Pengaruh Struktur kepemilikan saham, leverage, faktor intern dan faktor ekstern terhadap nilai perusahaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Struktur modal atau keputusan pendanaan akan sangat berpengaruh pada kinerja perusahaan. Keputusan apakah dana yang akan digunakan oleh perusahaan dengan hutang atau dengan penjualan saham akan sangat berpengaruh terhadap kinerja perusahaan khususnya dalam rangka memaksimalkan kemakmuran atau kekayaan para pemegang saham atau pemilik yang akan tercermin melalui harga saham perusahaan. Dengan demikian perusahaan perlu mengusahakan suatu keseimbangan yang optimal dalam menggunakan kedua sumber tersebut sehingga dapat memaksimalkan nilai perusahaan. Perusahaan bertujuan untuk memaksimalkan kesejahteraan pemilik melalui keputusan atau 1
205
Embed
Pengaruh Struktur Kepemilikan Saham, Leverage, Faktor Intern Dan Faktor Ekstern Terhadap Nilai Perusahaan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Pengaruh Struktur kepemilikan saham, leverage, faktor intern dan faktor
ekstern terhadap nilai perusahaan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Struktur modal atau keputusan pendanaan akan sangat berpengaruh
pada kinerja perusahaan. Keputusan apakah dana yang akan digunakan
oleh perusahaan dengan hutang atau dengan penjualan saham akan sangat
berpengaruh terhadap kinerja perusahaan khususnya dalam rangka
memaksimalkan kemakmuran atau kekayaan para pemegang saham atau
pemilik yang akan tercermin melalui harga saham perusahaan. Dengan
demikian perusahaan perlu mengusahakan suatu keseimbangan yang
optimal dalam menggunakan kedua sumber tersebut sehingga dapat
memaksimalkan nilai perusahaan.
Perusahaan bertujuan untuk memaksimalkan kesejahteraan pemilik
melalui keputusan atau kebijakan investasi, keputusan pendanaan dan
keputusan dividen yang tercermin dalam harga saham di pasar modal,
demikian jika dilihat berdasarkan sudut pandang manajemen keuangan.
Tujuan ini sering diterjemahkan sebagai suatu usaha untuk
memaksimumkan nilai perusahaan. Dalam mencapai tujuan tersebut,
banyak shareholder yang menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada
para profesional yang bertanggung jawab mengelola perusahaan, yang
disebut manajer. Para manajer yang diangkat oleh shareholder diharapkan
1
akan bertindak atas nama shareholder tersebut, yakni memaksimumkan
nilai perusahaan sehingga kemakmuran shareholder akan dapat tercapai.
Para manajer dalam menjalankan operasi perusahaan, sering kali
tindakannya bukan memaksimumkan shareholder, melainkan justru
tergoda untuk meningkatkan kesejahteraannya sendiri. Kondisi ini akan
mengakibatkan munculnya perbedaan kepentingan antara external
shareholder dengan manajer. Konflik yang disebabkan oleh pemisahan
antara kepemilikan dan fungsi pengelolaan dalam teori keuangan disebut
konflik keagenaan atau Agency conflik.
Peningkatan kepemilikan manajerial dapat digunakan sebagai cara
untuk mengurangi konflik keagenan (Crutchley dan hansen: 1989, Jensen,
Solberg dan Zorn: 1992). Perusahaan meningkatkan kepemilikan
manajerial untuk mensejajarkan kedudukan manajer dengan pemegang
saham sehingga bertindak sesuai dengan keinginan pemegang saham.
Dengan meningkatnya persentase kepemilikan, manajer termotivasi untuk
meningkatkan kinerja dan bertanggung jawab meningkatkan kemakmuran
pemegang saham. Pada kepemilikan yang menyebar, masalah keagenan
terjadi antara pihak manajemen dengan pemegang saham. Hal ini
menyebabkan kekuasaan pemegang saham dan menyerahkan kepada
manajer. Sebagai konsekuensinya, manajer menuntut kompensasi yang
tinggi sehingga meningkatkan biaya keagenan. Pada kondisi ini, konflik
keagenan diatasi dengan meningkatkan kepemilikan manajerial.
Sebaliknya pada kepemilikan yang berkonsentrasi masalah keagenan
2
disebabkan oleh hubungan antara pemegang saham dan kreditor. Masalah
ini dijumpai pada perusahaan-perusahaan di Indonesia. Pada kepemilikan
terpusat terdapat dua kelompok pemegang saham, yaitu controlling
mayority stockholder dan minority stockholder. Manajer diangkat dan
diberhentikan oleh controlling mayority stockholder sehingga
menunjukkan kinerja baik dihadapkan pemegang saham. Kondisi ini
memperkecil biaya keagenan ekuitas tetapi menimbulkan biaya keagenan
baru yaitu biaya keagenan hutang ( Husnan : 2000).
Peningkatan dividen diharapkan dapat mengurangi biaya keagenan.
Hal ini disebabkan dimana dividen yang besar menyebabkan rasio laba
ditahan akan kecil sehingga perusahaan membutuhkan tambahan dana dari
sumber eksternal, seperti emisi saham baru. Penambahan dana
menyebabkan kinerja manajer dimonitor oleh bursa dan penyediaan dana
baru. Pengawasan kinerja menyebabkan manajer bertindak sesuai dengan
kepentingan pemegang saham sehingga mengurangi biaya yang berkaitan
dengan emisi saham baru (floating cost). (Crutchley dan Hansen : 1989).
Perkembangan riset pasar modal telah memotivasi penulis untuk
melakukan penelitian bidang keuangan. Beberapa penelitian tentang
struktur modal terhadap nilai perusahaan telah banyak dilakukan oleh
peneliti dan hasilnya saling kontradiksi. Jensen dan Meckling (1976)
beragumentasi bahwa konflik keagenan terjadi karena adanya pemisahan
kepemilikan dan pengendalian. Konflik keagenan menyebabkan
penurunan nilai perusahaan. Penurunan nilai perusahaan akan
3
mempengaruhi kekayaan dari pemegang saham sehingga pemegang saham
akan melakukan tindakan pengawasan terhadap perilaku manajemen.
Dalam teori keagenan dijelaskan bahwa kepentingan manajemen dan
kepentingan pemegang saham mungkin bertentangan. Hal tersebut
disebabkan manajer mengutamakan kepentingan pribadi, sebaliknya
pemegang saham tidak menyukai kepentingan pribadi manajer tersebut,
karena pengeluaran tersebut akan menambah kos perusahaan yang
menyebabkan penurunan keuntungan perusahaan dan penurunan dividen
yang akan diterima. Pemegang saham menginginkan agar kos tersebut
dibiayai oleh utang, tetapi manajer tidak menyukai dengan alasan bahwa
utang mengandung risiko yang tinggi. Perbedaan kepentingan itu
menimbulkan konflik yaag biasa disebut konflik agensi. Konflik
kepentingan dapat diminimumkan dengan suatu mekanisme pengawasan
yang dapat mensejajarkan kepentingan-kepentingan yang terkait tersebut.
Akibat dari munculnya mekanisme pengawasan tersebut menyebabkan
timbulnya suatu kos yang disebut agency cost.
Ada beberapa alternatif untuk mengurangi kos keagenan tersebut
yaitu : pertama, dengan meningkatkan kepemilikan saham perusahaan oleh
manajemen (Jensen dan Meckling 1976). Analisisnya menyatakan bahwa
proporsi kepemilikan saham dikontrol manajer dapat mempengaruhi
kebijakan-kebijakan perusahaan. Selain itu kepemilikan manajerial akan
mensejajarkan kepentingan manajemen dan pemegang saham, sehingga
manajer akan merasakan langsung manfaat dari keputusan yang diambil
4
dengan benar dan akan merasakan kerugian sebagai konsekwensi dari
pengambilan keputusan yang salah. Kedua, dengan meningkatkan dividen
payout ratio (Crutley dan Hansen, 1989; Easterbrook, 1989; Leland dan
Pyle, 1977). Penelitian mereka menyatakan bahwa pembayaran dividen
akan mempengaruhi kebijakan pendanaan, karena dengan pembayaran
dividen akan mengurangi cash flow perusahaan akibatnya perusahaan
dalam memenuhi kebutuhan operasinya akan mencari alternatif sumber
pendanaan yang relevan, Ketiga, meningkatkan pendanaan dengan utang.
Penurunan utang akan menurunkan besarnya konflik antara pemegang
saham dengan manajemen. Disamping itu utang akan menurunkan exess
cash flow yang ada dalam perusahaan, sehingga akan menurunkan
kemungkinan pemborosan yang dilakukan oleh manajemen. Keempat,
institusional investor sebagai pihak yang memonitor agen, Moh’d et al.
(1998) menyatakan bahwa distribusi saham antara pemegang saham dari
luar seperti institusional investor dapat mengurangi agency cost. Hal ini
disebabkan karena kepemilikan mewakili sumber kekuasaan yang dapat
digunakan untuk mendukung atau sebaliknya terhadap keberadaan
manajemen. Jadi dengan adanya investor institusional akan mendorong
peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen.
Ada dua pandangan yang terus diperdebatkan oleh ahli-ahli
keuangan di dunia. Pandangan pertama dikenal dengan pandangan
tradisional yang menyatakan bahwa struktur modal mempengaruhi nilai
perusahaan. Pandangan tradisional diwakili oleh dua teori yaitu Trade off
5
Theory dan Pecking Order Theory, Myers (1984). Pandangan kedua
dikemukakan oleh Modigliani dan Miller yang menyatakan bahwa struktur
modal tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Myers dan Majluf (1984),
menyatakan bahwa perusahaan cenderung mempergunakan internal equity
terlebih dahulu, dan apabila memerlukan external financing, maka
perusahaan akan mengeluarkan debt sebelum menggunakan external
equity.
Dari beberapa penelitian yang dilakukan pada perusahaan-
perusahaan di Indonesia ditemukan bahwa perusahaan-perusahaan di
Indonesia cenderung mengikuti pecking order theory. Santoso (2001) telah
menemukan bahwa pada umumnya para manajer perusahaan di Indonesia
cenderung mengikuti hirarki pendanaan (pecking order theory). Struktur
modal perusahaan diprediksi juga dipengaruhi oleh faktor ekstern dan
faktor intern perusahaan. Struktur kepemilikan menjadi penting dalam
teori keagenan karena sebagian besar argumentasi konflik keagenan
disebabkan oleh adanya pemisahan kepemilikan dan pengelolaan. Konflik
keagenan tidak terjadi pada perusahaan dengan kepemilikan seratus persen
oleh manajemen (Jensen dan Meckling, 1976). Struktur kepemilikan
saham diprediksi berpengaruh dalam penentuan struktur modal. Semakin
terkonsentrasi kepemilikan saham perusahaan cenderung akan mengurangi
utang. Semakin terkonsentrasi kepemilikan saham, maka akan terjadi
pengawasan yang efektif terhadap manjemen. Manajemen akan semakin
berhati-hati dalam melakukan peminjaman, sebab jumlah utang yang
6
terlalu tinggi akan menimbulkan risiko financial distress sehingga nilai
perusahaan akan menurun. Jumlah utang yang melewati titik optimalnya
akan membuat penghematan pajak dari penggunaan utang lebih rendah
dari pada nilai sekarang dari financial distress dan agency cost (model
trade off). Semakin terkonsentrasi kepemilikan saham perusahaan juga
diprediksi akan menigkatkan nilai perusahaan.
Pentingnya penelitian ini dari jurnal sebelumnya penelitian ini
menggunakan bantuan software Lisrel 8.54, sedangkan dalam jurnal
sebelumnya menggunakan bantuan software Amos 4.0 dan juga dalam
penelitian ini menambahkan dua variabel manifest yaitu DAR (Debt to
Asset Ratio) dan PER (Price Earning Ratio).
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan dan evaluasi peneliti
sebelumnya maka penulis tertarik mengadakan penelitian mengenai
“Pengaruh Struktur Kepemilikan Saham, Leverage, Faktor Intern
Dan Faktor Ekstern Terhadap Nilai Perusahaan”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut peneliti mengidentifikasi
sebagai berikut :
1. Pengaruh kepemilikan saham, faktor ekstern dan faktor intern
terhadap leverage.
2. Pengaruh kepemilikan saham, faktor ekstern, faktor intern dan
leverage terhadap nilai perusahaan.
7
C. Pembatasan Masalah
Untuk membatasi masalah agar tidak terlalu meluas
pembahasannya maka penulis membatasi masalah sebagai berikut :
1. Penelitian ini menggunakan variabel endogen dan eksogen.
2. Peneliti dilakukan pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di
BEI. Periode penelitian per 31 Desember 2003 sampai 31
Desember 2006.
D. Perumusan Masalah
1. Apakah struktur kepemilikan saham berpengaruh signifikan terhadap
leverage?
2. Apakah faktor ekstern berpengaruh signifikan terhadap leverage?
3. Apakah faktor intern berpengaruh signifikan terhadap leverage?
4. Apakah struktur kepemilikan saham berpengaruh signifikan terhadap
nilai perusahaan?
5. Apakah faktor ekstern berpengaruh signifikan terhadap nilai
perusahaan?
6. Apakah faktor intern berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan?
7. Apakah leverage berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan?
8
E. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
E.1 Tujuan Penelitian
Tujuan utama dari studi ini adalah untuk menguji pengaruh
struktur kepemilikan, leverage, faktor ekstern, dan faktor intern terhadap
perusahaan di Bursa Efek Jakarta.
1 Untuk menganalisis pengaruh struktur kepemilikan saham terhadap
leverage.
2 Untuk menganalisis pengaruh faktor ekstern terhadap leverage.
3 Untuk menganalisis pengaruh faktor intern terhadap leverage.
4 Untuk menganalisis pengaruh struktur kepemilikan saham terhadap
nilai perusahaan.
5 Untuk menganalisis pengaruh faktor eksren terhadap nilai perusahaan.
6 Untuk menganalisis pengaruh faktor intern terhadap nilai perusahaan.
7 Untuk menganalisis pengaruh leverage terhadap nilai perusahaan.
E.2 Manfaat Penelitian
1. Bagi Penulis
Dapat menerapkan Ilmu Ekonomi, khususnya dlam Manajemen
Keuangan dan Pasar Modal yang telah diperoleh selama masa
perkuliahan.
2. Bagi Investor
9
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan informasi untuk
mengetahui keadaan keuangan perusahaan sehingga dapat
dimanfaatkan oleh para investor dalam pengambilan keputusan
investor dari pasar modal.
3. Bagi Perusahaan
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh perusahaan publik
dalam hal pengambilan keputusan keuangannya terutama dalam
menentukan berapa besar proporsi sumber pembiayaan struktur
modalnya, dimana diharapkan dengan proporsi struktur modal
tersebut perusahaan dapat meningkatkan harga sahamnya.
4. Bagi Akademisi
Sebagai penambah kepustakaan dibidang keuangan dan pasar modal.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Leverage (Struktur Modal)
Struktur modal / capital structure : berkaitan dengan struktur
pembelanjaan permanen perusahaan yang terdiri dari hutang jangka panjang
dan modal sendiri. Ahmad Rodoni dan Indo Yama Nasaruddin (2007).
Struktur modal adalah perbandingan nilai hutang dengan nilai modal
sendiri yang tercermin pada laporan keuangan akhir tahun.
Struktur modal merupakan perimbangan antara utang dengan modal
yang dimiliki perusahaan. Salah satu isi penting yang sering dihadapi oleh
manajer suatu perusahaan adalah menentukan perimbangan yang tepat antara
utang dengan modal.
Terdapat tiga teori utama dalam menjelaskan tujuan perusahaan dalam
memaksimumkan kesejahteraan pemegang saham. Ketiga teori tersebut
berusaha menjelaskan bagaimana struktur modal dapat memaksimumkan nilai
perusahaan. Ketiga teori tersebut adalah :
a) Teori Tradisional atau Teori Klasik
Menyatakan bahwa struktur modal yang optimal yang dapat
memaksimumkan nilai perusahaan adalah dengan cara
meminimumkan biaya modal rata-rata (average cost of capital). Salah
satu versi teori ini dikembangkan oleh Ezra Solomon yang
11
menyatakan bahwa struktur modal yang optimal terjadi apabila
terdapat kelebihan antara debt equity ratio dengan average cost of
capital.
b) Teori yang dikembangkan oleh Miller dan Modigliani
Menyatakan bahwa pasar modal itu adalah sempurna dan tidak
ada pajak. Mereka menyatakan nilai perusahaan tidak dipengaruhi
oleh struktur modal.
c) Teori yang juga dikembangkan oleh Miller dan Modigliani.
Dengan memperhatikan tingkat pajak mereka menyatakan
bahwa penggunaan utang dapat memaksimumkan nilai perusahaan
dan kemakmuran pemegang saham.
Weston (1963) dalam Napa (1999), menggunakan analisis regresi
berganda untuk menguji leverage. Hasilnya mendukung teori leverage
tradisional. Barger (1963) dalam Napa (1999) menggunakan fungsi kuadrat
untuk mempelajari pengaruh perubahan leverage terhadap nilai pasar
perusahaan .hasilnya mendukung teori tradisional Myers (1984) dalam
penelitiannya menemukan bahwa profitabilitas perusahaan mempunyai
hubungan yang positif secara signifikan dengan utang perusahaan. Myers
dalam Sutiati (2001) menunjukan bahwa perusahaan yang profitabilitas tinggi
lebih dipercaya untuk memperoleh utang. Myers juga berpendapat bahwa
apabila harga saham dipasaran terlalu mahal maka perusahaan harus menolak
menerbitkan saham baru karena harga saham tersebut akan turun melalui
proses penilaian.
12
1. Pengertian Struktur Modal
Struktur modal merupakan komposisi pendanaan ekuitas (modal
sendiri) dan utang pada suatu perusahaan (Wild et al., 2005). Struktur modal
sering kali dihitung berdasarkan besaran relatif berbagai sumber pendanaan.
Stabilitas keuangan perusahaan serta risiko gagal melunasi utang tergantung
pada sumber pendanaan serta jenis dan jumlah berbagai aktiva yang dimiliki
perusahaan. Struktur modal dapat diartikan sebagai paduan sumber dana
jangka panjang yang digunakan oleh perusahaan (Keown et al., 2000).
Sedangkan menurut Awat (1999) struktur modal adalah proporsi antara utang
jangka panjang dan modal sendiri. Demikian pula menurut Riyanto (2001)
bahwa struktur modal adalah perimbangan antara utang jangka panjang
dengan modal sendiri.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal
Menurut Riyanto (2001) besar kecilnya struktur modal yang digunakan
perusahaan dipengaruhi oleh banyak faktor. Adapun faktor-faktor tersebut
antara lain:
a) Tingkat bunga
Tingkat bunga yang berlaku saat manajemen akan menentukan struktur
modal akan mempengaruhi jenis modal apa yang akan digunakan, apakah
menggunakan saham atau obligasi. Penggunaan obligasi hanya dibenarkan
jika tingkat bunga obligasi lebih rendah daripada earning power dari
tambahan modal tersebut.
13
b) Stabilitas earning
Stabilitas dan besarnya earning yang diperoleh perusahaan akan
menentukan apakah perusahan dibenarkan untuk menggunakan modal
dengan beban tetap (utang) atau tidak. Jika perusahaan memiliki earning
yang stabil maka perusahaan akan mampu memenuhi kewajiban finan-
sialnya, sebaliknya perusahaan yang memiliki earning tidak stabil akan
menghadapi risiko tidak dapat membayar beban bunga atau angsuran
utangnya pada tahun-tahun atau kondisi yang buruk.
c) Susunan aktiva
Pada kebanyakan perusahaan industri atau manufaktur di mana
sebagian besar dari modalnya tertanam dalam aktiva tetap, akan cenderung
mengutamakan penggunaan modal sendiri sedang modal asing atau utang
hanya sebagai pelengkap. Sedangkan perusahaan yang sebagian besar
aktivanya terdiri atas aktiva lancar akan menggutamakan pemenuhan ke-
butuhan dananya dengan utang jangka pendek.
d) Risiko aktiva
Risiko yang melekat pada setiap aktiva perusahaan belum tentu sama.
Semakin panjang jangka waktu penggunaannya maka risikonya semakin
besar. Jika perusahaan memiliki aktiva yang peka terhadap risiko maka
perusahaan harus memilih banyak menggunakan modal sendiri yang relatif
tahan risiko, dan sedapat mungkin mengurangi penggunaan modal asing
(utang) yang memiliki risiko lebih tinggi dibanding modal sendiri.
14
e) Jumlah modal yang dibutuhkan
Jumlah modal yang dibutuhkan atau diperlukan dapat mempengaruhi
struktur modal. Jika modal yang dibutuhkan sangat besar maka dirasakan
perlu bagi perusahaan untuk menggunakan beberapa sekuritas secara ber-
samaan, misalnya mengeluarkan saham dan obligasi secara bersamaan.
f) Keadaan pasar modal
Kondisi pasar sering mengalami perubahan yang disebabkan oleh
banyak faktor. Oleh karena itu, dalam rangka memperoleh dana melalui
penjualan sekuritas perusahaan harus memperhatikan kondisi pasar modal.
Ketika investor menyukai menanamkan dananya dalam pembelian saham,
maka pada waktu itu perusahaan lebih baik melakukan penerbitan saham.
g) Sifat manajemen
Bagi manajemen yang optimis terhadap masa depan perusahaan,
umumnya akan berani menangung risiko yang besar (risk seeker),
sehingga akan lebih berani menggunakan utang untuk memenuhi
kebutuhan dana perusahaan. Sebaliknya manajer yang bersifat pesimis dan
tidak menyenangi risiko (risk averter) akan lebih suka menggunakan
sumber dana intern untuk memenuhi kebutuhan dananya.
h) Besarnya perusahaan
Suatu perusahaan yang tergolong besar di mana sahamnya tersebar
sangat luas, penambahan saham untuk memenuhi kebutuhan dana tidak
banyak mempengaruhi kekuasan atau pengendalian pemegang saham
15
mayoritas. Oleh karena itu, perusahaan besar umumnya lebih menyukai
melakukan penerbitan saham baru untuk memenuhi kebutuhan dananya.
Sedangkan menurut Brigham dan Houston (2001) besarnya kecilnya
struktur modal atau utang suatu perusahaan ditentukan oleh empat faktor
berikut :
a. Risiko bisnis
Risiko bisnis atau tingkat risiko yang terkandung dalam
operasi perusahaan apabila perusahaan tersebut menggunakan
utang. Makin besar atau makin tinggi risiko perusahaan, maka
perusahaan akan cenderung menggunakan utang yang rendah.
b. Pajak perusahaan
Alasan utama penggunaan utang oleh perusahaan adalah
karena biaya bunga dapat dikurangkan dalam perhitungan pajak.
c. Fleksibilitas keuangan
Fleksibilitas keuangan atau kemampuan perusahaan untuk
menambah modal dengan persyaratan yang wajar dalam keadaan
yang memburuk. Ketersediaan modal yang cukup merupakan hal
yang penting guna mendukung operasi perusahaan yang stabil serta
menentukan keberhasilan perusahan dalam jangka panjang. Oleh
karena itu dalam kondisi perekonomian yang sulit, atau apabila
perusahaan mengalami kesulitan operasi maka kemungkinan
perusahaan tersebut memperoleh pinjaman dari investor relatif
16
kecil, sehingga kondisi tersebut akan mempengaruhi struktur modal
atau utang perusahaan.
d. Agresivitas manajemen
Pada perusahaan-perusahaan dengan manajer yang agresif
pada umumnya lebih cenderung menggunakan utang untuk
meningkatkan laba.
3. Utang
1) Pengertian utang
Utang atau sering disebut dengan istilah kewajiban adalah "tuntutan-
tuntutan dari pihak luar", yaitu kewajiban ekonomis yang harus dibayar
kepada pihak luar. Pihak-pihak di luar perusahaan tersebut disebut kreditur
(Horngren et al., 1997). Sedangkan menurut Munawir (2001), utang
adalah semua kewajiban keuangan perusahaan kepada pihak lain yang
belum terpenuhi, di mana utang ini merupakan sumber dana atau modal
perusahaan yang berasal dari kreditur.
2) Jenis utang
Utang atau kewajiban perusahaan dapat dikelompokkan menjadi utang
jangka pendek (utang lancar) dan utang jangka panjang.
2a) Utang jangka pendek atau utang lancar
Utang jangka pendek atau utang lancar adalah utang perusahaan
yang pelunasannya atau pembayarannya akan dilakukan dalam jangka
pendek (satu tahun sejak tanggal neraca) dengan menggunakan aktiva
17
lancar yang dimiliki oleh perusahaan (Munawir, 2001). Utang lancar
tersebut meliputi beberapa utang sebagai berikut :
(a) Utang dagang, yaitu utang yang timbul karena adanya pembelian
barang dagangan secara kredit.
(b) Utang wesel, yaitu utang yang disertai dengan janji tertulis untuk
melakukan pembayaran sejumlah tertentu pada waktu tertentu di
masa yang akan datang.
(c) Utang pajak, yaitu utang pajak yang belum disetorkan ke kas
negara.
(d) Biaya yang masih harus dibayar, yaitu biaya-biaya yang sudah
terjadi tetapi belum dilakukan pembayarannya.
(e) Utang jangka panjang yang segera jatuh tempo, yaitu sebagian
(seluruh) utang jangka panjang yang sudah mejadi utang jangka
pendek, karena harus segera dilakukan pembayarannya.
(f) Penghasilan yang diterima di muka (deferred revenue), yaitu
Penerimaan uang untuk penjualan barang/jasa yang belum di
realisir.
2b) Utang jangka panjang
Utang jangka panjang adalah kewajiban keuangan yang jangka
waktu pembayarannya (jatuh temponya) masih jangka panjang (lebih
dari satu tahun sejak tanggal neraca) (Munawir, 2001). Utang jangka
panjang tersebut meliputi:
a. Utang obligasi
18
b. Utang hipotik yaitu utang yang dijamin dengan aktiva tetap
tertentu.
c. Pinjaman jangka panjang yang lain.
4. Modal
Modal adalah hak atau bagian yang dimiliki oleh pemilik Perusahaan
yang ditunjukkan dalam pos modal (modal saham), surplus dan laba yang
ditahan. Atau kelebihan nilai aktiva yang dimiliki oleh perusahaan terhadap
seluruh utang-utangnya (Munawir, 2001). Dalam praktek kadang-kadang
nampak adanya suatu klasifikasi di dalam neraca yang pada umumnya
membingungkan pembaca (sulit untuk ditafsirkan) dengan nama reserve
(cadangan). Seharusnya cadangan ini diklasifikasikan sesuai dengan
klasifikasi neraca yaitu aktiva, utang dan milik sendiri (modal) sehingga
cadangan pada prinsipnya juga terdiri dari tiga golongan yaitu: (Munawir,
2001).
1. Cadangan sebagai pengurang aktiva (reserve that offseting assets). Misal-
nya cadangan penyusutan (reserve for depreciation), cadangan ini
meupakan pengurangan terhadap aktiva yang disusut, sehingga dalam
neraca nampak di sebelah debet mengurangi aktiva yang bersangkutan.
Cadangan penyusutan itu akan lebih tepat bila diberi nama lain yaitu
akumulasi penyusutan, atau akumulasi depresiasi (Munawir, 2001).
2. Cadangan sebagai utang (liability reserve), misalnya reserve for taxes
(cadangan untuk pajak) merupakan suatu utang yang dicatat sebagai
cadangan, ini tidak benar, seharusnya cadangan untuk pajak ini
19
dimasukkan dalam utang lancar (current liability), yaitu Utang Pajak atau
Taksiran Utang Pajak.
3. Cadangan yang merupakan surplus, yang betul-betul merupakan hak para
pemilik perusahaan, misalnya cadangan untuk ekspansi adalah merupakan
pemisahan sebagian dari laba yang ditahan (retained earning), dan dalam
neraca masuk dalam klasifikasi modal (appropriated surplus).
B. Nilai Perusahaan
Nilai perusahaan adalah sangat penting karena dengan nilai perusahaan
yang tinggi akan diikuti oleh tingginya kemakmuran pemegang saham
(Bringham Gapensi, 1996). Semakin tinggi harga saham semakin tinggi nilai
perusahaan. Nilai perusahaan yang tinggi menjadi keinginan para pemilik
perusahaan, sebab dengan nilai yang tinggi menunjukan kemakmuran
pemegang saham juga tinggi. Kekayaan pemegang saham dan perusahaan
dipresentasikan oleh harga pasar dari saham yang merupakan cerminan dari
keputusan investasi, pendanaan (financing), dan manajemen asset.
Menurut Fama (1978) dalam Untung wahyudi et.al , nilai perusahaan
akan tercermin dari harga sahamnya. Harga pasar dari saham perusahaan yang
terbentuk antara pembeli dan penjual disaat terjadi transaksi disebut nilai pasar
perusahaan, karena harga pasar saham dianggap cerminan dari nilai asset
perusahaan sesungguhnya. Nilai perusahaan yang dibentuk melalui indikator
nilai pasar saham sangat dipengaruhi oleh peluang-peluang investasi. Adanya
peluang investasi dapat memberikan sinyal positif tentang pertumbuhan
perusahaan dimasa yang akan datang, sehingga akan meningkatkan harga
20
saham, dengan meningkatnya harga saham maka nilai perusahaan pun akan
meningkat.
Indikator- indikator yang mempengaruhi nilai perusahaan diantaranya
adalah :
1. PER (Price Earning Ratio)
PER yaitu rasio yang mengukur seberapa besar perbandingan antara harga
saham perusahaan dengan keuntungan yang diperoleh para pemegang saham.
( Sutrisno, 2000 dalam Mohammad Usman,2001 dalam Malla Bahagia,2008).
Rumus yang digunakan adalah :
Harga Pasar SahamPER= -------------------------------
Laba per Lembar Saham
Faktor-faktor yang mempengaruhi PER adalah :
Tingkat pertumbuhan laba
Dividend Payout Ratio
Tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh pemodal.
Menurut Basuku Yusuf, 2005 dalam Malla Bahagia, 2008, hubungan faktor-
faktor tersebut terhadap PER dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Semakin tinggi Pertumbuhan laba semakin tinggi PER nya, dengan kata
lain hubungan antara pertumbuhan laba dengan PER nya bersifat positif.
Hal ini dikarenakan bahwa prospek perusahaan dimasa yang akan datang
dilihat dari pertumbuhan laba, dengan laba perusahaan yang tinggi
menunjukkan kemampuan perusahaan dalam mengelola biaya yang
21
dikeluarkan secara efisien. Laba bersih yang tinggi menunjukkan earning
per share yang tinggi, yang berarti perusahaan mempunyai tingkat
profitabilitas yang baik, dengan tingkat profitabilitas yang tinggi dapat
meningkatkan kepercayaan pemodal untuk berinvestasi pada perusahaan
tersebut sehingga saham-saham dari perusahaan yang memiliki tingkat
profitabilitas dan pertumbuhan laba yang tinggi akan memiliki PER yang
tinggi pula, karena saham-saham akan lebih diminati di bursa sehingga
kecenderungan harganya meningkat lebih besar.
2. Semakin tinggi Dividend Payout Ratio (DPR), semakin tinggi PER nya.
DPR memiliki hubungan positif dengan PER, dimana DPR menentukan
besarnya dividen yang diterima oleh pemilik saham dan besarnya dividen
ini secara positif dapat mempengaruhi harga saham terutama pada pasar
modal didominasi yang mempunyai strategi mangejar dividen sebagai
target utama, maka semakin tinggi dividen semakin tinggi PER.
3. Semakin tinggi required rate of return (r) semakin rendah PER, r
merupakan tingkat keuntungan yang dianggap layak bagi investasi saham,
atau disebut juga sebagai tingkat keuntungan yang disyaratkan. Jika
keuntungan yang diperoleh dari investasi tersebut ternyata lebih kecil dari
tingkat keuntungan yang disyaratkan, berarti hal ini menunjukkan
investasi tersebut kurang menarik, sehingga dapat menyebabkan turunnya
harga saham tersebut dan sebaliknya. Dengan begitu r memiliki hubungan
yang negatif dengan PER, semakin tinggi tingkat keuntungan yang
diisyaratkan semakin rendah nilai PER nya.
22
PER adalah fungsi dari perubahan kemampuan laba yang
diharapkan di masa yang akan datang. Semakin besar PER, maka semakin
besar pula kemungkinan perusahaan untuk tumbuh sehingga dapat
meningkatkan nilai perusahaan.
2. PBV (Price Book Value)
Rasio ini mengukur nilai yang diberikan pasar keuangan kepada
manajemen dan organisasi perusahaan sebagai sebuah perusahaan yang
terus tumbuh (Brigham, 1999: 92).
Rumus yang digunakan adalah :
Harga Pasar per Lembar SahamPBV = ---------------------------------------
Nilai Buku per Lembar Saham
C. Struktur Kepemilikan Saham
Struktur kepemilikan saham adalah proporsi kepemilikan institusional dan
manjemen dalam kepemilikan saham perusahaan.
1. Kepemilikan Manajerial
Shleifer dan Vishny (1986) dalam Theresia (2002) menemukan
kepemilikan institusional secara positif terhadap kepemilikan manajerial.
Kepemilikan institusional secara mayoritas akan mengurangi kemungkinan
perusahaan untuk diakuisisi, sehingga meningkatkan keinginan manajer untuk
memperbasar kepemilikan pada perusahaan. Namun sebaliknya, menurut Fitri
23
dan Manduh (2003) semakin tinggi kepemilikan institusioanal maka akan
semakin meningkatkan kepengawasan pihak eksternal terhadap perusahaan.
Proporsi hutang yang besar akan menempatkan manajer di bawah
pengawasan debtholders dan manajer cenderung tidak menyukai pengawasan
oleh debtholders tersebut, sehingga pengaruh kebijakan hutang terhadap
kepemilikan manajerial adalah negatif. Kontras dengan pernyataan diatas,
Fitri dan Mamduh (2003) menyatakan adanya pengaruh positif. Pernyataan
ini berdasarkan pada asumsi bahwa penggunaan hutang akan mengurangi
kebutuhan penerbitan saham baru sehingga meningkatkan proporsi
kepemilikan manajerial.
Hubungan antara dividend dan kepemilikan manajerial dapat dijelaskan
melalui free cash flow hypothesis (FCF) (Jensen, 1986). Melalui hipotesis ini
kebijakan dividen digunakan untuk mempengaruhi kepemilikan manajerial
sehingga mengurangi biaya keagenan yang berkaitan dengan FCF. Penelitian
tersebut membuktikan bahwa terdapat hubungan subtitusi antara kebijakan
dividend dan kepemilikan manajerial.
2. Kepemilikan Institusional
Dengan tingginya kepemilikan manajerial, para investor institusional
akan mendapatkan kesempatan kontrol perusahaan yang lebih sedikit. Ini
berarti bahwa hubungan antara kepemilikan manajerial dan kepemilikan
institusional adalah negatif. Hubungan ini sesuai dengan penelitian Fitri dan
Mamduh (2003).
24
Risiko mempunyai hubungan negatif dan signifikan terhadap
kepemilikan institusional. Tingginya risiko yang dihadapi perusahaan
meningkatkan risiko kebangkrutan dan volatilitas dari pendapatan, hal ini
akan mengurangi minat institusi untuk melakukan investasi pada saham
perusahaan itu karena institusi lebih mementingkan pada stabilitas
pendapatan (Fitri dan Mamduh,2003).
Menurut Crutchley et al (1999), pengaruh kebijakan hutang terhadap
kepemilikan institusional adalah positif. Kebijakan hutang yang tinggi
menyebabkan perusahaan dimonitor oleh pihak debtholders, karena
monitoring dalam perusahaan yang ketat tadi menyebab manajer akan
bertindak sesuai dengan kepentingan debtholders dan shareholders, sehingga
kondisi ini akan menarik masuknya kepemilikan institusional.
Kebijakan dividen mempunyai pengaruh positif terhadap kepemilikan
institusional. Dari sudut pandang investor, investor institusional mungkin
akan lebih tertarik untuk berinvestasi pada saham dengan dividen yang tinggi
dan mekanisme yang ketat.
Semakin banyak saham yang dimiliki manajer akan semakin
menurunkan masalah keagenan sehingga membuat dividen tidak perlu
dibayarkan pada risiko yang tinggi dalam hal ini berarti kepemilikan
manajerial mempengaruhi kebijakan dividen secara negatif.
Dengan jumlah investasi yang tinggi, investor institusional melakukan
monitoring yang semakin ketat dan menghalangi perilaku oportunis manajer.
Monitoring oleh investor institusional ini dapat mengurangi agency cost
25
dalam hal ini yaitu biaya yang ditanggung pemilik untuk mengawasi agen
seperti biaya audit, sehingga dividen yang dibayarkan juga menurun.
Kehadiran kepemilikan institusional memiliki efek subtitusi bagi pembayaran
dividen untuk mengurangi biaya keagenan.
Menurut Chen dan Steiner (1999), variabe risiko mempunyai hubungan
negatif dan signifikan terhadap kebijakan dividen. Dengan tingginya risiko
bisnis yang dihadapi perusahaan akan diantisipasi dengan kebijakan
pembayaran dividen yang rendah. Dividen yang rendah dapat digunakan
untuk menghindari pemotongan dividen dimasa mendatang sehingga
penalokasian sebagian keuntungan pada laba ditahan dapat digunakan untuk
investasi lebih lanjut.
Malalui penjelasan balancing model of agency cost, Megginson (1997)
dalam Mahadwarta (2002) menyatakan bahwa kebijakan hutang
mempengaruhi kebijakan dividen dengan hubungan yang negatif. Perusahaan
dengan tingkat hutang yang tinggi akan berusaha untuk mengurangi agency
cost of debt-nya dengan mengurangi hutang, sehingga untuk membiayai
investasinya digunakan pendanaan dari aliran cost internal. Pemegang saham
akan merelakan aliran kas internal yang sebelumnya dapat digunakan untuk
pembayaran dividen untuk membiayai investasi
26
D. Faktor Ekstern
Faktor ekstern merupakan pengelompokan dari variablel-variabel yang
tidak dapat dikendalikan perusahaan. Variabel yang termasuk faktor ekstern
adalah :
1. Tingkat suku bunga
Pengertian operasional variabel tingkat suku bunga adalah tingkat
bunga kredit investasi dan tingkat bunga kredit modal kerja Bank
Umum rata-rata pertahun yang dibebankan kepada perusahaan atas
penggunaan modal kerja dalam bentuk utang jangka pendek dan dana
investasi dalam bentuk hutang jangka panjang pada akhir tahun. Suku
bunga merupakan biaya modal bagi perusahaan suku bunga yang
tinggi berarti biaya penggunaan dana semakin tinggi sehingga
perusahaan enggan untuk melakukan peminjaman dan selanjutnya
leverage akan menurun.
2. Keadaan Pasar Modal
Keadaan pasar modal semakin bergairah akan mengurangi minat
perusahaan untuk melakukan peminjaman karena perusahaan lebih
tertarik melakukan pembiayaan melalui pasar modal sehingga leverage
akan menurun. Keadaan pasar modal merupakan besarnya nilai
transaksi perdagangan di Bursa Efek Indonesia pada akhir tahun
27
sebagai cermin perkembangan BEI. Variabel pasar modal diukur
dengan len (ln) dari nilai perdagangan saham di BEI pada akhir tahun.
3. Pertumbuhan Pasar
Pertumbuhan pasar adalah persepsi peluang bisnis yang tersedia
dipasar yang harus direbut oleh perusahaan. Pertumbuhan pasar ini
diukur dari nilai rasio selisih volume penjualan pada tahun t dengan
volume penjualan pada tahun t-1 dibagi dengan volume penjualan
industri pada tahun t-1. Pertunbuhan pasar menunjukan kinerja
perusahaan membaik sehingga investor akan merespon positif dan nilai
perusahan akan meningkat. Profitabilitas yang tinggi akan menunjukan
prospek perusahaan yang baik sehingga investor akan merespon positif
sinyal tersebut dan nilai perusahaan meningkat.
E. Faktor Intern
Faktor intern merupakan variabel-variabel yang dapat dikendalikan
oleh perusahaan. Variabel-variabel yang termasuk variabel faktor intern
adalah :
1. Profitabilitas
Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan
profit atau laba selama satu tahun yang dinyatakan dengan rasio laba
operasi dengan penjualan dari data laporan labarugi akhir tahun.
28
Rasio profitabilitas dapat diukur dari dua pendekatan yakni
pendekatan penjualan dan pendekatan investasi (Horne 1992). Ukuran
yang banyak digunakan adalah return on assets (ROA) dan return on
equity (ROE).
Tingkat profitabilitas masa lalu di suatu perusahaan harus
merupakan pene tu atau determinan penting atas struktur modal
perusahaan yang bersangkutan dengan besarnya jumlah laba ditahan,
suatu perusahaan mungkin cenderung memilih pendanaan dari sunber
tersebut dari pada peminjaman. Hal ini sejalan dengan hipotesa
pecking order theory yang digunakan oleh Myers, yang menyatakan
bahwa cara-cara yang dipergunakan oleh perusahaan dalam
memperoleh dana adalah dengan urutan sebagai berikut :
Pertama, dari laba di tahan. Kedua, dari pendanaan hutang dan
Ketiga, dari ekuitas baru. Profitabilitas yang mempunyai pengaruh
penting pada kebijakan dividen perusahaan. Perusahaan yang memiliki
tingkat keuntungan yang tinggi cenderung akan membayarkan sebagai
besar hasil keuntungan tersebut dalam bentuk dividen. Untuk menilai
tingkat profit ini digunakan perhitungan tingkat rata-rata atas asset
(ROA) (Hang and Rhee, 1990. Hal 2a).
Dengan formula :
Laba Bersih yg Tersedia bagi Pemegang Saham BiasaROA = ------------------------------------------------------------------- Rata-rata Total Aktiva
sumber. Brigham Gapenski dan Daves (1999, hal. 77).
29
2. Pembayaran dividen
1.) Definisi kebijakan dividen
Kebijakan dividen adalah kebijakan dalam menentukan pembagian
laba antara pembayaran kepada pemegang saham dan investasi kembali ke
perusahaan (Copeland, 1997 : 125). Kebijakan dividen mempengaruhi baik
pembelajaan jangka panjang ataupun penghasilan yang dibagikan kepada
pemegang saham, maka perusahaan memiliki dua kemungkinan sudut
pandang untuk membayar dividen :
a. Sebagai keputusan pembelanjaan jangka panjang dengan pendekatan
ini, semua laba sesudah pajak yang diperoleh perusahaan dapat
dipandang sebagai sumber dana jangka panjang. Suatu pengumpulan
dividen kas mengurangi jumlah dana yang tersedia untuk membelanjai
pertumbuhan, membatasi pertumbuhan, atau memaksa perusahaan
memperoleh sumber dana yang lain. Perusahaan akan menahan
pendapatanya, bila : a) tersedia proyek-proyek yang menguntungkan,
b) struktur modal membutuhkan modal sendiri.
b. Sebagai suatu keputusan kesejahteraan maksimum dengan pendekatan
ini perusahaan mengakui bahwa pembayaran dividen mempunyai
pengaruh terhadap harga pasar saham biasa. Perusahaan harus
30
memaksimumkan rasa kesejahteraan dengan mendeklarasikan dividen
yang cukup untuk memenuhi harapan investor dan pemegang saham.
(Sarwoko, 1995 : 206) kebijakan dividen yang optimal adalah
kebijakan yang menciptakan keseimbangan diantara dividen saat ini
dan pertumbuhan dimasa mendatang sehingga memaksimumkan harga
saham (Brigham, 1994 : 198).
2.) Jenis-jenis dividen
Jenis-jenis dividen yang dibagikan oleh perusahaan kepada para
pemegang saham adalah :
a. Cash dividend, yaitu dividen yang dibagikan oleh perusahaan dalam
bentuk tunai atau kas.
b. Property dividend, dividen yang dibagikan oleh perusahaan dalam
bentuk aktiva selain kas, misalnya mesin, inventory, dll.
c. Script dividend, yaitu dividen yang dibagikan oleh perusahaan dalam
dua kali pembayaran atau lebih karena perusahaan dalam kesulitan
likuiditas.
d. Liquidating dividend, yaitu dividen dibagikan dengan tidak
berdasarkan keuntungan yang diperoleh perusahaan tetapi merupakan
pengurangan modal perusahan.
Stock dividend, yaitu dividen yang dibagikan oleh perusahaan dalam
bentuk sham. Hal ini dimaksudkan untuk mengkapitalisasi pendapatan
perusahaan sehingga tidak ada aset yang diberikan.
3.) Jenis kebijakan dividen
31
a. kebijakan dividen yang stabil
jumlah dividen per lembar yang dibayarkan setiap tahunnya relatif
tetap selama jangka waktu tertentu meskipun pendapatan per lembar
saham pertahunnya berfluktuasi.
b. kebijakan dividen dengan penetapan jumlah dividen minimal plus
jumlah ekstra tertentu.
Kebijakan ini menetapkan jumlah rupiah minimal dividen per lembar
saham tiap tahunnya. Dalam keadaan keuangan yang lebih baik
perusahaan akan membayarkan dividen ekstra diatas jumlah minimal
tersebut.
c. kebijakan dividen dengan penetapan dividend payout ratio yang
konstan.
Kebijakan ini membayarkan dividen berdasarkan persentase tertentu
dari laba. Ini berarti bahwa jumlah dividen per lembar saham yang
dibayarkan setiap tahunnya akan berfluktuasi sesuai dengan
perkembangan keuntungan neto yang diperoleh setiap tahunnya.
d. kebijakan dividen fleksibel.
Pembayaran besarnya dividen setiap tahunnya disesuaikan dengan
posisi financial dan kebijakan financial perusahan tersebut.
3. Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan dalam penelitian ini merupakan cerminan besar
kecilnya perusahaan yang nampak dalam nilai total aktiva perusahaan
32
pada neraca akhir tahun yang dilakukan dengan len (ln) dari total
aktiva.
Ukuran perusahaan menunjukan aktifitas perusahaan yang dimiliki
perusahaan. Semakin besar ukuran perusahaan berarti semakin besar
aktiva yang bisa dijadikan jaminan untruk memperoleh hutang
sehingga leverage akan meningkat.
Sebuah perusahaan yang besar dan mampu mempertahankan
keberadaannya dengan baik akan memiliki akses yang mudah pada
pasar modal bila dibandingkan dengan perusahaan yang kecil. Karena
aksebilitas yang mudah terhadap pasar modal berarti memiliki
fleksibilitas yang besar dan kemampuan untuk mengumpulkan dana
dalam waktu singkat, dengan demikian perusahaan besar biasanya
mampu membayarkan rasio dividen yang lebih tinggi dibandingkan
perusahaan kecil.
F. Peneliti Sebelumnya
Peneliti sebelumnya telah dilakukan oleh Sujoko dan Ugy Soebiantoro
(2007) yang menguji tentang pengaruh struktur kepemilikan, leverage, faktor
ekstern dan faktor intern terhadap nilai perusahaan di Bursa Efek Jakarta.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis apakah ada
pengaruh struktur kepemilikan, faktor ekstern, dan faktor intern berpengaruh
signifikan terhadap leverage, dan untuk mengetahui serta menganalisis
apakah ada strukrur kepemilikan, faktor ekstern,faktor intern dan leverage 33
berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahan. Populasi dalam studi ini
adalah perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Sebanyak 134
perusahaan diambil sebagai sampel dengan menggunakan purposive
sampling. Adapun metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini
adalah dengan menggunakan analisis Structural Equation Modeling. Hasil
studi ini menunjukan bahwa struktur kepemilikan, faktor ekstern dan faktor
intern berpengaruh signifikan terhadap leverage. Struktur kepemilikan, faktor
ekstern, faktor intern dan leverage berpengaruh signifikan terhadap nilai
perusahaan. Studi ini menguji teori keagenan Jensen dan Meckling (1971).
Pecking Order Theory Myers (1984), Trade Off Model dan Signaling Theory,
Bhattacarya (1979).
Peneliti lainnya dilakukan oleh Siti Khodijah (2006) analisa faktor-
faktor determinan struktur modal dan price earning ratio serta pengujian
terhadap harga saham studi empiris perusahaan Jakarta Islamic Index dengan
pendekatan Path Analysis. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa faktor-
faktor apa saja yang mempengaruhi struktur modal baik secara langsung dan
tidak tidak langsung dalam hal struktur aktiva, operating leverage (DOL),
total leverage (DCC), profitabilitas (ROI), penjualan (sales) dan tingkat
pertumbuhan (grow rates), untuk menganalisa dari variabel-variabel tersebut.
Variabel apa saja yang mempunyai pengaruh paling dominan terhadap
struktur modal perusahaan,untuk memperoleh bukti empiris tentang faktor-
faktor apa saja yang memperngaruhi price earning ratio (PER) , seperti total
leverage (DCL), profitabilitas (ROI), penjualan (sales), dan tingkat
34
pertumbuhan (grow rates), baik secara langsung dan tidak langsung, untuk
menganalisa dari keempat variabel tersebut, variabel apa saja yang
mempunyai pengaruh paling dominan terhadap price earning ratio (PER) dan
untuk memperoleh bukti empiris tentang faktor apa saja dari kedua faktor,
yakni struktur modal dan price earning ratio (PER) yang mempengaruhi harga
saham, serta mencari faktor apa yang dimiliki pengaruh paling dominan.
Metode yang digunakan adalah dengan menggunakan analisis Path Analysis.
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahan-perusahaan yang terdaftar
dalam JII di BEJ dengan menggunakan teknik purposive sampling. Hasil
studi ini menunjukan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal
adalah struktur aktiva dan profitabilitas yang mempunyai pengaruh paling
dominan terhadap struktur modal ialah profitabilitasnya, total pengaruh dari
total leverage dan penjualan maka total leverage mempunyai pengaruh yang
paling dominan terhadap PER dan hasil penelitian selanjutnya yakni antara
pengaruh struktur modal dan PER terhadap harga saham hasil menunjukan
bahwa kedua variabel tersebut mempunyai pengaruh.
Peneliti lainnya dilakukan oleh Cyrillius Martono (2002). Analisa
pengaruh profitabilitas industri, rasio leverage keuangan tertimbang dan
itensitas modal tertimbang serta pangsa pasar terhadap ROA dan ROE
perusahaan manufaktur yang go public di Indonesia. Studi ini meneliti empat
proksi rasio-rasio persaingan yang mempengaruhi profitabilitas perusahaan.
Proksi tersebut meliputi profitabilitas industry, rasio leverage keuangan
tertimbang dan pangsa pasar. Penelitian ini menggunakan data laporan
35
keuangan perusahaan manufaktur yang go public di Indonesia sejak 1994-
1997 dengan total sampel per tahun sebanyak 41 perusahaan yang terdaftar di
Bursa Efek Jakarta. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis regresi
berganda dengan menggunakan pooling data. Uji t dan uji F digunakan untuk
menguji hipotesis penelitian. Hasil penelitian menunjukan bahwa : pertama,
tiga variabel, yaitu ROA industri, intensitas modal tertimbang, dan leverage
keuangan tertimbang terbukti berpengaruh signifikan terhadap ROA
perusahaan. Kedua, tiga variabel, yaitu ROE industri, leverage keuangan
tertimbang, dan pangsa pasar terbukti berpengaruh signifikan terhadap ROE.
Ketiga, berdasarkan nilai R2, hasil analisis regresi ROE. Keempat,
profitabilitas industri, terbukti superior dalam menjelaskan ROA, sedangkan
variabel yang superior dalam menjelaskan ROE adalah rasio leverage
keuangan tertimbang.
Peneliti lainnya dilakukan oleh Ardi Murdoko Sudarmadji dan Lana
Sularto (2007). Pengaruh ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage, dan tipe
kepemilikan perusahaan terhadap luas voluntary disclosure aporan keuangan
tahunan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah variabel ukuran
perusahaan, profitabilitas dan tipe kepemilikan perusahaan berpengaruh
terhadap luas voluntary disclosure laporan tahuanan. Jumlah sampel yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu terdiri dari 8 perusahaan yang bergerak
dalam manufaktur. Pengolahan dan analisis data menggunakan regeresi linier
berganda dengan bantuan program SPSS. Pengujian data digunakan untuk
regresi linier berganda yaitu uji asumsi klasik. Hasil penelitian ini didapat
36
bahwa variabel ukuran perusahaan, profitabilitas dan tipe kepemilikan
perusahaan tidak berpengaruh terhadap luas voluntary disclosure laporan
tahunan.
Peneliti lainnya dilakukan oleh Etty M. Nasser dan Fielyandi F.
(2006) meneliti tentang pengaruh kepemilikan institusional, ukuran
perusahaan, profitabilitas, dan hutang sebagai variabel intervening terhadap
nilai perusahaan. Pengujian hipotesis menggunakan path analysis (structural
equation model) dengan bantuan software Amos 4.0. Penelitian ini bertujuan
untuk menguji apakah ada pengaruh ukuran perusahaan dan kepemilikan
institusional terhadap kebijakan hutang dan menguji apakah ada pengaruh
ukuran perusahaan, kepemilikan institusional, profitabilitas dan kebijakan
hutang terhadap nilai perusahaan. Hasil penelitian ini didapat bahwa variabel
ukuran perusahaan berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap
kebijakan hutang. Kepemilikan institusional mempunyai pengaruh negatif
signifikan terhadap kebijakan hutang. Hasil analisa pengaruh ukuran
perusahaan terhadap nilai perusahaan ditemukan bahwa size mempunyai
pengaruh yang positif signifikan terhadap nilai perusahaan, variabel
profitabilitas juga memiliki pengaruh positif signifikan terhadap nilai
perusahaan.
37
G. Kerangka pemikiran
Struktur kepemilikan secara teoritis mempunyai hubungan dengan
leverage. Semakin terkonsentrasi kepemilikan saham maka pengawasan
pemilik terhadap manjemen akan semakin efektif. Manajemen akan semakin
berhati-hati dalam memperoleh pinjaman sebab jumlah utang yang semakin
meningkat akan menimbulkan financial distress. Terjadinya financial distress
akan mengakibatkan nilai perusahaan akan mengalami penurunan sehingga
mengurangi kemakmuran pemilik.
Suku bunga merupakan biaya modal bagi perusahaan suku bunga
yang tinggi berarti biaya penggunaan dana semakin tinggi dehingga
perusahaan enggan untuk melakukan peminjaman dan selanjutnya leverage
akan menurun. Keadaan pasar modal semakin bergairah akan mengurangi
minat perusahaan untuk melakukan peminjaman karena perusahaan lebih
tertarik melakukan pembiayaan melalui pasar modal sehingga leverage akan
menurun. Pertumbuhan pasar yang tinggi menunjukan peluang pasar yang
bagus sehingga mendorong perusahaan untuk melakukan peminjaman
sehingga leverage akan meningkat. Profitabilitas yang meningkat akan
meningkatkan laba yang ditahan sehingga akan mengurangi minat perusahaan
untuk melakukan peminjaman dan leverage akan menurun. Pembayaran
dividen yang meningkat akan mengurangi laba yang ditahan sehingga sumber
38
dana intern akan menurun dan perusahaan akan tertarik melakukan
peminjaman dan leverage akan meningkat. Ukuran perusahaan menunjukan
aktifitas perusahaan yang dimiliki perusahaan. Semakin besar ukuran
perusahaan berarti semakin besar aktiva yang bisa dijadikan jaminan untruk
memperoleh hutang sehingga leverage akan meningkat. Kepemilikan
institusional akan mendorong pemilik untuk melakukan peminjaman kepada
manajemen sehingga manajemen terdorong untuk meningkatkan kinerjanya,
selanjutnya nilai perusahaan akan meningkat. Kepemilikan manajerial akan
mendorong manajemen untuk meningkatkan kinerja perusahaan, karena
mereka juga memiliki perusahaan. Kinerja perusahaan yang meningkat akan
meningkatkan nilai perusahaan. Suku bunga yang tinggi akan mengurangi
minat investor untuk menginvestasikan dananya kepasar modal sehingga
aktifitas perdagangan akan menurun dan nilai perusahaan akan menurun.
Pertunbuhan pasar menunjukan kinerja perusahaan membaik sehingga
investor akan merespon positif dan nilai perusahan akan meningkat.
Profitabilitas yang tinggi akan menunjukan prospek perusahaan yang baik
sehingga investor akan merespon positif sinyal tersebut dan nilai perusahaan
meningkat. Singnally theory, Bhattacarya (1979) mengemukakan bahwa
profitabilitas yang tinggi menunjukan prospek perusahaan yang bagus
sehingga investor akan merespon positif dan nilai perusahaan akan
meningkat. Pembayaran dividen yang semakin meningkat menunjukan
prospek perusahaan semakin bagus sehingga investor akan tertarik untuk
membeli saham dan nilai perusahaan akan meningkat. Ukuran perusahaan
39
yang besar menunjukan perusahaan mengalami perkembangan sehingga
investor akan merespon positif dan nilai perusahaan akan meningkat. Investor
akan merespon positif sehingga perusahaan akan meningkat. Leverage yang
semakin tinggi menimbulkan financial distress sehingga nilai perusahaan
akan menurun. Balancing theory (1976), Stigliz (1976) menyatakan bahwa
ada keseimbangan antara manfaat dan pengorbanan dalam kaitannya dengan
utang.
Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian yang
disesuaikan dengan konsep jalur, maka secara sistematis dapat dibuat
kerangka pemikiran sebagai berikut :
Keterangan :
X1.1 : Kepemilikan Manajerial
40
X1.2 : Kepemilikan Institusional
X2.1 : Tingkat Suku Bunga
X2.2 : Keadaaan Pasar Modal
X2.3 : Pertumbuhan Pasar
X3.1 : Profitabilitas
X3.2 : Pembayaran Dividen
X3.3 : Ukuran Perusahaan
Y1.1 : DER (Debt to Equity Ratio)
Y1.2 : DAR (Debt to asset Ratio)
Y2.1 : PER (Price Earning Ratio)
Y2.2 : PBV (Price Book Value)
β : (beta) koefisien jalur yang menjelaskan pengaruh dari variabel endogen ke
variabel endogen
γ : (gama) koefisien jalur yang menjelaskan pengaruh dari variabel eksogen
ke variabel endogen
ε : (error) error term yang berkaitan dengan latent variabel endogen
Bentuk persamaan struktural sebagai berikut :
Y1 : γ1 X1 + γ3X2+ γ5 X3+ε1
Y2 : γ2 X1 + γ4X2+ γ6 X3+ε2
Y2 : βY1+ε2
Pada persamaan struktural pertama, X1 (Struktur Kepemilikan Saham), X2
( Faktor Ekstern) dan X3 ( Faktor Intern) merupakan variabel eksogen, Y1
41
(Struktur Modal) sebagai variabel endogen, ε1 merupakan residual variabel yang
berkaitan dengan variabel endogen, dan γ1,γ3,dan γ5 koefisien jalur yang
menjelaskan pengaruh dari variabel eksogen ke variabel endogen. Pada persamaan
struktural kedua X1 (Struktur Kepemilikan Saham), X2 ( Faktor Ekstern) dan X3
( Faktor Intern) merupakan variabel eksogen, Y2 ( Nilai Perusahaan) sebagai
variabel endogen, ε2 merupakan residual variabel yang berkaitan dengan variabel
endogen, dan γ2,γ4,dan γ6 koefisien jalur yang menjelaskan pengaruh dari variabel
eksogen ke variable endogen. Pada persamaan struktural ketiga Y1 (Struktur
Modal) dan Y2 (Nilai Perusahaan) sebagai variabel endogen, β (beta) yaitu
koefisien jalur yang menjelaskan pengaruh dari variabel endogen (Y2)( Nilai
Perusahaan) ke variabel endogen lainnya (Y1)(Nilai Perusahaan. Sedangkan ε2
merupakan residual variabel yang berkaitan dengan variabel endogen.
Awal penelitian ini dilakukan dengan mengamati perusahaan-perusahaan
yang tergabung dalam Bursa Efek Indonesia dan menyeleksi perusahan-
perusahaan yang secara terus menerus membagikan dividen masuk didalamnya
selama empat periode yaitu tahun 2003 sampai dengan tahun 2006. Selanjutnya
dari perusahaan tersebut peneliti mengambil data laporan keuangan akhir tahun
per 31 Desember yang berupa modal saham (share capital), nilai perdagangan
saham (value trade), total sales industry, ROA, DPR, total asset, DER, DAR,
PER dan PBV. Data tersebut akan diolah untuk mendapatkan variabel-variabel
yang diperlukan dalam penelitian. Dalam penelitian ini melibatkan variabel latent
dan beberapa indikator sebagai variabel manifest. variabel latent yaitu variabel
yang tidak bisa diukur secara langsung dan memerlukan beberapa indikator 42
sebagai proksi dan variabel manifest adalah variabel yang secara langsung daoat
diukur.
Variabel latent terdiri dari variabel endogen dan variabel eksogen.
Variabel endogen dalam penelitian ini diantaranya adalah Struktur Modal
(Leverage) (Y1), dan Nilai Perusahaan (Y2), dan variabel eksogennya diantaranya
Struktur Kepemilikan Saham (X1), Faktor Ekstern (X2), Faktor Intern (X2).
Setelah variabel manifest/indikator tersebut diperoleh maka dilakukan
pengujian dengan menggunakan metode structural equation modeling (SEM),
metode ini dibantu dengan menggunakan program Lisrel (Linear Structural
Relationships) 8.54.
H. Rumusan Hipotesis
Secara teoritis, pembiayaan perusahaan dihadapkan oleh berbagai
macam pertimbangan. Salah satu teori yang mendasari keputusan pendanaan
perusahaan adalah pecking order theory, Myers (1984) yang mengemukakan
adanya kecenderungan perusahaan untuk menentukan pemilihan sumber
pendanaan atas dasar hirarki risiko (pecking order theory). Pecking Order
Theory adalah salah satu teori yang mendasarakan pada asimetri informasi.
Asimetri informasi akan mempengaruhi struktur modal perusahaan dengan
cara membatasi akses pada sumber pendanaan dari luar. Myers dan Majluf
(1984) menunjukan bahwa dengan adanya asimetri informasi investor
biasanya akan menginterpretasikan sebagai berita buruk apabila perusahaan
mendanai investasinya dengan menerbitkan equitas. Dengan demikian,
43
perusahaan akan lebih memilih mendanai investasinya berdasarkan urutan
resiko. Bayless dan Diltz (1994) mengemukakan bahwa pecking order
theory cenderung akan memilih internal fund, riskless debt, risky debt dan
equity. Myers dan Majluf (1984), dan Myers (1984) mengacu terhadap
masalah ini sebagai hipotesis pecking order yang menyatakan bahwa
perusahaan cenderung menggunakan internal equity terlebih dahulu, dan
apabila memerlukan external finance, maka perusahaan akan mengeluarkan
debt sebelum menggunakan external equity.
Struktur kepemilikan secara teoritis mempunyai hubungan dengan
leverage. Semakin terkonsentrasi kepemilikan saham maka pengawasan
pemilik terhadap manjemen akan semakin efektif. Manajemen akan semakin
berhati-hati dalam memperoleh pinjaman sebab jumlah utang yang semakin
meningkat akan menimbulkan financial distress. Terjadinya financial distress
akan mengakibatkan nilai perusahaan akan mengalami penurunan sehingga
mengurangi kemakmuran pemilik.
Suku bunga merupakan biaya modal bagi perusahaan suku bunga
yang tinggi berarti biaya penggunaan dana semakin tinggi dehingga
perusahaan enggan untuk melakukan peminjaman dan selanjutnya leverage
akan menurun. Keadaan pasar modal semakin bergairah akan mengurangi
minat perusahaan untuk melakukan peminjaman karena perusahaan lebih
tertarik melakukan pembiayaan melalui pasar modal sehingga leverage akan
menurun. Pertumbuhan pasar yang tinggi menunjukan peluang pasar yang
bagus sehingga mendorong perusahaan untuk melakukan peminjaman
44
sehingga leverage akan meningkat. Profitabilitas yang meningkat akan
meningkatkan laba yang ditahan sehingga akan mengurangi minat perusahaan
untuk melakukan peminjaman dan leverage akan menurun. Pembayaran
dividen yang meningkat akan mengurangi laba yang ditahan sehingga sumber
dana intern akan menurun dan perusahaan akan tertarik melakukan
peminjaman dan leverage akan meningkat. Ukuran perusahaan menunjukan
aktifitas perusahaan yang dimiliki perusahaan. Semakin besar ukuran
perusahaan berarti semakin besar aktiva yang bisa dijadikan jaminan untruk
memperoleh hutang sehingga leverage akan meningkat. Kepemilikan
institusional akan mendorong pemilik untuk melakukan peminjaman kepada
manajemen sehingga manajemen terdorong untuk meningkatkan kinerjanya,
selanjutnya nilai perusahaan akan meningkat. Kepemilikan manajerial akan
mendorong manajemen untuk meningkatkan kinerja perusahaan, karena
mereka juga memiliki perusahaan. Kinerja perusahaan yang meningkat akan
meningkatkan nilai perusahaan. Suku bunga yang tinggi akan mengurangi
minat investor untuk menginvestasikan dananya kepasar modal sehingga
aktifitas perdagangan akan menurun dan nilai perusahaan akan menurun.
Pertunbuhan pasar menunjukan kinerja perusahaan membaik sehingga
investor akan merespon positif dan nilai perusahan akan meningkat.
Profitabilitas yang tinggi akan menunjukan prospek perusahaan yang baik
sehingga investor akan merespon positif sinyal tersebut dan nilai perusahaan
meningkat. Singnally theory, Bhattacarya (1979) mengemukakan bahwa
profitabilitas yang tinggi menunjukan prospek perusahaan yang bagus
45
sehingga investor akan merespon positif dan nilai perusahaan akan
meningkat. Pembayaran dividen yang semakin meningkat menunjukan
prospek perusahaan semakin bagus sehingga investor akan tertarik untuk
membeli saham dan nilai perusahaan akan meningkat. Ukuran perusahaan
yang besar menunjukan perusahaan mengalami perkembangan sehingga
investor akan merespon positif dan nilai perusahaan akan meningkat. Investor
akan merespon positif sehingga perusahaan akan meningkat. Leverage yang
semakin tinggi menimbulkan financial distress sehingga nilai perusahaan
akan menurun. Balancing theory (1976), Stigliz (1976) menyatakan bahwa
ada keseimbangan antara manfaat dan pengorbanan dalam kaitannya dengan
utang.
Hipotesis penelitian
H1= Struktur kepemilikan saham berpengaruh signifikan terhadap leverage
H2= Faktor ekstern berpengaruh signifikan terhadap leverage
H3= Faktor intern berpengaruh signifikan terhadap leverage
H4= Struktur kepemilikan saham berpengaruh signifikan terhadap nilai
perusahaan
H5= Faktor ekstern berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan
H6= Faktor intern berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan
H7= Leverage berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan
46
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan go public
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2003 sampai dengan
tahun 2006. Ditetapkan penelitian dimulai tahun 2003 karena pada tahun
2003 keadaan perekonomian mulai pulih kembali setelah terjadi krisis.
Ditetapkan BEI sebagai tempat penelitian karena BEI penulis anggap sebagai
tempat untuk memperoleh data yang diperlukan berupa laporan keuangan dan
harga saham yang dijadikan sampel dalam penelitian ini. Adapun variabel
yang diteliti adalah struktur kepemilikan saham, struktur modal (leverage),
faktor ekstern, faktor intern, dan nilai perusahaan.
B. Metode Penentuan Sampel
1. Populasi
Penelitian ini mengambil populasi perusahaan-perusahaan go public yang
terdaftar di BEI tahun 2003 sampai dengan tahun 2006 melalui proses
screaning.
2. Sampel
Metode penentuan sampel yang digunakan adalah purposive sampling,
yaitu sampel yang memiliki kriteria sebagai berikut :
a. Perusahaan tercatat di BEI tahun 2003 sampai dengan tahun 2006.
47
b. Data laporan keuangan tersedia berturut-turut untuk laporan tahun
2003 sampai dengan tahun 2006.
c. Perusahaan mempublikasikan laporan keuangan yang telah diaudit
dengan menggunakan tahun buku yang berakhir pada tanggal 31
Desember.
d. Perusahaan harus membagikan dividen pada tahun 2003, 2004, 2005,
dan 2006 secara terus menerus.
C. Metode Pengumpulan Data
Untuk memperoleh hasil penelitian yang diharapkan, dibutuhkan data
dan informasi yang mendukung penelitian ini. Data sekunder dan informasi
yang dibutuhkan penulis diperoleh dari :
a). Penelitian Laporan
1. Laporan keuangan 31 Desember 2003, 31 Desember 2004, 31
Desember 2005, 31 Desember 2006.
2. Harga saham akhir tahun pada tahun 2003 sampai dengan
tahun 2006.
3. Rata-rata tingkat suku bunga modal kerja akhir bulan dan rata-
rata tingkat suku bunga investor akhir bulan dari Bank Umum
untuk tahun 2003 sampai dengan tahun 2006.
b). Metode Kepustakaan
Penelitian ini juga dilakukan melalui studi kepustakaan seperti jurnal,
literature, buku, website dan lain-lain yang behubungan dengan penelitian
ini.
48
D. Metode Analisis
Rancangan penelitian yang dipilih berupa model persamaan struktural
atau structural equation modeling (SEM) dan untuk pengujian hipotesis
menggunakan path analysis. Path analysis digunakan untuk mengetahui
hubungan antara masing-masing variabel.
Identifikasi Variabel
Terdapat dua variabel yaitu :
a. Variabel Endogen
Variabel endogen adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel
eksogen dan merupakan variabel antara. Ada dua variabel endogen
dalam penelitian yaitu : Leverage (Y1) dan Nilai Perusahaan (Y2).
b. Variabel Eksogen
Variabel Eksogen adalah variabel yang diduga secara bebas
berpengaruh terhadap variabel endogen yaitu : struktur kepemilikan
saham (X1), factor ekstern (X2), dan faktor intern (X3).
c. Variabel Manifest (variabel observed /indikator)
Variabel Manifest (variabel observed /indikator) adalah variabel
yang dapat diukur secara langsung. variabel manifest dalam
penelitian ini meliputi struktur kepemilikan saham manajerial (X1.1),
struktur kepemilikan institusional (X1.2), tingkat suku bunga (X2.1),
keadaan pasar modal (X2.2), pertumbuhan pasar (X2.3), profitabilitas
49
(X3.1), pembayaran dividen (X3.2), ukuran perusahaan (X3.3), debt to
equity ratio (DER) (Y1.1), debt to asset ratio (DAR) (Y1.2), price
earning ratio (PER) (Y2.1), dan price book value (PBV) (Y2.2).
Structural Equation Modeling (SEM)
Model persamaan struktural (structural equation modeling) adalah
generasi kedua teknik analisis multivariate (Bagozzi dan Fornell 1982)
yang memungkinkan peneliti untuk menguji hubungan antara variabel
yang kompleks baik recursive maupun non recursive untuk
memperoleh gambaran menyeluruh mengenai keseluruhan model.
Selain itu menurut Bollen (1989), SEM juga dapat menguji secara
bersama-sama :
1. Model struktural. Yaitu hubungan antara variabel laten baik
variabel laten endogen maupun eksogen.
2. Model measurement. Yaitu hubungan (nilai loading) antar indikator
dengan variabel latennya.
Dengan adanya pengujian model struktural dan pengukuran
memungkinkan peneliti untuk menguji kesalahan pengukuran
(measurement error) sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
Structural Equation Modeling dan melakukan analisis faktor
bersamaan dengan pengujian hipotesis. Proses Structural Equation
Modeling mencakup beberapa langkah yang harus dilakukan
antaranya adalah :
50
1 . Konseptualisasi Model
Tahap ini berhubungan dengan pengembangan hipotesis
berdasarkan teori sebagai dasar dalam menghubungkan variabel laten
dengan variabel laten lainnya, dan juga dengan indikator-indikatornya.
Teori dalam konseptualisasi model bukan hanya berasal dari para
akademisi, tetapi juga dapat berasal pengalaman dan praktek yang
diperoleh dari para praktisi. Selain itu konseptualisasi model juga
harus merefleksikan pengukuran variabel laten melalui berbagai
indikator yang dapat diukur.
2. Penyusunan Diagram Jalur
Tahap ini akan memudahkan kita dalam memvisualisasikan
hipotesis yang telah diajukan dalam konseptualisasi model. Path
diagram merupakan representasi grafis mengenai bagaimana beberapa
variabel pada suatu model berhubungan satu sama lain, yang
memberikan suatu pandangan menyeluruh mengenai struktur model
3. Spesifikasi Model
Tahap ketiga ini memungkinkan kita untuk menggambarkan sifat
dan jumlah parameter yang diestimasi
4. Identifikasi Model
Informasi yang diperoleh dari data yang diuji untuk menentukan
apakah cukup untuk mengestimasi parameter dalam model, disini kita
51
dapat memperoleh nilai yang unik untuk seluruh parameter dari data
yang telah kita peroleh.
Untuk menentukan apakah model kita mengandung atau tidak
masalah identifikasi, maka harus dipenuhi keadaan berikut :
t < s/2
dimana :
t : jumlah parameter yang diestimasi
s : jumlah varians dan kovarians antara variable manifest
(observed/manifest) : yang merupakan (p+q) (p+q+1)
p : jumlah variabel y (indikator variabel endogen)
q : jumlah variabel x (indikator variabel eksogen)
Jika t > 2, maka model tersebut adalah unidentified.
Masalah ini dapat terjadi pada SEM, dimana informasi yang
terdapat pada data empiris (varians dan kovarians variabel
manifest) tidak cukup untuk menghasilkan solusi yang unik untuk
memperoleh parameter model. Masalah unidentifest tersebut dapat
diatasi dengan mengkonstraint model dengan cara menambah
indikator (variabel manifest) ke dalam model, menentukan (fix)
parameter tambahan menjadi 0 dan mengasumsikan bahwa
parameter yang satu dengan parameter yang lain sama.
Jika t = s/2, maka model disebut just-identified, sehingga solusi
yang unik, tunggal, dapat diestimasi untuk megestimasi parameter.
52
Model yang just-identified, seluruh informasi yang tersedia telah
digunakan untuk mengestimasi parameter, sehinggga tidak ada
informasi yang tersisa untuk menguji model ( derajat kepercayaan
adalah 0).
Jika t < s/2, maka model tersebut adalah over-identified.
Dalam hal ini lebih dari satu estimasi masing-masing dapat
diperoleh (karena jumlah persamaan yang tersedia melebihi jumlah
parameter yang diestimasi).
5. Estimasi Parameter
Tahap ini, kita melakukan pengujian signifikansi yaitu menentukan
apakah parameter yang dihasilkan secara signifikan berbeda dari nol.
Estimasi parameter dalam LISREL mempunyai tiga informasi yang
berguna yaitu koefisien regresi standar error dan nilai t. Standar error
yang digunakan untuk mengukur ketepatan dari setiap estimasi
parameter. Untuk mengetahui signifikan tidaknya hubungan antara
variabel laten maupun antara variabel laten dengan indikatornya, maka
nilai t harus lebih besar dari nilai t-tabel pada level tertentu yang
tergantung dari ukuran sampel dan level signifikan tersebut.
6. Penilaian Model Fit
Uji Keseluruhan
Salah satu tujuan dari Structural Equation Modeling adalah
menentukan apakah model plausible (masuk akal) atau fit. Suatu model
penelitian dikatakan baik, apaabila memiliki model fit yang baik pula.
53
Tingkat kesesuaian model secara keseluruhan terdiri dari:
Absolute Fit Measures
Absolut fit Measures digunakan untuk memiliki kesesuaian model
secara keseluruhan (baik model pengukuran maupun model
struktural), tanpa menyesuaikan kepada degree of freedom-nya.
Indikator-indikator dalam absolut fit Measures adalah sebagai berikut:
a. Chi-Square dan Probabilitas
Chi-square merupakan ukuran mengenai buruknya fit suatu
model. Nilai Chi-square sebesar nol menunjukkan bahwa model
memiliki fit yang sempurna (perfect fit). Nilai chi-square yang
signifikan (kurang dari 0.05) menunjukkan bahwa data empiris
yang diperoleh memiliki perbedaan dengan teori yang telah
dibangun berdasarkan struktural equation modeling. Sedangkan
probabilitas adalah untuk memperoleh penyimpangan (deviasi)
besar yang ditunjukkan oleh chi-square. Nilai probabilitas yang
tidak signifikan (p≥0) adalah yang diharapkan, yang menunjukkan
bahwa data empiris sesuai dengan model.
Nilai probabilitas chi-square memiliki permasalahan yang
fundamental dalam validitasnya. Menurut Cochran (1952) dalam
Imam Ghozali (2005) probabilitas ini sangat sensitif dimana
ketidaksesuaian antara data dengan teori (model) sangat
dipengaruhi oleh besarnya ukuran sampel. Jika ukuran sampel
54
kecil, maka chi-square ini akan menunjukkan data secara signifikan
tidak berbeda dengan model dan teori-teori yang mendasarinya.
Sedangkan jika ukuran sampel adalah besar, maka uji chi-square
akan menunjukkan bahwa data secara signifikan berbeda dengan
teori, meskipun perbedaan tersebut adalah sangat kecil
b. Goodness of Fit Indices (GFI)
Goodness of Fit Indices (GFI) merupakan suatu ukuran
mengenai ketepatan model dalam menghasilkan observed matriks
kovarians. Nilai GFI ini harus berkisar antara 0 dan 1. Menurut
Diamantopaulus dan Siguaw (2000) dalam Imam Ghozali (2005),
nilai GFI yang lebih besar dari 0,9 menunjukkan fit suatu model
yang baik.
c. Adjusted Goodness of Fit Index
Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) adalah sama dengan
GFI, tetapi telah menyesuaikan pengaruh degress of freedom pada
suatu model. Model yang fit adalah yang memiliki nilai AGFI 0.9
(Diamantopaulus dan Sigauw (2000) dalam Imam Ghozali (2005),.
Ukuran yang hampir sama dengan GFI dan AGFI adalah
Parsimony goodness of fit indexs (PGFI) yang diperkenalkan oleh
Mulaik et.al (1989), yang juga telah menyesuaikan adanya dampak
dari degree of freedom dan kompleksitas model. Model yang baik
apabila memiliki nilai PGFI jauh lebih besar daripada 0.6 (Byrne,
1998 dalam Imam Ghozali, 2005).
55
d. Root Mean Square Errors of Approximation (RMSEA)
Ukuran model fit telah lama diperkenalkan oleh Steiger dan
Lind pada tahun 1980. Nilai RMSEA yang kurang daripada 0.05
mengindikasikan adanya model fit, dan nilai RMSEA yang berkisar
antara 0.08 menyatakan bahwa model memiliki perkiraan
permasalahan yang reasonable (Byrne, 1998 dalam Imam Ghozali,
2005). Sedangkan menurut Maccallum et.al (1996) dalam Imam
Ghozali (2005) menyatakan bahwa model memiliki nilai yang
cukup fit jika RMSEA berkisar 0.08 sampai dengan 0.1 dan jika
RMSEA lebih besar dari 0.1 mengindikasikan model memiliki nilai
fit yang jelek.
P-value for test of Close juga merupakan indikator yang
menilai fit aatau tidaknya suatu model yang dapat dilihat dari
kedekatannya terhadap model fit. Joreskog (1996) dalam Imam
Ghozali (2005) menganjurkan bahwa P-value for test of Close
(RMSEA < 0.05) haruslah lebih besar daripada 0.5 sehingga
mengindikasikan bahwa model adalah fit.
e. Normed Chi-Square (X2 /df)
Normed Chi-Square (X2 /df) merupakan indikator goodness of
fit adalah rasio perbandingan antara nilai chi-square dengan
degrees of freedom. Menurut Wheaton (1977) dalam Imam Ghozali
56
(2005) cut-off model fit sebesar 5 dan sedikit lebih tinggi daripada
yang dianjurkan oleh Carmines dan Melver (1981) dalam Imam
Ghozali (2005) yaitu sebesar 2).
Comparative Fit Measures
Comparative fit Measures berkaitan dengan pertanyaan
seberapa baikkah kesesuaian model yang dibuat dibandingkan
dengan beberapa model alternatif. Indikator-indikator dari
comparative fit Measures dianataranya adalah:
a. Normed Fit Index (NFI)
Normed Fit Index (NFI) yang ditemukan oleh Bentler dan Bonetts
(1980), merupakan salah satu alternatif untuk menentukan model
fit. Namun, karena NFI memiliki tendensi untuk merendahkan fit
dalam sampel yang kecil, sehingga merevisi index ini dengan nama
Comparative Fit Index (CFI). Nilai NFI dan CFI berkisar antara 0
dan 1. Tetapi suatu model dikatakan fit apabila memiliki nilai NFI
dan CFI lebih besar dari 0.9 (Bentler,1992).
b. Non-Normed Fit Index (NNFI)
Non-Normed Fit Index (NNFI) digunakan untuk mengatasi
permasalahan yang timbul akibat kompleksitas model. Menurut
Kelloway (1998) dalam Didi Achjari (2003) dalam Malla Bahagia
(2008) menyatakan bahwa model dikatakan fit jika nilai NNFI
0.90.
c. Relative Fit Index (RFI)
57
Relative Fit Index (RFI) digunakan untuk mengukur fit dimana
nilainya 0 sampai 1, nilai yang lebih besar menunjukkan adanya
superior fit. Menurut Kelloway (1998) menyatakan bahwa model
dikatakan fit jika nilai NNFI 0.90.
d. Comparative Fit Index (CFI)
Comparative Fit Index (CFI) suatu model dikatakan fit apabila
memiliki Comparative Fit Index (CFI) lebih besar dari 0.90.
(Bentler, 1992 dalam Imam Ghozali,205).
Parsimonius Fit Measures
a. Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI)
Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) yang diperkenalkan
oleh Mulaik et.al. (1998) dalam Imam Ghozali (2005). PGFI telah
menyesuaikan adanya dampak dari degree of freedom dan
kompleksitas model. Model yang baik apabila memiliki nilai
PGFI jauh lebih besar daripada 0.6. (Byrne,1998 dalam Imam
Ghozali, 2005). Lain halnya menurut Kelloway (1998) nilai PGFI
berkisar antara 0-1, dimana lebih besar nilai tersebut lebih baik.
b. Parsimony Normed Fit Index (PNFI)
Menurut Kelloway (1998) nilai PNFI berkisar antara 0-1, dimana
lebih besar nilai tersebut lebih baik.
58
Tabel 3.1 Standar Penilaian Kesesuaian (Fit )
Laporan StatistikNilai Yang Direkomendasikan
Holmes- Smith (2002) Kelloway (1998)Absolut Fit
χ² p > 0.05 Tidak Signifikan Normed Chi-Square (χ²⁄df) 1<χ²⁄df<2 2<χ²⁄df<5
Nilai 2-3 →reasonable good fit < 2 → over fitting
Nilai < 1 →overfit RMR < 0.05 < 0.05RMSEA < 0.05 < 0.10 → good fit 0.05-0.08→reasonable fit <0.05 → very good fit < 0.01 →outstanding fitGFI > 0.95 >0.90→ good fit > 0.90 →reasonable fit AGFI >0.95 >0.90→ good fit >0.90 →reasonable fit
Comparative Fit NFI - 0.9 → good fitNNFI >0.95 0.9 → good fit >0.90 →reasonable fit >1 → lack of parsimony CFI >0.95 0.9 → good fit >0.90 →reasonable fit RFI - 0.9 → good fit
Parsimonious Fit PNFI - 0-1 (lebih besar lebih baik)PGFI - 0-1 (lebih besar lebih baik)AIC Nilai sekecil mungkin 0-1 (lebih besar lebih baik)CAIC Nilai sekecil mungkin 0-1 (lebih besar lebih baik)
Uji Individual Measurement Model
Bila Kecocokan model secara keseluruhan telah terpenuhi,
selanjutnya adalah memperhatikan kecocokan measurement model
untuk setiap model. Bila model telah memenuhi criteria yang
ditetapkan pada uji keseluruhan, maka langkah selanjutnya menguji
setiap construct secara terpisah , dengan Uji signifiakansi setiap 59
indikator dengan uji – t, variabel indikator diaktakan signifikan
apabila nilai t yang diperoleh minimal sebesar 1.96 untuk taraf α =
5%, dan 2.58 untuk taraf α = 1% .
Uji Individual Struktural Model
Langkah selanjutnya adalah menguji structural model. Pada
pengujian ini terdapat dual hal yang harus dilakukan , yaitu :
a. Uji koefisien gamma dan beta
Seperti halnya uji signifikansi untuk indikator, parameter Gamma
atau Beta dikatakan diaktakan signifikan apabila nilai t yang
diperoleh minimal sebesar 1.96 untuk taraf α = 5%, dan 2.58 untuk
taraf α = 1% .
b. Uji keseluruhan structural model
Untuk menilai kebaikan dari keseluruhan structural model,
perhatikanlah nilai Squared Multiple Correlation (R²). Semakin
besar nilai tersebut semakin baik model yang dihasilkan.
7. Modifikai Model
Modifikasi model dilakukan jika hasil yang diperoleh tidak fit.
Model yang tidak fit dapat dilihat dari beberapa indikator goodness of fit
yang tidak menunjukan batas dan syarat tertentu misalkan nilai p yang
lebih kecil dari 0.05 sehingga menunjukkan model tidak fit padahal
model dikatakan fit apabila memiliki p yang tidak signifikan (lebih besar
dari 0.05). dalam Lisrel, terdapat modification index yang merupakan
salah satu alternatif terbaik untuk memodifikasi model. Namun harus
60
diperhatikan juga bahwa segala modifikasi (walaupun sangat sedikit),
harus berdasarkan teori yang mendukung.
Beberapa modifikasi model dapat dilakukan dengan cara :
1. Mengkorelasikan antara dua indikator.
2. Menambah hubungan (path) antara indikator dan variabel laten.
3. Merubah indikator dari suatu variabel.
Setelah melakukan modifikasi tersebut, maka yang seharusnya kita
lakukan adalah mempertimbangkan dan mencari justifikasi teori yang
kuat terhadap dilakukannya modifikasi tersebut.
8. Validasi Silang Model
Validasi silang model merupakan tahap terakhir dari analisis SEM
yaitu menguji fit tidaknya model terhadap suatu data baru (validasi sub-
sampel yang diperoleh melalui pemecahan sampel). Validasi silang ini
penting apabila terdapat modifikasi yang substansial yang dilakukan
terhadap model asli yang dilakukan pada tahap sebelumnya.
Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis pada SEM dimulai dengan penyusunan hipotesa
berdasarkan kajian pustaka dan hasil penelitian terdahulu, sehingga dapat
ditarik inferensi terhadap masalah penelitian dalam bentuk hipotesis alternatif
sebgai jawaban sementara penelitian sebagai berikut :
H1= Struktur kepemilikan saham berpengaruh signifikan terhadap leverage
61
H2= Faktor ekstern berpengaruh signifikan terhadap leverage
H3= Faktor intern berpengaruh signifikan terhadap leverage
H4=Struktur kepemilikan saham berpengaruh signifikan terhadap nilai
perusahaan
H5= Faktor ekstern berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan
H6= Faktor intern berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan
H7= Leverage berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan.
Uji Signifikan
Uji signifikan dapat dilakukan dengan cara melihat jalur-jalur pada model
pengukuran dan model struktural yamg signifikan. Pada model pengukuran,
jalur–jalur (pengaruh) yang dapat dilihat adalah pengaruh yang
menghubungkan antara variabel laten dan indikatornya, apakah mempunyai
tingkat signifikan terhadap variabel latennya atau tidak. Uji signifikan pada
model pengukuran bertujuan untuk menentukan kemampuan suatu indikator
dalam mengukur variabel latennya. Pada model struktural pengaruh dapat
dilihat dari pengaruh yang menghubungkan antara variabel eksogen dengan
variabel endogen dan antara variabel endogen dengan variabel endogen.
Untuk mengetahui jalur-jalur hubungan dapat dilihat uji koefisien secara
parsial. Uji secara parsial terhadap koefisien path pada setiap jalur model
pengukuran maupun struktural dapat ditunjukkan dari t-value (nilai t) sebagai
berikut :
Jika t-hitung > t-tabel, maka terdapat koefisien jalur yang signifikan.
62
Jika t-hitung < t-tabel, maka tidak terdapat koefisien jalur yang tidak
signifikan.
E. Definisi Operasional Variabel
1. Variabel Endogen
a. Leverage ( Struktur Modal )
Indikator-indikator yang mempengaruhi leverage diantaranya
adalah :
1. DER (Debt to Equity Ratio)
DER yaitu rasio yang mencerminkan besarnya modal sendiri dijadikan
jaminan utang, yang diukur dengan formulasi sebagai berikut :
Hutang Jangka Panjang DER = ---------------------------------------
Modal Sendiri
2. DAR (Debt to Asset Ratio)
DAR yaitu perbandingan antara utang jangka panjang dengan total
aktiva.
Hutang Jangka Panjang DAR = ---------------------------------------
Total Aktiva
b. Nilai Perusahaan
Indikator-indikator yang mempengaruhi nilai perusahaan
diantaranya adalah :
1. PER (Price Earning Ratio)
63
PER yaitu rasio yang mengukur seberapa besar perbandingan antara
harga saham perusahaan dengan keuntungan yang diperoleh para
pemegang saham. ( sutrisno,2000 dalam Mohammad Usman,2001
dalam Malla Bahagia,2008).
Rumus yang digunakan adalah :
Harga Pasar SahamPER= -------------------------------
Laba per Lembar Saham
2. PBV(Price Book Value) Rasio ini mengukur nilai yang diberikan pasar
keuangan kepada manajemen dan organisasi perusahaan sebagai
sebuah perusahaan yang terus tumbuh (Brigham, 1999: 92).
Harga Pasar per Lembar SahamPBV = ---------------------------------------
Nilai Buku per Lembar Saham
2. Variabel Eksogen
a. Struktur kepemilikan saham
Struktur kepemilikan saham adalah proporsi kepemilikan institusional
dan manjemen dalam kepemilikan saham perusahaan.
1) Kepemilikan Istitusional
Kepemilikan Institusional merupakan proporsi kepemilikan
saham oleh institusi dalam hal ini institusi pendiri perusahaan, bukan
institusi pemegang saham publik yang diukur dengan prosentase jumlah
64
saham yang dimiliki oleh investor institusi intern. Pengukuran ini
mengacu dari penelitian Sudarma (2003) dalam Sujoko (2007).
Berdasarkan pengambilan sampel secara Purposive Sampling maka dapat
diperoleh sebagai berikut :
Perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Jakarta (Bursa Efek Indonesia) dan
mengeluarkan laporan keuangan per 31 desember pada tahun 2003-2006
berjumlah 389 perusahaan.
Perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Jakarta (Bursa Efek Indonesia)
listing sebelum tahun 2003 berjumlah 318 perusahaan.
Perusahaan yang membagikan dividen secara terus-menerus selama tahun
2003-2006 berjumlah 58 perusahaan.
Perusahaan yang tidak memiliki struktur kepemilikan baik kepemilikan
manajerial maupun kepemilikan institusional berjumlah 40 perusahaan.
Dari keterangan-keterangan tersebut, maka dapat diperoleh sampel penelitian
yaitu 24 perusahaan dengan nama perusahaan sebagai berikut :
76
Tabel 4.1Sampel Data Penelitian
No Nama Perusahaan1 AKR Corporatian Tbk.2 Asuransi Bintang Tbk.3 Asuransi International Tbk.4 Astra Graphia Tbk.5 Astra Otoparts Tbk.6 Berlian Laju Tanker Tbk.7 Bank UOB Buana Tbk.8 Ekhadarma International Tbk.9 Gudang Garam Tbk.10 Hexindo Adiperkasa Tbk.11 Indorama Sythentic Tbk.12 Indosat Tbk.13 Intel Nickel Indonesia Tbk.14 Kimia Farma Tbk.15 Lautan Luas Tbk.16 Panin Sekuritas Tbk.17 Ramayana Lestari Tbk.18 Rig Tenders Tbk.19 Selamat Sempurna Tbk.20 Sorini Corporation Tbk.21 Sepatu Bata Tbk.22 Tambang Batu Bara Bukit Asam Tbk.23 Tempo Scan Pasific Tbk.24 Tunas Baru Lampung Tbk.
Sumber : Bursa Efek Indonesia
B.2 Deskripsi Analisis Data
Perolehan data-data dari variabel observed/indicator yang diteliti,
diantaranya adalah :
a. Struktur Kepemilikan Saham
Struktur kepemilikan saham (X1) merupakan distribusi saham antara pihak
manjemen perusahaan (manajer dan staf) (X1.1), dan kepemilikan
Bahagia, Malla, “Analisis Struktur Kepemilikan, Kebijakan Dividen dan Kwbijakan Hutang Terhadap Nilai Perusahaan dengan Pendekatan Structural Equation Modeling (SEM)”, Jakarta: UIN Syarifhidayatullah, 2008.
Christianti, Ari, “Penentuan Prilaku Kebijakan Struktural Modal pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Jakarta : Hipotesis Static Trade Off atau Pecking Order Theory”, Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang. 2006.
Ghozali, Imam. “Structural Equatin Modeling Theory, Konsep n Aplikasi dengan Program Lisrel 8.54”, Semarang : Universitas Diponegoro, 2005.
Muslimin, “Analisis Struktur Kepemilikan, Kebijakan Dividend an kebijakan Utang Terhadap Nilai Perusahaan”, Jurnal Ekonomi dan Manajemen, volume 7, No. 2, Juni, 2006.
Nasser, Etty M., dan Fielyandi F., “Pengaruh Kepemilikan Institusional, Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, dan Hutang Sebagai Variabel Intervening Terhadap Nilai Perusahaan”, Jurnal Ekonomi STEI, No.2. 2006.
Putra, AA GP Widana, “Pengaruh Free Cash Flows Terhadap Hubungan Antara Struktur Modal dan Kebijakan Dividend an Return Saham” Yogyakarta : Tesis S2, Universitas Gajah Mada, 2003.
Putri, Imanda, dan Moh. Nasir, “Analisis Persamaan Simultan Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Risiko, Kebijakan Hutang, dan Kebijakan Dividen Dalam Perpektif Teori Keagenan”, Simposium Nasional Akuntansi, Ikatan Akuntansi Indonesia. 2006.
Rodoni, Ahmad dan Nasaruddin, Indo Yama, “Modul Manajemen Keuangan”, Jakarta : Bab IX Capital Sstructure and Leverage, 2007.
Sholihah, Maratush. Engujian Empiris Balance Theory, Pecking Order Theory dan Signaling Theory pada Struktur Modal Perusahaan di Indonesia”. Skripsi S1 FEIS UIN Syarif Hidayatullah. 2006.
130
Sudana, I Made, dan Wiayaningrum, M Enny, “Analisis Kebijakan Investasi Modal Kerja Hubungannya dengan Profitabilitas pada Kondisi Ekonomi SebelumKrisis dan Masa Krisis”, Majalah Ekonomi, Fak. Ekonomi Unair dan Fak. Ekonomi Ubhara, 2003.
Sudarmadji, Ardi Murdoko dan Sularto, Lana, “Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Leverage, dan Tipe Kepemilikan Perusahaan Terhadap luas Voluntary disclosure laporan Keuangan Tahunan”, Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitek dan Sipil), Auditorium Kampus Gunadarma, 2007.
Suhartoro, “Pengaruh Insider Ownership Net Organizational Capital dan Risiko Pasar terhadap Kebijakan Dividen”, Yogyakarta : Tesis S2, Universitas Gajah Mada, 2002.
Sujoko,”Pengaruh Struktur Kepemilikan Saham, Lverage,Faktor Intern dan Faktor Ekstern Terhadap Nilai Perusahaan.Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan Vol. 9 no. 1, Surabaya :Universitas Kristen petra, 2007.
Suranta, Eddy, dan Pratana P. Midiastuti, ”Analisis Hubungan Kepemilikan Manajerial, Nilai Perusahaan, dan Investasi dengan Model Persamaan Linier Simultan”, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol.6, No.1. 2003.
Utami, Sih Widhi. “Asosiasi Investment Opportunity Set dengan Kebijakan Pendanaan, Kebijakan Dividen, dan Implikasinya pada Perubahan Harga Saham”. Simposium Nasional Akuntansi, IAI. 2006.
Wahyudi, Untung, dan Hartini P.Pawesti, “Implikasi Struktur Keuangan Terhadap Nilai Perusahaan : Dengan Keputusan Keuangan Sebagai Variabel Intervening”, Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang. 2006.