1 PENGARUH MOTIVASI PEMBELIAN RASIONAL MOTIVASI PEMBELIAN EMOSIONAL DAN HARGA DIRI TERHADAP LOYALITAS MEREK HANDPHONE PADA REMAJA MILKA Villa Taman Kartini Blok C2/14 Bekasi Timur [email protected]ABSTRAK Penelitian dilakukan terhadap remaja pemakai handphone Nokia, dengan tujuan mengetahui pengaruh motivasi pembelian rasional, motivasi pembelian emosional dan harga diri (ketiganya disebut variabel bebas) terhadap loyalitas merek (variabel terikat). Uji Asumsi penelitian ini menggunakan regresi ganda. Hasilnya menunjukan adanya pengaruh yang signifikan dari motivasi pembelian rasional dan motivasi pembelian emosional terhadap loyalitas merek. Dan tidak ada pengaruh yang signifikan dari variabel harga diri terhadap loyalitas merek. Serta
48
Embed
PENGARUH MOTIVASI PEMBELIAN RASIONAL MOTIVASI …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1561/1/Artikel... · konsisten terhadap suatu merek atau jasa dalam suatu kategori.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Menurut Swastha & Handoko (1982), motivasi emosional adalah pembelian
yang berkaitan dengan perasaan atau emosi seseorang dan bersifat subjektif seperti
pengungkapan rasa cinta, kebanggaan, dan sebagainya.
19
Pembelian yang didasari motivasi emosional terjadi pada saat proses
penyeleksian barang atau jasa, didasari oleh alasan yang subjektif dan pribadi, seperti
misalnya kebanggaan, ketakutan, afeksi atau status.
Asumsi yang menggarisbawahi perbedaan antara motivasi pembelian
emosional dan motivasi pembelian rasional, adalah motivasi pembelian emosional
seringkali dianggap tidak memperhitungkan kegunaan atau kepuasan secara
maksimal, namun demikian cukup beralasan untuk mengatakan bahwa konsumen
selalu mencoba untuk menyeleksi alternatif-alternatif yang menurut mereka dapat
memberikan kepuasan yang maksimal. Cukup jelas bahwa ukuran kepuasan adalah
suatu hal yang sifatnya sangat personal, didasari oleh struktur kebutuhan dari masing-
masing individu, pengalaman masa lalu dan tingkah laku (yang dipelajari) dari
lingkungan. Apa yang terlihat tidak rasional bagi orang lain, dapat dianggap rasional
dalam pemikiran konsumen itu tersebut. Contoh seseorang yang melakukan operasi
plastik untuk terlihat lebih muda, terlihat menggunakan sumber daya ekonomi yang
signifikan seperti biaya operasi, waktu untuk masa pemulihan, ketidaknyamanan dan
resiko yang cukup besar jika terjadi kesalahan dalam pembedahan. Bagi orang
tersebut, tujuannya adalah terlihat lebih muda, dan semua biaya dan resiko yang
ditanggung adalah hal yang sangat rasional. Namun bagi banyak orang lain dalam
budaya yang sama, yang tidak terlalu menaruh perhatian terhadap usia, atau
20
penampilan, tindakan yang dilakukan oleh orang tersebut tidak rasional (Schiffman
dan Kanuk 2004).
Harga Diri
Westen (1996) mengartikan harga diri sebagai derajat penerimaan,
penghormatan dan penghargaan diri seseorang. Halonen dan Santrock (1998)
mengemukakan bahwa harga diri adalah dimensi afeksi dan evaluasi dari konsep diri.
Weiten (1992) menyebutkan bahwa harga diri adalah pengukuran seseorang
secara menyeluruh terhadap keadekuatan dan keberhargaan dirinya. Hal ini sesuai
dengan pendapat Deaux dkk (1993) bahwa harga diri adalah evaluasi terhadap diri
baik secara positif maupun negatif dan Perera (2002) yang berpendapat bahwa harga
diri adalah opini yang seseorang miliki tentang dirinya.
Reasoner (2000) berpendapat bahwa harga diri terdiri dari tiga aspek yaitu
aspek kognisi, afeksi dan tingkah laku. Aspek kognitif menggambarkan kesadaran
individu tentang perbedaan antara ideal self dan real self, apa yang seseorang
inginkan tentang dirinya dan keadaan dirinya yang sebenarnya, penilaian yang
realistik tentang diri sendiri. Aspek emosi berkaitan dengan perasaan atau emosi
mengenai perbedaan ideal self dan real self tersebut. Sedangkan aspek tingkah laku
dinyatakan dalam tingkah laku asertif, bersemangat, tegas dan menghormati orang
lain.
21
Dinamika Pengaruh Harga Diri dan Motivasi Pembelian
Terhadap Loyalitas Merek
Loyalitas Merek telah menjadi salah satu hal yang penting dalam pembahasan
prilaku konsumen. Sejumlah penelitian yang telah diuraikan, telah menunjukkan
manfaat Loyalitas Merek bagi perusahaan. Terutama dalam mempertahankan
pelanggan dan meningkatkan penjualan.
Salah satu industri yang harus memperhatikan topik bahasan ini adalah
industri telepon genggam atau yang saat ini sudah lebih di kenal dengan istilah bahasa
asingnya, handphone. Handphone saat ini telah bergeser dari kebutuhan tertier
menjadi kebutuhan sekunder atau bahkan kebutuhan primer bagi sebagian besar
orang. Handphone yang dulu dianggap sebagai barang mewah sekarang telah
dianggap sebagai sebagai salah satu kebutuhan utama untuk berkomunikasi.
Tingkat pengguna Handphone di Indonesia terus berkembang pesat, apalagi
sesudah terjadinya kompetisi tarif yang cukup signifikan antara operator handphone,
baik GSM maupun CDMA. Tarif pemakaian Handphone yang dahulu terbilang
mahal, sekarang semakin terjangkau, sehingga tingkat penggunaan dan kepemilikan
handphone serta rasa kebutuhan akan adanya handphone semakin bertambah.
Semakin cepatnya perubahan teknologi, dan inovasi-inovasi yang dihasilkan,
membuat tingkat kecepatan keluarnya produk-produk jenis baru juga semakin
bertambah. Seseorang yang membeli handphone baru, tidak harus membeli
22
handphone yang baru karena handphone lamanya sudah rusak. Ia dapat saja membeli
handphone baru, karena handphone lamanya tidak memiliki fitur-fitur terbaru yang ia
inginkan. Dengan demikian tingkat pembelian dan kepemilikian handphone terus
bertambah.
Diantara sekian banyak produsen telepon genggam yang beredar di Indonesia,
Nokia adalah salah satu yang paling well known dan memiliki pangsa terbesar.
Pengguna Handphone merek Nokia banyak yang merupakan pengguna setia yang
cenderung hanya mau memakai merek Nokia saja.
Solomon (2004) mengungkapkan Loyalitas Merek dapat dipicu oleh
preferensi customer yang berdasarkan alasan objektif, tetapi setelah sebuah merek
dikenal untuk sekian lama, maka alasan-alasan emosional juga mengambil peranan,
baik melalui penggabungan dengan image diri konsumen itu sendiri maupun dalam
asosiasinya dengan pengalaman sebelumnya.
Dalam penelitian ini, dibahas motivasi pembelian dalam pengelompokkannya
sebagai motivasi pembelian rasional dan motivasi pembelian emosional. Kedua
motivasi pembelian ini dipercaya dapat mempengaruhi Loyalitas Merek secara
bersama-sama. Namun apakah Loyalitas Merek lebih disebabkan oleh faktor-faktor
pembelian yang bersifat rasional atau faktor-faktor pembelian yang emosional?
Selain itu terdapat variabel lain yang dapat mempengaruhi Loyalitas Merek.
Dickson (dalam Lewis dan Littler 1999) mendeskripsikan beberapa tipe dari
23
Loyalitas Merek yang berhubungan dengan alasan mereka menjadi loyal. Salah
satunya identity loyalty, yang merupakan sebuah ekpresi yang meningkatkan harga
diri, misalnya mobil Porsche. Konsumen setia terhadap sebuah merek karena merasa
merek tersebut dapat meningkatkan atau mempertahankan harga dirinya.
Nokia sebagai salah satu produsen Handphone terbesar di dunia, dengan
branding yang menggunakan icon-icon modern seperti artis-artis terkenal bisa jadi
dianggap sebagai merek yang lebih prestisious dibandingkan merek lainnya.
Namun sebaliknya, Loyalitas Merek juga dapat disebabkan oleh harga diri
yang rendah. Adedamola, dalam penelitiannya terhadap Loyalitas Merek hotel
menemukan adanya hubungan yang signifikan antara harga diri dengan Loyalitas
konsumen, dimana konsumen dengan harga diri yang rendah cenderung memiliki
Loyalitas Merek yang tinggi.
Branden (2000) menyebutkan salah satu ciri individu yang memiliki harga diri
rendah adalah takut dalam mengambil resiko. Dalam proses pembelian, terdapat
resiko-resiko yang harus diambil konsumen ketika mengambil keputusan memilih
suatu barang atau jasa. Schiffman dan Kanuk (2004) mengungkapkan salah satu cara
konsumen mengendalikan resiko-resiko tersebut adalah dengan setia terhadap merek
yang sudah pernah memuaskan mereka. Konsumen yang banyak mempertimbangkan
resiko-resiko dari suatu produk atau jasa, biasanya lebih memilih loyal terhadap suatu
merek daripada membeli produk baru yang belum mereka kenal.
24
Hipotesis
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat ditarik beberapa hipotesis, yaitu:
1. Terdapat pengaruh yang signifikan motivasi pembelian rasional terhadap
Loyalitas Merek
2. Terdapat pengaruh yang signifikan motivasi pembelian emosional
terhadap Loyalitas Merek
3. Terdapat pengaruh yang signifikan harga diri terhadap Loyalitas Merek
4. Terdapat pengaruh bersama-sama yang signifikan antara motivasi
pembelian rasional, motivasi pembelian emosional dan harga diri terhadap
Loyalitas Merek
METODOLOGI PENELITIAN
1. Variabel bebas : Motivasi Pembelian Rasional
Motivasi Pembelian Emosional
Harga Diri
2. Variabel terikat : Loyalitas Merek
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah konsumen produk handphone Nokia
berusia remaja di Jakarta. Rentang usia remaja yang digunakan adalah 14-24 tahun
(Loudon & Bitta, 1998)
25
Teknik sampling yang digunakan adalah purposive – insidental non random
sampling, yaitu pengambilan subjek yang didasarkan pada kriteria tertentu. Hal ini
dikarenakan sampel yang dikenakan kuesioner adalah pengguna handphone Nokia
dengan kelompok usia tertentu.
Alat dan Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini, dilakukan dengan metode angket
(kuesioner). Kuesioner tersebut terdiri dari skala harga diri, skala motivasi pembelian
(motivasi pembelian rasional dan motivasi pembelian emosional digabungkan
menjadi satu), skala Loyalitas Merek dan daftar isian identitas subjek.
1. Skala Variabel Loyalitas Merek
Dalam penelitian ini Loyalitas Merek diukur dengan menggunakan 4 dimensi
yaitu: kognitif, afektif, konatif dan aksi. Keempat dimensi tersebut dibagi lagi
kedalam sejumlah indikator dan lalu dituangkan kedalam pernyataan-pernyataan,
menjadi suatu instrumen yang mengacu pada pembuatan skala Likert, Skala ini
memiliki empat alternatif pilihan. Pemberian skor pada pernyataan bersifat
Favourable adalah sebagai berikut yaitu bernilai 4 untuk pilihan yang sangat sesuai
(SS), bernilai 3 untuk pilihan sesuai (S), bernilai 2 untuk pilihan tidak sesuai (TS),
dan bernilai 1 untuk pilihan sangat tidak sesuai (STS). Dan sebaliknya pemberian
26
skor pada pernyataan bersifat unfavourable adalah sebagai berikut yaitu bernilai 4
untuk pilihan yang sangat tidak sesuai (STS), bernilai 3 untuk pilihan tidak sesuai
(TS), bernilai 2 untuk pilihan sesuai (S), dan bernilai 1 untuk pilihan sangat sesuai
(SS). Adapun distribusi itemnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel.1
Distribusi Tabel Sebaran Item Skala Loyalitas MerekAspek Indikator F UAfektif Bangga menggunakan produk tersebut 6 19
Menyukai produk merek tersebut 1 7Aksi Membeli produk secara continue 13 8
Mempromosikan secara sukarela produk merektersebut kepada orang lain 2 14Mencari produk di pasaran 9 15
KognitifMengenal logo, bentuk dan ciri produk merektersebut 3 10Mengingat Sejumlah Detil informasi mengenaimerek tersebut 16 20Tahu mengenai perkembangan produk merektersebut 4 11
Konatif Komitmen untuk memakai produk tersebut 17 12Tidak mau untuk mencoba produk merek lain 18 5
2. Skala Variabel Motivasi Pembelian Rasional dan Emosional
Dalam penelitian ini motivasi pembelian rasional dan emosional dituangkan
dalam satu skala (instrumen penelitian).
Indikator-indikator yang sudah disebutkan diatas, baik motivasi pembelian
rasional maupun motivasi pembelian emosional dituangkan kedalam pernyataan-
pernyataan, lalu kemudian dibentuk menjadi suatu instrumen yang mengacu pada
27
pembuatan skala Likert. Skala ini memiliki empat alternatif pilihan. Pemberian skor
pada pernyataan bersifat Favorable adalah sebagai berikut yaitu bernilai 4 untuk
pilihan yang sangat sesuai (SS), bernilai 3 untuk pilihan sesuai (S), bernilai 2 untuk
pilihan tidak sesuai (TS), dan bernilai 1 untuk pilihan sangat tidak sesuai (STS). Dan
sebaliknya pemberian skor pada pernyataan bersifat unfavorable adalah sebagai
berikut yaitu bernilai 4 untuk pilihan yang sangat tidak sesuai (STS), bernilai 3 untuk
pilihan tidak sesuai (TS), bernilai 2 untuk pilihan sesuai (S), dan bernilai 1 untuk
pilihan sangat sesuai (SS). Adapun distribusi itemnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel.2
Distribusi Tabel Sebaran Item Instrumen Pengukuran
Motivasi Pembelian Rasional dan Motivasi Pembelian EmosionalMotivasi Aspek F UEmosional Kenyamanan 10 15
Rasional Daya tahan 19 2Harga 7 17Ketersediaan barang 4 12Service dan Garansi 6 18Teknologi 5 13
3. Skala Variabel Harga Diri
Dalam penelitian ini harga diri diukur dengan menggunakan Skala Harga Diri
Rosenberg. Skala ini diciptakan untuk mengukur harga diri yang bersifat keseluruhan
(global self esteem), berfokus pada perasaan seseorang secara umum, tanpa
28
mengkhususkan kepada atribut atau kualitas tertentu. Setengah dari pernyataan-
pernyataan dalam skala tersebut berbentuk pernyataan positif (favourable); sedangkan
sebagian lainnya dalam bentuk negatif (unfavourable). Pemberian skor pada
pernyataan bersifat Favorable adalah sebagai berikut yaitu bernilai 4 untuk pilihan
yang sangat sesuai (SS), bernilai 3 untuk pilihan sesuai (S), bernilai 2 untuk pilihan
tidak sesuai (TS), dan bernilai 1 untuk pilihan sangat tidak sesuai (STS). Dan
sebaliknya pemberian skor pada pernyataan bersifat unfavorable adalah sebagai
berikut yaitu bernilai 4 untuk pilihan yang sangat tidak sesuai (STS), bernilai 3 untuk
pilihan tidak sesuai (TS), bernilai 2 untuk pilihan sesuai (S), dan bernilai 1 untuk
pilihan sangat sesuai (SS).
Tabel.3
Skala Pengukuran Harga Diri RosenbergNO Pernyataan F/U1 saya merasa saya tidak memiliki kelebihan dalam segala hal U2 Saya memandang diri saya secara positif F
3secara keseluruhan saya merasa bahwa saya adalah orang yanggagal U
4 Saya berharap saya bisa lebih menghargai diri saya sendiri U5 Saya sering merasa diri saya tidak berguna U
6Saya merasa diri saya berharga, setidaknya sederajat dengan oranglain F
7 Secara keseluruhan, saya puas dengan diri saya sendiri F8 Saya merasa saya tidak memiliki suatu apapun untuk dibanggakan U9 Saya merasa saya memiliki kualitas dalam beberapa hal F
10Saya mampu melakukan tugas-tugas, sebaik yang dilakukan oranglain F
Sumber: Brown (1998)
29
Seperti halnya skala Loyalitas Merek dan motivasi pembelian, skala ini juga
mengacu pada skla likert yang memiliki empat alternatif pilihan.
Validitas dan Reliabilitas Alat Pengumpul Data
Validitas yang digunakan untuk mengukur validitas variabel-variabel ini
adalah validitas nominal (face validity) dan validitas konstruk (construct validity).
Reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah koefisien korelasi
produk momen dari Pearson. Penghitungan reliabilitas dan validitas dilakukan dengan
bantuan program komputer SPSS versi.16.
Teknik Analisis Data
Teknik uji asumsi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah teknik uji
Multikolinearitas, Autokorelasi dan Heteroskedasitas. Ketiganya dihitung dengan
menggunakan bantuan program komputer SPSS. Versi 16.
Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini, digunakan teknik analisis
regresi Ganda, yang dihitung dengan menggunakan bantuan program komputer
SPSS. Versi 16.
30
HASIL PENELITIAN
Uji Validitas
Untuk Skala Loyalitas Merek dari 20 item yang diuji terdapat 18 item yang
dinyatakan sahih dan 2 item yang dinyatakan gugur. Sedangkan untuk Skala
Motivasi pembelian dari total 20 item yang diuji ada 16 item yang dinyatakan sahih
dan 4 item yang gugur. Diantara item yang gugur 2 diantaranya adalah bagian dari
skala motivasi pembelian rasional dan 2 adalah bagian dari skala motivasi pembelian
emosional. Hasil tes validitas skala harga diri adalah sebagai berikut: dari 10 item
yang diuji terdapat 9 item yang dinyatakan sahih dan 1 item yang dinyatakan gugur.
Uji Reliabilitas
Setelah memisahkan item-item yang tidak valid, hasil uji reliabilitas untuk
kuesioner loyalitas merek menunjukkan koefisien reliabilitas keseluruhan sebesar
0,819. Koefisien reliabilitas untuk kuesioner motivasi pembelian rasional sebesar
0,608. Sedangkan koefisien reliabilitas untuk kuesioner motivasi pembelian
emosional sebesar 0,7123. Hasil pengujian reliabilitas terhadap variabel harga diri
menunjukkan koefisien reliabilitas sebesar 0,794.
31
Uji Asumsi
Terdapat beberapa asumsi atau persyaratan yang harus terpenuhi dalam
menggunakan analisis regresi.
a. Tidak terjadi multikolinearitas
Multikolinearitas dapat terjadi jika korelasi antar variabel bebas diatas 0,5.
Berdasarkan uji korelasi pearson, ditemukan bahwa nilai korelasi antara motivasi
rasional dan motivasi emosional 0,396. Sedangkan korelasi antara motivasi rasional
dan harga diri -0,006 dan korelasi antara motivasi emosional dan harga diri adalah
0.188. Karena korelasi antara variabel bebas tidak ada yang diatas 0,5 dapat
disimpulkan tidak terjadi multikolinearitas.
b. Tidak terjadi Autokorelasi
Dalam penelitian ini Autokorelasi diuji dengan metode Durbin Watson. Nilai
Table Durbin Watson untuk Jumlah sampel 45 (diambil yang paling mendekati n=47)
dan K=3 dengan tingkat signifikansi 95% adalah 1,666. Dari perhitungan diatas dapat
dilihat bahwa nilai 2,053 (>1,666), artinya tidak terjadi Autokorelasi.
c. Tidak terjadi Heteroskedastisitas
Untuk mengetahui apakah terjadi Heteroskedastisitas atau tidak di dalam
penelitian ini, digunakan bantuan spss ver.16 untuk membuat scatterplot. Hasil yang
diperoleh adalah sebagai berikut:
32
Gambar 1Scatterplot Uji Regresi dengan Variabel terikat Loyalitas Merek
Dan Variabel Bebas Motivasi Pembelian Rasional,Motivasi Pembelian Emosional dan Harga Diri
Terlihat pada gambar diatas bahwa titik-titik menyebar secara acak, tanpa ada
pola tertentu. Dengan demikian disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas.
33
Uji Hipotesis
a. Korelasi
Sebelum melakukan perhitungan analisis regresi, perlu juga diketahui korelasi
masing-masing variabel.
Korelasi antara variabel motivasi pembelian rasional dan loyalitas merek
adalah 0,46, dengan nilai signifikansi 0,001 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan adanya
hubungan yang signifikan antara variabel loyalitas merek dan motivasi pembelian
rasional. Namun karena nilai korelasi masih dibawah 0,5 dapat dikatakan bahwa
hubungan antara variabel motivasi rasional dan loyalitas merek berkorelasi lemah.
Korelasi antara variabel motivasi pembelian emosional dan loyalitas merek
adalah 0,624, dengan nilai signifikansi 0,000 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan adanya
hubungan yang signifikan antara variabel loyalitas merek dan motivasi pembelian
emosional. Berdasarkan nilai korelasi sebesar 0,624, dapat dikatakan kedua variabel
mempunyai korelasi yang cukup kuat.
Variabel lainnya yaitu harga diri memiliki angka korelasi sebesar 0,245
dengan signifikansi sebesar 0,048 (<0,05). Hal ini berarti Harga diri memiliki korelasi
dengan loyalitas merek, namun sama seperti motivasi pembelian rasional, hubungan
antara kedua variabel tersebut dapat dikatakan berkorelasi lemah.
34
b. Perhitungan Regresi
Regresi antara variabel Motivasi Pembelian Rasional terhadap Loyalitas merek
Dari uji ANOVA atau F Test, diperoleh F hitung sebesar 12,067 dengan
tingkat signifikansi 0,001. Oleh karena nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05, maka
model regresi dapat dipakai untuk memprediksi loyalitas merek. Oleh karena itu
hipotesis 1 pada penelitian ini diterima, yaitu terdapat pengaruh yang signifikan dari
motivasi pembelian Rasional terhadap loyalitas merek. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.Tabel Hasil Uji Anova dengan Predictor Motivasi Rasional
Meskipun demikian, laporan dari 2 lembaga riset di dunia, dan data dari pusat
ritel RBS mengungkapkan bahwa Nokia masih mendominasi penjualan di tingkat
dunia. Demikian pula dengan di Indonesia, Nokia masih menjadi yang pertama,
40
disusul dengan Nexian (http://tekno.liputan6.com/berita/201004/270963/
Nexian.Pesaing.Kuat.Produk.Impor).
Hal apakah yang membuat produk Nokia tetap digemari oleh para
penggunanya? Variable apakah yang lebih berperan? Apakah pengaruh motivasi
pembelian emosional lebih besar dari motivasi pembelian rasional? Atau sebaliknya
kesetiaan merek para pemakai handphone merek Nokia justru lebih dipengaruhi oleh
faktor-faktor rasional seperti misalnya harga, daya tahan produk dan teknologi dari
produk itu sendiri? Demikian pula dengan harga diri, apakah harga diri memiliki
pengaruh yang cukup besar, yang membuat konsumen tidak bersedia untuk berpindah
ke merek handphone lainnya?
Dari hasil perhitungan, ditemukan bahwa dari tiga variabel bebas dalam
penelitian ini, ada dua variabel yang pengaruhnya signifikan (Hipotesis diterima)
yaitu motivasi pembelian rasional dan motivasi pembelian emosional dan ada satu
variabel yang pengaruhnya tidak signifikan (Hipotesis ditolak) yaitu variabel harga
diri. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi rendahnya loyalitas merek dipengaruhi oleh
motivasi pembelian emosional dan motivasi pembelian rasional yang dimiliki oleh
konsumen tersebut, namun tidak dipengaruhi oleh harga dirinya. Hal ini sesuai
dengan pendapat Solomon (2004) bahwa dalam terjadinya loyalitas merek, tindakan
pembelian yang berulang harus disertai dengan sikap yang positif terhadap produk
tersebut. Pada awalnya, loyalitas merek memang dapat di picu oleh alasan yang
41
bersifat rasional, namun setelah merek tersebut sudah berada di sekeliling konsumen
dalam waktu yang cukup lama, dan merek tersebut diiklankan dengan gencar, maka
kesetiaan merek dapat lebih disebabkan oleh adanya ikatan emosional antara
konsumen dengan merek tersebut.
Baik motivasi pembelian rasional maupun motivasi pembelian emosional,
keduanya sama-sama berpengaruh terhadap loyalitas konsumen, namun besarnya
pengaruh tersebut tidak sama, bahkan ada perbedaan besar yang cukup signifikan
antara kedua variabel. Nilai koefisien determinasi hasil perhitungan regresi motivasi
pembelian emosional terhadap loyalitas merek adalah 0,390, angka ini menunjukkan
bahwa 39% loyalitas merek dapat dijelaskan oleh variabel motivasi pembelian
emosional. Nilai determinasi sebesar 39% ini lebih besar dari nilai determinasi yang
diperoleh dari hasil perhitungan regresi antara motivasi pembelian rasional terhadap
loyalitas merek, yaitu sebesar 0,211, yang berarti hanya 21,1 % loyalitas merek dapat
dijelaskan oleh motivasi rasional. Hal ini berarti loyalitas merek para pengguna
handphone merek Nokia lebih dipengaruhi oleh motivasi pembelian emosional
daripada motivasi pembelian rasional.
Namun demikian, jika dilihat lebih dalam dari hasil regresi peraspek, maka
akan dapat dilihat bahwa nilai determinasi terbesar justru dimiliki oleh teknologi
yang merupakan aspek dari motivasi pembelian rasional. Lebih lengkapnya dapat
terlihat pada tabel berikut:
42
Tabel 11Tabel Nilai Koefisien Determinasi (R Square) Peraspek Motivasi
terhadap Loyalitas MerekVariabel Aspek R Square
Motivasi PembelianRasional
daya tahan 0.011Harga 0.014
Ketersediaan barang 0.005Service dan Garansi 0.108
Teknologi 0.369
Motivasi pembelianEmosional
Kenyamanan 0.043Kepercayaan 0.097
preferensi peer 0.268Rekreasi 0.315
Trend pasar 0.204
Berdasarkan tabel diatas dapat terlihat bahwa nilai R square paling tinggi
terdapat pada teknologi, disusul dengan rekreasi, lalu preferensi peers. Hal ini
menunjukkan bahwa ketiga aspek tersebut dapat diprediksi memberikan sumbangan
pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan aspek lainnya. Hal ini sesuai dengan
sifat karakteristik konsumen remaja, sejumlah penelitian menyebutkan bahwa
kalangan remaja menggunakan handphone untuk berbagai kepentingan, tidak hanya
untuk kepentingan-kepentingan yang bersifat formal, tapi juga untuk hal-hal yang
berkesan kurang penting, seperti misalnya untuk saling mengirimkan lelucon,
gambar, ringtone, dan juga untuk melakukan kecurangan pada saat ujian.
Dengan perkembangan teknologi sekarang ini, para remaja sering
menggunakan handphone untuk kegiatan-kegiatan pertemanan online seperti chatting,
facebook dan twitter. Tidak heran jika teknologi dan rekreasi menjadi predictor
43
terbesar dalam penelitian ini. Selain itu preferensi peers juga mendapat nilai yang
tinggi karena sifat remaja yang dipengaruhi oleh apa yang dianggap penting oleh
mereka yang seusia dengannya (Solomon, 2004).
Hal ini hendaknya menjadi suatu hal yang dapat dicermati oleh para
marketer, terutama produsen handphone Nokia. Untuk memperoleh konsumen remaja
yang loyal, faktor teknologi, rekreasi dan preferensi peers harus menjadi bagian yang
diperhatikan baik dalam pengembangan produk maupun dalam strategi pemasaran.
Hawkins dkk (2007) menyebutkan hal yang harus dipertimbangkan dalam
strategi pemasaran dalam hubungannya dengan motivasi pembelian yang beraneka:
1. Pertimbangan pertama adalah motivasi atau aspek mana yang lebih dianggap
penting? Jika ada lebih dari satu aspek yang berpengaruh, produk tersebut
harus memiliki benefit yang memenuhi kebutuhan beberapa aspek tersebut.
Dan iklan yang mengiklankan produk tersebut harus dapat
mengkomunikasikan benefit-benefit tersebut.
2. Pertimbangan selanjutnya adalah selain motivasi yang terlihat (termanifestasi)
terdapat juga motivasi yang bersifat latent (tersembunyi). Iklan harus dapat
memenuhi kedua motivasi tersebut. Hawkins dkk (2007) mengambil contoh
iklan mobil Cadilac yang secara ekplisit mengungkapkan ”... the quality come
standard from Cadillac”, kalimat ini secara langsung menampilkan daya tarik
untuk memenuhi kebutuhan yang nyata yaitu kebutuhan akan kualitas
44
kendaraan. Selain itu, 60% dari iklan Cadillac menampilkan mobil tersebut
dikendarai oleh orang yang berpenampilan berkecukupan di depan club yang
mewah. Hal ini diberikan untuk memenuhi kebutuhan yang tersembunyi
(latent), yaitu kebutuhan akan kesejahteraan hidup.
Berhubungan dengan yang disampaikan Hawkins dkk, selain memperhatikan
aspek-aspek yang memiliki nilai korelasi terbesar Nokia hendaknya juga
memperhatikan cara yang efektif untuk dapat menampilkan iklan yang tidak hanya
menampilkan kebutuhan yang termanifestasi, melainkan juga yang tersembunyi.
Hasil pengujian lainnya menunjukkan tidak ada pengaruh yang signifikan dari
variabel harga diri terhadap loyalitas merek. Hal ini berlawanan dengan hasil
penelitian Dickson (dalam Lewis dan Littler 1999). Dickson mengungkapkan
beberapa tipe dari loyalitas merek yang berhubungan dengan alasan mereka menjadi
loyal. Salah satunya identity loyalty, yang merupakan sebuah ekpresi yang
meningkatkan harga diri, misalnya mobil Porsche. Konsumen setia terhadap sebuah
merek karena merasa merek tersebut dapat meningkatkan atau mempertahankan
harga dirinya.
Dalam penelitian ini harga diri yang tinggi tidak membuat konsumen loyal
terhadap produk Nokia, hal ini dapat disebabkan oleh karena adanya tren penggunaan
45
handphone merek lain yang dianggap lebih bergengsi dibandingkan Nokia, seperti
misalnya Blackberry atau I-phone.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis data dari penelitian yang telah dilakukan dapat
diketahui bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari Motivasi pembelian Rasional
dan motivasi pembelian emosional terhadap Loyalitas Konsumen, dan tidak terdapat
pengaruh yang signifikan antara harga diri dan loyalitas konsumen. Selain itu,
berdasarkan penelitian ini juga diketahui bahwa secara bersama-sama terdapat
pengaruh yang signifikan dari motivasi pembelian rasional dan motivasi pembelian
emosional serta harga diri terhadap loyalitas konsumen. Nilai pengaruh yang paling
besar terdapat pada saat ketiga variabel secara bersama-sama mempengaruhi loyalitas
konsumen.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut:
bagi perusahaan produsen handphone, khususnya Handphone merek Nokia, peneliti
memberikan saran agar perusahaan dapat meningkatkan mutu produk yang
berhubungan dengan faktor teknologi dan rekreasi. Khususnya ketika membidik
pangsa konsumen remaja, perusahaan produsen handphone harus dapat
mengakomodir kebutuhan konsumen remaja tersebut terhadap faktor teknologi dan
46
rekreasi. Kemampuan akses internet, terutama games, facebook, twitter nampaknya
menjadi hal yang cukup penting bagi konsumen remaja. Selain itu berkaitan dengan
besarnya aspek preferensi peers terhadap loyalitas konsumen, produsen handphone
Nokia perlu memikirkan cara promosi yang sesuai dengan identitas diri remaja,
misalnya memakai icon model yang berusia remaja.
Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat memvalidasi ulang aitem-aitem
yang gugur melalui penelitian yang berbeda, serta melakukan pada kelompok sample,
yang jumlahnya lebih besar. Penelitian ini juga perlu diujicobakan pada kelompok
usia lainnya, terutama kelompok dewasa muda, dimana kelompok ini juga merupakan
salah satu pangsa terbesar untuk industri telekomunikasi
47
DAFTAR PUSTAKA
Assael, H (1992). Consumer Behavior and Marketing Action. Fourth Edition. Boston:PWS-KENT Publishing Company.
Branden, N. 2003. Facts about Self Esteem. Availablehttp://www.moreSE.com/SE.com
Brown, J.D. 1998. The Self. NewYork: Mcraw-Hill Companies,Inc
Deaux, K., Dane, F. C., Wrightsman, L. S., dan Sigelman, C. K. 1993. SocialPsychology in the 90’s. Sixth Edition. California: Brooks/Cole Publishing co.
East, R. (1997). Consumer Behavior: Advances & Applications in Marketing.London: Prentice Hall Europe.
Engel, J. F., Blackwell, R.D. dan Miniard, P. W. (1995) Consumer Behavior. EightEdition. Orlando: Harcourt Brace & Company.
Fisardo, D. Hartanti & Tjahjoanggoro, A. J. (1998). Hubungan Antara Motif Rasionaldan Motif Emosional dengan Loyalitas terhadap Mcdonald’s. Anima Vol. 14.no. 53. Universitas Surabaya.
Halonen, J. S. dan Santrock, J. W. 1998. Human Adjustment. New York : Brown andBenchmack inc.
Hawkins, D. I., Best, R. J. & Coney, K. A. (1998). Consumer Behavior SeventhEdition. Texas: Business Publication, Inc.
Hill, C.W & Jones, G. R. (1995). Strategic Management:An Integrated Approach.Boston: Houghton and Mifflin Company.
http:// www.acnielsen.com/services/custom/p13.htm
http://gadnix.com/2009/04/market-share-ponsel-di-indonesia/http://news.id.msn.com/okezone/gadget/article.aspx?cp-documentid=3528540http://tekno.liputan6.com/ berita/201004/270963/Nexian.Pesaing.Kuat.Produk.Imporhttp://www.brand.com/loyal.htmhttp://www.kompas.com/teknologi/news/ 0409/05/124128.htmHuey, C. (1991). Consumer Behavior. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.Loudon, D. & Bitta, A. J. D. (1998). Consumer Behavior. Fourth Edition. New York:
McGraw Hill.Mayasari, F. dan Hadjam, M. N. R. 2000. Perilaku Seksual Remaja dalam Berpacaran
Ditinjau dari Harga Diri, Berdasarkan Jenis Kelamin. JurnalPsikologi.Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.
Mowen, J. C & Minor, M (2002) Perilaku Konsumen. Jilid 2. Edisi Kelima. AlihBahasa: Dwi Kartini Yahya. Jakarta: Erlangga.
48
Mowen, J. C. (1987) Consumer Behavior. New Jersey: Macmillan PublishingCompany.
Perera, K. 2002. What is Self Esteem?. Availablehttp://www.more_selfesteem,com/whatisselfesteem.htm.
Reasoner, R. W. 2000. Review of Self Esteem Research. Availablehttp://www.Selfesteemnase.org/research.shtml#schoolachievement
Schiffman, L. G. & Kanuk, L.L. (2000). Consumer Behavior Seventh edition. NewJersey: Prentice Hall-Inc.
Schiffman, L. G. & Kanuk, L.L. (2004). Consumer Behavior Eighth edition. NewJersey: Pearson Education Inc.
Solomon, M. R. 2004. Consumer Behavior: Buying, Havung dan Being. SixthEdition. Prentice Hall.
Swastha, B & Handoko, T. H. (1992) Manajemen Pemasaran: analisis perilakukonsumen. Yogya: Liberty.
Thompson, M. & Pringle, H. (1999). Brand Spirit: How Cause Related MarketingBuilds Brand. Chochester: John Willey & Sons.
Violitta, L & Hartanti (1996) Hubungan Antara Motif Rasional dan Motif Emosionaldengan Loyalitas Pemakaian Produk Lipstik dalam Negri dan Luar Negri.Anima Vol. 12. no.45. Universitas Surabaya.
Wee Chow Hou, (1997). Practical marketing. An Asian Perspective. Jakarta:MegaMedia.
Weiten, W. 1992. Psychology: Themes and Variations. Second Edition. California:Brooks/Cole Publishing Company.
Westen, D. 1996. Psychology: Mind, Brain, and Culture. New York: John Willey andSons Inc.