1 PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN ETOS KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI KANTOR WILAYAH KEMENTERIAN AGAMA PROVINSI BANGKA BELITUNG Ruby Cahyadi Universitas Bangka Belitung Abstract The topics of leadership and work ethic have attracted the interest both in academics and practitioners. Much of the interest in the two areas is based on explicit and implicit claims that both leadership and work ethic are linked to performance. To give public service, civil servant must be able to increase their performance which can be increased by leadership and work ethic. The purpose of this research was to determine the influence of leadership style and work ethic on worker’s performance. . A survey was conducted by administering questionnaires to 105 respondents in regional office of Ministry of Religious Affair Bangka Belitung Province, but 99 questionnaires can be used to be analyzed. The results show that most of employees are males in the age between 30 and 40 years old. Statistic method used for testing three hypotheses was multiple regression linear method by using statistical product & service solution (SPSS) 17. The result of multiple linear regression are that (1) leadership style has no effect on employee performance, (2) work ethic has an effect on employee performance, (3) leadership style and work ethic simultaneously have no effect on employee performance, and (4) It is shown by R Square 0,57 or 5.7% that employee performance are influenced by style leadership and work ethic. Key words: leadership, work ethic, performance. PENDAHULUAN Pegawai negeri sipil (PNS) merupakan warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang, diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri atau diserahi tugas lainnya, digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan juga merupakan unsur pelaksana pemerintah, perekat, pemersatu bangsa dan negara dan juga dipercaya pemerintah untuk mencapai tujuan nasional. Untuk dapat memberikan pelayanan kepada publik, maka PNS harus dapat meningkatkan kinerjanya. Kinerja merupakan hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.
15
Embed
PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN ETOS KERJA …€¦ · Etos kerja menurut Chaplin (2001) mengatakan bahwa etos kerja adalah watak atau karakter suatu kelompok nasional atau kelompok
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN ETOS KERJA TERHADAP
KINERJA PEGAWAI KANTOR WILAYAH KEMENTERIAN
AGAMA PROVINSI BANGKA BELITUNG
Ruby Cahyadi
Universitas Bangka Belitung
Abstract
The topics of leadership and work ethic have attracted the interest both
in academics and practitioners. Much of the interest in the two areas is based
on explicit and implicit claims that both leadership and work ethic are linked to
performance. To give public service, civil servant must be able to increase their
performance which can be increased by leadership and work ethic.
The purpose of this research was to determine the influence of
leadership style and work ethic on worker’s performance. . A survey was
conducted by administering questionnaires to 105 respondents in regional
office of Ministry of Religious Affair Bangka Belitung Province, but 99
questionnaires can be used to be analyzed. The results show that most of
employees are males in the age between 30 and 40 years old. Statistic method
used for testing three hypotheses was multiple regression linear method by
using statistical product & service solution (SPSS) 17.
The result of multiple linear regression are that (1) leadership style has
no effect on employee performance, (2) work ethic has an effect on employee
performance, (3) leadership style and work ethic simultaneously have no effect
on employee performance, and (4) It is shown by R Square 0,57 or 5.7% that
employee performance are influenced by style leadership and work ethic.
Key words: leadership, work ethic, performance.
PENDAHULUAN
Pegawai negeri sipil (PNS) merupakan warga negara Republik
Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat
yang berwenang, diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri atau diserahi tugas
lainnya, digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
juga merupakan unsur pelaksana pemerintah, perekat, pemersatu bangsa dan
negara dan juga dipercaya pemerintah untuk mencapai tujuan nasional.
Untuk dapat memberikan pelayanan kepada publik, maka PNS harus
dapat meningkatkan kinerjanya. Kinerja merupakan hasil kerja yang dapat
dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai
dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya
mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum
dan sesuai dengan moral maupun etika.
2
PNS yang memiliki etos kerja yang baik tentu melakukan tugas dan
tanggung jawabnya dengan bekerja keras, bertanggung jawab, berdedikasi,
jujur, disertai kecakapan dan kemauan keras. Beberapa hasil riset sebelumnya
mendukung asumsi bahwa etos kerja merupakan faktor penting yang
menentukan pelaksanaan pekerjaan yang lebih baik dan bertambahnya
kepuasan. Penelitian tersebut menyatakan bahwa etos kerja memberikan
prestasi (daya saing) yang lebih unggul dan kepuasan yang lebih baik. Selain etos kerja, kinerja juga dapat dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan.
Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang
pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain. Gaya
kepemimpinan cocok apabila tujuan perusahaan telah dikomunikasikan dan
bawahan telah menerimanya. Seorang pemimpin harus menerapkan gaya
kepemimpinan untuk mengelola bawahannya, karena seorang pemimpin akan
sangat mempengaruhi keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya.
Kesuksesan organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran tergantung pada
manajer dan gaya kepemimpinannya..
Salah satu instansi yang terkait dengan pegawai negeri sipil adalah
Kantor Wilayah kementerian Agama Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Fungsi dari Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung antara lain perumusan kebijakan teknis di bidang pengelolaan
administrasi dan informasi dan pembinaan kerukunan umat beragama. Untuk
dapat menjalankan fungsinya dengan baik, pegawai Kantor Wilayah
Kementerian Agama Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dituntut harus
memiliki etos kerja dan atasan dapat memimpin anak buahnya. sehingga
kinerja dalam melayani masyarakat dapat ditingkatkan.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, gaya kepemimpinan dan
etos kerja pada Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung cukup baik. Namun beberapa pegawai berpendapat atasan
kurang cukup tegas kepada bawahannya, sehingga banyak pegawai tidak
mentaati peraturan. Tidak adanya tegoran dari atasan dan sanksi membuat
pelanggaran yang dibuat oleh pegawai menjadi hal yang biasa. Contoh
pelanggaran tersebut antara lain masalah ketidakhadiran. Banyak pegawai yang
hadir terlambat atau hadir setelah jam masuk kerja. Absensi karyawan juga
menjadi masalah karena rata-rata pegawai pasti memiliki ketidakhadiran atau
tidak masuk kerja minimal satu hari dari lima hari kerja dalam satu minggu.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menguji apakah gaya
kepemimpinan dan etos kerja baik secara parsial maupun simultan berpengaruh
terhadap kinerja pegawai.
LANDASAN TEORI
Gaya Kepemimpinan
Menurut Thoha (2008:259) kepemimpinan merupakan aktivitas
mempengaruhi orang-orang agar diarahkan mencapai tujuan organisasi. Senada
dengan Thoha, Ivancevich (2006:194) mendefinisikan kepemimpinan adalah
proses mempengaruhi orang lain untuk mendukung pencapaian tujuan
organisasi yang relevan. Definisi lain diberikan oleh Mangkuprawira
3
(2009:118) yang menyatakan bahwa kepemimpinan adalah unsur yang
fundamental dalam menghadapi gaya dan perilaku seseorang. Hal ini
merupakan potensi yang mampu membuat orang lain mengikuti apa yang
dikehendaki pemimpinnya menjadi realitas.
Setiap pemimpin mempunyai gaya yang berbeda antara satu dengan
yang lainnya. Definisi gaya kepemimpinan menurut Thoha (2008:303) adalah
norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut
berusaha mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat.
Gaya kepemimpinan merupakan pola tingkah laku (kata-kata dan
tindakan-tindakan) dari seorang pemimpin yang dirasakan orang lain
(Blanchard dan Hersey: 2004:29). Menurut Tjiptono (2004:161) gaya
kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan pemimpin dalam berinteraksi
dengan bawahannya. Heidjrachman dan Husnan (2002:224) menyatakan
bahwa gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku yang dirancang untuk
mengintegrasikan tujuan organisasi dan tujuan individu untuk mencapai tujuan
tertentu.
Gaya kepemimpinan mewakili filsafat, ketrampilan, dan sikap
pemimpin dalam politik. Terdapat 3 jenis gaya kepemimpinan (leadership
style) yang sangat berpengaruh terhadap efektivitas seorang pemimpin yaitu
gaya autokratis, demokratis/partisipatif, dan bebas kendali (White and Lippit
dalam Reksohadiprojo dan Handoko, 2005:298).
Penelitian tentang gaya kepemimpinan menunjukkan bahwa adanya
hubungan antara gaya kepemimpinan dengan semangat dan kegairahan kerja.
Diungkapkan pula bahwa gaya kepemimpinan yang efektif adalah
kepemimpinan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi (Contingency).
Indikasi turunnya semangat dan kegairahan kerja ditunjukkan dengan tingginya
tingkat absensi dan perpindahan pegawai. Hal itu timbul sebagai akibat dari
kepemimpinan yang tidak disenangi. Perilaku pemimpin merupakan salah satu
faktor penting yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja.
Caya kepemimpinan dapat dikelompokkan atas beberapa jenis. Robbin
dalam (Toha: 15) membagi jenis dan gaya kepemimpinan atas tiga, yaitu:
1. Gaya kepemimpinan otoriter/Authotarian, yaitu gaya pemimpin yang
memusatkan segala keputusan dan kebijakan yang diambil dari dirinya
sendiri secara penuh. Segala peembagian tugas dan tanggung jawab
dipegang oleh pemimpin yang otoriter tersebut, sedangkan para bawahannya
hanya melaksanakan tugas yang diberikan.
2. Gaya kepemimpinan demokratis/democratic, yaitu gaya kepemimpinan
yang memberikan wewenang secara luas kepada para bawahan. Setiap ada
permasalahan selalu mengikutsertakan bawahan sebagai suatu tim yang
utuh. Pemimpin yang menganut gaya kepemimpinan demokratis selalu
banyak memberikan informasi tentang tugas serta tanggung jawab kepada
para bawahannya.
3. Gaya kepemimpinan bebas/Laissez fire yaitu pemimpin yang terlibat dalam
kuantitas yang kecil, para bawahannya secara aktif menentukan tujuan dan
penyelesaian masalah yang dihadapi organisasi.
4
Etos Kerja Etos kerja menurut Chaplin (2001) mengatakan bahwa etos kerja adalah
watak atau karakter suatu kelompok nasional atau kelompok ras tertentu. Etos
kerja dalam suatu perusahaan tidak akan muncul begitu saja, akan tetapi harus
diupayakan dengan sungguh-sungguh melalui proses yang terkendali dengan
melibatkan semua sumber daya manusia dalam seperangkat sistem dan alat-alat
pendukung.
Tasmara (2002:64) mengatakan bahwa etos kerja merupakan suatu
totalitas kepribadian dari individu serta cara individu mengekspresikan,
memandang, meyakini dan memberikan makna terhadap suatu yang
mendorong individu untuk bertindak dan meraih hasil yang optimal (high
performance).
Berpijak pada pengertian bahwa etos kerja menggambarkan suatu sikap,
maka dapat ditegaskan bahwa etos kerja mengandung makna sebagai aspek
evaluatif yang dimiliki oleh individu (kelompok) dalam memberikan penilaian
terhadap kerja.
Etos kerja yang baik dalam perusahaan dapat membantu karyawan
untuk memahami bagaimana cara mereka bekerja menjalankan tugasnya. Etos
kerja merupakan suatu perasaan, pembicaraan serta tindakan manusia yang
bekerja di dalam perusahaan, jadi dapat dikatakan bahwa segala sesuatu yang
ada di dalam perusahaan termasuk di dalamnya cara berfikir, bersikap dan
bertingkah laku dipengaruhi oleh etos kerja yang ada di perusahaan.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa etos kerja adalah
totalitas kepribadian diri individu serta cara individu mengekspresikan,
memandang, meyakini suatu pekerjaan sehingga menjadi kebiasaan yang
menjadi ciri khas untuk bertindak dan meraih hasil kerja yang optimal.
Menurut Phale (2003:27) terdapat lima faktor yang mempengaruhi etos
kerja yaitu faktor religius, faktor budaya, faktor individu, dinamika kelompok,
dan faktor organisasi.
1. Faktor Religius
Kepercayaan berperan penting dalam kerjasama kelompok dan memberikan
sikap terhadap pekerjaan. Sukses dalam hidup bukan merupakan akhir dari
tindakan manusia yang telah dilakukan dengan sasaran untuk memastikan
kebahagiaan dan kebaikan dalam hidup setelah mati. Bentuk kehidupan
digambarkan dalam suatu pola keteladanan untuk mengenali tugas-tugas dan
tindakan masyarakat sehari-hari, yang harus diterima sebagai bagian penting
dari agama. Tiap-tiap agama memilik ritual sendiri yang membentuk
karakter dan cara hidup dan pelayanan sebagai panduan dasar.
2. Faktor Budaya
Budaya merupakan peristiwa-peristiwa, pertunjukan dan pengalaman dari
masa lalu. Hasil penelitian Ali, Azim dan Falcone dalam Phale (2007:28)
mengenai etika kerja di Amerika dan Canada menemukan bahwa orang
Amerika lebih berdedikasi dalam pekerjaan mereka dibandingkan orang
Kanada. Orang Kanada secara nyata menunjukkan lebih tertarik terhadap
aktivitas relaksasi. Penelitian ini menemukan bahwa ada perbedaan budaya
bahkan di dunia barat itu sendiri. Orang Indonesia yang biasanya selalu
5
ingin pulang lebih cepat dari jam kerja sesungguhnya atau minimal pas
dengan jam kerja pulang (Dewi, 2002).Menurut Dewi (2002) sebagian dari
orang Indonesia menganggap pulang bekerja lebih cepat merupakan suatu
cerminan status sosial yang lebih tinggi. Hal itu berbeda dengan pandangan
orang Jepang. Di Jepang, orang yang pulang lebih cepat dianggap sebagai
pekerja yang tidak penting dan tidak produktif. Ukuran nilai dan status
orang Jepang didasarkan pada disiplin kerja dan jumlah waktu yang
dihabiskannya di tempat kerja.
3. Faktor Individu
Secara empiris ditemukan bahwa orang-orang yang berorientasi kerja tinggi
menempatkan kekuatan secara individu.
4. Dinamika Kelompok
Menurut Phale (2007:29) dinamika kelompok adalah penting mengingat
bahwa isi dari etika kerja yang berfokus pada nilai-nilai cukup luas, yang
ditunjukkan dari oleh standar evaluasi dan ukuran-ukuran etika perilaku.
Seseorang dengan etika kerja yang tidak diragukan cenderung bertindak
benar secara etis dalam suatu kelompok dengan pengambilan keputusan
yang didasarkan pada etika sebagai prioritas. Hal ini menunjukkan bahwa
etika kelompok akan mempengaruhi etika kerja individu dalam kelompok
tersebut.
5. Faktor Organisasi
Menurut Phale (2007:29) dari berbagai literatur terdapat kecenderungan
bahwa individu akan bertindak dengan benar sesuai dengan etika tempat
bekerja ditentukan oleh organisasi dan individu. Bagaimana cara organisasi
diatur berpengaruh terhadap etika kerja di dalam suatu organisasi.
Kinerja Karyawan
Rivai dan Basri (2008:34) mengatakan bahwa kinerja adalah kesediaan
seseorang atau kelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan
menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawab dengan hasil seperti yang
diharapkan. Bambang Guritno dan Waridin (2008:51) mengatakan bahwa
kinerja merupakan perbandingan hasil kerja yang dicapai oleh karyawan
dengan standar yang telah ditentukan. Menurut Hakim (2009:87) kinerja
sebagai hasil kerja yang dicapai oleh individu yang disesuaikan dengan peran
atau tugas individu tersebut dalam suatu perusahaan pada suatu periode waktu
tertentu, yang dihubungkan dengan suatu ukuran nilai atau standar tertentu dari
perusahaan dimana individu tersebut bekerja. Kinerja merupakan perbandingan
hasil kerja yang dicapai oleh pegawai dengan standar yang telah ditentukan
(Masrukhin dan Waridin, 2008:80).
Berdasarkan pengertian kinerja tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa kinerja merupakan perbandingan hasil kerja yang dicapai oleh karyawan
dengan standar yang telah ditentukan. Kinerja juga berarti hasil yang dicapai
oleh seseorang, baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi sesuai
dengan tanggung jawab yang dberikan kepadanya.
6
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Mangkunegara (2009:44) menyatakan bahwa ada dua faktor yang dapat
mempengaruhi kinerja yaitu:
1. Faktor Kemampuan (Ability)
Secara umum kemampuan atau ability terbagi menjadi dua yaitu
kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality dan skill.
2. Faktor Motivasi
Motivasi diartikan suatu sikap pimpinan dan karyawan terhadap situasi kerja
di lingkungan organisasi. Situasi yang dimaksud mencakup antara lain
hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan pemimpin, pola
kepemimpinan kerja dan kondisi kerja.
Rerangka Pemikiran
Berdasarkan teori yang telah diungkapkan tersebut, maka dapat
dirumuskan rerangka pemikiran sebagaimana dapat dilihat pada Gambar I
berikut: Gambar I.I Kerangka Pemikiran
H1
H2
H3
Sumber: Maisaroh 2009, Timothy C. et. al., (2011), dimodifikasi
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini sebagai berikut:
H1: Gaya kepemimpinan berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja
pegawai.
H2: Etos kerja berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja pegawai.
H3: Gaya kepemimpinan dan etos kerja berpengaruh secara simultan
terhadap kinerja pegawai.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini akan dilakukan di Kantor Wilayah Kementerian Agama
Provinsi Bangka Belitung yang beralamat di Komplek Perkantoran Air Itam
Kota Pangkalpinang. Penelitian ini dilakukan sejak Agustus 2012 sampai
dengan selesai.
Gaya kepemimpinan
(X1) Kinerja Pegawai (Y)
Etos Kerja
(X2)
7
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pegawai Kantor Wilayah
Kementerian Agama Provinsi Babel yang berjumlah 105 orang. Sampel dalam
penelitian ini sama dengan jumlah populasi yaitu sebanyak 105 orang pegawai
kantor wilayah Kementerian Agama Bangka Belitung. Ke-105 orang pegawai
tersebut terdiri dari pegawai yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS) dan
pegawai yang berstatus honorer.
Uji Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan
atau kesahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila
mampu mengungkap data dari variabel yang diteliti.
Uji reliabilitas menunjukkan sejauh mana suatu instrumen
pengumpulan data dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Uji reliabilitas
dimaksudkan untuk menguji konsistensi kuesioner dalam mengukur suatu
konstruk yang sama atau stabilitas kuesioner jika pengukuran tersebut diulang.
Pengujian reliabilitas dilakukan dengan menghitung Cronbach alpha masing-
masing instrumen. Nilai kritis instrumen dikatakan reliabel jika Cronbach
alpha-nya lebih besar dari 0,6 (Supramono dan Utami, 2003:25).
Uji asumsi klasik adalah persyaratan statistik yang harus dipenuhi pada
analisis linear berganda. Model regresi akan dijadikan alat estimasi yang tidak
bias jika telah memenuhi persyaratan BLUE (Best Linear Unbiased Estimator),
yaitu telah memenuhi 3 asumsi utama, antara lain data yang akan diuji tidak
terdapat multikolinearitas, dan tidak mengandung heteroskedastisitas.
.Analisis statistik terdiri dari analisis statistik deskriptif dan regresi
berganda. Terdapat dua uji untuk pengujian hipotesis yaitu Uji Parsial (Uji t)
dan Uji Simultan (Uji F Statistik). Koefisien determinasi (R2) pada intinya
digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam
menerangkan variabel terikat. Baik tidaknya model regresi yang yang
terestimasi juga harus dinilai dengan pengujian menggunakan Koefisien
Determinasi (Goodness of Fit) atau bisa dinotasikan dengan R2.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam penelitian ini, kuesioner yang disebarkan sebanyak 105 buah
sesuai dengan jumlah pegawai Kementerian Agama wilayah Bangka Belitung.
Penulis mendatangi sendiri calon responden karena penulis adalah salah
seorang pegwai kementerian tersebut. Dari 105 buah kuesioner yang diberikan
kepada 105 pegawai, kuesioner yang diisi lengkap sebanyak 99 buah
kuesioner. Selebihnya yaitu 6 buah kuesioner tidak dapat diproses karena
beberapa orang responden tidak bersedia mengisi kuesioner tersebut dan tidak
diisi lengkap.
Sebagian besar responden laki-laki yang berjumlah 64 orang atau
64,65% dari total responden. Responden responden berjumlah 35 orang atau
35,35% dari total responden.
Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu
kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner
mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner
tersebut. Hasil uji validitas dalam penelitian ini ditampilkan dalam Tabel I