1 PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH SERTA PENINGKATAN PAJAK ASLI DAERAH DI KABUPATEN MUSI BANYUASIN Oleh : Irlan Fery.SE.M.Si* ABSTRACT Pembangunan ekonomi (daerah) adalah suatu proses pemerintah (daerah) dan masyarakatnya serta kesempatan kerja merupakan peluang bagi penduduk untuk melaksanakan fungsinya sebagai sumber daya ekonomi dalam proses produksi untuk memperoleh pendapatan, dan dari pendapatan ini selanjutnya akan menimbulkan daya beli masyarakat serta menimbulkan pasar yang cukup besar yang pada akhirnya penduduk akan memperoleh kesejahteraan. Pertumbuhan ekonomi adalah merupakan suatu proses dimana terjadi kenaikan produk nasional bruto atau pendapatan nasional riil, pertumbuhan ekonomi itu terjadi apabila ada kenaikan output perkapita. Pertumbuhan ekonomi menekankan pada tiga aspek, yaitu suatu proses yang berarti perubahan yang terjadi terus-menerus, usaha untuk menaikkan pendapatan perkapita, dan kenaikan pendapatan per kapita itu harus terus berlangsung dalam jangka panjang. Ketiga aspek ini, sesungguhnya pertumbuhan ekonomi memberi indikasi tentang aktvitas perekonomian atau tambahan pendapatan bagi masyarakat yang tejadi pada suatu negara atau daerah pada suatu periode tertentu. Atas dasar tersebut, maka pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi di suatu negara atau daerah. Periode waktu yang dapat dijadikan acuan bahwa, indikator pertumbuhan ekonomi dapat dilihat berdasarkan kurun waktu tertentu, misalnya selama pelita (lima tahun) atau periode tertentu (dekade), dan dapat pula secara tahunan. Key Words: Pertumbuhan Ekonomi, PAD, PajakAsli Daerah Muba. Latar Belakang Pembangunan dalam tiga dasawarsa di negara sedang berkembang menunjukkan bahwa yang terjadi adalah rakyat dilapisan bawah tidak senantiasa dapat menikmati cucuran hasil pembangunan yang diharapkan, bahkan dibanyak negara kesenjangan sosial ekonomi makin melebar. Kenyataan ini, membuktikan bahwa strategi pembangunan yang terlalu “GNP-oriented” tidak memberikan pemecahan mengenai masalah kemiskinan
34
Embed
Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap pendapatan irlan fery
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP PENDAPATANASLI DAERAH SERTA PENINGKATAN PAJAK ASLI DAERAH
DI KABUPATEN MUSI BANYUASIN
Oleh : Irlan Fery.SE.M.Si*
ABSTRACTPembangunan ekonomi (daerah) adalah suatu proses pemerintah
(daerah) dan masyarakatnya serta kesempatan kerja merupakan peluangbagi penduduk untuk melaksanakan fungsinya sebagai sumber dayaekonomi dalam proses produksi untuk memperoleh pendapatan, dan daripendapatan ini selanjutnya akan menimbulkan daya beli masyarakat sertamenimbulkan pasar yang cukup besar yang pada akhirnya penduduk akanmemperoleh kesejahteraan. Pertumbuhan ekonomi adalah merupakan suatuproses dimana terjadi kenaikan produk nasional bruto atau pendapatannasional riil, pertumbuhan ekonomi itu terjadi apabila ada kenaikan outputperkapita. Pertumbuhan ekonomi menekankan pada tiga aspek, yaitu suatuproses yang berarti perubahan yang terjadi terus-menerus, usaha untukmenaikkan pendapatan perkapita, dan kenaikan pendapatan per kapita ituharus terus berlangsung dalam jangka panjang. Ketiga aspek ini,sesungguhnya pertumbuhan ekonomi memberi indikasi tentang aktvitasperekonomian atau tambahan pendapatan bagi masyarakat yang tejadi padasuatu negara atau daerah pada suatu periode tertentu. Atas dasar tersebut,maka pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untukmenganalisis pembangunan ekonomi di suatu negara atau daerah. Periodewaktu yang dapat dijadikan acuan bahwa, indikator pertumbuhan ekonomidapat dilihat berdasarkan kurun waktu tertentu, misalnya selama pelita (limatahun) atau periode tertentu (dekade), dan dapat pula secara tahunan.
Key Words: Pertumbuhan Ekonomi, PAD, PajakAsli Daerah Muba.
Latar BelakangPembangunan dalam tiga dasawarsa di negara sedang berkembang
menunjukkan bahwa yang terjadi adalah rakyat dilapisan bawah tidak
senantiasa dapat menikmati cucuran hasil pembangunan yang diharapkan,
bahkan dibanyak negara kesenjangan sosial ekonomi makin melebar.
Kenyataan ini, membuktikan bahwa strategi pembangunan yang terlalu
“GNP-oriented” tidak memberikan pemecahan mengenai masalah kemiskinan
2
(keterbelakangan). Todaro (1997 :14) menyatakan bahwa tujuan utama dari
usaha-usaha pembangunan ekonomi selain upaya menciptakan
pertumbuhan yang setinggi-tingginya, pembangunan harus pula berupaya
untuk menghapus atau mengurangi tingkat kemiskinan, ketimpangan
pendapatan, dan tingkat pengangguran atau upaya menciptakan kesempatan
kerja bagi penduduk, karena dengan kesempatan kerja penduduk atau
masyarakat akan memperoleh pendapatan untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya.
Arsyad (1999:108) menyatakan pembangunan ekonomi (daerah)
adalah suatu proses pemerintah (daerah) dan masyarakatnya mengelola
sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara
pemerintah (daerah) dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu
lapangan kerja atau kesempatan kerja berdasarkan pertumbuhan ekonomi.
Kesempatan kerja merupakan peluang bagi penduduk untuk melaksanakan
fungsinya sebagai sumber daya ekonomi dalam proses produksi untuk
memperoleh pendapatan, dan dari pendapatan ini selanjutnya akan
menimbulkan daya beli masyarakat serta menimbulkan pasar yang cukup
besar yang pada akhirnya penduduk akan memperoleh kesejahteraan
(Soeroto, 1986:31).
Syafrizal (1997:27-38) menyatakan bahwa untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi daerah, kebijakan utama yang perlu dilakukan adalah
mengusahakan semaksimal mungkin potensi yang dimiliki oleh propinsi
(daerah) yang bersangkutan, mengingat potensi masing-masing daerah
bervariasi maka sebaiknya masing-masing daerah harus menentukan
kegiatan sektor dominan (unggulan). Salah satu cara yang dapat digunakan
untuk melihat spesialisasi dan daya saing untuk meningkatkan keunggulan
komparatif (comparative advantage) suatu sektor ekonomi disuatu daerah
adalah melalui rasio kontribusi dan rasio pertumbuhan masing-masing sektor
disuatu daerah terhadap jumlah output total (PDRB) di wilayah studi dan di
wilayah referensinya (Yusuf, 1999:219-233).
3
Perubahan politik akhir-akhir ini nampaknya menciptakan peluang-
peluang bagi kehidupan sosial ekonomi. Hal tersebut setidaknya tercermin
dari lahirnya paket perundangan yang terdiri dari Undang-undang nomor 22
tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dan Undang-undang nomor 25
tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan
daerah. Garis besar yang ingin dicapai adalah motivasi dan komitmen untuk
memperbaiki kesalahan-kesalahan struktural, beragam distorsi dan
pelanggaran hukum, sementara ruang lingkup ( dan harapan ) spesifik yang
hendak dituju adalah mengalirnya investasi efektif, bergairahnya aktivitas
perekonomian, dan meningkatnya kesejahteraan diseluruh penjuru wilayah
dengan didukung oleh good governance (Nugroho, 2000:103). Implikasi
terpenting bagi daerah dengan diberlakukannya kedua Undang-undang
tersebut adalah daerah memiliki wewenang dan tanggungjawab untuk
mengatur, mengelola dan mengembangkan potensi ekonomi secara mandiri,
sehingga ketimpangan distribusi pendapatan antar masyarakat secara
bertahap dapat diperkecil.
Wewenang dan tanggungjawab yang besar tersebut harus seimbang
dengan sumber pendapatan yang memadai agar sejumlah urusan yang
didesentralisasikan tersebut dapat dilaksanakan dengan baik. Kenyataanya,
berdasarkan Undang-undang nomor 25 tahun 1999, khususnya menyangkut
dana perimbangan yang diharapkan mampu mendukung pelaksanaan
Undang-undang nomor 22 tahun 1999 masih diragukan kemampuannya.
Apakah besar dana ini menjamin pelaksananaan urusan yang diserahkan ke
daerah secara efisien?.
Di sisi lain, otonomi menuntut kemandirian daerah diberbagai bidang,
termasuk kemandirian dalam mendanai pelaksanaan pembangunan di
daerahnya. Kabupaten Muba, jika dilihat dari kemandirian dalam pendanaan
pembangunan mungkin masih perlu dipertanyakan. Dilihat dari kemampuan
pendapatan asli daerah (PAD), dimana rata-rata kontribusi PAD terhadap
pendapatan daerah.
4
Hal ini menyebabkan penerimaan yang dibutuhkan untuk membiayai
pembangunan masih sangat tergantung pada penerimaan yang bersumber
dari sumbangan dan bantuan pemerintah pusat atau propinsi. Oleh karena itu
untuk meningkatkan kemandirian daerah perlu dilihat pajak-pajak daerah
yang berhubungan dengan pertumbuhan ekonomi dan bagaimana
meningkatkan pertumbuhan ekonomi untuk meningkatkan PAD melalui
komponen penerimaan pajak daerah berbasis konsumsi yang berhubungan
dengan pertumbuhan ekonomi.
Pengertian Pertumbuhan EkonomiMenurut Wijaya (1992 : 640), pertumbuhan ekonomi adalah
merupakan suatu proses dimana terjadi kenaikan produk nasional bruto atau
pendapatan nasional riil, pertumbuhan ekonomi itu terjadi apabila ada
kenaikan output perkapita. Boediono (1981 : 1) secara singkat menyatakan
pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita dalam
jangka panjang. Berdasarkan kedua definisi tersebut jelas bahwa
pertumbuhan ekonomi menekankan pada tiga aspek, yaitu suatu proses yang
berarti perubahan yang terjadi terus-menerus, usaha untuk menaikkan
pendapatan perkapita, dan kenaikan pendapatan per kapita itu harus terus
berlangsung dalam jangka panjang. Ketiga aspek ini, sesungguhnya
pertumbuhan ekonomi memberi indikasi tentang aktvitas perekonomian atau
tambahan pendapatan bagi masyarakat yang tejadi pada suatu negara atau
daerah pada suatu periode tertentu. Atas dasar tersebut, maka pertumbuhan
ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis
pembangunan ekonomi di suatu negara atau daerah. Periode waktu yang
dapat dijadikan acuan oleh Widodo (1990 : 35) disebutkan bahwa, indikator
pertumbuhan ekonomi dapat dilihat berdasarkan kurun waktu tertentu,
misalnya selama pelita (lima tahun) atau periode tertentu (dekade), dan dapat
pula secara tahunan.
Teori pertumbuhan ekonomi wilayah
5
Menurut Hoover (1975 : 217) ada beberapa faktor yang menentukan
pertumbuhan ekonomi suatu daerah tertentu. Faktor-faktor tersebut yaitu:
“regional growth and change entail complex interactions among activities
within the regional economy, so it is not reasonable to expact that any single
initial cause of such change can be identified. Some theories of development,
however, emphasize certain kinds of change as especially independent,
exogenous, primary or causal (all these terms mean much the same) In
particular, we shall see that the external demand for a region’s exports and its
supply of labor and other production factors have been stressed as prime
mover in same widely accepted theories of regional development”.
Searah dengan Hoover, bahwa untuk mendorong terjadinya
pertumbuhan ekonomi daerah perlu ditentukan prioritas pembangunan
daerah (Syafrizal, 1997:35-36). Kebijakan yang perlu di lakukan adalah
mengusahakan semaksimal mungkin agar prioritas pembangunan daerah
sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh propinsi atau daerah yang
bersangkutan.
Lebih lanjut, Perloff dan Wingo mengatakan bahwa pengambangan
ekonomi wiliyah tergantung pada sumber daya alam yang dimiliki dan
permintaan terhadap komoditas yang dihasilkan oleh sumber daya alam itu
(Soegijoko, 1997 : 124-222). Dalam jangka pendek, sumber daya alam yang
dimiliki merupakan suatu asset untuk memproduksi barang dan jasa yang
dibutuhkan. Pemanfaatan sumber daya alam dapat menumbuhkan zona
industri yang akan memberikan nilai tambah (value added) kepada sektor
industri yang menghasilkan barang setengah jadi, di samping itu, juga
meluaskan kesempatan kerja dan meningkatkan pendapatan terutama bagi
masyarakat setempat sehingga akan berpengaruh pada pembangunan
ekonomi suatu daerah. Upaya pengembangan wilayah melalui usaha
pengembangan sumber daya alam dapat dikategorikan dalam tiga alternatif
pengembangan sebagai berikut.
6
1. Sebagai pusat pertumbuhan (growth center) pada umumnya untuk bahan
galian dengan jumlah cadangan besar. Dalam proses produksi bersifat
padat modal dan padat teknologi.
2. Sebagai pendukung sektor lain (integrative) akan menciptakan rangkaian
proses secara lintas sektoral (backward dan forward linkages).
3. Sebagai perangsang pengembangan wilayah sektor lainnya dengan
terbangunnya berbagai prasarana dasar wilayah yang dapat pula
menunjang pengembangan sektor lainnya.
Selanjutnya, ia juga menegaskan bahwa dampak dari pengembangan
ketiga alternatif di atas yaitu:
1. dampak fisik, antara lain mendukung penyusunan rencana tata ruang
wilayah dan keseimbangan lingkungan dalam pengembangan wilayah,
serta mendukung penyediaan bahan baku bagi pembangunan prasarana
dan sarana, bahan baku industri dan pengembangan pemukiman;
2. dampak non fisik antara lain :
a. diversifikasi komoditas regional ke arah spesialisasi untuk
meningkatkan keunggulan komparatif dalam perdagangan antar
daerah;
b. mendukung transforrmasi struktur ekonomi daerah secara dinamis,
antar sektor primer, sekunder dan tersier;
c. penciptaan kutub pertumbuhan (growth poles) dengan dampak
perluasan kesempatan kerja yang diharapkan mampu menekan
urbanisasi dan meningkatkan pendapatan masyarakat setempat;
d. meningkatkan pendapatan daerah (PDRB);
e. dukungan terhadap keterkaitan antar daerah dalam
Sumber : BPS Kabupaten Muba, 1993-1998 dan BPS Provinsi SUMSEL,1993-1998, diolah.
Analisis OverlayAnalisis Overlay dimaksudkan untuk melihat deskripsi kegiatan
ekonomi yang potensial berdasarkan kriteria pertumbuhan dan kriteria
kontribusi. Berdasarkan hasil analisis Overlay, dapat diketahui sektor yang
potensial dan dominan (unggul) di Kabupaten Muba, dan dengan
mengkombinasikan kriteria pertumbuhan dan kontribusi tersebut, maka akan
diperoleh sektor unggulan/dominan. Untuk jelasnya, dapat dilihat pada hasil
analisis deskripsi kegiatan ekonomi sektoral yang potensial di Kabupaten
Muba seperti terlihat pada tabel 3.5.
28
Tabel 3.5: Deskripsi Kegiatan Ekonomi Sektoral yang Potensialdi Wilayah Kabupaten Muba, 1994-998
No Lapangan Usaha RPS LQ T
1 Pertanian - + +
2 Pertambangan dan Penggalian + + ++
3 Industri Pengolahan + - +
4 Listrik, gas dan air minum - - -
5 Bangunan/Konstruksi + - +
6 Perdagangan, Hotel dan Restoran - + +
7 Pengangkutan dan Komunikasi + - +
8 Keuangan, Persewaan dan Jasa
Perusahaan
+ + ++
9 Jasa-jasa + + ++
Sumber : BPS Kabupaten Muba, 1993-1998 dan BPS Provinsi Lampung,1993-1998, diolah.1. Sektor yang dominan dalam arti baik pertumbuhan maupun kontribusinya
besar adalah sektor pertambangan dan penggalian, sektor keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan, serta sektor jasa-jasa.
2. Sektor yang dominan pertumbuhan tetapi kontribusinya kecil adalah sektor
industri pengolahan, sektor bangunan dan konstruksi, sektor
pengangkutan dan komunikasi.
3. Sektor yang pertumbuhannya kecil tetapi kontribusinya besar adalah
sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran.
4. Sektor yang baik pertumbuhan maupun kontribusinya kecil adalah sektor
listrik, gas dan air minum.
Dengan mempertimbangkan hasil analisis Overlay (MRP dan Location
Quotient) untuk Kabupaten Lampung Utara dalam konteks Provinsi Sumsel,
maka dapat disimpulkan sektor yang paling dominan atau sektor unggulan
yang dapat dikembangkan dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi
29
adalah sektor pertambangan dan penggalian, sektor keuangan, persewaan
dan jasa perusahaan, serta sektor jasa-jasa.
Mengacu pada salah satu peralatan penting dalam teori ekonomi
Keynes ialah kecenderungan mengkonsumsi yang menyoroti hubungan
antara konsumsi dan pendapatan. Bila pendapatan meningkat, konsumsi
juga meningkat, tetapi kenaikan ini tidak sebanyak kenaikan pada
pendapatan tersebut (dalam Jhingan, 1999 : 137). Tingkahlaku konsumsi ini
selanjutnya menjelaskan mengapa ketika pendapatan naik, tabungan juga
naik. Pada negara sedang berkembang seperti Indonsia (daerah), ada
kecenderungan jika pendapatan mereka meningkat, mereka mempergunakan
lebih banyak pada barang konsumsi karena mereka ingin memenuhi
keinginan mereka yang tidak terpenuhi. Ekonomi Keynes menunjukkan
kepada kita bahwa bilamana kecenderungan marginal mengkonsumsi tinggi,
maka permintaan konsumsi, output dan pekerjaan meningkat dengan laju
lebih cepat daripada kenaikan pendapatan. Berdasarkan teori Keynes, jika
kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Muba diarahkan pada
pengembangan sektor basis atau unggulan keuangan, persewaan, jasa
perusahaan dan jasa-jasa, maka akan mendorong meningkatnya
kesempatan kerja, pendapatan, konsumsi dan secara otomatis penerimaan
pajak-pajak yang berbasis pada konsumsi akan meningkat yaitu Pajak
Pembangunan I (Hotel dan Restoran), Pajak Tontonan/Hiburan, Pajak
Reklame dan Pajak Penerangan Jalan, sedangkan sektor penggalian ( batu-
batuan, pasir, tanah liat dan kerikil) jika dikembangkan disamping akan
meningkatkan kesempatan kerja dan pendapatan juga sektor ini secara
otomatis berkaitan dengan konsumsi barang-barang tahan lama. Jika
kebutuhan konsumsi akan barang-barang tahan lama terutama untuk bahan
material bangunan, maka penerimaan pajak melalui sektor ini akan
meningkat dan kedepan sektor ini diperkirakan merupakan salah sektor yang
akan memeliki kontribusi besar terhadap penerimaan daerah karena
berdasarkan Undang-undang tentang perubahan Undang-undang Nomor 18
30
tahun 1997 sektor ini menjadi salah satu jenis pajak daerah yaitu pajak
golongan galian C.
KesimpulanBerdasarkan hasil pembahasan, dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Lampung Utara selama periode
1994-1998 rata-rata sebesar 2,48 % pertahun. Rata-rata pertumbuhan
PAD adalah sebesar -5,93 % pertahun, sedangkan pertumbuhan masing-
masing komponen PAD adalah pajak daerah sebesar 15,56 % pertahun,
retribusi daerah sebesar 2,50 % pertahun, laba BUMD sebesar 45,01 %
pertahun, penerimaan dinas-dinas sebesar 26,88 % pertahun dan
penerimaan lain-lain sebesar -27,22 % pertahun. Dengan demikian, pola
pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Muba memiliki
fluktuasi yang tajam. Hubungan positip antara pertumbuhan ekonomi
dengan pertumbuhan pajak daerah dapat dilihat pada tahun 1998
pertumbuhan ekonomi mengalami pertumbuhan -7,83 %, maka secara
otomatis laju pertumbuhan pajak daerah memiliki arah yang sama yaitu
sebesar -13,32 %. Dari 11 jenis pajak daerah terdapat 4 jenis pajak
daerah yang dapat dikategorikan berbasis pada konsumsi yang sekaligus
berhubungan langsung dengan PDRB yaitu Pajak Pembangunan I
mengalami rata-rata pertumbuhan selama periode analisis sebesar
21,29 % per tahun, Pajak Tontonan sebesar –38,38 % pertahun, Pajak
Reklame sebesar 2,21 % pertahun dan Pajak Penerangan Jalan sebesar
58,66 % pertahun. Berdasarkan hasil analisis elastisitas pajak daerah
yang berkategori berbasis pada konsumsi terhadap pertumbuhan
ekonomi, menunjukkan tingkat kepekaan/respon yang elastis yaitu Pajak
Pembangunan I sebesar 4,65 , Pajak Reklame sebesar 1,48 dan Pajak
Penerangan Jalan sebesar 12,96, sedangkan pajak tontonan/hiburan
menunjukkan tingkat kepekaan yang inelastis dengan koefisien –4,86.
Hubungan ini ditandai dengan besarnya koefisien elastisitas yang lebih
31
besar dari satu. Sehingga secara logis hubungan ini dapat dipahami
bahwa dengan meningkatnya PDRB suatu daerah berarti pendapatan
perkapita penduduk juga meningkat, sehingga konsumsi masyarakat juga
meningkat dan dengan meningkatnya konsumsi masyarakat maka akan
mempengaruhi pajak daerah yang memiliki taxbase konsumsi khususnya
melalui penerimaan Pajak Pembangunan I, Pajak Reklame dan Pajak
Penerangan Jalan.
2. Berdasarkan hasil analisis Overlay (Model Rasio Pertumbuhan dan
Location Quotients) diperoleh kesimpulan bahwa di Kabupaten Muba
dalam konteks Provinsi SUMSEL mempunyai sektor unggulan yang dapat
dikembangkan dalam memacu pertumbuhan ekonomi adalah sektor
pertambangan dan penggalian, sektor keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan, dan sektor jasa-jasa.
32
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Lincoln, 1999, Pengantar Perencanaan dan Pembangunan EkonomiDaerah, Edisi Pertama, BPFE, Yogyakarta.
_____, 1997, Ekonomi Pembangunan, Edisi Ketiga, STIE YKPN, Yogyakarta.Bagian Keuangan, 1994-1998, “Realisasi APBD Kabupaten Musi Banyuasin”.BAPPEDA, 1998, “Musi Banyuasin Dalam Angka”.
BPS, 1998, “PDRB Kabupaten Musi Banyuasin”.
BPS, 1998, “PDRB Musi Banyuasin”.
Brodjonegoro, Bamabang P.S. ,1999, “Impact of Current Asean EconomicCrisis to Regional Analysis, Economic Development Pattern InIndonesia”, LPEM-FEUI, Jakarta.
Budiono, 1981, Teori Pertumbuhan Ekonomi, Sinopsis Pengantar IlmuEkonomi, BPFE, Yogyakarta.
______, 1999, Ekonomi Makro, Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi Nomor 2,BPFE, Yogyakarta.
Devas, Nick dkk., 1989, Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia,UI-Press, Jakarta.
Devay, K., 1988, Pembiayaan Pemerintah Daerah, Praktek-PraktekInternational dan Relevansinya Bagi dunia Ketiga, Penerbit UniversitasIndonesia, Jakarta.
Dispenda, 1994-1998, “Realisasi Penerimaan Daerah Musi Banyuasin”.
Djamaluddin, M. Arief, 1996, “Strategi Pembangunan Ekonomi DaerahJangka Pendek”, Widyapraja, No. 25 : 33-43.
Fisher, Ronald C., 1996, State and Lokal Public Finance, Irwin.
Hoover, Edgar, M., 1975, An Introduction to Regional Economic, AlfredA-Knopt, New York, 2nd Edition.
Jhingan, M.L., 1999, Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.
33
Kartasasmita, G., 1996, Pembangunan Untuk Rakyat MemadukanPertumbuhan dan Pemetaan, PT Pustaka Cidesindo, Jakarta.
_____, 1996, “Power dan Empowerment : Sebuah telaah mengenai KonsepPemberdayaan Masyarakat”, Dalam B. T. S. Soegijoko dan BS,Kusbiantoro (penyunting), Bunga Rampai Perencanaan Pembangunandi Indonesia, PT Gramedia, Jakarta.
Kneller, R., Bleaney, M. F. , Gemmell, N. , 1999, “Fiscal Policy and Growth :evidence from OECD Countries”, Journal of Public Economics, No. 74 :171-199.
Levi, John M., 1985, Urban and Metropolitan Economics, Mctraw-Hill BookCompany, New York.
Mangkoesoebroto, Guritno, 1998, Ekonomika Publik, BPFE, Yogyakarta.
Mardiasmo, Makhfatih Akhmad, 2000, “Penghitungan Potensi Pajak danRetribusi Daerah di Kabupaten Magelang”, Kerjasama PemerintahDaerah Kabupaten Magelang dengan Pusat Antar Universitas StudiEkonomi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Miller, Sephen M., Russex, Frank S., 1997, “Fiscal Structure and EconomicGrowth a the State and Local Level”, Public Finance Review, Vol. 25 :213-237.
Nugroho, Iwan, 2000, “Pengembangan Ekonomi Pedesaan MenyongsongOtonomi Daerah”, CSIS, Tahun XXIX, No. 1 : 102-113.
Republik Indonesia, 1999, “Undang-Undang Otonomi Daerah”. Sinar Grafika,Jakarta.
Soediyono, 1997, Ekonomi Makro : Analisis IS-LM dan Permintaan-Penawaran Agregatif, Liberty, Yogyakarta.
Soegijoko, Soegiyanto, 1994, “Prospeks Pertumbuhan Daerah Perkotaandalam PJP II”, Bunga Rampai Perencanaan Pembangunan di Indonesia, P.T. Gramedia, Jakarta.
Soeroto, 1986, Strategi Pembangunan dan Perencanaan Kesempatan Kerja,Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
34
Susanti, Hera, Ikhsan, Moh. Widyanti, 1995, Indikator-Indikator MakroEkonomi, FE-UI, Jakarta.
Syafrizal, 1997, “Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Regional WilayahIndonesia Bagian Barat”, Prisma, No. 3 : 35-36.
Todaro, Michael P., 1997, Economic Development, Sixth Edision, Longman,London and New York.
Yusuf, Maulana, 1999, “Modal Rasio Pertumbuhan (MRP) sebagai salah satualat Analisis Alternatif Dalam Perencanaan Wilayah dan Kota, AplikasiModal : Wilayah Bangka Balitung”,EKI, Volume XLVII, No. 2 : 219-233.
Widodo, Hg., Suseno T., 1990, Indikator Ekonomi Dasar PerhitunganPerekonomian Indonesia, Kanasius, Yogyakarta.