SKRIPSI PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN TEKNIK TALKING CHIPS TERHADAP HASIL BELAJAR KIMIA PADA KONSEP IKATAN KIMIA OLEH : ACEP AMIRTA 105016203509 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/2010 M
172
Embed
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN TEKNIK TALKING CHIPS …€¦ · · 2016-10-09skripsi pengaruh model pembelajaran kooperatif dengan teknik talking chips terhadap hasil
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
SKRIPSI
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
DENGAN TEKNIK TALKING CHIPS TERHADAP HASIL
BELAJAR KIMIA PADA KONSEP IKATAN KIMIA
OLEH :
ACEP AMIRTA 105016203509
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/2010 M
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi berjudul: “Penerapan Metode Pembelajaran PQ4R (Preview,
Question, Read, Reflect, Recite, dan Review) Dalam Meningkatkan Hasil
Belajar Siswa” ditulis oleh Mahmudah (105016200544) diajukan kepada Jurusan
Pendidikan IPA Program Studi Pendidikan Kimia Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam ujian
Munaqosyah pada tanggal 3 Mei 2010 di hadapan dewan penguji. Oleh karena itu,
Penulis berhak memperoleh gelar sarjana S1 (S.Pd) dalam bidang Pendidikan
Kimia.
Jakarta, 3 Mei 2010
Panitia Ujian Munaqosyah
Ketua Jurusan Tanggal Tanda Tangan Baiq Hana Susanti, M.Sc NIP. 19700209 200003 2 001 ……………... ……………..… Sekretaris (Sekretaris Jurusan) Nengsih Juanengsih, M.Pd NIP. 19790510 200604 2 001 ……………… ……………….. Penguji I Ahmad Sofyan, M.Pd NIP. 19650115 198703 1 020 ……………… ……………….. Penguji II Burhanudin Milama, M.Pd NIP. 19770201 200801 1 001 ……………… ………………..
Mengetahui Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A NIP. 19571005 198703 1003
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
“ PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN TEKNIK
TALKING CHIPS TERHADAP HASIL BELAJAR KIMIA SISWA”
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi
Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh:
ACEP AMIRTA
105016203509
Mengetahui, Pembimbing I pembimbing II Dra. Etty Sofyatiningrum. M.Ed Burhanudin Milama. M.Pd NIP: 131808296 NIP: 197702012008011001
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/2010 M
ABSTRACT
Acep Amirta, the effect of cooperative learning model Talking Chips technique on students learning chemistry achievement. This research aim to know effect of cooverative learning model with Talking Chips technique on students learning achievement. This research was conducted at Madrasah Aliyah Jamiyah Islamiyah, Pondok Aren, Tangerang, Banten on Oktober until November 2009. The method used in the research is quasy experiment, using purposive sampling technique and there are 60 students divided two group, experiment group and control group. The research instrument is students learning achievement. Student learning achievement of experiment group is higher (means = 77,17 dan SD = 11,35) than control group (means = 68,67 and SD = 12,66). From “t” test was obtained tcount 2,74 while ttable at level af significant 0,05 is 2,048 so tcount > ttable. It can be concluded that refused Ho which told that cooperative learning model with Talking Chips technique has effect on students learning chemistry achievement has been accepted. Keyword : Cooperative learning model, Talking Chips technique, Students learning
chemistry achievement,
ABSTRAK
Acep Amirta, Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Talking Chips Terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif teknik Talking Chips terhadap hasil belajar siswa. Penelitian ini dilakukan di Madrasah Jamiyah Islamiyah, Pondok Aren, Tangerang, Banten pada bulan Oktober hingga bulan November 2009. Metode penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimen, sampel diambil secara purposive sampling dari 60 siswa dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Instrumen yang digunakan adalah instrumen tes hasil belajar. Hasil belajar siswa kelompok eksperimen lebih tinggi (rata-rata/mean = 77,17 dan simpangan baku/SD = 11,35) daripada kelompok kontrol (rata-rata/mean = 68,67 dan simpangan baku/ SD = 12,66) dan dari hasil perhitungan uji “t” diperoleh nilai thitung sebesar 2,74, sedangkan ttabel pada taraf signifikansi 0,05 sebesar 2,048 atau thitung > ttabel. Maka dapat disimpulkan menolak Ho yang menyatakan ada pengaruh antara pembelajaran kooperatif teknik Talking Chips terhadap hasil belajar kimia siswa diterima atau disetujui. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif teknik Talking Chips memberikan pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar kimia siswa. Kata kunci : Model Pembelajaran Kooperatif, Teknik Talking Chips, Hasil Belajar Kimia
Siswa, Konsep Ikatan Kimia.
i
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin. Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran
Kooperatif Teknik Talking Chips Terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa (Penelitian
Eksperimen Pada MA Jamiyyah Islamiyah Pondok Aren-Tangerang)”.
Allahumma shalli ‘ala Muhammad, semoga shalawat ini selalu tercurah untuk nabi
Muhammad SAW, sebaik-baik makhluk ciptaan Allah SWT.
Selanjutnya, penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak sedikit kesulitan dan
hambatan yang dihadapi selama penulisan skripsi ini. Namun, atas bimbingannya dan
motivasi dari berbagai pihak, penulis menyadari bahwa keberhasilan dan kesempurnaan
merupakan sebuah proses yang harus dijalani. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini tak
lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
penulisan skripsi ini, diantaranya:
1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Dedi Irwandi, M.Si, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Ilmu Kimia.
4. Ibu Etty Sofyatiningrum, M.Ed, selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak Burhanudin
Milama, M.Pd, selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk
membantu penulis dalam membimbing, memberikan saran, serta nasehat yang
berguna bagi penulis.
5. Bapak dan Ibu dosen jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam yang telah
mendidik dan memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis, semoga amal ibadah
yang telah diberikan dibalas oleh Allah SWT dengan pahala yang berlipat ganda.
ii
6. Kepala sekolah, dewan guru dan staf karyawan di MA Jamiyyah Islamiyyah Pondok
Aren-Tangerang khususnya untuk Bapak Islahul Karim S.Pd selaku guru kimia
terima kasih atas bantuannya selama ini.
7. Ayahanda Saudih dan Ibunda Sa’anah, yang selalu memberi kasih sayang,
bimbingan, doa dan dukungan baik secara moril maupun materil.
8. Kakakku tersayang Arum, Ilung, Engkat, Farida, Yatna dan Dian yang selalu
memberikan motivator serta menjadi inspirator bagi penulis, terima kasih untuk
semuanya.
9. Keponakan tersayang Nurul, Hani, Rafly, Idzhar, dan Syafwa semoga kalian menjadi
anak yang cerdas, dan semoga apa yang kalian cita-citakan tercapai.
10. Teman-temanku Obay, Soni, Ichan, Zahra serta semua teman-teman pendidikan kimia
angkatan 2005 yang selalu menghiasi hari-hari penulis baik dalam suka maupun duka
selama dibangku perkuliahan, semoga diberikan kemudahan dalam menjalani
berbagai aktivitas.
11. Teman-temanku Indra, Dewi, Rizqi, Budi, Ipul, Ridwan, Haryadi, Torof serta semua
teman-temanku yang tidak dapat ditulis satu persatu oleh penulis, kalian adalah
sahabatku.
Akhir kata semoga tulisan karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pengembangan
keilmuan, serta dapat berguna bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam rangka
mengkaji dan memahami lebih lanjut permasalahan yang diteliti pada masa yang akan
datang.
Jakarta, Februari 2010
Penulis
iii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah…………………………………………………….……1
B. Identifikasi Masalah………………………………………………………….…..6
C. Pembatasan Masalah………………………………………………………….….7
D. Perumusan Masalah………………………………………………………….…..7
E. Tujuan Penelitian………………………………………………………………...7
F. Manfaat Penelitian…………………………………………………………….…7
BAB II KAJIAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEPTUAL
A. Deskripsi Teoritik………………………………….............................………….9
Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas Pretest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol………….53
Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol…………54
Tabel 4.6 Hasil Uji Homogenitas Pretest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol…….….55
Tabel 4.7 Hasil Uji Homogenitas Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol…….....56
Tabel 4.8 Hasil Pretest Uji “t” Hasil Belajar Kimia Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas
Kontrol………………………………………………………………………57
Tabel 4.9 Hasil Posttest Uji “t” Hasil Belajar Kimia Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas
Kontrol………………………………………………………………………58
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting yang tidak dapat di
pisahkan dari kehidupan manusia. Sifatnya mutlak dalam kehidupan seseorang,
keluarga, maupun bangsa dan negara. Sebab maju mundurnya suatu bangsa
banyak ditentukan oleh pendidikan bangsa itu sendiri.
Pendidikan merupakan suatu hal yang dinamis, selalu bergerak maju
mengikuti perkembangan masyarakat sebagai akibat dari kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Oleh sebab itu, pendidikan perlu mendapat
perhatian baik dalam usaha pengembangan maupun peningkatan mutu
pendidikan yang sesuai dengan tuntutan masyarakat. Untuk meningkatkan
kualitas pendidikan, setiap negara mempunyai tujuan pendidikan yang berbeda,
begitu juga di Indonesia tujuan pendidikannya adalah untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa dan pembentukan manusia indonesia seutuhnya.
Sebagaimana yang terdapat dalam Undang-undang tentang sistem Pendidikan
Nasional No.20 Bab II pasal 3 Tahun 2003 Menjelaskan1:
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan, maka diperlukan
berbagai terobosan, baik dalam pengembangan kurikulum, inovasi
pembelajaran, dan pemenuhan sarana dan prasarana pendidikan. Untuk
meningkatkan hasil belajar siswa, maka guru dituntut untuk membuat
1 Etty Soffyatiningrum, Terapan Konstruktivisme Dalam Pembelajaran Kmia di SMA/MA (Prosiding Seminar Internasional Pendidikan IPA 2007), hal. 38
1
2
pembelajaran menjadi lebih inovatif yang mendorong siswa dapat belajar
secara optimal baik belajar secara mandiri maupun di dalam pembelajaran di
kelas. Penggunaan metode ataupun model-model pembelajaran sangat
diperlukan dan sangat mendesak terutama dalam menghasilkan model
pembelajaran baru yang dapat memberikan hasil belajar yang lebih baik,
peningkatan efisiensi dan efektivitas pembelajaran menuju pembaharuan.
Perkembangan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) telah melaju dengan
pesatnya karena selalu berkaitan erat dengan perkembangan teknologi yang
memberikan wahana yang memungkinkan perkembangan tersebut.
Perkembangan yang pesat telah menggugah para pendidik untuk dapat
merancang dan melaksanakan pendidikan yang lebih terarah pada penguasaan
konsep IPA yang dapat menunjang kegiatan sehari-hari dalam masyarakat.
Oleh karena itu, untuk dapat menyesuaikan perkembangan tersebut menuntut
kreatifitas dan kualitas sumberdaya manusia harus ditingkatkan yang dapat
dilakukan melalui jalur pendidikan. Untuk meningkatkan kualitas peserta didik
melalui pengajaran IPA, guru diharapkan tidak hanya memahami disiplin ilmu
IPA, tetapi hendaknya juga memahami hakikat proses pembelajaran IPA yang
mencakup tiga ranah kemampuan, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Oleh
karena itu, pengalaman belajar IPA harus memberikan pertumbuhan dan
perkembangan siswa pada setiap aspek kemampuan tersebut.
Perkembangan IPA tidak hanya ditunjukkan oleh sekumpulan fakta saja
(produk ilmiah), tetapi juga oleh timbulnya metode ilmiah dan sikap ilmiah.
Jadi metode ilmiah itu merupakan bagian dari IPA termasuk salah satunya
IPA-Kimia. Selama proses belajar mengajar sejalan dengan hakikat IPA maka
pemahaman siswa terhadap IPA menjadi lebih bermakna.
Keberhasilan pembelajaran kimia siswa ditentukan oleh bagaimana
pembelajaran itu berlangsung dengan baik. Dengan adanya proses
pembelajaran kimia, diharapkan siswa dapat berfikir secara ilmiah sebagai
hasil belajar kimia. Oleh karena itu, penguasaan dan cara penyampaian materi
kimia perlu adanya variasi dan persiapan yang matang baik bagi guru maupun
siswa.
3
Kimia merupakan pelajaran yang sangat penting didalam dunia
pendidikan, karena mata pelajaran kimia berfungsi untuk memahami peristiwa
alam yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, menemukan zat-zat yang
bermanfaat bagi kesejahteraan umat, mengetahui hakikat materi serta
perubahannya, menanamkan metode ilmiah, mengembangkan kemampuan
dalam mengajukan gagasan-gagasan, dan memupuk ketekunan serta ketelitian
kerja.
Kimia dipandang sebagai dasar bagi ilmu pengetahuan seperti
kedokteran, teknik, farmasi dan lain-lain. Dalam bidang kedokteran misalnya,
penggunaan alat pencuci darah (haemodialisis), dalam bidang teknik, silikon
yang merupakan bahan dasar untuk membuat mikroprosesor menyebabkan
komputer semakin kecil ukurannya dan semakin canggih, sedangkan dalam
bidang farmasi berperan sebagai obat-obatan, misalnya senyawa antibiotik
untuk anti infeksi. Dengan adanya proses pembelajaran kimia, diharapkan
siswa dapat membentuk pola fikir ilmiah. Oleh karena itu, kimia sebagai suatu
mata pelajaran di sekolah sangat diperlukan.
Pelajaran kimia menjadi momok yang menakutkan karena adanya
pandangan yang salah tentang kimia itu sendiri. Selama ini para siswa
mengangap konsep-konsep yang ada dalam pelajaran kimia sebagai konsep-
konsep abstrak yang sulit diaplikasikan ke dalam kehidupan nyata. Akibatnya,
konsep-konsep kimia menjadi sangat jauh jaraknya dengan realita keseharian
dalam kehidupan mereka2.
Kesulitan dalam mempelajari kimia sebenarnya berawal dari kurangnya
pemahaman dan penguasaan konsep dasar dalam kimia. Untuk menanamkan
pemahaman akan konsep-konsep tersebut diperlukan adanya penggunaan
sebuah media pembelajaran yang tepat dalam menyampaikan kepada siswa
dalam proses belajar mengajar, penggunaan media yang dibarengi dengan
2 Atiek Winarti dan Yudha Irhasyuarna, Optimalisasi Peran Laboratorium Sebagai Upaya Menyiapkan Pembelajaran Kimia di SMU dalam Menghadapi Abad 21 (vidya Karya : Jurnal pendidikan dan kebudayaan, 2001), No. 30, Th VII, hal. 354
4
metode pembelajaran yang tepat merupakan faktor yang penting dan sangat
berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.
Konsep pembelajaran IPA khususnya kimia menuntut adanya perubahan
peran guru. Pada konsep tradisional guru lebih berperan sebagai transformator,
artinya guru berperan hanya sebagai penyampai informasi, ide, atau gagasan,
dan guru berada didepan kelas menyampaikan materi pelajaran, sedangkan
siswa hanya mendengar, menyimak, dan mencatat, kadang siswa diselingi
pertanyaan dan latihan. Pola ini membuat siswa kurang aktif hanya menerima
materi saja, seperti halnya analogi gelas yang siap diisi air. Kondisi ini tidak
sesuai dengan konsep pembelajaran (instructional). Pembelajaran memandang
siswa sebagai individu yang aktif, memiliki kemampuan dan potensi yang
perlu dieksplorasi secara optimal. Agar pembelajaran lebih optimal, maka
model pembelajaran harus efektif dan selektif sesuai dengan konsep yang
diajarkan, sehingga siswa termotivasi untuk ikt serta dalam proses
pembelajaran. Selain memandang penting peran aktif siswa dalam belajar,
pembelajaran juga menuntut peran guru lebih luas. Diantara tugas guru tersebut
adalah guru tidak hanya menerangkan dan menjelaskan materi kepada siswa,
tetapi juga mengajak siswa untuk ikut akif dalam proses belajar mengajar
tersebut, karena keberhasilan suatu proses belajar mengajar sangat ditentukan
oleh kualitas dan kemampuan guru3.
Pemilihan metode atau model pembelajaran yang tepat, tidak hanya
mempertimbangkan tujuan pendidikan, tetapi juga harus mempertimbangkan
keaktifan, potensi dan tingkat perkembangan siswa yang beragam, serta
bagaimana memotivasi siswa. Oleh karena itu, guru dituntut untuk mempunyai
kreativitas yang tinggi dalam menggunakan model pembelajaran untuk
menunjang tercapainya proses belajar mengajar.
Salah satu metode pembelajaran yang membuat siswa lebih aktif adalah
pembelajaran kooperatif. Metode pembelajaran kooperatif memiliki berbagai
3 Wina Sanjaya, STRATEGI PEMBELAJARAN Beroeientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta:Kencana, 2008), cet. 5, hal.50.
5
macam model, salah satunya adalah Talking Chips. Di dalam Talking Chips
siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil sekitar 4-5 orang perkelompok.
Dalam kelompoknya para siswa diminta untuk mendiskusikan suatu masalah
atau materi pelajaran. Kemudian setiap kelompok diberikan 4-5 kartu yang
digunakan untuk siswa berbicara. Setelah siswa mengemukakan pendapatnya,
maka kartu disimpan di atas meja kelompoknya. Proses dilanjutkan sampai
seluruh siswa dapat menggunakan kartunya untuk berbicara. Cara ini membuat
tidak ada siswa yang mendominasi dan tidak ada siswa yang tidak aktif, semua
siswa harus mengungkapkan pendapatnya. Teknik ini memberikan kesempatan
kepada siswa untuk lebih aktif berkomunikasi dengan guru atau siswa lainnya
di dalam kelas, sehingga terjadilah suatu pembelajaran yang hidup di dalam
kelas.
Talking Chips mempunyai dua proses yang penting, 4 yaitu; proses sosial
dan proses dalam penguasaan materi. Proses sosial berperan penting dalam
Talking Chips yang menuntut siswa untuk dapat bekerjasama dalam
kelompoknya, sehingga para siswa dapat membangun pengetahuan mereka di
dalam suatu bingkai sosial yaitu pada kelompoknya. Para siswa belajar untuk
berdiskusi, meringkas, memperjelas suatu gagasan, dan konsep materi yang
mereka pelajari, serta dapat memecahkan masalah-masalah.
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ikatan kimia. Dalam
ikatan kimia siswa harus dapat menentukan ikatan ion, ikatan kovalen, ikatan
kordinasi, dan ikatan logam. Pada tahap instrumen dalam Talking Chips, siswa
dalam satu kelompok berkumpul dalam satu meja, kemudian diberikan 4-5
kartu yang digunakan siswa untuk menjawab pertanyaan. Setiap kelompok
diberikan lembar soal dan setiap siswa dalam kelompok diminta berdiskusi
untuk menemukan jawabannya. Misalnya: dalam soal tersebut siswa harus
menentukan ikatan yang terbentuk dari 11Na dan 17Cl atau siswa diminta untuk
menyebutkan ciri-ciri dari ikatan kovalen koordinasi. Setiap siswa yang ingin
berbicara atau mengungkapkan suatu ide, siswa tersebut terlebih dahulu harus
4 Sonia Casal, “Talking Chips (A Book of Multiple Intelligence Exercise From Spain), google: www.Hlmtmag.co.uk/jul 02/teach.htm
6
mengangkat kartunya, kemudian kartunya disimpan di tengah meja. Proses
dilanjutkan sampai seluruh siswa dapat menggunakan kartunya untuk
berbicara. Cara ini membuat tidak ada siswa yang mendominasi dan tidak ada
siswa yang tidak aktif, semua siswa harus mengungkapkan pendapatnya. Oleh
karena itu setiap siswa dalam setiap kelompok harus dapat memahami materi
Ikatan Kimia untuk mempertahankan posisi kelompoknya.
Pembelajaran kooperatif model Talking Chips yang diterapkan pada
pokok bahasan Ikatan Kimia juga diharapkan dapat meningkatkan motivasi
siswa secara efektif dan dapat menghilangkan kejenuhan siswa dalam belajar
ke arah pembelajaran yang menciptakan interaktif sesama siswa, sehingga
siswa dapat terdorong minat dan motivasinya untuk belajar kimia yang pada
akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar kimia.
Berdasarkan uraian di atas penulis mencoba melakukan penelitian
dengan mengangkat judul penelitian “Pengaruh Model Pembelajaran
Kooperatif Dengan Teknik Talking Chips Terhadap Hasil Belajar Kimia
Pada Konsep Ikatan Kimia”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, beberapa masalah yang dapat di
identifikasikan dan dijadikan alasan penulis untuk membahas judul penelitian
di atas adalah sebagai berikut:
1. Materi kimia dianggap sulit oleh sebagian siswa, karena kurangnya
pemahaman dan penguasaan konsep dasar dalam pembelajaran kimia.
2. Masih kurangnya kreativitas dari seorang guru dalam menggunakan model
pembelajaran untuk menunjang tercapainya proses belajar mengajar.
3. Masih minimnya penggunaan metode atau model dalam proses belajar
mengajar sehingga kurangnya motivasi siswa untuk ikut serta dalam
proses pembelajaran tersebut.
7
C. Pembatasan Masalah
Dari beberapa pertanyaan yang timbul dalam identifikasi masalah, disini
peneliti hanya membatasi pada pengaruh model pembelajaran kooperatif teknik
Talking Chips terhadap hasil belajar kimia siswa. Hasil belajar kimia yang
diukur pada penelitian ini adalah ranah kognitif pada hasil belajar kimia siswa
pada konsep Ikatan Kimia di MA Jamiyah Islamiyah Pondok Aren, Tangerang
kelas X.
D. Perumusan Masalah Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang telah diuraikan
sebelumnya di atas, maka masalah yang akan diteliti dirumuskan sebagai
berikut: “Apakah terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif dengan
teknik Talking Chips terhadap hasil belajar kimia siswa?”
E. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui secara empirik
apakah pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif
dengan teknik Talking Chips memperlihatkan hasil belajar yang lebih tinggi
dibandingkan pada pembelajaran konvensional/klasikal dalam pembelajaran
kimia.
F. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat bermanfaat
untuk:
1. Bagi peneliti, dapat membantu dalam mengembangkan metode
pembelajaran yang sudah ada menjadi metode yang lebih bervariatif dan
berkualitas bagi kemajuan pendidikan.
2. Bagi guru bidang studi khususnya kimia, dapat dijadikan sarana untuk
memperbaiki kualitas pendidikan dengan cara penggunaan metode
pembelajaran yang dapat menciptakan suasana belajar yang
menyenangkan.
8
3. Bagi siswa dapat memberikan motivasi belajar, melatih keterampilan,
bertanggung jawab pada setiap tugasnya, mengembangkan kemampuan
berfikir, meningkatkan interaksi sosial, dan memberikan bekal untuk dapat
bekerjasama dengan orang lain baik dalam belajar maupun dalam
masyarakat.
9
BAB II KAJIAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEPTUAL
A. Deskripsi Teoritis
1. Hakikat Pembelajaran Kooperatif
Kooperatif adalah sebuah kata yang diambil dari bahasa Inggris
dengan kata kerja to cooperate yang berarti bekerja bersama-sama.
Sedangkan kooperatif dalam kamus bahasa Indonesia memiliki arti bersifat
kerjasama. Secara umum, pengertian pembelajaran kooperatif ditafsirkan
berbeda-beda oleh para ahli. Seperti yang dikutip oleh Wakhinudin, menurut
Slavin (1995) pembelajaran kooperatif adalah salah satu variasi dari metode
pengajaran dimana siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil sehingga
mereka saling membantu antara satu dengan yang lainnya dalam
mempelajari suatu pokok bahasan.5
Menurut Wina Sanjaya, mendefinisikan pembelajaran kooperatif
adalah suatu model pembelajaran dengan menggunakan sistem
pengelompokkan/tim kecil, yaitu antara 4 atau 6 orang yang mempunyai
latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang
berbeda (heterogen)6. Sedangkan menurut Eggen dan Kauchak dalam
Trianto pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi
pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara kolaborasi untuk mencapai
tujuan bersama. Di dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama
dalam kelompok – kelompok kecil yang terdiri dari 4 -5 orang. Tujuan
dibentuknya kelompok tersebut adalah untuk memberikan kesempatan
kepada semua siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berfikir
5 Wakhinudin,S, Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Terhadap Hasil Belajar (Suatu Meta Analisis), Forum Pendidikan, Universitas Negeri Padang Press,(maret 2003), hal. 3.
6 Wina Sanjaya, STRATEGI PEMBELAJARAN Beroeientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta:Kencana, 2008), cet. 5, hal.240.
9
10
dan kegiatan belajar. Selama bekerja dalam kelompok, tugas anggota
kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan oleh guru dan
saling membantu teman sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan
belajar.7
Dari beberapa pengertian pembelajaran kooperatif yang
dikemukakan para ahli dapat disimpulkan bahwa pembelajaan kooperatif
adalah kegiatan belajar mengajar dalam suatu kelompok kecil yang
memiliki tingkat kemampuan yang berbeda, tiap anggota kelompok saling
bekerjasama dalam menyelesaikan tugas untuk mencapai hasil belajar yang
baik.
Pembelajaran kooperatif mempunyai asumsi bahwa untuk mencapai
hasil yang optimal dalam pembelajaran, siswa perlu menjadi bagian dari
satu sistem kerjasama dalam kelompok. Yang perlu diperhatikan dalam
pembelajaran kooperatif adalah keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh
kemampuan semata, tetapi juga oleh peran masing-masing anggota secara
bersama di dalam kelompok.
Tabel 2.1 Perbedaan kelompok belajar kooperatif dengan kelompok belajar
konvensional8.
Kelompok belajar kooperatif Kelompok belajar konvensional Adanya saling ketergantungan positif, saling membantu, dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif
Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok.
Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok dan kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya, sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.
Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok sehingga anggota kelompok lainnya hanya “mendompleng” keberhasilan “pemborong”.
Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya.
Kelompok belajar biasanya homogen.
Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok.
Pemimpin kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dengan cara masing-masing.
Keterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong-royong seperti: kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi, mempercayai orang lain, dan mengelola konflik secara langsung diajarkan.
Keterampilan sosial sering tidak secara langsung diajarkan.
Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam kerjasama antar anggota kelompok.
Pemantauan melalui observasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung.
Guru memperhatikan secara proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.
Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.
Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas tetapi juga hubungan interpersonal (hubungan antar pribadi yang saling menghargai).
Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas.
Pembelajaran kooperatif sangat berbeda dengan pengajaran
langsung. Di samping pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk
mencapai hasil belajar akademik, pembelajaran kooperatif juga efektif untuk
mengembangkan keterampilan sosial siswa. Beberapa ahli berpendapat
bahwa model pembelajaran ini unggul dalam membantu siswa dalam
memahami konsep-konsep yang sulit. Para pengembang model ini telah
menunjukkan bahwa model kooperatif telah meningkatkan penilaian siswa
pada belajar akademik, dan perubahan norma yang berhubungan dengan
hasil belajar.
Selain itu, model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk
mencapai hasil belajar berpa prestasi akademik, toleransi, menerima
12
keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial. Untuk mencapai hasil
belajar itu model pembelajaran kooperatif menuntut kerjasama dan
interpendensi peserta didik dalam struktur tugas, struktur tujuan, dan
struktur reward. Struktur tugas berhubungan bagaimana tugas diorganisir,
struktur tujuan dan reward mengacu pada derajat kerjasama atau kompetisi
yang dibituhkan untuk mencapai tujuan maupun reward.9
Penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi
belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan kemampuan hubungan sosial,
menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri dan orang lain, serta dapat
meningkatkan harga diri. Pembelajaran kooperatif juga dapat merealisasikan
kebutuhan siswa dalam belajar berfikir, memecahkan masalah, dan
mengintegrasikan pengetahuan dengan keterampilan.
Agar pembelajaran kooperatif dapat berjalan sesuai dengan harapan,
maka siswa perlu diajarkan keterampilan-keterampilan kooperatif.
Keterampilan kooperatif tersebut berfungsi untuk melancarkan peranan
hubungan kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun
mengembangkan komunikasi antar anggota kelompok, sedangkan peranan
tugas dapat dilakukan dengan membagi tugas antar anggota kelompok.
Lungren dalam Trianto, menyusun keterampilan-keterampilan
kooperatif tersebut secara terinci dalam tiga tingkatan keterampilan.
Tingkatan tersebut yaitu keterampilan kooperatif tingkat awal, tingkat
menengah dan tingkat mahir.10
a. Keterampilan kooperatif tingkat awal, antara lain:
1). Berada dalam tugas, yaitu menjalankan tugas sesuai dengan
tanggungjawabnya.
2). Mengambil giliran dan berbagi tugas, yaitu menggantikan teman
dengan tugas tertentu dan mengambil tanggungjawab tertentu dalam
3). Mendorong adanya partisipasi, yaitu memotivasi semua anggota
kelompok untuk memberikan konstribusi.
4). Menggunakan kesempatan, yaitu menyamakan persepsi/pendapat.
b.Keterampilan kooperatif tingkat menengah, antara lain:
1). Mendengarkan dengan aktif, yaitu menggunakan pesan fisik dan verbal
agar pembicara mengetahui anda secara energik menyerap informasi.
2) Bertanya, yaitu meminta atau menanyakan informasi atau klarifikasi
lebih lanjut.
3) Menafsirkan, yaitu menyampaikan kembali informasi dengan kalimat
berbeda.
4) Memeriksa ketepatan, yaitu membandingkan jawaban, memastikan
bahwa jawaban tersebut benar.
c. Keterampilan kooperatif tingkat mahir
Keterampilan kooperatif tingkat mahir ini antaralain: mengolaborasi, yaitu
memperluas konsep, membuat kesimpulan dan menghubungkan pendapat-
pendapat dengan topik tertentu.
Pembelajaran kooperatif diharapkan dapat meningkatkan
pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan, belajar untuk
bekerjasama, menghargai pendapat orang lain dan tanggung jawab antara
sesama siswa terhadap kelompoknya untuk memperoleh yang terbaik bagi
kelompoknya dalam belajar dan menyelesaikan tugas.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif
merupakan suatu pendekatan pengajaran yang mengutamakan siswa untuk
saling bekerjasama satu dengan yang lainnya untuk memahami dan
mengerjakan segala tugas belajar mereka. Beberapa unsur penting dalam
pembelajaran kooperatif meliputi kerjasama dalam menyelesaikan tugas,
mendorong untuk bekerjasama yang terstruktur, tanggungjawab individu
dan kelompok yang heterogen. Pembelajaran kooperatif digunakan dalam
kelas yang selalu diliputi kerjasama dalam menyelesaikan tugas. Dalam
kelompok belajar, semua anggota kelompok bekerjasama dan tidak memiliki
respon yang terpisah.
14
a. Prinsip dasar dan Ciri-ciri Dalam Pembelajaran Kooperatif
Adapun prnsip dasar dan elemen yang terkait dalam
pembelajaran kooperatif menurut Munir Tanree sebagai berikut11:
1). Saling ketergantungan positif. Dalam hal ini, dituntut adanya
interaksi promotif yang memungkinkan sesama siswa saling
memberikan motivasi untuk meraih hasil belajar yang optimal.
Saling ketergantungan antara lain dalam hal pencapaian tujuan,
penyelesaian tugas, bahan dan sumber, peran, dan hadiah.
2). Interaksi tatap muka. Siswa harus saling berhadapan da saling
membantu dalam pencapaian tujuan belajar dan sumbangan
pemikiran dalam pemecahan masalah, siswa harus mengembangkan
keterampilan berkomunikasi secara efektif.
3). Pertangungjawaban individu. Setiap individu dalam kelompok
bertanggung jawab terhadap nilai kelompok, penilaian kelompok
didasarkan pada rata-rata nilai semua anggota kelompok secara
individu.
4). Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi merupakan
keterampilan sosial yang harus dimiliki dan diajarkan pada siswa
seperti: tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, berani
mempertahankan pikiran logis, mengkritik ide bukan mengkritik
teman, tidak mendominasi orang lain, dan mandiri.
Sedangkan menurut Shepardson, ciri-ciri model pembelajaran
kooperatif sebagai berikut12:
1). Pendidik harus mengupayakan terwujudnya interaksi antar peserta
didik yang berada dalam sebuah kelompok (student-to-student
interaction). Oleh karena itu, guru harus dapat menciptakan kondisi
11 Munir Tanree, Model Pembelajaran Konstruktiviis Realistik dengan Setting Kooperatif Serta Dampaknya Terhadap Pemahaman Konsep Kimia. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Maret 2009, hal. 268-269.
12 A. Syukur Ghazali, Menerapkan Paradigma Konstrktivisme Melalui Strategi Belajar Kooperatif dalam Pembelajaran Bahasa, (Malang: Universitas Malang) Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, Oktober 2002, hal. 115
15
yang mampu memberikan kesempatan yang merata kepada anggota
kelompok untuk memberikan pendapat, menyampaikan ringkasan,
mempertahankan pendapat, ataupun memberikan jalan keluar jika
mengalami permasalahan dalam diskusi.
2). Pendidik harus menciptakan interpendensi positf di kalangan anggota
kelompok. Artinya, masing-masing anggota kelompok harus
diupayakan terlibat dalam kegiatan belajar mengajar, pendidik perlu
menjelaskan kepada kelompok bahwa masing-masing anggota harus
membiasakan diri mendengarkan dengan bak pendapat anggota lain,
menerima pendapat anggota lain, dan berupaya dapat membantu
teman lain menyumbangkan pikirannya.
3). Kemampuan masing-masing anggota kelompok diperhitungkan
secara adil (individual acountability). Di dalam pembelajaran
kooperatif, tidak ada peserta kelompok yang diperbolehkan
mengemukakan pendapatnya secara sukarela, masing-masing
anggota kelompok akan menyampaikan pendapatnya. Oleh karena
itu, seorang anggota kelompok akan menerima tugas dari pendidik,
misalnya sebagai pemimpin kelompok, sebagai perumus hasil
diskusi, atau sebagai penyamapi hasil diskusi.
4). Pembelajaran kooperatif menekankan pada pencapaian tujuan
bersama (group process skill). Pembelajaran ini mengajarkan kepada
peserta didik untuk saling memberi informasi, saling mengajarkan
jika ada anggota kelompok yang belum mampu, dan saling
menghargai pendapat anggotanya.
b. Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Pengelolaan pembelajaran dengan metode pembelajaran
kooperatif memiliki 3 tujuan yang ingin dicapai, yaitu:13
Fase 3 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien
Fase 4 Membimbing kelompok belajar dan bekerja
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka
Fase 5 Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing anggota kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
Fase 6 Memberkan penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok
2. Pembelajaran Kooperatif Model Talking Chips
Talking adalah sebuah kata yang diambil dari bahasa inggris yang
berarti berbicara, sedangkan Chips yang berarti kartu. Jadi arti Talking Chips
adalah kartu untuk berbicara. Sedangkan Talking Chips dalam pembelajaran
kooperatif yaitu pembelajaran yang dilakukan dalam kelompok kecil yang
terdiri atas 4-5 orang, masing-masing anggota kelompok membawa
sejumlah kartu yang berfungsi untuk menandai apabila mereka telah
berpendapat dengan memasukkan kartu tersebut ke atas meja.
Model pembelajaran Talking Chips merupakan salah satu model
pembelajaran yang menggunakan metode pembelajaran kooperatif. Dalam
pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok
kecil dan saling membantu satu sama lain. Kelas disusun dalam kelompok
yang terdiri atas 4-5 orang siswa dengan kemampuan yang heterogen.
Heterogen dalam hal ini, perolehan nilai sebelumnya, jenis kelamin, agama,
etnis/suku, dan sebagainya. Sehingga dalam setiap kelompok terdapat siswa
yang nilainya tinggi, sedang, dan rendah, baik laki-laki, maupun perempuan.
Talking Chips merupakan salah satu dari 200 struktur yang
dikembangkan Kagan dengan tujuan untuk mengembangkan partisipasi
18
dalam suatu kelompok15. Di dalam Talking Chips siswa dibagi dalam
kelompok-kelompok kecil sekitar 4-6 orang perkelompok. Dalam
kelompoknya para siswa diminta untuk mendiskusikan suatu masalah atau
materi pelajaran. Setiap kelompok diberi 4-5 kartu yang digunakan untuk
siswa berbicara. Setelah siswa mengemukakan pendapatnya, maka kartu
disimpan di atas meja kelompoknya. Proses dilanjutkan sampai seluruh
siswa dapat menggunakan kartunya untuk berbicara. Cara ini membuat tidak
ada siswa yang mendominasi dan tidak ada siswa yang tidak aktif, semua
siswa harus mengungkapkan pendapatnya. Disamping itu, penerapan model
pembelajaran kooperatif teknik Talking Chips merupakan suatu model
pembelajaran yang berpusat pada siswa (student oriented), dimana model
pembelajaran ini sesuai menempati posisi sentral sebagai subyek belajar
melalui aktivitas mencari dan menemukan materi pelajaran sendiri. Menurut
Wina Sanjaya dalam Supri Wahyudi Utomo, yang menyatakan bahwa
dengan beraktivitas siswa bukan hanya dituntut menguasai sejumlah
informasi dengan cara menghafal, akan tetapi bagaimana memperoleh
informasi secara mandiri dan kreatif melalui aktivitas mencari dan
menemukan. Dengan demikian apa yang dipelajari menjadi lebih bermakna,
sebab didapatkan melalui proses pengalaman belajar, bukan hasil
pemberitahuan orang lain.16
Talking Chips mempunyai dua proses yang penting, yaitu;17 proses
sosial dan proses dalam penguasaan materi. Proses sosial berperan penting
dalam Talking Chips yang menuntut siswa untuk dapat bekerjasama dalam
kelompoknya, sehingga para siswa dapat membangun pengetahuan mereka
di dalam suatu bingkai sosial yaitu pada kelompoknya. Para siswa belajar
15 Chris-hunt dan Alison Miyake, “Is Your Classoom Under Control? Dicipline In The Non-Teacher’s Classroom”, google: www. Davidenglishhouse.com/snakes pdfs/winter 2003/features/winter 2003 hunt-miyake.pdf.
16 Supri Wahyudi utomo, Penerapan Metode Talking Chips Dalam Pembelajaran Kooperatif Guna meningkatkan Prestasi Belajar Kewirausahaan di SMKN 1 Madiun, (Madiun: IKIP PGRI Madiun, 2007).hal. 49
17 Sonia Casal, “Talking Chips (A Book of Multiple Intelligence Exercise From Spain), google: www.Hlmtmag.co.uk/jul 02/teach.htm
19
untuk berdiskusi, meringkas, memperjelas suatu gagasan, dan konsep materi
yang mereka pelajari, serta dapat memecahkan masalah-masalah.
Talking Chips juga mempunyai dua komponen utama, yaitu;18
komponen tugas kooperatif dan komponen insentif kooperatif. Komponen
tugas kooperatif berkaitan dengan hal yang menyebabkan anggota
bekerjasama dalam menyelesaikan tugas kelompok. Sedangkan komponen
insentif kooperatif merupakan sesuatu yang dapat membangkitkan motivasi
individu untuk bekerjasama mencapai tujuan kelompok.
Talking Chips mempunyai tujuan tidak hanya sekedar penguasaan
bahan pelajaran, tetapi adanya unsur kerjasama untuk penguasaan materi
tersebut. Hal ini menjadi ciri khas dalam pembelajaran kooperatif.
Disamping itu, Talking Chips merupakan metode pembelajaran secara
kelompok, maka kelompok merupakan tempat untuk mencapai tujuan
sehingga kelompok harus mampu membuat siswa untuk belajar. Dengan
demikian semua anggota kelompok harus saling membantu untuk mencapai
tujuan pembelajaran.
Selain dengan kelompoknya, siswa juga dapat berinteraksi dengan
anggota kelompok lain sehingga tercipta kondisi saling ketergantungan
positif di dalam kelas mereka pada waktu yang sama. Proses penguasaan
materi berjalan karena para siswa dituntut untuk dapat menguasai materi.
a. Cara-cara pembelajaran kooperatif model Talking Chips
Terdapat lima langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran yang
menggunakan pembelajaran kooperatif. Langkah-langkah itu
ditunjukkan pada tabel 2.3
18 Supri Wahyudi utomo, Penerapan Metode Talking Chips Dalam Pembelajaran Kooperatif Guna meningkatkan Prestasi Belajar Kewirausahaan di SMKN 1 Madiun, (Madiun: IKIP PGRI Madiun, 2007). Hal. 6
20
Tabel 2.3 : Cara-cara pembelajaran kooperatif model Talking Chips19
No Tahap kegiatan 1. Masing-masing anggota dalam kelompoknya diberikan 4-5 kartu. 2. Para siswa dalam kelompoknya membahas topik atau berdiskusi untuk
menyelesaikan masalah yang diberikan guru. 3. Setiap siswa yang ingin berbicara atau mengungkap suatu ide, siswa
tersebut terlebih dahulu harus mengangkat kartunya, kemudian kartunya disimpan di tengah meja pada kelompoknya.
4. Siswa tidak dapat berbicara lagi jika kartu miliknya sudah habis, sampai semua kartu milik siswa lain pada kelompoknya juga habis.
5. Jika kartu semuanya sudah digunakan dan kelompoknya masih merasakan kebutuhan untuk mengungkapkan ide yang tertinggal, maka proses dapat dimulai kembali.
b. Kelebihan dan kelemahan pembelajaran kooperatif model Talking
Chips.
Dalam pembelajaran kooperatif model Talking Chips masing-
masing anggota kelompok mendapatkan kesempatan untuk memberikan
kontribusi mereka dan mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota
yang lain dalam kelompoknya. Keunggulan lain dari model ini adalah
untuk mengatasi hambatan pemerataan kesempatan yang sering
mewarnai kerja kelompok. Dalam banyak kelompok kooperatif yang lain
sering ada anggota yang selalu dominan dan banyak bicara. Sebaliknya,
ada juga anggota yang pasif dan pasrah saja pada rekannya yang lebih
dominan. Dalam situasi seperti ini, pemerataan tanggung jawab dalam
kelompok bisa tidak tercapai karena anggota yang pasif akan selalu
menggantungkan diri pada rekannya yang dominan. Model pembelajaran
Talking Chips memastikan bahwa setiap siswa mendapatkan kesempatan
untuk berperan serta.
Sedangkan kelemahan dalam model pembelajaran Talking Chips
diantaranya:
19 Sonia Casal, “Talking Chips (A Book of Multiple Intelligence Exercise From Spain), google: www.Hlmtmag.co.uk/jul 02/teach.htm
21
1). Tidak semua konsep dalam kimia dapat mengungkapkan model
Talking Chips, disinilah tingkat profesionalitas seorang guru dapat
dinilai. Seorang guru yang profesional tentu dapat memilih metode
dan model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang akan
dibahas dalam proses pembelajaran.
2). Pengelolaan waktu saat persiapan dan pelaksanaan perlu
diperhatikan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, terutama
dalam proses pembentukan pengetahuan siswa.
3). Pembelajaran model Talking Chips adalah model pembelajaran
yang menarik namun cukup sulit dalam pelaksanaannya, karena
memerlukan persiapan yang cukup sulit. Selain itu dalam
pelaksanaannya guru dituntut untuk dapat mengawasi setiap siswa
yang ada di kelas. Hal ini cukup sulit dilakukan terutama jika
jumlah siswa dalam kelas terlalu banyak.
c. Persamaan dan perbedaan pembelajaran kooperatif model Talking
Chips dengan model-model pembelajaran kooperatif yang lain.
Semua model-model pembelajaran kooperatif yang berlandaskan
metode pembelajaran kooperatif mempunyai tujuan, ciri-ciri, unsur-
unsur, konsep-konsep, dan keterampilan-keterampilan pembelajaran
yang sama, akan tetapi setiap model dalam pembelajaran kooperatif
mempunyai ciri khas tertentu.
Pembelajaran kooperatif model Talking Chips dapat
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan idenya,
sehingga tidak ada siswa yang mendominasi dan siswa yang diam saja.
Pembelajaran kooperatif model Talking Chips dapat membantu guru
untuk memonitor tanggung jawab individu siswa. Selain itu dalam
pembelajaran kooperatif model Talking Chips juga akan melatih siswa
untuk berpartisipasi aktif dalam berkomunikasi. Kemampuan ini sangat
penting sebagai bekal dalam hidup bermasyarakat, sehingga sangat
penting bagi guru untuk membekali sebelumnya dengan kemampuan
22
berkomunikasi, mengingat bahwa tidak semua siswa memiliki tingkat
kemampuan untuk berkomunikasi
3. Hasil Belajar Kimia
a. Pengertian Belajar
Aktivitas belajar telah ada sejak manusia lahir. Hampir di
sepanjang waktunya manusia melaksanakan ritual-ritual belajar.
Pengetahuan, kemampuan, kebiasaan, kegemaran dan sikap seseorang
terbentuk, dimodifikasi dan berkembang disebabkan karena belajar.
Menurut pendapat yang tradisional, belajar hanyalah dianggap sebaga
pengumpul sejumlah ilmu saja.
Secara umum, pengertian belajar ditafsirkan berbeda-beda oleh
para ahli. Menurut Muhibbin Syah, belajar adalah tahapan perubahan
tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan
interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.20
Sedangkan menurut Ngalim Purwanto, belajar merupakan suatu
perubahan tingkah laku, dimana perubahan itu mengarah kepada tingkah
laku baik, tetapi ada juga kemungkinan mengarah kepada tingkah laku
yang lebih buruk.21 Menurut Syaiful Bahri Djamarah, belajar adalah
serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh perubahan tingkah
laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan
lingkungannya yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik.22
Berdasarkan ketiga pendapat tersebut, dapat ditarik kesimpulan
bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku, baik kepada
tingkah laku yang baik atau buruk. Perubahan-perubahan yang terjadi
pada belajar ini terjadi secara sadar, brsifat relatif menetap, bersifat
20 Muhibbin Syah, “Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru” PT Remaja Rosdakarya”, 2007. hal. 92
Ilmu kimia adalah ilmu pengetahuan alam yang mempelajari
tentang materi yang meliputi struktur, sifat dan perubahan materi serta
energi yang menyertainya.34 Ilmu kimia ini sarat dan konsep (terutama
konsep) bersifat abstrak dan konsep-konsep ini berjenjang, berkembang
dari konsep yang sederhana menuju konsep yang lebih kompleks.
Pelajaran kimia bagi sebagian siswa merupakan salah satu
pelajaran yang sulit. Banyak diantara siswa merasa tidak mampu atau
kurang mempunyai dasar yang kuat dalam mempelajari kimia. Dalam
mempelajari kimia diperlukan kemampuan yang intelektual untuk
memahaminya. Seperti yang dikutip oleh Atiek Winarti dan yudha
Irhasyuara, Pelajaran kimia menjadi momok yang menakutkan karena
adanya pandangan yang salah tentang kimia itu sendiri. Selama ini para
siswa mengangap konsep-konsep yang ada dalam pelajaran kimia sebagai
konsep-konsep abstrak yang sulit yang sulit diaplikasikan ke dalam
kehidupan nyata35.
Menurut teori belajar kontruktivisme, dalam mempelajari suatu
konsep, siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan
informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama
dan merevisinya apabila aturan-aturan tersebut tidak lagi sesuai. Hal
tersebut dilakukan agar siswa benar-benar paham terhadap materi yang
dipelajari dan dapat menerapkan pengetahuan, dapat memecahkan
masalah, berusaha dengan sungguh-sungguh melalui ide-idenya.36
Tujuan pembelajaran kimia yaitu agar siswa dapat memahami
konsep-konsep kimia dan saling keterkaitannya, mengembangkan daya
34J.M.C Johati, M Rachmawati, Kimia SMU Untuk Kelas X, (Jakarta: Erlangga, 2004), h. 2 35 Atiek Winarti dan Yudha Irhasyuarna, Optimalisasi Peran Laboratorium Sebagai Upaya
Menyiapkan Pembelajaran Kimia di SMU dalam Menghadapi Abad 21 (vidya Karya : Jurnal pendidikan dan kebudayaan, 2001), No. 30, Th VII, h. 354
36Ni Nyoman Parwati, Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Open-Ended Di- Kelas SMU Laboratorium IKIP Negri Singaraja, (Singaraja: IKIP Negri Singaraja, 2003), Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, No 4, Th XXXVI, h.41
33
penalaran, mengembangkan, keterampilan proses untuk memperoleh
konsep-konsep kimia dan menumbuhkan nilai-nilai sikap, menerapkan
konsep dan prinsip kimia untuk menghasilkan karya teknologi sederhana
yang berkaitan dengan kebutuhan manusia.
4. Konsep Dasar Teori Ikatan Kimia
Setiap unsur memiliki kecendrungan untuk mencapai konfigurasi
elektron yang stabil (konfigurasi gas mulia/golongan VIII A). Gas mulia
mempunyai elektron valensi sebanyak 8 elektron atau 2 elektron (He).
Karena masing-masing elektron valensi pada unsur gas mulia sudah
berpasangan/konfigurasi penuh. Yaitu konfigurasi oktet dan duplet. Hal
inilah yg menyebabkan gas mulia bersifat stabil dan tidak reaktif
Lambang Lewis digunakan untuk dapat menggambarkan ikatan
kimia dalam suatu molekul. Lambang Lewis suatu unsur adalah lambang
kimia unsur tersebut yang dikelilingi oleh titik-titik. Titik-titik
menunjukkan elektron yang berada pada kulit terluar (elektron valensi).
No atom Na : 11
Konfigurasi elektron Na : 2 8 1
No atom Cl : 17
Konfigurasi elektron Cl : 2 8 7
Ikatan ion terbentuk karena adanya gaya tarik-menarik elektrostatis
antara ion positif dengan ion negatif. Ikatan ion pada umumnya terjadi
antara atom-atom yang mempunyai energi ionisasi rendah dengan atom-
atom yang mempunyai afinitas elektron yang besar. Unsur-unsur logam
umumnya mempunyai energi ionisasi yang rendah, sedangkan unsur-unsur
non logam mempunyai afinitas elektron yang tinggi. Dengan demikian,
dapat dikatakan bahwa antara unsur-unsur logam dengan unsur-unsur non
34
logam umumnya akan membentuk ikatan ion. contohnya NaCl dan CaCl2.
beberapa sifat khas senyawa ion antara lain:37
a. Titik didih dan titik lelehnya tinggi
b. Keras, tetapi mudah patah
c. Penghantar panas yang baik
d. Lelehan maupun larutannya dapat menghantarkan listrik (elektrolit)
e. Larut dalam air
f. Tidak larut dalam senyawa-senyawa organik, misalnya alkohol, eter,
dan benzena.
g. Pada suhu kamar umumnya berwujud padat
h. Tidak dapat dibakar
Ikatan kovalen merupakan ikatan yang terbentuk karena pemakaian
pasangan elektron bersama. Pasangan elektron ini dapat berasal dari
masing-masing atom yang saling berikatan, dan ikatannya disebut ikatan
maka diperoleh ttabel sebesar 2,048, maka thitung > ttabel (2,74 > 2,048)
adalah menolak hipotesis nol (Ho) dan menerima hipotesis alternatif
(Ha). Dengan demikian, ini dapat menguji kebenaran hipotesis, yaitu
model pembelajaran kooperatif teknik Talking Chips memberikan
60
pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar. Hasil perhitungan uji
hipotesis data skor postest dapat disajikan dalam lampiran 21.
B. Pembahasan Hasil Penelitian
Melalui tes yang dilakukan sebelum pembelajaran (pretest) dan sesudah
pembelajaran (postest) tampak ada perubahan hasil dan pemahaman konsep.
Berdasarkan hasil perhitungan rata-rata postest hasil belajar kimia siswa
dengan penerapan metode kooperatif teknik Talking Chips sebesar 77,17 dan
rata-rata postes dengan metode diskusi biasa 68,67. Hal ini menunjukkan
bahwa hasil belajar kimia siswa yang diajarkan dengan metode kooperatif
teknik Talking Chips lebih baik dalam meningkatkan pemahaman konsep
siswa daripada dengan metode diskusi biasa.
Setelah dilakukan pengolahan data secara statistik yaitu dengan
menggunakan uji t diperoleh hasil thitung = 2,74, sedangkan nilai ttabel = 2,048.
maka diperoleh hasil thitung > ttabel, maka Ho ditolak. Hal ini menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh signifikan penerapan metode kooperatif teknik
Talking Chips terhadap hasil belajar kimia siswa pada konsep ikatan kimia.
Hasil belajar yang diperoleh dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya
adalah oleh faktor guru, siswa, serta metode pembelajaran. Dari hasil
pengamatan terlihat bahwa aktifitas siswa setelah proses pembelajaran
kooperatif teknik Talking Chips terjadi peningkatan terutama dalam hal
kerjasama kelompok.
Model pembelajaran yang dapat membantu guru dalam proses
pembelajaran kimia adalah model pembelajaran kooperatif teknik Talking
Chips, dimana siswa dibagi dalam beberapa kelompok kecil yang terdiri dari
4-5 orang dan masing-masing anggota kelompok membawa sejumlah kartu
yang berfungsi untuk menandai apabila mereka telah berpendapat dengan
memasukan kartu tersebut ke atas meja.
Tahap selanjutnya adalah diskusi kelompok, dimana siswa diajak untuk
berdiskusi bersama kelompoknya. Siswa mendiskusikan atau membahas topik
untuk menyelesaikan masalah yang diberikan oleh gurunya. Tahap ini
61
bertujuan untuk melatih kemampuan berfikir siswa untuk menyelesaikan
setiap persoalan yang dihadapi. Guru melatih siswa untuk memecahkan
masalah melalui diskusi kelompok, hal ini bertujuan supaya siswa saling
bertukar pikiran, bertukar pengalaman, dan berbagi ilmu pengetahuan dengan
temannya.
Kemudian siswa setiap kelompok melakukan presentasi di depan kelas.
Pada tahap ini dimana siswa masing-masing kelompok menyampaikan hasil
diskusi kelompoknya, mengemukakan berbagai macam alasan yang
mendukung hasil diskusi mereka. Setiap siswa yang ingin berbicara atau
mengungkapkan suatu ide, siswa tersebut terlebih dahulu harus mengangkat
kartunya, kemudian kartunya disimpan di tengah meja pada kelompoknya.
Proses dilanjutkan sampai seluruh siswa dapat menggunakan kartunya untuk
berbicara. Dalam hal ini, tidak ada siswa yang mendominasi dan tidak ada
siswa yang tidak aktif, semua siswa harus mengungkapkan pendapatnya.
Tahap ini bertujuan membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan
pemahaman konsep secara kompleks, dimana guru menyampaikan penjelasan
secara singkat tentang teori dan konsep serta mengoreksi jika terdapat
kesalahpahaman siswa.
Dari tahap-tahap yang telah dilakukan, siswa dilatih harus aktif melakukan
kegiatan, aktif berfikir, dan aktif dalam mengungkapkan suatu ide, sehingga
tidak ada siswa yang mendominasi dan tidak ada siswa yang diam saja.
Sedangkan guru hanya membantu agar proses pengkonstruksian pengetahuan
siswa berjalan lancer, guru disini tidak mentransferkan pengetahuan yang
telah dimiliki guru melainkan membantu siswa untuk membentuk
pengetahuannya sendiri. Selain itu siswa dilatih untuk berpartisipasi aktif
dalam berkomunikasi. Kemampuan ini sangat penting sebagai bekal dalam
hidup bermasyarakat, sehingga sangat penting sebagai bekal dalam hidup
bermasyarakat, sehingga sangat penting bagi guru untuk membekali
sebelumnya dengan kempuan berkomunikasi, mengingat bahwa tidak semua
siswa memiliki tingkat kemampuan untuk berkomunikasi.
62
Menurut Sonia Casal (2002) menyatakan bahwa Talking Chips
mempunyai dua proses penting, yaitu proses sosial dan proses dalam
penguasaan materi46. Metode pembelajaran kooperatif teknik Talking Chips
menekankan kepada keterampilan sosial dan penguasaan materi. Keterampilan
sosial diamati pada saat siswa berdiskusi pada kelompoknya. Keterampilan
yang diamati antara lain: cara bekerjasama, cara mengungkapkan pendapat,
menghormati pendapat teman, bertanggung jawab terhadap kelompok, saling
ketergantungan terhadap teman. Keterampilan-keterampilan pada metode
kooperatif teknik Talking Chips menjadikan siswa termotivasi untuk
memberikan yang terbaik untuk kelompok dan dirinya. Dengan demikian
dapat meningkatkan keterampilan sosial mereka pada saat berdiskusi dan
meningkatkan hasil belajar kimia siswa.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa siswa yang diajarkan dengan
metode kooperatif teknik Talking Chips memiliki penguasaan materi yang
lebih baik jika dibandingkan dengan siswa yang diajarkan dengan metode
diskusi biasa. Dengan adanya hal ini peningkatan pemahaman dan penguasaan
materi yang lebih baik berkenaan dengan konsep-konsep yang ada pada materi
ikatan kimia. Pemberian metode ini memicu siswa dapat belajar dari temannya
dan sekaligus membelajarkan temannya, sehingga saling timbul
ketergantungan positif.
Kelebihan pada pembelajaran dengan menggunakan metode kooperatif
teknik Talking Chips sangat mendukung dalam peningkatan hasil belajar.
Kelebihan tersebut terlihat dalam hal mengembangkan potensi siswa, seperti
terjadinya hubungan saling ketergantungan positif, mengembangkan semangat
kerja kelompok dan semangat kebersamaan, serta menumbuhkan komunikasi
yang efektif dan semangat kompetisi diantara anggota kelompok. Kemudian
pada kegiatan pembelajaran, tiap siswa mngemukakan pendapat, ide atau
46 Sonia Casal, “Talking Chips (A Book of Multiple Intelligence Exercise From Spain), google: www.Hlmtmag.co.uk/jul 02/teach.htm
63
gagasan maka siswa dilatih untuk lebih berani berkomunikasi dan
menghormati pendapat yang diutarakan siswa lain.
Salah satu peningkatan hasil belajar siswa disebabkan terjadinya diskusi
antar kelompok. Hal ini dikarenakan pembentukan kelompok yang heterogen
berdasarkan perbedaan kemampuan akademis dan jenis kelamin.
Pembentukan kelompok heterogen memberikan dampak positif karena dalam
pembelajarannya terjadi beberapa interaksi antar siswa yang dapat
menguntungkan baik untuk guru maupun untuk siswa. Yang pertama,
kelompok heterogen memberikan kesempatan untuk saling mengajar dan
saling mendukung. Kedua, kelompok ini meningkatkan relasi dan interaksi
antar ras, etnik dan gender.
Pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan kepada siswa
berinteraksi baik dengan guru maupun dengan siswa, dapat membantu
perkembangan perilaku siswa untuk meningkatkan prestasi. Berdasarkan
penelitian, metode kooperatif mengurangi peranan guru di kelas dan siswa
lebih aktif menanyakan kesulitan materi yang dipelajari. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Meinarni yang menyatakan bahwa
penggunaan metode kooperatif teknik Talking Chips menimbulkan keaktifan
siswa dalam berkomunikasi pada saat proses pembelajaran. Siswa merasa
senang berbagi dan bekerjasama dalam kelompok dan dapat memudahkan
siswa untuk memahami materi yang diajarkan47.
Dengan demikian, model pembelajaran kooperatif teknik Talking Chips
merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat membantu siswa dapat
memahami kandungan pembelajaran secara utuh, dikarenakan pembelajaran
kooperatif teknik Talking Chips ini dapat menunjukkan aktivitas total masing-
masing anggota kelompok dan setiap anggota kelompok mendapatkan
tanggung jawab permasalahan, sehingga mendapatkan kesadaran anggota
kelompok untuk ikut berpartisipasi dalam kelompoknya.
47 Meinarni, “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Chips Dalam Meningkatkan Kemampuan Berbicara Siswa II SMP Negeri 15 Bandung” (Bandung: UPI Bandung, 2005).
64
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan interpretasi data dari hasil penelitian, maka
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Tes hasil belajar pada kelas eksperimen diperoleh skor mean pretest 27,50
dan skor posttest 77,17 dan pada kelas kontrol skor mean pretest 25,50 dan
skor posttest 68,67. Dari hasil tersebut membuktikan bahwa siswa yang
diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik
Talking Chips lebih tinggi dari siswa yang diajarkan dengan menggunakan
model pembelajaran konvensional.
2. Hasil perhitungan hipotesis posttest dengan melalui uji-t pada taraf
signifikansi 0,05 yaitu didapat hasil thitung > ttabel yaitu 2,74 > 2,048. Dari
hasil tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa uji hipotesis menolak
hipotesis nol (Ho) dan menerima hipotesis alternatif (Ha). Dan hasil
perhitungan ini membuktikan bahwa pembelajaran dengan menggunakan
model pembelajaran kooperatif teknik Talking Chips memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar.
B. Saran
Dari kesimpulan yang telah dikemukakan diatas, maka dapat diajukan
saran-saran agar proses pembelajaran dapat berhasil dengan baik sebagai
berikut:
1. Diharapkan guru bidang studi kimia khususnya kimia dapat menerapkan
pembelajaran yang mengikutsertakan siswa aktif mengalami pembelajaran,
khususnya dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik
Talking Chips.
64
65
2. Mengingat hasil penelitian ini masih sangat sederhana, maka apa yang
didapat dari hasil penelitian ini bukan merupakan hasil akhir. Adanya
keterbatasan dalam penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk diadakannya
penelitian lebih lanjut denga menambahkan variabel lain.
3. Bagi penelitian lain, diharapkan penelitian ini bisa dijadikan penelitian
awal untuk mengetahui pengaruh atau hubungan model pembelajaran
kooperatif teknik Talking Chips terhadap hasil belajar.
66
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta:Rineka Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 2007. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta : Bumi
Aksara Aunurrahman, 2009.Belajar dan Pembelajaran, Bandung: Alfa Beta. Casal, Sonia, “Cooperative Learning in CLIL Context: Ways to improve Students’
Competences in the Foreign Language Classroom”, Universidad Pablo de Olaide (Sevila-Spain)
Casal, Sonia, Talking Chips (A Book of Multiple Intelligence Exercise From
Pasangan ion manakah yang memiliki jumlah elektron terluar/muatan yang sama?
Jawab,
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
Lembar Kerja Siswa (LKS) Pertemuan II
Nama :
Kelompok :
Jawablah pertanyaan-pertanyaan dibawah ini dengan benar dan tepat!!
1. Sebutkan sifat-sifat senyawa ion dan senyawa kovalen?
Jawab,
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
2. Ikatan apa saja yang terdapat di dalam senyawa NH4OH dan buat strukturnya?
Jawab,
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
3. Tentukan rumus molekul senyawa yang terbentuk serta jenis ikatannya antara unsur
X (nomor atom 19) dengan unsur Y (nomor atom 16)?
Jawab,
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………..
4. Diketahui unsur-unsur berikut: 8A, 12B, 13C, 16D, dan 17E. Diantara pasangan unsur-
unsur tersebut manakah yang berikatan kovalen?
Jawab,
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
5. Mengapa senyawa ikatan ion jauh lebih kuat daripada senyawa ikatan kovalen?
Jawab,
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
Lembar Kerja Siswa (LKS) Pertemuan III
Nama :
Kelompok :
Jawablah pertanyaan-pertanyaan dibawah ini dengan benar dan tepat!!
1. Diantara senyawa HF, HCl, HBr, dan HI, senyawa manakah yang paling polar.
Diketahui perbedaan keelektronegatifan dari atom F, Cl, Br, dan I masing-masing
adalah 4,0 : 3,0 : 2,8 : dan 2,5?
Jawab,
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
2. Jelaskan, bagaimana cara mengetahui polar atau tidaknya suatu senyawa?
Jawab,
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
3. Sebutkan sifat-sifat logam?
Jawab,
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
4. Jelaskan dengan singkat, mengapa pada umumnya logam dapat menghantarkan arus
listrik dengan baik?
Jawab,
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
5. Salah satu sifat logam adalah mudah ditempa (dibentuk), berikan contoh penggunaan
logam dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan sifat logam tersebut?
Jawab,
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
KISI-KISI INSTRUMEN IKATAN KIMIA
Standar Kompetensi
Memahami struktur atom, sifat-sifat periodik unsur, dan ikatan kimia
Kompetensi Dasar
Membandingkan proses pembentukan ikatan ion, ikatan kovalen, ikatan
koordinasi, dan ikatan logam serta hubungannya dengan sifat fisika senyawa yang
terbentuk
No Indikator Aspek Kognitif dan Nomor
Butir Soal
Jumlah
C1 C2 C3
1 Menjelaskan kecenderungan suatu
unsur untuk mencapai
kestabilannya dengan cara
berikatan dengan unsur lain.
1 2,3,4
dan 5
5
2 Menggambarkan susunan elektron
valensi atom gas mulia (duplet dan
oktet) dan elektron valensi bukan
gas mulia (struktur Lewis).
6,7, dan
8
9,10,11,
12, dan
13
8
3 Menjelaskan proses terjadinya
ikatan ion dan contoh senyawanya.
14, dan
15
16,17,18
dan 19
20,21,
22 dan
23
11
4 Menjelaskan proses terbentuknya
ikatan kovalen tunggal, rangkap
dua, dan rangkap tiga serta contoh
senyawanya.
24 dan
25
26,27,28
dan 29
30,31,
dan 32
8
5 Menjelaskan proses terbentuknya
ikatan koordinasi pada beberapa
senyawa.
33,34,
dan 35
36 4
6 Menyelidiki kepolaran beberapa
senyawa dan hubungannya dengan
keelektronegatifan melalui
percobaan.
37,38,
39,40,
41, dan
42
43,44,45
dan 46
10
7 Mendeskripsikan proses
pembentukan ikatan logam dan
hubungannya dengan sifat fisik
logam.
47,48,
dan 49
50 4
Jumlah 17 25 8 50
Instrumen
No Soal Jenjang
1 Ikatan kimia terjadi karena setiap unsur mempunyai...
a. Neutron dalam inti atomnya
b. Jumlah proton dan elektron sama
c. Kecendrungan memiliki konfigurasi elektron seperti gas
mulia
d. Lintasan elektron lebih dari satu
e. Elektron valensi
C1
2 Kestabilan unsur gas mulia dijadikan pijakan atom-atom yang
lain, sehingga atom-atom tersebut memiliki konfigurasi elektron
gas mulia yang dilakukan dengan melakukan cara-cara di bawah
ini kecuali...
a. Pelepasan elektron
b. Penyerapan elektron/menerima elektron
c. Memasangkan elektron/memakai bersama elektron
d. Menerima pasangan elekron
e. Menerima minimal dua pasang elektron
C2
3 Pasangan ion-ion dibawah ini semuanya memiliki jumlah
elektron terluar/muatan sama, kecuali...
a. 19K+ dan 20Ca2+
b. 12Mg2+ dan 8O2-
c. 7N- dan 9F+
d. 11Na+ dan 8O-
e. 10Ne+ dan 8O-
C2
4 Unsur dengan nomor atom dibawah ini yang memiliki
kecendrungan menyerap elektron adalah...
a. 11A
b. 12B
c. 19C
d. 35D
e. 38E
C2
5 Di antara unsur-unsur di bawah ini yang paling stabil adalah...
a. 8P
b. 9Q
c. 10R
d. 12S
e. 20T
C2
6 Kecendrungan atom bermuatan positif disebabkan karena...
a. Afinitas elektronnya besar
b. Energi ionisasinya kecil
c. Kelektronegatifannya besar
d. Potensial ionisasinya besar
a. Kelektronegatifannya besar
C1
7 Susunan elektron valensi gas mulia di bawah ini adalah oktet,
kecuali...
a. Xe
b. Kr
c. Ar
d. Ne
e. He
C1
8 Semua elektron valensi gas mulia di bawah ini adalah duplet,
yaitu...
a. Xe
b. Kr
c. Ar
d. Ne
e. He
C1
9 Unsur dengan konfigurasi elektron 2 8 18 2, jika akan mengikat
unsur lain sehingga membentuk ikatan, langkah terbaik dengan...
a. Pelepasan 1 eletron sehingga bermuatan +1
b. Pelepasan 2 elektron sehingga bermuatan +2
c. Penyerapan 1 elektron sehingga bermuatan -1
d. Penyerapan 2 elektron sehingga bermuatan -2
e. Memasangkan dua elektron dengan dua elektron lain
C2
10 Suatu unsur dengan konfigurasi elektron 2 6, kecendrungan
unsur tersebut jika berikatan dengan unsur lain adalah...
a. Melepaskan 2 elektron sehingga bermuatan +2
b. Melepaskan 4 elektron sehingga bermuatan +4
c. Menyerap/menerima 2 elektron sehingga bermuatan -2
d. Menyerap/menerima 4 elektron sehingga bermuatan -4
e. Memasangkan keempat elektronnya dengan 4 elektron lain
C2
11 Unsur berikut ini yang mempunyai kecendrungan melepaskan
elektron untuk mencapai kestabilan dengan susunan elektron
terluar yang oktet adalah...
a. 1H
b. 6C
c. 9F
d. 18AR
e. 11Na
C2
12 unsur dengan nomor atom di bawah ini yang memiliki kecendrungan menyerap elektron adalah...
a. 11A
b. 12B
c. 19C
d. 35D
e. 38E
C2
13 Atom 12A memiliki ciri-ciri...
a. Elektron valensi 4
b. Cenderung melepaskan 4 elektron
c. Memiliki 2 elektron pada kulit terluar
d. Cenderung menyerap/menerima 4 elektron
e. Cenderung memasangkan keempat elektron valesinya
C2
14 Ikatan ion disebabkan oleh adanya...
a. Pemakaian elektron secara sepihak
b. Gaya elektrostatis antara ion positif dan ion negatif
c. Gaya van der Waals antara ion-ion
d. Gaya antara proton dan elektron
e. Pemakaian bersama sepasang elektron
C1
15 Ikatan yang terjadi antara atom yang sangat elektropositif dengan
atom yang sangat elektronegatif disebut ikatan...
a. Ion
b. Kovalen
c. Dativ
d. Rangkap
e. Semipolar
C1
16 Diantara konfigurasi elektron di bawah ini, konfigurasi yang jika
berikatan cenderung membentuk ikatan ion adalah...
a. 2 8 18 8
b. 2 8 18 4
c. 2 8 18 5
d. 2 8 18 8 2
e. 2 8 8
C2
17 Senyawa ion tersusun dari tumpukan ion-ion yang teratur sesuai
dengan ukuran masing-masing ion yang terlibat. Tumpukan
tersebut menghasilkan zat dalam fase padat dan memiliki bentuk-
bentuk tertentu yang dinamakan...
a. Ikatan ionik
b. Bangunan ionik
c. Ion tereksitasi
d. Kristal
e. Alotropi
C2
18 Ikatan ion jauh lebih kuat daripada ikatan kovalen, hal ini
disebabkan karena...
a. Ikatan ion terjadi karena adanya gaya elektrostatis, sedangkan
ikatan kovalen terjadi karena pemakaian pasangan elekton
bersama
b. Ikatan ion terjadi karena pemakaian elektron sepihak,
sedangkan ikatan kovalen terjadi akibat perpindahan elektron
dari atom yang satu ke atom yang lain
c. Ikatan ion terjadi karena adanya gaya van der Waals antara
ion-ion, sedangkan ikatan kovalen terjadi karena adanya
pemakaian pasangan bersama elektron yang berasal dari salah
satu atom yang berikatan
C2
d. Ikatan ion terjadi karena adanya gaya proton dan elektron,
sedangkan ikatan kovalen terjadi karena pemakaian elektron
valensi secara bersama yang mengakibatka terjadinya
dislokalisasi elektron
e. Ikatan ion terjadi karena pemakaian bersama sepasang
elektron, sedangkan ikatan kovalen terjadi karena inti atom
dari atom-atom yang berikatan dikelilingi oleh elektron dari
semua atom yang berikatan.
19 Suatu atom bercirikan;
1. Afinitas elektron sangat tinggi
2. Potensial ionisasinya sangat kecil
3. Cenderung melepas 1 elektron valensinya
Dari ciri-ciri tersebut, kesimpulan dibawah ini yang paling tepat
adalah...
a. Atom tersebut sukar bersenyawa
b. Jika atom bersenyawa cenderung berikatan kovalen
c. Jika atom bersenyawa cenderung berikatan ion
d. Senyawa selalu bersifat polar
e. Senyawa selalu bersifat nonpolar
C2
20 Unsur X (nomor atom 19) dengan unsur Y (nomor atom 16) akan
membentuk senyawa dengan ikatan... dan rumus kimianya...
a. Ion, XY
b. Ion, X2Y
c. Ion, XY2
d. Kovalen, XY
e. Kovalen, X2Y
C3
21 Suatu unsur X bereaksi dengsn Cl (nomor atom 17) membentuk
suatu padatan XCl. Bagaimana konfigurasi elektron unsur X
tersebut...
a. 2 6 4
b. 2 8 1
c. 2 8 2
d. 2 8 3
e. 2 8 7
C3
22 Unsur P memiliki konfigurasi elektron 2 8 6. Unsur R memiliki
konfigurasi elektron 2 8 8 1. Bila P dan R bergabung/berikatan,
dihasilkan...
a. Senyawa kovalen PR
b. Senyawa kovalen P6R6
c. Senyawa ionik PR
d. Senyawa ionik P2R
e. Senyawa ionik PR2
C3
23 Diketahui beberapa unsur dengan nomor atom sebagai berikut:
9X, 11Y, 16Z, 19A, 20B.
Pasangan unsur yang dapat membentuk ikatan ion adalah...
a. A dan X
b. A dan Y
c. A dan Z
d. B dan A
e. B dan Y
C3
24 Ikatan yang terjadi antar atom dengan pemakaian bersama satu
atau beberapa elektron disebut ikatan...
a. Ion
b. Kovalen
c. Koordinasi
d. Rangkap
e. Dativ
C1
25 Ikatan kovalen terjadi antara atom-atom unsur...
a. Golongan IA dan golongan VIIIA
b. Yang mempunyai keelektronegativitas hampir sama
c. Logam dan non logam
d. Dalam satu golongan
e. Sesama logam
C1
26 Pernyataan berikut yang benar tentang ikatan kovalen adalah...
a. Terjadi akibat perpindahan elektron dari atom yang satu ke
atom yang lain pada atom-atom yang berikatan
b. Adanya pemakaian bersama pasangan elektron yang berasal
dari kedua atom yang berikatan
c. Pemakaian bersama pasangan elektron yang berasal dari salah
C2
satu atom yang berikatan
d. Terjadinya pemakaian elektron valensi secara bersama yang
mengakibatkan terjadinya dislokalisasi elektron
e. Inti atom dari atom-atom yang berikatan dikelilingi oleh
elektron dari semua atom yang berikatan
27 Atom di bawah ini yang bila membentuk senyawa cenderung
berikatan kovalen adalah...
a. 6C
b. 11Na
c. 13Al
d. 24Mg
e. 20Ca
C2
28 Senyawa di bawah ini yang ikatan antar atomnya terdiri dari dua buah ikatan kovalen rangkap dua adalah...
a. SO2
b. SO3
c. CO2
d. NO2
e. Al2O3
C2
29 Senyawa dengan rumus molekul di bawah ini yang memiliki
ikatan rangkap dua adalah...
a. Cl2
b. N2
c. NH3
d. CH4
e. C2H4
C2
30 Diketahui susunan elektron dari unsur:
P = 2 8 1 ; Q = 2 8 4
R = 2 8 7 ; S = 2 8 8 2
Pasangan yang dapat membentuk ikatan kovalen adalah...
a. P dan Q
b. Q dan R
c. S dan R
d. P dan R
e. Q dan S
C3
31 Diketahui unsur-unsur 8A, 12B, 13C, 16D, dan 17E. Pasangan unsur
tersebut yang berikatan kovalen adalah...
C3
a. A dan D
b. B dan C
c. B dan D
d. C dan D
e. C dan E
32 Pasangan unsur di bawah ini yang mempunyai kecendrungan berikatan kovalen adalah...
a. 11Na dan 8O
b. 16S dan 17Cl
c. 19K dan 17Cl
d. 56Ba dan 9F
e. 12Mg dan 8O
C3
33 Pada senyawa NH4Cl terdapat ikatan...
a. Kovalen dan ion
b. Kovalen dan kovalen koordinasi
c. Ion dan koordinasi
d. Ion dan logam
e. Kovalen,
kovalen koordinasi,
dan ion
C2
34 Diantara unsur-unsur dibawah ini, yang tidak memiliki ikatan
kovalen koordinasi adalah...
a. H2SO4
b. HNO3
c. H3PO4
d. H2C2O4
e. H2CO3
C2
35 Ikatan kovalen koordinasi terdapat pada...
a. H2O
b. NH4+
c. CH4
d. HF
e. C2H4
C2
36 Senyawa di bawah ini yang memiliki ikatan kovalen koordinasi terbanyak adalah...
a. SO2
b. SO3
c. P2O3
d. P2O5
e. Cl2O7
C3
37 Molekul senyawa berikut merupakan senyawa kovalen non polar. C1
Kecuali...
a. HCl
b. H2
c. Cl2
d. N2
e. O2
38 Polar atau non polar suatu molekul tergantung dari...
a. Simetris atau tidaknya posisi antaratom
b. Bulat atau tidak posisi antar atom
c. Lonjong atau tidak posisi antar atom
d. Bulat atau lonjong posisi antar atom
e. Tumpang tindih atau tidak posisi antar atom
C1
39 Diantara senyawa berikut yang bersifat polar. Kecuali ...
a. CO
b. H2O
c. BF3
d. CO2
e. SO3
C1
40 Diantara kelompok senyawa di bawah ini yang kesemuanya merupakan senyawa polar adalah...
a. HCl, HBr, NH3, H2O
b. CO2, Cl2, Br2, H2O
c. H2, O2, CO, HCl
d. MgO, NH3, CO, CO2
e. SO2, Cl2, N2, NH3
C1
41 Diatara kelompok senyawa di bawah ini yang kesemuanya
merupakan senyawa non polar adalah...
a. HCl, HBr, NH3, H2O
b. CO2, Cl2, Br2, H2O
c. H2, O2, CO, HCl
d. MgO, NH3, CO, CO2
e. SO2, Cl2, N2, CO2
C1
42 Diantara senyawa berikut yang bersifat polar adalah...
a. N2
b. CCl4
c. H2
d. HCl
e. CS2
C1
43 Diketahui keelektronegatifan beberapa unsur sebagai berikut...
H = 2,1 ; Cl = 2,0 ; F = 4 ; Br = 2,8
C2
Senyawa yang paling polar adalah...
a. HCl
b. HF
c. FCl
d. FBr
e. BrCl
44 Diketahui beberapa senyawa:
1. Karbon dioksida
2. Karbon monoksida
3. Air
4. Amonia
5. Boron trifluorida
Diantara senyawa di atas yang bersifat polar adalah...
a. 1 dan 2
b. 1 dan 3
c. 2 dan 4
d. 3 dan 4
e. 4 dan 5
C2
45 Diketahui beberapa unsur, yaitu 9F, 17Cl, 20Ca, 33As, 36Kr. Unsur yang memiliki keelektronegatifan paling tbesar adalah...
a. F
b. Cl
c. Ca
d. As
e. Kr
C2
46 Unsur A dan B berturut-turut memiliki keelektronegatifan 2,1
dan 3,0. Hal yang kemungkinan terjadi adalah....
a. Unsur A lebih mudah menarik elektron
b. Unsur A dan B dapat membentuk ikatan kovalen polar
c. Unsur A dan B dapat membentuk ikatan kovalen nonpolar
d. Pada senyawa AB elektron ikatan akan lebih tertarik kearah
atom A
e. Pada senyawa AB, atom A relatif bermuatan positif dan atom
B relatif bermuatan negatif
C2
47 Ikatan logam disebabkan karena adanya gaya tarik antara...
a. Atom dan atom
C1
b. Ion logam dan ion logam
c. Ion logam dan elektron
d. Elektron dan elektron
e. Molekul logam dan molekul logam
48 Atom – atom dalam besi dikukuhkan dengan ikatan... a. Ion
b. Kovalen
c. Logam
d. Kovalen Non Polar
e. Kovalen Polar
C1
49 Diberikan data :
1. Rapuh jika di pukul
2. Memiliki sifat mengkilap
3. lelehannya dapat menghantarkan listrik
4. Dapat ditempa dan dibengkokkan
Yang merupakan pernyataan yang benar untuk senyawa logam
adalah
a. (1) dan (3)
b. (2) dan (4)
c. (3) dan (4)
d. (1) dan (2)
e. (1) (2) dan (3)
C1
50 Logam mempunyai beberapa sifat yang unik, diantaranya dapat
menghantarkan arus listrik dengan baik hal ini disebabkan
karena...
a. Adanya elektron valensi yang dapat bergerak bebas dari satu ion
positif atom ke ion positif yang lain
b. Massa jenis logam sangat besar dan keras
c. Logam mudah melepaskan elektron valensinya
d. Mudah membentuk ikatan ion dengan unsur non logam
e. Titik didih dan titik lebur logam sangat tinggi
C2
Jawaban
1. C
2. E
3. A
4. D
5. C
6. B
7. C
8. C
9. B
10. E
11. E
12. D
13. E
14. A
15. D
16. A
17. B
18. E
19. B
20. B
21. E
22. D
23. B
24.B
25. B
26. B
27. A
28. B
29. A
30. B
31. E
32. C
33.B
34. E
35. B
36. C
37. A
38. A
39. D
40. A
41. C
42. E
43. D
44. D
45. E
46. D
47. D
48. C
49. A
50. D
KISI-KISI INSTRUMEN IKATAN KIMIA Standar Kompetensi Memahami struktur atom, sifat-sifat periodik unsur, dan ikatan kimia Kompetensi Dasar Membandingkan proses pembentukan ikatan ion, ikatan kovalen, ikatan koordinasi, dan ikatan logam serta hubungannya dengan sifat fisika senyawa yang terbentuk No Indikator Aspek Kognitif dan Nomor
Butir Soal Jumlah
C1 C2 C3 1 Menjelaskan kecenderungan suatu
unsur untuk mencapai kestabilannya dengan cara berikatan dengan unsur lain.
1 2, dan 3 3
2 Menggambarkan susunan elektron valensi atom gas mulia (duplet dan oktet) dan elektron valensi bukan gas mulia (struktur Lewis).
18 4, dan 5 3
3 Menjelaskan proses terjadinya ikatan ion dan contoh senyawanya.
6, dan 7 8 3
4 Menjelaskan proses terbentuknya ikatan kovalen tunggal, rangkap dua, dan rangkap tiga serta contoh senyawanya.
9 10, dan 11
3
5 Menjelaskan proses terbentuknya ikatan koordinasi pada beberapa senyawa.
12 13 2
6 Menyelidiki kepolaran beberapa senyawa dan hubungannya dengan keelektronegatifan melalui percobaan.
14 dan 15
16 dan 17
4
7 Mendeskripsikan proses pembentukan ikatan logam dan hubungannya dengan sifat fisik logam.
19 20 2
Jumlah 5 11 4 20
INSTRUMEN PENELITIAN
Petunjuk Pengisian 1. Bacalah do’a sebelum mengerjakannya 2. Jawablah soal dibawah ini dengan memberi tanda silang (X) pada salah satu
jawaban yang benar 3. Kerjakanlah soal-soal yang dianggap mudah terlebih dahulu
No Soal 1. Kestabilan unsur gas mulia dijadikan pijakan atom-atom yang lain, sehingga
atom-atom tersebut memiliki konfigurasi elektron gas mulia yang dilakukan dengan melakukan cara-cara di bawah ini kecuali... a. Pelepasan elektron b. Penyerapan elektron/menerima elektron c. Memasangkan elektron/memakai bersama elektron d. Menerima pasangan elekron e. Menerima minimal dua pasang elektron
2. Pasangan ion-ion dibawah ini semuanya memiliki jumlah elektron terluar/muatan sama, kecuali...
a. 19K+ dan 20Ca2+ b. 12Mg2+ dan 8O2- c. 7N- dan 9F+
d. 11Na+ dan 8O- e. 10Ne+ dan 8O-
3. Di antara unsur-unsur di bawah ini yang paling stabil adalah...
a. 8P b. 9Q c. 10R
d. 12S e. 20T
4. Unsur dengan konfigurasi elektron 2 8 18 2, jika akan mengikat unsur lain sehingga membentuk ikatan, langkah terbaik dengan... a. Pelepasan 1 eletron sehingga bermuatan +1 a. Pelepasan 2 elektron sehingga bermuatan +2 b. Penyerapan 1 elektron sehingga bermuatan -1 c. Penyerapan 2 elektron sehingga bermuatan -2 d. Memasangkan dua elektron dengan dua elektron lain
5. unsur dengan nomor atom di bawah ini yang memiliki kecendrungan menyerap elektron adalah...
a. 11A b. 12B c. 19C
d. 35D e. 38E
6. Diantara konfigurasi elektron di bawah ini, konfigurasi yang jika berikatan cenderung membentuk ikatan ion adalah...
a. 2 8 18 8 b. 2 8 18 4 c. 2 8 18 5
d. 2 8 18 8 2 e. 2 8 8
7. Ikatan ion jauh lebih kuat daripada ikatan kovalen, hal ini disebabkan karena... a. Ikatan ion terjadi karena adanya gaya elektrostatis, sedangkan ikatan kovalen
terjadi karena pemakaian pasangan elekton bersama b. Ikatan ion terjadi karena pemakaian elektron sepihak, sedangkan ikatan
kovalen terjadi akibat perpindahan elektron dari atom yang satu ke atom yang lain
c. Ikatan ion terjadi karena adanya gaya van der Waals antara ion-ion, sedangkan ikatan kovalen terjadi karena adanya pemakaian pasangan bersama elektron yang berasal dari salah satu atom yang berikatan
d. Ikatan ion terjadi karena adanya gaya proton dan elektron, sedangkan ikatan kovalen terjadi karena pemakaian elektron valensi secara bersama yang mengakibatka terjadinya dislokalisasi elektron
e. Ikatan ion terjadi karena pemakaian bersama sepasang elektron, sedangkan ikatan kovalen terjadi karena inti atom dari atom-atom yang berikatan dikelilingi oleh elektron dari semua atom yang berikatan.
8. Unsur X (nomor atom 19) dengan unsur Y (nomor atom 16) akan membentuk senyawa dengan ikatan... dan rumus kimianya...
a. Ion, XY b. Ion, X2Y c. Ion, XY2
d. Kovalen, XY e. Kovalen, X2Y
9. Pernyataan berikut yang benar tentang ikatan kovalen adalah... a. Terjadi akibat perpindahan elektron dari atom yang satu ke atom yang lain
pada atom-atom yang berikatan b. Adanya pemakaian bersama pasangan elektron yang berasal dari kedua atom
yang berikatan c. Pemakaian bersama pasangan elektron yang berasal dari salah satu atom yang
berikatan d. Terjadinya pemakaian elektron valensi secara bersama yang mengakibatkan
terjadinya dislokalisasi elektron e. Inti atom dari atom-atom yang berikatan dikelilingi oleh elektron dari semua
atom yang berikatan 10. Diketahui unsur-unsur 8A, 12B, 13C, 16D, dan 17E. Pasangan unsur tersebut yang
berikatan kovalen adalah...
a. A dan D b. B dan C c. B dan D
d. C dan D e. C dan E
11. Diketahui susunan elektron dari unsur: P = 2 8 1 ; Q = 2 8 4 R = 2 8 7 ; S = 2 8 8 2 Pasangan yang dapat membentuk ikatan kovalen adalah...
a. P dan Q b. Q dan R c. S dan R
d. P dan R e. Q dan S
12. Diantara unsur-unsur dibawah ini, yang tidak memiliki ikatan kovalen koordinasi adalah...
a. H2SO4 b. HNO3 c. H3PO4
d. H2C2O4 e. H2CO3
13. Senyawa di bawah ini yang memiliki ikatan kovalen koordinasi terbanyak adalah...
a. SO2 b. SO3 c. P2O3
d. P2O5 e. Cl2O7
14. Polar atau non polar suatu molekul tergantung dari... a. Simetris atau tidaknya posisi antaratom b. Bulat atau tidak posisi antar atom c. Lonjong atau tidak posisi antar atom d. Bulat atau lonjong posisi antar atom e. Tumpang tindih atau tidak posisi antar atom
15. Diketahui keelektronegatifan beberapa unsur sebagai berikut... H = 2,1 ; Cl = 2,0 ; F = 4 ; Br = 2,8 Senyawa yang paling polar adalah...
a. HCl b. HF c. FCl
d. FBr e. BrCl
16. Diatara kelompok senyawa di bawah ini yang kesemuanya merupakan senyawa non polar adalah...
a. HCl, HBr, NH3, H2O b. CO2, Cl2, Br2, H2O c. H2, O2, CO, HCl
d. MgO, NH3, CO, CO2 e. SO2, Cl2, N2, CO2
17. Unsur A dan B berturut-turut memiliki keelektronegatifan 2,1 dan 3,0. Hal yang kemungkinan terjadi adalah.... a. Unsur A lebih mudah menarik elektron b. Unsur A dan B dapat membentuk ikatan kovalen polar c. Unsur A dan B dapat membentuk ikatan kovalen nonpolar d. Pada senyawa AB elektron ikatan akan lebih tertarik kearah atom A e. Pada senyawa AB, atom A relatif bermuatan positif dan atom B relatif
bermuatan negatif 18. Susunan elektron valensi gas mulia di bawah ini adalah oktet, kecuali...
a. Xe b. Kr c. Ar
d. Ne e. He
19. Logam mempunyai beberapa sifat yang unik, diantaranya dapat menghantarkan arus listrik dengan baik hal ini disebabkan karena... a. Adanya elektron valensi yang dapat bergerak bebas dari satu ion positif atom ke ion
positif yang lain b. Massa jenis logam sangat besar dan keras c. Logam mudah melepaskan elektron valensinya d. Mudah membentuk ikatan ion dengan unsur non logam e. Titik didih dan titik lebur logam sangat tinggi
20. Diberikan data : 1. Rapuh jika di pukul 2. Memiliki sifat mengkilap 3. lelehannya dapat menghantarkan listrik 4. Dapat ditempa dan dibengkokkan Yang merupakan pernyataan yang benar untuk senyawa logam adalah a. (1) dan (3) b. (2) dan (4) c. (3) dan (4) d. (1) dan (2) e. (1) (2) dan (3)
T-tabel 1.7 1.7 1.7 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1.7 2 2 2 1.7 2 2 2 2 2 2 1.7 2 2 2 1.7 1.7 2 2 2 2 1.7 1.7 2 2 1.7 1.7 1.7 1.7 1.7Ksmpln D V V D V V V D V D D V D D V V V V V V V V D V V V V D V V V D V V V V V V D V V V V V V
38 10 2 19 19 0,4 Baik 39 8 3 19 19 0,3 Cukup 49 17 12 19 19 0,3 Cukup 41 5 0 19 19 0,3 Cukup 42 8 1 19 19 0,4 Baik 43 18 13 19 19 0,3 Cukup 44 8 1 19 19 0,4 Baik 45 12 6 19 19 0,3 Cukup 46 8 5 19 19 0,2 Jelek 47 3 8 19 19 -0 Jelek 48 11 10 19 19 0,1 Jelek 49 15 8 19 19 0,4 Baik 50 11 6 19 19 0,3 Cukup
Lampiran 6
REKAPITULASI HASIL UJI COBA INSTRUMEN
No Validasi Reabilitas Daya pembeda
Tingkat kesukaran
Keputusan
1 Tidak valid Tidak reliabel Jelek Sedang Buang 2 Valid Realibel Jelek Sedang Ambil 3 Valid Realibel Cukup Sedang Ambil 4 Tidak valid Tidak realibel Jelek Sedang Buang 5 Valid Realibel Jelek Sedang Ambil 6 Valid Realibel Cukup Sedang Ambil 7 Valid Realibel Jelek Sedang Ambil 8 Tidak valid Tidak realibel Jelek Sedang Buang 9 Valid Realibel Jelek Sukar Ambil 10 Tidak valid Tidak realibel Cukup Sedang Buang 11 Valid Realibel Jelek Sukar Ambil 12 Valid Realibel Baik Sedang Ambil 13 Tidak valid Tidak realibel Jelek Sedang Buang 14 Tidak valid Tidak realibel Jelek Sedang Buang 15 Valid Realibel Baik Sedang Ambil 16 Valid Realibel Baik Sedang Ambil 17 Valid Realibel Jelek Sedang Ambil 18 Valid Realibel Jelek Sukar Ambil 19 Valid Realibel Baik Sukar Ambil 20 Valid Realibel Baik Sedang Ambil 21 Valid Realibel Jelek Sedang Ambil 22 Valid Realibel Cukup Sedang Ambil 23 Tidak valid Tidak realibel Jelek Sedang Buang 24 Valid Realibel Jelek Sedang Ambil 25 Valid Realibel Cukup Sedang Ambil 26 Valid Realibel Baik Sukar Ambil 27 Valid Realibel Baik Sedang Ambil 28 Tidak valid Tidak realibel Cukup Sukar Buang 29 Valid Realibel Jelek Sedang Ambil 30 Valid Realibel Baik Sedang Ambil 31 Valid Realibel Jelek Sukar Ambil 32 Tidak valid Tidak realibel Jelek Sukar Buang 33 Valid Realibel Jelek Sukar Ambil 34 Valid Realibel Jelek Sukar Ambil 35 Valid Realibel Jelek Sukar Ambil 36 Valid Realibel Cukup Sukar Ambil 37 Valid Realibel Jelek Sedang Ambil 38 Valid Realibel Baik Sukar Ambil 39 Tidak valid Tidak realibel Cukup Sukar Buang
40 Valid Realibel Cukup Sedang Ambil 41 Valid Realibel Cukup Sukar Ambil 42 Valid Realibel Baik Sukar Ambil 43 Valid Realibel Cukup Sedang Ambil 44 Valid Realibel Baik Sukar Ambil 45 Valid Realibel Cukup Sedang Ambil 46 Valid Realibel Jelek Sukar Ambil 47 Tidak valid Tidak realibel Jelek Sukar Buang 48 Tidak valid Tidak realibel Jelek Sedang Buang 49 Valid Realibel Baik Sedang Ambil 50 Valid Realibel Cukup Sedang Ambil
Persiapan Tabel Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Siswa
Pretest Kelompok Kontrol Pretest Dengan Metode Diskusi Biasa
Diketahui data skor hasil belajar pada kelompok kontrol adalah sebagai berikut:
10 10 10 15 15 15 20 20 20 20
20 20 20 25 25 25 25 25 25 30
30 30 35 35 35 35 40 40 45 45
1. Rentang Kelas (R) = nilai terbesar – nilai terkecil
= 45 – 10
= 35
2. Jumlah Kelas Interval (K) = 1 + 3,3 log n
= 1 + 3,3 log 30
= 1 + 4,87
= 5,87 → 6 (dibulatkan ke atas)
3. Panjang Kelas (P) = rentang kelas (R)/ jumlah kelas interval (K)
= 35/6
= 5,83 ← 6 (dibulatkan ke atas)
4. Menyusun Interval Kelas
Tabel. Distribusi Frekuensi Penyusunan Interval Kelas
No. Kelas Interval Frekuensi Frekuensi Kumulatif (%)
1. 10 – 15 6 20%
2. 16 – 21 7 23,33%
3. 22 – 27 6 20%
4. 28 – 33 3 10%
5. 34 – 39 4 13,33%
6. 40 - 45 4 13,33%
Jumlah 30 100%
5. Menghitung rata-rata (X), modus (Mo), median (Me), dan Simpangan baku (S2)
kelompok kontrol
Tabel. Distribusi Frekuensi Kelompok Kontrol
Xi Fi Fk Xi2 Fi.Xi Fi.Xi2
10 3 3 100 30 300
15 3 6 225 45 675
20 7 13 400 140 2800
25 6 19 625 150 3750
30 3 22 900 90 2700
35 4 26 1225 140 4900
40 2 28 1600 80 3200
45 2 30 2025 90 4050
∑ 30 765 22375
Mean (X) =
=
= 25,50
Median (Me) = Bb + P
= 21,5 + 6
= 21,5 + 1,2
= 23,5
Modus (Mo) = Bb + P ( )
= 15,5 + 6 ( )
= 15,5 + 3
= 18,5
S2 =
=
=
=
= 98,87931
S =
= 9,94
Persiapan Tabel Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Siswa
Postest Kelompok Kontrol Posttest Dengan Metode Diskusi Biasa
Diketahui data skor hasil belajar pada kelompok kontrol adalah sebagai berikut:
40 45 45 50 55 60 60 60 60 65
65 65 70 70 75 75 75 75 75 75
75 75 75 75 80 80 80 80 90 90
1. Rentang Kelas (R) = nilai terbesar – nilai terkecil
= 90 – 40
= 50
2. Jumlah Kelas Interval (K) = 1 + 3,3 log n
= 1 + 3,3 log 30
= 1 + 4,87
= 5,87 → 6 (dibulatkan ke atas)
3. Panjang Kelas (P) = rentang kelas (R)/ jumlah kelas interval (K)
= 50/6
= 8,33 ← 8 (dibulatkan ke bawah)
4. Menyusun Interval Kelas
Tabel. Distribusi Frekuensi Penyusunan Interval Kelas
No. Kelas Interval Frekuensi Frekuensi Kumulatif (%)
1. 40 - 47 3 10%
2. 48 – 55 2 6,67%
3. 56 – 73 9 30%
4. 74 – 81 14 46,67%
5. 82 – 89 0 0%
6. 90 - 97 2 6,67%
Jumlah 30 100%
5. Menghitung rata-rata (X), modus (Mo), median (Me), dan Simpangan baku (S2)
kelompok kontrol
Tabel. Distribusi Frekuensi Kelompok Kontrol
Xi Fi Fk Xi2 Fi.Xi Fi.Xi2
40 1 1 1600 40 1600
45 2 2 2025 90 4050
50 1 4 2500 50 2500
55 1 5 3025 55 3025
60 4 9 3600 240 14400
65 3 12 4225 195 12675
70 2 14 4900 140 9800
75 10 24 5625 750 56250
80 4 28 6400 320 25600
90 2 30 8100 180 16200
∑ 30 2060 146100
Mean (X) =
=
= 68,67
Median (Me) = Bb + P
= 73,5 + 8
= 73,5 + 0,57
= 74,07
Modus (Mo) = Bb + P ( )
= 73,5 + 8 ( )
= 73,5 + 2,1
= 75,6
S2 =
=
=
=
= 160,22989
S =
= 12,66
Persiapan Tabel Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Siswa
Pretest Kelompok Eksperimen Dengan Model Pembelajaran
Kooperatif Teknik Talking Chips
Diketahui data skor hasil belajar pada kelompok eksperimen adalah sebagai berikut:
10 10 10 15 15 20 20 20 20 20
20 20 25 25 25 25 30 30 30 30
35 35 35 40 40 40 45 45 45 45
1. Rentang Kelas (R) = nilai terbesar – nilai terkecil
= 45 – 10
= 35
2. Jumlah Kelas Interval (K) = 1 + 3,3 log n
= 1 + 3,3 log 30
= 1 + 4,87
= 5,87 → 6 (dibulatkan ke atas)
3. Panjang Kelas (P) = rentang kelas (R)/ jumlah kelas interval (K)
= 35/6
= 5,83 ← 6 (dibulatkan ke atas)
4. Menyusun Interval Kelas
Tabel. Distribusi Frekuensi Penyusunan Interval Kelas
No. Kelas Interval Frekuensi Frekuensi Kumulatif (%)
1. 10 – 15 5 16,67%
2. 16 – 21 7 23,33%
3. 22 – 27 4 13,33%
4. 28 – 33 4 13,33%
5. 34 – 39 3 10%
6. 40 – 45 7 23,33%
Jumlah 30 100%
5. Menghitung rata-rata (X), modus (Mo), median (Me), dan Simpangan baku (S2)
kelompok eksperimen
Tabel. Distribusi Frekuensi Kelompok Eksperimen
Xi Fi Fk Xi2 Fi.Xi Fi.Xi2
10 3 3 100 30 300
15 2 5 225 30 450
20 7 12 400 140 2800
25 4 16 625 100 2500
30 4 20 900 120 3600
35 3 23 1225 105 3675
40 3 26 1600 120 4800
45 4 30 2025 180 8100
∑ 30 825 26225
Mean (X) =
=
= 27,50
Median (Me) = Bb + P
= 73,5 + 8
= 21,5 + 4,5
= 26
Modus (Mo) = Bb + P ( )
= 15,5 + 6 ( )
= 15,5 + 2,4
= 17,9
S2 =
=
=
=
= 121,98276
S =
= 11,04
Persiapan Tabel Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Siswa
Postest Dengan Kelompok Eksperimen Dengan Model Pembelajaran
Kooperatif Teknik Talking Chips
Diketahui data skor hasil belajar pada kelompok eksperimen adalah sebagai berikut:
40 50 65 70 70 70 70 75 75 75
75 75 75 75 75 80 80 80 80 85
85 85 85 85 85 90 90 90 90 90
1. Rentang Kelas (R) = nilai terbesar – nilai terkecil
= 90 – 40
= 50
2. Jumlah Kelas Interval (K) = 1 + 3,3 log n
= 1 + 3,3 log 30
= 1 + 4,87
= 5,87 → 6 (dibulatkan ke atas)
3. Panjang Kelas (P) = rentang kelas (R)/ jumlah kelas interval (K)
= 50/6
= 8,33 ← 8 (dibulatkan ke bawah)
4. Menyusun Interval Kelas
Tabel. Distribusi Frekuensi Penyusunan Interval Kelas
No. Kelas Interval Frekuensi Frekuensi Kumulatif (%)
1. 40 - 47 1 3,33%
2. 48 – 55 1 3,33%
3. 56 – 73 5 16,67%
4. 74 – 81 12 40%
5. 82 – 89 6 20%
6. 90 - 97 5 16,67%
Jumlah 30 100%
5. Menghitung rata-rata (X), modus (Mo), median (Me), dan Simpangan baku (S2)
kelompok eksperimen
Tabel. Distribusi Frekuensi Kelompok Eksperimen
Xi Fi Fk Xi2 Fi.Xi Fi.Xi2
40 1 1 1600 40 1600
50 1 2 2500 50 2500
65 1 3 4225 65 4225
70 4 7 4900 280 19600
75 8 15 5625 600 45000
80 4 19 6400 320 25600
85 6 25 7725 510 43350
90 5 30 8100 450 40500
∑ 30 2315 182375
Mean (X) =
=
= 27,50
Median (Me) = Bb + P
= 73,5 + 8
= 73,5 + 5,33
= 78,83
Modus (Mo) = Bb + P ( )
= 73,5 + 8 ( )
= 73,5 + 4,3
= 77,8
S2 =
=
=
=
= 128,76437
S =
= 11,35
lampiran 7Perhitungan Uji Normalitas Pretest Untuk Kelas Kontrol
Jumlah 2315Rata-rata 77.17Sd 11.35Ltabel 0.161Lhitung 0.129
Lhitung < Ltabel berarti berdistribusi norma
Perhitungan Uji Homogenitas
1. Pretest
F =
S dari kelas eksperimen = 11,04
S dari kelas kontrol = 9,94
F = = = 1,23
Sampel dari kelas kontrol dan kelas eksperimen masing-masing 30 maka
dk1=29 dan dk2=29. Ftabel pada tahap keberartian α=0,05 dengan dk1=29 dan
dk2=29 adalah F=1,85. Karena Fhitung adalah 1,23 lebih kecil dari
Ftabel=1,85, maka hipotesis nol diterima. Jadi, kedua buah distribusi populasi
itu penyebarannya normal.
2. Posttest
F =
S dari kelas eksperimen = 11,35
S dari kelas kontrol = 12,66
F = = = 1,24
Sampel dari kelas kontrol dan kelas eksperimen masing-masing 30 maka
dk1=29 dan dk2=29. Ftabel pada tahap keberartian α=0,05 dengan dk1=29
dan dk2=29 adalah F=1,85. Karena Fhitung adalah 1,24 lebih kecil dari
Ftabel=1,85, maka hipotesis nol diterima. Jadi, kedua buah distribusi
populasi itu penyebarannya normal.
3. N-gain
F =
S dari kelas eksperimen = 5,25
S dari kelas kontrol = 4,95
F = = = 1,12
Sampel dari kelas kontrol dan kelas eksperimen masing-masing 30 maka
dk1=29 dan dk2=29. Ftabel pada tahap keberartian α=0,05 dengan dk1=29 dan
dk2=29 adalah F=1,85. Karena Fhitung adalah 1,12 lebih kecil dari
Ftabel=1,85, maka hipotesis nol diterima. Jadi, kedua buah distribusi populasi
itu penyebarannya normal.
Perhitungan Uji-t
1. Pretest
t = dimana
Rata-rata kelas eksperimen adalah 27,5
Rata-rata kelas kontrol adalah 25,5
S dari kelas eksperimen adalah 11,09
S dari kelas kontrol adalah 9,94
= S2x(nx-1) = 11,092(30-1) = 2867,52
= S2x(nx-1) = 9,942(30-1) = 3537,42
= = 110,43
t = = 0,74
Untuk α=0,05 dan dk=28, tkritis= 2,048. Sedangkan thitung= 0,74. Maka thitung
berada pada daerah penerimaan. Maka hipotesis nol diterima. Rata-rata
pretest kedua kelas sama.
2. Posttest
t = dimana
Rata-rata kelas eksperimen adalah 77,17
Rata-rata kelas kontrol adalah 68,67
S dari kelas eksperimen adalah 11,35
S dari kelas kontrol adalah 12,66
= S2x(nx-1) = 11,352(30-1) = 3734,04
= S2x(nx-1) = 12,662(30-1) = 4646,67
= = 144,495
t = = 3,44
Untuk α=0,05 dan dk=28, tkritis= 2,048. Sedangkan thitung= 2,74. Maka thitung
berada pada daerah penolakan. Maka hipotesis nol ditolak. Rata-rata
posttest kedua kelas berbeda.
3. N-gain
t = dimana
Rata-rata kelas eksperimen adalah 13,37
Rata-rata kelas kontrol adalah 10,38
S dari kelas eksperimen adalah 5,25
S dari kelas kontrol adalah 4,95
= S2x(nx-1) = 4,952(30-1) = 710,5725
= S2x(nx-1) = 5,252(30-1) = 799,3125
= = 26,03
t = = 2,27
Untuk α=0,05 dan dk=28, tkritis= 2,048. Sedangkan thitung= 2,27. Maka thitung
berada pada daerah penolakan. Maka hipotesis nol ditolak. Rata-rata
posttest kedua kelas berbeda.
KARTU UNTUK BERBICARA
UJI REFERENSI PENELITIAN SKRIPSI
No Referensi Paraf BAB I Pembimbing I Pembimbing II
1. Etty Soffyatiningrum, Terapan Konstruktivisme Dalam Pembelajaran Kmia di SMA/MA (Prosiding Seminar Internasional Pendidikan IPA 2007), hal. 38
2. Atiek Winarti dan Yudha Irhasyuarna, Optimalisasi Peran Laboratorium Sebagai Upaya Menyiapkan Pembelajaran Kimia di SMU dalam Menghadapi Abad 21 (vidya Karya : Jurnal pendidikan dan kebudayaan, 2001), No. 30, Th VII, hal. 354
3. Wina Sanjaya, STRATEGI PEMBELAJARAN Beroeientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta:Kencana, 2008), cet. 5, hal.50.
4. Sonia Casal, “Talking Chips (A Book of Multiple Intelligence Exercise From Spain), google: www.Hlmtmag.co.uk/jul 02/teach.htm
BAB II Pembimbing I Pembimbing II
1. Wakhinudin,S, Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Terhadap Hasil Belajar (Suatu Meta Analisis), Forum Pendidikan, Universitas Negeri Padang Press,(maret 2003), hal. 3.
2. Wina Sanjaya, STRATEGI PEMBELAJARAN Beroeientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta:Kencana, 2008), cet. 5, hal.240.
7. Munir Tanree, Model Pembelajaran Konstruktiviis Realistik dengan Setting Kooperatif Serta Dampaknya Terhadap Pemahaman Konsep Kimia. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Maret 2009, hal. 268-269.
8. A. Syukur Ghazali, Menerapkan Paradigma Konstrktivisme Melalui Strategi Belajar Kooperatif dalam Pembelajaran Bahasa, (Malang: Universitas Malang) Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, Oktober 2002, hal. 115
11. Chris-hunt dan Alison Miyake, “Is Your Classoom Under Control? Dicipline In The Non-Teacher’s Classroom”, google: www. Davidenglishhouse.com/snakes pdfs/winter 2003/features/winter 2003 hunt-miyake.pdf.
12. Supri Wahyudi utomo, Penerapan Metode Talking Chips Dalam Pembelajaran Kooperatif Guna meningkatkan Prestasi Belajar Kewirausahaan di SMKN 1 Madiun, (Madiun: IKIP PGRI Madiun, 2007).hal. 49
13. Sonia Casal, “Talking Chips (A Book of Multiple Intelligence Exercise From Spain), google: www.Hlmtmag.co.uk/jul 02/teach.htm
14. Supri Wahyudi utomo, Penerapan Metode Talking Chips Dalam Pembelajaran Kooperatif Guna meningkatkan Prestasi Belajar Kewirausahaan di SMKN 1 Madiun, (Madiun: IKIP PGRI Madiun, 2007). Hal. 6
15. Chris-hunt dan Alison Miyake, “Is Your Classoom Under Control? Dicipline In The Non-Teacher’s Classroom”, google: www. Davidenglishhouse.com/snakes pdfs/winter 2003/features/winter 2003 hunt-miyake.pdf.
16. Muhibbin Syah, “Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru” PT Remaja Rosdakarya”, 2007. hal. 92
26. J.M.C Johati, M Rachmawati, Kimia SMU Untuk Kelas X, (Jakarta: Erlangga, 2004), h. 2
27. Atiek Winarti dan Yudha Irhasyuarna, Optimalisasi Peran Laboratorium Sebagai Upaya Menyiapkan Pembelajaran Kimia di SMU dalam Menghadapi Abad 21 (vidya Karya : Jurnal pendidikan dan kebudayaan, 2001), No. 30, Th VII, hal. 354
28. Ni Nyoman Parwati, Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Open-Ended Di- Kelas SMU Laboratorium IKIP Negri Singaraja, (Singaraja: IKIP Negri Singaraja, 2003), Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, No 4, Th XXXVI, h.41