-
PENGARUH KEPEMIMPINAN TERHADAP KINERJA PEGAWAI DI KANTOR CAMAT
568744321897856
KABUPATEN 223145655225
SKRIPSI
Disusun Sebagai Salah Satu Persyaratan untuk Menyelesaikan
Program Strata Satu (S-1) Program Studi Administrasi
Pemerintahan
oleh
DEWI WARA ARIMBI PRINGGANDANI NPM. 10010290
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PEMERINTAHAN SEKOLAH TINGGI ILMU
SOSIAL DAN ILMU POLITIK (STISIP)
BENTANG BARANANG GRINGSING WESI 2014
-
2
ABSTRAK DEWI WARA ARIMBI PRINGGANDANI (10010290) Pengaruh
Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai Kantor Camat 568744321897856
Kabupaten 223145655225 Sekolah Tinggi Imu Sosial dan Ilmu
Pedmerintahan (STISIP) Bentang Baranang Gringsing Wesi
Pembimbing:
Penelitian ini dilaksanakan pada Kantor Kecamatan
568744321897856 Kabupaten 223145655225. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mendeskripsikan (1) kinerja pegawai di Kantor Camat
568744321897856 Kabupaten 223145655225, (2) pengaruh kepemimpinan
di Kantor Camat 568744321897856 Kabupaten 223145655225, dan (3)
Besarnya pengaruh kepemimpinan camat terhadap kinerja pegawai di
Kantor Camat 568744321897856 Kabupaten 223145655225.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey, dengan
pegawai di Kantor Camat 568744321897856 Kabupaten 223145655225 yang
seluruhnya berjumlah 32 orang. Teknik pengumpulan data untuk kedua
variabel Kepemimpinan Camat dan kinerja pegawai menggunakan
instrumen angket dengan skala ordinal serta menggunakan skala
Likert.
Hasil penelitian menunjukkan: (1) Kinerja pegawai pada Kantor
Camat 568744321897856 Kabupaten 223145655225 berada pada tingkat
yang sedang atau kualitasnya cukup baik dengan persentasi sebesar
78,36%. (2) Kinerja Pegawai pada Kantor Camat 568744321897856
Kabupaten 223145655225 tergambar dalam keadaan cukup baik yang
ditunjukkan dengan tanggapan responden sebesar 70,93%. (3)
Kepemimpinan Camat berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai
pada Kantor Camat 568744321897856 Kabupaten 223145655225. Pengaruh
tersebut ditunjukkan dengan nilai thitung (2,613) yang lebih besar
daripada nilai ttabel (1,613) pada tingkat kekeliruan 5% dan db =
32-2=30. (4) Kepemimpinan Camat berpengaruh sebesar 63,20 %
terhadap Kinerja Pegawai pada Kantor Camat 568744321897856.
Sedangkan sisanya sebesar 36,80 % merupakan pengaruh faktor lain
yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
-
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Pada sebuah organisasi pemerintahan, kesuksesan atau
kegagalan
dalam pelaksanaan tugas dan penyelenggaraan pemerintahan,
dipengaruhi
oleh kepemimpinan, melalui kepemimpinan dan didukung oleh
kapasitas
organisasi pemerintahan yang memadai, maka penyelenggaraan
tata
pemerintahan yang baik (Good Governance) akan terwujud,
sebaliknya
kelemahan kepemimpinan merupakan salah satu sebab keruntuhan
kinerja
birokrasi di Indonesia.1
Kepemimpinan (leadership) dapat dikatakan sebagai cara dari
seorang
pemimpin (leader) dalam mengarahkan, mendorong dan mengatur
seluruh
unsur-unsur di dalam kelompok atau organisasinya untuk mencapai
suatu
tujuan organisasi yang diinginkan sehingga menghasilkan kinerja
pegawai
yang maksimal. Dengan meningkatnya kinerja pegawai berarti
tercapainya
hasil kerja seseorang atau pegawai dalam mewujudkan tujuan
organisasi.
Kepemimpinan yang ada di Kantor Camat 568744321897856
Kabupaten 223145655225 dipimpin oleh seorang Camat yang
membawahi 30
orang pegawai membutuhkan kepemimpinan yang baik sehingga
Kantor
Camat 568744321897856 Kabupaten 223145655225 dapat
menciptakan
pelayanan yang maksimal kepada masyarakat yang ada di wilayah
tersebut.
Salah satu permasalahan yang terjadi di Kantor Camat
568744321897856 Kabupaten 223145655225 yang juga merupakan
permasalahan hampir di semua lembaga atau instansi pemerintahan
adalah 1 Istianto, Bambang. Manajemen Pemerintahan Dalam
Persepektif Pelayanan Publik. (Jakarta:
Mitra Wacana Media. 2009) p. 2
-
4
munculnya keluhan dan ketidak-puasan masyarakat terhadap
pelayanan
kepada masyarakat yang tidak maksi-mal seperti yang dikemukakan
oleh
mantan Menteri Perindustrian Fahmi Idris2 bahwa kinerja Pegawai
Negeri
Sipil (PNS) masih memprihatinkan, masih buruknya kinerja PNS
diketahui
dari masih tingginya persentase keterlambatan masuk kerja dan
pelaksanaan
tugas yang tidak sesuai standar.
Masih buruknya kinerja birokrasi ini juga tercermin dari
ungkapan
seorang pejabat di DPRD 223145655225 yang mendesak Bupati
mengganti
Camat yang tidak berkompeten, Camat yang merupakan perpanjangan
tangan
dari kebijakan dan pelayanan Bupati di tingkat Kecamatan harus
siap
melayani masyarakat serta memahami betul kondisi daerah yang
dipimpinnya.
Kalau Camat tidak berhasil memimpin masyarakatnya, tentu akan
berdampak
kepada citra Bupati juga tandasnya. Kalau masyarakat resah dan
terganggu
untuk berurusan dengan pemerintah khususnya terkait
administrasi, tentu
pembangunan juga akan terhambat bahkan bisa menggagagalkan
program dan
kebijakan pembangunan di 223145655225.
Berdasarkan hal di atas, penulis tertarik melakukan penelitian
dengan
judul Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai Di
Kantor
Camat 568744321897856 Kabupaten 223145655225.
B. Identifikasi dan Rumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah
Berdasar kepada latar belakang penelitian di atas, beberapa
permasalahan
dapat teridentifikasi sebagai berikut.
a. Apakah kepemimpinan dapat mempengaruhi kesuksesan dan
kegagalan pencapaian tujuan organisasi?
b. Apakah kepemimpinan dapat meningkatkan kinerja pegawai di
lingkungan Kantor Camat 568744321897856?
2 Artikel Kinerja (Online) pada
http://www.kompas.com/read/xml/2008/12/24/1346573/kinerja
-
5
c. Apa saja langkah yang seharusnya diambil oleh seorang
pemimpin
dalam meningkatkan kinerja pegawainya?
d. Bagaimana sebenarnya kualitas kinerja pegawai negeri sipil
dan aparat
pemerintahan di lingkungan kecamatan 568744321897856?
e. Seberapa besar kepemimpinan dapat mempengaruhi kinerja
pegawai di
lingkungan kecamatan 568744321897856?
2. Rumusan Masalah
Permasalahan yang teridentifikasi di atas ternyata cukup
banyak.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini diperlukan pembatasan
permasalahan
yang dirumuskan melalui rumusan masalah. Di samping itu,
untuk
memudahkan peneliti nantinya, dan agar peneliti memiliki arah
yang jelas
maka terlebih dahulu dilakukan perumusan masalah.
Adapun yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut.
1) Bagaimanakah kinerja pegawai di Kantor Camat
568744321897856
Kabupaten 223145655225?
2) Apakah kepemimpinan berpengaruh terhadap kinerja pegawai
di
Kantor Camat 568744321897856 Kabupaten 223145655225?
3) Seberapa besar pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja pegawai
di
Kantor Camat 568744321897856 Kabupaten 223145655225?
C. Maksud dan Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah
mendeskripsikan
hal-hal sebagai berikut.
1. Kinerja pegawai di Kantor Camat 568744321897856 Kabupaten
223145655225.
2. Pengaruh kepemimpinan di Kantor Camat 568744321897856
Kabupaten
223145655225.
-
6
3. Besarnya pengaruh kepemimpinan camat terhadap kinerja pegawai
di
Kantor Camat 568744321897856 Kabupaten 223145655225.
D. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Praktis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua
pihak
dan diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran sebagai
alternatif pemecahan masalah-masalah dalam pengembangan
manajemen pemerintahan.
b. Penelitian ini diharapkan akan menghasilkan informasi
yang
bermanfaat sebagai masukan dan pertimbangan bagi lembaga
pemerintahan terkait untuk mengetahui arti pentingnya kinerja
pegawai
sehingga dapat mendorong perbaikan kualitas layanan
masyarakat
secara keseluruhan.
c. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan
sumbangan pemikiran dalam memberikan alternatif terhadap
peningkatan sumber
daya manusia di lingkungan kerja Kantor Camat
568744321897856
dan untuk menentukan pilihan kebijakan yang berkaitan dengan
upaya
peningkatan kinerja pegawai.
2. Kegunaan Teoretis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan
masukan yang
bersifat akademis bagi pengembangan teori, konsep-konsep ilmiah
dan
referensi dalam pengembangan ilmu manajemen khususnya
manaje-
men pemerintahan.
-
7
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pedoman bagi
peneliti-
an-penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan kinerja
pegawai
dalam upaya meningkatkan disiplin kerja.
E. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis 1. Kerangka Pemikiran
a. Kepemimpinan
Menurut Hasibuan3, kepemimpinan adalah cara seorang pe-
mimpin mempengaruhi perilaku bawahan agar mau bekerja sama
dan
bekerja secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan
organisasi.
Selanjutnya menurut Istianto4 ada beberapa definisi
kepemimpinan
yang dapat mewakili tentang kepemimpinan, yaitu sebagai
berikut.
1) Kepemimpinan adalah suatu kegiatan dalam memimpin
sedangkan
pemimpin adalah orangnya yang memiliki kemampuan untuk
mempengaruhi orang lain sehingga orang lain tersebut mengikuti
apa
yang diinginkannya. Oleh karena itu pemimpin harus mampu
mengatur dan mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan
bersama.
2) Kepemimpinan adalah dimana seorang pemimpin harus mampu
mengatur dan mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan
bersama.
3) Kepemimpinan merupakan subjek yang penting di dalam
manajemen
dan ilmu administrasi karena kepemimpinan terkait dengan
hubungan
antara atasan dan bawahan di dalam organisasi.
4) Kepemimpinan merupakan proses berorientasi kepada manusia
dan
dapat diukur dari pengaruhnya terhadap perilaku organisasi.
3 Hasibuan, Malayu, S.P. Manajemen Dasar, Pengertian dan Masalah
(Jakarta: Gunung
Agung.2003 p. 170 4 Istianto, Bambang. Manajemen Pemerintahan
Dalam Persepektif Pelayanan Publik. (Jakarta:
Mitra Wacana Media. 2009) p. 87
-
8
5) Kepemimpinan pemerintahan adalah sikap, perilaku dan
kegiatan
pemimpin pemrintahan di pusat dan daerah dalam upaya
mencapai
tujuan penyelenggaraan pemerintahan negara.
Dari berbagai pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa
pengertian kepemimpinan merupakan suatu cara seorang pemimpin
dalam
usahanya untuk mempengaruhi bawahannya agar mau bekerja sama
untuk
mencapai tujuan organisasi.
Kepemimpinan transformasional (transformational leadership)
merupakan salah-satu diantara sekian model kepemimpinan, oleh
Burns
diartikan sebagai sebuah proses saling meningkatkan diantara
para
pemimpin dan pengikut ke tingkat moralitas dan motivasi yang
lebih
tinggi.5 Bass mengistilahkan kepemimpinan transformasional
sebagai
Fours Is, yang meliputi pengaruh individual (individualized
influence),
motivasi inspiratif (inspirational motivation), stimulasi
intelektual
(intellectual stimulation), dan pertimbangan individual
(individualized
consideration) (individualized consideration).6
Keefektifan peran seorang pemimpin sangatlah diperlukan
dalam
lingkungan kerja. Bass (1985) mendefinisikan bahwa
kepemimpinan
sebagai pemimpin yang mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi
bawahan dengan cara-cara tertentu.7 Bawahan merasa percaya,
kagum,
loyal dan hormat terhadap atasannya sehingga bawahan termotivasi
untuk
berbuat lebih banyak dari pada apa yang biasa dilakukan dan
diharapkannya. Kepemimpinan pada prinsipnya memotivasi
bawahan
untuk berbuat lebih baik dari apa yang biasa dilakukan, dengan
kata lain
dapat meningkatkan kepercayaan atau keyakinan diri bawahan yang
akan
berpengaruh terhadap peningkatan kerja.
5 Yukl, Gary. Leadership in Organization. (Saddle River, New
Jersey: Prentice Hall Inc. 2010) p.
296) 6 Ibid 7 Toha, Miftah. Kepemimpinan dalam Manajemen,
(Jakarta: Raja Grafindo. 2003) p. 78
-
9
Faktor kepemimpinan, dari atasan dapat memberikan pengayoman
dan bimbingan kepada karyawan dalam menghadapi tugas dan
lingkungan
kerja yang baru. Pemimpin yang baik akan mampu menularkan
optimisme
dan pengetahuan yang dimilikinya agar karyawan yang menjadi
bawahannya dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik. Menurut
Robbins, kepemimpinan merupakan kemampuan untuk mempengaruhi
suatu kelompok ke arah tercapainya suatu tujuan.8 Fungsi
kepemimpinan
adalah memandu, menuntun, membimbing, membangun, atau
memberi
motivasi kerja, dan membuat jaringan komunikasi dan membawa
pengikutnya kepada sasaran yang ingin dituju dengan ketentuan
waktu dan
perencanaan. Sehingga setiap pimpinan akan memperlihatkan
gaya
kepemimpinannya lewat ucapan, sikap tingkah lakunya yang dirasa
oleh
dirinya sendiri maupun orang lain.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa indikator
kepemimpinan terdiri atas:
1) Pengarahan. Camat memberikan pengarahan yang jelas dan
dapat
dimengerti oleh pegawai dalam melakukan pekerjaan.
2) Komunikasi. Komunikasi sebagai cara yang dilakukan Camat
dalam
proses pekerjaan sehingga pegawai mau bekerjasama.
3) Pengambilan keputusan. Camat memberikan wewenang dan
tanggungjawab dalam pengambilan keputusan kepada pegawainya
dalam menyelesaikan pekerjaan.
4) Motivasi. Camat memberikan bimbingan, dorongan dan
pengawasan
kepada bawahan dalam pelaksanaan pekerjaan.
b. Kinerja Pegawai
8 Robbins, Stephen. P. dan Mary Coulter. Manajemen. Gramedia.
Jakarta. 2005) p. 56
-
10
Pengertian kinerja menurut Tika menyatakan bahwa kinerja
adalah
hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai seseorang
dalam
melaksanakan tugas dan pekerjaan yang diberikan kepadanya.9
Sedangkan pengertian kinerja menurut Anwar Prabu merupakan
perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi
kerja yang
dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam
perusahaan.10
Selanjutnya Rivai mengatakan bahwa kinerja merupakan
perilaku
nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang
dihasilkan
oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan.11
Pengertian kinerja juga dikemukakan oleh beberapa ahli
manajemen antara lain sebagai berikut
1) Prawiro Suntoro mengemukakan bahwa kinerja adalah hasil kerja
yang
dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu
organisasi
dalam rangka mencapai tujuan organisasi dalam periode
tertentu.
2) Handoko mendefinisikan kinerja sebagai proses dimana
organisasi
mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan.12
Berdasarkan beberapa definisi tersebut, penulis mengambil
kesimpulan tentang definisi dari kinerja seseorang pegawai
adalah sebagai
hasil pekerjaan atau kegiatan seorang pegawai secara kualitas
dan
kuantitas dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan dalam
melaksanakan tugas dan pekerjaan yang diberikan kepadanya.
Pengukuran Kinerja Pegawai Menurut Agus Dharma hampir
semua cara pengukuran kinerja mempertimbangkan hal-hal
sebagai
berikut: 9 Tika, P. Budaya Organisasi Dan Peningkatan Kinerja
Perusahaan. Jakarta: Bumi Aksara.
Jakarta. 2006) p. 235 10 Anwar Prabu Mangkunegara. 2008. Kinerja
(Online). Terdapat pada
(http://intanghina.wordpress.com/2008/06/10/kinerja/). Diunduh
tanggal 4 Februari 2014. 11 Veithzal Rivai dan Deddy Mulyadi. 2009.
Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. (Jakarta :
PT Rajagrafindo Persada.. 2009) p. 309 12 Tjutju Yuniarsih dan
Suwatno. Manajemen Sumber Daya Manusia. (Bandung : Alfabeta.
2008)
p. 121
-
11
1) kuantitas, yaitu jumlah yang harus diselesaikan atau
dicapai.
2) kualitas, yaitu mutu yang harus dihasilkan (baik tidaknya).
Pengukuran
kualitatif keluaran mencerminkan pengukuran atau tingkat
kepuasan
yaitu seberapa baik penyelesaiannya
3) ketepatan waktu, yaitu sesuai tidaknya dengan waktu yang
direncanakan.13
Sedangkan menurut Mathis yang menjadi indikator dalam
mengukur kinerja atau prestasi karyawan adalah sebagai
berikut:
1) kuantitas kerja, yaitu volume kerja yang dihasilkan dalam
kondisi
normal.
2) kualitas kerja, yaitu dapat berupa kerapian ketelitian dan
keterkaitan
hasil dengan tidak mengabaikan volume pekerjaan.
3) pemanfaatan waktu, yaitu penggunaan masa kerja yang
disesuaikan
dengan kebijaksanaan perusahaan atau lembaga pemerintahan.
4) kerjasama, yaitu kemampuan menangani hubungan dengan orang
lain
dalam pekerjaan.14
Berdasar kepada pemikiran di atas, indikator kinerja pegawai
terdiri atas:
1) Kuantitas kerja yang dilihat dari penyelesaian semua tugas
dengan baik
dan tanpa banyak kesalahan.
2) Kualitas kerja berupa kerapian, ketelitian dan mematuhi
semua
peraturan dalam melaksanakan tugas sesuai dengan
pekerjaannya.
3) Pemanfaatan waktu dalam menyelesaikan pekerjaan tepat waktu
sesuai
dengan peraturan yang berlaku.
13 Agus Dharma (2003:355) 14 Mathis, Robert L & John H.
Jackson ( Terjemahan Jimmy Sadeli dan Bayu Prawira),
Manajemen Sumber Daya Manusia, jilid 2, Jakarta: Salemba Empat.
2002) p. 78
-
12
4) Kerjasama yakni kemampuan pegawai dalam membina hubungan
dengan pegawai lain dan pimpinan
2. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara dari penelitian yang
akan
dilakukan, yang mana kebenarannya perlu untuk diuji serta
dibuktikan
melalui penelitian. Dikatakan sementara, karena jawaban yang
diberikan
baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada
fakta-
fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Dengan
kata lain,
hipotesis dapat juga dinyatakan sebagai jawaban teoritis
terhadap rumusan
masalah penelitian, belum jawaban yang empirik.15
Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka teori yang telah
dipaparkan di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:
Terdapat
pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja pegawai Kecamatan
568744321897856 Kabupaten 223145655225.
Paradigma penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran Penelitian
F. Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data 1. Metode
Penelitian
Penelitian tentang Pengaruh Kepemimpinan terhadap Kinerja
Pegawai Kecamatan 568744321897856 Kabupaten 223145655225 ini
15 Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Administrasi. (Bandung:
Alfabeta. 2004) p. 70
Kepemimpinan Camat (X)
Kinerja Pegawai (Y)
(1) Pengarahan (2) Komunikasi (3) Pengambilan
Keputusan (4) Motivasi
(1) Kuantitas kerja (2) Kualitas Kerja (3) Pemanfaatan
Waktu (4) Kerja sama
-
13
menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif
merupakan salah
satu pendekatan yang ada dalam penelitian. Pendekatan ini
menekankan pada
prosedur yang ketat dalam menentukan variabel-variabel
penelitiannya.
Keketatan pendekatan ini sudah terlihat dari asumsi dasar
penelitian
kuantitatif.
Pendekatan kuantitatif mementingkan adanya variabel-variabel
sebagai
objek penelitian dan variabel-variabel tersebut harus
didefenisikan dalam
bentuk operasionalisasi variabel masing-masing. Reliabilitas dan
validitas
merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi dalam
menggunakan
pendekatan ini karena kedua elemen tersebut akan menentukan
kualitas hasil
penelitian dan kemampuan replikasi serta generalisasi penggunaan
model
penelitian sejenis. Selanjutnya, penelitian kuantitatif
memerlukan adanya
hipotesis dan pengujiannya yang kemudian akan menentukan
tahapan-tahapan
berikutnya, seperti penentuan teknik analisa dan formula
statistik yang akan
digunakan. Juga, pendekatan ini lebih memberikan makna dalam
hubungan-
nya dengan penafsiran angka statistik bukan makna secara
kebahasaan dan
kulturalnya.
Metode penelitian memandu peneliti tentang urut-urutan
bagaimana
penelitian akan dilakukan, dengan alat apa dan prosedur yang
bagaimana.
Dalam penelitian tentang Pengaruh Kepemimpinan terhadap Kinerja
Pegawai
Kecamatan 568744321897856 Kabupaten 223145655225 ini
digunakan
metode deskriptif verifikasi dengan menggunakan teknik survei.
Singarimbun
mengemukakan bahwa penelitian survei adalah penelitian yang
mengambil
sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai
alat
pengumpul data yang pokok.16 Sementara itu, Sugiyono
mengemukakan
bahwa menurut tingkat eksplanasinya, penelitian ini termasuk ke
dalam
penelitian asosiatif.17 Penelitian asosiatif adalah penelitian
yang mencari
pengaruh antara satu variabel dengan variabel lainnya. Variabel
yang
16 Masri Singarimbun & Sofian Effendi. Metode Penelitian
Survai. (Jakarta: LP3ES. 2003) p. 3 17 Sugiyono. Op.Cit. p. 11
-
14
dimaksud dalam penelitian ini adalah (1) Kepemimpinan dan (2)
Kinerja
Pegawai pada Kantor Camat 568744321897856.
2. Teknik Pengumpulan Data
Menurut Nasir, teknik pengumpulan data merupakan instrumen
ukur
yang diperlukan dalam melaksanakan suatu penelitian. Data yang
akan
dikumpulkan dapat berupa angka-angka, keterangan tertulis,
informasi lisan,
serta beragam fakta yang berpengaruh terhadap fokus penelitian
yang sedang
diteliti. Sesuai dengan pengertian teknik penelitian di atas,
teknik
pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini terutama ada
dua
macam, yakni studi dokumentasi dan teknik angket.18
a. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi dalam pengumpulan data penelitian ini
dimaksudkan sebagai cara pengumpulkan data dengan mempelajari
dan
mencatat bagian-bagian yang dianggap penting dari berbagai
risalah resmi
yang terdapat baik di lokasi penelitian maupun di instansi lain
yang ada
pengaruhnya dengan lokasi penelitian. Studi dokumentasi
ditujukan untuk
memperoleh data langsung dari instansi/lembaga meliputi
buku-buku,
laporan kegiatan dan keuangan, serta dokumen lain yang relevan
dengan
fokus penelitian.
b. Teknik Angket
Angket yang disusun dan dipersiapkan disebar kepada
responden
sebagaimana ditetapkan sebagai sampel penelitian. Pemilihan
dengan
model angket ini didasarkan atas alasan bahwa (a) responden
memiliki
waktu untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan atau
pernyataan-pernyataan
yang diajukan, (b) setiap responden menghadapi susunan dan
cara
pengisian yang sama atas pertanyaan yang diajukan, (c)
responden
mempunyai kebebasan dalam memilih jawaban, dan (d) dapat
digunakan
18 Nazir, Moh. Metode Penelitian. (Jakarta: Ghalia Indonesia.
2005) p. 328
-
15
untuk mengumpulkan data atau keterangan dari banyak responden
dalam
waktu yang cepat dan tepat.
Untuk mengungkap data ini digunakan angket yang berbentuk
skala
Likert. Adapun alasan menggunakan skala Likert ini untuk
mengukur sikap,
pendapat dan profesi seseorang atau sekelompok orang tentang
suatu
fenomena sosial. Permasalahan strategi pemasaran dan keputusan
pembelian
produk dapat dikategorikan sebagai fenomena sosial. Oleh karena
itu,
penggunaan skala Likert pada penelitian ini dapat diterima.
Skala Likert yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai
berikut.
Tabel 1.1 Penskoran Skala Likert
Pernyataan Bobot Penilaian Pernyataan Bobot
Penilaian
Sangat setuju Skor : 5 Sangat baik Skor : 5
Setuju Skor : 4 Baik Skor : 4
Netral Skor : 3 Netral Skor : 3
Tidak setuju Skor : 2 Tidak baik Skor : 2
Sangat tidak setuju Skor : 1 Sangat tidak baik Skor : 1
G. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kantor Camat 568744321897856,
yang
berlokasi di Jl. Jangari, Kademangan, Kabupaten 223145655225.
Penelitian
ini dilaksanakan selama 6 bulan, yakni dari bulan Februari 2014
sampai
dengan bulan Juli 2014. Rincian pelaksanaan penelitian dapat
dijelaskan
melalui tabel berikut.
Tabel 1.2 Jadwal Pelaksanaan Penelitian
No Kegiatan Februari 2014 Maret 2014
April 2014
Mei 2014
Juni 2014
Juli 2014
1 Kegiatan Prapenelitian X X X
-
16
2 Pengumpulan Data X X X
3 Analisis Data X X X X X
4 Penyusunan Laporan X X X X
5 Bimbingan dan Perbaikan X X X X
6 Sidang Skripsi X
H. Sistematika Penulisan Skripsi
Secara sistematis, karya tulis ini dikembangkan dalam lima
bagian
sebagai berikut.
1. Bagian pertama merupakan pendahuluan yang membahas latar
belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
kerangka
pemikiran dan hipotesis, waktu dan lokasi penelitian, serta
sistematika
pengembangan skripsi.
2. Bagian kedua merupakan tinjauan teoretis yang berisi tentang
pembahasan
kepemimpinan dan kinerja pegawai.
3. Bagian ketiga merupakan pembatasan mengenai metode penelitian
yang
membahas tentang latar penelitian, metode dan teknik penelitian,
metode
dan teknik pengumpulan data, serta teknik pengolahan data.
4. Pembahasan hasil penelitian yang berisi deskripsi, analisis,
serta pem-
bahasan hasil penelitian serta pembuktian hipotesis.
5. Bagian kelima merupakan kesimpulan atas seluruh hasil
analisis data yang
diperoleh dalam penelitian serta saran yang dapat
dikemukakan
berdasarkan temuan-temuan pada saat penelitian.
-
17
BAB II
KAJIAN TEORETIS
A. Kepemimpinan 1. Pengertian Kepemimpinan
Makna kata kepemimpinan erat kaitannya dengan kata memimpin.
Kata memimpin mengandung makna yaitu kemampuan untuk
menggerakkan
segala sumber yang ada pada suatu organisasi sehingga dapat
didayagunakan
secara maksimal untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
Pengertian
kepemimpinan itu bersifat universal, berlaku dan terdapat pada
berbagai
bidang kegiatan hidup manusia. Oleh karena itu, sebelum dibahas
pengertian
kepemimpin-an yang menjurus pada bidang pendidikan, maka perlu
dipahami
dahulu pengertian kepemimpinan yang bersifat universal.
Istilah kepemimpinan mempunyai banyak batasan dan para pakar
pen-
didikan memberikan pengertian kepemimpinan yang berbeda-beda.
Guna
lebih memahami makna dari kepemimpinan, berikut dikemukakan
menurut
beberapa ahli pendidikan mengenai pengertian dan definisi
tentang
kepemimpinan.
-
18
Kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang sangat penting
dalam suatu organisai karena sebagian besar keberhasilan dan
kegagalan suatu
organisasi ditentukan oleh kepemimpinan dalam organisasi
tersebut.
Pentingnya ke-pemimpinan seperti yang dikemukakan oleh James M.
Black
pada Management: a Guide to Executive Command dalam Sadili
Samsudin
menyebutkan bahwa Kepemimpinan adalah kemampuan meyakinkan
dan
menggerakkan orang lain agar mau bekerja sama di bawah
kepemimpinannya
sebagai suatu tim untuk mencapai suatu tujuan tertentu.19
Menurut Goetsch dan Stanley20 kepemimpinan adalah kemampuan
untuk menginspirasikan orang guna menciptakan satu komitmen
total,
diinginkan dan sukarela terhadap pencapaian tujuan
organisasional atau
melebihi pencapaian tujuan tersebut. Selanjutnya Terry, juga
mengatakan
bahwa kepemimpinan adalah hubungan di mana satu orang yakni
pemimpin,
mempengaruhi pihak lain untuk dapat bekerja sama dalam upaya
mencapai
tujuan. Dari pengertian itu, dapat diketahui bahwa pemimpin
berhubungan
dengan sekelompok orang.21
Sedangkan menurut Kimball Wiles, dengan secara singkat
mendefinisikan kepemimpinan itu dari sudut pandangan yang agak
berbeda,
dan dengan "scope" pengertian yang lebih luas. Beliau mengatakan
bahwa:
Leadership is any contribution to the establishment and
attainment of group
purposes.22 Beliau tidak memandang kepemimpinan itu sebagai satu
kesiapan,
kemampuan atau energi belaka, tetapi ia lebih menekankan
kepemimpinan itu
sebagai satu sumbangan dari setiap orang yang dapat bermanfaat
di dalam
penetapan dan pencapaian tujuan "group" secara bersama.
Sementara itu, Indrafachrudi mengartikan kepemimpinan adalah
suatu
kegiatan dalam membimbing suatu kelompok sedemikian rupa
sehingga 19 Samsudin, Sadili. Manajemen Sumber Daya Manusia.
(Bandung: Pustaka Setia. 2006), p. 287 20 David L. Goetsch dan
Stanley B. Davis, Manajemen Mutu Total, alih bahasa; Benyamin
Molan,
(Jakarta: PT. Prenhallindo, 2002), p. 169 21 Marno & Triyo
Supriyatno, Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan Islam, Bandung:
Refika
Aditama, 2008), p.22 22 Kimball Wiles, Supervision for Better
Schools, (New York: Englewood Cliffs, Printice- Hall.,
1961), p.29
-
19
tercapai-lah tujuan itu.23 Kemudian menurut Ukas, kepemimpinan
adalah
kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk dapat mempengaruhi
orang
lain, agar ia mau berbuat sesuatu yang dapat membantu pencapaian
suatu
maksud dan tujuan.24 Sedangkan George R. Terry dalam Miftah
Thoha
mengartikan bahwa kepemimpinan adalah aktivitas untuk
mempengaruhi
orang-orang supaya diarahkan mencapai tujuan organisasi.25
Sejumlah definisi dikemukakan pula oleh berbagai ahli di
dunia
sebagai-mana dikutip berikut ini.
1) Kepemimpinan adalah suatu proses di mana individu
mempengaruhi
kelompok untuk mencapai tujuan umum.26
2) Kepemimpinan itu adalah kemampuan untuk menanamkan keyakinan
dan
memperoleh dukungan dari anggota organisasi untuk mencapai
tujuan
organisasi.27
3) Menurut Rivai definisi kepemimpinan secara luas adalah
meliputi proses
mempengaruhi dan menetukan tujuan organisasi, memotivasi
perilaku
pengikut untuk mencapai tujuan, dan mempengaruhi untuk
memperbaiki
kelompok dan budayanya.28
4) Menurut Nawawi, kepemimpinan berarti kemampuan
menggerakkan
memberikan motivasi dan mempengaruhi orang-orang agar
bersedia
melakukan tindakan-tindakan yang terarah pada pencapaian tujuan
melalui
keberanian mengambil keputusan tentang kegiatan yang harus
dilakukan.29
23 Indrafachrudi, Soekarto. Bagaimana Memimpin Sekolah yang
Efektif. (Bogor: Ghalia Indonesia,
2006), p. 2 24 Ukas, Maman. Manajemen: Konsep, Prinsip, dan
Aplikasi. (Bandung: Agini, 2004), p. 268. 25 Toha, Miftah.
Kepemimpinan dalam Manajemen, (Jakarta: Raja Grafindo. 2003), p. 5.
26 P. G. Northouse, Leadership: Theory and Practice (New Delhi:
Response Book, 2003), p.3.
Pengertian ini dipertajam oleh Suprayogo bahwa proses
mempengaruhi aktivitas dapat dilakukan kepada individu atau group
untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dalam situasi yang telah
ditetapkan. Lihat Imam Suprayogo, Reformulasi Visi dan Misi
Pendidikan Islam (Malang: STAIN Press, 1999), p. 160.
27 A. J. Dubrin, Leadership: Research Findings, Practices, and
Skills, (Boston: Houghton Mifflin Company, 2001), p. 3.
28 Veithzal Rivai, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), 2. 29 Hadari Nawawi,
Administrasi Pandidikan (Jakarta: Haji Masagung, 1998), p. 81.
-
20
Pada definisi-definisi kepemimpinan yang berbeda-beda tersebut,
pada
dasarnya terkandung kesamaan asumsi yang bersifat umum seperti:
(1) di
dalam satu fenomena kelompok melibatkan interaksi antara dua
orang atau
lebih, (2) di dalam melibatkan proses mempengaruhi, di mana
pengaruh yang
sengaja (intentional influence) digunakan oleh memimpin terhadap
bawahan.
Di samping kesamaan asumsi yang umum, di dalam definsi tersebut
juga
memiliki perbedaan yang bersifat umum pula seperti: (1) siapa
yang
mempergunakan pengaruh, (2) tujuan dari usaha untuk
mempengaruhi, dan (3)
cara pengaruh itu digunakan.
Bertolak dari pengertian kepemimpinan di atas, terdapat tiga
unsur
yang saling berkaitan, yaitu unsur manusia, sarana, dan tujuan.
Untuk dapat
memper-lakukan ketiga unsur tersebut secara seimbang, seorang
pemimpin
harus memiliki pengetahuan, kecakapan dan keterampilan yang
diperlukan
dalam melaksanakan kepemimpinannya. Pengetahuan dan keterampilan
ini
dapat diperoleh dari pengalaman belajar secara teori ataupun
dari
pengalamannya dalam praktek selama menjadi pemimpin. Namun
secara tidak
disadari seorang pemimpin dalam memperlakukan kepemimpinannya
menurut
caranya sendiri, dan cara-cara yang digunakan itu merupakan
pencerminan
dari sifat-sifat dasar kepemimpinannya.
2. Teori Kepemimpinan
Pada dasarnya, kepemimpinan merupakan kemampuan pemimpin
untuk mempengaruhi karyawan dalam sebuah organisasi, sehingga
mereka
termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi. Dalam memberikan
penilaian
terhadap gaya kepemimpinan yang diterapkan pemimpin,
karyawan
melakukan proses kognitif untuk menerima, mengorganisasikan, dan
memberi
penafsiran terhadap pemimpin.
-
21
Menurut Wursanto, teori kepemimpinan adalah bagaimana
seseorang
menjadi pemimpin, atau bagaimana timbulnya seorang pemimpin.30
Beberapa
teori tentang kepemimpinan yaitu:
a. Teori Kelebihan
Teori ini beranggapan bahwa seorang akan menjadi pemimpin
apabila ia
memiliki kelebihan dari para pengikutnya. Pada dasarnya
kelebihan yang
harus dimiliki oleh seorang pemimpin mencakup 3 hal yaitu
kelebihan
ratio, kelebihan rohaniah, kelebihan badaniah.
b. Teori Sifat
Teori ini menyatakan bahwa seseorang dapat menjadi pemimpin yang
baik
apabila memiliki sifat-sifat yang positif sehingga para
pengikutnya dapat
menjadi pengikut yang baik, sifat-sifat kepemimpinan yang
umum
misalnya bersifat adil, suka melindungi, penuh percaya diri,
penuh
inisiatif, mempunyai daya tarik, energik, persuasif, komunikatif
dan
kreatif.
c. Teori Keturunan
Menurut teori ini, seseorang dapat menjadi pemimpin karena
keturunan
atau warisan, karena orangtuanya seorang pemimpin maka
anaknya
otomatis akan menjadi pemimpin menggantikan orangtuanya.
d. Teori Kharismatik
Teori ini menyatakan bahwa seseorang menjadi pemimpin karena
orang
tersebut mempunyai kharisma (pengaruh yang sangat besar).
Pemimpin ini
biasanya memiliki daya tarik, kewibawaan dan pengaruh yang
sangat
besar.
e. Teori Bakat
30 Wursanto. Dasar-Dasar Ilmu Organisasi. (2002:197)
-
22
Teori ini disebut juga teori ekologis, yang berpendapat bahwa
pemimpin
lahir karena bakatnya. Ia menjadi pemimpin karena memang
mempunyai
bakat untuk menjadi pemimpin. Bakat kepemimpinan harus
dikembangkan, misalnya dengan memberi kesempatan orang
tersebut
menduduki suatu jabatan.
f. Teori Sosial
Teori ini beranggapan pada dasarnya setiap orang dapat menjadi
pemimpin.
Setiap orang mempunyai bakat untuk menjadi pemimpin asal dia
diberi
kesempatan. Setiap orang dapat dididik menjadi pemimpin karena
masalah
kepemimpinan dapat dipelajari, baik melalui pendidikan formal
maupun
pengalaman praktek.
3. Fungsi-fungsi Kepemimpinan
Fungsi kepemimpinan berhubungan dengan situasi sosial dalam
kehidupan kelompok/ organisasi dimana fungsi kepemimpinan
harus
diwujudkan dalam interaksi antar individu. Menurut Rivai31
secara operasional
fungsi pokok kepemimpinan dapat dibedakan sebagai berikut.
a. Fungsi Instruktif
Fungsi ini bersifat komunikasi satu arah. Pemimpin sebagai
komunikator
merupakan pihak yang menentukan apa, bagaimana, bilamana, dan
dimana
perintah itu dikerjakan agar keputusan dapat dilaksanakan secara
efektif.
Kepemimpinan yang efektif memerlukan kemampuan untuk
menggerak-
kan dan memotivasi orang lain agar mau melaksanakan
perintah.
b. Fungsi Konsultatif
Fungsi ini bersifat komunikasi dua arah. Pada tahap pertama
dalam usaha
menetapkan keputusan, pemimpin kerapkali memerlukan bahan
pertimbangan yang mengharuskannya berkonsultasi dengan
orang-orang
31 Rivai. (2005:53)
-
23
yang dipimpinnya yang dinilai mempunyai berbagai bahan informasi
yang
diperlukan dalam menetapkan keputusan. Tahap berikutnya
konsultasi dari
pimpinan pada orang-orang yang dipimpin dapat dilakukan
setelah
keputusan ditetapkan dan sedang dalam pelaksanaan. Konsultasi
itu
dimaksudkan untuk memperoleh masukan berupa umpan balik
(feedback)
untuk memperbaiki dan menyempurnakan keputusan-keputusan yang
telah
ditetapkan dan dilaksanakan. Dengan menjalankan fungsi
konsultatif dapat
diharapkan keputusan-keputusan pimpinan, akan mendapat dukungan
dan
lebih mudah menginstruksikannya sehingga kepemimpinan
berlangsung
efektif.
c. Fungsi Partisipasi
Dalam menjalankan fungsi ini pemimpin berusaha mengaktifkan
orang-
orang yang dipimpinnya, baik dalam keikutsertaan mengambil
keputusan
maupun dalam melaksanakannya. Partisipasi tidak berarti bebas
berbuat
semaunya, tetapi dilakukan secara terkendali dan terarah berupa
kerjasama
dengan tidak mencampuri atau mengambil tugas pokok orang
lain.
Keikutsertaan pemimpin harus tetap dalam fungsi sebagai pemimpin
dan
bukan pelaksana.
d. Fungsi Delegasi
Fungsi ini dilaksanakan dengan memberikan pelimpahan
wewenang
membuat atau menetapkan keputusan, baik melalui persetujuan
maupun
tanpa persetujuan dari pimpinan. Fungsi delegasi pada dasarnya
berarti
kepercayaan. Orang-orang penerima delegasi itu harus diyakini
merupakan
pembantu pemimpin yang memiliki kesamaan prinsip, persepsi
dan
aspirasi.
e. Fungsi Pengendalian
Fungsi pengendalian bermaksud bahwa kepemimpinan yang
sukses/
efektif mampu mengatur aktivitas anggotanya secara terarah dan
dalam
koordinasi yang efektif, sehingga memungkinkan tercapainya
tujuan
-
24
bersama secara maksimal. Fungsi pengendalian ini dapat
diwujudkan
melalui kegiatan bimbingan, pengarahan, koordinasi, dan
pengawasan.
4. Teknik Kepemimpinan
Menurut Wursanto teknik kepemimpinan yaitu membicarakan
bagaimana seorang pemimpin, menjalankan fungsi kepemimpinanya
yang
terdiri atas teknik-teknik berikut.32
a. Teknik Kepengikutan
Merupakan teknik untuk membuat orang-orang suka mengikuti apa
yang
menjadi kehendak si pemimpin. Ada beberapa sebab mengapa
seseorang
mau menjadi pengikut yaitu:
- kepengikutan karena peraturan/ hukum yang berlaku
- kepengikutan karena agama
- kepengikutan karena tradisi atau naluri
- kepengikutan karena rasio
b. Teknik Human Relations
Merupakan hubungan kemanusiaan yang bertujuan untuk
mendapatkan
kepuasan psikologis maupun kepuasan jasmaniah. Teknik human
relations
dapat dilakukan dengan memberikan berbagai macam kebutuhan
kepada
para bawahan, baik kepuasan psikologis ataupun jasmaniah.
c. Teknik Memberi Teladan, Semangat, dan Dorongan
Dengan teknik ini pemimpin menempatkan diri sebagai pemberi
teladan,
pemberi semangat, dan pemberi dorongan. Dengan cara demikian
diharapkan
dapat memberikan pengertian dan kesadaran kepada para bawahan
sehingga
mereka mau dan suka mengikuti apa yang menjadi kehendak
pemimpin.
5. Tipe Kepemimpinan
32 Wursanto. Op.Cit. p. 207.
-
25
Tipe kepemimpinan sering diartikan sebagai perilaku
kepemimpinan
atau gaya kepemimpinan (leadership style). Secara umum dapat
dikatakan
bahwa, kepemimpinan merupakan sumbangan dari seseorang di dalam
situasi-
situasi kelompok/kerjasama. Kepemimpinan dan kelompok adalah dua
hal
yang tidak dapat dipisahkan, karena tidak ada kelompok tanpa
adanya
kepemimpian, dan sebaliknya kepemimpinan hanya terjadi dalam
situasi
interaksi kelompok, seorang pemimpin harus berada di dalam suatu
kelompok
di mana dia memainkan peranan-peranan dan kegiatan-kegiatan
kepemimpin-
annya.
Tipe kepemimpinan menurut Sanusi adalah sebagai berikut.
1) Tipe Otokratik, menganggap bahwa kepemimpinan adalah hak
pribadinya sehingga ia tidak perlu berkonsultasi dengan orang lain
dan tidak boleh ada orang lain.
2) Tipe Kendali bebas (Laeissez-Faire), cenderung memilih peran
pasif dan membiarkan organisasi berjalan menurut temponya sendiri.
Pemimpin Laeissez-Faire banyak memberikan kekebasan kepada personil
untuk menentukan sendiri kebijaksanaan dalam melaksanakan tugas,
tidak ada pengawasan dan sedikit sekali memberikan pengarahan
kepada personilnya. Kepemimpinan Laeissez-Faire tidak dapat
diterapkan secara resmi di lembaga pendidikan, kepemimpinan
Laeissez-Faire dapat mengakibatkan kegiatan yang dilakukan tidak
terarah, perwujudan kerja samping siur, wewenang dan tanggungjawab
tidak jelas, yang akhirnya apa yang menjadi tujuan pendidikan tidak
tercapai.
3) Tipe Paternalistik, seorang pemimpin yang tergolong
paternalistik menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak
dewasa, bersikap melindungi, jarang memberikan kesempatan kepada
bawahannya, dan bersikap maha tahu.
4) Tipe Kharismatik, pemimpin yang mempunyai daya tarik sangat
memikat sehingga mampu memperoleh pengikut yang banyak dan
pengikutnya tidak dapat menjelaskan secara kongkrit mengapa
pemimpinnya dikagumi.
5) Tipe Militeristik, pemimpin yang menggerakkan bawahannya
sering menggunakan dengan sistem perintah, senang pada formalitas
yang berlebih-lebihan, menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari
bawahan, sukar menerima kritikan dari bawahannya dan meng-gemari
upacara-upacara untuk berbagai keadaan.
-
26
6) Tipe Pseudo-demokratik, pemimpin semu demokratis, nampak
demokratis padahal otokratis.
7) Tipe Demokratis, pemimpin yang menggerakkan bawahannya
bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia itu adalah makhluk yang
termulia di dunia, selalu berusaha mensinkronisasikan kepentingan
dan tujuan organisasi dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari
bawahannya, senang menerima saran, pendapat, dan bahkan kritikan
dari bawahannya, selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan
teamwork.33
Sejalan dengan pendapat Sanusi di atas, Siagian mengemukakan
tentang lima tipe kepemimpinan, yakni:
(1) kepemimpinan otokratis, menganggap organisasi yang
dipimpinnya sebagai milik pribadi, mengidentifikasikan tujuan
pribadi dengan tujuan organisasi, dan tidak mau menerima pendapat,
saran dan kritik dari anggotannya;
(2) kepemimpinan militeristis, menggerakkan bawahan sering
mengguna-kan cara perintah, senang bergantung pada jabatan, senang
formalitas yang berlebih-lebihan, dan sulit menerima kritik dan
saran dari bawahnnya;
(3) kepemimpinan paternalistis, menganggap bawahan sebagai
manusia yang tidak dewasa, terlalu melindungi, jarang memberi
kesempatan pada bawahan untuk mengambil keputusan, hampir tidak
pernah memberi kesempatan pada bawahan untuk berinisiatif sendiri
dan mengembangkan krasi dan fantasinya;
(4) kepemimpinan karismatis, memiliki daya penarik yang sangat
besar sehingga memiliki pengikut yang besar jumlahnya, pengikutnya
tidak dapat menjelaskan mengapa mereka tertarik mengikuti dan
mentaati pemimpinnya, dia seolah-olah memiliki kekuatan gaib,
karisma yang dimilikinya tidak bergantung pada umur, kekayaan,
kesehatan atau ketampanan si pemimpin, dan
(5) kepemimpinan demokratis, dalam menggerakkan bawahan
ber-pendapat bahwa manusia itu makhluk yang termulia di dunia,
selalu berusaha mensinkronkan kepentingan dan tujuan organisasi
dengan kepentingan dan tujuan pribadi bawahan, senang menerima
saran, pendapat dan kritik dari bawahan.34
Selanjutnya, gaya kepemimpinan adalah cara yang dipergunakan
pemim-pin dalam mempengaruhi para pengikutnya. Menurut Thoha
gaya 33 Sanusi Achmad, Kepemimpinan Sekarang dan Masa Depan,
(Bandung: Prospect, 2009), p. 51 34 Siagian, Sondang P. Manajemen
Sumber Daya Manusia. Edisi I. Cetakan Ketiga Belas. (Jakarta:
Bumi Aksara. 2006), pp. 67-68
-
27
kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan seseorang
pada
saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain
seperti yang ia
lihat.35
Di lihat dari segi efektif dan tidak efektif gaya kepemimpinan
menurut
Mulyasa mengemukakan bahwa gaya kepemimpinan dikelompokkan
sebagai
berikut.
a. Gaya Efektif 1) Executif, gaya ini menunjukkan adanya
perhatian baik kepada
tugas maupun kepada hubungan kerja dalam kelompok. Pimpinan
berusaha memotivasi anggota dan menetapkan standar kerja yang
tinggi serta mau mengerti perbedaan individu, dan menempatkan
individu sebagai manusia.
2) Developer, gaya ini memberikan perhatian yang cukup tinggi
terhadap hubungan kerja dalam kelompok dan perhatian menimum
terhadap tugas pekerjaan. Pimpinan yang menganut gaya ini sangat
memperhatikan pengembangan individu.
3) Benevolent Authocrat, gaya ini memberikan perhatian yang
tinggi terhadap tugas dan rendah dalam hubungan kerja. Pemimpin
yang menganut gaya ini mengetahui secara tepat apa yang ia inginkan
dan bagaimana memperoleh yang diinginkan tersebut tanpa menyebabkan
ketidakseganan di pihak lain.
4) Birokrat, gaya ini memberikan perhatian yang rendah terhadap
tugas maupun terhadap hubungan. Pemimpin yang menganut gaya ini
menerima setiap peraturan dan berusaha memeliharanya dan
melaksanakannya.
b. Gaya yang tidak Efektif 1) Compromiser, gaya ini memberi
perhatian yang tinggi pada tugas
maupun pada hubungan kerja. Pemimpin yang menganut gaya ini
merupakan pembuat keputusan yang tidak efektif dan sering menemui
hambatan dan masalah.
2) Missionary, gaya ini memberi perhatian yang tinggi pada
hubungan kerja dan rendah pada tugas. Pemimpin yang menganut gaya
ini hanya tertarik pada keharmonitas dan tidak bersedia mengontrol
hubungan meskipun tujuan tidak tercapai.
3) Autocrat, gaya ini memberi perhatian yang tinggi pada tugas
dan rendah pada hubungan. Pemimpin yang menganut gaya ini selalu
menetapkan kebijaksanaan dan keputusan sendiri.
35 Toha, Miftah. Opcit, p. 45.
-
28
4) Deserter, gaya ini memberi perhatian yang rendah pada tugas
dan hubungan kerja. Pemimpin yang menganut gaya ini hanya mau
memberikan dukungan dan memberikan struktur yang jelas serta
tanggung jawab, hanya pada waktu dibutuhkan.36
Sergovanni dan Starrat telah mengidentifikasikan dua dimensi
kunci
kepemimpinan yakni (1) gaya kepemimpinan yang berorientasi
pada
pelaksanaan pekerjaan dan tugas, dan (2) gaya kepemimpinan
yang
berorientasi terhadap kebutuhan atau perasaan manusia dan
hubungan diantara
mereka.37
Dalam situasi yang tidak tepat, gaya kepemimpinan tersebut
menjadi
kurang efektif, tetapi dalam situasi yang tepat ia menjadi
sangat efektif. Gaya
kepemimpinan yang ideal adalah gaya kepemimpinan yang
menggunakan
semua gaya yang ada sebaik mungkin pada situasi yang mendukung
dan
memenuhi kebutuhan kinerja kepemimpinan itu sendiri. Hal ini
berarti
situasilah yang mungkin menentukan gaya apa yang digunakan,
karenanya
tidak mungkin menerapkan satu gaya secara efesien.
B. Kinerja Pegawai
1. Pengertian Kinerja
Kinerja merupakan suatu konsep umum yang digunakan untuk
menge-
tahui efektivitas pelaksanaan kerja pegawai sehingga dapat
diaplikasikan
dalam beragam setting organisasi. Kata kinerja merupakan
terjemahan dari
kata performance yang berarti: (1) melakukan, menjalankan,
dan
melaksanakan, (2) memenuhi atau menjalankan kewajiban sebuah
nazar, (3)
melaksanakan dan menyempurnakan tanggungjawab, dan (4)
melakukan
sesuatu yang diharapkan oleh seseorang.38 Dalam kamus Websters,
third New
International disebutkan beberapa pengertian performance di
antaranya : the
act or process of carrying out something; the execution of an
action the ability
36 Mulyasa, OpCit, p. 138 37 Sagala, Syaiful. Administrasi
Pendidikan Kontemporer. (Bandung: Alfabeta. 2002), p. 153 38
Prawirosentono, Suyadi. Kebijaksanaan Kinerja Karyawan - Kiat
Membangun Organisasi
Kompetitif Menjalang Perdagangan Bebas Dunia. (Yogyakarta: BPFE.
1999) p. 1.
-
29
to perform, the capacity to achieve a desired result39, yang
berarti aktivitas
atau proses penyelesaian sesuatu; pelaksanaan kegiatan;
kemampuan
berprestasi; kemampuan untuk mencapai hasil yang telah
diharapkan.
Banyak ahli memberi batasan tentang kinerja sesuai dengan
sudut
pandang masing-masing. Menurut Bernadin dan Rusell bahwa kinerja
adalah
the record outcomer produced on a specified job function or
activity during
specified time period40, yang berarti kinerja adalah catatan
yang dihasilkan
outcomer dari fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan selama
satu priode
tertentu.
Hasibuan menyebutkan kinerja sebagai prestasi kerja,
mengungkapkan
bahwa prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai
seseorang dalam
melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang
disandarkan atas
kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu.41 Menurut
Hasibuan,
peningkatan kinerja karyawan akan terlihat jika technical skill,
dan human
skill karyawan yang semakin baik, maka kualitas dan kuantitas
produksi pun
akan semakin baik. Oleh karena itu, untuk melihat perkembangan
dan
peningkatan kinerja, Hasibuan menegaskan perlunya penilaian
kinerja yang
tujuannya meliputi hal-hal sebagai berikut.
a. Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang digunakan
untuk
promosi, demosi, pemberhentian, dan penetapan besarnya upah.
b. Untuk mengukur prestasi kerja.
c. Sebagai dasar untuk mengevaluasi efektivitas perusahaan.
d. Sebagai dasar untuk mengevaluasi program latihan.
e. Sebagai indikator untuk menentukan kebutuhan latihan
karyawan.
39 Gove, Philip Babcock and Webster, Merriam. Webster Third New
International Dictionary.
(Springfield, Mass., U.S.A. : Merriam-Webster, [1996], 1993) p.
1678 40 Bernardin, John and Russel, Joyce, E. A. 1998. Human
Resource Management an Experiental
Approach. 2nd edition. (New York: Mc.Graw-Hill Companies Inc.
1998), p. 239 41 Hasibuan, Malayu SP. Manajemen Sumber Daya
Manusia. (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), p.
94
-
30
f. Sebagai alat untuk meningkatkan motivasi karyawan.
g. Untuk mendorong atau membiasakan para atasan untuk
mengobservasi
perilaku bawahan supaya diketahui minat dan kebutuhan
bawahannya.
h. Sebagai alat untuk melihat kekurangan atau kelemahan masa
lampau dan
meningkatkan kemampuan karyawan selanjutnya.
i. Sebagai kriteria di dalam menentukan seleksi dan penempatan
karyawan.
j. Sebagai alat untuk memperbaiki atau mengembangkan
kecakapan
karyawan.
k. Sebagai dasar untuk memperbaiki dan mengembangkan uraian
pekerjaan.42
Mangkunegara mengatakan bahwa prestasi kerja adalah hasil
kerja
secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan
dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan
kepadanya.43 Menurut Mangkunegara, terdapat aspek-aspek standar
pekerjaan
yang terdiri dari aspek kuantitatif dan aspek kualitatif.
Aspek kuantitatif yaitu :
a. proses kerja dan kondisi pekerjaan, b. waktu yang
dipergunakan atau lamanya melaksanakan pekerjaan, c. jumlah
kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan, dan d. jumlah dan jenis
pemberian pelayanan dalam bekerja
Aspek kualitatif yaitu :
a. ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan, b. tingkat kemampuan
dalam bekerja, c. kemampuan menganalisis data/informasi,
kemampuan/kegagalan
menggunakan mesin/peralatan, dan
42 Ibid, p. 89 43 Mangkunegara, Anwar Prabu. Evaluasi Kinerja
SDM. (Jakarta:Tiga Serangkai, 2005), p. 67
-
31
d. kemampuan mengevaluasi (keluhan atau keberatan konsumen atau
masyarakat).44
Kebutuhan individu pegawai menjadi motivasi utama karena hal
ini
terkait dengan pemenuhan kebutuhan psikologis, kebutuhan sosial
dan juga
kebutuhan egois (egoistical needs) pegawai sendiri. Kondisi
fisik pekerjaan
dapat menjadi motivasi kuat bagi pegawai karena terkait
lingkungan tempat
pegawai bekerja dan ini meliputi; tingkat kebisingan,
pencahayaan, ventilasi,
kondisi ekonomi secara umum, dan situasi personal si pegawai
yang
bersangkutan. Kondisi sosial pekerjaan ditempatkan pada motivasi
tinggi
karena terkait: (a) organisasi formal; (b) organisasi informal,
dan; (c)
kepemimpinan atau supervisor.
2. Pengukuran Kinerja
Kegiatan yang paling lazim dinilai dalam suatu organisasi
adalah
kinerja pegawai, yakni bagaimana ia melakukan segala sesuatu
yang
berhubungan dengan suatu pekerjaan, jabatan, atau peranan dalam
organisasi.
Dalam konteks vitalitas kerja, maka memberdayakan pegawai
menjadi sesuatu
yang penting. Pegawai yang berharga bagi perusahaan adalah
karyawan yang
menciptakan prestasi yang berharga dengan cara yang efisien.
Pengukuran kinerja dapat bersifat subjektif atau objektif.
Objektif
berarti pengukuran kinerja dapat juga diterima, diukur oleh
pihak lain selain
yang melakukan penilaian dan bersifat kuantitatif. Sedangkan
pengukuran
yang bersifat subjektif berarti pengukuran yang berdasarkan
pendapat pribadi
atau standar pribadi orang yang melakukan penilaian dan sulit
untuk
diverifikasi oleh orang lain.
Fokus pengukuran kinerja sektor publik justru terletak pada
outcome
dan bukan sekedar input dan proses. Outcome yang dimaksudkan
adalah
outcome yang dihasilkan oleh individu ataupun organisasi secara
keseluruhan,
44 Ibid, p.71
-
32
outcome harus mampu memenuhi harapan dan kebutuhan masyarakat
menjadi
tolok ukur keberhasilan organisasi sektor publik.
Castetter memberikan definisi penilaian kinerja, sebagai suatu
proses
penetapan kinerja individu pada masa lalu atau saat ini
dibandingkan dengan
latar belakang lingkungan kerjanya serta mengenai potensi masa
depan bagi
organisasi.45 Penilaian kinerja harus dapat diarahkan pada
tingkat pencapaian
produktivitas pegawai, yaitu seberapa produktif seorang pegawai
berkinerja,
sama atau lebih efektif pada masa akan datang, sehingga
karyawan, organisasi
dan masyarakat memperoleh manfaat.
Tujuan penilaian kinerja pada dasarnya untuk mendapatkan
informasi
tentang apa yang dikerjakan pekerja dalam kurun waktu tertentu
sesuai standar
kerja yang telah ditentukan, dan mengambil tindakan yang
diperlukan untuk
proses perbaikan di masa yang akan datang. Castetter
mengelompokkan tujuan
penilaian kinerja dalam lima kategori: a) to determine personal
employment
status; b) to implement personal actions; c) to improve
individual
performance; d) to achieve organizational goals, and e) to
translate the
authority system into controls that regulate performance.46
Setiap organisasi memiliki sistem pengukuran kinerjanya
sendiri-
sendiri dan dimensi-dimensi yang dijadikan ukuran, yaitu job
specification
and job description. T.R Mitchell menguraikan dalam lima dimensi
kinerja
yang dapat diukur, yaitu (1) quality of work, (2) promptness,
(3) initiative, (4)
capability, (5) communication.47 Sedangkan Gibson mengemukakan
empat
dimensi: (1) performance, (2) conformance, (3) dependability,
(4) personal
adjustment.48 Hasibuan memberi dimensi yang lebih banyak
dibanding kedua
pakar di atas, sebelas dimensi, yakni (1) kesetiaan, (2)
prestasi, (3) kejujuran,
45 Castetter, William B. The Human Resources Function in
Educational Administration. (New
Jersey: Prentice Hall, 1996), p. 270 46 Ibid, p. 277 47
Mitchell, T. R. People In Organization; Under Standing Their
Behaviors. (New York : Mc Grow-
Hill. 1978) p. 343 48 Gibson. Op.Cit., p. 120
-
33
(4) kedisiplinan, (5) kreativitas, (6) kerjasama, (7)
kepemimpinan, (8)
kepribadian, (9) prakarsa, (10) kecakapan, (11) tanggung
jawab.49
Tidak semua standar penilaian kinerja efektif dapat
dilaksanakan,
Casteter mengemukakan mengenai beberapa hal yang menjadi
penyebab
ketidakefektifan kinerja seperti berikut.
a. Sumber individu pekerja itu sendiri yang disebabkan oleh: (1)
kelemahan intelektual, (2) kelemahan psikologis, (3) kelemahan
fisiologis, (4) kelemahan motivasi, (5) faktor-faktor personalitas,
(6) faktor ketuaan/usia, (7) preparasi posisi, (8) orientasi
nilai.
b. Sumber dari organisasi yang disebabkan oleh: (1) sistem
organisasi, (2) peranan organisasi, (3) kelompok-kelompok dalam
organisasi, (4) perilaku yang berhubungan dengan pengawasan, (5)
iklim organisasi.
c. Sumber dari lingkungan eksternal, yang disebabkan oleh: (1)
keluarga, (2) kondisi ekonomi, (3) kondisi politik, (4) kondisi
hukum, (5) nilai-nilai sosial, (6) pasar kerja, (7) perubahan
teknologi, (8) perkumpulan- perkumpulan.50
C. Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai
Berdasarkan deskripsi teori-teori yang ada dapat disimpulkan
bahwa
kepemimpinan merupakan suatu cara yang dimiliki oleh seorang
pemimpin
dalam mempengaruhi sekelompok orang atau bawahan untuk bekerja
sama
dan berdaya upaya dengan penuh semangat dan keyakinan untuk
mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Dapat dikatakan bahwa
kepemimpinanlah yang
memainkan peranan yang sangat dominan dalam keberhasilan
organisasi
dalam menyelenggarakan berbagai kegiatannya terutama terlihat
dalam kinerja
para pegawainya.51 Yang dapat dilihat dari bagaimana seorang
pemimpin
dapat mempengaruhi bawahannya untuk bekerjasama menghasilkan
pekerjaan
yang efektif dan efisien.
Sedangkan Kinerja pegawai adalah hasil pekerjaan atau
kegiatan
seorang pegawai secara kuantitas dan kualitas untuk mencapai
tujuan
49 Hasibuan. Op.Cit., p. 106 50 Castetter. Op.Cit., p. 324 51
(Siagian, 2003:3)
-
34
organisasi yang menjadi tugas dan tanggungjawabnya dimana tugas
pegawai
negeri adalah bersifat pelayanan yang sebaik-baiknya kepada
masyarakat.
BAB III
OBJEK PENELITIAN
A. Deskripsi Latar Penelitian
Kecamatan merupakan perangkat daerah sebagai pelaksana
teknis
kewilayahan yang mempunyai wilayah kerja tertentu dan dipimpin
oleh
Camat. Camat berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada
Bupati
melalui Sekretaris Daerah.
Kecamatan 568744321897856 memiliki luas daerah 105,20 km2
dengan jumlah penduduk 64.654 jiwa. Kecamatan
568744321897856
memiliki 12 desa, 64 Rukun Warga (RW), serta 282 Rukun Tetangga
(RT).
Kantor Kecamatan 568744321897856 terletak di Jl. R.A.
Natamanggala
KM.14 568744321897856 Telp. (0263)284993, 223145655225
43292.
Camat mempunyai tugas melaksanakan kewenangan pemerintahan
yang dilimpahkan oleh Bupati untuk menangani sebagian urusan
otonomi
daerah dan menyelenggarakan tugas umum pemerintahan,
meliputi
pemberdayaan masyarakat, ketentraman dan ketertiban umum,
penerapan dan
penegakan peraturan perundangan-undangan, pemeliharaan prasarana
dan
-
35
fasilitas pelayanan umum pemerintahan di tingkat kecamatan,
pemerintahan
desa dan atau kelurahan, dan pelayanan masyarakat sesuai dengan
ketentuan
dan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam melaksanakan tugas, Kecamatan menyelenggarakan fungsi
:
1. Pengkoordinasian kegiatan pemberdayaan masyarakat;
2. Pengkoordinasian upaya penyelenggaraan ketentraman dan
ketertiban
umum;
3. Pengkoordinasian penerapan dan penegakan peraturan
perundang-
undangan;
4. Pengkoordinasian pemeliharaan prasarana dan fasilitas
pelayanan umum;
5. Pengkoordinasian penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di
tingkat
kecamatan;
6. Pembinaan penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau
kelurahan;
7. Pelaksanaan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup
tugasnya
dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa
atau
kelurahan.
Adapun struktur organisasi Kecamatan 568744321897856 adalah
sebagai berikut.
-
36
Gambar 3.1 Struktur Organisasi Kecamatan
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Definisi operasional variabel bertujuan untuk menjelaskan
makna
variabel yang sedang diteliti. Singarimbun52 memberikan
pengertian tentang
definisi operasional sebagai unsur penelitian yang
memberitahukan bagaimana
cara mengukur suatu variabel. Definisi operasional dapat juga
dikatakan
sebagai informasi ilmiah yang sangat membantu peneliti lain yang
akan
menggunakan variabel yang sama. Dengan demikian, definisi
operasional
dalam sebuah penelitian harus dapat diukur dan spesifik serta
dapat dipahami
oleh orang lain.
Berdasarkan pendekatan penelitian yang digunakan, variabel
penelitian
ini dapat didefinisikan sebagaimana terlihat pada tabel
berikut.
Tabel 3.2 Operasionalisasi Variabel Penelitian
Variabel Dimensi Indikator Item Skala
Kepemimpinan Pengarahan 1. Camat memberikan pengarahan yang
jelas
1, 2 Ordinal
52 Singarimbun, Masri & Sofian Effendi. Metode Penelitian
Survai. (Jakarta: LP3ES, 2003) hal. 46-47
-
37
Variabel Dimensi Indikator Item Skala
dan dapat dimengerti oleh pegawai dalam melakukan pekerjaan.
Komunikasi 2. Komunikasi sebagai cara yang dilakukan Camat dalam
proses pekerjaan sehingga pegawai mau bekerjasama.
3, 4 Ordinal
Pengambilan Keputusan
3. Camat memberikan wewenang dan tanggungjawab dalam pengambilan
keputusan kepada pegawainya dalam menyelesaikan pekerjaan.
5, 6 Ordinal
Camat (X)
Motivasi 4. Camat memberikan bimbingan, dorongan dan pengawasan
kepada bawahan dalam pelaksanaan pekerjaan.
7, 8 Ordinal
Kuantitas Kerja 5. Dilihat dari penyelesaian semua tugas dengan
baik dan tanpa banyak kesalahan.
1, 2 Ordinal
Kualitas Kerja 6. Berupa kerapian, ketelitian dan mematuhi semua
peraturan dalam melaksanakan tugas sesuai dengan pekerjaannya.
3, 4 Ordinal
Kinerja Pegawai (Y)
Pemanfaatan Waktu
7. Dalam menyelesaikan pekerjaan tepat waktu sesuai dengan
peraturan yang berlaku.
5, 6 Ordinal
-
38
Variabel Dimensi Indikator Item Skala
Kerja Sama 8. Kemampuan pegawai dalam membina hubungan dengan
pegawai lain dan pimpinan
7, 8 Ordinal
C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian
Sumber data mengacu kepada populasi penelitian serta
penentuan
sampel yang digunakan dalam penelitian. Populasi menurut
Husaeni53
adalah semua nilai baik melalui perhitungan kuantitatif maupun
kualitatif,
dari karak-teristik tertentu mengenai objek yang lengkap dan
jelas.
Ditinjau dari banyaknya anggota populasi, maka populasi terdiri
dari
populasi terbatas (terhingga) dan populasi tak terbatas (tak
terhingga), dan
dilihat dari sifatnya populasi dapat bersifat homogen dan
heterogen.
Menurut Sugiyono54 populasi adalah wilayah generalisasi yang
terdiri atas
objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu
yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulan.
Populasi penelitian tentang Pengaruh Kepemimpinan Terhadap
Kinerja Pegawai di Kantor Camat 568744321897856 Kabupaten
223145655225 ini adalah seluruh pegawai Kantor Camat
568744321897856, Kabupaten 223145655225 yang seluruhnya
berjumlah
32 orang. Jumlah ini meliputi camat hingga pegawai pada
seksi-seksi yang
ada.
2. Sampel Penelitian
Pada penelitian ini digunakan teknik sampling berupa
probability
sampling, yaitu teknik sampling yang memberikan peluang yang
sama
53 Winarno, Surakhmad. Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metode
Teknik, (Bandung: Tarsito.
2005), hal. 8 54 Sugiyono. Metode Penelitian Administrasi.
(Bandung: Alfabeta. 2004) hal. 4
-
39
bagi semua anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota
sampel.55
Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah stratified
random
sampling di mana populasi mempunyai anggota yang tidak homogen
dan
berstrata secara proporsional.
Sampel yang diambil pada penelitian ini didasarkan kepada
pendapat Arikunto56 yang menyatakan bahwa untuk sekedar
ancer-ancer,
maka apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil
semuanya.
Selanjutnya jika jumlah subjeknya lebih besar, dapat diambil
antara 10 % -
15 % atau 20 % - 25 %.
Mengingat jumlah populasi di atas sedikit (32 orang), maka
seluruh
populasi dijadikan sebagai sampel atau sensus penelitian.
Seluruh
responden akan menjawab seluruh item yang terdapat pada angket
yang
diajukan tanpa pemilahan dan pengklasifikasian.
D. Langkah-langkah Pengumpulan Data
Menurut Nasir57, teknik pengumpulan data merupakan instrumen
ukur
yang diperlukan dalam melaksanakan suatu penelitian. Data yang
akan
dikumpulkan dapat berupa angka-angka, keterangan tertulis,
informasi lisan,
serta beragam fakta yang berpengaruh terhadap fokus penelitian
yang sedang
diteliti. Sesuai dengan pengertian teknik penelitian di atas,
teknik
pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini terutama ada
dua
macam, yakni studi dokumentasi dan teknik angket.
1. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi dalam pengumpulan data penelitian ini
dimaksudkan
sebagai cara pengumpulkan data dengan mempelajari dan
mencatat
bagian-bagian yang dianggap penting dari berbagai risalah resmi
yang
terdapat baik di lokasi penelitian maupun di instansi lain yang
ada 55 Ibid, hal. 92 56 Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktik. (Jakarta: Rineka Cipta.
2002), hal. 94 57 Nasir, Muhammad. Metode Penelitian. (Jakarta:
Ghalia Indonesia. 2005), hal. 328
-
40
pengaruhnya dengan lokasi penelitian. Studi dokumentasi
ditujukan untuk
memperoleh data langsung dari instansi/lembaga meliputi
buku-buku,
laporan kegiatan dan keuangan, serta dokumen lain yang relevan
dengan
fokus penelitian.
2. Teknik Angket
Angket yang disusun dan dipersiapkan disebar kepada
responden
sebagaimana ditetapkan sebagai sampel penelitian. Jumlah angket
yang
disebarkan seluruhnya adalah 31 perangkat angket. Pemilihan
dengan
model angket ini didasarkan atas alasan bahwa (a) responden
memiliki
waktu untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan atau
pernyataan-pernyataan
yang diajukan, (b) setiap responden menghadapi susunan dan
cara
pengisian yang sama atas pertanyaan yang diajukan, (c)
responden
mempunyai kebebasan dalam memilih jawaban, dan (d) dapat
digunakan
untuk mengumpulkan data atau keterangan dari banyak responden
dalam
waktu yang cepat dan tepat.
Untuk mengungkap data ini digunakan angket yang berbentuk
skala Likert. Adapun alasan menggunakan skala Likert ini
untuk
mengukur sikap, pendapat dan profesi seseorang atau sekelompok
orang
tentang suatu fenomena sosial. Permasalahan kepemimpinan dan
kinerja
pegawai dapat dikategorikan sebagai fenomena sosial. Oleh karena
itu,
penggunaan skala Likert pada penelitian ini dapat diterima.
E. Langkah-langkah Pengolahan Data 1. Analisis Deskriptif Hasil
Penelitian
Skala Likert adalah skala yang digunakan untuk mengukur
persepsi, sikap atau pendapat seseorang atau kelompok mengenai
sebuah
peristiwa atau fenomena sosial, berdasarkan definisi operasional
yang
telah ditetapkan oleh peneliti. Pengolahan data secara
deskriptif adalah
dengan cara memperoleh hasil perkalian dari jumlah responden
dengan
skor pilihan jawaban yang diberikan. Seluruh hasil perkalian
dari jumlah
-
41
responden pada masing-masing pilihan jawaban ini (pada
masing-masing
item) dijadikan dasar penafsiran data hasil penelitian secara
deskriptif.
Untuk menentukan tingkat tanggapan responden, dilakukan
perhitungan persentase dengan mengacu kepada teori yang
dikemukakan
oleh Harun Al-Rasyid dalam Ating Somantri58 dalam menyusun
penskalaan dengan metode Likerts Summated Rating yang
ditentukan
oleh skor maksimum dan skor minimum yang mungkin dicapai oleh
setiap
responden.
z z z z z
2. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Uji validitas instrumen penelitian bertujuan untuk mengukur
valid
tidaknya instrumen itu. Teknik analisis yang dipergunakan adalah
teknik r
Product Moment, yaitu hasil perhitungan dibandingkan dengan
kriteria
validitas yaitu suatu butir pernyataan dinyatakan valid jika
koefesien rhitung
lebih besar dari rtabel pada taraf signifikansi = 0,05. Uji
validitas menunjukkan sejauh mana skor atau nilai ataupun
ukuran yang diperoleh benar-benar menyatakan hasil pengukuran
atau
pengamatan yang ingin diukur. Uji validitas dilakukan dengan
mengukur
korelasi antara masing-masing item pertanyaan dengan skor total
variabel
dengan nilai item correted correlation pada analisis reability
statistics
dengan menggunakan aplikasi SPSS 18.0 for Windows. Jika nilai
item
correted correlation > rtabel, maka item instrumen dinyatakan
valid.
58 Ating Somantri dan Sambas A. Muhidin. Aplikasi Statistik
dalam Penelitian. (Bandung:
Pustaka Setia. 2006), hal. 122.
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi
20 40 60 80 100
-
42
Uji reliabilitas instrumen digunakan dengan menggunakan
koefesien reliabilitas dari Alpha Cornbach. Uji reliabilitas
merupakan
indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur
dapat
dipercaya atau dapat diandalkan. Dalam penelitian ini teknik
untuk
menghitung indeks reliabilitas yaitu menggunakan metode
Cronbachs
Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali
pengukuran
dengan ketentuan jika nilai r Cronbachs Alpha > rtabel, maka
instrumen
dinyatakan reliabel atau dapat dipercaya.
3. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas Distribusi Data
Karena statistik parametrik berlandaskan pada asumsi bahwa
data yang akan dianalisis harus berdistribusi normal, maka
dilakukan
pengujian normalitas untuk mengetahui apakah data yang
dihasilkan
berdistribusi normal atau tidak. Asumsi normalitas merupakan
syarat
penting pada pengujian kebermaknaan koefisien regresi. Apabila
data
residual dari mode regresi tidak mengikuti distribusi normal,
maka
kesimpulan dari uji F dan uji t perlu dipertanyakan karena
statistik uji
dalam analisis regresi diturunkan dari data yang berdistribusi
normal
(Sugiono, 2004: 74).
Uji normalitas distribusi data yang digunakan pada
penelitian
ini adalah Kolmogorov-Smirnov Test. Dasar pengambilan
keputusannya jika thitung < ttabel maka data telah berasal
dari data yang
berdistribusi normal.
b. Uji Asumsi Heteroskedastisitas
Persyaratan kedua dalam analisis regresi linier klasik
adalah
harus tidak terjadi gejala heteroskedastisitas. Artinya, varian
residu
pada data harus bersifat homogen atau sama. Uji
heteroskedastitas
dilakukan dengan menggunakan uji korelasi Rank Spearman
antara
variabel bebas dengan nilai residu regresi parsialnya. Jika
probabiltias
-
43
kesalahan statistik atau p-value > ( = 0,05) atau
nonsignifikan, maka
diputuskan tidak terjadi situasi heteroskedastitas.
c. Uji Asumsi Autokorelasi
Menurut Maurice G. Kendall (1971:8), autokorelasi akan
menjelaskan bahwa varian residual (e) tidak saling berpengaruh.
Hal
ini dapat dilihat dengan menggunakan tes dari Durbin-Watson.
Mekanisme tes Durbin-Watson (dalam Gujarati, 1993:217) ini
adalah sebagai berikut.
(1) Menentukan regresi OLS dan menentukan residual ei.
(2) Menghitung nilai d (dengan menggunakan aplikasi
komputer).
(3) Untuk ukuran sampel tertentu, menghitung nilai kritis dL
dan dU.
(4) Menghitung nilai d-dL dan 4-dU dan kemudian mem-
bandingkannya dengan nilai d pada daerah berikut.
1 dL dU 4-dL 4-dU 4
4 1,660 1,660 2,340 2,340 4
Autokorelasi (+)
Tidak meyakinkan Tidak ada Autokorelasi
Tidak meyakinkan
Autokorelasi (-)
Jika nilai d terletak di antara dU dan 4-dU, maka dapat
disimpulkan tidak ada autokofrelasi dalam data. Sedangkan jika
nilai d
berada pada daerah lainnya maka kesimpulan diberikan oleh gambar
di
atas. Untuk mengatasi masalah autokorelasi dilakukan
transformasi
melalui transformasi p = 1 d/2 (d= nilai Durbin-Watson).
4. Uji Regresi Linier Sederhana
Analisis data diarahkan pada pengujian hipotesis yang
diawali
dengan deskripsi data penelitian dari ketiga variabel dalam
bentuk
distribusi frekuensi dan histogramnya serta menentukan
persamaan
-
44
regresinya. Analisis regresei linier sederhana diawali dengan
pengujian
asumsi klasik dengan persamaan regresi sebagai berikut.
= a + bX + e
Keterangan:
Y : Kinerja Pegawai
X : Kepemimpinan Camat
a : konstanta
b : koefisien regresi atau slope garis regresi Y atas X
e : epsilon, galat presisi yang terjadi secara acak.
(Sugiyono, 2004: 124)
5. Pengujian Hipotesis Sebelum digunakan sebagai dasar
kesimpulan, persamaan regresi
yang diperoleh dan telah memenuhi asumsi regresi melalui
pengujian di
atas, perlu diuji koefisien regresinya. Pengujian regresi ini
dilakukan untuk
melihat apakah model yang diperoleh dan koefisien regresinya
dapat
dikatakan bermakna secara statistik sehingga dapat diambil
kesimpulan
secara umum untuk populasi penelitian.
Untuk mengetahui apakah variabel independen (X) memiliki
pengaruh terhadap variabel Y dengan tingkat keyakinan 1 ,
maka
digunakan uji t. Bentuk hipotesis statistik yang diuji adalah
sebagai
berikut.
Hipotesis statistik yang diajukan pada penelitian ini adalah
sebagai
berikut.
HO : i = 0 Tidak terdapat pengaruh Kepemimpinan Camat
terhadap
Kinerja Pegawai pada Kantor Camat 568744321897856
Kabupaten 223145655225.
HA : i 0 Terdapat pengaruh Kepemimpinan Camat terhadap
Kinerja
Pegawai pada Kantor Camat 568744321897856
Kabupaten 223145655225.
-
45
Statistik Uji-t yang digunakan menggunakan rumus sebagai
berikut.
thitung = SE
atau thitung = r 2r - 12 -n
Keterangan:
= koefisien regresi SE = standar error dari koefisien
regresi
r = koefisien korelasi
n = ukuran sampel
Terdapat 2 (dua) cara pengambilan keputusan atas hasil
pengujian
di atas, yakni dengan cara sebagai berikut.
(1) Membandingkan nilai thitung dengan ttabel.
(a) Jika thitung > ttabel, maka HO ditolak dan HA
diterima.
(b) Jika thitung ttabel, maka HA ditolak dan HO diterima.
(2) Membandingkan nilai signifikansi dengan nilai alpha.
(a) Jika nilai signifikansi (p-value) < , maka HO ditolak dan
HA
diterima.
(b) Jika nilai signifikansi (p-value) , maka HA ditolak dan
HO
diterima.
Jika HO ditolak, berarti variabel independen berpengaruh
secara
nyata (signifikan) terhadap variabel dependen. Sebaliknya, jika
HO ditolak,
maka variabel independen tidak bepengaruh secara nyata
(signifikan)
terhadap variabel dependen.
6. Koefisien Determinasi
-
46
Koefisien determinasi dihitung untuk menentukan variabel
independen terhadap variabel dependen. Koefisien determinasi
multiple
diperoleh dari jumlah kuadrat regresi dan jumlah kuadrat total
dengan
menggunakan rumus sebagai berikut.
KD = R2 x 100%
Untuk mempermudah pengolahan dan analisis, maka dalam
penelitian ini digunakan aplikasi SPSS (Statistical Product and
Service
Solutions) for Windows Release 18. Langkah ini ditempuh
mengingat
pengolahan data pada paket program tersebut lebih cepat dan
mempunyai
tingkat ketelitian yang lebih tinggi dibandingkan dengan
perhitungan
secara manual.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Profil Responden
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2014 dengan
responden
seluruh pegawai pada Kantor Camat 568744321897856, Kabupaten
223145655225, yang seluruhnya berjumlah 32 orang. Berdasarkan
hasil
-
47
angket yang disebarkan ke seluruh responden penelitian,
diperoleh profil
responden sebagai berikut.
Tabel 4.1
Penggolongan Responden Berdasarkan Kelompok Umur
No. Kelompok Usia Responden (Tahun) Jumlah Persentase
1 < 30 2 6,25
2 31 35 12 37,50
3 36 40 9 28,125
4 41 45 6 18,75
5 46 50 2 6,25
6 > 51 1 3,125
Jumlah Seluruh 32 100 Sumber: Data hasil pengolahan penulis
(2014)
Tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa usia responden terbanyak
adalah berusia 31-35 tahun serta 36-40 tahun, yang
masing-masing
berjumlah 12 orang atau 37,50% dan 9 orang atau 28,125%,
sedangkan
yang berusia di bawah 30 tahun sebanyak 2 orang, atau 6,25%.
Data ini
menunjukkan bahwa responden penelitian ini, yakni para pegawai
Kantor
Camat 568744321897856 masih tergolong cukup muda.
Tabel 4.2
Penggolongan Responden berdasarkan Gender
No. Jenis Kelamin Jumlah Persentase
1 Laki-laki 24 75
2 Perempuan 8 25
-
48
Jumlah Seluruh 32 100 Sumber: Data hasil pengolahan penulis
(2014)
Tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa responden laki-laki
ternyata
lebih banyak daripada responden perempuan, yakni sebanyak 75%.
Hal ini
menunjukkan bahwa pegawai Kantor Camat 568744321897856 lebih
banyak lak-laki daripada wanita.
Tabel 4.3
Penggolongan Responden Berdasarkan Jenjang Pendidikan
No. Tingkat Pendidikan Responden Jumlah Persentase
1 Pascasarjana 1 3,125
2 Sarjana 11 34,375
3 Diploma II dan III 5 15,625
4 SLTA 12 37,50
5 SMP dan di bawahnya 3 9,375
Jumlah Seluruh 32 100
Data pada tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa tingkat
pendidikan
responden yang terbanyak adalah tingkat SLTA, yakni 12 orang
atau
sebanyak 37,50%. Kemudian responden yang berpendidikan
Sarjana
sebanyak 11 orang atau 34,375%. Dengan demikian dapat
disimpulkan
bahwa responden pegawai Kantor Camat 568744321897856
223145655225
rata-rata cukup tinggi.
B. Uji Instrumen
1. Uji Validitas Instrumen
Uji validitas dimaksudkan untuk mengukur sejauh mana tingkat
kesahihan atau ketepatan suatu instrumen penelitian sehingga
tidak
menyimpang dari operasional variabel yang telah ditetapkan. Uji
validitas
dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi item total
melalui
-
49
koefisien korelasi r Product Moment dari Pearson dengan
pengujian dua
arah (two tailed test). Data diolah dengan bantuan program SPSS
for
Windows Release 18.0 dengan hasil sebagai berikut.
Tabel 4.4
Hasil Uji Validitas Instrumen Kepemimpinan Camat (X)
Item Scale Mean if Item Deleted Scale Variance if Item
Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Squared Multiple Correlation
Cronbach's Alpha if Item Deleted
Item 1 53,0364 46,258 ,513 ,627 ,795
Item 2 53,8545 41,756 ,437 ,559 ,785
Item 3 53,9636 42,221 ,445 ,484 ,785
Item 4 53,2909 45,729 ,458 ,647 ,797
Item 5 53,8364 42,732 ,438 ,608 ,785
Item 6 53,6000 42,467 ,530 ,564 ,779
Item 7 53,2909 43,951 ,534 ,743 ,793
Item 8 54,0000 40,593 ,520 ,674 ,778
Validitas item kuesioner didasarkan kepada nilai pada table
r
product moment sebesar 0,344 pada taraf signifikansi 5% dan N =
32.
Hasil pada tabel di atas dapat ditafsirkan sebagai berikut.
1) Skor Item 1. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap
Skor
Total = 0,513 > r kritis = 0,344. Dengan demikian instrumen
Item 1
dinyatakan Valid.
2) Skor Item 2. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap
Skor
Total = 0,437 > r kritis = 0,344. Dengan demikian instrumen
Item 2
dinyatakan Valid.
3) Skor Item 3. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap
Skor
Total = 0,445 > r kritis = 0,344. Dengan demikian instrumen
Item 3
dinyatakan Valid.
4) Skor Item 4. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap
Skor
Total = 0,458 < r kritis = 0,344. Dengan demikian instrumen
Item 4
dinyatakan Valid.
-
50
5) Skor Item 5. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap
Skor
Total = 0,438 > r kritis = 0,344. Dengan demikian instrumen
Item 5
dinyatakan Valid.
6) Skor Item 6. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap
Skor
Total = 0,530 > r kritis = 0,344. Dengan demikian instrumen
Item 6
dinyatakan Valid.
7) Skor Item 7. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap
Skor
Total = 0,534 > r kritis = 0,266. Dengan demikian instrumen
Item 7
dinyatakan Valid.
8) Skor Item 8. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap
Skor
Total = 0,520 > r kritis = 0,344. Dengan demikian instrumen
Item 8
dinyatakan Valid.
Dasar penentuan validitas item kuesioner didasarkan kepada
nilai
kritis pada tabel r Product Moment pada taraf signifikansi 5%
dan N=32,
yakni sebesar 0,344. Pada tabel di atas pun tampak pula bahwa
seluruh
item memiliki validitas cukup tinggi sebagaimana ditunjukkan
oleh nilai
koefisien korelasi item yang terletak antara 0,400 0,699
(Sugiyono,
2001:149).
Tabel 4.5
Hasil Uji Validitas Instrumen Kinerja Pegawai (Y)
Scale Mean if Item Deleted Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Squared Multiple Correlation
Cronbach's Alpha if Item Deleted
Item 1 52,7091 47,877 ,535 ,622 ,783
Item 2 53,2364 45,851 ,612 ,540 ,776
Item 3 53,2909 46,655 ,581 ,542 ,779
Item 4 52,7091 46,543 ,654 ,638 ,774
Item 5 53,4545 46,215 ,550 ,670 ,781
Item 6 53,2545 49,823 ,418 ,408 ,799
Item 7 52,8000 49,459 ,421 ,407 ,791
Item 8 53,2182 46,766 ,522 ,576 ,783
-
51
Validitas item kuesioner didasarkan kepada nilai pada table
r
product moment sebesar 0,344 pada taraf signifikansi 5% dan N =
32.
Hasil pada tabel di atas dapat ditafsirkan sebagai berikut.
1) Skor Item 1. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap
Skor
Total = 0,535 > r kritis = 0,344. Dengan demikian instrumen
Item 1
dinyatakan Valid.
2) Skor Item 2. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap
Skor
Total = 0,612 > r kritis = 0,344. Dengan demikian instrumen
Item 2
dinyatakan Valid.
3) Skor Item 3. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap
Skor
Total = 0,581 > r kritis = 0,344. Dengan demikian instrumen
Item 3
dinyatakan Valid.
4) Skor Item 4. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap
Skor
Total = 0,654 > r kritis = 0,344. Dengan demikian instrumen
Item 4
dinyatakan Valid.
5) Skor Item 5. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap
Skor
Total = 0,550 > r kritis = 0,344. Dengan demikian instrumen
Item 5
dinyatakan Valid.
6) Skor Item 6. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap
Skor
Total = 0,418 > r kritis = 0,344. Dengan demikian instrumen
Item 6
dinyatakan Valid.
7) Skor Item 7. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap
Skor
Total = 0,421 > r kritis = 0,344. Dengan demikian instrumen
Item 7
dinyatakan Valid.
8) Skor Item 8. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap
Skor
Total = 0,522 > r kritis = 0,344. Dengan demikian instrumen
Item 8
dinyatakan Valid.
-
52
Dasar penentuan validitas item kuesioner didasarkan kepada
nilai
kritis pada tabel r Product Moment pada taraf signifikansi 5%
dan N=32,
yakni sebesar 0,344. Pada tabel di atas pun tampak pula bahwa
seluruh
item memiliki validitas cukup tinggi sebagaimana ditunjukkan
oleh nilai
koefisien korelasi item yang terletak antara 0,400 0,699
(Sugiyono,
2001:149).
2. Uji Reliabilitas Instrumen
Uji reliabilitas dimaksudkan untuk mengukur sejauh mana
tingkat
konsistensi atau kehandalan penelitian. Uji reliabilitas
dilakukan dengan
menggunakan teknik belah dua (split-half) melalui formulasi
Spearman-
Brown.
Hasil uji reliabilitas untuk masing-masing variabel disajikan
pada
tabel berikut ini.
Tabel 4.6
Hasil Pengujian Reliabilitas Instrumen Variabel Kepemimpinan
Camat (X)
Reliability Statistics
Value ,644Part 1
N of Items 4a
Value ,596Part 2
N of Items 4b
Cronbach's Alpha
Total N of Items 8
Correlation Between Forms ,817
Equal Length ,899Spearman-Brown Coefficient
Unequal Length ,900
Guttman Split-Half Coefficient ,899
a. The items are: Item 1, Item 2, Item 3, Item 4.
b. The items are: Item 5, Item 6, Item 7, Item 8.
Koefsien Reliabilitas 8 item instrumen kepemimpinan Camat
dengan metode Split-half pada tabel 4.6 di atas menunjukkan
korelasi
belahan I terhadap belahan II