-
PENGARUH PEMBELAJARAN KIMIA BERNUANSA NILAI
DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL
TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA
( Eksperimen Di SMAN 2 Depok Kelas XI Semester Genap )
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk
memenuhi syarat memperoleh gelar S.Pd.
Oleh
ASTRI RAMA YULIA
NIM : 104016200430
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H/2009 M
-
ABSTRACT
Astri Rama Yulia. The Influence of Chemist Learning With
Value
Through Contextual Approach to toward the Result of Students’
Achievement, BA Education, The Faculty of Tarbiya and Teaching
Science, State Islamic
University Syarif Hidayatullah Jakarta. The purposes of this
research was: (1) To know the influence of values
chemistry learning with contextual teaching and learning to
toward the Result of Students’ Achievement in chemist balancing
concept and (2) To know the students
responses toward chemistry learning with contextual teaching and
learning. This
research uses quasi-experiment design one group pretest and
posttest methods
which involved 40 student of Senior High School of 2 Depok
located in West
Depok area in the second semester of the academic year
2008/2009. The study
involved 10 students of upper group, 20 students of middle group
and 10 students
of lower group. The data were obtained by using test,
questionnaire, observation
sheet and interview protocol. The Result of this research shows
that average score
before applying the approach is 26,5, while 71,7 in average
after the
approach.The data were analized by using “t” test procedure
gaining tscore=20,5
and ttable=1,98. The result show that threre is a significant
influences chemist
learning with value through contextual approach to toward the
result of students’
achievement. The analizing result toward the students response
shows that the
students have a positive responses toward students
achievement.
Key words : CTL, values, the Result of Students’
Achievement.
-
ABSTRAK
Astri Rama Yulia. Pengaruh Pembelajaran Kimia Bernuansa
Nilai
dengan Pendekatan Kontekstual Terhadap Hasil Belajar Siswa,
Skripsi,
Jurusan Pendidikan IPA, Program Studi Pendidikan Kimia, Fakultas
Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah
Jakarta.
Tujuan penelitian ini adalah : (1) mengetahui pengaruh
pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual
terhadap hasil belajar siswa pada
konsep kesetimbangan kimia, dan (2) mengetahui respon siswa
terhadap pembelajaran kimia bernuansa dengan pendekatan
kontekstual. Penelitian ini
menggunakan metode eksperimen semu dengan desain one group
pretest and posttest yang melibatkan 40 siswa SMA N 2 Depok pada
semester genap tahun ajaran 2008/2009, yang masing-masing, 10 siswa
pada kelompok atas, 20 siswa pada kelompok sedang, dan 10 siswa
pada kelompok bawah. Pengumpulan data diperoleh dengan menggunakan
tes, angket, lembar observasi, dan pedoman wawancara. Hasil dari
penelitian menunjukkan bahwa rata-rata nilai sebelum perlakuan
adalah 26,5, sedangkan rata-rata setelah perlakuan adalah 71,7.
Hasil dari analisis data menggunakan statistik uji “t” diperoleh
nilai thitung = 20,5 dan ttabel = 1,98. Hal ini menunjukkan bahwa
terdapat pengaruh yang signifikan pembelajaran kimia bernuansa
nilai dengan pendekatan kontekstual terhadap hasil belajar siswa.
Hasil analisis terhadap respon siswa menunjukkan bahwa mereka
memiliki respon yang positif terhadap pembelajaran kimia bernuansa
nilai dengan
pendekatan kontekstual
Kata-kata kunci : Pendekatan kontekstual, nilai, hasil belajar
siswa.
-
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah menciptakan hati manusia
dengan
fitrah yang baik, yang akan menjadi tenang dan tentram bila
senantiasa mengingat
Allah dan menjadi lapang bila selalu mengerjakan amal shaleh.
Atas rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul
“Pengaruh
Pembelajaran Kimia Bernuansa Nilai dengan Pendekatan Kontekstual
terhadap
Hasil Belajar Siswa”. Shalawat dan salam semoga tercurahkan
kepada junjungan
kita Nabi Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan pengikut
setianya
hingga hari akhir nanti.
Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi salah satu
syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan
Keguruan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Penulis sangat berterima kasih dan menyampaikan penghargaan
yang
setinggi-tingginya atas bantuan dan dorongan serta bimbingan
dari berbagai
pihak. Ucapan terima kasih dan penghargaan tersebut terutama
diajukan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA. Dekan Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan
Keguruan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta
Pembimbing I yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan
pengarahan dan bimbingan.
2. Ibu Baiq Hana Susanti M. Sc. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan
Alam (IPA), Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas
Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Tonih Feronika, M.Pd. Dosen pembimbing II yang telah
meluangkan
waktu di sela-sela kesibukannya untuk memberikan bimbingan
dan
pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
4. Bapak Drs. H. Sukandi Mustafa. Kepala SMA Negeri 2 Depok
atas
kesempatan penelitian yang diberikan.
5. Bapak Dedi Irwandi, M.Si. Ketua Program Studi Pendidikan
Kimia sekaligus
sebagai Penasehat Akademis atas pengarahan dan bimbingan yang
telah
diberikan.
-
6. Rekan-rekan mahasiswa/i Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Alam (IPA)
khususnya Program Studi Pendidikan Kimia yang telah membantu
memberikan dukungan dan nasehat kepada penulis.
7. Ayah dan Bunda tercinta, yang tiada terhingga jasa-jasanya
telah memberikan
motivasi baik moril dan materil sehingga berbagai macam hambatan
yang
dialami penulis dapat teratasi dengan baik.
8. Sahabat-sahabat terbaikku: Anggi, Dewi, Ayu, Erni, Obi, Ais
dan Mb Ria
yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bantuan,
semangat dan
selalu setia mendengarkan keluh kesah penulis.
9. Serta semua pihak yang telah memberikan bantuan, baik
langsung maupun
tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini.
Semoga amal baik Bpk/Ibu/Sdr/i, mendapat imbalan dan keberkahan
yang berlipat
ganda di sisi Allah SWT. Amin.
Betapapun banyaknya gagasan dan keinginan “Al haqqu mirrobbika
falaa
takuunanna minalmumtariin”, karena keterbatasan penulis jualah
sehingga masih
banyak terdapat kekurangan dalam skripsi ini. Akhirnya hanya
kepada Allah SWT
penulis memohon petunjuk dan pertolongan-Nya, semoga skripsi ini
dapat
memenuhi fungsi dan tujuannya.
Jakarta, Mei 2009
Penulis
-
DAFTAR ISI
ABSTRAK.....................................................................................................
i
KATA PENGANTAR
...................................................................................
iii
DAFTAR ISI
.................................................................................................
v
DAFTAR TABEL
.........................................................................................
vii
DAFTAR
GAMBAR.....................................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN
.................................................................................
ix
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah.............................................................
1
B. Identifikasi
Masalah...................................................................
7
C. Pembatasan
Masalah..................................................................
7
D. Perumusan Masalah
...................................................................
8
E. Tujuan Penelitian
.......................................................................
8
F. Manfaat Penelitian
.....................................................................
8
BAB II. DESKRIPTIF TEORITIK, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Deskriptif Teoritik
.....................................................................
9
1. Pembelajaran
........................................................................
9
a. Pengertian Belajar
........................................................... 9
b. Ciri-ciri Belajar
...............................................................
12
c. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Belajar .....................
13
2. Pendekatan Kontekstual
........................................................ 14
a. Pengertian Pendekatan
Kontekstual................................. 14
b. Karakteristik Pendekatan Kontekstual
............................ 18
c. Komponen Pendekatan Kontekstual
............................... 21
d. Langkah-langkah Pembelajaran Kontekstual ...................
23
e. Evaluasi Pembelajaran
Kontekstual................................. 24
3. Pembelajaran Bernuansa Nilai
.............................................. 25
a. Pengertian Nilai
..............................................................
25
b. Jenis-jenis
Nilai...............................................................
29
c. Langkah-langkah Pembelajaran Bernuansa Nilai.............
31
-
4. Hakikat Ilmu Kimia
..............................................................
34
a. Ilmu
Kimia......................................................................
34
b. Konsep Kesetimbangan Kimia
........................................ 35
5. Hasil Belajar
.........................................................................
42
a. Pengertian Hasil Belajar
.................................................. 42
b. Hasil Belajar Kognitif
..................................................... 43
c. Hasil Belajar Afektif
....................................................... 44
B. Hasil Penelitian Yang
Relevan................................................... 46
C. Kerangka Pikir
...........................................................................
49
D.
Hipotesis....................................................................................
51
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
.................................................... 52
B. Subjek Penelitian
.......................................................................
52
C. Metode Penelitian
......................................................................
52
D. Instrumen Penelitian
..................................................................
53
E. Teknik Pengumpulan Data
......................................................... 57
F. Pengolahan Data
........................................................................
58
G. Teknik Analisis
Data..................................................................
60
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Belajar Siswa
....................................................................................................
65
B. Analisis Data
....................................................................................................
67
C. Interpretasi dan Pembahasan
....................................................................................................
76
D. Keterbatasan Penelitian
....................................................................................................
83
-
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
...............................................................................
84
B. Saran
.........................................................................................
85
DAFTAR PUSTAKA
....................................................................................
86
LAMPIRAN-LAMPIRAN............................................................................
89
-
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Perbedaan CTL dan Tradisional
....................................................... 19
Tabel 2. Kisi-kisi Instrumen Kognitif
.............................................................
54
Tabel 3. Kisi-kisi Angket Respon
Siswa.........................................................
55
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Kognitif Siswa
(Pretes) ............... 65
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Kognitif Siswa
(Postes)............... 66
Tabel 6. Hasil Persentase Pada Aspek Afektif
Siswa...................................... 66
Tabel 7. Hasil Uji
Normalitas.........................................................................
67
Tabel 8. Hasil Uji Homogenitas
.....................................................................
67
Tabel 9. Hasil Nilai N-gain Kelompok Atas
................................................... 68
Tabel 10. Hasil Nilai N-gain Kelompok
Tengah.............................................. 69
Tabel 11. Hasil Nilai N-gain Kelompok
Bawah............................................... 70
Tabel 12. Hasil Observasi Siswa pada Pelaksanaan Pembelajaran
................... 71
Tabel 13. Respon Siswa terhadap Pembelajaran Kimia Bernuansa
Nilai.......... 73
Tabel 14. Persentase Siswa yang Menjawab Benar pada Setiap
Indikator ....... 75
-
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. One Group Pretest-Posttest Design
........................................... 53
Gambar 2. Diagram Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Kognitif
Sebelum
Perlakuan
..................................................................................
76
Gambar 3. Diagram Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Kognitif
Setelah
Perlakuan
..................................................................................
77
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Instrumen Pembelajaran
a.
Silabus..................................................................................
91
-
b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP)............................ 93
c. Analisis Materi Kesetimbangan Kimia Bernuansa Nilai ........
109
d. Lembar Kerja Siswa
(LKS)................................................... 113
Lampiran 2. Instrumen Pengumpul Data
a. Kisi-kisi Tes Kognitif
........................................................... 117
b. Kisi-kisi Angket (Aspek Afektif)
.......................................... 129
c. Format Tes
Kognitif..............................................................
132
d. Format Angket
......................................................................
137
e. Format Wawancara
...............................................................
140
f. Format Lembar
Observasi.....................................................
141
Lampiran 3. Pengolahan Data
a. Perhitungan Daya
Pembeda................................................... 142
b. Perhitungan Tingkat Kesukaran
............................................ 143
c. Perhitungan Validitas dan Realibilitas
................................... 144
d. Data Hasil Belajar Kognitif (Pretest)
..................................... 146
e. Data Hasil Belajar Kognitif (Postest)
.................................... 148
f. Perhitungan Uji
Normalitas...................................................
150
g. Perhitungan Uji Homogenitas
............................................... 152
h. Perhitungan Uji
t...................................................................
155
i. Persentase Hasil Belajar pada Aspek
Afektif......................... 158
j. Hasil Wawancara
.................................................................
161
Lampiran 5. Surat Pernyataan Karya
Ilmiah.................................................... 166
Lampiran 6. Lembar Uji Referensi
..................................................................
167
Lampiran 7. Surat Bimbingan Skripsi
.............................................................
174
Lampiran 8. Surat Permohonan Izin
Penelitian................................................ 175
Lampiran 9. Surat Keterangan Penelitian
........................................................ 176
Lampiran 10. Surat Keterangan Lulus Ujian
Komprehensif............................. 177
Lampiran 11. Biodata Penulis
.........................................................................
178
-
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan segala usaha yang dilaksanakan dengan
sadar
dan bertujuan mengubah tingkah laku manusia ke arah yang lebih
baik dan
sesuai dengan yang diharapkan. Pendidikan akan merangsang
kreatifitas
seseorang agar sanggup menghadapi tantangan-tantangan alam,
masyarakat,
teknologi serta kehidupan yang semakin kompleks.1 Kreatifitas
memiliki
aspek-aspek kelancaran, fleksibilitas, originalitas, elaborasi
dan sensitivitas
yang dapat dikembangkan guru melalui metode-metode
pembelajaran.
Pendidikan yang selama ini berlangsung adalah pendidikan
yang
verbalistik dan berorientasi semata-mata kepada penguasaan mata
pelajaran.
Pengamatan terhadap praktik pendidikan sehari-hari menunjukkan
bahwa
pendidikan difokuskan agar siswa menguasai informasi yang
terkandung
dalam materi pelajaran dan kemudian dievaluasi dari seberapa
jauh
penguasaan itu dicapai oleh siswa. Bagaimana keterkaitan materi
pelajaran
dengan kehidupan sehari-hari dan bagaimana materi tersebut dapat
digunakan
untuk memecahkan problema kehidupan, kurang mendapat
perhatian.
Pendidikan seakan terlepas dari kehidupan keseharian,
seakan-akan
pendidikan untuk pendidikan atau pendidikan tidak terkait dengan
kehidupan
sehari-hari. Phenix dalam Sutarno menyatakan bahwa pada
umumnya
pendidik menyajikan unit-unit pelajaran tanpa menunjukkan
hubungannya
dengan konteks yang lebih luas sehingga siswanya tidak
mengetahui apakah
bertambahnya pengetahuan dan sikapnya itu dapat memberikan
sumbangan
terhadap pandangan hidupnya secara keseluruhan.2
1Nunuk Suryani, “Pengaruh Penerapan Pendekatan Kontekstual
Bermedia VCD Terhadap Pencapaian Kompetensi Belajar Sejarah”,dari
http://pasca.uns.ac.id, Juli 2008. 2Sutarno, Strategi Kebudayaan
Sebagai Pendidikan Nilai dan Makna Eksistensinya dalam Pembangunan,
dalam Pendidikan Nilai, No. 1 Tahun II, Nopember 1996, h. 10.
-
Berdasarkan sumber yang berasal dari The Third international
Mathematics and Science Study Repeat, untuk kemampuan siswa
bidang IPA,
Indonesia menempati urutan 32 dari 38 negara. Hal ini tidak
terlepas dari
proses pendidikan yang terkait dengan kegiatan belajar mengajar
di kelas.
Kegiatan belajar mengajar sangat ditentukan oleh kerjasama
antara guru dan
siswa agar siswa dapat menyerap materi pelajaran dengan optimal.
Untuk itu
diperlukan kreatifitas dan gagasan baru untuk mengembangkan cara
penyajian
materi pelajaran di sekolah. Kreatifitas yang dimaksud adalah
kemampuan
seorang guru dalam memilih model pendekatan, strategi dan media
yang tepat
dalam penyajian materi serta cara penguasaan kelas yang sesuai
dengan
kondisi siswa.
Kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa sampai saat ini masih
banyak guru yang menggunakan pendekatan tradisional dalam
penyajian
materi. Pendekatan tradisional berpijak pada pandangan
behaviorisme
objektifitas, dimana behaviorisme berakar dari filsafat
positifisme yang
percaya bahwa segala sesuatu yang bisa diamati atau ditangkap
panca indera
sebagai kebenaran yang sebenarnya. Sesuatu dianggap ada jika
bisa diamati
dan dirasakan.3
Sebagian besar guru-guru sains masih menggunakan pengajaran
yang
berpusat pada guru dengan sedikit sekali melibatkan siswa
sehingga aktivitas
pembelajaran didominasi oleh guru. Guru menganggap siswanya
sebagai botol
kosong yang perlu diisi penuh oleh guru dengan berbagai ilmu
pengetahuan.
Siswa hanya menjadi pendengar yang pasif tanpa melakukan
aktivitas
pembelajaran apa-apa. Mereka hanya bertanggung jawab
mengeluarkan semua
berbagai ilmu yang dipelajari hanya ketika mengerjakan soal atau
ujian.
Dampak dari pembelajaran yang berpusat pada guru adalah
banyak
siswa mampu menyajikan tingkat hafalan yang baik terhadap materi
ajar
yang diterimanya, tetapi pada kenyataannya mereka tidak
memahaminya.
3Ramlawati dan Nurmadinah, “Penerapan Pendekatan Kontekstual
Dengan Setting Kooperatif Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kimia
Siswa Kelas XI IPA3 SMA Negeri 3 Takalar” dalam Prosiding Seminar
Internasional Pendidikan IPA Jurusan Pendidikan IPA FITK UIN
Syarif
Hidayatullah, Jakarta, 31 Mei 2007, h. 87.
-
Sebagian besar dari siswa tidak mampu menghubungkan antara apa
yang
mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan
dipergunakan/dimanfaatkan. Siswa memiliki kesulitan untuk
memahami
konsep akademik sebagaimana mereka biasa diajarkan yaitu
dengan
menggunakan sesuatu yang abstrak atau hanya dengan metode
ceramah.
Padahal mereka sangat butuh untuk dapat memahami konsep-konsep
yang
berhubungan dengan lingkungan dan masyarakat pada umumnya
dimana
mereka akan hidup dan bekerja. 4
Dari sistem pendidikan yang hanya menekankan aspek kognitif
semata, siswa akan cenderung mengetahui banyak hal tetapi kurang
memiliki
sistem nilai, sikap, minat maupun apresiasi secara positif
terhadap apa yang
diketahui. Ketidakseimbangan perkembangan intelektual dengan
kematangan
kepribadian yang dialami anak didik seperti pada gilirannya akan
membentuk
anak sebagai sosok spesialis yang kurang peduli dengan
lingkungan sekitar
dan cukup rentan terhadap distorsi nilai. Dampak selanjutnya
anak akan
mudah tergelincir dalam praktik pelanggaran moral karena sistem
nilai yang
seharusnya menjadi standar dan patokan berperilaku sehari-hari
masih rapuh.5
Maka dari itu perlu dikembangkan startegi pembelajaran yang
membangun
kecakapan hidup dan menjalankan kehidupan secara utuh, yang
mencakup
kecakapan pribadi, kecakapan hidup sosial, kecakapan berpikir
kritis,
kecakapan melakukan penyelidikan untuk memecahkan masalah
(kecakapan
akademik) dan kecakapan vokasional.
Kompetensi kecakapan hidup dan menjalankan kehidupan dapat
dicapai jika pembelajaran yang diterapkan membawa siswa untuk
belajar
sesuai dengan pengalaman nyata dan dalam konteks dunia nyata.
Siswa akan
belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar
akan lebih
bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan
mengetahuinya.
Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti
berhasil
4Departemen Pendidikan Nasional, ”Pembelajaran Berbasis
Kontekstual 1”, dari www.
http/ktsp.diknas.go.id/download/ktsp_smp/16.ppt. Juli 2008.
5Mawardi Lubis, Evaluasi Pendidikan Nilai, (Bengkulu: Pustaka
Pelajar,2008),Cet.1, hal. XIX.
-
dalam kompetisi mengingat jangka pendek, tetapi gagal dalam
membekali
anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang.6
Ilmu kimia merupakan ilmu yang diperoleh dan dikembangkan
berdasarkan eksperimen yang mencari jawaban atas pertanyaan apa,
mengapa,
dan bagaimana gejala-gejala alam, khususnya yang berkaitan
dengan
komposisi, struktur dan sifat, transformasi, dinamika dan
energetika zat. Oleh
sebab itu, mata pelajaran kimia di SMA/MA mempelajari segala
sesuatu
tentang zat yang meliputi komposisi, struktur dan sifat,
transformasi,
dinamika dan energetika zat yang melibatkan keterampilan dan
penalaran.
Ilmu kimia merupakan produk (pengetahuan kimia yang berupa
fakta, teori,
prinsip, hukum) temuan saintis dan proses (kerja ilmiah). Oleh
sebab itu,
dalam penilaian dan pembelajaran kimia harus memperhatikan
karakteristik
ilmu kimia sebagai proses dan produk.7
Mengajarkan ilmu kimia sebagai produk dan proses pada siswa
tidaklah mudah. Seorang guru kimia perlu mengembangkan
keterampilan
dasar mengajar kimia untuk dapat menyampaikan kimia sebagai
produk dan
proses. Keterampilan dasar guru kimia seperti dengan
menerapakan
pembelajaran kontrukstivisme dan pembelajaran kontekstual.
Pembelajaran kontetekstual atau Contextual Teaching and
Learning
(CTL) adalah konsep belajar yang yang membantu guru mengaitkan
antara
materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.8 Pada
proses
pembelajaran kontekstual yang lebih dipentingkan adalah siswa
bekerja dan
mengalami daripada hasil belajar, sedangkan guru sebagai
fasilitator
pembelajaran.
6Suryani, “Pengaruh...
7BSNP, ”Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah”, h. 459. 8Masnur Muslich,
KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual,
(Jakarta:Bumi Aksara,2007),Cet.II, h.41.
-
Tujuan dari pembelajaran kontekstual adalah membantu siswa
untuk
memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan
mengkaitkan
materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari
(konteks
pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki
pengetahuan atau
keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer)
dari satu
permasalahan/konteks ke permasalahan/konteks lainnya.9
Pada pembelajaran kontekstual, siswa dapat mengaitkan materi
yang
sedang dipelajari dengan fenomena di kehidupan nyata sehingga
siswa belajar
lebih bermakna, bukan belajar dengan menghafal tetapi belajar
dengan melihat
fenomena dalam kehidupan sehari-hari, menilai dan mengetahui
teori dari
fenomena tersebut. 10 Hal tersebut dapat menimbulkan kesadaran
dalam diri
siswa tentang fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari
sehingga
dapat mengambil nilai-nilai yang terkandung dengan penganalogian
dari
setiap bahan ajar. Dalam hal ini pemberian informasi dan analogi
tentang
kandungan nilai-nilai suatu bahan ajar, dengan sistem nilai dan
moral yang
berlaku dalam masyarakat dapat mengubah sikap seseorang. Sikap
merupakan
hasil belajar afektif siswa dalam proses pembelajaran.
Kemampuan afektif berhubungan dengan minat dan sikap yang
dapat
berbentuk tanggung jawab, kerjasama, disiplin, komitmen, percaya
diri, jujur,
menghargai pendapat orang lain, dan kemampuan mengendalikan
diri.11
Semua kemampuan ini harus menjadi bagian dari tujuan
pembelajaran di
sekolah, yang akan dicapai melalui kegiatan pembelajaran yang
tepat. Ciri-
ciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam
berbagai
tingkah laku seperti : perhatian terhadap pelajaran,
kedisiplinan, motivasi
belajar, rasa hormat kepada guru dan sebagainya.
Namun yang terpenting, dalam penerapan pendidikan siswa
bukan
hanya dituntut untuk memahami pengetahuan materi pelajaran
tertentu
9Departemen Pendidikan Nasional, “Pengembangan Model
Pembelajaran yang Efektif” dari
http://adifia.files.wordpress.com/2007/05/model-pembelajaran-yg-efektif.doc.
Juli 2008
10Ramlawati dan Nurmadinah, “Penerapan..., h. 93. 11Departemen
Pendidikan Nasional, ”Pedoman Pengembangan Instrumen dan Penilaian
Ranah Afektif” dari www.dikmenun.go.id.
-
melainkan siswa dapat menerapkan dan mengaplikasikan
pengetahuan
tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dikarenakan sikap
seseorang
tidak hanya cukup diukur dari seberapa jauh siswa menguasai hal
yang
bersifat kognitif saja. Justru yang lebih terpenting adalah
seberapa jauh
pengetahuan tersebut tertanam dalam jiwa dan seberapa
nilai-nilai itu terwujud
dalam tingkah laku sehari-hari. Oleh karena itu, setiap mata
pelajaran
seyogianya tidak hanya mengandung substansi pelajaran yang
bersifat
kognitif, namun dibalik hal-hal yang bersifat kognitif terdapat
sejumlah nilai
dasar yang harus diketahui oleh siswa.12
Dalam rangka memberikan perbaikan bagi pembelajaran sains,
khususnya pada mata pelajaran kimia yang melibatkan siswa secara
aktif dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari serta menanamkan
nilai-
nilai melalui konsep-konsep kimia karena baik nilai maupun
konsep kimia
dituntut harus dikuasai sekaligus secara seimbang. Penelitian
ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh pembelajaran kimia bernuansa nilai
dengan
pendekatan kontekstual terhadap hasil belajar siswa.
Dalam penelitian ini digunakan pembelajaran kimia bernuansa
nilai
dengan pendekatan kontekstual yang menyisipkan nilai-nilai
diharapkan dapat
mengungkap aspek afektif siswa . Pada penelitian ini dipilih
pelajaran kimia
pada pokok bahasan sistem kesetimbangan. Pokok bahasan ini
dianggap
sesuai bila diajarkan dengan pembelajaran kontekstual bernuansa
nilai melalui
kegiatan praktikum dan menggunakan media pembelajaran sehingga
bersifat
konkret yang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan hal di atas penulis tertarik untuk meneliti
permasalahan
yang akan dituangkan kedalam penulisan yang berjudul:
“PENGARUH
PEMBELAJARAN KIMIA BERNUANSA NILAI DENGAN
PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR
SISWA ”.
12Lubis, ”Evaluasi... , h.XXI
-
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka masalah
yang
dapat diidentifikasi yaitu :
1. Banyak guru yang menggunakan pendekatan tradisional dalam
penyajian
materi.
2. Dampak dari pembelajaran yang berpusat pada guru adalah
banyak siswa
mampu menyajikan tingkat hafalan yang baik terhadap materi ajar
tetapi
pada kenyataannya siswa tidak memahaminya.
3. Sistem pendidikan yang hanya menekankan aspek kognitif
semata
menyebabkan siswa cenderung mengetahui banyak hal tetapi
kurang
memiliki sistem nilai, sikap, minat secara positif terhadap apa
yang
diketahui.
4. Ketidakseimbangan perkembangan intelektual dengan
kematangan
kepribadian yang dialami siswa pada gilirannya akan membentuk
anak
sebagai sosok spesialis yang kurang peduli dengan lingkungan
sekitar.
C. Pembatasan masalah
Dari masalah yang diidentifikasi di atas, maka agar penelitian
ini lebih
terarah, ruang lingkupnya perlu dibatasi. Untuk itu, penulis
membatasi
masalah yang akan diteliti pada hal-hal sebagai berikut:
1. Para siswa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah siswa
kelas XI
jurusan IPA di SMAN 2 Depok.
2. Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan pembelajaran kimia
yang
bernuansa nilai pada pokok bahasan Kesetimbangan Kimia.
3. Nilai-nilai yang akan dikaji dalam penelitian ini hanya nilai
sosial, nilai
religi dan nilai praktis menurut Einstein.
4. Hasil belajar kognitif hanya dibatasi pada aspek pengetahuan
(C1),
pemahaman (C2), aplikasi atau penerapan (C3) dan analisis (C4).
Hal
tersebut dikarenakan tes kognitif yang digunakan berbentuk
pilihan ganda.
-
5. Hasil belajar afektif hanya dibatasi pada aspek penerimaan,
respon dan
penilaian setelah pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan
pendekatan
kontekstual.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah yang telah diuraikan, maka
rumusan
masalah tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :
Bagaimana
pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan
kontekstual
berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa ?.
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah, penelitian ini bertujuan:
1. Mengetahui pengaruh pembelajaran kimia bernuansa nilai
dengan
pendekatan kontekstual terhadap hasil belajar siswa.
2. Mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran kimia bernuansa
nilai
dengan pendekatan kontekstual.
3. Mengembangkan alternatif pembelajaran kimia bernuansa nilai
dengan
pendekatan kontekstual yang dapat mengembangkan sikap siswa
dalam
kehidupan sehari-hari.
F. Manfaat Penelitian
1. Bagi guru, dapat memberikan informasi tentang permasalahan
nyata yang
dihadapi guru dalam menyelenggarakan pendidikan nilai
melalui
pembelajaran kimia sehingga dapat direncanakan upaya-upaya
menanggulanginya.
2. Bagi siswa, dengan mengaitkan materi pokok/tema/topik
masing-masing
mata pelajaran dengan nilai-nilai diharapkan dapat memotivasi
siswa
dalam meningkatkan hasil belajar khususnya pada mata pelajaran
kimia.
3. Bahan bagi para peneliti untuk dapat dikembangkan lebih
lanjut
penelitiannya mengenai pembelajaran mata pelajaran umum yang
bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual.
-
PENGARUH PEMBELAJARAN KIMIA BERNUANSA
NILAI DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL
TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA
PROPOSAL SKRIPSI
Dosen Pembimbing :
Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A.
Tonih Feronika, M. Pd.
OLEH
Astri Rama Yulia 104016200430
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2008
-
BAB II
DESKRIPTIF TEORETIK, KERANGKA PIKIR DAN
HIPOTESIS
A. Deskriptif Teoretik
1. Pembelajaran
a. Pengertian belajar
Dalam pengertian yang umum atau populer, belajar adalah
mengumpulkan sejumlah pengetahuan. Pengetahuan tersebut
diperoleh
dari seseorang yang lebih tahu atau yang sekarang dikenal dengan
guru.13
Belajar ialah proses perubahan tingkah laku sebagai akibat
pengalaman atau latihan.14
Perubahan tingkah laku sebagai akibat belajar
itu dapat berupa memperoleh perilaku yang baru atau
memperbaiki/meningkatkan perilaku yang ada.
Menurut Silverman dalam Alisuf Sabri mendefinisikan bahwa
belajar :15
Learning is a process in wich past experience or pratice result
in
relatively permanent changes in individual’s repertory of
responses...”change” in this definition can be desirable or
undersirable. “Experience” and “practice” mean that the change
in
responses cannot be result of maturation, ilness, injury, or
bodily
growht. The limitation expressed by “relative permanent” means
that
tentative behavior changes such as the caused by fatgu, drug,
or
alcoholed, cannot classed as learning.
Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku di dalam
diri
manusia. Bila telah selesai suatu usaha belajar tetapi tidak
terjadi
perubahan pada diri individu yang belajar, maka tidak dapat
dikatakan
bahwa pada diri individu tersebut telah terjadi proses
belajar.16
13Ali Imron, Belajar dan Pembelajaran, (Malang: PT Dunia Pustaka
Jaya, 1996),Cet. I, h. 2.
14M.Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu
jaya, 1995), Cet. II, h. 60. 15Sabri, Psikologi ..., h. 60. 16Abu
Muhammad Ibnu Abdullah, “Prestasi Belajar”, dari
http://spesialis-torch.com/content/view/120/29, pkl 11.29
-
Menurut Muhibbin, belajar adalah kegiatan yang berproses dan
merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap
penyelenggaraan
jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau
gagalnya
pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses
belajar
yang dialami siswa.17
Menurut Gagne dalam Ratna Wilis, belajar didefinisikan
sebagai
perubahan perilaku yang diakibatkan oleh pengalaman. 18
Perubahan yang
dimaksud itu adalah kemampuan baru yang berlaku dalam waktu
yang
relatif sama. Belajar merupakan aktivitas mental atau psikis
yang
berlangsung dalam interaksi dengan lingkungan yang
menghasilkan
perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, kemampuan dan nilai
sikap,
perubahan itu bersifat relatif konstan dan berbekas. Pendapat
ini sesuai
dengan firman Allah SWT dalam surat Ar-Ra’du ayat 11 yang
berbunyi :
���� ���� �������� ���
�������� ������ �!��������
��� �"$%&'()!*�� +
Artinya :”... Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu
kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka
sendiri...”.(Q.S 13 : 11)
Biggs dalam Muhibbin, mendefinisikan belajar dalam tiga
macam
rumusan yaitu rumusan kuantitatif, rumusan institusional dan
rumusan
kualitatif. Secara kuantitatif (ditinjau dari sudut jumlah)
belajar berarti
pengisian atau pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta
sebanyak-banyaknya. Jadi belajar dalam hal ini dipandang dari
sudut
berapa banyak materi yang dikuasai siswa. Secara instituasional
(tinjauan
kelembagaan), belajar dipandang sebagai proses ”validasi”
atau
pengabsahan terhadap penguasaan siswa atas materi yang telah ia
pelajari.
17Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru,
(Bandung: PT Remaja Rosda, 2000), Cet. V, h. 89. 18Ratna Wilis
Dahar, Teori-teori Belajar, (Jakarta: Erlangga, 1996), h. 21.
-
Bukti institusional yang menunjukkan siswa telah belajar dapat
diketahui
sesuai dengan proses mengajar. Adapun pengertian belajar secara
kualitatif
(tinjauan mutu) ialah proses memperoleh arti-arti dan
pemahaman-
pemahaman serta cara-cara menafsirkan dunia disekeliling dunia.
Belajar
dalam pengertian ini difokuskan pada tercapainya daya pikir dan
tindakan
yang berkualitas untuk memecahkan masalah-masalah yang kini dan
nanti
dihadapi siswa.19
Hilgard dan Bower dalam Ngalim, Belajar berhubungan
dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi
tertentu
yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam
situasi
itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan
atau dasar
kecenderungan respon pembawaan, kematangan atau
keadaan-keadaan
sesaat.20
Pembelajaran dapat di definisikan sebagai pengorganisasian
atau
penciptaan atau pengaturan suatu kondisi lingkungan yang
memungkinkan
terjadinya belajar pada diri siswa.21
Dalam pembelajaran terlihat kegiatan
guru dan siswa, sumber belajar yang digunakan dalam
mewujudkan
kondisi belajar atau sistem lingkungan yang menyebabkan
terjadinya
proses belajar pada diri siswa.
Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa
belajar
adalah proses perubahan tingkah laku pada diri manusia dalam
membangun makna dan pemahamannya untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu
dalam
interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut aspek kognitif,
afektif
dan psikomotor.
19Syah, Psikologi…, h. 90. 20Ngalim Purwanto.Psikologi
Pendidikan,(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), h. 84. 21Kartimi,
“Suatu Model Konstruktivisme Mengajar Sains Pembelajaran Berbasis
Komputer” dalam Prosiding Seminar Internasional Pendidikan IPA
Jurusan Pendidikan IPA FITK UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 31
Mei 2007, h. 27.
-
b. Ciri-ciri Belajar
Berdasarkan pengertian atau definisi-definisi belajar, maka
belajar
sebagai suatu kegiatan dapat diidentifikasi ciri-ciri
kegiatannya sebagai
berikut :22
1) Belajar adalah aktifitas yang menghasilkan perubahan pada
diri
individu yang belajar (dalam arti perubahan tingkah laku) baik
aktual
maupun potensial.
2) Perubahan itu pada dasarnya adalah didapatkannya kemampuan
baru
yang berlaku dalam waktu relatif lama.
3) Perubahan itu terjadi karena adanya usaha (dengan
sengaja).
Di antara ciri-ciri perubahan khas yang menjadi
karakteristik
perilaku belajar yang terpenting adalah : 23
1) Perubahan Intensional
Perubahan yang terjadi dalam proses belajar adalah berkat
pengalaman
atau praktik yang dilakukan sengaja dan disadari, atau dengan
kata lain
bukan kebetulan.
2) Perubahan itu positif dan aktif
Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat positif
dan aktif.
Positif artinya baik, bermanfaat, serta sesuai dengan harapan.
Hal ini
juga bermakna bahwa perubahan tersebut senantiasa merupakan
penambahan yakni diperolehnya sesuatu yang baru yang lebih
baik
daripada yang ada sebelumnya. Adapun perubahan aktif artinya
tidak
terjadi dengan sendirinya.
3) Perubahan itu efektif dan fungsional
Perubahan yang timbul karena proses belajar bersifat efektif
yakni
berhasil guna. Artinya perubahan tersebut membawa pengaruh,
makna,
dan manfaat tertentu bagi siswa. Selain itu, perubahan dalam
proses
belajar bersifat fungsional dalam arti relatif menetap dan
setiap saat
22Sabri, Psikologi …, h. 56. 23Syah, Psikologi…, h. 116.
-
apabila dibutuhkan, perubahan tersebut dapat direproduksi
dan
dimanfaatkan.
Dengan demikian ciri-ciri yang menunjukkan bahwa seseorang
melakukan kegiatan belajar ditandai dengan adanya :24
1) Perubahan tingkah laku yang aktual atau potensial.
2) Perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar diatas bagi
individu
merupakan kemampuan baru dalam bidang kognitif, atau afektif
atau
psikomotor.
3) Adanya usaha atau aktifitas yang sengaja dilakukan oleh orang
yang
belajar dengan pengalaman.
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar
Secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa
dapat kita bedakan menjadi tiga macam yaitu :25
1) Faktor internal yakni keadaan/kondisi jasmani dan rohani
siswa.
2) Faktor eksternal yakni kondisi lingkungan di sekitar
siswa.
3) Faktor pendekatan belajar yakni jenis upaya belajar siswa
yang
meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk
melakukan
kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan peserta didik
dalam belajar antara lain faktor dari dalam diri dan faktor yang
datang dari
luar diri dan disebut faktor endogen dan eksogen. Faktor endogen
anatara
lain : minat belajar, kesehatan, perhatian, ketenangan jiwa di
waktu
belajar, motivasi, kegairahan diri, cita-cita, kebugaran
jasmani, kepekaan
alat-alat indera dalam belajar. Faktor eksogen yang
mempengaruhui
keberhasilan peserta didik antara lain seperti keadaan
lingkungan belajar,
cuaca, letak kelas, faktor interaksi sosial dengan teman
sebangku, interaksi
peserta didik dengan pendidikannya.26
24Sabri, Psikologi…, h. 56. 25Syah, Psikologi…, h. 132.
26Aminuddin Rasyad, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta:
Uhamka Press, 2003), Cet.IV, h. 103.
-
Semua faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa ini
memerlukan perhatian dari pendidik dan guru yang sedang
meletakan
sendi-sendi pendidikan secara mendasar sehingga guru diharapkan
mampu
mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan munculnya kelompok
siswa
yang menunjukkan kegagalan dengan berusaha mengetahui dan
mengatasi
faktor penghambat proses belajar mereka serta memotivasi belajar
siswa.
2. Pendekatan Kontekstual
a. Pengertian Pendekatan Kontekstual
Model pembelajaran kontekstual adalah terjemahan dari
istilah
Contextual Teaching and Learning (CTL). Kata contextual berasal
dari
kata context yang berarti “hubungan, konteks, suasana, atau
keadaan”.
Dengan demikian contextual diartikan “ yang berhubungan
dengan
suasana (konteks)”, sehingga CTL dapat diartikan sebagai
pembelajaran
yang berhubungan dengan suasana tertentu.27
Matthew dan Marica mendeinisikan pendekatan kontekstual
sebagai berikut :28
Contextual Teaching and Learning (CTL) is a system for teaching
that is grounded in brain research. Brain research indicates that
we learn
best when we see meaning in new information with our
existing
knowledge and experinces. Student learn best, according to
neuroscience, whn day can connet the content of academic lesson
with
the context of their own daily lives.
Pendekatan kontekstual atau contextual teaching and learning
(CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan
antara
materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.29
Pengetahuan dan
27I Made Sumadi, “Pengaruh Penerapan Pendekatan Kontekstual
Terhadap Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematika Siswa Kelas
II SLTP Negeri 6 Singaraja, dalam Jurnal Pendidikan dan Pengajaran
IKIP Negeri Singaraja, No. 1 Th.2005, h.5. 28Matthew Clifford dan
Marica Wilson, “Contextual Teaching, Profesional Learning, and
Student Experiences : Lesson Learned from Implemention”, dari
http:/www.corwinpress.com/booksProdDesc.nav?prodId=Book220765,
April 2009. 29Muslich, KTSP ..., h. 40.
-
keterampilan siswa diperoleh dari usaha siswa mengkontruksi
sendiri
pengetahuan dan keterampilan ketika ia belajar.
Menurut Elaine B. Johnson, CTL adalah:30
…an educational process that aims to help students see meaning
in the
academic material they are studying by connecting academic
subjects
with the context of their daily lives, that is, with context of
their
personal, social, and cultural circumstance. To achieve this
aim, the
system encompasses the following eight components: making
meaningful conections, doing significant work, self-regulated
learning,
collaborating, critical and creative thinking, nurturing the
individual,
reaching high standards, using authentic assessment.
CTL adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong
para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka
pelajari
dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan
konteks
dalam keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi,
sosial,
dan budaya mereka. Untuk mencapai tujuan ini, sistem tersebut
meliputi
delapan komponen berikut: membuat keterkaitan-keterkaitan
yang
bermakna, melakukan pekerjaan yang berarti, melakukan
pembelajaran
yang diatur sendiri, melakukan kerja sama, berpikir kritis dan
kreatif,
membantu individu untuk tumbuh dan berkembang, mencapai
standar
yang tinggi, dan menggunakan penilaian autentik.
Di samping mempermudah mengkontruksi pengetahuan,
pendekatan kontekstual juga dapat mempermudah terbentuknya
penghayatan pada aspek afektif seperti pengembangan etika pada
diri
siswa sehingga akhirnya terjadi perubahan tingkah laku yang
bersifat
intrinsik dan permanen.31
Sehingga akan tertanam sikap yang berasal dari
dalam diri siswa bukan karena keterpaksaan dan akan menjadi
suatu
kebiasaan yang positif dalam kehidupan sehari-hari.
30 Elaine B. Johnson, Contextual Teaching and Learning:
menjadikan kegiatan belajar-
mengajar mengasyikkan dan bermakna, (Bandung: MLC, 2007), h.19.
31Anna Poedjiadi, Sains Teknologi Masyarakat Model Pembelajaran
Kontekstual Bermuatan Nilai, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005),
Cet.I, h. 99.
-
Menurut Ramlawati dan Nurmadinah, Pendekatan pembelajaran
kontekstual (contektual teaching and learning) adalah konsep
belajar
dimana guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan
mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan
penerapan dalam kehidupan sehari-hari, sementara siswa
memperoleh
pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas, sedikit
demi
sedikit, sebagai bakal untuk memecahkan masalah dalam
kehidupannya
sebagai anggota masyarakat.32
The Wasinghton State Consortium menyatakan bahwa
pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang
memungkinkan
siswa memperkuat, memperluas dan menerapkan pengetahuan dan
keterampilan akademisnya dalam berbagai latar sekolah dan di
luar
sekolah untuk memecahkan seluruh persoalan yang ada dalam
dunia
nyata.33 Hal ini terjadi ketika siswa menerapkan dan mengalami
apa yang
diajarkan dengan mengacu pada masalah-masalah rill yang
berasosiasi
dengan peranan dan tanggung jawab mereka sebagai anggota
keluarga,
masyarakat, dan siswa.
Pembelajaran atau pengajaran kontekstual merupakan suatu
proses
pendidikan yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk
memahami
makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan
materi
tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks
pribadi,
sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan
atau
keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer)
dari satu
permasalahan/konteks ke permasalahan/konteks lainnya.34
Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi
pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa
secara
penuh untuk menemukan materi yang dipelajari dan
menghubungkannya
dengan situasi nyata sehingga mendorong siswa untuk
menerapkannya
32Ramlawati dan Nurmadinah, “Penerapan..., h. 88. 33Sumadi,
“Pengaruh…, h. 5. 34Departemen Pendidikan Nasional,
“Pengembangan...
-
dalam kehidupan mereka.35
Dalam CTl, proses belajar diorientasikan pada
proses pengalaman secara langsung, siswa dituntut untuk
dapat
menangkap hubungan antara pengetahuan antara pengalaman
belajar
disekolah dengan kehidupan nyata serta bagaimana materi
pelajaran dapat
mewarnai perilaku siswa dalam kehidupan sehari-hari.
Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning,
CTL),
yaitu dengan cara guru memulai pembelajaran yang dimulai atau
dikaitkan
dengan dunia nyata yaitu diawali dengan bercerita atau
tanya-jawab lisan
tentang kondisi aktual dalam kehidupan siswa, kemudian
diarahkan
melalui modeling agar siswa termotivasi, questioning agar siswa
berfikir,
constructivism agar siswa membangun pengertian, inquiry agar
siswa bisa
menemukan konsep dengan bimbingan guru, learning community
agar
siswa bisa berbagi pengetahuan dan pengalaman serta terbiasa
berkolaborasi, reflection agar siswa bisa mereview kembali
pengalaman
belajarnya, serta authentic assessment agar penilaian yang
diberikan
menjadi sangat objektif. 36
Materi belajar akan semakin berarti jika siswa mempelajari
materi
yang disajikan melalui konteks kehidupan mereka dan menemukan
arti di
dalam proses pembelajaran, sehingga pembelajaran akan menjadi
lebih
berarti dan menyenangkan. Siswa akan bekerja keras untuk
mencapai
tujuan pembelajaran dan selanjutnya siswa akan memanfaatkan
kembali
pemahaman, pengetahuan dan kemampuannya dalam konteks di
luar
sekolah untuk menyelesaikan permasalahan nyata baik secara
mandiri
maupun secara kelompok.
Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran kontekstual dapat dikatakan sebagai sebuah
strategi
pembelajaran yang mengakui dan menunjukkan kondisi alamiah
dari
35Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar
Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008),
h.255. 36Atit Suryati, “Implementasi Pendekatan Kontekstual untuk
Meningkatkan Kreatifitas Siswa “ dari
http://educare.e-fkipunla.net/ Juli 2008.
-
pengetahuan siswa. Melalui hubungan di dalam dan di luar kelas,
CTL
menjadikan pengalaman lebih relevan dan berarti bagi siswa
dalam
membangun pengetahuan yang akan mereka terapkan dalam
kehidupannya. CTL menyajikan suatu konsep yang mengaitkan
materi
yang dipelajari siswa dalam konteks dimana materi tersebut
digunakan,
serta hubungannya dengan bagaimana siswa belajar.
b. Karakteristik Pendekatan Kontekstual
COR (Center for Occupational Research) dalam Masnur
menjabarkan lima konsep pembelajaran kontekstual yang
disingkat
REACT antara lain :37
1) Relating adalah bentuk belajar dalam konteks kehidupan nyata
atau
pengalaman nyata. Pembelajaran harus digunakan untuk
menghubungkan situasi sehari-hari dengan informasi baru
untuk
dipahami atau dengan problema untuk dipecahkan.
2) Experiencing adalah belajar dalam dalam ekpolrasi, penemuan,
dan
penciptaan. Ini berarti bahwa pengetahuan yang diperoleh
siswa
melalui pembelajaran yang mengedepankan proses berpikir kritis
lewat
siklus inquiry.
3) Applying adalah belajar dalam bentuk penerapan hasil belajar
dalam
penggunaan dan kebutuhan praktis.
4) Cooperating adalah belajar dalam bentuk berbagi informasi
dan
pengalaman, saling merespons, dan saling berkomunikasi.
Bentuk
belajar ini tidak hanya membantu siswa belajar tentang materi,
tetapi
juga konsisten dengan penekanan belajar kontekstual dalam
kehidupan
nyata.
5) Transfering adalah kegiatan belajar dalam bentuk
memanfaatkan
pengetahuan dan pengalaman belajar yang baru.
Proses pengajaran akan lebih hidup dan menjalin kerjasama
diantara siswa, maka proses pembelajaran dengan paradigma lama
harus
37Muslich, KTSP..., h.41 - 42.
-
diubah dengan paradigma baru yang dapat meningkatkan kreativitas
siswa
dalam berpikir, arah pembelajaran yang lebih kompleks tidak
hanya satu
arah sehingga proses belajar mengajar akan dapat meningkatkan
kerjasama
diantara siswa dengan guru, siswa dengan siswa maka dengan
demikian
siswa yang kurang akan dibantu oleh siswa yang lebih pintar
sehingga
proses pembelajaran lebih hidup dan hasilnya lebih baik.38
Pembelajaran dengan paradigma lama yang dikenal sebagai
pendekatan tradisional yang berpijak pada pandangan
behaviorisme. Para
penganut teori behaviorisme (teori perilaku) berpendapat bahwa
sudah
cukup bagi siswa untuk mengasosiasikan stimulus-stimulus dan
respon-
respon dan diberi penguatan bila ia memberikan respon-respon
yang
benar. Mereka tidak mempersoalkan apakah yang terjadi dalam
pikiran
siswa sebelum dan sesudah respon dibuat. Siswa hanya berperan
sebagai
penerima ilmu pengetahuan dan tidak dirangsang untuk mencari
sendiri
pengetahuannya. Tugas siswa hanya membaca, mendengarkan,
mencatat,
dan menghafal tanpa memberikan kontribusi ide proses
pembelajaran.
Untuk lebih lengakpnya, perbedaan pendekatan CTL dengan
pendekatan tradisional (behaviorisme) pada proses pembelajaran
dapat
dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 1. Perbedaan CTL dan Tradisional39
No. CTL Tradisional
1. Menyandarkan pada memori spesial (pemahaman makna)
Menyandarkan pada hafalan
2. Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa
Pemilihan informasi di-tentukan oleh guru
3. Siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran
Siswa secara pasif menerima informasi
4. Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata/masalah
yang
disimulasikan
Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis
5. Selalu mengkaitkan informasi dengan pengetahuan yang
telah
Memberikan tumpukan informasi kepada siswa
38Asep Sugiharto, “Hasil Belajar Siswa Dalam Pengguanaan
Pendekatan kontekstual Pada Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama” dari
http://one.indoskripsi.com/content/ 39Departemen Pendidikan
Nasional, “Pengembangan...
-
dimiliki siswa sampai saatnya diperlukan
6. Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang
Cenderung terfokus pada
satu bidang (disiplin) tertentu
7. Siswa menggunakan waktu belajarnya untuk menemukan, menggali,
berdiskusi, berpikir kritis, atau mengerjakan proyek dan pemecahan
masalah (melalui kerja kelompok)
Waktu belajar siswa se-
bagian besar dipergu-nakan untuk mengerja-kan buku tugas,
men-dengar ceramah, dan mengisi latihan yang membosankan (melalui
kerja individual)
8. Perilaku dibangun atas kesadaran diri
Perilaku dibangun atas kebiasaan
9. Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman
Keterampilan dikem-
bangkan atas dasar latihan 10. Hadiah dari perilaku baik
adalah
kepuasan diri Hadiah dari perilaku baik
adalah pujian atau nilai (angka) rapor
11. Siswa tidak melakukan hal yang buruk karena sadar hal
tersebut
keliru dan merugikan
Siswa tidak melakukan sesuatu yang buruk karena
takut akan hukuman
12. Perilaku baik berdasar-kan motivasi intrinsik
Perilaku baik berdasarkan motivasi ekstrinsik
13. Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks dan
setting
Pembelajaran hanya terjadi dalam kelas
14. Hasil belajar diukur melalui penerapan penilaian
autentik.
Hasil belajar diukur melalui kegiatan akademik dalam
bentuk tes/ujian/ulangan. Nunuk Suryani mengutip Dirjen Dikmenum
mengatakan
penggunaan pembelajaran kontekstual memiliki potensi tidak
hanya
mengembangkan ranah pengetahuan dan keterampilan proses, tetapi
juga
untuk mengembangkan sikap, nilai, serta kreativitas siswa
dalam
memecahkan masalah yang terkait dalam kehidupan mereka
sehari-hari
melalui interaksi sesama teman melalui pembelajaran kooperatif
sehingga
mengembangkan keterampilan sosial (social skill).40
40Suryani, “Pengaruh …, h. 8.
-
Pembelajaran kontekstual dilaksanakan sebagai aplikasi dalam
pemaknaan belajar dan proses belajar dalam arti yang
sesungguhnya. Hal
ini didasarkan pada landasan teoritis tentang belajar aktif yang
tidak
semata-mata menekankan pada pengetahuan yang bersifat hafalan
saja.
Siswa harus aktif mencari, menemukan pengetahuan tersebut
dengan
keterampilan secara mandiri. Beberapa strategi pengajaran yang
dapat
dikembangkan oleh guru melalui pembelajaran kontekstual antara
lain
sebagai berikut : 41
1) Pembelajaran berbasis masalah
2) Memanfaatkan lingkungan siswa untuk memperoleh pengalaman
belajar
3) Memberikan aktivitas kelompok
4) Membuat aktivitas belajar mandiri
5) Membuat aktivitas belajar bekerja sama dengan masyarakat
6) Menerapkan penilaian autentik
c. Komponen Pendekatan Kontekstual
Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual melibatkan tujuh
komponen utama yaitu : 42
1) Kontruktivisme. Pembelajaran yang berciri kontruktivisme
menekankan terbangunnya pemahaman sendiri secara aktif,
kreatif,
produktif berdasarkan pengetahuan dan pengetahuan terdahulu
dan
dari pengalaman belajar yang bermakna.
2) Bertanya. Belajar dalam pembelajaran CTL dipandang sebagai
upaya
guru untuk bisa mendorong siswa untuk mengetahui sesuatu,
mengarahkan siswa untuk memperoleh informasi, sekaligus
mengetahui perkembangan kemampuan berpikir siswa.
3) Menemukan. Kegiatan ini diawali dari pengamatan terhadap
fenomena, dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan bermakna
untuk
menghasilkan temuan yang diperoleh dari siswa sendiri.
41Muslich, KTSP…, h. 50-51. 42Muslich, KTSP…, h.44-47.
-
4) Masyarakat belajar. Konsep ini menyarankan bahwa hasil
belajar
sebaiknya diperoleh dari kerjasama dengan orang lain.
5) Pemodelan. Komponen pendekatan CTL ini menyarankan bahwa
pembelajaran dan keterampilan dan pengetahuan tertentu
diikuti
dengan model yang bisa ditiru siswa. Model yang dimaksud
bisa
berupa pemberian contoh tentang. Misalnya cara
mengoperasikan
sesuatu, menunjukkan hasil karya, mempertonton suatu
penampilan.
6) Refleksi. Komponen yang merupakan bagian terpenting dari
pembelajaran dengan pendekatan CTL adalah perenungan kembali
atas
pengetahuan yang baru dipelajari. Dengan memikirkan apa yang
baru
saja dipelajari, menelaah dan merespon semua kejadian,
aktifitas, atau
pengalaman yang terjadi dalam pembelajaran, bahkan
memberikan
masukan atau saran jika diperlukan, siswa akan menyadari
bahwa
pengetahuan yang baru diperolehnya merupakan pengayaan atau
bahkan revisi dari pengetahuan yang telah dimiliki
sebelumnya.
7) Penilaian autentik. Komponen yang merupakan ciri khusus
dari
pendekatan kontekstual adalah proses pengumpulan berbagai data
yang
bisa memberikan gambaran atau informasi tentang pengalaman
belajar
siswa. Gambaran perkembangan pengalaman siswa ini perlu
diketahui
guru setiap saat agar bisa memastikan benar tidaknya proses
belajar
siswa.
Mansur mengutip pendapat John A. Zahorik dalam Contructvist
Teaching mencatat lima elemen yang harus diperhatikan dalam
praktik
pembelajaran kontekstual. Lima elemen yang dimaksud sebagai
berikut :43
1) Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada.
2) Pemerolehan pengetahuan baru dengan cara mempelajari
secara
keseluruhan dulu kemudian memerhatikan detailnya.
3) Pemahaman pengetahuan yaitu dengan cara menyusun konsep
sementara (hipotesis), melakukan sharing kepada orang lain
agar
43Muslich, KTSP…, h. 52.
-
mendapat tanggapan (validasi), dan atas dasar tanggapan itu,
konsep
tersebut direvisi dan dikembangkan.
4) Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut.
5) Melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan
pengetahuan
tersebut.
Dalam CTL, guru berperan dalam memilih, menciptakan, dan
menyelenggarakan pembelajaran yang menggabungkan seberapa
banyak
bentuk pengalaman siswa termasuk aspek sosial, fisikal, dan
psikologikal
untuk mencapai hasil belajar yang diinginkan. Dalam lingkungan
sekitar,
siswa menemukan hubungan yang bermakna antara ide abstrak
dan
aplikasi praktikal dalam konteks nyata. Siswa akan memproses
informasi
atau pengetahuan baru sedemikian rupa sehingga dirasakan sesuai
dengan
kerangka pikir yang dimilikinya.
d. Langkah-langkah Pembelajaran Kontekstual
Untuk mencapai kompetensi yang di harapkan sesuai dengan
standar kompetensi, kompetensi dasar, serta indikator pada
pembelajaran
kimia dengan menggunakan CTL, guru melakukan langkah-langkah
pembelajaran sebagai berikut :44
1) Pendahuluan. Pada kegiatan pendahuluan, guru menjelaskan
kompetensi yang harus dicapai serta manfaat dari proses
pembelajaran
dan pentingnya materi pelajaran yang akan dipelajarai. Kemudian
guru
menjelaskan prosedur pembelajaran CTL, membagi siswa kedalam
berbagai kelompok sesuai dengan jumlah siswa. Tiap kelompok
ditugaskan untuk melakukan kegiatan praktikum pengaruh
konsentrasi
dan suhu terhadap kesetimbangan kimia. Guru melakukan tanya
jawabsekitar tugas yang harus dikerjakan oleh setiap siswa.
2) Inti. Siswa mencatat hal-hal yang mereka temukan
berdasarkan
kegiatan praktikum pada LKS yang telah tersedia. Siswa
mendiskusikan hasil temuan mereka sesuai dengan kelompoknya
44Sanjaya, Strategi ..., h.270
-
masing-masing. Siswa melaporkan hasil diskusi dan setiap
kelompok
menjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh kelompok lain.
3) Penutup. Dengan bantuan guru siswa menyimpulkan hasil
kegiatan
praktikum sesuai dengan indikator hasil belajar yang harus
dicapai.
Secara garis besar, penerapan CTL dalam pembelajaran kimia
adalah
sebagai berikut :45
1) Guru harus menanamkan pemikiran kepada pesrta didik bahwa
belajar
akan lebih bermakna dengan bekrja sendiri, menemukan sendiri
serta
mengkontruksi sendiri dan keterampilan baru.
2) Guru harus mendorong pesrta didik agar sedapat mungkin
mereka
melaksanakan kegiatan inkuiri untuk semua topik.
3) Guru harus mengembangkan sifat dan rasa ingin tahu pesrta
didik
dengan bertanya.
4) Guru harus menciptakan masyarakat belajar dengan
membentuk
kelompok-kelompok.
5) Guru harus menghadirkan model untuk digunakan sebagai
contoh
pembelajaran.
6) Guru harus mendorong pesrta didik agar melakukan refleksi
setiap
akhir pembelajaran.
7) Guru melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai
cara
untuk mengetahui apakah peserta didik memang belajar.
e. Evaluasi Pembelajaran Kontekstual
Adapun evaluasi yang digunakan dalam pembelajaran
kontekstual
antara lain :46
1) Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja adalah penilaian berdasarkan hasil
pengamatan
penilai terhadap aktivitas siswa sebagaimana yang terjadi.
Langkah-
45R. Rudiyanto,” Kurikulum Berbasis Kompetnsi (KBK)
Berpendekatan Kontekstual dan Kecakapan Hidup” jurnal Pendidikan
dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, disi Khusus TH.XXXVI.
Desember 2003. 46Muslich, KTSP…, h. 92.
-
langkah yang dilakukan dalam penilaian kinerja yaitu
identifikasi
semua aspek penting, tuliskan semua kemampuan khusus yang
diperlukan, usahakan kemampuan yang akan dinilai dapat diamati
dan
tidak terlalu banyak. Urutkan kemampuan yang akan dinilai
berdasarkan urutan yang akan diamati.
2) Penilaian Tes Tertulis
Penilaian secara tertulis dilakukan dengan tes tertulis. Tes
tertulis yang
digunakan adalah tes pilihan ganda. Tes pilihan ganda dapat
dgunakan
untuk kemampuan mengingat dan memahami. Dalam menyusun
instrumen penilaian tertulis perlu dipertimbangkan hal-hal
berikut
yaitu materi, konstruksi, dan bahasa.
3. Pembelajaran Bernuansa Nilai
a. Pengertian Nilai
Nilai-nilai didefinisikan sebagai suatu ide yang relatif
konstan
tentang suatu perilaku. Nilai-nilai menunjuk pada kriteria
untuk
menentukan tingkat kebaikan, harga, atau keindahan.47
Menurut Mc Conatha dan Schnell mendefinisikan bahwa nilai
:48
“Value are primary constructs which affect an individual’s
interprtive
schema and his or her sense of self, thereby exerting a direct
influence
on attitudes, beliefs, fellings and the perception of the social
and
political world”.
Nilai atau value yang berasal dari bahasa latin (valere)
dapat
berarti kualitas sesuatu yang membuatnya menjadi diidamkan,
bermanfaat,
dapat pula berarti sesuatu yang dihormati, unggul, dihargai atau
diakui.
Nilai dapat bersifat subjektif dan dapat pula bersifat
objektif.49
Dengan
47Sutarno, “Nilai dan Pendekatan Pendidikan Nilai” dari Jurnal
Pendidikan Nilai. Th.6. No. 1 Pebruari 2000. h.53.
48Gail E. FitzSimons, ”Value, Vocational Education and
Mathematics : Linking Research with Practice”, Monash
University/Swinburn University of Technology. dari: http: //www.
Valueseducation.edu.au, diakses 2 September 2008, h.1. 49Anna
Poejiadi dan Hayat Sholihin, “Pendidikan Nilai dan Penilaian dalam
Pembelajaran Sains Sebagai Antisipasi Kurikulum 2004 dalam Seminar
nasional Pendidikan Matematika dan
-
kata lain, apabila sesuatu itu dipandang baik dirasakan
bermanfaatuntuk
dimiliki, bermanfaat untuk dikerjakan atau bermanfaat untuk
dicapai
seseorang.
Nilai menurut Philip C Clarkson dan Alan Bishop “value
occupying a more central and deeply held position than
attitudes, which
are often considered to be reflected in our patterns of response
to
particular situations.50
Hal itu menunjukkan bahwa nilai menduduki posisi
yang lebih utama dan mendalam dibandingkan sikap, serta
dianggap
sebagai refleksi diri dalam berbagai situasi.
Menurut Louis O Kattsoff dalam Djunaidi menyimpulkan bahwa
nilai mempunyai empat macam arti yaitu : 51
1) Bernilai artinya berguna.
2) Merupakan nilai artinya baik atau benar atau indah.
3) Mengandung nilai artinya merupakan objek atau keinginan atau
sifat
yang menimbulkan sifat setuju serta suatu predikat.
4) Memberi nilai artinya memutuskan bahwa sesuatu yang
diinginkan
atau menunjukkan nilai.
Senada dengan pendapat Louis O Kattsoff, Brian Hill dalam
The
Australian National Framework for Values Education menjelaskan
bahwa
nilai adalah “ the ideals that give significance to our lives,
that are
reflected through the priorities that we choose, and that we act
on
consistently and repeatedly“. Nilai sebagai sesuatu yang
dapat
memberikan hal yang signifikan terhadap kehidupan kita, yang
tercermin
IPA Diseminasi Hasil Kolaborasi Sekolah-Universitas Untuk
Meningkatkan Kesiapan Implementasi Kurikulum MIPA 2004, 10 Juli
2004, h. 2.
50Philip C Clarkson dan Alan Bishop,”Value and Mathematics
Education” , Paper presented at the conference of the International
Commission for the Study and Improvement of Mathematics
Education (CIEAM51), University College. http: //www.
Valueseducation.edu.au, diakses 2 September 2008. 51Muhammad
Djunaidi Ghony, Nilai Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1999),
h. 15.
-
pada prioritas hidup yang kita pilih sehingga kita dapat
melakukannya
secara konsisten dan berulang kali.52
Menurut Milton Roceach dan James Bank seperti yang dikutip
oleh
Mawardi Lubis, nilai adalah suatu tipe kepercayaan yang berada
dalam
ruang lingkup sistem kepercayaan, dimana seseorang harus
bertindak, atau
mengenai sesuatu yang pantas atau tidak pantas dikerjakan,
dimiliki dan
dipercayai.53
Horton dan Hunt dalam J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto
mengatakan nilai adalah gagasan mengenai apakah suatu pengalaman
itu
berarti atau tidak berarti. Nilai pada hakikatnya mengarahkan
perilaku dan
pertimbangan seseorang, tetapi tidak menghakimi apakah sebuah
perilaku
tertentu itu salah atau benar.54
Suatu tindakan dianggap sah artinya secara
moral dapat diterima kalau harmonis dengan nilai-nilai yang
disepakati
dan dijunjung oleh masyarakat dimana tindakan itu dilakukan.
Khoiron Rosyadi mengutip pendapat Hoffmeister mengatakan
bahwa nilai adalah implikasi hubungan yang diadakan oleh manusia
yang
sedang memberi nilai antara satu benda dengan satu ukuran.55
Nilai
dirasakan dalam diri kita masing-masing sebagai daya pendorong
atau
prinsip-prinsip yang menjadi penting dalam kehidupan sampai pada
suatu
tingkat dimana sementara orang lebih siap untuk mengorbankan
hidup
mereka daripada mengorbankan nilai.
Henry Pratt Furchild dalam Junaidi Ghony mendefinisikan
nilai
sebagai “The believed capacity of any obyect satisfy a human
desire. The
quality of any obyect which causes it into be of interest to an
individual or
group”.56
Yaitu kemampuan yang dapat dipercaya yang ada pada suatu
52 R. Scott Webster, “Does the Australian National Framework for
Values Education Stifle an
Education for World Peace”, dari: http: //www.
Valueseducation.edu.au, diakses 2 September 2008, h.3. 53Lubis,
Evaluasi...I, h. 16. 54J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, Sosiologi
Teks Pengantar dan Terapan, (Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 35.
55Khoiron Rosyadi, Pendidikan Profetik, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2004), cet.1, h. 115 56Junaidi G, Nilai ..., h. 16.
-
benda/hal yang memuaskan keinginan manusia. Hal tersebut
menyebabkan
menarik minat seseorang atau kelompok.
Nilai adalah suatu perangkat keyakinan atau perasaan yang
diyakini sebagai suatu identitas yang memberikan corak yang
khusus
kepada pola pemikiran, perasaan, keterikatan maupun perilaku.
Oleh
karena itu sistem nilai dapat merupakan standar umum yang
diyakini, yang
diserap dari keadan objektif maupun diangkat dari keyakinan,
sentimen
(perasaan umum) maupun identitas yang diberikan atau diwahyukan
Allah
SWT yang pada gilirannya merupakan sentimen (perasan umum),
kejadian
umum, identitas umum yang oleh karenanya menjadi syariat umum.
57
Pengertian nilai menurut Fraenkel dalam Mawardi, adalah
standar
tingkah laku, keindahan, keadilan, kebenaran, dan efisiensi yang
mengikat
manusia dan sepatutnya dijalankan dan dipertahanakan.58
Hal ini
menunjukkan bahwa hubungan antara subjek dan objek memiliki
arti
prnting dalam kehidupan subjek.
Menurut Sidi Gazalba dalam Mawardi, Nilai adalah sesuatu
yang
bersifat abstrak dan ideal. Nilai bukan benda konkret, bukan
fakta, tidak
hanya sekedar soal penghayatan yang dikehendaki dan tidak
dikehendaki,
yang disenangi atau tidak disenangi. Nilai itu terletak antara
hubungan
subjek penilai dengan objek.59
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa
nilai
menjadi sesuatu yang amat penting pada diri seseorang karena
nilai akan
dijadikan sebagai standar berkelakuan dalam menghadapi hidup
dan
menghidupi dunianya dan mempengaruhi manusia dalam
menentukan
pilihannya diantara cara-cara tindakan alternatif.
57Abu Ahmadi dan Noor Salimi, Dasar-dasar Pendidikan Agama
Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2004), Cet. IV, h. 202. 58Lubis,
Evaluasi..., h.17. 59Lubis, Evaluasi..., h.17.
-
b. Jenis-Jenis Nilai
Menurut Max Scheler dalam Kaswardi, nilai-nilai
dikelompokkan
dalam 4 tingkatan menurut tinggi rendahnya sebagai berikut :
60
1) Nilai-nilai kenikmatan. Dalam tingkat ini terdapat deretan
nilai-nilai
yang mengenakkan dan tidak mengenakkan, yang menyebabkan
orang
senang atau menderita tidak enak.
2) Nilai-nilai kehidupan. Dalam tingkat ini, terdapat
nilai-nilai penting
bagi kehidupan. Misalnya kesehatan, kesegaran badan,
kesejahteraan
umum.
3) Nilai-nilai kejiwaan. Dalam tingkat ini terdapat nilai
kejiwaan yang
tidak sama sekali tergantung pada jasmani maupun lingakungan.
Nilai-
nilai semacam itu ialah : keindahan, kebenaran, dan
pengetahuan
murni yang dicapai dalam filsafat.
4) Nilai-nilai kerohanian. Dalam tingkat ini, terdapat modalitas
nilai dari
suci dan tidak suci. Nilai-nilai semacam ini terutama terdiri
dari nilai-
nilai pribadi terutama Allah SWT sebagai pribadi tertinggi.
Menurut R. Scott Webster dalam The Australian National
Framework for Values Education mengelompokkan nilai menjadi
9
sebagai berikut : 61
1) Care and Compassion
2) Doing your best
3) Fair go
4) Freedom
5) Honesty and Trustworthiness
6) Integrity
7) Respect
8) Responsibility
9) Understanding, Tolerance and Inclusion
Khoiron Rosyadi mengelompokkan nilai-nilai sebagai berikut
:62
60Kaswardi, Pendidikan..., h. 37. 61Webster, “Does The
Australian…
-
1) Nilai Sosial adalah interaksi anatar pribadi dan manusia
berkisar
sekitar baik-buruk, pantas- tidak pantas, semestinya-tidak
semestinya,
sopan santun-kurang ajar. Nilai-nilai baik dalam masyrakat
yang
dituntut pada setiap anggota masyarakat disebut susila atau
moral.
2) Nilai Ekonomi ialah hubungan manusia dengan benda. Benda
diperlukan karena kegunaannya. Nilai ekonomi menyangkut
nilai
guna.
3) Nilai politik ialah pembentukkan dan penggunaan kekuasaan.
Nilai
politik menyangkut nulai kekuasaan.
4) Nilai pengetahuan menyangkut nulai kebenaran.
5) Nilai seni menyangkut nilai bentuk-bentuk yang menyenangkan
secara
estetika.
6) Nilai filsafat menyangkut nilai hakikat kebenaran dan
nilai-nilai itu
sendiri.
7) Nilai agama menyangkut nilai ketuhanan (nilai kepercayaan,
ibadat,
ajaran, pandangan, dan sikap hidup dan amal) yang terbagi dalam
baik
dan buruk.
Albert Einsten dalam Suroso AY berpendapat bahwa sains
mengandung nilai-nilai seperti : 63
1) Nilai praktis suatu bahan ajar adalah nilai yang dapat
memberi
kemanfaatan langsung atau segi-segi praktis bagi kehidupan
manusia
danj pemahaman atau penguasaan tentang sains itu sendiri.
2) Nilai religius suatu bahan ajar adalah kandungan nilai yang
dapat
membangkitkan rasa percaya, menambah keyakinan dan keimanan
seseorang bahwa segala sesuatu yang ada mesti ada yang
menciptakannya dan mengaturnya, yang akhirnya menyadari dan
menghayati atas kekuasaan Allah dengan segala sifatNya
sehingga
manusia mesti bertakwa kepadaNya.
62Rosyadi, Pendidikan…, h. 123-124. 63Yudianto, Manajemen..., h.
16.
-
3) Nilai pendidikan suatu bahan ajar adalah kandungan nilai yang
dapat
memberikan inspirasi ide atau gagasan cemerlang untuk diterapkan
ke
bidang teknik atau mental dalam pemenuhan kebutuhan dan
hasratnya
bagi kesejahteraan manusia.
4) Nilai intelektual suatu bahan ajar adalah nilai yang
melandasi
kecerdasan manusia untuk mengambil sikap dan perilaku yang
tepat
setelah bahan ajar diberikan .
5) Nilai sosial dan politik suatu bahan ajar adalah kandungan
nilai yang
dapat memberikan petunjuk kepada manusia untuk bersikap dan
berperilaku sosial yang baik, maupun berpolitik yang baik
dalam
kehidupannya.
Menurut Bishop, A.J, Nilai dalam matematika dan IPA
dibedakan
menjadi enam yaitu nilai rasionalisme, nilai mpiris, nilai
control, nilai
progress, nilai keterbukaan, dan nilai misteri. Nilai
rasionalisme berkaitan
dengan pendapat, alasan, logika analisis, dan penjelasan. Nilai
empiris
berkaitan dengan objektivitas dan penggunaan ide pada matematika
dan
sains. Nilai kontrol berkaitan dengan kekuatan hukum pada
matematika
dan ilmu pengetahuan, fakta, prosedur, dan penetapan kriteria.
Nilai
progres berkaitan dengan cara mengembangkan matematika dan
sains
dengan metode baru. Nilai keterbukaan berkatan dengan
pengetahuan
demokrasi. Sedangkan nilai misteri berkaitan dengan keunikan dan
ide
yang tersimpan dalam matematika dan ilmu sains. 64
c. Langkah-langkah Pembelajaran Bernuansa Nilai
Pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan merupakan suatu
proses pendidikan yang holistik dan bertujuan membantu siswa
untuk
memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan
mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka
sehari-hari
64Bishop, A.J., “Values in Mathematics and Science Education”
dari www.monash
university.edu.au. November 2008.
-
(konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa
memiliki
pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel dapat
diterapkan
(ditransfer) dari satu permasalahan/konteks ke
permasalahan/konteks
lainnya. Pembelajaran yang holistik adalah mengajarkan materi
tertentu
bukan hanya materinya saja, akan tetapi juga mengajarkan sistem
nilai dan
moralnya dengan cara mengambil perumpamaan-perumpamaan dari
bahan
ajar.
Pembelajaran bernuansa nilai adalah penanaman dan
pengembangan nilai-nilai dalam diri seseorang sehingga dapat
diterapkan
dalam perilaku sehari-hari. Penanaman nilai dapat dilakukan
dengan
menyisipkan nilai-nilai ke dalam materi dalam proses
pembelajaran.
Dalam hal ini, siswa dapat diajak dengan menelaah serta
mempelajari
nilai-nilai yang berguna dalam kehidupan masyarakat.
Dalam pembelajaran bernuansa nilai, guru memberikan materi
secara eksplisit dan implisit. Pembelajaran kimia bernuansa
nilai secara
eksplisit adalah dengan mempelajari sains dengan sistem nilai
dan
moralnya dikaitkan dengan ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits yang
relevan
untuk melegatimasinya. Konsep pembelajaran kontekstual yang
telah
dikemukakan di atas sejalan dengan firman Allah yang terdapat
dalam QS.
Qaaf: 7-8.
-.�/01��-! ��23�)45�6�� �-785��89!:-! �;$��%?@-!-/ �-740-A�)!:-!
�;$�
-
orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran (QS.
Az-
Zumar: 9). Orang yang berakal akan mampu memikirkan makna dari
apa-
apa yang dipelajarinya, seperti mengembanngkan berpikir kritis,
analitis,
kreatif, transformatif, produktif, inovatif terhadap setiap
pembahasan
materi pembelajaran, dan yang terpenting adalah mengambil hikmah
dari
sistem nilai dan moral yang dikandungnya untuk diterapkan
dalam
kehidupan nyata (konteks).
Adapun pembelajaran kimia bernuansa nilai diberikan secara
implisit adalah menggali sistem nilai dan moral yang dikandung
oleh
setiap bahan ajarnya dikaitkan dengan aturan-aturan yang berlaku
dalam
masyarakat untuk dianalogikan dalam kehidupan manusia. Dalam hal
ini
pemberian informasi dan analogi tentang kandungan nilai-nilai
suatu
bahan ajar dengan sistem nilai dan moral yang berlaku dalam
masyarakat
dapat mengubah sikap seseorang siswa yang belajar.65
Untuk itu, pengembangan kemampuan berpikir peserta didik
dalam
mempelajari setiap bahan ajar perlu ditumbuh-kembangkan
terhadap
penghayatan nilai-nilai yang dikandungnya melalui penalaran
analogi,
perumpamaan-perumpamaan dan perenungan secara mendalam
sampai
menyentuh lubuk hatinya. Pengembangan sikap mental melalui
penalaran
bahan ajar yang bersumber dari ilmu pengetahuan alam ini
akan
menimbulkan kesadaran seseorang terhadap aturan-aturan di alam
dengan
segala hikmah maupun pelajarannya untuk kehidupannya atau
keluarganya
dengan dampaknya bagi orang lain.66
Nilai merupakan suatu pendorong dalam hidup seseorang
pribadi
atau kelompok dan berperan penting dalam proses perubahan
sosial. Nilai
tidak selalu disadari, seseorang jarang menyadari semua nilai
dalam
hidupnya kalau ia berusaha untuk menemukannya. Dalam
pembelajaran
kimia bernuansa nilai diharapkan siswa dapat menemukan nilai
yang
65Yudianto, Manajemen..., h.28. 66Yudianto, Manajemen... ,
h.18.
-
terdapat dalam dirinya sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-
hari.
4. Hakikat Ilmu Kimia
a. Ilmu Kimia
Kimia merupakan ilmu yang termasuk rumpun IPA, oleh
karenanya kimia mempunyai karakteristik sama dengan IPA.
Karakteristik
tersebut adalah objek ilmu kimia, cara memperoleh, serta
kegunaannya.
Kimia adalah ilmu yang pada awalnya diperoleh dan
dikembangkan
berdasarkan percobaan (induktif), namun pada perkembangan
selanjutnya
kimia juga diperoleh dan dikembangkan berdasarkan teori
(deduktif).
Kimia merupakan ilmu yang mencari jawaban atas pertanyaan
apa,
mengapa, dan bagaimana gejala-gejala alam yang berkaitan
dengan
komposisi, struktur dan sifat, perubahan, dinamika, dan
energetika zat
yang melibatkan keterampilan dan penalaran.67
Ada dua hal yang berkaitan dengan dengan kimia yang tidak
terpisahkan yaitu kimia sebagai produk (pengetahuan kimia berupa
fakta,
konsep, prinsip, hukum, dan teori) temuan ilmuwan dan kimia
sebagai
proses (kerja ilmiah). Oleh sebab itu, pembelajaran kimia dan
penilaian
hasil belajar kimia harus memperhatikan ilmu kimia sebagai
produk dan
proses. Mata pelajaran kimia di SMA/MA bertujuan agar peserta
didik
memiliki kemampuan sebagai berikut :68
1) Membentuk sikap positif terhadap kimia dengan menyadari
keteraturan
dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang
Maha
Esa.
2) Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, objektif, ulet, kritis, dan
dapat
bekerjasama dengan orang lain.
3) Memperoleh pengalaman dalam menerapkan metode ilmiah
melalui
percobaan atau eksperimen, dimana peserta didik melakukan
pengujian
hipotesis dengan merancang percobaan melalui pemasangan
67BSNP, “Sosialisasi KTSP”, h. 459. 68BSNP, “Sosialisasi …, h.
460.
-
instrumen, pengambilan, pengolahan, dan penafsiran data,
serta
menyampaikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis.
4) Meningkatkan kesadaran tentang terapan kimia yang dapat
bermanfaat
dan juga merugikan bagi individu, masyarakat, dan lingkungan
serta
menyadari pentingnya mengelola dan melestarikan lingkungan
demi
kesejahteraan rakyat.
5) Memahami konsep, prinsip, hukum, dan teori kimia serta
saling
keterkaitannya dan penerapannya untuk menyelesaikan masalah
dalam
kehidupan sehari-hari dan teknologi.
b. Konsep Kesetimbangan Kimia
1) Reaksi Bolak – balik69
Reaksi kimia ada yang berlangsung searah dan ada pula yang
dapat dibalik. Reaksi-reaksi pembakaran atau korosi besi, tidak
dapat
balik (irreversible), artinya hasil raksi tidak dapat diubah
lagi menjadi