Page 1
Jurnal Sains, Akuntansi dan Manajemen (Vol. 1, No. 1: Januari, 2019)
180 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27
Jurnal Sains,
Akuntansi dan Manajemen
BAB I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) adalah organisasi profesi yang mewadahi para akuntan di
Indonesia. Akuntan Indonesia yang berhimpun di Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) wajib memegang
teguh prinsip-prinsip dasar keprofesian dalam melakukan setiap kegiatan. Kode etik akuntan
Indonesia.Pertama,Tanggung Jawab Profesi yaitu dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai
profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam
semua kegiatan yang dilakukannya.
PENGARUH ORIENTASI ETIKA, TINGKAT PENGETAHUAN DAN GENDER TERHADAP
PERSEPSI MAHASISWA MENGENAI PERILAKU TIDAK ETIS AKUNTAN
KADEK SUMI YULIANI
email: [email protected]
Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Mahasaraswati Denpasar
Abstrak
Skandal besar akuntansi yang terjadimenimbulkan beragam reaksi dari banyak pihak.
Khususnya bagi para mahasiswa akuntansi yang sedang mempersiapkan diri untuk terjun kedalam
profesi tersebut. Hal tersebut secara tidak langsung mempengaruhi perspsi mahasiswa akuntansi
terhadap profesi di bidang akuntansi. Pada dasarnya idealisme dan relativisme adalah dua aspek
moral filosofi seorang individu. Gender merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pendapat
seorang akuntan. Pendidikan akuntansi di Indonesia mempunyai pengaruh yang besar terhadap
perilaku etis akuntan, oleh sebab itu perlu diketahui pemahaman calon akuntan (mahasiswa) terhadap
masalah-masalah etika dalam hal ini berupa etika bisnis dan etika profesi akuntan yang mungkin telah
atau akan mereka hadapi nantinya. Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk menganalisis pengaruh
idealisme terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan, (2) untuk menganalisis
pengaruh relativisme terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan, (3) untuk
menganalisis tingkat pengetahuan terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan,
(4) untuk menganalisis gender terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan.
Penenteuan sampel menggunakan teknik proportionate stratified random sampling. Alat analisis
yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 233
responden yang terdiri dari mahasiswa akuntansi angkatan tahun 2015 yang sudah mendapatkan mata
kuliah Etika dan Profesi Akuntansi. Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel idealisme tidak
memiliki pengaruh terhadap persepsi mahasiswa yang ditunjukan dengan nilai signifikansi 0,375.
Variabel relativisme berpengaruh positif terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis
akuntan dengan nilai signifikansi 0,048. Variabel tingkat pengetahuan juga berpengaruh terhadap
persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan dengan nilai signifikansi 0,00. Meskipun
demikian, variabel gender tidak memiliki pengaruh terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku
tidak etis akuntan dengan nilai signifikansi sebesar 0,901.
Kata Kunci : Persepsi Mahasiswa Mengenai Perilaku Tidak Etis Akuntan, Idealisme, Relativisme,
Tingkat Pengetahuan, Gender.
Page 2
181 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27
Kedua, Kepentingan Publik yakni setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam
kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas
profesionalisme. Kode etik ketiga adalah Integritas, untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan
publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi
mungkin. Keempat adalah Objektivitas yaitu setiap anggota harus menjaga objektivitasnya dan bebas
dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Kelima, Kompetensi dan
Kehati-hatian Profesional yaitu setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan kehati-
hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan
dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau
pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan
praktik, legislasi, dan teknik yang paling mutakhir.Keenam,Kerahasiaan yaitu setiap anggota harus
menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh
memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau
kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.Ketujuh, Perilaku Profesional yaitu setiap
anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan
yang dapat mendiskreditkan profesi. Kode etik kedelapan adalah Standar Teknis yaitu setiap anggota
harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang
relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk
melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip
integritas dan objektivitas.
Kode etik tersebut diharapkan agar akuntan berperilaku etis yaitu bertindak sesuai dengan hukum,
peraturan dan moral yang telah ditetapkan. Namun masih banyak terjadi penyelewengan etika yang
akhirnya dapat menyebabkan skandal didalam profesi akuntan (Rahayu dan Yuesti, 2013).
Sebuah contoh skandal yang akhirnya menimbulkan krisis terbesar dalam bidang akuntansi adalah
skandal kecurangan yang dilakukan oleh EnronCorporation, suatu perusahaan energi di Amerika
Serikat, yang pernah menjadi satu dari tujuh perusahaan terbesar menurut Fortune 500. Skandal yang
menyebabkan kejatuhan EnronCorporation dimulai dari dibukanya partnership-partnership yang
bertujuan untuk menambah keuntungan. Namun, EnronCorporation tidak pernah mengungkapkan
operasi dari partnership-partnership tersebut dalam laporan keuangan yang ditunjukan kepada
pemegang saham dan Security Exchange Commission (SEC), badan tertinggi pengawasan perusahan
publik di Amerika. EnronCorporation telah melebih-lebihkan laba mereka sebanyak 650 juta dollar
AS. Kantor Akuntan Publik The Big Five Arthur Andersen membantu dalam penghacuran dokumen
yang dilakukan oleh David Duncan.
Kasus serupa juga pernah terjadi di Indonesia, diantaranya Kimia Farma yang diduga kuat
melakukan manipulasi laporan keuangan dengan melakukan mark up laba bersih dalam laporan
keuangan tahun 2001. Dalam laporan tersebut, Kimia Farma menyebutkan berhasil memperoleh laba
sebesar Rp. 132 milyar. Setelah dilakukan audit ulang pada tanggal 3 Oktober 2002, laporan keuangan
Kimia Farma disajikan kembali (restated) karena telah ditemukan kesalahan yang cukup mendasar.
Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan hanya sebesar Rp. 99,56 milyar, atau
lebih rendah sebesar Rp. 32,6 milyar (24,7%) dari laba awal yang dilaporkan. Kesalahan penyajian
yang berkaitan dengan persediaan digelembungkan, sedangkan kesalahan penyajian yang berkaitan
dengan penjualan adalah dengan persediaan terjadi karena nilai yang ada dalam daftar harga di
gelembungkan, sedangkan kesalahan penyajian yang berkaitan dangan penjualan adalah dengan
dilakukannya pencatatan ganda atas penjualan. Kantor Akuntan Publik Hans, Tuanakotta dan Mustofa
(HTM), diduga terlibat dalam aksi penggelembungan tersebut. Pada tahun 2001, hasil pemeriksaan
yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan Pemerintah (BPKP) atas kertas kerja yang dibuat oleh
Kantor Akuntan Publik (KAP), menyatakan bahwa auditor melanggar Standar Profesional Akuntan
Page 3
182 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27
Publik (SPAP) dalam melakukan pengujian dan kelengkapan bukti yang mendukung audit serta
pemahaman auditor mengenai peraturan perbankan yang kurang baik.
Skandal yang terjadimenimbulkan beragam reaksi dari banyak pihak. Khususnya bagi para
mahasiswa akuntansi yang sedang mempersiapkan diri untuk terjun kedalam profesi tersebut. Hal
tersebut secara tidak langsung mempengaruhi opini mahasiswa akuntansi terhadap profesi di bidang
akuntansi, yang nantinya akan dijadikan pertimbangan oleh mahasiswa dalam memilih karir dimasa
depan. Terhadap berbagai macam faktor yang mendasari individu melakukan tindakan yang tidak etis.
Terdapat dua alasan mengapa orang berperilaku tidak etis, yaitu standar etika seseorang berbeda
dengan masyarakat umum dan seseorang memilih untuk bertindak mementingkan diri sendiri. Jika
seseorang beranggapan bahwa perilaku tersebut adalah etis dan dapat diterima padahal tidak bagi orang
lain maka akan muncul konflik atas nilai etis yang tidak mungkin terselesaikan.
Penelitian Comunale (2006) menggunakan variabel orientasi etis, gender, umur, dan pengetahuan
mengenai skandal keuangan dan profesi akuntansi untuk mengetahui reaksi mahasiswa akuntansi
terkait dengan opini mereka terhadap auditor dan corporatemanager. Dalam penelitian tersebut
diketahui reaksi mahasiswa terhadap krisis etis profesional dalam bidang profesi akuntansi yang telah
terjadi, dilihat dari dua aspek orientasi etis para mahasiswa akuntansi , yaitu mahasiswa yang memiliki
orientasi idealis dan mahasiswa yang memiliki oreintasi relativisme. Pada dasarnya idealisme dan
relativisme adalah dua aspek moral filosofi seorang individu. Seorang individu yang idealis akan
menghindari berbagai tindakan yang dapat menyakiti maupun merugikan orang disekitarnya, seorang
idealis akan mengambil tindakan tegas terhadap suatu kejadian yang tidak etis ataupun merugikan
orang lain. Sedangkan individu yang relativis justru tidak mengidahkan prinsip-prinsip yang ada dan
lebih melihat keadaan sekitar sebelum akhirnya bertindak dan merespon suatu kejadian yang melanggar
etika. Relativisme etis berbicara tentang pengabaian prinsip dan tidak adanya rasa tanggung jawab
dalam pengalaman hidup seseorang.
Selain orientasi etis, gender juga menjadi salah satu hal yang dapat mempengaruhi persepsi
mahasiswa setelah mereka mengetahui adanya skandal keuangan.Permasalahan lain muncul ketika
perilaku etis dihadapkan dengan perbedaan gender. Menurut Galbraith (1993) pria dan wanita pada
umumnya (meskipun tidak selalu), menggunakan aturan keputusan yang berbeda ketika membuat
penilaian etis dan bahwa ada juga keragaman yang lebih besar dalam aturan keputusan yang digunakan
oleh wanita dibandingkan dengan yang digunakan oleh laki-laki. Roxas (2004) menyatakan bahwa
memahami perbedaan respon etika antara laki-laki dan perempuan semakin penting karena akhir-akhir
ini jumlah perempuan yang memegang posisi penting dalam dunia bisnis dan lingkungan kerja lainnya
naik secara signifikan. Di Indonesia, isu-isu yang berkaitan dengan akuntan publik perempuan tidak
terlepas dari masalah gender. Penelitian Muthmainah (2006) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
orientasi etis antara responden laki-laki dan perempuan. Dari hasil analisis diketahui bahwa responden
perempuan akan lebih mempertimbangkan suatu permasalahan etis dibandingkan dengan laki-laki.
Menurut Kurnia (2015), gender merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pendapat seorang
akuntan. Gender adalah suatu konsep analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan pria
dan wanita dilihat dari sudut non-biologis, yaitu dari aspek sosial, budaya, maupun psikologis.
Perempuan diduga lebih efisien dan lebih efektif dalam memproses informasi saat adanya kompleksitas
tugas dalam pengambilan keputusan dibandingkan laki-laki. Wanita lebih mendalam dalam
menganalisis inti dari suatu keputusan dan umumnya memiliki tingkat pertimbangan moral yang lebih
tinggi daripada pria sehingga keputusan yang dihasilkan wanita lebih baik daripada laki-laki.
Pendidikan akuntansi di Indonesia mempunyai pengaruh yang besar terhadap perilaku etis
akuntan,oleh sebab itu perlu diketahui pemahaman calon akuntan (mahasiswa) terhadap masalah-
masalah etika dalam hal ini berupa etika bisnis dan etika profesi akuntan yang mungkin telah atau akan
mereka hadapi nantinya. Terdapatnya mata kuliah yang berisi ajaran moral dan etika sangat relevan
Page 4
183 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27
untuk disampaikan kepada mahasiswa dan keberadaan pendidikan etika ini juga memiliki peranan
penting dalam perkembangan profesi di bidang akuntansi di Indonesia.
Menurut Mardawati (2014) idealisme dan relativisme berpengaruh terhadap persepsi mahasiswa
atas perilaku tidak etis akuntan. Mahasiswa dengan idealisme tinggi akan berpersepsi lebih etis atas
perilaku tidak etis akuntan. Mahasiswa dengan relativisme tinggi cenderung mentolerir atau setuju
terhadap perilaku tidak etis akuntan. Namun menurut Nugroho (2008) menyatakan dalam penelitiannya
orientasi ( idealisme dan relativisme) dan tingkat kemampuan mahasiswa tidak mempengaruhi perilaku
tidak etis akuntan. Penelitian yang dilakukan oleh Susanti (2014) gender tidak berpengaruh signifikan
terhadap perilaku etis akuntan, auditor perempuan tidak berpengaruh signifikan positif terhadap
perilaku etis akuntan. Menurut Mahendra (2014) sifat idealisme dari orientasi etika berpengaruh positif.
Menurut Sutiarsih (2014) idealisme, dan relativisme berpengaruh secara signifikan. Menurut Diwi
(2015) idealisme dan relativisme berpengaruh signifikan terhadap persepsi mahasiswa mengenai
perilaku tidak etis akuntan, sedangkan gender tidak berpengaruh terhadap persepsi mahasiswa
mengenai perilaku tidak etis akuntan.
Menurut Novayanti (2017) idealisme dan tingkat pengetahuan tidak berpengaruh positif terhadap
persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan. Terdapat perbedaan antara hasil penelitian-
penelitian terdahulu, sehingga perilaku tidak etis akuntan perlu dikaji ulang. Dalam banyak kasus
perilaku tidak etis akuntan dapat menyebabkan mahasiswa menjadi dilema. Agar mahasiswa tersebut
tidak mengalami dilema dengan penyimpangan kode etik maka dilakukan penelitian ini. Penelitian
dilakukan di Universitas Mahasaraswati karena menurut surat kabar TRIBUN Bali yang penulis baca,
pada tanggal 17 Febuari 2016 halaman 7, Universitas Mahasaraswati mendapatkan peringkat pertama
di Bali menurut pemeringkat Perguruan Tinggi Indonesia 2015 oleh Kementrian Riset, Teknologi dan
Pendidikan Tinggi Republik Indonesia dilihat dari kualitas SDM. Penulis termotivasi untuk mengetahui
seberapa besar tingkat pengetahuan mahasiswa Universitas Mahasaraswati terutama mahasiswa
Akuntansi terhadap persepsi mereka mengenai perilaku tidak etis dari akuntan. Berdasarkan penjelasan
diatas peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Orientasi Etika, Tingkat
Pengetahuan dan Gender terhadap Persepsi Mahasiswa Mengenai Perilaku Tidak Etis Akuntan” (Studi
pada Mahasiswa Akuntansi Program Strata 1 Universitas Mahasaraswati).
1.2 Rumusan Permasalahan
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah :
1) Apakah idealisme berpengaruh terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis
akuntan ?
2) Apakah relativisme berpengaruh terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis
akuntan ?
3) Apakah tingkat pengetahuan berpengaruh terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak
etis akuntan ?
4) Apakah gender berpengaruh terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan
?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Untuk menganalisis pengaruh idealisme terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak
etis akuntan.
2) Untuk menganalisis pengaruh relativisme terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak
etis akuntan.
3) Untuk menganalisis pengaruh tingkat pengetahuan terhadap persepsi mahasiswa mengenai
perilaku tidak etis akuntan.
Page 5
184 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27
4) Untuk menganalisis pengaruh gender terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis
akuntan.
1.4 Kegunaan Penelitian
1) Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu Akuntansi,
khususnya Etika Bisnis dan Profesi yaitu sebagai wacana atau referensi yang dapat memberikan
informasi baik teoritis maupun empiris bagi pihak-pihak yang akan melakukan penelitian sejenis di
masa depan.
2) Kegunaan Praktis
a) Praktisi Akademis
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi praktisi akademis dalam mengembangkan
pendidikan etika agar dapat membentuk mahasiswa akuntansi yang beretika sebagai calon
akuntan.
b) Mahasiswa
Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan rujukan untuk penelitian selanjutnya
mengenai perilaku tidak etis akuntan.
BAB II. KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Teori Moral Kognitif
Pada awalnya konsep perkembangan moral (moral development) dikemukakan oleh Piaget (1932)
dalam monografnya, The Moral Judgment of a Child. Dalam perkembangannya menurut Kohlberg et
al., 1984 (dalam id.wikipedia.org) teori perkembangan moral berkembang menjadi teori
perkembangan moral kognitif (cognitive moral development-CMD) modern yang dilahirkan oleh
seorang peneliti yang bernama Lawrence Kohlberg, pada tahun 1950an. Penemuan tersebut
merupakan hasil dari perluasan gagasan Piaget sehingga mencakup penalaran remaja dan orang
dewasa. Pada tahun 1969, Kohlberg melakukan penelusuran perkembangan pemikiran remaja dan
young adults. Kohlberg meneliti cara berpikir anak-anak melalui pengalaman mereka yang meliputi
pemahaman konsep moral, misalnya konsep justice, rights, equality, dan human welfare. Riset awal
Kohlberg dilakukan pada tahun 1963 pada anak usia 10-16 tahun, berdasarkan riset tersebut Kohlberg
mengemukakan teori perkembangan moral kognitif. Riset Kohlberg memfokuskan pada
pengembangan moral kognitif anak muda yang menguji proses kualitatif pengukuran respon verbal
dengan menggunakan Kohlberg’sMoral Judgement Interview(MJI). Menurut prospektif
pengembangan moral kognitif, kapasitas moral individu menjadi lebih rumit dan komplek jika
individu tersebut mendapatkan tambahan struktur moral kognitif pada setiap peningkatan level
pertumbuhan perkembangan moral. Pertumbuhan eksternal berasal dari rewards dan punishment
yang diberikan, sedangkan pertumbuhan internal mengarah pada prinsip dan keadilan universal
(Kohlberg, 1969 dalam Konlberg, 1981).
Kohlberg (1969) menekankan bahwa perkembangan moral didasarkan terutama pada penalaran
moral dan berkembang secara bertahap. Kohlberg sampai pada pandangannya setelah 20 tahun
melakukan wawancara yang unik dengan anak-anak. Dalam wawancara, anak-anak diberi
serangkaian cerita dimana tokohnya menghadapi dilema-dilema moral. Setelah membaca cerita, anak-
anak yang menjadi responden menjawab serangkaian pertanyaan tentang dilema moral. Berdasarkan
penalaran-penalaran yang diberikan oleh responden dalam merespons dilema moral, Kohlberg
percaya terdapat tingkat perkembangan moral, yang setiap tingkatnya ditandai oleh dua tahap. Hal ini
sama kaitannya dengan ilmu pengetahuan yang diserap oleh individu. Dengan adanya pengetahuan
yang dimiliki maka akan berpengaruh terhadap penalaran yang diberikan individu dalam tiap tahapan
perkembangan moral sehingga terdapat perubahan perkembangan dan perilaku di tiap tahap
Page 6
185 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27
perkembangan moral individu.Tahapan perkembangan moral seseorang dapat dilihat secara lebih
jelas pada Table 2.1
Tabel 2.1
Tahapan Cognitive Moral Development
Level Hal Yang Benar Level 1 : Pre-conventional
Tingkat 1 : Orientasi ketaatan dan hukuman
(Punishment and Obedience Orientation)
Menghindari pelanggaran aturan untuk menghindari
hukuman dan kerugian.
Kekuatan otoritas superior menetukan “right”.
Tingkat 2 : Pandangan Individualistik
(Intrumental Relativist Orientation)
Mengikuti aturan ketika aturan tersebut sesuai dengan
kepentingan pribadi dan membiarkan pihak lain
melakukan hal yang sama. “right” didefinisikan
dengan equal exchange, suatu kesepakatan yang fair.
Level 2 : Conventional
Tingkat 3 : Mutual ekspektasi interpersonal, hubungan
dan kesesuaian
(“Good boy or nice girl” orientation)
Memperlihatkan stereotype perilaku yang baik.
Berbuat sesuai dengan apa yang diharapkan pihak lain.
Tingkat 4 : Sistem sosial dan hati nurani (Law and
order orientation)
Mengikuti aturan hukum dan masyarakat (sosial, legal,
dan sistem keagamaan) dalam usaha untuk memelihara
kesejahteraan.
Level 3 : Post-Conventional
Tingkat 5 : Kontak sosial dan hak individual (Social-
contract legal orientation)
Mempertimbangkan relativismepandangan personal,
tetapi masih menekankan aturan dan hukum.
Tingkat 6 : Prinsip etika universal (Universa ethical
principle orientation)
Bertindak sesuai dengan pemilihan pribadi prinsip
etika keadilan dan hak (perspektif rasionalitas individu
yang mengakui sifat moral).
Sumber : Etika Individual : Pola Dasar Filsafat Moral, Burhanuddin Salam (2000)
Konsep kunci untuk memahami perkembangan moral, khususnya teori Kohlberg, ialah
internalisasi (internalization), yakni perubahan perkembangan dari perilaku yang dikendalikan
secara eksternal menjadi perilaku yang dikendalikan secara internal.
2.1.2 Persepsi Mahasiswa Mengenai Perilaku Tidak Etis Akuntan
1) Definisi Persepsi
Persepsi menurut Arfan (2011: 93) adalah bagaimana orang-orang melihat atau
menginterprestasikan suatu peristiwa objek serta manusia. Persepsi merupakan proses dimana
seseorang memilih, berusaha dan menginterprestasikan rangsangan ke dalam suatu gambaran
yang terpadu dan penuh arti. Dalam lingkup yang lebih luas, Persepsi merupakan suatu proses
yang melibatkan pengetahuan-pengetahuan sebelumnya dalam memperoleh dan
menginterpretasikan stimulus yang ditunjukan oleh panca indra. Persepsi merupakan kombinasi
antara faktor utama dunia luar (stimulus visual) dan diri manusia itu sendiri (pengetahuan-
pengetahuan sebelumnya). Persepsi juga merupakan pengalaman tentang objek-objek atau
hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), persepsi adalah tanggapan (penerimaan)
langsung dari sesuatu. Proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca indranya.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Persepsi merupakan sikap atau
tanggapan yang diberikan dalam merespon maupun manafsirkan sebuah peristiwa.
Page 7
186 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27
Menurut Ikhsan (2010 : 93), persepsi adalah bagaimana orang-orang melihat atau
mengiterpretasikan peristiwa, objek serta manusia. Orang-orang bertindak atas dasar persepsi
mereka dengan mengabaikan apakah persepsi itu mencerminkan kenyataan sebenarnya. Pada
kenyataannya, setiap orang memiliki persepsinya sendiri atas suatu kejadian. Uraian
kenyataanya seseorang mungkin jauh berbeda dengan uraian orang lain. Persepsi merupakan
suatu proses yang melibatkan pengetahuan-pengetahuan sebelumnya dalam memperoleh dan,
menginterpretasikan stimulus yang ditunjukan oleh pancaindra. Dengan kata lain, persepsi
merupakan kombinasi antara faktor utama dunia luar (stimulus visual) dan diri manusia itu
sendiri (pengetahuan-pengetahuan sebelumnya).
Persepsi juga merupakan pengalaman tentang objek atau hubungan-hubungan yang
diperolehdengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Meskipun demikian, karena
persepsi tentang objek atau peristiwa tersebut bergantung pada suatu kerangka ruang dan waktu,
maka persepsi akan bersifat sangat subjektif dan situasional. Faktor fungsional yang berasal dari
kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain yang termasuk dalam faktor fungsional. Oleh
karena itu, yang menentukan persepsi bukanlah jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik
orang yang memberikan respons terhadap stimuli tersebut. Sementara itu, faktor struktural
berasal dari sifat fisik dan dampak saraf yang ditimbulkan pada sistem saraf individu.
Robbins (2009: 175) mendefinisikan persepsi (perception) sebagai proses dimana individu
mengatur dan menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi
lingkungan mereka. Namun apa yang diterima seseorang pada dasarnya bias berbeda dari
realitas objektif. Walapun seharusnya tidak perlu ada, perbedaan tersebut sering timbul.
Persepsi individu membuat penilaian terhadap individu lain, akan dikaitkan dengan teori
atribusi (Ikhsan 2010: 97). Teori atribusi merupakan penjelasan dan cara-cara manusia menilai
orang secara berlainan, bergantung pada makna yang dihubungkan ke suatu perilaku tertentu.
Pada dasarnya teori ini menyarankan bahwa jika seseorang mengamati perilaku seorang
individu, orang tersebut berusaha menentukan apakah perilaku itu disebabkan oleh faktor
internal atau eksternal. Namun, penentuan tersebut sebagian besar bergantung pada tiga faktor
berikut :
a) Kekhususan (ketersendirian), merujuk pada apakah seorang individu memperlihatkan
perilaku-perilaku yang berlainan dalam situasi yang berlainan.
b) Konsesus, yaitu jika semua orang yang menghadapi suatu situasi serupa bereaksi dengan
cara yang sama.
c) Konsistensi, yaitu individu memberikan reaksi dangan cara yang sama dari waktu ke waktu.
2) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Persepsi dikatakan rumit dan aktif karena walaupun persepsi merupakan pertemuan antara
proses kognitif dan kenyataan, persepsi lebih banyak melibatkan kegiatan kognitif. Persepsi
lebih banyak dipengaruhi oleh kesadaran, ingatan, pikiran dan bahasa. Dengan demikian,
persepsi bukanlah cerminan yang tepat dari realitas. Dari beberapa definisi persepsi dapat
disimpulkan bahwa persepsi setiap individu mengenai suatu objek atau peristiwa tergantung
pada dua faktor, yaitu faktor dalam diri seseorang (aspek kognitif) dan faktor dunia luar (aspek
stimulus visual). Sejumlah faktor beroperasi untuk membentuk dan terkadang mengubah
persepsi (Robbins, 2009:175). Faktor-faktor ini bisa terletak dalam diri pembentuk persepsi,
dalam diri objek atau target yang diartikan, atau dalam konteks situasi dimana persepsi tersebut
dibuat. Ketika seseorang individu melihat sebuah target dan berusaha untuk
menginterprestasikan apa yang ia lihat, interprestasi itu sangat dipengaruhi oleh berbagai
karakteristik pribadi dari pembuat persepsi individual tersebut (Robbins, 2009:175).
Page 8
187 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27
3) Persepsi Mahasiswa mengenai Perilaku Tidak Etis Akuntan.
Persepsi merupakan sikap atau tanggapan yang diberikan dalam merespon maupun
menafsirkan sebuah peristiwa. Didalam penelitian ini yang dimaksud adalah persepsi
mahasiswa dalam memahami permasalah akuntansi yang terjadi, yaitu perilaku tidak etis
akuntan. Peristiwa atau skandal pada profesi akuntan yang biasanya terjadi adalah konflik
kepenting, penghindaran pajak, pembelian yang dilakukan oleh orang dalam, kerahasiaan
professional dan pembayaran kembali.
Gambar 2.1
Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi
Sumber : Mardawati (2014)
Karakteristik pribadi yang mempengaruhi persepsi meliputi sikap, kepribadian, motif,
minat, pengalaman masa lalu dan harapan-harapan seseorang. Karakteristik target yang
diobservasi bisa mempengaruhi apa yangdiartikan. Target tidak dilihat secara khusus, hubungan
sebuah target dengan latar belakangnya juga mempengaruhi persepsi, seperti halnya
kecenderungan untuk mengelomopokkan hal-hal yang dekat dan hal-hal yang mirip. Konteks
dimana kita melihat berbagai objek atau peristiwa juga penting. Waktu sebuah objek atau
peristiwa dapat mempengaruhi perhatian, seperti halnya lokasi, cahaya, panas atau sejumlah
faktor situasional lainnya.
4) Etika dan Perkembangan Moral
Bertens (2013: 4) menjelaskan etika dengan membedakan tiga arti, yaitu ilmu tentang apa
yang baik dan buruk, kumpulan azas atau nilai, dan nilai mengenai benar dan salah. Etika
adalah ilmu pengetahuan mengenai kesusilaan (moral). Kesusilaan mengatur perilaku manusia
serta masyarakat yang ada didalamnya. Dengan demikian, etika adalah nilai atau norma yang
Faktor dalam diri pemersepsi :
1. Sikap-sikap
2. Motif-motif
3. Minat-minat
4. Pengalaman
5. Harapan-harapan
Faktor dalam situasi :
1. Waktu
2. Keadaan kerja
3. Keadaan sosial
Faktor pada target :
1. Sesuatu yang
baru
2. Gerakan
3. Suara
4. Ukuran
5. Latar Belakang
6. Kedekatan
7. Kemiripan
PERSEPSI
Page 9
188 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27
dijadikan pegangan oleh individu atau masyarakat dalam mengatur tingkah lakunya. Etika
dibagi dalam dua kelompok besar yaitu :
a) Etika Deskriptif
Etika Deskriptif melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas, misalnya adat
kebiasaan, anggapan-anggapan tentang baik dan buruk, tindakan-tindakan yang
diperbolehkan. Etika Deskriptif mempelajari moralitas yang terdapat pada individu-individu
tertentu, dalam kebudayaan-kebudayaan atau subkultur-subkultur tertentu, dalam suatu
periode sejarah dan sebagainya.
b) Etika Normatif
Etika Normatif itu tidak deskriptif melainkan preskiptif (memerintahkan), tidak
melukiskan melainkan menentukan benar tidaknya tingkah laku atau anggapan moral. Etika
Normatif bertujuan merumuskan prinsip-prinsip etis yang dapat dipertanggungjawabkan
dengan cara rasional dan dapat digunakan dalam praktik.
Arens, etal. (2006 : 98) menyatakan bahwa terdapat dua alasan mengapa orang berperilaku tidak etis,
yaitu :
a) Standar etika seseorang berbeda dangan masyarakat umum. Orang-orang yang memiliki standar
etika yang berbeda dengan masyarakat tersebut tidak memilik perasaan menyesal atau bersalah saat
berperilaku demikian karena standar etikanya berbeda dengan masyarakat umum lainnya. Jika
seseorang beranggapan bahwa perilaku tersebut adalah etis dan dapat diterima padahal tidak bagi
orang lain maka akan muncul konflik atas nilai etis yang tidak mungkin terselesaikan.
b) Seseorang memilih untuk bertindak mementingkan diri sendiri. Seseorang mengetahui perilakunya
tidak etis, tetapi ia memilih untuk tetap melakukannya karena diperlukannya pengorbanan pribadi
untuk bertindak secara etis. Kedua hal tersebut merupakan penyebab seseorang berperilaku tidak
etis saat menghadapi dilema etika. Dilema etika merupakan suatu situasi dimana seseorang harus
membuat keputusan tentang tindakan atau perilaku yang tepat.
Dilema etika dapat diselesaikan melalui tahap (Arens et al., 2006) yaitu :
(a) Memperoleh fakta yang relevan.
(b) Mengidentifikasi isu-isu etis berdasarkan masalah tersebut.
(c) Menentukan siapa yang akan terpengaruh oleh akibat dari dilema tersebut dan bagaimana setiap
orang/kelompok itu akan terpengaruh.
(d) Mengidentifiksi berbagai alternatif penyelesaian bagi orang yang seharusnya menyelesaikan
dilema etika tersebut.
(e) Mengidentifikasi kemungkinan konsekuensi dari masing-masing alternative tindakan.
(f) Memutuskan tindakan yang tepat.
5) Etika Profesi Akuntansi
Etika profesi merupakan etika khusus yang berlaku dalam kelompok yang bersangkutan.
Etika profesi akuntan di Indonesia diatur dalam Kode Etik Akuntan Indonesia yang disusun dan
disahkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Kode Etik Akuntan Indonesia yang baru terdiri
dari beberapa bagian (Prosiding kongres VIII, 1998 dalam Farid, 2006), yaitu :
a) Kode erk umum, terdiri dari 8 prinsip etika profesi, yang merupakan landasan perilaku etiks
professional , memberikan kerangka dasar bagi aturan etika, dan mengatur pelaksanaan
pemberian jasa professional oleh anggota, yang meliputi : tanggung jawab profesi,
kepentingan umum, relativisme, obyektifitas, pengetahuan etika dan kehati-hatian
profesionalnya, kerahasiaan, perilaku professional, dan standar teknis.
b) Kode etik akuntan kompartemen disahkan oleh rapat anggota kompartemen dan mengikat
seluruh anggota kompartemen yang bersangkutan.
Page 10
189 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27
c) Interpretasi kode etik akuntan kompartemen merupakan panduan penerapan kode etik
akuntan kompartemen.
d) Pernyataan etika profesi yang berlaku saat itu dapat dipakai sebagai interprestasi dana atau
aturan etika sampai dikeluarkannya aturan dan interpretasi baru untuk mengikatnya.
6) Akuntan Publik
Etika profesi akuntan di Indonesia diatur dalam Kode Etik Akuntan Indonesia. IAPI (2007-
2008 : 3), menyatakan bahwa : “ Kode etik ini menetapkan prinsip dasar dan aturan etika
profesi yang harus diterapkan oleh setiap individu dalam Kantor Akuntan Publik (KAP) atau
Jaringan KAP , baik yang merupakan anggota Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI) ,ataupun
yang bukan merupakan anggota IAPI, yang memberikan jasa professional, yang meliputi jasa
assurance dan jasa selain assurance seperti yang tercantum dalam standar profesi dan kode etik
profesi. Di dalam Kode Etik Profesi Akuntan Publik terdapat lima prinsip dasar etika profesi
yang wajib dipatuhi (IAPI, 2007-2008 : 7), yaitu :
a) Prinsip integritas
Setiap praktisi harus tegas dan jujur dalam menjalin hubungan professional dan
hubungan bisnis dalam menjalankan pekerjaannya.
b) Prinsip objektifitas
Setiap praktisi tidak boleh membiarkan subjektivitas, benturan kepentingan atau
pengaruh tidak layak dari pihak-pihak lain mempengaruhi pertimbangan professional atau
pertimbangan bisnisnya.
c) Prinsip kompetisi serta sikap kecermatan dan kehati-hatian profesionalnya.
Setiap praktisi wajib memelihara pengetahuan dan keahlian profesionalnya pada suatu
tingkatan yang dipersyaratkan secara berkesinambungan, sehingga klien atau pemberi kerja
dapat menerima jasa professional yang diberikan secara kompeten berdasarkan
perkembangan terkini dalam praktik, perundang-undangan dan metode pelaksanaan
pekerjaan.
d) Prinsip kerahasiaan
Setiap praktisi wajib menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh sebagai hasil dari
hubungan professional dan hubungan bisnisnya, serta tidak boleh mengungkapkan informasi
tersebut kepada pihak ketiga tanpa persetujuan dari klien atau pemberi kerja, kecuali jika
terdapat kejwajiban untuk mengungkapkan sesuai dengan ketentuan hukun atau peraturan
lainnya yang berlaku.
e) Prinsip perilaku professional
Setiap praktisi wajib mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku dan harus
menghindari semua tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
Di Indonesia, penegakan kode etik dilaksanakan oleh sekurang-kurangnya enam unit
organisasi, yaitu : Kantor Akuntan Publik (KAP), Unit Kompartemen Akuntan Publik-IAI, Dewan
Pertimbangan, Profesi IAI, Departemen Keuangan RI dan BPKP. Selain enam unit organisasi
tersebut, pengawasan terhadap kode etik juga dilakukan oleh para anggota dan pimpinan KAP (Fari
dkk, 2006). Hal ini tercemin di dalam rumusan Kode Etik Akuntan Indonesia pasal 1 ayat 2, yang
berbunyi :
“setiap anggota harus selalu mempertahankan integritas dan objektifitas dalam melaksanakan
tugasnya. Dengan mempertahankan integritas, ia akan bertindak adil tanpa dipengaruhi tekanan atau
permintaan pihak tertentu atau kepentingan pribadinya. Selain itu auditor juga memberikan opini
yang menyatakan bahwa pemeriksaan telah dilakukan sesuai dengan norma atau aturan
pemerikasaan akuntan disertai dengan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan yang
diperiksa. Menurut Standar Akuntan (PSA 29), opini audit terdiri dari 5 jenis yaitu :
Page 11
190 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27
(1) Opini wajar tanpa pengecualian (Uniqualified Opinion )
Adalah pendapat yang di berikan ketika audit telah dilaksanakan sesuai dengan Standar
Auditing, auditor tidak menemukan kesalahan material secara keseluruhan laporan keuangan
atau tidak terdapat penyimpangan dari prinsip akuntansi yang berlaku (SAK).
(2) Opini wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelasan (Modified Unqualified Opinion )
Adalah pendapat yang diberikan ketika suatu keadaan tertentu yang tidak berpengaruh
langsung terhadap pendapat wajar.
(3) Opini wajar dengan pengecualian ( Qualified Opinion )
Adalah pendapat yang diberikan ketika laporan keuangan dikatakan wajar dalam hal
material, tetapi terdapat sesuatu penyimpangan atau kurang lengkap pada pos tertentu, sehingga
harus dikecualikan.
(4) Opini tidak wajar
Adalah pendapat yang diberikan ketika laporan secara keseluruhan ini dapat terjadi
apabila auditor harus memberi tambahan paragraf untuk menjelaksan ketidak wajaran atas
laporan keuangan, disertai dengan dampak dari akibat ketidak wajaran tersebut pada laporan
auditnya,
(5) Opini tidak memberikan pendapat
Adalah pendapat yang diberikan ketika ruang lingkup pemeriksaan yang dibatasi,
sehingga auditor tidak melaksanakan pemerikasaan sesuai dengan standar auditing yang
ditetapkan IAI. Pembuatan laporannya auditor harus memberi penjelasan tentang pembatasan
ruang lingkup oleh klien yang mengakibatkan auditor tidak memberikan pendapat.
7) Akuntan Perusahaan (Akuntan Internal)
Akuntan internal (Internal Accountantant), akuntan intern adalah akuntan yang bekerja
dalam suatu perusahaan atau organisasi. Akuntan intern ini disebut juga akuntan perusahaan
atau akuntan manajemen. Jabatan tersebut yang dapat diduduki mulai dari staf biasa sampai
dengan kepala bagian Akuntansi atau Direktur Keuangan. Tugas mereka adalah menyusun
sistem akuntansi, menyusun laporan keuangan kepada pemimpin perusahaan, menyusun
anggaran, penanganan masalah perpajakan dan pemerikasaan intern. Lingkup pekerjaanya
meliputi penyediaan informasi akuntansi keuangan bagi perusahaanya. Peranan akuntansi
internal adalah sangat strategis karena informasi yang dihasilkannya akan menentukan berbagai
pengambilan keputusan manajerial.
8) Akuntan Pemeritah
Akuntan Pemerintah merupakan salah satu cabang dari bidang akuntansi yang sudah
cukup lama dikenal di Negara-negara maju, khususnya di Amerika Serikat.Hal ini terbukti,
karena sejak tahun 1921, Amerika Serikat telah memiliki undang-undang ( Budget and
Accounting Act tahun 1921 ) yang kemudian pada tahun 1950 disempurnakan menjadi budget
and accounting procedure act tahun 1950.
Akuntan pemerintah adalah akuntan professional yang bekerja di instansi pemerintah yang
tugas pokoknya melakukan audit atas pertanggungjawaban keuangan yang disajikan oleh unit-
unit organisasi atau entitas pemerintah atau pertanggungjawaban keuangan yang ditunjukan
kepada pemerintah. Meskipun terdapat banyak profesi akuntan pemerintah yang bekerja di
instasi pemerintah, namun umumnya yang disebut akuntan pemerintah adalah akuntan yang
bekerja di Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Badan Pemeriksa
Keuangan (BAPEKA), serta instansi pajak. BPKP adalah instansi pemerintah yang bertanggung
jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia dalam bidang pengawasan keuangan dan
pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah.
Page 12
191 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27
BAPEKA adalah unit organisasi dibawah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), yang
tugasnya melakukan audit atas pertanggung jawaban keuangan Presiden RI dan aparat di
bawahnya kepada dewan tersebut. Instansi pajak adalah unit organisasi di bawah Departemen
Keuangan yang tugas pokoknya adalah mengumpulkan beberapa jenis pajak yang dipungut oleh
pemerintah. Tugas pokok akuntan yang bekerja di instansi pajak adalah mengaudit pertanggung
jawaban keuangan masyarakat wajib pajak kepada pemerintah dengan tujuan untuk
memverifikasi apakah kewajiaban pajak telah dihitung oleh wajib pajak sesuai dengan
keuntungan yang tercantum dalam undang-undang pajak berlaku.
9) Akuntan Pendidik
Akuntan pendidik adalah profesi akuntan yang memberikan jasa berupa pelayanan
Pendidikan akuntansi kepada masyarakat melalui Lembaga-lembaga pelayanan yang ada, yang
berguna untuk melahirkan akuntan-akuntan terampil dan profesional. Profesi akuntan pendidik
sangat dibutuhkan bagi kemajuan profesi akuntansi itu sendiri, karena di tangan mereka para
calon – calon akuntan di didik. Sesuai dengan pengertian Akuntan yang bekerja pada Lembaga
Pendidikan ini memiliki tugas antara lain :
1) Menyusun kurikulum pendidikan Akuntansi.
2) Mengajar akuntansi di berbagai lembaga pendidikan.
3) Melakukan penelitian untuk pengembangan ilmu Akuntansi.
2.1.3 Orientasi Etis dan Perilaku Etis
Orientasi etis diartikan sebagai dasar pemikiran dalam menentukan sikap dan arah secara tepat
dan benar yang berhubungan dengan dilema etis (Salim, 1991 dalam Muthmainah, 2006). Dengan
adanya orientasi etis yang dimilik tiap individu, maka akan mendorong mereka untuk berperilaku etis
dan berpersepsi terhadap perilaku tidak etis yang terjadi di dalam lingkungan mereka.Perilaku etis
sendiri berarti adalah perilaku yang sesuai dengan etika. Berperilaku etis dalam suatu organisasi
didefinisikan sebagai bertindak adil dan dibawah hukum konstitusional serta peraturan pemerintah
yang berlaku.
Terdapat banyak literatur mengenai perilaku etis di dalam dunia bisnis, karena itu terdapat suatu
badan penelitian khusus meneliti persepsi para praktisi, pendidik, maupun mahasiswa mengenai
perilaku etis dari berbagai macam praktek bisnis yang ada. Di dalam penelitian Forsyth, menegaskan
bahwa faktor penentu dari perilaku etis seorang individu adalah filosofi moral pribadi mereka
masing-masing. Filsafat moral pribadi didefinisikan sebagai seperangkat keyakinan, sikap, dan nilai-
nilai yang memberikan kerangka untuk mengingat dilema etis (Barnett et al., 1994), dan filsafat
moral pribadi membantu mengarahkan individu ketika meraka akan membuat suatu keputusan etis
(Forsyth dan Nye, 1990). Lebih dikenal khusus, Forsyth menyimpulkan bahwa filsafat moral dapat
mempengaruhi penilaian praktik bisnis tertentu dan keputusan untuk terlibat dalam praktek-praktek
tersebut. Karena itu nantinya filsafat moral yang dimiliki individu akan sangat mempengaruhi
perilaku etis individu maupun persepsinya terhadap suatu perilaku yang tidak etis. Untuk menilai
orientasi etis seorang individu, Forsyth mengembangkan sebuah kuesioner yang disebut dengan
Ethics Position Questionnaire (EPQ). Di dalam EPQ terdapat pertanyaan-pertanyaan yang dapat
megukur tingkat idealisme dan relativisme seorang individu. Dengan adanya EPQ maka dapat
diketahui berbagai persepsi individu terhadap suatu perilaku etis maupun perilaku tidak etis dilihat
dari tingkat idealisme dan relativisme mereka.
2.1.4 Idealisme
Menurut Forsyth (1992), Idealisme adalah suatu sikap yang menganggap bahwa tindakan yang
tepat atau benar akan menimbulkan konsekuensi atau hasil yang diinginkan.Seorang individu yang
idealis mempunyai prinsip bahwa merugikan individu lain adalah hal yang selalu dapat dihindari dan
mereka tidak akan melakukan tindakan yang mengarah pada tindakan yang berkonsekuensi negatif.
Page 13
192 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27
Jika terdapat dua pilihan yang keduanya akan berakibat negatif terhadap individu lain, maka seorang
yang idealis akan mengambil pilihan yang paling sedikit mengakibatkan akibat buruk pada individu
lain. Selain itu, seorang idealis akan sangat memegang teguh perilaku etis di dalam profesi yang
mereka jalankan, sehingga individu dengan tingkat idealisme yang tinggi cenderung menjadi
whistleblower dalam menghadapi situasi yang di dalamnya terdapat perilaku tidak etis.
Namun seorang individu dengan idealisme yang lebih rendah, menganggap bahwa dengan
mengikuti semua prinsip moral yang ada dapat berakibat negatif. Mereka berpendapat bahwa
terkadang dibutuhkan sedikit tindakan negatif untuk mendapatkan hasil yang terbaik. Banyak
penelitian yang telah menunjukan bahwa seorang idealis akan mengambil tindakan tegas terhadap
suatu situasi yang dapat merugikan orang lain, dan seorang idealis memilki sikap serta pandangan
yang lebih tegas terhadap individu yang melanggar perilaku etis dalam profesinya.
2.1.5 Relativisme Relativisme adalah model cara berpikir pragmatis, alasannya adalah bahwa aturan etika sifatnya
tidak universal karena etika dilatar belakangi oleh budaya, dimana masing-masing budaya memiliki
aturan yang berbeda-beda.Seorang individu yang memiliki sifat relativisme mendukung filosofi moral
yang didasarkan pada sikap skeptis, yang mengasumsikan bahwa tidak mungkin untuk
mengembangkan atau mengikuti prinsip-prinsip universal ketika membuat keputusan. Individu yang
memiliki tingkat relativisme yang tinggi, mengganggap bahwa tindakan moral tergantung pada situasi
dan sifat individu yang terlibat, sehingga mereka akan mempertimbangkan situasi dan kondisi
individu dibandingkan prinsip etika yang telah dilanggar. Individu dengan tingkat relativisme tinggi
cenderung menolak gagasan mengenai kode moral, dan individu dengan relativisme yang rendah
hanya akan mendukung tindakan-tindakan moral yang berdasar kepada prinsip, norma, ataupun
hukum universal.
Relativisme etismerupakan teori bahwasuatu tindakan dapat dikatakan etis atau tidak, benar atau
salah, tergantung kepada pandangan masyarakat itu (Forsyth,1992). Hal ini disebabkan karena teori
ini meyakini bahwa tiap individu maupun kelompok memiliki keyakinan etis yang berbeda. Dengan
kata lain, relativisme etis maupun relativisme moral adalah pandangan bahwa tidak ada standar etis
yang secara absolutbenar. Dalam penalaran moral seorang individu, ia harus selalu mengikuti standar
moral yang berlaku dalam masyarakat dimanapun ia berada.
2.1.6 Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang.
Pengetahuan adalah sebagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal
(id.wikipedia.org). Pengetahuan yang dimaksud disini adalah pengetahuan mengenai bidang profesi
akuntansi dan informasi mengenai kasus akuntansi yang menimpa Enron dan KAP Arthur Andersen
dan kasus lain yang terjadi di Indonesia seperti PT. Kimia Farma dengan KAP Hans Tuanakotta dan
Mustofa (HTM) yang diketahui oleh mahasiswa. Pengetahuan dan informasi yang dimiliki
mahasiswa tersebut akan mempengaruhi persepsi mahasiswa terhadap skandal tersebut tergantung
tingkat informasi yang mereka dapatkan. Semakin banyak informasi yang mereka ketahui maka akan
membantu mereka untuk bisa memberikan persepsi maupun tanggapan terhadap krisis etis yang
melibatkan profesi akuntan tersebut. Namun dengan banyaknya informasi yang diperoleh dari media
dapat menimbulkan persepsi negatif dari mahasiswa terhadap profesi akuntansi. Sedangkan
mahasiswa yang kurang mendapat informasi mengenai skandal akan berpersepsi biasa saja. Karena
mereka tidak terlalu mengetahui duduk persoalannya maka mereka akan tetap memberikan opini
positif terhadap bidang profesi akuntansi. Pada akhirnya tingkat pengetahuan dan informasi yang
dimiliki oleh mahasiswa akan mempengaruhi keputusan mereka untuk berkarier di bidang akuntansi.
Persepsi negatif yang dimiliki mahasiswa mengenai perilaku tidak etis yang dilakukan para akuntan
ataupun auditor menyebabkan berkurangnya minat mereka untuk melanjutkan karier di bidang
Page 14
193 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27
akuntansi. Sebaliknya bagi mahasiswa yang tetap beropini positif terhadap profesi akuntansi, skandal
yang terjadi tidak mengurangi minat mereka untuk tetap berkarier di bidang akuntansi (Novayanti,
2017).
2.1.7 Gender
Pengaruh dari perbedaan gender terhadap penilaian etis dapat dikatakan sangat kompleks dan
tidak pasti. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan antara
perempuan maupun laki-laki dalam menyikapi perilaku etis maupun skandal etis yang terjadi di
dalam profesi akuntansi. Namun di dalam penelitian Lawrence dan Shaub, 1997, ditemukan bahwa
terdapat perbedaan persepsi antara pria dan wanita dalam menyikap perilaku etis dan skandal etis
yang terjadi di dalam profesi akuntansi. Penelitian yang dilakukan oleh Sankaran dan Bui (2003)
menunjukan bahwa seorang perempuan akan lebih peduli terhadap perilaku etis dan pelanggarannya
dibandingkan dengan seorang laki-laki. Mahasiswa akuntansi yang bergender perempuan akan
memiliki ethical reasoning yang lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa laki-laki.Terdapat dua
pendekatan yang biasa digunakan untuk memberikan pendapat mengenai pengaruh gender terhadap
perilaku etis maupun persepsi individu terhadap perilaku tidak etis, yaitu pendekatan struktural dan
pendekatan sosialisasi.
Pendekatan struktural, menurut Diwi (2015) menyatakan bahwa perbedaan antara pria dan
wanita disebabkan oleh sosialisasi awal terhadap pekerjaan dan kebutuhan-kebutuhan peran lainnya.
Sosialisasi awal dipengaruhi oleh reward dan insentif yang diberikan kepada individu di dalam suatu
profesi. Karena sifat dan pekerjaan yangsedang dijalani membentuk perilaku melalui sistem reward
dan insentif, maka pria dan wanita akan merespon dan mengembangkan nilai etis dan moral secara
sama dilingkungan pekerjaan yang sama. Dengan kata lain, pendekatan struktural memprediksi
bahwa baik pria maupun wanita di dalam profesi tersebut akan memiliki perilaku etis yang sama.
Berbeda dengan pendekatan struktural, pendekatan sosialisasi gender menyatakan bahwa pria dan
wanita membawa seperangkat nilai dan yang berbeda ke dalam suatu lingkungan kerja maupun ke
dalam suatu lingkungan belajar. Perbedaan nilai dan sifat berdasarkan gender ini akan mempengaruhi
pria dan wanita dalam membuat keputusan dan praktik. Para pria akan bersaing untuk mencapai
kesuksesan dan lebih cenderung melanggar peraturan yang ada karena mereka memandang
pencapaian prestasi sebagai suatu persaingan. Berkebalikandengan pria yang mementingkan
kesuksesan akhir atau relative performance, para wanita lebih mementingkan self-performance.
Wanita akan lebih menitikberatkan pada pelaksanaan tugas dengan baik dan hubungan kerja yang
harmonis, sehingga wanita akan lebih patuh terhadap peraturan yang ada dan mereka akan lebih kritis
terhadap orang-orang yang melanggar peraturan tersebut.
Pada dasarnya, pria dan wanita akan menunjukan perbedaan dalam berperilaku etis yang
didasarkan pada sifat yang dimiliki dan kodrat yang telah diberikan secara biologis. Penelitian yang
dilakukan oleh Lawrence dan Shaub (1997) menunjukan bahwa wanita lebih etis dibandingkan pria.
Dengan kata lain dibandingkan dengan pria, wanita biasanya akan lebih tegas dalam berperilaku etis
maupun menanggapi individu lain yang berperilaku tidak etis.
2.2 Hubungan Antara Masing-masing Variabel
2.2.1Pengaruh Idealisme Terhadap Persepsi Mahasiswa Mengenai Perilaku Tidak Etis Akuntan.
Menurut Diwi, 2015, bahwa idealisme dengan persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis
dimana meningkatnya kenaikan idealisme akan meningkatkan pula persepsi mahasiswa mengenai
perilaku tidak etis akuntan.
Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Revita (2014) yang
menyatakan bahwa Idealisme memiliki pengaruhpositif yang signifikan terhadap Persepsi Mahasiswa
atas Perilaku Tidak Etis Akuntan. Hubungan antara variabel ini adalah hubungan asimetris,
Page 15
194 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27
mahasiswa akuntansi dengan Idealisme yang tinggi akan menilai Perilaku Tidak Etis Akuntan secara
lebih tegas.
Oleh karena itu, idealisme berpengaruh terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak
etis akuntan.
2.2.2 Pengaruh Relativisme Terhadap Persepsi Mahasiswa Mengenai Perilaku Tidak Etis
Akuntan.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sutiarsih, 2014, bahwa relativisme mempengaruhi persepsi
mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan, semakin tinggi relativisme mahasiswa maka akan
semakin mentolerir dalam menanggapi perilaku tidak etis akuntan. Hubungan antara variabel
relativisme dengan persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan ialah hubungan
asimetris.
Hasil penelitian Novayanti, 2017, bahwa relativisme berpengaruh terhadap perilaku tidak etis
akuntan .Oleh karena itu relativisme berpengaruh terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku
tidak etis akuntan.
2.2.3 Pengaruh Tingkat Pengetahuan Terhadap Persepsi Mahasiswa Mengenai Perilaku Tidak
Etis Akuntan.
Menurut Bambang, 2016, bahwa tingkat pengetahuan mahasiswa berpengaruh terhadap persepsi
mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan. Hasil penelitian Maulina, 2017, bahwa tingkat
pengetahuan atau latar belakang pendidikan memiliki pengaruh terhadap persepsi mahasiswa
mengenai perilaku tidak etis akuntan.
Hubungan antara variabel tingkat pengetahuan dan persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak
etis akuntan adalah hubunga asimetris. Oleh karena itu tingkat pengetahuan berpengaruh terhadap
persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan.
2.2.4 Pengaruh Gender Terhadap Persepsi Mahasiswa Mengenai Perilaku Tidak Etis Akuntan.
Menurut Nurrahmah, 2016, bahwa gender mempengaruhi persepsi mahasiswa mengenai
perilaku tidak etis akuntan. Gender berpengaruh terhadap kemampuan seseorang untuk mendeteksi
suatu kecurangan.
Hasil penelitian Bambang, 2016, bahwa gender mempengaruhi persepsi etis mahasiswa
akuntansi, terdapat perbedaan persepsi antara laki-laki dan perempuan. Hubungan antara variabel
gender dengan persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan adalah hubungan asimetris.
Oleh karena itu, gender berpengaruh terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis
akuntan.
2.3 Hasil Penelitian Sebelumnya
Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya sangat penting untuk diungkapkan karena dapat
dipakai sebagai sumber informasi dan bahan acuan yang sangat berguna bagi penulis. Berikut
merupakan beberapa penelitian yang digunakan sebagai acuan.
1) Rifqi (2008)
Penelitian yang dilakukan oleh Rifqi Muhammad (2008) yaituPersepsi Akuntan dan
Mahasiswa Yogyakarta Terhadap Etika Bisnis. Variabel dependen dalam penelitian ini adalahEtika
Bisnis. Sedangkan variabel independen ialahperbedaan persepsi mahasiswa akuntansi. Hasil dari
penelitian ini, adalah tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi akuntan dengan
mahasiswa terhadap etika bisnis tidak dapat diterima dan pengujian hipotesis 2 yang menyatakan
bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara akuntan, mahasiswa tingkat pertama dan
mahasiswa tingkat akhir tidak dapat diterima (hipotesis 2 ditolak).
2) Harahap (2010)
Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Ikhsan Harahap yaituFaktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Timbulnya Penyimpangan Oleh Auditor Pada Kantor Akuntan Publik Di Kota
Page 16
195 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27
Pekanbaru.Variabel kekurangpahaman terhadap ketentuan-ketentuan yang ada dalam Standar
Profesi, Variabel Lemahnya sistem pengendalian mutu dalam pengelolaan Kantor Akuntan Publik
dalam perumusan kebijakan dan prosedurnya maupun implementasinya, Variabel Penetapan fee
yang sangat murah oleh Kantor Akuntan Publik yang tergolong kecil, Variabel Ketergantungan
pada satu jasa penugasan terhadap timbulnya penyimpangan.Hasil dari penelitian ini adalah
kekurang tahuan anggota tentang standar profesi, lemahnya system KAP dan ketergantungan sutu
penugasan jasa tidak mempengaruhi timbulnya penyimpangan oleh auditor KAP tetapi penetapan
fee yang murah mempengaruhi timbulannya penyimpangan oleh auditor KAP.
3) Hapsari (2010)
Penelitian yang dilakukan Ratna Indri Hapsari (2010) yaitu Pengaruh Kelompok Kerja
Terhadap Pembuatan Keputusan Etis Mahasiswa Akuntansidengan variabel dependen scenario etis
sedangkan variabel independennya adalah individu dan kelompok. Hasil penelitian ini terdapat
perbedaan jawaban atau respon antara individu dan kelompok pada mahasiswa akuntansi atas
skenario etis yang diberikan secara keseluruhan.
4) Mulawarman dan Ludigdo (2010)
Penelitian yang dilakukan Aji Dedi Mulawarman dan Unti Ludigdo (2010) yaituMetamorfosis
Kesadaran Etis Holistik Mahasiswa Akuntansi Implementasi Pembelajaran Etika Bisnis dan Profesi
Berbasis Integrasi IESQ. Variabel penelitian ini adalah Etika Bisnis, Profesi dalam Konteks
Pendidikan Akuntansi terhadap Pembelajaran etika bisnis dan profesi berbasis integrasi IESQ
(PEBI-IESQ). Hasil penelitiannya adalah diseminasi nilai-nilai etika yang diajarkan pada
mahasiswa akuntansi menekankan integrasi aspek IQ, EQ, SQ dan kecurangan akuntansi lebih
besar dibanding kompensasi yang diterimanya.
5) Bambang (2011)
Penelitian yang dilakukan oleh Bambang (2011) yaitu Analisis Sensitivitas Etis Mahasiswa
Akuntansi UIN Suska Riau dengan variabel sensitivitas dan mahasiswa semester awal dan akhir.
Hasil penelitiannya adalah terdapat perbedaan sensitivitas etis pada mahasiswa akuntansi semester
awal dengan semester akhir dan terdapat perbedaan sensitivitas etis pada mahasiswa akuntansi
wanita dengan pria.
6) Setiawan (2012)
Penelitian yang dilakukan oleh Yupie Setiawan (2012) yaitu Peran Gender dalam
Pengambilan Keputusan Audit. Dengan variabel yaituGender dan Keputusan audit. Hasil penelitian
ini didapatkan simpulan bahwa ada tidaknya perbedaan pengambilan keputusan didasarkan oleh
faktor gender tidak bisa berlaku universal. Meskipun sama-sama auditor dengan jenis kelamin
perempuan maka tingkat sensitivitasnya terhadap perilaku etis bisa berbeda dan hal ini yang
menyebabkan perilaku etis auditor perempuan lebih tinggi dibandingkan auditor dengan jenis
kelamin laki-laki tidak bisa digeneralisasi.
7) Rifa’I (2014)
Penelitian yang dilakukan Aditya Bachtiar Rifa’I (2014) yaituPengaruh Etika Kompetensi,
Dan Pengalaman Dalam Mengelola Barang Milik Negara Terhadap Kualitas Keuangan Pemerintah
Pusat (Survai Pada Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Di Lingkungan Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta). Variabel penelitian ini etika, kompetensi, pengalaman dan kualitas laporan
keuangan. Hasil penelitiannya adalah etika dalam mengelola barang milik Negara terhadap kualitas
laporan keuangan pemerintah negara, pengalaman dalam menggelola barang milik Negara
berpengaruh positif terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah pusat.
8) Susanti (2014)
Page 17
196 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27
Penelitian yang dilakukan oleh Betti Susanti (2014) yang berjudulLocus Of Control, Equity
Sensitivity, Ethical Sensitivity Dan Gender Terhadap Perilaku Etis Akuntan (Studi Empiris Kantor
Akuntan Publik Wilayah Padang dan Pekanbaru). Dengan variabelLocus of control, Equity
sensitivity, Ethical Sensitivity, gender, perilaku etis Akuntan.Hasil penelitiannya adalahLocus of
Control, Ethical sensitivity berpengaruh signifikan positif terhadap perilaku etis akuntan, sedangkan
Equity sensitivity tidak berpengaruh signifikan terhadap perilaku etis akuntan.
9) Mahendra (2014)
Penelitian yang dilakukan oleh Purwatanza Mahendra(2014) yaituPengaruh Orientasi Etika
Dan Komitmen Profesional Terhadap Sensitivitas Etika Auditor (Studi Empiris Pada Auditor di
Kantor Akuntan Publik Kota Surakarta). Dengan variabelOrientasi etika, Komitmen Professional,
dan sensitivitas etika.Dari hasil analisis yang telah dilakukan dalam penelitian ini menunjukkan
dukungan pada keseluruhan hipotesis yang diajukan, artinya orientasi etika dan komitmen
professional berpengaruh positif terhadap sensitivitas etika auditor.
10) Sutiarsih, Herawati, Sinarwati (2014)
Penelitian yang dilakukan oleh Gusti Ayu Sutiarsih, Nyoman Trisna Herawati, Ni Kadek
Sinarwati (2014) yang berjudulPengaruh Budaya Etis Organisasi, Idealisme, dan Relativisme
terhadap Sensitivitas Etika Auditor. Variabel dalam penelitian ini adalah Orientasi Etis, Gender,
dan Persepsi Mahasiswa menganai Perilaku Tidak Etis Akuntan.Hasil penelitian ini adalah semakin
tinggi idealisme mahasiswa maka akan semakin etis dalam menanggapi kasus mengenai perilaku
tidak etis akuntan dan semakin tinggi relativisme maka akan semakin mentolerir dalam menanggapi
kasus mengenai perilaku tidak etis akuntan.
11) Diwi(2015)
Penelitian yang dilakukan oleh Dewanti Diwi(2015) yang berjudul Pengaruh Orientasi Etis
Dan Gender Terhadap Persepsi Mahasiswa Mengenai Perilaku Tidak Etis Akuntan.Variabel dalam
penelitian ini adalah idealisme, relativisme, gender dan persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak
etis akuntan. Hasil penelitian ini idealisme dan relativisme berpengaruh positif terhadap persepsi
mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan dan gender tidak berpengaruh terhadap persepsi
mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan.
12) Putri dan Supriyadi (2015)
Penelitian yang dilakukan oleh Laila Kurnia Putrid dan Supriyadi (2015) yang
berjudulPengaruh Pendidikan Etika, Religiosity, dan Performa Akademik Terhadap Tingkat
Penalaran Moral Pada Pengambilan Keputusan Akuntansi.Pengaruh Pendidikan Etika, Religiosity,
dan Performa Akademik Terhadap Tingkat Penalaran Moral Pada Pengambilan Keputusan.
Variabel dalam penelitian ini adalah Pendidikan etika, religiosity, performa akademik dan tingkat
penalaran moral pada pengambilan keputusan akuntansi. Hasil penelitian ini adalah Pendidikan
etika, religiosity berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat penalaran moral pengambilan
keputusan akuntansi sedangkan performa akademik yang digambarkan dengan indeks prestasi
mahasiswa secara statistik tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat penalaran moral pada
pengambilan keputusan.
13) Pektra dan Kurnia (2015)
Penelitian yang dilakukan oleh Stacia Pektra dan Ratnawati Kurnia (2015) yang berjudul
Pengaruh Gender, Kompleksitas Tugas, Tekanan Ketaatan, Pengalaman Auditor Terhadap Audit
Judgement. Variabel dalam penelitian ini adalah Gender, Kompleksitas tugas, Tekanan Ketaatan,
Pengalaman Auditor dan Audit Judgement.
Page 18
197 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27
Hasil penelitian ini adalah Gender, tekanan ketaatan dan pengalaman audit tidak memiliki
pengaruh signifikan terhadap audit judgement sedangkan kompleksitas memiliki pengaruh
signifikan terhadap audit judgement.
14) Sudibyo dan Wati (2016)
Penelitian yang dilakukan oleh Bambang Sudibyo dan Mirna Wati (2016) yang
berjudulPengaruh Pendidikan Etika Bisnis dan Religiusitas terhadap Persepsi Etis Mahasiswa
Akuntansi. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Hasil Pendidikan Etika
Religiusitas ,Jenis Kelamin ,Performa Akademik dan Persepsi etika Mahasiswa. Hasil
penelitianTerdapat perbedaan persepsi etis yang signifikan Antara mahasiswa/i yang sudah atau
sedang mengambil mata kuliah etika bisnis dengan mahasiswa/i yang belum dan antara mahasiswa
laki-laki dan mahasiswa perempuan, terdapat perbedaan persepsi etis antara mahasiswa/i yang
memiliki tingkat religiusitas tinggi dengan mahasiswa/i yang memilik tingkat religiusitas rendan.
Dimana dari hasil penelitian memperlihatkan terdapat perbedaan persepsi etis antara mahasiswa/i
yang sudah atau sedang dan yang belum mengambil mata kuliah etika bisnis, sehingga pendidikan
berkarakter dibutuhkan.
15) Damayanti (2016)
Penelitian yang dilakukan olehDionisia Nadya Sri Damayanti (2016) yang berjudulPengaruh
Pengendalian Internal Dan Moralitas Individu Terhadap Kecurangan Akuntansi (Studi Eksperimen
pada Pegawai Bagian Keuangan dan Akuntansi Universitas Negeri Yogyakarta). Variabel dalam
penelitian ini adalah Pengendalian Internal, Moralitas Individu dan Kecurangan Akuntansi. Hasil
penelitian ini terdapat perbedaan antara individu yang berada dalam kondisi terdapat elemen
pengendalian internal maupun tidak terdapat elemen pengendalian internal dalam melakukan
kecurangan akuntansi, terdapat perbedaan antaran individu yang memiliki level moralitas individu
tinggi dan level moralitas individu rendah dalam melakukan kecurangan akuntansi dan terdapat
interaksi antara pengendalian internal dengan level moralitas.
16) Kartikarini dan Sugiarto (2016)
Penelitian yang dilakukan olehKartikarini dan Sugiarto(2016) berjudulPengaruh Gender,
Keahlian, dan Skeptisisme Profesional terhadap Kemampuan Auditor Mendeteksi Kecurangan.
Variabel dalam penelitian ini adalah Gender, Keahlian, dan Skeptisisme Profesional, Kemampuan
Auditor Mendeteksi Kecurangan. Hasil penelitian Berdasarkan hasil uji hipotesis yang telah
dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa gender dan skeptisisme professionalberpengaruh positif
terhadap kemampuan auditor mendeteksi kecurangan.
17) Prayudi(2017)
Penelitian yang dilakuakan oleh Made Aristia Prayudi(2017) yang berjudulGender, Penerapan
Kode Etik Profesi Akuntan dan Kualitas Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Variabel dalam penelitian ini adalah Kode Etik, Gender dan Kualitas Penyusunan Anggaran.Hasil
penelitian menunjukkan bahwa penerapan kode etik profesional oleh akuntan pemerintah memiliki
pengaruh positif terhadap kualitas penyusunan APBD. Sementara itu, terdapat perbedaan yang
signifikan ditemukan antara kelompok akuntan perempuan dan kelompok akuntan laki-laki dalam
hal penerapan kode etik profesional.Hubungan positif dan signifikan antara penerapan kode etik
profesional dan kualitas penyusunan APBD oleh akuntan pemerintah dapat mengindikasikan bahwa
kode etik profesional telah memainkan perannya dengan baik sebagai pedoman dalam pelaksanaan
tugas-tugas keprofesian yang diemban para akuntan.
18) Agustiningsih (2017)
Penelitian yang dilakukan oleh Maulina Agustiningsih(2017) yang berjudulPengaruh Latar
Belakang Pendidikan, Pendidkan Berkelanjutan, Etika Profesi, Budaya Organisasi dan Pemahaman
Page 19
198 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27
Good Governance terhadap Hasil Kinerja Auditor Pemerintah. VariabelLatar Belakang Pendidikan,
Pendidikan Berkelanjutan, Etika Profesi, Budaya Organisasi, Pemahaman Good Governance.Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa variabel Latar Belakang Pendidikan, variabel Pendidikan
Berkelanjutan,variabel Etika Profesi, variabel Budaya Organisasi, variabel Pemahaman Good
Governanceberpengaruh terhadap Hasil kinerja auditor Pemerintah.
19) Poluakan, Saerang, Lambey (2017)
Penelitian yang dilakukan ole0h Marselino Jeheskiel Poluakan, David Paul Elia Saerang,
Robert Lambey (2017) yaituAnalisis Persepsi Atas Faktor-faktor Yang Berpengaruh Terhadap
Keinginan Seseorang Menjadi Whistleblower. Variabel dalam penelitian ini adalah Agent of
Change, Social Control, Iron Stock, terhadap keinginan menjadi Whistleblower. Hasil penelitian ini
adalah keinginan menjadi whistleblower dan agent of change, social control, iron stockbersifat
positif atau searah sebaliknya apabila agent of change, social contril, iron stock mengalami
penurunan maka keinginan menjadi whistleblowerjuga mengalami penurunan.
20) Novayanti (2017)
Penelitian yang dilakukan oleh Evi (2017) yaitu Pengaruh Orientasi Etis Dan Tingkat
Pengetahuan Mahasiswa Terhadap Persepsi Mahasiswa Mengenai Perilaku Tidak Etis Akuntan
(Studi Pada Mahasiswa Akuntansi Program Strata 1 Universitas Mahasaraswati). Variabel
dependen dalam penelitian ini adalah persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan.
Sedangkan variabel independen adalah idealisme, relativisme, dan tingkat pengetahuan. Hasil dari
penelitian ini adalah idealisme tidak berpengaruh terhadap persepsi mahasiswa terhadap perilaku
tidak etis akuntan, relativisme berpengaruh positif terhadapperilaku tidak etis akuntan dan tingkat
pengetahuan tidak berpengaruh terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan.
BAB III. KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Berpikir
Perkembangan penalaran moral disebut juga kesadaran moral menjadi faktor penentu dalam
pengambilan keputusan etis. Pengukuran moral tidak sekedar mengamati perilaku moral yang tampak,
tetapi harus melihat kesadaran moral yang mendasari keputusan perilaku tersebut. Individu akan
mengambil sebuah keputusan etis berdasarkan sebuah interaksi antara faktor individu (pengalaman,
orientasi etika, dan komitmen profesi) dengan faktor situasional (nilai etika organisasi).Dengan adanya
pengetahuan yang dimiliki maka akan berpengaruh terhadap penalaran yang diberikan individu dalam
tiap tahapan perkembangan moral sehingga terdapat perubahan perkembangan dan perilaku di tiap
tahap perkembangan moral individu.
Suatu profesi harus memiliki etika yang harus ditaati dalam menjalankan profesinya. Perilaku etis
sangat penting diterapkan disegala bidang profesi, namun masih banyak terjadi penyelewengan etika
yang akhirnya dapat menyebabkan skandal didalam profesi tersebut. Hal tersebut secara tidak langsung
mempengaruhi opini mahasiswa akuntnasi terhadap profesi di bidang akuntansi, yang nantinya akan
dijadikan pertimbangan oleh mahasiswa dalam memilih karir di masa depan. Terdapat berbagai macam
faktor yang mendasari individu melakukan tindakan yang tidak etis. Terdapat dua alasan mengapa
orang berperilaku tidak etis, yaitu standar etika seseorang berbeda dengan masyarakat umum dan
seseorang memilih untuk bertindak mementingkan diri sendiri (Arents et al, 2006:9). Menurut
Novayanti (2017) jika seseorang beranggapan bahwa perilaku tersebut adalah etis dan dapat diterima
padahal tidak bagi orang lain maka akan muncul konflik atas nilai etis yang tidak mungkin
terselesaikan.
Kedua hal tersebut merupakan penyebab seseorang berperilaku tidak etis saat menghadapi dilema
etika. Dilema etika merupakan situsiasi dimana seseorang harus membuat sebuah keputusan tentang
Page 20
199 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27
tindakan atau perilaku yang tepat. Faktor penentu dari perilaku etis adalah filosofi moral pribadi
mereka masing-masing yang membuktikan bahwa orientasi etika dikendalikan oleh dua karekteristik
yaitu idealisme dan relativisme (Forsyth, 1992). Idealisme adalah suatu sikap yang menganggap bahwa
tindakan yang tepat atau benar akan menimbulkan konsekuensi sesuai hasil yang diinginkan. Individu
yang memiliki sifat idealis akan berpegang teguh pada aturan moral yang bersifat universal dan akan
mengambil tindakan tegas terhadap suatu situasi yang dapat merugikan orang lain. Relativisme moral
adalah pandangan bahwa tidak ada standar etis yang secara absolut benar. Dalam penalaran moral
individu, ia harus selalu mengikuti standar moral yang berlaku di masyarakat, sehingga mereka akan
mempertimbangkan situasi dan kondisi individu dibandingkan prinsip etika yang telah dilanggar.
Hal lain yang mempengaruhi seseorang berperilaku tidak etis adalah lingkungan, yang salah
satunya adalah dunia pendidikan. Di Indonesia, dunia Pendidikan akuntansi juga mempunyai
pengaruh yang besar terhadap perilaku etis akuntan (Mardawati, 2014), oleh sebab itu perlu diketahui
pemahaman calon akuntan (mahasiswa) terhadap masalah-masalah etika dalam hal ini berupa etika
bisnis dan etika profesi akuntan yang mungkin telah atau mereka hadapi nantinya. Terdapatnya mata
kuliah yang berisi ajaran moral dan etika sangat relevan untuk disampaikan kepada mahasiswa dan
keberadaan pendidikan etika ini juga memiliki peranan penting dalam perkembangan profesi di bidang
akuntansi di Indonesia (Mardawati, 2014).
Selain dari idealisme, relativisme dan tingkat pengetahuan, hal lain yang mempenagruhi seseorang
berperilaku tidak etis yaitu perbedaan gender, perbedaan antara pria dan wanita disebabkan oleh
sosialisasi awal terhadap pekerjaan dan kebutuhan-kebutuhan peran lainnya. Pada dasarnya, pria dan
wanita akan menunjukan perbedaan dalam berperilaku etis yang didasarkan pada sifat yang dimiliki
dan kodrat yang telah diberikan secara biologis.
Terdapat dua pendekatan yang biasa digunakan untuk memberikan pendapat mengenai pengaruh
gender terhadap perilaku etis maupun persepsi individu terhadap perilaku tidak etis, yaitu pendekatan
struktural dan pendekatan sosialisasi. Pendekatan struktural memprediksi bahwa baik pria maupun
wanita di dalam profesi tersebut akan memiliki perilaku etis yang sama. Pendekatan sosialisasi gender
menyatakan bahwa pria dan wanita membawa seperangkat nilai dan yang berbeda ke dalam suatu
lingkungan kerja maupun ke dalam suatu lingkungan belajar. Pada dasarnya, pria dan wanita akan
menunjukan perbedaan dalam berperilaku etis yang didasarkan pada sifat yang dimiliki dan kodrat
yang telah diberikan secara biologis (Diwi, 2015). Pendekatan sosialisasi gender menyatakan bahwa
pria dan wanita membawa kumpulan nilai yang berbeda dalam lingkungan kerja. Pria memandang
pada pencapaian kinerja adalah kompetisi dan kelihatannya perlu untuk menyimpang dari aturan untuk
dapat sukses, dimana wanita lebih peduli terhadap kinerja sendiri.
Cara pandang individu terhadap konsep etis akan mempengaruhi keputusannya untuk melakukan
tindakan yang tidak etis. Individu yang memiliki sifat idealis akan berpegang teguh pada aturan moral
yang bersifat universal. Individu yang idealis akan mengambil tindakan tegas terhadap suatu situasi
yang dapat merugikan orang lain dan memiliki sikap serta pandangan yang lebih tegas terhadap
individu yang melanggar perilaku etis dalam profesinya.
Individu yang memiliki tingkat relativitas yang tinggi menganggap bahwa tindakan moral
tergantung pada situasi dan sifat individu yang terlibat sehingga mereka akan mempertimbangkan
situasi dan kondisi individu dibandingkan prinsip etika yang telah dilanggar. Individu yang memiliki
pengetahuan dan informasi yang lebih laus tentang etika maka akan cenderung berpengaruh terhadap
persepsinya atas banyaknya kasus yang terjadi pada akuntan. Perbedaan gender memiliki pengaruh
perbedaan berperilaku etis yang didasarkan oleh sifat yang dimiliki dan kodrat yang telah diberikan
secara biologis.
Page 21
200 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27
Gambar 3.1
Kerangka Berpikir
Pengaruh Orientasi Etika, Tingkat Pengetahuan dan Gender Terhadap Persepsi Mahasiswa
Mengenai Perilaku Tidak Etis Akuntan
Sumber : Hasil Pemikiran Peneliti (2018)
3.2 Hipotesis
Menurut Sugiono (2014: 64), hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan.
Dalam penelitian ini hipotesis yang diajukan sebagai berikut.
1) Pengaruh idealisme terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan.
Cara pandang individu terhadap konsep etis akan mempengaruhi keputusanya dalam melakukan
tindakan yang tidak etis. Idealisme adalah suatu sikap yang menganggap bahwa tindakan yang tepat
akan menimbulkan konsekuensi sesuai hasil yang diinginkan. Individu yang memiliki sifat idealis
akan berpegang teguh pada aturan moral yang bersifat universal. Individu yang idealis mempunyai
prinsip bahwa merugikan individu lain adalah hal yang selalu dapat dihindari dan mereka tidak
akan melakukan tindakan negatif. Individu yang idealis akan mengambil tindakan tegas terhadap
suatu situasi yang dapat merugikan orang lain dan memiliki sikap serta pandangan yang lebih tegas
terhadap individu yang melanggar perilaku etis dan profesinya. Penelitian yang dilakukan oleh
Diwi (2015) menyatakan bahwa idealisme berpengaruh positif terhadap persepsi mahasiswa
mengenai perilaku tidak etis akuntan. Mahasiswa yang bersifat idealis cenderung memberikan
tanggapan atau persepsi ketidak setujuan terhadap perilaku tidak etis akuntan, dimana terdapat
pengaruh positif antara etika akuntan dengan idealisme mahasiswa. Penelitian yang dilakukan oleh
Sutriasih (2014) semakin tinggi idealisme mahasiswa maka akan semakin etis dalam menanggapi
kasus mengenai perilaku tidak etis akuntan.Menurut Novayanti (2017) idealisme tidak berpengaruh
terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan.
Idealisme (X1)
Relativisme (X2)
Tingkat Pengetahuan (X3)
Gender (X4)
Persepsi Mahasiswa
Mengenai Perilaku Tidak
Etis Akuntan (Y)
Page 22
201 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27
Berdasarkan penjelasan diatas dan ketidak konsistenan hasil, maka diajukan hipotesis pertama
sebagai berikut :
H1 : Idealisme berpengaruh positif terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis
akuntan.
2) Pengaruh relativisme terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan.
Relativisme adalah model cara berpikir pragmatis, alasannya adalah bahwa aturan etika sifatnya
tidak universal karena etika dilatarbelakangi oleh budaya dimana masing-masing budaya memiliki
aturan yang berbeda-beda. Relativisme etis merupakan teori bahwa suatu tindakan dapat di katakan
etis atau tidak, benar atau salah, tergantung kepada pandangan masyarakat itu sendiri. Hal ini
disebabkan karena teori ini menyakini bahwa setiap individu maupun kelompok memiliki
keyakinan yang berbeda. Relativisme moral adalah pandangan bahwa tidak ada standar etis yang
secara absolut benar. Individu yang memiliki tingkat relativisme yang tinggi menganggap bahwa
tindakan moral tergantung pada situasi dan sifat individu yang terlibat, sehingga mereka akan
mempertimbangkan situasi dan kondisi individu dibandingkan prinsip etika yang telah dilanggar.
Individu dengan tingkat relativisme tinggi cenderung menolak gagasan mengenai kode moral, dan
individu dengan relativisme yang rendah hanya akan mendukung tindakan-tindakan moral yang
berdasar kepada prinsip, norma, ataupun hukum universal. Menurut Sinarwati (2014) menyatakan
dalam penelitianya relativisme berpengaruh signifikan terhadap sensitivitas etika auditor. Semakin
tinggi relativisme mahasiswa maka akan semakin mentolerir dalam menanggapi kasus mengenai
perilaku tidak etis akuntan. Penelitian yang dilakukan oleh Novayanti (2017) bahwa relativisme
berpengaruh positif terhadap pengaruh perilaku tidak etis akuntan.
Berdasarkan penjabaran diatas, maka diajukan hipotesis kedua sebagai berikut.
H2 : Relativisme berpengaruh positif terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis
akuntan.
3) Pengaruh tingkat pengetahuan terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis
akuntan.
Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang.
Pengetahuan adalah gejala yang ditemui manusia dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal.
Tingkat pengetahuan dalam penelitian ini adalah pengetahuan mahasiswa mengenai bidang profesi
akuntansi dan informasi mengenai kasus yang menimpa Enron dan kasus lainnya. Penelitian yang
dilakukan oleh Supriyadi (2015) menyatakan bahwa pendidikan etika berpengaruh positif terhadap
tingkat penalaran moral pada pengambilan keputusan akuntansi. Pendidikan etika merupakan salah
satu faktor yang berpengaruh pada pembentukan karakter individu untuk melakukan suatu tindakan
sesuai dengan etika yang berlaku. Penelitian yang dilakukan oleh Novayanti (2017) Tingkat
Pendidikan tidak berpengaruh terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan.
Berdasarkan penjabaran diatas dan ketidak konsistenan hasil, maka diajukan hipotesis ketiga
sebagai berikut.
H3 : Tingkat pengetahuan berpengaruh positif terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku
tidak etis akuntan.
4) Pengaruh gender terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan.
Pengaruh dari perbedaan gender terhadap penilaian etis dapat dikatakan sangat kompleks dan
tidak pasti. Pada dasarnya, pria dan wanita akan menunjukan perbedaan dalam berperilaku etis yang
didasarkan pada sifat yang dimiliki dan kodrat yang telah diberikan secara biologis. Terdapat dua
pendekatan yang biasa digunakan untuk memberikan pendapat mengenai pengaruh gender terhadap
perilaku etis maupun persepsi individu terhadap perilaku tidak etis, yaitu pendekatan struktural dan
pendekatan sosialisasi. Pendekatan struktural memprediksi bahwa baik pria maupun wanita di
Page 23
202 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27
dalam profesi tersebut akan memiliki perilaku etis yang sama. Pendekatan sosialisasi gender
menyatakan bahwa pria dan wanita membawa seperangkat nilai dan yang berbeda ke dalam suatu
lingkungan kerja maupun ke dalam suatu lingkungan belajar. Pada dasarnya, pria dan wanita akan
menunjukan perbedaan dalam berperilaku etis yang didasarkan pada sifat yang dimiliki dan kodrat
yang telah diberikansecara biologis. Menurut Sugiarto (2016) menyatakan bahwa gender
berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Penelitian yang
dilakukan oleh Diwi (2016) menyatakan gender tidak berpengaruh terhadap perilaku tidak etis
akuntan.
Berdasarkan penjabaran diatas dan dari ketidak konsistenan hasil, maka diajukan hipotesis keempat
sebagai berikut.
H4 : Gender berpengaruh terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan.
BAB IV. METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Universitas Mahasaraswati Denpasar, yang berlokasi di JalanKamboja
No. 11 Denpasar.
4.2 Obyek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah Mahasiswa Ekonomi program studi Akuntansiangkatan 2015
yang sudah menempuh mata kuliah Etika Profesi.
4.3 Identifikasi Variabel
1) Variabel Dependen
Variabel dependen (variabel terikat) adalah uji statistik untuk menganalisis set data (Ghozali,
2016:6). Variabel dependen yang digunakan pada penelitian ini adalah persepsi mahasiswa
mengenai perilaku tidak etis akuntan.
2) Variabel Independen
Variabel independen (variabel bebas) merupakan metode statistik untuk menguji lebih dari
satu variabel bebas (Ghozali, 2016:7). Variabel independen yang digunakan pada penelitian ini
adalah orientasi etis (idealisme dan relativisme), tingkat pengetahuan dan gender.
4.4 Definisi Operasional Variabel
1) Persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan merupakan sikap atau tanggapan yang
diberikan oleh mahasiswa dalam merespon maupun menafsirkan perilaku tidak etis akuntan dengan
indikator penelitian seperti konflik kepentingan, penghindaran pajak, pembelian orang dalam,
kerahasiaan professional dan pembayaran kembali. Variabel ini akan diukur menggunakan skala
likert yang dimodifikasi dengan 5 jawaban : 1. Sangat tidak setuju (STS), 2. Tidak setuju (TS), 3.
Kurang Setuju (KS), 4. Setuju (S), 5. Sangat Setuju (SS).
2) Orientasi Etis
Orientasi etis merupakan dasar pemikiran dalam menentukan sikap dan arah secara tepat dan benar
mengenai dilema etis. Orientasi etis dikendalikan oleh dua karakteristik, yaitu:
a) Idealisme
Idealisme adalah suatu sikap yang mengganggap bahwa tindakan yang tepat atau benar akan
menimbulkan konsekuensi sesuai hasil yang diinginkan.Dengan indikator penelitiannya adalah
tindakan yang tepat.
b) Relativisme
Relativisme adalah model cara berpikir pragmatis, alasannya adalah bahwa aturan etika sifatnya
tidak universal karena etika dilatarbelakangi oleh budaya dimana masing-masing budaya
memiliki aturan yang berbeda-beda dengan indikator penelitiannya adalah pandangan
mahasiswa.
Page 24
203 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27
Variabel orientasi etis akan diukur dengan menggunakan skala likert yang dimodifikasi dengan
5 jawaban : 1. Sangat tidak setuju (STS), 2. Tidak setuju (TS), 3. Kurang Setuju (KS), 4. Setuju (S),
5. Sangat Setuju (SS).
3) Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan adalah informasi yang diketahui secara sadar oleh seseorang. Pengetahuan yang
dimaksudkan disini berkaitan dengan etika profesi akuntan yang terdiri dari 5 prinsip yaitu :
integritas, objektifitas, prinsip kompetensi serta sikap kecermatan dan kehati-hatian, kerahasiaan,
dan perilaku professional. Variabel akan diukur dengan menggunakan skala likert yang
dimodifikasi dengan 5 jawaban : 1. Sangat tidak setuju (STS), 2. Tidak setuju (TS), 3. Kurang
Setuju (KS), 4. Setuju (S), 5. Sangat Setuju (SS).
4) Gender
Gender adalah pembagian peran, kedudukan, dan tugas antara laki-laki dan perempuan yang
ditetapkan oleh masyarakat berdasarkan sifat perempuan dan laki-laki yang dianggap pantas sesuai
norma-norma, adat istiadat, kepercayaan, atau kebiasaan masyarakat. Pengaruh dari perbedaan
gender terhadap penilaian etis dapat dikatakan sangat kompleks dan tidak pasti. Pria dan wanita
akan menunjukan perbedaan dalam berperilaku etis yang didasarkan pada sifat yang dimiliki dan
kodrat yang telah diberikan secara biologis. Variabel Gender, akan menggunakan variabel dummy
dalam pengukurannya, dimana responden laki-laki akan mendapat nilai 1 dan responden perempuan
mendapat nilai 2.
4.5 Jenis dan Sumber Data
4.5.1 Jenis Data
1) Data Kuantitatif
Menurut Sugiyono (2014:12), menyatakan bahwa data kuantitatif adalah data yang
berbentuk angka-angka dan dapat diukur dalam satuan hitung. Dalam penelitian ini data yang
dapat dihitung adalah jawaban kuesioner dari responden yaitu mahasiswa akuntansi Universitas
Mahasaraswati Denpasar.
2) Data Kualitatif
Data kualitatif adalah data yang berbentuk kata, skema, dan gambar. Dalam penelitian ini
data kualitatif adalah identifikasi variable-variabel tentang kuesioner yang akan disebarkan kepada
responden.
4.5.2 Sumber Data 1) Data Primer
Dalam penelitian ini menggunakan data primer. Menurut Sugiyono (2014:203) data primer
adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya, diamati dan dicatat untuk pertama
kalinya, tidak melalui media perantara dengan terjun langsung ke lapangan. Penelitian ini
menggunakan data primer yang diperoleh dari jawaban kuesioner.
2) Data Sekunder
Data sekunder yaitu sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data,
misalnya melalui orang lain atau dengan dokumen (Sugiyono, 2014:115). Data yang didapat dari
arsip organisasi atau instansi, studi pustaka, penelitian terdahulu, literatur dan jurnal yang
berhubungan dengan permasalahan yang diteliti.
4.6 Populasi dan Sampel
4.6.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
Page 25
204 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27
kesimpulnnya (Sugiyono, 2014:115). Populasi dalam penelitian ini adalah 583 Mahasiswa Ekonomi
jurusan Akuntansi.
4.6.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut
(Sugiyono, 2014:116). Untuk menentukan jumlah sampel, maka penelitian ini menggunakan rumus
slovin, dengan taraf tolenransi kesalahan sebesar 5%.
Rumus : n = 𝑁
1+𝑁 (𝑒)2 =
583
1+583 (0,05)2 = 233,2…………(1)
Keterangan :
n = Sampel
N = Jumlah Populasi
e = Perkiraan Tingkat Kesalahan 5%
Dari perhitungan yang diperoleh maka jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 233,2
dibulatkan menjadi 233 responden. Dalam penelitian ini untuk menentukan ukuran/besarnya sampel,
teknik yang digunkan adalah simple random sampling. Simple Random Sampling adalah teknik untuk
menghitung sampel yang pengambilan anggota sampel dan populasi dilakukan secara acak tanpa
memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu (Sugiyono, 2014: 118). Sampel dalam penelitian
ini adalah mahasiswa program studi akuntansi yang sudah mendapat mata kuliah Etika dan Profesi
Akuntansi di Universitas Mahasaraswati Denpasar.
4.7 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah menggunakan data kuesioner dan
dokumentasi.
1) Kuesioner
Kuesioner adalah pernyataan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari
responden dalam arti laporan tentang pribadi atau hal-hal yang ia ketahui (Arikunto, 2015:151).
Kuesioner yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis kuesioner langsung yang tertutup karena
responden tinggal memberikan tanda pada salah satu jawaban yang dianggap benar.
2) Dokumentasi
Menurut Arikunto (2015:158) dokumentasi mencari dan mengumpulkan mengenai hal-hal
yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, notulen, agenda, dan sebagainya.
4.8 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan regresi linier berganda.
Sebelum dilakukan teknik analisis berganda menurut Ghozali (2016) dilakukan pengujian terlebih
dahulu terhadap variabel-variabel yang digunakan agar tidak terjadi bias.
4.8.1 Statistik Deskriptif
Statistik Deskriptif disajikan untuk memberikan informasi mengenai karakteristik variabel-
variabel penelitian yang terdiri dari jumlah amatan, nilai minimum, nilai maksimum, nilai mean, dan
standar deviasi.
4.8.2 Uji Instrumen
Pada prinsipnya meneliti adalah melakukan pengukuran, maka harus ada alat ukur yang baik.
Alat ukur yang baik dalam penelitian ini menggunakan hasilkuesioner. Instrumen penelitian adalah
suatu alat ukur yang digunakan untuk mengukur fenomena sosial maupun alam (Sugiyono,
2014:147). Instrumen dalam penelitian ini adalah kuesioner yang berisi daftar pertanyaan tentang
variabel dependen yaitu persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan dan variabel
independen yaitu orientasi etis, tingkat pengetahuan dan gender. Pengukuran dilakukan dengan
menggunakan skala likert yang dimodifikasi dengan 5 jawaban. Skala likert digunakan untuk
mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok tentang kejadian atau gejala
Page 26
205 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27
sosial. Responden diminta untuk mengisi jawaban atas pertanyaan dalam bentuk verbal dengan
kategori yang telah ditentukan.
1) Uji Validitas
Menurut Ghozali (2016:52), uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau tidak suatu
kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan atau pernyataan pada kuesioner
mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Jika ingin mengukur
apakah pertanyaan dalam kuesioner yang sudah dibuat betul-betul dapat mengukur apa yang
hendak diukur. Dasar pengambilan keputusan valid atau tidaknya butir-butir pernyataan dalam
kuesioner adalah apabila total nilai dari pearson correlation untuk masing-masing butir
pernyataan menunjukan nilai diatas 0,30 maka data dinyatakan valid (Ghozali,2016:53).
2) Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas merupakan alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator
dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang
terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu (Ghozali,2016:47). Dalam
pengujian ini, peneliti mengukur reliabelnya suatu variabel dengan cara melihat Cronburh Alpha
dengan signifikansi yang digunakan lebih besar dari 0,70. Suatu konstruk atau variabel dikatakan
reliabel jika memberikan nilai Cronburh Alpha>0,70 (Ghozali,2016:48).
4.8.3 Uji Asumsi Klasik
Untuk menyakinkan bahwa persamaan garis regresi yang diperoleh adalah linier dan dapat
dipergunakan (valid) untuk mencari peramalan, maka akan dilakukan pengujian asumsi normalitas,
multikolinearitas, dan heteroskedastisitas.
1) Uji Normalitas
Menurut Ghozali (2016:154) uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji
t dan uji F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Kalau asumsi ini
dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil. Pengujian normalitas
dilakukan dengan menggunakan uji statistik Kolmogorov-Smirnov (K-S), data dinyatakan normal
apabila koefisien Asymp Sig (2-tailed) lebih besar dari signifikan 0,05.
2) Uji Multikolinearitas
Menurut Ghozali (2016:103) uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model
regresi ditemukan adanya kolerasi antar variabel bebas. Model regresi yang baik seharusnya tidak
terjadi korelasi diantara variabel bebas. Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas di
dalam model regresi, yaitu dengan menganalisis matriks korelasi variabel-variabel bebas, dapat
juga dengan melihat nilai tolerance dan variance inflation factors (VIF) dengan alat bantu
program SPSS tinggi (karena VIF = 1/Tolerance) dan nilai cut off yang umum dipakai untuk
menunjukan adanya multikolinearitas adalah nilai tolerance ≤0,10 atau sama dengan niali VIF ≥ 10. Jika nilai variance inflation factor (VIF) < 10 dan niali tolerance > 0,10, maka model
tersebut dapat dikatakan terbebas dari multikolinearitas.
3) Uji Heteroskedastisitas
Menurut Ghozali (2016:134) uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang
lain (nilai errornya). Jika varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap,
maka disebut homokedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model yang baik
adalah homokedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Pengujian heteroskedastisitas
penelitian ini menggunakan uji Glejer. Metode Glejer dilakukan dengan meregresikan nilai
absolute residual terhadap variabel bebas. Model regresi tidak mengandung heteroskedastisitas
apabila nilai signifikansi variabel bebasnya terhadap nilai absolute residual lebih besar 0,05.
Page 27
206 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27
4.8.4 Analisis Regresi Berganda
Analisis ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel bebas terhadap
variabel terikatnya. Teknik analisis data yang dipergunakan untuk memecahkan masalah dalam
penelitian ini adalah teknik analisis regresi linier berganda dimana variabel terikatnya dihubungakan
atau dijelaskan lebih dari satu variabel bebas, namum masih menunjukan diagram hubungan linier
(Haan, 2009:269). Data dapat diolah dengan bantuan software SPSS. Rumus persamaanya adalah
sebagai berikut :
Y=𝛼 + 𝛽1𝑋1 + 𝛽2𝑋2 + 𝛽3𝑋3 + 𝛽4𝑋4 … … … … … … … … (1) Dimana :
Y =Persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etisakuntan
α = konstanta
𝛽1, 𝛽2, 𝛽3, 𝛽4 = koefisien regresi
X1 = Idealisme
X2 = Relativisme
X3 = Tingkat Pengetahuan
X4 = Gender
e = kesalahan penganggu
4.8.5 Uji Kelayakan Model
1) Uji Koefisien Determinasi
Menurut Ghozali (2016:95) koefisien determinasi (R²) pada intinya mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi
adalah antara nol dan satu. Nilai adjusted R² yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel
independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas. Nilai yang mendekati
satu berarti variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk
memprediksi variabel dependen.
2) Uji Statistik F (Signifikan Simultan)
Menurut Ghozali (2016:99) apabila hasil dari uji F adalah signifikan atau p value ≤0,05 maka disimpulkan model regresi yang digunakan dianggap layak uji. Uji statistik F menunjukan
apakah variabel bebas yang dimasukan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama
terhadap variabel terikat. Hasil uji statistik F diketahui dari tabel analisis varian (ANOVA).
3) Uji t (Signifikan Pengaruh Parsial)
Menurut Ghozali (2016:97) uji persial digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-
masing variabel independen terhadap variabel dependen. Uji ini menunjukan seberapa jauh
pengaruh variabel independen secara individual terhadap variabel dependen. Kreteria pengujian
adalah dengan membandingkan derajat kepercayaan taraf signifikan (alpha) sebesar 0,05.
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian
5.1.1 Sejarah Singkat Fakultas Ekonomi Universitas Mahasaraswati Denpasar
Penelitian ini dilakukan di Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas
Mahasaraswati Denpasar. Universitas Mahasaraswati Denpasar yang selanjutnya disingkat Unmas
Denpasar merupakan salah satu Perguruan Tinggi Swasta yang ada di lingkungan Koordinasi
Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) Wilayah VIII, di bawah pengelola Yayasan Perguruan Rakyat
Saraswati Denpasar. Unmas Denpasar bermula dari didirikannya Institut Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (IKIP) Saraswati pada tanggal 8 Desember 1963 dengan status terdaftar Nomor :
Page 28
207 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27
134/B/Swt/P/65; pada tanggal 2 Desember 1965 yang terdiri atas jurusan Sejarah/Antropologi dan
Bahasa Inggris. Situasi politik saat itu dengan meletusnya G. 30 S/PKI, maka IKIP Saraswati pada
tahun 1965 tidak aktif sampai tahun 1979. Pada tanggal 23 Agustus 1979 IKIP Saraswati diaktifkan
kembali dan dikembangkan dengan membuka Fakultas Sastra dan Seni dengan jurusan Bahasa dan
Sastra Indonesia. Fakultas Keguruan Jurusan Eksakta terdiri dari Jurusan Matematika dan Ilmu Hayat
serta Fakultas Ilmu Pendidikan dengan Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan (BP) dan Jurusan
Pendidikan Umum (PU). Dengan status terdaftar Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia IKIP Saraswati ditetapkan kembali dengan status terdaftar No :
039/0/1981, tanggal 21 Januari 1981 yang memiliki Fakultas Keguruan dengan Jurusan Bahasa dan
Sastra Indonesia, Jurusan Biologi, Jurusan Sejarah/Antropologi, Jurusan Matematika, dan Jurusan
Bahasa Inggris serta Fakultas Keguruan dengan Jurusan Bimbingan dan Pendidikan Umum (PU).
Dengan terbitnya Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Nomor : 691/0/1982 tanggal 6 Maret 1982, Akademi Bahasa Asing (ABA) Saraswati digabungkan
dan diintegrasikan ke dalam Universitas Mahasaraswati Denpasar pada saat itu memiliki : Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Fakultas Pertanian, Fakultas Hukum, Fakultas Ekonomi, Fakultas
Teknik dengan jurusan Teknik Sipil secara resmi berstatus terdaftar pada tanggal 2 Nopember 1982
dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor :
0358/0/1982.
Dengan adanya kebijaksanaan baru dari pemerintah dalam penataan kembali Universitas /
Institusi Negeri di Indonesia lewat PP Nomor : 5 Tahun 1980; 27 Tahun 1981; Surat Keputusan
Mendikbud Republik Indonesia Nomor: 0174/0/1983 dan Kepres Nomor: 62 Tahun 1982 Tanggal 12
Pebruari 1983, Universitas Mahasaraswati Denpasar juga melakukan penataan terhadap fakultas-
fakultas yang ada, salah satunya fakultas Ekonomi. Sesuai dengan tuntutan perkembangan dunia
pendidikan maka jurusan yang ada di fakultas ekonomi mengalami perubahan istilah yaitu dari
Jurusan Ekonomi Umum menjadi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan serta Jurusan Perusahaan
menjadi Studi Manajemen berdasarkan SK. Dirjen. Dikti No. 0400/0/1984, tertanggal 29 Agustus
1984.
Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan serta Jurusan Manajemen kembali memperoleh
status terdaftar berdasarkan SK. Mendikbud RI No.063/0/1984 tertanggal 20 September 1984. Mulai
tahun 1990 Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan serta Program Studi Manajemen
mengalami peningkatan status menjadi status diakui berdasarkan SK. Mendikbud RI No. 063
tertanggal 23 Januari 1990. Bersamaan dengan itu pada tahun 1992 mulai dibuka program stdui
Akuntansi dan sejak tanggal 23 November 1993 dengan SK. Dirjen Dikti No. 609/Dikti/Kep/1993
dengan status terdaftar. Tanggal 1 Mei 1993 dengan SK Mendikbud RI No.226/Dikti/Kep/1993
Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan serta Program Studi Manajemen memperoleh
status disamakan.
Keluarnya SK No.004/Ban-PT/AK-V/51/IV/2002 tertanggal 5 April 2002 dari Badan Akreditasi
Nasional Perguruan Tinggi Depdikbud RI maka Program Studi Manajemen memperoleh status
Terakreditasi, sedangkan studi Ilmu Ekonomi memperoleh status Terakreditasi tertanggal 22
Desember 1998 dengan SK No. 002/BAN-PT/AK.II/XII/1998 dan No. 032/BAN-
PT/AK.VII/S1/VIII/2004. Program Studi Akuntansi memperoleh Status Terakreditasi dengan SK No.
008/BAN-PT/AK-IV/VI/200 dan No. 004/BAN-PT/AK-X/VI/2006.Fakultas Ekonomi berupaya
untuk mewujudkan apa yang menjadi visi lembaga yaitu Menjadi lembaga pendidikan tinggi di
bidang ekonomi yang bermutu, berbudaya dan berdaya saing di tingkat nasional dan global.
Berdasarkan acuan visi tersebut maka misi fakultas ekonomi adalah Pertama
MenyelenggarakanTridarma Perguruan Tinggi sesuai dengan tuntutan dan harapan pemangku
kepentingan. Kedua, Mengembangkan tata kelola yang berkeadilan, partisipatif, akuntabel dan
Page 29
208 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27
terintegrasi antar unit guna mengembangkan sumber daya yang tangguh. Ketiga, Memajukan dan
mengembangkan sumberdaya manusia yang menguasai IPTEKS, berkarakter, mandiri dan berjiwa
wirausaha yang mampu meningkatkan kualitas hidup dan peradaban. Keempat, Mengembangkan
budaya akademik yang kondusif untuk menciptakan kinerja yang sehat, produktif dan berdaya saing
global.
5.1.2 Struktur Organisasi Fakultas Ekonomi Universitas Mahasaraswati Denpasar
Gambar 5.1
Struktur Organisasi
Keterangan :
Garis Perintah
Garis Koordinasi
Sumber : Fakultas Ekonomi Unmas Denpasar (2018)
Sistem tata pamong yang ada di Fakultas Ekonomi terdiri dari beberapa unsuryaitu : Ketua Program
Studi, Dosen, Tata Usaha atau Tenaga Administrasi dan Mahasiswa. Tiap-tiap unsur memiliki fungsi
dan peran masing-masing yang saling bekerja sama untuk menciptakan suasana akademik yang
kondusif. Setiap unsur wajib melaksanakan fungsi dan peran berdasarkan pedoman, aturan, maupun
tata tertib yang telah dibuat dan disepakati bersama, dengan berpedoman pada hal-hal tersebut,
kinerja setiap unsur menjadi jelas, saling membantu, mengisi dan memberi masukan demi terciptanya
suasana kerja yang harmonis.
Masing-masing bagian yang ada didalam struktur organisasi Fakultas Ekonomi Universitas
Mahasaraswari Denpasar memiliki tugas dan fungsinya masing-masing berdasarkan pedoman, aturan
maupun tata tertib yang sudah dibuat dan disepakati bersama. Adapun tugas dari masing-masing
bagian yang ada didalam struktur adalah sebagai berikut :
Dekan Fakultas
Ekonomi Unmas
Denpasar
Senat Fakultas Gugus Penjamin
Mutu
Ketua Program Studi Unit Penjaminan
Mutu
Kepala Tata Usaha
Dosen
Mahasiswa
Page 30
209 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27
Pelaksanaan tata pamong di Fakultas Ekonomi Universitas Mahasaraswati Denpasar adalah sebagai
berikut :
1) Gugus Penjamin Mutu (GPM) merupakan unit independen yang bertanggung jawab kepada
Dekan. Adapun tugas GPM merumuskan :
a) Kebijakan mutu akademik dan non akademik.
b) Standar mutu akademik dan non akademik tingkat Fakultas.
c) Manual mutu akademik.
d) Manual prosedur akademik.
e) Melakukan monevin kepada prodi di lingkungan Fakultas.
f) Menyusun POB dan jurnal hasil monevin setiap akhir semester atau akhir tahun akademik.
2) Ketua Program Studi bertugas memimpin, mengkoordinasi dan mengendalikan penyusunan serta
pelaksanaan rencana kegiatan rutin dan rencana kegiatan pengembangan program studi sesuai
dengan visi, misi dan tujuan Program Studi. Adapun rencana kegiatan tersebut meliputi :
a) Evaluasi kurikulum dan pengembangannya.
b) Proses pembelajaran pada program studi.
c) Formasi dosen yang ada di program studi.
d) Pengembangan mata kuliah.
3) Unit Penjamin Mutu (UPM) Fakultas Ekonomi Universitas Mahasaraswati Denpasar adalah
organisasi penjamin mutu akademik di Prodi. Adapun tugas UPM adalah sebagai berikut :
a) Merencanakan dan melaksanakan sistem penjamin mutu akademik secara keseluruhan di
Prodi.
b) Membuat perangkat yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan sistem penjamin untuk
akademik.
c) Memonitoring pelaksanaan sistem penjaminan mutu akademik.
d) Melakukan evaluasi pelaksanaan sistem penjaminan mutu akademik.
e) Melaporkan secara berkala pelaksanaan sistem penjaminan mutu akademik kepada Ketua
Program Studi.
4) Kepala Tata Usaha bertugas mengkoordinasikan dan melaksanakan kegiatan administrasi umum
yang menyangkut seluruh kegiatan akademik dan keuangan yang ada di Fakultas Ekonomi
Universitas Mahasaraswati Denpasar. Selama ini, administrasi Prodi dilaksanakan secara terpadu
dengan program studi lainnya melalui sebuah unit administrasi yang dikepalai oleh Kepala Tata
Usaha dan dibantu oleh pegawai. Pegawai bertugas untuk menyiapkan segala sesuatu yang
mendukung kelancaran proses belajar mengajar, misalnya mempersiapkan kalender akademik,
nilai mahasiswa,transkip nilai, wisuda, surat keluar dan masuk, alat-alat perkuliahan, data dosen,
data dan absensi mahasiswa, mengurus persiapan ujian dan lain-lain yang ditentukan Kepala Tata
Usaha.
5.2 Hasil Penelitian dan Pembahasan
Dalam penelitian ini peneliti menyebarkan kuesioner. Data penelitian dikumpulkan dengan
menyebarkan kuesioner secara langsung kepada mahasiswa Akuntansi angkatan 2015 yang sudah
menempuh mata kuliah Etika Profesi di Universitas Mahasaraswati Denpasar. Kuesioner yang disebar
sebanyak 233 kuesioner telah kembali dengan diisi lengkap dan dapat dilakukan analisis lebih lanjut.
Dari hasil penilaian responden maka dapat dijelaskan besarnya jawaban responden untuk masing-
masing variabel yaitu sebagai berikut :
5.2.1 Analisis Deskriptif
Statistik deskriptif disajikan untuk memberikan informasi mengenai karakteristik variabel-variabel
penelitian yang terdiri dari jumlah amatan, nilai minimum, nilai maksimum, nilai mean, dan standar
deviasi. Berikut hasil statistik deskriptif pada Tabel 5.1
Page 31
210 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27
Tabel 5.1
Hasil Statistik Deskriptif
Sumber : Lampiran 2 (Data diolah 2018)
Berdasarkan Tabel 5.1 dapat diketahui bahwa banyaknya kuesioner yang diolah adalah 233
kuesioner untuk masing-masing variable.
1) Variabel persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan (Y) mempunyai nilai
minimum 9 dan nilai maksimum 20. Nilai rata-rata 14,2918 dengan standar deviasi 3,96110.
2) Variabel idealisme (X1) mempunyai nilai minimum sebesar 30 dan nilai maksimum 50. Nilai
rata-rata 36,9270 dengan standar deviasi 5,55449.
3) Variabel relativisme (X2) mempunyai nilai minimum sebesar 30 dan nilai maksimum 50. Nilai
rata-rata 38,5193 dan standar deviasi 4,50199.
4) Variabel tingkat pengetahuan (X3) mempunyai nilai minimum sebesar 48 dan nilai minimum
80. Nilai rata-rata 62,1931 dan standar deviasi 7,13004.
5) Variabel gender (X4) mempunyai nilai minimum 1 dan nilai maksimum 2. Nilai rata-rata
1,7382 dan standar deviasi 0.44056.
5.2.2 Uji Validitas
Pengujian Validitas dilakukan untuk menguji apakah instrumen penelitian yang telah disusun
benar-benar akurat, sehingga mampu mengukur apa yang seharusnya diukur (variabel kunci yang
sedang diteliti). Uji validitas dalam hal ini merupakan akurasi temuan penelitian yang mencerminkan
kebenaran sekalipun responden yang dijadikan objek pengujian berbeda. Pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah validitas konstruk (construct validity) yaitu dengan mengkorelasikan skor
tiap-tiap item dengan skor total. Hasil uji korelasi tersebut bisa dikatakan valid jika tingkat
probabilitasnya lebih besar dari 0,30.
Tabel 5.2
Hasil Uji Validitas
Persepsi Mahasiswa Mengenai Perilaku Tidak Etis Akuntan
Pernyataan Koefisien Korelasi Keterangan
Y.1 0,966 Valid
Y.2 0,969 Valid
Y.3 0.971 Valid
Y.4 0,975 Valid
Y.5 0,965 Valid
Sumber : Lampiran 3 (Data diolah 2018)
Tabel 5.2 menunjukan bahwa seluruh item pertanyaan dalam kuesioner mempunyai tingkat
probabilitas lebih besar dari 0,30 maka dapat disimpulkan bahwa seluruh item pertanyaan dalam
kuesioner valid.
Tabel 5.3
Hasil Uji Validitas
Descriptive Statistics
233 30.00 50.00 36.9270 5.55449
233 30.00 50.00 38.5193 4.50199
233 48.00 80.00 62.1931 7.13004
233 1.00 2.00 1.7382 .44056
233 9.00 20.00 14.2918 3.96110
233
X1
X2
X3
X4
Y
Valid N (listwise)
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Page 32
211 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27
Idealisme
Pernyataan Koefisien Korelasi Keterangan
X1.1 0,968 Valid
X1.2 0,980 Valid
X1.3 0,956 Valid
X1.4 0,968 Valid
X1.5 0,973 Valid
X1.6 0,969 Valid
X1.7 0,958 Valid
X1.8 0,980 Valid
X1.9 0,967 Valid
X1.10 0,951 Valid
Sumber : Lampiran 4 (Data diolah 2018)
Tabel 5.3 menunjukan bahwa seluruh item pertanyaan dalam kuesioner mempunyai tingkat
probabilitas lebih besar dari 0,30 maka dapat disimpulkan bahwa seluruh item pertanyaan dalam
kuesioner valid.
Tabel 5.4
Hasil Uji Validitas
Relativisme
Pernyataan Koefisien Korelasi Keterangan
X2.1 0,881 Valid
X2.2 0,934 Valid
X2.3 0,931 Valid
X2.4 0,896 Valid
X2.5 0,936 Valid
X2.6 0,910 Valid
X2.7 0,940 Valid
X2.8 0,874 Valid
X2.9 0,885 Valid
X2.10 0,903 Valid
Sumber : Lampiran 5 (Data diolah 2018)
Tabel 5.4 menunjukan bahwa seluruh item pertanyaan dalam kuesioner mempunyai tingkat
probabilitas lebih besar dari 0,30 maka dapat disimpulkan bahwa seluruh item pertanyaan dalam
kuesioner valid.
Tabel 5.5
Hasil Uji Validitas
Tingkat Pengetahuan
Pernyataan Koefisien Korelasi Keterangan
X3.1 0,926 Valid
X3.2 0,898 Valid
X3.3 0,891 Valid
X3.4 0,906 Valid
X3.5 0,909 Valid
X3.6 0,888 Valid
Page 33
212 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27
X3.7 0,889 Valid
X3.8 0,916 Valid
X3.9 0,906 Valid
X3.10 0,881 Valid
X3.11 0,899 Valid
X3.12 0,904 Valid
X3.13 0,895 Valid
X3.14 0,898 Valid
X3.15 0,822 Valid
X3.16 0,822 Valid
Sumber : Lampiran 6 (Data diolah 2018)
Tabel 5.5 menunjukan bahwa seluruh item pertanyaan dalam kuesioner mempunyai tingkat
probabilitas lebih besar dari 0,30 maka dapat disimpulkan bahwa seluruh item pertanyaan dalam
kuesioner valid.
5.2.3 Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas digunakan untuk mendapatkan hasil yang masuk dan mendapatkan hasil
penelitian yang valid dan reliabel. Apabila nilai Cronbarch Alpha.> 0,70 maka dapat dikatakan nilai
konstruk atau variabel itu merupakan reliabel. Dari hasil SPSS dapat dilihat pada Tabel 5.6 berikut.
Tabel 5.6
Hasil Uji Reliabilitas
Reliability Statistics
Variabel Alpha Keterangan
Persepsi
Mahasiswa
menegani perilaku
tidak etis
akuntan (Y)
0,984 Reliabel
Idealisme (X1) 0,992 Reliabel
Relativisme (X2) 0,976 Reliabel
Tingkat
Pengetahuan (X3)
0,993 Reliabel
Sumber : Lampiran 3,4,5,6 (Data diolah 2018)
Tabel 5.6 menunjukan bahwa pengujian reliabilitas instrument penelitian, diperoleh nilai
koefisien berturut-turut sebagai berikut: 0,984; 0,992; 0,976; 0,993. Seluruh nilai variabel > 0,70
sehingga semua variabel dapat dikatakan reliabel.
5.2.4 Uji Asumsi Klasik
Sebelum dianalisis dengan teknik regresi, maka model persamaan diuji terlebih dahulu melalui
uji asumsi klasik. Adapun pengujian asumsi klasik yang dilakukan yaitu uji normalitas yang
dilakukan untuk menguji apakah residual dari model regresi yang dibuat berdistribusi normal atau
tidak, uji multikolinearitas adalah uji untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya
korelasi antar variabel bebas, dan uji heteroskedastisitas adalah untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual atau pengamatan yang lain. Hasil uji asumsi klasik
yang diolah dengan bantuan program computer SPSS.
1) Uji Normalitas
Page 34
213 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27
Konsep dasar dari uji normalitas Kolmogorov Smirnov adalah dengan membandingkan
distribusi data (yang akan diuji normalitasnya) dengan distribusi normal baku. Jika signifikansi
yang dihasilkan > 0,05 maka distribusi normal.
Tabel 5.7
Hasil Uji Normalitas
Sumber : Lampiran 7 (Data diolah 2018)
Tabel 5.7 menunjukan bahwa nilai signifikansi uji normalitas dengan metode Kolmogorov
Smirnov untuk semua pernyataan > 0,05 yaitu sebesar 0,065. Hal ini berarti bahwa seluruh data
berdistribusi normal.
2) Uji Multikolinearitas
Uji Multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah variabel bebas yang dioperasikan
mempunyai lebih dari satu hubungan linear. Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearitas
dapat dilihat dari nilai tolerance dan varian inflation factor (VIF) dimana nilai VIF yang kurang
dari 10 dan nilai tolerance yang lebih dari 0,10 mengindikasikan tidak adanya multikoliniearitas
dapat dilihat pada table 5.8
Tabel 5.8
Hasil Nilai Tolerance dan VIF
Model
Collinearity Statistic
Tolerance VIF
1 (Constant)
X1
X2
X3
X4
.973
.971
.967
.991
1.028
1.030
1.034
1.009
Sumber : Lampiran 7 (Data diolah 2018 Tabel 5.8 menunjukan bahwa nilai tolerance lebih besar dari 0,10 yakni sebesar 0,973;
0,971; 0,967; 0,991 dan nilai VIF kurang dari 10 yakni sebesar 1,028; 1,030; 1,034; 1,009. Hal ini
mengindikasikan bahwa dalam penelitian ini tidak terjadi multikolinearitas.
3) Uji Heteroskedastisitas
One-Sample Kolmogorov -Smirnov Test
233
.0000000
3.78378549
.116
.116
-.102
1.308
.065
N
Mean
Std. Deviation
Normal Parametersa,b
Absolute
Positive
Negative
Most Extreme
Differences
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
Unstandardiz
ed Residual
Test distribution is Normal.a.
Calculated from data.b.
Page 35
214 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27
Pengujian heteroskedastisitas dilakukan dengan uji Glejser yakni dengan cara meregresi
nilai absolut residual dari model yang diestimasi terhadap variabel independen. Jika nilai
signifikan > 0,05 maka tidak terdapat heteroskedastisitas.
Tabel 5.9
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Sumber : Lampiran 7 (Data diolah 2018)
Tabel 5.9 menunjukan bahwa nilai signifikan untuk masing-masing variabel bebas
X1,X2,X3,X4 lebih besar dari 0,05. Hal ini menunjukan bahwa tidak terjadi masalah
heteroskedastisitas pada variabel bebas X1, X2, X3 dan X4.
5.2.5 Pengujian Regresi Linier Berganda
Model regresi berganda dalam penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh variabel
independensi idealisme, relativisme, pengetahuan etika, dan gender terhadap persepsi mahasiswa
mengenai perilaku tidak etis akuntan. Berdasarkan hasil pengujian analisis regresi yang telah
dilakukan maka didapat hasil yang tersaji pada Tabel 5.10 sebagai berikut.
Tabel 5.10
Hasil Uji Regresi
Sumber : Lampiran 8 (Data diolah 2018)
Berdasarkan Tabel 5.10 dapat diketahui bahwa, persamaan regresi yang dihasilkan adalah
sebagai berikut :
Y=𝛼 + 𝛽1𝑋1 + 𝛽2𝑋2 + 𝛽3𝑋3 + 𝛽4𝑋4 + 𝑒 Y = 17,458 + 0,042X1 + 0,112X2 + 0,147X3 + 0,071X4
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa :
Coefficientsa
.231 1.874 .123 .902
.009 .023 .025 .379 .705
.042 .029 .098 1.465 .144
.013 .018 .047 .708 .480
.140 .293 .032 .479 .633
(Constant)
X1
X2
X3
X4
Model
1
B Std. Error
Unstandardized
Coefficients
Beta
Standardized
Coefficients
t Sig.
Dependent Variable: ABRESa.
Page 36
215 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27
1) Koefisien konstanta sebesar 17,458, menyatakan bahwa apabila variabel idealisme, relativisme,
tingkat pengetahuan dan gender sama dengan nol maka persepsi mahasiswa mengenai perilaku
tidak etis meningkat sebesar 17,458 satuan.
2) Koefisien regresi relativisme (X2) sebesar 0,112, menyatakan bahwa jika relativisme bertambah
sebesar satu satuan maka nilai persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan
meningkat sebesar 0,112.
3) Koefisien regresi tingkat pengetahuan (X3) sebesar 0,147, menyatakan bahwa jika tingkat
pengetahuan bertambah sebesar satu satuan maka nilai persepsi mahasiswa mengenai perilaku
tidak etis akuntan meningkat sebesar 0,147.
5.2.6 Uji Kelayakan Model
1) Uji Koefisien Determinasi
Koefisien determinasiAdjusted (𝑅2) digunakan untuk mengetahui seberapa jauh kemampuan
model dalam menerangkan variasi variabel dependen (Y). Adapun nilai Adjusted (𝑅2) disajikan
pada tabel 5.11
Tabel 5.11
Hasil Uji Koefisien Determinasi
Sumber : Lampiran 8 (Data diolah 2018)
Berdasarkan Tabel 5.11 diketahui bahwa nilai Adjusted (𝑅2) sebesar 0,072. Mempunyai arti
bahwa variabilitas variabel persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan dapat
dijelaskan oleh variabilitas idealisme, relativisme, tingkat pengetahuan dan gender sebesar 7,2%
dan sisanya 92,8% dipengaruhi oleh variabel lain diluar model.
2) Uji Statistik F
Pengujian terhadap pengaruh variabel independen secara bersamaan dilakukan dengan uji F,
yaitu untuk mengetahui apakah keseluruhan variabel independen secara bersama-sama dapat
berpengaruh terhadap variabel dependen. Untuk pengujiannya dapat dilihat dari nilai probabilitas
(P-value) dari data secara bersama-sama pada tingkat signifikan < 0,05. Berdasarkan hasil uji F
yang telah dilakukan maka didapat hasil yang dilihat pada Tabel 5.12
Tabel 5.12
Hasil Uji F
Sumber : Lampiran 8 (Data diolah 2018)
Model Summaryb
.296a .088 .072 3.81683
Model
1
R R Square
Adjusted
R Square
Std. Error of
the Estimate
Predictors: (Constant), X4, X1, X2, X3a.
Dependent Variable: Yb.
ANOVAb
318.603 4 79.651 5.467 .000a
3321.552 228 14.568
3640.155 232
Regression
Residual
Total
Model
1
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Predictors: (Constant), X4, X1, X2, X3a.
Dependent Variable: Yb.
Page 37
216 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27
Hasil uji F-hitung yaitu sebesar 5,467 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 yang lebih kecil
dari 0,05 maka model regresi dalam penelitian ini layak untuk digunakan.
3) Uji Statistik t
Pengujian hipotesis secara statistik dilakukan dengan menggunakan uji t. Uji t digunakan
untuk menguji signifikansi konstanta dari setiap variabel independen terhadap variabel dependen.
Apabila signifikansi < 0,05 maka variabel tersebut berpengaruh signifikan terhadap variabel
terikat dan apabila signifikansi > 0,05 maka variabel bebas tidak berpengaruh terhadap variabel
terikat. Adapun hasil uji t dapat dilihat pada Tabel 5.13
Tabel 5.13
Hasil Uji t
Sumber : Lampiran 8(Data diolah 2018)
Berdasarkan Tabel 5.13 menunjukan hasil uji sebagai berikut :
1) Hasil uji t terhadap Idealisme (X1) menunjukan nilai t-hitung sebesar 0,923 dan nilai signifikan
0,357 lebih besar dari 0,05 dengan demikian H1 ditolak, yang artinya idealisme tidak
berpengaruh terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan.
2) Hasil uji t terhadap Relativisme (X2) menunjukan nilai t-hitung sebesar 1,992 dan nilai
signifikan 0,048 lebih kecil dari 0,05 dengan demikian H2 diterima, yang artinya relativisme
berpengaruh positif terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan.
3) Hasil uji t terhadap Tingkat Pengetahuan (X3) menunjukan nilai t-hitung sebesar 4,207 dan nilai
signifikan 0,000 lebih kecil dari 0,05 dengandemikian H3 diterima, yang artinya tingkat
pengetahuan berpengaruh positif terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis
akuntan.
4) Hasil uji t terhadap gender (X4) menunjukan nilai t-hitung sebesar 0,124 dan nilai signifikan
0,901 lebih besar dari 0,05 dengan demikian H4 ditolak, yang artinya gender tidak berpengaruh
terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan.
5.2.7 Pembahasan Hasil Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji Pengaruh idealisme, relativisme, tingkat pengetahuan, dan
gender terhadap Persepsi Mahasiswa mengenai Perilaku Tidak Etis Akuntan pada Mahasiswa S1
Akuntansi Universitas Mahasaraswati Denpasar. Berdasarkan hasil analisis, maka pembahasan
mengenai hasil penelitian adalah sebagai berikut :
1) Pengaruh Idealisme terhadap Persepsi Mahasiswa mengenai Perilaku Tidak Etis Akuntan
Hipotesis pertama menyatakan Idealisme berpengaruh positif terhadap persepsi mahasiswa
mengenai perilaku tidak etis akuntan. Hasil analisis didapatkan nilai t-hitung sebesar 0,923 dan
tingkat signifikansi sebesar 0,357 yang lebih besar 0,05 sehingga Idealisme tidak berpengaruh
terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akunatan yang menunjukan bahwa H1
ditolak.
Coefficientsa
17.458 3.651 4.781 .000
.042 .046 .059 .923 .357 .973 1.028
.112 .056 .128 1.992 .048 .971 1.030
.147 .035 .271 4.207 .000 .967 1.034
.071 .571 .008 .124 .901 .991 1.009
(Constant)
X1
X2
X3
X4
Model
1
B Std. Error
Unstandardized
Coefficients
Beta
Standardized
Coefficients
t Sig. Tolerance VIF
Collinearity Statistics
Dependent Variable: Ya.
Page 38
217 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27
Idealisme adalah suatu sikap yang menganggap bahwa tindakan yang tepat atau benar akan
menimbulkan konsekuensi sesuai hasil yang diinginkan. Individu yang idealis akan berpegang
teguh pada aturan moral yang bersifat universal dan akan mengambil tindakan tegas terhadap
situsasi yang dapat merugikan orang lain. Idealisme tidak berpengaruh terhadap persepsi
mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan dalam penelitian ini karena mahasiswa sebagai
responden menganggap apabila terjadi pelanggaran belum tentu kesalahan hanya dari perilaku
individu atau akuntan itu sendiri, tetapi bisa saja kesalahan terjadi dari pihak corporate manager.
Seperti kasus Enron, dimana David Duncan, selaku penanggungjawab audit di Enron
mengintruksikan stafnya untuk menghancurkan dokumen sesuai kebijakan perusahaan. Tidak
berpengaruhnya Idealisme dapat terjadi akibat kurangnya pemahaman mahasiswa mengenai etika,
sehingga ketika dihadapkan kepada sebuah kasus pelanggaran etika mahasiswa cenderung tidak
memberikan persepsi atau penilaian yang tegas.
Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Diwi (2015) yang
menyatakan bahwa idealisme berpengaruh positif terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku
tidak etis akuntan.
2) Pengaruh Relativisme terhadap Persepsi Mahasiswa mengenai Perilaku Tidak Etis
Akuntan
Hipotesis kedua menyatakan Relativisme berpengaruh positif terhadap persepsi mahasiswa
mengenai perilaku tidak etis akuntan. Hasil analisis didapatkan nilai t-hitung sebesar 1,992 dan
tingkat signifikansi sebesar 0,048 yang lebih kecil dari 0,05 sehingga relativisme berpengaruh
positif terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan yang menunjukan H2
diterima.
Relativisme adalah model cara berpikir pragmatis, alasannya adalah bahwa aturan etika sifatnya
tidak universal karena etika dilatar belakangi oleh budaya dimana masing-masing budaya
memiliki aturan yang berbeda-beda. Mahasiswa akuntansi dengan tingkat relativisme yang tinggi
akan menilai perilaku tidak etis akuntan dengan lebih toleran. Relativisme berpengaruh positif
terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan dalam penelitian ini karena
meskipun mahasiswa akuntansi sebagai responden memiliki relativisme yang tinggi tetapi belum
tentu akan memberikan toleransi terhadap perilaku tidak etis akuntan. Meskipun masing-masing
budaya memiliki aturan yang berbeda-beda tetapi mahasiswa akan lebih tegas dalam menanggapi
suatu kasus, dimana dalam penelitian ini berupa kasus pelanggaran etika profesi akuntan. Hasil
penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Novayanti (2017) yang
menyatakan bahwa relativisme berpengaruh positif terhadap persepsi mahasiswa mengenai
perilaku tidak etis akuntan.
3) Pengaruh Tingkat Pengetahuan terhadap Persepsi Mahasiswa mengenai Perilaku Tidak
Etis Akuntan
Hipotesis ketiga menyatakan Tingkat pengetahuan berpengaruh positif terhadap persepsi
mahasiswa mengenai perilaku tidek etis akuntan. Hasil analisis didapatkan nilai t-hitung sebesar
4,207 dan tingkat signifikansi sebesar 0,00 yang lebih kecil dari 0,05 sehingga Tingkat
pengetahuan berpengaruh positif terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis
akuntan yang berarti H3 diterima.
Tingkat pengetahuan adalah tingkatan informasi yang diketahui mengenai kasus akuntansi
yang terjadi yang akan mempengaruhi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan.Tingkat
pengetahuan yang dimiliki mahasiswa mempengaruhi opini mahasiswa terhadap tindakan
akuntan. Semakin banyak pengetahuan yang dimiliki oleh mahasiswa maka mahasiswa tersebut
akan menilai perilaku tidak etis akuntan secara lebih tegas. Dengan adanya pengetahuan yang
Page 39
218 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27
dimiliki maka akan berpengaruh terhadap penalaran yang diberikan individu dalam tiap tahapan
perkembangan moral sehingga terdapat perubahan perkembangan dan perilaku di tiap tahap
perkembangan moral individu.
Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Novayanti (2017)
yang menyatakan bahwa tingkat pengetahuan tidak berpengaruh terhadap persepsi mahasiswa
mengenai perilaku tidak etis akuntan.
4) Pengaruh Gender terhadap Persepsi Mahasiswa mengenai Perilaku Tidak Etis Akuntan
Hipotesis keempat menyatakan Gender berpengaruh terhadap persepsi mahasiswa mengenai
perilaku tidak etis akuntan. Hasil analisis didapatkan nilai t-hitung sebesar 0,124 dan tingkat
signifikansi sebesar 0,901 yang lebih besar dari 0,05 sehigga Gender tidak berpengaruh terhadap
persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan yang berarti H4 ditolak.
Perbedaan gender menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan antara perempuan dan laki-
laki dalam menyikapi perilaku tidak etis akuntan. Gender tidak berpengaruh dalam penelitian ini
karena mahasiswa yang bergender perempuan belum tentu akan menilai perilaku tidak etis
akuntan ataupun auditor secara lebih tegas. Pendekatan struktural menyatakan bahwa perbedaan
antara laki-laki dan perempuan disebabkan oleh sosialisasi sebelumnya dan persyaratan peran
lainnya. Sosialisasi sebelumnya dikuasai/dibentuk oleh penghargaan (reward) dan insentif
sehubungan peran jabatan. Pekerjaan membentuk perilaku melalui struktur reward, laki-laki dan
perempuan akan memberi respon yang sama pada lingkungan jabatan yang sama. Jadi pendekatan
struktural memprediksikan bahwa laki-laki dan perempuan yang mendapat pelatihan dan jabatan
yang sama akan menunjukkan prioritas etis yang sama pula. Hasil penelitian ini konsisten dengan
penelitian yang dilakukan oleh Diwi (2015) yang menyatakan bahwa gender tidak berpengaruh
terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan.
BAB VI. PENUTUP
6.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini seperti yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat ditarik
kesimpulan yaitu :
1) Idealisme tidak berpengaruh terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan.
2) Relativisme berpengaruh positif terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis
akuntan.
3) Tingkat Pengetahuan berpengaruh positif terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak
etis akuntan.
4) Gender tidak berpengaruh terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan.
6.2 Saran
Berdasarkan simpulan hasil penelitian di atas, maka penulis dapat mengajukan beberapa saran
sebagai berikut :
1) Berdasarkan penelitian ini dengan tidak terbuktinya pengaruh idealisme terhadap persepsi
mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan, diharapkan mata kuliah etika profesi dapat
ditekankan kembali terhadap mahasiswa, agar mahasiswa memiliki karakter dan idealisme yang
sesuai dengan etika profesi yang berlaku.
2) Mengambil sampel lebih besar dengan responden yang acak, dengan maksud agar standar deviasi
atau simpangan yang tidak terlalu jauh.
3) Pada penelitian selanjutnya dapat menambahkan variabel independen lainnyayang mempunyai
pengaruh terhadap persepsi mahasiswa mengenai perilaku tidak etis akuntan seperti religiusitas,
organisasi.
Page 40
219 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27
DAFTAR PUSTAKA
1. Agustiningsih, M. (2017). Pengaruh Latar Belakang Pendidikan, Pendidkan Berkelanjutan, Etika
Profesi, Budaya Organisasi dan Pemahaman Good Governance terhadap Hasil Kinerja Auditor
Pemerintah (Studi Kasus pada Badan Pemeriksa Keuangan/Bpk-ri Perwakilan Provinsi Riau).
Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang Ilmu Ekonomi, 4(1), 3325-3339.
2. Arens, Alvin A., Elder, Randal J. dan Beasly, Mark D. (2006). Auditing dan Jasa Assurance.
Jakarta : Erlangga.
3. Arfan, I. L. (2011), Akuntansi Keperilakuan. Jakarta : Selemba Empat.
4. Arikunto, S. (2015). Metode Penelitian. Yogyakarta : Bina Aksara.
5. Bapepam. (2002). Bapepam : Kasus Kimia Farma Merupakan Tindak Pidana. Diambil dari
http:/www.tempo.co/read/news/2002/11/04/05633339/Bapepam-KasusKimia-Farma-Merupakan-
Tindak-Pidana, tanggal 21 Januari 2016.
6. Barnett, T, Bass, K, Brown, G. 1994. Ethical Ideologi and Ethical Judgment Regarding Ethical
Issues in Business. Journal of Business Ethics . Vol 13, pp 469-480.
7. Bertens, K. (2013). Etika. Yogyakarta: Erlangga.
8. Comunale, C, Thomas, S and Stephen Gara. (2006). Professional Ethical Crises: A Case Study of
Accounting Majors. Managerial Auditing Journal, Vol21, No. 6, pp 636-656.
9. Diwi, D. (2015). Pengaruh Orientasi Etis Dan Gender Terhadap Persepsi Mahasiswa Mengenai
Perilaku Tidak Etis Akuntan (Studi pada Mahasiswa S1 Akuntansi Universitas Negeri Yogyakarta)
(Doctoral dissertation, Fakultas Ekonomi).
10. Forsyth, D dan Nye, J. 1990. Personal Moral Philosophies and Moral Choice. Journal of Reseacrh
in Personality. Vol 24, pp 398-414.
11. Forsyth, D. 1992. Judging the Morality of Business Practices : the Influence of Personal Moral
Philosophies, Journal of Busines Ethics. Vol 11, pp 416-470.
12. Galbraith, S. &. (1993). Decision rules used by male and female business students in making ethical
judgments. Journal of Business Ethics, 12, 227-233.
13. Hapsari, R. I., & Ghozali, I. (2010). Pengaruh Kelompok Kerja Terhadap Pembuatan Keputusan
Etis Mahasiswa Akuntansi (Doctoral dissertation, Universitas Diponegoro).
14. Harahap, A. I. (2010). Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Timbulnya Penyimpangan Oleh Auditor
Pada Kantor Akuntan Publik Di Kota Pekanbaru (Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri
Sultan Syarif Kasim Riau).
15. Ikatan Akuntan Indonesia. 2011. Standar Professional Akuntan Publik. Jakarta: Salemba Empat.
16. Irawan, B. (2011). Analisis Sensitivitas Etis Mahasiswa Akuntansi UIN Suska Riau (Studi Empiris)
(Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri Sultan Sarif Kasim Riau).
17. Lawrence and Shaub, M. 1997. The Ethical Construction of Auditors: An Examination of the Effect
of Gender and career Level. Managerial Finance. Vol 23 No 12, pp 3-21.
18. Mahendra, P. (2014). Pengaruh Orientasi Etika Dan Komitmen Profesional Terhadap Sensitivitas
Etika Auditor (Studi Empiris Pada Auditor di Kantor Akuntan Publik Kota Surakarta)(Doctoral
dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).
19. Mardawati, R. (2014). Pengaruh Orientasi Etis, dan Pengetahuan Etika terhadap Persepsi
Mahasiswa atas Perilaku Tidak Etis Akuntan. Skripsi
20. Muhammad, R. (2008). Persepsi Akuntan dan Mahasiswa Yogyakarta Terhadap Etika Bisnis.
Jurnal Fenomena, 6(1).
Page 41
220 DOI: https://doi.org/10.1234/jasm.v1i1.27 http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/27
21. Mulawarman, A. D., & Ludigdo, U. (2010). Metamorfosis Kesadaran Etis Holistik Mahasiswa
Akuntansi Implementasi Pembelajaran Etika Bisnis dan Profesi Berbasis Integrasi IESQ. Jurnal
Akuntansi Multiparadigma, 1(3).
22. Muthmainah, S. (2006) Studi tentang Perbedaan Evaluasi Etis, Intensi Etis, dan Orientasi etis
dilihat dari Pengetahuan etika dan Disiplin Ilmu : Potensi Rekruitmen Staf Profesional pada Kantor
Akuntan Publik. Proceeding Simposium Nasional Akuntansi IX, Padang.
23. Novayanti, E. (2017). Pengaruh Orientasi Etis Dan Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Terhadap
Persepsi Mahasiswa Mengenai Perilaku Tidak Etis Akuntansi. Skripsi. Universitas Mahasaraswati.
24. Poluakan, M. J., Saerang, D. P., & Lambey, R. (2017). Analisis Persepsi Atas Faktor-faktor Yang
Berpengaruh Terhadap Keinginan Seseorang Menjadi Whistleblower (Studi Kasus Pada Mahasiswa
Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sam Ratulangi)Jurnal EMBA: Jurnal
Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis dan Akuntansi, 5(2).
25. Rahayu, N. K., & Yuesti, A. (2013). Prediksi Niat Berprilaku Etis Dalam Menyusun Laporan Keuangan Pada Mahasiswa Program Studi Akuntansi Universitas Mahasaraswati Denpasar. Jurnal Riset Akuntansi (JUARA), 3(3).
26. Rifa'i A,B, A. (2014). Pengaruh Etika, Kompetensi, Dan Pengalaman Dalam Mengelola Barang
Milik Negara Terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (Survai Pada Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia Di Lingkungan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta)
(Doctoral dissertation, Fakultas Ekonomi).
27. Roxas, M. a. (2004). The Importance of Gender across Cultures in Ethical Decision Making.
Journal of Business Ethics, 50(2), 149-165. 28. Salam, H. Burhanuddin. (2000). Etika Individual: Pola Dasar Filsafat. Jakarta : Rineka Cipta.
29. Sankaran, S and Bui, T. 2003. Ethical Attitudes Among Accounting Majors: An Empirical Study.
Journal of the American Academy of Business. Vol 3 No 1, pp 71-77.
30. Setiawan, Y. (2012). Peran Gender dalam Pengambilan Keputusan Audit. Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Akuntansi, 1(2), 43-46.
31. Sugiyono. 2014 Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan R&D). Bandung :
Alfabeta.
32. Susanti, B. (2014). Pengaruh Locus Of Control, Equity Sensitivity, Ethical Sensitivity Dan Gender
Terhadap Perilaku Etis Akuntan (Studi Empiris Kantor Akuntan Publik Wilayah Padang dan
Pekanbaru). Jurnal Akuntansi, 2(3).
33. Sutiarsih, G. A., Herawati, N. T., AK, S., & Sinarwati, N. K. (2014). Pengaruh Budaya Etis
Organisasi, idealisme, dan Relativisme terhadap Sensitivitas Etika Auditor (Studi pada Aparatur
Inspektorat Pemerintah Kabupaten Buleleng). JIMAT (Jurnal Ilmiah Mahasiswa Akuntansi)
Undiksha, 2(1).