PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN PENAMBAHAN BAHAN PENGEMBANG TERHADAP PEMBUATAN ROTI KUKUS Oleh: LYDIA AINI ZALZABILLA WINANTEA NIM. 155100101111035 Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2019
96
Embed
PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENGARUH PROPORSI TEPUNG UMBI BIT (Beta vulgaris L) DAN
PENAMBAHAN BAHAN PENGEMBANG TERHADAP PEMBUATAN
ROTI KUKUS
Oleh:
LYDIA AINI ZALZABILLA WINANTEA
NIM. 155100101111035
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Teknologi Pertanian
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
ii
iii
iv
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Lydia Aini Zalzabilla Winantea lahir di
Magelang, pada tanggal 17 September 1997, Penulis
merupakan putri pertama dari tiga bersaudara, Ayah bernama
Ir.Anton Winantea dan ibu bernama Ir. Endang Sustyani
Rahayu. Penulis menempuh pendidikan di Sekolah Dasar
(SD) Islam Al Azhar 28 di Solo Baru tahun 2003 - 2009,
kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah
Pertama (SMP) Islam Al Azhar 21 di Solo Baru tahun 2009 – 2012, Sekolah
Menengah Atas (SMA) Islam Al Azhar di Solo tahun 2012 – tahun 2015. Selama
pendidikan di SD s/d SMA Al Azhar di Solo pernah mengikuti berbagai kegiatan
sekolah adalah pernah mengikuti Olimpiade Biologi di Jakarta pada saat penulis
duduk di bangku SMA, mengikuti studi banding di Jepang selama 1 minggu
tahun 2013, pernah mengikuti musik etnik di sekolah waktu di bangku SMP, dan
kegiatan Osis lainnya.Penulis melanjutkan studi untuk memperoleh gelar sarjana
di program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Jurusan Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang, Jawa Timur. Penulis
merasa tidak terlalu asing dengan kota Malang karena Almarhum kakek Drh.
Arnold Winantea,MSc juga merupakan Dosen di Fakultas Peternakan,
Universitas Brawijaya Malang, sedangkan ayah juga alumni Jurusan Teknologi
Hasil Pertanian , Fakutas Pertanian, Universitas Brawijaya Malang.Selama
menempuh pendidikan di Fakultas Teknologi Pertanian, penulis aktif dalam
berbagai kegiatan kemahasiswaan dengan menjadi anggota Unit Aktivitas
Karawitan dan Tari (UNITANTRI) periode 2015-2016, menjadi anggota Lembaga
Pers Mahasiswa Techno FTP UB periode 2016-2017, panitia Gebyar Festival
Tari (GFT) UB XXIII tahun 2015, dan Panitia Techno Present FTP UB tahun 2017.
Pada tahun 2018 penulis menjalani Praktek Kerja Lapang (PKL) di Perkebunan
PTP IX yaitu perkebunan teh di desa Jolotigo Pekalongan, selama 1 bulan yaitu
melihat proses lengkap dari pasca panen teh hijau, teh hitam dll sampai dengan
packaging siap di eksport atau dikemas untuk produk lokal
v
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama Mahasiswa : Lydia Aini Zalzabilla Winantea
NIM : 155100101111035
Jurusan : Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas : Teknologi Pertanian
Judul Tugas Akhir : Pengaruh Proporsi Tepung Umbi Bit (Beta vulgaris L.)
dan Penambahan Bahan Pengembang Terhadap Pembuatan Roti Kukus
.
Menyatakan bahwa,
Tugas Akhir dengan judul di atas merupakan karya asli penulis tersebut di atas.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar saya bersedian
dituntut sesuai hukum yang berlaku.
Malang, 8 Juli 2019
Pembuat Pernyataan,
Lydia Aini Zalzabilla Winantea
NIM: 155100101111035
vi
Lydia Aini Zalzabilla Winantea. 155100101111035. Pengaruh Proporsi Tepung Umbi Bit (Beta vulgaris L.) dan penambahan Bahan Pengembang Terhadap Pembuatan Roti Kukus. Tugas Akhir. Pembimbing: Wenny Bekti S., STP., M Food St., Ph.D
RINGKASAN
Umbi bit merupakan bahan pangan yang memiliki manfaat bagi kesehatan
tubuh. Nutrisi utama umbi bit berasal dari serat, vitamin, mineral dan
mengandung antioksidan. Pencampuran atau penambahan tepung umbi bit pada
roti kukus di antaranya adalah untuk meningkatkan nilai fungsional produk
karena kandungan yang kaya serat, mineral, dan antioksidan. Pada produk
bakery biasanya di gunakan bahan pengembang diantaranya baking powder dan
soda kue. Kedua bahan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda sehingga
dapat mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan. Tujuan penelitian ini yaitu
untuk mengetahui pengaruh proporsi tepung umbi bit dan penggunaan
pengembang antara baking powder dan soda kue terhadap karakteristik fisik
meliputi volume pengembangan, tingkat kekerasan, springiness, cohesiveness,
porositas, warna, dan untuk mengetahui karakteristik kimia serta penerimaan
dalam masyarakat pada roti kukus.
Penelitian ini disusun dengan menggunakan metode Rancangan Acak
Kelompok (RAK) dengan dua faktor penelitian. Faktor pertama yaitu
perbandingan tepung bit dan tepung terigu dengan rasio0%:100%,
10%:90%,20% : 80% dan 40%:60%. Faktor kedua adalah penambahan bahan
pengembang dengan konsentrasi 2% menggunakan baking powder dan soda
kue. Penelitian ini dilakukan pengulangan sebanyak 3x. Dilakukan Uji fisik
meliputi: daya pengembangan, warna, ukuran pori, dan tekstur (hardness,
springiness, cohesiveness). Hasil uji fisik terbaik adalah pada perbandingan
Tepung Bit (10%) dan Tepung Terigu (90%) dengan penambahan soda kue
dimana hasil untuk uji daya pengembangan = 61.55+/- 12.8, uji warna = 45.7+/-
Kata Kunci: Roti kukus, baking powder, soda kue, tepung umbi bit
vii
Lydia Aini Zalzabilla Winantea. 155100101111035. Effect Proportion of Beetroot Powder (Beta vulgaris L.) and Addition of Leavening agents in Steamed Cakes Making . Undergraduate Thesis. Supervisor: Wenny Bekti S., STP., M Food St., Ph.D
SUMMARY
Beetroot is a food that has health benefits. The main nutrients of
beetroot comes from fiber, vitamins, minerals and antioxidants. Mixing or
adding beetroot powder in steamed cakes can increased functional value to
the product because its rich content of fiber, minerals, and antioxidants. In
bakery products, leavening agents are usually used, that is baking powder and
baking soda. Both materials have different characteristics so that they can
affect the quality of the product. The purpose of this study was to determine
the effect of the proportion of beetroot flour and addition of leavening agents of
baking powder and baking soda on physical characteristics covering dough
development, hardness, springiness, cohesiveness, porosity, color, and to
determine the chemical characteristics and acceptance in society in steamed
cakes.
This study was compiled using Randomized Block Design (RBD)
methods with two research factors. The first factor is ratio of beetroot flour and
wheat flour with a ratio of 0%:100%, 10%:90%, 20%:80% and 40%:60%. The
second factor is addition of leavening agents with a concentration of 2% using
baking powder and baking soda. This research was conducted in 3 repetitions.
Physical tests were carried out including: dough developmental, colour, pore
size, and texture (hardness, springiness, cohesiveness). The results of best
physical test are the ratio of Beetroot Flour (10%) and Wheat Flour (90%) with
the addition of baking soda where the results of dough development is 61.55 ±
12.8, colour is 45.7± 3.72, porosity is 32.82 %, hardness is 96.03 ± 27.82,
springiness is 7.47 ± 0.19, and cohesiveness is 0.63 ± 0.05. After that, the
chemical characteristic for the best steamed cakes based on physical test was
carried out. The Carbohydrate value 74.06%, Protein 11.83%, Fat 4.87%,
Moisture content 9.24%, Starch 66.65%, Fiber 5.25%, and Activity of
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas karuniaNya sehingga dapat menyelesaikan laporan skripsi dengan judul “Pengaruh Proporsi Tepung Umbi Bit (Beta vulgaris L.) dan Penambahan Bahan Pengembang Terhadap Pembuatan Roti kukus”. Dengan telah selesainya laporan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Widya Dwi Rukmini Putri, STP, MP. selaku ketuan jurusan Teknologi
Hasil Pertanian
2. Ibu Wenny Bekti S. STP. M.Food. St. Ph.D selaku dosen pembimbing atas
segala bimbingannya kepada penulis
3. Mama dan Ayah, orangtua tercinta yang selalu mendo’akan, mendukung,
memberi inspirasi, nasihat, dan kasih sayang kepada penulis
4. Fauzi Winantea dan Luthfi Almalik Winantea, adik tersayang yang selalu
memberi dukungan dan penambah semangat
5. Fitrian Aulia, teman satu topik penelitian umbi bit yang selalu saling
memberikan support dan bantuan
6. Puspita, Rara, Elis, dan Ardel selaku teman seperjuangan yang selalu saling
support dan memotivasi
7. Wahyu, Luthfi, Ihza, Azhar, dan Gita yang selalu memberikan dukungan dan
motivasi kepada penulis
8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dan telah banyak
membantu penulis selama menyelesaikan proposal
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih terdapat
kekurangan, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan laporan ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan dapat
memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.
Malang, 8 Juli 2019
Lydia Aini Zalzabilla Winantea
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN ....................................... Error! Bookmark not defined.
LEMBAR PENGESAHAN ........................................ Error! Bookmark not defined.
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR ....................................................... v
RINGKASAN ...................................................................................................... vi
SUMMARY ........................................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii
BAB I Pendahuluan ........................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 1
1.3 Tujuan ................................................................................................... 2
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa kadar air dari tepung umbi bit sebesar
4.56% sedangkan untuk tepung terigu 13,36% hal ini disebabkan karena sifat
alami tepung terigu adalah higroskopis yaitu mudah menyerap air dari
lingkungannya untuk mendapatkan kondisi kesetimbangan (Wijaya,2002),
disamping itu kandungan serat kasar di tepung umbi bit sangat tinggi yaitu
21,75% sedangkan di tepung terigu sekitar 2,4%, untuk kandungan lain yang di
tepung umbi bit yang tidak dipunyai oleh tepung terigu adalah kandungan
antioksidan sebesar 34.7%. Kandungan lain pada tepung umbi bit seperti vitamin
dan mineral juga lengkap sehingga peneliti meyakini bahwa tepung umbi bit
dapat digunakan sebagai alternatif substitusi tepung terigu.
4.2 Karakteristik Fisik Roti Kukus
4.2.1 Daya pengembangan
Grafik rerata daya pengembangan roti kukus (Gambar 4.1) menunjukkan
bahwa penambahan bahan pengembang baking powder ditunjukkan dengan
warna biru, sedangkan penambahan bahan pengembang soda kue ditunjukkkan
dengan warna merah. Gambar 4.1 menunjukkan bahwa semakin banyak
penambahan proporsi tepung umbi bit atau semakin semakin sedikit porporsi
tepung terigu yang ditambahkan maka daya pengembangannya semakin
menurun baik dengan penambahan baking powder maupun soda kue.
Gambar 4.1 Grafik Rerata Daya Pengembangan Kue Kukus Akibat Proporsi
Tepung Umbi bit:Terigu dan Penambahan Bahan Pengembang
Daya pengembangan roti kukus proporsi tepung umbi bit dengan tepung
terigu (0:100, 10:90, 20:80 dan 40:60) dengan penambahan baking powder
65,42
52,45
43,70
30,37
75,6970,65
62,49
46,93
0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
70,00
80,00
90,00
K1 (0:100) K2 (10:90) K3 (20:80) K4 (40:60)
Daya
Pe
ng
em
ba
ng
an (
%)
Proporsi Tepung Bit : Terigu
T1 (bakingPowder)
T2 (soda kue)
26
(warna biru) yaitu sebesar 65.42%, 52.45%, 43,70% dan 30.37%, mengalami
penurunan seiring dengan bertambahnya tepung umbi bit atau dengan
berkurangnya tepung terigu. Sama seperti roti kukus proporsi tepung umbi bit
dengan tepung terigu (0 :100, 10 :90, 20:80 dan 40:60) dengan penambahan
soda kue (warna merah) yaitu sebesar 75.69%, 70.65%, 62.49% dan 46.93%,
mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya tepung umbi bit atau
berkurangnya tepung terigu. Hasil analisa ragam (Lampiran 6.1), menunjukkan
bahwa faktor proporsi tepung umbi bit dan tepung terigu memberikan pengaruh
nyata (α=0,05) pada daya pengembangan roti kukus. Rerata daya
pengembangan roti kukus akibat proporsi tepung umbi bit dan tepung terigu
dapat di lihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Rerata Daya Pengembangan Roti Kukus Akibat Pengaruh dari
Proporsi tepung Umbi Bit dan tepung Terigu
Proporsi Tepung Umbi Bit :
Tepung Terigu (%)
Daya Kembang (%) BNT 5%
0:100 70,56±7,27a
14,413 10:90 61,55±12,87a
20:80
40:60
53,10±13,71b
38,65±11,71b
Keterangan: * Setiap data hasil analisis merupakan rerata dari 3x ulangan ± standar deviasi * Angka dengan notasi menunjukkan berbeda nyata secara signifikan (α=0,05)
Hasil penelitian (Tabel 4.2) menunjukkan bahwa perbedaan proporsi
terigu dengan tepung umbi bit menyebabkan perbedaan nyata (α=0,05) terhadap
daya pengembangan roti kukus. Penambahan tepung umbi bit 10% masih tidak
berbeda nyata dengan kontrol (tanpa tepung bit), namun ketika proporsi tepung
bit ditingkatkan menjadi 20%, dan 40% ternyata daya pengembangan roti kukus
terdapat perbedaan nyata (mengalami penurunan secara signifikan). Hal ini
disebabkan tepung terigu memiliki kandungan protein yang lebih tinggi
dibandingkan tepung umbi bit. Tingginya kandungan protein diikuti oleh gluten
yang berfungsi sebagai pengikat daya kembang pada roti kukus. senyawa gluten.
Menurut Koswara (2009), senyawa gluten tersusun atas dua fraksi yaitu glutenin
dan gladin yang masing masing akan menentukan elastisitas dan plastisitas
adonan. Sifat elastis dan plastis pada adonan tersebut diakibatkan terbentuknya
kerangka-kerangka seperti jaring-jaring dari senyawa glutenin dan gladin,
selanjutnya kerangka seperti jaring-jaring inilah yang berperan sebagai
27
perangkap udara sehingga adonan mengembang. Udara yang terperangkap
dalam kerangka jaring-jaring gluten sebenarnya merupakan gas CO2. Gas
tersebut dapat dihasilkan oleh baking powder atau soda kue, selain itu gas yang
terbentuk juga diakibatkan oleh pengocokan telur (pada adonan roti, cake,
bolu,dan lain-lain). Udara yang terperangkap tersebut dapat lolos kembali apabila
kerangka gluten yang terbentuk tidak kuat dan mengakibatkan bolu kukus
menjadi kempes kembali setelah dikeluarkan dari kukusan.
Gluten adalah protein yang menggumpal, bersifat elastis serta akan
mengembang bila dicampur dengan air. Gluten merupakan salah satu faktor
yang menentukan hasil produk karena gluten akan mempengaruhi jaringan atau
kerangka yang akan mempengaruhi kualitas produk. Baik tidaknya suatu produk
akan ditentukan oleh baik tidaknya jaringan, baik tidaknya jaringan akan
ditentukan oleh kuatnya gluten, kuat tidaknya gluten dipengaruhi banyak tidaknya
kandungan protein, banyak sedikitnya kandungan protein akan ditentukan oleh
jenis tepung yang digunakan (Subagjo, 2007). Hal ini juga sejalan dengan
literatur yang menyatakan bahwa substitusi tepung lain selain terigu akan
menyebabkan berkurangnya presentase gluten pada adonan yang
mengakibatkan berkurangnya jumlah CO2 yang dapat terperangkap. Akibatnya
volume roti menjadi kurang mengembang (Wulandari, 2016).
Hasil analisa ragam (Lampiran 6.1), menunjukkan bahwa penambahan
bahan pengembang memberikan pengaruh nyata (α=0,05) terhadap daya
pengembangan roti kukus. Rerata daya pengembangan roti kukus akibat
pengaruh penambahan bahan pengembang dapat di lihat pada Tabel 4.3
Tabel 4.3 Rerata Daya Pengembangan Roti Kukus Akibat Pengaruh
Penambahan Bahan pengembang
Bahan Pengembang Daya Kembang
(%) BNT 5%
Baking Powder 47,99±14,75b 14,413
Soda Kue 63,94±12,58a
Keterangan: * Setiap data hasil analisis merupakan rerata dari 3x ulangan ± standar deviasi * Angka dengan notasi menunjukkan berbeda nyata secara signifikan (α=0,05)
Hasil penelitian (Tabel 4.3) menunjukkan bahwa baking powder dan soda
kue berpengaruh nyata (α=0,05) terhadap daya pengembangan roti kukus. Daya
pengembangan roti kukus pada baking powder lebih rendah yaitu 47,99 %,
28
sedangkan soda kue memiliki daya pengembangan lebih tinggi yaitu 63,94 %.
Soda kue merupakan bahan pengembang kue yang mengandung 100% zat
kimia yaitu natrium bikarbonat / sodium bikarbonat. Sedangkan baking
powder, selain mengandung bahan kimia yang sama, juga mengandung
beberapa komponen lain seperti cream of tartar (bersifat asam) dan bahan
pengering. Soda kue paling cocok digunakan pada kue yang diolah dengan cara
dikukus atau dipanggang. Sedangkan baking powder lebih baik digunakan pada
jenis kue kering yang tidak mengandung asam (Ninna, 2018). Berdasarkan Tabel
4.3 memperlihatkan bahwa substitusi tepung terigu dengan tepung umbi bit yang
menggunakan baking powder pengembangannya lebih rendah dibandingkan
dengan menggunakan soda kue. Hal ini karena soda kue lebih cocok digunakan
untuk roti kukus dibandingkan menggunakan baking powder. Hasil analisa ragam
(Lampiran 6.1), menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara proporsi
substitusi tepung terigu dengan tepung umbi bit, dengan penambahan bahan
pengembang yaitu soda kue dan baking powder.
4.2.2 .Tekstur
4.2.2.1 Kekerasan
Grafik rerata kekerasan roti kukus (Gambar 4.2) menunjukkan bahwa
penambahan baking powder ditunjukkan dengan warna biru, sedangkan
penambahan soda kue ditunjukkkan dengan warna merah. Gambar 4.2
menunjukkan bahwa semakin banyak penambahan proporsi tepung umbi bit atau
semakin semakin sedikit porporsi tepung terigu yang ditambahkan maka tingkat
kekerasannya semakin meningkat, baik dengan penambahan baking powder
maupun soda kue. Pengaruh proporsi tepung umbi bit dan tepung terigu dan
penambahan bahan pengembang terhadap kekerasan roti kukus dapat di lihat
pada Gambar 4.2
Gambar 4.2 Grafik Rerata Kekerasan Roti Kukus Akibat Proporsi Tepung Umbi
bit:Terigu dan Penambahan Bahan Pengembang
217,27235,97
254,23 262,93
70,1796,03
119,93 127,37
0,00
50,00
100,00
150,00
200,00
250,00
300,00
K1 (0:100)K2 (10:90)K3 (20:80)K4 (40:60)
Ke
ke
rasa
n (
g)
Proporsi Tepung Bit : Terigu
T1 (bakingPowder)
T2 (sodakue)
29
Gambar 4.2 menunjukkan bahwa pada grafik kekerasan mengalami
peningkatan atau semakin keras. Subtitusi tepung umbi bit menggunakan baking
powder (garis warna biru) dengan rasio 0:100, 10:90, 20:80, 40:60 memiliki
tingkat kekerasan masing-masing sebesar 217,27 g; 235,97 g; 254,23 g; dan
262,93 g, mengalami peningkatan, artinya semakin banyak tepung umbi bit yang
disubstitusikan maka semakin keras. Demikian juga untuk tepung substitusi
menggunakan soda kue (garis warna merah) dengan rasio 0:100, 10:90, 20: 80,
40:60 memiliki tingkat kekerasan masing-masing sebesar 70,17 g; 96,03 g;
119,93 g; dan 127,37 g mengalami peningkatan nilai kekerasan seiring dengan
bertambahnya presentase tepung umbi bit. Hal ini disebabkan karena gluten
yang ada ditepung terigu semakin berkurang konsentrasinya seiring dengan
bertambahnya prosentase tepung umbi bit, sehingga gluten tidak dapat menahan
gas CO2 sehingga mempengaruhi tingkat kekerasan dari kue bolu tersebut.
Substitusi tepung terigu dengan tepung umbi bit akan menghasilkan
pengurangan keempukan roti kukus akibat dari kadar gluten yang berkurang,
sehingga diperlukannya penambahan jumlah lemak agar roti kukus yang
dihasilkan memiliki keempukan yang baik. Salah satu faktor yang dapat
meningkatkan keempukan roti yaitu lemak. Lemak dapat meningkatkan
keempukan roti kukus, meningkatkan keseragaman pori, melembutkan remah
dan memudahkan pemotongan roti yang dihasilkan (Wulandari,2016).
Hasil analisa ragam (Lampiran 6.2), menunjukkan bahwa faktor
penambahan bahan pengembang memberikan pengaruh nyata (α=0,05) pada
tingkat kekerasan roti kukus. Sedangkan faktor proporsi tepung umbi bit dan
tepung terigu tidak memberikan pengaruh nyata (α=0,05) pada tingkat kekerasan
roti kukus. Tidak terdapat interaksi antara kedua faktor pada tingkat kekerasan
roti kukus. Rerata kekerasan roti kukus akibat pengaruh penambahan bahan
pengembang dapat dilihat pada Tabel 4.4
Tabel 4.4 Rerata Kekerasan Roti Kukus Akibat Pengaruh Penambahan Bahan
Pengembang
Bahan Pengembang Kekerasan (g) BNT 5%
Baking powder 242,60±20,29a 61,292
Soda kue 103.38±25,86b
Keterangan: * Setiap data hasil analisis merupakan rerata dari 3x ulangan ± standar deviasi * Angka dengan notasi menunjukkan berbeda nyata secara signifikan (α=0,05)
30
Hasil penelitian (Tabel 4.4) menunjukkan bahwa baking powder dan soda
kue berpengaruh nyata (α=0,05) terhadap kekerasan roti kukus. Tingkat
kekerasan pada baking powder lebih tinggi yaitu 242,60 g, sedangkan soda kue
memiliki tingkat kekerasan lebih rendah yaitu 103,38 g. Soda kue merupakan
bahan pengembang kue yang mengandung 100% zat kimia bernama natrium
bikarbonat / sodium bikarbonat. Sedangkan baking powder, selain mengandung
bahan kimia yang sama, juga mengandung beberapa komponen bahan lain
seperti cream of tartar (bersifat asam) dan bahan pengering. Soda kue paling
cocok digunakan pada kue yang diolah dengan cara dikukus atau dipanggang.
Sedangkan baking powder lebih baik digunakan pada jenis kue kering yang tidak
mengandung asam (Ninna, 2018). Hasil analisa telah sesuai dengan literatur,
ditunjukkan pada Tabel 4.4 bahwa tingkat kekerasan roti kukus menggunakan
baking powder lebih tinggi dibandingkan dengan soda kue. Hal ini menunjukkan
bahwa pemakaian soda kue lebih baik dibandingkan baking powder karena
baking powder lebih cocok digunakan pada jenis kue kering sedangkan soda kue
lebih cocok digunakan pada kue yang dikukus.
4.2.2.2 Springiness
Grafik rerata springiness roti kukus (Gambar 4.3) menunjukkan bahwa
penambahan baking powder ditunjukkan dengan warna biru, sedangkan
penambahan soda kue ditunjukkkan dengan warna merah. Gambar 4.3
menunjukkan bahwa semakin banyak penambahan proporsi tepung umbi bit atau
semakin semakin sedikit porporsi tepung terigu yang ditambahkan maka tingkat
springiness semakin menurun, baik dengan penambahan baking powder
maupun soda kue. Pengaruh proporsi tepung umbi bit dan terigu dan
penambahan bahan pengembang terhadap springiness roti kukus dapat dilihat
pada Gambar 4.3
Gambar 4.3 Grafik Rerata Springiness Roti Kukus Akibat Proporsi Tepung
Umbi bit:Terigu dan Penambahan Bahan Pengembang
8,46 8,40 8,11 7,687,63 7,47 7,29 7,18
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
K1 (0:100) K2 (10:90) K3 (20:80) K4 (40:60)
Sp
rin
gin
ess (
mm
)
Proporsi Tepung Bit : Terigu
T1 (bakingPowder)
T2 (sodakue)
31
Hasil tekstur springiness pada substitusi tepung terigu dengan tepung
umbi bit mengalami penurunan, dapat dilihat pada Gambar 4.3. Untuk subtitusi
tepung umbi bit menggunakan baking powder (garis warna biru) dengan rasio
tepung umbi bit: terigu 0:100, 10:90, 20:80, 40:60 memiliki tingkat springiness
masing-masing sebesar 8.46 mm, 8.40 mm, 8.11 mm, 7.68 mm sedangkan pada
penambahan soda kue (garis merah) memiliki tingkat springiness masing-masing
sebesar 7.63 mm, 7.47 mm, 7.29 mm, 7.18 mm. Springiness merupakan tinggi
yang dapat dicapai oleh suatu makanan di antara gigitan pertama dan kedua.
Nilai springiness menggambarkan kemampuan produk untuk dapat kembali ke
posisi awal setelah kompresi pertama hingga saat kompresi kedua akan dimulai
(Haliza, 2012). Springiness roti kukus formulasi rasio lebih rendah dibandingkan
dengan roti kukus kontrol (0:100).
Hasil analisa ragam (Lampiran 6.3), menunjukkan bahwa faktor
penambahan bahan pengembang berpengaruh nyata (α=0,05) terhadap tingkat
springiness roti kukus. Faktor proporsi tepung umbi bit dan tepung terigu tidak
memberikan pengaruh nyata (α=0,05) terhadap springiness roti kukus. Tidak
terdapat interaksi antara kedua faktor terhadap springiness roti kukus. Rerata
springiness roti kukus akibat pengaruh penambahan bahan pengembang dapat
di lihat pada Tabel 4.5
Tabel 4.5 Rerata Springiness Roti Kukus Akibat Pengaruh Penambahan Bahan
Pengembang
Bahan
Pengembang
Springiness
(mm) BNT 5%
Baking powder 8,16±0,36a 0,45
Soda kue 7,39±0,20b
Keterangan: * Setiap data hasil analisis merupakan rerata dari 3x ulangan ± standar deviasi * Angka dengan notasi menunjukkan berbeda nyata secara signifikan (α=0,05)
Hasil penelitian (Tabel 4.5) menunjukkan bahwa penambahan baking
powder dan soda kue berpengaruh nyata (α=0,05) terhadap springiness roti
kukus, dimana springiness baking powder lebih tinggi yaitu 8,16 mm, sedangkan
soda kue lebih rendah sebesar 7,39 mm. Soda kue merupakan bahan
pengembang kue yang mengandung zat kimia natrium bikarbonat/sodium
bikarbonat. Sedangkan baking powder, selain mengandung bahan kimia yang
sama, juga mengandung beberapa komponen bahan lain seperti cream of
32
tartar (bersifat asam) dan bahan pengering. Meskipun sama-sama berfungsi
sebagai pengembang kue, tapi baking soda dan baking powder tidak bisa
sembarangan digunakan. Soda kue paling cocok digunakan pada kue yang
diolah dengan cara dikukus atau dipanggang, sedangkan baking powder lebih
baik digunakan pada jenis kue kering yang tidak mengandung asam (Ninna,
2018)
Berdasarkan hasil penelitian, springiness pada pemakaian baking powder
lebih tinggi dibandingkan dengan soda kue dapat di lihat pada Tabel 4.5. Hal ini
karena penggunaan baking powder lebih cocok digunakan pada jenis kue kering.
Selain itu, kondisi grafik springiness menurun hampir sama karena kandungan
gluten berkurang pada substitusi tepung terigu yang semakin besar, gas CO2
juga tidak tertahan sehingga pengembangan adonan juga berkurang. Hal ini
disebabkan karena adanya penurunan kandungan gluten yang terdapat pada
protein tepung. Akibat pengurangan pemakaian gluten, sifat elastis dari roti
kukus juga akan menurun (Budoyo, 2014).
4.2.2.3 Cohesiveness
Grafik rerata cohesiveness roti kukus (Gambar 4.4) menunjukkan bahwa
semakin banyak penambahan proporsi tepung umbi bit atau semakin semakin
sedikit porporsi tepung terigu yang ditambahkan maka tingkat cohesiveness
semakin menurun, baik dengan penambahan baking powder maupun soda kue.
Pengaruh proporsi tepung umbi bit dan tepung terigu dan penambahan bahan
pengembang terhadap cohesiveness roti kukus dapat dilihat pada Gambar 4.4
Gambar 4.4 Grafik Rerata Cohesiveness Roti Kukus Akibat Proporsi Tepung
Umbi bit:Terigu dan Penambahan Bahan Pengembang
0,630,60
0,540,48
0,65 0,630,59
0,52
0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
0,60
0,70
0,80
K1 (0:100) K2 (10:90) K3 (20:80) K4 (40:60)
Coh
esiv
en
ess
Proporsi Tepung Bit : Terigu
T1 (bakingPowder)
T2 (sodakue)
33
Gambar 4.4 menunjukkan bahwa tingkat cohesiveness pada proporsi
tepung terigu dengan tepung umbi bit mengalami penurunan dengan rasio
presentase: 0:100, 10:90, 20:80, dan 40:60 dengan penambahan baking powder
memiliki tingkat cohesiveness masing-masing sebesar 0,63; 0,60; 0,54; dan 0,48,
sedangkan penambahan soda kue sebesar 0,65; 0,63; 0,59; dan 0,57.
Cohesiveness merupakan indikasi dari kekuatan ikatan internal yang membentuk
makanan. Cohesiveness diukur dari rasio antara dua area kompresi sehingga
tidak memiliki satuan (Haliza, 2012). Nilai cohesiveness roti kukus masing-
masing formula (rasio) lebih rendah dibandingkan dengan roti kukus kontrol
(0:100).
Hasil analisa ragam (Lampiran 6.4), menunjukkan bahwa faktor proporsi
tepung umbi bit dan terigu memberikan pengaruh nyata (α=0,05) terhadap
cohesiveness roti kukus. Faktor penambahan bahan pengembang tidak
memberikan pengaruh nyata (α=0,05) terhadap cohesiveness roti kukus. Tidak
terdapat interaksi antara kedua faktor pada cohesiveness roti kukus. Rerata
Cohesiveness roti kukus akibat proporsi tepung umbi bit dan terigu dapat di lihat
pada tabel 4.6
Tabel 4.6 Rerata Cohesiveness Roti Kukus Akibat Pengaruh Proporsi tepung
Umbi Bit dan tepung Terigu
Proporsi Tepung
Umbi Bit : Tepung
Terigu (%)
Cohesiveness BNT 5%
0:100 0,64±0,02a
0,07 10:90 0,61±0,02a
20:80 0,56±0,04b
40:60 0,50±0,03b
Keterangan: * Setiap data hasil analisis merupakan rerata dari 3x ulangan ± standar deviasi * Angka dengan notasi menunjukkan berbeda nyata secara signifikan (α=0,05)
Hasil penelitian (Tabel 4.6) menunjukkan bahwa perbedaan proporsi
terigu dengan tepung umbi bit menyebabkan perbedaan nyata (α=0,05) terhadap
cohesiveness roti kukus. Proporsi tepung umbi bit 10% masih tidak berbeda
nyata dengan kontrol (tanpa tepung bit), namun ketika proporsi tepung bit
ditingkatkan menjadi 20%, dan 40% ternyata cohesiveness roti kukus terdapat
perbedaan nyata (mengalami penurunan secara signifikan). Nilai cohesiveness
34
tertinggi terdapat pada roti kukus dengan proporsi tepung bit 0% yaitu sebesar
0,64, sedangkan cohesiveness terendah terdapat pada roti kukus dengan
proporsi tepung bit 40% yaitu sebesar 0,50.
Hal ini dapat disebabkan karena gluten gandum yang terdapat didalam
terigu berperan dalam membentuk adonan dengan massa yang elastic-cohessive.
Pada roti kukus substitusi tepung umbi bit, pati tergelatinisasi terlebih dahulu
agar dapat berfungsi sebagai pengikat, sehingga nilai cohesiveness menurun
seiring dengan berkurangnya kandungan gluten (Haliza, 2012).
4.2.3 Porositas
Analisis porositas dari roti kukus proporsi tepung umbi bit:tepung terigu
(0:100 ; 10:90 ; 20:80 ; 40:60) dan penambahan bahan pengembang (baking
powder atau soda kue) yang diukur menggunakan software imageJ berkisar
antara 23,4% hingga 42,6%. Pengaruh proporsi tepung umbi bit:tepung terigu
dan penambahan bahan pengembang dapat di lihat pada Gambar 4.6
Gambar 4.5 Grafik Rerata Porositas Roti Kukus Akibat Proporsi Tepung
Umbi bit:Terigu dan Penambahan Bahan Pengembang
Analisis porositas diukur berdasarkan persen luas area dari banyaknya
pori-pori dihasilkan pada roti kukus. Gambar 4.5 menunjukkan bahwa porositas
pada roti kukus mengalami penurunan. Artinya seiring dengan penambahan
proporsi tepung umbi bit, pori-pori yang terbentuk semakin sedikit. Penambahan
bahan pengembang menggunakan soda kue memiliki porositas yang lebih besar
dibandingkan menggunakan baking powder. roti kukus dengan porositas
terendah yaitu sebesar 23,449% terdapat pada proporsi tepung umbi bit : tepung
terigu 40%:60% dengan penambahan baking powder. Sedangkan roti kukus
36,72933,799
28,039
23,449
42,60439,121
32,822 31,604
0,000
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
40,000
45,000
50,000
K1 (0:100) K2 (10:90) K3 (20:80) K4 (40:60)
Poro
sitas (
%)
Proporsi Tepung Bit : Terigu
T1 (bakingPowder)
T2 (sodakue)
35
dengan porositas tertinggi sebesar 42,604% terdapat pada proporsi tepung umbi
bit : tepung terigu 0%:100% dengan penambahan soda kue.
Hasil analisa ragam (Lampiran 6.6), menunjukkan bahwa faktor proporsi
tepung umbi bit : tepung terigu memberikan pengaruh nyata (α=0,05) pada
porositas roti kukus. Faktor penambahan bahan pengembang menggunakan
baking powder atau soda kue juga memberikan pengaruh nyata (α=0,05) pada
porositas roti kukus. Tidak terdapat interaksi antara kedua faktor pada porositas
roti kukus. Rerata porositas roti kukus akibat proporsi tepung umbi bit dan terigu
dapat dilihat pada tabel 4.7
Tabel 4.7 Rerata Porositas Roti Kukus Akibat Pengaruh dari Proporsi Tepung
Umbi Bit dan tepung Terigu
Proporsi Tepung Umbi
Bit : Tepung Terigu (%)
Luas Area
Pori (%) BNT 5%
0:100 39,65±4,15a
5,551 10:90 36,46±3,76b
20:80 30,43±3,38c
40:60 27,53±5,77c
Keterangan: * Setiap data hasil analisis merupakan rerata dari 3x ulangan ± standar deviasi * Angka dengan notasi menunjukkan berbeda nyata secara signifikan (α=0,05)
Hasil penelitian (Tabel 4.7) menunjukkan bahwa perbedaan proporsi
terigu dengan tepung umbi bit menyebabkan perbedaan nyata (α=0,05) terhadap
porositas roti kukus. Perbedaan proporsi tepung umbi bit 0%, 10%, dan 20%
menunjukkan adanya pengaruh nyata terhadap porositas roti kukus (mengalami
penurunan secara signifikan), namun peningkatan proporsi tepung bit 20% ke
40% tidak berpengaruh nyata (tidak mengalami penurunan secara signifikan)
terhadap porositas roti kukus. Porositas tertinggi terdapat pada proporsi tepung
umbi bit 0% yaitu 39,65%, sedangkan porositas terendah terdapat pada proporsi
tepung bit 40% yaitu 27,53%. Menurut Wulandari (2016), dalam jurnalnya yang
berjudul Karakteristik Roti Komposit Ubi Jalar Ungu dengan Penambahan α-
amilase dan Glukoamilase menyatakan bahwa substitusi tepung lain selain terigu
akan menyebabkan berkurangnya presentase gluten pada adonan yang
mengakibatkan berkurangnya jumlah CO2 yang dapat terperangkap. Akibatnya
pori-pori menjadi terlalu kecil dan rapat dan ada pula pori-pori yang besar di
sebagian area sehingga pori-pori yang terbentuk tidak seragam. Hal ini dapat
36
disebabkan karena struktur yg dibentuknya tidak kokoh, sehingga gas dapat
keluar dari struktur awal dan bergabung dengan struktur lainnya sehingga
membentuk pori yang besar.
Tabel 4.8 Rerata Porositas Roti Kukus Akibat Pengaruh dari Penambahan
Bahan pengembang
Bahan Pengembang Luas Area
Pori (%) BNT 5%
Baking Powder 30,50±5,93b 5,551
Soda Kue 36,53±5,22a
Keterangan: * Setiap data hasil analisis merupakan rerata dari 3x ulangan ± standar deviasi * Angka dengan notasi menunjukkan berbeda nyata secara signifikan (α=0,05)
Hasil analisa ragam (Tabel 4.8) menunjukkan bahwa penambahan bahan
pengembang berupa baking powder dan soda kue berpengaruh nyata (α=0,05)
terhadap porositas roti kukus, dimana porositas roti kukus menggunakan baking
powder lebih rendah yaitu 30,50%, sedangkan pada soda kue lebih tinggi yaitu
36,53%. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa soda kue dapat
menghasilkan tekstur berpori besar dan tidak beremah, sedangkan baking
powder akan menghasilkan tekstur berpori kecil namun cenderung lebih beremah.
Kue dapat mengembang sempurna apabila kandungan asam basanya seimbang
(NCC Indonesia, 2005). Soda kue bersifat basa dan akan mengeluarkan
gelembung udara apabila bertemu dengan bahan yang bersifat asam. Baking
powder selain mengandung bahan kimia yang sama, juga mengandung
beberapa komponen bahan lain seperti cream of tartar (bersifat asam) dan bahan
pengering (Nina, 2018). Baking powder dalam komposisinya sudah mengandung
bahan-bahan penetral sehingga, baking powder biasa digunakan untuk resep
yang adonannya sudah bersifat netral (NCC Indonesia, 2005). Berdasarkan
literatur dapat diketahui bahwa dengan penambahan soda kue maka porositas
yang terbentuk lebih besar karena soda kue bersifat basa, sehingga ketika soda
kue dicampurkan ke adonan, keseimbangan asam basanya kurang seimbang
apabila menggunakan baking powder yang sudah bersifat netral. Perbedaan luas
area porositas akibat proposi tepung bit : tepung terigu dan penambahan bahan
Gambar 4.6 Perbedaan Porositas akibat proposi tepung bit:tepung terigu dan
penambahan bahan pengembang (BP: Baking Powder; SK: Soda Kue)
Gambar 4.6 menunjukkan bahwa seiring dengan penambahan proporsi
tepung umbi bit, luas area porositas semakin menurun baik menggunakan baking
powder maupun soda kue. Selain itu dapat menunjukkan bahwa ukuran
porositas kurang seragam dan terdapat pori-pori yang berukuran besar. Menurut
Sultan (1986), pori-pori besar dan rongga pada roti terbentuk karena rusaknya
struktur adonan selama pembentukan adonan dan pemanggangan. Pori-pori roti
yang baik adalah ukuran pori-pori yang kecil dan seragam di seluruh bagian
crumb. Menurut Sunandar (1994), pori-pori roti merupakan lapisan tipis yang
terbentuk pada gluten yang berfungsi untuk memerangkap karbondioksida. Pori-
pori terbentuk pada proses fermentasi, pada saat itu aktivitas ragi mulai
meningkat, adonan mengembang, volume adonan bertambah akibat produksi
gas karbondioksida oleh ragi, gluten menjadi lebih lembut dan elastis akibat
pengaruh alkohol dan penurunan keasaman, dan gluten membentuk lapisan tipis
yang dapat menahan gas. Menurut U.S. Wheat Associates (1981), pori-pori roti
yang kurang seragam disebabkan oleh formula roti yang tidak seimbang,
undermixing, overmixing, fermentasi yang kurang atau berlebihan, pemukulan
adonan yang kurang merata, penggulungan adonan yang kurang baik.
4.2.4 Warna
Analisis warna pada penelitian ini dilakukan menggunakan color reader.
Color reader merupakan suatu alat pengukur warna yang didesain dengan tiga
38
resepto sehingga mampu membedakan warna secara lebih akurat antara dua
range warna yaitu terang dan gelap. Prinsipnya adalah sistem pemaparan
menggunakan sistem CIE dengan tiga reseptor warna yaitu L* yang
menunjukkan tingkat kecerahan berdasarkan warna putih yang berkisar antara 0
hingga 100 dimana semakin tinggi angka yang didapat maka semakin cerah. a*
menunjukkan tingkat kemerahan yang berkisar antara -100 hingga +100, dimana
(+) menggambarkan intensitas warna merah, dan (-) menggambarkan intensitas
warna hijau. b* menunjukkan tingkat kekuningan yang berkisar antara-100
hingga +100, dimana (+) menggambarkan intensitas warna kuning, dan (-)
menggambarkan intensitas warna biru (Sitorus, 2017). Pengaruh proporsi tepung
umbi bit:tepung terigu dan penambahan bahan pengembang terhadap tingkat
kecerahan dapat dilihat pada Gambar 4.7
4.2.4.1 Kecerahan (L)
Gambar 4.7 Grafik Rerata Tingkat Kecerahan (L) Roti Kukus Akibat Proporsi
Tepung Umbi Bit:Tepung Terigu dan Penambahan Bahan Pengembang
Gambar 4.7 menunjukan bahwa tingkat kecerahan dari roti kukus
menurun seiring bertambahnya tepung umbi bit dalam pembuatan roti kukus.
Tingkat kecerahan baking powder (warna biru) dari proporsi 0:100, 10:90, 20:80,
40:60 adalah 64.3; 43.4; 41.1; dan 36.5 menurun seperti pada tingkat kecerahan
proporsi tepung menggunakan soda kue 0:100, 10:90, 20:80, 40:60 adalah 65.1;
45.7; 40.7; dan 37.
Hasil analisa ragam (Lampiran 6.5.1), menunjukkan bahwa faktor proporsi
tepung umbi bit : tepung terigu memberikan pengaruh nyata (α=0,05) terhadap
tingkat kecerahan roti kukus. Pada faktor penambahan bahan pengembang
64,3
43,4 41,136,5
65,1
45,740,7 37,0
0,0
10,0
20,0
30,0
40,0
50,0
60,0
70,0
80,0
K1 (0:100) K2 (10:90) K3 (20:80) K4 (40:60)
kece
rah
an (
L)
proporsi tepung bit : terigu
T1 (bakingPowder)
T2 (soda kue)
39
menggunakan baking powder atau soda kue tidak memberikan pengaruh nyata
(α=0,05) terhadap tingkat kecerahan roti kukus. Tidak terdapat interaksi antara
kedua faktor terhadap tingkat kecerahan roti kukus. Rerata tingkat kecerahan roti
kukus akibat proporsi tepung umbi bit dan terigu dapat dilihat pada Tabel 4.9
Tabel 4.9 Rerata Tingkat Kecerahan Roti Kukus Akibat Pengaruh dari Proporsi
Tepung Umbi Bit dan tepung Terigu
Proporsi Tepung Umbi
Bit : Tepung Terigu (%) Kecerahan BNT 5%
0:100 64,71±0,51a
3,524 10:90 44,53±1,62b
20:80 40,89±0,23c
40:60 36,73±0,38c
Keterangan: * Setiap data hasil analisis merupakan rerata dari 3x ulangan ± standar deviasi * Angka dengan notasi menunjukkan berbeda nyata secara signifikan (α=0,05)
Hasil penelitian (Tabel 4.9) menunjukkan bahwa perbedaan proporsi
terigu dengan tepung umbi bit menyebabkan perbedaan nyata (α=0,05) terhadap
tingkat kecerahan roti kukus. Perbedaan proporsi tepung umbi bit 0%, 10%, dan
20% menunjukkan adanya pengaruh nyata terhadap kecerahan roti kukus
(mengalami penurunan secara signifikan), namun peningkatan proporsi tepung
bit 20% ke 40% tidak berpengaruh nyata (tidak mengalami penurunan secara
signifikan) terhadap kecerahan roti kukus. Rerata kecerahan tertinggi terdapat
pada proporsi tepung umbi bit 0% yaitu 64.71, sedangkan tingkat kecerahan
terendah terdapat proporsi tepung umbi bit 40% yaitu 36.73. Penurunan ini
disebabkan oleh proporsi tepung umbi bit yang digunakan, pigmen umbi bit dan
reaksi non enzimatis yang dapat mengakibatkan menurunnya tingkat kecerahan
pada roti kukus.
Umbi bit merupakan salah satu bahan pangan yang dapat memberikan
warna alami dalam produk pangan. Pigmen yang terdapat pada bit merah adalah
pigmen betalain yang memberikan warna merah keunguan pada umbi bit.
Betalain sangat jarang digunakan dalam produk pangan dibandingkan antosianin
dan betakaroten (Latorre, 2012). Pigmen yang ada di roti kukus akan semakin
meningkat seiring dengan penambahan tepung bit, sehingga kecerahan produk
semakin menurun. Saat proses pengukusan roti kukus, dapat terjadi reaksi non-
enzimatis yang menyebabkan penurunan kecerahan roti kukus seperti reaksi
40
Maillard dan karamelisasi, karena roti kukus mengandung protein dan memiliki
kadar gula yang cukup tinggi hasil hidrolisis karbohidrat inulin menjadi
monomernya, yaitu fruktosa. Reaksi maillard merupakan reaksi pencoklatan non-
enzimatis yang terjadi karena reaksi antara gula pereduksi dengan gugus amin
bebas dari asam amino atau protein (Catrien, 2008), sehingga kecerahan roti
kukus akan semakin gelap setelah di kukus. Semakin tinggi tingkat substitusi
tepung umbi bit, maka semakin tinggi juga kandungan inulin yang ada pada roti
kukus. Sehingga akan semakin banyak fruktosa atau gula pereduksi hasil dari
hidrolisis inulin akibat adanya panas yang akan bereaksi dengan gugus amin
bebas menyebabkan semakin intens reaksi Maillard. Semakin intens reaksi
Maillard yang terjadi, akan semakin menurunkan tingkat kecerahan pada roti
kukus. Betalain merupakan golongan antioksidan. Pigmen betalain sangat jarang
digunakan dalam produk pangan dibandingkan dengan antosianin dan
betakaroten (Wirakusumah, 2007).
4.2.4.2. Kemerahan (a)
Gambar 4.8 Grafik Rerata Tingkat Kemerahan (a) Roti Kukus Akibat Proporsi
Tepung Umbi Bit:Tepung Terigu dan Penambahan Bahan Pengembang
Gambar 4.8 menunjukan bahwa tingkat kemerahan pada substitusi
tepung umbi bit pada tepung terigu 0:100 menggunakan baking powder (warna
biru) adalah -0,3, kemudian substitusi tepung umbi bit pada tepung terigu 10:90
tingkat kemerahannya adalah 4,2 dan tingkat kemerahan paling rendah adalah
pada proporsi 40:60 sebesar 3,7 hal ini juga serupa dengan penambahan soda
kue (warna merah) pada proporsi 0:100 sebesar 0,7 setelah itu substitusi tepung
-0,3
4,2 4,13,7
0,7
2,52,3
2,1
-0,5
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
4,5
K1 (0:100) K2 (10:90) K3 (20:80) K4 (40:60)
Kem
erah
an (
a)
Proporsi Tepung Bit : Terigu
T1 (bakingPowder)
T2 (soda kue)
41
umbi bit pada tepung terigu 10:90 tingkat kemerahannya sebesar 2,5 dan paling
rendah adalah pada proporsi 40:60 sebesar 2,1.
Hasil analisa ragam (Lampiran 6.5.2), menunjukkan bahwa faktor proporsi
tepung umbi bit : tepung terigu memberikan pengaruh nyata (α=0,05) terhadap
kemerahan roti kukus. Faktor penambahan bahan pengembang menggunakan
baking powder atau soda kue tidak memberikan pengaruh nyata (α=0,05)
terhadap tingkat kemerahan roti kukus. Tidak terdapat interaksi antara kedua
faktor terhadap kemerahan roti kukus.
Tabel 4.10 Rerata Tingkat Kemerahan Roti Kukus Akibat Proporsi Tepung
Umbi Bit dan tepung Terigu
Proporsi Tepung
Umbi Bit : Tepung
Terigu (%)
Kemerahan BNT
5%
0:100 0,22±0,69b
1,244 10:90 3,36±1,24a
20:80 3,18±1,27a
40:60 2,91±1,19a
Keterangan: * Setiap data hasil analisis merupakan rerata dari 3x ulangan ± standar deviasi * Angka dengan notasi menunjukkan berbeda nyata secara signifikan (α=0,05)
Hasil penelitian (Tabel 4.10) menunjukkan bahwa perbedaan proporsi
terigu dengan tepung umbi bit berpengaruh nyata (α=0,05) terhadap kemerahan
roti kukus. Perbedaan proporsi tepung umbi bit 10%, 20%, dan 40% tidak
berpengaruh nyata terhadap kemerahan roti kukus (tidak mengalami penurunan
secara signifikan), namun pada roti kukus kontrol (tanpa penambahan tepung bit)
ternyata berpengaruh nyata (mengalami peningkatan secara signifikan) terhadap
kemerahan roti kukus. Pigmen yang terdapat pada bit merah adalah betalain.
Betalain merupakan pewarna alami yang banyak digunakan pada produk pangan.
Pigmen ini banyak dimanfaatkan karena kegunaannya selain sebagai pewarna
juga sebagai antioksidan dan radical scavenging sebagai perlindungan terhadap
gangguan akibat stres oksidatif. Sumber betalain yang paling banyak terdapat
pada akar bit (Beta vulgaris). Perkembangan antosianin sebagai pewarna
makanan lebih berkembang dibandingkan dengan betalain, karena terbatasnya
tanaman yang mengandung betalain (Latorre, 2012).
42
Betasianin merupakan pigmen berwarna merah atau merah-violet dalam
umbi bit merah merupakan turunan dari betalain. Hingga saat ini pigmen
betasianin yang telah diproduksi dalam skala besar hanya berasal dari buah bit
(Beta vulgaris L). Betasianin dari buah bit (Beta vulgaris L) telah diketahui
memiliki efek antiradikal dan aktivitas antioksidan yang tinggi (Mastuti, 2010).
Warna merah bit segar disebabkan oleh pigmen betasianin, suatu senyawa yang
mengandung nitrogen. Selain adanya pigmen tersebut keunggulan dari buah bit
ini adalah antioksidan yang tinggi, seperti diketahui bahwa adanya kandungan
vitamin C atau antioksidan dapat menghambat reaksi maillard atau karamelisasi
sehingga tingkat warna kemerahan dapat menurun seiring dengan penambahan
proporsi tepung umbi bit. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa
tingginya tingkat kemerahan (a*) mengindikasikan bahwa terjadi reaksi
pencoklatan nonenzimatis (Purwitasari, 2014). Sehingga adanya kandungan
asam askorbat pada umbi bit dapat menghambat pencoklatan sehingga tingkat
kemerahan semakin menurun.
4.2.4.3 Kekuningan (b)
Gambar 4.9 Grafik Rerata Tingkat Kekuningan (b) Roti Kukus Akibat Proporsi
Tepung Umbi Bit:Tepung Terigu dan Penambahan Bahan Pengembang
Gambar 4.9 hampir mirip dengan grafik tingkat kecerahan dimana pada
proporsi tepung umbi bit:terigu menggunakan baking powder dengan rasio
presentase 0:100, 10:90, 20:80 dan 40:60 memiliki tingkat kekuningan masing-
masing sebesar 33,9; 16,3; 12,2; dan 6,9 sedangkan pada proporsi tepung
umbi bit dengan terigu menggunakan soda kue dengan rasio presentase 0:100,
10:90, 20:80 dan 40:60 memiliki tingkat kekuningan masing-masing sebesar
33,9
16,3
12,2
6,9
35,4
17,3
13,5
9,0
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
30,0
35,0
40,0
K1 (0:100) K2 (10:90) K3 (20:80) K4 (40:60)
Kek
un
inga
n (
b)
Proporsi Tepung Bit : Terigu
T1 (bakingPowder)
T2 (soda kue)
43
35,4; 17,3; 13,5; dan 9,0. Berdasarkan Gambar 4.9 terlihat bahwa baking
powder nilainya lebih rendah dibandingkan dengan soda kue dan grafik
menunjukkan penurunan.
Hasil analisa ragam (Lampiran 6.5.3), menunjukkan bahwa faktor proporsi
tepung umbi bit : tepung terigu memberikan pengaruh nyata (α=0,05) terhadap
tingkat kekuningan roti kukus. Faktor penambahan bahan pengembang
menggunakan baking powder atau soda kue tidak berpengaruh nyata (α=0,05)
terhadap tingkat kekuningan roti kukus. Tidak terdapat interaksi nyata antara
kedua faktor terhadap tingkat kekuningan roti kukus. Rerata tingkat kekuningan
roti kukus akibat proporsi tepung umbi bit dan terigu dapat dilihat pada tabel 4.11
Tabel 4.11 Rerata Tingkat Kekuningan Roti Kukus Akibat Proporsi Tepung
Umbi Bit dan tepung Terigu
Proporsi Tepung
Umbi Bit : Tepung
Terigu (%)
Kekuningan BNT
5%
0:100 34,69±1,05a
2,711 10:90 16,34±0,65b
20:80 12,16±0,94c
40:60 7,94±1,45d
Keterangan: * Setiap data hasil analisis merupakan rerata dari 3x ulangan ± standar deviasi * Angka dengan notasi menunjukkan berbeda nyata secara signifikan (α=0,05)
Hasil penelitian (Tabel 4.11) menunjukkan bahwa perbedaan proporsi
terigu dengan tepung umbi bit berpengaruh nyata (α=0,05) terhadap tingkat
kekuningan roti kukus (mengalami penurunan secara signifikan seiring dengan
peningkatan proporsi tepung umbi bit). Tingkat Kekuningan tertinggi terdapat
pada roti kukus dengan proporsi tepung umbi bit 0% yaitu sebesar 34.69,
sedangkan tingkat kekuningan terendah terdapat pada roti kukus dengan
proporsi tepung umbi 40% yaitu sebesar 7,94.
Kandungan vitamin C yang terdapat pada bit merah dapat digunakan
sebagai sumber antioksidan yang potensial. Kandungan pigmen pada bit merah,
yaitu betasianin diyakini sangat bermanfaat untuk mencegah penyakit kanker,
terutama kanker kolon (usus besar) (Santiago dan Yahia, 2008). Warna merah
dari bit merah dikarenakan adanya anthocyanidin yang dapat melindungi sel
membran otak dan mempermudah penerimaan pesan neurotransmitter. Bit
44
merah mengandung vitamin A, vitamin B, vitamin C, zat besi, magnesium,
mangan, kalium, zink, bioflavonoid, gula murni dan betanine.
Bit merah adalah sumber potensial dari pigmen yang larut air yaitu betanin.
Betanin dalam bentuk betanidin 5-O-beta-glukosa merupakan antioksidan dan
pencegah aktif terjadinya induksi oksigen dan oksidasi oleh radikal bebas dari
molekul biologi. Berdasarkan sifat tersebut, pigmen dalam bit merah telah
digunakan sebagai bahan tambahan alami pada makanan dan minuman.
Pewarna bit merah dihasilkan dari ekstrak cair bit merah yang terdiri dari
berbagai macam pigmen yang semuanya termasuk dalam kelas betalain.
Betalain terdiri atas dua kelompok yaitu red betasianin dan yellow betaxanthin
dimana kedua macam pigmen yang terkandung di dalamnya memberikan
kontribusi terhadap tingginya aktivitas antioksidan pada bit merah. Kemampuan
aktivitas antioksidan bit merah untuk menghambat terjadinya oksidasi oleh
radikal bebas disebut dengan nilai % inhibition. Bit merah memiliki kadar
antioksidan tinggi yaitu sekitar 1,98 mmol / 100 gram (Ananda, 2008).
Penambahan asam askorbat dapat menghambat reaksi pencoklatan. Menurut
Djauhari (1998) menyatakan bahwa penggunaan 0,3% asam askorbat dapat
menghambat reaksi pencoklatan pada irisan ubi jalar untuk tujuan tepung
terfermentasi. Selain itu, penambahan asam askorbat berpengaruh nyata
terhadap warna beras siger karena penambahan asam askorbat dapat
menurunkan pH selama pengukusan sehingga menghambat terjadinya reaksi
maillard. Reaksi pencoklatan umumnya terjadi pada pH 9.
Tabel 4.11 menunjukkan rerata tingkat kekuningan roti kukus akibat
proporsi tepung umbi bit dan terigu mengalami penurunan. Hal ini jika
diperhatikan bahwa pada proporsi tepung umbi bit dengan terigu 0:100 tidak
mengandung antioksidan pada roti kukus karena terdiri dari 100% tepung terigu
sehingga tidak terjadi penghambatan reaksi maillard. Sedangkan tingkat
kekuningan roti kukus semakin menurun seiring dengan bertambahnya proporsi
tepung umbi bit atau semakin berkurangnya proporsi tepung terigu. Menurut
literatur, semakin tinggi nilai b* atau kekuningan diduga terjadinya reaksi
pencoklatan (Purwitasari, 2014). Sehingga dengan adanya asam askorbat dapat
menghambat reaksi pencoklatan pada roti kukus sehingga tingkat kekuningan
semakin menurun.
45
4.3 Pemilihan Produk Roti Kukus Terbaik
Pemilihan perlakuan terbaik pada produk roti kukus dengan penambahan
proporsi tepung umbi bit dan tepung terigu, serta baking powder atau soda kue
dilakukan dengan menggunakan pendekatan Deriinger’s desirability function
(Derringer, 1980). Metode Desirability-based Optimization digunakan untuk
menemukan perlakuan atau formula yang mendekati dengan nilai kontrol, dalam
hal ini secara fisik. Metode ini akan menampilkan nilai akhir pada suatu produk.
Nilai (DF) berkisar antara 0 hingga 1 dimana semakin mendekati 1 maka
formulasi roti kukus semakin mendekati kontrol, sehingga dipilihlah menjadi yang
terbaik. Pemilihan roti kukus dengan perlakuan terbaik berdasarkan parameter
fisik menggunakan desirability-based optimization dapat di lihat pada Tabel 4.12
Tabel 4.12 Pemilihan Roti Kukus dengan Perlakuan Terbaik Berdasarkan
Parameter Fisik Menggunakan Desirability-Based Optimization
Perlakuan D1 D2 D3 D4 D5 D6 DF RANK
K1T1 0,83 0,67 0,74 0,99 0,83 0,90 0,821 5,00
K2T1 0,94 0,93 0,64 0,96 0,93 0,99 0,885 2,00
K3T1 0,78 0,88 0,53 0,92 0,97 0,84 0,804 6,00
K4T1 0,54 0,78 0,48 0,91 0,92 0,70 0,696 7,00
K1T2 0,65 0,66 0,41 0,92 0,89 0,73 0,680 8,00
K2T2 0,74 0,98 1,44 0,94 0,98 0,83 0,962 1,00
K3T2 0,88 0,87 0,69 0,96 0,92 0,98 0,876 3,00
K4T2 0,84 0,79 0,74 0,98 0,88 0,94 0,854 4,00
Keterangan: DF : Desirability function D4 : Springiness D1 : Daya Kembang D5 :Cohesiveness D2 : Warna D6 : Porositas D3 : Kekerasan
Berdasarkan hasil perhitungan nilai perlakuan terbaik dari parameter fisik
terhadap roti kukus, didapatkan formulai terbaik roti kukus tersubstitusi tepung
umbi bit, yaitu K2T2 dengan proporsi tepung umbi bit 10% : tepung terigu 90%,
dengan penambahan soda kue. Roti kukus terbaik yang telah dipilih memiliki nilai
DF sebesar 0,962 yaitu nilai yang paling mendekati 1, dimana jika nilai DF
mendekati 1 maka roti kukus semakin baik secara fisik.
Dalam penggunaan metode optimasi, perlu ditetapkan kriteria atas dasar
fungsi keiginan (DF). Optimasi variabel respon secara simultan dilakukan dengan
menggunakan pendekaan fungsi keinginan (DF), seperti yang diusulkan oleh
46
Derringer dan suich (1980). Fungsi keinginan tiap respon dikonversikan menjadi
fungsi keinginan masing masing, dk =h(Ŷk), nilai dk berkisar antara 0 dan 1,
dimana dk = 0 berarti respon berada dalam rentang yang tidak diinginkan,
sedangkan dk = 1 berarti respon berada pada kondisi optimum sesuai keinginan
sehingga nilai dk berada pada 0<dk<1
Roti kukus perlakuan terbaik tersebut kemudian di analisa kandungan
kimianya, yaitu kadar air,kadar karbihidrat, kadar protein, kadar lemak, kadar pati,
kadar serat, uji aktivitas antioksidan, dan dilakukan uji organoleptik kepada
panelis. Parameter fisik roti kukus dengan perlakuan terbaik tersebut disajikan