PENGARUH MEDIA FILM DOKUMENTER TERHADAP KEMAMPUAN BERCERITA SISWA KELAS VII SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 10 TANJUNGPINANG TAHUNPELAJARAN 2015/2016 SKRIPSI diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) GUNTUR ELWANDA NIM 120388201201 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNGPINANG 2016
25
Embed
PENGARUH MEDIA FILM DOKUMENTER TERHADAP …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · bercerita siswa kelas VII SMP Negeri 10 Tanjungpinang. ... kepada
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENGARUH MEDIA FILM DOKUMENTER TERHADAP KEMAMPUAN
BERCERITA SISWA KELAS VII SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
NEGERI 10 TANJUNGPINANG TAHUNPELAJARAN 2015/2016
SKRIPSI
diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
GUNTUR ELWANDA
NIM 120388201201
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2016
ABSTRAK
Guntur Elwanda. 2016. “Pengaruh Media Film Dokumenter Terhadap Kemampuan
Bercerita Siswa Kelas VII Sekolah Menengah Pertama
Negeri 10 Tanjungpinang Tahun Pelajaran 2015/2016.”
Skripsi. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas
Maritim Raja Ali Haji. Pembimbing 1 : Dra. Hj. Isnaini
Leo Shanty, M.Pd., Pembimbing 2 : Harry Andheska,M.Pd.
Kata Kunci : Media Film Dokumenter dan Kemampuan Bercerita
Judul yang diajukan dalam penelitian ini adalah “Pengaruh Media Film
Dokumenter Terhadap Kemampuan Bercerita Siswa Kelas VII Sekolah Menengah
Pertama Negeri 10 Tanjungpinang Tahun Pelajaran 2015/2016.”. Penelitian ini
dimaksudkan untuk mengetahui adakah pengaruh media film documenter terhadap
kemampuan bercerita siswa kelas VII Sekolah Menengah Pertama Negeri 10
Tanjungpinang Tahun Pelajaran 2015/2016.
Untuk Mencapai tujuan tersebut digunakan metode eksperimen dengan
pendekatan penelitian kuantitatif. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah
one-group pretest-posttest design, artinya rancangan penelitian ini dilihat dari hasil
pretest (01) sebelum diberi perlakuan dan dibandingkan dengan hasil posttest (02)
setelah diberi perlakuan dengan menggunakan media pembelajaran terhadap
kemampuan bercerita siswa.
Hasil pengujian hipotesis memperoleh temuan ada perbedaan kemampuan
bercerita antara siswa yang dilatih dengan media film dokumenter (setelah perlakuan)
dengan siswa yang kemampuan bercerita tidak diberi perlakuan dengan media film
dokumenter, ternyata dengan d.b sebesar 38 itu diperoleh besarnya “t” dalam
hitungan nilai tt, (Tt5% = 2,024 dan tt1% = 2,711), sedangkan (t0 = 66,19) maka dapat
diketahui bahwa t0 adalah lebih besar daripada tt; yaitu : 2,024 < 66,19 > 2,711.
Karena t0 lebih besar dari tt, hipotesis nol yang diajukan dimuka ditolak. Hal ini
berarti bahwa adanya pengaruh media film dokumenter terhadap kemampuan
bercerita siswa kelas VII SMP Negeri 10 Tanjungpinang.
Kesimpulan yang dapat ditarik ialah, berdasarkan hasil uji tersebut di atas,
secara meyakinkan dapat dikatakan media film dokumenter telah menunjukkan
pengaruh yang nyata, artinya dapat diandalkan sebagai media yang baik untuk
mengajarkan bidang studi bahasa Indonesia pada kemampuan bercerita tingkan
Sekolah Menengah Pertama.
ABSTRACT
Guntur Elwanda. 2016. "Effects of Media Documentary Storytelling Ability Of
Seventh Grade Students of Junior High School 10
Tanjungpinang in the school year 2015/2016." Thesis.
Education Department of Language and Literature
Indonesia. The Faculty of Education, University Maritime
Raja Ali Haji. Supervisor 1: Dra. Hj. Isnaini Leo Shanty,
M.Pd., Supervisor 2: Harry Andheska, M.Pd.
Keywords: Media Documentary Film and Storytelling Ability
The title proposed in this study is "Effect of Media Documentary Storytelling
Ability Of Seventh Grade Students of Junior High School 10 Tanjungpinang in the
school year 2015/2016.". This study aimed to determine the influence of the media is
there a documentary film on the ability to tell students of class VII Junior High
School 10 Tanjungpinang in the Academic Year 2015/2016.
Achieving these objectives to use an experimental method with quantitative
research approach. The design used in this study is a one-group pretest-posttest
design, meaning that the study design is seen from the results of the pretest (01)
before being treated and compared with the results of posttest (02) after being treated
with the use of learning media to the ability to tell the students.
Hypothesis testing results obtained findings there are differences in ability to
tell between students who are trained by media documentary (after treatment) with
the students ability to tell not treated with media documentaries, apparently with db
by 38 was obtained by the magnitude of the "t" in a matter of value tt, (TT5 and
TT1% = 2.024% = 2.711), whereas (t0 = 66.19) it can be seen that t0 is greater than
tt; namely: 2,024 <66.19> 2.711. Because t0 is greater than tt, the null hypothesis is
proposed upfront rejected. This means that the influence of the media on the ability of
documentary storytelling class VII SMP Negeri 10 Tanjungpinang.
The conclusion that can be drawn is that, based on test results mentioned
above, it can be said conclusively media has documentary shows the real effect,
meaning it can be relied upon as a good medium to teach the subject areas on the
Indonesian storytelling ability tingkan Junior High School.
1.1 Latar Belakang Masalah
Keterampilan berbahasa meliputi keterampilan berbahasa lisan, keterampilan
berbahasa tulis, keterampilan berbahasa dalam menyimak, dan keterampilan
berbahasa dalam membaca. Keterampilan berbahasa bisa dimiliki apabila selalu
berlatih menggunakan bahasa. Juga, dalam bahasa lisan, keterampilan berbahasa lisan
juga bisa dimiliki apabila selalu berlatih menggunakan secara lisan. Berlatih
menggunakan bahasa secara lisan (Berbicara) maksudnya adalah berlatih
mengorganisir ide, pikiran atau perasaaan secara baik dan sistematis yang
disampaikan secara lisan, apabila, kita tidak pernah berlatih mengorganisir kata-kata
secara lisan maka keterampilan berbahasa lisan tidak kita miliki (Zainudin,
1992:127).
Pada tingkatan bercerita terdapat berbagai masalah yang terjadi, terutama
adalah yang berkaitan dengan kebiasaaan-kebiasaan bercerita tertentu. Mampu
berbicara tidak berarti secara otomatis terampil bercerita, tetapi bercerita tidak
mungkin tercapai tanpa memiliki kemampuan berbicara. Pentingnya berbicara terlihat
dari aktivitas seseorang dalam kesehariannya. Tanpa berbicara kita tidak bisa
berkomunikasi dengan baik. Hampir setiap saat kita melakukan kegiatan berbicara,
baik itu terhadap orang lain, kelompok, ataupun dengan tujuan tertentu. Oleh karena
pentingnya berbicara sebagai salah satu aspek dalam berbahasa, maka keterampilan
berbicara diajarkan di sekolah-sekolah. Hal itu dapat dilihat dari silabus Kelas VII,
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006, dengan standar kompetensi
mengekspresikan pikiran dan perasaan melalui kegiatan bercerita.
Bercerita merupakan kegiatan yang dilakukan oleh seseorang baik
mengungkapkan pendapat, pikiran, gagasan, dan perasaan yang pernah dialami.
Keterampilan bercerita bagi siswa merupakan salah satu keterampilan berbahasa
lisan yang penting untuk dikuasai. Dalam pembelajaran di sekolah umumnya guru
jarang menggunakan media saat proses pembelajaran. Hal itu peneliti amati saat
proses Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) di Sekolah Menengah Pertama Negeri
10 Tanjungpinang. Guru hanya berceramah dan melakukan kegiatan Tanya jawab
kepada siswa saat memberikan materi pembelajaran. Kegiatan ini cenderung hanya
terfokus pada beberapa siswa saja, sementara siswa lainnya hanya mendengarkan
dan sibuk dengan hal lainnya. Hal itulah yang menyebabkan siswa terkadang tidak
tertarik dengan materi pelajaran yang diberikan. Di sinilah pentingnya peranan
media pembelajaran untuk meningkatkan minat belajar siswa terutama dalam
bercerita.
Dalam suatu proses belajar mengajar, dua unsur yang amat penting adalah
metode mengajar dan media pembelajaran. Hamalik (1986) mengemukakan bahwa
pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat
membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan
rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-penaruh psikologis
terhadap siswa. Penggunaan media pembelajaran pada tahap orientasi pembelajaran
akan sangat membantu keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian pesan dan
isi pembelajaran pada saat itu. Oleh karena itu, penggunaan media film dokumenter
diharapkan mampu meningkatkan minat dan motivasi siswa dalam kegiatan
pembelajaran bercerita. Karena dengan menggunakan media film (audio visual)
siswa dapat melihat dan mendengar secara langsung apa yang diceritakan dalam film
tersebut. Kefektifan penggunaan media film juga memudahkan siswa untuk
mengingat kejadian-kejadian yang terdapat dalam film, mengingat dalam penyajian
cerita siswa dapat mengamati, menyimak secara langsung jalan cerita film tersebut.
Adanya gambar dalam film yang bergerak umumnya mampu menarik
perhatian siswa. Karena itu film dokumenter dapat digunakan sebagai media
pengajaran dan mempunyai nilai-nilai pendidikan bagi siswa sehingga pada akhirnya
menciptakan proses belajar yang efektif dan tercapainya tujuan pembelajaran. Selain
itu, gambar dalam film juga membantu siswa memperoleh kecakapan, sikap,
pemahaman, dan pengalaman.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti “Pengaruh Media
Film Dokumenter terhadap Kemampuan Bercerita Siswa Kelas VII Sekolah
Menengah Pertama Negeri 10 Tanjungpinang, Tahun Pelajaraan 2015/2016.”
1.2 Pembeberan Masalah
Adapun masalah-masalah yang tertuang di latar belakang masalah dapat
dibeberkan secara jelas dalam pembeberan masalah ini.
1. Lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, siswa kurang
didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di
dalam kelas diarahkan kepada kemampuan anak untuk mengingat kejadian masa
lalu.
2. Rendahnya daya serap peserta didik. Hal ini tampak pada hasil belajar peserta
didik yang masih sangat memprihatinkan.
3. Guru tidak menggunakan media pembelajaran untuk mendukung keberhasilan
dalam kegiatan belajar.
4. Belum pernah menggunakan media film dalam proses pembelajaran
1.3 Pembatasan Masalah
Berdasarkan uraian dari masalah-masalah yang dibeberkan, peneliti
menitikberatkan masalah yang akan dikaji, yakni tentang “Pengaruh Media Film
Dokumenter terhadap Kemampuan Bercerita Siswa Kelas VII Sekolah Menengah
Pertama Negeri 10 Tanjungpinang, Tahun Pelajaraan 2015/2016.”
1.4 Perumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang dan uraian pembeberan masalah di atas, maka
dapat ditarik beberapa masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah hasil kemampuan bercerita siswa kelas VII Sekolah Menengah
Pertama Negeri 10 Tanjungpinang sebelum diterapkan Media Film Dokumenter?
2. Bagaimanakah hasil kemampuan bercerita siswa kelas VII Sekolah Menengah
Pertama Negeri 10 Tanjungpinang setelah diterapkan menggunakan media film
dokumenter?
3. Adakah pengaruh penerapan media film dokumenter terhadap kemampuan
bercerita siswa kelas VII Sekolah Menengah Pertama Negeri 10 Tanjungpinang?
1.5 Tujuan Penelitian
Berkaitan dengan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan penelitian
ini untuk:
1. Untuk menganalisis hasil kemampuan bercerita siswa kelas VII Sekolah
Menengah Pertama Negeri 10 Tanjungpinang sebelum menggunakan media film
dokumenter.
2. Untuk menganalisis hasil kemampuan bercerita siswa kelas VII Sekolah
Menengah Pertama Negeri 10 Tanjungpinang sesudah diterapkan media film
dokumenter.
3. Untuk menganalisis pengaruh media film dokumenter terhadap kemampuan
becerita siswa kelas VII Sekolah Menengah Pertama Negeri 10 Tanjungpinang.
1.6 Manfaat Penelitian
1.6.1 Teoritik
Secara teoretis penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan ilmu
pendidikan, terutama mengenai keterampilan berbicara dengan menggunakan metode
atau media pengajaran yang sesuai dengan potensi yang dimiliki siswa, akhirnya
mengarah kepada tercapainya kualitas pendidikan.
1.6.2 Praktik
1. Manfaat bagi siswa
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi siswa yang mengalami kesulitan
dalam menyelesaikan soal-soal dalam bercerita.
2. Manfaat bagi guru
Dengan dilaksanakannya penelitian ini, guru secara bertahap dapat memahami
media pembelajaran yang diterapkan pembelajaran sehingga permasalahan yang
berhubungan dengan kegiatan pembelajaran dapat teratasi. Selain itu, dengan
dilaksanakan penelitian ini, masalah yang dihadapi yang tentunya akan sangat
membantu bagi perbaikan pembelajaran serta profesionalisme guru yang
bersangkutan.
3. Manfaat bagi sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan memberi sumbangan yang bermanfaat bagi
sekolah, terutama dalam rangka perbaikan pembelajaran sehingga meningkatkan
mutu pendidikan.
1.7 Definisi istilah
1. Media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau
kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh
pengetahuan, keterampilan, atau sikap.
2. Film Dokumenter merupakan alat pembelajaran yang bersisi tentang film
yang mendokumentasikan tentang kenyataan atau fakta.
3. Kemampuan bercerita adalah skor hasil pretes dan postes kemampuan
bercerita siswa kelas VII Sekolah Menengah Pertama Negeri 10
Tanjungpinang dengan menggunakan media pembelajaran film dokumenter
berdasarkan tes buatan guru yang digunakan oleh peneliti.
4. Siswa adalah peserta didik di Sekolah Menengah Pertama Negeri 10
tanjungpinang yang mengikuti pembelajaran kemampuan bercerita, yakni
siswa kelas VII.
2.1 Kerangka Teoritik
2.1.1 Hakikat Keterampilan Berbicara
2.1.1.1 Pengertian Keterampilan Berbicara
Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-
kata untuk mengekspresikan, menyatakan atau menyampaikan pikiran, gagasan, dan
perasaan (Tarigan, 2008:16). Keterampilan berbicara merupakan salah satu aspek
berbahasa yang paling penting. Berbicara mempunyai tujuan utama yaitu untuk
komunikasi agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, seyogianyalah sang
pembicara memahami makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan.
Berbicara pada dasarnya kemampuan seseorang untuk mengeluarkan ide,
gagasan, ataupun pikirannya kepada orang lain melalui media bahasa lisan (Abidin,
2012:125), bedasarkan penegertian ini berbicara tidak hanya sekadar menyampaikan
pesan tetapi proses melahirkan pesan itu sendiri. Sedangkan menurut Luoma
(2009:105) menyatakan “bahwa pembelajaran berbicara hendaknya dilakukan dengan
orientasi terhadap perkembangan kemampuan individu”. (Abidin, 2009:136).
Beberapa bentuk atau ragam aktifitas berbicara antara lain berpidato, ceramah,
bermain drama, baik dialog maupun monolog, orasi ilmiah, bermain peran
professional, dll.
ACTFL (1986) mengimplikasikan bahwa situasi berbicara harus diurutkan
berdasarkan tingkat performa dalam fungsi bahasa, materi bahasa dan level akurasi
(Ghazali, 2010:264). Sedangkan menurut Richards (1990) bahwa situasi permainan
peran dan simulasi perlu diberi peran utama di dalam kurikulum untuk memastikan
agar pembelajar dapat mengembangkan berbagai macam strategi percakapan seperti
berbicara secara bergantian, mengendalikan topik, memperbaiki apa yang sudah
diucapkan sebelumnya, melakukan rutin-rutin verbal, meningkatkan kelancaran
berbicara secara gaya dalam berbicara (Ghazali, 2010:277)
Berbicara berarti mengungkapkan pikiran secara lisan. Dengan
mengungkapkan apa yang dipikirkan, seseorang dapat membuat orang lain yang
diajak bicara mengerti apa yang ada dalam pikirannya (Djiwandono, 2008:118).
Setiap kegiatan berbicara yang dilakukan manusia selalu mempunyai maksud dan
tujuan. Tujuan utama dari berbicara sebagai cara komunikasi (Tarigan, 2008:17)
Pada dasarnya berbicara mempunyai tiga maksud umum, yaitu:
1. Memberitahukan dan melaporkan (to inform);
2. Menjamu dan menghibur (to entertain);
3. Membujuk, mengajak, mendesak, dan meyakinkan (to persuade).
Maka dapat disimpulkan bahwa berbicara adalah kemampuan mengucapkan
bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan atau
menyampaikan pikiran, gagasan, perasaan, dan ide dengan diungkapkan secara lisan.
Tujuan utama berbicara yaitu untuk komunikasi, berbicara juga harus diberi peran
utama dalam kurikulum, berbagai macam strategi percakapan seperti berbicara secara
bergantian, mengendalikan topik, memperbaiki apa yang sudah diucapkan
sebelumnya, melakukan rutin-rutin verbal, meningkatkan kelancaran berbicara secara
gaya dalam berbicara.
2.1.1.2 Pengertian Bercerita
Bercerita adalah aktivitas menyampaikan peristiwa atau kejadian secara lisan
dengan pilihan kata dan ekspresi yang tepat yang sering digunakan oleh guru atau
pendidikan dan salah satu keterampilan berbicara untuk memberikan informasi
kepada orang lain dengan cara menyampaikan macam ungkapan, berbagai perasaan
sesuai dengan apa yang dialami, dirasakan, dilihat dan dibaca. Sedangkan pengertian
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2012: 263), bercerita adalah menuturkan
cerita. Bercerita merupakan kegiatan berbicara yang sering dilakukan dalam
kehidupan sehari-hari.
Bercerita juga dapat digunakan dalam bidang bisnis dan juga bidang lainnya,
teknik bercerita bekerja dengan baik untuk:
1. Menarik perhatian
2. Menyampaikan pesan yang akan selalu diingat
3. Membangun hubungan
4. Membangun kredibilitas
5. Menjadikan sebuah tim lebih kuat.
Menurut David Vickery dalam www.presentation-magazine.com, cerita
mempermudah dan memperjelas poin yang sedang anda sampaikan. Tidak peduli