PENGARUH PENDIDIKAN DAN PENGALAMAN PETANI TERHADAP TINGKAT PRODUKTIVITAS TANAMAN KOPI DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN TAPANULI UTARA T E S I S Oleh ERWIN HASUDUNGAN HUTAURUK 077003037/PWD SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N 2 0 0 9
107
Embed
PENGARUH PENDIDIKAN DAN PENGALAMAN PETANI …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/7268/1/09E01816.pdf · pengaruh pendidikan dan pengalaman petani terhadap tingkat produktivitas
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENGARUH PENDIDIKAN DAN PENGALAMAN PETANI
TERHADAP TINGKAT PRODUKTIVITAS TANAMAN KOPI
DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PENGEMBANGAN
WILAYAH DI KABUPATEN TAPANULI UTARA
T E S I S
Oleh
ERWIN HASUDUNGAN HUTAURUK 077003037/PWD
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
2 0 0 9
PENGARUH PENDIDIKAN DAN PENGALAMAN PETANI
TERHADAP TINGKAT PRODUKTIVITAS TANAMAN KOPI DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PENGEMBANGAN
WILAYAH DI KABUPATEN TAPANULI UTARA
T E S I S
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan
Pedesaan (PWD) pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
ERWIN HASUDUNGAN HUTAURUK
077003037/PWD
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
2 0 0 9
Judul Tesis : PENGARUH PENDIDIKAN DAN PENGALAMAN
PETANI TERHADAP TINGKAT PRODUKTIVITAS
TANAMAN KOPI DAN KONTRIBUSINYA
TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH DI
KABUPATEN TAPANULI UTARA
Nama Mahasiswa : Erwin Hasudungan Hutauruk
Nomor Pokok : 077003037
Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan
(Prof. H. Bachtiar Hassan Miraza, SE) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa, B,M.Sc)
Tanggal Lulus : Juli 2009
Telah diuji pada
Tanggal 21 Juli 2009
PANITIA PENGUJI TESIS Ketua : Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc, Ph.D
Anggota : 1. Dr. Ir. Tavi Supriana, MS
2. Prof. Dr. Drs. Marlon Sihombing, MA
3. Prof. Dr. Badaruddin
4. Kasyful Mahalli, SE, M.Si
ABSTRAK ERWIN HASUDUNGAN HUTAURUK. NIM 077003037. “Pengaruh
Pendidikan dan Pengalaman Petani terhadap Tingkat Produktivitas Tanaman
Kopi dan Kontribusinya terhadap Pengembangan Wilayah di Kabupaten
Tapanuli Utara”, di bawah bimbingan Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc. Ph.D, Dr. Ir. Tavi Supriana, MS dan Prof. Dr. Drs. Marlon Sihombing, MA.
Pengetahuan petani sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan pengalaman yang dimilikinya. Semakin tinggi tingkat pendidikan dan pengalaman petani maka diharapkan semakin tinggi pula produktivitas tanaman yang dihasilkan.
Namun masalahnya adalah apakah pendidikan atau pengalaman petani kopi menentukan produktivitas tanaman kopi dan bagaimana kontribusinya terhadap
pengembangan wilayah di Kabupaten Tapanuli Utara. Atas dasar itu maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pendidikan dan pengalaman terhadap tingkat produktivitas tanaman kopi dan mengetahui kontribusi
produktivitas tanaman kopi terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Tapanuli Utara. Populasi penelitian ini adalah petani kopi yang ada di Kabupaten Tapanuli
Utara. Penetapan sampel penelitian berdasarkan teknik Proporsional Random Sampling dengan mengambil tiga wilayah kecamatan, yakni Kecamatan Siborongborong, Sipahutar dan Pangaribuan dengan total sampel berjumlah 95 orang.
Teknik pengumpulan data melalui kuisioner dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor pendidikan (formal dan non
formal) dan pengalaman berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas tanaman kopi. Sedangkan faktor pendidikan formal berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap produktivitas tanaman kopi di Kabupaten Tapanuli Utara.
Kontribusi produktivitas tanaman kopi terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Tapanuli Utara dapat dilihat dari pendapatan, penyerapan tenaga kerja,
semakin berkembangnya toko - toko pertanian dan pedagang pengumpul serta berdirinya pabrik pengolahan biji kopi di Kecamatan Siborongborong.
Kata Kunci : Produktivitas, pendidikan, pengalaman petani dan pengembangan wilayah.
ABSTRACT
ERWIN HASUDUNGAN HUTAURUK. NIM 077003037. “The Effect of
Education and Experience of Farmers on Productivity of Coffee Plants and The
Contribution on Regional Development of North Tapanuli District”, under supervision of Mr. Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc. Ph.D, Mrs. Dr. Ir. Tavi Supriana,
MS and Mr. Prof. Dr. Drs. Marlon Sihombing, MA. The knowledge of farmer is highly affected by the education and experience
they hold. The higher educational level and experience of the farmers, the greater
productivity will be. However the problem is, whether education and experience can improve the productivity of coffee plants and what is the contribution to regional
development of North Tapanuli district. To take it as background, thus the objective of this research would be to know the effect of education and experience on productivity of coffee plants, and it‘s contribution on regional development of North
Tapanuli District through the coffee farming. The population of the research was coffee growers found in district of North Tapanuli. The determination of sample was
made by technical of proportional random sampling taking three sub districts: sub district of Siborongborong, Sipahutar and Pangaribuan, total sample 95 peoples. The technical of data collection was accomplished by distributing the questionnaires and
interview. The result of research indicated, that factors of education (formal and non
formal) and experience have positive and significant effect on productivity of coffee plants. However the factor of formal education has positive, but insignificantly, effect on productivity of coffee plants in North Tapanuli District. The contribution of coffee
farming on regional development of North Tapanuli District could be seen by income, accommodation of labors (workers), the improved agricultural shops and the
collecting traders and the operation of coffee grain mill in sub district of Siborongborong.
Key words : Productivity, education, the experience of farmers and regional
development
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur disampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas izin-
Nyalah penelitian yang berjudul “Pengaruh Pendidikan dan Pengalaman terhadap
Tingkat Produktifitas Tanaman Kopi dan Kontribusinya terhadap pengembangan
wilayah di Kabupaten Tapanuli Utara”, dapat diselesaikan. Penulisan tesis ini
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains (M.Si) pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Atas rampungnya tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh
pihak yang turut memberikan bantuan dan dukungan, baik sewaktu penulis mengikuti
proses perkuliahan maupun pada saat penulis melakukan penelitian. Ucapan terima
kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada yang terhormat :
1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K), selaku Rektor Universitas
Sumatera Utara.
2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B. MSc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Bachtiar Hassan Miraza, selaku Ketua Program Studi Perencanaan
Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD).
4. Bapak Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc, Ph.D selaku Ketua Komisi Pembimbing
dalam penulisan tesis ini.
5. Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, MS, selaku anggota komisi pembimbing yang telah
banyak memberi bimbingan serta arahan dalam penulisan tesis ini.
6. Bapak Prof. Dr. Drs. Marlon Sihombing, MA, selaku anggota komisi
pembimbing yang telah banyak memberi bimbingan serta arahan dalam penulisan
tesis ini.
7. Bapak Prof. Dr. Lic.rer.reg. Sirozujilam, SE, Prof. Dr. Badaruddin, dan Kasyful
Mahalli, SE, M.Si, yang bersedia menjadi dosen penguji serta telah memberikan
masukan dan arahan yang bermanfaat dalam penulisan tesis ini.
8. Seluruh civitas akademika Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara,
yang telah banyak membantu penulis dalam proses administrasi maupun
kelancaran kegiatan akademik, termasuk juga seluruh teman-teman di jurusan
PWD USU Medan.
9. Menteri Pendidikan Nasional yang telah memberikan dukungan pembiayaan
melalui Program Beasiswa Unggulan hingga penyelesaian tesis ini berdasarkan
DIPA Sekretariat Jenderal DEPDIKNAS Tahun Anggaran 2007 sampai dengan
2009.
10. Khusus kepada istriku ’Meri’ dan putraku ’Kiel’ yang telah memberikan
perhatian khusus, sehingga peneliti dapat merampungkan penulisan tesis ini.
Akhirnya dengan berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, tesis ini
dipersembahkan bagi semua pihak yang membacanya dengan harapan dapat memberi
koreksi konstruktif apabila terdapat kesalahan.
Medan, Juni 2009
Penulis,
RIWAYAT HIDUP
Erwin Hasudungan Hutauruk dilahirkan di Medan pada tanggal 20 Oktober
1978. Anak kedua dari Eliakim Hutauruk dan Luse Situmeang. Menyelesaikan
pendidikan : SD Negeri 064012 Medan tahun 1991, SMP Negeri 6 Medan tahun
1994, SMA Negeri 9 Medan tahun 1997. Memperoleh gelar sarjana dari Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan tahun 2002.
Pada tahun 2007 mendapatkan beasiswa untuk mengikuti pendidikan di
Sekolah Pascasarjana Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan
Pedesaan (PWD) Universitas Sumatera Utara Medan. Saat ini bekerja sebagai
Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Bagian Pengendalian Program Sekretariat Daerah
Kabupaten Tapanuli Utara.
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ........................................................................................................... i
ABSTRACT .......................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. v
DAFTAR ISI ........................................................................................................ vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2. Perumusan Masalah ........................................................................ 7 1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................ 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 9
2.1. Pengembangan Wilayah ................................................................. 9 2.2. Pendidikan ...................................................................................... 16
2.2.1. Pendidikan Formal .............................................................. 20 2.2.2. Pendidikan Non Formal ...................................................... 21
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................... 33
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ......................................................... 33 3.2. Ruang Lingkup Penelitian .............................................................. 34 3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ..................................................... 34
3.4. Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 35 3.5. Teknik Analisis Data ...................................................................... 36 3.6. Defenisi Operasional ...................................................................... 38
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 39
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian .............................................. 39 4.1.1. Letak Geografis ................................................................... 39
4.1.2. Topografi ............................................................................. 39 4.1.3. Iklim .................................................................................... 40
4.1.4. Luas Wilayah dan Penggunaan Lahan ................................ 40 4.1.5. Penduduk ............................................................................. 42
4.2. Gambaran Umum Responden ....................................................... 42
4.3. Gambaran Umum Usahatani Kopi di Kabupaten Tapanuli Utara 48 4.3.1. Luas Lahan Petani Kopi ....................................................... 48 4.3.2. Produksi dan Produktivitas Tanaman Kopi ......................... 50
4.3.3. Peran Pemerintah dalam Pengembangan Usahatani Kopi .. 52
4.4. Pengaruh Pendidikan dan Pengalaman terhadap Tingkat Produktifitas Tanaman Kopi ......................................................... 54
4.5. Kontribusi Usahatani Tanaman Kopi terhadap Pengembangan Wilayah di Kabupaten Tapanuli Utara .......................................... 60
4.5.1. Pendapatan Petani Kopi ....................................................... 61 4.5.2. Penyerapan Tenaga Kerja .................................................... 62 4.5.3. Berkembangnya Toko-toko Pertanian ................................ 65
4.5.4. Berkembangnya Pedagang Pengumpul dan Berdirinya Pabrik Pengolahan Biji Kopi di Siborongborong ................ 67
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 71
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Struktur Ekonomi Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2000 - 2006 (Persen) .................................................. 2
2. Distribusi Persentase Sektor Pertanian Terhadap PDRB
Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2000 - 2004 (Persen) ..................... 3 3. Luas Tanaman Perkebunan Rakyat Menurut Jenis Tanaman
Tahun 2005 - 2006 (Ha) ...................................................................... 3
4. Produksi Tanaman Perkebunan Rakyat Menurut Jenis Tanaman Tahun 2005 - 2006 (Ton) .................................................................... 4
5. Luas Tanam dan Produksi Tanaman Kopi Per Kecamatan Tahun 2002 - 2004 .............................................................................. 5
6. Luas Tanaman, Luas Tanaman Menghasilkan, Produksi dan Produktivitas Tanaman Kopi Menurut Kecamatan pada
Tahun 2006 ......................................................................................... 6
7. Lokasi Penelitian ................................................................................. 33 8. Populasi dan Sampel Penelitian ........................................................... 35
9. Luas Wilayah Kabupaten Tapanuli Utara Menurut
Kecamatan 2004 .................................................................................. 41 10. Rumah Tangga, Penduduk dan Kepadatan Penduduk
Menurut Kecamatan Tahun 2006 ........................................................ 42
11. Distribusi Responden Menurut Kelompok Umur ............................... 43 12. Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin ................................... 44
13. Distribusi Responden Menurut Status Perkawinan.............................. 45
14. Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan ........................... 46 15. Distribusi Responden Menurut Lama Berkebun Kopi ........................ 47
16. Distribusi Responden Menurut Luas Lahan Kebun Kopi .................... 48
17. Hasil Analisis Pengaruh Pendidikan dan Pengalaman terhadap Produktivitas Tanaman Kopi .............................................................. 54
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1. Hubungan antara Pengembangan Wilayah, Sumberdaya Alam, Sumberdaya Manusia dan Teknologi......................................................... 12
13.834 Ha pada tahun 2002 menjadi 14.560 Ha pada tahun 2003, 14.600 Ha pada
tahun 2004, 14.693 Ha pada tahun 2005, 14.806 Ha pada tahun 2006 dan 14.934 Ha
pada tahun 2007. Maka dapat diproyeksikan untuk tahun 2008 luas areal tanaman
kopi akan meningkat menjadi seluas 15.167,48 Ha dan pada tahun 2009 meningkat
menjadi 15.400,46 Ha.
Berdasarkan distribusi responden menurut luas lahan kebun kopi pada Tabel
17 maka untuk luas areal tanaman kopi Kabupaten Tapanuli Utara pada saat ini yakni
seluas 15.400,46 Ha dapat dirinci sebagai berikut. Untuk luas lahan kebun kopi seluas
0,08 Ha terdistribusi seluas 161,70 Ha (1,05 % dari total luas areal tanaman kopi
Kabupaten Tapanuli Utara saat ini). Untuk luas lahan kebun kopi seluas 0,12 Ha
terdistribusi seluas 810,06 Ha (5,26 % dari adalah total luas areal tanaman kopi
Kabupaten Tapanuli Utara saat ini). Untuk luas lahan seluas 0,25 Ha terdistribusi
seluas 1.296,72 Ha (8,42 % dari adalah total luas areal tanaman kopi Kabupaten
Tapanuli Utara saat ini). Untuk luas lahan seluas 0,3 Ha terdistribusi seluas 6.321,89
Ha (41,05 % dari total luas areal tanaman kopi Kabupaten Tapanuli Utara saat ini).
Untuk luas lahan seluas 0,4 Ha terdistribusi seluas 4.538,52 Ha (29,47 % dari total
luas areal tanaman kopi Kabupaten Tapanuli Utara saat ini). Untuk luas lahan seluas
0,5 Ha terdistribusi seluas 1.621,67 Ha (10,53 % dari total luas areal tanaman kopi
Kabupaten Tapanuli Utara saat ini) dan untuk luas lahan seluas 1 Ha terdistribusi
seluas 648,36 Ha (4,21 % dari total luas areal tanaman kopi Kabupaten Tapanuli
Utara saat ini). Sehingga untuk luas lahan kurang 0,5 Ha terdistribusi seluas
13.128,89 Ha (85,25 % dari total luas areal tanaman kopi Kabupaten Tapanuli Utara
saat ini) dan untuk luas lahan 0,5 - 1 Ha terdistribusi seluas 2.270,03 Ha (14,74 %
dari total luas areal tanaman kopi Kabupaten Tapanuli Utara saat ini).
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar petani kopi di
Kabupaten Tapanuli Utara memiliki luas areal tanaman kopi kurang dari 0,5 Ha yakni
seluas 13.128,89 Ha atau 85,25 % dari total luas areal tanaman kopi Kabupaten
Tapanuli Utara saat ini. Sedangkan sebagian kecil lagi hanya memiliki luas lahan 0,5
- 1 Ha yakni seluas 2.270,03 Ha atau 14,74 % dari total luas areal tanaman kopi
Kabupaten Tapanuli Utara saat ini.
4.3.2. Produksi dan Produktivitas Tanaman Kopi
Apabila dipelihara dengan baik, tanaman kopi telah dapat berproduksi pada
umur 2,5 - 3 tahun walaupun biji kopi yang dihasilkan masih sedikit. Produksi
tanaman kopi akan terus meningkat seiring dengan dengan bertambahnya umur
tanaman kopi. Namun apabila masa produktifnya telah habis maka tanaman kopi itu
akan terus mengalami penurunan produksi sampai pada akhirnya tanaman kopi itu
mati.
Tanaman kopi yang sudah menghasilkan, umumnya akan terus berproduksi
sepanjang tahun walaupun mengalami turun naik produksi. Hal ini dapat dilihat pada
lampiran 3, dimana pada bulan Februari, Maret, September dan Oktober produksi
tanaman kopi mengalami masa puncaknya selanjutnya kemudian mengalami masa
penurunan produksi (masa panceklik) pada bulan Januari, April, Mei, Juni, Juli,
Agustus, Nopember dan Desember.
Pada dasarnya, semakin luas areal tanaman kopi maka semakin tinggi pula
produksi biji kopi yang dihasilkan. Dari hasil analisis yang dilakukan pada lampiran
3, untuk luas areal tanaman kopi seluas 0,08 Ha produksi rata - rata biji kopi basah
yang dihasilkan adalah sebesar 0,216 ton/tahun. Selanjutnya, produksi rata - rata biji
kopi basah yang dihasilkan terus meningkat seiring dengan bertambahnya luas areal
tanaman kopi, yakni 0,286 ton/tahun untuk luas areal tanaman kopi seluas 0,12 Ha,
0,336 ton/tahun untuk luas areal tanaman kopi seluas 0,25 Ha, 0,437 ton/tahun untuk
luas areal tanaman kopi seluas 0,3 Ha, 0,567 ton/tahun untuk luas areal tanaman kopi
seluas 0,4 Ha, 0,821 ton/tahun untuk luas areal tanaman kopi seluas 0,5 Ha dan 1,392
ton/tahun untuk luas areal tanaman kopi seluas 1 Ha.
Dari hasil analisis yang dilakukan pada lampiran 3, diperoleh rata-rata
produktivitas tanaman kopi sebesar 1,5 ton/ha/tahun. Ini artinya bahwa untuk 1 (satu)
hektar luas areal tanaman kopi dapat dihasilkan 1,5 ton biji kopi basah dalam 1 (satu)
tahun. Produktivitas tanaman kopi ini termasuk baik. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Najiyati dan Danarti (1991), bahwa dalam luasan 1 hektar tanaman kopi
yang dikelola secara baik artinya petani kopi melakukan kegiatan pemeliharaan
secara baik dan benar dari pemilihan bibit, penanaman, perawatan, pemangkasan dan
panen seta iklim yang mendukung maka kopi yang mampu dihasilkan sebanyak 1,5 -
2 ton/ha/tahun.
4.3.3. Peran Pemerintah dalam Pengembangan Usahatani Kopi
Sebagaimana visi pembangunan Kabupaten Tapanuli Utara, yakni ”
Mewujudkan Kemakmuran Masyarakat Berbasis Pertanian ” maka Pemerintah
Kabupaten Tapanuli Utara telah mengambil beberapa kebijakan dalam rangka
membangun pertanian di Kabupaten Tapanuli Utara termasuk pengembangan
usahatani kopi. Beberapa kebijakan itu antara lain adalah menempatkan petugas
penyuluh pertanian lapangan untuk melakukan penyuluhan, bimbingan teknis dan
pelatihan budidaya tanaman kopi yang baik, melaksanakan program bantuan
penyediaan bibit unggul tanaman kopi, subsidi biaya pengolahan lahan dan bantuan
penyediaan mesin pengupas kulit biji kopi.
Dalam rangka meningkatkan produktivitas tanaman kopi, diharapkan petugas
penyuluhan pertanian lapangan mampu menguasai, memperkenalkan dan
menerapkan teknologi budidaya tanaman kopi terbaru saat ini kepada masyarakat
sehingga teknik budidaya tanaman kopi yang telah dimiliki oleh petani kopi dapat
berkembang. Untuk itu, diperlukan peningkatan kualitas sumberdaya manusia
petugas penyuluhan pertanian lapangan melalui pendidikan formal seperti S2 dan S3
dan pendidikan non formal seperti studi banding ke negara atau daerah yang telah
berhasil mengembangkan usahatani kopi sebagai suatu komoditi unggulan di negara
atau daerah itu.
Program bantuan penyediaan bibit unggul tanaman kopi hingga saat ini terus
dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi penggunaan bibit yang tidak unggul
oleh petani kopi. Mengingat keterbatasan dana pemerintah maka penyaluran bibit
tersebut dilakukan secara bertahap dari tahun ke tahun untuk setiap kecamatan di
Kabupaten Tapanuli Utara. Sehingga diharapkan nantinya, bantuan penyediaan bibit
unggul tanaman kopi dapat tersebar merata di setiap kecamatan Kabupaten Tapanuli
Utara.
Program bantuan subsidi biaya pengolahan lahan juga telah dilakukan oleh
Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara untuk mengatasi terlantarnya lahan- lahan
pertanian yang tidak dapat dikelola (lahan tidur) oleh petani karena keterbatasan
tenaga dan biaya untuk mengolah lahan- lahan tidur yang masih terbentang luas.
Bantuan subsidi biaya pengolahan lahan yang diberikan untuk lahan seluas 1 Ha
yakni sebesar 50 % dari total biaya pengolahan lahan. Sedangkan sisanya 50 % lagi
ditanggung oleh pemilik lahan. Bila total biaya pengolahan lahan sebesar Rp.
1.500.000 untuk lahan seluas 1 Ha, maka bantuan subsidi biaya pengolahan yang
diberikan oleh pemerintah daerah adalah sebesar Rp. 750.000 dan sisanya sebesar Rp.
750.000 lagi menjadi tanggungan petani sebagai pemilik lahan.
Selain itu, program bantuan penyediaan mesin pengupas kulit biji kopi juga
telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara untuk membantu
mempermudah para petani kopi dalam mengupas biji-biji kopi yang telah dipanen
sehingga pekerjaan pengupasan biji-biji kopi dalam jumlah yang banyak dapat lebih
cepat dilakukan bila dibandingkan dengan secara manual atau menggunakan ta ngan
manusia.
4.4. Pengaruh Pendidikan dan Pengalaman terhadap Tingkat Produktivitas
Tanaman Kopi
Untuk melihat pengaruh pendidikan dan pengalaman terhadap produktifitas
tanaman kopi maka digunakan analisis linier berganda dengan α = 5 %. Hasil analisis
pengaruh pendidikan dan pengalaman terhadap produktifitas tanaman kopi dapat
dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Hasil Analisis Pengaruh Pendidikan dan Pengalaman terhadap
Produktifitas Tanaman Kopi
Koefisien Regresi t-hitung Signifikansi (p)
Konstanta .278 1.707 0.91
Pendidikan Formal .011 0.627 0.533
Pendidikan Non Formal .186 2.675 0.009
Pengalaman .151 9.929 .000
t-tabel
F-tabel
R
R2
Adj R Square
F-hitung
1,66
2,72
0.911
0.830
0.824
147,979
Sumber. Data Olahan
Untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan
variasi variabel produktifitas tanaman kopi maka dapat dilihat dari nilai koefisien
determinasinya (R2). Hasil analisis menunjukkan bahwa koefisien determinasi untuk
model ini adalah 0,830. Artinya bahwa 83 % produktifitas tanaman kopi dipengaruhi
oleh faktor pengalaman, pendidikan formal dan pendidikan non formal. Sedangkan
17 % (100 % - 83 %) dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak dapat dijelaskan
dalam model ini.
Koefisien determinasi (R2) di atas termasuk tinggi karena mendekati nilai 1
namun untuk melihat seberapa jauh signifikan pengaruh faktor pengalaman,
pendidikan formal dan pendidikan non formal secara bersama-sama terhadap
produktifitas tanaman kopi maka perlu dilakukan Uji Signifikansi Simultan (Uji F).
Tabel 17, menunjukkan bahwa model regresi ini memiliki nilai F-hitung
147,979 sedangkan nilai F-tabel 0.05 (3 : 91) 2,72. Berdasarkan kriteria keputusan,
maka Ha diterima karena F-hitung lebih besar dari F-tabel. Itu artinya variabel
pendidikan formal, pendidikan non formal dan pengalaman secara bersama-sama
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap produktifitas tanaman kopi.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Karafir dalam Aditan (1994),
menyatakan bahwa kemampuan petani sebagai pengelola erat hubungannya dengan
pendidikan formal petani. Frekuensi mengikuti penyuluhan (pendidikan non formal)
dan pengalaman petani dimana semakin tinggi tingkat pendidikan petani maka
semakin luas pula wawasan usahanya termasuk dalam hal peningkatan produktifitas
tanaman budidayanya.
Dengan pengujian simultan di atas telah diketahui, bahwa seluruh variabel
bebas secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel
terikat. Namun perlu diketahui pula variabel bebas mana yang memiliki pengaruh
yang lebih signifikan terhadap produktifitas tanaman kopi, apakah variabel
pendidikan formal, pendidikan non formal atau pengalaman. Untuk melihat itu, maka
perlu dilakukan pengujian parsial (Uji t).
Tabel 17, menunjukkan bahwa variabel pendidikan formal memiliki nilai t-
hitung 0,627 sedangkan nilai t-tabel (0.05 ; 91) 1,66. Berdasarkan kriteria keputusan,
maka Ho diterima karena t-hitung lebih kecil dari t-tabel. Itu artinya variabel
pendidikan formal tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap produktifitas
tanaman kopi.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Priyono, dkk,
(2003) yang berjudul “Faktor-faktor Penentu Tingkat Adopsi Teknologi
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dan Hubungannya terhadap Produktivitas
Usahatani Padi“ menunjukkan hubungannya yang tidak nyata antara Pendidikan
Formal dengan tingkat adopsi teknologi PHT dan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Purwoko dan Sumantri, (2007) yang berjudul “Faktor-Faktor Penentu Tingkat
Adopsi Teknologi Pemeliharaan Sapi di PT. Agricinal Kabupaten Bengkulu Utara“
menunjukkan variabel pendidikan formal tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat
adopsi teknologi pemeliharaan ternak sapi. Artinya tinggi rendahnya tingkat
pendidikan formal tidak mempunyai pengaruh nyata terhadap tingkat adopsi
teknologi pemeliharaan teknak sapi.
Variabel pendidikan non formal memiliki nilai t-hitung 2,675 sedangkan nilai
t-tabel (0.05 ; 91) 1,66. Berdasarkan kriteria keputusan, maka Ha diterima karena t-
hitung lebih besar dari t-tabel. Itu artinya variabel pendidikan non formal mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap produktifitas tanaman kopi.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Wiriatmadja (1987, dalam Wahono, 1995)
mengatakan bahwa tujuan utama pendidikan non formal adalah untuk menambah
kesanggupan petani dalam mengelola usahataninya, dengan ini diharapkan ada
perubahan perilaku petani sehingga dapat memperbaiki cara-cara dalam mengelola
usahataninya. Dengan demikian semakin tinggi/ banyak petani mengikuti kegiatan -
kegiatan seperti penyuluhan - penyuluhan, kursus-kursus serta pelatihan-pelatihan
maka makin tinggi tingkat kemampuan petani dalam mengelola usahataninya
sehingga produksi yang dihasilkan semakin tinggi, dimana pengalaman - pengalaman
yang telah diperolehnya selama mengikuti kegiatan - kegiatan kursus dan penyuluhan
dapat diterapkan dalam usahataninya terutama dalam mengambil keputusan untuk
memilih, mengatur dan menilai faktor - faktor produksi yang akan dipakai dalam
usahataninya serta mengetahui kapan ia harus menjual hasil usahataninya sebanyak-
banyaknya untuk memperoleh hasil yang diinginkan.
Variabel pengalaman memiliki nilai t-hitung 9,929 sedangkan nilai t-tabel
(0.05 ; 91) 1,66. Berdasarkan kriteria keputusan, maka Ha diterima karena t-hitung
lebih besar dari t-tabel. Itu artinya variabel pengalaman mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap produktifitas tanaman kopi. Pengalaman petani itu dapat dilihat
dari penggunaan bibit tanaman yang bersumber dari tanaman induk sebelumnya yang
tidak memiliki sifat-sifat unggul, penanaman dilakukan tanpa memperhatikan jarak
tanam yang ideal sehingga di satu sisi dijumpai pertanaman kopi yang rapat dan sisi
yang lain dijumpai pertanaman kopi yang sangat jarang, pemberian pupuk kimia
seadanya tanpa memperhitungkan dosis pupuk yang tepat. Umumnya, petani hanya
mengandalkan pupuk kandang seperti kotoran babi atau kerbau sebagai sumber hara
bagi tanaman kopi. Bahkan gulma seperti lalang dan rumput-rumput yang tumbuh di
sekitar tanaman setelah dipotong dapat juga dijadikan sebagai pupuk bagi tanaman
kopi. Begitu juga halnya dengan penyemprotan pestisida dilakukan seadanya tanpa
memperhatikan dosis yang tepat. Pemanenan tidak memperhatikan kemasakan biji
sehingga banyak dijumpai biji-biji kopi yang belum masak dan sebaliknya adapula
biji kopi yang sudah terlalu masak karena terlambat dipetik. Kesalahan pemanenan
berakibat terhadap rendahnya kualitas biji kopi yang dipanen.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Arsyad, dkk, (2002)
yang menunjukkan hubungan yang sangat nyata antara pengalaman berusahatani
kakao dengan produktivitas kakao dimana hal ini terlihat dari nilai Chi-Square 2 =
42,57 lebih besar dari nilai tabel untuk 2(0,05 ; 1) = 3,84 dan 2
(0,01 ; 1) = 6,64. Semakin
lama petani memiliki pengalaman mengusahakan tanaman kakao maka semakin
tinggi juga produktivitas kakao yang dihasilkan. Hal ini mudah difahami, karena
dengan pengalaman yang mereka miliki petani dapat mengembangkan usaha-usaha
yang mengarah kepada peningkatan produksi persatuan luas.
Dari hasil pengujian parsial (Uji t), dapat diketahui bahwa variabel bebas yang
memiliki pengaruh yang lebih signifikan terhadap produktifitas tanaman kopi adalah
variabel pengalaman dimana nilai t-hitung variabel pengalaman lebih besar dari nilai
t-hitung variabel pendidikan formal dan pendidikan non formal. Hal ini sesuai dengan
pendapat Scott (1994) bahwa pendidikan (pendidikan formal dan pendidikan non
formal) memang dibutuhkan untuk mendukung kemampuan seseorang dalam bekerja,
namun hal tersebut tidaklah mutlak karena adanya keterbatasan sumberdaya yang
dimiliki petani, sehingga petani lebih memilih melaksanakan kegiatan usahataninya
dengan resiko yang paling rendah berdasarkan pengalamannya selama berusaha tani.
Sikap seperti inilah yang oleh Scott disebut sebagai moral ekonomi petani, khususnya
petani kecil, yang hakiki, yaitu rasionalitas yang didasarkan kepada kemampuan
sumberdaya yang dimilikinya.
Dari Tabel 17 dapat dibentuk persamaan regresi linier berganda seperti di
bawah ini :
Y = 0,278 + 0,011 X1 + 0,186 D2 + 0,151 X3
Persamaan regresi linier berganda di atas dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Konstanta (b0) sebesar 0,278, artinya jika tidak terdapat pengaruh dari pendidikan
formal, pendidikan non formal dan pengalaman maka produktifitas tanaman kopi
akan tetap sebesar 0,278 ton/ha.
b. Koefisien regresi D2 (b2) = 0,186 menunjukkan bahwa pendidikan non formal
berpengaruh positif terhadap produktifitas tanaman kopi. Jika setiap petani kopi
mendapat pendidikan non formal maka produktifitas tanaman kopi akan
bertambah sebesar 0,186 ton/ha.
c. Koefisien regresi X3 (b3) = 0,151 menunjukkan bahwa pengalaman berpengaruh
positif terhadap produktifitas tanaman kopi. Jika pengalaman petani kopi
meningkat 1 (satu) tahun maka produktifitas tanaman kopi bertambah sebesar
0,151 ton/ha.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan formal, pendidikan
non formal dan pengalaman menunjukkan pengaruh yang positif terhadap
produktifitas tanaman kopi. Hal itu berarti bahwa semakin tinggi pendidikan non
formal dan pengalaman petani maka semakin tinggi produktivitas tanaman kopi.
4.5. Kontribusi Usahatani Tanaman Kopi terhadap Pengembangan Wilayah
di Kabupaten Tapanuli Utara
Sampai saat ini, sektor pertanian adalah sektor yang memberikan kontribusi
yang besar terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Tapanuli Utara. Ini dapat
dilihat dari penggunaan lahan di Kabupaten Tapanuli Utara sebagian besar untuk
sektor pertanian (Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Perikanan dan Kehutanan).
Sedangkan, penggunaan lahan di sektor non pertanian seperti pertambangan, industri,
perdagangan, hotel, restoran dan jasa masih sedikit. Khusus sub sektor perkebunan,
tanaman kopi adalah tanaman yang paling banyak ditanam oleh masyarakat
Kabupaten Tapanuli Utara. Ini dapat dilihat dari tabel 3, bahwa luas tanaman kopi di
Kabupaten Tapanuli Utara pada tahun 2006 sebesar 14.806,75 Ha lebih besar dari
luas tanam komoditi perkebunan lainnya. Atas dasar itulah, perlu dilihat seberapa
besar kontribusi usahatani tanaman kopi terhadap pengembangan wilayah di
Kabupaten Tapanuli Utara melalui beberapa indikator seperti pendapatan petani kopi,
penyerapan tenaga kerja, kegiatan-kegiatan ekonomi pendukung produksi kopi (toko-
toko pertanian) dan pemasarannya (pedagang pengumpul dan industri pengolahan biji
kopi), dengan uraian sebagai berikut :
4.5.1. Pendapatan Petani Kopi
Dari hasil analisis yang dilakukan pada lampiran 3, diperoleh bahwa
pendapatan petani kopi rata-rata di Kabupaten Tapanuli Utara adalah Rp. 5.012.526
per tahun atau Rp. 417.710 per bulan dengan asumsi harga jual biji kopi basah di
pasar adalah Rp. 110.000 setiap kalengnya (1 kaleng = 12 Kg). Bila pendapatan
petani kopi rata-rata ini dibandingkan dengan PDRB (Produk Domestik Regional
Bruto) perkapita Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2007, yakni sebesar
Rp. 10.348.813. Maka dapat disimpulkan bahwa pendapatan petani kopi di
Kabupaten Tapanuli Utara adalah rendah.
Pendapatan petani tentunya sangat dipengaruhi oleh produksi tanaman.
Produksi tanaman dipengaruhi oleh luas areal tanaman kopi. Semakin luas areal
tanaman kopi maka semakin banyak pula jumlah tanaman kopi yang dapat ditanam.
Bila seluruh jumlah tanaman kopi yang ditanam dapat menghasilkan maka semakin
tinggi pula produksi tanaman kopi. Semakin tinggi produksi tanaman kopi maka
semakin tinggi pula pendapatan yang diperoleh. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
dari uraian berikut ini. Untuk luas lahan seluas 0,12 Ha diperoleh produksi rata-rata
sebanyak 24 kaleng per tahun sehingga diperoleh pendapatan petani kopi rata-rata
setahun sebesar Rp. 2.618.000. Untuk untuk luas lahan seluas 0,25 Ha diperoleh
produksi rata-rata sebanyak 28 kaleng per tahun sehingga diperoleh pendapatan
petani kopi rata-rata setahun sebesar Rp. 3.080.000. Untuk luas lahan seluas 0,3 Ha
diperoleh produksi rata-rata sebanyak 36 kaleng per tahun sehingga diperoleh
pendapatan petani kopi rata-rata setahun sebesar Rp. 4.005.128. Untuk luas lahan
seluas 0,4 Ha diperoleh produksi rata-rata sebanyak 47 kaleng per tahun sehingga
diperoleh pendapatan petani kopi rata-rata setahun sebesar Rp. 5.193.571. Untuk luas
lahan seluas 0,5 Ha diperoleh produksi rata-rata sebanyak 76 kaleng per tahun
sehingga diperoleh pendapatan petani kopi rata-rata setahun sebesar Rp. 8.382.000.
Untuk luas lahan seluas 1 Ha diperoleh produksi rata-rata sebanyak 116 kaleng per
tahun sehingga diperoleh pendapatan petani kopi rata-rata setahun sebesar
Rp. 12.760.000.
Produksi petani kopi yang tinggi tidak selamanya memberikan pendapatan
yang tinggi. Karena apabila harga kopi di pasar internasional mengalami penurunan
maka hal ini tentunya juga akan berdampak pada menurunnya pendapatan petani kopi
sebagai akibat rendahnya harga jual kopi di pasar dalam negeri.
4.5.2. Penyerapan Tenaga Kerja
Pada umumnya, usahatani kopi di Kabupaten Tapanuli Utara adalah usahatani
keluarga dimana ayah, ibu dan anak adalah tenaga kerja inti usahatani kopi itu. Jadi,
kebutuhan tenaga kerja mulai dari pengolahan tanah sampai panen baik panen
panceklik maupun panen raya diusahakan sedapat mungkin menggunakan tenaga
kerja dari anggota keluarga guna menghemat biaya pengeluaran. Karena tenaga kerja
dari anggota keluarga adalah tenaga kerja yang tidak dibayar (tidak mendapat upah).
Namun demikian, pada masa panen raya khususnya untuk luas lahan 0,5 - 1
Ha penggunaan tenaga kerja dari anggota keluarga saja tidak mampu memanen
seluruh biji-biji kopi yang memang sudah saatnya untuk dipanen. Oleh karena itu,
untuk membantu tenaga kerja keluarga yang sudah ada maka dibutuhkan tenaga kerja
dari luar keluarga (tenaga kerja upahan).
Untuk mengetahui seberapa besar kebutuhan tenaga kerja untuk luas lahan
seluas 1 Ha dapat diuraikan sebagai berikut. Dari data pada lampiran 3, untuk luas
lahan 1 Ha dengan jumlah tanaman kopi 1100 - 1200 batang diperoleh produksi rata-
rata pada masa panceklik yaitu Bulan Januari, April - Agustus dan Nopember -
Desember yaitu 6 kaleng. Bila dilakukan pemanenan 2 kali dalam sebulan, yaitu
panen pertama untuk minggu kedua dan panen kedua untuk minggu keempat maka
biji kopi basah yang dapat diperoleh untuk sekali panen adalah sebanyak 3 kaleng.
Bila seorang tenaga pemanen hanya mampu memanen sebanyak 1 kaleng atau
setara dengan 12 kg dalam sehari maka dibutuhkan tenaga kerja hanya 3 orang saja.
Namun pada masa panen raya yaitu Bulan Februari - Maret dan September - Oktober
diperoleh produksi rata-rata masing-masing sebesar 19 dan 16 kaleng. Bila dilakukan
pemanenan 2 kali dalam sebulan, yaitu panen pertama untuk minggu kedua dan
panen kedua untuk minggu keempat maka biji kopi basah yang dapat diperoleh untuk
sekali panen adalah masing-masing sebanyak 10 dan 8 kaleng. Bila seorang tenaga
pemanen hanya mampu memanen sebanyak 1 kaleng atau setara dengan 12 kg dalam
sehari maka dibutuhkan tenaga kerja antara 8 - 10 orang tenaga kerja. Itu
menunjukkan bahwa untuk luas lahan seluas 1 Ha pada masa panceklik dibutuhkan
hanya 3 orang tenaga kerja namun pada masa panen raya kebutuhan tenaga kerja
meningkat menjadi 8 - 10 orang tenaga kerja seiring dengan meningkatnya produksi
tanaman kopi.
Bila diasumsikan untuk luas lahan seluas 1 Ha dibutuhkan 3 orang tenaga
kerja pada masa panceklik dan 8 - 10 orang tenaga kerja pada masa panen raya maka
untuk luas lahan kurang 0,5 Ha seluas 13.128,89 Ha dibutuhkan sebanyak 39.386,68
orang tenaga kerja pada masa panceklik atau dengan keterserapan tenaga kerja
sebesar 15 % dari jumlah penduduk Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2006 dan
meningkat menjadi 105.031,14 - 131.288,92 orang tenaga kerja pada masa panen
raya atau dengan keterserapan tenaga kerja sebesar 39,99 % - 49,99 % dari jumlah
penduduk Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2006. Sedangkan kebutuhan tenaga kerja
pada usahatani kopi untuk luas lahan 0,5 - 1 Ha seluas 2.270,03 Ha dibutuhkan
6.810,08 orang tenaga kerja pada masa panceklik atau dengan keterserapan tenaga
kerja sebesar 2,59 % dari jumlah penduduk Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2006
dan meningkat menjadi 18.160,22 - 22.700,28 orang tenaga kerja pada masa panen
raya atau dengan keterserapan tenaga kerja sebesar 6,91 % - 8,64 % dari jumlah
penduduk Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2006. Ini menunjukkan bahwa
keterserapan tenaga kerja dari usahatani kopi di Kabupaten Tapanuli Utara untuk luas
lahan kurang 0,5 Ha seluas 13.128,89 Ha masih sangat rendah yakni hanya sebesar 15
% pada masa panceklik dan meningkat menjadi 39,99 % - 49,99 % pada masa panen
raya dari jumlah penduduk Kabupaten Tapanuli Utara pada tahun 2006.
Sampai saat ini, potensi perluasan lahan pertanaman kopi di Kabupaten
Tapanuli Utara masih cukup besar. Hal ini dapat dilihat dari masih luasnya
ketersediaan lahan- lahan kosong yang tidak dikelola. Berdasarkan pendataan lahan
kosong yang dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten
Tapanuli Utara (Bappeda Kab. Tapanuli Utara) tahun 2008 diperoleh luas lahan
kering/kosong dengan kemiringan lereng 0 - 2 % (datar) dan 2 - 15 % (landai) adalah
15.290 Ha. Bila luas lahan ini dikelola menjadi areal pertanaman kopi, maka akan
diperoleh pertambahan kebutuhan tenaga kerja sebanyak 45.870 orang tenaga kerja
pada masa panceklik dan meningkat menjadi sebanyak 122.320 - 152.900 orang
tenaga kerja pada masa panen raya.
4.5.3. Berkembangnya Toko-toko Pertanian
Munculnya toko-toko pertanian di Kabupaten Tapanuli Utara tentunya
dipengaruhi oleh perkembangan usahatani yang semakin pesat. Kebutuhan terhadap
alat-alat pertanian, pupuk dan pestisida alat-alat pertanian memang sangat dibutuhkan
oleh petani untuk membantu meringankan pekerjaan mereka. Tanpa adanya alat-alat
pertanian maka pekerjaan yang dilakukan tidak akan dapat berjalan dengan lancar,
efisien dan efektif.
Kebutuhan petani terhadap pupuk khususnya pupuk anorganik seperti Urea,
KCl, TSP, SP 36 dan lain sebagainya, juga semakin sangat dibutuhkan untuk menjaga
agar ketersediaan unsur-unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman tetap dalam
keadaan yang cukup dan seimbang. Indikator tersedianya unsur-unsur hara di dalam
tanah dapat terlihat dari tumbuh dan berkembangnya dengan baik tanaman yang
dibudidayakan. Hasil akhirnya tercermin dari produktivitas tanaman yang tinggi.
Kebutuhan petani terhadap pestisida sama halnya kebutuhan petani terhadap
pupuk, yakni juga sangat dibutuhkan oleh petani. Seperti tanaman budidaya lainnya,
tanaman kopi juga sangat rentan terhadap serangan hama, penyakit dan gulma. Oleh
karena itu, agar tanaman dapat tumbuh dan berkembang dengan baik tanpa adanya
gangguan dan serangan hama, penyakit dan gulma maka tanaman kopi perlu
disemprot dengan pestisida secara periodik.
Kenyataannya, kebutuhan petani terhadap alat-alat pertanian, pupuk dan
pestisida sangat terbatas. Hal ini dapat dilihat dari penggunaan alat-alat pertanian
yang masih sederhana dan dapat dibuat sendiri. Pemakaian pupuk kurang dari
dosis/takaran yang sudah ditentukan. Sehingga untuk menutupi kekurangan akan
pupuk, banyak petani menambahkan kompos dari kotoran hewan seperti kotoran babi
dan kerbau. Begitu juga halnya dengan penggunaan pestisida dilakukan dengan dosis
yang kurang dari yang ditentukan untuk menghemat biaya. Keterbatasan itu tidak
terlepas dari pendapatan petani yang rendah, yang mana hanya sebagian kecil dar i
pendapatannya dipergunakan untuk membeli alat-alat pertanian, pupuk dan pestisida
sedangkan sebagian besar dari pendapatannya dipergunakan untuk membeli barang-
barang kebutuhan hidup sehari-hari.
Untuk mendapatkan alat-alat pertanian, pupuk dan pestisida maka petani
dapat membelinya di toko-toko pertanian di tiap pekan/pasar ibukota kecamatan.
Untuk Kecamatan Siborongborong saat ini terdapat 12 (dua belas) toko pertanian
yang berada di Pasar Siborongborong. Untuk Kecamatan Sipahutar dan Pangaribuan
saat ini masing-masing terdapat 5 (lima) toko pertanian yang berada di Pasar
Sipahutar dan Pangaribuan.
4.5.4. Berkembangnya Pedagang Pengumpul dan Berdirinya Pabrik
Pengolahan Biji Kopi di Siborongborong
Munculnya pedagang pengumpul di setiap desa dan kecamatan tentunya tidak
terlepas dari petani kopi sebagai penghasil kopi (produsen) dan pedagang besar atau
pengusaha sebagai pembeli kopi yang telah mereka kumpulkan dari beberapa petani
kopi. Pedagang pengumpul tidak akan ada apabila salah satu dari petani kopi atau
pedagang besar atau pengusaha tidak ada.
Biasanya, yang menjadi pedagang pengumpul adalah orang-orang yang
memiliki kemampuan modal untuk membeli produksi kopi petani dalam jumlah yang
cukup besar dari suatu desa atau kecamatan. Selain memiliki kemampuan modal,
pedagang pengumpul juga harus mempunyai hubungan yang cukup baik dengan
pedagang besar atau pengusaha pengolahan biji kopi kering. Sebab tanpa adanya
hubungan yang baik maka tentu saja biji-biji kopi yang telah mereka beli dan
kumpulkan dari petani tidak akan dibeli oleh pengusaha pengolahan biji kopi kering.
Dalam hal pemasaran produksi, petani kopi sangat membutuhkan pedagang
pengumpul untuk membeli biji-biji kopi mereka secara langsung ke desa atau
kecamatan mereka. Karena selain mempermudah penjualan kopi juga dapat
menghemat biaya pengeluaran untuk biaya transportasi pengangkutan dari desa ke
lokasi pengusaha pengolahan biji kopi. Sebaliknya, pedagang pengumpul
mendapatkan keuntungan dari selisih harga jual kopi dari petani kopi ke pedagang
besar atau pengusaha pengolahan biji kopi kering.
Harga komoditi kopi dari pedagang pengumpul, pedagang besar atau
pengusaha pengolahan biji kopi kering sewaktu-waktu dapat berubah-ubah seiring
dengan perubahan harga komoditi kopi di pasar dunia. Bila harga kopi di pasar dunia
mengalami kenaikan maka tentunya akan berdampak pada meningkatnya pendapatan
pedagang besar/pengusaha, pedagang pengumpul dan petani kopi. Namun sebaliknya,
bila harga kopi di pasar dunia mengalami penurunan maka tentunya juga akan
berdampak pada menurunnya pendapatan pedagang besar/pengusaha, pedagang
pengumpul dan petani kopi.
Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, bahwa tanpa adanya pengusaha
pengolahan biji kopi kering maka keberadaan dari pedagang pengumpul pun juga
tidak akan ada. Oleh karena itu agar tetap selalu eksis sebagai pengusaha pengolahan
biji kopi kering di Kabupaten Tapanuli Utara maka sangat diharapkan kepada seluruh
pedagang pengumpul yang ada di Kabupaten Tapanuli Utara agar pasakon biji-biji
kopi basah dapat selalu tetap terjaga baik dari jumlah maupun kualitasnya. Sehingga
selain sebagai pengusaha pengolahan biji kopi kering juga sekaligus sebagai eksportir
yang tetap dapat memenuhi permintaan kebutuhan akan biji-biji kopi kering di pasar
internasional.
Hingga saat ini, satu-satunya pengusaha pengolahan biji kopi kering di
Kabupaten Tapanuli Utara adalah PT. Tapanuli Investasi Agro, yang ada di Silangit
Kecamatan Siborongborong. Dimana industri pengolahan biji kopi kering tersebut
mempunyai kapasitas produksi pabrik sebesar 36 ton biji kopi kering per hari.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Dari hasil analisis regresi, dapat diketahui bahwa variabel bebas yang
memiliki pengaruh yang lebih signifikan terhadap produktifitas tanaman
kopi adalah variabel pengalaman dimana nilai t-hitung variabel pengalaman
lebih besar dari nilai t-hitung variabel pendidikan formal dan pendidikan
non formal.
2. Kontribusi usahatani kopi terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten
Tapanuli Utara masih sangat rendah. Ini dapat dilihat dari pendapatan petani
kopi rata-rata di Kabupaten Tapanuli Utara adalah Rp. 5.012.526 per tahun
lebih rendah bila dibandingkan dengan PDRB (Produk Domestik Regional
Bruto) perkapita Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2007, yakni sebesar Rp.
10.348.813. Keterserapan tenaga kerja dari usahatani kopi di Kabupaten
Tapanuli Utara untuk luas lahan kurang 0,5 Ha seluas 13.128,89 Ha (85,25
% dari total luas areal tanaman kopi Kabupaten Tapanuli Utara) juga masih
sangat rendah yakni dengan keterserapan sebesar 15 % dari jumlah
penduduk Kabupaten Tapanuli Utara pada tahun 2006 pada masa panceklik
dan meningkat menjadi 39,99 % - 49,99 % pada masa panen raya.
5.2. Saran
1. Untuk meningkatkan pendidikan non formal petani kopi di Kabupaten
Tapanuli Utara baik dari segi kualitas dan kuantitas maka Pemerintah
Kabupaten Tapanuli Utara melalui petugas penyuluh pertanian lapangan
agar lebih gencar mengadakan penyuluhan, bimbingan dan pelatihan/kursus
budidaya tanaman kopi yang baik. Selain itu, perlu juga dibentuk kelompok-
kelompok tani sebagai wadah saling berbagi pengalaman antara petani yang
telah berpengalaman dengan petani yang belum berpengalaman.
2. Mengingat luasnya lahan kering/lahan kosong yang ada saat ini di
Kabupaten Tapanuli Utara maka dibutuhkan kebijakan pemerintah daerah
untuk mengusahakan agar lahan- lahan kosong itu dapat dikelola menjadi
lahan pertanaman kopi sehingga selain dapat meningkatkan produksi
tanaman kopi juga berdampak terhadap peningkatan pendapatan petani dan
penyerapan kerja di Kabupaten Tapanuli Utara.
DAFTAR PUSTAKA
AAK, 1991. Budidaya Tanaman Kopi. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Arsyad, Hajrah., 2002. Analisis Berbagai Upaya dalam Perbaikan Produktifitas dan
Mutu Hasil Kakao di Sulawesi Selatan. Yayasan Santigi Makassar
Azwardi, D., 2001. Kajian Tingkat Teknologi Pembenihan Ikan Mas (Cyprinus
Carpio) Pada Sentra Benih Ikan Di Sumatera Barat. Thesis, Pasca Sarjana UGM. Yogyakarta.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Utara, 2004. Produk Domestik Regional
Bruto Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2004. Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Utara. Tarutung
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Utara, 2007. Tapanuli Utara Dalam Angka
2007. Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Utara. Tarutung Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara dan Badan
Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Utara, 2007. Kecamatan Pangaribuan dalam Angka 2007. Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Utara. Tarutung
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara dan Badan
Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Utara, 2007. Kecamatan Siborongborong
dalam Angka 2007. Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Utara. Tarutung
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Utara, 2007. Kecamatan Sipahutar dalam Angka 2007. Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Utara. Tarutung.
Dirjen Penataan Ruang Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003.
Pengembangan Wilayah dan Penataan Ruang di Indonesia : Tinjauan Teoritis dan Praktis. Diakses dari http://www.penataanruang.net/taru/Makalah/DirjenPR STTNASYogya.pdf pada tanggal 02-06-2009.
Gitosudarmo, I.M., 1990. Prinsip Dasar Manajemen. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Gultom, D.T., Nurmayasari, Sumaryo dan Efendi, 1997. Persepsi dan Penerapan Teknologi pada Proyek Pembangunan Pertanian Rakyat Terpadu (P2RT) di Dusun Kedawung, Kelurahan Sukadanaham. Kecamatan Tanjung Karang Barat.
Kotamadya Bandar Lampung.
Hafizah, dkk., 2003. Aktivitas Penyuluhan Sebagai Bentuk Komunikasi Untuk Meningkatkan Pengetahuan Petani (Studi Kasus di Desa Sambirejo Kecamatan Selupu Rejang Kabupaten Rejang Lebong). Diakses dari
www.geocities.com/ejurnal/files/agrisep/edisi2/109.pdf pada tanggal 05-12-2008.
Hasan, Iswandhie., 2000. Analisis Produksi Kopi di Desa Mbenti Kecamatan
Minyambow Kabupaten Manokwari. Program Studi Agrobisnis. Diakses dari
www.papuaweb.org/unipa/dlib-s123/hasan/s1.pdf pada tanggal 05-12-2008.
Hole, Y., 1988. Perbedaan Efektifitas Komunikasi dalam Penyuluhan Pertanian antara Petani Transmigrasi Nasional dan Petani Transmigrasi APPDT di Daerah Transmigrasi Prafi - Manokwari. Fakultas Pertanian Universitas Negeri
Cenderawasih Manokwari.
Kuncoro, Mudrajad., 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah : Reformasi, Perencanaan, Strategi dan Peluang. Erlangga. Jakarta.
Kambuaya, O., 1982. Analisa Produksi dan Tataniaga Ikan Teri (Stolephorus comersionil anchovies) di Wilayah Kecamatan Sorong dan Raja Ampat
Kabupaten Sorong Irian Jaya. Fakultas Pertanian Peternakan dan Kehutanan. Universitas Negeri Cenderawasih.
Liliweri, A., 1997. Sosiologi Organisasi. Citra Aditya Bakti. Bandung.
Mahaputra, IK, Rubiyo., 2006. Kajian Irigasi Embung Terhadap Usahatani Jagung di Lahan Kering Kabupaten Buleleng. Diakses dari bbp2tp.litbang.deptan.go.id/FileUpload/files/publikasi/JPPTP%209106(7).pdf
pada tanggal 05-12-2008.
Mamboai, Hans., 2003. Sistem Pengelolaan Usahatani Komoditi Kopi (Coffea sp) di Kampung Ambaidiru Distrik Angkaisera Kabupaten Yapen Waropen. Diakses dari www.papuaweb.org/unipa/dlib-s123/mamboai/s1.PDF pada tanggal 05-12-
2008.
Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003. Strategi Pengembangan Wilayah dalam Kerangka Pembangunan Ekonomi Nasional Yang Lebih Merata dan
Lebih Adil. Diakses dari www.penataanruang.pu.go.id.pdf. pada tanggal 02-06-2009.
Mosher, A.T., 1991. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. CV. Yasaguna. Jakarta.
Mulyanto, H.R., 2008. Prinsip-Prinsip Pengembangan Wilayah. Graha Ilmu.
Yogyakarta.
Nachrowi dan Suhandojo, 2001. Analisis Sumberdaya Manusia, Otonomi Daerah dan
Pengembangan Wilayah. BPPT. Jakarta. Najiyati, S dan Danarti, 2006. Kopi, Budidaya dan Penanganan Pasca Panen. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Priyono, dkk., 2003. Faktor-Faktor Penentu Tingkat Adopsi Teknologi Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dan Hubungannya Terhadap Produktivitas Usahatani Padi (Studi Kasus di Kecamatan Gading Cempaka Kota Bengkulu). Diakses
dari www.geocities.com/ejurnal/files/agrisep/edisi2/96.pdf pada tanggal 05-12-2008.
Purwoko dan Sumantri, 2007. Faktor-Faktor Penentu Tingkat Adopsi Teknologi
Pemeliharaan Sapi di PT. Agricinal Kabupaten Bengkulu Utara. Diakses dari
bdpunib.org/jipi/artikeljipi/edkhus1/78.PDF pada tanggal 05-12-2008.
Reksohadiprojo, S., 1982. Teori dan Rerilaku Organisasi Perusahaan. BFEE. UGM. Yogyakarta.
Rustiadi, E., 2004. Pemantapan Kebijakan dalam Mendukung Pengembangan Kawasan Agropolitan. Makalah pada lokakarya Nasional Agropolitan. Proyek
Pengembangan prasarana dan sarana Desa Agropolitan. Gorontalo. Scott, J.C., 1994. Moral Ekonomi Petani, Pergolakan dan Subsistensi di Asia
Tenggara. LP3ES.
Sirojuzilam, 2005. Beberapa Aspek Pembangunan Regional. Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI). Bandung.
Sirojuzilam, 2008. Disparitas Ekonomi dan Perencanaan Regional. Ketimpangan Ekonomi Wilayah Barat dan Wilayah Timur Provinsi Sumatera Utara. Pustaka
Soedjadmiko, A., 1990. Kajian Terhadap Teknologi Dalam Rangka Program Intensifikasi Kedelai (Suatu Kasus di Kec. Gumuk Mas Jember). Thesis. Pasca Sarjana UGM. Yogyakarta.
Soekartawi, 1988. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Universitas Indonesia Press.
Jakarta. Suhandojo, 2002. Pengembangan Sumberdaya Manusia dalam Rangka Pelaksanaan
Otonomi Daerah. BPPT. Jakarta.
Sulistiono, 2008. Model Pengembangan Wilayah dengan Pendekatan Agropolitan (Studi Kasus Kabupaten Banyumas). Tesis Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. Diakses dari http://www.damandiri.or.id/file/sulistionoipbbab2.pdf pada tanggal
04-06-2009.
Susilo, Kasru., 2003. Kebijaksanaan Pengembangan Wilayah Di Masa Yang Akan Datang dan Implikasinya terhadap Kebutuhan Analisa dengan Memanfaatkan Sistem Informasi Geografis. Diakses dari http://www.penataanruang.net/taru/
Makalah/Prospek%20GIS-ITB.pdf pada tanggal 04-06-2009.
Syafruddin, 2003. Pengaruh Media Cetak Brosur dalam Proses Adopsi dan Difusi Inovasi Beternak Ayam Broiler di Kota Kendari. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Diakses dari www.damandiri.or.id/detail.php?id=240
pada tanggal 05-12-2008.
Tarigan, R., 2005. Perencanaan Pembangunan Wilayah. PT Bumi Aksara. Jakarta Zen, M.T., 2001. Falsafah Dasar Pengembangan Wilayah : Memberdayakan
Manusia. BPPT. Jakarta.
Zulfikri, 2003. Faktor- faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Adopsi Teknologi Pertanian Organik (Studi Kasus di Desa Air Bang Kecamatan Curup dan Desa Air Duku Kecamatan Selupu Rejang Kabupaten Rejang Lebong. Jurusan Sosek.