i PENGARUH PERSEPSI AUDITOR INTERNAL ATAS KODE ETIK TERHADAP KINERJA AUDITOR INTERNAL: Studi pada Auditor di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh TANTRI FEBRI ARINI F0306077 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
129
Embed
PENGARUH PERSEPSI AUDITOR INTERNAL ATAS KODE … · Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Fakultas
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
i
PENGARUH PERSEPSI AUDITOR INTERNAL ATAS KODE
ETIK TERHADAP KINERJA AUDITOR INTERNAL:
Studi pada Auditor di Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan Perwakilan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat
untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh
TANTRI FEBRI ARINI
F0306077
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
ii
iii
iv
HALAMAN MOTTO
“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang
kamu dustakan?”
(QS. Ar Rahmaan)
“Maka apakah kamu mengira, bahwa
sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara
main-main (saja), dan bahwa kamu tidak
akan dikembalikan kepada Kami?”
(QS. Al Mu’minuun Ayat 115)
“Orang yang mudah tersenyum dalam
menjalani hidup ini bukan saja orang yang
paling mampu membahagiakan diri sendiri;
tetapi juga orang yang mampu berbuat,
orang yang paling sanggup memikul
tanggung jawab,
orang yang paling tangguh menghadapi
kesulitan dan memecahkan persoalan, serta
orang yang paling dapat menciptakan hal-
v
hal yang bermanfaat bagi dirinya sendiri
dan orang lain”
(La Tahzan)
You can change all things for the better
when you change your self for the better
(Jim Rhon dalam Adenita, 2009:192)
vi
PERSEMBAHAN
Ku persembahkan karya tulis ini untuk:
Bapak dan Ibu
Adikku tercinta
Sahabat-sahabatku
Almamater
Indonesiaku
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat,
karunia, segala nikmat, dan kekuatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “PENGARUH PERSEPSI AUDITOR INTERNAL
ATAS KODE ETIK TERHADAP KINERJA AUDITOR INTERNAL: Studi
pada Auditor di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
Perwakilan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,” dengan baik sebagai tugas
akhir guna memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi
Jurusan Akuntansi Universitas Sebelas Maret.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari
dukungan, bimbingan, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karenanya, penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Bambang Sutopo, M.Com., Ak., selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Drs. Jaka Winarna M.Si., Ak., selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas
Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Ibu Sri Murni, SE., M.Si., Ak., selaku dosen pembimbing yang telah
berkenan meluangkan waktu dan pikiran sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan.
4. Bapak Santoso Tri Hananto, selaku pembimbing akademik yang telah
banyak memberikan saran selama menempuh studi.
viii
5. Seluruh Staf Pengajar dan Staf Administrasi Fakultas Ekonomi Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
6. Bapak Suwartomo selaku Kepala Perwakilan Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang
telah berkenan memberikan ijin penelitian.
7. Bapak Pudjo Wiloso selaku Kepala Sub Bagian Kepegawaian Perwakilan
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta atas segala bantuan yang telah diberikan demi
kelancaran penyusunan skripsi ini.
8. Pejabat Fungsional Auditor di Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan
dan Pembangunan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta atas
partisipasinya dalam penelitian ini sehingga data dapat terkumpul.
9. Keluargaku (Bapak, Ibu, dan Adikku tercinta) yang selalu mencurahkan
semua kasih sayang, pengorbanan, dukungan, dan semua hal yang selalu
diberikan untuk penulis hingga saat ini.
10. Sahabatku, Latifah Nurina. Thanks for everything.
11. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki beberapa kelemahan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun yang berguna
dalam penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat
Studi pada Auditor di Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan Perwakilan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
ABSTRAKSI
TANTRI FEBRI ARINI
F0306077
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh persepsi auditor internal atas kode etik terhadap kinerja auditor internal. Hipotesis penelitian menguji apakah persepsi auditor internal atas kode etik yang terdiri atas integritas, obyektivitas, kerahasiaan, dan kompetensi secara simultan dan secara parsial berpengaruh terhadap kinerja auditor internal.
Populasi penelitian ini adalah auditor yang bekerja di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sampel penelitian dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling. Data penelitian dikumpulkan dengan metode survei dan dianalisis dengan regresi berganda.
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa persepsi auditor internal atas kode etik yang terdiri atas integritas, obyektivitas, kerahasiaan, dan kompetensi secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor internal. Secara parsial, obyektivitas dan kompetensi berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor internal. Kata kunci: persepsi, auditor internal, kode etik, kinerja auditor, aparat
pengawasan intern pemerintah
iv
THE INFLUENCE OF INTERNAL AUDITOR’S PERCEPTION
TOWARD THE ETHIC CODE ON INTERNAL AUDITOR’S
PERFORMANCE:
A Study of Auditors in the Indonesian Financial and Development
Supervisory Agency of Daerah Istimewa Yogyakarta Province
ABSTRACT
TANTRI FEBRI ARINI
F0306077
The purpose of this research is to examine the influence of internal auditor’s perception toward the ethic code on internal auditor’s performance. The hypothesis examine how far internal auditor’s perception toward the ethic code that consists of integrity, objectivity, confidentiality, and competency have influence to internal auditor’s performance as well as partially and simultaneously.
The populations of this research are auditors who works in the Indondesian Financial and Development Supervisory Agency of Daerah Istimewa Yogyakarta Province. This research uses purposive sampling technique to collect sample. Data were collected using a survey method and then analyzed by using multiple regression.
The results of hypothesis test shows that internal auditor’s perception toward the ethic code that consists of integrity, objectivity, confidentiality, and competency have significance influence to internal auditor’s performance simultaneously. Objectivity and competency have significance influence to internal auditor’s performance partially.
Dewasa ini, tuntutan akan terwujudnya good corporate governance
telah menjadi isu penting baik di sektor swasta maupun sektor publik. Good
corporate governance diperlukan untuk mendorong terciptanya pasar yang
efisien, transparan, dan konsisten dengan peraturan perundangan (Daniri dan
Simatupang, 2009). Konsep Good corporate governance dapat dipahami
sebagai kegiatan pengelolaan bisnis perusahaan yang melibatkan kepentingan
stakeholders dan penggunaan sumber daya dengan menerapkan prinsip
keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas (www.auditor-
internal.com). Dengan menerapkan prinsip-prinsip good corporate
governance, diharapkan perusahaan dapat hidup secara berkelanjutan dan
memberikan manfaat bagi para stakeholder-nya.
Dalam struktur corporate governance organisasi, fungsi auditor
internal memainkan peran yang penting (Effendi, 2007; Daniri dan
Simatupang, 2009; Coram et al., www.ssrn.com). Daniri dan Simatupang,
(2009) menyebutkan bahwa peran tersebut berkaitan dengan sistem
pengendalian intern organisasi sebagai bagian dari praktik good corporate
governance dan praktik manajemen. Dengan keberadaan fungsi audit internal
yang efektif, dapat tercipta mekanisme pengawasan untuk memastikan bahwa
sumber daya yang ada dalam perusahaan telah digunakan secara ekonomis
vi
dan efektif, dan pengendalian yang ada dalam perusahaan dapat memberikan
kepastian lebih tinggi bahwa informasi yang dihasilkan terpercaya. Selain itu,
audit internal juga dapat menjadi barometer standar perilaku yang berlaku di
perusahaan melalui aktivitas pengawasan yang dilakukan secara
berkesinambungan, yang mendorong terciptanya iklim kerja yang efisien
(Daniri dan Simatupang, 2009).
Menimbang peran penting yang dimiliki oleh fungsi audit internal
organisasi dalam mendukung tercapainya good corporate governance, maka
sebagai konsekuensinya fungsi audit internal harus menunjukkan kinerja
terbaik. Selama ini, fakta-fakta di lapangan menunjukkan bahwa kinerja
auditor internal belum optimal. Banyak skandal-skandal keuangan berskala
nasional maupun internasional terjadi melibatkan auditor internal. Mundung
(2008) mengungkapkan bahwa telah terjadi tata kelola yang buruk (bad
governance) di lingkungan perusahaan yang mengakibatkan perusahaan-
perusahaan berskala internasional maupun nasional mengalami masalah yang
pelik dan tidak sedikit yang berakhir dengan kebangkrutan. Dalam hal ini,
auditor internal dinilai turut ambil bagian karena auditor internal dianggap
tidak independen dan tidak profesional ketika menjalankan tugas dan
tanggung jawab.
Di pemerintahan, peran auditor internal dinilai masih belum berarti.
Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan atas Laporan Keuangan Pemerintah
Pusat tahun 2007 masih menemukan banyaknya kelemahan terkait sistem
pengendalian intern dan ketidakpatuhan pada peraturan perundang-undangan
vii
(Widyananda, 2008). Terkait dengan hal tersebut, Widyananda (2008)
mengungkapkan pentingnya merevitalisasi peran auditor internal pemerintah
untuk penegakan good governance. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa kinerja auditor internal masih belum optimal.
Kinerja auditor dipengaruhi oleh faktor-faktor teknis dan faktor-
faktor nonteknis (Monica, 2007). Faktor-faktor teknis berkaitan dengan
program dan prosedur audit. Sedangkan faktor-faktor nonteknis meliputi
seperti masalah-masalah yang berkaitan dengan sikap, mental, emosi, faktor
psikologis, moral, karakter, dan hal-hal lain yang satu sama lainnya akan
mengalami perubahan-perubahan pada setiap situasi dan kondisi yang
berbeda. Lebih lanjut, Monica (2007) berpendapat bahwa untuk kelancaran
tugas dan kualitas kerja, diperlukan suatu ketentuan yang mengatur sikap
mental dan moral auditor. Hal tersebut diperlukan guna mempertahankan
kualitas yang tinggi mengenai kecakapan teknis, moralitas, dan integritas.
Ketentuan yang mengatur sikap mental dan moral auditor disebut
kode etik. Kode etik profesi ditetapkan secara bersama-sama untuk untuk
mencapai keseragaman ukuran perilaku, apakah suatu tindakan etis atau tidak
etis (BPKP, 2008). Tugiman (1997) mengungkapkan bahwa kode etik
diperlukan untuk mengatur tingkah laku individu agar sesuai dengan
kebutuhan masyarakat. Dengan adanya kode etik, masyarakat akan dapat
menilai sejauh mana seorang auditor telah bekerja sesuai dengan standar-
standar etika yang telah ditetapkan oleh profesinya (Trisnaningsih, 2007;
Sukriah dkk., 2009). Lebih lanjut, kode etik profesi merupakan salah satu
viii
upaya dari suatu asosiasi profesi untuk menjaga integritas profesi tersebut
agar mampu menghadapi tekanan yang dapat muncul dari dirinya sendiri atau
pihak luar (Rustiana dan Indri dalam Retnowati, 2003).
Sebagai konsekuensi profesional, auditor harus menjunjung tinggi
kode etik profesi dalam setiap menjalankan tugas dan tanggung jawab.
Sebagaimana diungkapkan Rustiana dan Indri dalam Retnowati (2003),
anggota profesi seharusnya menaati kode etik profesi sebagai wujud kontra
prestasi bagi masyarakat dan kepercayaan yang diberikan kepadanya. Hery
(2006) mengungkapkan bahwa kepercayaan pemerintah dan masyarakat atas
jasa yang diberikan auditor menuntut adanya pemahaman atas etika profesi
yang bersangkutan. Stanford (1991) menyebutkan bahwa salah satu segi
fungsi audit internal adalah melayani organisasi dan untuk memenuhi
tanggung jawab tersebut, diperlukan sense of ethical. Layaknya ketrampilan
atau kemampuan lainnya, sense of ethical membutuhkan pemahaman dan
pelatihan.
Etika profesi yang dipahami dan ketaatan profesi berkorelasi positif
dengan akuntabilitas profesional. Semakin tinggi pemahaman terhadap etika
dan semakin berpengalaman auditor maka semakin patuh pada standar profesi
serta semakin bertanggung jawab dalam melaksanakan profesionalismenya
(Noviari dkk., 2005). Terkait profesionalisme, Enjel (2006) meneliti tentang
hubungan antara penerapan aturan etika dengan peningkatan profesionalisme
auditor internal. Penelitiannya dilakukan secara survei pada beberapa
perusahaan di Bandung. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa terdapat
ix
hubungan positif antara penerapan aturan etika dengan peningkatan
profesionalisme auditor internal. Hal ini berarti semakin baik penerapan
aturan etika maka profesionalisme auditor internal semakin meningkat pula.
Dengan demikian, auditor internal perlu memahami dengan baik etika profesi
dan menerapkannya untuk kepentingan profesionalisme auditor yang
bersangkutan.
Pemahaman auditor atas kode etik dapat disebut sebagai persepsi
auditor atas kode etik. Hal ini mengacu pada pengertian persepsi menurut
Gibson et al. (1996:134) yaitu proses seseorang untuk memahami lingkungan
yang meliputi orang, obyek, simbol, dan sebagainya yang melibatkan proses
kognitif. Sihwahjoeni dan Gudono (2000) juga mengartikan persepsi sebagai
proses kognitif yang dialami oleh setiap orang dalam memahami setiap
informasi tentang lingkungannya, melalui panca inderanya. Oleh karena tiap-
tiap individu memberikan makna yang melibatkan tafsiran pribadinya pada
obyek tertentu, maka masing-masing individu akan memiliki persepsi yang
berbeda meskipun melihat objek yang sama (Gibson et al., 1996:134 ).
Persepsi yang berbeda akan berdampak pada sikap dan perilaku
individu. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Sarita dan Agustia (2009),
bahwa sikap seorang auditor terhadap pekerjaan yang ditekuninya, secara
potensial juga dipengaruhi oleh bagaimana persepsi auditor tersebut terhadap
pekerjaannya (Sarita dan Agustia, 2009). Herawati (2007) menyebutkan
bahwa pemahaman berkaitan dengan faktor kognitif masing-masing individu
x
auditor tersebut sehingga persepsi auditor satu dengan yang lain akan
berbeda.
Persepsi individu atas etika pada akhirnya akan tercermin dalam
standar dan norma perilaku yang kemudian diimplementasikan oleh tiap
individu dalam pekerjaan sehari-hari (Zarkasyi, 2009). Dalam kondisi
tertentu, pengimplementasian tersebut akan menghadapkan auditor pada
situasi dilema etika. Situasi dilema etika dapat digambarkan sebagai
pertanyaan bagaimana seharusnya menyikapi suatu keadaan untuk
menetapkan apakah suatu tindakan merupakan perbuatan etis atau tidak etis
(BPKP, 2008). Menurut Budi dkk. (www.theakuntan.com), dilema etika
muncul sebagai konsekuensi konflik audit karena auditor berada dalam situasi
pengambilan keputusan yang terkait dengan keputusannya yang etis atau
tidak etis.
Herawati (2007) mengungkapkan bahwa profesi auditor akan selalu
berhadapan dengan dilema yang mengakibatkan seorang auditor berada pada dua
pilihan yang bertentangan. Hal tersebut sering terjadi karena adanya tuntutan
profesi bahwa auditor harus independen terhadap klien, meskipun ia
memperoleh pembayaran (audit fee) dari klien (Zarkasyi, 2009; Budi dkk.,
www.theakuntan.com). Muawanah dan Indriantoro (2001) mencontohkan
dilema etis dalam setting auditing dapat terjadi ketika auditor dan klien tidak
sepakat terhadap beberapa aspek fungsi dan tujuan pemeriksaan. Dalam
keadaan ini, klien bisa mempengaruhi proses pemeriksaan yang dilakukan
oleh auditor. Klien bisa menekan auditor untuk mengambil tindakan yang
xi
melanggar standar pemeriksaan. Memenuhi tuntutan klien berarti melanggar
standar. Namun, dengan tidak memenuhi tuntutan klien, auditor bisa
mendapat sanksi dari klien berupa kemungkinan penghentian penugasan.
Likierman (1989) mengungkapkan bahwa dilema etika dalam
realitas lebih kompleks dan potensi konflik peran dapat meningkat pada
setiap profesional idealis dengan dua cara berbeda. Cara pertama, yaitu bagi
seseorang yang bekerja dalam organisasi, antara status mereka sebagai
profesional dan status mereka sebagai pegawai. Cara kedua, yaitu antara
peran mereka sebagai auditor independen dan ketergantungan mereka pada
manajemen, pihak yang mereka laporkan.
Dalam situasi konflik peran, pertimbangan profesional berlandaskan
pada nilai dan keyakinan individu serta kesadaran moral memainkan peran
penting dalam pengambilan keputusan akhir (Muawanah dan Indriantoro,
2001). Standford (1991) menyebutkan bahwa salah satu alat yang dapat
digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan etis adalah kode etik. Kode
etik mengatur perilaku anggota profesi dan memuat prinsip-prinsip dasar
yang harus dipatuhi (Beauchamp dan Bowie, 2002). Sihwahjoeni dan Gudono
(2000) mengungkapkan bahwa kode etik profesi memberikan beberapa solusi
langsung yang mungkin tidak tersedia dalam teori-teori etika umum karena
kode etik menyatakan secara eksplisit beberapa kriteria tingkah laku yang
khusus terdapat pada profesi. Dengan demikian kode etik memainkan peran
yang krusial bagi para profesional ketika ia membutuhkan pertimbangan
profesional dalam memecahkan persoalan etika.
xii
Ludigdo dan Machfoedz (1999) mengemukakan bahwa profesi
akuntan tidak terlepas dari etika bisnis yang mana aktivitasnya melibatkan
aktivitas bisnis yang perlu pemahaman dan penerapan etika profesi seorang
akuntan serta etika bisnis. Apabila setiap akuntan mempunyai
pengetahuan, pemahaman, dan kemauan untuk menerapkan
nilai-nilai moral dan etika secara memadai dalam
melaksanakan pekerjaan profesinya, maka pelanggaran etika
yang sering terjadi semestinya dapat dihindarkan (Ludigdo dan
Machfoedz, 1999). Beauchamp dan Bowie (2002) mengungkapkan
bahwa kode etik profesi harus dipatuhi agar pelaksanaan kinerja profesional
dapat mencapai tujuan penugasan. Dengan demikian, auditor internal sebagai
profesi seperti profesi lainnya harus memahami dan menaati tuntutan sikap
dan moral profesi (kode etik profesi) sehingga kemungkinan terjadinya
pelanggaran etika dapat diminimalkan dan kinerja optimal dapat tercapai.
Menurut Trisnaningsih (2007), kinerja auditor merupakan tindakan
atau pelaksanaan tugas pemeriksaan yang telah diselesaikan oleh auditor
dalam kurun waktu tertentu. Kinerja dapat diukur dengan ukuran kinerja
secara umum yang dapat diterjemahkan dalam penilaian perilaku secara
mendasar yaitu kualitas kerja, kuantitas kerja, pengetahuan tentang pekerjaan,
pendapat atau pernyataan disimpulkan, dan perencanaan kerja (Tantina,
2004). Kalbers dan Fogarty (1995); Sarita dan Agustia (2009)
mengemukakan bahwa kinerja merupakan evaluasi terhadap pekerjaan yang
dilakukan oleh atasan, rekan kerja, diri sendiri, dan bawahan langsung.
xiii
Penelitian mengenai kinerja auditor telah banyak dilakukan, tetapi
belum ada penelitian yang menguji pengaruh persepsi auditor internal atas
kode etik terhadap kinerja auditor internal. Alwani (2007) melakukan
penelitian tentang pengaruh kecerdasan emosional terhadap kinerja auditor
pada kantor akuntan publik di kota Semarang. Hasil penelitiannya
menyimpulkan bahwa kecerdasan emosional mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap kinerja auditor. Pengaruh yang ditimbulkan adalah positif,
yaitu semakin tinggi tingkat kecerdasan emosional seorang auditor, akan
semakin tinggi pula tingkat kinerja auditor tersebut.
Aryawan (2008) menguji tentang pengaruh persepsi para manajer
mengenai fungsi audit internal terhadap kinerja auditor internal. Penelitiannya
merupakan studi kasus yang dilakukan di Universitas Widyatama Bandung.
Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa persepsi para manajer mengenai
fungsi audit internal cukup berdampak bagi kinerja auditor internal.
Dalam penelitian Alwani (2007) kuantitas kerja diukur pada sub
indikator kemampuan menyelesaikan audit tepat waktu. Kuantitas kerja
tersebut dapat tercermin dalam efektivitas pelaksanaan audit. Monica (2007)
melakukan penelitian mengenai hubungan persepsi auditor internal atas kode
etik dengan efektivitas pelaksanaan audit. Studinya dilakukan pada beberapa
bank di Bandung dan hasilnya menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara persepsi auditor internal atas kode etik dengan efektivitas
pelaksanaan audit.
xiv
Terkait dengan kualitas kerja, Sukriah dkk. (2009) menguji tentang
pengaruh pengalaman kerja, independensi, obyektifitas, integritas, dan
kompetensi terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Responden penelitiannya
adalah auditor internal pemerintah yang bekerja di Inspektorat se-Pulau
Lombok. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pengalaman kerja,
obyektifitas dan kompetensi berpengaruh positif terhadap kualitas hasil
pemeriksaan. Dengan demikian, semakin banyak pengalaman kerja, semakin
obyektif auditor melakukan pemeriksaan dan semakin tinggi tingkat
kompetensi yang dimiliki auditor, maka semakin meningkat atau semakin
baik kualitas hasil pemeriksaan yang dilakukannya.
Penelitian ini berbeda dari penelitian sebelumnya. Penelitian ini
menguji pengaruh persepsi auditor internal atas kode etik terhadap kinerja
auditor internal. Penelitian sebelumnya menguji tentang persepsi atau kinerja
auditor dan belum ada penelitian yang menguji pengaruh langsung persepsi
terhadap kinerja dengan responden auditor internal pemerintah atau yang
disebut sebagai Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). Lebih lanjut,
penelitian ini dilakukan pada auditor yang bekerja di Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta. Kode etik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kode etik
Aparat Pengawasan Intern Pemerintah yang diatur dalam Peraturan Menteri
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/04/M.PAN/03/2008.
Alasan memilih auditor BPKP sebagai responden penelitian adalah
karena auditor BPKP sebagai bagian dari Aparat Pengawasan Intern
xv
Pemerintah memiliki peran strategis dalam penegakan good governace.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah, BPKP sebagai bagian dari Aparat
Pengawasan Intern Pemerintah berperan dalam melakukan pengawasan intern
terhadap akuntabilitas keuangan negara.
Peneliti tertarik mengadakan penelitian di BPKP Perwakilan
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta karena BPKP Perwakilan Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi salah satu unit kerja instansi
pemerintah yang dijadikan piloting implementasi Sasaran Kinerja Individu
(SKI). Penerapan SKI merupakan bagian dari pelaksanaan program reformasi
birokrasi pada instansi pemerintah pusat yang menekankan pada kompetensi
dalam rangka mencapai kinerja organisasi yang ditetapkan. Reformasi
birokrasi merupakan salah satu upaya pemerintah dalam membangun aparatur
negara untuk meningkatkan profesionalitas aparatur negara dan untuk
mewujudkan tata pemerintahan yang baik, di pusat maupun daerah (Effendi,
2009).
Dari latar belakang masalah tersebut, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “PENGARUH PERSEPSI AUDITOR
INTERNAL ATAS KODE ETIK TERHADAP KINERJA AUDITOR
INTERNAL: Studi pada Auditor di Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan Perwakilan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.”
xvi
B. Perumusan Masalah
Masalah yang hendak diteliti dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah persepsi auditor internal atas kode etik yang terdiri atas
integritas, obyektivitas, kerahasiaan, dan kompetensi secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor internal?
2. Apakah persepsi auditor internal atas kode etik yang terdiri atas
integritas, obyektivitas, kerahasiaan, dan kompetensi secara parsial
berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor internal?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang dirumuskan maka tujuan
penelitian ini adalah untuk:
1. Membuktikan secara empiris pengaruh antara persepsi auditor internal
atas kode etik yang terdiri atas integritas, obyektivitas, kerahasiaan, dan
kompetensi terhadap kinerja auditor internal secara simultan.
2. Membuktikan secara empiris pengaruh antara persepsi auditor internal
atas kode etik yang terdiri atas integritas, obyektivitas, kerahasiaan, dan
kompetensi terhadap kinerja auditor internal secara parsial.
xvii
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini dapat dijabarkan
sebagai berikut:
1. Bagi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP),
penelitian ini dapat memberikan kontribusi untuk perencanaan program
profesional khususnya mengenai pemahaman dan ketaatan terhadap
kode etik dalam rangka optimalisasi kinerja auditor secara individual
maupun kinerja organisasi secara keseluruhan.
2. Bagi Pemerintah, penelitian ini memberikan informasi yang berguna
untuk pengembangan kualitas aparat pemerintah terkait dengan
profesionalisme pegawai dalam bekerja sehingga kinerja aparat
pemerintah seperti yang diharapkan dapat tercapai dan melalui
reformasi birokrasi, pada akhirnya good governance dapat terwujud.
3. Bagi Akademisi, penelitian ini dapat memberikan kontribusi terhadap
literatur penelitian akuntansi dalam bidang pengauditan, khususnya
mengenai internal audit.
E. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini meliputi latar belakang masalah, perumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan
sistematika penulisan.
xviii
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN
HIPOTESIS
Bab ini membahas tinjauan pustaka yang dilanjutkan
dengan penelitian terdahulu dan pengembangan hipotesis
dan kerangka pemikiran.
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisi desain penelitian; populasi; sampel dan
teknik sampling; variabel dan pengukuran variabel;
instrumen penelitian; metode pengumpulan data; serta
metode analisis data.
BAB IV : ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Bab ini membahas mengenai data yang digunakan,
pengolahan data tersebut dengan alat analisis yang
diperlukan dan hasil dari analisis data.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis
data yang telah dilakukan, keterbatasan yang melekat pada
penelitian, dan saran-saran yang diajukan untuk penelitian
selanjutnya.
xix
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
A. Tinjauan Pustaka
1) Persepsi
Menurut Thoha (1983), persepsi pada hakekatnya merupakan proses
kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam memahami informasi
tentang lingkungannya, baik melalui penglihatan, pendengaran, penghayatan,
perasaan dan penciuman. Definisi lain menurut Krech yang dikutip Thoha
(1983), “persepsi merupakan proses kognitif yang kompleks dan
menghasilkan suatu gambar unik tentang kenyataan yang barangkali sangat
berbeda dari kenyataannya.”
Robbins dan Judge (2008:175) mendefinisikan persepsi (perception)
sebagai proses di mana individu mengatur dan menginterpretasikan kesan-
kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka.
Menurut Gibson et al. (1996:134), persepsi adalah proses seseorang untuk
memahami lingkungan yang meliputi orang, obyek, simbol, dan sebagainya
yang melibatkan proses kognitif. Proses kognitif merupakan proses
pemberian arti yang melibatkan tafsiran pribadi terhadap rangsangan yang
muncul dari obyek tertentu. Oleh karena tiap-tiap individu memberikan
makna yang melibatkan tafsiran pribadinya pada obyek tertentu, maka
masing-masing individu akan memiliki persepsi yang berbeda meskipun
melihat objek yang sama. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Robbins
xx
(2002) bahwa riset tentang persepsi secara konsisten menunjukkan bahwa
individu yang berbeda dapat melihat hal yang sama tetapi memahaminya
secara berbeda.
Persepsi berperan dalam penerimaan rangsangan, mengaturnya, dan
menerjemahkan atau menginterpretasikan rangsangan yang sudah teratur
untuk mempengaruhi perilaku dan membentuk sikap. Menurut Walgito
(1997:53), ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar individu dapat
memahami dan dapat membuat persepsi. Syarat-syarat tersebut yaitu:
a. Adanya objek yang dipersepsikan (fisik).
b. Adanya alat indera/reseptor untuk menerima stimulus (fisiologis).
c. Adanya perhatian yang merupakan langkah pertama dalam
mengadakan persepsi (psikologis).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa persepsi merupakan proses kognitif
individu atas suatu obyek tertentu dalam rangka memahami lingkungannya.
Obyek persepsi dalam penelitian ini adalah kode etik Aparat Pengawasan
Intern Pemerintah, berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara Nomor: PER/04/M.PAN/03/2008.
2) Auditor Internal
a. Pengertian Auditor Internal
Menurut Moeller (2005), the Institute of Internal Auditors
(IIA) mendefinisikan praktik internal auditing seperti berikut
“Internal auditing is an independen appraisal function established
xxi
within an organization to examine and evaluate its activities as a
service to the organization.” Dari pengertian tersebut, audit internal
dipahami sebagai suatu fungsi penilaian independen yang dibentuk
dalam suatu organisasi untuk mengkaji dan mengevaluasi aktivitas
organisasi sebagai bentuk jasa yang diberikan bagi organisasi.
Definisi lain The Institute of Internal Auditors (IIA) tentang
internal auditing seperti yang dikutip oleh Widyananda (2008)
sebagai berikut:
An independent objective assurance and consulting activity designed to add value and improve the organization’s operation. It help an organization accomplish its objectives by bringing a systematic, disciplined approach to evaluate and improve the effectiveness of risk management, control, and governance process.
Pengertian tersebut mendefinisikan audit internal sebagai suatu
aktivitas independen, yang memberikan jaminan keyakinan serta
konsultasi yang dirancang untuk memberikan suatu nilai tambah
serta meningkatkan kegiatan operasi organisasi. Audit internal
membantu organisasi dalam usaha mencapai tujuannya dengan cara
memberikan suatu pendekatan disiplin yang sistematis untuk
mengevaluasi dan meningkatkan keefektifan manajemen risiko,
pengendalian, dan proses pengaturan dan pengelolaan organisasi.
Sedangkan Mulyadi (2002:29) mendefinisikan auditor
internal sebagai auditor yang bekerja dalam perusahaan yang tugas
pokoknya adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang
ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik
xxii
atau tidaknya penjagaan terhadap kekayaan organisasi, menentukan
efisiensi dan efektivitas prosedur kegiatan organisasi, serta
menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai
bagian organisasi.
b. Peran Auditor Internal
Pada masa lalu, fokus utama peran auditor internal adalah
sebagai ‘watchdog’ dalam perusahaan sedangkan pada masa kini dan
mendatang, proses audit internal telah bergeser menjadi konsultan
intern yang memberi masukan berupa pikiran-pikiran perbaikan atas
sistem yang ada dan berperan sebagai katalis (Effendi, 2007).
Peran sebagai ‘watchdog’ membuat auditor internal kurang
disukai oleh unit organisasi lain. Auditor internal sering dipandang
sebagai tukang cari kesalahan. Setiap kegiatan audit yang dijalankan
seolah-olah hanya bertujuan untuk mencari temuan sebanyak-
banyaknya. Disamping itu, auditor juga dianggap ahli dalam masalah
pengendalian dan ketaatan (control and compliance) namun tidak
dalam urusan yang menyangkut bisnis organisasi. Sehingga dalam
memberikan rekomendasi selalu menyangkut permasalahan yang
dianggap sudah berlalu dan tidak mempunyai keterkaitan dengan
masa depan (Pramono, 2003).
Dalam peran yang baru, auditor internal lebih berposisi
sebagai konsultan internal organisasi. Kegiatan pemeriksaan yang
sebelumnya hanya terfokus pada compliance audit bergeser pada
xxiii
operational/performance audit. Peran konsultan sebagai konsultan
ini dilakukan dengan cara menggabungkan proses pengendalian dan
ketaatan dengan penguasaan bisnis utama (core function) organisasi
di mana auditor internal tersebut berada (Duncan & Nixon, 1999).
Hasilnya bagi organisasi adalah selain dapat menjaga pengendalian
dan ketaatan atas kegiatan operasional organisasi, auditor internal
juga memberikan nilai tambah berupa rekomendasi yang berguna
bagi perbaikan kinerja.
Rekomendasi auditor internal dinilai mempunyai nilai
tambah apabila memenuhi karakteristik antara lain:
a. Menawarkan perbaikan efisiensi dan efektivitas.
b. Memungkinkan penggunaan teknologi.
c. Berorientasi pada perkembangan masa mendatang.
d. Mengemukakan perubahan positif daripada mempertahankan
‘status quo.’
Dalam menjalankan peran sebagai konsultan, pengetahuan dan
pemahaman auditor internal atas seluk beluk bisnis menjadi kunci
sukses keberhasilan sebagai konsultan. Pengetahuan bisnis dapat
meliputi antara lain yaitu konsep manajemen, organisasi, ekonomi,
dan hukum.
Pada perkembangan berikutnya, peran sebagai konsultan
dirasakan masih kurang memadai dalam mengakomodasi harapan
manajemen dan stakeholder lainnya. Selanjutnya, muncul peran
xxiv
auditor yang baru, yaitu sebagai katalisator. Sebagai seorang
katalisator, auditor harus mampu memberikan jasa kepada
manajemen melalui saran-saran yang konstruktif dan dapat
diaplikasikan (applicable) bagi kemajuan perusahaan (Effendi, 2007;
Poedjiono, 1996).
Ruang lingkup kegiatan auditor ikut pula berubah menjadi
quality assurance. Pelaksanaan quality assurance pada prinsipnya
mengacu pada konsep kepuasan konsumen. Artinya setiap langkah
kegiatan audit yang dilakukan akan bermuara pada pemenuhan
kebutuhan konsumen. Konsumen audit akan merasa puas apabila
produk jasa audit yang dihasilkan mempunyai kualitas yang sesuai
dengan kebutuhan konsumen. Sedangkan produk yang berkualitas
hanya dapat dihasilkan oleh suatu proses audit yang sudah ditetapkan
standard-nya (Pramono, 2003).
Uraian mengenai perbandingan paradigma lama versus
paradigma baru peran auditor internal dapat dijelaskan pada tabel
berikut ini:
TABEL II.1 PARADIGMA LAMA VS. PARADIGMA BARU AUDITOR INTERNAL
No Uraian Paradigma Lama Paradigma Baru 1. Fungsi · ‘Watch dog’
· Mengungkap temuan · Mengganggu obyek · Reaktif
· ‘Wathcdog’, konsultan, dan katalisator
· Memecahkan masalah
· Proaktif 2. Sifat
audit/rekomendasi · Post audit · korektif
· Post audit dan pre audit · Korektif, preventif, prediktif
3. Sikap · Kaku · Pasif
· Fleksibel dan kostruktif · Aktif dan komunikatif
xxv
4. Pendekatan · Subyek-Obyek · Menang-Kalah
· Subyek-Subyek · Menang-Menang
5. Tipe staf · Setengah-setengah · Tuntas/paripurna 6. Organisasi · Pelengkap/memenuhi
persyaratan · Tools management · Pusat keunggulan
7. Ukuran sukses · Jumlah temuan · Jumlah bantuan/manfaat · Pencapaian tingkat Good
Gorporate Governance (GCG)
Sumber: Effendi (2006).
3) Aparat Pengawasan Intern Pemerintah
Auditor internal pemerintah merupakan auditor yang bekerja untuk
melayani kebutuhan-kebutuhan pemerintah (Arens et al., 2009). Selanjutnya,
auditor internal pemerintah disebut sebagai Aparat Pengawasan Intern
Pemerintah. Mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008
Pasal 47 ayat 2 (a), Aparat Pengawasan Intern Pemerintah merupakan aparat
yang melakukan pengawasan intern atas penyelenggaraan tugas dan fungsi
Instansi Pemerintah termasuk akuntabilitas keuangan negara. Menurut Pasal
48 ayat 2, Aparat Pengawasan Intern Pemerintah melakukan pengawasan
intern melalui audit, review, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan
lainnya. Aparat Pengawasan Intern Pemerintah terdiri atas:
a. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
b. Inspektorat Jenderal atau nama lain yang secara fungsional
melaksanakan pengawasan intern.
c. Inspektorat Provinsi.
d. Inspektorat Kabupaten/Kota.
xxvi
Adapun masing-masing wewenang dan komponen Aparat Pengawasan Intern
Pemerintah yaitu:
~ BPKP melakukan pengawasan intern terhadap akuntabilitas
keuangan negara atas kegiatan tertentu yang meliputi:
a. kegiatan yang bersifat lintas sektoral;
b. kegiatan kebendaharaan umum negara berdasarkan penetapan
oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara; dan
c. kegiatan lain berdasarkan penugasan dari Presiden.
~ Inspektorat Jenderal atau nama lain yang secara fungsional
melaksanakan pengawasan intern melakukan pengawasan terhadap
seluruh kegiatan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi
kementerian negara/lembaga yang didanai dengan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara.
~ Inspektorat Provinsi melakukan pengawasan terhadap seluruh
kegiatan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi satuan
kerja perangkat daerah provinsi yang didanai dengan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah provinsi.
~ Inspektorat Kabupaten/Kota melakukan pengawasan terhadap
seluruh kegiatan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi
satuan kerja perangkat daerah kabupaten/kota yang didanai dengan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota.
xxvii
4) Kode Etik
Kode etik pada prinsipnya merupakan sistem dari prinsip-prinsip
moral yang diberlakukan suatu kelompok profesi yang ditetapkan secara
bersama. Kode etik profesi merupakan ketentuan perilaku yang harus dipatuhi
oleh setiap mereka yang menjalankan tugas profesi tersebut (BPKP, 2008).
Kode etik profesi yang mengikat semua anggota profesi perlu ditetapkan
bersama. Tanpa kode etik, maka setiap individu dalam satu komunitas akan
memiliki tingkah laku yang berbeda-beda yang dinilai baik menurut
anggapannya dalam berinteraksi dengan masyarakat lainnya.
Menurut Tugiman (1997), kode etik merupakan ketentuan untuk
mengatur tingkah laku individu agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Kode etik atau aturan perilaku dibuat sebagai pedoman dalam perilaku atau
melaksanakan penugasan sehingga menumbuhkan kepercayaan dan
memelihara citra organisasi di mata masyarakat (BPKP, 2008). Kepercayaan
masyarakat dan pemerintah atas hasil kerja auditor ditentukan oleh keahlian,
independensi, dan integritas auditor dalam menjalankan pekerjaannya
(Tugiman, 1997). Dengan adanya kode etik, masyarakat akan dapat menilai
sejauh mana seorang auditor telah bekerja sesuai dengan standar-standar etika
yang telah ditetapkan oleh profesinya (Trisnaningsih, 2007; Sukriah dkk.,
2009).
Lebih lanjut, kode etik profesi merupakan salah satu upaya dari suatu
asosiasi profesi untuk menjaga integritas profesi tersebut agar mampu
menghadapi tekanan yang dapat muncul dari dirinya sendiri atau pihak luar
xxviii
(Rustiana dan Indri dalam Retnowati, 2003). Oleh karena itu, auditor internal
sebagai anggota profesi berkepentingan untuk mematuhi kode etik dalam
menjalankan tugas dan tanggung jawab. Hal ini sebagaimana yang
diungkapkan oleh Rustiana dan Indri dalam Retnowati (2003) bahwa anggota
profesi seharusnya menaati kode etik profesi sebagai wujud kontra prestasi
bagi masyarakat dan kepercayaan yang diberikan kepadanya. Beauchamp dan
Bowie (2002) juga mengungkapkan bahwa kode etik profesi harus dipatuhi
agar pelaksanaan kinerja profesional dapat mencapai tujuan penugasannya.
5) Kode Etik Aparat Pengawasan Intern Pemerintah
Kode etik Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) diatur
dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor:
PER/04/M.PAN/03/2008. Mengacu pada peraturan tersebut, kode etik APIP
wajib dipergunakan sebagai acuan untuk mencegah terjadinya tingkah laku
yang tidak etis sehingga terwujud auditor yang kredibel dengan kinerja yang
optimal dalam pelaksanaan audit. Kode etik APIP terdiri dari dua komponen
yaitu prinsip-prinsip perilaku auditor dan aturan perilaku yang menjelaskan
internal tidak hanya menggunakan persepsi auditor saja tetapi juga
menggunakan persepsi dari supervisor atau atasan auditor.
2. Sampel penelitian diperluas, tidak hanya terbatas pada auditor internal
pemerintah khususnya auditor BPKP tetapi juga mengikutsertakan
profesi auditor internal lainnya.
3. Pengumpulan data untuk penelitian selanjutnya dilakukan tidak hanya
melalui kuesioner tetapi juga dengan melakukan wawancara atau
terlibat langsung dalam aktivitas di fungsi audit internal.
DAFTAR PUSTAKA Alwani, Ahmad. 2007. Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Kinerja
Auditor pada Kantor Akuntan Publik di Semarang. Skripsi S-1. Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang. Http://digilib.unnes.ac.id.
Arens, Alvin A. et al. 2009. Auditing and Assurance Services An Integrated
Approach An Indonesian Adaptation. Singapore: Prentice Hall.
lxxix
Aryawan, R. Maulana Prima. 2003. Pengaruh Persepsi Para Manajer Mengenai Fungsi Audit Internal terhadap Kinerja Auditor Internal. Http://dspace.widyatama.ac.id.
Asosiasi Auditor Internal. 2009. Tantangan Profesi Auditor Internal dalam
Penerapan Good Corporate Governance. Berita. Availaible on-line at www.auditor-internal.com.
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. 2008. Kode Etik dan Standar
Audit. Modul Diklat Pembentukan Auditor Ahli. Edisi kelima. Beauchamp dan Bowie. 2002. Media Akuntansi, September. Budi, Sasongko dkk. Internal Auditor dan Dilema Etika. Available on-line at
http://theakuntan.com. Coram, Paul et al. 2008. Internal Audit, Alternative Internal Audit Structures, and
the Level of Misappropriation of Assets Fraud. Http://www.ssrn.com. Daniri, Mas Achmad, dkk. 2009. Transformasi Audit Internal Menuju
Terwujudnya Good Corporate Governance. Available on-line at http://www.lkdi.org.
Duncan, James R. dan Mary Nixon. 1999. From Watchdog to Consultant.
Majalah Internal Auditor, Vol. 80 April. Effendi, M. Arief. 2006. “Perkembangan Profesi Internal Audit Abad 21” Paper
disampaikan pada kuliah umum di Universitas Internasional Batam, Senin 11 Desember 2006. Available on-line at http: //muhariefeffendi.wordpress.com.
________________2007. “Tantangan untuk Menjadi Seorang Auditor Internal
yang Profesional” Paper disampaikan pada kuliah umum di STIE Trisakti, 8 Desember 2007, Jakarta. Available on-line at http: //muhariefeffendi.wordpress.com.
lxxx
Effendi, Sofian. 2009. “Agenda Reformasi Birokrasi Pemerintahan yang Responsif, Efisien, dan Efektif”. Disampaikan pada Seminar Nasional Reformasi Birokrasi: Agenda Pembangunan Nasional 2010-2014, diselenggarakan oleh Kedeputian POLHUKAM BAPPENAS.
Enjel, Bony. 2006. Hubungan antara Penerapan Aturan Etika dengan Peningkatan Profesionalisme Auditor Internal.
Http://dspace.widyatama.ac.id.
Engko, Cecilia. 2006. Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Individual
dengan Self Esteem dan Self Efficacy sebagai Variabel Intervening. Simposium Nasional Akuntansi IX. 23-26 Agustus, Padang.
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret. 2003. Buku Pedoman
Penyusunan Skripsi. Surakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Gibson, James L. et al. 1996. Organisasi: Perilaku, Struktur, dan Proses. Edisi Kedelapan. Terjemahan oleh Nunuk Adiarni. Jakarta: Bina Rupa Aksara.
Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.
Cetakan IV. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Gujarati, Damodar. 2006. Dasar-dasar Ekonometerika. Edisi Ketiga. Terjemahan
oleh Julius A. Mulyadi. Jakarta: Penerbit Erlangga. Herawati, Fahalina. 2007. Pengaruh Persepsi Profesi dan Kesadaran Etis
terhadap Komitmen Profesi Akuntan Publik (Survey pada Kantor Akuntan Publik di Wilayah Surakarta). Skripsi. Http://digilib.unnes.ac.id.
Hery. 2006. Pengaruh Pelaksanaan Etika Profesi terhadap Pengambilan
Keputusan Akuntan Publik (Auditor). Media Riset Akuntansi, Auditing dan Informasi. Vol. 6, No. 2: 249-268.
Kalbers, Lawrence P. dan Timothy J. Fogarty. 1995. Profesionalism Its
Consequences: A Study of Internal Auditor. Auditing: A Journal of Practice. Vol. 14, No. 1: 64-86.
lxxxi
Likierman, Andrew. 1989. Ethical Dilemmas for Accountants: A Unite Kingdom
Perspective. Journal of Bussiness Ethics. Vol. 8, No. 8: 617. Ludigdo, Unti dan Mas’ud Machfoedz. 1999. Persepsi Akuntan dan Mahasiswa
tentang Etika Bisnis. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol. 2, No. 1: 1-19.
. Mangkunegara, Anwar Prabu. 2005. Evaluasi Kinerja SDM. Cetakan Pertama. Bandung: PT Refika Aditama. Marganingsih, Arywarti dan Dwi Martani. 2009. Analisis Variabel Antesenden Perilaku Auditor Internal dan Konsekuensinya terhadap Kinerja: Studi Empiris pada Auditor di Lingkungan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah- Lembaga Pemerintah Non Departemen. Simposium Nasional Akuntansi XII. 4-6 November, Palembang. Moeller, Robert R. 2005. Brink’s Modern Internal Auditing. 6th Edition. New
Jersey: John Wiley and Sons, Inc. Monica, Citra. 2007. Hubungan Persepsi Auditor Internal atas Kode Etik dengan
Efektivitas Pelaksanaan Audit: Survey pada Beberapa Bank di Bandung. Http://dspace.widyatama.ac.id
Muawanah, Umi dan Nur Indriantoro. 2001. Perilaku Auditor dalam Situasi
Konflik Audit: Peran Locus of Control, Komitmen Profesi, dan Kesadaran Etis. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol. 4, No. 2: 133-150.
Mulyadi. 2002. Auditing. Edisi keenam. Jakarta: PT Salemba Emban Patria. Mundung, Anie Valora. 2007. Evaluasi terhadap Peran Auditor Internal dalam
Implementasi Good Corporate Governance: Studi Kasus pada PT Semen Gresik (Persero) Tbk. Tesis. Available on-line at http: www.adln.lib.unair.ac.id.
lxxxii
Noviari, Suryani, dkk. 2005. “Hubungan Etika, Pengalaman, Ketaatan pada Standar Profesi, Dan Akuntabilitas Profesional: Survey pada Kantor Akuntan Publik di DKI Jakarta” Dalam Proceeding Seminar Nasional PESAT 2005, Auditorium Universitas Gunadarma Jakarta, 23-24 Agustus 2005.
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor:
PER/04/M.PAN/03/2008 tentang Kode Etik Aparat Pengawasan Intern Pemerintah. 2008. Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara.
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor:
PER/05/M.PAN/03/2008 tentang Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah. 2008. Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara.
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Nomor 19 Tahun 2009 tentang Pedoman Kendali Mutu Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah. 2009. Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Pramono, Sigit Eko. 2003. Transformasi Peran Internal Auditor dan Pengaruhnya
bagi Organisasi. Media Riset Akuntansi, Auditing, dan Informasi. Vol. 3 No. 2: 155-180.
Poedjiono. 1996. Sertifikasi Qualified Internal Audit Sebagai Salah Satu Jawaban
Terhadap Tantangan Internal Auditor di Indonesia. Majalah Internal Audit, No. 2.
Retnowati, Ninuk. 2003. Persepsi Akuntan Pendidik dan Mahasiswa Akuntansi
terhadap Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia. Skripsi S-1. Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret. Tidak dipublikasikan.
Robbins, Stephen P. 2002. Prinsip-prinsip Perilaku Organisasi. Edisi Kelima.
Terjemahan oleh Halida dan Dewi Sartika. Jakarta: Penerbit Erlangga. Robbins, Stephen P dan Timothy A. Judge. 2008. Perilaku Organisasi. Edisi
Keduabelas. Terjemahan oleh Diana Angelica. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
lxxxiii
Sarita, Jena dan Dian Agustia. 2009. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Situasional,
Motivasi Kerja, Locus of Control terhadap Kepuasan Kerja dan Prestasi Kerja Auditor. Simposium Nasional Akuntansi XII. 4-6 November, Palembang.
Sekaran, Uma. 2006. Metodologi Penelitian untuk Bisnis. Terjemahan oleh Kwan
Men Yon. Jakarta: Penerbit Salemba Empat. Sihwahjoeni dan M. Gudono. 2000. Persepsi Akuntan terhadap Kode Etik
Akuntan. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol. 3, No. 2: 168-184. Stanford, Sharon E. 1991. Ethics. The Internal Auditor. Vol. 48, No. 3: 102. Sukriah, Ika, dkk. 2009. Pengaruh Pengalaman Kerja, Independensi, Obyektifitas,
Integritas, dan Kompetensi terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan. Simposium Nasional Akuntansi XII. 4-6 November, Palembang.
Tantina, Yetti. 2004. Pengaruh Kepuasan Kerja, Kemampuan Auditor, dan
Komitmen Organisasional terhadap Kinerja Auditor di Semarang. Skripsi Jurusan Akuntansi Universitas Kristen Satya Wacana. Tidak dipublikasikan.
Thoha, Miftah. 1983. Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya.
Jakarta: CV Rajawali. Trisnaningsih, Sri. 2007. Independensi Auditor dan Komitmen Organisasi sebagai
Mediasi Pengaruh Pemahaman Good Governance, Gaya Kepemimpinan, Budaya Organisasi terhadap Kinerja Auditor. Simposium Nasional Akuntansi X. 26-28 Juli, Makassar.
Tugiman, Hiro. 1997. Perkembangan dan Tantangan Internal Auditing di
Widyananda, Herman. 2008. “Revitalisasi Peran Internal Auditor Pemerintah untuk Penegakan Good Governance di Indonesia” Publikasi, Seminar, Makalah, dan Sambutan Nomor: 3/PUB/VI/12/2008, disampaikan pada Seminar Nasional Internal Audit Fakultas Ekonomi Universitas Padjajaran, 5 November 2008, Bandung.
Zarkasyi, Srihadi. 2009. Pentingnya Ethical Orientation bagi Akuntan Publik:
Suatu Studi Deskriptif. Working Paper in Accounting and Finance. Departement of Accounting in Padjajaran University.
lxxxv
Lampiran 4
KUESIONER PENELITIAN
IDENTITAS RESPONDEN
1. Nama : ................................................... 2. Umur : ...................................................
6. Jabatan : ................................................... 7. Lama di BPKP : ...................................................
8. Pengalaman dipromosi/mutasi:□ 1 kali; □ 2 kali; □ 3 kali; □ 4 kali; □ 5 kali ke atas
9. Diklat Teknis/Fungsional yang pernah diikuti: a. ...................................................
b. ...................................................
c. ...................................................
d. ...................................................
e. ...................................................
CARA PENGISIAN KUESIONER:
Bapak/Ibu cukup memberikan tanda tick mark (ü) pada pilihan jawaban yang
tersedia (rentang angka dari 1 dengan 5) sesuai dengan pendapat Bapak/Ibu.
Setiap pernyataan mengharapkan hanya satu jawaban. Setiap angka akan
mewakili tingkat kesesuaian dengan pendapat Bapak/Ibu:
1 = Sangat Tidak Setuju (STS)
2 = Tidak Setuju (TS)
3 = Netral (N)
4 = Setuju (S)
5 = Sangat Setuju (SS)
Lampiran 4 Lanjutan
PERSEPSI AUDITOR INTERNAL ATAS KODE ETIK
DAFTAR PERNYATAAN UNTUK SUB VARIABEL INTEGRITAS
NILAI NO PERNYATAAN STS
1 TS 2
N 3
S 4
SS 5
I. Indikator: Kejujuran auditor 1. Auditor harus taat pada peraturan-peraturan, baik
diawasi maupun tidak diawasi.
2. Auditor harus bekerja sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, tidak menambah maupun mengurangi fakta yang ada.
lxxxvii
3. Auditor tidak menerima segala sesuatu dalam bentuk apapun yang bukan haknya.
II. Indikator: Keberanian auditor
4. Auditor tidak dapat diintimidasi oleh orang lain dan tidak tunduk karena tekanan yang dilakukan oleh orang lain guna mempengaruhi sikap dan pendapatnya.
5. Auditor mengemukakan hal-hal yang menurut pertimbangan dan keyakinannya perlu dilakukan.
6. Auditor harus memiliki rasa percaya diri yang besar dalam menghadapi berbagai kesulitan.
III. Indikator: Sikap bijaksana auditor 7. Auditor selalu menimbang permasalahan berikut
akibat-akibatnya dengan seksama.
8. Auditor mempertimbangkan kepentingan negara.
9. Auditor tidak mempertimbangkan keadaan seseorang/sekelompok orang atau suatu unit organisasi untuk membenarkan perbuatan melanggar ketentuan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.
IV. Indikator: Tanggungjawab auditor 10. Auditor tidak mengelak atau menyalahkan orang
lain yang dapat mengakibatkan kerugian orang lain.
Lampiran 4 Lanjutan
NILAI NO PERNYATAAN STS
1 TS 2
N 3
S 4
SS 5
Indikator: Tanggungjawab auditor 11. Auditor memiliki rasa tanggungjawab bila hasil
pemeriksaannya masih memerlukan perbaikan dan penyempurnaan.
12. Auditor memotivasi diri dengan menunjukkan antusiasme yang konsisten untuk selalu bekerja.
13. Auditor bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan norma yang berlaku.
14. Dalam menyusun rekomendasi, auditor harus berpegang teguh pada ketentuan/peraturan yang berlaku dengan tetap mempertimbangkan agar
lxxxviii
rekomendasi dapat dilaksanakan.
DAFTAR PERNYATAAN UNTUK SUB VARIABEL OBYEKTIVITAS
NILAI NO PERNYATAAN STS
1 TS 2
N 3
S 4
SS 5
I. Indikator: Bebas dari benturan kepentingan 1. Auditor dapat bertindak adil tanpa dipengaruhi
tekanan atau permintaan pihak tertentu yang berkepentingan atas hasil pemeriksaan.
2. Auditor menolak menerima penugasan audit bila pada saat bersamaan sedang mempunyai hubungan kerjasama dengan pihak yang diperiksa.
3. Auditor tidak boleh memihak kepada siapapun yang mempunyai kepentingan atas hasil pekerjaannya.
4. Auditor harus dapat diandalkan dan dipercaya. II. Indikator: Pengungkapan kondisi sesuai dengan fakta
5. Auditor tidak dipengaruhi oleh pandangan subyektif pihak-pihak lain yang berkepentingan, sehingga dapat mengemukakan pendapat menurut apa adanya.
Lampiran 4 Lanjutan
NILAI NO PERNYATAAN STS
1 TS 2
N 3
S 4
SS 5
Indikator: Pengungkapan kondisi sesuai dengan fakta 6. Dalam melaksanakan tugas, auditor tidak
bermaksud untuk mencari-cari kesalahan yang dilakukan oleh obyek pemeriksaan.
7. Auditor dapat mempertahankan kriteria dan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang resmi.
8. Dalam melakukan tindakan atau dalam proses pengambilan keputusan, auditor menggunakan pikiran yang logis.
DAFTAR PERNYATAAN UNTUK SUB VARIABEL KERAHASIAAN
NILAI NO PERNYATAAN STS
1 TS 2
N 3
S 4
SS 5
I. Indikator: Kehati-hatian atas informasi yang diperoleh
lxxxix
1. Auditor secara hati-hati menggunakan segala informasi yang diperoleh dalam audit.
2. Auditor menjaga segala informasi yang diperoleh dalam audit.
II. Indikator: Penggunaan dan pengungkapan informasi 3. Auditor tidak diperkenankan menggunakan
informasi yang diperoleh untuk kepentingan pribadi.
4. Auditor dapat mengungkapkan informasi yang diperoleh apabila mendapat otorisasi yang memadai dan diharuskan oleh peraturan perundang-undangan.
5. Auditor tidak diperkenankan menggunakan informasi yang diperoleh untuk kepentingan di luar perusahaan.
6. Auditor tidak diperkenankan menggunakan informasi yang diperoleh dengan cara-cara yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Lampiran 4 Lanjutan
DAFTAR PERNYATAAN UNTUK SUB VARIABEL KOMPETENSI
NILAI NO PERNYATAAN STS
1 TS 2
N 3
S 4
SS 5
I. Indikator: Mutu personal 1. Auditor harus memiliki rasa ingin tahu yang
besar, berpikiran luas, dan mampu menangani ketidakpastian.
2. Auditor harus dapat menerima bahwa tidak ada solusi yang mudah, serta menyadari bahwa beberapa temuan dapat bersifat subyektif.
3. Auditor harus mampu bekerjasama dalam tim. II. Indikator: Pengetahuan umum 4. Auditor harus memiliki kemampuan untuk
melakukan reviu analitis.
5. Auditor harus memiliki pengetahuan tentang teori organisasi untuk memahami organisasi.
6. Auditor harus memiliki pengetahuan auditing dan pengetahuan tentang sektor publik.
7. Auditor harus memiliki pengetahuan tentang akuntansi yang akan membantu dalam mengolah
xc
angka dan data. III. Indikator: Keahlian khusus 8. Auditor harus memiliki keahlian untuk
melakukan wawancara serta kemampuan membaca cepat.
9. Auditor harus memiliki ilmu statistik serta mempunyai keahlian menggunakan komputer.
10. Auditor memiliki kemampuan untuk menulis dan mempresentasikan laporan dengan baik.
Lampiran 4 Lanjutan
DAFTAR PERNYATAAN UNTUK VARIABEL KINERJA
AUDITOR INTERNAL
NILAI NO PERNYATAAN STS
1 TS 2
N 3
S 4
SS 5
I. Indikator: Kualitas pekerjaan A. Sub Indikator: Ketepatan waktu
Penyusunan rencana dan program audit 1. Menyusun program audit. 2. Mengusulkan alokasi anggaran waktu
pemeriksaan untuk setiap jenis kegiatan dalam proses audit.
3. Jadwal pelaksanaan pemeriksaan sesuai dengan Rencana Kerja Tahunan.
4. Waktu mulai pelaksanaan audit sesuai dengan jadwal masuk audit yang direncanakan dalam Program Kerja Audit.
Pelaksanaan audit 5. Realisasi waktu untuk pemeriksaan melebihi
alokasi anggaran waktu untuk pemeriksaan.
6. Realisasi waktu untuk pemeriksaan sesuai dengan alokasi anggaran waktu untuk pemeriksaan.
7. Untuk jasa audit, konsep Laporan Hasil Audit
xci
telah disusun dan diajukan kepada atasan secara tepat waktu.
8. Untuk jasa konsultasi, konsep Laporan Kegiatan telah disusun dan diajukan kepada atasan secara tepat waktu
B. Sub Indikator: Kesesuaian pemeriksaan dengan standar audit APIP
9. Program audit telah disusun sesuai dengan standar.
10. Program audit disusun untuk setiap kegiatan pemeriksaan.
11. Program audit yang dilaksanakan telah disetujui sebelumnya oleh atasan.
Lampiran 4 Lanjutan NILAI
NO PERNYATAAN STS 1
TS 2
N 3
S 4
SS 5
B. Sub Indikator: Kesesuaian pemeriksaan dengan standar audit APIP 12. Pelaksanaan program audit sesuai dengan jadwal
yang telah ditentukan sebelumnya.
13. Pelaksanaan program audit diperpanjang dari jadwal yang telah ditentukan sebelumnya.
14. Program audit telah dilaksanakan dan dituangkan dalam Kertas Kerja Hasil Pemeriksaan.
15. Setiap temuan dikomunikasikan dengan auditee. 16. Kertas Kerja Hasil Pemeriksaan memuat
komentar/simpulan.
17. Kertas Kerja Hasil Pemeriksaan telah direviu oleh atasan.
18. Mereviu Kertas Kerja Audit yang dibuat oleh anggota tim.
II. Indikator: Kuantitas Pekerjaan/Jumlah output 19. Realisasi output (konsep Laporan Hasil Audit
yang disetujui atasan- untuk Jasa audit atau Laporan Kegiatan- untuk Jasa konsultasi) sesuai dengan target yang telah ditetapkan.