1 PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL TERHADAP KINERJA PELAYANAN DENGAN BUDAYA KERJA DAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE SEBAGAI VARIABEL MODERASI (Studi pada Rumah Sakit di Kota Ambon) Victor Pattiasina (Mahasiswa Magister Sains Akuntansi) Made Sudarma (Universitas Brawijaya Malang) Sutrisno (Universitas Brawijaya Malang) ABSTRACT Victor Pattiasina: Economics Graduate School, Brawijaya University, 01 February 2011. The Effect of Transformational Leadership Style on Service Performance with Working Culture and the Implementation of Good Corporate Governance as Moderating variables: a Study on Hospitals in Ambon City. Supervisor: Rosidi, co- supervisor: Ali Djamhury. This research examined the effect of transformational leadership style with working culture and the implementation of good corporate governance (GCG) as moderating variables. The study was conducted at hospitals in Ambon. The population of this research was the staff personals and patients. The information gained through the completion of questionnaires which were distributed and filled by 86 respondents. The sampling used was purposive sampling. Data was collected using direct survey. The hypothesis was tested by empirically using Moderated Regression Analysis (MRA). The results showed that the transformational leadership style had positive effect on service performance. This result indicated that transformational leadership had important role to increase performance. Yet, working culture as moderating variable did not have effect on relationship between leadership style and service performance. The result also showed that implementation of good corporate governance had significant effect on service performance. This result indicated that the implementation of GCG increase the relationship between leadership style and service performance. Keywords : Transformational leadership style, working culture, good corporate governance, service performance.
39
Embed
Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional Terhadap Kinerja Pelayanan Dengan Budaya Kerja Dan Good Corporate Governance Sebagai Variabel Moderasi
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL TERHADAP
KINERJA PELAYANAN DENGAN BUDAYA KERJA DAN GOOD CORPORATE
GOVERNANCE SEBAGAI VARIABEL MODERASI
(Studi pada Rumah Sakit di Kota Ambon)
Victor Pattiasina
(Mahasiswa Magister Sains Akuntansi)
Made Sudarma
(Universitas Brawijaya Malang)
Sutrisno
(Universitas Brawijaya Malang)
ABSTRACT
Victor Pattiasina: Economics Graduate School, Brawijaya University, 01 February
2011. The Effect of Transformational Leadership Style on Service Performance with
Working Culture and the Implementation of Good Corporate Governance as
Moderating variables: a Study on Hospitals in Ambon City. Supervisor: Rosidi, co-
supervisor: Ali Djamhury.
This research examined the effect of transformational leadership style
with working culture and the implementation of good corporate governance
(GCG) as moderating variables. The study was conducted at hospitals in Ambon.
The population of this research was the staff personals and patients. The
information gained through the completion of questionnaires which were
distributed and filled by 86 respondents. The sampling used was purposive
sampling. Data was collected using direct survey. The hypothesis was tested by
empirically using Moderated Regression Analysis (MRA).
The results showed that the transformational leadership style had positive effect
on service performance. This result indicated that transformational leadership had
important role to increase performance. Yet, working culture as moderating variable did
not have effect on relationship between leadership style and service performance. The
result also showed that implementation of good corporate governance had significant
effect on service performance. This result indicated that the implementation of GCG
increase the relationship between leadership style and service performance.
Keywords : Transformational leadership style, working culture, good corporate
governance, service performance.
2
ABSTRAK
Victor Pattiasina: Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya, 01
Februari 2011. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional terhadap Kinerja
Pelayanan dengan Budaya kerja dan Penerapan Good Corporate Governance sebagai
Variabel Moderasi: Studi pada Rumah Sakit di Kota Ambon. Ketua Pembimbing:
Rosidi, Komisi Pembimbing: Ali Djamhuri
Penelitian ini menguji pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap
kinerja pelayanan dengan budaya kerja dan implementasi Good Corporate Governance
(GCG) sebagai variabel moderasi. Studi ini dilakukan di Rumah Sakit di Kota Ambon.
Populasi dari penelitian ini adalah semua unsur pimpinan dan pasien Rumah Sakit di
Kota Ambon. Pengujian dilakukan pada sampel sebanyak 86 responden. Metode sampel
yang digunakan adalah purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan survei
langsung. Pengujian hipotesis diuji secara empiris menggunakan Moderated Regression
Analysis (MRA).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan memiliki pengaruh
positif terhadap kinerja pelayanan. Hal ini mengindikasikan bahwa kepemimpinan
berperan dalam pencapaian kinerja yang lebih baik. Akan tetapi, budaya kerja sebagai
variabel moderasi tidak memiliki pengaruh terhadap hubungan antara gaya
kepemimpinan dan kinerja pelayanan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa
implementasi GCG berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja pelayanan. Hal ini
mengindikasikan bahwa implementasi GCG memperkuat hubungan antara gaya
kepemimpinan dengan kinerja pelayanan.
Kata Kunci: Gaya Kepemimpinan Transformasional, Budaya Kerja, Implementasi GCG,
Kinerja Pelayanan
3
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tuntutan terselangaranya good
governance dalam Implementasi
penerapan otonomi daerah, tidak
sekedar tuntutan yuridis formil, tetapi
lebih dari itu adalah bukti nyata adanya
tuntutan atas peningkatan pelayanan
kepada masyarakat. Hal ini telah
berdampak pada pergeseran paradigma
manajemen sektor publik (pemerintah),
khususnya di pemerintah daerah yang
telah mengarah kepada perwujudan
pemerintahan yang demokratis,
responsive, akuntabel, serta peningkatan
kinerja organisasi pemerintah dalam
memberikan pelayanan kepada
masyarakat.
Substansi reformasi paradigma
pelayanan publik adalah pergeseran
pola penyelenggaraan pelayanan publik
dari yang semula berorientasi
pemerintah sebagai penyedia menjadi
pemerintah sebagai pelayan yang
berfokus kepada pemenuhan kebutuhan
masyarakat sebagai pengguna.
Konsekwensi penting bagi pemerintah
dalam menyikapi pergeseran pola
penyelenggaraan pelayanan publik ini
adalah pemerintah harus mendengarkan
suara publik dengan memberikan ruang
bagi partisipasi masyarakat.
Sejalan dengan itu pemerintah
telah mengeluarkan beberapa regulasi
yang berhubungan dengan pelaksanaan
fungsi pelayanan pemerintah dalam
mendorong pelayanan publik yang
prima, seperti :
1. Surat Keputusan Menpan No.
81/1993 Tentang Peningkatan
Pelayanan Publik.
2. Instruksi Presiden No. 1/1995
tentang Peningkatan Mutu
Pelayanan Bagi Masyarakat.
3. Surat Keputusan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara
No. 63/KEP/7/M.PAN/2003 Tentang
Pedoman Umum Penyelenggaraan
Pelayanan Publik.
Meskipun telah banyak
peraturan dan regulasi yang
dikeluarkan pemerintah dalam
mendorong terciptanya pelayanan
publik yang prima, namun secara
umum kinerja pelayanan publik yang
dihasilkan oleh organisasi publik di
Indonesia relatif belum prima dan
belum mencapai tujuan yang
diharapkan. Kenyataan empirik
membuktikan bahwa pelayanan publik
yang diberikan pihak pemerintah
maupun swasta saat ini terutama di
Indonesia masih bersifat minta dilayani
(to be served), sehingga banyak
menimbulkan ketidakpuasan
masyarakat tentang pelayanan yang
diberikan (Sudrajat,2004).
Model pelayanan publik yang
diberikan saat ini relatif tidak berdasar
ukuran kebutuhan masyarakat yang
posisinya sebagai pengguna jasa
layanan, tetapi model ini lebih
berorientasi pada pelaksanaan program
yang telah dirumuskan pimpinan
(relatif tidak diawali dengan studi yang
mengidentifikasi hal apa yang
diinginkan masyarakat). Fenomena
tersebut relevan dengan hasil kajian
empirik Mita (2000) yang membuktikan
bahwa pelaksanaan pelayanan publik di
negara berkembang terlalu
tersentralisasi. Salah satu alasan yang
mendasari fenomena tersebut adalah
pengambilan keputusan yang
tersentralisasi dan terkesan kurang
menyentuh kebutuhan pelayanan
masyarakat.
Brackertz (2006) membuktikan
bahwa keberhasilan terlaksananya
pelayanan publik yang baik sangat
tergantung pada seberapa besar
kapasitas sarana prasarana yang
dimiliki oleh sebuah organisasi dalam
memberikan pelayanan. Sedangkan
4
untuk mengukur efektifitas pelayanan
publik senyatanya dapat diukur dengan
membandingkan perbedaan antara
harapan (expectations) dan kinerja yang
dirasakan (perceived performance).
Harapan aktual pelayanan
publik, khususnya terhadap pelayanan
rumah sakit sebagai salah satu
organisasi sektor publik (dalam
penelitian ini sebagai objek studi)
adalah agar dalam pengelolaannya
harus dilakukan dengan transparan dan
akuntabel. Fungsi umum rumah sakit
sebagai lembaga pelayanan sosial
kesehatan masyarakat harus
dipertahankan, yakni kegiatan
utamanya adalah memberikan
pelayanan kesehatan masyarakat, dan
terbuka 24 jam, dalalm memberikan
pelayanan kepada pasien baik berupa
rawat inap, rawat darurat maupun
rawat jalan, baik yang mengalami
penyakit berat maupun penyakit
ringan tanpa diskriminatif. Proses
pelayanan kesehatan kepada
masyarakat bukan hal yang mudah,
proses tersebut membutuhkan
ketelitian dan kesabaran serta
keihklasan dalam pelayanan,
kehadiran rumah sakit tidak berpihak
pada pasien tertentu tetapi
pelayanannya harus di lakukan secara
merata sesuai dengan kebutuhan
pasien (non-diskriminatif).
Tuntutan peningkatan kualitas
pelayanan kesehatan menjadi penting
terkait bervariasinya kebutuhan
pelayanan kesehatan oleh masyarakat
dan pertumbuhan usaha jasa kesehatan
yang semakin berkembang yang
memungkinkan terjadinya persaingan
pelayanan, konsukwensi aktualnya
adalah bahwa rumah sakit yang dapat
memberikan kualitas layanan kesehatan
terbaik (secara spesifik dalam hal
kualitas pelayanan administrasi,
kualitas pelayanan perawat, pelayanan
kebersihan, kualitas pelayanan dokter,
pelayanan gizi dan pelayanan pasca
rawat inap) secara maksimal kepada
masyarakat (pasien), maka rumah sakit
itu akan dapat berkembang.
Realita umumnya menunjukan
tingkat kualitas layanan kesehatan yang
dihasilkan rumah sakit di Indonesia
belum prima dan belum mencapai
tujuan yang diharapkan. Kebanyakan
pelayanan publik dalam bidang
kesehatan tersebut masih berorientasi
pada organisasi dan pribadi internal
organisasi sehingga sering
menimbulkan ketidakpuasan pasien
terhadap pelayanan yang diberikan
(Sudarajat, 2004). Secara empiris hasil
penelitian Ani dkk. (2001), Lamiri dan
Iman (1998) membuktikan bahwa rata-
rata pelayanan dan tranparansi
pelayanan rumah sakit relatif masih
belum dapat menjamin kepuasan
pasien. Hasil kajian empiris tersebut
membuktikan secara umum bahwa
pengelolaan rumah sakit relatif belum
sesuai dengan apa yang menjadi
harapan masyarakat (pasien), hal
tersebut merupakan gambaran secara
umum kondisi masyarakat yang relatif
belum mendapatkan pelayanan
kesehatan dari rumah sakit yang
maksimal sesuai harapannya.
Hasil penelitian Ratnasari (2001)
menyimpulkan bahwa kinerja
pelayanan rumah sakit dipengaruhi oleh
peningkatan fasilitas dan peralatan,
citra, faktor human resources, harga dan
lokasi. Hasil penelitian ini juga
mengungkapkan bahwa faktor yang
paling penting dalam peningkatan
kualitas pelayanan kesehatan yaitu
interaksi antara pasien dengan penyedia
jasa pelayanan kesehatan. Secara umum
pelayanan kesehatan merupakan
kegiatan yang kompleks yang tidak
terfokus secara mutlak pada suatu
faktor, hal tersebut relative sangat
5
terkait dengan karakterisik objek
pelayanan yakni mengobati kondisi
kesahatan manusia. Pelayanan
kesehatan membutuhkan kolektifitas
pendukung baik dari aspek medis dan
non medis dalam penangganan
kesehatan mengindikasikan aktivitas
kerja pelayanan kesehatan cenderung
merupakan aktivitas kerja tim, bukan
aktivitas kerja individu hal ini
memerlukan suatu pengetahuan yang
lebih menekankan pada kerja sama dan
koordinasi semua elemen organisasi.
Muluk (2009) mengungkapkan
bahwa kunci dari sejumlah masalah
yang tersisa tersebut menunjuk pada
nilai, kepercayaan, dan norma
institusional dan dibarengi pula dengan
sikap-sikap individual. Hal ini
mengarah pada substansi budaya
organisasi dan bagaimana mengubah
budaya tersebut. Nilai-nilai yang sudah
ditanamkan kepada karyawan dalam
memberikan pelayanan kepada
konsumennya tadi dapat terungkap dari
pandangan mereka bahwa justru
konsumenlah orang terpenting dalam
pekerjaan mereka. Pasien adalah raja
yang mana semua karyawan
bergantung padanya bukan pasien yang
bergantung pada karyawan. Pasien
bukanlah pengganggu pekerjaan
karyawan namun merekalah tujuan
karyawan bekerja. Karyawan bekerja
bukan untuk menolong pasien, namun
kesadaran pasienlah yang menolong
karyawan karena pasien tersebut telah
memberikan peluang kepada karyawan
untuk memberikan pelayanan.
Pada kenyataannya pelayanan
kesehatan publik dapat berhasil,
berkinerja tinggi dan berkualitas serta
berorientasi konsumen dalam kondisi
lingkungan yang dinamis dibutuhkan
dukungan nilai-nilai, keyakinan
bersama atau kesepakatan-kesepakatan
seluruh anggota organisasi yang
berfokus pada harapan publik.
Diasumsikan bahwa nilai-nilai atau
kesepakatan-kesepakatan seluruh
anggota organisasi yang berfokus pada
tujuan organisasi merupakan
manefestasi budaya organisasi yang
berpotensi dapat mengantarkan
organisasi menuju kepada kinerja tinggi.
Nilai-nilai atau kesepakatan-
kesepakatan seluruh anggota organisasi
dikaitkan dengan mutu kerja, maka
akan membentuk budaya kerja
organisasi tersebut.
Budaya kerja merupakan suatu
falsafah yang didasari oleh pendangan
hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi
sifat, kebiasaan dan kekuatan
pendorong, membudaya dalam
kehidupan suatu kelompok masyarakat
atau organisasi yang tercermin dari
sikap menjadi perilaku, kepercayaan,
cita-cita, pendapat dan tindakan yang
terwujud sebagai “kerja atau bekerja”
(Trigono dalam Prasetya, 2001). Budaya
kerja adalah cara kerja sehari-hari yang
bermutu dan selalu mendasari nilai-nilai
yang penuh makna, sehingga menjadi
motivasi, memberi inspirasi, untuk
senantiasa bekerja lebih baik dan
memuaskan masyarakat yang dilayani
(Kepmenpan
No.25/Kep/M.Pan/04/2002).
Secara umum hasil kajian
empirik Xenikou dan Simosi (2006),
menunjukkan bahwa budaya
mempunyai pengaruh terhadap kinerja.
Merujuk pada teori kebutuhan Maslow
menjelaskan bahwa budaya kerja yang
baik mampu menjadi supporting system
bagi kerja. Hasil kajian empirik Tobing
(2006) mendukung pendapat Maslow
dengan menyatakan bahwa budaya
kerja berpengaruh positif langsung
terhadap kinerja. Secara spesifik hasil
kajian Zebua (2009) menemukan bahwa
secara parsial terdapat pengaruh
signifikan budaya kerja dan insentif
6
terhadap kinerja staf rekam medik di
RSUP H. Adam Malik Medan, hasil
kajian ini menjustifikasi bahwa budaya
kerja berpengaruh terhadap kinerja
pelayanan kesehatan. Berdasarkan hasil
kajian teoritis dan kajian empiris
tersebut dapat diasumsikan secara
umum bahwa pencapaian kinerja
pelayanan yang maksimal pada sektor
publik, khususnya pada bidang
pelayanan kesehatan dipengaruhi juga
oleh peningkatan budaya kerja.
Peran penting pimpinan
transformasional dalam aktivitas
palayanan rumah sakit didasarkan
paradigma jasa pelayanan kesehatan
rumah sakit dewasa ini sudah
mengalami perubahan yang mendasar
dan merupakan sebuah badan usaha
yang mempunyai banyak unit bisnis
strategis. Perubahan lingkungan secara
alamiah akan mendorong rumah sakit
menjadi organisasi yang berciri
multiproduk dan mixed output, sehingga
membutuhkan penanganan dengan
konsep manajemen yang tepat. Rumah
saki sebenarnya adalah sebuah badan
usahana yang mempunyai berbagai
macam unit usaha strategis. Misalnya
instalasi rawat inap, anstalasi
laboratorium, gawat darurat, gizi dan
lain-lain. Dengan demikian, rumah sakit
secara keseluruhan dapat dianggap
sebagai suatu lembaga usaha yang
mempunyai berbagai unit bisnis (unit
usaha) strategis. Untuk itu pimpinan
rumah sakit haruslah mampu membaca
perubahan paradigma tersebut. Dengan
ketajaman dan kejelian sebagai seorang
pemimpin rumah sakit tersebut
diharapkam akan mampu mengambil
keputusan yang tepat dalam memimpin
dan menjalankan fungsi pelayanan
kesehatan rumah sakitnya, sebagaimana
yang diharapkan dalam misi dan visi
rumah sakit tersebut.
Pendapat Darmawati, dkk.
(2004) menjustifikasi arguman tersebut
dengan menyatakan bahwa faktor
penting dalam hal penataan organisasi
publik guna pencapaian kinerja
pelayanan yang maksimal sesuai
dengan dinamisasi lingkungan adalah
menerapkan good corporate governance.
Dalam perkembangannya, good corporate
governance semakin mempunyai peranan
yang sangat penting bagi organisasi,
yakni sebagai alat control manajemen
dalam meningkatkan kinerja
perusahaan dan upaya menciptakan
organisasi yang sehat. Secara umum
good publik and corporate governance
memiliki manfaat yang positif guna
mendukung kinerja suatu organisasi.
Argumen ini didukung oleh hasil kajian
empirik Day report (1994) dalam
Kusumawati, dkk. (2005)
mengemukakan bahwa corporate
governance yang efektif dalam jangka
panjang akan dapat meningkatkan
kinerja perusahaan dan mengutungkan
pemegang saham. Peningkatan ini tidak
hanya untuk pemegang saham tetapi
juga untuk kepentingan publik secara
umum. Senada dengan penelitian di atas
Darmawati, dkk (2004) mengemukakan
bahwa implementasi GCG mempunyai
pengaruh positif terhadap kinerja
perusahaan.
Kondisi fasilitas rumah sakit
yang beragam, ada pula sebagian rumah
sakit memiliki fasilitas berkurang dan
relatif terbatas sebagai akibat dampak
kerusuhan, hal tersebut membentuk
karateristik kinerja pelayanan masing-
masing rumah sakit. Hasil laporan
UNDP (2006) menyimpulkan bahwa
pelayanan kesehatan yang diberikan
oleh rumah sakit dan pusat kesehatan
masyarakat di kota Ambon pasca
konflik horizontal mengalami
peningkatan dengan indikator tingkat
kepuasan konsumen. Hasil penelitian
7
Wairisal (2008) mengungkapkan bahwa
responsibity, jaminan dan kewajaran
merupakan dimensi dominan yang
mempengaruhi tingkat pelayanan dan
kepuasan pasien rawat inap pada
rumah sakit umum swasta di kota
Ambon. Selanjutnya hasil kajian
Wairisal (2005) mengungkapkan bahwa
rata-rata persepsi para medis
menyatakan bahwa mengutamakan
penanganan pasien dari pada
administrasi pasien, hasil kajian tersebut
mengungkapkan pelayanan kesehatan
rumah sakit di kota Ambon masih
dengan pendekatan sosial. Sahertian
(2010) melakukan kajian dengan
prespektif yang berbeda dalam
mengungkapkan determinan kualitas
jasa pelayanan kesehatan dengan
menyimpulkan bahwa organizational
citizenship behavior mempengaruhi
kualitas jasa pelayanan kesehatan
rumah sakit umum di kota Ambon.
Gambaran realita dan hasil
kajian empiris tersebut
mengungkapakan kompleksitas
determinan yang mempengaruhi
kualitas pelayanan publik khususnya
dalam bidang kesehatan, hasil-hasil
kajian tersebut juga mengungkapkan
peningkatan kualitas pelayanan
kesehatan rumah sakit di kota Ambon
walaupun fasilitas pendukung relatif
minim. Gambaran kondisi realita
tersebut bertolak belakang dengan hasil
kajian Brackertz (2006); Lamiri dan Iman
(1998); Ratnasari (2001) yang
menyimpulkan bahwa peningkatan
kinerja pelayanan publik bidang
kesehatan sangat dipengaruhi oleh
peningkatan fasilitas atau sarana
prasarana.
Perbedaan penelitian ini
dengan penelitian sebelumnya adalah :
Pertama, Jabnoun dan Rasasi (2005)
melakukan penelitian di rumah sakit
United Arab Emirat (UAE) pada
penelitian ini peneliti menekankan gaya
kepemimpinan transformasional, dan
kinerja pelayanan kepada pasien
sedangkan penelitian ini menekankan
pada kinerja pelayanan dengan
menghubungkan gaya kepemimpinan
transformasional, budaya kerja dan
GCG. Kedua, penelitian yang dilakukan
oleh Xenikou dan Simosi (2006), pada
penelitian ini menekankan pada gaya
kepemimpinan transformasional,
budaya organisasi dan kinerja dan
dilakukan disektor bisnis, maka peneliti
ini menambahkan satu variable yaitu
good corporate governance (GCG) dan
dilakukan di Rumah Sakit, dan lebih
menekankan pada kinerja pelayanan.
Ketiga, penelitian yang
dilakukan oleh Temalagi (2009)
menganalisis gaya kepemimpinan
terhadap penerapan good corporate
governance (GCG) melalui budaya
organisasi sebagai variable intervening.
Penelitian ini merupakan
pengembangan dari penelitian Temalagi
(2009) atas saran penelitian dengan
menambahkan variabel lain yakni
kinerja pelayanan. Perbedaan penelitian
ini dengan studi sebelumnya antara lain,
dari sisi metodologi; peneliti sebelumya
telah memetahkan pola hubungan
langsung variabel kepemimpinan,
terhadap penerapan good corporate
governance dengan budaya sebagai
variabel intervening. Sedangkan dalam
penelitian ini peneliti menggunakan
pola interaksi. Dari sisi teori; peneliti
sebelumnya mencoba untuk
menganalisis dua teori kepemimpinan
yaitu gaya kepemimpinan
transformasional dan karismatik.
Sedangkan dalam penelitian ini peneliti
hanya menggunakan gaya
kepemimpinan transformasional
dipadukan dengan kinerja pelayanan.
Objek Penelitian; peneliti sebelumnya
melakukan penelitian pada beberapa
8
rumah sakit swasta dan pemerintah di
kota malang sedangkan penelitian ini
pada kota ambon.
Penelitian ini dilakukan guna
mengkaji peningkatan kinerja pelayanan
kesehatan pada rumah sakit di kota
Ambon. Pengembangan kajian
dilakukan dengan berfokus pada
analisis faktor non fisik, yakni
kepemimpinan transformasional,
budaya kerja dan disertakan kajian
implementasi prinsip-prinsip good
corporate governance (GCG) terhadap
tingkat kinerja pelayanan publik dalam
hal ini pelayanan kesehatan.
1.2. Motivasi Penelitian
Motivasi penelitian ini antara
lain: pertama, penelitian ini dilakukan
pada organisasi rumah sakit, untuk
menguji apakah budaya kerja dan
penerapan Good corporate governance
(GCG) memoderasi pengaruh
kepemimpinan transformasional
terhadap kinerja pelayanan rumah sakit.
Penerapan GCG pada rumah sakit
khususnya di Kota Ambon belum
banyak penelitian yang lebih mendalam
untuk melihat implikasi dari penerapan
GCG tersebut terhadap perbaikan
kinerja pelayanan rumah sakit.
Kedua, budaya kerja yang juga
bertindak sebagai variabel moderating
dalam memoderasi pengaruh antara
gaya kepemimpinan transformasional
terhadap kinerja pelayanan, pada
penelitian ini mencoba menguji
beberapa teori pengembangan sumber
daya manusia yaitu budaya dan
kepemimpinan terhadap kinerja
pelayanan dengan melakukan analisis
Moderating regresi analisis (MRA).
1.3. Perumusan Masalah
Bedasarkan uraian pada latar
belakang di atas, maka dapat disusun
rumusan masalah sebagai berikut :
1) Apakah gaya kepemimpinan
transformasional berpengaruh
terhadap kinerja pelayanan rumah
sakit?
2) Apakah pengaruh Gaya
kepemimpinan transformasional
terhadap kinerja pelayanan
dimoderasi oleh budaya kerja?
3) Apakah pengaruh Gaya
kepemimpinan transformasional
terhadap kinerja pelayanan
dimoderasi oleh penerapan GCG?
1.4. Tujuan Penelitian
Bedasarkan uraian rumusan
masalah di atas, maka tujuan penelitian
ini sebagai berikut :
1) Untuk menganalisis dan
membuktikan pengaruh gaya
kepemimpinan transformasional
terhadap kinerja pelayanan rumah
sakit.
2) Untuk menganalisis dan
membuktikan pengaruh Gaya
kepemimpinan transformasional
terhadap kinerja pelayanan
dimoderasi oleh budaya kerja.
3) Untuk menganalisis dan
membuktikan pengaruh Gaya
kepemimpinan transformasional
terhadap kinerja pelayanan
dimoderasi oleh penerapan GCG.
1.5. Kontribusi Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan
dapat memberi kontribusi baik secara
praktis maupun teoritis.
1. Kontribusi Teoritis:
a. Hasil studi ini dapat
memberikan kontribusi pada
pengembangan ilmu
pengetahun dibidang akuntansi
keperilakuan (behavioral
accounting), terutama peranan
variabel-variabel gaya
kepemimpinan
transformasional, budaya kerja,
penerapan good corporate
governance dalam menjelaskan
keberhasilan kinerja pelayanan
bagi organisasi sektor publik
9
khususnya organisasi rumah
sakit.
b. Memperkaya khasanah ilmu
akuntansi, khususnya akuntansi
dalam pengelolaan sumber daya
manusia terutama kajian yang
yang didasarkan pada
perspektif berbasis sumberdaya
manusia (resource-
basedperspective) yang
menekankan keunggulan
layanan yang unik, bernilai dan
sulit ditiru yang dimiliki oleh
organisasi yang dihasilkan
melalui keselarasan antar semua
sumberdaya organisasi, dimana
sumber daya manusia menjadi
faktor kunci dalam proses
tersebut.
c. Pada bidang/ilmu akuntansi,
dapat memberikan masukan
bagi pengembangan ilmu
akuntansi keprilakuan
mengenai perilaku pimpinan
dalam menyusun dan
menyampaikan informasi
akuntansi, yang dalam hal ini
berhubungan dengan prinsip
GCG (transparansi,
akuntabilitas, independensi,
responsibility, dan fairness), serta
memberikan masukan bagi
pengembangan akuntansi sektor
publik mengenai gaya
kepemimpinan terhadap
budaya kerja dan pelaksanaan
good governance dalam rangka
peningkatan kinerja pelayanan
Rumah Sakit di Kota Ambon.
d. Bagi para peneliti/akademisi,
hasil penelitian ini dapat
dijadikan referensi untuk
pengembangan penelitian-
penelitian lebih lanjut.
2. Kontribusi Praktis:
a. Hasil penelitian ini dapat
memberikan masukan bagi
pihak lembaga, agar mampu
mensosialisasikan gaya
kepemimpinan
transformasional, budaya kerja
serta implementasi Good
Corporate Governance (GCG)
terhadap bawahan sebagai
upaya untuk dapat
meningkatkan kepuasan kerja
dan kinerja pelayanan ke arah
yang lebih baik di masa
mendatang.
b. Temuan ini dapat menjadi
bahan pertimbangan dan
evaluasi serta masukan dalam
mendukung pelaksanaan
pengelolaan rumah sakit untuk
meningkatkan kinerja pelayanan
yang baik lewat penerapan good
governance maupun gaya
kepemimpinan tansformasional.
c. Bagi organisasi Rumah Sakit di
Kota Ambon, memberikan
informasi sesuai hasil penelitian
tentang pengaruh gaya
kepemimpinan
transformasional, kinerja
pelayanan, budaya kerja dan
implementasi GCG.
3. Kontribusi Kebijakan
Bagi pembuat kebijakan atau
regulasi, penelitian ini mendukung
kebijakan pemerintah sehubungan
dengan pelaksanaan GCG di sektor
publik sesuai dengan Keputusan Menko
Bidang Perekonomian Nomor:
KEP/49/M.EKON/11/2004 tentang
pembentukan Komite Nasional
Kebijakan Governance (KNKG) yang
terdiri dari Sub-Komite Publik dan Sub-
Komite Korporasi, mengingat
pelaksanaan GCG oleh dunia usaha
tidak mungkin dapat diwujudkan tanpa
adanya good publik governance dan
partisipasi masyarakat, sehingga
penelitian ini dapat memberikan
masukan bagi pengembangan dan
10
peningkatan kualitas standar peraturan
yang telah ditetapkan sebelumnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis
2.1.1 Gaya Kepemimpinan
Transformasional
Kepemimpinan berkaitan
dengan kemampuan manajer untuk
mempengaruhi dan menggerakan
tindakan seseorang atau sekelompok
orang pada sebuah organisasi dalam
upaya pendayagunaan sumberdaya
manusia, sumber daya keuangan dalam
rangka tercapainya tujuan organisasi
secara efektif (Sujak, 1990). Gaya
kepemimpinan menurut Luthans (2005)
adalah “deal white the way leader influence
follower’. Gaya kepemimpinan berkenan
dengan cara-cara yang digunakan oleh
manajer untuk mempengaruhi
bawahannya. Gaya kepemimpinan
merupakan norma perilaku yang
digunakan seorang manajer pada saat ia
mempengaruhi perilaku bawahannya.
Para pemimpin
transformasional, mempengaruhi para
pengikut dengan menimbulkan emosi
yang kuat dan indentifikasi dengan
pemimpin tersebut, namun mereka
dapat juga mentransformasi para
pengikut dengan bertindak sebagai
seorang pelatih, guru atau mentor. Para
pemimpin transformasional mencoba
untuk memberi kekuasaan dan
meninggikan para pengikut. Para
pemimpin transformasional dapat
ditemukan dalam organisasi mana saja
pada tingkatan dimana saja.
Kepemimpinan transformasional juga
berperilaku sebagai super leaders.
Artinya seorang pemimpin
transformasional dapat
mengembangkan setiap orang menjadi
self leadership. Kepemimpinan
transformasional adalah seorang
pemimpin yang mempimpin orang lain
untuk memimpin diri mereka sendiri.
2.1.2 Budaya Organisasi
Hofstede dalam Sobirin (1997)
mengemukakan bahwa budaya adalah
pemograman mental kolektif. Sebagai
pemograman mental kolektif, maka
budaya sukar berubah. Kalau memang
terjadi perubahan pola pikir, perubahan
tersebut akan terjadi perlahan-lahan,
karena telah terkristalisasi kedalam
lembaga yang mereka bangun bersama.
Hofstede juga berpendapat bahwa
elemen budaya terdiri lapisan dalam
yang merupakan core value dan lapisan
luar berupa artifacts. The core of culture
adalah value yang dimanifestasikan
dalam bentuk “practices” dan terdiri dari
symbols, heroes, dan ritual.
2.1.2.1 Budaya Kerja
Budaya kerja merupakan suatu
falsafah yang didasari oleh pendangan
hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi
sifat, kebiasaan dan kekuatan
pendorong, membudaya dalam
kehidupan suatu kelompok masyarakat
atau organisasi yang tercermin dari
sikap menjadi perilaku, kepercayaan,
cita-cita, pendapat dan tindakan yang
terwujud sebagai “kerja atau bekerja”
(Trigono dalam Prasetya, 2001). Budaya
kerja adalah cara kerja sehari-hari yang
bermutu dan selalu mendasari nilai-nilai
yang penuh makna, sehingga menjadi
motivasi, memberi inspirasi, untuk
senantiasa bekerja lebih baik dan
memuaskan masyarakat yang dilayani
(KEPMENPAN
NO.25/KEP/M.PAN/04/2002).
Setiap fungsi dan proses kerja
harus mempunyai perbedaan dalam
cara bekerjanya, yang mengakibatkan
berbedanya pula nilai-nilai yang sesuai
untuk diambil dalam kerangka kerja
organisasi. Seperti nilai-nilai apa saja
11
yang sepatutnya dimiliki, bagaimana
perilaku setiap orang akan dapat
mempengaruhi kerja mereka, kemudian
falsafah yang dianutnya seperti “budaya
kerja” yang merupakan suatu proses
tanpa akhir.
2.1.3 Good Corporate Governance
(GCG)
Pengertian governance berkaitan
dengan pengelolaan kewenangan. Hal
ini berkaitan dengan bagaimana
mencapai tujuan organisasi untuk
kepentingan bersama, dan bagaimana
agar sumber daya organsasi tidak
disalahgunakan sehingga tujuan
organisasi dapat tercapai. Kerangka
kerja governance harus memberikan
suatu struktur atau proses yang
memastikan terjadinya pengendalian
dan pembagian kekuasaan yang
seimbang dalam proses tata pamong,
sehingga sasaran organisasi dapat
dicapai dengan cara yang paling
optimal. Berdasarkan definisi di atas,
dapat disimpulkan bahwa corporate
governance adalah suatu sistem yang
mengatur bagaimana suatu perusahaan
atau organisasi dijalankan (operasi) dan
dikontrol atau sebagai tata kelola
perusahaan (organisasi). Sistem ini
mengatur secara jelas dan tegas hak dan
kewajiban pihak-pihak yang terkait
dalam perusahaan.
Menurut Moeljono (2005:19),
lima karakteristik dari good corporate
governance meliputi :
1. Transparansi, yaitu keterbukaan
dalam melaksanakan proses
pengambilan keputusan dan
keterbukaan dalam
mengungkapkan informasi material
dan relevan mengenai perusahaan;
2. Kemandirian, yaitu keadaan dimana
perusahaan dikelola secara
profesional, tanpa benturan
kepentingan dan pengaruh atau
tekanan dari pihak mana pun yang
tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dan prinsip-
prinsip korporasi yang sehat;
3. Akuntabilitas, yaitu kejelasan
fungsi, pelaksanaan dan
pertanggungjawaban organ
sehingga pengelolaan perusahaan
terlaksana secara efektif;
4. Pertanggungjawaban, yaitu
kesesuaian di dalam pengelolaan
perusahaan terhadap peraturan
perundang-undangan dan prinsip-
prinsip korporasi yang sehat;
5. Kewajaran, yaitu kesesuaian di
dalam pengelolaan perusahaan
terhadap peraturan perundang-
undangan dan prinsip-prinsip
korporasi yang sehat.
2.1.4 Kinerja Pelayanan Rumah Sakit
2.1.4.1 Pengertian Kinerja Organisasi
Sektor Publik
Kinerja adalah hasil yang
dicapai atau sesuatu yang dikerjakan
berupa produk maupun jasa yang
diberikan oleh sesorang atau
sekelompok orang, dengan demikian
kinerja dapat dilihat dari dua sisi yaitu
individu dan organisasi. Bernadin and
Russel (1993) menyatakan bahwa kinerja
merupakan catatan perolehan yang
dihasilkan dari dihasilkan dari fungsi
suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan
selama periode waktu tertentu.
Pencapaian kinerja organisasi,
termasuk organisasi publik terkait
dengan faktor-faktor yang dominan
mempengaruhi kinerja suatu organisasi,
hal tersebut meliputi upaya manajemen
dalam menterjemakan dan
menyelaraskan tujuan organisasi,
budaya organisasi, kualitas sumber
daya manusia yang dimiliki dan
kepemimpinan yang efektif (Yuwono
dkk, 2002:53). Konsep teoritis tersebut
menunjukan tiga elemen yang
berpengaruh pada kinerja organisasi
12
yakni karakteristik organisasi,
kapamimpinan dan sumber daya
manusia teraplikasi dalam pencapaian
tujuan organisasi. Namun kondisi
kemajuan teknologi pada saat ini juga
memiliki kontribusi penting dalam
pencapaian kinerja organisasi. Hal
tersebut sesuai pendapat Ruky
(2001:158-159) dalam Tangkilisan
(2007:176) yang mengidentifikasi faktor-
faktor yang berpengaruh langsung
terhadap tingkat pencapaian kinerja
organisasi adalah: (1) faktor teknologi,
(2) faktor kualitas input, (3) kualitas
lingkungan fisik, (4) faktor budaya
organisai, (5) faktor kepemimpinan dan
(6) factor sumber daya manusia.
2.1.4.2 Pelayanan Publik
Pelayanan publik dapat
diartikan sebagai pemberian layanan
(melayani) keperluan orang atau
masyarakat yang mempunyai
kepentingan pada organisasi layanan
publik sesuai dengan aturan pokok dan
tata cara yang telah ditetapkan. Seiring
dengan tumbuhnya iklim demokrasi
dan berkembangnya civil society,
tuntutan masyarakat terhadap
akuntabilitas dan transparansi
organisasi layanan publik semakin
meningkat. Layanan publik harus
mampu memberikan pelayanan yang
memiliki bebrapa kriteria yaitu:
profesional, efektif, sederhana,
transparan, terbuka, efisien, responsif,
dan adaptif, Widodo (2001).
2.1.4.3 Kualitas pelayanan Rumah
Sakit
Kualitas pelayanan (service
quality) atau sering juga disebut mutu
pelayanan, menurut Parasuraman dkk
(1988) dan Soetjipto (1997) kualitas
pelayanan adalah seberapa jauh
perbedaan antara kenyataan dan
harapan para pelanggan atas pelayanan
yang mereka terima atau peroleh.
Harapan merupakan keinginan para
pelanggan dari pelayanan yang
mungkin diberikan oleh perusahaan.
Kualitas selalu berfokus pada
pelanggan. Dengan demikian produk
didesain, diproduksi, serta pelayanan
diberikan untuk memenuhi keinginan
pelanggan. Kualitas mengacu kepada
segala sesuatu yang memuaskan
pelanggan dan yang menentukan
pelanggan, maka suatu produk yang
dihasilkan baru dapat dikatakan
berkualitas apabila sesuai dengan
keinginan pelanggan, dapat
dimanfaatkan dengan baik serta
dihasilkan dengan cara yang baik dan
benar.
Perilaku pelayanan prima sektor
publik dapat diimplementasikan apabila
aparat pelayan berhasil menjadikan
kepuasan pelanggan sebagai tujuan
utamanya. Selain itu aparat pelayan juga
dituntut untuk mengetahui dengan
pasti siapa pelanggannya.
Kualitas yang mengarah pada
kepuasan total pelanggan ini juga tidak
terlepas dari sumber daya keuangan
dan peralatan dalam suatu organisasi.
Sebagaimana dikemukakan oleh
Soeprapto (2005) yang dikutip dari
Gaspersz (1997) bahwa ketidakcukupan
sumber daya merupakan salah satu
penghambat dalam menerapkan sistem
kualitas yang berfokus pada pelanggan.
2.2 Tinjauan Empiris
2.2.1 Penelitian Terdahulu
Jabnoun dan Rasasi (2005)
melakukan penelitian di rumah sakit
United Arab Emirat (UAE) dan
menemukan bahwa pasien secara
umum terpuaskan dengan jasa kualitas
rumah sakit, karyawan rumah sakit
memberikan penilaian rendah terhadap
para pemimpin mereka dalam kaitan
dengan kepemimpinan
transformasional. jasa kualitas secara
positif berhubungan dengan semua
13
dimensi kepemimpinan
transformasional.
Xenikou dan Simosi (2006)
dengan menggunakan analisis path
dalam penelitiannya, menunjukkan
bahwa prestasi dan adaptasi orientasi
budaya mempunyai pengaruh langsung
terhadap kinerja. Kepemimpinan
transformasional dan orientasi
humanistic mempunyai pengaruh positif
yang tidak langsung terhadap kinerja
melalui orientasi prestasi. Popper dan
Zakkai (1994) dalam penelitiannya
menemukan adanya perbandingan di
antara gaya kepemimpinan karismatik
dan transformasional.
Tobing (2006) menemukan
bahwa budaya organisasi berpengaruh
positif langsung terhadap kepuasan
kerja, komitmen organisasi dan kinerja,
terdapat keterkaitan antara budaya dan
komitmen organisasi baik langsung
maupun tidak langsung. Kepuasan kerja
berpengaruh positif terhadap motivasi
kerja dan komitmen dan berpengaruh
negatif terhadap kinerja. Terdapat
keterkaitan antara kepuasan kerja
terhadap komitmen dan kinerja
organisasi baik langsung maupun tidak
langsung.
Prasetyono dan Kompyurini
(2008) menemukan bahwa budaya
organisasi, komitmen organisasi dan
akuntabilitas publik secara simultan
berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja RSD dalam kategori
kuat. Secara parsial budaya organisasi
dan komitmen organisasi berpengaruh
positif dalam kategori rendah dan
signifikan terhadap kinerja RSD, namun
akuntabilitas publik berpengaruh positif
dalam kategori rendah dan tidak
signifikan terhadap kinerja RSD.
Akuntabilitas publik (salah satu prinsip
GCG) tidak memiliki pengaruh yang
kuat terhadap kinerja.
Trisnaningsih (2007) dalam
penelitiannya di KAP menemukan
bahwa pemahaman good governance
tidak berpengaruh langsung terhadap
kinerja auditor. Secara implisit
pemahaman good governance dapat
meningkatkan kinerja. Gaya
kepemimpinan berpengaruh langsung
terhadap kinerja auditor. Hasil
penelitian ini mengindikasikan bahwa
gaya kepemimpinan dalam KAP sebagai
faktor yang dominan dalam
menentukan dan pembentukan karakter
perusahaan. Selanjutnya karakter
perusahaan akan mempengaruhi output
dari kinerja auditor. Budaya organisasi
tidak berpengaruh langsung terhadap
kinerja auditor.
Temalagi (2010) menunjukan
bahwa kepemimpinan karismatik dan
kepemimpinan transformasional yang
telah diterapkan oleh manajer rumah
sakit yang lebih dominan adalah
kepemimpinan transformasional.
Sedangkan para manejer rumah sakit
telah mengenal budaya organisasinya
dengan baik, dan turut mempengaruhi
budaya organisasi rumah sakit tersebut.
Demikian pula dengan penerapan
prinsip GCG, dapat diketahui bahwa
rata-rata manajer rumah sakit di kota
Malang menginginkan dan telah
menerapkan prinsip GCG.
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL
PENELITIAN
Kerangka konseptual bertujuan
agar penelitian ini dapat terarah secara
sistimatis dalam suatu alur metode
penelitian yang baik, sesuaui dengan
rumusan masalah dan tujuan yang aka
dicapai. Kerangka konsep penelitian
secara komprehensip perlu dibangun
dengan mendasarkan kepada fakta
14
masalah yang ada, keterkaitan variabel
variabel secara teoritis, Kajian
penelitian-penelitian sebelumnya,
metodologi, metode analisis dan dengan
keselarasan tujuan penelitian yang ingin
dicapai. Berdasarkan pada teori dan
penelitian terdahulu, masalah dan
tujuan penelitian maka dibuat kerangka
konsep proses berfikir dalam penelitian
ini yang diadopsi dari Sugiono, (2002:
78) secara komprehensip sebagai berikut
:
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual
Pengaruh Gaya Kepemimpinan
Transformasioanal terhadap Kinerja
Pelayanan dengan Budaya Kerja dan
Penerapan good corporate governance
(GCG) sebagai variabel moderasi (Studi
pada Rumah Sakit di Kota Ambon)
3.1. Model Hubungan Antar
Variabel
Gambaran hubungan antar
variabel dalam penelitian ini secara
substansial, yang menjelaskan alur
hubungan variabel pengaruh gaya
kepemimpinan transformasioanal
terhadap kinerja pelayanan dengan
budaya kerja dan penerapan good
corporate governance (GCG) sebagai
variabel moderasi pada Rumah Sakit di
Kota Ambon. Berdasarkan kerangka
konseptual, yang telah diuraikan, dan
untuk menjawab permasalahan
penelitian ini, maka secara operasional
kerangka konseptual tersebut
dijabarkan dalam kerangka alur
hubungan antar variabel dan hipotesis
seperti yang ditampilkan pada gambar
berikut ini :
Gambar 3.2 Model Hipotesis
15
Sumber : Dikembangkan dalam
penelitian ini
3.2. Pengembangan Hipotesis
3.2.1. Pengaruh Gaya kepemimpinan
transformasional terhadap
Kinerja Pelayanan.
Day dan Lord (1988)
menyatakan bahwa kepemimpinan
berperan besar dalam mencapai sasaran
dan tujuan kerja, dimana sasaran atau
tujuan yang ingin dicapai adalah berupa
prestasi atau kinerja. Senada dengan
pendapat tersebut Penelitian terhadap
keterkaitan antara kepemimpinan
terhadap kinerja kerja pernah dilakukan
Elonkov, (2000), Borrill, et al (2005),
Waldman et al, (2005), dan Ogbonna and
Harris, (2000) yang menyimpulkan
hubungan positif dan signifikan antara
kepemimpinan terhadap kinerja kerja.
Berdasarkan uraian konseptual teoritis
dan hasil kajian empiris yang telah
dikemukakan, maka hipotesis yang
dikemukakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
Hihotesis 1: Gaya kepemimpinan
transformasional
berpengaruh terhadap
Kinerja Pelayanan
3.2.2. Pengaruh Gaya kepemimpinan
transformasional terhadap
Kinerja Pelayanan dimoderasi
oleh budaya kerja.
Kepemimpinan
transformasional juga berperilaku
sebagai super leaders. Artinya seorang
pemimpin transformasional dapat
mengembangkan setiap orang menjadi
self leadership. Kepemimpinan
transformasional adalah seorang
pemimpin yang mempimpin orang lain
untuk memimpin diri mereka sendiri.
Kepemimpinan transformasional
lazimnya menguasai budaya kerja yang
ada dalam suatu organisasi jika ingin
mempengaruhi anggota organisasi
secara total, karena bagaimanapun juga,
anggota organisasi hidup dalam suatu
budaya yang melekat secara utuh dalam
organisasi tersebut.
Hasil kajian empirik Devidson
(2003), Carl and Denison (2000),
Moeljono (2003); Onken (1998)
menyatakan budaya kerja berpengaruh
kuat terhadap kinerja kerja. Budaya
kerja yang kuat akan mendorong
terciptanya kinerja organisasi yang
tinggi. Lebih lanjut budaya juga akan
melekat pada diri individu pemimpin
yang secara langsung meningkatkan
kinerja, dengan demikian budaya kerja
H2
H3
H1
16
dapat memperkuat pengaruh
kepemimpinan terhadap peningkatan
prestasi kerja. Berdasarkan uraian
konseptual teoritis dan hasil kajian
empiris yang telah dikemukakan, maka
hipotesis yang dikemukakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
Hihotesis 2: Budaya kerja
memoderasi pengaruh
gaya kepemimpinan
transformasional
terhadap Kinerja
Pelayanan.
3.2.3. Pengaruh Gaya kepemimpinan
transformasional terhadap
Kinerja Pelayanan dimoderasi
oleh GCG.
Corporate Governance adalah
sistem tata kelola yang diselenggarakan
dengan mempertimbangkan semua
faktor yang mempengaruhi proses
institusional termasuk faktor yang
berkaitan dengan fungsi regulator
(Siahaan, 2000). Lanjutnya Siahaan
berpendapat bahwa pengelolaan SDM
individu (termasuk didalamnya
perilaku) di instansi pemerintah sangat
penting dalam rangka penerapan GCG
yang nantinya akan berdampak pada
penguatan kinerja.
Konsep governance berkaitan
dengan pengelolaan kewenangan. Hal
ini berkaitan dengan bagaimana
mencapai tujuan organisasi untuk
kepentingan bersama, dan bagaimana
agar sumber daya organsasi tidak
disalahgunakan sehingga tujuan
organisasi dapat tercapai. Kerangka
kerja governance harus memberikan
suatu struktur atau proses yang
memastikan terjadinya pengendalian
dan pembagian kekuasaan yang
seimbang dalam proses tata pamong,
sehingga sasaran organisasi dapat
dicapai dengan cara yang paling
optimal.
Hasil kajian empirik Subekti
(2008), menunjukkan secara kualitatif
bahwa beberapa dimensi/prinsip good
Corporate Governance yaitu transparansi,
kemandirian, keadilan, dan
akuntabilitas. Berpengaruh pada kinerja
Kerja pelayanan Publik. Namun
demikian kewenangan sebagai faktor
yang melekat pada konsep good corporate
governance tentunya
mempertimbangkan faktor
kepemimpinan sebagai salah satu unsur
penentu keberhasilan pencapaian tujuan
organisasi. Dengan kata lain,
kepemimpinan akan meningkatkan
kinerja, jika memiliki kewenangan yang
baik yang terbentuk dalam unsur
transparansi, kemandirian, keadilan,
dan akuntabilitas.
Suatu sistem corporate governance
yang efektif seharusnya mampu
mengatur kewenangan pimpinan, yang
bertujuan menjaga agar pimpinan untuk
tidak menyalahgunakan kewenangan
tersebut dan untuk memastikan bahwa
pimpinan bekerja semata-mata untuk
kepentingan organisasi. Menurut Jang
bahwa isu seputar corporate governance
tidak hanya berkaitan dengan masalah
bisnis dan ekonomi, tetapi juga
berkaitan dengan soal sosial-politik.
Jang melihat corporate governance
sangat membantu mendorong
transparansi dan akuntabilitas para
pengelola organisasi. Hal ini memberi
keuntungan secara keseluruhan bagi
masyarakat karena adanya pengaruh
transparansi dan akuntabilitas di sektor-
sektor publik (Surya dan
Yustiavandana, 2006:8-9). Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa
konsep corporate governance dapat
memperkuat pengaruh kemepimpinan
terhadap pencapaian kinerja pimpinan.
Berdasarkan uraian konseptual teoritis
dan hasil kajian empiris yang telah
dikemukakan, maka hipotesis yang
17
dikemukakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut.
Hihotesis 3: Good corporate
governance memoderasi
pengaruh gaya
kepemimpinan
transformasional
terhadap Kinerja
Pelayanan.
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menguji pengaruh
antara variabel gaya kepemimpinan
transformasinal terhadap kinerja
pelayanan Rumah Sakit di Kota Ambon
dengan dimoderasi oleh variabel
budaya kerja dan penerapan GCG.
Berdasarkan tujuan penelitian, jenis
penelitian ini adalah penelitian
penjelasan (exsplanatory), penelitian ini
berupaya menjelaskan hubungan antara
variabel-variabel dan pengaruhnya
dengan pengujian hipotesis
(Sugiono,2005). Pendekatan dalam
penelitian ini termasuk dalam penelitian
kuantitatif. Dalam penelitian ini
dilakukan menguji jalur empiris dan
pengukuran berdasarkan teori yang ada.
Model penelitian ini adalah model
penelitian survei dengan menggunakan
instrument kuesioner. Metode penelitian
survei dilakukan untuk mendapatkan
data opini individu responden
(Hartono, 2008:2).
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Sesuai dengan tujuan
penelitian, lokasi penelitian dilakukan
di wilayah Kota Ambon. Penelitian ini
dilakukan untuk menganalisis pengaruh
gaya kepemimpinan transformasional
terhadap kinerja pelayanan rumah sakit
di Kota Ambon dengan dimoderasi oleh
variabel budaya kerja dan penerapan
GCG. Horizon waktu penelitian adalah
cross-sectional, dimana data hanya sekali
dikumpulkan, dalam periode satu bulan
atau data dari satu periode waktu
(Sekaran, 2006:177).
4.3. Unit Analisis, Populasi dan
Sampel
Unit analisis dalam penelitian
ini adalah individu, yakni unsur
pimpinan (wakil direktur, kepala
bagian/kepala bidang dan kepala sub
bagian/kepala sub bidang) dan pasien.
Populasi adalah wilayah generalisasi
yang terdiri atas obyek atau subyek
yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya
(Sugiyono, 2004).
Populasi dalam penelitian ini
adalah unsur pimpinan (wakil direktur,
kabag/kabig dan kasubag/kasubig) dan
pasien RS di Kota Ambon yang
berjumlah 8 (delapan) rumah sakit (data
pemerintah kota Ambon tahun 2010).
Berdasarkan survey dari delapan rumah
sakit tersebut terdapat 120 orang yang
menduduki jabatan sebagai unsur
pimpinan (wakil direktur, kabag/kabid,
dan kasubag/kasubid), sedangkan
pasien pengguna jasa rumah sakit satu
bulan terakhir dipilih sebanyak 120
orang sesuai dengan jumlah unsur
pimpinan yang ada. Pengambilan
sampel untuk unsur pimpinan dan
pasien dilakukan dengan menggunakan
purposive sampling, dengan criteria
sebagai berikut :
1. Pegawai rumah sakit yang
menduduki jabatan sebagai unsur
pimpinan kecuali direktur.
2. Unsur pimpinan termasuk wakil
direktur, kabag/kabid dan
kasubag/kasubid yang telah
menduduki jabatan minimal 2 (dua)
tahun.
3. Pasien yang telah menggunakan
jasa pelayanan kesehatan minimal 5
18
hari dan berada pada kondisi
pemulihan serta bersedia dijadikan
sebagai responden dalam penelitian.
Adapun jumlah sampel yang
digunakan dalam penelitian ini
disajikan pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.1
Jumlah Sampel Penelitian
No. Keterangan Jumlah
1.
2.
3.
4.
Jumlah populasi
Tidak memenuhi kriteria
Jumlah yang didistribusikan
Kuisioner yang tidak kembali
Jumlah
Kuisioner yang tidak lengkap
120
( 21 )
99
( 7 )
92
( 6 )
Kuisioner yang di olah 120
Sumber: Data diolah , 2010
4.4. Definisi Operasional Variabel
4.4.1 Gaya Kepemimpinan
Transformasional
Kepemimpinan
transformasional adalah tipe pemimpin
yang dapat mentransformasi para
pengikut dengan bertindak sebagai
seorang pelatih, guru atau mentor. Para
pemimpin transformasional mencoba
untuk memberi kekuasaan dan
meninggikan para pengikut. Indikator
kepemimpinan transformasional
mengacu pada Bass dan Avolio (1994)
yang terdiri atas empat komponen yaitu
: Idealized influenced, inspiration
motivation, intellectual stimulation,
individualized consideration (dilihat pada
table 4.2). Pengukuran variabel ini
menggunakan skala likert 5 poin,
4.4.2 Budaya Kerja
Budaya kerja merupakan
suatu falsafah yang didasari oleh
pendangan hidup sebagai nilai-nilai
yang menjadi sifat, kebiasaan dan
kekuatan pendorong, membudaya
dalam kehidupan suatu kelompok
masyarakat atau kerja yang tercermin
dari sikap menjadi perilaku,
kepercayaan, cita-cita, pendapat dan
tindakan yang terwujud sebagai “kerja
atau bekerja”. Variabel budaya kerja
diukur dengan menggunakan item-
itemyang dikembangkan oleh
Mangkuprawira (2009) yang terdiri atas
lima komponen yaitu : Kejujuran,
ketekunan, kreativitas, kedisiplinan,
iptek (dilihat pada table 4.3).
4.4.3 Penerapan Good Corporate
Governance (GCG)
Good Corporate Governance
menurut World Bank dalam Emirzon
(2007:91) adalah kumpulan hukum,
peraturan dan kaidah-kaidah yang
wajib dipenuhi yang dapat mendorong
kinerja sumber-sumber perusahaan
bekerja secara efisien, menghasilkan
nilai ekonomi jangka panjang yang
berkesinambungan bagi para
stakeholders. Variabel dependen dalam
penelitian ini diukur menggunakan
item-item yang terbagi dalam lima
prinsip GCG, yakni transparansi,
akuntabilitas, responsibility,
independensi, dan fairness (dilihat pada
tabel 4.4). Indikator ini dipakai karena
dianggap mewakili aspek-aspek yang
tercantum dalam pedoman GCG yang
dikeluarkan oleh KNKG yang diperoleh
dari website www.fcgi.or.id.
Pengukuran variable ini menggunakan
skala likert 5 poin.
19
4.4.4 Kinerja Pelayanan Rumah
Sakit
Kinerja pelayanan. yang
dimaksud dengan kinerja pelayanan
adalah kinerja dalam konteks kualitas
pelayanan rumah sakit yang didasarkan
atas persepsi pengguna jasa pada
kualitas pelayanan dilingkup kerja
rumah sakit yang ada di Kota Ambon.
indikator kinerja pelayanan rumah sakit
mengacu pada Zeithmalh et al (1990).
4.5 Sumber Data dan Teknik
Pengumpulan Data
4.5.1 Sumber Data
Data dalam penelitian ini
adalah data primer. Sumber data primer
diperoleh dari responden (manager dan
pasien), melalui pengisian kuesioner
yang disebarkan atau dibagikan secara
langsung kepada responden.
4.5.2 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data primer
dilakukan dengan metode penelitian
lapangan (field research) dengan teknik
pengumpulan data sebagai berikut :
v Penyebaran dan pengisian
kuesioner, sistem penyampaian
kuesioner atau daftar pertanyaan
terstruktur dilakukan secara
langsung (tidak melalui pos atau e-
mail).
v Kuesioner yang disampaikan
kepada responden berisikan
pertanyaan tertutup.
v Kuesioner diisi sendiri oleh
responden, dan akan dikumpulkan
pada saat itu juga. Kuesioner untuk
pasien, diberikan kepada pasien
yang telah berada pada proses
pemulihan kesehatan.
4.6 Metode Analisis Data
4.6.1 Uji Instrumen Penelitian
4.6.1.1 Uji Validitas
Validitas adalah suatu ukuran
yang menunjukkan tingkat validitas
atau kesahihan suatu instrumen, sebuah
instrumen dikatakan valid apabila
mampu mengukur apa yang ingin
diukurnya atau dapat mengungkap data
dari variabel yang diteliti secara tepat.
Tinggi rendahnya validitas instrumen
menunjukan sejauh mana data yang
terkumpul tidak menyimpang dari
gambaran tentang variabel yang
dimaksud (Arikunto, 2002). Validitas
menunjukan sejauhmana alat pengukur
untuk mengukur apa yang diukur
(Singarimbun dan Efendi, 2006).
Sedangkan menurut Sugiyono (2008),
hasil penelitian yang valid apabila
terdapat kesamaan antara data yang
terkumpul dengan data yang
sesungguhnya terjadi pada obyek yang
diteliti.
Uji validitas menggunakan
pengujian construct validity yang
dilakukan dengan teknik korelasi antar
skor butir pertanyaan dalam suatu
variabel yang diamati dengan skor
totalnya, dengan menggunakan rumus
korelasi product moment dengan level
signifikansi 5% dari nilai kritisnya. Bila
probabilitas hasil korelasi lebih kecil
dari 0,05 (5%) maka dikatakan valid dan
sebaliknya tidak valid (Arikunto,2002).
4.6.1.2 Uji Reliabilitas
Sebuah instrumen dikatakan
reliabel, jika selalu mendapatkan hasil
yang sama dari gejala pengukuran yang
tidak berubah yang dilakukan pada
waktu yang berbeda-beda (Imam, 2005).
Menurut Malhotra (2005), Reliability
adalah indeks yang menunjukan sejauh
mana suatu alat ukur dapat dipercaya
atau dapat diandalkan.
Peneliti melakukan uji
reliabilitas dengan menghitung
Cronbach’s alpha dari masing-masing
instrumen dalam suatu variabel.
Cronbach’s Alpha dapat digunakan
untuk mengukur reliabilitas tes yang
menggunakan skala likert.
20
Sekaran (2008) memberikan
kriteria untuk mengetahui tingkat
reliabilitas yaitu sebesar nilai Cronbach’s
Alpha. Jika nilai Cronbach’s Alpha sebesar
0,8-1 menunjukkan reliabilitas baik, nilai
sebesar 0,6-0,75 berarti reliabilitas
diterima, dan jika nilai Cronbach’s Alpha
< 0,6 menunjukkan reliabilitas kurang
baik.
4.6.2 Uji Asumsi Klasik
4.6.2.1 Uji Normalitas
Pengujian ini dimaksudkan
untuk mengetahui apakah variabel-
variabel penelitian memiliki distribusi
normal atau tidak. Variabel yang
memiliki distribusi normal adalah
apabila modelnya dapat memberi
estimasi bahwa Y sama atau mendekati
dengan nilai asal Y. Uji normalitas
bertujuan untuk menguji kenormalan
distribusi variabel dependen dan
variabel independen. Uji normalitas
data pada penelitian dilakukan dengan
menggunakan grafik normal probability
plot dengan melihat kecenderungan
sebaran data terhadap garis regresi
(Santoso, 2000:206).
4.6.2.2 Homoskedastisitas / Non
Heteroskedastisitas
Tujuan uji homoskedastisitas
pada prinsipnya untuk menguji apakah
varian semua variabel adalah konstan
(sama), dalam arti tidak terjadi
hubungan antara variabel penggangu
dengan variabel bebasnya. Ini berarti
bahwa variasi nilai-nilai Y disekitar rata-
ratanya tersebut adalah konstan untuk
semua X. Jika varian sama, maka
dikatakan ada homoskedastisitas.
Sedangkan jika varian tidak sama maka
dikatakan terjadi heteroskedastisitas
(Santoso, 2004:208). Untuk mendeteksi
ada atau tidaknya gejala
homoskedastisitas dapat dilakukan
dengan cara melihat grafik plot antara
nilai prediksi variabel dependen yaitu
ZPRED dengan residualnya SRESID
(Ghozali, 2005:10 5).Uji asumsi
heteroskedastisitas bertujuan untuk
menguji apakah dalam model regresi
terjadi varian dari residual dari
pengamatan lain (Santoso, 2000:209).
Jika varian dari residual tersebut
berbeda, maka terjadi
heteroskedastisitas. Model regresi yang
baik adalah model yang bebas dari
gejala heteroskedastisitas.
4.6.3 Analisis Data
4.6.3.1 Teknik Analisis Data
Untuk menjawab permasalahan-
permasalahan penelitian disesuaikan
dengan model hipotesis, dimana untuk
menguji hipotesis penelitian ini
menggunakan Analisis regresi moderasi
(Moderated Regression Analysis). Model
Analisis regresi moderasi (Moderated
Regression Analysis) adalah untuk
mengetahui pengaruh antara variabel
independent terhadap variabel
dependent dan disertakan variabel
moderating. Variabel moderating adalah
variabel yang memperkuat atau
memperlemah hubungan variabel
independent terhadap variabel
dependent (Ghozali, 2009).
Variabel independent dalam
penelitian ini yaitu : Gaya
kepemimpinan transformasional,
sedangkan variabel dependent yaitu
kinerja pelayanan rumah sakit. Adapun
model analisis dalam penelitian ini
dijelaskan dalam gambar dibawah ini :
21
Gaya Kepemim
pinan Transformasional
(X1)
Budaya Kerja (X2)
Implementasi Good Corporate Governan
ce (X3)
Kinerja Pelayan
an (Y)
Gambar 4.1 Model Analisis
Bentuk rumusan persamaan
matematis dari analisis Analisis regresi
moderasi (Moderated Regression Analysis)
yang digunakan adalah sebagai berikut :
Model Persamaan pengujian Hipotesis
1: Y = β1X1 + e
Model Persamaan pengujian Hipotesis
2: Y = β1X1 + β2X2 + β3X1*X2 + e
Model Persamaan pengujian Hipotesis
3: Y = β1X1 + β2X3 + β3X1*X3 + e
Keterangan :
X1 = Gaya kepemimpinan
transformasional
X2 = Budaya kerja (variabel
moderasi)
X3 = Good corporate governance
X1*X2 = Interaksi antara
Kepemimpinan dengan
Budaya
X1*X3 = Interaksi antara
Kepemimpinan dengan GCG
Y = Kinerja Pelayanan
β1 = Koofisien Regresi Sederhana
pengujian hipotesis 1
β2 = Koofisien MRA pengujian
hipotesis 2
β3 = Koofisien MRA pengujian
hipotesis 3
e = Error
4.6.3.2 Pengujian Hipotesis
Adapun pengujian hipotesis
dilakukan dengan asumsi sebagai
berikut :
Ø Pengujian Hipotesis :
Ha diterima jika β1≠0, dengan kata
lain ada pengaruh variabel
independent terhadap
variabel dependent.
H0 diterima jika β1=0, dengan kata
lain variabel independent
tidak berpengaruh terhadap
variabel dependent.
Pengujian ini dilakukan
dengan derajat bebas/degree
of freedom 95% α = 0,05.
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum Kota Ambon
Kota Ambon merupakan
ibukota propinsi kepulauan Maluku.
Dengan sejarah sebagai wilayah
perdagangan rempah terkenal,
membentuk pengembangan kota
sebagai penghubung dan pusat
perdagangan, pendidikan, budaya dan
pengembangan. Kota Ambon berdiri
pada tahun 1500-1600 setelah Benteng
Nossa Seinhora da Annunciada didirikan
oleh bangsa Portugis. Belanda
kemudian mengambil alih pada tahun
1602 dan mengubah menjadi Benteng
Kasteel Victoria dengan melakukan
pembangunan kembali dan perluasan,
hingga seperti sekarang. Masyarakat
Kepulauan Maluku merasa aman untuk
tinggal dan bekerja di sekitar benteng
hingga sekarang, kota Ambon atau
"Ambon Manise" yang berarti " Ambon
yang Cantik". Kota Ambon adalah Ibu
Kota Propinsi Maluku, memiliki luas
wilayah luas wilayah Kota Ambon
22
sebesar 377 km per segi, dengan luas
Daratan sekitar (km2) 359,45 Km²,
sedangkan Luas Wilayah Laut (km2)
seluas 17,55 Km², dengan jumlah
penduduk (jiwa) 330.355 jiwa (Sensus
Penduduk 2010). Letak Kota Ambon
berada sebagian besar dalam wilayah
pulau Ambon, dan secara geografis
terletak pada posisi: 3o-4o Lintang
Selatan dan 128o-129o Bujur Timur.
5.2. Deskripsi Karakteristik Responden
Dibawah ini disajikan tabel
hasil dari pengumpulan kusioner yang
telah di isi oleh responden dapat dilihat
pada tabel berikut :
Tabel 5.1
Pengiriman dan tingkat pengembalian
kuisioner
No Keterangan ∑ Kuisioner
1. Kuisioner yang didistribusikan 99
2. Kusioner yang kembali 86
3. Kusioner yang tidak kembali 7
4. Kusioner yang rusak/tidak lengkap 6
5. Kusioner yang diolah 86
Respon rate 71,6 %
Sumber : Data primer diolah (2010)
5.1.1 Karakteristik Responden
Berdasarkan Jenis Kelamin
Adapun hasil penelitian
terhadap 86 responden yang terdapat
pada rumah sakit se-Kota Ambon,
setelah dilakukan proses tabulasi data
maka diperoleh gambaran bahwa
jumlah responden berdasarkan jenis
kelamin responden dapat dilihat pada
Tabel 5.2. sebagai berikut:
Tabel 5.2
Karakteristik Responden berdasarkan Jenis Kelamin
Keterangan Jenis Kelamin Total Presentase
(%)
Unsur Pimpinan Laki-Laki 37 43
Perempuan 49 57
Jumlah 86 100
Pasien Laki-Laki 45 52
Perempuan 41 48
Jumlah 86 100
Sumber : Data primer diolah (2010)
5.1.2 Karakterisrik Responden
Berdasarkan Usia
Setelah dilakukan tabulasi
terhadap keseluruhan responden maka
diperoleh gambaran responden
berdasarkan usia tampak pada tabel
berikut :
23
Tabel. 5.3
Karakteristik Responden Berdasarkan
Usia
Usia (Tahun)
Jumlah Responden
Unsur
Pimpinan
Persentase
(%) Pasien
Persentase
(%)
15 – 24 tahun - - 10 12
25 - 35 tahun 27 31 23 27
36 - 45 tahun 36 42 29 34
46 - 55 tahun 21 24 9 10
> 55 tahun 2 02 15 17
Total 86 100 86 100
Sumber : Data primer diolah (2010)
5.1.3 Karakteristik Responden
Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan responden
pada Rumah Sakit Umum se-Kota
Ambon yang menjadi responden dalam
penelitian ini dapat dilihat pada tabel
berikut ini :
Tabel 5.4
Tingkat Pendidikan Responden
Tingkat Pendidikan
Jumlah Responden
Manajer Persentase
(%)
Pasien Persentase
(%)
Setingkat SLTA 8 9 56 65
D3 41 48 9 10
S1 30 35 16 19
S2 7 08 5 06
Total 86 100 86 100
Sumber : Data Primer diolah (2010)
5.1.4 Karakteristik Responden
Berdasarkan Jabatan
Berdasarkan status jabatan
responden diperlukan dalam penelitian
ini karena dengan menduduki jabatan
struktural pimpinan/unsur pimpinan
(kabag dan kabid, maka akan
berpengaruh terhadap pengambilan
keputusan. Tabel 5.5 menunjukkan data
responden yang menduduki jabatan
struktural pada Rumah Sakit yang ada
di kota Ambon.
Tabel 5.5 menunjukkan
responden yang sementara menduduki
jabatan wakil direktur (top manager)
sebanyak 8 orang (8%), Kepala
bagian/bidang (middle manager)
sebanyak 33 orang (38%), kepala sub
bagian/sub bidang (low manager) 45
orang (52%). Data mengindikasikan
bahwa jabatan unsur pimpinan rumah
sakit sesuai dengan struktur organisasi,
dan tentunya garis pertanggungjawaban
sesuai dengan job description. Hal ini
akan sangat berpengaruh pada gaya
kepemimpinan terhadap kinerja
pelayanan.
24
Tabel 5.5
Responden berdasarkan Jabatan
Jabatan Jumlah Persentase
(%)
Wakil Direktur (Top Manager) 8 8
Kabag/kabid (middle manager) 33 38
Kasubag/kasubid (Low Manager) 45 52
Total 86 100
Sumber : Data Primer diolah (2010)
5.2 Deskripsi Hasil Penelitian
5.2.1 Gaya Kepemimpinan
Transformasional (X1)
Gaya kepemimpinan
tranformasional merupakan suatu tipe
pemmpin yang dapat memtransformasi
para pengikut dengan bertindak sebaga
pelatih, guru atau mentor. Gaya
kepemimpinan transformasional diukur
dengan 4 indikator, yaitu pengaruh
ideal, perilaku pemimpin, stimulasi
intelektual dan pertimbangan individu.
Gaya kepemimpinan tranformasional di
ukur dengan menggunakan skala likert
dengan skala 1 sampai 5. Berikut ini
adalah disajikan rata-rata item jawaban
untuk setiap indikator pada variabel
gaya kemimpinan tranformasional yang
nampak pada tabel 5.6.
Tabel 5.6
Distribusi Frekuensi Variabel Gaya
Kepemimpinan Transformasional
Sumber : Data primer diolah 2010
F % F % F % F % F %
X1.1.1 Pemimpin menyampaikan misi dengan antusias 0 0,00 0 0,00 3 3,49 35 40,70 35 40,70 4,37