i
i
ii
PENGARUH SUHU DAN LAMA WAKTU PENGERINGAN TERHADAP KARAKTERISTIK KWETIAU DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG RUMPUT
LAUT Eucheuma cottonii
SKRIPSI
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERIKANAN
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Perikanan
Di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Brawijaya
Oleh:
RATIH INDRI SETYA WARDANI
NIM. 115080300111007
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
iii
iv
PERNYATAAN ORIGINALITAS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi yang saya tulis ini
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, dan sepanjang
pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang tertulis dalam naskah ini
dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil
penjiplakan (plagiasi), maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut, sesuai hukum yang berlaku di Indonesia
.
Malang, 31 Juli 2017
Mahasiswa,
Ratih Indri Setya Wardani
NIM. 115080300111007
vi
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan limpahan
rahmat-Nya sehingga penulisdapat menyelesaikan laporan ini.Begitu banyak
bantuan yang penulis peroleh dalam menyelesaikan laporan skripsi ini.Dalam
kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Kedua orangtua yaitu Drs.Joko Setyo Heriono, Mistiati S, saudara
kembar Ratna Indri Setya Wardani, adik Risa Indri Setya Wardani.,Spd
dan Saudara-saudaraku yang telah banyak berkorban dan senantiasa
mendoakan serta memberikan motivasi dan semangat hingga laporan
ini selesai.
2. Dosen Pembimbing (I dan II) Bapak Dr.Ir. Hardoko, MSdan Bapak
Dr.Ir. Bambang Budi S., MS yang telah banyak meluangkan waktunya
guna memberikan arahan kepada penulis selama proses penelitian
dan penulisan skripsi ini.
3. Dosen Penguji (I dan II) Ibu Dr.Ir.Titik Dwi Sulistiyati, MP dan Ibu Dr.Ir.
Dwi Setijawati, Mkes, selaku dosen penguji yang telah memberikan
masukan dan saran dalam penyusunan laporan.
4. Kekasih Vidy Febry Ardihandoko yang dengan amat setia menemani
penulis selama 9 tahun dengan sabar dan sepenuh hati
5. Sahabat Linda Diah Agustina dan Auliah Fauziah yang selalu
memarahi penulis jika penulis melakukan keteledoran dan malas.
6. Kakak ponakan Danur Winda Ayu Kartikasari yang dengan sabar
menemani saat penulis menunggu dosen di kampus.
vii
7. Keluarga besar THP 2011 yang telah banyak membantu dan
memberikan semangat untuk segera menyelesaikan laporan ini, serta
semua pihak yang telah memberi banyak dukungan baik moril maupun
materiil sehingga dapat tersusunnya laporan Skripsi ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas kebaikan dan ketulusan
semua pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini dengan
melimpahkan berkat yang tak berkesudahan.
Penulis menyadari bahwa dengan kekurangan dan keterbatasan yang
dimiliki penulis, laporan ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis
memohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penyusunan laporan ini
serta mengharapkan saran yang membangun agar tulisan ini bermanfaat
bagi pembaca.
Malang, 31 Juli 2017
Penulis
viii
PENGARUH SUHU DAN LAMA WAKTU PENGERINGAN TERHADAP KARAKTERISTIK KWETIAU DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG RUMPUT LAUT Eucheuma Cottonii
Ratih Indri Setya Wardani(1) , Hardoko(2) dan Bambang Budi Sasmito(2)
(1) Mahasiswi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya (2) Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya
ABSTRAK
Kwetiau merupakan mie berbahan dasar tepung beras yang bertekstur keras, kurang kenyal, dan kurang lengket. Penambahan tepung rumput laut pada pembuatan kwetiau diharapkan dapat memperbaiki karakteristik kwetiau, karena kaya akan hidrokoloid. Kwetiau basah memiliki kandungan kadar air yang tinggi, sehingga masa simpan tidak lebih dari dua hari maka dilakukan pembuatan kwetiau kering. Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk membuat kwetiau dengan penambahan tepung rumput laut eucheuma cottonii yang berkualitas baik dan tujuan penelitian secara khusus adalah untuk menentukan persen konsentrasi penambahan tepung rumput laut eucheuma cottonii dan menentukan suhu dan lama waktu pengeringan yang diperlukan untuk mencapai kadar air 10%. Metode yang digunakan adalah metode eksperimen dengan rancangan percobaan (RAL) 2 faktor dilanjutkan dengan Uji BNJ. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi penambahan tepung rumput laut 10 % adalah yang terbaik, sedangkan untuk kwetiau kering dihasilkan dengan menggunakan suhu 60 0C dengan lama waktu 80 menit sudah sesuai dengan SNI nilai kadar air sebesar 8.16 %, kadar abu sebesar 2.34 %, dan kadar protein sebesar 9.75 %. Kata kunci : kwetiau, Euheuma cottonii, pengeringan
THE EFFECT OF TEMPERATURE AND DRYING TIME ON THE CHARACTERISTIC KWETIAU WITH ADDITION OF SEAWEED FLOUR Eucheuma cottonii
Ratih Indri Setya Wardani (1) , Hardoko(2) dan Bambang Budi Sasmito(2)
1) Student of Fisheries and Marine Science Faculty, University of Brawijaya 2) Lecture of Fisheries and Marine Science Faculty, University of Brawijaya
ABSTRACT
Kwetiau is a noodle made from rice flour with hard textured, less chewy, and less sticky. The
addition of seaweed flour on the creation of kwetiau is expected to improve the characteristics of kwetiau,
as rich in hidrokoloid. Wet kwetiau has a high moisture content, so save time not more than two days then
done making kwetiau dry. The general objective of this research is to make the flour with the addition of
kwetiau seaweeds eucheuma cottonii of good quality and research purposes in particular is to determine the
percent concentration of the addition of eucheuma cottonii seaweed flour and determining temperature and
long drying time needed to reach a moisture content of 10%. The method used is the method of
experiments with experimental design (RAL) 2 factors continued with Test BNJ. The results showed that
the concentration of the addition of flour, seaweed 10% is the best, while for dry kwetiau produced by
using a temperature of 60 0C with long time 80 minutes is in compliance with the SNI value of 8.16%
water content, rate of ash 2.34% and protein levels of 9.75%.
Keywords : kwetiau, Eucheuma cottonii, drying
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkah, karunia
serta rido-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Skripsi dengan judul:
“Pengaruh Suhu Dan Lama Waktu Pengeringan Terhadap Karakteristik Kwetiau
Dengan Penambahan Tepung Rumput Laut Eucheuma cottonii”. Saya
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Ir.
Hardoko, MS selaku dosen pembimbing I dan Bapak Dr.Ir. Bambang Budi
Sasmito, MS selaku pembimbing II serta semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan laporan ini.
Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar
pada laporan ini.Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
dapat membangun.Kritik konstruktif dari pembaca sangat saya harapkan
untuk penyempurnaan laporan ini, agar tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita
semua, demikian penulis sampaikan terimakasih.
Malang, 31 Juli 2017
Penulis
x
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL....................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... ii HALAMAN PERNYATAAN ORIGINALITAS................................................ iii HALAMAN UCAPAN TERIMAKASIH .......................................................... iv RINGKASAN ................................................................................................ vi KATA PENGANTAR .................................................................................... vii DAFTAR ISI ................................................................................................. viii DAFTAR TABEL .......................................................................................... x DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 3 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 3 1.4 Hipotesis ............................................................................................ 3 1.5Tempat dan Waktu .............................................................................. 3 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kwetiau .............................................................................................. 4 2.1.1Mie Basah .................................................................................. 5 2.1.2Mie Kering .................................................................................. 6 2.2Bahan Pembuatan Kwetiau ................................................................. 7 2.2.1Tepung Beras ............................................................................ 7 2.2.2Tepung Tapioka ....................................................................... 8 2.2.3Air .............................................................................................. 9 2.2.4Garam ....................................................................................... 9 2.3Proses Pembuatan Kwetiau ................................................................ 9 2.4 Rumput Laut Eucheuma cottonii ......................................................... 10 2.5 Tepung Rumput Laut Eucheuma cottonii ............................................ 12 2.5.1Proses Pembuatan Tepung Rumput Laut ................................. 12 2.5.2Komposisi Kimia Tepung Rumput Laut ..................................... 14 2.6Pengeringan ........................................................................................ 14
3. METODE PENELITIAN 3.1 Materi Penelitian ............................................................................... 16
3.1.1 Bahan Penelitian ...................................................................... 16 3.1.2 Alat Penelitian .......................................................................... 17
3.2 Metode Penelitian .............................................................................. 17 3.3 Penelitian Tahap Pertama .................................................................. 18
3.3.1 Perlakuan dan Rancangan Percobaan ..................................... 18 3.3.2Prosedur Percobaan ................................................................. 19
3.4 Penelitian Tahap Kedua ..................................................................... 21 3.4.1 Perlakuan dan Rancangan Percobaan ..................................... 21 3.4.2Prosedur Percobaan ................................................................. 22
3.5 Parameter yang Diamati ..................................................................... 24 3.5.1 Uji Gigit (Suzuki, 1981) ............................................................. 24 3.5.2 Uji Lipat (Suzuki, 1981) ............................................................ 24 3.5.3 Uji Elastisitas (Seib, 2000) ........................................................ 24 3.5.4 Uji Daya Putus(Liandani dan Zubaidah, 2015). ........................ 25
xi
3.5.5 Uji Organoleptik ....................................................................... 25 3.5.6 Kadar Air(Sudarmadji et al., 1984) ........................................... 26 3.5.7 Kadar Protein (Sudarmadji et al., 1984) .................................... 27 3.5.8 Kadar Abu (Sudarmadji et al., 1984) ........................................ 27
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pertama ............................................................................. 28
4.1.1 Hasil Uji Elastisitas Kwetiau ..................................................... 28 4.1.2 Hasil Uji Daya Putus Kwetiau ................................................... 30 4.1.3Hasil Uji Lipat Kwetiau ............................................................... 31 4.1.4Hasil Uji Gigit Kwetiau ............................................................... 32 4.1.5Hasil Uji Skoring WarnaKwetiau ................................................ 33 4.1.6Hasil Uji Skoring Aroma Kwetiau ............................................... 35 4.1.7Hasil Uji Skoring Rasa Kwetiau ................................................. 36 4.1.8Hasil Uji Skoring Tekstur Kwetiau .............................................. 37 4.1.9Hasil Uji Hedonik Warna Kwetiau .............................................. 39 4.1.10Hasil Uji Hedonik AromaKwetiau ............................................. 40 4.1.11 Hasil Uji Hedonik Rasa Kwetiau ............................................. 42 4.1.12 Hasil Uji Hedonik Tekstur Kwetiau .......................................... 43 4.1.13Penentuan Perlakuan Terpilih ................................................. 45
4.2Penelitian Kedua ................................................................................. 47 4.2.1 Hasil Uji Kadar Air Kwetiau ....................................................... 47 4.2.2 Hasil Uji Kadar AbuKwetiau ...................................................... 48 4.2.3Hasil Uji Kadar Protein Kwetiau ................................................. 50 4.2.4Hasil Uji Skoring Warna Kwetiau Kering .................................... 51 4.2.5Hasil Uji Skoring Aroma Kwetiau Kering .................................... 52 4.2.6Hasil Uji Hedonik Warna Kwetiau Kering ................................... 54 4.2.7Hasil Uji Hedonik Aroma Kwetiau Kering ................................... 55
4.3Penentuan Kwetiau Terpilih ................................................................. 57 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 59 5.2Saran ................................................................................................. 60
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 61 LAMPIRAN .................................................................................................. 65
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Syarat Mutu Mi Basah ..................................................................... 6 Tabel 2. Syarat Mutu Mi Kering .................................................................... 7 Tabel 3. Komposisi Kimia Eucheuma cottonii ............................................... 11 Tabel 4. Komposisi Kimia Tepung Rumput Laut ........................................... 14 Tabel 5. Rancangan Percobaan ................................................................... 19 Tabel 6. Formulasi pembuatan kwetiau dengan menentukan konsentrasimaksimal
tepung rumput laut dalam gram ...................................................... 19 Tabel 7. Rancangan Percobaan ................................................................... 22 Tabel 8. Perlakuan Percobaan ..................................................................... 22 Tabel 9. Nilai Mutu Uji Gigit (Teeth Cutting Test) .......................................... 24 Tabel 10. Nilai Mutu Uji Pelipatan (Folding Test) .......................................... 24 Tabel 11. Komposisi Gizi Kwetiau Kering dengan Penambahan Tepung Rumput Laut Terbaik ...................................................................... 58
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Kwetiau Basah..................................... 20 Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Kwetiau Kering .................................... 23 Gambar 3. Grafik Hasil Uji Elastisitas Kwetiau .............................................. 29 Gambar 4. Grafik Hasil Uji Daya Putus Kwetiau ........................................... 30 Gambar 5. Grafik Hasil Uji Lipat Kwetiau ...................................................... 31 Gambar 6. Grafik Hasil Uji Gigit Kwetiau ...................................................... 33 Gambar 7. Grafik Hasil Uji Skoring WarnaKwetiau ....................................... 34 Gambar 8. Grafik Hasil Uji Skoring AromaKwetiau ....................................... 35 Gambar 9. Grafik Hasil Uji Skoring RasaKwetiau ......................................... 37 Gambar 10. Grafik Hasil Uji Skoring TeksturKwetiau .................................... 38 Gambar 11. Grafik Hasil Uji Hedonik WarnaKwetiau .................................... 39 Gambar 12. Grafik Hasil Uji Hedonik AromaKwetiau .................................... 41 Gambar 13. Grafik Hasil Uji Hedonik RasaKwetiau ...................................... 42 Gambar 14. Grafik Hasil Uji Hedonik TeksturKwetiau ................................... 44 Gambar 15. Grafik Hasil Uji Kadar Air Kwetiau Kering .................................. 47 Gambar 16. Grafik Hasil Uji Kadar Abu Kwetiau Kering ................................ 49 Gambar 17. Grafik Hasil Uji Kadar Protein Kwetiau Kering ........................... 50 Gambar 18. Grafik Hasil Uji Skoring Warna Kwetiau Kering ......................... 52 Gambar 19. Grafik Hasil Uji Skoring Aroma Kwetiau Kering ......................... 53 Gambar 20. Grafik Hasil Uji Hedonik Warna Kwetiau Kering ........................ 55 Gambar 21. Grafik Hasil Uji Hedonik Aroma Kwetiau Kering ........................ 56
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Score Sheet Uji Skoring ............................................................ 66 Lampiran 2.Score Sheet Uji Lipat ................................................................. 67 Lampiran 3. Score Sheet Uji Gigit ................................................................. 68 Lampiran 4. Score Sheet Uji Hedonik ........................................................... 69 Lampiran 5. Prosedur Analisis Kadar Air (Sudarmadji et al., 1984) ................. 70 Lampiran 6. Prosedur Analisis Kadar Protein (Sudarmadji et al., 1984) ........ 71 Lampiran 7. Prosedur Analisis Kadar Abu (Sudarmadji et al., 1984) ............. 72 Lampiran 8. Foto Kwetiau ............................................................................. 73 Lampiran 9. Hasil Uji ElastisitasKwetiau ....................................................... 74 Lampiran 10. Hasil Uji Daya PutusKwetiau ................................................... 75 Lampiran 11. Hasil Uji LipatKwetiau ............................................................. 76 Lampiran 12. Hasil Uji GigitKwetiau .............................................................. 78 Lampiran 13. Hasil Uji SkoringWarnaKwetiau ............................................... 80 Lampiran 14. Hasil Uji SkoringAromaKwetiau ............................................... 82 Lampiran 15. Hasil Uji Skoring RasaKwetiau ................................................ 84 Lampiran 16. Hasil UjiSkoring TeksturKwetiau ............................................. 86 Lampiran 17. Hasil Uji Hedonik WarnaKwetiau ............................................. 88 Lampiran 18. Hasil Uji Hedonik AromaKwetiau ............................................. 90 Lampiran 19. Hasil Uji Hedonik RasaKwetiau ............................................... 92 Lampiran 20. Hasil Uji Hedonik TeksturKwetiau ........................................... 94 Lampiran 21. Hasil Uji Kadar AirKwetiau Kering ........................................... 96 Lampiran 22. Hasil Uji Kadar AbuKwetiau Kering ......................................... 98 Lampiran 23. Hasil Uji Kadar ProteinKwetiau Kering .................................... 100 Lampiran 24. Hasil Uji Skoring WarnaKwetiau Kering ................................... 102 Lampiran 25. Hasil Uji Skoring Aroma Kwetiau Kering .................................. 105 Lampiran 26. Hasil Uji Hedonik Warna Kwetiau Kering ................................. 108 Lampiran 27. Hasil Uji Hedonik Aroma Kwetiau Kering ................................. 111
1
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mayoritas penduduk Indonesia menggantungkan kehidupannya pada
makanan pokok beras, sehingga anggaran pemerintah untuk menghasilkan beras
memerlukan jumlah yang tidak sedikit. Menurut data BPS tahun 2002 diperlukan 420
g beras per orang/hari atau 154 kg per kapita/tahun, sementara untuk menanam
padi diperlukan lahan subur, sehingga mengimport beras adalah jalan pintas yang
termudah. Selain itu subsidi pemerintah terhadap beras terbatas, sehingga harga
beras pun meningkat (Fadiati et al.,2010). Dengan demikian masyarakat mulai
menggurangi penggunaan beras sebagai makanan pokok dengan menggantinya
menggunakan mie.
Menurut Saniati (2013), Mie merupakan produk makanan yang pertama kali
dibuat dan dikembangkan di daratan Cina. Bahan baku utama dalam pembuatan
mie adalah tepung terigu. Mie berbahan baku non terigu yang sudah dikenal
dipasaran antara lain, kwetiau, bihun dan sohun. Kwetiau dan bihun merupakan mie
yang menggunakan tepung beras sebagai bahan baku utamanya, hanya saja
kwetiau seringkali dicampur dengan terigu.
Kwetiau sebagai produk mie dari beras cukup populer dikalangan keturunan
Cina dan kurang popular di masyarakat Indonesia yang lain. Hal ini diduga terkait
dengan penampilan dan penampakannya atau teksturnya yang berbeda dengan mie
dari gandum.Misalnya dari segi kekenyalan dan kelengketannya, di mana kwetiau
lebih kurang kenyal dan kurang lengket. Hal ini terkait dengan pernyataan Mutters
dan Thompson (2009), bahwa tepung beras memiliki konsistensi gel cenderung
2
mengeras setelah proses pemasakan. Konsistensi gel yang lebih keras dan padat
dihasilkan oleh tingginya amilosa dalam beras.Konsistensi gel yang keras
cenderung bersifat kurang lengket.Tanzil (2012), mencari jenis beras yang ada di
Indonesia yang cocok untuk pembuatan kwetiau, yaitu beras IR 64.
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk memperbaiki karakteristik dalam
pembuatan kwetiau, Tanzil (2012) mensubstitusi beras merah, Hardoko et al.,
(2013) menambahkan tepung tapioka dan rumput laut Gracilaria gigas Harvey,
Hasan (2013) menambahkan kacang hijau, Siregar et al., (2014) menambahkan
tepung lidah buaya, dan Siahaan et al., (2015) menambahkan konsentrat protein
ikan gabus.
Rumput laut Eucheuma cottoni merupakan tumbuhan tingkat rendah yang
mempunyai kandungan nilai gizi yangtinggi.Salah satu kandungannya yang
berperan dalam pembentukan tekstur adalahkaragenan. Karagenan merupakan
polisakarida yangterkandung pada rumput laut yang mempunyai fungsi sebagai
stabilisator, bahan pengental, pembentuk gel atau pengemulsi dalam bidang
industri. Pada produk ikan/ daging, penggunaan karagenan untuk mempertahankan
tekstur serta mencegah keluarnya lemak dari jaringan.Selain mempunyai sifat
hidrokoloid yaitu kemampuannya menyerap air, sehingga mampu memperbaiki
tekstur (kekerasan) pada kwetiau yang dihasilkan.Oleh karena itu rumput laut
Eucheumacottoni dapat digunakan sebagai bahan pensubstitusi tepung beras pada
pembuatan kwetiau (Puspitasari 2008).
Pada awalnya, produk yang dipilih adalah kwetiau basah yang dibuat dari
tepung rumput laut. Namun, kadarair kwetiau basah yang tinggi menyebabkan masa
simpannya tidak lebih dari dua hari. Hal ini cukup menyulitkan setiap kali akan
menganalisis produk karena daya simpannyayang relatif singkat menyebabkan
3
kwetiau cepat rusak. Dengan alasan itulah, maka pembuatan kwetiau basah
dilanjutkan dengan pembuatan kwetiau kering yang mempunyai masa simpan lebih
lama.
1.2 Rumusan Masalah
a. Berapa persen konsentrasi penambahan tepung rumput laut (Eucheuma cottonii)
yang tepat sehingga didapatkan kualitas kwetiau yang terbaik?
b. Berapa suhu dan waktu yang tepat pada proses pengeringan kwetiau sehingga di
dapatkan kwetiau kering dengan kualitas yang terbaik?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk membuat kwetiau dengan
penambahan tepung rumput laut (Eucheuma cottonii) yang berkualitas baik.
Adapun tujuan penelitian secara khusus adalah untuk menentukan persen
konsentrasi penambahan tepung rumput laut (Eucheuma cottonii) dan menentukan
suhu dan lama waktu pengeringan yang diperlukan untuk mencapai kadar air 10%.
1.4 Hipotesis
Pada penelitian ini diperoleh dugaan sebagai berikut :
a) Diduga penggunaan persen konsentrasi penambahan tepung rumput laut
(Eucheuma cottonii) yang tepat dapat menghasilkan kwetiau berkualitas terbaik.
b) Diduga penggunaan suhu dan waktu pengeringan yang tepat dapat
mengahasilkan kwetiau kering berkualitas terbaik.
1.5 Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Nutrisi Ikan Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang dan Laboratorium
Pengujian Mutu dan Keamanan Pangan Faultas Teknologi Pertanian Universitas
Brawijaya Malang pada bulan Desember 2015 sampai April 2016.
4
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kwetiau
Menurut Siregar (2014), Kwetiau atau rice noodles adalah salah satu variasi
dari produk mi yang berbasis tepung beras. Kwetiau merupakan produk pangan
yang cukup digemari oleh masyarakat Indonesia namun memiliki kandungan serat
pangan yang rendah. Hasan (2013), menambahkan kwetiau termasuk salah satu
makanan yang dapat digunakan sebagai pengganti nasi. Kwetiau memiliki bentuk
seperti mie yang warnanya putih bening dengan bentuk pipih dan lebar dan terbuat
dari tepung beras,tapioka,dan air.
Kwetiau sebagai produk mie dari beras cukup popular dikalangan keturunan
Cina dan kurang popular di mayarakat Indonesia yang lain. Kwetiau merupakan
jenis mie yang berbahan dasar beras dan dicampur dengan tepung tapioka.Kwetiau
memiliki bentuk seperti mie yang warnanya putih bening dengan bentuk pipih dan
lebar terbuat dari tepung beras, sehingga dapat digunakan sebagai pengganti nasi
(Siahaan, 2015).
Sedangkan menurut Fadiati et al., (2010), Kwetiau adalah sejenis mie yang
pipih dan lebar, merupakan salah satu jenis makanan yang populer di Asia
khususnya di Asia Timur dan Asia Tenggara. Kwetiau digolongkan menjadi dua
golongan, yaitu: kwetiau basah, yang memiliki kandungan air cukup tinggi, cepat
rusak, dan bertahan 1 hari jika tidak dimasukkan ke dalam lemari pendingin, kwetiau
kering, seperti jenis mie instan yang lainnya, jenis ini dapat bertahan lama jika
dikemas dalam kedap udara.
5
Sutomo (2008) mengatakan kwetiau warnanya putih bening dengan bentuk
pipih dan lebar. Dijual dalam keadaan basah dan kering.Kwetiau biasanya dibuat
menjadi kwetiau goreng dan rebus. Hoesni (2006) menambahkan Kwetiau segar
adalah mi berbentuk lebar terbuat dari beras yang digunakan sebagai sarapan pagi
khas Vietnam yang bernama “Pho”.
2.1.1 Mie Basah
Mie basah banyak diproduksi dalam skala rumah tangga atauindustri-industri
kecil.Di Indonesia jenis mie itulah yang baik dijumpai di pasar dan di tukang bakso,
dan tukang mie kopyok, suatu jenis makanan kaki lima. Mie basah pada umumnya
dibuat oleh pabrik-pabrik kecil yang jumlahnyanya cukup banyak dengan produksi
bervariasi antara 500 – 1500 kg mie per hari.Mie basah tidak tahan simpan.Bila
dibuat serta ditangani dengan baik maka pada musim panas atau musim kering mie
basah dapat tahan simpan selama sekitar 36 jam.Padamusim penghujan mie
demikian hanya tahan selama kira-kira 20 – 22 jam. Mi basah dapat digolongkan
sebagia produk yang memiliki kadar air yang cukup tinggi (± 60%), karena itu daya
simpannya tidak lama, biasanya hanya sekitar 2 – 3 hari. Agar supaya lebih awet,
biasanya ditambahkan bahan pengawet (kalsium propinat) untuk mencegah mie
berlendir dan jamuran (Koswara, 2009).
Mie basah atau disebut juga mie kuning adalah jenis mie yang mengalami
proses perebusan setelah tahap pemotongan dan sebelum dipasarkan. Mie basah
matang tanpa penambahan pengawet memiliki umur simpan yang pendek, yaitu 26
jam pada suhu ruang. Kadar mie basah dapat mencapai 40% sehingga daya tahan
atau keawetannya cukup singkat (Jatmiko dan Estiasih, 2014).Syarat mutu mi kering
dapat dilihat pada Tabel 1.
6
Tabel 1.Syarat mutu mi basah menurut SNI 01-2046-1990
Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1. Keadaan: a. Bau b. Warna c. Rasa
Normal Normal Normal
2. Kadar air % b/b 20-35
3. Abu % b/b Maksimum 3
4. Protein % b/b Minimum 8
5. Bahan tambahan makanan a. Boraks dan asam borat b. Pewana c. Formalin
Tidak boleh ada Yang di izinkan Tidak boleh ada
6. Pencemaran logam a. Timbal (Pb) b. Tembaga (Cu) c. Seng (Zn) d. Raksa (Hg)
mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg
Maksimum 1,0 Maksimum 10,0 Maksimum 40,0 Maksimum 0,05
7. Arsen (As) mg/kg Maksimum 0,5
8. Pencemaran mikroba a. Angka lempeng total b. E.coli c. Kapang
Koloni/g APM/g Koloni/g
Maksimum 1,0 x 106 Maksimum 10 Maksimum 1,0 x 104
2.1.2 Mie Kering
Menurut SNI 01-2974-1996, mi kering didefinisikan sebagai produk makanan
kering yang dibuat dari tepung terigu dengan penambahan bahan makanan lain dan
bahan tambahan makanan yang diizinkan, berbentuk khas mi. Mi dalam bentuk
kering harus mempunyai padatan minimal 87%, artinya kandungan airnya harus di
bawah 13%. Karakteristik yang disukai dari mi kering adalah memiliki penampakan
putih, hanya sedikit yang terpecah-pecah selama pemasakan, memiliki permukaan
yang lembut, dan tidak ditumbuhi mikroba(Merdiyanti, 2008).
Mie kering adalah mie mentah yang telah dikeringkan hingga kadar air
mencapai 8-10%. Pengeringan umumnya dilakukan dengan penjemuran dibawah
sinar matahari atau dengan menggunakan oven.Sifat kering inilah yang menjadikan
7
mie mempunyai daya simpan relative panjang dan mudah dalam penanganannya
(Jatmiko dan Estiasih, 2014).Syarat mutu mi kering dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2.Syarat mutu mi kering menurut SNI 01-2974-1992
No Kriteria uji Satuan Persyaratan
Mutu I Mutu II
1 2 3 4 5 6 7 8
Keadaan : 1.1 bau 1.2 warna 1.3 rasa air, % b/b abu, % b/b protein (Nx6,25), % b/b bahan tambahan makanan: 5.1 boraks 5.2 pewarna Cemaran logam 6.1 timbal (Pb), mg/kg 6.2 tembaga (Cu), mg/kg 6.3 seng (Zn), mg/kg 6.4 raksa (Hg), mg/kg arsen (As) Cemaran mikroba 8.1 angka lempeng, total 8.2 E.coli 8.3 Kapang
Koloni/g APM/g Koloni/g
Normal Normal Normal Maks. 8 Maks. 3 Min 11 Tidak boleh ada sesuai dengan SNI.0222-M dan peraturan Men. Kes.No.722/ Men.Kes/Per/ IX/88 Maks. 1,0 Maks. 10,0 Maks. 40,0 Maks.0,05 Maks.0,5 Maks.1,0x106
Maks.10 Maks.10x104
Normal Normal Normal Maks. 10 Maks. 3 Min 8 Tidak boleh ada
Maks. 1,0 Maks. 10,0 Maks. 40,0 Maks.0,05 Maks.0,5 Maks.1,0x106
Maks.10 Maks.10x104
2.2 Bahan Pembuatan Kwetiau
Bahan pembuatan kwetiau terdiri dari tepung beras, tepung tapioka, air dan
garam.
2.2.1 Tepung Beras
Tepung beras adalah salah satu alternatif bahan dasar tepung komposit dan
kandungan yang dimilikinya adalah karbohidrat, lemak, protein, mineral serta
8
vitamin. Tepung beras berasal dari beras dan akan lebih baik berasal dari beras
organik. Tepung beras merupakan produk setengah jadi untuk bahan baku industri
lebih lanjut, bahan substitusi, ataupun produk komposit. Tepung komposit
mempunyai kelebihan antara lain, memilik nilai gizi yang lebih tinggi dibandingkan
dengan hanya satu jenis tepung saja, serta kualitas fisik dan organoleptik yang lebih
baik (Hasnelly, 2011).
Standar mutu tepung beras ditentukan menurut Standar Industri
Indonesia(SII). Syarat mutu tepung beras yang baik adalah : kadar air maksimum 10
%, kadar abu maksimum 1%, bebas dari logam berbahaya, serangga, jamur, serta
dengan bau dan rasa yang normal. Di Amerika, dikenal dua jenis tepung beras, yaitu
tepung beras ketan dan tepung beras biasa. Tepung ketan mempunyai mutu lebih
tinggi jika digunakan sebagai pengental susu, pudding dan makanan ringan
(Koswara,2009).
Komponen utama tepung beras adalah kandungan nutrisi yang terdiri dari
vitamin, protein, lemak, mineral, abu, dan pati.Kelemahan penggunaan 100 %
tepung beras pada produk panganakan menghasilkan produk yang teksturnya
keras, karena gelatinisasi pati yang tersusun oleh amilopektin menghasilkan
viskositas gel yang tinggi, akibatnya produk pangan menjadi keras (Lestari et al,
2013).
2.2.2 Tepung Tapioka
Tepung tapioka dibuat dari hasil penggilingan ubi kayu yang dibuang
ampasnya.Ubi kayu tergolong polisakarida yang mengandung pati dengan
kandungan amilopektin yang tinggi tetapi lebih rendahdaripada ketan yaitu
amilopektin 83 % dan amilosa 17 %, sedangkan buah-buahan termasuk polisakarida
yang mengandung selulosa dan pectin (Desi et al., 2010). Tri et al., (2000), juga
9
mengatakan tepung tapioka yang dibuat dari ubi kayu mempunyai banyak
kegunaan, antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri.
Dibandingkan dengan tepung jagung, kentang, dan gandum atau terigu, komposisi
zat gizi tepung tapioka cukup baik sehingga mengurangi kerusakan tenun, juga
digunakan sebagai bahan bantu pewarna putih.
2.2.3 Air
Air yang digunakan untuk membuat mi adalah air dengan pH 6-9.Dalam
adonan mi, air berfungsi sebagai media pelarut. Dengan adanya air, maka gluten
dalam tepung terigu akan terbentuk sehingga sifat khas mi (kenyal) dapat terbentuk.
Penggunaan air sebaiknya antara 28-38 % dari total berat tepung. Jika melebihi,
adonan biasanya akan lengket. Sebaliknya jika air kurang, adonan akan susah
digiling (Sutomo,2008). Soechan (2009), juga menambahkan air berfungsi untuk
pengikat protein membentuk gluten dan pelarut bahan-bahan.
2.2.4 Garam
Menurut Soechan (2009), garam sebagai pemberi rasa, menambah kekuatan
gluten, meningkatkan fleksibilitas dan elastisitas mi, serta untuk mengikat air pada
adonan. Sedangkan menurut Sutomo (2008), fungsi garam didalam adonan mi
sangat penting selain meningkatkan rasa gurih dan lezat, dengan adanya garam
adonan mi akan menjadi lebih elastis. Garam dapur yang rumus kimianya NaCl juga
menghambat aktivitas enzim protease dan amylase sehingga adonan mi tidak
menjadi lengket dan mengembang berlebihan.Penambahan garam dapur sebanyak
10 gram setiap 1 kilogram tepung.
2.3 Proses Pembuatan Kwetiau
Proses pembuatan kwetiau menurut Hardoko et al.,(2013), diawali dengan
pencampuran tepung beras dantapioka, kemudian dilarutkan dengan air hingga
10
terbentuk adonan encer yang homogen. Larutan adonan kemudian dituangkan ke
wadah aluminium yang telah dilapisi dengan minyak dan dikukus selama 5 menit.
Setelah pengukusan 5 menit, akan terbentuk lapisan adonan kwetiau. Lapisan
adonan selanjutnya didinginkan, digulung, dan dipotong dengan lebar 1 cm
sehingga akan diperoleh kwetiau segar.
2.4 Rumput Laut Eucheuma cottonii
Istilah rumput laut adalah terjemahan dari seaweed yang merupakan nama
dalam dunia perdagangan internasionaluntuk jenis-jenis alga yang dipanen dari laut.
Di perairan Indonesia terdapat sekitar 555 jenis rumput laut yang dapat diolah, tetapi
dari jumlah tersebut hanya 55 spesies yang sudah dimanfaatkan sebagai bahan
pangan, industri farmasi, industri kosmetik, industrI makanan dan dalam bidang
industri lainnya. Jenis rumput laut yang biasanya diolah menjadi makanan yang siap
dikosumsi adalah jenis Eucheuma.Rumput laut jenis tersebut biasanya
diolahmenjadi berbagai macam produk pangan.(Lubis et al., 2013).
Rumput laut sebagai sumber gizi memiliki kandungan karbohidrat protein,
sedikit lemak dan abu yang sebagian besar merupakan senyawa garam natrium dan
kalium. Rumput laut juga mengandung vitamin A, B1, B2, B6, B12, C, serta mineral
seperti kalium, kalsium, fosfor, natrium, zat besi dan yodium (Anggadirejaet al.,
2008). Komposisi kimia Eucheuma cottonii dapat dilihat pada Tabel 3.
11
Tabel 3.Komposisi kimia Eucheuma cottonii
Sumber: Anggadireja et al., (2012).
Rumput laut dikenal kaya akan nutrisi esensialsepertienzim, asam nukleat,
asam amino, mineral, trace elemen dan vitamin A, B, C, D, E dan K. Komposisi zat
gizi rumput laut yaitu: karbohidrat 39-51 %, protein 17.2-27.13 %, lemak 1,5%,
mineral K, Ca, P, Na, Fe dan l, serta vitamin A, B1, B2, B6, B12 dan C.
Penambahan rumput laut dipandang penting mengingat rumput laut kaya akan
senyawa hidrokoloid karena senyawa hidrokoloid rumput laut banyak digunakan di
berbagai industri. Senyawa hidrokoloid antara lain: agar (dihasilkan dari jenis
agarofit), karaginan (dihasilkan dari jenis karanofit) dan alginat (dihasilkan dari
alginofit). Senyawa hidrokoloid sangat diperlukan keberadaannya karena berfungsi
sebagai pembentuk gel (gelling agent), penstabil (stabilizer).Pengemulsi (emulsifier)
dan pendispersi.Senyawa hidrokoloid pada umumnya dibangun oleh senyawa
polisakarida ratai panjang yang bersifat hidrofilik.Hampir semua fungsi tersebut
terkait dalam proses produksi diberbagai industri makanan, minuman, farmasi,
kosmetik, cat, tekstil, film, keramik, kertas dan lain-lain (Sanger, 2009).
No Komposisi Nilai
1 Air (%) 13.90 %
2 Protein (%) 2.69 %
3 Lemak (%) 0.37 %
4 Serat Kasar (%) 0.95 %
5 Mineral Ca (ppm) 22.39 ppm
6 Mineral Fe (ppm) 0.121 ppm
7 Mineral Cu (ppm) 2.763 ppm
8 Tiamin (mg/g) 0.14 (mg/100 g)
9 Ribovlamin (mg/g) 2.7 (mg/100 g)
10 Vitamin C (mg/g) 12 (mg/100 g)
11 Karagenan (%) 61.52 %
12 Abu (%) 17.09 %
13 Kadar Pb (ppm) 0.04 ppm
12
Amaliah et al, (2016) menambahkanbahwa karaginan memiliki fungsi
sebagai stabilizer, sehingga dengan adanya penambahan karaginan akan dapat
meningkatkan kekuatan gel. karaginan dapat melakukan interaksi dengan
makromolekul yang bermuatan misalnya protein, sehingga mampu menghasilkan
berbagai pengaruh seperti pembentukan gel. Proses pembentukan gel terjadi
karena adanya ikatan antar rantai polimer sehingga membentuk struktur tiga
dimensi. Pembentukan kerangka tiga dimensi oleh double helix akan mempengaruhi
pembentukan gel.
2.5 Tepung Rumput Laut Eucheuma cottonii
2.5.1 Proses Pembuatan Tepung Rumput Laut
Menurut Afriwanti (2008), secara umum proses pembuatan tepung meliputi
pembersihan dan pencucian, perendaman, pengecilan ukuran, pengeringan,
penggilingan, dan pengayakan. Langkah-langkah dalam pembuatan tepung rumput
laut (Eucheuma cottonii) adalah sebagai berikut :
1) Pembersihan dan pencucian.
Pencucian rumput laut dilakukan dengan menggunakan air tawar, pencucian ini
berfungsi menghilangkan kotoran seperti pasir, kerikil, lumpur dan rumput laut lain
atau ganggang. Setelah dicuci, rumput laut dikeringkan hingga kandungan airnya
berkurang.Pencucian atau pembersihan dilakukan untuk mencegah penurunan
mutu dan kandungan dalam rumput laut.
2) Perendaman.
Perendaman atau pemucatan dilakukan untuk melanjutkan proses pembersihan
yang masih melekat dan mengurangi bau amis. Pemucatan bertujuan untuk
mengoksidasi sebagian pigmen agar berwarna keputih-putihan dan lunak.
13
3) Pengecilan ukuran.
Pengecilan ukuran rumput laut dengan menggunakan alat grinder atau
blender.Grinder digunakan untuk pemotongan rumput laut yang digunakan dalam
jumlah banyak sedangkan untuk blender digunakan untuk pemotongan rumput
laut yang digunakan dalam jumlah sedikit.Pengecilan ukuran rumput laut
bertujuan untuk mempermudah dalam pengeringan.Selain itu masa dan volume
lebih kecil sehingga tidak memerlukan ruang yang luas untuk penyimpanan.
4) Pengeringan.
Pengeringan merupakan metode mengeluarkan atau menghilangkan kadar air
dalam rumput laut dari suatu bahan dengan cara menguapkan sehingga kadar air
seimbang dengan kondisi udara normal atau kadar air setimpal dengan aktifitas
air (aw) yang aman dari kerusakan mikrobiologi, enzimatis dan kimiawi.
Pengeringan bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan kadar air rumput
laut sampai batas dimana perkembangan mikroorganisme yang dapat
menyebabkan pembusukan akan hilang. Pengeringan dilakukan dengan cara
penjemuran dibawah sinar matahari atau sun drying atau dengan menggunakan
pengeringan drum atau drum dryer untuk mendapatkan proses pengeringan yang
lebih cepat.
5) Penggilingan.
Proses penggilingan dilakukan untuk menghaluskan rumput laut. Penggilingan
dilakukan dengan menggunakan blender dan mesin penghancur
beras.Pembuatan tepung tidak dilakukan dengan menggambil sari pati rumput
laut dengan tujuan agar serat dalam rumput laut tersebut tidak hilang
sepenuhnya.
14
6) Pengayakan.
Pengayakan merupakan tahap untuk memisahkan butiran kasar dan butiran
halus.Untuk mendapatkan tepung halus menggunakan ayakan ukuran 60
mesh.Pengayakan dilakukan 2 kali untuk memastikan keseragaman ukuran
butiran tepung.
2.5.2 Komposisis Kimia Tepung Rumput Laut
Tabel 4. Komposisi Kimia Tepung Rumput Laut
Parameter Nilai
Kadar air (%) 1,42 ± 0,01 Kadar abu (%) 4,67 ± 0,02 Kadar protrein (%) 2,15 ± 0,03 Kadar lemak (%) 0,16 ± 0,02 Kadar karbohidrat (%) 91,61 ± 0,06 Serat pangan tidak larut (%) 27,58 ± 0,13 Serat pangan larut (%) 40,60 ± 0,33 Serat pangan total(%) 68,18 ±0,46 Yodium (μg/g) 3,86 ± 0,01
Sumber: Pramita (2012).
Produk olahan tepung rumput laut dapat dijadikan berbagai bahan makanan
jajanan diantaranya es krim, siomay, dan ikan gulungan. Kandungan pada setiap
125 gram tepung rumput laut mengandung 80% yodium 4% kalsium, 6 gram zat
besi, 2 gram karbohidrat , dan 40 mg sodium (Junioet al., 2013).
2.6 Pengeringan
Pengeringan adalah proses perpindahan panas dan uap air secara simultan
yang memerlukan energi panas untuk menguapkan kandungan air yang dipindahkan
dari permukaan bahan yang dikeringkan dengan media pengering yang biasanya
berupa panas. Tujuan pengeringan adalah mengurangi kadar air bahan sampai
batas dimana perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat
menyebabkan pembusukan terhambat atau terhenti. Dengan demikian bahan yang
15
dikeringkan dapat disimpan dalam waktu yang lama.Pada pengeringan terjadi
disorganisasi konsentrasi dan subtansi-subtansi yang larut (Amiruddin, 2013).Selain
itu, Asgar dan Musaddad (2006), menambahkan pengeringan juga dapat
menurunkan biaya dan memudahkan dalam pengemasan, pengangkutan dan
penyimpanan.Bahan yang dikeringkan menjadi ringan dan volume menjadi lebih
kecil.
Menurut Taufiq (2004), faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan ada
dua golongan yaitu faktor yang berhubungan dengan udara pengering dan faktor
yang berhubungan dengan sifat bahan yang dikeringkan. Faktor-faktor yang
termasuk golongan pertama adalah suhu, kecepatan volumetrik aliran udara
pengering dan kelembaban udara. Faktor-faktor yang termasuk golongan kedua
adalah ukuran bahan, kadar air awal dan tekanan parsial di dalam bahan.
16
3. METODE PENELITIAN
3.1 Materi Penelitian
3.1.1 Bahan Penelitian
Bahan-bahan penelitian yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari 3
bagian yaitu bahan utama, bahan tambahan dan bahan kimia. Bahan utama yang
digunakan pada penelitian pembuatan kwetiau adalah tepung beras merk Rose
Brand dengan spesifikasi warna putih, lembut (keset), tidak ada benda asing (kutu,
kerikil), tidak berbau apek dan dibeli di toko Avan Sawojajar Malang, tepung tapioka
merk Cap Double Phoenix dengan spesifikasi warna putih, lembut (keset), tidak ada
benda asing (kutu, kerikil), tidak berbau apek dan dibeli di toko Avan Sawojajar
Malang, dan tepung rumput laut E.cottoniiyang di beli di Banyuwangi dengan
spesifikasi warna putih kecoklatan, lembut (keset), tidak ada benda asing (kutu,
kerikil), berbau amis. Bahan tambahan yang digunakan berupa garam dapur merk
Anak Kembar dengan spesifikasi warna putih,berbentuk kristal putih bersih, tidak
berbau apek dan air yang berwarna putih bening.
Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian iniyaitularutan asam sulfat
(Merck) dengan spesifikasi berbentuk cair,berwarna putih,berbau pekat, larutan
NaOH (Merck) dengan spesifikasi berbentuk cair, berwarna putih, larutan
H3BO3(Merck) dengan spesifikasi tidak berwarna dan tidak berbau, Metyl Orange
(Merck) dengan spesifikasi tidak berwarna dan tidak berbau, HCl (Merck) dengan
spesifikasi tidak berwarna, berbau sangat pekat
17
3.1.2 Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari alat-alat dalam
pembuatan kwetiau, pengujian daya putus, pengeringan, pengujian protein,
pengujian kadar abu, dan pengujian kadar air. Alat-alat yang digunakan untuk
pembuatan kwetiau antara lain timbangan digital, baskom plastik, sendok, panci,
pengukus, dan kompor. Alat-alat untuk pengujian daya putus yaitu Tensile
Strength.Alat untuk pengeringan yaitu oven merk.Alat-alat untuk pengujian protein
antara lain timbangan digital,pisau, talenan, mortar alu, alat-alat gelas merk Pyrex
Iwaki (erlenmeyer, gelas ukur, corong), tabung reaksi, waterbath merk Memmert
WNB 7,washing bottle, cuvet, pipet tetes, sentrifuge, spektrofotometer multispect-
1601 UV-Vis merk Shidazu, dan cawan petri. Alat-alat untuk pengujian kadar abu
antara lain kurs porselin, oven merk Sharp-EO-18LW, crushable tang, desikator
VWR 32800-042, timbangan analitik, mortar alu, cawan petri, hot plate VWR 11301-
028, muffle, pisau, nampan, talenan, spatula. Dan alat-alat untuk pengujian kadar air
antara lainloyang, nampan, talenan, botol timbang, pisau, oven merk, desikator,
timbangan digital, stopwatch, mortar dan alu, crushable tang.
3.2 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen, pada
penelitian tahap pertamayaitu melakukan percobaan pengolahan kwetiau dengan
penambahan tepung rumput laut (Eucheuma cottonii) yaitu bertujuan untuk
menentukan konsentrasi maksimal tepung rumput laut pada pembuatan kwetiau
sehingga dapat mengurangi konsentrasi tepung beras untuk menghasilkan kwetiau
dengan tekstur yang terbaik, dan pada penelitian tahap kedua yaitu bertujuan untuk
menentukan suhu dan lama waktu pengeringan untuk menghasilkan kwetiau kering
yang terbaik.Penelitian eksperimen atau percobaan (experimental research) adalah
18
suatu penelitian dengan melakukan kegiatan percobaan (experiment) yang
bertujuan untuk mengetahui gejala atau pengaruh yang timbul, sebagai akibat dari
adanya perlakuan tertentu atau eksperimen tersebut (Meisyaroh, 2013).
3.3 Penelitian Tahap Pertama
3.3.1 Perlakuan dan Rancangan Percobaan
Perlakuan yang diterapkan pada penelitiantahap pertama bertujuan untuk
menentukan persen tepung rumput laut yang terbaik. Adapun perlakuan yang
digunakan pada penelitian ini yaitu: K1 (0 %) b/b, K2 (10 %) b/b, K3 (20 %) b/b, K4
(30 %) b/b.
Berdasarkan perlakuan yang diterapkan, maka penelitian ini dirancang
dengan rancangan acak lengkap(RAL)3 kali ulangan. Metode analisa yang
digunakan adalah sidik ragam yang mengikuti model sebagai berikut :
Yij = μ + TRLi + εij
Keterangan:
Yij = Perubah respon atau nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dan ulangan
ke-j.
μ = Nilai tengah umum.
Ai = Pengaruh persen konsentrasi tepung rumput laut ke-i terhadap perubahan
respon (0%, 10%, 20%, 30%) .
εij = Galat percobaan
j = Ulangan
Adapun desain penelitiannya dapat dilihat pada Tabel 5
19
Tabel 5. Rancangan Percobaan
Perlakuan Ulangan
1 2 3
K persen konsentrasi tepung rumput laut
K1 (0 %) K1.1 K1.2 K1.3
K2 (10 %) K2.1 K2.2 K2.3
K3 (20 %) K3.1 K3.2 K3.3
K4 (30 %) K4.1 K4.2 K4.3
3.3.2 Prosedur Percobaan
Penelitian tahap pertama inidiformulasikan dalam bentuk formulasi produk
kwetiau yang didasarkan pada metode (Hormdok dan Noomhorm (2007),
dimodifikasi Hardoko et al., 2013).Perlakuan yang diterapkan diformulasikan pada
Tabel 6.
Tabel 6. Formulasi pembuatan kwetiau dengan menentukan konsentrasi maksimal tepung rumput laut dalam gram
Bahan Perlakuan penambahan tepung rumput laut
0 % 10 % 20 % 30 %
Tepung Beras 28.6 28.6 28.6 28.6
Air 71.4 71.4 71.4 71.4
Tepung Tapioka
4 4 4 4
Garam 1 1 1 1
Tepung Rumput Laut*
0%x28.6 10%x28.6 20%x28.6 30%x28.6
Keterangan : *) Penambahan konsentrasi tepung rumput laut dihitung terhadap berat tepung beras
Prosedur pembuatan kwetiau
1. Campurkan tepung beras 40 gram (28.6 %), tepung tapioka (4%) dan garam (1
%) dengan 100 gram air (71.4 %) dalam satu wadah.
2. Kemudian ditambahkan tepung rumput laut sesuai perlakuan (0%, 10%, 20%,
30%).Adon sampai benar-benar cair dan merata.
3. Tuang adonan kedalam loyang yang telah diolesin minyak hingga ketebalan 1mm
20
4. Setelah itu kukus selama 5 menit dengan suhu 1000C.
5. Kemudian loyang di angkat dan di dinginkan pada suhu ruang.
6. Kemudian dilakukan pemotongan menjadi untaian dengan lebar kurang lebih 1
cm.
7. Lalu jadilah kwetiau basah yang kemudian akan diuji organoleptik (skoring dan
hedonik), uji lipat (folding test),uji gigit,uji elastisitasdan uji daya putus).
Diagram alir proses pembuatan kwetiau dapat dilihat pada Gambar 1.
Tepung beras
Pencampuran dengan tepung tapioka, air dan tepung rumput laut sesuai dengan perlakuan
Adonan
Penuangan kedalam wadah yang telah dilapisi minyak hingga ketebalan 1mm
wadah
Pengukusan (100 0C, 5 menit)
Pendinginan pada suhu ruang
Pemotongan lembaran menjadi untaian dengan lebar 1 cm
Analisis :
-Uji Gigit (Aminudin et al., 2013)
-Uji Lipat (Aminudin et al., 2013)
-Uji Elastisitas (Seibet al., 2000)
-Uji Daya putus (Liandani dan Zubaidah, 2015)
Kwetiau Basah
Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Kwetiau Basah (Modifikasi Hormdok dan Noomhorm, 2007).
-Uji Organoleptik
a. Scoring
- Warna
- Aroma
- Rasa
- Tekstur
b. Hedonik
21
3.4 Penelitian Tahap Kedua
Pada penelitian tahap kedua ini, kwetiau yang diambil berdasarkan hasil
penelitian yang terbaik pada penelitian tahap pertama.
3.4.1 Perlakuan dan Rancangan Percobaan
Perlakuan yang diterapkan pada penelitian tahap kedua ini terdiri dari 2
faktor yang bertujuan untuk menentukan suhu dan lama waktu pengeringan untuk
menghasilkan kwetiau kering yang terbaik.Adapun perlakuan yang digunakan pada
penelitian ini yaitu:
Faktor I: Suhu Pengeringan (S)
S1 = 50 0C
S2 = 60 0C
S3 = 70 0C
Faktor II: Lama Pengeringan (L)
L1 = 60 menit
L2 = 80 menit
L3 = 100 menit
Berdasarkan perlakuan yang diterapkan, maka penelitian ini dirancang
dengan rancangan acak lengkap(RAL)2 faktor dan3 kali ulangan. Metode analisa
yang digunakan adalah sidik ragam yang mengikuti model sebagai berikut :
Yijk = μ + + + ( )ij+ εijk
Keterangan:
Yijk = Hasil pengamatan dari faktor A pada taraf ke-I dan faktor E pada taraf ke-j
dengan ulangan ke-k
μ = Nilai tengah umum.
=Pengaruhdari faktor A pada taraf ke-i
22
= Pengaruh dari faktor E pada taraf ke-j
( )ij = Pengaruh interaksi faktor A pada taraf ke-i dan faktor E pada taraf ke-j
εijk = Galat percobaan
Adapun desain penelitiannya dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Rancangan Percobaan
Suhu Pengeringan
Lama Waktu Perlakuan
50 0C 60 menit S1L1
80 menit S1L2
100 menit S1L3
60 0C 60 menit S2L1
80 menit S2L2
100 menit S2L3
70 0C 60 menit S3L1
80 menit S3L2
100 menit S3L3
Tabel 8.Perlakuan Percobaan
Perlakuan Ulangan
1 2 3
S1L1(50 0C 60 menit) S1L1.1 S1L1.2 S1L1.3
S1L2 (50 0C 80 menit) S1L2.1 S1L2.2 S1L2.3
S1L3(50 0C 100 menit) S1L3.1 S1L3.2 S1L3.3
S2L1(60 0C 60 menit) S2L1.1 S2L1.2 S2L1.3
S2L2(60 0C 80 menit) S2L2.1 S2L2.2 S2L2.3
S2L3(60 0C 100 menit) S2L3.1 S2L3.2 S2L3.3
S3L1(70 0C 60 menit) S3L1.1 S3L1.2 S3L1.3
S3L2(70 0C 80 menit) S3L2.1 S3L2.2 S3L2.3
S3L3(70 0C 100 menit) S3L3.1 S3L3.2 S3L3.3
3.4.2 Prosedur Percobaan
Penelitian tahap kedua ini pengeringan kwetiau yang didasarkan pada
metode Riansyah et al., (2013) dengan nilai kadar air maksimal sebesar 10%. Tahap
pengeringan kwetiau antara lain sebagai berikut:
1. Kwetiau basah (yang diambil dari perlakuan terbaik pada penelitian tahap
pertama)
2. Ditimbang berat kwetiau basah
23
3. Dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 50 0C, 60 0C, 70 0C, dengan
lama masing-masing 60 menit, 80 menit, 100 menit.
4. Kwetiau kering
5. Lalu diianalisis kadar air, kadar abu, kadar protein, uji skoring dan hedonik
Diagram alir proses pengeringan kwetiau dapat dilihat pada Gambar 2.
Suhu 60 0C
Dikeringkan dalam oven
Kwetiau kering
Suhu 50 0C
60 menit, 80 menit, 100 menit
Parameter yang Diamati
- Kadar Air (Sudarmadji et al.,
1984)
- Kadar Abu (Sudarmadji et al.,
1984)
- Kadar Protein(Sudarmadji et al.,
1984)
Suhu 70 0C
Kwetiau basah
Ditimbang beratnya (gram)
Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Kwetiau Kering
-Uji Organoleptik
a. Scoring
- Warna
- Aroma
b. Hedonik
60 menit, 80 menit, 100 menit 60 menit, 80 menit, 100 menit
24
3.5Parameter yang Diamati
3.5.1 Uji Gigit (Aminudinet al., 2013)
Uji ini memberikan taksiran secara objektif dengan melatih 10 orangpanelis.
Pengujian diawali dengan memotong sampel 1 cm. Pengujian dilakukan dengan
cara menggigit sampel dengan gigi seri atas dan gigi seri bawah. Nilai atau skor
sebagai atribut pengujian dalam hubungan dengan uji potong atau gigit dapat dilihat
pada Tabel.9
Tabel 9 . Nilai mutu uji gigit (teeth cutting test)
Nilai Sifat Kekenyalan Nilai Sifat Kekenyalan
6 Sangat kenyal 3 agak lunak
5 kenyal 2 lunak
4 agak kenyal 1 sangat lunak
3.5.2 Uji Lipat(Aminudin et al., 2013)
Uji lipat (folding test) merupakan salah satu pengujian mutu kwetiau yang
dilakukan dengan cara memotong sampel dengan ketebalan 1 mm dengan panjang
8 cm. Pengujian dilakukan dengan cara melipat sampel menjadi setengah lingkaran,
seperempat dan seterusnya hingga batas robek. Skor maksimal pada uji lipat adalah
5. Kriteria mutu dalam hubungannya dengan uji pelipatan disajikan pada Tabel.10
Tabel 10. Nilai mutu uji pelipatan (Folding test)
Uji Lipat Nilai
Tidak retak bila dilipat dua kali 5
Tidak retak bila dilipat satu kali 4
Sedikit retak bila dilipat satu kali 3
Retak bila dilipat satu kali 2
Hancur bila ditekan jari 1
3.5.3 Uji Elastisitas (Seibet al, 2000)
Kwetiau basah yang sudah matang dambil seuntai (sepanjang 5 cm), lalu
diregangkan diatas mistar dan ditarik memanjang hingga putus. Pemanjangan
25
kwetiau tepat ketika putus dicatat, lalu dihitung keleastisitasannya dengan cara
membandingkan panjang kwetiau tepat ketika putus dengan panjang kwetiau mula-
mula dikalikan 100 %.
3.5.4 Uji Daya Putus (Liandani dan Zubaidah, 2015).
Analisis daya putus dilakukan menggunakan alat tensile strength, dengan
meletakkan kwetiau pada tatakan lalu beban dilepaskan perlahan hingga kwetiau
patah, nilai yang tercantum pada layar yang dinyatakan dalam satuan Newton (N)
merupakan nilai daya putus. Semakin rendah nilai gaya (N) yang diperoleh
menunjukkan kwetiau semakin mudah putus sehingga dapat menurunkan mutu
kwetiau.
3.5.5Uji Organoleptik
a. Scoring
Uji scoring memberikan angka nilai atau menempatkan nilai mutu sensorik
terhadap bahan yang diuji pada jenjang mutu atau tingkat skala
hedonik.Tujuannya untuk mengetahui nilai mutu sensorik atribut pangan dengan
menggunakan skor nilai yang telah ditentukan.
- warna
Warna merupakan salah satu atribut penting yang menentukan faktor
penerimaan pangan oleh konsumen.Kriteria yang digunakan dalam uji
mutuskoring pada parameter warna yaitu (1) sangat coklat, (2) coklat, (3) agak
coklat, (4) putih kecoklatan, dan (5) putih.
- aroma
Kriteria yang digunakan dalam uji mutu skoring pada parameter aroma yaitu
(1) amat sangat terasa aroma rumput laut, (2) sangat terasa aroma rumput
26
laut, (3) terasa aroma rumput laut, (4) agak terasa aroma rumput laut, dan (5)
tak beraroma atau tidak terasa aroma rumput laut.
- rasa
Kriteria yang digunakan dalam uji mutu skoring pada parameter rasa yaitu (1)
amat sangat terasa rumput laut, (2) sangat terasa rumput laut, (3)terasa
rumput laut, (4)agak terasa rumput laut, dan (5) tidak terasa rumput laut.
- tekstur
Kriteria yang digunakan dalam uji mutu skoring pada parameter tekstur yaitu
(1)sangat tidak kenyal, sangat keras, (2)tidak kenyal, keras, (3) agak tidak
kenyal, agak keras, (4) agak kenyal, agak lembut, dan (5)kenyal, lembut.
b. Hedonik
Uji hedonik biasa digunakan untuk mengetahui tingkat kesukaan dari suatu
atribut pangan secara organoleptik.Skala hedonik dapat direntangkan atau
diurutkan menurut skala yang dikehendaki.Skala (1) sangat tidak suka, (2) tidak
suka, (3) agak tidaksuka, (4) netral atau biasa, (5) agak suka, (6) suka dan (7)
sangat suka.
3.5.6Kadar Air (Sudarmadji et al., 1984)
Sampel sebanyak 2 gram yang telah dihaluskan ditimbang dan dimasukkan
kedalam botol timbang yang telah dikeringkan dan diketahui beratnya.Lalu
dikeringkan didalam oven pada suhu 105 0C selama 3 jam, kemudian dimasukkan
kedalam desikator selama 15 menit. Lalu ditimbang berat akhir dan kadar air sampel
dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Kadar Air (%) =
x 100 %
27
3.5.7 Kadar Protein (Sudarmadji et al., 1984)
Menurut Sudarmadji et al., (1984), Pengukuran kadarprotein dalam suatu
bahan pangan melalui 3 tahapan, yaitu destruksi, destilasi dan titrasi. Pertama,
dihaluskan dan ditimbang sampel sebanyak 1 gram, kemudian sampel dimasukkan
labu Kjeldahl dan tambahkan larutan H2SO4 pekat didalam ruang asam. Lalu
ditambahkan tablet Kjeldahl sebagai kataliasator.Kemudian campuran bahan
didestruksi sampai berwarna dingin dan didinginkan.Hasil destruksi dimasukkan
kedalam labu destilasi. Lalu ditambahkan 100 ml aquades, 3 tetes indikator PP dan
75 ml larutan NaOH pekat untuk selanjutnya didestilasi.Destilat ditampung sebanyak
100 ml dalam erlenmeyer yang berisi 25 ml larutan H3BO3 dan 3 tetes indikator MO
(Metyl Orange). Kemudian dititrasi larutan yang diperoleh dengan 0,02 N HCl
sampai berwarna merah muda.
Kadar protein (%) = ml i i l – ml l nko L
mp l
3.5.8 Kadar Abu (Sudarmadji et al., 1984)
Sampel dihaluskan dan ditimbang 2 gram dan dimasukkan ke dalam cawan
porselin yang telah dikeringkan dan diketahui beratnya. Kemudian dimasukkan
sampel kedalam kurs porselin dan dipanaskan diatas kompor listrik selama 4 jam
sampai berubah menjadi arang. Kemudian dimasukkan sampel kedalam muffle
dengan suhu 600C, selama 4 jam sampai sampel menjadi abu yang berwarna abu-
abu terang. Kemudian dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit dan
kemudian ditimbang lalu dihitung kadar abu menggunakan rumus sebagai berikut :
Kadar Abu (%) =
x 100 %
28
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penelitian Tahap Pertama
Pada penelitian pertama kwetiau diberi penambahan tepung rumput laut
Eucheuma cottonii dengan konsentrasi 0 %, 10 %, 20 %, dan 30 % kemudian
dilakukan beberapa analisis yaitu uji elastisitas, uji daya putus, uji lipat, uji gigit, dan
uji organoleptik dengan tujuan mencari konsentrasi tepung rumput laut Eucheuma
cottonii yang terbaik.
4.1.1 Elastisitas Kwetiau
Elastisitas merupakan kemampuan suatu benda untuk kembali ke bentuk
semula setelah gaya dari luar yang diberikan kepada benda dilepaskan. Salah satu
contoh benda yang mempunyai elastisitas adalah mie.
Hasil analisis keragaman (ANOVA) menunjukkan bahwa penggunaan
konsentrasi tepung rumput laut Eucheuma cottonii tidak berbeda nyata terhadap
elastisitas kwetiau (p>0,05). Hasil uji lanjut(BNJ) 5 % elastisitas dapat dilihat pada
Lampiran 9 dan secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 3.
29
Berdasarkan Gambar 3, pada penambahan tepung rumput laut didapatkan
hasil tidak berbeda nyata, dengan demikian dapat dikatakan bahwa penambahan
tepung rumput laut tidak berpengaruh terhadap elastisitas pada kwetiau. Menurut
Setyarini (2013), faktor yang mempengaruhi elastisitas mie ditentukan dari bahan -
bahan yang digunakan, yaitu tepung terigu, penggunaan air, garam, dan putih telur.
Didalam tepung terigu banyak mengandung gluten atau protein terigu. Berkurangnya
jumlah adonan tepung terigu dalam penggunaan mieakan mengakibatkan terjadinya
penurunan elastisitas pada produk mie basah.Astawan (1999), juga menambahkan
keistimewaan tepung terigu diantara tepung yang lainnya adalah kemampuannya
membentuk gluten pada saat dibasahi dengan air.Kandungan protein gluten yang
tinggi berhubungan dengan meningkatnya elastisitas mie basah. Gluten memiliki
sifat viskoelastisitas sehingga menyebabkan mie tidak mudah putus pada proses
pencetakan dan pemasakan yang terbentuk oleh glutenin yang membawa sifat
elastis dan gliadin yang menentukan sifat ekstensibel (mudah diulur).Dengan
semakin banyaknya kandungan gluten, maka semakin elastis mie yang dihasilkan.
0
5
10
15
20
25
30
35
0% 10% 20% 30%
Nila
i Ela
stis
itis
itas
(%
)
Konsentrasi Tepung Rumput Laut
(24.44±5.09)a (24.44±5.09)a
Keterangan :
Notasi huruf dibelakang angka sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05)
(30±3.33)a
(27.78±1.92)a
Gambar 3. Grafik hasil uji elastisitas kwetiau
30
4.1.2 Hasil Uji Daya Putus Kwetiau
Uji daya putus dilakukan dengan menggunakan menggunakan alat tensile
strength, dengan meletakkan kwetiau pada tatakan lalu beban dilepaskan perlahan
hingga kwetiau patah, nilai yang tercantum pada layar yang dinyatakan dalam
satuan Newton (N) merupakan nilai daya putus. Semakin rendah nilai gaya (N) yang
diperoleh menunjukkan kwetiau semakin mudah putus sehingga dapat menurunkan
mutu kwetiau.
Hasil analisis keragaman (ANOVA) menunjukkan bahwa penggunaan
konsentrasi tepung rumput laut Eucheuma cottonii tidak berbeda nyata terhadap
daya putus kwetiau (p>0,05). Hasil uji lanjutbeda nyata jujur (BNJ) 5 % daya putus
dapat dilihat pada Lampiran 10 dan secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 4.
Berdasarkan Gambar 4,didapatkan hasil tidak berbeda nyata, dengan
demikian dapat dikatakan bahwa penambahan tepung rumput laut tidak
berpengaruh terhadap daya putus pada kwetiau.Menurut Billina et al., (2014), faktor
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0% 10% 20% 30%
Nila
i Day
a P
utu
s (N
)
Konsentrasi Tepung Rumput Laut
(0.56±0.05)a
(0.5±0.1)a
(0.66±0.05)a (0.63±0.11)a
Gambar 4. Grafik hasil uji daya putus kwetiau
Keterangan :
Notasi huruf dibelakang angka sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05)
31
yang mempengaruhi kekenyalan mie yaitu kandungan gluten pada tepung terigu dan
kadar air pada adonan mie. Semakin banyak penambahan bubur rumput laut pada
adonan mie, tepung terigu (kandungan glutennya) akan berkurang. Berkurangnya
kandungan gluten ini akan mempengaruhi mie menjadi mudah putus. Tepung terigu
yang memiliki kadar protein yang tinggi dapat mempengaruhi sifat kenyal pada mie
yang dihasilkan.
4.1.3 Hasil Uji Lipat Kwetiau
Uji pelipatan (folding test) dilakukan terhadap produk untuk mengetahui
kualitas kekuatan gel.Metode uji pelipatan cocok untuk memisahkan gel yang
bermutu tinggi dan bermutu rendah.Uji pelipatan ditentukan dengan penilaian
panelis melalui uji sensori.
Hasil analisis keragaman (ANOVA) menunjukkan bahwa penggunaan
konsentrasi tepung rumput laut Eucheuma cottonii berpengaruh nyata terhadap uji
lipat kwetiau (p<0,05). Hasil uji lanjut beda nyata jujur (BNJ) 5 % uji lipat dapat
dilihat pada Lampiran 11 dan secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 5.
1
2
3
4
5
0% 10% 20% 30%
Nila
i Uji
Lip
at
Konsentrasi Tepung Rumput Laut
(3.04±0.21)a
(3.62±0.17)b (3.27±0.27)b
(2.51±0.20)a
Gambar 5. Grafik hasil uji lipat kwetiau
Keterangan :
- Notasi huruf dibelakang angka menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
- Skor Uji Lipat : 1 = retak seluruhnya jika dilipat dua; 5 = tidak retak jika
dilipat empat
32
Berdasarkan Gambar 5, didapatkan hasil berbeda nyata dengan demikian
penambahan tepung rumput laut berbeda nyata dengan uji lipat kwetiau. Semakin
tinggi nilai uji lipat maka semakin baik mutu gel produk tersebut, sehingga kwetiau
dengan penambahan rumput laut Eucheuma cottonii 10 % merupakan jenis kwetiau
dengan mutu gel terbaik.Menurut Santoso et al., (1997), hasil uji lipat pada kwetiau
berkaitan dengan tekstur gel, terutama kekuatan gel. Semakin baik hasil uji lipat,
mutu gel surimi yang dihasilkan semakin baik.Agustin (2012), juga menambahkan
karagenan yang dimiliki oleh rumput laut mudah mengikat air yang menyebabkan
produk menjadi lunak dan memiliki daya lipat yang lebih rendah.
4.1.4 Hasil Uji Gigit Kwetiau
Uji gigit ini memberikan taksiran secara subjektif dengan 10 orang panelis.
Pengujian dilakukan dengan cara memotong (menggigit) sampel antara gigi seri
atas dan bawah. Tingkatan nilai yang digunakan adalah 10 skala (1 = hancur,
sangat lunak; 10 = amat sangat kuat). Sama halnya dengan uji lipat, uji gigit juga
berhubungan dengan kekuatan gel dari kwetiau.Semakin tinggi nilai uji gigit maka
semakin baik daya gel produk tersebut.
Hasil analisis keragaman (ANOVA) menunjukkan bahwa penggunaan
konsentrasi tepung rumput laut Eucheuma cottonii berpengaruh sangat nyata
terhadap uji gigit kwetiau (p<0,05). Hasil uji beda nyata jujur (BNJ) 5 % uji gigit
dapat dilihat pada Lampiran 12 dan secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 6.
33
Berdasarkan Gambar 6, adanya perbedaan uji gigit terhadap kwetiau,
kemungkinan disebabkan karena terbentuknya porous (pori-pori) pada kwetiau
dengan penambahan tepung rumput laut. sehingga ruang kosong yang terbentuk
dalam kwetiau lebih banyak daripada kwetiau tanpa penambahan tepung rumput
laut. Menurut Desi et al., (2010), pada saat direhidrasi menyebabkan terisi kembali
ruang-ruang kosong dengan air menyebabkan terjadinya penurunan kekuatan gel
pada produk.
4.1.5 Hasil Uji Skoring Warna Kwetiau
Ada beberapa faktor yang menentukan mutu bahan makanan diantaranya
warna, cita rasa dan nilai gizinya.Sebelum faktor-faktor lain dipertimbangkan secara
visual, faktor warna lebih berpengaruh terhadap bahan makanan, kadang-kadang
sangat menentukan untuk penilaian konsumen.
Hasil analisis keragaman (ANOVA) menunjukkan bahwa penggunaan
konsentrasi tepung rumput laut Eucheuma cottonii berpengaruh sangat nyata
terhadap uji skoring warna kwetiau (p<0,05). Hasil uji beda nyata jujur (BNJ) 5 % uji
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
0% 10% 20% 30%
Nila
i Uji
Gig
it
Konsentrasi Tepung Rumput Laut
(5.87±0.23)c (5.53±0.07)b (5±0.37)b
(4.08±0.02)a
Keterangan :
- Notasi huruf dibelakang angka menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
- Skor Uji Gigit : 1 = sangat lunak; 10 = amat sangat kuat
Gambar 6. Grafik hasil uji gigit kwetiau
34
skoring warna dapat dilihat pada Lampiran 13 dan secara ringkas dapat dilihat pada
Gambar 7.
Berdasarkan Gambar 7, nilai warna yang dihasilkan semakin menurun
karena adanya penambahan konsentrasi tepung rumput laut yang berbeda, yang
mengakibatkan warna yang dihasilkan mula-mula berwarna putih menarik, namun
karena adanya penambahan konsentrat tepung rumput laut tersebut ada adonan
kwetiau maka warna yang dihasilkan menjadi berwana agak coklat tidak menarik.
Menurut Listiyana (2014), adanya penambahan tepung rumput laut (akibat pigmen
yang terkandung dalam tepung rumput laut berwarna putih kecoklatan dan butiran-
butiran kecil berwarna hitam). Semakin banyak jumlah tepung rumput laut yang
ditambahkan kedalam adonan, warna menjadi terlihat kurang merata karena
nampak butiran-butiran rumput laut yang berwarna hitam.
1
2
3
4
5
0% 10% 20% 30%
Nila
i Uji
Sko
rin
g W
arn
a
Konsentrasi Tepung Rumput Laut
(4.6±0.07)c (4.44±0.14)c
(3.67±0.13)b
(2.82±0.1)a
Gambar 7. Grafik hasil uji skoring warna kwetiau
Keterangan :
- Notasi huruf dibelakang angka menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
- Skor warna : 1 = sangat coklat; 5 = putih
35
4.1.6 Hasil Uji Skoring Aroma Kwetiau
Aroma merupakan salah satu parameter yang menentukan dalam
penerimaan suatu makanan.Aroma memiliki daya tarik tersendiri, oleh karena itu
dalam industri pangan, uji terhadap aroma dianggap penting karena cepat
memberikan respon terhadap produk yang dihasilkan (Leksono dan Syahrul 2001).
Hasil analisis keragaman (ANOVA) menunjukkan bahwa penggunaan
konsentrasi tepung rumput laut Eucheuma cottonii berpengaruh sangat nyata
terhadap uji skoring aroma kwetiau (p<0,05). Hasil uji beda nyata jujur (BNJ) 5 % uji
skoring aroma dapat dilihat pada Lampiran 14 dan secara ringkas dapat dilihat pada
Gambar 8.
Berdasarkan Gambar 8, nilai skoring warna yang dihasilkan semakin
menurun hal ini disebabkan karna adanya penambahan konsentrasi tepung rumput
laut yang berbeda. Aroma yang dihasilkan mula-mula khas kwetiau basah (aroma
tepung beras), namun karena adanya penambahan konsentrat tepung rumput laut
1
2
3
4
5
0% 10% 20% 30%
Nila
i Uji
Sko
rin
g A
rom
a
Konsentrasi Tepung Rumput Laut
(4.84±0.15)d
(4.22±0.04)c (3.58±0.2)b
(2.78±0.1)a
Gambar 8. Grafik hasil uji skoring aroma kwetiau
Keterangan :
- Notasi huruf dibelakang angka menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
- Skor Aroma : 1 = amat sangat terasa aroma rumput laut; 5 = tidak
beraroma rumput laut
36
tersebut pada adonan kwetiau maka aroma yang dihasilkan sedikit aroma rumput
laut, makin tinggi penambahan konsentrat tepung rumput laut maka aroma rumput
laut semakin kuat.Menurut Winarno (1997), perbedaan yang nyata terjadi
disebabkan rasa dipengaruhi suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen
rasa yang lain. Dan menurut Agustin (2012), pangan berpati umumnya menjadi enak
dan dikatakan sudah masak setelah pati mengalami gelatinisasi, pada keaadaan
tersebut rasa bahan berpati menjadi dapat diterima secara inderawi.
4.1.7 Hasil Uji Skoring Rasa Kwetiau
Rasa merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penerimaan
seseorang terhadap makanan. Penerimaan panelis terhadap rasa dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi
kompenen rasa yang lain.
Hasil analisis keragaman (ANOVA) menunjukkan bahwa penggunaan
konsentrasi tepung rumput laut Eucheuma cottonii berpengaruh sangat nyata
terhadap uji skoring rasa kwetiau (p<0,05). Hasil uji beda nyata jujur (BNJ) 5 % uji
skoring rasa dapat dilihat pada Lampiran 15 dan secara ringkas dapat dilihat pada
Gambar 9.
37
Berdasarkan Gambar 9, nilai skoring rasa yang dihasilkan semakin menurun
hal ini disebabkan karna adanya penambahan konsentrasi tepung rumput laut yang
berbeda. Rasa yang dihasilkan mula-mula khas spesifik kwetiau (seperti rasa
tepung), namun karena adanya penambahan konsentrat tepung rumput laut tersebut
pada adonan kwetiau maka rasa yang dihasilkan sedikit rasa rumput laut, makin
tinggi penambahan konsentrat tepung rumput laut maka rasa rumput laut semakin
kuat.Menurut Agustin (2012), kelebihan yang dimiliki oleh tepung tapioka adalah
larutannya yang jernih, kekuatan gel nya yang bagus, mempunyai rasa yang netral
mempunyai daya rekat yang baik, dan menghasilkan warna yang mengkilap pada
produk yang dihasilkannya.
4.1.8 Hasil Uji Skoring Tekstur Kwetiau
Tekstur adalah pengindraan yang dihubungkan dengan rabaan atau
sentuhan.Kadang-kadang tekstur lebih penting dibandingkan dengan penampakan,
1
2
3
4
5
0% 10% 20% 30%
Nila
i Uji
Sko
rin
g R
asa
Konsentrasi Tepung Rumput Laut
(4.89±0.04)d
(3.8±0.13)c
(3.16±0.1)b
(2.07±0.12)a
Gambar 9. Grafik hasil uji skoring rasa kwetiau
Keterangan :
- Notasi huruf dibelakang angka menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
- Skor Rasa : 1 = amat sangat terasa rumput laut; 5 = tidak terasa rumput
laut
38
aroma dan rasa karena mempengaruhi citra makanan.Tekstur penting pada
makanan lunak dan renyah.
Hasil analisis keragaman (ANOVA) menunjukkan bahwa penggunaan
konsentrasi tepung rumput laut Eucheuma cottonii berpengaruh sangat nyata
terhadap uji skoring tekstur kwetiau (p<0,05). Hasil uji beda nyata jujur (BNJ) 5 % uji
skoring tekstur dapat dilihat pada Lampiran 16 dan secara ringkas dapat dilihat pada
Gambar 10.
Berdasarkan Gambar 10, nilai skoring tekstur yang dihasilkan semakin
menurun hal ini disebabkan karena adanya penambahan konsentrasi tepung rumput
laut yang berbeda, yang mengakibatkan tekstur yang dihasilkan agak kenyal dan
agak lembut, namun karena adanya penambahan konsentrat tepung rumput laut
tersebut pada adonan kwetiau maka tekstur yang dihasilkan menjadi tidak kenyal
dan keras. Menurut Puspitasari (2008), rumput laut mempunyai kandungan serat
yang cukup tinggi, dengan terdapatnya serat maka akan terjadi pelepasan lipatan
pada struktur protein dan menyebabkan pembentukan gel oleh protein dengan pati
1
2
3
4
5
0% 10% 20% 30%
Nila
i Uji
Sko
rin
g Te
kstu
r
Konsentrasi Tepung Rumput Laut
(4.31±0.08)c (4.13±0.13)c
(3.44±0.08)b
(2.47±0.07)a
Gambar 10. Grafik hasil uji skoring tekstur kwetiau
Keterangan :
- Notasi huruf dibelakang angka menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
- Skor Tekstur : 1 = sangat tidak kenyal, sangat keras; 5 = kenyal, lembut
39
tidak maksimal, karena terhalangi oleh keberadaan serat sehingga menghasilkan
tekstur yang kurang kompak. Semakin tinggi kandungan seratnya maka tekstur yang
dihasilkan semakin tidak kenyal (lunak).
4.1.9 Hasil Uji Hedonik Warna Kwetiau
Warna produk pangan sangat menentukan penerimaan atau penolakan
konsumen terhadap produk tersebut. Menurut Winarno (2004), penentuan mutu
bahan makanan pada umumnya sangat bergantung pada beberapa faktor
diantaranya citarasa, warna, tekstur, dan nilai gizinya.
Hasil analisis keragaman (ANOVA) menunjukkan bahwa penggunaan
konsentrasi tepung rumput laut Eucheuma cottonii berpengaruh sangat nyata
terhadap uji hedonik warna kwetiau (p<0,05). Hasil uji beda nyata jujur (BNJ) 5 % uji
hedonik warna dapat dilihat pada Lampiran 17 dan secara ringkas dapat dilihat pada
Gambar 11.
Berdasarkan Gambar 11, terlihat bahwa kwetiau kontrol memiliki warna yang
paling disukai oleh sebagian besar panelis, dan tingkat kesukaan tersebut semakin
menurun dengan adanya penambahan tepung rumput laut. Namun demikian
1
2
3
4
5
6
7
0% 10% 20% 30%
Nila
i Uji
He
do
nik
War
na
Konsentrasi Tepung Rumput Laut
(4.67±0.12)b (4.42±0.04)b (4.58±0.08)b
(3.22±0.14)a
Keterangan :
- Notasi huruf dibelakang angka menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
- Skor Hedonik : 1 = sangat tidak suka; 7 = sangat suka
Gambar 11. Grafik hasil uji Hedonik Warna kwetiau
40
konsumen masih bisa menerima produk kwetiau yang ditambah tepung rumput laut
hingga maksimal 20 %.Hal ini karena kwetiau yang diolah dengan penambahan
tepung rumput laut 30 % menghasilkan kwetiau dengan warna yang semakin gelap,
sehingga panelis menyatakan agak tidak suka.Panelis lebih suka kwetiau yang
memiliki warna putih dan cerah.Penambahan tepung rumput laut Eucheuma cottonii
pada penambahan kwetiau menyebabkan warna pada kwetiau menjadi putih
kecoklatan, dan semakin tinggi penambahan tepung rumput laut Eucheuma cottonii
warna kecoklatan semakin kuat dan menurunkan tingkat kesukaan panelis. Menurut
Agustin (2012), kelebihan yang dimiliki oleh tepung tapioka adalah larutannya yang
jernih, kekuatan gel nya yang bagus, mempunyai rasa yang netral mempunyai daya
rekat yang baik, dan menghasilkan warna yang mengkilap pada produk yang
dihasilkannya.
4.1.10 Hasil Uji Hedonik Aroma Kwetiau
Aroma merupakan salah satu parameter yang menentukan dalam
penerimaan suatu makanan.Aroma memiliki daya tarik tersendiri, oleh karena itu
dalam industri pangan, uji terhadap aroma dianggap penting karena cepat
memberikan respon terhadap produk yang dihasilkan (Leksono dan Syahrul 2001).
Hasil analisis keragaman (ANOVA) menunjukkan bahwa penggunaan
konsentrasi tepung rumput laut Eucheuma cottonii berpengaruh sangat nyata
terhadap uji hedonik aroma kwetiau (p<0,05). Hasil uji beda nyata jujur (BNJ) 5 % uji
hedonik aroma dapat dilihat pada Lampiran 18 dan secara ringkas dapat dilihat pada
Gambar 12.
41
Berdasarkan Gambar 12, terlihat bahwa kwetiau kontrol memiliki aroma yang
paling disukai oleh sebagian besar panelis, dan tingkat kesukaan tersebut semakin
menurun dengan adanya penambahan tepung rumput laut. Namun demikian
konsumen masih bisa menerima produk kwetiau yang ditambah tepung rumput laut
hingga maksimal 20 %. Hal ini karena kwetiau yang diolah dengan penambahan
tepung rumput laut 30 % menghasilkan kwetiau dengan aroma yang sedikit amis,
sehingga panelis menyatakan agak tidak suka. Panelis lebih suka kwetiau yang
memiliki aroma netral (tepung beras). Penambahan tepung rumput laut Eucheuma
cottonii pada penambahan kwetiau menyebabkan kwetiau beraroma rumput laut
(amis), dan semakin tinggi penambahan tepung rumput laut Eucheuma cottonii
aroma rumput laut (amis) semakin kuat dan menurunkan tingkat kesukaan panelis.
Menurut Puspitasari (2014), semakin banyak konsentrasi tepung rumput laut yang
ditambahkan pada pembuatan bahan, semakin kuat aroma anyir/amis tepung
rumput laut yang dicium oleh indra pembau.
1
2
3
4
5
6
7
0% 10% 20% 30%
Nila
i Uji
He
do
nik
Aro
ma
Konsentrasi Tepung Rumput Laut
(4.54±0.04)c (4.2±0.24)c
(3.58±0.14)b (2.96±0.21)a
Gambar 12. Grafik hasil uji Hedonik Aroma kwetiau
Keterangan :
- Notasi huruf dibelakang angka menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
- Skor Hedonik : 1 = sangat tidak suka; 7 = sangat suka
42
4.1.11 Hasil Uji Hedonik Rasa Kwetiau
Rasa adalah suatu penilaian terhadap suatu yang dirasakan melalui indera
pengecap, yaitu lidah. Susunan syaraf yang terdapat pada lidah menyebabkan
manusia dapat merasakan rasa manis, asam, asin, maupun pahit. Adanya zat-zat
maupun penambahan bahan-bahan tertentu pada suatu produk dapat
mempengaruhi apa yang dirasakan (Nasirul, 2008).
Hasil analisis keragaman (ANOVA) menunjukkan bahwa penggunaan
konsentrasi tepung rumput laut Eucheuma cottonii berpengaruh sangat nyata
terhadap uji hedonik rasa kwetiau (p<0,05). Hasil uji beda nyata jujur (BNJ) 5 % uji
hedonik rasa dapat dilihat pada Lampiran 19 dan secara ringkas dapat dilihat pada
Gambar 13.
Berdasarkan Gambar 13,terlihat bahwa kwetiau kontrol memiliki rasa yang
paling disukai oleh sebagian besar panelis, dan tingkat kesukaan tersebut semakin
menurun dengan adanya penambahan tepung rumput laut. Namun demikian
1
2
3
4
5
6
7
0% 10% 20% 30%
Nila
i Uji
He
do
nik
Ras
a
Konsentrasi Tepung Rumput Laut
(5.31±0.17)d
(4.24±0.08)c (3.67±0.07)b
(2.69±0.10)a
Gambar 13. Grafik hasil uji Hedonik rasa kwetiau
Keterangan :
- Notasi huruf dibelakang angka menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
- Skor Hedonik : 1 = sangat tidak suka; 7 = sangat suka
43
konsumen masih bisa menerima produk kwetiau yang ditambah tepung rumput laut
hingga maksimal 20 %.Hal ini karena kwetiau yang diolah dengan penambahan
tepung rumput laut 30 % menghasilkan kwetiau dengan rasa yang kurang enak,
sehingga panelis menyatakan agak tidak suka.Panelis lebih suka kwetiau yang
memiliki rasa netral (tepung beras). Penambahan tepung rumput laut Eucheuma
cottonii pada penambahan kwetiau menyebabkan kwetiau berasa rumput laut
(amis), dan semakin tinggi penambahan tepung rumput laut Eucheuma cottonii rasa
rumput laut (amis) semakin kuat dan menurunkan tingkat kesukaan panelis. Menurut
Puspitasari (2014), semakin banyak konsentrasi tepung rumput laut yang
ditambahkan pada pembuatan bahan, rasa khas tepung rumput laut semakin bisa
dirasakan oleh indera pengecap yaitu dimana asin.
4.1.12 Hasil Uji Hedonik Tekstur Kwetiau
Tekstur adalah penilaian atau penginderaan yang dihasilkan melalui
sentuhan atau rabaan.Secara tidak langsung, tekstur dari suatu produk dapat
mempengaruhi citra makanan bila dilihat secara fisik.Salah satu parameter atau ciri
yang sering dijadikan penilaian terhadap tekstur adalah kekenyalan dan kekerasan
dari suatu produk (Nasirul, 2008).
Hasil analisis keragaman (ANOVA) menunjukkan bahwa penggunaan
konsentrasi tepung rumput laut Eucheuma cottonii berpengaruh sangat nyata
terhadap uji hedonik tekstur kwetiau (p<0,05). Hasil uji beda nyata jujur (BNJ) 5 % uji
hedonik tekstur dapat dilihat pada Lampiran 20 dan secara ringkas dapat dilihat
pada Gambar 14.
44
Berdasarkan Gambar 14, terlihat bahwa kwetiau kontrol memiliki tekstur yang
paling disukai oleh sebagian besar panelis, dan tingkat kesukaan tersebut semakin
menurun dengan adanya penambahan tepung rumput laut. Namun demikian
konsumen masih bisa menerima produk kwetiau yang ditambah tepung rumput laut
hingga maksimal 20 %.Hal ini karena kwetiau yang diolah dengan penambahan
tepung rumput laut 30 % menghasilkan kwetiau dengan tekstur yang agak tidak
kenyal dan agak keras, sehingga panelis menyatakan agak tidak suka.Panelis lebih
suka kwetiau yang memiliki tekstur lembut.Penambahan tepung rumput laut
Eucheuma cottonii pada kwetiau menyebabkan kwetiau bertekstur tidak kenyal dan
keras, dan semakin tinggi penambahan tepung rumput laut Eucheuma cottonii
tekstur tidak kenyal dan keras semakin kuat dan menurunkan tingkat kesukaan
panelis. Menurut Puspitasari (2014), Tepung rumput laut halus saat kering namun
akan mengembang membentuk bulatan-bulatan kecil saat bertemu dengan air atau
zat cair lainnya sehingga dapat terlihat dengan jelas pada makanan, serta dapat
dirasakan oleh lidah dan menimbulkan rasa kasar pada makanan.
1
2
3
4
5
6
7
0% 10% 20% 30%Nila
i Uji
He
do
nik
Te
kstu
r
Konsentrasi Tepung Rumput Laut
(5.93±0.07)d (5.36±0.04)c
(4.33±0.12)b
(3.19±0.07)a
Keterangan :
- Notasi huruf dibelakang angka menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
- Skor Hedonik : 1 = sangat tidak suka; 7 = sangat suka
Gambar 14. Grafik hasil uji hedonik tekstur kwetiau
45
4.1.13 Penentuan Perlakuan Terpilih
Berdasarkan ANOVA dan uji lanjut BNJ dapat dipilih perlakuan yang akan
digunakan pada penelitian tahap kedua. Pada pengujian karakteristik fisik meliputi
elastisitas, daya putus, gigit, lipat.Sedangkan untuk uji organoleptik meliputi skoring
dan hedonik yang didapatkan pada tingkat kesukaan (hedonik) diambil nilai tertinggi.
Pada uji fisik elastisitas tertinggi dan terbaik didapatkan pada kwetiau dengan
penambahan tepung rumput laut sebesar 10 %.Pada uji fisik daya putus tertinggi
dan terbaik didapatkan pada kwetiau dengan penambahan tepung rumput laut
sebesar 20 %.Pada uji fisik lipat tertinggi dan terbaik didapatkan pada kwetiau
dengan penambahan tepung rumput laut sebesar 10 %.Pada uji fisik gigit tertinggi
dan terbaik didapatkan pada kwetiau dengan penambahan tepung rumput laut
sebesar 10 %.
Pada organoleptik, tingkat kesukaan (hedonik) warna yang didapatkan hasil
yang tertinggi yaitu pada kwetiau dengan penambahan tepung rumput laut sebesar
20 % dan panelis menyukai warna kwetiau putih.Pada tingkat kesukaan (hedonik)
aroma yang didapatkan hasil yang tertinggi yaitu pada kwetiau dengan penambahan
tepung rumput laut sebesar 10 % dan panelis menyukai aroma yang agak terasa
rumput laut.Pada tingkat kesukaan (hedonik) rasa yang didapatkan hasil yang
tertinggi yaitu pada kwetiau dengan penambahan tepung rumput laut sebesar 10 %
dan panelis menyukai rasa yang agak terasa rumput laut.Pada tingkat kesukaan
(hedonik) tekstur yang didapatkan hasil yang tertinggi yaitu pada kwetiau dengan
penambahan tepung rumput laut sebesar 10 % dan panelis menyukai tekstur
kwetiau yang kenyal dan lembut.
Berdasarkan hasil yang didapat secara keseluruhan dimana pada uji fisik
yang meliputi elastisitas, daya putus, uji lipat, uji gigit masih memenuhi syarat.Pada
46
uji organoleptic secara keseluruhan pada penambahan tepung rumput laut 10 %
mendapatkan nilai tertinggi pada tingkat kesukaan (hedonik) aroma, rasa dan
tekstur.Maka pada penelitian tahap kedua menggunakan konsentrasi tepung dengan
penambahan tepung rumput laut sebesar 10 %.
47
4.2 Penelitian Kedua
4.2.1 Hasil Uji Kadar Air Kwetiau
Kadar air berpengaruh terhadap masa simpan dan tekstur produk. Mi kering
mempunyai masa simpan yang relatif panjang karena mempunyai kadar air yang
rendah. Mi kering adalah mi mentah yang telah dikeringkan hingga kadar airnya
mencapai 8 - 10 % (Astawan, 2002).
Hasil uji kadar air pada kwetiau kering dengan penambahan tepung rumput
laut Eucheuma cottonii berkisar 5.51 – 13.77 %. Hasil analisis keragaman (ANOVA)
menunjukkan bahwa penggunaan suhu dan lama waktu pengeringan berpengaruh
sangat nyata terhadap uji kadar air kwetiau (p<0,05). Hasil uji beda nyata jujur (BNJ)
5 % uji kadar air dapat dilihat pada Lampiran 21 dan secara ringkas dapat dilihat
pada Gambar 15.
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
S1 = 50 ̊C S2 = 60 ̊C S3 = 70 ̊C
Kad
ar A
ir (
%)
Suhu Pengeringan
T1 = 60 menit
T2 = 80 menit
T3 = 100 menit
(13
.77
±0.3
3)f
(13
.4±0
.35
)ef
(8.1
6±0
.04
)c
(12
.32
±0.4
5)e
(10
.41
±0.4
3)d
(7.4
4±0
.1)b
c
(7.2
2±0
.11
)b
(6.2
3±0
.08
)ab
(5.5
1±0
.30
)a
Gambar 15. Grafik hasil uji kadar air kwetiau kering
Keterangan :
Notasi huruf dibelakang angka menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
48
Berdasarkan Gambar 15, terlihat bahwa nilai kadar air terbesar pada suhu
pengeringan 500C dengan lama waktu 60 menit yaitu sebesar 13.77 % dan terendah
pada suhu pengeringan 700C dengan lama waktu 100 menit yaitu sebesar 5.51 %.
Semakin tinggi suhu pengeringan maka kadar air kwetiau kering yang diperoleh
semakin rendah. Hal ini diduga karena semakin tingginya suhu pengeringan maka
air yang menguap juga semakin banyak sehingga mengakibatkan kadar air kwetiau
semakin rendah.
Purnomo (1996), menyatakan bahwa suhu pengeringan yang meningkat
dengan waktu pengeringan yang sama maka akan menyebabkan semakin besar
kemampuan udara pengering untuk menampung uap air yang keluar dari mie kering.
Begitu pula dengan suhu pengeringan yang sama dan waktu pengeringan yang
meningkat, uap air akan semakin banyak terbentuk akibat semakin lama mie kering
menerima panas. Semakin banyak uap air yang keluar maka kadar air mie kering
akan menurun.
4.2.2 Hasil Uji Kadar Abu Kwetiau
Kadar abu berasal dari unsur mineral dan komposisi kimia yang tidak
teruapkan selama proses pengabuan. Kadar abu menunjukkan jumlah mineral yang
terkandung dalam bahan, biasanya ditentukan dengan cara pengabuan atau
pembakaran (Pangloli dan Royaningsih, 1998).
Hasil uji kadar abu pada kwetiau kering dengan penambahan tepung rumput
laut Eucheuma cottonii berkisar 1.62 – 2.58 %. Hasil analisis keragaman (ANOVA)
menunjukkan bahwa penggunaan suhu dan lama waktu pengeringan berpengaruh
sangat nyata terhadap uji kadar abu kwetiau (p<0,05). Hasil uji beda nyata jujur
(BNJ) 5 % uji kadar abu dapat dilihat pada Lampiran 22 dan secara ringkas dapat
dilihat pada Gambar 16.
49
Berdasarkan Gambar 16, terlihat bahwa nilai kadar abu terbesar pada suhu
pengeringan 700C dengan lama pengeringan 100 menit yaitu sebesar 2.58 % dan
terendah pada suhu pengeringan 700C dengan lama waktu 60 menit yaitu sebesar
1.62 %. Semakin tinggi suhu pengeringan, maka kadar abu semakin tinggi. Hal ini
diduga karena semakin tingginya suhu pengeringan maka kandungan air pada
bahan yang teruapkan lebih banyak sehingga mineral-mineral yang tertinggal pada
bahan meningkat.
Hal ini sesuai dengan pernyataan (Sudarmadji et al.,1984), bahwa kadar abu
tergantung pada jenis bahan, cara pengabuan, waktu dan suhu yang digunakan saat
pengeringan. Jika yang diolah melalui proses pengeringan maka semakin lama
waktu dan semakin tinggi suhu pengeringan akan meningkatkan kadar abu, karena
air yang keluar dari dalam bahan semakin besar.
0
1
2
3
4
S1 = 50 ̊C S2 = 60 ̊C S3 = 70 ̊C
Kad
ar A
bu
(%
)
Suhu Pengeringan
T1 = 60 menit
T2 = 80 menit
T3 = 100 menit
(1.6
2±
0.1
)a
(1.8
4±0
.06
)a
(2.3
4±0
.02
)ab
(2.1
1±0
.16
)ab
(2.2
6±0
.04
)ab
(2.3
6±0
.02
)ab
(2.4
3±0
.03
)b
(2.4
8±0
.03
)b
(2.5
81
±0.0
2)b
Keterangan :
Notasi huruf dibelakang angka menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
Gambar 16. Grafik hasil uji kadar abu kwetiau kering
50
4.2.3 Hasil Uji Kadar Protein Kwetiau
Protein merupakan zat makanan yang amat penting bagi tubuh karena zat ini
selain berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat
pembangun dan pengatur (Winarno,2004).
Hasil uji kadar protein pada kwetiau dengan penambahan tepung rumput laut
Eucheuma cottonii berkisar 5.89 – 13.27 %. Hasil analisis keragaman (ANOVA)
menunjukkan bahwa penggunaan suhu dan lama waktu pengeringan berpengaruh
sangat nyata terhadap uji protein kwetiau (p<0,05). Hasil uji lanjutbeda nyata jujur
(BNJ) 5 % uji kadar protein dapat dilihat pada Lampiran 23 dan secara ringkas dapat
dilihat pada Gambar 17.
Berdasarkan Gambar 17, terlihat bahwa nilai kadar protein terbesar pada
suhu pengeringan 500C dengan lama waktu 60 menit yaitu sebesar 13.27 % dan
terendah pada suhu pengeringan 700C dengan lama waktu 100 menit yaitu sebesar
0
4
8
12
16
20
S1 = 50 ̊C S2 = 60 ̊C S3 = 70 ̊C
Kad
ar P
rote
in (
%)
Suhu Pengeringan
T1 = 60 menit
T2 = 80 menit
T3 = 100 menit
(13
.27
±0.1
6)a
(12
.45
±0.4
5)a
(9.7
5±0
.33
)ab
(11
.81
±0.3
5)a
(11
.25
±0.5
2)a
b
(8.9
1±0
.86
)ab
(7.3
6±0
.45
)b
(6.6
6±0
.57
)b
(5.8
9±0
.21
)b
Keterangan :
Notasi huruf dibelakang angka menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
Gambar 17. Grafik hasil uji kadar protein kwetiau kering
51
5.89 %. Semakin tinggi suhu dan lama waktu pengeringan, maka kadar protein
semakin rendah. Hal ini diduga karena semakin tinggi suhu pengeringan maka
makin banyak protein dan mineral yang terdenaturasi.
Menurut Windia (2013), pemanasan menyebabkan protein terdenaturasi.
Pada saat pemanasan, panas akan menembus daging dan menurunkan sifat
fungsional protein. Pemanasan dapat merusak asam amino dimana ketahanan
protein oleh panas sangat terkait dengan asam amino penyusun protein tersebut
sehingga hal ini yang menyebabkan kadar protein menurun dengan semakin
meningkatnya suhu pemanasan.
4.2.4 Hasil Uji Skoring Warna Kwetiau Kering
Warna merupakan parameter sensori yang dapat dilihat langsung oleh
panelis. Pada umumnya hal pertama yang menjadi pertimbangan konsumen untuk
memilih suatu produk adalah warna bahan sebelum parameter lain seperti rasa dan
nilai gizi. Menurut Winarno (2004) suatu bahan yang dinilai bergizi, enak, dan
teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila warnanya tidak enak dipandang
atau memberi penilaian menyimpang dari warna yang seharusnya. Skala skoring
yang digunakan untuk warna adalah (1) agak coklat, (2) putih kecoklatan, (3) kuning,
(4) putih kekuningan, (5) putih.
Hasil analisis keragaman (ANOVA) menunjukkan bahwa pengeringan
kwetiau dengan penambahan tepung rumput laut Eucheuma cottonii berpengaruh
sangat nyata terhadap uji skoring warna kwetiau (p<0,05). Hasil uji beda nyata jujur
(BNJ) 5 % uji skoring warna dapat dilihat pada Lampiran 24 dan secara ringkas
dapat dilihat pada Gambar 18.
52
Berdasarkan Gambar 18, hasil analisa menunjukkan perbedaan yang sangat
nyata terhadap skoring warna kwetiau kering. Semakin tinggi suhu dan lama waktu
pengeringan yang diberikan pada kwetiau skor yang didapat semakin menurun.Hal
ini disebabkan karena waktu pengeringan yang terlalu lama dan suhu pengeringan
yang terlalu tinggi dapat menyebabkan pigmen-pigmen pada bahan mengalami
oksidasi, sehingga memucatkan pigmen serta dapat menyebabkan bahan gosong
atau coklat.
4.2.5 Hasil Uji Skoring Aroma Kwetiau Kering
Aroma yang dimaksud dalam uji skoring ini adalah aroma rumput laut yang
terdapat dalam kwetiau kering.Panelis menilai aroma dengan memberikan skor
berdasarkan aroma rumput laut yang terdapat pada kwetiau kering.Skala skoring
yang digunakan untuk aroma adalah (1) amat sangat terasa rumput laut, (2) sangat
0
1
2
3
4
5
S1 = 50 ̊C S2 = 60 ̊C S3 = 70 ̊C
Sko
rin
g W
arn
a
Suhu Pengeringan
T1 = 60 menit
T2 = 80 menit
T3 = 100 menit
(3.9
1±0
.17
)c
(2.9
3±0
.07
)bc
(2.0
2±0
.04
)a
(3.1
3±0
.4)b
c
(3.7
1±0
.23
)c
(2.7
6±0
.1)a
b
(3.5
5±0
.2)c
(2.6
±0.1
3)b
b
(1.8
±0.1
2)a
Gambar 18. Grafik hasil uji skoring warna kwetiau kering
Keterangan :
- Notasi huruf dibelakang angka menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
- Skor Skoring : 1 = agak coklat; 5 = putih
53
terasa rumput laut, (3) terasa rumput laut, (4) agak terasa rumput laut, (5) tidak
terasa rumput laut.
Hasil analisis keragaman (ANOVA) menunjukkan bahwa pengeringan
kwetiau dengan penambahan tepung rumput laut Eucheuma cottonii berpengaruh
sangat nyata terhadap uji skoring aroma kwetiau (p<0,05). Hasil uji beda nyata jujur
(BNJ) 5 % uji skoring aroma dapat dilihat pada Lampiran 25 dan secara ringkas
dapat dilihat pada Gambar 19.
Berdasarkan Gambar 19, hasil analisa menunjukkan perbedaan yang sangat
nyata terhadap skor aroma kwetiau kering. Semakin tinggi suhu dan lama waktu
pengeringanyang diberikan pada kwetiau kering skor yang didapat semakin
tinggi.Kenaikan skor tersebut diduga karena semakin tinggi suhu dan lama waktu
0
1
2
3
4
5
S1 = 50 ̊C S2 = 60 ̊C S3 = 70 ̊C
Sko
rin
g A
rom
a
Suhu Pengeringan
T1 = 60 menit
T2 = 80 menit
T3 = 100 menit
(3.3
6±0
.14
)a
(3.7
1±0
.21
)a
(4.4
2±0
.1)b
(3.7
6±0
.23
)a
(4.2
4±0
.3)a
b
(4.8
±0.1
3)b
(4.8
2±0
.14
)b
(4.8
9±0
.04
)bc
(4.9
1±0
.08
)bc
Gambar 19. Grafik hasil uji skoring aroma kwetiau kering
Keterangan :
- Notasi huruf dibelakang angka menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
- Skor Skoring : 1 = amat sangat terasa rumput laut; 5 = tidak terasa
rumput laut
54
pengeringan maka aroma dari rumput laut semakin berkurang. Menurut Gunawan
(2012), aroma merupakan salah satu parameter yang menentukan rasa enak dari
suatu produk pangan. Dalam industri bahan pangan, pengujian terhadap aroma
sangat penting karena dengan cepat dapat memberikan penilaian terhadap hasil
industrinya, apakah produknya disukai atau tidak disukai oleh konsumen.
4.2.6 Hasil Uji Hedonik Warna Kwetiau Kering
Warna yang terdapat dalam suatu bahan pangan memiliki peranan utama
dalam penampakan suatu bahan pangan. Apabila penampakan suatu bahan pangan
tidak menarik, meskipun rasanya lezat tentunya pada saat dihidangkan akan
mengakibatkan selera konsumen akan hilang (Soeparno, 2005).
Hasil analisis keragaman (ANOVA) menunjukkan bahwa pengeringan
kwetiau dengan penambahan tepung rumput laut Eucheuma cottonii berpengaruh
sangat nyata terhadap uji hedonik warna kwetiau (p<0,05). Hasil uji beda nyata jujur
(BNJ) 5 % uji hedonik warna dapat dilihat pada Lampiran 26 dan secara ringkas
dapat dilihat pada Gambar 20.
55
Berdasarkan Gambar 20, hasil analisa menunjukkan perbedaan yang sangat
nyata terhadap hedonik warna kwetiau kering. Semakin tinggi suhu dan lama waktu
pengeringan yang diberikan pada kwetiau skor yang didapat semakin menurun.Hal
ini disebabkan karena waktu pengeringan yang terlalu lama dan suhu pengeringan
yang terlalu tinggi dapat menyebabkan warna permukaan bahan menjadi gelap
sehingga menurunkan tingkat kesukaan panelis. Menurut Siahaan (2015), warna
memiliki peranan penting dalam penerimaan makanan, selain itu warna dapat pula
memberikan petunjuk mengenai perubahan kimia dalam makanan.
4.2.7 Hasil Uji Hedonik Aroma Kwetiau Kering
Aroma yang dimaksud dalam uji hedonik ini adalah aroma rumput laut yang
terdapat dalam kwetiau kering.Panelis menilai aroma berdasarkan aroma rumput
laut yang terdapat pada kwetiau kering. Menurut Purnomo (1990), aroma pada suatu
0
1
2
3
4
5
6
7
S1 = 50 ̊C S2 = 60 ̊C S3 = 70 ̊C
He
do
nik
War
na
Suhu Pengeringan
T1 = 60 menit
T2 = 80 menit
T3 = 100 menit
(4.5
3±0
.07
)b
(4.4
7±0
.13
)b
(4.2
7±0
.07
)b
(4.0
7±0
.07
)ab
(4.4
±0.1
8)b
(3.5
6±0
.08
)a
(4.3
6±0
.17
)b
(3.6
91
±0.1
)a
(3.6
±0.1
3)a
Gambar 20. Grafik hasil uji hedonik warna kwetiau kering
Keterangan :
- Notasi huruf dibelakang angka menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
- Skor Hedonik : 1 = sangat tidak suka; 7 = sangat suka
56
bahan pangan sebagian besar dipengaruhi oleh bahan baku dan bumbu-bumbu
yang ditambahkan maka aroma yang dihasilkan semakin kuat.
Hasil analisis keragaman (ANOVA) menunjukkan bahwa pengeringan
kwetiau dengan penambahan tepung rumput laut Eucheuma cottonii berpengaruh
sangat nyata terhadap uji hedonik aroma kwetiau (p<0,05). Hasil uji beda nyata jujur
(BNJ) 5 % uji hedonik aroma dapat dilihat pada Lampiran 27 dan secara ringkas
dapat dilihat pada Gambar 21.
Berdasarkan Gambar 20, hasil analisa menunjukkan perbedaan yang sangat
nyata terhadap skor hedonik aroma kwetiau kering. Semakin tinggi suhu dan lama
waktu pengeringanyang diberikan pada kwetiau kering skor yang didapat semakin
tinggi.Kenaikan aroma tersebut menunjukkan bahwa panelis menyukai kwetiau
kering dengan suhu dan lama waktu pengeringan yang tinggi, karena semakin
rendah suhu dan waktu pengeringan yang diberikan pada kwetiau kering, panelis
0
1
2
3
4
5
6
7
S1 = 50 ̊C S2 = 60 ̊C S3 = 70 ̊C
He
do
nik
Aro
ma
Suhu Pengeringan
T1 = 60 menit
T2 = 80 menit
T3 = 100 menit
(3.8
7±0
.12
)a
(3.8
2±0
.04
)a
(3.6
9±0
.08
)a
(3.8
9±0
.14
)a
(3.6
±0.1
2)a
(3.8
7±0
.24
)a
(4.6
4±0
.3)b
(4.6
7±0
.31
)b
(4.7
6±0
.08
)b
Gambar 21. Grafik hasil uji hedonik aroma kwetiau kering
Keterangan :
- Notasi huruf dibelakang angka menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
- Skor Hedonik : 1 = sangat tidak suka; 7 = sangat suka
57
cenderung agak menyukai kwetiau kering. Menurut Siahaan (2015), warna
dipengaruhi oleh beberapa faktor, senyawa kimia, konsentrasi dan interaksinya
dengan komponen yang lain.
4.3 Penentuan Kwetiau Terpilih
Penentuan perlakuan terpilih didapatkan dari analisa hasil pada penelitian
tahap pertama dan tahap kedua. Dari hasil analisa yang dilakukan didapatkan
perlakuan terpilih pada pengujian karakteristik fisik meliputi kadar air, akadar abu,
dan kadar protein dengan hasil yang didapatkan bisa dibandingkan dengan SNI atau
jurnal yang mendukung. Sedangkan untuk uji organoleptik meliputi skoring dan
hedonik didapatkan pada tingkat kesukaan (hedonik) diambil nilai tertinggi.
Pada uji fisik kadar air pengeringan dengan suhu 60 0C dengan lama waktu
80 menit, menghasilkan kadar air sebesar 8.16 %, yang sudah sesuai dengan
Standar Nasional Indonesia, yaitu kadar air untuk mi kering maksimal 10 %. Pada uji
fisik kadar protein dengan suhu 60 0C dengan lama waktu 80 menit, menghasilkan
kadar protein sebesar 9.75 %, yang sudah sesuai dengan Standar Nasional
Indonesia, yaitu kadar protein untuk mi kering minimal 8 %. Sedangkan pada uji fisik
kadar abu dengan suhu 60 0C dengan lama waktu 80 menit, menghasilkan kadar
abu sebesar 2.34 %, yang sudah sesuai dengan Standar Nasional Indonesia, yaitu
kadar abu untuk mi kering maksimal 3 %.
Pada organoleptik, tingkat kesukaan (hedonik) warna didapatkan hasil yang
tertinggi yaitu pada pengeringan 50 0C dengan lama waktu 60 menit dan panelis
menyukai warna kwetiau yang putih kekuningan. Pada tingkat kesukaan (hedonik)
aroma didapatkan hasil yang tertinggi yaitu pada pengeringan 70 0C dengan lama
waktu 100 menit dan panelis menyukaiaroma kwetiau yang tidak terasa rumput laut.
58
Berdasarkan hasil yang didapatkan secara keseluruhan dimana pada uji fisik
yang meliputi kadar air, kadar protein, dan kadar abu masih memenuhi syarat SNI.
Untuk hasil organoleptik secara keseluruhan panelis menyukai warna pada suhu
pengeringan 50 0C dengan lama waktu 60 menit dan untuk aroma panelis menyukai
aroma dengan suhu pengeringan 70 0C dengan lama waktu 100 menit.
Komposisi gizi kwetiau kering dengan penambahan tepung rumput laut yang
dapat memperbaiki karakterisasi kwetiau apabila dibandingkan dengan SNI dapat
dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Komposisi gizi kwetiau kering dengan penambahan tepung rumput
laut terbaik
Komposisi Proksimat (%) Hasil Analisis Kwetiau Kering SNI
Kadar Air 8.16 Maks.10 Kadar Protein 9.75 Min. 8 Kadar Abu 2.34 Maks. 3
59
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian Pengaruh Penambahan
Tepung Rumput Laut Eucheuma cottonii Terhadap Karakterisitik Kwetiau Basah Dan
Kering adalah sebagai berikut :
- Pada uji fisik elastisitas, daya lipat, dan daya gigit, penambahan tepung
rumput laut 10 % merupakan konsentrasi terbaik dalam pembuatan kwetiau
basah. Sedangkan pada uji organoleptik, tingkat kesukaan (hedonik) warna,
aroma, rasa dan tekstur, penambahan tepung rumput laut 10 % merupakan
konsentrasi terbaik dalam pembuatan kwetiau basah.
- Kwetiau kering yang dihasilkan dengan menggunakan suhu 60 0C dengan
lama waktu 80 menit menghasilkan kwetiau yang terbaik, dengan nilai kadar
air sebesar 8.16 %, yang sudah sesuai dengan SNI,kadar abu sebesar 2.34
%, yang sudah sesuai dengan SNI, dan kadar protein sebesar 9.75 %, yang
sudah sesuai dengan SNI.
- Pada organoleptik, tingkat kesukaan (hedonik) kwetiau kering untuk warna
panelis menyukai warna kwetiau yang putih kekuningan yaitu pada
pengeringan dengan suhu 500C dengan lama waktu 60 menit, sedangkan
untuk aroma panelis menyukaiaroma kwetiau yang tidak terasa rumput laut
pada pengeringan dengan suhu 700C dengan lama waktu 100 menit.
60
5.2 Saran
Dari hasil peneltian yang telah dilakukan, penulis menyarankan dalam
pembuatan kwetiau dengan penambahan tepung rumput laut penggunaan
konsentrasinya sedikit dikurangi untuk mengurangi warna kwetiau yang kecoklatan,
aroma yang amis dan rasanya yang asin.
61
DAFTAR PUSTAKA
Afriwanti M.D. 2008, Mempelajari Pengaruh Penambahan Tepung Rumput Laut (Kappaphycus alvezii) Terhadap Karakteristik Fisik Surimi Ikan Nila (Oreochromis sp.).Institut Pertanian Bogor.
Amaliah S., Munandar A., dan Haryati S. 2016. Pengaruh Penambahan Bubur
Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) Terhadap Karakteristik Bakso Ikan Payus (Elops hawainensis). Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 6., No. 1: 40-50.
AminudinN., Darmanto Y.S., dan Anggo A.D. 2013.Pengaruh Asam Tanat, Sukrosa
dan Sorbitol Terhadap Kualitas Surimi Ikan Swangi (Priacanthus tayenus) Selama Penyimpanan Suhu -5 0C.Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan. Vol. 2., No. 2: 1-13.
Amiruddin, C. 2013. Pembuatan Tepung Wortel (Daucus carrota L) Dengan Variasi
Suhu Pengering. Fakultas Pertanian. Universitas Hasanuddin. Makassar. Anggadireja J.T, Zatnika A, Purwoto H, Istini S. 2008. Rumput Laut Pembudidayaan,
Pengolahan, dan Pemasaran Komoditas Perikanan Potensial. Penebar Swadaya: Jakarta 152hlm.
Asgar, A., dan Musaddad, D. 2006. Optimalisasi Cara, Suhu, dan Lama Blansing
Sebelum Pengeringan Pada Wortel. Jurnal Hort. Vol. 16., No. 3: 245-252. Astawan, M. 1999. Membuat Mie dan Bihun. Penebar Swadaya: Jakarta. 72 hlm. 2002. Membuat Mie dan Bihun. Penebar Swadaya: Jakarta. 74 hlm. Bahrudin. 2008. Penggunaan Na-Sitrat Pada Jenis Tepung Yang Berbeda Dalam
Pembuatan Bakso Kering Ikan Mata Goyang (Priacanthus tayenus). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.Institut Pertanian Bogor.
Billina A., Waluyo S., dan Suhandy D. 2014. Kajian Sifat Fisik Mie Basah Dengan
Penambahan Rumput Laut. Jurnal Teknik Pertanian Lampung. Vol. 4., No. 2: 109-116
Desi W.L, Aris S.W., dan Eny S.W. 2010. Pengaruh Substitusi Tepung Tapioka
Terhadap Tekstur dan Nilai Organoleptik Dodol Susu.Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya, Malang.
Fadiati A., Mahdiyah, dan Widowati. 2009. Pengaruh Perbedaan Persentase Tepung
Komposit terhadap Kualitas Hasil Pemasakan Kwetiau Instan.Seminar Nasional Bosaris II.Universitas Negeri Jakarta.8 hlm.
62
Hardoko, Tefvina I. S., dan Nuri A. A. 2013.Karakteristik Kwetiau Yang Ditambah Tepung Tapioka dan Rumput Laut Gracilaria Gigas Harvey. Jurnal Perikananan Dan Kelautan. Vol. 18., No. 2: 1-11.
Hasan M. F. 2013. Pemanfaat Kacang Hijau Sebagai Bahan Tambahan Dalam
Pembuatan Kwetiau. Tugas Akhir Jurusan Tata Boga. Fakultas Teknik UM. Malang.
Hasnelly. 2011. Kajian Sifat Fisiko Kimia Formulasi Tepung Komposit Produk
Organik. Seminar Nasional PATPI.379 hlm. Hoesni, A. 2006.Jamuan Gaya Metropolitan Sajian Populer Ala Resto Vietnam. PT.
Gramedia Pustaka Utama: Jakarta. 36 hlm. Jatmiko, G. P., dan Estiasih T. 2014. Mie Dari Umbi Kimpul (Xanthosoma
Sagittifolium). Jurnal Pangan dan Agroindustri. Vol. 2., No. 2: 127-134. Junio, Ida C, Bisco., dan Lourdes P. 2013. Formulation and Standardization of
Seaweeds Flakes, E - International Scientific Research Journal. Vol. V., ISSUE-1., ISSN 2094-1749.
Koswara, S. 2009. Teknologi Pengolahan Beras (Teori dan Praktek).
eBookPangan.com. 27 hlm. Leksono dan Syahrul 2001.Studi Mutu dan Penerimaan Konsumen Terhadap Abon
Ikan.Jurnal Natur Indonesia. Vol.3. No.2: 45-54. Lestari D.W., Widati A.S., dan Widyastuti E.S. 2013.Pengaruh Substitusi Tepung
Tapioka Terhadap Tekstur dan Nilai Organoleptik Dodol Susu. Fakultas Peternakan.Universitas Brawijaya Malang.
Liandani W., dan Zubaidah E. 2015. Formulasi Pembuatan Mie Instan Bekatul
(Kajian Penambahan Tepung Bekatul Terhadap Karakteristik Mie Instan). Jurnal Pangan dan Agroindustri. Vol. 3., No.1: 174-185.
Listiyana, D. 2014. Subtitusi Tepung Rumput Laut Eucheuma cottonii Pada
Pembuatan Ekado Sebagai Alternatif Makanan Tinggi Yodium Pada Anak Sekolah. Fakultas Ilmu Keolahragaan. Universitas Negeri Semarang.
Lubis, Yanti M., Novia M., Ismaturrahmi., dan Fahrizal . 2013. Pengaruh Konsentrasi
Rumput Laut Eucheuma cottonii dan Jenis Tepung pada Pembuatan Mie Basah. Rona Teknik Pertanian. Vol. 6., No. 1: 413-420.
Meisyaroh, R. P. 2013. Pengaruh Penambahan Kitosan Terhadap Jumlah Kuman
Pada Bakso Daging Sapi. Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
63
Merdiyanti, A. 2008.Paket Teknologi Pembuatan Mi Kering Dengan Memanfaatkan Bahan Baku Tepung Jagung. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Mutters, R. G., dan Thompson J. F. 2009.Rice Quality Handbook.California : The
Regents of the University of California Agriculture and Natural Resources. Nasirul R. 2008. Pengaruh Penambahan Tepung Rumput Laut Kappaphycus
alvarezii Untuk Peningkatan Kadar Iodium Dan Serat Pangan Pada Tahu Sumedang.Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.Institut Pertanian Bogor.
Pangloli, Philipus dan Sri Royaningsih, 1988.Pembuatan Mie Basah (boiled Noodle)
Dari Campuran Terigu Dan Tepung Sagu. Seminar Penelitian Pascapanen Pertanian: Prosiding, Bogor.
Pramita EA, 2012, Pengaruh Pengeringan terhadap Sifat Fisik Kimia Rumput Laut
Eucheuma Cottonii, Sekolah Tinggi Perikanan dan Kelautan Palu. Prasetyowati, Jasmine C. A., dan Agustiawan D. 2008. Pembuatan Tepung
Karaginan Dari Rumput Laut Eucheuma cottoniiBerdasarkan Perbedaan Metode Pengendapan. Jurnal Teknik Kimia. Vol. 15., No. 2: 27-33.
Purnomo, H. 1990. Aktivitas Air dan Peranannya dalam Pengawetan
Pangan.Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta. 13-15 halaman. Puspitasari, D. 2008. Kajian Substitusi Tapioka Dengan Rumput Laut Eucheuma
cottonii.Pada Pembuatan Bakso. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Ranggana S. 1986. Handbook of Analysis and Quality Control for Fruit and
Vegetable Product. New Delhi: Tata Mc Craw Hill Publ Co Ltd. Riansyah A., Supriadi A., dan Nopianti R. 2013. Pengaruh Perbedaan Suhu dan
Waktu Pengeringan Terhadap Karakteristik Ikan Asin Sepat Siam (Trichogaster pectoralis) Dengan Menggunakan Oven.Fishtech. Vol. 2., No. 1: 53-68.
Sanger G. 2009. Mutu Permen Rumput Laut. Pacific Journal. Vol. 2., No. 3: 374-376. Saniati, N.D. 2010. Kajian Sifat Organoleptik Mie Berbahan Dasar Tepung Jagung
(Zea mays L.) Ternikstamalisasi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung.
Santoso J, Tri Laksani W, Nurjanah, Nurhayati T. 1997. Perbaikan Mutu Gel Ikan
Mas (Cyprinus carpio) Melalui Modifikasi Proses. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.Institut Pertanian Bogor.
64
Seib P.A., Liang X., Guan F., Liang Y.T., dan Yang H.C. 2000.Comparison of Asian Noodle from Some Hard White and Hard Red Wheat Flours.Cereal Chemistry.Vol.6., No.77: 816-822.
Shimizu Y, Toyohara H, Lanier TC. 1992. Surimi Production from Fatty and Dark-
Fleshed Fish Species. Di dalam: Lanier TC, Lee CM, editor. Surimi Technology. New York: Marcel dekker. Page.425-442.
Siahaan W. S., Sari N. I., dan Loekman S. 2015. Pengaruh Penambahan Konsentrat
Protein Ikan Gabus (Channa striatus) Terhadap Mutu Kwetiau.Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Riau.
Siregar T. M., Debora R., dan Manuel J. 2015. Optimasi Penambahan Tepung Lidah
Buaya (Aloe vera (L.) Burm.f.) Terhadap Karakteristik Kwetiau.Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Pelita Harapan.Tangerang.
Soechan, L. 2009. Mie Sehat. PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta. 36 hlm. Soekarto ST. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil
Pertanian.Jakarta: Bhratara Karya Aksara. Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Universitas Gadjah Mada Press.
Yogyakarta. 35 halaman Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suharti.1984.Analisa bahan makanan dan
Pertanian. Liberty. Yogyakarta. 138 halaman Susanto, S. 2006. Kwetiau dengan Berbagai Variasi. PT. Gramedia Pustaka Utama:
Jakarta. 32 hlm. Sutomo, B. 2008.Variasi Mi dan Pasta. Kawan Pustaka: Jakarta. 74 hlm. Tanzil V. J. 2012. Karakteristik Kwetiau Yang Disubtitusi Dengan Beras Merah.
Jurusan Teknologi Pangan, Universitas Pelita Harapan. Tangerang. Taufiq, M. 2004. Pengaruh Temperatur Terhadap Laju Pengeringan Jagung Pada
Pengering Konvensional dan Fluidized Bed. Fakultas Teknik. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Tri M, Detty S., dan Sri H. 2000. Buku Panduan Teknologi Pangan, Pusat Informasi
Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPIbekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, 1993.4 hlm.
Wahyudi, M., dan Kusningsih. 2008. Teknik Pengeringan Mi Sagu Dengan
Menggunakan Pengering RAK. Buletin Teknik Pertanian, Vol. 13., No.2: 62-64.
65
Winarno.1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta. 253 hlm
2004. Kimia Pangan dan Gizi.PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 255 hlm.
Windia D.Y., Titik D.S., dan Eddy S. Pengaruh Suhu Pengeringan Vakum Terhadap
Kualitas Serbuk Albumin Ikan Gabus (Ophiocephalus striatus). THPI Student Journal. Vol. 1., No.1: 1-9.