1 PENGARUH INTENSITAS CAHAYA TERHADAP DEGRADASI WARNA SIRUP YANG DIWARNAI UMBI BIT MERAH (Beta vulgaris L. var. rubra L.) THE EFFECT OF LIGHT INTENSITY ON THE COLOR DEGRADATION OF SYRUP COLORED WITH RED BEET (Beta vulgaris L. var. rubra L.) Giwang Petriana*,Lydia Ninan Lestario**, Yohanes Martono** *Mahasiswa Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika **Dosen Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana Jln. Diponegoro 52-60, Salatiga, 50711 ([email protected]) ABSTRACT The aims of this research were to determine concentration of red beet syrup which used to color degradation rate, and to determine color degradation rate constant in red beet syrup with various light intensity. Organoleptic test has been done in various concentrations of red beet syrup by 25 panelists. The light used for color degradation test were 803,21 lux, 1.718,72 lux, 2.465,68 lux, 6.352,85 and 54.203,77 lux. Organoleptic test and color degradation rate constant were analyzed by Randomized Complete Block Design (RCBD), then compared with Honestly Significant Difference Test (HSD) 5%. The results showed that the concentration of red beet syrup which panelists like was 2,5%, and then used for color degradation test was 5%. The degradation constant rate was getting bigger along with the increasing of light intensity (0,0110-0,0482 hour -1 ). Key words: red beet, colour degradation, syrup. PENDAHULUAN Warna tampaknya sudah tidak bisa dipisahkan dari berbagai jenis makanan dan minuman olahan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa warna makanan besar sekali pengaruhnya terhadap kesan pertama konsumen pada makanan tersebut. Produsen pun berlomba-lomba untuk menarik perhatian para konsumen dengan menambahkan pewarna pada makanan dan minuman (Novi,2010). Secara umum pewarna makanan digolongkan menjadi dua, yaitu pewarna alami dan pewarna sintetis. Apabila ditinjau dari segi keamanan pangan, pewarna sintetis dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan
17
Embed
Pengaruh Intensitas Cahaya Terhadap Degradasi Warna Sirup ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
PENGARUH INTENSITAS CAHAYA TERHADAP DEGRADASI WARNA
SIRUP YANG DIWARNAI UMBI BIT MERAH (Beta vulgaris L. var. rubra L.)
THE EFFECT OF LIGHT INTENSITY ON THE COLOR DEGRADATION OF
SYRUP COLORED WITH RED BEET (Beta vulgaris L. var. rubra L.)
Giwang Petriana*,Lydia Ninan Lestario**, Yohanes Martono** *Mahasiswa Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika
**Dosen Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana
The aims of this research were to determine concentration of red beet syrup which used to color degradation rate, and to determine color degradation rate constant in red beet syrup with various light intensity. Organoleptic test has been done in various concentrations of red beet syrup by 25 panelists. The light used for color degradation test were 803,21 lux, 1.718,72 lux, 2.465,68 lux, 6.352,85 and 54.203,77 lux. Organoleptic test and color degradation rate constant were analyzed by Randomized Complete Block Design (RCBD), then compared with Honestly Significant Difference Test (HSD) 5%.
The results showed that the concentration of red beet syrup which panelists like was 2,5%, and then used for color degradation test was 5%. The degradation constant rate was getting bigger along with the increasing of light intensity (0,0110-0,0482 hour-1). Key words: red beet, colour degradation, syrup. PENDAHULUAN
Warna tampaknya sudah tidak bisa dipisahkan dari berbagai jenis makanan dan
minuman olahan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa warna makanan besar sekali
pengaruhnya terhadap kesan pertama konsumen pada makanan tersebut. Produsen pun
berlomba-lomba untuk menarik perhatian para konsumen dengan menambahkan
pewarna pada makanan dan minuman (Novi,2010). Secara umum pewarna makanan
digolongkan menjadi dua, yaitu pewarna alami dan pewarna sintetis. Apabila ditinjau
dari segi keamanan pangan, pewarna sintetis dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan
2
karena mengandung senyawa karsinogen yang berpotensi memicu suatu penyakit
(Tarigan, 2010).
Meskipun penambahan zat pewarna sintetis tersebut berbahaya bagi kesehatan,
pewarna jenis ini memiliki sifat kemudahan dalam hal aplikasi (Pitojo dan Zumiati,
2009). Dengan demikian, penelitian yang terkait dengan pengembangan penggunaan
pewarna alami untuk makanan dan pemanfatannya dirasakan semakin penting.
Salah satu sumber pewarna alami yang dapat digunakan sebagai pewarna makanan
dan minuman adalah betalain. Bit merah (Beta vulgaris L. var. rubra L.) adalah salah
satu penghasil pigmen tersebut. Menurut Nottingham (2004, dalam Rahayu dkk., 2010)
betalain yang terkandung dalam beetroot telah digunakan sebagai pewarna makanan,
seperti pada ice cream dan makanan penutup beku dengan tanpa mengubah rasa. Hal ini
dibuktikan dengan tidak adanya efek karsinogenik atau efek toksik lainnya sehingga
ekstrak bit merah aman sebagai pewarna makanan (Francis, 2002). Umbi bit merah
banyak dimanfaatkan sebagai sumber pewarna merah karena kaya akan kandungan
betanin (Grubben dan Penton, 2004).
Betalain merupakan turunan immonium dari betalamic acid dan yang terbagi ke
dalam merah-ungu (betasianin) dan kuning-orange (betaxanthin). Menurut Stintzing dan
Carle (2008), betalain bit merah terdiri dari betanin, isobetanin, prebetanin, dan dalam
jumlah sedikit vulgaxanthin I dan vulgaxanthin II (Gambar 1).
Gambar 1. Struktur Betanin (Jeszka, 2007)
Pigmen betalain mengandung gugus aglikon dan glikon (berupa glukosa) akan
terhidrolisa dalam suasana asam pekat. Betalain merupakan pigmen yang dapat larut
3
dalam pelarut polar (Jerz et al.,2008). Oleh karena itu ekstraksi betalain umum
dilakukan dengan menggunakan asam encer dalam senyawa polar seperti air dan
metanol (Tranggono,1990).
Kelarutan betalain dalam pelarut air, menyebabkan pigmen ini mudah dimanfaatkan
sebagai sumber pewarna makanan, sehingga dimungkinkan betalain yang terkandung
dalam bit merah dapat diaplikasikan dalam bentuk minuman, yakni sirup. Sirup
merupakan minuman ringan berupa larutan kental dengan cita rasa beraneka ragam
(Hartiati dkk., 2009). Sampai saat ini penelitian mengenai pigmen betalain masih belum banyak
dilakukan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka dilakukan suatu penelitian mengenai
stabilitas warna umbi bit merah sebagai pewarna pada sirup. Namun menurut Wang et
al.,(2006) stabilitas betalain dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya cahaya.
Berdasarkan latar belakang di atas penelitian ini bertujuan untuk menentukan
konsentrasi sari umbi bit merah yang disukai untuk diaplikasikan pada sirup, dan
menentukan konstanta laju degradasi warna dari sirup umbi bit merah (Beta vulgaris L.
var. rubra L.) selama disinari oleh cahaya matahari dan cahaya lampu fluorescent
dengan berbagai intensitas.
METODE
Bahan dan Alat
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi bit merah (Beta vulgaris
L.var. rubra L.) yang diperoleh dari desa Kopeng, Kab. Semarang. Bahan lain meliputi
gula pasir (merk Gulaku), pewarna makanan merah (merk Rajawali) dan pewarna
makanan ungu (merk Rajawali). Sedangkan bahan kimia yang digunakan meliputi
metanol (teknis), HCl, Na2HPO4, dan KH2PO4(Merck, Jerman).
Alat yang digunakan adalah juice extractor (Miyako, JE 607), vial (d=2,4 cm,t=4,8
SE 0,34 0,34 0,26 0,26 0,36 0,41 W =0,59 (d) (cd) (c) (bc) (ab) (a) Keterangan : *Skala: 1 = Sangat tidak suka, 2 = Tidak suka, 3 = agak suka , 4 = Suka, 5 = Sangat suka
Hasil uji organoleptik secara hedonik sirup yang diwarnai bit merah secara
keseluruhan, menunjukkan hasil tertinggi pada konsentrasi 2,5%, dan 5%. Sehingga
untuk pengujian stabilitas warna sirup, konsentrasi yang akan digunakan adalah
konsentrasi sirup bit merah 5%. Hal ini berdasarkan tingkat kesukaan panelis dari
parameter warna, dimana hasil uji hedonik konsentrasi sirup bit merah 5% memiliki
12
tingkat kesukaan yang setara dengan sirup pewarna sintetik, serta kandungan betalain
dalam sirup bit merah konsentrasi 5% diduga lebih tinggi dibandingkan sirup bit merah
dengan konsentrasi 2,5%. Sehingga degradasi warna sirup bit merah dengan konsentrasi
5% akan lebih kecil dibanding dengan degradasi warna sirup bit merah konsentrasi
2,5%.
Viskositas Sirup Bit Merah 5%
Viskositas merupakan salah satu parameter fisik dari cairan, dalam hal ini sirup.
Viskositas sirup bit merah 5% menghasilkan viskositas 14,03cP ± 0,053. Jika
dibandingkan dengan nilai viskositas beberapa sirup, sirup jeruk (Ismawan, 2003) yang
sebesar 4,55-9,86 cP dan sirup rosella (Mukaromah dkk.,2010) sebesar 11-12 cP, maka
nilai viskositas dari sirup bit merah yang dihasilkan lebih besar. Hal yang
mempengaruhi besarnya viskositas yang dhasilkan adalah gula dalam sirup. Sirup bit
merah menggunakan gula 65%, sedangkan sirup rosella sebesar 40%, dan sirup jeruk
25%. Viskositas dalam cairan ditimbulkan oleh gesekan dalam lapisan-lapisan dalam
cairan, sehingga makin besar gesekan yang terjadi maka viskositasnya semakin besar,
begitu juga jika gesekan yang terjadi lebih kecil, maka viskositasnya kecil (Sutinah
dkk., 2008).
Kadar Air Umbi Bit Merah
Kadar air umbi bit merah dapat dilihat pada Tabel 4, yang menunjukkan bahwa
kandungan air umbi bit merah sebesar 90,05 ± 1,09 %. Nilai kadar air umbi bit merah
ini tidak jauh berbeda jika dibandingkan dengan kadar air umbi bit merah hasil
penelitian Grubben dan Penton (2004) yaitu 87,6 %.
Tabel 4. Kadar Air Umbi Bit Merah
Umbi Bit Merah
푿 ± SE 90,05 ± 1,09 Keterangan : Data diperoleh dari 3 ulangan, masing-masing dilakukan secara triplo
13
Fotodegradasi Warna Sirup Umbi Bit Merah 5%
Uji degradasi warna sirup bit merah dapat dilihat pada Tabel 5, yang menunjukkan
nilai konstanta laju degradasi warna sirup umbi bit merah meningkat seiring
meningkatnya pula intensitas cahaya. Nilai konstanta laju degradasi warna sirup bit
merah antara 0,0110-0,0482 jam-1.
Proses penyinaran yang dikenakan pada sirup umbi bit merah 5% menyebabkan
terjadinya berkurangnya intensitas warna merah. Hal ini berdasarkan penurunan
absorbansi ekstrak sirup dalam pelarut metanol-HCl 1% pada panjang gelombang 554
nm. Degradasi warna sirup setelah penyinaran, baik sinar matahari ataupun cahaya
lampu, mengikuti orde reaksi satu.
Tabel 5. Konstanta Laju Degradasi Warna Sirup Umbi Bit Merah 5 % (jam-1)
Intensitas Konstanta
푿 ± SE
803,21 0,0110 ± 0,0023 a
1.718,72 0,0152± 0,0032 ab
2.465,68 0,0172 ± 0,0033 b
6.352,85 0,0236 ± 0,0059 c
54.203,77 0,0482 ± 0,0053 d
W = 0,0043 Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan antarperlakuan tidak berbeda
secara bermakna, sedangkan angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan antarperlakuan berbeda secara bermakna, w = BNJ 5 %
Degradasi betalain ini disebabkan oleh degradasi betasianin yang terkandung dalam
bit merah. Vargas dan Lopez (2003) menyebutkan degradasi pigmen betasianin
mengikuti orde reaksi ke-1, dengan nilai k=0,11/hari (0,0458/jam) untuk penyinaran
dengan cahaya lampu fluorescent. Jika dibandingkan dengan hasil konstanta degradasi
warna sirup hasil penelitian ini, nilai konstanta degradasi warna sirup hasil penelitian ini
lebih kecil. Kunnika dan Pranee (2011), menyebutkan penambahan gula seperti,
glukosa, fruktosa, dan sorbitol jika dibandingkan dengan tanpa ditambahkan gula
(kontrol), maka stabilitas warna betasianin lebih besar jika dibandingkan dengan
kontrol.
14
Semakin meningkatnya intensitas cahaya, maka degradasi warna sirup bit merah
semakin besar. Khuluq dkk.,(2007) juga menyebutkan bahwa salah satu faktor yang
mempengaruhi stabilitas betasianin adalah cahaya. Cahaya lampu yang dipancarkan dan
diterima oleh ekstrak menghasilkan energi panas dan energi cahaya yang dapat
mendegradasi struktur betasianin karena reaksi fotokimia. Akibatnya semakin lama
penyinaran, stabilitas betasianin semakin menurun dan selanjutnya meningkatkan
kerusakan betasianin. Azeredo et al (2007) juga menyebutkan degradasi betasianin akan
meningkat dengan mengingkatnya paparan cahaya yang dikenakan.
Degradasi betalain oleh cahaya matahari (54.203,77 lux) lebih besar jika
dibandingkan dengan degradasi pigmen oleh lampu fluorescent, hal ini dikarenakan
cahaya matahari memberikan efek absorbsi cahaya yang jauh lebih besar. Lebih lanjut,
Jackman dan Smith (1996, dalam Azeredo 2009) mengemukakan absorbsi cahaya UV
ataupun sinar tampak mendorong eksitasi elektron π dari pigmen ke tingkat energi yang
lebih tinggi (π*), meningkatkan reaktivitas atau menurunkan energi aktivasi molekul.
Dengan adanya absorbsi cahaya maka bagian ikatan rangkap dalam betalain akan
terputus, sehingga intensitas warna sangat menurun.
Waktu paruh atau waktu yang dibutuhkan untuk berkurangnya intensitas warna
sebesar (1 2⁄ ) pada berbagai intensitas (Tabel 6) adalah 29,36-63,00 jam. Sehingga
untuk membuat warna sirup bit merah ini lebih betahan lama, diperlukan cahaya dengan
intensitas yang lebih rendah dan kemasan yang tidak transparan (kedap cahaya).
Tabel 6. Nilai (풕ퟏ ퟐ⁄ ) Warna Sirup Umbi Bit Merah 5 %
Intensitas (lux) 풕ퟏ ퟐ⁄ (jam)
803,21 63,00
1.718,72 45,59
2.465,68 40,29
6.352,85 29,36
54.203,77 14,37
15
KESIMPULAN
Konsentrasi sari umbi bit merah yang paling disukai oleh panelis adalah 2,5%, dan
sirup bit merah pada konsentrasi 5% masih dapat diterima oleh panelis. Nilai konstanta
laju degradasi warna sirup umbi bit merah 5% semakin meningkat seiring dengan
meningkatnya intensitas cahaya. Nilai konstanta laju degradasi warna sirup bit merah
antara 0,0110-0,0482 jam-1. Warna sirup bit merah akan terdegradasi sebanyak 50%
selama 1-3 hari, dengan intensitas lampu 803,21 lux (11 watt)-6.352,85 lux (45 watt).
SARAN
Untuk memperpanjang ketahanan intensitas warna sirup bit merah, dibutuhkan
intensitas cahaya yang lebih rendah atau penyimpanan dalam botol yang tidak
transparan (kedap cahaya).
DAFTAR PUSTAKA
Azeredo, H.M.C. 2009. Betalain: Properties, Sources, Applications, and Stabillity- a riview. International Journal of Food Science and Technology 44: 2365-5376
Azeredo, H.M.C., A.N Santos, A.C.R. Souza, K.C.B Mendes, M.I.R Andrade. 2007. Betacyanin Stability During Processing and Storage of Microencapculated Red Beetroot Extract. American Journal of Food Tecnology 2(4):307-312
Elvidge, S. 2010. The Effect of Smell on Taste. http://www.scienceprojectideas.co.uk/effect-smell-taste.html [4 Mei 2012]
Francis, F.J. 2002. Food Colourings. Dalam Colour in Food Improving Quality. Macdougall, D.B.(Ed), 297-327. CRC Press, Boca Raton
Grubben, G.J.H. and OA Penton. 2004. Vegetables Plant Resources of Tropical Africa 2. Backhuys Publishers, Netherlands.
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. ITB, Bandung.
Hartiati, A., S. Mulyani, N.M.D. Pusparini. 2009. Pengaruh Preparasi Bahan Baku Rosella dan Waktu Pemasakan Terhadap Aktivitas Antioksidan Sirup Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.). Agrotekno 15(1):20-24
Ismawan, E. 2003. Pemanfaatan Limbah Rumput laut Kappaphycus alvarezii dalam Pembuatan Sirup Jeruk (Citrus aurantium). Skripsi. Teknologi Hasil Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Iswari, K.H., E. Efdi, Azman. 2011. Kajian Formulasi dan Pendugaan Umur Simpan Sirup Manggis. http://sumbar.litbang.deptan.go.id/ind/images/pdf/umur%20simpan%20sirup%20mangis [12 november 2011]
16
Jerz, G., T. Skotzki, K. Fiege, P. Winterhalter, S. Wybraniec. 2008. Separation of Betalains from Berries of Phytolacca americaba by ion-pair-high-speed counter-current Chromatography. Journal of Cromatography A 1990:63-73
Jeszka JW. 2007. Food Colorants. Dalam Chemical and Functional Properties of Food Component. Sikorski ZE. (Ed), 265-268. CRC Press, New York
Kujala, T.S., M.S. Vinola, K.D. Klika. 2002. Betalain and phenolic compositions of four beetroot (Beta vulgaris) cultivars. http://resources.metapress.com/pdfpreview.axd?code=kc0nu92dp7d5rh4w&size=largest. [13 Agustus 2011]
Kunnika, S. and A. Pranee. 2011. Influence of Enzyme Treatment on Bioactive Compounds and Color Stability of Betacyanin in Flesh and Peel of Red Dragon Fruit Hylocereus polyrhizus (Weber) Britton and Rose. International Food Research Journal 18(4):1437-1448.
Khulug, A.D., S.B. Widjanarko, E.S. Murtini. 2007. Ekstraksi dan Stabilitas Betasianin Daun Darah (Alternanthera dentata) Kajian Pelarut Air:Etanol dan Suhu Ekstraksi. Jurnal Teknologi Pertanian 8(3):169-178
Rahayu, D.P, M. Retno, R. Anna. 2005. Kultur Kalus Sebagai Penghasil Betalain Secara In Vitro. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Brawijaya, Malang
Mukaromah, U., S.H. Susetyorini, S. Aminah. 2010. Kadar vitamin C, Mutu Fisik, pH dan Mutu Organoleptik Sirup Rosella (Hibiscus sabdariffa, L) Berdasarkan Cara Ekstraksi. Jurnal Pangan dan Gizi 1(1):43-51
Novi, D.R.M. 2010. Mempertanyakan Kehalalan Pewarna Makanan http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/info-halal/10/11/04/144257-mempertanyakan-kehalalan-pewarna-makanan [19 April 2012]
Pitojo, S., dan Zumiati. 2009. Pewarna Nabati Makanan. Kanisius, Yogyakarta Soekarto, S.T. 1985. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan hasil
Pertanian. Bhatara Karya Aksara, Jakarta. Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan
Makanan dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta Sutinah, K., S. Firdausi,W.S. Budi. 2008. Studi Kualitas Minyak Goreng dengan
Parameter Viskositas dan Indeks bias. Berkala Fisika 11 (2): 53-58 Steel, R.G.D., dan J.H Torie. 1989. Prinsip dan Prosedur Statistika, Suatu Pendekatan
Biometrik. PT Gramedia, Jakarta Stintzing, F.C., and R. Carle. 2008. N-Heterocyclic Pigment: Betalain. Dalam Food
Colorant: Chemical and Functional Properties. Socaciu C. (Ed), 87-95. CRC Press, New York.
Tarigan, I. 2010. Pewarna Makanan Ganggu Kesehatan http://www.mediaindonesia.com/mediahidupsehat/index.php/read/2010/07/02/2812/2/Pewarna-Makanan-Ganggu-Kesehatan. [15 April 2011]
17
Tomezak, D.W. and A. Zielinska.2006. Effect of Fermentation Conditions on Red Beet Leaven Quality. Polish Journal of Food and Nutrition Sciences 15(4):437-444
Tranggono. 1990. Bahan Pangan Tambahan. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Vargas, F.D. and O.P. Lopez. 2003. Natural Colorant for Food and Nutraceutical
Uses. CRC Press, Boca Raton Wang, C.Q., J.Q. Zhao, M. Chen, B.S Wang. 2006. Identification of Betacyanin and
Effect of Environmental Factors on Its Accumulation in Halophyte Suaeda salsa. Journal of Plant Physiology and Molecular Biology 32 (2):195-201.
Wrosltad, R.E., E.A. Decker, J .Schwartz, P. Sporns. 2001. Handbook of Food Analytical Chemistry. John Wiley & Sons Inc., Wisconsin