1 SKRIPSI PENGARUH PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PULAU SULAWESI OLEH : S A B A R U D I N NIM. B1A1 09 015 JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2014
1
SKRIPSI
PENGARUH PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR TERHADAP PERTUMBUHAN
EKONOMI PULAU SULAWESI
OLEH :
S A B A R U D I N
NIM. B1A1 09 015
JURUSAN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2014
2
SKRIPSI
PENGARUH PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR TERHADAP PERTUMBUHAN
EKONOMI PULAU SULAWESI
OLEH :
S A B A R U D I N
NIM. B1A1 09 015
JURUSAN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2014
3
HALAMAN PERSETUJUAN
SKRIPSI INI TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI
PADA TANGGAL ………………………………
OLEH
SABARUDIN
NIM. B1A1 09 015
PEMBIMBING I, PEMBIMBING II,
ULFA MATOKA, SE., Msi SYAMSUL ANAM, SE.,M.Ec.Dev NIP. 1958092 198810 2 001 NIP. 19760417 200604 1 001
Mengetahui,
Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi Dan Studi Pembangunan
Dr. Rosnawintang, SE., M.Si
Nip. 19680808 199403 2 002
4
HALAMAN PENETAPAN PENGUJI SKRIPSI
Telah diuji pada
Tanggal 7 Oktober 2014
Nama : Sabarudin
Stanbuk : B1A1 09 055
Jurusan : Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
PANITIA PENGUJI SKRIPSI
Ketua : Dr. Muh. Yani Balaka, SE., M.Si (………………………)
Sekretaris : Wali Aya Rumbia, SE., M.Si (………………………)
Anggota : 1. Ulfa Matoka, SE.,Msi (……………………....)
2. Dr. Muh Nur Afiat, SE.,M.Si (………………………)
3. Syamsul Anam, SE., M.Ec.Dev (………………………)
Mengetahui,
Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi Dan Studi Pembangunan
Dr. Rosnawintang, SE., M.Si
5
Nip. 19680808 199403 2 002
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : SABARUDIN
Stambuk : B1A1 09 015
Fakultas : Ekonomi Universitas Halu Oleo Kendari
Jurusan : Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
Alamat : Perumahan Dosen UHO Kendari Blok V. No 12. Kec. Kambu
Kota Kendari
Telp/HP : 085398995217
Judul Skripsi :Pengaruh Pembangunan Infrastruktur Terhadap
PertumbuhanEkonomi Pulau Sulawesi
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi ini benar -benar hasil karya sendiri.
Apabila dikemudian hari terbukti bahwa skripsi ini hasil duplikasi atau hasil karya orang
lain maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.
Kendari,
Yang membuat pernyataan
SABARUDIN
(B1A1 09 015)
6
ABSTRAKSI
SABARUDIN, Pengaruh Pembangunan Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Pulau Sulawesi. dibimbing: Ulfa Matoka, dan Syamsul Anam.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pembangunan infrastruktur dalam
hal ini panjang jalan, pemakaian listrik dan volume bongkar muat pelabuhan terhadap
pertumbuhan ekonomi dalam hal ini PDRB atas dasar harga konstan (ADHK) di pulau sulawesi
(Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi
Tenggara) dalam periode 2001-2011. Penelitian ini di latarbelakangi oleh kenyataan bahwa
PDRB pulau Sulawesi dalam periode 2001-2011 menunjukan peningkatan disetiap tahunya
sementara infrastruktur yang tersedia kurang memadai.
Model analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif (deskriptif) dan metode analisis
regresi berganda, dengan model ini diharapkan dapat menjelaskan hubungan pengaruh
infrastruktur (jalan, pelabuhan dan listrik) terhadap pertumbuhan ekonomi pulau sulawesi. Hasil
analisi deskriptif menunjukan bahwa secara bersama-sama berpengaruh positif antara
infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi pulau sulawesi, dalam hal ini panjang jalan
berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, konsumsi listrik berpengaruh terhadap
pertumbuhan ekonomi, dan volume bongkar pelabuhan berpengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi.
Kata kunci : Infrastruktur dan Pertumbuhan Ekonomi.
7
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat
rahmat dan hidayahnya, penulis akhirnya dapat menyelesaikan penyusunan hasil penelitian ini
menjadi sebuah skripsi yang utuh yang berjudul “Pengaruh Pembangunan Infrastruktur
Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Pulau Sulawesi”. Shalawat serta salam selalu tercurahkan
kepada Nabi Muhammad Shallallahu „alaihi wasallam beserta keluarga, sahabat, dan para
pengikutnya hingga akhir zaman.
Setelah lebih kurang 12 semester menimba Ilmu di Fakultas Ekonomi Universitas Halu
Oleo Kendari, dengan segala keterbatasan yang ada, Penulis sangat menyadari bahwa
penyusunan karya ilmiah ini tidak akan terselesaikan dengan baik tanpa adanya bantuan,
bimbingan, arahan, serta saran-saran dari berbagai pihak. Oleh sebab itu dengan segala
kerendahan hati yang paling dalam penulis menyampaikan terima kasih yang tidak terhingga dan
penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:
1. Untuk Ayahanda tercinta La Tangka yang telah mendidik dan membesarkan dengan
penuh keikhlasan dan kasih sayang yang begitu besar dan nyata, Bapak seorang lelaki
yang terbaik sepanjang masa, yang memberikan banyak sekali pelajaran hidup yang
sangat berarti. Semoga Allah Swt senantiasa memberi kesehatan, menjaga dan
memberikan kemuliaan atas semua tanggung jawab dan semua hal yang begitu sangat
berarti yang telah dilakukan oleh beliau.
2. Untuk Ibunda tercinta Wa Dame yang telah mendidik dan membesarkan dengan penuh
keikhlasan dan kasih sayang yang begitu besar dan nyata, seorang Ibu yang terbaik, Ibu
yang tiada duanya, selalu sabar dan tak pernah berhenti memberikan semangat dan doa.
8
3. Bapak Prof. DR. Ir. Usman Rianse, M.Si, selaku Rektor Universitas Haluoleo
4. Bapak Prof. Dr. H. Muhamad Syarif, SE.,MSi selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnsi Universitas Halu Oleo.
5. Ibu Dr. Rosnawintang, SE.,MSi selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi
Pembangunan Universitas Halu Oleo.
6. Ibu Ulfa Matoka, SE.,Msi, sebagai Pembimbing I yang telah banyak membantu dan
memberikan bimbingan dan arahan dengan penuh kesabaran dan keikhlasan dalam
penyusunan skripsi ini.
7. Bapak Syamsul Anam, SE., M.Ec.Dev, selaku Pembimbing II yang dengan penuh
kesabaran telah membimbing, mengarahkan dan memberikan saran kepada Penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
8. Bapak Dr. Muh. Yani Balaka, SE., M.Si; Ibu Wali Aya Rumbia, SE., M.Si, dan Bapak
Dr. Muh Nur Afiat, SE.,M.Si, selaku tim penguji yang telah meluangkan waktu untuk
menguji dan memberi penilaian pada tugas akhir ini.
9. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Halu Oleo yang
telah memberikan bekal ilmu pengetahuan yang sangat besar kepada penulis selama
perkuliahan.
10. Bapak dan Ibu Kantor Badan Pusat dan Statistik Provinsi Sulawesi Tenggara, Penulis
mengucapkan terima kasih atas bantuannya dalam pelayanan dan penyediaan data dalam
penyusunan skripsi ini.
11. Seluruh staf jurusan Ilmu Ekonomi; Fakultas Ekonomi dan Bisnis atas segala informasi
dan bantuannya kepada penulis.
12. Buat teman2ku yang lebih dulu mendapat gelar sarjananya Yusdin Tangkesi, SE;
Muataqim, SE; Randi Yudha, SE; La Ode Ndimani, SE; Adzan Dewangga, SE; Dian
9
Angraha sultra, SE; Silvery SE; Lita Aprianti, SE; Sitti Nurjanan, SE; Hizarudin, SE;
Nurwai, SE; semoga sukses selalu and cepat dapat kerja. Amin...............
Buat teman-teman seperjuangan Amal Salham, SE., Filsafat, Mardamin, La ode Kadar,
Ajal Saputra, Ardi Wijaya, Adrian, SH., Ardin, Prawindi, Eko Sudrajat, Tamsil ,
“Perjuangan Belum Berakhir Kawan”.
13. Kepada rekan-rekan pergerakan di HMI, PMII, LMD, makasih atas semua dorongan dan
spirit perjuangan selama ini.
14. Kepada rekan-rekan mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis terutama adik-adik yang
masih berproses di “HMJ IESP, BEM FEKON UHO, DPM FEKON UHO” teruslah
berkarya, jangan patah semangat, jaga dan junjung tinggilah Almamater kita Universitas
Halu Oleo. “Idealisme Diatas Segalanya”.
15. Kepada keluarga besar ISMEI dan IMEPI, semoga ISMEI dan IMEPI kedepan tambah
maju dan berkembang, amin. Jangan pernah berhenti untuk melakukan perubahan, karena
perubahan itu naluri alamiyah yang ada dimuka bumi ini, percayalah jika kita tidak
pernah berbuat sesuatu niscaya tiada orang pun yang tau siapa kita.
16. Dan kepada semua pihak lainya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
banyak memberikan bantuan kepada penulis, baik secara langsung maupun tidak
langsung, penulis yakin dan percaya bahwa tanpa dukungan dan bantuannya, maka
proses ini tidak akan pernah sampai disini. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat.
Kendari, 7 Oktober 2014
Penyusun
Sabarudin
B1A1 09 015
10
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..…………………………………………………………... i
HALAMAN PERSETUJUAN…………………………………………………... ii
KATA PENGANTAR ……….…………………………………………………... iii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………. vi
DAFTAR TABEL ………………………………………………………………. ix
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………… . x
DAFTAR GRAFIK ……………………………………………………………… xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .. …………………………………………………….. 1
1.2 Rumusan Masalah …………..…………………………………….… 5
1.3 Tujuan Penelitian …………………………………………………… 6
1.4 Manfaat Penelitian ………………………………………………….. 6
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ………………………………………….. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Tentang Infrastruktur ………………………………………... 7
2.2 Pertumbuhan Ekonomi dan Infrastruktur ………………………. …. 10
2.3 Teori Pertumbuhan Ekonomi ………………………………………. 13
2.3.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik ………………………. 15
2.3.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik …………………. 16
2.3.3 Model Pertumbuhan Agregat ……………………………… 15
2.3.4 Teori Pertumbuhan Ekonomi Regional ………………......... 17
2.4 Infrastruktur dan Pertumbuhan Ekonomi ………………………….. 19
2.5 Infrastruktur dan Pertumbuhan Ekonomi Regional ………………… 21
2.6 Infrastruktur dan Stabilitas Ekonomi ………………………………. 23
2.7 Penelitian Terdahulu ……………………………………………….. 24
2.8 Kerangka Pemikiran ….……………………………………………. 27
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian ……………………………………………………. 29
3.2 Jenis dan Sumber Data ……………………………………………… 29
3.2.1 Jenis Data …………………………………………………… 29
11
3.2.2 Sumber Data ………………………………………………… 29
3.3 Instrumen Penelitian ………….……………………………………... 30
3.4 Teknik Pengolahan Data …………………………………………… 30
3.5 Analisis Data ……………………………………………………….. 30
3.5.1 Analisis Kuantitatif ………………………………………… 30
3.5.2 Peralatan Analisis ………………………………………….. 31
3.6 Uji Asumsi Klasik ....……………………………………………….. 32
3.6.1 Uji Multikolonieritas ………………………………………… 32
3.6.2 Uji Heterokedastis ………………………………………….. 32
3.6.3 Uji Autokorelasi ...................................................................... 33
3.7 Uji Signifikasi ..................................................................................... 33
3.7.1 Analisis koefisien determinasi (R2) ........................................ 33
3.7.2 Uji serempak ( Uji F) .............................................................. 33
3.7.3 Uji parsial (Uji T) .................................................................... 34
3.8 Definisi Operasional ……………………………………………….. 34
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Perkembangan Perekonomian Sulawesi ……………………………. 35
4.2 Perkembangan Infrastruktur di Sulawesi ………………………....... 43
4.2.1 Infrastruktur Jalan ………………………………………….. 43
4.2.2 Infrastruktur Pelabuhan …………………………………….. 46
4.2.3 Infrastruktur Kelistrikan ………………………….…………. 48
4.3 Hasil Analisis ........………….……………………………………..... 51
4.3.1 Uji Statistik .............................................................................. 53
4.3.2 Uji Asumsi Klasik .................................................................... 54
4.4 Pembahasan …………………………………………….................... 57
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan .............................................……………………………. 59
5.2 Saran .........................................................………………………....... 59
Daftar Pustaka
Lampiran
12
DAFTAR TABEL
Table 1. Perkembangan Nilai PDRB ADHK Enam Provinsi Di Pulau Sulwesi
Dalam Periode 2001-201……………………...…………………………………. 37
Table 2. Perkembangan Kontribusi PDRB lima provinsi di Pulau Sulawesi
Menurut Kelompok Sektor Ekonomi Periode 2001-2011 ………………...…...39
Table 3. Perkembangan Panjang jalan Pulau Sulawesi Tahun 2001-2011 …………....…. 43
Table 4. Perkembangan Volume Bongkar Muat Pulau Sulawesi
Tahun 2001-2011 ………………….…………………………….……………… 47
Table 5. Perkembangan Pemakaian Listrik pulau Sulawesi
Tahun 2001-2011 ……………….………………………………………………. 49
Table 6. Hasil Estimasi Pengaruh Jalan, Pelabuhan Dan Listrik Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Pulau Sulawesi ………………………………………………… 57
Table 7. Uji multikolinearlitas ………………………………...………………………….. 60
Table 8. Uji autokorelasi ………………………………………...………………………...
61
13
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Infastruktur dan Pertumbuhan Ekonomi ……………………………………... 21
Gambar 2. Kerangka Pikir Penelitian …………………………………………………….. 28
Gambar 3. Uji Heterokedastisatas ………………………………………………………... 29
14
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1. Kontribusi PDRB Pulau Sulawesi Menurut Kelompok Sektor (persen ........... 38
Grafik 2. Perbandingan Trasformasi Struktur Ekonomi di Pulau Besar Di Indonesia ….. 40
Grafik 3. Perkembangan panjang jalan di enam provinsi pulau sulawesi dalam
periode 2001-2011 ………………………………………………………………42
Grafik 4. Perkembangan volume bongkar muat (ton/tahun) di enam provinsi pulau
Sulawesi dalam periode 2001-2011 …………………………………………......45
Grafik 5. Perkembangan pemakaian listrik (Kwh/Tahun) di enamprovinsi pulau
sulawesi dalam periode 2001-2011……............................................................. 47
Grafik 6. Perbandingan Jumlah Sambungan Listrik Pulau Di Indonesia, Nasional
Tahun 2011………………………………………………………………………50
Grafik 7. Uji Heterokedastisitas …………………...…………………………………….....56
15
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai negara berkembang Indonesia terus berupaya untuk mensejahterakan rakyatnya,
salah satunya dengan melalui pembangunan bidang ekonomi. Secara umum tujuan negara dalam
ekonomi makro adalah untuk mencapai stabilitas ekonomi yang baik, pertumbuhan ekonomi
yang tinggi, kemiskinan yang menurun serta penganguran yang sedikit. Pemerintah dalam
rangka mencapai kondisi tersebut telah mendesain kebijakan-kebijakan baik itu dilakukan oleh
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Kebijakan tersebut menunjukkan hasil pembangunan yang terus membaik disetiap
tahunnya baik secara nasional maupun daerah, kondisi perbaikan ekonomi secara nasional
misalnya membaiknya kondisi indikator-indikator ekonomi makro indonesia, pertumbuhan
ekonomi yang terus positif dari tahun ke tahun, kemiskinan yang menurun dan penganguran juga
terus menurun. Bersaman dengan itu terdapat ketimpangan-ketimpangan dari pembangunan
ekonomi tersebut hal ini tercermin dari pembangunan antara satu daerah dengan daerah lainya,
diantara ketimpangan tersebut tersaji antara kawasan barat indonesia (KBI) (Sumatera, Jawa,
Dan Bali) dengan kawasan timur indonesia (KTI) (Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua).
Salah satu ketimpangan tersebut terdapat pada pembangunan bidang infrastruktur terutama
jalan, listrik, dan pelabuhan.
Pulau Sulawesi dalam periode 2001-2011 mengalami kecenderungan pertumbuhan
ekonomi yang tinggi (PDRB) dibandingkan dengan pulau lainya di Indonesia bahkan kenaikan
16
PDRB tersebut diatas kenaikan rata-rata PDB nasional. secara rata-rata untuk kenaikan PDRB
pulau Sulawesi dalam periode 2001-2011 sebesar 7.17 persen pertahun.
Dilihat dari skala provinsi kenaikan PDRB di Sulawesi terlihat pada provinsi Sulawesi
Tenggara sebesar 10,41 persen, Sulawesi Tengah Sebesar 9,27 persen, Sulawesi Barat 8,90
persen, Sulawesi Selatan 8,33 persen, Sulawesi Utara 7,90 persen, Gorontalo 7,71 persen. Hal ini
jauh berbeda dengan kondisi pertumbuhan ekonomi pulau Jawa dimana dalam periode yang
sama pertumbuhan ekonomi hanya sebesar 5,95 persen pertahunya.
Untuk wilayah Sulawesi kondisi ini relative ideal dalam rangka memperbesar ukuran
ekonominya mengingat meskipun pulau Sulawesi mengalami pertumbuhan PDRB diatas
nasional tetapi ukuran ekonomi pulau Sulawesi masih dibawah pulau Jawa, Sumatera dan
Kalimantan. Hal ini ditunjukan dengan kontribusi PDRB terhadap pembentukan PDB nasional
tahun 2012 pulau Sulawesi hanya mampu menyumbang 4.98 persen terhadap PDB nasional
sementara dalam periode yang sama pulau Jawa menyumbang sebesar 61.36 persen terhadap
pembentukan PDB nasional.
Pada sisi lain pembangunan infrastruktur seperti jalan, listrik dan pelabuhan dalam
periode pertumbuhan ekonomi tinggi pulau Sulawesi dianggap masih menjadi problem utama
terutama ketika infrastruktur berfungsi dalam membuka isolasi antar wilayah dan
menghubungkan pulau dengan kawasan lainnya di Indonesia bahkan dunia.
Sebagai ilustrasi ketimpangan dibidang pembangunan infrastrukur jalan, pelabuhan dan
kelistrikan di pulau Sulawesi, ditunjukan dari data tahun 2012 panjang jalan pulau Sulawesi
hanya sebesar 16,53 persen dari panjang jalan nasional, sementara untuk pulau Jawa pada
periode yang sama sebesar 23,61 persen dari panjang jalan nasional dan sumatera sebesar 34,15
persen dari panjang jalan nasional. Kondisi panjang jalan pada pulau Sulawesi makin timpang
17
jika dilihat dari sisi penanganya, jalan di pulau Sulawesi lebih banyak di tangani dan menjadi
tanggung jawab kabupaten kota dibandingkan dengan provinsi dan pemerintah data tahun 2012
dari enam provinsi yang ada sebesar 80 persen jalan dipulau Sulawesi menjadi tanggung jawab
kabupaten kota, sementara sisanya di tangani oleh provinsi dan pemerintah pusat.
Pada infrastruktur pelabuhan, umunya pelabuhan-pelabuhan di pulau Sulawesi masih
tertinggal dibandingkan dengan kapasitas pelabuhan-pelabuhan KBI. Secara umum, ketersediaan
sarana dan prasarana pelabuhan pada masing-masing provinsi di Pulau Sulawesi masih terbatas.
Pada Pelabuhan Makassar di Sulawesi Selatan, pelabuhan Bitung di Sulawesi Utara, dan
pelabuhan di Sulawesi Barat, pelabuhan Nusantara Kendari Sulawesi Tenggara, dan pelabuhan
Gorontalo, masing-masing berhadapan dengan kondisi dermaga yang pendek, lapangan
penumpukan yang sempit, peralatan bongkar muat yang terbatas, dan kolam pelabuhan yang
dangkal. Hal ini membuat kondisi umum pelabuhan di pulau Sulawesi tidak efisien untuk
mendukung perekonomian pulau Sulawesi. Kondisi ini sangat berbeda dengan pelabuhan-
pelabuhan yang ada di pulau Jawa dan Sumatera, pelabuhan-pelabuhan pulau Jawa umumnya
sudah memilki sebagian besar fasilitas yang mendukung pelayanan pelabuhan yang cepat, tepat
dan murah.
Sementara untuk infrastruktur listrik dibandingkan dengan pulau Jawa dan pulau
Sumatera, pulau Sulawesi memiliki tantangan yang cukup besar, permasalahan kelistrikan pulau
Sulawesi antara lain jaringan kelistrikan di Pulau Sulawesi belum terkoneksi lintas provinsi
bahkan lintas kabupaten dan kota, dan juga kapasitas energy listrik pulau Sulawesi yang terbatas.
Melihat permasalah infrastruktur yang dihadapi oleh pulau Sulawesi dan pulau-pulau
yang ada dalam di indonesia, pemerintah terus mendorong program pembangunan infrastruktur
hal ini ditunjukan dengan naiknya anggaran infrastruktur yang dialokasikan dalam APBN. Tahun
18
2009 sampai tahun 2013 angka belanja untuk sektor infrasturktur terus mengalami kenaikan
tahun 2009 belanja infrasturktur pemerintah pusat sebesar 91,3 triliun rupiah dari APBN kondisi
ini terus ditingkatkan oleh pemerintah hingga tahun 2012 total belanja infrasturktur sudah
sebesar 174,9 triliun rupiah dari APBN.
Meningkatnya anggaran infrastruktur ini berimplikasi baik untuk pembangunan
infrastruktur indonesia. Diantaranya dimanfaatkan oleh pemerintah dalam hal memaksimalkan
penyedian infrastruktur seperti jalan, jembatan, pelabuhan serta persedian pasokan listrik. Tetapi
kenaikan anggaran tersebut banyak alokasikan diwilayah-wilayah yang umunya sudah memilki
kondisi infrastruktur yang baik seperti KBI (Sumatera, Jawa, Dan Bali), sementara untuk KTI
(Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua) mendapatkan porsi yang sedikit. Akibatnya
peningkatan anggaran belanja infrastruktur tersebut tidak mampu mengurangi ketimpangan
ketersedian infrasturktur dimasing-masing daerah terutama pulau Sulawesi.
Penelitian dan kajian tentang peran infrasturktur bagi perekonomian sudah banyak
dilakukan baik itu dalam skala nasional maupun lokal, terutama penelitian tentang hubungan
antara pertumbuhan ekonomi.
Berangkat dari latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk meneliti sejauh mana
pengaruh infrasturktur jalan, lisrik, dan ketersedian pelabuhan pada pertumbuhan ekonomi di
pulau sulawesi. Untuk itu penulis kemudian mengambil judul “Pengaruh Pembangunan
Infraksturktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Pulau Sulawesi”.
1.1 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di jelaskan maka rumusan masalah penelitian ini
adalah: Bagaimana pengaruh infrastruktur jalan, listrik, pelabuhan terhadap pertumbuhan
ekonomi di Sulawesi ?
19
1.2 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah : Untuk
mengetahui pengaruh infrastruktur jalan, listrik, pelabuhan terhadap pertumbuhan ekonomi di
Sulawesi.
1.3 Manfaat Penelitian
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi dan masukan bagi pemerintah
daerah wilayah Sulawesi dalam menetapkan kebijakan terkait dengan bidang infrasturktur.
2. Sebagai bahan informasi bagi pihak-pihak yang melakukan studi terkait.
1.4 Ruang Lingkup Penelitian
Berangkat dari rumusan masalah dan tujuan maka agar penelitian ini lebih tearah maka
ruang lingkup pembahasan penelitian ini adalah infrasktutur jalan, infasktutur listrik, infrasktutur
pelabuhan di pulau Sulawesi yang mencakup (Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi
Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Barat) dengan periode pengamatan tahun
2001-2011.
20
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Tentang Infrastruktur
Infrastruktur merupakan keseluruhan elemen yang berguna untuk berfungsinya
perekonomian dengan menfasilitasi sirkulasi barang dan ide. Setiap usaha untuk meningkatkan
dan mendivervikasi produksi, memperluas perdagangan, menyebarkan penduduk, mengurangi
kemiskinan, serta memperbaiki kondisi lingkungan membutuhkan prasarana infrastruktur. Dalam
kamus bahasa Indonesia infrastruktur dapat diartikan sebagai sarana dan prasarana umum.
Sarana secara umum dikenal juga sebagai fasilitas publik, seperti jalan, listrik, jembatan, rumah
sakit, pelabuhan.
MacMillan Dictionary Of Modern Economics (1996) menyebutkan infrastruktur
merupakan elemen struktural ekonomi yang memfasilitasi arus barang dan jasa antara pembeli
dan penjual. Sementara itu The Routledge Of Economics (1995) memberikan penegertian yang
lebih luas yaitu infrastruktur merupakan pelayanan utama dari suatu negara yang membantu
kegiatan ekonomi dan kegiatan masyarakat sehingga dapat berlangsung yaitu dengan
menyediakan trasnportasi dan juga fasilitas pendukung lainya.
Fox dalam Rachel Shally (1997) mendefinisikan Infrastruktur sebagai, “those services
derived from the set public work tradisionally supported by the public sector to enchance private
sector production and to allow for household consumption”. Selanjutnya Vaughn and Pollard
(2003) menyatakan infrastruktur secara umum meliputi jalan, jembatan, air dan sistem
pembuangan, bandar udara, pelabuhan, bangunan umum, dan juga termasuk sekolah-sekolah,
fasilitas kesehatan, penjara, tempat rekreasi, pembangkit listrik, keamanan, dan telekomunikasi.
21
Todaro (2007) juga mendefinisikan infrastruktur sebagai salah satu faktor penting yang
menentukan pembangunan ekonomi. “the underlying amount of physical and financial capital
embodied in roads, railways, waterways, airways, and other forms of transportation and
communication plus water supplies, finacila instituons, electricity, and public services such as
health and education. The level of infrastructural development in a country is a crucial factor
determing the pace and diversity of economic development.”
Kodoatie (2003) mendefinisikan infrastruktur sebagai fasilitas-fasilitas fisik yang
dikembangkan atau dibutuhkan oleh agen-agen publik untuk fungsi-fungsi pemerintahan dalam
penyediaan air, tenaga listrik, pembuangan limbah, transportasi dan pelayanan-pelayanan lainnya
untuk memfasilitasi tujuan-tujuan ekonomi dan sosial.
Selanjutnya dalam World Bank Report (1994) infrastruktur dibagi dalam tiga golongan
yaitu:
1. Infrastruktur ekonomi yang merupakan aset fisik dalam menyediakkan jasa dan digunakan
dalam produksi dan konsumsi final meliputi public utility (telekomunikasi, air minum,
sanitasi, dan gas), public works (jalan, bendungan, saluran irigasi, dan lapangan terbang).
2. Infrastruktur sosial yang merupakan aset yang mendukung kesehatan dan keahlian
masyarakat meliputi pendidikan (sekolah dan perpustakan), kesehatan (rumah sakit, pusat
kesehatan), serta untuk rekreasi (taman, museum, dan lain-lain).
3. Infrastruktur administrasi/institusi yang meliputi penegakan hukum, kontrol administrasi dan
kordinasi, serta kebudayaan.
Pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2005 tentang Komite
Percepatan Penyediaan infrastruktur, menjelaskan beberapa jenis infrastruktur yang
penyediaannya diatur pemerintah, yaitu: infrastruktur transportasi, infrastruktur jalan,
22
infrastruktur pengairan, infrastruktur air minum dan sanitasi, infrastruktur telematika,
infrastruktur ketenagalistrikan, dan infrastruktur pengangkutan minyak dan gas bumi.
Dalam banyak pembahasan infrastruktur dapat dikatakan memiliki sifat sebagai barang
publik, hal ini sejalan dengan penjelasan Stiglizt (2000: 104), yang menyatakan bahwa beberapa
infrastruktur seperti jalan, pendidikan merupakan salah satu barang publik yang disediakan oleh
pemerintah meskipun infrastruktur ini bukanlah barang publik murni.
Barang publik mempunyai dua ciri utama dari sisi pengunaanya (konsumsi barang
publik), yaitu non-rivalry dan non-excludable. merupakan sifat rivalitas (persaingan) dalam
mengkonsumsi atau menggunakan suatu barang, maknanya adalah jika suatu barang digunakan
oleh seseorang, barang tersebut tidak dapat digunakan orang lain. Jika seseorang mengkonsumsi
atau menggunakan suatu barang dan orang lain mengkonsumsi barang tersebut, dengan kata lain,
jika kondisi sebaliknya yaitu ketika seseorang mampu untuk menahan orang lain untuk bersama-
sama mengonsumsi barang tersebut, barang itu dapat dikatakan sebagai barang publik. Dengan
memahami sifat infraskruktur sebagai barang publik, maka berdasarkan teori infraskruktur
memilki karakter eksternalitas. Hal ini sesuai dengan sifatnya, yaitu dimana infraskruktur
disediakan oleh pemerintah dan bagi setiap pihak yang mengunakan infraskruktur tidak
memberikan bayaran secara langsung atas penguna infraskruktur.
Canning dan Pedroni (2004: 11) menyatakan bahwa infraskruktur memiliki sifat
eksternalitas. Berbagai infraskruktur seperti jalan, pendidikan, kesehatan dsb memiliki
eksternalitas positif. Memberikan dukungan bahwa fasilitas yang diberikan oleh berbagai
infraskruktur merupakan eksternalitas positif dan dapat meningkatkan produktifitas semua input
daalam proses produksi. Eksternalitas positif pada infraskruktur yaitu berupa efek limpahan
(spillover effect) dalam bentuk peningkatan produksi perusahaan-perusahaan dan sektor
23
pertanian tanpa harus meningkatkan modal tenaga kerja/juga meningkatkan level teknologi.
Dengan dibangunya infraskruktur, tingkat produktifitas perusahan dan sektor pertanian akan
meningkat. Salah satunya (yang paling Nampak) adalah pembangunan jalan (Wyne, 1996: 72).
2.2 Pertumbuhan Ekonomi dan Infraskruktur
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu tujuan pembangunan ekonomi suatu daerah.
Perkembangan pertumbuhan ekonomi dalam suatu daerah tertentu di pengaruhi oleh beberapa
hal. Salah satu adalah pembangunan sektor infrastruktur dimana faktor ini dapat menjadi urat
nadi perekonomian daerah. Penelitian mengenai keterkaitan antara pertumbuhan ekonomi
dengan infraskruktur telah banyak dilakukan.
Todaro (2000: 143) “menjelaskan bahwa tingkat ketersediaan infrastruktur di suatu
Negara dan daerah tertentu adalah faktor penting dan menentukan bagi tingkat kecepatan dan
perluasan pembangunan ekonomi”. Hal senada juga dikemukakan Mankiw (2003) menyatakan
bahwa ada beberapa hal yang menjadi sumber pertumbuhan ekonomi, diantara adalah modal
fisik, modal manusia, sumber daya alam, dan pengetahuan teknologis. Capital meliputi investasi
sektor publik dan privat dalam perekonomian, misalnya saja sektor privat melakakukan
pembangunan pabrik, pembelian mesin-mesin produksi baru Sedangkan sektor publik dengan
membangun infrasktutur seperti jalan, jembatan, pelabuhan laut, jaringan telekomunikasi, dan
jaringan listrik yang disebut juga sebagai public capital.
Lebih lanjut Mankiw (2004:57). “Pekerja akan lebih produktif jika mereka mempunyai
alat-alat untuk bekerja. Peralatan dan infrastruktur yang di gunakan untuk menghasilkan
barang dan jasa di sebut modal fisik yang selanjutnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi
pada suatu negara”
24
Marwan Ja‟far (2007) dalam penelitian yang peranan infraskturtur terhadap pertumbuhan
ekonomi menyimpulkan bahwa infraskturtur memilki peranan positif terhadap pertumbuhan
ekonomi bahwa dalam jangka pendek infraskturtur dapat menciptakan lapangan kerja, dan dalam
jangka menegah dan panjang infraskturtur akan mendukung peningkatan efisiensi dan
produktifitas sektor-sektor ekonomi terkait.
Tanjung hapsari (2011) penelitian dengan judul pengaruh infrastruktur terhadap
pertumbuhan ekonomi di Indonesia mendapatkan kesimpulan bahwa infrastruktur jalan, listrik
menujukan pengaruh yang signifikan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi sementara dua
infrastruktur yakni infrastruktur telepon dan air tidak berpengaruh atas pertumbuhan ekonomi.
Permana dan Alla (2010: 16) menujukan bahwa “variabel infrastruktur termasuk panjang
jalan beraspal berpengaruh terhadap investasi dan pertumbuhan ekonomi”. Dengan baiknya
infrastruktur, yang dalam penelitian ini dilihat dari panjang jalan yang dalam keadaan baik, maka
proses produksi sampai distribusi kepada konsumen akan lebih singkat sehingga kegiatannya
menjadi efisien. Sejalan dengan hal tersebut, Firdaus 2008 dalam (Permana dan Alla 2010:18)
mengemukakan bahwa “suplai tenaga listrik dan infrastruktur sosial berpengaruh signifikan
terhadap daya tarik investasi dan pertumbuhan ekonomi pada suatu wilayah.”
Robert E. Looney dan David Winterford (1972-1991) menunjukan adanya hubungan
yang sangat erat di Pakistan antara keberadaan infrastruktur regional dan tingkat pembangunan
sosial ekonomi secara luas. Selain itu, penelitian ini juga menekankan pentingnya perbedaan
jenis infraskruktur dalam trasnportasi untuk membangun regional. Penelitain ini di akhiri dengan
rekomendasi kebijakan mengenai tingkat daan kombinasi infrastruktur keras (Hard
Infrastructure) yang dapat digunakan para pengambil kebijakan untuk mengurangi disparitas
pendapatan antar daerah yang ada dipakistan.
25
Munnell (1990), dengan melakukan penelitian dampak infrasturktur publik terhadap
pertumbuhan produktifitas di 48 negara bagian amerika selama tahun 1970-1986, dengan
mengunakan variable jalan, sekolah, rumah sakit, faasilitas air minum, gas, listrik dan
infrasturktur non militer lainya, menyimpulkan bahwa infrasturktur tersebut memberikan
dampak postif terhadap produktifitas yang selanjutnya dapat meningkatkan pertumbuhan
ekonomi di 48 negara bagian amerika.
Kemudian Sylvie Bertrand (1999) melakukan penelitian untuk mengetahui peran
infrasturktur publik pada pertumbuhan ekonomi regional prancis pada periode 1982-1983, dalam
penelitian ini didapat bahwa infrasturktur publik seperti jalan, jembatan, listrik, pelabuhan,
sekolah, dan sanitasi berpengaruh dalam merangsang pertumbhan ekonomi regional prancis.
Hasil studi Bank Dunia dalam Infrastructure for Development (1994) menyatakan bahwa
faktor utama yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi dunia pada abad ke-20 menjadi relatif
cepat dibandingkan dengan beberapa abad sebelumnya adalah karena kemajuan teknologi dan
pertumbuhan Infrastruktur. Berdasarkan kajian empris, dapat dibuktikan bahwa semakin maju
atau semakin modern tingkat perekonomian suatu Negara, maka semakin besar pula tingkat
kebutuhan akan infrasturktur.
Menurut Wylie (1996: 37) dalam penelitian peran infrastruktur terhadap pertumbuhan
ekonomi di kanada, infrasturktur jalan merupakan yang paling berpengaruh dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi di kanada. Ini didasari atas dengan ketersedian infrasturktur jalan maka
akan membuka akses yang baik di suatu wilayah, sehingga menyebabkan kelancaran produksi.
2.3 Teori Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai perkembangan kegiatan dalam perekonomian
yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan
26
kemakmuran masyarakat meningkat (Sukirno, 2000). Jadi pertumbuhan ekonomi mengukur
prestasi dari perkembangan suatu perekonomian. Dari suatu periode ke periode lainnya,
kemampuan suatu negara untuk menghasilkan barang dan jasa akan meningkat. Kemampuan
yang meningkat ini disebabkan oleh pertambahan faktor-faktor produksi baik dalam jumlah dan
kualitasnya. Investasi akan menambah barang modal dan teknologi yang digunakan juga makin
berkembang. Disamping itu tenaga kerja bertambah sebagai akibat perkembangan penduduk
seiring dengan meningkatnya pendidikan dan keterampilan mereka.
Menurut Arsyad (1999) pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan PDRB dan
PDB tanpa memandang apakah kenaikan tersebut lebih besar atau lebih kecil dari tingkat
pertumbuhan penduduk atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak. Pertumbuhan
ekonomi merupakan salah satu indikator penting guna menganalisis pembangunan ekonomi yang
terjadi suatu negara. Pertumbuhan (growth) tidak identik dengan ”pembangunan (development)
pertumbuhan ekonomi adalah salah satu syarat dari banyak syarat yang diperlukan dalam proses
pembangunan. Pertumbuhan ekonomi hanya mencatat peningkatan produksi barang dan jasa
secara nasional, sedangkan pembangunan ekonomi berdimensi lebih luas.
Salah satu sasaran pembangunan ekonomi daerah adalah meningkatkan laju pertumbuhan
ekonomi daerah. Pertumbuhan ekonomi daerah diukur dengan pertumbuhan PDRB menurut
harga konstan. Laju pertumbuhan PDRB akan memperlihatkan proses kenaikan output perkapita
dalam jangka panjang. Penekanan pada „proses‟, karena mengandung unsur dinamis, perubahan
atau perkembangan. Oleh karena itu pemahaman indikator pertumbuhan ekonomi biasanya akan
dilihat dalam kurun waktu tertentu, misalnya tahunan. Aspek tersebut relevan untuk dianalisa
sehingga kebijakan-kebijakan ekonomi yang diterapkan oleh pemerintah untuk mendorong
aktivitas perekonomian domestik dapat dinilai efektifitasnya.
27
2.3.1. Teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik
Menurut ekonom klasik, Adam Smith, pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh dua faktor
utama yakni pertumbuhan output total dan pertumbuhan penduduk (lihat Arsyad,1999). Unsur
pokok dari sistem produksi suatu negara ada tiga :
1. Sumber daya alam yang tersedia merupakan wadah paling mendasar dari kegiatan produksi
suatu masyarakat dimana jumlah, sumber daya alam yang tersedia mempunyai batas
maksimum bagi pertumbuhan suatu perekonomian.
2. Sumber daya insani (jumlah penduduk) merupakan peran pasif dalam proses pertumbuhan
output, maksudnya jumlah penduduk akan menyesuaikan dengan kebutuhan akan tenaga
kerja.
3. Stok modal merupakan unsur produksi yang sangat menentukan tingkat pertumbuhan
output. Laju pertumbuhan ekonomi sangat dipengaruhi oleh produktivitas sector-sektor
dalam menggunakan faktor-faktor produksinya. Produktivitas dapat ditingkatkan melalui
berbagai sarana pendidikan, pelatihan dan manajemen yang lebih baik.
Menurut teori pertumbuhan ekonomi klasik, pertumbuhan ekonomi bergantung pada
faktor-faktor produksi (Sukirno, 1994).
Persamaannya adalah :
Δ Y = f (ΔK, ΔL, ΔT)
Δ Y = tingkat pertumbuhan ekonomi
Δ K = tingkat pertambahan barang modal
Δ L = tingkat pertambahan tenaga kerja
Δ T = tingkat pertambahan teknologi
2.3.2. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik
28
Teori pertumbuhan Neo Klasik, permintaan masyarakat tidak menentukan laju
pertumbuhan sebaliknya tergantung dalam pertumbuhan ekonomi tergantung kepada
pertambahan penawaran faktor-faktor produksi dan tingkat kemajuan teknologi. Pandangan ini
didasarkan pada asumsi perekonomian akan tetap mengalami tingkat kesempatan kerja penuh
dan kapasitas barang-barang modal akan tetap sepenuhnya digunakan dari masa ke masa.
Pertambahan faktor- faktor produksi dan tingkat kemajuan teknologi akan menjadi penentu
sampai dimana perekonomian berkembang (Sukirno,2000:263-264).
Dalam teori Neo Klasik rasio modal produksi dengan mudah mengalami perubahan.
Kombinasi jumlah antara modal yang diperlukan dan tenaga kerja yang diperlukan dapat berubah
sesuai dengan kuantitas produksi yang diinginkan. Apabila modal yang tersedia sedikit, maka
tenaga kerja yang digunakan banyak sebaliknya apabila modal yang digunakan banyak, maka
tenaga kerja yang digunakan sedikit.
Dengan kata lain terdapat fleksibilitas yang menjamin kebebasan perekonomian dalam
menentukan alokasi modal dan tenaga kerja (Rahardja dan Manurung, 2005:148-150). Teori
pertumbuhan neoklasik mempunyai suatu persamaan yang umum untuk menjelaskan teorinya
yaitu suatu persamaan yang dikembangkan oleh Charles Cobb dan Paul Douglas, yang secara
lazim disebut fungsi produksi Cobb douglas. Fungsi tersebut dapat dituliskan secara berikut :
Yt = TtKα tL β t ………………………………………………………………..(1)
dimana:
Yt = tingkat produksi tahun t
Tt = tingkat teknologi tahun t
Kt = jumlah modal kapital pada tahun t
29
Lt = jumlah tenaga kerja pada tahun t
α = pertambahan produksi yang diciptakan oleh pertambahan satu modal
β = pertambahan produksi yang diciptakan oleh pertambahan satu unit tenaga Kerja.
Dari persamaan diatas kita dapat menarik kesimpulan bahwa merujuk teori pertumbuhan
klasik, laju pertumbuhan ekonomi negara tergantung kepada tingkat perkembangan teknologi,
peranan modal dalam menciptakan pendapatan nasional (produksi marginal modal) dikalikan
dengan tingkat perkembangan stok modal dan peranan tenaga kerja dalam menciptakan
pendapatan nasional (produktivitas tenaga kerja) dikalikan dengan tingkat pertambahan tenaga
kerja (Arsyad, 2004:60).
2.3.3. Teori Pertumbuhan Ekonomi Regional
Pertumbuhan ekonomi daerah merupakan suatu proses pemerintah daerah dan
masyarakatnya dalam mengelola sumberdaya yang ada untuk menciptakan lapangan kerja baru
dan merangsang pekembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut (Lincoln Arsyad,1999).
Pada saat ini tidak ada satupun teori yang mampu menjelaskan pembangunan ekonomi daerah
secara komprehensif, namun beberapa teori secara parsial dapat membantu untuk memahami arti
penting pembangunan ekonomi daerah dan teori-teori yang membahas tentang faktor-faktor yang
menentukan pertumbuhan ekonomi daerah.
Ada beberapa variabel yang dapat dipilih sebagai indikator atau pengukur pertumbuhan
ekonomi. Pertumbuhan dapat diartikan sebagai suatu peningkatan dalam kemakmuran suatu
kawasan. Peningkatan ini meliputi baik kepada kapasitas produksi ataupun volume ril produksi
(Adisasmita, 2010). Pertumbuhan ekonomi juga dapat dinyatakan sebagai peningkatan dalam
sejumlah komoditas yang dapat digunakan atau diperoleh di suatu daerah. Konsep ini
30
menyangkut pengaruh perdagangan yaitu dapat diperolehnya komoditas sebagai suply hasil akhir
yang meningkat melalui pertukaran antar kawasan.
Dalam konteks kewilayahan, setiap wilayah juga menjadikan pertumbuhan ekonomi
sebagai target ekonomi makro. Pertumbuhan ekonomi wilayah menjadi faktor yang paling
penting dalam keberhasilan perekonomian suatu wilayah untuk jangka panjang. Pertumbuhan
ekonomi sangat dibutuhkan dan dianggap sebagai sumber peningkatan standar hidup (standard of
living) penduduk yang jumlahnya terus meningkat, dimana proses pertumbuhan ekonomi
wilayah secara garis besarnya dipengaruhi oleh dua macam faktor, yakni faktor ekonomi dan non
ekonomi. Pertumbuhan ekonomi suatu wilayah sangat tergantung pada sumberdaya alamnya,
sumberdaya manusia, kapital, usaha, teknologi dan sebagainya.
Semua itu merupakan faktor-faktor ekonomi, tetapi pertumbuhan ekonomi tidak mungkin
bisa terjadi selama lembaga sosial dan budaya, kondisi politik dan keamanan serta nilai-nilai
moral dalam suatu bangsa tidak menunjang. Dengan kata lain tanpa adanya dukungan faktor-
faktor non ekonomi semacam itu secara baik, maka pertumbuhan ekonomi kemungkinan tidak
terwujud. Menghitung laju pertumbuhan ekonomi pada suatu wilayah berdasarkan konsep
pendapatan regional atau PDRB (Produk Domestik Regional Bruto).
Dalam konsep makro ekonomi, pengeluaran pemerintah (government expenditure) untuk
pembelian barang dan jasa merupakan injeksi terhadap perekonomian yang berdampak pada
pertumbuhan ekonomi. Pengeluaran pemerintah merupakan pengeluaran eksogen yang besarnya
ditentukan oleh sejauh mana ketersediaan anggaran pemerintah yang diperoleh dari pajak
(fiscal policy). Suatu injeksi pegeluaran pemerintah dalam hal ini pembangunan infrastruktur
disuatu daerah tidak hanya menaikkan pendapatan di daerah yang bersangkutan, tetapi juga
menyebarkan kekuatan pendorong kepada daerah-daerah sekitarnya yang saling berhubungan
31
melalui kenaikan impor. Pengeluaran pemerintah biasanya ditujukan pada upaya penyediaan
infrastruktur berupa fasilitas umum, maupun berupa transfer langsung yang ditujukan untuk
mengatasi masalah kemiskinan dan kesenjangan pendapatan.
2.4 Infrastruktur dan Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Garmendia dkk (2004:04), hubungan antara jasa infrastruktur, pertumbuhan
ekonomi dan hasil-hasil sosial seperti bekerjanya Millennium Development Goals melalui
saluran-saluran yang ganda seperti yang dilukiskan di dalam gambar 2.1. Kontribusi dari jasa
seperti air, sanitasi transportasi dan energi secara langsung rumah tangga menerima manfaat dan
dapat memperbaiki kesejahteraan mereka. Banyak dari manfaat infrastruktur kepada perusahaan
di Prancis, sebagai contoh, bahwa diagram input output mengungkapkan perusahaan perusahaan
mengkonsumsi dua pertiga dari semua jasa prasarana (Prud'homme dalam Garmendia, et al.,
2004:04). Jadi, dengan demikian saluran perusahaan akan menurunkan biaya-biaya dan, yang
paling penting, peluang pasar diperluas (terutama melalui telekomunikasi-telekomunikasi dan
pengangkutan). Laba yang hasilnya di dalam daya saing dan produksi adalah apa yang dihasilkan
di dalam pertumbuhan ekonomi dan pada akhirnya kesejahteraan.
Gambar 2.1 menunjukan adanya keterkaitan antara persediaan infrastruktur dengan
pertumbuhan ekonomi. infrastruktur secara tidak langsung akan mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi melalui jalur rumah tangga (melalui peningkatan kesejahteraan) dan perusahaan
(melalui penurunan biaya dan perluasan pasar) yang nantinya akan berpengaruh secara bersama-
sama terhadap pertumbuhan ekonomi. Infrastruktur mempunyai manfaat menggerakan berbagai
sektor perkenonomian karena dianggap sebagai social overhead capital (Hirchman dalam
Yanuar dalam Permana (2009:11)
32
Gambar 2.1
Infastruktur dan Pertumbuhan Ekonomi
2.5 Infrasturktur dan Pertumbuhan Ekonomi Regional
Kajian teori ekonomi pembangunan menurut Sjafrizal (2008) dikatakan bahwa untuk
menciptakan dan meningkatkan kegiatan ekonomi diperlukana sarana Infrastruktur yang
memadai. Ilustrasi sederhana, seandainya semula tidak ada akses jalan lalu dibuat jalan maka
dengan akses tersebut akan meningkatakan aktivitas perekonomian. Contoh lain disuatu
INFRASTRUKTUR
Keuntungan Perusahaan
Keuntungan Rumah Tangga
Perluasan Pasar Peningkatan Kesejahteraan Penurunan Biaya
Pertumbuhan Ekonomi
33
komunitas bisnis, semula tidak ada listrik maka dengan adanya listrik kegiatan ekonomi
dikomunitas tersebut akan meningkat.
Infrastruktur fisik, terutama jaringan jalan sebagai pembentuk struktur ruang nasional
memiliki keterkaitan yang sangat kuat dengan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah maupun
sosial budaya kehidupan masyrakat. Dalam konteks ekonomi, jalan sebagai modal sosial
masyarakat merupakan tempat bertumpu perkembangan ekonomi, sehingga pertumbuhan
ekonomi yang tinggi sulit dicapai tanpa ketersedian jalan memadai.
Tambunan (2005) dikutip oleh arman (2008) menegaskan bahwa manfaat ekonomi
infrastruktur jalan sangat tinggi apabila infrastruktur tersebut dibangun tepat untuk melayani
kebutuhan masyarakat dan dunia usaha yang berkembang. Tambunan menunjukan manfaat
variabel infrastruktur (diukur dengan panjang jalan aspal) terhadap peningkatan beragam
tanaman pangan dipulau Jawa jauh lebih signifikan berpengaruh terhadap produksi tanaman
pangan dibandingkan dengan pembangunan pengairan. Lebih lanjut menyatakan bahwa
infrastruktur merupakan roda pengerak pertumbuhan ekonomi.
Secara ekonomi makro ketersedian dari jasa pelayanan infraskturtur mempengaruhi
marginal productivity of private capital, sedangkan dalam konteks ekonomi makro, ketersedian
jasa pelayanan infrastruktur berpengaruh terhadap pengurangan biaya produksi.
Secara langsung atau tidak langsung masing-masing infrastruktur fisik memberikan
kontribusi pada pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Seperti keberadaan Infrastruktur jalan
memiliki peran vital dalam mendukung berlangsungnya aktivitas sector-sektor lain, dan
berpengaruh sebagai prasarana penggerak angkutan bahan mentah untuk produksi, maupun
prasarana penggerak distribusi pemasaran dan jasa yang dihasilkan.
2.5 Infraskturtur dan Stabilitas Ekonomi
34
Perekonomian suatu Negara dikatakan stabil apabila kondisi output (pertumbuhan) dan
kenaikan harga umum (inflasi) tidak fluktuatif. Karena output (PDRB riil) dan harga umum
merupakan hasil interaksi permintaan dan penawaran agregat, maka stabilitas output dan harga
menunjukan stabilitas dan keseimbangan pergerakan sisi permintaan dan sisi penawaran agregat.
Gejala pertumbuhan ekonomi yang disertai dengan inflasi misalnya, dapat menyebabkan
pertumbuhan permintaan agregat yang tidak diimbangi oleh pertumbuhan penawaran agregat.
Karena inflasi di indonesia murni merupakan gejala moneter.
Maka penangananya tidak dapat dilakukan dengan hanya mengandalkan kebijakan
moneter. Kebijakan di sektor ril sangat dibutuhkan untuk mengimbangi pertumbuhan permintaan
agregat yang lebih cepat dari tingkat pertumbuhan penawaran agregat. Untuk barang-arang
tradeable, seperti bahan makanan, kendaraan bermotor, maupun barang-barang industry,
peningkatan pasokan dapat dilakukan dengan impor. Namun untuk barang-barang non-tradeable,
penambahan pasokan harus diusahakan oleh perekonomian domestik dengan dukungan oleh
peningkatan efisiensi.
Lemahnya sisi penawaran agregat ini bukanlah masalah yang baru bagi bangsa
indonesia. Krisis yang dialami pada pertengahan 1960-an juga juga disebabkan lemahnya sisi
penawaran agregat. Bukan berarti selama ini pembangunan jangka panjang Indonesia sisi
penawarannya tidak berkembang. Melainkan pertumbuhan penawaran agregat kalah cepat
dibandingkan permintaan agregat. Salah satu faktor yang penting adalah kekurangan
Infrastruktur, ternyata sekalipun banyak kemajuan dalam hal pembangunan Infrastruktur,
kemajuan tersebut belum mamadai dibandingkan dengan kebutuhan. Dalam hal yang lebih luas
dan dapat ditunjukan bahwa faktor infrastruktur mempunyai pengaruh yang besar terhadap
masalah pertumbuhan ekonomi dan inflasi.
35
Beberapa studi empiris yang dilakukan di Indonesia juga membawa kesimpulan tentang
pentingnya Infrastruktur bagi stabilitas perekonomian khususnya stabilitas pertumbuhan
ekonomi dan terkendalinya inflasi. Studi yang dilakukan Simorangkir (2004:48) tentang faktor-
faktor penentu inflasi regional, membawa pada suatu kesimpulan yakni ketersediaan
infrastruktur yang makin baik disuatu daerah akan mempengaruhi tingkat penurunan inflasi di
daerah yang bersangkutan.
2.6 Penelitian Terdahulu
Penelitian lain yang berkaitan dengan infrastruktur ekonomi dan pertumbuhan ekonomi
(PDRB) pernah dilakukan di jepang oleh Yohosida (1990), dengan melihat perkembangan
perekonomian jepang pada tahun 1990, sehingga didapatkan suatu informasi yang cukup penting
terhadap pertumbuhan ekonomi dan perekembangan Infrastruktur. Dalam penelitian Yohosida
menyakini bahwa investasi infrastruktur sangatlah diperlukan dalam tahapan awal industrialisasi.
Hasil penlitian ini bahwa jepang memiliki perjalanan panjang dalam perencanan infrastruktur
meliputi trasportasi, kelistrikan dan telekomunikasi.
Munnell (1990) dengan funggsi produksi Cobb Douglas, mendukung dampak yang kuat dan
signifikan dari infrasktutr publik pada pertumbuhan produkstifitas di 48 negara bagian USA
selama tahun 1970-1986. Variabel yang digunakan meliputi jalan, sekolah, rumah sakit, fasilitas
air minum, gas, litrik, dan infrastruktur non militer lainya serta mesin-mesin. Kesimpulan modal
publik mempunyai dampak yang sangat positif pada produkstifitas output dengan elastisitas
sebesar 0,15% sedangkan modal swasta 0,31% atau elastisitas modal publik setengah dari modal
swasta.
36
Sylvie Chart dan Bertrand Schmitt pada tahun 1999. Dengan fungsi produksi yang
mengunakan tiga input (public capital, private capital, employment), kedua peneliti tersebut
melakukan penelitian untuk mengetahui peran infrastruktur publik pada pertumbuhan ekonomi
regional di Prancis. Estimasi dilakukan dengan metode ekonometrik data-panel dari 22 regional
di Prancis pada periode 1982-1993. Dalam penelitian ini di dapat bahwa capital public
berpengaruh dalam merangsang pertumbuhan ekonomi regional, namun tidak bepengaruh dalam
mengurangi disparitas antar regional.
Wylie (1996: 37) melakukan penelitian yang berfokus pada peran infrastruktur terhadap
pertumbuhan ekonomi di Kanada. Penelitian ini di latarbelakangi oleh prestasi perekonomian
Kanada yang buruk pada kurun waktu 1947-1972) dan 1973-1991. Buruknya pertumbuhan
ekonomi tersebur diduga sebagai akibat dari turunnya produsktifitas pekerja, yaitu 5,84 persen
menjadi 2,63 persen pertahun. Sedangkan total modal Infrastruktur per pekerja juga turun 6,09
persen menjadi 3,05 persen pada kurung waktu yang sama.
Atas dasar ini Wylie mencoba menguji peran infrastruktur terhadap pertumbuhan
ekonomi Kanada dengan menggunakan model fungsi Cob-Douglas. Dengan menganggap
Infrastruktur mempunyai pengaruh terhadap produktifitas pekerja sehingga demikian tingkat
produktifitas akan memberikan dampak yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini
didasarkan pada makna capital deepening sebagai salah satu sumber pertumbuhan ekonomi
sehingga definisi Infrastruktur dalam penelitian ini cukup banyak, yaitu dari pelayanan
tarsnportasi, system telepon, listrik perdagangan, keungan, asuransi, real estate, sekolah, dan
rumah sakit. Data yang digunakan adalah output riil (real GDP) sedangkan Infrastruktur di ukur
dengan stok infrastruktur di Kanada. Hasil penelitiaan ini menyimpulkan adanya kaitan antara
infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi dan produktifitas pekerja.
37
Sibarani (2002) mengenai kontribusi infrastruktur pada pertumbuhan ekonomi Indonesia,
menyimpulkan bahwa infrastruktur (jalan, listrik, telepon) memberikan pengaruh yang signifikan
dan positif pada agregat output yang diwakili oleh variabel pendapatan per kapita. Kontribusi
setiap jenis infrastruktur untuk setiap wilayah berbeda. Untuk estimasi dengan data semua
provinsi di Indonesia hasil yang diperoleh yaitu elastisitas listrik pada pertumbuhan yaitu 0,06;
pendidikan 0,07; investasi 0,01. Variabel jalan dan telepon tidak signifikan. Hasil penelitian juga
menunjukkan bahwa kebijakan pembangunan infrastruktur yang terpusat di pulau Jawa dan
Indonesia Bagian Barat (IBB) menimbulkan disparitas pendapatan perkapita di masing-masing
daerah di Indonesia, terutama antara pulau Jawa dengan luar Jawa dan Indonesia Bagian Barat
(IBB) dengan Indonesia Bagian Timur (IBT), meskipun pada saat yang sama pertumbuhan
ekonomi meningkat.
Yanuar (2006) dalam penelitiannya tentang kaitan pembangunan infrastruktur dan
pertumbuhan output menggunakan analisis panel data 26 provinsi dengan model fixed effects
menemukan modal fisik (physical capital), infrastruktur jalan, telepon, kesehatan dan pendidikan
memberikan pengaruh terhadap output. Hasil dari estimasi semua provinsi dan total seluruh
sektor di Indonesia diperoleh elastisitas masingmasing variabel yaitu: listrik -0,00; jalan 0,16;
telepon 0,16; kesehatan 0,46; pendidikan 0,18; modal fisik 0,03. Penelitian Prasetyo (2008) yang
berjudul “Ketimpangan dan Pengaruh Infrastruktur terhadap Pembangunan Ekonomi Kawasan
Barat Indonesia (KBI)” mendapatkan hasil estimasi untuk elastisitas masing-masing variabel
yaitu: listrik 0,22; panjang jalan 0,08; stok modal 0,02; dummy OTDA 0,04, sedangkan untuk
variabel air bersih tidak signifikan.
2.7 Kerangka Pikir
38
Sebagai salah satu negara berkembang Indonesia terus melaksanakan pembangunan, salah
satu pembangunan yang menjadi sasaran pemerintah adalah pembangunan bidang ekonomi.
Meningat dengan pembangunan bidang ekonomi tersebut diyakini mampu sebagai jalan untuk
mensejahterakan rakyat indonesia. salah satu wujud pembangunan ekonomi tersebut adalah
pembangunan bidang infrastruktur. Selanjutnya diyakini mampu menaikan PDRB dibeberapa
daerah Indonesia, komitemn pembangunan infrastruktur tersebut oleh pemerintah diwujudkan
dalam peningkatan belanja infraskturtur dalam APBN. dengan peningkatan belanja infrastruktur
tersebut dimanfaatkan oleh pemerintah untuk terus membangun infrastrtuktur seperti
infrastruktur jalan, infrastruktur listrik serta infrastruktur pelabuhan. Namun yang menjadi
masalah utama dari pembangunan ekonomi tersebut adalah masih terdapatnya ketimpangan
pembangunan antara daerah. Sementara itu untuk menjaga keberlanjutan pertumbuhan ekonomi
pulau Sulawesi yang tumbuh diatas nasional dalam sepuluh tahun terakhir, dibutuhkan
infrastruktur jalan, infrastruktur listrik dan infrastruktur pelabuhan yang baik.
39
Gambar 2.2: Kerangka Pikir Penelitian
Pelabuhan Listrik Jalan
Kesimpulan
INFRASTURKTUR
Analisis Regresi Berganda
Perekonomian Pulau Sulawesi
40
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian
Obyek penelitian ini adalah pengaruh pembangunan infrastruktur terhadap pertumbuhan
ekonomi Sulawesi. (Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara,
Gorontalo, Sulawesi Barat).
3.2 Jenis dan Sumber Data
3.2.1 Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder antara lain:
1. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi dengan mengunakan data PDRB atas dasar harga konstan
seluruh provinsi di Sulawesi dari tahun 2001-2011.
2. Data panjang dan kondisi jalan seluruh provinsi se Sulawesi di Sulawesi dari tahun 2001-
2011.
3. Data infrastruktur kelistrikan seluruh provinsi Sulawesi dari tahun 2001-2011.
4. Data bongkar muat dan kondisi pelabuhan seluruh provinsi Sulawesi dari tahun 2001-2011.
3.2.2 Sumber Data
Data bersumber dari publikasi yang di keluarkan oleh Badan Pusat Statistik, PT. PLN
Persero, Kementrian Pekerjaan Umum Republik Indonesia, PT. Pelindo wilayah IV, Kementrian
Keuangan Republik Indonesia, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Indonesia.
3.3 Instrumen Penelitian
41
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi. Dimana
semua data-data yang dibutuhkan dikumpulkan baik yang diperoleh dari instansi terkait ataupun
literatur yang memiliki hubungan atau kesamaan dengan penelitian ini.
3.4 Teknik Pengolahan Data
Dalam penelitian ini proses pengolahan data sebagai berikut:
1. Sortir yaitu teknik yang digunakan untuk memisahkan data-data yang akan digunakan sesuai
dengan kebutuhan.
2. Coding yaitu memberikan tanda terhadap data yang akan digunakan dalam penelitian.
3. Tabulasi data yaitu data dimasukkan kedalam table kerja dan selanjutnya dioleh secara
kualitatif.
4. Analisis Data yaitu tahap pengolahan data dengan menggunakan peralatan analisis yang
telah ditentukan.
5. Interpretasi data, yaitu data yang telah dioleah kemudian diformulasikan kedalam bentuk
deskriptif, selanjutnya di tarik kesimpulan.
3.5 Analisis Data
Untuk menjawab permasalahan pada penelitian ini maka menggunakan metode analisis
deskriptif, dimana data yang diperoleh terlebih dahulu dianalisis kemudian dilakaukan penarikan
kesimpulan untuk menjawab permasalahan penelitian.
3.5.1 Analisa Kuantitatif
Alat analisa yang dipakai untuk mengetahui pengaruh variable panjang jalan, konsumsi
listrik dan volume bongkar maut pelabuhan terhadap pertumbuhan ekonomi adalah dengan
42
menggunakan analisis regresi berganda. Analisis regresi pada dasarnya adalah studi
ketergantungan variable dependen (terikat) dengan satu atau lebih variabel independen (variable
penjelas/bebas), dengan tujuan untuk mengestimasi dan/atau memprediksi rata-rata populasi atau
nilai rata-rata variabel dependen berdasarkan nilai variabel independen yang diketahui (Gujarati:
1999).
3.5.2 Peralatan Analisis
Alat analisis yang digunakan adalah analisis regresi berganda dengan model :
𝐘𝐢 = 𝜷₁ + 𝜷₂ 𝑿₂ᵢ + 𝜷₃𝑿₃ᵢ + ⋯+ 𝜷𝒌𝑿𝒌𝒊 + 𝒖𝒊
Dimana :
𝛽₁ = intersep
𝛽₂ sampai 𝛽𝑘= koefisien kemiringan
u = unsur ganguan
i = observasi ke і
Berdasarkan model regresi linear yang dijabarkan oleh Gujarati (1999: 130) maka penulis
mereplikasi model tersebut diatas dalam upaya menjawab pertanyaan penelitian sebagaimana
yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Adapun model regresi yang dipergunakan adalah
:
𝑷𝑫𝑹𝑩𝐢𝐭 = 𝐚𝟎 + 𝐚𝟏𝑱𝑳𝑵𝒊𝒕 + 𝐚𝟐𝑳𝑺𝑻𝒊𝒕 + 𝐚𝟑𝑷𝑳𝑩𝑵𝒊𝒕 + 𝒆𝒊𝒕
Dimana :
PDRBit = Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) konstan provinsi I pada tahun t
(juta Rp).
LSTit = Energi listrik terjual (Kwh) provinsi i dan tahun t,
PJN = Panjang jalan dengan kondisi baik dan sedang (Km) provinsi i
43
dan tahun t,
PLBN = jumlah bongkar muat pelabuhan (Ton) provinsi I dan tahun t,
a0 = intersep,
a1 - a7 = koefisien,
eit = error term.
3.6 Uji Asumsi Klasik
Pengujian model terhadap asumsi klasik dilakukan untuk menghasilkan parameter
penduga yang tepat bila memenuhi prasyarat uji multikolineritas, heteroskedasitas dan
autokorelasi.
3.6.1 Uji multikolineritas
Uji multikolineritas bertujuan untuk menguji korelasi antara variabel bebas dalam regresi.
Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antara variabel bebas. Multikolineritas
dapat dilihat dari nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF). Kedua ukuran ini
menunjukan setiap variabel yang akan dimasukan dalam perhitungan regresi harus mempunyai
tolerance diatas 10 % dan VIF dibawah 10 %. Selain itu jika VIF lebih dari 10 maka variabel
tersebut mempunyai persoalan multikolineritas.
3.6.2 Uji heteroskedasitas
Uji heteroskedasitas bertujuan untuk menguji ketidak samaan varian dari residual suatu
ppengamatan ke pengamatan lain. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari
heteroskedasitas. Uji heteroskedasitas dapat dilakukan dengan melihat grafik scatterplot. Jika
gambar dimana titik-titik tersebut tidak membentuk pola tertentu yang jelas dan titik-titik
tersebut menyebar diatas dan dibawah angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi
44
heteroskedasitas. Adanya heteroskedasitas mengindikasihkan variabel yang tidak konstan
menghasilkan model estimator yang bias.
3.6.3 Uji autokorelasi
Uji autokorelasi dilakukan dengan mengunakan metode Durbin-Watson (D-W). D-W
mengukur tingkat korelasi serial pada error persamaan regresi dimana angka D-W statistic yang
kurang dari dua mengindikasihkan adanya korelasi serial, imlikasi dari adanya korelasi serial
pada error adalah model menjadi tidak konsisten untuk jumlah sampel yang lebih besar, dimana
erornya tebaca lebih besar.
Secara umum dapat dilihat patokan bahwa :
- angka D-W dibawah -2 ada autokorelasi korelasi positif.
- angka D-W dibawah -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi
- angka D-W dibawah +2 berarti ada autokorelasinegatif.
3.7 Uji Signifikasi
Sedangkan untuk menguji tingkat signiffikasi dari masing-masing variable independen
terhadap veriabel dependen maka penulis menggunakan
3.7.1 Analisis koefisien determinasi (R2)
Berdasarkan hasil regresi berganda, maka selanjutnya dapat dianalisis koefisien
determinansinya (R) yaitu mengukur seberapa besar pengaruh variable independen
(pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja) terhadap variable dependen (kemiskinan). Dan
dari sini pula dapat diketahui berapa persen pengaruh variable yang ada diluar model terhadap
variable.
45
3.7.2 Uji Serempak (Uji F)
Uji ini digunakan untuk menguji pengaruh dari independen terhadap variable dependen,
keputusan menerima atau menolak hipotesis dengan langkah membandingkan hasil signifikasi
pengolahan dengan tingkat signifikasi α., dimana tingkat signifikasi yang digunakan yaitu 5%.
3.7.3 Uji Parsial (Uji T)
Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah masing-maing variable independen secara
sendiri-sendiri mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap variable independen dapat
menjelaskan perubahan yang terjdi pada vaiabel independen secara nyata. Uji t digunakan untuk
membuat keputusan apakah hipotesis terbukti atau tidak yaitu meembandingkan tingkat
signifikasi hasil pengolahan dengan tingkat signifikasi α, dimana tingkat signifikasi yang
digunakan 5%.
3.8 Definisi Operasional
1. Pertumbuhan ekonomi adalah nilai dari PDRB provinsi sesulawesi atas dasar harga konstan
dari tahun 2001-2011.
2. Infrastruktur jalan adalah panjang jalan provinsi se-Sesulawesi dengan kondisi baik, sedang
dan rusak di ukur dengan kilometer dari tahun 2001-2011.
3. Infrastrutur listrik adalah konsumsi tenaga listrik di ukur dari pendapatan PLN di Sulawesi
perkelompok pelanggan dalam rupiah dalam periode 2001-2011.
4. Infrastrutur pelabuhan adalah seluruh pelabuhan di Sulawesi yang diukur dengan aktifitas
bongkar muat barang dari tahun 2001-2011.
46
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Perkembangan Perekonomian Sulawesi
Secara nasional pulau Sulawesi merupakan salah satu pulau dengan pertumbuhan PDRB
yang cukup tinggi di Indonesia. Dalam periode 2001-2011 enam provinsi yang ada (Sulawesi
Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara) rata-
rata mengalami kanaikan PDRB di setiap tahunnya. Kondisi ini relatif baik untuk perekonomian
pulau Sulawesi dalam rangka meningkatkan ukuran ekonominya, karena hanya dengan PDRB
yang tinggi pulau Sulawesi dapat memperbesar perekonomianya sekaligus sebagai jalan untuk
mengurangi tingkat kemiskinan dan penganguran.
Berikut ini adalah perkembangan PDRB atas dasar harga kontan (ADHK) pada pulau
sulawesi dalam periode 2001-2011 yang menunjukan peningkatan. Hal ini didorong oleh naiknya
PDRB di enam provinsi di pulau sulawesi (Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah,
Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Tenggara) dimana pada tahun 2001 nilai PDRB
pulau Sulawesi sebesar 19,20 triliun rupiah naik menjadi sebesar 115,12 triliun rupiah pada
tahun 2011, untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel perkembangan kenaikan PDRB dibawah ini :
47
Tabel 4.1
Perkembangan PDRB ADHK (Juta/Tahun) di Enam Provinsi
di Pulau Sulwesi Periode 2001-2011
Tahun
PDRB ADHK (juta)
Sulut Gorontalo Sulteng Sulsel Sulbar Sultra Sulawesi
2001 3,357,569 968,046 2,507,463 10,603,662 * 1,766,340 19,203,080
2002 3,490,692 1,030,221 2,643,129 11,092,996 * 1,880,970 20,138,008
2003 3,671,883 1,100,834 2,808,673 11,690,525 * 2,016,261 21,288,176
2004 12,149,501 1,891,761 10,925,420 34,345,080 2,946,313 7,480,180 69,738,255
2005 12,744,549 2,027,723 11,752,214 36,424,018 3,120,765 8,026,856 74,096,125
2006 13,532,072 2,175,815 12,671,550 38,867,679 3,338,754 8,643,330 79,229,200
2007 14,407,302 2,339,218 13,683,880 41,332,426 3,568,649 9,331,719 84,663,194
2008 15,428,425 2,520,673 14,748,600 44,549,825 3,999,288 10,010,586 91,257,397
2009 17,149,624 2,710,737 16,208,100 47,314,024 4,239,460 10,768,557 98,390,502
2010 18,371,201 2,917,491 17,625,200 51,197,036 4,744,309 11,653,906 106,509,143
2011 19,734,270 3,141,458 19,214,100 55,099,213 5,238,359 12,698,120 115,125,520
Sumber: Badan Pusat Statistik (Diolah)
Catatan: *) Provinsi Sulawesi Barat Belum Mekar
Pada tabel 4.1 terlihat dalam periode 2001-2011 dari enam provinsi di pulau Sulawesi
rata-rata perkembangan PDRB menunjukan kenaikan, kondisi ini ditunjukan dimulai dari
provinsi Sulawesi Utara pada tahun 2001 PDRB Sulawesi Utara sebesar 3,35 triliun rupiah
meningkat menjadi 19,73 triliun rupiah tahun 2011, sementara untuk provinsi Gorontalo pada
tahun 2001 nilai PDRB sebesar 968,04 miliar rupiah dan naik sebesar 3,14 triliun rupiah tahun
2011. Tidak jauh berbeda dengan gorontalo, Sulawesi Tengah juga menunjukan peningkatan
nilai PDRB di setiap tahunya, tahun 2001 PDRB Sulawesi Tengah sebesar 2,50 triliun rupiah
naik menjadi 19,21 triliun rupiah tahun 2011.
Provinsi Sulawesi selatan juga menunjukan peningkatan nilai PDRB disetiap tahunya,
untuk tahun 2001 nilai PDRB sebesar 10,60 triliun rupiah, naik menjadi 55,09 triliun rupiah pada
48
tahun 2011, sekaligus menempatkan Sulawesi Selatan provinsi yang memilki besaran PDRB
tertinggi di pulau Sulawesi. Sedangkan untuk provinsi Sulawesi Barat meskipun provinsi ini
baru tahun 2004 menjadi daerah otonom baru setelah memekarkan diri dari Sulawesi selatan,
tetapi peningkatan PDRB daerah ini menunjukan kenaikan setiap tahunya, kondisi ini ditunjukan
dengan nilai PDRB dari tahun 2004 sebesar 2,94 triliun rupiah naik menjadi sebesar 5,23 triliun
rupiah pada tahun 2011. Peningkatan PDRB tersebut juga diikuti oleh provinsi Sulawesi
Tenggara yang terus menunjukan peningkatan PDRB dari tahun 2001 hanya sebesar 1,76 trilun
rupiah menjadi sebesar 12,69 triliun rupiah pada tahun 2011.
Kenaikan PDRB pulau Sulawesi dalam periode 2001-2011 disebabkan oleh dua faktor
utama diantaranya, pertama pulau Sulawesi dalam periode 2001-2011 PDRB nya lebih banyak
didorong oleh sektor primer (pertanian dan pertambangan). Kedua sebagai imbas dari
membaiknya sektor primer terutama pertambangan dalam periode yang sama 2001-2011 juga
turut mempengaruhi besaran kontribusi sektor tersier (perdagangan, hotel, restoran, keuangan,
jasa-jasa, properti, transportasi dan komunikasi).
Perkembangan struktur sektor perekonomian suatu daerah penting untuk diamati guna
melihat seberapa besar peranan masing-masing sektor terhadap PDRB, dan dalam rangka
memberikan penjelasan terkait dengan kondisi infrastruktur pada suatu daerah.
Karena semakin baik pola transformasi struktur ekonomi suatu daerah, maka semakin
baik juga kondisi infrastruktur pada daerah tersebut. Secara umum transformasi struktur
perekonomian dimulai dari sektor ekonomi primer (sektor pertanian dan sektor pertambangan
dan penggalian), ke sektor sekunder (industri pengelolaan) dan selanjutnya sektor ekonomi
tersier (perdagangan, hotel, restoran, keuangan, jasa-jasa, properti, transportasi dan komunikasi).
49
Pada tabel 4.2 menjelaskan perkembangan kontribusi PDRB di lima provinsi di pulau
Sulawesi dengan tiga tahun pengamatan dalam periode 2001-2011, untuk lebih jelasnya
perhatikan tabel dibawah ini :
Tabel 4.2
Perkembangan Kontribusi PDRB lima provinsi di Pulau Sulawesi Menurut
Kelompok Sektor Ekonomi (%)
Periode 2001-2011
Sektor
Sulut Gorontalo Sulteng Sulsel Sultra
2001 2006 2011 2001 2006 2011 2001 2006 2011 2001 2006 2011 2001 2006 2011
Primer 28.23 26.64 22.7 33.12 31.64 28.78 46.61 46.12 44.65 45.2 39.5 33.1 42.1 41.1 38.3
Sekunder 8.46 7.91 7.64 10.08 8.17 7.92 7.42 6.48 5.81 12.9 13.9 13.5 8.4 8.9 6.4
Tersier 63.31 65.46 69.65 56.8 60.2 63.3 45.97 47.41 49.53 41.9 46.6 53.4 49.5 49.9 55.4
Sumber: Badan Pusat Statistik,2013 (diolah)
Dari Tabel 4.2 terlihat dari lima provinsi di pulau Sulawesi (Sulawesi Utara, Gorontalo,
Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara) yang sektor ekonomi tersiernya paling
besar dalam berkontribusi dalam pembentukan PDRB. Pada periode 2001-2011 provinsi
Sulawesi utara terlihat kontribusi sektor primer paling rendah dibandingkan dengan provinsi-
provinsi lainya di pulau Sulawesi, yakni rata-rata sebesar 26.1 persen sementara rata-rata untuk
provinsi lainya sebesar 30 persen untuk sektor primer berkontribusi untuk pembentuan PDRB.
Sementara itu sektor tersier pada periode 2001-2011 adalah sektor yang berkontribusi
besar terhadap pembentukan PDRB yakni rata-rata sebesar 65 persen, sementara provinsi lainya
hanya rata-rata sebesar 55 persen. tetapi untuk sektor sekunder provinsi sulawesi utara paling
kecil dalam memberikan kontribusi dalam pembentukan PDRB yakni rata-rata sebesar 7.5 persen
pertahunya. Untuk lebih mempermudah melihat perbandingan kontribusi sektor terhadap PDRB
di lima provinsi di pulau Sulawesi perhatikan grafik dibawah ini
50
Grafik 4.1
Kontribusi PDRB Pulau Sulawesi Menurut
Kelompok Sektor (persen)
Sumber : Badan Pusat Statistik,2013 (diolah)
Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)
Grafik 4.1 menunjukan kecenderungan sektor primer dan tersier berkontribusi besar
terhadap pertumbuhan ekonomi di lima provinsi yang ada di pulau Sulawesi (Sulawesi Utara,
Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara) hal ini menggambarkan
bahwa pertumbuhan PDRB selama sepuluh tahun terakhir 2001-2011 pulau Sulawesi mengalami
taranformasi struktur ekonomi yang kurang baik.
Kondisi diatas juga sekaligus mengkonfirmasi kondisi infrastruktur ekonomi pulau
Sulawesi masih dibawah rata-rata nasional, seperti jalan, pelabuhan, dan listrik. Karena pada
umumnya bila transformasi struktur ekonomi pada suatu daerah berjalan dengan baik maka
syarat utamanya adalah membaiknya infrastruktur pada daerah tersebut.
Pada skala nasional pulau Sulawesi bersama pulau Kalimantan dan Sumatera merupakan
tiga pulau besar yang pertumbuhan ekonominya di topang oleh sektor primer dan tersier. Hal ini
menandakan bahwa infrastruktur Sulawesi tergolong belum memadai jika dibandingkan dengan
pulau jawa yang memiliki transformasi struktur ekonomi yang baik, untuk lebih jelasnya grafik
4.2 menjelaskan perkembangan perbandingan trasformasi struktur ekonomi di tiga pulau besar di
Indonesia :
2001 2007 2011 2001 2007 2011 2001 2007 2011 2001 2007 2011 2001 2007 2011
Sulut Gorontalo Sulteng Sulsel Sultra
Primer
Sekunder
Tersier
51
010203040506070
2001 2006 2011 2001 2006 2011 2001 2006 2011
Pulau Sulawesi Pulau Jawa Pulau Sumatera
Primer
Sekunder
Tersier
Grafik 4.2
Perbandingan Trasformasi Struktur Ekonomi di Tiga
Pulau Besar di Indonesia
Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)
Pada grafik 4.2 diatas terlihat dari tiga pulau besar Sulawesi, Jawa, dan Sumatera, pulau
Jawa merupakan pulau relative yang memiliki tranformasi struktur ekonomi yang baik, disusul
oleh pulau sumatera dan terakhir pulau Sulawesi. Ini mengandung makna bahwa pulau Jawa
relatif memilki infrastruktur yang memadai untuk mengerakan sektor-sektor ekonomi secara
baik. Sementara jika dibandingkan dengan pulau Sulawesi relatif belum tidak mampu
mengerakan struktur ekonomi dengan baik karena dibatasi dengan infrastruktur yang buruk.
4.2. Perkembangan Infrastruktur di Sulawesi
4.2.1. Infrastruktur Jalan
Jalan merupakan salah satu infrastruktur dasar yang paling penting untuk pulau
Sulawesi mengingat dari segi karakteristik wilayah pulau Sulawesi sebagai daerah kepulauan.
Olehnya itu jalan di Sulawesi memiliki fungsi strategis. Karena fungsi strategis yang dimilikinya,
yaitu sebagai penghubung antar satu daerah dengan daerah lainya dalam rangka mengoptimalkan
pemanfaatan sumberdaya alam, meningkatkan daya saing ekonomi wilayah, dan memperbaiki
52
akses penduduk terhadap sumberdaya, pasar, dan layanan publik, seperti pendidikan dan
kesehatan sehingga diharapkan jalan di Sulawesi dapat menjadi urat nadi perekonomian daerah.
Panjang jalan pulau Sulawesi dalam kondisi baik dan sedang dalam periode 2001-2011,
mengalami kenaikan di setiap tahunya, hal ini ditunjukan dengan data panjang jalan yang ada
untuk pulau Sulawesi. Tahun 2001 panjang jalan pulau Sulawesi sepanjang 1,55 kilometer (Km)
naik menjadi 2,13 kilometer pada tahun 2011. Peningkatan panjang jalan pulau sulawesi di
akibatkan meningkatnya panjang jalan di beberapa provinsi di pulau Sulawesi. berikut ini adalah
tabel 4.3 mengambarkan perkembangan panjang jalan di enam provinsi di pulau Sulawesi dalam
periode 2001-2011 :
Tabel 4.3
Perkembangan Panjang jalan (km/tahun) di Enam Provinsi
di Pulau Sulawesi Tahun 2001-2011
Tahun Jalan (Km)
Sulut Gorontalo Sulteng Sulsel Sulbar Sultra Sulawesi
2001 80,94 87,59 363,00 355,44 343,97 280,84 1,551,81
2002 80,94 82,28 363,00 345,54 343,97 280,48 1,496,23
2003 80,94 81,32 334,60 343,97 343,97 289,47 1,474,30
2004 80,94 99,24 379,20 343,37 335,44 265,40 1,503,60
2005 80,94 87,32 379,20 258,96 106,94 285,86 1,199,23
2006 126,23 93,07 282,03 277,05 120,71 334,06 1,233,18
2007 125,78 92,89 181,39 1,475,66 352,13 443,98 2,671,86
2008 125,78 83,78 239,74 1,244,73 373,83 492,87 2,560,76
2009 125,78 93,07 211,62 1,061,79 389,40 385,52 2,267,20
2010 130,97 22,16 240,04 1,162,86 403,50 497,63 2,457,17
2011 131,92 60,67 218,19 1,061,79 381,35 284,44 2,138,38
Sumber: Badan Pusat Statistik (Diolah)
Catatan: *) Provinsi Sulawesi Barat Belum Mekar
53
Pada tabel 4.3 terlihat bahwa panjang jalan di pulau Sulawesi dari tahun 2001 sampai
tahun 2011 menunjukan peningkatan. Sementara untuk tiap provinsinya memiliki
perkembangan panjang jalan yang fluktuatif. Tahun 2001 panjang jalan untuk provinsi Sulawesi
Utara mencapai 80,94 kilometer naik menjadi 131,92 Km tahun 2011. semenara untuk provinsi
gorontalo pada tahun 2001 memilki panjang jalan sepanjang 87,59 Km turun menjadi 60,67 Km
pada tahun 2011, kondisi ini sekaligus menempatkan provinsi Gorontalo tersebut sebagai
provinsi yang memiliki panjang jalan terendah dibandingkan dengan provinsi lainya di pulau
Sulawesi.
Dari data tabel 4.3 juga memperlihatkan provinsi Sulawesi Tengah kondisi
perkembangan panjang jalan mengalami fluktuatif ditiap tahunya, tahun 2001 terlihat sepanjang
363,06 Km turun menjadi 181,39 Km pada tahun 2007 dan naik kembali di tahun 2011 menjadi
218,19 Km. Tidak jauh berbeda dengan Sulawesi Tengah, untuk provinsi Sulawesi Selatan pada
tahun 2001 memiliki panjang jalan sepanjang 355,44 Km, turun menjadi 258,96 Km pada tahun
2005, dan naik kembali pada tahun 2011 menjadi 1,061,79 Km, kondisi ini sekaligus
menempatkan provinsi Sulawesi Selatan sebagai provinsi yang memiliki panjang jalan yang
terpanjang di Sulawesi. Sementara untuk provinsi sulawesi Tenggara tahun 2001 memilki
panjang jalan sepanjang 280,84 Km naik menjadi 497,63 Km pada tahun 2010 dan mengalami
penurunan panjang jalan pada tahun 2011 yakni panjang jalan tinggal sepanjang 284,4 Km.
Untuk mempermudah melihat perkembangan total panjang jalan dan enam provinsi di
pulau Sulawesi, perhatikan grafik 4.3 menyajikan perkembangan panjang jalan di enam provinsi
di pulau Sulawesi dan total panjang jalan pulau Sulawesi selama periode 2001-2011 :
54
Grafik 4.3
Perkembangan Panjang Jalan di Enam Provinsi Pulau Sulawesi
Dalam Periode 2001-2011
Sumber: Badan Pusat Statistik
Pada grafik 4.3 menjelaskan perkembangan peningkatan panjang jalan untuk total
pulau Sulawesi mengalami peningkatan di setiap tahunya. Peningkatan panjang jalan untuk pulau
Sulawesi dalam kurun waktu antara tahun 2001-2011 tertinggi terjadi pada tahun 2007 dan tahun
2008 yakni sepanjang 2,671,86 Km pada tahun 2007 dan 2,560,76 Km pada tahun 2008.
Peningkatan total panjang jalan pulau Sulawesi tahun 2007 dan 2008 ini didorong oleh
meningkatnya panjang jalan di provinsi Sulawesi selatan yakni pada tahun 2007 sepanjang
1,475,66 Km dan tahun 2008 1,244,73 Km.
Peningkatan panjang jalan di pulau Sulawesi tersebut memiliki makna bahwa
pemerintah daerah di pulau Sulawesi cukup peduli dengan infrastruktur jalan karena letak
wilayahnya berbentuk kepulauan. Disamping itu juga meningkatnya pertumbuhan ekonomi
pulau Sulawesi dalam periode sepuluh tahun terakhir juga turut menjadi landasan utama
pemerintah untuk terus melanjutkan perencanaan jalan-jalan baru, karena anggaran pemerintah
yang bertambah setiap tahunya memungkinkan untuk mengangarkan proyek-proyek infrastruktur
pemerintah terutama jalan.
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Sulut
Gorontalo
Sulteng
Sulsel
Sulbar
Sultra
Sulawesi
55
Tetapi jika dilihat dari perbandingan panjang jalan di enam provinsi (sulawesi utara,
gorontalo, sulawesi tengah, sulawesi selatan, sulawesi barat, dan sulawesi tenggara) relative
berfluktuatif, hal ini menunjukan bahwa di masing-masing provinsi dipulau sulawesi masih
memiliki kendala yang berbeda-beda dalam membangun jalan, salah satunya adalah berkaitan
dengan anggaran untuk infrastruktur. Seperti provinsi Gorontalo yang merupakan provinsi
terendah dalam hal urusan panjang jalan, hal ini karena meskipun Gorontalo memilki
pertumbuhan ekonomi yang tinggi namun untuk besaran ekonomi sangat kecil sehingga porsi
anggaran untuk pembangunan jalan juga kecil juga.
Sementara itu provinsi Sulawesi Selatan adalah provinsi yang memiliki panjang jalan
terpanjang sesulawesi, hal ini didorong oleh disamping pertumbuhan ekonomi yang tinggi
disetiap tahunya juga Sulawesi Selatan merupakan provinsi yang memilki besaran PDRB yang
tinggi untuk ukaran perekonomian pulau Sulawesi. Sehingga hal ini dimanfatkan oleh
pemerintah Sulawesi Selatan untuk meningkatkan kapasitas infrastruktur terutama jalan.
4.2.2 Infrastruktur Pelabuhan
Sulawesi Sebagai salah satu wilayah kepulauan di Indonesia, olehnya itu peran
infrasturktur pelabuhan sangat penting dalam ikut mengerakan roda perekonomian Sulawesi
karena pelabuhan berperang besar dalam menciptakan konektivitas di enam provinsi di pulau
Sulawesi dan provinsi lain di indonesia, dalam menunjan mobilitas perdagangan antara pulau
dan antara Negara. Atau dengan kata lain dengan pemanfaatan pelabuhan yang baik maka akan
tercipta yang namanya konektifitas secara nasional dan terintegrasi secara global.
Secara umum perkembangan volume bongkar muat pada pelabuhan pulau Sulawesi
megalami kenaikan dalam periode 2001-2011. Pada tahun 2001 volume bongkar muat sebanyak
12,58 ton, dan pada tahun 2011 volume bongkar muat dipelabuhan pulau Sulawesi mengalami
kenaikan sebesar 19,33 ton. Tetapi jika dilihat dari perkembangan disetiap provinsi di pulau
56
Sulawesi volume bongkar muat menunjukan tren yang fluktuatif, Berikut ini tabel perkembangan
volume bongkar muat pelabuhan di wilayah Sulawesi dalam periode 2001-2011 :
Tabel 4.4
Perkembangan Volume Bongkar Muat (Ton/Tahun) di Enam Provinsi
di Pulau Sulawesi Tahun 2001-2011
Tahun
Bongkar muat (Ton)
Sulut Gorontalo Sulteng Sulsel Sulbar Sultra Sulawesi
2001 3,324,168 3,324,168 1,178,400 4,238,885 * 523,096 12,588,717
2002 3,598,139 3,598,139 2,336,491 3,193,780 * 634,928 13,361,477
2003 3,420,482 3,420,482 1,524,037 3,644,358 * 569,818 12,579,177
2004 2,598,609 1,984,161 1,671,014 4,049,008 2,564,312 408,966 13,276,070
2005 3,778,972 2,356,490 1,178,400 4,294,414 2,724,562 378,232 14,711,070
2006 2,676,368 2,113,250 1,671,014 4,349,748 8,331,454 298,802 19,440,636
2007 4,125,577 4,251,073 1,524,037 2,447,287 2,783,370 897,782 16,029,126
2008 3,656,706 4,819,480 1,449,748 3,730,780 2,672,750 422,019 16,751,483
2009 4,518,298 4,518,298 1,552,880 6,368,544 2,472,481 907,217 20,337,718
2010 4,763,324 4,979,891 1,898,890 7,474,636 1,983,732 924,800 22,025,273
2011 4,290,222 3,930,446 1,970,970 7,107,851 1,548,236 483,175 19,330,900
Sumber: Badan Pusat Statistik (Diolah)
Catatan: *) Provinsi Sulawesi Barat Belum Mekar
Dari tabel 4.4 diatas terlihat bahwa volume bongkar muat pada pelabuhan pulau
Sulawesi bersifat fluktuatif di enam provinsi pulau Sulawesi. Dimulai pada provinsi Sulawesi
Utara volume bongkar muat di pelabuhan bitung mengalami naik turun, tahun 2001 volume
bongkar muat sebesar 3,32 Ton turun menjadi 2,59 Ton pada tahun 2004, namun penurunan
tersebut hanya terjadi sampai tahun 2006, ini ditunjukan dengan meningkatnya kembali volume
bongkar muat padat tahun 2009 yakni sebesar 4,51 Ton, kondisi ini bertahan hingga tahun 2011.
Sementara untuk Gorontalo juga menunjukan hal yang sama yakni terjadi naik turun volume
57
bongkar maut pada pelabuhan Gorontalo. tahun 2001 volume bongkar muat pada pelabuhan
Gorontalo sebesar 3,32 Ton, tetapi pada tahun 2004 turun menjadi 1,98 Ton, namun penurun
tersebut berlangsung tidak terlalu lama karena pada tahun 2007 volume bongkar muat pada
pelabuhan Gorontalo sudah sebesar 4,25 Ton dan kondisi ini bertahan hingga tahun 2011.
Sulawesi Tengah perkembangan volume bongkar muat sifatnya relatif stabil
dibandingkan dengan provinsi lainya, kenaikan hanya terlihat pada tahun 2002 kondisi ini
ditunjukan dengan data yang ada, pada tahun 2001 volume bongkar muat pada pelabuhan Palu
sebesar 1,17 Ton naik menjadi 2,33 Ton pada tahun 2002, namun kondisi ini turun kembali
sebesar 1,52 Ton hingga tahun 2011. Sementara untuk Sulawesi Selatan perkembangan volume
bongkar muat menunjukan perkembangan yang fluktuatif dimana hampir setiap tahunya volume
bongkar muat mengalami penurunan yang besar dan juga kenaikan yang tinggi. Tahun 2001
volume bongkar muat sebesar 4,23 Ton naik menjadi sebesar 6,36 Ton pada tahun 2009, bahkan
pada tahun 2011 sudah sebesar 7,10 ton. hal ini juga sekaligus menjadikan provinsi Sulawesi
Selatan sebagai provinsi yang memilki aktifitas volume bongkar muat terbesar di Sulawesi.
Provinsi Sulawesi Tenggara juga menunjukan perkembangan volume bongkar muat
yang relative berfluktuatif dari data yang ada tahun 2001 volume bongkar muat sebesar 523,09
ton naik menjadi 897,78 ton pada tahun 2007, dan turun kembali sebesar 483,17 ton tahun 2011,
hal ini sekaligus menunjukan bahwa provisi Sulawesi Tenggara merupakan provinsi yang
memilki volume bongkar muat terendah dalam periode 2001-2011. Sementara untuk provinsi
Sulawesi Barat yang baru pada tahun 2004 menjadi daerah otonomi baru, juga menunjukan
kondisi volume bongkar muat yang baik. Data menunjukan sekalipun sebagai provinsi baru
tetapi lebih baik dibandingkan dengan provinsi Sulawesi Tenggara dalam hal bongkar muat pada
pelabuhan mamuju.
58
Untuk lebih mudah dipahami perkembangan volume bongkar muat pada pelabuhan
sulawesi perhatikan grafik 4.4 menunjukan perekembangan volume bongkar muat pada
pelabuhan Sulawesi dalam periode 2001-2011 :
Grafik 4.4
Perkembangan Volume Bongkar Muat (Ton/Tahun) di Enam Provinsi
di Pulau Sulawesi Tahun 2001-2011
Sumber : Badan Pusat Statistik
Dari grafik 4.4 dapat dilihat bahwa perkembangan volume bongkar muat pada
pelabuhan-pelabuah pulau Sulawesi dalam periode 2001-2011 mengalami kenaikan yang cukup
tinggi. Untuk total volume bongkar muat pada pulau Sulawesi kenaikan tertinggi terjadi dimulai
pada tahun 2002, tahun 2006 hingga tahun 2010. Kenaikan tersebut lebih besar dibandingkan
dengan kenaikan volume bongkar muat pada pelabuhan Sulawesi tahun 2002 ke tahun 2006.
Naik turunya volume bongkar muat pada pelabuhan di enam provinsi pulau Sulawesi
didorong oleh beberapa hal diataraanya, untuk kenaikan tahun 2002 ke tahun 2006 lebih banyak
disebabkan oleh kegiatan berdagangan di pulau Sulawesi yang berkembang pesat baik itu
perdaganagn dalam negri maupun luar negri. Pada tahun tersebut seperti pada pelabuhan
Sulawesi Selatan terjadi muat barang-barang ekspor seperti kakao, hasil perikanan, serta garam,
semen. Sementara itu untuk pelabuhan lain juga melakukan muat barang-barang impor yang
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Sulut
Gorontalo
Sulteng
Sulsel
Sulbar
Sulawesi
59
sebagian besar barang-barang sektor primer. Sementara itu untuk kenaikan tahun 2009 ketahun
2011 ini disumbang oleh meningkatnya perdagangan di masing-masing daerah pulau Sulawesi,
seperti provinsi Sulawesi tenggara pada periode tersebut mengalami volume bongkar yang besar,
seperti semen dan barang-barang kebutuhan pokok lainya, kondisi sama dengan provinsi lain nya
di pulau Sulawesi.
4.2.3. Infrastruktur Kelistrikan
Pertumbuhan ekonomi pulau Sulawesi setiap tahunya membutuhkan sistem kelistrikan
yang memadai. mengingat listrik sebagai salah satu faktor produksi dalam melakukan kegiatan
ekonomi, baik pemerintah, pelaku bisnis dan masyarakat. Beberapa tahun terakhir kelistrikan di
Pulau Sulawesi seirama dengan pertumbuhan ekonomi, ini terbukti dengan listrik pulau Sulawesi
mengalami kemajuan yang cukup berarti. Beberapa indikator perbaikan diantaranya: upaya yang
berkesinambungan meningkatkan kapasitas pembangkit listrik serta pengembangan jaringan
transmisi dan distribusi.
Tabel 4.5 dibawah ini menjelaskan pemakaian listrik di pulau Sulawesi dalam kurun
waktu 2001 hingga tahun 2011 dimana dengan pertumbuhan PDRB setiap tahunya, juga
meningkatkan kebutuhan pemakaian tenaga listrik, seperti yang terlihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.5
Perkembangan Pemakaian Listrik (Kwh/Tahun) di Enam Provinsi \
di Pulau Sulawesi Tahun 2001-2011
Tahun
Listrik (Kwh/Tahun)
Sulut Gorontalo Sulteng Sulsel Sulbar Sultra Sulawesi
2001 667,174,507 84,842,868 213,310,148 1,186,872,923 * 165,296,800 2,317,497,246
2002 559,512,807 83,982,124 237,893,404 1,697,279,210 * 216,780,662 2,795,448,207
2003 657,329,467 94,177,412 285,987,521 1,799,643,836 * 197,288,291 3,034,426,527
60
2004 739,082,679 96,509,342 211,126,352 1,178,930,996 68,013,496 370,634,017 2,664,296,882
2005 1,102,483,181 98,629,370 238,756,369 2,064,514,167 71,087,643 438,879,375 4,014,350,105
2006 1,253,104,291 10,621,918 268,776,560 2,227,448,686 77,543,734 480,375,318 4,317,870,507
2007 1,168,327,507 26,815,201 273,567,210 2,395,263,079 86,819,104 438,462,593 4,389,254,694
2008 1,273,707,908 162,452,736 345,235,601 2,535,709,824 101,473,555 304,706,177 4,723,285,801
2009 1,397,182,824 188,619,211 401,706,597 2,637,328,900 109,078,304 356,094,234 5,090,010,070
2010 1,478,838,728 205,447,592 474,191,477 2,990,466,124 131,851,234 364,180,434 5,664,975,589
2011 1,563,555,751 228,516,232 477,115,712 3,571,285,254 151,510,380 390,481,269 6,382,464,598
Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)
Catatan: *) Provinsi Sulawesi Barat Belum Mekar
Grafik 4.5 terlihat pemakian listrik pada pulau Sulawesi dalam periode 2001-2011
menunjukan peningkatan setiap tahunya. Hal ini ditunjukan dengan data tahun 2001 pemakain
listrik pulau Sulawesi sebesar 2,317,49 Kwh, naik menjadi 6,382,46 Kwh pada tahun 2011.
Kenaikan pemakain listrik yang terjadi dipulau Sulawesi antara tahun 2001-2011 didorong oleh
peningkatan pemakain listrik di enam provinsi di pulau Sulawesi (Sulawesi Utara, Gorontalo,
Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Dan Sulawesi Tenggara).
Dari enam provinsi di pulau Sulawesi provinsi Sulawesi Utara untuk periode 2001-
2011 mengalami pemakaian listrik yang cukup stabil menunjukan kenaikan dari data yang ada
pada penelitian ini tahun 2001 pemakaian sebesar 667,17 kwh, naik menjadi 1,563,55 Kwh pada
tahun 2011. Sementara untuk provinsi Gorontalo memiliki pemakaian listrik yang fluktuatif,
tahun 2001 sebesar 84,84 Kwh turun menjadi 10,621,918 Kwh pada tahun 2006 dan menaglami
kenaikan yang cukup tinggi pada tahun 2011 sebesar 228,51 Kwh.
Provinsi Sulawesi Tengah tergolong daerah daerah yang cukup tinggi dalam
pemakaian listrik jika dibandingkan dengan dua provinsi Sulawesi Utara dan Gorontalo, yang
menunjukan kenaikan pada setiap tahunya dalam pemakian listrik. Tahun 2001 sebesar 213,31
Kwh pemakaian listrik, naik sebesar 345,23 Kwh pada tahun 2008, kondisi ini terus menunjukan
61
kenaikan hingga tahun 2011 dalam penelitian ini yakni sudah sebesar 477,11 Kwh. Sedangkan
untuk provinsi Sulawesi Selatan menunjukan pemakaian tenaga listrik yang sama dengan
provinsi Sulawesi Tengah dimana dalam periode 2001-2011 menunjukan kenaikan pemakaian
listrik, tahun 2001 sebanyak 1,186,87 Kwh naik menjadi 2,064,51 pada tahun 2005, hal ini terus
bertahan pada kenaikan besaran pemakaian listrik sampai tahun 2011 yakni sudah sebesar
3,571,28 Kwh. Untuk Sulawesi Selatan disamping menunjukan kenaikan setiap tahunya juga
merupakan provinsi yang banyak mengunakan listrik di Sulawesi.
Provisni Sulawesi Barat meskipun baru pada tahun 2004 menjadi daerah baru di pulau
Sulawesi namun kondisi pemakaian listrik dari data penelitian ini cukup besar dan menunjukan
kenaikan pemakian disetiap tahunya, tahun 2004 tercatat pemakian sebesar 68,01 Kwh, naik
menjadi 151,51 Kwh pada tahun 2001, kondisi ini lebih baik dibandingkan dengan provinsi
Sulawesi Tenggara yang menunjukan penurunan pemakian listrik dalam periode yang sama.
Kemudian untuk provinsi Sulawesi Tenggara data yang ada menunjukan bahwa dari periode
2001-2011 pemakaian listrik mengalami fluktuatif yakni anatara tahun 2008-2011 mengalami
penurunan setelah mengalami kenaikan tahun 2005-2007. Tahun 2001 pemakaian listrik
Sulawesi Tenggara sebesar 165,29 Kwh, naik menjadi 438,87 Kwh tahun 2005 kondisi ini
bertahan hingga tahun 2007, karena pada tahun 2008 mengalami penurunan yakni kembali
sebesar 304,70 Kwh dan kondisi ini bertahan sampai tahun 2011 yakni pada posisi 390,48 Kwh.
Untuk mempermudah melihat perkemabang pemakaian listrik pada pulau Sulawesi,
perhatikan grafik 4.5 dibawah ini, menjelaskan perkembangan pemakain listrik di enam provinsi
pulau Sulawesi :
62
Grafik 4.5
Perkembangan Pemakaian Listrik (Kwh/Tahun) di Enam Provinsi \
di Pulau Sulawesi Tahun 2001-2011
Sumber: Badan Pusat Statistik
Garfik 4.5 mengambarkan pemakaian listrik di enam provinsi dan total pemakaian
listrik pulau Sulawesi dalam periode 2001-2011, terlihat bahwa dari grafik secara umum untuk
pemakain listrik pulau Sulawesi mengalami kenaikan, hanya pada dalam periode 2001-2011,
hanya pada tahun 2004 mengalami penurunan. Hal ini diakibatkan oleh penurunan pemakaian
dibeberapa provinsi yang ada.
Kanaikan pemakaian listrik pulau Sulawesi secara umum dipengaruhi oleh banyak
faktor. Diantaranya adalah, Pertama pertumbuahn ekonomi pulau Sulawesi yang sebagian
besarnya di sumbang oleh sektor primer seperti pertambangan yang banyak membutuhkan listrik
dalam proses produksinya, kedua pulau Sulawesi merupakan salah satu daerah kawasan wisata,
seperti Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Tenggara, konsekuensi dari daerah
wisata adalah semakin berkembangnya sektor tersier seperti jasa-jasa dimana jasa-jasa ini lebih
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Sulut
Gorontalo
Sulteng
Sulsel
Sulbar
Sultra
Sulawesi
63
banyak di dominansi oleh hotel-hotel dan restoran sehingga kebutuhan akan listrik meningkat
pesat pula.
Meskipun Kanaikan pemakaian listrik pulau Sulawesi selama periode 2001-2011, Listrik
pulau Sulawesi masih tantangan diantaranya, rasio eletifikasi kelistrikan pulau Sulawesi masih
dibawah dibawah pulau Jawa, Sumatera, dan Kalimantan. Untuk lebih jelasnya garfik 4.6
menjelaskan perbandingan rasio elektifikasi dibeberapa pulau besar indonesia :
Grafik 4.6
Perbandingan Jumlah Sambungan Listrik di Enam Pulau besar
di Indonesia Tahun 2011
Sumber: Statistik PLN 2011
Dari grafik 4.6 dengan mengunakan data tahun 2011, diatas terlihat bahwa untuk rasio
elektifikasi secara nasional pulau Sulawesi masih rendah dibandingkan dengan pulau Jawa,
Sumatera, dan Kalimantan, Hal mengindikasikan bahwa meskipun pertumbuahn ekonomi yang
tinggi setiap tahunya dan pemakaian listrik pulau Sulawesi juga naik mengikuti pertumbuhan
ekonomi tersebut namun secara nasional masih tergolong rendah. Bahkan juga pada umumnya
peningkatan pemakaian listrik dipulau Sulawesi selama periode 2001-2011 hanya terkonsetrasi
di kota-kata besar dan belum terkoneksi lintas provinsi, lintas kabupaten akibat jaringan
16% 5%4%
1%
21%5%
48%sumatera
kalimantan
sulawesi
maluku + papua
jawa
bali + nusa tenggara
64
transmisi yang mendukung sistem interkoneksi masih terbatas dan kapasitas listrk yang masih
rendah.
4.3 Hasil Analisis
Untuk mengetahui pengaruh infrastruktur jalan, listrik dan pelabuhan terhadap
pertumbuhan ekonomi di pulau Sulawesi dilakukan dengan mengunakan analisis regresi
berganda. Dengan analisis regresi ini akan diketahui kekuatan dan arah hubungan antara variabel
independen yaitu pajang jalan, volume bongkar muat pelabuhan dan konsumsi listrik dengan
variabel dependen: pertumbuhan ekonomi pulau Sulawesi :
Tabel 4.4
Hasil Estimasi Model Regresi Linear Berganda pengaruh jalan, pelabuhan dan listrik
terhadap pertumbuhan ekonomi pulau Sulawesi
( Pada α= 0,05 )
Model Unstandardized
Coofficients
Standardized
Coofficients
t
Sig.
ANOVA R R
Square
B Std.
Error
Beta F Sig.
(Constant) -10.757 5.101 -2. 109 .073
6.080 .028 .850 .723 JLN .031 .031 .013 .052 .960
LST 1.554 1.544 .711 1.358 .217
PLBH .489 .489 .142 .292 .779
Sumber: lampiran 1
Berdasarkan hasil estimasi analisis regresi diatas, menunjukan bahwa panjang jalan (PJL),
volume bongkar muat pelabuhan (PLBH) dan konsumsi listrik (LST) mempunyai hubungan
yang positif dengan kenaikan PDRB Sulawesi. hasil regresi menjukan nilai elastisitas koefisien
variabel bebas yang mengandung arti sebagai berikut:
1. Koefisien β0
= -10.757 ini berarti bahwa jika infrastruktur jalan, pelabuhan, dan listrik sama
dengan nol, maka pertumbuhan ekonomi akan tumbuh sebesar -10.757 miliar pertahun nya.
65
2. Koefisien β1= 0.031 artinya bahwa terdapat hubungan positif antara panjang jalan dengan
pertumbuhan ekonomi di pulau Sulawesi. Nilai tersebut dapat diartikan bahwa jika jalan
naik/meningkat 1 kilo meter, maka PDRB pulau Sulawesi akan mengalami kenaikan sebesar
0,031 miliar rupiah
3. Koefisien β2= 0.489 berarti bahwa jika aktivitas volume bongkar muat sebesar 1 ton pada
pelabuhan pulau Sulawesi, maka PDRB pulau Sulawesi akan naik sebesar 0.489 miliar
rupiah.
4. Koefisien β3= 1.554 artinya jika terjadi pemakaian listrik 1 Kwt, maka PDRB pulau
Sulawesi akan naik sebesar 1.544 miliar rupiah.
4.3.1 Uji Statistik
4.3.1.1 Uji Simultan F
Uji F (simultan) digunakan untuk menunjukan apakah semua variabel independen yang
dimasukan dalam model regresi mempunyai pengaruh yang signifikan secara bersamaan
terhadap variabel dependen. Dalam konteks penelitian ini, pengujian secara simultan ingin
melihat apakah variabel jalan, listrik dan pelabuhan berpengaruh terhadap PDRB atau tidak.
Untuk melihat apakah ada atau tidaknya pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terkait
dilihat dari nilai signifikannya.
Dapat dilihat pada tabel 4.4 dari hasil uji simultan diperoleh bahwa apabila nilai
probabilitas F-hitung lebih kecil dari nilai α=0,05 (0,028 < 0,05). Dengan demikian variabel bebas
pada penelitian ini yaitu jalan, pelabuhan dan listrik mempunyai pengaruh signifikan secara
simultan terhadap kenaikan PDRB pulau Sulawesi.
4.3.1.2 Uji Parsial t
66
Uji-t dilakukan untuk mengetahui besarnya pengaruh masing-masing variabel-variabel
indepeden terhadap variabel dependen. Pengujian secara parsial (Uji-t) dilakukan dengan
membandingkan nilai propabilitas dengan taraf signifikansi 0,05. Jika dan nilai probabilitas
<0,05 maka dapat dikatakan bahwa masing-masing variabel independent yaitu pajang jalan
(PJL), bongkar muat pelabuhan (PLBH) dan konsumsi listrik (LST) berpengaruh nyata dan kuat
terhadap variabel dependen (PDRB). sebaliknya jika nilai probabilitas > 0.05 maka dapat
dikatakan bahwa masing-masing variabel independent pajang jalan (PJL), bongkar muat
pelabuhan (PLBH) dan konsumsi listrik (LST) tidak berpengaruh nyata terhadap variabel
dependen (Y). hal ini ditunjukan oleh hasil perhitungan.
Dari perhitungan nilai t adalah panjang jalan (JLN) 0.960, volume bongkar muat (PLBH)
0.217 dan pemakaian listrik (LST) 0.779 hal mengandung makna bahwa secara parsial JLN,
PLBH dan LST tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan ekonomi pulau sulawesi.
4.3.1.2 Uji Koefisien R_Square
Koefisien determinasi digunakan untuk menguji goodness-fit dari model regresi yang
dapat lihat dari nilai R Square. Untuk mengetahui tingkat perkembangan pertumbuhan ekonomi
pulau Sulawesi yang disebabkan oleh beberapa infrasturktur antara lain yaitu pajang jalan (PJL),
bongkar muat pelabuhan (PLBH) dan konsumsi listrik (LST) dapat dilihat melalui besarnya
koefisien determinasi. Dari perhitungan nilai R Square adalah .723. Hal ini berarti 72,3 persen
pertumbuhan ekonomi pulau sulawesi dapat dijelaskan oleh ketiga variabel independen di atas,
sedangkan sisanya yaitu 27,7 persen dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain.
4.3.2 Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik ini dilakukan karena dalam model regresi perlu memperhatikan adanya
penyimpangan-penyimpangan atas asumsi klasik, karena pada hakekatnya jika asumsi klasik
67
tidak dipenuhi maka variabel-variabel yang menjelaskan akan menjadi tidak efisien Pada
penelitian ini. Oleh karena itu perlu pengujian-pengujian lebih lanjut dan dilakukan perlakuan-
perlakuan yang tepat untuk menghilangkan masalah tersebut. pengujian yang dilakukan adalah
uji Multikolineritas, uji heterokedastisitas dan uji autokorelasi.
4.3.2.1 Uji Multikolineritas
Uji multikolinieritas dilakukan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan
adanya korelasi antar variabel independen. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan terdapat
problem Multikolinieritas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara
variabel independen. Pengujian ada tidaknya gejala multikolinearitas dilakukan dengan
memperhatikan nilai matriks korelasi yang dihasilkan pada saat pengolahan data serta nilai VIF
(Variance Inflation Factor) dan Tolerance-nya. Nilai dari VIF yang kurang dari 10 dan tolerance
yang lebih dari 0.10 maka menandakan bahwa tidak terjadi adanya gejala multikolinearitas.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi tersebut tidak terdapat problem
multikolinieritas.
Tabel 4.5 Hasil Uji Multikolineritas
Variabel Tolerance Variance Inflation
Factor (VIF)
Panjang Jalan (JLN) .642 1.558
Volume Bongkar Muat
Pelabuhan (PLB)
.145 6.916
Listrik (LST) .167 5.976
Dari perhitungan mengunakan program SPSS versi 16 dapat kita ketahui bahwa nilai VIF
dan tolerance sebagai berikut :
1. Variabel panjang jallan (PJL) mempunyai VIF 1.558 dan tolerance sebesar 0.642
68
2. Variabel bongkar muat pelabuhan (PLBN) mempunyai nilai VIF sebesar 6.916 dan tolerance
sebesar 0.145
3. Variabel konsumsi listrik (LST) mempunyai nilai VIF sebesar 5.976 dan tolerance sebesar
0.167
Dari ketentuan yang ada bahwa jika nilai VIF < 10 dan tolerance 0.10 maka tidak terjadi
gejala multikolineritas dan nilai-nilai didapat dari perhitungan adalah sesuwai dengan ketetapan
nilai VIF dan tolerance, dan dari hasil analisis diatas dapat diketahui nilai tolerance semua
variabel independen (JLN, PLB, LST) lebih dari 0.10 dan nilai VIF kurang dari 10 maka dapat
disimpulkan bahwa variabel independennya tidak terjadi multikolinearlitas sehingga model
tersebut telah memenuhi syarat asumsi klasik dalam analisis regresi.
4.3.2.2 Uji Autokorelasi
Uji yang paling di kenal untuk menguji autokorelasi adalah dengan uji Durbin-Watson
(Gujarati, 2006 : 121). Adapun untuk melihat ada tidaknya autokorelasi dalam hasil regresi dapat
melihat nilai Durbin-watson statistiknya.
Tabel 4.6 Hasil Uji Autokorelasi
Change Statistics Durbin-
Watson R Square
Change
F Change df1 df2 Sig. F
Change
.723 6.080 3 7 .023 1.642
Dari hasil estimasi terhadap masalah serial korelasi atau autokorelasi diperolah nilai DW
sebesar 1.642 atau berada diantara -2 sampai +2. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa model
yang dibangun dalam penelitian ini tidak terdapat gejala autokorelasi.
69
4.3.2.3 Uji Heterokedastisitas
Dari hasil analisis dengan menggunakan SPSS versi 16 diatas dapat diketahui bahwa titik-
titik yang menyebar secara acak baik diatas maupun dibawah angka nol, pada sumbu Y serta
tidak membentuk pola atau kecenderungan tertentu pada diagram plot, sehingga dapat
mengidentifikasikan tidak terjadi adanya heteroskedastisitas dan model regresi tersebut layak
digunakan untuk memprediksi pertumbuhan ekonomi.
4.4 Pembahasan
Beberapa pengujian telah dilakukan sebelumnya ternyata menunjukan bahwa model regresi
yang digunakan sudah baik, terbatas dari penyakit asumsi Klasik.
Interpretasi ekonomi dari persamaan yang diperoleh :
1. Nilai konstanta sebesar -10.75 menunjukan bahwa jika variabel-variabel independen dianggap
konstan, maka PDRB akan turun sebesar -10.75 miliar rupiah, angka sebesar itu dipengaruhi
oleh variabel-variabel lain di luar model.
2. Nilai koefisien dari variabel panjang jalan ( PJL) adalah 0.031 artinya dan nilai tersebut
adalah positif maka peningkatan panjang jalan berpengaruh positif terhadap peningkatan
70
PDRB pulau sulawesi. Jika jalan naik 1 kilometer, maka PDRB pulau sulawesi akan
mengalami kenaikan sebesar 0.031 miliar rupiah. Hal ini Karena infrastruktur jalan
memegang peranan penting dalam trasnportasi pulau Sulawesi, dalam konteks pembangunan
pertanian dan ekonomi, jalan merupakan infrastruktur yang memperlancar distribusi hasil
pertanian ke pasar. Hal ini sejalan dengan Teori Sollow yang menyatakan bahwa jalan
memiliki pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi, karena teori sallow
menyatakan hanya terdapat berbagai jenis capital. Perusahaan privat melakukan investasi pada
capital biasa, sedangkan pemerintah juga melakukan investasi pada bentuk capital publik
yaitu infrastruktur jalan, jembatan, dan saluran pembuangan. Selain itu pnelitian ini juga sama
dengan yang penelitian sebelumnya yaitu: wylie (1996), Ageor dan Moreno-Dodson (2009)
dimana semua penelitian tersebut menjelaskan bahwa jalan memiliki pengaruh yang positif
terhadap pertumbuhan ekonomi di suatu daerah.
3. Nilai koefisien dari variabel bongkar muat pelabuhan (PLBH) adalah 0.489 dan nilai ini
adalah positif maka volume bongkar muat berpengaruh positif terhadap peningkatan PDRB
pulau sulawesi. Jika aktifitas volume bongkar muat sebesar 1 Ton pada pelabuhan di pulau
Sulawesi, maka PDRB Sulawesi akan naik sebesar 0.489 miliar rupiah. Hal ini didasarkan
bahwa sebagai suatu wilayah kepulauan di indonesia keberadaan akan infraskturtur pelabuhan
sangat penting sebagai pintu konektifitas nasional maupun integrasi perdagangan dunia.
Selain itu juga mengingat pertumbuhan ekonomi pulau Sulawesi yang lebih banyak
disumbang oleh sektor primer maka peran infrasturktur pelabuhan sangat penting.
4. Koefisien dari variabel konsumsi listrik (LST) adalah 1.554 dan nilai ini adalah positif maka
kenaikan pemakaian listrik pulau sulawesi berpengaruh positif terhadap peningkatan PDRB
pulau Sulawesi. Jika terjadi pemakaian listrik 1 Kwh, Maka PDRB pulau sulawesi akan naik
71
sebesar 1.554 miliar rupiah. hal ini karena listrik adalah salah satu sumber vital yang
dipergunakan sebagai sarana pendukung produksi sektor-sektor ekonomi daerah dan
kehidupan sehari-hari, tenaga listrik memegang peranan penting dalam upaya mendukung
pembangunan ekonomi pulau Sulawesi, hal ini dapat dilihat dari meningkatnya pemakaian
listrik dari tahun 2001-2011 di pulau Sulawesi juga di ikuti dengan peningkatan PDRB pulau
sulawesi dalam periode yang sama. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Sibarani (2002), Yanuar (2006), Prasetio (2008), firdaus Muhamad (2009)
masing-masing penelitian tersebut menyatakan bahwa listrik mempunyai pengaruh yang
positif terhadap pertumbuhan ekonomi karena.
72
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil analisis penelitian mengenai pengaruh pembangunan infrastruktur terhadap
pertumbuhan ekonomi pulau Sulawesi dapat disimpulkan sebagai bahwa Secara simultan
infrastruktur jalan, listrik, dan pelabuhan berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi
pulau Sulawesi.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian, beberapa upaya perlu dilakukan untuk menjaga
pertumbuhan ekonomi agar tetap berkesinambungan melalui pembangunan infrastruktur pulau
Sulawesi antara lain :
1. Meskipun Sulawesi telah menerima manfaat dari infrastruktur jalan, pelabuhan dan listrik
dalam mendorong kenaikan PDRB, untuk itu pemerintah daerah dalam hal ini Sulawesi
Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Selatan, Dan Sulawesi
Tenggara, harus terus berkomitmen menjaga dan memelihara infrastruktur yang ada.
2. Pengaruh jalan, pelabuhan dan listrik dalam mendorong kenaikan PDRB harus terus di
tingkatkan, peningkatan panjang jalan pada daerah-daerah yang memiliki potensi ekonomi,
revitalisasi pada pelabuhan untuk memudahkan dan mempercepat konektivitas nasional dan
integrasi perdagangan global, penambahan kapasitas listrik dalam rangka mengatasi
permintaan tenaga listrik dalam pembangunan sektor-sektor ekonomi strategis terutama
sektor industri. Contohnya seperti apa yang telah dilakukan oleh pulau Jawa.
73
3. Pemerintah daerah dalam hal ini Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi
Selatan, Sulawesi Selatan, Dan Sulawesi Tenggara, diharapkan mengalokasikan belanja
yang besar untuk pembangunan bidang infrastruktur terutama jalan, pelabuhan dan listrik
sehingga mampu memelihara dengan baik infrastruktur yang ada dan mampu merencanakan
penambahan jalan baru, revitalisasi pelabuhan, dan penambahan kapasitas listrik.
74
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmita, Rahardjo, 2010. “Dasar-dasar Ekonomi Transportasi”. Edisi pertama Mei 2010.
Graha Ilmu, Yogyakarta.
Badan Pusat Statistik. 2001-2012, Sulawesi utara dalam angka 2001-2012.Sulut: Badan Pusat
Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2001-2012, Gorontalo dalam angka 2001-2012.Gorontalo: Badan Pusat
Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2001-2012, Sulawesi Tengah dalam angka 2001-2012.Sulteng: Badan
Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2001-2012, Sulawesi Selatan dalam angka 2001-2012.Sulsel: Badan Pusat
Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2001-2012, Sulawesi Barat dalam angka 2001-2012.Sulbar: Badan Pusat
Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2001-2012, Sulawesi Tenggara dalam angka 2001-2012.Sultra: Badan
Pusat Statistik.
Canning, Pedroni. Infrasktructure and long run economic growth. University of Belfast.2004.
Demurger, Sylvie. 2001. Infrastructure Developement and Economic Growth : An Explanation
for Regional Disparities in China?. Journal of Comparative Economic 29, 95-117
(2001).
Fox (2004) dalam Rachel Shally. 1997. Strategic option for urban infrastructure management.
Urban management programe policy paper 17. Washiton D.C: work bank. 1994 dalam
Rachel mashika and sally barden. Infrasktuture an poverty: A gender analysis. UK:
Bridge, side report no 15. June 1997.
Garmendia dkk, dalam Fajar Eko. Analisis pengaruh infrastruktur publik terhadap produk
domestik bruto perkapita di indonesia. Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Malang
Gujarati, 2003. Basic econometrics. New York: Mc, Graw-Hiil.
Hirchman dalam Yanuar. 2006. Kaitan Pembangunan Infrastruktur dan Pertumbuhan Output
serta Dampaknya terhadap Kesenjangan di Indonesia.
Hapsari Tanjung, 2011. Pengaruh pembangunan infrasktutur terhadap pertumbuhan ekonomi
indonesia. UIN Syarif hidayahtulah Jakarta.
Jinghan. 2000. Ekonomi pembangunan dan perencanaan (Teori Dorongan Kuat – Big Push
Teory) Raja grafindo persada jakarta.
75
Kodoatie, R.J. 2003. Manajemen dan Rekayasa Infrastruktur. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Kuncoro, Mudrajat. 1997. Ekonomi Pembangunan: Teori, Masalah dan Kebijakan. UPP AMP
YKPN Yogyakarta.
Looney dan Winterford (1991) dalam Dwi Hidayatika 2007 peranan infrasktruktur terhadap
pertumbuhan ekonomi indonesia. Universitas Indonesia
Lincolin Arsyad, 1999, Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah.
Yogyakarta, BPFE-UGM.
Rahardja, Prahatma, Manurung, Mandala. 2005. Teori Ekonomi Makro (Suatu Pengantar)(Edisi
Ketiga). Jakarta” Lembaga Penerbit FE UI.
Mankiw, N.Gregory.2000.Teori Makro Ekonomi.Ed.4, Jakarta: Penerbit Erlangga.
Mankiw, N, Gregory. Pengantar ekonomi (haris muhandar, penerjemah) Jakarta erlangga, 2003.
Marwan Ja‟far. 2007. Infraskturtur pro rakyat, strategi investasi infraskturtur indonesia abad
21. Pustaka Toko Bangsa.
Munnell, A.H.1990. “How does Public Infrastructure Affect Regional Performance?”, New
England Economic Review, Sept./Oct., 11-32.
Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2005. Tentang Komite Percepatan Penyediaan
Infrastruktur.
Routledge Dictionary Of Economics Routlegge (November 20, 1995)
Robert E. Looney dan David Winterford. 1972-1991. The Role Of Infrastructure In Pakistan‟s
Economic Development. Pakistan Economics And Social Review 1992.
Sjafrizal, 2008. Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi, Baduose Media, Cetakan Pertama,
Padang.
Sibarani. 2002. Kontribusi Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (26
Provinsi di Indonesia tahun 1983-1997).Tesis diterbitkan, Jakarta : Program Studi Ilmu
Ekonomi, Bidang Ekonomi, Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia.
Simorangkir. 2004. dalam Hapsari Tanjung, 2011. Pengaruh pembangunan infrasktutur
terhadap pertumbuhan ekonomi indonesia. UIN Syarif hidayahtulah Jakarta.
Stiglizt, E. Joseph. Economics Of The Public Sector. 3 edition. New York: narton, 2000.
76
Sukirno, Sadono.2000 Makroekonomi Modern: Perkembangan Pemikiran Dari Klasik Hingga
Keynesian Baru. Raja Grafindo Pustaka.
MacMillan. Dictionary of Modern Economic. 1996. Palgrave Macmillan: Revised Edition
Prasetyo, R.B. 2008. Ketimpangan dan Pengaruh Infrastruktur terhadap Pembangunan
Ekonomi. Skripsi Sarjana Ekonomi, IPB, Bogor.
Permana, Alla Asmara. 2010. “Analisis Peranan dan Dampak Investasi Infrastruktur terhadap
Perekonomian Indonesia.
Todaro, M.P. 2000. Economic Development. Addison-Wesley, Harlow.
Todaro,P Micahel, Smith C Stephen. 2007. Pembangunan Ekonomi di Negara Dunia Ketiga
(Edisi kedembilan) Jilid1.(Haris Munanda,Puji A.L). Jakarta: Erlangga.
Todaro, Michael P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Alih Bahasa
Indonesia: Burhanudin Abdullah dan Haris Munandar.
Tambunan. 2005. Kebijakan investasi dan pemulihan usaha. Jurnal bisnis dan ekonomi politik,
Vol. 6 No. 3, oktober 2005. Jakarta: Bank Indonesia.
World Bank. 1994. World Development Report: Infrastructure for Development. Majalah
priority outcome no 3 edisi februari 2003.
Wylie (1996: 37). dalam Haspari 2011. Pengaruh pembangunan infrasktutur terhadap
pertumbuhan ekonomi indonesia. UIN Syarif hidayahtulah Jakarta.
Yanuar, 2006. Kaitan Pembangunan Infrastruktur dan Pertumbuhan Output serta Dampaknya
terhadap Kesenjangan di Indonesia.
Yoshida. Japan‟s experience in infrastructure development and economic growth (March 1993)