Page 1
1
PENGARUH JUMLAH TENAGA KERJA, BAHAN BAKU, DAN JUMLAH
MESIN TERHADAP TINGKAT PRODUKSI INDUSTRI BARANG-BARANG
DARI KARET YANG BELUM TERMASUK 25191 DAN 25192
I GEDE HEPRIN PRAYASTA
Jurusan Statistik Ekonomi, Sekolah Tinggi Ilmu Statistik, Jakarta
Jalan Otto Iskandardinata No.64 C Jakarta
Email : [email protected]
Abstraksi
Produksi merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan di sebuah perusahaan tidak
terkecuali di industri barang-barang dari karet. Pemilihan faktor-faktor produksi untuk
memaksimumkan profit sangat diperlukan dalam pertimbangan produksi. Dengan
menggunakan fungsi Cobb Douglas maka dapat dilakukan sebuah transformasi ke dalam
bentuk regresi linier berganda.Untuk menganalisis model yang baik yang bisa dibentuk dari
tenaga kerja, bahan baku, dan jumlah mesin maka digunakanlah analisis regresi berganda.
Pembentukan model dapat dilakukan dengan menguji tingkat signifikansi variabel baik
secara simultan dan parsial. Ada beberapa asumsi klasik dalam regresi linier yang harus
dipenuhi dalam pembentukan model yaitu : normalitas, homoskedastisitas, non autokorelasi
dan non multikolinearitas. Dengan keempat asumsi tersebut diharapkan mampu memeberikan
model terbaik yang dapat digunakan mengestimasi nilai parameter.
Kata kunci : fungsi Cobb Douglas, pembentukan model, uji simultan, uji parsial, normalitas,
autokorelasi, homoskedastisitas, dan multikolinearitas.
1 PENDAHULUAN
Perkembangan industri barang-barang dari karet dipengaruhi oleh tingkat
produktivitas oleh perusahaan yang bergerak di sektor ini. Kebutuhan akan sumber
daya yang memadai guna mendukung untuk memaksimalkan profit yang ingin
Page 2
2
dicapai masih sangat tinggi. Agar dapat menghasilkan output yang dapat
menghasilkan output maksimum dibutuhkan kombinasi berbagai input. Pertimbangan
dalam menentukan jumlah input yang akan digunakan sangat diperlukan. Sesuai
dengan teori produksi dapat diketahu bahwa beberapa input yang dimaksud adalah
faktor-faktor produksi daintaranya yaitu sumber daya manusia seperti: tenaga kerja,
sumber daya modal: modal tetap maupun modal lancer dan modal konkret maupun
modal abstrak, sumberdaya pengusaha seperti: kemampuan usaha (enterpreunership),
serta sumber daya alam seperti : bahan baku, tanah yang merupakan faktor produksi
asli karena telah tersedia di alam langsung. Sesuai dengan data Badan Pusat Statistik
(BPS) 2010 mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat produksi barang-
barang dari karet yang belum termasuk 25191 dan 25192 yaitu hanya terbatas pada
tenaga kerja, bahan baku, dan kepemilikan mesin.
Tujuan pembuatan paper ini adalah untuk memberikan gambaran model yang
sesuai untuk mengkombinasikan input perusahaan sehingga dpat diperoleh output
yang mampu memberikan keuntungan maksimum bagi perusahaan.
2 LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Produksi
Untuk memenuhi kebutuhannya yang beraneka ragam, manusia membutuhkan
barang dan jasa. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu kegiatan yang dapat menghasilkan
barang dan jasa tersebut. Kegiatan itu tidak lain adalah produksi.
Menurut Drs. Mohamad Hatta (1994,9) produksi adalah segala pekerjaan yang
menimbulkan guna memperbesar guna yang ada dan membagikan guna itu di antara
orang banyak.
Page 3
3
Adapun menurut Drs. Eko Harsono (1994,9) produksi adalah setiap usaha manusia
atau kegiatan yang membawa benda ke dalam suatu keadaan sehingga dapat
dipergunakan untuk kebutuhan manusia dengan lebih baik.
Sedangkan menurut Sukanto Rekso Hadiprodjo, M.Com., Ph.D dan Drs. Indriyo Gito
Sudarno (1993,1) berpendapat produksi adalah penciptaan atau penambah faedah
bentuk, waktu dan tempat atas faktor-faktor produksi sehingga lebih bermanfaat bagi
pemenuhan kebutuhan manusia.
Dengan demikian pengertian produksi secara luas adalah usaha atau kegiatan yang
dilakukan yang dapat menimbulkan kegunaan dari suatu barang dan jasa untuk
memenuhi kebutuhan orang banyak.
2.2 Teori Produksi
Menurut Joesron dan Suhartati (2003) produksi merupakan hasil akhir dari
proses atau aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan atau input.
Dengan pengertian ini dapat dipahami bahwa kegiatan produksi adalah
mengkombinasi berbagai input atau masukan untuk menghasilkan output. Hubungan
teknis antara input dan output tersebut dalam bentuk persamaan, tabel atau grafik
merupakan fungsi produksi (Salvatore, 1994). Jadi fungsi produksi adalah suatu
persamaan yang menunjukkan jumlah maksimum output yang dihasilkan dengan
kombinasi input tertentu.
Hubungan antara jumlah output (Q) dengan sejumlah input yang digunakan
dalam proses produksi (X1,X2,X3,β¦., Xn) secara matematis dapat ditulis sebagai
berikut :
Q = f(X1 X2X3β¦.Xn)
Keterangan:
Q = output
X = input
Page 4
4
Berdasarkan fungsi produksi di atas maka akan dapat diketahui hubungan
antara input dengan output dan juga akan dapat diketahui hubungan antara input itu
sendiri. Apabila input yang dipergunakan dalam proses produksi hanya terdiri atas
modal (K) dan tenaga kerja (L) maka fungsi produksi yang dimaksud dapat
diformulasikan menjadi:
Q = f (K,L)
Keterangan:
Q = output
K = input model
L = input tenaga kerja
Fungsi produksi di atas menunjukkan maksimum output yang dapat diproduksi
dengan menggunakan kombinasi alternatif dari modal (K) dan tenaga kerja (L)
(Nicholson, 1995).
Konsep fisiklain dari suatu produksi adalah Average Product (AP) atau
produksi rata-rata yaitu perbandingan antara jumlah produk (output) yang dihasilkan
dalam suatu proses produksi dengan jumlah faktor produksi (input) yang digunakan
π΄ππΏ =π
πΏ dimana input M (bahan baku) dan K (mesin) dianggap konstan
π΄ππΎ =π
πΎ dimana input L (tenaga kerja) dan M (bahan baku) dianggap konstan
π΄ππ =π
π dimana input L (bahan baku) dan K (mesin) dianggap konstan
Di samping itu dikenal juga konsep Marginal Product (MP) atau produksi
marjinal yaitu tambahan produksi akibat penambahan satu unit input. Fungsi ini juga
merupakan slope dari produksi total. Produksi marjinal bisa diperoleh dengan deviasi
parsial
Page 5
5
πππΏ =ππ
ππΏ produksi marginal dari tenaga kerja
πππΎ =ππ
ππΎ produksi marginal dari mesin
πππ =ππ
ππ produksi marginal dari bahan baku
Selain itu antara produksi marjinal dan produksi rata-rata dapat diperoleh
suatu hubungan matematis mengenai elastisitas :
πππΏ
π΄ππΏ=
ππ
ππΏ π₯
π
πΏ= πΈπΏ elastisitas tenaga kerja
πππΎ
π΄ππΎ=
ππ
ππΎ π₯
π
πΎ= πΈπΎ elastisitas mesin
πππ
π΄ππ=
ππ
ππ π₯
π
π= πΈπ elastisitas bahan baku
2.3 Fungsi Produksi
Fungsi produksi adalah suatu fungsi atau persamaan yang menunjukkan
hubungan fisik atau teknis antara faktor-faktor yang dipergunakan dengan jumlah
produk yang dihasilkan per satuan waktu, tanpa memperhatikan harga, baik harga
faktor βfaktor produksi maupun harga produk. Secara matematis fungsi produksi
tersebut dapat dinyatakan:
Y = f(X1,X2,X3,β¦..,Xn)
Dimana Y = tingkat produksi atau output yang dihasilkan dan X1,X2, X3,β¦.., Xn
adalah berbagai faktor produksi yang digunakan. Fungsi ini masih bersifat umum
hanya bisa menjelaskan bahwa produk yang dihasilkan tergantung dari faktor-faktor
produksi yang dipergunakan, tetapi belum bisa memberikan penjelasan kuantitatif
mengenai hubungan antara produk dan faktor produksi tersebut (Heady & Dilton,
1990 ). Untuk dapat memberikan penjelasan kuantitatif, fungsi produksi tersebut
harus dinyatakan dalam bentuk spesifiknya antara lain :
Page 6
6
a) Y = a + bX (fungsi linier)
b) Y = a + bX β cX2 (fungsi kuadratis)
c) Y = aX1bX2
cX3
d (fungsi Cobb- Douglas)
Model Cobb β Douglas dapat ditransformasikan ke dalam bentuk ekonometrika :
Ln Y = Ln a + bLn X1+ cLnX2 + dLn X3 + Β΅
Dengan menyelesaikan persamaan tersebut maka akan diperoleh besaran
parameter penduga. Pada model fungsi produksi Cobb-Douglas nilai parameter
penduga sekaligus menunjukkan besaran elastisitas masing-masing faktor input
terhadap output (Sukartawi,1987).
Menurut Heady (1986) hubungan antara faktor input dengan output model
fungsi produksi cenderung mengikuti tiga kondisi yaitu : (A) increasing at increasing
rate, (B) increasing at decreasing rate dan (C) decreasing rate. Dengan demikian
tahapanβtahapan produksi dapat dikelompokkan ke dalam tiga stage produksi
pada gambar 1(Nicholson 1994). Kurva ini juga menunjukkan hubungan antara
Produksi Total (TP), produksi rata-rata (AP) dan Produk Marjinal (MP).
Gambar 1. Hubungan total produksi dengan produksi marginal dan
produksi rata-rata
Page 7
7
Gambar 1. Memperlihatkan bahwa anatara titik A dan C adalah pertambahan
produksi yang semakin berkurang (law of diminishing marginal productivity). Titik C
adalah total produksi mencapai maksimum artinya tambahan input tidak lagi
menyebabkan tambahan output atau produksi marginal (MP) adalah nol (C1).
Sedangkan Produksi Rata-Rata (AP) mencapai maksimun adalah pada saat elastisitas
produksi sama dengan 1 dan AP berpotongan dengan MP artinya produksi rata-rata
sama dengan tambahan output akibat tambahan 1 unit input produksi, dengan asumsi
faktor produksi lain dianggap konstan.
Tahap βtahap (stage) produksi tersebut juga Return to Scale. Hal tersebut
berguna untuk melihat skala ekonomi dari suatu kegiatan produksi yang dilaksanakan
sehubungan dengan faktor input yang digunakan.
1. Kondisi Increasing Return to Scale suatu keadaaan yang menunjukkan
total produksi sedang mengalami kenaikan sangat tinggi, secara lebih jelas
dalam gamabar terlihat marginal produk (MP) lebih tinggi dari produk
rata-rata (AP). Kondisi ini terletak pada tahap I dan tahap ini berakhir
sampai MP = AP atau AP memotong MP. Secara matematis kondisi
increasing return to scale dapat dituliskan sebagai berikut ππ
ππ π> 1
2. Kondisi Constant Return to Scale ditandai oleh marginal produk yang
sudah mulai menurun (increasing at decreasing rate) dan marginal
product (MP) mulai menurun bila dibanding dengan stage A. Secara grafis
terlihat bahwa kurva AP (average product) berada di atas kurva MP dan
tingkat kemiringan (slope) kurva produksi total (TP) terlihat lebih datar
dari sebelumnya setelah melewati titik inflection. Kondisi ini terletak
antara AP = MP sampai dengan MP = 0. Secara matematis dapat
dituliskan seperti berikut ππ
ππ π= 1
Page 8
8
3. Kondisi Decreasing Return to Scale, pada kondisi ini terlihat marginal
produk (MP) telah berada di bawah sumbu horizontal. Kurva total
produksi (TP) membelok ke bawah, hal ini menunjukkan setiap
penambahan satu unit input variabel mengakibatkan akan terjadinya
penurunan total produksi (TP). Hal ini terjadi karena tidak seimbangya
porsi faktor input tetap (fixed input) dengan faktor input berubah
(variabel). Dengan kata lain faktor input digarap secara sangat intensif,
kondisi ini berada pada stage C. Pada saat ini seorang pengusaha yang
rasional tentu tidak akan mengoperasikan perusahaannya, karena VMP
(Value Marginal Product = MP x P) lebih kecil dari tambahan biaya yang
dikeluarkan. Kondisi tersebut dapat dituliskan seperti berikut ππ
ππ π< 1
Bila VMP lebih rendah dari tambahan biaya (marginal cost) secara
ekonomis pengusaha akan mengalami kerugian (loss). Kondisi optimal
akan tercapai pada saat nilai Value Marginal Product sama dengan
tambahan biaya yang dikeluarkan dari setiap penggunaan faktor input.
Secara jelas hal tersebut terlihat seperti berikut
π = ππ
β ππΆ
ππ
ππ=πππ
πππβπ πππ .ππ
πππ= 0
= VMP = MC
Keterangan :
PX i = Harga faktor input i
Xi = Kuantitas faktor input i
TR = Total penerimaan
TC = Total biaya
MC = Biaya Marginal
MVP = Value marginal product
π = perubahan
Page 9
9
2.4 Fungsi Produksi Cobb-Douglas
Fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan salah satu model yang paling
banyak digunakan dalam bidang-bidang ekonomi maupun bidang produksi. Model ini
pertama kali diperkenalkan oleh Charles W.Cobb dan Paul H. Douglas pada tahun
1928. Persamaan matematis fungsi Cobb-Douglas adalah :
π = π΅0 πππ΅π
π
π‘=1
ππ’
Fungsi produksi yang secara umum digunakan adalah dalam bentuk estimasi
empiris dengan persamaan (Gasperz dalam Matthias Aroef,1991) :
π = π΄0πΎπ1πΏπ2ππ’
Dimana :
Q = ouput
K = input modal
L = input tenaga kerja
A0 = parameter estimasi
b1 = elastisitas input modal
b2 = elastisitas input tenaga kerja
Dimana model diatas dapat ditransformasikan kedalam bentuk linier
logaritmatik sebagai berikut :
Ln Q =ln A0 + b1ln K + b2ln L + u
Dari model fungsi produksi juga dapat diturunkan produk marjinal (PM) dan
elastisitas produksi. Produk marjinal yaitu tambahan produksi akibat penambahan
Page 10
10
satu input (Soekartawi dalam Joesran dan Fathorrozi, 2003), secara matematis dapat
diformulasikan sebagai berikut :
ππ = ππ
πππ= π0π΅πππ
π΅πβ1= π΅π
π
ππ
Elastisitas adalah konsep kuantitaif yang sangat penting untuk
mengidentifikasi secara kuantitatif respon sebuah variabel karena perubahan variabel
lain. Elastisitas produksi (Ep) sendiri menunjukkan persentase perubahan ooutput
sebagai akibat dari perubahan input ( Soekartawi dalam Joesran dan Fathorozi,2003),
secara matematis dapat diformulasikan sebagai berikut :
πΈπππ = ππ
πππ
πππ = π΅π
Analisis elastisitas input ini penting untuk menjelaskan input mana yang lebih
elastis dibanding dengan input lainnya. Disamping itu, sekaligus dapat diketahui
intensitas faktor produksinya, apakah bersifat tenaga kerja dan padat modal. Apabila
nilai b1 > b2, maka proses produksi lebih bersifat padat kapital dan sebaliknya.
2.5 Fungi Cobb Douglas Sebagai Fungsi Homogen
Sebuah fungsi disebut homogen dengan tingkat (degree) k jika perkalian
semua unsur variabel independennya dengan konstanta t akan merubah nilai fungsi
tersebut secara proporsional sebesar tk
π π‘π₯1,β¦ , π‘π₯π = π‘ππ(π₯1,β¦ ,π₯π) untuk semua π₯1,β¦ , π₯π
Misal I :
π π₯ = ππ₯π π ππ₯ = π(ππ₯)π
π ππ₯ = ππππ₯π = ππ ππ₯π = ππ(π π₯ )
Maka dapat dikatakan bahwa f(x) homogen dengan degree k
Return to scale π
Page 11
11
Efisiensi π
Fungsi Cobb Douglas mengasumsikan kondisi Constant Return to Scale ( π = 1).
Kenyataannya, returns to scale tidak selalu 1, sehingga jumlah k lebih tepat
merupakan isu empiris daripada merupakan suatu ketetapan.
π = πΌπ1π½1π2
π½2
πβ² = πΌ(π‘π1)π½1 (π‘π2)π½2
πβ² = πΌπ‘π½1π1π½1π‘π½2π2
π½2
πβ² = πΌπ‘(π½1+π½2)π1π½1π2
π½2 = π‘(π½1+π½2) π
π½1+π½2 < 1 Decreasing Returns to Scale
π½1+π½2 = 1 Constant Returns to Scale
π½1+π½2 > 1 Increasing Returns to Scale
Interpretasi :
Misal π½1+π½2 = 0,5 dengan t = 2, menunjukkan bahwa semua input dinaikkan dua kali
lipat (kenaikan 100 %) maka output meningkat sebesar t0,5
=20,5
= 1,4 kali.
Misal π½1+π½2 = -1 dengan t = 2, menunjukkan bahwa semua input dinaikkan dua kali
lipat (kenaikan 100 %) maka output turun menjadi t -1
=2-1
= 0,5 kali. Hal tersebut
tidak rasional secara ekonomis (daerah C pada fungsi produksi).
2.6 Kemudahan Fungsi Produksi Cobb Douglas
Menurut Soekartawi (1994:173) ada tiga alasan pokok mengapa fungsi
produksi Cobb Douglas banyak dipakai oleh para peneliti :
1. Penyelesaian fungsi produksi Cobb Douglas reltif lebih mudah dibandingkan
dengan fungsi yang lain, misalnya lebih mudah ditransfer dalam bentuk linier.
Page 12
12
2. Hasil pendugaan garis melalui fungsi produksi Cobb Douglas akan menghasilkan
koefisien regresi yang sekaligus juga menunjukkan besaran elastisitas.
3. Besaran elastisitas tersebut sekaligus menunjukkan tingkat besaran return to
scale.
Hal yang sama diungkapkan oleh Yuyun Wirasasmita bahwa dengan
menggunakan fungsi produksi Cobb Douglas dapat diketahui beberapa hal yang sama
penting antara lain :
1. Marginal Physical Product dari masing-masing input, yaitu perubahan pada
output sebagai akibat perubahan-perubahan pada input. Pemahaman tentang
marginal physical product penting untuk mengetahui produktivitas masing-
masing faktor input.
2. Elastisitas output dari masing-masing faktor input, yaitu perubahan persentase
dari output sebagai akibat perubahan persentase dari faktor input. Parameter ini
sangat penting terutama dalam usaha mengadakan perbaikan dari proses produksi
atau efisiensi dan juga untuk meramalkan misalnya dampak-dampak dari
perubahan dari faktor-faktor input.
3. Bagian dari faktor input, yaitu tenaga kerja dan modal dapat diketahui. Hal ini
sangat penting karena setiap proses produksi mempunyai dampak yang berbeda-
beda terhadap bagian-bagian tersebut. Bagian-bagian dari input juga suatu proses
perubahan sifat. Dengan pengetahuan mengenai fakto input dapat diketahui
sejauh mana padat kerja atau padat modal.
3 METODELOGI
3.1 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini bersumber dari ata
sekunder yaitu data berupa laporan survei industri besar sedang termasuk industri
barang-barang dari karet yang belum termasuk 25191 dan 25192. Data
dikumpulkan oleh Sub.Direktorat Industri Besar Sedang Badan Pusat Statistik
Republik Indonesia.
Page 13
13
3.2 Model Analisis Data
Model analsisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
Regresi Linier Berganda (Multiple Regression Linier) yang dimodifikasi dari
persamaaan fungsi Cobb-Douglas. Model persamaan regresi linier berganda
dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
Q = b0 X1b1
X2b2
X3b3
eu
Kemudian ditransformasi kedalam bentuk model linier logaritmatik menjadi :
Ln Q = Ln b0 + b1Ln X1 + b2Ln X2 + b3 Ln X3 + u
Dimana :
Q = total produksi industry barang-barang dari bahan karet yang belum termasuk
dalam 25191 dan 25192
b0 = intercept persamaan garis regresi
X1 = input mesin
X2 = input bahan baku
X3 = input tenaga kerja
b1 = elastisitas input mesin
b2 = elastisitas bahan baku
b3 = elastisitas tenaga kerja
u = error term
3.3 Analisis Regresi Linier Berganda
Analisis regresi linier berganda merupakan analisis regresi yang melibatkan
lebih dari satu variabel bebas (X1,X2,X3 β¦ Xp) dan mempunyai hubungan linier
dengan variabel tak bebas (Y) . Model regresi linier berganda yang melibatkan p buah
variabel bebas adalah :
Y= X1 X2 pXp
Dalam notasi matriks menjadi :
Y = XΞ² Ξ΅
Page 14
14
dengan Y adalah vektor berukuran n1 yang elemen-elemennya merupakan nilai-nilai
amatan dari variabel tak bebas, X adalah matriks rancangan (design matrix) yang
berukuran n( p 1) , Ξ² adalah vektor yang berukuran (p 1)1 yang elemen-
elemennya berupa parameter (koefisien) regresi, Ξ΅ adalah vektor galat berukuran n1,
dimana galat diasumsikan E (i ) = 0 , dan var(i) = ; i = 1, 2,β¦β¦. , n.
Pendugaan parameter regresi Ξ² dengan menggunakan metode kuadrat terkecil
berdasarkan model Y = XΞ² Ξ΅ adalah dengan meminimumkan jumlah kuadrat galat
(JKG) dimana JKG dirumuskan sebagaiberikut :
JKG = ΡΡ = (Y Xb)(Y Xb)
Jika X adalah matriks rancangan berukuran n( p 1) yang bersifat full rank dengan p
1 n ,maka penduga kuadrat terkecil untuk b adalah
π½ = π = πΏβ²πΏ β1πΏβ²π
3.4 Uji Simultan dan Uji Parsial
3.4.1 Uji Simultan (Uji F/ Over all test)
Pengujian ini dilakukan untuk melihat apakah variabel-variabel bebas secara
simultan berpengaruh terhadap variabel tak bebas.
Hipotesis:
H0 : Ξ²1 = Ξ²2 =β¦= Ξ²i = 0,artinya secara simultan variabel-variabel bebas tidak
memiliki pengaruh terhadap variabel tak bebas.
H1
: Ξ²i
β 0, artinya paling sedikit satu dari variabel-variabel bebas memiliki
pengaruh terhadap variabel tak bebas. Statistik uji untuk pengujian ini
menggunakan analisis keragaman (analysis of varians).
Page 15
15
3.4.2 Uji Parsial (Uji t/Partial t-test)
Uji ini digunakan sebagai penunjang dari uji overall F test. Digunakan untuk
melihat apakah variabel-variabel bebas secara parsial berpengaruh terhadap variabel
tak bebas.
Rumusan hipotesis untuk menguji parameter regresi secara parsial adalah sebagai
berikut:
H0 : j= 0 artinya koefisien regresi ke- j tidak signifikan atau variabel bebas ke- j
tidak berpengaruhnyata terhadap Y
H1 : j 0 artinya koefisien regresi ke- j signifikan atau variabel bebas ke- j
berpengaruh nyata terhadapY
Statistik uji yang digunakan untuk menguji parameter regresi secara parsial adalah :
π‘πππ‘π’ππ π½ π =π½ π
π£ππ π½ π
Jika π‘πππ‘π’ππ π½ π > π‘ πβπβ1 ;πΌ/2 , maka H0 ditolak yang artinya variabel bebas ke- j
berpengaruh nyata terhadap Y .
Selang kepercayaan untuk j dengan tingkat kepercayaan 100(1)% adalah
π½ π Β± π‘ πβπβ1 ;πΌ/2 π£ππ π½ π
Page 16
16
3.4.3 Uji Koefisien Determinasi (R2)
Uji koefisien determinasi (R2), dilakukan untuk melihat berapa proporsi variasi
dari variabel bebas secara bersama-sama dalam mempengaruhi variabel tidak
bebas, dengan formula (Gujarati, oleh Sumarno Zain, 1995 :207) sebagai berikut :
π
2 =π½πΎπ
π½πΎπ
Dimana :
JKR = jumlah kuadrat regresi (explained sum of squares)
JKY = jumlah total kuadrat
( total sum squares)
3.5 Pengujian Asumsi Klasik Regresi Linier dan Cara Mengatasinya
3.5.1 Linearitas
Pendeteksian Linearitas
Pasangan nilai X dan Y yang diwujudkan dalam bentuk titik (X,Y), disebut
koordinat. Kalau koordinat-koordinat ini dihubungkan satu sama lain secara
berurutan maka akan terbentuk satu garis, yang disebut garis regresi. Jika garis regesi
membentuk satu garis lurus, maka garis tersebut dinamakan fungsi linier. Namun
kalau tidak membentuk garis lurus, garis regresinya dinamakan fungsi non-linier.
Fungsi linier dapat menunjukan bentuk hubungan yang positif atau negatif. Secara
geometris linieritas dapat diartikan sebagai garis lurus, yang bisa memiliki nilai
positif atau negatif. Adapun langkah βlangkah yang dapat dilakukan untuk menguji
liniearitas suatu fungsi regresi linear :
Page 17
17
Hipotesisnya adalah
H0 : Model regresi linier
H1 : Model regresi tidak linier
Statistik uji :
Bila nilai F S2
TC/S2e β₯ F(1-Ξ±)(k-2,n-k) maka dalam hal ini kita dapat menolak hipotesis
bahwa model regresi linier. Selain dengan menggunakan tabel anova diatas, asumsi
liniearitas bisa dideteksi dengan menggunakan plot antara nilai-nilai residual (ei)
dengan nilai-nilai (Xi). Jika pencaran titik yang terbentuk tersebar secara acak di
sekitar nol, maka asumsi linearitas terpenuhi.
Page 18
18
3.5.2 Normalitas
Pendeteksian Normalitas
Uji normalitas data digunakan untuk memenuhi asumsi dilakukannya analisis
regresi yang akan melakukan penaksiran sekaligus pengujian, dimana untuk
kepentingan ini variabel yang bersifat random harus berdistribusi normal. Jika
sejumlah besar variabel random yang didistribusikan secara independen dan identik,
maka dengan beberapa pengecualian, distribusi jumlahnya cenderung ke distribusi
normal bila banyaknya variabel seperti itu meningkat tak terbatas (Gujarati, N.
Damodar, 1993:66).
Variabel pengganggu (Ξ΅i) dari suatu regresi disyaratkan berdistribusi nomal. Hal
ini untuk memenuhi asumsi zero mean (asumsi 3). Jika variabel (Ξ΅i) berdistribusi
normal maka variabel yang diteliti Y juga berdistribusi normal. Untuk menguji
normalitas (Ξ΅i),maka hipotesisnya yaitu :
H0 : Ξ΅i berdistribusi normal
H1: Ξ΅i tidak berdistribusi normal
Dengan statistik uji Jarque Berra,untuk menghitungnya dapat digunakan formula
Jarque Berra (JB test) berikut (Gujarati 1995).
24
)3(
6
22 KSnJB
Di mana S adalah skewness (kemencengan) dan K kurtosis (keruncingan). Hasil
hitung JB kemudian dibandingkan dengan tabel Chi Square dengan derajat bebas 2.
Tolak H0 jikan nilai JB > α΅‘(Ξ±;2)
Page 19
19
Mengatasi Non Normalitas
Jika asumsi ini tidak terpenuhi, artinya bahwa data tidak berdistribusi normal,
maka kesimpulan berdasarkan teori tidak berlaku. Adapun langkha-langkah yang
harus dilakukan yaitu :
1.Lakukan pemotongan data, mungkin ada data yang out liers (berada jauh dari rata-
rata) misalnya sangat tinggi nilainya atau sangat rendah.
2. Perbesar sampel, jika sampel besar sekali maka data akan mendekati normal,
asymptotically normal.
3. Lakukan transformasi data, misalnya dilogaritmakan. Dengan transformasi
logaritma maka data yang tidak normal akan membaik distribusinya. Mengapa,
karena rentangan data akan mendekati rata-ratanya. Karenanya, sebelum teori lebih
lanjut digunakan dan kesimpulan diambil berdasarkan teori di mana asumsi
normalitas dipakai, terlebih dahulu perlu diselidiki apakah asumsi itu terpenuhi atau
tidak (Sudjana, 2005: 150).
3.5.3 Autokorelasi
Pendeteksian Autokorelasi
Secara harfiah autokorelasi berarti adanya korelasi antara anggota observasi satu
dengan observasi lain yang berlainan waktu. Dalam kaitannya dengan asumsi metode
kuadrat terkecil (OLS), autokorelasi merupakan korelasi antara satu residual dengan
residual yang lain. Sedangkan satu asumsi penting metode OLS berkaitan dengan
residual adalah tidak adanya hubungan antara residual satu dengan residual yang lain.
Pada data time series, observasi sebelumnya dapat memiliki korelasi dengan
observasi sesudahnya, atau data periode t-1 mempunyai korelasi dengan data periode
t. Hal ini sering terjadi pada data periodik seperti bulanan, triwulanan, tahunan, dan
sebagainya. Keadaan seperti ini mengakibatkan asumsi bahwa E[ui,uj]=0, untuk i β j
Page 20
20
tidak terpenuhi. Kejadian dimana terdapat korelasi antara observasi periode t dan t-1
disebut autokorelasi.
Menurut Gujarati (1978), konsekuensi dari autokorelasi adalah :
a. Selang keyakinan atau confidence interval menjadi lebih lebar tidak perlu dan
pengujian signifikansi kurang kuat.
b. Varians residual akan underestimate dari sebenarnya. 2ΛΟ2Ο
c. Pengujian t dan F tidak sah lagi, dan jika diterapkan akan memberikan kesimpulan
yang menyesatkan.
Uji untuk mendeteksi apakah terjadi autokorelasi pada hasil regresi dapat dilakukan
dengan melihat nilai statistik Durbin Watson, dimana pengujian hipotesisnya :
H0 : Ο = 0, atau tidak terjadi autokorelasi
H1 : Ο β 0, atau terjadi autokorelasi
Dimana statistik ujinya :
π
= ππ β ππβπ
ππ=π΅π=π
ππππ=π΅π=π
Untuk uji dua arah, yaitu bahwa tidak ada autokorelasi positif maupun negatif, maka
jika :
d < dL
: menolak H0, atau terdapat autokorelasi positif
d > 4 β dL
: menolak H0, atau terdapat autokorelasi negatif
dU
< d < 4 β dU
: menerima H0, atau tidak terjadi autokorelasi
dL
β€ d β€ dU
atau 4 β dU
β€ d β€ 4 β dL
: pengujian tidak meyakinkan
Nilai dL
dan dU
dapat diperoleh dari tabel Durbin Watson.
Page 21
21
Mengatasi Autokorelasi
Apabila terdapat masalah autokorelasi, untuk mengatasinya, maka perlu dilakukan
tindakan perbaikan, yaitu transformasi variabel dengan mengunakan metode estimasi
Ο (rho) yang didasarkan pada statistik d Durbin-Watson (Gujarati,
DamodarN.,1998:394). Metode ini dikenal dengan nama Generalized Difference
Equation (First Difference Procedure). Langkah-langkah yang perlu dilakukan
adalah:
1.Persamaan regresi linier Yt =Ξ²0 +Ξ²1Xt +Ξ΅t dan Ξ΅t = ΟΞ΅t-1 +Vt
2. Untuk waktu ke- t-1 Yt-1 = Ξ²0 +Ξ²1Xt-1+Ξ΅t-1
3.Bila kedua sisi persamaan dikali dengan Ο,maka : ΟYt-1 = Ο Ξ²0 + Ο Ξ²1Xt-1+ ΟΞ΅t-1
4.Sekarang kedua persamaaan dikurangkan maka diperoleh persamaan
Yt - ΟYt-1 = (Ξ²0- ΟΞ²0 ) + (Ξ²1Xt - Ο Ξ²1Xt-1)+(Ξ΅t- Ο Ξ΅t-1)
5.Persamaan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:
Yt*= Ξ²0(1- Ο) + Ξ²1 Xt* + Vt
Dimana : Yt* = Yt- ΟYt-1 dan Xt*=Xt- ΟXt-1. (Catatan: nilai Ο masih diperbolehkan
diasumsikan sama dengan 1)
3.5.4 Homoskedastisitas
Pendeteksian Heteroskedastisitas
Rumus regresi diperoleh dengan asumsi bahwa variabel pengganggu (error) atau
Ξ΅, diasumsikan memiliki varian yang konstan (rentangan Ξ΅ kurang lebih sama). Jika
Page 22
22
ternyata varian dari Ξ΅ tidak konstan misalnya membesar atau mengecil pada nilai X
yang lebih tinggi, maka kondisi tersebut dikatakan tidak homoskedastik atau
mengalami heteroskedastik.
Konsekuensi jika asumsi regresi linier terpenuhi kecuali adanya
heteroskedastisitas, maka penaksir OLS tetap tak bias dan konsisten namun penaksir
tersebut tidak lagi efisien baik dalam sampel kecil maupun sampel besar (secara
asimtotik). Jika tetap menggunakan penaksir OLS pada kondisi heteroskedastis, maka
varian penaksir parameter koefisien regresi akan underestimate atau overestimate.
Beberapa pengujian yang digunakan untuk mendeteksi heteroskedastisitas
diantaranya:
1. Uji Goldfeld-Quandt
Langkah-langkah pengujiannya:
a. Urutkan nilai Xi (sesuai pertimbangan jika i>1 ) dari kecil ke besar
b. Abaikan beberapa pengamatan sekitar median sebanyak c pengamatan.
Sehingga tersisa (n-c) pengamatan.
c. Lakukan regresi pada pengamatan 1 dan hitung nilai SSE 1.
d. Lakukan regresi pada pengamatan 1 dan hitung nilai SSE 1.
e. Hitung df (jumlah pengatamatan dikurangi jumlah parameter).
f. Hipotesis
H0 :Data mempunyai varians homoskedastisitas.
H1 : Data tidak mempunyai varians homoskedastisitas.
g.Statistik Uji
π =πππΈ1/ππ1
πππΈ2/ππ2
Tolak H0 jika nilai π > F(Ξ±;k-1;n-k-1)
(*k = banyaknya parameter yang diestimasi).
Page 23
23
2. Alat untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan analisis
residual dengan membuat plot antara nilai prediksi (ZPRED) pada sumbu X
dengan nilai residualnya (SRESID) pada sumbu Y. Jika ditemukan terdapat pola
tertentu (garis lurus, diagonal, gelombang, dan lain-lain) yang jelas dan titik
mengumpul di atas atau di bawah sumbu X, maka dapat dikatakan terdapat
heteroskedastisitas. Sedangkan apabila tidak terdapat pola yang jelas serta titik
menyebar di atas dan di bawah sumbu X, maka tidak terjadi heteroskedastisitas
atau model regresi baik untuk digunakan (Gujarati, 1978).
Mengatasi Heteroskedastisitas
Apabila terjadi heteroskedastisitas maka dapat dilakukan beberapa cara berikut
untuk mengatasinya yaitu:
1.Metode Generalized Least Squares (GLS)
Merupakan salah satu jenis transformasi dengan mengalikan 1
ππ , sehingga
diperoleh persamaan regresi
ππππ
= π½0 1
ππ + π½1
ππππ +
ππππ
Maka diperoleh transformed model sebagai berikut:
Yi* = Ξ²0 +Ξ²1X1*+Ξ΅i*
Bukti bahwa model sudah tidak heteroskedastis
πΈ ππβ2 = πΈ
ππ2
ππ2 =
1
ππ2 ππ
2 = 1
Page 24
24
2.Metode Transformasi Logaritma
Transformasi ini untuk memperkecil skala antar variabel bebas. Dengan
semakin sempitnya range nilai observasi diharapkan variasi error juga tidak
akan berbeda besar antar kelompok observasi.
Model yang digunakan
Ln Yi = Ξ²0 + Ξ²1Ln Xi +Ξ΅i
3.Transformasi dengan 1/Xi
Asumsi πΈ ππ2 = π2ππ
2
Transformasi menghasilkan
ππππ
= π½0 1
ππ + π½1 +
ππππ
Atau dapat ditulis Yi* = Ξ²0 X0*+ Ξ²1+Vi
Bukti varian telah konstan:
πΈ ππ
2
ππ2 =
1
ππ2 πΈ(ππ
2) =1
ππ2 ππ
2ππ2 = ππ
2
4.Transformasi dengan 1
ππ
Asumsi πΈ ππ2 = π2ππ
5.Transformasi dengan E(Yi)
Asumsi πΈ ππ2 = π2 πΈ(ππ)
2
3.5.5 Multikolinearitas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan
adanya korelasi antar variabel bebas (independent). Model regresi yang baik
seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas. Jika variabel bebas saling
berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak ortagonal. Variabel ortagonal adalah
variabel bebas yang nilai korelasi antar sesama variabel bebas sama dengan nol.
Adanya multikolinieritas masih menghasilkan estimator yang BLUE, tetapi
menyebabkan suatu model mempunyai varian yang besar sehingga mengakibatkan
Page 25
25
sulit mendapatkan estimasi yang tepat, interval estimasi akan cenderung lebih lebar
dan nilai hitung statistik uji t akan kecil yang membuat variabel independen secara
statistik tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen. Walaupun secara individu
variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen melalui uji
statistik, namun nilai koefisien determinasi masih relatif tinggi.
Pendeteksian Multikolinearitas
Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinieritas di dalam model regresi
dapat dilihat dari nilai tolerance dan lawannya, yaitu variance inflation factor (VIF).
Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel bebas manakah yang dijelaskan oleh
variabel bebas lainnya. Dalam pengertian sederhana setiap variabel bebas menjadi
variabel terikat dan diregres terhadap variabel bebas lainnya. Tolerance mengukur
variabilitas variabel bebas yang terpilih yang tidak dapat dijelaskan oleh variabel
bebas lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF yang tinggi
(karena VIF = 1/tolerance)
ππΌπΉ =1
1 β π
π2
dan menunjukkan adanya kolinieritas yang tinggi. Nilai cut-off yang umum dipakai
adalah nilai tolerance 0,10 atau sama dengan nilai VIF diatas 10 (Ghozali, Imam,
2001: 57). Sedangkan jika nilai toleransi yang digunakan adalah 0,2 maka nilai cut
off yang digunakan adalah nilai VIF diatas 5.
Mengatasi Multikolinearitas
Jika pada model terdapat masalah multikolinieritas yang serius, salah satu metode
sederhana yang bisa dilakukan adalah dengan menghilangkan salah satu variabel
independen yang mempunyai hubungan linier kuat (Gujarati, Damodar N., 2003).
Dengan memanfaatkan informasi apriori juga sangat membantu untuk
meminimalisasi kemungkinan terjadi multikoliniearitas. Selain itu menghubungkan
Page 26
26
data cross-sectional dan data time series (panel data) dapat menjadi alternatif
berikutnya. Transformasi variabel seperti pada kejadian autokorelasi juga dapat
dilakukan untuk mengatasi multikolinearitas.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Dari hasil pengolahan dengan menggunakan software SPSS versi 16.00 maka
diperoleh hasil sebagai berikut :
a. Pengujian Simultan, Parsial, dan koefisien determinasi
Dari pengolahan tersebut ditemukan bahwa diantara variabel-variabel bebas
yang dimasukkan, hanya satu variabel bebas yang signifikan secara statistik
dalam mempengaruhi tingkat produksi. Keberartian ketiga faktor input secara
simultan terhadap output menunjukkan hubungan yang sangat signifikan
sebagaimana ditunjukkan oleh F-hitung 346,633 (lampiran 4). Signifikansi
secara simultan sebesar 0,000 lebih kecil dari alpha (Ξ± = 0,05).Variabel yang
signifikan secara parsial adalah bahan baku. Nilai p-value menunjukkan angka
0,000 lebih kecil dari level signifikansi 0,05. Nilai koefisien determinasi (R2)
menunjukkan angka 0,98 yang berarti bahwa varians produksi (output) 98 persen
mampu dijelaskan oleh variabel tenaga kerja, mesin, dan bahan baku (input)
secara simultan sisanya sebanyak 2 persen dapat dijelaskan oleh error (lampiran
3).
b. Model yang terbentuk
Berdasarkan hasil pengolahan maka diperoleh model sebagai berikut:
Ln Produksi = 3,085 β 0,046 Ln Mesin + 0,843 Ln Bahan Baku + 0,125 Ln
Tenaga Kerja (lampiran 4).
Atau bila dituliskan dalam bentuk fungsi Cobb Douglas
Page 27
27
πππππ’ππ π = π 3,085 β 0,046 Ln Mesin + 0,843 Ln Bahan Baku + 0,125 Ln Tenaga Kerja
πππππ’ππ π = π3,085 . π ln πππ ππ β0,046. π ln π΅ππππ π΅πππ’ 0,843
. π ln ππππππ πΎππππ 0,125
πππππ’ππ π = π3,085 .πππ ππβ0,046 .π΅ππππ π΅πππ’0,843 .ππππππ πΎππππ0,125
c. Pengujian Linearitas
Berdasarkan hasil pengolahan dengan menggunakan SPSS 16.00 (lampiran 5)
antara produksi dan mesin diperoleh nilai signifikansi 0,022 < 0,05 (alpha) maka
regresi tidak linier. Sedangkan untuk produksi dan bahan baku hanya bisa dilihat
dari plot dan hasil uji parsial variabel bahan baku. Dapat disimpulkan bahwa
regresi linier. Produksi dan tenaga kerja menghasilkan nilai signifikansi sebesar
0,583 > 0,05 (alpha) sehingga kesimpulannya model regresi linier. Asumsi
liniearitas harus terpenuhi secara simultan, apabila ada variabel yang non
linearitas dalam hal ini variabel mesin maka dapat diabaikan dan model regresi
linier dapat digunakan untuk melakukan estimasi.
d. Pengujian Asumsi Normalitas
Pada grafik Normal P-P Plot of Regresson Residual data menyebar di sekitar
sumbu diagonal dan membentuk suatu garis tertentu. Hasil pengujian statistik
untuk normalitas sisaan, nilai statistik uji Kolmogorov-Smirnov sebesar
0,081dengan signifikansi 0,200 (lampiran7). p-value > Ξ± (0,05) dengan demikian
asumsi normalitas terpenuhi. Dengan menggunakan pengujian statistic Jarque-
Berra(JB), dengan nilai koefisien skewness -0,041dan koefisien kurtosis
1,381(Lampiran 6) maka diperoleh nilai JB sebesar 5,1463. JB < α΅‘2(2) maka dapat
disimpulkan asumsi normalitas terpenuhi.
e. Pengujian Autokorelasi
Autokorelasi dapat dilihat dari nilai statistik Durbin Watson dari hasil
pengolahan. Pada bagian Model Summary dari hasil olahan didapat nilai
statistic Durbin-Watson sebesar 2,113(Lampiran 8). Nilai dL dan dU pada
tabel Durbin βWatson untuk n=47 dan jumlah variabel bebas 3 masing-
Page 28
28
masing sebesar 1,40 dan 1,60. Nilai statistic Durbin-Watson berada diantara
dU dan 4-dU sehingga dapat disimpilkan bahwa tidak terjadi autokorelasi
pada model regresi yang terbentuk.
f. Pengujian Heteroskedastisitas
Dengan menggunakan Uji Goldfield-Quandt, variabel produksi, tenaga
kerja, dan mesin diurutkan sesuai berdasarkan variabel bahan baku karena
hanya variabel ini yang signifikan secara statistik. Nilai c ditetapkan sebanyak
3. Pada kelompok I diperoleh nilai mean square error (MSE) sebesar 0,150.
Sedangkan pada kelompok II nilai MSE sebesar 0,061. Maka nilai Ξ» = 2,4590.
Nilai Tabel F (0,05;2,43) = 3,2237(lampitan 9). Ξ» < F (0,05;2,43) , maka tidak tolak
H0. Dengan demikian asumsi homoskedastisitas terpenuhi.
g. Pengujian Multikolinearitas
Multikolinearitas terjadi apabila nilai VIF dari masing-masing variabel
lebih dari 5. Dari hasil pengolahan ditemukan bahwa nilai VIF pada masing-
masing variabel adalah 1,810 untuk mesin, 2,671 untuk bahan baku dan 2,366
untuk tenaga kerja (Lampiran 5). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
tidak terjadi multikolinearitas dalam model regresi yang dibentuk (lampiran
10).
h. Pengujian Outlier
Dari hasil penghitungan leverage value maka ada dua nilai yang termasuk
outlier, sebab nilainya melebihi 2π
π = 2 β 447 = 0,1702. Yaitu data ke
β 6 dan ke -56. Namun data tersebut dapat tetap dimasukkan sebab asumsi
lain terpenuhi, outlier tersebut merupakan outlier yang tidak berarti (lampiran
11).
Page 29
29
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pengaruh Mesin Terhadap Produksi Barang-Barang dari Karet
yang belum termasuk 25191 dan 25192
Berdasarkan hasil pengolahan (lampiran 3) terlihat untuk
variabel ln mesin diperoleh nilai t hitung sebesar 1,583 sedangkan nilai t
(0,975;43) sebesar 2,0179 untuk derajat bebas (df ) 43. Nilai p-value atau
signifikansi t sebesar 0,121 lebih besar dari nilai alpha (Ξ± =0,05).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel mesin tidak
signifikan secara statitik,tetapi secara teori dan kondisi sebenarnya
tetap mempunyai pengaruh terhadap produksi barang-barang dari karet
yang belum termasuk 25191 dan 25192.
Koefisien ln mesin sebesar - 0,046 sekaligus menunjukkan
besarnya elastisitas input mesin terhadap produksi barang-barang dari
karet, yang artinya jika kenaikan mesin setiap satu persen dengan
diasumsikan input lain (bahan baku dan tenaga kerja) konstan hanya
akan menurunkan produksi barang-barang dari karet yang belum
termasuk 25191 dan 25192 sebesar 0,046persen.
Elastisitas penggunaan mesin terhadap output bersifat tidak
elastis atau inelastis (Ei β€ 0,6). Hal ini menunjukkan peningkatan
output relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan peningkatan
jumlah mesin. Penggunaan input mesin sudah berada dalam kondisi
yang kurang menguntungkan (decreasing return to scale) dan
marginal produktivitas mesin sudah mulai menurun.
Page 30
30
4.2.2 Pengaruh Bahan Baku Terhadap Produksi Barang-Barang dari
Karet yang belum termasuk 25191 dan 25192
Bahan baku yang digunakan dapat dibedakan atas dua yaitu
bahan baku impor dan bahan baku lokal. Persentase untuk masing-
masing jenis komoditas diantaranya yaitu : 34,52 persen bahan baku
impor dan 65,48 bahan baku lokal (lampiran12)
Berdasarkan hasil pengolahan (lampiran 1) terlihat untuk
variabel ln bahan baku diperoleh nilai t hitung sebesar 19,308
sedangkan nilai t (0,975;43) sebesar 2,0179 untuk derajat bebas (df ) 43.
Nilai t hitung lebih kecil dibandingkan dengan nilai t (0,975;43). Nilai p-
value atau signifikansi t sebesar 0,000 lebih kecil dari nilai alpha (Ξ±
=0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel bahan
baku signifikan secara statitik dan secara teori mempunyai pengaruh
terhadap produksi barang-barang dari karet yang belum termasuk
25191 dan 25192.
Koefisien ln bahan baku sebesar 0,843 sekaligus menunjukkan
besarnya elastisitas input bahan baku terhadap produksi barang-barang
dari karet, yang artinya jika bahan baku sebesar satu persen dengan
diasumsikan input lain (mesin dan tenaga kerja) konstan maka
produksi barang-barang dari karet yang belum termasuk 25191 dan
25192 akan meningkat sebesar 0,843 persen.
Elastisitas penggunaan bahan baku terhadap output bersifat
elastis (Ei > 0,6). Hal ini menunjukkan peningkatan output relatif lebih
besar jika dibandingkan dengan peningkatan bahan baku. Relatif
besarnya peningkatan output kmenandakan bahwa produktivitas input
bahan baku masih tinggi. Dengan demikian penggunaan faktor input
modal masih mempunyai peluang untuk dapat ditingkatkan karena
penggunaan bahan baku baru berada pada kondisi increasing return to
Page 31
31
scale. Pemakaian bahan baku dapat ditingkatkan sampai tercapainya
kondisi optimum penggunaan input bahan baku.
4.2.3 Pengaruh Tenaga Kerja Terhadap Produksi Barang-Barang dari
Karet yang belum termasuk 25191 dan 25192
Tenaga kerja dapat dibedakan berdasarkan jenis kealmin
menjadi tenaga kerja laki-laki dan perempuan. Persentase tenaga kerja
laki-laki sebesar 30,81 persen dan perempuan sebesar 69,19 persen.
Diagram lingkaran (lampiran) menunjukkan bahwa tenaga kerja di
industri ini didominasi oleh tenaga kerja perempuan.
Berdasarkan hasil pengolahan (lampiran 1) terlihat untuk
variabel ln tenaga kerja diperoleh nilai t hitung sebesar 1,746
sedangkan nilai t (0,975;43) sebesar 2,0179 untuk derajat bebas (df ) 43.
Nilai t hitung lebih kecil dibandingkan dengan nilai t (0,975;43). Nilai p-
value atau signifikansi t sebesar 0,088 lebih kecil dari nilai alpha (Ξ±
=0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel tenaga
kerja tidak signifikan secara statitik tetapi secara teori dan keadaan di
lapangan mempunyai pengaruh terhadap produksi barang-barang dari
karet yang belum termasuk 25191 dan 25192.
Koefisien ln bahan baku sebesar 0,125 sekaligus menunjukkan
besarnya elastisitas input bahan baku terhadap produksi barang-barang
dari karet, yang artinya jika input tenaga kerja naik sebesar satu persen
dengan diasumsikan input lain (mesin dan bahan baku) konstan maka
produksi barang-barang dari karet yang belum termasuk 25191 dan
25192 akan meningkat sebesar 0,125 persen.
Pengaruh input terhadap output bersifat tidak elastis atau
inelastis (Ei β€ 0,6). Hal ini menunjukkan peningkatan output relatif
lebih rendah jika dibandingkan dengan peningkatan tenaga kerja.
Page 32
32
Penggunaan input tenaga kerja sudah berada dalam kondisi yang
kurang menguntungkan (decreasing return to scale) dan marginal
produktivitas tenaga kerja sudah mulai menurun.
Secara bersamaβsama penggunaan input mesin, bahan baku dan tenaga
kerja dalam proses produksi berada pada kondisi optimum sebagaimana
ditunjukkan oleh homogenity degree sebesar 0,922. π½1+π½2 + π½3 < 1
menandakan bahwa penambahan faktor produksi akan menghasilkan
tambahan produksi lebih kecil (Decreasing Returns to Scale). Kondisi
secara simultan dengan t = 2, menunjukkan bahwa jika semua input
dinaikkan dua kali lipat (kenaikan 100 %) maka output meningkat sebesar
t0,922
=20,922
= 1,8947 kali. Artinya penambahan input sebesar 1 persen akan
menambah produksi 0,922 sehingga mengindikasikan produksi barang-
barang dari karet belum berproduksi secara optimal.
4.2.4 Average Product
Untuk menghitung produksi rata-rata perusahaan secara keseluruhan
maka dapat didekati dengan menggunakan perbandingan nilai rata-rata dari
produksi dengan rata-rata mesin, bahan baku, dan tenaga kerja. Berdasarkan
data yang digunakan diperoleh rata-rata produksi perusahaan sebesar
33.194.294,9540, rata-rata jumlah mesin 9165.326,2989 unit per perusahaan
rata-rata jumlah bahan baku 18.141.164,4138 per perusahaan, rata-rata
jumlah tenaga kerja per perusahaan 358,3678 orang.
a. Average Product of Labour (APL)
π΄ππΏ =π
πΏ =
33.194.294,9540
358,3678 = 92626,32821
Artinya rata-rata produktivitas tiap tenaga kerja adalah sebesar
92626,32821 per tenaga kerja.
Page 33
33
b. Average Product of Capital (APK)
π΄ππΎ =π
πΎ =
33.194.294,9540
9165.326,2989= 3,62173
Artinya rata-rata produktivitas mesin adalah sebesar 92.626.32821 setiap
satu satuan unit mesin.
c. Average Product of Raw Material (APB)
π΄ππΎ =π
π΅ =
33.194.294,9540
18.141.164,4138= 1,8297
Artinya rata-rata produktivitas mesin adalah sebesar 92.626.32821 setiap
satu satuan unit mesin.
4.2.5 Marginal Product
Untuk mendapatkan nilai dari produksi marjinal dapat dihitung
melalui nilai elastisitas dan nilai produksi rata-rata.
a. Marginal Product of Labour (MPL)
πππΏ
π΄ππΏ=
ππ
ππΏ π₯
π
πΏ= πΈπΏ maka πππΏ = πΈπΏ π₯ π΄ππΏ
πππΏ = 0,125 π₯ 92626,32821
πππΏ = 11578,29101
Artinya setiap terjadi penambahan 1 unit tenaga kerja maka akan
menambah output sebanyak 11.578,2910 unit.
b. Marginal Product of Capital (MPK)
πππΎ
π΄ππ=
ππ
ππΎ π₯
π
πΎ= πΈπΎ maka πππΎ = πΈπΎ π₯ π΄ππΎ
πππΎ = 0,046 π₯ 3,62173
πππΎ = 0,16660
Page 34
34
Artinya setiap terjadi penambahan 1 unit mesin maka akan menambah
output sebanyak 0,16660 unit.
c. Marginal Product of Raw Material (MPB)
πππ΅
π΄ππ΅=
ππ
ππ΅ π₯
π
π΅= πΈπ΅ maka πππ΅ = πΈπ΅ π₯ π΄ππ΅
πππ΅ = 0,843 π₯1,8297
πππ΅ = 1,5424371
Artinya setiap terjadi penambahan 1 unit bahan baku maka akan
menambah output sebanyak 1,542431 unit.
5 KESIMPULAN
Kegiatan industri barang-barang dari karet masih bersifat padat kapital. Hasil
analisis memberikan indikasi bahwa kegiatan barang-barang dari karet pada
umumnya masih sangat tergantung dengan mesin sebagai faktor produksi. Untuk
mencapai kondisi optimum, input bahan baku harus ditingkatkan sementara
pemakaian input mesin dan tenaga kerja harus dikurangi sehingga tercapai kondisi
keseimbangan. Dengan mengurangi input mesin dan tenaga kerja maka
produktivitasnya cenderung meningkat. Jika tidak dilakukakan hal yang demikian
produktivitas mesin dan tenaga kerja cenderung mengalami penurunan dan
akhirnya perusahaan akan mengalami kerugian, karena produktivitas mesin dan
tenaga kerja tidak cukup untuk menutupi biayanya. Selama ini justru yang lebih
banyak bahan baku diekspor untuk mendapatkan profit yang lebih tinggi.
Secara bersama βsama penggunaan ketiga input tersebut menjadikan industry
barang-barang dari karet berada dalam kondisi tidak ekonomis. Hal ini terjadi
akibat tidak seimbangnya pengunaan input mesin, bahan baku, dan tenaga kerja.
Keseimbangan tersebut akan tercapai jika nisbah antara marginal productivitas
masing-masing faktor input dibagi dengan harga berada dalam besaran yang sama.
Page 35
35
DAFTAR PUSTAKA
Amar, Syamsul.1997.Jurnal Analisis Fungsi Produksi Cobb-Doglas Pada Kegiatan
Industri Kecil di Sumatra Barat.Padang No.4 Tahun XXII : Forum Pendidikan
IKIP Padang
Bhakti,Haris Prasetyo,dkk.2008.Jurnal Analisis Regresi Komponen Utama Untuk
Mengatasi Masalah Multikolinearitas Dalam Analisis Regresi Linier
Berganda.Jakarta : FMIPA-Universitas Negeri Jakarta.
Gasperz,Vincent.1991.Ekonometrika Terapan1. Bandung : Tarsinto
Gujarati,D.N.1995,Basic Econometrics 3rd
Edition. New York : McGraw-Hill.
Heady dan Dilton.1987. Agriculture Production Function. Lowa: Lowa State
University Press.
Joesran dan Fathorrozi.2003.Teori Ekonomi Mikro,Edisi Pertama.Jakarta : Salemba
Empat.
J. Supranto.2004.Ekonometri.Jakarta: Grahalia Indonesia
Myers,R.H. & Milton,J.S.1991.A First Course In The Theory Of Linier Statistical
Models.Boston:PWS-KENT Publishing Company, Boston.
Nicholson, Walter.1994. Teori Ekonomi Mikro,terjemahan Deliarnov, Edisi Kedua.
Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, Yogyakarta.
Salvatore, Dominick.2001.Managerial Economics,Dalam Perekonomian Global Jilid
I Edisi Keempat.Jakarta : Erlangga.
Sukartawi.1990. Ekonomi Produksi. Yogyakarta : UGM Press.