan tersebut dapat menggu-nakan tabel bilangan acak. Cara lainnya adalah dengan melaku-kan pendekatan berdasarkan stratifikasi. Dengan cara ini, pengambilan sampel secara acak dilakukan dari setiap strata, mi-salkan dari bagian atas, tengah dan dasar kontainer. Penarikan sampel secara acak dilakukan untuk memberikan ke-sempatan yang sama bagi setiap sampel untuk terambil. Pengam-bilan sampel secara acak dapat dilakukan dengan memberi no-mor pada bahan yang akan diuji mencatatnya pada kertas kecil. Setelah kertas diacak, diambil be-berapa lembar untuk dijadikan sampel. Jumlah kertas yang di-ambil disesuaikan dengan jumlah sampel yang akan dianalisis. Cara ini kurang efektif untuk jumlah lot besar. Cara lain untuk mengambil sam-pel yang mewakili adalah meng-gunakan tabel acak sebagai alat bantu. Caranya adalah meng-gunakan pinsil untuk menunjuk satu tempat di tabel acak. Angka yang terdekat dengan ujung pinsil dianggap sebagai digit pertama nomor sampel.

Page 221: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Pengambilan Sampel

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 206

Misalnya dalam satu lot terdapat 400 kotak susu, berilah nomor urut. Apabila ujung pinsil berada pada baris 40 kolom 10, maka dari tabel acak diperoleh angka 2. Angka dua tersebut dianggap sebagai digit awal dari sampel yang akan diambil. Ambil tiga angka (400 memiliki 3 digit) pada baris 40 kolom 10, 11, dan 12 sehingga didapat angka 245 sebagai sampel pertama. Selan-jutnya lakukan pada baris ke 49 dan kolom 10, 11, dan 12 sehingga diperoleh 068, sehingga kotak susu nomor 068 meru-pakan sampel ke-2. Demikian terus dilakukan secara acak hing-ga diperoleh jumlah sampel yang dikehendaki. Seandainya dari hasil pengaca-kan didapat nilai diatas 400, ma-ka nomor tersebut tidak terpakai. Dua kesalahan yang umum diala-mi dalam pengambilan sampel, yaitu : a) orang cenderung mengambil sampel yang paling mudah dijangkau; dan b) sampel sudah ditentukan lebih dahulu karena pelaku pengambil sampel sudah kenal baik dengan kondisi sampel. 10.2.1 Prinsip dasar sampling Seorang pengontrol mutu (quality control) yang bertugas melaku-kan pembelian bahan baku bagi industri bahan pangan memiliki tanggungjawab besar terhadap kegiatan industrinya. Penolakan terhadap bahan baku yang

ditawarkan berarti industrinya ti-dak akan berjalan karena tidak memiliki bahan baku, akan tetapi penerimaan bahan baku dengan kualitas yang kurang baik akan berpengaruh terhadap mutu pro-duk yang dihasilkan dan pada akhirnya akan berpengaruh ter-hadap daya saing produknya di pasaran. Untuk menghindari kejadian ter-sebut, seorang pengontrol mutu harus memperhatikan prinsip pe-ngambilan sampel. Prinsip yang mendasari pengambilan sampel adalah memperhatikan dan me-ngingat bahwa sumberdaya ke-uangan adalah tidak tak terbatas dan nilai produk harus mereflek-sikan biaya pemeriksaan dan bia-ya produksi. Prinsip dasar pengambilan sam-pel lebih ditujukan untuk menen-tukan : a) penerimaan atau pe-nolakan terhadap mutu suatu bahan baku yang didasari oleh seleksi ukuran, warna, kematang-an dan lain-lain, kebebasan dari kontaminasi dan kerusakan bio-logis atau kimiawi. Bahan baku yang bermutu rendah berdasar-kan seleksi, tingkat kontaminasi, dan kerusakan harus ditolak ka-rena akan berpengaruh terhadap mutu produk yang dihasilkan ; b) menentukan pembayaran. Hasil sampling terhadap bahan baku menunjukkan bahwa bahan baku yang ditawarkan sudah tidak segar namun masih memenuhi standar mutu yang ditetapkan

Page 222: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Pengambilan Sampel

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 207

oleh perusahaan. Dalam kondisi seperti ini pengambilan sampel bukan untuk penolakan, tetapi untuk menentukan nilai yang harus dibayarkan atas bahan baku yang ditawarkan; dan c) untuk menentukan mutu total dari produk akhir. Pengambilan sam-pel juga dilakukan pada akhir pro-ses produksi. Pengambilan sam-pel pada tahap ini lebih ditujukan untuk menentukan mutu total dari produk yang dihasilkan. Apakah mutu sesuai dengan yang diha-rapkan atau menyimpang. 10.2.2 Jenis-jenis sampling Banyak metode sampling yang dapat digunakan untuk menentu-kan mutu, beberapa diantaranya yang banyak digunakan adalah : 10.2.2.1 Pemeriksaan 100 persen (100% cross check) Pelaksanaan sampling dengan menggunakan metode pemerik-saan 100 persen membutuhkan waktu, tenaga dan biaya besar, namun tidak selalu diimbangi dengan 100 persen keberhasilan. 10.2.2.2 Samping

berdasarkan teori statistik

Pelaksanaan sampling berdasar-kan teori statistik membutuhkan biaya lebih rendah dibandingkan metode pemeriksaan 100 persen. Metode sampling ini mengguna-kan teori statistik dalam pelak-sanaannya, sehingga dapat memperkecill terjadinya resiko.

Metode sampling berdasarkan teori statistik memposisikan pro-duser sebagai penanggungjawab produk. Dengan demikian, pro-duser harus mempertahankan mutu produk agar selalu baik. Bila tidak, akan timbul permasa-lahan dan kerugian yang diakibat-kan penolakan produk oleh kon-sumen. 10.2.2.3 Sampling tidak

berdasarkan teori statistik

Metode sampling yang tidak ber-dasarkan teori statistik umumnya tidak direkomendasi karena tidak memiliki dasar yang logis dalam pengambilan keputusan untuk menerima atau menolak suatu produk. Hal ini dikarenakan tidak terdeteksinya resiko dari sam-pling, menghasilkan fluktuasi mu-tu yang tinggi, dan keluar dari batas mutu yang dipersyaratkan. 10.2.3 Rancangan sampling Rancangan sampling yang akan dibahas dalam sub bab ini adalah rancangan yang didasarkan pada teori statistik. Terdapat empat ti-pe sampling, yaitu : 10.2.3.1 Sampling

tunggal Sampling tunggal (single sam-pling) merupakan tipe sampling yang paling praktis sehingga ba-nyak diterapkan dan dianggap paling cocok untuk tujuan ekspor. Pada sampling tunggal, keputus-an ditentukan berdasarkan hasil sampling lot. Bila hasil pemerik-

Page 223: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Pengambilan Sampel

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 208

saan sampel memenuhi syarat maka lot diterima, tetapi bila pemeriksaan sampel tidak meme-nuhi syarat maka lot ditolak. Dalam pelaksanaannya, sampling tunggal terdiri dari tiga satuan angka, yaitu ukuran contoh (n), angka penerimaan (c), dan angka penolakan (r). Bila sampel yang diambil secara acak sudah me-menuhi jumlah yang ditetapkan, selanjutnya dilakukan pemerik-saan. Bila sampel yang rusak atau tidak memenuhi syarat jum-lahnya lebih kecil atau sama dengan angka penerimaan (c), maka seluruh lot dapat diterima dan sampel yang rusak atau tidak memenuhi syarat harus dibuang. Namun bila sampel yang rusak atau tidak memenuhi syarat jum-lahnya lebih besar atau sama dengan angka penolakan (r), ma-ka seluruh lot harus ditolak. Dalam sampling tunggal, besar-nya angka penolakan umumnya satu unit lebih besar dari angka penerimaan. Dengan demikian, keputusan untuk menerima atau menolak selalu dicapai dalam prosedur ini. Contoh prosedur penggunaan metode sampling tunggal adalah : 1) Ikan nila akan disampling ke-

sesuaiannya terhadap stan-dar batas maksimum dan mi-nimum bobotnya. Metode sampling yang akan diguna-kan adalah sampling tunggal dengan kriteria ukuran sam-

pel (n) sebesar 200; angka penerimaan (c) bila 10 sam-pel rusak; dan angka penolak-an (r) bila 11 contoh rusak.

2) Ukuran contoh filet nila seba-nyak 200 ekor diambil secara acak dari kolam peliharaan. Setelah diperiksa, ternyata dari sampel tersebut 7 ekor ikan nila mempunyai bobot lebih dari 500 g dan 3 ekor memiliki bobot kurang dari 500 g. Jadi ada 10 ekor ikan yang tidak sesuai standar dan harus dibuang. Namun kare-na 10 ekor lebih kecil atau sama dengan angka peneri-maan, maka sisa ikan yang ada di kolam dapat diterima.

10.2.3.2 Sampling ganda Sampling ganda (double sam-pling) adalah metode pengambil-an sampel yang dilakukan dalam dua tahap, apabila pada tahap pertama belum dapat diputuskan apakah lot ditolak atau diterima. Sampling ganda dilakukan apa-bila angka penolakan lebih besar dari satu unit angka dibandingkan dengan angka penerimaan, se-hingga menghasilkan selang atau rentang. Sebagai contoh : Perusahaan makanan kering me-miliki kriteria untuk sampling gan-da adalah sebagai berikut : 1) Ukuran sampel pada sam-

pling pertama 120, angka penerimaan 2 contoh rusak dan angka penolakan bila 5 contoh rusak. Adapun kriteria

Page 224: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Pengambilan Sampel

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 209

untuk sampling kedua adalah ukuran sampel 120, angka penerimaan 5 sampel rusak, dan akan penolakan 6 sampel rusak.

2) Bila pada sampling pertama diambil 120 sampel dan dari hasil pemeriksaan diketahui 0, 1, atau 2 sampel rusak, maka lot diterima tanpa melakukan sampling kedua. Bila 5 atau lebih sampel yang rusak maka lot ditolak tanpa pengambilan sampel kedua. Namun bila sampel yang rusak 3 atau 4, maka 120 sampel kedua harus diambil. Kaidah keputusan tergantung

dari jumlah sampel yang rusak dari dua kali sampling. Bila sampel yang rusak lebih kecil atau sama dengan 5 berarti lot diterima, tetapi bila 6 atau lebih berarti lot ditolak.

10.2.3.3 Multiple sampling Prinsip metode multiple sampling sama dengan metode sampling ganda, hanya jumlah pengambil-an sampel lebih dari dua kali. Penentuan penolakan atau penerimaan lot meningkat dengan bertambahnya jumlah pengambilan sampel (Tabel 10.1.) sebagai berikut :

Tabel 10.1. Data hasil pengambilan sampel

Pengambilan

sampel

Ukuran contoh Komulatif

Angka

Penerimaan penolakan

Pertama

50

50

#

3

Kedua 50 100 0 3 Ketiga 50 150 1 4 Keempat 50 200 2 5 Kelima 50 250 3 6 Keenam 50 300 4 6 Ketujuh 50 350 6 7 Sumber : Muhandri dan Kadarisman, 2006 Simbol # mengindikasikan bahwa penerimaan langsung tidak diijinkan. Dengan demikian pada pengambilan sampel pertama hanya ada dua kemungkinan, yaitu menolak lot atau melakukan pengambilan sampel kedua.

10.2.3.4 Sequential sampling

Sequential sampling adalah suatu metode pengambilan sampel yang dilakukan secara terus menerus dan tidak ada ukuran contoh yang tetap. Pengambilan

Page 225: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Pengambilan Sampel

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 210

sampel dihentikan apabila telah ditemukan sampel yang rusak. Keputusan untuk menerima atau menolak diambil segera ketika bukti sampel yang rusak ditemukan. 10.3 Penyiapan sampel uji Dalam menganalisa bahan pa-ngan dibutuhkan kemampuan un-tuk mengambil sampel yang mewakili dan mengirim sampel sesuai prosedur yang didisain untuk menjamin bahwa hasil pengujian yang diperoleh selan-jutnya mencerminkan produk yang ada pada saat diambil sampelnya. Perlu diingat bahwa personil yang membawa sampel tidak bertang-gungjawab terhadap pengambi-lan sampel (sampling), penyiapan sampel, pengiriman sampel, dan pengujian sampel. Pengiriman sampel harus berda-sarkan prosedur yang berlaku, yaitu : a. Waktu pengiriman sampel di-

lakukan sesegera mungkin b. Untuk sampel berupa daging

segar, sebaiknya sudah sam-pai di tempat pengujian kura-ng dari 24 jam

c. Sampel segar / dingin disim-pan pada suhu 0 – 40 oC

d. Sampel beku disimpan pada suhu -20oC

e. Penambahan bahan penga-wet hanya dilakukan untuk pengujian patologis.

Sub sampel disiapkan untuk menjamin bahwa sampel mewa-

kili populasi, membatasi bahaya/ kontaminasi ke lemari, tempat kerja, dan lingkungan, persiapan pengangkutan sampel sesuai de-ngan perijinan pengangkutan Tahap pertama dari proses peng-hitungan jumlah mikroba yang terkandung dalam bahan pangan adalah melakukan pemisahan mi-kroba dari sampel. Untuk maksud tersebut, mikroba harus disuspensikan dengan cara me-masukan sampel ke dalam laru-tan. Hampir semua larutan dapat digunakan untuk mensuspensi-kan mikroba, misalnya larutan 0,1 % pepton, garam fisiologis, atau buffer. Bila bahan atau produk pangan berbentuk padat, mikroba dapat disuspensikan dengan cara mela-rutkan sampel ke media pelarut. Metode yang biasa digunakan untuk melarutkan mikroba dari bahan atau produk pangan ber-bentuk padat adalah dengan cara mengusap permukaan produk (swabbing), pencucian (rinsing), dan penghancuran (blending) Untuk pemeliharaan integritas sampel, perlu diperhatikan hal berikut : a. Wadah yang digunakan untuk

menyimpan sampel harus yang cocok. Wadah sampel dapat terbuat dari kaca atau gelas, plastik, atau ember.

b. Alat digunakan untuk me-ngambil sampel harus sesuai dengan peruntukannya

c. Bahan pengawet yang digu-nakan untuk mengawetkan sampel sesuai dengan perun-

Page 226: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Pengambilan Sampel

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 211

tukannya, antara lain sodium azida, toluen, antibiotik.

d. Membungkus wadah dalam aluminium foil

e. Pengontrol suhu, yang dila-kukan dengan menggunakan isolasi terhadap sampel tanpa kontak langsung dengan ba-han pendingin

f. Memindahkan sampel steril ke dalam wadah steril

g. Memantau kondisi penyimpa-nan

10.4 Penyimpanan arsip Sub sampel disimpan sebagai arsip atau back up sampel. Pem-berian label pada sub sampel dan dicatat untuk menjaga rantai ke-telusurannya. Label yang diberi-kan harus memuat minimal :

a. Deskripsi sampel b. Nama dan alamat pemilik

sampel c. Informasi mengenai batch

/lot/populasi dari sampel d. Suhu pada saat pengam-

bilan sampel e. Keterangan lain f. Uji yang akan dilakukan

terhadap sampel. 10.5 Membuang sampel yang

tidak terpakai dan sisa sampel

Sampel yang tidak terpakai dan sisa dibuang sesuai prosedur. Jangan membuang sampel di tempat cuci karena dapat menye-babkan tersumbatnya saluran air. Untuk mencegah bau yang tidak diinginkan, sisa atau sampel yang tidak terpakai dikemas dahulu dengan plastik baru dibuang ke tempat sampah.

Peralatan yang sudah digunakan segera dicuci hingga bersih. Wadah yang digunakan untuk mengambil sampel juga dibersih-kan. Setelah bersih, barulah tempat kerja dibersihkan. 10.6 Memelihara peralatan

sampling Peralatan sampling harus terpe-lihara sehingga siap digunakan untuk melakukan sampling. Per-alatan harus selalu bersih dan bebas dari sisa-sisa bahan pa-ngan yang dapat mempengaruhi pengambilan sampel berikutnya. 10.7 Sampling untuk analisis Sertifikasi bahan pangan membutuhkan sampel yang diambil melalui perencanaan dan prosedur sampling. Sampel yang diambil di tempat pemanenan, selama pengolahan, atau dimanapun untuk menjamin keamanan dan kualitas bahan pangan. Pengujian yang baik membutuhkan sampel yang mewakili lot dan dijamin tidak berubah dari saat sampling hingga dianalisa. 10.7.1 Sampling untuk

mengevaluasi kesegaran

Metode sampling untuk meng-evaluasi kesegaran ikan di tempat pendaratan ikan atau selama penjualan yang telah direkomendasi oleh negara-negara Eropa disajikan pada Tabel 10.2 dan sampling yang dilakukan sebelum ikan diolah disajikan pada Tabel 10.3.

Page 227: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Pengambilan Sampel

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 212

Tabel 10.2. Sampling di tempat pendaratan ikan

Jumlah yang didaratkan

(ton)

Sampel minimal

(kg)

<5 5 – 15

15 – 40 40 – 60 60 – 80

80 – 100 100 - >

8

20 40 60 80

100 >120*

Keterangan : * tidak lebih dari 0.08% jumlah ikan yang

didaratkan

Tabel 10.3. Sampling untuk kesegaran ikan di pabrik

Jumlah Ikan dalam lot Jumlah sampel ikan Level maksimum

penerimaan (unit c)

2 – 15

16 – 25 26 – 90

91 – 150 151 – 500

501 – 1200 1201 – 10 000

10 001 – 35 000 35 001 – 500 000

500 001 - ................

2 3 5 8

13 20 32 50 80

125

0 0 0 1 1 2 3 5 7

10

Keterangan : Untuk mengetahui bobot ikan dalam lot, ambil dan timbang 10 ekor ikan secara acak, timbang dan tentukan rata-rata bobotnya. Jumlah ikan dalam satu lot dapat diketahui dengan menimbang bobot lot dibagi dengan bobot rata-rata ikan 10.7.2 Sampling untuk

pemeriksaan mikrobiologis

Pemeriksaan mikrobiologis pada ikan dan produk olahannya membutuhkan sampel (n)

sebanyak 5 unit untuk setiap lot. Bila dari hasil pengamatan ternyata c = 1 (lihat Tabel 10.3) berarti positif mengandung mikroba.

Page 228: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Pengambilan Sampel

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 213

10.7.3 Sampling untuk analisis

histamin Negara-negara Eropa mengguna-kan sampling tiga kelas, sebagai berikut : Jumlah sampel (n) sebanyak 9 unit dan nilai c = 2. Kadar histamin yang digunakan adalah m = 10 mg/100 g dan M = 20 mg/100 g.

Page 229: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Penggunaan Instrumen Laboratorium

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 215

BAB XI PENGGUNAAN

INSTRUMEN LABORATORIUM 11.1. Pengujian secara

elektrokimia Mencakup pengetahuan dan ke-terampilan untuk melakukan pe-ngujian analisis secara elektro-kimia yang diperlukan untuk me-nganalisis mutu bahan atau pro-duk pangan. Analisis elektroki-mia meliputi pengukuran pH, po-tensio, konduktivitas, kelarutan oksigen, dan salinitas air. 11.1.1 Penyiapan sampel Sampel yang akan dianalisis ha-rus disiapkan dahulu. Tahapan penyiapan sampel meliputi peng-gilingan, penghalusan, penyiapan pelarutan cakram pengabuan, pe-reflukan, pengekstrasian, penya-ringan, penguapan, flokulasi, pe-ngendapan, atau sentrifugasi/ pemusingan Sampel yang telah disiapkan se-lanjutnya dianalisis secara elek-trokimia. 11.1.2 Pengujian 11.1.2.1 Derajat Keasaman Derajat keasaman (pH) bahan pangan dapat ditentukan dengan cara : a. Ambil 25 g bahan pangan

yang akan dianalisis.

b. Tambahkan 50 ml akuades, kemudian hancurkan sampai homogen

c. Suspensi yang dihasilkan segera dimasukan kedalam gelas piala

d. Lakukan standarisasi pH me-ter dengan menggunakan la-rutan buffer pH 7 dan pH 4.

e. Ukur pH bahan pangan de-ngan menggunakan pH-meter

11.1.2.2 Kelarutan oksigen Kelarutan oksigen dapat diukur dengan menggunakan DO-meter. 11.1.2.3 Salinitas air Salinitas air diukur dengan meng-gunakan salinometer atau refrak-tometer. 1. Salinometer

a. Masukan air yang akan diukur salinitasnya ke da-lam gelas ukur dengan volume 1000 ml

b. Masukan salinometer ke dalam gelas ukur tersebut

c. Biarkan beberapa saat agar salinometer tidak bergerak lagi

d. Salinitas air dapat dilihat dari angka yang terlihat di permukaan air

Page 230: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Penggunaan Instrumen Laboratorium

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 216

2. Refraktometer a. Bersihkan lensa refrakto-

meter b. Basahi lensa refraktome-

ter dengan air yang hen-dak ditentukan salinitas-nya.

c. Tutup lensa refraktometer dan hadapkan ke arah sumber cahaya untuk me-nentukan salinitas air ter-sebut.

11.1.3 Pemrosesan data Untuk mendapatkan hasil pengo-lahan data yang dapat diper-tanggungjawabkan, beberapa ta-hapan berikut ini harus dilaksa-nakan secara cermat, yaitu : a. Data yang diperoleh dari hasil

pengujian dicatat dlam buku data. Bila ada data hasil pe-ngamatan yang meragukan harus diberi tanda khusus.

b. Data yang diperoleh diperiksa dahulu. Pastikan data yang diperoleh sesuai dengan per-kiraan.

c. Hasil pengukuran yang telah dicatat segera dilaporkan ke-pada penanggungjawab

d. Bila ada data / hasil interpre-tasi yang tidak sesuai dengan spesifikasi harus dilaporkan kepada penanggung jawab.

e. Masalah yang menyebabkan diperolehnya data atau hasil yang tidak biasa, yang di-sebabkan oleh prosedur atau peralatan harus diidentifikasi

11.1.4 Penjagaan keamanan a. Penggunaan instrumen labo-

ratorium dan cara kerja untuk memperoleh data sudah ditetapkan, diketahui, dan dilaksanakan untuk memasti-kan keamanan pribadi mau-pun personel laboratorium lainnya.

b. Produksi limbah diperkecil / diminimalkan

c. Pembuangan limbah laborato-rium dilakukan sesuai prose-dur agar tidak menimbulkan masalah

d. Peralatan dan pereaksi yang telah digunakan segera diber-sihkan, dirawat, dan disimpan kembali.

11.1.5 Penjagaan catatan

laboratorium a. Data hasil pengujian dicatat

dalam buku khusus data b. Kerahasiaan informasi peru-

sahaan dan data laboratorium dijaga

c. Keamanan dari informasi pe-rusahaan dan data labora-torium dijamin dan dipastikan aman

d. Catatan mengenai peralatan berdasarkan prosedur dijaga

11.2. Pengujian Secara Spektofotometri Salah satu teknik yang dapat dila-kukan untuk mengidentifikasi se-nyawa kimia dapat dilakukan de-ngan menggunakan metode spektrofotometri. Alat yang digu-nakan untuk disekenal sebagai spektrofotometer. Spektrofotometer adalah peralat-

Page 231: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Penggunaan Instrumen Laboratorium

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 217

an yang digunakan untuk melaku-kan analisis jenis suatu larutan secara kuantitatif. Dalam peng-gunaan spektrofotometer, harus ditentukan terlebih dahulu pan-jang gelombang cahaya yang akan digunakan. Tujuan pemilihan panjang gelom-bang cahaya dimaksudkan agar komponen sampel yang akan dia-nalisa menyerap cahaya tersebut secara maksimal. Bila sampel yang dianalisa memiliki warna tertentu, maka warna komple-menternya merupakan bagian panjang gelombang yang sesuai untuk analisis tersebut. Panjang gelombang yang menghasilkan absorban tertinggi merupakan panjang gelombang maksimum-nya. Sebagai dasar untuk memahami penggunaan spektrofotometer di-perlukan pengetahuan mengenai sifat radiasi elektromagnetik, interaksinya dengan zat, serta prinsip kerja maupun cara kerja spektrofotometer. Interaksi antara energi radiasi elektromagnetik dengan zat kimia telah dimanfaatkan sebagi prinsip kerja spektrofotometer. Berda-sarkan interaksi tersebut, dikem-bangkan teknik analisis yang memanfaatkan sifat dari interaksi tersebut. Hasil interaksi dapat menimbulkan peristiwa pemantul-an, pembiasan, difraksi, penyer-apan (absorpsi), fluoresensi, fos-foresensi, dan ionisasi.

Cara kerja spektrofotometer dida-sarkan pada peristiwa absorpsi karena proses absorpsi tersebut bersifat unik/spesifik untuk setiap zat kimia atau segolongan zat kimia. Banyaknya absorpsi ber-banding lurus dengan banyaknya zat kimia. Artinya, apabila seber-kas cahaya dengan panjang ge-lombang tertentu dilewatkan pada suatu larutan, maka makin pekat larutan tadi akan semakin banyak cahaya yang diserap atau makin sedikit cahaya yang diteruskan. Metode spektrofometri marupa-kan metode standar dalam pe-nentuan struktur senyawa organik dan senyawa metabolik sekun-der. Metode ini memiliki hasil berbeda, tergantung dari peralat-an yang digunakan, yaitu : a. Spektroskop UV, merupakan

metode yang akan memberi-kan informasi adanya kromo-for dari senyawa organik dan membedakan senyawa aro-matik atau senyawa berikatan rangkap yang berkonjugasi dengan senyawa alifatik je-nuh.

b. Spektroskop IR, merupakan metode yang dapat diguna-kan untuk menentukan dan mengidentifikasi gugus fungsi dari senyawa organik. Gugus fungsi ini dapat ditentukan berdasarkan ikatan rangkap dari tiap atom.

c. Spektroskop massa, untuk mengetahui berat molekul se-nyawa.

Page 232: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Penggunaan Instrumen Laboratorium

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 218

Prosedur dasar dalam analisis kuantitatif dengan menggunakan spektrofotometer adalah mem-bandingkan absorpsi energi radiasi dari cahaya dengan pan-jang gelombang tertentu (mono-kromatik) oleh suatu larutan contoh terhadap suatu larutan standar. 11.2.1 Penetapan panjang

gelombang Untuk meningkatkan daya serap sinar oleh bahan pangan yang dianalisis maka panjang gelom-bang cahaya yang digunakan harus ditentukan terlebih dahulu. Pemilihan gelombang cahaya yang tepat akan meningkatkan kualitas hasil analisis, sepanjang tidak dipengaruhi oleh komponen pengganggu atau variasi yang mungkin terjadi selama proses analisis. Apabila sampel bahan pangan memiliki warna tertentu, maka warna komplementernya merupa-kan bagian panjang gelombang yang sesuai untuk analisis spek-trofotometer. Panjang gelombang maksimum di dalam pengujian spektro-fotometer dapat ditentukan de-ngan membuat kurva hubungan antara absorbans dan panjang gelombang. Panjang gelombang yang dapat menghasilkan absor-bans tertinggi merupakan pan-jang gelombang maksimumnya. Berdasarkan panjang gelombang maksimum dapat ditentukan ab-

sorptifitas molar ( ) dengan menggunakan hukum Lambert-Beer sebagai berikut : Keberhasilan penggunaan spek-trofotometer dipengaruhi oleh pe-nerapan prosesdur laboratorium dan teknik analisis secara kon-sisten. Beberapa hal berikut da-pat mengurangi beberapa masa-lah dalam penggunaan spektro-fotometer, yaitu : a. Hilangkan semua gelembung

udara dari larutan yang akan dianalisis

b. Volume larutan sampel pada ujung tabung cuvette hendak-nya lebih dari ½.

c. Gunakan cuvette, untuk wa-dah larutan standar (blanko) maupun larutan contoh, yang memiliki kesamaan dalam bentuk, ukuran, dan bahan bakunya.

d. Yakinkan bahwa tanda pada tanda pada tabung uji sesuai dengan tanda pada adapter

e. Penggunaan alat dalam waktu relatif lama pada pan-jang gelombang tetap, me-merlukan adanya pengecekan ulang terhadap transmittance hingga kembali pada kondisi 100 %T.

f. Gunakan cuvette yang sudah dibersihkan dan jangan me-nyentuh tabung tersebut di bawah tanda garis putih.

A = bc

Page 233: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Penggunaan Instrumen Laboratorium

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 219

11.2.2 Penyiapan sampel Sampel yang akan dianalisis ha-rus disiapkan terlebih dahulu. Tahapan yang harus dilakukan dalam penyiapan sampel meliputi tahap penggilingan, penghalusan, penyiapan pelarutan cakram pe-ngabuan, pereflukan, pengeks-trasian, penyaringan, penguapan, flokulasi, pengendapan, atau sen-trifugasi/ pemusingan. Sampel yang telah disiapkan se-lanjutnya dianalisis menggunakan spektrofotometer. 11.2.3 Pengujian 11.2.3.1 Penyiapan standar a. Bahan yang dibutuhkan untuk

pembuatan media standar di-identifikasi sesuai dengan metode standar dan persya-ratan keamanan

b. Bahan-bahan kimia dibuat larutan standar berdasarkan prosedur pembuatan standar yang telah ditetapkan

c. Sifat-sifat standar dicatat dan dibandingkan dengan spesi-fikasi. Bila terdapat perbeda-an, catat dan laporkan.

11.2.3.2 Pembuatan kurva

standar pengujian Pembuatan kurva standar meru-pakan tahapan dalam pengguna-an spektrofotometer sebagai per-alatan uji. Adapun prosedur pembuatan kurva standar adalah sebagai berikut : a. Buat berbagai pengenceran

dari larutan beta karoten yang sebelumnya telah diketahui konsentrasinya dengan tepat.

b. Lakukan pengukuran absor-bans dari setiap larutan ter-sebut

c. Buat kurva hubungan antara konsentrasi dan absorbans yang didapat

d. Perhatikan apakah ada pe-nyimpangan absorbans pada konsentrasi beta keroten yang makin tinggi.

e. Tentukan persamaan regresi dari bagian kurva yang linier. Persamaan linier ini dapat di-gunakan untuk analisa kuan-titatif beta karoten.

11.2.4 Pemrosesan data a. Data hasil pengujian dicatat.

Bila ada data pengamatan yang meragukan harus diberi tanda khusus.

b. Jumlah yang dihitung dipas-tikan konsisten dengan perki-raan

c. Hasil pengukuran dicatat dan dilaporkan kepada penang-gungjawab

d. Bila ada data / hasil inter-pretasi yang tidak sesuai de-ngan spesifikasi harus dila-porkan kepada penanggung jawab.

e. Masalah yang menyebabkan data atau hasil yang tidak biasa, yang disebabkan oleh prosedur atau peralatan harus diidentifikasi

11.2.5 Penjagaan keamanan a. Cara kerja telah ditetapkan

dan dilaksanakan untuk me-mastikan keamanan pribadi maupun personel laboratori-um lainnya.

Page 234: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Penggunaan Instrumen Laboratorium

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 220

b. Produksi limbah diperkecil / diminimalkan

c. Pembuangan limbah laborato-rium dilakukan sesuai prose-dur agar tidak menimbulkan masalah

d. Peralatan dan pereaksi yang telah digunakan segera diber-sihkan, dirawat, dan disimpan kembali.

11.2.6 Penjagaan catatan

laboratorium a. Data hasil pegujian dicatat b. Kerahasiaan informasi peru-

sahaan dan data laborato-rium dijaga

c. Keamanan dari informasi perusahaan dan data labo-ratorium dijamin dan dipasti-kan

d. Catatan peralatan berdasar-kan prosedur dijaga

11.3. Analisis Kromatografi 11.3.1 Kromatografi Kertas Kromatografi adalah metode pe-misahan komponen kimia yang didasarkan pada perbedaan an-tara fase bergerak dan fase diam dari komponen-komponen yang terdapat dalam suatu larutan. Komponen yang dipisahkan ter-sebut dapat dikuantifikasi dengan menggunakan detektor dan/atau dikoleksi untuk analisa lebih lanjut. Instrumen untuk mengku-antifikasi adalah Gas and liquid chromatography dengan mass

spechtrometry (GC-MC dan LC-MC); Fourier-transform infrared spectroscopy (GC-FTIR) dan diode-array UV-VIS absoprtion-spectroscopy (HPLC-UV-VIS). Kromatografi gas (GC) digunakan untuk memisahkan senyawa organik menguap (volatile). Fase bergerak adalah gas dan fase diam biasanya cairan. High Performance Liquid Chromato-grafi (HPLC) adalah variasi dari khromatografi cairan yang me-nggunakan pompa bertkanan tinggi untuk meningkatkan efi-siensi pemisahan senyawa kimia. Kromatografi cair (LC) digunakan untuk menganalisis pemisahan campuran, yang mengandung ion-ion logam dan senyawa or-ganik. Fase bergerak adalah pe-larut dan fase diam adalah cairan yang menduku padatan, padatan, dan ion pengganti resin.

Ada tiga metode pada kroma-tografi kertas (Gambar 11.1), yaitu metode penurunan, metode penaikan, dan metode mendatar. Pada metode penurunan, tempat pelarut diletakan di bagian atas bejana. Kertas yang telah dite-tesi sampel dicelupkan. Pelarut akan mengalir oleh gaya kapiler dan gravitas.

Page 235: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Penggunaan Instrumen Laboratorium

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 221

Gambar 11.1. Jenis kromatografi

Page 236: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Penggunaan Instrumen Laboratorium

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 222

Pada metode penaikan, tempat pelarut diletakan di bagian bawah dari bejana dan kertas dicelupkan di atasnya. Pelarut akan menga-lir ke atas. Pada metode mendatar, kertas dibentuk bulat dan di bagian tengahnya dibuat lubang sebagai tempat untuk meletakan sumbu yang terbuat dari gulungan kertas. Melalui sumbu inilah pe-larut akan naik dan membasahi kertas. Selanjutnya pelarut akan mengembang melingkar untuk membawa senyawa yang dipi-sahkan. Prosedur Kerja a. Aktifkan kertas Whatman No.

1 pada suhu 100oC selama 30 menit.

b. Siapkan larutan standar (gula) dan larutan yang akan dia-nalisis (larutan gula campur-an).

c. Buat garis sepanjang 10-15 cm pada kertas Whatman un-tuk spot dan untuk menentu-kan batas elusi.

d. Buat spot pada titik-titik yang telah ditentukan dan diulangi tiga kali pada kertas What-man tersebut

e. Masukan kertas Whatman ter-sebut ke dalam tabung bejana kromatografi yang berisi eluen (aseton : air = 9 : 1).

f. Setelah terjadi elusi pada pa-da batas yang telah diten-tukan, kertas diangkat.

g. Kertas dipanaskan di oven pada suhu 100oC selama 10 menit

h. Kertas disemprot dengan benzini 0.5%.

i. Kertas di panaskan kembali di oven pada suhu 100oC se-lama 25 menit

j. Amati bentuk spot yang terja-di dan tentukan harga Rf.

11.3.2 Kromatografi lapis tipis Prosedur kerja 1. Pembuatan plat kaca a. Siapkan aplikator dan satu

plat kaca yang akan diguna-kan

b. Timbang Kiesel gel G tipe 60 sebanyak 25 g, larutkan da-lam 50 ml akuades, dan campur hingga homogen

c. Tuang di atas plat kaca yang telah disediakan dan ratakan dengan speader hingga kete-balam 0.25 mm. Keringkan pada suhu kamar.

d. Diaktivasi kembali pada suhu 100oC selama 30 menit.

2. Membuat spot a. Siapkan larutan gula dan

larutan gula campuran yang akan dianalisis

b. Membuat spot pada plat kaca dan plat aluminium foil yang sudah diaktivasi pada suhu 100oC selama 30 menit

c. Keringkan pada suhu kamar d. Siapkan bejana kromatografi

yang sudah diisi dengan zat elusi.

Page 237: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Penggunaan Instrumen Laboratorium

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 223

e. Masukan plat kaca dan plat aluminium yang telah di spot ke dalam bejana kromato-grafi. Tutup.

f. Setelah terjadi elusi pada batas yang telah ditentukan, plat diangkat

g. Plat dipanaskan di oven pada suhu 100oC selama 10menit

h. Plat diwarnai dengan H2SO4 10%

i. Amati bentuk spot yang ter-bentuk dan tentukan harga Rf.

11.3.3 Penyiapan sampel Sampel yang akan dianalisis ha-rus disiapkan dahulu. Tahapan penyiapan sampel meliputi peng-gilingan, penghalusan, penyiapan pelarutan cakram pengabuan, pereflukan, pengekstrasian, pe-nyaringan, penguapan, flokulasi, pengendapan, atau sentrifugasi/ pemusingan Sampel yang telah disiapkan se-lanjutnya dianalisis secara kro-matografi. 11.3.4 Pemrosesan data a. Data hasil pengujian dicatat.

Bila ada data pengamatan yang meragukan harus diberi tanda khusus.

b. Jumlah yang dihitung dipas-tikan konsisten dengan per-kiraan

c. Hasil pengukuran dicatat dan dilaporkan kepada penang-gungjawab

d. Bila ada data / hasil interpre-tasi yang tidak sesuai dengan spesifikasi harus dilaporkan kepada penanggung jawab.

e. Masalah yang menyebabkan data atau hasil yang tidak biasa, yang disebabkan oleh prosedur atau peralatan harus diidentifikasi

11.3.5 Penjagaan keamanan a. Cara kerja telah ditetapkan

dan dilaksanakan untuk me-mastikan keamanan pribadi maupun personel laboratori-um lainnya.

b. Produksi limbah diperkecil / diminimalkan

c. Pembuangan limbah laborato-rium dilakukan sesuai prose-dur agar tidak menimbulkan masalah

d. Peralatan dan pereaksi yang telah digunakan segera diber-sihkan, dirawat, dan disimpan kembali.

11.3.6 Penjagaan catatan

laboratorium a. Data hasil pegujian dicatat b. Kerahasiaan informasi peru-

sahaan dan data laboratorium dijaga

c. Keamanan dari informasi pe-rusahaan dan data labora-torium dijamin dan dipastikan

d. Catatan peralatan berdasar-kan prosedur dijaga

Page 238: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Kimiawi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 225

BAB XII ANALISIS KIMIAWI

12.1 Melakukan Pengujian Fisiko-kimia dasar Analisis kimiawi adalah penen-tuan kandungan senyawa kimia dalam bahan pangan yang dida-sarkan pada reaksi kimia. Se-nyawa kimia yang akan diten-tukan konsentrasinya direaksi atau direduksi dengan meng-gunakan senyawa kimia spesifik, selanjutnya dilakukan penentuan konsentrasinya. 12.1.1 Penanganan sampel uji Sampel diterima dari konsumen atau yang diperoleh dari proses pengambilan sampel harus se-gera ditangani untuk mence-gah terjadinya perubahan. Sete-lah ditangani, sampel diberi label dan disimpan hingga waktu analisis. Label yang diberikan memuat se-mua informasi yang dibutuhkan berkaitan dengan pengujian. In-formasi harus tertulis jelas, aku-rat, dan dapat dibaca. Sampel yang telah diberi label kemudian dicatat di dalam buku penerimaan sampel. Pencatatan ini dimaksudkan untuk memudah-kan penelusuran, apabila diperlu-kan dikemudian hari. Setelah dicatat, lakukan pencatatan kebu-

tuhan yang berkaitan dengan pengujian sampel. Hal penting lainnya adalah men-jaga integritas sampel dan me-ngurangi kemungkinan terjadinya kontaminasi silang. 12.1.2 Menyiapkan sampel Ada beberapa tahap yang ber-kaitan dengan penyiapan sampel uji, yaitu identifikasi, pencatatan, dan penyiapan sampel. Dalam penyiapan sampel, penggunaan peralatan pelindung diri harus digunakan sesuai dengan metode standar dan persyaratan kesela-matan. Pelindung yang harus digunakan tergantung dari sam-pel yang akan dianalisis. Bebera-pa pelindung diri adalah kaca mata, sepatu dan baju (“jaslab”) khusus laboratorium. Pengambilan sampel dapat dila-kukan dengan cara coning (pem-bagian secara mekanis) atau menggunakan alat riffle divider (Gambar 12.1).

Page 239: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Kimiawi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 226

Gambar 12.1. Riffle Sample Divider - (Rsd-01) Sumber : www_shambhaviimpex_com-pcat-gifs-products-small-.htm Dalam penyiapan sampel sering harus memberikan perlakuan khusus terhadap sampel, misal-nya pengabuan, pelarutan, pe-nyaringan dan sentrifugasi. Tuju-an dari perlakuan tersebut adalah untuk memudahkan dalam pro-ses pengujian. Bahan yang akan diuji diidentifi-kasi sesuai dengan metode stan-dar dan persyaratan keselama-tan. Identifikasi ini bertujuan un-tuk memudahkan pelaksanaan analisis. Informasi deskripsi bahan uji yang diperoleh selama identifikasi selanjutnya dicatat dan diban-dingkan dengan spesifikasi. Bila terdapat ketidaksesuaian dianta-ra keduanya, segera dicatat dan dilaporkan.

Setelah semuanya tercatat, sam-pel disiapkan mengikuti metode standar yang sesuai. 12.1.3 Pengujian sampel Pengujian sampel merupakan langkah berikutnya yang harus dilakukan. Untuk menghasilkan data yang benar, perlu dilakukan penyiapan dan kalibrasi peralat-an, prosedur pengujian, penyiap-an sampel dan standar, dan pe-reaksi serta instrumen. Peralatan perlu dipersiapkan dan diperiksa secara cermat. Bila di-perlukan lakukan proses kalibrasi secara benar, berdasarkan meto-de standar yang sesuai. Penyi-apan pemeriksaan peralatan dila-kukan untuk menjamin bahwa hasil analisis benar-benar akurat. Penyiapan sampel dan standar pengujian berdasarkan metode standar yang sesuai agar hasil pengujian yang diterima oleh pihak lain, terutama untuk kegiat-an ekspor. Demikian pula de-ngan prosedur pengujian yang dilaksanakan berdasarkan meto-de standar. Pengujian sampel di-lakukan berdasarkan SNI, AOAC atau dalam kasus tertentu di-sesuaikan dengan keinginan kon-sumen atau negara tertentu. Pereaksi dan instrumen sesuai dengan peralatan dan metode pengujian yang akan digunakan.

Page 240: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Kimiawi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 227

12.2. Analisis gravimetri dan Titrimetri Teknik analisis gravimetri meru-pakan salah satu bagian utama dari kimia analitik dan menjadi alternatif metode analisis yang mempunyai ketertelusuran tinggi, karena metode tersebut mempu-nyai ketertelusuran yang terdekat ke standar nasional maupun standar international. Untuk dapat melakukan analisis secara gravi-metri yang baik dan benar diper-lukan pengetahuan yang cukup, karena metode ini dapat menjadi metode acuan untuk metode pe-ngukuran lainnya. Analisis gravimetri dilakukan un-tuk mengukur kadar air, kadar abu, metode penguapan, metode pengendapan, kadar sulfat dll. Analisis titrimetri dilakukan untuk menentukan semua jenis peni-teran asam-basa, redoks, pe-ngendapan, kompleksometri, ti-trasi bebas air. 12.2.1 Persiapan analisis Menyiapkan peralatan, bahan dan contoh sesuai prosedur. Peralatan dan bahan/pereaksi yang akan digunakan diidentifi-kasi dan disiapkan sesuai pro-sedur. Metode standar dan pera-latan pelindung diri yang sesuai dipilih dan disiapkan sesuai pro-sedur. Sifat dan keadaan contoh dicatat dan dibandingkan dengan spe-sifikasi dan bila dijumpai ada

perbedaan segera dilaporkan ke-pada penanggungjawab 12.2.2 Pelaksanaan analisis Sampel yang akan dianalisis disi-apkan sesuai prosedur. Penim-bangan sampel dilakukan dengan teliti. Penanganan sampel dise-suaikan dengan jenis analisis yang akan dilakukan. Untuk mencegah kejadian yang tidak diharapkan, peralatan pe-lindung diri digunakan. Peralatan pelindung berupa jas lab, sarung tangan, masker, atau kacamata. Langkah kerja pengujian dilaksa-nakan mengikuti prosedur kerja yang benar. Data hasil analisis dicatat sesuai prosedur. 12.2.3 Pendataan Penghitungan hasil analisis de-ngan menggunakan rumus dan satuan yang telah ditentukan Hasil penghitungan dicatat pada buku data dan dilaporkan segera kepada penanggungjawab sesuai prosedur yang benar Data diinterpretasikan. Apabila tidak sesuai dengan spesifikasi dilaporkan kepada yang ber-wenang sesuai tingkatan pe-nanggungjawab 12.2.4 Pemeliharaan

lingkungan Peralatan yang telah digunakan dicuci dan disimpan kembali ke

Page 241: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Kimiawi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 228

tempatnya sesuai dengan keten-tuan yang berlaku di laboratorium Bahan/pereaksi disimpan kembali ketempatnya sesuai dengan ke-tentuan yang berlaku di labora-torium Limbah/ sisa pereaksi dan contoh dibuang menurut peraturan kese-lamatan dan lingkungan 12.2.5 Pencatatan Hasil analisis yang telah disetujui dicatat/direkam ke dalam sistem pencatatan hasil penelitian di la-boratorium. Kerahasiaan dan ke-amanan data/hasil analisis dija-min dan dipastikan terjaga 12.2.6 Menyiapkan larutan Kemampuan menyiapkan larutan pereaksi diperlukan bagi industri pangan, mikrobiologi, kimia dan biokimia bagi bahan atau produk olahannya. Larutan yang diperlukan dapat di-kelompokkan menjadi tiga go-longan sesuai peruntukannya, yaitu : 1) larutan untuk diagnosis atau uji terbatas di laboratorium pangan, misalnya sulfat, klorida, logam berat; 2) larutan untuk diagnosis standar/ prosedur ana-lisis dalam laboratorium biomedi-kal lingkungan misalnya pewar-naan/ pengecatan sel, fiksasi sel atau jaringan, suspensi sel; dan 3) larutan untuk desinfeksi dan perawatan laboratorium, misalnya alkohol 70%, hipoklorit.

12.3. Larutan dan Pereaksi Pengetahuan mengenai larutan dan pereaksi penting dikuasai, karena banyak digunakan dalam analisis mutu.

12.3.1 Larutan Larutan didefinisikan sebagai campuran homogen dari dua macam zat kimia atau lebih. Larutan dapat dikelompokan menjadi larutan baku primer dan larutan baku sekunder. Larutan baku primer merupakan larutan yang dijadikan standar untuk menentukan konsentrasi larutan lain. Dengan demikian, larutan baku primer harus dibuat dengan ketelitian tinggi dan memenuhi persyaratan berikut : a) bahan yang digunakan untuk pembuat-an larutan baku primer harus dalam keadaan murni; b) tidak mudah terurai; c) berat jenis molekulnya relatif tinggi; d) mudah larut dalam pelarut yang digunakan; e) mudah bereaksi.

Larutan baku sekunder adalah larutan yang konsentrasinya di-standarisasi terhadap larutan baku primer. Larutan baku se-kunder kurang stabil sehingga konsentrasinya mudah berubah.

Contoh dari larutan baku primer, yaitu : a) Asam oksalat (H2C2O4) dan natrium tetraborat arau boraks (Na2B4O7) untuk penetap-an asidi-alkalimetri; b) Kalium iodat (KIO3), kalium bromat (KbrO3) dan kalium dikromat (K2Cr207) dalam penetapan se-cara oksidoredukto-metri; c)

Page 242: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Kimiawi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 229

kalium dikromat (K2Cr2O7) dan kalium iodat (KIO3) untuk stan-darisasi natrium thiosulfat; d) natrium karbonat anhidrous (Na2CO3) untuk asam-asam kuat; e) larutan perak nitrat (AgNO3) untuk reaksi pengendapan. Ada-pun contoh dari Larutan Baku Sekunder adalah NaOH dan HCl.

Penggunaan larutan dalam ana-lisis mutu membutuhkan infor-masi mengenai konsentrasi, yaitu jumlah bahan kimia yang terdapat dalam larutan. Konsentrasi la-rutan dapat dinyatakan dengan persentae, molaritas, dan norma-litas.

12.3.1.1 Persentase

Konsentrasi yang dinyatakan dalam persentase artinya jumlah satuan berat bahan kimia terlarut dalam suatu larutan. Pernyataan konsentrasi larutan dengan per-sentase dapat dilakukan berda-sarkan persen massa atau volume.

Untuk menentukan konsentrasi bahan kimia terlarut dari suatu larutan yang dinyatakan dalam persen massa (Tabel 12.1.), dapat dilakukan dengan menggu-nakan rumus :

% massa = % x gram larutan

Tabel 12.1. Konsentrasi larutan dalam persen massa

Konsentrasi larutan

dengan % massa

Gram zat terlarut yang dibutuhkan untuk membuat larutan

100 ml 250 ml 500 ml 1000 ml

0.1 0.1 0.25 0.5 1.0

0.5 0.5 1.25 2.5 5.0

1.0 1.0 2.5 5.0 10.0

2.0 2.0 5.0 10.0 20.0

10.0 10.0 25 50.0 100.0

Sumber : Modifikasi dari Wirjosoemarto, dkk. 2000

Penentuan persentase larutan berdasarkan persen volume (pe-ngenceran) dapat dilakukan de-ngan menggunakan rumus :

ml zat terlarut

Persen volume = ------------------- x 100 %

ml larutan

Page 243: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Kimiawi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 230

Bila pembuatan larutan menggu-nakan larutan yang telah diketa-hui kepekatannya, maka dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : untuk membuat larutan A 75% dari larutan A 95% yang

tersedia, maka ambillah 75 ml larutan A dan tambahkan (95-75) ml air suling (Tabel 12.2).

Tabel 12.2. Volume akuades yang ditambahkan

% larutan awal

100 90 80 70 60 50 40 30 20

% larutan yang diinginkan

90 10

80 20 10

70 30 20 10

60 40 30 20 10

50 50 40 30 20 10

40 60 50 40 30 20 10

30 70 60 50 40 30 20 10

20 80 70 60 50 40 30 20 10

10 90 80 70 60 50 40 30 20 10

Sumber : Modifikasi dari Wirjosoemarto, dkk. 2000

12.3.1.2 Molaritas Cara lain untuk menentukan kon-sentrasi larutan adalah dengan molaritas. Pengertian larutan 1 molar adalah larutan yang dida-lamnya mengandung 1 mol bahan kimia terlarut setiap 1 liter larutan. Adapun yang pengertian 1 mol bahan kimia adalah sama

dengan massa molekul relarifnya yang dinyatakan dalam gram.

Untuk membuat larutan magne-sium sulfat (MgSO4) dapat dila-kukan dengan cara sebagai berikut (Wirjosoemarto dkk., 2000) :

Page 244: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Kimiawi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 231

Unsur

Jumlah atom dalam rumus

molekul

Massa atom relatif

Massa total

semua unsur

Massa molekul relatif = 120.4 artinya berar 1 mol MgSO4 = 120.4 g.

Jadi untuk membuat larutan 1 M MgSO4, maka sediakan 120.4 g MgSO4 lalu tambahkan air hingga volumenya menjadi 1 liter.

Untuk membuat larutan 2 M MgSO4, maka sediakan 2(120.4 g MgSO4 ) lalu tambahkan air hingga volumenya menjadi 1 liter.

Mg 1 24.3 24.3

S 1 32.1 32.1

O 4 16.0 64.0

Total 120.4

Sumber : Modifikasi dari Wirjosoemarto, dkk. 2000

12.3.1.3 Normalitas Konsentrasi larutan juga dapat dinyatakan dengan normalitas. Pengertian larutan 1 normal adalah larutan yang mengandung 1 mol ekivalen per liter larutan.

Satu mol ekivalen adalah jumlah zat ekivalen dengan satu massa atom hidrogen (1.008 g). Jadi untuk membuat larutan 1 N adalah sebagai berikut (Tabel 12.3.) :

Tabel 12.3. Bobot senyawa yang harus dilarutkan hingga volume

larutan menjadi 1 liter

Senyawa Rumus kimia

Massa mol

relatif Mol

ekivalen

Jumlah gram senyawa yang harus dilarutkan hingga volume larutan

menjadi 1 liter

Asam sulfat H2SO4 98 98/2=49 49

Asam klorida HCl 36.5 36.5/1=36.5 36.5

Na hidroksida NaOH 40 40/1=40 40

Ca hidroksida Ca(OH)2 74 74/2=37 37

Al sulfat Al2(SO4)3 342 342/(2x3)=57 57

Sumber : Modifikasi dari Wirjosoemarto, dkk. 2000

Page 245: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Kimiawi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 232

Bila hendak membuat larutan encer dari suatu larutan pekat yang hanya diketahui konsen-trasinya, maka dapat digunakan persamaan berikut :

Ve x Ke

Vp = -----------------------------

Kp

Dimana :

Vp = volume larutan pekat

Ve = volume larutan encer

Kp = Konsentrasi larutan pekat

Ke = Konsentrasi larutan encer

Bila hendak mengencerkan suatu larutan pekat yang hanya diketa-hui berat jenisnya (bj) dan persen kemurniannya (p), maka dapat digunakan persamaan berikut :

Ve x Ke x Massa molar

Vp = --------------------------------------

bj x p x 10

12.3.1.4 Penggunaan bahan kimia, alat gelas, dan perlengkapan laboratorium Dalam melaksanakan analisis kimiawi diperlukan bahan kimia, peralatan gelas, dan perlengka-pan laboratorium. Bahan kimia yang akan digunakan disiapkan dan diperiksa. Pemeriksaan

meliputi jenis senyawa kimia, tanggal kadaluarsa, volume dan konsentrasi larutan. Peralatan gelas yang akan digu-nakan disiapkan dengan jumlah sesuai kebutuhan. Yakinkan ba-hwa peralatan gelas dalam kea-daan bersih, sehingga tidak akan mengganggu proses pengambi-lan data. Perlengkapan laboratorium yang perlu disiapkan dan digunakan adalah perlengkapan yang me-miliki hubungan erat dengan ke-selamatan kerja. Jas laborato-rium, sarung tangan, kaca mata, masker dan banyak yang lainnya. 12.3.2 Pembuatan pereaksi Pereaksi adalah larutan yang di-gunakan sebagai bahan untuk berlangsungnya suatu reaksi. Ada dua jenis pereaksi yang di-gunakan dalam analisis mutu, yaitu pereaksi umum dan khusus.

12.3.2.1 Pereaksi umum Larutan pereaksi umum dapat di-gunakan sebagai media pereaksi hampir semua proses reaksi. Ciri khas dari larutan ini adalah tidak memerlukan ketelitian tinggi. Contoh pereaksi umum adalah larutan asam (asam sulfat, asam asetat, atau asam klorida) dan basa (natrium hidroksida atau Kalium hidroksida)

12.3.2.2 Pereaksi khusus Pereaksi khusus adalah larutan yang digunakan untuk melakukan

Page 246: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Kimiawi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 233

pengujian mengenai keberadaan zat-zat tertentu. Sifatnya yang khusus menyebabkan pembuatan senyawa ini membutuhkan keteli-tian tinggi. Beberapa contoh pe-reaksi khusus adalah :

a) Pereaksi Benedict Pereaksi Benedict digunakan un-tuk mengetahui keberadaan gula reduksi, seperti glukosa, fruktosa, dan maltosa.

Pereaksi Benedict dibuat dengan cara mencampurkan 173 g Na sitrat dan 100 g Na karbonat dalam 50 ml air hangat. Aduk hingga larut dan saring. Ambil hasil saingan (filtrat) dan tam-bahkan air hingga volumenya mencapai 850 ml. Buat larutan lain yang mengandung 17.3 Kupri sulfat dalam 100 ml air dan genapkan volumenya hingga mencapai 150 ml. Tuangkan la-rutan pertama ke dalam gelas kimia 2000 ml dan tambahkan secara hati-hati larutan kupri sulfat sambil diaduk. Genapkan volumenya hingga mencapai 1 liter.

b) Larutan Iodium Larutan iodium yang digunakan untuk mengetahui keberadaan amilum dalam sampel. Larutan iodium dapat dibuat dengan me-larutkan 10 g KI dalam 1 liter air. Tambahkan 2.5 g Iodium (I2) dan aduk hingga rata.

c) Pereaksi Molish Pereaksi Molish digunakan untuk mengetahui kandungan karbohi-

drat. Pereaksi ini dapat dibuat dengan melarutkan 0.1 g alpha naftol dalam 100 ml etanol 95%. Pereaksi ini harus digunakan da-lam keadaan segar.

d) Pereaksi Millon Pereaksi millon dapat digunakan untuk mengetahui kandungan protein. Pereaksi ini dibuat de-ngan cara melarutkan 10 g mer-kuri (Hg) dalam 20 ml asam nitrat pekat. Bila sudah larut dan tidak timbul asap coklat lagi. Tambah-kan 60 ml akuades. Tuangkan cairan bagian atas dan simpan dalam botol bertutup gelas.

e) Pereaksi Seliwanoff Pereaksi seliwanoff digunakan untuk menguji keberadaan gula ketosa. Pereaksi ini dibuat de-ngan melarutkan 0.05 g Resor-cinol dalam 100 ml HCl encer (perbandingan 1HCl : 3 akuades). 12.3.3 Pembuatan bahan pewarna Bahan pewarna digunakan untuk mewarnai sampel atau menentu-kan akhir dari suatu reaksi kimia. Beberapa bahan pewarna yang umum digunakan adalah :

a) Asetokarmin Bahan pewarna asetokarmin di-gunakan untuk mewarnai jaringan tumbuhan. Pewarna ini dibuat dengan melarutkan 0.5 g serbuk karmin (sebaiknya lebih) dalam 45 ml asam asetat glasial dan 55 ml air. Panaskan hingga mendi-dih selama 2-4 menit. Dinginkan dan kemudian saring. Tambah-

Page 247: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Kimiawi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 234

kan 1- 2 tetes ferri klorida yang dilarutkan dalam asm klorida 50% (5 g FeCl3 dalam 50 ml asam asetat glasial, dan 50 ml air destilasi).

b) Aseto orsein Bahan pewarna ini memiliki fung-si sama seperti asetokarmin, yai-tu sebagai pewarna jaringan tum-buhan. Aseto orsein dibuat de-ngan melarutkan 1-2 g orsein dalam 45 ml asam asetat glasial panas (hampir mendidih). Di-nginkan dan selanjutnya tambah-kan 55 ml air. Aduk dengan baik dan saring.

c) Anilin biru Anilin biru dapat digunakan untuk mewarnai miselium jamur. Larut-an ini dibuat dengan melarutkan 2 g zat warna anilin dalam 100 ml air.

d) Carbol Fuchsin, Ziehl Larutan carbol fuchsin dapat di-gunakan untuk mewarnai bakteri dan sel. Pembuatan carbol fuch-sin dilakukan dengan melarutkan 0.3 g basic fuchsin dalam 10 ml etanol 95%. Tambahkan 100 ml larutan fenol 5% (dibuat dengan melarutkan 5 g fenol dalam 95 ml akuades).

e) Eosin Pewarna eosin cukup baik digu-nakan untuk mewarnai protozoa. Pewarna ini dibuat dengan mela-rutkan 5 g eosin ke dalam 100 ml.

f) Iodine/Lugol Pewarna iodine/lugol cukup efek-tif digunakan untuk mewarnai bakteri. Untuk membuat pewar-na iodine atau lugol, larutkan 2 g kristal iodium dalam larutan kali-um iodida (dibuat dengan mela-rutkan 3 g KI dalam 300 ml air).

g) Metil biru Pewarna metil biru digunakan un-tuk mewarnai protozoa. Pewarna metil biru dibuat dengan melarut-kan 0.5 g zat warna dalam 100 ml etanol 95%. Larutan ini dibiarkan selama 2-3 hari dan sekali-kali diaduk. Saring dan simpan hing-ga saatnya digunakan.

h) Metil merah atau jingga Metil jingga adalah pewarna yang dapat digunakan untuk mewarnai protozoa. Pewarna ini dibuat de-ngan melarutkan 0.02% metil merah atau jingga dalam air.

i) Safranin Keberadaan bakteri dapat dike-tahui dengan pewarnaan Gram menggunakan safranin. Pewar-na ini dapat dibuat dengan me-larutkan 0.25 g safranin O dalam 10 ml etanol 95%. Tuangkan larutan ini ke dalam 90 ml air. 12.3.4 Pemeriksaan larutan stok Larutan stok diperlukan dalam analisis kimiawi. Larutan stok ada yang bisa disimpan lama, na-mun ada yang masa simpannya singkat. Beberapa larutan stok

Page 248: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Kimiawi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 235

harus tersedia dalam bentuk se-gar, sehingga baru dibuat sesaat sebelum digunakan. Dengan demikian, perlu dilakukan peme-riksaan secara rutin, sehingga larutan stok yang digunakan dalam analisis kimiawi belum kadaluarsa. Larutan stok yang ternyata sudah kadaluarsa se-baiknya segera di-buang dan diganti dengan larutan sejenis yang baru. 12.4 Standarisasi larutan Tahap selanjutnya adalah mela-kukan standarisasi larutan. Ta-hap ini dilakukan untuk menda-patkan larutan yang memenuhi standar, sesuai analisis kimiawi yang akan dilaksanakan Pemeriksaan kemampuan batas penggunaan larutan dapat meli-puti : 1) pemeriksaan sifat fisik/ penampakan larutan; 2) melaku-kan pengecekan pH; 3) menetap-kan/ menstandarisasikan kembali larutan Untuk melakukan standarisasi la-rutan diperlukan laboratorium yang memiliki kemampuan untuk mela-kukan standarisasi dan menggu-nakan larutan untuk memantau kualitas larutan yang dibuat. Larutan yang digunakan dalam analisis kimia dapat digolongkan sebagai berikut : 1) larutan asam/basa lemah/ kuat; yang berfungsi sebagai bahan pengoksidasi / pereduksi; 2) larutan yang digu-nakan untuk

titrasi komplek-sometri dan titrasi pengendapan; 3) larutan standar primer dan sekunder yang digunakan dalam penentuan konsentrasi larutan. 12.5 Analisis proksimat Analisis proksimat adalah analisis yang dilakukan untuk menentu-kan kadar air, abu, lemak, protein, karbohidrat dan serat. 12.5.1 Persiapan Pada tahap persiapan dilakukan penyiapan bahan serta peralatan analisis. Peralatan analisis yang dipersiapkan terutama peralatan gelas, sedangkan bahan kimia adalah sejumlah pelarut dan pereaksi. Peralatan analisis dan bahan kimia disiapkan di labo-ratorium secara aman 12.5.2 Penyiapan sampel Penyiapan sampel harus dilaku-kan berdasarkan prosedur yang berlaku. Tahap penyiapan sam-pel adalah identifikasi bahan uji, penggunaan peralatan pelindung, pencatatan sifat sampel, dan pe-nyiapan sampel. 12.5.3 Pelaksanaan pengujian Pelaksanaan pengujian dilakukan berdasarkan prosedur standar. Pelaksanaan pengujian tergan-tung dari bahan dan jenis uji yang akan dilakukan.

Page 249: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Kimiawi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 236

12.5.4 Penjagaan keamanan lingkungan kerja Penjagaan keamanan lingkungan kerja dilakukan dengan memper-kecil atau memusnahkan limbah dengan aman, mencuci dan me-nyimpan peralatan yang sudah digunakan, bahan kimia dan pereaksi disimpan di tempat semula. 12.5.5 Pengolahan data Data hasil pengujian dicatat, jum-lah data yang dihitung konsisten dengan perkiraan, hasil pengu-kuran yang sesuai dicatat dan dilaporkan, kecenderungan data diinterpretasikan, masalah data yang diakibatkan oleh prosedur atau peralatan diidentifikasi 12.5.5 Analisis berdasarkan metode standar Bahan atau produk pangan yang dianalisis meliputi semua jenis bahan dan produk pangan. Me-tode standar yang digunakan dapat berupa SNI, ASTM Atau AOAC. Peralatan uji disesuaikan dengan metode standar yang di-gunakan.

12.6 Prosedur Analisis proksimat

12.6.1 Protein Penentuan kadar protein dilaku-kan dengan metode total nitrogen yang didasarkan pada reaksi penetralan asam basa (SNI 01-2354.4-2006). Kadar protein dihi-tung berdasarkan kesetimbangan reaksi kimia.

Prinsip penghitungan kadar pro-tein pada metode total nitrogen adalah senyawa nitrogen akan dilepas dari jaringan daging melalui destruksi menggunakan asam sulfat pekat pada suhu 410oC selama 2 jam (sampai diperoleh larutan jernih) dimana senyawa nitrogen sudah terikat oleh sulfat membentuk amonium sulfat. Selanjutnya amonium sulfat diubah menjadi garam basa NH4OH dengan penambahan se-nyawa NaOH. NH4OH didestilasi dengan uap panas untuk memi-sahkan senyawa amoniak. Se-nyawa ini ditangkap oleh asam borat membentuk senyawa am-monium borat dan selanjutnya dilakukan titrasi dengan asam klorida. 1. Pereaksi yang dibutuhkan

a) Tablet katalis yang me-ngandung 3.5 g K2SO4 dan 0.175 g HgO

b) Kertas timbang bebas N (Whatman 541)

c) Batu didih d) Larutan asam borat 4% e) Larutan 4 g H3BO3 dalam

air tambahkan 0.7 ml la-rutan indikator methyl red 0.1% dalam etanol dan 1 ml larutan indikator brom-cresol green 0.1% dalam etanol dan encerkan sam-pai 100 ml.

f) Asam sulfat pekat p.a. g) Hidrogen peroksida 30-

35% p.a

Page 250: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Kimiawi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 237

h) Larutan NaOH-Na-thiosul-fat. Larutkan 2000 g NaOH dan 125 g Na2S2O3 dalam air dan encerkan menjadi 5 liter

i) Larutan standar HCl 0.2N 2. Preparasi sampel

a. Lumatkan sampel dengan blender hingga partikelnya dapat melewati saringan 20 mesh.

b. Masukan sampel dalam kantong plastik atau gelas yang bersih dan bertutup

3. Prosedur pengujian

a. Timbang 2 g homogenat sampel pada kertas tim-bang, lipat-lipat dan ma-sukan ke dalam labu des-truksi.

b. Tambahkan dua tablet ka-talis serta beberapa butir batu didih

c. Tambahkan 15 ml asam sulfat pekat (95%-97%) dan 3 ml hidrogen perok-sida secara perlahan dan diamkan 10 menit dalam ruang asam

d. Destruksi pada suhu 410oC selama 2 jam atau sampai larutan jernih. Di-amkan hingga mencapai suhu kamar dan tambah-kan 50-75 ml aquades.

e. Siapkan Erlenmeyer berisi 25 ml larutan H3BO3 4% yang mengandung indika-tor sebagai penampung destilat

f. Pasang labu yang berisi hasil destruksi pada rang-kaian alat destilasi uap

g. Tambahkan 50-75 ml laru-tan natrium hidroksida dan natrium thiosulfat

h. Lakukan destilasi dan tampung destilat dalam Erlenmeyer tersebut hing-ga volume mencapai mini-mal 150 ml (hasil destilasi akan berubah menjadi ku-ning)

i. Titrasi hasil destilat de-ngan HCl 0.2 N yang sudah dibakukan sampai warna berubah dari hijau menjadi abu-abu netral

j. Lakukan pengerjaan blan-ko seperti tahapan sampel

k. Lakukan pengujian contoh minimal duplo.

l. Kadar protein dapat dihi-tung dengan persamaan berikut :

(Va-Vb) HCl x N HCl x 14.007x6.25 KP = ----------------------------------------------- x 100% W x 100 Keterangan: KP = Kadar Protein Va = ml HCl untuk titrasi sampel Vb = ml HCl untuk titrasi blanko N = Normalitas HCl yang digunakan 6,25 = faktor konversi dari nitrogen ke protein 14.007 = bobot setara nitrogen W = bobot contoh Kadar protein dinyatakan dalam satuan g/100 g contoh (%)

Page 251: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Kimiawi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 238

12.6.2 Lemak Analisis kadar lemak dapat dilakukan dengan menggunakan prosedur yang tercantum dalam SNI 01-2354.3-2006. Prinsip analisis diawali dengan mela-kukan pengekstrakan sampel de-ngan pelarut organik untuk mengeluarkan lemak dengan bantuan pemanasan pada suhu titik didih pelarut selama 8 jam. Pelarut organik yang mengikat lemak selanjutnya dipisahkan dengan proses penguapan (eva-porasi), sehingga hasil lemak tertinggal dalam labu. Penetapan bobot lemak dihitung secara gra-vimetri. 1. Pereaksi Pereaksi yang digunakan dalam analisis kandungan lemak adalah dietil eter atau chloroform. 2. Preparasi sampel Lumatkan sampel hingga homo-gen dan masukan ke dalam wadah plastik atau gelas yang bersih dan bertutup. Jika sampel tidak langsung dianalisis, simpan dalam refrigerator atau freezer sampai saatnya akan dianalisis. Kondisikan sampel pada suhu ruang dan pastikan sampel masih homogen sebelum ditimbang. Bila terjadi pemisahan cairan dan sampel, maka dilakukan penga-dukan ulangan dengan blender sebelum dilakukan pengamatan. 3. Prosedur Prosedur analisis lemak adalah sebagai berikut :

a) Timbang labu alas bulat da-lam keadaan kosong (a g).

b) Timbang secara seksama 2 g homogenat sampel (b g) masukan ke dalam selong-song lemak (ekstraction timbles)

c) Masukan berturut-turut 150 ml chloroform ke dalam labu alas bulat, selongsung lemak ke dalam ekstractor soxhlet, dan pasang rangkaian sohlet de-ngan benar.

d) Lakukan ekstraksi pada suhu 60oC selama 8 jam.

e) Evaporasi campuran lemak dan chloroform dalam labu alas bulat sampai kering

f) Masukan labu alas bulat yang berisi lemak ke dalam oven bersuhu 105oC selama ± 2 jam untuk menghilangkan sisa kloroform dan air.

g) Dinginkan labu dan lemak dalam desikator selama 30 menit

h) Timbang bobot labu alas bulat yang berisi lemak (c g) sampai berat konstan.

i) Kerjakan pengujian minimal duplo (dua kali).

j) Kadar lemak dalam bahan pangan dapat dihitungan ber-dasarkan persamaan berikut :

c - b KL = --------------------- x 100% a Keterangan: KL = Kadar Lemak

Page 252: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Kimiawi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 239

a = bobot contoh b = bobot labu lemak dan labu didih c = bobot labu lemak, batu didih dan lemak 12.6.3 Karbohidrat Banyak metode yang dapat digu-nakan untuk menentukan kan-dungan karbohidrat dalam bahan pangan, salah satunya adalah penentuan gula reduksi meng-gunakan cara Munson-Walker (AOAC, 1970). Metode ini digu-nakan untuk menentukan kan-dungan glukosa, fruktosa, gula invert, laktosa monohidrat dalam bahan yang tidak mengandung sakarosa, dan penentuan gula invert dan laktosa monohidrat da-lam bahan yang mengandung sa-karosa. Penentuan konsentrasi gula re-duksi didasarkan atas jumlah en-dapan Cu2O yang terbentuk. Jumlah Cu2O ditentukan dengan dua cara, yaitu : 1) dengan me-nimbang (secara gravimetri) lang-sung endapan yang terbentuk atau 2) titrasi endapan menggu-nakan Na-thiosulfat atau K-per-manganat (secara volumetrik). 1. Penyiapan Larutan contoh dan pembentukan endapan Cu2O Tahapan yang harus dilakukan untuk menyiapkan larutan sampel adalah sebagai berikut :

a. Timbang sampel berben-tuk padatan yang telah

dihaluskan atau cair seba-nyak 2.5-25 g. Bobot sampel tergantung dari kadar gula pada sampel, volume larutan atau pe-ngenceran yang akan di-kerjakan.

b. Pindahkan secara kuan-titatif ke dalam labu takar yang volumenya ditentu-kan sedemikian rupa se-hingga setiap 50 ml larutan sampel yang siap dianalisa membentuk 11.3 – 489.7 mg Cu2O yang setara dengan 4.6 – 236.9 mg glukosa (lihat tabel Hammond).

c. Tambahkan akuades se-banyak ½ - ¾ volume labu takar yang digunakan, gojok, dan biarkan me-ngendap

d. Tambahkan larutan Pb-asetat netral tetes demi tetes. Larutan sampel menjadi keruh dan terben-tuk partikel-partikel ber-warna putih yang me-ngendap. Tambahkan la-rutan Pb-asetat, gojok dan biarkan partikel yang ter-bentuk mengendap kem-bali. Apabila penambah-an Pb-asetat berikutnya tidak menimbulkan keke-ruhan, berarti penambah-an Pb-asetat sudah cu-kup.

e. Tambahkan air akuades sampai tanda dan saring.

f. Untuk menghilangkan ke-lebihan Pb yang diguna-

Page 253: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Kimiawi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 240

kan, tambahkan sedikit demi sedikit kristal K- atau Na- oksalat seperti pada penambahan Pb-asetat sampai diperoleh filtrat bebas Pb. Filtrat bebas Pb ditandai dengan tetap jernih (tidak membentuk endapan putih) meskipun ditambah K- atau Na-oksalat.

Setelah larutan contoh selesai dibuat, langkah selanjutnya adalah pembuatan endapan Cu2O. Adapun tahapan pembuatan Cu2O adalah sebagai berikut : a) Kedalam gelas piala 400

ml, tuangkan 25 ml larutan CuSO4 dan 25 ml larutan tartrat alkalis, ke-mudian tambahkan 50 ml filtrat bebas Pb. Tutuplah gelas piala dengan gelas arloji.

b) Simpan gelas piala pada kasa asbes dan panaskan diatas nyala api Bunsen atau alat pemanas listrik. Aturlah pemanasan sede-mikian sehingga larutan harus sudah mendidih da-lam waktu 4 menit, per-tahankan kondisi tersebut selama 2 menit.

c) Selama pemanasan akan terbentuk endapan Cu2O. Masih dalam keadaan pa-nas, saringlah larutan de-ngan menggunakan krus Gooch yang telah diberi lapisan asbes sebagai bahan penyaring.

d) Buat pula penentuan blan-ko dengan cara yang sa-ma menggunakan 25 ml larutan CuSO4, 25 ml larutan tartrat alkalis, dan 50 ml akuades.

e) Cucilan endapan Cu2O dalam krus Gooch dengan akuades yang suhunya 60oC sampai bersih

Tentukan banyaknya Cu2O yang terbentuk secara gravimetri atau volumetri. 2. Penentuan Cu2O secara gravietri Prosedur penentuan kandungan Cu2O secara gravimetri adalah sebagai berikut : a) Endapan Cu2O dalam kedua

krus Gooch (sampel maupun blanko), masing-masing dicu-ci dengan 10 ml alkohol, kemudian dengan 10 ml ether.

b) Keringkan dalam oven bersu-hu 100oC selama 30 menit, di-nginkan dalam eksikator dan timbang

c) Dari selisih berat antara Cu2O sampel dan blanko, dapat ditentukan berat gula reduksi dalam 50 ml larutan sampel dengan menggunakan bantu-an tabel Hammond.

3. Penentuan Cu2O secara volumetri dengan Na- thiosulfat Prosedur penentuan kandungan Cu2O secara volumetri dengan

Page 254: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Kimiawi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 241

Na-thiosulfat adalah sebagai beri-kut : a) endapan Cu2O dalam kedua

krus Gooch ditutup dengan gelas arloji. Tambahkan 5 ml larutan HNO3 (1+1) untuk melarutkan Cu2O. Penam-bahan larutan HNO3 dilaku-kan dengan menggunakan pi-pet. Tutup gelas arloji dibuka seperlunya saja ketika akan memasukkan ujung pipet.

b) Tampung filtrat dengan labu Erlenmeyer yang mempunyai tanda untuk volume dengan interval 20 ml.

c) Cucilah gelas arloji dan krus Gooch dengan 20-25 ml akuades.

d) Didihkan sampai kabut ber-warna merah habis dan tam-bahkan larutan Brom jenuh (Br-H2O) sedikit berlebihan. Didihkan sampai semua Br habis.

e) Dinginkan dan tambahkan la-rutan Na-asetat sebanyak 10 ml (574 g Na-asetat trihidrat/ liter). Tambahkan larutan KI 42% yang bereaksi agak ha-bis seperlunya.

f) Titerlah dengan Na-thiosulfat (39 g Na2S2O3.5H2O) sampai warna kuning muda. Tam-bahkan larutan pati sampai terbentuk warna biru, lanjut-kan titrasi. Pada saat titrasi hampir selesai tambahkan 2 g KCNS, aduk hingga larut, dan lanjutkan titrasi sampai selu-ruh endapan berwarna putih.

g) Dari selisih antara titrasi sam-pel dan blanko, dapat dihitung

bobot Cu2O dengan menggu-nakan persamaan :

1 ml larutan Na2S2O3 = 11.259 mg Cu2O Berdasarkan berat Cu atau Cu2O, berat gula reduksi dalam 50 ml larutan sampel dapat dicari de-ngan menggunakan bantuan ta-bel Hammond. 12.6.4 Kadar Air Penentuan kadar air bahan pan-gan dapat dilakukan berdasarkan SNI 01-2354.2-2006. Adapun prinsip analisis kadar air adalah menghilangkan molekul air dari bahan pangan dengan proses pemanasan dalam oven vakum bersuhu 95o-100oC dengan tekanan udara tidak lebih dari 100 mm Hg selama 5 jam atau oven tidak vakum pada 105oC selama 16-24 jam. Penentuan bobot air dihitung secara gravi-metri berdasarkan selisih bobot sampel sebelum dan sesudah dikeringkan. Adapun tahapan analisisnya sebagai berikut : 1. Preparasi sampel Lumatkan sampel hingga homo--gen dan masukan ke dalam wadah plastik atau gelas yang bersih dan bertutup. Bila sampel tidak langsung diuji, simpan dalam refrigerator atau freezer sampai saatnya untuk dianalisis. Kondisikan sampel pada suhu ruang dan pastikan sampel masih

Page 255: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Kimiawi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 242

dalam keadaan homogen sebe-lum ditimbang. Bila terjadi pe-misahan antara cairan dan sam-pel maka diaduk ulang dengan blender sebelum dilakukan ana-lisis. 2. Prosedur Adapun prosedur analisis kadar air adalah sebagai berikut : a) Kondisikan oven pada suhu

yang akan digunakan hingga mencapai kondisi stabil

b) Masukan cawan kosong ke dalam oven minimal 2 jam

c) Pindahkan cawan kosong ke dalam desikator sekitar 30 menit sampai mencapai suhu ruang dan timbang bobot kosong (a g).

d) Timbang sampel yang telah dihaluskan sebanyak ± 2 g ke dalam cawan (b g).

e) Masukan cawan yang telah diisi dengan sampel ke dalam oven vakum pada suhu 95o-100oC, dengan tekanan udara tidak lebih dari 100 mmHg selama 5 jam atau masukkan kedalam oven tidak vakum pada suhu 105oC selama 16-24 jam.

f) Pindahkan cawan dengan menggunakan alat penjepit ke dalam desikator selama 30 menit kemudian timbang (c g)

g) Lakukan pengujian minimal duplo (dua kali)

3. Perhitungan kadar air Kadar air dalam bahan pangan dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut :

b - c Kadar air = -------------- x 100% b - a Keterangan : a = bobot cawan kosong b = bobot cawan dan contoh sebelum pengabuan c = bobot cawan dan contoh setelah dioven 12.6.5 Serat kasar Serat kasar merupakan residu dari bahan pangan nabati, yang didominasi oleh selulosa dan sedikit lignin dan pentosa. Setiap bahan pangan mengandung serat dalam jumlah bervariasi. Serat bermanfaat bagi manusia. Kan-dungan serat dalam bahan pa-ngan dapat ditentukan berdasar-kan analisis kimiawi. Adapun prosedur penentuannya adalah :

a) Timbang 500 mg sampel yang akan ditentukan kan-dungan serat kasarnya. Ma-sukkan ke dalam labu Erlen-meyer.

b) Titambahkan 100 ml asam sulfat 1,25% dan panaskan sampai mendidih.

c) Setelah 1 jam tambahkan 100 ml natrium hidroksida 3,25%, dipanaskan kembali sampai mendidih selama 1 jam

d) Dinginkan dan disaring de-ngan menggunakan kertas

Page 256: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Kimiawi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 243

saring yang telah diketahui bobotnya. Endapan dicuci dengan asam sulfat encer dan alkohol

e) Kertas saring dan endapan dikeringkan dalam oven

f) Timbang bobot dari endapan.

12.6.6 Kadar Abu Kadar abu dalam bahan pangan menunjukkan jumlah mineral yang dikandung dalam bahan pa-ngan tersebut. Analisis kadar abu yang terkandung di dalam bahan pangan dapat dilakukan berdasarkan SNI 01-2354.1-2006. Prinsip kerja penentuan kadar abu diawali dengan cara membakar bahan pangan hingga suhu 550oC dalam tungku pengabuan (fumace) selama 8 jam atau sampai mendapatkan abu yang berwarna putih. Penetapan bobot abu dihitung berdasarkan gravitasi. 1. Preparasi sample Sampel dilumatkan hingga homo-gen dan masukan ke dalam wadah plastik atau gelas yang yang bersih dan bertutup. Bila sampel tidak langsung diuji, simpan dalam refrigerator atau freezer sampai saatnya untuk dianalisis. Kondisikan sampel pada suhu ruang dan pastikan sampel masih dalam keadaan homogen sebelum ditimbang. Bila terjadi pemisahan antara cairan dan sampel maka diaduk ulang dengan blender sebelum dilakukan analisis.

2. Prosedur analisis Prosedur analisis kadar abu dalam bahan pangan adalah sebagai berikut : a) masukkan cawan abu por-

selain yang kosong ke dalam tungku pengabuan. Suhu tungku dinaikan secara bertahap hingga mencapai suhu 550oC. Pertahankan suhu pada 550oC ± 5oC selama semalam.

b) Turunkan suhu pengabuan sampai 40 oC, keluarkan ca-wan abu porselin dan dingin-kan dalam desikator selama 30 menit. Timbang bobot cawan abu porselin kosong (a g),

c) Masukan 2 g sampel yang telah dihomogenkan ke dalam cawan abu proselin, kemud-ian masukan ke dalam oven bersuhu 100oC selama 24 jam.

d) Pindahkan cawan abu porse-lin ke tungku pengabuan dan naikan suhu secara bertahap hingga mencapai 550oC ± 5oC. Pertahankan salam 8 jam / semalam sampai di peroleh abu berwarna putih.

e) Setelah selesai, suhu tungku pengabuan diturunkan hingga suhu 40oC. Keluarkan cawan porselin dengan mengguna-kan penjepit dan masukan ke dalam desikator selama 30 menit. Bila abu belum putih benar harus dilakukan penga-buan kembali.

f) Basahi (lembabkan) abu dengan akuades secara ber-

Page 257: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Kimiawi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 244

tahap, keringkan dengan hot plate dan abukan kembali pada suhu 550oC sampai di peroleh berat yang konstan.

g) Turunkan suhu pengabuan sampai ± 40oC lalu pindahkan cawan abu porselin ke dalam desikator selama 30 menit kemudian timbang bobotnya (b g) segera setelah dingin.

h) Lakukan pengujian secara duplo (dua kali).

i) Kadar abu dalam bahan pa-ngan dapat dihitung berdasar-kan persamaan berikut :

c - a Kadar abu = ------------ x 100% b - a Keterangan: a = bobot cawan kosong b = bobot cawan dan contoh c = bobot cawan dan contoh setelah pengabuan 12.6.7 Asam lemak Asam lemak merupakan kompo-nen lemak. Kandungan asam lemak dapat ditentukan dengan metode gas kromatografi. Pe-nentuan konsentrasi asam lemak dengan metode ini didasarkan pada kandungan heksana yang terdapat dalam bahan pangan. Adapun prosedurnya sebagai berikut : 1. Preparasi sampel a) sampel bahan pangan seba-

nyak 0.2 g dalam tabung

reaksi tertutup, kemudian tambahkan 2 ml natrium hidroksida dalam metanol

b) Panaskan sampel pada suhu 80oC selama 20 menit, kemudian sampel diangkat dan dibiarkan dingin.

c) Tambahkan 2 ml larutan boron trifluorida 20% dan dipanaskan kembali selama 20 menit,

d) Angkat sampel dan biarkan dingin. Tambahkan 2 ml na-trium klorida jenuh serta 2 ml larutan heksan. Setelah itu campuran dikocok sampai merata,

e) Ambil lapisan heksannya dan dimasukkan ke tabung uji (evendop).

Sampel yang merupakan hasil preparasi kemudian diinjeksikan ke alat kromatografi gas ketika suhu menunjukkan 150oC. Tom-bol start pada rekorder dan alat ditekan, dan hasilnya akan keluar berupa kromatogram. Selanjut-nya dilakukan analisis kualitatif dan kuantitatif. Berdasarkan kromatogram yang diperoleh, kemudian dilakukan pencocokan waktu retensi yang sama atau mendekati waktu retensi standar asam lemak. Kadar asam lemak dihitung de-ngan rumus sebagai berikut : Lc Cs x V KAL (%) = --------------- x 100 % Ls b

Page 258: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Kimiawi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 245

Keterangan: KAL = Kadar Asam Lemak Lc = luas area contoh Ls = luas area standar Cs = konsentrasi standar V = volume akhir b = bobot contoh

Page 259: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Fisik

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 247

BAB XIII PENGUJIAN FISIK

BAHAN PENGEMAS

Salah satu upaya yang dilakukan untuk mempertahankan mutu ba-han pangan adalah dengan pengemasan. Adanya kemasan dapat membantu mencegah atau mengurangi kerusakan, melin-dungi bahan pangan yang ada didalamnya dari gangguan fisik dan pencemaran. Gangguan fisik yang dapat dialami oleh bahan pangan dapat berupa gesekan, benturan, atau getaran. Dengan perkataan lain, melalui penge-masan yang baik, bahan atau produk pangan dapat terlindung dari pengaruh yang dapat menu-runkan mutu. Bahan kemasan dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu alami dan buatan. Alam telah menyediakan bahan kemasan yang sudah dimanfaatkan sejak dahulu, seperti daun pisang, jati, waru, kelapa, tembakau dan banyak yang lainnya. Sedangkan bahan kemasan buatan dian-taranya kertas, logam, kaca dan plastik. 13.1 Sebagai Bahan Pengemas Kertas dan plastik merupakan bahan pengemas yang banyak

digunakan masyarakat karena, mudah, murah, dan praktis. 13.1.1 Kertas Proses pembuatan kertas perta-ma kali dikembangkan oleh Ts’ai Lun di Lei-yang, Cina pada tahun 105. Pada tahun 751 berhasil didapatkan rahasia proses pem-buatan kertas. Sejak saat itu penggunaan kertas untuk berba-gai keperluan berkembang pesat. Penggunaan kertas sebagai ke-masan, menggantikan tanah liat, gelas, dan kaleng, baru berkem-bang pada abad ke-19. Hingga saat ini berbagai jenis kertas sudah dapat dibuat, na-mun secara garis besarnya ker-tas dibagi menjadi kertas halus dan kasar. Kertas halus diguna-kan sebagai kertas tulis, surat obligasi, buku besar, buku dan kertas sampul. Sedangkan se-mua kertas yang digunakan se-bagai pengemas termasuk ke da-lam golongan kertas kasar. Jenis kertas yang sudah dikenal adalah : 1) kertas kraft yang memiliki sifat paling kuat dan

Page 260: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Fisik

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 248

banyak digunakan sebagai ke-masan (Gambar 13.1).

Gambar 13.1. Kantong terbuat dari kertas kraft Sumber : tw.bysources.com/sample/131411/932.html 2) kertas krep memiliki kemam-puan meregang 5-7 persen; 3) kertas glasin yang memiliki per-mukaan seperti gelas dan trans-paran memiliki ketahanan yang baik terhadap lemak dan minyak namun tidak tahan terhadap air (Gambar 13.2).

Gambar 13.2. Kertas Glasin Sumber : www.germes-online.com/../food_packaging.html

4) kertas perkamen yang mempu-nyai ketahanan yang baik ter-hadap lemak dan kuat sehingga cocok untuk mengemas bahan pangan (Gambar 13.3); 5) kertas lilin yang memiliki sifat tahan ter-hadap lemak dan cocok untuk mengemas bahan pangan (Gambar 13.4).

Gambar 13.3. Wax-kraft Sumber : www.fdsmfg.com/wax_paper

Gambar 13.4. Kertas berlilin Sumber : www.fdsmfg.com/wax_paper 6) daur ulang; 7) chipboard yang banyak digunakan sebagai ke-masan pelindung pada bahan

Page 261: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Fisik

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 249

pecah belah; 8) tyvek yang memiliki kekuatan tinggi karena terikat dengan polietilen densitas tinggi (HDPE). Kertas ini banyak digunakan sebagai kemasan bahan pangan karena sifatnya yang tidak menyusut/mengem-bang, tahan terhadap kotoran, bahan kimia, kontaminasi, ka-pang dan mampu menghambat masuknya bakteri; 9) soluble yang memiliki ketahanan terha-dap kelembaban dan mudah larut dalam air sehingga tidak direko-mendasi untuk mengemas bahan pangan; dan 10) kertas plastik yang tidak mengalami perubahan bentuk karena kelembaban, ta-han terhadap lemak dan air serta tidak dapat ditumbuhi kapang. 13.1.2 Plastik Perkembangan plastik sebagai pengemas tidak diketahui dengan pasti, namun dari catatan yang ada sudah dimulai sejak 1835. Penggunaan plastik sebagai pe-ngemas terlihat nyata sejak akhir perang dunia kedua, dimana telah dikembangkan polietilen (PE), polipropilen (PP), poliester nilon dan lapisan vinil. Penggunaan plastik sebagai pe-ngemas dapat berupa kemasan bentuk (fleksibel) yang banyak di-gunakan untuk mengemas bahan padat atau kemasan kaku ber-bentuk botol, jerigen atau kotak yang lebih sesuai untuk menge-mas bahan cair.

Berdasarkan sifatnya terhadap perubahan suhu, plastik dapat dibagi menjadi 1) termoplastik yang dapat meleleh pada suhu tertentu, melekat, dan akan mengeras kembali setelah didinginkan; dan 2) termoset (termodursisable) yang tidak akan berubah karena panas. Contohnya adalah pegangan tutup panci atau melamin yang bila dipanaskan tidak akan melunak tetapi membentuk arang. Sebagai kemasan pangan (food grade), plastik memiliki sejumlah sifat mudah dibentuk, mempunyai adaptasi tinggi terhadap produk, tidak korosif, dan mudah di-tangani. Namun perlu kecerma-tan dalam pemilihannya agar terhindar dari kemasan bukan pa-ngan (non food grade) sehingga dapat mencegah kemungkinan adanya gangguan kesehatan. 13.1.2.1 Komponen plastik Plastik terdiri dari komponen utama (polimer) dan dapat juga dilengkapi dengan komponen tambahan. Komponen tersebut adalah : 1) monomer, yaitu kom-ponen utama plastik sebelum membentuk polimer; 2) kopolimer yaitu polimer yang tersusun dari kombinasi dua monomer berbe-da. Monomer yang lebih banyak disebut monomer dasar (base monomer) dan yang lebih sedikit disebut ko-monomer. Contoh ko-polimer antara lain Etil Vinil Asetat (EVA), Vinil Khlorida (VC)

Page 262: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Fisik

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 250

dan Polistiren; 3) bahan tamba-han yang digunakan untuk mem-perbaiki sifat plastik. Bahan tambahan yang digunakan antara lain pemlastik yang sengaja ditambahkan agar plastik lebih luwes dan halus; antioksidan untuk mencegah perapuhan dan degradasi polimer karena bere-aksi dengan udara, antiblok untuk membuat permukaan lapisan plastik menjadi kasar dan tidak mudah lengket satu dengan lainnya; antistatik untuk mening-katkan daya menahan pening-katan listrik statis akibat gesekan sehingga dapat mencegah ter-tariknya debu, tarik menarik antara lembaran plastik, kejutan listrik, hingga kemungkinan baha-ya kebakaran; pelumas untuk mengurangi gaya gesek; penye-rap cahaya ultraviolet sehingga akan melindungi bahan pangan yang mengandung vitamin C dari cahaya matahari atau lampu; dan bahan pengisi atau penguat yang ditujukan untuk menekan biaya produksi, meningkatkan kekaku-an dan kekuatan serta mengura-ngi kerutan. 13.1.2.2 Sifat plastik Bahan baku yang digunakan da-lam pembuatan plastik disesuai-kan dengan kebutuhan. Dengan demikian, plastik yang dihasilkan memiliki sifat khas. a. Polietilen Polietilen (PE) dibuat dengan proses polimerisasi adisi dari gas etilen yang merupakan hasil sam-

ping industri arang dan minyak, sehingga memiliki rumus kimia (-CH2 – CH2 - )n. Jenis plastik ini banyak digunakan dalam industri pangan karena memiliki sifat yang menguntungkan, yaitu : 1) Penampakan bervariasi dari transparan, berminyak sampai keruh (translucid) sesuai cara pembuatan dan jenis resin yang digunakan; 2) Dapat dibentuk, lemas dan mudah ditarik; 3) Daya rentang tinggi; 4) Mudah dikelim panas sehingga dapat digunakan untuk laminasi; 5) Tidak cocok untuk mengemas bahan berlem-ak atau berminyak; 6) Tahan ter-hadap bahan kimia, seperti asam, basa, alkohol, dan deterjen; 7) Dapat digunakan sebagai penge-mas hingga suhu -50 oC; 8) Mudah melewatkan gas, sehing-ga tidak disarankan untuk me-ngemas bahan pangan beraro-ma; 9) Mudah lengket satu de-ngan lainnya sehingga perlu bahan penambah; 10) Memiliki sfat kedap terhadap air dan uap air Berdasarkann densitasnya, PE dapat dibagi menjadi : 1) PE densitas rendah (LDPE : Low Density Poly Etilene)( Gambar 13.5). Plastik ini banyak diguna-kan untuk kantung, mudah dike-lim, dan sangat murah; 2) PE densitas menengah (MDPE : Medium Density Poly Etilene) (Gambar 13.6). Memiliki sifat lebih kaku dan suhu leleh lebih tinggi dari PE densitas rendah; dan PE densitas tinggi (HDPE :

Page 263: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Fisik

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 251

High Density Poly Etilene). Me-miliki sifat paling kaku, tahan terhadap suhu tinggi (130 oC) sehingga tahan untuk bahan pangan yang harus disterilisasi. b. Poliester (PE Treptalat) Jenis plastik ini dihasilkan dari proses kondensasi polimer etil glikol dan asam treptalat (Gambar 13.7). Jenis plastik yang lebih dikenal dengan nama dagang mylar ini banyak di-gunakan sebagai bahan laminasi untuk meningkatkan daya tahan kemasan terhadap kikisan dan sobekan. Mylar juga banyak di-gunakan sebagai kantung bahan pangan yang memerlukan perlin-dungan.

Gambar 13.5. Kantong lock terbuat dari LDPE Sumber : www.germes-online.com/../food_packaging.html

Gambar 13.6. Kantong plastik makanan Sumber : www.germes-online.com/../food_packaging.html

Gambar 13.7. Boks plastik bening dari bahan Poliester treptalat Sumber : www_iraplast_com-images-rigid-plastic-food-packaging-300_jpg.htm

Page 264: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Fisik

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 252

Mylar memiliki sifat umum, antara lain : 1) tembus pandang, bersih dan jernih; 2) adaptasi terhadap suhu tinggi sangat baik (sampai 300oC); 3) permeabilitas terhadap uap air dan gas sangat rendah; dan 4) tahan terhadap pelarut organik (asam dari buah-buahan) sehingga dapat digunakan untuk mengemas sari buah; 5) tidak kuat terhadap asam kuat, fenol, atau alkohol; 6) kuat dan tidak mudah sobek, mampu menahan tekanan yang berasal dari mi-numan beralkohol; dan 7) tidak mudah dikelim dengan penggu-naan pelarut. Mylar digunakan untuk menge-mas buah-buahan kering, makan-an beku, dan permen. Dapat juga digunakan sebagai ’boil in bag’ dan ’retort pouch’ karena daya tahan panasnya yang baik. Sebagai kemasan, ada tiga jenis mylar, yaitu : 1) biasa tanpa la-minasi; 2) dapat mengkerut jika kena panas; dan 3) yang dilami-sasi untuk kemasan vakum. c. Polipropilen Polipropilen (PP) termasuk jenis plastik olefin yang merupakan polimer dari propilen (Gambar 13.8 dan 13.9). Memiliki bebe-rapa nama dagang, seperti bex-phane, dynafilm, luparen, escon, ole fane, dan pro fax. Plastik polipropilen memiliki sifat antara lain : 1) ringan (0.9 g/cm3), mu-dah dibentuk, tembus pandang dan jernih dalam bentuk lembar-an tipis namun tidak transparan

dalam bentuk kaku; 2) mempu-nyai kekuatan tarik lebih besar dari PE tetapi rapuh pada suhu -30oC sehingga kurang baik untuk kemasan beku; 3) lebih kaku dari PE dan tidak mudah robek; 4) permeabilitas uap air rendah, per-meabilitas gas sedang sehingga kurang baik sebagai pengemas bahan pangan yang peka oksi-gen; 5) tahan hingga suhu 150 oC sehingga dapat dipakai untuk makanan yang harus disterilisasi; 6) memiliki titik lebur tinggi se-hingga sulit dibuat kantung; 7) tahan terhadap asam kuat, basa dan minyak. Dengan demikian baik digunakan sebagai penge-mas sari buah, namun pada suhu kamar dapat larut dalam HCl; dan 8) pada suhu tinggi akan bereaksi dengan benzen, siklen, toluen, terpentin dan asam nitrat kuat.

Gambar 13.8. PP resin tidak bera- cun dengan transparansi yang baik terutama dikembangkan untuk ber- bagai jenis pangan Sumber : www_iraplast_com-images-rigid-plastic-food-packaging-300_jpg.htm

Page 265: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Fisik

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 253

Gambar 13.9. Kotak sandwich Sumber : www.germes-online.com/../food_packaging.html d. Polistiren Polistiren (PS) memiliki beberapa nama dagang, yaitu bextrene, carinex, dylene, fostarene, kardel, vestyran, lustrex, restirolo, luran dan lorkalene. Plastik ini banyak digunakan sebagai pengemas buah dan sayuran yang memer-lukan permeabilitas uap air dan gas tinggi (Gambar 13.10).

Gambar 13.10. Kotak makanan Sumber : www.germes-online.com/../food_packaging.html

Beberapa sifat utama dari PS antara lain : 1) memiliki kekuatan tarik dan tidak mudah sobek; 2) memiliki titik lebur rendah (88 oC) dan bersifat lunak pada suhu 90-95 oC; 3) tahan terhadap asam dan basa kecuali asam pengok-sidasi; 4) terurai oleh alkohol, ester, keton, hidrokarbon aroma-tik dan klorin; 5) memiliki permea-bilitas uap air dan gas yang tinggi sehingga cocok sebagai penge-mas bahan pangan segar; 6) mudah dicetak, permukaannya licin, jernih, dan mengkilap; 7) bila kontak dengan pelarut akan menjadi keruh, mudah menyerap pemlastik, jika ditempatkan ber-sama-sama dengan plastik lain dapat mengalami penyimpangan warna; 8) memiliki afinitas tinggi terhadap debu dan kotoran; dan 9) dapat melaminasi logam de-ngan baik. e. Polivinil Klorida (PVC) Plastik PVC merupakan polimeri-sasi dari vinil klorida dan mimiliki rumus (- CH2 – CH -)2. CI PVC dengan nama dagang elvax, geon, hostalit, irvinil, kenron, marvinol, opalon, rucoblend, vino-flex dan vygen, terdiri dari tiga jenis, yaitu : 1) Plasticized Vinyl Chloride yang menggunakan pemlastik resin dan non resin sehingga cukup baik untuk me-ngemas daging segar, ikan, buah dan sayuran; 2) Vinyl Copolymer merupakan PVC dengan resin

Page 266: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Fisik

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 254

merupakan campuran dari berba-gai polimer sehingga dapat digu-nakan sebagai pengemas kosme-tika, sari buah dan ’blister pack’; 3) oriented film yang luwes dan mudah berkerut. Adapun sifat PVC antara lain : 1) tembus pandang hingga keruh (Gambar 13.11); 2) kemampuan permeabilitas uap air dan gas rendah; 3) tahan terhadap mi-nyak, alkohol dan pelarut petro-lium sehingga cocok untuk ke-masan mentega, margarin dan minyak goreng; 4) memiliki keku-atan tarik tinggi dan tidak mudah robek; 5) dapat dipengaruhi oleh hidrokarbon aromatik, keton, al-dehid, ester, eter aromatik, an hidrat dan molekul yang mengan-dung belerang, nitrogen dan fos-for, kecuali asam pengoksidasi, akan tetapi pemlastik akan ter-hidrolisa oleh asam dan basa pekat; (6) densitas berkisar 1.35 – 1.4 g/cm3.

Gambar 13.11. Kotak berbahan PVC Sumber : www.germes-online.com/../food_packaging.html

a. Saran atau Poliviniladen Khloride (PVDC) PVDC adalah kopolimer vinil klo-rida dan viniliden klorida yang memiliki rumus - (CH2 – CCl2)n – dan dikenal dengan nama da-gang sebagai saran atau cryovac (Gambar 13.13). Plastik ini digu-nakan sebagai pengemas bahan pangan yang membutuhkan per-lindungan terhadap kehilangan aroma. Sifat umum dari PVDC saran adalah sebagai berikut : 1) ber-sifat transparan dengan kejernih-an bervariasi dan sangat luwes; 2) tahan terhadap bahan kimia, asam, basa dan minyak; 3) mam-pu menyekat lintasan sinar UV sehingga baik untuk digunakan sebagai pengemas daging segar dan keju yang peka terhadap ca-haya UV; 4) memiliki permeabili-tas uap air dan gas rendah, sehingga cocok untuk digunakan sebagai pengemas bahan pa-ngan yang peka terhadap oksi-gen, seperti daging, keju dan produk kering berupa buah atau kembang gula; 5) memiliki ke-mampuan menahan aroma; 6) memiliki ketahanan terhadap pe-manasan kering atau basah (pe-rebusan); 7) kurang baik untuk digunakan sebagai pengemas produk beku. Adapun sifat utama PVDC cryo-vac antara lain : 1) memiliki per-meabilitas uap air dan gas ren-dah; 2) mudah mengkerut bila kena panas; 3) cocok untuk me-

Page 267: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Fisik

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 255

ngemas produk yang bentuknya tidak beraturan, seperti daging, ayam dan ikan; 4) baik digunakan sebagai pengemas produk beku, karena plastik ini tahan terhadap suhu rendah (-40 oC); 5) dapat digunakan sebagai pengemas produk yang akan divacum ka-rena plastik ini memiliki kemam-puan menahan tekanan yang tinggi; 6) mudah dicetak karena plastik ini memiliki permukaan licin, transparan dan mengkilap; 7) tidak mudah terbakar; dan 8) mudah dikelim panas.

Gambar 13.12. Poliviniladen Klorida (PVDC) Sumber : www.germes-online.com/../food_packaging.html g. Selopan Selopan merupakan regenerasi selulosa dengan sifat umum be-rupa : 1) transparan dan tampak sangat terang; 2) tidak bersifat termoplastik sehingga tidak bisa direkat dengan panas; 3) tidak

larut dalam air dan lemak; 4) dapat menahan oksigen dan aroma; 5) Mudah retak dalam kelembaban relatif dan suhu ren-dah; 6) dapat digunakan sebagai pelapis yang baik; 7) mudah robek, sehingga perlu dihindar-kan dari kemungkinan tertusuk; dan 8) mengkerut pada suhu rendah. Selopan banyak digunakan seba-gai pengemas daging, keju, acar (pickle) dan tekstil. Saat kelem-baban udara menurun, kondisi selopan akan mengkerut sehing-ga apabila akan digunakan seba-gai pengemas perlu dilonggarkan sekitar 1.5 – 6.25 mm. Untuk menjaga sifat-sifatnya, selopan disimpan dalam kondisi ling-kungan bersuhu 21-24 oC dengan kelembaban relatif 35-50 %. Beberapa penggunaan kemasan dan jenis selopan disajikan pada Tabel 13.1. h. Selulosa Asetat Selulosa asetat terbuat dari selu-losa dan merupakan bahan kristal termoplastik yang bersifat keras namun mudah diproses. Dalam proses pembuatannya, selulosa dikombinasikan dengan asam asetat dan asetat anhidrid melalui katalis dan pelarut. Hasilnya berupa selulosa triasetat yang jernih dan kemudian dihidrolisa dengan air dan bahan penghi-drolisa. Selanjutnya bahan dike-ringkan sehingga menghasilkan serpihan selulosa asetat. Untuk meningkatkan kekuatan selulosa

Page 268: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Fisik

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 256

asetat, umumnya dilakukan pe-nambahan pemlastik dietil platat. Bahan ini banyak digunakan

dalam industri fotografi dan industri pesawat terbang.

Tabel 13.1. Beberapa jenis selopan dan contoh penggunaannya

Jenis Penggunaan Produk yang dikemas Karakteristik

MST-44

Umum

Umum

Umum

MST-51 Pembungkus Roti Luwes MST-52 Pita bercabik Berminyak /

beragam Kaku

MSAT-87 Kantung Pangan beku Tahan air MT-33 Pembungkus Permen (kembang

gula) Luwes

MT-31 Bundel/bungkusan Rokok Merekat dengan solven

T-79 Kantung Masakan Sekat lintas OF-16 Pembungkus Daging segar Tidak berkabut V-4 Pembungkus Berlemak Tahan lemak J.F. Hanlon (1971) dalam Syarief dkk. 1989 Selulosa asetat memiliki bebera-pa nama dagang, seperti : bexo-id, lumarith, plastacele, sicaloid, tenite I dan Vuepak. Penampak-annya yang jernih menyebabkan selulosa asetat ini banyak digu-nakan sebagai pengemas kem-bang gula dan coklat. Beberapa sifat utama dari selu-losa asetat antara lain : 1) tidak terlalu mudah mengkerut bila de-kat dengan api; 2) jenih, meng-kilat, agak kaku dan mudah robek; (3) lebih tahan benturan dibandingkan HDPE tetapi lebih lemah daripada selulosa propio-nat; 4) tahan abrasi sehingga hanya terlihat sebagai coretan; 5) peka terhadap cahaya matahari, oksigen dan uap air sehingga

untuk mengatasinya perlu ditam-bah dengan penstabil asam tar-tarat (0.01%); 6) tahan panas namun rapuh pada suhu rendah sehingga tidak cocok untuk me-ngemas bahan pangan beku; 7) tahan minyak; 8) terurai oleh asam kuat, basa, alkohol, ester dan HCl; 9) mengembang pada kadar air atau kelembaban tinggi; dan 10) merupakan sekat lintas-an (barrier) yang buruk terhadap uap air dan gas. i. Sellulosa propionat Selulosa propionat dibuat dengan mereaksikan selulosa dengan asam propionat dan anhidrat, atau pencampuran antara asetat, asam propionat dan anhidrat,

Page 269: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Fisik

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 257

dengan menggunakan asam sul-fat sebagai katalisator. Beberapa sifat utama dari selu-losa propionat adalah : 1) me-miliki daya tahan terhadap ben-turan dua kali lebih besar dari pada selulosa asetat; 2) trans-paran dan mudah dibentuk; 3)

daya kembang pada kelembaban tinggi tidak sebaik selulosa ase-tat; dan 4) terurai oleh asam kuat, basa, alkohol, keton dan ester. Beberapa karakteristik utama dari selulosa asetat dan selulosa pro-pionat disajikan pada Tabel 13.2.

Tabel 13.2. Karakteristik fisik selulosa asetat dan selulosa propionat

Deskripsi Selulosa Asetat

(hidrolisa) Selulosa

Propionat

Densitas (g/cm3) 1.3 1.2 Ketahanan tarik (kg/cm2) 300-600 400-500 Ketahanan kompresi (kg/cm2) 1000-2500 400-1000 Ketahanan pembengkokkan (kg/cm2)

200-1000 200-700

Panas jenis (kal/goC) 0.3-0.4 0.3-0.4 Konstanta dielektrik (103c/detik pada 20oC)

5-7 3.5-4.0

Indeks refraksi 1.50 1.47 Penyerapan air (% dalam 24 jam) 3-5 1.2-2.5 Sumber : J. Bost (1980) dalam Syarief dkk., 1989. j. Etil Selulosa Etil selulosa merupakan termo-plastik yang mengandung bebe-rapa pemlastik. Sifatnya yang stabil pada suhu tinggi menjadi-kan etil selulosa banyak diguna-kan sebagai laminasi, lapisan panas, dan pembungkus yang mudah dikelupas. Beberapa sifat utama dari etil selulosa adalah : 1) tidak berwar-na, berbau, dan berasa; 2) tidak mampu menahan uap air dan gas; 3) mudah larut dalam berba-

gai pelarut kecuali hidrokarbon alifatik, glikol, dan air; 4) cocok untuk mengemas mentega, mar-garin dan minyak karena tahan terhadap minyak; 5) tahan terha-dap asam dan basa lemah, na-mun terurai dalam asam kuat; 6) peningkatan suhu akan menye-babkan penurunan daya rentang, namun meningkatkan daya me-ngembang (ekstensibilitas) kare-na tidak terjadi degradasi sampai suhu 200 oC; 7) Memiliki sifat kekerasan dan kekuatan yang baik; 8) penurunan suhu akan

Page 270: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Fisik

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 258

meningkatkan kelenturan; dan 9) tidak banyak terpengaruh oleh cahaya matahari. k. Metil selulosa Metil selulosa dikenal dengan na-ma dagang methocel. Banyak digunakan sebagai pengemas pada bahan yang akan dicam-purkan bersama kemasannya ka-rena memiliki sifat : 1) larut dalam air dan semakin banyak dengan meningkatnya suhu; 2) tidak mudah rapuh pada kondisi udara lembab; 3) digunakan sebagai kapsul karena memiliki ketahan-an terhadap lemak nabati mau-pun hewani. l. Nilon Nilon dihasilkan dengan cara kondensasi polimer (polikonden-sasi) dari asam amino atau diamina dengan dua asam kar-boksilat (di-acid), memiliki rumus [-HN-(CH2)y-NH-CO-(CH2) x-CO]n. Beberapa jenis nilon memiliki sifat khas yang dipenga-ruhi oleh penggunaan bahan ba-ku, misalnya nilon 6 yang tahan terhadap abrasi, sedangkan nilon 11 dan 13 tahan terhadap oksi-gen, air, dan dapat direkat pada suhu rendah. Nilon yang memiliki nama dagang nypel, ultramid, x-tal, zytel, ca-pran, dan rilsan, sebenarnya me-rupakan poliamida dan pada awalnya lebih dikenal dalam industri tekstil daripada kemasan plastik. Penggunaan nilon adalah sebagai pelapis atau dikombi-

nasikan dengan bahan lain untuk mendapatkan sifat kemasan inert dan permeabilitas rendah. Nilon dapat digunakan sebagai bahan jaring penangkap ikan atau pembungkus amunisi, dan dalam bidang pangan dapat digunakan untuk mengemas semua bahan pangan kecuali susu dan produk olahannya. Beberapa sifat utama nilon ada-lah : 1) bersifat inert, tahan pan-as, dan memiliki sifat mekanis (memanjang, kekuatan regang, kekuatan sobek, dan ketahanan lipat) yang istimewa; 2) tahan terhadap asam dan basa lemah namun tidak tahan terhadap asam kuat dan pengoksidasi; 3) tidak berasa, berbau, atau beracun; 4) mudah larut dalam asam formal dan fenol; 5) memiliki kemampuan kedap cukup baik terhadap gas, tetapi tidak kedap terhadap uap air; 6) dapat mengkerut atau mengem-bang sesuai perubahan kelem-baban; 7) memiliki ketahanan baik terhadap panas sehingga cocok digunakan sebagai penge-mas nasi instan atau bahan pangan yang mengalami proses sterilisasi; dan 8) dapat diguna-kan sebagai kemasan hampa. m. Polikarbonat Polikarbonat termasuk jenis ter-moplastik non etilen dengan na-ma dagang lexan atau merlon. Sifatnya yang merupakan ga-bungan logam ringan, gelas, dan

Page 271: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Fisik

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 259

bahan plastik menjadikan polikar-bonat dapat digunakan sebagai kemasan jus buah, bir, atau botol susu bayi. Beberapa sifat utama polikarbo-nat adalah : 1) tidak berbau atau berwarna; 2) kekuatan dan keta-hahan panasnya yang baik men-jadikan polikarbonat ini cocok untuk mengemas bahan pangan yang akan disterilisasi; 3) tahan terhadap asam lemah, zat pere-duksi atau pengoksidasi, garam, minyak, lemak, serta hidrokarbon alifatik; 4) terurai oleh alkali, amin, keton, ester hidrokarbon aromatik, dan beberapa jenis alkohol; dan 5) larut dalam metil klorida, etilen diklorida, dan diok-sana dari kresol. n. Pliofilm Pliofilm, atau sering disebut se-bagai karet hidroklorida atau snug-pak, terbuat dari lembaran karet yang dilarutkan dan diklori-nasi. Beberapa sifat utamanya adalah : 1) berkilau dan transpa-ran, namun dapat berubah men-jadi coklat sesuai perjalanan wak-tu dan menghasilkan aroma khas yang berasal dari senyawa anti-oksidan yang digunakan; 2) ciri khas yang mudah dikenal adalah akan memutih bila diregang; 3) tahan terhadap asam, alkali, lemak dan pelumas sehingga co-cok untuk digunakan sebagai pe-ngemas daging; 4) tidak mampu menahan gas, namun transmisi gas CO2 tidak cukup tinggi untuk sayuran segar; 5) tidak dapat

digunakan untuk kemasan boil in bag. o. Poliuretan Poliuretan memiliki banyak nama dagang dan beberapa diantara-nya adalah arothane, chem-o-thane, chempol, expandofoam, isofoam, lux-foam, nopofoam, stafoam, stanfoam, thermothane, unifoam dan uralane. Penggu-naan sebagai pengemas dapat dilakukan dengan bentuk padat (film) atau busa. Beberapa sifat utama dari poli-uretan adalah : 1) tidak berbau; 2) memiliki ketahanan yang baik terhadap oksidasi, minyak, le-mak, dan kapang; 3) mudah berubah oleh asam dan basa kuat, halogen, hidrokarbon aro-matik, pelarut klorin, ester, keton, dan alkohol; dan 4) dalam bentuk busa dapat melekat pada per-mukaan yang bebas lemak atau lilin p. Plastik urea Plastik ini termasuk kelompok termoset, dengan beberapa na-ma dagang seperti arodure, beetle, kaurit, resfurin, acarab, siritle, sylplast, dan synvarol. Sifatnya yang keras menjadikan bahan ini digunakan sebagai sumbat atau penutup wadah dan kemasan kosmetik. Beberapa sifat utama plastik urea adalah 1) keras, kaku, tidak berbau atau berasa, berwarna keruh; 2) tidak terpengaruh oleh

Page 272: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Fisik

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 260

pelarut organik tetapi terpengaruh oleh asam dan basa kuat; 3) tahan terhadap minyak dan pelu-mas; dan 4) stabil pada suhu tinggi. q. Akrilik Akrilik adalah kristal termofilik yang jernih dengan nama dagang lucite, barex dan plexiglas. Akrilik banyak digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan botol minuman karena memiliki sifat antara lain : 1) kaku dan trans-paran; 2) memiliki kemampuan yang baik dalam menahan oksi-gen dan cahaya; 3) memiliki titik lebur rendah (65.5 oC), dan pada suhu rendah cenderung cair dan mudah rusak; 4) tahan terhadap petroleum tetapi mudah terurai oleh alkohol, HCl, asam pengok-sidasi, keton, ester dan pelarut aromatik; dan 5) tidak dapat di-tumbuhi jamur, namun peka ter-hadap asam kuat dan basa. r. Asetal Plastik asetal merupakan dieter dari alkalidena glikol dan me-ngandung dua atom eter oksigen yang terikat pada atom karbon yang sama. Memiliki nama da-gang ceclon dan delrin. Banyak digunakan sebagai bahan baku kemasan aerosol karena kemam-puannya yang baik dalam mena-han tekanan. Beberapa sifat utamanya adalah : 1) tidak berwarna dalam keadaan netral, namun dapat berwarna bila diinginkan; 2) kaku, kuat dan

tahan terhadap oksigen dan cahaya; 3) ketahan benturan ting-gi sepeti stiren dan daya rentang-nya menyerupai nilon; 4) tahan terhadap asam dan basa lemah, dan pelarut organik; 5) terurai oleh asam dan basa kuat, serta pengoksidasi. s. Plastik penol Plastik fenol atau fenol formal-dehid mulai diperkenalkan de-ngan nama bakelite. Nama da-gang lainnya adalah durez, fibe-rite, mesa, dan plenco. Sifatnya tergantung dari bahan pengisi yang digunakan. Beberapa sifat utamanya adalah : 1) keras, kuat dan tahan panas, asam lemah maupun basa; 2) terurai oleh asam pengoksidasi dan basa kuat, serta tidak terlalu terpengaruh oleh asam organik; 3) umumnya berwarna gelap (hi-tam atau coklat). t. Politetra Flouroetilen (PTFE) PTFE termasuk jenis plastik poliolefin dan dikenal dengan nama dagang algoflon, ertaflour, fluon, gaflon, halon, hostaflon, polyflon, soreflon dan teflon. Bahan plastik ini banyak diguna-kan sebagai pelapis penggoreng-an dan alat dapur lainnya. Beberapa sifat utama dari PTFE adalah : 1) licin dan berlapis lilin; 2) umumnya berwarna abu-abu; 3) memiliki koefisien gesek ren-dah (0.05), panas jenis 0.25 kkal/g/oC dan konstanta dielektrik

Page 273: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Fisik

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 261

2.1; dan 4) memiliki toleransi yang besar terhadap suhu. Masih banyak bahan kemasan plastik yang belum diulas dalam tulisan ini. Beberapa bahan ke-masan yang banyak digunakan sebagai kemasan bahan pangan antara lain : 1) plastik amilosa dari pati jagung yang dapat dima-kan sehingga digunakan sebagai pembungkus kembang gula dan sosis; 2) polivinil alkohol dan poli-etilen oksida yang dapat larut da-lam air sehingga dapat digunakan untuk mengemas tepung yang akan dilarutkan dalam air tanpa perlu membuka dahulu kemasan-nya; 3) Ionomer yang biasa digu-nakan untuk mengemas vakum berbagai jenis bahan pangan. 13.1.2.3 Mengukur Sifat Fisik Pengujian terhadap sifat plastik bahan kemasan dilakukan oleh industri pangan terutama untuk keperluan penerimaan barang. Namun demikian, pengujian juga dapat dilakukan sebagai kegiatan rutin atau untuk pengembangan produk. Dalam industri pangan, pengujian kemasan plastik dilakukan karena penggunaannya sebagai kemas-an bahan atau produk pangan dalam bentuk padat (bubuk, butiran, dan bentuk padatan lain-nya), cair, maupun semi padat. Pemilihan plastik sebagai bahan kemasan perlu dilakukan secara

cermat, karena setiap kemasan plastik memiliki sifat khas. a. Bobot plastik Bobot plastik erat kaitannya dengan ketebalan. Makin berat bobotnya makin tebal plastik tersebut. Bobot plastik diukur de-ngan menggunakan neraca kasar dan analitik b. Ketebalan plastik Ketebalan plastik dapat diukur dengan menggunakan stiffnes tester (Gambar 13.13). Pengu-kuran dilakukan dengan mema-sukkan lembaran plastik ke da-lam mulut stiffness tester. Tekan pegangannya dan lakukan pem-bacaan ketebalannya. Nyatakan ketebalannya dalam satuan mm.

Gambar 13.13. Stiffness tester untuk mengukur ketebalan kemasan Sumber : www_geneq_com-catalog-images-f-fst_sasd-672_jpg.htm

Page 274: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Fisik

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 262

Pengukuran ketebalan juga dapat dilakukan dengan menggunakan tickness gauge (Gambar 13.14). Kemasan yang akan diuji harus dipotong sedemikian rupa sehing-ga diperoleh bentuk lembaran datar. Turunkan lever dan masuk-kan potongan kemasan contoh ke celah antara anvil dan presser foot. Setelah contoh di-letakkan pada celah tersebut, tempatkan kembali landasan pada kedudu-kan yang tepat. Pasang kembali beban yang tersedia, tebal con-toh dapat dilihat pada dial gauge.

Gambar 13.14. Tickness Gauge Sumber : www.germes-online.com/../food_packaging.html c. Kelarutan plastik Pengujian terhadap kelarutan ke-masan plastik dilakukan untuk menentukan jenis plastik berda-

sarkan kelarutannya. Plastik yang akan diuji dilarutkan keme-dia pelarut dan dihitung tingkat kelarutannya. Bahan yang digunakan adalah tiga jenis lapisan plastik yang telah diketahui jenisnya dan lem-baran plastik yang akan dianalisis jenisnya. Pelarut berupa aseton, toluen dan air yang diletakan di dalam gelas piala. Prosedur pengujiannya diawali dengan mencelupkan lambaran plastik yang akan diuji kedalam pelarut selama 3 detik. Usap ba-gian yang basah. Periksa de-ngan teliti, apakah ada bagian lembaran plastik larut atau me-ngalami pelunakan. d. Daya serap infra merah Analisis ini bertujuan untuk me-nentukan jenis plastik berdasar-kan daya serapnya terhadap infra merah. Bahan yang digunakan adalah lembaran polistiren stan-dar dan lembaran plastik yang akan diuji. Pengujian diawali dengan pem-buatan spektogram dari lembaran polistiren standar. Ukur spektra dari lembaran plastik yang akan diuji. Berdasarkan spektogram yang ada, tentukan panjang ge-lombang serapan utama dan tentukan gugus fungsionalnya. Tentukan macam spesimen lem-baran plastik dengan memban-dingkan spektrum absorbansinya

Page 275: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Fisik

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 263

dengan spektrum standar yang telah dibuat. e. Perpanjangan putus (elongasi) Salah satu karakteristik plastik fleksibel adalah ketahanan tarik dan perpanjangan putus. Keta-hanan tarik adalah kemampuan bahan pangan untuk menerima gaya tarik. Ketahanan tarik erat kaitannya dengan kandungan komponen kimia dalam bahan pangan. Kemampuan elastisitas dan kandungan serat sangat mempengaruhi ketahanan tarik. Perpanjangan putus kemasan plastik adalah besarnya energi yang dibutuhkan untuk menarik kemasan plastik tepat sesaat sebelum robek. Pengukuran per-panjangan putus dilakukan de-ngan menggunakan paper tensile strength tester (Gambar 13.15). Kemasan yang akan diuji dijepit pada klem atas dan bawah sehingga terentang. Piring skala perpanjangan diputar sehingga jarum menunjukkan angka nol. Tuas ditarik ke bawah sehingga klem penjepit bagian bawah tertarik dan kemasan menjadi tegang dan akhirnya sobek. Pada saat kemasan sobek, tangkai ayun akan berhenti dan jarum menunjuk nilai tertentu. Nilai tersebut menunjukkan nilai perpanjangan putus dari kemas-an. Persentase perpanjangan dapat dihitung sebagai berikut :

K1 – K0 Perpanjangan Putus = ----------- x 100% K0 dimana : Ko = Panjang kemasan awal K1 = Panjang kemasan akhir

Gambar 13.15. Paper tensile Strength Tester f. Uji kekakuan Uji ini untuk mengetahui sifat ke-kakuan kemasan plastik. Bahan yang digunakan adalah lembaran plastik jenis polietilen, polipropi-len, dan vitafilm. Adapun alat utama yang digunakan untuk mengukur kekakuan adalah olsen type stiffness tester. Pengujian diawali dengan pema-sangan mesin penguji. Tempat-kan mesin penguji pada posisi

Page 276: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Fisik

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 264

datar air pasang jangka dengan mengendorkan span fixing screw. Atur posisi jangka dengan me-mutar span adjust knob, selan-jutnya tepatkan dengan menggu-nakan span fixing screw. Buat skala defleksi angular pada posisi bebas dengan mengendor-kan stopper. Atur batang kopling clutch pada posisi N dan nyalakan sumber listrik pada posisi ON. Simbol L, N dan R menunjukan arah perputaran jarum. L perputaran berlawanan arah jarum jam, N berarti netral, dan R berarti putaran searah jarum jam. Pengaturan keadaan nol dilaku-kan dengan prosedur sebagai be-rikut : Pasang pemberat (F1) pada

penggantung (weight hunger) dan atur keseimbangan be-ban de-ngan merubah balan-ce weight sehingga jarum penunjuk berada dalam posisi nol.

Tambahkan pemberat yang dikehendaki pada weight hu-nger dan pastikan jarum pe-nunjuk berada dalam posisi nol. Bila tidak maka lakukan tahapan berikut : a) Putar fine adjusment screw, pindahkan pemberat ke kanan atau kekiri hingga load scale pointer berada pada posisi nol; b) Pindahkan beban pemberat dari weight hunger dan atur balance weight sehingga load scale pointer berada pada

posisi nol; c) pasang pembe-rat beban sekali lagi untuk memastikan apakah load sca-le pointer tetap berada pada posisi nol. Bila tidak, ulangi prosedur di atas hingga load scale pointer berada dalam posisi nol.

Setelah alat penguji terpasang, selanjutnya lakukan : a) pemasa-ngan sampel kemasan yang akan diuji. Tempatkan sampel kemas-an pada penjepit (chuck); b) pada saat penempatan sampel yang akan dianalisis, jarum penunjuk angular deflection scale pointer diusahakan sedikit di atas angka 0 dari skala defleksi; c) pisahkan contoh yang dianalisis dari ujung specimen holder dengan memu-tar tombol handle (crank) searang dengan putaran jarum jam; d) tentukan beban dan pasang pada weight hunger. Pada saat itu beban F1 harus sudah terpasang pada weight hunger; e) Pada saat clutch digerakan kearah R, piringan akan berputar searah dengan arah perputaran jarum jam dan contoh akan mengalami pembengkokkan dengan sudut 90oC, patah, atau sudut pem-bengkokan telah tercapai; f) la-kukan pembacaan skala muatan setiap 3 – 30o dan setiap 10o hingga 90o. Pada umumnya nilai sudut pembengkokkan hingga 30o sudah dianggap cukup; g) lakukan perhitungan dengan menggunakan pesamaan seba-gai berikut :

Page 277: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Fisik

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 265

4S x M x (beban) E = ---------------------------- wd3 100 @ dimana : E = Kekakuan (lbs/inci2) w = lebar contoh yang dianalisis (inci) M = momen pendulum (lbs) @ = pembacaan skala sudut pembengkokan dikonversi- kan ke radian S = panjang contoh yang dijepit (inci) d = tebal contoh (inci) g. Uji Kekuatan Tensil Kemasan Uji kekuatan tensil kemasan dila-kukan dengan menggunakan mi-crocomputer tensile tester (Gambar 13.16). Bahan yang akan diuji berupa lembaran plas-tik PP, PE dan vita film serta kemasan kantong.

Gambar 13.16. Microcomputer tensile tester untuk menguji kekuatan tensil kemasan Sumber : http://www.indiabizclub.com/uploads05/31/Z/WEW-1000B46045897.jpg

Cara pengujian kekuatan tensil kemasan adalah sebagai berikut : a) potong kemasan yang akan diuji; b) pasang kemasan yang akan diuji; c) tentukan gaya yang akan diberikan; d) tekan tumbol start untuk mengaktifkan alat; e) tekan tombol sekali lagi untuk menjalankan alat yang berarti mulai pengujian; f) Catat pertam-bahan panjang kemasan dan gaya yang diberikan; g) hitung tensil strength kemasan menggu-nakan persamaan berikut ini : Pu TS = ---------------------- (kg/cm2) (L – Lo) x Ao TS = Tensile Strength Pu = Beban maksimal L = Panjang sampel akhir Lo = Panjang sampel awal Ao = Luas sampel awal h. Uji ketahanan gesek Ketahanan gesek kemasan dapat diukur dengan menggunakan alat westover type frictionometer (Gambar 13.17). Bahan kemas-an yang akan diukur berbentuk lembaran dan kantong.

Page 278: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Fisik

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 266

Gambar 13.17. Westover type frictionometer untuk mengukur gaya gesek kemasan

http://www.emcgrath.com/catalog/images/LAB/Testing/LBI060-2.jpg Adapun prosedur pengujian keta-hanan gesek kemasan adalah sebagai beriktu ; a) Bahan yang akan diuji gaya geseknya dipo-tong berbentuk lingkaran dengan diameter 10 cm. Bila akan dila-kukan pengujian sifat gesek an-tara dua sampel, sampel kedua dipotong dengan diameter 2 cm; b) pasang sampel pada roda montasi (mounting wheel) secara hati-hati. Hindari permukaan sampel yang akan diuji terkonta-minasi debu atau sidik jari; c) atur kendali pendulum, yaitu dibuat setimbang dengan bantuan pe-

ngatur beban; d) tentukan prose-dur yang akan digunakan, yaitu : Pengukuran koefisien gesek se-bagai fungsi kecepatan. Data kecepatan adalah 0.25, 0.5, 1.0, 2.0, dan 3.0 dan kembali lagi ke 0.25 m/dt. Jumlah angka yang tercatat dari nol dengan naik dan turunnya skala kecepatan adalah 9. Untuk mengurangi pemakaian sampel yang terlalu banyak, wak-tu pengujian dibatasi 1.5 menit. Pengukuran koefisien gesek se-bagai fungsi waktu. Pengujian prosedur ini untuk memperlihat-kan pengaruh waktu dan kece-patan terhadap koefisien gesek-an. e) Pilih satu kecepatan yang te-tap dan baca setiap interval 30 detik hingga skala pembacaan terlihat konstan (pada umumnya selama 5 menit). Jika maksud dari pengujian ini untuk uji per-bandingan, gunakan kecepatan standar 1.0 m/dt; f) Jalankan mesin dan bandingkan koefisien gesek antara sampel yang diuji i. Uji bakar Uji bakar (burning test) adalah uji yang dilakukan untuk menentu-kan jenis plastik kemasan ber-dasarkan sifat pembakarannya. Pengujian ini membutuhkan ba-han berupa plastik standar yang telah diketahui jenisnya dan lem-baran plastik sampel yang akan ditentukan jenisnya. Adapun per-alatan yang digunakan adalah lampu bunsen dan penjepit.

Page 279: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Fisik

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 267

Prosedur pengujian uji bakar adalah sebagai berikut : 1) dekat-kan lembaran plastik sam-pel ke nyala api. Perhatikan apakah plastik mengkerut, menggulung, meleleh atau membentuk butiran: 2) Bakar dan pisahkan dari api. Apakah lembaran plastik dapat terbakar sendiri? Apakah film cepat terbakar? 3) Perhatikan ketebalan dan warna apinya saat

terbakar; 4) Rasakan baunya (jangan terlalu banyak menghirup asapnya); 5) Bakar semua plastik standar dan tulis hasil pengama-tan selengkapnya; 6) Dengan membandingkan terhadap stan-dar, dapat ditentukan jenis lembaran plastik yang diuji; 7) Hasil pengamatan dicatat pada tabel 13.3 berikut :

Tabel 13.3. Rekapitulasi Hasil Uji Bakar Kemasan Macam lembaran plastik

Macam lembaran

Membantu pembakaran(ya / tidak)

Sifat Pembakaran

Plastik 1 Plastik 2 ... Plastik n Catatan :Sifat Pembakaran :

mengkerut membentuk bulatan sebelum terbakar mengkerut sangat cepat mudah / sulit terbakar tidak terbakar terbakar seperti kertas Terbakar dengan meneteskan bola api berasap

warna asap bau asap : manis, cuka, kertas, rambut parafin, tajam/menusuk tapi bukan bau parafin, sepat

menimbulkan sisa pembakaran dll j. Sifat barier plastik Sifat barier plastik diekspresikan sebagai permeabilitas, yaitu ke-cepatan suatu gas atau uap air melewati suatu unit permukaan dalam suatu unit waktu (Gambar 13.18).

Permeabilitas kemasan plastik di-pengaruhi oleh tekanan, luas per-mukaan kemasan, ketebalan ke-masan, konsentrasi gas, dan temperatur.

Page 280: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Fisik

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 268

Permeabilitas dapat dihitung ber-dasarkan persamaan : P = D x S Dimana P = adalah permeabilitas, yaitu

migrasi gas / uap air yang melewati kemasan;

D = adalah diffusivitas, yaitu kecepatan mol melewati kemasan, dan

S = adalah koefisien kelarutan, yaitu berapa mol melewati kemasan.

P1 P2 C1 C2 Gambar 13.18 Lingkungan luar yang memiliki tekanan dan konsentrasi gas lebih besar memungkinkan gas memasuki kemasan

k. Ketahanan sobek Uji ketahanan sobek adalah uji untuk mengetahui berapa gaya yang masih dapat diterima kema-san sesaat seblum kemasan tersebut sobek. Bahan yang di-butuhkan adalah kemasan lem-baran tipis dari plastik berbagai jenis kertas. Alat yang digunakan adalah Elmendorf type Tearing Tester (Gambar 13.19.)

Gambar 13. Elmendorf type Tearing Tester Prosedur pengujian ketahahan sobek adalah : a) Potong bahan yang akan diuji dengan ukuran 63 x 75 mm; b) pasang bahan yang akan diuji pada penjepit; c) turunkan pengungkit (grip atau lever) sehingga diperoleh posisi seolah-olah akan memotong sampel bagian bawah; d) gu-nakan tombol penggerak pisau

Lingkungan luar

Lingkungan dalam

Page 281: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Fisik

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 269

dan mekanisme stop sehingga pisau dan mekanisme stop akan bergerak ke kanan bawah dan akan memotong sampel tepat ditengah; e) Baca skala yang ditunjuk oleh jarum pointer stop.

l. Ketahanan lipat

Untuk mengetahui ketahanan li-pat dari beberapa kemasan ba-han pangan. Bahan yang digu-nakan berupa lembaran plastik PE, PP, dan pita film. Peralatan penentuan ketahanan lipat dari kemasan adalah kit pengujian ketahanan lipat :

1. Atur knob pada blok gir untuk menempatkan head pelipat (folding head) pada kedudu-kan tidak melipat.

2. Adapun prosedur pengujian adalah sebagai berikut : (a) potong lembaran plastik yang akan diuji dari berbagai arah dengan ukuran 15 x 110 mm.

3. Pasang beban yang akan digunakan pada plunger. Te-kan bagian atas plunger dan kunci dengan stopper, dan atur load indikator pada skala yang ditunjukkan oleh beban.

4. Jepit contoh dengan kuat dan usahakan kencang.

5. Usahakan jangan disentuh bagian yang akan terlipat.

6. Kendurkan stopper secara hati-hati agar perubahan te-gangan tidak mempengaruhi kedudukan sampel.

7. Jika terjadi perubahan skala pada penunjuk beban (load indikator), lakukan pengece-kan ulang pada sampel yang dijepit dengan tegangan yang sesuai.

8. Jika memungkinkan gunakan tegangan sekitar 1 kg, tetapi jika tidak memberikan hasil yang baik gunakan tegangan yang lebih kecil atau lebih besar.

9. Atur pencatat lipatan pada kondisi nol. Pelipatan diupa-yakan berlangsung dengan kecepatan normal sekitar 175 per menit hingga sampel patah.

13.1.3 Kemasan Kaleng dan Gelas

Penggunaan kaleng dan gelas sebagai kemasan bahan pangan sudah banyak ditemui, baik yang dikemas secara hermetis atau hanya sebatas sebagai wadah. Pengemasan dengan kaleng dan gelas memberikan masa simpan lebih lama, karena kemasan dapat memberikan perlindungan pada bahan pangan yang dike-masnya.

Teknologi pengalengan bahan pangan sudah diterapkan sejak abad XVIII. Kemasan kaleng dan gelas mampu memberikan ke-unggulan, antara lain mampu menciptakan kondisi kedap udara, lebih ringan dari gelas yang juga memiliki kemampuan menciptakan kondisi kedap

Page 282: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Fisik

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 270

udara, mudah dibentuk, dan tidak mudah pecah.

Saat ini, kemasan dari bahan kaleng sudah demikian maju. Beberapa jenis jenisnya kemasan kaleng antara lain tetrapack (kemasan dari karton berlapis aluminium yang dilakukan de-ngan sterilisasi), kantong alumi-nium, kaleng dengan berbagai ukuran dan bentuk.

Kemasan dari gelas juga sudah berkembang, baik dari segi bentuk dan bahan gelas. Sudah dikembangkan gelas yang bening untuk menampilkan bahan pa-ngan yang dikemas dan gelas yang buram atau berwarna untuk melindungi bahan pangan yang dikemas terhadap kerusakan yang disebabkan oleh pengaruh cahaya dari luar.

Proses sterilisasi pada kemasan kaleng dilakukan dengan pema-nasan pada suhu 121oC selama 20-40 menit. Lama dan tingginya suhu dalam proses sterilisasi tergantung dari jenis bahan yang dikemas. Pada pduk sayur dan buahan yang memiliki pH rendah, dibutuhkan waktu sterilisasi lebih singkat dan suhu lebih rendah. Setelah proses sterilisasi, harus segera dilakukan proses pen-dinginan cepat untuk mencegah tumbuhnya mikroba termofilik (tahan panas) di dalam kemasan.

Prinsip kemasan kaleng adalah menciptakan kondisi aseptik de-ngan membunuh semua mikroba merugikan, berupa mikroba peru-sak (menyebabkan kebusukan)

dan patogen (penyebab penyakit) dan menutupnya secara sem-purna sehingga bahan pangan di dalamnya tidak dapat kontak dengan udara, gas, uap air, atau mikroba.

Meskipun sudah dikemas secara baik, produk bahan pangan yang dikemas dengan kaleng juga dapat mengalami perubahan, baik karena pengolahan yang kurang sempurna, kurang tepat-nya suhu dan lama sterilisasi. Kerusakan bahan pangan yang dikemas dengan kaleng tidak dapat diketahui sebelum mem-buka kemasannya. Namun bebe-rapa indikator dapat digunakan untuk menentukan kondisi bahan pangan yang dikemas. Adapun indikator tersebut adalah : 1) flat sour kaleng tidak cembung, tetapi isinya sangat asam; 2) flipper , kaleng kelihatan normal, tetapi jika salah satu ujung ditekan, maka akan cembung ke arah yang berlawanan; 3) springer, salah satu ujung datar, sedang ujung lainnya cembung. Jika ditekan akan cembung ke arah berlawanan, dan 4). swell (cembung) yang dibedakan atas soft swell dan hard swell. Kaleng menjadi cembung karena adanya bakteri pembentukan gas.

Apabila anda hendak memilih bahan pangan yang dikemas dengan kaleng, beberapa saran berikut ini dapat menjadi bahan pertimbangan , yaitu : a) Pilih kaleng yang tidak bocor ada atau pengkaratan terutama di lipatan

Page 283: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Fisik

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 271

kaleng tutup atau sambungan kaleng; b) perhatikan tanggal kadaluarsanya; c) perhatikan tanda-tanda kerusakan kaleng; d) pilihlah ukuran kemasan yang sesuai untuk sekali pakai karena akan mengalami penurunan mu-tu. Bila tidak habis sekali makan, sisanya sebaiknya segera dipin-dahkan ke wadah lain dan sim-pan di lemari pendingin.

13.2. Tugas dan Latihan Pemahaman Untuk lebih memahami peran kemasan, sebaiknya Saudara memahami tugas dan latihan berikut ini :

1. Disamping keungulan yang dimiliki oleh kemasan plastik dan kertas, cobalah Saudar perhatikan di sekelilingnya, apa kerugian yang ditimbul-kan karena penggunaan kemasan plastik dan kertas. Jawaban Saudara disajikan dalam tabel yang memuat : jenis kemasan, keuntungan, kerugian, dan cara mengata-sinya.

2. Mengapa produk pangan yang dikemas harus dihabi-skan sekali pakai?

3. Mengapa sisa produk kaleng harus didinginkan dan tidak boleh berada dalam kemasan kaleng tetapi harus dipindah-kan ke wadah lain.

4. Apa keunggulan dan kele-mahan kemasan gelas de-ngan kemasan kaleng ?

Page 284: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Mikrobiologis

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 273

BAB XIV

ANALISIS MIKROBIOLOGIS Hampir di semua tempat dapat dijumpai mikroba, baik di udara , air, tanah maupun permukaan meja atau peralatan. Semuanya dapat berperan sebagai sumber kontaminasi eksternal bahan dan produk pangan. Di alam, populasi mikroba tidak memisahkan diri tetapi berada dalam campuran dengan berba-gai sel lainnya. Di laboratorium, populasi mikroba ini dapat dipi-sahkan menjadi kultur murni. Kultur ini mengandung hanya satu jenis organisme dan cocok untuk mempelajari sifat morfo-logis dan biokimianya.

Gambar 14.1. Berbagai jenis

mikroba yang diambil dari kulit ikan

14.1 Teknik kerja aseptis Kemampuan teknik seseorang bekerja secara aseptik selama pengambilan sampel maupun pe-ngujian mikrobiologis di lapangan dan di laboratorium sangat untuk menjaga integritas sampel berikut sumbernya serta memperolah data hasil uji mikrobiologis yang akurat. Peralatan laboratorium yang di-perlukan untuk bekerja secara aseptik antara lain : 1. Wadah yang steril untuk digu-

nakan sebagai tempat pe-nyimpanan contoh

2. Perlengkapan sebagai pendu-kung agar tercapai kondisi steril seperti bunsen, pisau steril, wadah pengangkut ber-pendingin, refrigerator, free-zer, es kering, tabung nitro-gen cair, anaerobic jar, inku-bator, penangas air, autoclaf, laminar flow, biohazard cabi-nets.

3. Peralatan untuk pemindahan sampel / media atau kultur cair antara lain medium cair steril, media padat steril siap pakai, media untuk kultur jaringan maupun media untuk sistem kultur kontinu.

Page 285: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Mikrobiologis

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 274

14.2 Menyiapkan peralatan dan media kultur mikroba

Tidak ada media tunggal yang hanya ditumbuhi oleh satu jenis mikroba. Setiap media dapat ditumbuhi oleh beberapa jenis mikroba. Makin spesifik suatu media, maka semakin sedikit jenis mikroba yang dapat tumbuh pada media tersebut, dengan demikian makin baik media tersebut untuk menetapkan jenis mikroba kontaminan. Namun karena tidak ada satu jenis media yang hanya dapat ditumbuhi oleh satu jenis mikroba, maka perlu menggunakan kombinasi bebe-rapa media. Bila menggunakan media seperti dianjurkan oleh Farmakope, pada umumnya sudah cukup untuk menetapkan jenis mikroba kontaminan patogen yang dipersyaratkan. Bila menggunakan beberapa media secara bersama dapat menimbulkan permasalahan, ka-rena jika kontaminan lebih dari satu jenis maka koloni pada media yang berbeda mungkin dari jenis berbeda. Dengan demikian media satu tidak mem-perkuat kesimpulan dari media yang lain. Disamping itu, peng-gunaan beberapa media secara bersama dapat menjadi pem-borosan. Untuk mengantisipasi hal ini da-pat dilakukan satu media pada tahap pertama dan dilanjutkan dengan media lain jika hasilnya meragukan. Akan tetapi yang

menjadi pertanyaan adalah me-dia yang mana harus digunakan lebih dahulu. Untuk menentukan media yang dipergunakan maka diperlukan analisa mengenai sifat mikroba yang diuji dan media yang digunakan (Tabel 14.1). Komponen yang terkandung pada media dan reaksi/respon yang terjadi bila suatu jenis mikroba tumbuh merupakan pe-ngetahuan yang sangat diper-lukan. Dari pengetahuan tersebut maka urutan media yang diguna-kan akan lebih mudah ditentukan dan hasilnya akan saling mem--perkuat untuk menetapkan jenis kontaminan tersebut. Namun dengan cara demikian walaupun dapat menghemat penggunaan media dan jenis kontaminan dapat ditetapkan dengan yang lebih baik tetapi memerlukan waktu pengujian lebih lama. 14.2.1 Penyiapan peralatan Peralatan utama yang perlu dipersiapkan dalam analisis bio-logis adalah tabung uji dan ca-wan petri, ose (loop ) dan jarum (needle), pipet, ruang kultur, sha-king waterbath, dan refrigerator. Tabung uji dan cawan petri digu-nakan untuk mengkultur mikroba. Tabung uji terbuat dari kaca, se-dangkan cawan petri terbuat dari kaca atau plastik. Media tumbuh yang ditambahkan ke tabung uji dapat berupa media kaldu atau agar, sedangkan pada

Page 286: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Mikrobiologis

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 275

cawan petri hanya berbentuk agar (Tabel 14.1). Kondisi steril dalam tabung kultur dipertahankan dengan berbagai tipe penutup. Tipe penutup yang pertama adalah cotton plug (Gambar 14.2.) yang dikembang-

kan oleh Schroeder dan von Dusch di abad ke-19. Pada saat ini banyak digunakan sleevelike cup yang terbuat dari logam atau plastik tahan panas (Gambar 14.3).

Tabel 14.1. Mikroba, media, dan karakteristik

Mikroba Media Karakteristik

Staphylococcus aureus

Mannitol salt agar (MSA)

Kuning dengan zona kuning

Vogel Johnson Agar (VGA)

Hitam dikelilingi zona kuning

Baird Parker Agar (BPA)

Hitam berkilau di kelilingi zona jernih

Pseudomonas aeruginosa

Cetrimide Agar Medium (CAM)

Kehijauan

Pseudomonas Agar Medium- deteksi fluoresin (PAM-p)

Kekuningan

Salmonella sp. Bismuth Sulfite Agar (BSA)

Hitam atau hijau

riliant Green Agar (BGA)

Hitam atau hijau Kecil, transparan, tidak berwarna atau merah muda hingga buram, dikelilingi zona merah muda

Xylose-Lysine-Desoxycho- late Agar Medium (XLD)

Merah, dengan atau tanpa pusat berwarna hitam

Eschericia coli Eosin Methylene Blue (L. EMB)

Koloni hitam dengan kilap logam

MacConkey Agar (MCA)

Merah bata, dikelilingi endapan empedu

Page 287: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Mikrobiologis

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 276

Cawan petri memiliki permukaan yang relatif labih luas untuk per-tumbuhan dan pengembangan mikroba dibandingkan dengan ta-bung uji. Cawan petri terdiri dari dua bagian. Bagian bawah ca-wan yang mengandung medium dan bagian atas cawan yang berfungsi sebagai penutup. Ca-wan petri dibuat dengan berbagai ukuran, sesuai kebutuhan pene-litian. Umumnya digunakan cawan petri dengan diameter 15 cm. Media agar cair steril dari agar deep tube sebanyak 15-20 ml ditu-angkan ke cawan yang telah disterilkan sebelumnya. Dapat juga medium cair steril yang dibuat dalam labu 250 atau 500 ml. Bila didinginkan hingga suhu 40 oC, medium tersebut akan membeku.

Gambar 14.2. Cotton plog

Gambar 14.3. Sleevelike cup Sumber : Cappuccino, 1987 Pada saat inkubasi, cawan petri harus disimpan dalam inkubator dengan posisi terbalik. Bagian tutupnya terletak di bagian ba-wah. Posisi demikian bertujuan untuk mencegah pengembunan pada permukaan tutup selama pembekuan media agar menetes ke permukaan media agar. Mikroba perlu dipindahkan dari satu tempat ke tempat lainnya, atau dari stock culture ke ber-bagai media untuk dipelihara atau dipelajari. Pemindahan tersebut disebut subculturing dan harus dilakukan dalam kondisi lingku-ngan steril untuk mencegah ke-mungkinan terjadinya kontamina-si. Pemindahan mikroba dapat dila-kukan dengan menggunakan ka-wat ose dan jarum (Gambar 14.4.). Keduanya terbuat dari ni-

Page 288: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Mikrobiologis

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 277

kel atau platina dan dimasuk-kan ke dalam logam yang berfungsi sebagai pegangan. Keduanya merupakan peralatan yang tahan dan mudah disterilisasi dengan membakarnya dalam bagian api yang biru dari api pembakaran Bunsen.

Gambar 14.4. Pemindahan mikroba

menggunakan ose Sumber : Cappuccino, 1987 Pemindahan mikroba secara ste-ril juga dapat dilakukan dengan menggunakan pipet. Pipet dapat berperan sebagai sedotan yang mengangkat cairan. Alat ini ter-buat dari kaca atau plastik. Pipet dapat disterilisasi dengan cara

memasukkan semuanya ke ka-nister atau masing-masing di-bungkus kertas coklat dan disteri-lisasi dalam otoklaf (autoclave) atau oven pengering panas. Mikroba yang telah dipindahkan perlu ditumbuhkan. Agar tumbuh baik, diperlukan ruangan kultur yang mampu mempertahankan kondisi suhu. Kebutuhan utama dalam kultur mikroba adalah me-ngupayakan mereka dapat tum-buh dalam temperatur optimum. Inkubator dapat digunakan untuk mempertahankan suhu optimum selama periode pertumbuhan mi-kroba. Inkubator mempunyai prinsip kerja seperti oven, dimana pengontrolan suhu dilakukan de-ngan menggunakan termostate. Dengan demikian, suhu dapat diubah sesuai kebutuhan mikroba yang spesifik. Sebagian besar inkubator meng-gunakan panas kering. Uap air disuplai dengan meletakkan ge-las Beaker berisi air dalam inku-bator selama periode pertumbu-han. Kondisi lembab mencegah terjadinya dehidrasi dari medium dan deangan demikian menghin-dari terjadinya kesalahan hasil penelitian. Shaking waterbath adalah alat yang digunakan untuk mengkultur mikroba. Alat ini dapat mema-naskan dan menggoyangkan. Keuntungan penggunaan alat ini adalah mempermudah dan me-

Page 289: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Mikrobiologis

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 278

nyeragamkan penyebaran panas ke wadah kultur. Gerakan meng-goyang (agitation) dapat mem-bantu meningkatkan proses aera-si sehingga mempercepat per-tumbuhan mikroba. Kerugian alat ini hanya dapat digunakan untuk mengkultur mikroba dalam satu medium kaldu. Refrigerator memiliki beragam fungsi dalam bidang biologi, diantaranya berperan memelihara dan menyimpan kultur stok dian-tara dua periode penanaman, menyimpan media steril untuk mencegah dehidrasi, dan berpe-ran sebagai gudang bagi larutan yang tidak tahan panas, antibio-tik, serum, dan reagen biokimia-wi. 14.2.2 Penyiapan media Untuk tumbuh dan berkembang, mikroba membutuhkan suplai nu-trisi yang memadai dan lingkung-an pertumbuhan yang sesuai. Di laboratorium, suplai nutrisi diberi-kan dalam bentuk media kultur yang mengandung senyawa se-derhana. Media kultur dapat berbentuk ca-ir, semi padat, dan padat. Media kultur berwujud cair tidak me-ngandung agar sebagai pengen-tal dan biasa disebut medium kal-du (broth medium). Penambahan agar menjadikan medium berben-tuk semi padat dan padat. Agar merupakan ekstrak rumput laut, yaitu karbohidrat yang dido-

minasi oleh galaktosa dan tidak mengandung nutrisi. Media pa-dat telah membutuhkan 1.5-1.8 % agar, sedangkan media semi pa-dat membutuhkan < 1% agar. Agar berperan sebagai agen pe-ngental yang baik. Agar mencair pada suhu 100oC dan mengental pada suhu 40 oC. Karena sifat ini, organisme dapat dikultur pada suhu 37.5 oC atau sedikit lebih tinggi tanpa khawatir mediumnya mencair. Media padat dapat disimpan dalam tabung reaksi, yang diikuti dengan pendinginan dan penge-rasan sehingga membentuk agar miring (agar slants) (Gambar 14.5.). Media ini digunakan untuk memelihara biakan murni untuk tujuan sub culturing. Dengan cara yang sama, pada saat mem-beku tidak dibuat miring tetapi te-gak sehingga menghasilkan agar deep tubes (Gambar 14.6.). Agar ini digunakan terutama untuk mempelajari kebutuhan mikroba akan gas. Agar dalam tabung reaksi dapat dicairkan dalam water bath mendidih dan dituang-kan ke cawan petri sehingga menghasilkan lempengan agar (agar plate)(Gambar 14.7.). Agar ini memiliki permukaan lebih luas untuk isolasi dan mempelajari mikroba.

Page 290: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Mikrobiologis

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 279

Gambar 14.5. Agar miring

Gambar 14.6. Agar deep tube

Gambar 14.7. Lempengan agar

pada cawan petri

14.2.3 Fungsi Media Media merupakan tempat yang baik untuk tumbuhnya mikroba, karena media memiliki nutrien yang dibutuhkan oleh mikroba untuk tumbuh dan berkembang. Media ada yang bersifat umum dan ada yang khusus. Media yang bersifat khusus untuk mem-bantu mengisolasi dan mengiden-tifikasi mikroba spesifik. Untuk tujuan khusus, media dapat diba-gi menjadi (a) selektif; (b) dife-rensial, (c) enrichment, dan (d) kombinasi media selektif dan di-ferensial. a. Media Selektif Media selektif dibuat dengan pe-nambahan senyawa kimia yang dapat menghambat satu kelom-pok mikroba yang lain namun memacu pertumbuhan mikroba yang diinginkan. Contoh berikut-nya dari Eropa adalah Columbia CNA. Agar yang mengandung antibiotik yang dapat mengham-bat pertumbuhan gram negatif, namun tidak terhadap bakteri gram positif (Gambar 14.8). b. Media Differensia Media differensi mengandung ba-han tambahan yang dapat me-nyebabkan perubahan warna me-dia apabila terjadi reaksi kimia tertentu. Media ini digunakan un-tuk membedakan bakteri berda-sarkan karakteristik biokimia. Pe-rubahan warna dalam koloni disebabkan oleh fermentasi bak-

Page 291: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Mikrobiologis

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 280

teri terhadap laktosa, dimana bila tidak berwarna menunjukan ada-nya enzim laktosa non fermenter. c. Media Diperkaya Media diperkaya mengandung aditif yang menghambat pertum-buhan dan membantu meningkat-kan pertumbuhan organisme ter-tentu d. Kombinasi media selektif

dan differrencial Kombinasi media selektif dan dif-ferensia memungkinkan meng-hambat pertumbuhan mikroba yang satu dengan pertumbuhan lainnya

Gambar 14.8. Berbagai Media

Selektif Sumber : Berbagai sumber 14.3 Inokulasi Inokulasi adalah teknik pemin-dahan mikroba dari satu media ke media lainnya secara subcul-ture. Bentuk subculture ada yang

menggunakan kaldu sebagai me-dia dan agar miring, tegak, atau lapisan. Inokulasi merupakan tek-nik yang penting dan banyak di-gunakan dalam penyiapan dan pemeliharaan kultur stok dan pro-sedur pengujian mikroba. Prosedur transfer kultur adalah sebagai berikut : 1. Jarum atau ose inokulasi ha-

rus selalu disterilisasi dengan menahannya di bagian terpa-nas dari api pembakar Bun-sen hingga kawat menjadi merah panas. Dalam keada-an panas, loop jangan pernah dimasukkan ke media berisi mikroba akan tetapi diperta-hankan dahulu di udara sela-ma 10-20 detik hingga mendi-ngin.

2. Tabung kultur stok dan ta-bung yang akan diinokulasi dipegang dalam telapak ta-ngan dan ditahan dengan jari jempol. Kedua tabung mem-bentuk huruf V. Kedua dibu-ka dengan mengambil tutup pertama dengan jari keling-king dan tutup kedua dengan jari tengah. Selama dibuka, kedua tutup harus tetap diper-tahankan di tangan yang se-dang memegang jarum atau ose steril.

3. Setelah tutup dilepas, leher tabung dilewatkan secara ce-pat melalui api.

4. Peralatan transfer yang sudah steril didinginkan lebih lanjut dengan menyentuhkannya ke dinding bagian dalam dari ta-

Page 292: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Mikrobiologis

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 281

bung kultur yang sudah steril sebelum mengambil sampel inokulum.

5. Tergantung media kultur, ja-rum atau ose digunakan un-tuk mengambil inokulum. Jarum ose umumnya diguna-kan untuk mengambil contoh kultur dari kultur kaldu (broth culture). Salah satu alat dapat digunakan untuk me-ngambil inokulum dari kultur agar miring (agar slant cul-ture) dengan menyentuh-kan secara hati-hati ke per-mukaan media padat di dae-rah yang terlihat ada pertum-buhan jadi jangan mencungkil agar. Jarum selalu digunakan bila memindahkan mikroba ke agar deep tube baik dalam bentuk kultur cair atau padat.

6. Ose atau jarum yang telah mengandung sel dimasukan ke tabung subculture. Dalam media kaldu, ose atau jarum digoyang secara perlahan untuk melepaskan mikroba; dalam medium agar miring (agar slant culture) keduanya menggambar tipis diatas per-mukaan yang telah mengental sebuah garis lurus atau zig-zag. Untuk inokulasi pada agar deep tube, jarum dima-sukkan ke dasar tabung de-ngan membentuk garis lurus dan secara cepat menggam-bar sepanjang garis lurus ter-sebut.

7. Setelah inokulasi, peralatan dikeluarkan, leher tabung di-panaskan kembali, dan tutup

dipasang kembali seperti se-mula.

8. Ose dan jarum dipanaskan kembali untuk membunuh mi-kroba yang ada.

14.3.1 Isolasi Koloni Diskret

dari Kultur campuran Teknik yang umum digunakan untuk mengisolasi koloni diskret didasari oleh kebutuhan akan or-ganisme tertentu. Dengan demi-kian mulai dikembangkan apa yang disebut kultur murni. Untuk membuat kultur murni dari kultur campuran harus dilakukan dua langkah utama, yaitu : 1) kultur campuran diencerkan sehingga mikroba secara individual menja-di terpisah cukup jauh pada per-mukaan lempeng agar, sehingga setelah masa inkubasi masing-masing koloni dapat dipisahkan dari lainnya. Lempeng agar se-perti ini disebut lempeng isolasi dan 2) mikroba yang sudah di-pisahkan dari lempeng isolasi selanjutnya dipindahkan ke me-dia steril lainnya. Setelah diinku-basi, semua organisme di media kultur yang baru akan tumbu ber-sama dengan jenisnya. Kultur ini dikenal sebagai kultur murni. 14.3.1.1. Metode streak-plate Metode streak-plate (lempeng go-res) adalah teknik menumbuhkan mikroba di dalam media agar dengan cara menggores (streak) permukaan agar dengan jarum ose yang telah diinokulasikan dengan kultur mikroba. Dengan teknik ini mikroba yang tumbuh

Page 293: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Mikrobiologis

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 282

akan tampak dalam jalur gores-an bekas dari streak jarum ose. Teknik isolasi mikroba ini dapat dianggap cepat secara kualitatif. Ini merupakan teknik pengencer-an penting yang melibatkan pe-nyebaran satu ose kultur ke per-mukaan lempengan agar. Ada beberapa cara untuk meng-goreskan mikroba ke media agar, diantaranya adalah penggoresan four way atau quadrant streak. Adapun cara kerja metode lem-peng gores adalah sebagai beri-kut : a) Tuang media agar cair ke da-

lam cawan petri, lalu biarkan hingga mengeras.

b) Bagi tiga bidang permukaan

atas cawan petri yang akan digores dengan spidol atau lainnya.

c) Bakar jarum ose dari bagian

pangkal dalam terus hingga ke bagian lup (ujung) sampai berpijar merah.

d) Panaskan bibir tabung reaksi

yang berisi kultur mikroba de-ngan cara memutar tabung sehingga semua bagian bibir tabung terkena api.

e) Segera masukkan jarum ose

ke dalam tabung reaksi untuk mengambil mikroba, lalu se-gera keluarkan. Usahakan ke-tika memasukkan jarum ose jangan sampai menyentuh dinding tabung dan selalu di-

lakukan dekat pembakar bun-sen.

f) Goreskan ke atas permukaan

agar dalam cawan petri se-cara perlahan-lahan. Usaha-kan jangan sampai agar han-cur atau tergores.

g) Letakkan ose yang telah beri-

si mikroba di atas permukaan agar pada daerah 1 hingga mikrobanya menempel pada permukaan agar.

h) Ose dibakar hingga berpijar

dan dinginkan. Letakkan ose pada lempengan agar dimana terdapat mikroba dan gosok-an secara cepat beberapa kali ke permukaan daerah 1.

i) Bakar kembali ose hingga

berpijar dan dinginkan. Putar cawan petri hingga membuat sudut 90o dengan daerah 1. Sentuhkan ose ke media kul-tur di daerah 1, dan gosokan beberapa kali ke media agar di daerah 2.

j) Bakar kembali ose dan di-

nginkan. Putar kembali ca-wan petri hingga membentuk sudut 90o dengan daerah 2. Ambil mikroba dari daerah 2 dan goreskan di daerah 3 dengan cara yang sama seperti di daerah 2 (Gambar 14.9).

Page 294: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Mikrobiologis

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 283

Gambar 14.9. Isolasi mikroba

dengan metode lempeng gores

Sumber : www.thesciencefair.com/Merch

ant2/merchant.mvc... k) Tanpa membakar kembali

ose, putar kembali cawan pe-tri hingga membuat sudut 90o dengan daerah 3. Ambil mikroba dari daerah 3 dan goreskan ke daerah 4 dengan membentuk garis yang lebar.

l) Bungkus cawan petri dengan kertas coklat, inkubasi dalam inkubator dan amati koloni yang terbentuk.

14.3.1.2 Teknik spread-plate Teknik spread-plate (lempeng sebar atau juga sering disebut spin plate) membutuhkan campuran mikroba yang dilarutkan terlebih dahulu. Selama inokulasi, sel akan disebar ke seluruh permukaan medium agar padat dengan steril.

Penyebaran mikroba dilakukan dengan menggunakan L-shaped bent rod dimana cawan petri diletakan pada ”lazy-susan” turntable sehingga dapat diputar hingga 360o (Gambar 14.10).

Gambar 14.10. Inokulasi

mikroba dengan metode lempeng sebar

Sumber : www.thesciencefair.com/Merchant2/merchant.mvc... Adapun tahapan inokulasi mikroba dengan metode lempeng sebar adalah ebagai berikut : a) Letakan bent glass rod ke

dalam gelas beaker dan tambahkan etil alkohol 96 % hingga menggenangi bagian bawah bent.

b) Dengan ose yang telah disterilkan, ambil satu ose penuh kultur mikroba dan letakan ke bagian pusat dari agar plate. Pasang kembali tutupnya.

c) Keluarkan glass rod dari

gelas beaker dan bakar di api pembakar Bunsen. Posisi bagian bent dari glass rod

Page 295: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Mikrobiologis

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 284

harus selalu di bagian bawah untuk mencegah alkohol yang terbakar mengalir ke tangan. Biarkan hingga alkohol yang terbakar mati semuanya.

d) Dinginkan rod selama 10-15

detik. Buka tutup cawan petri dan putar pada ”lazy-susan” turntable. Selama ”lazy-susan” turntable berputar, sentuhkan bent rod steril ke permukaan agar. Gerakan di-ulangi kembali sehingga kul-tur mikroba menjadi tersebar di permukaan media agar.

e) Bila gerakan berputar ”lazy-

susan turntable” telah ber-henti, letakkan kembali tutup cawan petri. Rendam rod da-lam alkohol dan bakar kem-bali.

Selain menggunakan L-shaped bent rod, teknik lempeng sebar juga dapat dikerjakan dengan menggunakan pipet dan metode swab. Adapun cara kerja lem-peng sebar menggunakan pipet adalah sebagai berikut : a) Tuang media agar cair ke

dalam cawan petri, lalu biarkan hingga mengeras.

b) Pipet beberapa ml kultur mikroba dan campurkan ke dalam beberapa ml aquades sesuai dengan pengenceran yang dikehendaki.

c) Aduk campuran hingga me-rata dengan cara memutar

tabung reaksi pada telapak tangan selama beberapa kali.

d) Pipet larutan pengenceran

tadi sebanyak + 1 ml ke dalam cawan petri.

e) Putar cawan petri secara

perlahan-lahan di atas meja untuk meratakan larutan dilusi tadi di atas permukaan media agar.

f) Lakukan proses inkubasi dan

amati pertumbuhan koloni mikroba.

Adapun cara kerja lempeng sebar menggunakan metode swab (usap) adalah sebagai berikut : a. Tuang media agar cair ke

dalam cawan petri, lalu biarkan hingga mengeras.

b. Pipet beberapa ml kultur

mikroba dan kemudian cam-purkan ke dalam beberapa ml aquades sesuai dengan dilusi yang dikehendaki.

c. Aduk hingga merata dengan

cara memutar tabung reaksi dengan telapak tangan selaa beberapa kali.

d. Masukkan swab stick (tangkai

apus) steril ke dalam tabung reaksi hingga bagian kapas-nya tenggelam di dalam la-rutan dilusi. Usahkan mema-sukkan tangkai apus jangan

Page 296: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Mikrobiologis

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 285

sampai menyentuh dinding tabung reaksi.

e. Apus ke atas permukaan agar

dengan perlahan-lahan seca-ra merata. Ingat, usahakan jangan sampai agar hancur atau tergores.

f. Lakukan proses iInkubasi dan

amati pertumbuhan koloni mikroba.

14.3.1.3 Teknik Pour Plate Teknik pour-plate (lempeng tu-ang) adalah teknik inokulasi mi-kroba di dalam media agar de-ngan cara mencampurkan media agar yang masih cair dengan kultur mikroba. Teknik lempeng tuang biasa digunakan pada uji TPC (Total Plate Count). Kelebihan teknik ini adalah mikroba yang tumbuh dapat tersebar merata pada media agar. Adapun tahan kerja teknik lem-peng tuang adalah sebagai beri-kut : a) Pipet beberapa ml kultur mik-

roba dan campurkan dengan beberapa ml aquades sesuai dengan pengenceran yang di-kehendaki.

b) Aduk hingga merata dengan

cara memutar tabung reaksi menggunakan kedua telapak tangan selama beberapa kali.

c) Pipet larutan tersebut seba-nyak + 1 ml ke dalam cawan petri.

d) Tuang media agar yang ma-

sih cair (suhu + 50oC) ke dalam cawan petri tersebut (Gambar 14.11).

e) Putar cawan petri secara per-

lahan-lahan di atas meja horizontal untuk mengaduk campuran media agar dengan kultur mikroba.

f) Lakukan proses inkubasi dan

amati pertumbuhan koloni bakteri.

Page 297: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Organoleptik

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 301

BAB XV ANALISIS ORGANOLEPTIK

Setelah mengulas analisis fisik, kimiawi, dan biologis, metode terakhir yang dapat digunakan untuk menentukan mutu bahan pangan adalah analisis organo-leptik. Pada prinsipnya analisis organoleptik menggunakan pan-ca indera sebagai alat untuk mengukur mutu. Oleh karenanya analisis organoleptik sering di-katakan bersifat subyektif. Saat ini analisis organoleptik sudah di-gunakan secara luas pada ber-bagai industri, termasuk industri bahan pangan. Seperti analisis secara fisik, kimiawi, dan biologis, analisis organoleptik memiliki kekhasan dan keunggulan yang tidak dimiliki oleh analisis yang lain. Adapun keuntungan analisis organoleptik antara lain : (1) dapat mengukur tingkat kesukaan terhadap suatu produk. Hanya analisis organoleptik yang dapat menjelaskan mengapa konsumen lebih menyukai roti keju keluaran pabrik A dibandingkan keluaran pabrik lainnya; (2) dapat mem-bantu konsumen untuk menen-tukan pilihan terhadap suatu produk. Semua produk dibuat dengan mutu terbaik, hanya ana-lisis organoleptik yang dapat menjelaskan mengapa konsumen tidak jadi membeli bahan pangan yang satu tetapi memilih yang lain; (3) dalam keadaan dimana

alat uji lain terbatas, analisis organoletik dapat digunakan untuk menentukan mutu. Pem-beli tidak mungkin membawa peralatan untuk analisis fisik, ki-mia, dan biologis ke pasar, namun ia masih dapat meng-gunakan peralatan analisis orga-noleptik untuk menentukan mutu bahan pangan (4) hasil analisis organoleptik dapat diperoleh jauh lebih cepat dibandingkan dengan hasil pengujian lainnya. Analisis organoleptik cocok untuk diguna-kan pada produk-produk yang mudah mengalami kebusukan. Penentuan mutu ikan yang akan dibeli dari nelayan harus dila-kukan dengan cepat karena ikan bersifat mudah busuk (highly perishable ). Bila menggunakan analisis sebelumnya, dibutuhkan waktu lebih lama dan peralatan lebih banyak. 15.1. Berpartisipasi dalam

analisis organoleptik Setelah berhasil ditetapkan nilai (skor) yang menunjukkan karak-ter, analisis organoleptik banyak digunakan. Hasil analisisnya mampu memberi jawaban yang tidak dapat diberikan oleh metode analisis lainnya. 15.1.1 Persiapan pelaksanaan

uji organoleptik Ada beberapa tahapan yang harus dilakukan sebelum melak-

Page 298: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Organoleptik

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 302

sanakan analisis organoleptik, yaitu : 15.1.1.1 Penentuan prosedur

dan metode pengujian Dalam suatu penelitian, prosedur dan metode penelitian merupa-kan dua hal yang benar-benar sudah difikirkan jauh sebelum rencana penelitian dibuat. Tanpa keduanya, penelitian sering men-jadi sulit untuk dilaksanakan. Penelitian yang menggunakan analisis organoleptik sebagai alat uji melibatkan keberadaan pane-lis dalam prosedur pengambilan datanya. Jumlah panelis yang dilibatkan dalam penelitian dipe-ngaruhi oleh kemampuan panelis. Bila menggunakan panelis de-ngan tingkat keahlian tinggi, diperlukan jumlah panelis lebih sedikit dibandingkan bila meng-gunakan panelis dengan kemam-puan lebih rendah. Pengambilan data penelitian un-tuk menggunakan analisis orga-noleptik dilakukan dengan meng-gunakan lembar penilaian (score sheet) dan teknik penyajian sam-pel. Jumlah sampel yang disajikan ke-pada panelis sebaiknya tidak ter-lalu banyak karena akan mem-pengaruhi kualitas hasil peng-ujian. Selain jumlahnya, sampel yang disajikan juga harus diberi kode yang terdiri dari 3 angka atau huruf.

Data yang diperoleh dari hasil uji organoleptik dianalisis dengan menggunakan metode statistik non parametrik.

15.1.1.2 Penentuan kriteria pengujian

Kriteria pengujian yang akan diterapkan disesuaikan dengan tujuan penelitian. Penelitian yang menggunakan analisis organo-leptik memiliki dua tujuan, yaitu : (a) penelitian bertujuan untuk mengetahui penerimaan panelis terhadap produk yang diuji, maka dilakukan uji hedonik (kesukaan); dan (b) penelitian yang bertujuan hendak mengetahui karakteristik produk yang diuji, maka diguna-kan uji skoring. 15.1.1.3 Penyiapan lembar

penilaian Pelaksanaan analisis organo-leptik memerlukan lembar penilai-an (score sheet) yang akan digu-nakan oleh panelis untuk menen-tukan mutu bahan pangan. Lem-bar penilaian bersifat spesifik ter-gantung dari bahan pangan. Dengan lain perkataan, lembar penilaian untuk roti keju berbeda dengan lembar penilaian untuk roti pisang. Dalam kondisi di-mana tidak ada lembar penilaian yang spesifik untuk roti keju, dapat digunakan lembar penilaian roti pisang sebagai lembar pe-nilaian untuk roti keju setelah dilakukan revisi.

Page 299: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Organoleptik

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 303

Skala yang digunakan pada lem-bar penilaian tergantung dari ting-kat keahlian panelis yang terlibat. Untuk panelis ahli dapat meng-gunakan lembar penilaian de-ngan kisaran skala penilaian 1-9, namun bagi panelis tingkat ke-ahlian lebih rendah dapat meng-gunakan kisaran skala penilaian 1-3 atau 1-5. 15.1.1.4 Penjelasan instruksi

pengujian Untuk memberikan hasil analisis yang memuaskan, panelis yang akan melaksanakan analisis or-ganoleptik harus diberi penje-lasan mengenai prosedur pengu-jian. Prosedur pengujian yang perlu dijelaskan antara lain adalah tujuan penelitian, karak-teristik bahan pangan yang akan diuji, dan faktor fisiologis. Demikian pula dengan karakter-istik sampel yang akan diujikan. Apabila karakteristik bahan uji tidak dijelaskan lebih dahulu kepada panelis akan menim-bulkan kesalahan hasil penelitian. Sebagai contoh, panelis tidak terlatih akan menilai bekasem sebagai produk yang sudah busuk karena mulai tercium bau alkohol. Informasi mengenai jumlah dan jenis bahan pangan yang akan diuji dianalisis sangat penting. Informasi tersebut akan mening-katkan kesiapan panelis dalam melakukan pengujian.

Kualitas hasil analisis organo-leptik terhadap bahan pangan dapat dipengaruhi oleh faktor fisiologis, faktor psikologis dan faktor lingkungan dari panelis. Faktor fisiologis yang dapat mempengaruhi panelis adalah gangguan kesehatan dan fungsi hormonal. Oleh karenanya pane-lis yang sedang sakit atau pema-rah sebaiknya tidak diikutser-takan dalam analisis organo-leptik. Faktor psikologis yang berpotensi mempengaruhi hasil analisis organoleptik antara lain lelah, jenuh, capek, stress dan sebagai-nya. Faktor ini akan berpengaruh terhadap hasil analisis, sehingga panelis yang mengalami gang-guan psikologis sebaiknya tidak melibatkan diri dalam analisis organoleptik. Waktu pelaksanaan uji organo-leptik berkisar antara pukul 10-12, dimana panelis dalam keadaan tidak kenyang maupun lapar. Kondisi kenyang atau lapar akan menyebabkan hasil pengujian tidak maksimal. Kon-disi ini menjadi lebih parah apa-bila jumlah sampel yang diuji cukup banyak. Faktor lingkungan berpengaruh besar terhadap hasil uji organo-leptik. Dalam upaya untuk me-ngurangi pengaruh dari ling-kungan, maka uji organoleptik sebaiknya dilakukan dalam kon-disi lingkungan yang sesuai.

Page 300: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Organoleptik

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 304

Sebagai contoh pengujian mi-numan kopi hangat jangan dila-kukan di ruang ber-AC. 15.1.2 Pelaksanaan uji

organoleptik Uji organoleptik dilaksanakan sesuai prosedur yang telah ditetapkan. Sampel yang akan diuji disiapkan sesuai dengan rencana, panelis ditentukan ber-dasarkan prosedur, dan kriteria yang akan diukur juga harus sudah ditetapkan. Data mengenai hasil penelitian dicatat dalam buku data dan dilaporkan segera kepada pe-nanggungjawab. Lembar data hasil uji yang dilaksanakan oleh panelis diserahkan kepada pe-tugas yang berwenang. 15.2 Penyiapan dan penyajian

sampel 15.2.1 Penyiapan sampel

acuan Penyiapan sampel untuk uji or-ganoleptik diawali dengan peng-ambilan cuplikan atau contoh. Adapun yang dimaksud dengan cuplikan atau contoh adalah bagian dari populasi dan dapat mewakili karakteristik populasi tersebut. Prosedur pengambilan contoh sudah dijelaskan pada bab X dalam buku ini. Dalam penyiapan sampel perlu dihindari adanya perlakuan yang secara sengaja atau tidak se-ngaja telah menyebabkan peru-

bahan sampel. Sebagai contoh, hindari penyimpanan susu dari produk sabun atau lainnya yang memiliki aroma tajam karena akan menyebabkan aroma susu yang segar berubah menjadi aroma sabun. Semua aktivitas penyiapan sampel diupayakan tidak merubah sifat sampel. Aktivitas yang dilakukan dalam penyiapan sampel disesuaikan dengan dari analisis organoleptik yang digunakan. Sebagai con-toh, bila akan menguji kesukaan panelis terhadap kerupuk udang maka sampel kerupuk yang disiapkan harus digoreng terlebih dahulu. Namun bila hendak me-nguji perbedaan antara dua sampel, maka proses penyiapan sampel tidak perlu ada perlakuan yang akan merubah cita rasa, seperti penggorengan atau pe-nambahan bumbu. Zat pembawa (sample carrier) adalah zat yang digunakan dalam pengujian organoleptik. Zat pem-bawa digunakan pada sampel yang memiliki karakteristik in-tensitas tinggi. Misalnya untuk menguji sampel sambel yang memiliki intensitas rasa yang tinggi perlu dilakukan pengen-ceran dengan air sehingga mu-dah dilakukan pengujian. Dalam pengujian demikian, peranan air adalah sebagai zat pembawa (sample carrier). Sampel acuan (sample refere-nce) adalah sampel yang diguna-

Page 301: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Organoleptik

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 305

kan sebagai standar atau pem-banding. Sampel acuan dapat berupa bahan pangan yang tidak diberi perlakuan atau produk se-jenis yang sudah beredar di pa-sar. Pemilihan sampel acuan tergantung pertimbangan peneliti. Tidak selalu semua parameter dari sampel acuan digunakan sebagai patokan untuk menguji sampel uji. Penentuan parameter sampel acuan yang akan diban-dingkan dengan parameter sam-pel uji dilakukan oleh peneliti. Setelah parameter sampel acuan yang akan dibandingkan berhasil ditentukan, langkah selanjutnya adalah menentukan analisis yang akan digunakan untuk dapat membandingkan karakteristik an-tara sampel acuan dan sampel uji. 15.2.2 Penyajian sampel uji Penampilan sampel diyakini akan berpengaruh terhadap hasil pe-ngujian. Sampel sebaiknya disa-jikan sedemikian rupa sehingga panelis benar-benar menilai sam-pel tersebut berdasarkan sifat yang terkandung dalam sampel tersebut. Sampel juga harus disajikan secara seragam, kecuali sifat-sifat yang sedang dinilai. Keseragaman penyajian sampel dapat meliputi jumlah, wadah, sa-rana pengujian, dan suhu sam-pel. Beberapa hal yang perlu diper-hatikan dalam penyajian sampel,

yaitu : (a) ukuran sampel. Sampel sebaiknya disajikan da-lam jumlah memadai. Meskipun memiliki cadangan banyak, tidak dibenarkan menyajikan sampel terlalu banyak. Untuk respon spontan, ukuran sampel cukup 100 g karena hanya melakukan sekali penilaian. Jumlah sampel berupa cairan sekitar 16 ml, se-dangkan berupa zat padat sekitar 28 g. Apabila sampel harus dicicipi, maka jumlah yang di-sajikan menjadi dua kali lebih banyak daripada jumlah di atas; (b) suhu sampel. Sampel umum-nya disajikan pada suhu kamar agar panelis dapat membeda-kannya secara optimum. Namun produk minuman dingin dapat disajikan pada suhu tidak boleh lebih rendah dari 45oF, sedang-kan makanan panas disajikan pada suhu tidak lebih dari 170oF; (c) kenampakan. Sampel harus disajikan secara seragam. Seba-gai contoh, bila akan diuji citara-sanya maka bentuk, ukuran atau warna dari sampel diusahakan seragam. Upaya penyeragaman sampel dapat dilakukan dengan pengaturan intensitas cahaya, warna cahaya, atau penggunaan pewarna. Pada prinsipnya perlu masking, yaitu mengusahakan perbedaan atribut antar sampel sesedikit mungkin; (d) cara pe-nyajian. Apabila jumlah sampel yang diuji dua atau lebih, maka penyajian sampel dapat dilaku-kan secara bertahap atau seren-tak. Dalam penyajian secara ber-tahap, perlu diperhatikan urutan

Page 302: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Organoleptik

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 306

penyajian dan berapa kali disaji-kan. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah atau meminimalkan kesalahan yang disebabkan oleh waktu (time error), pengaruh kontras (contrast effect), atau pengaruh konvergensi (conver-gence effect). Dalam penyajian sampel secara serentak perlu dihindari terjadinya kesalahan posisi (position error) dengan mengatur posisi sampel secara acak; (e) jumlah sampel. Jumlah sampel yang disajikan dapat mempengaruhi sensitivitas dan motivasi panelis karena kejenuh-an dan kekelahan. Panelis ahli mampu menganalisis sampel lebih banyak; sedangkan bagi panelis semi terlatih atau lebih rendah lagi hanya mampu beberapa sampel uji saja; (f) pemberian kode sampel. Untuk menghilangkan bias dalam peng-ujian organoleptik, sampel uji harus diberi kode berupa kom-binasi tiga angka, misalnya 135, 513, 315, 351, 153 dan seterusnya. Kode dimaksudkan untuk mengurangi kecenderu-ngan panelis terhadap sampel. Sebagai contoh, perlakuan peni-ngkatan konsentrasi gula ter-hadap tingkat kesukaan penelis pada kembang gula. Kode sam-pel yang diberikan adalah 123, 124, 125, 126, 127. Berdasarkan kode sampel tersebut, panelis akan menduga sampel 123 adalah perlakuan dengan kon-sentrasi gula paling kecil, sedangkan sampel 127 adalah

perlakuan konsentrasi gula paling tinggi. Dalam pembuatan kode untuk sampel uji dapat menggunakan tabel bilangan acak (random) sebagai alat bantu; (g) sarana / alat. Sarana yang digunakan untuk menyajikan sampel harus memiliki ukuran dan warna yang sama. Sarana atau alat yang digunakan harus bersih sehingga tidak menyebabkan gangguan rasa atau bau pada sampel yang diuji; (h) kuisioner. Kuisioner yang diberikan kepada panelis terbagi tiga bagian, yaitu bagian informasi yang berisi informasi panelis dan waktu pengujian, bagian instruksi yang berupa tugas dan cara melakukan uji organoleptik, dan bagian respon yang harus diisi oleh panelis sebagai tanggapan atas sampel yang dinilai. Kuisioner harus ringkas dan komunikatif, agar perhatian panelis tidak terganggu karena harus membaca kusioner yang terlalu rinci dan mengisi kuisioner yang terlalu sulit. Sampel uji dan kuisioner disaji-kan kepada panelis. Penyajian sampel harus dilakukan di tempat yang kondisinya seragam untuk mencegah pengaruh lingkungan terhadap penilaian panelis. Setelah sampel acuan ditetap-kan, maka langkah selanjutnya adalah menyiapkan sampel uji beserta lembar penilaiannya. Lembar penilaian berisi informasi

Page 303: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Organoleptik

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 307

mengenai parameter organo-leptik yang akan diukur dari sam-pel uji. Jumlah sampel yang harus disediakan tergantung dari jumlah panelis yang akan menguji. Jumlah sampel uji yang perlu disediakan untuk panelis dengan katagori ahli cukup 2-3 sampel; untuk panelis dengan kategori semi terlatih harus disediakan 15-30 sampel; sedangkan untuk panelis umum perlu disediakan lebih banyak lagi. Pengujian karakteristik rasa dila-kukan dengan menggunakan li-dah. Rasa yang melekat pada lidah akan mengganggu peng-ujian sampel berikutnya. Untuk mengeliminir gangguan tersebut harus disediakan penetral indera pencicip. Bahan yang dapat di-gunakan sebagai penetral indera pencicip adalah air. 15.2.3 Penerapan prosedur

keamanan pangan dalam penyiapan dan penyajian sampel

Untuk mencegah terjadinya hal yang tidak diinginkan, maka pelaksanaan analisis organoleptik harus dilaksanakan berdasarkan prosedur yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, sampel yang akan diberikan kepada panelis harus sudah diketahui karakter fisik, kimia, dan mikrobiologisnya. Apabila ada karakter yang mem-bahayakan perlu diambil langkah pengamanannya.

Deteksi terhadap karakter fisik, kimia, dan mikrobiologis dari sampel harus dideteksi dari awal pembuatan sampai disajikan ke-pada panelis. Deteksi juga meli-puti berapa dosis yang aman untuk disajikan kepada panelis dan efek samping yang ditim-bulkan juga apabila meng-konsumsi sampel tersebut. Efek samping berupa alergi dan into-leran harus sudah diketahui pula, sehingga bagi panelis yang ren-tan sebaiknya tidak diikut serta-kan dalam pengujian. 15.3. Pemilihan dan penyiapan

panelis Panelis merupakan komponen utama dalam analisis organo-leptik. Penggunaan panelis seca-ra benar akan memberikan hasil analisis yang baik. Semua orang dapat menjadi panelis. Namun kemampuan se-tiap orang untuk menjadi panelis berbeda. Panelis dapat dikelom-pokkan menjadi panelis ahli, semi terlatih atau tidak terlatih. Namun Muhandri dan Kadarisman (2006) telah membagi panelis ke dalam tujuh kelompok, yaitu : (a) panel perorangan, yaitu panelis yang sangat ahli dan memiliki ke-pekaan tinggi yang diperoleh karena bakat atau pelatihan-pelatihan intensif. Untuk menguji secara oraganoleptik dan meng-ambil keputusan cukup meng-gunakan seorang panel perora-ngan; (b) panel terbatas, yaitu

Page 304: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Organoleptik

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 308

panelis yang memiliki kepekaan tinggi dan mengenal dengan baik faktor-faktor dalam penilaian organoleptik. Jumlah panel ter-batas yang dibutuhkan untuk mengambil keputusan dalam uji organoleptik adalah 3-5 orang; (c) panel terlatih, yaitu panelis yang memiliki kepekaan cukup baik. Untuk menjadi panel terlatih ha-rus melalui seleksi dan pelatihan. Panel terlatih dapat menilai beberapa karakteristik bahan uji namun tidak spesifik, sehingga perlu melibatkan 15-25 orang dalam pengujian organoleptik dan keputusan diambil melalui analisis statistik; (d) panel agak terlatih, adalah panelis yang dipilih dari kalangan terbatas berdasarkan pengujian terhadap tingkat kepekaannya. Sebelum pelaksanaan, panelis ini dilatih terlebih dahulu untuk mengetahui sifat sensori tertentu. Jumlah yang dibutuhkan untuk melaksa-nakan pengujian organoleptik adalah 15-25 orang dan keputus-an diambil berdasarkan hasil analisis statistik. Data hasil pe-ngujian yang menyimpang boleh tidak diikut sertakan dalam analisis statistik; (e) panel tidak terlatih, adalah panelis yang dipilih berdasarkan janis kelamin, umur, tingkat sosial, suku dan sebagainya. Panelis ini hanya dapat dilibatkan untuk menguji sifat sensori yang sangat seder-hana, misalnya uji kesukaan terhadap suatu produk. Jumlah panelis yang dibutuhkan untuk melaksanakan pengujian organo-

leptik adalah 25 orang, dengan perbandingan pria : wanita mendekati 1 : 1; (f) panel konsumen, yaitu panelis yang sangat umum dimana pemilih-annya hanya didasarkan pada daerah geografis atau kelompok tertentu. Jumlah yang dibutuh-kan untuk pengujian organoleptik adalah 30-100 orang, bahkan bisa lebih; (g) panel anak-anak, yaitu panelis yang berusia 3-10 tahun. Panelis ini digunakan un-tuk menguji tingkat kesukaan terhadap produk yang memang ditujukan untuk anak-anak, misal-nya permen atau es krim. Perbedaan kemampuan inilah yang menyebabkan perbedaan jumlah panelis yang digunakan. Sebagai contoh untuk menge-tahui penerimaan masyarakat ter-hadap sosis ikan diperlukan riset pasar yang melibatkan panelis biasa dalam jumlah besar (>100 orang). Dengan penggunaan pa-nelis semi terlatih, jumlah panelis yang digunakan berkisar 15 – 30 orang; sedangkan penggunaan panelis terlatih hanya membutuh-kan 2 - 3 orang. Untuk mendapatkan panelis yang diinginkan maka perlu dilakukan pemilihan panelis berdasarkan pada kriteria dan persyaratan tertentu. Dengan demikian akan diperoleh panelis yang memiliki kemampuan sesuai dengan kebutuhan analisis organoleptik yang akan dilakukan. Kriteria panelis yang dibutuhkan untuk

Page 305: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Organoleptik

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 309

analisis organoleptik tergantung dari bahan pangan yang akan dianalisis. Panelis ahli memiliki kemampuan menguji bahan uji secara terbatas, namun tingkat keakuratannya tinggi. Makin rendah kemampuan panelis ma-kin banyak informasi tentang bahan uji yang harus diberikan sebelum memulai pelaksanaan uji organoleptik. 15.3.1 Pembuatan dan

penggunaan kuisioner untuk penyeleksian awal potensi panelis

Kuisioner merupakan alat bantu yang dapat digunakan dalam pemilihan panelis. Kuisioner di-susun berdasarkan bahan pa-ngan yang akan dianalisis dan kriteria panelis yang diharapkan. Dalam pembuatan kuisioner se-baiknya menggunakan panduan atau buku mengenai pembuatan kuisioner. Proses seleksi penentuan panelis dilakukan dua tahap, yaitu tahap pertama untuk menentukan kan-didat panelis, dan tahap kedua untuk menentukan panelis. Kan-didat panelis yang dipilih pada tahap awal hanya didasarkan pada hasil wawancara atau pengisian kuisioner mengenai beberapa kriteria, diantaranya jenis kelamin, status sosial, status ekonomi, umur, tingkat pendidikan, apakah menyukai bahan pangan yang akan diujikan, apakah tidak alergi

terhadap bahan pangan yang akan diujikan, apakah memiliki kebiasaan merokok, dan lain sebagainya. Dari hasil seleksi tahap pertama ini dapat diperoleh informasi me-ngenai kualifikasi kandidat pa-nelis. Informasi tersebut berupa kandidat panelis yang : (a) me-miliki potensi baik sebagai panelis; (b) tidak berpotensi; dan (c) siap untuk seleksi tahap kedua. Setelah diketahui kandidat pane-lis yang memenuhi persyaratan, selanjutnya orang-orang tersebut dihubungi kembali. Tujuannya adalah untuk meminta kesediaan mengikuti seleksi tahap kedua yaitu untuk menentukan kemam-puan kandidat panelis sebagai panelis. 15.3.2 Menetapkan

kemampuan panelis untuk membedakan karakteristik organoleptik yang dituju

Panelis yang telah lulus dalam seleksi tahap pertama selanjut-nya diseleksi kembali untuk mengetahui tingkat kepekaannya sebagai panelis. Dalam hal ini diutamakan kepekaannya terha-dap bahan pangan yang akan diujikan. Hal ini didasarkan per-timbangan bahwa untuk menda-patkan hasil analisis organoleptik yang baik, diperlukan panelis dengan kepekaan cukup tinggi

Page 306: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Organoleptik

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 310

terhadap karakteristik organolep-tik dari bahan pangan yang akan diujikan. Oleh karena itu, untuk mendapatkan panelis demikian, perlu dilakukan seleksi lebih lanjut terhadap kandidat panelis yang telah lolos berdasarkan seleksi tahap pertama. Secara garis besarnya, pengujian kepekaan panelis didasarkan ke-mampuan penelis dalam meng-identifikasikan karakteristik bahan pangan yang akan diujikan. Caranya adalah dengan mem-berikan sejumlah sampel yang telah diketahui karakternya ke-pada panelis. Selanjutnya panelis akan menilai sampel ter-sebut. Dari hasil yang diperoleh, dapat diketahui panelis mana yang memiliki kepekaan lebih baik terhadap sampel yang disajikan. Panelis yang tidak memiliki kepekaan dinyatakan tidak memenuhi syarat untuk dilibatkan dalam analisis organo-leptik. Ada beberapa metode pengujian kepekaan panelis, yaitu : a. Pengujian nilai ambang batas

rasa manis (Threshold test) Kepada kandidat panelis di-berikan satu seri sampel laru-tan gula dengan konsentrasi berkisar 0% sampai 1%. Selanjutnya kandidat panelis dipersilahkan menentukan sampel mana yang masih terasa manis. Dari hasil penelitian diketahui kandidat panelis mana yang memiliki kepekaan lebih baik.

b. Uji triangle Setiap kandidat panelis dibe-rikan sepasang sampel untuk diamati. Pengamatan diulang sebanyak 10 kali dalam waktu yang berbeda. Hasil yang diperoleh dari semua kandidat panelis kemudian diranking. Bila persentase jawaban yang benar mencapai minimal 60 %, berarti kandidat tersebut memenuhi syarat untuk me-ngikuti tahap selanjutnya.

c. Range Methode Pada pengujian dengan range methode, kandidat panelis di-berikan satu seri sampel yang bervariasi. Kemampuan memberikan penilaian secara benar terhadap sampel meru-pakan petunjuk kepekaan kandidat panelis.

Kemampuan panelis untuk mem-bedakan karakteristik organo-leptik suatu bahan pangan akan dapat diketahui berdasarkan hasil tes kemampuan sebagai panelis. Penetapan karakteristik organo-leptik utama yang dimiliki oleh bahan pangan merupakan tahap-an penting dalam analisis organo-leptik. Tahapan ini akan membe-rikan informasi penting kepada panelis mengenai karakteristik apa dari bahan pangan yang harus diamati sebagai bahan uji. Dengan demikian panelis akan mengkondisikan dirinya untuk menganalisis karakteristik terse-but.

Page 307: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Organoleptik

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 311

Selanjutnya perlu dilakukan pe-netapan metode uji dan kriteria seleksi dalam menguji konsis-tensi panelis. Artinya, apakah ke-mampuan panelis dalam menilai karakteristik bahan pangan selalu baik (konstan) atau berubah-ubah. Beberapa metode uji untuk menguji konsistensi panelis su-dah tersedia dan dapat dipilih sesuai kebutuhan. Tahap terakhir dalam penetapan kemampuan panelis untuk mem-bedakan karakteristik organo-leptik yang dituju adalah mene-tapkan jenis bahan pangan yang akan digunakan dalam pengujian kemampuan panelis. Jenis ba-han yang digunakan sebaiknya sudah diketahui karakteristiknya sehingga data hasil pengujiannya akan memudahkan proses ana-lisis lebih lanjut dalam upaya menentukan tingkat kemampuan yang dimiliki panelis untuk mem-bedakan karakteristik organolep-tik. Kandidat yang berhasil melewati salah satu atau ketiga uji kepekaan tersebut selanjutnya diberi pelatihan (training). Tujuan pelatihan adalah : (a) membia-sakan panelis dalam melaksa-nakan uji organoleptik; (b) me-ningkatkan kemampuan panelis dalam mengenal dan meng-identifikasi sifat inderawi; (c) meningkatkan sensitivitas dan daya ingat panelis; dan (d) menyamakan pandangan dari

masing-masing panelis terhadap sifat yang akan dinilai, kriteria dan metode yang digunakan, serta memperkecil perbedaan diantara panelis dalam memberi-kan penilaian. Data yang diperoleh dari kegiatan pelatihan merupakan informasi yang berguna dalam menentukan kandidat panelis yang lulus menjadi panelis. Tingkatan pane-lis juga dapat diketahui dari data kegiatan pelatihan ini. 15.3.3 Menganalisis dan

melaporkan hasil dalam pembentukan tim panel

Data hasil pengujian kemampuan panelis dalam membedakan ka-rakteristik organoleptik harus dianalisa terlebih dahulu agar dapat diketahui panelis yang memenuhi syarat atau sebalik-nya. Untuk kebutuhan analisis ada beberapa tahapan yang harus dipersiapkan dalam menganalisis data, yaitu : (a) menetapkan metode analisis untuk penentuan panelis andal. Banyak tersedia metode analisis yang dapat membantu menen-tukan tingkat kemampuan pane-lis; (b) penyediaan program statistik yang dapat membantu pengambilan keputusan dalam penyeleksian panelis; dan (c) penetapan kriteria dan persya-ratan jumlah minimal tim panel

Page 308: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Organoleptik

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 312

Hasil analisis data dapat diguna-kan untuk menentukan jumlah orang yang memenuhi persya-ratan sebagai panelis. Berdasar-kan kriteria dan persyaratan yang berlaku dapat ditentukan berapa jumlah personil dari tim panelis yang akan dibentuk untuk malak-sanakan pengujian produk. 15.3.4 Penjelasan prosedur uji

kepada panelis Agar pelaksanaan analisa orga-noleptik memberikan hasil baik, maka pemahaman panelis ter-hadap prosedur pengujian orga-noleptik harus sama. Informasi mengenai prosedur uji organo-leptik perlu disampaikan kepada panelis untuk memperkecil kesa-lahan Dengan demikian sebelum pelaksanaan uji organoleptik per-lu dijelaskan mengenai prosedur pengujian kepada panelis. Informasi pengujian yang dijelas-kan kepada panelis meliputi : (a) penetapan parameter analisis organoleptik untuk produk ter-tentu. Penetapan ini perlu dilaku-kan mengingat setiap bahan pangan memiliki karakter yang khas. Sebagai contoh, umumnya ikan yang kurang segar memiliki mata kemerahan. Karakter ini tidak berlaku pada ikan ekor kuning karena ikan ini sudah memiliki mata merah sebelum kematiannya; (b) penetapan metode uji yang akan dipakai. Apakah pengujiannya ditujukan untuk mengetahui perbedaan kesukaan atau untuk pembeda.

Uji perbedaan kesukaan diguna-kan untuk menilai reaksi panelis terhadap sampel yang diujikan. Sedangkan uji pembeda dilaksa-nakan untuk menilai sifat sampel yang diuji. (c) penyiapan sampel uji. Sampel uji perlu disiapkan secara cermat. Jumlah sampel yang dapat diberikan tergantung dari tingkat kemampuan panelis. Sampel harus diberi kode tiga dijit untuk menghilangkan kecende-rungan panelis terhadap sampel yang harus diuji; (d) penyediaan kuisioner isian untuk merespon. Jenis kuesioner yang harus disediakan tergantung dari jenis bahan pangan yang akan diuji dan tingkat kemampuan panelis yang dilibatkan. Hampir semua jenis bahan pangan sudah me-miliki lembar penilaian. Sebagai contoh, lembar penilaian untuk daging sapi berbeda dengan lembar penilaian untuk daging ayam atau ikan. Dengan de-mikian kuisioner yang harus disediakan juga berbeda. Tingkat kepekaan panelis berkaitan de-ngan dengan jenis kuisioner. Tingkat ketelitian pengujian organoleptik dapat dilihat dari skala penilaian; (e) penetapan prosedur dan langkah pengujian sesuai karakter bahan yang akan diuji. Informasi mengenai pro-sedur uji organoleptik perlu disampaikan kepada panelis un-tuk memperkecil kesalahan.

Page 309: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Organoleptik

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 313

15.3.5 Melaksanakan pelatihan untuk mendeteksi karakteristik yang diuji

Pelatihan disini memiliki tujuan berbeda dengan pelatihan yang dilaksanakan pada saat seleksi calon panelis. Pelatihan pada tahap ini dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan pane-lis dalam penggunaan lembar pe-nilaian atau mendeteksi karak-teristik bahan pangan. Ada tiga tahap yang dapat dilakukan untuk pelaksanaan pelatihan pendetek-sian karakteristik bahan pangan, yaitu : (a) penyediaan materi dan bahan pangan untuk pelatihan. Bahan pangan yang digunakan sebaiknya sudah dikenal oleh panelis dan memiliki karakteristik yang khas; (b) penyediaan progam pelatihan yang ditujukan untuk meningkatkan kemampuan dan sensitivitas panelis terhadap parameter organoleptik; dan (c) perkenalan dengan metode dan cara pengujian 14.3.6 Menginstruksikan

panelis dalam mencatat dan menyampaikan respon dan data pengujian

Laporan mengenai respon dan data pengujian harus disampai-kan dengan baik untuk memu-dahkan analisis. Ada tiga tahap yang harus dilakukan untuk menghasilkan laporan yang baik, yaitu : (a) penyiapan kuisioner. Kuisioner yang disiapkan harus sesuai, baik untuk tingkatan

panelis maupun bahan pangan yang diuji. Untuk panelis terlatih kuisioner yang digunakan lebih rinci dibandingkan untuk panelis semi terlatih. Kuisioner yang baik adalah sesuai dengan sampel yang akan dianalisis. Bila tidak tersedia, kuisioner untuk produk lain yang memiliki karakter serupa dapat digunakan setelah dilakukan penyempurnaan; (b) penyiapan sampel yang akan diuji. Sampel yang akan diuji disiapkan sesuai prosedur penyi-apan sampel; dan (c) penetapan sampel acuan (sample referen-ce). Sampel acuan digunakan sebagai pembanding terhadap sampel uji. Sampel reference dapat menggunakan bahan pa-ngan sejenis yang sudah beredar dan disukai masyarakat. 15.4. Pelaksanaan Pengujian 15.4.1 Pemilihan perangkat

lunak dan keras yang sesuai dengan informasi yang diinginkan

a) Penetapan metode analisis organoleptik yang sesuai tujuan pengujian. Penentuan metode analisis organoleptik sangat ter-gantung dari tujuan penelitian yang hendak dicapai. Apabila tujuannya untuk mengetahui ke-sukaan konsumen terhadap ba-han pangan yang diuji maka digunakan uji kesukaan (hedo-nik). Namun bila ingin menge-tahui karakter bahan pangan tersebut, maka dapat digunakan uji skoring.

Page 310: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Organoleptik

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 314

b) Penyediaan sampel reference dan sampel uji dilakukan sama seperti pada 15.3.6. c) Penyediaan lembar kuisioner. Untuk mengetahui respon panelis terhadap bahan uji yang disaji-kan, dapat digunakan lembar kuisioner yang berisi sejumlah pertanyaan berkaitan dengan ba-han pangan yang akan diuji. d) Penyediaan sarana dan pra-sarana berupa laboratorium orga-noleptik dan bahan pembantu untuk penyajian sampel. Labora-torium organoleptik memiliki di-sain yang spesifik, berbeda dengan disain laboratorium lain-nya. Adapun yang membedakan laboratorium ini dengan labora-torium lainnya adalah keberada-an meja bersekat sebagai tem-pat pengujian. Bahan pembantu yang perlu dipersiapkan dalam penyajian sampel selama pelaksanaan analisis organoleptik antara lain adalah piring, tisu, gelas, dan pisau. 15.4.2 Meyakinkan bahwa

pengujian berlangsung sesuai prosedur

Untuk meyakinkan bahwa pelak-sanaan uji organoleptik telah berlangsung sesuai prosedur, maka harus diperhatikan bahwa : (a) tim panelis telah terseleksi, sehingga yang turut serta dalam pelaksanaan analisis organoleptik adalah panelis dengan kriteria sesuai harapan. Pemilihan tim panelis dilakukan berdasarkan

hasil seleksi panelis yang telah dilaksanakan sebelumnya; (b) pelaksanaan briefing kepada panelis, pelaksanaan briefing ini dimaksudkan agar panelis memiliki pemahaman yang sama terhadap bahan pangan yang diuji dan metode uji yang akan digunakan. Briefing diperlukan terutama bagi panelis dengan kriteria semi terlatih atau lebih rendah lagi. Materi briefing hendaknya meliputi karakteristik bahan pangan yang akan diuji, tujuan pengujian, dan parameter yang akan diamati ; (c) menyaji-kan sampel reference dan sam-pel uji, penyajian sampel uji dilakukan sesuai dengan 15.3.6; (d) penyediaan individual boot atau meja bersekat, penggunaan meja bersekat ditujukan terutama untuk mencegah terganggunya konsentrasi panelis akibat penga-ruh dari sekitarnya. Pelaksanaan uji organoleptik dengan sampel uji yang relatif banyak, akan memudahkan panelis mengalami gangguan konsentrasi, baik dari lingkungan sekitarnya maupun dari dirinya sendiri; (e) penetap-an kriteria pengujian, kriteria pengujian perlu ditetapkan ter-lebih dahulu sebelum pelaksana-an analisis organoleptik dimuiai karena sangat mempengaruhi hasil pengujian. Sebagai contoh, hindari pengamatan terhadap kekenyalan jelly yang diberi pe-nambahan warna karena tingkat keterkaitan diantara keduanya relatif rendah. Pemilihan kriteria pengujian hendaknya benar-

Page 311: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Organoleptik

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 315

benar dapat menggambarkan karakteristik dari bahan uji yang diinginkan; (f) Penentuan urutan pengujian. Dalam beberapa ka-sus urutan pengujian berpenga-ruh terhadap data pengamatan yang diperoleh. Hal ini tampak nyata pada pengujian bahan pangan yang mudah mengalami penurunan mutu dan memiliki jumlah sampel yang relatif banyak. Sebagai contoh, dalam pengujian penambahan 10 jenis aroma penyedap (esen) pada produk es krim, sebaiknya menguji kecepatan melelehnya es krim terlebih dahulu sebelum menguji parameter lainnya; (g) pelaksanaan pengujian dengan menggunakan cara dan metode yang telah ditetapkan, sehingga akan memberikan hasil penga-matan yang sesuai rencana; (h) data respon ditulis pada kuisioner yang telah ditetapkan, sehingga akan dapat mempercepat dan mempermudah proses analisis. 15.4.3 Menganalisis data untuk

mendapatkan data yang valid

Setelah semua lembar penilaian diisi oleh panelis terpilih, maka segera dilakukan proses analisis data. Adapun tahapan analisis data adalah : (a) membuat tabu-lasi data respon pada tabel yang mudah dibaca; (b) lakukan uji validitas data respon, terutama data respon yang dihasilkan oleh panelis dengan kriteria semi terlatih atau dibawahnya; (c)

menyiapkan software dan cara analisis data yang sesuai. Software yang dapat digunakan untuk menganalisis data sudah banyak beredar; (d) Sebelum dia-nalisis, data yang telah diperoleh diuji terlebih dahulu validitasnya. Uji ini dimaksudkan untuk mem-peroleh data yang akurat, ter-utama bila menggunakan panelis dengan kategori semi terlatih atau dibawahnya. 15.4.4 Melaporkan proses dan

hasil yang diperoleh Pelaksanaan uji organoleptik ha-rus dilaporkan kepada penang-gungjawab laboratorium. Hal ini dimaksudkan untuk pemeriksaan akhir dan legalitas dari hasil pe-ngujian. Materi pelaporan meli-puti (a) pelaksanaan proses pe-ngujian yang dilakukan sesuai prosedur; (b) pelaksanaan ana-lisis data respon panelis terhadap bahan pangan yang diuji telah dilaksanakan sesuai prosedur; (c) pengambilan kesimpulan telah dilakukan berdasarkan hasil ana-lisis data; dan (d) melengkapi data yang dapat mendukung pe-laporan. Data pendukung yang dimaksud dapat berupa surat ke-putusan, Standar Nasional Indo-nesia (SNI), atau prosedur ana-lisis yang digunakan. 15.5. Tipe Pengujian 15.5.1 Uji Sensori Beberapa pengertian mengenai uji sensori telah dikenal, bebe-rapa diantaranya adalah : (a) uji

Page 312: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Organoleptik

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 316

sensori adalah penilaian yang di-lakukan berdasarkan yang dite-rima oleh syaraf sensori pada indera manusia; (b) uji sensori adalah penilaian inderawi karena menggunakan sifat-sifat inderawi; dan (c) uji sensori adalah uji inderawi karena menggunakan manusia. Muhandri dan Kadarisman (2006) menyatakan bahwa uji sensori memiliki beberapa tujuan, yaitu : 15.4.5.1 Memenuhi ’’fitness for

use’’ Suatu produk bahan pangan yang telah diuji di laboratorium dengan hasil baik ternyata tidak memberikan hasil sebagaimana yang diinginkan saat dilempar ke pasar. Dengan demikian, sebe-lum bahan pangan dilempar ke pasar sebaiknya dilakukan pe-ngujian tingkat kesukaan konsu-men. Beberapa pertanyaan yang harus diperoleh jawabannya dari uji kesukaan konsumen antara lain (a) apakah konsumen suka terhadap bahan pangan tersebut atau tidak ?; (b) pada karak-teristik mutu mana konsumen menyukainya ?; (c) dibandingkan dua produk sejenis, mana yang lebih disukai konsumen ?; (d) karakteristik mutu apa yang paling menonjol ?

15.4.5.2 Mengetahui kesukaan konsumen

Uji sensori dapat digunakan un-tuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap bahan pa-ngan yang benar-benar baru atau penggunaan bahan tembahan tertentu yang membuat karakte-ristik bahan pangan relatif ber-ubah. Skala yang digunakan da-lam pengujian ini dapat meng-gunakan skala hedonik, yaitu suka, netral, dan tidak suka. 15.4.5.3 Mengetahui preferensi

konsumen Preferensi konsumen merupakan tahapan yang lebih maju diban-dingkan dengan uji kesukaan atau ketidaksukaan. Dalam uji preferensi dapat dimasukkan un-sur lain, misalnya harga produk, halal dan lain-lain. Dari hasil pengujian akan dapat diprediksi kemampuan pasar terhadap sua-tu produk yang ditawarkan dan berapa harga yang layak. Penentuan harga suatu produk dapat dilakukan dengan dasar bi-aya produksi. Sehingga pada intinya, konsumen akan memilih produk yang mana, yang harga-nya berapa ? Uji ini juga dapat digunakan untuk mengetahui dan memprediksi segmen pasar yang akan dita-warkan. Apakah untuk kaum pria, masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah keatas, go-longan eksekutif muda, anak sekolah dan lain-lain.

Page 313: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Organoleptik

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 317

15.4.5.4 Mengetahui kepekaan konsumen

Kepekaan adalah kemampuan konsumen untuk membedakan suatu produk jika terdapat sedikit perubahan pada produk tersebut. Peningkatan harga satu jenis komponen bahan baku produk akan memaksa produsen men-cari komponen pengganti agar harga jual tidak berubah. Akibat-nya ada kemungkinan terjadi pe-rubahan karakteristik dari produk tersebut. Kondisi lain yang dihadapi pro-dusen adalah terjadinya ’cacat minor’. Cacat minor adalah cacat yang dihasilkan oleh karakteristik mesin operasi sehingga bila di’re-ject’ akan menimbulkan kerugian. Minuman dalam kemasan telah menetapkan standar volume air 240 ml setiap kemasan gelas. Ternyata 30 persen produknya mempunyai volume 220 ml. Bila direject berarti kerugian. Lang-kah yang tepat adalah melaksa-nakan pengujian untuk menge-tahui kepekaan konsumen terha-dap cacat minor. Bila kepekaan konsumen cukup baik maka per-bedaan tersebut dapat dirasakan. Dalam kondisi demikian, sebaik-nya barang tersebut direject kecuali mau mempertaruhkan re-putasi. 15.4.5.5 Inspeksi visual Inspeksi visual adalah uji sensori dengan menggunakan mata un-tuk memantau hasil suatu proses.

Misalnya untuk menguji produk roti, dimana roti yang terlalu coklat atau putih merupakan pro-duk yang ditolak. Hasil inspeksi visual sangat dipe-ngaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya jenis produk, warna dan intensitas penerangan, sudut atau jarak pengamatan. Kemampuan inspeksi visual sa-ngat berguna apabila hendak membeli jambu air yang dijual di tenda yang menggunakan pene-duh berupa plastik berwarna merah. Hal yang sama akan di-alami apabila hendak membeli je-ruk manis di tenda yang meng-gunakan peneduh berupa plastik berwarna kuning. 15.4.5.6 Perancangan produk Untuk meningkatkan keberhasil-an pemasaran suatu produk baru atau produk diversifikasi diperlu-kan pengujian sensori oleh pane-lis di laboratorium dan konsumen di pasar. Hasil pengujian di laboratorium digunakan sebagai dasar dalam menyempurnakan karakteristik produk, sedangkan pengujian konsumen di pasar dilakukan untuk mengetahui pe-nerimaan konsumen terhadap produk. 15.4.5.7 Kesesuaian dengan

standar sensori Salah satu standar mutu yang digunakan di industri adalah stan-dar sensori. Bila standar yang ditetapkan untuk produk bahan

Page 314: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Organoleptik

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 318

pangan dinyatakan sama oleh 18 dari 20 panelis semi terlatih. Sebagai contoh, bila dalam pe-laksanaan uji sensori, 18 panelis sudah menyatakan warnanya di-sukai berarti berarti bahan pa-ngan tersebut sudah disukai dari segi warna. 15.5.2 Uji Pembedaan Uji pembedaan adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui per-bedaan antar sampel yang disaji-kan. Uji ini digunakan untuk menganalisis apakah penggan-tian ikan kakap dengan ikan nila akan mempengaruhi cita rasa kerupuk palembang. Hal yang sama dapat dilakukan untuk mengetahui sampai berapa ba-nyak penambahan air yang tidak mempengaruhi cita rasa sirup buah. Pada pelaksanaannya, uji pembedaan dapat dilakukan de-ngan menggunakan sampel pem-banding atau tidak. Pelaksanaan uji pembeda dapat dilakukan dengan cara : (1) uji pembedaan sederhana, dimana panelis hanya diminta untuk me-nilai ada atau tidaknya perbedaan antar sampel dan (2) uji pem-bedaan terarah, dimana panelis tidak hanya diminta menilai adanya perbedaan saja tetapi juga menilai arah / intensitas perbedaan yang ada. Oleh ka-rena itu, uji pembedaan membu-tuhkan panelis yang terlatih agar dapat menentukan adanya perbe-daan dan arah perbedaan.

Ada beberapa tipe uji yang dapat digunakan untuk menentukan adanya perbedaan antar sampel, yaitu uji berpasangan (paired comparison, paired stimuli, atau paired test), uji triangle, uji duo-trio, uji pembanding ganda (mul-tiple standards), uji pasangan jamak (multiple paired) dan uji stimulus tunggal. 15.5.3 Uji Kesukaan Uji kesukaan adalah uji yang dilakukan untuk menentukan ting-kat kesukaan panelis terhadap bahan yang diuji. Sebelum pro-duk baru dipasarkan, dilakukan dahulu uji kesukaan oleh panelis. Semua kategori panelis dapat terlibat dalam pengujian kesuka-an karena hanya mengungkap-kan responnya secara spontan. Dalam pelaksanaan uji kesukaan tidak membutuhkan sampel stan-dar atau sampel yang telah diuji sebelumnya sebagai sampel pembanding. Dengan demikian, cara penyajiannya dilakukan secara berurutan, tidak sekaligus. Keputusan untuk memasarkan produk baru tergantung dari pimpinan, berdasarkan hasil yang diperoleh dari uji kesukaan. 15.5.4 Uji Skoring Uji skoring digunakan untuk me-nilai sampel berdasarkan sifat bahan yang diamati. Panelis yang digunakan dalam uji skoring adalah panelis terlatih karena panelis harus benar-benar faham akan sifat bahan yang diamati.

Page 315: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Organoleptik

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 319

Uji skoring umumnya digunakan untuk menilai mutu bahan dan in-tensitas sifat tertentu, seperti ke-manisan, kekerasan, dan warna. Sebagai contoh, jenis tepung mana yang dapat menghasilkan bakso dengan elastisitas terbaik ? 15.5.5 Uji Ranking Uji ranking adalah uji yang di-gunakan untuk mengurutkan sampel berdasarkan intensitas si-fat yang dinilai, mutu atau kesu-kaan konsumen. Misalnya, dari sederetan konsentrasi gula, kon-sentrasi berapa yang dapat mem-berikan cita rasa manis dari sirup buah yang disukai panelis. Pane-lis yang dilibatkan tergantung dari tujuan pengujian. Untuk menguji ranking perbedaan harus diguna-kan panelis terlatih, sedangkan untuk menguji ranking kesukaan dapat digunakan panelis tidak terlatih. 15.5.6 Penentuan Threshold Penentuan threshold digunakan untuk menentukan tingkat kon-sentrasi terendah suatu substansi yang masih dapat dideteksi (ab-solute threshold) atau perubahan konsentrasi terkecil suatu subs-tansi yang masih dapat dideteksi perubahannya (difference thres-hold). Metode ini juga dapat di-gunakan untuk mengenal macam stimulus (recognition threshold), seperti asin, manis, atau asam.

15.5.7 Uji Deskriptif Uji ini digunakan untuk menilai seluruh sifat indrawi bahan yang diuji, terutama yang menentukan mutu bahan tersebut. Panelis yang dilibatkan dalam uji deskrip-tif memiliki kategori ahli karena harus mampu mendeskripsikan sifat yang diuji, intensitas sifat yang diuji, kenampakan dan lain-lain. 15.6. Analisis Data Uji

Organoleptik Data yang diperoleh dari hasil uji organoleptik dianalisis menggu-nakan Uji Friedman dan uji lanjut-nya menggunakan Chi-kuadrat. Langkah Uji Friedman adalah sebagai berikut : 1) urutkan nilai ranking dari yang terkecil hingga terbesar untuk seluruh perlakuan dalam satu parameter; 2) hitung total ranking untuk setiap perlaku-an dan hitung pula rata-ratanya; 3) rumus uji Chi-kuadrat :

t

iKNRj

KNK 1

22 )1(3)()1(

12

Dimana :

2 = statistik uji chi kuadrat

N = jumlah ulangan

Rj2 = Jumlah rangking dalam

perlakuan ke-j

k = banyaknya perlakuan

Apabila H 1 diterima, maka perlakuan memberi perbedaan

Page 316: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Organoleptik

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 320

yang nyata dan pengujian dilanjutkan dengan menggunakan uji perbandingan berganda (Multiple Comparison) dengan rumus sebagai berikut :

6)1(

)1(1 KNK

KKZRjRi

Keterangan :

Ri = Rata-rata peringkat dari contoh ke-i

Rj = Rata-rata peringkat dari contoh ke-j

= Experimentwise error rate

N = Banyaknya data pengamatan dalam semua contoh gabungan

K = Banyaknya contoh yang dibutuhkan

Z = nilai Z dari tabel pada taraf = 0,05

Contoh Analisis Organoleptik dengan Uji Friedman: Hasil pengurutan nilai ranking Data Aroma Permen Jelly Rumput Laut

Ulangan A B C D

Asli Rank Asli Rank Asli Rank Asli Rank

1 5 1,5 7 3,5 5 1,5 7 3,5

2 3 1,0 7 4,0 5 2,5 5 2,5

3 3 1,0 5 3,0 5 3,0 5 3,0

4 3 1,0 5 3,0 5 3,0 5 3,0

5 5 2,0 7 4,0 5 2,0 5 2,0

6 7 3,0 7 3,0 7 3,0 3 1,0

7 5 2,5 5 2,5 5 2,5 5 2,5

8 5 1,5 7 3,5 5 1,5 7 3,5

9 7 3,5 5 1,5 7 3,5 5 1,5

10 3 1,5 5 3,5 5 3,5 3 1,5

11 3 1,5 5 3,5 5 3,5

12 3 2,5 3 2,5 3 2,5

13 5 2,0 5 2,0 5 2,0

14 3 1,0 7 4,0 5 2,5

15 7 3,0 7 3,0 5 1,0

Total 28,5 46,5 37,5

(Total)2 812,25 2162,25 1406,25

Perhitungan Statistik Uji Chi Kuadrat :

t

iKNRj

KNKX

1

22 )1(3)()1(

12

Page 317: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Organoleptik

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 321

)14(15.3)5,812...25,1406()14(4.15

12 22X

2)1(

2 48,6 kXX Taraf 0.05 = 7,81

Taraf 0,10 = 6,25

Data pengamatan memiliki angka yang sama, maka dilakukan perhitungan faktor koreksi. Tabel perhitungan faktor koreksi sebagai berikut :

Skor Rank t N t2 t3 t3-t N(t3-t)

3 1,5 2 2 4 8 6 12

3 2,5 4 1 16 64 60 60

5 1,5 2 3 4 8 6 18

5 2 3 2 9 27 24 48

5 2,5 2 2 4 8 6 12

5 2,5 4 1 16 64 60 60

5 3 3 2 9 27 24 48

5 3,5 2 2 4 8 6 12

7 3 3 2 9 27 24 48

7 3,5 2 3 4 8 6 18

Jumlah 336

FK = 1 – { T / N.K (K2-1)}

FK = 1 – {336 / 15.4 (42- 1)}

= 0,627

Hc = X2 / FK

= 6,48 / 0,627

= 10,340

X2 6,48

Hc 10,340

X2t

5% 7,81

10% 6,25

Keterangan : Nilai X2 dan Hc > dari X2 tabel pada taraf 10% maka pengujian signifikan berbeda nyata (Ho ditolak), berarti terdapat perbedaan antar perlakuan maka dilakukan Uji Perbandingan Berganda (Multiple Comparison), sebagai berikut :

Taraf 10% :

6)1(

)1(1 KNK

KKZRjRi

Page 318: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Organoleptik

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 322

6)14(4.15

)14(41,01Z

)071,7()008,0(1Z

)071,7)(41,2(Z

04,17

Perlakuan Jumlah Ranking 28,5 37,5 37,5 46.5 Taraf Nyata

A 28,5 - a

C 37,5 9 - ab

D 37,5 9 0 - ab

B 46,5 18* 9 9 - b

Studi kasus Di kota Magelang, Jawa Tengah, terkenal dengan jajanan tradisio-nal yang dominan citarasa manis, sedangkan di Jawa Barat lebih didominasi dengan makanan jajanan yang tidak terlalu manis. Sebagai calon produsen bahan pangan, bagaimana Saudara me-manfaatkan analisis organoleptik apabila mau memasarkan pro-duknya ke lokasi-lokasi tersebut. Lakukan pula terhadap jenis produk pangan lainnya dan juga jenis konsumen tua dan muda, anak-anak dan dewasa, pria dan wanita dan lain-lain.

Page 319: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 325

BAB XVI ANALISIS NUTRISI

Analisis nutrisi yang disajikan da-lam buku ini hanya meliputi ana-lisis karbohidrat, protein, lemak, air, vitamin, mineral, dan kadar abu. 16.1. Analisis karbohidrat Karbohidrat merupakan salah sa-tu komponen nutrisi yang banyak dimanfaatkan sebagai sumber pangan. Dengan demikian, kebe-radaannya dalam bahan pangan sangat penting. Keberadaan karbohidrat dalam bahan pangan dinyatakan dalam bentuk gula, glukosa, sakarosa, pati atau serat kasar. Untuk menghasilkan data yang akurat, analisis karbohidrat harus diawali dengan persiapan sampel secara baik, persiapan peralatan, pereaksi, dan metode analisis, pelaksanaan analisis, dan akhir-nya perhitungan. Persiapan sam-pel yang dikerjakan berdasarkan prosedur yang benar. 16.1.1 Jenis pengujian

karbohidrat Jenis pengujian karbohidrat meli-puti pengujian kuantitatif dan kua-litatif terhadap : 16.1.1.1 Gula pereduksi Penetapan gula pereduksi dilaku-kan dengan metode : 16.1.1.1.1 Lane-Eynon Pengukuran gula pereduksi de-ngan metode Lane-Eynon dilaku-

kan secara volumetrik. Biasanya digunakan untuk menentukan laktosa (anhidrit atau mono-hidrat), glukosa, fruktosa, maltosa (anhidrit atau monohidrat) dan lainnya. Penetapan gula pereduksi dida-sarkan atas pengukuran volume larutan gula pereduksi standar yang dibutuhkan untuk mereduksi pereaksi tembaga basa yang diketahui volumenya. Titik akhir titrasi ditunjukan dengan meng-hilangnya warna metilen biru, karena kelebihan gula pereduksi di atas jumlah yang dibutuhkan untuk mereduksi semua temba-ga. Larutan pereaksi yang digunakan dalam analisis gula pereduksi menggunakan metode Lane-Ey-non adalah : 1. Larutan tembaga sulfat

Larutkan 34.639 g CuSO4. 5H2O dalam air. Encerkan sampai 500 ml dan disaring dengan kertas saring. Tentu-kan kadar tembaga, larutkan sehingga mengandung 440.9 mg Cu/25 ml

2. Larutan tartrat basa

Larutkan 173 g garam Ro-chelle dan 50 g NaOH dalam air, sencerkan sampai 500 ml. Biarkan 2 hari dan saring melalui asbes.

3. Larutan Fehling yang telah distandarisasi.

Page 320: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 326

Larutan Fehling dibuat segera sebelum digunakan. Cara pembuatannya dengan men-campurkan ke dalam Erlen-meyer masing-masing 100 ml larutan tembaga sulfat dan tartrat basa. Pindahkan 10 ml ke dalam Erlenmeyer 125 ml. Tambahkan ke dalamnya 20 ml air dan kemudian larutkan 7 ml larutan dekstrosa stan-dar. Letakan Erlenmeyer pa-da alat pemanas (hot plate) dan didihkan. Tambahkan ke dalamnya 3 – 4 tetes larutan metilen biru 0.2%. Titrasi la-rutan Fehling di atas dengan larutan dekstrosa standar sampai metilen biru tidak berwarna dan titik akhir warna merah bata terlihat. Selama titrasi, Erlenmeyer selalu di-goyang dan penambahan larutan dekstrose diatur sede-mikian rupa sehingga titrasi diselesaikan dalam waktu kira-kira 2 menit. Ulangi stan-darisasi di atas sebanyak dua kali.

4. Larutan dekstrosa standar

Larutkan 1.5 g asam ben-zoate dalam 800 ml air mendidih, dinginkan sampai suhunya menjadi 25 – 30oC, kemudian tambahkan 5000g dekstrosa, dan encerkan kembali sampai volume 1 liter.

5. Larutan metilen biru 0.2 %

dalam air

Peralatan yang digunakan a. Erlenmeyer 125 ml dan

300 ml b. Gelas ukur 50 ml c. Hot plate d. Buret e. Labu ukur 100 ml; 500 ml,

dan 1000 ml f. Penangas air g. Kertas saring Whatman

No. 2 Konversi gula-gula a. Pindahkan masing-masing 50

ml filtrat (bebas Pb) dari persiapan sampel di atas ke dalam dua buah labu ukur 100 ml. Tambahkan 20 ml air dan 10 ml HCl (berat jenis 1.18)

b. Letakkan labu ukur tersebut dalam penangas air pada 60 oC dan goyang-goyangkan dengan konsisten selama 3 menit. Biarkan labu dalam penangas selama 7 menit lagi. Setelah itu segera letak-kan labu dalam air 20 oC dan dinginkan.

c. Netralkan isi labu dengan NaOH dan tepatkan volume-nya sampai 100 ml dengan air. Jika endapan terbentuk, saring dengan kertas saring.

d. Dengan menggunakan sampel ini lakukan penetapan gula pereduksi seperti dijelaskan pada prosedur.

Penetapan sampel 1. Siapkan sampel seperti pada

prosedur persiapan sampel (A).

Page 321: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 327

2. Isi labu Erlenmeyer dengan 10 ml filtrat yang didapat dari persiapan sampel. Tambah-kan 10 ml larutan Fehling dan 5 ml larutan ekstrosa standar. Titrasi campuran ini dengan larutan dekstrosa standar se-perti pada standarisasi larutan Fehling di atas dalam waktu dua menit (Tambahkan indi-kator metilen biru. Warna biru dari larutan Fehling akan menjadi muda pada saat akan mendekati titik akhir titrasi)

3. Hitung % gula pereduksi se-bagai dekstrosa dari titer penetapan larutan standar, blanko, dan sampel.

16.1.1.1.2 Shaffer-Somogyi I Metode ini dapat digunakan untuk menetapkan sampel yang me-ngandung sedikit gula pereduksi. Prinsip dasar dari metode Shaffer – Somogyi I adalah sebagai berikut : Gula pereduksi akan mereduksi Cu++ menjadi Cu+. Selanjutnya Cu+ akan dioksidasi oleh I2 (yang terbentuk dari hasil oksidasi KI oleh KIO3 dalam asam) menjadi Cu++ kembali. Kelebihan I2 dititrasi dengan Na2S2O3. De-ngan menggunakan blanko, ma-ka kadar gula pereduksi dalam sampel dapat ditentukan. Senyawa pereaksi yang diguna-kan adalah : 1. Larutam tembaga sulfat 2. Larutkan 100 g CuSO4.5H2O

dalam air. Tepatkan volume-nya menjadi 1000 ml.

3. Larutan Kalium Iodat 0.1 N. 4. Larutkan 3.567 g KIO3 dalam

air. Tepatkan volumenya menjadi 1000 ml

5. Pereaksi Shaffer dan Somog-yi

6. Larutkan 25 g Na2CO3 anhidrat dan 25 g garam Rochelle (NaK tartarat) dalam 500 ml air pada gelas piala. Tambahkan 75 ml larutan tembaga dalam 20 g Natrium bikarbonat. Penambahan di-lakukan sambil diaduk-aduk dengan stirer. Setelah selu-ruh bahan larut, pindahkan kedalam labu takar 1000 ml. Tambahkan 250 ml KIO3 0.1 N, tepatkan sampai tanda tera dengan air, saring. Simpan semalam sebelum digunakan.

7. Larutan Iodat-Kalium oksalat 8. Larutkan 2.5 g KI dan 2.5 g

kalium oksalat dalam air. Encerkan sampai volumenya 100 ml. Buat baru setiap minggu jika akan digunakan.

9. Larutan Natrium Tiosulfat standar

10. Larutkan natrium tiosulfat sta-ndar sehingga diperoleh la-rutan natrium tiosulfat 0.005 N. Buat setiap kali akan di-gunakan dari larutan stok standar Na2S2O3 0.1 N.

11. Larutan asam sulfat 2 N (1 M) 12. Larutan pati 1 % untuk in-

dikator Peralatan yang digunakan : 1. Penangas air 2. Hotplate stirrer 3. Buret

Page 322: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 328

4. Tabung reaksi 5. Labu takar 100 ml hingga

1000 ml. 6. Gelas piala 7. Erkenmeyer 50 ml 8. Gelas ukur 9. Pipet 5 ml Cara Kerja : 1. Siapkan sampel sesuai

dengan prosedur persiapan sampel

2. Pipet 5 ml larutan yang mengandung 0.5 – 2.5 mg dektrose ke dalam tabung reaksi ukuran 25 x 200 mm (jika ada lebih baik gunakan Erlenmeyer 50 ml, karena lebih memudahkan pada wak-tu titrasi)

3. Tambahkan 5 ml pereaksi shaffer-somogyi, campur sampai merata. Siapkan juga blanko dengan mencampur-kan 5 ml air dengan 5 ml pereaksi shaffer-somogyi.

4. Tutup tabung reaksi (Erlen-meyer) dengan menggunakan corong atau penutup lainnya. Panaskan dalam penangas air 100 oC selama 15 menit.

5. Dinginkan dalam air mengalir selama 4 menit secara hati-hati.

6. Angkat corong dari tabung rekasi, tambahkan 2 ml larutan iodida oksalat melalui bagian sisi dari tabung reaksi.

7. Tambahkan 3 ml H2SO4 2N. Jangan dikocok. Goyangkan perlahan-lahan sampai dapat dipastikan seluruh Cu2O larut dan biarkan rendam dalam air

dingin selama 5 menit. Laku-kan dua kali penggoyangan selama perendaman.

8. Titrasi dengan Na2S2O3 0.0005 N dan gunakan pati sebagai indikator.

9. Kurangi hasil titrasi blanko dengan hasil titrasi sampel kemudian volume titer bersih ini digunakan untuk menen-tukan jumlah dekstrosa (gula pereduksi) dalam 5 ml larutan sampel berdasarkan perihitu-ngan berikut :

mg dekstrosa = 0.1099 x ml Na2S2O3 0.005 N + 0.048 10. Buat juga kontrol dengan

menggunakan sejumlah larut-an dekstrosa yang sudah diketahui konsentrasinya de-ngan tepat. Lakukan koreksi terhadap rumus perhitungan yang diberikan.

11. Untuk menetapkan gula non pereduksi dan total gula, ambil 25 ml filtrat dari hasil persiapan sampel, masukan ke dalam labu takar 50 ml, lalu tambahkan 5 ml HCl (1 + 1). Biarkan pada suhu kamar selama 24 jam. Netralkan de-ngan NaOH, tepatkan volume sampai tanda tera. Dengan menggunakan larutan ini, lakukan penetapan dekstrosa seperti pada tahap 1 sampai dengan 10.

16.1.1.1.3 Shaffer-Somogyi II Larutan Pereaksi yang digunakan adalah :

Page 323: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 329

a. Larutan tembaga sulfat Larutkan 40 g garam Rochel-le, 28 g disodium fosfat anhidrous dan 4 g NaOH da-lam 700 ml H2O. Larutkan 8 g CuSO4 kristal dalam 80 – 90 ml H2O kemudian campurkan ke dalam larutan sebelumnya, aduk. Larutkan 180 g Na2SO4 anhydrous ke dalam campur-an, encerkan campuran men-jadi 1000 ml. Biarkan 1 – 2 hari dan saring bila perlu.

b. Larutan potassium iodat - Larutkan 3.566 g KIO3 da-

lam H2O, tepatkan volume-nya menjadi 100 ml

- Larutan potassium iodat 2.5 %.

- Tambahkan 1 – 2 g Na2CO3 per liter untuk menstabilkan

c. Larutan Sodium thiosulfat 0.005N. - Siapkan dengan pengence-

ran yang tepat dari larutan stok 0.1 N.

- Indikator pati 1 % dalam air - Asam sulfat 1 M

Peralatan yang digunakan a. Penangas air b. Waring blender c. Buret d. Tabung reaksi 25 x 200 mm Cara Kerja : - Persiapkan sampel seperti

pada persiapan sampel untuk penetapan karbohidrat

- Masukkan 5 ml pereaksi tem-baga sulfat, larutkan KIO3

(jumlahnya tergantung kan-dungan gula dalam sampel) dan 5 ml sampel yang me-ngandung 0.2 – 3 mg gula pereduksi ke dalam tabung reaksi 25 x 200 mm. Jika sampel mengandung 2 – 3 mg gula pereduksi per 5 ml sampel, gunakan 25 ml KIO3, jika 0.5 – 1 mg per 5 ml gunakan 10 ml dan jika kurang dari 0.5 mg gunakan 5 ml KIO3.

- Dinginkan dan tambahkan la-rutan KI. Jumlah larutan KI yang ditambahkan tergantung jumlah KIO3 yang digunakan. Bila jumlah KIO3 5, 10, atau 25 ml, maka jumlah KI yang ditambahkan 0.5, 1, atau 2 ml. Biarkan larutan KI turun melalui dinding tabung reaksi tanpa pengocokan.

- Tambahkan kira-kira 1.5 ml H2SO4 1M secara cepat dan langsung ke dalam larutan dengan pengocokan.

- Titrasi dengan Na2S2O3 0.005 N sampai berwarna kuning. Tambahkan indikator pati, lanjutkan titrasi sampai tercapai titik akhir.

- Buat blanko dengan meng-gantikan 5 ml sampel dengan 5 ml akuades.

- Hitung kadar gula pereduksi sampel sebagai persen dek-strosa. Satu mg dekstrosa memerlukan 7.4 ml Na2S2O3 0.005 N. Tetapi akan lebih tepat jika mebuat standar. Buatlah masing-masing larut-an standar glukosa yang me-

Page 324: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 330

ngandung 0.2 – 3 mg per 5 ml. Lalu lakukan tahap 2 – sampai dengan tahap 6 se-perti pada penetapan sampel. Hitung kadar gula pereduksi sampel ini berdasarkan stan-dar yang dibuat.

- Jika ingin menetapkan total gula (pereduksi + non pere-duksi), lakukan tahap hidro-lisa seperti pada metoda Sha-ffer-Somogyi I kemudian laku-kan tahap 2 sampai tahap 6.

16.1.1.2 Gula non pereduksi Analisa yang dilakukan untuk me-nentukan kadar gula non pere-duksi sama seperti analisa yang dilakukan untuk menentukan ka-dar gula perduksi. 16.1.1.3 Total gula Penetapan total gula dalam bahan pangan dapat dilakukan dengan metode : 16.1.1.3.1 Metode Anthrone Prinsip dasar dari metode anth-rone adalah senyawa anthrone akan bereaksi secara spesifik dengan karbohidrat dalam asam sulfat pekat menghasilkan warna biru kehijauan yang khas. Se-nyawa anthrone (9,10-dihydro-9-oxanthracene) merupakan hasil reduksi anthraquinone. Pereaksi yang digunakan pada metode antrone adalah : 1. Pereaksi anthrone 0.1 %

dalam asam sulfat pekat. Di-buat hanya pada waktu hari akan digunakan sebab tidak

stabil dan hanya tahan satu hari.

2. larutan glukosa standar 0.2 mg/ml. Larutan 200 mg glu-kosa dalam 100 ml akuades. Ambil 10 ml encerkan menjadi 100 ml (1 ml = 0.2 mg glu-kosa)

Peralatan yang digunakan : 1. Pipet 1 ml, 5 ml 2. Tabung reaksi 3. Kelereng, Corong kecil 4. Water bath 100oC 5. Spektrofotometer, kuvet Cara kerja a. Pembuatan Kurva Standar

1. Pipet ke dalam tabung re-aksi 0.0 (blanko), 0.2, 0.4, 0.6, 0.8, dan 1 ml larutan glukosa standar. Tambah-kan air sampai total volume masing-masing tabung re-aksi 10 ml.

2. Tambahkan dengan cepat 5 ml pereaksi anthrone ke dalam masing-masing ta-bung reaksi

3. Tutup tabung reaksi (dapat menggunakan kele-reng) campur merata.

4. Tempatkan dalam water bath 100 oC selama 12 me-nit (rendam dalam air men-didih)

5. Dinginkan dengan cepat menggunakan air menga-lir

6. Pindahkan kedalam cuvet, baca absorbansinya pada 630 nm

Page 325: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 331

7. Buat kurva hubungan an-tara absorbans dengan mg glukosa

b. Penetapan sampel - Masukkan 1 ml sampel (dari

persiapan sampel) ke dalam ta-bung reaksi

- Selanjutnya lakukan tahap 2 sampai 6 seperti pada pem-buatan kurva standar

- Tentukan konsentrasi total gula dalam sampel.

16.1.1.3.2 Metode Cleg-

Anthrone Tambahkan asam perklorat ke dalam sampel untuk menghidro-lisa pati dan gula-gula yang larut sehingga dapat bereaksi dengan anthrone membentuk warna biru kehijauan dan dapat ditentukan jumlahnya secara kolorimetrik (di-nyatakan sebagai persen glu-kosa) Pereaksi yang digunakan : 15.1.1 Asam Perklorat 52 % Tambahkan 270 ml asam per-klorat (BJ 1.70) ke dalam 100 ml air. Dinginkan sebelum diguna-kan. 15.1.2 Larutan Asam Sulfat Tambahkan dengan hati-hati 760 ml asam sulfat pekat (1.84) ke dalam 330 ml air. Dinginkan sebelum digunakan 15.1.3 Pereaksi Anthrone 0.1 % dalam larutan asam sulfat Buat untuk setiap hari akan digunakan karena pereaksi ini

tidak stabil (daya simpan hanya 1 hari) 15.1.4 larutan glukosa standar 0.1 mg/ml Larutan 100 mg glukosa dalam 100 ml air. Ambil 10 ml larutan, encerkan menjadi 100 ml (1 ml = 0.1 mg glukosa) Peralatan yang digunakan : 1. Spektrofotometer 2. rak tabung reaksi 3. Penangas air Cara Kerja a. Ekstraksi

1. Timbang 1 g sampel ke-ring atau 2.5 g sampel basah yang mengandung 60 – 300 mg total available carbohydrate.

2. Pindahkan secara kuanti-tatif ke dalam gelas ukur 100 ml bertutup.

3. Tambahkan 10 ml air dan aduk dengan mengguna-kan gelas pengaduk untuk mendispersikan sampel seluruhnya

4. Tambahkan 13 ml asam perklorat 52%

5. Aduk dengan gelas pe-ngaduk selama 20 menit

6. Cuci gelas pengaduk di atas larutan (air cucian masuk ke dalam larutan), encerkan larutan menjadi 100 ml

7. Campur merata, saring dan masukkan ke dalam labu ukur 250 ml

Page 326: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 332

8. Cuci gelas ukur dengan air, masukan air cucian ke labu ukur

9. tepatkan sampai tanda tera dengan air, kocok merata.

b. Penetapan Sampel

1. Encerkan 10 ml ekstrak sampel menjadi 100 ml dengan air

2. Pipet 1 ml sampel yang telah diencerkan, masuk-an ke dalam tabung reaksi

3. Buat blanko dengan me-masukkan 1 ml air ke dalam tabung reaksi

4. Pipet 1 ml larutan glukosa standar masukkan ke da-lam tabung reaksi

5. Masukan dengan cepat 5 ml pereaksi anthrone ke dalam masing-masing ta-bung reaksi

6. Tutup tabung reaksi, cam-pur merata

7. panaskan dalam pena-ngas air 100oC selama 12 menit

8. Pindahkan larutan ke da-lam kuvet berdiameter 1 cm

9. Baca absorbansinya pada 630 nm.

c. Perhitungan Berat sampel = w g Absorbansi glukosa standar = a Absorbansi sampel = b Total ’available carbohydrat’ dinyatakan dalam % glukosa adalah :

(25 x b) = -------------------- (a x W) Catatan : 1. Warna hijau stabil selama 2

jam 2. Hubungan antara absorbans

dengan kadar glukosa de-ngan kisaran 0 – 1.15 mg bersifat linier dan berbentuk garis lurus

16.1.1.3.3 Metode Fenol Metode fenol dapat digunakan untuk menentukan kandungan karbohidrat dan total gula. Prin-sipnya gula sederhana, oligo-sakarida, polisakarida dan tu-runannya dapat bereaksi de-ngan fenol dalam asam sulfat pekat menghasilkan warna ora-nge kekuningan yang stabil. Pereaksi yang digunakan : 1. Larutan fenol 5% dalam air 2. H2SO4 95.5% BJ 1.84 3. Larutan glukosa standar Peralatan yang digunakan : 1. Spektrofotometer 2. Penangas air, suhu diperta-

hankan 25 oC 3. Pipet yang dapat memindah-

kan 5 ml asam sulfat pekat dengan cepat (10-20 detik)

Cara Kerja : a. Pembuatan Kurva Standar

1. Pipet 2 ml larutan glukosa standar yang mengan-dung 0, 10, 20, 30, 40 dan

Page 327: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 333

60 ml glukosa. Masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi.

2. Tambahkan 1 ml larutan fenol 5 %, kocok

3. tambahkan dengan cepat 5 ml larutan asam sulfat pekat dengan cara menu-angkan secara tegak lurus ke permukaan larutan

4. Biarkan selama 10 menit, kocok lalu tempatkan da-lam penangas air selama 15 menit

5. Ukur absorbansinya pada 490 nm untuk hektosa dan 480 nm untuk pen-tosa dan asam uronat

6. Buat kurva standar

b. Penetapan sampel 1. Untuk menetapkan total

karbohidrat, sampel harus dibuat cairan terlebih da-hulu (saring jika terbentuk endapan) atau lakukan tahap ekstraksi seperti penetapan total karbohi-drat metod eCleg-Anthro-ne untuk sampel selain cairan jernih. Untuk me-nentukan total gula dan bahan padat, sampel ha-rus dipersiapkan dahulu

2. Lakukan penetapan sam-pel seperti pada pem-buatan kurva standar kemudian tentukan total karbohidrat atau total gula sampel (dinyatakan seba-gai persen glukosa)

16.1.1.3.4 Metode DNS Pada prinsipnya metode DNS menciptakan suasana alkali agar gula pereduksi dapat mereduksi asam 3,5-dinitrosolisilat (DNS) membentuk senyawa yang dapat diukur absorbansinya pada pan-jang gelombang 550nm. Pereaksi yang digunakan dalam metode DNS adalah : 1. Pereaksi DNS

Larutkan 10.6 g asam 3,5-dinitrosalisilat dan 19.8 g NaOH ke dalam 1416 ml air. Kemudian tambahkan ke da-lam larutan tersebut 306 g NaAAK-Tartrat, 7.6 ml fenol (cairkan pada suhu 50 oC) dan 8.3 g Na-metabisulfit. Campuran merata. Titrasi 3 ml pereaksi DNS dengan HCl 0.1 N dan indikator fenolftalein. Seha-rusnya dibutuhkan 5-6 ml HCl 0.1 N, jika kurang dari itu tambahkan 2 g NaOH untuk setiap kekurangan 0.1 ml HCl 0.1 N.

2. Larutan glukosa standar 0.2 – 0.5 mg/ml.

Peralatan yang digunakan

1. Penangas air 2. Spektrofotometer 3. Tabung reaksi

Cara Kerja : 1. Sampel disaring agar diper-

oleh cairan jernih

Page 328: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 334

2. Masukan 1 ml sampel ke da-lam tabung reaksi, tambahkan 3 ml pereaksi DNS

3. Tempatkan dalam air men-didih selama 5 menit. Biarkan dingin sampai suhu ruang

4. Encerkan sampel bila diper-lukan sampai dapat terukur pada kisaran 20 – 80% T pada panjang gelombang 55º nm. Gunakan air sebagai blanko.

5. Buat kurva standar dengan menggunakan larutan glukosa standar dengan kisaran 0.2 – 5 mg/ml.

6. Untuk sampel yang sedikit mengandung glukosa, tam-bahkan 0.1 mg glukosa ke dalam masing-masing sampel

7. Tiga mililiter pereaksi DNS akan bereaksi dengan kurang lebih 10 mg glukosa. Oleh karena itu sampel harus diencerkan dahulu sampai kira-kira mengandung < 5 mg glukosa.

Catatan : 1. Reaksi pembentukan warna

terjadi pada suasana basa, oleh karena itu sampel yang bersifat asam harus dinetral-kan dahulu

2. Metode ini tidak spesifik dan akan mengukur seluruh se-nyawa pereduksi. Jika glu-kosa digunakan sebagai stan-dar, maka untuk menentukan selobiosa, nilai yang diperoleh 15 % lebih rendah dari yang sebenarnya, sedangkan untuk silosa 15% lebih tinggi.

16.1.1.3.5 Metode Nelson-

Somogyi Pereaksi yang digunakan pada metode Nelson-Somogyi adalah : 1. Pereaksi tembaga sulfat

Larutkan 28 g Na2HPO4 anhydrous dan 4 g sodium potasium dalam 700 ml air. Tambahkan 100 ml NaOH 1 N sambil diaduk, kemudian tambahkan 80 ml kuprisulfat 10% (w/v). Tambahkan 180 g Na2SO4 anhydrous, kemudian tepatkan larutan hingga 1000 ml. Biarkan selama semalam, kemudian dekantasi superna-tan jernih atau saring dahulu.

2. Pereaksi arsenomolibdat Larutkan 25 g amonium molibdat dalam 450 ml air, tambahkan 21 ml H2SO4 pekat, campurkan merata. Tambahkan 3 g Na2H2SO4 7H2O yang sudah dilarutkan dalam 25 ml air. Aduk dan inkubasi pada 37oC selama 24 – 48 jam. Simpan di dalam botol berwarna coklat dan di dalam lemari.

3. Larutan glukosa standar Larutan stok glukosa standar 1 % (w/v) dalam asam benzoat jenuh diencerkan se-hingga diperoleh larutan glu-kosa standar dengan kon-sentrasi masing-masing 50, 150 dan 300 μg/ml.

Peralatan 1. Spektrofotometer

Page 329: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 335

2. Tabung reaksi 16 x 150 mm + tutup gelas atau kelereng

3. Rak tabung reaksi 4. Penangas air

Cara Kerja 1. Pipet 2 ml larutan sampel

jernih yang bebas impuritas, masukkan ke dalam tabung reaksi, tambahkan 2 ml pe-reaksi tembaga sulfat. Tutup tabung reaksi

2. Tempatkan tabung reaksi da-lam penangas air 100 oC selama 10 menit, kemudian dinginkan selama 5 menit dalam air mengalir

3. Tambahkan 1 ml pereaksi arsenomolibdat, campur hingga rata

4. Encerkan isi tabung reaksi sampai volume antara 10 – 25 ml, tergantung kepekatan warna larutan

5. Ukur absorbansinya pada 500 atau 520 nm (absorbansi maksimum pada 660 nm). Blanko dibuat sama seperti di atas kecuali sampel diganti dengan air

6. Buat kurva standar dari larutan glukosa standar 50, 150 dan 300 μg/ml dengan cara yang sama seperti penetapan sampel.

Catatan : 1. Warna yang terbentuk stabil 2. Pemanasan dan pendinginan

untuk seluruh sampel atau standar dilakukan secara bersamaan dan seragam.

16.1.1.3.6 Metode Ferisianida Basa

Prinsip dasar dari metode fer-isianida basa adalah bahwa di atas pH 10.5, gula akan mereduksi ferisianida menjadi ferosianida yang akan bereaksi dengan ion feri membentuk se-nyawa biru prussian yang dapat diukur intensitasnya dengan menggunakan spektrofotometer. Pereaksi yang digunakan dalam metode ferisianida basa adalah : 1. Larutan sianida basa

Larutan ini dibuat dengan melarutkan 0.65 g potassium sianida kedalam 1000 ml la-rutan sodium karbonat 0.53% (w/v)

2. larutan potassium ferisianida 0.05% (w/v) dalam air

3. Larutan feriamonium sulfat Larutan feriamonium sulfat dibuat dengan melarutkan 1.5 g feriamonium sulfat ke dalam 1000 ml H2SO4 0.05N

Peralatan Utama : 1. Penangas air 2. Spektrofotometer Cara Kerja : 1. Campurkan 2 ml larutan

sampel jernih yang bebas impuritas dengan 1 ml larutan sianida dan 1 ml larutan feriamonium sulfat (sampel diperkirakan mengandung 1 – 9 μg glukosa/2 ml)

2. Panaskan dalam penangas sir 100oC selama 15 menit

Page 330: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 336

3. Warna biru yang terbentuk diukur absorbansinya pada panjang gelombang 700 nm

4. Buat kurva standar dari larutan glukosa standar 1-10 μg/2 ml yang diperlukan se-perti tahap 1 sampai dengan tahap 3. Blanko dibuat de-ngan cara yang sama seperti tahap 1 sampai dengan tahap 3, dimana larutan sampel diganti dengan air.

Catatan : 1. Warna biru yang terbentuk

stabil 2. Proses pemanasan harus di-

lakukan secara serentak dan sama untuk seluruh sampel dan standar.

16.1.1.4 Sukrosa Kandungan sukrosa dalam bahan pangan dapat ditentukan dengan mengukur total gula sesudah inversi dan total gula pereduksi. Metode pengukuran yang dapat digunakan adalah metode Lane-Eynon dan Sahffer-Somogyi. Ni-lai total sukrosa sama dengan total gula setelah inversi di-kurangi dengan total gula pereduksi dikalikan dengan 0.95. Sukrosa = (total gula-total gula pereduksi) x 0.95 Penentuan sukrosa di dalam ba-han pangan dengan meng-gunakan metode ini didasarkan pada asumsi bahwa gula non pereduksi yang ada di dalam ba-han pangan tersebut seluruhnya

atau sebagian besar terdiri dari sukrosa. 16.1.1.5 Pati Kandungan pati dalam bahan pangan dapat ditentukan dengan menggunakan beberapa metode, yaitu : 16.1.1.5.1 Metode Hidrolisis

Asam Metode hidrolisis asam dapat digunakan untuk menentukan kadar pati dalam bahan pangan yang diketahui hanya mengan-dung pati (dan dekstrin). Metode ini memiliki tingkat ketepatan yang rendah. Prinsip dari metode hidrolisis asam adalah menghidrolisis pati dengan menggunakan asam sehingga terbentuk gula-gula. Gula yang terbentuk selanjutnya ditetapkan jumlahnya, sehingga kadar pati kadap diketahui. Pereaksi yang digunakan pada metode hidrolisis asam adalah : 1. Eter 2. Alkohol 10 % dan 80 % 3. HCl ± 25 % (berat jenis 1.125) 4. NaOH 45 % Peralatan utama yang digunakan adalah : 1. Timbangan analitik 2. Erlenmeyer 3. Gelas piala 4. Kertas saring 5. Pendingin balik 6. Penangas air

Page 331: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 337

Cara Kerja 1. Timbang 2 – 5 g sampel

(berupa bahan padat yang telah dihaluskan atau bahan cair) dalam gelas piala 250 ml

2. Tambahkan 50 ml alkohol 80 % dan aduk selama 1 jam

3. Saring suspensi tersebut dengan kertas saring dan cuci dengan air sampai volume filtrat 250 ml. Filtrat ini mengandung karbohidrat yang terlarut dan dibuang

4. Untuk bahan yang mengan-dung lemak, pati yang ter-dapat sebagai residu pada kertas saring dicuci 5 kali dengan 10 ml eter. Biarkan eter menguap dari residu, kemudian cuci kembali de-ngan 150 ml alkohol 10 % untuk membebaskan lebih lanjut karbohidrat yang ter-larut

5. Pindahkan rsidu secara kuantitatif dari kertas saring ke dalam Erlenmeyer dengan cara pencucian menggunakan 200 ml air dan tambahkan 20 ml HCl 25%. Tutup dengan pendingin balik dan pasakan di atas penangan air sampai mendidih selama 2.5 jam

6. Biarkan dingin dan netralkan dengan NaOH 45% dan encerkan sampai volume 500 ml

7. Saring kembali dengan meng-gunakan kertas saring

8. Tentukan kadar gula yang dinyatakan sebagai glukosa dari filtrat yang diperoleh. Penentuan glukosa dilakukan

seperti pada penentuan gula pereduksi

9. Kadar pati dalam bahan pangan tersebut dapat diperoleh dengan mengalikan bobot glukosa dengan faktor 0.9

16.1.1.5.2 Metode Polarimetri Metode polarimetri merupakan metode baku yang banyak digunakan untuk menentukan kadar pati pada biji-bijian, khu-susnya tepung. Pereaksi yang digunakan dalam metode polarimetri adalah : 1. Larutan kalsium Klorida Asam

Larutan kalsium klorida asam dibuat dengan melarutkan 620 g CaCl2.6H2O) dalam 180 ml air, saring sampai jernih. Tambahkan 50 ml larutan sodium asetat trihidrat 36% (w/v) kedalam filtrat jernih. Sesuaikan pH larutan menjadi 2.3 dengan menambahkan asam asetat. Sesuaikan be-rat jenis larutan menjadi 1.3 pada 20oC.

2. Larutan carrez I Larutan Carrez I dibuat dengan melarutkan 21.9 g Zn-asetat dihidrat dan 30 ml asam asetat ke dalam 100 ml air

3. Larutan Carrez II Larutan Carrez II dibuat dengan melarutkan 10.6 g potassium ferosianida dalam 100 ml air

Page 332: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 338

Peralatan utama yang digunakan adalah : 1. Otoklaf 2. Kertas Whatman no. 541 3. Polarimeter Cara Kerja 1. Campurkan 2.5 g sampel

dengan 10 ml air dalam gelas piala tinggi 400 ml sampai terbentuk pasta lembut

2. Tambahkan 50 ml larutan kalsium klorida, aduk hingga rata

3. Masukkan ke dalam otoklaf, panaskan pada tekanan 103.42 kN/m2 selama 10 menit

4. Dinginkan campuran dengan cara merendamnya dalam air dingin. Pindahkan campuran ke dalam labu ukur 100 ml. Cuci gelas piala dengan larutan kalsium klorida dan masukkan bilasan ke dalam labu ukur. Tambahkan laru-tan kalsium klorida ke dalam labu ukur sampai volume campuran kira-kira 90 ml

5. Tambahkan 2 ml larutan Carrez I dan campur hingga merata. Tambahkan 2 ml larutan Carrez II dan campur hingga merata. Tambahkan larutan kalsium klorida hingga volume campuran mencapai 100 ml.

6. Saring dengan kertas What-man no. 541 hingga diperoleh filtrat yang jernih

7. Buang 15-20 ml filtrat bagian atas

8. Ukur filtrat pada polarimeter

Perhitungan : Kadar pati (g) dalam 100 g bahan pangan dapat dihitung dengan persamaan : n x 104 = ----------------- 203 x 5 n = hasil pembacaan polarimeter pada 20oC dalam tabung 2 dm ( )20

D = 203 16.1.1.5.3 Metode Ekstraksi

Asam Perklorat Metode ekstraksi asam perklorat cukup baik untuk menentukan kadar pati pada serealia. Prinsip-nya menentukan kadar gula dengan metode Anthrone sehing-ga kadar pati dalam sampel dapat diketahui. Gula bebas dalam sampel harus dihilangkan dahulu dengan cara ekstraksi dengan etanol 80 %, residu pati yang diperoleh ditam-bahkan asam perklorat sehingga dihasilkan gula yang akan diten-tukan kadarnya. Pereaksi yang digunakan dalam metode ekstraksi asam perklorat adalah : 1. Etanol 80 % (v/v) 2. Asam perklorat 52% (v/v)

Larutan asam perklorat ini dibuat dengan menambahkan 270 ml asam perklorat 72 % ke dalam 100 ml air secara perlahan-lahan

Page 333: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 339

3. Pereaksi Anthrone Pereaksi Anthrone diperoleh dengan melarutkan 1 g Anthrone ke dalam 1000 ml larutan yang mengandung 760 ml H2SO4 pekat (larutan H2SO4 76%). Buat setiap hari akan digunakan.

4. Larutan gula standar Larutan gula standar dibuat dengan melarutkan glukosa standar sebanyak 25, 50, dan 100 μg ke dalam 1 ml air

Peralatan utama yang digunakan dalam metode ekstraksi asam perklorat adalah : 1. Sentrifus 2. Spektrofotometer 3. Magnetic stirrer Cara Kerja 1. Timbang 0.2 g sampel dalam

bentuk tepung, masukan ke dalam tabung sentrifus 50 ml. Tambahkan 2 tetes etanol 80 % (v/v) untuk membasahkan sampel. Kemudian tambah-kan 5 ml air. Campur hingga rata.

2. Tambahkan 25 ml etanol 80 % (v/v) panas, campur hingga rata, biarkan selama 5 menit, sentrifus

3. Dekantasi supernatan, kemu-dian ulangi ekstraksi dengan 30 ml etanol 80%

4. Tambahkan 5 ml air kedalam residu, kemudian tambahkan 6.5 ml asam perklorat 52% sambil diaduk di atas magne-tik stirrer. Lakukan pengadu-kan selama 5 menit sesudah

penambahan asam perklorat. Diamkan sebentar. Aduk lagi selama 15 menit.

5. Tambahkan 20 ml air, sen-trifus kembali

6. Dekantasi supernatan, ma-sukan ke dalam labu ukur 100 ml. Ekstraksi kembali residu seperti sebelumnya (tahap 4 s/d 6). Masukan supernatan ke dalam labu ukur yang berisi hasil dekantasi I. Tam-bahkan air sehingga volume-nya menjadi 100 ml

7. Buang 5 ml filtrat bagian atas, selebihnya saring

8. Encerkan sejumlah filtrat sehingga mengandung 100 μg glukosa/ml

9. Ambil 1 ml filtrat yang telah diencerkan, masukan ke dalam tabung reaksi bertutup karet/kelereng, tambahkan 1 ml air dan 10 ml pereaksi Anthrone, campur hingga me-rata

10. Panaskan tabung reaksi da-lam penangas air 100oC selama 12 menit, dinginkan

11. Buat kurva standar. 12. Baca asorbansinya pada 607

nm. 16.1.1.5.4 Metode Enzimatis Metode enzimatis diawali dengan mengekstrak sampel mengguna-kan dimetilsulfoksida dan asam sehingga pati terdegradasi. Pati yang sudah terdegradasi kemu-dian dihidrolisa oleh enzim amil-oglukosidase sehingga terbentuk gula. Gula yang terbentuk dapat

Page 334: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 340

ditentukan jumlahnya dengan sa-lah satu metode penetapan total gula. Pereaksi yang digunakan dalam metode enzimatis adalah : 1. Dimetilsulfoksida 2. HCl 8 N 3. Buffer asetat 0.1 M, pH 4.6 4. Larutan amiloglukosidase 10

mg/ml Peralatan yang digunakan 1. Penangas air 2. Spektrofotometer Cara Kerja 1. Sampel sebanyak 100 mg

diekstrak dalam bentuk te-pung bebas gula dengan cara menambahkan 20 ml dimetil-sulfoksida dan 5 ml HCl 8N dalam penangas air 60 oC selama 30 menit

2. Dinginkan, saring jika keruh 3. Encerkan supernatan jernih

sehingga mengandung 0.2 – 0.4 pati/liter

4. Campurkan 0.2 ml supernatan dengan 0.2 ml buffer asetat 0.1 M, pH 4.6. Tambahkan 0.02 ml larutan amiloglukosidase (10 mg/ml)

5. Inkubasi campuran tersebut pada suhu 20 – 25oC selama 15 menit

6. Sesudah inkubasi, tentukan kadar gula campuran dengan menggunakan salah satu metode penetapan gula.

Catatan :

1. Ekstrasi awal dengan asam dan dimetilsulfoksida akan mengakibatkan beberapa dari polisakarida mengalami de-gradasi selain pati.

2. Amiloglucosidase akan mela-kukan hidrolisis pada ikatan glukosidik -1,2.

16.1.1.6 Amilosa Reaksi antara amilosa dengan senyawa Iod akan menghasilkan warna biru. Intensitas warna biru akan berbeda tergantung dari kadar amilosa dalam bahan. Pereaksi yang digunakan dalam penentuan amilosa adalah : 1. Amilosa standar 2. Etanol 95 % 3. NaOH 1 N 4. Larutan Iod 5. Larutan 0.2 g Iod dan 2 g KI

dalam 100 ml air. 6. Asam asteta 1N Peralatan

1. Penangas air 2. spektrofotometer 3. Tabung reaksi 4. Labu ukur 100 ml 5. Pipet 1 ml, 2 ml, dan 9 ml.

Cara Kerja meliputi 2 arah : 1. Pembuatan kurva standar 1. Timbang 40 mg amilosa mur-

ni, masukan kedalam tabung reaksi. Tambahkan 1 ml eta-nol dan 9 ml NaOH 1N.

2. Panaskan dalam air mendidih selama 10 menit sampai se-

Page 335: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 341

mua bahan membentuk gel. Setelah itu dinginkan.

3. Pindahkan seluruh campuran kedalam labu ukur 100 ml. Tambahkan air hingga men-capai tanda tera

4. Pipet masing-masing 1, 2, 3, 4, dan 5 ml larutan diatas dan masing-masing dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml.

5. Tambahkan asam asetat 1N berturut-turut 0.2, 0.4, 0.6, 0.8 dan 1 ml, tambahkan masing-masing 2 ml larutan Iod.

6. Tambahkan air sehingga ting-gi campuran dalam labu ukur mencapai tanda tera. Biarkan selama 20 menit.

7. Intersitas warna biru yang ter-bentuk diukur dengan spek-trofotometer pada panjang gelombang 625 nm.

8. Buat kurva standar antara konsentrasi amilosa dengan absorbans.

2. Penetapan sampel

1. Timbang 100 mg sampel dalam bentuk tepung (sampel sebagian besar terdiri dari pati, jika ba-nyak mengandung kom-ponen lainnya, ekstrak dulu patinya baru diana-lisis kadar amilosanya), masukan kedalam tabung reaksi. Tambahkan 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1N.

2. Panaskan dalam air mendi-dih selama 10 menit sampai terbentuk gel.

3. Pindahkan seluruh gel ke dalam labu ukur 100 ml, kocok, tambahkan air hingga permukaan larutan mencapai tanda tera.

4. Pipet 5 ml larutan tersebut, masukan keda-lam labu ukur 100 ml. Tambahkan 1 ml asam asetat 1N dan 2 ml larutan Iod.

5. Tambahkan air hingga permukaan larutan men-capai tanda tera, kocok, diamkan selama 20 menit.

6. Ukur intensitas warna de-ngan spektrofotometer pa-da panjang gelombang 625 nm.

7. Hitung kadar amilosa da-lam sampel.

16.1.1.7 Serat kasar Serat kasar merupakan residu dari bahan pangan setelah ditam-bahkan asam dan alkali men-didih. Serat kasar terdiri dari se-lulosa, lignin, dan pentosan. Pereaksi yang digunakan dalam penentuan serat kasar adalah : a. Antifoam agent b. Asbes c. Larutan H2SO4 (1.25 g H2SO4

pekat / 100 ml = 0.225 N H2SO4)

d. NaOH (1.25 g NaOH/100 ml = 0.313 N NaOH)

e. Larutan K2SO4 10 % f. Alkohol 95 % Peralatan a. Penggiling

Page 336: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 342

b. Timbangan analitik c. Soxhlet d. Erlenmeyer 600 ml e. Pendingin balik f. Kertas saring g. Spatula h. Oven 119 oC i. Desikator Cara Kerja 1. Haluskan sampel sehingga

dapat melalui saringan ber-diamater 1 ml dan aduk hingga merata. Bila bahan tidak dapat dihaluskan, cukup dihancurkan sebaik mungkin

2. Timbang 2 g bahan. Eks-traksi lemak sampel dengan metode soxhlet.

3. Pindahkan sampel ke dalam Erlenmeyer 600 ml. Jika ada tambahkan 0.5 g asbes yang telah dipijarkan dan 3 tetes zat anti buih (antifoam agent)

4. Tambahkan 200 ml larutan H2SO4 mendidih. Tutup de-ngan pendingin balik.

5. Didihkan selama 3 menit dengan kadang-kadang digo-yang-goyangkan.

6. Saring suspensi dengan ker-tas saring. Residu yang ter-tinggal dalam Erlenmeyer dicuci dengan air mendidih. Cuci residu dalam kertas saring sampai air cucian tidak bersifat asam lagi (uji dengan kertas lakmus).

7. Pindahkan secara kuantitatif residu dari kertas saring ke dalam Erlenmeyer kembali dengan spatula. Sisanya cuci lagi dengan 200 ml larutan

NaOH mendidih sampai se-mua residu masuk kedalam Erlenmeyer.

8. Didihkan dengan pendingin balik sambil kadang-kadang digoyang-goyangkan selama 30 menit

9. Saring kembali dengan meng-gunakan kertas saring yang diketahui beratnya atau krus-geoch yang telah dipijarkan dan diketahui beratnya, sam-bil dicuci dengan K2SO4 10 %.

10. Cuci lagi residu dengan air mendidih, kemudian dilanjut-kan dengan alkohol 95% sekitar 15 ml.

11. Keringkan kertas saring atau krus dengan isinya pada 110 oC sampai beratnya konstan (1-2 jam), dinginkan dalam desikator dan timbang. Ja-ngan lupa mengurangi berat asbes (sekali digunakan). Berat residu yang diperoleh = berat serat kasar.

16.1.1.8 Dietary fiber Dietary fiber adalah bagian dari komponen bahan pangan nabati yang tidak dapat dicerna oleh saluran pencernaan manusia, termasuk polisakarida dan lignin. Berdasarkan fungsinya, dietary fiber dapat dibagi menjadi tiga, yaitu : 1. Polisakarida struktural, terda-

pat dalam dinding sel dan terdiri dari selulosa dan polisakarida non-selulosa (he-

Page 337: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 343

miselulosa dan substansi pekak)

2. Non-polisakarida struktur, se-bagian besar terdiri dari lignin.

3. Polisakarida non struktural, termasuk gum dan mucilage serta polisakarida lainnya (ka-rageenan dan agar dari alga dan rumput laut).

Untuk menganalisa dietary fiber telah dikembangkan berbagai metode, diantaranya yang mudah dan relatif cepat adalah Metode Van Soest. Dengan metode ini dapat ditentukan kadar Acid Detergent Fiber (ADF) dan Neu-tral Detergent Fiber (NDF). ADF terdiri dari selulosa dan lignin dan NDF terdiri selulosa, hemiselu-losa dan lignin. Hampir semua komponen dietary fiber dapat dihitung. Kadar hemi-selulosa diperoleh dengan meng-hitung selisih kadar NDF dengan kadar ADF. Kadar selulosa di-peroleh dengan menghitung selisih kadar ADF dan kadar lignin. Total dietary fiber dihitung dengan menjumlahkan kadar NDF dengan kadar subs-tansi pekat. 16.1.1.8.1 Penentuan kadar

ADF Sampel yang akan diuji diekstrak dengan larutan setiltrimetil amo-nium bromida (ADF) dalam H2SO4 1N sehingga seluruh komponen selain komponen ADF larut. Komponen yang tidak larut kemudian disaring, dikeringkan,

ditimbang, dan dikoreksi dengan kandungan mineral yang ada dalam komponen tersebut de-ngan cara menyabunkannya se-hingga yang tinggal hanya mine-ralnya saja. Pereaksi yang digunakan dalam penetapan ADF adalah : 1. Larutan ADF Larutan ADF dibuat dengan me-larutkan 20 g setil trimetil amo-nium bromida dalam 1 liter H2SO4 1N. 2. Aseton Peralatan yang digunakan dalam penetapan ADF adalah : 1. Pendingin tegak 2. Pemanas listrik 3. Filter gelas 2-G-3 4. Oven pengering 5. Tanur 450-500oC 6. Timbangan analitik 7. Desikator Cara Kerja : 1. Timbang sampel bentuk te-

pung lolos ayakan 30 mesh sebanyak 1 g dan masukan ke dalam Erlenmeyer.

2. Tambahkan 100 ml larutan ADF; didihkan pada pendingin tegak selama 60 menit.

3. Saring dengan filter gelas 2-G-3, endapan yang diperoleh dicuci dengan akuades panas beberapa kali.

4. Endapan dicuci beberapa kali dengan aseton

5. Keringkan filter gelas dan en-dapan dalam oven 100oC sampai diperoleh berat yang tetap (sekitar 8 jam), timbang.

Page 338: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 344

6. Abukan endapan pada tanur bersuhu 450 – 500 oC hingga diperoleh berat yang konstan (sekitar 3 jam) timbang.

Perhitungan : (a – b) % kadar ADF = --------------- x 100 ( W ) Dimana : a = berat filter dan endapan

setelah dikeringkan (g) b = Berat filter dan endapan

setelah diabukan c = berat awal sampel (g) 16.1.1.8.2 Penentuan kadar

NDF Penetapan NDF diawali dengan mengekstrak sampel dengan la-rutan NDF sehingga seluruh kom-ponen selain NDF larut. Kompo-nen yang tidak larut kemudian disaring, dikeringkan, ditimbang dan dikoreksi dengan kandungan mineralnya yang ada dalam komponen tersebut. Untuk sampel yang mengandung pati, patinya harus dihidrolisis da-hulu dengan menggunakan -amilase sehingga tidak menye-babkan kesulitan selama penya-ringan. Pereaksi yang digunakan dalam penentuan NDF adalah : 1. Larutan NDF

Larutkan 18.61 g EDTA-2Na, 6.81 g Na2B4O7.10H2O, 30 g Sodium lauril sulfat, 4.56 g Na2HPO4 dan 10 ml 2-etoksil-

etanol dalam 1 liter. Atur se-demikian rupa sehingga pH berkisar 6.9-7.1.

2. Larutan -amilase

Masukkan 1 g -amilase ke dalam 1 liter buffer fosfat, yaitu 0.067 M buffer fosfat (KH2PO4-Na2HPO4), pH 7.0 ± 0.05.

3. Aseton Peralatan yang digunakan : 1. Erlenmeyer 2. Timbangan analitik 3. Desikator 4. Inkubator 40 oC 5. Pendingin tegak 6. Filter gelas 2-G-3 7. Oven pengering 100 oC 8. Tanur 450-500 oC Cara kerja : 1. Timbang 0.5 g sampel bentuk

tepung lolos ayakan 30 mesh dan masukkan ke dalam Erlenmeyer.

2. Tambahkan 30 ml larutan -amilase dan inkubasi pada suhu 40 oC selama 16 jam (semalam).

3. Tambahkan 200 ml larutan NDF dan 0.5 g Na2SO3.

4. Refluks campuran pada pan-dingin tegak selama 60 menit

5. Saring campuran melalui filter 2-G-3 dan cuci dengan akua-des panas beberapa kali.

6. Bilas endapan dengan aseton beberapa kali.

7. Keringkan filter dan endapan pada oven yang bersuhu 100

Page 339: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 345

oC sampai diperoleh bobot yang konstan (sekitar 8 jam), timbang.

8. Abukan filter dan nedapan pa-da tanur yang bersuhu 450-500 oC sampai diperoleh bobot yang konstan (sekitar 3 jam), timbang.

Perhitungan : a – b % kadar NDF = ------------ x 100 W Dimana : a = berat filter dan endapan

setelah dikeringkan (g) b = Berat filter dan endapan

setelah diabukan c = berat awal sampel (g) 16.1.1.8.3 Penentuan lignin Kandungan lignin dapat ditentu-kan dengan mengekstrak sampel dengan larutan ADF sehingga semua komponen selain selulo-sa dan lignin larut. Selulosa yang ada dalam residu kemudian dihi-drolisa menggunakan H2SO4 72% sehingga yang tersisa dalam residu hanya lignin. Pereaksi yang digunakan dalam penentuan lignin adalah : 1. Larutan ADF (lihat penetapan

ADF) 2. Larutan H2SO4 72% (w/v) 3. Aseton Peralatan yang digunakan dalam penentuan lignin adalah : 1. Timbangan analitik

2. Pendingin tegak 3. Filter gelas 2-G-4 4. Oven 5. Tanur Cara kerja : 1. Timbang 0.5 g sampel bentuk

tepung lolos aya-kan 30 mesh, masukkan ke dalam labu Erlenmeyer atau labu didih

2. Tambahkan 100 ml larut-an ADF

3. Refluks pada pendingin tegak selama 60 menit

4. Saring melalui filter gelas 2-G-4

5. Tempatkan filter gelas yang berisi residu pada gelas piala 100 ml.

6. Tambahkan 25 ml H2SO4 72% dingin (15 oC) ke dalam filter gelas, aduk dengan gelas pengaduk sampai ter-bentuk pasta halus. Biarkan gelas pengaduk berada da-lam filter gelas.

7. Biarkan selama 3 jam pada suhu 20 – 23 oC sambil diaduk-aduk setiap 1 jam sekali.

8. Dengan bantuan vakum laku-kan penyaringan. Cu-ci resi-du dengan air panas sampai filtrat bebas asam (cek de-ngan kertas lakmus). Jangan lupa cuci bagian pinggir filter dan gelas pengaduk dengan air panas.

9. Bilas residu dengan ase-ton 2-3 kali.

10. Keringkan filter gelas dalam oven 100oC sampai diperoleh

Page 340: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 346

berat konstan, masukkan ke desikator kemudian timbang.

11. Masukan filter ke dalam tanur 450 – 500 oC sampai diperoleh berat tetap, biarkan agak dingin, masukkan desi-kator, timbang.

Perhitungan : a – b % kadar lignin = ------------ x 100 W Dimana : a = berat filter dan endapan

setelah dikeringkan (g) b = Berat filter dan endapan

setelah diabukan c = berat awal sampel (g)

16.1.1.9 Penentuan substansi

pektat 16.1.1.9.1 Metode Kolorimetrik Prinsip penentuan substansi pek-tat dengan metode kolorimetrik didasarkan atas reaksi antara O-hidroksi difenil dengan anhidro-galakturonat sehingga mengha-silkan warna yang dapat diukur pada panjang gelombang 520 nm. Pereaksi yang digunakan dalam penentuan substansi pektat ada-lah : 1. Larutan versene 0.5%

Larutan ini dibuat dengan me-larutkan 5 g EDTA-4 Na

dalam akuades hingga volu-me 1 liter.

2. Larutan tetraborat / sulfat Larutan Na2B4O7 0.0125 M dalam H2SO4 pekat

3. Larutan O-hidroksidifenil Larutan O-hidroksidifenil dipe-roleh dengan melarutkan 1.5 g O-hidroksidifenil dalam 1000 ml NAOH 0.5 persen.

4. NaOH 0.05 N Peralatan yang digunakan : 1. Vortex mixer 2. Spektrofotometer 3. Penangas air 4. Penangas es (ice bath) Cara kerja : a. Penetapan sampel 1. Timbang sampel dalam ben-

tuk tepung lolos ayakan 30 mesh sebanyak 0.5 g.

2. Ekstraksi dengan 25 ml etanol 70 % untuk menghilangkan gula-gula.

3. Saring, endapannya diambil lalu tambahkan 200 ml larutan versen 0.5 persen.

4. Inkubasi pada suhu 25 oC selama 30 menit untuk melarutkan substansi pektat di dalam sampel.

5. Asamkan campuran sampai pH 5 – 5.5 dengan meng-gunakan asam asetat, kemu-dian tambahkan 0.1 g pekti-nase, inkubasi pada 25 oC selama satu jam.

6. Tambahkan akuades sehing-ga volume campuran menjadi 250 ml, kemudian saring.

Page 341: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 347

7. Dari filtrat yang diperoleh, ambil 0.8 ml lalu tambahkan kedalamnya 4.8 ml larutan tetraborat / sulfat.

8. Dinginkan dengan penangas es sampai suhu campuran mencapai 4 oC, kemudian kocok dengan vortex mixer.

9. Panaskan dengan penangas air bersuhu 100 oC selama 5 menit, dinginkan kembali de-ngan penangas es sampai suhu 20 oC.

10. Tambahkan 0.08 ml larutan O-hidroksidifenil, kocok kem-bali dengan vortex mixer.

11. Setelah dibiarkan kurang le-bih 5 menit dan warna telah terbentuk sempurna, ukur absorbansinya pada panjang gelombang 520 nm.

12. Pembuatan blanko sama se-perti prosedur di atas, kecuali tidak ditambahkan larutan O-hidroksidifenil.

b. Pembuatan kurva standar 1. Pembuatan kurva standar

dilakukan dengan menam-bahkan 10 ml NaOH 0.05N kedalam 120.5 mg asam galakturonat monohidrit, encerkan sampai volume 500 ml dengan akuades. Biarkan selama semalam pada suhu kamar. Tiap ml larutan stan-dar ini mengandung 20 μg asam anhidrogalakturonat.

2. Masukkan 10, 20, 40, 50, 60, dan 80 ml larutan standar masing-masing ke dalam labu ukur 100 ml, tepatkan sampai tanda tera dengan akuades.

3. Setiap 0.8 ml larutan standar ini diperlakukan sama seperti pada penetapan sampel, kemudian ukur absorbansinya pada 520 nm.

4. Blanko larutan standar dibuat sama seperti larutan standar, tetapi tidak ditambahkan O-hidroksidifenil.

c. Perhitungan (a) (b) Anhidrouronat = ----------- x 100% 0.8 (W) 106 = kadar substansi pektat didalam sampel Dimana : a = konsentrasi sampel yang

diperoleh b = volume akhir setelah

penambahan pektinase 0.8 = volume filtrat yang diambil

untuk pengukuran absorbansi (ml)

W = bobot sampel c = berat awal sampel (g) 106 = faktor konversi satuan 16.1.1.9.2 Metode Gravimetrik Penetapan substansi pektat dila-kukan dengan mengekstrak pek-tin dari sampel kemudian disa-ponifikasi dengan alkali dan dien-dapkan sebagai kalsium pektat dengan penambahan kalsium khlorida dan suasana asam. En-dapan kalsium pektat dicuci sam-

Page 342: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 348

pai bebas khlorida, dikeringkan dan ditimbang. Adapun pereaksi yang diperguna-kan untuk penetapan substansi pektat dengan metode gravimetri adalah : 1. Asam asetat 1 N

Asam asetat 1N diperoleh dengan mengencerkan 30 ml asam asetat glasial dengan air hingga menjadi 500 ml.

2. Kalsium khlorida 1N Kalsium khlorida 1N dibuat dengan melarutkan 27.5 g CaCl2 anhidrous dalam air. Encerkan hingga volumenya mencapai 500 ml.

3. Perak nitrat 1 % Perak nitrat diperoleh dengan melarutkan 1 g AgNO3 dalam 100 ml air.

4. HCl 0.05 N Peralatan yang digunakan 1. Waring blender 2. Oven

Cara kerja a. Ekstraksi 1. Timbang 50 g sampel yang

sudah diblender dalam wadah gelas piala 1000 ml.

2. Ekstrak dengan 400 ml HCl 0.005 N selama 2 jam pada suhu 80-90 oC. Gantikan air yang hilang karena pengua-pan.

3. Dinginkan, pindahkan seluruh isinya ke labu ukur 500 ml, tepatkan sampai tanda tera dengan air.

4. Kocok merata, kemudian sa-ring dengan kertas saring Whatman No. 4, masukkan filtrat ke dalam Erlenmeyer 500 ml.

5. Ulangi ekstraksi terhadap pulp sayuran atau buah-buahan dengan air dingin lalu panaskan ekstrak campuran sebelum penyaringan atau didihkan pulp dan air tanpa penambahan asam. Untuk melarutkan pektin yang tidak larut lakukan ekstraksi asam sebagai berikut : - Tambahkan HCl 0.01 N,

didihkan selama 30 mnt. - Saring, cuci endapan de-

ngan air panas. - Tambahankan HCl 0.05 N

pada residu, didihkan se-lama 20 menit dan saring seperti sebelumnya.

- Tambahkan HCl 0.3 N pada residu, didihkan selama 10 menit dan saring.

- Kumpulkan seluruh filtrat yang diperoleh, dinginkan, dan tepatkan sampai volu-me tertentu.

b. Jam, Jelly dan Marmalade

1. Timbang 50 g sampel dalam wadah gelas piala 1000 ml. Sementara itu siapkan 400 ml air, panas-kan pada penangas air.

2. masukan sampel ke da-lam air yang sudah disi-apkan sambil dipanaskan, hancurkan sampel de-ngan gelas pengaduk.

Page 343: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 349

3. Dinginkan. Lalu pindah-kan sampel ke dalam labu ukur 500 ml. Tetapkan sampai tanda tera dengan air, kemudian saring de-ngan kertas Whatman no.4.

c. Penetapan sampel

1. Pipet 100-200 ml masing-masing alikuot, masukan ke dalam gelas piala 1000 ml. Tambahkan 250 ml air. Netralkan dengan pe-nambahan NaOH 1N de-ngan menggunakan fe-nolftalein sebagai indika-tor. Tambahkan lagi 10 ml NaOH 1 N, sambil melakukan pengadukan. Biarkan selama semalam.

2. Tambahkan 50 ml asam asetat 1N, kemudian se-telah 5 menit tambahkan 25 ml kalsium khlorida 1 N, aduk merata.

3. Saring dengan kertas sa-ring yang telah disiapkan sebelumnya (sebelumnya, kertas saring dibasahkan dengan air panas, kering-kan dalam oven 102 oC selama 2 jam, dinginkan dalam desikator kemudian timbang dalam wadah tim-bang tertutup)

4. Cuci endapan dengan air panas yang hampir men-didih sampai bebas dari khlorida (uji dengan perak nitrat). Keringkan pada 100 oC selama semalam,

dinginkan dengan desika-tor lalu timbang.

d. Perhitungan a x 500 x 100 % kalsium pektat = ------------------- b x c a = Berat kalsium pektat b = ml filtrat yang digunakan

untuk penetapan c = Berat sampel 16.1.2 Pencatatan hasil Hasil dicatat pada buku hasil. Bila dari hasil perhitungan diper-oleh : a. Angka desimal kurang dari 5 (lima) maka dilakukan pembulat-an turun, sedangkan bila lebih dari 5 (lima) dilakukan pembulat-an naik. Contoh : 14.545 Dibulatkan

menjadi 14.45

14.466 Dibulatkan menjadi

14.47

b. Angka desimal 5 (lima) yang akan dibulatkan dari angka genap yang ada di depannya, maka angka lima tersebut menjadi hilang. Tetapi jika angka dide-pannya ganjil maka dilakukan pembulatan naik. Contoh : 14.765 Dibulatkan

menjadi 14.76

14.475 Dibulatkan menjadi

14.48

Page 344: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 350

16.2. Analisis protein 16.2.1 Penetapan protein kasar 16.2.1.1 Metode Kjeldahl Analisis protein metode Kjeldhal didasarkan pada oksidasi bahan-bahan berkarbon dan konversi nitrogen menjadi amonia. Kemu-dian amonia bereaksi dengan ke-lebihan asam membentuk amo-nium sulfat. Larutan dibuat men-jadi basa dan amonia diuapkan untuk kemudian diserap dalam larutan asam borat. Nitrogen yang terkandung dalam larutan dapat ditentukan jumlahnya de-ngan titrasi menggunakan HCl 0.02 N. Pereaksi yang digunakan dalam metode Kjeldhal adalah : 1. Asam sulfat pekat 2. Air raksa oksida 3. Kalium sulfat 4. Larutan natrium hidroksida-

natrium tiosulfat (larutkan 60 g NaOH dan 5 g NaS2O3. 5H2O dalam air dan encerkan sampai 100 ml)

5. Larutan asam borat jenuh 6. Larutan asam khlorida 0.02N. Peralatan yang digunakan : 1. Pemanas Kjeldahl lengkap

yang dihubungkan dengan pe ngisap uap melalui aspirator.

2. Labu Kjeldahl berukuran 30 ml atau 50 ml.

3. Alat distilasi lengkap dengan Erlenmeyer berpenumpang 125 ml

4. Buret 25 ml / 50 ml

Cara Kerja 1. Timbang sejumlah kecil sam-

pel (kira-kira akan membu-tuhkan 3-10 ml HCl 0.01 N atau 0.02 N), pindahkan kedalam labu Kjeldahl 30 ml

2. Tambahkan 1.9 ± 0.1 g K2SO4, 40 ± 10 mg HgO, dan 2 ± 0.1 ml H2SO4. Jika sampel lebih dari 15 mg ± 0.1 g. Bila sampel lebih dari 15 mg, tambahkan 0.1 ml H2SO4 untuk setiap 10 mg bahan organik di atas 15 mg.

3. Tambahkan beberapa butir batu didih. Didihkan sampel selama 1 – 1.5 jam sampai cairan menjadi jernih.

4. Dinginkan, tambahkan sejum-lah kecil air secara perlahan-lahan (hati-hati tabung men-jadi panas), kemudian dingin-kan.

5. Pindahkan isi labu kedalam alat destilasi. Cuci dan bilas labu 5-6 kali dengan 1-2 ml air, pindahkan air cucian ter-sebut ke dalam alat distilasi.

6. Letakkan Erlenmeyer 125 ml yang berisi 5 ml larutan H2BO3 dan 2-4 tetes indikator (campuran 2 bagian metil merah 0.2% dalam alkohol dan 1 bagian metilen blue 0.2% dalam alkohol) di abwah kondensor. Ujung tabung kondensor harus terendam di bawah larutan H3BO3.

7. Tambahkan 8-10 ml larutan NaOH-Na2S2O3, kemudian la-kukan destilasi sampai ter-tampung kira-kira 15 ml destilat dalam Erlenmeyer.

Page 345: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 351

8. Bilas tabung kondensor de-ngan air, dan tampung bilas-annya dalam Erlenmeyer yang sama.

9. Encerkan isi Erlenmeyer sampai kira-kira 50 ml kemu-dian titrasi dengan HCl 0.02N sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu. La-kukan juga penetapan Blan-ko.

Perhitungan (a)(b)(c) % N = ------------------------------- d dimana : a = ml HCl b = ml blanko c = normalitas d = mg sampel % protein = %N x faktor konsversi Faktor konversi kadar protein ber-macam bahan pangan

Bahan Faktor Koreksi

Bir, sirop, biji-bijian, ragi, pakan ternak, buahan teh manisan anggur, tepung jagung

6.25

Beras 5.95 Roti, gandum, makaroni, bakmi

5.70

Kacang tanah 5.46 Kedele 5.71 Kenari 5.18 Susu dan produk susu 6.38

16.2.1.2 Metode Biuret Penentuan kadar protein dengan metode Biuret merupakan salah satu cara terbaik. Dalam larutan, basa Cu2+ membentuk kompleks dengan ikatan peptida (-CO-NH-) sehingga menghasilkan warna ungu dengan absorbans maksi-mum pada 540 nm. Absorban berbanding lurus dengan konsen-trasi protein dan tidak tergantung dari jenis protein karena seluruh protein memiliki jumlah ikatan peptida yang sama per satuan berat. Hanya sedikit senyawa lain yang mengganggu reaksi misalnya urea (mengandung gugus –CO-NH-) dan gula pereduksi yang akan bereaksi dengan ion Cu2+. Pereaksi yang digunakan dalam metode Biuret adalah : 1. Pereaksi Biuret

Pereaksi Biuret dibuat dengan melarutkan 3 g CuCO4.5H2O dan 9 g Na-K-Tartrat dalam 500 ml NaOH 0.2 N Tambahkan 5 g KI, kemudian encerkan sampai 1000 ml dengan menggunakan NaOH 0.2N

2. Larutan protein standar

Buat larutan bovine serum al-bumin dalam air dengan konsentrasi 5 mg/ml. Ukur kadar air serum albumin, nyatakan konsentrasi dengan dasar berat kering (agar lebih tepat).

Page 346: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 352

Peralatan yang digunakan 1. Spektrofotometer 2. Sentrifus 3. Waring Blender

Cara kerja 1. Pembuatan Kurva Standar 1. Masukkan ke dalam tabung

reaksi 0 (blanko), 0.1, 0.2,, 0.4, 0.6, 0.8, dan 1 ml protein standar. Tambahkan air sam-pai volume total masing-masing 4 ml.

2. Tambahkan 6 ml pereaksi Biuret ke dalam masing-masing tabung reaksi, campur hingga rata.

3. Simpan tabung reaksi pada suhu 37 oC selama 10 menit atau pada suhu kamar sela-ma 30 menit sampai pemben-tukan warna ungu sempurna.

4. Ukur absorbansinya pada 520 nm.

2. Persiapan sampel 1. Sampel harus berupa cairan.

Jika berbentuk padatan maka harus dihancurkan dahulu de-ngan menggunakan waring blender dan penambahan air. Hancuran yang diperoleh di-saring lalu disentrifus. Super-natan di dekantasi untuk di-pergunakan selanjutnya (a). Protein yang terukur pada supernatan adalah soluble protein. Perhatikan faktor pe-ngenceran.

2. Jika cairan berupa larutan protein seperti protein kon-sentrat, isolat yang tidak keruh, maka persiapan sam-

pel cukup dengan pengen-ceran secukupnya saja. Jika cirannya keruh atau me-ngandung bahan-bahan yang mengganggu seperti glukosa, maka harus dilakukan per-lakuan berikut : - Aliquot (ekstrak) didistri-

busikan ke dalam tabung reaksi seperti pada pene-tapan standar, kemudian tambahkan air sampai vo-lume total masing-masing 1 ml.

- Kedalam masing-masing tabung reaksi tambahkan 1 ml trichloroacetic acid (TCA) 10 % sehingga protein akan terdenaturasi

- Setrifus pada 300 rpm selama 10 menit sampai protein yang terdenaturasi mengendap. Supernatan dibuang dengan cara de-kantasi.

- Kedalam endapan tambah-kan 2 ml etil eter, campur merata lalu sentrifus kem-bali untuk menghilangkan residu TCA. Biarkan me-ngering pada suhu kamar.

- Kedalam endapan kering ditambahkan 4 ml air. Campur hingga merata (jangan harapkan seluruh-nya akan larut).

- Tambahkan 6 ml pereaksi Biuret, alkali dalam pere-aksi ini akan melarutkan nedapan yang tersisa.

Page 347: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 353

3. Penetapan sampel 0.1 – 1 ml sampel (dipipet tepat) dimasukkan kedalam tabung re-aksi, kemudian diperlakukan seperti menetapkan standar. 16.2.1.3 Metode Lowry Metode Lowry menghasilkan penghitungan protein lebih sensitif dibandingkan metode Biuret. Prinsip dari penetapan protein dengan metode lowry dilakukan berdasarkan terbentuk-nya warna biru yang dihasilkan dari reaksi antara Cu2+ dengan ikatan peptida dan reduksi asam fosfomolibdat dan asam fosfo-tungstat oleh tirosin dan triptofan (merupakan residu protein). Warna yang terbentuk terutama dari hasil reduksi fosfomolibdat dan fosfotungstat, oleh karena itu warna yang terbentuk tergantung pada kadar tirosin dan triptofan dalam protein. Senyawa fenolik juga dapat membentuk warna biru, sehingga akan mengganggu penghitungan. Untuk menghilangkannya lakukan pengendapan protein dengan TCA, hilangkan supernatan. La-rutkan kembali protein yang diendapkan oleh TCA, baru dianalisis. Pereaksi yang digunakan dalam metode Lowry adalah : 1. Natrium karbonat 2% dalam

larutan NaOH 0.1N 2. Tembaga sulfat 0.5% dalam

larutan NaK tartrat 1 %

(dibuat hanya pada waktu akan digunakan).

3. Campuran 50 ml pereaksi (1) dengan 1 ml pereaksi (2) (hanya pada waktu akan digunakan, hanya stabil sela-ma 1 hari)

4. Pereaksi Folin Ciocalteau (pe-reaksi fenol) Pereaksi ini biasanya tersedia secara komersil, larutkan dengan air 1 : 1 sebelum digunakan. Pereaksi ini dapat dibuat sendiri dengan cara sebagai berikut : Masukkan 100 g natrium

tungstat, 25 g natrium molibdat, 500 ml akuades, 50 ml asam fosfat 85% dan 100 ml HCl pekat ke dalam labu 2 liter.

Campuran direfuks secara hati-hati selama 10 jam dengan menggunakan kondensor. Sesudah di-dinginkan, tambahkan ke dalam labu 150 g litium sulfat, 50 ml akuades dan beberapa tetes Br2 (Brom).

Pendidihan dilanjutkan la-gi selama 10 menit de-ngan tanpa kondenser, untuk menghilangkan ke-lebihan Brom.

Setelah didinginkan, vo-lume larutan dijadikan 100 ml dan saring jika perlu.

Filtrat tidak boleh ada warna kehijauan. Bila ada maka perlu dilakukan pen-didihan sekali lagi. Ini merupakan ’reagent stok’.

Page 348: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 354

Larutkan dengan air 1 : 1 sebelum digunakan.

5. Larutan protein standar 0.25 mg/ml (larutan bivine serum albumin)

Cara Kerja : 1. Pembuatan Kurva Standar a. Masukkan ke dalam tabung

reaksi : 0 (blanko), 0.1, 0.2, 0.4, 0.6, 0.8, dan 1.0 ml protein standar. Tambah air sampai volume total masing-masing 4 ml. Kedalam masing-masing tabung reaksi tambahkan 5.5 ml pereaksi (3), campur merata dan biarkan selama 10 – 15 menit pada suhu kamar.

b. Tambahkan 0.5 ml pereaksi (4) ke dalam masing-masing tabung reaksi, kocok merata dengan cepat setelah penambahan.

c. Biarkan selama 30 menit sampai warna biru terbentuk.

d. Ukur absorbansinya pada 650 nm

e. Buat kurva standar. 2. Persiapan sampel

Lakukan seperti mempersiap-kan sampel penetapan pro-tein metode biuret.

3. Penetapan sampel

0.1 – 1 ml sampel dipipet tepat, masukkan kedalam ta-bung reaksi kemudian diperla-kukan seperti penetapan standar.

16.2.1.4 Metode Dye Binding Metode dye binding hanya dapat diterapkan untuk menetapkan kadar protein susu secara tidak langsung, yaitu dengan mengikat zat warna. Untuk menentukan kadar protein, hasil yang diper-oleh harus dikalibrasi dahulu de-ngan metode Kjeldahl. Metode ini didasarkan bahwa zat warna memiliki kemampuan bergabung dengan gugus polar protein yang bermuatan ion ber-lawanan. Senyawa kompleks tidak larut yang terbentuk dipisah-kan dengan cara sentrifugasi atau penyaringan dan kosentrasi zat warna yang tidak terikat dapat diukur densitas optisnya. De-ngan menggunakan kurva stan-dar yang menyatakan hubungan antara densitas optik dengan ka-dar protein yang ditetapkan de-ngan metode Kjeldahl, maka ka-dar protein sampel dapat diten-tukan. Pereaksi dan peralatan Pereaksi yang digunakan pada metode dye binding adalah la-rutan dye. Larutan ini dibuat de-ngan melarutkan 0.6165 g amido black atau 1 g orange G dalam 1 liter asam sitrat 0.3 M. Adapun peralatan utama yang digunakan adalah sentrifus dan spektrofotometer.

Page 349: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 355

Cara Kerja a. Encerkan 5 ml susu menjadi

100 ml dengan menambah-kan air.

b. Campurkan 5 ml larutan susu dengan 10 ml larutan dye dalam tabung sentrifus 15 ml, kocok.

c. Dengan cara yang sama buat blanko, terdiri dari 5 ml air ditambah 10 ml larutan dye.

d. Sesudah dibiarkan 10 menit, sentrifus pada 2500 rpm selama 5 menit. Ambil su-pernatannya.

e. Encerkan 3 ml supernatan menjadi 100 ml, kemudian ukur densitas optisnya pada 615 nm (amido black) atau 485 nm (orange G).

f. Tentukan kadar protein sam-pel berdasarkan kurva stan-dar hubungan antara densitas optik dengan kadar protein susu yang ditetapkan dengan metode Kjeldahl yang telah dibuat sebelumnya.

16.2.2 Penetapan NPN Penetapan nitrogen non protein dapat diterapkan pada semua jenis bahan pangan. Prinsip kerjanya, sampel diekstrak de-ngan air. Protein yang ada di-endapkan dengan penambahan tembaga asetat dan komponen yang mengandung nitrogen non protein akan tetap berada dalam larutan. Setelah disaring, nitro-gen dalam filtrat ditentukan de-ngan metode Kjeldahl.

Peralatan yang digunakan dalam metode NPN adalah : 1. Labu Kjeldahl 800 ml 2. Corong berdiameter 4 inci

atau 12 cm 3. Labu Buchner 4. Kertas saring Whatman No.

541 atau S & S No. 1505 berdiameter 18 cm.

Adapun pereaksi yang digunakan adalah : 1. Larutan tembaga asetat mo-

nohidrat 3 % (w/v) 2. Larutan amonium potasium

sulfat 24 H2O 10 % (w/v) 3. Silikon antibusa

Cara Kerja 1. Timbang atau pipet sejumlah

sampel dengan ketentuan se-bagai berikut : o 2 g untuk sampel yang

mengandung protein sampai 25%

o 1 g untuk sampel yang mengandung protein 25-50%

o 0.5 untuk yang mengan-dung protein di atas 50%

2. Pindahkan sampel ke dalam labu Kjeldahl.

3. Tambahkan kira-kira 50 ml akuades, sedikit batu didih dan 1-2 tetes silikon anti busa.

4. Ekstrak (digest) campuran de-ngan mendidihkannya selama 30 menit (jaga jangan sampai kering).

5. Sementara hasil ekstraksi masih panas, tambahkan 2 ml

Page 350: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 356

larutan aluminium sulfat, cam-purkan hingga rata.

6. Panaskan kembali sampai mendidih

7. Tambahkan 50 ml larutan tembaga sulfat, campur me-rata.

8. Biarkan sampai dingin. 9. Saring melalui kertas saring

dengan menggunakan corong berdiamater 4 inci dan labu Buchner. Cuci labu Kjeldahl dan endapkan dengan 50 ml air dingin

10. Pindahkan filtrat dari labu Buchner ke dalam labu Kjel-dahl kemudian tetapkan kadar nitrogennya dengan metode Kjeldahl.

16.2.3 Penetapan basa volatil

nitrogen dan Trimethylamine (TMA)

16.2.3.1 Penetapan Basa

Volatil Nitrogen Prinsip dari metode penetapan basa volatil nitorgen adalah hasil ekstraksi sampel dengan TSA 5% akan mengendapkan seluruh pro-tein yang dikandungnya, sedang-kan seluruh komponen volatil bernitrogen larut dalam larutan TCA. Ekstrak TCA didestilasi sehingga komponen volatil ber-nitrogen diikat oleh larutan HCl 0.01 M. Destilasi ini kemudian dititrasi dengan NaOH 0.01 M sehingga kadar TVNnya dapat ditentukan.

Pereaksi yang digunakan dalam penetapan TVN adalah sebagai berikut : 1. Larutan TCA 5% (w/v) 2. NaOH 2 M 3. HCl 0.01 M 4. NaOH 0.01 M 5. Formadehid 15 % (w/v) netral.

Encerkan 432.4 ml formal-dehid 37 % menjadi 1 liter de-ngan air. Campurkan 1 L for-maldehid yang sudah dien-cerkan dengan 100 g MgCO3, kocok sampai larutan menjadi jernih, jika MgCO3 tidak larut seluruhnya disaring. Tepat-kan pH larutan menjadi 7 (biasanya pH larutan formal-dehid yang sudah ditambah-kan MgCO3 ini lebih besar dari 7 sehinga perlu ditam-bahkan formaldehid secukup-nya sampai pH menjadi 7).

6. Indikator merah fenol. Campurkan 0.1 g merah fenol dengan 2.84 ml NaOH 0.1M kemudian encerkan menjadi 100 ml dengan menambah-kan air.

Peralatan yang digunakan 1. Alat distilasi Kjeldahl atau se-

jenisnya 2. Waring blender 3. Sentrifuse 4. Buret dan statip. Cara kerja 1. Timbang 100 g sampel yang

sudah digiling, masukkan ke dalam waring blender.

2. Tambahkan 300 ml larutan TCA 5%. Jalankan waring

Page 351: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 357

blender sampai sampel ho-mogen.

3. Pisahkan ekstrak TCA de-ngan cara penyaringan atau sentrifus.

4. Ambil 5 ml ekstrak TCA masukkan ke dalam alat distilasi Kjeldahl semimikro. Tambahkan 5 ml NaOH 2 M.

5. lakukan distilasi dimana dis-tilat ditangkap dengan 15 ml HCl 0.01 M standar.

6. Tambahkan beberapa tetes merah fenol ke dalam destilat, lalu titrasi dengan NaOH 0.01 M standar sampai tercapai titik akhir.

7. Tambahkan 1 ml formaldehid 16% untuk setiap 10 ml cam-puran sesudah titrasi yang pertama, kocok, kemudian titrasi lagi dengan NaOH 0.01 M standar. Perhitungan : 14(300+W)(15-V1)(0.01) 100 TVB = ----------------------------- x ------- 5 M

Dimana :

14 = bobot atom nitrogen V1= Volume NaOH 0.01 M

yang dibutuhkan untuk titrasi 1

M = berat sampel (g) W = jumlah air yang adal

dalam bahan (g) V2= Volume NaOH 0.01 M

yang dibutuhkan untuk titrasi 2

16.2.3.2 Penetapan Trimetil Amin

Untuk menetapkan TMA, keda-lam destilat yang sudah dititrasi dengan NaOH ditambahkan for-maldehid 16% sehingga seluruh komponennya yang mengandung gugus NH2 terikat oleh formal-dehid, TMA sendiri tidak terikat. Dengan mentitrasi kembali cam-puran yang sudah ditambah for-maldehid ini maka kadar TMA da-pat diketahui. Pereaksi yang digunakan dalam penetapan TMA sama dengan pereaksi untuk menetapkan TVB, yaitu adalah sebagai berikut : 1. Larutan TCA 5% (w/v) 2. NaOH 2 M 3. HCl 0.01 M 4. NaOH 0.01 M 5. Formadehid 15 % (w/v) netral.

Encerkan 432.4 ml formal-dehid 37 % menjadi 1 liter dengan air. Campurkan 1 L formaldehid yang sudah dien-cerkan dengan 100 g MgCO3, kocok sampai larutan menjadi jernih, jika MgCO3 tidak larut seluruhnya disaring. Tepat-kan pH larutan menjadi 7 (bia-sanya pH larutan formaldehid yang sudah ditambahkan MgCO3 ini lebih besar dari 7 sehinga perlu ditambahkan formaldehid secukupnya sam-pai pH menjadi 7).

6. Indikator merah fenol. Campurkan 0.1 g merah fenol dengan 2.84 ml NaOH 0.1M kemudian encerkan menjadi

Page 352: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 358

100 ml dengan menambah-kan air.

Peralatan yang digunakan untuk menentukan kadar TMA adalah : 1. Alat distilasi Kjeldahl atau se-

jenisnya 2. Waring blender 3. Sentrifuse 4. Buret dan statip. Cara kerja 1. Timbang 100 g sampel yang

sudah digiling, masukkan ke dalam waring blender.

2. Tambahkan 300 ml larutan TCA 5%. Jalankan waring blender sampai sampel ho-mogen.

3. Pisahkan ekstrak TCA de-ngan cara penyaringan atau sentrifus.

4. Ambil 5 ml ekstrak TCA ma-sukkan ke dalam alat distilasi Kjeldahl semikikro. Tambah-kan 5 ml NaOH 2 M.

5. lakukan distilasi dimana dis-tilat ditangkap dengan 15 ml HCl 0.01 M standar.

6. Tambahkan beberapa tetes merah fenol ke dalam destilat, lalu titrasi dengan NaOH 0.01 M standar sampai tercapai ti-tik akhir.

7. Tambahkan 1 ml formaldehid 16% untuk setiap 10 ml cam-puran sesudah titrasi yang pertama, kocok, kemudian titrasi lagi dengan NaOH 0.01 M standar.

Perhitungan : 14(300+W)V2)(0.01) 100 TMA = ------------------------- x ------- 5 M Dimana : V1= Volume NaOH 0.01 M yang

dibutuhkan untuk titrasi 1 M = berat sampel (g) W = jumlah air yang adal dalam

bahan (g) V2= Volume NaOH 0.01 M yang

dibutuhkan untuk titrasi 2 16.3. Analisis lemak 16.3.1 Penetapan lemak kasar 16.3.1.1 Metode Ekstraksi

Soxhlet Pereaksi yang digunakan : 1. Pasir 2. Petroleum eter

Peralatan yang digunakan : 1. Tabung ekstraksi Soxhlet 2. Thimble 3. Botol timbang 4. Penangas air 5. Oven 6. Timbangan

Gambar 16.1 Tabung ekstraksi

Soxhlet

Page 353: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 359

Cara Kerja 1. Timbang 2 g sampel yang

telah dihaluskan (sebaiknya yang kering dan lewat 40 mesh), campurkan dengan pasir yang telah dipijarkan sebanyak 8 g dan masukkan ke dalam tabung ekstraksi Soxhlet dalam Thimble.

2. Alirkan air pendingin melalui kondensor

3. Pasang tabung ekstraksi pada alat distilasi Soxhlet dengan pelarut petroleum eter secukupnya selama 4 jam. Setelah residu dalam tabung ekstraksi diaduk, ekstraksi dilanjutkan lagi selama 2 jam dengan pelarut yang sama.

4. Petroleum yang mengandung ekstrak lemak dan minyak dipindahkan ke dalam botol timbang yang bersih dan diketahui bobotnya, kemudian uapkan dengan penangas air sampai pekat. Teruskan pe-ngeringan dalam oven 100oC sampai bobotnya konstan. Berat residu dalam botol timbang dinyatakan sebagai berat lemak dan minyak.

16.3.1.2 Metode modifikasi

Babcock Metode ini digunakan untuk penetapan kadar lemak secara cepat bahan-bahan ikan segar, ikan olahan (atau sejenisnya) dan cocok sebagai ’screenign test. Prinsip metode modifikasi Bab-cock adalah mengukur kadar le-

mak yang terpisah dari aqueous karena diekstrak dengan meng-gunakan asam sulfat panas. Pereaksi yang digunakan : 1. Asam sulfat 92%, BJ 1.825 2. Zephiran Peralatan yang digunakan : 1. Timbangan analitik 2. Botol Babcock untuk skim

(atau krim untuk sampel ber-kadar lemak tinggi) kapasitas 9 gram.

3. Heated Babcock sentrifus atau penangas air

Cara Kerja 1. Timbang 9 ± 0.1g sampel

dalam gelas piala 50 ml. 2. Tambahkan 10 ml air hangat

dan campur merata dengan menggunakan gelas penga-duk. Untuk fish ball dan produk-produk emulsi yang mengandung pati, tambahkan 1 ml Zephira.

3. Untuk produk-produk daging utuh, tambahkan dengan hati-hati 20 ml asam sulfat 92%. Untuk fish ball dan produk olahan ikan lainnya tambah-kan 12 ml asam sulfat 92%. Sebentar-sebentar campuran digoyang-goyang sampai se-luruh bahan tercerna sempur-na (terdigest sempurna) sela-ma 10 menit. Jika dalam 10 menit belum seluruhnya ter-cerna maka perlu ditambah lagi asam sulfat sebanyak 5 ml.

Page 354: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 360

4. Pindahkan isi gelas piala secara kuantitatif ke dalam botol babcock dengan cara menuangnya lalu cucilah re-sidu yang ada dalam gelas piala dengan air panas (80oC) sebanyak dua kali masing-masing 10 ml.

5. tambahkan akuades sehingga permukaan larutan berada 10 cm di bawah batas skala teratas.

6. Sentrifus botol dalam ’heated babcock centrifuge’ selama 3 menit. Alternatif lain, biarkan botol dalam penangas air 70oC, permukaan air pada penangas di atas batas kolom lemak. Biarkan dalam pena-ngas selama 10 menit.

7. Ukur panjang kelompok le-mak di dalam botol sesuai dengan skala yang ada, pan-jang ini menyatakan persen kadar lemak dalam sampel.

Catatan : Kolom lemak seharusnya ber-warna kuning terang. Jika ada lapisan ’fluffi’ (seperti benang rambut halus), ulangi penetapan sekali lagi, pada ulangan perha-tikan baik-baik kesempurnaan pencernaan (digest). Jika kolom lemak gelap, gunakan asam sul-fat yang lebih sedikit pada waktu pencernaan. 16.3.1.3 Metode Babcock Metode babcock digunakan untuk menentukan kadar lemak susu. Prinsip kerjanya adalah meng-

hancurkan emulsi lemak susu de-ngan menggunakan H2SO4. De-ngan menggunakan sentrifus atau pemanasan, lemak dalam susu dapat dipisahkan sehingga dapat diukur kadarnya pada botol yang telah dikalibrasi (botol bab-cock). Peraksi dan peralatan yang digunakan : 1. H2SO4 pekat, BJ 1.80 – 1.84 2. Botol Babcock standar, skala

0 – 8%, kapasitas 18 g. 3. Sentrifus yang dilengkapi

pemanas. 4. Penangas air. 5. Pipet volumetrik 17.6 ml

Gambar 16.2. Botol Babcock

Page 355: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 361

Cara Kerja 1. Pipet 17.6 ml susu bersuhu

22oC, masukkan kedalam bo-tol babcook.

2. Tambahkan 17.5 ml H2SO4 pekat bersuhu 22oC.

3. Kocok dengan cara rotasi sampai seluruh susu larut, seluruh curd’ hilang.

4. Tempatkan botol Babcock ke dalam sentrifus bersuhu 60oC, lakukan sentrifus pada 700-100 rpm selama 5 menit.

5. Tambahkan air panas (60oC) ke dalam botol Babcock sampai batas skala terbawah. Sentrifus lagi selama 2 menit pada suhu 60oC.

6. Tambahkan lagi air panas (60oC) ke dalam botol sampai sedikit di bawah batas skala teratas. Sentrifus lagi selama 1 menit pada suhu 60 oC.

7. Tempatkan botol Babcock da-lam penangas air 55- 60oC sampai batas skala teratas berada di bawah permukaan. Biarkan selama 5 menit.

8. Jika perlu dapat digunakan bantuan lampu penerangan yang memancarkan cahaya hijau lembut.

Catatan Pada waktu pengukuran, kolom lemak seharusnya translusen, berwarna kuning keemasan atau amber, dan bebas dari partikel suspensi. Jika tidak suka, pene-tapan harus diulangi dengan me-nyesuaikan jumlah H2SO4 yang ditambahkan.

16.3.1.4 Metode Gerber Metode Gerber digunakan untuk penentuan kadar lemak susu. Prinsipnya, susu dicampur de-ngan H2SO4 dan amil alkohol dalam tabung Gerber khusus lalu disentrifus sehingga lemak susu terpisah dan menempati bagian atas tabung. Lemak yang ter-pisah ini dapat ditentukan kadarnya dengan melihat pan-jang kolom lemak yang terbentuk. Pereaksi yang digunakan : 1. Asam sulfat 90% (w/w), BJ

1.815 2. Amil alkohol Peralatan yang digunakan : 1. Tabung butirometer Gerber 2. Sentrifus Gerber berdiameter

50 cm. 3. Pipet volumetrik 10.75 ml

Gambar 16.3.Tabung butirometer

Gerber

Page 356: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 362

Cara kerja 1. Masukkan 10 ml H2SO4 ke

dalam tabung butirometer de-ngan tanpa membasahi leher tabung

2. Pipet 10.75 ml susu, ma-sukkan ke dalam tabung bu-tirometer dengan tanpa mem-basahi leher tabung

3. Tambahkan 1 ml amil alkohol. Tutup tabung dengan penu-tupnya, kocok merata, sentri-fus selama 4 menit pada 1100 rpm.

4. Tempatkan tabung dalam pe-nangas air 65oC selama 3 menit

5. Baca persentase kadar lemak (w/w), sesuai dengan panjang kolom tabung yang telah dikalibrasi. Catatan : 1. Jumlah sampel yang diam-

bil untuk analisis ini ber-beda-beda untuk setiap negara, sebagai contoh :

India Belanda Hongaria Inggris Amerika

10.75 ml 10.66 ml 10.80 ml 10.94 ml 11.00 ml

2. Jangan tambahkan amil

alkohol sedemikian rupa sehingga kontak langsung dengan asam

3. Persiapkan kain dan so-dium bikarbonat. Kedua bahan ini berguna jika tabung butirometer yang berisi H2SO4 pekat pecah.

16.3.1.5 Metode Rose-Gottlieb Metode Rose-Gottlieb digunakan untuk menentukan kadar lemak susu, produk susu, dan es krim. Keakuratan metode ini lebih baik dibandingkan metode Babcock atau Gerber. Prinsip dari metode ini adalah adalah mengekstrak sampel le-mak menggunakan dietil eter dan protoleum eter. Sampel lemak di-netralkan dahulu dengan amonia dan dicampur dengan alkohol. Pereaksi yang digunakan 1. Larutan amonia 35% (w/v, BJ

0.88) dan 26% (w/v, BJ 0.908) (lihat catatan 1).

2. Etanol 95-96% (v/v). 3. Dietil eter, bebas peroksida,

titik didih 34-35oC. 4. Petroleum eter, titik didih 40-

60oC. 5. Eter campuran. Campurkan

dalam volume yang sama dietileter dengan petroleum eter.

Peralatan yang digunakan : 1. Oven, lebih disukai yang

dilengkapi dengan fan. 2. Tabung ekstraksi Mojonnier

dengan penutup. 3. Sentrifus, dapat digunakan

sentrifus Mojonnier. 4. Labu berdasar rata, berleher

pendek, kapasitas 160 ml, berat 40 – 50 g.

5. Penangas air

Page 357: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 363

Cara Kerja 1. Timbang 4-5 g sampel dalam

tabung ekstraksi (lihat catatan 2).

2. Tambahkan 1.5 ml amonia 35% (v/v), campur merata (lihat catatan 1).

3. Tambahkan 7 ml air hangat dan campur merata lagi (lihat catatan 3).

4. Panaskan sampai 60-70oC dan pertahankan pada suhu ini selama 15 menit.

5. Tambahkan 10 ml etanol, kocok, biarkan dingin (lihat catatan 4).

6. Tambahkan 25 ml dietil eter, tutup tabung dengan penutup-nya (lihat catatan 5), kocok merata selama 1 menit.

7. Biarkan dingin, bula penutup-nya, dan tambahkan 35 ml petroleum eter. Cuci penutup dan leher tabung sehingga petroleum eter cucian masuk ke dalam tabung.

8. Tutup kembali tabung dengan penutup (penutup sudah dibasahi dengan air), kocok merata selama 30 detik (lihat catatan 6).

9. Berdirikan tabung dengan bagian yang rata di bawah, biarkan selama 30 menit atau sampai lapisan eter jernih dan seluruhnya terpisah dari lapisan aqueous (Pemisahan lapisan eter dari lapisan aqueous dapat juga dilakukan dengan sentrifugasi 1000 rpm selama 30 detik).

10. Jika diperlukan naikkan batas antara kedua lapisan ke

bagian tersempit dari tabung dengan cara menambahkan sedikit air melewati sisi ta-bung secara hati-hati.

11. Dekantasi lapisan eter seba-nyak mungkin, masukkan ke dalam labu 150 ml. Tam-bahkan 10 ml pelarut eter campuran ke dalam tabung dan tanpa pengocokan, pin-dahkan pelarut ke dalam labu.

12. Cuci bagian luar tabung dengan pelarut eter campur-an, masukkan cucian ke da-lam tabung.

13. Hilangkan pelarut yang ada dalam labu dengan cara disti-lasi.

14. Ulangi tahap ekstraksi dan dekantasi dua kali, tambah-kan secara berurutan 5 ml etanol, 25 m dietil eter, dan 25 ml petroleum eter untuk masing-masing ekstraksi.

15. Distilasi seluruh pelarut sisa yang ada dalam labu.

16. Keringkan residu lemak da-lam oven 100 ± 2oC selama 1 jam.

17. Tempatkan labu dalam desi-kator sampai dingin sedikitnya selama 30 menit, kemudian timbang.

18. Ulangi tahap 17 dan 18 sam-pai didapat bobot labu yang konstan.

19. Ektrak lemak dalam labu se-cara berulang-ulang dengan petroleum eter, biarkan residu mengendap selama dekan-tasi.

20. Keringkan residu dalam oven 100 oC selama 1 jam.

Page 358: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 364

21. Tempatkan labu dalam desi-kator selama 30 menit, kemu-dian timbang.

22. Buat blanko dengan meng-gantikan sampel dengan air. Lakukan tahap 1 sampai 22 seperti di atas.

Perhitungan Kadar lemak % W2 – (W3 + W4) = --------------------------- x 100 W1 Dimana : W1 = Berat sample (g) W2 = Berat labu + ekstratk (g) W3 = Berat labu sesudah

pengilangan lemak (g) W4 = Berat residu yang

terekstrak dalam blanko (g)

Catatan : 1. Prosedur alternatif untuk ta-

hap pengerjaan 3 dan 4 ada-lah : 3. Tambahkan 2 ml amonia

26% (v/v) kocok. 4. Tambahkan 6 ml air ha-

ngat dan kocok kembali. 2. Timbang sampel dalam ta-

bung ekstraksi berdasarkan perbedaan berat (by difference).

3. Kesempurnaan ekstraksi le-mak tergantung dari kesem-purnaan pencampuran pada masing-masing tahap, penting sekali diperhatikan jika ada

gumpalan maka seluruh gum-palan harus meluruh.

4. Sebelum membuka penutup tabung, untuk menghindari semburan pelarut, turunkan takanan dalam tabung de-ngan cara mendinginkannya.

5. Penutup tabung harus diba-sahi dengan air dahulu sebe-lum digunakan dan bilas de-ngan pelarut sesudah diguna-kan.

6. Tekanan seharusnya turun dari waktu ke waktu selama pengocokan.

7. Pemisahan lapisan eter dari lapisan aqueous dapat juga dilakukan dengan sentrifugasi selama 30 detik pada 1000 rpm.

16.3.2 Penetapan Sifat fisik

dan kimia lemak 16.3.2.1 Titik Cair Data titik cair lemak hewani dan produk olahan untuk menentukan kondisi lemak. Lemak nabati pada suhu ruang umumnya ber-bentuk cair. Lemak yang memi-liki titik cair rendah berarti banyak mengandung asam lemak tak jenuh. Prinsip penentuan titik cair lemak adalah dengan menyimpan lemak dalam tabung kapiler, dinginkan dan kemudian panaskan secara bertahap. Suhu pada saat lemak terlihat transparan adalah titik cair lemak tersebut.

Page 359: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 365

Peralatan yang digunakan : 1. Termometer air raksa 2. Refrigerator 3. Tabung kaca kapiler, berdia-

meter dalam 1 mm berdinding tipis

4. Pemanas Cara Kerja 1. Masukkan lemak cair yang

sudah disaring ke dalam ta-bung kapiler sepanjang 10 mm.

2. Rapatkan/tutup ujung tabung kapiler dengan cara mema-naskan pada api kecil. Jaga jangan sampai lemak terbakar

3. Masukkan tabung kapiler ke dalam refrigerator 4-10oC, biarkan selama 16 jam.

4. Gabungkan tabung kapiler dengan termometer air raksa sehingga ujung tabung berisi lemak sejajar dengan ujung termometer yang berisi air raksa (bisa dengan cara mengikatnya menjadi satu).

5. Rendam dalam gelas piala 600 ml yang berisi air setengah penuh sehingga ter-mometer terendam sepanjang 30 mm.

6. Panaskan gelas piala dengan kecepatan 0.5 oC/menit, agi-tasi air dengan stirrer per-lahan-lahan.

7. Catat suhu pada saat lemak mulai terlihat transparan, gu-nakan kaca pembesar untuk melihatnya jika perlu, suhu yang terbaca merupakan titik cair lemak tersebut.

16.3.2.2 Berat Jenis Pengertian berat jenis disini adalah perbandingan bobot dari volume sampel minyak dengan bobot air yang volumenya sama pada suhu tertentu (biasanya ditentukan pada suhu 25 oC). Perlatan yang digunakan adalah : 1. Piknometer 2. Timbangan analitik Cara Kerja 1. Piknometer dibersihkan dan

dikeringkan 2. Isi piknometer dengan akua-

des bersuhu 20-30 oC. Pengi-sian dilakukan sampai air da-lam botol meluap dan tidak ada gelembung udara di da-lamnya.

3. Setelah ditutup, botol diren-dam dalam bak air yang ber-suhu 25 oC dengan toleransi 0.2 oC selama 30 menit.

4. Botol diangkat dari bak dan dikeringkan dengan kertas penghisap.

5. Timbang berat botol dengan isinya.

6. Contoh minyak / lemak cair yang akan ditentukan berta jenisnya disaring dahulu de-ngan kertas saring untuk membuang benda asing dan kandungan air. Selanjutnya contoh minyak diperlakukan seperti langkah 1 sampai langkah 5.

Page 360: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 366

Perhitungan Berat jenis minyak pada suhu 25/25oC adalah : Berat minyak dan minyak – berat botol Berat air pada suhu 25 oC Jika berat jenis minyak pada suhu 25 oC telah diketahui, maka untuk menghitung berat jenis minyak pada suhu ter-tentu lainnya dapat digunakan rumus sebagai berikut : G = G’ + 0.00064 (T – 25oC)

Dimana : G = Berat jenis pada suhu 25oC G’= Berat jenis pada ToC/25oC T = suhu minyak yang ditentukan

jenisnya 0.00064 = koreksi rata-rata untuk

1 oC. 16.3.2.3 Turbiditas Titik turbiditas adalah suhu dima-na minyak atau lemak cair beru-bah menjadi fase padat. Pengu-jian ini dilakukan untuk menen-tukan adanya pengotoran oleh bahan asing atau pencampuran minyak. Peralatan utama yang digunakan adalah : 1. Gelas piala 2. Asam asetat 3. Alkohol Cara Kerja 1. Contoh minyak dimasukkan

ke dalam gelas piala yang

berisi asam asetat atau alko-hol.

2. Panaskan sampai contoh mi-nyak melarut sempurna, yaitu ditandai dengan larutan men-jadi jernih.

3. larutan didinginkan perlahan-lahan sampai mulai mengha-blur

4. Suhu dimana terlihat adanya kristal-kristal halus lemak di-catat dan dinyatakan sebagai titik turbiditi atau biasa disebut titik kritis.

16.3.2.4 Indeks Bias Indeks bias didefinisikan sebagai perbandingan kecepatan cahaya di udara dengan kecepatan ca-haya di dalam medium tertentu. Atau secara singkat dapat dilihat seperti persamaan di bawah ini : Kecepatan cahaya di udara Indeks bias = -------------------------- Kecepatan cahaya di dalam medium Pengujian indeks bias dapat digu-nakan untuk menentukan kemur-nian minyak dan dapat menen-tukan dengan cepat terjadinya hi-drogenasi katalitis (catalytic hi-drogenation) Peralatan dan bahan utama yang digunakan adalah : 1. Refraktometer Abbe dilengka-

pi dengan pengontrol suhu 2. Toluen / alkohol

Page 361: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 367

Gambar 16.4. Refraktometer Abbe Cara kerja Beberapa tetes minyak ditetes-kan pada prisma refraktometer abbe yang sudah distabilkan pa-da suhu tertentu, dibiarkan se-lama 1 – 2 menit untuk mencapai suhu refraktometer, lalu dilakukan pembacaan indeks bias. Sebe-lum dan sesudah digunakan pris-ma, refraktometer dibersihkan de-ngan toluen / alkohol. Perhitungan Indeks bias perlu dikoreksi untuk temperatur standar, dengan menggunakan rumus sebagai berikut : R = R’ – K (T’ – T) Dimana : R = Indeks bias pada suhu

standar

R’ = Indeks bias pada suhu pembacaan

T = Suhu standar T’ = suhu pembacaan K = 0.000385 untuk minyak dan

0.000365 untuk lemak.

16.3.2.5 Uji ketengikan (Uji Kreis)

Bila lemak yang teroksidasi bere-aksi dengan phloroglucinol dalam suasana asam akan terbentuk warna merah. Warna merah yang terbentuk berkorelasi de-ngan peningkatan produk epihy-drin aldehyde atau malonaldehid sebagai produk oksidasi lipid. Pereaksi yang digunakan : 1. Larutan phloroglucinol 0.1%

dalam eter 2. HCl pekat 3. Heptane 4. Larutan phloroglucinol 0.5%

(w/v) dalam amil asetat 5. Larutan TCA : 10 g Trichloro

Acetic Acid (TCA) dilarutkan dalam 3.28 ml amil asetat

Peralatan utama yang digunakan adalah : 1. Penangas air (water bath) 2. Lovibond tintometer Cara Kerja A. Uji Kualitatif 1. Campurkan 10 ml minyak

atau lemak cair dengan 10 ml phloroglucinol 0.1 % dalam eter dan 10 ml HCl pekat. Kucok hingga merata lebih kurang 20 detik.

Page 362: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 368

2. Jika terbentuk warna pink menunjukkan mulai terjadinya ketengikan.

3. Coba ulangi langkah (1) dan (2) denagn bahan 1 ml minyak yang dilarutkan dalam 20 ml heptana. Jika uji masih positif berrti minyak tersebut sudah tengik dan dapat dibuk-tikan dengan uji organoleptik.

B. Uji Kuantitatif

1. Timbang 3 ml minyak atau lemak cair dalam tabung reaksi (dapat juga di-gunakan Erlenmeyer 50 ml).

2. Tambahkan 1 ml larutan phloroglucinol (0.5 % w/v dalam amil asetat) kemu-dian kocok merata selama 1 menit.

3. Tambahkan 2 ml larutan yang dibuat dengan mela-rutkan 10 g TCA dalam 3.28 ml amil asetat, kemudian rendam tabung reaksi dalam penangas air bersuhu 45 oC selama 15 menit. Aduk secara konti-nu (lebih baik gunakan penangas bergoyang).

4. Ambil tabung rekasi ke-mudian tambahkan 10 ml larutan TCA dengan 2 volume amil asetat, ke-mudian dinginkan dengan es.

5. bandingkan warna yang terbentuk dengan lovibo-nd tintometer. Catat jum-lah satuan merah (R) dari warna merah tersebut.

6. Buat blanko pada waktu yang sama, dengan menggunakan amil asetat sebagai pengganti larutan phloroglucinol. Baca war-nanya seperti (5), catat satuan merah (R).

7. Hitung bilangan Kreis : R – R’ Bilangan Kreis = T = ------------ I x C Dimana : I = Panjang sel dalam cm C = Konsentrasi minyak

dalam g/ml volume larutan akhir.

16.3.2.6 Penetapan Bilangan

TBA (Thiobarbituric Acid)

Penetapan bilangan TBA dengan metode Tarladgis dilandaskan pada reaksi antara asam 2-thiobarbituric dengan malonal dehid yang membentuk warna merah. Intensitas warna merah yang terbentuk dapat diukur dengan spetrofotometer. Mala-noldehid merupakan hasil oksi-dasi lipid. Pereaksi utama yang digunakan adalah : 1. HCl 4 M 2. Pereaksi TBA (0.2883 g/ 100

ml asam asetat glasial 90%). Pelarutan dapat dipercepat dengan pemanasan dalam penangas air.

Page 363: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 369

Peralatan yang digunakan : 1. Waring blender 2. Alat destilasi (distillation ap-

paratur) Cara Kerja 1. Timbang sampel sebanyak 10

g, masukkan ke waring blen-der, tambahkan 50 ml akua-des dan hancurkan selama 2 menit.

2. Pindahkan secara kuantitatif ke dalam labu distilasi sambil dicuci dengan 47.5 ml akua-des.

3. Tambahkan ± 2.5 ml HCl 4 M sampai pH menjadi 1.5.

4. Tambahkan batu didih dan pencegah buih (anti foaming agent) secukupnya dan pa-sanglah labu distilasi pada alat distilasi. Bila ada guna-kan electric mantle heater.

5. Distilasi dijalankan dengan pemanasan tinggi sehingga diperoleh 50 ml distilat selama 10 menit pemanasan.

6. Aduk merata distilat yang di-peroleh, pipet 5 ml distilat ke dalam tabung reaksi bertutup.

7. Tambahkan 5 ml pereaksi TBA, tutup, campur merata lalu panaskan selama 35 menit dalam air mendidih.

8. Buat blanko dengan meng-gunakan 5 ml akuades dan 5 ml pereaksi, lakukan seperti penetapan sampel.

9. Dinginkan tabung reaksi de-ngan air pendingin selama ± 10 menit, kemudian ukur absorbansinya (D) pada panjang gelombang 528 nm

dengan larutan blanko seba-gai tiotik nol. Gunakan sam-pel sel berdiamater 1 cm.

10. Hitung bilangan TBA yang di-nyatakan dalam mg malonal-dehid per kg sampel/ Bilang-an TBA = 7.8 D.

16.3.2.7 Bilangan Peroksida 16.3.2.7.1 Metode I Penentuan bilangan peroksida dapat dilakukan berdasarkan pa-da pengukuran sejumlah Iod yang dibebeaskan dari potassium iodida melalui reaksi oksidasi oleh peroksida dalam lemak/ mi-nyak pada suhu ruang di dalam medium asam asetat / kloroform. Pereaksi yang digunakan : 1. Pelarut, terdiri dari 60 % asam

asetat glasial dan 40 % kloroform.

2. Potassium Iodida jenuh 3. Larutan pati 1 %. 4. Sodium thiosulfat 0.1 N Peralatan utama yang digunakan adalah : 1. Neraca analitik 2. Buret 3. Erlenmeyer 4. Stirer / shaker 5. Pipet 6. Kamar gelap. Cara kerja 1. Timbang 5 g sampel minyak

dan masukkan ke dalam Erlenmeyer 250 ml.

Page 364: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 370

2. Tambahkan 30 ml pelarut, kocok sampai semua sampel minyak larut.

3. Tambahkan 0.5 ml potassium iodida jenuh, diamkan selama 2 menit di ruang gelap sambil digoyang.

4. Tambahkan 30 ml air des-tilata.

5. Kelebihan iod dititer dengan larutan sodium thiosulfat 0.1N atau 0.01N tergantung dari banyaknya jumlah iod yang dibebaskan.

6. Dengan cara yang sama bu-atlah penetapan untuk blanko.

Perhitungan : Bilangan peroksida dinyatakan dalam beberapa satuan, yaitu miliekivalen per 1000 g contoh, milimol per 1000 g sampel atau mg oksigen per 100 g sampel minyak / lemak. a. miliekivalen per 1000 g sampel

= A x N x 1000/G b. milimol per 1000 g contoh = 0.5 x N x A x 1000/G c. milligram oksigen per 100 g

sampel = A x N x B x 100/G dimana : A = ml sodium thiosulfat yang

dipakai contoh – ml sodium thiosulfat yang dipakai penetapan blanko.

N = normalitas sodium thio-sulfat.

G = bobot contoh minya / lemak (g)

16.3.2.7.2 Metode II Penetapan bilangan peroksida secara mikro dengan kolorimetri dapat digunakan untuk penen-tuan lipid hidroperoksida. Hidro-peroksida direaksikan dengan potasium Iodida dengan katalis asam, dan Iod yang dibebaskan ditetapkan secara kolorimetri. Katalis yang digunakan adalah aluminium klorida (AlCl3) dan alkohol (soluble lewis acid). Penetapan Iod yang dibebaskan dilakukan pada panjang gelom-bang 560 nm sesudah penam-bahan pati dalam larutan HCl 0.01 N. Kisaran pengukuran cara ini adalah 0.05 – 0.5 μmol hidroperoksida. Pereaksi yang digunakan : 1. Potasium Iodida.

Larutan ini dibuat dengan melarutkan 2 g KI dalam 100 ml etanol.

2. Larutan aluminium klorida. Larutan ini dibuat dengan me-larutkan 2 g AlCl3 (anhydrous) dan 0.02 g O-phenanthroline dalam 100 ml etanol.

3. Larutan pati. Larutan ini dibuat dengan melarutkan 1 g pati (soluble starch) dan 20 g HCl dalam air distilata. Larutkan dengan pemanasan hingga diperoleh larutan jernih.

4. HCl 0.01N 5. Larutan potasium Iodat stan-

dar 1 nM 6. Heksana

Page 365: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 371

Peralatan utama yang digunakan adalah :

1. Timbangan analitik 2. Mikro pipet (μl) 3. Tabung reaksi 4. Hot plate (bisa diatur pada

suhu 37oC) 5. Sentrifus 6. Spektrofotometer 7. Pipet 1 ml dan 15 ml

Cara Kerja 1. Timbang contoh sebanyak

200 mg atau 200 μl contoh yang telah dilarutkan dalam heksana dalam tabung reaksi

2. Tambahkan 0.5 ml larutan potasium iodat, 0.5 ml larutan aluminium klorida dan hek-sana 1 ml. Campur (kocok), kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC selama 5 menit.

3. Tambahkan 15 ml HCl 0.01N dan 0.5 ml larutan pati, campur sampai merata.

4. Pindahkan larutan ke dalam tabung sentrifus, dan disen-trifus selama 3 menit dengan kecepatan 3000 rpm.

5. Lapisan bagian bawah (fase air) ditetapkan absorbansinya pada 560 nm (total lapisan air adalah 16.5 ml).

6. Blanko ditetapkan seperti pa-da penetapan contoh.

Kalibrasi Kalibrasi dilakukan dengan mem-bandingkan Iod yang dihasilkan dari potasium iodida melalui ok-sidasi oleh potasium iodat stan-dar.

Potasium iodat standar (0.2 ml); 0.5 ml larutan aluminium klorida dan 0.5 potasium iodida di-campur, kemudian ditambahkan 15 ml HCl 0.01 N dan 0.5 ml larutan pati. Absorbansi dibaca pada 560 nm. Total volume ada-lah 16.7 ml Larutan potasium iodat standar sebanyak 0.2 ml setara dengan 0.6 μmol I2 sebab KIO3 setara dengan 3I3. Oleh karena itu 1μm mol oksigen aktif = A -------- sebab I2 setara dengan 1.2 2.0 (oksigen aktif) dan bilangan peroksida = PV (meg/kg) = oksiden aktif (μmol x 1/sampel (g)). Nilai absorban tergantung dari jenis pati yang digunakan. Nilai yang diperoleh dikoreksi karena adanya perbedaan volume dan sampel yaitu 16.5 dan standar KIO3 16.7 ml, dalam eksperimen ini dikalikan 0.96. 16.3.2.7.3 Bilangan iod Bilangan Iod didefinisikan seba-gai jumlah gram Iod yang diserap oleh 100 g lipid. Nilai yang di-dapat menunjukkan derajat keti-dakjenuhan lipid. Ada dua metode yang banyak digunakan dalam menetapkan bi-langan iod, yaitu metode Hanus dan Metode Wijs. Pembuatan pereaksi Hanus lebih mudah

Page 366: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 372

daripada pereaksi Wijs. Ada se-dikit perbedaan hasil yang diper-oleh dengan kedua metode ini, akan tetapi variasi perbedaan ini tidak lebih besar dari variasi bilangan iod dalam lipid itu sen-diri. Prinsip penentuan bilangan iod didasarkan kepada kemampuan menyerap iod dari gliserida tak jenuh lemak atau minyak, khu-susnya apabila dibantu dengan suatu ’pembawa’ seperti iodin-klorida atau iodin bromida mem-bentuk senyawa yang jenuh. Jumlah iod yang diabsorbsi me-nunjukkan ketidak jenuhan lemak/ minyak. Kedalam sejum-lah sampel minyak / lemak ditam-bahkan iod berlebih, kelebihan iod dititrasi dengan natrium tiosulfat sehingga iod yang diabsorbsi oleh lemak / minyal dapat diketahui jumlahnya. 16.3.2.7.4 Metode Hanus Pereaksi yang digunakan 1. Pereaksi ion bromida (pereaksi

Hanus). Pereaksi Hanus diperoleh de-ngan melarutkan 13.2 g Iod dalam 1 liter asam asetat glasial. Tambahkan sedikit asam asetat glasial hangat ke dalam iod. Jika seluruh iod sudah larut dan larutan sudah dingin, tambahkan Brom se-cukupnya (jumlah halogen menjadi dua kali semula), bia-sanya 2 ml cukup. Dapat ju-

ga dilakukan dengan cara lain yang lebih kuantitatif yaitu :

- Larutkan iod kedalam se-bagian besar asam asetat glasial yang digunakan, larutkan brom kedalam asam asetat glasial sisa-nya.

- Hitung jumlah halogen ke-dua bagian larutan ter-sebut dengan titrasi menggunakan KI dan larutan Na2S2O3 standar.

- Dengan hasil titrasi ini jumlah brom yang harus ditambahkan ke dalam larutan iod dapat dihitung.

2. Kloroform 3. Larutan KI 15% 4. Larutan Na2S2O3 0.1 N 5. Larutan pati 1% Peralatan yang digunakan : 1. Timbangan analitik 2. Kamar gelap 3. Erlenmeyer 250/300 ml ber-

tutup Cara Kerja 1. Timbang 0.1-0.5 g sampel

minyal/lemak (tergantung de-rajat ketidakjenuhannya) ke dalam Erlenmeyer bertutup.

2. Tambahkan 10 ml kloroform untuk melarutkan sampel.

3. Tambahkan 25 ml pereaksi Hanus dan biarkan 1 jam di tempat gelap, sambil sekali-kali dikocok. (sesudah reaksi sempurna diharapkan terda-pat banyak kelebihan iod, sedikitnya 60 %).

Page 367: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 373

4. Tambahkan 10 ml larutan KI 15%, kocok. Cuci Erlenmeyer dan tutupnya dengan 100 ml akuades.

5. Titrasi dengan larutan standar Na2S2O3 0.1 N, sampai war-na kuning iod hampir hilang.

6. Tambahkan 2 ml larutan pati 1% sebagai indikator, lanjut-kan titrasi. Jika warna biru hampir hilang, titrasi dihen-tikan. Erlenmeyer digoyang-goyang dengan cepat se-hingga iod yang masih tinggal dalam kloroform akan pindah ke larutan KI. Kemudian lan-jutkan titrasi sampai titik akhir titrasi tercapai (sampai warna biru hilang).

7. Buat blanko seperti pada pe-netapan sampel.

16.3.2.7.5 Metode Wijs Pereaksi yang digunakan 1. Kloroform atau karbon tetra-

klorida 2. Larutan sodium tiosulfat 0.1 N

standar 3. Larutan KI 15%. 4. Larutan indikator pati.

Larutan ini dibuat dengan me-nambahkan 1 g soluble starch ke dalam 10 ml air, aduk, kemudian masukkan suspensi ke dalam 100 ml air mendidih, panaskan selama 2-3 menit. Biarkan dingin.

5. Pereaksi Wijs. - Larutkan 13 g iod yang

sudah disublimasi ke dalam 1 liter asam asetat glasial.

Gunakan pemanas untuk mempercepat kelarutan iod, dinginkan.

- Ambil 20 ml larutan ini, titrasi dengan Na2S2O3 0.1 N.

- Larutan iod dibagi dua : bagian besar (800-900 ml) dan bagian kecil (sisanya).

- Lewatkan gas klor kering kedalam bagian besar larut-an iod sampai hasil titrasi dengan Na2S2O3 0.1N se-paruh dari hasil titrasi larut-an iod sebelum diklorinasi (untuk ini ambil 20 ml la-rutan iod yang sudah diklorinasi kemudian titrasi dengan Na2S2O3 0.1 N).

- Tuangkan bagian kecil larut-an iod ke dalam larutan iod yang sudah diklorinasi, se-hingga kadar klor dalam larutan kurang dari separuh kadar iod.

Cara kerja 1. Timbang 0.1 – 0.5 g sampel

minyak (tergantung derajat ketidakjenuhan sampel), jika lemak sudah ditimbang kemu-dian dicairkan dengan pema-nasan sedikit di atas titik cair-nya (sampel langsung ditem-patkan dalam Erlenmeyer bertutup pada waktu penim-bangan).

2. Tambahkan 15 ml kloroform atau karbon tetraklorinasi un-tuk melarutkan sampel mi-nyak / lemak.

3. Tambahkan 25 ml pereaksi Wijs, tempatkan dalam ruang

Page 368: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 374

gelap selama 30 menit sambil sekali-kali dikocok.

4. Sesudah 30 menit, tambah-kan 20 ml larutan KI 15%, ko-cok merata. Cuci Erlenmeyer dan tutupnya dengan 100 ml akuades yang baru dan di-ngin, masukan cucian ke da-lam larutan.

5. Titrasi segera dengan Na2S2O3 0.1 N dengan pengocokan yang konstan. Gunakan larutan pati 1% se-bagai indikator.

6. Buat blanko seperti pada penetapan sampel (untuk blanko, sampel minyak diganti dengan kloroform / CCI).

Perhitungan : (Tb–Ts)(N Na2S2O3)(12.69) BI = -------------------------------------- Barat sampel dalam gram Dimana : Tb = Titer blanko Ts = Titer sampel 16.3.2.7.6 Bilangan

penyabunan Bilangan penyabunan adalah jumlah alkali yang dibutuhkan un-tuk menyabunkan sejumlah ter-tentu sampel minyak. Bilangan penyabunan dinyatakan sebagai jumlah miligram kalium hidroksida yang dibutuhkan untuk menya-bunkan 1 gram minyak atau lemak.

Pereaksi yang digunakan 1. HCl 0.5N yang sudah distan-

darisasi. 2. Indikator fenolftalein 1% da-

lam alkohol 95%. 3. Kalium hidroksida beralkohol :

Tempatkan 5 – 10 g KOH dalam labu 2 L dan tambahkan 1 – 1.5 L etil alkohol 95%

Refluks dengan menggu-nakan kondenser dan pe-nangas air selama 30-60 menit.

Larutkan 40 g KOH (kandungan kerbonat ren-dah) dalam 1 L alkohol yang sudah didistilasi. Larutan ini seharusnya jernih. Tempatkan dalam botol berwarna gelap.

Peralatan yang digunakan : 1. Erlenmeyer 300 ml 2. Kondenser, panjang minimum

650 mm (pendingin tegak). 3. Penangas air 4. Hot plate. Cara kerja 1. Timbang 5 g minyak / lemak

dalam Erlenmeyer 300 ml 2. Tambahkan 50 ml KOH

beralkohol. 3. Hubungkan Erlenmeyer yang

telah berisi sampel dan KOH beralkohol dengan pendingin tegak. Refluks dengan meng-gunakan hot plate sampai se-mua sampel tersabunkan sempurna, yaitu sampai larut-

Page 369: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 375

an bebas dari butiran lemak. Biasanya membutuhkan wak-tu 1 jam.

4. Larutan didinginkan dan ba-gian dalam pendingin tegak dibilas dengan akuades

5. Tambahkan 1 ml indikator fenolftalein

6. Titrasi dengan HCl 0.5N sampai warna merah jambu hilang.

7. Buat penetapan blanko (tanpa sampel) seperti penetapan sampel.

Perhitungan : (Tb – Ts)(N HCl)(56.1) BP = ------------------------------------- Bobot contoh Dimana : BP = Bilangan Penyabunan Tb = Titer blanko Ts = Titer sampel 16.3.2.7.7 Bilangan asam Bilangan asam adalah jumlah asam lemak bebas yang ter-kandung dalam minyak / lemak. Bilangan asam asam dinyatakan sebagai jumlah miligram KOH yang dibutuhkan untuk menetral-kan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 g minyak atau lemak. Bilangan asam biasanya dihubungkan dengan proses hi-drolisis minyak / lemak yang ber-kaitan dengan mutu minyak/ lemak.

Pereaksi yang digunakan : 1. KOH 0.1 N 2. Indikator fenolftalein 1%. 3. Alkohol 95% netral. Peralatan 1. Penangas air 2. Buret

Cara kerja 1. Timbang 20 g minyak/ lemak

dalam Erlenmeyer 250 ml. 2. Tambahkan 50 ml alkohol

95% netral, panaskan sampai mendidih (± 10 menit) dalam penangas air sambil diaduk.

3. Larutan ini kemudian dititrasi dengan KOH 0.1N, menggu-nakan indikator fenolftalein sampai terbentuk warna me-rah jambu yang persisten selama 10 detik.

Perhitungan : (ml KOH)(N KOH)(56.1) BA = ------------------------------------- Bobot sampel (ml KOH)(N KOH)(M) KA = ------------------------------------- (10)(Bobot sampel) Dimana : BA = Bilangan Asam KA = Kadar Asam M = Berat molekul asam lem-

ak yang dominan dalam lemak / minyak (rata-rata dari campuran asam le-mak); untuk minyak ke-

Page 370: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 376

lapa = 205, minyak kelapa sawit = 263 dan asam oleat = 282

16.3.2.7.8 Penetapan Asam

volatil dalam lemak (bilangan Reichert, Polenske dan Kirschner)

Bilangan Reichert adalah jumlah ml larutan alkali 0.1N yang diper-lukan untuk menetralkan asam-asam lemak volatil yang larut dalam air yang didistilasi dari 5 g lemak pada kondisi tertentu. Bilangan Polenske adalah jumlah ml larutan alkali 0.1 N yang diperlukan untuk menetralkan sama-asam lemak yang tidak larut dalam air yang didistilasi dari 5 g lemak pada kondisi tertentu. Bilangan Kirschner adalah jumlah ml larutan alkali 0.1 N yang diperlukan untuk menetralkan asam-asam lemak volatil larut air yang membentuk garam perak larut air, yang didistilasi dari 5 g lemak pada kondisi tertentu. Pereaksi yang digunakan : 1. Gliserol. 2. Sodium hidroksida 50%

(w/w). Larutan NaOH dalam sejum-lah air yang beratnya sama dengan NaOH yang dilarut-kan. Simpan dalam botol se-hingga terhindar dari konta-

minasi CO2. Ambil bagian yang jernih bebas residu.

3. Asam sulfat encer. Encerkan 25 ml H2SO4 pekat menjadi 1L dan sesuaikan konsentrasinya sehingga 40 ml larutan ini dapat menetral-kan 2 ml larutan NaOH 50% (w/w).

4. Tepung batu kambang. Lolos ayakan 50 mesh dan tidak lolos ayakan 90 mesh.

5. Indikator fenolftalein 0.5% dalam etanol 95%.

6. Etanol 95% (v/v). Dinetralkan segera sebelum digunakan.

7. Larutan NaOH 0.1 N standar. 8. Larutan Barium hidroksida

0.1N standar (0.5M). 9. Perak sulfat.

Peralatan yang digunakan : 1. Gelas ukur 100 ml 2. Pipet 50 ml 3. Peralatan distilasi Cara Kerja a. Persiapan sampel i. Panaskan sejumlah sampel

mentega dalam gelas piala sampai mencapai suhu 50-60oC sehingga lemak terpi-sah dari air dan ’curd’.

ii. Saring lapisan lemak melalui kertas saring kering, masuk-kan ke dalam wadah kering. Penyaringan dilakukan se-waktu lemak masih dalam ke-adaan panas (lemak dalam keadaan cair). Jika perlu sa-

Page 371: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 377

ring kembali sampai didapat filtrat jernih dan bebas air.

iii. Sebelum digunakan untuk analisa, cairkan dulu lalu homogenkan.

B. Penetapan sampel 1. Ambil 5 ± 0.01 g lemak dari

hasil persiapan sampel, ma-sukkan ke dalam labu polens-ke (labu didih berdasar rata).

2. Tambahkan 20 g gliserol dan 2 ml larutan NaOH 50 % (pipet yang digunakan untuk mengambil larutan NaOH ha-rus dibersihkan dahulu ujung-nya dari deposit karbonat).

3. Tutup labu dengan gelas ar-loji, kemudian panaskan sam-bil dikocok secara kontinu sampai seluruh lemak tersa-bunkan, yaitu jika larutan menjadi jernih sempurna. Hindari pemanasan berle-bihan.

4. Buat blanko, yaitu tanpa le-mak tetapi menggunakan jumlah pereaksi yang sama. Hindari pemanasan berlebih, jika pemanasan berlebihan maka larutan menjadi lebih gelap. Selanjutnya blanko di-perlakukan sama seperti sampel.

5. Dengan menggunakan gelas ukur, ambil 93 ml air mendidih yang sudah dididihkan sela-ma 15 menit. Tambahkan ke dalam lemak yang sudah ter-sabunkan, pada saat sabun sudah cukup dingin tetapi belum memadat. Campur

secara merata sampai selu-ruh sabun larut.

6. Jika larutan tidak jernih (me-nandakan penyabunan tidak sempurna) atau lebih gelap dari kuning muda (menan-dakan pemanasan berlebi-han), ulangi penyabunan de-ngan menggunakan sampel lemak yang baru.

7. Tambahkan 0.1 g tepung batu kambang dan 50 ml asam sulfat encer.

8. Hubungkan labu dengan alat distilasi. Panaskan labu tan-pa mendidihkan isinya sampai seluruh asam yang tidak larut seluruhnya mencair, kemudi-an naikkan pemanasan, la-kukan distilasi sampai ter-kumpul destilat sebanyak 110 ml selama 19-21 menit. Jaga kecepatan air yang mengalir dalam kondenser sehingga cukup untuk mempertahan-kan suhu destilat yang keluar dari kondenser berkisar anta-ra 18-21oC.

9. Jika sudah terkumpul 110 ml destilat, matikan api bunsen dan gantikan labu 110 ml dengan gelas ukur 25 untuk menangkap destilat sisa.

10. Tutup labu 110 ml dengan penutup. Dengan tanpa mengocok isi labu, tempatkan labu dalam air 15oC selama 10 menit, rendam sampai batas 110 ml.

11. Angkat labu dari air, kering-kan bagian luar labu. Dengan hati-hati balikan labu, hindari pembasahan penutup dengan

Page 372: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 378

asam tak larut. Kocok isi labu dengan cara pembalikan isi sebanyak 4-5 kali pembalik-an, hindari pengocokan yang berlebihan.

12. Saring dengan kertas saring kering Whatman No. 4 atau 41. Buang 10 ml filtrat per-tama. Kumpulkan 100 ml filtrat dalam labu. Tutup labu.

13. Filtrat ini akan digunakan untuk fitrasi pada tahap R. Filtrat seharusnya tidak me-ngandung asam lemak tak larut, jika asam lemak tak larut lolos dari saringan, tampung filtrat dalam labu pemisah, sesudah pemisahan keluarkan lapisan bawah (aqueous), masukkan ke da-lam labu 100 ml. Tambahkan filtrat ini kedalam kumpulan filtrat asam tak larut.

14. Lepaskan steal head, cuci bagian dalam kondensor tiga kali berturut-turut dengan 15 ml air dingin, masing-masing cucian ini dilewatkan dalam kondenser, labu 110 ml, labu pemisah jika digunakan, dan penyaring (corong yang berisi kertas saring yang digunakan pada tahap 12). Setiap kali pencucian, pada tahap akhir biarkan air cucian memenuhi penyaring dulu, lalu lakukan draining (dibiarkan sehingga air mengalir dengan sendiri-nya) sebelum melakukan pe-nyaringan berikutnya. Buang air cucian.

15. Larutkan asam tak larut de-ngan cara pencucian yang sa-

ma seperti yang dilakukan pa-da tahap 14. Pencucian dila-kukan sebanyak tiga kali ma-sing-masing dengan 10 ml etanol netral. Masing-masing cucian dilewatkan dalam kon-denser dan penyaring, lalu kumpulkan dalam labu 110 ml. Buang etanol cucian pada setiap kali pencucian. Tutup labu, biarkan etanol dalam labu sampai siap untuk titrasi pada tahap P.

16. Tahap R, penetapan bilangan Reichert atau asam volatil yang larut air. Tuangkan 100 ml filtrat yang berisi asam volatil yang larut air ke dalam labu titrasi, tambahkan 0.1 indikator fenolftalein lalu titrasi dengan larutan Barium hi-droksida sampai berwarna merah muda (lihat catatan). Jika ingin menetapkan bi-langan Kirschner, labu titrasi yang akan digunakan harus kering, catat volume larutan barium hidroksida yang digu-nakan, tuang sejumlah larutan yang sudah dititrasi pada tahap R ke dalam labu titrasi kering, tutup labu dan lanjut-kan pengujian ke tahap K.

17. Tahap P, penetapan bilangan Polenkse atau asam volatil tak larut air. Titrasi larutan alkohol yang berisi asam volatil tak larut yang diperoleh pada tahap 15 dengan larutan barium hidroksida 0.05 M atau NaOH 0.1M. Tambah-kan 0.25 ml indikator fenolf-talein sebelum titrasi.

Page 373: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 379

18. Tahap K, penetapan bilangan Kirschner. Tambahkan 0.5 g tepung halus perak sulfat ke dalam larutan netral ang diperoleh dari tahap R. Biar-kan labu dalam ruang gelap selama 1 jam dengan sekali-sekali diokocok.

19. Saring dengan kertas saring kering, masukkan 100 ml filtrat ke dalam labu Polenske. Tambahkan 35 ml akuades dingin yang baru dididihkan selama 15 menit sebelumnya, 10 ml asam sulfat encer dan 0.1 g tepung batu kambang.

20. Hubungkan labu Polenske dengan alat distilasi, lakukan distilasi sampai terkumpul 110 ml destilat selama 19-21 menit. Campur secara mera-ta distilat yang diperoleh (tan-pa tahap pendinginan selama 10 menit), saring lalu titrasi 100 ml filtrat dengan larutan barium hidroksida.

C. Perhitungan Bilangan Reichert = 1.1(T1 – T2) Bilangan Polenske = T3 – T4 121(100+T1)(T5-T6) BK = ---------------------------------- 10 000 Dimana : BK = Bilangan Kirschner T1 = ml larutan barium hidroksida

0.05 M yang digunakan untuk titrasi sampel pada tahap R.

T2 = ml larutan barium hidroksida yang digunakan untuk titrasi blanko pada tahap R.

T3 = ml larutan barium hidroksida 0.05 M atau NaOH 0.1M yang digunakan untuk titrasi sampel pada tahap P.

T4 = ml larutan barium hidroksida 0.05 M atau NaOH 0.1M yang digunakan untuk titrasi blanko pada tahap P.

T5 = ml larutan barium hidroksida 0.05 M atau NaOH 0.1M yang digunakan untuk titrasi sampel pada tahap K.

T6 = ml larutan barium hidroksida 0.05 M atau NaOH 0.1M yang digunakan untuk titrasi blanko pada tahap K.

Catatan : Jika tidak perlu menetapkan bi-langan Kirschner maka pada ta-hap R larutan barium hidroksida dapat diganti dengan larutan na-trium hidroksida 0.1M. 16.4 Analisis Kadar Air 16.4.1 Cara Pemanasan a. Haluskan bahan pangan yang

akan diukur kadar airnya. Am-bil dan masukkan ke dalam botol timbang yang telah diketahui bobotnya. Timbang bahan pangan sebanyak 1-2 g.

b. Keringkan dalam oven pada suhu 100-105oC selama 3-5 jam, tergantung bahan pa-ngannya. Dinginkan dalam eksikator dan timbang. Panaskan lagi dalam oven selama 30 menit, dinginkan

Page 374: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 380

dalam eksikator dan timbang. Tahap ini diulang beberapa kali hingga tercapai berat konstan (selisih antara dua penimbangan kurang dari 0.2 mg)

c. Selisih antara bobot awal dan akhir merupakan bobot kadar air.

16.4.2 Cara Distilasi Toluen a. Timbang bahan pangan yang

telah dipotong kecil secukup-nya (kira-kira mengandung 2-5 ml air).

b. Masukan ke dalam labu disti-lasi dan tambahkan 75-100 ml toluen atau silen. Pasang labu pada alat distilasi.

c. Atur besarnya pemanasan distilasi hingga kira-kira 4 te-tes toluen jatuh dari konden-sor setiap detiknya.

d. Lanjutkan proses distilasi sampai semua air menguap dan air di dalam penam-pungan tidak bertambah lagi (kira-kira 1 jam).

e. Baca volume air yang tertam-pung dan hitung % air dari berat contoh.

16.4.3 Oven Vakum a. Timbang contoh bahan yang

telah dihaluskan sebanyak 2 g dalam botol timbang yang telah diketahui bobotnya.

b. Keringkan dalam oven vakum selama 3-5 jam dengan suhu 95o-100oC. Penamansan ju-ga dapat dilakukan 20o-25oC di atas titik didih air pada tekanan 25mm.

c. Dinginkan dalam eksikator dan timbang.

d. Perlakuan ini diulangi hingga selisih dua penimbangan ti-dak lebih dari 0.05 persen.

16.5. Analisis Vitamin 16.5.1 Vitamin C Vitamin C dapat dihitung dengan dua cara, yaitu dengan metode titrasi yodium dan menggunakan larutan 2,6 D. 16.5.1.1 Analisis Vitamin C

dengan titrasi Yodium a) Timbang 200-300 g bahan

dan hancurkan dalam Waring Blender sampai halus (slurry). Masukan 10-30 g slurry ke dalam Krus Gooch atau de-ngan sentrifug untuk memi-sahkan filtratnya.

b) Dengan menggunakan pipet, ambil 5-24 ml filtrat dan masukkan ke dalam Erlen-meyer 125 ml. Tambahkan 2 ml larutan amilum 1% (soluble starch) dan tambahkan 20 ml akuades kalau perlu.

c) Larutan amilum diperoleh de-ngan melarutkan 10 g pati dan 10 mg Hgl dalam 30 ml akuades. Masukan ke dalam 1 L akuades yang sedang mendidih.

d) Titrasi dengan 0.01 N standar yodium.

e) Perhitungan 1 ml 0.01 N yodium = 0.88 mg

asam askorbat

Page 375: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 381

16.5.1.2 Vitamin C dengan cara 2,6 D

a. Peras air buah atau saring se-cara langsung atau hancur-kan seperti 16.5.1. Saring dengan kertas saring yang kasar. Ukur volume cairan yang diperoleh atau berat bahan pangan yang diguna-kan.

b. Ambil 100 ml filtrat dan tambahkan 100 ml reagen HPO3-asam asetat. Kocok sampai aliquot merata dan saring dengan menggunakan kertas saring.

Reagen HPO3-asam asetat dapat dibuat dengan melarut-kan 15 g asam metafosfat (HPO3 glasial) kedalam 40 ml asam asetat dan 200 ml akuades dan dikocok kuat. Encerkan dengan menambah akuades hingga volumenya menjadi 500 ml dan saring dengan menggunakan kertas saring. Reagen ini dapat dimasukkan dalam botol gelap bertutup dan tetap baik disimpan dalam refrigerator hingga 7-10 hari.

c. Ambil 10 ml aliquot dan titrasi dengan larutan 2,6 D yang telah distandarisasi dan buat-lah titrasi blanko. Buat tiga kali ulangan. Larutan standar 2,6 D dapat dibuat dengan melarutkan 50 ml 2,6,dichloro indophenol dalam 50 ml akuades yang telah ditambah 42 mg NaHCO3. Setelah la-rut, encerkan dengan akua-des hingga menjadi 200 ml.

Saring dengan kertas saring dan masukkan ke dalam botol gelap bertutup, simpan di dalam refrigerator.

d. Standarisasi larutan 2,6 D dapat dilakukan dengan cara : Timbang 100 mg asam

askorbat (vitamin C). Masukan ke dalam labu takar 50 ml dan encerkan dengan reagen HPO3-asam asetat sampai tan-da.

Pindahkan 2 ml aliquot asam askorbat tersebut ke dalam Erlenmeyer 50 ml yang telah diisi 5 ml reagen HPO3-asam ase-tat.

Titrasi dengan laeutan 2,6 D dari buret 50 ml sampai dihasilkan warna merah jambu yang tidak hilang selama 5 detik. Ulangi pekerjaan ini sebanyak tiga kali.

Buatlah tiga larutan blan-ko dengan menggantikan 2 ml aliquot asam as-korbat dengan 2 ml akuades. Titrasi dengan larutan 2,6 D.

Selanjutnya hitunglah equivalen titrasi terkoreksi yang menunjukkan 1 ml larutan 2,6 D dengan jumlah mg asam sorbat.

e. Hitunglah titrasi terkoreksi, yaitu titrasi sesungguhnya – titrasi blanko. Nyatakan jumlah vtamin C sebagai mg/100 ml cairan bahan pa-ngan mula-mula atau setiap

Page 376: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 382

100 g berat bahan pangan mula-mula.

16.5.2 Vitamin B2 (Ribovlafin) Kandungan vitamin B2 dapat dihitung dengan prosedur sebagai berikut : a) Ambil 10 ml larutan bahan

yang akan dianalisis kandu-ngan vitamin B2nya. Masu-kan ke dalam Erlenmeyer 125 ml dan tambahkan 25 ml 0.1 N HCl. Kocok dan panaskan dalam autoklaf 120oC selama 30 menit

b) Dinginkan. Tambahkan 1 N NaOH hingga pHnya menjadi 6.0. Jaga jangan sampai le-bih, karena vitamin B2 tidak stabil pada pH diatas 6.0

c) Tambahkan 1N HCl hingga pHnya menjadi 4.5. Pin-dahkan larutan ke dalam labu ukur 100 ml dan encerkan dengan menambahkan akua-des sampai tanda. Saring dengan menggunakan kertas saring Whatman no. 42.

d) Ambil filtrat yang jernih. Masukkan ke dalam kuvet dan baca transmittancenya pada spectroflouremeter de-ngan kisaran panjang gelombang 400-400 nm (vitamin B2 berflouresensi pada panjang gelombang ini).

e) Penentuan berat absolut vitamin B2 yang terkandung dalam filtrat perlu dibuat kurva standar yang menggambarkan hubungan kadar vitamin B2 dengan

transmittance. Caranya adalah sebagai berikut :

f) Buat larutan standar dengan vitamin B2 murni sehingga didapat filtrat terakhir dengan kadar vitamin B2 antara 0.1-0.2 sampai 0.5 mikrogram per ml.

g) Lakukan seperti prosedur di atas.

h) Bacalah transmittancenya dari larutan tersebut (yang diketahui kadar vitamin B2nya)

i) Buatlah kurva yang menggambarkan hubungan antara kadar vitamin B2 dengan transmittancenya.

16.5.3 Vitamin B1 (thiamin) Vitamin B1 dalam bahan pangan berada dalam keadaan bebas atau terikat dengan protein, fosfo-protein, atau sebagai ester dengan asam pirofosfat. Dalam keadaan netral atau alkalis, vitamin ini mudah mengalami kerusakan. Pada pH 3.5, vitamin ini tahan panas sampai 120oC. Penentuan kadar vitamin B1 didasarkan atas oksidasi thiamin menjadi thiochrome (senyawa turunan thiamin) yang dapat bercahaya (flouresensi) dengan memancarkan sinar ultraviolet. Apabila bebas daripengaruh senyawa bercahaya lainnya, maka kandungan vitamin B1 identik dengan flouresensi thiamin.

Page 377: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 383

16.5.3.1 Ekstraksi Bahan a. Ekstraksi bahan kering atau setengah kering dengan kandungan thiamin yang belum diketahui dapat dilakukan sebagai berikut : a) Haluskan 9 g bahan pangan

dan giling halus (ukuran 32 mesh) atau buat menjadi bubur yang lembut.

b) Tambahkan 0.1 N larutan HCl hingga volumenya menjadi 100 ml atau lebih (untuk mencegah pembentukan gel).

c) Panaskan selama 30 menit pada suhu 95o-100oC di atas penangas air sambil selalu diaduk. Bila selama pemanasan terbentuk gel, larutan dikocok dengan kuat atau tambahkan HCl sedikit demi sedikit. Pemanasan dapat juga dilakukan pada autoklaf 121o-125oC selama 30 menit.

d) Dinginkan. Bila terjadi partikel padat, usahakan kontak dengan cairannya.

e) Encerkan dengan HCl 0.1 N hingga volumenya menjadi 100 ml.

b. Ekstraksi bahan cair dapat dilakukan sebagai berikut : a. Tambahkan ke dalam bahan

cair tersebut 0.1 N HCl hingga nilai pH mencapai 3.5.

b. Panaskan selama 30 menit pada suhu 95o-100oC di atas penangas air sambil selalu diaduk. Bila selama pemanasan terbentuk gel, larutan dikocok dengan kuat

atau tambahkan HCl sedikit demi sedikit. Pemanasan dapat juga dilakukan pada autoklaf 121o-125oC selama 30 menit.

c. Dinginkan. Bila terjadi partikel padat, usahakan kontak dengan cairannya.

d. Encerkan dengan HCl 0.1 N hingga volumenya menjadi 100 ml

c. Ekstrasi bahan pangan yang mengandung thiamin-pirofosfat dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. Bahan dihidrolisis secara

enzimatis, selanjutnya lakukan prosedur seperti di atas.

b. Tambahkan ke dalam bahan cair tersebut 0.1 N HCl hingga nilai pH mencapai 3.5.

c. Panaskan selama 30 menit pada suhu 95o-100oC di atas penangas air sambil selalu diaduk. Bila selama pemanasan terbentuk gel, larutan dikocok dengan kuat atau tambahkan HCl sedikit demi sedikit. Pemanasan dapat juga dilakukan pada autoklaf 121o-125oC selama 30 menit.

d. Dinginkan. Bila terjadi partikel padat, usahakan kontak dengan cairannya.

e. Encerkan dengan HCl 0.1 N hingga volumenya menjadi 100 ml

Page 378: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 384

16.5.3.2 Pemisahan Thiamin a. Sampel Bahan a. sediakan dua buah tabung

kolom khromatografi (diameter 1 cm dan panjang 15 cm) dengan kran di bagian bawah. Sumbat bagian bawah dengan kapas. Masukan absorben Zeolite (Natrium-aluminium-silikat) dalam tabung hingga tinggi 10 cm.

b. Masukan 10 ml sampel bahan pangan ke dalam tabung yang berisi zeolite. Tabung yang kedua untuk larutan standar. Bilas sisa bahan pangan yang menempel pada wadah gelas dengan 3-5 ml akuades. Biarkan cairan melewati kolom zeolite sampai tidak ada cairan yang menetes lagi. Thiamin akan tertinggal pada zeolit dan terpisah dari bahan lain.

c. Cuci thiamin yang teradsorbsi dengan larutan KCl 25% mendidih secara bertahap (setiap kali 5 ml larutan KCl). Tampung tetesan (eluate) sebanyak 15 ml dengan gelas ukur. Ambil sebanyak 5 ml dan masukkan dalam corong pemisah (separatory funnel) ukuran 100 ml.

d. Larutan KCL 25 % dapat dibuat dengan melarutkan 25 g KCl dalam 2% asam asetat dan encerkan hingga volumenya menjadi 100 ml.

e. Tambahkan larutan 15% NaOH sebanyak 3 ml dan campur hingga merata. Tam-

bahkan satu tetes larutan Kalium Ferisianida 1 % (1 g K3Fe(CN)6) dalam 100 ml akuades. Kocok hingga rata dan diamkan. Larutan kalium ferisianida yang digunakan harus dalam keadaan baru.

f. Setelah satu menit, tambah-kan 15 ml n-butanol atau iso-butanol dan goyang secara perlahan agar larutan tidak menjadi keruh.

g. Pisahkan larutan air yang ada di bagian bawah sehingga yang tertinggal hanya lapisan butanol-nya. Pindahkan larut-an botanol tersebut ke dalam tabung gelas yang kering untuk dideteksi besarnya flouresensi pada alat spectro-photometer.

h. Bacalah flouresensi ekstrak bahan pada Coleman flouro-meter dengan filter No. 12-221 atau Technicon 518-7000; sedangkan thiamin pa-da Coleman flourometer de-ngan filter No. 14-221 atau Technicon 518-7004.

b. Standar thiamin-

hydrochloride a. Larutan standar thiamin ada-

lah 0.0001% atau 0.001 mg thiamin per ml.

b. Lakukan pemisahan seperti pada prosedur nomor 16.3.1.2 bagian a.

Page 379: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 385

c. Blanko sampel dan blanko standar

Pembuatan blanko sampel atau standar dapat dilakukan dengan prosedur sebagai berikut : a. Ambil eluate atau hasil

tetesan (16.3.1.2. bagian a) sebanyak 5 ml. Tambahkan 3 ml larutan 15% NaOH dalam corong pemisah dan kocok.

b. Tambahkan 15 ml butanol dan kocok perlahan

c. Ambil lapisan butanolnya dan tentukan nilai flouresensinya. Perhatian : untuk pembuatan blanko tidak dilakukan pe-nambahan ferisianida.

16.6. Analisis Kadar Abu Penyiapan bahan uji untuk pe-nentuan kadar abu adalah se-bagai berikut : a. Masukan bahan pangan yang

akan dianalisis ke dalam krus porselin sebanyak 2-10 g.

b. Pijarkan dalam muffle sampai diperoleh abu berwarna ke-putih-putihan.

c. Pindahkan krus porselen ber-sama abu ke dalam eksikator hingga dingin.

d. Timbang bobot abu. e. Tentukan persen kadar abu

berdasarkan berat kering bahan pangan.

16.7. Analisis Mineral 16.7.1 Penyiapan larutan

contoh Larutan contoh dibuat dengan prosedur sebagai berikut : 1. Larutkan abu yang diperoleh

dari 15.6 dalam HCl dengan

perbandingan 1:4. Pindahkan semua abu terlarut ke dalam gelas piala.

2. Uapkan airnya hingga menja-di pekat, kemudian panaskan dalam penangas air selama 1 jam.

3. Basahi residu kering dengan 5-10 ml HCl pekat dan 50 ml akuades. Panaskan lagi sela-ma beberapa menit, kemudi-an saring dengan menggu-nakan kertas saring Whatman no. 52.

4. Filtrat ditampung dengan labu ukur 200 ml. Cuci endapan yang tertinggal dengan akua-des. Air cucian dicampur dengan filtrat yang tertam-pung lewat kartas saring yang sama.

5. Filtrat dan hasil cucian terse-but diencerkan dengan akua-des hingga hingga mencapai tanda. Untuk memudahkan, larutan ini diberi kode aliquot A.

15.7.2 Penentuan Fe dan Al 16.7.2.1 Pembuatan larutan

Contoh Larutan contoh untuk penentuan Fe dan Al dapat dilakukan seba-gai berikut : a. Pipet 25 ml aliquot A dari

16.7.1 dengan menggunakan pipet volume (ekivalen de-ngan 0.5 g abu yang terlarut). Pindahkan ke dalam gelas pi-ala 150 ml

b. Tambahkan 1-2 ml HNO3 pe-kat atau H2O2. Didihkan

Page 380: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 386

untuk mengoksidasi semua ferro menjadi ferri.

c. Dinginkan. Tambahkan larut-an NH4OH pekat sedikit demi sedikit hingga tidak terbentuk tambahan endapan lagi. Tambahkan HNO3 pekat sampai larutan menjadi jernih kembali. Akhirnya tambahkan lagi 2-3 ml HNO3 pekat.

d. Tambahkan 25 ml NH4NO3 50% (bebas fosfor). Panas-kan dengan penangas air hingga suhunya mencapai 40oC, sambil diaduk tambah-kan secara perlahan larutan molibdat sebanyal 50 ml. La-rutan ini tetap dipertahankan suhunya (40oC) selama 1 jam. Amatilah apakah enda-pan yang terbentuk telah mencapai maksimum atau belum.

e. Larutan molibdat dapat dibuat dengan melarutkan 65 g (NH4)6MO7O24.H2) murni; 225 g NH4NO3 dan 15 ml NH4OH pekat ke dalam 600 ml akuades. Aduk sambil terus dipanaskan, hingga se-muanya larut. Lanjutkan de-ngan penyaringan tanpa dila-kukan pencucian. Setelah hasil penyaringan dingin, tam-bahkan akuades hingga volu-menya mencapai satu liter.

f. Cara memeriksa apakah en-dapan yang terbentuk sudak maksimum adalah sebagai berikut : - Ambil 5 ml supernatan

yang jernih dari larutan tersebut.

- Tambahkan larutan molib-dat. Bila masih terbentuk endapan berarti masih perlu penambahan larutan molibdat. Bila tetap jernih berarti tidak memerlukan penambahan larutan mo-libdat.

- Larutan yang digunakan untuk memeriksa enda-pan dikembalikan lagi

g. Bila telah diperoleh endapan maksimum, simpanlah larutan dan endapan ini selama 4 jam sampai semalam.

h. Lakukan penyaringan dengan kertas saring.

i. Cucilah endapan yang ada pada kertas saring dengan menggunakan 15 ml larutan NH4NO3 2.5% (bebas fosfor). Pencucian diulang sampai lima kali. Filtrat dan hasil cucian ditampung dan diberi kode aliquot B.

16.7.2.2 Penentuan Total Fe

dan Al-oksida 1. Netralkan aliquot B (16.7.2.1)

dengan menambahkan NH4OH (1:4) tetes demi tetes. Setelah netral (periksa de-ngan kertas pH) tambahkan lagi 1 ml larutan NH4OH tersebut.

2. Panaskan hingga suhu men-capai 40oC dan pertahankan suhunya hingga semua en-dapan mengendap.

3. Tuangkan supernatan yang jernih ke atas kertas saring bebas abu. Filtrat ditampung dalam Erlenmeyer. Cucilah

Page 381: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 387

dengan air panas semua en-dapan yang masih tertinggal dalam gelas piala dan tuang-kan supernatannya ke kertas saring tadi. Lakukan pen-cucian sekali lagi dengan cara yang sama.

4. Pindahkan semua endapan yang ada dalam gelas piala ke atas kertas saring dan cuci dengan menggunakan 10 ml air panas. Lakukan sebanyak tiga kali. Filtrat dan hasil cu-cian ditampung dan diberi ko-de filtrat I.

5. Endapan yang tertinggal pada

kertas saring dilarutkan de-ngan cara meneteskan asam nitrat (1:4) panas sehingga semua endapan larut dan ditampung dalam Erlenmeyer yang lain. Akhirnya filtrat ini dikerjakan lagi dengan pro-sedur seperti di atas, dimulai dari penetralan dengan larut-an NH4OH tetes demi tetes dan seterusnya sampai di peroleh endapan. Filtrat dari proses pengendapan kedua diberi kode filtrat II. Endapan dan kertas saring digunakan untuk menentukan total Fe dan Al-oksida.

6. Campurkan filtrat I dan II dan diberi kode aliquot C.

7. Jumlah campuran filtrat I dan II tidak boleh lebih dari 500 ml.

8. Kertas saring yang digunakan pada pengendapan pertama dan kedua adalah sama

9. Sebelum menyaring endapan yang kedua, letakkan sobek-an halus kertas saring bebas abu di atas kertas saring yang digunakan untuk penyaringan. Hal ini dilakukan untuk memu-dahkan pencucian dan perla-kuan selanjutnya

10. Keringkan endapan dan ker-tas saring dan pijarkan dalam krus platina atau nikel yang telah dipijarkan dan diketahui bobotnya.

11. Residu yang berwarna kepu-tih-putihan hasil pemijaran di-timbang dan akan diperoleh angka berat total Fe dan Al- oksida.

17.7.2.3 Penentuan Fe-oksida a. Leburkan residu dalam krus

platina atau nikel yang diperoleh dari 17.7.2.2 de-ngan menambahkan 4 g KHSO4 yang sebelumnya te-lah dipijarkan. Peleburan di-lakukan di atas lempeng pe-manas atau lilitan pemanas selama beberapa menit.

b. Dinginkan. Tambahkan 5 ml H2SO4 pekat dan panaskan sampai pembentukan gas SO3 selesai.

c. Dinginkan dan pindahkan se-mua isi dalam krus tersebut. Cucilah sisa bahan dalam krus dengan menggunakan akuades sedemikian rupa se-hingga volume larutan yang diperoleh tidak melebihi 200 ml.

Page 382: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 388

d. Panaskan hingga diperoleh larutan yang jernih.

e. Untuk penentuan Fe, semua larutan harus direduksi hingga semua ferri berubah menjadi ferro.

f. Proses reduksi dilakukan de-ngan melewatkan gas H2S (Gambar 16.5.) ke dalam la-rutan sampai larutan tersebut jenuh terhadap H2S. Hal ini ditandai dengan larutan menjadi lebih gelap dan tidak terjadi perubahan lagi.

Gambar 16.5 . Generator Kipp Sumber : Sudarmadji, dkk., 1997 g. Apabila dalam larutan terdapat

platina maka akan terbentuk endapan. Saringlah endapan ini, kemudian filtrat dialiri se-kali lagi dengan gas H2S hingga semua ferri dirubah menjadi ferro.

h. Untuk menghilangkan gas H2S yang terlarut, panaskan la-rutan tersebut hingga men-didih. Periksalah apakah se-mua gas H2S telah habis atau belum. Caranya dengan me-letakkan kertas Pb-asetat di atas uap yang keluar. Apa-bila dalam uap tersebut masih terdapat gas H2S maka kertas

akan menjadi hitam. Kertas Pb-asetat dapat dibuat de-ngan cara : Celupkan kertas saring ke

dalam larutan Pb-asetat jenuh

Setelah kering, potong de-ngan ukuran 1 x 5 cm.

Bila kertas ini dikenakan gas H2S akan berwarna hitam.

i. Larutan yang telah direduksi dititrasi dengan larutan 0.1N KmnO4. Titrasi berakhir bila warna larutan telah berubah menjadi merah jambu dan da-pat bertahan selama 20 detik.

j. Setiap 1 ml 0.1 N KmnO4 sesuai dengan 0.005585 g Fe; 0.007185 g FeO; atau 0.007985 g Fe2O3.

16.7.2.3 Penentuan Al-oksida Banyaknya Al-oksida dapat dihi-tung dengan cara : Berat Al2O3 (g) = (bobot Fe2O3 +

Al2O3 g)(pada 16.7.2.2) – (bobot Fe2O3 g)(pada 16.7.2.3)

15.7.2 Penentuan Mn, Ca, dan

Mg 16.7.3.1 Penentuan Mn-oksida

(Mn3O4) Penentuan konsentrasi Mn oksi-da dapat dilakukan dengan pro-sedur sebagai berikut : a. Pipet aliquot A (pada 16.7.1)

sebanyak sebanyak 25 ml (ekivalen dengan 0.5-2.0 g abu) ke dalam gelas piala.

Page 383: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 389

Tambahkan larutan FeCl3 10 % sebanyak volume aliquot yang dipipet.

b. Netralkan dengan NH4OH (1:4) tetes demi tetes. Endapan yang terbentuk dila-rutkan kembali dengan me-nambahkan HCl (1:4) sedikit berlebihan dan tambahkan pula 1-2 g Na-asetat.

c. Didihkan selama satu menit, saring dan cuci dengan akua-des panas. Endapan pada kertas saring dilarutkan kem-bali dengan HCl (1:4) lalu di-endapkan lagi dengan cara yang sama, kemudian disa-ring.

d. Filtrat dan hasil cucian yang didapat dipekatkan dengan pemanasan hingga volume-nya menjadi 50 ml. Dinginkan dan tambahkan air bromim (brominewater) sampai larut-an berwarna coklat kekuning-an.

e. Buat larutan menjadi alkalis dengan menambahkan NH4OH (1:4) lalu panaskan sampai mendidih dalam ke-adaan tertutup (gelas piala ditutup dengan gelas arloji).

f. Dinginkan dan ulangi lagi pe-nambahan air bromim. Larut-an dibuat alkalis dengan pe-nambahan NH4OH (1:4) lalu dididihkan kembali. Bila ter-jadi endapan, larutan di-asamkan dengan asam asetat pekat hingga sedikit asam.

g. Saring dengan kertas saring bebas abu dan cucilah enda-pan dengan akuades panas.

Filtrat dan cucian dipakai un-tuk penentuan Ca-oksida.

h. Kertas saring dan endapan di-keringkan dalam krus yang telah dipijarkan dan diketahui bobotnya. Pijarkan dan tim-bang. Bobot residu adalah bobot Mn-oksida.

16.7.3.2 Penentuan Ca-oksida

(CaO) Penentuan konsentrasi Ca-oksida dapat dilakukan dengan dua ca-ra, yaitu : 16.7.3.2.1 Cara I Penentuan Ca-oksida cara I da-pat dilakukan dengan prosedur sebagai berikut : a. Filtrat dan hasil cucian pada

16.7.3.1 diuapkan hingga volumenya menjadi 50 ml. Tambahkan NH4OH (1:4) agar menjadi alkalis. Sambil dipanaskan tambahkan tetes demi tetes larutan amonium oksalat jenuh secara berlebih sampai terbentuk endapan Ca dan Mg-oksalat.

b. Panaskan hingga menididh dan biarkan hingga semua endapan mengendap. Laku-kan dekantasi bagian larutan yang jernih melalui kertas saring. Tuanglah 15-20 ml akuades panas ke dalam endapan dalam gelas piala dan lakukan dekantasi lagi. Endapan dalam gelas piala dilarutkan dengan beberapa tetes HCl pekat dan tambah-kan sedikit air.

Page 384: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 390

c. Ulangi lagi pengendapan de-ngan menambahkan NH4OH (1:9) agar larutan menjadi sedikit alkalis dan tambahkan 0.5 ml larutan amoniumok-salat jenuh. Saring dengan kertas saring yang tadi, cuci endapan dengan akuades panas sampai bebas klorida. Keringkan kertas saring dan endapan dalam krus yang telah diketahui bobotnya, pi-jarkan dan timbang residu tersebut sebagai Ca-oksida.

d. Filtrat dan hasil cucian di-tampung untuk penentuan konsentrasi Mg-oksida cara I.

16.7.3.2.2 Cara II Penentuan Ca-oksida cara II dapat dilakukan dengan prosedur sebagai berikut : a. Pipet aliquot pada 16.7.1

sebanyak ekivalen dengan 0.5-2.0 g abu ke dalam gelas piala 300 ml. Encerkan de-ngan akuades hingga volume-nya menjadi 200 ml. Tam-bahkan NH4OH (1:4) agar menjadi sedikit alkalis dan indikator methylorange. Tam-bahkan HCl (1:4) hingga larutan menjadi sedikit asam. Tambahkan 10 ml 0.5 N HCl dan 10 ml asam oksalat 2.5%. Didihkan dan sambil diaduk tambahkan 15 ml larutan amonium oksalat jenuh. Pa-naskan terus hingga endapan berbentuk granular. Dingin-kan dan sambil diaduk tam-bahkan 8 ml larutan Na-asetat

20 %, lalu diamkan selama 12 jam.

b. Saring dan cuci dengan air panas sampai bebas khlorida (seperti pada 16.7.3.2.1). Pindahkan residu pada kertas saring ke dalam gelas piala dengan cara melubangi ujung bagian bawah kertas saring dengan pengaduk gelas. Si-ram dengan akuades panas seperlunya hingga seluruh endapan telah dipindahkan ke dalam gelas piala.

c. Tambahkan 10 ml H2SO4 (1:4) dan anaskan hingga hampir mendidih. Setelah dingin, titrasi dengan 0.1 N KmnO4. Pada saat hampir berwarna merah jambu, ker-tas saring yang tadi dipakai menyaring dimasukkan ke dalam larutan dan lanjutkan titrasi sampai titik akhir, yaitu apabila larutan tersebut telah berwarna merah jambu yang bertahan selama 20 detik.

d. Setiap lm 0.1 N KmnO4 eki-valen dengan 0.0028 g CaO

e. Filtrat dan hasil cucian dipakai untuk penentuan konsentrasi Mg-oksida cara II.

16.7.3.3 Penentuan Mg-oksida

(MgO) Konsentrasi Mg-oksida dapat ditentukan dengan dua cara, yaitu : 16.7.3.3.1 Cara I a. Filtrat dan hasil cucian pada

16.7.3.2.1 diuapkan hingga menjadi pekat. Panaskan

Page 385: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 391

dengan hati-hati hingga tidak terjadi percikan lagi yang menandakan semua garam amonium sudah terurai.

b. Tambahkan 20-25 ml akua-des panas dan 5 ml HCl pe-kat. Saring dan cuci. Pekat-kan larutan tersebut sehingga volumenya menjadi 50 ml. Dinginkan dan tambahkan la-rutan Na2HPO4 10% hingga semua Mg mengendap. Sambil diaduk, tambahkan NH4OH pekat sehingga larut-an menjadi alkalis. Tambah-kan lagi larutan Na2HPO4 10% untuk meyakinkan bah-wa semua Mg telah mengen-dap. Diamkan selama 30 menit.

c. Sambil diaduk, tambahkan secara perlahan NH4OH pe-kat dan tutup agar amonia tidakmenguap. Diamkan se-lama 12 jam. Saring dengan kertas saring bebas abu dan cucilah endapan dengan la-rutan amonia 2.5% (larutan paling sedikit harys mengan-dung NH3 sebanyak 2.5%), sampai bebas klorida.

d. Keringkan kertas saring dan endapan dalam krus yang te-lah dipijarkan dan telah dike-tahui bobotnya. Pijarkan mula-mula pada suhu sedang dan diikuti dengan pijaran pa-da suhu tinggi.

e. Timbang residu yang dihasil-kan sebagai Mg-oksida.

16.7.3.3.2 Cara II a. Filtrat dan hasil cucian pada

16.7.3.2.2 ditambah 25 ml HNO3 pekat dan uapkan airnya sampai pekat (dry-ness). Pemanasan dilanjut-kan hingga semua garam amonia terurai. Hal ini ditan-dai dengan tidak terjadinya lentikan lagi.

b. Residu yag terbentuk dilarut-kan dengan HCl (1:4) lalu en-cerkan dengan akuades hing-ga volumenya menjadi 100 ml. Tambahkan 5 ml larutan Na-sitrat 10% dan 10 ml larutan NaH2PO4 10% atau lebih sehingga semua Mg mengendap.

c. Tambahkan NH4OH (1:4) sam-bil diaduk sehingga larutan menjadi sedikit alkalis. Tambahkan 25 ml NH4OH pe-kat lalu diamkan semalam.

d. Saring dan cucilah endapan tersebut dengan NH4OH (1:4)

e. Endapan pada kertas saring dilarutkan kembali kedalam wadah yang bersih dengan HCl (1:4), kemudian lakukan kembali pengendapan kedua dengan pengenceran dan penambahan Na-sitrat (nomor 2) dan seterusnya.

f. Setelah terbentuk endapan, diamkan selama beberapa jam, saring dan cucilah dengan NH4OH (1:9) sampai bebas klorida.

g. Keringkan endapan dan kertas saring bebas abu dalam krus yang telah dipijarkan dan diketahui bobotnya, pijarkan

Page 386: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 392

dan timbang residu sebagai Mg2P2O7.

h. Hitunglah Mg yang terdapat dalam larutan semua sebagai MgO dari berat Mg2P2O7, yaitu :

Bobot MgO = 0.18114 x bobot

Mg2P2O7 16.7.4 Penentuan Cl 16.7.4.1 Penyiapan Larutan Penyiapan larutan untuk menen-tukan konsentrasi Cl adalah se-bagai berikut : 1. Timbang 5 g bahan pangan

dalam cawan platina atau nikel. Tambahkan 20 ml larutan Na2CO3 5%. Uapkan di atas pemanas hingga pe-kat, lalu pijarkan pada suhu yang dapat memberikan war-na kemerah-merahan pada cawan. Pemanasan dilaku-kan hingga diperoleh abu yang berwarna keputih-putih-an, kemudian dinginkan.

2. Tambahkan sedikit air panas pada abu dan saring seluruh-nya dengan kertas saring be-bas abu dan cucilah dengan air panas. Filtrat yang diper-oleh disebut filtrat 1 dan di-simpan.

3. Kertas saring yang mengan-dung residu atau endapan dipindahkan ke dalam cawan platina atau nikel. Pijarkan lagi.

4. larutkan abu yang diperoleh dengan HNO3 (1:4), saring, cuci, dan campurkan dengan

filtrat I. Campuran ini disebut filtrat 2.

16.7.4.2 Penentuan Cl cara

Gravimetri Penentuan bobot Cl dalam bahan pangan dengan metode gravitasi adalah sebagai berikut : 1. Tambahkan secukupnya

larutan AgNO3 10 % ke dalam filtrat 2. Larutan AgNO3 10% dapat dibuat dengan melarut-kan 16.989 g AgNO3 murni (yang telah dikeringkan pada suhu 120oC) dalam akuades hingga volumenya menjadi 1 L.

2. Panaskan sampai mendidih hingga terbentuk endapan yang berupa granular. Saring dengan krus Gooch kering yang telah diketahui bobot-nya. Endapan dan krus Gooch dipanaskan pada suhu 140-150oC lalu cuci dengan air panas sampai bebas dari AgNO3. Cara mengetahui bahwa larutan sudah bebea AgNO3 adalah dengan me-ngambil sedikit filtrat yang ba-ru disaring. Tambahkan satu tetes HCl atau NaCl encer. Bila masih terdapat endapan putih berarti larutan masih mengandung ion Ag.

3. Keringkan endapan dan pa-naskan pada suhu 140o-150oC. Dinginkan dan tim-bang residu AgCl.

4. Bobot Cl dapat ditentukan berdasarkan bobot AgCl yang diperoleh, yaitu :

Page 387: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 393

Bobot Cl = 0.24759 x bobot AgCl 16.7.4.3 Penentuan Cl cara

Volumetri Penentuan bobot Cl dalam bahan pangan dengan metode gravitasi adalah sebagai berikut : a. Tambahkan AgNO3 0.1 N ke

dalam Filtrat 2 hingga semua ion Cl membentuk endapan AgCl.

b. Sisa AgNO3 yang tidak be-reaksi ditentukan jumlahnya dengan cara titrasi menggu-nakan larutan thiosianat.

c. Setelah ditambah AgNO3 di atas, aduk, saring, dan cuci endapan sampai bebas ion Ag (cara 16.7.4.2).

d. Filtrat dan hasil cucian ditam-bah 5 ml indikator ferri dan beberapa ml asam nitrta encer. Indikator ferri dapat di-buat dengam melarutkan 3.5 ferri ammonium alum dalam 10 ml akuades. Tambahkan 2 ml larutan 6N HNO3. dapat juga digunakan 10 g ferri nitrat murni dilarutkan dalam 10 ml akuades, tambahkan 1 ml HNO3 (1:4) dan encerkan sampai 100 ml dengan akua-des. Sedangkan larutan asam nitrat encer dapat di-buat dengan menambahkan 25 ml akuades ke dalam 100 ml asam nitrat. Didihkan hi-

ngga larutan menjadi tidak berwarna.

e. Titrasi ion Ag dengan larutan 0.1 N Thiosianat sampai diperoleh warna coklat yang permanen. Catat larutan thio-sianat yang terpakai. Larutan 0.1N Thiosianat dapat dibuat dengan melarutkan 9.7174 g KCNS dalam akuades hingga volumenya menjadi 1 L.

f. Penentuan kadar Cl adalah sebagai berikut :

Bobot Cl = (axNa)-(bxNb)(0.0355) Dimana : a = jumlah AgNo3 mula-mula Na = Normalitas AgNO3 B = Jumlah larutan thiosianat

yang digunakan Nb = Normalitas dari larutan

thiosianat 16.7.5 Penentuan S Penentuan kandungan mineral S dalam bahan pangan dapat dila-kukan dengan prosedur sebagai berikut : 1. Timbang 1.5-2.5 g contoh

bahan pangan dalam krus 100 ml. Tambahkan 5 g Na2CO3 anhidrous. Campur dengan baik, lalu tambahkan 2 ml akuades.

2. Tambahkan setiap kali 0.5 g Na-peroksida, campur de-ngan baik dan ulangi penam-bahan Na-peroksida tersebut 10 kali hingga diperoleh cam-

Page 388: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 394

puran yang hampir kering dan berbentuk granular.

3. Panaskan krus dan isinya di atas nyala lampu alkohol (spirtus) sampai seluruh isi-nya melebur. Dinginkan dan tambahkan lagi Na-peroksida dan ratakan di atas permu-kaan residu. Tinggi lapisan Na-peroksida ini kira-kira 0.5 cm.

4. Panaskan di atas nyala api alkohol. Wadah digoyang-go-yang sambil apinya dibesar-kan sampai diperoleh residu yang baik. Pemanasan diter-uskan sampai 10 menit, ke-mudian dinginkan sampai suhu kamar.

5. Pindahkan residu ke dalam gelas piala 600 ml dan cuci krus dengan 100 ml akuades untuk membilas semua resi-du.

6. Tambahkan HCl pekat tetes demi tetes sehingga larutan menjadi sedikit asam (uji de-ngan kertas lakmus).

7. Pindahkan larutan tersebut ke dalam labu ukur 500 ml. Cucilah bahan yang tersisa dengan akuades, selanjutnya encerkan sampai tanda. La-rutan disaring untuk menda-patkan filtratnya.

8. Pipet 200 ml filtrat dan ma-sukkan ke dalam gelas piala. Tambahkan larutan BaCl2 10 % secara perlahan-lahan sampai terbentuk endapan maksimal.

9. Didihkan selama 5 menit, selanjutnya diamkan pada su-

hu kamar paling sedikit se-lama 5 jam.

10. Tuangkan supernatannya ke dalam kertas saring bebas abu. Endapan yang tertinggal dalam gelas piala dicuci dengan akuades lalu dituang seluruhnya ke dalam kertas saring. Cuci kembali sampai filtratnya bebas klorida.

11. Kertas saring dengan endap-an yang tertinggal dikeringkan dalam krus yang telah dipijar-kan dan diketahui bobotnya, dan kemudian dipijarkan, didi-nginkan dalam eksikator dan timbang residunya sebagai BaSO4. Bobot S diperhi-tungkan dari bobot BaSO4 yang diperoleh, dimana :

Bobot S = 0.13736 x Bobot

BaSO4 16.7.6 Penentuan P Penentuan kandungan mineral P dalam bahan pangan dapat dila-kukan dengan prosedur sebagai berikut : a. Timbang dengan seksama 1-

2 g contoh dan pindahkan ke dalam gelas piala. Tam-bahkan 7.5 ml larutan Mg-nitrat dan aduk dengan baik. Larutan Mg-nitrat dibuat de-ngan melarutkan 150 g Mg-oksida dalam asam nitrat (1:1) secukupnya (hindari penggunaan asam yang ber-lebihan). Tambahkan se-dikit Mg-oksida, panaskan sampai

Page 389: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 395

mendidih selama 2 menit dan disaring, kemudian diencer-kan hingga menjadi 1 L.

b. Panaskan di atas pemanas listrik pada suhu 180 oC, sampai pekat dan tidak terjadi perubahan lagi.

c. Pindahkan ke dalam muffle pada suhu 300-400oC sampai residu tidak berwarna hitam lagi. Dinginkan, lalu tambah-kan 15-30 ml HCl pekat dan encerkan dengan akuades, kemudian pindahkan ke da-lam labu ukur 250 ml dan encerkan lagi sampai tanda.

d. Pipet 100 ml larutan contoh yang diperoleh dan pindahkan ke dalam gelas piala 250 ml.

e. Tambahkan NH4OH pekat sedikit berlebihan. Endapan yang terjadi dilarutkan kem-bali dengan menambahkan HNO3 pekat sedikit demi se-dikit sambil diaduk, sampai larutan menjadi jernih.

f. Tambahkan 15 g NH4-nitrat, panaskan di atas penangan air sampai suhunya 65oC dan tambahkan 70 ml larutan molibdat. Diamkan pada su-hu tersebut selama 1 jam. Larutan molibdat dibuat dengan melarutkan 65 g (NH4)6MO7O24.H2) murni; 225 g NH4NO3; dan 15 ml NH4OH pekat ke dalam 600 ml akuades. Panaskan sam-bil diaduk hingga semuanya larut. Kemudian saring (tanpa dicuci). Setelah dingin dien-cerkan dengan akuades sampai 1 L.

g. Periksa apakah proses pe-ngendapan sudah selesai atau belum. Caranya : ambil 5 ml supernatan dan tambah-kan 5 ml larutan molibdat dan kocok. Bila masih terbentuk endapan berarti masih perlu ditambahkan larutan molibdat lagi sampai pengendapan se-lesai. Jangan lupa setiap kali pemeriksaan, larutan yang dipakai untuk pemeriksaan dikembalikan lagi.

h. Kalau pengendapan sudah selesai, saring dan cuci dengan akuades

i. Larutkan kembali endapan dalam kertas saring tersebut dengan menambahkan sedikit demi sedikit larutan NH4OH (1:1) dan air panas sampai kertas saring menjadi bersih. Volume filtrat dan hasil pencucian yang terakhir ini tidak boleh lebih dari 100 ml.

j. Netralkan filtrat dan hasil pencucian dengan HCl pekat, diamkan lalu tambahkan 15 ml magnesia mixture dari dalam buret dengan kece-patan 1 tetes setiap detik sambil digoyang. Diamkan selama 15 menit. Magnesia mixture dibuat dengan mela-rutkan 55 g MgCl2.6H2O dan 140 g NH4Cl dalam 500 ml akuades. Kedalamnya ditam-bahkan 130.5 ml NH4OH pekat, dicampur baik-baik dan diencerkan sampai 1 liter, se-lanjutnya disaring.

Page 390: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 396

k. Tambahkan 12 ml NH4OH pekat dan biarkan selama 2 jam.

l. Supernatan mula-mula ditu-ang melalui kertas saring be-bas abu, cuci endapan dalam gelas piala dengan amonia encer sampai bebas klorida.

m. Keringkan endapan dan ker-tas saring dalam krus yang telah dipijarkan dan diketahui bobotnya, kemudian pijarkan pada suhu rendah dan akhir-nya pada suhu lebih tinggi, sampai diperoleh residu yang berwarna putih atau abu-abu keputih-putihan. Dinginkan dalam eksikator dan timbang-lah bobot residu sebagai Mg2P2O7. Bobot P2O5 dalam 100 ml larutan dapat dihitung dari bobot Mg2P2O7 yang di-peroleh :

Bobot P2O5 = 0.6377 x bobot

Mg2P2O7

16.7.7 Penentuan K dan Na 16.7.7.1 Penentuan K dan Na

Total Konsentrasi K dan Na total dapat dihitung dengan prosedur berikut ini : 1) Timbang 10 g bahan pangan dalam krus platina atau nikel. Basahi dengan H2SO4 pekat secukupnya. Panaskan dalam muffle suhu rendah sehingga semua senyawa organik terurai.

Dinginkan. Residu yang diperoleh ditambah dengan 5-10 ml HCl pekat dan 50 ml akuades, lalu panaskan di atas penangan air mendidih. 2) Pindahkan seluruh isinya ke dalam gelas piala pyrex, lalu tambahkan NH4OH pekat tetes demi tetes sampai terbentuk endapan yang apabila dikocok akan membutuhkan waktu bebe-rapa detik untuk dapat larut kem-bali. Jadi akan diperoleh larutan yang sedikit asam. 3) Panaskan sampai hampir mendidih dan tambahkan NH4OH pekat untuk mengendapkan lo-gam Fe dan Al. 4) Didihkan dalam keadaan tertutup selama 1 menit, selama ini larutan harus selalu digoyang agar endapan yang terjadi tidak melekat pada dinding gelas piala. Setelah dididihkan tambahkan beberapa tetes NH4OH sehingga tercium bau amonia. 5) Segeralah saring dengan kertas saring dan cucilah sece-patnya dengan air panas. Usa-hakan selama penyaringan ini, endapan tidak melekat pada ker-tas saring. Filtrat dan hasil cuci-an disimpan. 6) Pindahkan endapan yang berada pada kertas saring ke dalam gelas piala semula dengan cara menyemprotkan akuades seperlunya. Endapan yang bera-da dalam gelas piala tersebut dilarutkan kembali dengan pe-nambahan HCl pekat tetes demi

Page 391: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 397

tetes sampai semua endapan melarut semua. 7) Hangatkan. Lakukan kembali pengendapan Fe dan Al de-ngan cara seperti di atas. 8) Saring dan cuci sampai bebas klorida. Filtrat dan hasil cucian ditampung dan dicampur bersa-ma dengan filtrat dan hasil cucian yang pertama. 9) Uapkan di atas penangas air mendidih hingga kering, lalu pa-naskan dalam muffle suhu ren-dah sehingga semua garam amo-nia terusir. 10) Larutkan dalam akuades seperlunya, kemudian tambahkan 5 ml larutan Ba(OH)2. Bila larut-an tetap jernih berarti pengen-dapan telah selesai. Saring dan cuci dengan air panas. 11) Filtrat dipanaskan sampai mendidih. Tambahkan larutan NH4OH (1:4) dan larutan (NH4)2CO3 10 % sampai terben-tuk endapan maksimal. Saring dan cuci dengan air panas. 12) Filtrat diuapkan sampai ke-ring, kemudian panaskan dalam muffle suhu rendah sehingga se-mua garam amonia terusir. 13) Larutkan dalam akuades pa-nas seperlunya. Tambahkan be-berapa tetes NH4OH (1:4), 1-2 tetes larutan (NH4)2CO3 10%, dan beberapa tetes larutan Na2C2O4 jenuh. 14) Panaskan di atas penangas air mendidih selama beberapa menit dan kemudian diamkan pada suhu kamar selama bebe-rapa jam.

15) Saring dan cuci. Filtrat yang diperoleh diuapkan sampai kering lalu dipanaskan dalam muffle su-hu rendah sehingga semua ga-ram amonia terusir. 16) Larutkan kembali dengan sedikit air, saring, filtrat ditam-pung dalam cawan platina atau nikel, tambahkan beberapa tetes HCl pekat, uapkan di atas pe-nangas air sampai kering, pa-naskan dalam muffle suhu ren-dah, dinginkan dalam eksikator dan timbang. 17). Residu tersebut adalah berat total KCl dan NaCl. 16.7.7.2 Penentuan K Penentuan kandungan K dalam bahan pangan dapat ditentukan berdasarkan metode Williard, se-bagai berikut : 1. Residu yang diperoleh pada

16.7.7.1 dilarutkan dengan 70 ml akuades (dalam hal ini larutan tidak boleh mengan-dung K lebih dari 0.5 g; dan ternyata apabila jumlah K le-bih besar maka larutan terse-but dapat diencerkan sampai volume tertentu, kemudia am-bil 70 ml untuk ditentukan kandungan Knya).

2. Tambahkan 5 ml larutan asam perkhlorat (HClO4) 20 % (berat jenis 1.12), uapkan di atas penangas air perla-han-lahan.

3. Tambahkan 10 ml akuades panas dan 5 ml HClO4 20%, uapkan di atas penangas air. Ulangi perlakuan ini sampai apabila diuapkan akan timbul

Page 392: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Nutrisi

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 398

uap / kabut asam tersebut yang tebal.

4. Dinginkan sampai suhu bebe-rapa derajat di bawah suhu kamar, lalu tambahkan larut-an alkohol pencuci. Larutan alkohol pencuci dibuat de-ngan melarutkan 1 ml HClO4 20% dan 2.8 mg KClO4 dalam 100 ml alkohol 97%. Simpan pada suhu dingin sebelum digunakan.

5. Saring dengan krus Grooch yang telah diketahui bobot-nya.

6. Cucilah dengan 3 x 10 ml larutan alkohol pencuci, ke-ringkan dalam oven suhu 130oC selama 1 jam. Se-lanjutnya ditimbang.

7. Residu yang ditimbang ada-lah KClO4.

Bobot K = 0.2821 x Bobot KClO4 16.7.7.3 Penentuan Na Penentuan kandungan Na dalam bahan pangan dapat ditentukan berdasarkan bobot total K dan NaCl seperti yang diperoleh pada 16.7.7.1 dikurangi dengan berat KCl yang identik dengan bobot KClO4 yang diperoleh pada 16.7.7.2.

Page 393: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Mutu Air

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 399

BAB XVII ANALISIS MUTU AIR

Air sangat penting dalam kehidu-pan manusia, baik untuk kebutuh-an tubuh maupun lingkungannya. Se-kitar 80 persen tubuh manusia adalah air. Demikian pula de-ngan lingkungan hidupnya, ham-pir 2/3 permukaan bumi merupa-kan air. Dalam bidang industri pangan, keberadaan air sangat penting karena berpengaruh terhadap ka-rakteristik bahan baku dan de-ngan demikian akan berpengaruh terha-dap mutu produk pangan yang dihasilkan. Dalam industri pangan, air dibu-tuhkan selama penanganan ba-han baku, proses penanganan dan pengolahan bahan baku menjadi produk, dan menjaga kondisi lingkungan agar tetap bersih. 17.1 Jenis Air Keberadaan air dalam industri pangan dapat berupa air baku, air proses, dan air limbah. Ketiga je-nis air ini memiliki karakteristik dan standar kelayakan tertentu. Air baku adalah air bersih yang diperoleh dari sumbernya. Air proses adalah air yang telah mendapatkan penambahan bah-an kimia tertentu sesuai peruntu-kannya. Sebagai contoh air pro-

ses adalah air yang telah ditam-bah senyawa klorin untuk menja-ga sanitasi dalam industri pa-ngan. Air proses dapat diman-faatkan untuk menjaga sanitasi bahan baku pangan, karyawan, dan lingkungan tempat kerja. Air limbah adalah air yang sudah tidak memenuhi syarat untuk di-gunakan karena mengandung limbah bahan pangan. Dalam setiap kegiatan industri pangan dihasilkan limbah. Secara seder-hana limbah diartikan sebagai si-sa hasil produksi suatu industri. Dihasilkannya limbah merupakan konsekuensi logis pendirian In-dustri. Limbah juga dapat diarti-kan sebagai materi yang tidak di-inginkan dalam kegiatan industri sehingga harus dibuang. Umumnya air limbah memiliki mutu yang lebih rendah diban-dingkan dengan jenis air lainnya yang digunakan dalam industri pangan. Air limbah dapat digam-barkan sebagai tempat sampah yang besar sehingga memiliki kemampuan menampung kompo-nen limbah selama kegiatan In-dustri pangan berlangsung. Komponen limbah yang terkan-dung dalam air limbah tersebut dapat berupa benda padat, cair, atau gas.

Page 394: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Mutu Air

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 400

Agar tidak menyebabkan pen-cemaran lingkungan, air limbah tersebut harus diproses terlebih dahulu. Bila sudah memunuhi standar yang telah ditetapkan, air limbah sudah aman untuk dibu-ang ke badan air di lingkungan setempat. Mengapa air limbah harus dipros-es terlebih dahulu sebelum dibua-ng ke badan air yang ada di ling-kungan? Air limbah mengandung komponen kimia, fisik dan bio-logis yang berasal dari bahan baku industri. Komponen ini akan mengalami serangkaian proses yang akan mengakibatkan pencemaran lingkungan berupa bau, racun, atau penyakit. Bila air ini dibuang ke lingkungan, dapat dibayangkan bahaya yang akan dialami masyarakat. 17.2. Standar Mutu Dalam menyiapkan bahan baku untuk menghasilkan mutu produk

pangan yang baik, air yang digu-nakan harus sesuai dengan stan-dar mutu. Air yang jernih belum tentu memenuhi persyaratan yang dibutuhkan dalam industri pangan. Olah karenanya, perlu dilakukan pengujian terhadap air yang akan digunakan. Pengujian terhadap kualitas air da-pat dilakukan dengan uji fisik, kimiawi, biologis, dan organo-leptik. Pemerintah telah menetap-kan standar mutu yang dapat di-gunakan sebagai pedoman da-lam menentukan kualitas air. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 416/PERMEN-KES/PER/X/1990 telah ditetap-kan persyaratan kualitas air bersih (Tabel 17.1).

Tabel 17.1. Daftar Persyaratan Kualitas Air Bersih No. Parameter Unit Kadar maksimum

diperbolehkan Fisilk

1. 2. 3. 4. 5. 6.

Bau Jumlah Zat Padat Terlarut (TDS) Kekeruhan Rasa Suhu Warna

- mg/l

NTU Scale - C

TCU Scale

Tidak berbau 1000 5 Tidak berasa Suhu udara + 3 C 15

Kimia a. Kimia an ogranik

1. 2. 3. 4.

Air Raksa Aluminum Arsen Barium

mg/L mg/L mg/L mg/L

0.001 0.2 0.05 1.0

Page 395: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Mutu Air

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 401

5. 6. 7. 8. 9.

10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23.

Besi Fluorida Kadmium Kesadahan (CaCO3) Klorida Kromium 6+ Mangan Natrium Nitrat, sebagai N Nitrit sebagai N Perak pH Selenium Seng Sianida Sufat Sulfid (sebagaiH2S) Tembaga Timbal

mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L

0.3 1.5 0.005 500 250 0.05 0.1 200 10 1.0 0.05 6.5-8.5 0.01 5.0 0.1 400 0.05 1.0 0.05

b. Kimia Organik 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.

Aldrin & dieldrin Benzene Benzo (a) pyrene Chlordane (total isomer) Kloroform 2-4-D DDT Detergent 1.2-Dichloroethane 1.1-Dichloroethane Heptachlor & heptachlor epoxide Hexachlorobenzene Gamma-HCH (Lindane) Methoxychlor Pentachlorophenol Total pesticide 2.5.6-trichlorophenol Zat Organik (KMnO4)

mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L

0.0007 0.01 0.00001 0.0003 0.03 0.10 0.03 0.05 0.01 0.0003 0.003 0.00001 0.004 0.03 0.01 0.10 0.01 1.0

Mikrobiologi 1. 2.

Koliform Tinja Total Koliform

Total/100 ml Total/100 ml

0 0

Radioaktivitas 1.

Aktivitas Alpha (Gross Alpha activity)

Bq/l

0.1

Page 396: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Mutu Air

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 402

2. Aktivitas Beta (Gross Beta activity) Bq/l 1.0 Catatan : Mg = milligram NTU = Nephelometric Turbidity Units Ml = millimeter TCU = True Clor Units L = liter Bq = Bequerel Logam berat adalah logam terlarut. 17.3. Penanganan Air Limbah Aktivitas dalam industri bahan pa-ngan menghasilkan limbah padat dan cair. Untuk mengurangi ce-maran maka air limbah tersebut harus ditangani terlebih dulu se-belum dilepas ke lingkungan. Limbah padat adalah limbah hasil industri bahan pangan yang ber-ukuran besar sehingga masih bisa dikenali wujudnya. Contoh limbah padat adalah tonkol ja-gung, kulit nangka, usus sapi, insang ikan. Adapun yang di-maksud dengan limbah cair adalah limbah hasil industri pa-ngan yang berbentuk cair ter-masuk padatan yang ada di dalamnya. Umumnya partikel padatan yang terkandung di da-lam limbah cair berukuran kecil dibandingkan limbah padat. Con-toh limbah cair adalah air yang mengandung darah, isi usus, air cucian buah, kulit sapi, ikan. Dalam pengolahan limbah perlu diperhatikan beberapa aspek penanganan limbah, yaitu materi pencemaran, mikroba, faktor ling-kungan, serta sistem yang digu-nakan dalam penanganan lim-bah. Pengolahan limbah cair dapat dilakukan secara fisik, kimia, dan biologis.

17.3.1 Penanganan secara

Fisik Penanganan limbah secara fisik ditujukan untuk : a) memisahkan bahan padatan organik yang terapung pada limbah cair lalu mengendapkannya dan b) mem-perkecil ukuran bahan padat or-ganik yang terdapat pada limbah sehingga lebih mudah diperla-kukan lebih lanjut. Dengan demikian penanganan air limbah secara fisik adalah penya-ringan (Screening) dan sediment-tasi (sedimentation). Penyaringan dilakukan untuk menghilangkan partikel padatan yang tidak larut. Alat penyaringan yang digunakan adalah saringan atau terali besi yang dipasang di selokan atau saluran limbah. Hasil penyaring-an dikeringkan atau ditanam ke dalam tanah. Tahap selanjutnya adalah proses sedimentasi. Proses ini dimak-sudkan untuk memisahkan bahan organik dan anorganik dengan pengaturan kecepatan alir limbah sekecil mungkin. Pengaturan ke-cepatan alir limbah ini menyebab-kan bahan-bahan anorganik yang besar (pasir, potongan kaca, serat) tenggelam karena gaya gravitasi sedangkan bahan orga-

Page 397: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Mutu Air

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 403

nik akan mengalami penanganan lebih lanjut. 17.3.2 Penanganan secara

Kimiawi Penggunaan senyawa kimia da-lam penanganan limbah cair ha-rus dilakukan secara cermat. Hindari penggunaan bahan kimia yang memiliki efek berbahaya bagi lingkungan. Penggunaan bahan kimia lebih ditujukan untuk merombak bahan kimia yang ter-kandung dalam limbah cair men-jadi senyawa tidak yang tidak membahayakan lingkungan. Se-lain itu, penggunaan senyawa ki-mia juga dapat ditujukan untuk mengendapkan partikel atau laru-tan yang terkandung di dalam air limbah, sehingga mudah dita-ngani lebih lanjut. 17.3.3 Penanganan secara

Biologis Limbah cair industri pangan me-ngandung cemaran biologis. Ke-beradaan cemaran ini menyebab-kan terjadinya suksesi mikroba, terutama bakteri. Beberapa bak-teri yang terdapat dalam limbah industri pangan adalah Phanero-chaeta chrysosporium, Pseu-domonas spp., dan Bacillus spp, Mycobacterium, Vibrio. Pada prinsipnya, penanganan limbah secara biologis adalah memanfaat jasa mikroba yang memiliki kemampuan untuk me-rombak limbah menjadi kompo-nen yang tidak berbahaya. Pro-ses ini lebih dikenal sebagai

bioremediasi. Pada dasarnya bio-remediasi merupakan hasil biode-gradasi senyawa-senyawa pen-cemar. Bioremediasi dapat dila-kukan di tempat terjadinya pence-maran (in situ) atau harus diolah ditempat lain (ex situ). Pada tingkat pencemaran yang rendah mikroba setempat mampu melakukan bioremediasi tanpa campur tangan manusia yang dikenal sebagai bioremediasi in-trinsik, tetapi jika tingkatan pen-cemaran tinggi maka mikroba se-tempat perlu distimulasi (biosti-mulasi) atau dibantu dengan memasukkan mikroba yang telah diadaptasikan. Penanganan limbah cair secara biologis dilakukan dalam tiga ta-hapan, yaitu tahap primer, sekun-der, dan tersier. Prinsip pena-ngannya adalah mempercepat proses penguraian bahan organik baik dilakukan secara aerobik, anaerobik atau kombinasi kedua-nya. 17.4. Parameter Mutu Air Pemerintah melalui menteri kese-hatan telah menetapkan sejumlah parameter yang dapat digunakan untuk menentukan kualitas air. Parameter tersebut dikelompokan menjadi parameter fisik, kimia, mikrobiologis, dan radioaktivitas (Tabel 17.1). Parameter mutu air sangat dipe-ngaruhi oleh sumber air yang digunakan, penggunaan air, dan

Page 398: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Mutu Air

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 404

penanganan air limbah. Air untuk memenuhi kebutuhan air industri pangan sebaiknya menggunakan air baku yang berasal dari mata air. Dalam kondisi tertentu dima-na air baku sulit di peroleh, kebu-tuhan air untuk industri dipenuhi dari air yang berasal dari PAM atau memanfaatkan sumber air yang ada disekelililngnya seperti air sungai, hujan, atau air limbah sendiri yang diresirkulasi. Pengguaan air sungai atau air limbah yang diresirkulasi, maka perlu memberikan perlakuan un-tuk mengembalikan mutu air ke tingkat yang telah disyaratkan oleh pemerintah (Tabel 17.1). Air sungai atau air limbah yang diresirkulasi harus mengalami proses fisik, kimia, dan biologis. Secara fisik, air akan disaring (filtrasi) untuk menghilangkan kandungan padatan tersuspensi. Ada dua saringan yang dapat di-gunakan, yaitu filter pasir dan fil-ter cepat. Filter pasir hanya menggunakan pasir sebagai me-dia filter, sedangkan filter cepat yang menggunakan anthrasit, pa-sir, dan media lainnya yang me-mungkinkan sebagai filter. Setelah melewati proses fisik, air dapat melalui serangkaian proses kimiawi. Proses didasari pada penambahan zat kimia untuk memisahkan secara cepat bahan kimia yang tidak diharapkan dari seluruh air. Proses kimiawi meli-puti proses koagulasi untuk

menggumpalkan kotoran. Ko-agulasi merupakan proses pe-nambahan reagen kimia untuk menstabilkan partikel koloid dan menyatukannya menjadi partikel besar dan stabil, proses penga-dukan (flokulasi) untuk mening-katkan kontak antar partikel yang sudah terbentuk pada proses koagulasi sehingga membentuk partikel yang lebih besar. Gangguan logam seperti Fe, Mn, dan logam lainnya yang toksik pada konsentrasi tinggi dapat dioksidasi dengan menggunakan klorin atau oksidan lainnya se-hingga membentuk senyawa ba-ru yang sulit dipecahkan. Klorin merupakan oksidator kuat yang dapat menghilangkan beberapa komponen rasa dan bau. Proses ini juga digunakan untuk mengha-mbat pertumbuhan mikrobiologi pada keseluruhan proses. Tahap klorinasi dapat dilanjutkan de-ngan deklorinasi untuk mengu-rangi residu klorin, rasa, dan bau yang berasal dari klorin itu sendiri. Selain penyaringan, padatan ter-suspensi juga dapat dipisahkan dengan proses sedimentasi. Se-lama proses sedimentasi akan terjadi pengendapan CaCO3 dan Mg(OH)2, yang akan meningkat-kan derajat keasaman air karena kelebihan kapur. Oleh karena itu perlu ditambahkan karbon diok-sida untuk menetralisir kelebihan OH-. Soda kapur (Ca(OH)2-Na2CO3) dapat ditambahkan

Page 399: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Mutu Air

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 405

untuk menghilangkan kation ber-valensi ganda dari dalam air. Proses mikrobiologis merupakan tahap berikutnya yang dapat dilakukan untuk mengembalikan mutu air. Proses mikrobiologis bertujuan menghilangkan atau menginaktifkan mikroba patogen. 17.5 Monitoring Mutu Air Pemerintah dalam masalah air limbah industri, telah mengha-ruskan setiap industri untuk dapat mengendalikannya. Hal ini dapat disadari oleh pihak industri, bah-wa pengendalian air limbah akan meningkatkan kepercayaan pasar terhadap produknya terutama industri yang berorientasi eksport. Di Negara Sakura, monitoring terhadap mutu air dilakukan de-ngan memelihara ikan carp da-lam kolam penampungan limbah cair sebelum airnya di alirkan ke badan air di lingkungan seki-tarnya. Ikan carp (mas dan koi) merupakan ikan yang rentan terhadap perubahan kualitas air. Dengan demikian, bila ikan carp tersebut mati berarti ada senya-wa berbahaya yang masuk ke kolam sehingga perlu dilakukan peninjauan secara laboratorium terhadap kualitas air agar tidak membahayakan lingkungan. Monitoring atau pemantauan kua-litas air limbah mempunyai dua kepentingan bagi industri. Per-

tama dengan mengetahui kualitas air limbah dari kadar komponen air limbah tersebut, maka tingkat efisiensi suatu proses pengola-han air limbahnya dapat dieva-luasi. Kedua dengan melakukan pemantauan kualitas air limbah dapat memberikan indikasi efek atau pengaruhnya terhadap ling-kungan dan masyarakat sekeli-lingnya. Pemantauan kualitas air limbah secara rutin cukup mahal dan setiap industri sebaiknya mampu menangani sendiri limbahnya agar biaya operasionalnya lebih murah. Peralatan laboratorium, baik instrument modern maupun metoda konvensional, harus da-pat dimanfaatkan dalam rangka pelaksanaan pemantauan ini. Beberapa hal yang perlu dikuasai untuk melakukan monitoring mutu air yaitu : 17.5.1 Teknik sampling Petugas yang akan melakukan monitoring mutu air harus memiliki kemampuan untuk mela-kukan pengambilan contoh (sam-pling) air secara tepat dan benar sesuai dengan kondisi dan ke-adaan pada saat dilakukan sam-pling. Sampel air yang diambil harus dapat mewakili keadaan mutu air sebenarnya dari limbah cair tersebut yang sedang dimo-nitor. Sebelum melakukan pengambil-an sampel, terlebih dahulu harus

Page 400: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Mutu Air

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 406

ditentukan secara tepat lokasi pengambilan sampel. Lokasi pe-ngambilan sampel harus dapat mewakili karakter limbah secara keseluruhan. Peralatan yang digunakan untuk mengambil sampel air (water sampler), jangan mengandung bahan kimia yang akan dianalisis. Pemakaian peralatan demikian akan memberikan hasil analisis lebih tinggi dari konsentrasi sebe-narnya. Sebagai contoh, untuk mengambil sampel air guna pengukuran logam berat, jangan menggunakan bahan Polyvinyl Chlorida (PVC) karena mengan-dung logam Za, Fe, Sb, dan Cu. 17.5.2 Kemampuan Analisis Hasil analisis sangat ditentukan oleh kemampuan analisis dari laboratorium. Kemampuan anali-sis sebuah laboratorium laborato-rium sangat ditunjang oleh per-alatan dan bahan analisis dan sumberdaya manusia yang dimi-liki oleh laboratorium tersebut. Analis harus mampu memanfaat-kan peralatan dan fasilitas yang ada secara maksimal sehingga dapat dihasilkan data yang akur-at dan dipercaya. 17.6 Analisis Mutu Air Untuk dapat menentukan mutu air, diperlukan analis yang memi-liki kemampuan, keterampilan dan ketelitian yang tinggi dalam melaksanakan analisis air limbah. Termasuk di dalamnya kemam-puan untuk menentukan metoda

analisis yang paling sesuai. Akhir dari semua itu adalah tersedianya sumberdaya manusia yang me-miliki kemampuan melakukan evaluasi mutu air limbah berda-sarkan data hasil analisis labo-ratorium. Banyak sekali parameter mutu air yang harus difahami untuk dapat melakukan monitoring mutu air. Dengan keterbatasan ruang ling-kup bahasan, maka dalam buku ini akan diulas hanya beberapa parameter mutu air utama yang berkaitan dengan masalah pa-ngan. Sangat disarankan untuk membaca buku yang mengulas lebih rinci mengenai analisis mutu air. Kelarutan oksigen dalam air dapat diukur dengan mengguna-kan alat water checker. Alat ini memiliki sensor yang dapat men-deteksi kandungan oksigen ter-larut dalam air. Nilai yang ditam-pilkan oleh water checker menu-njukkan banyaknya oksigen yang terkandung di dalam air. Turbiditas adalah nilai kekeruhan air karena adanya polutan. Untuk mengukur tingkat kekeruhan air dapat digunakan alat turbidime-ter. Untuk mengetahui jenis poutan yang menyebabkan kekeruhan, ambil sampel air limbah dengan menggunakan gelas yang bening. Aduk perlahan. Biarkan selama beberapa menit. Bila terlihat ada

Page 401: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Mutu Air

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 407

endapan, berarti suspensi. Seba-liknya, bila tidak terbentuk endap-an, berarti kekeruhan disebabkan karena larutan atau mikroba. Suhu air adalah panas yang di-kandung oleh air. Suhu air dapat diukur dengan menggunakan ter-mometer. Derajat keasaman dianalisis dengan menggunakan pH meter. Sebelum digunakan, pH meter dikalibrasi dengan larutan Buffer yang memiliki pH 4 dan pH 7. Prosedur pengukuran nilia pH adalah sebagai berikut : 1. Parameter Derajat Kea-

saman (pH) a) Ambil sampel air yang akan

diukur pHnya dan masukan ke gelas beaker.

b) Kalibrasi pH meter dengan larutan buffer pH 4 dan pH 7.

c) Celupkan pH meter ke dalam sampel air. Angka yang ter-tera pada pH meter merupa-kan nilai pH sampel air.

Prosedur analisis kandungan am-monia dalam air adalah sebagai berikut : 1. Masukan 25 ml sampel air

yang akan dianalisis kandu-ngan amonianya

2. tambahkan 1 ml larutan sieg-nette dan 0.5 ml larutan Ne-sster. Biarkan selama 10 menit

3. masukan tabung reaksi ke spektrofotometer

4. kadar ammonia dapat dihi-tung dengan persamaan : Kadar Amonia 1000 A = ----------- x ------- x 5 μg x 10-3 25 S

Dimana A = absor. contoh S = absorban standar

Penentuan kadar logam berat dengan spektrofotometrik sera-pan atom atau Atomic Absorban-ce Spectrofotometer (AAS) di didasarkan pada Hukum Lam-bert-Beer, yaitu banyaknya sinar yang diserap berbanding lurus dengan kadar zat. Peralatan yang digunakan. 1. Penangas air (water bath)

untuk memanaskan sam-pel 2. Timbangan analitik 3. Pipet dan balon penyedot

untuk mengambil zat ki-mia 4. Spatula untuk mengambil zat

kimia pereaksi 5. Gelas beker untuk mem-buat

larutan pereaksi 6. Spektrofotometer untuk

menganalisis kandungan logam berat

Prosedur Analisis 1. Masukan 100 ml sampel air

ke dalam botol BOD 2. Tambahkan 5 ml H2SO4 pekat

Page 402: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Mutu Air

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 408

3. Tambahkan 15 ml MnO4. Kocok hingga merata dan biarkan selama 15 menit

4. Tambahkan 8 ml larutan K2S2O8, panaskan dalam water bath pada suhu 95oC selama 2 jam

5. Dinginkan pada suhu kamar 6. Tambahkan tetes demi tetes

larutan hidroksilamin sampai warna ungu hilang

7. Pindahkan larutan sampel ke dalam tabung reduksi merkuri

8. Hidupkan aerasi dengan kecepatan 2 liter per menit

9. Tambahkan 5 ml larutan SnCl2, segera ukur dengan AAS

10. Kadar logam berat dapat dihitung dengan persamaan : Kadar logam berat (ppm) (Sp – Bl) x fp = ----------------------- g sampel dimana : Sp = Nilai absorban sampel Bl = Nilai absorban larutan standar

fP = Faktor pengenceran 17.7 Kebutuhan Air Bermutu Permintaan akan air bermutu di-sesuaikan dengan jenis aktivitas yang dilakukannya. Industri pa-ngan membutuhkan air dengan mutu terbaik, sedangkan mutu air untuk kebutuhan non pangan biasanya lebih rendah. Mutu air

untuk kebutuhan pangan telah ditetapkan oleh pemerintah me-lalui menteri kesehatan. Boiler dan chill water merupakan dua alat yang dibutuhkan dalam industri pangan, tetapi tidak ber-kaitan langsung dengan kebutuh-an air untuk industri pangan. Mutu air yang dibutuhkan untuk kedua alat ini relatif lebih berbeda dari mutu air untuk industri pa-ngan. 17.7.1 Bioler dan Chill water Boiler adalah pipa tertutup dima-na air atau cairan dipanaskan. Panas atau uap air yang keluar dari boiler dimanfaatkan untuk berbagai pemanasan dan pengo-lahan bahan pangan.

Gambar 17.1 Boiler Sumber : Wikipedia, the free encyclopedia Chill water adalah alat untuk mendinginkan air (Gambar 17.2). Keberadaan air dingin sangat di-butuhkan dalam industri pangan.

Page 403: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Mutu Air

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 409

Alat ini relatif mahal sehingga hanya industri besar yang me-milikinya.

Gambar 17.2. Chill water Sumber : Wikipedia, the free encyclopedia 17.7.2 Kegunaan Boiler dan

Chill Water

Boiler banyak kegunaannya, yaitu sebagai penghasil panas, air pa-nas, dan uap maupun generator. Pinsip dasarnya adalah merubah energi minyak atau kayu bakar menjadi energi panas air yang dapat dimanfaatkan untuk ber-bagai kebutuhan (Gambar 17.3.).

Kegiatan industri pangan membu-tuhkan keberadaan air dingin untuk mempertahankan suhu bahan pangan agar tetap rendah, sehingga kesegarannya dapat dipertahankan. Air dingin yang bersih juga diperlukan untuk mencuci bahan pangan sehingga terhindar dari pencemaran (Gambar 17.4). Air bersih dapat

memperbaiki kualitas bahan pangan, baik yang berasal dari hasil pertanian, peternakan dan perikanan dan mencegah terja-dinya infeksi penyakit. Baik sebagai air irigasi, minum, atau water treatment.

Gambar 17.3 Mekanisme kerja Boiler

Sumber : Wikipedia, the free encyclopedia

17.7.3 Kebutuhan Air Boiler

Air merupakan bagian utama dari pengoperasian boiler. Pema-haman mengenai air yang akan digunakan dalam boiler meru-pakan hal penting dan perlu dikuasai. Air yang dimiliki harus oleh industri harus dianalisis sehingga diperoleh gambaran

Page 404: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Mutu Air

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 410

yang jelas mengenai kualitas air yang dimiliki.

Gambar 17.4. Bahan pangan yang dicuci dengan air dingin dan bersih akan tetap segar dan menyehatkan

Sumber : Chill Water.htm

Agar dapat berfungsi baik, boiler membutuhkan air dengan mutu baik. Bila tidak diberi air dengan mutu yang baik, umur pakai boiler menjadi lebih singkat dari seha-rusnya. Sumber air bagi boiler dapat bersumber dari sungai, kolam, sumur artesis dan lain-lain. Berbagai perlakuan awal dibutuhkan untuk menaikan para-meter air sehingga cocok untuk digunakan pada boiler.

Paramater kualitas air utama yang dibutuhkan untuk boiler adalah total padatan terlarut, alkalinitas, dan kekerasan. Nilai parameter tersebut tergantung dengan tekanan uap yang akan dihasilkan.

Besarnya nilai Total Padatan Ter-larut (TDS) air yang dibutuhkan oleh boiler berkisar antara 150-350 mg/L, tergantung dari tekanan uap yang dihasilkan (Tabel 17.1). Nilai padatan ter-suspensi menggambarkan jumlah bahan yang tidak larut dalam air, termasuk kotoran, lempung, tum-buhan, dan bahan organik yang tidak larut.

Bahan yang tidak larut akan menyebabkan kerusakan pada boiler, terutama katup dan penya-ring. Bahan tersebut juga dapat mempengaruhi produk yang diha-silkan.

Table 17.2 Hubungan antara tekanan uap boiler dengan maksimum total padatan terlarut

Tekanan Uap Boiler

Maksimum Total Padatan Terlarut

(Psi) (mg/L)

… - 300 301-450 451-600 601-750 751-900 901-1000 1001-1500 1501-2000 2001-3000

3500 3000 2500 2000 1500 1250 1000 750 150

Nilai maksimum alkalinitas yang terkandung dalam air untuk me-ngisi boiler berkisar antara 100-700 ppm (Tabel 17.2). Alkalinitas adalah ukuran kemampuan air untuk menetralisir asam kuat. Di

Page 405: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Mutu Air

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 411

perairan alam, kemampuan ini dicirikan dengan adanya bikar-bonat, karbonat, dan hidroksida, sama seperti silikat, borat, am-monia, fosfat, dan basa organik. Basa-basa ini, terutama bikar-bonat dan karbonat, akan mem-bentuk karbondioksida di dalam uap yang akan menjadi penyebab utama proses pengkaratan

Table 17.3. Hubungan antara tekanan uap boiler dengan maksimum alkalinitas

Tekanan Uap Boiler

Maksimum Alkalinitas

(Psi) (mg/L)

… - 300 301-450 451-600 601-750 751-900 901-1000 1001-1500 1501-2000 2001-3000

3500 3000 2500 2000 1500 1250 1000 750 150

Nilai maksimun kekerasan air yang dibutuhkan untuk boiler adalah < 20 ppm (Tabel 17.3). Kekerasan air menggambarkan kandungan kalsium dan magnesi-um yang ekivalen dengan kalsi-um karbonat. Kekerasan air adalah penyebab utama pemben-tukan endapan dalam peralatan boiler (Gambar 17.5.). Peranan dari kekerasan air dalam proses pembentukan endapan dapat dilihat dari persamaan berikut :

Ca(HCO3)2 + panas H2O + CO2(gas) + CaCO3(endapan)

Gambar 17.5. Endapan (putih) yang terbentuk pada saluran air dalam boiler yang menggunakan air dengan nilai kekerasan >20 mg/L

Sumber : Wikipedia, the free encyclopedia

Table 17.4. Hubungan antara tekanan uap boiler dengan maksimum kekerasan air

Tekanan Uap Boiler

Maksimum Kekerasan Air

(Psi) (mg/L)

… - 300 301-450 451-600 601-750 751-900 901-1000 1001-1500 1501-2000 2001-3000

<20 0 0 0 0 0 0 0 0

Page 406: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Analisis Mutu Air

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 412

Studi Kasus Seandainya Saudara diminta untuk menganalisis kualitas air. Indikator alami apa yang dapat saudara gunakan untuk menilai bahwa air yang selama ini digunakan sudah sesuai untuk : 1) kegiatan proses produksi pangan; 2)kebutuhan boiler; dan 3) apakah air limbah yang akan dilepaskan ke badan air sudah tidak membahayakan. Jawaban Saudara ditulis dalam bentuk tabel yang memuat jenis air yang tersedia, indikator alami yang digunakan, alas an mengapa indicator tersebut dipilih.

Page 407: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Daftar Pustaka

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 419

DAFTAR PUSTAKA Apriyantono, A., D. Fardiaz, N.L. Puspitasri, sedarnawati, dan S.

Budiyanto. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.

Arpah, M. 1993. Pengawasan Mutu Pangan. Penerbit Tarsito, Bandung.

Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2004. Status regulasi cemaran dalam produk pangan. Buletin Kemanan Pangan. Nomor 6. halaman 4-5.

Bintang. Infomutu. Pusat standarisasi dan akreditas Setjen - Departemen Pertanian. Nov 2002. Hlm. 1.

Bergdoll,, M.S. 1990. Staphylococcus food poisoning. Dalam Foodborne Disease. Hal. 145-168. Academic Press, San Diego.

Cappuccino, J.G. and N. Sherman. 1987. Microbiology : A Lanoratory Manual. The Benjamin/Cummings Publishing Company, Inc. New York.

Deperindag. Infomutu. Pusat standarisasi dan akreditas Setjen - Departemen Pertanian. Nov 2002. Hlm. 2

Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner. 2007. Metode dan tata cara pengambilan contoh daging. Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner. Departemen Pertanian Republik Indonesia.

DKP. 2005. Bahaya Fisik (Physical Hazard) pada Produk Perikanan. Warta Pasar Ikan. 2005. Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.

European Committee for Standardisation. 2004. Pelatihan Penerapan Metode HACCP. European Committee for Standardisation - Implementing Agency for the Contract No ASIA/2003/069-236.

Food Agriculture Organization. 2004. Hermayani, E., E. Santoso, T. Utami dan S. Rahardjo. 1996.

Identifikasi bahaya kontaminas S. Aureus dan titik kendali kritis pada pengolahan produk daging ayam dalam usaha jasa boga. Agrotech, Majalah Ilmu dan Teknologi Pertanian 16 (3) : 7-15.

Jenie, B.S.L. dan W.P. Rahayu. 1990. Penanganan Limbah Industri Pangan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Muhandri, T. dan D. Kadarisman. 2006. Sistem Jaminan mutu industri pangan. IPB Press.

Page 408: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Daftar Pustaka

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 420

Mulya, M. dan D. Hanwar. 2003. Prinsip-prinsip Cara Berlaboratorium yang baik (Good Laboratory Practice). Majalah Farmasi Airlangga. Vol. III No. 2, Agustus 2003. Hlm. 71-76.

Murdiati, T.B. 2006. Jaminan keamanan pangan asal ternak. Jurnal Litbang Pertanian (2006) : 22-30.

Rahayu, S. dan T.F. Djaafar. 2007. Cemaran mikroba pada produk pertanian, penyakit yang ditimbulkan dan pencegahannya. Jurnal Litbang Pertanian, 26 (2) : 67- 75.

Seeley, H.W. and P.J. VanDemark. 1972. Microbe in Action. A Laboratory Manual of Microbiology. Second Edition. W.H. Freeman and Company, San Francisco.

SNI 01-4852-1998. Sistem analisa bahaya dan pengendalian titik kritis (HACCP) serta pedoman penerapannya. Badan Standarisasi Nasional.

Djaafar, T.F. dan Rahayu, S. 2007. Cemaran mikroba pada produk pertanian, penyakit yang ditimbulkan dan pencegahannya. Jurnal Litbang Pertanian, 26 (2), 2007.

Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi. 1997. Prosedur analisis untuk bahan makanan dan pertanian. Penerbit Liberty, Yogyakarta.

Sudarmaji. 2005. Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis. Jurnal Kesehatan Lingkungan. Vol. 1 No. 2. Januari 2005.

Sugiharto. 1987. Dasar-dasar pengelolaan air limbah. UI-Press. Suklan, H. (1998). Pedoman Pelatihan System Hazard Analysis dan

Critical Control Point (HACCP) untuk Pengolahan Makanan. Jakarta: Depkes RI

Suriawiria, U. 1995. Pengantar Mikrobiologi Umum. Penerbit Angkasa. Bandung.

Suwandi, Usman. Peran Media untuk Identifikasi Mikroba Patogen. Penelitian dan Pengembangan, PT Kalbe Farma, Jakarta )

Syarief, R., S. Santausa, St. Isyana B. 1988. Teknologi Pengemasan Pangan. Laboratorium Rekayasa Proses Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.

Thaheer, H. 2005. Sistem Manajemen HACCP. Bumi Aksara. Jakarta.

Tortora, G.J., B.R. Funke, and C.L. Case. 1982. Micobiology. An Introduction. Second Edition. The Benjamin/Cummings Publishing Company, Inc. New York.

Wheaton, F.W. and T.B. Lawson. 1985. Processing Aquatic Food Produck. John Wiley & Sons., Inc. Canada.

Winarno,, F.G. 1997. Keamanan pangan. Institut Pertanian Bogor.

Page 409: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Daftar Pustaka

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 421

Wirakartakusumah,M.A., K. Abdullah, dan A.M. Syarif. 1992. Sifat Fisik Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.

Wirjosoemarto, K., Y.H. Adisendjaja, B. Supriatna, dan Riandi. 2000. Teknik Laboratorium. Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Pendidikan Indonesia.

Page 410: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Glosari

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 413

GLOSARI

Akreditasi : Rangkaian kegiatan pengakuan formal oleh lem-baga akreditasi nasional, yang menyatakan bahwa su-atu lembaga / laboratorium telah memenuhi persyaratan untuk melakukan kegiatan sertifikasi tertentu.

Akurasi : Merupakan ukuran kuali-tas suatu metode yang meng-gambarkan besarnya penyim-pangan data hasil uji dengan harga sesungguhnya.

Alur proses : Suatu penyampaian representatif dari urutan tahap atau operasi yang digunakan dalam produksi atau pembu-atan bahan pangan tertentu.

Aman untuk dikonsumsi : Pangan tersebut tidak mengandung bahan-bahan yang dapat membahayakan kesehatan atau keselamatan manusia, misalnya bahan yang dapat menimbulkan penyakit atau keracunan.

Analisis : Prosedur mengukur, me-nentukan atau membanding-kan suatu sifat atau parame-ter dalam bahan / produk de-ngan menggunakan metode dan peralatan yang biasanya dilakukan dalam suatu labo-ratorium

Analisis bahaya : Proses pengum-pulan dan evaluasi informasi informasi potensi bahaya dan kondisi yang dapat menga-kibatkannya untuk menentu-kan potensi bahaya dan kon-disi yang berperan penting dalam keamanan pangan se-hingga harus dimasukan da-lam rencana HACCP.

Analisis organoleptik : Analisis sifat-sifat sensori bahan / produk pangan, meliputi ana-lisa terhadap waktu, aroma, rasa, tekstur, dan kesukaan dengan menggunakan pera-latan berupa indera manusia.

Autoklaf : Alat yang digunakan un-tuk memanaskan bahan pada kondisi tekanan udara yang jenuh air.

Badan Standarisasi Nasional : Ba-dan yang membantu presiden dalam menyelenggarakan pe-ngembangan dan pembinaan di bidang standarisasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bahan Tambahan Pangan (BTP) : Bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempe-ngaruhi sifat dan bentuk pa-ngan.

Bahan pangan : Bahan baku dan bahan tambahan yang akan digunakan sebagai bahan ma-sukan dalam pengolahan sua-tu produk pangan.

Batas kritis : Suatu criteria yang dapat memisahkan status pe-nerimaan dan penolakan.

Cara produksi pangan yang baik : Suatu pedoman yang men-jelaskan bagaimana mempro-duksi pangan agar bermutu, aman, dan layak untuk dikon-sumsi.

Coliform : Kelompok bakteri yang digunakan sebagai indicator adanya polusi kotoran dan kondisi sanitasi yang tidak baik.

E. coli : Bakteri Gram negatif yang berbentuk batang pendek

Page 411: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Glosari

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 414

atau coccus, tidak memben-tuk spora.

Ekstraksi : Suatu proses pemisah-an / penarikan suatu zat atau susbtansi tertentu dari suatu bahan , dengan bantuan pela-rut organik, air, dan lain-lain.

Evaporasi : Suatu proses penguap-an untuk memisahkan pelarut (solvent) dengan zat terlarut (solute).

Gizi pangan : Zat atau senyawa yang terdapat dalam pangan yang terdiri atas karbohidrat, lemak, dan protein, vitamin, dan mineral serta turunannya yang bermanfaat bagi partum-buhan dan kesehatan manu-sia.

Good Manufacturing Practices : Acuan bagaimana mempro-duksi yang baik.

Gravimetri : Metode analisis yang didasarkan pada penimba-ngan (bobot).

Hazard Analysis and Critical Control Point : Suatu system yang mengidentifikasi, meng-evaluasi, dan mengendalikan potensi bahaya yang nyata un-tuk keamanan pangan.

Inkubasi : Pengkondisian mikroba untuk tumbuh dan berkem-bangbiak sesuai dengan suhu dan waktu yang dibutuhkan.

Jaminan keamanan pangan : Jaminan bahwa pangan tidak akan menimbul-kan masalah bila dikonsumsi semestinya.

Kadar abu : Jumlah residu an-organik yang dihasilkan dari pengabuan / pemi-jahan su-atu produk.

Keamanan pangan : Kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari ke-mungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang

dapat menimbulkan gangguan dan membahayakan kesehat-an manusia.

Kemasan pangan : Bahan yang digunakan untuk mewadahi dan / atau membungkus pa-ngan, baik yang bersentuhan langsung dengan pangan ataupun tidak.

Kendali : Kondisi dimana prosedur yang benar diikuti dan criteria yang ada dipenuhi.

Kepekaan : merupakan ukuran kua-litas uji yang menggambarkan kemampuan metode itu untuk mendeteksi adanya suatu komponen dalam contoh uji.

Kesalahan acak : merupakan ke-salahan yang terjadi secara kebetulan, tanpa disengaja, dan bervariasi dari satu pe-ngujian ke pengujian berikut-nya.

Kesalahan mutlak : Merupakan je-nis kesalahan yang sede-mikian fatal, sehingga tidak terdapat alternatif lain untuk mengatasinya, kecuali me-ngulang pengujian dari per-mulaan.

Konsumen : Setiap orang pemakai bahan dan/jasa yang tesedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, ke-luarga, orang lain, maupun mahluk hidup lain, dan tidak untuk diperdagangkan.

Kromatografi : Metode analisis ataupun preparatif fisik untuk memisahkan senyawaan yang berada dalam suatu fase mo-bil (fase bergerak) melewati suatu fase stasioner (fase di-am).

Laboratorium pengujian : Labo-ratorium yang melaksanakan pengujian, yaitu suatu kegiat-an teknis yang terdiri atas

Page 412: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Glosari

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 415

penetapan, penentuan satu atau lebih sifat atau karakte-ristik dari suatu produk, ba-han, peralatan, organisme, fe-nomena fisik, proses atau ja-sa, sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.

Lemak : Campuran triasil gliserol yang berasal dari hewan atau-pun tumbuhan.

Lot : Sekumpulan produk atau ba-han pangan yang mempunyai kriteria dan kondisi tertentu.

Media : Nutrisi dalam bentuk padat atau cair untuk tempat par-tumbuhan mikroba.

Media agar : Media padat yang digunakan untuk pertumbuh-an mikroba.

Media pengkayaan : Media yang digunakan untuk memperbaiki sel-sel bakteri yang rusak atau meningkatkan jumlah po-pulasi bakteri

Media selektif : Media yang me-ngandung bahan-bahan se-lektif untuk menghambat per-tumbuhan bakteri selain bak-teri yang dianalisa.

Metode Angka Paling Memung-kinkan (APM) : Metode untuk menghitung jumlah mikroba dengan menggunakan medi-um cair dalam tabung reaksi, pada umumnya setiap pe-ngenceran 3 seri atau 5 seri tabung dan perhitungan yang dilakukan merupakan tahapan pendekatan secara statistik.

Mikroba : Kelompok organisme yang berukuran kecil dan ha-nya dapat dilihat di bawah mi-kroskop.

Mikrobiologi : Ilmu tentang seluk beluk mikroba secara umum, baik yang bersifat parasit maupun yang penting bagi

industri, pertanian, kesehatan, dan sebagainya.

Mineral : Zat organik yang dalam jumlah tertentu diperlukan oleh tubuh untuk proses me-tabolisme normal yang diper-oleh dari makanan sehari-ha-ri.

Mutu : Kumpulan parameter dan atribut yang menindikasikan atau menunjukkan sifat-sifat yang harus dimiliki suatu ba-han atau produk pangan.

Mutu pangan : Nilai yang ditentu-kan atas dasar kriteria ke-amanan pangan, kandungan gizi, dan standar perdaga-ngan terhadap bahan makan-an, makanan, dan minuman.

Nutrisi : Ilmu tentang pemenuhan makanan bagi tubuh untuk pertumbuhan dan perkem-bangan serta menjaga ke-langsungan fungsi fisiologis.

Pangan : Segala sesuatu yang ber-asal dari sumberhayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diper-untukan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan ba-ku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan pengolahan, dan / atau pembuatan makanan atau minuman.

Pangan higienis : Kondisi dan per-lakuan yang diperlukan untuk menjamin keamanan pangan di semua tahap rantai pa-ngan.

Pangan olahan : makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu, dengan atau tanpa bahan tambahan.

Page 413: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Glosari

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 416

Pangan olahan tertentu : Adalah pangan olahan untuk konsum-si bagi kelompok tertentu dalam upaya memelihara dan meningkatkan kualitas kese-hatan kelompok tersebut.

Pangan siap saji : Makanan dan/ atau minuman yang sudah di-olah dan siap untuk langsung disajikan di tempat usaha atau di laur tempat usaha atas dasar pesanan.

Pengawasan : Tindakan untuk me-lakukan pengamatan dan pe-ngukuran yang berurutan dan terencana untuk mengenda-likan parameter-parameter untuk menentukan apakan CCP masih terkendali.

Pengangkutan : Setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka memindahkan pangan dari satu tempat ke tempat lain dengan cara atau sarana angkutan apapun da-lam rangka produksi, pere-daran dan/atau perdagangan pangan.

Pengendalian : Melakukan semua tindakan yang diperlukan un-tuk menjamin dan memelihara kesesuaian dengan kriteria yang terdapat dalam rencana HACCP.

Penguji : Individu yang memiliki ke-wenangan untuk melakukan pengujian. Kewenangan me-nguji tersebut diperoleh sete-lah memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh lembaga berwenang.

Pengujian parameter kualitas lingkungan : adalah kegiatan yang meliputi kegiatan penga-matan contoh uji, termasuk analisis di lapangan, pena-nganan, transportasi, pe-

nyimpanan, preparasi, dan analisis contoh uji.

Penyimpanan : Proses, cara, dan/ atau kegiatan menyimpan pa-ngan, baik di sarana produksi maupun distribusi.

Penyimpangan : Kegagalan meme-nuhi suatu batas kritis.

Peralatan dasar non gelas : Per-alatan non gelas yang dibut-uhkan oleh suatu laboratorium untuk dapat beroperasi, an-tara lain meliputi timbangan, sentrifugal, peralatan analisis proksimat, peralatan ekstrak-si, spektrofotometer, pH meter dan lain-lain.

Perlindungan konsumen : Segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk mem-beri perlindungan kepada konsumen.

Persyaratan sanitasi : Standar ke-bersihan dan kesehatan yang harus dipenuhi sebagai upaya mematikan atau mencegah hi-dupnya jasad renik pathogen atau mengurangi jumlah jasad renik lainnya agar pangan yang dihasilkan dan dikon-sumsi tidak membahayakan kesehatan dan jiwa manusia.

Potensi bahaya : Suatu benda atau kondisi biologis, kimiawi, dan fisik dalam makanan yang dapat membahayakan kese-hatan.

Produk pangan : Hasil olahan dari bahan pangan.

Produksi pangan : Kegiatan atau proses menghasilkan, menyi-apkan, mengolah, membuat, mengawetkan, mengemas, mengemas kembali, dan/atau mengubah bentuk pangan.

Produk perikanan : Ikan termasuk biota perairan lainnya yang ditangani dan/atau diolah un-

Page 414: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Glosari

Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan 417

tuk menjadikan produk akhir yang berupa ikan segar, ikan beku, ikan olahan lainnya yang digunakan untuk kon-sumsi manusia.

Program sampling : Menentukan strategi, jumlah contoh dan cara pengembalian contoh di suatu industri, khususnya in-dustri pangan.

Protein : Senyawa yang terdiri dari asam amino yang satu sama lain dihubungkan dengan ikat-an peptide dan urutan asam aminonya sangat spesifik.

Rasa : Sifat organoleptik yang be-rupa tanggapan (persepsi) bintil-bintil pengecap di dalam mulut yang mengenal cita ra-sa asin, masam, pahit, dan manis, serta bau oleh hidung.

Rencana HACCP : Suatu dokumen yang disusun sesuai dengan prinsip-prinsip HACCP untuk menjamin pengendalian baha-ya yang nyata untuk keaman-an pangan dalam rantai makanan yang hendak dibuat.

Sampel yang mewakili : Sampel yang diambil berdasarkan kai-dah-kaidah statistik pengam-bilan contoh dan diambil se-cara acak sehingga mampu menggambarkan keadaan yang sama dengan popula-sinya.

Sampel uji : Merupakan sampel yang dipersiapkan dalam la-boratorium yang langsung diserahkan ke analis untuk diuji dengan metode dan pa-rameter pengujian tertentu.

Sanitasi pangan : Upaya untuk pencegahan terhadap ke-mungkinan bertum-buh dan berkembangbiaknya jasad re-nik pembusuk dan patogen dalam makanan, minuman, peralatan, dan bangunan yang dapat merusak pangan dan membahayakan manusia.

Sertifikasi : Rangkaian kegiatan penerbitan sertifikat terhadap barang dan atau jasa.

Sertifikasi mutu pangan : Rang-kaian kegiatan penerbitan ser-tifikat terhadap pangan yang telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

Serifikat : jaminan tertulis yang diberikan oleh lemba-ga/laboratorium yang telah diakreditasi untuk menya-takan bahwa barang, jasa, proses, system atau personal telah memenuhi standar yang dipersyaratkan.

Page 415: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

DAFTAR NAMA YANG TERLIBAT DALAM PENULISAN BUKU AJAR

PENGAWASAN MUTU BAHAN/PRODUK PANGAN No Nama Keterlibatan Sebagai

1. Eddy Afrianto Penulis 2. Ir. Sahirman, MSc. Editor 3. Dr. Ari Widodo Penilai kelayakan isi dan penyajian 4. Endang Prabandari Penilai kelayakan isi dan penyajian 5. Anna Widanarti Penilai kelayakan bahasa 6. Ir. Ketut Sukarmen Penilai kelayakan bahasa 7. Hari Purnomo Penilai kegrafikaan 8. Bambang Purwanto Supervisor kegrafikaan

Page 416: Pengawasan Mutu Bahan/ Produk Pangan

Eddy Afrianto

Pengawasan Mutu Bahan/

Produk Pangan

Pengawasan Mutu Bahan/

Produk Pangan

untukSekolah Menengah Kejuruan

P

EN

GA

WA

SA

N M

UT

U B

AH

AN

/PR

OD

UK

PA

NG

AN

u

ntu

k SM

K

Ed

dy A

frianto

Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah KejuruanDirektorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan MenengahDepartemen Pendidikan Nasional

HET (Harga Eceran Tertinggi) Rp. 54.549,00

ISBN XXX-XXX-XXX-X

Buku ini telah dinilai oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan telah dinyatakan layak sebagai buku teks pelajaran berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 46 Tahun 2007 tanggal 5 Desember 2007 tentang Penetapan Buku Teks Pelajaran yang Memenuhi Syarat Kelayakan untuk Digu-nakan dalam Proses Pembelajaran.