Top Banner
Jurnal Sains, Akuntansi dan Manajemen (Vol. 1, No. 1: Januari, 2019) 180 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27 Jurnal Sains, Akuntansi dan Manajemen BAB I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) adalah organisasi profesi yang mewadahi para akuntan di Indonesia. Akuntan Indonesia yang berhimpun di Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) wajib memegang teguh prinsip-prinsip dasar keprofesian dalam melakukan setiap kegiatan. Kode etik akuntan Indonesia.Pertama,Tanggung Jawab Profesi yaitu dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. PENGARUH ORIENTASI ETIKA, TINGKAT PENGETAHUAN DAN GENDER TERHADAP PERSEPSI MAHASISWA MENGENAI PERILAKU TIDAK ETIS AKUNTAN KADEK SUMI YULIANI email: [email protected] Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Mahasaraswati Denpasar Abstrak Skandal besar akuntansi yang terjadimenimbulkan beragam reaksi dari banyak pihak. Khususnya bagi para mahasiswa akuntansi yang sedang mempersiapkan diri untuk terjun kedalam profesi tersebut. Hal tersebut secara tidak langsung mempengaruhi perspsi mahasiswa akuntansi terhadap profesi di bidang akuntansi. Pada dasarnya idealisme dan relativisme adalah dua aspek moral filosofi seorang individu. Gender merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pendapat seorang akuntan. Pendidikan akuntansi di Indonesia mempunyai pengaruh yang besar terhadap perilaku etis akuntan, oleh sebab itu perlu diketahui pemahaman calon akuntan (mahasiswa) terhadap masalah-masalah etika dalam hal ini berupa etika bisnis dan etika profesi akuntan yang mungkin telah atau akan mereka hadapi nantinya. Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk menganalisis pengaruh idealisme terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan, (2) untuk menganalisis pengaruh relativisme terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan, (3) untuk menganalisis tingkat pengetahuan terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan, (4) untuk menganalisis gender terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan. Penenteuan sampel menggunakan teknik proportionate stratified random sampling. Alat analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 233 responden yang terdiri dari mahasiswa akuntansi angkatan tahun 2015 yang sudah mendapatkan mata kuliah Etika dan Profesi Akuntansi. Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel idealisme tidak memiliki pengaruh terhadap persepsi mahasiswa yang ditunjukan dengan nilai signifikansi 0,375. Variabel relativisme berpengaruh positif terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan dengan nilai signifikansi 0,048. Variabel tingkat pengetahuan juga berpengaruh terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan dengan nilai signifikansi 0,00. Meskipun demikian, variabel gender tidak memiliki pengaruh terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan dengan nilai signifikansi sebesar 0,901. Kata Kunci : Persepsi Mahasiswa Mengenai Perilaku Tidak Etis Akuntan, Idealisme, Relativisme, Tingkat Pengetahuan, Gender.
41

PENGARUH ORIENTASI ETIKA, TINGKAT PENGETAHUAN DAN …

Oct 15, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: PENGARUH ORIENTASI ETIKA, TINGKAT PENGETAHUAN DAN …

Jurnal Sains, Akuntansi dan Manajemen (Vol. 1, No. 1: Januari, 2019)

180 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27

Jurnal Sains,

Akuntansi dan Manajemen

BAB I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) adalah organisasi profesi yang mewadahi para akuntan di

Indonesia. Akuntan Indonesia yang berhimpun di Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) wajib memegang

teguh prinsip-prinsip dasar keprofesian dalam melakukan setiap kegiatan. Kode etik akuntan

Indonesia.Pertama,Tanggung Jawab Profesi yaitu dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai

profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam

semua kegiatan yang dilakukannya.

PENGARUH ORIENTASI ETIKA, TINGKAT PENGETAHUAN DAN GENDER TERHADAP

PERSEPSI MAHASISWA MENGENAI PERILAKU TIDAK ETIS AKUNTAN

KADEK SUMI YULIANI

email: [email protected]

Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Mahasaraswati Denpasar

Abstrak

Skandal besar akuntansi yang terjadimenimbulkan beragam reaksi dari banyak pihak.

Khususnya bagi para mahasiswa akuntansi yang sedang mempersiapkan diri untuk terjun kedalam

profesi tersebut. Hal tersebut secara tidak langsung mempengaruhi perspsi mahasiswa akuntansi

terhadap profesi di bidang akuntansi. Pada dasarnya idealisme dan relativisme adalah dua aspek

moral filosofi seorang individu. Gender merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pendapat

seorang akuntan. Pendidikan akuntansi di Indonesia mempunyai pengaruh yang besar terhadap

perilaku etis akuntan, oleh sebab itu perlu diketahui pemahaman calon akuntan (mahasiswa) terhadap

masalah-masalah etika dalam hal ini berupa etika bisnis dan etika profesi akuntan yang mungkin telah

atau akan mereka hadapi nantinya. Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk menganalisis pengaruh

idealisme terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan, (2) untuk menganalisis

pengaruh relativisme terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan, (3) untuk

menganalisis tingkat pengetahuan terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan,

(4) untuk menganalisis gender terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan.

Penenteuan sampel menggunakan teknik proportionate stratified random sampling. Alat analisis

yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 233

responden yang terdiri dari mahasiswa akuntansi angkatan tahun 2015 yang sudah mendapatkan mata

kuliah Etika dan Profesi Akuntansi. Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel idealisme tidak

memiliki pengaruh terhadap persepsi mahasiswa yang ditunjukan dengan nilai signifikansi 0,375.

Variabel relativisme berpengaruh positif terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis

akuntan dengan nilai signifikansi 0,048. Variabel tingkat pengetahuan juga berpengaruh terhadap

persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan dengan nilai signifikansi 0,00. Meskipun

demikian, variabel gender tidak memiliki pengaruh terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku

tidak etis akuntan dengan nilai signifikansi sebesar 0,901.

Kata Kunci : Persepsi Mahasiswa Mengenai Perilaku Tidak Etis Akuntan, Idealisme, Relativisme,

Tingkat Pengetahuan, Gender.

Page 2: PENGARUH ORIENTASI ETIKA, TINGKAT PENGETAHUAN DAN …

181 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27

Kedua, Kepentingan Publik yakni setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam

kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas

profesionalisme. Kode etik ketiga adalah Integritas, untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan

publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi

mungkin. Keempat adalah Objektivitas yaitu setiap anggota harus menjaga objektivitasnya dan bebas

dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Kelima, Kompetensi dan

Kehati-hatian Profesional yaitu setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan kehati-

hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan

dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau

pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan

praktik, legislasi, dan teknik yang paling mutakhir.Keenam,Kerahasiaan yaitu setiap anggota harus

menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh

memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau

kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.Ketujuh, Perilaku Profesional yaitu setiap

anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan

yang dapat mendiskreditkan profesi. Kode etik kedelapan adalah Standar Teknis yaitu setiap anggota

harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang

relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk

melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip

integritas dan objektivitas.

Kode etik tersebut diharapkan agar akuntan berperilaku etis yaitu bertindak sesuai dengan hukum,

peraturan dan moral yang telah ditetapkan. Namun masih banyak terjadi penyelewengan etika yang

akhirnya dapat menyebabkan skandal didalam profesi akuntan (Rahayu dan Yuesti, 2013).

Sebuah contoh skandal yang akhirnya menimbulkan krisis terbesar dalam bidang akuntansi adalah

skandal kecurangan yang dilakukan oleh EnronCorporation, suatu perusahaan energi di Amerika

Serikat, yang pernah menjadi satu dari tujuh perusahaan terbesar menurut Fortune 500. Skandal yang

menyebabkan kejatuhan EnronCorporation dimulai dari dibukanya partnership-partnership yang

bertujuan untuk menambah keuntungan. Namun, EnronCorporation tidak pernah mengungkapkan

operasi dari partnership-partnership tersebut dalam laporan keuangan yang ditunjukan kepada

pemegang saham dan Security Exchange Commission (SEC), badan tertinggi pengawasan perusahan

publik di Amerika. EnronCorporation telah melebih-lebihkan laba mereka sebanyak 650 juta dollar

AS. Kantor Akuntan Publik The Big Five Arthur Andersen membantu dalam penghacuran dokumen

yang dilakukan oleh David Duncan.

Kasus serupa juga pernah terjadi di Indonesia, diantaranya Kimia Farma yang diduga kuat

melakukan manipulasi laporan keuangan dengan melakukan mark up laba bersih dalam laporan

keuangan tahun 2001. Dalam laporan tersebut, Kimia Farma menyebutkan berhasil memperoleh laba

sebesar Rp. 132 milyar. Setelah dilakukan audit ulang pada tanggal 3 Oktober 2002, laporan keuangan

Kimia Farma disajikan kembali (restated) karena telah ditemukan kesalahan yang cukup mendasar.

Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan hanya sebesar Rp. 99,56 milyar, atau

lebih rendah sebesar Rp. 32,6 milyar (24,7%) dari laba awal yang dilaporkan. Kesalahan penyajian

yang berkaitan dengan persediaan digelembungkan, sedangkan kesalahan penyajian yang berkaitan

dengan penjualan adalah dengan persediaan terjadi karena nilai yang ada dalam daftar harga di

gelembungkan, sedangkan kesalahan penyajian yang berkaitan dangan penjualan adalah dengan

dilakukannya pencatatan ganda atas penjualan. Kantor Akuntan Publik Hans, Tuanakotta dan Mustofa

(HTM), diduga terlibat dalam aksi penggelembungan tersebut. Pada tahun 2001, hasil pemeriksaan

yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan Pemerintah (BPKP) atas kertas kerja yang dibuat oleh

Kantor Akuntan Publik (KAP), menyatakan bahwa auditor melanggar Standar Profesional Akuntan

Page 3: PENGARUH ORIENTASI ETIKA, TINGKAT PENGETAHUAN DAN …

182 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27

Publik (SPAP) dalam melakukan pengujian dan kelengkapan bukti yang mendukung audit serta

pemahaman auditor mengenai peraturan perbankan yang kurang baik.

Skandal yang terjadimenimbulkan beragam reaksi dari banyak pihak. Khususnya bagi para

mahasiswa akuntansi yang sedang mempersiapkan diri untuk terjun kedalam profesi tersebut. Hal

tersebut secara tidak langsung mempengaruhi opini mahasiswa akuntansi terhadap profesi di bidang

akuntansi, yang nantinya akan dijadikan pertimbangan oleh mahasiswa dalam memilih karir dimasa

depan. Terhadap berbagai macam faktor yang mendasari individu melakukan tindakan yang tidak etis.

Terdapat dua alasan mengapa orang berperilaku tidak etis, yaitu standar etika seseorang berbeda

dengan masyarakat umum dan seseorang memilih untuk bertindak mementingkan diri sendiri. Jika

seseorang beranggapan bahwa perilaku tersebut adalah etis dan dapat diterima padahal tidak bagi orang

lain maka akan muncul konflik atas nilai etis yang tidak mungkin terselesaikan.

Penelitian Comunale (2006) menggunakan variabel orientasi etis, gender, umur, dan pengetahuan

mengenai skandal keuangan dan profesi akuntansi untuk mengetahui reaksi mahasiswa akuntansi

terkait dengan opini mereka terhadap auditor dan corporatemanager. Dalam penelitian tersebut

diketahui reaksi mahasiswa terhadap krisis etis profesional dalam bidang profesi akuntansi yang telah

terjadi, dilihat dari dua aspek orientasi etis para mahasiswa akuntansi , yaitu mahasiswa yang memiliki

orientasi idealis dan mahasiswa yang memiliki oreintasi relativisme. Pada dasarnya idealisme dan

relativisme adalah dua aspek moral filosofi seorang individu. Seorang individu yang idealis akan

menghindari berbagai tindakan yang dapat menyakiti maupun merugikan orang disekitarnya, seorang

idealis akan mengambil tindakan tegas terhadap suatu kejadian yang tidak etis ataupun merugikan

orang lain. Sedangkan individu yang relativis justru tidak mengidahkan prinsip-prinsip yang ada dan

lebih melihat keadaan sekitar sebelum akhirnya bertindak dan merespon suatu kejadian yang melanggar

etika. Relativisme etis berbicara tentang pengabaian prinsip dan tidak adanya rasa tanggung jawab

dalam pengalaman hidup seseorang.

Selain orientasi etis, gender juga menjadi salah satu hal yang dapat mempengaruhi persepsi

mahasiswa setelah mereka mengetahui adanya skandal keuangan.Permasalahan lain muncul ketika

perilaku etis dihadapkan dengan perbedaan gender. Menurut Galbraith (1993) pria dan wanita pada

umumnya (meskipun tidak selalu), menggunakan aturan keputusan yang berbeda ketika membuat

penilaian etis dan bahwa ada juga keragaman yang lebih besar dalam aturan keputusan yang digunakan

oleh wanita dibandingkan dengan yang digunakan oleh laki-laki. Roxas (2004) menyatakan bahwa

memahami perbedaan respon etika antara laki-laki dan perempuan semakin penting karena akhir-akhir

ini jumlah perempuan yang memegang posisi penting dalam dunia bisnis dan lingkungan kerja lainnya

naik secara signifikan. Di Indonesia, isu-isu yang berkaitan dengan akuntan publik perempuan tidak

terlepas dari masalah gender. Penelitian Muthmainah (2006) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan

orientasi etis antara responden laki-laki dan perempuan. Dari hasil analisis diketahui bahwa responden

perempuan akan lebih mempertimbangkan suatu permasalahan etis dibandingkan dengan laki-laki.

Menurut Kurnia (2015), gender merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pendapat seorang

akuntan. Gender adalah suatu konsep analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan pria

dan wanita dilihat dari sudut non-biologis, yaitu dari aspek sosial, budaya, maupun psikologis.

Perempuan diduga lebih efisien dan lebih efektif dalam memproses informasi saat adanya kompleksitas

tugas dalam pengambilan keputusan dibandingkan laki-laki. Wanita lebih mendalam dalam

menganalisis inti dari suatu keputusan dan umumnya memiliki tingkat pertimbangan moral yang lebih

tinggi daripada pria sehingga keputusan yang dihasilkan wanita lebih baik daripada laki-laki.

Pendidikan akuntansi di Indonesia mempunyai pengaruh yang besar terhadap perilaku etis

akuntan,oleh sebab itu perlu diketahui pemahaman calon akuntan (mahasiswa) terhadap masalah-

masalah etika dalam hal ini berupa etika bisnis dan etika profesi akuntan yang mungkin telah atau akan

mereka hadapi nantinya. Terdapatnya mata kuliah yang berisi ajaran moral dan etika sangat relevan

Page 4: PENGARUH ORIENTASI ETIKA, TINGKAT PENGETAHUAN DAN …

183 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27

untuk disampaikan kepada mahasiswa dan keberadaan pendidikan etika ini juga memiliki peranan

penting dalam perkembangan profesi di bidang akuntansi di Indonesia.

Menurut Mardawati (2014) idealisme dan relativisme berpengaruh terhadap persepsi mahasiswa

atas perilaku tidak etis akuntan. Mahasiswa dengan idealisme tinggi akan berpersepsi lebih etis atas

perilaku tidak etis akuntan. Mahasiswa dengan relativisme tinggi cenderung mentolerir atau setuju

terhadap perilaku tidak etis akuntan. Namun menurut Nugroho (2008) menyatakan dalam penelitiannya

orientasi ( idealisme dan relativisme) dan tingkat kemampuan mahasiswa tidak mempengaruhi perilaku

tidak etis akuntan. Penelitian yang dilakukan oleh Susanti (2014) gender tidak berpengaruh signifikan

terhadap perilaku etis akuntan, auditor perempuan tidak berpengaruh signifikan positif terhadap

perilaku etis akuntan. Menurut Mahendra (2014) sifat idealisme dari orientasi etika berpengaruh positif.

Menurut Sutiarsih (2014) idealisme, dan relativisme berpengaruh secara signifikan. Menurut Diwi

(2015) idealisme dan relativisme berpengaruh signifikan terhadap persepsi mahasiswa mengenai

perilaku tidak etis akuntan, sedangkan gender tidak berpengaruh terhadap persepsi mahasiswa

mengenai perilaku tidak etis akuntan.

Menurut Novayanti (2017) idealisme dan tingkat pengetahuan tidak berpengaruh positif terhadap

persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan. Terdapat perbedaan antara hasil penelitian-

penelitian terdahulu, sehingga perilaku tidak etis akuntan perlu dikaji ulang. Dalam banyak kasus

perilaku tidak etis akuntan dapat menyebabkan mahasiswa menjadi dilema. Agar mahasiswa tersebut

tidak mengalami dilema dengan penyimpangan kode etik maka dilakukan penelitian ini. Penelitian

dilakukan di Universitas Mahasaraswati karena menurut surat kabar TRIBUN Bali yang penulis baca,

pada tanggal 17 Febuari 2016 halaman 7, Universitas Mahasaraswati mendapatkan peringkat pertama

di Bali menurut pemeringkat Perguruan Tinggi Indonesia 2015 oleh Kementrian Riset, Teknologi dan

Pendidikan Tinggi Republik Indonesia dilihat dari kualitas SDM. Penulis termotivasi untuk mengetahui

seberapa besar tingkat pengetahuan mahasiswa Universitas Mahasaraswati terutama mahasiswa

Akuntansi terhadap persepsi mereka mengenai perilaku tidak etis dari akuntan. Berdasarkan penjelasan

diatas peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Orientasi Etika, Tingkat

Pengetahuan dan Gender terhadap Persepsi Mahasiswa Mengenai Perilaku Tidak Etis Akuntan” (Studi

pada Mahasiswa Akuntansi Program Strata 1 Universitas Mahasaraswati).

1.2 Rumusan Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah :

1) Apakah idealisme berpengaruh terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis

akuntan ?

2) Apakah relativisme berpengaruh terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis

akuntan ?

3) Apakah tingkat pengetahuan berpengaruh terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak

etis akuntan ?

4) Apakah gender berpengaruh terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan

?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Untuk menganalisis pengaruh idealisme terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak

etis akuntan.

2) Untuk menganalisis pengaruh relativisme terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak

etis akuntan.

3) Untuk menganalisis pengaruh tingkat pengetahuan terhadap persepsi mahasiswa mengenai

perilaku tidak etis akuntan.

Page 5: PENGARUH ORIENTASI ETIKA, TINGKAT PENGETAHUAN DAN …

184 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27

4) Untuk menganalisis pengaruh gender terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis

akuntan.

1.4 Kegunaan Penelitian

1) Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu Akuntansi,

khususnya Etika Bisnis dan Profesi yaitu sebagai wacana atau referensi yang dapat memberikan

informasi baik teoritis maupun empiris bagi pihak-pihak yang akan melakukan penelitian sejenis di

masa depan.

2) Kegunaan Praktis

a) Praktisi Akademis

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi praktisi akademis dalam mengembangkan

pendidikan etika agar dapat membentuk mahasiswa akuntansi yang beretika sebagai calon

akuntan.

b) Mahasiswa

Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan rujukan untuk penelitian selanjutnya

mengenai perilaku tidak etis akuntan.

BAB II. KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Moral Kognitif

Pada awalnya konsep perkembangan moral (moral development) dikemukakan oleh Piaget (1932)

dalam monografnya, The Moral Judgment of a Child. Dalam perkembangannya menurut Kohlberg et

al., 1984 (dalam id.wikipedia.org) teori perkembangan moral berkembang menjadi teori

perkembangan moral kognitif (cognitive moral development-CMD) modern yang dilahirkan oleh

seorang peneliti yang bernama Lawrence Kohlberg, pada tahun 1950an. Penemuan tersebut

merupakan hasil dari perluasan gagasan Piaget sehingga mencakup penalaran remaja dan orang

dewasa. Pada tahun 1969, Kohlberg melakukan penelusuran perkembangan pemikiran remaja dan

young adults. Kohlberg meneliti cara berpikir anak-anak melalui pengalaman mereka yang meliputi

pemahaman konsep moral, misalnya konsep justice, rights, equality, dan human welfare. Riset awal

Kohlberg dilakukan pada tahun 1963 pada anak usia 10-16 tahun, berdasarkan riset tersebut Kohlberg

mengemukakan teori perkembangan moral kognitif. Riset Kohlberg memfokuskan pada

pengembangan moral kognitif anak muda yang menguji proses kualitatif pengukuran respon verbal

dengan menggunakan Kohlberg’sMoral Judgement Interview(MJI). Menurut prospektif

pengembangan moral kognitif, kapasitas moral individu menjadi lebih rumit dan komplek jika

individu tersebut mendapatkan tambahan struktur moral kognitif pada setiap peningkatan level

pertumbuhan perkembangan moral. Pertumbuhan eksternal berasal dari rewards dan punishment

yang diberikan, sedangkan pertumbuhan internal mengarah pada prinsip dan keadilan universal

(Kohlberg, 1969 dalam Konlberg, 1981).

Kohlberg (1969) menekankan bahwa perkembangan moral didasarkan terutama pada penalaran

moral dan berkembang secara bertahap. Kohlberg sampai pada pandangannya setelah 20 tahun

melakukan wawancara yang unik dengan anak-anak. Dalam wawancara, anak-anak diberi

serangkaian cerita dimana tokohnya menghadapi dilema-dilema moral. Setelah membaca cerita, anak-

anak yang menjadi responden menjawab serangkaian pertanyaan tentang dilema moral. Berdasarkan

penalaran-penalaran yang diberikan oleh responden dalam merespons dilema moral, Kohlberg

percaya terdapat tingkat perkembangan moral, yang setiap tingkatnya ditandai oleh dua tahap. Hal ini

sama kaitannya dengan ilmu pengetahuan yang diserap oleh individu. Dengan adanya pengetahuan

yang dimiliki maka akan berpengaruh terhadap penalaran yang diberikan individu dalam tiap tahapan

perkembangan moral sehingga terdapat perubahan perkembangan dan perilaku di tiap tahap

Page 6: PENGARUH ORIENTASI ETIKA, TINGKAT PENGETAHUAN DAN …

185 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27

perkembangan moral individu.Tahapan perkembangan moral seseorang dapat dilihat secara lebih

jelas pada Table 2.1

Tabel 2.1

Tahapan Cognitive Moral Development

Level Hal Yang Benar Level 1 : Pre-conventional

Tingkat 1 : Orientasi ketaatan dan hukuman

(Punishment and Obedience Orientation)

Menghindari pelanggaran aturan untuk menghindari

hukuman dan kerugian.

Kekuatan otoritas superior menetukan “right”.

Tingkat 2 : Pandangan Individualistik

(Intrumental Relativist Orientation)

Mengikuti aturan ketika aturan tersebut sesuai dengan

kepentingan pribadi dan membiarkan pihak lain

melakukan hal yang sama. “right” didefinisikan

dengan equal exchange, suatu kesepakatan yang fair.

Level 2 : Conventional

Tingkat 3 : Mutual ekspektasi interpersonal, hubungan

dan kesesuaian

(“Good boy or nice girl” orientation)

Memperlihatkan stereotype perilaku yang baik.

Berbuat sesuai dengan apa yang diharapkan pihak lain.

Tingkat 4 : Sistem sosial dan hati nurani (Law and

order orientation)

Mengikuti aturan hukum dan masyarakat (sosial, legal,

dan sistem keagamaan) dalam usaha untuk memelihara

kesejahteraan.

Level 3 : Post-Conventional

Tingkat 5 : Kontak sosial dan hak individual (Social-

contract legal orientation)

Mempertimbangkan relativismepandangan personal,

tetapi masih menekankan aturan dan hukum.

Tingkat 6 : Prinsip etika universal (Universa ethical

principle orientation)

Bertindak sesuai dengan pemilihan pribadi prinsip

etika keadilan dan hak (perspektif rasionalitas individu

yang mengakui sifat moral).

Sumber : Etika Individual : Pola Dasar Filsafat Moral, Burhanuddin Salam (2000)

Konsep kunci untuk memahami perkembangan moral, khususnya teori Kohlberg, ialah

internalisasi (internalization), yakni perubahan perkembangan dari perilaku yang dikendalikan

secara eksternal menjadi perilaku yang dikendalikan secara internal.

2.1.2 Persepsi Mahasiswa Mengenai Perilaku Tidak Etis Akuntan

1) Definisi Persepsi

Persepsi menurut Arfan (2011: 93) adalah bagaimana orang-orang melihat atau

menginterprestasikan suatu peristiwa objek serta manusia. Persepsi merupakan proses dimana

seseorang memilih, berusaha dan menginterprestasikan rangsangan ke dalam suatu gambaran

yang terpadu dan penuh arti. Dalam lingkup yang lebih luas, Persepsi merupakan suatu proses

yang melibatkan pengetahuan-pengetahuan sebelumnya dalam memperoleh dan

menginterpretasikan stimulus yang ditunjukan oleh panca indra. Persepsi merupakan kombinasi

antara faktor utama dunia luar (stimulus visual) dan diri manusia itu sendiri (pengetahuan-

pengetahuan sebelumnya). Persepsi juga merupakan pengalaman tentang objek-objek atau

hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), persepsi adalah tanggapan (penerimaan)

langsung dari sesuatu. Proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca indranya.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Persepsi merupakan sikap atau

tanggapan yang diberikan dalam merespon maupun manafsirkan sebuah peristiwa.

Page 7: PENGARUH ORIENTASI ETIKA, TINGKAT PENGETAHUAN DAN …

186 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27

Menurut Ikhsan (2010 : 93), persepsi adalah bagaimana orang-orang melihat atau

mengiterpretasikan peristiwa, objek serta manusia. Orang-orang bertindak atas dasar persepsi

mereka dengan mengabaikan apakah persepsi itu mencerminkan kenyataan sebenarnya. Pada

kenyataannya, setiap orang memiliki persepsinya sendiri atas suatu kejadian. Uraian

kenyataanya seseorang mungkin jauh berbeda dengan uraian orang lain. Persepsi merupakan

suatu proses yang melibatkan pengetahuan-pengetahuan sebelumnya dalam memperoleh dan,

menginterpretasikan stimulus yang ditunjukan oleh pancaindra. Dengan kata lain, persepsi

merupakan kombinasi antara faktor utama dunia luar (stimulus visual) dan diri manusia itu

sendiri (pengetahuan-pengetahuan sebelumnya).

Persepsi juga merupakan pengalaman tentang objek atau hubungan-hubungan yang

diperolehdengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Meskipun demikian, karena

persepsi tentang objek atau peristiwa tersebut bergantung pada suatu kerangka ruang dan waktu,

maka persepsi akan bersifat sangat subjektif dan situasional. Faktor fungsional yang berasal dari

kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain yang termasuk dalam faktor fungsional. Oleh

karena itu, yang menentukan persepsi bukanlah jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik

orang yang memberikan respons terhadap stimuli tersebut. Sementara itu, faktor struktural

berasal dari sifat fisik dan dampak saraf yang ditimbulkan pada sistem saraf individu.

Robbins (2009: 175) mendefinisikan persepsi (perception) sebagai proses dimana individu

mengatur dan menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi

lingkungan mereka. Namun apa yang diterima seseorang pada dasarnya bias berbeda dari

realitas objektif. Walapun seharusnya tidak perlu ada, perbedaan tersebut sering timbul.

Persepsi individu membuat penilaian terhadap individu lain, akan dikaitkan dengan teori

atribusi (Ikhsan 2010: 97). Teori atribusi merupakan penjelasan dan cara-cara manusia menilai

orang secara berlainan, bergantung pada makna yang dihubungkan ke suatu perilaku tertentu.

Pada dasarnya teori ini menyarankan bahwa jika seseorang mengamati perilaku seorang

individu, orang tersebut berusaha menentukan apakah perilaku itu disebabkan oleh faktor

internal atau eksternal. Namun, penentuan tersebut sebagian besar bergantung pada tiga faktor

berikut :

a) Kekhususan (ketersendirian), merujuk pada apakah seorang individu memperlihatkan

perilaku-perilaku yang berlainan dalam situasi yang berlainan.

b) Konsesus, yaitu jika semua orang yang menghadapi suatu situasi serupa bereaksi dengan

cara yang sama.

c) Konsistensi, yaitu individu memberikan reaksi dangan cara yang sama dari waktu ke waktu.

2) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Persepsi dikatakan rumit dan aktif karena walaupun persepsi merupakan pertemuan antara

proses kognitif dan kenyataan, persepsi lebih banyak melibatkan kegiatan kognitif. Persepsi

lebih banyak dipengaruhi oleh kesadaran, ingatan, pikiran dan bahasa. Dengan demikian,

persepsi bukanlah cerminan yang tepat dari realitas. Dari beberapa definisi persepsi dapat

disimpulkan bahwa persepsi setiap individu mengenai suatu objek atau peristiwa tergantung

pada dua faktor, yaitu faktor dalam diri seseorang (aspek kognitif) dan faktor dunia luar (aspek

stimulus visual). Sejumlah faktor beroperasi untuk membentuk dan terkadang mengubah

persepsi (Robbins, 2009:175). Faktor-faktor ini bisa terletak dalam diri pembentuk persepsi,

dalam diri objek atau target yang diartikan, atau dalam konteks situasi dimana persepsi tersebut

dibuat. Ketika seseorang individu melihat sebuah target dan berusaha untuk

menginterprestasikan apa yang ia lihat, interprestasi itu sangat dipengaruhi oleh berbagai

karakteristik pribadi dari pembuat persepsi individual tersebut (Robbins, 2009:175).

Page 8: PENGARUH ORIENTASI ETIKA, TINGKAT PENGETAHUAN DAN …

187 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27

3) Persepsi Mahasiswa mengenai Perilaku Tidak Etis Akuntan.

Persepsi merupakan sikap atau tanggapan yang diberikan dalam merespon maupun

menafsirkan sebuah peristiwa. Didalam penelitian ini yang dimaksud adalah persepsi

mahasiswa dalam memahami permasalah akuntansi yang terjadi, yaitu perilaku tidak etis

akuntan. Peristiwa atau skandal pada profesi akuntan yang biasanya terjadi adalah konflik

kepenting, penghindaran pajak, pembelian yang dilakukan oleh orang dalam, kerahasiaan

professional dan pembayaran kembali.

Gambar 2.1

Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi

Sumber : Mardawati (2014)

Karakteristik pribadi yang mempengaruhi persepsi meliputi sikap, kepribadian, motif,

minat, pengalaman masa lalu dan harapan-harapan seseorang. Karakteristik target yang

diobservasi bisa mempengaruhi apa yangdiartikan. Target tidak dilihat secara khusus, hubungan

sebuah target dengan latar belakangnya juga mempengaruhi persepsi, seperti halnya

kecenderungan untuk mengelomopokkan hal-hal yang dekat dan hal-hal yang mirip. Konteks

dimana kita melihat berbagai objek atau peristiwa juga penting. Waktu sebuah objek atau

peristiwa dapat mempengaruhi perhatian, seperti halnya lokasi, cahaya, panas atau sejumlah

faktor situasional lainnya.

4) Etika dan Perkembangan Moral

Bertens (2013: 4) menjelaskan etika dengan membedakan tiga arti, yaitu ilmu tentang apa

yang baik dan buruk, kumpulan azas atau nilai, dan nilai mengenai benar dan salah. Etika

adalah ilmu pengetahuan mengenai kesusilaan (moral). Kesusilaan mengatur perilaku manusia

serta masyarakat yang ada didalamnya. Dengan demikian, etika adalah nilai atau norma yang

Faktor dalam diri pemersepsi :

1. Sikap-sikap

2. Motif-motif

3. Minat-minat

4. Pengalaman

5. Harapan-harapan

Faktor dalam situasi :

1. Waktu

2. Keadaan kerja

3. Keadaan sosial

Faktor pada target :

1. Sesuatu yang

baru

2. Gerakan

3. Suara

4. Ukuran

5. Latar Belakang

6. Kedekatan

7. Kemiripan

PERSEPSI

Page 9: PENGARUH ORIENTASI ETIKA, TINGKAT PENGETAHUAN DAN …

188 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27

dijadikan pegangan oleh individu atau masyarakat dalam mengatur tingkah lakunya. Etika

dibagi dalam dua kelompok besar yaitu :

a) Etika Deskriptif

Etika Deskriptif melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas, misalnya adat

kebiasaan, anggapan-anggapan tentang baik dan buruk, tindakan-tindakan yang

diperbolehkan. Etika Deskriptif mempelajari moralitas yang terdapat pada individu-individu

tertentu, dalam kebudayaan-kebudayaan atau subkultur-subkultur tertentu, dalam suatu

periode sejarah dan sebagainya.

b) Etika Normatif

Etika Normatif itu tidak deskriptif melainkan preskiptif (memerintahkan), tidak

melukiskan melainkan menentukan benar tidaknya tingkah laku atau anggapan moral. Etika

Normatif bertujuan merumuskan prinsip-prinsip etis yang dapat dipertanggungjawabkan

dengan cara rasional dan dapat digunakan dalam praktik.

Arens, etal. (2006 : 98) menyatakan bahwa terdapat dua alasan mengapa orang berperilaku tidak etis,

yaitu :

a) Standar etika seseorang berbeda dangan masyarakat umum. Orang-orang yang memiliki standar

etika yang berbeda dengan masyarakat tersebut tidak memilik perasaan menyesal atau bersalah saat

berperilaku demikian karena standar etikanya berbeda dengan masyarakat umum lainnya. Jika

seseorang beranggapan bahwa perilaku tersebut adalah etis dan dapat diterima padahal tidak bagi

orang lain maka akan muncul konflik atas nilai etis yang tidak mungkin terselesaikan.

b) Seseorang memilih untuk bertindak mementingkan diri sendiri. Seseorang mengetahui perilakunya

tidak etis, tetapi ia memilih untuk tetap melakukannya karena diperlukannya pengorbanan pribadi

untuk bertindak secara etis. Kedua hal tersebut merupakan penyebab seseorang berperilaku tidak

etis saat menghadapi dilema etika. Dilema etika merupakan suatu situasi dimana seseorang harus

membuat keputusan tentang tindakan atau perilaku yang tepat.

Dilema etika dapat diselesaikan melalui tahap (Arens et al., 2006) yaitu :

(a) Memperoleh fakta yang relevan.

(b) Mengidentifikasi isu-isu etis berdasarkan masalah tersebut.

(c) Menentukan siapa yang akan terpengaruh oleh akibat dari dilema tersebut dan bagaimana setiap

orang/kelompok itu akan terpengaruh.

(d) Mengidentifiksi berbagai alternatif penyelesaian bagi orang yang seharusnya menyelesaikan

dilema etika tersebut.

(e) Mengidentifikasi kemungkinan konsekuensi dari masing-masing alternative tindakan.

(f) Memutuskan tindakan yang tepat.

5) Etika Profesi Akuntansi

Etika profesi merupakan etika khusus yang berlaku dalam kelompok yang bersangkutan.

Etika profesi akuntan di Indonesia diatur dalam Kode Etik Akuntan Indonesia yang disusun dan

disahkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Kode Etik Akuntan Indonesia yang baru terdiri

dari beberapa bagian (Prosiding kongres VIII, 1998 dalam Farid, 2006), yaitu :

a) Kode erk umum, terdiri dari 8 prinsip etika profesi, yang merupakan landasan perilaku etiks

professional , memberikan kerangka dasar bagi aturan etika, dan mengatur pelaksanaan

pemberian jasa professional oleh anggota, yang meliputi : tanggung jawab profesi,

kepentingan umum, relativisme, obyektifitas, pengetahuan etika dan kehati-hatian

profesionalnya, kerahasiaan, perilaku professional, dan standar teknis.

b) Kode etik akuntan kompartemen disahkan oleh rapat anggota kompartemen dan mengikat

seluruh anggota kompartemen yang bersangkutan.

Page 10: PENGARUH ORIENTASI ETIKA, TINGKAT PENGETAHUAN DAN …

189 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27

c) Interpretasi kode etik akuntan kompartemen merupakan panduan penerapan kode etik

akuntan kompartemen.

d) Pernyataan etika profesi yang berlaku saat itu dapat dipakai sebagai interprestasi dana atau

aturan etika sampai dikeluarkannya aturan dan interpretasi baru untuk mengikatnya.

6) Akuntan Publik

Etika profesi akuntan di Indonesia diatur dalam Kode Etik Akuntan Indonesia. IAPI (2007-

2008 : 3), menyatakan bahwa : “ Kode etik ini menetapkan prinsip dasar dan aturan etika

profesi yang harus diterapkan oleh setiap individu dalam Kantor Akuntan Publik (KAP) atau

Jaringan KAP , baik yang merupakan anggota Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI) ,ataupun

yang bukan merupakan anggota IAPI, yang memberikan jasa professional, yang meliputi jasa

assurance dan jasa selain assurance seperti yang tercantum dalam standar profesi dan kode etik

profesi. Di dalam Kode Etik Profesi Akuntan Publik terdapat lima prinsip dasar etika profesi

yang wajib dipatuhi (IAPI, 2007-2008 : 7), yaitu :

a) Prinsip integritas

Setiap praktisi harus tegas dan jujur dalam menjalin hubungan professional dan

hubungan bisnis dalam menjalankan pekerjaannya.

b) Prinsip objektifitas

Setiap praktisi tidak boleh membiarkan subjektivitas, benturan kepentingan atau

pengaruh tidak layak dari pihak-pihak lain mempengaruhi pertimbangan professional atau

pertimbangan bisnisnya.

c) Prinsip kompetisi serta sikap kecermatan dan kehati-hatian profesionalnya.

Setiap praktisi wajib memelihara pengetahuan dan keahlian profesionalnya pada suatu

tingkatan yang dipersyaratkan secara berkesinambungan, sehingga klien atau pemberi kerja

dapat menerima jasa professional yang diberikan secara kompeten berdasarkan

perkembangan terkini dalam praktik, perundang-undangan dan metode pelaksanaan

pekerjaan.

d) Prinsip kerahasiaan

Setiap praktisi wajib menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh sebagai hasil dari

hubungan professional dan hubungan bisnisnya, serta tidak boleh mengungkapkan informasi

tersebut kepada pihak ketiga tanpa persetujuan dari klien atau pemberi kerja, kecuali jika

terdapat kejwajiban untuk mengungkapkan sesuai dengan ketentuan hukun atau peraturan

lainnya yang berlaku.

e) Prinsip perilaku professional

Setiap praktisi wajib mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku dan harus

menghindari semua tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.

Di Indonesia, penegakan kode etik dilaksanakan oleh sekurang-kurangnya enam unit

organisasi, yaitu : Kantor Akuntan Publik (KAP), Unit Kompartemen Akuntan Publik-IAI, Dewan

Pertimbangan, Profesi IAI, Departemen Keuangan RI dan BPKP. Selain enam unit organisasi

tersebut, pengawasan terhadap kode etik juga dilakukan oleh para anggota dan pimpinan KAP (Fari

dkk, 2006). Hal ini tercemin di dalam rumusan Kode Etik Akuntan Indonesia pasal 1 ayat 2, yang

berbunyi :

“setiap anggota harus selalu mempertahankan integritas dan objektifitas dalam melaksanakan

tugasnya. Dengan mempertahankan integritas, ia akan bertindak adil tanpa dipengaruhi tekanan atau

permintaan pihak tertentu atau kepentingan pribadinya. Selain itu auditor juga memberikan opini

yang menyatakan bahwa pemeriksaan telah dilakukan sesuai dengan norma atau aturan

pemerikasaan akuntan disertai dengan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan yang

diperiksa. Menurut Standar Akuntan (PSA 29), opini audit terdiri dari 5 jenis yaitu :

Page 11: PENGARUH ORIENTASI ETIKA, TINGKAT PENGETAHUAN DAN …

190 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27

(1) Opini wajar tanpa pengecualian (Uniqualified Opinion )

Adalah pendapat yang di berikan ketika audit telah dilaksanakan sesuai dengan Standar

Auditing, auditor tidak menemukan kesalahan material secara keseluruhan laporan keuangan

atau tidak terdapat penyimpangan dari prinsip akuntansi yang berlaku (SAK).

(2) Opini wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelasan (Modified Unqualified Opinion )

Adalah pendapat yang diberikan ketika suatu keadaan tertentu yang tidak berpengaruh

langsung terhadap pendapat wajar.

(3) Opini wajar dengan pengecualian ( Qualified Opinion )

Adalah pendapat yang diberikan ketika laporan keuangan dikatakan wajar dalam hal

material, tetapi terdapat sesuatu penyimpangan atau kurang lengkap pada pos tertentu, sehingga

harus dikecualikan.

(4) Opini tidak wajar

Adalah pendapat yang diberikan ketika laporan secara keseluruhan ini dapat terjadi

apabila auditor harus memberi tambahan paragraf untuk menjelaksan ketidak wajaran atas

laporan keuangan, disertai dengan dampak dari akibat ketidak wajaran tersebut pada laporan

auditnya,

(5) Opini tidak memberikan pendapat

Adalah pendapat yang diberikan ketika ruang lingkup pemeriksaan yang dibatasi,

sehingga auditor tidak melaksanakan pemerikasaan sesuai dengan standar auditing yang

ditetapkan IAI. Pembuatan laporannya auditor harus memberi penjelasan tentang pembatasan

ruang lingkup oleh klien yang mengakibatkan auditor tidak memberikan pendapat.

7) Akuntan Perusahaan (Akuntan Internal)

Akuntan internal (Internal Accountantant), akuntan intern adalah akuntan yang bekerja

dalam suatu perusahaan atau organisasi. Akuntan intern ini disebut juga akuntan perusahaan

atau akuntan manajemen. Jabatan tersebut yang dapat diduduki mulai dari staf biasa sampai

dengan kepala bagian Akuntansi atau Direktur Keuangan. Tugas mereka adalah menyusun

sistem akuntansi, menyusun laporan keuangan kepada pemimpin perusahaan, menyusun

anggaran, penanganan masalah perpajakan dan pemerikasaan intern. Lingkup pekerjaanya

meliputi penyediaan informasi akuntansi keuangan bagi perusahaanya. Peranan akuntansi

internal adalah sangat strategis karena informasi yang dihasilkannya akan menentukan berbagai

pengambilan keputusan manajerial.

8) Akuntan Pemeritah

Akuntan Pemerintah merupakan salah satu cabang dari bidang akuntansi yang sudah

cukup lama dikenal di Negara-negara maju, khususnya di Amerika Serikat.Hal ini terbukti,

karena sejak tahun 1921, Amerika Serikat telah memiliki undang-undang ( Budget and

Accounting Act tahun 1921 ) yang kemudian pada tahun 1950 disempurnakan menjadi budget

and accounting procedure act tahun 1950.

Akuntan pemerintah adalah akuntan professional yang bekerja di instansi pemerintah yang

tugas pokoknya melakukan audit atas pertanggungjawaban keuangan yang disajikan oleh unit-

unit organisasi atau entitas pemerintah atau pertanggungjawaban keuangan yang ditunjukan

kepada pemerintah. Meskipun terdapat banyak profesi akuntan pemerintah yang bekerja di

instasi pemerintah, namun umumnya yang disebut akuntan pemerintah adalah akuntan yang

bekerja di Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Badan Pemeriksa

Keuangan (BAPEKA), serta instansi pajak. BPKP adalah instansi pemerintah yang bertanggung

jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia dalam bidang pengawasan keuangan dan

pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah.

Page 12: PENGARUH ORIENTASI ETIKA, TINGKAT PENGETAHUAN DAN …

191 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27

BAPEKA adalah unit organisasi dibawah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), yang

tugasnya melakukan audit atas pertanggung jawaban keuangan Presiden RI dan aparat di

bawahnya kepada dewan tersebut. Instansi pajak adalah unit organisasi di bawah Departemen

Keuangan yang tugas pokoknya adalah mengumpulkan beberapa jenis pajak yang dipungut oleh

pemerintah. Tugas pokok akuntan yang bekerja di instansi pajak adalah mengaudit pertanggung

jawaban keuangan masyarakat wajib pajak kepada pemerintah dengan tujuan untuk

memverifikasi apakah kewajiaban pajak telah dihitung oleh wajib pajak sesuai dengan

keuntungan yang tercantum dalam undang-undang pajak berlaku.

9) Akuntan Pendidik

Akuntan pendidik adalah profesi akuntan yang memberikan jasa berupa pelayanan

Pendidikan akuntansi kepada masyarakat melalui Lembaga-lembaga pelayanan yang ada, yang

berguna untuk melahirkan akuntan-akuntan terampil dan profesional. Profesi akuntan pendidik

sangat dibutuhkan bagi kemajuan profesi akuntansi itu sendiri, karena di tangan mereka para

calon – calon akuntan di didik. Sesuai dengan pengertian Akuntan yang bekerja pada Lembaga

Pendidikan ini memiliki tugas antara lain :

1) Menyusun kurikulum pendidikan Akuntansi.

2) Mengajar akuntansi di berbagai lembaga pendidikan.

3) Melakukan penelitian untuk pengembangan ilmu Akuntansi.

2.1.3 Orientasi Etis dan Perilaku Etis

Orientasi etis diartikan sebagai dasar pemikiran dalam menentukan sikap dan arah secara tepat

dan benar yang berhubungan dengan dilema etis (Salim, 1991 dalam Muthmainah, 2006). Dengan

adanya orientasi etis yang dimilik tiap individu, maka akan mendorong mereka untuk berperilaku etis

dan berpersepsi terhadap perilaku tidak etis yang terjadi di dalam lingkungan mereka.Perilaku etis

sendiri berarti adalah perilaku yang sesuai dengan etika. Berperilaku etis dalam suatu organisasi

didefinisikan sebagai bertindak adil dan dibawah hukum konstitusional serta peraturan pemerintah

yang berlaku.

Terdapat banyak literatur mengenai perilaku etis di dalam dunia bisnis, karena itu terdapat suatu

badan penelitian khusus meneliti persepsi para praktisi, pendidik, maupun mahasiswa mengenai

perilaku etis dari berbagai macam praktek bisnis yang ada. Di dalam penelitian Forsyth, menegaskan

bahwa faktor penentu dari perilaku etis seorang individu adalah filosofi moral pribadi mereka

masing-masing. Filsafat moral pribadi didefinisikan sebagai seperangkat keyakinan, sikap, dan nilai-

nilai yang memberikan kerangka untuk mengingat dilema etis (Barnett et al., 1994), dan filsafat

moral pribadi membantu mengarahkan individu ketika meraka akan membuat suatu keputusan etis

(Forsyth dan Nye, 1990). Lebih dikenal khusus, Forsyth menyimpulkan bahwa filsafat moral dapat

mempengaruhi penilaian praktik bisnis tertentu dan keputusan untuk terlibat dalam praktek-praktek

tersebut. Karena itu nantinya filsafat moral yang dimiliki individu akan sangat mempengaruhi

perilaku etis individu maupun persepsinya terhadap suatu perilaku yang tidak etis. Untuk menilai

orientasi etis seorang individu, Forsyth mengembangkan sebuah kuesioner yang disebut dengan

Ethics Position Questionnaire (EPQ). Di dalam EPQ terdapat pertanyaan-pertanyaan yang dapat

megukur tingkat idealisme dan relativisme seorang individu. Dengan adanya EPQ maka dapat

diketahui berbagai persepsi individu terhadap suatu perilaku etis maupun perilaku tidak etis dilihat

dari tingkat idealisme dan relativisme mereka.

2.1.4 Idealisme

Menurut Forsyth (1992), Idealisme adalah suatu sikap yang menganggap bahwa tindakan yang

tepat atau benar akan menimbulkan konsekuensi atau hasil yang diinginkan.Seorang individu yang

idealis mempunyai prinsip bahwa merugikan individu lain adalah hal yang selalu dapat dihindari dan

mereka tidak akan melakukan tindakan yang mengarah pada tindakan yang berkonsekuensi negatif.

Page 13: PENGARUH ORIENTASI ETIKA, TINGKAT PENGETAHUAN DAN …

192 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27

Jika terdapat dua pilihan yang keduanya akan berakibat negatif terhadap individu lain, maka seorang

yang idealis akan mengambil pilihan yang paling sedikit mengakibatkan akibat buruk pada individu

lain. Selain itu, seorang idealis akan sangat memegang teguh perilaku etis di dalam profesi yang

mereka jalankan, sehingga individu dengan tingkat idealisme yang tinggi cenderung menjadi

whistleblower dalam menghadapi situasi yang di dalamnya terdapat perilaku tidak etis.

Namun seorang individu dengan idealisme yang lebih rendah, menganggap bahwa dengan

mengikuti semua prinsip moral yang ada dapat berakibat negatif. Mereka berpendapat bahwa

terkadang dibutuhkan sedikit tindakan negatif untuk mendapatkan hasil yang terbaik. Banyak

penelitian yang telah menunjukan bahwa seorang idealis akan mengambil tindakan tegas terhadap

suatu situasi yang dapat merugikan orang lain, dan seorang idealis memilki sikap serta pandangan

yang lebih tegas terhadap individu yang melanggar perilaku etis dalam profesinya.

2.1.5 Relativisme Relativisme adalah model cara berpikir pragmatis, alasannya adalah bahwa aturan etika sifatnya

tidak universal karena etika dilatar belakangi oleh budaya, dimana masing-masing budaya memiliki

aturan yang berbeda-beda.Seorang individu yang memiliki sifat relativisme mendukung filosofi moral

yang didasarkan pada sikap skeptis, yang mengasumsikan bahwa tidak mungkin untuk

mengembangkan atau mengikuti prinsip-prinsip universal ketika membuat keputusan. Individu yang

memiliki tingkat relativisme yang tinggi, mengganggap bahwa tindakan moral tergantung pada situasi

dan sifat individu yang terlibat, sehingga mereka akan mempertimbangkan situasi dan kondisi

individu dibandingkan prinsip etika yang telah dilanggar. Individu dengan tingkat relativisme tinggi

cenderung menolak gagasan mengenai kode moral, dan individu dengan relativisme yang rendah

hanya akan mendukung tindakan-tindakan moral yang berdasar kepada prinsip, norma, ataupun

hukum universal.

Relativisme etismerupakan teori bahwasuatu tindakan dapat dikatakan etis atau tidak, benar atau

salah, tergantung kepada pandangan masyarakat itu (Forsyth,1992). Hal ini disebabkan karena teori

ini meyakini bahwa tiap individu maupun kelompok memiliki keyakinan etis yang berbeda. Dengan

kata lain, relativisme etis maupun relativisme moral adalah pandangan bahwa tidak ada standar etis

yang secara absolutbenar. Dalam penalaran moral seorang individu, ia harus selalu mengikuti standar

moral yang berlaku dalam masyarakat dimanapun ia berada.

2.1.6 Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang.

Pengetahuan adalah sebagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal

(id.wikipedia.org). Pengetahuan yang dimaksud disini adalah pengetahuan mengenai bidang profesi

akuntansi dan informasi mengenai kasus akuntansi yang menimpa Enron dan KAP Arthur Andersen

dan kasus lain yang terjadi di Indonesia seperti PT. Kimia Farma dengan KAP Hans Tuanakotta dan

Mustofa (HTM) yang diketahui oleh mahasiswa. Pengetahuan dan informasi yang dimiliki

mahasiswa tersebut akan mempengaruhi persepsi mahasiswa terhadap skandal tersebut tergantung

tingkat informasi yang mereka dapatkan. Semakin banyak informasi yang mereka ketahui maka akan

membantu mereka untuk bisa memberikan persepsi maupun tanggapan terhadap krisis etis yang

melibatkan profesi akuntan tersebut. Namun dengan banyaknya informasi yang diperoleh dari media

dapat menimbulkan persepsi negatif dari mahasiswa terhadap profesi akuntansi. Sedangkan

mahasiswa yang kurang mendapat informasi mengenai skandal akan berpersepsi biasa saja. Karena

mereka tidak terlalu mengetahui duduk persoalannya maka mereka akan tetap memberikan opini

positif terhadap bidang profesi akuntansi. Pada akhirnya tingkat pengetahuan dan informasi yang

dimiliki oleh mahasiswa akan mempengaruhi keputusan mereka untuk berkarier di bidang akuntansi.

Persepsi negatif yang dimiliki mahasiswa mengenai perilaku tidak etis yang dilakukan para akuntan

ataupun auditor menyebabkan berkurangnya minat mereka untuk melanjutkan karier di bidang

Page 14: PENGARUH ORIENTASI ETIKA, TINGKAT PENGETAHUAN DAN …

193 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27

akuntansi. Sebaliknya bagi mahasiswa yang tetap beropini positif terhadap profesi akuntansi, skandal

yang terjadi tidak mengurangi minat mereka untuk tetap berkarier di bidang akuntansi (Novayanti,

2017).

2.1.7 Gender

Pengaruh dari perbedaan gender terhadap penilaian etis dapat dikatakan sangat kompleks dan

tidak pasti. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan antara

perempuan maupun laki-laki dalam menyikapi perilaku etis maupun skandal etis yang terjadi di

dalam profesi akuntansi. Namun di dalam penelitian Lawrence dan Shaub, 1997, ditemukan bahwa

terdapat perbedaan persepsi antara pria dan wanita dalam menyikap perilaku etis dan skandal etis

yang terjadi di dalam profesi akuntansi. Penelitian yang dilakukan oleh Sankaran dan Bui (2003)

menunjukan bahwa seorang perempuan akan lebih peduli terhadap perilaku etis dan pelanggarannya

dibandingkan dengan seorang laki-laki. Mahasiswa akuntansi yang bergender perempuan akan

memiliki ethical reasoning yang lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa laki-laki.Terdapat dua

pendekatan yang biasa digunakan untuk memberikan pendapat mengenai pengaruh gender terhadap

perilaku etis maupun persepsi individu terhadap perilaku tidak etis, yaitu pendekatan struktural dan

pendekatan sosialisasi.

Pendekatan struktural, menurut Diwi (2015) menyatakan bahwa perbedaan antara pria dan

wanita disebabkan oleh sosialisasi awal terhadap pekerjaan dan kebutuhan-kebutuhan peran lainnya.

Sosialisasi awal dipengaruhi oleh reward dan insentif yang diberikan kepada individu di dalam suatu

profesi. Karena sifat dan pekerjaan yangsedang dijalani membentuk perilaku melalui sistem reward

dan insentif, maka pria dan wanita akan merespon dan mengembangkan nilai etis dan moral secara

sama dilingkungan pekerjaan yang sama. Dengan kata lain, pendekatan struktural memprediksi

bahwa baik pria maupun wanita di dalam profesi tersebut akan memiliki perilaku etis yang sama.

Berbeda dengan pendekatan struktural, pendekatan sosialisasi gender menyatakan bahwa pria dan

wanita membawa seperangkat nilai dan yang berbeda ke dalam suatu lingkungan kerja maupun ke

dalam suatu lingkungan belajar. Perbedaan nilai dan sifat berdasarkan gender ini akan mempengaruhi

pria dan wanita dalam membuat keputusan dan praktik. Para pria akan bersaing untuk mencapai

kesuksesan dan lebih cenderung melanggar peraturan yang ada karena mereka memandang

pencapaian prestasi sebagai suatu persaingan. Berkebalikandengan pria yang mementingkan

kesuksesan akhir atau relative performance, para wanita lebih mementingkan self-performance.

Wanita akan lebih menitikberatkan pada pelaksanaan tugas dengan baik dan hubungan kerja yang

harmonis, sehingga wanita akan lebih patuh terhadap peraturan yang ada dan mereka akan lebih kritis

terhadap orang-orang yang melanggar peraturan tersebut.

Pada dasarnya, pria dan wanita akan menunjukan perbedaan dalam berperilaku etis yang

didasarkan pada sifat yang dimiliki dan kodrat yang telah diberikan secara biologis. Penelitian yang

dilakukan oleh Lawrence dan Shaub (1997) menunjukan bahwa wanita lebih etis dibandingkan pria.

Dengan kata lain dibandingkan dengan pria, wanita biasanya akan lebih tegas dalam berperilaku etis

maupun menanggapi individu lain yang berperilaku tidak etis.

2.2 Hubungan Antara Masing-masing Variabel

2.2.1Pengaruh Idealisme Terhadap Persepsi Mahasiswa Mengenai Perilaku Tidak Etis Akuntan.

Menurut Diwi, 2015, bahwa idealisme dengan persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis

dimana meningkatnya kenaikan idealisme akan meningkatkan pula persepsi mahasiswa mengenai

perilaku tidak etis akuntan.

Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Revita (2014) yang

menyatakan bahwa Idealisme memiliki pengaruhpositif yang signifikan terhadap Persepsi Mahasiswa

atas Perilaku Tidak Etis Akuntan. Hubungan antara variabel ini adalah hubungan asimetris,

Page 15: PENGARUH ORIENTASI ETIKA, TINGKAT PENGETAHUAN DAN …

194 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27

mahasiswa akuntansi dengan Idealisme yang tinggi akan menilai Perilaku Tidak Etis Akuntan secara

lebih tegas.

Oleh karena itu, idealisme berpengaruh terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak

etis akuntan.

2.2.2 Pengaruh Relativisme Terhadap Persepsi Mahasiswa Mengenai Perilaku Tidak Etis

Akuntan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sutiarsih, 2014, bahwa relativisme mempengaruhi persepsi

mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan, semakin tinggi relativisme mahasiswa maka akan

semakin mentolerir dalam menanggapi perilaku tidak etis akuntan. Hubungan antara variabel

relativisme dengan persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan ialah hubungan

asimetris.

Hasil penelitian Novayanti, 2017, bahwa relativisme berpengaruh terhadap perilaku tidak etis

akuntan .Oleh karena itu relativisme berpengaruh terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku

tidak etis akuntan.

2.2.3 Pengaruh Tingkat Pengetahuan Terhadap Persepsi Mahasiswa Mengenai Perilaku Tidak

Etis Akuntan.

Menurut Bambang, 2016, bahwa tingkat pengetahuan mahasiswa berpengaruh terhadap persepsi

mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan. Hasil penelitian Maulina, 2017, bahwa tingkat

pengetahuan atau latar belakang pendidikan memiliki pengaruh terhadap persepsi mahasiswa

mengenai perilaku tidak etis akuntan.

Hubungan antara variabel tingkat pengetahuan dan persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak

etis akuntan adalah hubunga asimetris. Oleh karena itu tingkat pengetahuan berpengaruh terhadap

persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan.

2.2.4 Pengaruh Gender Terhadap Persepsi Mahasiswa Mengenai Perilaku Tidak Etis Akuntan.

Menurut Nurrahmah, 2016, bahwa gender mempengaruhi persepsi mahasiswa mengenai

perilaku tidak etis akuntan. Gender berpengaruh terhadap kemampuan seseorang untuk mendeteksi

suatu kecurangan.

Hasil penelitian Bambang, 2016, bahwa gender mempengaruhi persepsi etis mahasiswa

akuntansi, terdapat perbedaan persepsi antara laki-laki dan perempuan. Hubungan antara variabel

gender dengan persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan adalah hubungan asimetris.

Oleh karena itu, gender berpengaruh terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis

akuntan.

2.3 Hasil Penelitian Sebelumnya

Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya sangat penting untuk diungkapkan karena dapat

dipakai sebagai sumber informasi dan bahan acuan yang sangat berguna bagi penulis. Berikut

merupakan beberapa penelitian yang digunakan sebagai acuan.

1) Rifqi (2008)

Penelitian yang dilakukan oleh Rifqi Muhammad (2008) yaituPersepsi Akuntan dan

Mahasiswa Yogyakarta Terhadap Etika Bisnis. Variabel dependen dalam penelitian ini adalahEtika

Bisnis. Sedangkan variabel independen ialahperbedaan persepsi mahasiswa akuntansi. Hasil dari

penelitian ini, adalah tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi akuntan dengan

mahasiswa terhadap etika bisnis tidak dapat diterima dan pengujian hipotesis 2 yang menyatakan

bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara akuntan, mahasiswa tingkat pertama dan

mahasiswa tingkat akhir tidak dapat diterima (hipotesis 2 ditolak).

2) Harahap (2010)

Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Ikhsan Harahap yaituFaktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Timbulnya Penyimpangan Oleh Auditor Pada Kantor Akuntan Publik Di Kota

Page 16: PENGARUH ORIENTASI ETIKA, TINGKAT PENGETAHUAN DAN …

195 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27

Pekanbaru.Variabel kekurangpahaman terhadap ketentuan-ketentuan yang ada dalam Standar

Profesi, Variabel Lemahnya sistem pengendalian mutu dalam pengelolaan Kantor Akuntan Publik

dalam perumusan kebijakan dan prosedurnya maupun implementasinya, Variabel Penetapan fee

yang sangat murah oleh Kantor Akuntan Publik yang tergolong kecil, Variabel Ketergantungan

pada satu jasa penugasan terhadap timbulnya penyimpangan.Hasil dari penelitian ini adalah

kekurang tahuan anggota tentang standar profesi, lemahnya system KAP dan ketergantungan sutu

penugasan jasa tidak mempengaruhi timbulnya penyimpangan oleh auditor KAP tetapi penetapan

fee yang murah mempengaruhi timbulannya penyimpangan oleh auditor KAP.

3) Hapsari (2010)

Penelitian yang dilakukan Ratna Indri Hapsari (2010) yaitu Pengaruh Kelompok Kerja

Terhadap Pembuatan Keputusan Etis Mahasiswa Akuntansidengan variabel dependen scenario etis

sedangkan variabel independennya adalah individu dan kelompok. Hasil penelitian ini terdapat

perbedaan jawaban atau respon antara individu dan kelompok pada mahasiswa akuntansi atas

skenario etis yang diberikan secara keseluruhan.

4) Mulawarman dan Ludigdo (2010)

Penelitian yang dilakukan Aji Dedi Mulawarman dan Unti Ludigdo (2010) yaituMetamorfosis

Kesadaran Etis Holistik Mahasiswa Akuntansi Implementasi Pembelajaran Etika Bisnis dan Profesi

Berbasis Integrasi IESQ. Variabel penelitian ini adalah Etika Bisnis, Profesi dalam Konteks

Pendidikan Akuntansi terhadap Pembelajaran etika bisnis dan profesi berbasis integrasi IESQ

(PEBI-IESQ). Hasil penelitiannya adalah diseminasi nilai-nilai etika yang diajarkan pada

mahasiswa akuntansi menekankan integrasi aspek IQ, EQ, SQ dan kecurangan akuntansi lebih

besar dibanding kompensasi yang diterimanya.

5) Bambang (2011)

Penelitian yang dilakukan oleh Bambang (2011) yaitu Analisis Sensitivitas Etis Mahasiswa

Akuntansi UIN Suska Riau dengan variabel sensitivitas dan mahasiswa semester awal dan akhir.

Hasil penelitiannya adalah terdapat perbedaan sensitivitas etis pada mahasiswa akuntansi semester

awal dengan semester akhir dan terdapat perbedaan sensitivitas etis pada mahasiswa akuntansi

wanita dengan pria.

6) Setiawan (2012)

Penelitian yang dilakukan oleh Yupie Setiawan (2012) yaitu Peran Gender dalam

Pengambilan Keputusan Audit. Dengan variabel yaituGender dan Keputusan audit. Hasil penelitian

ini didapatkan simpulan bahwa ada tidaknya perbedaan pengambilan keputusan didasarkan oleh

faktor gender tidak bisa berlaku universal. Meskipun sama-sama auditor dengan jenis kelamin

perempuan maka tingkat sensitivitasnya terhadap perilaku etis bisa berbeda dan hal ini yang

menyebabkan perilaku etis auditor perempuan lebih tinggi dibandingkan auditor dengan jenis

kelamin laki-laki tidak bisa digeneralisasi.

7) Rifa’I (2014)

Penelitian yang dilakukan Aditya Bachtiar Rifa’I (2014) yaituPengaruh Etika Kompetensi,

Dan Pengalaman Dalam Mengelola Barang Milik Negara Terhadap Kualitas Keuangan Pemerintah

Pusat (Survai Pada Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Di Lingkungan Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta). Variabel penelitian ini etika, kompetensi, pengalaman dan kualitas laporan

keuangan. Hasil penelitiannya adalah etika dalam mengelola barang milik Negara terhadap kualitas

laporan keuangan pemerintah negara, pengalaman dalam menggelola barang milik Negara

berpengaruh positif terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah pusat.

8) Susanti (2014)

Page 17: PENGARUH ORIENTASI ETIKA, TINGKAT PENGETAHUAN DAN …

196 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27

Penelitian yang dilakukan oleh Betti Susanti (2014) yang berjudulLocus Of Control, Equity

Sensitivity, Ethical Sensitivity Dan Gender Terhadap Perilaku Etis Akuntan (Studi Empiris Kantor

Akuntan Publik Wilayah Padang dan Pekanbaru). Dengan variabelLocus of control, Equity

sensitivity, Ethical Sensitivity, gender, perilaku etis Akuntan.Hasil penelitiannya adalahLocus of

Control, Ethical sensitivity berpengaruh signifikan positif terhadap perilaku etis akuntan, sedangkan

Equity sensitivity tidak berpengaruh signifikan terhadap perilaku etis akuntan.

9) Mahendra (2014)

Penelitian yang dilakukan oleh Purwatanza Mahendra(2014) yaituPengaruh Orientasi Etika

Dan Komitmen Profesional Terhadap Sensitivitas Etika Auditor (Studi Empiris Pada Auditor di

Kantor Akuntan Publik Kota Surakarta). Dengan variabelOrientasi etika, Komitmen Professional,

dan sensitivitas etika.Dari hasil analisis yang telah dilakukan dalam penelitian ini menunjukkan

dukungan pada keseluruhan hipotesis yang diajukan, artinya orientasi etika dan komitmen

professional berpengaruh positif terhadap sensitivitas etika auditor.

10) Sutiarsih, Herawati, Sinarwati (2014)

Penelitian yang dilakukan oleh Gusti Ayu Sutiarsih, Nyoman Trisna Herawati, Ni Kadek

Sinarwati (2014) yang berjudulPengaruh Budaya Etis Organisasi, Idealisme, dan Relativisme

terhadap Sensitivitas Etika Auditor. Variabel dalam penelitian ini adalah Orientasi Etis, Gender,

dan Persepsi Mahasiswa menganai Perilaku Tidak Etis Akuntan.Hasil penelitian ini adalah semakin

tinggi idealisme mahasiswa maka akan semakin etis dalam menanggapi kasus mengenai perilaku

tidak etis akuntan dan semakin tinggi relativisme maka akan semakin mentolerir dalam menanggapi

kasus mengenai perilaku tidak etis akuntan.

11) Diwi(2015)

Penelitian yang dilakukan oleh Dewanti Diwi(2015) yang berjudul Pengaruh Orientasi Etis

Dan Gender Terhadap Persepsi Mahasiswa Mengenai Perilaku Tidak Etis Akuntan.Variabel dalam

penelitian ini adalah idealisme, relativisme, gender dan persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak

etis akuntan. Hasil penelitian ini idealisme dan relativisme berpengaruh positif terhadap persepsi

mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan dan gender tidak berpengaruh terhadap persepsi

mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan.

12) Putri dan Supriyadi (2015)

Penelitian yang dilakukan oleh Laila Kurnia Putrid dan Supriyadi (2015) yang

berjudulPengaruh Pendidikan Etika, Religiosity, dan Performa Akademik Terhadap Tingkat

Penalaran Moral Pada Pengambilan Keputusan Akuntansi.Pengaruh Pendidikan Etika, Religiosity,

dan Performa Akademik Terhadap Tingkat Penalaran Moral Pada Pengambilan Keputusan.

Variabel dalam penelitian ini adalah Pendidikan etika, religiosity, performa akademik dan tingkat

penalaran moral pada pengambilan keputusan akuntansi. Hasil penelitian ini adalah Pendidikan

etika, religiosity berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat penalaran moral pengambilan

keputusan akuntansi sedangkan performa akademik yang digambarkan dengan indeks prestasi

mahasiswa secara statistik tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat penalaran moral pada

pengambilan keputusan.

13) Pektra dan Kurnia (2015)

Penelitian yang dilakukan oleh Stacia Pektra dan Ratnawati Kurnia (2015) yang berjudul

Pengaruh Gender, Kompleksitas Tugas, Tekanan Ketaatan, Pengalaman Auditor Terhadap Audit

Judgement. Variabel dalam penelitian ini adalah Gender, Kompleksitas tugas, Tekanan Ketaatan,

Pengalaman Auditor dan Audit Judgement.

Page 18: PENGARUH ORIENTASI ETIKA, TINGKAT PENGETAHUAN DAN …

197 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27

Hasil penelitian ini adalah Gender, tekanan ketaatan dan pengalaman audit tidak memiliki

pengaruh signifikan terhadap audit judgement sedangkan kompleksitas memiliki pengaruh

signifikan terhadap audit judgement.

14) Sudibyo dan Wati (2016)

Penelitian yang dilakukan oleh Bambang Sudibyo dan Mirna Wati (2016) yang

berjudulPengaruh Pendidikan Etika Bisnis dan Religiusitas terhadap Persepsi Etis Mahasiswa

Akuntansi. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Hasil Pendidikan Etika

Religiusitas ,Jenis Kelamin ,Performa Akademik dan Persepsi etika Mahasiswa. Hasil

penelitianTerdapat perbedaan persepsi etis yang signifikan Antara mahasiswa/i yang sudah atau

sedang mengambil mata kuliah etika bisnis dengan mahasiswa/i yang belum dan antara mahasiswa

laki-laki dan mahasiswa perempuan, terdapat perbedaan persepsi etis antara mahasiswa/i yang

memiliki tingkat religiusitas tinggi dengan mahasiswa/i yang memilik tingkat religiusitas rendan.

Dimana dari hasil penelitian memperlihatkan terdapat perbedaan persepsi etis antara mahasiswa/i

yang sudah atau sedang dan yang belum mengambil mata kuliah etika bisnis, sehingga pendidikan

berkarakter dibutuhkan.

15) Damayanti (2016)

Penelitian yang dilakukan olehDionisia Nadya Sri Damayanti (2016) yang berjudulPengaruh

Pengendalian Internal Dan Moralitas Individu Terhadap Kecurangan Akuntansi (Studi Eksperimen

pada Pegawai Bagian Keuangan dan Akuntansi Universitas Negeri Yogyakarta). Variabel dalam

penelitian ini adalah Pengendalian Internal, Moralitas Individu dan Kecurangan Akuntansi. Hasil

penelitian ini terdapat perbedaan antara individu yang berada dalam kondisi terdapat elemen

pengendalian internal maupun tidak terdapat elemen pengendalian internal dalam melakukan

kecurangan akuntansi, terdapat perbedaan antaran individu yang memiliki level moralitas individu

tinggi dan level moralitas individu rendah dalam melakukan kecurangan akuntansi dan terdapat

interaksi antara pengendalian internal dengan level moralitas.

16) Kartikarini dan Sugiarto (2016)

Penelitian yang dilakukan olehKartikarini dan Sugiarto(2016) berjudulPengaruh Gender,

Keahlian, dan Skeptisisme Profesional terhadap Kemampuan Auditor Mendeteksi Kecurangan.

Variabel dalam penelitian ini adalah Gender, Keahlian, dan Skeptisisme Profesional, Kemampuan

Auditor Mendeteksi Kecurangan. Hasil penelitian Berdasarkan hasil uji hipotesis yang telah

dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa gender dan skeptisisme professionalberpengaruh positif

terhadap kemampuan auditor mendeteksi kecurangan.

17) Prayudi(2017)

Penelitian yang dilakuakan oleh Made Aristia Prayudi(2017) yang berjudulGender, Penerapan

Kode Etik Profesi Akuntan dan Kualitas Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Variabel dalam penelitian ini adalah Kode Etik, Gender dan Kualitas Penyusunan Anggaran.Hasil

penelitian menunjukkan bahwa penerapan kode etik profesional oleh akuntan pemerintah memiliki

pengaruh positif terhadap kualitas penyusunan APBD. Sementara itu, terdapat perbedaan yang

signifikan ditemukan antara kelompok akuntan perempuan dan kelompok akuntan laki-laki dalam

hal penerapan kode etik profesional.Hubungan positif dan signifikan antara penerapan kode etik

profesional dan kualitas penyusunan APBD oleh akuntan pemerintah dapat mengindikasikan bahwa

kode etik profesional telah memainkan perannya dengan baik sebagai pedoman dalam pelaksanaan

tugas-tugas keprofesian yang diemban para akuntan.

18) Agustiningsih (2017)

Penelitian yang dilakukan oleh Maulina Agustiningsih(2017) yang berjudulPengaruh Latar

Belakang Pendidikan, Pendidkan Berkelanjutan, Etika Profesi, Budaya Organisasi dan Pemahaman

Page 19: PENGARUH ORIENTASI ETIKA, TINGKAT PENGETAHUAN DAN …

198 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27

Good Governance terhadap Hasil Kinerja Auditor Pemerintah. VariabelLatar Belakang Pendidikan,

Pendidikan Berkelanjutan, Etika Profesi, Budaya Organisasi, Pemahaman Good Governance.Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa variabel Latar Belakang Pendidikan, variabel Pendidikan

Berkelanjutan,variabel Etika Profesi, variabel Budaya Organisasi, variabel Pemahaman Good

Governanceberpengaruh terhadap Hasil kinerja auditor Pemerintah.

19) Poluakan, Saerang, Lambey (2017)

Penelitian yang dilakukan ole0h Marselino Jeheskiel Poluakan, David Paul Elia Saerang,

Robert Lambey (2017) yaituAnalisis Persepsi Atas Faktor-faktor Yang Berpengaruh Terhadap

Keinginan Seseorang Menjadi Whistleblower. Variabel dalam penelitian ini adalah Agent of

Change, Social Control, Iron Stock, terhadap keinginan menjadi Whistleblower. Hasil penelitian ini

adalah keinginan menjadi whistleblower dan agent of change, social control, iron stockbersifat

positif atau searah sebaliknya apabila agent of change, social contril, iron stock mengalami

penurunan maka keinginan menjadi whistleblowerjuga mengalami penurunan.

20) Novayanti (2017)

Penelitian yang dilakukan oleh Evi (2017) yaitu Pengaruh Orientasi Etis Dan Tingkat

Pengetahuan Mahasiswa Terhadap Persepsi Mahasiswa Mengenai Perilaku Tidak Etis Akuntan

(Studi Pada Mahasiswa Akuntansi Program Strata 1 Universitas Mahasaraswati). Variabel

dependen dalam penelitian ini adalah persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan.

Sedangkan variabel independen adalah idealisme, relativisme, dan tingkat pengetahuan. Hasil dari

penelitian ini adalah idealisme tidak berpengaruh terhadap persepsi mahasiswa terhadap perilaku

tidak etis akuntan, relativisme berpengaruh positif terhadapperilaku tidak etis akuntan dan tingkat

pengetahuan tidak berpengaruh terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan.

BAB III. KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Berpikir

Perkembangan penalaran moral disebut juga kesadaran moral menjadi faktor penentu dalam

pengambilan keputusan etis. Pengukuran moral tidak sekedar mengamati perilaku moral yang tampak,

tetapi harus melihat kesadaran moral yang mendasari keputusan perilaku tersebut. Individu akan

mengambil sebuah keputusan etis berdasarkan sebuah interaksi antara faktor individu (pengalaman,

orientasi etika, dan komitmen profesi) dengan faktor situasional (nilai etika organisasi).Dengan adanya

pengetahuan yang dimiliki maka akan berpengaruh terhadap penalaran yang diberikan individu dalam

tiap tahapan perkembangan moral sehingga terdapat perubahan perkembangan dan perilaku di tiap

tahap perkembangan moral individu.

Suatu profesi harus memiliki etika yang harus ditaati dalam menjalankan profesinya. Perilaku etis

sangat penting diterapkan disegala bidang profesi, namun masih banyak terjadi penyelewengan etika

yang akhirnya dapat menyebabkan skandal didalam profesi tersebut. Hal tersebut secara tidak langsung

mempengaruhi opini mahasiswa akuntnasi terhadap profesi di bidang akuntansi, yang nantinya akan

dijadikan pertimbangan oleh mahasiswa dalam memilih karir di masa depan. Terdapat berbagai macam

faktor yang mendasari individu melakukan tindakan yang tidak etis. Terdapat dua alasan mengapa

orang berperilaku tidak etis, yaitu standar etika seseorang berbeda dengan masyarakat umum dan

seseorang memilih untuk bertindak mementingkan diri sendiri (Arents et al, 2006:9). Menurut

Novayanti (2017) jika seseorang beranggapan bahwa perilaku tersebut adalah etis dan dapat diterima

padahal tidak bagi orang lain maka akan muncul konflik atas nilai etis yang tidak mungkin

terselesaikan.

Kedua hal tersebut merupakan penyebab seseorang berperilaku tidak etis saat menghadapi dilema

etika. Dilema etika merupakan situsiasi dimana seseorang harus membuat sebuah keputusan tentang

Page 20: PENGARUH ORIENTASI ETIKA, TINGKAT PENGETAHUAN DAN …

199 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27

tindakan atau perilaku yang tepat. Faktor penentu dari perilaku etis adalah filosofi moral pribadi

mereka masing-masing yang membuktikan bahwa orientasi etika dikendalikan oleh dua karekteristik

yaitu idealisme dan relativisme (Forsyth, 1992). Idealisme adalah suatu sikap yang menganggap bahwa

tindakan yang tepat atau benar akan menimbulkan konsekuensi sesuai hasil yang diinginkan. Individu

yang memiliki sifat idealis akan berpegang teguh pada aturan moral yang bersifat universal dan akan

mengambil tindakan tegas terhadap suatu situasi yang dapat merugikan orang lain. Relativisme moral

adalah pandangan bahwa tidak ada standar etis yang secara absolut benar. Dalam penalaran moral

individu, ia harus selalu mengikuti standar moral yang berlaku di masyarakat, sehingga mereka akan

mempertimbangkan situasi dan kondisi individu dibandingkan prinsip etika yang telah dilanggar.

Hal lain yang mempengaruhi seseorang berperilaku tidak etis adalah lingkungan, yang salah

satunya adalah dunia pendidikan. Di Indonesia, dunia Pendidikan akuntansi juga mempunyai

pengaruh yang besar terhadap perilaku etis akuntan (Mardawati, 2014), oleh sebab itu perlu diketahui

pemahaman calon akuntan (mahasiswa) terhadap masalah-masalah etika dalam hal ini berupa etika

bisnis dan etika profesi akuntan yang mungkin telah atau mereka hadapi nantinya. Terdapatnya mata

kuliah yang berisi ajaran moral dan etika sangat relevan untuk disampaikan kepada mahasiswa dan

keberadaan pendidikan etika ini juga memiliki peranan penting dalam perkembangan profesi di bidang

akuntansi di Indonesia (Mardawati, 2014).

Selain dari idealisme, relativisme dan tingkat pengetahuan, hal lain yang mempenagruhi seseorang

berperilaku tidak etis yaitu perbedaan gender, perbedaan antara pria dan wanita disebabkan oleh

sosialisasi awal terhadap pekerjaan dan kebutuhan-kebutuhan peran lainnya. Pada dasarnya, pria dan

wanita akan menunjukan perbedaan dalam berperilaku etis yang didasarkan pada sifat yang dimiliki

dan kodrat yang telah diberikan secara biologis.

Terdapat dua pendekatan yang biasa digunakan untuk memberikan pendapat mengenai pengaruh

gender terhadap perilaku etis maupun persepsi individu terhadap perilaku tidak etis, yaitu pendekatan

struktural dan pendekatan sosialisasi. Pendekatan struktural memprediksi bahwa baik pria maupun

wanita di dalam profesi tersebut akan memiliki perilaku etis yang sama. Pendekatan sosialisasi gender

menyatakan bahwa pria dan wanita membawa seperangkat nilai dan yang berbeda ke dalam suatu

lingkungan kerja maupun ke dalam suatu lingkungan belajar. Pada dasarnya, pria dan wanita akan

menunjukan perbedaan dalam berperilaku etis yang didasarkan pada sifat yang dimiliki dan kodrat

yang telah diberikan secara biologis (Diwi, 2015). Pendekatan sosialisasi gender menyatakan bahwa

pria dan wanita membawa kumpulan nilai yang berbeda dalam lingkungan kerja. Pria memandang

pada pencapaian kinerja adalah kompetisi dan kelihatannya perlu untuk menyimpang dari aturan untuk

dapat sukses, dimana wanita lebih peduli terhadap kinerja sendiri.

Cara pandang individu terhadap konsep etis akan mempengaruhi keputusannya untuk melakukan

tindakan yang tidak etis. Individu yang memiliki sifat idealis akan berpegang teguh pada aturan moral

yang bersifat universal. Individu yang idealis akan mengambil tindakan tegas terhadap suatu situasi

yang dapat merugikan orang lain dan memiliki sikap serta pandangan yang lebih tegas terhadap

individu yang melanggar perilaku etis dalam profesinya.

Individu yang memiliki tingkat relativitas yang tinggi menganggap bahwa tindakan moral

tergantung pada situasi dan sifat individu yang terlibat sehingga mereka akan mempertimbangkan

situasi dan kondisi individu dibandingkan prinsip etika yang telah dilanggar. Individu yang memiliki

pengetahuan dan informasi yang lebih laus tentang etika maka akan cenderung berpengaruh terhadap

persepsinya atas banyaknya kasus yang terjadi pada akuntan. Perbedaan gender memiliki pengaruh

perbedaan berperilaku etis yang didasarkan oleh sifat yang dimiliki dan kodrat yang telah diberikan

secara biologis.

Page 21: PENGARUH ORIENTASI ETIKA, TINGKAT PENGETAHUAN DAN …

200 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27

Gambar 3.1

Kerangka Berpikir

Pengaruh Orientasi Etika, Tingkat Pengetahuan dan Gender Terhadap Persepsi Mahasiswa

Mengenai Perilaku Tidak Etis Akuntan

Sumber : Hasil Pemikiran Peneliti (2018)

3.2 Hipotesis

Menurut Sugiono (2014: 64), hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan.

Dalam penelitian ini hipotesis yang diajukan sebagai berikut.

1) Pengaruh idealisme terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan.

Cara pandang individu terhadap konsep etis akan mempengaruhi keputusanya dalam melakukan

tindakan yang tidak etis. Idealisme adalah suatu sikap yang menganggap bahwa tindakan yang tepat

akan menimbulkan konsekuensi sesuai hasil yang diinginkan. Individu yang memiliki sifat idealis

akan berpegang teguh pada aturan moral yang bersifat universal. Individu yang idealis mempunyai

prinsip bahwa merugikan individu lain adalah hal yang selalu dapat dihindari dan mereka tidak

akan melakukan tindakan negatif. Individu yang idealis akan mengambil tindakan tegas terhadap

suatu situasi yang dapat merugikan orang lain dan memiliki sikap serta pandangan yang lebih tegas

terhadap individu yang melanggar perilaku etis dan profesinya. Penelitian yang dilakukan oleh

Diwi (2015) menyatakan bahwa idealisme berpengaruh positif terhadap persepsi mahasiswa

mengenai perilaku tidak etis akuntan. Mahasiswa yang bersifat idealis cenderung memberikan

tanggapan atau persepsi ketidak setujuan terhadap perilaku tidak etis akuntan, dimana terdapat

pengaruh positif antara etika akuntan dengan idealisme mahasiswa. Penelitian yang dilakukan oleh

Sutriasih (2014) semakin tinggi idealisme mahasiswa maka akan semakin etis dalam menanggapi

kasus mengenai perilaku tidak etis akuntan.Menurut Novayanti (2017) idealisme tidak berpengaruh

terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan.

Idealisme (X1)

Relativisme (X2)

Tingkat Pengetahuan (X3)

Gender (X4)

Persepsi Mahasiswa

Mengenai Perilaku Tidak

Etis Akuntan (Y)

Page 22: PENGARUH ORIENTASI ETIKA, TINGKAT PENGETAHUAN DAN …

201 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27

Berdasarkan penjelasan diatas dan ketidak konsistenan hasil, maka diajukan hipotesis pertama

sebagai berikut :

H1 : Idealisme berpengaruh positif terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis

akuntan.

2) Pengaruh relativisme terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan.

Relativisme adalah model cara berpikir pragmatis, alasannya adalah bahwa aturan etika sifatnya

tidak universal karena etika dilatarbelakangi oleh budaya dimana masing-masing budaya memiliki

aturan yang berbeda-beda. Relativisme etis merupakan teori bahwa suatu tindakan dapat di katakan

etis atau tidak, benar atau salah, tergantung kepada pandangan masyarakat itu sendiri. Hal ini

disebabkan karena teori ini menyakini bahwa setiap individu maupun kelompok memiliki

keyakinan yang berbeda. Relativisme moral adalah pandangan bahwa tidak ada standar etis yang

secara absolut benar. Individu yang memiliki tingkat relativisme yang tinggi menganggap bahwa

tindakan moral tergantung pada situasi dan sifat individu yang terlibat, sehingga mereka akan

mempertimbangkan situasi dan kondisi individu dibandingkan prinsip etika yang telah dilanggar.

Individu dengan tingkat relativisme tinggi cenderung menolak gagasan mengenai kode moral, dan

individu dengan relativisme yang rendah hanya akan mendukung tindakan-tindakan moral yang

berdasar kepada prinsip, norma, ataupun hukum universal. Menurut Sinarwati (2014) menyatakan

dalam penelitianya relativisme berpengaruh signifikan terhadap sensitivitas etika auditor. Semakin

tinggi relativisme mahasiswa maka akan semakin mentolerir dalam menanggapi kasus mengenai

perilaku tidak etis akuntan. Penelitian yang dilakukan oleh Novayanti (2017) bahwa relativisme

berpengaruh positif terhadap pengaruh perilaku tidak etis akuntan.

Berdasarkan penjabaran diatas, maka diajukan hipotesis kedua sebagai berikut.

H2 : Relativisme berpengaruh positif terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis

akuntan.

3) Pengaruh tingkat pengetahuan terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis

akuntan.

Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang.

Pengetahuan adalah gejala yang ditemui manusia dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal.

Tingkat pengetahuan dalam penelitian ini adalah pengetahuan mahasiswa mengenai bidang profesi

akuntansi dan informasi mengenai kasus yang menimpa Enron dan kasus lainnya. Penelitian yang

dilakukan oleh Supriyadi (2015) menyatakan bahwa pendidikan etika berpengaruh positif terhadap

tingkat penalaran moral pada pengambilan keputusan akuntansi. Pendidikan etika merupakan salah

satu faktor yang berpengaruh pada pembentukan karakter individu untuk melakukan suatu tindakan

sesuai dengan etika yang berlaku. Penelitian yang dilakukan oleh Novayanti (2017) Tingkat

Pendidikan tidak berpengaruh terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan.

Berdasarkan penjabaran diatas dan ketidak konsistenan hasil, maka diajukan hipotesis ketiga

sebagai berikut.

H3 : Tingkat pengetahuan berpengaruh positif terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku

tidak etis akuntan.

4) Pengaruh gender terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan.

Pengaruh dari perbedaan gender terhadap penilaian etis dapat dikatakan sangat kompleks dan

tidak pasti. Pada dasarnya, pria dan wanita akan menunjukan perbedaan dalam berperilaku etis yang

didasarkan pada sifat yang dimiliki dan kodrat yang telah diberikan secara biologis. Terdapat dua

pendekatan yang biasa digunakan untuk memberikan pendapat mengenai pengaruh gender terhadap

perilaku etis maupun persepsi individu terhadap perilaku tidak etis, yaitu pendekatan struktural dan

pendekatan sosialisasi. Pendekatan struktural memprediksi bahwa baik pria maupun wanita di

Page 23: PENGARUH ORIENTASI ETIKA, TINGKAT PENGETAHUAN DAN …

202 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27

dalam profesi tersebut akan memiliki perilaku etis yang sama. Pendekatan sosialisasi gender

menyatakan bahwa pria dan wanita membawa seperangkat nilai dan yang berbeda ke dalam suatu

lingkungan kerja maupun ke dalam suatu lingkungan belajar. Pada dasarnya, pria dan wanita akan

menunjukan perbedaan dalam berperilaku etis yang didasarkan pada sifat yang dimiliki dan kodrat

yang telah diberikansecara biologis. Menurut Sugiarto (2016) menyatakan bahwa gender

berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Penelitian yang

dilakukan oleh Diwi (2016) menyatakan gender tidak berpengaruh terhadap perilaku tidak etis

akuntan.

Berdasarkan penjabaran diatas dan dari ketidak konsistenan hasil, maka diajukan hipotesis keempat

sebagai berikut.

H4 : Gender berpengaruh terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan.

BAB IV. METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Universitas Mahasaraswati Denpasar, yang berlokasi di JalanKamboja

No. 11 Denpasar.

4.2 Obyek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah Mahasiswa Ekonomi program studi Akuntansiangkatan 2015

yang sudah menempuh mata kuliah Etika Profesi.

4.3 Identifikasi Variabel

1) Variabel Dependen

Variabel dependen (variabel terikat) adalah uji statistik untuk menganalisis set data (Ghozali,

2016:6). Variabel dependen yang digunakan pada penelitian ini adalah persepsi mahasiswa

mengenai perilaku tidak etis akuntan.

2) Variabel Independen

Variabel independen (variabel bebas) merupakan metode statistik untuk menguji lebih dari

satu variabel bebas (Ghozali, 2016:7). Variabel independen yang digunakan pada penelitian ini

adalah orientasi etis (idealisme dan relativisme), tingkat pengetahuan dan gender.

4.4 Definisi Operasional Variabel

1) Persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan merupakan sikap atau tanggapan yang

diberikan oleh mahasiswa dalam merespon maupun menafsirkan perilaku tidak etis akuntan dengan

indikator penelitian seperti konflik kepentingan, penghindaran pajak, pembelian orang dalam,

kerahasiaan professional dan pembayaran kembali. Variabel ini akan diukur menggunakan skala

likert yang dimodifikasi dengan 5 jawaban : 1. Sangat tidak setuju (STS), 2. Tidak setuju (TS), 3.

Kurang Setuju (KS), 4. Setuju (S), 5. Sangat Setuju (SS).

2) Orientasi Etis

Orientasi etis merupakan dasar pemikiran dalam menentukan sikap dan arah secara tepat dan benar

mengenai dilema etis. Orientasi etis dikendalikan oleh dua karakteristik, yaitu:

a) Idealisme

Idealisme adalah suatu sikap yang mengganggap bahwa tindakan yang tepat atau benar akan

menimbulkan konsekuensi sesuai hasil yang diinginkan.Dengan indikator penelitiannya adalah

tindakan yang tepat.

b) Relativisme

Relativisme adalah model cara berpikir pragmatis, alasannya adalah bahwa aturan etika sifatnya

tidak universal karena etika dilatarbelakangi oleh budaya dimana masing-masing budaya

memiliki aturan yang berbeda-beda dengan indikator penelitiannya adalah pandangan

mahasiswa.

Page 24: PENGARUH ORIENTASI ETIKA, TINGKAT PENGETAHUAN DAN …

203 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27

Variabel orientasi etis akan diukur dengan menggunakan skala likert yang dimodifikasi dengan

5 jawaban : 1. Sangat tidak setuju (STS), 2. Tidak setuju (TS), 3. Kurang Setuju (KS), 4. Setuju (S),

5. Sangat Setuju (SS).

3) Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan adalah informasi yang diketahui secara sadar oleh seseorang. Pengetahuan yang

dimaksudkan disini berkaitan dengan etika profesi akuntan yang terdiri dari 5 prinsip yaitu :

integritas, objektifitas, prinsip kompetensi serta sikap kecermatan dan kehati-hatian, kerahasiaan,

dan perilaku professional. Variabel akan diukur dengan menggunakan skala likert yang

dimodifikasi dengan 5 jawaban : 1. Sangat tidak setuju (STS), 2. Tidak setuju (TS), 3. Kurang

Setuju (KS), 4. Setuju (S), 5. Sangat Setuju (SS).

4) Gender

Gender adalah pembagian peran, kedudukan, dan tugas antara laki-laki dan perempuan yang

ditetapkan oleh masyarakat berdasarkan sifat perempuan dan laki-laki yang dianggap pantas sesuai

norma-norma, adat istiadat, kepercayaan, atau kebiasaan masyarakat. Pengaruh dari perbedaan

gender terhadap penilaian etis dapat dikatakan sangat kompleks dan tidak pasti. Pria dan wanita

akan menunjukan perbedaan dalam berperilaku etis yang didasarkan pada sifat yang dimiliki dan

kodrat yang telah diberikan secara biologis. Variabel Gender, akan menggunakan variabel dummy

dalam pengukurannya, dimana responden laki-laki akan mendapat nilai 1 dan responden perempuan

mendapat nilai 2.

4.5 Jenis dan Sumber Data

4.5.1 Jenis Data

1) Data Kuantitatif

Menurut Sugiyono (2014:12), menyatakan bahwa data kuantitatif adalah data yang

berbentuk angka-angka dan dapat diukur dalam satuan hitung. Dalam penelitian ini data yang

dapat dihitung adalah jawaban kuesioner dari responden yaitu mahasiswa akuntansi Universitas

Mahasaraswati Denpasar.

2) Data Kualitatif

Data kualitatif adalah data yang berbentuk kata, skema, dan gambar. Dalam penelitian ini

data kualitatif adalah identifikasi variable-variabel tentang kuesioner yang akan disebarkan kepada

responden.

4.5.2 Sumber Data 1) Data Primer

Dalam penelitian ini menggunakan data primer. Menurut Sugiyono (2014:203) data primer

adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya, diamati dan dicatat untuk pertama

kalinya, tidak melalui media perantara dengan terjun langsung ke lapangan. Penelitian ini

menggunakan data primer yang diperoleh dari jawaban kuesioner.

2) Data Sekunder

Data sekunder yaitu sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data,

misalnya melalui orang lain atau dengan dokumen (Sugiyono, 2014:115). Data yang didapat dari

arsip organisasi atau instansi, studi pustaka, penelitian terdahulu, literatur dan jurnal yang

berhubungan dengan permasalahan yang diteliti.

4.6 Populasi dan Sampel

4.6.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai

kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

Page 25: PENGARUH ORIENTASI ETIKA, TINGKAT PENGETAHUAN DAN …

204 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27

kesimpulnnya (Sugiyono, 2014:115). Populasi dalam penelitian ini adalah 583 Mahasiswa Ekonomi

jurusan Akuntansi.

4.6.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut

(Sugiyono, 2014:116). Untuk menentukan jumlah sampel, maka penelitian ini menggunakan rumus

slovin, dengan taraf tolenransi kesalahan sebesar 5%.

Rumus : n = 𝑁

1+𝑁 (𝑒)2 =

583

1+583 (0,05)2 = 233,2…………(1)

Keterangan :

n = Sampel

N = Jumlah Populasi

e = Perkiraan Tingkat Kesalahan 5%

Dari perhitungan yang diperoleh maka jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 233,2

dibulatkan menjadi 233 responden. Dalam penelitian ini untuk menentukan ukuran/besarnya sampel,

teknik yang digunkan adalah simple random sampling. Simple Random Sampling adalah teknik untuk

menghitung sampel yang pengambilan anggota sampel dan populasi dilakukan secara acak tanpa

memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu (Sugiyono, 2014: 118). Sampel dalam penelitian

ini adalah mahasiswa program studi akuntansi yang sudah mendapat mata kuliah Etika dan Profesi

Akuntansi di Universitas Mahasaraswati Denpasar.

4.7 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah menggunakan data kuesioner dan

dokumentasi.

1) Kuesioner

Kuesioner adalah pernyataan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari

responden dalam arti laporan tentang pribadi atau hal-hal yang ia ketahui (Arikunto, 2015:151).

Kuesioner yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis kuesioner langsung yang tertutup karena

responden tinggal memberikan tanda pada salah satu jawaban yang dianggap benar.

2) Dokumentasi

Menurut Arikunto (2015:158) dokumentasi mencari dan mengumpulkan mengenai hal-hal

yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, notulen, agenda, dan sebagainya.

4.8 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan regresi linier berganda.

Sebelum dilakukan teknik analisis berganda menurut Ghozali (2016) dilakukan pengujian terlebih

dahulu terhadap variabel-variabel yang digunakan agar tidak terjadi bias.

4.8.1 Statistik Deskriptif

Statistik Deskriptif disajikan untuk memberikan informasi mengenai karakteristik variabel-

variabel penelitian yang terdiri dari jumlah amatan, nilai minimum, nilai maksimum, nilai mean, dan

standar deviasi.

4.8.2 Uji Instrumen

Pada prinsipnya meneliti adalah melakukan pengukuran, maka harus ada alat ukur yang baik.

Alat ukur yang baik dalam penelitian ini menggunakan hasilkuesioner. Instrumen penelitian adalah

suatu alat ukur yang digunakan untuk mengukur fenomena sosial maupun alam (Sugiyono,

2014:147). Instrumen dalam penelitian ini adalah kuesioner yang berisi daftar pertanyaan tentang

variabel dependen yaitu persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan dan variabel

independen yaitu orientasi etis, tingkat pengetahuan dan gender. Pengukuran dilakukan dengan

menggunakan skala likert yang dimodifikasi dengan 5 jawaban. Skala likert digunakan untuk

mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok tentang kejadian atau gejala

Page 26: PENGARUH ORIENTASI ETIKA, TINGKAT PENGETAHUAN DAN …

205 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27

sosial. Responden diminta untuk mengisi jawaban atas pertanyaan dalam bentuk verbal dengan

kategori yang telah ditentukan.

1) Uji Validitas

Menurut Ghozali (2016:52), uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau tidak suatu

kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan atau pernyataan pada kuesioner

mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Jika ingin mengukur

apakah pertanyaan dalam kuesioner yang sudah dibuat betul-betul dapat mengukur apa yang

hendak diukur. Dasar pengambilan keputusan valid atau tidaknya butir-butir pernyataan dalam

kuesioner adalah apabila total nilai dari pearson correlation untuk masing-masing butir

pernyataan menunjukan nilai diatas 0,30 maka data dinyatakan valid (Ghozali,2016:53).

2) Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas merupakan alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator

dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang

terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu (Ghozali,2016:47). Dalam

pengujian ini, peneliti mengukur reliabelnya suatu variabel dengan cara melihat Cronburh Alpha

dengan signifikansi yang digunakan lebih besar dari 0,70. Suatu konstruk atau variabel dikatakan

reliabel jika memberikan nilai Cronburh Alpha>0,70 (Ghozali,2016:48).

4.8.3 Uji Asumsi Klasik

Untuk menyakinkan bahwa persamaan garis regresi yang diperoleh adalah linier dan dapat

dipergunakan (valid) untuk mencari peramalan, maka akan dilakukan pengujian asumsi normalitas,

multikolinearitas, dan heteroskedastisitas.

1) Uji Normalitas

Menurut Ghozali (2016:154) uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model

regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji

t dan uji F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Kalau asumsi ini

dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil. Pengujian normalitas

dilakukan dengan menggunakan uji statistik Kolmogorov-Smirnov (K-S), data dinyatakan normal

apabila koefisien Asymp Sig (2-tailed) lebih besar dari signifikan 0,05.

2) Uji Multikolinearitas

Menurut Ghozali (2016:103) uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model

regresi ditemukan adanya kolerasi antar variabel bebas. Model regresi yang baik seharusnya tidak

terjadi korelasi diantara variabel bebas. Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas di

dalam model regresi, yaitu dengan menganalisis matriks korelasi variabel-variabel bebas, dapat

juga dengan melihat nilai tolerance dan variance inflation factors (VIF) dengan alat bantu

program SPSS tinggi (karena VIF = 1/Tolerance) dan nilai cut off yang umum dipakai untuk

menunjukan adanya multikolinearitas adalah nilai tolerance ≤0,10 atau sama dengan niali VIF ≥ 10. Jika nilai variance inflation factor (VIF) < 10 dan niali tolerance > 0,10, maka model

tersebut dapat dikatakan terbebas dari multikolinearitas.

3) Uji Heteroskedastisitas

Menurut Ghozali (2016:134) uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam

model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang

lain (nilai errornya). Jika varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap,

maka disebut homokedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model yang baik

adalah homokedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Pengujian heteroskedastisitas

penelitian ini menggunakan uji Glejer. Metode Glejer dilakukan dengan meregresikan nilai

absolute residual terhadap variabel bebas. Model regresi tidak mengandung heteroskedastisitas

apabila nilai signifikansi variabel bebasnya terhadap nilai absolute residual lebih besar 0,05.

Page 27: PENGARUH ORIENTASI ETIKA, TINGKAT PENGETAHUAN DAN …

206 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27

4.8.4 Analisis Regresi Berganda

Analisis ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel bebas terhadap

variabel terikatnya. Teknik analisis data yang dipergunakan untuk memecahkan masalah dalam

penelitian ini adalah teknik analisis regresi linier berganda dimana variabel terikatnya dihubungakan

atau dijelaskan lebih dari satu variabel bebas, namum masih menunjukan diagram hubungan linier

(Haan, 2009:269). Data dapat diolah dengan bantuan software SPSS. Rumus persamaanya adalah

sebagai berikut :

Y=𝛼 + 𝛽1𝑋1 + 𝛽2𝑋2 + 𝛽3𝑋3 + 𝛽4𝑋4 … … … … … … … … (1) Dimana :

Y =Persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etisakuntan

α = konstanta

𝛽1, 𝛽2, 𝛽3, 𝛽4 = koefisien regresi

X1 = Idealisme

X2 = Relativisme

X3 = Tingkat Pengetahuan

X4 = Gender

e = kesalahan penganggu

4.8.5 Uji Kelayakan Model

1) Uji Koefisien Determinasi

Menurut Ghozali (2016:95) koefisien determinasi (R²) pada intinya mengukur seberapa jauh

kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi

adalah antara nol dan satu. Nilai adjusted R² yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel

independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas. Nilai yang mendekati

satu berarti variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk

memprediksi variabel dependen.

2) Uji Statistik F (Signifikan Simultan)

Menurut Ghozali (2016:99) apabila hasil dari uji F adalah signifikan atau p value ≤0,05 maka disimpulkan model regresi yang digunakan dianggap layak uji. Uji statistik F menunjukan

apakah variabel bebas yang dimasukan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama

terhadap variabel terikat. Hasil uji statistik F diketahui dari tabel analisis varian (ANOVA).

3) Uji t (Signifikan Pengaruh Parsial)

Menurut Ghozali (2016:97) uji persial digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-

masing variabel independen terhadap variabel dependen. Uji ini menunjukan seberapa jauh

pengaruh variabel independen secara individual terhadap variabel dependen. Kreteria pengujian

adalah dengan membandingkan derajat kepercayaan taraf signifikan (alpha) sebesar 0,05.

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian

5.1.1 Sejarah Singkat Fakultas Ekonomi Universitas Mahasaraswati Denpasar

Penelitian ini dilakukan di Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas

Mahasaraswati Denpasar. Universitas Mahasaraswati Denpasar yang selanjutnya disingkat Unmas

Denpasar merupakan salah satu Perguruan Tinggi Swasta yang ada di lingkungan Koordinasi

Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) Wilayah VIII, di bawah pengelola Yayasan Perguruan Rakyat

Saraswati Denpasar. Unmas Denpasar bermula dari didirikannya Institut Keguruan dan Ilmu

Pendidikan (IKIP) Saraswati pada tanggal 8 Desember 1963 dengan status terdaftar Nomor :

Page 28: PENGARUH ORIENTASI ETIKA, TINGKAT PENGETAHUAN DAN …

207 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27

134/B/Swt/P/65; pada tanggal 2 Desember 1965 yang terdiri atas jurusan Sejarah/Antropologi dan

Bahasa Inggris. Situasi politik saat itu dengan meletusnya G. 30 S/PKI, maka IKIP Saraswati pada

tahun 1965 tidak aktif sampai tahun 1979. Pada tanggal 23 Agustus 1979 IKIP Saraswati diaktifkan

kembali dan dikembangkan dengan membuka Fakultas Sastra dan Seni dengan jurusan Bahasa dan

Sastra Indonesia. Fakultas Keguruan Jurusan Eksakta terdiri dari Jurusan Matematika dan Ilmu Hayat

serta Fakultas Ilmu Pendidikan dengan Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan (BP) dan Jurusan

Pendidikan Umum (PU). Dengan status terdaftar Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan Republik Indonesia IKIP Saraswati ditetapkan kembali dengan status terdaftar No :

039/0/1981, tanggal 21 Januari 1981 yang memiliki Fakultas Keguruan dengan Jurusan Bahasa dan

Sastra Indonesia, Jurusan Biologi, Jurusan Sejarah/Antropologi, Jurusan Matematika, dan Jurusan

Bahasa Inggris serta Fakultas Keguruan dengan Jurusan Bimbingan dan Pendidikan Umum (PU).

Dengan terbitnya Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia

Nomor : 691/0/1982 tanggal 6 Maret 1982, Akademi Bahasa Asing (ABA) Saraswati digabungkan

dan diintegrasikan ke dalam Universitas Mahasaraswati Denpasar pada saat itu memiliki : Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Fakultas Pertanian, Fakultas Hukum, Fakultas Ekonomi, Fakultas

Teknik dengan jurusan Teknik Sipil secara resmi berstatus terdaftar pada tanggal 2 Nopember 1982

dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor :

0358/0/1982.

Dengan adanya kebijaksanaan baru dari pemerintah dalam penataan kembali Universitas /

Institusi Negeri di Indonesia lewat PP Nomor : 5 Tahun 1980; 27 Tahun 1981; Surat Keputusan

Mendikbud Republik Indonesia Nomor: 0174/0/1983 dan Kepres Nomor: 62 Tahun 1982 Tanggal 12

Pebruari 1983, Universitas Mahasaraswati Denpasar juga melakukan penataan terhadap fakultas-

fakultas yang ada, salah satunya fakultas Ekonomi. Sesuai dengan tuntutan perkembangan dunia

pendidikan maka jurusan yang ada di fakultas ekonomi mengalami perubahan istilah yaitu dari

Jurusan Ekonomi Umum menjadi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan serta Jurusan Perusahaan

menjadi Studi Manajemen berdasarkan SK. Dirjen. Dikti No. 0400/0/1984, tertanggal 29 Agustus

1984.

Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan serta Jurusan Manajemen kembali memperoleh

status terdaftar berdasarkan SK. Mendikbud RI No.063/0/1984 tertanggal 20 September 1984. Mulai

tahun 1990 Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan serta Program Studi Manajemen

mengalami peningkatan status menjadi status diakui berdasarkan SK. Mendikbud RI No. 063

tertanggal 23 Januari 1990. Bersamaan dengan itu pada tahun 1992 mulai dibuka program stdui

Akuntansi dan sejak tanggal 23 November 1993 dengan SK. Dirjen Dikti No. 609/Dikti/Kep/1993

dengan status terdaftar. Tanggal 1 Mei 1993 dengan SK Mendikbud RI No.226/Dikti/Kep/1993

Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan serta Program Studi Manajemen memperoleh

status disamakan.

Keluarnya SK No.004/Ban-PT/AK-V/51/IV/2002 tertanggal 5 April 2002 dari Badan Akreditasi

Nasional Perguruan Tinggi Depdikbud RI maka Program Studi Manajemen memperoleh status

Terakreditasi, sedangkan studi Ilmu Ekonomi memperoleh status Terakreditasi tertanggal 22

Desember 1998 dengan SK No. 002/BAN-PT/AK.II/XII/1998 dan No. 032/BAN-

PT/AK.VII/S1/VIII/2004. Program Studi Akuntansi memperoleh Status Terakreditasi dengan SK No.

008/BAN-PT/AK-IV/VI/200 dan No. 004/BAN-PT/AK-X/VI/2006.Fakultas Ekonomi berupaya

untuk mewujudkan apa yang menjadi visi lembaga yaitu Menjadi lembaga pendidikan tinggi di

bidang ekonomi yang bermutu, berbudaya dan berdaya saing di tingkat nasional dan global.

Berdasarkan acuan visi tersebut maka misi fakultas ekonomi adalah Pertama

MenyelenggarakanTridarma Perguruan Tinggi sesuai dengan tuntutan dan harapan pemangku

kepentingan. Kedua, Mengembangkan tata kelola yang berkeadilan, partisipatif, akuntabel dan

Page 29: PENGARUH ORIENTASI ETIKA, TINGKAT PENGETAHUAN DAN …

208 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27

terintegrasi antar unit guna mengembangkan sumber daya yang tangguh. Ketiga, Memajukan dan

mengembangkan sumberdaya manusia yang menguasai IPTEKS, berkarakter, mandiri dan berjiwa

wirausaha yang mampu meningkatkan kualitas hidup dan peradaban. Keempat, Mengembangkan

budaya akademik yang kondusif untuk menciptakan kinerja yang sehat, produktif dan berdaya saing

global.

5.1.2 Struktur Organisasi Fakultas Ekonomi Universitas Mahasaraswati Denpasar

Gambar 5.1

Struktur Organisasi

Keterangan :

Garis Perintah

Garis Koordinasi

Sumber : Fakultas Ekonomi Unmas Denpasar (2018)

Sistem tata pamong yang ada di Fakultas Ekonomi terdiri dari beberapa unsuryaitu : Ketua Program

Studi, Dosen, Tata Usaha atau Tenaga Administrasi dan Mahasiswa. Tiap-tiap unsur memiliki fungsi

dan peran masing-masing yang saling bekerja sama untuk menciptakan suasana akademik yang

kondusif. Setiap unsur wajib melaksanakan fungsi dan peran berdasarkan pedoman, aturan, maupun

tata tertib yang telah dibuat dan disepakati bersama, dengan berpedoman pada hal-hal tersebut,

kinerja setiap unsur menjadi jelas, saling membantu, mengisi dan memberi masukan demi terciptanya

suasana kerja yang harmonis.

Masing-masing bagian yang ada didalam struktur organisasi Fakultas Ekonomi Universitas

Mahasaraswari Denpasar memiliki tugas dan fungsinya masing-masing berdasarkan pedoman, aturan

maupun tata tertib yang sudah dibuat dan disepakati bersama. Adapun tugas dari masing-masing

bagian yang ada didalam struktur adalah sebagai berikut :

Dekan Fakultas

Ekonomi Unmas

Denpasar

Senat Fakultas Gugus Penjamin

Mutu

Ketua Program Studi Unit Penjaminan

Mutu

Kepala Tata Usaha

Dosen

Mahasiswa

Page 30: PENGARUH ORIENTASI ETIKA, TINGKAT PENGETAHUAN DAN …

209 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27

Pelaksanaan tata pamong di Fakultas Ekonomi Universitas Mahasaraswati Denpasar adalah sebagai

berikut :

1) Gugus Penjamin Mutu (GPM) merupakan unit independen yang bertanggung jawab kepada

Dekan. Adapun tugas GPM merumuskan :

a) Kebijakan mutu akademik dan non akademik.

b) Standar mutu akademik dan non akademik tingkat Fakultas.

c) Manual mutu akademik.

d) Manual prosedur akademik.

e) Melakukan monevin kepada prodi di lingkungan Fakultas.

f) Menyusun POB dan jurnal hasil monevin setiap akhir semester atau akhir tahun akademik.

2) Ketua Program Studi bertugas memimpin, mengkoordinasi dan mengendalikan penyusunan serta

pelaksanaan rencana kegiatan rutin dan rencana kegiatan pengembangan program studi sesuai

dengan visi, misi dan tujuan Program Studi. Adapun rencana kegiatan tersebut meliputi :

a) Evaluasi kurikulum dan pengembangannya.

b) Proses pembelajaran pada program studi.

c) Formasi dosen yang ada di program studi.

d) Pengembangan mata kuliah.

3) Unit Penjamin Mutu (UPM) Fakultas Ekonomi Universitas Mahasaraswati Denpasar adalah

organisasi penjamin mutu akademik di Prodi. Adapun tugas UPM adalah sebagai berikut :

a) Merencanakan dan melaksanakan sistem penjamin mutu akademik secara keseluruhan di

Prodi.

b) Membuat perangkat yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan sistem penjamin untuk

akademik.

c) Memonitoring pelaksanaan sistem penjaminan mutu akademik.

d) Melakukan evaluasi pelaksanaan sistem penjaminan mutu akademik.

e) Melaporkan secara berkala pelaksanaan sistem penjaminan mutu akademik kepada Ketua

Program Studi.

4) Kepala Tata Usaha bertugas mengkoordinasikan dan melaksanakan kegiatan administrasi umum

yang menyangkut seluruh kegiatan akademik dan keuangan yang ada di Fakultas Ekonomi

Universitas Mahasaraswati Denpasar. Selama ini, administrasi Prodi dilaksanakan secara terpadu

dengan program studi lainnya melalui sebuah unit administrasi yang dikepalai oleh Kepala Tata

Usaha dan dibantu oleh pegawai. Pegawai bertugas untuk menyiapkan segala sesuatu yang

mendukung kelancaran proses belajar mengajar, misalnya mempersiapkan kalender akademik,

nilai mahasiswa,transkip nilai, wisuda, surat keluar dan masuk, alat-alat perkuliahan, data dosen,

data dan absensi mahasiswa, mengurus persiapan ujian dan lain-lain yang ditentukan Kepala Tata

Usaha.

5.2 Hasil Penelitian dan Pembahasan

Dalam penelitian ini peneliti menyebarkan kuesioner. Data penelitian dikumpulkan dengan

menyebarkan kuesioner secara langsung kepada mahasiswa Akuntansi angkatan 2015 yang sudah

menempuh mata kuliah Etika Profesi di Universitas Mahasaraswati Denpasar. Kuesioner yang disebar

sebanyak 233 kuesioner telah kembali dengan diisi lengkap dan dapat dilakukan analisis lebih lanjut.

Dari hasil penilaian responden maka dapat dijelaskan besarnya jawaban responden untuk masing-

masing variabel yaitu sebagai berikut :

5.2.1 Analisis Deskriptif

Statistik deskriptif disajikan untuk memberikan informasi mengenai karakteristik variabel-variabel

penelitian yang terdiri dari jumlah amatan, nilai minimum, nilai maksimum, nilai mean, dan standar

deviasi. Berikut hasil statistik deskriptif pada Tabel 5.1

Page 31: PENGARUH ORIENTASI ETIKA, TINGKAT PENGETAHUAN DAN …

210 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27

Tabel 5.1

Hasil Statistik Deskriptif

Sumber : Lampiran 2 (Data diolah 2018)

Berdasarkan Tabel 5.1 dapat diketahui bahwa banyaknya kuesioner yang diolah adalah 233

kuesioner untuk masing-masing variable.

1) Variabel persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan (Y) mempunyai nilai

minimum 9 dan nilai maksimum 20. Nilai rata-rata 14,2918 dengan standar deviasi 3,96110.

2) Variabel idealisme (X1) mempunyai nilai minimum sebesar 30 dan nilai maksimum 50. Nilai

rata-rata 36,9270 dengan standar deviasi 5,55449.

3) Variabel relativisme (X2) mempunyai nilai minimum sebesar 30 dan nilai maksimum 50. Nilai

rata-rata 38,5193 dan standar deviasi 4,50199.

4) Variabel tingkat pengetahuan (X3) mempunyai nilai minimum sebesar 48 dan nilai minimum

80. Nilai rata-rata 62,1931 dan standar deviasi 7,13004.

5) Variabel gender (X4) mempunyai nilai minimum 1 dan nilai maksimum 2. Nilai rata-rata

1,7382 dan standar deviasi 0.44056.

5.2.2 Uji Validitas

Pengujian Validitas dilakukan untuk menguji apakah instrumen penelitian yang telah disusun

benar-benar akurat, sehingga mampu mengukur apa yang seharusnya diukur (variabel kunci yang

sedang diteliti). Uji validitas dalam hal ini merupakan akurasi temuan penelitian yang mencerminkan

kebenaran sekalipun responden yang dijadikan objek pengujian berbeda. Pendekatan yang digunakan

dalam penelitian ini adalah validitas konstruk (construct validity) yaitu dengan mengkorelasikan skor

tiap-tiap item dengan skor total. Hasil uji korelasi tersebut bisa dikatakan valid jika tingkat

probabilitasnya lebih besar dari 0,30.

Tabel 5.2

Hasil Uji Validitas

Persepsi Mahasiswa Mengenai Perilaku Tidak Etis Akuntan

Pernyataan Koefisien Korelasi Keterangan

Y.1 0,966 Valid

Y.2 0,969 Valid

Y.3 0.971 Valid

Y.4 0,975 Valid

Y.5 0,965 Valid

Sumber : Lampiran 3 (Data diolah 2018)

Tabel 5.2 menunjukan bahwa seluruh item pertanyaan dalam kuesioner mempunyai tingkat

probabilitas lebih besar dari 0,30 maka dapat disimpulkan bahwa seluruh item pertanyaan dalam

kuesioner valid.

Tabel 5.3

Hasil Uji Validitas

Descriptive Statistics

233 30.00 50.00 36.9270 5.55449

233 30.00 50.00 38.5193 4.50199

233 48.00 80.00 62.1931 7.13004

233 1.00 2.00 1.7382 .44056

233 9.00 20.00 14.2918 3.96110

233

X1

X2

X3

X4

Y

Valid N (listwise)

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Page 32: PENGARUH ORIENTASI ETIKA, TINGKAT PENGETAHUAN DAN …

211 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27

Idealisme

Pernyataan Koefisien Korelasi Keterangan

X1.1 0,968 Valid

X1.2 0,980 Valid

X1.3 0,956 Valid

X1.4 0,968 Valid

X1.5 0,973 Valid

X1.6 0,969 Valid

X1.7 0,958 Valid

X1.8 0,980 Valid

X1.9 0,967 Valid

X1.10 0,951 Valid

Sumber : Lampiran 4 (Data diolah 2018)

Tabel 5.3 menunjukan bahwa seluruh item pertanyaan dalam kuesioner mempunyai tingkat

probabilitas lebih besar dari 0,30 maka dapat disimpulkan bahwa seluruh item pertanyaan dalam

kuesioner valid.

Tabel 5.4

Hasil Uji Validitas

Relativisme

Pernyataan Koefisien Korelasi Keterangan

X2.1 0,881 Valid

X2.2 0,934 Valid

X2.3 0,931 Valid

X2.4 0,896 Valid

X2.5 0,936 Valid

X2.6 0,910 Valid

X2.7 0,940 Valid

X2.8 0,874 Valid

X2.9 0,885 Valid

X2.10 0,903 Valid

Sumber : Lampiran 5 (Data diolah 2018)

Tabel 5.4 menunjukan bahwa seluruh item pertanyaan dalam kuesioner mempunyai tingkat

probabilitas lebih besar dari 0,30 maka dapat disimpulkan bahwa seluruh item pertanyaan dalam

kuesioner valid.

Tabel 5.5

Hasil Uji Validitas

Tingkat Pengetahuan

Pernyataan Koefisien Korelasi Keterangan

X3.1 0,926 Valid

X3.2 0,898 Valid

X3.3 0,891 Valid

X3.4 0,906 Valid

X3.5 0,909 Valid

X3.6 0,888 Valid

Page 33: PENGARUH ORIENTASI ETIKA, TINGKAT PENGETAHUAN DAN …

212 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27

X3.7 0,889 Valid

X3.8 0,916 Valid

X3.9 0,906 Valid

X3.10 0,881 Valid

X3.11 0,899 Valid

X3.12 0,904 Valid

X3.13 0,895 Valid

X3.14 0,898 Valid

X3.15 0,822 Valid

X3.16 0,822 Valid

Sumber : Lampiran 6 (Data diolah 2018)

Tabel 5.5 menunjukan bahwa seluruh item pertanyaan dalam kuesioner mempunyai tingkat

probabilitas lebih besar dari 0,30 maka dapat disimpulkan bahwa seluruh item pertanyaan dalam

kuesioner valid.

5.2.3 Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas digunakan untuk mendapatkan hasil yang masuk dan mendapatkan hasil

penelitian yang valid dan reliabel. Apabila nilai Cronbarch Alpha.> 0,70 maka dapat dikatakan nilai

konstruk atau variabel itu merupakan reliabel. Dari hasil SPSS dapat dilihat pada Tabel 5.6 berikut.

Tabel 5.6

Hasil Uji Reliabilitas

Reliability Statistics

Variabel Alpha Keterangan

Persepsi

Mahasiswa

menegani perilaku

tidak etis

akuntan (Y)

0,984 Reliabel

Idealisme (X1) 0,992 Reliabel

Relativisme (X2) 0,976 Reliabel

Tingkat

Pengetahuan (X3)

0,993 Reliabel

Sumber : Lampiran 3,4,5,6 (Data diolah 2018)

Tabel 5.6 menunjukan bahwa pengujian reliabilitas instrument penelitian, diperoleh nilai

koefisien berturut-turut sebagai berikut: 0,984; 0,992; 0,976; 0,993. Seluruh nilai variabel > 0,70

sehingga semua variabel dapat dikatakan reliabel.

5.2.4 Uji Asumsi Klasik

Sebelum dianalisis dengan teknik regresi, maka model persamaan diuji terlebih dahulu melalui

uji asumsi klasik. Adapun pengujian asumsi klasik yang dilakukan yaitu uji normalitas yang

dilakukan untuk menguji apakah residual dari model regresi yang dibuat berdistribusi normal atau

tidak, uji multikolinearitas adalah uji untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya

korelasi antar variabel bebas, dan uji heteroskedastisitas adalah untuk menguji apakah dalam model

regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual atau pengamatan yang lain. Hasil uji asumsi klasik

yang diolah dengan bantuan program computer SPSS.

1) Uji Normalitas

Page 34: PENGARUH ORIENTASI ETIKA, TINGKAT PENGETAHUAN DAN …

213 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27

Konsep dasar dari uji normalitas Kolmogorov Smirnov adalah dengan membandingkan

distribusi data (yang akan diuji normalitasnya) dengan distribusi normal baku. Jika signifikansi

yang dihasilkan > 0,05 maka distribusi normal.

Tabel 5.7

Hasil Uji Normalitas

Sumber : Lampiran 7 (Data diolah 2018)

Tabel 5.7 menunjukan bahwa nilai signifikansi uji normalitas dengan metode Kolmogorov

Smirnov untuk semua pernyataan > 0,05 yaitu sebesar 0,065. Hal ini berarti bahwa seluruh data

berdistribusi normal.

2) Uji Multikolinearitas

Uji Multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah variabel bebas yang dioperasikan

mempunyai lebih dari satu hubungan linear. Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearitas

dapat dilihat dari nilai tolerance dan varian inflation factor (VIF) dimana nilai VIF yang kurang

dari 10 dan nilai tolerance yang lebih dari 0,10 mengindikasikan tidak adanya multikoliniearitas

dapat dilihat pada table 5.8

Tabel 5.8

Hasil Nilai Tolerance dan VIF

Model

Collinearity Statistic

Tolerance VIF

1 (Constant)

X1

X2

X3

X4

.973

.971

.967

.991

1.028

1.030

1.034

1.009

Sumber : Lampiran 7 (Data diolah 2018 Tabel 5.8 menunjukan bahwa nilai tolerance lebih besar dari 0,10 yakni sebesar 0,973;

0,971; 0,967; 0,991 dan nilai VIF kurang dari 10 yakni sebesar 1,028; 1,030; 1,034; 1,009. Hal ini

mengindikasikan bahwa dalam penelitian ini tidak terjadi multikolinearitas.

3) Uji Heteroskedastisitas

One-Sample Kolmogorov -Smirnov Test

233

.0000000

3.78378549

.116

.116

-.102

1.308

.065

N

Mean

Std. Deviation

Normal Parametersa,b

Absolute

Positive

Negative

Most Extreme

Differences

Kolmogorov-Smirnov Z

Asymp. Sig. (2-tailed)

Unstandardiz

ed Residual

Test distribution is Normal.a.

Calculated from data.b.

Page 35: PENGARUH ORIENTASI ETIKA, TINGKAT PENGETAHUAN DAN …

214 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27

Pengujian heteroskedastisitas dilakukan dengan uji Glejser yakni dengan cara meregresi

nilai absolut residual dari model yang diestimasi terhadap variabel independen. Jika nilai

signifikan > 0,05 maka tidak terdapat heteroskedastisitas.

Tabel 5.9

Hasil Uji Heteroskedastisitas

Sumber : Lampiran 7 (Data diolah 2018)

Tabel 5.9 menunjukan bahwa nilai signifikan untuk masing-masing variabel bebas

X1,X2,X3,X4 lebih besar dari 0,05. Hal ini menunjukan bahwa tidak terjadi masalah

heteroskedastisitas pada variabel bebas X1, X2, X3 dan X4.

5.2.5 Pengujian Regresi Linier Berganda

Model regresi berganda dalam penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh variabel

independensi idealisme, relativisme, pengetahuan etika, dan gender terhadap persepsi mahasiswa

mengenai perilaku tidak etis akuntan. Berdasarkan hasil pengujian analisis regresi yang telah

dilakukan maka didapat hasil yang tersaji pada Tabel 5.10 sebagai berikut.

Tabel 5.10

Hasil Uji Regresi

Sumber : Lampiran 8 (Data diolah 2018)

Berdasarkan Tabel 5.10 dapat diketahui bahwa, persamaan regresi yang dihasilkan adalah

sebagai berikut :

Y=𝛼 + 𝛽1𝑋1 + 𝛽2𝑋2 + 𝛽3𝑋3 + 𝛽4𝑋4 + 𝑒 Y = 17,458 + 0,042X1 + 0,112X2 + 0,147X3 + 0,071X4

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa :

Coefficientsa

.231 1.874 .123 .902

.009 .023 .025 .379 .705

.042 .029 .098 1.465 .144

.013 .018 .047 .708 .480

.140 .293 .032 .479 .633

(Constant)

X1

X2

X3

X4

Model

1

B Std. Error

Unstandardized

Coefficients

Beta

Standardized

Coefficients

t Sig.

Dependent Variable: ABRESa.

Page 36: PENGARUH ORIENTASI ETIKA, TINGKAT PENGETAHUAN DAN …

215 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27

1) Koefisien konstanta sebesar 17,458, menyatakan bahwa apabila variabel idealisme, relativisme,

tingkat pengetahuan dan gender sama dengan nol maka persepsi mahasiswa mengenai perilaku

tidak etis meningkat sebesar 17,458 satuan.

2) Koefisien regresi relativisme (X2) sebesar 0,112, menyatakan bahwa jika relativisme bertambah

sebesar satu satuan maka nilai persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan

meningkat sebesar 0,112.

3) Koefisien regresi tingkat pengetahuan (X3) sebesar 0,147, menyatakan bahwa jika tingkat

pengetahuan bertambah sebesar satu satuan maka nilai persepsi mahasiswa mengenai perilaku

tidak etis akuntan meningkat sebesar 0,147.

5.2.6 Uji Kelayakan Model

1) Uji Koefisien Determinasi

Koefisien determinasiAdjusted (𝑅2) digunakan untuk mengetahui seberapa jauh kemampuan

model dalam menerangkan variasi variabel dependen (Y). Adapun nilai Adjusted (𝑅2) disajikan

pada tabel 5.11

Tabel 5.11

Hasil Uji Koefisien Determinasi

Sumber : Lampiran 8 (Data diolah 2018)

Berdasarkan Tabel 5.11 diketahui bahwa nilai Adjusted (𝑅2) sebesar 0,072. Mempunyai arti

bahwa variabilitas variabel persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan dapat

dijelaskan oleh variabilitas idealisme, relativisme, tingkat pengetahuan dan gender sebesar 7,2%

dan sisanya 92,8% dipengaruhi oleh variabel lain diluar model.

2) Uji Statistik F

Pengujian terhadap pengaruh variabel independen secara bersamaan dilakukan dengan uji F,

yaitu untuk mengetahui apakah keseluruhan variabel independen secara bersama-sama dapat

berpengaruh terhadap variabel dependen. Untuk pengujiannya dapat dilihat dari nilai probabilitas

(P-value) dari data secara bersama-sama pada tingkat signifikan < 0,05. Berdasarkan hasil uji F

yang telah dilakukan maka didapat hasil yang dilihat pada Tabel 5.12

Tabel 5.12

Hasil Uji F

Sumber : Lampiran 8 (Data diolah 2018)

Model Summaryb

.296a .088 .072 3.81683

Model

1

R R Square

Adjusted

R Square

Std. Error of

the Estimate

Predictors: (Constant), X4, X1, X2, X3a.

Dependent Variable: Yb.

ANOVAb

318.603 4 79.651 5.467 .000a

3321.552 228 14.568

3640.155 232

Regression

Residual

Total

Model

1

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), X4, X1, X2, X3a.

Dependent Variable: Yb.

Page 37: PENGARUH ORIENTASI ETIKA, TINGKAT PENGETAHUAN DAN …

216 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27

Hasil uji F-hitung yaitu sebesar 5,467 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 yang lebih kecil

dari 0,05 maka model regresi dalam penelitian ini layak untuk digunakan.

3) Uji Statistik t

Pengujian hipotesis secara statistik dilakukan dengan menggunakan uji t. Uji t digunakan

untuk menguji signifikansi konstanta dari setiap variabel independen terhadap variabel dependen.

Apabila signifikansi < 0,05 maka variabel tersebut berpengaruh signifikan terhadap variabel

terikat dan apabila signifikansi > 0,05 maka variabel bebas tidak berpengaruh terhadap variabel

terikat. Adapun hasil uji t dapat dilihat pada Tabel 5.13

Tabel 5.13

Hasil Uji t

Sumber : Lampiran 8(Data diolah 2018)

Berdasarkan Tabel 5.13 menunjukan hasil uji sebagai berikut :

1) Hasil uji t terhadap Idealisme (X1) menunjukan nilai t-hitung sebesar 0,923 dan nilai signifikan

0,357 lebih besar dari 0,05 dengan demikian H1 ditolak, yang artinya idealisme tidak

berpengaruh terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan.

2) Hasil uji t terhadap Relativisme (X2) menunjukan nilai t-hitung sebesar 1,992 dan nilai

signifikan 0,048 lebih kecil dari 0,05 dengan demikian H2 diterima, yang artinya relativisme

berpengaruh positif terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan.

3) Hasil uji t terhadap Tingkat Pengetahuan (X3) menunjukan nilai t-hitung sebesar 4,207 dan nilai

signifikan 0,000 lebih kecil dari 0,05 dengandemikian H3 diterima, yang artinya tingkat

pengetahuan berpengaruh positif terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis

akuntan.

4) Hasil uji t terhadap gender (X4) menunjukan nilai t-hitung sebesar 0,124 dan nilai signifikan

0,901 lebih besar dari 0,05 dengan demikian H4 ditolak, yang artinya gender tidak berpengaruh

terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan.

5.2.7 Pembahasan Hasil Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji Pengaruh idealisme, relativisme, tingkat pengetahuan, dan

gender terhadap Persepsi Mahasiswa mengenai Perilaku Tidak Etis Akuntan pada Mahasiswa S1

Akuntansi Universitas Mahasaraswati Denpasar. Berdasarkan hasil analisis, maka pembahasan

mengenai hasil penelitian adalah sebagai berikut :

1) Pengaruh Idealisme terhadap Persepsi Mahasiswa mengenai Perilaku Tidak Etis Akuntan

Hipotesis pertama menyatakan Idealisme berpengaruh positif terhadap persepsi mahasiswa

mengenai perilaku tidak etis akuntan. Hasil analisis didapatkan nilai t-hitung sebesar 0,923 dan

tingkat signifikansi sebesar 0,357 yang lebih besar 0,05 sehingga Idealisme tidak berpengaruh

terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akunatan yang menunjukan bahwa H1

ditolak.

Coefficientsa

17.458 3.651 4.781 .000

.042 .046 .059 .923 .357 .973 1.028

.112 .056 .128 1.992 .048 .971 1.030

.147 .035 .271 4.207 .000 .967 1.034

.071 .571 .008 .124 .901 .991 1.009

(Constant)

X1

X2

X3

X4

Model

1

B Std. Error

Unstandardized

Coefficients

Beta

Standardized

Coefficients

t Sig. Tolerance VIF

Collinearity Statistics

Dependent Variable: Ya.

Page 38: PENGARUH ORIENTASI ETIKA, TINGKAT PENGETAHUAN DAN …

217 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27

Idealisme adalah suatu sikap yang menganggap bahwa tindakan yang tepat atau benar akan

menimbulkan konsekuensi sesuai hasil yang diinginkan. Individu yang idealis akan berpegang

teguh pada aturan moral yang bersifat universal dan akan mengambil tindakan tegas terhadap

situsasi yang dapat merugikan orang lain. Idealisme tidak berpengaruh terhadap persepsi

mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan dalam penelitian ini karena mahasiswa sebagai

responden menganggap apabila terjadi pelanggaran belum tentu kesalahan hanya dari perilaku

individu atau akuntan itu sendiri, tetapi bisa saja kesalahan terjadi dari pihak corporate manager.

Seperti kasus Enron, dimana David Duncan, selaku penanggungjawab audit di Enron

mengintruksikan stafnya untuk menghancurkan dokumen sesuai kebijakan perusahaan. Tidak

berpengaruhnya Idealisme dapat terjadi akibat kurangnya pemahaman mahasiswa mengenai etika,

sehingga ketika dihadapkan kepada sebuah kasus pelanggaran etika mahasiswa cenderung tidak

memberikan persepsi atau penilaian yang tegas.

Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Diwi (2015) yang

menyatakan bahwa idealisme berpengaruh positif terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku

tidak etis akuntan.

2) Pengaruh Relativisme terhadap Persepsi Mahasiswa mengenai Perilaku Tidak Etis

Akuntan

Hipotesis kedua menyatakan Relativisme berpengaruh positif terhadap persepsi mahasiswa

mengenai perilaku tidak etis akuntan. Hasil analisis didapatkan nilai t-hitung sebesar 1,992 dan

tingkat signifikansi sebesar 0,048 yang lebih kecil dari 0,05 sehingga relativisme berpengaruh

positif terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan yang menunjukan H2

diterima.

Relativisme adalah model cara berpikir pragmatis, alasannya adalah bahwa aturan etika sifatnya

tidak universal karena etika dilatar belakangi oleh budaya dimana masing-masing budaya

memiliki aturan yang berbeda-beda. Mahasiswa akuntansi dengan tingkat relativisme yang tinggi

akan menilai perilaku tidak etis akuntan dengan lebih toleran. Relativisme berpengaruh positif

terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan dalam penelitian ini karena

meskipun mahasiswa akuntansi sebagai responden memiliki relativisme yang tinggi tetapi belum

tentu akan memberikan toleransi terhadap perilaku tidak etis akuntan. Meskipun masing-masing

budaya memiliki aturan yang berbeda-beda tetapi mahasiswa akan lebih tegas dalam menanggapi

suatu kasus, dimana dalam penelitian ini berupa kasus pelanggaran etika profesi akuntan. Hasil

penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Novayanti (2017) yang

menyatakan bahwa relativisme berpengaruh positif terhadap persepsi mahasiswa mengenai

perilaku tidak etis akuntan.

3) Pengaruh Tingkat Pengetahuan terhadap Persepsi Mahasiswa mengenai Perilaku Tidak

Etis Akuntan

Hipotesis ketiga menyatakan Tingkat pengetahuan berpengaruh positif terhadap persepsi

mahasiswa mengenai perilaku tidek etis akuntan. Hasil analisis didapatkan nilai t-hitung sebesar

4,207 dan tingkat signifikansi sebesar 0,00 yang lebih kecil dari 0,05 sehingga Tingkat

pengetahuan berpengaruh positif terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis

akuntan yang berarti H3 diterima.

Tingkat pengetahuan adalah tingkatan informasi yang diketahui mengenai kasus akuntansi

yang terjadi yang akan mempengaruhi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan.Tingkat

pengetahuan yang dimiliki mahasiswa mempengaruhi opini mahasiswa terhadap tindakan

akuntan. Semakin banyak pengetahuan yang dimiliki oleh mahasiswa maka mahasiswa tersebut

akan menilai perilaku tidak etis akuntan secara lebih tegas. Dengan adanya pengetahuan yang

Page 39: PENGARUH ORIENTASI ETIKA, TINGKAT PENGETAHUAN DAN …

218 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27

dimiliki maka akan berpengaruh terhadap penalaran yang diberikan individu dalam tiap tahapan

perkembangan moral sehingga terdapat perubahan perkembangan dan perilaku di tiap tahap

perkembangan moral individu.

Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Novayanti (2017)

yang menyatakan bahwa tingkat pengetahuan tidak berpengaruh terhadap persepsi mahasiswa

mengenai perilaku tidak etis akuntan.

4) Pengaruh Gender terhadap Persepsi Mahasiswa mengenai Perilaku Tidak Etis Akuntan

Hipotesis keempat menyatakan Gender berpengaruh terhadap persepsi mahasiswa mengenai

perilaku tidak etis akuntan. Hasil analisis didapatkan nilai t-hitung sebesar 0,124 dan tingkat

signifikansi sebesar 0,901 yang lebih besar dari 0,05 sehigga Gender tidak berpengaruh terhadap

persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan yang berarti H4 ditolak.

Perbedaan gender menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan antara perempuan dan laki-

laki dalam menyikapi perilaku tidak etis akuntan. Gender tidak berpengaruh dalam penelitian ini

karena mahasiswa yang bergender perempuan belum tentu akan menilai perilaku tidak etis

akuntan ataupun auditor secara lebih tegas. Pendekatan struktural menyatakan bahwa perbedaan

antara laki-laki dan perempuan disebabkan oleh sosialisasi sebelumnya dan persyaratan peran

lainnya. Sosialisasi sebelumnya dikuasai/dibentuk oleh penghargaan (reward) dan insentif

sehubungan peran jabatan. Pekerjaan membentuk perilaku melalui struktur reward, laki-laki dan

perempuan akan memberi respon yang sama pada lingkungan jabatan yang sama. Jadi pendekatan

struktural memprediksikan bahwa laki-laki dan perempuan yang mendapat pelatihan dan jabatan

yang sama akan menunjukkan prioritas etis yang sama pula. Hasil penelitian ini konsisten dengan

penelitian yang dilakukan oleh Diwi (2015) yang menyatakan bahwa gender tidak berpengaruh

terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan.

BAB VI. PENUTUP

6.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini seperti yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat ditarik

kesimpulan yaitu :

1) Idealisme tidak berpengaruh terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan.

2) Relativisme berpengaruh positif terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis

akuntan.

3) Tingkat Pengetahuan berpengaruh positif terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak

etis akuntan.

4) Gender tidak berpengaruh terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan.

6.2 Saran

Berdasarkan simpulan hasil penelitian di atas, maka penulis dapat mengajukan beberapa saran

sebagai berikut :

1) Berdasarkan penelitian ini dengan tidak terbuktinya pengaruh idealisme terhadap persepsi

mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan, diharapkan mata kuliah etika profesi dapat

ditekankan kembali terhadap mahasiswa, agar mahasiswa memiliki karakter dan idealisme yang

sesuai dengan etika profesi yang berlaku.

2) Mengambil sampel lebih besar dengan responden yang acak, dengan maksud agar standar deviasi

atau simpangan yang tidak terlalu jauh.

3) Pada penelitian selanjutnya dapat menambahkan variabel independen lainnyayang mempunyai

pengaruh terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan seperti religiusitas,

organisasi.

Page 40: PENGARUH ORIENTASI ETIKA, TINGKAT PENGETAHUAN DAN …

219 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27

DAFTAR PUSTAKA

1. Agustiningsih, M. (2017). Pengaruh Latar Belakang Pendidikan, Pendidkan Berkelanjutan, Etika

Profesi, Budaya Organisasi dan Pemahaman Good Governance terhadap Hasil Kinerja Auditor

Pemerintah (Studi Kasus pada Badan Pemeriksa Keuangan/Bpk-ri Perwakilan Provinsi Riau).

Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang Ilmu Ekonomi, 4(1), 3325-3339.

2. Arens, Alvin A., Elder, Randal J. dan Beasly, Mark D. (2006). Auditing dan Jasa Assurance.

Jakarta : Erlangga.

3. Arfan, I. L. (2011), Akuntansi Keperilakuan. Jakarta : Selemba Empat.

4. Arikunto, S. (2015). Metode Penelitian. Yogyakarta : Bina Aksara.

5. Bapepam. (2002). Bapepam : Kasus Kimia Farma Merupakan Tindak Pidana. Diambil dari

http:/www.tempo.co/read/news/2002/11/04/05633339/Bapepam-KasusKimia-Farma-Merupakan-

Tindak-Pidana, tanggal 21 Januari 2016.

6. Barnett, T, Bass, K, Brown, G. 1994. Ethical Ideologi and Ethical Judgment Regarding Ethical

Issues in Business. Journal of Business Ethics . Vol 13, pp 469-480.

7. Bertens, K. (2013). Etika. Yogyakarta: Erlangga.

8. Comunale, C, Thomas, S and Stephen Gara. (2006). Professional Ethical Crises: A Case Study of

Accounting Majors. Managerial Auditing Journal, Vol21, No. 6, pp 636-656.

9. Diwi, D. (2015). Pengaruh Orientasi Etis Dan Gender Terhadap Persepsi Mahasiswa Mengenai

Perilaku Tidak Etis Akuntan (Studi pada Mahasiswa S1 Akuntansi Universitas Negeri Yogyakarta)

(Doctoral dissertation, Fakultas Ekonomi).

10. Forsyth, D dan Nye, J. 1990. Personal Moral Philosophies and Moral Choice. Journal of Reseacrh

in Personality. Vol 24, pp 398-414.

11. Forsyth, D. 1992. Judging the Morality of Business Practices : the Influence of Personal Moral

Philosophies, Journal of Busines Ethics. Vol 11, pp 416-470.

12. Galbraith, S. &. (1993). Decision rules used by male and female business students in making ethical

judgments. Journal of Business Ethics, 12, 227-233.

13. Hapsari, R. I., & Ghozali, I. (2010). Pengaruh Kelompok Kerja Terhadap Pembuatan Keputusan

Etis Mahasiswa Akuntansi (Doctoral dissertation, Universitas Diponegoro).

14. Harahap, A. I. (2010). Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Timbulnya Penyimpangan Oleh Auditor

Pada Kantor Akuntan Publik Di Kota Pekanbaru (Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri

Sultan Syarif Kasim Riau).

15. Ikatan Akuntan Indonesia. 2011. Standar Professional Akuntan Publik. Jakarta: Salemba Empat.

16. Irawan, B. (2011). Analisis Sensitivitas Etis Mahasiswa Akuntansi UIN Suska Riau (Studi Empiris)

(Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri Sultan Sarif Kasim Riau).

17. Lawrence and Shaub, M. 1997. The Ethical Construction of Auditors: An Examination of the Effect

of Gender and career Level. Managerial Finance. Vol 23 No 12, pp 3-21.

18. Mahendra, P. (2014). Pengaruh Orientasi Etika Dan Komitmen Profesional Terhadap Sensitivitas

Etika Auditor (Studi Empiris Pada Auditor di Kantor Akuntan Publik Kota Surakarta)(Doctoral

dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).

19. Mardawati, R. (2014). Pengaruh Orientasi Etis, dan Pengetahuan Etika terhadap Persepsi

Mahasiswa atas Perilaku Tidak Etis Akuntan. Skripsi

20. Muhammad, R. (2008). Persepsi Akuntan dan Mahasiswa Yogyakarta Terhadap Etika Bisnis.

Jurnal Fenomena, 6(1).

Page 41: PENGARUH ORIENTASI ETIKA, TINGKAT PENGETAHUAN DAN …

220 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27

21. Mulawarman, A. D., & Ludigdo, U. (2010). Metamorfosis Kesadaran Etis Holistik Mahasiswa

Akuntansi Implementasi Pembelajaran Etika Bisnis dan Profesi Berbasis Integrasi IESQ. Jurnal

Akuntansi Multiparadigma, 1(3).

22. Muthmainah, S. (2006) Studi tentang Perbedaan Evaluasi Etis, Intensi Etis, dan Orientasi etis

dilihat dari Pengetahuan etika dan Disiplin Ilmu : Potensi Rekruitmen Staf Profesional pada Kantor

Akuntan Publik. Proceeding Simposium Nasional Akuntansi IX, Padang.

23. Novayanti, E. (2017). Pengaruh Orientasi Etis Dan Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Terhadap

Persepsi Mahasiswa Mengenai Perilaku Tidak Etis Akuntansi. Skripsi. Universitas Mahasaraswati.

24. Poluakan, M. J., Saerang, D. P., & Lambey, R. (2017). Analisis Persepsi Atas Faktor-faktor Yang

Berpengaruh Terhadap Keinginan Seseorang Menjadi Whistleblower (Studi Kasus Pada Mahasiswa

Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sam Ratulangi)Jurnal EMBA: Jurnal

Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis dan Akuntansi, 5(2).

25. Rahayu, N. K., & Yuesti, A. (2013). Prediksi Niat Berprilaku Etis Dalam Menyusun Laporan Keuangan Pada Mahasiswa Program Studi Akuntansi Universitas Mahasaraswati Denpasar. Jurnal Riset Akuntansi (JUARA), 3(3).

26. Rifa'i A,B, A. (2014). Pengaruh Etika, Kompetensi, Dan Pengalaman Dalam Mengelola Barang

Milik Negara Terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (Survai Pada Badan

Pertanahan Nasional Republik Indonesia Di Lingkungan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta)

(Doctoral dissertation, Fakultas Ekonomi).

27. Roxas, M. a. (2004). The Importance of Gender across Cultures in Ethical Decision Making.

Journal of Business Ethics, 50(2), 149-165. 28. Salam, H. Burhanuddin. (2000). Etika Individual: Pola Dasar Filsafat. Jakarta : Rineka Cipta.

29. Sankaran, S and Bui, T. 2003. Ethical Attitudes Among Accounting Majors: An Empirical Study.

Journal of the American Academy of Business. Vol 3 No 1, pp 71-77.

30. Setiawan, Y. (2012). Peran Gender dalam Pengambilan Keputusan Audit. Jurnal Ilmiah Mahasiswa

Akuntansi, 1(2), 43-46.

31. Sugiyono. 2014 Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan R&D). Bandung :

Alfabeta.

32. Susanti, B. (2014). Pengaruh Locus Of Control, Equity Sensitivity, Ethical Sensitivity Dan Gender

Terhadap Perilaku Etis Akuntan (Studi Empiris Kantor Akuntan Publik Wilayah Padang dan

Pekanbaru). Jurnal Akuntansi, 2(3).

33. Sutiarsih, G. A., Herawati, N. T., AK, S., & Sinarwati, N. K. (2014). Pengaruh Budaya Etis

Organisasi, idealisme, dan Relativisme terhadap Sensitivitas Etika Auditor (Studi pada Aparatur

Inspektorat Pemerintah Kabupaten Buleleng). JIMAT (Jurnal Ilmiah Mahasiswa Akuntansi)

Undiksha, 2(1).