PENGARUH KEHARMONISAN KELUARGA TERHADAP AKHLAK PESERTA DIDIK DI MTs AL-HIDAYAH LEMOA KECAMATAN BONTOLEMPANGAN KABUPATEN GOWA THE EFFECT OF FAMILY HARMONIC TO STUDENT’S MORALS AT ISLAMIC SCHOOL AL-HIDAYAH LEMOA IN BONTOLEMPANGAN OF SUBDISTRICT REGENCY GOWA TESIS Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Magister Manajemen Pendidikan Agama Islam Pada Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar Oleh: SAHARA 01.14.370.2013 PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2017
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENGARUH KEHARMONISAN KELUARGA TERHADAP AKHLAK PESERTA DIDIK DI MTs AL-HIDAYAH LEMOA
KECAMATAN BONTOLEMPANGAN KABUPATEN GOWA
THE EFFECT OF FAMILY HARMONIC TO STUDENT’S MORALS AT ISLAMIC SCHOOL AL-HIDAYAH LEMOA IN
BONTOLEMPANGAN OF SUBDISTRICT REGENCY GOWA
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Magister Manajemen Pendidikan Agama Islam Pada Program
Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar
Oleh:
SAHARA 01.14.370.2013
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2017
i
JUDUL
PENGARUH TINGKAT KEHARMONISAN KELUARGA TERHADAP KARAKTER PESERTA DIDIK DI MTs AL-HIDAYAH LEMOA KECAMATAN BONTOLEMPANGAN KABUPATEN GOWA
TESIS
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Magister
Program Studi
Magister Manajemen
Disusun dan Diajukan oleh
SAHARA Nomor Induk Siswa : 01.14.370.2013
Kepada
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER MANAJEMEN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR MAKASSAR
2016
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
v
ABSTRAK
SAHARA (2016). Pengaruh Keharmonisan Keluarga terhadap Akhlak Peserta Didik di MTs Al-Hidayah Lemoa Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa, dibimbing oleh: H. Muhammad Basri dan Hj. Misykat Malik Ibrahim.
Latar belakang masalah ini adalah tempat utama anak
mendapat pendidikan adalah keluarga, bagi anak keluarga adalah lingkungan sosial pertama dan utama yang dimasukinya, dalam kehidupan keharmonisan sangatlah berpengaruh terhadap keluarga terutama dalam lingkungan pendidikan anak. Akhlak merupakan keutuhan kehendak dan perbuatan yang melekat pada seseorang, yang akan tampak pada perilakunya sehari-hari terutama pada akhlak anak. Gambaran keharmonisan keluarga peserta didik “kurang harmonis”, gambaran kualitas akhlak peserta didik yaitu “kurang baik”, dan keharmonisan keluarga berpengaruh terhadap akhlak peserta didik.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh keharmonisan
keluarga terhadap akhlak peserta didik di MTs Al-Hidayah Lemoa Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa. Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif asosiatif dengan mengkaji fakta-fakta yang telah terjadi serta data dan informasi yang menyangkut 2 variabel yaitu tingkat keharmonisan keluarga dan akhlak peserta didik, dalam penelitian ini diperoleh dari responden dalam bentuk angka-angka kemudian dianalisis dengan program SPSS.
Hasil penelitian membuktikan bahwa hasil uji hipotesis pengaruh keharmonisan keluarga terhadap akhlak peserta didik di MTs Al-Hidayah Lemoa Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa, koefisien pengaruh keharmonisan keluarga terhadap akhlak peserta didik sebesar rxy= 0,463 dengan nilai p = 0,000 < 0,05, dalam kategori “sedang” ini menunjukkan bahwa keharmonisan keluarga berpengaruh positif signifikan terhadap akhlak peserta didik. “diterima”
Kata Kunci: Keharmonisan Keluarga, Akhlak
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdu lillahi wahdah, shadaqah wahdah, wa nashara’ abdah,
wa azza jundahu wahazamal ahzaaba wahdah. Wash shaalatu was
salaamu alaa rasulillaah, syaidina wa qurrati a’yuninaa Muhammanibni
Abdillah. Wa’alaa aalihi wa shahbihi wa man walaah. Laa haula wa laa
quwwata illa billah, ammaa ba’du.
Segala puji hanyalah milik Allah Ta’ala, Rabb semesta alam.
Penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh
Keharmonisan Keluarga terhadap Akhlak Peserta Didik di MTs Al-
Hidayah Lemoa Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa”.
Tesis ini dibuat dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat ujian
guna memperoleh gelar Magister Manajemen Pendidikan Islam pada
Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah (UNISMUH)
Makassar. Dalam kesempatan ini penulis akan menyampaikan terima
kasih yang tulus kepada yang terhormat :
Dr. H. Muhammad Basri, M.Si. Pembimbing I tesis ini, yang telah
banyak meluangkan waktunya dan memberikan berbagai saran dan
kritik yang membangun guna menyempurnakan tesis ini hingga
selesai. serta Dr. Hj. Misykat Malik Ibrahim. M.Si, Pembimbing II yang
ix
telah berkenan mengoreksi dan memberikan saran dan masukan
dalam perbaikan tesis ini.
Kedua orang tua Ayah Abd. Hamid dan Ibunda Tarring (orang tua
kandung), Ayah H. Nawa dan Ibunda Hj. Aminah (orang tua asuh),
tercinta yang telah mengantarkan atau membimbing dan memberikan
dorongan, baik moral maupun materi sejak kecil hingga penulis
mampu menyelesaikan tesis ini, semoga Allah Swt senantiasa
mengasihi dan melindungi mereka sebagaimana mereka menyayangi
penulis sejak kecil hingga sekarang ini.
Dr. H. Abd. Rahman Rahim, S.E., M.M. Rektor UNISMUH Makassar
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
melanjutkan studi di perguruan tinggi di Universitas Muhammadiyah
Makassar.
Prof. Dr. H. M. Ide Said, D.M., M.Pd, Direktur Program Pascasarjana
UNISMUH Makassar.
Para dosen yang telah mentransfer ilmu pengetahuan kepada penulis
yang penuh manfaat dan berkah, semoga amal jariahnya selalu
mengalir.
Semua karyawan dan Tata Usaha Pascasarjana UNISMUH Makassar
yang telah melayani penulis dengan ikhlas, penulis ucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya.
Terima kasih pula kepada semua pihak yang telah membantu dan
memberikan masukan kepada penulis, teman-teman dan seluruh
x
elemen yang belum sempat penulis ucapkan namanya satu persatu
dalam penulisan ini yang telah membantu dan menyelesaikan tesis ini.
Terima kasih pula kepada kakanda tercinta Muh. Kamil yang selalu
menemaniku dalam setiap langkahku sampai terselesaikannya
penulisan tesis ini.
Semoga amal baik mereka diterima sebagai bentuk amal ibadah dari
Allah Swt. serta bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya.
Gowa, 26 Desember 2016
SAHARA
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................. i HALAMAN PENGESAHAN ................................................................. ii HALAMAN PENERIMAAN PENGUJI ................................................. iii HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ................................. iv ABSTRAK ........................................................................................... v ABSTRACT ......................................................................................... vi ABSTRAK (BAHASA ARAB) ............................................................. vii KATA PENGANTAR ........................................................................... viii DAFTAR ISI ......................................................................................... xi DAFTAR TABEL ................................................................................. xiv DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xv DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xvi DAFTAR ISTILAH ............................................................................... xvii DAFTAR TRANSLITERASI ................................................................. xxi BAB I . PENDAHULUAN..................................................................... 1
A. Latar Belakang ..................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................... 11
C. Tujuan Penelitian ................................................................. 11
D. Manfaat Penelitian ............................................................. .. 12
BAB II KAJIAN PUSTAKA .................................................................. 13
A. Keharmonisan Keluarga.. .................................................... 13
1. Pengertian Keharmonisan Keluarga ............................... 13
2. Prinsip-prinsip Keluarga Harmonis ................................. 37
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keharmonisan ......... 43
4. Peranan Agama terhadap Keharmonisan ...................... 46
B. Akhlak ................................................................................. 49
D. Kajian Penelitian yang Relevan ……………………………... 87
E. Kerangka Pikir...................................................................... 88
F. Hipotesis .............................................................................. 92 BAB III . METODE PENELITIAN ......................................................... 93
A. Desain dan Jenis Penelitian ................................................. 93
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................... 93
C. Populasi dan Sampel ......................................................... 94
D. Metode Pengumpulan Data ................................................ 95
1. Jenis Data....................................................................... 95
2. Sumber Data .................................................................. 95
3. Teknik Pengumpulan Data ............................................. 95
E. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Penelitian . 97
F. Teknik Analisis Data ............................................................ 98
BAB IV . HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................ 101
A. Hasil Penelitian .................................................................... 101
1. Deskripsi Lokasi dan Objek Penelitian ........................... 101
B. Pembahasan ....................................................................... 103 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................. 128
A. Kesimpulan ......................................................................... 128
B. Saran .................................................................................. 129
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 130
xiii
RIWAYAT HIDUP ............................................................................... 133
LAMPIRAN........................................................................................... 134 1. INSTRUMEN PENELITIAN ...................................................... 135 2. IZIN PENELITIAN .................................................................... 149 3. OLAHAN DATA ....................................................................... 152
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Teks Halaman
Tabel 1. Populasi Penelitian MTs Al-Hidayah Lemoa Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa ............................... 94 Tabel 2. Daftar Guru dan Kepala Sekolah MTs Al-Hidayah Lemoa Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa ........... 102 Tabel 3. Keadaan Luas Tanah MTs Al-Hidayah Lemoa Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa ............................... 103 Tabel 4. Keadaan Penggunaan Tanah MTs Al-Hidayah Lemoa Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa ........... 104 Tabel 5. Keadaan Jumlah dan Kondisi Bangunan MTs Al-Hidayah Lemoa Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa ......................................................................................... 105 Tabel 6. Keadaan Sarana dan Prasarana MTs Al-Hidayah Lemoa Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa ............ 106 Tabel 7. Keadaan Sarana dan Prasarana MTs Al-Hidayah Lemoa Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa ............ 108 Tabel 8. 4.1. Jenis Kelamin .............................................................110 Tabel 9. 4.2. Tingkatan Kelas ........................................................ 110 Tabel 10.4.3. Pekerjaan Orang Tua ............................................... 111 Tabel 11.4.4. Penghasilan Orang Tua ........................................... 112 Tabel 12.4.5. Distribusi Frekuensi Keharmonisan Keluarga ....... 115
Tabel 15.4.8. Hasil Uji Analisis Regresi ........................................ 120
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Teks Halaman
Gambar 1. Skema Kerangka Pikir ............................................ 92
Gambar 2. Papan Nama MTs Lemoa ....................................... 157
Gambar 3. Bagian Depan MTs Lemoa ..................................... 137
Gambar 4. Aktivitas Guru MTs Lemoa ..................................... 138
Gambar 5. Proses Belajar Mengajar MTs Lemoa..................... 139
Gambar 6. Aktivitas Guru MTs Lemoa ..................................... 140
Gambar 7.Keadaan Peserta Didik MTs Lemoa ........................ 141
Gambar 8. Keadaan Peserta Didik MTs Lemoa ....................... 142
Gambar 9. Keadaan Peserta Didik MTs Lemoa ....................... 143
xviii
DAFTAR ISTILAH
SES : Socio Economics Status Acting : Pelaksanaan Habit : Kebiasaan Interpersonal : Terikat Kualitas :Mutu, tingkat baik buruknya atau taraf, derajat sesuatu. Optimal : Kondisi tertinggi yang mungkin untuk dilakukan seseorang. Generasi : Pergantian, penerus, generasi penerus bangsa. Biologis : Ilmu yang memepelajari aspek kehidupan Inspirasi :Ilham, tujuan yang lebih mulia dan besar. Harmonis : Keselarasan, keserasian Fasilitas : Sarana untuk melancarkan fungsi, kemudahan Rujukan :Sesuatu yang digunakan pemberi informasi (pembicara) Transformasi :Perubahan rupa, bentuk, sifat, dan fungsi. Orientasi :Peninjauan untuk menentukan, arah, tempat yang tepat Yahudi : Wujudnya tuhan yang maha esa Majusi :Kepercayaan yang mengagungkan api sebagai tuhan Nasrani : Pengikut orang Nazaret (Nabi Isa as) Luhur :Tinggi, mulia, memuliakan, menghormati. Positif : Cara berpikir secara logis Komunikasi : Proses dalam mana seseorang menggunakan informasi agar terhubung dengan lingkungan dan orang lain. Broken :Kurangnya perhatian dari keluarga atau kurangnya kasih sayang, rumah tangga yang tidak normal Konstribusi : Bentuk bantuan yang dikeluarkan oleh individu/kelompok Fundamental : Kebenaran umum atau dasar realitas Psikologis : Sebuah bidang ilmu pengetahuan dan ilmu terapan yang mempelajari mengenai perilaku dan fungsi mental manusia secara ilmiah. Terminologi : Peristilahan, istilah dan penggunaannya, gabungan kata yang digunakan dalam konteks tertentu. Selaras :Kesesuaian, kesamaan antar semua unsur pendukung agar menghasilkan keterpaduan yang utuh. Loyalitas : Mutu dari sikap setia (loyal), tindakan memberi atau menunjukkan dukungan dan kepatuhan yang teguh dan konstan kepada seseorang. Mawaddah : Rasa cinta yang timbul akibat melihat fisik ataupun materi. Miniatur : Tiruan sesuatu dalam skala yang diperkecil atau sesuatu yang kecil.
xviii
Universal :Umum, berlaku untuk semua orang atau untuk seluruh dunia. Peradaban : Suatu kumpulan identitas terluas Potensi : Kemampuan yang bisa dikembangkan dalam hal kekayaan alam, kesanggupan. Kodrati : Teologi yang mengakui bahwa manusia sanggup mengenal Allah dengan akal budinya. Signifikan :Penting, berarti, sesuatu yang sangat berarti dan tidak bisa dilepas oleh hal lain. Strategis : Pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah aktivitas waktu tertentu. Pedagogi : Ilmu atau seni dalam menjadi seorang guru. Filosofis :Studi mengenai kebijaksanaan, dasar-dasar pengetahuan, dan proses yang digunakan untuk mengembangkan dan dan merancang pandangan mengenai suatu kehidupan. Kompetensi : Kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, sikap, reaksi seseorang. Murabbi :Guru, orang yang mendidik manusia sedemikian rupa, dengan ilmu dan akhlak, agar menjadi lebih berilmu, lebih berakhlak, dan lebih berdaya. Qudwah : Panutan, suri tauladan, contoh, teladan. Behaviorisme:Yang dapat diamati, atau tidak konkret. Naturalisme : Terlalu mendewa-dewakan faktor keturunan. Afeksi : Rasa kasih sayang, perasaan dan emosi yang lunak. Wadah : Tempat, tertutup baik, isinya terlindungi. Adolesent : Masa perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa remaja hingga dewasa. Komitmen : Janji pada diri kita sendiri atau kepada orang lain, sesuatu yang membuat seseorang membulatkan hati dan tekad demi mencapai sebuah tujuan. Ritual :Serangkaian kegiatan yang dilaksanakan terutama untuk tujuan simbolis. Rileks : Cara membiasakan diri Anda untuk tenang dan santai. Antisipasi : Persepsi, perhitungan tentang hal-hal yang akan belum terjadi, bayangan, ramalan, peristiwa mental terhadap peristiwa yang akan terjadi. Kongkrit :Nyata, benar-benar ada, berwujud, dapat dilihat, diraba. Personalitas : Topeng atau kodok, yaitu tutup muka, yaitu tutup muka yang sering dipakai oleh pemain-pemain panggung, yang
xviii
maksudnya untuk menggambarkan perilaku, watak, atau pribadi seseorang. Tabiat : Pembawaan dasar manusia. Tabiat sering pula disebut watak. Internal : menyangkut bagian dalam tubuh atau diri. Toleransi : membiarkan orang lain berpendapat lain, melakukan hal yang tidak sependapat dengan kita, tanpa kita ganggu ataupun intimidasi. Sistem :Tujuan, masukan, proses, keluaran, batas, mekanisme. Etos : Sikap, kepribadian, watak, karakter serta keyakinan. Referensi : Sumber acuan, rujukan, petunjuk, buku-buku yang dianjur- kan oleh dosen kepada mahasiswanya untuk dibaca. Amanah : Menjaga dengan baik sesuatu yang dititipkan, mengerjakan dengan baik sesuatu yang ditugaskan, menyampaikan sesuatu kepada yang berhak menerima. Fatonah : Cerdik, pandai. Tablig : Menyampaikan Sidik : Benar, jujur Moderasi :Sesuatu yang memiliki ujung yang ukurannya sama. Khalwat : Berduaan di tempat umum Organis :Berkenaan dengan organ atau alat-alat. Manifestasi : Perwujudan sebagai suatu pernyataan perasaan atau pendapat sebagian orang menganggap bahwa tingginya angka pengangguran merupakan manifestasi dari rendah- nya kemampuan berwirausaha. Kualitatif :Berdasarkan mutu. Kuantitatif : Sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif atau statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Superego :Internalisasi kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang bersifat konsumtif, kedirian yang super. Proporsi :Perbandingan. Sekunder : Berada pada tingkatan kedua selain kebutuhan primer. Ambivalensi :Bercabang dua yang saling bertentangan. Pubertas :Masa aqil balik, masa remaja. Dominasi :Penguasaan oleh pihak yang lebih kuat terhadap yang lebih lemah, menguasai, mengatasi.
xviii
Kapasitas :Ruang yang tersedia, daya tampung, daya serap. Habit : Kebiasaan Acting : Pelaksanaan Logika : kaidah berpikir yang tepat dan masuk akal logika seseorang dapat kita pahami berdasarkan kata-kata yang dia sampaikan secara lisan ada tulisan. Komponen :Bagian dari keseluruhan, unsur. Indoktrinasi : Pemberian ajaran secara mendalam tanpa kritik. Kognitif : Berhubungan dengan atau melibatkan kognisi. Knowing :Pandai, ahli, mengandung rahasia. Feeling : Perasaan, merasa. Depresi : Gangguan mental yang ditandai oleh perubahan perilaku seperti muram, sedih, dan tertekan sehingga memerlukan tindakan medis orang yang depresi biasanya mengalami perubahan perilaku. Korelasi :Hubungan sebab akibat atau timbal balik. Identifikasi : Mengenali keberadaannya. Imitasi :Tiruan, bukan asli. Internalisasi :Penghayatan, doktron atau nilai sehingga merupakan keyakinan dan kesadaran akan kebenaran doktrin. Etos : Pandangan hidup yang khas dari suatu golongan sosial, kebudayaan sifat, nilai dan adat istiadat. Assosiatif : Hubungan antara peristiwa-peristiwa yang terjadi. Relatif : Diukur melalui perbandingan sesuatu terhadap yang lain. Paradigma :Model dalam teori ilmu pengetahuan, kerangka pikir. Populatif : Keseluruhan Humanitas : Bersifat kemanusiaan, perikemanusiaan warga yang baik. Universal : Menyangkut semua orang, suatu hal yang umum. Eksploitasi : Pengusahaan, pendayagunaan. Qudwah : Teladan Probabilitas : Kemungkinan, tingkat terjadinya peristiwa itu rendah. Parsial : Sebagian dari semua hal untuk memecahkan persoalan. Simultan : Terjadi atau berlaku pada waktu yang bersamaan.
4. Frekuensi Variabel X1 ............................................. 115
5. Frekuensi Variabel Y.. ............................................. 117
6. Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitian .................. 115
7. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian ............. 115
8. Hasil Uji Normalitas Penelitian ................................ 119
9. Hasil Pengujian Analisis Regresi ............................ 120
10. Hasil Pengujian Hipotesis ....................................... 121
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hidup berkeluarga dihayati oleh hampir seluruh umat
manusia, bahkan orang yang hidup sebatang kara pun pernah
mengalami suasana hidup dalam keluarga. Maka sudah selayaknya
jika hidup dalam sebuah keluarga memberikan warna atau konstribusi
tersendiri dalam pembentukan akhlak seseorang. Hidup dalam
keluarga tidak hanya dilihat sebagai urusan pribadi maupun urusan
kemasyarakatan, akan tetapi hidup dalam keluarga sebagai cara
hidup yang sesuai dengan rencana dan kehendak Allah Swt.
Pandangan semacam ini akan mempunyai arti/dampak positif
pada penghayatan hidup berkeluarga. Seluruh anggota keluarga tidak
hanya pada penghayatan hidup berkeluarga, seluruh anggota
keluarga tidak hanya dipandang sebagai partner hidup namun mereka
juga amanat dari Allah Swt yang harus dijaga. Dalam penjagaannya
tentu harus sesuai dengan kaidah yang telah diberikan dari sang
pemberi amanat tersebut.
Keyakinan akan mendorong kepada seseorang untuk lebih
menjaga dan menjalankan amanat tersebut secara serius hati-hati dan
tidak sembarangan, sebab mereka sadar akan amanat tersebut dan
kelak akan dimintai pertanggung jawaban. Keluarga mempunyai
2
peranan yang penting dalam pembentukan akhlak atau kepribadian
anak sesuai di dalam ayat Al-Qur’an surat At-Tahrim ayat 6 sebagai
berikut:
Artinya :”Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.
Dari keterangan ayat di atas jelaslah bahwa jagalah
keluargamu dari api neraka. Menjadikan anak-anak kita beragamakan
Yahudi, Nasrani atau Majusi adalah tergantung dari cara orang tua
mendidik anaknya dan memberikan pemahaman agar kelak menjadi
anak yang bermamfaat.
Sedangkan di dalam hadits, Rasulullah menekankan bahwa
pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting bagi anak,
karena pendidikan itulah yang menentukan arah dan tujuan bagi anak-
anak, sebagaimana hadits Rasulullah :
نھ اویمجثا نھ ا ینصر و ا نھ ا د یھو ه ا بو ا نما فا ه لفطر ا عل لد یو لا ا لود مو من ما
) م مسل ه ا و ر(
Artinya: “Tidaklah seorang anak itu dilahirkan, kecuali dalam keadaan fitrah (kesucian agama yang sesuai dengan naluri),
3
sesungguhnya yang kedua orang tuanyalah yang menjadikan dia beragama Yahudi, Nasrani, atau Majusi”. (HR. Muslim). (Rafi’udin, 2002: 12)
Maksud dari hadist di atas adalah bahwasanya Rasulullah
bersabda setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah lalu kedua
orang tuanyalah yang menjadikannya sebagai seorang yahudi,
nasrani dan majusi. Apabila kedua orang tuanya muslim, maka
anaknya pun akan menjadi muslim.
Charles, 2008 berpendapat bahwa:
“Keluarga akan harmonis bila para anggota keluarga di dalamnya bisa berhubungan secara serasi dan seimbang. Saling memuaskan kebutuhan satu sama lainnya serta memperoleh pemuasan atas kebutuhannya. Keluarga harmonis ditandai dengan adanya relasi yang sehat antar setiap anggota keluarga sehingga dapat menjadi sumber hiburan, inspirasi, dorongan yang menguatkan dan perlindungan bagi setiap anggotanya”.
Dalam Islam keberhasilan mendidik anak merupakan puncak
kebahagiaan bagi setiap orang tua, dalam hal ini untuk menjadikan
anak yang saleh akan memberikan pertolongan, ketentraman dan
kebahagiaan sampai diakhirat nanti. Anak-anak adalah masa depan
orang tua, anak-anak merupakan salah satu tantangan bagi orang tua
untuk menjadi sukses atau hebat. Orang tua tidak bisa mengaku
sukses dan hebat sebelum mereka bisa sukses mendidik anak
mereka menjadi orang-orang yang hebat. Banyak orang tua berfikir
bahwa kewajiban mereka bagi anak-anak adalah menyediakan atau
memenuhi fasilitas dan kebutuhan material-fisik mereka saja,
4
sehingga banyak diantara mereka yang lebih memilih mengurusi
karier dan pekerjaan daripada mendidik anak dengan benar.
Orang tua yang saleh merupakan suri teladan yang baik bagi
anak. Berperilaku dan berakhlak baik, taat kepada Allah Swt serta
memiliki jiwa sosial. Anak-anak akan taat dan mengikuti apa yang
telah dicontohkan orang tuanya dalam perilaku sehari-hari, mereka
sebagai rujukan moral dan sumber informasi, kedua hal ini harus
disadari oleh orang tua. Sebagai rujukan moral atau keteladanan,
orang tua dituntut berperilaku yang positif, baik bicara maupun
perilakunya. Sebagai rujukan informasi bukan semata-mata datang
dari pribadi orang tua, tetapi kedua orang tua bersedia menyiapkan
media atau memberi pengarahan agar anak mudah memperoleh
informasi yang berguna bagi masa depannya.
Selain itu orang tua juga dapat berperan sebagai penasehat
dengan memberikan pndangan-pandangan apabila anak sedang
menghadapi masalah dalam hidupnya. Bukan orang tua tidak
memberikan materi yang cukup kepada mereka, bukan permintaan
anak tidak dituruti, tetapi karena si anak berjalan di rel yang salah
sejak ia dibesarkan. Sebaliknya anak-anak yang terlahir dari keluarga
yang kekurangan secara material, yang harus merasakan bagaimana
rasanya berjuang demi masa depan dengan serba keterbatasan,
tetapi memperoleh pendidikan dan pengasuhan yang hebat dari orang
5
tua mereka, bisa sukses dan mengalami transformasi yang brilliant
ketika mereka dewasa. Bagaimana hal ini bisa terjadi?
Anak merupakan aset yang menentukan kelangsungan
hidup, kualitas dan kejayaan suatu bangsa di masa mendatang. Oleh
karena itu anak dapat dikondisikan agar dapat tumbuh dan
berkembang secara optimal dan dididik sebaik mungkin agar di masa
depan dapat menjadi generasi penerus yang berakhlak serta
berkepribadian baik.
Mendidik anak merupakan kewajiban setiap orang tua, baik
dan buruknya akhlak anak, tergantung pada budi pekerti yang
ditanamkan oleh orang tua. Anak adalah amanat bagi kedua orang
tua, dan hatinya yang suci merupakan potensi dasar bagi
perkembangan akhlak yang baik. Berhubungan dengan hal tersebut di
atas, orang Jawa sering menyebutnya dengan istilah. “kacang ora
ninggal lanjaran” (perilaku atau pendidikan yang diberikan/apa yang
dicontohkan oleh orang tua kepada anak, itulah yang akan
dipelajarinya). Pepatah ini ada benarnya, namun tidak benar secara
keseluruhan. (Sutrisna Sumadi,2007: 11).
Bagian dari faktor pendidikan yaitu sama dengan faktor
lingkungan, salah satu yang memengaruhi perilaku atau pendidikan
anak, tidak benar karena anak mempunyai faktor bawaan
(bakat/kemampuan dasar). Apabila ia dididik dan dibiasakan pada
6
kebaikan, maka ia akan tumbuh dengan kebaikan itu dan Insya Allah
akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Sebaliknya bila
dibiasakan untuk berbuat kejahatan serta dibiarkan tanpa ada
pengawasan, pendidikan dan pengarahan dari orang tua maka ia
akan berperangai dan berperilaku buruk.
Dalam Islam, anak merupakan amanah Allah Swt yang harus
diberi pendidikan yang didasarkan pada kasih sayang. Pendidikan
yang diselenggarakan oleh orang tua adalah pendidikan yang
berusaha menanamkan tata nilai sosial agama di lingkungan keluarga
agar anak terhindar dari perbuatan dosa.
Dalam kehidupan sering atau bahkan selalu menginginkan
adanya suatu harmonisasi, baik dalam keluarga ataupun aktivitas.
Keluarga yang harmonis adalah tujuan dan keinginan setiap keluarga,
keluarga merupakan satu organisasi sosial yang paling penting dalam
kelompok sosial dan keluarga, merupakan lembaga di dalam
masyarakat yang paling utama bertanggung jawab untuk menjamin
kesejahteraan sosial dan kelestarian biologis anak manusia.
Dalam hal ini, anak mampu mencapai kesuksesan sebab
pendidikan yang dilakukan oleh orang tua. Pendidikan dan
pengasuhan orang tua kepada anak bukan melalui soal uang dan
aspek material belaka, bukan pula soal menuruti keinginan dan
memberi apa yang diminta, tetapi sebuah pendidikan dan pengasuhan
7
yang berorientasi pada apa-apa yang dibutuhkan untuk menjadi orang
hebat ketika dewasa. Dalam undang-undang No 2/1989, pasal 10
dibahas tentang pendidikan keluarga sebagai bagian dari jalur
pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga yang
memberikan keyakinan agama, nilai moral dan keterampilan.
Hal ini berarti bahwa pendidikan keluarga sebagai bagian
terpadu dari sistem pendidikan nasional. Jadi tujuan pendidikan
keluarga tidak dapat dipisahkan dari tujuan pendidikan nasional itu
sendiri yaitu mengembangkan manusia yang beriman dan bertaqwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki
pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan. (Sumadi Sutrisna, 27 : 2002).
Tujuan ini hanya dapat dicapai kalau diadakan pembinaan
anak dengan pola yang tepat. Membina anak berarti membangun
anak melalui prosedur tertentu dalam mendidik dan membimbingnya.
Membimbing anak berarti mencegahnya dari pengaruh negatif,
memelihara dalam kondisi yang baik, mengembangkan kearah yang
lebih baik dan memperbaiki (mengoreksi) pribadi anak yang kurang
atau pun tidak baik. Pengembangan ke arah kebaikan dan
pengoreksian pribadinya, akan menjadikan anak selalu dalam
kebaikan atau paling tidak bertahan dalam jati dirinya sebagai
manusia Indonesia.
8
Gejala ini akan terjadi karena yang dijadikan tolak ukur
kebaikan di Indonesia ialah nilai dan norma moral religius budaya
yang dijunjung tinggi oleh bangsa Indonesia, seperti yang tercantum
dalam butir-butir pengamalan pancasila. Berpegang teguh pada nilai-
nilai ini, maka kita dapat selamat mengarungi arus dan gelombang,
globalisasi dari seluruh penjuru dunia. Nilai dan norma ini juga akan
menjadi filter dalam menerima pengaruh positif dan menolak
pengaruh yang membahayakan kesatuan dan persatuan bangsa
Indonesia.
Jadi pendidikan baik untuk anak maupun keluarga merupakan
suatu sistem pendidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan
yang dibutuhkan oleh anak dan keluarga dalam rangka meningkatkan
penghayatan dan pengalaman pendidikan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Pendidikan anak dan
keluarga sebagai usaha membina dan mengembangkan pribadi
manusia dari aspek-aspek kehidupan jasmani dan rohani yang
berlangsung secara bertahap.
Pendidikan terhadap anak dan keluarga adalah bimbingan
jasmani dan rohani terhadap anak-anak agar kelak terbentuk
kepribadian yang baik terhadap keluarganya. Anak dan keluarga
diharapkan dapat menciptakan persahabatan, kecintaan, rasa aman
antar pribadi sehingga terbentuk hubungan antara anak dan keluarga
yang harmonis.
9
Kecenderungan menaati nasehat orang tua pada dasarnya
dipengaruhi banyak faktor yang sangat terkait, baik yang berasal dari
diri sendiri misalnya kejiwaan anak, sifat anak, karakter anak,
kepribadian anak, dan pemahaman anak terhadap agama. Faktor dari
keluarga misalnya keharmonisan keluarga, sifat orang tua, hubungan
antara ayah dan ibu, hubungan orang tua dengan anak, hubungan
anak dengan anak, keteladanan orang tua, karakter orang tua, peran
setiap anggota keluarga dan pemahaman terhadap nilai-nilai agama.
Di bawah ini akan dipaparkan beberapa pengertian tentang
keharmonisan keluarga menurut para ahli yaitu:
Martin H. Manser mengatakan:
“Keharmonisan adalah persetujuan dan kerjasama sedangkan keluarga ialah suatu unit terkecil dari suatu masyarakat yang terdiri dari suami, istri dan anak-anak. Jadi keharmonisan keluarga berarti keselarasan, keserasian, atau persetujuan dan kerjasama antara hubungan antara suami, istri dan anak-anak sehingga tercipta keadaan yang aman, tentram, bahagia dan sejahtera”. (Ahmadi Abu, 2007: 12).
Menurut Moch Sochib, keluarga harmonis ialah: “keluarga
yang ditandai oleh keharmonisan hubungan antara ayah dan ibu, ayah
dengan anak, serta ibu dengan anak”. Dalam keluarga ini orang tua
bertanggung jawab dan dapat dipercaya, semua anggota saling
menghormati dan saling memberi tanpa harus diminta, saling
mendengarkan jika bicara bersama. Pendidikan kepada anak
dilaksanakan dengan teladan dan dengan dorongan orang tua, setiap
10
masalah yang dihadapi dan diupayakan untuk dipecahkan bersama.
Hal senada juga dikatakan oleh Lubis Salam bahwa: ”keluarga
harmonis ialah keluarga yang tenang damai, saling mencintai dan
menyayangi antara suami, istri dan anak” (Sutrisna Sumadi, 2002: 18).
Keharmonisan berasal dari kata harmonis yang berarti hal
(keadaan) serasi, selaras. Keharmonisan adalah keadaan selaras
atau serasi, keharmonisan bertujuan untuk mencapai keselarasan dan
keserasian, dalam kehidupan rumah tangga perlu menjaga kedua hal
tersebut untuk mencapai keharmonisan rumah tangga. Keluarga
harmonis hanya akan tercipta apabila salah satu anggota berkaitan
dengan kebahagiaan anggota-anggota keluarga lainnya. Secara
psikologis dapat berarti dua hal: 1). Tercapainya keinginan-keinginan,
cita-cita dan harapan dari semua anggota keluarga, 2). Sedikit
mungkin terjadi konflik dalam pribadi masing-masing maupun antar
pribadi.
Keluarga harmonis merupakan keluarga yang penuh dengan
ketenangan, ketentraman, kasih sayang, keturunan dan kelangsungan
generasi masyarakat, belas kasih dan pengorbanan, saling
melengkapi dan menyempurnakan serta saling membantu dan
bekerjasama. Keluarga yang harmonis atau keluarga bahagia adalah
apabila kedua pasangan tersebut saling menghormati, saling
menerima, saling menghargai, saling mempercayai dan saling
mencintai.
11
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis akan
membahas tentang hal yang berkaitan dengan, “ Pengaruh
Keharmonisan Keluarga Terhadap akhlak Peserta Didik di MTs Al-
Hidayah Lemoa Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa”.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang dipaparkan di atas, penulis
dapat merumuskan masalah yang dapat dijadikan objek kajian dalam
tesis kami. Sebagai berikut:
1. Bagaimana gambaran tingkat keharmonisan keluarga peserta
didik di MTs. Al-Hidayah Lemoa Kecamatan Bontolempangan
Kabupaten Gowa?
2. Bagaimana gambaran kualitas akhlak peserta didik di MTs. Al-
Hidayah Lemoa Kecamatan Bontolempangan Kabupaten
Gowa?
3. Apakah terdapat pengaruh antara keharmonisan keluarga dan
akhlak peserta didik di MTs. Al-Hidayah Lemoa Kecamatan
Bontolempangan Kabupaten Gowa?
C. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah di atas, maka penulis dapat
memaparkan tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini antara lain:
12
1. Untuk mengetahui gambaran keharmonisan keluarga
peserta didik di MTs. Al-Hidayah Lemoa Kecamatan
Bontolempangan Kabupaten Gowa.
2. Untuk mengetahui gambaran akhlak peserta didik di MTs.
Al-Hidayah Lemoa Kecamatan Bontolempangan
Kabupaten Gowa.
3. Untuk menganalisis/menguji pengaruh keharmonisan
keluarga terhadap akhlak peserta didik di MTs. Al-Hidayah
Lemoa Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa”.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini dapat dilihat dari beberapa
segi, yaitu:
1. Ilmu pengetahuan, diharapkan penelitian ini dapat menambah
pengetahuan baru pada para pembaca dan peneliti
selanjutnya.
2. Akademis, diharapkan penelitian ini dapat memberikan
sumbangan pemikiran yang dapat dijadikan bahan acuan
tentang pengaruh keharmonisan keluarga terhadap akhlak bagi
universitas dan khususnya jurusan pendidikan Islam.
3. Masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
masyarakat, khususnya pada orang tua mengenai pengaruh
keharmonisan keluarga terhadap akhlak.
13
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Keharmonisan Keluarga 1. Pengertian Keharmonisan Keluarga
Keharmonisan keluarga merupakan dambaan setiap
pasangan suami istri karena dalam keharmonisan itu terbentuk
hubungan yang hangat antar anggota keluarga juga merupakan
tempat yang menyenangkan serta positif untuk hidup. Keluarga
harmonis adalah sebuah anggota yang penuh cinta kasih, saling
menghargai dan mensyukuri, sehingga keributan dan ketegangan
antara anggota keluarga yang menyebabkan ketidak harmonisan
dapat dihindari.
Secara terminologi keharmonisan berasal dari kata harmonis
yang berarti serasi, selaras. Titik berat dari keharmonisan adalah
keadaan selaras atau serasi. Keharmonisan bertujuan untuk
mencapai keselarasan dan keserasian, dalam kehidupan rumah
tangga perlu menjaga kedua hal tersebut untuk mencapai rumah
tangga.
Menurut Daradjat, 1994 bahwa: keluarga harmonis adalah
keluarga di mana setiap anggotanya menjalankan hak dan
kewajibannya masing-masing. Terjalin kasih sayang, saling
14
pengertian, komunikasi dan kerjasama yang baik antara anggota
keluarga.
Menurut Nick, 2002 bahwa: keluarga harmonis merupakan
tempat yang menyenangkan dan positif untuk hidup, karena
anggotanya telah belajar beberapa cara untuk saling memperlakukan
dengan baik. Anggota keluarga dapat saling mendapatkan dukungan,
kasih sayang dan loyalitas. Mereka dapat berbicara satu sama lain,
mereka saling menghargai dan menikmati keberadaan bersama.
Kehidupan rumah tangga yang penuh kemesraan dan
kebahagiaan, penuh ketentraman jasmani dan rohani, dan penuh
dengan keimanan tentu merupakan dambaan semua orang. Namun
kenyataan yang terjadi betapa banyak orang yang kehilangan
kebahagiaan ini. Bahkan yang lebih parah, betapa banyak kehidupan
rumah tangga yang harus berakhir dengan permusuhan di antara dua
pasangan.
Sebagian rumah tangga bisa berjalan tanpa perpisahan,
namun tidak ada aroma kemesraan, tidak ada kasih sayang, tidak ada
canda, dan tidak ada tawa. Kehidupan ini terasa begitu kaku.
Bukankah rumah tangga adalah sarana yang sangat memungkinkan
meraih kebahagiaan diantara dua pasangan yang menjadi
pertanyaan, kenapa sering didapati rumah tangga yang kosong dari
kemesraan dan yang ada hanya kelakuan, yang lebih aneh lagi
15
terkadang didapati kondisi seperti ini pada dua pasang sejoli yang
dikenal berpegang dengan sunnah-sunnah Rasul.
Tentu sebab-sebab timbulnya hal ini banyak, namun sebab
utama yang biasa terjadi adalah kedua pasangan atau salah satunya
tidak menunaikan tugas-tugas rumah tangga dengan baik sesuai
dengan syari’at Islam. Jika sang istri benar-benar menjadi istri
shalehah yang sejati menunaikan tugasnya dengan baik, tidak
diragukan lagi tentang janji Allah bahwa kebahagiaan dan kemesraan
akan diperoleh dalam pernikahan.
Kehidupan keluarga yang penuh cinta kasih tersebut dalam
Islam disebut mawaddah-warahmah, yaitu keluarga yang tetap
menjaga perasaan cinta; cinta terhadap suami-istri, cinta terhadap
anak, juga cinta pekerjaan. Perpaduan cinta suami istri ini akan
menjadi landasan utama dalam berkeluarga. Islam mengajarkan agar
suami memerankan tokoh utama dan istri memerankan peran lawan
yaitu menyeimbangkan karakter suami. Allah berfirman dalam (Q.S
Ar-Rum : 21), yaitu
Artinya :“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
16
dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. (Marzuki, 2015: 46).
Maksud dari ayat di atas adalah setiap tanda-tanda
kekuasaannya ialah Dia menciptakan untukmu istri supaya kamu
cenderung merasa tentram kepadanya dan dijadikannya diantaramu
rasa kasih dan sayang, Allah ialah nama zat yang Maha suci, yang
berhak disembah dengan sebenar-benarnya, yang tidak
membutuhkan makhluk-Nya, tapi makhluk yang membutuhkan-Nya.
Ar-Rahmaan (Maha Pemurah): salah satu nama Allah yang memberi
pengertian bahwa Allah melimpahkan karunia-Nya kepada makhluk-
Nya, sedang Ar-Rahiim (Maha Penyayang) memberi pengertian
bahwa Allah senantiasa bersifat rahmah yang menyebabkan dia
selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada makhluk-Nya.Bagian ini akan
mengkaji satu aspek kehidupan manusia yang sangat penting dan
mendasar, yaitu kehidupan dalam keluarga. Perlu ditegaskan bahwa
keluarga adalah miniatur Negara yang menjadi bagian penting dan
tumpuan kemajuan atau bahkan kemunduran suatu Negara.
Keluarga yang kuat dan harmonis menjadi modal yang sangat
berharga untuk memajukan dan memperkuat suatu Negara.
Sebaliknya, hancurnya suatu Negara bisa dimulai dari hancurnya
keluarga, di sinilah pentingnya membangun keluarga yang kuat dan
harmonis, untuk membangun keluarga seperti itu dibutuhkan kekuatan
17
dan aturan yang benar sehingga mengikat para anggota keluarga
untuk mematuhi dan melaksanakannya.
Sebagai agama yang lengkap, Islam sudah pasti memiliki
aturan tentang pembinaan keluarga, mulai dari bagaimana orang
memulai untuk membangun keluarga dan bagaimana membangun
relasi antar semua anggota dalam keluarga. Suami (laki-laki), sebagai
pemimpin keluarga, harus mampu mengendalikan keluarga sehingga
seluruh komponennya mematuhi seluruh aturan dalam keluarga.
Kesejahteraan dan kebahagiaan hidup rumah tangga atau
keluarga selalu menjadi tujuan dan tumpuan harapan setiap insan
khususnya kaum Muslim. Di mana kesejahteraan dan kebahagiaan
hidup berumah tangga ini mempunyai pengertian terpenuhinya
kebutuhan hidup rumah tangga lahir dan batin, jasmaniah, dan
rohaniah, serta mendapat ridha Allah Swt.
Hidup sejahtera adalah suatu kehidupan yang mendapat
limpahan nikmat Allah yang bersifat material bagi limpahan kebutuhan
jasmaniah. Sedangkan hidup bahagia adalah suatu kehidupan yang
mendapatlimpahan rahmat dan ridha Allah Swt yang dapat
memberikan suatu ketentraman dan dan ketenangan terhadap seluruh
ekspresi kejiwaan manusia. Semuanya itu merupakan suatu karunia
Allah Yang Maha Besar dan tidak ada tolak bandingannya, sehingga
18
tidak ada seorang pelukispun yang sanggup menggambarkannya, dan
tidak ada seorang pengarangpun yang sanggup menulisnya.
Pelaksanaan utama dari rumah tangga kuncinya terletak
ditangan orang tua terutama ibu. Ibu mempunyai kedudukan yang
strategis dalam lingkungan keluarga sehingga menjadi penggerak
dalam proses pembinaan kesejahteraan keluarga pada umumnya,
menciptakan keharmonisan dan kebahagiaan bersama.
Keharmonisan tersebut dapat terwujud keseimbangan dan
kesesuaian alam pikiran, persamaan dan perbuatan masing-masing
individu anggota keluarga sehingga tidak terjadi hal-hal yang
menegangkan secara berlebih-lebihan. Sedangkan kebahagiaan
keluarga ditentukan antara lain oleh kedewasaan jiwa suami istri
dengan adanya rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri, terhadap
masyarakat dan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, memiliki sikap
terbuka tanpa prasangka, memiliki rasa sosial, tidak lekas putus asa,
sanggup menciptakan keseimbangan antara kepuasan lahiriah dan
kepuasan batiniah.
Oleh karena itu rumah tangga merupakan institusi penting
dalam proses perkembangan manusia seutuhnya, maka pemegang
peran utamanya yaitu ibu, yang secara biologis dan psikologis lebih
dekat dengan anak-anaknya dituntuk untuk memiliki kesadaran yang
tinggi dalam merealisir rumah tangga tersebut. Setiap anggota
19
keluarga dalam rumah tangga berkewajiban untuk membangun rumah
tangganya sehingga menjadi rumah tangga atau keluarga yang
sejahtera dan bahagia lahir bathin, di mana suasana dan ketentraman
hidup tercipta di dalamnya. Pembangunan rumah tangga atau
keluarga yang sejahtera ini merupakan kewajiban kedua setelah
pembinaan diri pribadi. Pembangunan rumah tangga ini merupakan
langkah pertama dalam melaksanakan hubungan pergaulan sosial
(kemasyarakatan), atau hablun minannas.
Membangun keluarga yang sejahtera dan bahagia berarti
mempertahankan terwujudnya kehidupan masyarakat dan negara
yang sejahtera, adil dan makmur, maka harus diperhatikan oleh setiap
Muslim. Oleh karena itu, dengan membangun atau mewujudkan satu
pembinaan terhadap terwujudnya kesejahteraan keluarga itu, berarti
turut meletakkan satu landasan yang fundamental terhadap usaha
pembangunan satu masyarakat dan negara sebagaimana yang
ditentukan oleh Dienul Islam. (Getteng, 1997: 72).
Untuk membangun keluarga yang harmonis dibutuhkan aturan
yang benar dan memiliki kekuatan untuik dipatuhi, Islam menawarkan
aturan untuk hal tersebut. Alquran dan hadist Nabi, sebagai dua
sumber pokok ajaran Islam, sudah menggariskan aturan-aturan untuk
berbagai hubungan dalam keluarga tersebut, meskipun tidak secara
detail yang kemudian diperjelas oleh pendapat ulama (fiqh). Akhlak
merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang universal meliputi seluruh
20
aktivitas manusia baik dalam rangka berhubungan dengan Tuhan, diri
sendiri, sesama manusia, maupun lingkungan yang terwujud dalam
pikiran, sikap, perasaan, perkataan dan perbuatan berdasarkan
norma-norma Agama, hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat.
Dari konsep akhlak ini, muncul konsep pendidikan akhlak,
Ahmad Amin (1995: 62) bahwa: menjadikan kehendak (niat) sebagai
awal terjadinya akhlak (karakter) pada diri seseorang jika kehendak itu
diwujudkan dalam bentuk pembiasaan sikap dan perilaku. Keluarga
adalah satu-satunya sistem sosial yang diterima oleh semua
masyarakat, baik yang agamis maupun nonagamis. Keluarga memiliki
peran, posisi, dan kedudukan bermacam-macam di tengah-tengah
masyarakat, keluarga juga memiliki peran yang sangat penting dan
cukup luas.
Dari keluarga ini pula tumbuh masyarakat yang maju,
peradaban modern, dan perkembangan-perkembangan lainnya,
termasuk karakter manusia. Bagi anak, keluarga merupakan
lingkungan pertama tumbuh dan berkembang, baik fisik maupun
psikis. Oleh karena itu keluarga memiliki peran yang sangat penting
bagi anak untuk membangun fondasi pendidikan yang amat
menentukan baginya dalam mengikuti proses-proses pendidikan
selanjutnya.
21
Diakui bahwa keluarga merupakan unsur terpenting dalam
pembentukan kepribadian anak pada pase perkembangan. Berbeda
dengan fase-fase berikutnya, fase perkembangan ini memiliki peran
yang besar dalam penentuan kecenderungan-kecenderungan anak.
Pada fase perkembangan anak mampu mengenal dirinya dan
membentuk kepribadiannya melalui proses perkenalan dan interaksi
antara dirinya dengan anggota keluarga yang ada disekitarnya. Pola
pikir anggota keluarga sangat memengaruhi perkembangan anak.
Oleh karena itu pada fase pertama perkembangan anak, keluarga
(kedua orangtua) berperan sebagai pembentuk akhlak sosial yang
pertama bagi anak. Pembentukan akhlak ini dilakukan dengan
mengarahkan, membimbing, dan mendidik anak sehingga mengetahui
berbagai nilai, perilaku, serta kecenderungan yang dilarang dan
diperintahkan. (Mustafa, 2003: 42)
Keluarga juga bertanggungjawab untuk mempersiapkan anak
siap berbaur dengan masyarakat, peran keluarga yang lain adalah
mengajarkan kepada anak tentang peradaban dan berbagai hal yang
ada di dalamnya, seperti nilai-nilai sosial, tradisi, prinsip, keterampilan
dan pola perilaku dalam segala aspeknya, dalam hal ini keluarga
harus benar-benar berperan sebagai sarana pendidik dan pemberi
nilai-nilai budaya yang mendasar dalam kehidupan anak, untuk itu
keluarga (kedua orang tua) harus membekali anak dengan
22
pengetahuan bahasa dan agama, mengajarinya berbagai pemikiran,
kecenderungan dan nilai-nilai akhlak yang baik. (Mustafa, 2003: 43)
Anak menjadi komponen yang sangat penting dalam keluarga
karena kelangsungan keluarga pada masa-masa berikutnya berada
dipundaknya. Oleh karena itu, anak harus menjadi perhatian utama
orang tua agar ia dapat tumbuh dan berkembang dengan baik dengan
segala potensi yang dimilikinya, para ahli pendidikan telah
menyepakati pentingnya periode kanak-kanak dalam kehidupan
manusia. Pada masa-masa awal kehidupan, anak memiliki
kesempatan yang paling tepat, mengingat pada masa-masa ini
kepribadian anak mulai terbentuk dan kecenderungannya semakin
tampak. Masa-masa awal ini juga sangat tepat untuk memulai
pendidikan Agama sehingga anak dapat mengetahui mana yang
diperintahkan (wajib) dan mana yang dilarang (haram). Pada masa-
masa ini pula proses pembentukan akhlak anak harus diperhatikan
dengan baik. Lingkungan di sekitar anak harus benar-benar
diperhatikan sebab anak dapat merespon berbagai pengaruh
lingkungan dengan cepat. Anak akan merespon apa saja yang ada di
sekitarnya tanpa mendiskusikannya terlebih dahulu.
Seperti halnya sekolah, keluarga memiliki arti penting bagi
pendidikan sekaligus perkembangan karakter anak. Namun, corak
dan ragam keluarga memiliki kekhasan dalam melakukan pendidikan
yang berbeda dengan corak pendidikan yang dilakukan di sekolah,
23
dalam keluarga, pendidikan berjalan bukan atas dasar tatanan
ketentuan yang diformalkan, melainkan tumbuh dari kesadaran moral
antara orangtua dan anaknya.
Oleh karena itu, pendidikan akhlak dalam keluarga dilakukan
bukan atas dasar rasional semata, melainkan karena kesadaran
emosional kodrati yang tidak lain karena adanya kewajiban dan
tanggung jawab bagi orang tua terhadap anaknya, di sinilah
perbedaan yang mencolok dalam pendidikan akhlak di sekolah yang
dilakukan oleh guru terhadap para peserta didiknya dengan
pendidikan akhlak dalam keluarga yang dilakukan oleh orang tua
terhadap anak-anaknya.
Sebagai lingkungan yang paling dekat dengan kehidupan
anak, keluarga memiliki peran strategis dalam pembinaan akhlak
anak. Ikatan emosional yang kuat antara orang tua dan anak menjadi
modal yang cukup signifikan untuk pembinaan akhlak dalam keluarga.
Inilah keunggulan pendidikan akhlak dalam keluarga jika dibandingkan
dengan pendidikan akhlak di sekolah. Nilai-nilai akhlak seperti
Oleh sebab itu sangatlah penting bagi setiap individu atau setiap
33
orang yang ingin membangun sebuah rumah tangga. Ketiga pondasi
atau dasar-dasar kecerdasan tersebut harus lebih dimatangkan agar
lebih siap lahir bathin dalam berkeluarga nantinya.
Hidup berkeluarga adalah fitrah setiap manusia, Islam dengan
kesempurnaan ajarannya mengatur tentang konsep keluarga yang
dibangun di atas dasar perkawinan. Melalui perkawinan dapat diatur
hubungan laki-laki dan wanita yang secara fitrahnya saling tertarik
dengan aturan yang khusus, dari hasil pertemuan ini juga akan
berkembang jenis keturunan sebagai salah satu tujuan dari
perkawinan tersebut, dari perkawinan itu pulalah terbentuk keluarga
yang di atasnya didirikan peraturan hidup khusus sebagai
konsekuensi dari sebuah perkawinan.
Dalam mengarungi samudera kehidupan rumah tangga
tidaklah semudah apa yang kita bayangkan, tidak jarang sebuah
rumah tangga terhempas gelombang badai yang akhirnya berdampak
bagi keharmonisan keluarga, tidak sedikit keluarga yang akhirnya
bercerai berai tak tentu arah akibat hempasan gelombang badai,
namun tidak sedikit juga keluarga yang tetap kokoh melayani
samudera kehidupan rumah tangga karena mampu menjaga
keharmonisan keluarga.
Dalam upacara pernikahan kita sering mendengar harapan
agar kebahagiaan suami istri berlanjut hingga mereka mencapai usia
34
kaken-kaken dan ninen-ninen. Harapan ini tentunya baik tetapi yang
lebih baik adalah yang diajarkan agama, yakni agar pasangan suami
istri hidup kekal langgeng, hidup bersama secara harmonis hingga
masuk ke surga kelak.
Harapan ini dapat diwujudkan dengan bantuan Allah disertai
dengan upaya manusia menjalin hubungan ruhani dengan
pasangannya. Memang kebersamaan dan keharmonisan hubungan
yang langgeng tidak dapat tercapai tanpa hubungan ruh dan ruh.
Kebersamaan dan keharmonisan hubungan adalah kebersamaan dan
keharmonisan ruh, ruh itulah yang mengantar menuju keabadian
sehingga menciptakan ketentraman karena ketenangan dan
ketentraman tidak mungkin lahir di tengah gejolak perubahan.
Perkawinan yang dihendaki oleh ajaran agama menuntut
pasangan suami istri untuk menancapkan tekad dalam benak dan
lubuk jiwa mereka yang terdalam sejak awal langkah mereka menuju
gerbang perkawinan bahwa akad (ikatan) yang akan mereka jalin itu
bersifat langgeng. Bukan sementara atau coba-coba karena itu Rasul
Saw memerintahkan kepada calon pasangan untuk melihat
pasangannya terlebih dahulu sebelum melangsungkan perkawinan.
Tekad untuk hidup bersama secara langgeng merupakan faktor
terpenting dalam menciptakan sakinah, ketenangan batin, dan
kebahagiaan ruhani. Ini disebabkan karena tekad bersumber dari
lubuk hati yang terdalam serta jiwa yang suci, dan seperti kita semua
35
tahu manusia kendati badannya berubah bahkan punah namun
jiwanya tidak demikian.
Badan manusia sekedar alat yang digunakan jiwa memenuhi
kehendaknya, meski badan rusak/mati tetapi jiwa tetap wujud.
Keadaan jiwa dan badan hanyalah bagaikan penulis dengan pena
atau petani dengan cangkul, jika pena rusak atau cangkul patah maka
si penulis dan petani masih tetap ada. Karena itu dinyatakan bahwa
jiwa manusia kekal sesuai dengan kekekalan ruh dan karena itu pula
sebagaimana dinyatakan oleh al-Qur’an, kelanggengan hidup
bersama sebagai pasangan suami istri berlanjut hingga hari
kemudian. Tentu saja selama kehidupan rumah tangga mereka dijalin
dan dibangun oleh nilai-nilai Ilahi. Allah berfirman:
Artinya: “Mereka dan isteri mereka berada dalam tempat yang teduh, bertelekan di atas dipan-dipan”. (QS. Yasin (36): 56). (Shihab, Pengantin Al-Qur’an, 2007).
Perkawinan yang didasari oleh penyatuan jiwa tidak akan
pernah punah atau layu dalam kehidupan dunia ini, ia tidak lekang
oleh panas tidak juga lapuk oleh hujan, memang ada permulaannya
tetapi tidak ada akhirnya ia tidak statis tetapi berkembang dari waktu
ke waktu, serta berbuah dan melahirkan yang baru dan yang baru itu
tidak dapat dipisahkan dari asalnya. Karena perkawinan yang didasari
oleh cinta yang suci demikian itu halnya maka pasangan suami istri
36
tidak akan pernah merasa jemu, tidak juga merasakannya sebagai
rutinitas yang membosankan dalam hidup. Karena manusia tidak
pernah jemu bercinta hingga akhir hayatnya bahkan manusia memiliki
potensi untuk melahirkan hal-hal baru, terutama jika dia hidup
bersama orang yang dikasihinya, begitulah perkawinan yang
dikehendaki agama, untuk mewujudkan hal tersebut agama
membekali manusia dengan potensi dalam dirinya, di samping
ketetapan hukum yang tidak berubah, serta tuntunan yang diindahkan
maka Insya Allah dampaknya adalah surga di dunia dan di akhirat.
Keharmonisan keluarga merupakan syarat penting dalam
mengarungi kehidupan rumah tangga agar mereka mampu
menghadapi berbagai goncangan dan hempasan badai dalam rumah
tangga. Oleh karena itu, pemahaman terhadap konsep keharmonisan
keluarga sangat diperlukan karena kebanyakan keluarga yang gagal
adalah keluarga yang tidak memahami akan pentingnya
keharmonisan keluarga. Keharmonisan merupakan dambaan setiap
orang yang ingin membentuk keluarga yang telah memiliki keluarga
namun masih banyak kesulitan dalam membangun keharmonisan
keluarga.
Mereka akan saling membantu dan bahu membahu dalam
menghadapi masalah, bagaikan keterhubungan anggota tubuh yang
saling melengkapi menurut fungsinya masing-masing. Bagi keluarga
harmonis, keluarga adalah tempat mereka berkonsultasi dan solusi
37
jika menemukan permasalahan, karena setiap anggota keluarga
merasa tentram, disiplin, bertanggung jawab serta terhindar dari
pergaulan bebas.
Dari beberapa yang dikemukakan oleh para ahli di atas, dapat
disimpulkan bahwa keharmonisan keluarga adalah suatu situasi atau
kondisi keluarga di mana terjalinnya kasih sayang, anggota keluarga
merasa bahagia, saling pengertian, dukungan, mempunyai waktu
bersama keluarga, adanya kerjasama dalam keluarga, komunikasi
dan setiap anggota keluarga dapat mengaktualisasikan diri dengan
baik serta minimnya komflik, ketegangan dan kekecewaan.
2. Prinsi-prinsip Keluarga Harmonis
Keluarga adalah tempat mereka berkonsultasi dan solusi jika
menemukan permasalahan, karena setiap anggota keluarga merasa
tentram, disiplin, bertanggung jawab serta terhindar dari pergaulan
bebas. Keluarga adalah amanah, Tuhan memerintahkan agar orang
tua menjaga keluarga terhindar dari siksa neraka. Dapat diartikan
bahwa sebagai orang tua harus memberikan bekal pendidikan dan
pengetahuan kepada seluruh anggota keluarga.
Secara umum dapat didefinisikan keluarga merupakan
kelompok sosial kecil yang umumnya terdiri dari ayah, ibu, dan anak.
Hubungan yang terjadi dalam keluarga didasari atas dasar ikatan
darah, perkawinan atau adopsi. Hubungan dalam keluarga juga
38
didominasi oleh suasana afeksi dan rasa tanggung jawab. Keluarga
memiliki peran dalam pendidikan anak dan berpengaruh terhadap
kepribadian anak. Adiwikarta (1988: 69) mengatakan pengaruh
keluarga terhadap kepribadian anak itu besar, meskipun dalam ukuran
yang relatif, telah diterima secara luas di kalangan masyarakat.
Di bawah ini disampaikan tentang pengertian keluarga dari
para ahli :
Menurut Vembrianto, 1990 bahwa:
Keluarga merupakan kelompok kecil yang anggota-anggotanya berinteraksi face-to-face secara tetap. Dalam kelompok yang demikian perkembangan anak dapat diikuti dengan teliti oleh orang tuanya dan penyesuaian secara pribadi dalam hubungan sosial lebih muda terjadi.
Duval dan Logan, 1986 bahwa:
“Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional serta sosial dari tiap anggota keluarga”.
Keluarga adalah wadah yang sangat penting di antara individu
dan group, dan merupakan kelompok sosial yang pertama di mana
anak-anak menjadi anggotanya. Keluargalah sudah barang tentu yang
pertama-tama pula menjadi tempat untuk mengadakan sosialisasi
kehidupan anak-anak. Ibu, ayah dan saudara-saudaranya serta
keluarga-keluarga yang lain adalah orang-orang yang pertama di
39
mana anak-anak mengadakan kontak dan yang pertama pula untuk
mengajar pada anak-anak itu sebagaimana dia hidup dengan orang
lain. Sampai anak-anak memasuki sekolah, mereka itu menghabiskan
seluruh waktunya di dalam unit keluarga. Hingga sampai masa
adolesent mereka itu ditaksir menghabiskan ½ waktunya dalam
keluarga.
Keluarga adalah salah satu kelompok atau kumpulan manusia
yang hidup bersama sebagai suatu kesatuan atau unit masyarakat
terkecil dan biasanya selalu ada hubungan darah, ikatan perkawinan
atau ikatan lainnya, tinggal bersama dalam satu rumah yang dipimpin
oleh seorang kepala keluarga dan makan dalam satu periuk.
Suatu keluarga setidaknya memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Terdiri dari orang-orang yang memiliki ikatan darah atau
adopsi.
2. Anggota suatu keluarga biasanya hidup bersama-sama
dalam satu rumah dan mereka membentuk satu rumah
tangga.
3. Memiliki satu kesatuan orang-orang yang berinteraksi dan
saling berkomunikasi, yang memainkan peran suami dan
istri, bapak dan ibu, anak dan saudara.
40
4. Mempertahankan suatu kebudayaan bersama yang
sebagian besar berasal dari kebudayaan umum yang lebih
luas. (Inna Mawaddah,2013: 25).
Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa
keluarga sangat berperan penting dalam kehidupan dan pendidikan
anak. Sehingga anak tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter baik
apabila ia hidup dalam lingkungan sosial yang berakhlak dan
memerlukan kesadaran dari seluruh pihak yang mempengaruhi
kehidupan anak.
Agar terbentuk keluarga yang diinginkan, di bawah ini akan
dijelaskan tentang prinsip-prinsip keluarga harmonis, yaitu:
a. Prinsip pertama(tumbuhkan komitmen).Jika kebahagiaan
kita pahami sebagai sebuah pilihan, maka modal pertama untuk
mendapatkannya tentulah kemauan untuk bahagia. Tanpa komitmen
kesulitan dan persoalan mudah sekali menghancurkan keluarga.
b. Prinsip kedua (memberi apresiasi). Setelah membangun
komitmen bersama kearah kebahagiaan, modal berikutnya adalah
kemampuan untuk menyatukan kekuatan dari masing-masing pihak.
Untuk itu mulailah melihat sisi positif masing-masing pihak. Tanpa
kesediaan melihat hal-hal positif pada pasangan kita, maka tidak ada
sinergi yang tulus kearah kebahagiaan. Sikap positif pada pasangan
dapat ditunjukkan dan ditumbuhkan sehari-hari. Mulai kebiasaan
memberikan pujian dan apresiasi yang tulus pada pasangan.
41
c. Prinsip ketiga(pelihara kebersamaan). Setelah komitmen
dan sikap positif pada pasangan, pondasi selanjutnya adalah
kebersamaan. Luangkan waktu untuk bersama, bermain bersama.
Kebersamaan adalah momen saling membagi, ia akan menumbuhkan
perasaan saling membutuhkan dan saling melengkapi.Sebuah
hubungan yang didasarkan pada perasaan saling membutuhkan
secara positif akan menjadi awal yang baik bagi sebuah kebahagiaan
bersama.
d. Prinsip keempat(berkomunikasi). Komunikasi adalah
sebuah proses pertukaran makna guna melahirkan pengertian
bersama. Komunikasi akan melahirkan pertautan perasaan atau
emosi yang kuat antara mereka yang terlibat. Karena itu, guna meraih
kebahagiaan keluarga, sebaiknya komunikasikan berbagai peristiwa
penting yang dialami agar masing-masing pihak semakin mengenal
dunia masing-masing dan merasa dilibatkan dalam dunia satu sama
lain.
e. Prinsip kelima (agama atau falsafah hidup). Meyakini
falsafah hidup yang sama semakin memperkuat tali batin keluarga.
Menjalani bersama ritual agama membuat harmoni keluarga terjalin
lebih hangat dan dalam. Misalnya saja melaksanakan sholat
berjamaah, dengan kegiatan seperti itu akan membantu menyadari
hal-hal yang lebih mendasar dalam hidup. Sebuah kecerdasan
42
spiritual yang jelas sangat berpengaruh pada kesanggupan orang
untuk bahagia.
f. Prinsip keenam(bermain dan humor). Bermain adalah ciri
khas manusia, sediakan waktu untuk bermain, bersantai, rileks dan
humor. Melalui permainan kita membagi perasaan yang kita miliki
dengan sesama anggota keluarga. Permainan melahirkan tawa
canda, hal sederhana namun teramat penting untuk kebahagiaan.
g. Prinsip ketujuh (berbagi tanggungjawab). Fleksibel dalam
berbagai peran dan tanggungjawab. Kadang suami yang menemani
anak kadang istri yang sibuk di luar, berbagai peran dan
tanggungjawab membuat masing-masing pihak semakin merasa
sebagai satu kesatuan. Banyak masalah dalam keluarga timbul hanya
karena enggan berbagai tugas. Suami merasa tidak perlu menangani
pekerjaan dapur dan anak, sementara beban sang istri banyak.
h. Prinsip kedelapan (miliki kepentingan dan kegemaran
bersama). Untuk memperkuat fondasi bagi kebersamaan keluarga
sebaiknya carilah kegemaran dan kepentingan yang sama antar
setiap anggota keluarga. Lalu rencanakan untuk menjalani kegemaran
bersama itu. Merencanakan, menjalankan, dan mengevaluasi
kegiatan itu secara bersama semakin menguatkan kesatuan keluarga.
i. Prinsip kesembilan (melayani orang lain). Secara bersama
melayani dan menolong orang lain yang kurang mampu atau tertimpa
bencana akan memberi pengaruh positif. Pengalaman itu akan
43
membantu masing-masing pihak semakin bersyukur berada dalam
kondisi yang lebih baik, secara bersama menolong orang lain,
membuat kebersamaan itu semakin bermakna.
j. Prinsip kesepuluh(tahan dengan problem). Tidak ada
satupun keluarga yang terbebas dari problem. Jika kesulitan itu
datang dan anda merasa tidak mampu mengatasinya sendiri, jangan
ragu meminta bantuan dari pihak yang lebih ahli. Kekuatan dan
kemampuan anda menghadapi hidup tidak akan dikurangi sedikitpun
kalo anda meminta bantuan pihak orang lain.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keharmonisan
Ada beberapa pembahasan yang mengemukakan tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi keharmonisan keluarga. Di bawah
ini akan dikemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi
keharmonisan keluarga, keluarga harmonis atau sejahtera merupakan
tujuan penting, oleh karena itu untuk menciptakan keharmonisan perlu
diperhatikan faktor-faktor berikut:
1. Perhatian yaitu, menaruh hati pada seluruh anggota keluarga
sebagai dasar utama hubungan yang baik antar anggota keluarga,
baik pada perkembangan keluarga dengan memperhatikan
peristiwa dalam keluarga dan mencari sebab akibat permasalahan,
juga terdapat perubahan pada setiap anggotanya.
2. Pengetahuan yaitu, perlunya menambah pengetahuan tanpa henti-
hentinya untuk memperluas wawasan sangat dibutuhkan dalam
44
menjalani kehidupan keluarga. Sangat perlu untuk mengetahui
anggota keluarganya, yaitu setiap perubahan dalam anggota
keluarganya agar kejadian yang kurang diinginkan kelak dapat
diantisipasi.
3. Pengenalan terhadap semua anggota keluarga. Hal ini berarti
pengenalan terhadap diri sendiri dan pengenalan diri sendiri yang
baik penting untuk memupuk pengertian.
4. Bila pengenalan diri sendiri telah tercapai maka akan lebih mudah
menyoroti semua kejadian atau peristiwa yang terjadi dalam
keluarga. Masalah akan lebih mudah diatasi, karena banyaknya
latar belakang lebih cepat terungkap dan teratasi, pengertian yang
berkembang akibat pengetahuan tadi akan mengurangi kemelut
dalam keluarga.
5. Sikap menerima. Langkah lanjutan dari sikap pengertian adalah
sikap menerima yang berarti dengan segala kelemahan,
kekurangan, dan kelebihannya, ia seharusnya tetap mendapatkan
tempat dalam keluarga. Sikap ini akan menghasilkan suasana
positif dan berkembangnya kehangatan yang melandasi tumbuh
suburnya potensi dan minat dari anggota keluarga.
6. Peningkatan usaha. Setelah menerima keluarga apa adanya maka
perlu meningkatkan usaha yaitu dengan mengembangkan setiap
dari aspek keluarganya secara optimal, hal ini disesuaikan dengan
45
setiap kemampuan masing-masing, tujuannya yaitu agar tercipta
perubahan-perubahan. Dan menghilangkan keadaan bosan.
7. Penyesuaian harus perlu mengikuti setiap perubahan baik dari fisik
orangtua maupun anak. (Mahmud Ilham Ikhwan, 2012 : 56).
Kunci utama keharmonisan sebenarnya terletak pada
kesepahaman hidup suami dan istri. Karena kecilnya kesepahaman
dan usaha untuk saling memahami ini akan membuat keluarga
menjadi rapuh. Makin banyak perbedaan antara kedua pihak maka
makin besar tuntutan pengerbanan dari ke dua belah pihak. Jika salah
satunya tidak mau berkorban maka pihak satunya harus mau
berkorban, jika pengorbanan tersebut melampaui batas atau
kerelaannya maka keluarga tersebut terancam, maka pahamilah
keadaan pasangan baik kelebihan maupun kekurangannya yang kecil
hingga yang terbesar untuk mengerti sebagai landasan dalam
menjalani kehidupan berkeluarga.
Rencana kehidupan yang dilakukan kedua belah pihak
merupakan faktor yang sangat berpengaruh karena dengan
perencanaan ini keluarga bisa mengantisipasi hal akan datang dan
terjadi saling membantu untuk misi keluarga. Pembentukan keluarga
harmonis hendaknya diniatkan untuk menyelenggarakan kehidupan
keluarga yang penuh dengan semangat Mawaddah Wa Rahmah
dengan selalu mendekatkan diri kepada Allah Swt dan mendambakan
keridhaanNya, limpahan hidayah dan taufiknya. Kehidupan keluarga
46
yang didasari oleh niat dan semangat beribadah kepada Allah Swt
insya Allah keluarga yang demikian akan selalu mendapatkan
perlindungan dalam mendapatkan tujuannya yang penuh dengan
keluhuran.
Kasih sayang yang tertanam dalam hati dan menjadi
kelembutan dalam sikap, tindakan dan ucapan akan memberikan
hamba tersebut ketenangan kalbu. Pasangan yang tingkah lakunya
lembut akan mendapatkan banyak kebahagiaan dalam kehidupannya.
Cinta yang berakar pada tempramen yang lembut pada siapapun
yang dicintai, begitupula dengan keluarga terhadap masyarakat, maka
suasana akan terasa nyaman, keluarga menjadi harmonis, punya
banyak teman, disukai dan dihormati oleh masyarakat.
4. Peranan Agama Terhadap Keharmonisan
Dalam upaya membentuk keluarga bahagia, sehat, sejahtera
dan kekal, peranan agama menjadi sangat penting. Ajaran agama
tidak cukup hanya diketahui dan dipahami saja, akan tetapi harus
diamalkan oleh setiap anggota keluarga sehingga kehidupan dalam
keluarga benar-benar dapat mencerminkan suatu kehidupan yang
penuh dengan ketentraman, keamanan dan kedamaian, yang dijiwai
oleh ajaran dan tuntunan agama.
Agama sebagai salah satu jenis ikatan primordial, selain
mengajarkan tata nilai dan norma-norma ketentraman hidup, juga
berusaha menanamkan keyakinan (kebenaran mutlak) atau ajaran
47
yang dibawanya kepada pemeluknya masing-masing. Pandangan
setiap agama tersebut, jika dilihat dari kepentingan eksistensi masing-
masing agama sendiri memang sudah semestinya mengingat agama
mampu mempertahankan kemurnian ajaran dan identitasnya.
Setiap anggota keluarga, terutama orangtua dituntut untuk
senantiasa bersikap dan berbuat sesuai dengan agama, sehingga
dengan demikian setiap anggota keluarga memiliki sifat dan budi
pekerti yang sangat diperlukan baik dalam kehidupan berkeluarga
maupun dalam bermasyarakat. Untuk itu orangtua sangat perlu
menyadari betapa pentingnya pendidikan agama bagi setiap anggota
keluarga dan khususnya bagi anak-anak, karena hal itu sangat
berpengaruh positif terhadap pertumbuhan dan perkembangan budi
pekerti dan kepribadian mereka.
Oleh sebab itu pendidikan agama perlu ditanamkan sediri
mungkin terhadap anak-anak. Dalam hal ini orang tua berkewajiban
memberikan bimbingan dan contoh-contoh kongkrit, sebagai suri
teladan dalam pelaksanaan dan pengamalan ajaran agama, sehingga
mereka (anak-anak) benar-benar dapat diharapkan menjadi orang
yang beragama, dapat hidup tentram dan bahagia yang dilandasi
dengan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Bagi orang tua (suami dan istri), agama merupakan benteng
yang amat kokoh terhadap berbagai ancaman, yang dapat
merapuhkan dan meruntuhkan kehidupan keluarga. Bagi mereka,
48
agama berperan sebagai sumber pendorong dan tempat untuk
memecahkan masalah. Oleh karena itu bagi suami istri agar betul-
betul berpegang kepada ajaran agama dan tempat memecahkan
masalah. Oleh karena itu, bagi suami istri agar betul-betul berpegang
kepada ajaran agama dan mengamalkan dengan sebaik-baiknya,
dalam arti mampu dan mau melaksanakan ajaran agama tersebut,
baik dalam kehidupan berkeluarga maupun dalam bermasyarakat,
baik dalam keadaan suka maupun dalam keadaan duka upaya kearah
itu sangat perlu diwujudkan untuk kelangsungan keutuhan dan
kekekalan keluarga serta dijauhkan dari segala bentuk pertentangan
dan perceraian.
Sebagaimana fase usia perkembangan pada anak,
keyakinannya terhadap agama juga mengalami perkembangan.
Seseorang dapat meyakini sesuatu harus melalui proses, yaitu
memandang, memahami, menganalisa dan menyimpulkan untuk
kemudian meyakininya. Dalam proses tersebut tentunya seseorang
harus mempunyai kemampuan untuk berpikir sehingga dapat
menganalisa dan mengambil kesimpulan sampai akhirnya dapat
meyakini.
Dari uraian di atas, jelas bahwa stabilnya keluarga maupun
pengaruhnya terhadap akhlak anak dalam menghadapi
perkembangannya sangatlah berpengaruh mulai dari masa konsepsi,
49
masa bayi, masa kanak-kanak, masa anak, masa remaja, sampai
masa dewasa.
B. Akhlak
1. Pengertian Akhlak
Istilah akhlak sudah sangat akrab di tengah kehidupan kita,
mungkin hampir semua orang mengetahui arti kata “akhlak” karena
perkataan akhlak selalu dikaitkan dengan tingkah laku manusia. Akan
tetapi, agar lebih jelas dan meyakinkan kata akhlak masih perlu untuk
diartikan secara bahasa maupun istilah, dengan demikian
pemahaman terhadap kata akhlak tidak sebatas kebiasaan praktis
yang setiap hari kita dengar, tetapi sekaligus dipahami secara filosofis
terutama makna subtansinya.
Kata akhlak berasal dari bahasa Arab, yaitu jama’ dari kata
khuluqun yang secara linguistik diartikan dengan budi pekerti,
perangai, tingkah laku atau tabiat, tata krama, sopan santun, adab
dan tindakan. Kata akhlak juga berasal dari kata khalaqa atau
khalqun, artinya kejadian serta erat hubungannya dengan khaliq
artinya menciptakan, tindakan atau perbuatan, sebagaimana terdapat
kata al-khaliq artinya pencipta dan makhluq artinya yang diciptakan.
Dalam Al-Qur’an (QS. Al-Ahzab : 21) Allah berfirman :
50
Artinya: “Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. (Wahyudin, 2004:34).
Sebenarnya, ada dua pendekatan yang dapat digunakan
untuk mendefinisikan kata akhlaq yaitu pendekatan linguistik
(kebahasaan) dan pendekatan terminologik (peristilahan). Dari sudut
kebahasaan akhlak berasal dari bahasa Arab yaitu isim masdar dari
kata al-akhlaqa- yukhliqu- ikhlaqan, sesuai dengan timbangan (wazan)
tsulasi majid af’ala-yuf’ilu-if’alan, berarti as-sajiyah (perangai), ath-
thabi’ah (kelakuan, tabiat, watak dasar), al-adat (kebiasaan,
kelaziman), al-maru’ah (peradaban yang baik), dan ad-din (agama).
Kata akhlak juga isim masdar dari kata akhlaqa yaitu ikhlaq.
Berkenaan dengan ini timbullah pendapat bahwa secara
linguistik, akhlak merupakan isim jamid atau isim ghair mustaq, yaitu
isim yang tidak memiliki akar kata. Kata akhlaq secara etimologis
berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata khalaqa kata asalnya adalah
khuliqun berarti adat, perangai atau tabaiat. Secara terminologis dapat
dikatakan bahwa akhlak merupakan pranata perilaku manusia dalam
segala aspek kehidupan, dalam pengertian umum akhlak dapat
dipadankan dengan etika atau nilai moral.
51
Ibn Miskawaih (421 H/1030 M), yang dikenal sebagai pakar
bidang akhlak terkemuka mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang
tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan
tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Sementara itu, Imam
Al-Ghazali (1015-1111 M), dikenal sebagai hujjatul Islam (pembela
Islam) karena kepiawaiannya dalam membela Islam dari berbagai
paham yang dianggap menyesatkan, dengan agak lebih luas daripada
Ibn Miskawaih mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam
dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan
gamblang dan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan
pertimbangan.
Berbicara soal akhlak, maka perlu disimak apa yang ada
dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
pada Pasal 3, yang menyebutkan: “ Pendidikan Nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk akhlak serta
peradaban bangsa yang bernartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa”. Dalam UU ini secara jelas ada “akhlak”, kendati
tidak ada penjelasan lebih lanjut tentang apa yang dimaksudkan
dengan akhlak, sehingga menimbulkan berbagai tafsir tentang
maksud dari kata tersebut.
Sementara menurut istilah (terminologis) terdapat beberapa
pengertian tentang akhlak, sebagaimana telah dikemukakan oleh
beberapa ahli, diantaranya adalah sebagai berikut:
52
Simon Philips, 2008 mengatakan:
“Akhlak adalah kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu sistem, yang melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku yang ditampilkan.”
Hermawan Kartajaya, 2010 mengatakan:
“Akhlak adalah ciri khas yang dimiliki oleh suatu benda atau individu (manusia). Ciri khas tersebut adalah asli, dan mengakar kepada kepribadian benda atau individu tersebut dan merupakan mesin pendorong bagaimana seseorang bertindak, bersikap, berujar, serta nerespon sesuatu.”
Ahli pendidikan nilai Darmiyati Zuchdi (2008:39), memaknai
watak sebagai seperangkat sifat-sifat yang selalu dikagumi sebagai
tanda-tanda kebaikan, kebijakan, dan kematangan moral seseorang.
Lebih lanjut dikatakan bahwa tujuan pendidikan watak adalah
mengajarkan nilai-nilai tradisional tertentu, nilai-nilai yang diterima
secara luas sebagai landasan perilaku yang baik dan bertanggung
jawab.
Hal tersebut dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa hormat,
tanggung jawab, rasa kasihan, disiplin, loyalitas, keberanian, toleransi,
keterbukaan, etos kerja dan kecintaan pada Tuhan dalam diri
seseorang. Dilihat dari tujuan pendidikan watak, yaitu penanaman
seperangkat nilai-nilai maka pendidikan watak dan pendidikan nilai
pada dasarnya sama. Jadi, pendidikan watak pada dasarnya adalah
pendidikan nilai, yaitu penanaman nilai-nilai agar menjadi sifat pada
53
diri seseorang dan karenanya mewarnai kepribadian atau watak
seseorang.
Individu yang berakhlak baik atau unggul adalah seseorang
yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik kepada Tuhan Yang
Maha Esa, dirinya, sesama, lingkungan, Bangsa dan Negara serta
Dunia Internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi
(pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan
motivasinya. (Depdiknas, 2010).
Akhlak yang baik terdiri dari mengetahui hal yang baik,
menginginkan hal yang baik, dan melakukan hal yang baik, kebiasaan
dalam cara berfikir, kebiasaan dalam hati, dan kebiasaan dalam
tindakan. Ketiga hal ini diperlukan untuk mengarahkan suatu
kehidupan moral, ketiganya ini membentuk kedewasaan moral. Ketika
kita berfikir tentang jenis karakter yang kita inginkan bagi anak-anak
kita, sudah jelas bahwa kita menginginkan anak-anak kita untuk
mampu menilai apa yang benar, dan kemudian melakukan apa yang
mereka yakini itu benar, meskipun berhadapan dengan godaan dari
dalam dan tekanan dari luar.
Akhlak berasal dari nilai tentang sesuatu, suatu nilai yang
diwujudkan dalam bentuk perilaku anak itulah yang disebut akhlak.
Jadi suatu akhlak melekat dengan nilai dari perilaku tersebut,
karenanya tidak ada perilaku anak yang tidak bebas dari nilai. Sejauh
mana kita memahami nilai-nilai yang terkandung di dalam perilaku
54
seorang anak atau sekolompok anak memungkinkan berada dalam
kondisi tidak jelas. Dalam arti bahwa apa nilai dari suatu perilaku amat
sulit dipahami oleh orang lain daripada oleh dirinya sendiri. Dalam
kehidupan manusia, begitu banyak nilai yang ada di dunia ini, sejak
dahulu sampai saat ini.
Beberapa nilai dapat kita identifikasi sebagai nilai yang penting
bagi kehidupan anak baik saat ini maupun di masa yang akan datang,
baik untuk dirinya maupun untuk kebaikan lingkungan hidup di mana
anak hidup saat ini dan masa yang akan datang. Dalam referensi
Islam, nilai yang sangat terkenal dan melekat yang mencerminkan
akhlak/perilaku yang luar biasa tercermin pada Nabi Muhammad Saw,
amar ma’ruf, nahi munkar, peduli (manusia dan alam), dan adil. Nilai
yng terkait dengan ketuhanan seperti ikhlas, iman, takwa dan
sebagainya.
Nilai yang dikembangkan oleh Arry Ginanjar dalam 7 budi
utama yaitu: Jujur, Tanggung jawab, Visioner (mampu pemimpin
dengan baik), Disiplin, Kerja sama, Adil, Peduli. Berdasarkan apa
yang dirumuskan oleh Arry Ginanjar di atas merupakan hasil refleksi
terhadap perjalanan bangsa ini dari waktu ke waktu. Secara umum,
kondisi bangsa yang dirasakan saat ini berbeda dengan apa yang
menjadi akhlak bangsa.
Arry Ginanjar (2008: iv-v) mengemukakan:
56
“Kini yang utama bukanlah “budi”. Karena itu bangsa Indonesia mengalami krisis yang luar biasa karena yang utama pada bangsa ini adalah kekuasaan, harta, dan jabatan. Sementara itu budi, moral, etika, akhlak, tidak lagi dinomorsatukan”.
Adanya kesamaan diantara akhlak dan watak (kepribadin)
memang karena kedua-duanya adalah merupakan sifat dasar asli
yang ada dalam diri individu seseorang. Hal yang sangat abstrak
dalam diri seseorang di mana seseorang sering menyebutnya tabiat
atau perangai. Akhlak memang merupakan sifat batin manusia yang
mempengaruhi segenap pemikiran dan perbuatannya. Akhlak dapat
ditemukan dalam sikap-sikap seseorang terhadap dirinya, terhadap
orang lain, terhadap tugas-tugas yang dipercayakan kepadanya dan
situasi atau keadaan yang lainnya.
Seorang Filsuf Yunani bernama Aristoteles mendefinisikan
akhlak yang baik sebagai kehidupan dengan melakukan tindakan-
tindakan yang benar sehubungan dengan diri seseorang dan orang
lain. Aristoteles mengingatkan kepada kita tentang apa yang
cenderung kita lupakan di masa sekarang ini. Kehidupan yang berbudi
luhur termasuk kehidupan yang berorientasi pada diri sendiri (seperti
kontrol diri dan moderasi) sebagaimana halnya dengan kebaikan yang
berorientasi pada hal lainnya seperti kemurahan hati dan belas
kasihan, dan kedua jenis kebaikan ini berhubungan. Kita perlu untuk
mengendalikan diri kita sendiri, keinginan kita, hasrat kita untuk
melakukan hal yang baik bagi orang lain.
57
akhlak merupakan perilaku manusia yang berhubungan
dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia,
lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap,
perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma
Agama, hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat. Orang yang
perilakunya sesuai dengan norma-norma disebut berakhlak mulia.
Akhlak mulia berarti individu memiliki pengetahuan tentang poteni
dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai seperti reflektif, percaya diri,
rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat,
bertanggung jawab, cinta ilmu, dan bersabar.
Individu juga memiliki kesadaran untuk berbuat baik atau
unggul, dan individu juga mampu bertindak sesuai potensi dan
kesadarannya tersebut.Watak seseorang dapat dibentuk, dapat
dikembangkan dengan pendidikan nilai. Pendidikan nilai akan
membawa pada pengetahuan nilai, pengetahuan nilai akan membawa
pada proses internalisasi nilai, dan proses internalisasi nilai akan
mendorong seseorang untuk mewujudkannya dalam tingkah laku
yang sama akan menghasilkan watak seseorang.
Secara singkat prinsip-prinsip akhlak atau karakter Islam
dalam rangka melakukan hubungan antar manusia (hablun minannas)
dalam keluarga bisa dikelompokkan menjadi beberapa bagian yaitu,
berhubungan dengan orang tua, berhubungan dengan orang yang
58
lebih tua, berhubungan dengan orang yang lebih muda, berhubungan
dengan teman sebaya, dan berhubungan dengan lawan jenis.
Dari pengertian-pengertian di atas dapat dipahami bahwa kata
akhlak sebenarnya jamak dari kata khuluqun artinya tindakan. Kata
khuluqun sepadan dengan kata khalqun artinya kejadian dan kata
khaliqun artinya pencipta dan kata makhluqun artinya yang diciptakan,
dengan demikian rumusan terminologis dari akhlak merupakan
hubungan erat antara Khaliq dengan makhluk serta antara makhluk
dengan makhluk. (Hamzah Ya’Qub, 1993: 11)
a). Membina Akhlak dengan Orang tua
Perlu ditegaskan di sini yang dimaksud dengan orang tua
adalah orang yang melahirkan anak-anaknya, yaitu ayah dan ibu.
Bergaul dengan orangtua tidak sama seperti bergaul dengan orang
lain atau teman sebaya. Orangtua memiliki kedudukan yang sangat
istimewa di hadapan anak-anaknya sehingga mereka harus
menghormatinya dan mematuhi perintah-perintahnya.
Agar hubungan dengan kedua orang tua berjalan dengan
baik, terutama bagi anak, ada beberapa tata cara yang harus
diperhatikan dan menjadi akhlak atau karakter mulia yakni, mengikuti
keinginan dan saran kedua orang tua dalam berbagai aspek
kehidupan selama tidak bertentangan dengan ajaran Islam,
menghormati dan memuliakan kedua orang tua serta berterima kasih
atas kasih sayang dan jasa-jasa mereka, membantu kedua orangtua
59
secara fisik dan material, selalu mendoakan kedua orang tua agar
selalu mendapatkan ampunan, rahmat, dan karunia dari Allah.
Jika kedua orang tua meninggal hal-hal yang harus dilakukan
oleh anak adalah mengurus jenazahnya dengan baik, melunasi utang-
utangnya, melaksanakan wasiatnya, meneruskan silaturrahim yang
dibina orangtua pada waktu hidupnya, memuliakan sahabat-
sahabatnya dan mendoakannya. Berbakti kepada orangtua (biir al-
walidain) merupakan kewajiban yang harus dipenuhi setiap muslim
kapanpun, di manapun, dan bagaimanapun kondisinya. Oleh karena
itu, Alquran melarang melontarkan kata-kata yang dapat menyinggung
hati orang tua, meskipun terdengar sepele seperti kata AH.
Dalam (QS. Al-Isra’ (17): 23)
Artinya: “Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan
menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”. (Marzuki, Pendidikan Karakter Islam, 2015).
Islam mengajarkan agar seseorang berbakti, serta mentaati
ibu bapak tidak menyuruh untuk menyekutukan Allah. Setelah kita
60
menunaikan kewajiban terhadap Allah maka kewajiban berikutnya
adalah berbakti kepada ibu bapak, hadits Nabi mengatakan:
) مثلم ه ا و ر( صحبتھما حسن فا یك لد ا و ل ا خع ر فا Artinya: “Pulanglah kepada ibu bapakmu , pasti nanti anak-anakmu
akan berbuat baik kepadamu.” (Wahyudin, 2004: 53)
b). Membina Akhlak dengan Orang yang Lebih Tua
Orang yang lebih tua adalah orang yang memiliki usia yang
lebih tua dari usia seseorang, baik sedikit terpautnya maupun banyak.
Orang ini bisa saja masih saudaranya, seperti kakak, paman, bibi, dan
kerabatnya yang lain, atau bukan saudaranya. Terhadap orang yang
lebih tua ini yang harus dilakukan tidak jauh berbeda dengan apa
yang dilakukan terhadap kedua orangtua, selama orang yang lebih tua
itu patut diperlakukan seperti itu.
Islam mengajarkan agar seorang muslim menghormati
seseorang dan tidak memandang rendah dan hina kepadanya,
apalagi jika ia pantas mendapatkan penghormatan itu. Menghormati
orang yang lebih tua dinilai sebagai salah satu sikap dasar yang
paling penting yang menjadi identitas Islam dalam masyarakat
sehingga pembentukan akhlak dengan yang lebih tua semakin
meningkat dan sesuai yang diinginkan.
Dalam rangka pembinaan hubungan baik (berakhlak) antara
kita dan orang-orang yang lebih tua, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan diantaranya: 1). Jika orang yang lebih tua itu adalah
61
saudara kita, kita harus memberikan penghormatan yang sebaik-
baiknya, apalagi jika mereka adalah saudara dari ayah atau ibu kita.
Ketika kedua orangtua kita sudah meninggal, mereka dapat
mengganti kedudukan kedua orangtua kita. Oleh karena itu, kita harus
memperlakukan mereka sebagaimana mereka kedua orangtua kita,
2). Jika orang-orang yang lebih tua itu bukan saudara kita maka kita
tetap harus menghormati mereka, selama mereka layak untuk
dihormati. Jika mereka tidak layak dihormati, mungkin karena perilku
mereka yang tidak baik, kita tidak perlu menghormati mereka dengan
berlebihan.
Pada zaman modern seperti sekarang ini terkadang batasan
umur tidak lagi diperhatikan sehingga pergaulan terjadi tanpa
memandang siapa yang diajak bergaul dan rambu-rambu diabaikan
begitu saja. Seorang muslim sudah selayaknya memerhatikan semua
sikap dan perilakunya karena Islam sudah mengatur segala aspek
kehidupan manusia, termasuk dalam pergaulan antarmanusia.
Meskipun kebanyakan orang mengabaikan aturan ini, setiap
muslim harus berusaha agar umat Islam menjadi teladan bagi umat
lainnya dalam hal pergaulan sehari-hari. Generasi muda yang baik,
tidak semata-mata karena kehebatan prestasinya dibidang akademik
atau kariernya, tetapi bagaimana generasi muda juga bisa
menghormati orang lain, terutama yang lebih tua. Inilah salah satu
nilai karakter penting yang harus ditumbuhkan sejak dini.
62
c). Membina Akhlak dengan Orang yang Lebih Muda
Maksud orang yang lebih muda di sini adalah orang yang
memiliki usia yang lebih muda daripada seseorang, termasuk adiknya.
Berikut ini hal-hal yang harus dilakukan dalam rangka berhubungan
dengan orang-orang yang lebih muda yaitu: 1). Jika mereka itu
saudara kita, kita harus memberikan kasih sayang sepenuhnya
dengan ikut merawat, membimbing, mendidik dan membantu, 2). Jika
mereka bukan saudara kita, kita harus tetap menyayangi mereka
dengan menunjukkan kasih sayang kita. Jangan sekali-kali menyakiti
mereka dan melakukan sesuatu yang mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan mereka, baik dari segi fisik maupun mental.
Menghormati orang yang lebih muda merupakan cerminan
keluhuran hati dan kesantunan seseorang. Meskipun di atas sudah
ditegakan bahwa orang yang muda harus menghormati orang yang
lebih tua, bukan berarti orang yang tua tidak harus menghormati yang
lebih muda. Jika semua orang dapat melakukan hubungan yang
paling hormat tanpa memerhatikan usia, akan terbinalah pergaulan
hidup sehari-hari harmonis yang dipenuhi dengan nilai-nilai akhlak
mulia.
d). Membina Akhlak dengan Teman Sebaya
Teman sebaya adalah orang-orang yang memiliki usia yang
hampir sama dengan usia seseorang dan menjadi teman atau
sahabatnya. Kepada mereka ini ia harus dapat bergaul dengan
63
sebaik-baiknya, apalagi mereka itu adalah saudaranya. Mereka ini
adalah orang-orang yang sehari-harinya bergaul dengannya dan
menemaninya, baik dikala suka maupun duka.
Hal-hal yang dapat dilakukan dalam rangka berhubungan
dengan teman sebaya adalah 1). Saling memberi salam setiap
bertemu dan berpisah dengan mereka dan dilanjutkan saling berjabat
tangan, kecuali lawan jenis, 2). Saling menyambung tali silaturrahim
dengan mempererat persahabatan dengan mereka, 3). Saling
memahami kelebihan dan kekurangan serta kekuatan dan kelemahan
masing-masing sehingga segala macam bentuk kesalahpahaman
dapat dihindari, 4). Saling menolong, 5). Bersikap rendah hati dan
tidak bersikap sombong, 6). Saling mengasihi, 7). Memberi perhatian
kepada mereka, 8). Selalu membantu mereka, apalagi jika mereka
memintanya, 9). Ikut menjaga mereka dalam gangguan orang lain,
10). Saling memberi nasihat dengan kebaikan dan kesabaran, 11).
Mendamaikan mereka apabila berselisisih, dan saling mendoakan
(Marzuki, 2009).
e). Membina Akhlak dengan Lawan Jenis
Maksud lawan jenis di sini adalah orang-orang yang memiliki
jenis kelamin yang berbeda dengan seseorang. Terhadap orang-
orang yang menjadi lawan jenisnya, Iskam memberikan aturan khusus
yang harus dijadikan pegangan. Orangtua harus memberikan
pemahaman yang cukup kepada anaknya tentang tata aturan
64
pergaulan dengan lawan jenis agar ia tidak melakukan kesalahan
secara hukum dan norma Islam.
Berikut ini akhlak yang harus dibangun dalam rangka
berhubungan dengan orang-orang yang menjadi lawan jenis. Seperti:
a). Tidak berkhalwat, yaitu berdua-duaan antara seorang laki-laki dan
seorang perempuan yang tidak mempunyai hubungan suami istri dan
tidak pula mahram (saudara dekat) tanpa ada orang ketiga. Termasuk
dalam pengertian khalwat adalah berdua-duaan di tempat umum yang
di antara mereka tidak saling mengenal, atau saling mengenal, tetapi
tidak kepedulian atau tidak mempunyai kontak komunikasi sama skali,
meskipun berada pada tempat yang sama, seperti di pantai, pasar,
restoran, atau bioskop, b). Mengurangi pandangan mata, kecuali yang
memang benar-benar perlu, c). Tidak boleh menampakkan aurat di
hadapan lawan jenisnya dan juga tidak boleh saling melihat aurat satu
sama lain, d). Tidak melakukan hal-hal yang menjurus perzinaan,
seperti bergandengan tangan, berciuman, dan berpelukan apalagi
sampai melakukan perzinaan.
Berdasarkan pada beberapa pengertian tersebut di atas,
dapat dimaknai bahwa akhlak adalah keadaan asli yang ada dalam
diri individu seseorang yang membedakan antara dirinya dengan
orang lain. Pengertian akhlak, watak dan kepribadian memang sering
ditukar-tukar dalam penggunaannya. Oleh karena itu, tidak heran jika
dalam penggunaan seseorang terkadang tertukar menyebutkan
65
akhlak, watak atau kepribadian. Hal ini karena ketiga istilah ini
memang memiliki kesamaan yakni sesuatu asli yang ada dalam diri
individu seseorang yang cenderung menetap secara permanen.
2. Nilai-nilai Akhlak yang Dikembangkan
Apa yang dimaksud dengan nilai? Untuk menjawab
pertanyaan ini, penulis merujuk pada pendapat Djahiri (1978:107)
yang mengatakan bahwa nilai adalah suatu jenis kepercayaan, yang
letaknya berpusat pada sistem kepercayaan seseorang, tentang
bagaimana seseorang sepatutnya, atau tidak dalam sepatutnya
melakukan sesuatu tentang apa yang berharga dan tidak berharga
untuk dicapai. Goldon Alfort seorang ahli psikologi kepribadian
sebagaimana dikutip oleh Mulyana (2004:9) nilai adalah keyakinan
yang membuat seseorang bertindak atas dasar pilihannya. Alfort
menempatkan keyakinan pada posisi yang lebih tinggi, ketimbang
hasrat, motif, sikap, keinginan, keinginan dan kebutuhan.
Selanjutnya, Sumantri (1993:3) menyebutkan bahwa nilai
adalah hal yang terkandung dalam diri hati nurani manusia yang lebih
memberi dasar pada prinsip akhlak yang merupakan standar dari
keindahan dan efisiensi atau keutuhan kata hati. Kejujuran
dinyatakan sebagai sebuah nilai yang positif, karena perilaku ini
menguntungkan baik bagi yang melakukan maupun bagi orang lain
yang terkena akibatnya. Sama halnya dengan keadilan, tanggung
66
jawab, hormat, kasih sayang, peduli,keramahan, toleransi dan yang
lainnya. Nilai-nilai ini walaupun diberikan kepada orang lain, maka
persediaan perbendaharaan bagi yang melakukannya pun masih
banyak, dan semakin banyak orang memberikannya kepada yang
lain, maka akan semakin banyak pula dia menerima dari orang lain itu.
Kemuliaan agama dengan ketaatan beragama dalam
pandangannya, ketaatan beragama terbatas pada peribadatan,
sedangkan kemuliaan agama sama sekali tidak terbatas. Aturan-
aturan yang berlaku bagi ketaatan beragama adalah kewajiban
(fardhu) untuk memilih untuk mencapai keutamaan dengan
melaksanakan keadilan, manusia diperbolehkan melakukan kewajiban
yang menjadi prasyarat utama. Hubungan yang erat antara aktivitas
agama dan akhlak. Hubungan keduanya menurutnya sangat organis
(perkembangan). Baginya, ibadah merupakan prasyarat bagi
terwujudnya akhlak mulia. Tujuan utama manusia diciptakan oleh
Allah adalah untuk mengabdi (beribadah) kepada-Nya. Allah berfirman
dalam (QS.Adz-Dzariyat (51): 56).
Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”.(Marzuki, 2015: 58).
Maksud daripada ayat tersebut di atas adalah pengabdian ini
berupa ketundukan manusia kepada Allah dan berperilaku sesuai
67
dengan perintah dan larangan-Nya. Pada prinsipnya, manusia
diharuskan untuk mewujudkan humanitasnya seluas mungkin asalkan
dilakukan sesuai dengan hukum syariah melalui ibadah dan
melakukan perbuatan-perbuatan yang ikhlas semata-mata
mendekatkan diri kepada Allah.
Richard Eye and Linda (1995) menyebutkan bahwa nilai yang
benar dan diterima secara universal adalah nilai yang menghasilkan
suatu perilaku dan perilaku itu berdampak positif, baik bagi yang
menjalankan maupun bagi orang lain. Selanjutnya Richard
menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan nilai adalah, suatu
kualitas yang dibedakan menurut kemampuannya untuk berlipat
ganda atau bertambah, meskipun sering diberikan kepada orang lain
dan kenyataan bahwa makin banyak nilai yang diberikan kepada
orang lain makin banyak pula nilai serupa yang diterima atau
dikembalikan dari orang lain. (Heri Gunawan,2014:31).
Dari beberapa pengertian tentang nilai di atas, dapat
disimpulkan bahwa nilai adalah rujukan untuk bertindak. Nilai
merupakan standar untuk mempertimbangkan dan meraih perilaku
tentang baik atau tidak baik dilakukan.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Akhlak Peserta Didik
Keharmonisan keluarga sering kali menjadi satu masalah yang
cukup sulit. Keretakan rumah tangga sering dialami oleh pasangan
68
suami istri yang mulai tidak bisa mengerti satu sama lain. Banyak
faktor yang memicu berbagai masalah dalam rumah tangga mulai dari
faktor ekonomi, faktor sosial, faktor pendidikan dan lingkungan, faktor
ini yang sering menjadi pemicu pertengkaran. Ketika kedua belah
pihak tidak bisa mengendalikan masing-masing emosi dalam
menghadapi segala permasalahan yang ada, tidak jarang hubungan
rumah tangga berakhir dengan perceraian.
Agar terbentuk keluarga yang harmonis, di bawah ini akan
dijelaskan tentang faktor yang mempengaruhi keharmonisan keluarga
terhadap karakter anak, yaitu faktor ekonomi, faktor sosial, faktor
pendidikan dan lingkungan.
a). Faktor Ekonomi
Faktor yang sangat urgen ini merupakan faktor yang paling
sering memicu rusaknya keharmonisan rumah tangga. Ketika
kebutuhan keuangan dalam rumah tangga tidak terpenuhi, sering kali
memicu amarah. Bagaimana tidak dalam kondisi terhimpit oleh
kebutuhan ekonomi, secara manusiawi akan menyebabkan seseorang
akan merasa bingung dan tertekan. Belum lagi tuntutan untuk
memenuhi kebutuhan istri dan anak yang pastinya akan semakin
memperberat beban ekonomi yang ditanggung. Jika seseorang dalam
kondisi seperti ini tidak bisa mengatur emosinya, maka bisa memicu
69
pertengkaran yang sangat hebat bahkan mungkin sampai hilang
kendali.
Dalam hubungan ekonomi keluarga perlu mengkomsumsi
sandang dan pangan, papan untuk bertahan hidup. Oleh sebab itu
seorang ayah atau seorang kepala rumah tangga perlu bekerja untuk
memenuhi kebutuhan tersebut. Kita tahu bahwa dalam keluarga itu
terdiri dari ayah, ibu dan anak, itu biasanya disebut dengan keluarga
kecil dan kalau keluarga itu terdiri dari ayah, ibu, anak, nenek dan
kakek itu biasanya disebut dengan keluarga besar.
Anggota tersebut sebenarnya membutuhkan makan sehingga
sebagai kepala keluarga yang baik berkewajiban untuk memenuhi
kebutuhannya, di samping itu, kadang-kadang banyak kepala
keluarga yang belum bisa mencukupi kebutuhan keluarga tadi
sehingga istripun rela untuk membantu sang suami untuk bekerja
demi memenuhi kebutuhan keluarga untuk hidup.
b). Faktor Interaksi Sosial
Manusia dalam hidup bermasyarakat, akan saling
berhubungan dan saling membutuhkan satu sama lain. Kebutuhan
itulah yang dapat menimbulkan suatu proses interaksi sosial. Di
bawah ini akan disampaikan tentang pengertian interaksi sosial
menurut para ahli:
70
Maryati dan Suryawati (2003) menyatakan bahwa:
“Interaksi sosial adalah kontak atau hubungan timbal balik atau interstimulasi dan respon antar individu, antar kelompok atau antar individu dan kelompok”.
Pendapat lain dikemukakan oleh Murdiyatmoko dan
Handayani (2004) bahwa :
“Interaksi sosial adalah hubungan antar manusia yang menghasilkan suatu proses pengaruh mempengaruhi yang menghasilkan hubungan tetap dan pada akhirnya memungkinkan pembentukan struktur sosial”.
Kita harus mengakui bahwa manusia merupakan mahluk
sosial karena manusia tidak bisa hidup tanpa berhubungan dengan
manusia yang lain bahkan untuk urusan sekecil apapun kita tetap
membutuhkan orang lain untuk membantu. Dalam kenyataan
kehidupan sehari-hari tidak semua keluarga dapat memenuhi
gambaran keluarga yang ideal tersebut. Perubahan sosial, ekonomi
dan pendidikan masyarakat dewasa ini akan sangat berpengaruh
pada kehidupan sebuah keluarga. Orang tua yang sibuk dengan
pekerjaan di kantor smpai larut malam tanpa memikirkan anak akan
mempengaruhi psikis seorang anak. Kondisi yang demikian ini akan
menyebabkan komunikasi dan interaksi antara sesama anggota
menjadi kurang intens ( hebat,sangat kuat ).
Hubungan kekeluargaan yang semula kuat dan erat,
cenderung rapuh dan longgar. Ambisi karier dan materi yang tidak
71
terkendali, telah mengganggu hubungan interpersonal ( terikat )
dalam keluarga. Keluarga yang berfungsi dalam sosialisasi, yaitu bagi
individu pada saat ia tumbuh menjadi dewasa memerlukan suatu
sistem nilai sebagai macamtuntunan untuk mengarahkan aktivitasnya
dalam masyarakat, da berfungsi sebagai tujuan akhir pengembangan
dan kepribadiannya.
Berdasarkan definisi di atas maka, dapat disimpulkan bahwa
interaksi sosial adalah suatu hubungan antar sesama manusia yang
saling memengaruhi satu sama lain baik itu dalam hubungan antar
individu, antar kelompok maupun antar individu.
c). Faktor Pendidikan dan Lingkungan
1. Faktor Pendidikan
Pendidikan dalam keluarga adalah tanggungjawab orang tua,
dengan peran Ibu lebih banyak. Karena, Ayah biasanya pergi bekerja
dan kurang ada di rumah, maka hubungan Ibu dan anak lebih
menonjol. Meskipun peran Ayah juga amat penting, terutama sebagai
tauladan dan pemberi pedoman. Ketika anak sudah mendekat
dewasa, peran Ayah sebagai penasehat juga penting, karena dapat
memberikan aspek berbeda dari yang diberikan ibu.
Ahmad Tafsir (2004;6) menyatakan:
“Pendidikan adalah usaha meningkatkan diri dalam segala aspeknya, pendidikan mempunyai pengaruh yang sangat
72
besar dalam pembentukan akhlak, dan etika seseorang sehingga baik dan buruknya akhlak seseorang sangat tergantung pada pendidikan. Pendidikan ikut mematangkan kepribadian manusia sehingga tingkah lakunya sesuai dengan pendidikan yang telah diterima oleh seseorang baik pendidikan formal, informal maupun nonformal.”
Betapa pentingnya faktor pendidikan itu, karena naluri yang
terdapat pada seseorang dapat dibangun dengan baik dan terarah.
Oleh karena itu, pendidikan agama perlu dimanifestasikan melalui
berbagai media baik pendidikan formal sekolah, pendidikan informal di
lingkungan keluarga dan pendidikan non formal yang ada pada
masyarakat.
Terkadang orang tua tidak menyadari apa yang dilakukan oleh
anak-anak mereka ketika dewasa adalah akibat dari pola asuh yang
mereka berikan kepada anak-anaknya diwaktu kecil. Seorang anak
yang lahir ibarat kertas putih yang masih kosong, polos, tanpa tulisan
apapun. Tinggal bagaimana para orang tua menggoreskan, memberi
warna pada kertas itu, apakah baik atau buruk. Menjadi orang tua
tidaklah mudah, eorang anak hanya bisa belajar dengan melihat apa
yang orang tua mereka lakukan tanpa diajarkan, tanpa diminta untuk
mendengarkan perkataan orang tua, tanpa melalui komunikasi.
Apa yang mereka lihat, mereka belajar dan merekamnya
dalam memori mereka. Perkembangan seorang anak dipengaruhi
oleh lingkungan di mana anak itu dibesarkan, keluarga, sekolah dan
lingkungan tempat tinggal mereka. Dan keluarga adalah lingkungan
73
yang paling berperan penting dalam pembentukan akhlak seorang
anak. Karena keluarga adalah tempat yang paling pertama di mana
seorang anak berinteraksi.
Keluarga merupakan lingkungan yang terdekat untuk
membesarkan, mendewasakan dan di dalamnya anak mendapat
pendidikan yang pertama. Oleh karena itu, keluarga memiliki peranan
yang penting dalam perkembangan anak, keluarga yang baik akan
berpengaruh positif terhadap perkembangan anak sedangkan
keluarga yang kurang baik akan berpengaruh negatif. Bimbingan
dalam pengarahan orang tua menjadi faktor yang utama dalam
mengembangkan akhlak anak, karena tiada orang lain selain orang
tua (keluarga) yang berhak mengatur dan memimpin seseorang anak
dengan ketentuan bahwa semua arahan itu dalam hal kebaikan.
Pendidikan memainkan peranan penting dalam mengasah
keterampilan seorang individu yang membuat dia sebagai orang yang
siap untuk mencari dan memperoleh pekerjaan, serta kualifikasi
khusus yang mengelompokkan orang dengan SES (Socio Economics
Status) yang tertinggi dan SES terendah. Annette Lareau berbicara
pada gagasan budi daya terpadu, di mana orang tua kelas menengah
mengambil peran aktif dalam pendidikan dan pengembangan anak-
anak mereka dengan menggunakan kendali mengorganisir kegiatan
dan mendorong rasa hak melalui diskusi.
74
2. Faktor Lingkungan
Lingkungan adalah suatu yang melingkungi suatu tubuh yang
hidup, seperti tumbuh-tumbuhan, keadaan tanah, udara, dan
pergaulan manusia hidup selalu berhubungan dengan manusia harus
bergaul dan dalam pergaulan itu saling mempengaruhi pikiran, sifat
dan tingkah laku.
Adapun lingkungan dibagi ke dalam dua bagian yaitu:
1). Lingkungan yang bersifat kebendaan. Alam yang
melingkungi manusia merupakan faktor yang
mempengaruhi dan menentukan tingkah laku manusia.
Lingkungan alam ini dapat mematahkan atau
mematangkan pertumbuhan bakat yang dibawa
seseorang.
2). Lingkungan pergaulan yang bersifat kerohanian.
Seseorang yang hidup dalam lingkungan yang baik secara
langsung atau tidak langsung dapat membentuk
kepribadiannya menjadi baik, begitu pula sebaiknya
seseorang yang hidup dalam lingkungan kurang
mendukung dan dalam pembentukan akhlaknya maka
setidaknya dia akan terpengaruh ke lingkungan
tersebut.(Heri Gunawan, 2014: 22).
75
Dari beberapa penjelasan di atas, jelaslah bahwa lingkungan
yang bersifat kebendaan dan lingkungan yang bersifat kerohanian
sangat penting dan berpengaruh terhadap akhlak anak. Begitupun
dengan lingkungan keluarga, merupakan lingkungan pendidikan yang
paling pertama dan utama bagi anak.
Di bawah ini akan disampaikan tentang konsep lingkungan
keluarga menurut para ahli:
Menurut Gunarsa (2009 : 5) bahwa:
“lingkungan keluarga merupakan lingkungan pertama yang mula-mula memberikan pengaruh yang mendalam bagi anak. Dari anggota-anggota keluarganya (Ayah, Ibu, dan saudara-saudaranya) anak memperoleh segala kemampuan dasar, baik intelektual maupun sosial. Setiap sikap, pandangan, dan pendapat orang tua atau anggota keluarga lainnya akan dijadikan contoh oleh anak dalam berperilaku. Dalam hal ini berarti lingkungan keluarga sebagai lingkungan pendidikan yang pertama ini sangat penting dalam membentuk pola kepribadian anak. Karena di dalam keluarga anak pertama kali mendapat pengetahuan tentang nilai dan norma”.
Menurut Hasbullah (2003 : 32) bahwa:
“lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama dan utama bagi anak, karena dalam keluarga inilah anak pertama-tama mendapat didikan dan bimbingan. Dikatakan sebagai lingkungan yang utama karena sebagian besar dari kehidupan anak adalah di dalam keluarga”.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
faktor pendidikan baik dalam lingkungan maupun keluarga,
merupakan lembaga pendidikan pertama dan utama tempat anak
76
didik menerima pendidikan dan bimbingan dari orang tuanya atau
anggota keluarganya yang lain. Di dalam keluarga inilah tempat
meletakkan dasar-dasar kepribadian anak didik, keyakinan agama,
nilai budaya, nilai moral dan keterampilan-keterampilan, sehingga
sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan siswa dalam
belajar.
4. Tahapan Pengembangan Akhlak
Perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan yang
sistematis, progresif, dan berkesinambungan dalam diri individu sejak
lahir hingga akhir hayatnya atau dapat diartikan juga sebagai
perubahan-perubahan yang dialami individu menuju kedewasaan dan
kematangan. Perkembangan secara sistematis adalah perubahan
dalam perkembangan yang bersifat saling ketergantungan atau saling
mempengaruhi satu bagian dengan bagian lainnya, baik fisik maupun
psikis dan merupakan satu kesatuan yang harmonis. Perkembangan
yang bersifat agresif berarti perubahan yang terjadi bersifat maju,
meningkat dan meluas, baik secara kuantitatif (fisik) maupun kualitatif
(psikis).
Salah satu objek penelitian yang perlu dikaji dan dipahami yang
bersumber dari manusia adalah masalah perkembangan, dari
persoalan ini npara ahli psikologi menemukan berbagai macam
persoalan dan pokok bahasan, diantaranya adalah usia anak-anak.
77
E.B.Hurlock menitik beratkan bahwa hubungan sosial pada masa ini
sebahagian akan menentukan perkembangan sosial pada
perkembangan berikutnya. (Sutrisna Sumadi, 2002: 40).
Perkembangan sosial anak di samping dipengaruhi oleh
pendidikan, lingkungan, serta paktor heriditas juga dipengaruhi oleh
perkembangan agamanya. Sebagaimana dikemukakan oleh Sigmun
Freud, bahwa secara psikologis perilaku manusia merupakan
manifestasi dan kepribadian yang dikendalikan oleh tiga dasar sistem
kepribadian yaitu ego dan superego. Kepribadian manusia di dalam
mengaktualisasikan ego dan superego mempunyai tiga wadah
sementara yaitu alam tak sadar, alam prasadar dan alam sadar, yang
pada akhirnya terwujud dalam perilaku manusia. (Sutrisna Sumadi,
2002: 40)
Hal ini adalah karena perilaku manusia dipengaruhi oleh
berbagai macam motivasi, baik itu dari dalam maupun dari luar
kepribadian manusia, dan salah satu motivasi dari dalam adalah
perkembangan agamanya. Sehingga dalam bab ini dibahas mengenai
pola kehidupan anak dan perkembangannya.
Dilihat dari tahapan perkembangan anak usia sekolah
menengah (SMP) berada pada tahap perkembangan pubertas (10-14
tahun), terdapat sejumlah akhlak yang menonjol pada anak usia SMP
ini, yaitu:
78
1. Terjadinya ketidakseimbangan proporsi tinggi dan berat
badan.
2. Mulai timbulnya ciri-ciri seks sekunder.
3. Kecenderungan ambivalensi, antara keinginan menyendiri
dengan keinginan bergaul, serta keinginan untuk bebas dari
dominasi dengan kebutuhan bimbingan dan bantuan dari
sebagai seperangkat sifat-sifat yang selalu dikagumi sebagai tanda-
tanda kebaikan, kebijakan, dan kematangan moral seseorang. Lebih
lanjut dikatakan bahwa tujuan pendidikan watak adalah mengajarkan
nilai-nilai tradisional tertentu, nilai-nilai yang diterima secara luas
sebagai landasan perilaku yang baik dan bertanggung jawab. Hal
tersebut dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa hormat, tanggung
jawab, rasa kasihan, disiplin, loyalitas, keberanian, toleransi,
keterbukaan, etos kerja dan kecintaan pada Tuhan dalam diri
seseorang.
Akhlak atau karakter itu amat penting, dapat disimak dari hasil
penelitian di Amerika Serikat (Ali Ibrahim Akbar,2000) bahwa:
kesuksesan hidup seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh
91
pengetahuan dan kemampuan tekhnis yang diperoleh lewat
pendidikan, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri yang di
dalamnya termasuk akhlak dan orang lain.
Salah satu upaya untuk mewujudkan pendidikan yang
menghasilkan manusia yang bermartabat (berakhlak mulia), para
peserta didik harus dibekali dengan pendidikan khusus yang
membawa misi pokok dalam pembinaan akhlak mereka. Pendidikan
seperti ini dapat memberi arah kepada arah peserta didik setelah
menerima berbagai ilmu maupun pengetahuan dalam bidang studi
(mata pelajaran) masing-masing, sehingga mereka dapat
mengamalkannya di tengah-tengah masyarakat dengan tetap
berpatokan pada nilai-nilai kebenaran dan kebaikan yang universal.
Sebagai bentuk keprofesionalan dan kemampuan keluarga
dalam mengantar anak menjadi anak yang berakhlak dan
berpendidikan. Hal ini berdasar pada Undang-undang RI Nomor
11/2012 tentang sistem pendidikan anak.
92
Gambar 2.1. Bagan Kerangka Pikir
F. Hipotesis
Berdasarkan kajian pustaka dan landasan teori yang telah
penulis paparkan maka penulis menyimpulkan bahwa:
1. Gambaran keharmonisan keluarga peserta didik di MTs.
Al-Hidayah Lemoa Kec. Bontolempangan Kab. Gowa
“kurang harmonis” antara orang tua dengan anak.
2. Gambaran akhlak peserta didik di MTs. Al-Hidayah Lemoa
Kec. Bontolempangan Kab. Gowa yaitu “kurang baik”.
3. Keharmonisan keluarga berpengaruh terhadap akhlak
peserta didik di MTs. Al-Hidayah Lemoa Kec.
Bontolempangan Kab. Gowa.
Keharmonisan Keluarga Akhlak Peserta Didik
Prinsip keluarga harmonis: 1. Tumbuhkan komitmen 2. Memberi apresiasi 3. Pelihara kebersamaan 4. Berkomunikasi 5. Agama atau falsafah
hidup 6. Bermain dan humor 7. Berbagi
tanggungjawab 8. Memiliki kepentingan
dan kegemaran bersama
9. Melayani orang lain 10. Tahan dengan
problem
Ciri akhlak peserta didik yang Baik:
1. Bersikap sopan terhadap guru.
2. Memperhatikan pelajaran yang diberikan oleh guru.
3. Mengerjakan tugas dengan baik.
93
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain dan Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif assosiatif yaitu
jenis penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh ataupun
juga hubungan atara dua variabel atau lebih, dalam hal ini untuk
mengungkapkan subyek penelitian tentang pengaruh keharmonisan
keluarga terhadap akhlak peserta didik di MTs Al-Hidayah Lemoa
Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa. Bentuk desainnya
adalah seperti berikut:
Desain variabel penelitian:
Gambar 3.1. Desain Penelitian Keterangan : X= Keharmonisan Keluarga Y= Akhlak Peserta Didik = Pengaruh
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Adapun lokasi penelitian ini adalah MTs. Al-Hidayah Lemoa
Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa. Lokasi ini dipilih
berdasarkan pertimbangan peneliti, dalam hal pemamfaatan waktu
penelitian.
X Y
94
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dimulai pada tanggal 30 November 2015
sampai dengan 30 Januari 2016.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Dalam hal ini yang menjadi populasi penelitian adalah seluruh
peserta didik di MTs Al-Hidayah Lemoa sebanyak 62 orang, untuk
lebih jelasnya mengenai populasi dalam penelitian ini, peneliti
memberikan penjelasan melalui tabel berikut ini:
Tabel I Populasi Penelitian MTs Al-Hidayah Lemoa
No Siswa Laki-laki Perempuan Jumlah 1 Kls VII 7 12 19 2 Kls VIII 8 9 17 3 Kls IX 14 12 26 Jumlah 29 33 62
Sumber Data:MTs Al-hidayah Lemoa.Kec.Bontolempangan.Kab.Gowa 2015
2. Sampel
Setelah melihat populasi dalam penelitian ini, maka langkah
berikutnya adalah menentukan sampel. Penentuan sampel
merupakan sebagian kecil yang diambil dari sebuah populasi
penelitian. Jadi dalam penentuan penelitian tidak selamanya perlu
meneliti secara keseluruhan populasi, karena hal tersebut
membutuhkan dana, biaya dan anggaran yang relatif banyak, memiliki
waktu yang agak lama serta pertimbangan keterbatasan yang dimiliki
95
oleh peneliti. Adapun populasi penelitian ini adalah peserta didik di
MTs Al-Hidayah Lemoa dengan jumlah peserta hanya 42 orang.
D. Metode Pengumpulan Data
1. Jenis Data
Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah jenis data
kuantitatif. Dengan mengeksploitasi data di lapangan dengan metode
analisis yang bertujuan memberikan gambaran secara cepat tepat
tentang Pengaruh Keharmonisan Keluarga Terhadap Akhlak Peserta
Didik di MTs Al-Hidayah Lemoa Kecamatan Bontolempangan
Kabupaten Gowa.
2. Sumber Data
Adapun sumber data diambil dari peserta didik , dan tata
usaha MTs Al-Hidayah Lemoa Kecamatan Bontolempangan
Kabupaten Gowa.
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa teknik
dan metode untuk mengumpulkan data yaitu metode angket,
dokumentasi dan observasi.
a. Kuesioner (Angket) merupakan teknik pengumpulan data
yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat
pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden
untuk diisi oleh responden sesuai dengan tema penelitian
yang banyak dinilai masuk dataran persoalan sangat
96
individu, maka angket yang digunakan dalam penelitian ini
berupa nagket tertutup yaitu angket yang disajikan
sedemikian rupa sehingga responden tinggal memberikan
tanda pada tempat atau kolom yang sesuai.
b. Dokumentasi merupakan teknik atau metode
pengumpulan data dengan mencari data yang berupa
buku atau catatan dan sebagainya. Metode dokumentasi
ini digunakan untuk mendapatkan data-data statistic,
misalnya pelajar dan mahasiswa, petani dan pegawai, pria
dan wanita dan seterusnya.
c. Observasi (pengamatan) yaitu cara pengumpulan data
yang dilakukan dengan mengamati baik langsung maupun
tidak langsung yang hasil pengamatan tersebut dicatat
secara sistematis. Hermawan Warsito (1992: 236). Peneliti
menggunakan metode ini untuk mengumpulkan data serta
mengetahui gambaran mengenai masyarakat yang ada di
Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa, dengan
teknik atau metode observasi ini peneliti melakukan
pengamatan dengan teliti dan mencatat hasil atau datanya
dan diharapkan memperoleh gambaran yang mewakili
populasi yang benar.
E. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Penelitian
1. Defenisi Operasional Variabel
97
Variabel Indikator-indikator
1. Keharmonisan Keluarga (Variabel X)
1. Tumbuhkan komitmen. 2. Memberi apresiasi. 3. Pelihara kebersamaan. 4. Berkomunikasi. 5. Agama atau falsafah hidup. 6. Bermain dan humor. 7. Berbagi tanggungjawab. 8. Memiliki kepentingan dan
kegemaran bersama. 9. Melayani orang lain. 10. Tahan dengan problem.
2. Akhlak Peserta Didik (Variabel Y)
1. Bersikap sopan terhadap guru.
2. Memperhatikan pelajaran yang diberikan oleh guru.
3. Mengerjakan tugas dengan baik.
2. Pengukuran Variabel Penelitian
Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner yang akan diuji
validitas dan reabilitas. Untuk masing-masing responden mempunyai
5 alternatif jawaban yaitu:
a. Sangat setuju b. Setuju c. Cukup setuju d. Tidak setuju e. Sangat tidak setuju
F. Teknik Analisis Data
Penelitian ini merupakan deskriptif dengan menggunakan
kuantitatif assosiatif, lalu dianalisis oleh beberapa metode teknik
analisis data yaitu:
98
1. Analisis Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif merupakan analisis statistik yang tingkat
pekerjaannya mengcakup cara-cara menghimpun, menyusun atau
mengatur, mengolah, menyajikan dan menganalisis angka agar dapat
memberikan gambar yang teratur, ringkas, dan jelas mengenai suatu
gejala, periatiwa, atau keadaan. Dengan kata lain, statistik deskriptif
merupakan statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan
cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah
terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuang
kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi.
2. Analisis Statistik Inferensial
Statistik inferensial yaitu, statistik yang digunakan untuk
menganalisis data sampel dan hasilnya diberlakukan untuk populasi.
Sugiyono, (2014:23) mengatakan:
“Statistik inferensial adalah bagian dari statistik yang digunakan untuk menganalisis data sampel, dan hasilnya akan digeneralisasikan (diinferensialkan) untuk populasi di mana sampel diambil”.
a. Uji Prasyarat
1. Uji Normalitas
Uji normalitas data dimaksudkan apakah data-data yang
digunakan berdistribusi normal atau tidak. Untuk pengujian tersebut
99
digunakan rumus Chi-kuadrat. Bentuk rumusnya sebagai berikut (
Sugiyono, 2013:155) :
풙ퟐ풉풊풕풖풏품 =(풇ퟎ − 풇풉)ퟐ
풇풉
keterangan : 풙ퟐ = Nilai Chi-Kuadrat hitung 풇ퟎ = Frekuensi hasil pengamatan 풇풉 = Frekuensi harapan
2. Uji Linearitas
Uji linearitas adalah uji yang akan memastikan apakah data
yang kita miliki sesuai dengan garis linear atau tidak. Uji linearitas
digunakan untuk mengkomfirmasikan apakah sifat linear antara dua
variabel yang diidentifikasikan secara teori sesuai atau tidak dengan
hasil observasi yang ada. Bentuk rumusnya sebagai berikut (
Sugiyono, 2013:158) :
Y = a + βX Keterangan: Y = Akhlak Pesrta Didik X = Keharmonisan Rumah Tangga a = Konstanta β = Koefisien
b. Uji Hipotesis
Dengan menentukan dan mengukur pola hubungan antara
variabel dan tingkat signifikansi koefisien korelasi tersebut, selanjutnya
dari hasil perhitungan analisis tersebut dilakukan analisa Uji t. Uji t
digunakan untuk menguji keyakinan atau koefisien regresi secara
100
parsial dengan cara membandingkan t hitung dengan t tabel pada
tingkat kepercayaan sebesar α = 0,05. Bila t hitung > t tabel maka hipotesis “diterima”.
101
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Lokasi dan Objek Penelitian
Madrasah Tsanawiyah Al-Hidayah Lemoa merupakan
madrasah organisasi keagamaan, dalam hal ini Al-Hidayah yang
berada di jalan Pendidikan desa Bontolempangan Kecamatan
Bungaya Kabupaten Gowa. Madrasah ini didirikan pada tanggal 12
april 1981 berdasarkan nomor SK pendiriandengan nomor SK izin
operasional Kd.21/1/PP.00/405.6.2009. Data umum MTs. Al-Hidayah
Bontolempangan adalah sebagai berikut:
a. NSM : 212730607018
b. Nama Madrasah : MTs. Al-Hidayah Lemoa
c. Status Madrasah : Swasta
d. Waktu Belajar : Pagi
e. NPWP : 02.975.313.4.807.000
Mengenai keadaan guru di MTs Al-Hidayah Lemoa memiliki
cukup tenaga pengajar, baik yang berstatus pegawai negeri sipil
(PNS) maupun honorer. Adapun data-data mengenai keadaan kepala
MTs beserta para guru MTs Al-Hidayah Lemoa adalah sebagai
berikut:
84
102
Tabel 2 Daftar Guru dan Kepala MTs Al-Hidayah Lemoa Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa
No.
Nama Guru dan Staf
Status
Jabatan
1.
Hj. Nur Ummi
Guru Tetap
Kepala
2.
H. Ahmad, S.Pd.I
Sertifikasi
Wakamad
3.
Sudarmin, S.Pd.I
Guru Tetap/Honorer
Guru
4.
Hardiana, S.Pd.I
Sertifikasi
Guru
5.
Iskandar, S.Pd
Guru Tetap/PNS
Guru
6.
Sohati, S.Pd
Guru Tetap/Honorer
Guru
7.
Kahar, S.Pd
Honorer
Guru
8.
Murhadi, S.Pd
Guru Tetap/Honorer
Guru
9.
Salmiyah, S.FIL
Guru Tetap/Honorer
Guru
10.
Hasmawati, S.Pd
Guru Tetap/Honorer
Guru
11.
Subaedah, S.Pd.I
Guru Tetap/Honorer
Guru
Sumber: Hasil Olah Data, Tanggal 5 Januari 2016.
Data tersebut di atas menunjukkan bahwa jumlah kepala dan
guru MTs Al-Hidayah Lemoa Kecamatan Bontolempangan Kabupaten
Gowa adalah sebanyak 11 orang dengan jumlah PNS 1 orang dan
pegawai honorer 8 orang dan sertifikasi 2 orang. Dalam kesempatan
ini penulis mendapatkan beberapa arsip serta dokumen-dokumen
yang sangat penting dan dibutuhkan dalam kelengkapan penulisan
karya ilmiah ini. Bahkan dengan masalah tenaga pendidik atau guru
merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kegiatan proses
103
pendidikan. Tanpa adanya guru maka kegiatan proses belajar
mengajar tidak akan terlaksana atau berhasil. Adapun gambar-
gambar mengenai aktivitas guru yang ada di MTs Al-Hidayah Lemoa
Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa dapat dilihat pada
gambar di bawah ini:
Selain itu mengenai keadaan sarana dan prasarana MTs Al-
Hidayah Lemoa memiliki sarana dan prasarana yang cukup lengkap,
adapun sarana dan prasarana yang dimaksud antara lain:
a. Luas Tanah Tabel 3
Keadaan Luas Tanah MTs. Al-Hidayah Lemoa No. Kepemilikan Luas Tanah
Sudah sertifikat Belum sertifikat Total
1. Milik sendiri 1498 1498 2. Sewa
Sumber: Hasil Olah Data, Tanggal 5 Januari 2016.
Data tersebut di atas menunjukkan bahwa keadaan luas MTs
Al-Hidayah Lemoa Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa
adalah sebesar 1498 yang sudah bersertifikat. Dengan demikian MTs
tersebut memiliki tanah sendiri yang berhak mereka gunakan dan
mereka kelola sesuai dengan fungsi dan tujuan madrasah tersebut.
Berkaitan dengan kepemilikan tanah suatu lembaga, khususnya
lembaga pendidikan sangatlah penting. Hal ini dikarenakan suatu
lembaga yang tidak memiliki tanah sendiri dapat menjadi bahan
cebiran serta ketidak jelasan status suatu lembaga pendidikan. Dalam
104
kondisi tersebut dapat menjadikan reputasi madrasah akan turun serta
mengganggu konsentrasi proses belajar mengajar.
b. Penggunaan Tanah
Tabel 4 Keadaan Penggunaan Tanah MTs. Al-Hidayah Lemoa
No. Penggunaan Luas Tanah Sudah Sertifikat Belum
Sertifikat Total
1. Bangunan 261 261 2. Lapangan
Olahraga
3. Taman 4. Halaman 899 899 5. Belum digunakan
Sumber: Hasil Olah Data, Tanggal 5 Januari 2016.
Data tersebut di atas menunjukkan bahwa penggunaan tanah
di MTs Al-Hidayah Lemoa Kecamatan Bontolempangan Kabupaten
Gowa adalah cukup tepat, di mana sebesar 261. Digunakan sebagai
bangunan serta sisanya 899 digunakan untuk halaman madrasah.
Dengan demikian madrasah tersebut memiliki ruangan bangunan
yang cukup luas yang dapat memberikan kenyamanan serta
kemudahan dalam proses belajar mengajar. Selain itu madrasah
tersebut juga memiliki halaman yang cukup untukkegiatan upacara
serta tempat bermain para siswa. Hal ini membuktikan bahwa MTs Al-
Hidayah Lemoa Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa
benar-benar memamfaatkan luas tanah yang ada sehingga tidak ada
ruang kosong yang tidak bermamfaat. Untuk itulah madrasah
mengharapkan bantuan dari pemerintah dan masyarakat agar mau
105
bekerjasama dengan pihak madrasah guna mencapai tujuan yang
diharapkan bersama.
c. Jumlah dan Kondisi Bangunan
Tabel 5 Keadaan Jumlah dan Kondisi Bangunan MTs. Al-Hidayah
Lemoa No. Jenis Bangunan Jumlah Ruang Menurut
Kondisi Baik Rusak
Ringan Rusak Berat
1. Ruang Kelas 2 1 2. Ruang Guru 1 3. Laboratorium Computer 1 4. Ruang Perpustakaan 1 5. Ruang Kesenian 1 6. Lab Bahasa 7. Lab IPA 8. Toilet Guru 1 9. Toilet Siswa 1 1 10. Ruang Bimbingan Konseling 11. Ruang Osis 12. Ruang Pramuka 13. Mushallah 1 14. Rumah Dinas Guru 15. Ruang Olahraga 16. Pos Satpam 17. Kantin
Sumber: Hasil Olah Data, Tanggal 5 Januari 2016.
Data tersebut di atas menunjukkan bahwa jumlah bangunan
yang ada di MTs. Al-Hidayah Lemoa Kecamatan Bontolempangan
Kabupaten Gowa masih terbatas, dengan jumlah ruang kelas
sebanyak 3 ruangan, kemudian ruang guru, serta laboratorium
106
computer 1 ruangan. Selanjutnya terdapat pula ruang perpustakaan
kemudian toilet peserta didik sebanyak 2 toilet serta toilet guru
sebanyak 1 ruangan. Diantara beberapa ruangan tersebut ada yang
dalam kondisi baik, dan rusak ringan. Adapun ruang kelas 3 dalam
kondisi rusak ringan, kemudian ruang guru dan toilet guru dalam
kondisi baik. Selanjutnya pada ruangan perpustakaan dalam kondisi
rusak ringan, toilet peserta didik 1 yang dalam kondisi rusak ringan 1
dalam kondisi rusak berat. Hal ini tentu saja cukup memprihatinkan,
untuk itu diperlukan kerjasama serta bantuan dari pihak pemerintah
maupun masyarakat dalam mengembangkan dan memperbaiki
sarana dan prasarana tersebut di atas guna kelancaran proses
pembelajaran di madrasah.
d. Sarana dan Prasarana
Tabel 6 Keadaan Sarana dan Prasarana Pendukung Pembelajaran
MTs Al-Hidayah Lemoa No Jumlah Sarana dan
Prasarana Menurut Kondisi Jumlah Ideal Baik Rusak
1. Kursi Siswa 46 2. Meja Siswa 46 3. Kursi Guru dalam Kelas 3 4. Meja Guru dalam Kelas 3 5. Papan Tulis 2 1 4 6. Lemari dalam Kelas 3 7. Bola Sepak 1 8. Bola Volly 1 9. Meja Pimpong 1
10. Lapangan Sepak Bola 2 11. Lapangan Basket 12. Lapangan Bulutangkis
107
13. Lapangan Bola Volli 1 14. Alat Peraga Biologi 2 4
Sumber: Hasil Olah Data, Tanggal 5 Januari 2016.
Data tersebut di atas menunjukkan bahwa keadaan sarana dan
prasarana pendukung yang ada di MTs Al-Hidayah Lemoa Kecamatan
Bontolempangan Kabupaten Gowa masih terbatas, dengan jumlah
kursi siswa sebanyak 46 buah dalam kondisi baik, kemudian meja
siswa sebanyak 46 dalam kondisi baik, kemudian kursi guru dalam
kelas sebanyak 3 buah dalam kondisi baik, serta jumlah meja guru
dalam kelas sebanyak 3 buah. Selanjutnya papan tulis ada 2 buah
dalam kondisi baik dan 1 buah dalam kondisi rusak dengan jumlah
idealnya sebanyak 4 buah, kemudian lemari dalam kelas tidak ada
dengan jumlah idealnya sebanyak 3 buah. Adapun bola volli dan bola
sepak masing-masing 1 buah dalam kondisi baik sedangkan meja
pimpong sebanyak 1 buah yang dalam kondisi baik. Kemudian
lapangan sepak bola tidak ada dengan jumlah idealnya sebanyak 2
lapangan, dan alat peraga biologi 2 buah dalam kondisi baik dengan
jumlah ideal yang seharusnya ada sebanyak 4 buah. Untuk itu
diperlukan kerjasama dari pihak pemerintah maupun masyarakat
dalam mengembangkan dan memperbaiki sarana dan prasarana demi
sukses dan lancarnya proses pembelajaran di madrasah.
108
e. Sarana dan Prasarana Pendukung Lainnya.
Tabel 7 Keadaan Sarana dan Prasarana Pendukung Lainnya
MTs. Al-Hidayah Lemoa No. Jenis Sarana dan
Prasarana Jumlah Sarpars Menurut Kondisi
Baik Rusak 1. Laptop 8 2. Porsenel Komputer 24 3 3. Printer 2 4 4. Televisi 5. Mesin Fotocopy 2 1 6. Mesin Fax 7. Mesin Scanner 1 8. LCD Proyektor 1 9. Layar (Screen) 1 10. Lemari Arsip 2 1 11. Kotak Obat P3K 12. Brankas 13. Pengeras Suara 6 2 14. Operasional Motor 1 15. Operasional Mobil 16. Mobil Ambulance
Sumber: Hasil Olah Data, Tanggal 5 Januari 2016.
Data tersebut di atas menunjukkan bahwa keadaan sarana dan
prasarana pendukung lainnya yang ada di MTs Al-Hidayah Lemoa
Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa dalam kendisi yang
wajar serta cukup baik. Adapun personel komputer sebanyak 24 yang
baik dan 3 unit yang rusak. Sedangkan printer 2 dalam kondisi baik
dan 4 diantaranya yang rusak, kemudian mesin fotocopy 2 dalam
keadaan baik dan 1 yang rusak. LCD proyektor 1 dalam kondisi yang
baik, dan layar screen dalam kondisi yang baik pula, sedangkan
109
lemari arsip 2 dalam kondisi yang baik dan 1 rusak, kemudian
pengeras suara 6 dalam keadaan baik dan 2 dalam kondisi rusak,
serta kendaraan operasional masing-masing 1 unit yang dalam
kondisi baik. Dengan ini dapat disimpulkan bahwa sarana dan
prasarana pendukung lainnya cukup wajar dan masih dalam kondisi
yang normal. Akan tetapi ada beberapa alat yang perlu perbaikan dan
perbaikan dan penambahan demi kelancaran tugas-tugas di
madrasah.
Adapun jumlah peserta didik yang ada di MTs. Al-Hidayah
Lemoa Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa secara
keseluruan mulai dari kelas VII sampai IX berjumlah 62 orang yang
terdiri atas peserta didik perempuan dan laki-laki.
2. Deskripsi Penelitian
a. Data Responden
Subyek penelitian ini memiliki data umum yakni seluruh peserta
didik MTs Al-Hidayah Lemoa Kecamatan Bontolempangan Kabupaten
Gowa yang berjumlah 42 orang. Namun dari data umum yang dimiliki
responden, terdapat pula data khusus yang secara terinci berbeda
dari setiap responden, di samping itu data responden dibutuhkan
dalam suatu penelitian untuk melengkapi analisis data penelitian agar
kesimpulan yang dikemukakan sesuai dengan realitasnya.
Secara singkat data responden dapat diuraikan sebagai berikut:
110
b. Jenis Kelamin
Berdasarkan data yang diperoleh dari 42 responden
diperoleh informasi bahwa terdapat adanya responden dengan jenis
kelamin yang selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Hasil Olahan Data Primer, 2016
Dari data yang ada pada Tabel 4.1 tersebut, dapat
diidentifikasikan bahwa terdapat 21 orang atau 50% responden
berjenis kelamin laki-laki dan perempuan sebanyak 21 orang atau
50%.
c. Tingkatan Kelas
Berdasarkan data yang diperoleh dari 42 responden
diperoleh informasi bahwa terdapat adanya responden dengan
tingkatan kelas yang selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Tingkatan Kelas
Sumber: Hasil Olahan Data Primer, 2016
No Jenis Kelamin Frekuensi (f) Persentase (%) 1 Laki-Laki 21 50 2 Perempuan 21 50
Jumlah 42 100
No Tingkatan Kelas Frekuensi (f) Persentase (%) 1 Kelas VII 18 42,85 2 Kelas VIII 11 26,20 3 Kelas IX 13 30,95
Jumlah 42 100
111
Dari data yang ada pada Tabel 4.2 tersebut, dapat
diidentifikasikan bahwa terdapat 18 orang atau 42,85% responden
berada pada kelas VII, 11 orang atau 26,20% responden berada pada
kelas VIII, dan 13 orang atau 30,95% responden berada pada kelas
IX.
d. Pekerjaan Orang Tua
Berdasarkan data yang diperoleh dari 42 responden
diperoleh informasi bahwa terdapat adanya responden dengan
pekerjaan orang tua yang selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Pekerjaan Orang Tua
Sumber: Hasil Olahan Data Primer, 2016
Dari data yang ada pada Tabel 4.3 tersebut, dapat
diidentifikasikan bahwa terdapat 30 orang atau 71,42% responden
dengan pekerjaan orang tua sebagai petani, 2 orang atau 4,76%
responden dengan pekerjaan orang tua sebagai pedagang, dan 10
orang atau 23,82% dengan pekerjaan orang tua sebagai PNS.
e. Penghasilan Orang Tua
Berdasarkan data yang diperoleh dari 42 responden
diperoleh informasi bahwa terdapat adanya responden dengan
Sumber : lampiran hasil uji validitas dan reliabilitas.
118
Hasil pengujian reliabilitas instrumen penelitian, seperti yang
ada pada Tabel 4.7 maka hasil pengujian menunjukkan bahwa dari 46
item terdapat 40 yang valid dan 6 tidak valid, sedangkan pada tabel
4.8 dari 39 item pertanyaan terdapat 4 yang tidak valid dan 35 yang
valid. Hal ini dapat diketahui bahwa semua variabel penelitian ini
mempunyai koefisien keandalan/alpha lebih besar dari 0,6. Bila hasil
uji reliabilitas ini dikaitkan dengan kriteria indeks koefesien reliabilitas
menurut Arikunto (1998), menunjukkan bahwa keandalan/alpha
instrumen penelitian adalah tinggi, dengan demikian data penelitian
bersifat valid dan layak digunakan untuk pengujian hipotesis
penelitian.
c. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mendeteksi apakah distribusi
data variabel bebas dan variabel terikatnya adalah normal. Model
regresi yang baik adalah mempunyai distribusi data normal atau
mendekati normal. Untuk menguji normalitas ini diketahui dari
tampilan normal probability plot. Jika data menyebar di sekitar garis
diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi
memenuhi asumsi normalitas. Jika data menyebar jauh dari garis
diagonal dan/atau tidak mengikuti arah garis diagonal, maka model
regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.
Berdasarkan grafik normal probability plot dibawah terlihat
bahwa titik-titik menyebar disekitar garis diagonal, serta
119
penyebarannya mengikuti arah garis diagonal. Sehingga model
regresi layak dipakai untuk prediksi hasil belajar berdasarkan
masukan variabel bebasnya:
Gambar 4.8. Grafik Normal Probability Plot Hasil Uji Normalitas
6. Analisis Regresi dan Pengujian Hipotesis
a. Analisis Regresi
Analisis regresi dilakukan untuk membuktikan hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini, yakni untuk menganalisis pengaruh
antara variabel bebas terhadap variabel terikat, secara parsial serta
untuk menguji hipotesis penelitian yang telah dikemukakan
sebelumnya.
Dasar pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan
nilai probabilitas baik untuk uji secara parsial maupun simultan.
Secara umum hipotesis yang dikemukan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
120
Ho: Tidak terdapat pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel
terikat
Ha: Terdapat pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat
Dasar pengambilan keputusannya adalah:
P < 0,05, maka Ho ditolak
P ≥ 0,05, maka Ho diterima
Pengujian hipotesis ini dilakukan dengan teknik analisis statistik
regresi sederhana yang distandarisir, dari hasil olahan komputer sub
program SPSS for Windows yang akan dipaparkan melalui tabel-tabel
signifikansi, berikut penjelasan sesuai dengan hipotesis yang telah
dirumuskan. Hasil analisis regresi sederhana terdapat pada tabel 4.9.
Tabel 4.9 Hasil Analisis Regresi
Variabel Penelitian Koefisien t-hitung Prob.(Sig.) Constanta ( C ) 54.871 3.310 0.002 Keharmonisan (X1) 0.463 4.533 0.000 F-hitung 20.550 Prob. F-hitung 0.004 R 0.583 Standar Error 8.08 R-Square 0.339 N 42 Adjusted R-Squared 0.323
Keterangan Tabel 4.9:
Angka R sebesar 0.583 menunjukkan bahwa korelasi nilai
pengamatan dan nilai prediksi cukup kuat.
121
Angka R square atau koefisien determinasi adalah 0.339. Hal ini
berarti bahwa model mempunyai daya ramal 33,9% variasi Y
dijelaskan oleh model.
Adjusted R Square yaitu 0.323. Hal ini berarti 32,3% variasi dari
variabel terikat bisa dijelaskan oleh variasi dari variabel bebas,
sedangkan sisanya 67,7% dijelaskan oleh variabel lain di luar
model.
Standard Error of Estimate (SEE) adalah 8.08 Makin kecil SEE
akan membuat model regresi semakin tepat memprediksi variabel
terikat.
Hasil persamaan regresi yang diperoleh sebagai berikut:
Y = 54.871 + 0.463X1 + e
b. Pengujian Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian
ini dapat dilakukan pengujian terhadap hipotesis yang diajukan
dengan analisis regresi sederhana. Tabel 4.9 merupakan pengujian
hipotesis dengan melihat nilai p value, jika nilai p value lebih kecil dari
0.05 maka pengaruh antara variabel signifikan.
Hasil pengujian hipotesis sebagai berikut: “ Berdasarkan
analisis regresi pada tabel 4.9, diperoleh koefisien pengaruh
keharmonisan keluarga terhadap akhlak peserta didik sebesar rxy =
0,463 dengan nilai p = 0,000 < 0,05. Ini menunjukkan bahwa
122
keharmonisan keluarga berpengaruh positif signifikan terhadap akhlak
peserta didik. Hal ini diartikan bahwa semakin baik kondisi
keharmonisan keluarga, maka akhlak peserta didik akan semakin
tinggi/meningkat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis
penelitian ketigayang berbunyi “Keharmonisan keluarga berpengaruh
terhadap akhlak anak di MTs. Al-Hidayah Lemoa Kec.
Bontolempangan Kab. Gowa.” diterima.
B. Pembahasan
Berdasarkan analisis regresi pada tabel 4.9, diperoleh koefisien
pengaruh keharmonisan keluarga terhadap akhlak peserta didik
sebesar rxy = 0,463 dengan nilai p = 0,000 < 0,05. Ini menunjukkan
bahwa keharmonisan keluarga berpengaruh positif signifikan terhadap
akhlak peserta didik. Hal ini diartikan bahwa semakin baik kondisi
keharmonisan keluarga, maka akhlak peserta didik akan semakin
tinggi/meningkat. Berdasarkan hipotesis yang ketiga mengatakan
bahwa pengaruh keharmonisan keluarga terhadak akhlak peserta
didik yaitu “diterima”.
Banyak penelitian yang dilakukan para ahli, menemukan bahwa
remaja yang berasal dari keluarga yang penuh perhatian, hangat, dan
harmonis mempunyai kemampuan dalam menyesuaikan diri dan
sosialisasi yang baik dengan lingkungan disekitarnya. Anak yang
mempunyai penyesuaian diri yang baik di sekolah biasanya memiliki
123
latar belakang keluarga yang harmonis, menghargai pendapat anak,
dan hangat. Hal ini disebabkan karena anak yang berasal dari
keluarga yang harmonis akan menpersepsi rumah mereka sebagai
suatu tempat yang membahagiakan karena semakin sedikit masalah
antara orang tua, maka semakin sedikit masalah yang dihadapi anak
dan begitu juga sebaliknya.
Keharmonisan dalam hubungan keluarga sangat dibutuhkan
dan berepengaruh positif pada perkembangan akhlak sikap dan
perilaku anak mendukung dan menciptakan keharmonisan hubungan
antar kedua orang tua, keharmonisan antar orang tua dan anak
maupun keharmonisan antar anak dan anak. Selain itu harus mampu
membangun rasa kasih sayang antar anggota keluarga, saling
pengertian, saling memperhatikan, saling membantu, saling
menghargai atau saling menghormati antar anggota keluarga dan
mempunyai komunikasi yang baik antar anggota keluarga serta
kualitas dan kuantitas konflik yang minim di dalam rumah.
Kebersamaan dan keharmonisan dalam keluarga, secara
langsung mengajarkan anak bagaimana memahami perasaan orang
lain, dengan adanya situasi dan kondisi keluarga harmonis yang di
dalamnya tercipta kehidupan yang saling menghargai dan diwarnai
rasa kasih sayang dapat memungkinkan peserta didik untuk tumbuh
dan berkembang secara seimbang.
124
Dengan dukungan kondisi keluarga yang harmonis juga dapat
menstimulus peserta didik untuk meningkatkan aktifitasnya dalam
belajar agar prestasi belajarnya di sekolah akan tercapai dengan baik.
Namun jika kondisi keluarganya tidak harmonis dan kurang mendapat
dukungan dari keluarga bisa saja mengakibatkan peserta didik
kurang dalam kegiatan belajar dan akan mempengaruhi prestasi
belajarnya, dengan demikian kondisi keharmonis keluarga mempunyai
peranan penting dalam menunjang peserta didik untuk mencapai
prestasi belajarnya dengan baik.
Sebagian orang tua banyak yang beranggapan bahwa keadaan
di dalam rumah dan kondisi keluarga tidak mempunyai peranan yang
begitu besar terhadap proses belajar anak dan hasil belajar anaknya
di sekolah. Mereka menganggap bahwa setelah anak mendapatkan
pendidikan di sekolah maka lepaslah hak dan kewajiban keluarga atau
orangtua untuk memberikan pendidikan kepada anaknya. Semua
tanggung jawab dari keluarga telah beralih ke pihak sekolah, berhasil
atau tidaknya anak dalam belajar, tinggi atau rendah prestasi
belajarnya sudah menjadi tanggung jawab sekolah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keharmonisan keluarga
adalah terciptanya suasana yang penuh keakraban saling pengertian,
persahabatan, toleransi, saling menghargai satu sama lainnya yang
menimbulkan perasaan amandan rasa puas bagi masing-masing
anggota keluarga, dengan suasana yang menyenangkan membuat
125
perasaan remaja menjadi tenang dan damai, merasa betah dirumah,
karena rumah merupakan tempat bagi remaja untuk memperoleh
kebutuhannya dari orang tua seperti kasih sayang,diperhatikan,
diakui dan dihargai.
Dengan demikian, keluarga yang harmonis membentuk sakinah
mawaddah dan rahmah merupakan suatu kondisi yang hendaknya
diciptakan oleh pasangan suami istri di dalam rumah tangganya, dan
ini memerlukan suatu upaya sistematis dankonstruktif dari kedua
belah pihak.
Dari beberapa pembahasan tentang keharmonisan maka
penulis akan membahas tentang akhlak. Dilihat dari beberapa
pengertian ilmu akhlak dan unsur-unsur yang terdapat di dalamnya,
ilmu akhlak sebagai ilmu yang tidak berdiri sendiri karena berkaitan
dengan tingkah laku manusia dan ilmu akhlak sebagai ilmu yang
memiliki akhlak yang sama dengan cabang ilmu lainnya, dalam ilmu-
ilmu sosial dilihat dari berbagai pendekatan yang digunakan untuk
mengetahui gejala jiwa manusia dengan mengacu pada segala
sesuatu yang konkret untuk mengetahui segala yang abstrak atau
perbuatan sebagai gambaran isi hati manusia.
Dalam ilmu akhlak perbuatan manusia berasal dari isi hatinya,
tetapi yang berhak menilai isi hati hanya diri manusia itu sendiri,
sedangkan yang paling mengetahui isi hati adalah Allah Swt. Oleh
karena itu, ilmu akhlak membahas objek penting pada diri manusia,
126
yaitu pengkajian tentang hati sebagai kekuatan jiwa manusia dalam
bertindak yang menjadi latar belakang diterima atau ditolaknya suatu
perbuatan oleh Allah Swt.
Allah Swt berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Alaq ayat 1-5:
Artinya: “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, bacalah, dan Tuhanmulah yang Mahamulia, yang mengajar manusia dengan pena, Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.”
Berdasarkan ayat di atas dapat diambil suatu pemahaman
bahwa kata khalaq, artinya telah berbuat, telah menciptakan atau
telah mengambil keputusan untuk bertindak. Secara terminologis
akhlak adalah tindakan yang tercermin pada akhlak Allah Swt, yang
salah satunya dinyatakan sebagai pencipta manusia dari segumpal
darah, sebagai sumber pengetahuan yang melahirkan kecerdasan
manusia pembebasan dari kebodohan serta peletak dasar yang paling
utama dalam pendidikan.
Konsep akhlak dalam Al-Qur’an salah satunya dapat diambil
dari pemahaman terhadap surat Al-Alaq ayat 1-5 yang secara tekstual
menyatakan perbuatan Allah Swt, dalam menciptakan manusia
sekaligus membebaskan manusia dari kebodohan. Ayat pertama surat
Al-Alaq tersebut merupakan penentu perjalanan akhlak manusia
127
karena ayat tersebut menyatakan agar setiap tindakan harus dimulai
dengan keyakinan yang kuat kepada Allah Swt. Sebagai pencipta
semua tindakan atau yang memberi kekuatan untuk berakhlak.
Keharmonisan keluarga sangat dipengaruhi oleh banyak faktor
salah satunya adalah keterbukaan antara anggota keluarga,
pengertian antara anggota keluarga, saling memberikan motivasi
antara anggota keluarga, dan saling tolong menolong antara keluarga,
sehingga peranan keluarga untuk menuju keharmonisan dapat di
pertanggung jawabkan oleh keluarga karena keluarga merupakan
satu bagian yang tidak dapat dipisahkan antara ayah, ibu dan anak-
anak yang merupakan bagian penerus keluarga.
128
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Adapun yang menjadi bagian dari simpulan hasil penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Keharmonisan keluarga pada peserta didik MTs Al-Hidayah Lemoa
Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa berada pada
kategori “baik”, maka hipotesis pertama yang mengatakan bahwa
gambaran keharmonisan keluarga peserta didik MTs Al-Hidayah
Lemoa Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa “kurang
harmonis” antara orang tua dengan anak. ditolak
2. Kondisi akhlak peserta didik MTs Al-Hidayah Lemoa Kecamatan
Bontolempangan Kabupaten Gowa berada pada kategori “baik”
maka hipotesis kedua yang mengatakan bahwa gambaran akhlak
peserta didik Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa berada
pada kategori “kurang baik”. ditolak
3. Koefisien pengaruh keharmonisan keluarga terhadap akhlak peserta
didik sebesar rxy = 0,463 dengan nilai p = 0,000 < 0,05 dalam
kategori “sedang”, ini menunjukkan bahwa keharmonisan keluarga
berpengaruh positif signifikan terhadap akhlak peserta didik. Hal ini
diartikan bahwa semakin baik kondisi keharmonisan keluarga, maka
akhlak peserta didik akan semakin tinggi/meningkat. Sehingga
129
dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian yang berbunyi
“Keharmonisan keluarga berpengaruh terhadap akhlak peserta didik
di MTs. Al-Hidayah Lemoa Kecamatan Bontolempangan Kabupaten
Gowa.”diterima.
B. Saran
Adapun masukan dan saran dari penulis berkaitan dengan hasil
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pada orang tua peserta didik hendaknya anak selalu dimotivasi
untuk berbuat baik dan berakhlak mulia, orang tua juga harus
mendidik akal kecerdasannya. Nilai akhlak yang sederhana harus
sejak dini ditanamkan oleh orang tua kepada anak-anaknya
sehingga di kehidupan dewasanya anak akan benar-benar bersikap
dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai akhlak.
2. Pada peneliti selanjutnya, dalam penelitian ini hanya mengambil
dua variabel, yakni keharmonisan keluarga dan kualitas akhlak.
Penulis menyadari bahwa masih ada beberapa tipe keharmonisan
keluarga dan kualitas akhlak yang belum penulis teliti, untuk itu
pada peneliti lain yang ingin meneliti dengan judul yang sama
diharapkan lebih mengembangkan konsep yang ada.
130
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Ambo. Enre. 2006. Pendekatan Psikologi Pendidikan Anak. Pustaka Timur. Yogyakarta.
Abdurrahman, Muhammad. 2016. Akhlak Menjadi Seorang Muslim. Ed. 1, Cet. I; Rajawali. Jakarta.
Adisusilo, S. J. R. 2013. Pembelajaran Nilai Karakter. Ed. 1, Cet. II; Rajawali, Jakarta.
Adiwikarta. 1988. Pembelajaran Nilai Karakter. Rajawali. Jakarta.
Ahmadi, H. Abu. 2007. Sosiologi Pendidikan. Cet II; PT. Rineka Cipta. Jakarta.
Al-Hakim, Imad. 2007. Menjadi Istri Penuh Pesona. Cet XI; PT. Aqwam Media Profetika. Solo.
Al-Hasyimi. 1997. Akhlak Menjadi Seorang Muslim. Rajawali. Jakarta.
Al-Hijazy. 2001. Akhlak Menjadi Seorang Muslim. Rajawali. Jakarta.