perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i PENGARUH DOSIS INJEKSI ANTEMORTEM EKSTRAK PAPAIN KASAR DAN WAKTU PELAYUAN TERHADAP KUALITAS FISIK DAN ORGANOLEPTIK DAGING AYAM PETELUR AFKIR Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Peternakan di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Peternakan Oleh: Ika Mardiyani H 0506056 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011
61
Embed
PENGARUH DOSIS INJEKSI ANTEMORTEM EKSTRAK PAPAIN ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
PENGARUH DOSIS INJEKSI ANTEMORTEM EKSTRAK PAPAIN KASAR DAN WAKTU PELAYUAN TERHADAP KUALITAS
FISIK DAN ORGANOLEPTIK DAGING AYAM PETELUR AFKIR
Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan
guna memperoleh derajat Sarjana Peternakan di Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret
Jurusan/Program Studi Peternakan
Oleh: Ika Mardiyani
H 0506056
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah
melimpahkan karunia dan hidayah-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul Pengaruh Dosis Injeksi Antemortem Ekstrak Papain
Kasar Dan Waktu Pelayuan Terhadap Kualitas Fisik Dan Organoleptik
Daging Ayam Petelur Afkir sebagai salah satu persyaratan guna memperoleh
derajad Sarjana Peternakan di Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret,
Surakarta.
Selama pelaksanaan penelitian hingga selesainya skripsi ini Penulis telah
mendapat bimbingan, pengarahan, dan bantuan dari berbagai pihak, maka pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dekan Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
2. Ketua Jurusan/Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas
1. Hasil perhitungan dosis penyuntikan ekstrak papain kasar pada ternak ayam dengan berat yang berbeda pada larutan yang dibuat 1 ml mengandung 10 mg .................................................................................... 19
2. Nilai pH daging ayam petelur afkir dengan injeksi ekstrak papain kasar pada dosis 0, 1, 2, 3 mg/bb dan pelayuan pada 0, 4 dan 8 jam..... 24
3. Nilai daya ikat air daging ayam petelur afkir dengan injeksi ekstrak papain kasar pada dosis 0, 1, 2, 3 mg/bb dan pelayuan pada 0, 4 dan 8 jam (dalam %). ........................................................................................... 27
4. Nilai susut masak daging ayam petelur afkir dengan injeksi ekstrak papain kasar pada dosis 0, 1, 2, 3 mg/bb dan pelayuan pada 0, 4 dan 8 jam (dalam %). ........................................................................................... 30
5. Nilai kekuatan tarik daging ayam petelur afkir dengan injeksi ekstrak papain kasar pada dosis 0, 1, 2, 3 mg/bb dan pelayuan pada 0, 4 dan 8 jam………………………………………………………………….. 34
6. Tingkat keempukan secara organoleptik daging ayam petelur afkir dengan injeksi ekstrak papain kasar pada dosis 0, 1, 2, 3 mg/bb dan pelayuan pada 0, 4 dan 8 jam. ................................................................... 38
7. Tingkat tekstur secara organoleptik daging ayam petelur afkir dengan injeksi ekstrak papain kasar pada dosis 0, 1, 2, 3 mg/bb dan pelayuan pada 0, 4 dan 8 jam .................................................................................... 42
8. Tingkat jus secara organoleptik daging ayam petelur afkir dengan injeksi ekstrak papain kasar pada dosis 0, 1, 2, 3 mg/bb dan pelayuan pada 0, 4 dan 8 jam .................................................................................... 44
9. Tingkat kesukaan secara hedonik daging ayam petelur afkir dengan injeksi ekstrak papain kasar pada dosis 0, 1, 2, 3 mg/bb dan pelayuan pada 0, 4 dan 8 jam. ................................................................................... 47
Halaman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
DAFTAR GRAFIK
Grafik
1. Grafik B.1. Rerata nilai pH daging ayam petelur afkir dengan
injeksi ekstrak papain kasar pada dosis 0, 1, 2, 3 mg/bb………… 24 2. Grafik B.2. Rerata nilai pH daging ayam petelur afkir dengan
waktu pelayuan 0, 4, 8 jam. ………………………………………. 24 3. Grafik C.1. Rerata nilai daya ikat air daging ayam petelur afkir
dengan injeksi ekstrak papain kasar pada dosis 0, 1, 2, 3 mg/bb. .. 28 4. Grafik C.2. Rerata nilai daya ikat air daging ayam petelur afkir
dengan pelayuan pada 0, 4 dan 8 jam. …………………………… 29 5. Grafik C.3. Nilai interaksi daya ikat air daging ayam petelur afkir
dengan kombinasi perlakuan injeksi ekstrak papain kasar pada dosis 0, 1, 2, 3 mg/bb dan pelayuan pada 0, 4 dan 8 jam. ……….. 30
6. Grafik D.1. Rerata nilai susut masak daging ayam petelur afkir dengan injeksi ekstrak papain kasar pada dosis 0, 1, 2, 3 mg/bb. .. 31
7. Grafik D.2. Rerata nilai susut masak daging ayam petelur afkir dengan waktu pelayuan 0, 4, 8 jam. ……………………………… 33
8. Grafik D.3. Nilai interaksi susut masak daging ayam petelur afkir dengan kombinasi perlakuan injeksi ekstrak papain kasar pada dosis 0, 1, 2, 3 mg/bb dan pelayuan pada 0, 4 dan 8 jam. ……….. 34
9. Grafik E.1. Rerata nilai daya tarik daging ayam petelur afkir dengan injeksi ekstrak papain kasar pada dosis 0, 1, 2, 3 mg/bb. .. 36
10. Grafik E.2. Rerata nilai daya tarik daging daging ayam petelur afkir dengan waktu pelayuan 0, 4, 8 jam. ………………………… 36
11. Grafik F.1. Rerata tingkat keempukan daging ayam petelur afkir dengan injeksi ekstrak papain kasar pada dosis 0, 1, 2, 3 mg/bb. ………………………………………………………….................. 40
12. Grafik F.2. Rerata tingkat keempukan daging daging ayam petelur afkir dengan waktu pelayuan 0, 4, 8 jam. ………………………… 41
13. Grafik G.1. Rerata tingkat tekstur daging ayam petelur afkir dengan injeksi ekstrak papain kasar pada dosis 0, 1, 2, 3 mg/bb. .. 44
14. Grafik G.2. Rerata tingkat tekstur daging daging ayam petelur afkir dengan waktu pelayuan 0, 4, 8 jam. ………………………… 44
15. Grafik H.1. Rerata tingkat jus daging ayam petelur afkir dengan injeksi ekstrak papain kasar pada dosis 0, 1, 2, 3 mg/bb. ……….. 46
16. Grafik H.2. Rerata tingkat jus daging daging ayam petelur afkir dengan waktu pelayuan 0, 4, 8 jam. ……………………………… 46
17. Grafik I.1. Rerata tingkat kesukaan daging ayam petelur afkir dengan injeksi ekstrak papain kasar pada dosis 0, 1, 2, 3 mg/bb. .. 50
18. Grafik I.2. Rerata tingkat kesukaan daging daging ayam petelur afkir dengan waktu pelayuan 0, 4, 8 jam. ………………………… 50
Halaman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar
1. Alur sirkulasi darah dalam pembuluh darah. ....................................
pemberat, kertas saring, waterbath, erlenmeyer dan panelis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
C. Persiapan Penelitian
1. Proses Ekstraksi Enzim Papain dari Getah Pepaya
Pepaya sehat yang masih melekat pada batangnya dibersihkan dari
kotoran yang menempel. Toreh kulit pepaya dengan kedalaman 1-2 mm,
memanjang dari ujung hingga pangkal buah. Getah yang keluar ditampung
kemudian diletakkan pada pendingin. Campurkan getah yang telah
terkumpul banyak dengan NaCl 0,03% dan Natrium bisulfit (NaHSO3)
0,7% selanjutnya dikeringkan dengan oven selama 8 jam
(Hasbulloh, 2001).
2. Pengujian aktivitas ekstrak papain kasar
Sebanyak 2,5 mL buffer pospat pH 6,5; 0,05 M ditambah 0,5 mL
kasein dimasukkan ke dalam tabung sentrifus. Pada tabung lain
dimasukkan enzim papain 0,25 mL. Keduanya dipreinkubasi pada suhu
55°C selama 10 menit. Setelah preinkubasi, enzim papain dimasukkan
dalam tabung yang berisi buffer dan kasein, kemudian diinkubasi pada
suhu 55°C selama 10 menit. Setelah inkubasi, reaksi dihentikan dengan
ditambah 1 mL TCA 10%, didinginkan selama 10 menit, kemudian
disentrifus pada 3000 rpm selama 10 menit. Filtrat dianalisa dengan cara:
2 mL filtrat ditambah 4 mL Na2CO3 ditambah 1 mL reagen folin, diamkan
selama 10 menit, selanjutnya dianalisa dengan Spektrofotometer UV-vis
pada panjang gelombang 650 nm (Sari E, 2007).
3. Pembuatan bahan injeksi ekstrak papain kasar
Seribu mg ekstrak papain kasar dicampurkan dengan aquabides
steril sebanyak 100 mililiter sehingga setiap mililiter larutan mengandung
10 mg ekstrak papain kasar. Larutan yang telah tercampur dilakukan
penyesuaian pH dengan penambahan NH4OH hingga menjadi 7.3 untuk
kemudian larutan dilakukan penyaringan bakteri micron Seitz 0, 22 µm
(Huffman et al., 1967).
4. Proses persiapan ternak dan injeksi ekstrak papain kasar
Ternak ayam petelur afkir dari peternakan TRIHONGGOREJEKI
Multifarm di Mojorejo dibawa ke RPA Prima Ayam di Kartasura dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
dilakukan pengistirahatan selama 12 jam (Soeparno, 2005). Ternak yang
telah diistirahatkan ditimbang untuk menentukan dosis injeksi. Proses
injeksi dengan ekstrak papain kasar dilakukan melalui pembuluh darah
besar yang ada pada vena sayap dengan dosis injeksi disesuaikan dengan
berat badan ayam.
Tabel 1. Hasil perhitungan dosis penyuntikan ekstrak papain kasar pada ternak ayam dengan berat yang berbeda pada larutan yang dibuat 1 ml mengandung 10 mg.
Dosis dalam mg Dosis injeksi ekstrak papain kasar
1,6 kg 1,7 kg 1 0,16 ml 0,17 ml 2 0,32 ml 0,34 ml 3 0,48 ml 0,51 ml
Sumber : Lampiran 1
5. Proses pemotongan dan karkasing
Dalam waktu 1 jam setelah injeksi dilakukan proses pemotongan
secara islami (Kang et al., 1978). Proses pemotongan diawali dengan
memotong arteri karotis, vena jugularis dan esofagus. Tahan ayam selama
50 sampai dengan 120 detik untuk proses pengeluaran darah. Pembersihan
bulu dilakukan dengan mencelupkan ayam pada air dengan suhu 50
sampai dengan 80°C selama 3-5 menit. Selanjutnya diteruskan periode
pengeluaran jeroan dengan memotong tembolok, trakea serta kelenjar
minyak pada ekor. Mengeluarkan kloaka dan visera seta dilakukan
pemotongan kepala, leher, dan kaki (Soeparno, 2005). Karkas yang telah
siap dilakukan proses pendinginan pada suhu 0-4°C selama 90 menit
(Thielke et al., 2005).
6. Proses pelayuan
Karkas bagian dada yang telah didinginkan dikeluarkan kemudian
dikemas dalam plastik dan dilayukan ke dalam inkubator pada temperatur
4°C selama 0, 4 dan 8 jam (Thielke et al., 2005 dan Ionescu et al., 2008).
7. Proses preparasi sampel
Karkas bagian dada dikeluarkan dari inkubator, untuk kemudian
dipisahkan bagian kulit dan dagingnya. Sebanyak 60 fillet daging
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
disiapkan untuk pengujian kekuatan tarik, pH, DIA, dan susut masak.
Sejumlah fillet lain dibekukan untuk persiapan preparasi sampel dan
pengujian selanjutnya (Thielke et al., 2005).
D. Tata Laksana Penelitian
1. Macam penelitian
Penelitian mengenai pengaruh dosis injeksi antermortem ekstrak
papain kasar dan waktu pelayuan terhadap kualitas fisik dan organoleptik
daging ayam petelur afkir merupakan penelitian eksperimental.
2. Rancangan penelitian
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Pola
Faktorial dengan dua faktor, yaitu: faktor dosis injeksi ekstrak papain
kasar dengan level 0, 1, 2, dan 3 mg/bb dan faktor waktu pelayuan dengan
level 0, 4, dan 8 jam. Setiap perlakuan terdiri dari 5 ulangan dan setiap
ulangan diuji dua kali (duplo).
3. Peubah Penelitian
1). Uji Organoleptik dan Uji Hedonik
a. Uji Organoleptik
Karakteristik daging penelitian ini diujikan dengan metode skalar pada
taraf skala satu sampai empat, yang semakin baik bila penilaian panelis
mendekati skala empat.
1. Keempukan
1 = Keras, 2 = Kurang empuk, 3 = Empuk, 4 = Sangat
empuk
2. Tekstur
1 = Kasar, 2 = Kurang Kasar, 3 = Lembut, 4 = Sangat
lembut
3. Jus (berair)
1 = Kering, 2 = Kurang berair, 3 = Berair, 4 = Sangat berair
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
b. Uji Hedonik
1 = Tidak suka, 2 = Kurang suka, 3= Suka, 4= Sangat
suka,
(Kartika et al., 1988 dan Wagiyono, 2003).
2). Uji Kualitas Fisik
a). pH
Pengukuran pH daging menggunakan pH meter merk Walk
Lab dengan ketelitian 0,002 yang telah dikalibrasi dengan buffer pH
7,0 dan pH 4,0. Sampel seberat 5 g dicacah, ditambahkan 5 ml
aquades kemudian diukur pH dagingnnya (Bouton et al., 1971).
b). DIA (Daya Ikat Air)
Daya Ikat Air (DIA) oleh protein dapat ditentukan dengan
menguji KAB dan KAT yang diuji dengan metode Hamm
(Abustam, 2009), yaitu dengan menekan daging seberat 0,3 g
diletakkan di antara 2 plat kaca, dialasi dengan kertas saring, diberi
beban 35 kg selama 5 menit. Area basah yang terbentuk dihitung
(luas area basah).
mg H2O = 0948,0
)(cmbasah area luas 2
- 8
Kadar Air Bebas = %100300
O2
mgHx
Kadar Air Total (KAT)
Sampel kadar air total digunakan 1 g daging sebagai berat
awal. Sampel dioven pada suhu 105oC selama 8 sampai 24 jam atau
hingga kadar air tetap dan timbang berat akhir.
KAT = 100%x 1gram
yx -
Keterangan :
X = berat sampel + kertas saring sebelum dioven
Y = berat sampel + kertas saring setelah di oven
KAT = Kadar Air Total
DIA = Kadar Air Total - Kadar Air Bebas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
c). Uji Susut Masak
Penetapan susut masak menggunakan metode Soeparno
(2005) dengan melihat berat yang hilang selama pemasakan.
Sampel daging ditimbang 10 g (x) dimasukkan dalam plastik PP,
dan ditutup dengan rapat, kemudian direbus dalam penangas air
dengan temperatur 60oC selama 60 menit. Selanjutnya daging
diambil dan serap permukaan daging menggunakan tissue
kemudian ditimbang (y). Susut masak adalah nilai dari selisih berat
sebelum dimasak dan sesudah dimasak dibagi berat sample
sebelum dimasak dikalikan 100 persen.
Susut masak = 100%x x
yx -
d). Kekuatan Tarik
Pengukuran kekuatan tarik dilakukan dengan metode
Person and Dutson yaitu menarik daging, dengan ukuran sampel
tebal 0,5 cm, lebar 0,5 cm dan panjang 5 cm. Sama dengan
pengukuran keempukan, tetapi tangkai penekan diganti dengan
penjepit. Lioyd instrument diaktifkan, penjepit akan menarik
daging. Tarikan dilakukan searah dengan arah serat sampel daging.
Kekuatan tarik daging diekspresikan dengan gaya maksimal
dengan satuan Newton (Murtini dan Qomarudin, 2003).
E. Perencanaan Penelitian dan Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA)
untuk mengetahui ada tidaknya beda nyata pada tingkat α = 0,05 dan 0,01.
Apabila terdapat perbedaan yang nyata atau signifikan maka dilanjutkan
dengan uji Duncan’s New Multiple Range Test (DMRT).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Aktivitas Ekstrak Papain Kasar
Menurut Sudarmaji (2009) aktivitas enzim papain dinyatakan sebagai
kemampuan enzim untuk mereduksi protein menjadi asam amino tiap satuan
berat enzim dalam tiap satuan waktu. Ekstrak papain kasar yang didapatkan
dengan proses ekstraksi berdasarkan metode Hasbulloh (2001) dalam
Konsentrat Papain, menghasilkan aktivitas enzim papain sebesar 21,15 mg
asam amino/50 mg enzim/jam (Lampiran 10).
Nilai ini berarti dalam tiap 50 mg asam amino mampu mendegredasi
sejumlah 21,15 mg protein dalam miofibril per jamnya. Nilai aktivitas ini
lebih tinggi dari aktivitas enzim papain komersial yang menunjukkan nilai
6,01 mg asam amino/50 mg enzim/jam (Lampiran 10) dan nilai aktivitas
ekstrak papain kasar pada penelitian Sebayang (2006) yang menyatakan
aktivitas enzim ekstrak papain kasar sebesar 55 unit/ml yang setara dengan 55
µg tirosin/ml/20 menit (8,25 mg asam amino/50 mg enzim/jam). Hasil ini
disebabkan perbedaan varietas jenis buah yang digunakan dalam pengujian
(Rimayoga, 2010). Sumber ekstrak papain kasar pada penelitian ini berasal
dari getah papaya Thailand yang dimungkinkan memiliki kadar aktivitas yang
lebih tinggi.
Metode pemurnian enzim juga dapat berpengaruh terhadap perbedaan
nilai aktivitas papain (Muchtadi et al., 1992). Metode pemurnian berdasarkan
prosedur dalam Hasbulloh (2001) merupakan metode untuk mendapatkan
enzim papain kering. Sementara pada metode pemurnian enzim pada
Sebayang (2006) merupakan metode untuk mendapatkan enzim kering
standar. Oleh karenanya nilai aktiviatas papain berbeda. Rimayoga (2010)
menambahkan dalam penelitannya yang menyatakan bahwa getah papaya
Thailand memiliki nilai aktivitas papain yang tertinggi dibanding varietas
papaya yang lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
B. pH Daging
Rata-rata nilai pH daging ayam petelur afkir selama penelitian
ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Rata-rata nilai pH daging ayam petelur afkir dengan injeksi ekstrak papain kasar pada dosis 0, 1, 2, 3 mg/bb dan pelayuan pada 0, 4 dan 8 jam
dosis injeksi 0 mg/bb menghasilkan nilai peningkatan pH yang berbeda
sangat nyata dengan dosis injeksi 1, 2, dan 3 mg/bb. Adanya peningkatan ion
OH- dalam bahan karena intensifnya proses hidrolisis enzim mengakibatkan
perlakuan injeksi ekstrak papain kasar dapat meningkatkan pH daging.
Peningkatan nilai pH daging melambat pada penambahan dosis injeksi
diatas 1 mg/bb. Anonim (2008) menjelaskan keuntungan dari penggunaan
enzim papain adalah tidak mengubah pH bahan secara drastis. Hal ini
dibuktikan dengan meningkatnya dosis injeksi masih dapat mempertahankan
nilai pH daging dalam kisaran normal 5,8-6,2. Adanya sifat enzim dimana
kecepatan aktivitasnya menurun jika mendekati konsentrasi jenuh enzim dan
subtrat menghasilkan percepatan hidrolisis yang tetap (Girindira, 1990). Oleh
karena itu dihasilkan nilai yang relatif sama pada injeksi dengan dosis 1 mg/bb
hingga 3 mg/bb.
Rerata nilai pH daging ayam petelur afkir selama pelayuan 0, 4 dan 8
jam adalah 6,08, 5,98, dan 5,92. Hasil analisis statistik menunjukkan lama
waktu pelayuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap pH daging.
Proses pelayuan menyebabkan penurunan pH daging. Hasil penelitian yang
digambarkan pada Grafik B.2. diatas menunjukkan bahwa semakin lama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
waktu pelayuan mengakibatkan penurunan pH daging. Penurunan nilai pH ini
disebabkan adanya hasil dari proses glikolisis posmortem yaitu asam laktat
(Soeparno, 2005). Penelitian Thielkhe et al. (2005) menunjukkan bahwa
semakin lama waktu pelayuan nilai pH daging ayam turun, dalam
penelitiannya dijelaskan selama jam pertama postmortem, proses yang
dominan adalah glikolisis postmortem. Waktu rigormortis daging ayam
dimulai sekitar 4 sampai dengan 5 jam setelah postmortem sehingga
penurunan pH selama pelayuan 4 jam mulai tampak.
Pelayuan selama 8 jam menghasilkan rata-rata pH daging yang
berbeda sangat nyata dengan kontrol dan tidak berbeda nyata dengan
pelayuan selama 4 jam. Hal ini dapat dijelaskan karena akumulasi asam laktat
yang semakin tinggi dan terhentinya proses glikolisis posmortem. Proses
rigormortis yang sudah selesai menunjukkan terhentinya proses perubahan
glikogen menjadi asam laktat yang menandakan habisnya ATP
(Soeparno, 2005; Young L. L., 1997). Oleh karenanya sudah tidak terjadi
peningkatan asam laktat, namun demikian penurunan pH akan terus
berlangsung hingga dicapai pH ultimate daging (Kusmadjadi, 2009).
Hasil interaksi kombinasi perlakuan dosis injeksi ekstrak papain kasar
dan waktu pelayuan menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata
(P>0,05) terhadap pH daging. Hal ini disebabkan adanya sifat hidrofobik dan
hidrofilik potein. Sifat ini timbul oleh adanya rantai sisi polar disepanjang
rantai peptida yaitu gugus karboksil dan amino. Molekul protein mempunyai
beberapa gugus yang mengandung N atau O yang tidak berpasangan. Atom N
pada rantai peptida bermuatan negatif sehingga mampu menarik atom H+ dari
air (Damadran dan Paraf, 1997). Selama pelayuan terdapat pembebasan ion
H+, hal ini menunjukkan bahwa selama pelayuan dengan injeksi ekstrak
papain kasar menghasilkan rata-rata nilai pH yang tidak berbeda, karena
kemungkinan terjadi akumulasi konsentrasi ion OH- dan H+. Namun demikian
perlakuan injeksi antemortem ekstrak papain kasar yang disertai pelayuan
menunjukkan nilai pH daging yang masih dalam kisaran normal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
C. Daya Ikat Air Daging (DIA)
Rata-rata nilai daya ikat air daging selama penelitian ditunjukkan pada
Tabel 3. Rerata nilai daya ikat air daging dengan perlakuan injeksi ekstrak
papain kasar pada dosis 0, 1, 2, dan 3 mg/bb masing-masing adalah 14,51%,
19,66%, 27,11%, dan 27,46%. Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa
dosis injeksi ekstrak papain kasar berpengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap
DIA daging.
Hasil penelitian yang digambarkan pada Grafik C.1. dibawah
menunjukkan bahwa semakin meningkatnya dosis injeksi ekstrak papain
kasar dapat meningkatkan nilai daya ikat air daging. Menurut Muchtadi
(1992) daya ikat air protein dipengaruhi oleh pH dan jumlah ATP, oleh
karenanya peningkatan nilai DIA ini kemungkinan dipengaruhi oleh naiknya
nilai pH daging perlakuan dan meningkatnya kepolaran protein dalam daging,
sehingga menyebabkan banyak air yang terikat dengan protein. Menurut
Lawrie (1995) pada pH yang lebih tinggi dari pH isoleutrik protein daging,
sejumlah muatan positif dibebaskan dan terdapat surplus muatan negatif yang
mengakibatkan penolakan dari miofilamen, sehingga memberi lebih banyak
ruang untuk molekul air. Meningkatnya molekul air yang mengisi ruang-ruang
dalam interfilamen mengakibatkan peningkatkan nilai DIA daging.
Tabel 3. Nilai daya ikat air daging ayam petelur afkir dengan injeksi ekstrak papain kasar pada dosis 0, 1, 2, 3 mg/bb dan pelayuan pada 0, 4 dan 8 jam (dalam %).
Rerata 14,51A 19,66B 27,11C 27,46C Keterangan: A, B, C Superskrip yang berbeda pada kolom dan atau baris yang sama
menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Grafik C.1. Rerata nilai daya ikat air daging ayam petelur afkir dengan injeksi ekstrak papain kasar pada dosis 0, 1, 2, 3 mg/bb.
Rerata nilai DIA perlakuan injeksi ekstrak papain kasar pada dosis 0
mg/bb berbeda sangat nyata dengan injeksi pada level dosis 1, 2, dan 3 mg/bb.
Hasil DIA yang lebih rendah ini kemungkinan karena nilai pH daging kontrol
yang lebih rendah dari pH daging perlakuan yang mengakibatkan ruang
interfilamen berkurang ukurannya sehingga lebih sedikit air yang mengisi
ruang interfilamen (Lawrie, 1995).
Perlakuan dosis injeksi 1 mg/bb berbeda sangat nyata dengan dosis
injeksi 2 dan 3 mg/bb, sementara dosis injeksi 2 mg/bb tidak berbeda nyata
dengan dosis injeksi 3 mg/bb. Hasil ini dimungkinkan terjadi karena semakin
intensifnya hidrolisis protein dengan meningkatnya dosis injeksi yang
menyebabkan peningkatan kepolaran protein, sehingga banyak ion air yang
terikat dalam daging (Lehninger, 1982). Nilai DIA daging yang relatif sama
pada injeksi ekstrak papain kasar dosis 2 dan 3 mg/bb dimungkinkan karena
konsentrasi enzim telah jenuh dengan subtrat sehingga menghasilkan
percepatan hidrolisis yang tidak berbeda nyata pada pemberian dosis injeksi
diatas 2 mg/bb (Girindira, 1990).
0
5
10
15
20
25
30
0 mg/bb 1 mg/bb 2 mg/bb 3 mg/bb
14.51
19.66
27.11 27.46
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Grafik C.2. Rerata nilai daya ikat air daging ayam petelur afkir dengan pelayuan pada 0, 4 dan 8 jam.
Rerata nilai daya ikat air daging selama pelayuan 0, 4, dan 8 jam
adalah 27,36%, 23,08%, dan 16,12%. Berdasarkan perhitungan statistik
perlakuan lama waktu pelayuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap
daya ikat air daging. Hasil penelitian yang digambarkan pada Grafik C.2.
diatas menunjukkan perlakuan pelayuan dapat menurunkan daya ikat air
daging, hal ini disebabkan karena daya ikat air protein dipengaruhi oleh pH
dan jumlah ATP. Menurut Soeparno (2005) pH otot paskamerat akan menurun
pada saat pembentukan asam laktat yang mengakibatkan menurunnya DIA,
serta akan banyak air yang berasosiasi dengan protein otot yang bebas
meninggalkan serabut otot. pH daging yang mencapai titik isoelektrik protein
miofibril, menyebabkan filamen miosin dan filamen aktin akan saling
mendekat, sehingga ruang diantara filamen-filamen menjadi kecil. Daya Ikat
Air akan menurun pada saat pemecahan dan habisnya ATP serta pada saat
terbentuknya rigormortis.
Rerata nilai DIA pada pelayuan 0 jam berbeda sangat nyata dengan
pelayuan selama 4 jam dan 8 jam, sedangkan pelayuan 4 jam berbeda sangat
nyata dengan pelayuan selama 8 jam, hal ini dimungkinkan karena semakin
menurunnya pH daging menyebabkan enzim proteolisis aktif dan terjadi
pemotongan ikatan peptida dalam miofibril (Soeparno, 2005). Akibatnya
semakin lama waktu pelayuan menyebabkan semakin banyak air yang keluar,
sehingga menurunkan daya ikat air daging (Irma et al., 1997). Nilai pH
0
5
10
15
20
25
30
0 jam 4 jam 8 jam
27.36
23.08
16.12
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
daging yang rendah pada pelayuan 8 jam menyebabkan kekuatan protein
untuk menahan air dalam daging juga menurun, sehingga nilai DIA daging
pada pelayuan yang lebih lama semakin rendah dibanding kontrol yang
memiliki pH lebih tinggi.
Grafik C.3. Nilai interaksi daya ikat air daging ayam petelur afkir dengan kombinasi perlakuan injeksi ekstrak papain kasar pada dosis 0, 1, 2, 3 mg/bb dan pelayuan pada 0, 4 dan 8 jam.
Data yang digambarkan pada Grafik C.3. diatas menunjukkan terdapat
interaksi (P<0,01) antara kombinasi perlakuan dosis injeksi dan lama waktu
pelayuan terhadap daya ikat air daging. Perlakuan kombinasi antara dosis
injeksi dan lama waktu pelayuan mengakibatkan penurunan DIA daging. Hal
ini disebabkan dengan semakin bertambahnya hidrolisis protein menyebabkan
semakin banyak air yang keluar. Menurut Irma et al. (1997) proses
pemecahan protein oleh enzim mernbentuk ikatan-ikatan dipeptida dan dalam
setiap ikatan dipeptida dibebaskan satu molekul air, sehingga dengan semakin
tingginya dosis injeksi dan lama pelayuan mengakibatkan semakin banyak
hirolisis pada protein daging yang menyebabkan nilai DIA turun.
Dosis injeksi 2 mg/bb disertai pelayuan selama 0 dan 4 jam mampu
memberikan perbedaan sangat nyata dari kontrol, Tabel 3 diatas juga
menunjukkan bahwa semakin meningkatnya dosis injeksi diatas 2 mg/bb tidak
memberikan pengaruh yang berbeda. Namun nampak berbeda pada dosis 2
0
10
20
30
40
0 mg/bb 1 mg/bb 2 mg/bb 3 mg/bb
0 Jam
4 Jam
8 Jam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
mg/bb dan 3 mg/bb yang disertai pelayuan selama 4 jam, hal ini
dimungkinkan semakin intensifnya hidrolisis protein oleh enzim proteolitik.
Sementara pelayuan 4 jam dengan injeksi ekstrak papain kasar 0 dan 1 mg/bb
tidak berbeda dengan pelayuan selama 8 jam pada injeksi dengan dosis 0, 1, 2,
3 mg/bb, hal ini dimungkinkan karena habisnya ATP setelah 4 jam pertama
pelayuan (Ionescu et al., 2005). Oleh kerena itu perlakuan kombinasi setelah
pelayuan selama 4 jam menghasilkan nilai DIA yang relatif sama. Nilai
interaksi dihasilkan pada dosis injeksi 1 mg/bb dan pelayuan 4 jam.
D. Susut Masak Daging
Rata-rata nilai susut masak daging selama penelitian ditunjukkan pada
Tabel 4.
Tabel 4. Nilai susut masak daging ayam petelur afkir dengan injeksi ekstrak papain kasar pada dosis 0, 1, 2, 3 mg/bb dan pelayuan pada 0, 4 dan 8 jam (dalam %).
Rerata 9,71A 10,20A 12,28B 12,74B Keterangan: A, B Superskrip yang berbeda pada kolom atau baris yang sama menunjukkan
perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)
Grafik D.1. Rerata nilai susut masak daging ayam petelur afkir dengan injeksi ekstrak papain kasar pada dosis 0, 1, 2, 3 mg/bb.
Rerata nilai susut masak daging pada dosis injeksi 0, 1, 2, dan 3
mg/bb adalah 9,71%, 10,20%, 12,28%, dan 12,74%. Hasil analisis
024
68
10
1214
0 mg/bb 1 mg/bb 2 mg/bb 3 mg/bb
9.71 10.2
12.28 12.74
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
menunjukkan dosis injeksi ekstrak papain kasar berpengaruh sangat nyata
(P<0.01) terhadap nilai susut masak daging. Hasil penelitian yang
digambarkan pada Grafik D.1. diatas menunjukkan bahwa semakin
meningkatnya dosis injeksi ekstrak papain kasar dapat meningkatkan susut
masak daging seperti yang ditunjukkan Grafik D.1. diatas, hal ini disebabkan
semakin intensifnya proteolisis protein. Adanya proses proteolisis beberapa
protein daging pada saat prosesing menjadi bagian yang lebih sederhana
membuat ada sebagian protein yang akan larut dengan air, seperti misalnya
protein miofibrilar (Lin dan Park, 1996 cit. Nuhriawangsa, 2002). Begitu juga
terdapat hubungan yang sangat erat antara kompartemen di dalam daging
dengan adanya keterikatan protein dengan air.
Menurut Soeparno (2005) air akan terikat lemah bersama nutrien jika
terjadi degradasi protein, sehingga semakin bertambahnya dosis ekstrak
papain kasar yang diinjeksikan mengakibatkan peningkatan nilai susut masak.
Nilai susut masak daging kontrol berbeda sangat nyata dengan perlakuan pada
dosis 2 dan 3 mg/ bb dan tidak berbeda nyata dengan dosis 1 mg/bb.
Sementara itu perlakuan dosis 1 mg/bb berbeda sangat nyata dengan perlakuan
dosis 2 dan 3 mg/bb, sedangkan perlakuan dosis 2 tidak berbeda nyata dengan
perlakuan dosis 3 mg/bb. Perlakuan injeksi dosis 1 mg/ bb belum mampu
secara sangat nyata meningkatkan nilai susut masak daging, hal ini disebabkan
hidrolisis enzim belum maksimal karena konsentrasi enzim belum maksimal
terikat pada subtrat sehingga proses degradasi masih lambat
(Lehninger, 1982). Namun demikian pada dosis injeksi 2 mg/bb nilai susut
masak semakin besar. Hasil ini disebabkan adanya degradasi protein oleh
enzim papain yang lebih intensif pada protein jaringan ikat dan miofibrilar
pada dosis injeksi yang semakin tinggi.
Menurut Soeparno (2005) proteolisis protein mengakibatkan
keterikatan protein dan air merenggang sehingga pada saat dimasak akan
terjadi eksudasi pada cairan daging karena proses pengkerutan daging.
Sedangkan pada dosis injeksi 3 mg/bb nilai susut masak relatif sama hal ini
disebabkan konsentrasi enzim telah jenuh dengan subtrat sehingga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
menghasilkan percepatan hidrolisis yang tidak berbeda nyata pada pemberian
dosis injeksi diatas 2 mg/bb (Girindira,1990).
Grafik D.2. Rerata nilai susut masak daging ayam petelur afkir dengan waktu pelayuan 0, 4, 8 jam.
Rerata nilai susut masak daging ayam petelur afkir pada perlakuan
lama pelayuan 0 ,4, dan 8 jam adalah 12,68%, 10,73%, dan 10,29 %.
Berdasarkan analisis statistik perlakuan pelayuan berpengaruh sangat nyata
(P<0,01) terhadap susut masak daging. Hasil penelitian yang digambarkan
pada Grafik D.2. diatas menunjukkan rata-rata nilai susut masak turun dengan
bertambahnya waktu pelayuan. Menurut Soeparno (2005) selama proses
postmortem terjadi perubahan struktur jaringan otot karena adanya kontraksi
dan kelebihan energi ATP. Otot daging mengalami pemendekan semasa
melewati rigormortis dan meregang setelah melewati faserigor.
Metode penggantungan daging selama pelayuan menyebabkan otot
meregang oleh gaya berat karkas dan dimungkinkan ruang interfilamen
bertambah ukurannya. Menurut Lawrie (1995) ruangan interfilamen sebagian
besar menentukan kapasitas memegang air dari miofibril dengan pelayuan
ruangan interfilamen bertambah ukurannya sehingga banyak air yang mengisi
ruang tersebut. Nilai susut masak daging pada waktu pelayuan 0 jam berbeda
nyata dengan waktu pelayuan 4 dan 8 jam, sedangkan perlakuan waktu
pelayuan 4 jam tidak berbeda dengan pelakuan 8 jam, hal ini dimungkinkan
pada 4 dan 8 jam postmortem rigormortis telah berhenti dan terjadi relaksasi
02468
101214
0 jam 4 jam 8 jam
12.67
10.73 10.29
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
otot sehingga menyebabkan ruang interfilamen semakin lebar yang
menyebabkan susut masak relatif sama dengan pelayuan selama 4 jam.
Grafik D.3. Nilai interaksi susut masak daging ayam petelur afkir dengan kombinasi perlakuan injeksi ekstrak papain kasar pada dosis 0, 1, 2, 3 mg/bb dan pelayuan pada 0, 4 dan 8 jam.
Data yang digambarkan pada grafik D.3. diatas menunjukkan terdapat
interaksi (P<0,01) antara kombinasi perlakuan dosis injeksi dan lama waktu
pelayuan terhadap susut masak daging. Dosis injeksi yang meningkat dengan
semakin lamanya waktu pelayuan dapat menurunkan nilai susut masak
daging, hal ini disebabkan pada temperatur dingin lemak akan membentuk
emulsi (Lehninger, 1982). Selama proses pelayuan lemak akan memadat dan
bersamaan dengan proses rigormortis akan mengembang (Muchtadi et al.,
1992). Menurut Lawrie (1995) kandungan lemak yang terdapat dalam daging
akan mempengaruhi kapasitas menahan air, yang lebih lanjut akan
berpengaruh terhadap susut masak daging.
Menurut Soeparno (1992) keluarnya cairan daging pada saat dimasak
akan dihambat oleh adanya lemak yang terdapat di dalam dan dipermukaan
daging serta translokasi lemak yang ada didalamnya. Selama proses
pemanasan lemak akan mencair, terdistribusi ke dalam dan akan menutup
jaringan makrostruktur daging, sehingga akan menahan hilangnya cairan
daging oleh karena itu dengan semakin tinggi dosis dan lama waktu pelayuan
0
5
10
15
20
0 mg/bb 1 mg/bb 2 mg/bb 3 mg/bb
0 Jam
4 Jam
8 Jam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
menyebabkan nilai susut masak turun. Nilai interaksi dihasilkan pada dosis
injeksi 1 mg/bb dan pelayuan 4 jam.
E. Kekuatan Tarik Daging
Rata-rata nilai kekuatan tarik daging selama penelitian ditunjukkan
pada Tabel 5.
Tabel 5. Nilai kekuatan tarik daging ayam petelur afkir dengan injeksi ekstrak papain kasar pada dosis 0, 1, 2, 3 mg/bb dan pelayuan pada 0, 4 dan 8 jam.
Rerata 2,14A 2,01A 1,51B 1,51B Keterangan: A, B Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang
sangat nyata (P<0,01) a, b Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
Rerata nilai kekuatan tarik daging pada dosis injeksi ekstrak papain
kasar 0, 1, 2, dan 3 mg/bb adalah 2,14, 2,01, 1,51, dan 1,51 Newton. Hasil
analisis statistik menunjukkan dosis injeksi berpengaruh sangat nyata (P<0.01)
terhadap kekuatan tarik daging. Hasil penelitian yang digambarkan pada
Grafik E.1. dibawah menunjukkan pemberian injeksi antemortem ekstrak
papain kasar dapat meningkatkan keempukan daging ayam petelur afkir. Hal
ini disebabkan adanya degradasi jaringan miofibril dalam daging oleh enzim
papain. Menurut Lawrie (1995) dan Calkins et al. (2007) aktivitas katalitik
enzim papain bersifat mendegradasi protein jaringan ikat yang meliputi
aktomiosis elastin, miofibril dan kolagen menjadi struktur yang lebih
sederhana.
Istika (2009) dan Calkins et al. (2007) menyatakan protein (kolagen
dan miofibril) terhidrolisis menyebabkan hilangnya ikatan antar serat, dan
pemecahan serat menjadi fragmen yang lebih pendek, menjadikan serat otot
lebih mudah terpisah sehingga daging memiliki kekuatan tarik yang rendah.
Kekuatan tarik daging perlakuan menunjukkan penurunan yang sangat nyata
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
dengan semakin naiknya dosis. Dosis injeksi 1 mg/bb belum mampu secara
nyata menurunkan kekuatan tarik daging dibanding dosis 0 mg/bb. Hal ini
disebabkan kecepatan hidrolisis belum maksimal karena konsentrasi enzim
yang lebih kecil dibanding konsentrasi subtrat didalam daging
(Winarno, 1986). Namun pada dosis 2 mg/bb tingkat penurunan kekuatan tarik
daging semakin besar, dan pada dosis 3 mg/bb tidak berbeda nyata dengan
2 mg/bb.
Grafik E.1. Rerata nilai daya tarik daging ayam petelur afkir dengan injeksi ekstrak papain kasar pada dosis 0, 1, 2, 3 mg/bb.
Grafik E.2. Rerata nilai daya tarik daging daging ayam petelur afkir dengan waktu pelayuan 0, 4, 8 jam.
Enzim protease merupakan biokatalisator yang dapat mempercepat
terjadinya hidrolisis protein. Oleh karena itu injeksi ekstrak papain kasar pada
ayam memungkinkan enzim protease mengkatalisis hidrolisa protein daging,
0
0.5
1
1.5
2
2.5
0 mg/bb 1 mg/bb 2 mg/bb 3 mg/bb
2.142.01
1.51 1.51
1.6
1.65
1.7
1.75
1.8
1.85
1.9
0 jam 4 jam 8 jam
1.9
1.7511.72
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
dengan demikian peningkatan konsentrasi enzim yang digunakan juga akan
meningkatkan hidrolisa protein jaringan ikat sehingga dihasilkan daging yang
semakin empuk (Dongaran, 2003). Injeksi antemortem ekstrak papain kasar
dapat dilakukan pada dosis 2 mg/bb namun peningkatan dosis diatas 2 mg/bb
tidak memberikan efek yang berbeda nyata, hal ini disebabkan konsentrasi
subtrat telah jenuh dengan enzim maka kecepataan hidrolisisnya akan tetap
(Girindira, 1990).
Rerata nilai kekuatan daya tarik daging dengan pelayuan 0, 4, dan
8 jam adalah 1.90 , 1,75, dan 1.72 Newton. Hasil analisis menunjukkan bahwa
lama waktu pelayuan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kekuatan tarik
daging. Perlakuan pelayuan mampu meningkatkan keempukan daging hal ini
ditunjukkan dengan semakin menurunnya nilai kekuatan tarik daging
sebagaimana ditunjukkan pada Grafik E.2. di atas. Pelayuan selama 4 jam dan
8 jam memberikan penurunan yang nyata dibanding kontrol, hal ini
disebabkan selama pelayuan terjadi fragmentasi miofibriler yang
menyebabkan terjadinya perbaikan keempukan daging akibat melonggarnya
stuktur protein serat daging (Abustam, 2006).
Soeparno (2005) menyatakan bahwa uji kekuatan tarik lebih mengukur
keempukan daging yang disebabkan oleh keempukan serat-serat miofibril,
sehingga semakin banyak serat-serat daging yang longgar maka akan
menurunkan kekuatan tarik daging. Menurut penelitian Thielkhe et al. (2005)
selama jam pertama postmortem, proses yang dominan adalah glikolisis
postmortem, waktu rigormortis daging ayam terjadi dalam 4 sampai dengan
5 jam setelah postmortem. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian
sebelumnya karena terjadi penurunan kekuatan tarik daging yang sangat nyata
selama pelayuan 4 jam. Hal ini karena selama pelayuan 4 jam dimungkinkan
daging telah melalui proses rigormortis.
Setelah melewati rigormortis jaringan otot mengalami fase paska
rigor dimana jaringan otot menjadi lunak dan daging menjadi empuk karena
mekanisme proteolisis. Hal ini dibuktikan pada perbedaan yang sangat nyata
antara 0 jam pelayuan dan 8 jam pelayuan namun pelayuan selama 8 jam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
tidak berbeda nyata dengan pelayuan selama 4 jam dimungkinkan karena
dengan menurunnya pH daging enzim proteolisis dalam daging baru aktif
untuk mendegredasi serabut daging.
Interaksi antara kombinasi perlakuan dosis injeksi antemortem ekstrak
papain kasar dan lama waktu pelayuan menunjukkan hasil yang tidak berbeda
nyata (P>0,05) terhadap kekuatan tarik daging. Hasil penelitian menunjukkan
kecenderungan penurunan kekuatan tarik daging dengan adanya perlakuan
injeksi ekstrak papain kasar pada dosis yang berbeda dan waktu pelayuan.
Hal ini disebabkan protein daging yang telah terhidrolisis sebelumnya oleh
enzim papain selanjutnya selama waktu pelayuan akan didegradasi oleh enzim
proteolisis endogenous daging sehingga akan menambah keempukan daging
dengan waktu yang lebih singkat dibanding daging kontrol pelayuan tanpa
injeksi.
Hasil ini telah nampak pada hasil pengujian kekuatan tarik daging pada
tabel diatas, namun demikian interaksi perlakuan menunjukkan penurunan
kekuatan tarik yang tidak berbeda nyata. Menurut Girindira (1990) aktivitas
enzim sangat dipengaruhi oleh pH, hal ini menyebabkan daerah katalitik
enzim dan konfirmasi enzim menjadi berubah. Selama proses pelayuan pH
daging ayam yang telah diinjeksi terus berubah secara tidak nyata. Nilai
interaksi yang tidak berbeda nyata pada kombinasi dosis injeksi dan waktu
pelayuan terhadap nilai kekuatan tarik daging dimungkinkan karena faktor
tersebut.
F. Keempukan Daging Secara Organoleptik
Rata-rata tingkat keempukan daging secara organoleptik selama
penelitian ditunjukkan pada Tabel 6. Keempukan daging secara organoleptik
didasarkan pada kemudahan penetrasi gigi pada daging dan usaha-usaha yang
dilakukan oleh otot-otot pada daerah geraham selama pengunyahan
(Soeparno, 2005). Rerata tingkat keempukan daging secara organoleptik
karena pengaruh dosis ekstrak papain kasar 0, 1, 2, dan 3 mg/bb adalah 2,23
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
(kurang empuk menuju empuk), 2,8 (kurang empuk menuju empuk), 2,97
(kurang empuk menuju empuk) dan 3 (empuk).
Hasil analisis statistik menunjukkan perlakuan dosis ekstrak papain
kasar pada injeksi antemortem berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap
keempukan daging secara organoleptik. Hasil penelitian yang digambarkan
pada Grafik F.1. di bawah menunjukkan perlakuan dosis injeksi ekstrak
papain kasar dapat meningkatkan keempukan daging. Menurut Soeparno
(2005) keempukan daging ditentukan oleh tiga komponen daging, yaitu
struktur miofibrilar dan status kontraksinya, kandungan jaringan ikat dan
tingkat ikatan silangnya, dan daya ikat air oleh protein daging.
Menurut Ionescu et al. (2005) enzim papain memotong ikatan peptida
pada residu Arg, Lys, dan Gly. Sebanyak 42 % residu ikatan peptida ini
terdapat di dalam moisin sehingga terpotongnya residu ini mengakibatkan
perubahan pada struktur miofibril yang terdiri dari protein aktin dan miosin.
Soeparno (2005) menyatakan perubahan struktur moifibrilar mempengaruhi
keempukan daging. Suhartatik (2002) menambahkan bahwa peningkatan
keempukan terjadi karena melemahnya ikatan kepala miosin ke aktin. Oleh
karenanya, perlakuan injeksi ekstrak papain kasar dapat meningkatkan
keempukan daging dan terjadi peningkatan keempukan daging dengan
semakin meningkatnya dosis hal ini karena perubahan struktur miofibril
menjadi rantai peptida yang lebih pendek (Istika, 2009).
Tingkat keempukan pada dosis injeksi 0 mg/bb berbeda sangat nyata
dengan injeksi ekstrak papain kaar pada dosis 2 dan 3 mg/bb namun tidak
berbeda nyata pada dosis 1 mg/bb. Tingkat keempukan pada dosis injeksi
1 mg/bb tidak berbeda nyata dengan dosis injeksi 2 dan 3 mg/bb, sedangkan
tingkat keempukan pada dosis 2 mg/bb tidak berbeda nyata dengan nilai
keempukan pada dosis 3 mg/bb. Hal ini disebabkan konsentrasi 1 mg/bb
kecepatan hidrolisis belum maksimal dan mencapai kecepatan maksimal pada
dosis 2 mg/bb. Namun diatas dosis 2 mg/bb kecepatan hidrolisis tetap hal ini
disebabkan enzim telah jenuh dengan subtrat sehingga menghasilkan
percepatan hidrolisis yang tetap walaupun dosis injeksi ditingkatkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
(Girindira,1990). Penambahan dosis injeksi 2 mg/bb merupakan nilai optimal
untuk meningkatkan keempukan daging secara organoleptik.
Tabel 6. Tingkat keempukan secara organoleptik daging ayam petelur afkir dengan injeksi ekstrak papain kasar pada dosis 0, 1, 2, 3 mg/bb dan pelayuan pada 0, 4 dan 8 jam.
keempukan dapat direfleksikan oleh kadar air yang tinggi dan kapasitas
memegang air dari protein daging yang lebih besar serta sifat pembengkakan
serabut daging berikut pada pH. Pada pengujian sebelumnya adanya proses
hidrolisis protein mengakibatkan naiknya nilai pH dan DIA daging ayam
petelur afkir.
Perlakuan dosis injeksi ekstrak papain kasar menghasilkan nilai pH
dan DIA yang lebih tinggi dari kontrol, yang mengindikasikan proses
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
0 mg/bb 1 mg/bb 2 mg/bb 3 mg/bb
2.3
2.8 2.9 3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
hidrolisis yang lebih intensif. Sedangkan menurut Lawrie (1995) terdapat
korelasi antara susut masak dan keempukan pada daging. Nilai susut masak
daging ayam petelur afkir pada perlakuan ini semakin meningkat dengan
semakin tingginya dosis injeksi yang menunjukkan adanya degradasi oleh
enzim papain pada ikatan-ikatan peptida yang lebih intensif pada protein
jaringan ikat dan miofibrilar. Oleh karena itu pada pengujian test panelis untuk
tingkat keempukan secara organoleptik menghasilkan kecenderungan sifat
daging menjadi semakin empuk dengan naiknya dosis papain.
Grafik F.2. Rerata tingkat keempukan daging daging ayam petelur afkir dengan waktu pelayuan 0, 4, 8 jam.
Rerata tingkat keempukan pada pelayuan 0, 4 dan 8 jam adalah 2,550,
2,825, dan 2,925 (kurang empuk menuju empuk). Hasil perhitungan statistik
menunjukkan lama pelayuan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata
(P>0,05) terhadap keempukan daging secara organoleptik. Hasil penelitian
yang digambarkan pada Grafik F.2. di atas menunjukkan perlakuan lama
waktu pelayuan menghasilkan rerata tingkat keempukan yang relatif sama.
Hasil ini kemungkinan disebabkan karena kolagen dalam serabut otot selama
proses pelayuan tidak terhidrolisis Lawrie (1995). Oleh karenanya,
menyebabkan ada kecenderungan panelis menilai daging masih keras
walaupun perlakuan pelayuan lebih lama. Menurut Soeparno (2005)
keempukan daging diantaranya ditentukan oleh kandungan jaringan ikat dan
tingkat ikatan silangnya.
2.3
2.4
2.5
2.6
2.7
2.8
2.9
3
0 jam 4 jam 8 jam
2.55
2.83
2.93
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Kolagen merupakan jaringan ikat yang memiliki ikatan heliks yang
berfungsi mengikat serat daging. Soeparno (2005) menyatakan kandungan
kolagen otot ikut menentukan kealotan daging sedangkan menurut
Muchtadi et al. (1992) makin banyak jaringan pengikat yang terdapat dalam
daging mengakibatkan daging semakin alot. Enzim katepsin B yang
mendegredasi kolagen aktif pada pH rendah sekitar 3. Sementara pH daging
pada penelitian ini berkisar antara 6,1 hingga 5,8 oleh karenanya kandungan
kolagen masih tinggi, sehingga menimbulkan daging memiliki struktur yang
liat. Hal ini yang menyebabkan kecenderungan panelis untuk menilai
keempukan daging dengan perlakuan lama waktu pelayuan memiliki nilai
yang relatif sama. Namun demikian penilaian subyektif panelis
mengindikasikan seiring dengan bertambahnya waktu pelayuan mempunyai
kecenderungan meningkatkan nilai keempukan.
Interaksi antara kombinasi perlakuan dosis injeksi antemortem ekstrak
papain kasar dan lama waktu pelayuan menunjukkan hasil yang tidak berbeda
nyata (P>0,05) terhadap keempukan daging. Rata-rata nilai keempukan daging
dengan kombinasi perlakuan dosis injeksi dan lama waktu pelayuan
menghasilkan nilai keempukan yang relatif sama, hal ini disebabkan enzim
papain lebih banyak menghidrolisi miofibril daripada jaringan kolagen
Ionescu et al. (2005) dan selama pelayuan jaringan kolagen tidak terhidrolisi
oleh enzim proteolitik oleh karenanya perlakuan kombinasi perlakuan dosis
injeksi dan lama waktu pelayuan menghasilkan nilai rerata keempukan yang
hampir sama. Hasil ini sesuai dengan tes pengukuran tak langsung (ilyod
instrument) pada nilai kekuatan tarik. Kepekaan panelis diperkirakan juga
memiliki sensitivitas terhadap keempukan daging yang hampir sama dengan
alat sehingga dapat menghasilkan nilai keempukan yang sama.
G. Tekstur Daging Secara Organoleptik
Rata-rata tingkat tekstur daging secara organoleptik selama penelitian
ditunjukkan pada Table 7. Rerata tingkat tekstur daging dengan injeksi papain
dosis 0, 1, 2 mg/bb, dan 3 mg/bb adalah 2, 53 (kurang lembut menuju lembut),
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
2,53 (kurang lembut menuju lembut), 2,73 (kurang lembut menuju lembut)
dan 2,83 (kurang lembut menuju lembut). Hasil analisis statistik menunjukkan
injeksi ekstrak papain kasar pada berbagai dosis memberikan pengaruh yang
tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap tekstur daging.
Hasil penelitian yang digambarkan pada Grafik G.1. dibawah
menunjukkan perlakuan dosis injeksi ekstrak papain kasar menghasilkan
rerata tingkat tekstur daging yang relatif sama. Hal ini karena pH daging
selama penelitian yang masih dalam batas pH normal antara 6,1 hingga 5,8.
Menurut Buckle et al. (1985) pH rendah (5.1 sampai 6.1) menyebabkan
daging mempunyai struktur terbuka (renggang), sehingga mempengaruhi
kemudahan gigi dalam memotong daging menjadi fragmen yang lebih kecil,
oleh karena itu panelis menilai tekstur yang tidak berbeda antara perlakuan.
Namun demikian penilaian subyektif panelis mengindikasikan seiring dengan
meningkatnya dosis injeksi mempunyai kecenderungan meningkatkan nilai
tekstur daging.
Rerata nilai tekstur daging pada pelayuan 0, 4, dan 8 jam adalah 2,56
(kurang lembut menuju lembut), 2,75 (kurang lembut menuju lembut), dan
2,81 (kurang lembut menuju lembut). Hasil analisis statistik menunjukkan
bahwa perlakuan pelayuan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata
(P>0,05) terhadap tekstur daging. Hasil penelitian yang digambarkan pada
Grafik G.2. dibawah menunjukkan perlakuan lama waktu pelayuan
menghasilkan rerata tingkat tekstur daging yang relatif sama. Abustam (2009)
menyatakan jumlah jaringan ikat dalam otot akan mempengaruhi tekstur
daging. Kolagen merupakan jaringan ikat dalam daging yang tidak
terhidrolisis selama pelayuan. Hal ini menyebabkan daging memiliki struktur
yang ketat dimungkinkan karena masih tingginya kolagen dalam daging
sehingga semakin lamanya waktu pelayuan menghasilkan nilai tekstur yang
relatif sama. Santos et al. (2004) menyebutkan daging ayam memiliki waktu
ideal pelayuan selama 1 hingga 2 hari. Oleh karenanya dimungkinkan waktu
pelayuan dalam penelitian ini belum mampu berdampak pada perubahan
tesktur daging.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Tabel 7. Tingkat tekstur secara organoleptik daging ayam petelur afkir dengan injeksi ekstrak papain kasar pada dosis 0, 1, 2, 3 mg/bb dan pelayuan pada 0, 4 dan 8 jam.
Rata-rata tingkat jus daging secara orgaoleptik selama penelitian
ditunjukkan pada Tabel 8. Kesan jus daging mempunyai hubungan yang erat
dengan kekuatan menahan air daging. Jus daging merupakan kombinasi dari
dua pengaruh yaitu kesan cairan yang dibebaskan selama pengunyahan dan
aktivitas salivias yang dipengaruhi oleh faktor lemak intramuskular. Jus
daging bersifat sangat subyektif dan hampir tidak mungkin ditaksir secara
obyektif (Soeparno, 2005). Rerata tingkat jus daging dengan perlakuan dosis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
injeksi ekstrak papain kasar 0, 1, 2 dan 3 mg/bb adalah 2,40 (kurang berair
menuju berair), 2,40 (kurang berair menuju berair), 2,43 (kurang berair
menuju berair) dan 2,43 (kurang berair menuju berair).
Tabel 8. Tingkat jus secara organoleptik daging ayam petelur afkir dengan injeksi ekstrak papain kasar pada dosis 0, 1, 2, 3 mg/bb dan Pelayuan pada 0, 4 dan 8 jam.
dan lama waktu pelayuan menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata
(P>0,05) terhadap jus daging. Hasil penelitian menunjukkan perlakuan
kombinasi dosis injeksi ekstrak papain kasar dan lama waktu pelayuan
menghasilkan rerata nilai jus daging yang relatif sama. Menurut
Nuhriawangsa (2002) dan Irma et al. (1997) hal ini karena hidrolisis protein
mengakibatkan terjadinya eksudasi cairan dalam daging sehingga daging
menjadi kering yang mengakibatkan kesulitan panelis dalam menilai
perbedaan jus daging, dimungkinkan tingginya kadar lemak pada daging tua
juga mengakibatkan kesan jus daging yang sukar dinilai oleh panelis
mengingat lemak intramuskular berpengaruh terhadap dibebaskannya saliva
atau tingkat salivasi (Soeparno, 2005). Oleh karena faktor tersebut
dimungkinkan panelis lebih melihat pada kesan saliviasnya sehingga
menyebabkan nilai jus daging yang relatif sama antara daging kontrol dan
perlakuan.
I. Uji Kesukaan Daging Secara Hedonik
Rata-rata tingkat kesukaan secara hedonik daging ayam petelur afkir
pada perlakuan injeksi antemortem ekstrak papain kasar pada dosis yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
berbeda dan lama waktu pelayuan selama penelitian ditunjukkan pada Tabel 9.
Uji kesukaan adalah cara pengujian yang mengunakan panelis untuk
mengemukakan responnya berupa senang tidak senang terhadap sifat bahan.
Rerata tingkat kesukaan panelis terhadap daging dengan perlakuan dosis
injeksi ekstrak papain kasar 0, 1, 2, dan 3 mg/bb adalah 2,22 (kurang suka
menuju suka), 2,30 (kurang suka menuju suka), 2,67 (kurang suka menuju
suka), dan 2,67 (kurang suka menuju suka). Berdasarkan perhitungan statistik
perlakuan dosis injeksi ekstrak papain kasar berpengaruh tidak nyata (P<0,05)
terhadap tingkat kesukaan panelis.
Hasil penelitian yang digambarkan pada Grafik I.1. di bawah
menunjukkan bahwa injeksi ekstrak papain kasar menghasilkan tingkat
kesukaan yang relatif sama dengan daging tanpa perlakuan. Hal ini
disebabkan tingkat kesukaan panelis berhubungan dengan beberapa sifat fisik
dalam daging. Menurut Santos et al. (2004) kesukaan objektif terhadap daging
dipengaruhi oleh tingkat kekerasan, jus daging, flavor dan warna daging. Hasil
pengujian keempukan walaupun memberikan hasil yang bereda nyata dengan
kontrol namun sifat fisk lain seperti tingkat jus daging dan tekstur
menghasilkan nilai yang relatif sama. Oleh karena itu dimungkinkan sifat fisik
jus dan tekstur daging yang relatif sama tersebut lebih dominan dalam
menghasilkan tingkat kesukaan daging, sehingga didapatkan tingkat kesukaan
yang relatif sama dengan semakin meningkatnya dosis injeksi.
Tabel 9. Tingkat kesukaan secara hedonik daging ayam petelur afkir dengan injeksi ekstrak papain kasar pada dosis 0, 1, 2, 3 mg/bb dan pelayuan pada 0, 4 dan 8 jam.