PENGARUH KENYAMANAN TATA RUANG PERPUSTAKAAN UMUM FREEDOM INSTITUTE TERHADAP BUDAYA BACA PEMUSTAKA Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Perpustakaan (S.IP) oleh: MOHAMAD DHIYA FAKHRAN NIM: 11150251000046 PROGRAM STUDI ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TAHUN 2019/1440 H
164
Embed
PENGARUH KENYAMANAN TATA RUANG PERPUSTAKAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50428... · 2020. 4. 7. · A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini keberadaan perpustakaan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENGARUH KENYAMANAN TATA RUANG PERPUSTAKAAN UMUM
FREEDOM INSTITUTE TERHADAP BUDAYA BACA PEMUSTAKA
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu
Perpustakaan (S.IP)
oleh:
MOHAMAD DHIYA FAKHRAN
NIM: 11150251000046
PROGRAM STUDI ILMU PERPUSTAKAAN
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
TAHUN 2019/1440 H
i
ABSTRAK
Mohamad Dhiya Fakhran (11150251000046) Pengaruh Kenyamanan Tata Ruang
Perpustakaan Umum Freedom Institute Terhadap Budaya Baca Pemustaka di bawah
bimbingan Nurul Hayati, M.Hum (NIDN 2014058102). Program Studi Ilmu
Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2019.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kenyamanan tata ruang
Perpustakaan Umum Freedom Institute terhadap budaya baca pemustaka. Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Sedangkan untuk teknik
analisis data menggunakan regresi linear sederhana dengan bantuan software IBM SPSS V22.
Teknik yang digunakan untuk pengumpulan data adalah kuesioner. Sampel yang digunakan
pada penelitian ini adalah 83 responden yang diambil dari pengunjung Perpustakaan Umum
Freedom Institute dengan menggunakan teknik aksidental. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kenyamanan tata ruang memiliki hubungan atau korelasi yang sangat lemah terhadap
budaya baca yaitu sebesar 0,115 masuk pada skala > 0,0-0,24, artinya tidak terdapat pengaruh
yang signifikan antara kenyamanan tata ruang terhadap budaya baca. Hasil R Square ditemukan
bahwa pegaruh kenyamanan tata ruang terhadap budaya baca sebesar 0,013 atau 1,3%. Hal ini
membuktikan bahwa pengaruh kenyamanan tata ruang terhadap budaya baca masuk ke dalam
kategori sangat rendah yaitu 0,00-0,199. Sedangkan sisanya 98,3% berasal dari variabel lain
seperti ketersediaan koleksi, dan layanan perpustakaan yang tidak disertakan dalam model
penelitian ini.
Kata Kunci : Kenyamanan, Tata Ruang, Budaya Baca
ii
ABSTRACT
Mohamad Dhiya Fakhran (11150251000046) The Influence of Spatial Comfort on Reading
Culture of Librarians in Freedom Institute Public Library. Under the guidance of Nurul
Hayati, M. Hum (NIDN 2014058102). Department of Library Science, Faculty of Adab
and Humanities, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, 2019.
The purpose of this study was to measure the influence of spatial comfort in Freedom Institute
Public Library on librarians’ reading culture. This research uses descriptive methods with
quantitative approach. Simple linear regression analysis techniques was used to analyze the
collected data with the help of IBM SPSS V22 software. The data was collected using
questionnaire. The sample used in this study was 83 respondents which are chosen by using
accidental sampling techniques, who are library visitors in the Freedom Institute Public
Library. The results of this study found that spatial comfort has a very weak relationship or
correlation with the reading culture of library visitors, which is only 0,115 that means it enters
the scale of > 0.0-0.24, meaning that there is no significant effect between spatial comfort and
reading culture. The R Square results has shown that spatial comfort only influenced reading
culture by 0,013 or 1.3%. This proves that the influence of spatial comfort on reading culture
falls into the very low category of 0.00-0.199, while the remaining 98.3% are influnced by
other variables such as the availability of book collections and library services, which are not
included in this research.
Keywords : Spatial, Comfort, Reading Culture
iii
DAFTAR ISI
ABSTRAK................................................................................................................................ i
ABSTRACT............................................................................................................................. ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL.................................................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................................. ix
KATA PENGANTAR.............................................................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah................................................................................................. 1
B. Pembatasan Masalah...................................................................................................... 7
C. Rumusan Masalah.......................................................................................................... 8
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian...................................................................................... 8
E. Definisi Istilah................................................................................................................ 8
F. Sistematika Penulisan.................................................................................................. 10
BAB II TINJAUAN LITERATUR
A. Penelitian Terdahulu.................................................................................................... 12
Tabel 4.25 Membaca minimal satu jam dalam setiap kali membaca.................................... 106
Tabel 4.26 Membaca minimal satu kali dalam seminggu..................................................... 107
Tabel 4.27 Dalam satu minggu membaca minimal satu bacaan........................................... 107
Tabel 4.28 Membaca untuk menambah wawasan dan pengetahuan..................................... 108
Tabel 4.29 Membaca untuk melatih konsentrasi................................................................... 109
Tabel 4.30 Membaca untuk keperluan hiburan (refreshing)................................................. 109
Tabel 4.31 Hasil Uji Normalitas Pada One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test................. 112
Tabel 4.32 Hasil Uji Heteroskedastisitas menggunkan metode Glejser............................... 114
Tabel 4.33 Hasil Uji Autokorelasi Run Test......................................................................... 115
Tabel 4.34 Hasil Uji Analisis Regresi Linear Sederhana...................................................... 115
Tabel 4.35 Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2).................................................................. 117
Tabel 4.36 Hasil Uji Signifikasi Simultan (Uji F) ANOVA................................................. 118
Tabel 4.37 Hasil Uji Signifikasi Parsial (Uji T).................................................................... 119
Tabel 4.38 Hasil Uji Analisis Korelasi Variabel menggunakan Pearson Correlation........... 120
Tabel 4.39 Nilai rata-rata variabel perolehan konstruksi...................................................... 121
Tabel 4.40 Hasil Uji Hipotesis.............................................................................................. 122
Tabel 4.41 Hasil Uji Kontruksi............................................................................................. 123
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Hubungan Antar Variabel................................................................................... 65
Gambar 4.1 Hasil Uji Normalitas Regresi Pada Grafik Histogram...................................... 110
Gambar 4.2 Hasil Uji Normalitas Regresi pada Normal P-P Plot........................................ 111
Gambar 4.3 Hasil Uji Heteroskedastisitas Menggunakan Metode Scatterplot..................... 113
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahnya sehingga saya, Mohamad Dhiya Fakhran dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Pengaruh Kenyamanan Tata Ruang Perpustakaan Umum Freedom Institute terhadap Budaya
Baca Pemustaka”. Penelitian skripsi ini berguna untuk mencapai gelar Sarjana Ilmu
Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Terdapat beberapa kendala selama penyelesaian skripsi ini, tetapi karena bantuan dari
beberapa pihak baik secara materil, moril, waktu, sampai dengan tenaga sehingga penulis dapat
melewati berbagai kendala tersebut dan dapat menyelesaikan skripsi ini. Karena itu penulis
mengucapkan terimakasih terutama kepada kedua orang tua Mohamad Ridwan Mulyadi, dan
IA Unani yang selalu mendukung serta mendoakan sehingga penulis diberi kemudahan dalam
menyelesaikan skripsi ini. Tidak lupa memberikan dorongan semangat serta motivasi dalam
penyelesaian skripsi ini.
Kemudian tidak lupa pula tersusunnya skripsi ini dari bantuan dan pasrtisipasi beberapa
pihak lain, karena itu saya ucapkan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., M.A, selaku Rektor UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Drs. Saiful Umam, M.A., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Siti Maryam, S. Ag., S.S., M.Hum selaku ketua Program Studi Ilmu Perpustakaan.
4. Amir Fadila, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Perpustakaan.
xi
5. Nurul Hayati M.Hum sebagai dosen pembimbing penulis yang memberikan arahan
serta bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini terselesaikan.
6. Seluruh dosen Program Studi Ilmu Perpustakaan yang telah memberikan ilmunya
selama penulis duduk di bangku kuliah mulai dari semester 1 hingga saat ini.
7. Pihak Perpustakaan Umum Freedom Institute, khususnya kepada Joko dan Ujang
Saripudin yang telah membantu dalam memberikan data dan informasi yang penulis
butuhkan, serta untuk para pemustaka yang telah berpartisipasi membantu penulis
untuk mengisi kuesioner sehingga penelitian ini dapat di selesaikan.
8. Kepada para sahabat Rahmat Fakih Yogatama, Slamet Nungkiarta, Mohammad Ibnu
Rozi, Muhammad Gradhi Pamungkas, Satya Buana Hudan, dan Tri Hartanto. Penulis
berterimakasih atas doa, semangat, dan kebersamaan yang kalian berikan selama
penulis menyusun skripsi ini.
9. Seluruh teman-teman di Program Studi Ilmu Perpustakaan angkatan 2015, khususnya
kelas B. Terimakasih atas kebersamaan selama 4 tahun, teman seperjuangan melewati
setiap tahap demi tahap perkuliahan selama 4 tahun ini.
10. Beberapa pihak yang terlewatkan atau tidak dapat penulis sebutkan satu persatu,
terimakasih atas dukungan dan semua kebaikan serta doa yang selalu diberikan untuk
penulis.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan serta
dapat berguna untuk penelitian selanjutnya.
xii
Akhir kata penulis ucapkan doa kepada Allah SWT agar membalasa semua kebaikan
yang telah diberikan kepada semua pihak yang telah membantu serta mendukung penulis dalam
proses penyelesaian skripsi ini. Penulis mengharapkan skripsi ini dapat bermanfaat untuk
penelitian selanjutnya, dapat memberikan wawasan bagi pembacanya, serta memberikan
manfaat untuk perkembangan dunia perpustakaan saat ini hingga masa mendatang.
Aamiin Yaa Robbal’ alamiin
Jakarta, Mei 2019
Mohamad Dhiya Fakhran
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada saat ini keberadaan perpustakaan tidak dapat dipisahkan dari
peradaban budaya dan umat manusia. Perpustakaan adalah sebuah ruangan,
bagian, atau sub bagian dari gedung. Ataupun gedung itu sendiri yang digunakan
untuk menyimpan buku, biasanya disimpan menurut tata susunan serta
digunakan untuk anggota perpustakaan.1
Selain itu perpustakaan juga dapat diartikan sebagai suatu ruangan yang
mencakup bagian dari gedung atau bangunan yang berisi koleksi yang diatur dan
disusun sedemikian rupa. Perpustakaan merupakan sarana pendukung kegiatan
akademik dimana kegiatan utama perpustakaan adalah menyebarkan informasi
dan pengetahuan. Perpustakaan berisi buku koleksi, yang diatur dan disusun
sedemikian rupa sehingga mudah untuk dicari dan dipergunakan apabila
sewaktu-waktu diperlukan oleh pemustaka.2
Secara umum dalam mengelola suatu perpustakaan tidak dapat terlepas
dari tata ruang perpustakaan. Di era modern saat ini perpustakaan tidak hanya
berfokus untuk menyediakan koleksi sebaik mungkin melainkan juga harus
memerhatikan tata ruang yang dapat menarik para pemustaka untuk datang terus
1 Sulistyo Basuki, Pengantar Ilmu Perpustakaan (Jakarta: Universitas Terbuka, 2011), p. 1. 2 Sutarno NS and Zulfikar Zen, Manajemen Perpustakaan: Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta:
Sagung Seto, 2006), p. 11.
2
menerus karena kenyamanan yang mereka dapatkan. Hal ini menjadi sebuah
tantangan baru bagi perpustakaan karena dalam menyediakan sebuah tata ruang
yang nyaman dan menarik dibutuhkan sebuah kerjasama atau kolaborasi antara
pustakawan dengan arsitektur.
Lasa HS menuturkan bahwa dalam melakukan pelaksanaan kegiatan di
perpustakaan dibutuhkan sebuah kenyamanan, keselamatan, dan keamanan
kerja. Dalam mencapai ketiga hal tersebut dapat dipengaruhi oleh temperatur,
suhu udara, pencahayaan, warna, bau, dan perabot perpustakaan. Karena itu
dalam melakukan sebuah pengaturan tata ruang perpustakaan diperlukan sebuah
desain tata ruang yang dapat memenuhi kebutuhan dasar berkreatifitas,
mempengaruhi penampilan, perasaan, dan kepribadian.3
Dengan penataan ruang perpustakaan yang baik. Pemustaka akan
merasa nyaman dan memulai kebiasaan mereka untuk datang terus menerus ke
perpustakaan. Berawal dari sebuah kebiasaan akan menimbulkan sebuah reaksi
terhadap budaya baca para pemustaka. Karena perpustakaan merupakan salah
satu tempat yang dapat berperan dalam budaya baca masyarakat. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia budaya merupakan pikiran, akal budi, adat
istiadat, sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sudah sukar diubah.4
Budaya adalah bentuk jamak dari kata budi dan daya yang berarti cinta, karsa,
dan rasa. Kata budaya sebenarnya berasal dari bahasa sanskerta buddhayah yaitu
bentuk jamak kata buddhi yang berarti budi atau akal.5 Sedangkan menurut Tylor
3 Lasa Hs, Manajemen Perpustakaan (Yogyakarta: Gama Media, 2005), p. 130. 4 Tim Penyusun KBBI, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2008), p. 169. 5 Paul J Zak, Angela A Stanton, and Sheila Ahmadi, ‘Oxytocin Increases Generosity in Humans’,
PloS One, 2.11 (2007), p. 1128.
3
budaya adalah suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat istiadat, dan kemampuan
yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota
masyarakat.6 Berdasarkan definisi tersebut dapat diperoleh pengertian mengenai
budaya, yaitu sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan yang
terdapat dalam pikiran manusia menjadi suatu kebiasaan yang diperoleh melalui
belajar. Sedangkan kebudayaan merupakan hasil dari karya, rasa, dan cipta yang
di dapat oleh manusia sebagai masyarakat.
Kemampuan dalam membaca merupakan suatu kebutuhan bagi
masyarakat. Membaca semakin penting dalam kehidupan masyarakat yang
semakin kompleks, setiap aspek kehidupan melibatkan kegiatan membaca.
Proses membaca merupakan proses penerimaan simbol, kemudian
mengintererpretasikan simbol, atau kata yang dilihat atau mempersepsikan,
mengikuti logika dan pola tata bahasa dari kata-kata yang ditulis penulis,
mengenali hubungan antara simbol dan suara antara kata-kata dan apa yang ingin
ditampilkan, menghubungkan kata-kata kembali kepada pengalaman langsung
untuk memberikan kata-kata yang bermakna dan mengingat apa yang mereka
pelajari dimasa lalu dan menggabungkan ide baru dan fakta serta menyetujui
minat individu dan sikap yang merasakan tugas membaca.
Dapat diambil kesimpulan bahwa budaya baca adalah suatu kebiasan
yang didalamnya terjadi proses berfikir yang kompleks, terdiri dari sejumlah
6 Edward Burnett Tylor, The Winged Figures of the Assyrian and Other Ancient Monuments
(Germany: Universitätsbibliothek Johann Christian Senckenberg, 2008), p. 27.
4
kegiatan seperti keterampilan menangkap atau memahami kata-kata atau kalimat
yang tertulis, menginterpretasikan, dan merefleksikan. Dalam kegiatan
membaca juga perlu memiliki kondisi fisik yang baik sehingga konsentrasi
tercurahkan sepenuhnya kepada teks atau tulisan yang sedang dibaca.
Melalui hasil observasi yang penulis lakukan di Perpustakaan Umum
Fredoom Institute. Mengenai pengaruh kenyamanan tata ruang terhadap budaya
baca pemustaka, bahwa sebagian besar pemustaka lebih banyak menduduki
perpustakaan yang memiliki tata ruangan yang nyaman. Hal ini menjadi salah
satu pertanyaan yang diajukan kepada beberapa pemustaka, dan jawaban
pemustaka lebih memilih perpustakaan dengan tata ruang yang nyaman ialah
karena fasilitas perpustakaan yang baik, dan koleksi yang cukup lengkap. Karena
kenyamanan tata ruang tersebut membuat pemustaka betah berlama-lama di
perpustakaan. Bahkan salah satu pemustaka dapat bertahan seharian penuh dari
awal perpustakaan buka sampai dengan perpustakaan tutup. Hal ini dapat
menjadi sebuah pembuktian awal bahwa terdapat hubungan antara kenyamanan
tata ruang dengan budaya baca pemustaka.
Dalam melakukan pembangunan tata ruang kebijakan pembangunan
tata ruang yang tidak didasari dengan hati nurani dan tidak berpedoman pada
ajaran Islam kedepannya akan menimbulkan suatu permasalahan yang lebih
besar. Sudah banyak kasus-kasus tata ruang yang perencanaannya tidak
berpedoman pada nilai-nilai islam akhirnya yang terjadi adalah kerusakan, dan
bencana. Pembangunan tata ruang setidaknya harus memperhatikan kondisi
sosial masyarakat, dan aturan-aturan yang berlaku serta tidak menentang hukum
5
Allah. Karena itu dalam penataan tata ruang perpustakaan juga memerlukan
sebuah aturan. Perpustakaan yang penataannya baik akan membawa suasana
menjadi lebih nyaman sehingga pemustaka betah untuk menghabiskan waktu di
perpustakaan.7
Membaca merupakan suatu hal yang sangat bermanfaat. Karena
dengan membaca kita dapat mengetahui suatu hal yang baru. Karena itu budaya
baca harus ditumbuhkan sejak dini. Sebab budaya baca sangat bermanfaat dalam
peradaban ilmu pengetahuan, dalam Q.S. Al-Alaq dan Q.S.Thaha dijelaskan
bahwa Al-Qur’an sangat memotivasi untuk membaca, firman yang pertama kali
turun yaitu, “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan”,
(QS Al-Alaq : 1). Kata iqro merupakan bentuk kata perintah yang pasti dan tegas
untuk membaca, juga memotivasi untuk belajar dan mengajar membaca.
Membaca identik dengan penambahan ilmu.
Allah SWT berfirman, Maka maha tinggi Allah raja yang sebenar-
benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al-Qur’an sebelum
disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan katakanlah: “Ya Tuhanku,
tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.” (QS Thaha : 114)
Ibnu Qayyim berkata, “Ayat ini cukup sebagai bukti kemuliaan ilmu.
Yaitu, Allah memerintahkan Nabi-Nya agar meminta tambahan ilmu
pengetahuan. Ibnu Katsir menyatakan, “Maksudnya adalah tambahkanlah
untukku ilmu dari-Mu. Ibnu Uyainah menuturkan, “Rasulullah selalu memohon
7 BARENLITBANGDA Kota Banjarmasin, ‘AL-Qur’an - Tentang Tata Ruang Dan Kelestarian
kebudayaan,adat istiadat dan persepsi orang terhadap suhu, kelembaban
dan iklim. Kenyamanan audio dilihat berdasarkan kenyamanan terhadap
kebisingan baik di dalam bangunan maupun lingkungan23
Aspek tersebut merupakan indikator penanda perancangan ruang/gedung
dapat dikatakan optimal atau tidak. Bila aspek-aspek tersebut tidak terpenuhi
pada sebuah ruang akan menyebabkan kegiatan manusia di dalamnya menjadi
tidak optimal, dan menandakan bahwa proses perancangan ruang/gedung
tersebut kurang berhasil.
c. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Kenyamanan
Menurut Hakim ada beberapa faktor yang mempengaruhi kenyamanan
antara lain:
1) Sirkulasi Kenyamanan dapat berkurang karena sirkulasi yang kurang baik,
seperti tidak adanya pembagian ruang yang jelas untuk sirkulasi manusia dan
kendaraan bermotor, atau tidak ada pembagian sirkulasi antara ruang satu
dengan lainnya. Sirkulasi dibedakan menjadi dua yaitu sirkulasi di dalam
ruang dan sirkulasi di luar ruang atau peralihan antara dalam dan luar seperti
foyer atau lobby, koridor, atau hall.
23 Pemerintah, ‘Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tentang Bangunan Gedung’
(Jakarta: Departmen Pekerjaan Umum RI., 2002), p. 1.
27
2) Daya alam atau iklim:
a) Radiasi matahari dapat mengurangi kenyamanan terutama pada siang hari,
sehingga perlu adanya peneduh.
b) Angin perlu memperhatikan arah angin dalam menata ruang sehingga
tercipta pergerakan angin mikro yang sejuk dan memberikan kenyamanan.
Pada ruang yang luas perlu diadakan elemen-elemen penghalang angin
supaya kecepatan angin yang kencang dapat dikurangi.
c) Curah hujan sering menimbulkan gangguan pada aktivitas manusia di
ruang luar sehingga perlu di sediakan tempat berteduh apabila terjadi hujan
(shelter, gazebo).
d) Temperatur jika temperatur ruang sangat rendah maka temperatur
permukaan kulit akan menurun dan sebaliknya jika temperatur dalam
ruang tinggi akan mengalami kenaikan pula. Pengaruh bagi aktivitas kerja
adalah bahwa temperatur yang terlalu dingin akan menurunkan gairah
kerja dan temperatur yang terlampau panas dapat membuat kelelahan
dalam bekerja dan cenderung banyak membuat kesalahan
3) Kebisingan pada daerah yang padat seperti perkantoran atau industri,
kebisingan adalah salah satu masalah pokok yang bisa mengganggu
kenyamanan para pekerja yang berada di sekitarnya. Salah satu cara untuk
mengurangi kebisingan adalah dengan menggunakan alat pelindung diri (ear
muff, ear plug).
4) Aroma atau bau-bauan jika ruang kerja dekat dengan tempat pembuangan
sampah maka bau yang tidak sedap akan tercium oleh orang yang melaluinya.
28
Hal tersebut dapat diatasi dengan memindahkan sumber bau tersebut dan
ditempatkan pada area yang tertutup dari pandangan visual serta dihalangi
oleh tanaman pepohonan atau semak ataupun dengan peninggian muka tanah.
5) Bentuk dari rencana konstruksi harus disesuaikan dengan ukuran standar
manusia agar dapat menimbulkan rasa nyaman.
6) Keamanan merupakan masalah terpenting, karena ini dapat mengganggu dan
menghambat aktivitas yang akan dilakukan. Keamanan bukan saja berarti dari
segi kejahatan (kriminal), tapi juga termasuk kekuatan konstruksi, bentuk
ruang, dan kejelasan fungsi.
7) Kebersihan sesuatu yang bersih selain menambah daya tarik lokasi, juga
menambah rasa nyaman karena bebas dari kotoran sampah ataupun bau-
bauan yang tidak sedap. Pada daerah tertentu yang menutut kebersihan tinggi,
pemilihan jenis pohon dan semak harus memperhatikan kekuatan daya rontok
daun dan buah.
8) Keindahan merupakan hal yang perlu diperhatikan untuk memperoleh
kenyamanan karena mencakup masalah kepuasan batin dan panca indera.
Untuk menilai keindahan cukup sulit karena setiap orang memiliki persepsi
yang berbeda untuk menyatakan sesuatu itu adalah indah. Dalam hal
kenyamanan, keindahan dapat diperoleh dari segi bentuk ataupun warna.
9) Penerangan untuk mendapatkan penerangan yang baik dalam ruang perlu
memperhatikan beberapa hal yaitu cahaya alami, kuat penerangan, kualitas
cahaya, daya penerangan, pemilihan dan perletakan lampu. Pencahayaan
29
alami di sini dapat membantu penerangan buatan dalam batas-batas tertentu,
baik dan kualitasnya maupun jarak jangkauannya dalam ruang.24
Selain faktor diatas, warna juga merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi kenyamanan suatu ruangan. Warna adalah suatu bentuk cahaya
atau radiasi gelombang elektromagnetik, yang dihasilkan dari cahaya matahari
yang berwarna putih. Mata manusia dapat melihat warna setelah cahaya
matahari melewati sebuah prisma yang membiaskan dan memisahkan cahaya
tersebut menjadi 7(tujuh) frekuensi gelombang cahaya yang berbeda yaitu:
merah, jingga, kuning, hijau, nila, ungu. Jadi seseorang bias melihat warna
berkat adanya cahaya yang masuk ke mata. Untuk itu manusia tidak bisa melihat
warna dalam ruang yang gelap tanpa cahaya.25 Salah satu yang paling mudah
untuk memahami pembagian warna-warna dengan mengenal lingkaran warna
(color ring). Pada lingkaran warna terdapat 12 (duabelas) warna yang terbagi
atas warna primer, skunder dan tersier.26
Warna merupakan salah satu unsur penting dalam desain interior karena
warna dapat menciptakan suasana ruang yang berkesan kuat, menyenangkan
sehingga secara psikologi dapat member pengaruh emosional terhadap
penggunanya. Ditinjau dari efek psikologi dan sifat khas yang dimilikinya, maka
warna dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu kategori warna hangat dan
kategori warna dingin. Warna-warna yang berdekatan dengan warana merah dan
jingga digolongkan warna hangat, sedangkan warna-warna yang berdekatan
24 Rustam Hakim, Rancangan Visual Lansekap Jalan (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), p. 21. 25 Skinner Valeriean J, Cashing in on the ”Simple Magic” of Colour (Australia: Inner Light
Creations, 2001), p. 3. 26 Gon H and others, Kombinasi Warna (Jakarta: PT Prima Infosarana Media, 2008), p. 47.
30
dengan warna biru sampai berpuncak pada warna biru kehijauan digolongkan
warna dingin.27
Dilihat dari efek psikologi kedua kategori warna tersebut dapat
mempengaruhi psikologi manusia yang melihat. Efek psikologi golongan warna
hangat seperti merah dapat membangkitkan energi, aktif, antusias, bersemangat,
meningkatkan aliran darah. Tetapi kalau penerapan warna merah terlalu banyak
dapat merangsang kemarahan dan agresivitas. Jingga dapat menambah kekuatan
intuisi, fantasi, imajinasi, kreatif juga dapat memberi inspirasi dan obsesif.
Kuning dapat membangkitkan energi dan mood, warna yang penuh semangat
dan vitalitas, komunikatif dan mendorong ekspresi diri, memberi inspirasi,
memudahkan berpikir secara logis dan merangsang kemampuan intelektual.
Sementara itu, efek psikologi warna dingin seperti biru dapat menimbulkan
perasaan tenang, sejuk, tentram, hening dan damai, tapi hati-hati menerapkan
warna biru dalam desain interior karena warna biru terlalu dominan bias
menimbulkan kelesuan.
Warna hijau menyegarkan, membangkitkan energi dan mampu memberi efek
menenangkan, menyejukan, menyeimbangkan emosi dan meredakan stress,
memberi rasa aman dan perlindungan, sedangkan warna lain selain warna hangat
dan dingin ada warna coklat, putih, hitam, dan abu-abu. Coklat merupakan warna
netral yang natural, stabil, namun juga bias menjadi berat dan kaku bila terlalu
mendominasi dalam interior. Putih melambangkan kemurnian dan kepolosan,
memberikan perlindungan, ketentraman, tapi apabila warna putih mendominasi
27 H and others, p. 58.
31
dalam interior dapat menimbulkan perasaan dingin, steril, kaku dan terisolir.
Warna hitam merupakan warna kuat, maskulin, penuh percaya diri, megah
dramatis dan misterius, tapi hitam juga merupakan lambang duka dan dapat
menimbulkan perasaan tertekan apabila terlalu mendominasi dalam interior.
Abu-abu termasuk warna netral, dapat menciptakan kesan serius namun juga
menetramkan dan menimbulkan perasaan damai. Abu-abu juga dapat
menimbulkan kesan luas dan stabil, tetapi kalau dalam penerapan interior abu-
abu tua terlalu mendominasi maka ruangan akan terasa kaku dan tidak
komunikatif.28
Pengaruh-pengaruh dari warna-warna tersebut dapat memberikan nilai lebih
terhadap perencanaan interior suatu ruang sehingga dapat mempengaruhi faktor
psikologi pemakainya sesuai dengan tujuan dan kegunaan ruang. Seperti contoh
suasana ruang tenang (calm) sebaiknya memilih warna-warna lembut yang
elegan sehingga menjadikan ruang terkesan luas, tentram, damai santai dan
Dengan pemberian warna ruangan yang tepat akan menimbulkan perasaan
nyaman dan tenang seseorang.
3. Teori Tata Ruang Perpustakaan
a. Pengertian Tata Ruang Perpustakaan
Gedung atau ruangan perpustakaan merupakan sarana penting dalam
penyelenggaraan perpustakaan. Perpustakaan sebagai unit pelayanan jasa, harus
28 H and others, p. 62.
32
memiliki sarana kerja yang cukup dan permanen untuk menampung semua
koleksi, fasilitas, staf dan kegiatan perpustakaan sebagai unit kerja. Sarana yang
dimaksud adalah sarana fisik dalam bentuk ruangan atau gedung. Perpustakaan
sebagai pusat informasi dan pengetahuan memiliki tugas dan fungsi yang
strategis yaitu menyediakan fasilitas ruang baca yang nyaman dan aman bagi
pemustakanya. Layanan ruang baca merupakan layanan yang diberikan oleh
perpustakaan kepada pemustaka berupa tempat untuk melakukan kegiatan
membaca. Biasanya penataan ruang baca diintegrasikan dengan rak koleksi dan
sistem penelusuran informasi perpustakaan.
Dalam pengaturan ruang baca perpustakaan agar nyaman dan aman maka
diperlukan adanya ilmu tata ruang. Ilmu tata ruang baca di perpustakaan sangat
dibutuhkan karena merupakan salah satu aspek pembinaan perpustakaan yang
memiliki pengaruh dan peranan yang sangat besar dalam memperlancar layanan
maupun pelaksanaan fungsi perpustakaan.
Gedung perpustakaan adalah bangunan yang sepenuhnya diperuntukan bagi
seluruh aktivitas sebuah perpustakaan. Disebut gedung apabila merupakan
bangunan besar dan permanen, terpisah pergerakan manusia sebagai pengguna
perpustakaan, daerah konsentrasi manusia, daerah konsentrasi buku/barang, dan
titik-titik layanan yang diberikan oleh perpustakaan. Untuk itu, keberadaan
gedung atau ruangan perpustakaan secara mutlak perlu ada, karena perpustakaan
33
tidak mungkin digabungkan dengan unit-unit kerja yang lain di dalam satu
ruangan.29
Gedung perpustakaan memiliki tempat yang terdiri dari sejumlah ruangan
yang tiap-tiap ruangan tersebut mempunyai fungsi yang berbeda-beda. Ruang
perpustakaan merupakan tempat yang disediakan untuk perpustakaan harus
terpisah dari aktivitas lain. Selain itu pembagian ruangan harus disesuaikan juga
dengan sifat kegiatan, sistem kegiatan, jumlah pengguna, jumlah staf dan
keamanan tata kerja, sehingga kelancaran kegiatan dalam perpustakaan tersebut
berjalan efektif.30
Tata ruang terdiri dari dua kata “Tata” dan “Ruang”. Tata dapat diartikan
sebagai pengaturan susunan ruangan suatu wilayah/daerah (kawasan).
Sedangkan Ruang dapat dipahami sebagai wadah, konsep, dan pengertian
dengan penekanan tertentu. Ruang sebagai wadah, juga juga dikenal dengan
(space). Menurut Karmono Mangunkusumo ruang adalah wadah kehidupan
manusia beserta sumber daya alam yang terkandung di dalamnya, meliputi bumi,
air, dan udara sebagai satu kesatuan.31 Dalam pasal 1 UU No. 26 Tahun 2007
tentang penataan ruang, ruang adalah wadah yang meliputi: darat, laut, dan
udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat
manusia, dan mahluk hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan
29 Sutarno NS and Zulfikar Zen, Manajemen Perpustakaan: Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta:
Sagung Seto, 2006), p. 55. 30 Perpustakaan Nasional RI. Pedoman Penyelenggaraan Perpustakaan Perguruan Tinggi
(Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2015). p. 11. 31 Karmono Mangunsukarjo, ‘Evaluasi Sumberdaya Lahan Untuk Pertanian Melalui Interpretasi
Foto Udara Di Daerah Kecamatan Piyungan Kabupaten Bantul Dan Sekitarnya’ (unpublished
PhD Thesis, [Yogyakarta]: Universitas Gadjah Mada, 1990), p. 46.
34
hidupnya.32 Dari penjelasan diatas mengenai tata dan ruang disimpulkan bahwa
menurut UU No, 24 Tahun 1992 (PUPR) tata ruang adalah wujud struktural dan
pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak. Tata ruang sesungguhnya
selalu ada pemanfaatan ruang secara nyata.33
Sedangakan di bidang perpustakaan “Tata” merupakan pengaturan susunan
sarana perpustakaan, dan “Ruangan” diartikan sebagai tempat
diselenggarakannya perpustakaan.34 Tata ruang perpustakaan adalah pengaturan
sarana perpustakaan berupa perabot, koleksi, dan perlengkapan lainnya yang
merupakan bagian dari perpustakaan. Penataan ruangan perpustakaan perlu
dilakukan secara hati-hati dan mempertimbangkan berbagai aspek. Untuk dapat
memikat perhatian pemustaka agar mau datang ke perpustakaan, salah satu cara
yang bisa dilakukan adalah melalui penataan ruangan yang menarik dan
fungsional.35
Perpustakaan dalam hal penempatan dan penataan perabot maupun
kelengkapan lainnya serta bahan bacaan perlu diletakan dan ditata sedemikian
rupa agar apa yang disajikan kelihatan menarik. Ruangan yang tertata rapi dan
buku–buku yang juga tertata akan membuat suatu perpustakaan memberikan
nuansa nyaman sehingga pemustaka tertarik untuk membaca buku dan betah
berada di perpustakaan.
32 Pemerintah, Undang-Undang Tentang Penataan Ruang (Jakarta: Biro Peraturan Perundang-
undangan Bidang Politik Dan Kesejahteraan Rakyat, 2007). p. 28. 33 Pemerintah, Undang-Undang Tentang Penataan Ruang (Jakarta: Biro Peraturan Perundang-
undangan Bidang Politik Dan Kesejahteraan Rakyat, 1992). p. 13. 34 Yusuf Pawit M and Yaya Suhendra, Pedoman Penyelenggaraan Perpustakaan Sekolah (Jakarta:
Kencana, 2007), p. 95. 35 Wiji Suwarno, Perpustakaan Dan Buku (Yogyakarta: AR-Ruzz Media, 2011), p. 45.
35
b. Aspek Tata Ruang Perpustakaan
Lingkungan perpustakaan hendaknya dibangun dengan sebaik mungkin. Jika
lingkungan perpustakaan baik internal maupun eksternal di tata dengan baik maka
akan mendatangkan banyak kebaikan bagi perpustakaan sendiri, pengelola maupun
bagi pengguna perpustakaan. Tata ruang perpustakaan hendaknya dapat dibangun
senyaman mungkin yang dioptimalkan untuk penggunaan perpustakaan tersebut.
Penataan ruang yang baik dapat memenuhi banyak manfaat misalnya membuat
pengunjung betah dan mau kembali lagi ke perpustakaan. Selain itu hal yang paling
mendasar pada penataan ruang agar pengguna perpustakaan mudah mendapatkan
informasi dan referensi pada lingkungan yang kondusif. Jika kondisi perpustakaan
kotor dan banyak buku berserakan, tentu saja pengguna akan sulit berkonsentrasi
ketika mencari informasi di perpustakaan.
Melihat dari banyaknya manfaat, maka aspek penataan ruang merupakan hal
yang sangat penting dalam perpustakaan. Ada banyak hal yang perlu diperhatikan
dalam penataan ruang perpustakaan agar tertata dengan baik. Suwarno menyebutkan
bahwa terdapat 4 aspek yang perlu diperhatikan dalam penataan ruang perpustakaan.
Aspek-aspek tersebut antara lain:36
1) Aspek Fungsional
Dalam penataan ruang harus memperhatikan masing-masing fungsi dan
kegunaan komponen-komponen penyusun perpustakaan termasuk benda-
benda yang diletakkan di perpustakaan. Masing-masing komponen maupun
perabot dan benda lain dalam perpustakaan harus ditempatkan dan harus
36 Suwarno, p. 45.
36
memiliki fungsi dalam perpustakaan, jangan sampai terdapat terlalu banyak
benda yang tidak memiliki fungsi banyak yang diletakkan. Hubungan dan
alur antar sekat dan ruang juga sangat penting agar pergerakan pemustaka
maupun pustakawan tidak terganggu.
2) Aspek Psikologis Pegguna
Bahwa penataan ruang perpustakaan dapat mempengaruhi aspek
psikologis pengguna. Meliputi hal utama bagaimana agar pengunjung merasa
nyaman ketika berada di perpustakaan, leluasa menggunakan seluruh fasilitas
perpustakaan serta mampu mendapat informasi yang diinginkan dengan baik.
Harmonisasi dan keserasian ruang menjadi hal penting untuk mempengaruhi
psikologis pengguna agar dalam perpustakaan tidak hanya merasa tenang,
namun juga memunculkan kesenangan.
3) Aspek Estetika
Aspek estetika merupakan hal-hal yang terkait dengan keindahan.
Kerapian penataan perabot dan benda-benda yang dipergunakan serta
aksesoris lain yang menunjang keindahan ketika mata memandang perlu
ditambahkan. Pemilihan warna, lukisan, jika perlu musik yang membuat jiwa
pemustaka tenang sangat bisa dimanfaatkan agar keindahan tata ruang
semakin lengkap.
4) Aspek Keamanan Bahan Pustaka
Keamanan sangat penting diperhatikan dalam perpustakaan, apalagi ini
berkaitan dengan koleksi fisik yang kemungkinan mudah rusak atau hilang
kapan saja. Desain tata ruang perlu memperhatikan hal-hal yang mengancam
37
keberadaan koleksi diperpustakaan baik yang bersifat alamiah maupun atas
campur tangan pengguna, jika perlu penggunaan teknologi sangat dianjurkan
untuk digunakan.
Ketika aspek-aspek penataan ruang perpustakaan tersebut mampu
diterapkan mengikuti hakikatnya dengan baik, maka perpustakaan pasti dapat
menjadi tempat yang sangat kondusif sebagai penyimpan koleksi referensi
dan informasi. Pengguna atau pemustaka maupun pengelola atau pustakawan
tentu akan sangat nyaman dan betah menjalankan aktivitas di perpustakaan.
Bukan tidak mungkin pula konsep penataan ruang yang khusus namun
tetap memperhatikan aspek-aspek penataan ruang tersebut mampu menjadi
ciri khas dan menarik banyak pengunjung. Beberapa perpustakaan sudah
dirancang dengan konsep-konsep khusus seperti konsep klasik bahkan ada
yang menyatukan kafe dengan perpustakaan. Pengunjung tentu akan sangat
tertarik mengunjungi perpustakaan dan berlama-lama menggunakan
perpustakaan berkonsep khusus tadi karena dalam penataan ruang tetap
memperhatikan aspek-aspek yang telah disebutkan sebelumnya.
c. Prinsip Tata Ruang Perpustakaan
Gedung maupun perpustkaan perlu di tata sesuai kebutuhan dan harus
tetap mengindahkan prinsip - prinsip arsitektur. Ruang akan nyaman bagi
para pemustaka dan pustakawan apabila ditata dengan memperhatikan pada
fungsi keindahan, dan keharmonisan ruang. Dengan penataan ini akan
memberikan kepuasan fisik dan psikis bagi orang - orang yang
38
menempatinya. Oleh karena itu dalam perencanaan gedung perlu
diperhitungkan kebutuhan manusia, tata ruang, dan segi lingkungan.
Setiap unit perlengkapan dan fasilitas ruangan hendaknya ditata menurut
cara dan sistem yang tepat, baik dari segi pemilihan, pemasangan, maupun
pemeliharaan fasilitas ruangan di perpustakaan Sulistyo Basuki mengatakan
ada dua hal yang harus dipertimbangkan dalam menata ruang baca
perpustakaan, diantaranya: 37
1) Pertimbangan umum, meliputi sumber daya keuangan, letak/lokasi, luas
ruang, jumlah staf, tujuan dan fungsi organisasi, pemakai, kebutuhan
pemakai, perilaku pemakai, infrastruktur, dan fasilitas teknologi informasi
yang diperlukan untuk melengkapi kenyamanan ruang baca perpustakaan.
2) Pertimbangan teknis, terkait dengan kegiatan telaah awal untuk menentukan
kondisi optimal bagi pemanfaatan ruang dan perlengkapan, pengawetan
dokumen, kenyamanan pemakai, serta mempertimbangkan faktor cuaca
(suhu), penerangan (cahaya), akustik (kebisingan), masalah khusus (koleksi
mikro), dan keamanan (tahan api) saat di dalam ruang perpustakaan.
Di samping itu, perencanaan ruang perpustakaan harus mangacu pada
hubungan antar ruang yang bersifat interaktif agar dapat dipandang secara
mudah dan nyaman, baik dari segi efisiensi dan alur kerja, mutu pelayanan,
maupun pengawasan. Keberadaan fasilitas dan ruang baca perpustakaan
37 Sulistyo Basuki, Teknik Dan Jasa Dokumentasi (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992), p.
57.
39
harus menyatu dengan kondisi dan bentuk bangunannya agar sesuai dengan
standar kenyamanan dan keamanan ruang perpustakaan.
Pada saat masuk ke ruang perpustakaan, harus terlihat papan petunjuk
yang jelas sesuai dengan pola induk pembangunan infrasturktur
perpustakaan. Penampilan bangunan perpustakaan harus mencerminkan
adanya interaksi sosial dan fungsional, baik antara pemustaka dengan
pemustaka, pemustaka dengan petugas, maupun petugas dan pimpinan
perpustakaan.
Desain ruangan dibangun dan ditata tanpa harus meninggalkan unsur
arsitektur dan estetika agar tetap terlihat nyaman. Sistem keamanan ruangan
dan sirkulasi udara harus diperhatikan agar tidak menggangu kenyamanan
pengguna dalam memanfaatkan fasilitas perpustakaan. Tata ruang
perpustakaan sangat diperlukan karena dengan adanya tata ruang baca yang
nyaman dan aman dapat memuaskan kebutuhan pemustaka, serta dapat
meningkatkan minat pemustaka untuk berkunjung ke perpustakaan.
Selain itu, dalam merancang ruang perpustakaan perlu diperhatikan dalam
penataan ruang baca, ruang koleksi, dan ruang sirkulasi yang dapat dipilih
dengan sistem tata sekat, tata parak, dan tata baur.38
1) Sistem Tata Sekat, yaitu cara pengaturan ruangan perpustakaan yang
menempatkan koleksi terpisah dari ruang baca pengunjung. Sistem ini, tidak
memperkanan pengunjung untuk masuk ke ruang koleksi dan petugaslah
3) Gedung perpustakaan dilengkapi area parkir, fasilitas umum, dan
fasilitas khusus.
3) Ruang Perpustakaan
a) Ruang perpustakaan paling sedikit memiliki area koleksi, baca, dan staff
yang ditata secara efektif, efisien, dan estetik.
b) Setiap perpustakaan wajib memiliki sarana ruang peyimpanan koleksi,
akses informasi, dan sarana pelayanan perpustakaan.
c) Sarana ruang penyimpanan koleksi paling sedikit berupa perabot yang
sesuai dengan bahan perpustakaan yang dimiliki.
4) Sarana
a) Sarana akses informasi paling sedikit berupa perabot, peralatan, dan
sarana temu kembali informasi bahan perpustakaan dan informasi.
b) Sarana ruang pelayanan perpustakaan paling sedikit berupa perabot, dan
peralatan-peralatan yang sesuai degan jenis pelayanan perpustakaan,
seperti tabel berikut :
43
No Jenis Rasio Deskripsi
1. Perabot kerja 1 set/ pengguna Dapat menunjang kegiatan
memperoleh informasi dan
mengelola perpustakaan. Paling
sedikit terdiri atas kursi dan
meja baca pengunjung, kursi
dan meja kerja pustakawan,
meja sirkulasi dan meja
multimedia.
2. Perabot
penyimpanan
1 set/
perpustakaan
Dapat menyimpan koleksi
perpustakaan dan peralatan lain
untuk pengelolaan
perpustakaan. Paling sedikit
terdiri atas rak buku, rak
majalah, rak surat kabar, lemari/
laci katalog, dan lemari yang
dapat dikunci.
3. Peralatan
multimedia
1 set/
perpustakaan
Paling sedikit terdiri atas 1 set
komputer dilengkapi dengan
teknologi informasi dan
komunikasi.
44
4. Perlengkapan
lain
1 set/
perpustakaan
Minimum terdiri atas buku
inventaris untuk mencatat
koleksi perpustakaan, buku
pegangan pengolahan untuk
pengkatalogan bahan pustaka,
yaitu bagian klasifikasi, daftar
tajuk subjek, dan pengaturan
pengkatalogan, serta papan
pengumuman.
4. Teori Budaya Baca Pemustaka
a. Pengertian Budaya
Kebudayaan adalah keseluruhan gagasan atau tindakan, hasil karya
manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri
manusia dengan belajar. Definisi yang menganggap bahwa “kebudayaan” dan
‘tindakan kebudayaan” itu adalah segala tindakan yang harus dibiasakan oleh
manusia dengan belajar (learned behavior). Kata kebudayaan dan culture.
Kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari
buddhi yang berarti “budi” atau “akal”. Dengan demikian ke-budaya-an dapat
diartikan: hal-hal yang bersangkutan dengan akal.42
Adapun kata culture artinya sama dengan kebudayaan, berasal dari kata
corole berarti memelihara, mengolah, mengerjakan berbagai hal yang
42 Edi Sedyawati, Budaya Indonesia: Kajian Arkeologi, Seni, Dan Sejarah (Divisi Buku Perguruan
Tinggi, RajaGrafindo Persada, 2006), p. 11.
45
menghasilkan tindak budaya. Menurut Fischer, kebudayaan-kebudayaan yang
ada di suatu wilayah berkembang disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain
lingkungan geografis, induk bangsa, dan kontak antarbangsa.43 Budaya adalah
pikiran atau akal budi yang tercermin di dalam pola pikir, sikap, ucapan, dan
tindakan seseorang didalam hidupnya. Budaya diawali dari sesuatu yang sering
atau biasa dilakukan sehingga akhirnya menjadi suatu kebiasaan atau budaya.44
Ralph Linton dalam bukunya The Cultural Background of Personality
mengatakan bahwa kebudayaan adalah konfigurasi dari tingkah laku dan hasil
laku, yang unsur-unsur pembentukannya didukung serta diteruskan oleh anggota
masyarakat tertentu.45 Menurut Parsudi Suparlan, suatu budaya dapat melandasi
semua perilaku manusia karena suatu budaya merupakan sebuah pengetahuan
manusia yang digunakan dalam memahami lingkungan dan juga pengalaman
yang terjadi padanya.46 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, budaya
memiliki arti sebuah pemikiran, adat istiadat dan juga akal budi. Namun, secara
bahasa kebudayaan memiliki arti diturunkan dari kata budaya yang mana lebih
cenderung untuk menunjukkan kepada pola berpikir manusia.47
Berdasarkan definisi tersebut dapat diperoleh pengertian mengenai budaya,
yaitu sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat
dalam pikiran manusia menjadi suatu kebiasaan yang diperoleh melalui belajar.
43 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), p. 26. 44 NS and Zen, p. 62. 45 Ralph Linton, The Cultural Background of Personality. (United States: Appleton-Century
Crofts, 1945), p. 7. 46 Parsudi Suparlan, Kesetaraan Warga Dan Hak Budaya Komuniti Dalam Masyarakat Majemuk
Indonesia, Antropologi Indonesia, (2001). p. 66. 47 Tim Penyusun KBBI, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2008), p. 169.
46
Sedangkan kebudayaan merupakan hasil dari karya, rasa, dan cipta yang di dapat
oleh manusia sebagai masyarakat.
b. Pengertian Membaca
Membaca pada hakikatnya adalah suatu yang melibatkan banyak hal yang
tidak hanya melafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan aktivitas visual, berpikir,
psikolinguistik, dan metakognitif. Sebagai proses visual, membaca merupakan
proses penerjemahan simbol tulis (huruf) kedalam kata-kata lisan. Sebagai suatu
proses berpikir, membaca mencakup aktivitas pengenalan kata, pemahaman
literal, interpretasi, membaca kritis, dan pemahaman kreatif.48 Membaca
merupakan proses untuk memperoleh pengertian dari kombinasi beberapa huruf
dan kata. Juel mengartikan bahwa membaca adalah proses untuk mengenal kata
dan memadukan arti kata dalam kalimat dan struktur bahaan bacaan. Sedangkan
menurut Ase S. Muchyidin membaca adalah proses penafsiran lambang dan
pemberian makna terhadapnya.49
Membaca seperti dicatat oleh Anyachebelu, Anyaemene dan Adebola
adalah kegiatan belajar yang penting. Membaca akan meningkatkan prestasi
akademik, memfasilitasi pengetahuan untuk kemandirian, melengkapi individu
berfungsi secara bermakna dan efektif dalam skema hal-hal yang menyangkut
pembangunan bangsa. Hal ini membuktikan bahwa sejauh mana suatu negara
berkembang dilihat dari budaya membaca warga negara tersebut. Membaca
48 Rahim Farida, ‘Pengajaran Membaca Di Sekolah Dasar: Jakarta’, PT Bumi Aksara, 2005, p. 2. 49 Ase S Muchyidin, Pelayanan Perpustakaan: Referensi Untuk Perpustakaan Sekolah (Bandung:
Biro IKIP, 2004), p. 9.
47
adalah faktor penentu dalam pembangunan nasional.50 Membaca menurut Yilben
dan Kitgkka membaca adalah keterampilan dasar serta sudut kesuksesan
sepanjang hidup. Karena itu membaca adalah aspek dari belajar dan tidak boleh
diabaikan. Membaca sebagai suatu tindakan memainkan peran penting dalam
menciptakan pembelajar mandiri. Membaca sangat diperlukan dalam
mempertahankan pengembangan masyarakat.51
Salah satu jalan utama untuk memperoleh informasi adalah membaca dan
membaca merupakan landasan di mana keterampilan akademik lainnya
dibangun.52 Namun, menjadi pembaca yang terampil dan mudah beradaptasi
menurut Igwe dapat meningkatkan peluang keberhasilan dalam hidup. Dia
memandang membaca bukan hanya untuk sekolah tetapi untuk kehidupan. Dia
lebih lanjut menilai bahwa membaca secara keseluruhan dan ragamnya sangat
penting untuk mendapatkan informasi yang lebih baik, dan memahami kita dan
juga orang lain.53 Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan
membaca bukanlah semata-mata proses visual saja, akan tetapi melibatkan dua
macam informasi, yaitu pertama yang datangnya dari apa yang ada di depan mata
kita, dan yang kedua datangnya dari belakang mata kita.
50 Faith Ebele Anyachebelu, Ada Anyamene, and Helen Ebunoluwa Adebola, ‘Strategies for
Promoting Reading Skills for the Educational Development of Learners in Anambra State,
Nigeria’, Journal of Emerging Trends in Educational Research and Policy Studies, 2.4 (2011),
211–15 (pp. 222–27). 51 JJ Yilben and G Kitgkka, ‘Revolutionary Secondary School Students Reading Habits for Better
Academic Performance’, Nigerian Journal of Sociology of Education, 2.2 (2008), 222–226. 52 Oyeronke Adebayo, ‘Reading Habits of Secondary School Teachers: A Study of Selected
Secondary Schools in Ado-Odo Ota Local Government Area’, Library Philosophy and Practice,
2009, 290–95 (pp. 150–59). 53 Kingsley Nwadiuto Igwe, ‘Reading Culture and Nigeria’s Quest for Sustainable Development’,
Library Philosophy and Practice, 2011, p. 7.
48
Hasil akhir dari proses membaca adalah seseorang mampu membuat intisari
dari bacaan. Membaca juga merupakan kemampuan dan keterampilan untuk
membuat suatu penafsiran terhadap bahan yang dibaca. Yang dimaksud dengan
kepandaian membaca tidak hanya menginterpretasikan huruf-huruf, gambar-
gambar, dan angka-angka saja, tetapi yang lebih luas daripada itu adalah
kemampuan seseorang untuk dapat memahami makna dari sesuatu yang
dibacanya. Dalam proses membaca terlihat aspek-aspek berpikir seperti,
Selain itu penelitian ini menunjukan bagaimana desain dan organisasi ruang
dapat membentuk sebuah perilaku membaca positif. Merancang sebuah
perpustakaan dengan tujuan spesifik untuk mendorong budaya membaca, serta
mendukung desain dengan program dan kebijakan yang relevan sehingga dapat
mengakibatkan pengguna lebih produktif dalam memilih ruang perpustakaan
untuk membaca.64 Melalui praktek evidencebased, desain perpustakaan sekolah
dapat secara sistematis ditingkatkan. Pada saat yang sama, hal ini adalah bukti
cara untuk mengadvokasi pentingnya perpustakaan sekolah untuk membaca.
Sehingga tujuan dalam meningkatkan budaya baca tersalurkan dengan baik.65
Keterangan diatas menjelaskan bahwa dengan adanya tata ruang yang baik
akan menghasilkan sebuah kenyamanan tata ruang. Dari kenyamanan tata ruang
akan menghasilkan sebuah keinginan pemustaka untuk kembali ke perpustakaan.
Sehingga membangun tata ruang perpustakaan yang menarik akan menjadi
alternatif dalam menghidupkan perpustakaan. Dimulai dari sini pemustaka akan
berinteraksi dengan bahan pustaka yang ada. Semakin sering adanya interaksi
diharapkan berpengaruh terhadap budaya baca para pemustaka.
64 Chin Ee Loh and others, ‘Building a Successful Reading Culture through the School Library: A
Case Study of a Singapore Secondary School’, International Federation OfLibrary
Associations and Institutions, Vol. 43 (4) (2017), 335–47. 65 Todd RJ, ‘Evidence-Based Practice and Schoollibraries’, Knowledge Commonwealth, 43.3
(2015), 8–15 (pp. 8–15).
56
C. Kerangka Pemikiran
Berikut adalah kerangka pemikiran dalam penelitian ini :
Pengaruh Kenyamanan Tata Ruang Perpustakaan Umum Freedom Institute
Terhadap Budaya Baca Pemustaka
Variable X Variable Y
(Kenyamanan Tata Ruang) (Budaya Baca)
1. Lokasi perpustakaan 1. Ketersediaan fasilitas membaca
2. Gedung a. Koleksi pribadi
3. Ruang perpustakan 2. Tingkat pemanfaatan sumber bacaan
4. Sarana dan prasarana a. Rata-rata kepemilikan bahan
5. Kedap suara pustaka (jumlah dan jenis)
6. Sistem penerangan b. Bahan bacaan yang dibaca
7. Aroma/bau c. Rata-rata kunjungan ke
8. Sirkulasi udara perpustakaan
9. Sistem pewarnaan d. Tingkat koleksi yang
10. Keamanan dimanfaatkan
11. Kebersihan 3. Kebiasaan membaca masyarakat
12. Suhu ruangan a. Rata-rata durasi membaca
b. Rata-rata frekuensi membaca
c. Tujuan membaca
57
D. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban atau dugaan sementara mengenai masalah yang akan
diteliti, adapun hipotesis untuk penelitian ini adalah pengaruh kenyamanan tata
ruang Perpustakaan Umum Freedom Institute terhadap budaya baca pemustaka.
Terdapat dua jenis hipotesis yang digunakan dalam penelitian, yaitu hipotesis kerja
yang disingkat Ha dan hipotesis hipotesis statistik yang disingkat Ho. Hipotesis
kerja (Ha) menyatakan adanya hubungan antara variable X dan Y. Hipotesis nol
(Ho) menyatakan tidak ada hubungan antara dua variable, atau tidak adanya
pengaruh variable X dengan Y.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan hipotesis kerja (Ha), yaitu
Terdapat pengaruh yang signifikan antara Kenyamanan Tata Ruang Perpustakaan
terhadap Budaya Baca Pengunjung pada Pepustakaan Umum Freedom Institute.
Dan hipotesis nol (Ho), yaitu Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara
Kenyamanan Tata Ruang Perpustakaan terhadap Budaya Baca Pengunjung pada
Pepustakaan Umum Freedom Institute.
Hipotesis statistik :
Ha : r ≠ 0
Ho : r = 0
58
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Jenis metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian deskriptif yaitu metode penelitian yang digunakan untuk
menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian.66 Jenis penelitian ini
dipilih untuk menggambarkan Pengaruh Kenyamanan Tata Ruang terhadap Budaya
Baca di Perpustakaan Umum Freedom Institute. Pendekatan penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Pendekatan
kuantitatif merupakan data yang berbentuk angka-angka.67 Pendekatan kuantitatif
dapat diartikan sebagai pendekatan yang berlandaskan pada filsafat positivisme,
digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu.68 Metode Kuantitatif
dipilih karena merupakan studi yang diposisikan sebagai bebas nilai. Dengan kata
lain, penelitian kuantitatif sangat ketat menerapkan prinsip-prinsip objektivitas.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi penelitian merupakan sekelompok subjek atau data dengan
karakteristik tertentu.69 Dalam populasi dijelaskan secara spesifik tentang siapa
66 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2012), p. 21. 67 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Rineka Cipta,
2006), p. 17. 68 Sugiyono, p. 7. 69 Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis Disertasi Dan Karya Ilmiah (Jakarta:
Kencana, 2011), p. 255.
59
yang menjadi sasaran penelitian tersebut. Populasi dalam penulisan ini adalah
pemustaka di Perpustakaan Umum Fredoom Institute. Jumlah populasi diambil
dalam penelitian ini yaitu pengunjung aktif perpustakaan bulan November 2018,
sebesar 104 pengunjung.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.70 Besar sampel
menunjukan banyaknya anggota yang berada dalam satu sampel. Menurut
Arikunto, dalam pengambilan sampel apabila subjeknya kurang dari 100 diambil
semua sehingga penelitian merupakan penelitian populasi. Sedangkan bila
tingkat populasi besar atau lebih besar dari 100 orang, maka dapat diambil 5-
15% atau 20-25% atau lebih. Untuk itu penulis menggunakan rumus slovin
untuk menentukan ukuran sampel dari populasi yang akan diteliti, yaitu sebagai
berikut:
n = N/1 + N (d)2
Dimana:
n = Sampel
N = Populasi
e = Perkiraan tingkat kesalahan (kesalahan pengambilan yang masih dapat
ditoleransi yaitu 0,5 atau 5%)
70 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Bina Aksara,
1989), p. 109.
60
Jadi sampel yang diambil adalah:
n = 104/1 + 104 (0,05)2
n = 104/1,26
n = 82,53 (dibulatkan menjadi 83)
Berdasarkan perhitungan diatas apabila diambil tingkat margin error sebesar
5% maka besar sampel minimal dari 104 populasi adalah 83 responden. Teknik
pengambilan data menggunakan teknik aksidental, dimana teknik pengambilan
sampel berdasarkan orang yang ditemui peneliti dimana dipandang cocok
dengan sumber data yang dapat dijadikan sampel.71
C. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Perpustakaan Umum Freedom Institute. Penelitian
dilakukan selama 4 bulan yang dapat dilihat dari table 3.1.
Tabel 3.1 Waktu Penelitian
No Kegiatan Bulan
1 2 3 4
1 Identifikasi Masalah, dan Tujuan Penelitian
2 Studi Literatur
3 Studi Lapangan
4 Pengumpulan Data
5 Pengolahan Data
6 Analisis dan Kesimpulan
7 Penulisan Laporan Akhir
71 Sugiyono, p. 122.
61
D. Sumber Data
Data penelitian ini bersumber dari dua jenis data yaitu data primer dan
data sekunder.
1. Sumber Data Primer
Data primer merupakan data langsung dari sumber pertama atau tempat
objek penelitian tanpa perantara.72 Data primer yang digunakan dalam
penelitian ini bersumber dari hasil kuesioner yang dilakukan oleh responden,
yaitu pemustaka Perpustakaan Umum Freedom Institute.
2. Sumber Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diambil secara tidak langsung dari
sumbernya. Data sekunder penelitian ini adalah penelitian terdahulu, buku-
buku, artikel dan dokumen yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian digunakan untuk mendapatkan data responden yang
akan diolah informasi terkait penelitian. Instrumen pengumpulan data dalam
penelitian ini ada kuesioner atau angket.
Hasil dari jawaban kuesioner responden dalam penelitian ini akan diberi
skor pada setiap butir kategori yang ada. Penentuan skor ini dilakukan untuk
mengukur konsep dari penelitian yang telah ditentukan, di mana kuesioner ini
nantinya akan diwujudkan dalam bentuk pernyataan.
72 Syofian Siregar, Metode Penelitian Kuantitatif: Dilengkapi Perbandingan Perhitungan Manual
& SPSS (Jakarta: Kencana, 2013), p. 16.
62
Dalam menganalisis data kuesioner yang telah disebarkan kepada
responden, penulis akan memberi bobot penilaian terhadap pernyataan-
pernyataan yang disediakan. Dalam pemberian bobot penilaian, penulis
menggunakan metode skala likert. Skala likert adalah skala yang dapat digunakan
untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang tentang suatu objek atau
fenomena tertentu.73 Pada skala likert, penulis harus merumuskan sejumlah
pernyataan mengenai suatu topik tertentu. Setiap jawaban yang telah diperoleh,
selanjutnya dikelompokkan dalam skala kategori sebagai berikut:
Tabel 3.2 : Penilaian Skala Likert
PERNYATAAN PERSEPSI SKOR NILAI
Sangat Setuju 4
Setuju 3
Tidak Setuju 2
Sangat Tidak Setuju 1
Dalam penelitian ini item-item angket disajikan dalam bentuk tertutup
dengan menyediakan 4 alternatif jawban, Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak
Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS). Penulis meniadakan alternatif jawaban
Ragu-Ragu/Netral dengan alasan sebagai berikut:
1. Aternatif jawaban netral mempunyai arti ganda, bisa diartikan belum dapat
memberikan jawaban, bisa juga diartikan netral.
73 Siregar, p. 25.
63
2. Tersedianya jawaban di tengah menimbulkan kecenderungan menjawab di
tengah (central tendency effect), terutama bagi mereka yang ragu-ragu
antara setuju dan tidak setuju.
3. Penggunaan alternatif jawaban dimaksudkan untuk melihat kecendrungan
pendapat responden kearah setuju atau tidak setuju.
Jika disediakan kategori jawaban di tengah maka mengurangi banyaknya
informasi yang akan didapat dari responden.74
Setiap skor pada jawaban responden terhadap butir-butir pernyataan yang
ada selanjutnya akan dihitung persentasenya menggunakan IBM SPSS V22 untuk
mengetahui jumlah persen dari setiap skor yang diberikan pada setiap pernyataan.
Setelah diketahui persen di tiap skor penyataan selanjutnya untuk
memudahkan penafsiran terhadap nilai persentase yang telah diolah. Data di
deskripsikan menggunakan penafsiran sebagai berikut:
0% : tidak ada satupun
1% - 25% : sebagian kecil
26% - 49% : hampir setengahnya
50% : setengahnya
51% - 75% : sebagian besar
76% - 99% : hampir seluruhnya
100% : seluruhnya.75
74 Sutrisno Hadi, Statistik Dalam Basic Jilid I (Yogyakarta: Andi Offset, 1994), p. 49. 75 Hermawan Wasito, Pengantar Metodologi Penelitian: Buku Pedoman Mahasiswa (Jakarta:
Gramedia Pustaka, 1992), p. 11.
64
Kemudian untuk mengetahui bagaimana penelitian responden untuk objek
tersebut, maka skor tersebut nantinya dicari skor rata-ratanya. Yaitu dengan rumus
skala interval, yaitu skala yang memiliki jarak antar titik yang berdekatan dan
konsisten. Dimana nantinya setiap jarak antar titik tersebut untuk mengatahui
apakah posisi objek tersebut masuk kedalam kriteria sangat tinggi, tinggi, rendah,
hingga sangat rendah. Untuk itu perlu dikertahui dahulu selisih antara jarak titik
skor, dengan menggunakan rumusan dari skala interval :
Skala Interval = {a(m-n) : b}
Keterangan :
a = Jumlah atribut
m = Skor tertinggi
n = Skor terendah
b = Jumlah skala penilaian yang ingin dibentuk/diterapkan
Dalam penelitian ini skor penilaian yang akan digunakan yaitu 1 untuk skor
terendah, dan 4 untuk skor tertinggi. Maka jika dihitung dengan menggunakan
rumus skala interval, yaitu :
Skala Interval = {a(m-n) : b}
= {1(4-1) : 4}
= 0,75
65
Jadi jarak setiap titik adalah 0, 75 sehingga dapat diperoleh penilaian sebagai
berikut:76
1. Sangat Tinggi 3,28 – 4,03
2. Tinggi 2,52 – 3,27
3. Rendah 1,76 – 2,51
4. Sangat Rendah 1,00 – 1,75
Hasil skor rata-rata tersebut nantinya akan dilihat berdasarkan skala interval,
yaitu untuk mengetahui apakah responden setuju atau tidak dengan tiap-tiap butir
dari pernyataan yang ada di kuesioner.
F. Desain Penelitian
Penulis menggunakan hubungan kausal sebagai metode pada penelitian ini,
yaitu merupakan hubungan sebab akibat. Untuk itu penelitian ini menggunakan
dua variabel, yaitu variable independen (X) yaitu kenyamanan tata ruang
sedangkan variabel dependen (Y) yaitu budaya baca. Seperti pada gambar 3.1 di
bawah ini :
Gambar 3.1 :
Hubungan antar variabel
76 Siregar, p. 100.
X Y
66
Keterangan :
X = Kenyamanan Tata Ruang
Y = Budaya Baca
Gambar 3.1 di atas merumuskan bahwa antar variabel X dan Y memiliki
hubungan yang signifikan, yaitu variabel X mempengaruhi variabel Y.
G. Teknik Pengumpulan Data
1. Kuesioner
Kuesioner adalah suatu daftar yang berisikan rangkaian pertanyaan
mengenai sesuatu masalah atau bidang yang akan diteliti. Untuk memperoleh
data, kuesioner disebarkan kepada responden (orang-orang yang menjawab
atas pertanyaan yg diajukan untuk kepentingan penelitian), terutama pada
penelitian survei.77 Penulis menyebarkan kuesioner atau angket yang ditujukan
kepada pemustaka yang berkunjung ke Perpustakaan Umum Freedom Institute.
Hal ini dilakukan untuk mendapatkan data seberapa besar pengaruh
kenyamanan tata ruang Perpustakaan Umum Freedom Institute terhadap
budaya baca para pemustaka.
77 Cholid Narbuko and Ahmadi, Metodologi Penelitian (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), p. 76.
67
2. Studi Pustaka
Studi pustaka merupakan cara pencarian informasi sebagai pembentukan
sebuah landasan dalam penelitian melalui banyak literatur di antaranya artikel,
koran, buku, majalah, internet, dan lainnya.78
3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah kegiatan dalam pengumpulan data serta pencarian
data terkait catatan, buku, majalah, notulen, agenda, transkip, rapot, dan
sebagainya.79
H. Teknik Pengolahan Data
Teknik pengolahan data merupakan salah satu hal yang penting dilakukan
dalam penelitian agar data yang sudah terkumpul dari hasil jawaban kuesioner
yang telah diisi oleh responden dapat terkelompokkan dengan rapih sehingga
dapat dengan mudah dipahami oleh pembaca. Jawaban dari kuesioner yang telah
diisi responden yaitu berdasarkan variable (X) yaitu kenyamanan tata ruang dan
variable (Y) yaitu budaya baca.
1. Tabulasi Data
Tabulasi data adalah memasukkan data pada tabel-tabel tertentu dan
mengatur angka-angka serta menghitungnya.80 Pentabulasian digunakan untuk
mempermudah perhitungan distribusi frekuensi bagi data umum mengenai
78 Sugiyono, p. 291. 79 Sugiyono, p. 292. 80 M. Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif (Jakarta: Kencana, 2009), p. 168.
68
jawaban responden. Melalui tabulasi ini, maka akan dengan mudah didapatkan
informasi mengenai persentase atau perhitungan statistik.
2. Editing Data
Editing data merupakan kegiatan persiapan data sebelum dianalisis.
Proses yang dilakukan dalam kegiatan ini perbaikan dengan memastikan agar
data atau kuesioner yang telah diisi responden tidak mengandung kekurangan
atau terlewatkan.
3. Pengujian Validitas dan Reliabilitas
a. Uji Validitas
Valid atau biasa disebut dapat dikatakan andal, dan tepat memiliki arti
bahwa instrumen sudah tepat utuk digunakan sebagai alat pengukuran
dalam penelitian. Dimana instrumen yang valid memiliki angka validitas
yang tinggi, dan sebaliknya instrumen yang kurang valid berarti memiliki
angka validitas yang rendah.81
Dalam pengujian validitas kuesioner yang disebar hanya kepada 30
responden saja, untuk menjadi sampel dalam mengetahui apakah setiap
butir pernyataan pada instrumen tersebut sudah valid atau belum. Dimana
dengan ketentuan r hitung > r-tabel maka pernyataan tersebut dinyatakan
valid, sebaliknya apabila nilai r-hitung < r-tabel maka pernyataan tersebut
dinyatakan tidak valid. Untuk batasan r-tabel apabila dengan jumlah 30