TINJAUAN PUSTAKA Status, Kecukupan serta Masalah Gizi Pekerja Wanita Usia Subur (WUS) Status gizi adalah keadaan tubuh yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan dan penggunaan makanan. Untuk memperoleh status gizi yang baik, seseorang memerlukan makanan yang seimbang yaitu yang mengandung zat gizi: karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air dalam jumlah yang cukup. Keenam macam zat gizi tersebut diperlukan manusia dalam jumlah yang berbeda- beda tergantung tahap atau masa perkembangan hidupnya. Kekurangan atau kelebihan salah satu atau lebih zat gizi tersebut jika berlangsung lama akan menimbulkan masalah gizi atau malnutrition (Almatsir 2002). Pada Tabel 1 dapat dilihat angka kecukupan berbagai macam zat gizi untuk wanita di Indonesia. Tabel 1 Angka kecukupan gizi yang dianjurkan untuk wanita per orang per hari Deskripsi 16-8 tahun 19-29 tahun 30-49 tahun Berat badan (kg) 50 52 55 Tinggi badan (cm) 150 156 156 Energi (Kal) 2 200 1 900 1 800 Protein(g) 55 50 50 Vitamin A (μg) 600 500 500 Vitamin D (IU) 5 200 200 Vitamin E (mg) 15 15 15 Vitamin C (mg) 75 75 75 Thiamin (mg) 1.1 1.0 0.9 Riboflavin (mg) 1.0 1.1 1.1 Niasin (mg) 14 14 14 Vitamin B-6 (mg) 1.2 1.3 1.3 Vitamin B-12 (μg) 2.4 2.4 2.4 Asam Folat (μg) 400 400 400 Vitamin K (μg) 55 55 55 Kalsium (mg) 1 000 800 800 Fosfor (mg) 240 240 270 Magnesium (mg) 1 000 600 600 Fluor (mg) 2.5 2.5 2.7 Besi (mg) 26 26 26 Mangan (mg) 1.6 1.8 1.8 Seng (mg) 14 9.3 9.8 Selenium (μg) 30 30 30 Yodium (μg) 150 150 150 Sumber: LIPI (2004)
29
Embed
Pengaruh Pemberian Zat Gizi Mikro terhadap … mempunyai fungsi penting seperti sebagai alat angkut oksigen, sebagai alat angkut elektron di dalam sel, dan sebagai bagian terpadu berbagai
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
7
TINJAUAN PUSTAKA
Status, Kecukupan serta Masalah Gizi Pekerja Wanita Usia Subur (WUS)
Status gizi adalah keadaan tubuh yang diakibatkan oleh konsumsi,
penyerapan dan penggunaan makanan. Untuk memperoleh status gizi yang baik,
seseorang memerlukan makanan yang seimbang yaitu yang mengandung zat gizi:
karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air dalam jumlah yang cukup.
Keenam macam zat gizi tersebut diperlukan manusia dalam jumlah yang berbeda-
beda tergantung tahap atau masa perkembangan hidupnya. Kekurangan atau
kelebihan salah satu atau lebih zat gizi tersebut jika berlangsung lama akan
menimbulkan masalah gizi atau malnutrition (Almatsir 2002). Pada Tabel 1 dapat
dilihat angka kecukupan berbagai macam zat gizi untuk wanita di Indonesia.
Tabel 1 Angka kecukupan gizi yang dianjurkan untuk wanita per orang per hari
Deskripsi 16-8 tahun 19-29 tahun 30-49 tahun
Berat badan (kg) 50 52 55
Tinggi badan (cm) 150 156 156
Energi (Kal) 2 200 1 900 1 800
Protein(g) 55 50 50
Vitamin A (μg) 600 500 500
Vitamin D (IU) 5 200 200
Vitamin E (mg) 15 15 15
Vitamin C (mg) 75 75 75
Thiamin (mg) 1.1 1.0 0.9
Riboflavin (mg) 1.0 1.1 1.1
Niasin (mg) 14 14 14
Vitamin B-6 (mg) 1.2 1.3 1.3
Vitamin B-12 (μg) 2.4 2.4 2.4
Asam Folat (μg) 400 400 400
Vitamin K (μg) 55 55 55
Kalsium (mg) 1 000 800 800
Fosfor (mg) 240 240 270
Magnesium (mg) 1 000 600 600
Fluor (mg) 2.5 2.5 2.7
Besi (mg) 26 26 26
Mangan (mg) 1.6 1.8 1.8
Seng (mg) 14 9.3 9.8
Selenium (μg) 30 30 30
Yodium (μg) 150 150 150
Sumber: LIPI (2004)
8
Sebagaimana negara yang sedang berkembang, hingga kini Indonesia masih
mengalami berbagai masalah gizi, khususnya gizi kurang yang terutama dialami
oleh keluarga miskin. Secara khusus, terdapat empat masalah gizi utama yang
masih dihadapi Indonesia yaitu gangguan akibat kurang iodium (GAKI), anemia
gizi besi (AGB), kurang vitamin A (KVA), dan kurang energi dan protein (KEP).
Masalah gizi yang banyak ditemui pada kelompok WUS 18-45 tahun adalah AGB
(Atmarita 2005).
Pertumbuhan WUS masih dipengaruhi oleh perubahan hormonal, kognitif,
serta emosi. Pada masanya ini WUS memerlukan makanan dengan zat-zat gizi
yang optimal agar pembentukan butir darah merahnya cukup. Bila konsumsi
makanan tidak mencukupi, sehingga gizi yang dibutuhkan pun kurang, maka
status gizinya akan terganggu. Hal ini berpengaruh pula pada menurunnya
kebugaran tubuhnya apalagi jika sebagai pekerja, energi yang harus
dikeluarkannya cukup banyak (Almatsier 2002).
Menurut PKK Depkes RI (2004), para pekerja WUS selama ini kebanyakan
lebih tergiur pada makanan yang sedang ngetren, yang sebagian besar tidak
mengacu pada pola makan yang mencukupi asupan zat gizi optimal Selain itu,
rendahnya upah yang diterimanya sering menjadi alasan mengapa untuk makan
siangnya para pekerja wanita tersebut hanya membeli makanan kecil/jajanan yang
tidak akan mampu memenuhi kebutuhan gizi mereka. Kondisi ini yang membuat
mereka sulit memenuhi kebutuhan zat-zat gizi mikro, terutama zat besi sehingga
mengakibatkan AGB.
Besi dan Interaksinya dengan Zat Gizi Mikro yang Lain
Zat gizi mikro dibutuhkan dan terdapat dalam jumlah yang sangat kecil di
dalam tubuh namun memiliki peranan yang penting untuk kehidupan. Di antara
keenam macam zat gizi, beberapa mineral dan semua jenis vitamin digolongkan
ke dalam zat gizi mikro. Termasuk ke dalam golongan mineral mikro tubuh yang
telah ditetapkan angka kecukupannya di Indonesia adalah besi (Fe), seng (Zn),
selenium (Se), yodium (I), Fluor (F) dan mangan (Mn).
Besi (Fe) merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam
tubuh manusia dan hewan. Besi merupakan elemen kunci dalam metabolisme
hampir semua organisme hidup. Pada manusia, besi merupakan komponen
9
penting dari ratusan protein dan enzim. Dalam bentuk padat, besi sebagai metal
atau senyawa besi. Dalam larutan, besi ada dalam bentuk ferro dan bentuk ferri.
Besi dalam bentuk senyawa dengan protein membentuk hemoglobin sebagai
pembawa oksigen dalam darah. Sekitar 85% besi dalam tubuh ada dalam
senyawa dengan protein dan sekitar 5% ada dalam protein otot juga ada dalam sel.
Semua senyawa itu sangat vital untuk pernafasan sel dimana oksigen dan karbon
dioksida bertukar. Sisanya digunakan dalam enzim. Besi dapat disimpan
sementara dalam suatu bentuk larut protein plasma atau bentuk tak larut dalam
hati (IOM 2001-FNB; Gibson 2005).
Selain pada Hb, besi juga ditemukan pada mioglobin, hemosiderin, feritin
serta sejumlah protein dan enzim (misalnya, enzim sitokrom e oksidasi). Kadar
total besi dalam senyawa-senyawa tersebut sekitar 15-40 persen. Mioglobin juga
berfungsi untuk mengangkut oksigen. Oksigen pada mioglobin juga terikat pada
Fe++
. Oksigen yang telah diangkut Hb dari paru-paru ke jaringan tubuh akan
diberikan ke mioglobin. Mioglobin akan memberikan oksigen tersebut ke organel
sel yang mengkonsumsi oksigen yaitu mitokondria. Oksigen pada mitokondria
digunakan untuk proses oksidasi sehingga dihasilkan energi.
Fungsi dan Metabolisme Besi
Besi mempunyai fungsi penting seperti sebagai alat angkut oksigen, sebagai
alat angkut elektron di dalam sel, dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi
enzim di dalam jaringan tubuh. Fungsi besi dalam senyawa besi sebagai
hemoglobin, myoglobin, enzim diperlukan dalam fungsi metabolisme. Besi
mengangkut dan menyimpan oksigen, mengangkut elektron mitokondria dan
sintesis DNA. Total besi tubuh pada manusia adalah sekitar 3.8 g, pada wanita
kurang lebih 2.3 gram (Vijayaraghavan 2009), adapun menurut Almatsier (2002)
besi tubuh pada manusia dewasa mencapai 3-5 gram. Sebesar 60 sampai 80
persen besi dalam tubuh manusia terdapat pada Hb. Dalam tubuh, senyawa besi
dikelompokkan menjadi dua yaitu (a) senyawa fungsional (esensial) dan
berhubungan dengan fungsi enzimatik atau metabolik seperti hemoglobin (Hb),
mioglobin, non heme enzim, transferin dan (b) senyawa besi yang berhubungan
dengan transportasi dan penyimpanan. Alur perjalanan besi dalam tubuh dapat
dilihat pada Gambar 1.
10
Gambar 1 Skema perjalanan Fe di dalam tubuh
(Whitney & Rolfes 1999)
Dalam tubuh, besi disimpan dalam bentuk feritin atau hemosiderin dalam
hati, limpa dan sumsum tulang. Simpanan besi ada di hati, sumsum tulang yaitu
sebagai feritin dan hemosiderin. Simpanan zat besi sebagai feritin dan
hemosiderin sebanyak 30%, sumsum tulang belakang 30% dan selebihnya di
dalam limfa dan otot. Dari simpanan besi tersebut hingga 50 mg sehari dapat
dimobilisasi untuk keperluan tubuh seperti pembentukan Hb (IOM-FNB 2001;
Almatsier, 2002).
Feritin bersirkulasi dalam darah mencerminkan simpanan besi di dalam
tubuh. Pengukuran feritin didalam serum merupakan indikator penting untuk
menilai status besi. Jumlah besi dalam tubuh bervariasi dari 0-1000 mg dimana
Kelebihan disimpan
sebagai feritin Sebagian
hilang melalui sel
usus halus yang
dibuang Fe dalam alat transport
transferin reseptor
Sel mukosa usus halus: Fe pindah ke alat
transport transferin reseptor
Fe diangkut Transferin
mukosa
Fe dalam saluran cerna
Hati & limfa mengeluarkan Fe dari sel darah merah dan
mengikatkan ke transferin
Sumsum tulang mengikatkan Fe ke Hb
sel darah merah
Darah mengangkut Fe
sebagai Hb sel darah merah
Fe dibawa darah oleh
transferin
Kelebihan disimpan sebagai feritin &
hemosiderrin
Sebagian hilang melalui
darah
Sebagian hilang dalam
keringat, kulit, urin
Menyimpan kelebihan
sebagai metalotionin
11
jumlah pada wanita lebih rendah dari pria. Pada pria dewasa simpanan besi
berkisar 500-1000 mg, sedangkan pada wanita dewasa lebih rendah dan jarang
melebihi 500 mg. Banyak wanita di negara sedang berkembang tidak mempunyai
cadangan besi karena ketersediaan biologis rendah dan sumber besi heme dalam
makanan terbatas (O’ Brien et.al, 1999). Total besi pada manusia sangat
bervariasi dengan berat badan, jenis kelamin, jumlah kompartemen simpanan besi
dan konsentrasi Hb. Hemoglobin merupakan senyawa protein heme yang
mengandung Fe ++
. Hemoglobin adalah senyawa yang paling banyak dan sangat
mudah disampel dari protein-protein heme; diperkirakan berisi lebih dari 65%
besi tubuh. Hemoglobin berfungsi mengangkut oksigen melalui aliran darah dari
paru-paru ke jaringan tubuh yang lain. Dalam keadaan normal 100 ml darah
mengandung 15 gram Hb. Jumlah tersebut dapat mengangkut 0,03 gram oksigen
(Gibson 2005).
Metabolisme besi termasuk unik karena kecilnya pertukaran besi dengan
lingkungan setiap harinya. Hal ini tergambar dari hanya 1 mg yang harus diserap
tubuh untuk mempertahankan keseimbangan besi karena ekskresi. Rangkaian
metabolisme besi di dalam tubuh terdiri dari lima tahap yaitu penyerapan,
transportasi, pemanfaatan/pengawetan, penyimpanan dan ekskresi. Pada Gambar
2 dapat dilihat skema metabolisme besi di dalam tubuh orang dewasa.
Penyerapan besi dalam tubuh terjadi di bagian atas duodenum dengan
bantuan alat angkut protein khusus. Dalam bahan makanan besi terdapat dalam
bentuk besi-hem (seperti terdapat dalam hemoglobin dan mioglobin makanan
hewani) dan besi-nonheme (dalam makanan nabati). Absorpsi besi hem dapat
mencapai 25%, sedangkan besi-nonhem (ion besi) hanya 5%. Agar dapat
diabsorpsi besi nonhem harus berada dalam bentuk terlarut. Di dalam lambung
besi nonhem diionisasi oleh asam lambung, direduksi menjadi ferro dan
dilarutkan dalam cairan pelarut seperti asam askorbat, gula dan asam amino yang
mengandung sulfur. Pada suasana pH hingga 7 di dalam duodenum, sebagian
besar besi dalam bentuk ferri akan mengendap, kecuali dalam keadaan terlarut
seperti di atas. Besi fero larut pada pH 7 sehingga dapat diserap. Taraf
penyerapan besi diatur oleh mukosa saluran cerna yang ditentukan oleh kebutuhan
12
Gambar 2 Skema metabolisme besi di dalam tubuh orang dewasa
(Krause & Mahan 2004)
tubuh. Transferin mukosa yang dikeluarkan ke dalam empedu berperan sebagai
alat angkut protein yang berbolak-balik membawa besi ke permukaan sel usus
halus untuk diikat oleh transferin reseptor dan kembali ke rongga saluran cerna
untuk mengangkut besi lain. Di dalam sel mukosa besi dapat mengikat apoferitin
dan membentuk feritin sebagai simpanan besi sementara dalam sel. Di dalam sel
mukosa apoferitin dan feritin bergabung masuk melewati membran basoteral
secara difusi dan siap untuk diabsorpsi melalui transpor aktif.
Penyebaran (transpor) besi dari sel mukosa ke sel-sel tubuh berlangsung
lebih lambat dibandingkan penerimaannya pada saluran cerna, bergantung pada
simpanan besi dalam tubuh dan kandungan besi dalam makanan. Laju transpor
besi diatur oleh jumlah dan tingkat kejenuhan transferin. Besi dilepaskan dari
feritin dalam bentuk ferro masuk ke plasma darah, sedangkan apoferitin yang
DESQUAMASI
SEL-SEL
13
terbentuk kembali akan bergabung lagi dengan ferri hasil oksidasi di dalam sel
mukosa. Setelah masuk kedalam plasma, maka besi ferro segera dioksidasi
menjadi ferri untuk digabungkan dengan protein spesifik yang mengikat besi yaitu
transferin. Plasma darah selain menerima besi yang berasal dari penyerapan
makanan, juga menerima besi dari simpanan, pemecahan hemoglobin dan sel-sel
yang telah mati. Plasma juga harus mengirim besi ke sumsum tulang untuk
pembentukan hemoglobin, ke sel endothelial untuk disimpan, dan ke semua sel
untuk fungsi enzim yang mengandung besi. Jumlah besi yang setiap hari yang
diganti (turnover) sebanyak 20-25 mg per hari, di mana hanya sekitar 1 mg yang
berasal dari makanan.
Banyaknya besi yang dimanfaatkan untuk pembentukan hemoglobin
umumnya sebesar 20-25 mg per hari. Pada sumsum tulang yang berfungsi baik,
dapat memproduksikan sel darah merah dan hemoglobin sebanyak enam kali.
Besi yang berlebihan disimpan sebagai cadangan dalam bentuk feritin dan
hemosiderin di dalam sel parenkhim hepatic, sel retikuloendotelial sumsum
tulang, hati dan limfa.
Ekskresi dari besi sebanyak 0,5-1,0 mg per hari, dikeluarkan bersama-sama
urin, keringat dan fases. Dapat pula besi dalam hemoglobin keluar dari tubuh
melalui perdarahan, menstruasi dan saluran urin. Sisanya dibawa ke bagian tubuh
lain yang membutuhkan, sedangkan kelebihan besi yang dapat mencapai 200
hingga 1.500 mg disimpan sebagai protein feritin dan hemosiderin di dalam hati
(30%), sumsum tulang belakang (30%) dan selebihnya di dalam limpa dan otot.
Simpanan besi dapat mencapai 50 mg per hari yang dapat dimobilisasi untuk
keperluan tubuh seperti membuat hemoglobin (Krause & Mahan 2004)
Kebutuhan, Angka Kecukupan dan Sumber Besi
Faktor yang mempengaruhi kebutuhan besi adalah keasaman lambung dan
bioavailabilitas termasuk pemacu dan penghambat penyerapan besi nonheme.
Menurunnya keasaman lambung karena berbagai sebab, misalnya konsumsi
antasida berlebihan, dapat menghambat penyerapan besi. Vitamin C dan asam
organik lain merupakan pemacu penyerapan besi nonheme. Adapun fitat,
polyfenol, protein nabati dan kalsium merupakan penghambat penyerapan besi
nonheme (IOM-FNB 2001).
14
Angka kecukupan besi pada kelompok wanita di atas 18 tahun adalah 26
mg/hari yang didasarkan pada tingkat penyerapan 10% dan estimated average
requirement (EAR) = 14.6. Estimated average requirement (EAR) adalah
rata-rata level intik zat gizi harian yang diduga memenuhi kebutuhan zat gizi
dari setengah populasi sehat pada kelompok umur dan jenis kelamin tertentu.
Untuk wanita menopause, karena tidak ada lagi kehilangan besi akibat
menstruasi sehingga kecukupan besi adalah 12 mg/hari. Pada wanita hamil,
kebutuhan besi selama masa kehamilan sangat tinggi, FAO/WHO/UNU (2001)
menganjurkan agar wanita hamil, khususnya trimester 2 dan 3, mendapatkan
tambahan (pil) besi dengan dosis 100 mg/hari. Selama masa kehamilan (280 hari)
terjadi kehilangan besi basal 250 mg, kebutuhan janin dan plasenta 315 mg dan
kebutuhan untuk meningkatkan massa hemoglobin (termasuk simpanan) 500 mg
atau total sekitar 1.1 gram. Adapun bagi wanita yang sedang menyusui,
kecukupan besi selama masa menyusui memperhitungkan kehilangan besi akibat
menstruasi serta kebutuhan untuk mempertahankan kualitas besi ASI. Jika
kecukupan besi pada keadaan normal (tidak hamil) adalah 26 mg/hari. Ekskresi
besi melalui ASI sekitar 0.25 mg/hari atau dibutuhkan sekitar 2.5 mg/hari jika
tingkat penyerapan 10%. Oleh sebab itu, kecukupan besinya adalah 32 mg/hari
(Kartono & Soekatri 2004).
Makanan sumber besi antara lain daging, jeroan, ikan dan unggas yang
mengandung tinggi besi heme. Adapun sumber besi non-heme adalah dari nabati
kedele, kacangan, sayuran daun hijau dan rumput laut. Besi dari sumber nabati
(non-heme) bioavailabilitasnya lebih rendah dibanding heme yang terdapat dalam
besi dari sumber hewani (Almatsier 2002; Gibson 2005).
Besi yang berasal dari sumber hewani (heme) dapat diserap (30%) lebih
baik dibanding yang berasal dari sumber nabati (5%). Sumber heme (ikan, ayam
dan daging) sendiri mengandung non heme (60%) dan heme (40%). Konsumsi
heme mempunyai keuntungan ganda, yakni selain besinya mudah diserap (23%)
dibanding besi dari non heme (2-20%), heme juga membantu penyerapan non
heme. Adanya asam fitat, asam oksalat dan serat berpengaruh negatif terhadap
penyerapan besi. Adapun vitamin C dapat meningkatkan penyerapan besi.
Perhitungan perkiraan penyerapan besi dapat didasarkan pola konsumsi makanan
15
yaitu penyerapan besi tinggi (15%), penyerapan besi sedang (10%) dan
penyerapan besi rendah (5%). Menu makanan yang porsi sumber hewaninya
besar, penyerapan besinya menjadi maksimal dan sebaliknya (Gibson 2005; IOM-
FNB 2001).
Interaksi Besi dengan Zat Gizi Mikro Lainnya
Penyerapan mineral dalam usus halus dipengaruhi oleh beberapa faktor
salah satunya adalah adanya interaksi dengan zat gizi lain. Interaksi ini dapat
dalam bentuk interaksi sinergistik (saling bekerjasama/menguntungkan),
antagonistik (mengurangi kerja yang lain) maupun kombinasi keduanya. Interaksi
zat besi antagonistik terlihat antara zat besi dengan mineral seng dan antara zat
besi dengan kalsium. Pada pemberian suplemen besi dosis tinggi bersamaan
dengan seng, zat besi akan menghambat penyerapan seng. Menurut O’Brien et al.
(1999), jika rasio antara besi dan seng lebih dari 2:1 akan mengakibatkan
gangguan penyerapan pada unsur yang lebih sedikit. Besi dan seng saling
berkompetensi pada saat transportasi karena keduanya sama-sama diangkut oleh
transferin. Menurut Almatsier (2002), sintesis hem akan terganggu bila terjadi
kekurangan seng, hal ini dikarenakan seng merupakan ko-faktor dari asam amino
levulinik dehidrase (ALA Dehidrase). Salah satu peranan seng dalam tubuh
adalah meningkatkan kekebalan, oleh karenanya kekurangan seng akan dapat
meningkatkan infeksi yang pada akhirnya mengganggu metabolisme besi.
Interaksi zat besi dengan tembaga (Cu) dan interaksi zat besi dengan vitamin
A adalah contoh interaksi sinergistik di mana status tembaga yang cukup
diperlukan untuk zat besi ke sumsum tulang untuk membentuk sel darah merah.
Vitamin A bersama dengan asam folat, vitamin B12, riboflavin dan vitamin B6
diperlukan untuk produksi sel darah merah secara normal. Vitamin A bersama
vitamin C dan riboflavin juga dapat mencegah anemia dengan cara
meningkatkan penyerapan besi dari usus atau dengan membantu mobilisasi besi
dari simpanan tubuh (Fishman, Christian & West 2000).
Efek pemberian vitamin A sangat menguntungkan dalam peningkatan status
besi pada penderita defisiensi anemia defisiensi zat besi. Review beberapa studi
yang dilakukan MIP (2000) dalam Briawan (2008) menunjukkan bahwa
penambahan vitamin A yang cukup dapat membantu pemeliharaan besi di dalam
16
plasma dan jaringan sehingga akhirnya membantu peningkatan pembentukan sel
darah merah. Ekayanti (2005) dalam penelitian membuktikan bahwa penambahan
vitamin A (betakaroten 10.000 IU) pada suplemen besi folat (ferro fumarat 250
mg dan asam folat 0,5 mg) dapat meningkatkan hemoglobin pekerja WUS anemik
sebesar 1,31±1,23 g/dl. Angka peningkatan ini lebih tinggi dibandingkan jika
tidak ditambahkan vitamin A yakni sebesar hanya 0,53±1,09 g/dl. Hasil penelitian
ini mirip pula dengan penelitian Ahmed et al. (2001) di Bangladesh.
Besi berinteraksi sinergis dengan vitamin B kompleks. Vitamin B12 dan
asam folat diperlukan pula dalam pembentukan sel darah merah, sehingga
kekurangan kedua vitamin tersebut juga dapat mengakibatkan anemia akibat
penurunan produksi darah merah (anemia megaloblastik). Selama ini asam folat
selalu ditambahkan pada suplemen besi untuk wanita hamil, namun penambahan
vitamin B12 ke dalam suplemen besi masih jarang dilakukan. Vitamin B2
(riboflavin) berperanan dalam proses penyerapan, mobilisasi simpanan besi dan
eritropoiesis. Kekurangan riboflavin dalam jangka waktu lama dapat
menyebabkan anemia normositik normokromik. Piridoksin merupakan kofaktor
enzim untuk sintesis heme, sehingga defisiensi vitamin ini dapat menyebabkan
anemia sideroblastik. Adapun thiamin, niasin dan asam pantotenat berperanan
penting pada beberapa enzim yang secara tidak langsung berhubungan dengan
meatabolisme besi dan eritropoiesis. Pada Gambar 3 dapat dilihat peranan
vitamin pada metabolisme zat besi.
Interaksi zat besi juga dapat terjadi dengan Mangan (Mn) dan Kobal (Co),
yang mana penyerapan mangan yang banyak akan meningkatkan resiko defisiensi
zat besi, sedangkan interaksi kekurangan kobalamin dengan zat besi dapat
menyebabkan anemia pernisiosa. Zat besi juga dapat berinteraksi dengan beberapa
logam berbahaya seperti aluminium (Al), timah (Pb) dan cadmium (Cd)
(Crichton, 2001).
17
Gambar 3 Peranan vitamin dalam metabolisme zat besi
(Hughes-Jones & Wickramasinghe 1996 dalam Fishman et al. 2000)
Penentuan Status Gizi dan Status Besi
Status gizi seseorang dapat dinilai melalui berbagai metode, antara lain,