-
Team project ©2017 Dony Pratidana S. Hum | Bima Agus Setyawan S. IIP
Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap
orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan
bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama
penulis dan melisensikan ciptaan turunan dengan syarat yang serupa
dengan ciptaan asli.
Copyright and reuse: This license lets you remix, tweak, and
build upon work non-commercially, as long as you credit the origin
creator and license it on your new creations under the identical
terms.
-
PENGARUH PLACE BRANDING TERHADAP
PLACE IMAGE EDUKATIF LAWANG SEWU
SETELAH DIRENOVASI
(Survei pada Penduduk Kota Semarang)
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi (S.I.Kom.)
Oh Juliana Gunawan
NIM : 13140110380
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
KONSENTRASI MULTIMEDIA PUBLIC RELATION
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS MULTIMEDIA NUSANTARA
TANGERANG
2017
-
ii
Pengaruh Place..., Oh Juliana, FIKOM UMN, 2017
-
iii
Pengaruh Place..., Oh Juliana, FIKOM UMN, 2017
-
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan
skripsi ini dengan baik dan tepat waktu. Skripsi yang berjudul
“PENGARUH
PLACE BRANDING TERHADAP PLACE IMAGE EDUKATIF LAWANG
SEWU SETELAH DIRENOVASI (Survei pada Penduduk Kota
Semarang)”
diajukan untuk memperoleh gelar Strata 1, Sarjana Ilmu
Komunikasi pada
konsentrasi Public Relation di Universitas Multimedia
Nusantara.
Kajian ini diambil oleh peneliti karena adanya keunikan dari
objek
penelitian Lawang Sewu yang dipilih. Bangunan yang dikenal
angker ini berusaha
untuk mengubah image menjadi objek wisata sejarah yang tidak
angker dengan
melakukan renovasi dan pengalih fungsian bangunan menjadi museum
PT KAI.
Menggunakan metode survey kepada responden, akhirnya mendapatkan
hasil
adanya pengaruh antara kegiatan place branding terhadap place
image Lawang
Sewu.
Dengan selesainya skripsi ini, penulis banyak mendapatkan
bantuan,
masukan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
penulis ingin
mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan
bantuan
dan dukungan kepada penulis :
1. C. Eko Hadi Saputro, S.E.,M.M selaku Dosen Pembimbing Skripsi
yang
telah membimbing peneliti setiap saat, memberikan masukan
dan
waktunya kepada penulis agar skripsi ini dapat selesai dengan
baik.
2. Inco Hary Perdana, M.Si. selaku Ketua Program Studi Ilmu
Komunikasi
dan dosen seminar proposal peneliti yang telah memberikan
dukungan dan
motivasi peneliti agar skripsi ini dapat selesai.
3. Mochammad Kresna Noer Pratama selaku Dosen Penguji pada
Sidang
Skripsi.
Pengaruh Place..., Oh Juliana, FIKOM UMN, 2017
-
v
4. Kepada para responden yang mau meluangkan waktu untuk
mengisi
kuesioner yang disebarkan peneliti.
5. Orangtua, kakak serta adik yang selalu memberikan dukungan,
semangat
dan doanya yang tidak pernah putus kepada peneliti selama
proses
pengumpulan data, pengolahan data sampai pembuatan skripsi ini
selesai.
6. Dennis Pujiono yang selalu memberikan perhatian, dukungan,
masukan,
semangat dan tempat peneliti berbagi suka maupun duka sampai
akhirnya
skripsi ini selesai dibuat.
7. Joshua Ivan, Monica Pujiono dan Sheryn Pujiono yang telah
memberikan
dukungan, keceriaan, waktu dan masukan kepada peneliti
sampai
pembuatan skripsi ini selesai.
8. Alexa widjaja dan Desy Arisandi Halim yang selalu
memberikan
dukungan, masukan, semangat dan tempat peneliti berbagi suka
maupun
duka sampai skripsi ini selesai dibuat.
9. Teman-teman seperjuangan skripsi Kezia Rufina, Rahel
Maharani, Sharon
Margaretha, Natasha Yohana Claudia dan Jovita atas segala
perhatian,
masukan, dukungan, semangat yang diberikan kepada peneliti
sehingga
skripsi ini dapat selesai tepat waktu.
10. Cindy Laurencia, Stephanie Octavia, Sagita teman
seperjuangan
bimbingan dan teman-teman Fakultas Ilmu Komunikasi atas masukan
dan
semangat yang diberikan kepada peneliti sampai skripsi ini dapat
selesai.
Peneliti juga berharap agar skripsi ini nantinya dapat
bermanfaat dan
berguna untuk memberikan gambaran bagi para mahasiswa yang
nantinya akan
melakukan penelitian serupa.
Tangerang, 10 April 2017
Penulis
Pengaruh Place..., Oh Juliana, FIKOM UMN, 2017
-
vi
PENGARUH PLACE BRANDING TERHADAP
PLACE IMAGE EDUCATIF LAWANG SEWU
SETELAH DIRENOVASI
(Survei pada Penduduk Kota Semarang)
ABSTRAK
Oleh : OH Juliana Gunawan
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh keunikan bangunan
bersejarah yang
menjadi objek penelitian. Bangunan yang terkenal dengan image
angker tersebut
direnovasi untuk pelestarian bangunan bersejarah serta dialih
fungsikan sebagai
objek wisata sejarah yang edukatif untuk menghilangkan image
angker tersebut.
Mengubah image suatu tempat ini dilakukan dengan menerapkan
kegiatan place
branding.
Teori yang digunakan adalah Teori City Branding Hexagon yang
terdiri
dari Presence, Place, People, Potential, Pulse dan
Pre-requisites. Metode
penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan jenis
penelitian eksplanatif
dan metode survei untuk pengumpulan data. Survei disebarkan
kepada 400
responden dengan menggunakan teknik pengambilan sampel purposive
sampling,
yaitu Penduduk Kota Semarang yang pernah berkunjung ke Lawang
Sewu setelah
direnovasi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pengaruh
place branding
terhadap place image Lawang Sewu setelah direnovasi sebesar
66,2%, sedangkan
33,8% lainnya dipengaruhi oleh faktor-faktor yang tidak dibahas
dalam penelitian
ini. Dimensi pre-requisites menjadi dimensi yang memberikan
pengaruh paling
mantap terhadap variabel place image yaitu sebesar 52,6%.
Kata kunci : place branding, place image, Teori City Branding
Hexagon, Lawang
Sewu
Pengaruh Place..., Oh Juliana, FIKOM UMN, 2017
-
vii
THE INFLUENCE OF PLACE BRANDING TO
PLACE IMAGE EDUCATIVE LAWANG SEWU
AFTER BEING RENOVATED
(Survey the population of the city of Semarang)
ABSTRACT
By : OH Juliana Gunawan
This research is being motivated by the uniqueness of its
historic building
that made for research studies. This building that is know as
its horror image has
been renovated for the goods of the historic building and to
make it as an
educated tourism place to eliminate the horror image of it.
Changing the image of
a place can be done by implementing the activities place
branding.
Theory that used is City Branding Hexagon Theory consists of
Presence,
Place, People, Potential, Pulse and Pre-requisites. The
methodology used in this
research is quantitative with type explanative research and
survey methods to
collect data. Survey distributed to 400 respondents by using
purposive sampling
technique, which is the population of the city of Semarang who
have been visited
Lawang Sewu after being renovated. The result indicate that the
influence of
place branding to place image Lawang Sewu after being renovated
by 66,2%,
while the other 33,8% is influence by other factors not
discussed in this research.
Pre-requisites dimention is the most steady influence to place
image by 52,6%.
Keywords : place branding, place image, City Branding Hexagon
theory, Lawang
Sewu
Pengaruh Place..., Oh Juliana, FIKOM UMN, 2017
-
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
..................................................................................
i
HALAMAN PERNYATAAN
...................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN
....................................................................
iii
KATA PENGANTAR
...............................................................................
iv
ABSTRAK
.................................................................................................
vi
DAFTAR ISI
..............................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR
.................................................................................
xi
DAFTAR BAGAN
....................................................................................
xii
DAFTAR TABEL
......................................................................................
xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
............................................................................
1
1.2 Perumusan Masalah
....................................................................
8
1.3 Tujuan Penelitian
.........................................................................
9
1.4 Kegunaan Penelitian
...................................................................
9
1.4.1 Kegunaan Teoretis
..............................................................
9
1.4.2 Kegunaan Praktis
................................................................
9
BAB II KAJIAN TEORI / LANDASAN TEORI
2.1 Penelitian Terdahulu
...................................................................
10
2.1.1 Peneliti Pertama Terdahulu
.................................................. 10
2.1.2 Penelitian Kedua Terdahulu
................................................ 11
2.2 Teori atau Konsep
.......................................................................
18
2.2.1 Pemasaran Tempat (Place Marketing)
................................ 18
2.2.2 Place Branding
...................................................................
22
2.2.3 Place Image
........................................................................
28
2.2.4 City Branding Hexagon
...................................................... 32
Pengaruh Place..., Oh Juliana, FIKOM UMN, 2017
-
ix
2.2.5 Hubungan Place Branding dengan Place Image
................ 34
2.3 Hipotesis Teoretis
.......................................................................
34
2.4 Kerangka Pemikiran
...................................................................
36
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Sifat Penelitian
............................................................................
37
3.2 Metode Penelitian
.......................................................................
38
3.3 Populasi dan Sampel
...................................................................
39
3.3.1 Populasi
...............................................................................
39
3.3.2 Sampel
.................................................................................
40
3.4 Operasionalisasi Variabel
........................................................... 41
3.4.1 Variabel Penelitian
..............................................................
41
3.4.2 Definisi Operasionalisasi Variabel
..................................... 42
3.5 Teknik Pengumpulan Data
......................................................... 43
3.5.1 Data Primer
.........................................................................
43
3.5.2 Data Sekunder
.....................................................................
44
3.6 Teknik Pengukuran Data
............................................................ 44
3.6.1 Uji Validitas
........................................................................
45
3.6.1.1 Uji Instrumen Validitas Data Pre-test
......................... 46
3.6.2 Uji Reliabilitas
....................................................................
48
3.6.2.1 Uji Instrumen Reliabilitas Data Pre-Test
.................... 49
3.6.3 Uji Normalitas
....................................................................
50
3.7 Teknik Analisis Data
..................................................................
50
3.7.1 Uji Korelasi
.........................................................................
51
3.7.2 Uji Regresi
..........................................................................
52
3.7.3 Uji Hipotesis
.......................................................................
53
Pengaruh Place..., Oh Juliana, FIKOM UMN, 2017
-
x
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Subjek/ Objek Penelitian
............................................................ 54
4.1.1 Sejarah Lawang Sewu
........................................................... 54
4.2 Hasil Penelitian
...........................................................................
57
4.2.1 Identitas Responden
..............................................................
57
4.2.2 Hasil Olah Data Jawaban Responden
.................................... 60
4.3 Pembahasan
................................................................................
111
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
.....................................................................................
119
5.2 Saran
...........................................................................................
121
5.2.1 Saran Akademis
.....................................................................
121
5.2.2 Saran Praktis
..........................................................................
122
DAFTAR PUSTAKA
................................................................................
127
LAMPIRAN
...............................................................................................
131
RIWAYAT HIDUP
....................................................................................
186
Pengaruh Place..., Oh Juliana, FIKOM UMN, 2017
-
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.4 Model Bintang Scott
...............................................................
30
Pengaruh Place..., Oh Juliana, FIKOM UMN, 2017
-
xii
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Marketing Mix
...........................................................................
20
Bagan 2.2 Marketing Communication Mix
................................................. 21
Bagan 2.3 Kerangka Komunikasi Citra Kota
............................................. 25
Bagan 2.5 City Branding Hexagon
.............................................................
32
Bagan 2.6 Kerangka Pemikiran
..................................................................
36
Bagan 3.1 Variabel Penelitian
....................................................................
42
Pengaruh Place..., Oh Juliana, FIKOM UMN, 2017
-
xiii
GAMBAR TABEL
Tabel 2.1 Review Penelitian Sejenis Terdahulu dengan Sekarang
............ 13
Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel Bebas Place Branding (X)
.............. 42
Tabel 3.2 Operasionalisasi Variabel Terikat Place Image (Y)
.................. 43
Tabel 3.3 Nilai Skala Likert
........................................................................
45
Tabel 3.4 Uji Validitas Data Pre-test Variabel Place Branding
(X)
Pearson Correlation
..................................................................................
47
Tabel 3.5 Uji Validitas Data Pre-test Variabel Place Image
(Y)
Pearson Correlation
..................................................................................
48
Tabel 3.6 Uji Reliabilitas Data Pre-test Variabel Place Branding
(X)
Cronbach’s Alpha Reliability Statistics
..................................................... 49
Tabel 3.7 Uji Reliabilitas Data Pre-test Variabel Place Image
(Y)
Cronbach’s Alpha Reliability Statistics
..................................................... 50
Tabel 3.8 Nilai Koefisien Korelasi
.............................................................
52
Tabel 4.1 Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
............................ 59
Tabel 4.2 Data Responden Berdasarkan Domisili
..................................... 59
Tabel 4.3 Data Responden Berdasarkan Pernah
Berkunjung ke Lawang Sewu
.....................................................................
60
Tabel 4.4 Data Responden Berdasarkan Berapa Kali
Mengunjungi Lawang Sewu
.......................................................................
60
Tabel 4.5 Data Responden Berdasarkan Kapan
Berkunjung ke Lawang Sewu
.....................................................................
61
Tabel 4.6 Tabulasi Data Pertanyaan Variabel X (place branding)
............ 62
Tabel 4.7 Jawaban Responden terhadap Pertanyaan Pertama
Indikator
Seberapa Besar Orang Mengenal Lawang Sewu
....................................... 66
Tabel 4.8 Jawaban Responden terhadap Pertanyaan Kedua
Indikator Seberapa Besar Orang Mengenal Lawang Sewu
........................ 67
Tabel 4.9 Jawaban Responden terhadap Pertanyaan Pertama
Pengaruh Place..., Oh Juliana, FIKOM UMN, 2017
-
xiv
Indikator Pengetahuan Masyakarat Akan Sejarah Lawang Sewu
.............. 68
Tabel 4.10 Jawaban Responden terhadap Pertanyaan Kedua
Indikator Pengetahuan Masyakarat Akan Sejarah Lawang Sewu
.............. 69
Tabel 4.11 Jawaban Responden terhadap Pertanyaan Ketiga
Indikator Pengetahuan Masyakarat Akan Sejarah Lawang Sewu
.............. 70
Tabel 4.12 Jawaban Responden terhadap Pertanyaan Pertama
Indikator Daya Tarik Lawang Sewu dari Segi Tempat
.............................. 71
Tabel 4.13 Jawaban Responden terhadap Pertanyaan Kedua
Indikator Daya Tarik Lawang Sewu dari Segi Tempat
.............................. 72
Tabel 4.14 Jawaban Responden terhadap Pertanyaan Pertama
Indikator Daya Tarik Lawang Sewu Secara Keseluruhan
......................... 73
Tabel 4.15 Jawaban Responden terhadap Pertanyaan Kedua
Indikator Daya Tarik Lawang Sewu Secara Keseluruhan
......................... 74
Tabel 4.16 Jawaban Responden terhadap Pertanyaan Pertama
Indikator Pemahaman SDM yang Ada di Lawang Sewu
........................... 75
Tabel 4.17 Jawaban Responden terhadap Pertanyaan Kedua
Indikator Pemahaman SDM yang Ada di Lawang Sewu
........................... 76
Tabel 4.18 Jawaban Responden terhadap Pertanyaan Kedua
Indikator Keramahan SDM
........................................................................
77
Tabel 4.19 Jawaban Responden terhadap Pertanyaan Kedua
Indikator Memadahinya SDM untuk Menjaga Keamanan
........................ 78
Tabel 4.20 Jawaban Responden terhadap Pertanyaan Pertama
Indikator Memberikan Edukasi Kepada Pengunjungnya
........................... 79
Tabel 4.21 Jawaban Responden terhadap Pertanyaan Kedua
Indikator Memberikan Edukasi Kepada Pengunjungnya
........................... 80
Tabel 4.22 Jawaban Responden terhadap Pertanyaan Pertama
Indikator Menyajikan Kegiatan untuk Pengunjungnya
.............................. 81
Tabel 4.23 Jawaban Responden terhadap Pertanyaan Pertama
Indikator Daya Tarik Konsep Wisata Lawang Sewu
................................. 82
Pengaruh Place..., Oh Juliana, FIKOM UMN, 2017
-
xv
Tabel 4.24 Jawaban Responden terhadap Pertanyaan Pertama
Indikator Daya tarik kegiatan di Lawang Sewu
......................................... 83
Tabel 4.25 Jawaban Responden terhadap Pertanyaan Kedua
Indikator Daya tarik kegiatan di Lawang Sewu
......................................... 84
Tabel 4.26 Jawaban Responden terhadap Pertanyaan Pertama
Indikator Standarisasi Sebagai Objek Wisata
............................................ 85
Tabel 4.27 Jawaban Responden terhadap Pertanyaan Kedua
Indikator Standarisasi Sebagai Objek Wisata
............................................ 86
Tabel 4.28 Jawaban Responden terhadap Pertanyaan Pertama
Indikator Lokasi yang Strategis
.................................................................
87
Tabel 4.29 Jawaban Responden terhadap Pertanyaan Kedua
Indikator Lokasi yang Strategis
.................................................................
88
Tabel 4.30 Jawaban Responden terhadap Pertanyaan Pertama
Indikator Transportasi yang Memadahi
..................................................... 89
Tabel 4.31 Jawaban Responden terhadap Pertanyaan Kedua
Indikator Transportasi yang Memadahi
..................................................... 90
Tabel 4.32 Tabulasi Data Pertanyaan Variabel Y (place image)
............... 91
Tabel 4.33 Jawaban Responden terhadap Pertanyaan Pertama
Indikator Mengetahui Karakteristik dari Lawang Sewu
............................ 94
Tabel 4.34 Jawaban Responden terhadap Pertanyaan Pertama
Indikator Mengetahui Karakteristik dari Lawang Sewu
............................ 95
Tabel 4.35 Jawaban Responden terhadap Pertanyaan Pertama
Indikator Mengetahui Karakteristik dari Lawang Sewu
............................ 96
Tabel 4.36 Jawaban Responden terhadap Pertanyaan Kedua
Indikator Paham Pengetahuan Mengenai Lawang Sewu
........................... 97
Tabel 4.37 Jawaban Responden terhadap Pertanyaan Ketiga
Indikator Paham Pengetahuan Mengenai Lawang Sewu
........................... 98
Tabel 4.38 Jawaban Responden terhadap Pertanyaan Pertama
Indikator Pandangan terhadap Lawang Sewu
............................................ 99
Pengaruh Place..., Oh Juliana, FIKOM UMN, 2017
-
xvi
Tabel 4.39 Jawaban Responden terhadap Pertanyaan Kedua
Indikator Pandangan terhadap Lawang Sewu
............................................ 100
Tabel 4.40 Jawaban Responden terhadap Pertanyaan Pertama
Indikator Perasaan Saat Mengunjungi Lawang Sewu
................................ 101
Tabel 4.41 Jawaban Responden terhadap Pertanyaan Kedua
Indikator Perasaan Saat Mengunjungi Lawang Sewu
................................ 102
Tabel 4.42 Jawaban Responden terhadap Pertanyaan Pertama
Indikator Pandangan Menyeluruh Mengenai Lawang Sewu
..................... 103
Tabel 4.43 Jawaban Responden terhadap Pertanyaan Kedua
Indikator Pandangan Menyeluruh Mengenai Lawang Sewu
..................... 104
Tabel 4.44 Jawaban Responden terhadap Pertanyaan Pertama
Indikator Pertimbangan terhadap Lawang Sewu Sebagai Objek Wisata
... 105
Tabel 4.45 Jawaban Responden terhadap Pertanyaan Kedua
Indikator Pertimbangan terhadap Lawang Sewu Sebagai Objek Wisata
... 106
Tabel 4.46 Jawaban Responden terhadap Pertanyaan Pertama
Indikator Keinginan untuk Berkunjung Kembali ke Lawang Sewu
.......... 107
Tabel 4.47 One-Sample Kormogorov-Smirnov Test
................................. 108
Tabel 4.48 Uji Korelasi
..............................................................................
109
Tabel 4.49 Regresi Linier Sederhana
......................................................... 109
Tabel 4.50 Uji ANOVA
.............................................................................
110
Tabel 4.51 Koefisien
..................................................................................
111
Tabel 4.52 Besar Pengaruh Dimensi Presence terhadap Place Image
...... 112
Tabel 4.53 Besar Pengaruh Dimensi Place terhadap Place Image
............ 113
Tabel 4.54 Besar Pengaruh Dimensi People terhadap Place Image
.......... 113
Tabel 4.55 Besar Pengaruh Dimensi Potential terhadap Place Image
...... 114
Tabel 4.56 Besar Pengaruh Dimensi Pulse terhadap Place Image
............ 114
Tabel 4.57 Besar Pengaruh Dimensi Pre-Requisites terhadap
Place Image
................................................................................................
115
Tabel 5.1 Saran untuk Setiap Dimensi
....................................................... 123
Pengaruh Place..., Oh Juliana, FIKOM UMN, 2017
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pariwisata merupakan salah satu sektor industri yang terus
berkembang
dan menjadi sektor penggerak pertumbuhan perekonomian suatu
negara,
yaitu telah berkontribusi sebesar 4% dari total perekonomian
dan
ditargetkan akan naik dua kali lipat di tahun 2019 (Indonesia
Investments,
2016). BKPM (2015) Menteri Pariwisata Arief Yahya menyatakan
bahwa
investasi pada industri sektor pariwisata relatif cukup besar,
yaitu mencapai
US$850 milyar. Keberagaman destinasi pariwisata yang ada menjadi
daya
tarik tersendiri yang selalu dicari oleh para wisatawan maupun
pelancong
saat mendatangi suatu daerah, kota maupun negara. Semarang
merupakan
salah satu kota metropolitan yang menyimpan berbagai keindahan
alam dan
sejarah yang sangat menabjubkan. Meskipun tujuan wisata yang
ditawarkan
masih sangat terbatas, tidak menurunkan keinginan wisatawan
untuk
berkunjung ke kota lumpia ini. Keindahan alam dan sejarah yang
beragam
sampai sekarang masih menjadi daya tarik untuk pilihan tujuan
wisata baik
para pengunjung lokal maupun mancanegara. Dasuki (2016, para
4)
menuliskan bahwa menurut data Badan BPS, kunjungan wisatawan
dengan
tujuan Jateng pada tahun 2016 meningkat sebanyak 11% dari tahun
2011-
2015. Yang mana sampai bulan desember 2016 kunjungan wisatawan
yang
melalui bandara Ahmad Yani Semarang telah mencapai 3,5 juta
orang. Ini
membuktikan bahwa wisata Jawa Tengah masih banyak
peminatnya.
Pengaruh Place..., Oh Juliana, FIKOM UMN, 2017
-
2
Semarang sendiri dapat dikatakan sebagai kota yang sangat
strategis,
mengapa? Karena berbatasan langsung dengan Laut Jawa
sehingga
menjadikan Semarang sebagai jalur perdagangan sejak dahulu.
Posisi ini
yang membuat Semarang kaya akan keragaman budaya dan
peninggalan
sejarahnya. Salah satu peninggalan sejarah yang ada di Kota
Semarang yaitu
berbentuk bangunan, seperti Gereja Blenduk, Kota Lama, Klenteng
Sam Po
Kong dan Lawang Sewu. Peninggalan sejarah ini sudah berusia
ratusan
tahun dan tetap dijaga kelestariannya serta dibuka untuk umum
sebagai
tempat wisata agar masyarakat tidak lupa akan perjuangan dan
jasa dari para
pahlawan. Masyarakat diperbolehkan untuk masuk ke dalam
bangunan
bersejarah tersebut, melihat-lihat, mendokumentasikan serta
yang
terpenting tetap menjaga kebersihan bangunan tersebut.
Pada penelitian ini, peneliti akan memfokuskan untuk
mengulas
mengenai salah satu bangunan bersejarah yang juga merupakan icon
dari
Kota Semarang, yaitu Lawang Sewu. Terletak di Jalan Pemuda
tepatnya di
Kawasan Tugu Muda, Semarang, Lawang Sewu menjadi salah satu
bangunan yang populer dan banyak dikunjungi oleh para wisatawan
baik
domestik maupun mancanegara. Letaknya yang strategis di kawasan
Tugu
Muda juga memudahkan para wisatawan untuk menemukan bangunan
ini.
Selain itu, akomodasi dan fasilitas yang memadahi juga mudah
ditemukan
untuk menuju ke Lawang Sewu. Bangunan ini menjadi salah satu
bukti
keheterogenan budaya yang ada di Semarang karena merupakan salah
satu
peninggalan dari Bangsa Belanda.
Pengaruh Place..., Oh Juliana, FIKOM UMN, 2017
-
3
Nama Lawang Sewu sendiri diambil dari bahasa jawa, yaitu
“Lawang”
yang artinya pintu dan “Sewu” yang artinya seribu, makna dari
nama
bangunan ini dalam bahasa indonesia adalah “Pintu Seribu”.
Konon, karena
jumlah pintu dan jendela yang sangat banyak dan besar membuat
akhirnya
masyarakat menyebutnya dengan pintu seribu. Besarnya jendela
yang ada
di Lawang Sewu inilah membuat masyarakat sekitar
menganggapnya
seperti pintu, sehingga terciptalah nama “Lawang Sewu”. Bangunan
ini
terdiri dari tiga lantai dengan satu ruang bawah tanah.
Bangunan
peninggalan jaman Belanda pada tahun 1904 silam ini
sebelumnya
digunakan sebagai pusat kantor perusahaan kereta api (trem) oleh
pihak
Belanda atau Nederlandsch Indishe Spoorweg Naatschappij (NIS),
yang
mana pada masa itu Indonesia masih dijajah oleh Bangsa Belanda.
Akan
tetapi, setelah kemerdekaan Indonesia bangunan ini dialih
fungsikan
sebagai Kantor Perusahaan PT Kereta Api Indonesia (“Lawang
Sewu
Semarang”, 2013, h.1).
Saat masa penjajahan, Lawang Sewu menjadi salah satu saksi
bisu
Pertempuran Lima Hari di Semarang selain Monumen Tugu Muda.
Pertempuran yang terjadi di kawasan Tugu Muda ini mengakibatkan
banyak
pemuda Indonesia yang terbunuh di dalam gedung ini. Tidak hanya
itu,
gedung ini juga sempat dijadikan penjara bawah tanah untuk
pemuda
Indonesia oleh sekutu. Hal ini yang menyebabkan sampai sekarang
selain
terkenal dengan sejarahnya, masyarakat juga mengenal Lawang
Sewu
dengan cerita mistisnya (“Lawang Sewu Semarang”, 2014, h.
1).
Pengaruh Place..., Oh Juliana, FIKOM UMN, 2017
-
4
Berbicara mengenai hal mistis, ini menjadi salah satu pemikat
yang
membuat masyarakat penasaran dan berusaha ingin mencari tahu
kebenaran
atas mistis tersebut. Berbagai cerita mistis tersebut kemudian
dikemas
menjadi sebuah film, reality show, buku maupun lagu. Cerita
mistis ini
sudah ada dari jaman dahulu dan terus berkembang seiring
dengan
perkembangan jaman. Antusiasme masyarakat akan cerita mistis
terlihat
dengan banyaknya film yang berbau mistis yang banyak beredar
dan
mendapatkan rating yang bagus. Beberapa film dan reality show
yang
berbau mistis, seperti si manis jembatan ancol, rumah pondok
indah,
terowongan casablanca, the conjuring, paranormal activities,
dunia lain dan
masih banyak lagi. Fikri (2015, para 1) menuliskan bahwa Film
The Sixth
Sence menjadi film horor terlaris dengan menduduki peringkat 83
dari 100
besar film terlaris di dunia dengan pendapatan globalnya
mencapai 672 juta
dollar AS.
Fikri (2015, para 6) menambahkan juga bahwa menurut seorang
analis
film Phil Contrino, film horor sebagai sebuah genre tidak akan
pernah mati,
karena orang-orang selalu ingin ketakutan. Tidak sedikit dari
lokasi dan
cerita dari film horor tersebut yang dibawa ke kehidupan nyata,
seperti
Rumah Pondok Indah dan Terowongan Casablanka. Selain itu, tidak
jarang
tempat wisata juga banyak menyimpan cerita-cerita mistis,
seperti Museum
Fatahillah di Jakarta, Pantai Parangtritis di Jogja dan Lawang
Sewu di
Semarang. Beberapa waktu yang lalu, Lawang Sewu sempat
dijadikan
tempat pembuatan reality show kegiatan supranatural yang
berjudul “Dunia
Pengaruh Place..., Oh Juliana, FIKOM UMN, 2017
-
5
Lain”. Hal ini yang membuat masyarakat semakin yakin akan cerita
mistis
yang beredar mengenai Lawang Sewu sendiri.
Beberapa tempat wisata yang menyimpan cerita mistis juga
tetap
menjadi favorit masyarakat. Jumlah pengunjung yang
mengunjungi
beberapa tempat wisata diatas bisa dibilang tidak sedikit bahkan
bertambah.
Razak (2016, para 5) menuliskan bahwa menurut Rokhmat
Ridwanto,
Koordinator TPR Pantai Parangtritis menyatakan bahwa pada malam
tahun
baru 2016, pengunjung yang datang ke Pantai Parangtritis sudah
mencapai
25.000 orang. Museum Fatahillah yang berada di kawasan Kota Tua,
DKI
Jakarta sekarang ini juga ramai dikunjungi wisatawan baik
domestik
maupun non-domestik, pengunjung sudah tidak takut lagi
mengunjungi
museum tersebut. Berbeda dengan Lawang Sewu, sebelum bangunan
ini
direnovasi jumlah pengunjung tidak terlalu banyak, bahkan jarang
karena
masyarakat takut untuk berkunjung.
Image horor yang sudah melekat di Lawang Sewu ini berusaha
untuk
diubah oleh PT KAI yang merupakan pengelola dari Lawang Sewu
dengan
melakukan pemugaran pada bangunan ini dan memperkenalkannya
kembali
ke masyarakat sebagai objek wisata sosial-budaya yang edukatif.
Rencana
pemugaran ini sudah dilakukan sejak tahun 2009 dan baru
terealisasi pada
tahun 2010. Sapto selaku Manager Museum PT KAI menuturkan
bahwa
pemugaran ini dilakukan oleh PT KAI dengan tujuan untuk
melestarikan
bangunan bersejarah serta menghilangkan image angker yang selama
ini
melekat pada Lawang Sewu (“Melihat Renovasi Lawang Sewu agar
Imej
Horornya Hilang Tahun ini”, 2014, para. 8).
Pengaruh Place..., Oh Juliana, FIKOM UMN, 2017
-
6
Fardianto (2014, para.7) menuliskan bahwa Sapto menambahkan,
pemugaran dilakukan tidak dengan membongkar seluruh bangunan,
namun
dengan melakukan pengecatan kembali pada seluruh sudut
bangunan,
memperbaiki sisi-sisi bangunan yang hampir roboh serta
melakukan
penataan pada bagian dalam bangunan serta melakukan alih fungsi
pada
ruangan-ruangan yang kosong.
Setelah selesai pemugaran, tanggal 5 Juli 2011 Lawang Sewu
resmi
disahkan dan kembali dibuka untuk umum. Lawang Sewu terlihat
lebih
terurus dan dijadikan sebagai salah satu objek wisata bersejarah
di Kota
Semarang. Pengunjung hanya perlu membayar tiket masuk Rp
10.000,-
untuk dewasa dan Rp 5.000,- untuk anak-anak. Setelah itu,
pengunjung akan
didampingi oleh tour guide yang akan memandu pengunjung
selama
berkeliling di Lawang Sewu. Pengunjung juga akan diarahkan oleh
tour
guide untuk mengenal sejarah dari kereta api dengan adanya
berbagai
miniatur kereta api jaman dahulu, sejarah berdirinya kereta api,
tokoh-tokoh
yang berjasa dalam pendirian PT Kereta Api Indonesia sampai
berbagai
video pembuatan rel kereta api pertama kali. Lawang Sewu
sekarang ini bisa
dikatakan menjadi objek wisata yang juga memberikan edukasi
kepada
pengunjungnya.
Kegiatan pemugaran ini mendapatkan tanggapan positif dari
masyarakat dengan melihat jumlah pengunjung yang terus
meningkat
setelah renovasi dilakukan. Ibrahim (2016, para. 2) menuliskan
bahwa
menurut Edy Koeswoyo selaku Manager Humas PT KAI pengunjung
Lawang Sewu meningkat sebanyak 200 persen setelah dilakukan
Pengaruh Place..., Oh Juliana, FIKOM UMN, 2017
-
7
pemugaran, yaitu sebanyak 1000 sampai 3000 pengunjung pada hari
biasa
dan puncaknya saat hari libur dapat mencapai 9000 pengunjung.
Saat
liburan Natal dan Tahun Baru 2017, Lawang Sewu terlihat dipadati
ribuan
pengunjung yang berasal dari berbagai daerah (“Liburan Natal,
Lawang
Sewu Dikepung Wisatawan”, 2016, para 2). Nantinya, Lawang Sewu
akan
kembali difungsikan seperti semula sebagai tempat cagar
budaya,
perkantoran, pertokoan, cafe dan tempat olahraga. Berbagai upaya
yang
dilakukan oleh PT KAI ini dapat dikatakan sebagai kegiatan place
branding
yang bertujuan untuk mengubah place image dari Lawang Sewu.
Sebelumnya sudah ada objek wisata yang melakukan kegiatan
branding ini,
yaitu Museum Fatahillah, DKI Jakarta. Museum ini berfokus
pada
penyelenggaraan kegiatan kesenian sejarah Betawi dan nusantara
untuk
menarik para pengunjung.
Anholt (Moilanen & Rainisto, 2009, h. 7) berpendapat bahwa
place
branding merupakan manajemen citra dari suatu destinasi melalui
inovasi
strategis dan koordinasi ekonomi, budaya, sosial, komersial
serta kebijakan
pemerintah. Sedangkan Boulding (Avraham & Ketter, 2008, h.
20)
menuliskan bahwa place image merupakan gabungan dari seluruh
karakteristik yang muncul dibenak seseorang mengenai suatu
tempat atau
persepsi yang melekat pada suatu tempat. Kedua pendapat ahli
tersebut
menunjukkan bahwa adanya hubungan antara place branding
dengan
pembentukan place image, ditambah dengan pendapat dari
Kavaratzis
mengungkapkan bahwa kegiatan city branding merupakan cara yang
tepat
untuk menggambarkan dan menerapkan kegiatan city marketing, yang
mana
Pengaruh Place..., Oh Juliana, FIKOM UMN, 2017
-
8
kegiatan city marketing sangat bergantung dengan
pembangunan,
komunikasi dan pengelolaan city image dari suatu tempat yang
berkesinambungan untuk membentuk persepsi dan image dari
tempat
tersebut. Kuncinya adalah kegiatan city branding merupakan
langkah dari
pembentukan city image.
“City branding is suggested as the appropriate way to describe
and
implement city marketing. City marketing application is largely
dependent
on the construction, communication and management of the city’s
image,
as it is accepted that encounters with the city take place
through perceptions
and images. Therefore the object of city marketing is the city’s
image, which
in turn is the starting point for developing the city’s brand.”
(Michalis
Kavaratzis, Place Branding, 2004, h. 58)
Melihat latar belakang di atas serta sejarah yang melekat pada
Objek
Wisata Lawang Sewu, maka peneliti tertarik untuk meneliti objek
wisata
bersejarah ini. Peneliti ingin mengetahui apakah kegiatan place
branding
yang dilakukan oleh PT KAI berpengaruh untuk menghilangkan
image
angker dari Objek Wisata Lawang Sewu. Oleh karena itu,
penelitian ini
menggunakan judul “Pengaruh Place Branding terhadap Place
Image
Educatif Lawang Sewu Setelah Direnovasi (Survei pada
penduduk
Kota Semarang)”.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan masalah yang tertuang dalam latar belakang di atas,
peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh place
branding
terhadap image Lawang Sewu. Oleh karena itu, peneliti membuat
rumusan
masalah yang diajukan dalam penelitian ini sebagai berikut
1. Adakah pengaruh place branding terhadap place image edukatif
Lawang
Sewu setelah direnovasi?
Pengaruh Place..., Oh Juliana, FIKOM UMN, 2017
-
9
2. Seberapa besar pengaruh place branding terhadap place image
edukatif
Lawang Sewu setelah direnovasi?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan pasti memiliki beberapa tujuan. Tujuan
dilakukan
penelitian ini adalah
1. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh place branding terhadap
place
image edukatif Lawang Sewu setelah direnovasi.
2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh place branding
terhadap place
image edukatif Lawang Sewu setelah direnovasi.
1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Teoretis adalah hasil dari penelitian ini akan
memberikan
kontribusi pemikiran terhadap pengembangan ilmu komunikasi
pada
mata kuliah Komunikasi Pariwisata khususnya untuk kegiatan
branding.
1.4.2 Kegunaan Praktis adalah hasil penelitian ini akan
memberikan
kontribusi pemikiran kepada pihak PT KAI apakah kegiatan yang
telah
mereka lakukan telah berdampak terhadap perubahan image dari
Lawang Sewu, serta dapat dijadikan contoh bagi pengelola objek
wisata
angker lainnya dalam melakukan perubahan image.
Pengaruh Place..., Oh Juliana, FIKOM UMN, 2017
-
10
BAB II
KERANGKA TEORI / KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Penelitian Terdahulu
Sebelum melakukan penelitian ini, peneliti telah mengkaji
penelitian yang
sejenis terdahulu serta telah melakukan perbandingan dengan
penelitian yang
dilakukan peneliti sekarang ini. Adapun 2 penelitian sejenis
yang penulis
bandingkan, sebagai berikut
2.1.1 Peneliti Pertama Terdahulu
Perbandingan penelitan pertama dilakukan oleh Ratu Yulya
Chaerani
Mahasiswi Universitas Sultan Agung Tirtayasa. Peneliti ini
dilakukan pada
tahun 2011 dengan mengambil judul mengenai “Pengaruh City
Branding
Terhadap City Image (Studi Pencitraan Kota Solo : ‘The Spirit
of
Java’)”. Pada penelitian ini terdapat tiga tujuan yang ingin
dicapai oleh
peneliti, yaitu mengetahui perwujudan city branding Kota Solo
dalam
dimensi presence, potential, place, pulse, people dan
pre-requisite, lalu
untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku
penduduk Kota
Solo dan wisatawan tentang city branding Solo serta yang
terakhir untuk
mengetahui bagaimana pengaruh city branding terhadap city
image.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang
bersifat
eksplanatori dengan menggunakan statistik inferensial sebagai
alat utama
untuk menganalisis data. Untuk mendapatkan koresponden,
peneliti
Pengaruh Place..., Oh Juliana, FIKOM UMN, 2017
-
11
menggunakan dua teknik pengumpulan data, yaitu clustre sampling
atau
multistage sampling untuk memilih sampel yang merepresentatif
penduduk
Kota Surakarta sedangkan teknik simple random sampling digunakan
untuk
memilih sampel wisatawan asing dan mancanegara. Dari penelitian
ini
didapatkan empat kesimpulan, yang pertama dari variabel city
branding,
Kota Surakarta memiliki aspek people dan potential yang
menonjol,
sedangkan aspek place masih terbilang lemah. Kedua, dari
variabel city
image, menunjukkan bahwa kegiatan branding yang dilakukan
telah
mengubah aspek afektif, yaitu menerimaan pada slogan yang cukup
baik.
Akan tetapi, belum bisa memotivasi untuk mengunjungi Kota Solo
hingga
merekomendasikan Kota Solo sebagai destinasi wisata maupun
tempat
tinggal. Ketiga, dari analisis korelasi Pearson Product
Moment,
menunjukkan bahwa adanya pengaruh yang positif dan signifikan
antara
city branding dengan city image. Yang terakhir melihat dari
teori
Elaboration Likelihood Model menunjukkan bahwa adanya faktor
dari luar
city branding yang mempengaruhi pemilihan Kota Solo sebagai
destinasi
wisata maupun tempat tinggal.
2.1.2 Peneliti Kedua Terdahulu
Perbandingan penelitan kedua dilakukan oleh Y Galih Handawan
Mahasiswa Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Peneliti ini
dilakukan
pada tahun 2015 dengan mengambil judul mengenai “Pengaruh
Citra
Destinasi Pariwisata Waduk Sermo Terhadap Minat Wisatawan
Berkunjung Ulang (Studi Kasus pada Wisatawan yang Pernah
Berkunjung di Waduk Sermo, Kulon Progo)”. Pada peneliti ini,
peneliti
Pengaruh Place..., Oh Juliana, FIKOM UMN, 2017
-
12
merumuskan beberapa tujuan penelitian yaitu ingin mengetahui
bagaimana
citra destinasi pariwisata Waduk Serno dalam persepsi golongan
usia 16-30
tahun dan usia 31-40 tahun. Lalu, ingin mengetahui apakah
terdapat
perbedaan citra destinasi pariwisata Waduk Sermo yang
dipersepsikan oleh
usia 16-30 tahun dan 31-40 tahun. Serta untuk mengetahui
bagaimana citra
destinasi pariwisata berpengaruh pada minat wisatawan berkunjung
ulang
ke Waduk Sermo Kulon Progo. Sifat penelitian yang digunakan
adalah
deskriptif dengan menggunakan pendekatan kuantitatif serta
metode yang
digunakan adalah survei dengan memodifikasi skala likert.
Metode
pengambilan sampelnya menggunakan non-probability sampling
dengan
teknik convenience sampling. Dari hasil penelitian ini
didapatkan ditarik
kesimpulan bahwa persepsi dari citra branding berpengaruh
positif dan
signifikan terhadap minat wisatawan berkunjung ulang ke Waduk
Sermo
Kulon Progo.
Pengaruh Place..., Oh Juliana, FIKOM UMN, 2017
-
13
Tabel 2.1 Review Penelitian Sejenis Terdahulu dengan
Sekarang
Penelitian
Hal yang
direview
Peneliti 1
Ratu Yulya Chaerani
Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa
Banten
2011
Peneliti 2
Y Galih Handawan
Universitas Sanata
Dharma
Yogyakarta
2015
Peneliti Sekarang
OH Juliana Gunawan
Universitas Multimedia
Nusantara
Tangerang
2017
Judul
Penelitian
Pengaruh “City
Branding” Terhadap
“City Image” (Studi
Pencitraan Kota Solo :
‘The Spirit of Java’)
Pengaruh Citra Destinasi
Pariwisata Waduk Sermo
Terhadap Minat
Wisatawan Berkunjung
Ulang (Studi Kasus pada
Wisawatan yang Pernah
Berkunjung di Waduk
Sermo, Kulon Progo)
Pengaruh Place Branding
Terhadap Place Image
Lawang Sewu Setelah
direnovasi (Survei pada
penduduk Kota
Semarang)
Rumusan
Masalah
- Bagaimana
perwujudan city
branding Kota Solo
dalam dimensi
presence, potential,
place, pulse, people
dan pre-requisite?
- Bagaimana citra
destinasi pariwisata
Waduk Sermo dalam
persepsi golongan usia
16 tahun - 30 tahun dan
31 tahun - 40 tahun?
- Adakah pengaruh place
branding terhadap
place image Lawang
Sewu setelah
direnovasi?
- Seberapa besar
pengaruh place
Pengaruh Place..., Oh Juliana, FIKOM UMN, 2017
-
14
- Bagaimana tingkat
pengetahuan, sikap
serta perilaku
penduduk Kota Solo
dan wisatawan
tentang city
branding Solo?
- Bagaimana pengaruh
city branding Solo :
The Spirit of Java
terhadap city image
Kota Solo?
- Apakah terdapat
perbedaan citra
destinasi pariwisata
Waduk Sermo yang
dipersepsikan oleh usia
16 tahun – 30 tahun dan
usia 31 tahun – 40
tahun?
- Apakah citra destinasi
pariwisata berpengaruh
pada minat wisatawan
berkunjung ulang ke
Waduk Sermo Kulon
Progo?
branding terhadap
place image Lawang
Sewu setelah
direnovasi?
Tujuan
Penelitian
- Mengetahui
perwujudan city
branding Kota Solo
dalam dimensi
presence, potential,
place, pulse, people
dan pre-requisite.
- Mengetahui tingkat
pengetahuan, sikap
serta perilaku
- Mengetahui bagaimana
citra destinasi
parisiwata Waduk
Sermo dalam persepsi
golongan usia 16 tahun
– 30 tahun dan 31 tahun
– 40 tahun.
- Mengetahui apakah
terdapat perbedaan citra
destinasi pariwisata
- Untuk mengetahui
apakah ada pengaruh
place branding
terhadap place image
Lawang Sewu setelah
direnovasi.
- Untuk mengetahui
seberapa besar
pengaruh place
branding terhadap
Pengaruh Place..., Oh Juliana, FIKOM UMN, 2017
-
15
penduduk Kota Solo
dan wisatawan
tentang city
branding Solo.
- Mengetahui
bagaimana pengaruh
city branding
terhadap city image.
Waduk Sermo yang
dipersepsikan oleh usia
16 tahun – 30 tahun dan
31 tahun – 40 tahun.
- Mengetahui bagaimana
citra destinasi
pariwisata berpengaruh
pada minat wisatawan
berkunjung ulang ke
Waduk Sermo Kulon
Progo.
place image Lawang
Sewu setelah
direnovasi.
Teori Yang
Digunakan
City Branding Hexagon
dan Elaboration
Likelihood Model
Citra Destinasi dan
Perilaku Konsumen
City Branding Hexagon
Jenis Penelitian Kuantitatif Kuantitatif Kuantitatif
Perbedaan
Penelitian
Menggunakan teori
Likelihood Model
Variabel yang digunakan
citra terhadap minat
berkunjung ulang
Menggunakan citra
destinasi dari Kenneth
Boulding
Hasil Penelitian - Aspek city branding,
Kota Surakarta
memiliki aspek
people dan potential
yang menonjol,
- Citra destinasi
pariwisata Waduk
Sermo yang paling kuat
di pikiran wisatawan
usia 16-30 tahun adalah
-
Pengaruh Place..., Oh Juliana, FIKOM UMN, 2017
-
16
sedangkan aspek
place masih
terbilang lemah.
- Sedangkan dari
variabel city image,
menunjukkan bahwa
kegiatan branding
yang dilakukan telah
mengubah aspek
afektif, yaitu
menerimaan pada
slogan yang cukup
baik. Akan tetapi,
belum bisa
memotivasi untuk
mengunjungi Kota
Solo hingga
merekomendasikan
Kota Solo sebagai
destinasi wisata
maupun tempat
tinggal.
- Analisis korelasi
Pearson Product
perilaku ramah petugas
terhadap wisatawan dan
yang paling lemah
melekat adalah Wisata
Waduk Sermo
menyediakan buah
tangan berbasis ikan
setan merah/ red devil.
Sedangkan menurut
wisatawan usia 31-40
tahun citra yang
melekat kuat adalah
adanya pos keamanan
dan yang paling lemah
melekat adalah Wisata
Waduk Sermo
menyediakan buah
tangan berbasis ikan
setan merah/ red devil.
- Wisatawan usia 16-30
tahun maupun
wisatawan usia 31-40
tahun tidak memiliki
perbedaan persepsi
Pengaruh Place..., Oh Juliana, FIKOM UMN, 2017
-
17
Moment,
menunjukkan bahwa
adanya pengaruh
yang positif dan
signifikan antara city
branding dengan city
image.
- Sedangkan melihat
dari teori
Elaboration
Likelihood Model
menunjukkan bahwa
adanya faktor dari
luar city branding
yang mempengaruhi
pemilihan Kota Solo
sebagai destinasi
wisata maupun
tempat tinggal.
terhadap citra destinasi
pariwisata Waduk
Sermo.
- Persepsi citra destinasi
berpengaruh positif
terhadap minat
wisatawan berkunjung
ulang ke Waduk Sermo
Pengaruh Place..., Oh Juliana, FIKOM UMN, 2017
-
18
2.2 Teori yang Digunakan
2.2.1 Pemasaran Tempat (Place Marketing)
Menurut Kotler (Yananda & Salamah, 2014, h. 16), pemasaran
tempat
merupakan pengantar untuk memasuki place/city branding. Beliau
juga
berpendapat bahwa place marketing merupakan perancangan suatu
tempat untuk
memuaskan kebutuhan target pasar. Hal ini merupakan aspek
pembangunan
perkotaan atau biasa disebut urban development (Yananda &
Salamah, 2014, h. 16).
Porter (Yananda & Salamah, 2014, h. 16) menuliskan bahwa
kompetisi dari
ekonomi global telah menyentuh persaingan di tingkat lokal,
sehingga place
marketing dimanfaatkan untuk mengatasi persaingan global dan
kompetisi tersebut.
Berbicara mengenai kompetisi ekonomi, place marketing
seringkali
dianggap sama dengan place selling, namun kenyataannya kedua hal
tersebut
dinilai berbeda. Seperti yang dikatakan Kotler diatas, place
marketing memiliki
tujuan untuk memahami dan memenuhi kebutuhan serta keinginan
konsumennya
(berorientasi pada demand - permintaan), sedangkan place selling
bertujuan untuk
mencari target market untuk produk yang sudah ada (berorientasi
pada supply -
penawaran). Melihat dari sisi fungsi, place marketing dijalankan
untuk
memaksimalkan fungsi ekonomi dan sosial suatu tempat atau daerah
yang sesuai
dengan tujuan yang telah dirancang (Ashwort dalam Yananda &
Salamah, 2014, h.
49). Jadi tidak heran apabila kegiatan place marketing merupakan
aspek
pembangunan perkotaan (urban development) serta merupakan
instrumen yang
digunakan untuk mempertahankan eksistensi dan memenangkan
persaingan global.
Pengaruh Place..., Oh Juliana, FIKOM UMN, 2017
-
19
Yananda & Salamah (2014, h. 47) place marketing sendiri
terbagi menjadi
beberapa tahapan yang dimulai dari perencanaan (planning),
pemasaran
(marketing) dan target pasar (target markets). Kotler
(Middleton, 2001, h. 89)
membagi marketing menjadi empat konsep yang biasa dikenal dengan
nama 4P :
1. Product : berkaitan dengan customer value, menyediakan apa
yang
dibutuhkan dan diinginkan customer dari sebuah produk maupun
jasa.
Pada bidang tour and travel, product dibagi menjadi lima sektor,
yaitu
accomodation sector, attraction sector, transport sector,
travel
organizer’s sector, destination organization sector (Middleton,
2001, h.
11).
2. Price : berkaikan dengan biaya yang harus dikeluarkan
untuk
mendapatkan produk dan jasa. pada tour and travel, hal ini
berkaitan
dengan harga tiket yang harus dikeluarkan untuk mengunjungi
suatu
tempat.
3. Promotion : berkaitan dengan komunikasi (menjalin komunikasi
dengan
customer, seperti memberikan informasi maupun hubungan
interaktif).
Kegiatan promosi ini dapat dilakukan dengan menggunakan tools
dari
marketing communication mix.
4. Place : berkaitan dengan kenyamanan dan kemudahan customer
untuk
mendapatkan produk maupun jasa, pada bidang travel and
tourism,
place berkaitan dengan kemudahan akses untuk mencapat suatu
tempat.
Pengaruh Place..., Oh Juliana, FIKOM UMN, 2017
-
20
Bagan 2.1 Marketing Mix
Sumber : Kotler (Middleten, 2001, h. 89)
Komunikasi pemasaran biasanya dipengaruhi oleh media yang
digunakan,
kreatifitas pesan dalam menarik pembacanya dan juga frekuensi
penyajian
pesannya. Kotler, Bowen dan Makens (2014, h. 365) mengatakan
terdapat enam
tools marketing communication mix, yaitu advertising (iklan),
personal selling,
sales promotion (promosi penjualan), public relation, direct
marketing (penjualan
langsung) dan yang terbaru adalah internet/ interactive
marketing.
Product
Place
Marketing
Mix
Price
Promotion
Pengaruh Place..., Oh Juliana, FIKOM UMN, 2017
-
21
Bagan 2.2 Marketing Communication Mix
Sumber : Philip Kotler, John T. Bowen, James C. Makens (2014, h.
365)
Public Relation menjadi salah satu tools yang digunakan dalam
marketing
communication dan penerapannya tidak lagi hanya untuk pemasaran
produk
maupun perusahaan, namun telah merambat ke bidang travel and
tourism. Kotler,
Bowen & Makens (2014, h. 362) mengatakan bahwa public
relation dilakukan
untuk membangun hubungan baik dengan berbagai masyarakat
sehingga
mendapatkan publikasi (publicity) yang menguntungkan, membangun
citra positif
perusahaan dan menangani rumor ataupun cerita negatif yang
beredar. Banyak
teknik yang dapat dilakukan oleh seorang public relation dalam
melakukan
marketing, seperti event, press release, media visit, media
gathering, wawancara
dan lain sebagainya. Tools tersebut digunakan dengan maksud
tidak lain adalah
menjalankan kegiatan marketing. Membahas mengenai public
relation, tidak akan
pernah jauh dari pembentukan citra dan reputasi, kedua hal
tersebut menjadi
konsentrasi utama dari kegiatan public relation. Marstella,
seorang konsultan PR
tertua mengubah sebutan PR Agency menjadi perception management,
yang mana
Target
Audience
Personal
Selling
Advertising
Sales
Promotion
Public
Relations
Interactive/
Internet Marketing Direct
Marketing
Media
Media
Media
Pengaruh Place..., Oh Juliana, FIKOM UMN, 2017
-
22
menurutnya public relation adalah tentang reputasi yang
merupakan hasil dari apa
yang dilakukan, diucapkan dan apa yang oranglain katakan tentang
kita (Theaker,
2004, h. 6).
“Public relation is about reputation – the result of what you
do, what you
say and what others say about you”
Dalam pembahasan place marketing sendiri, Kavaratzis (Yananda
&
Salamah, 2014, h. 54) berpendapat bahwa fokus dari kegiatan
place marketing
sekarang ini telah bergeser menjadi place branding. Hal ini
terjadi karena para
pengelola telah menyadari akan pentingnya membangun image atau
citra yang
positif di benak masyarakat.
2.2.2 Place Branding
Setiap negara, kota, tempat wisata maupun daerah akan
menghadapi
peningkatan persaingan saat berusaha untuk menarik wisatawan
(Moilanen &
Rainisto, 2009, h. 3). Hal ini yang membuat dibutuhkannya
kegiatan branding
untuk dapat menghadapi persaingan yang ada sehingga dapat
terus
mempertahankan eksistensi. Saxone Woon dalam Harahap (2008, h.
108)
mengatakan bahwa brand tidak hanya sekedar citra grafis, logo,
nama, akan tetapi
brand harus bisa mengkomunikasikan secara jelas mengenai suatu
produk maupun
jasa. Branding sekarang ini tidak lagi hanya sebatas untuk
produk maupun
perusahaan, akan tetapi telah merambah untuk mem-branding
“tempat” yang sering
disebut dengan place branding. Kegiatan place branding merupakan
perangkat
pembangunan perekonomian suatu tempat. Kegiatan ini sama halnya
dengan
mengaplikasikan produk branding ke sebuah tempat. Apabila suatu
brand melekat
pada tempat, maka brand tersebut harus bisa mengkomunikasikan
secara jelas
Pengaruh Place..., Oh Juliana, FIKOM UMN, 2017
-
23
mengenai tempat tersebut. Kegiatan branding untuk produk maupun
perusahaan
dilakukan untuk membedakan produk atau perusahaan satu dengan
yang lainnya,
place branding juga dilakukan untuk memberikan perbedaan dari
satu tempat
dengan tempat yang lainnya.
Place branding pada dasarnya berfokus pada pengelolaan citra,
bagaimana
dan apa citra tersebut dikomunikasikan dalam proses pengelolaan
citra. Menurut
Jing (Chaerani, 2011, h. 17) place branding merupakan payung
konsep dari nation
branding, city branding dan region branding. Place branding
menjadi salah satu
konsep yang paling populer dalam bidang pemasaran umum khususnya
dalam
tujuan wisata (Avraham & Ketter, 2008, h. 16). Hankinson
(Ashworth, 2010, h. 22)
menambahkan bahwa perkembangan teori baru menjelaskan bahwa
corporate
brands memiliki relevansi dengan place branding, ini dikarenakan
kegiatan
corporate branding dan place branding memiliki beberapa
kesamaan, seperti sama-
sama melibatkan interaksi dengan para stakeholder, sama-sama
memerlukan waktu
yang lama untuk membangunnya serta dapat dikaji dari berbagai
perspektif
(multidispliner).
Anholt (Moilanen & Rainisto, 2009, h. 7) berpendapat bahwa
place
branding merupakan manajemen citra dari suatu destinasi melalui
inovasi strategis
dan koordinasi ekonomi, budaya, sosial, komersial serta
kebijakan pemerintah.
Membangun brand yang baik bagi suatu tempat merupakan salah satu
invetasi
jangka panjang yang akan memberikan dampak positif bagi tempat
tersebut apabila
berhasil dilakukan. Banyak tempat menawarkan hal yang sama
dengan tempat
lainnya, salah satu cara untuk mempertahankan kompetisi yang ada
hanyalah
dengan menonjolkan keunikan (unique selling proposition) dari
tempat sehingga
Pengaruh Place..., Oh Juliana, FIKOM UMN, 2017
-
24
dapat memuaskan dan menciptakan pengalaman positif dalam benak
pengunjung.
Moilanen & Rainisto (2009, h. 1) menyebutkan ada beberapa
hal yang
mempengaruhi dilakukannya kegiatan place branding, antara lain
untuk
meningkatkan daya tarik perusahaan dan investor, mempromosikan
tujuan dari
industri pariwisata, mempromosikan diplomasi publik, mendukung
kepentingan
industri ekspor serta yang terpenting adalah memperkuat
identitas dari suatu
tempat. Pada praktik nyatanya, place branding dapat
diaplikasikan untuk
lingkungan sekitar, kota, negara, distrik, destinasi wisata dan
lain sebagainya.
Kegiatan branding ini juga sangat berkaitan erat dengan
pemasaran, karena
dengan melakukan kegiatan branding tempat, secara tidak langsung
telah
melakukan kegiatan pemasaran terhadap tempat tersebut. Kotler
(Moilanen &
Rainisto, 2009, h. 5) memaparkan bahwa prinsip-prinsip dari
kegiatan pemasaran
dan branding juga dapat diaplikasikan untuk tempat sehingga
menarik investor,
bisnis serta pengunjung melalui keunikan yang dimiliki oleh
tempat tersebut. Di
sini terdapat beberapa pandangan ahli mengenai kerangka teoritis
dari place
branding. Kavaratzis (2004, h. 67-69) memberikan pandangannya
mengenai
bagaimana sebuah brand berkomunikasi, baik secara fungsional
maupun simbolik.
Yang mana pada pandangannya, Kavaratzis berupaya menggabungkan
pemasaran
dengan kegiatan branding melalui kegiatan komunikasi. Jenis
komunikasi tersebut
dibagi menjadi tiga, yaitu komunikasi primer, komunikasi
sekunder dan
komunikasi tersier. Komunikasi primer (unintentional
communication) komunikasi
ini merupakan komunikasi tidak langsung, berkaitan dengan
kegiatan yang
dilakukan oleh suatu kota atau tempat, seperti landscape
strategic, infrastructure
project, organisational and administrative structure, behaviour.
Komunikasi
Pengaruh Place..., Oh Juliana, FIKOM UMN, 2017
-
25
sekunder (intentional communication) komunikasi formal yang
dilakukan dengan
intens untuk menunjang kegiatan pemasaran, seperti iklan, public
relation, desain
grafis, pembuatan logo dan lain sebagainya. Sedangkan untuk
komunikasi tersier
dengan menggunakan word of mouth dan media. Kerangka teoritis
place branding
menurut Michalis Kavaratzis tersebut dijelaskan dalam sebuah
bagan sebagai
berikut :
Bagan 2.3 Kerangka Komunikasi Citra Kota
Sumber : Michalis Kavaratzis (2004, h. 67)
Bagan di atas menunjukkan bahwa komunikasi dalam branding
dimulai dengan
pengelolaan place image, yang mana place image dapat terbentuk
melalui
komunikasi yang efektif dan benar. Komunikasi tersebut kemudian
dibagi menjadi
CITY IMAGE / PLACE IMAGE
Primary Communication
Interventions
Secondary
Communication
Advertising/Promotion
Spatial Non-Spatial
Landscape
- Urban Design
- Green/public
space
- Large-scale
redevelopment
- Public Art
Infrastructure
- Accessibility
- Facilities
Structure
- Organisational
Administrative
- Community Networks
- Citizen Participation
- Public-Privat
Partnerships
Behaviour
- Financial Incentives
- Service Provision
- Event Organisation
Tertiary Communication
Word of Mouth, Reinforced by Media/ Uncontrollable
Pengaruh Place..., Oh Juliana, FIKOM UMN, 2017
-
26
tiga bagian, yaitu komunikasi primer, komunikasi sekunder dan
komunikasi tersier,
yang mana ketiganya harus saling terintegrasi dengan
mengkomunikasikan hal
yang sama. Keberhasilan komunikasi sekunder dan komunikasi
primer yang
dilakukan secara tidak langsung akan menguatkan komunikasi
tersier sehingga
tercipta image yang positif.
Trueman & Cornelius (Ashworth, 2010, h. 45-46) melakukan
tinjauan
terhadap literatur yang relevan dan mengevaluasi place branding
menjadi 5P, yaitu
1. Presence menunjukkan status suatu tempat, seperti simbol
ikonik yang
membuatnya berbeda dengan yang lain, arsitektur serta struktur
sosial lokal.
2. Purpose : adanya tujuan sosial yang ingin dicapai, seperti
menciptakan
masyarakat dengan keberagaman budaya, brand ownership (ada hal
yang
dapat dibanggakan dari suatu tempat), menjalin komunikasi yang
lancar dan
jelas.
3. Pace : respon yang cepat mengenai keadaan pasar internal
maupun eksternal
(mampu beradaptasi dengan perubahan yang ada).
4. Personality berhubungan dengan emotional landscape
(aspek-aspek yang
ada dalam suatu kota atau tempat).
5. Power : adanya tujuan sosial untuk memberdayakan masyarakat
sekitar
sehingga dapat memperkuat place brand.
Pandangan lain dari Hankinson (Kavaratsiz, 2008, h. 133)
yang
memaparkan bahwa kerangka teori dari place branding berdasarkan
pada brand as
relationship. Di mana kegiatan place branding dianggap sebagai
kegiatan untuk
menjalin hubungan dengan stakeholder. Beliau membaginya menjadi
empat
Pengaruh Place..., Oh Juliana, FIKOM UMN, 2017
-
27
kategori, yaitu Primary Service Relationship (adanya pengalaman
yang diberikan),
Brand Infrastructure Relationship (adanya fasilitas yang
memadahi), Media
Relationships (adanya kegiatan komunikasi pemasaran), Consumer
Relationship
(pengelolaan hubungan yang baik dengan seluruh stakeholder, baik
internal
maupun eksternal). Sedangkan kerangka teori place branding dari
Simon Anholt
yang diberi nama The City Branding Hexagon memaparkan terdapat
enam
komponen dalam city branding, yaitu The Presence, The Place, The
Potential, The
Pulse, The People dan The Prerequisites (Anholt, 2007, h.
60-61).
Akan tetapi, meskipun banyaknya pandangan yang berbeda dari para
ahli
mengenai place branding, masih ada beberapa persamaan dalam
beberapa kerangka
teori, seperti sama-sama adanya unsur the presence pada kerangka
teori city
branding hexagon dengan kerangka teori dari Trueman. Unsur the
people pada city
branding hexagon juga sama dengan unsur customer relationship
dari Hankinson.
Selain itu, unsur the prerequisites dari city branding hexagon
juga sama dengan
unsur personality menurut Trueman dan landscape strategic
menurut Kavaratzis.
Namun, dari seluruh pandangan ahli, Kavaratzis mengatakan bahwa
pandangan dari
Simon Anholt lebih merupakan cetak biru dari penelitian mengenai
efektivitas
branding dan evaluasinya, sedangkan pandangan yang lainnya
lebih
menitikberatkan pada dasar melakukan branding.
“Anholt’s Hexagon is more a blueprint for research on the
effectiveness of
a city’s branding effort and its evaluation, while the rest
provide the basis for
attempting the branding effort. The frameworks also differ in
their
conceptualization of the place brand. For example, Kavaratzis
treats the place
brand as a communicator, whereas Hankinson adopts the brand as a
relationship
approach and Trueman & Cornelius attempt a more integrated
conceptualisation.
(Michalis Kavaratzis, From City Marketing to City Branding,
2008, h. 135)”
Pengaruh Place..., Oh Juliana, FIKOM UMN, 2017
-
28
2.2.3 Place Image
Place image merupakan citra dari suatu tempat yang terbentuk
dalam benak
masyarakat karena keunikan yang dimiliki oleh tempat tersebut.
Kepferer (Yananda
& Salamah, 2014, h. 59) citra dapat dikatakan sebagai cara
audiens menerjemahkan
sinyal yang dikirimkan oleh produk, jasa maupun komunikasi yang
dilakukan oleh
brand. Kekuatan dari citra positif suatu tempat mampu
mengalihkan pikiran setiap
orang. Citra tempat ini sama halnya dengan Brand Image. Yananda
& Salamah
(2014, h. 40) memaparkan bahwa citra atau image sendiri
merupakan akumulasi
dari pengetahuan, pengalaman dan juga terpaan (exposure)
terhadap objek tertentu
yang dapat berupa benda, orang, peristiwa maupun tempat. Seorang
ahli marketing,
Philip Kotler membagi citra tempat berdasarkan pada situasi,
yaitu citra positif
(susah untuk dibentuk, namun apabila sudah terbentuk sangat
menguntungkan),
citra negatif, citra yang lemah (terjadi pada tempat yang
terpencil, tidak terkenal
dan tidak diiklankan), citra campuran (satu tempat memiliki dua
persepsi, yaitu citra
positif dan citra negatif), citra kontradiksi (orang
mempersepsikan suatu tempat
secara bertentangan) dan citra daya tarik (atraksi) yang
berlebihan (Kotler dalam
Yananda dan Salamah, 2014, h. 37).
Tujuan dari suatu tempat memperbaiki image yaitu untuk menarik
perhatian
wisatawan, intestor maupun pekerja (Avraham dan Ketter, 2008, h.
12). Short et al
(Avraham dan Ketter, 2008, h. 12) memaparkan bahwa ada beberapa
alasan dalam
memperbaiki image :
1. Mencoba untuk mengubah image suatu tempat untuk menarik
wisatawan, investor dan imigran.
Pengaruh Place..., Oh Juliana, FIKOM UMN, 2017
-
29
2. Memperbaiki image untuk mengubah pandangan masyarakat
terhadap
suatu tempat atau kota.
3. Rehabilitasi, rekonstruksi dan pembangunan kembali suatu
tempat akan
membantu mendorong perubahan besar (transisi positif) dalam
karakter
dari suatu tempat.
4. Perubahan image dilakukan suatu kota untuk menghadapi
persaingan
internasional, meningkatkan status nasional serta untuk
menarik
investor asing.
Citra mengenai sebuah tempat ini merupakan kumpulan skema yang
digunakan
oleh pengunjung sebagai proses mendapatkan informasi dan
pengambilan
keputusan untuk berkunjung. Kotler & Gerther (Yananda &
Salamah, 2014, h. 43)
menambahkan bahwa akan sulit mengubah citra yang sudah
terbentuk, namun
dengan menambahkan asosiasi baru yang positif dan lebih kuat
dari sebelumnya
akan membantu mengubah citra tersebut, bukan dengan
menghapusnya.
Banyak ahli yang memberikan pandangannya mengenai kerangka teori
dari
place image. Harrison (2000, h. 76) menuliskan bahwa image
merupakan kesan
yang dibentuk atau dimiliki oleh orang mengenai suatu organisasi
secara
keseluruhan. Di sini Harrison memandang place image sama dengan
corporate
image dan membaginya menjadi empat. Pertama, personality yang
merupakan
gabungan dari keseluruhan karakteristik yang diterima oleh
publiknya. Kedua,
reputation yang merupakan apa yang diyakini publik mengenai
suatu barang
maupun jasa dari pengalaman pribadi maupun oranglain. Ketiga,
destination
identity merupakan identitas yang dimiliki oleh suatu perusahaan
maupun tempat
Pengaruh Place..., Oh Juliana, FIKOM UMN, 2017
-
30
baik logo, simbol, packaging, maupun atribut fisik lainnya.
Keempat, value atau
nilai-nilai apa yang ditonjolkan oleh suatu produk maupun
jasa.
Pandangan lain muncul dari Lynch (Dinnie, 2011, h. 30) yang
berpendapat
bahwa terdapat lima unsur yang menyusun pandangan seseorang
mengenai place
image, yaitu path / jalur, edges / batas akhir, district
/distrik, nodes / aktivitas dan
landmarks. Lynch menambahkan bahwa lima unsur yang dibuatnya
bersama rekan-
rekannya ini akan memberikan kesan yang kuat mengenai
image/citra suatu tempat,
seperi unsur edges dan landmark yang akan membantu para
wisatawan dengan
mudah mengingat dan mengidentifikasikan suatu tempat. Sedangkan
Scott
(Yananda & Salamah, 2014, h. 39) memandang citra tempat
berdasarkan pada
rentangnya, yaitu citra yang kaya (rich image) dan citra yang
miskin (poor image).
Pandangan Scott ini diwakili dengan model bintang (star model).
Tempat dengan
citra yang kaya ditampilkan dengan bentuk bintang yang memiliki
banyak sudut,
sedangkan tempat dengan citra yang miskin ditampilkan dengan
bentuk bintang
yang hanya memiliki dua sampai tiga sudut.
Gambar 2.4 Model Bintang Scott
Sumber : Scott (Avraham & Ketter, 2008, h. 26)
Tempat citra miskin dengan
satu ciri dominan
Tempat citra kaya dengan
beberapa tampilan dan tiga
ciri dominan
Pengaruh Place..., Oh Juliana, FIKOM UMN, 2017
-
31
Model ini dapat menjadi jawaban untuk mengatasi citra miskin
yang
dimiliki oleh suatu tempat, yaitu dengan menambahkan dimensi
pada tempat
tersebut, semakin banyak dimensi yang dimiliki oleh suatu tempat
akan membuat
pengunjung terpecah fokusnya, sehingga kemungkinan pengunjung
untuk berfokus
pada aspek yang negatif menjadi kecil (Avraham & Ketter,
2008, h. 27). Pandangan
lainnya muncul dari Boulding (Avraham & Ketter, 2008, h. 20)
yang berpendapat
bahwa place image merupakan gabungan dari seluruh karakteristik
yang muncul
dibenak seseorang mengenai suatu tempat atau persepsi yang
melekat pada suatu
tempat. Boulding (Yananda & Salamah, 2014, h. 39) membagi
kerangka teori dari
place image menjadi empat komponen, yaitu :
1. Kognitif : berkaitan dengan hal-hal yang diketahui seseorang
mengenai
suatu tempat (karakteristik).
2. Afektif : berkaitan dengan perasaan (emosional) seseorang
mengenai
suatu tempat.
3. Evaluatif : berkaitan dengan evaluasi seseorang mengenai
suatu tempat.
4. Behavioral : berkaitan dengan pertimbangan seseorang
untuk
berinvestasi, bermigrasi, berkunjung maupun bekerja pada
tempat
tertentu.
Boulding (Yananda & Salamah, 2014, h. 38) menambahkan bahwa
place image
juga merupakan sekumpulan karakteristik tempat yang sama dengan
perspektif
manusianya.
Pengaruh Place..., Oh Juliana, FIKOM UMN, 2017
-
32
2.2.4 City Branding Hexagon
City Branding Hexagon merupakan kerangka teori menurut pandangan
dari
Simon Anholt. Beliau memandang kegiatan city branding dibagi
menjadi enam
komponen, yaitu The Presence, The Place, The Potential, The
Pulse, The People
dan The Prerequisites. Model city branding hexagon ini dapat
dilihat melalui Bagan
dibawah ini :
Bagan 2.5 City Branding Hexagon
Sumber : Simon Anholt (2007, h. 60-61)
Simon Anholt menjelaskan secara terperinci setiap komponen dari
city
branding hexagon.
1. The Presence : komponen ini menunjukkan mengenai status
internasional suatu tempat serta apakah tempat tersebut
memberikan
kontribusi dunia dalam kebudayaan, sejarah atau lain
sebagainya.
The Presence
The Place
The Pulse The People
The Prerequisites
The Potential
City
Brand
Pengaruh Place..., Oh Juliana, FIKOM UMN, 2017
-
33
2. The Place : komponen ini menjelaskan mengenai persepsi
masyarakat
mengenai aspek fisik suatu tempat, seperti menyenangkan atau
tidak
tempat tersebut, seberapa menarik tempat tersebut serta
cuaca.
3. The Potential : komponen ini menjelaskan mengenai
potensi-potensi
yang ditawarkan untuk menarik pengunjung, seperti dalam
bidang
ekonomi dan pendidikan.
4. The Pulse : komponen ini menjelaskan mengenai seberapa
besar
ketertarikan pengunjung terhadap suatu tempat.
5. The People : komponen ini menguji mengenai populasi
masyarakat
lokal suatu tempat dalam hal keterbukaan, keramaah, kehangatan
serta
keamanan.
6. The Prerequisites : komponen ini menjelaskan mengenai
kualitas dasar
dari suatu tempat, seperti kenyamanan, keterjangkauan akomodasi
dan
fasilitas publik yang ditawarkan.
Kerangka teori city branding hexagon ini dapat digunakan oleh
pemerintah maupun
pengelola tempat untuk memahami persepsi dari para stakeholder
(pengunjung,
investor, masyarakat) mengenai image dari suatu tempat (Popescu
& Cobos, 2010,
h. 271). Kegiatan place branding dilakukan untuk membentuk image
positif
mengenai suatu tempat sehingga nantinya dapat mempengaruhi
wisatawan untuk
mengunjungi tempat tersebut. Oleh karena itu, menjadi hal yang
sangat penting
untuk memahami city branding suatu tempat untuk menciptakan
image yang positif
dari tempat tersebut.
Pengaruh Place..., Oh Juliana, FIKOM UMN, 2017
-
34
2.2.5 Hubungan Place Branding dengan Place Image
Sama halnya dengan penjelasan sebelumnya, Kavaratzis (2004, h.
58)
mengungkapkan bahwa kegiatan city branding merupakan cara yang
tepat dan
cocok untuk menerapkan kegiatan city marketing, yang mana
kegiatan city
marketing sangatlah bergantung pada pembangunan, komunikasi
serta pengelolaan
citra (image) yang saling berkesinambungan, sehingga dapat
membentuk persepsi
atau image suatu tempat. Ringkasnya, kegiatan city branding
menjadi kunci untuk
pembentukan city image.
Moilanen & Rainisto (Yananda & Salamah, 2014, h.54)
menuliskan bahwa
terdapat tiga konsep utama terkait brand, yaitu identitas, image
dan komunikasi,
sehingga dapat disimpulkan bahwa brand sangat berhubungan erat
dengan image
itu sendiri. Menurut Asworth & Kavaratzis (Yananda &
Salamah, 2014, h. 55)
melalui kegiatan branding-lah cara terbaik untuk dapat
mempengaruhi persepsi dan
citra (image) seseorang mengenai suatu tempat.
Berkaitan dengan objek penelitian yang diambil, Lawang Sewu
berusaha
untuk mengubah image angkernya dengan melakukan place branding
melalui
kegiatan pemugaran dan pengalih fungsian bangunan menjadi objek
wisata
bersejarah yang edukatif. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui apakah place
branding yang dilakukan berpengaruh terhadap place image
Lawangsewu setelah
direnovasi.
2.3 Hipotesis Teoretis
Gulo (2007, h. 57) menuliskan bahwa hipotesis merupakan suatu
pertanyaan
yang pada saat diungkapkan belum diketahui kebenarannya, akan
tetapi
Pengaruh Place..., Oh Juliana, FIKOM UMN, 2017
-
35
memungkinkan untuk diuji dalam kenyataan empiris. Bungin (2010,
75)
menuliskan bahwa hipotesis merupakan guide dalam sebuah
penelitian kuantitatif,
yang mana eksistensi penelitian kuantitatif itu sendiri adalah
untuk menguji
kebenaran dari hipotesis. Hipotesis merupakan pernyataan
tentatif ataupun dugaan
sementara mengenai apa yang akan diamati dalam usaha untuk
memahami suatu
masalah (Nasution, 2006, h. 39). Dikatakan dugaan sementara
karena jawaban yang
diberikan belum melalui penelitian dan fakta-fakta empiris,
melainkan hanya
berdasarkan pada teori yang relevan. Nasution (2006, h. 40)
menambahkan adapun
beberapa fungsi dari hipotesis, seperti menguji kebenaran dari
suatu teori,
memberikan ide untuk nantinya dapat dikembangkan menjadi suatu
teori serta
memperluas pengetahuan mengenai gejala-gejala yang kita
pelajari. Melihat dari
penjelasan diatas, akan ada dua situasi yang nantinya menjadi
jawaban dari
penelitian ini, sebagai berikut :
Ha : Adanya pengaruh place branding terhadap place image
edukatif dari Lawang
Sewu setelah direnovasi.
Ho : Tidak Adanya pengaruh place branding terhadap place image
edukatif dari
Lawang Sewu setelah direnovasi.
Pengaruh Place..., Oh Juliana, FIKOM UMN, 2017
-
36
2.4 Kerangka Teoretis
Bagan 2.6 Kerangka Pemikiran
Sumber : Pemikiran Peneliti
Pemasaran Tempat (City Marketing)
Place Branding (X)
- The Presence
- Place
- People
- Potential
- Pulse
- Pre-requisite
Sumber : Anholt (Ashworth, 2010,
h. 44)
Place Image (Y)
- Cognitif
- Affective
- Evaluative
- Behavioral
Sumber : Boulding (Avraham &
Ketter, 2008, h. 20)
Place Branding
(Variabel X)
Place Image
(Variabel Y)
Pengaruh Place..., Oh Juliana, FIKOM UMN, 2017
-
37
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Sifat Penelitian
Peneliti menggunakan sifat penelitian kuantitatif untuk
menjabarkan
penelitian ini. Menurut Kriyanto (2012, h. 55) penelitian
kuantitatif adalah
penelitian yang menjabarkan dan menjelaskan mengenai suatu
masalah yang mana
hasil atau output yang dihasilkan dapat digeneralisasikan dan
nantinya dari
penelitian tersebut peneliti harus bersikap objektif. Penelitian
kuantitatif tidak
mementingkan spesifikan dan analisis yang mendalam pada hasil
penelitiannya.
Bungin (2010, h. 31) menuliskan bahwa menurut Hume, Locke dan
Berkeley
paradigma ini menekankan pada pengalaman sebagai sumber
pengetahuan. Oleh
karena itu, penelitian ini menghasilkan hasil penelitian dalam
bentuk angka.
Pemilihan penelitian kuantitatif ini membuat peneliti lebih
mementingkan aspek
keluasan data yang di mana hasil riset atau data merupakan
representasi dari
keseluruhan responden yang ada.
Bungin (2010, h. 31) menuliskan bahwa paradigma yang digunakan
pada
penelitian kuantitatif ini merupakan gagasan-gagasan dari
positivisme. Sugiono
(2013, h. 7) berpendapat bahwa penelitian kuantitatif disebut
sebagai metode
positivistik karena berlandaskan pada filsafat positivism. Jenis
penelitian yang
digunakan adalah jenis penelitian eksplanatif, karena dalam
penelitian ini peneliti
menghubungkan atau mencari sebab-akibat dari multi variabel yang
akan diteliti
(Krisyanto, 2012, h. 60). Peneliti ingin mengetahui apakah place
branding
Pengaruh Place..., Oh Juliana, FIKOM UMN, 2017
-
38
berpengaruh terhadap image dari Lawang Sewu. Nantinya hasil
penelitian ini akan
menghasilkan data yang objektif dan valid karena diambil melalui
penyebaran
kuesioner kepada objek penelitian.
3.2 Metode Penelitian
Pada penelitian kali ini, peneliti menggunakan metode penelitian
survey.
Effendi dan Tukiran (2012, h. 3) menuliskan bahwa menurut
Singarimbun metode
penelitian survei merupakan salah satu metode penelitian
kuantitatif yang mana alat
untuk mengumpulkan data dan informasi dilakukan dengan
menggunakan
kuesioner yang disebarkan kepada sampel dari suatu populasi.
Kuesioner ini yang
merupakan instrument pengumpulan data kepada objek
penelitian.
Pada metode survey, proses pengumpulan data dan analisis data
sosial
bersifat sangat terstruktur dan mendetail yang dapat dilihat
melalui kuesioner
sebagai instrumen utama untuk mendapatkan informasi dan sejumlah
data dari
responden yang dianggap dapat mewakili populasi yang diteliti
(Krisyanto, 2012,
h. 60). Penelitian survei yang digunakan ini bertujuan untuk
memberikan
penjelasan (explanatory research), yang mana tujuan dari survei
ini adalah untuk
mendapatkan data statistik, atau deskriptif kuantitatif dalam
bentuk angka serta
menjelaskan suatu generalisasi sampel terhadap populasi atau
menjelaskan suatu
hubungan maupun pengaruh dari satu variabel dengan variabel
lainnya (Bungin,
2010, h. 38).
Pada penelitian ini asumsi tersebut didasarkan pada pertimbangan
untuk
menjelaskan korelasional antara variabel-variabel yang diuji
melalui hipotesis
Pengaruh Place..., Oh Juliana, FIKOM UMN, 2017
-
39
empirik ada tidaknya hubungan antara place branding dengan place
image Lawang
Sewu setelah direnovasi.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Kriyantono (2012, h. 153) menyatakan bahwa populasi merupakan
wilayah
generalisasi yang terdiri dari objek yang mempunyai kualitas dan
karakeristik
tertentu yang ditetapkan oleh penelitian untuk dipelajari dan
ditarik kesimpulan.
Bungin (2013, h. 101) berpendapat bahwa populasi merupakan
serumpunan
ataupun sekelompok objek yang menjadi sasaran penelitian yang
mana dapat
berupa manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, udara, gejala, nilai,
peristiwa, sikap
hidup dan lain-lain. Menurut Usman (2009, h. 181) populasi
adalah semua nilai
baik yang merupakan hasil perhitungan maupun pengukuran,
daripada
karakteristik tertentu mengenai sekelompok objek yang lengkap
dan jelas. Bungin
(2013, h. 101) memaparkan bahwa populasi dibagi menjadi dua,
yaitu
1. Populasi terbatas, yang mana populasi dapat dihitung dan
memiliki sumber-
sumber data yang jelas batas-batasnya secara kuantitatif.
2. Populasi tak terhingga, yang mana populasi tidak dapat
dihitung jumlah
pastinya karena tidak adanya sumber data yang dapat menentukan
batasan-
batasan secara kuantitatif.
Dengan demikian populasi terbatas hanya pada apa saja yang
menjadi perhatian
dari penelitian.
Pada penelitian ini, populasi yang diambil adalah penduduk Kota
Semarang
yang berjumlah 1.634.482 jiwa per Desember 2016
(DISPENDUKCAPILSMG,
2017). Alasan dipilihnya penduduk Kota Semarang sebagai populasi
dikarenakan
Pengaruh Place..., Oh Juliana, FIKOM UMN, 2017
-
40
objek penelitian terletak di Kota Semarang sehingga memiliki
hubungan erat
dengan penduduk Kota Semarang. Tidak hanya itu, peneliti ingin
melihat apakah
kegiatan branding dari Lawang Sewu sudah berhasil mengubah
persepsi
penduduk Semarang mengenai citra Lawang Sewu atau belum.
Sedangkan,
pemilihan Objek Wisata Lawang Sewu sebagai objek penelitian
dikarenakan
bangunan ini menyimpan sejarah yang unik dan merupakan icon dari
Kota
Semarang yang merupakan Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah.
3.3.2 Sampel
Menurut Sugiyono (2013, h. 62) mengatakan bahwa sampel adalah
bagian
dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki populasi. Bungin
(2013, h. 103)
mengatakan bahwa pengambilan sampel ini dimaksudkan dapat
mewakili seluruh
populasi. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan rumus
Slovin untuk menarik
sampel yang dibutuhkan dengan tingkat kesalahan sebesar 5%.
Adapun sampel
yang harus diambil sebagai berikut :
Rumus Slovin
= 1.634.482 = 1.634.482
Teknik sampling yang digunakan adalah teknik purposive
sampling.
Purposive sampling merupakan teknik penentuan sampel yang
lebih
mengutamakan tujuan penelitian, bukan sifat dari populasi
(Bungin, 2010, h. 113).
Pada penelitian ini teknik purposive sampling yang digunakan
adalah penduduk
Kota Semarang yang pernah berkunjung ke Lawang Sewu pasca
direnovasi.
n = 1 + 1.634.482 (0,05)² 4.087,205
= 399 400 sampel
Pengaruh Place..., Oh Juliana, FIKOM UMN, 2017
-
41
Pengambilan penduduk Kota Semarang sebagai sampel dikarenakan
pengelola
mengijinkan beberapa kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah
Kota Semarang
maupun komunitas yang ada di Kota Semarang dilakukan di gedung
ini. Kegiatan
tersebut tentunya mengandung unsur edukatif, seperti acara
kebudayaan yang
digagas oleh Pemerintah Kota Semarang dan teatrikal pertempuran
lima hari di
Semarang oleh komunitas pecinta sejarah.
3.4 Operasionalisasi Variabel
3.4.1 Variabel Penelitian
a. Variabel Bebas (X) :
Variabel bebas merupakan variabel yang memberikan pengaruh
kepada
variabel lainnya. P