PENGARUH PENDIDIKAN AGAMA DALAM KELUARGA TERHADAP PEMBENTUKAN KONSEP DIRI ANAK DI KELUARGA PEMULUNG JURANG MANGU BARAT Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S. Sos I) RHAVIQAH 107052002762 JURUSAN BIMBINGAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2 0 1 3
97
Embed
PENGARUH PENDIDIKAN AGAMA DALAM KELUARGA TERHADAP ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28232/1/RHAVIQAH... · keluarga terhadap pembentukan konsep diri anak di keluarga
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENGARUH PENDIDIKAN AGAMA DALAM KELUARGA TERHADAP PEMBENTUKAN KONSEP DIRI ANAK
DI KELUARGA PEMULUNG JURANG MANGU BARAT
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S. Sos I)
RHAVIQAH 107052002762
JURUSAN BIMBINGAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2 0 1 3
PENGARUH PENDIDIKAN AGAMA DALAM KELUARGA TERHADAP PEMBENTUKAN KONSEP DIRI ANAK DI KELUARGA PEMULUNG JURANG MANGU BARAT
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S. Sos I)
Oleh
Rhaviqah NIM 107052002762
Pembimbing
Dra. Rini Laili Prihatini M. Si NIP 19690607 199503 2 003
JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2 0 1 3
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul Pengaruh pendidikan Agama keluarga terhadap
Pembentukan Konsep Diri Anak di Komunitas Pemulung jurang Mangu
telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Kamis, 16 Mei 2013.
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Sosial Islam (S.Sos.I) pada Program Studi Bimbingan dan Penyuluhan Islam.
Ciputat,16 Mei 2013
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sosial Islam (S. Sos. I) di
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jakarta, Mei 2013
R h a v i q a h
ANAK BELAJAR DARI KEHIDUPANNYA ( By : Dorothy Law Nolte)
Jika anak dibesarkan dengan celaan Ia belajar memaki
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan Ia belajar berkelahi
Jika anak dibesarkan dengan cemoohan Ia belajar rendah diri
Jika anak dibesarkan dengan penghinaan Ia belajar menyesali diri
Jika anak dibesarkan dengan toleransi Ia belajar menahan diri
Jika anak dibesarkan dengan dorongan Ia belajar percaya diri
Jika anak dibesarkan dengan pujian Ia belajar menghargai
Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan Ia belajar keadilan
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman Ia belajar menaruh kepercayaan
Jika anak dibesarkan dengan dukungan Ia belajar menyenangi dirinya
Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan
Ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan.
i
ABSTRAK
Rhaviqah, 107052002762, Pengaruh Pendidikan Agama Keluarga Terhadap Pembentukan Konsep Diri Anak Di Keluarga Pemulung Jurang Mangu Barat Bintaro Tangerang Selatan, di bawah bimbingan Rini Laili Prihatini, M.Si
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal bersama di satu atap atau tempat dan dalam keadaan saling ketergantungan. Dalam satu keluarga terdapat orang tua yang menjadi pendidik pertama bagi anak-anaknya. Orang tua mempunyai tanggung jawab yang besar dalam mendidik anak yang berkualitas, cerdas, dan tanggung jawab atas diri dan masyarakat, bangsa dan negara. Salah satunya bertanggung jawab dalam hal spiritual agar anak dapat menjalankan ajaran agamanya dengan baik. Tanggung jawab yang besar tersebut merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Pendidikan agama dirasa sangat penting diberikan kepada anak-anak, karena agama dapat menjadi sarana untuk membentengi diri anak-anak dari perbuatan yang menyimpang dan negatif, seperti kasus narkoba, seks bebas, tindak kriminal, rendah diri, tertutup dan lain sebagainya. Dengan pendidikan agama yang baik maka akan terbentuklah konsep diri yang positif pada diri anak-anak.
Konsep diri mempunyai peranan penting dalam menentukan perilaku individu. Seluruh sikap, pandangan, serta keyakinan seseorang terhadap dirinya akan berpengaruh terhadap seluruh perilakunya. Apabila individu memandang dirinya sebagai orang yang tidak mempunyai cukup kemampuan untuk melaksanakan tugas, maka perilakunya akan menunjukan ketidak mampuannya tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat dan mengetahui adakah pengaruh pendidikan agama keluarga terhadap pembentukan konsep diri anak di keluarga pemulung Jurang Mangu Barat.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian survei yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengukuran data pokok. Sampel pada penelitian ini yaitu orang tua di komunitas pemulung Jurang Mangu, sebanyak 30 responden.
Hasil penelitian ini memperoleh hasil t-test (parsial) nilai Sig = 0,000 korelasi parsial pendidikan agama keluarga terhadap pembentukan konsep diri anak pada keluarga di komunitas pemulung Jurang Mangu Barat adalah sebesar 0.815 atau 81.5%. Dari hasil perhitungan tersebut ternyata bahwa nilai t hitung lebih besar dari t tabel dimana nilai signifikansinya 0.000 < 0.01. Sehingga hipotesis yang berbunyi yaitu terhadap pengaruh pendidikan agama dalam keluarga terhadap pembentukan konsep diri anak di keluarga pemulung Jurang Mangu Barat. Dan tingkat pembentukan konsep diri anak berada pada tingkatan sedang dengan kisaran skor antara 119.28794 – 103.24546 dan skor mean sebesar 111.2667. Kata Kunci: Pendidikan Agama Keluarga, Konsep Diri.
Tabel 13 Klasifikasi Skor Skala Pendidikan Agama ..................................... 61
Tabel 14 Descriptive Statistics Konsep Diri ................................................. 62
Tabel 15 Klasifikasi Skor Skala Pembentukan Konsep Diri .......................... 63
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keluarga adalah lembaga sosial resmi yang terbentuk setelah adanya
perkawinan. Menurut pasal 1 Undang–undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974,
menjelaskan bahwa “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang
bahagia dan sejahtera berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.1
Menurut Gunarsa dalam keluarga yang ideal (lengkap) maka ada dua
individu yang memainkan peran penting yaitu peran ayah dan peran ibu. Secara
umum peran ibu adalah memenuhi kebutuhan biologis dan fisik, merawat dan
mengasuh keluarga dengan sabar, mendidik, mengatur, dan membimbing anak,
serta menjadi contoh dan teladan bagi anak. Secara umum peran ayah adalah
sebagai pencari nafkah, menjadi suami yang penuh perhatian, memberi rasa aman,
berpartisipasi dalam pendidikan anak, sebagai pelindung atau tokoh yang tegas,
bijaksana, dan mengasihi keluarga, karenanya orang tua berkewajiban mendidik
dan membimbing anak.2
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala
keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah
satu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Didalam suatu keluarga terdapat
anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak yang menjadi
tanggung jawab orang tua.
1 Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h. 21 2 Singgih D.Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2002), h. 27
2
Orang tua menjadi pendidik pertama bagi anak-anaknya. Setiap orang tua
memiliki harapan dan keinginan yang baik terhadap anak, sehingga segala cara
diusahakan untuk mencapai hal tersebut. Taraf pertumbuhan dan perkembangan
telah menjadikan perubahan pada diri anak. Perubahan perilaku tidak akan
menjadi masalah bagi orang tua apabila anak tidak menunjukkan tanda
penyimpangan. Akan tetapi, apabila anak telah menunjukkan tanda yang
mengarah ke hal negatif akan membuat cemas orang tua seperti anak-anak mulai
sering berkata tidak jujur, tidak mau mendengarkan perkataan orang tua dan lain-
lain.
Orang tua mempunyai tanggung jawab yang besar dalam mendidik anak
yang berkualitas, cerdas, dan bertanggung jawab atas diri dan masyarakat, bangsa
dan Negara. Salah satunya bertanggung jawab dalam hal spiritual agar anak dapat
menjalankan ajaran agamanya dengan baik. Tanggung jawab yang besar tersebut
merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah.
Pendidikan agama dalam arti pembinaan kepribadian, sebenarnya telah
dimulai sejak si anak lahir, bahkan sejak dalam kandungan. Keadaan orang tua,
ketika si anak dalam kandungan, mempengaruhi jiwa anak yang akan lahir nanti,
hal ini banyak terbukti dalam perawatan jiwa. Memang diakui bahwa penelitian
terhadap mental janin yang dalam kandungan, mempengaruhi jiwa anak yang
akan lahir nanti, hal ini banyak terbukti dalam perawatan jiwa.3
Anak tumbuh dan berkembang di bawah bimbingan orang tua. Melalui
orang tua, anak beradaptasi dan mengenal dunia sekitarnya serta pola pergaulan
3 Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), h. 126
3
hidup yang berlaku di lingkungannya. Orang tua merupakan dasar pertama bagi
pembentukan pribadi anak, dan membentuk baik buruknya perilaku anak.
Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia dalam upaya pengajaran
dan pelatihan, proses, cara, perbuatan mendidik.4
Selanjutnya pendidikan juga di atur dalam ketentuan Negara yang tertuang
dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia Nomor: IV/MPR/1978) dinyatakan: Pendidikan
berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan rumah tangga,
sekolah, dan masyarakat. Karena itu pendidikan adalah tanggung jawab bersama
antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah.5
Setelah kita memahami konsep pendidikan yang tertuang dalam aturan
Negara melalui GBHN. Maka kita dapat mengetahui masalah pendidikan anak
yang ada pada masyarakat marjinal. Misalnya yang terjadi pada anak-anak di
komunitas pemulung Jurang Mangu adalah perasaan minder pada orang lain
diluar dari komunitas mereka. Ini dijumpai pada saat peneliti melakukan observasi
pada praktikum di komunitas pemulung tersebut. Rasa minder yang timbul
disebabkan oleh pandangan dari orang diluar komunitas pemulung kepada
mereka. Kebanyakan orang-orang memandang bahwa pemulung itu adalah
pekerjaan yang kotor, karena pekerjaan mereka adalah memunguti barang-barang
bekas ataupun sisa-sisa dari orang lain, dan tak jarang pula masyarakat
memandang pemulung sebagai orang yang selalu dikaitkan dengan pelaku
kriminal seperti pencuri dan lain sebagainya. Hal ini menyebabkan anak
komunitas pemulung menjadi kurang percaya diri dengan lingkungan diluar
4 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005) h. 263
5 Zahara Idris, Dasar Dasar Kependidikan, (Bandung: ANGKASA, 1981), h. 57
4
komunitas mereka. Ditambah lagi anak-anak di komunitas pemulung Jurang
Mangu mengalami putus sekolah dikarenakan faktor ekonomi dan akhirnya
mengikuti jejak orang tua mereka menjadi pemulung. Karena kurangnya
pendidikan mengakibatkan anak-anak berada dijalanan dan keadaan tersebut
membuat mereka sangat mudah terpengaruh oleh hal-hal baru yang terjadi di
jalanan, dan hal ini menyebabkan mereka menjadi anak jalanan yang dianggap
meresahkan masyarakat. Hal ini penulis ketahui ketika penulis melakukan
konseling kelompok di komunitas pemulung Jurang Mangu. Dan karena masalah
tersebut penulis menjadi tertarik untuk melakukan penelitian di komunitas
tersebut.6
Pendidikan agama sangat penting diberikan kepada anak. Karena agama
dapat menjadi sarana untuk membentengi diri anak dari perbuatan yang
menyimpang dan negatif, seperti kasus narkoba, seks bebas, tindak kriminal,
rendah diri, tertutup dan lain sebagainya, dan terbentuklah konsep diri yang positif
pada diri anak, khususnya bagi anak-anak pemulung di Jurang Mangu. Sehingga
mereka lebih dapat menerima diri dan lingkungannya.
Setiap individu memiliki gambaran tentang dirinya sendiri. Gambaran diri
tersebut biasanya disebut dengan konsep diri (self concept). Gambaran itu
meliputi keadaan fisik, psikologis, dan kehidupan sosialnya dengan orang lain.
Jadi konsep diri meliputi apa yang individu pikirkan dan apa yang individu
rasakan tentang dirinya.
Lindgren menyatakan konsep diri terbentuk karena adanya interaksi
individu dengan orang-orang sekitarnya. Apa yang dipersepsikan oleh orang lain
mengenai diri individu, tidak terlepas dari struktur, peran dan status sosial yang
disandang seorang individu. Struktur, peran dan status sosial merupakan gejala
6 Hasil praktikum makro di komunitas Pemulung Jurang Mangu Barat. 2011
5
yang dihasilkan dari adanya interaksi antara individu satu dan individu yang lain,
antara individu dan kelompok, atau kelompok dan kelompok.7
Apabila anak-anak memiliki konsep diri yang positif maka akan mencetak
anak-anak yang lebih optimis, penuh percaya diri dan selalu bersikap positif
terhadap segala sesuatu, juga terhadap kegagalan yang dialaminya, tapi sebaliknya
apabila anak-anak memiliki konsep diri yang negatif, maka ia akan meyakini dan
memandang bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidak dapat berbuat apa-apa,
tidak kompeten, gagal, malang, tidak menarik, tidak disukai dan kehilangan daya
tarik terhadap hidup.
Pembentukan konsep diri anak yang positif ini bukan hanya tanggung
jawab keluarga saja, tetapi juga menjadi tanggung jawab bersama untuk ikut
memikirkan bagaimana caranya agar bangsa kita dapat mencetak generasi-
generasi penerus yang tidak hanya sebatas canggih dalam ilmu pengetahuan tetapi
juga mempunyai kepribadian yang bertakwa dan mampu bertanggung jawab
terhadap dirinya sendiri. Hal tersebut sebagaimana disebutkan dalam ajaran Islam
bahwa manusia itu sebagai khalifah dimuka bumi ini yang tertuang dalam Surat
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, "Aku hendak menjadikan khalifah di muka bumi." mereka berkata, "Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah disana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”8
7 Alex Sobur. Psikologi Umum Dalam Lintasan Sejarah (Bandung: CV Pustaka Setia;
2003) 8 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta;Departemen Agama RI,
2008), h. 6
6
Pendidikan dalam keluarga dilaksanakan atas dasar cinta kasih sayang
yang kodrati, rasa kasih murni, yaitu rasa cinta kasih sayang seorang tua terhadap
anaknya. Rasa kasih sayang inilah yang menjadi sumber kekuatan yang menjadi
pendorong orang tua untuk tidak jemu-jemunya membimbing dan memberikan
pertolongan yang dibutuhkan anak-anaknya.9
Diantara pendidikan dalam keluarga Pendidikan agama dalam keluarga
merupakan pendidikan non formal, sejak anak baru lahir hingga anak memasuki
usia untuk memperoleh pendidikan pada jalur formal (sekolah). Dengan adanya
dasar pendidikan agama dari rumah diharapkan kelak anak akan menerapkan
ajaran agama dalam kehidupannya sehari-hari.
Berdasarkan fenomena dan berpijak pada latar belakang masalah di atas,
maka dilakukan penelitian terhadap masalah tersebut dan mendapatkan deskripsi
yang dituangkan dalam skripsi ini dengan judul “PENGARUH PENDIDIKAN
AGAMA DALAM KELUARGA TERHADAP PEMBENTUKAN KONSEP
DIRI ANAK DI KELUARGA PEMULUNG JURANG MANGU BARAT”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Untuk memfokuskan pembatasan dalam penelitian ini, sehingga sampai
pada tujuannya, maka penulis membatasi penelitian ini pada:
1) Pendidikan agama keluarga dalam penelitian ini yaitu pendidikan agama
yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya baik pendidikan secara
lisan maupun secara tindakan. Dalam penelitian ini yang di ukur adalah
bagaimana anak mendapatkan pendidikan agama dalam keluarganya.
9 Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h. 21-22
7
2) Keluarga dalam penelitian ini adalah keluarga-keluarga pemulung yang
tinggal di komunitas pemulung Jurang Mangu Barat.
3) Pembentukan konsep diri anak dalam penelitian ini yaitu semua hal yang
dilakukan oleh orang tua dalam memberikan keteladanan dan pembiasaan
kepada anak berdasarkan ajaran-ajaran agama yang berlangsung secara
terus menerus dan membentuk konsep diri pada anak. Konsep diri ini
terbentuk baik menjadi konsep diri yang positif ataupun menjadi konsep
diri yang negatif.
2. Perumusan Masalah
Agar perumusan masalah lebih terarah dan terfokus, maka dalam
penulisan penelitian ini dirumuskan dalam rangka menjawab permasalahan
sebagai berikut:
a. Bagaimana pendidikan agama anak di keluarga pemulung Jurang Mangu ?
b. Bagaimana pembentukan konsep diri anak di keluarga pemulung Jurang
Mangu ?
c. Bagaimana pengaruh pendidikan agama terhadap pembentukan konsep diri
anak di keluarga pemulung Jurang Mangu ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pembatasan dan perumusan masalah tersebut, maka tujuan
dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang:
a. Untuk mengetahui dan menganalisis pembentukan konsep diri anak di
keluarga pemulung Jurang Mangu.
8
b. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh pendidikan agama keluarga
terhadap pembentukan konsep diri anak di keluarga pemulung Jurang
Mangu.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini dapat dilihat dari beberapa segi, yaitu:
a. Ilmu Pengetahuan, diharapkan penelitian ini dapat menambah
pengetahuan baru pada mata kuliah Bimbingan dan Penyuluhan Islam,
Ilmu Dakwah, dan Psikologi Perkembangan.
b. Akademis, diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan
pemikiran yang dapat dijadikan bahan acuan tentang pendidikan
agama keluarga dalam pembentukan konsep diri anak bagi universitas
dan khususnya jurusan BPI.
c. Masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
masyarakat, khususnya para orang tua mengenai pendidikan agama
keluarga untuk pembentukan konsep diri anak.
D. Tinjauan Pustaka
Dalam melakukan penelitian ini diadakan tinjauan pustaka terhadap
beberapa skripsi yang memiliki kemiripan judul untuk menghindari bentuk
plagiat, diantaranya:
1. “Pengaruh Pendidikan Agama dalam Keluarga Terhadap Kenakalan
Remaja di SMA 10 Tangerang Selatan”
(Disusun oleh: Tri Sutarti, NIM: 105011000121, Jurusan: Pendidikan
Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta). Metode yang digunakan pada
9
penelitian ini adalah metode deskriptif analisis, yaitu penelitian yang
bertujuan menggambarkan keadaan sebenarnya. Hasil penelitian ini
adalah, dapat disimpulkan bahwa pendidikan dalam keluarga yang
diberikan orang tua siswa-siswi SMA Negeri 10 Tangerang Selatan,
berupa pembinaan keimanan, pembinaan ibadah, dan pembinaan akhlak.
Dari kenakalan remaja dapat dilihat bahwa tingkat kenakalan remaja SMA
Negeri 10 Tangerang Selatan, berada pada tingkat cukup. Dari hasil
tersebut dapat dilihat bahwa tingkat kenakalan remaja di SMA Negeri 10
Tangerang Selatan berada pada tingkat sedang.
2. “Pengaruh Pendidikan Agama (Islam) dalam Keluarga Terhadap Konsep
Diri Pada Remaja”.
(Disusun oleh: Zakiah, NIM: 102070026075, Jurusan: Psikologi, Fakultas
Psikologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta). Metode
yang di gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian korelasional,
dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Hasil dari penelitian ini
adalah terdapat pengaruh positif yang signifikan antara pendidikan agama
(Islam) dalam keluarga terhadap konsep diri remaja. Artinya semakin
tinggi pendidikan agama sesorang yang didapatkan dalam keluarga maka
akan semakin positif konsep diri seseorang itu, sebaliknya semakin
kurangnya pendidikan agama (Islam) yang didapatkan seseorang dalam
keluarganya maka akan konsep dirinya akan cenderung menjadi negatif.
Perbedaan dari dua penelitian di atas dengan penelitian ini yaitu masalah
yang diteliti disini adalah bagaimana pengaruh pendidikan agama keluarga
terhadap pembentukan konsep diri anak. Adapun lokasi penelitian ini bertempat di
10
komunitas pemulung Jurang Mangu, peneliti mengambil lokasi tersebut
dikarenakan peneliti merasa tertarik dengan konsep diri anak-anak di komunitas
pemulung tersebut. Dan yang menjadi subyek dalam penelitian ini adalah
keluarga pemulung dan yang menjadi masalah pada penelitian ini adalah
bagaimana pengaruh pendidikan agama keluarga terhadap pembentukan konsep
diri anak di komunitas pemulung Jurang Mangu.
E. Sistematika Penulisan
Penyusunan skripsi ini, peneliti membagi dalam lima bab dengan
sistematika pembahasan sebagai berikut:
BAB I LATAR BELAKANG MASALAH. Bab ini menguraikan tentang
latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penelitian.
BAB II TINJAUAN TEORITIS. Bab ini menguraikan tentang pengertian
konsep diri, pengertian pemahaman agama, pengertian remaja
BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Adapun yang akan dibahas dalam
bab ini adalah mengenai lokasi penelitian, waktu penelitian, jenis
penelitian, teknik pemilihan, subjek penelitian, teknik pengumpulan
data, teknik pencatatan data, sumber data, fokus penelitian, analisis
data dan keabsahan data.
BAB IV TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISIS DATA. Bab ini
menguraikan gambaran umum komunitas pemulung, hasil dan
pembahasan penelitian.
11
BAB V PENUTUP. Bab ini membahas secara singkat mengenai kesimpulan
berdasarkan hasil pelaksaan penelitian dan saran-saran yang menjadi
penutup di pembahasan skripsi ini.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
12
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pendidikan Agama
1. Pengertian Pendidikan
Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia dalam upaya pengajaran
dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik.1
Secara etimologi, pendidikan berasal dari bahasa Yunani, Paedagogiek.
Paes berarti anak; agogos artinya membimbing atau tuntunan; dan iek artinya
ilmu. Jadi secara etiologi paedagogiek adalah ilmu yang membicarakan
bagaimana memberikan bimbingan kepada anak. Dalam bahasa Inggris
pendidikan diterjemahkan menjadi education. Education berasal dari bahasa
Yunani educare yang berarti membawa keluar yang tersimpan dalam jiwa anak,
untuk dituntun agar tumbuh dan berkembang.2
Menurut Dictionary Of Education, yang dikutip oleh Alisuf Sabri dalam
bukunya Pengantar Ilmu Pendidikan, bahwa pendidikan diartikan sebagai
berikut:3
a. Serangkaian proses dengannya seseorang atau anak mengembangkan
kemampuan, sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya yang bernilai
atau berguna di masyarakat.
b. Proses sosial dimana orang-orang atau anak-anak dipengaruhi dengan
lingkungan yang (sengaja) dipilih dan dikendalikan (misalnya oleh guru di
1 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia ,(Jakarta: Balai
Pustaka, 2005) h. 263 2 Madyo Ekosusilo, Dasar-Dasar Pendidikan, (Semarang: Effhar, 1990) h. 12 3Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Perrs, 2005), h. 5
13
sekolah) sehingga mereka memperoleh kemampuan-kemampuan sosial
dan perkembangan individual yang optimal.
Ahmad D. Marimba mendefinisikan pendidikan sebagai “bimbingan atau
pimpinan secara sadar oleh si pendidik tehadap perkembangan jasmani dan rohani
si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama”.4
Sedangkan beberapa ahli yang lain mengartikan pendidikan sebagai
berikut:5
a. Lengeveld: Mendidik adalah mempengaruhi anak dalam upaya
membimbingnya agar menjadi dewasa. Usaha membimbing haruslah
usaha yang disadari dan dilaksanakan dengan sengaja. Oleh karena itu
pendidikan hanya terdapat dalam pergaulan yang disengaja antara orang
dewasa dengan anak yang diarahkan kepada tujuan pendidikan.
b. Hoogveld: Mendidik membantu anak supaya ia cukup cakap
menyelenggarakan tugas hidupnya atas tanggung jawabnya sendiri.
c. SA. Branata, dkk: Pendidikan ialah usaha yang sengaja diadakan, baik
langsung maupun dengan cara yang tidak langsung, untuk membantu anak
dalam perkembangannya mencapai kedewasaan.
d. Ki Hajar Dewantara: Mendidik ialah menuntut segala kekuatan kodrat
yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai
anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang
setinggi-tingginya.
Selanjutnya menurut GBHN (Ketetapan MPR RI No. IV / MPR / 1973)
dikatakan bahwa: “Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk
4 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: Al-Ma’arif, 1980), h. 19
5 Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h. 6
14
mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan diluar sekolah dan
berlangsung seumur hidup”.6
Kemudian menurut ketentuan umum Bab I Pasal 1 Undang-undangSistem
Pendidikan Nasional No.2 Tahun 1989, menjelaskan bahwa: “Pendidikan adalah
usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran, dan latihan bagi peranannya di masa yang akan datang”.7
Pendidikan sebagai usaha membina dan mengembangkan pribadi manusia;
aspek rohaniah dan jasmaniah, juga harus berlangsung secara bertahap. Akan
tetapi, suatu proses yang diinginkan dalam usaha kependidikan adalah proses
yang terarah dan bertujuan, yaitu mengarahkan anak didik (manusia) kepada titk
optimal kemampuannya. Berdasarkan pernyataan tersebut banyak ahli filsafat
pendidikan yang mengartikan pendidikan sebagai suatu proses bukan suatu seni
atau teknik.8
Pendidikan diartikan sebagai bimbingan atau pertolongan yang diberikan
dengan sengaja terhadap anak didik oleh orang dewasa. Dalam perkembangan
berikutnya pendidikan diartikan sebagai “usaha yang dilakukan oleh seorang atau
sekelompok orang untuk mempengaruhi seseorang untuk mempengaruhi
sekelompok orang agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup dan
penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental”.9
6 Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan,(Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h. 7 7Ibid. h. 7 8Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h.12-13 9 Tholib Hasan, Dasar-dasar Pendidikan (Jakarta: Studia Press, 2005), h. 1
15
Menurut Arifin, pendidikan adalah usaha orang dewasa secara sadar untuk
membimbing dan mengembangkan kepribadian serta kemampuan dasar anak
didik baik dalam bentuk pendidikan formal maupun informal.10
Dari berbagai pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan
adalah suatu usaha yang dilakukan secara sadar untuk melatih, membimbing, dan
mengembangkan segala potensi yang ada dalam diri seseorang melalui suatu
proses dengan menggunakan metode-metode tertentu, baik secara formal maupun
nonformal, sehingga orang tersebut memperoleh pengetahuan dan pemahaman,
membentuk pola tingkah laku tertentu untuk menciptakan kepribadian yang
mandiri agar sampai pada kesempurnanan yang mungkin dicapai.
2. Pengertian Agama
Definisi agama adalah ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan
(kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan yang Maha kuasa serta tata kaidah
yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungan.11
Agama adalah kepercayaan dan pola perilaku, yang diusahakan oleh
manusia untuk menangani masalah-masalah yang tidak dapat dipecahkan dengan
menggunakan teknologi dan teknik organisasi yang diketahuinya. Untuk
mengatasi keterbatasan itu orang berpaling kepada manipulasi makhluk dan
kekuatan supernatural.12
Pengertian agama menurut Frezer dalam Aslam Hadi yaitu: “menyembah
atau menghormati kekuatan yang lebih agung dari manusia yang dianggap
10 M. Arifin, Hubungn Timbal Balik Pendidikan Agama Islam di Lingkungan Keluarga
(Jakarta: Bulan Bintang, 1984), h. 4 11 Departemen Pendidikan Nasional “Kamus Besar Bahasa Indonesia” (Jakarta: Balai
Pustaka). Edisi 3. Cet.3 h. 12 12 William A. Haviland, Antropologi, (Jakarta: Erlangga 1985), h. 193
16
mengantur dan menguasai jalannya alam semesta dan jalannya peri kehidupan
manusia.”13
Agama menurut Prof. KHM. Taib Abdul Mu’in, agama adalah suatu
peraturan yang mendorong jiwa sesorang yang mempunyai akal, memegang
peraturan Tuhan dengan kehendaknya sendiri, untuk mencapai kebaikan hidup di
dunia dan kelak di akhirat.14
Agama menurut Harun Nasution, ada beberapa pengertian atau definisi
tentang agama, yaitu:
a. Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib
yang harus dipatuhi.
b. Pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai manusia.
c. Mengikatkan diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung
pengakuan pada suatu sumber yang berada pada diri manusia dan yang
mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia.
d. Kepercayaan pada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan hidup
tertentu.
e. Suatu sistem tingkah laku yang berasal dari kekuatan gaib.
f. Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini
bersumber pada kekuatan gaib.
g. Pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan
perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam alam
sekitar manusia.
13 Aslam Hadi, Pengantar Filsafat Islam, (Jakarta: Rajawali, 1986), cet. Ke-1, h. 6 14 Mudjahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-Agama, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,
1996) cet. Ke-2, h. 4
17
h. Ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui
seorang rasul.15
Sedangkan menurut H. Syahrial Sain, seperti yang dikutip oleh TB. Aat
Syafaat, dalam buku Peranan Pendidikan Agama Islam, agama adalah aturan
perilaku bagi umat manusia yang sudah ditentukan dan dikomunikasikan oleh
Allah Swt. Melalui orang-orang pilihan-Nya yang dikenal sebagai utusan-utusan,
rasul-rasul, atau nabi-nabi. Agama mengajarkan manusia untuk beriman kepada
adanya keEsaan, dan Supremasi Allah yang Maha Tinggi dan berserah diri secara
spiritual, mental, dan fisikal kepada kehendak Allah, yakni pesan Nabi yang
membimbing kepada kehidupan dengan cara yang dijelaskan Allah.16
Agama menurut Hadijah Salim adalah peraturan Allah SWT yang
diturunkan-Nya kepada rasul-rasul-Nya yang telah lalu yang berisi suruhan,
larangan dan sebagainya yang wajib ditaati oleh umat manusia dan menjadi
pedoman serta pegangan hidup agar selamat dunia dan akhirat. Agama adalah
kendali hidup, dan barang siapa hidupnya tak terkendalikan niscaya manusia itu
akan terjerumus dan tak akan menentu arah tujuannya, maka membahayakan
kepada diri mereka sendiri.17
Menurut Psikologi Agama, agama adalah pengakuan pribadi terhadap
yang dihayati sebagai “yang Adi Insani/Super Human” yang menggejala dalam
penghayatan dan tingkah laku orang yang bersangkutan lebih-lebih kalau
15 Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Beberapa Aspeknya, (Jakarta: UI Press, 1985), cet.
Ke-4, h. 10 16 TB. Aat Syafaat, dkk. Peranan Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada,2008), h. 14-15 17 Mudjahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-Agama, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
1996), h. 4
18
usahanya untuk menyelaraskan dengan yang Adi Insani itu.18 Agama adalah relasi
dengan Tuhan sebagaimana dihayati oleh manusia.19
Agama dapat menjadi sarana bagi manusia untuk mengangkat diri dari
kehidupan duniawi, yang penuh penderitaan, dan mencapai kemandirian spiritual,
meskipun hanya untuk sementara.20
Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan
agama adalah usaha sadar untuk mengarahkan, mengajarkan, membimbing anak
secara berangsur-angsur dan membantu membentuk kepribadian anak dan
membantu perkembangan jasmani dan rohaninya agar sesuai dengan ajaran-ajaran
agama dan dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Pengertian Keluarga
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia Keluarga adalah suatu keluarga
yang paling mendasar dalam masyarakat yang terdiri dari ibu dan bapak dengan
anak-anaknya.21
Keluarga adalah lembaga sosial resmi yang terbentuk setelah adanya
perkawinan. Menurut pasal 1 Undang–undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974,
menjelaskan bahwa “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang
bahagia dan sejahtera berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.22
Anggota keluarga terdiri dari suami, istri atau orang tua (ayah dan ibu)
serta anak. Ikatan dalam keluarga tersebut didasarkan kepada cinta kasih sayang
18Mudjahid Abdil Manaf, Sejarah Agama-Agama, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
1996), h. 6 19Nico Syukur Dister, Pengalaman dan Motivasi Beragama Pengantar Psikologi Agama,
(Jakarta:LEPPEHAS, 1982) h, 14 20 William A. Haviland, Antropologi, (Jakarta: Erlangga 1985), h. 195 21Departemen Pendidkan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2007), h. 536 22 Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h. 21
19
antara suami istri yang melahirkan anak-anak. Oleh karena itu hubungan
pendidikan dalam keluarga adalah didasarkan atas adanya hubungan kodrati
antara orang tua dan anak.23
4. Fungsi Keluarga
Keluarga sebagai kesatuan hidup bersama, menurut ST. Vembriarto,
mempunyai 7 fungsi yang ada hubungannya dengan kehidupan si anak; yaitu:24
a. Fungsi biologik, yaitu keluarga merupakan tempat lahirnya anak-anak
secara bilogis anak berasal dari orang tua.
b. Fungsi afeksi, yaitu keluarga merupakan tempat terjadinya hubungan
sosial yang penuh dengan kemesraan dan afeksi (penuh kasih sayang
dan rasa aman).
c. Fungsi sosialisasi, yaitu fungsi keluarga dalam membentuk
kepribadian anak. Melalui interaksi sosial dalam keluarga anak
mempelajari pola-pola tingkah laku, sikap, keyakinaan, cita-cita, dan
nilai-nilai dalam masyarakat dalam rangka perkembangan kepribadian.
d. Fungsi pendidikan, yaitu keluarga sejak dahulu merupakan institusi
pendidikan. Dahulu keluarga merupakan satu-satunya institusi untuk
mempersiapkan anak agar dapat hidup secara sosial dan ekonomi di
masyarakat. Sekarangpun keluarga dikenal sebagai lingkungan
pendidikan yang pertama dan utama dalam mengembangkan dasar
kepribadian anak.
e. Fungsi rekreasi, yaitu keluarga merupakan tempat atau medan rekreasi
bagi anggota untuk memperoleh afeksi, ketenangan dan kegembiraan.
23Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h. 21 24Ibid, h. 23
20
f. Fungsi keagamaan, yaitu keluarga merupakan pusat pendidikan,
upacara dan ibadah agama bagi para anggotanya, di samping peran
yang dilakukan institusi agama. Fungsi ini penting artinya bagi
penanaman jiwa agama pada anak.
g. Fungsi perlindungan, yaitu keluarga berfungsi memelihara, merawat
dan melindungi anak, baik fisik maupun sosialnya. Fungsi ini banyak
dilakukan oleh badan-badan sosial, seperti anak yatim piatu, anak
nakal, perusahan asuransi, dan lain-lain.
5. Pendidikan Agama dalam Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang primer dan fundamental
sifatnya. Disitulah anak dibesarkan, memperoleh penemuan-penemuan dan belajar
yang memungkinkan dirinya untuk perkembangan lebih lanjut. Disitu pulalah
anak pertama-tama akan mendapat kesempatan menghayati pertemuan-pertemuan
dengan sesama manusia bahkan memperoleh perlindungan yang pertama.25
Agama dan pendidikan bisa mempengaruhi kelakuan sesorang yang pada
hakikatnya ditimbulkan oleh norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam keluarga,
yang diturunkan melalui pendidikan orang tua terhadap anak mereka. Tidak
mengherankan jika nilai-nilai yang dianut oleh orang tua akhirnya dianut oleh
anaknya. Tidak mengherankan kalau ada pendapat segala sifat negatif yang ada
pada anak sebenarnya ada pula pada orang tuanya, bukan semata-mata karena
faktor bawaan atau keturunan, akan tetapi karena proses pendidikan.26
25 Ary H. Gunawan, Kebijakan-kebijakan Pendidikan di Indonesia, (Jakarta: BINA
Cet. 26 h. 99-100 32Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Penerbit Erlangga 1980), h. 233 33Alex Sobur, Psikologi Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), cet. 3, h. 507 34R. B. Burn, Konsep Diri: Teori Pengukuran, Perkembangan dan Perilaku, (Jakarta:
Arcan, 1993)
23
Definisi lain seperti yang dikemukakan oleh Goss dan O’Hair, mengatakan
konsep diri mengacu kepada cara individu menilai diri individu sendiri, seberapa
besar individu berpikir bahwa individu berharga sebagai seseorang.35
Berdasarkan uraian diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa definisi
konsep diri adalah pikiran dan perasaan individu berdasarkan keyakinan dan
pandangan atau persepsi individu mengenai dirinya sendiri dan penilaian orang
lain, secara keseluruhan baik secara psikologis, sosial dan fisik.
2. Konsep Diri Positif dan Konsep Diri Negatif
Jalaluddin Rakhmat menyatakan dalam bukunya Psikologi Komunikasi,
bahwa seseorang yang memiliki konsep diri yang positif ditandai dengan lima hal
yaitu:36
a. Kemampuan mengatasi masalah
b. Merasa setara dengan orang lain
c. Menerima pujian tanpa rasa malu
d. Ia menyadari, bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan,
keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat
e. Ia mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-
aspek kepribadian yang tidak disenangi dan berusaha mengubahnya.
Sebaliknya menurut William D. Brooks dan Philip Emmert ada empat
tanda orang yang memiliki konsep diri negatif, yaitu:37
a. Peka pada kritik. Orang seperti ini sangat tidak tahan dengan kritikan yang
diterimanya, dan mudah marah atau naik pitam.
35Alex Sobur, Psikologi Umum, h. 507 36Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi,(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), h.
105 37Ibid, h. 105
24
b. Sangat responsif terhadap pujian. Orang seperti ini akan berpura-pura
menghindari menerima pujian, akan tetapi ia tidak dapat menyembunyikan
antusismenya saat menerima pujian.
c. Sikap hiperkritis, orang seperti ini akan sering mengeluh, mencela, atau
meremehkan apa pun dan siapa pun. Mereka tidak pandai dan tidak
sanggup untuk mengungkapkan penghargaan atau pengakuan pada
kelebihan orang lain.
d. Cenderung merasa tidak disenangi orang lain. Ia merasa tidak diperhatikan
karena itulah ia bereaksi pada orang lain sebagai musuh, sehingga tidak
dapat melahirkan kehangatan dan keakraban persahabatan.
e. Bersikap pesimis terhadap kompetisi seperti terungkap dalam
keengganannya untuk bersaing dengan orang lain dalam membuat prestasi.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa konsep diri mempunyai peranan
penting dalam menentukan perilaku individu. Seluruh sikap, pandangan, serta
keyakinan seseorang terhadap dirinya akan berpengaruh terhadap seluruh
perilakunya. Apabila individu memandang dirinya sebagai orang yang tidak
mempunyai cukup kemampuan untuk melaksanakan tugas, maka perilakunya
akan menunjukan ketidakmampuannya tersebut. Konsep diri menentukan
pengharapan individu. Sikap dan pandangan negatif terhadap kemampuan diri
akan menyebabkan individu menaruh patokan harapan yang rendah. Patokan yang
rendah tersebut akan menyebabkan individu tidak mempunyai motivasi untuk
mencapai harapan atau tujuan yang diinginkannya.38
38 Dwi Restu, Hubungan Konsep Diri dengan Motifasi Menabung pada Pegawai UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, (Skripsi S1 Fakultas Psikologi, 2006), h. 28
25
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri
Terdapat berbagai hal yang dapat mempengaruhi perkembangan konsep
diri seseorang baik yang berasal dari dalam diri individu maupun yang berasal
dari luar individu. Verder menyebutkan tiga faktor yakni (Self Appraisal,
Reactions and response of other dan Roles you play) yang mempengaruhi
perkembangan konsep diri seseorang dan satu faktor ditambahkan Brooks, yaitu
reference group.3 9
a) Self Appraisal-Viewing Self as an Object
Istilah ini menunjukan suatu pandangan yang menjadikan diri sendiri
sebagai objek dalam komunikasi, atau dengan kata lain adalah kesan kita
terhadap diri sendiri.
b) Reaction and Response of Others
Konsep diri itu tidak saja berkembang melalui pandangan kita terhadap
diri sendiri, namun juga berkembang dalam rangka interaksi kita dengan
masyarakat. Menurut Brooks, “self concept is the direct result of how
significant others react to the individual”. Jadi self concept atau konsep
diri adalah hasil langsung dari cara orang lain bereaksi secara berarti
kepada individu.
c) Roles you Play-Role Taking
Dalam hubungan pengaruh terhadap konsep diri, adanya aspek peran yang
kita mainkan sedikit banyak akan mempengaruhi konsep diri kita. Yang
dimaksud dengan peran disini adalah:
39Alex Sobur, Psikologi Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), h. 518
26
1) Sekelompok norma dan harapan mengenai tingkah laku seseorang.
2) Norma-norma dan harapan yang dimiliki oleh orang-orang di
lingkungan dekat dengan individu itu.
3) Norma-norma dan harapan tersebut memang diketahui dan disadari
oleh individu yang bersangkutan.
d) Reference Groups
Yang dimaksud dengan reference groups atau kelompok rujukan adalah
kelompok yang kita menjadi anggota di dalamnya. Jika kelompok ini kita
anggap penting, dalam arti mereka dapat menilai dan bereaksi pada kita,
hal ini menjadi kekuatan untuk menentukan konsep diri kita. Dalam
hubungan ini menurut William Brooks, “Research shows that how we
evaluet ourselves is in part a function of how we are evaluated by
reference group”. Jadi penelitian menunjukkan bahwa cara kita menilai
diri kita merupakan bagian dari fungsi kita dievaluasi oleh sekelompok
rujukan.
Menurut Alex Sobur, konsep diri terbentuk dalam waktu yang relatif
lama, dan pembentukan ini tidak bias diartikan bahwa reaksi yang tidak biasa dari
seseorang dapat mengubah konsep diri. Namun, apabila tipe reaksi seperti ini
sangat penting terjadi, atau jika reaksi ini muncul karena orang lain yang memiliki
arti (significant others), yaitu orang-orang yang dinilai, umpamanya orang tua,
teman, dan lain-lain. Reaksi ini mungkin berpengaruh terhadap konsep diri.40
40Alex Sobur, Psikologi Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), h. 510
27
Jacinta dalam Zakiah mengemukakan empat faktor yang mempengaruhi
konsep diri, yaitu:41
1) Pola asuh orang tua
Pola asuh orang tua turut menjadi faktor yang signifikan dalam
mempengaruhi konsep diri yang terbentuk. Sikap positif yang terbaca oleh
anak, akan menumbuhkan konsep diri dan pemikiran yang positif serta
sikap menghargai diri sendiri. Sikap negatif orang tua akan mengundang
pertanyaan pada anak dan menimbulkan asumsi bahwa dirinya tidak cukup
berharga untuk dikasihi, disayangi dan dihargai.
2) Kegagalan
Kegagalan yang terus menerus dialami sering kali menimbulkan
pertanyaan pada diri sendiri dan berakhir dengan kesimpulan bahwa semua
penyebabnya terletak pada kelemahan diri. Kegagalan membuat orang
merasa dirinya tidak berguna.
3) Depresi
Orang yang sedang mengalami depresi akan mempunyai pemikiran yang
cenderung negatif dalam memandang dan merespon segala sesuatunya,
termasuk menilai diri sendiri.
4) Kritik internal
Terkadang mengkritik diri sendiri memang dibutuhkan untuk
menyadarkan seseorang akan perbuatan yang telah dilakukan. Kritik
terhadap diri sendiri sering berfungsi menjadi rambu-rambu dalam
bertindak dan berperilaku agar keberadaan kita diterima oleh masyarakat
dan dapat beradaptasi dengan baik.
41 Zakiah, Pengaruh Pendidikan Agama (Islam) dalam Keluarga Terhadap Konsep Diri Pada Remaja , (Skripsi S1 Fakultas Psikologi, 2007)
28
4. Dimensi-dimensi dalam Konsep Diri
Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya,
yang dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi
dengan lingkungan. Konsep diri bukan merupakan faktor bawaan, melainkan
berkembang dari pengalaman yang terus menerus dan terdiferensiasi. Dasar dari
konsep diri individu ditanamkan pada saat-saat dini kehidupan anak dan menjadi
dasar yang mempengaruhi tingkah lakunya dikemudian hari.42
Konsep diri menjadi hal yang penting dalam kepribadian individu, tidak
merupakan hal yang tunggal yang hanya terdiri dari unsur-unsur melainkan terdiri
dari beberapa komponen yang masing-masing berdiri sendiri namun saling
melengkapi satu sama lain.
Menurut William H. Fitts, seperti yang dikutip oleh DR. Hendrianti
Agustian dalam buku Psikologi Perkembangan, konsep diri merupakan aspek
penting dalam diri seseorang, karena konsep diri seseorang merupakan kerangka
acuan (frame of reference) dalam berinteraksi dengan lingkungan.43
Menurut Fits dalam Hendriati Agustin, membagi konsep diri dalam dua
dimensi pokok, yaitu sebagai berikut:44
1) Dimensi Internal
Dimensi internal atau yang disebut juga kerangka acuan internal
(internal frame of references) adalah penilaian yang dilakukan individu
yakni penilaian yang dilakukan individu terhadap dirinya sendiri
berdasarkan dunia didalam dirinya. Dimensi ini terdiri dari tiga bentuk:
42 Dwi Restu, Hubungan Konsep Diri dengan Motifasi Menabung pada Pegawai UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, (Skripsi S1 Fakultas Psikologi, 2006), h, 33 43 Hendriati Agustiani. Psikologi Perkembangan. (Bandung: PT Refika Aditama 2006).
Cet. 1 h. 138 44Ibid. h 139-142
29
a. Diri Identitas (identity self), merupakan aspek yang paling dasar dari
diri dimana terkumpul seluruh simbol yang digunakan oleh individu
untuk mengamati dan menilai serta menggambarkan dirinya. Diri
identitas dapat mempengaruhi cara seseorang berinteraksi dengan
lingkungan dan diri sendiri.
b. Diri Pelaku (behavioral self), merupakan persepsi terhadap tingkah
laku atau cara bertindak individu. Apakah tingkah laku dipengaruhi
faktor internal atau eksternal dan apakah tingkah laku itu perlu
dipertahankan atau tidak, hal ini tergantung konsekuensi yang
diperoleh, apabila tingkah laku menyenangkan maka akan cenderung
dipertahankan atau di ulangi.
c. Diri Penerimaan/Penilai (judging self), merupakan bagian dari diri
yang menjalankan fungsi sebagai pengamat, pemberi nilai standar,
perbandingan dan yang paling utama sekali sebagian penilai diri
sendiri.
2) Dimensi Eksternal
Pada dimensi eksternal, individu menilai dirinya melalui hubungan
dan aktivitas sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, serta hal-hal lain diluar
dirinya. Dimensi ini dibagi menjadi lima bentuk yaitu:
a. Diri fisik (physical self), menampilkan pandangan atau persepsi
individu terhadap keadaan fisik, kesehatan, penampilan diri dan gerak
motoriknya.
b. Diri etik-moral (moral-ethical self), merupakan persepsi individu
tentang dirinya ditinjau dari standar pertimbangan moral atau etika.
30
c. Diri peribadi (personal self), merupakan persepsi individu terhadap
nilai-nilai pribadi. Terlepas dari keadaan fisik dan hubungan dengan
orang lain, yaitu seberapa besar individu merasa sebagai orang yang
gembira, riang, serius, santai atau seorang pemarah.
d. Diri keluarga (family self), merupakan pandangan, perasaan dan harga
diri individu sebagai anggota keluarga dan teman-teman dekatnya.
e. Diri Sosial (social self), merupakan persepsi individu dalam kaitannya
dengan peran sosial atau interaksi social dengan orang lain secara
umum dan dalam lingkungan yang lebih luas.
Seluruh bagian dari ini, baik internal maupun eksternal, saling berinteraksi
dan membentuk suatu kesatuan yang utuh untuk menjelaskan hubungan antara
dimensi internal dan dimensi eksternal.45
5. Proses Pembentukan dan Perkembangan Konsep Diri
Konsep diri terbentuk dari proses belajar sejak masa pertumbuhan seorang
manusia dari kecil hingga dewasa. Lingkungan, pengalaman dan pola asuh orang
tua turut memberikan pengaruh yang signifikan terhadap konsep diri yang
terbentuk. Oleh sebab itu seringkali anak-anak yang tumbuh dan dibesarkan dalam
pola asuh yang keliru dan negatif ataupun lingkungan yang kurang mendukung
cenderung memiliki konsep diri negatif. Jika lingkungan memberikan sikap yang
baik dan positif maka anak akan merasa dirinya cukup berharga sehingga
h. 142 46 Zakiah, Pengaruh Pendidikan Agama (Islam) dalam Keluarga Terhadap Konsep Diri
pada Remaja,(Skripsi S1 Fakultas Psikologi, Universitas Islam Negeri Jakarta), h. 25
31
Konsep diri pada dasarnya tersusun atas berbagai tahapan. Halyang paling
dasar adalah konsep diri primer, yaitu konsep yang terbentuk atas dasar
pengalamannya terhadap lingkungan terdekatnya, yaitu lingkungan rumahnya
sendiri. Konsep diri sekunder terbentuk saat interaksi dengan lingkungan di luar
keluarga seperti teman-temannya. Konsep diri yang konsisten yaitu konsep diri
yang terbentuk karena adanya hubungan yang erat dengan pengalaman-
pengalaman sebelumnya.47
Menurut Clara R. Pudjijogyanti (1988), konsep diri terbentuk atas dua
komponen, yaitu komponen kognitif dan komponen afektif. Komponen kognitif
merupakan pengetahuan individu tentang keadaan dirinya. Komponen afeksi
merupakan penilaian individu terhadap diri. 48
Konsep diri terbentuk dan berkembang dipengaruhi oleh pengalaman atau
kontak eksternal dengan lingkungan dan juga pengalaman internal tentang dirinya.
Pengalaman internal ini akan mempengaruhi respon terhadap pengalaman
eksternalnya. Dari dua faktor ini terbentuklah konsep diri. Tidak jauh berbeda
dengan pendapat thalib tersebut, Sam dan Ancok berpendapat bahwa konsep diri
berkembang karena ada proses interaksi dirinya dengan individu atau kelompok
lainnya.49
Perkembangan konsep diri merupakan proses yang terus menerus berlanjut
di sepanjang kehidupan manusia. Symond dalam Fitts (1971) mengatakan bahwa
persepsi tentang diri tidak langsung muncul pada saat kelahiran, tetapi mulai
berkembang secara bertahap dengan munculnya kemampuan perseptif. Diri (self)
47 Alex Sobur, Psikologi Umum, (Bandung: Pustaka setia, 2010), h. 511 48 Ibid, h. 511-512 49 Ahsit Santoso, Hubungan antara Konsep Diri dengan Gaya Hidup Konsumtif Siswa SMA
Islam, (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan), h. 16
32
berkembang ketika individu merasakan bahwa dirinya terpisah dan berbeda dari
orang lain ketika itu dikenali sebagai orang lain, seorang bayi membentuk
pandangan yang masih kabur tentang dirinya sebagai seorang individu.50
C. Anak
1. Pengertian Anak
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, anak adalah manusia yang masi
kecil, orang yang berasal dari atau dilahirkan di suatu negeri, daerah dan
sebagainya, atau manusia yang lebih kecil dibandingkan orang dewasa, bisa juga
dikatakan keturunan adam.51
Menurut singgih anak adalah suatu masa peralihan yang mana ditandai
dengan adanya perkembangan dan pertumbuhan yang sangat pesat, baik secara
fisik maupun secara psikisnya.52
2. Tugas Perkembangan Anak Usia 7 – 12 tahun
Usia 7 sampai 12 tahun adalah tahapan perpindahan dari berpikir pra
operasional menjadi operasional konkret, dengan demikian itu berpikiran
operasional konkret, anak belajar membentuk sistem logika, kemampuan
kognitifnya meningkat beriringan dengan situasi-situasi konkret yang terjadi
disekitarnya.53
Tugas perkembangan anak usia 7 sampai 12 tahun (masa kanak-kanak
akhir) menurut Havinghurst, antara lain:54
50 Ahsit Santoso, Hubungan antara Konsep Diri dengan Gaya Hidup Konsumtif Siswa SMA
Islam Panglima Besar Sudirman Cijantung Jakarta Timur, h. 15 51 Departemen Pendidikan Nasional “Kamus Besar Bahasa Indonesia” (Jakarta: Balai
Pustaka). Edisi 3. Cet.3 h. 41 52 Singgih D. Gunarsa, Dasar-dasar Teori Perkembangan Anak (Jakarta: PT BPK Gunung
Mulia, 1997), h. 25 53 Abu Bakar Braja, Psikologi Perkembangan Tahapan dan Aspeknya, (Jakarta: Studi Press
2005), cet ke-1, h. 43 54 Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan (Jakarta: Erlangga, 1994) h. 10
33
a. Membangun sikap dan perilaku yang sehat mengenai diri sendiri, sebagai
makhluk yang sedang tumbuh.
b. Mengembangkan hari nurani, memahami moral, tata tertib dan tingkah
laku
c. Belajar menyesuaikan diri dengan teman-temannya.
d. Mencapai kebebasan pribadi.
e. Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk kehidupan
sehari-hari.
f. Mulai mengembangkan peran sosial wanita atau pria yang tepat.
3. Perkembangan dan Pemahaman Agama pada Anak-anak
Menurut penelitian Ernest Harms perkembangan agama anak-anak itu
melalui beberapa fase (tingkatan). Ia mengatakan bahwa perkembangan agama
pada anak-anak itu melalui tiga tingkatan, yaitu:55
a. The Fairy Tale Stage (Tingkat Dongeng).
Pada tingkat perkembangan ini anak menghayati konsep ke-Tuhanan sesuai
dengan tingkatan perkembangan intelektualnya.
b. The Realistic Stage (Tingkat Kenyataan).
Pada masa ini, ide ke-Tuhanan anak sudah mencerminkan konsep-konsep yang
berdasarkan kepada kenyataan (realitas).
c. The Individual Stage (Tingkat Individu).
Pada tingkat ini anak telah memiliki kepekaan emosi yang paling tinggi sejalan
dengan perkembangan usia mereka. Konsep keagamaan yang individualistis ini
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.895 55
Item Statistics
Mean Std. Deviation N
VAR00001 4.5000 .50855 30
VAR00002 4.7667 .43018 30
VAR00003 4.3333 1.02833 30
VAR00004 4.3000 1.11880 30
VAR00005 4.2000 .40684 30
VAR00006 4.1000 .84486 30
VAR00007 4.6000 .49827 30
VAR00008 4.7000 .46609 30
VAR00009 4.4333 .93526 30
VAR00010 3.8000 .88668 30
VAR00011 3.8667 .93710 30
VAR00012 4.6000 .81368 30
VAR00013 4.7000 .65126 30
VAR00014 4.4000 .93218 30
VAR00015 4.8667 .34575 30
VAR00016 4.1667 1.34121 30
VAR00017 4.7667 .43018 30
VAR00018 4.5333 .81931 30
VAR00019 4.6000 .49827 30
Mean Std. Deviation N
VAR00020 4.2000 .40684 30
VAR00021 4.7000 .46609 30
VAR00022 4.4667 .81931 30
VAR00023 4.7000 .46609 30
VAR00024 4.6333 .49013 30
VAR00025 4.5000 .50855 30
VAR00026 3.8667 .93710 30
VAR00027 3.6000 .93218 30
VAR00028 3.9667 .41384 30
VAR00029 4.3333 .66089 30
VAR00030 4.1000 .30513 30
VAR00031 4.2000 .61026 30
VAR00032 3.9000 .71197 30
VAR00033 2.7667 1.52414 30
VAR00034 4.2333 .43018 30
VAR00035 4.2333 1.00630 30
VAR00036 4.3000 .91539 30
VAR00037 4.3000 1.02217 30
VAR00038 4.4667 .68145 30
VAR00039 3.7667 .97143 30
VAR00040 4.2667 .44978 30
VAR00041 4.0333 .80872 30
VAR00042 4.6667 .47946 30
VAR00043 4.1333 .57135 30
VAR00044 3.5667 1.10433 30
VAR00045 4.1000 1.15520 30
VAR00046 3.9667 .61495 30
VAR00047 4.1000 .30513 30
VAR00048 4.5000 .82001 30
VAR00049 4.1000 1.24152 30
VAR00050 4.6000 .49827 30
VAR00051 4.4000 .93218 30
VAR00052 3.8000 .88668 30
VAR00053 3.6667 .99424 30
VAR00054 4.2667 .78492 30
VAR00055 4.5000 .82001 30
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance
if Item Deleted
Corrected Item-
Total
Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
VAR00001 229.6333 289.757 -.376 .899
VAR00002 229.3667 278.447 .339 .894
VAR00003 229.8000 269.200 .392 .893
VAR00004 229.8333 265.799 .451 .892
VAR00005 229.9333 280.892 .179 .895
VAR00006 230.0333 269.826 .467 .892
VAR00007 229.5333 270.602 .772 .890
VAR00008 229.4333 274.737 .553 .892
VAR00009 229.7000 261.872 .686 .889
VAR00010 230.3333 274.299 .286 .894
VAR00011 230.2667 266.823 .516 .891
VAR00012 229.5333 267.499 .576 .891
VAR00013 229.4333 267.220 .745 .889
VAR00014 229.7333 263.995 .615 .890
VAR00015 229.2667 278.133 .455 .893
VAR00016 229.9667 257.206 .569 .890
VAR00017 229.3667 277.964 .373 .894
VAR00018 229.6000 271.490 .420 .892
VAR00019 229.5333 278.120 .309 .894
VAR00020 229.9333 282.271 .078 .895
VAR00021 229.4333 276.599 .431 .893
VAR00022 229.6667 262.713 .757 .888
VAR00023 229.4333 275.220 .521 .892
VAR00024 229.5000 271.845 .706 .891
VAR00025 229.6333 274.792 .501 .892
VAR00026 230.2667 265.168 .572 .890
VAR00027 230.5333 283.499 -.028 .899
VAR00028 230.1667 284.833 -.108 .897
VAR00029 229.8000 265.890 .797 .889
VAR00030 230.0333 284.447 -.101 .896
VAR00031 229.9333 282.133 .048 .896
VAR00032 230.2333 272.323 .454 .892
VAR00033 231.3667 303.757 -.425 .911
VAR00034 229.9000 285.748 -.167 .897
VAR00035 229.9000 262.921 .600 .890
VAR00036 229.8333 261.178 .726 .888
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance
if Item Deleted
Corrected Item-
Total
Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
VAR00037 229.8333 258.833 .718 .888
VAR00038 229.6667 268.506 .651 .890
VAR00039 230.3667 287.206 -.141 .900
VAR00040 229.8667 280.189 .206 .895
VAR00041 230.1000 273.197 .361 .893
VAR00042 229.4667 274.189 .572 .892
VAR00043 230.0000 278.966 .220 .895
VAR00044 230.5667 278.392 .105 .898
VAR00045 230.0333 274.240 .207 .896
VAR00046 230.1667 283.247 -.006 .897
VAR00047 230.0333 281.482 .188 .895
VAR00048 229.6333 266.585 .607 .890
VAR00049 230.0333 257.551 .612 .889
VAR00050 229.5333 272.189 .673 .891
VAR00051 229.7333 265.995 .547 .891
VAR00052 230.3333 283.540 -.028 .898
VAR00053 230.4667 285.568 -.091 .900
VAR00054 229.8667 261.085 .859 .887
VAR00055 229.6333 269.620 .490 .892
Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
234.1333 283.499 16.83742 55
Standar Deviasi Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
VAR00001 30 92.00 123.00 111.2667 8.02124
Valid N (listwise) 30
Identitas Responden
Nama : ………………………… Tempat, Tanggal Lahir : ………………………… Agama : ………………………… Jenis kelamin : Laki-laki/Perempuan Pendidikan terakhir : a. SD b. SMP c. SMA d. Tidak Sekolah
Keterangan
Ø SS (Sangat Setuju) S (Setuju) TS (Tidak Setuju) STS (Sangat Tidak Setuju)
Ø Tandai pernyataan anda dengan memberi tanda ceklist ( Ö ) pada pilihan jawaban yang tersedia!
Ø Kerahasiaan identitas anda dijamin Ø Saya ucapkan terima kasih atas kesediaan dan bantuannya. Semoga Allah
SWT membalasnya, Amin…
No Pernyataan SS S TS STS
1 Saya mengadzankan anak-anak saya ketika mereka lahir
2 Saya sering mengatakan kepada anak-anak bahwa Allah mengawasi kita
3 Saya tidak pernah mengenalkan Allah kepada anak-anak
4 Saya mengajarkan kepada anak-anak tentang malaikat yang harus di imani
5 Saya belum pernah memberi tahu anak-anak tentang malaikat
6 Saya tidak mengetahui tentang Rasul Allah
7 Saya suka menceritakan perilaku Nabi Muhammad
8 Saya mengajarkan anak-anak untuk memahami isi Al-Quran
9 Anak-anak saya belum pernah diberi tahu tentang isi Al-Quran
10 Saya memberi tahu anak-anak tentang hari kiamat
11 Saya belum pernah menceritakan tentang hari kiamat
12 Saya selalu melaksanakan shalat berjamaah dengan anak-anak
13 Saya selalu mengingatkan anak-anak untuk shalat 5 waktu
No Pernyataan SS S TS STS
14 Saya tidak tahu anak-anak shalat atau tidak
15 Saya mengajarkan anak-anak untuk berpuasa wajib dibulan Ramadhan
16 Saya tidak mengajarkan anak-anak untuk berpuasa wajib dibulan Ramadhan
17 Saya mengajarkan anak-anak saya untuk membaca Al-Quran
18 Saya tidak pernah mengajarkan anak-anak saya untuk membaca Al-Quran
19 Saya mengajarkan anak-anak untuk berbagi dengan temannya
20 Saya tidak mengajarkan anak-anak saya untuk berbagi
21 Saya membiasakan mengucap salam setiap masuk rumah
22 Saya tidak pernah membaca salam sebelum masuk rumah
23 Saya mengajarkan anak-anak untuk saling tolong menolong dengan temannya
24 Saya tidak mengajarkan anak-anak untuk saling tolong menolong
25 Saya suka tersenyum jika bertemu dengan orang
26 Saya biasa bicara dengan nada yang keras kepada anak-anak
27 Saya membiarkan anak untuk bermain dengan siapa saja
28 Saya meminta kepada anak-anak saya untuk tidak bermain dengan anak daerah lain
29 Saya membantu anak-anak untuk menyelesaikan masalah mereka
30 Saya selalu mendiskusikan permasalahan yang sedang dihadapi oleh anak-anak
31 Saya mengajarkan anak-anak saya untuk tidak merasa minder terhadap anak lain
32 Anak saya minder terhadap anak lain
33 Pujian dan reward saya berikan didepan anak saya
34 Setiap anak saya melakukan kebaikan saya selalu memujinya
35 Saya tidak pernah memuji anak saya
36 Saya memberitahukan anak-anak mengenai perilaku apa saja yang tidak di setujui masyarakat
37 Saya membiarkan anak berperilaku apa saja
38 Saya mau mendengarkan anak saya ketika menceritakan kesusahan hidupnya
No Pernyataan SS S TS STS
39 Anak-anak tidak dibiarkan untuk berkeluh kesah
40 Saya membiasakan anak-anak untuk bertanggung jawab
41 Saya tidak membiasakan anak untuk bertanggung jawab
42 Jika mengalami kegagalan saya akan menyemangati anak untuk memperbaikinya
43 Saya membiarkan anak saya ketika ia mengalami kegagalan
44 Saya biasa menyebutkan kekurangan yang dimiliki oleh anak saya secara terus terang
45 Kekurangan anak saya tidak pernah saya ceritakan kepada orang lain
46 Pujian pada anak, saya berikan secara berlebihan
47 Pujian yang saya berikan dalam batas wajar
48 Saya selalu mengeluh mengenai hidup saya di depan anak-anak
49 Saya tidak pernah mengeluh di depan anak-anak
50 Saya membiarkan anak-anak saya mencela orang lain
51 Saya menasihati anak saya jika ia mencela orang lain
52 Anak saya memiliki banyak teman dari golongan apa saja
53 Anak saya hanya bergaul dengan anak-anak lapak saja
54 Anak saya sering mengikuti perlombaan
55 Anak saya tidak boleh mengikuti perlombaan apapun *Terimakasih atas waktu dan partisipasinya ^_^