i PENGARUH KOMPOSISI TEPUNG TERIGU,TEPUNG DANGKE DAN TEPUNG SAGU TERHADAP NILAI GIZI DAN KESUKAAN BISKUIT SKRIPSI Oleh RISKA I 111 14 024 FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2018
i
PENGARUH KOMPOSISI TEPUNG TERIGU,TEPUNG
DANGKE DAN TEPUNG SAGU TERHADAP
NILAI GIZI DAN KESUKAAN BISKUIT
SKRIPSI
Oleh
RISKA
I 111 14 024
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
ii
PENGARUH KOMPOSISI TEPUNG TERIGU, TEPUNG
DANGKE DAN TEPUNG SAGU TERHADAP
NILAI GIZI DAN KESUKAAN BISKUIT
SKRIPSI
Oleh :
RISKA
I 111 14 024
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Peternakan
Pada Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
iii
iv
v
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirahim…..
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat
rahmat dan taufik-Nya sehingga dapat menyusun Skripsi yang berjudul Pengaruh
Komposisi Tepung Terigu, Tepung Dangke dan Tepung Sagu terhadap Nilai Gizi
dan Kesukaan Biskuit. Melalui kesempatan kali ini dengan segala kerendahan hati
penulis sampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya utamanya kepada:
1. Ibu Dr. Wahniyathi Hatta, S.Pt, M.Si sebagai pembimbing utama dan
penasehat akademik dan ibu Dr. Nahariah S.Pt, MP sebagai pembimbing
anggota yang telah mencurahkan perhatian untuk membimbing dan
mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini.
2. Kedua orang tua ayahanda Solong dan Ibunda Mirah kakak Hasanuddin serta
adik penulis Surianto dan keluarga yang telah memberikan doa, bantuan dan
dukungan bagi penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan tepat waktu.
3. Ibu Prof. Dr. drh. Hj.Ratmawati Malaka, M.Sc sebagai pembahas, Bapak Prof.
Dr. Ir. Ambo Ako, M.Sc sebagai pembahas serta Bapak Dr. Hikmah M. Ali,
S.Pt, M.Si sebagai pembahas yang telah banyak memberikan masukan, saran
dan motivasi kepada penulis.
4. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc, selaku Dekan Fakultas
Peternakan, Ibu Dr. Ir. Hastang, M.Si selaku Wakil Dekan II dan Prof. Dr. Ir.
vi
Jasmal A. Syamsul, M.Si, selaku Wakil Dekan III, terima kasih semua bantuan
kepada penulis selama menjadi mahasiswa di Fakultas Peternakan.
5. Ibu Dr. Fatma Maruddin, S.Pt., MP selaku panitia seminar proposal, Ibu Endah
Murphi Ningrum, S.Pt, M.P, selaku panitia seminar hasil, Bapak Dr. Irfan Said,
S.Pt M.P, selaku panitia Praktek Kerja Lapang terimakasih atas semua
bantuannya selama ini.
6. Ibu Dr. Nahariah S.Pt, MP Selaku pembimbing Utama Praktek Kerja Lapang
dan Haikal S.Pt selaku pembimbing anggota telah membimbing dan
memberikan saran serta motivasi bagi penulis.
7. Ibu dan Bapak Dosen tanpa terkecuali serta seluruh staff pegawai Fakultas
Peternakan, terimakasih atas bimbingan dan bantuan yang diberikan kepada
penulis selama ini.
8. Kepada tim penelitian saudari Marwah yang telah banyak membantu mulai dari
penelitian sampai selesai Skripsi penulis.
9. Kepada tim PKL Sarianti Ratu Paliling, Murni Tri Utami, Hikmawati, Herly
M, Dedi Irawan yang berikan banyak dukungan dan motivasinya.
10. Sahabat seperjuangan terkhusus “Sweet” Murni Tri Utami, Salmawati Nur,
Nurdianti, Dinar Yanti, Niar, Jisnawati, Sarianti Ratu Paliling, Hikmawati,
Harniati, Niluh Lokawati, Ulva Indah Lestari C, S.Pt.
11. Teman-teman Erni Damayanti S.Pt, Evy Hasrianti Anggraeni S.Pt, Neni
Nuraini, Anwar, Ripandi, yang telah banyak membantu selama penelitian dan
proses perkuliahan.
vii
12. Teman-teman KKN Angkatan 96 Kecamatan Barru khususnya Desa Siawung
Rani, Dira, Kak Wandri, Kak Aci, sahril.
13. Jajaran Pemerintahan Desa Siawung Kecamatan Barru Kabupaten Barru, terima
kasih telah memberi banyak bantuan penulis pada saat K KN.
14. Rekan-rekan, senior dan adik HIMAPROTEK_UH yang telah memberikan
bantuan hingga terselesaikannya Skripsi ini.
15. Teman-teman ANT yang telah membantu dan memberi motivasi sehingga
dapat terselesainya skripsi ini.
Penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena terbatasnya
kemampuan oleh penulis. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
Riska
viii
ABSTRAK
RISKA. I111 14 024. Pengaruh Komposisi Tepung Terigu, Tepung Dangke dan
Tepung Sagu terhadap Nilai Gizi dan Kesukaan Biskuit. Pembimbing Utama:
Wahniyathi Hatta dan Pembimbing Anggota: Nahariah.
Biskuit mengandung bahan dasar terigu, lemak dan bahan pengembang, untuk
mengurangi ketergantungan terhadap impor tepung terigu maka perlu dikembangkan produk biskuit yang berbahan dasar dari produk lokal seperti dangke
dan sagu. Dangke memiliki kadar protein tinggi dan tepung sagu kaya akan zat pati
atau karbohidrat. Tujuan penelitian adalah untuk menjelaskan pengaruh level
substitusi tepung terigu dengan tepung dangke dan tepung sagu terhadap kualitas
gizi biskuit. Parameter yang diukur adalah kadar protein, kadar abu, nilai kalori,
dan tingkat kesukaan terhadap warna dan citrasa. Rancangan yang digunakan
adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan dengan komposisi
tepung terigu: tepung dangke: tepung sagu A0 (100%: 0%: 0%), A1 (80%: 20%:0%)
A2 (60%: 30%:10%) A3 (40%: 40%: 20%) A4 : (20% :50% : 30%) A5 (0%: 60% :40%).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi level substitusi tepung terigu
dengan tepung dangke dan tepung sagu maka kadar protein meningkat, kadar abu
tidak berubah serta menurunkan kesukaan terhadap warna dan citarasa biskuit.
Komposisi level terbaik adalah tepung terigu 40%, tepung dangke 40% dan tepung
sagu 20%.
Kata kunci : Biskuit, Dangke, Sagu, Terigu, Gizi, Kesukaan
ix
ABSTRACT
RISKA. I111 14 024. Effect of Wheat Flour Composition, Dangke Flour and Sago
Flour to Nutritional Value and Biscuit Fondness. Main Advisor: Wahniyathi Hatta
and Advisors Member: Nahariah.
Biscuits contain wheat flour, fat and developer materials, to reduce dependence on
wheat flour imports, it is necessary to develop biscuits based on local products such
as dangke and sago. Dangke has high protein content and sago starch is rich in
starch or carbohydrate substances. The objective of the study was to explain the
effect of substitution level of wheat flour with dangke flour and sago flour to the
nutritional quality of biscuit. The parameters measured were protein content, ash
content, caloric value, and favorite levels of color and citration. The design used
was complete randomized design (RAL) with 6 treatments with wheat flour
composition: dangke flour: sago flour A0 (100%: 0%: 0%), A1 (80%: 20%: 0%)
A2 (60% : 30%: 10%) A3 (40%: 40%: 20%) A4: (20%: 50%: 30%) A5 (0%: 60%:
40%). Resaplivety the results showed that the higher level of substitution of wheat
flour with dangke flour and sago flour, protein content increased, ash content
unchanged and decreased the fondness of the color and taste of biscuit. The best
level composition is 40% wheat flour, 40% dangke flour and 20% sago flour.
Keywords: Biscuits, Dangke, Sago, Flour, Nutrition, preference
x
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .................................................................................................. x
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiii
PENDAHULUAN.......................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA................................................................................. 3
Biskuit ..................................................................................................... 3
Tepung Terigu ......................................................................................... 6
Dangke .................................................................................................... 7
Sagu ........................................................................................................ 8
METODE PENELITIAN .............................................................................. 11
Waktu dan Tempat .................................................................................. 11
Materi Penelitian ..................................................................................... 11
Rancangan Penelitian .............................................................................. 12
Prosedur penelitian .................................................................................. 12
Pengukuran Parameter ............................................................................ 14
Analisis Data ........................................................................................... 16
HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 18
Kadar Protein .......................................................................................... 18
Kadar Abu ............................................................................................... 20
Nilai Klaori ............................................................................................. 22
Kesukaan Terhadap Warna ..................................................................... 23
Kesukaan Terhadap Rasa ........................................................................ 25
KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 29
LAMPIRAN ................................................................................................... 32
BIODATA ...................................................................................................... 44
xi
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Persyaratan Mutu Biskuit......................................................................... 3
2. Komposisi Kimia Tepung Terigu Per 100 g Bahan .................................... 6
3. Kandungan Gizi Dangke ...................................................................... 8
4. Komposisi Pati Sagu per 100 g Bahan ................................................. 9
5. Bahan dan Komposisi Biskuit .............................................................. 11
6. Deskripsi Tingkat Kesukaan Warna dan Citarasa pada Biskuit ........... 16
xii
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Tahapan Pembuatan Biskuit ................................................................ 4
2. Diagram Alir Produksi Tepung Dangke ............................................... 12
3. Diagram Alir Produksi Tepung Tepung Sagu ...................................... 13
4. Diagram Alir Pembuatan Biskuit Dangke Sagu .................................. 14
5. Pengaruh Komposisi Tepung Terigu, Tepung Dangke dan
Sagu terhadap Kadar Protein Biskuit ................................................... 18
6. Pengaruh Komposisi Tepung Terigu, Tepung Dangke dan
Tepung Sagu terhadap Kadar Abu Biskuit .......................................... 20
7. Pengukuran Nilai Klaori Biskuit pada berbagai Komposisi
Tepung Terigu, Tepung Dangke dan Tepung Sagu ............................. 22
8. Pengaruh Level Tepung Terigu, Tepung Dangke dan
Sagu terhadap Kesukaan Warna Biskuit ............................................. 24
9. Pengaruh Komposisi Tepung Terigu, Tepung Dangke dan
Tepung Sagu terhadap Kesukaan Citarasa Biskuit ............................. 26
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Analisis Ragam Pengaruh Level Tepung Terigu, Tepung Dangke
dan Tepung Sagu terhadap Kadar Protein. .......................................... 32
2. Analisis Ragam Pengaruh Level Tepung Terigu, Tepung Dangke
dan Tepung Sagu terhadap Kadar Abu. ............................................... 34
3. Analisis Ragam Pengaruh Level Tepung Terigu, Tepung Dangke
dan Tepung Sagu terhadap Kesukaan Warna ...................................... 36
4. Analisis Ragam Pengaruh Level Tepung Terigu, Tepung Dangke
dan Tepung Sagu terhadap Kesukaan Rasa. ........................................ 38
5. Dokumentasi Penelitian. ....................................................................... 40
1
PENDAHULUAN
Biskuit merupakan makanan kering yang dibuat dengan memanggang
adonan. Biskuit mengandung bahan dasar terigu, lemak dan bahan pengembang,
dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan makanan lain yang diizinkan,
biskuit memiliki kandungan kadar protein minimum 9%, kadar abu maksimum
1,6%, kalori minimum 400 kkal/100 gr. Bahan baku pembuatan biskuit adalah
tepung terigu yang berasal dari gandum.
Kebutuhan gandum sebagai bahan baku tepung terigu semakin meningkat
seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk Indonesia. Tanaman
gandum hanya dapat tumbuh di kawasan subtropis, peningkatan produksi biskuit
akan meningkatkan impor gandum. Untuk mengurangi ketergantungan terhadap
impor tepung terigu maka perlu dikembangkan produk biskuit yang berbahan
dasar dari produk lokal seperti dangke.
Dangke merupakan produk olahan susu sapi atau kerbau, sejenis keju
segar. Dangke memiliki kadar protein tinggi tetapi telah terdenaturasi selama
proses pengolahan sehingga sifat fungsionalnya kemungkinan telah menurun.
Berdasarkan hal tersebut aplikasinya dalam produk biskuit perlu dikombinasikan
dengan bahan lain yang dapat memperbaiki elastisitas dan kerenyahan produk,
misalnya sagu.
Sagu sebagai bahan pangan pati telah dimanfaatkan sebagai sumber
pangan utama, namun secara nasional kontribusinya masih rendah. Seiring dengan
terjadinya perubahan sosial di masyarakat, peran sagu sebagai pangan pokok
mulai tergeser. Sagu merupakan produk lokal yang produksinya melimpah tetapi
2
belum termanfaatkan. Tepung sagu kaya akan zat pati atau karbohidrat tetapi
memiliki kadar protein dan lemak relatif rendah. Sagu memiliki kandungan
amilopektin yang tinggi sehingga tepung sagu potensial ditambahkan dalam
formulasi biskuit agar dapat memperbaiki sifat elastisitas pada adonan yang
berimplikasi pada kerenyahan produk biskuit yang dihasilkan. Berdasarkan hal
tersebut penelitian ini dilakukan untuk mengkaji penambahan tepung dangke dan
sagu dalam biskuit sebagai penganti tepung terigu.
Produk biskuit yang dibuat dari bahan tepung terigu memiliki kadar
protein, kadar mineral dan disukai konsumen. Dangke merupakan produk pangan
yang memiliki kadar protein dan kadar mineral tinggi, sedangkan sagu
mengandung kadar mineral dan kadar protein rendah.
Substitusi tepung terigu dengan tepung dangke dan sagu dalam formulasi
biskuit akan mempengaruhi kualitas biskuit yang dihasilkan. Berdasarkan hal
tersebut penelitian ini mengkaji pengaruh substitusi tepung terigu dengan tepung
dangke dan tepung sagu terhadap kadar protein, kadar mineral, tingkat kesukaan
dan kalori.
Tujuan penelitian adalah untuk menjelaskan pengaruh level substitusi
tepung terigu dengan tepung dangke dan tepung sagu terhadap kualitas gizi
biskuit. Kegunaan penelitian ini adalah sebagai sumber informasi ilmiah dalam
upaya meningkatkan pemanfaatan dangke dalam pembuatan biskuit. Hasil dari
penelitian ini juga diharapkan dapat meningkatkan pendapatan pengolah dangke
di Kabupaten Enrekang dengan melakukan diversifikasi dangke.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Biskuit
Biskuit merupakan salah satu makanan ringan atau snack yang banyak
dikonsumsi oleh masyarakat. Produk ini merupakan produk kering yang memiliki
kadar air rendah. Berdasarkan data asosiasi industri, tahun 2012 konsumsi biskuit
diperkirakan meningkat 55-80% didorong oleh kenaikan konsumsi domestik.
Biskuit dikonsumsi oleh seluruh kalangan usia, baik bayi hingga dewasa namun
dengan jenis yang berbeda-beda (Sari, 2013). Proses pembuatan biskuit secara
garis besar terdiri dari pencampuran (mixing), pencetakan (cutting) dan
pemanggangan (bucking) (Manley, 1998).
Biskuit yang dihasilkan harus memenuhi syarat mutu yang telah ditetapkan
agar aman untuk dikonsumsi. Syarat mutu biskuit yang berlaku secara umum di
Indonesia yaitu berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-2973-1992)
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Persyaratan Mutu Biskuit (SNI 01-2973-1992).
No. Kriteria Uji Persyaratan
1. Air Maksimum 5%
2. Protein Minimum 9%
3. Lemak Minimum 9.5%
4. Karbohidrat Minimum 70%
5. Abu Maksimum 1.6%
6. Logam berbahaya Negatif
7. Serat kasar Maksimum 0,5%
8. Kalori Minimum 400 kkal/100 gr
9 Bau dan rasa Normal
10. Warna Normal
11. Air Maksimum 5%
Sumber: Standar Nasional Indonesia (1992).
4
Biskuit sebagai makanan selingan diharapkan dapat menyumbangkan energi dan
sebagai penganti energi yang telah dikeluarkan. Pada umumnya biskuit kaya akan
energi, terutama berasal dari sumber karbohidrat dan lemak. Lemak yang
ditambahkan pada biskuit berfungsi untuk melembutkan atau membuat renyah,
sehingga menjadi lebih lezat (Astawan, 2008).
Proses pembuatan biskuit menurut Sunaryo (1985) yang dimodifikasi oleh
Hiswaty (2002) adalah telur, tepung gula, margarin dikocok sampai mengembang
selama 15 menit, kemudian pencampuran sampai rata, lalu tepung terigu, vanili,
baking powder, susu dimasukkan dalam adonan setelah itu dicetak dan
dipanggang dalam oven 1550C selama 15 menit kemudian menjadi biskuit
(Gambar 1).
Gambar 1 Tahapan Pembuatan Biskuit (Sunaryo,1985)
Pencampuran telur, tepung gula, margarin
Pengocokan
Pencampuran hingga rata
Pengadukan sampai terbentuk adonan
Tepung terigu, vanili,
baking powder, susu
Pencetakan dengan tebal 3 mm
Pemanggangan dalam oven pada suhu 1550C selama 15 menit
Biskuit
5
Biskuit adalah sejenis makanan yang terbuat dari tepung terigu dengan
penambahan bahan makanan lain, dengan proses pemanasan dan percetakan.
Makanan yang dikenal dengan baik oleh masyarakat sering kali menjadi media
untuk bahan-bahan fortifikan karena dengan cara tersebut nutrisi yang
ditambahkan ke dalam produk akan lebih banyak dikonsumsi oleh lebih banyak
orang. Terdapat empat faktor kualitas yang menentukan dalam suatu produk
makanan, yaitu penampakan, flavor, tekstur dan nutrisi tersebut.
Biskuit mempunyai ciri-ciri yaitu lapisan kulit coklat keemasan tanpa
noda-noda coklat, bentuk simetris bagian atas rata dan sisi lurus, tekstur renyah
serta lembut (Yunisa, 2013). Biskuit diklasifikasi menjadi empat jenis yaitu: 1)
Kue kering yang dibuat dengan adonan keras (jumlah shortening dan gula yang
digunakan lebih sedikit), berbentuk pipih bila dipatahkan penampang potonganya
bertekstur padat, 2) Crackers adalah jenis kue kering yang dibuat dari adonan
keras melalui proses fermentasi atau pemeraman, berbentuk pipih yang rasanya
mengarah kerasa asin dan gurih, renyah dan bila dipatahkan penampang
potonganya berlapis-lapis, 3) Wafer adalah jenis kue kering yang dibuat dari
adonan cair (jumlah air yang digunakan lebih banyak), berpori-pori kasar relatif
renyah dan bila dipatahkan penampangnya potonganya berongga-rongga, 4)
Cookies adalah jenis kue kering yang dibuat dari adonan lunak (jumlah lemak dan
gula yang digunakan lebih banyak) atau keras, relatif renyah dan bila dipatahkan
penamapangnya potonganya bertekstur kurang padat.
6
Tepung Terigu
Tepung terigu merupakan hasil ekstraksi dari proses penggilingan gandum
(T. sativum) yang tersusun oleh 67-70% karbohidrat, 10-14% protein, dan 1-3%
lemak Menurut Damodaran and Paraf (1997) pada sebagaian besar produk
makanan, pati terigu terdapat dalam bentuk granula kecil (1-40 mm) dan dalam
suatu sistem, contohnya adonan, pati terigu terdispersi dan berfungsi sebagai
bahan pengisi. Protein dari tepung terigu membentuk suatu jaringan yang saling
berikatan (continous) pada adonan dan bertanggung jawab sebagai komponen
yang membentuk viscoelastisitas.
Tabel 2 Komposisi Kimia Tepung Terigu Per 100 g Bahan
No. Komponen Kadar (%)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Kadar air
Karbohidrat
Protein
Lemak
Abu
Kalori (kkal)
12,00
74,5
11,80
1,20
0,46
340,00
Sumber : Kent (1983).
Biji gandum memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi, diantaranya
karbohidrat 60-80%, protein 10-20%, lemak 2-2,5%, mineral 4-4,5% dan
sejumlah vitamin lainnya. Dalam pembuatan makanan, hal yang harus
diperhatikan ialah ketepatan penggunaan jenis tepung terigu. Tepung terigu
dengan kandungan protein 12-14% ideal untuk bahan baku roti dan mie, 10,5-
11,5% untuk biskuit, pastry/pie dan donat. Untuk gorengan, cake, dan wafer dapat
menggunakan gandum dengan kadar protein 8-9%. Semua tepung terigu belum
tentu sesuai dengan produk makanan yang akan dibuat. Keunggulan mutu protein
terigu adalah kemampuan membentuk gluten yang diperlukan untuk berbagai
7
produk terutama roti, mie, dan cake. Sifat fisikokimia spesifik tersebut tidak
dimiliki oleh tepung serealia lainnya (Bogasari, 2011).
Terigu mempunyai kelebihan dibanding tepung yang lainnya, terletak
pada sifat pembentukan gluten. Gluten bersama pati gandum akan membentuk
struktur dinding sel (building block) yang menghasilkan produk renyah. Sifat
spesifik tersebut kurang dimiliki oleh serealia lainnya, termasuk jagung, sorgum,
dan padi, tetapi menjadi tidak cocok dengan penderita alergi gluten. Kemampuan
daya bentuk produk dari terigu ditentukan oleh mutu dan jumlah glutennya. Jenis
terigu yang dibuat dari gandum keras (hard wheat) mengandung protein yang
bermutu baik (>10,5%) sesuai untuk pembuatan roti. Jenis terigu dari gandum
lunak (soft wheat) dengan kandungan protein <10% digunakan untuk membuat
cake, cookies, pastel (Fitasari, 2009).
Dangke
Dangke merupakan produk olahan susu tradisional yang dikenal sejak
tahun 1905 dan usaha pengolahanya sekarang telah menjadi usaha skala rumah
tangga dikabupaten enrekang. Nilai lebih dari pengolahan dangke di enrekang
adalah sebagai wadah penyerapan susu hasil produksi peternak sehingga tidak di
kenal adanya penolakan terhadap produksi susu peternak seperti yang biasa terjadi
disentra susu di daerah jawa. Peternakan usaha sapi perah dan usaha pembuatan
dangke menjadi satu kesatuan industri dalam satu rumah tangga peternak.
Pengembangan dangke tidak hanya meningkatkan konsumsi susu, tetapi juga
menjadi motivasi bagi peternak untuk terus mengembangkan usaha peternakannya
(Hatta dkk., 2014).
8
Ditinjau dari aspek nilai gizinya, dangke merupakan produk makanan khas
tradisional dengan nilai gizi yang tinggi. Adapun komposisi nilai gizi dangke
dapat disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Komposisi Kimia dan Nilai Gizi Dangke yang Berasal dari Enrekang
Kandungan Gizi Komposisi ( % )
Air 45,75
Lemak 32,82
Protein 17,20
Mineral 2,32
Sumber : Rahman 2014.
Kualitas dangke pada penyimpanan dalam lemari es hingga lima hari
masih layak dikonsumsi. Faktor yang perlu diperhatikan pada penyimpanan
dangke dalam lemari es adalah kemampuan perlindungan kemasan/pembungkus
dangke terhadap pengaruh lingkungan sekitar, terutama dangke yang disimpan
bersama-sama bahan makanan lain. Kandungan gizi dangke susu sapi juga
beragam. Persentase kadar abu berkisar antara 1,9-2,4%, kadar lemak antara 8,8-
21,6% dan kadar protein antara 15,7-33,3%. Kandungan gizi dangke akan menjadi
aspek penting bagi konsumen dalam proses pembelian produk. Kadar lemak yang
tinggi mungkin menjadi faktor pembatas jika dikaitkan dengan penyakit
degeneratif terutama pada kelompok konsumen usia lanjut, sedangkan kadar
protein dan mineral akan meningkatkan nilai jual dangke seperti halnya produk
keju lainnya sebagai pangan sumber protein dan kalsium (Hatta dkk., 2014).
Sagu
Sagu merupakan salah satu pohon penghasil karbohidrat yang perlu
diperhatikan dalam rangka diversifikasi pangan, mengingat potensinya yang besar
tetapi belum diupayakan secara maksimal. Komponen yang paling banyak
9
terdapat pada tepung sagu adalah pati. Pati sagu diperoleh dari proses ekstraksi
inti batang sagu (empulur batang). Empulur batang sagu mengandung 20,2-29%
pati, 50-66% air dan 13,8-21,3% bahan lain atau ampas. Dihitung dari berat
kering, empulur batang sagu mengandung 54-60% pati dan 40-46% ampas
(Saripuddin, 2006).
Komponen kimia pati sagu sangat bervariasi. Variasi tersebut tidak banyak
dipengaruhi oleh perbedaan spesies, umur, dan habitat dimana pohon sagu
tumbuh. Faktor utama yang mempengaruhi variasi tersebut adalah sistem
pengolahannya. Komposisi kimia dalam setiap 100 g pati sagu disajikan pada
Tabel 4.
Tabel 4 Komposisi Pati Sagu per 100 g Bahan
Komponen Jumlah
Kalori 353 ( kkal)
Protein 0,7 (g)
Lemak 0,2 (g)
Karbohidrat 84,2 (g)
Air 14,0 (g)
Fosfor 13 (mg)
Kalsium 11 (mg)
Besi 1,5 (mg)
Sumber : Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI (1979).
Komponen dari tepung sagu adalah karbohidrat kira-kira 92,5% dari bahan
keringnya. Sagu mengandung karbohidrat yang lebih tinggi dibanding beras
merah dan jagung yaitu berkisar 90,5% dari bahan keringnya. Beras merah hanya
mengandung karbohidrat sekitar 75,0% dan jagung hanya 64,0%. Kandungan
vitamin dalam sagu kurang terutama vitamin A, B dan C. dan kandungan protein
dalam sagu rendah hanya sekitar 1%. Oleh karena itu apabila sagu dikonsumsi
10
sebagai makanan pokok, perlu ditambah sejumlah protein diperlukan untuk
memperbaiki nilai gizinya (Ebookpangan, 2006).
Tepung sagu basah dapat dikeringkan untuk meningkatkan daya simpan
dan daya tarik kemasan, serta dapat diolah menjadi berbagai kue basah dan kue
kering. Strategi yang ditempuh dalam upaya pengembangan sagu sebagai
komponen ketahanan pangan lokal dan nasional perlu dilakukan baik dari aspek
teknis maupun manajemen melalui pengembangan agribisnis sagu yang berdaya
saing. suatu produk dapat disebut sebagai kelompok pangan fungsional, bila: (1)
produk pangan berasal dari bahan alami, (2) layak dikonsumsi sebagai bahan dari
diet setiap hari, dan (3) mempunyai fungsi tertentu pada saat dicerna, memberikan
peran khusus dalam proses metabolisme tubuh seperti meningkatkan imunitas
tubuh, mencegah penyakit tertentu, membantu pemulihan tubuh setelah menderita
sakit, menjaga kondisi fisik dan mental serta memperlambat proses penuaan
(Alfons dkk., 2011).
11
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Maret 2018.
Penelitian bertempat di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pengolahan Daging dan
Telur dan Laboratorium Kimia Bahan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan,
Universitas Hasanuddin, Makassar.
Materi Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cabinet Dryer, oven
listrik, desikator, oven, tanur, timbangan analitik, blender, mikser, pengaduk,
wadah plastik, pisau, cetakan kue, sendok, tabung reaksi, rak tabung, labu ukur,
Bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung terigu
komersial, dangke dari Kabupaten Enrekang dan sagu dari Palopo. Bahan lain
yang digunakan adalah gula, telur, baking powder, margarin, garam, H2SO4,
NaOH 30%, H3BO3 2%, aluminium foil dan akuades.
Formulasi biskuit dengan bahan tepung dangke dan sagu sebagai pengganti
tepung terigu disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Bahan dan Komposisi Formulasi Biskuit
No. Jenis Bahan Persentase (%) Keterangan
1. Tepung (terigu, dangke dan sagu)
sesuai perlakuan
50 utama
2. Kuning Telur 20 utama
3. Tepung gula 20 utama
4.
5.
Margarin
Baking powder*
10 utama
0,2 aditif
6. Garam* 0,2 aditif
Keterangan : *berdasarkan total bahan utama
12
Rancangan Penelitian
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor,
yakni berbagai level tepung terigu dengan tepung dangke dan sagu dalam
formulasi biskuit, yang diulang tiga kali. Perlakuan komposisi tepung terigu,
tepung dangke, dan tepung sagu dalam formulasi biskuit yang akan digunakan,
sebagai berikut:
A0 = 100 % tepung terigu : 0 % dangke : 0 % sagu
A1 = 80 % tepung terigu : 20 % dangke : 0 % sagu
A2 = 60 % tepung terigu : 30 % dangke : 10 % sagu
A3 = 40 % tepung terigu : 40 % dangke : 20 % sagu
A4 = 20 % tepung terigu : 50 % dangke : 30 % sagu
A5 = 0 % tepung terigu : 60 % dangke : 40 % sagu
Prosedur Penelitian
a. Pembuatan Tepung Dangke dan Tepung Sagu
Produksi tepung dangke menggunakan Cabinet Dryer dengan lama
pengeringan 6 jam pada suhu 65oC. Diagram alir proses produksi tepung dangke
disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2 Diagram alir produksi tepung dangke
Dangke segar Potongan dadu
Pengeringan I dengan
Cabinet Dryer (3 jam)
Penghancuran dengan
blender kering
Pengeringan II dengan
Cabinet Dryer (3 jam)
Penggilingan dengan
blender kering
Tepung dangke
13
Pembuatan tepung sagu menggunakan Cabinet Dryer dengan lama pengeringan 4
jam pada suhu 65oC. Diagram alir proses pembuatan tepung tepung sagu disajikan
pada Gambar 3.
Gambar 3 Diagram alir produksi tepung sagu
b. Pembuatan biskuit
Komponen dasar pembuatan biskuit sesuai dengan formulasi perlakuan
substitusi tepung terigu dengan tepung dangke dan sagu. Prosedur pembuatan
biskuit disajikan pada Gambar 4.
Sagu segar
Penghancuran
Pengeringan dengan
Cabinet Dryer (4 jam)
Penggilingan dengan
blender
Pengayakan
Tepung sagu
14
Gambar 4 Diagram alir pembuatan biskuit dangke sagu
Pengukuran Parameter
a. Kadar Protein
Pengujian kadar protein kasar berdasarkan metode AOAC (1995). Kadar
nitrogen dari bahan makanan ditentukan dengan cara kjedhal, yang hasilnya
kemudian dikalikan dengan faktor protein 6,25 untuk mendapatkan kadar protein.
Sampel sebanyak 0,5 mg ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100
ml, ditambahkan 1 g campuran selenium dan 10 – 25 ml H2SO4 pekat kemudian
digoyangkan dan didestruksi dalam lemari asam sampai jernih. Setelah dingin,
dituang ke dalam labu ukur 100 ml dan dibilas air suling, selanjutnya dipipet 5 ml
sampel ke dalam tabung destilasi dan ditambahkan 5 ml larutan NaOH 30% dan
air suling 100 ml, setelah itu disiapkan labu penampung yang terdiri dari 10 ml
H3BO3 2% ditambahkan dengan 4 tetes larutan indikator campuran dalam
Tepung terigu, tepung dangke, tepung sagu
(sesuai perlakuan)
Kuning telur, tepung gula, dan margarin dikocok (15 menit)
Baking powder,
garam
Pengadukan bahan hingga terbentuk adonan
Penipisan dan pencetakan adonan dalam loyang
(ketebalan 3 mm)
Pemanggangan dalam oven(100oC,10 menit) dan (120
oC, 20 menit)
Produk biskuit
15
Erlenmeyer 100 ml. Selanjutnya disuling hingga volume penampung 50 ml
kemudian dibilas ujung penyuling dengan air suling kemudian penampung
bersama dengan isinya dititrasi dengan larutan HCL atau H2SO4 0,0142 N. Rumus
penentuan kadar protein adalah sebagai berikut:
Kadar Protein = (
( ) )
Keterangan :
V = Volume titrasi sampel
N = Normalitas larutan HCL atau H2SO4
P = Faktor pengencer 100/5
b. Kadar Abu
Kadar abu diukur dengan metode AOAC (1984). Cawan disiapkan untuk
melakukan pengabuan, kemudian dikeringkan dalam oven selama 15 menit. Lalu
didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel ditimbang sebanyak 3 gram
di dalam cawan, kemudian dibakar dalam ruang asap sampai tidak mengeluarkan
asap lagi. Kemudian dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu 400 –
600ºC selama 4–6 jam sampai terbentuk abu berwarna putih atau memiliki berat
yang tetap. Sampel beserta cawan didinginkan dalam desikator kemudian
ditimbang. Rumus penentuan kadar abu adalah sebagai berikut:
Kadar abu (%) =
Keterangan:
Wa = berat abu (gram)
Ws = berat sampel (gram)
16
c. Tingkat Kesukaaan Warna dan Cita Rasa
Penilaian tingkat kesukaan warna dan rasa menggunakan uji hedonik
(Setyaningsih dkk., 2010) dengan 15 panelis yang diulang tiga kali. Panelis
berasal dari mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Deskripsi
tingkat kesukaan warna dan rasa menggunakan skor 1 sampai 7 sebagai berikut:
Tabel 6 Deskripsi Tingkat Kesukaan Warna dan Citarasa pada Biskuit
Warna Rasa
Sangat Tidak Suka Sangat Tidak Suka
Tidak Suka Tidak Suka
Agak Tidak Suka Agak Tidak Suka
Biasa Biasa
Agak suka Agak suka
Suka Suka
Sangat suka Sangat suka
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis berdasarkan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) satu faktor dengan 3 kali ulangan (Gasperz, 1991) Model matematika
sebagai berikut :
Ýik = µ + αi + Ɛik
i = 1,2,3,4,5,6 (perlakuan)
k = 1,2,3 (ulangan)
Keterangan :
Ýik = Nilai pengamatan pada unit perlakuan ke-k yang diperoleh dari level
substitusi tepung terigu dengan tepung dangke dan sagu ke-i.
µ = Nilai tengah sampel/rata-rata perlakuan.
αi = Pengaruh level substitusi tepung terigu dengan tepung dangke dan sagu
ke-i
17
Ɛijk = Pengaruh galat yg timbul pada unit perlakuan ke-k yang diperoleh dari
level substitusi tepung terigu dengan tepung dangke dan sagu ke-i
Selanjutnya apabila perlakuan menunjukkan pengaruh yang nyata, maka
dilanjutkan dengan uji Duncan (Gasperz,1991).
18
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Protein
Protein dibuat dari satu atau lebih rantai polipeptida yang terdiri dari
banyak asam amino yang dihubungkan oleh rantai peptida. Sumber protein di
dalam makanan dapat dibedakan atas dua sumber yaitu protein hewani dan nabati.
Oleh karena struktur fisik dan kimia protein hewani sama dengan yang dijumpai
pada tubuh manusia, maka protein yang berasal dari hewan mengandung semua
asam amino dalam jumlah yang cukup membentuk dan memperbaiki jaringan
tubuh manusia. Hasil penelitian mengenai pengaruh komposisi tepung terigu,
tepung dangke dan tepung sagu dalam formulasi terhadap kadar protein biskuit
disajikan pada Gambar 5.
Keterangan:
abcde) Superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang sangat nyata; A0:100%:
0%: 0%; A1: 80%: 20%:0%; A2:60%: 30%:10%; A3:40%: 40%: 20%; A4 :
20%:50% : 30%; A5: 0%: 60% :40%.
Gambar 5 Pengaruh Komposisi Tepung Terigu, Tepung Dangke dan Sagu
terhadap Kadar Protein Biskuit.
9,57a+ 0,21
11,88b ± 0,53 12,45c± 0,35
13,31d±0,38 13,79e±0,09 14,53e± 0,07
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
16.00
A0 A1 A2 A3 A4 A5
Kad
ar
pro
tein
(%
)
Komposisi tepung terigu : tepung dangke : tepung sagu
19
Analisis ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa komposisi tepung
terigu, tepung dangke dan tepung sagu dalam pembuatan biskuit berpengaruh
sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein. Hasil uji Duncan (Gambar 5)
menunjukkan bahwa kadar protein biskuit semakin meningkat dengan
meningkatnya level substitusi tepung terigu dengan tepung dangke dan tepung
sagu. Hal ini disebabkan dari ketiga bahan utama yang digunakan (tepung terigu,
tepung dangke dan tepung sagu), dangke memiliki kandungan protein yang tinggi
yaitu sebesar 17,20%, diikuti terigu sebesar 17%, dan kadar protein sagu terendah
yaitu sebesar 0,7%, sehingga semakin meningkat penggunaan tepung dangke
maka kadar protein akan meningkat pula.
Kadar Abu
Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan
untuk membentuk komponen organ di dalam tubuh. Mineral mikro merupakan
mineral yang diperlukan dalam jumlah sangat sedikit dan umumnya terdapat
dalam jaringan dengan konsentrasi sangat kecil. Hasil penelitian mengenai
pengaruh level tepung terigu, tepung dangke dan tepung sagu terhadap kadar abu
biskuit disajikan pada Gambar 6.
20
Keterangan: A0:100%: 0%: 0%; A1: 80%: 20%:0%; A2:60%: 30%:10%; A3:40%: 40%: 20%; A4
: 20%:50% : 30%; A5: 0%: 60% :40%.
Gambar 6 Pengaruh Komposisi Tepung Terigu, Tepung Dangke dan Tepung
Sagu terhadap Kadar Abu Biskuit.
Analisis ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa komposisi tepung
terigu, tepung dangke dan tepung sagu dalam pembuatan biskuit tidak
berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kadar abu. Rata-rata kadar abu biskuit pada
Gambar 6 menjelaskan bahwa kecenderungan kadar abu biskuit semakin
meningkat dengan meningkatnya level substitusi tepung terigu dengan tepung
dangke dan tepung sagu, sedangkan pada perlakuan A5 yang memiliki kadar abu
yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Formulasi A5 mengandung
tepung terigu 0%, tepung dangke 60%, tepung sagu 40%. Hal ini menunjukkan
bahwa bahan yang memberikan kontribusi terbesar terhadap kadar abu produk
biskuit yang dihasilkan pada penelitian ini adalah tepung sagu. Hasil yang
didapatkan dalam penelitian Pato (2013) yang mensubstitusi tepung terigu dengan
pati sagu menghasilkan kadar abu biskuit berkisar antara 0,83%-1,94%. Hal ini
menunjukkan bahwa kadar abu yang diperoleh dalam penelitian ini lebih tinggi.
1,84±1,12
1,15±0,47 1,36±0,50
1,98±0,11
2,24±0,03 2,42±0,01
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
A0 A1 A2 A3 A4 A5
Kad
ar
ab
u (
%)
Komposisi tepung terigu : tepung dangke : tepung sagu
21
Tingginya kadar abu pada suatu bahan pangan yang dihasilkan menunjukkan
tingginya kandungan mineral bahan tersebut (Sudarmadji dkk., 1989).
Nilai Kalori
Biskuit merupakan makanan sumber energi yang digemari masyarakat
pada umumnya. Hasil pengukuran nilai kalori pada setiap perlakuan level tepung
terigu, tepung dangke dan tepung sagu dalam pembuatan biskuit disajikan pada
Gambar 7. Pembahasan untuk nilai kalori dilakukan secara deskriptif karena
pengambilan data hanya dilakukan satu kali.
Keterangan: A0:100%: 0%: 0%; A1: 80%: 20%:0%; A2:60%: 30%:10%; A3:40%: 40%: 20%; A4
: 20%:50% : 30%; A5: 0%: 60% :40%.
Gambar 7 Hasil Pengukuran Nilai Klaori Biskuit pada berbagai Komposisi
Tepung Terigu, Tepung Dangke dan Tepung Sagu
Nilai kalori biskuit pada berbagai level tepung terigu, tepung dangke dan
tepung sagu pada Gambar 7 mengimplikasikan bahwa semakin tinggi level
tepung dangke dan tepung sagu dalam formulasi maka nilai kalori biskuit akan
506,9
542,7 547,1
551,1 551,4 554,6
4800
4900
5000
5100
5200
5300
5400
5500
5600
A0 A1 A2 A3 A4 A5
Kalo
ri (
kk
al/
kg
)
Komposisi tepung terigu : tepung dangke : tepung sagu
22
semakin meningkat. Nilai kalori biskuit yang terendah adalah perlakuan A0 yang
hanya menggunakan tepung terigu 100%, sedangkan perlakuan lainya
menunjukkan adanya peningkatan nilai kalori dengan semakin meningkatnya
level tepung dangke dan tepung sagu.
Kesukaan terhadap Warna
Penentuan mutu suatu bahan pangan pada umumnya bergantung pada
warna, karena warna tampil terlebih dahulu sehingga jika tampilan warna kurang
menarik maka konsumen cenderung kurang menyukainya. Hasil penelitian
mengenai pengaruh level tepung terigu, tepung dangke dan tepung sagu terhadap
tingkat kesukaan warna pada biskuit disajikan pada Gambar. 8
Keterangan:ab)
Superskrip yang berbeda menunjukka n perbedaan yang sangat nyata; Skor
Hedonikdari 1 (sangat tidak suka)-7 (sangat suka) A0:100%: 0%: 0%; A1: 80%:
20%:0%; A2:60%: 30%:10%; A3:40%: 40%: 20%; A4 : 20%:50% : 30%; A5: 0%:
60% :40%.
Gambar 8 Pengaruh Level Tepung Terigu, Tepung Dangke dan Sagu Terhadap
Kesukaan Warna Biskuit.
5,95a±1,03
5,18b±0,45 5,16b±0,47 5,14b±0,62
4,84b±1,04 4,76b±0,75
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
A0 A1 A2 A3 A4 A5
Kes
uk
aan
warn
a
Komposisi tepung terigu : tepung dangke : tepung sagu
23
Analisis ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa level tepung terigu,
tepung dangke dan tepung sagu berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap
tingkat kesukaan warna. Hasil uji Duncan pada Gambar 8 menunjukkan bahwa
biskuit yang dibuat dengan formulasi perlakuan A0 berbeda nyata dibandingkan
dengan perlakuan lainya. Hasil pengamatan visual menunjukkan bahwa biskuit
dari perlakuan A0 memiliki warna kuning yang lebih cerah dibandingkan dengan
perlakuan lainya. Hal ini menandakan bahwa panelis cenderung menyukai warna
biskuit yang kuning cerah. Septian (2015) yang mensubstititusi tepung terigu
dengan tepung pisang dan kecambah kedelai menghasilkan warna yang bervariasi
seiring meningkatnya level substitusi. Hasil penelitian ini juga menyatakan bahwa
warna biskuit yang dihasilkan bervariasi, yaitu kuning cerah hingga kuning
kecokelatan seiring meningkatnya persentase tepung pisang dan tepung kecambah
kedelai. Panelis yang tidak menyukai warna biskuit menyatakan bahwa warna
biskuit terlalu gelap/kecokelatan sehingga kurang menarik.
Kesukaan terhadap Citarasa
Citarasa merupakan faktor penting untuk menentukan disukai atau
tidaknya suatu produk makanan. Rasa juga merupakan salah satu faktor penentu
penerimaan panelis terhadap suatu produk. Hasil penelitian mengenai pengaruh
level tepung terigu, tepung dangke dan tepung sagu terhadap tingkat kesukaan
citarasa pada biskuit disajikan pada Gambar 9.
24
Keterangan:abc)
Superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang sangat nyata; Skor
Hedonik dari 1 (sangat tidak suka) - 7 (sangat suka): A0:100%: 0%: 0%; A1:
80%: 20%:0%; A2:60%: 30%:10%; A3:40%: 40%: 20%; A4 : 20%:50% : 30%;
A5: 0%: 60% :40%.
Gambar 9 Pengaruh Komposisi Tepung Terigu, Tepung Dangke dan Tepung
Sagu terhadap Kesukaan Citarasa Biskuit.
Analisis ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa level tepung terigu,
tepung dangke dan tepung sagu dalam formulasi berpengaruh sangat nyata
(P<0,01) terhadap tingkat kesukaan citarasa. Hasil uji Duncan pada Gambar 9
menjelaskan bahwa kesukaan terhadap citarasa biskuit berbeda nyata dan
meningkat dari perlakuan A0 hingga A3 dan kemudian menurun pada perlakuan
A4 dan perlakuan A5. Tingkat kesukaan terhadap citarasa biskuit terbesar pada
perlakuan A3 dengan formulasi tepung terigu 40%, tepung dangke 40% dan
tepung sagu 20%, sedangkan citarasa biskuit yang terendah adalah perlakuan A5
yang menggunakan formulasi tepung terigu 0%, tepung dangke 60% dan tepung
sagu 40%.
3,21a±0,58
3,79b±0,58 4,02bc±0,70
4,35c±0,56
3,57ab±0,94
3,26a±0,74
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
5
A0 A1 A2 A3 A4 A5
Kes
uk
aan
rasa
Komposisi tepung terigu : tepung dangke : tepung sagu
25
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Peningkatan level tepung dangke dan tepung sagu untuk mensubstitusi tepung
terigu dalam formulasi dapat meningkatkan kadar protein, kalori dan tidak
mengubah kadar abu biskuit.
2. Peningkatan level tepung dangke dan tepung sagu untuk mensubstitusi tepung
terigu dalam formulasi akan menurunkan tingkat kesukaan terhadap warna
biskuit, sedangkan peningkatan level tepung terigu dan tepung sagu dalam
formulasi dapat menurunkan kesukaan terhadap citarasa biskuit
3. Komposisi tepung terigu, tepung dangke dan tepung sagu yang terbaik dalam
formulasi biskuit adalah tepung terigu 40%, tepung dangke 40% dan sagu 20%.
Saran
Sebaiknya dalam memilih bahan yang akan digunakan terutama tepung
sagu terlebih dahulu menyeleksi kadar abu bahan.
26
DAFTAR PUSTAKA
AOAC. 1984. Official Methods of Analysis of The Association Analytical
Chemist, Inc., Washington D. C.
AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of The Association Analytical
Chemist, Inc., Washington D. C.
Astawan, M., dan Kasih, A. L. 2008. Khasiat Warna-Warni Makanan Gramedia.
Jakarta
Almatsier, S. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Alfons, B.J. dan A. A., Rivaie. Sagu mendukung ketahanan pangan dalam
menghadapi dampak perubahan iklim. Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian. Maluku. 10 (2):81-91.
Agustia. C.F., Yovita P.S dan Almira S. 2016. Formulasi dan karaksterisasi mi
bebas gluten tinggi berbahan pati sagu yang disubstitusi tepung kacang-
kacangan. Jurnal gizi pangan. 11 (3):188-189.
Bogasari. 2011. Seputar Tepung Terigu. PT ISM Bogasari Flour Mills, Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 1992. SNI 01-2973-1992. Syarat Mutu dan Cara Uji
Biskuit. Jakarta. Badan Standarisasi Nasional.
Damodaran. S., and A., Paraf. 1997. Food Protein and Their Application. Marcel
Dekker Inc. New York.
Deman, J.M.1997. Kimia Makanan. Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1979. Daftar Komposisi Bahan
Makanan. Bharata Karya aksara, Jakarta.
Eka, W.Q., 2014. Uji kadar protein dan uji organoleptik biskuit dengan ratio
tepung terigu dan tepung daun kelor (Moringa oleifera) yang
ditambahkan sari buah nanas (Ananas comosus). Skripsi. Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Surakarta.
Fitasari, E. 2009. Pengaruh tingkat penambahan tepung terigu terhadap kadar air,
kadar lemak, kadar protein, mikrostruktur, dan mutu organoleptik keju
gouda olahan. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Hasanuddin.
Makassar.
Gaspersz, V. 1991. Metode Rancangan Percobaan. Arminco. Bandung.
27
Gracia, C. (2009). Kajian formulasi biskuit jagung dalam rangka subtitusi tepung
terigu. Jurnal teknologi dan industri pangan. 20 (1): 32-40.
Hatta,W., B. S. Mirnawati. I. Sudirman dan R. Malaka. 2014. Survei karakteristik
pengolahan dan kualitas produk dangke susu sapi di Kabupaten
Enrekang, Sulawesi Selatan. Jurnal JITP. 3 (3):2-6.
Hiswaty. 2002. Pengaruh penambahan tepung ikan nila merah (Oreochromus
sp) terhadap karakteristik biskuit. Skripsi. Teknologi Hasil Pertanian.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian. Bogor. Bogor.
Manley, D. J. R. 1998. Biscuits, cookie, and Cracker Manufacturing Manuals.
Woodhead Publishing Ltd. England.
Kent, N.L. 1983. Technology of Cereal (3rd ed). Sydney: Pergamon Press.
Pato, U. Akhyar A. Evi S., Dewi. L dan Mukmin. 2013. Evaluasi mutu dan daya
simpan roti manis yang dibuat melalui substitusi tepung terigu dengan
pati sagu. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas
Pertanian Universitas Riau. Pekanbaru.
Rahman, S. 2014. Studi pengembangan dangke sebagai pangan lokal unggulan
dari susu di Kabupaten Enrekang. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan.
3(2):41-45.
Sari, O.F. 2013. Formula biskuit kaya protein berbasis spirulina dan kerusakan
mikrobiologis selama penyimpanan. Skripsi. Program Studi Teknologi
Hasil Perairan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan IPB. Bogor.
Saripudin, U. 2006. Rekayasa proses tepung sagu (Metroxylon sp). dan beberapa
karakternya. Skripsi. Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas
Teknologi Pertanian Institut. Pertanian Bogor.
Sediaoetama, A. D. 1987. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi. Cetakan ke-4.
Dian Rakyat, Jakarta.
Septian, H.P. 2015. Kandungan Gizi, Kesukaan dan Warna Biskuit Substitusi
Tepung Pisang dan Kecambah Kedelai. Skripsi. Ilmu Gizi. Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang.
Sunaryo, E. 1985. Pengolahan produk serealia dan biji-bijian. Hasil Penelitian.
Jurusan Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Setyaningsih, Dwi, A. Apriyantono dan A. P. Sari. 2010. Analisis Sensori Untuk
Industri Pangan dan Argo. IPB press.Bogor.
Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi. 1989. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Yogyakarta.
28
Yunisa, A. D.Z dan Hervelly. 2013. Kajian konsentrasi koji Bacillus subtilis dan
waktu fermentasi terhadap karasteristik tepung ubi jalar yang
dimodifikasi dan aplikasinya dalam pembuatan biskuit. Skripsi. Jurusan
Teknologi Pangan. Fakultas Teknik Universitas Pasundan. Bandung.
Kusmawati, E. 2012. Uji kadar protein ubi jalar (Ipomoea batatas) dengan
penambahan sari buah nanas (Ananas comosus).Skripsi. Prodi Biologi.
Surakarta: FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Kartasapoetra dan Marsetyo. 2008. Ilmu Gizi : Korelasi Gizi Kesehatan dan
Prodiktivitas Kerja. Rineka Cipta. Jakarta.
Winarno FG. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
35
LAMPIRAN
Lampiran 1. Analisis Ragam Pengaruh Level Tepung Terigu, Tepung Dangke dan
Tepung Sagu terhadap Kadar Protein.
Univariate Analysis of Variance
Descriptive Statistics
Dependent Variable: KADAR_PROTEIN
PERLAKUAN Mean Std. Deviation N
A0 9.5733 .21455 3
A1 11.8767 .53725 3
A2 12.4500 .35763 3
A3 13.3100 .38039 3
A4 13.7867 .09074 3
A5 14.5333 .07095 3
Total 12.5883 1.66818 18
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: KADAR_PROTEIN
Source
Type III Sum
of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 46.067a 5 9.213 89.085 .000
Intercept 2852.390 1 2852.390 2.758E4 .000
PERLAKUAN 46.067 5 9.213 89.085 .000
Error 1.241 12 .103
Total 2899.698 18
Corrected Total 47.308 17
a. R Squared = .974 (Adjusted R Squared = .963)
35
Homogeneous Subsets
KADAR_PROTEIN
PERLA
KUAN N
Subset
1 2 3 4 5
Duncana A0 3 9.5733
A1 3 11.8767
A2 3 12.4500
A3 3 13.3100
A4 3 13.7867
A5 3 14.5333
Sig. 1.000 1.000 1.000 .095 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .103.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
35
Lampiran 2. Analisis Ragam Pengaruh Level Tepung Terigu, Tepung Dangke dan
Tepung Sagu terhadap Kadar Abu.
Univariate Analysis of Variance
Descriptive Statistics
Dependent Variable: KADAR_ABU
PERLAKUAN Mean Std. Deviation N
A0 1.8467 1.12077 3
A1 1.1533 .47014 3
A2 1.3600 .50587 3
A3 1.9833 .11590 3
A4 2.2367 .03512 3
A5 2.4200 .01732 3
Total 1.8333 .64826 18
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent
Variable:KADAR_ABU
Source
Type III Sum
of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 3.648a 5 .730 2.504 .089
Intercept 60.500 1 60.500 207.662 .000
PERLAKUAN 3.648 5 .730 2.504 .089
Error 3.496 12 .291
Total 67.644 18
Corrected Total 7.144 17
a. R Squared = .511 (Adjusted R Squared = .307)
35
Homogeneous Subsets
KADAR_ABU
PERLAK
UAN N
Subset
1 2 3
Duncana A1 3 1.1533
A2 3 1.3600 1.3600
A0 3 1.8467 1.8467 1.8467
A3 3 1.9833 1.9833 1.9833
A4 3 2.2367 2.2367
A5 3 2.4200
Sig. .106 .089 .251
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .291.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
39
Lampiran 3. Analisis Ragam Pengaruh Level Tepung Terigu, Tepung Dangke dan
Tepung Sagu terhadap Kesukaan Warna.
Univariate Analysis of Variance
Descriptive Statistics
Dependent Variable:kesukaan_warna
perlakuan Mean Std. Deviation N
A0 5.9500 1.03339 20
A1 5.1600 .48601 20
A2 5.1750 .47114 20
A3 5.1400 .62019 20
A4 4.8350 1.04190 20
A5 4.7600 .75422 20
Total 5.1700 .84779 120
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:kesukaan_warna
Source
Type III Sum
of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 17.795a 5 3.559 5.990 .000
Intercept 3207.468 1 3207.468 5.398E3 .000
perlakuan 17.795 5 3.559 5.990 .000
Error 67.737 114 .594
Total 3293.000 120
Corrected Total 85.532 119
a. R Squared = .208 (Adjusted R Squared = .173)
39
Homogeneous Subsets
kesukaan_warna
perlakuan N
Subset
1 2
Duncana A5 20 4.7600
A4 20 4.8350
A3 20 5.1400
A1 20 5.1600
A2 20 5.1750
A0 20 5.9500
Sig. .134 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .594.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 20.000.
39
Lampiran 4. Analisis Ragam Pengaruh Level Tepung Terigu, Tepung Dangke dan
Tepung Sagu terhadap Kesukaan Rasa.
Univariate Analysis of Variance
Descriptive Statistics
Dependent Variable:kesukaan_rasa
perlakuan Mean Std. Deviation N
A0 3.2150 .58784 20
A1 3.7900 .58029 20
A2 4.0200 .70382 20
A3 4.3500 .56893 20
A4 3.5750 .94584 20
A5 3.2650 .74217 20
Total 3.7025 .79626 120
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:kesukaan_rasa
Source
Type III Sum
of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 19.461a 5 3.892 7.925 .000
Intercept 1645.021 1 1645.021 3.349E3 .000
perlakuan 19.461 5 3.892 7.925 .000
Error 55.988 114 .491
Total 1720.470 120
Corrected Total 75.449 119
a. R Squared = .258 (Adjusted R Squared = .225)
39
Homogeneous Subsets
kesukaan_rasa
perlakua
n N
Subset
1 2 3
Duncana A0 20 3.2150
A5 20 3.2650
A4 20 3.5750 3.5750
A1 20 3.7900
A2 20 4.0200 4.0200
A3 20 4.3500
Sig. .128 .059 .139
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .491.
42
DOKUMENTASI
Memotong dadu dangke Dangke setelah dikeringkan
Penggilingan dangke dengan Grinding Penggilingan sagu dengan Grinding
42
Tepung terigu Margarin
Telur Baking Powder
42
Pengujian Protein Pengujian Kadar Abu
Pengujian Kalori Pengujian Kalori
Pengujian Tingkat Kesukaan
42
Gambar Produk Biskuit
44
RIWAYAT HIDUP
Riska (I111 14 024), Lahir di Galung Lampe, pada tanggal 4
september 1996, Anak dari pasangan Solong dan Mirah. Anak
kedua dari tiga bersaudara (Berturut-turut Hasanuddin, Riska
dan Surianto). Mengenyam pendidikan tingkat dasar pada
Sekolah Dasar MI NO.55 Galung Lampe (2008), setelah di
bangku Sekolah Dasar kemudian melanjutkan pendidikan lanjutan pertama pada
SMPN 2 Salomekko (2011), kemudian melanjutkan pendidikan menengah pada
SMAN 1 Patimpeng (2014), sekarang kuliah pada salah satu Perguruan Tinggi di
Makassar, Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan Universitas
Hasanuddin dengan program Strata Satu (S1). Pada masa kuliah penulis
memasuki organisasi di Kampus yaitu Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak
(HIMAPROTEK).