Top Banner
Karakteristik Lempok Labu Kuning Nilasari, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.5 No.3:15-26, Juli 2017 15 PENGARUH SUHU DAN LAMA PEMASAKAN TERHADAP KARAKTERISTIK LEMPOK LABU KUNING (WALUH) The Effect of Temperature and Length of Cooking to Pumpkin Lempok Characteristic Ovrida Wahyu Nilasari 1* , Wahono Hadi Susanto 1 , Jaya Mahar Maligan 1 1) Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, FTP Universitas Brawijaya Malang Jl. Veteran, Malang 65145 *Penulis Korespondensi, email: [email protected] ABSTRAK Labu kuning merupakan tanaman yang mudah tumbuh di berbagai daerah mulai dari dataran tinggi hingga dataran rendah. Ketersediaan labu kuning di Indonesia relatif tinggi, menurut data BPS produksi labu kuning di Indonesia pada tahun 2011 produksinya mencapai 428.197 ton. Labu kuning sangat potensial untuk dikembangkan menjadi produk pangan olahan berbasis pangan lokal yaitu lempok labu kuning. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan lama dan suhu pemasakan sehingga menghasilkan produk yang sesuai dengan syarat mutu lempok. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 2 faktor. Faktor I adalah lama waktu pemasakan yang terdiri dari 3 level (90, 120, dan 150 menit). Faktor II adalah suhu pemasakan yang terdiri dari 3 level (70±2 0 C, 80±2 0 C, dan 90±2 0 C). Hasil pengamatan akan dianalisis dengan analysis of variance (ANOVA) dilanjutkan uji DMRT 1%. Perlakuan terbaik lempok labu kuning dengan metode Zeleny yaitu lempok labu kuning dengan suhu pemasakan 80±2 0 C selama 120 menit dengan nilai kadar air (27.61%), total gula (43.28%), total karoten 15.39 μg/g, serat kasar (4.53%), tekstur (8.80 N), tingkat kecerahan L + (46.34), tingkat kemerahan a* (8.55), tingkat kekuningan b* (24.05), nilai warna lempok labu kuning 3.48 (agak menyukai), nilai aroma lempok labu kuning 3.47 (agak menyukai), nilai rasa lempok labu kuning 3.63 (suka), dan nilai tekstur lempok labu kuning 3.75 (suka). Kata Kunci: Labu Kuning, Lempok, Suhu, Lama Pemasakan ABSTRACT Pumpkin is a plant that easy to grow in various areas ranging from the highlands to the lowlands. The availability of pumpkin in Indonesia is relatively high, according to Central Bureau of Statistics production of pumpkin in Indonesia in 2011 its production reached 428.197 tons. Pumpkin is potential to be developed into local food-based processed food products that are pumpkin lempok. The purpose of this study is to determine length of cooking and cooking temperature in producing a product according to product quality requirements. This research used Factorial Randomized Block Design (RBD) with two factors. Factor I is the length of cooking consisting of 3levels (90, 120, and 150 minutes). Factor II is a cooking temperature consisting of 3 levels (70±2 0 C, 80±2 0 C, and 90±2 0 C). The result data was analyzed using ANOVA followed by 1% DMRT test. The best treatment selected by Zeleny is pumpkin lempok with cooking temperature of 80 0 C for 120 minutes length cooking with moisture content (27.61%), total sugar (43.28%), total carotenoid 15.39 μg /g, crude fiber (4.53%), texture (8.80 N), brightness L + (46.34), redness a * (8.55), yellowishness b * (24.05), color value pumpkin lempok 3.48 (rather like), odor of pumpkin lempok 3.47 (rather like), taste of pumpkin lempok 3.63 (like), and texture value of pumpkin lempok 3.75 (like). Keyword: Pumpkin, Lempok, Temperature, Length of Cooking
12

PENGARUH SUHU DAN LAMA PEMASAKAN TERHADAP …

Nov 26, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: PENGARUH SUHU DAN LAMA PEMASAKAN TERHADAP …

Karakteristik Lempok Labu Kuning – Nilasari, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.5 No.3:15-26, Juli 2017

15

PENGARUH SUHU DAN LAMA PEMASAKAN TERHADAP KARAKTERISTIK LEMPOK LABU KUNING (WALUH)

The Effect of Temperature and Length of Cooking to Pumpkin Lempok

Characteristic

Ovrida Wahyu Nilasari1*, Wahono Hadi Susanto1, Jaya Mahar Maligan1

1) Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, FTP Universitas Brawijaya Malang

Jl. Veteran, Malang 65145 *Penulis Korespondensi, email: [email protected]

ABSTRAK

Labu kuning merupakan tanaman yang mudah tumbuh di berbagai daerah mulai dari

dataran tinggi hingga dataran rendah. Ketersediaan labu kuning di Indonesia relatif tinggi, menurut data BPS produksi labu kuning di Indonesia pada tahun 2011 produksinya mencapai 428.197 ton. Labu kuning sangat potensial untuk dikembangkan menjadi produk pangan olahan berbasis pangan lokal yaitu lempok labu kuning. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan lama dan suhu pemasakan sehingga menghasilkan produk yang sesuai dengan syarat mutu lempok. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 2 faktor. Faktor I adalah lama waktu pemasakan yang terdiri dari 3 level (90, 120, dan 150 menit). Faktor II adalah suhu pemasakan yang terdiri dari 3 level (70±20C, 80±20C, dan 90±20C). Hasil pengamatan akan dianalisis dengan analysis of variance (ANOVA) dilanjutkan uji DMRT 1%. Perlakuan terbaik lempok labu kuning dengan metode Zeleny yaitu lempok labu kuning dengan suhu pemasakan 80±20C selama 120 menit dengan nilai kadar air (27.61%), total gula (43.28%), total karoten 15.39 µg/g, serat kasar (4.53%), tekstur (8.80 N), tingkat kecerahan L+ (46.34), tingkat kemerahan a* (8.55), tingkat kekuningan b* (24.05), nilai warna lempok labu kuning 3.48 (agak menyukai), nilai aroma lempok labu kuning 3.47 (agak menyukai), nilai rasa lempok labu kuning 3.63 (suka), dan nilai tekstur lempok labu kuning 3.75 (suka). Kata Kunci: Labu Kuning, Lempok, Suhu, Lama Pemasakan

ABSTRACT

Pumpkin is a plant that easy to grow in various areas ranging from the highlands to the lowlands. The availability of pumpkin in Indonesia is relatively high, according to Central Bureau of Statistics production of pumpkin in Indonesia in 2011 its production reached 428.197 tons. Pumpkin is potential to be developed into local food-based processed food products that are pumpkin lempok. The purpose of this study is to determine length of cooking and cooking temperature in producing a product according to product quality requirements. This research used Factorial Randomized Block Design (RBD) with two factors. Factor I is the length of cooking consisting of 3levels (90, 120, and 150 minutes). Factor II is a cooking temperature consisting of 3 levels (70±20C, 80±20C, and 90±20C). The result data was analyzed using ANOVA followed by 1% DMRT test. The best treatment selected by Zeleny is pumpkin lempok with cooking temperature of 800C for 120 minutes length cooking with moisture content (27.61%), total sugar (43.28%), total carotenoid 15.39 μg /g, crude fiber (4.53%), texture (8.80 N), brightness L + (46.34), redness a * (8.55), yellowishness b * (24.05), color value pumpkin lempok 3.48 (rather like), odor of pumpkin lempok 3.47 (rather like), taste of pumpkin lempok 3.63 (like), and texture value of pumpkin lempok 3.75 (like). Keyword: Pumpkin, Lempok, Temperature, Length of Cooking

Page 2: PENGARUH SUHU DAN LAMA PEMASAKAN TERHADAP …

Karakteristik Lempok Labu Kuning – Nilasari, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.5 No.3:15-26, Juli 2017

16

PENDAHULUAN

Labu kuning (Cucurbita moschata) dapat tumbuh baik di Indonesia sehingga ketersediaannya berlimpah ruah. Menurut data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik, produksi labu kuning di Indonesia pada tahun 2011 produksinya mencapai 428.197 ton (Kusumawati, 2013). Sedangkan konsumsi labu kuning di Indonesia masih sangat rendah, yakni kurang dari 5 kg per kapita per tahun. Selain itu, harga dari labu kuning yang relatif murah yaitu Rp 5.000/kg. Melihat ketersediaan labu kuning di Indonesia berlimpah dan kaya akan kandungan gizi dengan harga terjangkau sedangkan pemanfaatan yang terbatas, labu kuning sangat potensial untuk dikembangkan menjadi produk pangan olahan berbasis pangan lokal. Salah satu makanan olahan berbahan baku labu kuning yang belum dikembangkan adalah lempok labu kuning. Lempok adalah makanan tradisional daerah Sumatra dan Kalimantan yang terbuat dari daging buah durian yang dicampur dengan gula (Rusdiardy, 2005).

Proses pembuatan lempok labu kuning dipengaruhi oleh suhu dan lama pemasakan. Pengolahan lempok akan dilakukan pada suhu pemasakan (70±20C, 80±20C, dan 90±20C) dan lama pemasakan (90,120, dan 150 menit) untuk memperoleh kualitas terbaik. Lempok yang berkualitas baik adalah lempok dengan tekstur yang tidak terlalu lembek dan tidak terlalu keras. Untuk memperoleh tekstur lempok yang tidak terlalu lembek dan tidak terlalu keras diperlukan pembentukan gel yang konsisten. Pembentukan gel pada lempok dipengaruhi oleh proses gelatinisasi pada suhu tertentu dan keseimbangan asam-air-pektin (Wuryantoro, 2013). Selain itu, proses pengolahan menggunakan panas ini dapat menyebabkan perubahan fisikokimia, organoleptik maupun kandungan gizi pada bahan pangan. Penggunaan suhu rendah dalam waktu yang singkat dapat mengurangi kerusakan terhadap kandungan gizi dalam bahan pangan, akan tetapi pembentukan gel pada lempok belum sempurna yang akan menyebabkan tekstur yang lembek. Sehingga diperlukan kombinasi suhu dan lama pemasakan yang tepat untuk memperoleh lempok yang berkualitas baik.

Penelitian ini dilakukan untuk memberikan alternatif pengembangan teknologi pengolahan terhadap produksi labu kuning di Indonesia yang melimpah dan dapat membantu mengurangi permasalahan ekonomi petani dengan meningkatkan nilai jual labu kuning. Selain itu untuk memberikan informasi mengenai pengaruh suhu dan lama pemasakan terhadap karakteristik lempok labu kuning.

BAHAN DAN METODE

Bahan Bahan yang digunakan dalam proses pembuatan lempok labu kuning adalah labu kuning

(waluh) yang didapat dari daerah Pakisaji, Malang, Jawa Timur. Bahan lain yang digunakan adalah maizena merk RRT XINGMAO, gula merk Rose Brand, margarin merk Simas yang didapat di toko bahan kue “Master Bahan Kue”, yang berada di Kota Malang. Bahan yang digunakan untuk analisis adalah alkohol 10%, HCl, NaOH, reagen Anthrone, reagen arsenomolibdat, aquades, Cu2O, eter, CaCl2, AgNO3, H2SO4, K2SO4, aseton, petroleum eter, dan Na2SO4 yang diperoleh dari CV Amani di Kota Malang.

Alat

Alat yang digunakan dalam pembuatan lempok labu kuning (waluh) yaitu kompor gas (merk Rinai), baskom, pisau, loyang, panci, pengaduk kayu, sendok, timbangan (merk Hunza), plastik, blender (merk Miyako tipe BL-151 PF/AP), termometer dan stopwatch.Alat yang digunakan untuk analisa adalah timbangan analitik (merk Denver M310 USA), kertas saring, kompor listrik (merk Maspion), pendingin balik, oven listrik (WTB Binder), desikator (merk Schott Duran), spektrofotometer (UNICO RRC UV 2100), bola hisap, vortex (Model VM 2000), centrifuge, alumunium foil, tensile strength test, dan glass ware merk Pyrex.

Desain Penelitian

Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan metode Analysis of Variance (ANOVA) untuk mengetahui perbedaan atau pengaruh pada setiap perlakuan.

Page 3: PENGARUH SUHU DAN LAMA PEMASAKAN TERHADAP …

Karakteristik Lempok Labu Kuning – Nilasari, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.5 No.3:15-26, Juli 2017

17

Apabila hasil uji menunjukkan hasil yang berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test). Data dari hasil uji organoleptik dianalisis menggunakan uji Hedonic Scale Scoring. Sedangkan untuk pemilihan perlakuan terbaik dilakukan dengan metode Multiple Atribut (Zeleny, 1982).

Tahapan Penelitian Proses Pembuatan Lempok Labu Kuning

Labu kuning dikupas dan dipotong dadu, kemudian ditimbang 1 kg. Lalu labu kuning dilakukan blanching selama 5 menit. Setelah itu dihaluskan dengan blander sampai menjadi sluri. Penambahan maizena (5% dari berat sluri), gula (10% dari berat sluri), dan margarin (3% dari berat sluri). Kemudian dilakukan pemasakan pada suhu (70±20C; 80±20C; dan 90±20C) selama (90 menit; 120 menit; dan 150 menit). Lempok labu kuning dilakukan pengemasan dan disterilisasi uap panas selama 15 menit.

Prosedur Analisis

Analisis penelitian ini meliputi kadar air (Sudarmadji dkk, 1996), total gula metode Anthrone (AOAC, 1990), Total Karoten (Rodriguez dan Kimura, 2004), serat kasar (AOAC, 1995), pektin (Andarwulan, 2011), total asam (Apriyantono et al., 1989), tekstur dengan tensile strenght (Yuwono dan Susanto, 1998), warna dengan colour reader, uji hedonik organoleptik dan uji perlakuan terbaik (Zeleny, 1982).

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Analisis Bahan Baku Data hasil analisis parameter fisik dan kimia labu kuning dibandingkan pustaka dapat

dilihat pada tabel 1

Tabel 1 Data Hasil Analisis Bahan Baku Labu Kuning dengan dibandingan dengan Pustaka

Parameter

Labu Kuning

Hasil Analisis Pustaka

Kadar air (%) 86.66 89.47a)

Total gula (%) 7.91 8.89 b)

Total asam (%) 0.08 0.11c)

Kadar serat kasar (%) 4.23 3.48 d)

Kadar Pektin (%) 0.58 0.63 a)

Total Karoten (µg/g) 32.80 47.90 e)

Warna :

Tingkat kecerahan (L*) 62.56 48.70f)

Tingkat kemerahan (a*) 16.15 31.17f)

Tingkat kekuningan (b*) 48.64 45.27f)

Sumber: a) Yuliana dkk. (2003), b) Murdiati dkk. (2005), c) Rahman dkk. (2013), d) Departemen Kesehatan RI (1996), e)Nawirska et al. (2009), f)Wahyuni dan Widjanarko (2015)

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa adanya perbedaan data dari hasil analisis

dengan pustaka. Hal ini dimungkinkan karena perbedaan umur buah, keadaan iklim, tempat tumbuh, cara pemeliharaan dan pemanenan buah, dan penyimpanan buah pasca panen (Khurniyati, 2015).

Page 4: PENGARUH SUHU DAN LAMA PEMASAKAN TERHADAP …

Karakteristik Lempok Labu Kuning – Nilasari, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.5 No.3:15-26, Juli 2017

18

2. Analisis Kimia Lempok Labu Kuning a. Kadar Air

Hasil analisis menunjukan kadar air lempok labu kuning berkisar antara 54.77%-14.73%. Pengaruh perlakuan suhu dan lama pemasakan terhadap kadar air lempok labu kuning dapat dilihat dalam Gambar 1.

Gambar 1. Pengaruh Perlakuan Suhu Pemasakan (0C) dan Lama Pemasakan Terhadap Kadar Air (%) Lempok Labu Kuning

Semakin tinggi suhu pemasakan dan semakin lama pemasakan maka kadar air pada

lempok labu kuning mengalami penurunan karena proses pemasakan. Proses pemasakan dilakukan untuk meningkatkan viskositas pada produk lempok labu kuning dan mempercepat penguapan air dalam bahan. Pada proses pemasakan lempok dengan panas menyebabkan pati jagung mengalami gelatinisasi dimana molekul granula dari pati menyerap air dari bahan terutama molekul amilopektin dari pati jagung. Menurut Kusumawati (2013) bahwa pati jagung memiliki sifat yang mampu mengikat molekul air melalui ikatan hidrogen sehingga mengurangi jumlah air bebas pada bahan. Pemasakan juga menyebabkan penguapan air dalam lempok labu kuning sehingga semakin tinggi suhu pemasakan dan semakin lama pemasakan kadar air akan menurun. Hal ini didukung dengan pernyataan Fitriani (2008) bahwa semakin lama waktu pemasakan kadar air akan menurun, menyebabkan penguapan air lebih banyak sehingga kadar air dalam bahan semakin kecil. Penguapan tersebut juga diakibatkan karena terjadinya perbedaan tekanan uap antara air pada bahan dengan uap air pada udara. Tekanan uap air pada bahan pada umumnya lebih besar dari tekanan uap air di udara sehingga terjadi perpindahan massa air dari bahan ke udara.

b. Total Gula

Hasil analisis menunjukan total gula lempok labu kuning berkisar antara 56.36-25.16%. Pengaruh perlakuan suhu dan lama pemasakan terhadap total gula lempok labu kuning dapat dilihat dalam Gambar 2. Pada gambar 2 terlihat bahwa kenaikan kadar gula seiring dengan kenaikan suhu dan semakin lama pemasakan. Hal ini disebabkan karena adanya proses pemasakan dengan panas pada pembuatan Lempok. Menurut Heldman (2012) semakin lama proses pemasakan maka proses penguapan air bebas dalam produk akan semakin tinggi. Jika penguapan semakin tinggi maka kadar air semakin turun sehingga persentase total gula semakin meningkat. Berdasarkan Sutrisno (2014) adanya proses pemanasan dapat mempengaruhi kadar gula, hal tersebut dikarenakan terjadi penurunan kadar air sehingga persentase kadar gula meningkat. Hal ini juga didukung dengan pernyataan Agus (2012), adanya penguapan air selama pemanasan menyebabkan kadar air menurun dan konsentrasi padatan akan meninggkat. Penurunan kadar air juga akan menambah tingginya kadar zat gizi yang tertinggal.

54.77

35.96

19.30

47.56

27.61

16.66

40.74

20.85

14.73

0.00

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

70 80 90

KA

DA

R A

IR (

%)

SUHU PEMASAKAN (0C)

90 Menit

120 Menit

150 Menit

Page 5: PENGARUH SUHU DAN LAMA PEMASAKAN TERHADAP …

Karakteristik Lempok Labu Kuning – Nilasari, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.5 No.3:15-26, Juli 2017

19

Gambar 2. Pengaruh Perlakuan Suhu Pemasakan (0C) dan Lama Pemasakan Terhadap Total Gula (%) Lempok Labu Kuning

c. Total Karoten

Hasil analisis menunjukan rerata total karoten pada lempok labu kuning berkisar antara 4,46-24,51 µg/g. Pengaruh perlakuan suhu dan lama pemasakan terhadap total karoten lempok labu kuning dapat dilihat dalam Gambar 3.

Gambar 3. Pengaruh Perlakuan Suhu Pemasakan (0C) dan Lama Pemasakan Terhadap Total Karoten (µg/g) Lempok Labu Kuning

Semakin tinggi suhu dan lama pemasakan maka total karoten dalam lempok labu kuning

akan semakin mengalami penurun. Penurunan total karoten ini disebabkan karena proses pemasakan lempok labu kuning menggunakan panas. Menurut Wahyuni dan Widjanarko (2008), kandungan karoten akan menurun seiring dengan meningkatnya suhu dan lama waktu pemasakan. Hal ini disebabkankan karena karoten terdegradasi akibat proses oksidasi pada suhu tinggi yang menyebabkan struktur karoten tidak stabil. Preedy (2012) menyatakan bahwa karotenoid akan berubah menjadi Z-isomer yang masih belum menyebabkan perubahan warna. Ketika oksidasi berlanjut maka akan terbentuk senyawa volatil dan degradasi senyawa karoten menjadi aldehid dan keton dengan berat molekul yang lebih rendah.

Menurut Belitz et al. (2009) stabilitas karoten berkaitan dengan keberadaan ikatan rangkap dan ikatan tidak jenuh dalam struktur molekul karoten. Ikatan rangkap pada rantai hidrokarbon karoten berada dalam bentuk trans. Struktur karoten dapat mengalami isomerisasi termal selama pemasakan menjadi bentuk cis. Senyawa karoten dalam bentuk cis memiliki stabilitas rendah dari trans yang mengakibatkan senyawa tersebut mudah teroksidasi pada kondisi perlakuan pamanasan. Karoten paling tidak stabil dibandingkan dengan golongan pigmen yang lain seperti klorofil dan flavonoid.

25.16

40.87

47.51

30.72

43.28

50.49

33.43

45.75

56.36

0.00

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

70 80 90

TO

TA

L G

ULA

(%

)

SUHU PEMASAKAN (0C)

90 Menit

120 Menit

150 Menit

24.51

17.34

9.67

23.08

15.39

7.21

21.45

13.75

4.46

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

70 80 90

TO

TA

L K

AR

OT

EN

G/G

)

SUHU PEMASAKAN (0C)

90 Menit

120 Menit

150 Menit

Page 6: PENGARUH SUHU DAN LAMA PEMASAKAN TERHADAP …

Karakteristik Lempok Labu Kuning – Nilasari, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.5 No.3:15-26, Juli 2017

20

d. Serat Kasar Hasil analisis menunjukan serat kasar lempok labu kuning berkisar 3.95-4.85%.

Pengaruh perlakuan suhu dan lama pemasakan terhadap serat kasar lempok labu kuning dapat dilihat dalam Gambar 4.

Gambar 4. Pengaruh Perlakuan Suhu Pemasakan (0C) dan Lama Pemasakan Terhadap Serat Kasar (%) Lempok Labu Kuning

Perlakuan suhu dan lama pemasakan tidak memberikan pengaruh pada hasil kadar serat

kasar. Hal tersebut dikarenakan serat kasar sukar diuraikan walaupun dengan perlakuan suhu pemasakan yang tinggi dalam waktu yang lama. Menurut Winarno (2002) selulosa dan hemiselulosa lebih sukar untuk diuraikan dan mempunyai sifat-sifat sebagai berikut, yaitu memberi bentuk atau struktur pada tanaman, tidak larut dalam air dingin maupun air panas, tidak dapat dicerna oleh cairan pencernaan manusia sehingga tidak dapat menghasilkan energi, dapat membantu melancarkan pencernaan makanan, dan dapat dipecah menjadi satuan-satuan glukosa oleh enzim dan mikroba tertentu.

3. Analisis Fisik Lempok Labu Kuning a. Tekstur

Hasil analisis menunjukkan tekstur lempok labu kuning berkisar antara 0.87-25.23 N. Pengaruh perlakuan suhu pemasakan terhadap tekstur lempok labu kuning berdasarkan lama pemasakan Gambar 5.

Gambar 5. Pengaruh Perlakuan Suhu Pemasakan (0C) dan Lama Pemasakan

Terhadap Tekstur (N) Lempok Labu Kuning

Semakin tinggi suhu dan semakin lama pemasakan maka nilai rerata tekstur lempok labu kuning semakin tinggi. Hal ini terjadi karena semakin tinggi suhu dan semakin lama pemasakan akan menyebabkan penguapan air semakin besar sehingga kadar air dalam bahan rendah yang menyebabkan tekstur yang mudah patah. Sedangkan kadar gula yang

4.85 4.84

4.09

4.73 4.534.244.43 4.52 3.95

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

70 80 90

SE

RA

T K

AS

AR

(%

)

SUHU PEMASAKAN (0C)

90 Menit

120 Menit

150 Menit

0.87

5.20

12.00

2.27

8.80

15.53

3.73

10.63

25.23

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

70 80 90

TE

KS

TU

R(N

)

SUHU PEMASAKAN (0C)

90 Menit

120 Menit

150 Menit

Page 7: PENGARUH SUHU DAN LAMA PEMASAKAN TERHADAP …

Karakteristik Lempok Labu Kuning – Nilasari, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.5 No.3:15-26, Juli 2017

21

tinggi mengakibatkan tekstur menjadi keras. Menurut Diniyah dkk., (2012), semakin lama waktu penguapan akan dapat menyebabkan kenaikan viskositas. Hal ini disebabkan karena air yang menguap akan semakin banyak dan total padatan terlarut semakin meningkat, sehingga viskositas akan meningkat. Semakin meningkatnya viskositas mengakibatkan tekstur produk semakin keras. Penambahan gula pada proses pemasakan juga berperan dalam menurunkan kandungan air bebas sehingga kadar air produk rendah dan menyebabkan total gula pada produk bertambah (Hadiwijaya, 2013).

b. Tingkat Kecerahan (L)

Tingkat kecerahan lempok labu kuning berkisar antara 52.77-40.68. Pengaruh perlakuan suhu dan lama pemasakan terhadap tingkat kecerahan lempok labu kuning dapat dilihat dalam Gambar 6.

Gambar 6. Pengaruh Perlakuan Suhu Pemasakan (0C) dan Lama Pemasakan Terhadap Kecerahan Lempok Labu Kuning

Semakin tinggi suhu yang digunakan dan semakin lama pemasakan maka nilai

kecerahan semakin rendah atau semakin gelap. Hal ini diduga karena proses pemasakan dengan panas menyebabkan terjadinya pencoklatan non enzimztis pada lempok labu kuning. Menurut Vaclavin dan Christian (2007) pencoklatan non enzimatis seperti reaksi Maillard dan karamelisasi ini sering terjadi selama pemanasan. Reaksi Maillard yaitu reaksi antara gugus amino dari suatu asam amino bebas residu rantai peprida atau protein dengan gugus karbonil dari suatu karbohidrat apabila keduanya dipanaskan atau penyimpanan dalam waktu lama (Lakshmi, 2014). Reaksi Maillard meningkat tajam pada suhu yang tinggi dan menyebabkan pencoklatan semakin cepat terjadi (Winarno, 2002). Selain itu jika pencoklatan disebabkan oleh karamelisasi. Karamelisasi merupakan suatu proses pencoklatan karena degradasi gula-gula tanpa adanya asam amino atau protein pada suhu tinggi. Tingkat kadar air kritis dalam pencoklatan karamelisasi diduga terletak antara kadar air 1-30% (Cleveland et al., 2001).

c. Tingkat Kemerahan (a)

Tingkat kemerahan lempok labu kuning berkisar antara 12.39-4.97. Pengaruh perlakuan suhu dan lama pemasakan terhadap tingkat kemerahan lempok labu kuning dapat dilihat dalam Gambar 7. Semakin tinggi penggunaan suhu dan semakin lama pemasakan maka nilai kemerahan akan semakin tinggi. Hal ini diduga pada proses pemasakan lempok labu kuning yang menggunakan panas menyebabkan terjadinya proses pencoklatan karena mengandung gula. Gula yang dipanaskan terus hingga suhunya melampaui titik leburnya akan terjadi proses karamelisasi. Pembentukan karamel ini membantu mempertajam warna dan menghasilkan warna yang kecoklatan (Winarno, 2002).

52.7748.31

43.0551.24

46.34 41.8649.6744.05

40.68

0.00

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

70 80 90

KE

CE

RA

HA

N (

L)

LAMA PEMASAKAN (0C)

90 Menit

120 Menit

150 Menit

Page 8: PENGARUH SUHU DAN LAMA PEMASAKAN TERHADAP …

Karakteristik Lempok Labu Kuning – Nilasari, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.5 No.3:15-26, Juli 2017

22

Gambar 7. Pengaruh Perlakuan Suhu Pemasakan (0C) dan Lama Pemasakan Terhadap Kemerahan Lempok Labu Kuning

d. Tingkat Kekuningan (b)

Tingkat kekuningan lempok labu kuning berkisar antara 30.65-15.81. Pengaruh perlakuan suhu dan lama pemasakan terhadap tingkat kekuningan lempok labu kuning dapat dilihat dalam Gambar 8.

Gambar 8. Pengaruh Perlakuan Suhu Pemasakan (0C) dan Lama Pemasakan Terhadap Kekuningan Lempok Labu Kuning

Semakin tinggi penggunaan suhu dan semakin lama pemasakan maka nilai kekuningan

akan semakin rendah. Warna kuning pada lempok labu kuning berasal dari pigmen karoten yang berasal dari labu kuning. Karoten tidak stabil pada suhu tinggi. Hal ini didukung dengan pernyatan Histifarina, dkk. (2004) bahwa karoten dapat mengalami degradasi selama pengolahan karena proses oksidasi pada suhu tinggi yang mengubah senyawa karoten menjadi senyawa ionon berupa keton. Selain itu karoten mudah teroksidasi pada suhu tinggi yang disebabkan oleh adanya sejumlah ikatan rangkap dalam struktur molekulnya. Pengolahan dengan suhu tinggi karoten akan mengalami isomerisasi yang menyebabkan penurunan intensitas warna dan titik cair (Legowo, 2005). 4. Korelasi a. Kadar Air

Korelasi antara kadar air (%) dan tekstur (N) lempok labu kuning dapat dilihat pada Gambar 9. Semakin tinggi kadar air maka nilai rerata tekstur lempok semakin rendah atau semakin lunak. Kadar air yang tinggi menyebabkan pektin banyak menarik air. Ketika air yang ditahan struktur besar, maka gel tidak dapat mempertahankan struktur dan kemudin pecah, sedangkan jika air yang ditahan oleh struktur sedikit maka tekstur akan lebih kompak dan kokoh. Blahovec (2007) menjelaskan bahwa bahan dengan kadar air lebih dari 10% masih memiliki potensi bertekstur kenyal dan lunak, namun jika kadar air bahan di bawah 10% maka

4.97

7.81

10.40

6.61

8.55

11.42

7.45

9.30

12.39

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

14.00

70 80 90

TIN

GK

AT

KE

ME

RA

HA

N

SUHU PEMASAKAN (0C)

90 Menit

120 Menit

150 Menit

30.65

25.53

21.34

28.46

24.05

19.90

27.0022.58

15.81

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

35.00

70 80 90

TIN

GK

AT

KE

KU

NIN

GA

N

SUHU PEMASAKAN (0C)

90 Menit

120 Menit

150 Menit

Page 9: PENGARUH SUHU DAN LAMA PEMASAKAN TERHADAP …

Karakteristik Lempok Labu Kuning – Nilasari, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.5 No.3:15-26, Juli 2017

23

bahan akan mudah patah. Hal tersebut menandakan bahwa semakin rendah kadar air maka tekstur dari produk akan semakin keras dan mudah patah.

Gambar 9. Grafik Korelasi Kadar Air (%) dan Tekstur (N) Lempok Labu Kuning

b. Total Gula Total gula (%) lempok labu kuning memiliki korelasi dengan tekstur (N) lempok labu

kuning dapat dilihat pada gambar 10.

Gambar 10. Grafik Korelasi Total Gula (%) dan Tekstur (N) Lempok Labu Kuning Semakin tinggi total gula maka nilai tekstur semakin meningkat. Penambahan gula dapat

mempengaruhi keseimbangan pektin-air dalam bahan sehingga pektin akan menggumpal dan membentuk matriks halus yang mampu menahan cairan. Kekuatan matriks tersebut dipengaruhi oleh kadar gula. Hal ini menyebabkan semakin tinggi kadar gula dalam bahan maka semakin berkurang air yang ditahan oleh matriks sehingga tekstur lebih kompak dan kokoh. Menurut Sularjo (2010) penambahan gula pasir akan mempengaruhi terbentuknya gel. Apabila gula yang ditambahkan terlalu banyak maka terjadi kristalisasi pada permukaan gel, namun jika gula yang ditambahkan terlalu sedikit maka struktur gel yang terbentuk terlalu lunak.

5. Organoleptik

Rerata hasil uji hedonik dari 9 perlakuan terhadap parameter warna, aroma, rasa dan tekstur pada lempok labu kuning dapat dilihat pada Gambar 11. Berdasarkan gambar 11 dapat dilihat bahwa perlakuan suhu pemasakan 800C selama 120 menit cenderung menghasilkan mutu organoleptik yang menjauhi pusat, dimana apabila semakin menjauhi titik pusat maka semakin dapat diterima panelis.

y = -0.4661x + 23.769R² = 0.7764

-5.00

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00

Tekstu

r(N

)

Kadar Air (%)

y = 0,7116x - 20,175R² = 0,8699

-5.00

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

0 10 20 30 40 50 60

Tekstu

r (N

)

Total Gula (%)

Page 10: PENGARUH SUHU DAN LAMA PEMASAKAN TERHADAP …

Karakteristik Lempok Labu Kuning – Nilasari, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.5 No.3:15-26, Juli 2017

24

Gambar 11. Grafik Rerata Hasil Uji Hedonik dari 9 Perlakuan .

6. Perlakuan Terbaik Hasil pengujian perlakuan terbaik lempok labu kuning terhadap parameter kimia, fisik

dan organoleptik dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 2. Perlakuan Terbaik Kimia, Fisik dan Organoleptik Lempok Labu Kuning Akibat Perlakuan Suhu dan Lama Pemasakan

Perlakuan

Nilai L Total Terendah (Metode Zeleny)

Kimia – Fisik - Organoleptik

Suhu 700C, Lama Pemasakan 90 Menit 0.5344 Suhu 700C, Lama Pemasakan 120 Menit 0.5226 Suhu 700C, Lama Pemasakan 150 Menit 0.5048 Suhu 800C, Lama Pemasakan 90 Menit 0.5097 Suhu 800C, Lama Pemasakan 120 Menit 0.4873* Suhu 800C, Lama Pemasakan 150 Menit 0.5622 Suhu 900C, Lama Pemasakan 90 Menit 0.5263 Suhu 900C, Lama Pemasakan 120 Menit 0.5833 Suhu 900C, Lama Pemasakan 150 Menit 0.7106

Keterangan : (*) Perlakuan Terbaik

Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa berdasarkan semua parameter baik secara kimia, fisik dan organoleptik maka lempok dengan perlakuan suhu pemasakan 800C selama 120 menit (L2T2) menghasilkan lempok dengan perlakuan terbaik.

SIMPULAN

Perlakuan suhu dan lama pemasakan berpengaruh sangat nyata terhadap semua analisis kimia dan fisik yang dilakukan, kecuali kadar serat kasar lempok labu kuning. Produk lempok labu kuning terbaik menurut parameter kimia, fisik, dan organoleptik adalah lempok dengan perlakuan suhu pemasakan 800C selama 120 menit dengan nilai kadar air (27.61%), total gula (43.28%), total karoten 15.39 µg/g, serat kasar (4.53%), tekstur (8.80 N), tingkat kecerahan L+ (46.34), tingkat kemerahan a* (8.55), tingkat kekuningan b* (24.05), nilai warna lempok labu kuning 3.48 (agak menyukai), nilai aroma lempok labu kuning 3.47 (agak menyukai), nilai rasa lempok labu kuning 3.63 (suka), dan nilai tekstur lempok labu kuning 3.75 (suka).

012345Warna

Aroma

Rasa

Tekstur

L1T1 L2T1 L3T1 L1T2 L2T2

L3T2 L1T3 L2T3 L3T3

Page 11: PENGARUH SUHU DAN LAMA PEMASAKAN TERHADAP …

Karakteristik Lempok Labu Kuning – Nilasari, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.5 No.3:15-26, Juli 2017

25

DAFTAR PUSTAKA Agus, Martua I. 2012. Pengaruh Suhu dan Lama Waktu Ekstraksi Terhadap Sifat Kimia dan

Fisik Pada Pembuatan Minuman Sari Jahe Merah dengan Kombinasi Penambahan Madu Sebagai Pemanis. Jurnal Pangan dan Agroindustri 3(2): 530-541

Andarwulan, Kusnandar, dan Herawati. 2011. Analisis Pangan. Dian Rakyat. Jakarta AOAC. 1990. Official Methods of Analysis of the Association Of Official Analytical Chemist.

AOAC int. Washington D.C AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of the Association Of Official Analytical Chemist.

AOAC int. Washington D.C Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari N, Sedarnawati Y, Budianto S. 1989. Petunjuk

Laboratorium Analisis Pangan . PAU Pangan dan Gizi. IPB Bogor Belitz H.D., W. Grosch dan P. Schieberle. 2009. Food Chemistry 4th revised and extended ad.

Berlin: Spinger Blahovec, J. 2007. Modified Classification of Sorption Isotherms. Jurnal of Food Engineering.

91: 72-77 Cleveland, J., Thomas J.M., Ingolf F.N, Michael L. Chikindas. 2001. Bacteriocins: safe, natural

antimicrobials for food preservation. Journal of Food Microbiology. 71: 1–20 Diniyah, N., Wijanarko, S. B. & Purnomo, H. 2012. Teknologi Pengolahan Gula Coklat Cair

Nira Siwalan (Borassus flabellifer L.). Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 23 (1): 53-62

Fitriani, Shanti. 2008. Pengaruh Suhu dan Lama Pengeringan Terhadap Beberapa Mutu Manisan Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbing L.) Kering. Jurnal Teknologi Pangan 7: 32-37

Hadiwijaya, H. 2013. Pengaruh Penambahan Gula Terhadap Karakteristik Sirup Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Andalas. Padang

Heldman, Dennis. R. 2012. Food Procces Engineering Second Edition. The AVI Publishing Company, Inc. Wesport

Histifarina, D., D. Musaddad, dan E. Murtiningsih. 2004. Teknik Pengeringan dalam Oven untuk Irisan Wortel Kering Bermutu. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Jurnal Hortikultura 14(2):107-112

Khurniyati, M.I. 2015. Pengaruh Konsentrasi Natrium Benzoat dan Kondisi Pasteurisasi (Suhu dan Waktu) Terhadap Karakteristik Minuman Sari Apel Berbagai Varietas: Kajian Pustaka. Jurnal Pangan dan Agroindustri 3 (2): 523-529

Kusumawati, D.A. 2013. Karakteristik Fisik dan Kimia Edible Film Pati Jagung yang Diinkorporasi dengan Perasan Temu Hitam. Jurnal Pangan dan Agroindustri (1): 90-100

Lakshmi, Chaitanya. 2014. Food Coloring: The Natural Way. Research Journal of Chemical Sciences 4(2): 87-96

Legowo, Antono. 2005. Pengaruh Blanching terhadap Sifat Sensoris dan Kadar Provitamin Tepung Labu Kuning. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Preedy, V.R. 2012. Vitamin A and Carotenoids: Chemistry, Analysis, Function, and Effects. Royal Society of Chemistry. Cambridge

Rodriguez, DB and Kimura M. 2004. Harvest Plus Handbook for Carotenoid Analysis. IFPRI and CIAT. Washington

Rusdiardy, I. 2005. Studi Karakteristik Lempok (Dodol Durian) yang Beredar di Kota Pontianak, Kalimantan Timur. Skripsi. Universitas Brawijaya. Malang

Sudarmadji, S., Haryono, Bambang, Suhardi. 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta

Sudarmadji, S., Haryono, Bambang, Suhardi. 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta

Page 12: PENGARUH SUHU DAN LAMA PEMASAKAN TERHADAP …

Karakteristik Lempok Labu Kuning – Nilasari, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.5 No.3:15-26, Juli 2017

26

Sutrisno, C.D.N. 2014. Pengaruh Penambahan Jenis dan Konsentrasi Pasta (Santan dan Kacang) Terhadap Kualitas Produk Gula Merah. Jurnal Pangan dan Agro Industri 2 (1) : 97-105

Vaclavik, V dan Christian, E.W. 2007. Essentials of Food Science. Springer. New York Wahyuning, D dan Widjanarko, S B. 2015. Pengaruh Jenis Pelarut dan Lama Ekstraksi

Terhadap Ekstrak Karotenoid Labu Kuning dengan Metode Gelombang Ultrasonik. Jurnal Pangan dan Agroindustri 3(2): 390-401

Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Yuwono, S dan T. Susanto. 1998. Pengujian Fisik Pangan. Universitas Brawijaya. Malang Zeleny, M. 1992. Multiple Kriteria Decision Making. Mc Graw-Hil. New York