-
i
PENGARUH KONSEP DIRI, KONFORMITAS TEMAN
SEBAYA DAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP
PERILAKU BULLYING SISWA SD AN-NISAA’
TANGERANG SELATAN
Tesis
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Magister Sains (M.Si) Bidang Psikologi Pendidikan
Universitas Islam Negeri SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Knowledge, Piety, Integrity
Oleh :
Rina Fajarwati
NIM: 2112070000012
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1436 H / 2015 M
-
ii
PENGARUH KONSEP DIRI, KONFORMITAS TEMAN
SEBAYA DAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP
PERILAKU BULLYING SISWA SD AN-NISAA’
TANGERANG SELATAN
Tesis
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Magister Sains (M.Si) Bidang Psikologi Pendidikan
Oleh :
Rina Fajarwati
NIM: 2112070000012
Pembimbing :
__Bambang Suryadi, Ph.D__
NIP. 19700529 200312 1 002
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1436 H / 2015 M
-
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Tesis yang berjudul “Pengaruh Konsep Diri, Konformitas Teman
Sebaya Dan
Pola Asuh Orang Tua Terhadap Perilaku Bullying Siswa SD
An-Nisaa’
Tangerang Selatan”, telah diajukan dalam sidang munaqosyah
Magister Sains
Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
pada tanggal
8 Juli 2015. Tesis ini telah diterima sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh
gelar Magister Sains (M.Si).
Jakarta, 28 Juli 2015
Sidang Munaqosyah
Dekan Wakil Dekan
Bidang Akademik/Ketua
Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag.M.Si. Dr. Abdul Rahman Shaleh,
M.Si.
NIP. 19680614 199704 1 001 NIP. 19720823 199903 1 002
Anggota
Dr. Fadhilah Suralaga, M.Si. Dr. Risatianti Kolopaking, M.Si,
Psi
NIP. 19561223 198303 2 001 NIP. 20120401 0901
Bambang Suryadi, Ph.D.
NIP. 19700529 200312 1 002
-
iv
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Rina Fajarwati
NIM : 2112070000012
Dengan ini menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Pengaruh Konsep
Diri,
Konformitas Teman Sebaya Dan Pola Asuh Orang Tua Terhadap
Perilaku
Bullying Siswa SD An-Nisaa’ Tangerang Selatan” adalah benar
merupakan
karya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam
menyusun tesis
tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan tesis
ini telah
dicantumkan sumber pengutipannya. Saya bersedia untuk melakukan
proses yang
semestinya sesuai dengan Undang-Undang jika ternyata tesis ini
secara prinsip
merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain.
Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan
sebaik-baiknya.
Jakarta, 20 Juni 2015
Yang menyatakan,
Rina Fajarwati
-
v
MOTTO
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan
berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan
Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran dan
permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu
dapat mengambil pelajaran”
(Qs. An-Nahl: 90)
-
vi
PERSEMBAHAN
Tesis ini penulis persembahkan untuk
keluarga tercinta. Bapak, Ibu, Mba Yeni, Tyo, Bayu dan Nopi
Serta para guru, siswa dan orang tua
Smoga menjadi amalan sholeh
-
vii
ABSTRAK
(A) Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta
(B) Juni 2015
(C) Rina Fajarwati
(D) Pengaruh Konsep Diri, Konformitas Teman Sebaya dan Pola Asuh
Orang
Tua Terhadap Perilaku Bullying Siswa SD An-Nisaa’ Tangerang
Selatan
(E) Halaman: xvi + 120 halaman + 5 Lampiran
(F) Berdasarkan data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia
(KPAI) tahun
2010-2014, tercatat tindakan kekerasan pada anak terus
meningkat.
Diantaranya adalah perilaku bullying yang banyak terjadi di
lembaga
pendidikan mulai dari tingkat Taman Kanak-Kanak sampai dengan
Perguruan
Tinggi. Maraknya kasus bullying membawa keprihatinan dalam
masyarakat
dan kekhawatiran para orang tua, karena bullying berdampak buruk
terhadap
korban, pelaku dan saksi. Penelitian ini dilakukan untuk menguji
pengaruh
konsep diri, konformitas teman sebaya dan pola asuh orang tua
terhadap
perilaku bullying siswa SD An-Nisaa’ Tangerang Selatan. Jumlah
responden
236 siswa terdiri atas kelas 4, 5 dan 6, yang diambil dengan
teknik sampling
jenuh atau sensus. Penelitian ini menggunakan pendekatan
kuantitatif.
Instrumen dalam penelitian ini menggunakan skala perilaku
bullying yang
peneliti adaptasi dari Revised Olweus Bully/Victim Questionnaire
(R-OBVQ),
alat ukur konsep diri menggunakan alat ukur Self Description
Questionnaire
II (SDQ II), konformitas teman sebaya memakai alat ukur dari
Wiggins
(1994), yaitu acceptance dan compliance dan pola asuh orang tua
memakai
alat ukur dari Parental Authorithory Questionnaire (PAQ). Adapun
analisis
data penelitian ini menggunakan teknik regresi berganda
dengan
menggunakan software LISREL dan SPSS versi 20. Hasil
penelitian
menunjukkan variabel konsep diri, konformitas dan pola asuh
orang tua
berpengaruh signifikan terhadap perilaku bullying sebesar 32%.
Hasil uji F
menunjukkan dari delapan variabel Independen, yang berpengaruh
signifikan
terhadap perilaku bullying adalah konsep diri self image dan
ideal self dengan
arah hubungan negatif. Ditemukan pula perbedaan yang signifikan
antara
pola asuh authorithative dengan pola asuh permissive, dimana
perilaku
bullying lebih tinggi terjadi pada pola asuh permissive.
Keluarga dan sekolah
sebagai lingkungan terdekat anak harus menciptakan kondisi yang
dapat
mencegah terjadinya perilaku bullying.
(G) Kata kunci: Perilaku Bullying, konsep diri, konformitas
teman sebaya dan
pola asuh orang tua.
(H) Bahan bacaan: 24 buku + 13 jurnal + 13 laporan penelitian +
1 skripsi + 2
tesis + 4 artikel
-
viii
ABSTRACT
A) Faculty of psychology Islamic State University Syarif
Hidayatullah Jakarta
B) June 2015
C) Rina Fajarwati
D) The effect of Self-Concept, Peer Conformity, and Parenting
Toward Bullying
Behavior of Elementary Students of SD An-Nisaa’ Tangerang
Selatan
E) Page: xvi + 120 pages + 5 appendices
F) Based on the data from Indonesia Protection on Child
Commission (KPAI)
from 2010 to 2014, recorded that Act of Violence on Children is
increasing.
One of them is Bullying Behavior that happens commonly in
educational
institutions starting from kindergarten level to university. The
widespread of
bullying case brings concern in society, and parents are
worried, because
bullying gives disadvantageous impact toward victim, subject,
and witness.
This research is aimed to test the effect of self-concept, peer
conformity, and
parenting toward bullying behavior of elementary students of SD
An-Nisaa’
Tangerang Selatan. The number of respondents consist of 236
students of year
4, 5 and 6, which using saturation sampling or census
techniques. This research
is in quantitative method. The research instrument is using
bullying behavior
scale which adapted from Revised Olweus Bully/Victim
Questionnaire
(R-OBVQ), measuring instrument of Self Concept using Self
Description
Questionnaire II (SDQ II), Peer Conformity using Wiggins (1994),
which are
acceptance and compliance. And Parenting is using Parental
Authority
Questionnaire (PAQ). Data Analysis of this research is using
multiple
regression analysis with LISREL and SPSS 20 version software.
The result
shows that the Self-Concept, Conformity, and Parenting to have
significant
effect towards bullying behavior, which is 32%. F-Test result
shows from 8
independent variables, those which significantly affect toward
bullying
behavior, are Self-Concept Self-Image and Ideal Self in negative
way relation.
Furthermore, discovered significant difference between
authoritative parenting
and permissive parenting, which bullying behavior most likely
happens to
permissive parenting. Family and school as children’s the
closest surroundings
have to make an environment to prevent the bullying behavior to
happen.
G) Keywords: Bullying behavior, self concept, peer conformity,
and parenting
H) References: 24 books + 13 journals + 13 research report + 1
scripts + 2 theses
+ 4 articles.
-
ix
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohiim
Alhamdulillahirobilalamin Puji syukur penulis sampaikan
kehadirat Allah SWT
Sang Maha Pengasih dan Pemilk Kemuliaan. Shalawat dan salam
senantiasa
tercurah kepada suri tauladan Nabi besar Muhammad SAW hingga
akhir jaman.
Dalam kesempatan ini, tak lupa penulis mengucapkan terima kasih
yang tak
terhingga kepada pihak-pihak yang telah berkontribusi dalam
penulisan tesis ini,
untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Si. Dekan Fakultas Psikologi dan
staf Fakultas
Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memfasilitasi pendidikan
mahasiswa dalam rangka menciptakan lulusan berkualitas.
2. Pak Bambang Suryadi, Ph.D., pembimbing yang telah meluangkan
banyak
waktu untuk membimbing dengan penuh kesabaran dan ketelitiannya
serta
memberikan sumbangan pemikiran dalam penyusunan dan penyelesaian
tesis
ini. Terima kasih atas dukungan dan bimbingannya sehingga
penulis mampu
menuntaskan tesis ini.
3. Ibu Dr. Fadhilah Suralaga, M.Si., dan Ibu Dr.Risatianti
Kolopaking, M.Si., Psi
sebagai dosen penguji sidang tesis serta seluruh Dosen Fakultas
Psikologi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu dan
pengetahuannya
dengan kesabaran dan keikhlasan. Semoga ilmu yang telah
diberikan dapat
berguna dalam kehidupan penulis.
-
x
4. Jajaran Yayasan Pendidikan Islam Ibuku, dewan guru dan
siswa-siswi SD An-
Nisaa’ yang telah bekerjasama dengan baik dalam penelitian ini.
khususnya
Ibu Hj. Rasyid Izada yang selalu memberikan dukungan moril dan
Kepala
Sekolah SD An-Nisaa’, Bapak Mohamad Romli, MPd, yang telah
memberikan
kelonggaran waktu kepada penulis, sehingga dapat menuntaskan
tesis ini.
5. Keluarga tercinta: Bapak Soepardjo (alm), Ibu Wartini (almh),
terimakasih
yang tiada terhingga atas doa dan didikannya, semoga karya ini
dapat menjadi
tambahan amal di akhirat kelak. Mba Yeni, Tyo, Bayu dan Nopi
serta Tante
Yuniarti, Tante Sugiyati & Sari, do’a serta motivasinya
menjadi penyemangat
dalam menyelesaikan study S-2.
6. Sahabat-sahabatku Anita, Candra, Mba Tyas, Devy, Pak Suparno,
terima kasih
atas segala perhatian dan bantuan yang telah diberikan, selalu
mengingatkan
penulis untuk tetap fokus dan berjuang menyelesaikan setiap
tantangan.
7. Sahabat-sahabat Magister Sains Psikologi angkatan 2012 yang
tidak bisa
penulis sebutkan satu persatu, khususnya: Teteh Nur’aeni, Bunda
Linda, Mba
Mila, Mba Alfun, Bu Nurul, Umi, Rasti, Rika, serta mba Puti,
atas
kebersamaan dan kehangatannya yang saling memotivasi sehingga
penulis
tetap bersemangat menyelesaikan tesis ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih banyak
terdapat
keterbatasan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran yang
bersifat
membangun dan konstruktif demi menyempurnakan tesis ini.
Jakarta, Juni 2015
Penulis
-
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
.....................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN
.......................................................................
ii
LEMBAR PENGESAHAN
...........................................................................
iii
PERNYATAAN
............................................................................................
iv
MOTTO
.........................................................................................................
v
PERSEMBAHAN
..........................................................................................
vi
ABSTRAK
....................................................................................................
vii
ABSTRACT
...................................................................................................
viii
KATA PENGANTAR
...................................................................................
ix
DAFTAR ISI
..................................................................................................
xi
DAFTAR TABEL
.........................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR
....................................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN
..................................................................................
xvi
BAB 1. PENDAHULUAN
...........................................................................
1-13
1.1. Latar belakang masalah
........................................................... 1
1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah
...................................... 9
1.2.1.Pembatasan Masalah
....................................................... 9
1.2.2. Perumusan Masalah
....................................................... 10
1.3.Tujuan dan Manfaat Penelitian
................................................. 11
1.3.1. Tujuan Penelitian
............................................................ 11
1.3.2. Manfaat Penelitian
.......................................................... 12
1.4. Sistematika Penulisan
..............................................................
12
BAB 2. LANDASAN TEORI
.......................................................................
14-43
2.1. Perilaku
Bullying......................................................................
14
2.1.1. Definisi perilaku bullying
.............................................. 14
2.1.2. Bentuk-bentuk perilaku bullying
................................... 19
2.1.3. Faktor-faktor penyebab terjadinya perilaku bullying. ...
21
2.1.4. Pengukuran perilaku
bullying......................................... 22
2.2. Konsep Diri
..............................................................................
23
2.2.1. Definisi konsep
diri........................................................ 23
2.2.2. Dimensi konsep diri
....................................................... 24
2.2.3. Pengukuran konsep diri
................................................. 28
2.3. Konformitas Teman Sebaya………………………………….. 29
2.3.1. Definisi konformitas teman sebaya
............................... 29
2.3.2. Dimensi-dimensi konformitas teman sebaya
................. 30
2.3.3. Pengukuran konformitas teman sebaya
......................... 31
2.4. Pola Asuh Orang Tua
..............................................................
32
2.4.1. Definis pola asuh orang tua
........................................... 32
2.4.2.Jenis-Jenis pola asuh orang tua………………………… 33
2.4.3. Pengukuran pola asuh orang tua
................................... 35
-
xii
2.5. Kerangka Berpikir……………………………………………… 36
2.5.1. Pengaruh konsep diri terhadap perilaku bullying
.......... 36
2.5.2. Pengaruh konformitas teman sebaya terhadap perilaku
bullying…………………………………………………… 38
2.5.3. Pengaruh pola asuh orang tua terhadap perilaku bullying
39
2.6. Hipotesis Penelitian
.................................................................
42
2.6.1. Hipotesis mayor
.............................................................
42
2.6.2. Hipotesis minor
..............................................................
42
BAB 3. METODE PENELITIAN
...............................................................
44-96
3.1. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
............... 44
3.1.1. Populasi dan
sampel.......................................................
44
3.1.2. Teknik pengambilan sampel
.......................................... 44
3.2. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
........... 45
3.2.1. Variabel penelitian
....................................................... 45
3.2.2. Definisi operasional variabel penelitian
...................... 46
3.3. Instrumen Pengumpulan Data
.................................................. 48
3.3.1. Alat ukur perilaku bullying
............................................ 49
3.3.2. Alat ukur konsep diri
..................................................... 51
3.3.3. Alat ukur konformitas teman sebaya
............................. 52
3.3.4. Alat ukur pola asuh orang tua
........................................ 52
3.4. Uji Validitas Konstruk
.............................................................
54
3.4.1. Uji validitas konstruk perilaku
bullying......................... 56
3.4.2. Uji validitas konstruk konsep diri
.................................. 68
3.4.3. Uji validitas konstruk konformitas teman sebaya
.......... 79
3.4.4. Uji validitas konstruk pola asuh orang
tua..................... 84
3.5. Teknik Analisis Data
...............................................................
92
3.6. Prosedur Penelitian
..................................................................
95
BAB 4. HASIL PENELITIAN
....................................................................
97-109
4.1. Gambaran Umum Subyek Penelitian
...................................... 97
4.2. Deskripsi Data Penelitan
.......................................................... 98
4.3. Kategorisasi Skor Variabel Penelitian
.................................... 99
4.4. Hasil Uji Hipotesis Penelitian
.................................................. 102
4.4.1. Analisis regresi berganda
............................................... 102
4.4.2. Pengujian proporsi varians independent variable
.......... 107
BAB 5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
.................................... 110-115
5.1. Kesimpulan
.............................................................................
110
5.2. Diskusi
.....................................................................................
110
5.3. Saran
.......................................................................................
114
5.3.1. Saran teoritis
..................................................................
114
5.3.2. Saran praktis
..................................................................
114
DAFTAR PUSTAKA
..................................................................................
115-120
DAFTAR LAMPIRAN
-
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1. Skor skala variabel perilaku bullying, konsep diri,
konformitas ..
Teman Sebaya dan Pola Asuh Orang Tua
.................................... 49
Tabel 3.2. Blue Print Skala Perilaku Bullying
............................................... 50
Tabel 3.3. Blue Print Skala Konsep Diri
....................................................... 51
Tabel 3.4. Blue Print Skala Konformitas Teman Sebaya
............................. 52
Tabel 3.5. Blue Print Skala Pola Asuh Orang Tua
....................................... 53
Tabel 3.6. Muatan Faktor Perilaku Bullying Fisik Langsung
....................... 57
Tabel 3.7. Matrik Korelasi Kesalahan Pengukuran Antar Item
Perilaku ......
Bullying Fisik Langsung
...............................................................
58
Tabel 3.8. Muatan Faktor Perilaku Bullying Verbal Langsung
.................... 60
Tabel 3.9. Matrik Korelasi Kesalahan Pengukuran Antar Item
Perilaku ......
Bullying Verbal Langsung
............................................................ 60
Tabel 3.10. Muatan Faktor Perilaku Bullying Non Verbal Langsung
............ 62
Tabel 3.11. Matrik Korelasi Kesalahan Pengukuran Antar Item
Perilaku ......
Bullying Non Verbal Langsung
.................................................... 63
Tabel 3.12. Muatan Faktor Perilaku Bullying Non Verbal Tidak
Langsung .. 65
Tabel 3.13. Matrik Korelasi Kesalahan Pengukuran Antar Item
Perilaku ......
Bullying Non Verbal Tidak Langsung
.......................................... 66
Tabel 3.14. Muatan Faktor Perilaku Bullying
................................................ 67
Tabel 3.15. Matrik Korelasi Kesalahan Pengukuran Antar Dimensi
Variabel
Perilaku Bullying
...........................................................................
68
Tabel 3.16. Muatan Faktor Konsep Diri - Self Image
...................................... 70
Tabel 3.17. Matrik Korelasi Kesalahan Pengukuran Antar Item
Konsep Diri-
Self Image
......................................................................................
70
Tabel 3.18. Muatan Faktor Konsep Diri - Ideal Image
.................................... 72
Tabel 3.19. Matrik Korelasi Kesalahan Pengukuran Antar Item
Konsep Diri-
Ideal Self
.......................................................................................
73
Tabel 3.20. Muatan Faktor Konsep Diri - Social Self
..................................... 75
Tabel 3.21. Matrik Korelasi Kesalahan Pengukuran Antar Item
Konsep Diri-
Social Self
.....................................................................................
75
Tabel 3.22. Muatan Faktor Konsep Diri - Self Evaluation
............................. 77
Tabel 3.23. Matrik Korelasi Kesalahan Pengukuran Antar Item
Konsep Diri-
Self Evaluation
..............................................................................
78
Tabel 3.24. Muatan Faktor Konformitas teman Sebaya - Acceptance
............ 80
Tabel 3.25. Matrik Korelasi Kesalahan Pengukuran Antar Item
Konformitas
Teman Sebaya - Acceptance
......................................................... 81
Tabel 3.26. Muatan Faktor Konformitas Teman Sebaya - Compliance
......... 83
Tabel 3.27. Matrik Korelasi Kesalahan Pengukuran Antar Item
Konformitas
Teman Sebaya - Compliance
........................................................ 83
-
xiv
Tabel 3.28. Muatan Faktor Pola Asuh - Authoritarian
................................... 85
Tabel 3.29. Matrik Korelasi Kesalahan Pengukuran Antar Item Pola
Asuh -
Authoritarian
.................................................................................
86
Tabel 3.30. Muatan Faktor Pola Asuh - Authoritative
.................................... 88
Tabel 3.31. Matrik Korelasi Kesalahan Pengukuran Antar Item Pola
Asuh -
Authoritative
..................................................................................
88
Tabel 3.32. Muatan Faktor Pola Asuh - Permissive
....................................... 90
Tabel 3.33. Matrik Korelasi Kesalahan Pengukuran Antar Item Pola
Asuh -
Permissive
.....................................................................................
91
Tabel 4.1. Karakteristik Responden Penelitian
............................................. 97
Tabel 4.2. Statistik Deskriptif Variabel Penelitian
........................................ 99
Tabel 4.3. Rentangan Nilai Tiap Kategori
.................................................... 100
Tabel 4.4. Kategorisasi Skor Variabel
........................................................... 100
Tabel 4.5. Kategori Pola Asuh Orang Tua
..................................................... 101
Tabel 4.6. R Square Perilaku Bullying
........................................................... 102
Tabel 4.7. ANOVA Pengaruh keseluruhan IV terhadap DV
........................ 103
Tabel 4.8. Koefisien Regresi Masing-Masing IV
.......................................... 104
Tabel 4.9. Urutan IV yang memiliki Pengaruh Terhadap DV Dari
Terbesar
Ke Terkecil
....................................................................................
107
Tabel 4.10. Proporsi Varian Masing-Masing Independent Variable
............... 108
-
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Bagan kerangka Berpikir Pengaruh Konsep Diri,
Konformitas
Teman Sebaya dan Pola Asuh orang Tua Terhadap prilaku
Bullying
.....................................................................................
41
Gambar 3.1. Hasil Analisis Faktor Konfirmatorik Perilaku
Bullying Fisik
Langsung
..................................................................................
57
Gambar 3.2. Hasil Analisis Faktor Konfirmatorik Perilaku
Bullying Verbal
Langsung
..................................................................................
59
Gambar 3.3. Hasil Analisis Faktor Konfirmatorik Perilaku
Bullying Non
Verbal Langsung
.......................................................................
62
Gambar 3.4. Hasil Analisis Faktor Konfirmatorik Perilaku
Bullying Non
Verbal Tidak Langsung
............................................................ 64
Gambar 3.5. Hasil Analisis Faktor Konfirmatorik Perilaku
Bullying .......... 67
Gambar 3.6. Hasil Analisis Faktor Konfirmatorik Konsep Diri -
Self Image 69
Gambar 3.7. Hasil Analisis Faktor Konfirmatorik Konsep Diri -
Ideal Self 72
Gambar 3.8. Hasil Analisis Faktor Konfirmatorik Konsep Diri -
Social Self 74
Gambar 3.9. Hasil Analisis Faktor Konfirmatorik Konsep Diri -
Self ...........
Evaluation.
...............................................................................
77
Gambar 3.10. Hasil Analisis Faktor Konfirnatorik Konformitas
teman Sebaya -
Acceptance
...............................................................................
79
Gambar 3.11. Hasil Analisis Faktor Konfirnatorik Konformitas
teman Sebaya -
Complience
..............................................................................
82
Gambar 3.12. Hasil Analisis Faktor Konfirnatorik Pola Asuh
Authoritarian . 85
Gambar 3.13. Hasil Analisis Faktor Konfirnatorik Pola Asuh
Authoritative .. 87
Gambar 3.14. Hasil Analisis Faktor Konfirnatorik Pola Asuh
Permissive ...... 90
-
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Instrumen Penelitian
Lampiran 2. Contoh Uji Confirmatory factor Analysis (CFA)
Lampiran 3. Output Analysis Regresi
Lampiran 4. Surat Izin Penelitian
Lampiran 5. Surat Keterangan Penelitian
-
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Bab Pendahuluan ini menguraikan tentang latar belakang masalah
perlunya
dilakukan penelitian mengenai perilaku bullying, pembatasan dan
perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika
penulisan.
1.1 Latar Belakang Masalah
Fenomena kekerasan di sekolah akhir-akhir ini semakin sering
ditemui
baik melalui informasi di media cetak maupun yang kita saksikan
di layar televisi.
Selain tawuran antar pelajar sebenarnya ada bentuk perilaku
agresif atau
kekerasan yang mungkin sudah lama terjadi di sekolah-sekolah,
namun
tidak mendapat perhatian, bahkan mungkin tidak dianggap sesuatu
hal yang
serius.
Berdasarkan data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia
(KPAI)
sepanjang tahun 2010 sampai dengan tahun 2014, tercatat tindakan
kekerasan
pada anak yang terus meningkat. Tahun 2010 mencapai 2.046 kasus,
tahun 2011
naik menjadi 2.178 kasus, tahun 2012 kembali naik menjadi 3.512
kasus, tahun
2013 melonjak menjadi 4.311 kasus. Sedangkan tahun 2014 kasus
kekerasan pada
anak mencapai 5.066 kasus. Tingginya angka kekerasan pada anak
pada tahun
2014 ini membuat KPAI mengingatkan bahwa pada saat ini
Indonesia
mengalami darurat kekerasan pada anak. KPAI juga mencatat lokasi
kekerasan
paling banyak terjadi di rumah dan di sekolah, dimana seharusnya
menjadi lokasi
yang paling aman bagi anak-anak (KPAI, 2014).
-
2
Salah satu kasus kekerasan yang banyak terjadi di sekolah adalah
perilaku
bullying. Menurut Salmivalli (2009), bullying adalah subtipe
dari perilaku agresif,
dimana seorang individu atau sekelompok individu berulang kali
melakukan
serangan dan menghina kepada seseorang yang tidak berdaya.
Tindakan bullying
di sekolah dapat berupa berbagai perilaku anti-sosial seperti
nama panggilan,
pemerasan, kekerasan fisik, rumor jahat, pengucilan dari
kelompok, pengrusakan
property dan ancaman (Parada R.H, Marsh H. W, & Yeung A. S.,
1999). Bullying
terjadi ketika satu atau lebih banyak siswa berusaha untuk
memiliki kekuasaan
atas siswa lain dengan cara verbal, pelecehan fisik atau
emosional, intimidasi atau
bahkan isolasi. (Zirpoly, 2009 dalam Efobi. A. dan Nwokolo. C.
2014).
Olweus (2015) mendefinisikan bullying adalah seseorang yang
diganggu
atau mendapat tindakan agresif negatif dari satu atau lebih
orang lain secara
berulang kali dan ia memiliki kesulitan membela dirinya sendiri.
Bedasarkan
definisi ini perilaku bullying mencakup tiga komponen, yaitu (1)
Perilaku agresif
negatif yang tidak diinginkan, (2) Melibatkan pola perilaku
berulang dari waktu
ke waktu. (3) Melibatkan ketidak seimbangan kekuasaan atau
kekuatan.
Bullying bukanlah hal yang bisa dianggap biasa saja, karena dari
tahun ke
tahun jumlah korbannya terus meningkat. Komisi Perlindungan Anak
di Indonesia
mencatat perilaku bullying pada anak Indonesia meningkat dari
tahun ke tahun,
seiring dengan meningkatnya tindakan kekerasan pada anak. Data
yang tercatat
oleh World Vision Indonesia, pada tahun 2008, terjadi 1.626
kasus, tahun 2009
meningkat hingga 1.891 kasus, 891 diantaranya kasus di sekolah.
Peningkatan
jumlah kejadian terjadi karena kesadaran masyarakat lebih tinggi
dengan semakin
-
3
banyaknya liputan media, atau bisa jadi karena kondisinya memang
lebih parah
(www.anakbersinar.com).
Kasus bullying dapat terjadi pada tingkat Sekolah Dasar sampai
dengan
Perguruan Tinggi. Beberapa kasus bullying yang terjadi dalam
dunia pendidikan
adalah sebagai berikut (KPAI, 2014):
a. Pada tingkat Sekolah Dasar (SD). Seorang siswa di Jakarta
meninggal karena
dianiaya beberapa kakak kelasnya dan peristiwa di Bukit Tinggi
korbannya
adalah seorang siswi yang dikeroyok oleh empat rekan
sekelasnya.
b. Pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP)
Seorang siswa di Sukabumi meninggal karena ditendang gurunya
yang
mengalami depresi, siswi di Jember dan Mataram dipukul gurunya
karena tidak
mengerjakan PR, dan di Garut terjadi penganiayaan siswa yang
dilakukan oleh
gurunya kerena belum membayar uang SPP.
c. Pada tingkat Sekolah Lanjutan Atas (SLTA) atau Sekolah
Tinggi. Beberapa
SMA di Jakarta telah terjadi kasus penganiayaan yang dilakukan
senior
terhadap yuniornya dengan latar belakang kegiatan orentasi siswa
baru. Di
Bandung dan Purwakarta siswa SMAK yang dianiaya oleh siswa
lain.
d. Pada tingkat Perguruan Tinggi
Di Bandung mahasiswa STPDN meninggal akibat dianiaya oleh
seniornya
karena tidak taat pada saat pelatihan.
Beberapa contoh kasus bullying diatas adalah sebagian kecil
kasus bullying yang
sudah dilaporkan dan diberitakan oleh media massa. Namun
faktanya banyak
sekali kasus-kasus bullying yang terjadi tidak diketahui oleh
masyarakat karena
http://www.anakbersinar.com/
-
4
korban yang tidak mau melapor atau dikarenakan masih banyak
orang yang
beranggapan bahwa bullying adalah perilaku yang dianggap suatu
hal yang wajar
dalam pergaulan.
Perilaku bullying pada kenyataannya berdampak buruk bagi fisik
maupun
psikis bagi para korban maupun pelakunya. Untuk korban,
intimidasi berulang
dapat menyebabkan tekanan psikologis dan bahkan bunuh diri.
Sedangkan
pengganggu (pelaku), perilaku agresi dapat bertahan sampai
dewasa dalam bentuk
kriminalitas, kekerasan perkawinan dan anak serta pelecehan
seksual (Parada R.H,
Marsh H. W, dan Yeung A. S., 1999). Bullying adalah masalah
dengan
konsekuensi serius. Salah satu konsekuensi adalah konsep diri
yang berubah
(Roeleved. W, 2011).
Melihat dampak negatif dari bullying diatas, selayaknya perilaku
bullying
secepatnya dapat ditangani. Pencegahan dan penanganan bullying
hendaknya
dilakukan oleh sekolah dan orang tua. Beberapa program yang
dapat diterapkan
sekolah untuk mencegah bullying diantaranya adalah program anti
bullying,
memperketat pengawasan di tempat-tempat yang rawan terjadinya
bullying,
menciptakan suasana kelas yang hangat dan inklusif dan membuat
aturan baku
tentang bullying untuk semua siswa dengan sanksi yang tegas.
Sedangkan orang
tua dapat melakukan pencegahan dengan memberikan pola pengasuhan
yang tepat
untuk anak. Pola pengasuhan anak semasa berusia dini yang baik
dan benar akan
memberi rasa percaya diri yang kuat (Priyatna, 2010).
Telah banyak penelitian tentang bullying yang dilakukan,
diantaranya
adalah studi yang dilakukan oleh Amy pada tahun 2006,
mengungkapkan
-
5
diperkirakan 10%-16% pelajar Sekolah Dasar (SD) kelas IV-VI di
Indonesia
mengalami bullying sebanyak satu kali per minggu. Bullying pada
anak paling
sering terjadi di sekolah, tetapi belum banyak guru di Indonesia
yang menganggap
bullying sebagai masalah serius. Survei di berbagai belahan
dunia menyatakan
bahwa bullying paling banyak terjadi pada usia 7 tahun (kelas II
SD), dan
selanjutnya menurun hingga usia 15 tahun. Studi lain menyatakan
prevalensi
bullying tertinggi pada usia 7 tahun dan 10-12 tahun. Anak
laki-laki lebih sering
terlibat dalam bullying dibandingkan anak perempuan (Soedjatmiko
dkk, 2013)
Penelitian Hertinjung (2013), menunjukkan bentuk-bentuk
perilaku
bullying di Sekolah Dasar yang paling sering dilakukan adalah
bentuk bullying
verbal, fisik dan selanjutnya relasional. Bentuk bullying verbal
berupa memanggil
dengan panggilan yang buruk, membentak, mengancam. Bentuk
bullying fisik
berupa mendorong, memukul, berkelahi, mengambil barang, mengunci
di kamar
mandi. Sementara bentuk bullying relasional adalah mengucilkan
dan memfitnah.
Sedangkan hasil studi dari Hassan N.C dan Ee. S.H (2015)
tentang
perilaku bullying pada 270 siswa sekolah dasar yang berusia 11
tahun di Malaysia
menunjukkan bahwa anak laki-laki dan perempuan cenderung
melakukan agresi
verbal. Laki-laki lebih agresif dibanding perempun dalam tiga
bentuk bullying,
yaitu verbal, fisik dan tidak langsung.
Erikson (dalam Santrock, 2009) menjelaskan anak usia Sekolah
Dasar
berada pada tahap industry vs inferiority yang pada tahap ini
anak sudah
memasuki dunia sekolah. Pada tahap ini dapat dikatakan anak
memiliki jiwa
kompetitif yang tinggi dan berfokus pada pencapaian prestasi dan
anak akan
-
6
berusaha semaksimal mungkin agar dapat lebih unggul dibanding
teman-
temannya. Jiwa kompetitif pada anak menurut Rigby (2002) dapat
menimbulkan
adanya tindakan bullying. Pemenang dalam suatu kegiatan
kompetitif sering kali
memunculkan sikap arogansinya dengan menindas temannya yang
kurang
mampu.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku bullying, baik
dari
faktor internal maupun eksternal. Menurut Levianti (2008),
faktor yang dapat
memicu terjadinya bullying, antara lain: temperamen dan
kepribadian dengan
kontrol yang rendah. Ketidakpedulian serta rendahnya self esteem
dan kurangnya
assertion (ketegasan). Faktor media massa juga bisa menjadi
penyebab terjadinya
bullying. Kekerasan melalui televisi atau film, serta video game
menjadi bukti
konkrit sebagai pemicu terjadinya bullying baik dalam kurun
waktu yang cepat
ataupun lama. Efeknya juga akan terlihat berupa bentuk perilaku
bullying mulai
dari yang sifatnya ringan sampai dengan yang dapat menelan
korban jiwa.
Studi sosiologis yang dilakukan oleh Imtiaz (2010) terhadap
mahasiswa di
Universitas Bahauddin Zakariya Multan Pakistan, menunjukkan
bahwa penyebab
utama dari perilaku agresif berasal dari lingkungan keluarga
yang kurang baik,
kelompok sebaya yang tidak sehat, sikap kekecewaan terhadap
lembaga
pendidikan, dan perilaku kaku mengenai mazhab agama. Namun,
ketika diuji
secara lebih detil ditemukan bahwa kekecewaan atau hubungan yang
tidak
memuaskan dengan peer group dimana terjadi penolakan dari teman
sebaya
merupakan faktor yang signifikan dalam menyebabkan agresi di
kalangan
pemuda.
-
7
Hasil penelitian Latip (2013), menjelaskan faktor-faktor yang
berpengaruh
terhadap bullying di Madarasah Ibtidaiyah dan Sekolah Dasar
adalah temperamen,
pola asuh orang tua, konformitas, media dan iklim sekolah. Namun
faktor-faktor
yang paling besar signifikansi pengaruhnya terhadap terjadinya
bullying adalah
faktor temperamen dan faktor media.
Faktor lain yang ingin diteliti adalah pola asuh orang tua.
Beberapa studi
yang mengkaji pengaruh pola asuh terhadap perilaku bullying,
seperti studi yang
dilakukan oleh Korua, S.F., Kanine, E., dan Bidjuni, H. (2014),
menunjukkan
adanya hubungan antara pola asuh orang tua dengan perilaku
bullying pada
remaja SMK Negeri 1 Manado. Sedangkan penelitian sebelumnya dari
Utami dan
Mulyati (2009), di tingkat sekolah menengah di daerah Yogyakarta
menunjukkan
bahwa semakin tinggi pola asuh otoriter maka semakin tinggi
perilaku bullying.
Berdasarkan beberapa hasil penelitian di atas dapat disimpulkan
bahwa
perilaku bullying dapat disebabkan oleh faktor internal dan
faktor eksternal.
Faktor internal meliputi temperamen dan konsep diri. Sedangkan
faktor eksternal
meliputi pola asuh orang tua, konformitas, media massa dan iklim
sekolah.
Tindakan bullying yang terjadi di sekolah dilakukan dengan
berbagai
bentuk. Hasil observasi yang peneliti lakukan di SD An-Nisaa’,
menemukan
seorang siswi yang diejek oleh kakak kelasnya melalui salah satu
sosial media.
Hal ini menyebabkan korban mengalami depresi dengan melukai
dirinya sendiri
(cutting). Kasus lain yang terjadi, seorang siswa yang suka
menyendiri dan
merasa diasingkan oleh kawan-kawannya karena sering diejek
dengan nama
panggilan yang dikonotasikan buruk. Kondisi ini berakibat siswa
menjadi tidak
-
8
konsentrasi saat belajar dan malas pergi ke sekolah. Disamping
itu ditemukan
siswa laki-laki yang bermain dengan agresif seperti, mengejek,
menendang dan
memukul sehingga mengakibatkan jatuhnya korban yang tersakiti.
Sedangkan
pada siswa perempuan ditemui bullying dalam bentuk relasional,
pelaku mem-
bully seorang teman yang tidak disukainya dengan melakukan
pengucilan dan
penghindaran. Bersikap menyakiti korban dengan sikap-sikap yang
tersembunyi
seperti pandangan yang agresif, lirikan mata, cibiran, tawa
mengejek dan bahasa
tubuh yang kasar. Sehingga menyebabkan korban merasa tidak
nyaman, tidak
mau belajar dan berakibat pada penurunan prestasi belajar.
Fenomena-fenomena di atas memberikan gambaran empiris bahwa
dunia
anak-anak dan sekolah yang seharusnya menjadi masa yang
menyenangkan
berubah menjadi dunia yang menakutkan. Lingkungan sekolah,
keluarga dan
pergaulan yang tidak ramah dan aman akan menjadi penghambat
perkembangan
dirinya, baik secara fisik, mental maupun psikologinya, bahkan
dapat berpengaruh
terhadap perkembangan kepribadian di masa mendatang. Oleh sebab
itu, maka
masalah bullying ini perlu mendapatkan perhatian dan upaya
penanganan yang
serius dari sekolah, guru, orang tua, masyarakat, aparat
keamanan serta
pemerintah, guna mencegah dan memperkecil kemungkinan terjadinya
perilaku
bullying.
Berangkat dari permasalahan-permasalahan yang telah dipaparkan
di atas,
maka penulis melakukan penelitian tentang pengaruh konsep diri,
konformitas
teman sebaya dan pola asuh orang tua terhadap perilaku bullying
pada siswa
Sekolah Dasar.
-
9
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.2.1 Pembatasan Masalah
Banyak faktor yang mempengaruhi perilaku bullying, baik yang
bersifat internal
maupun eksternal. Agar penelitian yang dilakukan dapat lebih
terarah dan fokus
pada variabel yang akan diukur saja, maka masalah dalam
penelitian ini dibatasi
pada hal-hal yang berkaitan pada perilaku bullying dan
faktor-faktor yang
mempengaruhi yaitu faktor internal konsep diri. Sedangkan faktor
eksternal
dibatasi pada variabel konformitas teman sebaya dan pola asuh
orang tua.
Adapun pengertian-pengertiannya adalah sebagai berikut:
1. Perilaku bullying adalah perilaku agresif dan negatif yang
dilakukan secara
berulang-ulang oleh seorang atau kelompok siswa terhadap siswa
atau
kelompok yang lemah dengan tujuan menyakiti korban dalam bentuk
fisik,
verbal dan non verbal (langsung dan tidak langsung). Dalam
bentuk fisik
misalnya memukul, menendang dan mendorong. Dalam bentuk verbal
seperti
mengejek, memalak dan penyebutan nama yang jelek. Sedangkan non
verbal
berupa menyebarkan rumor dan pengucilan (Coloraso, 2006).
2. Konsep diri adalah penilaian seseorang terhadap dirinya
sendiri secara
keseluruhan yang diperoleh melalui interaksinya dengan orang
lain, meliputi
pengetahuan tentang diri (self image), diri ideal (ideal self),
penilaian diri (self
evaluation), dan diri sosial ( social self) (Calhoun &
Acocella, 1990) .
3. Konformitas teman sebaya adalah perilaku individu yang ingin
mengikuti
pendapat kelompok yang memiliki kesamaan usia, atas keinginan
sendiri atau
-
10
paksaan orang lain dengan tujuan untuk bisa diterima dalam
kelompok yang
diinginkan. Dalam penelitian ini dibatasi pada konformitas
acceptance dan
konformitas compliance (Myers, 2005).
4. Pola asuh orang tua merupakan interaksi antara anak dan orang
tua (ayah dan
ibu) selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Dalam penelitian ini
dibatasi
pada pola asuh authoritarian, authoritative dan permissive
(Santrock, 2009).
5. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa-siswi Sekolah Dasar
kelas 4,5 dan 6
yang berusia 9 – 13 tahun di SD An-Nisaa’ Pondok Aren Tangerang
Selatan.
1.2.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah tersebut di atas, maka perumusan
masalah
dalam penelitian ini adalah: Apakah ada pengaruh yang signifikan
secara
bersama-sama konsep diri, konformitas teman sebaya dan pola asuh
orang tua
terhadap perilaku bullying pada siswa SD An-Nisaa’ Tangerang
Selatan.
Selanjutnya dijabarkan dalam rumusan masalah:
a. Apakah ada pengaruh signifikan dimensi self image dari
variabel konsep diri
terhadap perilaku bullying pada siswa SD An-Nisaa’ Tangerang
Selatan ?
b. Apakah ada pengaruh signifikan dimensi ideal self dari
variabel konsep diri
terhadap perilaku bullying pada siswa SD An-Nisaa’ Tangerang
Selatan?
c. Apakah ada pengaruh signifikan dimensi self evaluation dari
variabel konsep
diri terhadap perilaku bullying pada siswa SD An-Nisaa’
Tangerang Selatan?
d. Apakah ada pengaruh signifikan dimensi social self dari
variabel konsep diri
terhadap perilaku bullying pada siswa SD An-Nisaa’ Tangerang
Selatan?
-
11
e. Apakah ada pengaruh signifikan dimensi acceptance dari
variabel konformitas
teman sebaya, terhadap perilaku bullying pada siswa SD An-Nisaa’
Tangerang
Selatan?
f. Apakah ada pengaruh signifikan dimensi compliance dari
variabel konformitas
teman sebaya terhadap perilaku bullying pada siswa SD An-Nisaa’
Tangerang
Selatan?
g. Apakah ada pengaruh signifikan tipe authoritarian dari
variabel pola asuh
orang tua terhadap perilaku bullying pada siswa SD An-Nisaa’
Tangerang
Selatan?
h. Apakah ada pengaruh signifikan tipe authoritative dari
variabel pola asuh
orang tua terhadap perilaku bullying pada siswa SD An-Nisaa’
Tangerang
Selatan?
i. Apakah ada pengaruh signifikan tipe permissive dari variabel
pola asuh orang
tua terhadap perilaku bullying pada siswa SD An-Nisaa’ Tangerang
Selatan?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menguji
signifikansi pengaruh
konsep diri, konformitas teman sebaya dan pola asuh orang tua
terhadap perilaku
bullying siswa SD An-Nisaa’ Tangerang Selatan.
-
12
1.3.2 Manfaat Penelitian
Sedangkan manfaat dari penelitian ini dapat ditinjau dari dua
sisi yaitu:
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan ilmu
pengetahuan pada umumnya dan psikologi pendidikan pada
khususnya
berupa data empiris yang mengungkapkan variabel-variabel
penyebab
perilaku bullying siswa di Sekolah Dasar.
2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat
bermanfaat bagi para
pemangku kepentingan (Stakeholders) pendidikan, seperti orang
tua,
masyarakat, pemerintah dan pelaku pendidikan untuk bisa
mengambil
langkah-langkah preventif sebelum terjadinya perilaku
bullying.
1.4 Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pembahasan tema yang diteliti, peneliti
membagi tulisan
tesis ini dalam 5 (lima) bab dan 1 (satu) bagian akhir, dengan
sistematika sebagai
berikut:
Bab I. Pendahuluan, berisi latar belakang mengapa perlu
dilakukan
penelitian mengenai bullying, pembatasan dan perumusan masalah,
tujuan dan
manfaat penelitian serta sistematika penulisan tesis.
Bab II. Landasan Teori, berisi mengenai definisi, teori, dimensi
dan faktor-
faktor yang mempengaruhi serta pengukuran dari keempat variabel
penelitian,
yaitu variabel konsep diri, variabel konformitas teman sebaya,
variabel pola asuh
orang tua dan variabel perilaku bullying. Penelitian ini
dilandasi suatu kerangka
-
13
berfikir yang akan digambarkan dalam suatu model penelitian
beserta hipotesis
yang ingin penulis buktikan.
Ban III. Metode Penelitian, membahas tentang populasi dan
sampel,
variabel penelitian, definisi operasional variabel, kisi-kisi
skala instrumen dari
setiap variabel, instrumen penumpulan data, uji validitas
konstruk, teknik analisis
data dan prosedur pengumpulan data.
Bab IV. Hasil Penelitian, membahas mengenai hasil penelitian
yang telah
dilakukan. Pembahasan tersebut meliputi gambaran subjek
penelitian, pengujian
hipotesis penelitian dan proporsi varians.
Bab V. Kesimpulan, diskusi dan saran, yang merupakan rangkuman
dari
semua pembahasan yang telah disampaikan dalam bab-bab
sebelumnya.
Kemudian berdasarkan kesimpulan akan diajukan saran teoritis dan
praktis.
-
14
BAB 2
LANDASAN TEORI
Dalam bab ini dibahas mengenai definisi dan teori dari keempat
variabel
penelitian yaitu variabel perilaku bullying, konsep diri,
konformitas teman sebaya
dan pola asuh orang tua serta kerangka berfikir yang akan
digambarkan dalam
suatu model penelitian beserta hipotesis yang ingin penulis
buktikan.
2.1 Perilaku Bullying
2.1.1 Definisi perilaku bullying
Bullying dalam kamus American Psychological Association (APA),
diartikan
“persistent threatening and aggressive behavior directed toward
other people,
especially those who are smaller or worker”, yaitu perilaku
agresif dan
mengancam yang sering dilakukan terhadap orang lain khususnya
terhadap orang-
orang yang lebih kecil atau lebih lemah (VandenBos, 2007). Dalam
Collins
English Dictionary, bullying diartikan “to hurt, intimídate or
persecute”
(menyakiti, intimidasi atau menganiaya). (Field, 1999).
Sedangkan arti intimidasi
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tindakan
menakut-nakuti (terutama
untuk memaksa orang atau pihak lain berbuat sesuatu); gertakan;
ancaman.
Definisi bullying oleh para ahli di beberapa negara dikemukakan
sebagai
berikut (O’Moore and Minton, 2004):
a. Olweus (Amerika Serikat): A person is being bullied when he
or she exposed,
repeatedly and over time to negative actions on the part of one
or other
persons.
-
15
b. Peter Smith and Sonia Sharp (Inggris): Bullying is the
systematic abuse of
power
c. Scotlandia : Bullying is long-standing violence, mental or
physical, conducted
by an individual or a group against an individual who is not
able to defend
himself in that actual situation.
d. Irlandia: Bullying is repeated aggression, verbal,
psychological or physical,
conducted by an individual or group against others.
Dari ke empat definisi di atas, definsi bullying yang paling
sering
digunakan adalah definisi bullying dari Irlandia, yaitu agresi
yang dilakukan
berulang-ulang secara verbal, psikologis atau fisik yang
dilakukan oleh seseorang
atau sekelompok melawan orang atau kelompok lain.
Coloroso (2006) mengemukakan bahwa bullying akan selalu
melibatkan
keempat unsur berikut : (a) Ketidakseimbangan kekuatan
(imbalance power), (b)
keinginan untuk mencederai (desire to hurt). Dalam bullying
tidak ada kecelakaan
atau kekeliruan, tidak ada ketidaksengajaan dalam pengucilan
korban. Bullying
berarti menyebabkan kepedihan emosional atau luka fisik,
melibatkan tindakan
yang dapat melukai, dan menimbulkan rasa senang di hati sang
pelaku saat
menyaksikan penderitaan korbannya, (c) ancaman agresi lebih
lanjut. Bullying
tidak dimaksudkan sebagai peristiwa yang hanya terjadi sekali
saja, tapi juga
repetitif atau cenderung diulangi, (d) teror. Pengertian senada
dikemukakan oleh
Rigby (2002), menguraikan unsur-unsur yang terkandung dalam
pengertian
bullying yakni antara lain keinginan untuk menyakiti, tindakan
negatif,
ketidakseimbangan kekuatan, pengulangan atau repetisi, bukan
sekedar
-
16
penggunaan kekuatan, kesenangan yang dirasakan oleh pelaku dan
rasa tertekan
di pihak korban. Dari unsur-unsur yang terkandung dalam
bullying, suatu hal yang
alamiah bila masyarakat memandang bullying sebagai suatu
tindakan kejahatan
Sedangkan Priyatna (2010) mendefinisikan bullying sebagai
tindakan yang
disengaja oleh si pelaku pada korbannya, bukan sebuah kelalaian,
dimana
tindakannya dilakukan secara berulang dan didasari atas
perbedaan power yang
mencolok.
Bullying disebut sebagai sub bagian dari perilaku agresif karena
di
dalamnya melibatkan agresi atau serangan. Rivers dan Smith
(1994, dalam
Sanders, 2004) mengidentifikasi tiga tipe agresi yang termasuk
dalam bullying,
yaitu agresi fisik langsung, agresi verbal langsung, dan agresi
tidak langsung.
Agresi langsung mencakup perilaku-perilaku yang jelas seperti
memukul,
mendorong, dan menendang. Agresi verbal langsung mencakup
penyebutan nama
dan ancaman. Agresi tidak langsung melibatkan perilaku-perilaku
seperti
menyebarkan rumor dan cerita-cerita yang tidak benar. Agresi
langsung itu secara
eksplisit diperlihatkan dari agresor ke korban sedangkan agresi
tidak langsung
melibatkan pihak ketiga (Anesty, 2014).
Berdasarkan beberapa pengertian yang telah dikemukakan dapat
dilihat
bahwa pada dasarnya bullying adalah suatu perilaku agresif yang
sengaja dan
berulang secara verbal, psikologis atau fisik, yang dilakukan
oleh individu atau
kelompok. Suatu perilaku agresif dikategorikan sebagai bullying
ketika perilaku
tersebut telah menyentuh aspek psikologis korban.
-
17
Dari penjelasan definisi-definisi di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa
perilaku bullying adalah perilaku agresif dan negatif yang
dilakukan secara
berulang-ulang oleh seorang atau kelompok siswa terhadap siswa
atau kelompok
yang lemah dengan tujuan menyakiti korban dalam bentuk fisik,
verbal dan non
verbal (langsung dan tidak langsung). Dalam bentuk fisik
misalnya memukul,
menendang dan mendorong. Dalam bentuk verbal seperti mengejek,
memalak dan
penyebutan nama yang jelek. Sedangkan non verbal berupa
menyebarkan rumor
dan pengucilan.
Tindakan bullying berakibat buruk bagi korban, pelaku dan saksi.
Dampak
buruk yang dapat terjadi pada anak yang menjadi korban tindakan
bullying, antara
lain: kecemasan, keluhan pada kesehatan fisik, rendah diri,
depresi, symptom
psikosomatik, penarikan sosial, penggunaan alkohol dan obat,
bunuh diri dan
penurunan performansi akademik. Bagi pelaku bullying pun tidak
akan terlepas
dari resiko berikut ini: sering terlibat perkelahian, resiko
cedera akibat
perkelahian, melakukan pencurian, minum alkohol, merokok,
minggat dari
sekolah, gemar membawa senjata tajam, dan yang terparah menjadi
pelaku tindak
kriminal pada usia dewasa. Sementara untuk mereka yang biasa
menyaksikan
tindakan bullying pada kawan-kawannya berada pada risiko:
menjadi penakut dan
rapuh, kecemasan dan rasa keamanan diri yang rendah (Priyatna,
2010).
Menurut Coloroso (2006) bahaya jika bullying menimpa korban
secara
berulang-ulang yaitu korban akan merasa depresi dan marah, baik
terhadap
dirinya sendiri, maupun pelaku bullying; terhadap orang-orang di
sekitarnya dan
-
18
terhadap orang dewasa yang tidak dapat atau tidak mau
menolongnya. Hal
tersebut kemudian dapat mempengaruhi prestasi akademiknya.
Terdapat banyak bukti tentang efek-efek negatif jangka panjang
dari
tindak bullying pada para korban dan pelakunya. Pelibatan dalam
bullying sekolah
secara empiris teridentifikasi sebagai sebuah faktor yang
berkontribusi pada
penolakan teman sebaya, perilaku menyimpang, kenakalan remaja,
kriminalitas,
gangguan psikologis, kekerasan lebih lanjut di sekolah, depresi,
dan ideasi bunuh
diri. Efek-efek ini telah ditemukan berlanjut pada masa dewasa
baik untuk pelaku
maupun korbannya (Marsh, dalam Sanders dan Gary, 2004). Hal ini
sesuai dengan
yang dikemukakan oleh Coloroso (2006), bahwa siswa akan
terperangkap dalam
peran pelaku bullying, tidak dapat mengembangkan hubungan yang
sehat, kurang
cakap untuk memandang dari perspektif lain, tidak memiliki
empati, serta
menganggap bahwa dirinya kuat dan disukai sehingga dapat
mempengaruhi pola
hubungan sosialnya di masa yang akan datang.
Bullying juga berdampak bagi siswa lain yang menyaksikan
bullying
(bystanders). Jika bullying dibiarkan tanpa tindak lanjut, maka
para siswa lain
yang menjadi penonton dapat berasumsi bahwa bullying adalah
perilaku yang
diterima secara sosial. Dalam kondisi ini, beberapa siswa
mungkin akan
bergabung dengan penindas karena takut menjadi sasaran
berikutnya dan
beberapa lainnya mungkin hanya akan diam saja tanpa melakukan
apapun dan
yang paling parah mereka merasa tidak perlu menghentikannya.
Berdasarkan paparan di atas terlihat perilaku bullying berdampak
terhadap
korban, pelaku dan siswa yang menyaksikan. Dampak terhadap
korban bullying
-
19
dirasakan secara fisik dan psikologis. Dampak terhadap pelaku
bullying, dapat
mempengaruhi hubungan sosial dan terbentuknya perilaku kekerasan
atau
tindakan kriminal lainnya. Sedangkan dampak terhadap siswa yang
menyaksikan
menjadi penakut, rasa keamanan diri yang rendah dan menjadi
pengikut pelaku
bullying.
2.1.2 Bentuk-bentuk perilaku bullying
Coloroso (2006) merangkum berbagai pendapat ahli dan membagi
bullying ke
dalam empat bentuk, yaitu:
a. Bullying secara verbal, berupa julukan nama, celaan, fitnah,
kritik kejam,
penghinaan (baik yang bersifat pribadi maupun rasial),
pernyataan-pernyataan
bernuansa ajakan seksual atau pelecehan seksual, teror,
surat-surat yang
mengintimidasi, tuduhan-tuduhan yang tidak benar, kasak-kusuk
yang keji dan
keliru, gosip dan lain sebagainya.
b. Bullying secara fisik, yang termasuk jenis ini ialah
memukuli, mencekik,
menyikut, meninju, menendang, menggigit, memiting, mencakar,
serta
meludahi anak yang ditindas hingga ke posisi yang menyakitkan,
merusak serta
menghancurkan barang-barang milik anak yang tertindas.
c. Bullying secara relasional (pengabaian), adalah pelemahan
harga diri si korban
secara sistematis melalui pengabaian, pengucilan, pengecualian
atau
penghindaran. Perilaku ini dapat mencakup sikap-sikap yang
tersembunyi
seperti pandangan yang agresif, lirikan mata, helaan nafas, bahu
yang bergidik,
cibiran, tawa mengejek dan bahasa tubuh yang kasar.
-
20
d. Bullying elektronik, merupakan bentuk perilaku bullying yang
dilakukan
pelakunya melalui sarana elektronik seperti komputer, handphone,
internet,
website, chatting room, e-mail, SMS dan sebagainya.
Priyatna (2010) menyampaikan hal yang sama dengan Coloroso,
bahwa
bentuk-bentuk bullying terdiri atas empat bentuk, yaitu fisikal,
verbal, sosial dan
cyber atau elektronik. Priyatna juga mengungkap pada umumnya,
anak laki-laki
cenderung melakukan bullying dalam bentuk-bentuk agresi fisik.
Sedangkan anak
perempuan cenderung melakukan bullying secara tidak langsung,
seperti meyebar
isu, gossip atau fitnah. Anak perempuan juga sering kali
mengalami bullying
dalam bentuk pelecehan seksual, seperti menerima komentar
seksual karena
penampilan fisiknya.
Berdasarkan bentuk-bentuk perilaku bullying yang tersebut di
atas maka
penulis mengambil kesimpulan bahwa bentuk-bentuk bullying
meliputi:
(1) Bullying fisik, dilakukan dengan cara menyakiti langsung ke
tubuh korban,
seperti dalam bentuk memukul, menendang, mendorong,
menampar,
mencubit dan melukai.
(2) Bullying verbal, dilakukan dengan kata-kata, berupa
mengolok-ngolok,
melabrak, mempermalukan, memanggil dengan nama panggilan yang
jelek,
memalak dan mengejek.
(3) Bullying non verbal langsung dilakukan dengan cara menatap
dengan sinis,
menampilkan ekspresi muka yang merendahkan, mengancam,
memalingkan
muka dan menjulurkan lidah.
-
21
(4) Bullying non verbal tidak langsung, dilakukan dengan cara
mendiamkan
seseorang, memanipulasi persahabatan sehingga menjadi retak,
sengaja
mengucilkan atau mengabaikan, mengirimkan surat kaleng dan
Cyberbullying
(via web pages, e-mail, text messages).
2.1.3 Faktor-faktor penyebab terjadinya perilaku bullying
Banyak faktor dalam lingkungan anak yang menyebabkan seseorang
melakukan
perilaku bullying, diantaranya adalah keluarga, kelompok sebaya,
kelas, sekolah,
lingkungan dan masyarakat. Siswa yang melakukan bully ada
kemungkinan untuk
menyaksikan kekerasan dalam rumah mereka, pengawasan orang tua
kurang,
tidak memiliki kehangatan dan keterlibatan dari orang tua mereka
(Olweus, 1993).
Pada umumnya orang melakukan bullying karena merasa
tertekan,
terancam, terhina, dendam dan sebagainya. Bullying disebabkan
oleh korban dari
keadaan lingkungan yang membentuk kepribadiannya menjadi agresif
dan kurang
mampu mengendalikan emosi misalnya lingkungan rumah/keluarga
yang tidak
harmonis yaitu sering terjadi pertengkaran antara suami istri
yang dilakukan di
depan anak-anak, atau sering terjadi tindak kekerasan yang
dilakukan orang tua
terhadap anaknya. Anak yang terlalu dikekang atau serba dilarang
atau anak yang
diperlakukan permisif (Ehan, 2014). Hal yang sama diungkap oleh
Roeleveld. W
(2011), bahwa perselisihan antar orang tua dapat mempengaruhi
bullying.
Disamping itu konsep diri negatif pelaku dan korban terkait
dengan bullying.
Berdasarkan social learning theory dari Bandura (dalam Sobur,
2003),
dikatakan bahwa dalam kehidupan sehari-hari, perilaku agresi
dipelajari dari
model yang dilihat dalam keluarga setempat, dalam lingkungan
setempat, atau
-
22
melalui media massa. Hal ini seperti yang diungkap oleh Orpinas
P. dan Horne
A.M (2000), bahwa perilaku bullying dan agresi pada siswa dapat
dipengaruhi
oleh faktor keluarga, lingkungan sekolah, masyarakat, budaya dan
media.
DeMaray dan Malecki (2003) mengungkapkan dalam hal karakteristik
sekolah,
salah satu faktor yang paling menonjol dalam perilaku bullying
adalah dukungan
sosial individu yang diterima dari kedua orang tua dan teman
sebaya.
Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan mengenai
penyebab
terjadinya bullying, antara lain adalah: konsep diri, hubungan
keluarga,
konformitas teman sebaya dan media.
2.1.4 Pengukuran perilaku bullying
Dalam beberapa penelitian, peneliti menemukan beberapa instrumen
untuk
mengukur perilaku bullying, yaitu:
1. The Multidimensional Peer Victimization (MPV) yang
dikembangkan oleh
Mynard dan Joseph (2000). MPV mengukur 4 tipe peer victimization
yang
mencakup penyerangan secara fisik, penyerangan secara verbal,
manipulasi
perilaku social, dan pengrusakan barang-barang milik korban.
Terdiri dari 16
item dan digunakan pada siswa usia 11 – 16 tahun. (Mynard dan
Joseph, 2000)
2. The Illinois Bully Scale (IBS) yang dikembangkan oleh
Espelage dan Holt,
(2001). Terdiri atas 18 item dan 3 sub area, yang mencakup:
asses physical
fighting, victimization, bully behavior . (Espelage dan Holt,
2001).
3. Revised Olweus Bully/Victim Questionnaire (R-OBVQ) yang
dikembangkan
oleh Olweus (1996). Terdiri dari 36 pernyataan, yang mencakup:
niat untuk
-
23
menyakiti korban, perilaku bullying yang berulang, dan
ketidakseimbangan
kekuatan antara pelaku dan korban. (Espelage, Swearter, dan
Jimmerson, 2010)
Dalam penelitian ini, peneliti mengukur perilaku bullying
berdasarkan adaptasi
dari alat ukur Revised Olweus Bully/Victim Questionnaire
(R-OBVQ). Dengan
menggunakan teori Olweus yaitu skala perilaku bullying dalam
aspek kontak fisik
secara langsung, perilaku verbal langsung, perilaku non verbal
langsung, dan
perilaku non verbal tidak langsung. Pengukuran menggunakan tipe
skala model
Likert dengan 4 pilihan jawaban.
2.2 Konsep Diri
2.2.1 Definisi konsep diri
Konsep diri menurut Fitts. W.H. (1971) adalah sebagaimana diri
dipersepsikan,
diamati, serta dialami oleh individu. Konsep diri merupakan
susunan pola persepsi
yang terorganisir. Konsep diri merupakan aspek penting dalam
diri seseorang,
karena konsep diri merupakan kerangka acuan (frame of reference)
dalam
berinteraksi dengan lingkungan. Jika individu mempersepsikan
diri, bereaksi
terhadap dirinya, maka hal ini menunjukkan suatu kesadaran diri
dan kemampuan
untuk keluar dari diri sendiri.
Atwater (1987) menyebutkan bahwa konsep diri adalah
keseluruhan
gambaran diri, yang meliputi persepsi seseorang tentang diri,
perasaan, keyakinan,
dan nilai-nilai yang berhubungan dengan dirinya. Konsep diri
diidentifikasikan
menjadi empat bentuk. Pertama, body image, kesadaran tentang
tubuhnya, yaitu
bagaimana seseorang melihat dirinya sendiri. Kedua, ideal self,
yaitu bagaimana
-
24
cita-cita dan harapan-harapan seseorang mengenai dirinya.
Ketiga, Subjectif Self,
yaitu bagaimana seseorang memandang dirinya. Keempat, social
self, yaitu
bagaimana orang lain melihat dirinya.
Calhoun dan Acocella (1990) berpendapat bahwa konsep diri
merupakan
penilaian seseorang terhadap diri individu secara keseluruhan
baik fisik, psikis,
dan sosial yang diperoleh melalui interaksinya dengan orang
lain. Sedangkan
menurut Santrock (2007), konsep diri adalah evaluasi diri yang
bersifat spesifik
domain.
Berdasarkan beberapa pengertian tentang konsep diri di atas,
maka peneliti
mendefinisikan konsep diri merupakan penilaian seseorang
terhadap dirinya
sendiri secara keseluruhan yang diperoleh melalui interaksinya
dengan orang
lain, meliputi pengetahuan tentang diri (self image), diri ideal
(ideal self),
penilaian diri (self evaluation), dan diri sosial ( social
self).
2.2.2 Dimensi konsep diri
Fitts (1971) membagi konsep diri dalam dua dimensi pokok, yaitu
sebagai berikut:
1. Dimensi Internal
Dimensi internal adalah keseluruhan penghayatan pribadi sebagai
kesatuan
yang unik. Penilaian diri berdasarkan dimensi internal ini
neliputi penilaian
seseorang terhadap identitas dirinya, kepuasan diri dan tingkah
lakunya. Dimensi
ini terdiri atas 3 bentuk:
a. Diri identitas (identity self)
Diri sebagai identitas merupakan aspek dasar dari konsep diri.
Dalam diri
identitas terkumpulah seluruh label dan symbol yang dipergunakan
seseorang
-
25
untuk menggambarkan dirinya yang didasarkan pada pertanyaan,
“Siapakah
saya?”. Label yang melekat pada diri seseorang dapat berasal
dari orang lain
atau orang itu sendiri. Semakin banyak label yang
dimilikiseseorang, maka
semakin terbentuklah orang itu untuk mencari jawaban tentang
identitas
dirinya.
b. Diri perilaku (behavioral self)
Diri pelaku merupakan persepsi seseorang terhadap tingkah
lakunya atau
caranya bertindak, yang terbentuk dari suatu tingkah laku
biasanya diikuti oleh
konsekuensi-konsekuensi dari luar diri, dari dalam diri sendiri
atau dari
keduanya.
c. Diri penerimaan atau penilai (judging self)
Penilaian diberikan terhadap label-label yang ada dalam
identitas diri pelaku
secara terpisah, contohnya seseorang menggambarkan dirinya
tinggi dan kuat
(identitas diri); selain itu gambaran diri juga disertai
perasaan suka atau tidak
suka terhadap bentuk tubuhnya. Penilaian juga dapat diberikan
kepada kedua
macam bagian diri sekaligus
2. Dimensi Eksternal
Pada dimensi eksternal, individu menilai dirinya melalui
hubungan dan
aktivitas sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, serta hal-hal
lain di luar dirinya.
Dimensi ini merupakan suatu hal yang luas, misalnya diri yang
berkaitan
dengan sekolah, organisasi, agama, dan sebagainya. Dimensi ini
dibedakan atas
5 bentuk, yaitu:
-
26
a. Diri Fisik (physical self), merupakan persepsi seseorang
terhadap keadaan fisik,
kesehatan, penampilan diri dan gerak motoriknya.
b. Diri Moral-Etik (moral-ethic self), merupakan persepsi
seseorang tentang
dirinya ditinjau dari standar pertimbangan nilai-nilai moral dan
etika.
c. Diri Personal (personal self), merupakan persepsi individu
terhadap nilai-nilai
pribadi, terlepas dari keadaan fisik dan hubungannya dengan
orang lain dan
sejauh mana ia merasa adekuat sebagai pribadi.
d. Diri keluarga (family self), merupakan perasaan dan harga
diri seseorang
sebagai anggota keluarga dan teman-teman dekatnya.
e. Diri Sosial (social self), merupakan penilaian seseorang
terhadap dirinya dalam
berinteraksi dengan orang dalam lingkungan yang lebih luas.
Sedangkan Calhoun & Acocella (1990) mengungkapkan dimensi
konsep
diri terdiri atas empat dimensi, yaitu:
a. Pengetahuan tentang diri (self image), merupakan informasi
yang dimiliki
individu tentang dirinya. Pengetahuan itu seperti umur, jenis
kelamin,
penampilan, dan identitas diri lainnya seperti karakteristik
diri yang diketahui
orang lain.
b. Harapan diri (Ideal self), pada saat individu mempunyai suatu
pandangan
tentang siapa dirinya, individu juga mempunyai suatu pandangan
lain yaitu
tentang kemungkinan dirinya menjadi apa di masa mendatang.
c. Penilaian tentang diri sendiri (self evaluation), merupakan
pandangan
seseorang tentang harga atau kewajaran diri sebagai pribadi.
Rasa suka atau
tidak dengan pribadi yang individu pikir sebagai pribadinya.
Individu berpikir
-
27
sebagai penilai tentang dirinya sendiri setiap hari, mengukur
apakah dirinya
bertentangan dengan penghargaan diri dan standar dirinya.
d. Diri Sosial (social self), suatu identitas kolektif yang
meliputi hubungan
interpersonal dan aspek-aspek identitas yang datang dari
kelompok-kelompok
sosial yang tidak personal. Konsep diri sosial ini terdiri dari
dua komponen:
pertama, berasal dari hubungan interpersonal dan selanjutnya,
berasal dari
keanggotaan pada kelompok yang lebih besar seperti ras, etnis,
atau budaya.
Dalam perkembangannya konsep diri terbagi menjadi dua, yaitu
konsep
diri positif dan konsep diri negatif (Calhoun dan Acocella,
1990).
1. Konsep diri positif
Konsep diri positif lebih kepada penerimaan diri bukan sebagai
suatu
kebanggaan yang besar tentang diri. Konsep diri ini bersifat
stabil dan
berfariasi. Individu yang memiliki konsep diri positif adalah
individu yang tahu
betul dirinya, dapat memahami dan menerima sejumlah fakta yang
sangat
bermacam-macam tentang dirinya, evaluasi terhadap dirinya
sendiri menjadi
positif dan dapat menerima keberadaan orang lain.
2. Konsep diri negatif, dibagi dalam dua tipe, yaitu
a. Pandangan individu tentang dirinya sendiri, tidak teratur ,
tidak memiliki
kestabilan dan keutuhan diri. Individu tersebut benar-benar
tidak tahu siapa
dirinya, kekuatan atau kelemahannya atau yang dihargai dalam
kehidupannya.
b. Pandangan terhadap dirinya sendiri terlalu stabil dan
teratur. Hal ini bisa
terjadi karena individu dididik terlalu keras, sehingga
menciptakan citra diri
-
28
yang tidak mengizinkan adanya penyimpangan dari seperangkat
hukum
yang dalam pikirannya merupakan cara hidup yang tepat
Berdasarkan penjelasan diatas penulis menyimpulkan bahwa konsep
diri
terdiri atas empat dimensi, yaitu self image, ideal self, self
evaluation dan social
self.
2.2.3 Pengukuran konsep diri
Ada beberapa teknik yang digunakan untuk mengukur konsep diri,
diantaranya
yaitu:
1. The academic Self Concep Questionnaire (ASCQ) yang
dikembangkan oleh
Liu & Wang (2005) dengan merujuk kepada skala Academik Self
Esteem
(Battle, 1981), The School subjects Self Concept (Marsh, Relich
& Smith,
1983) dan the General and Academic Status (Piesrs & Harris,
1964),
sebagaimana dikutip oleh Joyce, Tan Bei Yu; Yates, Shirley M.
(2007). ASCQ
terdiri atas 20 item pernyataan.
2. Self Perception Profile for Adolescents (SPPA), yang
dikembangkan oleh
Harter (1988). Instrumen ini terdiri atas 45 item yang mengukur
delapan
dimensi, yaitu scholastic competence, athletic competence,
psycal appearance,
pear acceptance, close friendships, romantic relationships, job
copetence and
conduct (morality).(SE Maxwell, JM Martin, LG Peeke, dkk,
2001).
3. Self Description Questionnaire II (SDQ II), dikembangkan oleh
Marsh (1992).
Terdiri dari 102 instrumen lapor diri, yang dirancang untuk
mengukur multiple
dimensi dari konsep diri. Ada 7 sub skala yang mengukur bidang
non
akademik dan persepsi umum dari diri. Bidang non akademik
mencakup:
-
29
kemampuan fisik, daya tarik fisik, hubungan teman sebaya dengan
jenis
kelamin sama, hubungan teman sebaya dengan lawan jenis, hubungan
dengan
orang tua, dan sifat yang dapat dipercaya. Bidang akademik
mencakup:
membaca, matematika dan sekolah umumnya. Beberapa sub skala
dibuat 8
item dan sub skala lainnya dibuat 10 item.
Dalam penelitian ini, peneliti mengukur konsep diri berdasarkan
alat ukur
Self Description Questionnaire II (SDQ II). Dengan menggunakan
teori Calhoun
& Acocella yaitu pengetahuan diri (self image), harapan diri
((Ideal self),
penilaian tentang diri sendiri (self evaluation) dan diri sosial
(social self). Penulis
mengadaptasi dari Suci, (2013), karena skala ini disusun
berdasarkan ke empat
dimensi konsep diri yang akan diteliti. Pengukuran menggunakan
tipe skala model
Likert dengan 4 pilihan jawaban.
2.3 Konformitas Teman Sebaya
2.3.1 Definisi konformitas teman sebaya
Konformitas, dalam kamus psikologi, diartikan sebagai
kecenderungan individu
untuk memperbolehkan sikap dan tingkah lakunya dikuasai oleh
sikap dan tingkah
laku yang sudah berlaku atau dianut oleh lingkungan sekitarnya
(Chaplin, 2002).
Baron dan Byrne (2005) mendefinisikan konformitas sebagai suatu
jenis pengaruh
sosial dimana individu mengubah sikap dan tingkah laku mereka
agar sesuai
dengan norma sosial yang ada.
Konformitas adalah bentuk tingkah laku menyesuaikan diri dengan
orang
lain sehingga menjadi kurang lebih sama atau identik guna
mencapai tujuan
-
30
tertentu (Sears, Feedman, dan Peplau, 1994). Sedangkan Myers
(2005)
menyatakan konformitas merupakan perubahan sikap percaya sebagai
akibat
adanya tekanan kelompok. Konformitas dapat terlihat dari
kecanderungan
individu untuk selalu menyamakan perilakunya terhadap kelompok,
sehingga
terhindar dari celaan, keterasingan maupun hinaan.
Teman sebaya adalah anak-anak dengan usia atau tingkat
kedewasaan
yang kurang lebih sama. (Santrock, 2009).
Dari uraian di atas penulis mendefinisikan konformitas teman
sebaya
sebagai perilaku individu yang ingin mengikuti pendapat kelompok
yang
memiliki kesamaan usia, atas keinginan sendiri atau paksaan
orang lain dengan
tujuan untuk bisa diterima dalam kelompok yang diinginkan.
2.3.2 Dimensi-dimensi konformitas teman sebaya
Menurut Wiggins, dkk ada dua macam konformitas, yaitu acceptance
dan
compliance (Myers, 2005):
1. Acceptance: merupakan bentuk konformitas yang dilakukan
individu dengan
cara menyamakan sikap, keyakinan pribadi maupun perilakunya
didepan
publik dengan norma atau tekanan kelompok, karena percaya dan
setuju pada
putusan kelompok. Perubahan keyakinan maupun perilaku individu
terjadi
apabila dirinya sungguh-sungguh percaya bahwa kelompok memiliki
opini
atau perilaku yang benar.
2. Compliance: bentuk konformitas yang dilakukan individu dengan
cara merubah
perilakunya didepan publik agar sesuai dengan tekanan kelompok,
tetapi secara
diam-diam tidak mengubah pendapat pribadinya. Keseragaman
perilaku yang
-
31
ditunjukkan pada konformitas compliance dilakukan individu untuk
mendapat
hadiah, pujian, rasa penerimaan serta menghindari hukuman dari
kelompok.
Perilaku individu yang melakukan konformitas menunjukkan
ciri-ciri
berikut: (1). Kekompakan: Kekompakan dimulai dari rasa
ketertarikan individu
pada kelompok tertentu, yang mendorongnya untuk terus menjadi
anggota
kelompok tersebut, antar lain dengan bertemu secara intens dan
berperilaku
selaras dengan anggota kelompok yang lain. (2) Kesepakatan:
Kesepakatan
ditunjukkan dengan memiliki pendapat yang sama, baik karena
percaya pada
kelompok, ataupun karena takut mendapatkan tekanan dari kelompok
jika
memiliki pendapat yang berbeda. (3) Ketaatan: Ketaatan adalah
perilaku patuh
mengikuti putusan kelompok, meskipun individu sebenarnya
tidak
menyetujuinya. (Sears, dkk, 1994)
2.3.3 Pengukuran konformitas teman sebaya
Dari beberapa penelitian yang dibaca, peneliti menemukan dua
instrumen untuk
mengukur konformitas teman sebaya, yaitu:
1. Pengukuran konformitas teman sebaya berdasarkan indikator
konformitas yang
diungkap oleh O’Sears (1985). Skala ini terdiri atas 60 item
yang mengukur
tiga dimensi yaitu dimensi kekompakan, dimensi kesepakatan dan
dimensi
ketaatan.
2. Pengukuran konformitas teman sebaya berdasarkan
dimensi-dimensi
konformitas yang diungkapkan oleh Wiggins (1994), meliputi
compliance dan
acceptance.
-
32
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan skala pengukuran
berdasarkan
dimensi yang diungkap oleh Wiggins (1994), yaitu meliputi
compliance dan
acceptance. Penulis mengadaptasi skala ini, karena konsep teori
ini berkaitan
dengan faktor pendukung perilaku menyimpang dan agresi. Alat
ukur ini disusun
dengan total item sebanyak 19 butir, disertai dengan 4 pilihan
jawaban.
2.4 Pola Asuh Orang Tua
2.4.1 Definisi pola asuh orang tua
Pola asuh (parenting style) diartikan sebagai pola perilaku umum
yang digunakan
orang tua dalam mengasuh anak-anaknya. Para orang tua dapat
mempengaruhi
kepribadian anak-anak mereka secara signifikan melalui berbagai
macam hal yang
mereka lakukan dan yang tidak mereka lakukan (Ormrod, 2008).
Selanjutnya
Menurut Elizabeth B. Hurlock, pola asuh orangtua adalah cara
orangtua dalam
mendidik anak. Sedangkan menurut Chabib Thoha, pola asuh
orangtua berarti
cara yang dilakukan orangtua dalam mendidik anaknya sebagai
bentuk tanggung
jawabnya kepada anak.(Hidayat. F.N, 2014).
Pola asuhan merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan
anak-
anaknya. Sikap orang tua ini meliputi cara orang tua memberikan
aturan-aturan,
hadiah maupun hukuman, cara orang tua menunjukkan otoritasnya,
dan cara orang
tua memberikan perhatian serta tanggapan terhadap anaknya. Dalam
mengasuh
anaknya orang tua dipengaruhi oleh budaya yang ada di
lingkungannya.
Di samping itu, orang tua juga diwarnai oleh sikap-sikap
tertentu dalam
memelihara, membimbing, dan mengarahkan putra-putrinya. Sikap
tersebut
-
33
tercermin dalam pola pengasuhan kepada anaknya yang
berbeda-beda, karena
orang tua mempunyai pola pengasuhan tertentu. Penggunaan pola
asuh tertentu ini
memberikan sumbangan dalam mewarnai perkembangan terhadap
bentuk-bentuk
perilaku tertentu pada anaknya. Salah satu perilaku yang muncul
dapat berupa
perilaku agresif (Aisyah, 2010).
Berdasarkan beberapa definisi diatas peneliti menyimpulkan pola
asuh
orang tua merupakan interaksi antara anak dan orang tua (ayah
dan ibu) selama
mengadakan kegiatan pengasuhan. Pola asuh yang digunakan orang
tua terhadap
anak akan mempengaruhi sikap dan perilaku kesehariannya.
2.4.2 Jenis-jenis pola asuh orang tua
Diana Baumrind,1996 (dalam Santrock, 2009) mengatakan terdapat
empat jenis
bentuk utama gaya pengasuhan, yaitu:
a. Pola asuh otoriter (authoritarian parenting), adalah gaya
pengasuhan yang
bersifat membatasi dan menghukum, dimana hanya ada sedikit
komunikasi
verbal antara orang tua dan anak-anak. Orang tua yang otoriter
mendesak anak-
anak untuk mengikuti perintah dan menghormati mereka. Mereka
menempatkan batas dan kendali yang tegas terhadap anak-anak
dan
mengizinkan sedikit komunikasi verbal. Anak-anak dari orang tua
otoriter
sering berperilaku dalam cara yang kurang kompeten secara
sosial. Mereka
cenderung khawatir tentang perbandingan social, gagal untuk
memulai
aktivitas, dan mempunyai ketrampilan komunikasi yang buruk
b. Pola asuh otoritatif (othoritative parenting), adalah gaya
pengasuhan yang
positif, mendorong anak-anak untuk mandiri, tetapi masih
menempatkan batas-
-
34
batas dan kendali atas tindakan mereka. Pemberian dan penerimaan
verbal
yang ekstensif dimungkinkan dan rsikap mengasuh dan orang tua
bersikap
mengasuh dan mendukung. Anak-anak yang memiliki orang tua
otoritatif
sering berperilaku dalam cara yang kompeten secara sosial.
Mereka
cenderung percaya diri, dapat menunda keinginan, akrab dengan
teman-teman
sebayanya, dan menunjukkan harga diri yang tinggi. Pola asuh
ini
menghasilkan hal-hal yang positif, sehingga Baumrind mendukung
pola asuh
otoritatif.
c. Pola asuh yang mengabaikan (neglecting parenting), adalah
gaya pengasuhan
dimana orang tua tidak terlibat di dalam kehidupan anak-anak
mereka. Anak-
anak hasil pengasuhan mengabaikan seringkali berperilaku dalam
cara yang
kurang cakap secara sosial. Mereka cenderung memiliki
pengendalian diri
yang buruk, tidak memiliki kemandirian yang baik dan tidak
termotivasi untuk
berprestasi.
d. Pola asuh yang memanjakan (indulgent parenting), adalah gaya
pengasuhan di
mana orng tua sangat terlibat dengan anak-anak mereka, tetapi
hanya
menempatkan sedikit batasan atau larangan atas perilaku mereka.
Orang tua ini
membiarkan anak-anak mereka melakukan apa yang mereka inginkan
dan
mendapatkan keinginan mereka. Hasilnya adalah anak-anak yang ini
biasanya
tidak belajar untuk mengendalikan perilaku mereka sendiri. Orang
tua dengan
pola asuh memanjakan tidak mempertimbangkan perkembangan diri
anak
secara menyeluruh.
-
35
Santrock (2007) berpendapat, pola asuh melibatkan kombinasi
antara
dimensi penerimaan dan kemauan mendengar pada satu sisi, serta
dimensi
menuntut dan mengendalikan pada sisi lainnya. Kombinasi dari
dimensi-dimensi
tersebut kemudian digunakan untuk mengkategorikan menjadi pola
asuh
authoritarian, authoritative, dan permissive.
2.4.3 Pengukuran pola asuh orang tua
Ada beberapa jenis instrumen yang digunakan untuk mengukur pola
asuh orang
tua, diantaranya yaitu:
1. The Parenting Style Questionnaire yang dikembangkan oleh
Lamborn, Mounts,
Steinberg, & Dombusch (1991). Skala pengukuran ini disusun
berdasarkan dua
dimensi gaya pengasuhan yaitu: Acceptance/Involvement, dan
Strictness/Supervision. Skala ini berisi 24 item, dimana 15 item
mewakili
dimensi acceptance, dan 9 item mewakili strictness. Skinner, E.,
Johnson, E. &
Snyder, I. (2005).
2. The Parental Authority Questionnaire (PAQ) yang dikembangkan
oleh Buri’s
(1991). PAQ ini dirancang sebagai instrument pengukuran terhadap
pola asuh
oleh Baumrind, yang terdiri dari tiga tipe pola asuh yaitu,
authoritative,
authoritarian, dan permissive. Skala ini berisi 30 item yang
mewakili ketiga
pola pengasuhan tersebut, dimana masing-masing pola pengasuhan
terdiri dari
10 item. (Alkharusi. H, Kazem A.M., Alzubiadi. A, dan Aldhafri,
2011)
3. The Parenting Style Inventory II (PSI-II) yang dikembangkan
oleh Darling &
Toyokawa (1997). Skala pengukuran ini disusun berdasarkan tiga
dimensi
-
36
pengasuhan yaitu: Responsiveness, Authonomy-granting, dan
Demandingness.
Skala ini berisi 15 item yang mewakili ketiga dimensi
tersebut.
4. Parent as Social Context Questionnaire Adolescent Report yang
dikembangkan
oleh Skinner, Johnson & Snyder (2005). Skala pengukuran ini
disusun
berdasarkan enam dimensi gaya pengasuhan yaitu: Warmth,
Rejection,
Structure, Chaos, Autonomy support, dan Coercion. Skala ini
berisi 48 item
yang mewakili dimensi-dimensi tersebut.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Parental
Authority
Questionnaire (PAQ) yang dikembangkan oleh Buri (1991) untuk
mengukur pola
asuh orang tua, karena skala ini disusun berdasarkan ke tiga
jenis pola asuh yang
akan diteliti.
2.5 Kerangka Berpikir
2.5.1 Pengaruh konsep diri terhadap perilaku bullying
Setiap individu pada usia menjelang puber atau akhir masa
kanak-anak, memiliki
konsep diri yang sudah mulai berkembang. Agustiani (2009)
menjelaskan bahwa
konsep diri berkembang dari pengalaman yang terus-menerus dan
terdiferensiasi.
Menurut Calhoun dan Acocella (1990), dalam perkembangannya
konsep diri
terbagi menjadi dua, yaitu konsep diri positif dan konsep diri
negatif. Individu
yang memiliki konsep diri positif akan cenderung bersikap
positif. Dan sebaliknya
individu yang memiliki konsep diri negatif akan membentuk sikap
negatif pula.