PENGARUH THIN CAPITALIZATION, CAPITAL INTENSITY DAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP PENGHINDARAN PAJAK DENGAN PEMANFAATAN TAX HAVENS COUNTRY SEBAGAI VARIABEL MODERATING (Studi Empiris Perusahaan Multinasional yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2016-2019) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Akuntansi Oleh: Rina Apriliyanti NIM: 11160820000024 PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1442 H/2021 M
143
Embed
PENGARUH THIN CAPITALIZATION CAPITAL INTENSITY DAN
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENGARUH THIN CAPITALIZATION, CAPITAL INTENSITY DAN
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP PENGHINDARAN
PAJAK DENGAN PEMANFAATAN TAX HAVENS COUNTRY SEBAGAI
VARIABEL MODERATING
(Studi Empiris Perusahaan Multinasional yang Terdaftar
di Bursa Efek Indonesia Tahun 2016-2019)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Akuntansi
Oleh:
Rina Apriliyanti
NIM: 11160820000024
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1442 H/2021 M
ii
PENGARUH THIN CAPITALIZATION, CAPITAL INTENSITY DAN
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP PENGHINDARAN
PAJAK DENGAN PEMANFAATAN TAX HAVENS COUNTRY SEBAGAI
VARIABEL MODERATING
(Studi Empiris Perusahaan Multinasional yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia Tahun 2016-2019)
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Akuntansi
Oleh:
Rina Apriliyanti
NIM: 11160820000024
Di Bawah bimbingan:
Ismawati Haribowo, SE., M.Si
NIP. 19800909 201411 2 003
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1442 H / 2021 M
iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF
Hari ini Senin, 6 April 2020 telah dilakukan Ujian Komprehensif atas mahasiswa:
1. Nama : Rina Apriliyanti
2. NIM : 11160820000024
3. Jurusan : Akuntansi
4. Judul Skripsi : Pengaruh Thin Capitalization, Capital Intensity dan
Corporate Social Responsibility Terhadap Penghindaran Pajak dengan
Pemanfaatan Tax Havens Country Sebagai Variabel Moderating (Studi
Empiris Perusahaan Multinasional yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Tahun 2016-2019)
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang
bersangkutan selama proses ujian komprehensif, maka diputuskan bahwa
mahasiswa di atas dinyatakan lulus dan diberi kesempatan untuk melanjutkan ke
tahap ujian skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Akuntansi pada jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 6 April 2020
1. Dr. Yusar Sagara SE, Ak., M.Si., CA., CMA., CPMA
Lampiran 6 Pengukuran Pemanfaatan Tax Havens Country ...............................118
Lampiran 7 Hasil Output Variabel Setelah Transformasi Data ............................120
Lampiran 8 Hasil Output STATA .......................................................................122
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengan berkembangnya arus globalisasi, arus dalam transaksi skala
internasional pun turut meningkat. Masyarakat dari seluruh negara kian
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dengan barang ataupun jasa yang
ditawarkan oleh perusahaan multinasional yang mengembangkan sayap
bisnisnya ke negara lain. Maka tak heran jika laba yang diperoleh perusahaan
multinasional kian membaik. Oleh karena itu, perusahaan multinasional sebagai
badan usaha pun juga melakukan berbagai upaya untuk mengefisiensikan laba
yang diperoleh untuk menunaikan kewajiban perpajakannya. Dalam hal ini,
mereka berusaha seminimal mungkin membayar pajak terutangnya. Berbagai
upaya penghindaran pajak tersebut dilakukan, baik yang masih dalam batas-
batas praktik bisnis yang baik (good business purpose) dan dikategorikan
sebagai acceptable tax avoidance, atau penghindaran pajak yang dilakukan
semata-mata untuk menghindari pajak yang dikategorikan sebagai unacceptable
tax avoidance (Rahayu, 2017).
Pajak merupakan sumber pendapatan utama bagi suatu negara, baik
negara maju ataupun negara berkembang. Namun, pada faktanya masih sangat
banyak wajib pajak yang menghindar untuk menunaikan kewajiban
perpajakannya, khususnya badan usaha yaitu perusahaan multinasional. Dengan
2
adanya globalisasi yang dinilai mampu mengikis batas-batas antar negara, tidak
menutup kemungkinan akan ada pihak yang memanfaatkan celah tersebut untuk
melakukan praktik penghindaran pajak. Aliran dana gelap merupakan salah satu
penyebab berkurangnya potensi penerimaan pajak negara. Berdasarkan laporan
penelitian yang dirilis oleh Edy Susanto (2019) terdapat tiga sektor industri
dengan aliran dana gelap tertinggi yaitu sektor pertanian, manufaktur, dan
ekstraktif. Penelitian tersebut menilai adanya potensi kehilangan penerimaan
pajak dari perusahaan multinasional untuk pemerintah Indonesia sebesar Rp
390,5 miliar, yang dihitung dari kasus-kasus sepanjang periode 2010-2019.
Walaupun pemerintah Indonesia juga telah melakukan berbagai upaya untuk
memperbaiki peraturan-peraturan perpajakan, namun nyatanya masih banyak
perusahaan yang melakukan praktik penghindaran pajak.
Fenomena penghindaran pajak terungkap pada tahun 2016, dengan
rilisnya sebuah dokumen investigasi yang disebut dengan Panama Papers oleh
International Consortium of Investigate Journalist (Prastiwi & Ratnasari, 2019).
Dokumen investigasi tersebut berisi 11,5 juta penyelidikan dengan 214.000
perusahaan multinasional, termasuk pemegang saham dan direktur perusahaan.
Penghindaran pajak adalah proses dimana perusahaan berupaya mengurangi
pembayaran pajak penghasilan ke organisasi pajak (Salehi et al., 2017). Disisi
lain, penghindaran pajak memberikan dampak negatif pada kinerja pemerintah
(Hoseini et al., 2019). Praktik penghindaran pajak terjadi karena tidak semua
wajib pajak secara sukarela membayarkan kewajiban perpajakannya sesuai
sistem dan prosedur yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Faktor penting
3
ketidakpatuhan wajib pajak terhadap kewajiban perpajakannya adalah karena
pajak dapat mengurangi laba perusahaan dengan proporsi yang cukup besar,
sehingga keuntungan yang dapat didistribusikan kepada pemegang saham dan
manajer selaku pihak yang mengelola perusahan akan semakin kecil (Salwah &
Herianti, 2019). Menurut Cabello et al., (2019) penghindaran pajak adalah
kegiatan berisiko yang mengenakan biaya signifikan pada perusahaan dan pihak
manajemen perusahaan.
Tabel 1.1
Kasus mengenai Penghindaran Pajak
No. Kasus (Tahun) Penjelasan 1. Amazon (2017) Amazon mengirimkan keuntungan atas
hak kekayaan intelektualnya senilai $217 juta ke anak perusahaannya di Luksemburg. Pengiriman keuntungan ke tax havens country Eropa tersebut disinyalir merupakan salah satu cara Amazon mengurangi tagihan pajaknya di UE. Amazon didenda £283 juta.
2. Nike (2019) Nike mengalokasikan kepemilikan merek dagang dan kekayaan intelektual lainnya kepada anak perusahaan di negara Bermuda. Anak perusahaan Nike di Hilversum kemudian membayar royalti untuk penggunaan merek dagang ke negara Bermuda. Royalti dihitung sebagai pengeluaran usaha dan maka dari itu tidak dikenakan pajak di Belanda. Strategi lainnya adalah menekan tagihan pajak Nike di Amerika Serikat, dan memangkas tarif pajak.
3. PT Adaro Energy (2019)
Adaro diindikasi melakukan praktik penghindaran pajak dengan skema transfer pricing. Dengan cara menjual batu bara dengan harga murah ke anak perusahaan Adaro di Singapura, Coaltrade Services International untuk dijual lagi dengan harga tinggi.
4. British American Tobacco (BAT) dan PT Bentoel Internasional Investama (2019)
BAT mengalihkan sebagian pendapatannya ke luar Indonesia dengan cara melalui pinjaman intra perusahaan dan melalui pembayaran kembali ke Inggris untuk royalti, ongkos, dan layanan.
Dari berbagai sumber (2019).
4
Sebenarnya banyak sekali faktor-faktor yang menjadi pemicu utama
perusahaan melakukan praktik penghindaran pajak, baik dari faktor internal
maupun eksternal. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Gaaya et al., (2017)
menyatakan bahwa family ownership berpengaruh positif terhadap penghindaran
pajak. Ferdiawan & Firmansyah, (2017) menyatakan bahwa hubungan politik
memiliki dampak positif yang signifikan terhadap penghindaran pajak yang
lebih rendah, dan perusahaan cabang atau anak perusahaan dapat digunakan oleh
perusahaan untuk lebih menghindari pajak dengan memanfaatkan aktivitas luar
negeri untuk mengurangi pajak melalui skema profit shifting dan profit holding.
Penelitian lainnya yaitu Cabello et al., (2019) menyatakan bahwa perbedaan
level manajemen berpengaruh terhadap penghindaran pajak. Namun, dalam
penelitian ini yang menjadi fokus utama peneliti adalah thin capitalization,
capital intensity, corporate social responsibility, dan pemanfaatan tax havens
country.
Thin capitalization adalah mekanisme perusahaan dalam menaikkan
tingkat utang sehingga nilai modal menjadi lebih kecil (Syahidah & Rahayu,
2018). Thin capitalization ditandai dengan adanya kecenderungan rasio utang
terhadap modal yang lebih tinggi untuk menghasilkan penghindaran pajak yang
lebih tinggi. Di Indonesia, aturan mengenai thin capitalization telah diatur dalam
Undang-Undang, khususnya yang berkaitan dengan rasio utang terhadap modal
yaitu Pasal 18 ayat (1) UU PPh tahun 1983 yang menjelaskan bahwa Menteri
Keuangan yang berwenang menentukan besaran perbandingan utang dengan
modal yang dapat dibenarkan untuk kepentingan penghitungan pajak (Salwah &
5
Herianti, 2019). Untuk menekan pratik thin capitalization, Pemerintah secara
resmi menetapkan Keputusan Keuangan Nomor 169/PMK.010/2015 mulai
tahun pajak 2016 tentang Penentuan Besarnya Perbandingan Antara Utang dan
Modal Perusahaan untuk Keperluan Penghitungan Pajak Penghasilan. Besarnya
perbandingan utang dan modal menurut ketentuan terbaru maksimal sebesar 4:1.
Perbankan dan industri pembiayaan serta beberapa industri lainnya tidak
termasuk dalam keputusan ini, mereka tunduk pada keputusan lainnya. Di
Australia, peraturan thin capitalization ditujukan untuk mencegah pembayar
pajak dalam mengalokasikan jumlah utang yang tidak proporsional dalam
struktur modal operasional dengan melarang pemotongan bunga untuk
pembiayaan utang yang berlebihan yakni diatas 75% (Afifah & Prastiwi, 2019).
Thin capitalization memanfaatkan negara dengan tarif pajak tinggi
untuk mendapatkan pajak insentif dari bunga, sementara tarif pajak rendah
sering digunakan sebagai dana oleh perusahaan multinasional dengan
memanfaatkan tax havens country (Prastiwi & Ratnasari, 2019). Dalam pasar
modal Indonesia, terdapat perusahaan yang memiliki anak perusahaan di luar
Indonesia (perusahaan multinasional) dan sebaliknya. Tentunya antar kriteria
perusahaan tersebut memiliki diferensiasi terkait keputusan penggunaan utang.
Perusahaan multinasional lebih mudah daripada perusahaan domestik untuk
mengakses skema thin capitalization (Afifah & Prastiwi, 2019). Menurut
Salwah & Herianti (2019) setelah adanya peraturan Menteri Keuangan tentang
rasio utang terhadap modal mempengaruhi nilai rasio utang terhadap modal
(DER) menjadi lebih rendah, sehingga mempengaruhi penghindaran pajak. Hasil
6
serupa juga terdapat dalam penelitian Afifah & Prastiwi (2019) yang memiliki
hasil bahwa mekanisme thin capitalization mampu memberikan bukti adanya
pengaruh terhadap penghindaran pajak. Namun kedua hasil penelitian tersebut
tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Selistiaweni et al., (2020)
yang memiliki hasil yaitu thin capitalization tidak berpengaruh signifikan
terhadap penghindaran pajak. Hal tersebut mengindikasikan bahwa nilai
perbandingan utang dan modal sebesar 4:1 sesuai dengan ketentuan terbaru tidak
terpenuhi.
Terkait praktik penghindaran pajak melalui capital intensity dilakukan
melalui biaya depresiasi yang dapat dikurangkan dari penghasilan dalam
menghitung pajak, maka dengan semakin besar jumlah aset tetap yang dimiliki
oleh perusahaan maka akan semakin besar pula depresiasinya sehingga
mengakibatkan jumlah penghasilan kena pajak efektifnya akan semakin kecil
(Dharma & Noviari, 2017). Capital intensity perusahaan menggambarkan
banyaknya investasi perusahaan terhadap aset tetap perusahaan. Hampir seluruh
aset tetap akan mengalami penyusutan yang akan menjadi biaya penyusutan
dalam laporan keuangan perusahaan, karena manajemen memiliki kepentingan
untuk mendapatkan kompensasi yang diinginkan dengan cara memanfaatkan
biaya penyusutan yang melekat pada aset tetap untuk menekan beban pajak
perusahaan. Manajer akan menginvestasikan dana menganggur perusahaan ke
dalam bentuk aset tetap, dengan tujuan memanfaatkan biaya depresiasinya
sebagai pengurang beban pajak (Wiguna & Jati, 2017). Perusahaan yang
memiliki proporsi besar dalam aset tetap akan membayar pajaknya lebih rendah,
7
karena perusahaan mendapatkan keuntungan dari depresiasi yang melekat pada
aset tetap yang dapat mengurangi beban pajak perusahaan. Dengan adanya
beban-beban yang disebabkan atas investasi perusahaan pada aset tetap, maka
akan mendorong niat dalam penurunan laba yang akan membentuk sikap untuk
melakukan tindakan penghindaran pajak. Dalam hal ini, pihak manajemen
memiliki keyakinan tentang harapan prinsipal untuk memperoleh laba tinggi
dengan pengeluaran beban pajak serendah mungkin, sehingga manajemen
perusahaan termotivasi untuk memenuhi harapan tersebut (Dwiyanti & Jati,
2019). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dharma & Noviari (2017) dan
(Dwiyanti & Jati, 2019) menyatakan bahwa capital intensity memiliki pengaruh
terhadap penghindaran pajak. Namun bertolak belakang dengan penelitian yang
dilakukan oleh Wiguna & Jati (2017) yang menyatakan bahwa capital intensity
tidak berpengaruh terhadap penghindaran pajak. Hal tersebut bisa terjadi karena
perusahaan menggunakan jumlah aset tetap yang dimilikinya untuk menunjang
kegiatan operasional perusahaan dalam jumlah yang besar.
Selain itu, perusahaan juga dituntut untuk dapat bertanggung jawab
terhadap seluruh aktivitas perusahaannya. Perusahaan tidak hanya dihadapkan
pada tanggung jawab yang berpijak pada perolehan laba perusahaan semata,
namun juga harus memperhatikan tanggung jawab sosial dan lingkungannya
(Dewi & Noviari, 2017). Corporate social responsibility merupakan komitmen
bisnis berkelanjutan yang berkontribusi bagi ekonomi melalui kerjasama pihak
yang berkepentingan dan berpengaruh pada lingkungan sekitar dan masyarakat
umum untuk meningkatkan kualitas sarana dan keberlangsungan hidup
8
masyarakat setempat maupun untuk secara umum dengan cara-cara yang
bermanfaat, baik untuk bisnis itu sendiri maupun untuk masyarakat luas atau
untuk pembangunan (Dharma & Noviari, 2017). Tanggung jawab sosial yang
berada dalam lingkup literatur ekonomi dan sosiologi didefinisikan sebagai
seperangkat kepercayaan bersama yang memfasilitasi perilaku norma secara
konsisten dan membatasi perilaku norma yang menyimpang, serta memfasilitasi
transaksi yang jujur antara pihak-pihak yang berkepentingan dan mengancam
timbulnya kerugian bagi pihak yang tidak jujur (Chircop et al., 2018). Hubungan
antara penghindaran pajak dan corporate social responsibility dianggap
berbanding lurus. Yaitu apabila perusahaan memiliki peringkat corporate social
responsibility yang rendah maka perusahaan tersebut dianggap lalai dalam
melaksanakan kewajiban perpajakannya. Dan sebaliknya. Corporate social
responsibility merupakan faktor kunci kesuksesan dan kelangsungan hidup
sebuah perusahaan. Namun menurut Fitri et al., (2019) tidak semua perusahaan
mampu menjalankan corporate social responsibility sesuai dengan konsep dan
filosofi ideologis yang sebenarnya. Tidak sedikit perusahaan yang terjebak
dalam penyimpangan corporate social responsibility, pelaksanaannya justru
mengarah pada tindakan corporate social irresponsibilitys. Diantaranya adalah
kamuflase, corporate social responsibility dilakukan oleh perusahaan tidak
didasari oleh komitmen yang murni, tetapi hanya untuk menutupi praktik bisnis
yang memunculkan ethical question atau sekedar alat “cuci dosa” atau dengan
kata lain perusahaan mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dari bisnis tersebut
yang merugikan masyarakat banyak. Jadi corporate social responsibility
9
digunakan untuk menyogok masyarakat agar menerima keberadaan korporasi
tersebut. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Titisari & Mahanani (2017) yang
memiliki hasil bahwa corporate social responsibility tidak berpengaruh terhadap
penghindaran pajak. Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dewi
& Noviari (2017) dan Dharma & Noviari (2017) menyatakan bahwa corporate
social responsibility memiliki pengaruh terhadap penghindaran pajak. Hal
tersebut mengindikasikan bahwa dalam menerapkan prinsip-prinsip corporate
social responsibility perusahaan melakukan tindakan-tindakan yang dapat
mengurangi kewajiban pajak perusahaan.
Hal lainnya yang berkaitan dengan penghindaran pajak yaitu tax havens
country. Munculnya negara-negara dengan tarif pajak rendah atau yang dikenal
dengan istilah tax havens country turut meningkatkan adanya praktik
penghindaran pajak. Tax havens country merupakan negara atau wilayah
independen yang memiliki pengenaan tarif pajak lebih rendah, bersifat rahasia
dan menawarkan jalan bagi individu maupun bisnis untuk tidak membayar pajak
dan menolak bekerja sama dengan yurisdiksi lain, terutama berkaitan dengan
penukaran informasi (Mugarura, 2017). Dalam pemanfaatan tax havens banyak
keuntungan yang didapatkan oleh perusahaan dan juga negara tax havens itu
sendiri. Anak perusahaan yang tergabung dalam tax havens yang mungkin sah
dan tidak digunakan semata-mata hanya untuk memfasilitasi penghindaran
pajak, karena mereka dapat membantu meningkatkan arus kas setelah pajak dari
suatu perusahaan. Akibatnya, tax havens menjadi sangat penting dalam
mengurangi pajak perusahaan, tetapi praktik tersebut harus berada di bawah
10
pengawasan yang cermat dari otoritas pajak nasional maupun global (Nugraha
& Kristanto, 2019). Karena tax havens country termasuk entitas politik yang
menawarkan pengenaan pajak rendah bagi penghindar pajak. Selain itu, tax
havens country tidak melakukan pertukaran informasi perpajakan yang efektif
berdasarkan UU atau praktik administratifnya dan tidak transparan dalam
menjalankan kegiatannya (Pohan, 2017). Perusahaan yang memanfaatkan tax
havens country tersebut berupaya menggeser laba ke negara tax havens melalui
serangkaian transaksi yang rumit dengan tujuan untuk menghindari pajak
(Dharmawan et al., 2017). Seperti kasus Google, Google Asia Pacific Pte Ltd.
terbukti melakukan penghindaran pajak dengan mentransfer penghasilannya ke
negara tax havens yaitu Singapura. Google mempunyai anak cabang di
Singapura untuk mengatur bisnisnya di sekitar Asia. Di Indonesia, Google hanya
mendirikan kantor marketing representative yang tidak masuk kategori BUT
(Bentuk Usaha Tetap), karena hal inilah negara kesulitan mengejar pajak dan
Google merasa tidak hadir secara fisik dan juga transaksi kontrak oleh konsumen
juga dilakukan secara online (Widodo et al., 2020). Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Syifa (2019) menyatakan bahwa tax havens tidak berpengaruh
terhadap penghindaran pajak. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Sima & Asri (2018) yang berpendapat bahwa pemanfaatan
tax havens tidak berpengaruh terhadap penghindaran pajak. Namun berbeda
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Widodo et al., (2020) yang
menyatakan bahwa tax haven mempunyai pengaruh terhadap penghindaran
pajak. Hal tersebut dikarenakan banyaknya investor yang berasal dari luar
11
negara tersebut, sehingga perusahaan hanya dikenakan tarif pajak yang sangat
rendah atau bahkan tidak dikenakan pajak sama sekali.
Tabel 1.2
Daftar Negara Tax Havens Berdasarkan OECD
Karibia/ Hindia Barat Anguilla, Antigua dan Barbuda,
Aruba, Bahama, Barbados,
Kepulauan Virgin, Britania Raya,
Kepulauan Cayman, Dominika,
Grenada, Montserrat, Antillen,
Belanda, St. Kitts dan Nevis, St.
Lucia, St. Vincent dan
Grenadines, Turks dan Caicos,
A.S.
Amerika Tengah Belize, Kosta Rika, Panama.
Pantai Asia Timur Hongkong, Makau, Singapura.
Eropa/ Mediterania Andorra, Kepulauan Channel
(Guernsey dan Jersey), Siprus,
Gibralter, Isle of Man, Irlandia,
Liechtenstein, Luksemburg,
Malta, Monako, San Marino,
Swiss.
Samudra Hindia Maladewa, Mauritius, Seychelles.
Timur Tengah Bahrain, Yordania, Lebanon.
Atlantik Utara Bermuda
Pasifik/ Pasifik Selatan Kepulauan Cook, Kepulauan
Marshall, Samoa, Nauru, Niue,
Tonga, Vanuatu
Afrika Barat Liberia.
Sumber: Gravelle (2015).
Penelitian ini mengacu pada penelitian sebelumnya yang telah
dilakukan oleh Afifah & Prastiwi (2019). Perbedaan penelitian ini dengan
penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut:
1. Variabel penelitian sebelumnya menggunakan variabel independen yaitu thin
capitalization. Variabel dependen yaitu penghindaran pajak. Sedangkan
dalam penelitian ini menambahkan pada variabel independen yaitu capital
12
intensity dan corporate social responsibility serta variabel moderating yaitu
pemanfaatan tax havens country. Alasan dipiliihnya variabel tersebut karena
adanya perbedaan hasil penelitian, sebagai berikut:
a. Thin capitalization dipilih sebagai salah satu variabel independen karena
adanya perbedaan dengan hasil penelitian lain. Pada penelitian yang
dilakukan oleh Afifah & Prastiwi (2019) menemukan hasil bahwa thin
capitalization berpengaruh terhadap penghindaran pajak. Sedangkan
penelitian yang dilakukan oleh Selistiaweni et al., (2020) menemukan hasil
bahwa thin capitalization tidak berpengaruh terhadap penghindaran pajak.
b. Capital intensity dipilih sebagai salah satu variabel independen karena
adanya perbedaan dengan hasil penelitian sebelumnya. Pada penelitian
yang dilakukan oleh Dwiyanti & Jati (2019) menemukan hasil bahwa
capital intensity berpengaruh positif terhadap penghindaran pajak.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Wiguna & Jati (2017)
menemukan hasil bahwa capital intensity tidak memiliki pengaruh
terhadap penghindaran pajak.
c. Corporate social responsibility dipilih sebagai salah satu variabel
independen karena adanya perbedaan penelitian. Penelitian yang
dilakukan oleh Hidayati & Fidiana (2017) menemukan hasil bahwa
corporate social responsibility berpengaruh positif terhadap penghindaran
pajak. Sedangkan penelitian oleh Dharma & Noviari (2017) menemukan
hasil bahwa corporate social responsibility berpengaruh negatif terhadap
penghindaran pajak.
13
d. Pemanfaatan tax havens country dipilih sebagai variabel moderating
karena salah satu mekanisme penghindaran pajak yang kerap dilakukan
oleh perusahaan multinasional adalah dengan memanfaatkan tax havens
country, yaitu dengan cara memindahkan penghasilan ke negara tax
havens tersebut. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Widodo et al.,
(2020) pemanfaatan tax havens dapat meningkatkan praktik penghindaran
pajak. Namun dalam penelitian yang dilakukan oleh Nugraha & Kristanto
(2019) menyatakan pendapat bahwa besar atau kecilnya pendapatan luar
negeri suatu perusahaan tidak mempengaruhi pemanfaatan perusahaan
afiliasi di negara tax havens.
2. Objek dalam penelitian sebelumnya adalah perusahaan sektor barang
konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2015-2017.
Sedangkan objek penelitian ini adalah perusahaan multinasional yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2016-2019. Alasan memilih
perusahaan multinasional sebagai populasi adalah karena: (1) perusahaan
multinasional merupakan perusahaan yang berskala besar dan memiliki
perusahaan afiliasi di luar negeri, (2) perusahaan multinasional lebih terbuka
mengenai informasi non keuangan, dan (3) perusahaan multinasional juga
banyak melakukan investasi yang lebih besar dibandingkan dengan
perusahaan domestik sehingga lebih mampu mendapatkan utang yang lebih
banyak.
3. Penggunaan proksi yang berbeda dalam perhitungan penghindaran pajak.
Penelitian sebelumnya menggunakan proksi perhitungan cash effective tax
14
rate (CETR), sedangkan dalam penelitian ini menggunakan proksi
perhitungan book tax difference (BTD) dilihat dari perbedaan laba akuntansi
dan laba pajak.
Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti melakukan penelitian yang
berjudul “Pengaruh Thin Capitalization, Capital Intensity, dan Corporate
Social Responsibility terhadap Penghindaran Pajak dengan Pemanfaatan
Tax Havens Country sebagai Variabel Moderating (Studi Empiris
Perusahaan Multinasional yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun
2016-2019)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan permasalahan yang
hendak diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah thin capitalization berpengaruh signifikan positif terhadap
penghindaran pajak?
2. Apakah capital intensity berpengaruh signifikan positif terhadap
penghindaran pajak?
3. Apakah corporate social responsibility berpengaruh signifikan negatif
terhadap penghindaran pajak?
4. Apakah pemanfaatan tax havens country memperkuat pengaruh thin
capitalization terhadap penghindaran pajak?
5. Apakah pemanfaatan tax havens country memperkuat pengaruh capital
intensity terhadap penghindaran pajak?
15
6. Apakah pemanfaatan tax havens country memperlemah pengaruh corporate
social responsibility terhadap penghindaran pajak?
C Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas maka perumusan masalah yang akan
diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menguji secara empiris pengaruh thin capitalization terhadap penghindaran
pajak.
2. Menguji secara empiris pengaruh capital intensity terhadap penghindaran
pajak.
3. Menguji secara empiris pengaruh corporate social responsibility terhadap
penghindaran pajak.
4. Menguji secara empiris pemanfaatan tax havens country dalam memoderasi
pengaruh thin capitalization terhadap penghindaran pajak.
5. Menguji secara empiris pemanfaatan tax havens country dalam memoderasi
pengaruh capital intensity terhadap penghindaran pajak.
6. Menguji secara empiris pemanfaatan tax havens country dalam memoderasi
pengaruh corporate social responsibility terhadap penghindaran pajak.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Manfaat Akademis
a. Mahasiswa prodi akuntansi, sebagai bahan referensi untuk menambah ilmu
pengetahuan terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi
16
penghindaran pajak khususnya mengenai thin capitalization, capital
intensity, dan corporate social responsibility terhadap penghindaran pajak
dengan pemanfaatan tax havens country sebagai moderating.
b. Peneliti selanjutnya, sebagai bahan referensi bagi pihak-pihak yang akan
melaksanakan penelitian lebih lanjut mengenai topik ini.
c. Penulis, sebagai sarana menambah wawasan dan pengetahuan mengenai
pengaruh thin capitalization, capital intensity, dan corporate social
responsibility terhadap penghindaran pajak, dengan pemanfaatan tax
havens country sebagai variabel moderating.
2. Manfaat Praktisi
a. Wajib Pajak Badan Usaha
Diharapkan dengan adanya penelitian yang diteliti oleh penulis
dapat memberikan kontribusi positif sehingga dapat digunakan untuk
pengambilan keputusan yang berkenaan dengan praktik penghindaran
pajak.
b. Pemerintah
Diharapkan dengan adanya penelitian yang diteliti oleh penulis,
hasilnya dapat memberikan kontribusi positif sehingga dijadikan dasar
pertimbangan dalam membuat kebijakan yang berkenaan dengan praktik
penghindaran pajak serta diharapkan dapat menjadi sumber informasi
yang dapat diperuntukkan bagi bahan evaluasi dalam mewujudkan tata
kelola perpajakan yang baik dalam pemerintahan.
17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori-Teori Terkait dengan Penelitian
1. Teori Perilaku Terencana (Planned Behavior)
Teori Planned Behavior adalah pengembangan dari teori Reasoned
Action. Teori Reasoned Action menyatakan bahwa niat seseorang terhadap
perilaku dibentuk oleh dua faktor utama yaitu attitude toward the behavior
dan subjective norms, sedangkan dalam teori Planned Behavior ditambahkan
satu faktor lagi yaitu perceived behavioral control. Teori Planned Behavior
sangat sesuai digunakan untuk menjelaskan berbagai perilaku (Andriana,
2020).
Dalam teori Planned Behavior, terbagi tiga alasan yang dapat
mempengaruhi tindakan yang dilakukan oleh seseorang, diantaranya adalah:
a. Behavioral Belief, merupakan kepercayaan akan hasil dari suatu perilaku
dari evaluasi atau penilaian terhadap hasil perilaku tersebut. Keyakinan
dan evaluasi atau penilaian terhadap hasil dari suatu perilaku tersebut
kemudian akan membentuk variabel sikap (attitude).
b. Normative Belief, merupakan kepercayaan seseorang pada harapan
normatif seseorang atau orang lain yang menjadi sumber seperti keluarga,
teman, atasan dan konsultan pajak untuk menyetujui atau menolak
18
melakukan suatu perilaku yang diberikan. Hal ini akan membentuk
variabel subjektif (subjectif norms).
c. Control Belief, merupakan kepercayaan seseorang yang berlandaskan
pada pengalaman masa lalu dengan perilaku dan faktor atau hal-hal yang
mendukung atau menghambat persepsinya perilaku. Kepercayaan ini
akan membentuk variabel kontrol perilaku yang dipersepsikan (perceived
behavioral control).
Teori Planned Behavior cocok untuk menjelaskan perilaku apapun
yang memerlukan perencanaan, seperti penghindaran pajak yang dilakukan
melalui perencanaan pajak. Wajib pajak yang sadar pajak, akan memiliki
keyakinan mengenai pentingnya membayar pajak untuk pembiayaan
pembangunan (attitude atau behavioral belief). Sebaliknya keyakinan yang
rendah akan pentingnya membayar pajak akan menyebabkan rendahnya
kesadaran untuk membayar pajak melalui perilaku penghindaran pajak.
Apabila teori Planned Behavior dikaitkan dengan faktor biaya kepatuhan,
maka seorang individu yang menanggung biaya kepatuhan yang besar dan
memberatkan akan cenderung melakukan penggelapan pajak. Sebaliknya,
apabila biaya kepatuhan tidak terlalu memberatkan, maka individu akan
cenderung menghindari penggelapan pajak.
Seorang individu akan berniat menampilkan suatu perilaku tertentu
jika ia mempersepsi bahwa orang-orang lain yang penting berfikir bahwa ia
seharusnya melakukan hal itu. Dengan demikian seseorang akan melakukan
19
suatu tindakan jika menurutnya bahwa orang-orang penting sekitarnya
menginginkan ia melakukan tindakan tersebut, namun jika orang-orang
penting sekitarnya dirasa tidak menganggap penting bagi dia untuk
melakukan hal tersebut maka kecenderungannya ia tidak melakukan hal
tersebut. Seseorang akan melakukan suatu tindakan jika ia mempunyai
persepsi bahwa tindakan tersebut mudah baginya untuk dilakukan, dan
sebaliknya seseorang enggan untuk melakukan sesuatu jika dalam persepsi
dia pekerjaan tersebut sulit atau rumit untuk dilaksanakan. Dengan demikian
tingkat kepercayaan seseorang mempengaruhi pelaksanaan suatu tindakan
(Andriana, 2020).
2. Thin Capitalization
Thin capitalization merupakan pembentukan struktur permodalan
suatu perusahaan dengan memaksimalkan kontribusi utang dan
meminimalkan kontribusi modal. Thin capitalization merupakan skema
penghindaran pajak melalui loopholes ketentuan pajak yang ada dengan
merubah penyertaan modal pihak yang memiliki hubungan istimewa menjadi
pemberian pinjaman baik secara langsung ataupun melalui perantara (Afifah
& Prastiwi, 2019). Pengurang dalam perhitungan penghasilan kena pajak
adalah biaya bunga. Tidak sedikit negara yang membatasi struktur modal
dengan membatasi utang berbunga. Berawal pada tahun 1971, negara Kanada
telah lebih dahulu membuat peraturan terkait dengan thin capitalization pada
tahun 1971. Kemudian diikuti oleh dua per tiga negara lainnya yang
20
tergabung dalam OECD yang menerapkan peraturan yang sama pada tahun
2015 (Ryandoko et al., 2017).
Di Indonesia, aturan mengenai thin capitalization telah diatur dalam
Undang-Undang, khususnya yang berkaitan dengan rasio utang terhadap
modal yaitu Pasal 18 ayat (1) UU PPh tahun 1983 yang menjelaskan bahwa
Menteri Keuangan berwenang menentukan besaran perbandingan utang
dengan modal yang dapat dibenarkan untuk kepentingan penghitungan pajak
(Salwah & Herianti, 2019). Untuk menekan praktik thin capitalization,
Pemerintah secara resmi menetapkan Keputusan Keuangan Nomor 169/
PMK.010/ 2015 (MFD-169) mulai dari tahun pajak 2016 tentang Penentuan
Besarnya Perbandingan Antara Utang dan Modal Perusahaan untuk
dan modal menurut ketentuan terbaru maksimal sebesar 4:1. Menariknya,
perbankan dan industri pembiayaan serta beberapa industri lainnya tidak
termasuk dalam keputusan ini, mereka tunduk pada keputusan lainnya. Dalam
PMK 169 tahun 2015, pendekatan rasio 4:1 ini dianggap tidak
mempertimbangkan fakta perbedaan antara struktur modal untuk masing-
masing industri. Walaupun rasio ini disebut merupakan rasio yang moderat,
namun sifatnya yang kaku kemungkinan dapat mempengaruhi ekspansi bisnis
di masa krisis (Syahidah & Rahayu, 2018). Thin capitalization memanfaatkan
negara dengan tarif pajak tinggi untuk mendapatkan pajak insentif dari bunga,
sementara tarif pajak rendah sering digunakan sebagai dana oleh perusahaan
multinasional dengan memanfaatkan tax havens country (Prastiwi &
21
Ratnasari, 2019). Thin capitalization merupakan pemicu utama terjadinya
praktik penghindaran pajak dalam perusahaan multinasional.
Semakin tinggi utang, maka semakin tinggi bunga yang harus
dibayar oleh perusahaan kepada kreditur, sehingga semakin rendah laba kena
pajak. Ini memberikan implikasi bahwa kewajiban pajak perusahaan akan
semakin rendah (Salwah & Herianti, 2019). Cara inilah yang digunakan oleh
perusahaan untuk melakukan penghindaran pajak melalui skema
meningkatkan rasio utang terhadap modal (DER). Rasio ini berhubungan
dengan thin capitalization.
3. Capital Intensity
Capital intensity adalah rasio besaran perusahaan dalam
menginvestasikan asetnya dalam bentuk aset tetap. Kepemilikan aset tetap
dapat mengurangi pembayaran pajak yang dibayarkan perusahaan karena
adanya biaya depresiasi yang melekat pada aset tetap (Dharma & Noviari,
2017). Biaya depresiasi dapat dimanfaatkan oleh manajer untuk
meminimumkan pajak yang dibayar perusahaan. Manajemen akan
melakukan investasi aset tetap dengan cara menggunakan dana menganggur
perusahaan untuk mendapatkan keuntungan berupa biaya depresiasi yang
berguna sebagai pengurang pajak. Kinerja perusahaan akan meningkat karena
adanya pengurangan beban pajak dan kompensasi kinerja manajer yang
diinginkan akan tercapai (Dwiyanti & Jati, 2019).
22
Menurut Nadhifah & Arif (2020) capital intensity atau intensitas
modal merupakan salah satu bentuk keputusan keuangan yang ditentukan
oleh manajemen perusahaan untuk meningkatkan profitabilitas perusahaan
dalam bentuk aset tetap (non current asset). Sedangkan menurut Razif &
Vidamaya (2018) capital intensity didefinisikan sebagai rasio total aset rata-
rata seperti peralatan, mesin, dan berbagai properti terhadap penjualan.
Perusahaan yang memiliki investasi besar dalam aset tetap yang
dapat didepresiasi dapat meminimalkan kewajiban pajak dengan
memanfaatkan kredit pajak investasi yang lebih tinggi serta mempercepat
penyisihan modal sehingga melaporkan beban pajak yang lebih rendah.
Perusahaan dengan proporsi aset tetap yang rendah tidak akan melakukan
praktik penghindaran pajak disebabkan karena periode akuntansi yang lebih
pendek daripada umur ekonomis aset. Sebaliknya, tingginya proposi aset
tetap akan meningkatkan tindakan penghindaran pajak melalui laba minimal
akibat tinggi beban depresiasi. Dalam penelitiannya, Sandra & Anwar (2018)
menyatakan bahwa semakin tinggi capital intensity perusahaan maka akan
semakin tinggi penghindaran pajak perusahaan. Karena aset tetap perusahaan
setiap tahunnya akan menimbulkan beban penyusutan yang secara langsung
dapat mengurangi laba perusahaan.
Menurut Dayanara et al., (2019) capital intensity atau intensitas
modal merupakan salah satu bentuk keputusan keuangan yang ditetapkan
oleh perusahaan untuk meningkatkan profitabilitas perusahaan. Capital
23
intensity mencerminkan seberapa besar modal yang dibutuhkan perusahaan
untuk menghasilkan pendapatan. Perusahaan dengan modal yang intensif
memiliki kesempatan yang lebih besar untuk perencanaan perpajakan atau
strategi penghindaran pajak dari pada perusahaan lain. Sebagai contoh,
mereka dapat memutuskan apakah akan membeli atau leasing dalam
memperoleh aset. Dalam hasil penelitiannya, Dayanara et al., (2019)
menyatakan bahwa capital intensity tidak berpengaruh terhadap
penghindaran pajak. Hal tersebut dikarenakan perusahaan menggunakan aset
tetapnya untuk operasional perusahaan, bukan semata untuk memanfaatkan
beban penyusutan aset tetap.
Menurut Rifai & Atiningsih (2019) capital intensity didefinisikan
sebagai seberapa besar perusahaan berinvestasi pada aktiva tetap. Dalam
preferensi perpajakan aset tetap mempunyai masa manfaat tertentu, yang
umumnya lebih cepat dari masa manfaat yang diprediksikan oleh perusahaan.
Sementara perusahaan diperbolehkan untuk menyusutkan aset tetap sesuai
dengan perkiraan masa manfaat pada kebijakan perusahaan. Akibatnya akan
terjadi perbedaan perhitungan depresiasi antara pihak akuntansi dengan
perpajakan. Dalam hasil penelitiannya Rifai & Atiningsih (2019) menyatakan
bahwa capital intensity berpengaruh negatif terhadap terhadap penghindaran
pajak. Hal ini dikarenakan pengaruh metode penyusutan yang dipakai.
Dimana ketika perusahaan telah mengakui beban penyusutan tetapi dalam
perpajakan beban tersebut tidak termasuk dalam beban perusahaan sehingga
akan menambahkan penghasilan kena pajak perusahaan yang akan berakibat
24
pada penambahan beban pajaknya. Karena adanya preferensi perpajakan
yang terkait dengan investasi dalam aset tetap. Perusahaan diperbolehkan
untuk menyusutkan aset tetap sesuai dengan perkiraan masa manfaat pada
kebijakan perusahaan, sedangkan dalam preferensi perpajakan aset tetap
mempunyai masa manfaat tertentu yang umumnya lebih cepat bila
dibandingkan dengan masa manfaat yang diprediksi oleh perusahaan.
4. Corporate Social Responsibility
Corporate social responsibility merupakan tindak lanjut dari
komitmen perusahaan untuk bertindak etis dan berkontribusi untuk
pengembangan ekonomi dan meningkatkan kualitas hidup, baik bagi pekerja
dan keluarganya, komunitas lokal, maupun masyarakat dalam lingkungan
luas pada umumnya (Dewi & Noviari, 2017). Corporate social responsibility
merupakan salah satu instrumen dari good corporate governance yang harus
diterapkan secara etis untuk keberlangsungan perusahaan. Jika suatu
perusahaan mempunyai peringkat rendah dalam corporate social
responsibility, maka perusahaan tersebut dianggap sebagai perusahaan yang
tidak bertanggung jawab secara sosial, sehingga dapat melakukan strategi
pajak yang lebih agresif dibandingkan perusahaan yang sadar tanggung jawab
sosial (Dharma & Noviari, 2017). Pengungkapan corporate social
responsibility menentukan standar etik perusahaan dalam menyikapi situasi
bisnis yang berpengaruh terhadap stakeholder dan masyarakat secara luas
(Dharmawan et al., 2017). Tanggung jawab sosial perusahaan melibatkan
semua hubungan yang terjadi pada perusahaan dengan semua stakeholder
25
termasuk di dalamnya terdapat pelanggan, atau customers, pegawai,
komunitas, pemilik atau investor, pemerintah, bahkan lapisan masyarakat.
Keberadaan corporate social responsibility pada perusahaan merupakan
sesuatu alat yang srategis untuk mencapai sasaran hasil akhir, dan
menciptakan kekayaan dalam jangka panjang (Titisari & Mahanani, 2017).
Perusahaan biasanya menggunakan biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan
corporate social responsibility dengan tujuan untuk mengurangi jumlah laba
kena pajak.
Tanggung jawab sosial dan lingkungan adalah komitmen Perseroan
untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna
meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi
Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.
Konsep triple bottom line memberi pandangan bahwa perusahaan yang ingin
berkelanjutan haruslah memperhatikan 3P (profit, people, and planet). Selain
mengejar profit, perusahaan juga harus memperhatikan dan terlibat pada
pemenuhan kesejahteraan masyarakat (people), serta turut berkontribusi aktif
dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet) (Hidayati & Fidiana, 2017).
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Liana & Sari (2017)
menjelaskan bahwa corporate social responsibility dimensi ekonomi adalah
tanggung jawab sosial yang datang dengan mengorbankan kepentingan
pengusaha, atau pemegang saham. Hal yang cukup umum dasarnya kembali
pada ekonomi dan pendapatan sosial yang secara inheren bertentangan satu
sama lain dari perspektif seorang manajer. Sedangkan dalam dimensi
26
lingkungan, corporate social responsibility berkaitan dengan masyarakat dan
keanekaragaman. Dimensi sosial dari corporate social responsibility
mengakui kesehatan, keselamatan dan kesejahteraan umum karyawan;
memotivasi tenaga kerja dengan menawarkan kesempatan pelatihan dan
pengembangan; dan memungkinkan perusahaan untuk bertindak sebagai
warga negara yang baik di masyarakat setempat.
5. Penghindaran Pajak
Definisi penghindaran pajak menurut Brown dalam Triyanto &
Zulvina (2017) adalah “arrangement of a transaction in order to obtain a tax
advantage, benefit, orreduction in a manner unintended by the tax law.”
Brown menyatakan bahwa penghindaran pajak dilaksanakan dengan tindakan
yang tidak sesuai dengan apa yang dimaksudkan dalam peraturan atau hukum
pajak. Penghindaran pajak adalah tindakan yang masih legal memanfaatkan
celah-celah (loopholes) atau kelemahan-kelemahan yang ada pada aturan-
aturan pajak dengan maksud untuk menghindari kewajiban perpajakan. Heber
dalam Fatmawati & Solikin (2017) mendefinisikan penghindaran pajak
sebagai upaya wajib pajak dalam memanfaatkan peluang-peluang (loopholes)
yang ada dalam undang-undang perpajakan, sehingga wajib pajak membayar
pajak lebih rendah dari seharusnya. Arofah (2018) mendefinisikan
penghindaran pajak secara luas yaitu segala sesuatu yang mengurangi pajak
perusahaan relatif terhadap laba sebelum pajak. Menurut Utami &
Syafiqurrahman (2018) mengemukakan bahwa penghindaran pajak
merupakan bagian dari perencanaan pajak yang dilakukan dengan tujuan
27
untuk meminimalkan pembayaran pajak. Menurut Rista & Mulyani (2019)
penghindaran pajak adalah upaya yang dilakukan secara legal dan aman bagi
wajib pajak karena tidak bertentangan dengan ketentuan perpajakan, dimana
metode dan teknik yang digunakan cenderung memanfaatkan kelemahan-
kelemahan (grey area).
Penghindaran pajak secara hukum pajak tidak dilarang meskipun
seringkali mendapat sorotan yang kurang baik dari kantor pajak karena
dianggap memiliki konotasi negatif. Penghindaran pajak sangat mungkin
terjadi karena aturan atau undang-undang mengenai pajak dapat
menimbulkan berbagai macam penafsiran. Kompleksnya aturan pajak
memungkinkan timbulnya penafsiran yang menguntungkan Wajib Pajak,
yang kemudian memicu lahirnya tax avoidance (Utami & Syafiqurrahman,
2018).
Mulyani et al., (2018) memaparkan beberapa faktor yang
memotivasi wajib pajak untuk melakukan penghematan pajak dengan ilegal,
antara lain:
a. Jumlah pajak yang harus dibayar.
Besarnya jumlah pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak,
semakin besar pajak yang harus dibayar, semakin besar pula
kecenderungan wajib pajak untuk melakukan pelanggaran.
b. Biaya untuk menyuap fiskus.
Semakin kecil biaya untuk menyuap fiskus, semakin besar
kecenderungan wajib pajak untuk melakukan pelanggaran.
28
c. Kemungkinan untuk terdeteksi
Semakin kecil kemungkinan suatu pelanggaran terdeteksi maka
semakin besar kecenderungan wajib pajak untuk melakukan pelanggaran.
d. Besar sanksi
Semakin ringan sanksi yang dikenakan terhadap pelanggaran,
maka semakin besar kecenderungan wajib pajak untuk melakukan
pelanggaran.
6. Pemanfaatan Tax Havens Country
Secara umum tax havens country didefinisikan sebagai suatu negara
atau wilayah yang mengenakan pajak rendah atau sama sekali tidak
mengenakan pajak dan menyediakan tempat yang aman bagi simpanan untuk
menarik modal masuk. OECD memberi tiga ciri tax havens country yaitu
menerapkan tarif pajak rendah atau bebas pajak, lack of transparency, dan
lack of effective exchange of information. Tax havens country memungut
pajak yang sangat rendah, bahkan terkadang tidak ada pajak sama sekali dan
memberikan tingkat privasi yang sangat tinggi untuk pelaku bisnis (Su et al.,
2019). Negara suaka pajak pada umumnya menawarkan manfaat: (i) peluang
diversifikasi investasi, (ii) strategi menangguhkan beban pajak, (iii)
perlindungan asset yang kuat, (iv) hasil investasi bebas pajak, (v) offshore
banding dengan keleluasaan dan privasi, (vi) imbal hasil yang lebih besar,
(vii) mengurangi beban pajak, (viii) menghindari restriksi mata uang, (ix)
peluang mengembangkan bisnis.
29
Menurut Nugraha & Kristanto (2019) tax havens merupakan wilayah
yang menawarkan pajak rendah, atau tidak sama sekali, dengan tujuan untuk
menarik investor asing. Investor dari luar negeri tersebut dapat tertarik untuk
menyimpan dan mengedarkan uangnya ke negara-negara tax havens daripada
kehilangan uang karena pajak yang tinggi apabila menyimpan uang tersebut
di negara domisilinya. Hal tersebut kerap disebut dengan skema penghindaran
pajak. Namun dalam praktiknya tax havens bisa saja menjadi tax evasion,
tergantung pada setiap peraturan negara. Menurut Widodo et al., (2020) tax
havens merupakan suatu negara yang dengan sengaja memberlakukan
regulasi pajak yang sangat minimal dalam bentuk pengenaan tarif yang
rendah serta bahkan tidak ada pajak yang dipungut dengan tujuan untuk
memberikan fasilitas pajak yang mudah bagi investor yang berasal dari luar
negara tersebut. Sedangkan menurut pemahaman masyarakat, tax havens
adalah negara yang memberlakukan pengenaan beban pajak yang rendah dan
hal ini digunakan pihak perusahaan untuk penghindaran pajak.
Makna tax havens dalam regulasi dapat ditemui pada UU Nomor 36
Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Pasal 18 ayat (3c) menyebutkan
bahwa tax havens adalah “negara yang memberikan perlindungan pajak”. SE
Dirjen Pajak Nomor SE-04/PJ.7/1993 menyebutkan kriteria dari tax havens,
adalah:
a. Negara yang tidak memungut pajak, atau
b. Negara yang memungut pajak lebih rendah dari Indonesia.
30
OECD mengatur kriteria dari tax havens yang umum diterima oleh
masyarakat internasional berupa (Nugraha & Kristanto, 2019):
1. Tidak terdapat pungutan pajak atau pungutan pajak dalam nominal tertentu
(tidak berpatokan pada persentase).
2. Tidak ada atau tidak efektifnya mekanisme exchange of information.
3. Tidak adanya transparansi dalam administrasi pajak.
4. Adanya kebijakan ring fencing (adanya perbedaan perlakuan perpajakan
bagi resident dan non-resident).
Negara tax havens atau surga pajak pada dasarnya terdiri dari negara
kecil dengan terbatasnya sumber daya alam. Pengelolaan pada terbatasnya
sumber daya alam menyebabkan penghasilan yang tidak memadai, sehingga
negara surga pajak membutuhkan sumber pendanaan lain untuk
menggerakkan pemerintahan. Setiap negara memberikan fasilitas berupa
perlindungan serta kenyamanan dalam aktivitas investasi modal. Dengan
begitu, banyak pihak yang diharapkan dapat tertarik untuk berinvestasi pada
negara surga pajak. Menurut Nugraha & Kristanto (2019) fenomena tax
havens terjadi ketika pajak yang ditanggung perusahaan begitu besar
dibanding dengan biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan penghindaran
pajak di negara surga pajak. Ketertarikan dari tax havens yang menawarkan
tarif pajak dengan tarif rendah dianggap sebagai alat yang tepat untuk
menerapkan penghindaran pajak. Pada prinsipnya, kebanyakan perusahaan
ingin memperoleh keuntungan sebanyak mungkin dengan modal yang
seminimal mungkin. Prinsip tersebut digunakan negara tax havens untuk
31
sumber penghasilan negara yaitu dengan memberikan berbagai kenyamanan
untuk pihak yang hendak melakukan penghindaran pajak.
32
B. Penelitian Relevan
Tabel 2.1
Hasil – Hasil Penelitian Terdahulu
No. Nama
Peneliti
Judul Penelitian Perbedaan Persamaan Hasil Penelitian
1. Dirk Kiesewetter
Johannes dan
Manthey (2017)
Tax avoidance,
value creation and
CSR – a European
perspective
Variabel independen
yaitu thin
capitalization dan
capital intensity.
Variabel moderating
yaitu pemanfaatan
tax havens country.
Menggunakan
variabel
independen yaitu
corporate social
responsibility,
variabel dependen
yaitu penghindaran
pajak.
Hasil analisis menunjukkan bahwa tata
kelola perusahaan (value creation) yang
kuat terjadi karena adanya tarif pajak
efektif yang rendah. Sedangkan nilai
sosial yang rendah terjadi karena
tingginya tarif pajak efektif.
2. Justin Chircop et al
(2018)
Does capital
constrain firms tax
avoidance?
Variabel independen
yaitu thin
capitalization dan
capital intensity.
Variabel moderating
yaitu pemanfaatan
tax havens country.
Menggunakan
variabel
independen yaitu
corporate social
responsibility,
variabel dependen
yaitu penghindaran
pajak.
Ditemukan bahwa perusahaan yang
memiliki modal sosial tinggi terlibat
secara signifikan lebih sedikit dalam
kegiatan penghindaran pajak. Selain itu,
dampak negatif modal sosial terhadap
penghindaran pajak lebih kuat dengan
adanya religiusitas yang tinggi, kinerja
perusahaan yang tinggi, dan sensitivitas
kompensasi CEO yang rendah terhadap
volatilitas saham.
(Bersambung ke halaman selanjutnya)
33
Tabel 2.1 (Lanjutan)
No. Nama
Peneliti
Judul Penelitian Perbedaan Persamaan Hasil Penelitian
3. Ahmad Rifai dan
Suci Atiningsih
(2018)
Pengaruh Leverage,
Profitabilitas,
Capital Intensity,
Manajemen Laba
terhadap
Penghindaran Pajak
Variabel independen
yaitu thin
capitalization dan
corporate social
responsibility.
Variabel moderating
yaitu pemanfaatan
tax havens country.
Menggunakan
variabel
independen yaitu
capital intensity,
variabel dependen
yaitu penghindaran
pajak.
Hasil penelitian bahwa profitabilitas,
capital intensity, dan manajemen laba
berpengaruh negatif terhadap
penghindaran pajak. Leverage tidak
berpengaruh terhadap penghindaran pajak.
4. Monifa Yuliana
Dwi Sandra dan
Achmad Syaiful
Hidayat Anwar
(2018)
Pengaruh
Corporate Social
Responsibility dan
Capital Intensity
terhadap
Penghindaran Pajak
(Studi Empiris pada
Perusahaan
Pertambangan yang
Terdaftar di BEI)
Variabel independen
yaitu thin
capitalization.
Variabel moderating
yaitu pemanfaatan
tax havens country.
Menggunakan
variabel
independen yaitu
capital intensity
dan corporate
social
responsibility,
variabel dependen
yaitu penghindaran
pajak.
Bahwa corporate social responsibility
(CSR) berpengaruh negatif signifikan
terhadap penghindaran pajak. Semakin
tinggi tingkat pengungkapan CSR maka
semakin rendah praktik penghindaran
pajak. Selain itu, intensitas modal terbukti
berpengaruh positif signifikan terhadap
penghindaran pajak. Semakin tinggi
intensitas modal perusahaan maka
semakin tinggi pula praktik penghindaran
pajak.
(Bersambung ke halaman selanjutnya)
34
Tabel 2.1 (Lanjutan)
No. Nama
Peneliti
Judul Penelitian Perbedaan Persamaan Hasil Penelitian
5. Tao Zeng (2018) Relationship
between corporate
social
responsibility and
tax avoidance:
international
evidence
Variabel independen
yaitu thin
capitalization dan
capital intensity.
Variabel moderating
yaitu pemanfaatan
tax havens country.
Menggunakan
variabel
independen yaitu
corporate social
responsibility,
variabel dependen
yaitu penghindaran
pajak.
Studi ini menemukan bukti kuat bahwa
CSR berhubungan positif dengan
penghindaran pajak. Ditemukan juga
bahwa negara-negara dengan tata kelola
tingkat negara yang lemah, perusahaan
dengan skor CSR yang lebih tinggi
terlibat dalam penghindaran pajak yang
lebih sedikit.
6. Larosa Dayanara et
al (2019)
Pengaruh Leverage,
Profitabilitas,
Ukuran
Perusahaan, dan
Capital Intensity
terhadap
Penghindaran Pajak
pada Perusahaan
Barang Industri
Konsumsi yang
Terdaftar di BEI
Tahun 2014-2018
Variabel independen
yaitu thin
capitalization dan
corporate social
responsibility.
Variabel moderating
yaitu pemanfaatan
tax havens country.
Menggunakan
variabel
independen yaitu
capital intensity,
variabel dependen
yaitu penghindaran
pajak.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
profitabilitas perusahaan dan ukuran
perusahaan berpengaruh terhadap
penghindaran pajak, sedangkan variabel
leverage dan capital intensity tidak
berpengaruh terhadap penghindaran pajak.
(Bersambung ke halaman selanjutnya)
35
Tabel 2.1 (Lanjutan)
No. Nama
Peneliti
Judul Penelitian Perbedaan Persamaan Hasil Penelitian
7. Siti Salwah dan
Eva Herianti (2019)
Pengaruh Thin
Capitalization
terhadap
Penghindaran Pajak
Variabel independen
yaitu capital
intensity dan
corporate social
responsibility.
Variabel moderating
yaitu pemanfaatan
tax havens country.
Menggunakan
variabel
independen yaitu
thin capitalization,
variabel dependen
yaitu penghindaran
pajak.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa thin
capitalization memiliki efek negatif dan
signifikan terhadap penghindaran pajak
Implikasi dari penelitian ini membuktikan
bahwa setelah peraturan Menteri
Keuangan tentang rasio utang terhadap
modal mempengaruhi nilai rasio utang
terhadap modal (DER) menjadi lebih
rendah, sehingga mengurangi
penghindaran pajak.
8. Agustina et al
(2020)
Pengaruh
Corporate Social
Responsibility dan
Capital Intensity
terhadap
Penghindaran Pajak
(Studi Empiris pada
Perusahaan yang
Terdaftar di BEI)
Variabel independen
yaitu thin
capitalization.
Variabel moderating
yaitu pemanfaatan
tax havens country.
Menggunakan
variabel
independen yaitu
capital intensity
dan corporate
social
responsibility,
variabel dependen
yaitu penghindaran
pajak.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
corporate social responsibility
berpengaruh negatif secara signifikan
terhadap penghindaran pajak dan capital
intensity tidak berpengaruh terhadap
penghindaran pajak.
(Bersambung ke halaman selanjutnya)
36
Tabel 2.1 (Lanjutan)
No. Nama
Peneliti
Judul Penelitian Perbedaan Persamaan Hasil Penelitian
9. Mauliddini
Nadhifah dan
Abubakar Arif
(2020)
Transfer Pricing,
Thin
Capitalization,
Financial Distress,
Earning
Management, dan
Capital Intensity
terhadap Tax
Avoidance
Dimoderasi Oleh
Sales Growth
Variabel independen
yaitu corporate
social responsibility.
Variabel moderating
yaitu pemanfaatan
tax havens country.
Menggunakan
variabel
independen yaitu
thin capitalization
dan capital
intensity, variabel
dependen yaitu
penghindaran
pajak.
Transfer pricing, financial distress, earnings management, dan sales growth berpengaruh negatif terhadap penghindaran pajak. Thin capitalization berpengaruh positif terhadap penghindaran pajak, sedangkan capital intensity tidak berpengaruh terhadap penghindaran pajak. Sales growth memperkuat pengaruh negatif dari transfer pricing dan financial distress serta pengaruh positif thin capitalization dan capital intensity terhadap penghindaran pajak. Sales growth melemahkan pengaruh negatif dari earnings management terhadap penghindaran pajak.
10. Leony Larasati et al
(2020)
Pengaruh Multinasionalitas, Good Corporate Governance, Tax Haven, dan Thin Capitalization terhadap Praktik Penghindaran Pajak pada Perusahaan Multinasional yang Terdaftar di BEI Periode 2016-2018
Variabel independen
yaitu capital
intensity dan
corporate social
responsibility.
Variabel moderating
yaitu pemanfaatan
tax havens country.
Menggunakan
variabel
independen yaitu
thin capitalization,
variabel dependen
yaitu penghindaran
pajak.
Thin capitalization mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap penghindaran
pajak. Multinasionalitas, good corporate
governance, tax haven, dan thin
capitalization mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap penghindaran pajak.
37
H1
H2
H3
H4
H5
H6
C. Kerangka Pemikiran
Gambar 2.1
Skema Kerangka Pemikiran
Peraturan MK tentang
rasio utang dan modal
sehingga nilai rasio
utang terhadap modal
menjadi lebih rendah
Kepentingan
manajemen untuk
mendapatkan
kompensasi dengan
menekan biaya
penyusutan aset
tetap
Penyimpangan
corporate social
responsibility menjadi
corporate social
irresponsibility
GAP
Pengaruh Thin Capitalization, Capital Intensity, dan Corporate Social Responsibility
terhadap Penghindaran Pajak dengan Pemanfaatan Tax Havens Country sebagai
Variabel Moderating
Basis Teori: Teori Perilaku Terencana (Planned Behavior)
Thin Capitalization
Corporate Social Responsibility
Capital Intensity Penghindaran Pajak
Pemanfaatan Tax Havens Country
Metode Analisis:
Analisis Regresi Moderasi (MRA) Data Panel
Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan dan Saran
38
D. Keterkaitan antar Variabel dan Hipotesis
1. Pengaruh Thin Capitalization terhadap Penghindaran Pajak
Thin capitalization adalah suatu praktik dengan membuat struktur
utang jauh lebih besar dibandingkan modal perusahaan. Perusahaan dapat
menjadikan beban bunga sebagai cara untuk menurunkan dasar pengenaan
pajak yaitu penghasilan kena pajak (deductible expense). Hal tersebut akan
berdampak pada meningkatnya beban bunga dan menjadikan penghasilan
kena pajak akan semakin mengecil. Dengan demikian pendapatan yang
diterima negara akan berkurang (Afifah & Prastiwi, 2019).
Perusahaan yang melebihi atau mendekati batas bunga yang
diperkenankan oleh aturan dari thin capitalization cenderung melakukan
penghindaran pajak. Perusahaan tersebut memiliki dua sumber modal yaitu
baik berupa utang ataupun modal sendiri. Hal tersebut menimbulkan celah
serta kesempatan perusahaan untuk melakukan penghindaran pajak melalui
manfaat dari bunga. Jika hasil dari thin capitalization mengalami peningkatan
yang tinggi maka akan semakin tinggi pula beban dari bunga yang wajib
dibayarkan dan tentu hal tersebut akan menggerus laba perusahaan dan pada
akhirnya dapat mengecilkan pajak penghasilan yang terutang dan maka
perusahaan tersebut akan melakukan penghindaran pajak. Namun jika thin
capitalization rendah maka semakin rendah pula beban bunga yang dibayar
dan laba perusahaan akan naik dan penghasilan kena pajaknya tetap maka
perusahaan tersebut tidak dapat melakukan penghindaran pajak (Selistiaweni
et al., 2020).
39
Beberapa penelitian berikut digunakan untuk memperkuat
penelitian. Penelitian Setiawan & Agustina (2018) menyatakan bahwa thin
capitalization berpengaruh positif terhadap penghindaran pajak. Artinya
tingkat utang di atas 75% terbukti mempunyai kecenderungan melakukan
penghindaran pajak. Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Prastiwi
& Ratnasari (2019) menunjukkan bahwa dengan meningkatkan nilai thin
capitalization dapat meminimalisir beban pajak yang terutang, sehingga thin
capitlization terbukti berpengaruh positif terhadap penghindaran pajak.
Berdasarkan dari paparan penelitian sebelumnya mengenai
pengaruh thin capitalization terhadap penghindaran pajak, maka patut diduga
thin capitalization berpengaruh positif terhadap penghindaran pajak. Oleh
karenanya hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut:
H1: Thin capitalization berpengaruh signifikan positif terhadap penghindaran
pajak.
2. Pengaruh Capital Intensity terhadap Penghindaran Pajak
Capital intensity atau intensitas modal adalah suatu gambaran
perusahaan dalam menginvestasikan berupa aset tetapnya. Perusahaan yang
memiliki aset tetap dapat menimbulkan beban penyusutan dimana dengan
adanya beban penyusutan tersebut dapat menjadi pengurang laba perusahaan.
Semakin besar jumlah aset tetap yang dimiliki oleh perusahaan, maka besar
pula beban penyusutan pada laporan laba rugi perusahaan. Oleh sebab itu,
semakin besar beban penyusutan dapat dimanfaatkan untuk melakukan
penghindaran pajak (Wulandari et al., 2020).
40
Pada dasarnya aset tetap akan mengalami penyusutan yang akan
menjadi biaya penyusutan dalam laporan keuangan perusahaan. Penyusutan
biaya ini yang dapat dikurangkan dari penghasilan dalam perhitungan pajak
perusahaan. Artinya semakin besar biaya penyusutan akan semakin kecil
tingkat pajak yang harus dibayarkan perusahaan. Hal tersebut berdampak
signifikan terhadap perusahaan dengan tingkat rasio capital intensity yang
besar menunjukkan tingkat pajak yang rendah, dengan tingkat pajak yang
rendah mengindikasikan perusahaan melakukan praktik penghindaran pajak
(Ayem & Setyadi, 2019).
Beberapa penelitian berikut digunakan untuk memperkuat
penelitian. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Dwiyanti & Jati (2019)
didapatkan hasil bahwa capital intensity berpengaruh positif pada
penghindaran pajak. Maka, semakin tinggi capital intensity perusahaan akan
menyebabkan semakin meningkatnya tindakan penghindaran pajak
perusahaan. Hasil penelitian oleh Wulandari et al., (2020) menyatakan
variabel capital intensity berpengaruh signifikan positif terhadap
penghindaran pajak. Adanya beban penyusutan atas aset tetap dapat dijadikan
sebagai beban sehingga dapat mengurangi laba sebelum pajak perusahaan,
sehingga menimbulkan beban pajak yang nantinya akan ditanggung oleh
perusahaan menjadi rendah, sehingga dalam hal ini perusahaan melakukan
strategi penghindaran pajak.
Berdasarkan penjelasan dan penelitian sebelumnya mengenai
capital intensity terhadap penghindaran pajak, maka peneliti bermaksud
41
menguji kembali hubungan capital intensity dan penghindaran pajak. Oleh
karenanya hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut:
H2: Capital intensity berpengaruh signifikan positif terhadap penghindaran
pajak.
3. Pengaruh Corporate Social Responsibility terhadap Penghindaran Pajak
Corporate social responsibility merupakan bentuk pemenuhan
tanggung jawab sosial kepada stakeholder atas tindakan bisnis yang
dilakukan oleh perusahaan, sehingga tujuan perusahaan tidak hanya
berorientasi pada laba, tetapi juga pada lingkungan. Ketika perusahaan
melakukan tanggung jawab sosial kepada masyarakat, maka perusahaan
tersebut cenderung tidak melakukan penghindaran pajak. Selain untuk tujuan
sosial, perusahaan melakukan CSR dalam rangka membangun citra positif di
masyarakat. Ketika citra positif telah terbangun, maka perusahaan berupaya
untuk menjaga citra positif dengan cara tidak melakukan hal-hal yang dapat
membuat reputasi turun, misalnya dengan tidak melakukan penghindaran
pajak (Amalia, 2019).
Semakin tinggi pengungkapan CSR perusahaan maka makin rendah
penghindaran pajak yang dilakukan perusahaan. Perusahaan yang memiliki
CSR yang lebih rendah mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut
memiliki rasa tanggung jawab sosial yang lebih rendah sehingga lebih agresif
dalam melakukan penghindaran pajak. Perusahaan yang melakukan tanggung
jawab sosial secara berkelanjutan lebih cenderung untuk mengurangi
usahanya dalam praktik penghindaran pajak (Januari & Suardikha, 2019).
42
Beberapa penelitian berikut digunakan untuk memperkuat
penelitian. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Dewi & Noviari (2017)
menyatakan bahwa corporate social responsibility berpengaruh negatif dan
signifikan pada penghindaran pajak. Hal ini menunjukkan bahwa semakin
tinggi tingkat pengungkapan corporate social responsibility suatu perusahaan
maka semakin rendah praktik penghindaran pajak. Hasil penelitian Wiguna
& Jati (2017) juga mengungkapkan bahwa corporate social responsibility
berpengaruh negatif terhadap penghindaran pajak.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini
sebagai berikut:
H3: Corporate social responsibility berpengaruh signifikan negatif terhadap
penghindaran pajak.
4. Pengaruh Thin Capitalization terhadap Penghindaran Pajak dengan
Pemanfaatan Tax Havens Country
Tax havens country merupakan suatu negara yang dengan sengaja
memberlakukan regulasi pajak yang sangat minimal dalam bentuk pengenaan
tarif yang rendah, bahkan tidak ada pajak yang dipungut yang bertujuan untuk
memberikan fasilitas pajak yang mudah bagi investor yang berasal dari luar
negara tersebut (Widodo et al., 2020). Perusahaan yang tergabung dalam tax
havens country mampu menggeser pendapatan dari yurisdiksi pajak yang
tinggi ke pajak yang rendah melalui transfer pricing, utang antar perusahaan
dan pengalihan aset tidak berwujud. Bahkan, sebuah perusahaan
multinasional bisa menggunakan badan pembiayaan di tax havens country
43
untuk pemotongan pajak yang aman untuk pembayaran utang bunga oleh
anak perusahaan di negara-negara berpajak tinggi (Nuraini, 2018).
Richardson & Taylor (2017) dalam penelitiannya membuktikan
bahwa thin capitalization berpengaruh terhadap praktik penghindaran pajak
melalui tax havens country. Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan
hipotesis sebagai berikut:
H4: Pemanfaatan tax havens country memperkuat pengaruh thin
capitalization terhadap penghindaran pajak.
5. Pengaruh Capital Intensity terhadap Penghindaran Pajak dengan
Pemanfaatan Tax Havens Country
Tax havens atau surga pajak merupakan negara kecil yang memiliki
sumber daya alam terbatas. Pengelolaan pada terbatasnya sumber daya alam
menyebabkan penghasilan yang tidak memadai, sehingga tax havens country
membutuhkan pendanaan lain untuk menggerakkan pemerintahan. Setiap
negara memberikan fasilitas berupa perlindungan serta kenyamanan dalam
aktivitas investasi modal. Dengan begitu, banyak pihak yang diharapkan
dapat tertarik untuk berinvestasi pada tax havens country (Nugraha &
Kristanto, 2019).
Hasil penelitian Wulandari et al., (2020) menunjukkan bahwa
capital intensity berpengaruh signifikan terhadap penghindaran pajak. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Widodo et al., (2020) memiliki hasil bahwa
44
tax havens mempunyai hubungan yang tinggi. Berdasarkan uraian di atas
dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H5: Pemanfaatan tax havens country memperkuat pengaruh capital intensity
terhadap penghindaran pajak.
6. Pengaruh Corporate Social Responsibility terhadap Penghindaran Pajak
dengan Pemanfaatan Tax Havens Country
Pemanfaatan tax havens merupakan salah satu cara wajib pajak
untuk menghindari atau mengurangi jumlah pajak yang harus dibayar dengan
cara memindahkan pendapatan ke tax havens country (Nofryanti & Nurjanah,
2019). Penelitian yang dilakukan Januari & Suardikha (2019) memberikan
hasil bahwa corproate social responsibility berpengaruh negatif terhadap
penghindaran pajak. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Dharmawan et
al., (2017) menyatakan bahwa tax haven utilization tidak berpengaruh
terhadap penghindaran pajak. Dalam hal ini, perusahaan yang memiliki nilai
corporate social responsibility tinggi maka penghindaran pajak yang
dilakukan pun rendah, sehingga tidak berdampak terhadap pemanfaatan tax
havens country. Sedangkan perusahaan yang memiliki nilai corporate social
responsibility rendah, maka penghindaran pajak yang dilakukan tinggi, dan
hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan memanfaatkan fungsi dari tax
havens country. Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan hipotesis
sebagai berikut:
H6: Pemanfaatan tax havens country memperlemah pengaruh corporate
social responsibility terhadap penghindaran pajak.
45
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara variabel-
variabel independen terhadap variabel dependen dengan variabel moderating.
Penelitian ini menguji pengaruh dari variabel independen yang terdiri dari thin
capitalization, capital intensity, dan corporate social responsibility terhadap
variabel dependen yaitu penghindaran pajak, dengan variabel moderating yaitu
pemanfaatan tax havens country. Objek dalam penelitian ini adalah perusahaan
multinasional yang tercatat dalam Bursa Efek Indonesia (BEI). Jenis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa semua perusahaan
multinasional yang telah menerbitkan laporan keuangan dan laporan tahunan
periode 2016-2019.
B. Penentuan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah sekumpulan orang, peristiwa, atau hal-hal menarik
yang akan diteliti (Sekaran, 2017). Populasi adalah wilayah generalisasi yang
terdiri dari objek atau subjek yang memiliki kualitas dan ciri-ciri yang
diterapkan oleh peneliti untuk diteliti dan didapat sebuah ikhtisar. Populasi
yang diambil dalam penelitian ini adalah perusahaan multinasional yang
tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan periode penelitian tahun 2016-
46
2019. Alasan memilih perusahaan multinasional sebagai populasi adalah
karena:
a. Perusahaan multinasional merupakan perusahaan yang berskala besar dan
memiliki perusahaan afiliasi di luar negeri.
b. Perusahaan multinasional lebih terbuka mengenai informasi non
keuangan.
c. Perusahaan multinasional juga banyak melakukan investasi yang lebih
besar dibandingkan dengan perusahaan domestik sehingga mampu
mendapatkan utang yang lebih banyak.
2. Sampel
Sampel adalah bagian kecil dari populasi yang terdiri dari anggota
terpilih (Sekaran, 2017). Sampel yang digunakan untuk penelitian harus
menggambarkan populasi tersebut melalui ciri-ciri yang dapat mewakili
populasi tersebut. Pada umumnya teknik sampling dikelompokkan menjadi
dua yaitu probability sampling dan non-probability sampling. Probability
sampling adalah teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang
sama bagi setiap unsur, sedangkan non-probability sampling adalah teknik
pengambilan sampel yang tidak memberikan peluang kesempatan sama bagi
setiap unsur populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sekaran, 2017).
Dalam penelitian ini, sampling yang digunakan adalah non-
probability sampling dengan teknik purposive sampling yang diambil dari
jumlah populasi. Purposive sampling yaitu teknik sampel dengan
47
pertimbangan tertentu. Kriteria pengambilan sampel dalam penelitian ini
sebagai berikut:
a. Perusahaan multinasional yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia
pada tahun 2016-2019.
b. Perusahaan yang dijadikan sampel adalah perusahaan yang bernilai profit.
Alasannya adalah karena kerugian dapat dikompensasi ke masa depan
menjadi pengurang biaya pajak tangguhan dan diakui sebagai aset pajak
tangguhan sehingga dapat mengaburkan arti book tax difference (Cabello
et al., 2019).
c. Publikasi laporan keuangan menggunakan satuan mata uang rupiah.
C. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, seluruh data baik data variabel independen
maupun variabel dependen adalah data sekunder. Metode pengumpulan data
yang digunakan adalah:
1. Penelitian Pustaka (Library Research)
Dalam penelitian ini data diperoleh dari beberapa literatur, yaitu
melalui buku, jurnal, tesis, internet dan perangkat lain yang berkaitan dengan
penelitian ini.
2. Penelitian Lapangan (Field Research)
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu
laporan keuangan serta laporan tahunan perusahaan multinasional periode
48
2016-2019 yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang didapat melalui
situs atau website resmi Bursa Efek Indonesia yaitu www.idx.co.id.
D. Metode Analisis Data
Metode analisis data menggunakan statistik deskriptif, model regresi
data panel, uji asumsi klasik atau uji kualitas data, dan uji hipotesis.
1. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif adalah statistik yang memberikan gambaran atau
deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi,
varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis, dan skewness
(kemencengan distribusi). Statistik deskriptif mendeskripsikan data menjadi
sebuah informasi yang lebih jelas dan mudah dipahami (Ghozali, 2018).
2. Model Regresi Data Panel
Menurut Basuki & Prawoto (2017), data panel merupakan gabungan
antara data runtut waktu (time series) dan data silang (cross section). Data
time series merupakan data yang terdiri atas satu atau lebih variabel yang akan
diamati pada satu unit observasi dalam kurun waktu tertentu. Sedangkan, data
cross section merupakan data observasi dari beberapa unit observasi dalam
satu titik tertentu.
Pemilihan data panel dikarenakan dalam penelitian ini menggunakan
data time series dan data cross section. Penggunaan data time series dalam
penelitian ini, yaitu pada periode waktu empat tahun, dari tahun 2016-2019.
Adapun penggunaan data cross section dalam penelitian ini, yaitu dari
Penghindaran pajak adalah upaya wajib pajak dalam memanfaatkan peluang-peluang (loopholes) yang ada dalam undang-undang perpajakan, sehingga wajib pajak membayar pajak lebih rendah dari seharusnya.
BTD = (Taxable Income – Net Income) / Average Assets
Thin capitalization adalah jumlah utang yang dimiliki oleh perusahaan lebih besar dibandingkan dengan jumlah modal.
MAD = Average Interest
Bearing Debt ÷
SHDA (Safe Harbor Debt
Amount)
Rasio
Capital Intensity (X2) (Nadhifah & Arif, 2020)
Capital intensity merupakan suatu bentuk gambaran yang menjelaskan perusahaan dalam menginvestasikan aset tetapnya.
Capital Intensity =
Total Non Current Assets ÷
Total Assets
Rasio
Corporate Social Responsibility (X3) (Amalia, 2019)
Corporate social responsibility merupakan bentuk pemenuhan tanggung jawab sosial kepada stakeholder atas tindakan bisnis yang dilakukan oleh perusahaan, sehingga tujuan perusahaan tidak hanya berorientasi pada laba, tetapi juga pada lingkungan.
Pengungkapan CSR =
∑Xi ÷ N
Rasio
Pemanfaatan Tax Havens Country (Nugraha & Kristanto, 2019)
Tax havens country didefinisikan sebagai suatu negara atau wilayah yang mengenakan pajak rendah atau sama sekali tidak mengenakan pajak dan menyediakan tempat yang aman bagi simpanan untuk menarik modal masuk.
Tax Havens Country =
Total subsidiaries di tax havens
country
Nominal
63
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
Gambaran umum objek penelitian menyajikan prosedur pemilihan
sampel dan populasi penelitian. Dalam penelitian ini metode penentuan sampel
menggunakan metode purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel
berdasarkan kriteria-kriteria dengan tujuan agar sampel yang digunakan dapat
merepresentasikan penelitian yang dilakukan. Metode analisis yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan menggunakan bantuan
perangkat lunak yaitu Microsoft Excel 2016 dan STATA versi 16 sebagai alat
untuk menguji data.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
bersumber dari laporan keuangan dan laporan tahunan seluruh perusahaan
multinasional yang terdaftar di Bursa Efek Indonesa (BEI). Penelitian ini
mengambil sampel selama empat tahun, yaitu 2016 sampai 2019 yang diakses
melalui website resmi Bursa Efek Indonesia pada alamat website www.idx.co.id,
mengambil artikel, jurnal, penelitian terdahulu, serta sumber-sumber lain yang
relevan. Data variabel yang digunakan yaitu thin capitalization, capital intensity,
corporate social responsibility, penghindaran pajak, dan pemanfaatan tax