-
PENGARUH LOCUS OF CONTROL, KULTUR KELUARGA, DAN
KULTUR SEKOLAH PADA HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN
EMOSIONAL DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA Survei pada siswa-siswi
kelas IX SMP Negeri dan Swasta di Kabupaten Bantul, Yogyakarta
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan
Akuntansi
Oleh :
Petrus Sigit Jinianto
NIM : 021334103
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI
JURUSAN PENDIDIKAN DAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2007
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
Kita sering berkata : “Hal itu tidak mungkin bisa aku
lakukan”.
Tetapi Tuhan menjawab : “Semua hal Mungkin”.
Kita sering kesal dan berkata : “Saya tidak mampu
menyelesaikannya”.
Tetapi Tuhan bersabda : “Aku akan membimbing langkah-
langkahmu”.
Kita sering tidak tahan dan berkata : “Saya tidak dapat
melanjutkan lagi”.
Tetapi Tuhan meyakinkan : “Aku sabar menantimu bangun lagi”.
dan........
Kita suatu saat berkata : “Saya lelah dan letih sekali”.
Tuhan- pun menghibur : “Aku akan mengijinkanmu istirahat”.
Kupersembahkan untuk:
Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat-Nya
Bunda Maria atas bimbingan dan tuntunan-Nya
Bapak dan Ibu serta Adik tercinta
Teman-teman yang selalu mendukungku
Almamaterku
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas
Sanata Dharma :
Nama : PETRUS SIGIT JINIANTO Nomor Mahasiswa : 021334103
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada
Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang
berjudul : PENGARUH LOCUS OF CONTROL, KULTUR KELUARGA, DAN KULTUR
SEKOLAH PADA HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PRESTASI
BELAJAR SISWA
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian
saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak
untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya
di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu
meminta ijin dari saya maupaun memberikan royalty kepada saya
selamA tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian
pernyatan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di
Yogyakarta Pada tanggal : 29 Februari 2008 Yang menyatakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
ABSTRAK
PENGARUH LOCUS OF CONTROL, KULTUR KELUARGA, DAN KULTUR SEKOLAH
PADA HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN
EMOSIONAL DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA Survei pada siswa-siswi
kelas IX SMP Negeri dan Swasta di Kabupaten Bantul, Yogyakarta
Petrus Sigit Jinianto Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2007
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah: (1) ada
pengaruh positif locus of control pada hubungan antara kecerdasan
emosional dengan prestasi belajar siswa; (2) ada pengaruh positif
kultur keluarga pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan
prestasi belajar siswa; (3) ada pengaruh positif kultur sekolah
pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar
siswa. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari s/d Mei.
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas IX SMP yang ada di
Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Sampel penelitian sejumlah 378 siswa.
Teknik pegambilan sampel yang digunakan adalah propotional sampling
dan purposive sampling. Teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah kuesioner dan dokumentasi. Teknik analisis data adalah model
persamaan regresi yang dikembangkan oleh Chow. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa: (1) ada pengaruh positif locus of control pada
hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa
(koefisien regresi sebesar 0,039 dan signifikansi koefisien regresi
= ρ = 0,000 < α = 0,05); (2) ada pengaruh positif kultur
keluarga pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi
belajar siswa (koefisien regresi sebesar 0,016 dan signifikansi
koefisien regresi = ρ = 0,032 < α = 0,05); (3) ada pengaruh
positif kultur sekolah pada hubungan antara kecerdasan emosional
dengan prestasi belajar siswa ( koefisien regresi sebesar 0,017 dan
signifikansi koefisien regresi = ρ = 0,026 < α = 0,05).
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
ABSTRACT
THE EFFECT OF LOCUS OF CONTROL, FAMILY CULTURE, AND SCHOOL
CULTURE TOWARDS THE
RELATION BETWEEN EMOTIONAL INTELLIGECE AND THE STUDENT’S
LEARNING ACHIEVEMENT
A Survey on the year students of State and Private Junior High
School in Kabupaten Bantul, Regency Yogyakarta rd3
Petrus Sigit Jinianto Sanata Dharma University
Yogyakarta 2007
The research aims to find out whether: (1) there is a positive
effect of locus of control towards the relation between emotional
intelligence and the student’s learning achievement; (2) there is a
positive effect of family culture towards the relation between
emotional intelligence and the student’s learning achievement; (3)
there is a positive effect of school culture towards the relation
between emotional intelligence and the student’s learning
achievement.
The research conducted from February to May 2007. The subject of
the study was the year students of all junior high schools in
Bantul, Regency Yogyakarta. The samples of the research were 378
students. The techniques applied to gather the samples were
propotional sampling and purposive sampling. The techniques of
gathering the data were questionnaire and documentation. The data
analysis technique was Chow’s regression equivalent model.
rd3
The result of the research shows that : (1) there is a positive
effect of locus of control towards the relation between emotional
intelligence and the student’s learning achievement (regression
coefficient = 0.039 and the significance of regression coefficient
= ρ = 0.000 < α = 0.05); (2) there is a positive effect of
family culture towards the relation between emotional intelligence
and the student’s learning achievement (regression coefficient =
0.016 and the significance of regression coefficient = ρ = 0.032
< α = 0.05); (3) there is a positive effect of school culture
towards the relation between emotional intelligence and the
student’s learning achievement(regression coefficient = 0.017 and
the significance of regression coefficient = ρ = 0.026 < α =
0.05).
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima kasih penulis haturkan kepada Tuhan atas
berkat,
rahmat dan penyertaan-Nya selama dalam proses pengerjaan skripsi
sehingga
penulis dapat menyelesaikannya. Skripsi yang berjudul “Pengaruh
Locus of
Control, Kultur Keluarga dan Kultur sekolah pada Hubungan
Antara
Kecerdasan Emosional dengan Prestasi Belajar Siswa” ini disusun
untuk
memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi
Pendidikan Akuntansi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas
Sanata Dharma.
Keberhasilan penyusunan skripsi ini juga tidak lepas dari
bantuan,
dukungan, bimbingan dan kerjasama yang baik dari berbagai pihak.
Bersamaan
dengan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih kepada:
1. Bapak Drs. T. Sarkim, M.Ed., Ph.D, selaku Dekan Fakultas
Keguruan dan
Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.
2. Bapak Yohanes Harsoyo, S. Pd., M. Si, selaku Ketua Jurusan
Pendidikan
Ilmu Pengetahuan Sosial, Universitas Sanata Dharma.
3. Bapak L. Saptono, S. Pd., M. Si, selaku Ketua Program Studi
Pendidikan
Akuntansi, Universitas Sanata Dharma.
4. Bapak L. Saptono, S. Pd., M. Si, selaku Dosen Pembimbing yang
telah
memberi masukan, saran, semangat dan sabar mau membimbing
dalam
menyelesaikan skripsi. Nuwun ngih Pak.............matur nuwun
sanget.
5. Bapak Ignatius Bondan Suratno, S.Pd., M. Si, yang telah
memberi masukan,
sumbangan pemikiran dan saran dalam penulisan skripsi.
6. Ibu Natalina Premastuti Brataningrum, S.Pd, yang telah
menguji dan
memberi masukan dan sumbangan pemikiran dalam penulisan skripsi
ini.
7. Para dosen Program Studi Pendidikan Akuntansi, Universitas
Sanata Dharma
yang telah memberi bekal ilmu selama penulis belajar dan kuliah
di kelas.
Mohon maaf jika banyak kesalahan selama penulis mengikuti
kegiatan
perkuliahan.
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
8. Para karyawan sekretariat Pendidikan Akuntansi, Universitas
Sanata Dharma
yang telah banyak membantu dalam menyampaikan dan memberikan
informasi kepada penulis.
9. Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Pandak, SMP Muhammadiyah
Piyungan,
SMP Bopkri Bantul, SMP Nasional Bantul, SMP Pangudi Luhur
Sedayu,
SMP Negeri 4 Sewon dan segenap guru dan karyawan yang telah
memberi
kesempatan penulis melakukan penelitian serta membantu penulis
dalam
melengkapi segala kebutuhan yang diperlukan dari sekolah.
10. Bapak, Ibu (terima kasih atas doanya) dan adik atas segala
dukungan baik
secara moril maupun materiil selama proses pengerjaan dan
penyelesaian
skripsi.
11. Keluarga Bapak Ruslan yang telah banyak membantu dengan
menyediakan
sarana dan prasarananya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi.
Matur nuwun sanget sampun dipun biantu..........nyuwun ngapunten
amargi
sampun ngrepoti.
12. Teman seperjuangan Tadeus, Edi dan Ima terima kasih atas
segala bantuan
dan pengalamannya semoga perjuangan kita dulu membuat
persaudaraan kita
semakin dekat........ocre!!!! Ima.......tetap semangat ya kami
tetap memberi
semangat untuk perjuanganmu.
13. Untuk Toro (nuwun yo wis entuk ngrepoti), Tomas, Banu,
Cipluk, Nina,
MM, Cat, Uci, Sari (trims bukunya), Astuti, Sastro, Gabuk,
Andre, Valent,
Boim, Bowo terima kasih atas bantuan dan dukungan
semangatnya.
14. Untuk teman-teman PAK’02 lainnya khususnya PAK C’02 terima
kasih
semua.......jangan lelah belajar dan tetap semangat.
15. Mbak Manis dan Mbak Asih yang sudah mau sedikit direpotkan
sehingga
persiapan untuk presentasi dapat terselesaikan.
16. Temen-temen Persekutuan Doa Malam Minggu yang telah
memberikan
banyak pelajaran untuk menjalani segala sesuatu dengan penuh
syukur dan
suka cita..............maaf kalau beberapa bulan ini aku tidak
datang untuk
kumpul bareng dengan teman-teman, doakan supaya aku tetap
semangat
dalam menjalani hidup.
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
17. Temen-temen Mudika St. Eduardus dan St. Vincentius terima
kasih atas
segala pengalaman yang berguna bagiku, dengan berkumpul
bersama
menjadikan aku tahu bahwa Tuhan selalu menyertaiku.
18. Teman-teman Jubilate Deo .............(mbak Vista, mas
Narno, bung Didit,
bung Indra, mas lucky, Bowo, Tyas, mas Heru, mas Paul, Rian,
Thokrik,
Angki, mbak Lucy, Tesi, Nia, Momon, Epi, Nora.......dan
teman-teman lain)
yang telah menjadi teman belajar dalam berbagi pengalaman,
tempat ber sing
and song bareng.
19. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu.
Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa penulisan
skripsi
ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu untuk
menyempurnakan skripsi ini
dimohon untuk memberikan masukan, saran dan kritikan yang
membangun.
Sekiranya apa yang telah penulis buat ini berguna dan bermanfaat
bagi pembaca
dan semua pihak yang berhubungan dengan pendidikan
Penulis
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………… i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………………………… ii
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………. Iii
MOTTO…………………………………………………………………… iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………………………………….. v
ABSTRAK………………………………………………………………… vi
ABSTRACT……………………………………………………………….. vii
KATA PENGANTAR…………………………………………………….. viii
DAFTAR ISI………………………………………………………………. xi
DAFTAR TABEL………………………………………………………… xiv
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………… xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah………………………………..
B. Batasan Masalah………………………………………..
C. Rumusan Masalah………………………………………
D. Tujuan Penelitian……………………………………….
E. Manfaat Penelitian……………………………………...
1
7
7
7
8
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Locus of Control…..…………………………………….
1. Pengertian locus of control………………………...
2. Penggolongan locus of control…………………….
3. Perbedan orientasi locus of control internal dan
eksternal……………………………………………
4. Faktor pembentuk locus of control………………...
B. Kultur Keluarga………………………………………….
1. Pengertian kultur keluarga…………………………
2. Dimensi kultur keluarga…………………………...
9
9
11
12
13
16
16
17
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
C. Kultur Sekolah..…………………………………………
1. Pengertian kultur sekolah………………………….
2. Dimensi kultur sekolah…………………………….
D. Kecerdasan Emosional…………………………………..
1. Definisi kecerdasan emosional…………………….
2. Ciri-ciri kecerdasan emosional…………………….
3. Perbedaan kecerdasan emosional dan kecakapan
emosional………………………………………….
E. Prestasi Belajar………………………………………….
1. Pengertian prestasi belajar…………………………
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar..
F. Kerangka Teoretik dan Hipotesis……………………….
19
19
21
22
22
23
25
25
25
27
32
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian…………………………………………..
B. Tempat dan Waktu Penelitian…………………………...
C. Subjek dan Objek Penelitian…………………………….
D. Variabel Penelitian dan Pengukuran…………………….
E. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel…….
F. Teknik Pengumpulan Data...…………………………….
G. Pengujian Validitas dan Reliabilitas ……………………
1. Pengujian Validitas…………………………………
2. Pengujian Reliabilitas………………………………
H. Teknik Analisa Data….………………………………….
38
38
38
39
46
47
48
48
52
53
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data…………………………………………... 58
1. Deskripsi Data Responden Penelitian………………
2. Deskripsi Variabel Penelitian……………………….
58
61
B. Analisis Data…………………………………………….
1. Uji Normalitas………………………………………
2. Uji Linearitas……………………………………….
74
74
75
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
C. Pengujian Hipotesis……………………………………..
1. Hipotesis I…………………………………………..
2. Hipotesis II………………………………………….
3. Hipotesis III…………………………………………
D. Pembahasan Hasil Penelitian…………………………….
75
75
77
82
88
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………….......... 98
B. Keterbatasan Penelitian………………………………
C. Saran Penelitian………………………………………
100
100
DAFTAR PUSTAKA
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 : Tabel Operasional Variabel Locus of
Control.......................
Tabel 3.2 : Tabel Operasional Variabel Kultur
Keluarga........................
Tabel 3.3 : Tabel Operasional Variabel Kultur
Sekolah..........................
Tabel 3.4 : Tabel Operasional Variabel Kecerdasan
Emosional.............
Tabel 3.5 : Asal Sekolah dan Jumlah
Sampel..........................................
Tabel 3.6 : Tabel Hasil Pengujian Validitas Variabel Locus of
Control.
Tabel 3.7 : Tabel Hasil Pengujian Validitas Variabel Kultur
Keluarga..
Tabel 3.8 : Tabel Hasil Pengujian Validitas Variabel Kultur
Sekolah....
Tabel 3.9 : Tabel Hasil Pengujian Validitas Variabel
Kecerdasan
Emosional.............................................................................
Tabel 3.10 : Tabel Hasil Pengujian Reliabilitas Variabel
Penelitian........
Tabel 4.1 : Jenis Kelamin
Responden.....................................................
Tabel 4.2 : Jenis Pekerjaan Orang Tua
(Ayah).......................................
Tabel 4.3 : Jenis Pekerjaan Orang Tua
(Ibu)...........................................
Tabel 4.4 : Asal Sekolah Siswa………………………………………..
Tabel 4.5 : Locus of Control……………………………………………
Tabel 4.6 : Deskripsi Kultur Keluarga pada Dimensi Power
Distance...
Tabel 4.7 : Deskripsi Kultur Keluarga pada Dimensi Collectivism
vs
Individualism……………………………………………….
Tabel 4.8 : Deskripsi Kultur Keluarga pada Dimensi Masculinity
vs
Femininity………………………………………………….
Tabel 4.9 : Deskripsi Kultur Keluarga pada Dimensi
Uncertainty
Avoidance………………………………………………….
Tabel 4.10 : Deskripsi Kultur Keluarga…………………………………
Tabel 4.11 : Deskripsi Kultur Sekolah pada Dimensi Power
Distance....
Tabel 4.12 : Deskripsi Kultur Sekolah pada Dimensi Collectivism
vs
Individualism........................................................................
39
41
42
44
46
49
49
50
51
52
58
59
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
Tabel 4.13 : Deskripsi Kultur Sekolah pada Dimensi Masculinity
vs
Femininity............................................................................
Tabel 4.14 : Deskripsi Kultur Sekolah pada Dimensi
Uncertainty
Avoidance............................................................................
Tabel 4.15 : Deskripsi Kultur
Sekolah......................................................
Tabel 4.16 : Deskripsi Kecerdasan
Emosional..........................................
Tabel 4.17 : Deskripsi Prestasi
Belajar......................................................
Tabel 4.18 : Hasil Pengujian
Normalitas...................................................
Tabel 4.19 : Hasil Pengujian
Linieritas.....................................................
69
70
71
72
73
74
75
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xvi
LAMPIRAN
Lampiran 1 :
Kuesioner............................................................................
Lampiran 2 : Validitas dan
Reliabilitas....................................................
Lampiran 3 : Data Induk
Penelitian.........................................................
Lampiran 4 : Data
Korelasi......................................................................
Lampiran 5 : Tabel
Frekuensi..................................................................
Lampiran 6 : Distribusi
Frekuensi...........................................................
Lampiran 7 : PAP Tipe
II........................................................................
Lampiran 8 : Kuder Richardson.
20.........................................................
Lampiran 9 : Normalitas dan
Linearitas...................................................
Lampiran 10 : Regresi dan
Korelasi...........................................................
Lampiran 11 : Penilaian Koefisien
Korelasi..............................................
Lampiran 12 : Surat
Ijin.............................................................................
107
115
124
162
169
210
230
237
239
241
253
255
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa kemajuan
pada berbagai aspek kehidupan. Hal tersebut menuntut setiap
orang untuk bisa
mengikuti perkembangan agar tidak ketinggalan jaman. Sejalan
dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi perlu ada usaha
peningkatan
kualitas sumber daya manusia. Seseorang perlu belajar agar terus
dapat
mengembangkan potensi dan daya yang mereka miliki. Dengan kata
lain perlu
ada kegiatan pendidikan bagi individu-individu menjadi orang
yang
berkemampuan.
Sekolah telah menjadi tempat bagi orang-orang menimba ilmu
pengetahuan dan teknologi yang semakin hari semakin berkembang.
Di
sekolah, kemampuan individu (siswa) sebagai orang yang mencari
ilmu akan
dikembangkan. Perkembangan kemampuan siswa tersebut ditunjukkan
dari
capaian prestasi belajar. Tentu saja prestasi yang dicapai siswa
dalam belajar
di sekolah ini tidak hanya dari apa yang telah diberikan dan
dipelajari di
sekolah, tetapi juga dari pengalaman belajar serta dorongan baik
dari dalam
dan luar diri siswa
(http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0505/16/1104
.htm).
Tinggi rendahnya prestasi belajar siswa diduga kuat
berhubungan
dengan tingkat kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional
adalah
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
2
kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang
lain,
kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola
emosi
dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang
lain
(Goleman, 1999:512). Siswa yang bisa memotivasi diri untuk
belajar dan
dapat mengolah emosi untuk mendorong diri sendiri dalam hal
membangun
sikap positif menanggapi masalah, maka akan mudah meraih
prestasi
belajarnya. Sebaliknya pada siswa yang tidak dapat memotivasi
diri dan
mengolah, maka akan menghambat mereka dalam mencapai
prestasi
belajarnya.
Derajat hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar
siswa
diduga kuat dipengaruhi oleh locus of control, kultur keluarga,
dan kultur
sekolah. Locus of control merupakan suatu keyakinan atau
kepercayaan dari
individu atas penentu hidupnya. Ada individu yang memiliki
kepercayaan diri
tinggi, namun ada individu yang hidupnya ditentukan dari luar
dirinya.
Dengan demikian derajat hubungan kecerdasan emosional dengan
prestasi
belajar siswa diduga kuat berbeda pada locus of control yang
berbeda. Pada
locus of control internal, derajat hubungan kecerdasan emosional
dengan
prestasi belajar siswa akan lebih tinggi dibandingkan dengan
siswa yang
memiliki locus of control eksternal. Hal demikian disebabkan
siswa memiliki
keyakinan bahwa apa yang terjadi pada dirinya disebabkan oleh
dirinya sendiri
sehingga berdasarkan kesadaran itu siswa akan belajar giat untuk
mencapai
prestasi belajar. Sebaliknya siswa dengan locus of control
eksternal cenderung
lebih pasrah dan menerima nasibnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
3
Kultur keluarga adalah suatu nilai-nilai yang dimiliki suatu
masyarakat/keluarga yang merupakan hasil kajian/pengalaman
yang
berlangsung turun temurun. Derajat hubungan kecerdasan emosional
dengan
prestasi belajar siswa diduga kuat berbeda pada kultur keluarga
yang berbeda.
Pada kultur keluarga yang bercirikan power distance kecil,
derajat hubungan
kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa lebih tinggi
dibandingkan
siswa yang berasal dari kultur keluarga dengan power distance
besar. Hal ini
disebabkan siswa yang berasal dari kultur keluarga dengan power
distance
kecil yang tampak dari ketaatan pada norma keluarga, menghormati
orang tua,
orang tua punya otoritas, dan punya ketergantungan orang tua
maka
kecerdasan emosionalnya lebih tinggi. Sebaliknya pada siswa yang
berasal
dari kultur keluarga dengan power distance besar, maka
kecerdasan
emosionalnya rendah.
Pada kultur keluarga yang bercirikan collectivism, derajat
hubungan
kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa lebih tinggi
dibandingkan
siswa yang berasal dari kultur keluarga yang bercirikan
individualism. Hal ini
disebabkan siswa yang berasal dari kultur keluarga bercirikan
collectivism
yang tampak dari adanya demokrasi dalam keluarga, setia pada
kelompok,
mampu mengelola keuangan untuk keluarga, merasa bersalah jika
melanggar
peraturan, dan keluarga menjadi tempat berkumpul anggota
keluarga maka
kecerdasan emosionalnya lebih tinggi. Sebaliknya pada siswa yang
berasal
dari kultur keluarga yang bercirikan individualism, maka
kecerdasan
emosionalnya rendah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
4
Pada kultur keluarga yang bercirikan femininity, derajat
hubungan
kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa lebih rendah
dibandingkan
siswa yang berasal dari kultur keluarga yang bercirikan
masculinity. Hal ini
disebabkan siswa yang berasal dari kultur keluarga bercirikan
femininity yang
tampak dari adanya jarak relasi antara anak dan orang tua,
perbedaan peran
orang tua, peran wanita lebih rendah dari pria, dan belajar
bersama menjadi
rendah hati maka kecerdasan emosionalnya lebih rendah.
Sebaliknya pada
siswa yang berasal dari kultur keluarga yang bercirikan
masculinity, maka
kecerdasan emosionalnya lebih tinggi.
Pada kultur keluarga yang bercirikan uncertainty avoidance
lemah,
derajat hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar
siswa lebih
tinggi dibandingkan siswa yang berasal dari kultur keluarga yang
bercirikan
uncertainty avoidance kuat. Hal ini disebabkan siswa yang
berasal dari kultur
keluarga bercirikan uncertainty avoidance lemah yang tampak dari
adanya
inisiatif terhadap situasi yang tidak pasti, keluarga menjadi
tempat untuk
belajar, dan memiliki aturan maka kecerdasan emosionalnya lebih
tinggi.
Sebaliknya pada siswa yang berasal dari kultur keluarga yang
bercirikan
uncertainty avoidance kuat, maka kecerdasan emosionalnya lebih
rendah.
Kultur sekolah adalah suatu nilai yang dianut oleh sekolah
yang
mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya kualitas kehidupan
sekolah.
Derajat hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar
siswa diduga
kuat berbeda pada kultur sekolah yang berbeda. Pada kultur
sekolah yang
bercirikan power distance kecil, derajat hubungan kecerdasan
emosional siswa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
5
akan lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang berasal dari
kultur sekolah
dengan power distance besar. Hal ini disebabkan siswa yang
berasal dari
sekolah dengan power distance kecil yang tampak dari adanya
pembelajaran
berpusat pada siswa, kesempatan bertanya, bebas berpendapat, ada
komunikasi
dua arah, orang tua mempunyai peran, pengembangan kemampuan dan
bakat,
dan aturan serta norma di sekolah maka kecerdasan emosionalnya
lebih tinggi.
Sebaliknya siswa yang berasal dari kultur sekolah dengan power
distance
besar, maka kecerdasan emosionalnya lebih rendah.
Pada kultur sekolah yang bercirikan collectivism, derajat
hubungan
kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa lebih rendah
dibandingkan
siswa yang berasal dari kultur sekolah yang bercirikan
individualism. Hal ini
disebabkan siswa yang berasal dari kultur sekolah bercirikan
individualism
yang tampak dari adanya kebebasan mengungkapkan pendapat,
penyelesaian
tugas, tingkat penerimaan diri terhadap orang lain, bersikap
positif dalam
mengerjakan tugas, dan punya tujuan untuk berprestasi maka
kecerdasan
emosionalnya lebih tinggi. Sebaliknya pada siswa yang berasal
dari kultur
sekolah yang bercirikan collectivism, maka kecerdasan
emosionalnya rendah.
Pada kultur sekolah yang bercirikan femininity, derajat
hubungan
kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa lebih rendah
dibandingkan
siswa yang berasal dari kultur sekolah yang bercirikan
masculinity. Hal ini
disebabkan siswa yang berasal dari kultur sekolah bercirikan
femininity yang
tampak dari kurang adanya kompetensi di dalam kelas, siswa
tidak
berorientasi pada prestasi, dan kurangnya kompetensi guru maka
kecerdasan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
6
emosionalnya lebih rendah. Sebaliknya pada siswa yang berasal
dari kultur
sekolah yang bercirikan masculinity, maka kecerdasan
emosionalnya lebih
tinggi.
Pada kultur sekolah yang bercirikan uncertainty avoidance
lemah,
derajat hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar
siswa lebih
tinggi dibandingkan siswa yang berasal dari kultur sekolah yang
bercirikan
uncertainty avoidance kuat. Hal ini disebabkan siswa yang
berasal dari kultur
sekolah bercirikan uncertainty avoidance lemah yang tampak dari
adanya
kejelasan guru dalam menerangkan, kedekatan hubungan antara
guru, siswa
dan orang tua, dan tingkat penerimaan siswa dengan kekurangan
guru maka
kecerdasan emosionalnya lebih tinggi. Sebaliknya pada siswa yang
berasal
dari kultur sekolah yang bercirikan uncertainty avoidance kuat,
maka
kecerdasan emosionalnya lebih rendah.
Berdasarkan uraian di atas peneliti ingin mengidentifikasi
apakah locus
of control, kultur keluarga, dan kultur sekolah yang berbeda
berpengaruh pada
hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar
siswa yang
berbeda pula. Penelitian ini selanjutnya dituangkan dalam judul
“Pengaruh
Locus of Control, Kultur Keluarga, dan Kultur Sekolah pada
Hubungan
Antara Kecerdasan Emosional dengan Prestasi Belajar Siswa”.
Penelitian
ini merupakan survei pada siswa SMP Negeri dan Swasta di
Kabupaten
Bantul.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
7
B. Batasan Masalah
Ada banyak faktor yang berhubungan dengan tinggi rendahnya
prestasi belajar
anak di sekolah, diantaranya: locus of control, motivasi
belajar, sarana dan
prasarana, kecerdasan emosional, kultur keluarga, kultur
masyarakat, kultur
sekolah dan sebagainya. Secara khusus penulis dalam penelitian
ini
bermaksud untuk menyelidiki secara lebih spesifik bagaimana
pengaruh locus
of control, kultur keluarga dan kultur sekolah pada hubungan
antara
kecerdasan emosi dengan prestasi belajar.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti merumuskan masalah
sebagai
berikut:
1. Apakah ada pengaruh positif locus of control pada hubungan
antara
kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa ?
2. Apakah ada pengaruh positif kultur keluarga pada hubungan
antara
kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa ?
3. Apakah ada pengaruh positif kultur sekolah pada hubungan
antara
kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa ?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai
dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh positif locus of control
pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
8
hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar
siswa.
2. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh positif kultur keluarga
pada
hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar
siswa.
3. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh positif kultur sekolah
pada
hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar
siswa.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada
pihak
sekolah untuk menentukan perlakuan yang tepat kepada siswa bahwa
sifat,
sikap dan perilaku siswa berbeda, maka pihak sekolah harus
memberikan
perlakuan yang berbeda dalam rangka pencapaian prestasi
siswa.
2. Bagi penelitian selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran
bagi penelitian selanjutnya sehingga akan lebih banyak lagi
penelitian
yang bisa memajukan pendidikan di Indonesia dan mutu pendidikan
bisa
semakin meningkat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Locus of Control
1. Pengertian locus of control
Konsep locus of control dikemukakan pertama kali oleh Rotter
adalah suatu konsep yang memberikan gambaran tentang
keyakinan
seseorang mengenai sumber penentu perilakunya (Jung, 1978:107).
Ia
mengelompokkan locus of control ke dalam 2 kelompok, yaitu locus
of
control internal dan locus of control eksternal. Individu yang
mempunyai
locus of control internal memiliki keyakinan bahwa apa yang
terjadi pada
dirinya adalah pengaruh dari dirinya. Dari apa yang ia lakukan,
ia mampu
mengontrol tujuan hidupnya dengan kekuatannya sendiri.
Jika individu percaya bahwa mereka hanya mempunyai sedikit
kendali atas apa yang terjadi, maka mereka termasuk dalam
golongan
locus of control eksternal. Demikian juga dengan individu yang
percaya
bahwa peristiwa yang terjadi dalam hidupnya merupakan hasil dari
takdir,
kesempatan, keberuntungan dan nasib dikelompokkan sebagai
individu
dengan locus of control eksternal. Keberhasilan atau kegagalan
dalam
hidupnya dipandang sebagai nasib, faktor keberuntungan,
kesempatan,
karena kekuasaan orang lain atau karena kondisi-kondisi yang
tidak dapat
dikuasainya. Konsep locus of control diajukan oleh Rotter atas
dasar teori
belajar sosial (social learning theory). Tiga istilah utama yang
digunakan
9
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
10
Rotter, yaitu: potensi perilaku (behaviour potential), harapan
(expectancy),
dan nilai penguatan (reinforcement value). Mc Millan (Jung
1978:107)
menjelaskan hubungan dari tiga istilah tersebut, yaitu perilaku
individu
tergantung pada harapan-harapan dalam suatu tingkah laku
tertentu akan
memberikan penguatan, dan nilai penguatan tersebut dapat
memuaskan
kebutuhan individu. Jika individu berhasil memperoleh penguatan
yang
diharapkan, maka selanjutnya individu tersebut akan cenderung
meyakini
bahwa penguatan tersebut diperoleh bukan dari dirinya
sendiri.
Gibson Ivancevich Donelly (1997:113) menyebutkan letak
kendali (locus of control) individu mencerminkan tingkat dimana
mereka
percaya bahwa perilaku mereka mempengaruhi apa yang terjadi
dalam diri
mereka. Sebagian orang percaya bahwa mereka adalah penentu dari
takdir
mereka sendiri. Tetapi sebagian yang lain mengatakan bahwa
mereka
sebagai korban dari takdir, mereka percaya bahwa apa yang
terjadi pada
diri mereka disebabkan oleh keberuntungan atau kesempatan
(Robbinson,
2002:42).
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan locus of
control adalah keyakinan individu terhadap sumber penentu
perilakunya
baik perilaku yang dipengaruhi oleh faktor internal maupun
perilaku yang
dipengaruhi oleh faktor eksternal. Individu dengan locus of
control
internal akan mempunyai tingkat kepercayaan diri yang
tinggi.
Keberhasilan dirinya tergantung dari diri sendiri. Sedangkan
individu
dengan locus of control…………………………………………………
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
11
dengan locus of control eksternal keberhasilan dirinya
tergantung dari luar
dirinya.
2. Penggolongan locus of control
Locus of control adalah suatu keyakinan individu mengenai
sumber penentu perilaku dan peristiwa yang terjadi dalam
hidupnya.
Secara garis besar terdiri dari: 1) kecenderungan internal,
yaitu individu
merasa bahwa segala peristiwa hidupnya terjadi karena
dikendalikan dari
dirinya sendiri; 2) kecenderungan eksternal chance, yaitu
individu merasa
kejadian dalam hidupnya dikendalikan dari luar dirinya
seperti
keberuntungan, nasib, peluang dsb; 3) kecenderungan eksternal
powerfull
others, yaitu individu merasa peristiwa dalam hidupnya
dikendalikan
kekuasaan orang lain (www.ballarat.edu.au/bssh/psych/rot.htm -
8k).
Seseorang kemungkinan memiliki faktor internal lebih besar
dari
pada faktor eksternal, demikian juga sebaliknya. Keyakinan
seseorang
akan locus of control ada pada sepanjang kontinum tersebut,
semakin
dominan locus of control internal seseorang akan semakin lemah
locus of
control eksternalnya, dan sebaliknya (London dan Exner,
1978:264).
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
individu dengan locus of control internal adalah individu yang
merasakan
adanya hubungan antara usaha yang dilakukannya dengan
akibat-akibat
yang diterimanya. Sedangkan individu dengan locus of control
eksternal
merasa bahwa akibat yang terjadi pada dirinya merupakan akibat
yang
didapat di…………………………………………………………………
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
12
berasal dari campur tangan orang lain, nasib, keberuntungan dan
juga
karena suatu kesempatan.
3. Perbedaan orientasi locus of control internal dan
eksternal
Dengan adanya perbedaan individu dengan locus of control
internal dan individu dengan locus of control eksternal
ternyata
berdampak pada adanya perbedaan sikap, sifat perilaku dan
cara
hidupnya. Dalam hubungan dengan orang lain, individu dengan
locus of
control internal cenderung untuk tidak mudah terpengaruh,
mempunyai
rasa percaya diri yang tinggi, mempunyai motif berprestasi yang
tinggi.
Orang yang mempunyai locus of control internal kurang
konformis
karena rasa percaya diri yang dimilikinya begitu tinggi dan
dapat
melakukan kontrol dengan kemampuannya sendiri, mengandalkan
kemampuan dan keterampilan dirinya serta usaha-usaha yang
dilakukannya.
Seseorang dengan locus of control eksternal cenderung
menarik
diri, penyesuaian diri kurang baik dan konformis terhadap
otoritas
(Lefcourt, 1969 dalam London dan Exner, 1978:278). Individu
dengan
locus of control eksternal cenderung conform terhadap
pengaruh-
pengaruh dari luar, memiliki anggapan bahwa kegagalan yang
terjadi
disebabkan oleh faktor dari luar dirinya. Individu juga
cenderung
mempunyai sikap menyerah, pesimis, pasrah, merasa tak berdaya
dan
memiliki kecemasan yang tinggi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
13
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan individu
mempunyai kecenderungan locus of control internal apabila
individu
merasakan adanya hubungan antara usaha yang dilakukan dengan
akibat-
akibat yang diterimanya, sedang individu dengan kecenderungan
locus of
control eksternal merasa bahwa akibat-akibat yang diterimanya
adalah
berasal dari kesempatan, nasib, campur tangan orang lain dan
keberuntungan.
4. Faktor-faktor pembentuk locus of control
Locus of control dikembangkan dari teori belajar sosial
(social
learning theory), berarti bahwa locus of control berhubungan
dengan
lingkungan sekitarnya. Lingkungan sekitar mempunyai pengaruh
yang
dominan dalam pembentukan pribadi menjadi individu dengan locus
of
control internal atau menjadi individu dengan locus of control
eksternal.
Locus of control bukan merupakan suatu konsep yang ada dalam
diri individu yang bersifat bawaan namun terbentuk dan
berkembang
dikarenakan berbagai faktor. Karena bukan bersifat bawaan, maka
locus
of control dapat berubah dan berkembang tergantung dari kemauan
dan
kemampuan setiap individu. Faktor-faktor yang bisa membentuk
dan
mengembangkan locus of control sebagai berikut (London dan
Exner,
1978:291).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
14
Faktor- faktor yang mempengaruhinya adalah:
a. Faktor usia
Seiring anak berkembang, ia menjadi seorang manusia yang
lebih
efektif, sehingga ia meningkatkan kepercayaan bahwa dirinya
mampu mengendalikan bermacam-macam hal dan kejadian dalam
hidunya. Dengan kata lain, locus of control bergerak dari
kecenderungan eksternal ke arah internal sejalan dengan
bertambahnya usia.
b. Pengalaman akan suatu perubahan
Penelitian Kiehlbauch (1967) dalam London dan Exner
(1978:292)
menemukan bahwa teman serumah yang masih baru menunjukkan
locus of control yang relatif lebih eksternal dari pada teman
serumah
yang telah lama bersama. Locus of control teman serumah yang
akan
berpisah juga cenderung bergeser ke arah eksternal. Keadaan
yang
cenderung labil dan tak pasti selama masa transisi mendorong
locus
of control individu ke arah eksternal.
c. Generalitas dan stabilitas perubahan
Adanya berbagai perubahan di tempat tinggal sekitar akan
mempengaruhi locus of control, misalnya adanya bom nuklir,
perang, skandal politik. Pengalaman dari perubahan peristiwa
tersebut menyebabkan kecenderungan ke arah locus of control
eksternal. Perilaku individu mengalami pergeseran dari rasa
aman
menjadi rasa takut dan kehilangan kemampuan untuk
menganalisa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
15
dan mempersiapkan diri terhadap jalannya peristiwa dalam
hidup
mereka.
d. Pelatihan dan pengalaman
De Charms dalam London dan Exner 1978:293 berhasil
membuktikan efektifitas program pelatihan untuk meningkatkan
locus of control internal. Selain itu, penelitian Barnes
(dalam
London dan Exner, 1978:293) menemukan bahwa pengalaman
berkemah yang terstruktur dapat meningkatkan locus of
control
internal. Demikian pula dengan penelitian Levens serta
Gottesfeld
dan Dozier (dalam London dan Exner, 1978:293) mengenai
pengalaman berorganisasi dalam masyarakat.
Penelitian-penelitian
tersebut menunjukkan bahwa locus of control dapat berubah
karena
pengalaman-pengalaman yang bisa meningkatkan kepercayaan
diri,
keberanian dan kemandirian pribadi.
e. Efek terapi
Beberapa peneliti (Lefcourt, Dua, Gillis dan Jessor, Smith
dalam
London dan Exner, 1978:293) menunjukkan bahwa psikoterapi
berpengaruh positif terhadap perubahan locus of control
internal.
Psikoterapi bertujuan meningkatkan kemampuan individu dalam
mengatasi masalah-masalahnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
16
B. Kultur Keluarga
1. Pengertian kultur keluarga
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1992:473), kultur
merujuk
pada istilah kebudayaan yang berarti keseluruhan cara hidup,
cara berpikir,
dan pandangan hidup masyarakat di suatu tempat. Dalam ilmu
antropologi
istilah kultur digunakan untuk menjelaskan: (1) keunikan
sekelompok
masyarakat dibandingkan kelompok masyarakat lainnya; (2)
mengapa
perilaku sekelompok masyarakat dapat bertahan dari satu generasi
ke
generasi lainnya (Kotter dan Heskett, 1992:3-4).
Hingga saat ini muncul berbagai definisi kultur dari para
teoritikus
dan peneliti. Schien (1985:9) mendefinisakan kultur sebagai:
“a pattern of basic assumption invented, or developed by a group
as it learns to cope with its problems of external adaptation and
internal integration that has worked well enough to be considered
valid and therefore to be taught to new members as the correct way
to perceived, think, and feel in relation to those problems”.
Kultur merupakan asumsi dasar yang ditemukan, dipahami, dan
dikembangkan oleh anggota kelompok/grup. Karena asumsi terbukti
benar
saat digunakan untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi
kelompok,
maka asumsi tersebut diajarkan kepada anggota-anggota baru
sebagai cara
pandang, pola pikir, dan perasaan yang benar ketika menghadapi
masalah di
masa mendatang.
Hofstede (1991:5) mengartikan kultur sebagai:
“ a collective phenomenon, because it is at least partly shared
with people who live or lived within the same social environment,
which is there it was learned. It is the collective programming of
the mind wich distinguishes the members of one group or category of
people from another.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
17
Hofstede (1991:4) menyebut kultur sebagai : “software of the
mind”.
Substansi perbedaan tersebut lebih tampak pada praktik kultur
daripada
nilai-nilai. Sebagai bentuk pemrograman mental secara kolektif,
kultur
cenderung sulit berubah, kalaupun berubah akan membutuhkan waktu
yang
lama dan perlahan-lahan.
2. Dimensi kultur keluarga
Kultur dalam suatu kelompok cenderung sangat sulit untuk
berubah,
jikalau berubah ini akan membutuhkan waktu yang lama dan
secara
bertahap. Hal ini disebabkan karena kultur telah terkristalisasi
ke dalam
lembaga yang telah mereka bangun selama ini. La Midjan
(1995:7)
menyebut bahwa lembaga yang dimaksud antara lain: struktur
keluarga,
struktur pendidikan, organisasi keagamaan, asosiasi-asosiasi,
bentuk
pemerintahan, organisasi kerja, lembaga hukum, kepustakaan, pola
tata
ruang, bentuk bangunan gedung, dan juga teori-teori ilmiah.
Kultur dapat dibedakan ke dalam enam tingkatan, yaitu: a
national
level, a regional level etc, a gender level, a generation level,
a social class
level, dan an organization or coporate level (Hofstede,
1991:10). Pada
tingkatan nasional, kultur dapat dikenali berdasarkan dimensi
yang
mencakup: power distance (from small to large), collectivism
vs
individualism, femininity vs masculinity, dan uncertainty
avoidance (from
weak to strong).
Dimensi power distance (jarak kekuasaan) merupakan tingkat
dalam
nama kekuasaan anggota dalam institusi didistribusikan secara
berbeda.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
18
Dimensi individualism menggambarkan suatu masyarakat dimana
pertalian
antar individu cenderung memudar. Dimensi collectivism
menunjukkan
suatu kondisi kelompok di mana individu sejak lahir
diintegrasikan secara
kuat sehingga mereka menjadi sangat loyal. Dimensi
masculinity
menunjukkan suatu kelompok dimana peran sosial gender
terdapat
perbedaan yang jelas. Dimensi femininity menunjukkan masyarakat
dimana
individu akan merasa terancam dalam suatu ketidakpastian.
Dimensi
uncertainty avoidance menunjukkan suatu perasaan cemas
masyarakat dan
adanya ketidakpastian serta situasi dualisme serta usaha
untuk
menghindarinya.
Dimensi power distance mencakup indikator: aturan dan norma
dalam
keluarga, menghormati orang tua dan orang yang lebih tua, orang
tua
mempunyai otoritas, dan ketergantungan. Indikator dari
collectivism vs
individualism, mencakup: demokrasi dalam keluarga, kesetiaan
kepada
kelompok adalah sumber daya bersama, mampu mengelola
keuangan,
upacara keagamaan tidak boleh dilupakan, merasa bersalah jika
melanggar
peraturan, dan keluarga menjadi tempat bersatunya keluarga.
Indikator dari
femininity vs masculinity, mencakup: relasi antara orang tua dan
anak ada
jarak, perbedaan peran orang tua, peran wanita lebih rendah dari
pria, dan
belajar bersama menjadi rendah hati. Indikator dari uncertainty
avoidance
mencakup: toleransi terhadap situasi yang tidak pasti dan
mempunyai
inisiatif, keluarga menjadi tempat belajar, dan memiliki
aturan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
19
C. Kultur Sekolah
1. Pengertian kultur sekolah
Kultur merupakan pandangan hidup yang diakui bersama oleh
suatu kelompok masyarakat, yang mencakup cara berfikir,
perilaku, sikap,
nilai yang tercermin baik dalam bentuk fisik maupun abstrak.
Kultur ini
juga dapat dilihat sebagai suatu perilaku, nilai-nilai, sikap
hidup, dan cara
hidup untuk melakukan penyesuaian dengan lingkungan, dan
sekaligus
cara untuk memandang persoalan dan memecahkannya. Oleh karena
itu,
suatu kultur secara alami akan diwariskan oleh satu generasi
kepada
generasi berikutnya.
Sekolah merupakan lembaga utama yang didesain untuk
memperlancar proses transmisi kultural antar generasi
tersebut.
Antropolog Clifford Geertz (dalam Sumarni, 2005) mendefinisikan
kultur
sebagai pola nilai, norma, sikap hidup, ritual, dan kebiasaan
yang baik
dalam lingkungan sekolah, sekaligus cara memandang persoalan
dan
memecahkannya. Merujuk pada konteks organisasi (Depdiknas,
2002)
kultur adalah kualitas kehidupan yang diwujudkan dalam
aturan-aturan
atau norma, tata kerja, kebiasaan, gaya seorang anggota.
Kualitas itu
tumbuh dan berkembang sesuai nilai-nilai dan spirit atau
keyakinan yang
dianut oleh organisasi. Kultur dapat dipahami dari dua sisi
batiniah dan
lahiriah. Dari sisi batiniah berupa nilai, prinsip, semangat,
keyakinan yang
dianut oleh organisasi. Pada sisi lahiriah berupa aturan atau
prosedur yang
mengatur hubungan antar anggota organisasi baik formal
maupun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
20
informal, prosedur kerja yang harus diikuti anggota organisasi,
kebiasaan
kerja yang dimiliki keseluruhan anggota kelompok.
Kultur sekolah merupakan suatu sistem sosial yang mempunyai
organisasi yang unik dan pola relasi sosial diantara anggotanya
yang
bersifat unik pula (Vembrianto, 1993:81-82). Tiap-tiap
sekolah
mempunyai kultur yang bersifat unik. Tiap-tiap sekolah
mempunyai
aturan, kebiasaan, serta lambang-lambang yang memberikan corak
khas
kepada sekolah yang bersangkutan. Kultur mempunyai pengaruh
mendalam terhadap proses dan cara belajar siswa. Apa yang
dihayati siswa
berupa sikap dalam belajar, sikap terhadap kewibawaan dan juga
sikap
terhadap nilai-nilai bukan berasal dari kurikulum sekolah yang
bersifat
formal melainkan berasal dari kultur sekolah.
Kultur sekolah diartikan sebagai kualitas kehidupan sebuah
sekolah yang tumbuh dan berkembangan berdasarkan nilai atau
spirit yang
dianut sekolah tersebut. Kualitas ini mewujudkan pada
keseluruhan
anggota sekolah (Depdiknas, 2002). Jadi, sesuai dengan hal yang
terkait
dengan kultur, maka kultur sekolah bisa diartikan sebagai suatu
nilai yang
dianut oleh sekolah yang mempengaruhi tumbuh dan
berkembangnya
kualitas kehidupan sekolah.
Menurut Dapiyanta (1995:93), kultur sekolah merupakan
perilaku lahir batin dari komunitas sekolah dalam menjalankan
kehidupan
sekolah yang berpola dan mentradisi. Mentradisi disini tidak
berarti
berhenti, melainkan dinamis dan selalu berproses. Kultur sekolah
yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
21
positif dapat menghasilkan produk kultur yang baik seperti:
peningkatan
kinerja individu dan kelompok, peningkatan kinerja sekolah dan
institusi,
terjamin hubungan yang sinergi antara warga sekolah, timbul
iklim
akademik yang baik serta interaksi yang menyenangkan.
Berdasarkan pengertian kultur tersebut di atas, kultur
sekolah
dapat dideskripsikan sebagai pola nilai-nilai, norma-norma,
sikap, ritual,
mitos dan kebiasaan-kebiasaan yang dibentuk dalam perjalanan
panjang
sekolah.
2. Dimensi kultur sekolah
Kultur dapat dibedakan ke dalam enam tingkatan, yaitu: a
national level, a regional level etc, a gender level, a
generation level, a
social class level, dan an organizational or corporate level
(Hofstede,
1991:10). Pada tingkat nasional kultur dapat dikenali
berdasarkan dimensi
yang mencakup: power distance, collectivism vs individualism,
femininity
vs masculinity, dan uncertainty avoidance (from weak to
strong).
Dimensi power distance (jarak kekuasaan) merupakan tingkat
dalam nama kekuasaan anggota dalam institusi didistribusikan
secara
berbeda. Dimensi individualism menggambarkan suatu masyarakat
dimana
pertalian antar individu cenderung memudar. Dimensi
collectivism
menunjukkan suatu kondisi kelompok dimana individu sejak
lahir
diintegrasikan secara kuat sehingga mereka menjadi sangat loyal.
Dimensi
masculinity menunjukkan suatu kelompok dimana peran sosial
gender
terhadap perbedaan yang jelas. Dimensi femininity
menunjukkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
22
masyarakat dimana individu akan merasa terancam dalam suatu
ketidakpastian. Dimensi uncertainty avoidance menunjukkan
suatu
perasaan cemas masyarakat dan adanya ketidakpastian serta
situasi
dualisme serta usaha untuk menghindarinya.
Dimensi power distance mencakup indikator: perlakuan guru
terhadap proses pembelajaran, proses pembelajaran terpusat pada
siswa,
kesempatan bertanya, kebebasan menyampaikan kritik, komunikasi
dua
arah (di kelas), peran orang tua di sekolah, aturan dan norma di
sekolah,
pengembangan kemampuan dan bakat, dan orang tua diuntungkan
dengan
proses pembelajaran sekolah. Indikator dari collectivism vs
individualism,
mencakup: kebebasan mengungkapkan pendapat, penyelesaian tugas
dari
guru, tingkat penerimaan diri oleh orang lain, sikap positif
dalam
mengerjakan tugas, dan tujuan berprestasi. Indikator dari
femininity vs
masculinity, mencakup: suasana kompetisi kelas, berorientasi
pada
prestasi, dan kompetesi guru. Indikator dari uncertainty
avoidance,
mencakup: tingkat penerimaan siswa dengan kekurangan guru,
kejelasan
guru dalam menerangkan, dan kedekatan hubungan antara guru,
siswa dan
orang tua.
D. Kecerdasan Emosional
1. Definisi kecerdasan emosional
Kecerdasan emosional atau emotional intelligence adalah
kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang
lain,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
23
kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola
emosi
dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang
lain
(Goleman, 1999:512). Kecerdasan emosional mencakup kemampuan
yang
berbeda-beda, tetapi saling melengkapi, dengan kecerdasan
akademik
(academic intelligence), yaitu kemampuan-kemampuan kognitif
murni
yang diukur dengan IQ.
Definisi lain diberikan oleh ahli yang menciptakan istilah
kecerdasan emosional, yakni John Mayer dan Peter Salovey
(dalam
Goleman, 1999:513) mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai
kemampuan memantau dan mengendalikan perasaan sendiri dan
orang
lain, serta menggunakan perasaan-perasaan itu untuk memandu
pikiran
dan tindakan.
Dua macam kecerdasan yang berbeda ini, intelektual dan
emosional mengungkapkan aktivitas bagian-bagian yang berbeda
dalam
otak. Kecerdasan intelektual terutama didasarkan pada kerja
neokorteks,
lapisan yang dalam evolusi berkembang paling akhir di bagian
atas otak.
Sedangkan pusat-pusat emosi berada di bagian otak yang lebih
dalam,
dalam subkorteks yang secara evolusi lebih kuno. Kecerdasan
emosional
dipengaruhi oleh kerja pusat-pusat emosi ini, tetapi dalam
keselarasan
dengan pusat-pusat intelektual.
2. Ciri-ciri kecerdasan emosional
Salovey dan Mayer (Goleman, 1999:513) mendefinisikan
kecerdasan emosional sebagai kemampuan memantau dan
mengendalikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
24
perasaan sendiri dan orang lain, serta menggunakan
perasaan-perasaan itu
untuk memandu pikiran dan tindakan. Dasar-dasar kecakapan
emosional
dan sosial menurut Goleman adalah:
a. Kesadaran diri; mengetahui apa yang kita rasakan pada saat,
dan
menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri
sendiri;
memiliki tolok ukur yang realistis atas kemampuan diri dan
kepercayaan diri yang kuat.
b. Pengaturan diri; menangani emosi kita sedemikian sehingga
berdampak positif kepada pelaksanaan tugas, peka terhadap kata
hati
dan sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya suatu
sasaran;
mampu pulih kembali dari tekanan emosi.
c. Motivasi; menggunakan hasrat kita yang paling dalam untuk
menggerakkan dan menuntun kita menuju sasaran, membantu kita
mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif, dan untuk
bertahan
menghadapi kegagalan dan frustasi.
d. Empati; merasakan yang dirasakan orang lain, mampu
memahami
perspektif mereka, menumbuhkan hubungan saling percaya dan
menyelaraskan diri dengan bermacam-macam orang.
e. Ketrampilan sosial; menangani emosi dengan baik ketika
berhubungan
dengan orang lain, dan dengan cermat membaca situasi dan
jaringan
sosial, berinteraksi dengan lancar, menggunakan
keterampilan-
keterampilan untuk mempengaruhi dan memimpin, bermusyawarah
dalam …….………………………………………………………….
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
25
dan menyelesaikan perselisihan, dan untuk bekerjasama dan
bekerja
dalam tim.
3. Perbedaan kecerdasan emosional dan kecakapan emosional
Goleman (1999:39) membedakan antara kecerdasan emosional
dan kecakapan emosi. Goleman berpendapat bahwa kecakapan
emosi
adalah kecakapan hasil belajar yang didasarkan pada
kecerdasan
emosional. Inti kecakapan emosi adalah dua kemampuan: empati,
yang
melibatkan kemampuan membaca perasaan orang lain, dan
keterampilan
sosial yang berarti mampu mengelola perasaan orang lain dengan
baik.
Sedangkan kecerdasan emosional menentukan potensi kita untuk
mempelajari keterampilan-keterampilan praktis yang didasarkan
pada lima
unsurnya: kesadaran diri, motivasi, pengaturan diri, empati dan
kecakapan
dalam membina hubungan dengan sesama.
Berdasarkan uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan
kecerdasan
emosional adalah kemampuan individu untuk menyadari perasaan
diri
pada saat ini, memotivasi diri, berempati, mampu mengatur
emosinya dan
mampu menjalin hubungan baik dengan orang lain. Kelima aspek
tersebut
akan mendasari penelitian ini.
E. Prestasi Belajar
1. Pengertian prestasi belajar
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990:700), prestasi
adalah hasil yang telah dicapai (dari yang telah dilakukan,
dikerjakan,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
26
dsb), sedangkan prestasi belajar adalah penguasaaan pengetahuan
atau
ketrampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya
ditujukan
dengan nilai tes atau angka yang diberikan oleh guru. Menurut
Arifin
(1990:3) prestasi yang dimaksud tidak lain adalah kemampuan,
keterampilan, dan sikap seseorang dalam menyelesaikan suatu
hal.
Belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis yang
berlangsung
dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan
perubahan-
perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, dan sikap
(W.S
Winkel, 2004:59). Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah
laku
seseorang terhadap suatu situasi tertentu yang disebabkan
oleh
pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana
perubahan
tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atas dasar kecenderungan
respon
pembawaan, kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat seseorang
(Hilgard
dan Bower dalam Ngalim Purwanto, 1990:84). Belajar merupakan
suatu
proses yang tidak dapat dilihat dengan nyata; proses itu terjadi
di dalam
diri seseorang yang sedang mengalami belajar.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa prestasi
belajar
adalah penguasaan pengetahuan dan ketrampilan yang dikembangkan
oleh
mata pelajaran lazimnya ditunjukkan dengan nilai/angka hasil tes
yang
diberikan oleh guru. Keberhasilan dalam kegiatan yang disebut
belajar
akan nampak dalam prestasi belajar yang diraihnya. Prestasi
belajar dapat
diketahui dari hasil evaluasi belajarnya. Evaluasi merupakan
pemberian
keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin dilihat dari segi
tujuan,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
27
gagasan, cara kerja, pemecahan metode materiil, dsb (Nana
Sudjana,
1992:28). Usaha untuk mengevaluasi hasil belajar, biasanya
dilakukan
dengan mengadakan pengukuran dalam bentuk tertulis, lisan
maupun
praktek yang kemudian diberi skor yang biasanya berwujud angka.
Hasil
dari pengukuran ini merupakan informasi-informasi atau data
yang
diwujudkan dalam bentuk angka-angka yang disebut prestasi
belajar.
Prestasi belajar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang dikembangkan oleh
mata
pelajaran. Lazimnya ditunjukan dengan nilai tes atau angka yang
diberikan
guru. Kegiatan penilaian, yaitu suatu tindakan untuk melihat
sejauh mana
tujuan instrusional telah dapat dicapai oleh siswa-siswi dalam
hasil belajar.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
Faktor–faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa dapat
digolongkan menjadi dua, yaitu (Dimyati dan Mujiono,
1999;235-253):
a. Faktor internal :
1) Sikap terhadap belajar
Sikap merupakan kemampuan memberikan penilaian tentang
sesuatu yang membawa diri sesuai dengan penilaian tentang
sesuatu, mengakibatkan terjadinya sikap menerima, menolak,
atau mengabaikan kesempatan belajar.
2) Motivasi belajar
Motivasi belajar merupakan kekuatan mental yang mendorong
terjadinya proses belajar. Motivasi ini dapat menjadi lemah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
28
Lemahnya motivasi, atau tiada motivasi belajar akan
melemahkan kegiatan belajar yang selanjutnya mutu hasil
belajar
akan menjadi rendah. Oleh karena itu, motivasi belajar pada
diri
sendiri (siswa) perlu diperkuat terus menerus agar siswanya
memiliki hasil belajar yang baik hingga pada akhirnya nanti
semakin meningkatkan motivasi berprestasi.
3) Konsentrasi belajar
Konsentrasi belajar merupakan kemampuan memusatkan
perhatian pada pelajaran yang tertuju pada isi bahan belajar
maupun proses memperolehnnya. Untuk memperkuat perhatian
pada pelajaran, guru perlu menggunakan bermacam-macam
strategi belajar mengajar, dan memperhitungkan waktu belajar
serta selingan istirahat.
4) Mengolah bahan belajar
Mengolah bahan belajar merupakan kemampuan siswa untuk
menerima isi dan cara memperoleh ajaran yang dikembangkan di
berbagai mata pelajaran sehingga lebih bermakna bagi siswa.
Isi
bahan belajar berupa pengetahuan, nilai kesusilaan, nilai
agama,
kesenian, serta ketrampilan mental dan jasmani. Cara
memperoleh ajaran berupa bagaimana menggunakan kamus,
daftar logaritma, atau rumusan matematika.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
29
5) Menyimpan perolehan hasil belajar
Menyimpan perolehan hasil belajar merupakan kemampuan
menyimpan isi pesan dan cara peroleh pesan. Kemampuan
menyimpan tersebut dapat berlangsung dalam waktu yang
pendek (hasil belajar cepat dilupakan) dan waktu yang lama
(hasil belajar tetap dimiliki siswa). Proses belajar terdiri
dari
proses penerimaan, pengolahan, dan pengaktifan yang berupa
penguatan serta pembangkitan kembali untuk dipergunakan.
Dalam kehidupan sebenarnya tidak berarti semua proses
tersebut
berjalan lancar, akibatnya proses penggunaan hasil belajar
terganggu.
6) Kemampuan berprestasi
Kemampuan berprestasi merupakan suatu puncak proses belajar
yang membuktikan keberhasilan belajar dalam memecahkan
tugas-tugas belajar atau mentrasfer hasil belajar. Kemampuan
berprestasi terpengaruh oleh proses penerimaan, pengaktifan,
pra-pengolahan, serta pemanggilan untuk pembangkitan pesan
dan pengalaman.
7) Cita-cita siswa
Cita-cita sebagai motivasi intrinsik perlu didikan yang
harus
dimulai sejak sekolah dasar. Cita-cita merupakan wujud
ekplorasi dan emansipasi siswa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
30
b. Faktor eksternal :
1) Guru sebagai pembina siswa belajar
Guru adalah pengajar yang mendidik. Ia mengajar bidang studi
yang sesuai dengan keahliannya, tetapi juga menjadi pendidik
generasi muda bangsanya. Sebagai pendidik, ia memusatkan
perhatian kepribadian siswa, khususnya berkenaan dengan
kebangkitan belajar yang merupakan wujud emansipasi diri
siswa. Sebagai pengajar, guru bertugas mengelola kegiatan
belajar siswa di sekolah. Adapun tugas pengelolaan
pembelajaran
siswa meliputi: membangun hubungan baik dengan siswa,
menggairahkan minat, perhatian dan memperkuat motivasi
belajar untuk berprestasi, mengorganisasi belajar,
melaksanakan
pendekatan pembelajaran secara tepat, mengevaluasi hasil
belajar
secara jujur dan obyektif, melaporkan hasil belajar kepada
orang
tua/wali siswa.
2) Prasarana dan sarana pembelajaran
Lengkapnya prasarana dan sarana pembelajaran merupakan
kondisi pembelajaran yang baik. Hal ini tidak berarti
lengkapnya
prasarana dan sarana menetukan jaminan terselenggaranya
proses
belajar dengan baik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
31
3) Faktor keluarga
Hubungan yang baik antar anggota keluarga dapat membantu
dalam kegiatan belajar anak, sehingga dimungkinkan prestasi
belajar menjadi baik.
4) Faktor lingkungan
Lingkungan di mana siswa tinggal yang dapat berpengaruh
terhadap kehidupan siswa.
5) Kurikulum sekolah
Program pembelajaran di sekolah mendasarkan pada suatu
kurikulum. Kurikulum yang diberlakukan sekolah adalah
kurikulum yang disyahkan oleh pemerintah, atau suatu
kurikulum yang disyahkan oleh suatu yayasan pendidikan dan
disusun berdasarkan kemajuan masyarakat. Perubahan kurikulum
dapat mempengaruhi: tujuan yang akan dicapai, isi
pendidikan,
kegiatan belajar mengajar, evaluasi yang dapat berubah.
Perubahan kurikulum dapat menimbulkan masalah bagi guru,
siswa maupun elemen-elemen dalam sekolah dan juga orang tua
siswa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
32
F. Kerangka Teoretik dan Hipotesis
1. Pengaruh locus of control pada hubungan antara kecerdasan
emosional
dengan prestasi belajar.
Locus of control merupakan suatu keyakinan atau kepercayaan
dari individu atas penentu hidupnya. Dimensi locus of control
meliputi
locus of control internal dan locus of control eksternal. Locus
of control
internal adalah individu yang merasakan adanya hubungan antara
usaha
yang dilakukannya dengan akibat-akibat yang diterimanya.
Sedangkan
locus of control eksternal adalah individu yang merasa bahwa
akibat yang
terjadi pada dirinya merupakan akibat yang berasal dari campur
tangan
orang lain, nasib, keberuntungan dan juga karena suatu
kesempatan.
Seorang individu dengan demikian dapat diklasifikasikan ke dalam
locus
of control internal atau locus of control eksternal.
Derajat hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi
belajar
diduga kuat berbeda pada locus of control yang berbeda. Pada
locus of
control internal, derajat hubungan kecerdasan emosional dengan
prestasi
belajar siswa akan lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang
memiliki
locus of control eksternal. Hal demikian disebabkan siswa
memiliki
keyakinan bahwa apa yang terjadi pada dirinya disebabkan oleh
dirinya
sendiri sehingga berdasarkan kesadaran itu siswa akan belajar
giat untuk
mencapai prestasi belajar. Sebaliknya siswa dengan locus of
control
eksternal cenderung lebih pasrah dan menerima nasibnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
33
Berdasarkan penjelasan di atas diturunkan hipotesis sebagai
berikut:
H 1 : Ada pengaruh positif locus of control pada hubungan
antara
kecerdasan emosional dengan prestasi belajar.
2. Pengaruh kultur keluarga pada hubungan antara kecerdasan
emosional
dengan prestasi belajar
Kultur keluarga adalah suatu nilai-nilai yang dimiliki suatu
masyarakat/keluarga yang merupakan hasil kajian/pengalaman
yang
berlangsung turun temurun. Kultur keluarga dapat
diklasifikasikan ke
dalam empat dimensi, meliputi: 1). power distance; 2).
collectivism vs
individualism; 3). femininity vs masculinity; 4). uncertainty
avoidance.
Derajat hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi
belajar
diduga kuat berbeda pada kultur keluarga yang berbeda. Pada
kultur
keluarga yang bercirikan power distance kecil, derajat
hubungan
kecerdasan emosional siswa lebih tinggi dibandingkan siswa yang
berasal
dari kultur keluarga dengan power distance besar. Hal ini
disebabkan
siswa yang berasal dari kultur keluarga dengan power distance
kecil yang
tampak dari ketaatan pada norma keluarga, menghormati orang tua,
orang
tua punya otoritas, dan punya ketergantungan orang tua maka
kecerdasan
emosionalnya lebih tinggi. Sebaliknya pada siswa yang berasal
dari kultur
keluarga dengan power distance besar, maka kecerdasan
emosionalnya
rendah.
Pada kultur keluarga yang bercirikan collectivism, derajat
hubungan kecerdasan emosional siswa lebih tinggi dibandingkan
siswa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
34
yang berasal dari kultur keluarga yang bercirikan individualism.
Hal ini
disebabkan siswa yang berasal dari kultur keluarga bercirikan
collectivism
yang tampak dari adanya demokrasi dalam keluarga, setia pada
kelompok,
mampu mengelola keuangan untuk keluarga, merasa bersalah
jika
melanggar peraturan, dan keluarga menjadi tempat berkumpul
anggota
keluarga maka kecerdasan emosionalnya lebih tinggi. Sebaliknya
pada
siswa yang berasal dari kultur keluarga yang bercirikan
individualism,
maka kecerdasan emosionalnya rendah.
Pada kultur keluarga yang bercirikan femininity, derajat
hubungan kecerdasan emosional siswa lebih rendah dibandingkan
siswa
yang berasal dari kultur keluarga yang bercirikan masculinity.
Hal ini
disebabkan siswa yang berasal dari kultur keluarga bercirikan
femininity
yang tampak dari adanya jarak relasi antara anak dan orang tua,
perbedaan
peran orang tua, peran wanita lebih rendah dari pria, dan
belajar bersama
menjadi rendah hati maka kecerdasan emosionalnya lebih
rendah.
Sebaliknya pada siswa yang berasal dari kultur keluarga yang
bercirikan
masculinity, maka kecerdasan emosionalnya lebih tinggi.
Pada kultur keluarga yang bercirikan uncertainty avoidance
lemah, derajat hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi
belajar
siswa lebih tinggi dibandingkan siswa yang berasal dari kultur
keluarga
yang bercirikan uncertainty avoidance kuat. Hal ini disebabkan
siswa yang
berasal dari kultur keluarga bercirikan uncertainty avoidance
lemah yang
tampak dari adanya inisiatif terhadap situasi yang tidak pasti,
keluarga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
35
menjadi tempat untuk belajar, dan memiliki aturan maka
kecerdasan
emosionalnya lebih tinggi. Sebaliknya pada siswa yang berasal
dari kultur
keluarga yang bercirikan uncertainty avoidance kuat, maka
kecerdasan
emosionalnya lebih rendah.
Berdasarkan penjelasan di atas diturunkan hipotesis sebagai
berikut:
H 2 : Ada pengaruh positif kultur keluarga pada hubungan
antara
kecerdasan emosional dengan prestasi belajar.
3. Pengaruh kultur sekolah pada hubungan antara kecerdasan
emosional
dengan prestasi belajar.
Kultur sekolah adalah suatu nilai yang dianut oleh sekolah
yang
mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya kualitas kehidupan
sekolah.
Kultur sekolah dapat diklasifikasikan ke dalam empat dimensi,
meliputi:
1). power distance; 2). collectivism vs individualism; 3).
femininity vs
masculinity; 4). uncertainty avoidance.
Derajat hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi
belajar
siswa diduga kuat berbeda pada kultur sekolah yang berbeda. Pada
kultur
sekolah yang bercirikan power distance kecil, derajat
hubungan
kecerdasan emosional siswa akan lebih tinggi dibandingkan dengan
siswa
yang berasal dari kultur sekolah dengan power distance besar.
Hal ini
disebabkan siswa yang berasal dari sekolah dengan power distance
kecil
yang tampak dari adanya pembelajaran berpusat pada siswa,
kesempatan
bertanya, bebas berpendapat, ada komunikasi dua arah, orang
tua
mempunyai peran, pengembangan kemampuan dan bakat, dan aturan
serta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
36
norma di sekolah maka kecerdasan emosionalnya lebih tinggi.
Sebaliknya
siswa yang berasal dari kultur sekolah dengan power distance
besar, maka
kecerdasan emosionalnya lebih rendah.
Pada kultur sekolah yang bercirikan collectivism, derajat
hubungan kecerdasan emosional siswa lebih rendah dibandingkan
siswa
yang berasal dari kultur sekolah yang bercirikan individualism.
Hal ini
disebabkan siswa yang berasal dari kultur sekolah bercirikan
individualism
yang tampak dari adanya kebebasan mengungkapkan pendapat,
penyelesaian tugas, tingkat penerimaan diri terhadap orang lain,
bersikap
positif dalam mengerjakan tugas, dan punya tujuan untuk
berprestasi maka
kecerdasan emosionalnya lebih tinggi. Sebaliknya pada siswa yang
berasal
dari kultur sekolah yang bercirikan collectivism, maka
kecerdasan
emosionalnya rendah.
Pada kultur sekolah yang bercirikan femininity, derajat
hubungan
kecerdasan emosional siswa lebih rendah dibandingkan siswa yang
berasal
dari kultur sekolah yang bercirikan masculinity. Hal ini
disebabkan siswa
yang berasal dari kultur sekolah bercirikan femininity yang
tampak dari
kurang adanya kompetensi di dalam kelas, siswa kurang
berorientasi pada
prestasi, dan kurangnya kompetensi guru, maka kecerdasan
emosionalnya
lebih rendah. Sebaliknya pada siswa yang berasal dari kultur
sekolah yang
bercirikan masculinity, maka kecerdasan emosionalnya lebih
tinggi.
Pada kultur sekolah yang bercirikan uncertainty avoidance
lemah, derajat hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi
belajar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
37
siswa lebih tinggi dibandingkan siswa yang berasal dari kultur
sekolah
yang bercirikan uncertainty avoidance kuat. Hal ini disebabkan
siswa yang
berasal dari kultur sekolah bercirikan uncertainty avoidance
lemah yang
tampak dari adanya kejelasan guru dalam menerangkan,
kedekatan
hubungan antara guru, siswa dan orang tua, dan tingkat
penerimaan siswa
dengan kekurangan guru maka kecerdasan emosionalnya lebih
tinggi.
Sebaliknya pada siswa yang berasal dari kultur sekolah yang
bercirikan
uncertainty avoidance kuat, maka kecerdasan emosionalnya lebih
rendah.
Berdasarkan penjelasan di atas diturunkan hipotesis sebagai
berikut:
H 3 : Ada pengaruh positif kultur sekolah pada hubungan
antara
kecerdasan emosional dengan prestasi belajar.
Berikut ini gambar hubungan antara variabel satu dengan variabel
lain:
KECERDASAN EMOSIONAL
KULTUR SEKOLAH
LOCUS OF CONTROL
KULTUR KELUARGA
PRESTASI BELAJAR
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian verificative research
dengan
metode explanatory survey. Penelitian ini bertujuan untuk
menjelaskan apa
yang akan terjadi bila variabel-variabel tertentu dikontrol atau
dimanipulasi
secara tertentu (Mardalis, 1990:26). Penelitian ini dimaksudkan
untuk
mendapatkan kejelasan atas pengaruh variabel locus of control,
kultur
keluarga dan kultur sekolah terhadap hubungan antara kecerdasan
emosional
terhadap prestasi belajar siswa.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat penelitian
Penelitian dilaksanakan di SMP-SMP Negeri dan Swasta di
Kabupaten
Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
2. Waktu penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Februari- Mei 2007
C. Subjek dan Objek Penelitian
1. Subjek penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa SMP Swasta dan SMP
Negeri
kelas IX yang ada di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa
Yogyakarta.
38
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
39
2. Objek Penelitian:
Objek penelitian ini adalah locus of control, kultur keluarga,
kultur
sekolah, kecerdasan emosional, dan prestasi belajar.
D. Variabel Penelitian dan Pengukurannya
1. Variabel locus of control
Locus of control merupakan suatu keyakinan atau kepercayaan
diri
individu atas penentu hidupnya. Dimensi locus of control
meliputi locus of
control internal dan locus of control eksternal. Dimensi locus
of control
didasarkan pendapat dari Rotter yang terdiri dari
status-recognition,
dominance, independence, protection-dependency, love and
affection, dan
physical comfort. Berikut disajikan tabel operasionalnya
(lampiran 1):
Tabel 3.1
Tabel Operasional Variabel Locus of Control
Dimensi Indikator No. Item
1. Status-recognition (pengakuan status).
a. Kebutuhan untuk dihargai. b. Ingin dianggap kompeten. c.
Kesuksesan dalam berkarya.
4,5,10,14,
23
2. Dominance (dominasi).
a. Kebutuhan untuk mengontrol aktivitas orang lain.
b. Kebutuhan untuk berkuasa.
3,12,17, 22,24
3. Independence (ketidaktergantungan).
a. Keyakinan diri. b. Tergantung pada diri
sendiri/usaha sendiri.
8,9,11, 13,15,18, 21,25,28
4. Protection-dependency (perlindungan-ketergantungan).
a. Penghindaran terhadap frustasi dengan mencari perlindungan
dan keamanan
b. Ketergantungan pada orang lain.
1,2,6,7, 19,29
5. Love and affection (cinta dan kasih
a. Kebutuhan untuk dicintai orang lain
20,26
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
40
sayang). b. Kehangatan, perhatian, cinta dan kasih sayang.
6. Physical comfot (kenyamanan fisik).
a. Kebutuhan akan kepuasan fisik (menghindari sakit, mencari
kesenangan jasmani).
27
Pengukuran locus of control yang digunakan dalam penelitian
ini
merupakan pengembangan dari instrumen yang pernah digunakan
Indriantoro (1993) yang bersumber pada penelitian Rotter (1966).
Pada
penelitian ini, item pertanyaan yang mengukur locus of control
terdiri dari
29 pertanyaan. Instrumen dibuat dalam bentuk format pilihan,
yaitu
pernyataan internal berpasangan dengan pernyataan eksternal.
Nilai atau
skor nol (0) diberikan untuk pernyataan eksternal yang dipilih,
dan skor
satu (1) untuk pernyataan internal yang dipilih. Jika total skor
locus of
control responden tinggi, maka responden tersebut cenderung
memiliki
internal locus of control, dan sebaliknya jika skor total locus
of control
resonden rendah, maka responden tersebut cenderung memiliki
eksternal
locus of control. Pengukuran locus of control pada penelitian
didasarkan
pada skala nominal. Skor 1= locus of control internal, sedangkan
skor 0=
locus of control eksternal.
2. Variabel kultur keluarga
Kultur keluarga adalah suatu nilai-nilai yang dimiliki suatu
masyarakat/keluarga yang merupakan hasil kajian/pengalaman
yang
berlangsung turun temurun. nilai- nilai tersebut terlihat dari
adanya pola
pikir, sikap, rasa ataupun reaksi atas sesuatu yang terjadi.
Kultur keluarga
mempunyai beberapa dimensi, yaitu: power distance, collectivism
vs
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
41
individualism, femininity vs masculinity dan uncertainty
avoidance.
Masing- masing dimensi dijabarkan dalam bentuk indikator.
Selanjutnya
setiap indikator dijabarkan dalam bentuk pernyataan. Berikut ini
disajikan
tabel operasionalnya (lampiran 1):
Tabel 3.2
Tabel Operasional Variabel Kultur Keluarga
No
Dimensi Indikator No. Item
1 Power distance
a. Ketaatan pada norma dalam keluarga. b. Penghormatan pada
orang tua dan
orang yang lebih tua sebagai dasar kebaikan.
c. Otoritas orang tua berpengaruh terus- menerus sepanjang
hidup.
d. Ketergantungan.
1 2 3 4
2 Collectivism vs
individualism
a. Demokrasi dalam keluarga. b. Kesetiaan kepada kelompok
adalah
sumber daya bersama. c. Mampu mengelola keuangan d. Upacara
keagamaan tidak boleh
dilupakan. e. Keluarga menjadi tempat bersatunya
keluarga. f. Perasaan bersalah jika melanggar
peraturan.
5 6 7 8 9
10,11
3 Femininity vs
masculinity
a. Relasi orang tua dan anak ada jarak. b. Perbedaan peran orang
tua. c. Peran wanita lebih rendah dari pria. d. Belajar bersama
menjadi rendah hati.
12 13 14 15
4 Uncertainty avoidance
a. Toleransi terhadap situasi yang tidak pasti dan mempunyai
inisiatif.
b. Keluarga menjadi tempat belajar. c. Kepemilikan aturan.
16
17 18
Pengukuran variabel kultur keluarga didasarkan pada
indikator-
indikatornya. Masing-masing indikator dijabarkan dalam
bentuk
pernyataan yang ditanyakan dalam empat skala sikap, yaitu sangat
setuju
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
42
(SS) = 4; setuju (S) = 3; tidak setuju (TS) = 2; dan sangat
tidak setuju
(STS) =1
3. Variabel Kultur Sekolah
Kultur sekolah adalah suatu nilai yang dianut oleh sekolah
yang
mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya kualitas kehidupan
sekolah.
Kultur sekolah mempunyai beberapa dimensi, yaitu: power
distance,
collectivism vs individualism, femininity vs masculinity dan
uncertainty
avoidance. Masing- masing dimensi dijabarkan dalam bentuk
indikator
yang selanjutnya dijabarkan dalam bentuk pernyataan. Berikut
ini
disajikan tabel operasionalnya (lampiran 1):
Tabel 3.3
Tabel Operasional Variabel Kultur Sekolah
No Demensi Indikator No. Item
1 Power distance
a. Perlakuan guru terhadap proses pembelajaran
b. Proses pembelajaran terpusat pada siswa
c. Kesempatan bertanya d. Kebebasan menyampaikan kritik e.
Komunikasi dua arah (di kelas) f. Peran orang tua di sekolah g.
Aturan dan norma di sekolah h. Pengembangan kemampuan dan
bakat i. Orang tua diuntungkan dengan
proses pembelajaran sekolah.
1 2 3 4 5 6 7 8 9
2 Collectivism vs
individualism
a. Kebebasan mengungkapkan pendapat
b. Penyelesaian tugas dari guru c. Tingkat peerimaan diri oleh
orang
lain d. Sikap positif dalam mengerjakan
tugas e. Tujuan berprestasi.
10
11 12
13
14
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
43
3 Femininity Vs
Masculinity
a. Suasana kompetisi kelas b. Berorientasi pada prestasi c.
Tujuan berprestasi.
15 16 17
4 Uncertainty avoidance
a. Tingkat penerimaan siswa dengan kekurangan guru
b. Kejelasan guru dalam menerangkan
c. Kedekatan hubungan antara guru, siswa dan orang tua.
18
19
20
Pengukuran variabel kultur sekolah didasarkan pada
indikator-
indikatornya. Masing-masing indikatornya dijabarkan dalam
bentuk
pernyataan yang dinyatakan dalam empat skala sikap, yaitu sangat
setuju
(SS) = 4; setuju (S) = 3; tidak setuju (TS) = 2; dan sangat
tidak setuju
(STS) =1
4. Variabel Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional merupakan kemampuan mengenali perasaan
sendiri
dan perasaan orang lain, kemampuan untuk memotivasi diri
sendiri,
kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan
kemampuan menjalin hubungan dengan orang lain. Dimensi
kecerdasan
emosional meliputi: 1) kesadaran diri, 2) pengaturan diri, 3)
motivasi, 4)
empati, dan 5) keterampilan sosial. Masing- masing dimensi
dibagi
menjadi beberapa indikator. Berikut ini disajikan tabel
operasionalisasinya
(lampiran 1):
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
44
Tabel 3.4
Tabel Operasio