PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG BUAH SEMU JAMBU METE (Anacardium occidentale Linn) FERMENTASI DALAM RANSUM TERHADAP PERSENTASE KARKAS KELINCI NEW ZEALAND WHITE JANTAN Jurusan / Program Studi Peternakan Oleh : NUNUNG ESTI H0505051 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
31
Embed
PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG BUAH SEMU JAMBU …/Pengaruh... · apabila dibandingkan biji ( kacang) mete. Menurut Guntoro (2008), buah mete mempunyai komposisi buah semu 91- 92%, buah
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG BUAH SEMU JAMBU METE
(Anacardium occidentale Linn) FERMENTASI DALAM
RANSUM TERHADAP PERSENTASE KARKAS
KELINCI NEW ZEALAND WHITE JANTAN
Jurusan / Program Studi Peternakan
Oleh :
NUNUNG ESTI
H0505051
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG BUAH SEMU JAMBU METE
(Anacardium occidentale Linn) FERMENTASI DALAM
RANSUM TERHADAP PERSENTASE KARKAS
KELINCI NEW ZEALAND WHITE JANTAN
Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan
guna memperoleh derajat Sarjana Peternakan di Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret
Jurusan Peternakan
Oleh : NUNUNG ESTI
H0505051
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2010
i
PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG BUAH SEMU JAMBU METE
(Anacardium occidentale Linn) FERMENTASI DALAM
RANSUM TERHADAP PERSENTASE KARKAS
KELINCI NEW ZEALAND WHITE JANTAN
yang dipersiapkan dan disusun oleh Nunung Esti
H0505051
telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
Pada tanggal 12 April 2010 dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan tim Penguji
Ketua Anggota I Anggota II
Ir. Ashry Mukhtar, MS Ir. YBP. Subagyo, MS Dr.Sc.Agr. Adi Ratriyanto, SPt, MP
Penelitian ini menggunakan kandang battery sebanyak 16 buah dan setiap kandang
berisi satu ekor kelinci. Kandang yang digunakan mempunyai ukuran p x l x t = (0.5 x 0.5
x 0.5 ) m.
b. Peralatan
Peralatan kandang yang digunakan meliputi:
1. Tempat pakan dan minum, masing – masing 16 buah yang terbuat dari plastik
dan ditempatkan pada tiap kandang.
2. Termometer ruang sebanyak 2 buah, untuk mengukur suhu dalam ruangan.
3. Timbangan yang digunakan yaitu timbangan IdieaIife dengan kapasitas 5 Kg
dengan kepekaan 1 gr untuk menimbang pakan, sisa pakan, kelinci dan karkas
kelinci.
4. Perlengkapan yang lain meliputi sapu untuk membersihkan kandang, peralatan
untuk menyembelih, menguliti dan mengeluarkan jeroan kelinci serta alat tulis
untuk mencatat data.
C. Persiapan penelitian
1. Persiapan kandang
Kandang dan peralatan yang akan digunakan dalam penelitian dibersihkan
Antiseptik L100 dengan dosis 12,5 ml dalam 1 liter air. Disamping itu dilakukan pula
pengapuran pada dinding dan lantai kandang. Tempat pakan dan minum dicuci, kemudian
direndam ke dalam Antiseptik dengan merek dan dosis yang sama, kemudian dikeringkan
di bawah sinar matahari.
2. Persiapan kelinci
Kelinci yang digunakan dalam penelitian ini, dipilih berdasarkan keseragaman
bangsa, jenis kelamin, umur dan bobot badan. Kelinci ditimbang terlebih dahulu untuk
mengetahui bobot awalnya dan diberi obat cacing Piperazine dosis 0,5 g/1 kg bobot
badan. Sebelum penelitian dilakukan, kelinci diadaptasikan dengan lingkungan kandang
dan pakan perlakuan sampai 2 minggu.
3. Persiapan pakan
Pembuatan tepung buah semu jambu mete fermentasi (Guntoro, 2008)
A. Bahan dan alat yang digunakan dalam aktivasi Aspergillus niger adalah sebagai
berikut
a. 10 liter air bebas kaporit.
b. 100 gram gula pasir.
c. 50 gram urea.
d. 50 gram NPK.
e. 50 ml Aspergillus niger
f. Ember kapasitas 10 liter
g. Aerator
h. Tongkat plastik
B. Proses aktivasi Aspergilus niger adalah sebagai berikut:
a. Menyiapkan 10 liter air (bebas kaporit) yang sudah diendapkan selama 12 – 24
jam.
b. Memasukkan larutan 100 gram gula pasir, 50 gram urea dan 50 gram NPK ke
dalam air (dibuat larutan), selanjutnya mengaduk sampai rata.
c. Memasukkan bibit 50 ml larutan Aspergillus niger ke dalam air kemudian
mengaduk sampai rata.
d. Melakukan aerasi larutan dengan aerator selama 24 – 36 jam.
e. Larutan siap digunakan sebagai starter.
C. Metode pembuatan TBSJMF adalah sebagai berikut:
a. Menyediakan buah semu jambu mete yang akan difermentasi.
b. Menyediakan larutan Aspergilus niger untuk fermentasi buah semu jambu mete.
c. Mencacah buah semu jambu mete agar didapatkan ukuran lebih kecil.
d. Mengepres buah semu jambu mete untuk memisahkan limbah padat dan cair.
e. Menyiramkan larutan Aspergilus niger di atas limbah padat buah semu jambu
mete.
f. Membiarkan proses fermentasi selama 5 – 6 hari.
g. Mengeringkan buah semu jambu mete fermentasi selama 3 – 4 hari dengan cara
penjemuran.
h. Menggiling buah semu jambu mete fermentasi untuk dijadikan tepung.
i. TBSJMF siap digunakan sebagai pakan atau disimpan.
4. Persiapan Ransum
Pakan yang diberikan berupa rumput lapang dan konsentrat. Buah semu jambu
mete fermentasi yang telah menjadi tepung dicampur sampai homogen dengan
konsentrat, sesuai dengan tingkat perlakuan.
D. Cara penelitian
1. Macam penelitian
Penelitian mengenai pengaruh penggunaan tepung buah semu jambu mete
fermentasi dalam ransum terhadap persentase karkas kelinci New Zealand White jantan
ini merupakan penelitian eksperimental
2. Rancangan percobaan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah
dengan 4 macam perlakuan (P0, P1,P2 dan P3). Masing-masing perlakuan diulang 4 kali
dan setiap ulangan terdiri dari seekor kelinci. Macam perlakuan yang diberikan adalah
sebagai berikut :
P0 : Rumput Lapang 60% + Konsentrat 40 %
P1 : Rumput Lapang 60% + Konsentrat 35% + 5% Tepung Buah Semu Jambu Mete
Fermentasi
P2 : Rumput Lapang 60% + Konsentrat 30% + 10% Tepung Buah Semu Jambu Mete
Fermentasi
P3 : Rumput Lapang 60% + Konsentrat 25% + 15% Tepung Buah Semu Jambu Mete
Fermentasi
3. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dimulai dengan tahap adaptasi, pemeliharaan dan selanjutnya
pengambilan data. Kelinci yang akan digunakan dalam penelitian ditimbang terlebih
dahulu untuk mengetahui bobot awal. Selanjutnya dilakukan adaptasi ternak terhadap
lingkungan, kandang dan pakan. Adaptasi dilakukan selama 2 minggu dengan pemberian
pakan secara bertahap. Pemeliharaan dilakukan selama 6 minggu dengan pemberian
pakan sesuai dengan perlakuan. Pemberian pakan konsentrat pada pukul 07.00 WIB dan
pukul 15.00 WIB dan untuk hijauan diberikan pukul 08.00 WIB dan pukul 16.00 WIB,
sedangkan air diberikan secara ad libitum.
Tahap pengambilan data dilakukan pada hari terakhir pemeliharaan dengan
mengambil secara acak 2 ekor kelinci dari setiap perlakuan sebagai sampel. Tahap
pengambilan data adalah sebagai berikut:
a. Pemuasaan
Sebelum dipotong kelinci terlebih dahulu dipuasakan selama 7 jam. Menurut
Soeparno (1994), pemuasaan adalah perlakuan ternak kelinci yang akan dipotong
dengan tidak memberi pakan selama 6-10 jam. Pemuasaan ini digunakan untuk
mengosongkan isi perut dan mempercepat pengeluaran darah.
b. Penyembelihan Penyembelihan dilakukan dengan memotong bagian leher tepat pada pada
bagian trachea, vena jugularis, arteri carotis, dan oesophagus. Setelah
penyembelihan selesai, kelinci digantung dengan kaki belakang diatas agar
pengeluaran darah lancar dan untuk mempermudah pengulitan.
c. Pengulitan
Pengulitan dilakukan dengan cara kering atau tanpa air. Pertama dengan
memisahkan bagian kepala, kedua kaki bagian bawah. Menyayat kulit pada kedua
kaki belakang, melingkar di pergelangannya sampai melalui bagian paha dan anus.
Kulit dipisah dan ditarik ke bawah perlahan-lahan sampai kulit terlepas dari tubuh.
d. Pengeluaran jeroan
Pengeluaran jeroan dilakukan dengan menyayat bagian perut secara membujur
mulai dari titik pusar kearah dada kemudian ke ekor. Setelah itu mengeluarkan
seluruh jeroan dengan tangan.
4. Parameter penelitian
a. Bobot Potong
Bobot potong adalah, bobot tubuh sebelum dipotong setelah dipuasakan 7 jam.
Bobot potong diperoleh dengan menimbang kelinci sebelum dipotong setelah
dipuasakan selama 6-10 jam. Bobot potong dinyatakan dalam gram/ekor ( Soeparno,
1994 ).
b. Berat Karkas
Karkas merupakan bagian tubuh yang sudah dipisahkan dari kepala, kaki bagian
bawah, kulit dan jeroan. Berat karkas diperoleh dengan cara menimbang kelinci yang
disembelih dikurangi berat darah, kepala, kulit, keempat kaki bagian bawah dan organ
dalam. Berat karkas dinyatakan dalam gram/ekor ( Soeparno, 1994 ).
c. Presentase Karkas
Persentase karkas merupakan perbandingan antara berat karkas dengan bobot
potong, kemudian dikalikan 100 (Soeparno, 1994 ).
d. Persentase Non Karkas
Persentase non karkas merupakan perbandingan berat seluruh bagian non karkas
( kepala, kaki bagian bawah, darah, kulit dan organ dalam) dengan bobot potong, dan
dikalikan 100 ( Kartadisastra, 1997).
E. Cara Analisa Data
Rancangan yang digunakan yaitu RAL pola searah dan dianalisis menggunakan
analisis variansi. Model matematika yang digunakan adalah:
Y ij = µ + t I + ε ij
Y ij = Nilai pengamatan pada perlakuan ke-I ulangan ke-j
µ = Nilai tengah perlakuan ke-I
t I = Pengaruh perlakuan ke-I
ε ij = Kesalahan (galat) percobaan pada perlakuan ke-I ulangan ke-j (Yitnosumarto, 1993)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Bobot Potong
Rerata bobot potong yang diperoleh dari penggunaan TBSJMF (Tepung Buah Semu
Jambu Mete Fermentasi) pada kelinci New Zealand White jantan, ditunjukkan pada Tabel 4.
Tabel 4. Rerata bobot potong kelinci New Zealand White jantan (g/ekor)
Ulangan Perlakuan 1 2
Rerata
P0 P1 P2 P3
1377 1454 1489 1630
1407 1566 1594 1502
1392,00 1510,00 1541,50 1566,00
Rerata bobot potong yang diperoleh dari penelitian ini untuk P0, P1, P2 dan P3
berturut – turut adalah 1392,00, 1510,00, 1541,50, 1566,00 g. Hasil analisis variansi dari
penggunaan TBSJMF terhadap bobot potong menunjukkan hasil yang berbeda tidak nyata
(P>0,05). Hasil yang berbeda tidak nyata ini, menunjukkan bahwa penggunaan TBSJMF
dalam ransum yang diberikan terhadap kelinci New Zealand White, sampai taraf 15% tidak
berpengaruh terhadap bobot potong kelinci New Zealand White.
Menurut Soeparno (1994), faktor yang mempengaruhi bobot potong adalah jenis
kelamin, kandungan nutrien dan konsumsi pakan. Konsumsi pakan dari kelinci New Zealand
White selama penelitian menunjukkan hasil yang berbeda tidak nyata (Bahri, 2010,
komunikasi pribadi) dan hal ini mempengaruhi besarnya bobot potong kelinci yang
dihasilkan. Besarnya konsumsi pakan yang berbeda tidak nyata antar perlakuan, menunjukkan
besarnya nutrien yang dikonsumsi dan diserap tubuh adalah sama. Selain itu kelinci yang
digunakan dalam penelitian mempunyai jenis kelamin yang sama, bobot awal yang seragam,
tempat (kandang), lingkungan dan suhu yang sama. Perlakuan yang sama tersebut
mengakibatkan bobot potong yang dihasilkan berbeda tidak nyata.
B. Berat Karkas
Rerata berat karkas yang diperoleh dari penggunaan TBSJMF pada kelinci New
Zealand White jantan, ditunjukkan pada Tabel 5.
Tabel 5. Rerata berat karkas kelinci New Zealand White jantan (g/ekor)
Ulangan Perlakuan 1 2
Rerata
18
P0 P1 P2 P3
660 645 690 813
649 815 815 717
654,50 730,00 752,50 765,00
Tabel 5 menunjukkan rerata berat karkas untuk perlakuan P0, P1, P2 dan P3 masing
– masing adalah 654,50, 730,00, 752,50 dan 765,0 g. Hasil Analisis Variansi menunjukkan
bahwa penggunaan TBSJMF berbeda tidak nyata (P>0,05). Hal ini membuktikan bahwa
penggunaan TBSJMF sampai taraf 15% dari total ransum yang diberikan tidak berpengaruh
terhadap berat karkas.
Karkas adalah bagian tubuh yang sudah dipisahkan dari kepala, kaki bagian bawah,
kulit dan jeroan. Pada penelitian yang telah dilakukan, besar dan jenis kelinci, lingkungan dan
kualitas pakan yang diberikan serta penanganan ternak sebelum dan sesudah dipotong adalah
sama, sehingga berat karkas yang diperoleh berbeda tidak nyata. Sesuai dengan pernyataan
Kartadisastra (1997), berat karkas sangat tergantung pada besar tubuh kelinci, juga
penanganan ternak sebelum dan sesudah dipanen antara lain; jenis kelinci, sistem
pemeliharaan, kualitas bibit, macam dan kualitas pakan, kesehatan ternak, perlakuan sebelum
dipotong dan metode pemotongan.
Bobot potong yang berbeda tidak nyata akan menyebabkan berat karkas yang
berbeda tidak nyata pula. Sesuai dengan pernyataan Soeparno (1994), bobot potong sangat
berpengaruh terhadap berat karkas dan bagian-bagian karkas.
C. Persentase Karkas
Rerata persentase karkas yang diperoleh dari penggunaan TBSJMF pada kelinci New
Zealand White jantan, ditunjukkan pada Tabel 6.
Tabel 6. Rerata persentase karkas kelinci New Zealand White jantan (%)
Ulangan Perlakuan 1 2
Rerata
P0 P1 P2 P3
47,93 44,36 46,34 49,88
46,13 52,04 51,13 47,74
47,03 48,20 48,74 48,81
Tabel 6 menunjukkan rerata persentase karkas untuk perlakuan P0, P1, P2, P3 adalah
47,03, 48,20, 48,74, 48,81%. Hasil yang diperoleh dari tabel 6, sesuai dengan pernyataan
Kartadisastra (1997), sebagai patokan berat karkas ternak kelinci yang baik berkisar antara
40% hingga 52% dari berat hidupnya. Hasil Analisis Variansi menunjukkan bahwa
penggunaan TBSMF berbeda tidak nyata (P>0,05), artinya penggunaan TBSMF sampai taraf
15% dari total ransum yang diberikan tidak berpengaruh terhadap persentase karkas.
Soeparno (1994), menyatakan bahwa persentase karkas adalah perbandingan antara
berat karkas dengan bobot potong, kemudian dikalikan 100%. Ini menunjukkan, bahwa
terdapat hubungan antara persentase karkas dengan bobot potong dan berat karkas, dimana
besarnya persentase karkas sangat dipengaruhi oleh besarnya bobot potong dan berat karkas.
Leenstra (1987) cit Suhendra et al., (2007) menyatakan, adanya lemak abdomen dapat
mempengaruhi berat karkas yang dihasilkan.Pada penelitian yang telah dilaksanakan, tidak
ditemukan adanya lemak abdomen.
D. Persentase Non Karkas
Rerata persentase non karkas yang diperoleh dari penggunaan TBSJMF pada kelinci
New Zealand White jantan, ditunjukkan pada Tabel 7.
Tabel 7. Rerata persentase non karkas kelinci New Zealand White jantan (%)
Ulangan Perlakuan 1 2
Rerata
P0 P1 P2 P3
44,66 47,11 45,06 43,31
45,77 40,74 41,47 43,67
45,22 43,92 43,27 43,49
Tabel 7 menunjukkan rerata persentase non karkas untuk P0, P1, P2, P3
masing – masing adalah 45,22, 43,92, 43,27, 43,49%. Bagian tubuh kelinci
yang termasuk non karkas meliputi; kepala, keempat kaki bagian bawah, kulit
dan organ dalam (Kartadisastra, 2001)
Hasil dari Analisis Variansi menunjukkan bahwa penggunaan TBSJMF berbeda
tidak nyata ( P>0,05). Artinya penggunaan TBSJMF sampai taraf 15% dari jumlah ransum
yang diberikan, tidak berpengaruh terhadap persentase non karkas. Hal ini dapat terjadi karena
terdapat hubungan antara persentase non karkas dengan berat non karkas serta bobot potong.
Seperti pernyataan Kartadisastra (1997), bahwa persentase non karkas dihitung dengan cara
membagi berat seluruh bagian non karkas dengan bobot potong kelinci yang bersangkutan
kemudian dikalikan 100%. Besarnya persentase non karkas yang dihasilkan berbanding
terbalik dengan besarnya persentase karkas. Sehingga semakin besar persentase karkas yang
dihasilkan maka semakin kecil persentase non karkas yang akan diperoleh.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah penggunaan tepung buah
semu jambu mete fermentasi sampai taraf 15% dalam ransum dapat digunakan sebagai bahan
pakan pengganti konsentrat karena tidak berpengaruh terhadap bobot potong, bobot karkas,
perentase karkas dan persentase non karkas kelinci New Zealand White jantan
B. Saran
Berdasarkan hasi penelitian yang didapat, disarankan untuk menggunakan TBSJMF
sampai taraf 15%, sebagai bahan pakan pengganti konsentrat.
DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi, 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia. Jakarta.
Anonim, 2007. Pakan Ternak Bermutu dari Limbah Mete. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Vol 29 no5 hlm 9-11.
Anonim, 2009. Kelinci dan Produksi Unggulannya. http://blogs. Unpad.ac.id/2009/03/17. Diakses tanggal 13 April 2010.
Bahri, A.S, 2010. Pengaruh Penggunaan Tepung Buah Semu Jambu Mete Fermentasi dalam Ransum terhadap Performan Kelinci New Zealand White Jantan. Skripsi (dalam proses). Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta
Basuki, P., N Ngadiyono dan G Murdjito, 2002. Dasar Ilmu Ternak Potong dan Kerja. Bahan Ajar Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta.
Buckle, K.A., R.A Edwards., G.H Fleet dan M. Wooton, 1985. Ilmu Pangan, diterjemahkan oleh Purnomo H., Adiono. UI Press. Jakarta.
Blakely, J dan D.H Bade, 1991. Ilmu Peternakan, diterjemahkan oleh Srigandono B. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Daulay, D dan A Rahman, 1992. Teknologi Fermentasi Sayuran dan Buah – buahan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Antar Universitas.
Guntoro, S., 2008. Membuat Pakan Ternak dari Limbah Perkebunan. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Guntoro, S., M. Londra, I.A.P. Parwati dan N. Suyasa. 2004. Pengaruh Pemberian Limbah Mete Olahan terhadap Pertumbuhan Kambing Kacang. Proseding Seminar Nasional Teknologi Peternakan Veteriner. Puslitbang Peternakan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Bogor.
Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo dan A.D. Tillman. 1990. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Haryoko, I dan T Warsiti, 2008. Pengaruh Jenis Kelamin dan Bobot Potong terhadap Karakteristik Fisik Karkas Kelinci Peranakan New Zealand White. Jurnal. Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto. Vol 10 no 2. hlm 85-89.
Hustamin, R., 2006. Panduan Memelihara Kelinci Hias. Agromedia Pustaka. Jakarta
Muljohardjo, 1990. Jambu Mete dan Tekhnologi Pengolahannya. Liberty. Yogyakarta.
Murni, R., Suparjo, Akmal dan B.L Ginting, 2008. Buku Ajar Teknologi Pemanfaatan Limbah untuk Pakan. Laboratorium Makanan Ternak Fakultas Peternakan Jambi.
National Research Council, 1981. Nutritional Energetics of Domestic Animals and Glossary of Energy Terms. National Academy Press. Washington, DC.
Palinka, A., 2009. Pemanfaatan Lumpur Sawit Fermentasi dengan Aspergillus Niger dalam Ransum Ayam Broiler. http://www Urip Santoso. Wordpress.com/2009/12/01. Diakses tanggal 28 Januari 2010
Parakkasi, A., 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. UI Press. Jakarta.
Sari, L dan T Purwadaria, 2004. Pengkajian Nilai Gizi Hasil Fermentasi Mutan Aspergillus Niger pada Substrat Bungkil Kelapa dan Bungkil Inti Sawit. Biodiversitas. Vol 5 no 2 hlm 48-51.
Subroto, S., 2006. Beternak Kelinci. Aneka Ilmu. Semarang.
23
Suhendra, P., E.J Tandi., L Muslimin dan L Agustina, 2007. Pemberian Tipe dan Jenis Karbohidrat Ransum terhadap Modifikasi Pembentukan Lemak Abdomen Broiler. Jurnal Agrisistem. Vol 3. no 2. hlm 97-101
Sugeng, B. Y., 2000. Beternak Domba. PT Penebar Swadaya. Jakarta
Soeparno, 1994. Ilmu dan Teknologi Daging Edisi II. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
. , 2005. Badeg dan Anggur Jambu Mete. Kanisius. Yogyakarta.
Susandari, L., S Lestari dan H.I Wahyuni, 2004. Komposisi Lemak Tubuh Kelinci yang Mendapat Pakan Pellet dengan Berbagai Aras Lisin. Proseding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. hlm. 663 – 669.
Tillman, A.D., H. Hartadi., S. Reksohadiprodjo., S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo, 1989. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Usman, A.M., 1980. Pedoman Beternak Kelinci. Direktorat Bina Produksi Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian. Jakarta.
Whendrato, I dan I.M Madyana, 1983. Beternak Kelinci secara Populer. Eka Offset. Semarang.
Williamson, G. dan W.J.A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Diterjemahkan oleh SGN D. Darmadja. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta