PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN TREFFINGER BERBANTUAN HYPERMEDIA TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA KONSEP DINAMIKA GERAK LURUS SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Menempuh Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Oleh: RIZAL NURSEPTIANA 1112016300008 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2019
72
Embed
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN TREFFINGER …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43928/1/RIZAL...DINAMIKA GERAK LURUS SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN TREFFINGER BERBANTUAN
HYPERMEDIA TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA KONSEP
DINAMIKA GERAK LURUS
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Menempuh Salah
Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh:
RIZAL NURSEPTIANA
1112016300008
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
i
ABSTRAK
RIZAL NURSEPTIANA 1112016300008. Pengaruh Model pembelajaranTreffinger berbantuan Hypermedia terhadap Hasil Belajar pada KonsepDinamika Gerak Lurus. Skripsi Program Studi Pendidikan Fisika JurusanPendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan KeguruanUniversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2019.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan modelpembelajaran Treffinger berbantuan hypermedia terhadap hasil belajar fisikasiswa SMA-sederajat pada materi Dinamika Gerak Lurus. Penelitian inidilaksanakan di MA Negeri 19 Jakarta pada bulan Mei sampai Juni 2017. Dalampenelitian ini yang menjadi kelas eksperimen adalah kelas X MIA 1 denganjumlah sampel 32 subjek, sedangkan yang menjad kelas kontrol adalah kelas XMIA 3 dengan jumlah sampel sebanyak 30 subjek. Penentuan sampel dalampenelitian ini berdasarkan teknik purpossive sampling. Metode penelitian yangdigunakan adalah kuasi eksperimen dengan desain nonequivalent control groupdesign. Instrumen yang digunakan adalah tes objektif pilihan ganda dan nontesberupa dan lembar keterlaksanaan model pembelajaran. Data hasil instrumen tesdianalisis secara kuantitatif, sedangkan hasil instrumen nontes dianalisis secarakuantitatif, menghasilkan data berupa presentase yang kemudian di konversimenjadi data kualitatif. Kesimpulan penelitian : Uji hipotesis menggunakan ujiMann-Whitney menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pengaruh penggunaanmodel pembelajaran Treffinger berbantuan hypermedia terhadap hasil belajarfisika siswa pada materi Dinamika Gerak Lurus. Nilai Sig.(2-tailed) sebesar 0,031lebih kecil dari nilai taraf signifikansi (0,05). Rata-rata hasil belajar siswa kelaseksperimen (77,06) lebih tinggi dibandingkan rata-rata hasil belajar siswa kelaskontrol (72,67). Pembelajaran menggunakan model pembelajaran Treffingerberbantuan hypermedia unggul pada jenjang C1 (mengingat) (79,69), C2(memahami) (61,71%), C3 (menerapkan) (80,9%), dan C4 (menganalisis)(81,25%). Hasil observasi keterlaksanaan model pembelajaran selamapembelajaran sebesar 87,33% dalam kategori sangat baik.
Kata Kunci: Treffinger, Hypermedia, Hasil Belajar, , Lembar Observasi,Dinamika Gerak Lurus
ii
ABSTRACT
RIZAL NURSEPTIANA 1112016300008. The Influence of the Hypermedia-assisted Treffinger Learning Model on Learning Outcomes in the Concept ofStraight Motion Dynamics. Undergraduate Thesis Physical Education StudyProgram Department of Natural Sciences Education, Faculty of Tarbiyah andTeacher Training, Syarif Hidayatullah State Islamic University, Jakarta, 2019.
This study aims to determine the effect of the use of the hypermedia-assistedTreffinger learning model on the results of high-level students' physics learningon the material of Straight Motion Dynamics. This research was conducted in thePublic MA 19 Jakarta in May to June 2017. In this study, the experimental classwas class X MIA 1 with a total sample of 32 subjects, while those in the controlclass were class X MIA 3 with a total sample of 30 subjects. Determination of thesample in this study was based on purposive sampling technique. The researchmethod used was quasi-experimental design with nonequivalent control groupdesign. The instruments used were multiple choice objective tests and non-formsin the form and implementation sheet of the learning model. The results of the testinstrument data were analyzed quantitatively, while the non-test instrumentresults were analyzed quantitatively, producing data in the form of percentageswhich were then converted into qualitative data. Research conclusion: Hypothesistesting using the Mann-Whitney test shows that there is an influence of the use ofthe Treffinger learning model assisted by hypermedia on the results of studentphysics learning in the material of Straight Motion Dynamics. Sig. (2-tailed)value of 0.031 is smaller than the value of the significance level α (0.05). Theaverage student learning outcomes of the experimental class (77.06) were higherthan the average learning outcomes of the control class students (72.67).Learning uses the Treffinger learning model assisted by superior hypermedia atlevels C1 (remembering) (79.69), C2 (understanding) (61.71%), C3 (applying)(80.9%), and C4 (analyzing) (81, 25%). The results of the observation of theimplementation of the learning model during learning amounted to 87.33% in theexcellent category.
LAMPIRAN C.4 Lembar Observasi keterlaksanaan Model
Pembelajaran Treffinger 123
LAMPIRAN D Analisis Data Hasil Penelitian 127
LAMPIRAN D.1 Data Skor Hasil Pretest dan Posttest 128
LAMPIRAN D.2 Nilai Pretest Hasil Belajar Kelas Kontrol
Dan Kelas Eksperimen 129
LAMPIRAN D.3 Nilai Posttest Hasil Belajar Kelas
Kontrol Dan Kelas Eksperimen 130
LAMPIRAN D.4.a Uji Normalitas Hasil Pretest Dan
Posttest 131
LAMPIRAN D.4.b Uji Homogenitas Hasil Pretest Dan
Posttest 132
LAMPIRAN D.4.c Uji Hipotesis Hasil Posttest 133
LAMPIRAN D.4.c Tabel Uji Hipotesis 134
LAMPIRAN D.5 Data Hasil Perhitungan Lembar Observasi
Keterlaksanaan Model Pembelajaran 135
xi
LAMPIRAN D.6 Presentase Kognitif Pretest Kelas Kontrol 136
LAMPIRAN E Perangkat Tambahan 140
LAMPIRAN E.1 Surat Keterangan Uji Coba Instrumen 141
LAMPIRAN E.2 Surat Keterangan Observasi 142
LAMPIRAN E.3 Surat Keterangan Penelitian 143
LAMPIRAN E.4 Uji Referensi 144
LAMPIRAN E.5 Daftar Riwayat Hidup Penulis 148
1
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sesuai dengan UU RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab1
Peran pendidikan sangat penting di era modern sekarang ini dalam
mengahadapi canggihnya teknologi komunikasi yang berkembang pesat, dimana
dengan pendidikan diharapkan dapat menciptakan masyarakat yang cerdas, siap,
terbuka, dan demokratis. Dalam kehidupannya setiap individu senantiasa
menghadapi masalah sederhana maupun kompleks. Kesuksesan sebagai individu
salah satunya ditentukan oleh kreativitasnya dalam menyelesaikan masalah,
mengangggap masalah bukan hal yang menakutkan bahkan dihindari tetapi
sesuatu yang harus dihadapi dengan penuh keyakinan. Individu kreatif memiliki
beberapa karakteristik yang berbeda dengan individu biasa. Memandang masalah
dari berbagai perspektif yang memungkinkannya memperoleh berbagai alternative
solusi.
Belajar fisika pada dasarnya adalah menguasai produk yang berupa
kumpulan hukum, teori, prinsip, aturan, dan rumus yang terbangun oleh konsep-
konsep sesuai proses pengkajiannya. Fisika dalam pembelajaran atau pelaksanaan
pendidikan tidak cukup hanya memperhatikan dua aspek proses dan produk aspek
materi yang dikuasai siswa, tetapi lebih dari itu, dalam aspek proses diharapkan
dapat memunculkan keterlibatan sikap ilmiah (scientific attitude) pada individu
pembelajar. Melalui pembelajaran Fisika, siswa diharapkan memiliki kemampuan
1 M.B. Panjaitan, M Nur, B. Jatmiko. “Model Pembelajaran Sains Berbasis ProsesKreatif-Inkuiri untuk Meningkatkan Berpikir Kreatif dan Pemahaman Konsep Siswa SMP”.(Pematangsiantar: Jurnal Pendidikan Fisika, 2013), hlm, 9
2
logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta memiliki kemampuan bekerja
sama.2
Agar siswa dapat dengan baik menguasai mata pelajaran Fisika, maka
siswa dituntut untuk aktif dalam perlaksanaan pembelajaran. Akan tetapi metode
pembelajaran konvensional kebanyakan masih diterapkan oleh guru di dalam
kelas. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti di MAN 19 Jakarta,
menurut keluhan siswanya mata pelajaran fisika adalah salah satu mata pelajaran
yang sulit untuk dikuasai. Guru lebih banyak berperan sebagai informan bagi
siswa. Materi-materi yang dirasa penting dicatatkan oleh guru di papan tulis,
sehingga siswa cenderung pasif dalam pembelajaran. Hal ini mengakibatkan
interaksi antara guru dengan siswa kurang terjadi. Keadaan seperti ini membuat
siswa merasa bosan dan kurang aktif dengan proses pembelajaran yang hanya
didominasi oleh guru, sehingga menyebabkan siswa kurang dapat menerima
apalagi memahami materi pelajaran.3
Upaya yang dapat dilakukan yaitu menerapkan suatu pembelajaran yang
tepat agar dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat berperan aktif
serta berpikir kreatif dalam mengemukakan gagasan atau ide-ide yang dimilkinya,
sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat. Salah satu model pembelajaran
yang dapat diterapkan dalam pembelajaran Fisika adalah model pembelajaran
Treffinger.
Model pembelajaran Treffinger merupakan model pembelajaran kreatif
yang mengajak siswa berfikir kreatif dalam menghadapi masalah. Model
pembelajaran ini terdiri dari 3 komponen penting, yaitu Understanding Challenge
2 Indra Sakti. “Pengaruh Media Animasi Fisika Dalam Model Pembelajaran Langsung(direct instruction) Terhadap Minat Belajar dan Pemahaman Konsep Fisika Siswa di SMA NegeriKota Bengkulu”. (Bengkulu: Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013), hlm. 493.
3 Aris Prasetyo Nugroho. “Pengembangan Media Pembelajaran Fisika menggunakanPermainan Ular Tangga ditinjau dari Motivasi Belajar Siswa Kelas Viii pada Materi Gaya”(Surakarta: Jurnal Pendidikan Fisika Vol.1 No.1,2013), hlm 12
3
(memahami tantangan), Generating Ideas (membangkitkan gagasan), dan
Preparing for Action (mempersiapkan tindakan)4.
Penerapan model Treffinger dalam pembelajaran Fisika diharapkan
mampu meningkatkan hasil belajar siswa karena bersifat membuat siswa aktif
serta mengupayakan siswa berpikir kreatif dalam pembelajaran. Ranah afektif
dalam Treffinger ini juga menfasilitasi siswa untuk dapat memberikan sikap
positif terhadap mata pelajaran Fisika.
Selain itu, penggunaan media pembelajaran di dalam kelas untuk sekolah
terkait masih kurang bahkan dapat dikatakan bahwa guru jarang menggunakan
media pembelajaran. Media pembelajaran merupakan alat bantu yang
dipergunakan guru untuk menyampaikan materi pelajaran kepada siswa. Media
pembelajaran dapat berupa media grafis, media audio, media proyeksi diam, dan
media permainan. Guru dapat menciptakan dan mengembangkan suatu media
pembelajaran berbasis permainan bagi siswa. Penggunaan media pembelajaran
bisa berpengaruh terhadap kegiatan siswa selama proses belajar mengajar.
Pemilihan media pembelajaran harus disesuaikan dengan materi yang diajarkan
dan kondisi siswa, sehingga diharapkan siswa dapat terlibat secara aktif dalam
kegiatan pembelajaran. Seorang guru harus mampu memilih media pembelajaran
yang tepat agar siswa dapat termotivasi untuk berpikir kreatif dalam
pembelajaran.5
Atas dasar uraian diatas, penulis melakukan penelitian dengan judul
“Pengaruh Model Pembelajaran Treffinger Berbantuan Hypermedia Terhadap
Hasil belajar Siswa pada Konsep Dinamika Gerak Lurus”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, dapat didefinisikan masalah
sebagai berikut:
4 Miftahul Huda, Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran, (Yogyakarta : PustakaPelajar, 2013), h. 318
5Aris Prasetyo Nugroho, loc. cit.
4
a. Pembelajaran Fisika di kelas belum banyak memberikan kesempatan pada
siswa untuk lebih aktif, karena pembelajaran Fisika di dalam kelas umumnya
masih didominasi oleh guru.
b. Kurangnya media yang digunakan dalam pembelajaran fisika.
c. Kurang tepatnya guru menggunakan strategi atau model pembelajaran yang
digunakan untuk merangsang keaktifan siswa.
d. Hasil belajar siswa pada mata pelajaran fisika masih cenderung rendah.
C. Pembatasan Masalah
Untuk menghindari perluasan masalah yang dikaji dalam penelitian ini,
maka masalah penelitian ini dibatasi pada :
a. Aspek yang diteliti dalam penelitian ini adalah hasil belajar siswa pada mata
pelajaran fisika pada konsep Dinamika Gerak Lurus.
b. Pada penelitian ini, diambil dua kelas secara acak, dimana satu kelas
menggunakan model pembelajaran Treffinger dan satu kelas lagi menggunakan
model pembelajaran Konvensional.
c. Siswa, siswa yang dimaksud adalah siswa MA Negeri 19 Jakarta, yaitu kelas X
MIA.
d. Penggunaan Media dalam penelitian ini hanya sebagai alat bantu presentasi
berupa hypermedia.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka
rumusan masalahnya adalah :
“Apakah penggunaan model pembelajaran Treffinger berbantuan hypermedia
berpengaruh terhadap hasil belajar siswa pada konsep dinamika gerak lurus?”
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan
untuk :
”Mengetahui adanya pengaruh terhadap hasil belajar siswa setelah diajarkan
menggunakan model pembelajaran Treffinger berbantuan hypermedia.”
5
2. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi kemajuan
pembelajaran Fisika. Berikut ini beberapa manfaat dari penelitian ini, yaitu :
a. Bagi siswa, diharapkan model pembelajaran Treffinger mampu meningkatkan
hasil belajar.
b. Bagi guru, hasil penelitian ini diharapkan model pembelajaran Treffinger
dapat menjadi alternatif model pembelajaran Fisika untuk meningkatkan hasil
belajar siswa.
c. Bagi peneliti, dapat menambah wawasan tentang hal-hal yang berhubungan
dengan pembelajaran Fisika, khususnya mengenai model pembelajaran untuk
meningkatkan pemahaman dan hasil belajar siswa.
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR
A. Deskripsi Konseptual
1. Model Pembelajaran Treffinger
Model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada suatu
strategi, metode, dan teknik. Model pembelajaran terdiri dari dua kata yaitu
model dan pembelajaran. Dalam pengertian model, model secara umum
dimaknakan sebagai suatu objek atau konsep yang digunakan untuk
merepresentasikan sesuatu hal.6 Sesuatu yang nyata dan dikonversi untuk sebuah
bentuk yang lebih komprehensif. Menurut Mills model adalah bentuk representasi
akurat, sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau sekelompok
orang mencoba bertindak berdasarkan model itu.7 Dalam pengertian model yang
lain yaitu suatu kerangka konseptual yang akan digunakan sebagai pedoman dan
acuan untuk suatu kegiatan.8
Pengertian pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran
merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks, yang tidak sepenuhnya dapat
dijelaskan. Pembelajaran menurut Gagne, Briggs, dan Vager adalah serangkaian
kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada
siswa.9 Pembelajaran menurut Winkel merupakan seperangkat tindakan yang
dirancang untuk mendukung proses belajar peserta didik, dengan
memperhitungkan kejadian-kejadian eksternal yang berperan terhadap rangkaian
kejadian-kejadian internal yang berlangsung di dalam peserta didik.10
Dari pengertian model dan pembelajaran diatas, jadi model pembelajaran
dapat diartikan sebagai suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai
pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam
6 Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta: Kencana, 2010),h. 21.
7 Ali Hamzah dan Muhlisrarini, Perencanaan dan Strategi Pembelajaran Matematika,(Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2014), cet I, h. 153.
8 Ibid., h. 154.9 Sobry Sutikno, Metode & Model-model Pembelajaran, (Lombok: Holistica, 2014), Cet.
I, h. 11.10 Ibid., h. 12.
7
tutorial dan menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya
buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain.
Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan
prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai
tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pemandu bagi para pengajar dalam
merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar.
Ismail menyatakan istilah model pembelajaran mempunyai empat ciri khususyang tidak dimiliki oleh strategi atau metode tertentu yaitu: (1) Rasionalteoritik yang logis disusun oleh perancangnya. (2) Tujuan pembelajaran yangakan dicapai. (3) Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebutdapat dilaksanakan secara berhasil. (4) Lingkungan belajar yang diperlukanagar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai. 11
Dalam dunia pendidikan inovasi dan pengembangan dalam pembelajaran
harus selalu berkembang agar terwujudnya suatu pembelajaran yang baik sesuai
dengan tujuan pendidikan yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Salah satu
inovasi yang dilakukan adalah penerapan model pembelajaran yang tepat untuk
mengembangkan kemampuan siswa. Dalam hal ini adalah kemampuan berpikir
kreatif dengan model pembelajaran Treffinger.
Model Treffinger merupakan salah satu dari sedikit model yang
menangani masalah kreativitas secara langsung dan memberikan saran-saran
praktis bagaimana mencapai keterpaduan. Model pembelajaran Treffinger dapat
membantu siswa untuk berpikir kreatif dalam memecahkan masalah, membantu
siswa dalam menguasai konsep-konsep materi yang dijarkan, serta memberikan
kesempatan pada siswa untuk menunjukan potensi-potensi kemampuan yang
dimilikinya termasuk kemampuan kreativitas dan kemampuan pemecahan
masalah.12 Model Treffinger melibatkan dua ranah, yaitu ranah kognitif dan ranah
11 Sofan Amri, Pengembangan dan Model Pembelajaran dalam Kurikulum 2013,(Jakarta: Prestasi Pustakaraya, 2013), h. 4-5.
12 Dwi Retnowati dan Budi Murtiyasa, “Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep danDisposisi Matematis Menggunakan Model Pembelajaran Treffinger” Jurnal PendidikanMatematika, 2013, h. 16
8
afektif.13 Treffinger menunjukkan saling hubungan dan ketergantungan antara
keduanya dalam mendorong belajar kreatif.
Menurut Treffinger, digagasnya model ini adalah karena perkembagan
zaman yang terus menerus berubah dengan cepat dan semakin kompleksnya
permasalahan yang harus dihadapi. Untuk mengatasi permasalahan tersebut,
diperlukan suatu cara agar dapat menyelesaikan suatu permasalahan dan
menghasilkan solusi yang paling tepat.14 Maka dari itu yang perlu dilakukan untuk
mengatasi hal tersebut adalah dengan memerhatikan fakta-fakta penting yang ada
di lingkungan sekitar, lalu memunculkan berbagai gagasan dan memilih solusi
yang tepat untuk kemudian diimplementasikan secara nyata.
a. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Treffinger
Model Treffinger untuk mendorong belajar kreatif menggambarkan
susunan tiga tingkat yang mulai dengan unsur-unsur dasar dan menanjak ke
fungsi-fungsi berpikir kreatif yang lebih majemuk. Seperti dalam model Renzulli
yang dikutip oleh Parke, siswa terlibat dalam kegiatan membangun keterampilan
pada dua tingkat pertama untuk kemudian menangani masalah kehidupan nyata
pada tingkat ketiga. Model Treffinger terdiri dari langkah-langkah berikut: basic
tools, practise with process, dan working with real problems.15
1. Tingkat I, Basic Tools atau teknik-teknik kreativitas tingkat I meliputi
keterampilan berpikir divergen dan teknik-teknik kreatif. Pada bagian
pengenalan, fungsi-fungsi divergen meliputi perkembangan perkembangan
dari kelancaran (fluency), kelenturan (flexibility), keaslian (originality), dan
keterincian (elaboration) dalam berpikir. Pada bagian afektif, tahap I meliputi
kesediaan untuk menjawab, rasa ingin tahu, dan kepercayaan terhadap diri
sendiri.
13 Sarson W.Dj.Pomalato, “Mengembangkan Kreativitas Matematika Siswa dalamPembelajaran Matematika Melalui Pendekatan Model Treffinger”, Mimbar Pendidikan, 2006, h.23.
14 Miftahul Huda, Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran, (Yogyakarta : PustakaPelajar, 2013), h. 318.
15 Utami Munandar, Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat, (Jakarta: Rineka Cipta,2012, Cet. III, h.172-174.
9
2. Tingkat II, Practice with Process atau teknik-teknik kreativitas tingkat II,
yaitu memberi kesempatan kepada siswa untuk menerapkan keterampilan
yang telah dipelajari pada tahap I dalam situasi praktis. Untuk tujuan ini
digunakan strategi seperti bermain peran, simulasi, dan studi kasus.
Kemahiran dalam berpikir kreatif menuntut siswa memiliki keterampilan
untuk melakukan fungsi-fungsi seperti analisis, evaluasi, imajinasi, dan
fantasi.
3. Tingkat III, Working with Real Problems atau teknik kreatif tingkat III, yaitu
menerapkan keterampilan yang dipelajari pada dua tingkat pertama terhadap
tantangan pada dunia nyata. Disini siswa menggunakan kemampuannya
dengan cara-cara yang bermakna bagi kehidupannya. Siswa tidak hanya
belajar keterampilan berpikir kreatif, tetapi juga bagaimana menggunakan
informasi ini dalam kehidupan mereka.
Langkah-langkah pembelajaran Treffinger diatas, sejalan dengan pendapat
Sarson W.Dj.Pomalato, bahwa model Treffinger terdiri dari 3 tahap, 3 tahapan
tersebut antara lain:
1. Pengembangan fungsi-fungsi divergen, dengan penekanan keterbukaan
kepada gagasan-gagasan baru dan berbagai kemungkinan.
2. Pengembangan berpikir dan merasakan secara lebih kompleks, dengan
penekanan kepada penggunaan gagasan dalam situasi kompleks.
3. Pengembangan keterlibatan dalam tantangan nyata, dengan penekanan
kepada penggunaan proses-proses berpikir dan merasakan secara kreatif
untuk memecahkan masalah secara bebas dan mandiri16.
Selain itu juga, Treffinger menyebutkan bahwa model pembelajran ini
terdiri atas tiga komponen penting, yaitu Understanding Challenge, Generating
Ideas, dan Preparing for Action, yang kemudian dirinci ke dalam enam tahapan.
Penjelasan mengenai model ini adalah sebagai berikut:
1. Komponen I (Understanding Challenge (Memahami Tantangan), terdiri atas:
a. Menentukan tujuan : Guru menginformasikan kompetensi yang harus dicapai
dalam pembelajarannya.
16 Pomalato, loc. cit.
10
b. Menggali data : Guru mendemonstrasi/menyajikan fenomena alam yang
dapat mengundang keingintahuan siswa.
c. Merumuskan masalah : Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengidentifikasi permasalahan.
2. Komponen II Generating Idea (Membangkitkan Gagasan), terdiri atas:
a. Memunculkan gagasan : Guru memberi waktu dan kesempatan pada siswa
untuk mengungkapakan gagasannya dan juga membimbing siswa untuk
menyepakati alternative pemecahan yang akan diuji.
3. Komponen III Preparing for Action (Mempersiapkan Tindakan), terdiri atas:
a. Mengembangkan solusi : Guru mendorong siswa untu mengumpulkan
informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan
penjelasan dan pemecahan masalah.
b. Membangun penerimaan : Guru mengecek solusi yang telah diperoleh siswa
dan memberikan permasalahan yang baru namun lebih kompleks, agar siswa
dapat menerapkan solusi yang telah ia peroleh17.
Dari pendapat-pendapat di atas mengenai langkah-langkah model
Treffinger dapat disimpulkan bahwa model Treffinger dapat digambarkan seperti
pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 Model Treffinger
17 Huda, op. cit., h. 318-319.
Tingkat I
Kognitif :pengetahuan,ingatan
Afektif : Rasaingin tahu,percaya diri
Tingkat II
Kognitif:penerapan,analisis
Afektif:Berimajinasi,berkreasi
Tingkat III
Kognitif:Pengelolaansumber
Afektif:Perwujudan diri
11
c. Manfaat Model Pembelajaran Treffinger
Karakteristik yang paling dominan dari model pembelajaran Treffinger ini
adalah upayanya dalam mengintegrasikan dimensi kognitif dan afektif siswa
untuk mencari arah-arah penyelesaian yang akan ditempuhnya untuk
memecahakan permasalahan. Artinya, siswa diberi keleluasan untuk berkreativitas
menyelesaikan permasalahannya sendiri dengan cara-cara yang dikehendaki.
Tugas guru adalah membimbing siswa agar arah-arah yang ditepuh oleh siswa ini
tidak keluar dari permasalahan.
Manfaat yang bisa diperoleh dari menerapkan model ini antara lain:
a. Memberi kesempatan kepada siswa untuk memahami konsep-konsep dengan
cara menyelesaikan suatu permasalahan.
b. Membuat siswa aktif dalam pembelajaran.
c. Mengembangkan kemampuan berfikir siswa karena disajikan masalah pada
awal pembelajaran dan memberi keleluasan kepada siswa untuk mencari
arah-arah penyelesaian sendiri.
d. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengidentifikasi masalah,
mengumpulakan data, menganalisis data, membangun hipotesis, dan
percobaan untuk memecahkan suatu permasalahan. dan;
e. Membuat siswa dapat menerapkan pengetahuan yang sudah dimilikinya
kadalam situasi baru18.
2. Media Pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa Latin Medius, yang merupakan bentuk kata
jamak dari medium. Secara harfiah, media berarti tengah, perantara, atau
pengantak, yaitu perantara antara sumber pesan dengan penerima. Pengertian
media dalam proses pembelajaran cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis,
fotografis, atau elektronis untuk menangkap memproses dan menyusun kembali
informasivisual atau verbal. Media juga dapat diartikan sebagai segala sesuatu
yang dapat dipergunakan untuk menyalurkan pesan, merangsang pikiran,
18 Ibid., h. 320.
12
perasaan, perhatian, dan kemauan siswa. 19 Dikatakan demikian karena di dalam
media pembelajaran terdapat proses penyampaian pesan dari pendidik kepada
anak didik. Sedangkan pesan yang dikirimkan, biasanya berupa informasi atau
keterangan dari pengirim pesan. Media pembelajaran adalah alat bantu yang
sangat bermanfaat bagi para siswa dan pendidik dalam proses belajar mengajar.
Dengan adanya media pembelajaran, peran guru menjadi semakin luas.
Sedangkan anak didik akan terbantu untuk belajar dengan lebih baik, dan
terangsang untuk memahami bahan ajar yang tengah diajarkan dalam bentuk
komunikasi penyampaian pesan yang lebih efektif dan efisien.
a. Hypermedia
Hypermedia merupakan salah satu jenis multimedia. Hypermedia adalah
pendekatan berbasis komputer untuk manajemen informasi multimedia dimana
data disimpan dalam jaringan node yang dihubungkan dengan link. Hypermedia
adalah perluasan dari hypertext yang memungkinkan gambar, film, dan animasi
flash untuk dihubungkan dengan konten lainnya. Hypermedia dapat disimpulkan
sebagai salah satu jenis multimedia yang memungkinkan gambar, film, dan
animasi untuk dapat dihubungkan dengan konten lainnya menggunakan link.
Hypermedia mengacu pada penggunaan perangkat lunak (software)
komputer yang menggunakan elemen dari teks, grafik, video dan audio yang
dihubungkan pada suatu jalur (link) dengan cara mempermudah pengguna (siswa)
untuk beralih dari suatu informasi ke informasi lainnya. Dalam hypermedia,
pengarang dapat membuat suatu korpus materi yang berkaitan yang meliputi teks,
grafik, grafik/gambar animasi, bunyi, video, musik, dan lain-lain20. Dari
penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa hypermedia merupakan
multimedia yang dapat membuat suatu gabungan dari berbagai media yang saling
berkaitan meliputi teks, grafik, gambar animasi, bunyi, video, musik, dan lain-lain
dengan disertai link dan nodes.
19 Robertus Angkowo dan A. Kosasih, Optimalisasi Media pembelajaran, (Jakarta ; PT.Grasindo, 2007), h. 10
20 M. Iksan Ansori, dkk., “Efektivitas pembelajaran Hypermedia dan Slide PowerpointTerhadap Prestasi Belajar Ditinjau dari Kemampuan Visuospasial”, Jurnal Teknologi Pendidikandan pembelajaran, Vol. 1, 2013, h. 324
13
3. Belajar dan Hasil Belajar
a. Pengertian Belajar
Belajar erat kaitannya dengan arti perubahan, baik perubahan keseluruhan
tingkah laku ataupun hanya terjadi dalam beberapa aspek dari keperibadian orang
yang belajar. Belajar juga adalah proses seseorang memperoleh berbagai
kecakapan, keterampilan, dan sikap.21 Selain itu, belajar adalah tahapan perubahan
seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman.22
Menurut Gagne, belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana
suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman.23 Berdasarkan
pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan
tingkah laku yang relatif menetap yang diperoleh dari serangkaian pengalaman
yang dialaminya dan interaksi dengan lingkungan.
b. Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar adalah perubahan perilaku yang terjadi setelah mengikuti
proses belajar mengajar yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Selain itu, hasil
belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar.
Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari
sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses
belajar. Hasil belajar ini seringkali digunakan untuk mengetahui kemampuan yang
dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya.24 Hasil belajar akan
tampak pada setiap perubahan seperti pengetahuan, pemahaman, kebiasaan,
keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial, jasmani, budi pekerti (etika),
sikap, dan lain-lain.25
21 Margaret E. Bell Gredler, Belajar dan Membelajarkan, (Jakarta: PT Raja GrafindoPersada, 1994), Cet. 2, h. 1.
22 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), h.66.23 Ratna Wilis Dahar, Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Penerbit Erlangga,
2006), h.224 Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), Cet.
V, h. 3.25 Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), h. 38.
14
c. Klasifikasi Hasil Belajar
Menurut Bloom, perubahan perilaku yang terjadi sebagai hasil belajar
meliputi, perubahan dalam ranah atau domain kognitif, afektif dan psikomotorik.
Dalam penelitian ini, penulis hanya akan mengungkapkan hasil belajar ranah
kognitif saja. Kategori-kategori dalam ranah kognitif ini adalah:26
1) Mengingat
Mengingat adalah mengambil pengetahuan dari memori jangka panjang.
Proses kognitif yang dilakukan siswa adalah mengenali (mengidentifikasi) dan
mengingat kembali (mengambil). Proses mengenali adalah mengambil
pengetahuan yang dibuatkan dari memori jangka panjang untuk
membandingkannya dengan informasi yang baru saja diterima. Sedangkan proses
mengingat kembali adalah mengambil pengetahuan yang dibutuhkan dari
memeori jangka panjang ketika soalnya menghendaki demikian.
2) Memahami
Memahami adalah membangun makna dari materi pembelajaran, termasuk
apa yang diucapkan, ditulis dan digambar oleh guru. Proses kognitif yang
dilakukan siswa adalah menafsirkan, mencontohkan, mengklasifikasikan,
merangkum, menyimpulkan, membandingkan, dan menjelaskan.
3) Mengaplikasikan
Mengaplikasikan adalah menerapkan atau menggunakan suatu prosedur
dalam keadaan tertentu. Proses kognitif yang dilakukan siswa dalah mengeksekusi
atau melaksanakan dan mengimplementasikan.
4) Menganalisis
Menganalisis adalah memecah-mecah materi jadi bagian-bagian
penyusunannya menentukan hubungan-hubungan antar bagian itu dan hubungan
antara bagian-bagian tersebut dan keseluruhan struktur atau tujuan. Proses
kognitif yang dilakukan siswa adalah membedakan, mengorganisasikan, dan
mendekontruksikan.
26 Lorin W. Anderson and David R. Krathwohl, Kerangka Landasan untuk Pembelajaran,Pengajaran, dan Asesmen: A Revisi Taksonomi Pendidikan Bloom, Terj. dari A Taxonomy forLearning, Teaching, and Assessing: A Revision of Bloom’s Taxonomy Edicational Objectives olehAgung Prihantoro, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), cet I., h. 99-102
15
5) Mengevaluasi
Mengevaluasi adalah mengambil keputusan berdasarkan kriteria dan atau
standar. Proses kognitif yang dilakukan siswa adalah memeriksa dan mengkritik.
Memeriksa ini dengan cara mengkoordinasi, mendeteksi, memonitor, dan
menguji.
6) Menciptakan
Menciptakan adalah memadukan bagian-bagian untuk membentuk sesuatu
yang baru dam koheren atau membuat suatu produk yang orisinil.
d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Di bawah ini dikemukakan faktor-faktor yang menentukan pencapaian
hasil belajar, yaitu sebagai berikut:27
1) Faktor Internal (yang berasal dari dalam diri)
Faktor ini besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang akan
dicapai. Selain factor kemampuan, ada juga factor-faktor lain seperti motivasi,
minat, perhatian, kebiasaan, ketekunan, kondisi social ekonomis, fisik, dan psikis.
2) Faktor Eksternal ( yang berasal dari luar siswa)
Salah satu faktir eksternal yang paling dominan adalah kualitas
pengajaran. Kualitas pengajaran adalah tinggi atau rendahnya atau efektif atau
tidaknya proses pembelajaran dalam mencapai tujuan instruksional.
4. Kajian Materi Subjeka. Gaya
Gaya digambarkan sebagai tarikan atau dorongan atau pun sebagai
penyebab benda bergerak atau pun berubah bentuk. Gaya juga tidak selalu
menyebabkan gerak, misalnya ketika kita mendorong tembok yang kokoh.sebuah
gaya memiliki nilai dan arah, sehingga gaya merupakan besaran vektor dan
mengikuti aturan operasi matematis vektor.28
b. Hukum I Newton (Hukum Kelembaman)
Menurut Newton, benda dapat mempertahankan keadaan atau bergerak
tetap sepanjang garis lurus kecuali jika diberi gaya total yang tidak nol.
27 Robertus Angkowo dan A. Kosasih, Op.Cit., h.5028 Douglas C. Giancoli, Fisika Edisi Kelima Jilid 1, (Jakarta: Penerbit Erlangga) h. 90
16
Kemampuan benda mempertahankan keadaan ini disebut dengan inersia atau
lembam. Oleh karena itu Hukum I Newton ini dinamakan juga Hukum Inersia
atau Hukum Kelembaman. Hukum I Newton menyatakan ”jika resultan gaya yang
bekerja pada benda sama dengan nol (ƩF=0), maka benda yang diam akan tetap
diam, dan benda bergerak akan bergerak lurus beraturan”.29
Secara matematis, Hukum I Newton dituliskan sebagai berikut.= 0 (2.1)
Keterangan :
= gaya yang bekerja pada benda (N)
c. Hukum II Newton
Hukum II Newton menjelaskan pengaruh gaya pada percepatan benda.
Jika resultan gaya pada benda tidak nol (ΣF ≠ 0) maka benda akan mengalami
percepatan. Hukum II Newton menggambarkan hubungan percepatan dengan
massa dan gaya sebagai berikut.30
1) Pengaruh gaya pada percepatan untuk massa konstan diilustrasikan pada
Gambar 2.2 berikut.
Gambar 2.2. Pengaruh Gaya pada Percepatan untuk Massa Konstan
Berdasarkan gambar di atas diperoleh besar percepatan sebanding dengan
gaya, sehingga dapat dirumuskan,
a ~ F (2.2)
2) Pengaruh massa pada percepatan untuk gaya konstan diilustrasikan pada
Gambar 2.3 berikut.
29 Douglas C. Giancoli, Fisika Edisi Kelima Jilid 1, (Jakarta: Penerbit Erlangga) h. 91
30 Douglas C. Giancoli, Fisika Edisi Kelima Jilid 1, (Jakarta: Penerbit Erlangga) h. 94
17
Gambar 2.3. Pengaruh Massa pada Percepatan untuk Gaya Konstan
Dari gambar di atas diperoleh besar percepatan berbanding terbalik dengan
massa, sehingga dapat dirumuskan, ~ (2.3)
Berdasarkan keadaan tersebut, Hukum II Newton menyatakan “percepatan
yang ditimbulkan oleh resultan gaya yang bekerja pada sebuah benda berbanding
lurus dengan besar gaya itu, dan berbanding terbalik dengan massa benda.” Secara
matematis Hukum II Newton dapat dirumuskan sebagai berikut.= (2.4)
dengan :
F = gaya yang bekerja pada benda (N)
m = massa benda yang diberi gaya (kg)
a = percepatan benda yang diberi gaya (m.s-2)
Suatu benda dapat bergerak karena pengaruh gaya. Pada Hukum Newton
terdapat tiga gaya yang berkerja antara lain:
1) Gaya berat (w)
Selain mengajukan tiga hukum mengenai gerak, Newton juga mengajukan
Hukum Gravitasi Universal. Hukum tersebut digunakan untuk menjelaskan
interaksi dua benda yang menyatakan bahwa dua benda dengan massa m1 dan m2
yang berada pada jarak r mempunyai gaya tarik menarik sebesar := (2.5)
Berdasarkan persamaan 2.5, jika m1 adalah massa bumi dan m2 adalah massa
benda yang dipengaruhi gaya tarik bumi maka percepatan gravitasi (g) dapat
dirumuskan dengan, = (2.6)
18
Dari persamaan (2.6) besarnya gaya tarik bumi terhadap benda benda di bumi
dapat dinyatakan dengan, = (2.7)
Gaya tarik bumi ini selanjutnya disebut sebagai gaya berat (w) dengan satuan
Newton (N), sehingga gaya berat benda dapat dituliskan,= (2.
8)
Keterangan :
F = gaya yang bekerja pada benda (N)
G = konstanta gravitasi (6,67 . 10-11 Nm2kg-2)
r = jarak antara dua benda (m)
w = berat benda (N)
m = massa benda (kg)
g = percepatan gravitasi (m.s-2)
2) Gaya normal (N)
Gaya normal adalah gaya yang tegak lurus dengan permukaan tempat di
mana benda berada. Besar gaya normal (N) ada berbagai keadaan adalah sebagai
berikut.
a) Pada bidang miring diilustrasikan pada Gambar 2.4 berikut.
Gambar 2.4. Gaya Normal pada Bidang Miring= (2.9)
b) Pada bidang datar dengan ditarik gaya yang membentuk sudut θ diilustrasikan
pada Gambar 2.5 berikut.
19
Gambar 2.5. Gaya Normal pada Bidang Datar dengan Gaya Tarik yang
Membentuk Sudut θ= − (2.10)
c) Pada bidang datar dengan didorong gaya yang membentuk sudut θ
diilustrasikan pada Gambar 2.6 berikut.
Gambar 2.6. Gaya Normal pada Bidang Datar dengan Gaya Dorong yang
Membentuk Sudut θ= + (2.11)
Keterangan :
N = gaya berat (N)
w = berat benda (N)
m = massa benda (kg)
θ = sudut kemiringan (˚)
3) Gaya gesek
Gesekan antara permukaan benda yang bergerak dengan bidang tumpu
benda menimbulkan gaya gesek yang arahnya selalu berlawanan dengan arah
gerak benda. Gaya gesek dibedakan menjadi 2 jenis yaitu gaya gesek statis dan
gaya gesek kinetis.
a) Gaya gesek statis
Gaya gesek statis adalah gaya gesek bekerja pada saat benda diam
(berhenti). Sebuah balok ditarik dengan gaya F, karena tetap diam maka fs = F
agar memenuhi Hukum I Newton (ƩF = 0).
20
Gaya gesek statis memiliki nilai maksimum fsmax yaitu pada saat benda
tepat akan bergerak. Gaya gesek statis maksimum fsmax ini dipengaruhi oleh gaya
normal dan tingkat kekasaran bidang sentuh yang ditentukan berdasarkan nilai
koefisien gesek statisnya (μs). Gaya ini sebanding dengan gaya normal dan
koefisien gesek statis. Secara matematis gaya gesek statis dapat dirumuskan,
= (2.12)
Berdasarkan persamaan gaya gesek statis maksimum, maka nilai gaya statis
memenuhi syarat:
≤ (2.13)
Keterangan:
s = gaya gesek statis (N)
μs = koefisien gesek statis
N = gaya normal (N)
b) Gaya gesek kinetis
Gaya gesek kinetis adalah gaya gesek yang bekerja pada saat benda
bergerak. Besar gaya gesek kinetis fk sebanding dengan gaya normal dan koefisien
gesek kinetis μk. Dari hubungan tersebut gaya gesek kinetis dapat dirumuskan
sebagai berikut.
= (2.14)
Keterangan:
= gaya gesek kinetis maksimum (N)
μs = koefisien gesek statis
N = gaya normal (N)
d. Hukum III Newton
Hukum III Newton menyatakan apabila sebuah benda memberikan gaya
kepada benda lain, maka benda kedua memberikan gaya kepada benda yang
pertama. Kedua gaya tersebut memiliki besar yang sama tetapi berlawanan arah.31
Secara matematis Hukum III Newton dapat dituliskan sebagai berikut :
Faksi = -Freaksi (2.15)
31 Douglas C. Giancoli, Fisika Edisi Kelima Jilid 1, (Jakarta: Penerbit Erlangga) h. 97
21
Keterangan:
Faksi : gaya yang diberikan oleh benda yang melakukan aksi
Freaksi : gaya balasan yang yang diberikan benda yang melakukan
reaksi
Hukum III Newton dapat terjadi jika memenuhi syarat berikut :
1) Gaya aksi-reaksi bekerja pada dua benda yang berbeda.
2) Besarnya gaya aksi-reaksi sama, namun arahnya berlawanan.
3) Gaya aksi-reaksi timbul secara berpasangan (tidak ada gaya aksi tanpa reaksi,
dan sebaliknya).
Pasangan gaya aksi- ditunjukkan pada Gambar 2.7 di bawah ini.
Gambar 2.7. Pasangan Gaya Aksi-reaksi
F1 dan F’1 serta F2 dan F’2 merupakan pasangan gaya aksi-reaksi.
d. Aplikasi Hukum Newton
1) Gerak horisontal (Benda dihubungkan dengan tali)
Gambar 2.8. Pasangan Gaya Aksi-reaksi
Pada gerak horisontal seperti Gambar 2.8 berlaku Hukum II Newton sesuai
dengan persamaan (2.4). Penentuan besar tegangan tali dan percepatannya dapat
dilakukan dengan meninjau masing-masing balok seperti berikut.
a) Meninjau balok 1
Gaya yang bekerja adalah gaya tarik F dan T1 yang arahnya berlawanan,
sehingga berlaku:
22
F – T1 = m1a1 (2.16)
b) Meninjau balok 2
Gaya yang bekerja adalah T2 sehingga berlaku:
T2 = m1a1 (2.17)
Apabila tali yang digunakan tidak bertambah panjang saat ditarik, maka kedua
balok akan bergerak dengan percepatan sama (a1 = a2 = a). Apabila persamaan
(2.16) dan (2.17) dijumlahkan, dapat diperoleh persamaan:
F – T1 + T2 = (m1 + m2) a (2.18)
Karena benda berada dalam satu sistem maka besar tegangan tali sama (T1 = T2)
sehingga, = (2.19)
2) Gerak vertikal
Pada gerak vertikal terdapat 3 kemungkinan keadaan yang terjadi.
a) Sistem diam atau bergerak lurus beraturan
Apabila benda dalam keadaan diam, atau dalam keadaan bergerak lurus
beraturan seperti pada Gambar 2.9, maka berlaku persamaan:
Gambar 2.9. Benda dalam Keadaan Diam
= (2.20)
b) Sistem bergerak ke atas
Apabila benda bergerak ke atas dengan percepatan a seperti pada Gambar
2.10, maka berlaku persamaan:
23
Gambar 2.10. Benda Bergerak ke Atas
= + (2.21)
c) Sistem bergerak ke bawah
Apabila benda bergerak ke bawah dengan percepatan a seperti pada
Gambar 2.11, maka berlaku persamaan:
Gambar 2.11. Benda Bergerak ke Bawah
= − (2.22)
Keterangan :
T = gaya tegangan tali (N)
3) Gerak benda yang dihubungkan dengan katrol
a) Dua buah benda dihubungkan melalui katrol dengan tali yang diikatkan pada
ujung-ujungnya
Apabila massa tali diabaikan, dan tali dengan katrol tidak ada gaya
gesekan, m1 > m2 dan gerak sistem ke arah m1 sepeti pada Gambar 2.12,
24
Gambar 2.12. Dua Benda yang Dihubungkan melalui Katrol dengan Kedua
Benda Menggantung
Maka berlaku:
Tinjauan benda m1
= 1 − 1 (2.23)
Tinjauan benda m2
= 2 + 2 (2.24)
Karena gaya tegangan tali dimana-mana sama, maka persamaan (2.23) dan
persamaan (2.24) dapat digabungkan sebagai berikut.
m1g - m1a = m2g + m2a
m1a + m2a = m1g - m2g
( m1 + m2)a = ( m1 - m2 ) g= ( )( ) (2.25)
b) Dua buah benda melalui dengan katrol dengan tali yang diikatkan pada ujung-
ujungnya dengan salah satu benda diletakkan di atas meja seperti pada Gambar
2.13 maka berlaku:
25
Gambar 2.13. Dua Benda yang Dihubungkan melalui Katrol dengan Salah
Satu Benda Menggantung
Tinjau benda A
Apabila gaya gesek pada sistem dianggap nol, maka pada benda bekerja gaya
berat (w1) dan gaya tegang tali (T) sehingga berlaku persamaan:
w – T = m1a
m1 g – T = m1a
T = m1(g - a) (2.26)
Tinjau benda B
Gaya yang bekerja adalah T, sehingga untuk benda 2 berlaku persamaan:
T = m2 a (2.27)
Pada sistem di atas, tali benda A dan B sama, maka besar tegangan tali benda A
dan B sama. Dari persamaan (2.26) dan (2.27) dapat diperoleh:
m1(g - a) = m2 a
(m1 + m2) a = m1 g
a = (2.28)
B. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Terdapat beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan model
pembelajaran Treffinger diantaranya:
1. Sarson W. Dj. Pomalato, (2006). dalam penelitiannya yang berjudul
“Mengembangkan Kreativitas Matematik Siswa dalam Pembelajaran
Matematika Melalui Pendekatan Model Treffinger”. Menyatakan bahwa secara
26
umum kreativitas siswa yang memperoleh pembelajaran Treffinger lebih baik
dibandingkan dengan kreativitas matematik siswa yang memperoleh
pembelajaran konvensional. Hal ini ditunjukkan oleh hasil uji ANOVA dengan
didapat nilai F = 111,678 dengan nilai Sig = 0,000.
2. Dwi Retnowati dan Budi Murtiyasa. (2013). dalam penelitiannya yang berjudul
“Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Disposisi Matematis
Menggunakan Model Pembelajaran Treffinger”. Hasil penelitian yang
dilakukan di kelas X2 SMA Muhammadiyah 2 Surakarta Tahun ajaran
2012/2013 ini menunjukkan bahwa penggunaan model treffinger dapat
meningkatkan pemahaman konsep dan disposisi matematis siswa. Hal ini dapat
dilihat dari peningkatan persentase indikator-indikator yang diamati, yaitu: 1)
kemampuan siswa dalam mengaplikasikan konsep atau algoritma dalam
pemecahan masalah meningkat dari (30,43%) menjadi (73,91%), 2)
kemampuan siswa memberi tanggapan tentang jawaban siswa lain meningkat
dari (21,74%) menjadi (52,17%), 3) kemampuan siswa membuat kesimpulan
meningkat dari (13,04%) menjadi (43,48%)..
3. Bambang Priyo Darminto. (2013) dalam penelitiannya yang berjudul
“Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Mahasiswa
Melalui Pembelajaran Model Treffinger.”Menyatakan bahwa penerapan
pembelajaran model Treffinger di Universitas Muhammadiyah Purworejo
tahun akademik 2013/2014 dapat meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah matematis bagi mahasiswa, yang ditandai dengan kenaikan rata-rata
skor posttest sebanyak 4,9247 yang bias dikatakan cukup signifikan.
4. Dianty Eprilian dkk. (2015) dalam penelitiannya yang berjudul
“Penerapan Model Treffinger Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil
Belajar Ipa.” Menyatakan bahwa berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas
dan analisis data yang telah dilaksanakan di kelas V SD Negeri 03 Metro Barat
pada pembelajaran IPA melalui model Treffinger dapat meningkatkan aktivitas
dan kemampuan berpikir kreatif siswa ditandai dengan meningkatnya hasil
belajar siswa.
27
5. Lusy Rahmawaty, dkk. (2015) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh
Model Pembelajaran Treffinger Terhadap Kreativitas dan Hasil Belajar Suhu
dan Kalor Siswa Kelas X SMA Negeri 3 Purworejo Tahun Pelajaran
2014/2015” Menyatakan bahwa berdasarkan data hasil penelitian, analisis data,
dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat pengaruh yang
signifikan pada penggunaan model pembelajaran Treffinger terhadap
kreativitas siswa kelas X SMA Negeri 3 Purworejo tahun pelajaran 2014/2015
ditandai dengan thitung = 5,011 > ttabel .= 2, dan besar pengaruhnya adalah
11,39% pada interval 0% - 11,39% dalam kategori sangat rendah. Model
pembelajaran Treffinger juga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa
ditunjukkan oleh besarnya db = 62, pada taraf signifikansi 5% ditemukan ttabel =
2,000 dan berdasarkan nilai t dapat dituliskan thitung = 5,471 > ttabel 2,000.
C. Kerangka Berpikir
Pada hakikatnya proses belajar mengajar adalah proses komunikasi antara
guru dengan siswa. Dalam proses komunikasi pembelajaran kadang tidak selalu
berjalan mulus maka diperlukan suatu model pembelajaran yang mampu
memfasilitasi komunikasi antara guru dan siswa sehingga mampu memperjelas
materi ajar yang akan disampaikan.
Model pembelajaran Treffinger merupakan model pembelajaran yang lebih
mengutamakan segi proses. Dalam model pembelajaran Treffinger ini diterapkan
komponen-komponen untuk proses belajar mengajar, komponennya terdiri dari
tiga komponen penting yaitu understanding challenge (memahami tantangan),
generating idea (membangkitkan gagasan), dan preparing for action
(mempersiapkan tindakan). Dari ketiga komponen tersebut, siswa dituntut
berperan aktif dalam pembelajaran dan mampu menggali potensi dalam
memahami persoalan, menemukan gagasan, dan menemukan pemecahan atas
masalah yang dihadapinya. Selain itu juga dengan menggunakan ketiga tahapan
model Treffinger siswa dapat membangun keterampilan, membangun kemampuan
berpikir kreatifnya dan menemukan penyalurannya untuk mengungkapkan
kreativitasnya. Kerangka berpikir penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.14.
berikut ini:
28
Gambar 2.14 Bagan Kerangka Berpikir
D. Perumusan Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah, kajian teoritis dan kerangka berpikir, maka
hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
H0 : Tidak terdapat pengaruh penggunaan model pembelajaran Treffinger
berbantuan hypermedia terhadap hasil belajar siswa.
H1 : Terdapat pengaruh penggunaan model pembelajaran Treffinger berbantuan
hypermedia terhadap hasil belajar siswa.
Pembelajaran menggunakan model pembelajaran Treffingerberbantuan hypermedia
Siswa turut berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran
Peningkatan hasil belajar
Kurangnya interaksiguru dan siswaselama kegiatan
pembelajaran
Hasil belajar siswa belum memenuhi KKM
Guru kurangmemaksimalkan
penggunaan mediapengajaran
Prosespembelajaran
belum melibatkansiswa sepenuhnya
29
BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitin
1. Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada semseter ganjil tahun ajaran
2016/2017 dari tanggal 13 Maret sampai dengan 3 Mei 2017.
2. Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan di MAN 19 Jakarta yang beralamat di Jl.
H. Muchtar raya/H.Jaelani III Petukangan Utara Jakarta Selatan
B. Metode dan Desain Penelitian
Metode Penelitian yang digunakan adalah Kuasi Eksperimen atau
eksperimen semu yaitu metode penelitian yang tidak memungkinkan peneliti
melakukan pengontrolan secara penuh terhadap kondisi kelas dan lingkungan
belajar kelas eksperimen.32 Penelitian ini dilakukan terhadap kelompok-kelompok
homogen, dengan membagi dua kelompok, yaitu kelompok X1 dan kelompok X2.
Kelompok X1 adalah kelompok yang diberi perlakuan model pembelajaran
Treffinger, sedangkan kelompok X2 adalah kelompok yang tidak diberi perlakuan
model pembelajaran Treffinger. Perlakuan ini diberikan selama kegiatan belajar
mengajar berlangsung.
Untuk pelaksanaannya diperlukan dua kelompok, yaitu:
1. Kelompok eksperimen adalah kelompok siswa yang diajar menggunakan
model pembelajaran Treffinger.
2. Kelompok kontrol adalah kelompok siswa yang tidak diajar menggunakan
model pembelajaran Treffinger (konvensional).
Jenis Penelitian ini menggunakan quasi eksperimen atau eksperimen semu
dengan desain Non-equivalent control group design. Penelitian eksperimen semu
ini dilakukan untuk menguji hipotesis tentang ada atau tidaknya pengaruh suatu
tindakan apabila dibandingkan dengan tindakan yang lainnya.
32 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung : PT RemajaRosdakarya, 2011), Cet.7, h. 207
30
Tabel 3.1 Desain Penelitian
Kelompok Pre test Perlakuan Post test
E XE A YE
K XK B YK
Keterangan:
E = Kelompok eksperimen
K = Kelompok kontrol
XE = Pre test kelompok eksperimen
XK = Pre test kelompok kontrol
A = Menggunakan Model Treffinger
B = Menggunakan Model Konvensional
YE = Post test kelompok eksperimen
YK = Post test kelompok control
C. Populasi dan Sampel Penelitan
1. Populasi
Populasi adalah kelompok dan wilayah yang terdiri atas objek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.33 Populasi terjangkau dalam
kelompok ini adalah seluruh siswa kelas X MIA MA Negeri 19 Jakarta.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari kelompok kecil yang kita teliti dan tarik
kesimpulan dari padanya.34 Sample ini diambil dari populasi terjangkau dengan
teknik purpossive sampling sebanyak dua kelas dari populasi terjangkau. Satu
kelas dipilih sebagai kelas eksperimen dan satu kelas dipilih sebagai kelas kontrol.
D. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data berupa tes yang
akan diberikan pada awal dan akhir pokok materi yang telah dipelajari. Adapun
33 Ibid, h. 25034 Ibid, h. 250
31
hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengumpulan data tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Variabel yang diteliti
Variabel bebas : Model Pembelajaran Treffinger berbantuan Media.
Variabel terikat : Hasil belajar Siswa.
2. Sumber data
Sumber data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah sampel yang
terdiri dari siswa kontrol dan siswa kelas eksperimen, guru dan peneliti.
E. Instrumen Tes
Instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes objektif
pilihan ganda dengan 5 alternatif jawaban yang disusun berdasarkan indikator
kurikulum 2013. Kisi-kisi instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini
dapat dilihat pada Tabel 3.2 berikut :
Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Tes
Konsep IndikatorIndikator Soal Jumla
hC1 C2 C3 C4HukumNewtontentangGerak
Mengkaji gerakberdasarkan hukumNewton I, II, dan III
1*,3*,4*, 5*,6
2* 6
Gaya
Memformulasikanhubungan antara gaya,massa, dan percepatanpada gerak lurus.
12*7,8*,9*,10*,11
*6
Memproyeksikan jenis-jenis gaya pada geraklurus.
17*,1813*,14,
16*15 6
PenerapanHukumNewton
Menganalisis hubunganantara gaya, massa, danpercepatan pada geraklurus dalam penyelesaianmasalah
21, 22,24*,25
19*,20 23,26* 8
Memformulasikan gayagesek pada suatu benda.
28,30 27,29* 4
Memecahkan masalahterkait dengan konsepTegangan tali.
34,36,37,38*,39*,40
31*,32*,
33*,3510
Jumlah 5 10 15 10 40
Presentase Soal 12,5% 25% 37,5% 25% 100%
Keterangan: *soal yang valid
32
Tabel. 3.2 merupakan kisi-kisi instrumen tes hasil belajar siswa, instrumen
tes ini diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol tanpa ada perbedaan.
Instrumen yang digunakan berupa tes yang berbentuk Pilihan Ganda sebanyak 22
soal.
Sebelum diberikan pada kelompok sampel, instrumen ini dilakukan
pengujian berupa validitas, realibilitas, serta untuk mengetahui tingkat kesukaran
soal dan daya beda. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui kualitas instrumen.
1. Validitas
Suatu tes dikatakan valid, jika tes tersebut mampu memberikan informasi
yang sesuai (tepat) dan dapat digunakan untuk mencapai tujuan tersebut.35
Validitas instrumen pada penelitian ini menggunakan validitas empiris. Validitas
instrumen diuji cobakan kepada siswa kelas XI SMA Negeri 34 Jakarta.
Perhitungan validitas empiris menggunakan perangkat lunak Microsoft excel.
Uji validitas instrumen dilakukan dengan cara memasukkan hasil jawaban
siswa kedalam kolom yang telah disediakan dan sebelumnya sudah terisi kunci
jawaban yang sebenarnya. Selanjutnya dengan menggunakan formula IF yang
telah tersedia maka akan didapat hasilnya.
Dalam penelitian ini, uji validitas yang digunakan adalah rumus korelasi
point biserial. Rumus yang digunakan dapat dilihat sebagai berikut:36
= −Keterangan:
: koefisien korelasi point biserial
: mean skor dari testee yang menjawab benar item yang dicari
Rubrik Penilaian Skala Penilaian0 − 20% Sangat kurang21-40% Kurang41-60% Cukup61-80% Baik
81-100% Baik Sekali
G. Teknik Analisi Data
1. Pengujian Prasyarat Analisis
a. Uji Normalitas
Uji normalitas adalah usaha untuk menentukan apakah data variabel yang
kita miliki mendekati populasi distribusi normal atau tidak, yang selanjutnya
menentukan teknik pengujian hipotesis dengan teknik statistika parametrik atau
44 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif danR&D), (Bandung: Alfabeta, 2017),Cet. 25, h. 135.
45 Ibid., h. 137.
38
non parametrik.46 Dengan kata lain untuk mengadakan pengujian terhadap normal
tidaknya sebaran data yang akan dianalisis.
Pada penelitian ini, uji normalitas dilakukan dengan menggunakan shapiro
wilk pada software SPSS melalui langkah-langkah sebagai berikut:47
1) Menyusun hipotesis
: sampel berasal dari populasi berdistribusi normal
: sampel berasal dari populasi berdistribusi tidak normal
2) Tingkat signifikan α = 5%
3) Untuk memutuskan hipoesis mana yang akan dipilih, perhatikan nilai yang
ditunjukan oleh significance pada output yang dihasilkan setelah pengelolaan
data.
4) Kriteria pengambilan keputusan adalah sebagai berikut :
Jika hasil sig atau p-value > α (0,05), diterima maka sampel berasal dari
populasi berdistribusi normal
Jika hasil sig atau p-value ≤ α (0,05), ditolak , maka sampel berasal dari
populasi berdistribusi tidak normal.
b. Homogenitas
Uji homogenitas adalah pengujian data mengenai sama tidaknya variansi-
variansi atau keragaman nilai yang secara statistic sama.48 Perhitungan uji
homogenitas (uji Levene) pada software SPSS melalui langkah-langkah sebagai
berikut: 49
1) Menyusun hipotesis
= varians hasil belajar kedua kelompok homogen.
= varians hasil belajar kedua kelomok tidak homogen.
2) Tingkat signifikan α = 5%
46 Kadir, Statistika Terapan Konsep, Contoh dan Analisis Data dengan ProgramSPSS/LISREL dalam Penelitian, (Jakarta : PT. rajaGrafindo Persada, 2015), h. 144
47 Ibid., h. 15648 Ibid.., h. 15949 Ibid.., h. 169
39
3) Untuk memutuskan hipoesis mana yang akan dipilih, perhatikan nilai yang
ditunjukan oleh significance pada output yang dihasilkan setelah pengelolaan
data, nilai ini dalam karya ilmiah biasa disimbolkan dengan “p”.
4) Kriteria pengambilan keputusan adalah sebagai berikut :
Jika signifikansi (p-value) > α (0,05) maka H0 diterima, maka varians kedua
kelompok sama atau homogen
Jika signifikansi (p-value) ≤ α (0,05) maka H0 ditolak, , maka varians kedua
kelompok berbeda atau tidak homogen:
c. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis merupakan pengujian untuk menjawab rumusan
masalah. Berikut ini kondisi asumsi distribusi dan kehomogenan varians dari data
hasil penelitian serta uji hipotesis yang digunakannya:
1) Untuk data yang berdistribusi normal dan homogen
Untuk data berdistribusi normal dan homogen, pengujian hipotesis menggunakan
statistik parametrik yaitu uji t dengan persamaan sebagai berikut: 50= ̅ ̅....... (3.5)
dengan = ( ) ( )....... (3.6)
dan = ∑( ̅)....... (3.7)
Keterangan: ̅ = Rata-rata hasil belajar kelompok eksperimen̅ = Rata-rata hasil belajar kelompok kontrol
= Jumlah sampel kelas x1
= Jumlah sampel kelas x2
= Varian kelas X1
= Varian kelas X2
= Hasil hitung distribusi
50 Sudjana, Metode Statistika, (Bandung: Tarsito, 2005), h. 239
40
= Varian gabungan.
jika:
thitung < ttabel = Tolak H0, Terima H1
thitung > ttabel = Terima H0, Tolak H1
Perhitungan uji hipotesis menggunakan software SPSS melalui langkah-
langkah sebagai berikut: 51
a) Menyusun hipotesis
= Tidak terdapat pengaruh penggunaan pocket book terhadap hasil belajar.
= Terdapat pengaruh penggunaan pocket book terhadap hasil belajar.
b) Tingkat signifikan α = 5%
c) Untuk memutuskan hipotesis mana yang akan dipilih, perhatikan nilai yang
ditunjukan oleh Sig. (2-tailed) pada output yang dihasilkan setelah
pengolahan data.
d) Kriteria pengambilan keputusan adalah sebagai berikut :
Tingkat signifikansi() > Nilai signifikansi (2-tailed), maka H0 diterima, dan
H1 ditolak.
Tingkat signifikansi() < Nilai signifikansi (2-tailed), maka H0 ditolak, dan
H1 diterima.
2) Untuk data yang jika salah satu atau keduanya tidak berdistribusi normal atau
homogen
Uji Mann-Whitney adalah uji nonparametrik yang cukup kuat sebagai
pengganti uji-t, dalam hal asumsi distribusi-t tidak terpenuhi. Untuk data
berdistribusi normal dan tidak homogen, pengujian hipotesis menggunakan
statistik Mann-Whitney(U) dengan persamaan sebagai berikut: 52= + ( + 1) − ∑ ....... (3.8)= + ( + 1) − ∑ ....... (3.9)
Keterangan :
Ua = jumlah banyaknya unsur-unsur A mendahului unsur-unsur B
51 Sufren dan Yonathan Natanael, Mahir menggunakan SPSS secara otodidak, (Jakarta:PT Elex Media Komputindo, 2013), hal 115-121
52 Kadir, Op.cit.., h. 489-491
41
Ub = Jumlah banyaknya unsur-unsur B mendahului unsur-unsur.
Perhitungan uji Mann-Whitney pada software SPSS melalui langkah-
langkah sebagai berikut: 53
a) Sebelumnya telah ditetapkan terlebih dahulu hipotesis statistik, sama halnya
dengan perhitungan secara manual yaitu :
= Tidak terdapat pengaruh model pembelajaran Treffinger berbantuan
hypermedia terhadap hasil belajar.
= Terdapat pengaruh pengaruh model pembelajaran Treffinger berbantuan
hypermedia terhadap hasil belajar.
b) Untuk memutuskan hipotesis mana yang akan dipilih, perhatikan nilai yang
ditunjukan oleh Sig. (2-tailed) pada output yang dihasilkan setelah
pengolahan data, nilai ini dalam karya ilmiah biasa disimbolkan dengan “p”.
c) Kriteria pengambilan keputusan adalah sebagai berikut :
Jika signifikansi (p) ≤ ( = 0,05) maka H0 ditolak H1 diterima
Jika signifikansi (p) > ( = 0,05) maka H0 diterima H1 ditolak
H. Hipotesis Statistik
Hiptesis statistik penelitian ini adalah sebagai berikut:
H0 = ≤H1 = >
Keterangan :
: rata-rata tingkat hasil belajar siswa pada kelompok yang diajar
dengan model pembelajaran Treffinger.
: rata-rata hasil belajar siswa pada kelompok yang diajar dengan
pembelajaran konvensional
53 Sufren dan Yonathan Natanael, op.cit, h.. 122-127
42
BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
Penelitian dilakukan di kelas X MIA MAN 19 Jakarta. Kelas X MIA 1
sebagai kelas eksperimen dan kelas X MIA 3 sebagai kelas kontrol. Siswa kelas
eksperimen diberi perlakuan dengan model pembelajaran Treffinger dan siswa
kelas kontrol diberikan perlakuan dengan model pembelejaran konvensional.
Pokok bahasan yang diajar pada penelitian ini adalah materi Dinamika Gerak
Lurus.
Berikut ini akan disajikan dari data yang telah diperoleh. Data-data yang
dideskripsikan merupakan data hasil pretest dan posttest dari kelas eksperimen
dan kontrol, serta lembar observasi, dari kelas eksperimen.
1. Hasil Pretest
Hasil yang diperoleh siswa kelas X MIA 1 sebagai kelompok eksperimen
dan siswa kelas X MIA 3 sebagai kelompok kontrol. Berdasarkan perhitungan
statistik, maka didapat beberapa nilai pemusatan dan penyebaran data nila pretest
yang ditunjukkan pada Tabel 4.1 di bawah ini:
Tabel 4.1 Ukuran Pemusatan dan Penyebaran Data Hasil Pretest
Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol
Pemusatan danPenyebaran Data
Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol
Nilai Terendah 14 9
Nilai Tertinggi 59 59
Mean 34,62 38,87
Median 36 36
Standar Deviasi 9,86 9,99
43
Perhitungan-perhitungan untuk menentukan Tabel 4.1 di atas didapat
menggunakan SPSS pada lampiran D1.
Berdasarkan Tabel 4.1 di atas, dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan nilai
terendah yang diperoleh dari kedua kelompok masing-masing yaitu 14 untuk kelas
eksperimen dan 9 untuk kelas kontrol. Nilai tertinggi pada kelompok eksperimen
sama dengan kelompok kontrol yaitu 59. Nilai rata-rata atau mean yang diperoleh
dari kedua kelompok tersebut yaitu kelompok eksperimen sebesar 34,62 dan
kelompok kontrol 38,87. Median atau nilai tengah yang dihasilkan oleh kelompok
eksperimen adalah 36, sementara kelompok kontrol sebesar 36. Pada kelompok
eksperimen memperoleh standar deviasi sebesar 9,86, sedangkan kelompok
kontrol memperoleh sebesar 9,99. Bila semakin besar nilai standar deviasi maka
data sampel semakin heterogen (bervariasi) dari rata-ratanya dan sebaliknya jika
semakin kecil maka data sampel semakin homogen (sama). Hal ini menunjukkan
bahwa kelompok eksperimen memiliki data sampel yang lebih homogen (sama)
dibandingkan dengan kelompok kontrol yang semakin heterogen (bervariasi).
Dengan selisih standar deviasi yang cukup tipis dari kedua kelompok tersebut
adalah sebesar 0,13.
2. Hasil Posstest
Hasil yang diperoleh siswa kelas X MIA 1 sebagai kelompok eksperimen
dan siswa kelas X MIA 3 sebagai kelompok kontrol. Berdasarkan perhitungan
statistik, maka didapat beberapa nilai pemusatan dan penyebaran data nila posttest
yang ditunjukkan pada Tabel 4.2 di bawah ini:
Tabel 4.2 Ukuran Pemusatan dan Penyebaran Data Hasil Posttest
Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol
Pemusatan danPenyebaran Data
Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol
Nilai Terendah 45 50Nilai Tertinggi 94 91
Mean 77,06 72,67Median 79,5 73
Standar Deviasi 12,74 10,00
44
Berdasarkan Tabel 4.2 di atas, data tersebut terlihat bahwa nilai terendah
yang diperoleh kelompok eksperimen sebesar 45, sementara kelompok kontrol
sebesar 50. Nilai tertinggi yang diperoleh pada kelompok eksperimen sebesar 94,
dan kelompok control diperoleh hasil 91. Mean yang diperoleh pada masing-
masing kelompok eksperimen dan kelompok kontrol berturut-turut sebesar 77,06
dan 72,67. Untuk median atau nilai tengah yang dihasilkan oleh kelompok
eksperimen yaitu 79,5 sedangkan pada kelompok kontrol yaitu 73,00. Pada
kelompok eksperimen memperoleh standar deviasi sebesar 12,74 sedangkan
kelompok kontrol sebesar 10,00. Berdasarkan hasil standar deviasi yang diperoleh
menunjukkan bahwa kelompok kontrol memiliki data sampel yang lebih homogen
(sama) bila dibandingkan dengan kelompok eksperimen yang semakin heterogen
(bervariasi). Tetapi walaupun begitu perbedaan standar deviasi dari kedua
kelompok tersebut tidak terlalu jauh, hanya memiliki selisih 2,74.
3. Rekapitulasi Data Hasil Belajar Siswa
a. Hasil Pretest dan Posttest
Berdasarkan hasil perhitungan data pretest dan posttest kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol, diperoleh pada rekapitulasi data sebagai
berikut:
Tabel 4.3 Ukuran Pemusatan dan Penyebaran Data Hasil Pretest &
Berdasarkan Tabel 4.3, dari data tersebut terlihat bahwa nilai terendah
pada kelompok eksperimen pada saat pretest adalah 14 dan pada saat posttest
adalah 45. Pada kelompok kontrol nilai terendah pada saat pretest yaitu 9 dan
pada saat posttest yaitu 50. Selanjutnya, nilai tertinggi pada kelompok eksperimen
mengalami peningkatan dari nilai pretest sebesar 59 menjadi 94 pada saat posttest.
45
Nilai tertinggi saat pretest pada kelompok kontrol sama dengan kelompok
eksperimen yakni adalah 59, dan pada saat posttest adalah 91.
Nilai rata-rata pada kelompok eksperimen saat pretest sebesar 34,62,
sedangkan pada kelompok kontrol yaitu 38,87. Pada saat posttest nilai rata-rata
pada kelompok eksperimen mencapai 77,06, sedangkan pada kelompok kontrol
sebesar 72,67. Berdasarkan data tersebut dapat diartikan bahwa pretest kelompok
kontrol memiliki rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok
eksperimen. berbeda dengan posttest nilai rata-rata kelompok eksperimen lebih
tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Pada kelompok kontrol dan
kelompok eksperimen sama-sama mengalami peningkatan. Peningkatan nilai rata-
rata pada kelompok eksperimen sebesar 42,44 sedangkan pada kelompok kontol
sebesar 33,80. Artinya, peningkatan yang terjadi pada kelompok eksperimen lebih
tinggi dibandingkan peningkatan yang terjadi pada kelompok kontrol.
Median atau nilai tengah pada kelompok eksperimen saat pretest yaitu 36
dan saat posttest yaitu 76,5. Median pada kelompok kontrol saat pretest 36 dan
saat posttest 73. Standar deviasi pada kelompok eksperimen ketika pretest sebesar
9,86 dan berubah menjadi 12,74 pada saat posttest. Standar deviasi pada
kelompok kontrol yaitu 9,99 saat pretest dan 10 saat posttest.
b. Nilai Rata-rata
Nilai rata-rata hasil pretest dan posttest pada kelompok kontrol maupun
kelompok eksperimen terjadi peningkatan, namun antara kelompok kontrol
dengan kelompok eksperimen terdapat perbedaan peningkatan. Perbedaan
peningkatan hasil belajar antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen
dapat dilihat dari nilai rata-rata (mean) pada kedua kelompok tersebut. Nilai rata-
rata (mean) untuk kelompok kontrol dan kelompok eksperimen pada saat pretest
dan posttest dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut ini:
46
Gambar 4.1 Diagram Nilai Rata-rata Pretest & Posttest Kelompok Kontroldan Kelompok Eksperimen
Berdasarkan Gambar 4.1 di atas terlihat bahwa nilai rata-rata (mean)
kelompok kontrol pada saat pretest adalah sebesar 38,87, sementara kelompok
eksperimen sebesar 34,62. Pada saat posttest nilai rata-rata (mean) kelompok
kontrol mencapai 72,67, sedangkan pada kelompok eksperimen sebesar 77,06.
Artinya, pada saat pretest kelompok eksperimen memiliki nilai rata-rata (mean)
lebih rendah dibandingkan nilai rata-rata (mean) kelompok kontrol. Pada saat
posttest kelompok eksperimen memiliki nilai rata-rata (mean) lebih tinggi
dibandingkan kelompok kontrol. Namun meskipun demikian, pada kelompok
kontrol dan kelompok eksperimen menunjukkan bahwa setelah diberikan
perlakuan yang berbeda, nilai rata-rata (mean) hasil belajar siswa mengalami
peningkatan. Nilai rata-rata (mean) kelompok kontrol meningkat sebesar 33,80,
sedangkan kelompok eksperimen mengalami kenaikan sebesar 42,44.
c. Hasil Belajar Kognitif
Selain melihat hasil belajar siswa pada nilai rata-rata (mean), hasil belajar
siswa juga dapat terlihat pada kemampuan berpikir kognitif siswa. Hasil belajar
siswa pada jenjang kognitif dapat dilihat pada Gambar 4.2 berikut ini:
34,6238,87
77,0672,67
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Eksperimen Kontrol
Pretest
postest
47
Gambar 4.2 Diagram Hasil Belajar Siswa Pretest & Posttest KelompokKontrol dan Kelompok Eksperimen pada Jenjang Kognitif
Berdasarkan Gambar 4.2 di atas terlihat bahwa hasil belajar kelompok
kontrol dan kelompok eksperimen mengalami peningkatan pada jenjang kognitif.
Pada saat pretest kemampuan kelompok kontrol dalam mengingat (C1) 70,31%,
memahami (C2) 38,28%, menerapkan (C3) 34,72%, dan menganilisis (C4) 10%.
Pada saat posttest kemampuan kelompok kontrol dalam mengingat (C1) 68,75%,
memahami (C2) 51,56%, menerapkan (C3) 76,73%, dan menganalisis (C4) 67,5%.
Sementara kemampuan kelompok eksperimen pada saat pretest dalam hal
mengingat (C1) 64,06%, memahami (C2) 30,47%, menerapkan (C3) 29,51%, dan
menganalisis (C4) 24,37%. Pada saat posttest kemampuan kelompok eksperimen
dalam mengingat (C1) 76,69%, memahami (C2) 61,72%, menerapkan (C3) 80,9%,
dan menganalisis (C4) 81,25%.
Diagram di atas juga menunjukkan bahwa kelompok eksperimen lebih
unggul dalam meningkatkan kemampuan ranah kognitif dibandingkan kelompok
kontrol. Pada kelompok eksperimen kemampuan berpikir C1 meningkat sebesar
15,63%, C2 meningkat sebesar 31,26%, C3 mengalami peningkatan 51,39%, dan
peningkatan C4 sebesar 56,88%. Sementara pada kelompok kontrol kemampuan
berpikir C1 tidak terjadi peningkatan, namun mengalami penurunan sebesar
64,06
30,46 29,5124,37
79,69
61,72
80,9 81,25
70,31
38,2834,72
10
68,75
51,56
76,73
67,5
C1 C2 C3 C4
Eksperimen Pretest Eksperimen Postest Kontrol Pretest Kontrol Postest
48
1,56%. Pada kemampuan berpikir C2 meningkat sebesar 13,28%, C3 mengalami
peningkatan sebesar 42,01%, dan C4 meningkat sebesar 57,5%.
4. Hasil Analisis Data Non Tes
Analisis data nontes dilakukan pada lembar observasi keterlaksanaan
model pembelajaran untuk mengetahui keterlaksanaan model pembelajaran
Treffinger. Berikut merupakan tabel 4.4 hasil perhitungan lembar observasi
keterlaksanaan model pembelajaran Treffinger.
Tabel 4.4 Lembar Observasi Keterlaksanaan Model Pembelajaran
Treffinger.
No Indikator Persentase Kesimpulan1. Understanding Challenge 85% Sangat Baik2. Generating Ideas 88% Sangat Baik3. Preparing for Action 89% Sangat Baik
Rata-rata 87,33% Sangat Baik
Berdasarkan Tabel 4.4 menunjukkan bahwa penggunaan model
pembelajaran Treffinger pada materi dinamika gerak lurus. Dlihat dari skor rata-
rata persentase yang diperoeleh sebesar 87,33%. Hal ini menunjukkan bahwa
penggunaan model pembelajaran Treffinger di kelas eksperimen terlaksana
dengan sangat baik.
B. Analisis DataPenelitian ini menggunakan analisis kuantitatif, yaitu suatu teknik analisis
yang proses analisisnya dilakukan dengan perhitungan matematis, hal ini
dikarenakan hasil dari penelitian ini berupa angka pada hasil tes hasil belajar
siswa. Data yang telah terkumpul dari kelas eksperimen dan kontrol diolah dan
dianalisis untuk menjawab rumusan masalah dan hipotesis penelitian. Proses
pengolahan data dimulai dari uji prasyarat, yaitu normalitas dan uji homogenitas,
kemudian dilanjutkan dengan uji kesamaan dua rata-rata kelas, proses pengolahan
penelitian ini dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak SPSS.
1. Hasil Uji Prasyarat Analisis
Sebelum melakukan uji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji prasayarat
analisis data yaitu uji normalitas dan homogenitas.
49
a. Uji Normalitas
Pengujian normalitas dilakukan terhadap dua buah data, yaitu hasil pretest
dan posttest pada kelas X MIA 1 sebagai kelompok eksperimen dan kelas X MIA
3 sebagai kelompok kontrol. Untuk menguji normalitas kedua data digunakan
SPSS-22 dengan menggunakan uji Saphiro-Wilk karena jumlah sampel tiap kelas
kurang dari 50. Berikut ini adalah hasil yang diperoleh dari perhitungan dapat
dilihat pada Tabel 4.5 berikut ini:
Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas Data Pretest-Posttest Kelompok Eksperimendan Kontrol
StatistikPretest Postest
KelasEksperimen Kelas Kontrol
KelasEksperimen
KelasKontrol
Sig. 0,284 0,063 0,003 0,016Uji Saphiro
WilkSig ≥ 0,05 = Ho diterima
KeputusanData
berdistribusinormal
Databerdistribusi
normal
Databerdistribusitidak normal
Databerdistribusitidak normal
.Dari tabel 4.5 diatas didapat nilai signifikansi untuk Skor Pretest kelas
Eksperimen dan kelas control masing-masing 0,284 dan 0,63. Sehingga bisa
didapat hasil distribusi data kedua kelas normal karena nilai signifikansinya lebih
besar dari 0,05. Kemudian nilai signifikansi untuk Skor Posttest kelas Eksperimen
dan kelas control didapat nilai masing-masing 0,003 dan 0,16 yang berarti kedua
data tersebut tidak terdistribusi normal karena nilai signifikansinya lebih besar
dari pada 0,05.
b. Uji homogenitas
Uji prasyarat yang kedua adalah uji homogenitas varians data. Uji
homogenitas dilakukan untuk mengetahui a pakah varians sampelnya sama
(homogen) atau varians sampelnya berbeda (heterogen). (Output uji normalitas
dengan SPSS dapat dilihat pada lampiran D3.a).
50
Tabel 4.6 Hasil Uji Homogenitas Kemampuan Hasil Belajar KelasEksperimen dan Kelas Kontrol
Statistik Pretest Posttest
Sig. 0,996 0,304Uji Leverne’s Sig ≥ 0.05 = Ho diterimaKeputusan Data homogen Data homogen
Nilai sig. diperoleh dari tabel uji Levene pada taraf signifikansi 5% atau
0,05. Keputusan diambil berdasarkan pada ketentuan pengujian hipotesis
homogenitas, yaitu jika = 5% = 0,05 < ., maka data dinyatakan homogen.
Tabel 4.5 menunjukkan bahwa nilai sig. data pretest dan posttest di atas 0,05 yaitu
pretest sebesar 0,996 dan posttest sebesar 0,0304 sehingga dapat disimpulkan
varian untuk kedua kelas adalah homogen.
2. Uji Hipotesis
Pengujian normalitas dan homogenitas telah menunjukkan bahwa nilai tes
kemampuan hasil belajar siswa pada kedua kelas, salah satu kelas berdistribusi
tidak normal namun varians kedua kelas homogen. Oleh karena itu pengujian
kesamaan dua rata-rata dapat dilakukan dengan menggunakan analisis non
parametric test - 2 indepentent sample yang terdapat pada aplikasi SPSS. (Output
uji hipotesis dengan SPSS dapat dilihat pada lampiran D3.c)
Tabel 4.7 Hasil Uji Hipotesis Kemampuan Hasil Belajar Siswa KelasEksperimen dan Kelas Kontrol
PosttestMann-Whitney U 328.500
Asymp. Sig.(2-tailed) 0,031Keputusan Diterima
Tabel 4.7 menunjukkan hasil uji kesamaan dua rata-rata posttest kelas
eksperimen dan kontrol, dapat diidentifikasi bahwa harga u = 328,5 dan hasil
sig.(2-tailed) = 0,031 maka untuk uji satu arah nilai dibagi 2, dan 0,0155 < 0,05,
sehingga hasil uji kesamaan dua rata-rata menolak H0 dan menerima H1. H0
menyatakan bahwa rata-rata nilai kemampuan hasil belajar siswa yang diajar
dengan model pembelajaran Treffinger lebih kecil sama dengan rata-rata nilai
51
kemampuan hasil belajar siswa yang diajar dengan model pembelajaran
konvensional, dapat disimpulkan bahwa rata-rata nilai kemampuan hasil belajar
siswa yang diajar dengan model pembelajaran Treffingger lebih tinggi daripada
rata-rata nilai kemampuan hasil belajar siswa yang diajar dengan model
pembelajaran konvensional.
C. Pembahasan Hasil Penelitian
Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh model
pembelajaran Treffinger terhadap hasil belajar siswa pada materi dinamika gerak
lurus. Hal tersebut didukung oleh hasil uji hipotesis data posttest antara kelas
eksperimen dan kelas kontrol, diperoleh nilai Sig. (2-tailed) sebesar 0,031 dan
nilai taraf signifikansi sebesar 0,05. Artinya, nilai Sig. (2-tailed) < nilai taraf
signifikansi. Jika ditinjau berdasarkan skor rata-rata (mean), skor kelas
eksperimen yang menerapkan model pembelajaran Treffinger lebih tinggi
dibandingkan dengan siswa kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran
konvensional. Keadaan ini menunjukkan bahwa hasil belajar siswa pada materi
dinamika gerak lurus menerapkan model pembelajaran Treffinger lebih baik
dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Hal ini sejalan dengan hasil
penelitian Lusy Rahmawati, dkk yang menyatakan bahwa penggunaan model
pembelajaran Treffinger berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.54
Jika dilihat lagi, penggunaan model pembelajaran Treffinger dalam
pembelajaran lebih unggul dalam meningkatkan hasil belajar pada jenjang
kognitif dibandingkan dengan pembelajaran konvensional pada umumnya.
Peningkatan hasil pretest dan posttest menunjukkan bahwa penggunaan model
pembelajaran Treffinger dapat meningkatkan kemampuan berpikir C1 sebesar
15,63%, C2 meningkat sebesar 31,26%, C3 mengalami peningkatan 51,39%, dan
peningkatan C4 sebesar 56,88%. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Lusy
Rahmawati, dkk menyatakan bahwa penggunaan model pembelajaran Treffinger
54 Lusy Rahmawati, Eko Setyadi Kurniawan, Ashari, “Pengaruh Model PembelajaranTreffinger terhadap Kreativitas dan Hasil Belajar Suhu dan Kalor SIswa Kelas X SMA Negeri 3Purworejo Tahun Pelajaran 2014/2015”, Jurnal Radiasi Vol. 7, No. 1, 2015, h. 31.
52
yang digunakan sebagai bahan ajar menunjukkan pengaruh terhadap peningkatan
hasil belajar peserta didik.55
Ranah kognitif mengingat (C1) kelas eksperimen memperoleh presentase
yang lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Hal ini disebabkan karena pada
kelas eksperimen menggunakan model pembelajaran Treffinger yang yang
memudahkan untuk mengingat. Menurut Dwi Retnowati, penggunaan model
pembelajaran Treffinger dapat membantu siswa untuk lebih memahami konsep
dan pembelajaran yang berpusat pada siswa membuat siswa berperan aktif secara
langsung dalam tahapan mengingat sehingga siswa mampu untuk memahami soal
mengingat (C1).56
Ranah kognitif memahami (C2) kelas eksperimen memperoleh presentase
yang lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Hal ini disebabkan penggunaan
model pembelajaran Treffinger yang dapat membantu siswa untuk lebih
memahami konsep serta ditambah alat bantu hypermedia yang menyajikan
ilustrasi yang menunjang materi yang membuat siswa lebih mudah untuk
memahami.57 Selain itu, Hal tersebut didukung oleh penelitian Indra Sakti yang
menyatakan terdapat pengaruh Media Animasi terhadap hasil belajar siswa karena
dengan media siswa lebih mudah untuk membentuk konsep dan
membandingkannya dengan yang sudah ada sehingga mereka dapat lebih mudah
memahami dibanding hanya dengan membaca atau mendengarkan saja.58
Kemampuan menerapkan (C3) juga dapat ditingkatkan dengan
penggunaan model pembelajaran Treffinger. Hal ini karena dalam penggunaan
model pembelajaran Treffinger dapat meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah Menurut Bambang Priyo Darminto, penggunaan model pembelajaran
Treffinger dapat mengembangkan kreativitas. Di samping itu, siswa dapat
55 Lusy Rahmawati, Loc.cit.56 Dwi retnowati, Budi Murtiyasa, “Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep dan
Disposisi Matematis Menggunakan Model Pembelajaran Treffinger”, Jurnal Seminar NasionalPendidikan Matematika, 2013, h. 21.
57 Dwi retnowati, Budi Murtiyasa, Loc.cit.58 Indra Sakti, “Pengaruh Media Animasi Fisika dalam Model Pembelajaran Langsung
(direct instruction) Terhadap Minat Belajar dan Pemahaman Konsep Fisika Siswa di SMA NegeriKota Bengkulu,” Jurnal Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013, h. 497.
53
membangun sendiri pengetahuannya sehingga memiliki konsep yang lebih matang
untuk menyelesaikan masalah konseptual yang didasarkan metode ilmiah. 59
Pada ranah kognitif menganalisis (C4) kelas eksperimen juga mengalami
peningkatan. Hal ini dikarenakan pada kelas eksperimen menggunakan model
pembelajaran Treffinger ini terdapat tahapan Generating Ideas dimana siswa
melakukan eksperimen untuk membentuk gagasannya sendiri sehingga
pembelajaran menggunakan model pembelajaran Treffinger menuntut siswa untuk
aktif selama proses pembelajaran secara langsung dari pengalamannya sendiri,
juga adanya diskusi berkelompok dan penyelesaian soal disetiap kegiatan
eksperimen mampu meningkatkan ranah menganalisis. Pembelajaran secara
berkelompok mampu menunjukkan hasil yang baik, hal ini diakibatkan karena
proses pengkonstruksian pengetahuan dilakukan secara bersama-sama
menggantikan proses pembelajaran klasikal dengan sistem ceramah yang proses
pengkonstruksian pengetahuan dilakukan sendiri-sendiri sesuai dengan apa yang
ditangkap oleh siswa secara individu.60 Berdasarkan pendapat Von Glasersfeld
yang dikutip dalam jurnal Setiawan mengatakan bahwa pengkonstruksian
pengetahuan secara bersama-sama melalui kerja kelompok memungkinkan siswa
dapat mengungkapkan gagasan, mendengarkan pendapat orang lain dan secara
bersama-sama membangun pengertian.61
Selain itu pada kelas yang menggunakan model pembelajaran Treffinger ini
terdapat tahapan Preparing for Action dimana setelah siswa mencari informasi
melalui eksperimen, siswa dituntut untuk mengemukaan solusi untuk setiap
masalah. Lusy Rahmawati dkk menyatakan bahwa penggunaan model
pembelajaran Treffinger dapat meningkatkan kreativitas siswa yang berguna
dalam pemecahan masalah.62
59 Bambang Priyo Darminto, “Meningkatkan Kemampuan Pemecahan MasdalahMatematis Mahasiswa melalui Model Pembelajaran Treffinger”, Jurnal Program StudiPendidikan Matematika dan Sains Tahun , No. 2, 2013, h. 107.
60 I Gusti Agung Nyoman Setiawan, “ Penerapan Pengajaran Kontekstual BerbasisMasalah untuk Meningkatkan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas X2 SMA Laboratorium Singaraja,Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan, Vol 2, 2008, h.55
61 Lusy Rahmawati, Eko Setyadi Kurniawan, Ashari, Op.cit. h. 31.62 I Gusti Agung Nyoman Setiawan, Op.cit., h.55.
54
Hasil lembar keterlaksanaan model pembelajaran memberikan
pemahaman bahwa penggunaan model pembelajaran Treffinger terlaksana
dengan sangat baik pada setiap indikatornya. Untuk tahapan pertama
Understanding Challenge mendapat persentase rata-rata 85%, Generating ideas
mendapat persentase rata-rata 88%, dan Preparing for Action mendapatkan
persentase rata-rata 89%. Secara keseluruhan mendapat persentase rata-rata
87,33% yang berarti semua tahapan pada model terlaksana dengan sangat baik.
Hal ini sejalan menurut pernyataan Lusy Rahmawati saat penggunaan model
pembelajaran Treffinger dapat terlaksana sebagaimana mestinya terdapat
pengaruh yang signifikan model pembelajaran Treffinger terhadap kreativitas
siswa yang dapat meningkatkan hasil belajar.63
63 Lusy Rahmawati, Eko Setyadi Kurniawan, Ashari, Op.cit. h. 31.
55
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian dan pembahasan yaitu:
1. Terdapat pengaruh penggunaan model pembelajaran Treffinger berbantuan
hypermedia terhadap hasil belajar siswa pada materi Dinamika Gerak Lurus
di MAN 19 Jakarta. Hasil uji hipotesis dengan jumlah responden 66 pada= 0,05 diperoleh nilai probabilitas 0,0155 kesimpulan yang didapat adalah
diterima.
2. Hasil belajar siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran Treffinger
lebih baik dibandingkan siswa yang diajar dengan menggunakan model
pembelajaran konvesional, terlihat dari hasil peningkatan persentase jenjang
belajar kognitif kelas eksperimen yang lebih baik dibanding kelas kontrol.
B. Saran
Berdasarkan temuan selama penelitian, saran yang dapat diajukan untuk
penelitian ini antara lain:
1. Pengelolaan waktu yang baik sangat menentukan keberhasilan proses belajar
mengajar di kelas, sehingga alokasi waktu sebaiknya diperhatikan pada saat-
saat tertentu, misalnya : awal pembelajaran, pelaksanaan eksperimen dan
penyajian hasil didepan kelas.
2. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Treffinger dapat
dilakukan pada materi lain, terutama untuk materi dengan konsep luas seperti:
Dinamika Rotasi, Alat Optik, Listrik, Magnet, dll
3. Perlu adanya perbaikan dan penyempurnaan lagi pada instrumen soal yang
berkaitan dengan jenjang kognitif.
56
DAFTAR PUSTAKA
Amri, Sofan. Pengembangan dan Model Pembelajaran dalam Kurikulum 2013.
Jakarta: Prestasi Pustakaraya, 2013.
Anderson, Lorin W., and David R. Krathwohl. Kerangka Landasan untuk
Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen: A Revisi Taksonomi Pendidikan
Bloom, Terj. dari A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing: A
Revision of Bloom’s Taxonomy Edicational Objectives oleh Agung