PENGARUH MEDIA PENYIMPANAN ENTRES KAKAO (Theobroma cacao L.) KLON BL- 50 TERHADAP KEBERHASILAN SAMBUNG SAMPING SKRIPSI Oleh GHEA KARILLA ULYA 1510242026 FAKULTAS PERTANIAN KAMPUS III UNIVERSITAS ANDALAS DHARMASRAYA 2020
PENGARUH MEDIA PENYIMPANAN ENTRES KAKAO
(Theobroma cacao L.) KLON BL- 50 TERHADAP
KEBERHASILAN SAMBUNG SAMPING
SKRIPSI
Oleh
GHEA KARILLA ULYA
1510242026
FAKULTAS PERTANIAN
KAMPUS III UNIVERSITAS ANDALAS
DHARMASRAYA
2020
ii
PENGARUH MEDIA PENYIMPANAN ENTRES KAKAO
(Theobroma cacao L.) KLON BL- 50 TERHADAP
KEBERHASILAN SAMBUNG SAMPING
SKRIPSI
OLEH
GHEA KARILLA ULYA
1510242026
Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
FAKULTAS PERTANIAN
KAMPUS III UNIVERSITAS ANDALAS
DHARMASRAYA
2020
iii
iv
v
“Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan,maka apabila engkau telah selesai
(dari sesuatu urusan) tetaplah bekerja keras (untuk urusan lain), dan hanya kepada
Tuhanmulah engkau berharap” (Q.S Al-Insyirah Ayat: 6-8)
Alhamdulillahirabbil “alamiin… Segala puji bagi Allah dengan kekuatan dari Nya lah
Ananda akhirnya mendapatkan gelar sarjana.
Skripsi ini hanyalah salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana S1. Gelar yang
Ananda perjuangkan selama ini adalah salah bentuk nyata jawaban ribuan do’a dari
orang tua, keluarga dan teman-teman sekalian.
Jutaan kata terima kasih kepada Ibu Wahyu Illahi, S. Pd. dan Bapak Toni Karyono yang
telah melahirkan dan mendidik Ananda hingga sekarang. Peluh mereka berdua tak kan
mampu Ananda ganti dengan apapun. Untuk adik- adik Ananda, Irgy Alfares dan Zikri
Ramadhan, terimakasih kalian sudah mengisi kehidupan kakak. Pengubah pedih menjadi
canda, pengubah penat menjadi bahagia. Semoga dengan pencapaian kakak ini kalian
berdua bisa termotivasi.
Terima kasih dan rasa hormat untuk Ibu Nalwida Rozen, M.P., Bapak Zahlul Ikhsan, S.P.,
M.P. sebagai pembimbing Ananda, baik dibidang akademik maupun non akademik. Rasa
terima kasih yang dalam Ananda ucapkan kepada Bapak Ade Noferta, S.P., M.P. yang
senantiasa memberikan saran dan dukungan.
Salam sayangku kepada kalian teman-temanku Renika SP, Nissa SP, Lisa SP, Ipit SP, Ria
SP, Cakim SP,Ciwel SP, Mbak Apipah SP, Roni SP, Weri SP, Nanda SP, Randi SP,
Megi SP, Agus SP , Arif SP, Fajri SP, Pani SP, Sandi SP. Kalian semua gila tapi aku
bahagia, kalian semua gesrek tapi aku senang, kalian semua hebat dan aku bangga. Tak
henti-henti kasih sayang yang kalian berikan padaku walaupun kita tak terikat pertalian
darah. ILOVEYOUSOMUCH.
Untuk senior-senior Ananda, Kak Imel SP, Kak Jijah SP, Kak Narti SP, Kak Ayu SP,
Kak Stewo SP, Kak Ratih SP, Kak Rahmi SP, Kak Tiwi SP, Bang Ilham SP, Bang Arlen
SP, Bang Wandi SP, akhirnya dengan dukungan kalian, Ananda bisa menyusul
mendapatkan gelar sarjana.
vi
BIODATA
Penulis dilahirkan di Bukittinggi pada 10 November 1997 dengan nama
lengkap Ghea Karilla Ulya. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara,
dari pasangan Toni Karyono dan Wahyu Illahi. Penulis menempuh pendidikan
sekolah dasar di SDN 04 Bukit Apit Puhun Bukittinggi pada tahun 2004-2010.
Penulis menempuh pendidikan sekolah menengah pertama dengan mengikuti
program akselerasi di SMPN 1 Bukittinggi pada tahun 2010-2012, dan sekolah
menengah atas di SMAN 3 Teladan Bukittinggi. Penulis kemudian melanjutkan
pendidikan perguruan tinggi negeri pada Program Studi Agroekoteknologi di
Universitas Andalas.
Dharmasraya, Juli 2020
G. K. U
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadiran Allah SWT, karena atas izin-
Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Salawat beriring salam
disampaikan buat Rasulullah Muhammad SAW sebagai suri tauladan dalam
kehidupan. Skripsi ini disusun dari hasil penelitian dengan judul ”Pengaruh Media
Penyimpanan Entres Kakao (Theobroma cacao L.) Klon BL- 50 terhadap
Keberhasilan Sambung Samping”. Atas kerja keras dan kerja sama dari berbagai
pihak akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang setulusnya
kepada Ibu Dr. Ir, Nalwida Rozen, M.P. selaku Pembimbing I dan Bapak Zahlul
Ikhsan,S.P., M.P selaku Pembimbing II, selajutnya Bapak Ade Noferta yang telah
banyak memberikan petunjuk, saran dan pengarahan dalam penyusunan skripsi
ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Jus selaku pemilik lahan
yang penulis gunakan selama penelitian ini berlangsung. Selanjutnya penulis
berterima kasih kepada rekan-rekan yang telah menolong penulis menjalankan
penelitian ini. Besar harapan penulis, kiranya skripsi ini akan memberikan
sumbangan informasi ilmiah terutama tentang penyimpanan batang entres
tanaman kakao yang paling cocok untuk terapkan dalam perbanyakan terutama
dengan sambung samping.
Dharmasraya, Juli 2020
G.K.U
viii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR……………………………………………........ vii
DAFTAR ISI………………………………………………………........ vii
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................... x
ABSTRAK…………………………………………………………....... xi
ABSTRACT............................................................................................ xii
BAB 1 PENDAHULUAN...................................................................... 1
A. Latar Belakang............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah...................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian........................................................................ 4
D. Manfaat Penelitian...................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................ 6
A. Tanaman Kakao.......................................................................... 6
B. Perbanyakan Tanaman kakao..................................................... 9
C. Kualitas Entres dan Batang Bawah untuk Sambung Samping
Kakao...........................................................................................
11
D. Penyimpanan Entres.................................................................. 12
BAB III METODE PENELITIAN......................................................... 14
A. Tempat dan Waktu..................................................................... 14
B. Bahan dan Alat........................................................................... 14
C. Rancangan Percobaan................................................................. 14
D. Pelaksanaan Penelitian............................................................... 15
E. Variabel Pengamatan.................................................................. 16
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................... 18
A. Persentase Keberhasilan Sambungan........................................... 18
B. Panjang Entres.............................................................................. 21
C. Jumlah Cabang.............................................................................. 22
D. Panjang Cabang............................................................................ 24
E. Jumlah Daun................................................................................. 26
F. Lebar Daun.................................................................................... 28
ix
Halaman
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN................................................. 30
A. Kesimpulan................................................................................... 30
B. Saran............................................................................................. 30
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 31
LAMPIRAN …………………………………………………………… 34
x
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Jadwal Kegiatan............................................................................... 35
2. Denah Percobaan.............................................................................. 36
3. Deskripsi Klon BL-50…………………………………………...... 37
4. Hasil Analisis Sidik Ragam RAK.................................................... 39
5. Dokumentasi Percobaan................................................................... 41
xi
PENGARUH MEDIA PENYIMPANAN ENTRES KAKAO
(Theobroma cacao L.) KLON BL- 50 TERHADAP
KEBERHASILAN SAMBUNG SAMPING
ABSTRAK
Tanaman kakao klon BL-50 merupakan klon kakao unggulan dari Provinsi
Sumatera Barat. Klon BL-50 paling ideal diperbanyak dengan sambung samping.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh berbagai media penyimpanan entres
kakao klon BL-50 terhadap keberhasilan sambung samping. Penelitian dilaksanakan pada
bulan Desember 2018 hingga April 2019 di Nagari Balubuih Kabupaten 50 Kota dan di
Kabupaten Dharmasraya. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok
(RAK) dengan tiga media penyimpanan yakni pelepah pisang, irisan temulawak dan
alcosorb yang dicampur dengan serbuk gergaji dengan 6 ulangan. Data pengamatan
dianalisis dengan uji F pada taraf 5%, jika berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji
lanjut Duncan’s New Multiple Range Test (DMNRT) pada taraf 5%. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa media penyimpanan entres terbaik adalah pelepah pisang yang
mampu meningkatkan keberhasilan sambung samping kakao klon BL-50.
Kata Kunci : alcosorb, klon BL-50, pelepah pisang, sambung samping, serbuk gergaji,
temulawak
xii
THE EFFECT OF STORAGE MEDIA OF CACAO SCION
(Theobroma cacao L.) BL-50 CLONE ON THE SUCCESSFUL
OF SIDE GRAFTING
ABSTRACT
Keywords: alcosorb, BL-50 clone, banana midrib, side grafting, sawdust, curcuma
Cacao BL-50 clone is a superior cacao clone from West Sumatra. The BL-50
clones are most ideally propagated by side grafting. The objective of this study wa to
determine the effect of various storage media of cacao scion BL-50 clone on the
successful of side grafting. The present study was conducted in December 2018 to April
2019 at Balubuih Village, 50 Kota District and at Dharmasraya District. This research
was a experiment used a Randomized Block Design (RBD) with three storage media
namely banana midrib, curcuma sliced, and alcosorb mixed with sawdust which are
repeated 6 times. The observation data were analyzed by the F test at 5% level
significantly, if significantly different it was continued by the Duncan's New Multiple
Range Test (DMNRT) at 5% level significantly. The results showed that the best scion
storage media was a banana midrib which was able to increase the successful of side
grafting of cacao BL-50 clones.
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kakao merupakan komoditas unggulan yang menyumbang lapangan
pekerjaan baru dan devisa nasional Indonesia melalui ekspor biji kakao kering
setelah tanaman kelapa sawit dan tanaman karet. Budidaya kakao (Theobroma
cacao L.) mengalami peningkatan yang sangat signifikan secara nasional.
Penambahan luas areal tertinggi dialami oleh perkebunan rakyat.
Menurut Badan Pusat Statistik pada tahun 2018 luas perkebunan kakao
rakyat mencapai 1.701.131 ha, sedangkan luas perkebunan yang dikelola oleh
pemerintah hanya berkisar 14.799 ha dan luas pekebunan milik swasta seluas
28.232 ribu ha. Pada tahun tersebut produksi kakao mencapai 686,964 ton.
Indonesia menjadi negara pengekspor biji kakao terbesar ketiga dunia.
Peningkatan produksi kakao di Provinsi Sumatera Barat tidak berbanding
lurus dengan jumlah peningkatan lahan yang pesat. Provinsi Sumatera Barat
memiliki areal perkebunan rakyat seluas 156.187 ha dengan produksi 50.045 ton.
Perkebunan yang dikelola oleh pihak swasta seluas 2.749 ha dan produksi 2.166
ton. Produktivitas ini masih jauh di bawah standar produksi kakao yang mencapai
2 ton biji kering/ha selama satu tahun (Ditjenbun, 2018).
Upaya meningkatkan produksi tanaman kakao dapat dilakukan dengan
memperluas areal pertanaman, penanganan hama dan penyakit dengan cara yang
tepat, dan menggunakan bibit unggul yang berpotensi menghasilkan produksi
tinggi (Saputra, 2015). Peningkatan produktivitas melalui penggunaan bibit kakao
unggul merupakan langkah dasar yang harus dilakukan petani kakao. Bibit kakao
yang termasuk bibit yang unggul merupakan bibit kakao yang tahan cekaman
lingkungan, tahan terhadap serangan hama dan penyakit dan yang paling penting
adalah bibit yang mampu menghasilkan buah dan biji kakao yang berkualitas baik
dengan kuantitas produksi yang tinggi.
Sumatera Barat telah memiliki salah satu klon kakao unggulan, yaitu Klon
BL-50 dengan potensi hasil mencapai 4,59 ton/ha/tahun (Balitri, 2017). Tanaman
kakao dari perbanyakan generatif membutuhkan 18-24 buah segar untuk
menghasilkan 1 kg biji kering, sedangkan tanaman kakao yang dihasilkan dari
2
perbanyakan vegetatif sambung samping membutuhkan 8-14 buah kakao segar
untuk menghasilkan 1 kg biji kering. Penggunaan klon ini sudah menyebar di luar
wilayah Kota Payakumbuh dan Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat.
Penelitian di beberapa lokasi pengembangan kakao di Sulawesi Selatan
menunjukkan bahwa perbanyakan vegetatif menghasilkan tanaman yang secara
genetik sama dengan induknya, serta tanaman memiliki produktivitas maupun
mutu hasil yang seragam. Perbedaan dengan indukan yang dapat terjadi adalah
perbedaan ukuran lama inisiasi pembungaan, banyak buah, ukuran buah, bobot
buah segar, cita rasa buah, dan ketahanan tanaman dari serangan hama dan
penyakit (Limbongan et al., 2012). Perbanyakan tanaman kakao secara vegetatif
dilakukan dengan cara stek, okulasi, sambung pucuk, somatik embriogenesis dan
sambung samping.
Prawoto (2008) mendefinisikan perbanyakan sambung samping sebagai
teknik menyisipkan batang atas (entres) berupa klon yang dikehendaki sifatnya
pada sisi batang bawah. Teknologi sambung samping dapat juga digunakan untuk
memperbaiki tanaman yang rusak secara fisik, menambah jumlah klon dalam
populasi tanaman, mengganti klon dan pemendekan tajuk tanaman. Metode
perbanyakan sambung samping adalah metode yang tepat bagi petani kakao dalam
mengganti penggunakaan jenis kakao tanpa harus membuka lahan baru.
Pergantian penggunaan jenis kakao dapat dilakukan dengan efesien dan efektif.
Beberapa keuntungan sambung samping adalah tanaman baru lebih cepat berbuah,
tanaman kakao pada normalnya, pelaksanaannya lebih mudah dibandingkan
dengan okulasi, batang bawah dapat berfungsi sebagai penaung sementara bagian
batang atas yang baru tumbuh, dan kekosongan produksi dapat diminimalkan
dengan cara mengatur saat pemotongan batang bawah (Kardiyono, 2010).
Keuntungan-keuntungan inilah yang menjadi alasan bagi petani melakukan
teknologi perbanyakan secara sambung samping.
Kendala yamg muncul pada metode perbanyakan sambung samping
adalah jauhnya jarak antara pohon sumber entres dengan tempat atau kebun yang
akan direhabilitasi, sehingga dibutuhkan waktu yang agak lama mulai dari
pengambilan entres sampai dengan proses penyambungan. Masalah lain yang
dapat muncul adalah jumlah tanaman kakao yang akan disambung samping
3
biasanya dalam jumlah yang sangat banyak, sehingga seringkali proses
penyambungan yang dilakukan membutuhkan waktu relatif panjang. Masalah-
masalah ini dapat diatasi dengan penggunaan media penyimpanan entres yang
dapat menjaga kelembaban dan kesegaran entres tetap baik (Abdurahman et al.,
2007).
Menurunnya tingkat keberhasilan okulasi dan atau penyambungan
(grafting) tanaman berkayu dengan entres yang mengalami penyimpanan dapat
dipengaruhi oleh menurunnya kadar air entres selama proses penyimpanan
(Hartman et al., 2010). Panjang entres sangat mempengaruhi kadar air entres
sebagai pendukung keberhasilan penyambungan (Putri et al., 2016). Oleh karena
itu, untuk mempertahankan kadar air batang entres yang mengalami penyimpanan
perlu dilakukan melalui perbaikan teknik dan media penyimpanan serta teknologi
pengemasannya. Media pengemasan entres kakao yang umum digunakan adalah
pelepah pisang dan koran bekas. Media- media tersebut dipilih karena bahannya
yang mudah didapat dilingkungan petani.
Berbagai jenis media penyimpanan memiliki kelebihan dan kekurangan
masing-masing. Hal ini tidak terlepas dari kecocokan jenis media penyimpanan
dengan karakteristik entres yang disimpan. Pemilihan media penyimpanan juga
harus mempertimbangkan efisiensi dan keefektifanya. Media penyimpanan yang
mudah didapatkan akan sangat menolong petani dalam pengembangan klon
unggul kakao. Pengelolaan limbah berupa pelepah pisang belum digunakan secara
maksimal. Batang pisang yang sudah dipanen hanya akan dibiarkan begitu saja
dilapangan. Begitupun dengan limbah serbuk gergaji yang hanya dibiarkan
menumpuk sehingga hanya menjadi sampah. Limbah pelepah pisang dan limbah
serbuk gergaji dapat dimanfaat oleh petani untuk dijadikan media menyimpanan
entres yang ideal. Temulawak yang mudah dibudidayakan juga dapat menjadi
media penyimpanan yang cocok bagi petani. Petani dapat dengan mudah
mendapatkan temulawak karna sifatnya yang mudah berkembangbiak dengan
pesat pada diberbagai kondisi lahan.
Penelitian Pangastuti et al., (2018) menunjukkan bahwa penyimpanan
entres jati pada media pelepah pisang ambon selama enam hari akan mampu
mempertahankan persentase keberhasilan okulasi sebanyak 66,67%. Sedangkan
4
pada penelitian Sukamto et al., (2014) menunjukkan bahwa penyimpanan entres
avokad dalam pelepah pisang dapat dipertahankan kesegarannya selama sembilan
hari, yaitu tingkat hidup sambungan 71%. Anindiawati (2011) melaporkan bahwa
irisan temulawak memberikan pengaruh terbaik pada penyimpanan entres
tanaman jeruk untuk perbanyakan okulasi selama tiga hari. Tingkat okulasi jadi
entres yang disimpan dengan irisan temulawak sebesar 100%. Pengujian media
penyimpanan kertas koran dan serbuk gergaji pada kakao pada penelitian yang
dilakukan oleh Larekeng (2017). Penelitian ini membuktikan bahwa kakao yang
disimpan selama dua belas hari masih memiliki persentase keberhasilan sambung
sebesar 36,41%. Setiap entres dari jenis komoditi tanaman yang berbeda memiliki
kriteria media tersendiri untuk digunakan sebagai bahan media penyimpanan. Hal
ini menunjukkan bahwa setiap jenis entres akan memberikan pengaruh yang
berbeda terhadap media penyimpanan yang berbeda. Oleh karena itu, penulis
telah melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Media Penyimpanan Entres
Kakao (Theobroma cacao L.) Klon BL-50 terhadap Keberhasilan Sambung
Samping”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka rumusan masalah yang
digunakan sebagai dasar penelitian ini adalah :
1. Apakah ada pengaruh media penyimpanan entres kakao Klon BL-50
terhadap keberhasilan sambung samping?
2. Apa media penyimpanan yang paling baik digunakan untuk menyimpan
batang entres tanaman kakao Klon BL-50?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan pada penelitian ini diantaranya :
1. Mengamati pengaruh media penyimpanan entres kakao untuk perbanyakan
sambung samping.
2. Menentukan media penyimpanan batang entres tanaman kakao yang tepat
untuk keberhasilan sambung samping.
5
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin dicapai dari terlaksanya penelitian ini yaitu :
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi
perkembangan ilmu pengetahuan khususnya pemanfaatan teknologi
sambung samping.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi dan membantu
petani menemukan cara atau metode yang praktis, dalam menyimpanan
entres sebelum melakukan penyambungan sehingga tidak merugikan
petani dalam merehabilitasi tanaman kakao.
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman Kakao
Kakao merupakan salah satu jenis tanaman penyegar yang memiliki nilai
ekonomi tinggi. Kakao merupakan tanaman potensial untuk diolah menjadi gula
kristal, pakan ternak, dan bioetanol, sedangkan daun menghasilkan biomassa.
Kandungan utama biji kakao digunakan untuk industri cokelat dan turunannya,
kosmetik, obat, pangan, gula, dan tepung (Martono, 2015)
1. Karakteristik Tanaman Kakao
a. Batang (caulis)
Batang tanaman kakao tumbuh tegak, tinggi tanaman dikebun pada umur 3
tahun dengan kisaran 1,8- 3 m dan pada umur 12 tahun mencapai 4,5- 7 m,
sedangkan kakao yang tumbuh liar ketinggiannya mencapai 20 m. Kakao yang
diperbanyak dengan biji akan membentuk batang utama sebelum tumbuh cabang-
cabang primer. Letak pertumbuhan cabang- cabang primer disebut jorket dengan
ketinggian 1,2-1,5 m dari permukaan tanah (Martono, 2015). Pertumbuhan batang
kakao bersifat dimorfisme, artinya mempunyai dua bentuk tunas vegetatif. Tunas
yang arah pertumbuhannya ke atas disebut dengan tunas ortotrof atau tunas air,
sedangkan tunas yang arah pertumbuhannya ke samping disebut dengan
plagiotrotrof atau cabang kipas. Tinggi tanaman umur tiga tahun mencapai 1,8-
3,0 meter pada umur 12 tahun dapat mencapai 4,5- 7,0 meter (Suhendi, 2008).
b. Daun (folium)
Daun kakao merupakan daun tunggal (folium simplex), pada tangkai daun
hanya terdapat satu helaian daun. Tangkai daun (petiolus) berbentuk silinder dan
bersisik halus (tergantung pada tipenya. Bangun daunnya bulat memanjang
(oblongus). Ujung daun (apex folii) meruncing (acuminatus) dan pangkal daun
(basis folii) berbentuk runcing (acutus), kedua tepi daunnya di kanan dan kiri ibu
tulang daun sedikit demi sedikit menuju ke atas dan pertemuannya di puncak daun
yang membentuk sudut lancip. Tepi daun (margo folii) rata (integer) sampai agak
bergelombang, daging daun tipis tetapi kuat seperti perkamen (Martono, 2015).
7
c. Akar (radix)
Tanaman kakao mempunyai akar tunggang yang disertai dengan akar
serabut dan berkembang disekitar permukaan tanah kurang lebih sampai 30 cm.
Pertumbuhan akar dapat mencapai 8 m ke arah samping dan 15 m ke arah bawah.
Ketebalan daerah perakarannya 30-50 cm. Pada tanah dengan permukaan air
rendah, akar tumbuh panjang, sedangkan pada kedalaman air yang tinggi dan
tanahliat, akar tidak begitu dalam dan tumbuh lateral dekat dengan permukaan
tanah (Martono, 2015). Kedalaman akar tunggang menembus tanah dipengaruhi
oleh kondisi air tanah dan struktur tanah. Pada tanah yang porinya dalam dan
berdrainase baik, akar tunggang kakao dewasa mencapai kedalaman 1,0-1,5 m
(Wahyudi et al., 2008).
d. Bunga (flos)
Bunga kakao merupakan bunga mejemuk dan mempunyai ukuran yang
sangat kecil. Diameter bunga berkisar 1-1,5 cm dan panjang tangkai berkisar 1,5
cm. Bunga kakao terdiri dari dua bagian utama, yaitu androecium (organ kelamin
jantan) dan ginaecium (organ kelamin betina). Adapun bagian pelengkap bunga
terdiri dari calyx (kelopak bunga) dan corolla (mahkota bunga). Bagian utama
befungsi sebagai alat berkembang biak, sedangkan bagian pelengkap berfungsi
sebagai pelindung bagian utama (Rahardjo, 2011).
e. Buah (fructus)
Berdasarkan bentuk buah terbagi menjadi empat golongan, yaitu Angoleta
(buah berbentuk oblong), Cundeamor (buah berbentuk ellips), Amelonado, dan
Calabacil (buah berbentuk bulat) (Wood & Lass, 1985 cit. Martono, 2015).
Permukaan buah halus, agak halus, agak kasar, dan kasar dengan alur dangkal,
sedang, dan dalam, jumlah alur sekitar 10 dengan tebal antara 1- 2 cm tergantung
jenis klonnya. Panjang buah 16,2– 20,50 dengan diameter 8–10,07 cm (Martono,
2015).
f. Biji (semen)
Biji kakao dapat dibagi menjadi tiga bagian pokok, yaitu kotiledon
(87,10%), kulit (12%), dan lembaga (0,9%). Jumlah biji per buah sekitar 20-60
dengan kandungan lemak biji 40- 59%. Biji berbentuk bulat telur agak pipih
dengan ukuran 2,5 x 1,5 cm. Biji kakao diselimuti oleh lendir (pulp) berwarna
8
putih. Lapisan yang lunak dan manis rasanya, jika telah masak lapisan tersebut
dinamakan pulp atau micilage. Pulp dapat menghambat perkecambahan, oleh
karena itu harus dibuang untuk menghindari kerusakan biji (Martono, 2015).
2. Syarat Tumbuh Tanaman Kakao
a. Tanah
Tanaman Kakao dapat tumbuh sampai ketinggian tempat maksimum 1200
m dpl, ketinggian tempat optimum adalah 1- 600 m dpl dengan kemiringan lereng
maksimum 40o. Tanah yang cocok untuk tanaman kakao adalah yang bertekstur
lempung liat (clay loam) yang merupakan perpaduan antara 50% pasir, 10-20%
debu dan 30-40% liat. Tekstur tanah ini dianggap memiliki kemampuan menahan
air yang tinggi dan memiliki sirkulasi udara yang baik. Tanah dikatakan memiliki
sifat fisik yang baik adalah jika mampu menahan air dengan baik, lebih tepatnya
memiliki peredaran udara/aerasi dan penyediaan air/drainase tanah yang baik bagi
pertumbuhan dan pernapasan/respirasi akar (Wahyudi et al.,2008). Sifat kimia
dari tanah bagian atas merupakan hal yang paling penting karena akar-akar akan
menyerap nutrisi. Kemasaman tanah (pH) optimum 6.0-6.75 (Departemen
Perindustrian, 2007).
b. Iklim
Curah hujan yang sesuai untuk pertanaman kakao adalah 1100-3000 mm,
Temperatur ideal bagi pertumbuhan kakao adalah 30-32oC dan 18- 21oC. Kakao
dapat juga tumbuh dengan baik pada temperatur minimum 15oC per bulan dengan
temperatur minimum absolut 10oC per bulan. Pengaruh temperatur terhadap
pertumbuhan kakao erat kaitannya dengan ketersediaan air, sinar matahari dan
kelembaban (Safuan et al., 2013). Fotosintesis maksimum diperoleh pada saat
penerimaan cahaya pada tajuk sebesar 20% dari total pencahayaan penuh.
Kejenuhan cahaya dalam berfotosintesis setiap daun yang telah membuka
sempurna berada dalam kisaran 3-30% cahaya matahari atau 15% cahaya
matahari penuh. Hal ini berkaitan dengan proses membukanya stomata lebih besar
bila cahaya matahari yang diterima lebih banyak (Rubiyo dan Siswanto, 2012).
9
B. Perbanyakan Tanaman Kakao
1. Perbanyakan Secara Generatif
Perbanyakan secarageneratif melibatkan organ tanaman berupa biji. Biji
merupakan bagian tanaman yang terbentuk setelah terjadinya proses fertilisasi,
suatu proses peleburan gamet jantan dan betina. Peranan biji menjadi penting
dalam perbanyakan karena adanya embrio. Perbanyakan melalui biji memberikan
beberapa keuntungan, diantaranya adalah 1) sistem perakaran yang kuat, 2) masa
produktif lebih lama, 3) lebih mudah diperbanyak, 4) lebih tahan terhadap
penyakit yang berasal dari tanah, 5) memiliki keragaman genetik yang lebih
tinggi. Kekurangan dari perbanyakan ini adalah 1) waktu berbunga lebih lama, 2)
anakan berbeda dengan induknya (Dewi et al., 2016).
2. Perbanyakan Secara Vegetatif
Perbanyakan tanaman secara vegetatif memiliki keuntungan, yaitu sifat
bibit yang dihasilkan relatif sama dengan induknya. Perbanyakan dengan vegetatif
ini memiliki kelebihan antara lain hasil cepat diperoleh, pertumbuhan bibit
memiliki vigor yang baik, dan serangan hama dan penyakit relatif rendah.
Disamping itu penggunaan bahan tanam vegetatif yang berasal dari klon- klon
kakao yang sudah teruji keunggulannya akan lebih menjamin produktivitas dan
kualitas biji kakao yang dihasilkan (Prawoto, 2008).
Hasil pengamatan Limbongan dan Taufik (2011) di beberapa lokasi
pengembangan kakao di lahan perkebunan daerah kisaran Sulawesi Selatan
menunjukkan bahwa perbanyakan vegetatif menghasilkan tanaman yang secara
genetik sama dengan induknya, serta tanaman memiliki produktivitas maupun
mutu hasil yang seragam. Hasil ini lebih menguntungkan dibandingkan tanaman
hasil perbanyakan generatif.
a. Setek
Perbanyakan tanaman dengan setek yaitu menumbuhkan bagian atau
potongan tanaman dalam media tanah sehingga menjadi tanaman baru.
Pembibitan dengan setek dimulai dengan memilih pohon induk sebagai sumber
bahan tanam. Setelah berumur 5-6 bulan, bibit sudah siap dipindahkan ke
lapangan (Prawoto 2008).
10
b. Okulasi
Teknologi okulasi dilakukan dengan mengambil potongan kecil kulit
batang yang mengandung satu tunas vegetative dari entres lalu menempelkannya
pada batang bawah. Pelaksanaannya cepat dan ekonomis apabila tersedia batang
bawah yang banyak. Beberapa variasi dari teknik perbanyakan dengan okulasi
yaitu modifikasi Forket, metode T (Tbudding), metode T terbalik, metode jendela
(patchbudding), dan okulasi hijau (green budding) (Limbongan dan Limbongan
2012).
c. Sambung Pucuk
Teknologi sambung pucuk adalah penggabungan dua individu klon
tanaman kakao yang berlainan menjadi satu dan tumbuh menjadi tanaman baru.
Teknologi ini menggunakan bibit kakao sebagai batang bawah yang disambung
dengan entres dari kakao unggul sebagai batang atas. Bibit batang bawah siap
disambung pada umur 2,5 - 3 bulan (Limbongan dan Djufry, 2013).
d. Somatik Embriogenesis
Somatik embriogenesis (SE) adalah proses menumbuhkan sel somatik
dalam kondisi terkontrol, yang selanjutnya berkembang menjadi sel embriogenik.
Selanjutnya sel embriogenik mengalami perubahan morfologi dan biokimia
sehingga terbentuk embrio somatik (Von Arnold, 2008 cit. Limbongan dan
Djufry, 2013). Teknologi ini dapat menyediakan bibit dalam jumlah banyak,
sehingga dapat mengatasi masalah penyediaan bibit..
e. Sambung Samping
Teknologi sambung samping digunakan untuk merehabilitasi tanaman
kakao yang sudah tua dan tidak produktif lagi, bukan untuk perbanyakan bibit.
Teknologi ini dilakukan dengan menyambungkan entres kakao unggul (sebagai
batang atas) pada tanaman kakao dewasa yang tidak produktif (sebagai batang
bawah). Sambung samping dilakukan dengan cara menempelkan entres (cabang
plagiotrop) yang berasal dari jenis (klon) kakao unggul pada batang tanaman
kakao yang memiliki produktivitas rendah (Basri, 2009).
Teknologi sambung samping juga digunakan untuk memperbaiki tanaman
yang rusak secara fisik, menambah jumlah klon dalam populasi tanaman,
mengganti klon dan pemendekan tajuk tanaman. Metode perbanyakan sambung
11
samping adalah metode yang tepat bagi petani kakao dalam mengganti
penggunakaan jenis kakao tanpa harus membuka lahan baru. Pergantian
penggunaan jenis kakao dapat dilakukan dengan efesien dan efektif (Kardyono,
2010).
Beberapa keuntungan tanaman sambung samping adalah tanaman baru
lebih cepat berbuah, pelaksanaannya lebih mudah dibandingkan dengan okulasi,
batang bawah dapat berfungsi sebagai penaung sementara bagi batang atas yang
baru tumbuh, dan kekosongan produksi dapat diminimalkan dengan cara
mengatur saat pemotongan batang bawah. Tanaman hasil sambung samping mulai
dapat dipetik buahnya pada umur 18 bulan setelah disambung, dan pada umur 3
tahun mampu menghasilkan 15−22 buah/pohon (Suhendi, 2008).
Hasil penelitian Limbongan et al., (2011) di Kabupaten Soppeng, Sulawesi
Selatan memperlihatkan adanya keberhasilan sambungan yang dicapai petani.
Hasil biji kering dari tanaman hasil sambung samping pada klon ICS 60 mencapai
2,34 t/ha/tahun, hampir sama dengan hasil penelitian Salim dan Drajat (2008)
yang mencapai 2,5 t/ha/tahun.
C. Kualitas Entres dan Batang Bawah Untuk Sambung Samping Kakao
Persiapan sambung samping dimulai dengan penyediaan entres dan batang
bawah yang berkualitas. Entres harus diambil dari tanaman yang jelas
identitasnya, klon-klon unggul yang memiliki produksi tinggi, mutu biji dan tahan
terhadap hama/penyakit (Salim dan Drajat, 2008). Kualitas entres menjadi faktor
penentu capaian dari rehabilitasi. Entres yang baik digunakan untuk sambung
samping biasanya diperoleh dari cabang plagiotrop yang berwarna hijau
kecoklatan hingga coklat, berdiameter 0,75-1,50 cm dan memiliki 3-5 mata tunas
(Wahyudi et al., 2008).
Kriteria batang bawah yang digunakan antaralain: tidak terserang oleh
hama dan penyakit, pertumbuhannya normal, batang tegak dan tajuknya simetris
(Indriyanto, 2013). Secara lebih terinci, tanaman yang baik untuk batang bawah
mempunyai sifat sebagai berikut (Wudiyanto, 2005).
a. Mempunyai daya adaptasi seluas mungkin. Artinya tanaman itu kompatibel
dengan berbagai varietas. Yang dimaksud kompatibel kemampuan dua
12
tanaman untuk membentuk sambungan (budding atau grafting) dengan baik
dan dua sambungan ini mampu tumbuh baik.
b. Mempunyai perakaran yang kuat dan tahan terhadap serangan hama dan
penyakit yang ada di dalam tanah.
c. Kecepatan tumbuhnya sesuai dengan batang atas yang digunakan, dengan
demikian diharapkan batang bawah mampu hidup bersama batang atas.
d. Tidak mempunyai pengaruh pada batang atas, baik dalam kualitas maupun
kuantitas buah pada tanaman yang terbentuk sebagai hasil penyambungan.
D. Penyimpanan Entres
Pelepah pisang merupakan salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai
media simpan entres. Danu dan Abidin (2007) menyatakan bahwa kemasan
pelepah pisang cenderung mempertahankan kondisi lingkungan yang baik, dengan
menjaga kandungan air dan nutrisi dalam entres. Hal tersebut disebabkan karena
pelepah pisang memiliki kelembapan, cadangan air, dan temperatur yang baik
untuk dijadikan bahan kemasan.
Hal ini juga dibuktikan dalam penelitian Pangastuti et al.,(2018) pada
penyimpanan entres jati. Kelembapan yang tinggi dapat menciptakan temperatur
yang rendah pada media simpan pelepah pisang. Kondisi tersebut dapat menekan
laju transpirasi pada entres jati dan memperlambat proses kehilangan kadar air
pada entres, sehingga kesegaran entres tetap terjaga. Berdasarkan hal tersebut
dapat dikatakan bahwa pelepah pisang merupakan salah satu media simpan yang
baik untuk digunakan sebagai pembungkus entres karena dapat mempertahankan
kesegaran entres selama masa simpan enam hari dengan tingkat persentase
sambung hidup mencapai 66,67%. Sukamto et al.,(2014) meneliti bahwa entres
advokad yang disimpan dalam pelepah pisang memiliki persentase keberhasilan
tumbuh yang lebih baik dari pada entres yang di simpan pada media koran atau
serbuk gergaji.
Menurut Sulaeman (2014) pengambilan entres jati dari jarak jauh dapat
dilakukan dengan cara membungkus entres dengan kertas koran. Cara
pengemasan ini dimaksudkan agar kelembaban entres tetap terjaga. Entres yang
layu atau kurang segar dikarenakan kadar airnya berkurang akibat penguapan
13
selama penyimpanan. Entres yang kurang segar ini sangat mempengaruhi proses
pertautan antara batang atas dan batang bawah sehingga dapat mempengaruhi
persentase keberhasilan okulasi. Untuk itu perlu diperhatikan kriteria entres yang
baik yaitu tidak terlalu tua/muda, kondisi entres tidak flushing (pupus).
Hasil pengujian yang dilakukan oleh Saefudin dan Wardania (2015)
menunjukkan entres yang disimpan dalam media kertas koran atau serbuk gergaji
yang telah dibasahi masih mampu menghasilkan persentase keberhasilan okulasi
karet masing-masing 22,22% dan 31,94% dan kandungan air entres masing-
masing 58,87% dan 58,31%. Pengujian media penyimpanan kertas koran pada
kakao pada penelitian yang dilakukan oleh Larekeng (2017). Penelitian ini
membuktikan bahwa kakao yang disimpan selama 12 hari masih memiliki
persentase keberhasilan sambung sebesar 36,41%.
Pada penelitian Anindiawati (2011) irisan temulawak digunakan untuk
media penyimpanan entres tanaman jeruk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
entres yang disimpan pada irisan temulawak memiliki persentase hidup sebesar
100% setelah di simpan 3 hari. Penggunaan temulawak sebagai bahan
pembungkus entres dalam penyimpanan karena temulawak mengandung zat
kurkumin yang dapat menghambat pertumbuhan jamur. Bau khas dari temulawak
ini tidak disukai oleh hama, sehingga dapat digunakan sebagai penyimpan entres.
Rimpang dari temulawak yang mengandung berbagai komponen kimia di
antaranya zat kuning kurkumin, protein, pati dan minyak atsiri. Minyak atsirinya
mengandung senyawa phelandren, kamfer, borneol, sineal, xanthorhizol.
Kandungan xanthorizol dan kurkumin ini yang menyebabkan temulawak sangat
berkhasiat (Anindiawati, 2011).
14
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu
Pengambilan entres dilakukan di Jorong Balubuih, Kecamatan Sungai
Talang, Kabupaten 50 Kota. Penyimpanan dilakukan di Laboratorium Kampus 3
Unand Dharmasraya. Penyambungan dan pengamatan dilaksanakan di lahan
perkebunan kakao, Jorong Pulau Punjung, Nagari IV Koto Pulau Punjung,
Kecamatan Pulau Punjung, Kabupaten Dharmasraya. Penelitian ini telah
dilaksanakan pada Desember 2018 hingga April 2019. Jadwal penelitian pada
Lampiran 1.
B. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah batang bawah kakao
varietas ICS 60 berumur 5 tahun, batang entres tanaman kakao Klon BL 50 yang
diambil dari tanaman kakao berumur 6-7 tahun, pelepah batang pisang yang masih
segar sepanjang ± 80 cm dan lebar 30 cm, irisan temulawak 3 kg, plastik bening
berukuran 30 cm x 50 cm, alcosorb, kertas koran, parafin, tali, selotip, lakban
hitam dan serbuk gergaji kasar. Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini
adalah pisau pemotong, kardus penyimpanan berukuran 50 cm x 25 cm x 30 cm,
ember, pisau, dan alat-alat tulis dan meteran.
C. Rancangan Percobaan
Penelitian ini merupakan percobaan yang disusun dalam Rancangan Acak
Kelompok (RAK). Setiap perlakuan memiliki 6 ulangan. Pada satu ulangan
terdapat 4 sampel tanaman sehingga diperoleh 72 satuan percobaan. Data hasil
pengamatan diolah dan diuji secara statistik dengan uji ANOVA pada α 5% dan
uji lanjut dengan uji DMNRT. Adapun perlakuan yang dilaksanakan pada
percobaan ini adalah:
A : Pembungkusan entres dengan pelepah pisang.
B : Pembungkusan entres bersama irisan temulawak dengan kertas koran dan
plastik.
C : Pembungkusan entres bersama serbuk gergaji, alcosorb dengan kertas
koran dan plastik.
15
D. Pelaksanaan Penelitian
1. Persiapan Bahan Batang Entres
Batang entres yang digunakan adalah batang yang berasal dari tanaman
bebas penyakit maupun kerusakan baik akibat hama dan patah. Batang yang
memenuhi syarat dipotong menggunakan pisau potong sepanjang sekitar 20 cm
dan dipangkas seluruh daunnya. Bekas luka potongan dibalur dengan parafin
untuk mencegah terjadinya penguapan dari bekas luka. Penggunaan parafin juga
dimaksudkan untuk mencegah terjadinya penguapan berlebihan yang biasa terjadi
pada bekas luka entres.
2. Proses Pembungkusan Entres pada Media Simpan
Calon entres dikelompokkan sesuai jumlah ulangan untuk masing-masing
perlakuan, satu ulangan memuat 4 unit entres. Entres yang telah dikelompokkan
kemudian dibungkus dengan media sesuai perlakuan. Perlakuan pertama adalah
ppenyimpanan menggunakan pelepah pisang. Entres tersebut dimasukkan dalam
pelepah batang pisang. Kedua ujung pelepah kemudian dilipat ke bagian tengah
dan diikat dengan tali rafia. Perlakuan berikutnya calon entres di bungkus dengan
irisan temulawak setebal ± 2 mm. Penyimpanan dengan irisan temulawak
dilakukan dengan mengiris-iris temulawak terlebih dahulu selanjutnya
dimasukkan ke dalam plastik yang telah dilubangi sebelumnya beserta entres.
Temulawak yang dimasukkan sebanyak ± 3 kg. Hasil bungkusan temulawak
dibungkus menggunakan kertas koran, kemudian dibungkus lagi dengan plastik
bening. Perlakuan selanjutnya dilakukan dengan membungkus calon entres
bersama serbuk gergaji kasar yang sudah diberi perlakuan alcosorb. Perlakuan ini
dilakukan dengan mencampur 2 kg serbuk gergaji bersama larutan alcosorb (3 g :
1,5 L air). Hasil campuran dikering anginkan. Setelah dikering anginkan selama 5
menit, entres kakao dibungkus bersama serbuk gergaji tersebut dengan kertas
koran. Bungkusan ini dibungkus lagi menggunakan plastik. Hasil tiga perlakuan
ini disimpan bersama dalam satu kardus, sehingga dalam satu kardus dapat
memuat 72 entres.
3. Penyimpanan
Kardus disimpan pada suhu ruang. Kardus dijauhkan dari kondisi lembab.
Penyimpanan dilakukan selama 6 hari.
16
4. Penyambungan
Batang bawah yang akan disambung terlebih dahulu harus dibersihkan
dari kotoran. Pada sisi batang tanaman kakao dibuat dua torehan vertikal pada
kulitnya sepanjang 5 cm, ketinggian torehan dari permukaan tanah berkisar 45
cm. Jarak antar torehan 1−2 cm atau sama dengan diameter entres yang akan
disisipkan. Ujung atas torehan ditusuk miring ke bawah hingga mencapai
kambium. Kulit batang kemudian dikupas sesuai panjang torehan. Tanaman yang
kulitnya mudah dibuka dan kambiumnya bebas penyakit ditandai dengan warna
putih. Pangkal entres disayat miring sehingga bentuk permukaan sayatan runcing
seperti baji dengan panjang sayatan 3−4 cm. Entres yang sudah dipersiapkan
perlahan-lahan disisipkan pada torehan batang bawah. Sisi sayatan yang
berbentuk baji diletakkan menghadap ke kambium batang bawah kemudian lidah
kulit ditutup kembali sebelum diikat. Entres lalu dibungkus dengan plastik dan
diikat kuat dengan tali rafia.
E. Variabel Pengamatan
1. Persentase keberhasilan sambungan
Keberhasilan sambungan dilakukan dengan menghitung persentase
tumbuh setelah 30 hari setelah penyambungan (Lakereng et al., 2017).
Persentase keberhasilan
sambungan
= Jumlah Entres hidup
Jumlah tanaman x 100%
2. Panjang batang atas (cm)
Pengukuran tanaman dilakukan setelah sambungan tanaman berumur 30
hari (Lakereng et al., 2017). Pengukuran dilakukan tiap minggu hingga 10 kali
pengamatan. Pengamatan dilakukan selama 10 minggu. Pengukuran dilakukan
mulai dari pangkal entres sampai pada ujung entres menggunakan meteran.
3. Jumlah cabang (buah)
Cabang yang di ukur adalah cabang entres yang tumbuh pada hasil
sambungan, memiliki panjang minimal 0,5 cm (Lakereng et al., 2017).
Pengukuran dilakukan setiap minggu hingga 10 kali pengamatan. Pengamatan
dilakukan selama 10 minggu.
17
4. Panjang cabang (cm)
Pengamatan panjang cabang dilakukan dengan mengukur langsung dari
ketiak batang hingga ujung cabang menggunakan meteran gulung. Pengukuran
dilakukan tiap minggu (Lakereng et al., 2017) hingga 10 kali pengamatan.
Pengamatan dilakukan selama 10 minggu.
5. Jumlah daun (helai)
Pengamatan jumlah daun dilakukan setiap minggu hingga 10 kali
pengamatan. Daun yang di hitung adalah daun yang telah membuka sempurna.
Pengamatan dilakukan selama 10 minggu.
6. Lebar daun (cm)
Lebar daun yang diukur adalah daun yang terlebar diukur dengan
menggunakan mistar mulai dari pinggir helaian daun terlebar sebelah kiri ke
pinggir helaian daun sebelah kanan. Pengamatan dilakukan tiap minggu hingga 10
kali pengamatan, selama 10 minggu.
18
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Persentase Keberhasilan Sambungan
Sambung samping yang berhasil dapat tentukan saat sambungan berumur
30 hari. Entres yang hidup akan berwarna hijau, dan tampak segar. Jika entres
mengering dan berwarna coklat maka sambung samping dinyatakan gagal.
Penyimpanan entres dalam media yang berbeda memperlihatkan pengaruh
berbeda nyata terhadap persentase keberhasilan sambungan entres kakao klon BL-
50 pada umur 14 minggu setelah penyambungan. Hasil rata- rata persentase
sambungan yang berhasil hidup dapat dilihat pada Tabel 1. Sidik ragam dapat
dilihat pada Lampiran 4.1.
Tabel 1. Persentase keberhasilan sambungan pada perlakuan bahan media
penyimpanan entres Perlakuan Keberhasilan Sambungan (%)
Pelepah Pisang 91.67 a
Alcosorb dan Serbuk Gergaji 87.50 a
Temulawak 66.67 b
KK= 17,32%
Angka- angka yang diikuti huruf kecil yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada uji jarak
berganda Duncan 5%
Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa perlakuan media penyimpanan
entres berpengaruh terhadap persentase keberhasilan sambung samping.
Penyimpanan entres dengan menggunakan pelepah pisang memberikan hasil
sambungan hidup yang berbeda nyata dengan perlakuan penyimpanan entres
menggunakan irisan temulawak, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan
penyimpanan entres menggunakan alcosorb dan serbuk gergaji. Perlakuan terbaik
untuk mempertahankan daya tumbuh entres yaitu penyimpanan menggunakan
pelepah pisang (91,67%). Hal ini diduga karena penggunaan pelepah pisang
sebagai media penyimpanan mampu mempertahankan kadar air pada entres
kakao. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan Danu
dan Abidin (2007) pada proses penyimpanan akar sukun. Pelepah pisang memiliki
kadar air yang tinggi sehingga mampu memberikan yang rendah saat digunakan
19
sebagai media penyimpanan, suhu rendah mampu mencegah proses tranpirasi
yang menyebabkan hilangnya kadar air entres. Rongga- rongga udara pada
pelepah pisang mampu menahan panas dari luar, sehingga kesegaran entres tetap
terjaga. Tingkat keberhasilan sambungan sangat dipengaruhi oleh tingkat
kesegaran entres. Entres yang disambung dalam keadaan segar memiliki viabilitas
yang tinggi. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa pelepah pisang
merupakan salah satu media simpan yang baik untuk digunakan sebagai
pembungkus entres karena dapat mempertahankan kesegaran entres dan
mempertahankan nutrisi entres selama masa simpan enam hari. Pelepah pisang
sangat mudah ditemukan oleh petani. Hal ini sangat menguntungkan petani yang
ingin menyimpan entres kakao untuk kebutuhan bahan perbanyakan.
Penggunaan alcosorb dan serbuk gergaji sebagai media penyimpanan
memberikan hasil yang berbeda tidak nyata dengan penggunaan pelepah pisang.
Penggunaan alcosorb yang dikombinasikan dengan sebuk gergaji diduga mampu
memberikan lingkungan lembab pada penyimpanan, ini berperan dalam menjaga
kestabilan suhu pada penyimpanan entres. Kelembaban yang ideal akan
memberikan dampak baik pada entres. Kelembaban media yang rendah akan
menyebabkan entres mengalami transpirasi yang berlebihan dan mengering.
Sedangkan kelembaban yang berlebihan akan membuat entres mudah terserang
jamur dan akan membusuk. Entres yang terlalu kering ataupun busuk memiliki
persentase keberhasilan hidup yang rendah. Pada penelitian ini entres kakao yang
disimpan selama enam hari menggunakan alcosorb dan serbuk gergaji mengalami
pembusukan pada beberapa bekas defoliasi.
Irisan temulawak berperan sebagai fungisida nabati yang mampu
mencegah adanya hama dan cendawan sehingga entres tidak membusuk pada saat
penyimpanan. Namun, hasil pada persentase keberhasilan sambungan (66,67%)
menunjukan bahwa irisan temulawak tidak mampu mencegah terjadinya
penurunan daya tumbuh pada entres saat penyimpanan sebaik pelepah pisang dan
alcosorb yang dikombinasikan dengan serbuk gergaji. Entrs yang disimpan
menggunakan irisan temulawak menujukkan gejala kehilangan kadar air dimana
entres yang disimpan berubah warna dari hijau segar menjadi warna hijau
kekuningan.
20
Pada saat proses penyimpanan entres mengalami defisit cadangan
makanan. Hal ini menyebabkan kemampuan entres untuk membentuk sel-sel baru
ikut terganggu. Menurut Samekto et, al., (1995) tumbuhnya tunas diawali dengan
proses suplai nutrisi ke titik tumbuh. Proses suplai ini melibatkan air yang
perperan sebagai alat transportasi senyawa dan juga menentukan proses
pemecahan dormansi tunas. Defisit air yang terjadi selama proses penyimpanan
akan menurunkan kemampuan entres untuk hidup. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Harjadi dan Yahya (1988) bahwa keadaan seperti kekurangan
kandungan air dan suhu tinggi dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil
tanaman, secara umum memperngaruhi proses fisiologis dan kondisi tanaman.
Pendapat serupa juga dikemukakan Raharjo dan Winarsih (2001) yang
menjelaskan bahwa bibit yang disimpan memerlukan kadar air yang cukup,
penurunan kadar air dapat menyebabkan bibit kehilangan kesegaran dan daya
tumbuh.
Keberhasilan penyambungan suatu tanaman tergantung pada terbentuknya
pertautan sambungan itu, dimana sebagian besar disebabkan oleh adanya
hubungan kambium yang rapat dari kedua batang yang disambungkan (Ashari,
1995). Adnance dan Brison (1976, cit. Hamid, 2010) menjelaskan adanya
pengikat yang erat akan menahan bagian sambungan untuk tidak bergerak,
sehingga kalus yang terbentuk akan semakin jalin-menjalin dan terpadu dengan
kuat. Jalinan kalus yang kuat semakin menguatkan pertautan sambungan yang
terbentuk.
Pada penyambungan tanaman, pemotongan bagian tanaman menyebabkan
jaringan parenkim membentuk kalus. Kalus-kalus tersebut sangat berpengaruh
pada proses pertautan sambungan. Proses pembentukan kalus ini sangat
dipengaruhi oleh kandungan protein, lemak dan karbohidrat yang terdapat pada
jaringan parenkim karena senyawa-senyawa tersebut merupakan sumber energi
dalam membentuk kalus.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Sitompul dan Guritmo (1995)
didapatkan bahwa substrat yang ada pada batang seperti karbohidrat, lemak dan
protein mengalami perubahan secara enzimatik untuk mendukung aktifitas
pembentukan organ baru tanaman seperti tunas dan aktifasi embrio. Proses
21
penyaluran nutrisi tidak terjadi selama proses penyimpanan, sehingga daya
tumbuh dari bahan tanam tersebut bergantung pada suplai nutrisi dari batang
bawah. Berkurangnya cadangan makanan dan kandungan air entre saat proses
penyimpanan mengakibatkan menurunnya kemampuan bahan tanam entres untuk
hidup.
B. Panjang Entres
Pengamatan panjang entres dilakukan setelah sambungan berumur 30 hari.
Perlakuan media penyimpanan entres berpengaruh pada pertumbuhan panjang
entres kakao Klon BL-50 pada saat umur sambungan 14 hari. Hasil rata-rata
panjang entres dapat dilihat pada Tabel 2. Sidik ragam dapat dilihat pada
Lampiran 4.2
Tabel 2. Panjang entres pada perlakuan bahan media penyimpanan entres.
Perlakuan Panjang Entres (cm)
Pelepah Pisang 95.62 a
Alcosorb dan Serbuk Gergaji 82.00 b
Temulawak 68.33 c
KK= 8,18%
Angka-angka yang diikuti huruf kecil yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada uji jarak
berganda Duncan 5%
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa perlakuan penyimpanan
menggunakan media yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda satu sama
lain terhadap panjang entres hasil sambung samping. Hasil terbaik dihasilkan dari
entres yang disimpan menggunakan media pelepah pisang (95,62 cm). Sedangkan
hasil terendah ditunjukan oleh pertumbuhan entres yang disimpan menggunakan
irisan temulawak (68,88 cm). Menurut Hatman (1990), pertumbuhan tunas
dipengaruhi oleh kemampuan sel tanaman untuk melakukan elongasi atau
perpanjangan.
Pelepah pisang memberikan kondisi yang ideal untuk penyimpanan entres
kakao. Kelembapan yang dimiliki oleh pelepah pisang sangat sesuai dengan entres
kakao. Kelembapan yang rendah akan membuat laju transpirasi entres kakao dapat
menurun secara drastis selama penyimpanan. Kelembapan yang tinggi dapat
22
menimbulkan pembusukan pada entres. Kondisi yang ideal akan mempertahankan
viabilitas entres kakao, sehingga keberadaan hormon- hormon pada entres tetap
terjaga dengan baik.
Perpanjangan entres sangat diperngaruhi oleh aktivitas hormon giberelin.
Hormon giberelin adalah hormon yang dapat mempercepat aktivitas pembelahan
sel. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian penyambungan tanaman
kina yang dilakukan Roselina (2007) bahwa terdapat variasi panjang entres yang
terjadi karena perbedaan perlakuan penyimpanan. Diduga pada saat proses
penyimpanan, media yang berbeda-beda mempengaruhi kondisi ketersediaan
kandungan air pada entres, sehingga mempengaruhi mobilitas hormon dari
batang bawah ke entres untuk melakukan proses pertumbuhan.
Faktor yang bisa terjadi adalah pada saat proses penyimpanan, nutrisi dan
hormon pada entres berkurang sesuai dengan kondisi masing- masing media
penyimpanan. Kejadian ini dapat terjadi disebabkan kurangnya kelembaban pada
media pembungkus entres yang berkurang seiring waktu penyimpanan, yaitu
bahwa entres kekurangan salah satu dari beberapa senyawa yang ditranslokasikan
oleh akar ke tunas, seperti : air, garam mineral dan zat tumbuh.
Proses translokasi hara juga sangat dipengaruhi oleh kompabilitas antara
batang bawah ke entres. Sambungan memerlukan kompatibilitas antara batang
atas dan batang bawah serta kemampuan batang atas itu sendiri untuk pecah dan
tumbuh (Anindiawati, 2011). Pertumbuhan entres seringkali mengalami
penyimpangan pertumbuhan (inkomatibel) atau pertumbuhan yang abnormal,
misalnya tidak terjadi pertautan yang sempurna antara batang atas dan batang
bawah sehingga terjadi pembengkakkan pada sambungan. Pertautan yang tidak
sempurna ini dapat dipengaruhi oleh kemampuan kambium entres dan kambium
batang bawah untuk menyatu. Pertautan yang terjadi lebih cepat dan sempurna
akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan entres.
C. Jumlah Cabang
Penyimpanan entres dalam media yang berbeda memperlihatkan pengaruh
berbeda nyata terhadap jumlah cabang entres kakao klon BL-50 pada umur 14
minggu setelah penyambungan. Hasil rata- rata persentase sambungan yang
23
berhasil hidup dapat dilihat pada Tabel 3. Sidik ragam dapat dilihat pada
Lampiran 6.3.
Tabel 3. Jumlah cabang pada perlakuan bahan media penyimpanan entres.
Perlakuan Jumlah Cabang (buah)
Pelepah Pisang 2.9 a
Alcosorb dan Serbuk Gergaji 2.8 a
Temulawak 2.1 b
KK= 18,56%
Angka-angka yang diikuti huruf kecil yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada uji jarak
berganda Duncan 5%
Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa perlakuan media penyimpanan entres
berpengaruh terhadap jumlah cabang untuk masing-masing perlakuan. Pelepah
pisang merupakan media yang mampu menjaga kesegaran entres kakao selama
proses penyimpanan selama 6 hari. Kondisi penyimpanan yang didapat
menggunakan pelepah pisang (2,9 buah) memberikan hasil berbeda nyata dengan
hasil yang diberikan oleh sambungan entres yang disimpan menggunakan irisan
temulawak (2,1 buah). Kadar air yang dimiliki oleh pelepah pisang mampu
menyangga suhu penyimpanan tetap stabil. Pelepah pisang mampu menahan suhu
panas dari luar yang mampu merusak kualitas entres. Rongga- rongga udara yang
dimiliki oleh pelepah pisang mampu mencegah kehilangan kadar air entres secara
berlebihan selama proses penyimpanan.
Penyimpanan dengan media pelepah pisang juga tidak menimbulkan
kebusukan pada entres walaupun disimpan selama enam hari. Kondisi ini
menunjukkan bahwa pelepah pisang tidak memberikan kelembapan yang
berlebihan untuk entres kakao. Pada hasil ini dapat disimpulkan bahwa kandungan
atsiri dan kurkumin pada irisan temulawak tidak mempu menahan laju penurunan
daya tumbuh entres sebaik pelepah pisang. Pelepah pisang mampu menjaga entres
agar tidak mengalami penurunan viabilitas yang drastis selama proses
penyimpanan entres terjadi.
Hasil perhitungan jumlah cabang yang dihasilkan oleh entres yang
disimpan pada pelepah pisang menunjukkan bahwa pelepah pisang mampu
menjaga keberadaan hormon yang digunakan untuik pebentukan cabang.
24
Pembentukan cabang dapat terjadi jika adanya keseimbangan hormonal. Hormon
yang berperan pada pembentukan cabang adalah hormon sitokinin dan auksin
yang berpadu untuk memacu pembelahan diferensiasi sel. Menurut Utari et al.,
(2006), laju pembentukan tunas maupun cabang akan meningkat seiiring dengan
tingginya konsentrasi hormon pada batas tertentu. Namun, pada konsentrasi yang
lebih tinggi, laju pembentukan akan semakin melambat. Peristiwa ini terjadi
akibat ketidak seimbangan hormon. Proses ini dipengaruhi oleh aktivitas
kambium yang terjadi pada saat penyambungan, sel- sel pada kambium yang
kurang aktif akan memperlambat pertumbuhan tunas.
Menurut Basri (2009), proses pembiakan vegetatif yang dilakukan secara
penyambungan, sangat dipengaruhi oleh pautan yang terjadi antara batang atas
dan batang bawah. Proses pembentukan kalus ini sangat dipengaruhi oleh
kandungan protein, lemak dan karbohidrat yang terdapat pada jaringan parenkim
karena senyawa-senyawa tersebut merupakan sumber energi dalam membentuk
kalus. Pembentukan kalus terjadi 45 hari setelah penyisipan atau penempelan dan
paling lama juga bisa mencapai 3 bulan. Hal ini dapat disimpulkan bahwa
percepatan pertautan antara batang atas dan batang bawah dipengaruhi oleh
aktivitas nutrisi dan pembentukan sel-sel meristem yang berlangsung dengan baik
sehingga tunas lebih cepat tumbuh.
Penyimpanan lebih dari 6 hari sejak pemotongan dapat menurunkan kadar
air dan nutrisi yang terkandung dalam entres sehingga dapat menurunkan daya
tumbuh ketika dilakukan penyambungan. Salah satu gejala biokimia pada bibit
selama mengalami viabilitas adalah perubahan kandungan beberapa senyawa yang
berfungsi sebagai sumber energi karena terjadi perombakan senyawa makanan
seperti lemak, karbohidrat menjadi senyawa metabolik lainnya. Beberapa senyawa
metabolik dapat mengakibatkan hilangnya daya tumbuh yang disebabkan
persediaan energi dalam bibit telah habis selama masa penyimpanan yang lama.
D. Panjang Cabang
Penyimpanan entres dalam media yang berbeda memperlihatkan pengaruh
berbeda nyata terhadap panjang cabang entres. Rataan panjang cabang entres dari
perlakuan media penyimpanan disajikan pada Tabel 4.
25
Tabel 4. Panjang cabang pada perlakuan bahan media penyimpanan entres .
Perlakuan Panjang Cabang (cm)
Pelepah Pisang 84,32 a
Alcosorb dan Serbuk Gergaji 81,72 a
Temulawak 58,35 b
KK= 5,55%
Angka- angka yang diikuti huruf kecil yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada uji jarak
berganda Duncan 5%
Dari Tabel 4 diketahui bahwa jenis bahan media penyimpanan entres
memberikan pengaruh nyata terhadap panjang cabang entres setelah 14 minggu
setelah penyambungan. Cabang terpanjang ditunjukkan oleh pelepah pisang (84,
32 cm), tidak berbeda nyata dengan alcosorb yang dicampur dengan serbuk
gergaji (81,72 cm). Namun berbeda nyata dengan penyimpanan menggunakan
media irisan temulawak (58,35 cm). Dapat disimpulkan bahwa pelepah pisang dan
alcosorb yang dicampur dengan serbuk gergaji berperan sebagai media yang baik
dalam mempertahankan viabilitas entres yang disimpan selama 6 hari.
Panjang cabang dipengaruhi oleh waktu kemunculan tunas. Kemunculan
tunas dipengaruhi oleh translokasi hara dan hormon dari batang atas menuju
entres. Hasil percobaan ini menujukkan bahwa pelepah pisang mampu menjaga
kondisi entres memiliki kemampuan tranlokasi hara dan hormon selama proses
penyimpanan. Hormon auksin berfungsi dalam berbagai aktivitas tanaman
meliputi pertumbuhan batang, perkembangan akar adventif, pembentukan daun
dan buah. Kandungan auksin rendah dengan sitokinin tinggi akan sangat tepat
untuk pembentukan tunas. Menurut Riodevrizo (2010), pertumbuhan tunas yang
baik akan mengakibatkan pertumbuhan daun yang baik karena proses fotosintesis
akan berjalan dengan baik dan tanaman dapat melakukan kegiatan metabolisme
untuk perkembangan dan pertumbuhan tanaman tersebut.
Perbedaan panjang cabang diduga disebabkan oleh keunggulan masing-
masing bahan media penyimpanan yang mampu menjaga kadar air entres selama
penyimpanan sehingga mampu memberikan tekanan turgor sel yang berbeda satu
sama lain. Pelepah pisang menjaga agar turgor sel entres tetap ideal. Kadar air
26
yang dimiliki oleh pelepah pisang memberikan suhu yang ideal untuk tugor sel
entres. Media campuran alcosorb dan serbuk gergaji membuat tekanan turgor sel
menjadi berlebihan sehingga entres mengalami pembusukan. Menurut Fitter dan
Hay (1991) efisiensi proses fisiologis dan laju pertumbuhan akan berada pada
tingkat maksimum bila kebutuhan air dari sel tanaman berada pada turgor yang
maksimum. Tekanan turgor yang maksimum dapat dicapai ketika kebutuhan air
pada setiap sel dapat terpenuhi. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tekanan
turgor pada saat penyambungan dilakukan akan memberikan viabilitas entres
yang baik. Viabilitas sangat berperan dalam mempengaruhi pertumbuhan entres
setelah penyambungan dilakukakn sehingga mendukung entres kakao hasil
penymbungan untuk tumbuh lebih cepat.
E. Jumlah Daun
Penyimpanan entres dalam media yang berbeda memperlihatkan pengaruh
berbeda nyata terhadap jumlah daun entres kakao klon BL-50 pada umur 14
minggu setelah penyambungan. Hasil rata- rata persentase sambungan yang
berhasil hidup dapat dilihat pada Tabel 5. Sidik ragam dapat dilihat pada
Lampiran 6.5.
Tabel 5. Jumlah daun pada perlakuan bahan media penyimpanan entres.
Perlakuan Jumlah Daun (helai)
Pelepah Pisang 14.04 a
Alcosorb dan Serbuk Gergaji 13.76 a
Temulawak 12.52 b
KK= 6,31%
Angka-angka yang diikuti huruf kecil yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada uji jarak
berganda Duncan 5%
Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa perlakuan penyimpanan
menggunakan media yang berbeda memberikan pengaruh berbeda terhadap
jumlah daun entres hasil sambung samping yang disimpan menggunakan media
pelepah pisang dengan entres yang disimpan dengan irisan temulawak, namun
berbeda tidak nyata dengan entres yang disimpan menggunakan campuran
alcosorb dan serbuk gergaji. Hasil terbaik dihasilkan dari entres yang disimpan
dengan media pelepah pisang (14,04 helai). Sedangkan hasil terendah ditunjukkan
27
oleh entres yang disimpan menggunakan temulawak (12,52 helai). Perbedaan
hasil dari jumlah daun pada entres berkaitan dengan media penyimpanan yang
digunakan. Rongga- rongga pada pelepah pisang dapat menjaga entres agar tidak
mengalami transpirasi yang berlebihan. Hal serupa juga dialami oleh entres yang
disimpan pada campuran alcosorb dan serbuk gergaji. Media ini mampu
mencegah pemicu transpirasi seperti suhu panas untuk masuk. Transpirasi yang
berlebihan akan menurunkan kadar air entres. Kadar air entres akan
mempengaruhi transportasi unsur hara dari batang bawah menuju entres yang
digunakan untuk membentuk daun. Pelepah pisang juga memiliki tingkat kadar air
yang tinggi, sehingga mampu menghambat transpirasi. Transpirasi yang tinggi
akan menyebabkan entres mengalami penurunan kualitas sebagai bahan
perbanyakan terutama untuk sambung samping.
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman merupakan suatu proses yang
berkelanjutan. Letak pertumbuhan ada di dalam meristem ujung, lateral dan
interkalar. Mata tunas yang disambungkan pada batang bawah setelah mengalami
proses diferensiasi dan membentuk kambium baru akan berfungsi sebagai
meristem ujung atau lateral sehingga pecah dan membentuk daun baru
Ketersediaan hormon sitokinin tidak terpenuhi untuk memecahkan tunas dan
akhirnya membentuk daun (Yuniastuti dan Purbiati, 2016).
Semakin cepat daun terbentuk sempurna, klorofil yang dihasilkan daun
semakin bertambah. Klorofil berfungsi menangkap cahaya matahari yang
digunakan dalam proses fotosentesis, dengan daun pada payung pertama yang
luas maka cahaya matahari yang diterima semakin besar yang digunakan untuk
menghasilkan cadangan makanan. Cadangan makanan inilah yang digunakan
untuk pembentukan tunas selanjutnya. Pertumbuhan awal yang baik cenderung
akan mempengaruhi pertumbuhan selanjutnya termasuk pertumbuhan daun,
batang, tunas dan organ lainnya.
Adanya penambahan jumlah daun diduga sejalan dengan penambahan
panjang tunas, semakin panjang tunas maka akan menghasilkan pertambahan
nodus-nodus yang berfungsi sebagai tempat keluarnya daun. Perbedaan jumlah
daun akan menimbulkan perbedaan pertumbuhan pada tanaman.
28
F. Lebar Daun
Penyimpanan entres dalam media yang berbeda memperlihatkan pengaruh
berbeda tidak nyata terhadap lebar daun sambungan entres kakao klon BL-50
pada umur 14 minggu setelah penyambungan. Hasil rata- rata lebar daun yang
berhasil hidup dapat dilihat pada Tabel 6. Sidik ragam dapat dilihat pada
Lampiran 4.6
Tabel 6. Lebar daun pada perlakuan bahan media penyimpanan entres.
Perlakuan Lebar Daun (cm)
Pelepah Pisang 10,95
Alcosorb dan Serbuk Gergaji 10,88
Temulawak 9,78
KK= 10,52%
Angka-angka yang diikuti huruf kecil yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji F
pada taraf 5%
Tabel 6 menunjukkan bahwa media penyimpanan entres tidak berpengaruh
nyata terhadap lebar daun entres kakao hasil sambung samping. Lebar daun entres
yang disimpan pada media pelepah pisang memberikan hasil 10,95 cm.
Sedangkan lebar daun dari sambungan yang entresnya disimpan pada media irisan
temulawak memberikan hasil 9,78 cm. Hal ini menunjukkan bahwa media
penyimpanan yang berbeda tidak mempengaruhi lebar daun entres kakao hasil
sambung samping. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Rosmiati dan Saputra
(2019) yang menyatakan bahwa ukuran lebar daun tidak dipengaruhi oleh tipe
penyambungan, tetapi lebih dipengaruhi oleh faktor eksternal lingkungan, yaitu
kandungan unsur hara dan air yang tersedia dalam tanah. Semua entres pada
penelitian ini menggunakan entres klon BL-50, dan semua batang bawah yang
digunakan pun berasal dari klon ICS 60. Ukuran daun pada tanaman sangat
dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Tanaman memenuhi kebutuhan hidupnya
dengan cara beradaptasi dengan lingkungan tempat hidupnya. Salah satu hal yang
mempengaruhi adaptasi ini adalah intesitas sinar matahari. Sinar matahari yang
mengandung foton ditangkap oleh klorofil sebagai peningkat energi elektron dari
kegiatan fotosintesis. Energi yang dihasilkan kemudian digunakan untuk
kebutuhan biologis tanaman.
29
Intesitas cahaya yang terlalu tinggi bisa menyebabkan penurunan laju
fotosintesis, ini dikarenakan terjadinya fotooksidasi yang terjadi secara cepat dan
bisa merusak klorofil. Intensitas cahaya yang tinggi akan menurunkan
kelembapan udara, sehingga transpirasi berlangsung secara cepat. Intesitas cahaya
yang terlalu rendah menyebabkan laju fotosintesis rendah, akibatnya lebih banyak
cadangan makanan yang disimpan daripada yang dipergunakan. Lingkungan
seperti ini menyebabkan terjadinya perubahan morfologis tanaman guna
beradaptasi agar kebutuhan hidupnya terpenuhi (Treshow, 1970). Cahaya
matahari memberikan pengaruh terhadap fisiologi tanaman baik secara langsung
maupum tidak langsung. Pengaruh secara langsung dapat dibuktikan dengan
adanya respon metabolik yang digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Radiasi mtahari dapat digunakan tanaman bila tanaman mampu
mengabsorbsi cahaya yang diterimanya (Fitter dan Hay, 1991).
30
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan bahwa media penyimpanan entres berupa pelepah pisang, alcosorb
yang dicampur dengan serbuk gergaji dan irisan temulawak memberikan
pengaruh terhadap persentase keberhasilan sambungan, panjang entres, jumlah
cabang, panjang cabang, jumlah daun, tetapi tidak memberikan pengaruh pada
lebar daun entres kakao hasil sambung samping. Media pelepah pisang adalah
media terbaik untuk penyimpan entres kakao Klon BL-50. Percobaan yang telah
dilakukan menunjukkan bahwa media penyimpanan entres berupa pelepah pisang
mampu menjaga kesegaran entres kakao. Pelepah pisang mampu mencegah
penurunan kadar air entres yang disimpan selama 6 hari.
B. Saran
Berdasarkan dari hasil percobaan ini, disarankan untuk menggunakan
pelepah pisang sebagai bahan media pembungkus entres. Selain karena pelepah
pisang mudah ditemukan pada lingkungan sekitar, pelepah pisang mampu
meminimalkan penurunan daya tumbuh entres kakao untuk perbanyakan secara
sambung samping.
31
DAFTAR PUSTAKA
Abdurahman, Sudiyanti, dan Basuno. 2007. Teknik Okulasi Jeruk Manis dengan
Perlakuan Masa Penyimpanan dan Media Pembungkus Entres yang
Berbeda. Buletin Teknik Pertanian, 12(1) : 10-13.
Anindiawati, Y. 2011. Pengaruh Perlakuan Masa Penyimpanan dan Bahan
Pembungkus Entres terhadap Pertumbuhan Awal Bibit Jeruk (Citrus sp.)
secara Okulasi. [Skripsi]. Program Studi Agronomi, Program Sarjana,
Universitas Sebelas Maret. Surakarta. 39 hal.
Badan Pengkajian Teknologi Pertanian, Sumbar. 2017. Keragaman Kakao Unggul
Klon BL-50 dari Kabupaten Lima Puluh Kota di Kawasan TTP Guguak. http://sumbar.litbang.pertanian.go.id/index.php/info-tek/1007-keragaan-kakao-
unggul-klon-bl-50-dari-kabupaten-limapuluh-kota-di-kawasan-ttp-guguak. [Di
akses 25 Mei 2018 ].
Badan Pusat Statistik. 2018. Data Produksi Kakao. Jakarta. 72 hal.
Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar. 2017. Kakao BL 50 sebagai
Varietas Unggul Dari Sumatera Barat. Berita Perkebunan. 5 hal.
Basri, Z. 2009. Kajian Metode Perbanyakan Klonal pada Tanaman Kakao. J.
Media Litbang Sulteng, 2(1): 7-14.
Danu, dan Z. A. Abidin. 2007. Pengaruh Kemasan dan Lama Penyimpanan
terhadap Pertumbuhan Bahan Stek Akar Sukun. Jurnal Penelitian Hutan
Tanaman, 4(2) : 69 - 118.
Departemen Perindustrian. 2007. Gambaran Sekilas Industri Kakao. Jakarta. 44
hal.
Dewi, E. S., S. Handayani, dan Rosnina. 2016. Teknologi Perbanyakan Tanaman:
Generatif dan Vegetatif. Program Studi Agroekoteknologi Fakultas
Pertanian Universitas Malikussaleh. 44 hal.
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2018. Kakao, Statistik Perkebunan, Direktorat
Jenderal Perkebunan. Jakarta. 71 hal.
Fitter, A. H, dan R. K. M. Hay. 1991. Fisiologi Lingkungan Tanaman. UGM
Press. Yogyakarta. 421 hal.
Harjadi, S. S., dan S, Yahya, 1988. Fisiologi Stess Tanaman. PAU IPB. Bogor.
192 hal.
Hartmann, H. T., D.E. Kester, F.T. Davies, dan R.L. Geneve. 2010. Plant
propagation: principles and practices. In Chapter 11, Principles of grafting
and budding. Pearson Education, Prentice Hall, Upper Saddle River, NJ,
11(7): 415–463.
http://sumbar.litbang.pertanian.go.id/index.php/info-tek/1007-keragaan-kakao-unggul-klon-bl-50-dari-kabupaten-limapuluh-kota-di-kawasan-ttp-guguak.%20Di%20akses%2025%20september%202017.%20Jam%2021.53%20WIBhttp://sumbar.litbang.pertanian.go.id/index.php/info-tek/1007-keragaan-kakao-unggul-klon-bl-50-dari-kabupaten-limapuluh-kota-di-kawasan-ttp-guguak.%20Di%20akses%2025%20september%202017.%20Jam%2021.53%20WIBhttp://sumbar.litbang.pertanian.go.id/index.php/info-tek/1007-keragaan-kakao-unggul-klon-bl-50-dari-kabupaten-limapuluh-kota-di-kawasan-ttp-guguak.%20Di%20akses%2025%20september%202017.%20Jam%2021.53%20WIB
32
Hatman. 1990. Plant Propagation: Principles and Practices Book. Prentice Hall.
206 hal.
Indriyanto. 2013. Teknik dan Manajemen Persemaian. Lembaga Penelitian
Universitas Lampung. Bandar Lampung. 292 hal.
Kardiyono. 2010. Tingkat Produktivitas Kakao dengan Teknologi Sambung
Samping. Surat Kabar Berkah Edisi 257 tahun Kesepuluh. Banten, 16-22
Maret 2010.
Larekeng, Y., S. Sakka, dan B. Hendry. 2017. Kajian Berbagai Lama
Penyimpanan Entres terhadap Hasil Sambung Samping Kakao
(Theobroma cacao L.) Klon Sulawesi. e-Jurnal Mitra Sains, 5(1) : 89-97.
Limbongan, J., dan F. Djufry. 2013. Pengembangan Teknologi Sambung Pucuk
Sebagai Alternatif Pilihan Perbanyakan Bibit Kakao. J. Litbang Pert,
32(4): 166-172.
Limbongan, J., dan M. Taufik. 2011. Pengkajian pola penerapan inovasi pertanian
spesifik lokasi tanaman kakao di Sulawesi Selatan. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan. Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian . Makassar. 17 hal.
Limbongan, J., dan Y. Limbongan. 2012. Petunjuk Praktis Memperbanyak
Tanaman Secara Vegetatif (Grafting dan Okulasi). Penerbit UKI Toraja
Press, Makassar. 74 hal.
Martono, B. 2015. Karakteristik Morfologi dan Kegiatan Plasma Nutfah Tanaman
Kakao. Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar. Sukabumi. 14
hal.
Pangastuti, S., A. Bintoro, dan Duryat. 2018. Pengaruh Lama Simpan Entres Jati
(Tectona grandis) dalam Media Pelepah Pisang terhadap Keberhasilan
Okulasi. Jurnal Sylva Lestari, 6(1): 50-57.
Prawoto, A. A. 2008. Perbanyakan Tanaman. Kakao: Manajemen Agrobisnis dari
Hulu hingga Hilir. Penebar Swadaya. Jakarta. 363 hal.
Putri, D., H. Gustia, Y. Suryati. 2016. Pengaruh Panjang Entres terhadap
Keberhasilan Penyambungan Tanaman Alpukat (Persea americana Mill.).
Jurnal Agrosains dan Teknologi, 1(1): 31- 44.
Rahardjo, P. 2011. Menghasilkan Benih dan Bibit Kakao Unggul. Penebar
Swadaya. Jakarta. 138 hal.
Raharjo, P., dan S. Winarsih. 2001. Penyimpanan Bibit Kepelan Kopi Arabika
dengan Berbagai Media Pelembab. Pelita Perkebunan. Hal 10-17.
Riodevrizo. 2010. Pengaruh Umur Pohon Induk terhadap Keberhasilan Stek dan
Sambungan Shorea selanica BI. Departemen Silvikultur. Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. 45 hal.
33
Roselina, M. D., B. Sriyadi., S. Amien, dan A. Karuniawan. 2007. Seleksi batang
atas kina (Chinchona ledgeriana) klon QRC dalam pembibitan stek
sambung. J. Pemuliaan Indonesia, 18(2): 192-200.
Rubiyo, S. 2012. Peningkatan Produksi dan Pengembangan Kakao (Theobroma
cacao L.) di Indonesia Buletin RISTRI, 3(1): 33- 48.
Saefudin, dan E. Wardiana. 2015. Pengaruh Periode dan Media Penyimpanan
Entres terhadap Keberhasilan Okulasi Hijau dan Kandungan Air Entres
pada Tanaman Karet. Jurnal Tanaman Industri dan Penyegar, 2(1): 13–20.
Safuan, L. O., dan A. M. K. Muhammad. 2013. Evaluasi Kesesuaian Lahan
Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) Berdasarkan Analisis Data Iklim
Menggunakan Aplikasi Sistem Informasi Geografi. Jurnal Agroteknos,
3(2): 80-85.
Salim, A., dan B. Drajat. 2008. Teknologi Sambung Samping Tanaman Kakao,
Kisah Sukses Primatani Sulawesi Tenggara. Warta Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, 30(5): 8- 10.
Samekto, H., A. Supriyanto dan D. Kristianto. 1995. Pengaruh Umur Bagian
Semaian terhadap Pertumbuhan Stek Satu Ruas Batang Bawah. Jurnal
Hort. 5(1):25-29.
Saputra, A. 2015. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Produksi Kakao di
Kabupaten Muaro Jambi. Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains,
17(2): 1-8.
Sitompul, S. M. dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. UGM
Press Yogyakarta. 412 Hal.
Suhendi, D. 2008. Rehabilitasi Tanaman Kakao: Tinjauan Potensi, Permasalahan
dan Rehabilitasi Tanaman Kakao di Desa Prima Tani Tonggolobibi. Pusat
Penelitian Kopi dan Kakao. Jember. 346 hal.
Sukamto, L. A., R. Lestari, dan W. U. Putri. 2014. Tingkat Hidup dan
Pertumbuhan Avokad Hasil Sambung Pucuk Entres yang Disimpan dalam
Pelepah Batang Pisang. Buletin Kebun Raya. Bogor, 17(1): 25- 34.
Sulaeman, M. 2014. Teknik Grafting (Penyambungan) pada Jati (Tectona grandis
L. F.). Informasi Teknis Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan
Pemuliaan Tanaman Hutan, 12(2): 69-80.
Treshow, M. l970. Environtment and Plant Respont. Mc Graw Hill Company,
New York. 422 hal.
Utari, R., dan D. M. Puspitaningtyas. 2006. Pengaruh B ahan Organik dan NAA
terhadap Pertumbuhan Anggrek Hitam (Coelogyne pandurata Lind.)
dalam Kultur in Vitro. Jurnal Biodiversitas, 7(3): 344-348.
34
Wahyudi, E., I. P. Sari, dan E. Aryanti. 2017. Perbedaan batang Bawah Siam dan
Masa Penyimpanan Entres terhadap Pertumbuhan Okulasi Bibit Jeruk
Siam Madu. Jurnal Agroteknologi, 8(1): 35-40.
Wahyudi, T. R. P, dan Pujianto. 2008. Panduan Lengkap Kakao. Penebar
Swadaya. Jakarta. 364 hal.
Wudiyanto, R. 2005. Membuat Stek, Cangkok dan Okulasi.Penebar Swadaya.
Jakarta. 172 hal.
Yuniastuti, S., dan T. Purbiati. 2016. Pengaruh Penambahan Pupuk Hayati dan
PPC terhadap Keberhasilan Pembuahan Mangga Podang di Luar Musim. J.
Hort, 26(2): 207-216.
35
Lampiran 1. Jadwal Kegiatan dari bulan Desember 2018 sampai April 2019
No Kegiatan
Desember Januari Februari Maret April
I II I II III IV I II III IV I II III IV I II
1 Survey lokasi
2 Persiapan alat
dan bahan
3 Pengambilan
entres
4 Penyimpanan
entres dengan
perlakuan
5 Penyambungan
6 Pemeriharaan
sambungan
7 Pengamatan
8 Pengolahan
Data
Lampiran 2. Denah Percobaan menurut RAK
I II III IV V VI
Keterangan:
A : Pembungkusan entres dengan pelepah pisang.
B : Pembungkusan entres bersama irisan temulawak dengan kertas koran dan
plastik.
C : Pembungkusan entres bersama serbuk gergaji, alcosorb dengan kertas
koran dan plastik.
AU
BU CU AU CU CU
CU
AU BU CU BU AU
BU BU AU CU AU
BU
U
Lampiran 3. Deskripsi Tanaman Kakao Klon BL-50
Asal usul Hasil seleksi individu dalam populasi
asal biji yang kemudian dikembangkan
secara klonal.
Cabang
Bentuk percabangan
Laju percabangan
Permukaan kulit cabang
Warna kulit cabang
Agak tegak-horizontal
Cepat
Halus
Cokelat
Daun
Bentuk daun
Warna flush
Warna daun muda
Warna daun tua
Tekstur permukaan daun
Panjang daun
Lebar daun
Ujung daun
Pangkal daun
Tepi daun
Pertulangan daun
Panjang tangkai daun
Jorong
Merah
Hijau
Hijau tua mengkilat
Kasar agak bergelombang
37,9 + 1,8 cm
12,4 + 1,4 cm
Runcing
Membulat
Rata, melengkung ke bawah
Menyirip
2,8 + 0,4 cm
Bunga
Waktu berbunga
Bentuk bunga
Warna kelopak
Warna mahkota
Warna benang sari
Warna kepala putik
Warna tangkai bunga
Buah
Bentuk buah
Warna buah
Tekstur permukaan kulit buah
Warna daging buah
Ujung buah
Pangkal buah
Jumlah buah per pohon
Sepanjang bulan
Bintang
Krem kemerahan
Putih bergaris merah
Violet
Krem
Merah
Lonjong besar
Merah maron
Licin mengkilat, agak beralur
Krem
Runcing
Membulat
50-90 buah/tahun
Biji
Bentuk biji
Warna biji
Jumlah biji per buah
Panjang biji
Tebal biji
Lebar biji
Bobot biji kering per butir (g)
Lonjong
Ungu
49,58 + 1,35
34,40 mm
13,90 mm
13,43 mm
1,33 + 0,11
Sifat-sifat lainnya
Kadar kulit ari
Kadar lemak
Ketahanan terhadap hama
Ketahanan terhadap penyakit
Potensi produksi
Kesesuaian wilayah pengembangan
Rekomendasi teknik budidaya
Sistem perbanyakan pemulia
Pemulia
18,43%
44%
Agak tahan Penggerek Buah Kakao
(PBK)
Agak tahan Vascular Streak Dieback
(VSD)
4,18 kg/pohon/tahun atau 4,59
ton/ha/tahun pada populasi 1100
pohon/ha, nilai buah 15,21 + 0,98
Kondisi agroklimat spesifik Lima Puluh
Kota, tipe iklim B (Schmidt Ferguson),
tipe tanah lempung berpasir dengan
ketinggian tempat 4900 m dpl.
Dapat ditanam secara monoklonal dan
poliklonal
Sambung pucuk dan sambung samping
Laba Udarno, Edi Syafianto, Bayu
Setyawan, Indah Anita Sari, Rudi
Setiyono, Budi Martono, Dani dan
Syafaruddin
Sumber : Balai Penelitian Tanaman Industri Kementrian RI serta Dinas Pertanian
Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten 50 Kota
(2017).
Lampiran 4. Hasil Analisis Sidik Ragam RAK
4.1. Uji F hitung pada persentase keberhasilan sambungan
Sumber db JK KT F-hitung F-tabel
P-value 5 %
Kelompok 5 590,28 118,06 0,59 tn 3,33 0,711
Perlakuan 2 2152,78 1076,39 5,34 * 4,10 0,026
Galat 10 2013,89 201,39
Total 17 4756,94 KK = 17,32%
tn = berbeda tidak nyata
* = berbeda nyata
4.2. Uji F hitung pada panjang entres
Sumber db JK KT F-hitung F-tabel
P-value 5 %
Kelompok 5 183,23 36,65 0,82 tn 3,33 0,565
Perlakuan 2 2233,14 1116,57 24,84 * * 4,10 0,000
Galat 10 449,57 44,96
Total 17 2865,95 KK = 8,18%
tn = berbeda tidak nyata
* = berbeda nyata
4.3. Uji F hitung pada jumlah cabang
Sumber db JK KT F-hitung F-tabel
P-value 5 %
Kelompok 5 0,42 0,08 0,36 tn 3,33 0,861
Perlakuan 2 2,55 1,27 5,49 * 4,10 0,025
Galat 10 2,32 0,23
Total 17 5,29 KK = 18,56%
tn = berbeda tidak nyata
* = berbeda nyata
4.4. Uji F hitung pada panjang cabang
Sumber db JK KT F-hitung F-tabel
P-value 5 %
Kelompok 5 46,28 9,26 0,54 tn 3,33 0,744
Perlakuan 2 2460,64 1230,32 71,43 * * 4,10 0,000
Galat 10 172,25 17,22
Total 17 2679,16 KK = 5,55%
tn = berbeda tidak nyata
* = berbeda nyata
4.5. Uji F hitung pada jumlah daun
Sumber db JK KT F-hitung F-tabel
P-value 5 %
Kelompok 5 5,93 1,19 1,65 tn 3,33 0,235
Perlakuan 2 7,99 3,99 5,54 * 4,10 0,024
Galat 10 7,21 0,72
Total 17 21,12 KK = 6,31%
tn = berbeda tidak nyata
* = berbeda nyata
4.6. Uji F hitung pada lebar daun
Sumber db JK KT F-hitung F-tabel
P-value 5 %
Kelompok 5 4,77 0,95 0,78 tn 3,33 0,588
Perlakuan 2 5,15 2,58 2,10 tn 4,10 0,174
Galat 10 12,28 1,23
Total 17 22,20 KK = 10,52%
tn = berbeda tidak nyata
Lampiran 5. Dokumentasi Percobaan
Pengambilan entres. Entres siap simpan.
Pelepah pisang. Irisan temulawak.
Alcosorb Serbuk gergaji kasar
Campuran alcosorb dan serbuk gergaji.
Pembungkusan dengan irisan temulawak.
(a) entres kakao, (b) bungkusan irisan temulawak, (c) koran, (d) plastik.
Pembungkusan dengan alcosorb dan serbuk gergaji.
(a) koran, (b) alcosorb dan serbuk gergaji, (c) entres kakao, (d) plastik.
Penyimpanan entres dalam kardus.
(a) entres yang dibungkus bersama irisan temulawak, (b) entres
yang dibungkus dengan pelepah pisang, (c) entres yang dibungkus
bersama alcosorb dan serbuk gergaji, (d) kardus.
Pembungkusan sambung samping kakao.
Sambungan hidup.
(a) entres, (b) cabang.
b
a
Hasil sambung samping kakao berumur 3 minggu.