PENGARUH KARAKTERISTIK DAN IKLAN OBAT TERHADAP KONSUMSI OBAT BEBAS DI GAMPONG UJONG KALAK KECAMATAN JOHAN PAHLAWAN KABUPATEN ACEH BARAT SKRIPSI SRI DARMALIANTI NIM : 09C10104096 PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS TEUKU UMAR MEULABOH – ACEH BARAT 2014
61
Embed
PENGARUH KARAKTERISTIK DAN IKLAN OBAT TERHADAP …repository.utu.ac.id/665/1/BAB I_V.pdf · Pengaruh Karakteristik dan Iklan Obat Terhadap Konsumsi Obat Bebas Di Gampong Ujong Kalak
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENGARUH KARAKTERISTIK DAN IKLAN OBAT
TERHADAP KONSUMSI OBAT BEBAS DI GAMPONG
UJONG KALAK KECAMATAN JOHAN PAHLAWAN
KABUPATEN ACEH BARAT
SKRIPSI
SRI DARMALIANTI
NIM : 09C10104096
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH – ACEH BARAT
2014
PENGARUH KARAKTERISTIK DAN IKLAN OBAT
TERHADAP KONSUMSI OBAT BEBAS DI GAMPONG
UJONG KALAK KECAMATAN JOHAN PAHLAWAN
KABUPATEN ACEH BARAT
SKRIPSI
SRI DARMALIANTI
NIM : 09C10104096
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH – ACEH BARAT
2014
ii
ABSTRAK
Sri Darmalianti. Pengaruh Karakteristik dan Iklan Obat Terhadap
Konsumsi Obat Bebas Di Gampong Ujong Kalak Kacamatan Johan Pahlawan
Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014 . Di bawah bimbingan Sariaman Sitanggang,
S.Si.Apt.MARS dan Hj. Nurhafni, S.Si.Apt.
Upaya masyarakat untuk mengobati dirinya sendiri tersebut dikenal
dengan istilah self medication atau swamedikasi. Self medication biasanya
dilakukan untuk penanggulangan secara cepat dan efektif keluhan yang tidak
memerlukan konsultasi medis, mengurangi beban pelayanan kesehatan pada
keterbatasan sumber daya dan tenaga, serta meningkatkan keterjangkauan
pelayanan kesehatan untuk masyarakat yang jauh dari puskesmas. Keluhan-
keluhan dan penyakit ringan yang banyak dialami masyarakat, seperti
demam, nyeri, pusing, batuk, influenza, sakit maag, kecacingan, diare,
penyakit kulit, dan lain-lain, Tujuan penelitian ini untuk untuk menganalisis
pengaruh karakteristik dan iklan obat terhadap konsumsi obat secara bebas di
Gampong Ujung Kalak Kecamatan Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014.
Jenis Penelitian ini menggunakan desain penelitian Analitik dengan
pendekatan crosssectional. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh kepala
keluarga yang berusia dewasa tua ≥ 60 tahun dan usia dewasa muda < 60 tahun di
Gampong Ujong Kalak Kecamatan Johan Pahlawan yang berjumlah 1010 kepala
keluarga. Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah secara proposinate
random sampling. berjumlah 90 responden. Dianalisis dengan univariat dan
bivariat dengan uji chi square.
Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang
bermakna antara umur dengan konsumsi obat bebas (P= 0,022 jadi p < 0,05)
dengan OR = 6,916. Sedangkan Pendidikan didapat bahwa ada pengaruh yang
bermakna antara pendidikan dengan konsumsi obat dengan nilai (P. Value 0,030
< 0,05) dengan OR = 1,387. Pekerjaan yaitu terdapat pengaruh yang bermakna
antara pekerjaan dengan konsumsi obat bebas (P. Value 0,025 < 0,05) dengan OR
= 4,489. Pengetahuan yaitu terdapat pengaruh yang bermakna antara pengetahuan
dengan konsumsi obat bebas (P. Value 0,042 < 0,05) dengan OR = 2,227.
Sedangkan iklan obat yaitu terdapat pengaruh iklan obat terhadap konsumsi obat
bebas (P. Value 0,024< 0,05) dengan nilai OR = 4,202.
Disarankan kepada masyarakat untuk lebih memperhatikan pengobatan
dengan mengkonsultasi dengan dokter dan petugas kesehatan, masyarakat juga
lebih memperhatikan pengobatan dengan tidak membeli obat di warung.
Kata Kunci : Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Iklan Obat, Konsumsi Obat
Bebas
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat dalam berperilaku hidup sehat dan bersih, dan pemerataan
pelayanan kesehatan, namun ternyata kesehatan tetap menjadi masalah di
Indonesia. Salah satu alasannya karena kemajuan teknologi dan perubahan
pola hidup masyarakat yang cenderung kurang memperhatikan kesehatan. Hal
ini menyebabkan berkembangnya penyakit yang mendorong masyarakat untuk
mencari alternatif pengobatan yang efektif secara terapi tetapi juga efisien
dalam hal biaya (Hilman, 2010).
Berkenaan dengan hal tersebut pengobatan sendiri menjadi alternatif
yang diambil oleh masyarakat. Masyarakat awam seringkali tidak memiliki
pengetahuan yang memadai tentang berbagai jenis obat dan aturan
penggunaannya, sehingga banyak ditemui kesalahan penggunaan. Hal ini dapat
didasari berbagai faktor, salah satunya adalah akibat semakin banyaknya nama
dagang dari berbagai jenis obat yang dapat diperoleh secara bebas (Supardi,
2009).
Upaya masyarakat untuk mengobati dirinya sendiri tersebut dikenal
dengan istilah self medication atau swamedikasi. Self medication biasanya
dilakukan untuk penanggulangan secara cepat dan efektif keluhan yang tidak
memerlukan konsultasi medis, mengurangi beban pelayanan kesehatan pada
2
keterbatasan sumber daya dan tenaga, serta meningkatkan keterjangkauan
pelayanan kesehatan untuk masyarakat yang jauh dari puskesmas. Keluhan-
keluhan dan penyakit ringan yang banyak dialami masyarakat, seperti
demam, nyeri, pusing, batuk, influenza, sakit maag, kecacingan, diare,
penyakit kulit, dan lain-lain (Hilman, 2010).
Dari beberapa penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi kecenderungan masyarakat untuk menggunakan obat secara bebas,
yaitu pada penelitian di Surakarta mengenai hubungan karakteristik masyarakat
dengan penggunaan antibiotik secara bebas, didapatkan bahwa tidak ada
hubungan antara karakteristik masyarakat yang diteliti (jenis kelamin, pendidikan,
dan penghasilan) dengan penggunaan antibiotik yang diperoleh secara bebas di
kalangan masyarakat di Surakarta (Saputro, 2011).
Penelitian yang dilakukan Nuranti (2005) dalam Ariani (2011) diperoleh
informasi bahwa adanya peningkatan pengetahuan masyarakat setelah diberikan
informasi secara lisan tentang bagaimana sebaiknya penggunaan obat bebas.
Di Indonesia berdasarkan hasil Survai Sosial Ekonomi Nasional
(SUSENAS) tahun 2010 menunjukkan bahwa penduduk Kota Semarang yang
mengeluh sakit selama sebulan sebelum survai dilakukan sebesar 27,72%.
Pemilihan sumber pengobatan yang dilakukan oleh penduduk Kota Semarang
yang mengeluh sakit, persentase terbesar 70,42% adalah pengobatan sendiri,
sedangkan berobat jalan 39,28%. Penduduk Kota Semarang yang berobat jalan
persentase terbesar memilih praktek dokter/poliklinik 51,44%, puskesmas/pustu
29,78%, praktek nakes 6,45%, rumah sakit pemerintah 5,53%, rumah sakit
3
swasta 5,13%, praktek tradisional 0,78%, dukun bersalin 0,00 % dan lainnya
0,88% (BPS, 2011).
Sementara itu di Provinsi Aceh Berdasarkan hasil penelitian Ruhana
(2007) dampak iklan obat dibagi dalam kelompok tidak terpengaruh dan
terpengaruh. Berdasarkan data didapatkan 23 ibu rumah tangga (57,5%) yang
terpengaruh dengan iklan obat, sedangkan ibu rumah tangga yang tidak
terpengaruh iklan obat ada 17 orang (42,5%).
Di Kabupaten Aceh Barat berdasarkan hasil penelitian Sukatmi (2009)
tentang prilaku masyarakat dalam melakukan pengobatan sendiri di Kota
Meulaboh yaitu penelitian upaya penanggulangan sakit dengan menggunakan
obat, obat tradisional atau cara tradisional lain tanpa petunjuk tenaga medis
atau dokter. Hasil penelitian diketahui pengobatan sendiri antara lain 69,7%
menggunakan obat dan 23,2% menggunakan obat tradisional.
Perilaku pengobatan sendiri menggunakan obat bebas dan bebas terbatas
merupakan salah satu perilaku kesehatan. Banyak faktor yang berhubungan
dengan perilaku penggunaan obat dalam pengobatan sendiri. Saputro (2011)
menyatakan bahwa belum diketahui faktor yang paling berpengaruh dalam
perilaku pengobatan sendiri.
Namun demikian berdasarkan penelitian Kristina dalam Hermansyah
(2011) dikatakan bahwa faktor yang paling berpengaruh dalam perilaku
pengobatan sendiri adalah tingkat pendidikan. Semakin tinggi pendidikan,
pengobatan yang dilakukan juga semakin rasional. Kekuatan hubungan jika
diurutkan mulai dari yang terkuat kemudian semakin lemah adalah variabel
4
pendidikan, sikap, status pekerjaan, jenis kelamin dan yang terakhir pengetahuan
tentang pengobatan sendiri.
Menurut Worku dan Abebe dalam Supardi (2009), berdasarkan
faktor sosiodemografi seperti umur, jenis kelamin, dan pendapatan, yang paling
banyak melakukan pengobatan sendiri adalah kelompok usia di bawah 30
tahun 59,5%, jenis kelamin perempuan 61,9%, dan kelompok berpenghasilan
tinggi 40,5%.
Selain faktor tersebut di atas yang mempengaruhi masyarakat untuk
melakukan self medication dengan penggunaan obat bebas, terdapat pengaruh
iklan obat-obatan. Iklan merupakan suatu media untuk menyampaikan informasi
kepada masyarakat terhadap suatu produk. Iklan memiliki fungsi menyampaikan
informasi, membujuk atau untuk mengingatkan masyarakat terhadap produk obat.
Salah satu cara untuk merebut perhatian masyarakat bukan saja iklan sebagai
sarana informasi melainkan sebagai sebuah hiburan, yaitu menumbuhkan
perasaan gembira bagi siapapun yang melihatnya, sehingga konsumen tertarik
untuk membeli (Ariani, 2011).
Dari penelitian-penelitian tersebut terlihat tingkat pengetahuan masyarakat
tentang penggunaan obat masih belum cukup memadai. Hal ini menjadi masalah
yang menarik untuk diteliti, apakah tingkat pengetahuan yang rendah juga
mendasari perilaku penggunaan obat secara bebas, disamping faktor-faktor lain
seperti umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan status ekonomi.
5
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas,maka penelitian mencoba untuk
mengidentifikasi masalah yang diteliti yaitu pengaruh karakteristik dan iklan obat
terhadap konsumsi obat bebas di Gampong Ujung Kalak Kecamatan Johan
Pahlawan Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014 ?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh
karakteristik dan iklan obat terhadap konsumsi obat secara bebas di Gampong
Ujung Kalak Kecamatan Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk menganalisis pengaruh karakteristik (umur, pendidikan,
pekerjaan pendapatan keluarga) masyarakat terhadap konsumsi obat
bebas di Gampong Ujung Kalak Kecamatan Kabupaten Aceh Barat
Tahun 2014.
2. Untuk menganalisis pengaruh pengetahuan masyarakat terhadap
konsumsi obat bebas di Gampong Ujung Kalak Kecamatan Kabupaten
Aceh Barat Tahun 2014.
3. Untuk menganalisis pengaruh iklan obat terhadap konsumsi obat bebas
di Gampong Ujung Kalak Kecamatan Kabupaten Aceh Barat Tahun
2014.
6
1.4. Hipotesa Penelitian
1. Ha : Ada hubungan Umur terhadap konsumsi obat bebas di Gampong Ujong
Kalak Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat.
Ho : Tidak ada hubungan umur terhadap konsumsi obat bebas di Gampong
Ujong Kalak Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat
2. Ha : Ada hubungan tingkat pendidikan terhadap konsumsi obat bebas di
Gampong Ujong Kalak Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh
Barat.
Ho : Tidak ada hubungan tingkat pendidikan terhadap konsumsi obat bebas
di Gampong Ujong Kalak KecamatanJohan Pahlawan Kabupaten Aceh
Barat.
3. Ha : Ada hubungan perkerjaan terhadap konsumsi obat bebas di Gampong
Ujong Kalak Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat.
Ho : Tidak ada hubungan perkerjaan terhadap konsumsi obat bebas di
Gampong Ujong Kalak Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh
Barat.
4. Ha : Ada hubungan pengetahuan terhadap konsumsi obat bebas di Gampong
Ujong Kalak Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat.
Ho : Tidak ada hubungan pengetahuan terhadap konsumsi obat bebas di
Gampong Ujong Kalak Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh
Barat.
5. Ha : Ada hubungan pengaruh iklan terhadap konsumsi obat bebas di
Gampong Ujong Kalak Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh
7
Barat.
Ho : Tidak ada hubungan pengaruh iklan terhadap konsumsi obat bebas di
Gampong Ujong Kalak Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh
Barat.
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Manfaat Teoritis
1. Hasil penelitian dapat dijadikan pertimbangan dalam manajemen
perilaku konsumsi obat pada masyarakat.
2. Hasil penelitian ini dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan
dibidang prilaku masyarakat dalam mengkonsumsi obat secara bebas.
1.5.2. Manfaat Praktis
1. Sebagai bahan informasi dan menambah pengetahuan masyarakat
mengenai keuntungan dan kerugian jika penggunaan obat secara bebas.
2. Memberi informasi dan data yang dapat digunakan untuk membantu
upaya meningkatkan pengetahuan masyarakat akan penggunaan obat
secara bebas.
3. Dan diharapkan dapat menjadi masukan informasi penelitian yang lebih
lanjut.
8
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1. Karakteristik
Mathiue dan Zajac (1990) dalam Prayitno (2009) menyatakan bahwa
karakteristik personal (individu) mencakup usia ,jenis kelamin, kasa kerja, tingkat
pendidikan, suku bangsa dan kepribadian. Sedangkan menurut Robbins (2008)
menyatakan bahwa karakteristik individu meliputi usia,jenis kelamin,status
perkawinan,dan banyak tanggungan.
Siagian (2008) menyatakan ,karakteristik biografikal (individu) dilihat dari
umur,jenis kelamin,status perkawinan,jumlah tanggungan dan masa kerja.
Menurut Morrow menyatakan bahwa,komitmen organisasi dipengaruhi oleh
karakter personal (individu) yang Mencakup usia,masa kerja,pendidikan dan jenis
kelamin Hasibuan (2005)
2.1.1.Umur
Umur adalah indeks yang menepati individu-individu dalam urutan
perkembangan umur usia dewasa muda (> 60 tahun) merupakan usia karir, usia
dewasa (< 60 tahun) tinggal menerima dari dan atau menikmati hasil (Hurlok,
2003).
8
2.1.2. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu jenjang pendidikan formal yang ditempuh
seseorang sampai mendapatkan sertifikat kelulusan/ijazah, baik itu pendidikan
dasar, menengah maupun pendidikan tinggi (Irawati, 2010).
Semakin tinggi dan semakin formal tingkat pendidikan yang dimiliki
seseorang, maka semakin besar pula kegiatan rekreasi yang bersifat intelek
dilakukan, seperti membaca karena hanya perlu sedikit tenaga, maka kegiatan
semacam inilah yang dapat dinikmati oleh orang usia lanjut, bagi mereka yang
tingkat pendidikan terbatas (Hurlok, 2003).
Pendidikan juga mempengaruhi pengetahuan, secara umum tingkat
pendidikan sudah dapat menggambarkan tingkat pengetahuan individu. Beberapa
peneliti berkesimpulan bahwa, status pendidikan seorang sangat menentukan
kualitas pelayanannya.
Perlu dipertimbangkan bahwa tingkat pendidikan turut pula menentukan
seseorang mudah tidaknya seseorang menyerap dan memehami pengetahuan yang
diperoleh. Pendidikan formal akan mempengaruhi tingkat pengetahuan. Semakin
tinggi pendidikan semakin tinggi kemampuan untuk menyerap pengetahuan
praktis dan pendidikan formal terutama melalui media cetak maupun elektronik.
Faktor pendidikan juga berpengaruh dalam meningkatkan kedisiplinan
seseorang dan penting pada kehidupan seseorang, hal ini disebabkan bahwa
semakin tinggi daya analisanya sehingga ada akhirnya akan mampu memecahakan
masalah yang dihadapinya. Dengan kata lain pendidikan merupakan prasarat bagi
9
kemampuan seorang karyawan untuk memperbaiki kualitasnya yaitu kualitas
untuk menjalankan tugasnya (Sudjiono, 2001).
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendali diri
kepribadian, kecerdasan ahklak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya
dan masyarakat (Ranupanjoyo dan Husnan, 2005).
Pendidikan adalah suatu kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan
seseorang termasuk peningkatan penguasaan teori dan keterampilan memutuskan
terhadap persoalan-persoalan yang menyangkut kegiatan untuk mencapai tujuan
(Ranupanjoyo dan Husnan, 2005). Dari hasil studi Yayasan Dana Sejahtera
Mandiri (2005), menyatakan tingkat pendidikan seorang berpengaruh terhadap
kemampuan dan keterampilannya.
2.1.3. Pekerjaan
Pekerjaan adalah kegiatan atau aktivitas utama yang dilakukan secara rutin
sebagai upaya untuk mendapatkan penghasilan untuk membiayai keluarga serta
menunjang kebutuhan rumah tangga. Dari beberapa studi, diketahui sebaiknya
seorang kader tidak mempunyai pekerjaan tetap selain kader, karena kader
posyandu yang mempunyai pekerjaan tetap kemungkinan pekerjaan dan
tanggungjawabnya sebagai kader akan terabaikan karena kesibukan dengan
pekerjaannya (Irawati, 2010).
10
2.1.4. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil ”tahu” dan ini terjadi setelah seorang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengideraan melalui panca indera
manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan
seseorang (Wawan dkk, 2010).
Penelitian Rogers dalam Notoatmodjo (2005) mengungkapkan bahwa,
sebelum orang mengadopsi baru didalam diri orang tersebut terjadi proses yang
berurutan, yakni :
a. Awarnes (kesadaran), dimana seseorang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu stimulus (objek).
b. Interest (merasa tertarik), terhadap syimulus atau abjek tersebut.
c. Evalution (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus
tersebut bagi dirinya.
d. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan
apa yang dikehendaki oleh stimulus.
e. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan yang dicakup dalam
domain kognitif yang mempunyai 6 tingkatan, yaitu :
11
a. Tahu (know).
Tahu diartikan sebagai pengingat atau materi yang dipelajari sebelum
misalnya, dapat menyebutkan tanda-tanda kekurangan kalori dan
protein pada balita.
b. Memahami (comprehension).
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan
materi tersebut secara benar.
c. Aplikasi (aplication).
Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya,
misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan hasil
penelitian.
d. Analisis (analysis)
Analisis diartikan sebagai kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu
struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannyasatu sama lain,
misalnya dalam menggambarkan (membuat bagian).
e. Sintesis
Sintesis diartikan sebagai suatu kemampuan meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu keseluruhan yang baru
misalnya, dapat menyusun rumus yang telah ada.
12
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi diartikan sebagai kemampuan melekukan justifikasi atau
penilaian suatu materi objek, misalnya dapat membandingkan anak
yang kurang gizi dengan anak yang cukup gizi (Notoatmodjo, 2005).
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menyatakan tentang isi materi yakni diukur dari subjek penelitian atau
responden. Pengetahuan mencakup ingatan yang pernah dipelajari dan disimpan
dalam ingatan, dapat digali pada saat dibutuhkan melalui bentuk mengingat
(recall) atau mengenal kembali/recognition.
2.2. Iklan
Iklan berasal dari kata latin, ad-vere yang berarti mengoperkan pikiran dan
gagasan kepada pihak lain. Iklan merupakan bentuk penyampaian pesan
sebagaimana dalam komunikasi tentang produk atau jasa yang disampaikan lewat
media dan ditunjukkan kepada sebagian atau seluruh masyarakat, serta
menekankan iklan sebagai alat pemasaran sehingga pesan iklan harus
persuasif. Iklan juga merupakan salah satu kegiatan manusia untuk
memperkenalkan suatu produk dengan tujuan publisitas. Iklan yang baik
adalah iklan yang dapat mengungkapkan perhatian pembaca (Supardi, 2009).
Terdapat 6 prinsip dasar iklan, yaitu adanya pesan tertentu, dilakukan oleh
komunikator, dilakukan dengan cara non personal, disampaikan untuk
khalayak tertentu, dalam penyampaian pesan tertentu, dilakukan dengan cara
membayar, dan penyampaian pesan tersebut dan mengharapkan dampak tertentu.
13
Adanya pesan tertentu, sebuah iklan tidak akan ada tanpa adanya pesan.
Tanpa pesan, iklan tidak akan terwujud, ciri sebuah iklan, adalah pesan dibuat dan
disampaikan oleh komunikator atau sponsor tertentu secara jelas. Penyampaian
pesan dapat disebut iklan bila dilakukan melalui media. Disampaikan untuk
khalayak tertentu, pesan yang disampaikan tidak dimaksudkan untuk diberikan
kepada semua orang, melainkan kelompok target konsumen tertentu, karena
setiap kelompok khusus konsumen memiliki kesukaan, kebutuhan, karakteristik,
dan keyakinan yang khusus.
Dalam penyampaian pesan, dilakukan dengan cara membayar, dalam
kegiatan periklanan, istilah membayar sekarang dimaknai luas. Sebab, kata
membayar tidak saja dilakukan dengan alat tukar uang, melainkan dengan cara
barter berupa ruang, waktu, dan kesempatan.
Penyampaian pesan tersebut dan mengharapkan dampak tertentu, dalam
sebuah visualisasi iklan, seluruh pesan dalam iklan semestinya merupakan pesan
yang efektif. Artinya, pesan yang mampu menggerakkkan khalayak agar
mereka mengikuti pesan iklan. Iklan yang dibuat oleh pengiklan dapat dipastikan
memiliki tujuan tertentu, yaitu memiliki tujuan tertentu, yaitu memiliki dampak
tertentu pada konsumen (Casson et all, 2002).
Iklan obat merupakan salah satu penyebab orang melakukan pengobatan
sendiri (Susi, 2008). Iklan obat dapat melalui media televisi, radio, media cetak,
sarana penjualan, reklame, dan kegiatan promosi. Komunikasi dalam iklan
memiliki banyak persimpangan nilai. Bila meninjau fungsi utama media untuk
komunikasi massa persuasif, komunikasi iklan berada didua sisi. Disatu sisi
14
sebuah pesan harus menyampaikan hal-hal yang berdasarkan fakta, apa
adanya dan tidak menimbulkan penafsiran ganda. Sisi lain yang diembannya
adalah sebagai pembawa pesan titipan produsen, sebagai pihak yang memiliki
kepentingan terhadap pencitraan produknya. Di situasi seperti ini banyak
produsen tidak memperhatikan prinsip komunikasi persuasif bermedia.
Orientasi pesan sering hanya berpihak pada otoritas produsen, masyarakat
hanya sekedar menerima, padahal perencanaan komunikasi dan mengenal
pihak yang nantinya menerima pesan adalah hal yang penting bagi suatu
komunikasi massa (Rahmatsyam, 2011).
Menurut Supardi dan Notosiswoyo, pengetahuan pengobatan sendiri
umumnya masih rendah dan kesadaran masyarakat untuk membaca label pada
kemasan obat juga masih kecil. Sumber informasi utama untuk melakukan
pengobatan sendiri umumnya berasal dari media massa. Menurut Suryawati,
informasi dari pabrik obat ada yang kurang mendidik masyarakat, bahkan ada
yang kurang benar. Namun Supardi menyatakan bahwa belum diketahui faktor
yang paling berpengaruh dalam perilaku pengobatan sendiri (Susi, 2008).
2.3. Perilaku
Dari aspek biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas
organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan. Perilaku itu bergantung pada
lingkungan dan organisme yang bersangkutan sehingga terjadi hubungan antar
organisme dan lingkungan (Notoadmodjo, 2010)
Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau tindakan
15
yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan yang
baik yang disadari maupun yang tidak disadari. Perilaku merupakan kumpulan
berbagai faktor yang saling berinteraksi, sehingga menimbulkan interaksi
yang kompleks yang membuat manusia tidak sempat memikirkan penyebab
dalam penerapan perilaku tertentu (Wawan, 2010).
Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman
serta interaksi manusia dengan lingkungan yang terwujud dalam bentuk
pengetahuan, sikap, dan tindakan (Sugiyono, 2010). Dengan kata lain, perilaku
merupakan respon atau reaksi individu terhadap stimulus yang berasal dari luar
maupun dari dalam dirinya.
Perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas, baik yang dapat diamati
langsung, maupun tidak dapat diamati oleh pihak luar (Sarwono, 2004).Perilaku
dibedakan menjadi perilaku alami dan perilaku operant. Perilaku alami yaitu
perilaku yang dibawa sejak organisme dilahirkan, yaitu berupa reflek dan insting,
sedangkan perilaku operant yaitu perilaku yang dibentuk melalui proses belajar
(Notoadmodjo, 2010).
Cara pembentukan perilaku ada 3 yaitu cara pembentukan perilaku dengan
kebiasaan, pembentukan perilaku dengan pengertian, pembentukan perilaku
dengan menggunakan model. Pembentukan perilaku dengan kebiasaan dengan
cara membiasakan diri berperilaku seperti yang diharapkan, sehingga
terbentuk perilaku tersebut. Kemudian pembentukan perilaku dengan
pengertian (Notoadmodjo, 2010).
Perilaku juga dapat diartikan suatu respons organisme atau seseorang
16
terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek. Respons ini berbentuk dua
macam, yaitu bentuk pasif dan bentuk aktif. Bentuk pasif (covert behaviour)
adalah respon internal yaitu yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak
secara langsung dapat terlihat oleh orang lain. Bentuk aktif (overt behaviour)
yaitu apabila perilaku ini jelas dapat diobservasikan secara langsung
(Ariani, 2011).
Pengetahuan dan sikap merupakan respon seseorang terhadap stimulus
atau rangsangan yang masih bersifat terselubung (covert behaviour).
Tindakan nyata seseorang sebagai respon seseorang terhadap stimulus (practice)
merupakan overt behaviour (Wawan, 2010).
Faktor-faktor perilaku yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal yaitu karakteristik orang yang bersangkutan, yaitu bersifat bawaan,
misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan
sebagainya. Faktor eksternal yaitu lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial,
budaya, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini merupakan faktor yang
dominan yang mempengaruhi perilaku seseorang (Sarwono, 2004).
Teori Lawrence Green mengatakan kesehatan seseorang atau masyarakat
dipengaruhi oleh dua faktor pokok yaitu faktor perilaku dan di luar perilaku.
Selanjutnya perilaku itu sendiri dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu faktor
predisposisi, faktor pendukung, dan faktor pendorong. Faktor predisposisi
mencakup pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan lain
sebagainya. Faktor pendukung adalah sarana pelayanan kesehatan dan
kemudahan untuk mencapainya, keterampilan adanya referensi. Sedangkan
17
faktor pendorong terwujud dalam bentuk dukungan keluarga, tetangga, dan tokoh
masyarakat (Notoatmodjo, 2010).
Pendidikan kesehatan mempunyai peranan penting dalam mengubah dan
menguatkan ketiga kelompok faktor tersebut agar searah dengan tujuan
kegiatan sehingga menimbulkan perilaku positif dari masyarakat terhadap
program tersebut dan terhadap kesehatan pada umumnya (Sugiyono,
2010).
Perubahan perilaku adalah suatu proses yang kompleks dan memerlukan
waktu yang relatif lama. Perubahan perilaku melalui 3 tahapan, yaitu
pengetahuan, sikap, dan tindakan (Notoadmodjo, 2010). Pengetahuan merupakan
hasil dari perlakuan penginderaan terhadap suatu objek tertentu dalam bentuk
tindakan seseorang. Perilaku didasari oleh pengetahuan akan baik daripada
perilaku yang tidak disadari oleh pengetahuan (Notoadmodjo, 2010).
Tingkatan perilaku yaitu awarness, interest, evaluation, trial, dan
adoption. Awarness atau kesadaran yakni seseorang menyadari dalam arti
mengetahui stimulus (objek) terdahulu. Interest yakni seseorang mulai tertarik
kepada stimulus. Evaluation atau menimbang-nimbang baik dan tidaknya
stimulus terhadap dirinya tersebut. Trial yakni orang tersebut mulai mencoba
perilaku baru, dan adoption yaitu subjek tersebut telah berperilaku sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus (Notoadmodjo, 2010).
Tingkat pengetahuan terdapat enam tingkatan, yaitu tahu (know) diartikan
sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, memahami
(comprehension) yaitu memahami suatu kemampuan untuk menjelaskan
18
secara benar objek yang diketahui dan dapat mengintepretasikan materi
tersebut secara benar; aplikasi (aplication) diartikan sebagai kemampuan
untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi; analisis
(analysis) adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek; sintesis
(synthesis) menunjukkan suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru; dan
evaluasi (evaluation) berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
penilaian terhadap suatu materi atau objek (Notoadmodjo, 2010).
Perubahan perilaku dipengaruhi oleh yaitu persepsi, motivasi, dan emosi.
Persepsi adalah pengamatan yang merupakan kombinasi dari penglihatan,
pendengaran, penciuman, pengalaman masa lalu. Motivasi adalah dorongan
bertindak untuk memuaskan suatu kebutuhan. Dorongan dapat diwujudkan dalam
bentuk tindakan atau perilaku. Motivasi timbul karena adanya kebutuhan
atau keinginan yang harus dipenuhi. Keinginan itu akan mendorong individu
untuk melakukan suatu tindakan agar tujuannya tercapai. Namun setelah satu
tujuan tercapai, maka timbul keinginan atau kebutuhan lain sehingga
menimbulkan motivasi baru. Selain itu, perilaku dipengaruhi oleh emosi atau
perasaan indivisu. Emosi berkaitan dengan kepribadian individu (Sarwono,
2004).
2.4. Perilaku Pengobatan Sendiri
Pengobatan sendiri dalam pengertian umum adalah upaya yang dilakukan
untuk mengobati diri sendiri menggunakan obat, obat tradisional, atau cara
19
lain tanpa nasihat tenaga kesehatan. Pengobatan sendiri juga merupakan salah
satu upaya untuk mencapai kesehatan bagi semua (Health for all by the year
2000) yang memungkinkan masyarakat dapat hidup produktif secara sosial
dan ekonomi (Supardi, 2009). Menurut Shankar dkk., pengobatan sendiri adalah
penggunaan obat oleh masyarakat untuk tujuan pengobatan sakit ringan (minor
illnesses), tanpa resep, atau intervensi dokter (Susi, 2008).
Perilaku pengobatan sendiri menggunakan obat bebas dan bebas terbatas
merupakan salah satu perilaku kesehatan (Saputro, 2009). Banyak faktor yang
berhubungan dengan perilaku penggunaan obat dalam pengobatan sendiri.
Supardi menyatakan bahwa belum diketahui faktor yang paling berpengaruh
dalam perilaku pengobatan sendiri. Namun demikian berdasarkan penelitian
Kristina dkk., faktor yang paling berpengaruh dalam perilaku pengobatan
sendiri adalah tingkat pendidikan. Semakin tinggi pendidikan, pengobatan yang
dilakukan juga semakin rasional. Kekuatan hubungan jika diurutkan mulai
dari yang terkuat kemudian semakin lemah adalah variabel pendidikan, sikap,
status pekerjaan, jenis kelamin dan yang terakhir pengetahuan tentang pengobatan
sendiri. Menurut Worku dan Abebe, berdasarkan faktor sosiodemografi
seperti umur, jenis kelamin, dan pendapatan, yang paling banyak melakukan
pengobatan sendiri adalah kelompok usia di bawah 30 tahun 59,5%, jenis
kelamin perempuan 61,9%, dan kelompok berpenghasilan tinggi 40,5% (Susi,
2008).
Tujuan pengobatan sendiri adalah untuk pengobatan sakit ringan, dan
pengobatan rutin penyakit kronis setelah perawatan dokter. Sementara itu, peran
20
pengobatan sendiri adalah untuk menanggulangi secara cepat dan efektif
keluhan yang tidak memerlukan konsultasi medis, mengurangi beban
pelayanan kesehatan pada keterbatasan sumber daya dan tenaga, serta
meningkatkan keterjangkauan masyarakat yang jauh dari pelayanan
kesehatan (Supardi, 2009).
Keuntungan pengobatan sendiri adalah aman apabila digunakan sesuai
dengan petunjuk (efek samping dapat diperkirakan), efektif untuk menghilangkan
keluhan karena 80 % sakit bersifat self-limiting, yaitu sembuh sendiri tanpa
intervensi tenaga kesehatan, biaya pembelian obat relatif murah, hemat waktu
karena tidak perlu mengunjungi fasilitas/profesi kesehatan, kepuasan karena
berperan aktif dalam pengambilan keputusan terapi, berperan serta dalam sistem
pelayanan kesehatan, menghindari rasa malu atau stress apabila harus
menampakkan bagian tubuh tertentu dihadapan tenaga kesehatan, dan membantu
pemerintah untuk mengatasi keterbatasan jumlah tenaga kesehatan pada
masyarakat (Supardi, 2009).
Sedangkan kekurangan pengobatan sendiri adalah obat dapat
membahayakan kesehatan apabila tidak digunakan sesuai dengan aturan,
pemborosan biaya dan waktu apabila salah menggunakan obat, kemungkinan kecil
dapat reaksi obat yang tidak diinginkan, misalnya sensitivitas, efek samping atau
resistensi, penggunaan obat yang salah akibat informasi yang kurang lengkap dari
iklan obat, tidak efektif akibat salah diagnosis dan pemilihan obat, dan sulit
bertindak objektif karena pemilihan obat dipengaruhi oleh pengalaman
menggunakan obat di masa lalu dan lingkungan sosialnya (Supardi, 2009).
21
2.5. Obat
Dalam pengertian umum, obat adalah substansi apapun yang efek
kimianya dapat mengubah fungsi biologis. Pada umumnya, molekul obat
berinteraksi dengan molekul khusus dalam sistem biologik, yang berperan
sebagai regulator, disebut reseptor. Dalam beberapa kasus tertentu obat yang
dikenal sebagai antagonis kimia dapat berinteraksi langsung dengan obat-obat
lain, sedangkan beberapa obat hampir selalu berinteraksi dengan molekul air.
Obat dapat disintesis dalam tubuh (misalnya, hormon) atau sebagai zat kimia
yang tidak disintesis dalam tubuh, disebut xenobiotik. Racun pun termasuk obat
namun mempunyai efek yang berbahaya. Paracelsus membuat pernyataan yang
terkenal yaitu “dosislah yang membuat racun”, artinya semua zat dapat menjadi
berbahaya, bila diberikan dengan dosis yang salah (Katzung, 2010).
Berkaitan dengan pengobatan sendiri, telah dikeluarkan berbagai peraturan
perundangan. Pengobatan sendiri hanya boleh menggunakan obat yang termasuk
golongan obat bebas dan obat bebas terbatas ( SK Permenkes RI No.
949/Menkes/Per/VI/2000). Obat bebas adalah obat yang bebas dijual di
pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter. Tanda khusus untuk obat bebas
adalah berupa lingkaran berwarna hijau dengan garis tepi berwarna hitam.
Sedangkan obat bebas terbatas adalah obat yang dijual bebas dan dapat dibeli
tanpa dengan resep dokter, tetapi disertai dengan tanda peringatan. Tanda khusus
untuk obat ini adalah lingkaran berwarna biru dengan garis tepi hitam. Semua
obat yang termasuk golongan obat bebas dan obat bebas terbatas wajib
mencantumkan keterangan pada setiap kemasannya tentang kandungan zat
22
berkhasiat, kegunaan, aturan pakai, dan pernyataan lain yang diperlukan (SK
Menkes No.917/1993). Semua kemasan obat bebas terbatas wajib mencatumkan
tanda peringatan “apabila sakit berlanjut segera hubungi dokter” (SK
Menkes No.386 /1994) (Supardi, 2009).
Bila digunakan secara benar, obat bebas dan obat bebas terbatas
seharusnya bisa sangat membantu masyarakat dalam pengobatan sendiri
secara aman dan efektif. Namun sayangnya, seringkali dijumpai bahwa
pengobatan sendiri menjadi sangat boros karena mengkonsumsi obat-obat
yang sebenarnya tidak dibutuhkan, atau malah bisa berbahaya misalnya karena
penggunaan yang tidak sesuai dengan aturan pakai. Bagaimanapun, obat bebas
dan bebas terbatas bukan berarti bebas efek samping, sehingga pemakaiannyapun
harus sesuai dengan indikasi, lama pemakaian yang benar, disetrai dengan
pengetahuan pengguna tentang resiko efek samping dan kontraindikasinya (Susi,
2008).
Penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas yang sesuai dengan aturan
dan kondisi penderita akan mendukung upaya penggunaan obat yang rasional.
Kerasionalan penggunaan obat menurut Cipolle dkk., terdiri dari beberapa aspek,
di antaranya: ketepatan indikasi, kesesuaian dosis, ada tidaknya efek samping dan
interaksi dengan obat dan makanan, serta ada tidaknya polifarmasi (penggunaan
lebih dari dua obat untuk indikasi penyakit yang sama) (Susi, 2008).
Pemakaian obat yang tidak rasional merupakan masalah serius dalam
pelayanan kesehatan oleh karena kemungkinan dampak negatif yang terjadi. Di
banyak negara, pada berbagai tingkat pelayanan kesehatan, berbagai studi dan
23
temuan telah menunjukkan bahwa pemakaian obat jauh dari keadaan optimal dan
rasional (Hermansyah, 2012).
Tujuan pengobatan secara umum adalah untuk mengobati tanpa
meninggalkan efek samping atau dengan efek samping seminimal mungkin, juga
dengan harga obat yang terjangkau dan mudah didapat masyarakat. Dalam
praktik sehari-hari yang dipengaruhi oleh banyak faktor, tujuan pengobatan
tersebut sering tidak tercapai (Hermansyah, 2012).
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam pemberian obat kurang rasional
antara lain, kurangnya pengetahuan dari tenaga kesehatan dalam ilmu obat-
obatan; adanya kebiasaan dokter meresepkan jenis atau merk obat tertentu;
kepercayaan masyarakat terhadap jenis atau merk obat tertentu; keinginan
pasien yang cenderung ingin menggunakan obat tertentu, dengan sugesti
menjadi lebih cepat sembuh; adanya sponsor dari industri farmasi tertentu;
pemberian obat berdasarkan adanya hubungan baik perorangan dengan pihak dari
industri farmasi; adanya keharusan dari atasan dalam suatu instansi atau lembaga
kesehatan untuk meresepkan jenis obat tertentu; informasi yang tidak tepat atau
bias, sehingga pemakaian obat menjadi tidak tepat; beban pekerjaan yang terlalu
berat sehingga tenaga kesehatan menjadi tidak sempat untuk berpikir
mengenai rasionalitas pemakaian obat; dan adanya keterbatasan penyediaan
jenis obat di suatu instansi atau lembaga kesehatan tertentu, sehingga jenis obat
yang diperlukan untuk suatu penyakit justru tidak tersedia, sehingga memakai
obat yang lain (Hermansyah, 2012).
Adanya berbagai efek dari tiap jenis obat dapat menimbulkan efek
24
interaksi obat di dalam tubuh yang dapat merugikan ataupun membahayakan
apabila pemakaian obat diberikan dalam jumlah jenis yang melebihi batas
(Hermansyah, 2012).
Adanya berbagai media informasi (media cetak, televisi, radio, internet,
dst) juga memberikan efek kurang baik yang menyebabkan masyarakat
menggampangkan memakai obat seperti obat pengurang nyeri atau penurun panas
yang tidak tepat indikasi pemakaiannya. Seperti karena adanya beban pekerjaan,
maka seseorang dengan gampang menggunakan obat pengurang nyeri karena
merasa sedikit nyeri kepala. Begitupun bagi para ibu rumah tangga yang cepat
merasa khawatir apabila ada anaknya yang demam, maka dengan cepat mereka
diberikan obat penurun panas (Hermansyah, 2012).
Banyak dokter praktik swasta sekarang yang merangkap menjadi pemasar
dari perusahaan farmasi tertentu atau mengikuti keanggotaan Multi Level
Marketing (MLM) kesehatan. Umumnya, produk yang dijual adalah
suplemen makanan (food supplement) atau multivitamin. Pemakaian
suplemen makanan ataupun multivitamin ini menjadi tidak rasional ketika
pemberian tidak berdasarkan indikasi, atau karena harga yang dikenakan
cukup mahal, kadangkala malah jauh lebih mahal daripada obat yang justru
penting diberikan untuk penyakitnya (Hermansyah, 2012).
Pada beberapa kasus, perusahaan farmasi yang menjadi sponsor
penyelenggaraan kegiatan ilmiah, kadang dianggap berhubungan dengan
kebijakan pelayanan kesehatan yang menjadi terikat pada „hubungan‟ tenaga
kesehatan dengan perusahaan farmasi tersebut. Keengganan menuliskan resep
25
obat generik oleh kebanyakan dokter karena intervensi perusahaan farmasi seperti
inilah yang membuat masyarakat kelas menengah ke bawah kadang harus
membayar lebih mahal untuk obat yang seharus dapat dibeli dengan murah
(Hermansyah, 2012).
Di puskesmas daerah yang sangat terpencil & sangat sulit dijangkau
karena medan yang sulit ditempuh oleh pegawai dinas kesehatan, kadang pasokan
obat-obatan tidak terjamin dengan lancar, karenanya pegawai puskesmas hanya
memberikan obat-obatan yang hanya tersedia kepada pasien yang berobat,
walaupun indikasi pemakaiannya tidak tepat (Hermansyah, 2012).
2.5.1. Obat Bebas
Menurut Sartono (2009) obat bebas adalah obat yang dapat dijual dan
dibeli secara bebas di apotik, toko obat, warung tanpa menggunakan resep dokter.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 949/Menkes/Per/VI/2000, obat
yang dapat diserahkan tanpa resep harus memenuhi kriteria sebagai berikut ;
1. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak usia
dibawah 2 tahun dan orang tua diatas usia 65 tahun.
2. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan resiko pada
kelanjutan penyakit.
3. Penggunaan tidak memerlukan cara atau alat khusus yang harus dilakukan
oleh tenaga ahli.
4. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di
Indonesia.
5. Obat dimaksud memiliki rasio keamanan yang dapat dipertanggung
26
jawabkan untuk pengobatan sendiri.
Berdasarkan surat keputusan Menteri Kesehatan RI No.
949/Menkes/Per/VI/2000 tanggal 5 Juni 2000 obat bebas dibedakan atas 2
golongan, yaitu
1. Obat Bebas, ditandai dengan lingkaran bewarna hijau dengan garis
tepi bewarna hitam dan diameter 1,5 atau disesuaikan dengan
kemasannya.
Tanda Khusus
Obat Bebas
Obat jenis ini bebas diperoleh di warung kecil selain juga tersedia di
apotik dan toko obat. Contoh golongan obat ini diantaranya;
vitacimin, Counterpain, Diapet, Bodrex.
2. Obat Bebas Terbatas, pada zaman Belanda golongan obat ini di sebut
daftar “W” (waasrhuing) yang artinya peringatan. Obat bebas
terbatas dapat diperjual belikan secara bebas dengan bersyarat
dengan jumlah yang telah ditentukan dan disertai dengan tanda
peringatan berupa lingkaran bewarna biru dengan garis tepi bewarna
hitam.
Tanda khusus diletakkan pada bungkus luar dan harus dicetak pada
sisi utamanya agarjelas terlihat dan mudah dikenali. Obat bebas
27
terbatas ini diantaranya adalah; tablet Antimo, Decolgen, Mixagrip,