PENGARUH STRUKTUR BIAYA TERHADAP KEGIATAN PENANGKAPAN IKAN DENGAN CANTRANG DI PPI BLANAKAN, KABUPATEN SUBANG, JAWA BARAT INTAN PUSPITA SARI MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
106
Embed
PENGARUH STRUKTUR BIAYA TERHADAP … INTAN PUSPITA SARI, C44060047. Pengaruh Struktur Biaya terhadap Kegiatan Penangkapan Ikan dengan Cantrang di PPI Blanakan, Kabupaten Subang, Jawa
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENGARUH STRUKTUR BIAYA TERHADAP KEGIATAN PENANGKAPAN IKAN DENGAN CANTRANG DI PPI BLANAKAN, KABUPATEN SUBANG, JAWA BARAT
INTAN PUSPITA SARI
MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2010
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Pengaruh Struktur Biaya terhadap
Kegiatan Penangkapan Ikan dengan Cantrang di PPI Blanakan, Kabupaten
Subang, Jawa Barat adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juni 2010
Intan Puspita Sari
ABSTRAK
INTAN PUSPITA SARI, C44060047. Pengaruh Struktur Biaya terhadap Kegiatan Penangkapan Ikan dengan Cantrang di PPI Blanakan, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Dibimbing oleh EKO SRI WIYONO dan AKHMAD SOLIHIN. Kabupaten Subang merupakan salah satu basis kegiatan perikanan tangkap bagi para nelayan di Jawa Barat. Perkembangan perikanan tangkap di Desa Blanakan setiap tahunnya cenderung mengalami peningkatan. Namun demikian, ditinjau dari produktivitas penangkapan ikan, volume produksi perikanan tangkap di Desa Blanakan cenderung fluktuatif. Salah satu jenis pukat kantong yang digunakan oleh nelayan dalam melakukan penangkapan ikan adalah cantrang. Cantrang tergolong “Danish Seine”. Pada prinsipnya alat tangkap ini terdiri dari bagian-bagian yang terdiri dari kantong (cod end), badan (body), kaki/sayap (wing), dan mulut (mouth). Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji komposisi struktur biaya penangkapan cantrang dan pengaruhnya terhadap kegiatan penangkapan cantrang di PPI Blanakan. Analisis data yang digunakan adalah analisis regresi sederhana untuk mengetahui pengaruh struktur biaya terhadap kegiatan penangkapan ikan, analisis usaha digunakan untuk mengetahui pendapatan dan kelayakan usaha cantrang di PPI Blanakan, serta analisis sensitivitas untuk melihat dampak dari suatu keadaan yang berubah-ubah terhadap hasil suatu analisis kelayakan. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa struktur biaya penangkapan cantrang terdiri atas biaya investasi, biaya tetap, dan biaya variabel. Biaya investasi yang dikeluarkan sebesar Rp 188.000.000 – Rp 275.100.000, biaya variabel sebesar Rp 458.397.000 – Rp 796.500.000 per tahun, dan biaya tetap sebesar Rp 43.066.700 – Rp 61.720.000 per tahun. Berdasarkan perhitungan persamaan regresi hubungan harga solar dengan jumlah trip cantrang adalah Y = 2499 – 0,16X + ε. Nilai korelasi sebesar 0,916 yang artinya bahwa hubungan antara harga solar dengan jumlah trip cantrang sangat erat dan berdasarkan uji t struktur biaya dapat mempengaruhi kegiatan penangkapan ikan dengan cantrang. Kata kunci: cantrang, PPI Blanakan, struktur biaya
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1 1.2 Tujuan ......................................................................................................... 3 1.3 Manfaat ....................................................................................................... 3
2.1 Unit Penangkapan Cantrang……………….......................... ....…………..4 2.1.1 Alat tangkap cantrang……………………………………… ……..4 2.1.2 Kapal cantrang……………………………………………………..5 2.1.3 Nelayan cantrang…………………………………………..............6 2.1.4 Alat bantu penangkapan……………………………………...........7 2.1.5 Metode pengoperasian……………………....……………..............7
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................................... 16 3.2 Metode Penelitian ....................................................................................... 16
4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN ............................................... 22
4.1 Letak Geografis, Luas Wilayah, dan Administrasi Pemerintahan .............. 22 4.2 Karakteristik Fisik Perairan Kabupaten Subang ......................................... 24
4.3 Kependudukan ............................................................................................ 25 4.4 Keadaan Umum Perikanan Tangkap di PPI Blanakan ................................ 27
4.4.1 Sarana dan prasarana penangkapan ................................................. 27 4.4.2 Perkembangan produksi dan nilai produksi di TPI Blanakan ......... 31 4.4.3 Perkembangan alat tangkap di TPI Blanakan ................................. 32 4.4.4 Daerah penangkapan ikan ............................................................... 33
5 HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................... 34
5.1 Hasil .......................................................................................................... 34
xi
5.1.1 Deskripsi unit penangkapan cantrang ............................................. 34 5.1.2 Struktur biaya unit penangkapan cantrang ...................................... 43 5.1.3 Penerimaan unit usaha cantrang ...................................................... 45
5.1.6 Pengaruh struktur biaya terhadap trip ............................................. 50 5.2 Pembahasan ................................................................................................ 56
6 KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 61
1 Data jumlah penduduk Desa Blanakan berdasarkan tingkat pendidikan tahun 2009 ................................................................................................................... 26
2 Data penduduk Desa Blanakan berdasarkan tingkat kesejahteraan tahun 2009.. ............................................................................................................................ 26
3 Persentase potongan pelelangan bagi nelayan maupun bakul di TPI Blanakan .......................................................................................................................... ..30
4 Perkembangan volume produksi dan nilai produksi TPI Blanakan tahun 2002-2008………….....................................................................................................31
5 Jumlah alat tangkap dan trip penangkapan ikan di Kabupaten Subang tahun 2008…………………….....................................................................................32
6 Perkembangan alat tangkap di PPI Blanakan..................................................... 33
7 Spesifikasi alat tangkap cantrang di PPI Blanakan ............................................ 38
8 Investasi usaha perikanan cantrang per kapal .................................................... 43
9 Total biaya operasional unit usaha cantrang PPI Blanakan per tahun ............... 44
10 Penerimaan usaha unit perikanan cantrang……………………………... ……45
11 Pendapatan bersih usaha perikanan cantrang berdasarkan ukuran kapal ......... 46
12 Nilai kriteria investasi usaha penangkapan cantrang PPI Blanakan ................ 47
13 Nilai sensitivitas berdasarkan ukuran kapal ..................................................... 49
14 Perkembangan harga solar tahun 2005-2009 ................................................... 51
15 Jumlah trip dan harga solar tahun 2005 ........................................................... 51
16 Jumlah trip dan harga solar tahun 2008 ........................................................... 53
17 Jumlah trip cantrang dan harga solar tahun 2005 – 2009................................. 55
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Gedung KUD Mandiri Mina Fajar Sidik ........................................................... 28
2 Gedung Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Blanakan ............................................. 29
3 Solar Packed Dealer Nelayan (SPDN) .............................................................. 30
4 Gedung pabrik es PPI Blanakan ......................................................................... 31
5 Tali selambar ...................................................................................................... 35
6 Tali ris atas ......................................................................................................... 36
7 Pelampung besar ................................................................................................ 36
8.Jaring cantrang di PPI Blanakan Subang ........................................................... 37
9 Kapal cantrang di PPI Blanakan ........................................................................ 39
10.Konstruksi kapal cantrang di PPI Blanakan ..................................................... 40
11 Grafik hubungan ukuran kapal cantrang dengan keuntungan .......................... 46
12 Nilai Net Present Value (NPV) berdasarkan ukuran kapal cantrang ............... 48
13 Nilai sensitivitas berdasarkan ukuran kapal cantrang ...................................... 49
14 Grafik hubungan ukuran kapal cantrang dengan sensitivitas ........................... 50
15 Grafik hubungan harga solar dengan trip tahun 2005 ...................................... 52
16 Diagram harga solar dan jumlah trip tahun 2005 ............................................. 52
17 Grafik hubungan harga solar dengan trip tahun 2008 ...................................... 53
18 Diagram harga solar dan jumlah trip tahun 2008 ............................................. 54
19 Grafik hubungan harga solar dengan jumlah trip cantrang 2005-2009 ............ 55
20 Diagram harga solar dan jumlah trip tahun 2005 – 2009 ................................. 56
xiv
DAFTAR LAMPIRAN Halaman
1 Peta lokasi penelitian ......................................................................................... 66
2 Peta kecamatan kabupaten Subang .................................................................... 67
3 Contoh perhitungan analisis usaha ..................................................................... 68
4 Rincian biaya investasi unit usaha cantrang PPI Blanakan ................................ 69
5 Rincian biaya tetap unit usaha cantrang PPI Blanakan ...................................... 71
6 Rincian biaya variabel usaha unit penangkapan cantrang .................................. 73
7 Penerimaan usaha unit penangkapan cantrang PPI Blanakan……. ……………75
8 Contoh perhitungan analisis cashflow unit usaha cantrang PPI Blanakan…….80
9 Contoh analisis usaha dan cashflow setelah perhitungan sensitivitas………....83
10 Hasil tangkapan cantrang PPI Blanakan…………………...…………………87
tanpa menghela di belakang kapal (kapal dalam keadaan berhenti), dan tanpa
menggunakan papan rentang (otter board) atau palang rentang (beam).
Teknik pengoperasian menurut Badan Standardisasi Nasional (2006) adalah
sebagai berikut:
1) Penurunan pukat (setting)
Penurunan pukat dilakukan dari salah satu sisi lambung bagian buritan
perahu/kapal dengan gerakan maju perahu/kapal membentuk lingkaran sesuai
dengan panjang tali selambar (≥500 meter) dengan kecepatan perahu/kapal
8
tertentu. Penggunaan tali selambar yang panjang bertujuan untuk memperoleh
area sapuan yang luas.
2) Penarikan dan pengangkatan pukat (hauling)
Penarikan dan pengangkatan pukat dilakukan dari buritan perahu/kapal
dengan menggunakan permesinan penangkapan (fishing machinery) dalam
kedudukan perahu/kapal bertahan.
2.2 Biaya
Pengertian biaya banyak sekali dikemukakan oleh pakar, baik itu pakar
ekonomi, akuntan, dan pakar lainnya. Akuntan mendefinisikan biaya (cost)
sebagai suatu sumber daya yang dikorbankan (sacrified) atau dilepaskan (forgone)
untuk mencapai tujuan tertentu. Suatu biaya biasanya diukur dalam unit uang
yang harus dikeluarkan dalam rangka mendapatkan barang atau jasa (Horngren et
al., 2005). Menurut Mulyadi (2005), biaya merupakan pengorbanan sumber
ekonomi, yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang
kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu. Menurut Sulastiningsih dan
Zulkifli (1999) dalam arti sempit biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi
untuk memperoleh aktiva, sedangkan dalam arti luas biaya merupakan
pengorbanan sumber ekonomi yang dapat diukur dalam satuan uang yang telah
terjadi atau secara potensial akan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu.
Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat empat unsur
dalam biaya yaitu: (1) pengorbanan sumber ekonomis, (2) diukur dalam satuan
uang, (3) telah terjadi atau kemungkinan akan terjadi, dan (4) untuk mencapai
tujuan tertentu.
Biaya aktual (actual costs) adalah biaya yang terjadi (historical cost), untuk
dibedakan dari biaya yang dianggarkan (budgeted) atau biaya yang diperkirakan
(forecasted). Suatu konsep biaya secara khas akan menghitung biaya dalam dua
tahap dasar yaitu akumulasi (accumulation) yang dilanjutkan dengan pembebanan
(assignment). Akumulasi biaya (accumulation cost) adalah kumpulan data biaya
yang diorganisir dengan sejumlah cara yang menggunakan sarana berupa sistem
akuntansi. Pembebanan biaya (cost assignment) adalah istilah umum yang terdiri
9
atas penelusuran akumulasi biaya yang mempunyai hubungan langsung dengan
objek biaya dan pengalokasian akumulasi biaya yang mempunyai hubungan tidak
langsung dengan objek biaya (Horngren et al., 2005).
Menurut Nicholson (1991) biaya ekonomi dari setiap masukan adalah
pembayaran yang diperlukan untuk mempertahankan masukan itu dalam
penggunaannya saat ini. Definisi lain yang setara biaya ekonomi sebuah masukan
adalah pembayaran yang diterima masukan tersebut dalam penggunaan
alternatifnya yang terbaik. Ada dua penyederhanaan tentang masukan-masukan
tersebut yang dipergunakan sebuah perusahaan. Pertama, diasumsikan bahwa
hanya terdapat dua masukan yaitu tenaga kerja homogen (L, diukur dalam jam
tenaga kerja) dan modal homogen (K, diukur dalam jam mesin). Kedua,
diasumsikan bahwa masukan-masukan untuk sebuah perusahaan dalam pasar
yang bersaing sempurna. Perusahaan-perusahaan dapat membeli atau menjual
semua jasa tenaga kerja dan modal yang mereka inginkan dalam tingkat sewa
yang berlaku (w dan v). Berdasarkan asumsi penyederhanaan tersebut, biaya total
dari sebuah perusahaan dalam satu periode direpresentasikan dengan:
Biaya total = TC = wL + vK
Keterangan: TC : Total cost L : Jumlah tenaga kerja K : Jumlah modal homogen w : Tingkat sewa tenaga kerja (upah per jam) v : Tingkat sewa modal
2.3 Penggolongan Biaya
Biaya dapat digolongkan ke dalam beberapa kelompok. Pengelompokkan
dapat berbeda-beda tergantung para pakar membaginya berdasarkan hal tertentu.
Semua kegiatan yang dilakukan untuk mendukung operasional perusahaan pada
hakikatnya tidak bisa lepas dari biaya. Biaya-biaya tersebut menurut Subagyo
(2007) adalah:
1) Biaya modal investasi adalah dana yang dikeluarkan untuk mendapatkan
aktiva tetap yang akan digunakan perusahaan untuk menjalankan aktivitas
10
bisnisnya. Contoh: pembelian peralatan mesin, kendaraan, pembangunan
gedung dan sebagainya.
2) Biaya modal kerja adalah dana yang dikeluarkan untuk membiayai
operasional perusahaan. Contoh, pembelian bensin dan solar untuk
menjalankan mesin dan kendaraan.
3) Biaya start-up adalah investasi yang digunakan untuk mendanai pendirian
usaha/bisnis. Contohnya, biaya legalitas dan perizinan, biaya studi kelayakan,
biaya konsultan, biaya riset, serta biaya pra operasional lainnya.
Menurut Nicholson (1991) biaya dapat dikelompokkan berdasarkan sumber
daya yaitu biaya tenaga kerja, biaya modal, dan biaya jasa kewirausahaan.
1) Biaya tenaga kerja
Bagi para akuntan, pengeluaran untuk tenaga kerja merupakan biaya lancar
dan merupakan biaya produksi. Bagi para ekonom, biaya tenaga kerja merupakan
biaya eksplisit. Jasa tenaga kerja (jam kerja) dikontrak dengan tingkat upah per
jam (w) tertentu. Menurut Achmad Tjahjono dan Sulastiningsih (2003) biaya
tenaga kerja dapat dibedakan menjadi biaya tenaga kerja langsung dan biaya
tenaga kerja tidak langsung. Biaya tenaga kerja langsung adalah upah untuk para
tenaga kerja yang terlibat secara langsung dalam proses produksi. Sedangkan
biaya tenaga kerja tidak langsung adalah upah untuk para tenaga kerja yang
terlibat secara tidak langsung dalam proses produksi. Contohnya upah untuk para
mandor pabrik.
Dalam praktiknya, banyak faktor yang mempengaruhi biaya tenaga kerja.
Tunjangan pegawai dan potongan-potongan atas gaji dan upah akan
mempengaruhi biaya tenaga kerja yang dibayarkan oleh perusahaan kepada para
pegawai. Contoh tunjangan-tunjangan yang menambah upah atau gaji adalah
bonus, tunjangan hari libur, tunjangan pensiun. Sedangkan contoh dari potongan-
potongan atas gaji/upah adalah pajak penghasilan karyawan, iuran dana awal, dan
iuran koperasi pegawai.
2) Biaya modal
Para akuntan menggunakan harga historis dari mesin tertentu dan
menggunakan aturan depresiasi yang dipilih. Sedangkan para ekonom
11
memandang harga historis dari sebuah mesin sebagai sebuah “biaya hangus” yang
tidak relevan dalam proses produksi. Biaya ini merupakan biaya implisit.
3) Biaya jasa kewirausahaan
Pemilik sebuah bisnis merupakan orang yang berhak atas apa yang tersisa
dari semua pendapatan atau kerugian yang tersisa setelah membayar semua biaya
masukan. Biaya ini juga disebut “laba” atau keuntungan yang dapat bersifat
negatif atau positif.
Biaya juga dapat dikelompokkan menurut hubungan biaya dengan sesuatu
yang dibiayai. Sesuatu yang dibiayai dapat berupa produk atau Jasa. Dalam
hubungannya dengan sesuatu yang dibiayai, biaya dapat dikelompokkan menjadi
dua kelompok, yaitu:
1) Biaya langsung (direct cost) suatu objek biaya terkait dengan suatu objek biaya
dan dapat dilacak ke objek biaya tertentu dengan cara yang layak secara
ekonomi (biaya-efektifitas) (Horngren et al., 2005). Dengan kata lain biaya
langsung adalah biaya yang terjadi karena ada sesuatu yang dibiayai; dan
2) Biaya tidak langsung (indirect cost) suatu objek biaya berkaitan dengan suatu
objek biaya namun tidak dapat dilacak ke objek biaya tertentu dengan cara
yang layak secara ekonomis (biaya-efektifitas) (Horngren et al., 2005).
Dengan kata lain, biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadi tidak
tergantung kepada ada atau tidak adanya sesuatu yang dibiayai.
Beberapa faktor yang mempengaruhi klasifikasi biaya langsung atau tidak
langsung:
1) Materialitas suatu biaya, semakin besar nilai suatu biaya, semakin besar
kemungkinan biaya tersebut dapat dilacak secara ekonomis ke objek biaya
tertentu.
2) Ketersediaan teknologi pencarian informasi.
3) Pencarian informasi memungkinkan perusahaan mengelompokkan semakin
banyak biaya sebagai biaya langsung.
4) Desain operasi, mengelompokkan biaya sebagai biaya langsung akan mudah
jika fasilitas perusahaan digunakan secara eksklusif hanya untuk objek biaya
12
yang spesifik, seperti produk tertentu atau konsumen tertentu (Horngren et al.,
2005)
Berdasarkan pola perilaku biaya dalam hubungannya dengan perubahan
volume kegiatan, biaya dapat dikelompokkan menjadi:
1) Biaya Variabel (Variable Cost)
Biaya variabel (variable cost) adalah biaya yang secara total berubah
proporsional mengikuti perubahan tingkat aktivitas atau volume yang terkait
(Horngren et al., 2005). Menurut Umar (2003), biaya variabel adalah biaya yang
jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan tingkat produksi dan
dinyatakan dalam satuan rupiah.
2) Biaya Tetap (Fixed Cost)
Biaya tetap (Fixed cost) adalah biaya yang tidak akan berubah secara total
dalam jangka waktu tertentu, sekalipun terjadi perubahan yang besar atas tingkat
aktivitas atau volume yang terkait. Biaya dikatakan tetap atau variabel jika
dikaitkan dengan suatu objek biaya atau jangka waktu tertentu (Horngren et al,
2005). Menurut Umar (2003), biaya tetap merupakan biaya yang jumlahnya tetap,
tidak tergantung kepada perubahan tingkat kegiatan dalam menghasilkan produk
di dalam interval waktu tertentu dan dinyatakan dalam satuan rupiah.
Secara simultan biaya dapat berupa:
1) Biaya langsung dan variabel;
2) Biaya langsung dan tetap;
3) Biaya tidak langsung dan variabel; dan
4) Biaya tidak langsung dan tetap.
Menurut Horngren et al., 2005 klasifikasi biaya manufaktur yang umum
digunakan dapat dikelompokkan menjadi:
1) Biaya bahan baku langsung (direct material costs), biaya perolehan seluruh
bahan baku yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari objek biaya dan
yang dapat dilacak ke objek biaya dengan cara ekonomis. Biaya perolehan
seluruh bahan baku langsung mencakup beban angkut, pajak pertambahan
nilai, serta bea masuk;
13
2) Biaya tenaga kerja manufaktur langsung (direct manufacturing labour costs),
yang meliputi kompensasi atas seluruh tenaga kerja manufaktur yang dapat
dilacak ke objek biaya dengan cara ekonomis; dan
3) Biaya manufaktur tidak langsung (indirect manufacturing costs), adalah
seluruh biaya manufaktur yang terkait dengan objek biaya namun tidak dapat
dilacak ke objek biaya secara ekonomis. Contohnya, biaya tenaga listrik,
perlengkapan, minyak pelumas, sewa pabrik, dan lain-lain.
2.4 Biaya Penangkapan Ikan
Biaya produksi dalam usaha nelayan terdiri dari dua kategori yaitu biaya
berupa pengeluaran nyata (actual cost) dan biaya yang tidak merupakan
pengeluaran nyata (inputed cost). Dalam hal ini pengeluaran-pengeluaran nyata
ada yang kontan dan ada yang tidak kontan. Pengeluaran-pengeluaran kontan
adalah (1) Bahan bakar dan oli (2) bahan pengawet (es dan garam) (3)
pengeluaran untuk konsumsi awak kapal (4) pengeluaran untuk reparasi (5)
pengeluaran untuk retribusi dan pajak. Pengeluaran-pengeluaran yang tidak
kontan adalah upah/gaji awak nelayan pekerjaan yang umumnya bersifat bagi
hasil dan dibayar sesudah hasil dijual. Pengeluaran-pengeluaran yang tidak nyata
adalah penyusutan dari kapal, mesin-mesin dan alat penangkap karena
pengeluaran ini hanya merupakan penilaian yang tidak pasti, yang dilakukan
disini hanya merupakan taksiran kasar (Mulyadi, 2005).
Komponen biaya penangkapan terdiri dari biaya investasi, biaya perbaikan,
pemeliharaan dan operasional. Biaya investasi sangat bergantung pada jenis alat
tangkap dan kapal yang akan digunakan serta umur ekonomis sarana tersebut.
Adapun biaya perbaikan dan pemeliharaan tergantung pada kebutuhan dan kondisi
yang ada. Biaya operasional mencakup pembelian minyak tanah (untuk kapal
besar), solar dan bensin (mesin bantu), serta konsumsi ABK selama beroperasi
(Barani, 2005).
Nilai asset (inventaris) tetap/tidak bergerak dalam satu unit penangkap
disebut sebagai modal. Pada umumnya, untuk satu unit penangkap modal terdiri
dari alat tangkap, kapal penangkap, alat pengolahan atau pengawet di dalam
kapal, dan alat-alat pengangkutan laut. Dengan adanya bermacam-macam alat
14
penangkapan dan tingkatan-tingkatan kemajuan nelayan, banyaknya alat-alat
tersebut pada tiap-tiap unit penangkap tidak sama. Penilaian terhadap modal usaha
nelayan dapat dilakukan menurut tiga cara yaitu:
1) Penilaian didasarkan kepada nilai-nilai alat-alat baru, yaitu berupa biaya
memperoleh alat-alat tersebut menurut harga yang berlaku sekarang sehingga
dapat dihitung besar modal sekarang;
2) Berdasarkan harga pembelian atau pembuatan alat-alat, jadi berupa investasi
awal yang telah dilaksanakan nelayan dengan memperhitungkan penyusutan
tiap tahun; dan
3) Menaksir nilai alat pada waktu sekarang, yakni harga yang akan diperoleh
apabila alat-alat dijual dalam hal itu penilaian dipengaruhi oleh harga alat
baru dan tingkat penyusutan alat.
Bagi nelayan sering juga diperhitungkan sebagai modal pengeluaran-
pengeluaran untuk izin kapal dan penangkapan. Hal ini dilakukan karena
pengeluaran-pengeluaran ini hanya dilakukan sekali dan bukan setiap tahun.
Namun tidak semua nelayan-nelayan membayar izin sebab pada umumnya yang
melakukan hal tersebut terutama nelayan-nelayan besar (Mulyadi, 2005)
2.5 Analisis Sensitivitas
Menurut Kadariah, Lien, dan Clive (1999) sensitivity analysis tujuannya
ialah untuk melihat apa yang akan terjadi dengan hasil analisis proyek jika ada
suatu kesalahan atau perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya atau benefit.
Perhitungan sensitivity analysis setiap kemungkinan itu harus dicoba, yang
berarti bahwa tiap kali harus diadakan analisis kembali. Ini perlu sekali, karena
analisis proyek didasarkan pada proyeksi-proyeksi yang mengandung banyak
ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi di waktu yang akan datang. Ada tiga
hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
1) Terdapatnya “cost overrun”, contohnya kenaikan dalam biaya konstruksi.
Sensitivity analysis terhadap cost overrun ini perlu diadakan pada proyek-
proyek yang memerlukan biaya konstruksi yang besar sekali, karena biasanya
orang memperhitungkan biaya konstruksi terlalu rendah dan kemudian pada
waktu melaksanakan konstruksi, ternyata biayanya lebih tinggi.
15
2) Perubahan dalam perbandingan harga terhadap tingkat harga umum, contohnya
penurunan harga hasil produksi.
3) Mundurnya waktu implementasi
Analisis sensitivitas ini dapat membantu pengelola proyek dengan
menunjukkan bagian-bagian yang peka yang memerlukan pengawasan yang lebih
ketat untuk menjamin hasil yang diharapkan akan menguntungkan perekonomian.
Kepekaan hasil analisa terhadap perubahan dalam sesuatu variabel, ditentukan
bukan hanya oleh besarnya perubahan dalam variabel tersebut, melainkan juga
oleh serangkaian nilai-nilai yang mungkin akan dicapai oleh variabel-variabel
lain. Ada variabel yang cenderung berubah atau bergerak bersama-sama, ada yang
searah, ada yang ke arah berlawanan, sebagai tanggapan terhadap sesuatu hal yang
sama (Kadariah, 1988)
3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2009 dan pada bulan
Februari 2010 di PPI Blanakan, Desa Blanakan, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa
Barat.
3.2 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan yaitu metode kasus. Menurut Maxfield,
1930 vide Nazir, 1988 metode penelitian kasus adalah penelitian tentang status
subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari
keseluruhan personalitas.
Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer
didapatkan dengan cara pengamatan langsung di lapangan, wawancara, dan
pengisian kuesioner. Perolehan data primer adalah untuk mengetahui struktur
biaya penangkapan ikan dengan cantrang dari biaya investasi, operasional,
pemeliharaan, pengelolaan, dan pendapatan yang diperoleh nelayan/pemilik kapal.
Teknik pengambilan sampling dilakukan dengan sampling non-random,
yaitu pengambilan contoh tidak secara acak. Teknik sampling non-random yang
digunakan adalah purposive sampling. Teknik ini digunakan apabila anggota
sampel yang dipilih secara khusus berdasarkan tujuan penelitian. Sampel dalam
penelitian ini yaitu pemilik kapal cantrang sebanyak 10% dari jumlah populasi
cantrang di PPI Blanakan, Subang.
Wawancara dan pengisian kuesioner dilakukan terhadap pihak yang terkait.
Pihak yang telah diwawancarai adalah:
1) Pihak pengelola PPI Blanakan yaitu KUD Mina Fajar Sidik. Informasi yang
didapatkan adalah jumlah kapal cantrang yang ada di PPI Blanakan, volume
produksi dan nilai produksi hasil tangkapan per tahun, kegiatan operasional
atau jumlah trip penangkapan kapal cantrang, biaya retribusi, pelelangan,
sejarah singkat KUD Mandiri Inti Mina Fajar Sidik, serta unit usaha yang
terdapat di PPI Blanakan.
17
2) Pihak Dinas Kelautan dan Perikanan Subang. Informasi yang didapatkan
mengenai perkembangan perikanan di Subang dilihat dari jumlah kapal,
nelayan dan produksi hasil tangkapan serta keadaan umum perikanan tangkap
di Kabupaten Subang.
3) Pihak pemerintah Kelurahan/Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Subang.
Informasi yang didapatkan mengenai keadaan penduduk di Desa Blanakan,
dan
4) Pihak pemilik kapal cantrang PPI Blanakan, Subang. Informasi yang
didapatkan adalah biaya penangkapan ikan yang terdiri dari biaya investasi,
operasional, pemeliharaan, pengelolaan, pendapatan yang diperoleh
nelayan/pemilik kapal, spesifikasi kapal serta alat tangkap.
3.3 Analisis Data
Analisis data merupakan bagian yang penting dalam metode ilmiah, karena
analisis data dapat menyederhanakan data menjadi bentuk yang lebih mudah
dipahami dan diinterprestasikan.
3.3.1 Analisis regresi sederhana
Analisis regresi sederhana berguna untuk mendapatkan hubungan
fungsional antara dua variabel atau lebih atau mendapatkan pengaruh antara
variabel bebas terhadap variabel tidak bebas atau meramalkan pengaruh variabel
bebas terhadap variabel tidak bebas. Sementara itu, untuk mengetahui apakah
hubungan tersebut positif atau negatif ditentukan oleh nilai koefisien arah regresi
yang berlambangkan huruf b. Jika b positif, maka hubungan fungsionalnya positif
pula. Artinya, semakin tinggi nilai X, semakin tinggi pula nilai Y (Usman dan
Akbar, 2003).
Analisis ini digunakan untuk mengetahui pengaruh struktur biaya
penangkapan terhadap kegiatan operasional penangkapan (trip). Model regresi
yang digunakan adalah:
18
Keterangan: X = Struktur biaya (variabel bebas). Struktur biaya yang dimaksud
adalah harga solar karena solar merupakan input yang paling berpengaruh terhadap biaya operasional
Y = Kegiatan operasional penangkapan/jumlah trip (variabel tak bebas)
a = Konstanta b = Koefisien regresi untuk harga solar ε = Error/gallat
Untuk menentukan derajat hubungan antara variabel kegiatan operasional
penangkapan ikan dan variabel struktur biaya maka dilakukan analisis korelasi.
Derajat hubungan dinyatakan dengan koefisien korelasi (r) yang merupakan akar
dari koefisien determinasi (R2) dengan menggunakan rumus (Walpole, 1995)
Keterangan: Y = Rata-rata variabel Y
Ŷ = Nilai Y dari persamaan regresi R2 = koefisien determinasi
Dimana kisaran nilai koefisien korelasi adalah: -1 ≤ r ≤ + 1 • Korelasi erat jika : r ≥ 0.7 dan r ≤ -0.6 • Korelasi tidak erat jika : -0.6 < r < 0.7
Uji statistik regresi linear sederhana digunakan untuk menguji signifikan
atau tidaknya hubungan dua variabel melalui koefisien regresinya. Untuk regresi
linear sederhana, uji statistiknya menggunakan uji t, yaitu dirumuskan sebagai
berikut:
Keterangan:
b = koefisien kemiringan regresi B0 = mewakili nilai B tertentu, sesuai hipotesisnya Sb = simpangan baku koefisien regresi b Hipoteis yang digunakan adalah menggunakan hipotesis nol dan hipotesis
tandingan,, yaitu:
• H0 : B1 = 0, artinya tidak ada hubungan linear antara X dan Y
• H1 : B1 ≠ 0, artinya ada hubungan linear antara X dan Y
Y = a + bX + ε
19
3.3.2 Analisis pendapatan usaha
Menurut Dzamin (1984), analisis pendapatan usaha pada umumnya
digunakan untuk mengukur apakah kegiatan usaha yang dilakukan pada saat ini
berhasil atau tidak. Analisis pendapatan usaha bertujuan untuk mengetahui
besarnya keuntungan yang diperoleh dari usaha yang dilakukan dengan rumus:
Keterangan: Π = Keuntungan TR = Total Penerimaan, TC = Total Biaya Dengan kriteria: a. Jika TR>TC maka kegiatan usaha mendapatkan keuntungan; b. Jika TR<TC maka kegiatan usaha mengalami kerugian; c. Jika TR=TC maka kegiatan usaha mengalami keuntungan atau kerugian atau
berada pada titik impas.
3.3.3 Analisis kriteria investasi
3.3.3.1 Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (revenue-cost ratio)
Analisis revenue-cost digunakan untuk mengetahui seberapa jauh setiap
nilai rupiah biaya yang digunakan dalam kegiatan usaha dapat memberikan
sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya. Kegiatan usaha yang paling
menguntungkan mempunyai R/C paling besar (Hernanto, 1989 vide Mahardika,
2008). Penghitungannya menggunakan persamaan sebagai berikut:
=
Dengan kriteria: a. Jika R/C>1, kegiatan usaha mendapatkan keuntungan; b. Jika R/C<1, kegiatan usaha menderita kerugian; c. Jika R/C = 1, kegiatan usaha berada pada titik impas.
3.3.3.2 Net Present Value (NPV)
Net Present Value (NVP) digunakan untuk mengetahui layak atau tidaknya
suatu bisnis. Suatu bisnis dinyatakan layak jika NPV > 0 yang artinya bisnis
menguntungkan. Dengan demikian jika suatu bisnis mempunyai NPV < 0 maka
bisnis tersebut tidak layak untuk dijalankan. Net Present Value (NPV) atau nilai
Π = TR - TC
20
kini manfaat bersih adalah selisih antara total present value manfaat dengan total
present value biaya, atau jumlah present value dari manfaat bersih tambahan
selama umur bisnis (Nurmalina et al., 2009). Secara matematis dapat dirumuskan
sebagai berikut:
Keterangan: Bt = Manfaat pada tahun t Ct = Biaya pada tahun t t = Tahun kegiatan bisnis ( t = 0,1, 2, 3,……, n), i = Discount rate (DR) Dengan kriteria: a. NPV > 0, usaha layak untuk dijalankan b. NPV = 0, usaha tersebut mengembalikan sama besarnya nilai uang yang
ditanamkan c. NPV < 0, usaha tidak layak untuk dijalankan
3.3.3.3 Internal Rate Of Return (IRR)
Menurut Nurmalina, et al. (2009), kriteria investasi dapat dinilai dari
seberapa besar pengembalian bisnis terhadap investasi yang ditanamkan. Ini dapat
ditunjukkan dengan mengukur besaran Internal Rate of Return (IRR). Besaran
yang dihasilkan dari perhitungan ini adalah dalam satuan persentase (%).
Keterangan :
i1 = Discount rate yang menghasilkan NPV positif i2 = Discount rate yang menghasilkan NPV negatif NPV1 = NPV positif NPV2 = NPV negatif
Dengan kriteria:
a. IRR > Discount Rate (DR), usaha layak dijalankan b. IRR < Discount Rate (DR), usaha tidak layak dijalankan
3.3.3.4 Payback Period (PP)
Payback Period digunakan untuk mengetahui seberapa cepat investasi dapat
kembali. Perhitungan Payback Period (PP) menggunakan rumus sebagai berikut:
21
Keterangan : I = Besarnya biaya investasi yang diperlukan Ab = Manfaat bersih yang dapat di peroleh pada setiap tahunnya.
3.3.4 Analisis sensitivitas
Analisis sensitivitas digunakan untuk melihat dampak dari suatu keadaan
yang berubah-ubah terhadap hasil suatu analisis kelayakan. Tujuan analisis ini
adalah untuk menilai apa yang akan terjadi dengan hasil analisis kelayakan suatu
kegiatan investasi atau bisnis apabila terjadi perubahan di dalam perhitungan
biaya atau manfaat. Analisis sensitivitas dilakukan dengan cara mengubah
besarnya variabel-variabel yang penting. Perubahan-perubahan yang biasa terjadi
adalah harga input atau output, keterlambatan pelaksanaan, kenaikan dalam biaya
(Cost Over Run), dan hasil produksi (Nurmalina et al., 2009)
4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
4.1 Letak Geografis, Luas Wilayah, dan Administrasi Pemerintahan
Secara geografis Kabupaten Subang terletak di sebelah utara Provinsi Jawa
Barat dan terletak pada 107031’ – 107054’ Bujur Timur dan 6011’ – 6030’ Lintang
Selatan (Lampiran 1). Secara administrasi batas wilayah Kabupaten Subang
adalah sebagai berikut:
1) Sebelah utara : Laut Jawa
2) Sebelah selatan : Kabupaten Bandung
3) Sebelah timur : Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Sumedang
4) Sebelah barat : Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Karawang
Luas wilayah Kabupaten Subang adalah 205.176,95 ha (5,39 % dari luas
Provinsi Jawa Barat) dengan ketinggian antara 0 – 1500 meter di atas permukaan
laut. Berdasarkan PP Nomor 48 Tahun 1999 wilayah administratif Kabupaten
Subang terbagi atas 30 kecamatan dengan jumlah desa 243 dan 8 kelurahan.
Kondisi permukaan lahan di wilayah Kabupaten Subang terdiri atas pegunungan,
perbukitan dan dataran rendah. Berdasarkan kemiringan lahan, tercatat bahwa
80,8% wilayah Kabupaten Subang memiliki kemiringan 00 – 170, sedangkan
sisanya memiliki kemiringan di atas 180. Secara topografi terbagi ke dalam tiga
zona, yaitu:
1) Daerah pegunungan dengan ketinggian 500 – 1500 m di atas permukaan laut
dengan wilayah sekitar 20% dari seluruh luas wilayah Kabupaten Subang;
2) Daerah berbukit dengan ketinggian 50 – 500 m di atas permukaan laut
dengan luas wilayah sekitar 35,85% dari seluruh luas wilayah Kabupaten
Subang; dan
3) Daerah dataran rendah dengan ketinggian 0 – 50 m di atas permukaan laut
dengan luas wilayah sekitar 44,15% dari seluruh luas wilayah Kabupaten
Subang.
Secara umum daerah Kabupaten Subang beriklim tropis dengan curah hujan
rata-rata per tahun sekitar 2.048 mm dan rata-rata hari hujannya sebanyak 87 hari.
Temperatur di kawasan perairan Kabupaten Subang berkisar antara 25 – 32 0C,
besaran tersebut merupakan karakteristik perairan tropis. Kondisi ini mendukung
23
keberadaan ekosistem di wilayah Kabupaten Subang. Pada saat Musim Barat,
pergerakan arus umumnya menuju kea rah timur atau arus timur dengan kecepatan
berkisar antara 3 – 14 mil per hari. Sedangkan Musim Timur bergerak sebaliknya
yaitu menuju arah barat dengan kecepatan antara 1 – 13 mil per hari.
Kabupaten Subang memiliki 30 kecamatan (Lampiran 2), namun hanya 4
kecamatan yang merupakan kecamatan di wilayah pesisir dan laut dengan panjang
garis pantai kurang lebih 68 km, yaitu Kecamatan Blanakan, Kecamatan
Pamanukan, Kecamatan Legonkulon, dan Kecamatan Pusakanegara. Sedangkan
kecamatan lainnya berada di daerah pegunungan atau dataran tinggi.
Luas wilayah Kecamatan Blanakan adalah 85,81 km2 dan terdiri atas
sembilan buah desa. Diantara desa-desa tersebut yang berada di bawah naungan
Kecamatan Blanakan, terdapat tujuh desa yang merupakan wilayah pesisir, yaitu
Desa Cilamaya Hilir, Desa Rawameneng, Desa Jayamukti, Desa Blanakan, Desa
Langensari, Desa Muara, dan Desa Tanjung Tiga.
Desa Blanakan merupakan salah satu desa pesisir yang berada di Kecamatan
Blanakan. Secara geografis, Desa Blanakan terletak di 107030’ – 107053’ Bujur
Timur dan 6010’ – 6022’ Lintang Selatan. Secara administrasi batas wilayah Desa
Blanakan adalah:
1) Sebelah utara : Laut Jawa dan Kecamatan Blanakan
2) Sebelah selatan : Desa Ciasem Baru dan Kecamatan Ciasem
3) Sebelah timur : Desa Langensari dan Kecamatan Blanakan
4) Sebelah barat : Desa Jayamukti dan Kecamatan Blanakan
Secara umum Desa Blanakan memiliki iklim tropis dengan curah hujan rata-
rata per tahun sekitar 2.800 mm dan rata-rata jumlah bulan hujan adalah 6 bulan
dengan suhu rata-rata harian sebesar 320 C. Suhu tersebut mengalami peningkatan
karena pada tahun-tahun sebelumnya sebesar 290 C. Kelembaban udara Desa
Blanakan sekitar 32% RH.
Secara orbitasi jarak dari Desa Blanakan ke ibu kota Kecamatan adalah 1 km
dan jarak ke ibu kota kabupaten adalah 46,3 km dan jarak ke ibu kota provinsi
Bandung adalah 112 km. Letak Desa Blanakan yang berada pada posisi strategis
ini memberikan keuntungan tersendiri terhadap kehidupan ekonomi di Desa
Blanakan. Oleh karena itu, hal tersebut berdampak positif terhadap sektor
24
perikanan khususnya subsektor perikanan tangkap. Salah satu contoh keuntungan
dari letak strategis Desa Blanakan untuk perikanan tangkap adalah kemudahan
dalam memasarkan hasil tangkapan, baik itu hasil tangkapan segar maupun hasil
tangkapan yang telah diolah.
4.2 Karakteristik Fisik Perairan, Wilayah Pesisir dan Laut Kabupaten Subang
Perairan pantai Subang terletak di pantai utara Jawa yang berhadapan
langsung dengan Laut Jawa di sebelah utara. Morfologi dan topografi pantai
Subang dicirikan oleh adanya bentuk pantai yang menjorok ke arah daratan
berbentuk teluk, seperti di wilayah pantai Blanakan, maupun yang menjorok kea
rah laut berbentuk tanjung, seperti di wilayah Legon Kulon.
Beberapa sungai utama yang bermuara ke pantai Subang terdiri dari Sungai
Cilamaya, Sungai Blanakan, Sungai Ciasem, Sungai Cileuleu yang membentuk 5
anak sungai, dan Sungai Cipunagara. Umumnya sungai-sungai tersebut
dimanfaatkan oleh nelayan sebagai jalan keluar/masuk perahu untuk melakukan
penangkapan ikan di perairan Pantai Subang maupun di perairan lain. Sungai
Blanakan merupakan jalur yang paling ramai sebagai jalan keluar/masuk kapal
penangkpan ikan dari dalam maupun luar Subang untuk mendaratkan hasil
tangkapan di tempat pelelangan ikan (TPI) Blanakan. Umumnya sungai-sungai
tersebut mengalami sedimentasi yang cukup tinggi yang tergambar dari tingkat
kekeruhan yang relatif tinggi di sepanjang badan sungai dan muaranya. Beberapa
sungai mengalami pendangkalan alami, seperti di muara sungai Blanakan
sehingga perlu dilakukan pengerukan secara rutin untuk memelihara alur bagi lalu
lintas perahu penangkapan ikan.
Suhu dan salinitas di wilayah perairan pantai Subang berfluktuasi secara
musiman yang dipengaruhi oleh dinamika perairan Laut Jawa. Secara umum
fluktuasi suhu bulanan di Laut Jawa menunjukkan adanya dua puncak maksimum
(sekitar 28,7 0C) dan dua puncak minimum (sekitar 27,5 0C). Puncak maksimum
terjadi dalam periode musim peralihan (bulan Mei dan November), sedangkan
puncak minimum terjadi pada bulan Agustus dan Februari (puncak musim Timur
dan musim Barat). Rata-rata suhu bulanan bervariasi antara 27,5 0C sampai 28,7
25
0C. Rata-rata salinitas bulanan di perairan Laut Jawa berkisar antara 31,5‰ –
33,7‰. Salinitas maksimum pertama (33,7‰) dan kedua (33,3‰) terjadi pada
bulan September dan November, sedangkan salinitas minimum pertama (31,8‰)
dan kedua (31,3‰) terjadi masing-masing sekitar bulan Februari dan Mei.
4.3 Kependudukan
Secara demografis Desa Blanakan merupakan desa yang cukup heterogen.
Hal tersebut dapat diketahui dengan struktur kependudukannya yang cukup
beragam. Menurut pendataan tahun 2009, penduduk Desa Blanakan berjumlah
11.399 orang dimana penduduk laki-laki berjumlah 5.862 orang dan penduduk
perempuan berjumlah 5.537 orang. Jumlah penduduk Desa Blanakan mengalami
peningkatan dari jumlah penduduk tahun lalu sebanyak 91 jiwa, dengan kata lain
laju pertumbuhan penduduk Desa Blanakan tahun 2008-2009 sebesar 0,8%.
Kepadatan penduduk di Desa Blanakan sebesar 12 orang/km dengan jumlah
kepala keluarga sebangak 3.433 orang. Agama penduduk Desa Blanakan
homogen yaitu agama Islam, sedangkan etnis penduduk setempat cukup heterogen
yaitu Jawa, Sunda, Minang, dan Madura.
Menurut pendataan penduduk Desa Blanakan tahun 2009, tingkat
pendidikan penduduk di Desa Blanakan tergolong rendah. Tingkat pendidikan
penduduk Desa Blanakan sebagian besar hanya tamat sekolah dasar (SD) yakni
sebesar 19,7% sedangkan jumlah penduduk yang mencapai tingkat perguruan
tinggi sebesar 0,8%. Hal ini tentunya sangat berkaitan erat dengan pendapatan dan
pola pikir masyarakat setempat. Data mengenai jumlah penduduk Desa Blanakan
berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 1.
Penduduk Desa Blanakan yang berjumlah 11.399 orang dengan jumlah
kepala keluarga sebanyak 3.433 pada tahun 2009 dapat dibagi berdasarkan
kesejahteraan keluarga. Sebagian besar penduduk Desa Blanakan tergolong
keluarga prasejahtera. Hal ini berhubungan dengan tingkat pendidikan penduduk
Desa Blanakan yang tergolong rendah sehingga memiliki pendapatan yang
kurang. Persentase keluarga prasejahtera yang ada di Desa Blanakan sebesar
38,5% dari 3.433 kepala keluarga. Data mengenai penduduk Desa Balanakan
berdasarkan tingkat kesejahteraan dapat dilihat pada Tabel 2.
26
Tabel 1 Data jumlah penduduk Desa Blanakan berdasarkan tingkat pendidikan tahun 2009
Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)
Belum sekolah 635 5,6Masih sekolah usia 7-18 tahun 1.439 12.6Tidak pernah sekolah 1.500 13,2SD (tidak tamat) 1.880 16,5Tamat SD/sederajat 2.244 19,7Tamat SMP/sederajat 1.725 15,1Tamat SMA/sederajat 1.885 16,5Tamat D-1/sederajat 37 0,3Tamat D-2/sederajat 22 0,2Tamat D-3/sederajat 17 0,2Tamat S-1/sederajat 15 0,1Jumlah 11.399 100
Sumber: Desa Blanakan, Kabupaten Subang , 2009 (Diolah kembali)
Tabel 2 Data penduduk Desa Blanakan berdasarkan tingkat kesejahteraan tahun 2009
Tingkat Kesejahteraan Jumlah (orang) Persentase (%)
Keluarga prasejahtera 1.321 38,5Keluarga sejahtera 1 822 23,9Keluarga sejahtera 2 769 22,4Keluarga sejahtera 3 440 12,8Keluarga sejahtera 3 plus 81 2,4Jumlah total kepala keluarga 3.433 100
Sumber: Desa Blanakan, Kabupaten Subang , 2009 (Diolah kembali)
Selain dilihat dari tingkat pendidikan dan tingkat kesejahteraan, penduduk
Desa Blanakan dapat dilihat juga berdasarkan mata pencaharian pokok. Hal ini
juga memberikan pengaruh bagi keheterogenan penduduk Desa Blanakan.
Sebagian besar penduduk Desa Blanakan bekerja sebagai petani, buruh tani, dan
nelayan. Profesi tersebut didukung oleh keadaan geografis Desa Blanakan yang
memungkinkan untuk bekerja di sektor tersebut, selain itu tidak perlu memiliki
keahlian dan keterampilan khusus.
27
4.4 Keadaan Umum Perikanan Tangkap di PPI Blanakan
4.4.1 Sarana dan prasarana penangkapan
Pangkalan pendaratan ikan yang ada di kecamatan Blanakan sampai saat ini
ada empat buah, yaitu PPI Blanakan di Desa Blanakan, PPI Cilamaya Girang di
Desa Cilamaya Girang, PPP Muara Ciasem di Desa Muara Ciasem, PPI Karya
Baru di Desa Rawameneng. Dari keempat PPI yang ada di Kecamatan Blanakan,
PPI Blanakan merupakan PPI yang paling ramai dikunjungi baik oleh kapal
penangkap ikan, bakul, ataupun pelaku ekonomi lainnya. Hal itu dikarenakan PPI
Blanakan memiliki sarana dan prasarana yang lebih lengkap daripada PPI lainnya
yang berada di Kecamatan Blanakan, keamanan terjamin karena tidak ada
pungutan-pungutan liar dan pengelola PPI memberikan pelayanan yang baik
kepada seluruh pelaku ekonomi di PPI Blanakan. Secara umum fasilitas
pelabuhan yang terdapat di PPI Blanakan dapat digolongkan menjadi:
1) Fasilitas pokok, terdiri dari dermaga dan kolam pelabuhan;
2) Fasilitas fungsional, terdiri dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI), pabrik es,
bengkel, galangan kapal, Solar Packed Dealer Nelayan (SPDN), tempat
pemasaran; dan
3) Fasilitas penunjang, terdiri dari MCK, kantin, pertokoan/pujasera, perumahan
nelayan, tempat ibadah (mushala), tempat parkir, kantor syahbandar, kantor
POL AIR, dan kantor pengelola TPI (KUD).
Fasilitas-fasilitas di PPI tersebut tergolong dalam kondisi yang baik, kecuali
bengkel yang pengoperasiannya kurang baik dan pertokoan yang pengelolaannya
kurang baik sehingga tidak lagi ramai seperti tahun-tahun sebelumnya.
Fasilitas dan aktivitas yang ada di PPI Blanakan dikelola oleh KUD Inti
Mina Fajar Sidik yang merupakan KUD mandiri sejak tahun 1990 berdasarkan
Surat Keputusan Menteri Koperasi RI nomor: 344/KPTS/M/III/1990. Pada
mulanya KUD ini bernama “Koperasi Perikanan Laut Misaya Laksana” yang
didirikan pada tanggal 23 Mei 1966. Pada tahun 1978 KPL Misaya Laksana
berganti nama menjadi “Koperasi Unit Desa Mina Fajar Sidik” dibawah instruksi
Presiden RI nomor 2/1978, Badan Hukum Nomor 3928 B. Nama Fajar Sidik
diambil dari nama almarhum H. Fajar Sidik sebagai penghargaan selama menjabat
sebagai ketua pengurus koperasi yang pertama. Selain pengelolaan TPI, aktivitas
28
ekonomi yang dilakukan oleh KUD Inti Mina Fajar Sidik yaitu, unit usaha pabrik
es, penyediaan perumahan 150 unit type 36/120 diatas area lahan 53.500 m2, unit
usaha simpan pinjam, penyediaan bahan dan alat perikanan, pertokoan dan
pujasera, serta pengadaan BBM Solar melalui Solar Packed Dealer Nelayan
(SPDN). Selain aktivitas ekonomi, KUD ini pun melakukan aktivitas sosial.
Sebagai wujud kepedulian terhadap pendidikan, KUD menyediakan tanah untuk
Sekolah Dasar (SD). Dalam hal kerohanian, KUD juga mengorganisasi dan
membina aktivitas keagamaan, sementara dalam hal kebudayaan KUD
memelihara dan menyelenggarakan tradisi budaya setempat yaitu acara tahunan
syukuran laut/ruwatan laut. Untuk kegiatan sosial, KUD memberi santunan
kepada para jompo dan anak yatim serta khitanan massal, pembinaan kelompok
nelayan dan kelompok wanita nelayan, pemberian beasiswa bagi putra-putri
nelayan berprestasi (bekerjasama dengan BP Migas Indonesia).
Gambar 1 Gedung KUD mandiri Mina Fajar Sidik.
Tempat Pelelangan Ikan (TPI) PPI Blanakan didirikan pada tahun 1970.
TPI ini dikelola oleh KUD Inti Mina Fajar Sidik. Unit usaha ini merupakan unit
usaha utama yang menjadi tulang punggung KUD Mandiri Mina Fajar Sidik
didalam melaksanakan aktivitas ekonomi lainnya. Unit usaha TPI ini
mengupayakan stabilitas dan peningkatan harga ikan melalui penambahan bakul-
bakul ikan (konsumen), prasarana dan sarana serta pelayanan yang baik. Pihak-
pihak yang berperan dalam pelelangan tersebut diantaranya adalah juru tawar, juru
karcis, kasir dan keamanan. Atas jasa tersebut KUD Inti Mina Fajar Sidik
29
mendapatkan pemasukan dari potongan atau retribusi pelelangan ikan berdasarkan
Peraturan Daerah (PERDA) dan Rapat Anggota Tahunan (RAT) KUD. Dalam
pelaksanaan retribusi lelang saat ini TPI berpedoman kepada Perda Jawa Barat
No.5 Tahun 2005, serta Hasil Keputusan Rapat Anggota Tahunan (RAT).
Gambar 2 Gedung Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Blanakan.
Berdasarkan PERDA tersebut, besarnya potongan atau retribusi biaya
lelang adalah sebesar 5% dari raman kotor yang berasal dari nelayan sebesar 2%
dan dari bakul/pembeli sebesar 3%. Potongan atau retribusi ongkos lelang
berdasarkan Rapat Anggota Tahunan (RAT) KUD Mandiri Mina Fajar Sidik
tahun 2008 adalah sebesar 3% dari raman kotor dan simpanan sukarela anggota
sebesar 2%, untuk perinciannya dapat dilihat pada Tabel 3.
Kebutuhan solar untuk melaut di PPI Blanakan telah disediakan oleh unit
Solar Packed Dealer Nelayan (SPDN) yang diresmikan pada tanggal 28 Februari
2003 oleh Menteri Kelautan dan Perikanan pada saat itu dan mulai beroperasi
pada tanggal 13 Maret 2003. Kapasitas solar yang disediakan oleh Unit SPDN ini
adalah sebanyak 8.000 liter/hari dengan nilai Rp 12.000.000.000 pada tahun 2009.
30
Tabel 3 Persentase potongan pelelangan bagi nelayan maupun bakul di TPI Blanakan
No. Jenis Potongan Lelang Persentasea. Potongan lelang berdasarkan PERDA No.5 Tahun 2005 1 Penerimaan pemerintah daerah dan pemerintah kabupaten
atau kota 1,60%
2 Biaya pembinaan atau pengawasan oleh pemerintah daerah dan pemerintah kabupaten atau kota
0,30%
3 Biaya pembangunan daerah perikanan 0,30% 4 Biaya operasional PUSKUD Mina 0,15% 5 Biaya operasional TPI 1,65% 6 Tabungan nelayan 0,35% 7 Asuransi nelayan 0,15% 8 Dana paceklik 0,25% 9 Dana sosial 0,10% 10 Dana keamanan 0,10% 11 Dana bantuan kas desa 0,05% Jumlah 5% b. Potongan lelang berdasarkan Rapat Anggota Tahunan (RAT) 2008 12 Dana kesejahteraan pengurus/karyawan 1,60% 13 Dana bantuan pembangunan desa 0,20% 14 Dana pembangunan wilayah kerja KUD 0,20% 15 Tabungan nelayan 0,50% 16 Dana lain-lain 0,50% Jumlah 3% Jumlah total potongan lelang 8%
Sumber: KUD Mandiri Mina Fajar Sidik, 2009 (diolah kembali)
Gambar 3 Solar Packed Dealer Nelayan (SPDN).
Unit usaha pabrik es KUD Inti Mina Fajar Sidik dikelola oleh pihak
swasta yaitu PT. TIRTA RATNA sejak tahun 2000. Hal ini dilakukan karena
semakin berat beban biaya yang harus ditanggung oleh pabrik es serta kondisi
teknis pabrik yang semakin menurun. Jangka waktu kontrak antara KUD Inti
31
Mina Fajar Sidik dengan PT. TIRTA RATNA adalah 12 tahun dengan nilai
kontrak sebesar Rp 1.400.000.000 dengan cara pembayaran diangsur.
Gambar 4 Gedung pabrik es PPI Blanakan.
4.4.2 Perkembangan produksi dan nilai produksi di TPI Blanakan
Perkembangan volume produksi dan nilai produksi di TPI Blanakan dari
tahun 2002-2008 cukup fluktuatif. Hal ini dapat dilihat dari volume produksi yang
mengalami kenaikan dan penurunan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2003, volume
produksi mengalami penurunan dari tahun sebelumnya sebesar 1,79% dan nilai
produksi mengalami penurunan sebesar Rp 1.106.440.000. Pada tahun 2004
volume produksi mengalami peningkatan sebesar 0,88% dari tahun sebelumnya
dan nilai produksi juga meningkat sebesar Rp 2.923.368.500.
Tabel 4 Perkembangan volume produksi dan nilai produksi di TPI Blanakan tahun 2002-2008
Tahun Volume Produksi (Rp) Nilai Produksi (Kg) % Volume
menyajikan tabel kriteria investasi usaha penangkapan ikan dengan cantrang di
PPI Blanakan.
Tabel 12 Nilai kriteria investasi usaha penangkapan cantrang di PPI Blanakan
Sumber: Data primer diolah, 2010
Berdasarkan perhitungan, Net Present Value (Lampiran 8) pada tingkat
suku bunga (discount rate) 20% berkisar antara Rp 769.249.600 – Rp
3.457.411.500 dan nilai NPV rata- rata sebesar Rp 1.931.196.200. KM Selat
Mandiri memiliki nilai IRR terbesar yaitu 73% dan nilai IRR terkecil dimiliki oleh
KM Ade dan Mas. Waktu pengembalian investasi atau payback period paling
lama terjadi pada KM Ade dan Mas yaitu 3,05 tahun sedangkan KM selat mandiri
memiliki payback period paling cepat yaitu 1,44 tahun. Nilai NPV pada discount
rate 20% berdasarkan ukuran kapal dapat dilihat pada Gambar 12.
Nama Kapal Discount Rate (20%)
NPV IRR PP R/C
KM Alung Jaya (15 GT) 769.249.600 40% 2,14 1,19
KM Ade dan Mas (18 GT) 2.521.800.600 29% 3,05 1,13
KM Bhakti Jaya (23 GT) 1.229.534.900 45% 2,00 1,13
KM Malinda (24 GT) 1.389.241.900 47% 1,99 1,17
KM Fajar Asih (26 GT) 3.457.411.500 42% 2,30 1,18
KM Selat Mandiri (29 GT) 2.219.938.400 73% 1,44 1,16
48
Gambar 12 Nilai Net Present Value (NPV) berdasarkan ukuran kapal cantrang.
Gambar 12 menunjukkan bahwa ukuran kapal tidak berpengaruh terhadap
NPV. Kapal berukuran 26 GT memiliki nilai NPV paling tinggi dibandingkan
dengan nilai NPV kapal lain. Nilai NPV terendah terjadi pada kapal yang
berukuran 15 GT yang merupakan ukuran kapal terkecil.
5.1.5 Analisis sensitivitas usaha perikanan cantrang
Analisis sensitivitas digunakan untuk melihat dampak dari suatu keadaan
yang berubah-ubah terhadap hasil suayu kelayakan. Keadaan yang berubah
tersebut dapat berupa perubahan harga. Kenaikan harga input seperti solar atau
pun penurunan harga output seperti hasil tangkapan dapat mempengaruhi
kelayakan suatu usaha. Dalam hal ini akan dilihat seberapa besar sensitivitas suatu
usaha apabila terjadi kenaikan input, yaitu solar. Solar merupakan input terbesar
yang dibutuhkan (42,42%).
Pada perhitungan sensitivitas usaha cantrang dengan discount rate 20%
(Lampiran 9), nilai sensitivitas usaha perikanan cantrang berkisar 58% - 148,85%
dengan sensitivitas rata-rata 88,22%. Hal itu berarti bahwa usaha tersebut masih
layak dijalankan apabila kenaikan harga solar maksimal 88,22%. Apabila
kenaikan harga solar melebihi nilai sensitivitas maka usaha tersebut tidak dapat
lagi mendapatkan keuntungan.
Nilai sensitivitas pada tiap-tiap kapal dapat berbeda-beda. Pada Tabel 13
akan disajikan nilai sensitivitas (discount rate 20%) berdasarkan ukuran kapal.
49
Sementara itu nilai sensitivitas berdasarkan ukuran kapal juga dapat dilihat dalam
bentuk diagram agar lebih jelas dan dapat dilihat pada Gambar 13.
Tabel 13 Nilai sensitivitas berdasarkan ukuran kapal
Nama kapal Ukuran kapal (GT) Sensitivitas (%) KM alung Jaya 15 148,85KM Ade dan Mas 18 66,57KM Bhakti Jaya 23 58,00KM Malinda 24 75,04KM Fajar Asih 26 100,74KM Selat Mandiri 29 80,09
Sumber: Data Primer Diolah, 2010
Gambar 13 Nilai sensitivitas berdasarkan ukuran kapal cantrang.
Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa nilai sensitivitas terkecil
terjadi pada kapal cantrang berukuran 23 GT yaitu 58% yang berarti bahwa kapal
tersebut lebih sensitif terhadap perubahan harga solar. Ukuran kapal 15 GT
memiliki nilai sensitivitas terbesar yaitu 148,85%. Untuk melihat hubungan antara
ukuran kapal dengan sensitivitas dapat dilihat pada Gambar 14.
50
Gambar 14 Grafik hubungan ukuran kapal cantrang dengan sensitivitas.
Berdasarkan grafik hubungan tersebut, diketahui bahwa derajat hubungan atau R2
sebesar 0,221 dengan nilai korelasi 0,4701. Hal ini berarti bahwa hubungan
ukuran kapal dengan sensitivitas tidak erat.
5.1.6 Pengaruh struktur biaya terhadap trip
Biaya penangkapan merupakan salah satu komponen penting dalam
kegiatan operasional penangkapan ikan. Seringkali biaya menjadi pembatas para
nelayan atau pemilik kapal untuk melakukan penangkapan ikan (trip), karena akan
berpengaruh terhadap pendapatan yang akan diperoleh berupa keuntungan atau
dapat juga menimbulkan kerugian. Solar merupakan komponen biaya terbesar
yang harus dikeluarkan (42,42%). Solar dapat mempengaruhi kegiatan
penangkapan ikan. Harga solar sering mengalami perubahan, baik itu kenaikan
harga ataupun penurunan harga. Untuk lebih jelasnya perubahan harga solar pada
tahun 2005 – 2009 dapat dilihat pada Tabel 14.
51
Tabel 14 Perkembangan harga solar tahun 2005-2009 Tahun Harga Solar (Rp)
2005 Januari – Februari 1.650 Maret – September 2.100 Oktober – Desember 4.300 2006 4.300 2007 4.300 2008 Januari – April 4.300 Mei – Desember 5.500 2009 4.500
Sumber: Pertamina, 2010
Tahun 2005, harga solar mengalami kenaikan harga sebanyak dua kali,
kenaikan harga solar pertama yaitu dari Rp 1.650 menjadi Rp 2.100, sedangkan
kenaikan harga solar kedua yaitu dari Rp 2.100 menjadi Rp 4.300. Kenaikan harga
solar yang kedua ini mencapai 100%. Pada tahun 2006 dan 2007, harga solar
stabil, tidak mengalami kenaikan dan penurunan harga solar. Tahun 2008, harga
solar kembali mengalami peningkatan yaitu dari harga Rp 4.300 menjadi Rp
5.500. Tahun 2008 ke tahun 2009 mengalami penurunan sebanyak Rp 1.000. pada
tahun 2009, harga solar kembali stabil, artinya tidak ada perubahan. Berikut akan
disajikan tabel jumlah trip cantrang di PPI Blanakan pada tahun 2005 dan 2008.
Tabel 15 Jumlah trip dan harga solar tahun 2005 Tahun 2005 Harga Solar (Rp) Jumlah Trip
Januari 1.650 220Februari 1.650 217Maret 2.100 213April 2.100 184Mei 2.100 178Juni 2.100 182Juli 2.100 187Agustus 2.100 208September 2.100 214Oktober 4.300 146November 4.300 134Desember 4.300 141Jumlah 2224Sumber: KUD Inti Mina Fajar sidik dan Pertamina,2009
52
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui hubungan antara harga solar
dengan jumlah trip dengan menggunkan regresi sederhana yang akan disajikan
pada Gambar 15.
Gambar 15 Grafik Hubungan harga solar dengan trip tahun 2005.
Grafik di atas dapat menunjukkan persamaan regresi Y = -0,026X + 254,2 + ε
dengan R2 = 0,831 dan nilai korelasi sebesar 0,9116. Berdasarkan perhitungan
dapat diketahui bahwa standar error persamaan tersebut adalah sebesar 13,3363.
Hubungan antara harga solar dengan jumlah trip juga dapat dilihat pada Gambar
16.
Gambar 16 Diagram harga solar dan jumlah trip tahun 2005.
53
Perubahan harga solar pun terjadi pada tahun 2008, yaitu pada bulan
Januari-April harga tidak berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, yaitu Rp
4.300. Namun pada bulan Mei-Desember, harga solar naik menjadi Rp 5.500.
Pada Tabel 16 akan disajikan perubahan harga solar beserta jumlah trip tahun
2008.
Tabel 16 Jumlah trip dan harga solar tahun 2008
Tahun 2008 Harga Solar (Rp) Jumlah Trip Januari 4.300 103Feb 4.300 129Mar 4.300 159Apr 4.300 146Mei 5.500 134Jun 5.500 142Jul 5.500 137Ags 5.500 171Sep 5.500 151Okt 5.500 128Nov 5.500 165Des 5.500 174 Jumlah 1739
Sumber: KUD Inti Mina Fajar Sidik dan Pertamina,2009
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui hubungan antara harga solar
dengan jumlah trip cantrang dengan menggunkan regresi sederhana yang akan
disajikan pada Gambar 17.
Gambar 17 Grafik hubungan harga solar dengan trip tahun 2008.
54
Grafik hubungan di atas menunjukkan nilai persamaan regresi Y= 0,013X + 76,91
+ ε dengan R2 sebesar 0,146 dimana variabel X adalah harga solar dan variabel Y
adalah jumlah trip cantrang. Standar error dari persamaan tersebut adalah sebesar
19,9255. Nilai korelasi dari persamaan regresi tersebut adalah 0,831. Trip
cantrang pada harga solar mengalami peningkatan pada awalnya mengalami
penurunan yang tidak signifikan dan dapat kembali stabil. Hubungan antara harga
solar dengan jumlah trip pada tahun 2008 juga dapat dilihat pada Gambar 18.
Gambar 18 Diagram harga solar dan jumlah trip tahun 2008.
Diagram diatas menunjukkan bahwa jumlah trip cantrang sangat
berfluktuatif dan tidak tergantung terhadap harga solar, namun hanya pada
awalnya saja mengalami penurunan yang tidak signifikan. Jumlah trip cantrang
pada tahun tersebut dapat dipengaruhi oleh musim, yaitu musim puncak dan
paceklik, trip terbanyak terjadi pada bulan November dan bulan Desember dimana
bulan tersebut adalah bulan musim puncak bagi nelayan cantrang. Namun trip
terendah terjadi pada bulan Januari, dimana bulan tersebut merupakan musim
puncak bagi nelayan cantrang. Hal ini terjadi karena pada bulan tersebut cuaca
tidak mendukung aktifitas penangkapan ikan, yaitu merupakan musim barat
sehingga angin dan gelombang sedang tinggi.
Sementara itu, untuk mengetahui pengaruh harga solar dari tahun 2005 –
2009, maka dibuat persamaan regresi dengan jumlah trip cantrang per tahun dan
harga solar per tahun. Lebih jelasnya akan disajikan pada Tabel 17.
55
Tabel 17 Jumlah trip cantrang dan harga solar tahun 2005 – 2009
Tahun Harga solar (Rp) Trip cantrang 2005 2.100 2.2242006 4.300 1.7502007 4.300 1.7422008 5.500 1.7392009 4.500 1.715
Sumber: KUD Inti Mina Fajar Sidik dan Pertamina, 2009
Tahun 2005, jumlah trip cantrang sebanyak 2.224, namun pada saat terjadi
kenaikan solar sebesar 100% (dari Rp 2.100 menjadi Rp 4.300) mengalami
penurunan kukup drastis sekitar 50%, sehingga jumlah trip cantrang sebanyak
1.750. Hal ini sangat dirasakan oleh nelayan karena penerimaan tidak dapat
menutupi biaya total yang meningkat secara drastis dan membuat pemilik usaha
mengalami kerugian sehingga tidak melakukan trip. Grafik hubungan dan
persamaan regresi serta keeratan hubungan harga solar dengan kegiatan
operasional penangkapan ikan (trip) tahun 2005 – 2009 dapat dilihat pada Gambar
19.
Gambar 19 Grafik hubungan harga solar dengan jumlah trip cantrang tahun 2005
– 2009.
Grafik di atas menunjukkan persamaan regresi Y = 2499 – 0,16X + ε
dengan R2 sebesar 0,839 dimana variabel X adalah harga solar merupakan
variabel bebas, sedangkan variabel Y adalah trip cantrang yang merupakan
variabel tak bebas. Nilai korelasi dari persamaan regresi tersebut adalah sebesar
0,916. Nilai a pada persamaan tersebut adalah 2.499, nilai b adalah -0,16,
56
sedangkan standar error sebesar 101,0957. Hubungan antara harga solar dengan
jumlah trip pada tahun 2005 – 2009 juga dapat dilihat pada Gambar 20.
Gambar 20 Diagram harga solar dan jumlah trip tahun 2005 – 2009
Diagram di atas menunjukkan bahwa jumlah trip pada tahun 2005
merupakan jumlah trip terbanyak dibandingkan tahun-tahun berikutnya. Tahun
2006 – 2009 jumlah trip cukup stabil. Namun, pada saat penurunan harga solar
dari Rp 5.500 menjadi Rp 4.500 tidak menyebabkan kenaikan jumlah trip, tetapi
mengalami penurunan trip. Hal ini disebabkan karena penurunan armada unit
usaha cantrang di PPI Blanakan.
5.2 Pembahasan
Analisis usaha yang dilakukan dalam bidang perikanan merupakan suatu
perhitungan keuangan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari suatu usaha
yang sudah berjalan dan untuk mengetahui kelanjutan usaha tersebut di waktu
yang akan datang sehingga pemilik usaha dapat membuat suatu perhitungan dan
merencanakan langkah untuk memperbaiki dan meningkatkan keuntungan
usahanya. Biaya penangkapan ikan terdiri dari biaya investasi, biaya tetap (fix
cost) dan biaya variabel (variabel cost). Biaya investasi merupakan biaya yang
umumnya dikeluarkan pada awal kegiatan. Menurut Nurmalina et al (2009), biaya
investasi selain dikeluarkan di awal tahun bisnis, juga dapat dikeluarkan pada
beberapa tahun setelah bisnis berjalan, missal untuk mengganti komponen atau
peralatan investasi yang umurnya sudah habis namun operasional bisnisnya masih
57
berjalan. Dalam hal ini, pembelian jaring cantrang lebih banyak dilakukan karena
umur teknisnya hanya 3 tahun.
Biaya investasi setiap kapal berbeda-beda. Berdasarkan Tabel 8 dapat
diketahui bahwa ukuran kapal tidak mempengaruhi nilai investasi usaha
penangkapan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Barani (2005) bahwa biaya
investasi sangat bergantung pada jenis alat tangkap dan kapal yang akan
digunakan serta umur ekonomis sarana tersebut. Hal ini juga dapat dipengaruhi
oleh tahun pembelian barang-barang investasi berbeda dikarenakan adanya
pengaruh waktu terhadap nilai uang (time value of money). Menurut Nurmalina et
al (2009), nilai uang berubah dengan berjalannya waktu ada beberapa alasan,
yakni inflasi, konsumsi, dan produktivitas. Biaya investasi usaha perikanan
cantrang berkisar antara Rp 188.000.000 – Rp 275.100.000 dengan kontribusi
terbesar dalah untuk pembelian kapal (63,83% - 86,21%). Jumlah investasi
tersebut cukup besar sehingga nelayan atau orang yang akan berinvestasi dalam
dunia perikanan tangkap harus benar-benar memahami usaha penangkapan
cantrang agar tidak menimbulkan kerugian.
Berdasarkan perhitungan dapat diketahui bahwa biaya tetap terbesar yang
dikeluarkan adalah pemeliharaan mesin sebesar Rp 12.000.000.00 – Rp
24.000.000.00 (Lampiran 5), karena pemeliharaan mesin penting agar operasi
penangkapan ikan berjalan dengan lancar, selain itu juga setelah melakukan trip
biasanya mesin mengalami kerusakan. Biaya penyusutan kapal, mesin, dan alat
tangkap merupakan pengeluaran yang tidak nyata karena pengeluaran ini hanya
merupakan penilaian yang tidak pasti, yang dilakukan disini hanya merupakan
taksiran kasar.
Berdasarkan perhitungan dapat diketahui bahwa biaya variabel terbesar
yang harus dikeluarkan adalah biaya untuk pembelian solar yang memberikan
kontribusi rata-rata sebesar 42,42% dari total biaya variabel (Lampiran 6).
Besarnya pemakaian solar tergantung dari daerah penangkapan ikan (fishing
ground) yang dituju serta lama trip yang dilakukan. Selain itu, dalam
pengoperasian cantrang, kapal bergerak aktif mengelilingi suatu area perairan
sehingga pemakaian solar lebih besar dibandingkan pengoperasian alat tangkap
dengan kapal pasif. Solar yang dibutuhkan untuk setipa kali trip dilakukan adalah
58
800 – 3.500 liter. Bagi hasil dan retribusi termasuk biaya variabel karena besarnya
ditentukan oleh hasil tangkapan yang didapatkan berbeda-beda setiap trip
sehingga penerimaan yang diperoleh oleh pemilik kapal pun berbeda-beda.
Menurut Mulyadi (2005), upah/gaji awak nelayan yang umumnya bersifat bagi
hasil merupakan pengeluaran nyata yang tidak kontan karena dibayar sesudah
hasil tangkapan dijual. Besarnya bagi hasil nelayan cantrang PPI Blanakan adalah
50% untuk pemilik kapal dan 50% untuk nelayan buruh setelah hasil lelang
dikurangi biaya perbekalan melaut. Setiap ABK menerima upah yang berbeda
sesuai dengan posisi ABK. Pembagian dengan system ini merupakan kesepakatan
antara nelayan pemilik dengan nelayan buruh atau ABK. Jumlah pendapatan
pemilik usaha cukup menguntungkan. Nahkoda atau juru mudi mendapat bagian
paling besar diantara ABK yang lain, yaitu dua bagian karena memiliki tugas yang
lebih berat daripada ABK yang lain. Besarnya retribusi adalah 5% seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya.
Keuntungan nelayan pemilik kapal cantrang didapatkan dari selisih antara
total revenue (TR) dengan total cost (TC). Besarnya keuntungan berkisar antara
Rp 86.287.500 – Rp 130.126.500. Penelitian yang dilakukan oleh Rodiana (2006)
juga menyebutkan bahwa keuntungan yang diperoleh nelayan cantrang rata-rata
sebesar Rp 115.317.446 per tahun. Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui bahwa
semakin besar ukuran kapal cantrang, maka akan semakin besar pendapatan yang
diperoleh. Hal ini dapat disebabkan oleh kemampuan kapal untuk menampung
hasil tangkapan lebih besar untuk kapal yang berukuran lebih besar. Namun tidak
semua seperti itu, dalam tabel di atas pendapatan kapal cantrang berukuran 15 GT
lebih dari 18 GT. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu keahlian
fishing master dalam menentukan DPI berbeda-beda, kemampuan
mengoperasikan alat, dan lain-lain. Suhery (2010) menjelaskan bahwa faktor yang
berpengaruh terhadap keberhasilan penangkapan ikan dengan alat tangkap
cantrang karena adanya faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal
meliputi kekuatan dan ketahanan jaring dan tali selambar, kemampuan fishing
master dalam membaca dan menentukan posisi penangkapan serta kinerja ABK,
kemampuan olah gerak kapal dalam proses setting dan ketahanan kapal selama
proses penarikan tali selambar. Faktor eksternal meliputi sumberdaya ikan, cuaca
59
dan musim, arus, dan substrat perairan karena cantrang beroperasi di dasar
perairan.
Ukuran kapal dan keuntungan memiliki hubungan yang erat (Gambar 11).
Hal ini ditunjukkan dengan nilai R2 sebesar 0,854 dan nilai korelasi sebesar
0,9241. Produktivitas kapal ikan ditetapkan dengan mempertimbangkan ukuran
tonase kapal, jenis bahan kapal, kekuatan mesin kapal, jenis alat tangkap yang
digunakan, jumlah trip operasi penangkapan per tahun, kemampuan tangkap rata-
rata per trip, dan wilayah penangkapan ikan. Semakin tinggi produktivitas kapal
ikan, maka makin tinggi pula keuntungan yang akan diperoleh oleh kapal tersebut
(Anonim, 2008).
Berdasarkan perhitungan analisis kriteria investasi yaitu dari nilai Net
Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Payback Period (PP), dan
R/C, maka usaha penangkapan ikan dengan cantrang memenuhi kriteria kelayakan
investasi dan usaha sehingga usaha penangkapan cantrang di PPI Blanakan layak
untuk dijalankan dan menguntungkan. Nilai kriteria investasi berhubungan dengan
penerimaan, biaya operasional, dan biaya investasi setiap kapal cantrang sehingga
nilai kriteria investasi setiap kapal cantrang akan berbeda-beda. Ukuran kapal
tidak mempengaruhi nilai kriteria investasi usaha penangkapan cantrang karena
penerimaan, biaya operasional, dan biaya investasi setiap kapal pun tidak
konsisten terhadap ukuran kapal.
Analisis sensitivitas merupakan analisis yang penting dalam usaha
perikanan guna mengatasi dampak dari suatu keadaan yang berubah-ubah
terhadap hasil suatu analisis kelayakan. Tujuan analisis ini adalah untuk
memprediksi hasil analisis kelayakan usaha apabila terjadi perubahan di dalam
perhitungan biaya (Nurmalina, et al., 2009). Dalam kegiatan penangkapan ikan
dengan cantrang, faktor yang sering berubah adalah BBM (solar). Nilai
sensitivitas dihitung dengan cara meningkatkan harga input (solar) dari harga
yang berlaku tahun 2009 dalam satuan persen. Nilai sensitivitas diperoleh dari
nilai NPV positif terkecil dan usaha masih mendapatkan keuntungan setelah
dilakukan kenaikan harga solar. Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui bahwa nilai
sensitivitas tertinggi sebesar 148,85%, artinya bahwa armada yang memiliki nilai
sensitivitas tersebut tidak sensitif terhadap kenaikan harga solar, yaitu KM Alung
60
Jaya. Hal itu disebabkan karena kebutuhan terhadap solar KM Alung Jaya lebih
kecil dibandingkan dengan armada lain. KM Alung Jaya memiliki waktu trip yang
lebih pendek dibandingkan dengan armada lain, yaitu 7 hari. Armada tersebut
masih bisa menjalankan usahanya dengan baik sampai perubahan harga solar
maksimum 148,85%, yaitu Rp 11.198 dari harga yaitu Rp 4.500.00. Nilai
sensitivitas terkecil sebesar 58% yang dimiliki oleh KM Bhakti Jaya.
Selanjutnya, untuk mengatasi pengaruh perubahan solar terhadap jumlah
trip, telah dilakukan analisis regresi antara jumlah trip dan perubahan harga solar.
Hasil analisis ini menunjukkan hubungan yang negatif. Hal ini disebabkan apabila
harga solar mengalami kenaikan dengan jumlah hasil tangkapan yang sama akan
menambah beban biaya operasional sehingga para nelayan mengurangi kegiatan
penangkapan ikan (trip). Berdasarkan persamaan regresi sederhana tersebut dapat
diketahui nilai R2 yaitu 0,839 hal ini berarti bahwa 83,9% diantara keragaman
dalam nilai-nilai Y dapat dijelaskan oleh hubungan linearnya dengan X. Nilai
korelasi (r) diperoleh sebesar 0,916 yang artinya bahwa hubungan antara harga
solar dengan jumlah trip cantrang sangat erat. Hal ini disebabkan karena solar
merupakan komponen biaya terbesar yang harus dikeluarkan oleh nelayan pemilik
usaha cantrang. Daerah penangkapan ikan (fishing ground) cantrang memiliki
jarak yang cukup jauh dari Blanakan, bahkan sampai ke luar Pulau Jawa (Perairan
Sumatera dan Perairan Kalimantan) sehingga solar merupakan komponen biaya
yang sangat penting untuk mencapai tempat tujuan, selain itu dalam operasi
penangkapan pun kapal bergerak aktif sehingga membutuhkan solar lebih banyak.
Berdasarkan uji t, keputusan yang diperoleh adalah tolak H0 yang berarti
bahwa harga solar dapat mempengaruhi kegiatan penangkapan ikan dengan
cantrang. Hal ini sesuai dengan kriteria yang dinyatakan oleh Walpole (1995)
yaitu jika r ≥ 0,7 dan r ≤ - 0,6 berarti korelasi erat dan jika -0,6 < r < 0,7 berarti
bahwa korelasi tidak erat dan t hitung berada pada wilayah kritis sehingga tolak
H0. Berdasarkan wawancara, banyak kapal cantrang yang berbasis di Blanakan
pada saat kenaikan harga solar, tidak mendaratkan ikan di Blanakan dikarenakan
jarak yang agak jauh sehinnga para nelayan menghemat bahan bakar. Para
nelayan mendaratkan ikannya ke TPI yang lebih dekat dari fishing ground yang
mereka datangi atau kembali ke daerah asal mereka seperti, Indramayu.
6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di PPI Blanakan dapat
disimpulkan bahwa:
1. Biaya investasi usaha perikanan cantrang meliputi pembelian kapal, alat
tangkap, mesin, serta perlengkapan lain. Besarnya biaya investasi usaha
perikanan cantrang berkisar antara Rp 188.000.000 – Rp 275.100.000.
2. Biaya variabel usaha perikanan cantrang meliputi konsumsi ABK, solar, oli,
air tawar, es balok, retribusi, dan bagi hasil. Besarnya biaya variabel yang
harus dikeluarkan berkisar antara Rp 458.397.000 – Rp 796.500.000 per
tahun.
3. Komponen biaya tetap usaha perikanan cantrang meliputi biaya penyusutan
kapal, penyusutan mesin, penyusutan alat tangkap, pemeliharaan kapal,
pemeliharaan mesin, pemeliharaan alat tangkap, dan SIUP (Surat Izin Usaha
Perikanan). Biaya tetap rata-rata yang harus dikeluarkan setiap tahun oleh
pemilik usaha perikanan cantrang adalah sebesar Rp 55.128.300 dengan
kisaran antara Rp 43.066.700 – Rp 61.720.000
4. Total penerimaan yang diperoleh pemilik usaha cantrang berkisar Rp
605.340.000 – Rp 967.200.000. Total penerimaan rata-rata usaha yang
diperoleh oleh pemilik usaha cantrang sebesar Rp 800.820.000 per tahun
sebelum dikurangi total biaya variabel dan biaya tetap. Keuntungan bersih (π)
per tahun yang diperoleh oleh pemilik usaha cantrang setelah dikurangi total
biaya (Total Cost) berkisar antara Rp 86.287.500 – Rp 130.126.500 dengan
pendapatan rata-rata Rp 109.322.300.
5. Berdasarkan perhitungan persamaan regresi sederhana, hubungan harga solar
dengan jumlah trip cantrang adalah Y = 2499 – 0,16X + ε dengan standar
error 101,0957. Nilai R2 yaitu 0.839 dan nilai korelasi sebesar 0,916 yang
artinya bahwa hubungan antara harga solar dengan jumlah trip cantrang
sangat erat. Berdasarkan uji t, struktur biaya (solar) dapat mempengaruhi
kegiatan penangkapan ikan dengan cantrang di PPI Blanakan.
62
6.2 Saran
1. Penambahan variabel X dapat dilakukan untuk mengetahui lebih jauh faktor
yang mempengaruhi kegiatan penangkapan ikan dengan cantrang sehingga
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut karena perikanan cantrang ini
merupakan usaha perikanan yang menghasilkan keuntungan yang besar.
2. Perikanan cantrang sebaiknya lebih dikembangkan lagi di PPI Blanakan
karena usaha ini memiliki prospek yang cerah.
DAFTAR PUSTAKA
[Anonim]. 2008. Juklak Perhitungan Produktivitas Kapal Perikanan. [terhubung tidak berkala]. http://ikanmania.wordpress.com/2008/01/01/juklak-perhitungan-produktifitas-kapal-perikanan/ . [6 Mei 2010]
Bambang, N. 2006. Petunjuk pembuatan dan Pengoperasian Cantrang dan Rawai Dasar Pantai Utara Jawa Tengah. Semarang: Balai Besar Pengembangan Penangkapan ikan. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Departemen Kelautan dan Perikanan. 14 hal.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2006. Bentuk Baku Konstruksi Pukat Tarik Cantrang. [terhubung tidak berkala]. www.sni.or.id. [11 April 2010]
[DKP Kab. Subang] Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Subang. 2005. Evaluasi Program Pembangunan Kelautan dan Perikanan. Subang. 120 hal.
Desa Blanakan Subang. 2009. Pendataan Profil Desa/Kelurahan Blanakan. Subang: Pemerintah Kabupaten Subang. 89 hal.
Barani, HM. 2005. Profil Pendapatan Usaha Penangkapan Berdasarkan Jenis Alat Tangkap di Perairan Sulsel Bagian Selatan. Buletin PSP vol XIV No.2 oktober. 90 hal.
Dzamin Z. 1984. Perencanaan dan Analisa Proyek. Jakarta: Lembaga Penelitian Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 167 hal.
Horngren, Datar, dan Foster. 2005. Akuntansi Biaya: penekanan manajerial jilid 1. Edisi kesebelas. Jakarta: Indeks kelompok gramedia. 572 hal.
Kadariah, Lien K, dan Clive G. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 181 hal.
Mahardika, D. 2008. Pengaruh Jenis Alat Tangkap Terhadap Tingkat Kesejahteraan Nelayan di Kelurahan Tegalsari dan Muarareja, Tegal, Jawa Tengah [Skripsi]. Bogor : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 110 hal.
Monintja, D. 1989. Perikanan Tangkap di Indonesia: Suatu Pengantar. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 49 hal.
Mulyadi, S. 2005. Ekonomi Kelautan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 223 hal.
Mulyanto, RB dan Syahasta. 2006. Petunjuk Teknis Identifikasi Sarana Perikanan Tangkap Kapal Perikanan (Fishing Vessel). Semarang: Balai Besar Pengembangan Penangkapan ikan. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. DKP. 53 hal.
Nazir, M. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. 622 hal.
64
Nurmalina, R, dkk. 2009. Studi Kelayakan Bisnis. Bogor: Departemen Agribisnis. Institut Pertanian Bogor. 183 hal.
[ PERTAMINA] . 2010. Perkembangan Harga BBM. [terhubung tidak berkala] www.pertamina.com [ 1 April 2010]
Prado, J dan PY Dremiere. 2006. Panduan Teknis Usaha Penangkapan Ikan (Fisherman’s Workbook). Semarang: Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan. 238 hal.
Rodiana, Y. 2006. Analisis Teknologi Penangkapan Ikan Tepat Guna yang berbasis di Blanakan Kabupaten Subang [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 110 hal.
Subagyo, A. 2007. Studi Kelayakan: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Elex Media Komputindo. 258 hal.
Subani W. dan HR Barus, 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jakarta: Departemen Pertanian. 248 hal.
Suhery, N. 2010. Kajian Teknis Pengoperasian Cantrang di Perairan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 81 hal.
Tjahjono, A. dan Sulastiningsih. 2003. Akuntansi: Pengantar Pendekatan Terpadu. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 372 hal.
Tunggal, HA. 2006. Undang-Undang Perikanan: UU RI Nomor 31 Tahun 2004. Jakarta: Harvarindo. 88 hal.
Umar, H. 2005. Studi Kelayakan Bisnis. Edisi Ketiga. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 488 hal
Usman, H. dan R. Purnomo SA. 2003. Pengantar Statistika. Jakarta: Bumi Aksara. 323 hal
Walpole, R. E. 1995. Pengantar Statistika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 516 hal.
Walter, N. 1991. Teori Mikroekonomi: Prinsi Dasar dan Perluasan. Edisi kelima. Daniel Wirajaya, penerjemah. Jakarta: Binarupa Aksara. 520 hal.
Yustiarani, A. 2008. Kajian Pendapatan Nelayan dari usaha penangkapan ikan dan bagian retribusi pelelangan ikan di PPI Muara Angke [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 112 hal.
65
LAMPIRAN
66
Lampiran 1 Peta lokasi penelitian
66
67
Lampiran 2 Peta kecamatan kabupaten Subang
Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kab.Subang, 2006
Keterangan: 1. Kecamatan Blanakan 2. Kecamatan Legonkulon 3. Kecamatan Pusakanagara 4. Kecamatan Ciasem 5. Kecamatan Sukasari 6. Kecamatan Pamanukan 7. Kecamatan Pusaka Jaya 8. Kecamatan Patokbeusi 9. Kecamatan Cikaum 10. Kecamatan Tambakdahan 11. Kecamatana Binong 12. Kecamatan Compreng 13. Kecamatan Pabuaran 14. Kecamatan Purwadadi 15. Kecamatan Pagaden Barat
16. Kecamatan Pagaden 17. Kecamatan Cipunagara 18. Kecamatan Ciupendeuy 19. Kecamatan Kalijati 20. Kecamatan Dawuan 21. Kecamatan Subang 22. Kecamatan Cibogo 23. Kecamatan Serang Panjang 24. Kecamatan Sagalaherang 25. Kecamatan Jalancagak 26. Kecamatan Cijambe 27. Kecamatan Ciater 28. Kecamatan Kasomalang 29. Kecamatan Cisalak 30. Kecamatan Tanjungsiang
68
Lampiran 3 Contoh perhitungan analisis usaha
No Uraian Unit Satuan Harga Jumlah A INVESTASI 1. Kapal 1 unit 200.000.000 200.000.000
2. Mesin (utama dan bantu) 1 unit 39.500.000 39.500.000
3. Jaring cantrang 3 unit 5.500.000 16.500.000 4. Gardan 1 unit 3.000.000 3.000.000 5. Perlengkapan lain 4.500.000 4.500.000 Total Investasi 263.500.000
B BIAYA TETAP 1. SIUP 1 tahun 500.000 500.000 2. Biaya Penyusutan - kapal 1 tahun 10.000.000 10.000.000
- Mesin 1 tahun 5.312.500
5.312.500
- Jaring 3 tahun 1.833.333 5.500.000 3. Biaya Pemeliharaan - Perahu 1 tahun 7.000.000 7.000.000 - Mesin 1 tahun 24.000.000 24.000.000 - Jaring 1 tahun 4.800.000 4.800.000 Total Biaya Tetap 57.112.500
C BIAYA VARIABEL 1. Ransum 24 trip 4.000.000 96.000.000 2. Solar 57.600 liter 4.500 259.200.000 3. Oli 60 liter 24.000 1.440.000 4. Air tawar 24 trip 50,000 1,200,000 5. es balok 4.800 balok 12.000 57.600.000 6. Biaya retribusi 5% persen 739.200.000 36.960.000 7. Bagi hasil 50% persen 286.800.000 143.400.000 Total Biaya Variabel 595.800.000 TOTAL BIAYA 652.912.500
D PENERIMAAN 1. Musim Timur (puncak) 471.200.000 2. Musim Barat (paceklik) 268.000.000 TOTAL PENERIMAAN 739.200.000
E KEUNTUNGAN 86.287.500F R/C 1,13G Payback Period (tahun) 3,05
69
Lampiran 4 Rincian biaya investasi unit usaha cantrang PPI Blanakan
KM Alung Jaya (15 GT) Investasi Nilai (Rp) Persentase (%)
Kapal 150.000.000 72,57 Mesin utama 30.000.000 14,51 Mesin bantu 5.200.000 2,52 Alat tangkap cantrang 15.000.000 7,26 Gardan 3.000.000 1,45 Perlengkapan lainnya 3.500.000 1,69 Total investasi 206.700.000 KM Ade dan Mas (18 GT) Kapal 200.000.000 75,90 Mesin utama 33.000.000 12,52 Mesin bantu 6.500.000 2,47 Alat tangkap cantrang 16.500.000 6,26 Gardan 3.000.000 1,14 Perlengkapan lainnya 4.500.000 1,71 Total investasi 263.500.000 KM Bhakti Jaya (23 GT) Kapal 150.000.000 68,93 Mesin utama 30.000.000 13,79 Mesin bantu 10.600.000 4,87 Alat tangkap cantrang 18.000.000 8,27 Gardan 4.000.000 1,84 Perlengkapan lainnya 5.000.000 2,30 Total investasi 217.600.000 KM Malinda (24 GT) Kapal 200.000.000 86,21 Mesin utama 15.000.000 6,47 Mesin bantu 5.500.000 2,37 Alat tangkap cantrang 5.000.000 2,16 Gardan 3.000.000 1,29 Perlengkapan lainnya 3.500.000 1,51 Total investasi 232.000.000 KM Fajar Asih (26 GT) Kapal 215.000.000 78,15 Mesin utama 23.000.000 8,36 Mesin bantu 10.600.000 3,85 Alat tangkap cantrang 18.000.000 6,54 Gardan 3.500.000 1,27 Perlengkapan lainnya 5.000.000 1,82 Total investasi 275.100.000 KM Selat Mandiri (29 GT)Kapal 120.000.000 63,83 Mesin utama 37.000.000 19,68
70
Mesin bantu 4.500.000 2,39 Alat tangkap cantrang 18.000.000 9,57 Gardan 3.500.000 1,86 Perlengkapan lainnya 5.000.000 2,66 Total investasi 188.000.000
Sumber : Data Primer Diolah, 2010
71
Lampiran 5 Rincian biaya tetap unit usaha cantrang PPI Blanakan
KM Alung Jaya (15 GT)
Biaya tetap Nilai (Rp/tahun) Persentase (%)
SIUP 500.000 0,99Penyusutan kapal 7.500.000 14,86Penyusutan mesin (mesin utama dan mesin bantu) 9.550.000 18,92Penyusutan alat tangkap 5.000.000 9,90Pemeliharaan kapal 7.000.000 13,87Pemeliharaan mesin (mesin utama dan mesin bantu)
13.733.333 27,20
Pemeliharaan alat tangkap 200.000 0,4Total Biaya Tetap (Fixed cost) 50.483.333 KM Ade dan Mas (18 GT) SIUP 500.000 0,88Penyusutan kapal 10.000.000 17,51Penyusutan mesin (mesin utama dan mesin bantu) 5.312.500 9,30Penyusutan alat tangkap 5.500.000 9,63Pemeliharaan kapal 7.000.000 12,26Pemeliharaan mesin (mesin utama dan mesin bantu)
24.000.000 42,02
Pemeliharaan alat tangkap 4.800.000 8,40Total Biaya Tetap (Fixed cost) 57.112.500 KM Bhakti Jaya (23 GT) SIUP 500.000 0,81Penyusutan kapal 7.500.000 12,15Penyusutan mesin (mesin utama dan mesin bantu) 8.920.000 14,45Penyusutan alat tangkap 6.000.000 9,72Pemeliharaan kapal 10.000.000 16,20Pemeliharaan mesin (mesin utama dan mesin bantu)
24.000.000 38,89
Pemeliharaan alat tangkap 4.800.000 7,78Total Biaya Tetap (Fixed cost) 61.720.000 KM Malinda (24 GT) SIUP 500.000 1,16Penyusutan kapal 10.000.000 23,22Penyusutan mesin (mesin utama dan mesin bantu) 4.100.000 9,52Penyusutan alat tangkap 1.666.667 3,87Pemeliharaan kapal 10.000.000 23,22Pemeliharaan mesin (mesin utama dan mesin bantu)
12.000.000 27,86
Pemeliharaan alat tangkap 4.800.000 11,15Total Biaya Tetap (Fixed cost) 43.066.667 KM Fajar Asih (26 GT) SIUP 500.000 0,83Penyusutan kapal 10.750.000 17,77
72
Penyusutan mesin (mesin utama dan mesin bantu) 4.637.500 7,67Penyusutan alat tangkap 3.600.000 5,95Pemeliharaan kapal 5.000.000 8,27Pemeliharaan mesin (mesin utama dan mesin bantu)
24.000.000 39,68
Pemeliharaan alat tangkap 12.000.000 19,84Total Biaya Tetap (Fixed cost) 60.487.500 KM Selat Mandiri (29 GT) SIUP 500.000 0,86Penyusutan kapal 6.000.000 10,36Penyusutan mesin (mesin utama dan mesin bantu) 9.000.000 15,54Penyusutan alat tangkap 6.000.000 10,36Pemeliharaan kapal 10.000.000 17,27Pemeliharaan mesin (mesin utama dan mesin bantu)
24.000.000 41,45
Pemeliharaan alat tangkap 2.400.000 4,15Total Biaya Tetap (Fixed cost) 57.900.000 Sumber : Data Primer Diolah, 2010
73
Lampiran 6 Rincian biaya variabel usaha unit penangkapan cantrang
KM Alung Jaya (15 GT) Biaya variabel Nilai (Rp/tahun) Persentase (%)
2.nilai sisa 128.200.000 Total Inflow 739.200.000 739.200.000 739.200.000 739.200.000 739.200.000 739.200.000 739.200.000 867.400.000 B. Outflow Investasi 1. kapal 204.500.000 2. Mesin (utama dan bantu)
Lampiran 9 Contoh analisis usaha dan cashflow setelah perhitungan sensitivitas
1) Analisis usaha
No Uraian Unit Satuan Harga Jumlah
A
INVESTASI 1. kapal+GPS+gardan 1 unit 207.500.000 207.500.0002. Mesin 190 PK + 23 PK 1 unit 39.500.000 39.500.0003. Jaring cantrang 3 unit 5.500.000 16.500.000
Total Investasi 263.500.000
B
BIAYA TETAP
1. SIUP 1 tahun 500.000 500.0002. Biaya Penyusutan - kapal 1 tahun 10.375.000 10.375.000 - Mesin 1 tahun 4.937.500 4.937.500 - Jaring 3 tahun 1.833.333 5.500.0003. Biaya Pemeliharaan - Perahu 1 tahun 7.000.000 7.000000 - Mesin 1 tahun 24.000.000 24.000.000 - Jaring 1 tahun 4.800.000 4.800.000
Total Biaya Tetap 57.112.500C
BIAYA VARIABEL 1. Ransum 24 trip 4.000.000 96.000.0002. Solar 57,600 liter 7.496 431.749.4403. Oli 60 liter 24.000 1.440.0004. Air tawar 24 trip 50.000 1.200.0005. es balok 4,800 balok 12.000 57.600.0006. Biaya retribusi 5% persen 739.200.000 36.960.0007. Bagi hasil 50% persen 114.250.560 57.125.280
Total Biaya Variabel 682.074.720
TOTAL BIAYA 739.187.220D
PENERIMAAN 1. Musim Timur (puncak) 471.200.0002. Musim Barat (paceklik) 268.000.000
TOTAL PENERIMAAN 739.200.000E Keuntungan 12.780F R/C 1,00G Payback Period (tahun) 20.618,15