Top Banner
PENGARUH H-ZEOLIT TERHADAP REAKSI ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI PADA PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK SAWIT HASIL PEMANASAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Sains (S.Si.) Program Studi Ilmu Kimia pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Islam Indonesia Jogjakarta disusun oleh : ARIA SULISTYASMARA Nomor Mahasiswa : 02 612 001 JURUSAN ILMU KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA JOGJAKARTA 2011 i
119

pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

Jan 29, 2023

Download

Documents

Khang Minh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

PENGARUH H-ZEOLITTERHADAP REAKSI ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI

PADA PEMBUATAN BIODIESELDARI MINYAK SAWIT HASIL PEMANASAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai gelarSarjana Sains (S.Si.) Program Studi Ilmu Kimia

pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan AlamUniversitas Islam Indonesia

Jogjakarta

disusun oleh :

ARIA SULISTYASMARANomor Mahasiswa : 02 612 001

JURUSAN ILMU KIMIAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIAJOGJAKARTA

2011

i

Page 2: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

PENGARUH H-ZEOLITTERHADAP REAKSI ESTERIFIKASI- TRANSESTERIFIKASI

PADA PEMBUATAN BIODIESELDARI MINYAK SAWIT BASIL PEMANASAN

ARIA SULISTYASMARANomor Mahasiswa : 02 612 001

Telah dipertabankan dihadapan Panitia Penguji SkripsiJurusan Ilmu Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Islam Indonesia

Page 3: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

ALLOHUMMA SHOLLI 'ALA MUHAMMAD

Do'a & pengharapan kupanjatkan pada-MU

Ya ALLOH... Terima kasih atas segalanya...

Ya ROB...Kuserahkan diriku hanya kepada-MU...

Jiwa & ragaku serta semua urusanku,semua dalam Kuasa-MU...

Kumohon pada-MU...Bimbinglah diriku,

karena sesungguhnya diriku ini lemahdan tiada berdaya tanpa kekuatan dan petunjuk serta hidayah dari-MU...

Ya ALLOH...Kumerindukan Diri-MU...Sungguh tiada terbayang,

betapa ku ingin berjumpa dengan-MU...

Ya ALLOH...Izinkanlah ku berjumpa dan menatap-MU...

Ya ROB, sungguh hamba takutbila kini & bila esok

tiada lagi ku ingat & bersyukur pada-MU...Karena itu, tolong mudahkanlah jalan bagiku

tuk senantiasa ingat & selalu bersyukur pada-MU...

Amiin...Amiin, Amiin Ya ALLOH...

iii

Page 4: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

KATA PENGANTAR

Assalaamu 'alaikum warrohmatullahi wabarokatuh.

Syukur dan pujian hanyalah bagi ALLOH Tuhan Semesta Alam, sholawat dan

salam semoga tercurah bagi Muhammad Rosul junjungan.

Alhamdulillah. Sekian lama sudah penulis mencoba untuk bersabar dan

berharap, suka/duka pun telah dialami dalam upaya belajar dan berusaha

menyelesaikan tugas akhir serta perkuliahan di Universitas Islam Indonesia ini.

Penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang

telah menjadi perantara sampainya ilmu, pemahaman, motivasi/dukungan,

bantuan, serta bimbingan baik secara langsung ataupun tidak langsung selama ini.

Penulis banyak berharap, "mudah-mudahan apa-apa yang telah diupayakan

ini dapat memberikan manfaat dan arti tersendiri bagi siapa saja yang mau

membaca dan mempelajarinya serta bagi siapa saja yang turut serta dalam proses

penyempurnaannya." Amiin.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan keterbatasan dalam

penyampaian, penulisan, ataupun penyusunan hasil penelitian dan skripsi ini,

namun demikian penulis tetap mencoba memberikan sesuatu yang baik walaupun

dirasa belum sanggup memberikan yang terbaik. Karena itulah, apabila pembaca

ingin memberikan kritikan ataupun saran demi kebaikan bersama dan juga untuk

penyempurnaan isi skripsi ini, maka Insya ALLOH... penulis akan menerimanya

iv

Page 5: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

dengan senang hati, dan tak lupa penulis sampaikan ucapan terimakasih atas

kesediaan dan juga perhatiannya.

Wassalaamu 'alaikum warrohmatullahi wabarokatuh.

Jogjakarta, Mei 2011

Penulis,

Aria Sulistyasmara

v

Page 6: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

PENGARUH H-ZEOLITTERHADAP REAKSI ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI

PADA PEMBUATAN BIODIESELDARI MINYAK SAWIT HASIL PEMANASAN

INTISARI

Aria SulistyasmaraNomor Mahasiswa : 02 612 001

Minyak goreng bekas dapat menjadi sumber pencemar yang berbahaya dan merugikan bagi alam sekitar. Selain itu, minyak goreng bekas juga dapat menjadi sumber pendapatan alternatif, dengan menjadikannya sebagai bahan baku pembuatan biodiesel.

Biodiesel dapat dihasilkan dari olahan minyak/lemak nabati ataupun hewani melalui beberapa tahapan reaksi kimiawi. Biodiesel merupakan salah satu jenis bahan bakar alternatif yang tersusun atas sebagian besar senyawa metil ester.

Metil ester memiliki sifat fisika dan kimia yang hampir sama dengan minyak diesel yang dihasilkan dari olahan minyak bumi (yaitu : solar), namun keuntungannya adalah hasil pembakarannya lebih ramah lingkungan jika dibandingkan dengan solar.

Pembuatan biodiesel dapat dilakukan dengan reaksi bertahap, yaitu esterifikasi yang dilanjutkan dengan transesterifikasi.

Reaksi esterifikasi yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan senyawa alkohol teknis berupa metanol, dengan dibantu katalis heterogen berupa H-zeolit yang divariasi bobotnya (1,25%, 2,5%, 3,75%, dan 5%), tujuannya untuk mengetahui pengaruh variasi berat H-zeolit terhadap persentase kandungan metil ester pada produk biodiesel yang dihasilkan (setelah dilakukan analisa GC dan GC-MS).

Reaksi transesterifikasinya juga menggunakan campuran senyawa metanol, dan dibantu oleh NaOH sebagai katalisnya.

Pengujian biodiesel menggunakan metode ASTM pun dilakukan sebagai syarat kelayakan produk sebagaimana yang telah ditetapkan pada SNI.

Kata kunci : biodiesel, metil ester, esterifikasi, transesterifikasi, metanol, katalis, H-zeolit, analisa GC, analisa GC-MS, NaOH, uji ASTM.

vi

Page 7: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

THE EFFECT OF H – ZEOLITIN THE ESTERIFICATION – TRANSESTERIFICATION REACTIONS

IN BIODIESEL PRODUCTIONFROM HEATING RESULTS OF PALM OIL

ABSTRACT

Aria SulistyasmaraColleger Number : 02 612 001

Waste frying oil can be a source of pollutants that are harmful and detrimental to the natural surroundings. In addition, used frying oil can also be a source of alternative income, by making it as raw material for making biodiesel.

Biodiesel can be produced from refined vegetable oil or animal fat through several stages of chemical reactions. Biodiesel is one type of alternative fuel composed of most of the methyl ester compounds.

Methyl ester has the physical and chemical properties similar to diesel oil produced from refined oil (ie : diesel), but the benefits are the result of burning more environmentally friendly than diesel fuel.

Making biodiesel can be done with a gradual reaction, ie : esterification followed by transesterification.

Reaction of esterification what conducted in this study use of technical alcohol compound namely methanol, with assisted of heterogeneous catalysts in the form of H - zeolites which was varied weight (1,25%, 2,5%, 3,75%, and 5%), the aim is to know the effect of weight variation of H - zeolites on the percentage of methyl ester content in biodiesel products were produced (after the analysis of GC and GC - MS).

Reaction of transesterification also use a mixture of compounds methanol, and be aided by the NaOH as catalyst.

Testing biodiesel using ASTM methods were performed as a condition of eligibility of products as established in SNI.

Key words: biodiesel, methyl ester, esterification, transesterification, methanol, catalyst, H - zeolites, analysis by GC, GC - MS analysis, NaOH, ASTM test.

vii

Page 8: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL........................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN................................................................. ii

UNTAIAN KATA MUTIARA............................................................... iii

KATA PENGANTAR............................................................................. iv

INTISARI................................................................................................ vi

ABSTRACT............................................................................................ vii

DAFTAR ISI.......................................................................................... viii

DAFTAR TABEL................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR.............................................................................. xiii

DAFTAR REAKSI KIMIA DAN PERSAMAAN MATEMATIS........ xv

DAFTAR LAMPIRAN........................................................................... xviii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................... 1

1.1 Latar belakang penelitian........................................................ 1

1.2 Rumusan masalah................................................................... 4

1.3 Tujuan penelitian.................................................................... 4

1.4 Manfaat penelitian.................................................................. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................... 6

2.1 Biodiesel................................................................................. 6

2.1.1 Sekilas tentang perkembangan biodiesel.................... 6

2.1.2 Keuntungan penggunaan biodiesel............................. 8

2.1.3 Biodiesel sebagai suatu solusi global......................... 10

viii

Page 9: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

2.1.4 Bahan baku pembuatan biodiesel............................... 11

2.1.5 Teknik pembuatan biodiesel....................................... 13

2.1.6 Pengujian yang dilakukan terhadap biodiesel............ 19

2.1.7 Karakteristik biodiesel yang diharapkan.................... 20

2.1.8 Contoh pemanfaatan biodiesel................................... 21

2.2 Katalis..................................................................................... 21

2.2.1 Sekilas tentang perkembangan katalis........................ 22

2.2.2 Keuntungan penggunaan katalis................................. 23

2.2.3 Katalis sebagai solusi dalam produksi biodiesel........ 23

2.2.4 Penggunaan katalis dalam produksi biodiesel............ 24

2.2.5 Zeolit sebagai bahan alternatif yang patut dikaji........ 25

2.2.6 Penggunaan NaOH dalam produksi biodiesel............ 26

2.2.7 Penggunaan katalis (terkait dengan proses dan hasil

yang diharapkan)........................................................ 26

BAB III DASAR TEORI...................................................................... 28

3.1 Biodiesel................................................................................. 28

3.2 Minyak / lemak nabati............................................................ 33

3.2.1 Minyak sawit.............................................................. 34

3.2.2 Minyak goreng........................................................... 35

3.3 Ester........................................................................................ 38

3.3.1 Esterifikasi.................................................................. 38

3.3.2 Transesterifikasi......................................................... 42

3.4 Katalis..................................................................................... 44

ix

Page 10: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

3.4.1 Zeolit dan H-zeolit..................................................... 46

3.4.2 NaOH......................................................................... 48

3.5 Analisis................................................................................... 48

3.5.1 Analisis GC-MS......................................................... 48

3.5.2 Uji ASTM................................................................... 50

3.6 Hipotesis................................................................................. 53

BAB IV METODE PENELITIAN....................................................... 54

4.1 Alat yang digunakan............................................................... 54 4.2 Bahan yang digunakan............................................................ 56

4.3 Cara kerja................................................................................ 56

4.3.1 Preparasi zeolit........................................................... 56

4.3.2 Preparasi H-zeolit....................................................... 57

4.3.3 Preparasi minyak jelantah.......................................... 57

4.3.4 Tahap esterifikasi....................................................... 58

4.3.5 Tahap transesterifikasi................................................ 59

4.3.6 Analisis sampel biodiesel........................................... 60

4.3.6.1 Interpretasi data GC dan GC-MS................... 60

4.3.6.2 Interpretasi data ASTM.................................. 60

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN................................................ 61

5.1 Preparasi H-zeolit................................................................... 61

5.1.1 Proses pembuatan sampel zeolit................................. 61

5.1.2 Aktivasi sampel zeolit menjadi sampel H-zeolit........ 64

5.2 Preparasi minyak jelantah sawit............................................. 64

x

Page 11: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

5.3 Esterifikasi.............................................................................. 65

5.4 Transesterifikasi...................................................................... 67

5.5 Analisis biodiesel dengan menggunakan GC dan GC-MS..... 69

5.6 Analisis biodiesel dengan menggunakan ASTM.................... 76

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN.............................................. 78

6.1 Kesimpulan............................................................................. 78

6.2 Saran....................................................................................... 79

DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 80

LAMPIRAN............................................................................................ 82

xi

Page 12: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Persyaratan Kualitas Biodiesel Menurut SNI-04-7182-

2006..................................................................................... 20

Table 3.1 Rumus Kimia dan Struktur Beberapa Asam Lemak........... 34

Tabel 3.2 Komposisi Asam Lemak Pada Minyak sawit...................... 35

Tabel 3.3 Standar Mutu Minyak Goreng Menurut SNI 01 – 2902,

Tahun 1992.......................................................................... 37

Tabel 5.1 Tabel Bahan Reaksi Esterifikasi.......................................... 66

Tabel 5.2 Tabel Bahan Reaksi Transesterifikasi................................. 68

Tabel 5.3 Tabel Hasil Analisa Sampel Biodiesel dengan GC dan

GC-MS................................................................................ 75

Tabel 5.4 Hasil Analisa ASTM (Sampel Biodiesel 4)......................... 76

xii

Page 13: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 3.1 Rumus Umum Struktur Molekul Kimia Senyawa

Ester................................................................................ 38

Gambar 3.2 Mekanisme Reaksi Esterifikasi....................................... 40

Gambar 3.3 Skema Kerektifan Beberapa Senyawa Alkohol.............. 40

Gambar 3.4 Mekanisme Reaksi Transesterifikasi.............................. 43

Gambar 3.5 Beberapa Contoh Struktur Kisi-kisi Zeolit..................... 46

Gambar 3.6 Mekanisme Pembentukan H-zeolit................................. 47

Gambar 5.1 Proses Pemilihan Zeolit.................................................. 61

Gambar 5.2 Proses Pencucian, Perendaman, dan Persiapan

Pengeringan Zeolit......................................................... 62

Gambar 5.3 Chromatogram (GC)_Biodiesel Sampel 1...................... 69

Gambar 5.4 Chromatogram (GC)_Biodiesel Sampel 2...................... 70

Gambar 5.5 Chromatogram (GC)_Biodiesel Sampel 3...................... 70

Gambar 5.6 Chromatogram (GC)_Biodiesel Sampel 4...................... 71

Gambar 5.7 Chromatogram Analisa GC-MS Biodiesel 4.................. 71

Gambar 5.8 Ringkasan Chromatogram Analisa GC dan GC-MS...... 72

Gambar 5.9 Grafik Fragmentasi MS_Sampel Biodiesel 4

(Puncak 1, 2, 3, 4, 5)....................................................... 73

xiii

Page 14: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

Gambar 5.10 Grafik Fragmentasi MS_Sampel Biodiesel 4

(Puncak 6, 7, 8, 10, 11)................................................... 74

xiv

Page 15: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

DAFTAR REAKSI KIMIA DAN PERSAMAAN MATEMATIS

Halaman

No. ( 1 )

Reaksi kimia : transesterifikasi dengan bantuan katalis....................... 30

No. ( 2 )

Reaksi kimia : transesterifikasi-1, terbentuknya digliserida................. 30

No. ( 3 )

Reaksi kimia : transesterifikasi-2, terbentuknya monogliserida........... 30

No. ( 4 )

Reaksi kimia : transesterifikasi-3, terbentuknya gliserol...................... 30

No. ( 5 )

Reaksi kimia : safonifikasi, terbentuknya sabun dan molekul H2O...... 30

No. ( 6 )

Reaksi kimia : esterifikasi (dengan katalis dan pemanasan)................. 39

No. ( 7 )

Persamaan Archenius (pengaruh suhu terhadap kecepatan reaksi)....... 41

No. ( 8 )

Reaksi kimia : transesterifikasi (dengan katalis dan pemanasan)......... 42

No. ( 9 )

Reaksi kimia : reaksi katalitik [1].......................................................... 45

xv

Page 16: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

No. ( 10 )

Reaksi kimia : reaksi katalitik [2].......................................................... 45

No. ( 11 )

Reaksi kimia : penggabungan reaksi katalitik [1] dan [2]..................... 45

No. ( 12 )

Hubungan waktu retensi dengan volum retensi..................................... 50

No. ( 13 )

Hubungan viskositas Redwood dengan viskositas kinematik............... 51

No. ( 14 )

Perbandingan mol MJS dengan mol metanol (esterifikasi)................... 66

No. ( 15 )

BM MJS................................................................................................ 66; 68

No. ( 16 )

BM metanol........................................................................................... 66; 68

No. ( 17 )

Persamaan untuk menentukan nilai (besaran) gr_metanolest................. 66

No. ( 18 )

Persamaan untuk menentukan nilai gr_H-zeolit 1,25%........................ 66

No. ( 19 )

Persamaan untuk menentukan nilai gr_H-zeolit 2,5%.......................... 66

xvi

Page 17: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

No. ( 20 )

Persamaan untuk menentukan nilai gr_H-zeolit 3,75%........................ 66

No. ( 21 )

Persamaan untuk menentukan nilai gr_H-zeolit 5%............................. 66

No. ( 22 )

Perbandingan mol MJS dengan mol metanol (transesterifikasi)........... 68

No. ( 23 )

Persamaan untuk menentukan nilai (besaran) gr_metanoltrans............... 68

xvii

Page 18: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1.

Chromatogram & Peak Report Hasil Analisa GC_Biodiesel 1............. 82

Lampiran 2.

Chromatogram & Peak Report Hasil Analisa GC_Biodiesel 2............. 83

Lampiran 3.

Chromatogram & Peak Report Hasil Analisa GC_Biodiesel 3............. 84

Lampiran 4.

Chromatogram & Peak Report Hasil Analisa GC_Biodiesel 4............. 85

Lampiran 5.

Lembar Informasi - Kondisi Alat Saat Analisa GC-MS_Biodiesel 4... 86

Lampiran 6.

Chromatogram & Peak Report Hasil Analisa GC-MS_Biodiesel 4...... 87

Lampiran 7.

Lembar Informasi - MS Library_Peak 1............................................... 88

Lampiran 8.

Lembar Informasi - MS Library_Peak 2............................................... 89

Lampiran 9.

Lembar Informasi - MS Library_Peak 3............................................... 90

xviii

Page 19: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

Lampiran 10.

Lembar Informasi - MS Library_Peak 4............................................... 91

Lampiran 11.

Lembar Informasi - MS Library_Peak 5............................................... 92

Lampiran 12.

Lembar Informasi - MS Library_Peak 6............................................... 93

Lampiran 13.

Lembar Informasi - MS Library_Peak 7............................................... 94

Lampiran 14.

Lembar Informasi - MS Library_Peak 8............................................... 95

Lampiran 15.

Lembar Informasi - MS Library_Peak 9............................................... 96

Lampiran 16.

Lembar Informasi - MS Library_Peak 10............................................. 97

Lampiran 17.

Lembar Informasi - MS Library_Peak 11............................................. 98

Lampiran 18.

Data Hasil Analisa ASTM_Biodiesel 4................................................. 99

Lampiran 19.

Data Hasil Penimbangan Sampel Pada Masing-Masing Tahapan........ 100

xix

Page 20: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang penelitian

Disiplin ilmu kimia memiliki lingkup yang beragam, salah satunya adalah

ilmu kimia terapan (yang mencakup berbagai aplikasi di bidang kimia). Sebagian

peristiwa yang kita alami sehari-hari tidak jarang melibatkan peristiwa/proses

kimiawi. Selain itu, tidak dapat kita pungkiri bahwa sebagian dari dimensi (ruang

kehidupan) yang ada di sekitar kita ini pun tersusun dari sejumlah materi kimia.

Sebagian dari kita pun menyadari akan suatu fakta, bahwa seiring dengan

perkembangan zaman dan teknologi (khususnya di bidang informasi dan industri)

serta meningkatnya populasi manusia, maka bertambah pula tingkat kebutuhan

kita akan sejumlah bahan baku dan berbagai produk kimiawi. Beberapa

diantaranya adalah meningkatnya kebutuhan kita pada berbagai bahan pangan,

serat alam, mineral logam (bahan tambang/galian), serta sumber-sumber energi.

Pembangunan fisik banyak dilakukan oleh sebagian masyarakat di

Indonesia, terutama di daerah perkotaan dan juga di sejumlah kawasan industri.

Dunia industri pun semakin maju dan berkembang pesat, kini telah banyak

dijumpai produk-produk industri yang baru dan telah beredar luas di pasaran, dan

tidak sedikit yang melibatkan aplikasi ilmu kimia dalam proses produksi maupun

teknik pengolahan limbahnya. Sudah banyak pula sumber daya alam yang

dieksploitasi secara berlebihan oleh sebagian umat manusia. Maka banyak pula

kekayaan hayati serta lingkungan kita yang rusak, yang terkadang tidak terbaharui

1

Page 21: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

lagi, karena kurangnya ilmu serta amalan mulia, dan juga kurangnya kepedulian

bersama akan arti pentingnya alam dan kehidupan yang menyertainya, serta

kurangnya kontrol dan pengawasan dari pihak-pihak yang juga terkait/berwenang.

Selain itu, kini berbagai macam jenis limbah hampir dapat dijumpai di berbagai

tempat, dan akan tampak jelas bahwa sebagian besar kurang pengelolaan. Karena

itulah, perlu upaya kita bersama untuk mau peduli dan turut menanganinya, agar

hidup dan kehidupan kita ini menjadi lebih baik dan berguna.

Alasan penelitian ini dirancang dan disusun salah satunya karena terdorong

oleh keinginan kuat penulis dalam upaya pelestarian dan pemanfaatan sumber

daya alam, serta pengembangan aplikasi ilmu kimia di bidang pengelolaan

limbah, khususnya limbah minyak goreng sawit, dan penulis pun berharap mudah-

mudahan suatu saat nanti limbah-limbah semacam ini dapat diolah kembali

menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat, misalnya sebagai bahan bakar serta ada

upaya penerapannya, terlebih dalam skala rumah tangga.

Banyak sumber energi yang telah diteliti dan terus dikembangkan sebagai

bahan bakar alternatif ataupun pengganti minyak dan gas bumi. Beberapa hasil

penelitian menunjukkan bahwa sumber daya hayati juga memiliki potensi yang

besar sebagai bahan alternatif yang bersifat renewable. Salah satu contohnya

adalah upaya pemanfaatan bahan baku dari jenis minyak nabati sebagai pengganti

ataupun bahan campuran solar (mesin diesel) dan juga kerosin.

Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) di Medan (Indonesia) telah berhasil

mengembangkan palm biodiesel dari minyak sawit mentah (CPO), Refined

Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO) dan fraksi-fraksinya seperti stearin dan

2

Page 22: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

olein serta minyak inti sawit. Selain itu, Palm Fatty Acid Distillate (PFAD) yang

merupakan hasil samping dari pabrik minyak goreng maupun minyak goreng

bekas (jelantah) dari home industry juga dikembangkan oleh PPKS sebagai bahan

baku pembuatan palm biodiesel (Suhardiman dan Afantri, 2004).

Semakin menipisnya cadangan energi fosil dan semakin meningkatnya

kebutuhan bahan bakar, termasuk minyak diesel, maka pemikiran mengenai

sumber energi yang terbarukan serta diversifikasi energi pun semakin

berkembang. Selain itu, ada fakta bahwa dunia internasional saat ini juga sedang

berlomba-lomba untuk mempergunakan bahan bakar yang ramah lingkungan

dalam rangka mengimplementasikan komitmen Kyoto Protocol dan isu global

mengenai CDM (Clean Development Mechanism). Salah satu solusi untuk

berbagai hal tersebut adalah produksi, pengolahan, serta penggunaan biodiesel,

demikianlah info yang disadur dari forum Engineering Center – BBPT Indonesia.

Proses pembuatan biodiesel umumnya melibatkan reaksi kimia yang

bertujuan merubah keseluruhan asam lemak menjadi senyawa metil ester dengan

bantuan sejumlah katalis. Sudah banyak katalis yang diujicobakan, baik itu yang

berwujud cair maupun yang berwujud padatan. Katalis yang berwujud padat kini

semakin populer dan banyak digunakan, dan masih tetap diteliti hingga saat ini,

alasannya pun sederhana, antara lain : karena bahan bakunya melimpah dan

mudah diperoleh di alam; karena lebih irit/hemat sehingga dapat menekan biaya

produksi total; karena umumnya lebih mudah dalam proses pemisahan maupun

tahap pemurniannya sehinga dapat digunakan kembali selagi katalis tersebut tidak

rusak; dan dipilih karena cenderung lebih aman terhadap manusia dan ramah

3

Page 23: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

terhadap lingkungan. Zeolit merupakan salah satu jenis bahan alam yang

memenuhi kriteria tersebut, dapat berfungsi sebagai katalis, jumlahnya melimpah

di beberapa belahan dunia, termasuk di Indonesia, dan umumnya masih dapat

digunakan kembali (reuse) setelah diproses lebih lanjut/dimurnikan kembali.

Zeolit merupakan salah satu jenis katalis yang unik. Zeolit alam umumnya

mengemban jenis kation tertentu, kation ini dapat dipertukarkan dengan jenis

kation lain yang sesuai, dalam artian ukuran partikel/zat tersebut sesuai dengan

kapabilitas zeolit itu sendiri, yang meliputi ukuran pori-pori serta luas permukaan

yang dimilikinya. Karena itulah, zeolit alam dapat diproses menjadi H-zeolit yang

bersifat asam, yang diduga berpotensi besar dalam produksi biodiesel.

1.2 Rumusan masalah

Dapatkah limbah minyak goreng sawit diolah kembali menjadi biodiesel

melalui dua tahap mekanisme reaksi (tahap pertama dengan reaksi esterifikasi

menggunakan campuran metanol dan katalis H-zeolit, tahap ke dua dengan reaksi

transesterifikasi menggunakan campuran metanol dan katalis NaOH)? Dan

bagaimana pengaruh variasi berat H-zeolit terhadap persentase kandungan metil

ester pada produk biodiesel yang dihasilkan?

1.3 Tujuan penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tujuan, diantaranya :

1. Pemanfaatan limbah, khususnya limbah dari minyak goreng sawit sebagai

salah satu bahan baku pembuatan bio-energi alternatif.

4

Page 24: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

2. Pemanfaatan mineral alam zeolit sebagai bahan baku katalis heterogen.

3. Pembelajaran dalam memproduksi biodiesel serta melakukan sejumlah

karakterisasi pada biodiesel yang dihasilkan.

4. Mengetahui signifikansi pengaruh kadar H-zeolit terhadap kuantitas metil

ester pada produk biodiesel di hasil akhirnya.

1.4 Manfaat penelitian

Ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh dengan dilakukannya penelitian

ini, diantaranya : terwujudnya salah satu pengembangan aplikasi dalam disiplin

ilmu kimia; termanfaatkannya salah satu limbah rumah tangga dan juga bahan

alam yang melimpah di Indonesia sebagai bahan kajian ilmiah dan upaya

eksplorasi sumber daya alam terbaharui serta teknologi yang terkait dalam upaya

pengolahannya. Selain itu, dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan akan

ada penelitian dan pengembangan lanjutan yang mampu memicu munculnya

berbagai unit pengolahan limbah skala kecil yang dimiliki oleh sebagian besar

masyarakat Indonesia yang tergolong sederhana, murah dan mudah, serta aman

dan ramah lingkungan. Bahkan dimungkinkan suatu saat nanti akan ada unit-unit

produksi bahan bakar/energi untuk kebutuhan sehari-hari yang dikelola secara

mandiri oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, sehingga masyarakat kita tidak

bergantung lagi dengan pasokan bahan bakar yang disediakan oleh pemerintah.

5

Page 25: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biodiesel

Biodiesel merupakan salah satu jenis bahan bakar yang unik. Dapat

diprediksikan bahwa biodiesel akan memiliki prospek cerah di masa yang akan

datang, ini karena dia dapat menjadi subtituen minyak diesel atau bahkan sebagai

alternatif pengganti bahan bakar fosil tertentu yang kini semakin mahal harganya.

2.1.1 Sekilas tentang perkembangan biodiesel

Energi biomassa dari tumbuh-tumbuhan sebenarnya telah dipopulerkan

sejak lama seperti kayu bakar, batu bara, gambut, dan lignite. Tetapi, untuk sektor

transportasi, dibutuhkan suatu bahan bakar yang simple, mudah dikemas, dan

dapat dibawa ke mana-mana dengan aman. Hal inilah yang mendorong

digunakannya bahan bakar cair. Pada tahun 1890, Dr. Rudolph Christian Karl

Diesel (Jerman, 1858 – 1913) dalam upayanya menemukan mesin injeksi, telah

menggunakan minyak biji kacang dalam percobaan pada mesin pertamanya. Lain

halnya dengan seorang jenderal perang dari Jerman, Erwin Rommel yang

memakai minyak goreng pada tank ketika mereka kehabisan bahan bakar di

Gurun Sahara pada Perang Dunia II. Suatu hal unik, yang sebenarnya kalau kita

cermati ternyata dapat memberikan suatu pencerahan, dan terbetik suatu ide

bahwa hasil-hasil kebun/pertanian yang layaknya dikonsumsi manusia ternyata

dapat digunakan juga untuk menghidupkan mesin-mesin diesel yang selama ini

6

Page 26: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

didominasi oleh solar semata. Suatu babak baru bagi bahan bakar yang disebut

biodiesel. Demikianlah hasil saduran dari apa yang dipaparkan oleh Herwin

Saputera dalam sebuah artikel yang ditulisnya, yang dimuat dalam Kompas Cyber

Media, tanggal 22 November 2001.

Oleh karena keterbatasan sumber energi dan juga karena kerusakan

lingkungan hidup yang terjadi di mana-mana dan terus berlanjut, pada akhir tahun

1970-an minyak nabati di Eropa telah digunakan sebagai bahan bakar motor

diesel menggantikan minyak solar. Minyak nabati kemudian diolah menjadi

biodiesel dan mulai dikembangkan sejak pertengahan tahun 1980-an. Terutama di

Jerman dan Austria, biodiesel diproduksi dari minyak rapeseed. Akan tetapi,

sampai pertengahan tahun 1990-an produksi biodiesel dari rapeseed di Jerman

dinilai masih belum ekonomis. Tanpa subsidi dari pemerintah, biodiesel di Jerman

tidak mampu bersaing dengan minyak solar (yang sebenarnya sudah kena pajak

hampir 200 %). Sejak itu, mulailah dikembangkan biodiesel dari minyak jelantah

dan dari sisa lemak hewani. Perkembangan biodiesel dari minyak jelantah

semakin pesat dengan dilarangnya pemakaian minyak jelantah untuk campuran

pakan ternak, karena sifatnya yang karsinogenik. Sekarang biodiesel dari minyak

jelantah telah diproduksi di mana-mana, terutama di negara Eropa, Amerika dan

Jepang. Biodiesel dari minyak jelantah di Austria dikenal dengan nama AME

(Altfett Methyl Ester), sedang di Jerman selain dikenal dengan AME juga

mendapat nama Frittendiesel atau Ecodiesel, sedang di Jepang dikenal dengan e-

oil. Sementara di Indonesia, pemanfaatan minyak jelantah masih dinilai

kontraversial. Sampai saat ini sebagian minyak jelantah dari perusahaan besar

7

Page 27: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

dijual ke pedagang kaki lima dan kemudian digunakan untuk menggoreng

makanan dagangannya dan sebagian lain hilang begitu saja ke saluran

pembuangan. Bila ditinjau dari komposisi kimianya, minyak jelantah mengandung

senyawa-senyawa yang bersifat karsinogenik, yang terjadi selama proses

penggorengan. Jadi jelas bahwa pemakaian minyak jelantah yang berkelanjutan

dapat merusak kesehatan manusia dan akibat selanjutnya dapat mengurangi

kecerdasan pada generasi berikutnya. Demikianlah uraian yang berhasil disadur

(dengan beberapa perubahan tata bahasa dan penambahan kosa kata) dari apa

yang disampaikan oleh Ananta Andy Anggraini Suess pada Kompas Cyber

Media, tanggal 20 Juli 2002.

2.1.2 Keuntungan penggunaan biodiesel

Biodiesel tergolong bahan bakar yang unik, hal ini karena bahan baku

utamanya adalah minyak atau lemak yang dapat diperoleh dari sumber daya alam

hayati yang diregenerasikan kembali dalam waktu yang relatif singkat, selain itu

proses produksinya pun lebih bervariasi dan juga jauh lebih murah dan sederhana

bila dibandingkan dengan sumber energi yang berasal dari bahan bakar fosil.

Biodiesel juga tergolong produk yang ramah lingkungan jika dibandingkan

dengan minyak solar yang masih banyak digunakan saat ini. Selain karena sifat

bahan bakunya yang renewable, produk biodiesel dipilih sebagai energi alternatif

karena sebagian limbah yang dihasilkannya akan lebih mudah diuraikan kembali

oleh sejumlah makhluk hidup, sehingga tercapailah suatu keseimbangan alam

sebagaimana yang diharapkan.

8

Page 28: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

Biodiesel merupakan bahan bakar yang dapat bekerja pada mesin diesel

konvensional, sekalipun tanpa perlu ada modifikasi ataupun dengan penambahan

converter kit. Undang-Undang Lingkungan Hidup di Indonesia menyebutkan

bahwa emisi yang diperbolehkan untuk SO2 sebesar 800 mg per meter kubik. NOx

100 mg per meter kubik, H2S dan NH3 0,5 mg per meter kubik. Seperti halnya

dengan mesin-mesin pembakaran umumnya, mesin diesel dengan bahan bakar

petrodiesel memberikan emisi yang cukup besar, terutama karbon dan sulfur.

Seperti yang kita ketahui mesin diesel umumnya didesain untuk berpelumas tinggi

sehingga dituntut kandungan belerang yang cukup tinggi pada bahan bakar. Oleh

karena biodiesel terdiri dari sekitar 11 % oksigen dan tidak mengandung belerang,

maka penggunaan biodiesel pada mesin diesel akan mengurangi hidrokarbon yang

tak terbakar, karbon monoksida, dan partikulat kasar seperti karbon dan debu.

Dapat pula memperpanjang umur mesin karena lebih berpelumas dibanding

petrodiesel dengan relatif tidak mempengaruhi konsumsi bahan bakar, auto

ignition, daya keluaran dan torsi mesin, walaupun di sisi lain dapat meningkatkan

kadar NOx (Saputera, 2001).

Biodiesel yang berasal dari minyak goreng bekas (jelantah) menjadi kajian

yang menarik untuk diteliti karena bernilai ekonomis serta dapat mengurangi

dampak pencemaran lingkungan apabila ia berhasil diolah dan dikembangkan

menjadi produk yang jauh lebih bermanfaat dan aman bagi kehidupan

(Suhardiman dan Afantri, 2004).

9

Page 29: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

2.1.3 Biodiesel sebagai suatu solusi global

Bahan bakar fosil, juga dikenal sebagai bahan bakar mineral, adalah sumber

daya alam yang mengandung hidrokarbon, contohnya seperti batu bara,

petroleum, dan gas alam. Pembakaran bahan bakar fosil oleh manusia merupakan

sumber utama dari karbon dioksida yang merupakan salah satu gas rumah kaca

yang dipercayai menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya Global Warming.

Demikian menurut data yang diperoleh dari sumber internet di halaman web

Wikipedia Indonesia yang terkait tentang topik bahan bakar fosil.

Kita pun mengetahui bahwa semakin lama bahan bakar fosil yang tersedia

di bumi ini semakin menipis jumlahnya dan sudah tentu akan semakin mahal

harganya, dan belumlah tentu bumi kita ini akan dapat memproduksinya kembali

secara alami dalam waktu yang relatif singkat, padahal setiap harinya selalu saja

ada banyak kebutuhan akan bahan bakar dan energi. Karena itulah, hingga kini

para pakar di bidang IPTEK serta Research and Development telah banyak yang

berupaya untuk terus mencari dan mengembangkan berbagai media (bahan) untuk

dijadikan alternatif pengganti bahan bakar fosil. Salah satu penelitian yang

dikembangkan adalah yang terkait dengan seluk-beluk biodiesel.

Biodiesel telah menjadi isue global yang hingga kini masih tetap hangat

untuk terus dikaji dan diperbincangkan, karena biodiesel kini telah menjadi suatu

solusi atas beberapa permasalahan dunia internasional yang muncul, yakni

semakin menipisnya persediaan minyak dan gas bumi dunia, serta semakin

tingginya tingkat polusi di berbagai negara akibat pemakaian bahan bakar yang

kurang ramah lingkungan.

10

Page 30: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

2.1.4 Bahan baku pembuatan biodiesel

Biodiesel merupakan senyawa kimia yang tersusun atas sebagian besar

senyawa metil ester, dimana senyawa metil ester ini dapat disintesis dari asam

lemak yang terdapat pada minyak/lemak nabati ataupun hewani. Namun, yang

banyak digunakan dan dikembangkan prosesnya adalah sintesis dari minyak atau

lemak nabati, beberapa alasannya karena jumlahnya melimpah, regenerasinya

tergolong cepat, dan umumnya mengandung banyak asam lemak tak jenuh

berantai panjang yang lebih mudah direaksikan secara kimiawi sehingga

menghasilkan lebih banyak kandungan metil ester sebagaimana yang diharapkan.

Senyawa metil ester merupakan jenis alkil ester yang dapat digunakan

sebagai bahan bakar alternatif maupun subtituen bagi minyak diesel karena

kemiripan sifat-sifatnya. Senyawa metil ester memiliki sifat fisik dan kimiawi

yang hampir sama dengan minyak diesel yang dihasilkan dari minyak bumi, tetapi

salah satu hal yang patut dicatat dan harus disyukuri adalah emisi pembakaran

dari penggunaan senyawa metil ester jauh lebih rendah daripada emisi hasil

pembakaran minyak solar. Seiring dengan semakin berkurangnya sumber minyak

dan gas bumi, serta semakin gencarnya isue-isue yang terkait dengan pelestarian

lingkungan hidup, maka pengembangan senyawa metil ester sebagai bahan bakar

pengganti minyak bumi semakin gencar diperbincangkan dan disempurnakan

risetnya.

Minyak goreng pada umumnya merupakan salah satu jenis minyak yang

diperoleh dari pengolahan lebih lanjut minyak/lemak yang dihasilkan oleh

tumbuh-tumbuhan. Minyak goreng kaya akan asam lemak esensial dan juga

11

Page 31: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

berbagai jenis vitamin tertentu yang turut terlarut di dalamnya. Apabila minyak

goreng telah rusak akibat teroksidasi di udara bebas, ataupun telah digunakan

untuk menggoreng berulang kali, apalagi jika dilakukan pemanasan yang cukup

lama pada temperatur tinggi, maka dapat dipastikan kandungan gizinya akan

semakin berkurang. Minyak goreng yang telah berulang kali digunakan akan

tampak kotor (keruh) dan akan mengalami perubahan, selain itu akan banyak

mengandung residu, dan juga banyak mengandung asam lemak bebas yang

bersifat radikal, sehingga akan sangat berbahaya apabila dilepas (dibuang begitu

saja) di lingkungan, terlebih lagi bila sampai sering dikonsumsi oleh manusia

yang tergolong rentan penyakit, dikhawatirkan akan memicu timbulnya berbagai

macam penyakit, seperti : kanker, serangan jantung, tekanan darah tinggi,

penyempitan pembuluh darah, dan lain sebagainya.

Perlu suatu pemikiran yang cemerlang dan usaha yang ulet/gigih dan nyata

dalam upaya mewujudkan pemanfaatan limbah khususnya minyak goreng agar

tidak terbuang sia-sia. Kemudian muncullah gagasan untuk menjadikan minyak

goreng bekas sebagai sumber energi alternatif. Dan gagasan tersebut kini telah

terealisasi, dan masih terus disempurnakan riset dan pengembangannya.

Minyak goreng bekas tidak layak digunakan secara langsung menjadi bahan

bakar cair alternatif. Hal ini disebabkan karena masih adanya kandungan air dan

asam lemak bebas, viskositas yang tinggi, angka/nilai cetane-nya yang rendah,

serta berbagai sisa bahan yang dapat mengganggu proses pembakaran. Jelaslah

bahwa hal itu semua akan berdampak terhadap efisiensi pembakaran yang rendah,

dan lebih dikhawatirkan lagi akan membentuk sisa pembakaran yang berbahaya

12

Page 32: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

bagi keseimbangan lingkungan. Oleh karena itulah, perlu dilakukan suatu

pengolahan lebih lanjut terhadap minyak goreng bekas sehingga terbebas dari air

dan asam lemak serta zat-zat pengotor, dan diupayakan viskositasnya menjadi

cukup rendah, volatilitasnya cukup tinggi, angka/nilai cetane-nya cukup tinggi,

dan juga menghasilkan zat sisa yang cukup aman bagi lingkungan serta efisiensi

pembakarannya yang tinggi. Salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk

mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan cara memanfaatkan minyak

goreng bekas menjadi bahan baku pembuatan metil ester yang cukup ideal sebagai

biodiesel (Suhardiman dan Afantri, 2004).

2.1.5 Teknik pembuatan biodiesel

Esterifikasi dan transesterifikasi merupakan salah satu cara untuk membuat

alkil ester (metil ester) untuk biodiesel. Esterifikasi dan transesterifikasi dapat

dilakukan secara bersamaan ataupun secara terpisah (Suhardiman dan Afantri,

2004).

Reaksi transesterifikasi yang diterapkan untuk sintesis biodiesel dari minyak

sawit ataupun minyak-minyak nabati lainnya dianggap belum memberikan

perolehan yang ekonomis untuk pengadaan bahan bakar pada mesin-mesin diesel

di Indonesia. Penggunaan metanol sebesar 2 – 3 kali jumlah molar asam-asam

lemak bebasnya (ALB) adalah tidak ekonomis sekaligus berbahaya mengingat

sifatnya sebagai bahan kimia beracun dan berbahaya (B3), sedangkan perolehan

metil ester dari minyak sawit atau Palm Oil Methyl Ester (POME) hanya sekitar

70 %-υolum. Demikian informasi yang berhasil disadur dari apa yang

13

Page 33: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

disampaikan oleh Setijo Bismo dalam penelitiannya (2005).

Senyawa metil ester dapat disintesis dari limbah minyak goreng.

Sintesis senyawa metil ester dari asam lemak bebas minyak goreng bekas

sebagai pemanfaatan limbah rumah tangga dapat dilakukan dengan dua tahap

reaksi yakni proses esterifikasi yang kemudian dilanjutkan dengan proses

transesterifikasi. Keduanya menggunakan senyawa pereaksi berjenis alkohol.

Reaksi-reaksi ini dapat dilakukan secara batch maupun continue. Pada penelitian

yang telah dilakukan, pembuatan metil ester dari asam lemak bebas minyak

goreng bekas dilakukan dengan reaksi esterifikasi secara batch pada temperatur

90oC, dengan reaktan berupa minyak goreng bekas dan etanol. Katalis yang

digunakan adalah H2SO4. dari rekasi esterifikasi inilah dihasilkan metil ester yang

perolehannya dipengaruhi beberapa faktor seperti waktu reaksi, jumlah katalis dan

volume zat pereaksi (etanol) yang digunakan. Penambahan waktu reaksi

esterifikasi dapat meningkatkan perolehan metil ester. Begitu juga dengan

penambahan jumlah katalis dan volume etanol, keduanya akan meningkatkan

perolehan metil ester. Penambahan jumlah katalis ternyata memberikan pengaruh

yang tertinggi jika dibandingkan dengan peningkatan waktu reaksi dan volume

etanol (Suhardiman dan Afantri, 2004).

Pembuatan biodiesel dari minyak jelantah telah dilakukan oleh para peneliti

dengan berbagai metode. Pembuatan biodiesel dari minyak jelantah dan metanol

melibatkan reaksi transesterifikasi. Reaksi transesterifikasi adalah reaksi antara

minyak dengan alkohol membentuk ester dan produk samping berupa gliserol.

Reaksi transesterifikasi ini berjalan dengan katalis asam ataupun basa. Pada tahun

14

Page 34: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

2002 Agricultural Utilization Research Institute melaporkan bahwa penelitian

yang telah dilakukan oleh Peterson et al dan Rice et al, transesterifikasi minyak

jelantah dan metanol dengan katalis basa ternyata tidak memperlihatkan adanya

reaksi yang banyak berarti dalam mengkonversi minyak jelantah menjadi metil

ester atau biodiesel. Hal tersebut disebabkan karena minyak jelantah mengandung

5 – 15 % asam lemak bebas yang tidak dapat terkonversi menjadi metil ester atau

biodiesel. Minyak jelantah yang telah mengalami pemanasan pada temperatur

tinggi mengandung asam lemak bebas tinggi. Kadar asam lemak bebas ini akan

menimbulkan reaksi penyabunan dan menghambat pembentukan biodiesel pada

reaksi transesterifikasi. Salah satu metode untuk mengatasi hal ini adalah dengan

melakukan perlakuan awal terhadap jelantah melalui reaksi esterifikasi untuk

mengurangi kadar asam lemak bebas sebelum dilakukan transesterifikasi. Tujuan

dari perlakuan awal ini adalah untuk mengubah asam lemak bebas menjadi alkil

ester (biodiesel). Reaksi esterifikasi berjalan dengan cepat pada keadaan asam.

Katalis asam yang biasa digunakan dalam reaksi ini adalah asam sulfat (H2SO4)

(Saefudin, 2005).

Dengan adanya penambahan katalis tertentu pada produksi biodiesel

diharapkan hasil produksinya semakin meningkat, baik itu segi kuantitas (jumlah/

volum yang diperoleh) maupun kualitasnya (tingkat kemurnian hasil akhirnya).

Selain itu, penggunaan katalis jenis tertentu juga diharapkan akan dapat menekan

pengeluaran tambahan untuk biaya produksi. Biaya produksi tambahan ini tidak

jarang harus dikeluarkan, misalnya saja karena perlunya pembelian sejumlah

katalis yang baru setiap kali akan memulai produksi biodieselnya. Padahal hal

15

Page 35: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

semacam ini bisa saja tidak perlu dilakukan setiap kali akan memulai proses

produksi bilamana jenis katalis yang digunakan bisa dimurnikan kembali dengan

metode yang jauh lebih efektif dan efisien, tergantung dari pemilihan jenis katalis

dan alur proses produksinya.

Katalis asam sulfat merupakan katalis asam homogen. Namun, penggunaan

asam sulfat sebagai katalis dalam skala industri dinilai kurang ekonomis karena

asam sulfat yang telah digunakan bercampur dengan alkohol, sehingga sulit untuk

dipisahkan.Untuk itulah diperlukan alternatif katalis yang dapat menggantikan

asam sulfat, salah satunya yaitu katalis asam padat (Saefudin, 2005).

Dalam penelitian ini akan dilakukan pengasaman zeolit, yang selanjutnya

zeolit asam tersebut (H-zeolit) digunakan sebagai katalis dalam reaksi esterifikasi

sebagai perlakuan awal pada minyak goreng bekas dengan tujuan untuk

menurunkan kadar asam lemak bebasnya.

Reaksi terkatalisis asam dilanjutkan dengan katalisis basa merupakan salah

satu metode yang baik dalam memproduksi alkil ester dari minyak atau lemak

dengan kandungan asam lemak bebas tinggi. Katalis asam relatif cepat

mengkonversi asam lemak bebas menjadi metil ester. Oleh karena itu reaksi

terkatalisis asam digunakan sebagai proses perlakuan awal untuk minyak dengan

kandungan asam lemak bebas tinggi. Setelah perlakuan awal dengan reaksi

terkatalisis asam, jumlah asam lemak bebas berkurang sampai 0,5 % atau lebih

rendah, kemudian dilanjutkan dengan reaksi terkatalisis basa untuk mengubah

trigliserida menjadi alkil ester. Metode ini dapat digunakan untuk mengkonversi

minyak dengan kandungan asam lemak bebas yang tinggi dengan cepat dan

16

Page 36: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

efektif. Asam lemak bebas yang bereaksi dengan alkohol menghasilkan produk

air. Oleh karena itu, jumlah air yang terbentuk meningkat selama reaksi

transesterifikasi minyak yang mengandung asam lemak bebas dengan katalis basa.

Jumlah kandungan air 0,3 % b/b dapat mengurangi produk karena air bereaksi

dengan katalis basa alkali membentuk sabun. Terbentuknya air masih menjadi

masalah selama proses perlakuan awal dengan katalis asam. Salah satu cara untuk

mengatasinya adalah dengan penambahan metanol secara berlebih pada proses

perlakuan awal, di mana air yang terbentuk akan terlarut dan tidak menghambat

proses reaksi. Rasio molar alkohol dibanding asam lemak bebas yang baik adalah

sebesar 40:1. Kekurangan dari metode ini adalah dibutuhkannya energi yang

banyak untuk mendapatkan kembali metanol yang telah digunakan. Metode

lainnya adalah membiarkan reaksi esterifikasi terkatalisis asam berjalan sampai

terhenti oleh pembentukan air. Selanjutnya, alkohol dan air diuapkan. Jika

kandungan asam lemak bebas masih sangat tinggi, campuran ditambahkan

metanol, jika dibutuhkan, katalis asam dapat ditambahkan pula untuk melanjutkan

reaksi. Proses seperti ini dapat dilanjutkan berulang kali dengan menggunakan

metanol yang lebih sedikit dari pada perlakuan sebelumnya. Namun metode ini

masih memerlukan energi besar untuk distilasi dalam memperoleh metanol

kembali. Salah satu metode untuk mengurangi penggunaan energi yang terlalu

besar adalah dengan membiarkan reaksi berakhir. Setelah beberapa jam, campuran

metanol dan air akan naik ke permukaan dan dapat dipisahkan. Kemudian,

metanol dan katalis asam dapat ditambahkan untuk reaksi esterifikasi selanjutnya

(Saefudin, 2005). Kemudian gliserol dan etilen glikol digunakan untuk

17

Page 37: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

memisahkan air dari campuran metanol dan air.

Proses pengolahan biodiesel. Pada pembuatan biodiesel dari minyak nabati,

kadar asam lemak bebasnya harus diminimalisasi terlebih dahulu, bahkan kalau

bisa dihilangkan. Cara pengolahan asam lemak bebas dapat dilakukan dengan

beberapa cara berikut :

– Kadar FFA < 2 % → dengan reaksi penetralan.

– Kadar FFA > 2 % → dengan reaksi esterifikasi.

Berikut ini beberapa tahapan perlakuan yang umumnya diterapkan dalam

proses pengolahan biodiesel :

– Pengontrolan kadar air dan asam lemak bebas pada bahan baku yang

digunakan, yaitu : minyak atau lemak. Jika kadar asam lemak bebas atau

air dalam bahan baku terlalu tinggi maka dimungkinkan terjadinya proses

safonifikasi dan juga pembentukan gliserin.

– Katalis dilarutkan dalam alkohol dengan pengadukan.

– Campuran alkohol dan katalis direaksikan secara batch dengan minyak.

Sistem dibuat tertutup dari atmosfer untuk mencegah kehilangan alkohol.

– Fase gliserin yang terbentuk akan dapat dipisahkan secara alami dari fase

biodiesel, karena keduanya dipisahkan oleh gaya berat masing-masing.

– Setelah fase gliserin dan biodiesel berhasil dipisahkan, maka kelebihan

alkohol yang terdapat pada masing-masing fasenya dapat dikurangi atau

bahkan dihilangkan dengan proses evaporasi ataupun destilasi.

– Produk gliserin umumnya masih bercampur dengan katalis dan sabun.

Kemudian sabun yang bersifat basa tersebut dinetralisasi dengan asam,

18

Page 38: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

dan katalisnya dipisahkan dengan perlakuan tertentu tergantung jenis

katalis yang telah digunakan.

– Biodiesel yang dihasilkan kemudian siap diolah kembali ataupun

digunakan bilamana telah sesuai dengan standar mutu yang diinginkan.

2.1.6 Pengujian yang dilakukan terhadap biodiesel

Uji produk biodiesel yang berstandar internasional salah satunya dilakukan

dengan metode yang ditetapkan oleh ASTM (American Society for Testing and

Materials). ASTM mengeluarkan metode yang berisi tentang alat-alat dan

prosedur-prosedur baku yang digunakan untuk menguji suatu produk sehingga

dapat digunakan sebagai bahan bakar dengan membandingkan dengan standar

yang digunakan di mana memiliki karakterisasi tertentu sebagai biodiesel. Bahan

bakar diesel yang diproduksi Indonesia saat ini ada dua jenis yaitu bahan bakar

solar yang digunakan untuk motor diesel dengan kecepatan putar tinggi dan bahan

bakar untuk mesin diesel dengan kecepatan putar rendah (Saefudin, 2005).

Standar mutu biodiesel di Indonesia sudah diatur dalam SNI-04-7182-2006,

yang telah diterbitkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) pada tanggal 22

Februari 2006, sebagaimana yang tercantum pada tabel berikut ini :

19

Page 39: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

Tabel 2.1 Persyaratan Kualitas Biodiesel Menurut SNI-04-7182-2006

Parameter dan satuannya Batasan Test Method ASTM

Massa jenis pada 40°C, kg/m3 850 – 890 D 1298

Viskositas kinematik pada 40°C, mm2/s (cSt) 2,3 – 6,0 D 445

Angka setana Min 51 D 613

Titik nyala (mangkuk tertutup), °C Min 100 D 93

Titik kabut, °C Maks 18 D 2500

Korosi bilah tembaga (3 jam, 50°C) Maks no.3 D 130

Residu karbon, % berat D 4530

- dalam contoh asli Maks 0,05

- dalam 10 % ampas destilasi Maks 0,03

Air dan sedimen, % volume Maks 0,05 D 2709

Temperatur destilasi 90 %, °C Maks 360 D 1160

Abu tersulfaktan, % berat Maks 0,02 D 874

Sumber : Setyawan, 2010

Selain itu, dalam penelitian ini juga dilakukan analisa GC dan GC-MS

untuk memastikan keberadaan/kapasitas senyawa-senyawa metil ester yang

dihasilkan secara kimiawi.

2.1.7 Karakteristik biodiesel yang diharapkan

Karakteristik biodiesel yang diharapkan tentunya sesuai dengan standar

mutu yang ada, yang telah ditetapkan dan yang benar-benar diakui, baik secara

nasional maupun internasional. Sehingga produk yang dihasilkan benar-benar bisa

diterima oleh masyarakat umum, lebih terjamin keamanannya, dan akhirnya

dapat tetap diproduksi serta dipasarkan secara bebas.

20

Page 40: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

2.1.8 Contoh pemanfaatan biodiesel

Sama halnya dengan bahan bakar diesel, biodiesel pun dapat digunakan

sebagai bahan bakar penggerak mesin bertenaga diesel, ia bahkan dapat digunakan

sebagai bahan pencampur untuk beberapa jenis bahan bakar lain sehingga

menghasilkan kualitas pembakaran dan efisiensi yang lebih baik, contohnya

seperti penambahan sejumlah biodiesel pada kerosin atapun bensin yang bisa juga

digunakan untuk bahan bakar kompor dan lampu minyak sehari-hari dalam rumah

tangga.

2.2 Katalis

Katalis merupakan bahan yang dapat dimanfaatkan untuk mempercepat

proses suatu reaksi kimiawi.

Menurut fase reaksi dan fase katalis, katalis dapat dibedakan menjadi katalis

homogen dan katalis heterogen. Katalis homogen adalah katalis yang fasenya

sama dengan fase reaktan, sebaliknya jika fase katalis berbeda dengan fase

reaktan yang dikatalisis, katalis tersebut disebut katalis heterogen.

Katalis merupakan bahan yang berpotensi dalam bidang industri dan juga

bernilai ekonomis, sehingga patut untuk dikelola dan dikembangkan, atau bahkan

dilestarikan agar dapat terus dimanfaatkan untuk kesejahteraan dan kebaikan

bersama.

21

Page 41: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

2.2.1 Sekilas tentang perkembangan katalis

Bidang kajian katalis berkembang dalam berbagai aspek, pada jenis reaksi

yang beragam dan aplikasi dalam industri yang luas. Dalam dunia industri, katalis

banyak digunakan dalam produksi polimer, perengkahan minyak bumi untuk

menghasilkan produk yang spesifik, bahkan untuk mensintesis bahan bakar dari

udara. Sampai saat ini diperkirakan 90 % proses kimia dalam industri merupakan

reaksi yang dikatalisis. Penggunaan katalis secara global diperkirakan

memerlukan investasi sebesar 2,7 milyar dolar Amerika sampai tahun 1984, dan

kemungkinan akan terus meningkat di tahun-tahun belakangan ini. Sekitar 53 %

dari investasi tersebut dikonsumsi oleh Amerika Serikat, sekitar 17 % oleh

masyarakat Eropa, dan sekitar 30 % lainnya oleh negara-negara lain. Bidang

penggunaan katalis terdiri dari pabrik kimia (sekitar 43 %), pabrik dan

pengilangan minyak bumi (sekitar 35 %), dan katalis untuk pengontrol emisi

(sekitar 22 %) (Fatimah, 2004).

Dalam aspek keilmuan, katalis dikembangkan melalui desain katalis yang

mengarah pada sintesis katalis dengan performance selektifitas dan aktifasi tinggi.

Teknologi katalis berkembang sangat pesat didorong oleh kebutuhan ekonomis

dunia industri akan katalis yang memiliki selektifitas dan aktifitas yang tinggi,

waktu hidup (life time) yang panjang dan biaya produksi yang murah (Fatimah,

2004).

22

Page 42: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

2.2.2 Keuntungan penggunaan katalis

Katalis memegang peranan penting khususnya dalam bidang industri,

karena tidak jarang suatu proses produksi tidak dapat berlangsung cepat dan

efisien jika tidak didukung oleh katalis. Sebagai contoh, reaksi yang digunakan

dalam industri perengkahan, dimana tanpa menggunakan katalis, reaksi dapat

menghasilkan produk jika dilangsungkan pada temperatur lebih dari 1000°C,

sementara dengan menggunakan katalis, reaksi dapat dilangsungkan pada

temperatur kurang dari 500°C. Dengan mempertimbangkan aspek ekonomis dan

energi yang diperlukan dalam suatu reaksi, penggunaan katalis tentulah cenderung

lebih menguntungkan. Selain itu, pada kebanyakan reaksi yang tidak dikatalisis,

terutama pada reaksi organik, produk reaksi yang dihasilkan akan sangat beragam.

Untuk memperoleh kuantitas dan kualitas produksi, penggunaan katalis dinilai

sangat menguntungkan karena pemilihan katalis yang sesuai/tepat untuk jenis

reaksi kimiawi tertentu dimungkinkan dapat menghasilkan jenis produk utama

dengan konsentrasi dan kemurnian yang jauh lebih tinggi bila dibandingkan tanpa

menggunakan katalis sama sekali. Karena itulah, mengapa hingga kini penelitian

dan pengembangan tentang berbagai jenis katalis masih tetap menjadi isue hangat.

Demikian wacana singkat yang berhasil disadur oleh penulis dari apa yang ditulis

oleh Ibu Is Fatimah dalam salah satu bukunya yang membahas mengenai katalis.

2.2.3 Katalis sebagai solusi dalam produksi biodiesel

Biodiesel dapat dihasilkan dari olahan minyak/lemak nabati ataupun hewani

yang diproses secara kimiawi. Reaksi kimia yang umumnya diterapkan adalah

23

Page 43: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

reaksi kimia alkoholisis, yaitu pemecahan suatu gugus/senyawaan menggunakan

reaktan yang berupa senyawa alkohol. Dimana, minyak/lemak tersebut dicampur

dengan senyawa alkohol reaktif dengan komposisi tertentu dan kondisi/perlakuan

serta jangka waktu yang tertentu pula. Selanjutnya dihasilkanlah suatu senyawaan

metil ester sebagai bentuk konversi dari minyak/lemak tersebut. Namun

sayangnya metil ester yang dihasilkan kadang kala sangatlah sedikit, padahal

waktu dan energi yang digunakan untuk terjadinya perubahan materi ini tidaklah

tergolong singkat, apalagi bila minyak/lemak yang digunakan adalah

minyak/lemak yang telah teroksidasi yang banyak mengandung asam lemak bebas

dan juga pengotor di dalam campurannya maka dapat dipastikan hasil utama yang

diperoleh jauh dari apa yang diharapkan. Karena itulah, kemudian diterapkan

berbagai proses produksi alternatif hasil penelitian dan pengembangan dari

berbagai pakar biodiesel yang intinya diperlukan suatu metode dan perlakuan

tertentu dalam upaya meningkatkan kuantitas dan kualitas metil ester yang

dihasilkan. Salah satunya adalah dengan menggunakan katalis, baik untuk

mempercepat reaksi/prosesnya maupun untuk meningkatkan kemurnian serta

kapasitas metil ester pada hasil akhirnya.

2.2.4 Penggunaan katalis dalam produksi biodiesel

Hingga saat ini telah banyak katalis yang digunakan dalam industri

biodiesel, terutama jenis katalis homogen. Salah satu contohnya adalah asam

sulfat. Pada awalnya, asam sulfat cukup banyak digunakan sebagai katalis karena

harganya yang relatif terjangkau dan jumlah produksinya yang melimpah, serta

24

Page 44: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

ditunjang oleh relatif mudah pendistribusian dan cara memperolehnya. Namun

sayang, hasil biodiesel yang dihasilkan masihlah jauh dari apa yang diharapkan,

karena masih banyaknya campuran sulfur pada hasil akhirnya. Selain itu, upaya

pemurniannya pun membutuhkan biaya dan energi ekstra, jadi biodisel yang

dihasilkan masihlah relatif tinggi harga jualnya karena biaya produksinya pun

cukup mahal. Karena itulah, kini mulai banyak dikembangkan jenis katalis

lainnya yaitu katalis heterogen, salah satunya adalah katalis dari bebatuan yaitu

zeolit. Mengapa dikembangkan dan digunakan katalis heterogen dalam produksi

biodiesel ini, alasannya cukup sederhana, yaitu agar dapat menekan sebagian

biaya produksi yang banyak diperuntukkan untuk membeli katalis baru dan juga

memisahkan katalis homogen dari fase akhirnya.

2.2.5 Zeolit sebagai bahan alternatif yang patut dikaji

Bebatuan zeolit banyak di jumpai di sebagian besar wilayah Indonesia.

Jumlahnya yang melimpah sungguhlah sayang bila hanya disia-siakan tanpa

upaya pendayagunaan dan juga pelestarian. Selama ini, bebatuan zeolit banyak

digunakan sebagai pelengkap dekorasi baik interior maupun eksterior

rumah/bagunan, dan sebagian lainnya digunakan sebagai bebatuan pelengkap

kolam ikan/aquarium. Namun, di tangan ilmuan kimia, bebatuan ini bisa dirubah

menjadi sesuatu yang memiliki nilai tambah dan sangat bermanfaat khususnya

dalam industri kimia. Struktur kisinya yang unik dan spesifik ternyata menyimpan

beragam potensi untuk dikembangkan menjadi sejenis katalis heterogen yang

berguna dalam berbagai reaksi kimia, khususnya yang terkait dengan upaya

25

Page 45: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

pengolahan minyak/lemak menjadi biodiesel. Molekul bebatuan zeolit yang

berongga-rongga memungkinkan untuk disisipi unsur-unsur/zat bermuatan yang

dapat membantu kelangsungan suatu mekanisme reaksi kimia tertentu, dalam hal

ini adalah pembentukan senyawa metil ester baik secara langsung ataupun tidak

langsung. Zeolit yang melimpah ini ternyata dapat menjadi bahan alternatif yang

tidak hanya digunakan sebagai pemanis tata ruang namun juga sebagai komoditi

penting dalam industri katalis.

2.2.6 Penggunaan NaOH dalam produksi biodiesel

Natrium hidroksida merupakan salah satu jenis senyawa basa kuat yang bisa

berfungsi juga sebagai katalis untuk beberapa reaksi kimia tertentu, salah satunya

adalah reaksi transesterifikasi, yang umum dilakukan dalam proses pembuatan

biodiesel. Reaksi transesterifikasi merupakan tahapan reaksi kedua yang

dilakukan sebagai upaya penyempurnaan pembentukan metil ester di tahapan

reaksi sebelumnya, yaitu esterifikasi.

Sengaja dipilih senyawa natrium hidroksida dalam ujicoba pembuatan

biodiesel ini, selain karena senyawa ini relatif mudah diperoleh, harganya pun

relatif terjangkau, dan juga cukup reaktif sebagai katalisator.

2.2.7 Penggunaan katalis (terkait dengan proses dan hasil yang diharapkan)

Penggunaan katalis dalam proses produksi biodiesel ini ditujukan agar

proses produksinya dapat berlangsung lebih baik dan lebih cepat, lebih efektif dan

lebih efisien, baik itu biaya maupun konsumsi energinya. Selain itu, hasil yang

26

28

Page 46: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

diperoleh itu pun nantinya diharapkan dapat mencukupi dan berdaya saing tinggi,

baik itu dari segi kuantitas maupaun kualitasnya.

27

Page 47: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

BAB III

DASAR TEORI

3.1 Biodiesel

Biodiesel merupakan campuran monoalkil ester asam lemak (metil ester)

yang diperoleh dari minyak nabati dan/atau lemak hewani. Baik minyak nabati

ataupun lemak hewani, keduanya termasuk golongan lipid (lipida). Beberapa jenis

lipida dapat dikonversi menjadi ester yang berguna dalam pembuatan biodiesel.

Minyak dan lemak merupakan gugus trigliserida (triasilgliserol), karena minyak

dan lemak membentuk ester dari tiga molekul asam lemak yang terikat pada

molekul gliserol.

Biodiesel adalah bahan bakar dari minyak nabati yang memiliki sifat

menyerupai minyak diesel.

Kelebihan biodiesel dibanding minyak diesel fosil/solar antara lain :

1. Merupakan bahan bakar yang ramah lingkungan karena menghasilkan emisi

yang jauh lebih baik (free sulphur dan smoke number yang rendah), sesuai

dengan isu global.

2. Cetane number lebih tinggi sehingga efisiensi pembakaran lebih baik.

3. Memiliki sifat pelumasan terhadap piston mesin.

4. Biodegradable.

5. Merupakan renewable energy yang relatif cepat diregenerasikan.

6. Meningkatkan independensi suplai bahan bakar karena dapat diproduksi

secara lokal.

28

Page 48: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

Demikian informasi yang disadur dari Engineering Center – BBPT Indonesia.

Minyak umumnya mengandung sekitar empat belas jenis asam lemak.

Dalam minyak nabati asam-asam lemak tersebut terikat sebagai trigliserida. Selain

itu, asam lemak juga ada yang tidak terikat sebagai trigliserida dan disebut sebagai

asam lemak bebas. Kandungan asam lemak bebas yang tinggi dapat menyebabkan

terbentuknya sabun saat memproduksi biodiesel. Seperti yang telah disebutkan

sebelumnya, trigliserida bisa mengandung asam lemak yang berbeda-beda. Lemak

cenderung mengandung lebih banyak asam lemak jenuh, sedangkan minyak

nabati mengandung lebih banyak asam lemak tak jenuh.

Minyak nabati yang lazim digunakan dalam produksi biodiesel merupakan

trigliserida yang mengandung asam oleat dan asam linoleat. Lemak yang lazim

digunakan sebagai bahan dasar pembuatan biodiesel merupakan trigliserida yang

mengandung asam palmitat, asam stearat dan asam oleat (Saefudin, 2005).

Biodiesel yang mengandung ikatan jenuh tinggi merupakan biodiesel yang

tahan terhadap oksidasi oleh udara, mempunyai bilangan oktan tinggi tetapi

bermasalah pada temperatur rendah yang menyebabkan mesin sulit dihidupkan

pada cuaca dingin (Wijaya, K. dkk, 2006).

Biodiesel dihasilkan oleh transesterifikasi molekul trigliserida (TG) atau

lemak yang besar dan bercabang menjadi molekul metil ester yang lebih kecil dan

merupakan rantai lurus. Reaksi transesterifikasi ini menggunakan katalis basa

alkali atau katalis asam. Berikut ini tiga langkah reaksi transesterifikasi dengan

pembentukan intermediet digliserida (DG) dan monogliserida (MG) menghasilkan

tiga mol metil ester (ME) dan satu mol gliserol (GL) (Saefudin, 2005).

29

Page 49: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

Reaksi umum :

.....................( 1 )

Tahap-tahap reaksi :

.............................( 2 )

.............................( 3 )

.............................( 4 )

Biodiesel dapat dihasilkan dengan empat cara, yaitu dengan mencampurkan

langsung, mikro emulsi, pirolisis atau cracking (perengkahan), dan dengan cara

yang lazim digunakan yaitu transesterifikasi (Saefudin, 2005).

Para peneliti sebelumnya menemukan permasalahan mengkonversi

biodiesel dengan katalis basa jika digunakan bahan dasar yang mengandung asam

lemak bebas tinggi. Minyak dengan kandungan asam lemak bebas tinggi sulit

untuk dikonversi menjadi biodiesel dengan katalis basa sepert NaOH atau KOH,

karena terjadi reaksi penyabunan yang menghambat reaksi transesterifikasi.

..........( 5 )

Beberapa peneliti menyatakan bahwa katalis asam lebih baik digunakan untuk

mengkonversi minyak dengan kandungan asam lemak bebas tinggi menjadi

biodiesel. Keim (1945) pertama kali mengusulkan untuk mengkonversi biodiesel

dari minyak yang megandungan asam lemak tinggi dengan reaksi terkatalisis

30

Page 50: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

asam terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan reaksi dengan katalisis basa

alkali. Reaksi yang pertama merupakan reaksi esterifikasi dengan katalis asam

yang bertujuan untuk mengkonversi asam lemak bebas menjadi ester sampai

jumlah asam lemak sangat kecil. Reaksi tahap kedua adalah reaksi

transesterifikasi untuk mengkonversi trigliserida menjadi biodiesel dengan katalis

basa alkali tanpa terbentuk sabun. Keim menyatakan bahwa laju reaksi katalis

basa alkali dengan trigliserida 10-50 kali lebih cepat dibandingkan dengan katalis

asam. Namun, alkali bereaksi dengan asam lemak bebas membentuk sabun,

sehingga gliserol sukar dipisahkan. Arrowsmith telah melakukan penelitian lebih

lanjut tentang alkil ester. Arrowsmith menyatakan bahwa katalis basa alkali harus

seminimal mungkin, karena jumlah sabun akan meningkat dengan semakin

banyaknya jumlah katalis basa alkali. Dia juga melakukan pengamatan bahwa

dengan meningkatkan jumlah alkohol sampai berlebih dapat meminimalkan

jumlah katalis yang dibutuhkan. Namun masalah yang ditimbulkan akibat alkohol

yang berlebihan ini adalah saat pemisahan ester dan gliserol, terutama untuk

etanol dan molekul alkohol yang lebih besar. Proses pemisahan dilakukan dengan

penambahan air, di mana air akan menarik gliserol dari fase ester. Fase yang

berada di lapisan bawah merupakan campuran gliserol, alkohol dan air. Untuk

memisahkan campuran ini diperlukan energi yang sangat besar, khususnya jika

melibatkan campuran azeotrop seperti etanol dan air. Trent (1945) menyebutkan

aspek-aspek baru tentang proses alkoholisis. Trent menyatakan bahwa ester

diproduksi dengan alkohol dengan molekul besar mempunyai kecenderungan

besar terbentuknya gel dari pembentukan sabun jika dibandingkan dengan

31

Page 51: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

metanol. Peningkatan temperatur yang terlalu cepat dapat meningkatkan proses

saponofikasi. Trent menganjurkan untuk menggunakan kenaikan temperatur

bertahap, dari 40 – 50°C kemudian naik sampai 110 – 123°C. Pada saat

pemisahan air, Trent menyatakan untuk menggunakan ekstraksi cair-cair dengan

pelarut yang tidak dapat bercampur dengan ester. Untuk ekstraksi cair-cair ini

digunakan pelarut polar seperti furfural, sulfur dioksida, nitro metana, metanol,

etanol, etilen glikol, alkil alkohol, etil sulfat, asetaldehida, asetamida, dikloro

dietil eter dan metil karbitol. Trent juga menyebutkan bahwa alkohol dapat

digunakan sebagai agen pencuci untuk menghilangkan asam lemak dan air dari

trigliserida (Saefudin, 2005).

Minyak atau lemak yang memiliki kandungan asam lemak bebas tinggi

seperti minyak jelantah (2 – 7 %) dan lemak hewan (5 – 30 %), perlu dilakukan

dua langkah reaksi dengan katalis asam dan basa untuk mengatasi asam lemak

bebas yang tinggi dalam memproduksi biodiesel (Saefudin, 2005).

Reaksi terkatalisis asam mengubah asam lemak bebas menjadi alkil ester.

Berkurangnya asam lemak bebas menghindari reaksi saponifikasi yang terjadi jika

asam lemak bebas bereaksi dengan katalis basa alkali saat reaksi transesterifikasi

terkatalisis basa. Selanjutnya alkil ester dan gliserol dihasilkan dalam reaksi

transesterifikasi sisa trigliserida dengan katalis basa (Saefudin, 2005).

Proses pembuatan biodiesel yaitu dikatalisis dengan katalis asam atau basa.

Kebanyakan, katalis basa lebih baik dikarenakan lebih cepat bereaksi dan reaksi

lebih mudah dilakukan karena memerlukan suhu dan tekanan yang rendah

(Saefudin, 2005). Namun, haruslah tetap waspada akan keberadaan air terlarut

32

Page 52: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

yang dapat menghambat proses pembentukan metil ester. Pemisahan biodiesel

dari gliserol pada reaksi yang sederhana umumnya akan menerapkan prinsip

pemisahan menggunakan gaya beratnya.

3.2 Minyak / lemak nabati

Minyak nabati, seperti minyak kelapa sawit, merupakan bahan baku primer

yang digunakan dalam produksi biodiesel. Menurut laporan hasil analisa dari

Departemen Pertanian, jika dibandingkan dengan harga minyak bumi, harga

biodiesel relatif lebih tinggi. Berbagai cara untuk mengatasi tingginya harga

biodiesel ini dilakukan dengan penelitian-penelitian dalam penentuan metode

yang tepat untuk menekan harga biodiesel. Lemak hewan dan minyak nabati dapat

dibuat menjadi biodiesel, tetapi bahan-bahan tersebut sangat mahal. Oleh karena

itu, pilihan alternatif lain untuk menekan harga adalah dengan penggunaan limbah

minyak goreng atau jelantah yang biasanya berasal dari minyak nabati. Kesulitan

yang ditemui pada pengolahan biodiesel dengan limbah minyak goreng ini adalah

sifatnya yang mudah membeku, selain itu biodiesel yang dihasilkan dari limbah

minyak ini lebih sedikit (Saefudin, 2005).

Minyak nabati yang lazim digunakan dalam produksi biodiesel merupakan

trigliserida yang mengandung asam oleat dan asam linoleat. Lemak yang lazim

digunakan sebagai bahan dasar pembuatan biodiesel merupakan trigliserida yang

mengandung asam palmitat, asam stearat dan asam oleat. Minyak jelantah dari

minyak kelapa sawit mengandung asam palmitat, asam linoleat dan asam stearat

Asam stearat merupakan asam karboksilat jenuh dengan 18 atom C, dan asam

33

Page 53: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

palmitat merupakan asam karboksilat dengan 18 atom C. Seperti asam stearat,

asam linoleat adalah asam karboksilat memiliki 18 atom C, tetapi asam linoleat

mempunyai dua buah ikatan rangkap (Saefudin, 2005).

Table 3.1 Rumus Kimia dan Struktur Beberapa Asam Lemak

Sumber : Saefudin (2005).

3.2.1 Minyak sawit

Minyak sawit (palm oil) merupakan salah satu jenis minyak nabati yang

potensial untuk diolah menjadi minyak goreng selain minyak kelapa (coconut oil).

Dari buah kelapa sawit dapat diperoleh dua jenis minyak yang berbeda yaitu palm

oil (yang berasal dari sabut/kulit kelapa sawit) dan palm karne oil/minyak inti

sawit (yang berasal dari daging buah kelapa sawit yang umumnya dipakai sebagai

bahan dasar pembuatan sabun dan margarin) (Suhardiman dan Afantri, 2004).

Kandungan minyak ataupun lemak nabati secara umum bukanlah trigiserida

tunggal, melainkan perpaduan dari beberapa macam trigliserida yang bercampur

secara rumit. Karena itulah, komposisi minyak atau lemak biasa dinyatakan dalam

persentase berbagai asam yang diperoleh dari reaksi penyabunannya. Beberapa

jenis minyak atau lemak tidak jarang menghasilkan satu atau dua jenis asam saja

yang dominan dengan sedikit persentase kadar asam yang lainnya.

34

Page 54: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

Tabel 3.2 Komposisi Asam Lemak Pada Minyak Sawit

No. Asam Lemak Kadar (%)

1. Asam Miristat ( CH3(CH2)12COOH ) 1,1 – 2,5

2. Asam Palmitat ( CH3(CH2)14COOH ) 40 – 46

3. Asam Stearat ( CH3(CH2)16COOH ) 2,0 – 4,7

4. Asam Oleat ( CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7COOH ) (cis) 38 – 46

5. Asam Linoleat ( CH3(CH2)4CH=CHCH2CH=CH(CH2)7COOH ) (cis, cis)

7 – 11

Sumber : (Hart et al, 2003), (Suhardiman dan Afantri, 2004), dan (Andi, 2005)

3.2.2 Minyak goreng

Minyak goreng didefinisikan sebagai minyak yang diperoleh dengan cara

pemurnian minyak nabati dan dipergunakan sebagai bahan pangan. Selain

berfungsi sebagai media pengembang dan penghantar panas, minyak goreng juga

berfungsi sebagai pemberi cita rasa gurih pada bahan pangan hasil gorengan serta

sebagai pelarut berbagai zat gizi dan juga sumber beberapa lemak esensial.

Mutu minyak sangat dipengaruhi oleh komponen asam lemaknya, karena

asam lemak tersebut akan mempengaruhi sifat fisik, kimia dan stabilitas minyak

selama proses penggorengan (Suhardiman dan Afantri, 2004).

Warna merupakan salah satu faktor yang juga menentukan kualitas minyak.

Warna coklat yang terdapat pada minyak sawit umumnya karena adanya

kandungan protein dan karbohidrat yang terlarut dalam minyak, warna ini bukan

disebabkan oleh zat warna alamiah, tetapi lebih dominan karena adanya reaksi

dari senyawa karbonil (yang berasal dari pemecahan peroksida) dengan asam

amino dari protein yang terjadi pada suhu tinggi.

35

Page 55: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

Ada beberapa penjelasan yang terkait dengan minyak goreng, diantaranya :

1. Perubahan sifat fisik dan kimia minyak goreng akibat pemanasan.

Selama proses pemanasan minyak goreng terjadi reaksi secara bertahap.

Reaksi ini diawali dengan terjadinya reaksi pembentukan warna, kemudian diikuti

dengan oksidasi polimerisasi, dan akhirnya terjadi hidrolisis. Tingkat kerusakan

minyak tergantung pada suhu dan waktu pemanasan, keberadaan zat-zat

pengoksidasi dan komposisi dari asam lemak pada minyak tersebut (Suhardiman

dan Afantri, 2004).

Perubahan sifat fisik minyak selama pemanasan diantaranya adalah timbul

warna kehitaman pada minyak akibat terbentuknya polimer dan degradasi

kandungan pigmen dalam minyak. Warna minyak yang kecoklatan disebabkan

karena terjadinya oksidasi tokoferol dan chroman quinon (Suhardiman dan

Afantri, 2004).

Hasil dari proses penggorengan dengan temperatur tinggi, minyak jelantah

mengalami perubahan warna. Perubahan warna ini dikarenakan oleh oksidasi

minyak (Saefudin, 2005).

Perubahan sifat kimia minyak yang terjadi selama proses penggorengan

meliputi kenaikan kadar asam lemak jenuh dan bilangan peroksidanya, serta

penurunan bilangan Iodnya (Suhardiman dan Afantri, 2004).

Penelitian yang dilakukan di University of Guelph, membuktikan bahwa

kandungan asam lemak bebas merupakan bagian terbesar dari hasil dekomposisi

minyak goreng. Nielsen menyatakan bahwa hubungan antara kandungan asam

lemak bebas dan kerusakan komponen minyak disebabkan oleh derajat oksidasi

36

Page 56: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

sekunder pada rantai pendek asam lemak. Hasil oksidasi sekundernya berupa

alkohol, karbonil dan asam (Saefudin, 2005).

2. Mutu minyak goreng.

Mutu atau kualitas minyak goreng dapat ditentukan dari sifat fisik dan

kimiawinya yang disebut sebagai "sifat penentu mutu". Parameter utama penentu

mutu yang lazim digunakan untuk menentukan mutu atau kualitas suatu jenis

minyak goreng adalah kadar asam lemak bebas dan bilangan peroksida

(Suhardiman dan Afantri, 2004). Sedangkan dalam Standar Nasional Indonesia :

SNI 01 – 2902, Tahun 1992, standar mutu minyak goreng dapat dilihat pada tabel

berikut ini.

Tabel 3.3 Standar Mutu Minyak Goreng Menurut SNI 01 – 2902, Tahun 1992

No. Kriteria Uji Persyaratan

1. Keadaan :

- Bau Normal

- Rasa Normal

2. Air dalam % (b/b) Maksimal 0,3

3. Asam Lemak Bebas dalam % (b/b) Maksimal 0,3

4. Minyak Pelikan Tidak Nyata

5. Cemaran :

- Besi (Fe) dalam (mg/Kg) Maksimal 1,5

- Timbal (Pb) dalam (mg/Kg) Maksimal 0,1

- Tembaga (Cu) dalam (mg/Kg) Maksimal 0,1

- Seng (Zn) dalam (mg/Kg) Maksimal 40

- Raksa (Hg) dalam (mg/Kg) Maksimal 0,05

- Timah (Sn) dalam (mg/Kg) Maksimal 40

6. Arsen (As) dalam (mg/Kg) Maksimal 0,1

Sumber : (Suhardiman dan Afantri, 2004)

37

Page 57: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

3. Penurunan gizi pada minyak goreng bekas.

Ada beberapa vitamin yang terkandung dalam minyak goreng antara lain

vitamin A, B, D, E, dan K. Vitamin-vitamin tersebut dapat rusak akibat adanya

proses pemanasan maupun oksidasi. Vitamin yang penting dalam proses

pertumbuhan dan reproduksi akan rusak pada minyak yang sudah tengik

(Suhardiman dan Afantri, 2004).

3.3 Ester

Ester adalah senyawa-senyawa hasil reaksi antara asam karboksilat dengan

alkohol. Sejak lama ester telah dikenal sebagai bahan pemberi aroma dan rasa

serta sebagai parfum. Penggunaan yang luas adalah sebagai pelarut dan pembuat

plastik, selain itu juga sebagai bahan pembuat kosmetik, obat-obatan dan

surfaktant (Suhardiman dan Afantri, 2004).

Rumus umumnya :

Gambar 3.1 Rumus Umum Struktur Molekul Kimia Senyawa Ester

Dengan R1 dan R2 merupakan gugus alkil (Mulyono, 2001).

3.3.1 Esterifikasi

Esterifikasi adalah sebutan umum yang diberikan untuk suatu jenis reaksi

kimia pembentukan senyawa organik dari reaksi pencampuran dua jenis senyawa

(yaitu alkohol dan asam organik) menjadi esternya, yang umumnya digunakan

38

Page 58: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

sebagai agen pemberi aroma dan cita rasa. Esterifikasi bersifat reversible, dan

umumnya juga melibatkan reaksi hidrolisis (reaksi penyabunan/safonifikasi) dan

penambahan sejenis katalis (http://en.wikipedia.org/wiki/Esterification dan

Mulyono, 2001).

Reaksi esterifikasi minyak yang mengandung asam lemak bebas tinggi

menggunakan katalis asam kuat seperti asam sulfat. Reaksi ini tidak menghasilkan

sabun karena tidak melibatkan logam alkali. Laju reaksi esterifikasi asam lemak

bebas menjadi alkil ester relatif cepat dan reaksi berjalan sempurna dalam waktu

satu jam pada 60°C. Namun, reaksi transesterifkasi trigliserida berjalan sangat

lambat, menghabiskan beberapa hari untuk sempurnanya reaksi. Pemanasan

sampai 130ºC dapat mempercepat reaksi dengan waktu reaksi 30 – 45 menit.

Permasalahan yang ditimbulkan dengan penggunaan katalis asam adalah

terbentuknya air di dalam campuran dan pada akhirnya menyebabkan terhentinya

reaksi sebelum reaksi berakhir sempurna (Saefudin, 2005).

Suatu metil ester merupakan senyawa alkil ester yang dapat digunakan

sebagai bahan bakar alternatif. Metil ester memiliki sifat fisik dan kimia yang

hampir sama dengan minyak diesel yang dihasilkan dari minyak bumi. Suatu

metil ester dapat dibentuk dengan reaksi langsung antara suatu asam karboksilat

dan suatu alkohol, yaitu reaksi yang disebut esterifikasi. Esterifikasi berkataliskan

asam dan merupakan reaksi yang reversible (Suhardiman dan Afantri, 2004).

Reaksi esterifikasi (Hart et al, 2003) :

................................( 6 )

39

Page 59: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

Mekanisme reaksi esterifikasi (Hart et al, 2003) :

Gambar 3.2 Mekanisme Reaksi Esterifikasi

Kereaktifan alkohol terhadap esterifikasi (Suhardiman dan Afantri, 2004)

dapat dilihat pada gambar berikut ini :

Gambar 3.3 Skema Kerektifan Beberapa Senyawa Alkohol

Reaksi yang terjadi selama proses esterifikasi berjalan sangat lambat dan

merupakan reaksi bolak-balik. Bila alkohol dan asam organik direaksikan pada

keadaan tertentu dan tidak ada salah satu hasil yang diambil, maka zat hasil akan

terhidrolisa dan akan dicapai suatu kesetimbangan (Suhardiman dan Afantri,

2004).

40

Page 60: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

Hal-hal yang mempengaruhi reaksi esterifikasi sebagaimana yang

disampaikan Suhardiman dan Afantri dalam penelitiannya adalah sebagai berikut :

1. Suhu.

Pengaruh suhu terhadap nilai konstanta kecepatan reaksi adalah dengan

persamaan Archenius. Bila suhu semakin tinggi maka kecepatan reaksi akan

semakin besar.

K = A e-E/RT ..............................................( 7 )

Keterangan : A : faktor tumbukan E : energi aktivasi

R : tetapan gas ideal T : suhu absolut

2. Katalisator.

Pemakaian katalis pada reaksi esterifikasi yaitu untuk menurunkan energi

aktivasi sehingga reaksi berjalan dengan mudah bila tenaga aktivasi kecil maka

harga konstanta kecepatan reaksi bertambah besar.

3. Perbandingan zat pereaksi.

Semakin besar perbandingan zat pereaksi maka kecepatan reaksi semakin

besar, karena penambahan pereaksi secara berlebihan (excess) akan memperbesar

tumbukan antara molekul-molekul zat yang bereaksi.

4. Pengadukan.

Proses reaksi kimia dipengaruhi oleh besarnya tumbukan antar molekul

yang larut dalam reaksi dengan memperbesar kecepatan pengadukan. Sehingga

tumbukan antar molekul zat pereaksi akan semakin besar.

5. Pemisahan hasil reaksi.

Pemisahan hasil reaksi mempengaruhi kualitas hasil reaksi. Agar hasil yang

41

Page 61: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

diperoleh cukup banyak, maka salah satu hasil yang terbentuk harus dihilangkan

dari sistem. Usaha untuk mengurangi adanya kandungan air dalam hasil dapat

dilakukan dengan melakukan penggelembungan udara/gas inert. Hal ini dapat

dipercepat bila reaksi dijalankan pada tekanan rendah.

3.3.2 Transesterifikasi

Transesterifikasi merupakan metode yang lazim digunakan untuk mengubah

trigliserida menjadi biodiesel. Dalam reaksi ini trigliserida bereaksi dengan

alkohol rantai pendek yang dikatalisis oleh katalis untuk menghasilkan biodiesel

(alkil ester) dan gliserol. Reaksi transesterifikasi dapat dikatalisis oleh katalis

asam maupun basa, tetapi katalis basa lebih baik karena laju reaksi lebih cepat

dari pada dengan katalis asam. Agar reaksi transesterifikasi terkatalisis basa

berhasil, kandungan asam lemak bebas harus lebih kecil dari 0,5 % dan alkohol

rantai pendek harus murni. Asam lemak bebas merupakan asam karboksilat yang

belum teresterifikasi. Jika asam lemak bebas dalam minyak berlebih, katalis basa

alkali ditambahkan lebih banyak untuk mengimbangi kenaikan keasaman, tetapi

cara ini juga mengakibatkan pembentukan sabun yang menyebabkan viskositas

meningkat atau pembentukan gel yang mengganggu pemisahan alkil ester dan

gliserol (Saefudin, 2005).

Reaksi transesterifikasi :

..............( 8 )

42

Page 62: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

Mekanisme reaksi transesterifikasi (Tahir dkk, 2008):

Gambar 3.4 Mekanisme Reaksi Transesterifikasi

Reaksi transesterifikasi trigliserida dalam minyak jelantah dilakukan dengan

rasio mol minyak terhadap metanol 1:6. secara keseluruhan reaksi yang terjadi

merupakan reaksi eksotermis karena pada awal refluks saat minyak pada

temperature 70oC ditambahkan dengan NaOH dalam metanol secara mendadak

terjadi penurunan suhu. Kemudian, suhu dinaikkan kembali hingga tercapai

kondisi temperatur konstan 70 oC selama 2 jam (Wijaya dkk, 2006).

43

Page 63: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

Reaksi esterifikasi dengan katalis asam (pada perlakuan awal) yang

kemudian dilanjutkan dengan reaksi transesterifikasi ternyata masih menyisakan

masalah serius dengan dihasilkannya molekul-molekul air.

Molekul air yang terdapat dalam sistem reaksi transesterifikasi akan dapat

menyebabkan pengurangan jumlah ester yang dihasilkan, karena dengan adanya

basa NaOH atau KOH dapat menyebabkan reaksi saponifikasi yang menghasilkan

gliserol dan sabun natrium. Selain itu molekul air dapat menyebabkan ion

hidroksida dari reaksi antara molekul air (H2O) dengan ion metanoat (-OCH3). Ion

hidroksida menyebabkan reaksi hidrolisis trigleserida maupun ester hasil reaksi

transesterifikasi. Air dalam sistem transesterifikasi dapat terkandung dalam

minyak maupun metanol yang digunakan. Ion hidroksida bereaksi dengan

triglesrida menghasilkan ion karboksilat dan gliserol. Ester bereaksi dengan ion

hidroksida menghasilkan ion karboksilat dan metanol. Jadi terdapatnya ion

hidroksida juga dapat menurunkan konversi ester dari minyak jelantah (Wijaya

dkk, 2006).

3.4 Katalis

Katalis adalah suatu zat yang mempercepat laju reaksi kimia pada suhu

tertentu, tanpa mengalami perubahan atau terpakai oleh reaksi itu sendiri. Suatu

katalis berperan dalam reaksi tapi bukan sebagai pereaksi ataupun produk.

Katalis memungkinkan reaksi berlangsung lebih cepat atau memungkinkan

reaksi pada suhu lebih rendah akibat perubahan yang dipicunya terhadap pereaksi.

Katalis menyediakan suatu jalur pilihan dengan energi aktivasi yang lebih rendah.

44

Page 64: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

Katalis mengurangi energi yang dibutuhkan untuk berlangsungnya reaksi

(http://id.wikipedia.org/ wiki/Katalis).

Katalis dapat dibedakan ke dalam dua golongan utama: katalis homogen dan

katalis heterogen. Katalis heterogen adalah katalis yang ada dalam fase berbeda

dengan pereaksi dalam reaksi yang dikatalisinya, sedangkan katalis homogen

berada dalam fase yang sama. Satu contoh sederhana untuk katalisis heterogen

yaitu bahwa katalis menyediakan suatu permukaan di mana pereaksi-pereaksi

(atau substrat) untuk sementara terjerap. Ikatan dalam substrat-substrat menjadi

lemah sedemikian sehingga memadai terbentuknya produk baru. Ikatan antara

produk dan katalis lebih lemah, sehingga akhirnya terlepas (http://id.wikipedia.

org/wiki/Katalis).

Katalis homogen umumnya bereaksi dengan satu atau lebih pereaksi untuk

membentuk suatu perantara kimia yang selanjutnya bereaksi membentuk produk

akhir reaksi, dalam suatu proses yang memulihkan katalisnya. Berikut ini

merupakan skema umum reaksi katalitik, di mana C melambangkan katalisnya:

A + C → AC [1] ............................................( 9 )

B + AC → AB + C [2] .....................................( 10 )

Meskipun katalis (C) termakan oleh reaksi 1, namun selanjutnya dihasilkan

kembali oleh reaksi 2, sehingga untuk reaksi keseluruhannya menjadi :

A + B + C → AB + C .......................................( 11 )

katalis tidak termakan atau pun tercipta. Enzim adalah biokatalis. Penggunaan

istilah "katalis" dalam konteks bahasa yang lebih luas bisa dianalogikan dengan

konteks ini (http://id.wikipedia.org/wiki/Katalis).

45

Page 65: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

Beberapa katalis ternama yang pernah dikembangkan di antaranya katalis

Ziegler-Natta yang digunakan untuk produksi masal polietilen dan polipropilen.

Reaksi katalitik yang paling dikenal ialah proses Haber untuk sintesis amoniak,

yang menggunakan besi biasa sebagai katalis. Konverter katalitik--yang dapat

menghancurkan produk samping knalpot yang paling bandel--dibuat dari platina

dan rodium (http://id.wikipedia.org/wiki/Katalis).

3.4.1 Zeolit dan H-zeolit

Sumber : Hamdan, 1992, hal. 7

Gambar 3.5 Beberapa Contoh Struktur Kisi-kisi Zeolit

Zeolit alam merupakan senyawa alumino silikat terhidrasi, dengan unsur

utama yang terdiri dari kation alkali dan alkali tanah. Senyawa ini berstruktur tiga

dimensi dan mempunyai pori yang dapat diisi oleh molekul air. Mineral zeolit

yang paling umum dijumpai adalah klinoptirotit, yang mempunyai rumus kimia

(Na3K3)(Al6Si30O72).24H2O. Ion Na+ dan K+ merupakan kation yang dapat

dipertukarkan, sedangkan atom Al dan Si merupakan struktur kation dan oksigen

46

Page 66: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

yang akan membentuk struktur tetrahedron pada zeolit. Molekul-molekul air yang

terdapat dalam zeolit merupakan molekul yang mudah lepas. Zeolit alam

terbentuk dari reaksi antara batuan tufa asam berbutir halus dan bersifat riolitik

dengan air pori atau air meteorik. Penggunaan zeolit adalah untuk bahan baku

water treatment, pembersih limbah cair dan rumah tangga, untuk industri

pertanian, peternakan, perikanan, industri kosmetik, industri farmasi, dan lain-

lain. Zeolit terdapat di beberapa daerah di Indonesia yang diperkirakan

mempunyai cadangan zeolit sangat besar dan berpotensi untuk dikembangkan,

yaitu Jawa Barat dan Lampung (http://www.tekmira.esdm.go.id-data-ulasan.asp).

Gambar 3.6 Mekanisme Pembentukan H-zeolit

Zeolit adalah senyawa zat kimia alumino-silikat berhidrat dengan kation

natrium, kalium dan barium. Zeolit mempunyai beberapa sifat antara lain : mudah

melepas air akibat pemanasan, tetapi juga mudah mengikat kembali molekul air

dalam udara lembab. Oleh sebab sifatnya tersebut maka zeolit banyak digunakan

sebagai bahan pengering. Disamping itu zeolit juga mudah melepas kation dan

diganti dengan kation lainnya, misal zeolit melepas natrium dan digantikan

dengan mengikat kalsium atau magnesium. Sifat ini pula menyebabkan zeolit

47

Page 67: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

dimanfaatkan untuk melunakkan air. Zeolit dengan ukuran rongga tertentu

digunakan pula sebagai katalis untuk mengubah alkohol menjadi hidrokarbon

sehingga alkohol dapat digunakan sebagai bensin. Zeolit di alam banyak

ditemukan di India, Siprus, Jerman dan Amerika Serikat (http://id.wikipedia.org/

wiki/Zeolit).

3.4.2 NaOH

Natrium hidroksida (NaOH, dengan T.l.318°C; t.d.139°C; d.2,1), dikenal

pula sebagai soda api atau soda kaustik. Merupakan senyawa kimia yang bersifat

basa, berupa padatan (kristal) putih, higroskopis, mudah menyerap gas CO2

kemudian membentuk senyawa Na2CO3, dapat membentuk larutan basa kuat

(lindinatron), dan sangat korosif terhadap jaringan organik/jaringan makhluk

hidup.

Natrium hidroksida telah dikenal luas dan banyak kegunaannya. Natrium

hidroksida biasa digunakan dalam industri, contohnya dalam pembuatan kertas,

detergen, rayon, biodiesel, dan juga sabun. Selain itu dapat pula digunakan

sebagai pembersih minyak dan penghilang noda cat.

3.5 Analisis

3.5.1 Analisis GC-MS

Instrumen analisis GC-MS merupakan gabungan rangkaian dua buah alat,

yaitu GC (instrumen kromatografi gas) dan MS (instrumen spektrometer massa).

Instrumen kromatografi gas yang digunakan merupakan penerapan dari metode

48

Page 68: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

analisis kromatografi kolom, kolom-kolom yang digunakan pun bervariasi

tergantung senyawa yang akan dianalisanya. Spektrometer massa yang dirangkai

pada instrumennya umumnya mampu mendeteksi massa antara m/z 10 sampai

m/z 700, dengan sensitifitas berkisar 100 pg (piko gram). m/z berarti “mass to

change ratio/massa tiap spektrum”.

“In gas chromatography/mass spectrometri (GC/MS), the effluent from a gas chromatograph is passed into a mass spectrometer and a mass spectrum is taken every few milliseconds. Thus gas chromatography is used to separate a mixture, and mass spectrometry used to analyze it. GC/MS is very powerful analytical technique.” (Carey, 2000).

Prinsip dasar GC. Fase bergeraknya adalah gas. Zat terlarut terpisah-pisah

sebagai uap. Pemisahan terjadi apabila terjadi partisi sampel antara fase gas

bergerak dan fase diam berupa cairan dengan titik didih tinggi yang terikat pada

zat padat penunjangnya.

Pada GC, komponen yang akan dipisahkan dibawa oleh gas lembam

(pembawa) melalui kolom. Campuran cuplikan akan terbagi-bagi di antara gas

pembawa dan pelarut nonatsiri (fasa diam) yang terdapat pada penyangga

padatnya. Pelarut akan menahan komponen secara selektif berdasarkan nilai

koefisien distribusinya sehingga terbentuk sejumlah “pita” yang berlainan pada

gas pembawa, pita komponen ini kemudian meninggalkan kolom bersama aliran

gas pembawa dan dicatat sebagai fungsi waktu oleh alat detektornya.

“Volum pembawa yang diperlukan untuk menggerakkan pita zat terlarut pada keseluruhan panjang suatu kolom adalah volum retensi (Vr), yaitu besaran fundamental yang diukur dalam kromatografi gas untuk suatu kolom tertentu yang dioperasikan pada temperatur (tc) dan laju aliran gas pembawa (Rc), maka waktu yang diperlukan masing-masing komponen untuk tinggal di dalam kolom dikenal sebagai waktu retensinya (tr). Jarak pada sumbu waktu, dari titik injeksi sampel sampai puncak suatu komponen yang terelusi dikenal sebagai waktu retensi tanpa koreksi (tr).” (Sulistyasmara, 2004).

49

Page 69: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

Hubungan waktu retensi dengan volum retensi adalah :

Vr = tr . Rc ................................................( 12 )

Keterangan : Vr (mL), tr (menit), Rc (mL/menit).

Pada instrumen GC, detektor pengionan nyalanya mampu mendeteksi

hingga satuan bpj (bagian per juta). Sel penghantar kalornya yang paling

sederhana dapat mendeteksi sampai 0,01 % bpj (100 bpj).

Detektor penangkap elektron pada instrumen GC mendeteksi hingga 10-2

gram (piko gram). Selain itu, cuplikan sampel yang diperlukan untuk analisa

lengkapnya cukup beberapa mikro liter saja.

3.5.2 Uji ASTM

Saefudin (2005) dalam laporan penelitiannya mengemukakan bahwa

kualitas biodiesel harus dibandingkan dengan spesifikasi standar minyak diesel,

seperti spesifikasi ASTM untuk biodiesel. Dalam laporan tersebut dijelaskan pula

hal-hal yang terkait dengan parameter yang digunakan untuk menggambarkan

kualitas biodiesel, yang meliputi :

1. Viskositas.

Viskositas menyatakan besarnya perlawanan atau hambatan dari suatu

bahan bakar minyak untuk mengalir, atau ukuran besarnya tahanan geser dari

bahan cair. Viskositas yang tinggi menyebabkan bahan bakar sulit disemprotkan

atau dikabutkan. Akibatnya, hasil dari injeksi tidak berwujud kabut yang mudah

menguap melainkan tetesan bahan bakar yang sulit terbakar. Kentalnya bahan

50

Page 70: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

bakar juga membebani pompa injeksi dan nozzle sehingga menunda waktu

penyemprotan. Cara mengukur besarnya viskositas adalah tergantung pada alat

viskometer yang digunakan. Dan hasil/besarnya viskositas yang didapat harus

dibubuhkan nama viskometer yang digunakan serta temperatur minyak pada saat

pengukuran.

Viskositas yang banyak digunakan dalam spesifikasi bahan bakar adalah

viskositas kinematik dan viskositas Redwood. Satuan untuk viskositas kinematik

adalah centistoke (mm2/s) sedangkan viskositas Redwood adalah detik (sec).

Hubungan antara keduanya adalah sebagai berikut :

Viskositas Redwood = 4,05 x Viskositas kinematik ...............( 13 )

Viskositas kinematik minyak diesel berkisar antara 2,0 dan 4,5 mm2/s

(centistoke) pada 40°C, dan biodiesel berkisar antara 1,9 dan 6 mm2/s pada 40°C.

2. Densitas/kerapatan zat.

Densitas suatu cairan diekspresikan sebagai ukuran specific gravity, seperti

halnya densitas cairan relatif terhadap air. Specific gravity air adalah 1, dan cairan

dengan specific gravity kurang dari 1 akan mengapung di atas air. Kerapatan

spesifik umumnya dinyatakan dengan satuan yang mengacu pada APIG

(American Petroleum Institute Gravity).

Selama reaksi, minyak jelantah dengan specific gravity (0,920 atau lebih

tinggi) diubah menjadi biodiesel dengan specific gravity yang lebih rendah (0,860

sampai 0,900). Specific gravity menunjukkan seberapa kelarutan biodiesel dalam

minyak diesel. Hal ini sangat penting dalam pencampuran biodiesel dengan

minyak diesel.

51

Page 71: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

3. Titik nyala (flash point).

Titik nyala menyatakan suhu terendah dari suatu bahan bakar minyak

dimana akan timbul penyalaan api sesaat apabila pada permukaan minyak tersebut

didekatkan pada nyala api. Titik nyala tidak langsung berkaitan dengan kinerja

mesin, tapi sangat penting dalam hal keamanan dan keselamatan, terutama dalam

penanganan serta penyimpanan. Titik nyala yang tinggi akan memudahkan

penanganan bahan bakar, karena bahan bakar tidak perlu disimpan pada suhu

rendah. Sebaliknya, titik nyala yang terlalu rendah akan membahayakan karena

tingginya resiko penyalaan.

4. Titik tuang (pour point).

Titik tuang menunjukkan suhu terendah dimana suatu bahan bakar minyak

masih dapat mengalir ataupun dituang karena dipengaruhi gaya gravitasi bilamana

bahan bakar tersebut didinginkan pada kondisi tertentu. Titik tuang ini diperlukan

sehubungan dengan adanya persyaratan praktis dari prosedur penimbunan dan

pemakaian bahan bakar minyak. Hal ini dikarenakan bahan bakar minyak sering

sulit untuk dipompa, apabila suhunya telah di bawah titik tuangnya. Titik tuang

yang tinggi akan mengakibatkan mesin sulit untuk dinyalakan pada kondisi

lingkungan yang bersuhu rendah.

5. Titik asap (cloud point).

Titik asap menunjukkan temperatur dimana suatu bahan bakar minyak mulai

membentuk gel. Hal ini penting untuk diketahui, karena biodiesel yang

mempunyai titik asap rendah mudah membentuk gumpalan gel dan selanjutnya

akan dapat menyumbat sistem penyaringan bahan bakar.

52

Page 72: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

6. Nilai kalor (heating value).

Nilai kalor akan memudahkan pengukuran/perhitungan jumlah energi panas

(kalor) yang dihasilkan oleh sejumlah bahan bakar pada pembakaran mesin dalam

rentang waktu tertentu dan seberapa besar efisiensi mesin mengubah energi

menajadi kerja. Spesifikasi ASTM untuk nilai kalor biodiesel minimum adalah

17,65 BTU/lb .

3.6 Hipotesis

Asam sulfat (H2SO4) merupakan katalis homogen yang lazimnya digunakan

dalam reaksi esterifikasi asam lemak bebas minyak goreng bekas (jelantah) dalam

produksi biodiesel untuk meningkatkan hasil perolehannya. Asam sulfat (H2SO4)

adalah katalis yang mempunyai proton (H+). Dengan sebuah analogi bahwa zeolit

teraktifasi asam mengandung proton (H+) dalam pori-porinya, zeolit teraktifasi

asam dapat digunakan sebagai katalis asam menggantikan fungsi asam sulfat.

Untuk sementara ini diduga, bahwa dengan penggunaan lebih banyak katalis

zeolit teraktifasi asam (5 % H-zeolit) dalam reaksi esterifikasi minyak jelantah

akan dapat menghasilkan jauh lebih banyak metil ester (biodiesel) bila

dibandingkan hanya sedikt saja penambahan katalis. Benarkah hal itu?! Karena

itulah, perlu adanya suatu penelitian sebagai tindak lanjut/upaya pembuktiannya.

53

Page 73: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Alat yang digunakan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Beaker glass kapasitas 2 L.

2. Gelas ukur (kapasitas 5 mL dan 10 mL).

3. Tutup panci kaca yang cekung.

4. Corong tuang dengan diameter 10 cm.

5. Corong pisah kapasitas 250 mL.

6. Erlenmeyer kapasitas 500 mL + tutup karet.

7. Panci stainless steel.

8. Satu set statip penyangga.

9. Satu set ring penyangga.

10. Klem tabung.

11. Sendok makan logam.

12. Sendok plastik.

13. Nampan plastik.

14. Piring porselen.

15. Tissue gulung.

16. Satu set oven listrik (dengan T maksimum 250°C).

17. Satu set timbangan tepung mini.

18. Satu set timbangan digital (Neraca AND HL-400).

54

Page 74: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

19. Satu set alat hot plate - magnetic stirrer (RSH-1D) yang dilengkapi dengan

termometer digital.

20. Stirrer-bar (dengan panjang 2 cm dan 6 cm).

21. Pipet tetes.

22. Cawan porselen 250 cc.

23. Mortal dan lumpang porselen dengan diameter 13 cm.

24. Botol lab merek Duran (kapasitas volum 100 mL dan 1 L).

25. Jirigen kapasitas 500 mL.

26. Botol sampel.

27. Botol bekas air mineral.

28. Saringan minyak.

29. Saringan teh diameter 7 cm.

30. Saringan tepung s/s 16.

31. Kertas saring lebar (pori-pori ukuran standar).

32. Seal ware ukuran 2 L.

33. Kasa sablon (yang biasanya digunakan untuk menyablon kartu nama).

34. Termometer air raksa batangan (skala 0°C - 250°C).

35. Alat pengering berupa hair dryer.

36. Electric oven.

37. Sendok sungu.

38. Alat pemecah batu (palu dan lempengan baja).

39. Seperangkat instrument untuk analisis kimia yang meliputi seperangkat GC,

dan GC-MS serta peralatan uji ASTM untuk analisa biodiesel.

55

Page 75: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

4.2 Bahan yang digunakan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitan ini adalah sebagai berikut :

1. Zeolit yang dijual komersil (kerikil zeolit).

2. Air bersih.

3. Aqua destilata (aquades).

4. H2SO4 1 Molar (yang telah distandarisasi di Lab Kimia FMIPA UII).

5. NaOH teknis (Brataco Jogja).

6. Metanol (CH3OH) teknis (Brataco Jogja).

7. Minyak goreng sawit kemasan botol (minyak goreng Filma) yang masih

baru.

4.3 Cara kerja

4.3.1 Preparasi zeolit

Sebanyak 1 Kg zeolit kasar yang telah dipilih kemudian dicuci dengan air

bersih lalu dikeringkan dengan bantuan oven selama 1 jam pada temperatur

250°C. Zeolit kasar yang telah kering kemudian ditumbuk dengan menggunakan

palu pemecah batu dan alas lebar yang berupa lempengan logam. Kemudian hasil

tumbukannya diayak-ayak, yang pertama dengan menggunakan saringan teh dan

berikutnya dengan saringan tepung. Selanjutnya hasilnya dicuci dengan cara :

tiap-tiap 100 gram zeolit didispersikan ke dalam 2 liter aquades dan diaduk-aduk

kemudian didiamkan selama 24 jam, setelah itu disaring dengan menggunakan

kertas saring. Selanjutnya endapan dan residu dikeringkan menggunakan oven

listrik hingga benar-benar kering pada temperatur sekitar 200°C. Setelah kering,

56

Page 76: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

residu digerus kembali hingga halus dan diayak dengan pengayak tepung.

Hasilnya disimpan dalam wadah tertutup rapat dan diberi label nama "Zeo".

4.3.2 Preparasi H-zeolit

Sebanyak 65 gram sampel zeolit kemudian dimasukkan dalam 325 mL

H2SO4 (1 Molar), selanjutnya diaduk dengan pengaduk magnet selama 24 jam.

Hasilnya dicuci dengan aquades hangat. Hasilnya kemudian dikeringkan dalam

oven pada kisaran temperatur ruang antara 100°C - 120°C, kemudian digerus dan

diayak dengan pengayak tepung. Sampel ini kemudian diberi label nama "H-

Zeo".

4.3.3 Preparasi minyak jelantah

Sebanyak kurang lebih 2 L minyak goreng Filma kemasan yang masih baru

dituang ke dalam panci stainless steel, kemudian minyak tersebut dirusak dengan

cara dipanasi menggunakan oven listrik selama 10 x 1 jam pada kisaran

temperatur ruang (di dalam oven) mencapai 200°C. setelah itu dibiarkan dingin

pada suhu kamar, kemudian disaring menggunakan saringan minyak dan dituang

kembali ke dalam botolnya. Botol ditutup rapat dan disimpan dalam ruang yang

terhindar dari cahaya matahari langsung. Sampel ini diberi label nama "MJS".

Untuk tahap esterifikasi, kemudian sebanyak satu liter MJS tersebut

dipanaskan pada suhu 120°C selama satu jam untuk menguapkan sisa air dan

gelembung-gelembung udara dalam minyak jelantah. Setelah dipanaskan, minyak

didinginkan hingga mencapai suhu ruang. Kemudian disaring menggunakan

57

Page 77: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

saringan minyak dan dituang ke dalam gelas beaker (ukuran 2 L) hingga

mencapai takaran 900 gram.

4.3.4 Tahap esterifikasi

Sejumlah 900 gram minyak jelantah telah disiapkan dalam wadah beaker

glass 2 L. Kemudian minyak diaduk dan dipanaskan pada 500 rpm dan 45°C.

Kemudian minyak diesterifikasi asam lemak bebasnya dengan menambahkan

campuran metanol dan H-zeolit (H-Zeo) setelah temperaturnya mencapai kisaran

45°C. Perbandingan mol minyak jelantah dan metanol adalah 1:12, dengan asumsi

berat molekul minyak jelantah adalah 860. Berat metanol yang digunakan adalah

402,4 gram. Katalis H-zeolit yang digunakan yaitu sebanyak 5 % dari berat total

(minyak jelantah + metanol). Atau katalis yang digunakan yaitu sebanyak 3,75 %,

atau 2,5 %, atau 1,25 %. Masing-masing katalis tersebut digunakan pada reaksi

esterifikasi yang berbeda; dalam wadah dan saat uji coba yang berbeda pula.

Setelah semua reaktan masuk kemudian dilakukan pengadukan (pada 600 rpm)

dan refluks sederhana pada temperatur 70°C selama 3 jam.

H-zeolit dan sisa metanol kemudian dipisahkan dari minyak hasil

esterifikasi dengan metode pengendapan, penuangan, serta penyaringan

menggunakan kasa sablon, serta pemisahan dengan bantuan corong pisah.

Kemungkinan adanya sedikit air dan sisa metanol serta gelembung udara yang

tertinggal pada minyak hasil esterifikasi diantisipasi dengan melakukan

pengadukan minyak dengan kecepatan 1000 rpm, disesuaikan dengan kemampuan

hot plate – magnetic stirrer yang digunakan, dan dilakukan lebih dari 1 jam.

58

Page 78: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

4.3.5 Tahap transesterifikasi

Sejumlah 800 gram minyak hasil esterifikasi telah disiapkan dalam wadah

beaker glass 2 L. Kemudian minyak diaduk dan dipanaskan pada 500 rpm dan

45°C. Kemudian minyak ditransesterifikasi dengan menambahkan campuran

metanol dan NaOH setelah temperaturnya mencapai 45°C. Perbandingan mol

minyak jelantah dan metanol adalah 1 : 6, dengan asumsi berat molekul minyak

jelantah adalah 860. Berat metanol yang digunakan adalah 178,8 gram. Katalis

NaOH yang digunakan yaitu sebanyak 1 % dari berat total reaktan (minyak +

metanol). Setelah semua reaktan masuk kemudian dilakukan pengadukan (pada

600 rpm) dan refluks sederhana pada temperatur 70°C selama 2 jam.

Campuran hasil reaksi didinginkan dan diendapkan hingga terbentuk tiga

lapisan, yaitu berturut turut dari atas ke bawah adalah metil ester (biodiesel),

gliserol dan sabun, maka barulah kemudian dilakukan pemisahan. Padatan sabun

dan gliserol yang berbentuk gel dipisahkan dengan kain kasa, kemudian metil

ester dievaporasi (dengan melakukan pengadukan dengan kecepatan 1000 rpm

selama beberapa menit, tujuannya untuk menghilangkan sisa air dan metanol serta

gelembung-gelembung udara yang masih bercampur). Kemudian minyak disaring

menggunakan kasa sablon/kain yang berpori-pori kecil lalu disimpan dalam

wadah/botol kaca yang ditutup rapat.

59

Page 79: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

4.3.6 Analisis sampel biodiesel

4.3.6.1 Interpretasi data GC dan GC-MS

Interpretasi data hasil analisis GC terhadap sampel biodiesel yang dihasilkan

kemudian dibandingkan antara satu dengan lainnya (sampel 1 (biodiesel yang

dibuat dg penambahan katalis H-Zeo 5 % dan NaOH 1 %); sampel 2 (biodiesel

yang dibuat dengan penambahan katalis H-Zeo 3,75 % dan NaOH 1 %); sampel 3

(biodiesel yang dibuat dengan penambahan katalis H-Zeo 2,5 % dan NaOH 1 %);

dan sampel 4 (biodiesel yang dibuat dengan penambahan katalis H-Zeo 1,25 %

dan NaOH 1 %)). Hasilnya kemudian dibahas dan disimpulkan berdasarkan data-

data tersebut. Sedangkan hasil analisis GC-MS-nya digunakan sebagai penguat

data-data analisis GC, dimana biodiesel yang dihasilkan tersebut akan dapat

dipastikan benar-benar mengandung sejumlah besar senyawa metil ester, hal ini

nantinya dapat diamati dari senyawa-senyawa yang tercantum dalam daftar SI

(Similarity Index / Indeks Kesamaan/Kemiripan) pada daftar print out library-nya.

4.3.6.2 Interpretasi data ASTM

Interpretasi data hasil uji ASTM terhadap sampel biodiesel yang dihasilkan

tersebut selanjutnya dilakukan sebagai tindak lanjut analisisnya, caranya yaitu

dengan membandingkan hasil uji ASTM minyak (biodiesel)-nya dengan standar

mutu biodiesel yang sudah dibakukan dalam SNI-04-7182-2006.

Ada beberapa uji ASTM yang dilakukan, diantaranya : specific grafity,

density, flash point, viscosity kinematic, pour point, water content, dan gross

heating value.

60

Page 80: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini memberikan informasi mengenai proses dan hasil uji coba

sederhana dari pemanfaatan minyak sawit serta batuan zeolit sebagai bahan baku

pembuatan biodiesel melalui dua tahap reaksi kimiawi yang berkelanjutan yaitu

esterifikasi – transesterifikasi.

5.1 Preparasi H-Zeolit

5.1.1 Proses pembuatan sampel zeolit

Zeolit yang diperoleh secara komersial dipreparasi terlebih dahulu. Tahapan

preparasi meliputi pemilihan zeolit, pencucian zeolit, pengeringan zeolit, dan

penumbukan hingga terbentuk tepung zeolit yang siap diproses lebih lanjut.

(A) (B)

Gambar 5.1 Proses Pemilihan Zeolit(A) Saat zeolit diseleksi (B) Zeolit yang telah dipilih dituang ke dalam baskom

Zeolit yang dipilih dalam penelitian ini yaitu zeolit yang bersih dan bebas

dari pengotor yang umumnya tampak secara fisik, misalnya lumut, jamur, lumpur,

61

Page 81: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

dan lain sebagainya, tujuannya agar zeolit yang dipergunakan nantinya lebih

terjaga kadar/kemurniannya, serta memudahkan dalam tahapan/proses pengolahan

dan pemisahan berikutnya.

Zeolit dicuci dengan air, tujuannya agar pengotor selain zeolit seperti tanah,

pasir, lumut, jamur yang tersisa, dan lain sebagainya dapat dibersihkan. Hal ini

bertujuan untuk memudahkan dalam tahap preparasi selanjutnya. Sebelum proses

pencucian, zeolit direndam dan diaduk-aduk rata terlebih dahulu agar lebih

banyak pengotor yang terlepas. Lamanya waktu perendaman adalah minimal 24

jam.

(A) (B)

(C)

Gambar 5.2 Proses Pencucian, Perendaman, dan Persiapan Pengeringan Zeolit(A) Zeolit dicuci (B) Zeolit direndam (C) Zeolit yang telah ditiriskan

62

Page 82: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

Zeolit yang telah dicuci dan direndam semalaman selanjutnya ditiriskan,

baru kemudian dikeringkan menggunakan oven listrik pada temperatur sekitar

250°C. Pada loyang pengeringannya, zeolit yang telah dicuci tersebut ditata secara

meluas dan diusahakan jangan terlalu tinggi tumpang tindihnya, hal ini

dimaksudkan agar zeolit dapat lebih cepat kering dan mendapatkan panas yang

lebih merata.

Setelah proses pengeringan dengan oven, maka zeolit dibiarkan dingin

secara alami di dalam oven, baru kemudian ditumbuk/digerus hingga menjadi

serbuk (halus). Zeolit dibiarkan diruang terbuka hingga seminggu, dengan syarat

zeolit harus terhindar dari debu/partikel lain (dengan cara ditutup kain/kertas) agar

zeolit yang telah dicuci bersih tersebut tidak terkontaminasi kembali. Maka zeolit

tersebut akan lembab secara alami dan menjadi lebih lunak bilamana ditumbuk.

Serbuk zeolit kemudian diayak menggunakan saringan tepung (ukuran s/s 16),

tujuannya agar terpilih ukuran zeolit yang lebih kecil dan seragam.

Tepung (bubuk) zeolit yang telah diperoleh kemudian dipreparasi kembali

hingga menjadi H-zeolit yang siap pakai. Tahapan preparasinya meliputi

pencucian zeolit, pengeringan zeolit, penggerusan dan pengayakan zeolit, aktifasi

zeolit (pertukaran ion positif), pengeringan H-zeolit, penggerusan dan pengayakan

hingga terbentuk bubuk H-zeolit yang siap digunakan sebagai katalis.

Sebanyak 100 gram tepung zeolit hasil ayakan tersebut dimasukkan dalam

beaker glass (kapasitas 2 L), kemudian ditambahkan 2 L aquadest, lalu diaduk

dengan pengaduk magnet pada 100-500 rpm selama 6 jam. Hasilnya diendapkan,

kemudian disaring kembali menggunakan kertas saring. Selanjutnya, residu zeolit

63

Page 83: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

tersebut dikeringkan dalam oven pada temperatur 250°C selama 120 menit,

kemudian digerus dan diayak dengan saringan tepung ukuran s/s 16. Sampel ini

kemudian diberi sebutan "Zeo" (sampel zeolit yang belum teraktivasi asam).

5.1.2 Aktivasi sampel zeolit menjadi sampel H-zeolit

Sebanyak 100 gram bubuk zeolit disiapkan dalam beaker glass (vol. 2 L),

kemudian ditambahkan 500 mL H2SO4 1 M ke dalamnya, lalu campuran tersebut

diaduk-aduk menggunakan pengaduk magnet pada 100 – 200 rpm selama 6 jam.

Selanjutnya campuran tersebut diendapkan, kemudian disaring kembali

menggunakan kertas saring, endapan dan residunya dikumpulkan dalam cawan

porselen, barulah kemudian hasilnya dioven pada temperatur 250°C hingga benar-

benar kering. Kemudian zeolit tersebut didinginkan, dan digerus serta diayak

kembali menggunakan ayakan tepung (s/s 16). Sampel ini kemudian diberi

sebutan "H-Zeo" (sampel zeolit teraktivasi asam).

5.2 Preparasi minyak jelantah sawit

Minyak jelantah yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak

jelantah yang diperoleh dari hasil pemanasan minyak goreng sawit kemasan botol

(Filma) yang masih baru, yang kemudian minyak tersebut sengaja dirusak dengan

pemanasan pada temperatur 200°C selama 10 x 1 jam. Sengaja digunakan minyak

goreng kemasan baru dengan maksud tidak lain adalah untuk standarisasi

perlakuan terhadap sampel dan untuk menjaga kualitas serta kontrol produk

minyak jelantah sawit yang dihasilkannya.

64

Page 84: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

Ringkasan proses preparasi minyak jelantah sawit pada penelitian ini adalah

sebagai berikut : Sebanyak 2 L minyak goreng Filma kemasan botol disiapkan

dalam wadah stainless steel (panci logam anti karat dan tahan panas). Kemudian

minyak tersebut dioven menggunakan oven listrik pada T = 200°C selama 10 x 1

jam. Tujuannya yaitu merusak minyak dengan pemanasan (minyak akan

mengalami perubahan warna serta aroma). Setelah pemanasan, minyak

didinginkan pada suhu ruang, kemudian disaring menggunakan saringan minyak

bilamana telah benar-benar dingin, kemudian disimpan kembali dalam kemasan

botolnya, dan diberi sebutan "MJS" (minyak jelantah sawit).

5.3 Esterifikasi

Tahapan/proses esterifikasi dalam penelitian ini dilakukan sebelum proses

transesterifikasi. Tujuannya yaitu mengkonfersi asam lemak bebas MJS.

Pada tahapan esterifikasi inilah dilakukan sejumlah variasi katalis H-zeolit

yang digunakan. Ada 4 sampel katalis, yaitu :

1. H-zeolit 1,25 % = a gram.

2. H-zeolit 2,5 % = b gram.

3. H-zeolit 3,75 % = c gram.

4. H-zeolit 5 % = d gram.

Hasil nilai gr-% katalis tersebut (a ; b ; c ; d) diperoleh dari perkalian antara

%_H-zeolit dengan total penjumlahan antara gr_MJS dan gr_metanol. Dimana,

hasil nilai gr-metanol-nya sendiri diperoleh dari perkalian antara 12 x (gr_MJS /

BM_MJS) dengan berat molekul metanol (BM_metanol). Diasumsikan

65

Page 85: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

BM_MJS adalah 860. Angka 12 diperoleh dari nilai perbandingan mol MJS

dengan mol metanol yang direkasikan saat proses esterifikasi. Jadi, apabila

dituliskan secara matematis akan diperoleh rumusan sebagai berikut :

mol_MJS : mol_metanol = 1 : 12 ; pada reaksi esterifikasi ..............(14)

BM_MJS = 860 ...................................................(15)

BM_metanol = 32,04 ................................................(16)

gr_metanol est = 12 x (gr_MJS / BM_MJS) x (BM_metanol) ...................(17)

a = 1,25 % x (gr_MJS + gr_metanol) ...................................(18)

b = 2,5 % x (gr_MJS + gr_metanol) ....................................(19)

c = 3,75 % x (gr_MJS + gr_metanol) ...................................(20)

d = 5 % x (gr_MJS + gr_metanol) ......................................(21)

Pada tahap esterifikasi ini, digunakan perbandingan mol sebesar 1 : 12

untuk mol_MJS : mol_metanol. Angka perbandingan ini diperoleh berdasarkan

catatan/referensi dari hasil penelitian sebelumnya.

Setelah dikalkulasi akan diperoleh data-data sebagai berikut :

Tabel 5.1 Tabel Bahan Reaksi Esterifikasi

No. Sampel MJS (gr) Metanol (gr) H-zeolit (% ; gr)

1 900 402,7 1,25 ; 16,28375

2 900 402,7 2,5 ; 32,5675

3 900 402,7 3,75 ; 48,85125

4 900 402,7 5 ; 65,135

Ringkasan proses esterifikasi pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

Sampel MJS diaduk pada 500 rpm dan dipanaskan pada temperatur (T) 45°C

66

58

Page 86: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

selama 10 menit (tujuannya : homogenasi dan sterilisasi dari gelembung gas).

Setalah mencapai 45°C kemudian metanol dan H-zeolit ditambahkan ke dalam

adukan minyak. Kecepatan putaran dan temperatur ditingkatkan secara bertahap

menjadi 600 rpm dan 70°C. Setelah temperatur mencapai 70°C, campuran

“direfluks sederhana” selam 3 jam. Campuran didinginkan dan dibiarkan

membentuk endapan. Endapan dipisahkan dari cairan, kemudian cairan

dipisahkan menggunakan corong pisah dan disaring menggunakan 4 lapis kain

sablon. Masing-masing minyak hasil "Sampel"-nya ditimbang, kemudian hanya

diambil sebanyak 800 gr saja untuk diproses lebih lanjut dalam tahap

transesterifikasi.

5.4 Transesterifikasi

Tahapan transesterifikasi ini dilakukan setelah tahapan esterifikasi MJS

benar-benar selesai (dimana minyak hasil reaksi esterifikasi benar-benar telah

diperoleh dan telah dipisahkan dari campurannya). Proses/tahapan ini bertujuan

membentuk senyawa metil ester yang merupakan penyusun utama biodiesel.

Pada tahapan transesterifikasi ini tidak lagi dilakukan variasi katalis

sebagaimana reaksi pada tahapan sebelumnya. Jadi, reaksi ini hanya sekedar

melanjutkan proses kimiawinya saja agar di hasil akhir reaksinya nanti dapat

terbentuk senyawa metil ester pembentuk biodiesel yang jauh lebih banyak lagi.

Katalis yang digunakan berupa kristal NaOH teknis sebanyak 1 % dari total

gr-minyak hasil esterifikasi (gr_MHE) dan gr_metanol-nya. Dimana, hasil nilai

gr-metanol-nya sendiri diperoleh dari perkalian antara 6 x (gr_MJS / BM_MJS)

67

Page 87: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

dengan berat molekul metanol (BM_metanol). Angka 6 diperoleh dari nilai

perbandingan mol MJS dengan mol metanol yang direaksikan saat proses

transesterifikasi. Jadi, apabila dituliskan secara matematis akan diperoleh rumusan

sebagai berikut :

mol_MJS : mol_metanol = 1 : 6 ; pada reaksi transesterifikasi ........(22)

BM_MJS = 860 ................................................(15)

BM_metanol = 32,04 .............................................(16)

gr_metanol trans = 6 x (gr_MJS / BM_MJS) x (BM_metanol) ........(23)

Pada tahap transesterifikasi ini, digunakan perbandingan mol sebesar 1 : 6

untuk mol-MJS : mol-metanol. Angka perbandingan mol ini juga diperoleh

berdasarkan catatan/referensi dari hasil penelitian sebelumnya.

Setelah dikalkulasi akan diperoleh data-data sebagai berikut :

Tabel 5.2 Tabel Bahan Reaksi Transesterifikasi

No. Sampel MHE (gr) Metanol (gr) NaOH (% ; gr)

1 800 178,8 1 ; 9,8

2 800 178,8 1 ; 9,8

3 800 178,8 1 ; 9,8

4 800 178,8 1 ; 9,8

Ringkasan proses transesterifikasi pada penelitian ini adalah sebagai

berikut : Minyak diaduk pada 500 rpm selama 40 menit tanpa pemanasan

(tujuannya : homogenasi dan sterilisasi minyak dari keberadaan gelembung gas).

Alat (hotplate-magnetic stirer) disetel pada T = 45°C. Setalah mencapai T = 45°C

kemudian metanol dan NaOH ditambahkan ke dalam minyak (dimana NaOH

sebelumnya telah dilarutkan pada metanol). Kecepatan putaran dan T ditingkatkan

68

Page 88: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

secara bertahap menjadi 600 rpm dan 70°C. Setelah T mencapai 70°C, campuran

“direfluks sederhana” selama 2 jam. Campuran didinginkan dan dibiarkan

membentuk endapan. Endapan dipisahkan dari cairan, kemudian cairan

dipisahkan menggunakan corong pisah dan disaring menggunakan 4 lapis kain

sablon. Minyak (metil ester) yang dihasilkan kemudian ditimbang (diperoleh

minyak hasil Sampel 1 = 577,6 gr ; Sampel 2 = 555,4 gr ; Sampel 3 = 705,7 gr ;

Sampel 4 = 524,3 gr).

5.5 Analisis biodiesel dengan menggunakan GC dan GC-MS

Berikut ini kromatogram hasil analisa sampel biodiesel yang dihasilkan :

1. Kromatogram sampel biodiesel 1 (H-Zeo 1,25 % ; NaOH 1 %).

Gambar 5.3 Chromatogram (GC)_Biodiesel Sampel 1

69

Page 89: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

2. Kromatogram sampel biodiesel 2 (H-Zeo 2,5 % ; NaOH 1 %).

Gambar 5.4 Chromatogram (GC)_Biodiesel Sampel 2

3. Kromatogram sampel biodiesel 3 (H-Zeo 3,75 % ; NaOH 1 %).

Gambar 5.5 Chromatogram (GC)_Biodiesel Sampel 3

70

Page 90: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

4. Kromatogram sampel biodiesel 4 (H-Zeo 5 % ; NaOH 1 %).

Gambar 5.6 Chromatogram (GC)_Biodiesel Sampel 4

Tampak dari 4 grafik kromatogram di atas, bahwa ada kemiripan model

peak. Sampel biodiesel 4 (yang memiliki lebih banyak peak) dipilih untuk

ditindak lanjuti ke tahap analisa GC-MS guna penentuan kandungan senyawanya.

Dan hasilnya sebagai berikut :

Gambar 5.7 Chromatogram Analisa GC-MS Biodiesel 4

71

Page 91: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

Kromatogram GC ( Biodiesel 1 )

Kromatogram GC ( Biodiesel 2 )

Kromatogram GC ( Biodiesel 3 )

Kromatogram GC ( Biodiesel 4 )

Kromatogram GC-MS ( Biodiesel 4 )

Gambar 5.8 Ringkasan Chromatogram Analisa GC dan GC-MS

72

Page 92: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

Gambar 5.9 Grafik Fragmentasi MS_Sampel Bodiesel 4 (Puncak 1, 2, 3, 4, 5)

73

Page 93: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

Gambar 5.10 Grafik Fragmentasi MS_Sampel Bodiesel 4 (Puncak 6, 7, 8, 10, 11)

74

75

Page 94: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

Catatan : data-data chromatogram dan peak report terlampir pada lampiran.

Berdasarkan perpaduan data-data hasil analisa GC dan GC-MS sebagaimana

yang terlampir maupun yang tertulis/terpampang jelas di atas, maka kemudian

disusunlah suatu tabel ringkasan sebagai berikut :

Tabel 5.3 Tabel Hasil Analisa Sampel Biodiesel dengan GC dan GC-MS

No.

Waktu Retensi dan % Konsentrasi Senyawa( Hasil Analisa GC ) Target Senyawa

- BerdasarkanData Library Alat -

( Hasil Analisa GC-MS )1,25 %H-Zeo

2,50 %H-Zeo

3,75 %H-Zeo

5,00 %H-Zeo

menit % menit % menit % menit %

1 1,7... 0,41 1,6... 0,2 1,7... 0,2 1,7... 0,24 ...Methyl octanoate

2 4.5... 0,13 4.5... 0,12 4.5... 0,13 4.5... 0,13 ...Methyl laurate

3 6.5... 0,98 6.5... 0,96 6.5... 0,98 6.5... 0,98 ...Methyl myristate

4 8.4... 0,15 8.4... 0,15 8.4... 0,15 8.4... 0,16 ...Methyl 11-octadecenoate

5 8.7... 38,77 8.7... 38,39 8.7... 38,61 8.7... 38,83 ...Methyl palmitate

6 9.7... 0,09 9.7... 0,09 9.7... 0,09 9.7... 0,09 ...Methyl hexadecanoate

7 10.5... 54,41 10.5... 54,98 10.5... 54,83 10.5... 54,37 ...Methyl oleat

8 10.7... 4,4 10.7... 4,45 10.7... 4,43 10.7... 4,38 ...Methyl stearate

9 12.3... 0,19 12.3... 0,18 12.3... 0,18 12.3... 0,22 ...Methyl erucate

10 12.5... 0,39 12.5... 0,4 12.6... 0,4 12.6... 0,4 ...Methyl aracate

Catatan :Nomor dengan "blok warna" menunjukkan keterangan "lingkaran warna" pada Gambar 5.8.

Angka cetak biru belum melalui proses pembulatan bilangan.Angka cetak hijau telah dibulatkan menjadi 1 atau 2 angka di belakang tanda koma ( , ).

Titik-titik (...) menunjukkan ada bilangan atau teks yang tertulis setelah/sebelumnya.Keterangan lengkap mengenai data-data yang tertulis dalam tabel ini dapat dilihat pada lampiran.

Berdasarkan data pada Tabel 5.3 di atas, dapat disimpulkan bahwa :

1. Biodiesel yang dihasilkan dari penelitian ini, diasumsikan menghasilkan

kandungan metil ester yang hampir sama kadarnya.

75

Page 95: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

2. Variasi kadar H-zeolit pada reaksi esterifikasi yang telah diterapkan pada

penelitian ini yaitu : 1,25 %; 2,5 %; 3,75 %; dan 5 % dari berat total minyak

jelantah dan metanol, keseluruhannya ternyata memberikan hasil data

analisa (hasil data GC sampel biodiesel) yang hampir sama (mendekati).

Berdasarkan data tersebut kemudian diasumsikan bahwa “Dengan kadar H-

zeolit yang hanya 1,25 % itu sudah cukup untuk meyebabkan terjadinya

reaksi esterifikasi yang memadai untuk konversi biodisel dari minyak

jelantah sawit.”.

5.6 Analisis biodiesel dengan menggunakan ASTM

Berikut ini data-data hasil analisa Biodiesel Sampel 4 (atau biodiesel 4)

yang telah dilakukan :

Tabel 5.4 Hasil Analisa ASTM (Sampel Biodiesel 4)

No. Jenis Pemeriksaan Hasil PemeriksaanBiodiesel 4

Metode Pemeriksaan

1 Specific gravity at 60/60°F 0,8765. ASTM D 1298

2 Density at 15°C, gr/mL 0,8760. ASTM D 1298

3 Flash Point, PM.C.C, °C 63 ASTM D 93

4 Viscosity Kinematic 40°C, cSt 4,7300. ASTM D 445

5 Conradson Carbon Residue, % wt *) ASTM D 189

6 Pour Point, °C 10 ASTM D 97

7 Water Content, % vol 0,5 ASTM D 95

8 Gross Heating Value, BTU/lb 19416 **)

Catatan :*) : Saat itu alatnya sedang diperbaiki.

**) : Nilainya ditentukan dengan perhitungan.Keterangan lengkap mengenai hasil analisa ASTM dapat dilihat pada lampiran.

76

Page 96: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

Dari data hasil analisa ASTM tersebut bila dibandingkan dengan tabel pada

halaman 20 (Persyaratan Kualitas Biodiesel Menurut SNI-04-7182-2006) tampak

bahwa nilai flash point biodiesel dan water content-nya masih belum sesuai

dengan persyaratan SNI.

Nilai flash point biodiesel yang seharusnya minimal 100°C (menurut SNI),

ternyata hanya 63°C. Hal ini menunjukkan bahwa cairan sampel biodiesel 4 yang

terbentuk tersebut jauh lebih mudah terbakar. Walaupun demikian, ternyata hal ini

juga menguntungkan, karena apabila biodiesel ini dijadikan alternatif untuk bahan

bakar pengganti minyak tanah guna kebutuhan memasak di dapur dirasa sudah

cukup memadai. Ini pun sudah dipraktikkan oleh penulis, dan Alhamdulillah

berhasil.

Nilai viskositas kinematik yang dihasilkan biodiesel 4 adalah 4,73 cSt,

perolehan angka ini sudah memenuhi persyaratan SNI, karena berada pada

rentang nilai (2,3 – 6,0) cSt sebagaimana ketentuannya.

Kadar air pada biodiesel 4 tersebut ternyata masih cukup tinggi, yaitu

sekitar 5 % dari volume-nya. Berarti, perolehan angka ini masih belum memenuhi

persyaratan SNI, yaitu sekitar 0,05 % volum. Hal ini mungkin disebabkan karena

adanya sisa air / uap air yang masih belum dapat terpisahkan dari minyak tersebut.

Dari hasil analisa ASTM ini (khususnya terkait dengan water content-nya)

akhirnya penulis sadari bahwa perlu ada suatu "perlakuan khusus" agar dapat

meminimalkan kandungan air di dalamnya.

77

Page 97: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Beberapa kesimpulan telah dirumuskan berdasarkan hasil penelitian (dengan

sejumlah uji coba dan pengamatan) yang telah dilakukan serta data-data yang

berhasil dikumpulkan, hasilnya adalah sebagai berikut :

1. Limbah minyak goreng sawit yang berupa minyak jelantah ternyata dapat

diolah/dimanfaatkan kembali menjadi bahan bakar yang berupa biodiesel

(metil ester) melalui beberapa tahapan reaksi kimiawi sederhana.

2. Zeolit dapat diproses lebih lanjut menjadi H-zeolit, yaitu salah satu katalis

heterogen yang bersifat asam, serta dapat menggantikan fungsi H2SO4

khususnya dalam proses pembuatan biodiesel.

3. Biodiesel yang dihasilkan dari penelitian ini, secara umum (berdasarkan

pengamatan data hasil analisa GC, baik itu sampel 1, 2, 3, ataupun 4)

diasumsikan menghasilkan senyawa-senyawa metil ester yang hampir sama

kadarnya ("mendekati nilai perolehan yang sama").

4. Variasi kadar H-zeolit pada reaksi esterifikasi yang telah diterapkan pada

penelitian ini yaitu : 1,25 %; 2,5 %; 3,75 %; dan 5 % dari berat total minyak

jelantah dan metanol, keseluruhannya ternyata memberikan hasil data

analisa GC yang hampir sama ("mendekati sama"). Berdasarkan data

tersebut kemudian diasumsikan, “Bahwa dengan kadar H-zeolit yang hanya

1,25 % itu saja sudah cukup untuk meyebabkan terjadinya reaksi esterifikasi

78

Page 98: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

yang memadai untuk proses konversi biodisel dari minyak jelantah sawit.”.

Jadi, dalam praktik home industry-nya nanti tidak perlu lagi menggunakan

terlalu banyak H-zeolit untuk mengkonversi minyak jelantah tersebut.

5. Hasil analisa ASTM biodiesel (terutama Biodisel Sampel 4), sebagian masih

belum sesuai dengan SNI dan sebagian lainnya telah memenuhi syarat SNI.

6.2 Saran

Beberapa saran berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan :

1. Minyak hasil transesterifikasi (biodiesel yang dihasilkan) tersebut perlu

dimurnikan dari sisa metanol dengan cara dicuci menggunakan aquadest.

2. Perlu adanya "perlakuan khusus" di setiap tahapannya agar kadar air pada

biodiesel yang dihasilkan nantinya dapat memenuhi standar mutu (SNI).

79

Page 99: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

DAFTAR PUSTAKA

Andi, N.A.S., 2005, Virgin Coconut Oil: Minyak Penakluk Aneka Penyakit / Andi Nur Alam Syah, Disunting oleh Lukito A.M., Cetakan ketiga, AgroMedia Pustaka, Jakarta.

Anonim, 2007, Bahan bakar fosil, http://id.wikipedia.org/wiki/Bahan bakar fosil.

Anonim, 2007, Esterification, http://en.wikipedia.org/wiki/Esterification.

Anonim, 2007, Katalis, http://id.wikipedia.org/wiki/Katalis.

Anonim, 2007, Zeolit, http://id.wikipedia.org/wiki/Zeolit.

Anonim, Biodiesel, http://ec.bppt.go.id/Bio_Eng.htm, Engineering Center BBPT Indonesia.

Anonim, Zeolit, http://www.tekmira.esdm.go.id-data-ulasan.asp, © 2005 Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara.

Bismo, Setijo, 2005, Sintesis Biodiesel Dengan Teknik Ozonasi II : Ozonolisis Etil-Ester Minyak Sawit Sebagai Suatu Bahan Bakar Mesin Diesel Alternatif, Penelitian, Departemen Teknik Gas dan Petrokimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Jakarta, http://www.aptekindo.org/jtki/ component/option,com_frontpage/Itemid,1/limit,4/limitstart,12/, © 2007 JKTI – Jurnal Teknik Kimia Indonesia.

Carey, Frencis A., 2000, Organic Chemistry.

Fatimah, Is, 2004, Modul Perkuliahan : Kimia Katalis, Jurusan Kimia FMIPA UII, Jogjakarta.

Hamdan, Halimaton, 1992, Introduction to zeolites : Synthesis, characterization, and modification, University Teknologi Malaysia, Malaysia.

Hart, H., Craine, L.E, Hart, D.J., 2003, Kimia Organik Suatu Kuliah Singkat, Diterjemahkan oleh Suminar S.A., Edisi Kesebelas, Erlangga, Jakarta.

Mulyono, H.A.M., 2001, Kamus Kimia Untuk Siswa dan Mahasiswa Sains & Teknologi, PT. Genesindo, Bandung.

80

Page 100: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

Roihan, A., 2005, Pengaruh Penambahan Al2O3 – Montmorillonit Sebelum Reaksi Transesterifikasi Jelantah Minyak Sawit Terhadap Konversi Biodiesel Total, Skripsi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Gadjah Mada, Jogjakarta.

Saputera, H., 2001, Biodiesel, Mengapa Tidak?, http://www.kompas.com/ kompas-cetak/0111/22/IPTEK/biod32.htm.

Saefudin, A., 2005, Sintesis Biodiesel Melalui Reaksi Esterifikasi Minyak Jelantah Dengan Katalis Montmorillonit Teraktivasi Asam Sulfat Yang Dilanjutkan Dengan Reaksi Transesterifikasi Terkatalis NaOH, Skripsi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Gadjah Mada, Jogjakarta.

Setyawan, Hery, 2010, Pemanfaatan Abu Pelepah Pisang Sebagai Katalis Basa Reaksi Transesterifikasi Minyak Jarak Pagar, Skripsi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Islam Indonesia, Jogjakarta.

Suess, A.A., 2002, Biodiesel dari Minyak Jelantah, http://www.kompas.com/ kompas-cetak/0207/20/iptek/biod39.htm.

Suhardiman, N., dan Afantri, 2004, Esterifikasi Asam Lemak Bebas Dalam Minyak Goreng Bekas untuk Produksi Metil Ester, Penelitian, Jurusan Teknik Kimia, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.

Sulistyasmara, Aria, 2004, Praktikum Kimia Instrumental II Judul Percobaan Gas Chromatography / Mass Spectrometry, Jogjakarta.

Tahir, I., Yitnowati, U., Yoeswono, Wahyuningsih, T.D., 2008, Pemanfaatan Abu Tandan Kosong Sawit Sebagai Sumber Katalis Basa (K2CO3) pada Pembuatan Biodiesel Minyak Jarak Ricinus communis.

Wijaya, K., Roihan, A., Suyanto, Trisunaryanti, W., 2006, Konversi Minyak Jelantah Sawit Menjadi Biodiesel Dengan Bantuan Katalis Asam Padat Al2O3 – Montmorillonit, Penelitian, Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Wijaya, K., Saefudin, A., Sudiono, S., Suyanto, 2006, Penggunaan Katalis Montmorillonit Teraktifasi Asam Sulfat (MMTA) Pada Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Jelantah Sawit, Penelitian, Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

81

Page 101: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

Lampiran 1 - hal. 82

Page 102: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

Lampiran

83

2 - hal. 83

Page 103: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

Lampiran 3 - hal. 84

Page 104: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

Lampiran 4 - hal. 85

Page 105: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

Lampiran 5 - hal. 86

Page 106: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

Lampiran

51

6 - hal. 87

Page 107: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

Lampiran 7 - hal. 88

Page 108: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

Lampiran 8 - hal. 89

Page 109: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

Lampiran 9 - hal. 90

Page 110: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

Lampiran 10 - hal. 91

Page 111: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

Lampiran 11 - hal. 92

Page 112: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

Lampiran 12 - hal. 93

Page 113: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

Lampiran 13 - hal. 94

Page 114: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

Lampiran 14 - hal. 95

Page 115: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

Lampiran 15 - hal. 96

Page 116: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

Lampiran 16 - hal. 97

Page 117: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

Lampiran 17 - hal. 98

Page 118: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

Lampiran 18 - hal. 99

Page 119: pengaruh h-zeolit terhadap reaksi esterifikasi-transesterifikasi ...

Lampiran

Data Hasil Penimbangan Sampel Pada Masing-Masing Tahapan

Esterifikasi

ItemSampel ( gram )

1 2 3 41,25% H-Zeo 2,50% H-Zeo 3,75% H-Zeo 5,00% H-Zeo

1. MJS 900 900 900 900

2. Metanol 402,4 402,7 402,4 402,7

3. H-Zeo 16,3 32,6 48,9 65,2

4. Sisa metanol (+wadah) 237,5 200 223,2 188,3

5. Sisa zeolit basah (+wadah) 24,7 52,9 66,6 90

6. Sisa minyak hasil esterifikasi 894,8 882 872,2 878,3

Transesterifikasi

ItemSampel ( gram )

1 2 3 41,25% H-Zeo 2,50% H-Zeo 3,75% H-Zeo 5,00% H-Zeo

1. MHE 800 800 800 800

2. Metanol 178,8 178,8 178,8 178,8

3. NaOH 9,8 9,8 9,9 9,8

4. Gel bening (bercampur minyak)

2,3 31 Catatan "nihil" 35,9

5. Gel coklat (bercampur padatan)

162,6293,1

Catatan "nihil" 99

6. Padatan coklat & putih (sabun) 177,3 Catatan "nihil" 230

7. Biodiesel 577,6 555,4 705,7 524,3

Keterangan : - massa wadah ( kantung plastik bening ) = ± 1,5 gram. - 524,3 gr biodiesel (spl.4) = ± 65,5375% dari 800 gr MHE. - 705,7 gr biodiesel (spl.3) = ± 88,2125% dari 800 gr MHE.

19 - hal. 100