PENGARUH BIMBINGAN AGAMA ORANG TUA TUNGGAL TERHADAP PEMBENTUKAN KONSEP DIRI ANAK DI KELURAHAN RAWA MEKAR JAYA KECAMATAN SERPONG TANGERANG SELATAN Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Disusun Oleh: MARIA ANGELINA NIM:1112052000003 JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H./2017 M.
110
Embed
PENGARUH BIMBINGAN AGAMA ORANG TUA TUNGGAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...biasa disebut dengan orang tua tunggal. Metodologi penelitian yang digunakan adalah
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENGARUH BIMBINGAN AGAMA ORANG TUA TUNGGAL TERHADAP PEMBENTUKAN KONSEP DIRI ANAK
DI KELURAHAN RAWA MEKAR JAYA KECAMATAN SERPONG TANGERANG SELATAN
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Disusun Oleh:
MARIA ANGELINA NIM:1112052000003
JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1438 H./2017 M.
ABSTRAK
Maria Angelina, NIM 1112052000003, Pengaruh Bimbingan Agama Orang Tua Tunggal Terhadap Pembentukan Konsep Diri Anak Di Kelurahan Rawa Mekar Jaya Kecamatan Serpong Tangerang Selatan, Di Bawah Bimbingan Drs. H. Mahmud Jalal, MA.
Konsep diri adalah gambaran seseorang mengenai dirinya sendiri yang dihasilkan baik dari gambaran oleh diri sendiri ataupun gambaran dari orang lain yang terbentuk karena adanya interaksi individu dengan orang di sekitarnya, baik dalam lingkungan pertemanan ataupun dalam lingkungan keluarga. Keluarga merupakan lingkungan sosial yang secara langsung mempengaruhi anak dan merupakan lingkungan mikro sistem, yang menentukan kepribadian dan kesehatan mental anak. Dalam perkembangan anak, bimbingan agama juga menjadi salah satu faktor yang penting bagi pembentukan konsep diri anak terutama dalam membentuk kepribadian pada anak-anak yang sedang dalam fase perkembangan dan rentan terhadap pengaruh keutuhan keluarga
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui bagaimana pandangan dan peran orang tua tentang bimbingan agama dalam mempengaruhi konsep diri anak yang ada di dalam keluarga yang orang tuanya sudah tidak utuh lagi yang disebabkan karena salah satu orang tua meninggal dunia ataupun cerai atau yang biasa disebut dengan orang tua tunggal. Metodologi penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan jenis survei, untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen, sampel dalam penelitian ini berjumlah 50 responden yang terdiri dari orang tua tunggal dengan menggunakan teknik nonprobability sampling. Analisis data menggunakan uji regresi linier sederhana, uji regresi linear berganda, uji koefisien korelasi dan determinasi, uji F-test dan uji T-test.
Hasil penelitian ini menemukan: (1)Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan secara kumulatif antara variabel bimbingan agama dan variabel konsep diri pada anak di kelurahan Rawa Mekar Jaya ,dengan F-test nilai siginifikansinya sebesar (0,001b) atau kurang dari 0,05.(2) Faktor dominan yang mempengaruhi bimbingan agama terhadap konsep diri anak adalah aspek akhlak nilai Thitung>Ttabel
yaitu 2,345>2,009. Aspek keimanan dengan nilai Thitung>Ttabel yaitu 2,225>2,009. Kata Kunci: Bimbingan Agama, Pembentukan Konsep Diri, Keluarga
Orang Tua Tunggal.
KATA PENGANTAR
مــــــــــــــسم الله الرحمن الرحیــــــــــــــب
Assalamu’alakum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan
nikmat yang Allah berikan baik nikmat Iman, Islam dan Ihsan. Shalawat serta
salam semoga senantiasa tercurah kepada suri tauladan umat Islam, Baginda Nabi
Muhammad SAW. Di samping itu shalawat dan salam semoga terlimpah
curahkan pula kepada keluarganya, sahabatnya serta pengikutnya yang setia
sampai akhir zaman.
Tidak ada sesuatu yang paling membahagiakan bagi penulis melainkan
telah terselesaikannya skripsi dengan judul “Pengaruh Bimbingan Agama
Orang Tua Tunggal Terhadap Pembentukan Konsep Diri Anak Di
Kelurahan Rawa Mekar Jaya Kecamatan Serpong Tangerang Selatan” ini.
Bukan perjuangan yang mudah untuk menyelesaikan semua ini, akan tetapi buah
kesabaran dan ketekunanlah yang mewujudkannya. Walaupun demikian penulis
sadar, bahwa tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak tidak mungkin
skripsi ini terselesaikan dengan baik.
Oleh karenanya, tidak ada hal lain yang lebih utama melainkan penulis
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Diantaranya kepada:
1. Dr. Arief Subhan, MA. selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Suparto, M.Ed, Ph.D. selaku
Wakil Dekan Bidang Akademik, Dr. Raudhonah, MA. selaku Wakil Dekan
Bidang Administrasi Umum, serta Dr. Suhaimi, M.Si. selaku Wakil Dekan
Bidang Kemahasiswaan, Alumni, dan Kerjasama.
2. Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si. selaku Ketua Jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan Islam dan Dosen Penasihat Akademik yang senantiasa pula
memberikan masukan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini.
3. Ir. Noor Bekti Negoro, SE, M.Si. selaku Sekretaris Jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. Drs. H. Mahmud Jalal, M.A, Selaku Dosen Pembimbing yang senantiasa
meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan arahan dan
masukan dalam penyusunan skripsi ini.
5. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah mendidik dan memberikan ilmunya kepada
penulis selama menempuh pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6. Staf-staf pengurus Kelurahan Rawa Mekar Jaya Kecamatan Serpong
Tangerang Selatan
7. Seluruh Karyawan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
menyediakan fasilitas buku sebagai referensi.
8. Almarhum Bapak (M. Marcus Maryoto) dan Ibu (Siti Handayani) tercinta
yang tiada henti memanjatkan doa, melimpahkan kasih sayang, memberi
semangat, pengorbanan dan ketulusan dalam mendampingi penulis. Serta
adik (Ariowibowo) yang selalu memberikan semangat yang luar biasa.
9. Keluarga Besar UKM Bahasa-FLAT UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah menjadi bagian dalam hidup penulis.
10. Teman-teman seperjuangan BPI 2012 yang selalu memberikan semangat,
saran dan masukan kepada penulis. Terima kasih untuk kebersamaannya
selama ini.
11. Dan untuk semua pihak yang telah membantu dalam penelitian skripsi ini
yang tidak dapat disebutkan satu per satu tanpa mengurangi rasa hormat,
penulis ucapkan terimakasih.
Penulis berharap semoga Allah SWT senantiasa memberikan kemudahan,
kelancaran dan kesuksesan kepada semua pihak yang telah memberikan segala
bantuan dan dukungannya kepada penulis. Akhir kata, penulis menyadari skripsi
ini masih jauh dari sempurna, dan hanya kepada Allah, penulis menyerahkan
segalanya. Mudah-mudahan dapat bermanfaat untuk semua.
Wassalamu’alakum Warahmatullahi Wabarakatuh
Jakarta, 05 Juli 2017
Maria Angelina
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................ v
DAFTAR TABEL .................................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................... 1
B. Batasan Pengertian dan Rumusan Masalah ....................... 6
21. Tabel 21. Analisis Hasil Uji T ........................................................... 70
22. Tabel 22. Hasil Output Uji Koefisien Simultan ................................. 71
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap individu baik anak, remaja maupun orang tua memiliki
gambaran tentang dirinya sendiri. Gambaran diri tersebut biasanya disebut
dengan konsep diri. Konsep diri terbentuk karena adanya interaksi
individu dengan orang di sekitarnya.1
Konsep diri yang tinggi pada anak dapat tercipta apabila kondisi
keluarga ditandai dengan adanya integritas dan tenggang rasa yang tinggi
antar angggota keluarga. Juga oleh sikap ibu yang puas terhadap hubungan
ayah-anak, mendukung rasa percaya dan rasa aman anak, pandangan
positif terhadap dirinya sendiri dan terhadap suaminya. Adanya integritas
dan tenggang rasa, serta sikap positif dari orang tua, akan menyebabkan
anak memandang orang tua sebagai figur yang berhasil dan menganggap
ayah sebagai teman karib atau orang yang dapat dipercaya. Kondisi
keluarga yang demikian dapat membuat anak menjadi lebih percaya dalam
membentuk seluruh aspek dalam dirinya karena ia mempunyai model yang
dapat dipercaya.
Dalam pengembangan konsep diri itu sendiri, faktor lain yang ikut
mempengaruhi perkembangan konsep diri anak adalah kelengkapan
orangtua. Menurut Lifshift (1975), perkembangan identitas atau konsep
diri anak merupakan fungsi perbandingan antara diri anak-ayah-ibu.
1Alex Sobur, Psikologi Umum dalam Lintasan Sejarah (Bandung: CV. Pustaka Setia,2003)h. 21j
1
16
Apabila salah satu orang tua tidak hadir dalam kehidupan anak (baik
meninggal maupun bercerai), anak akan memindahkan perbandingannya
dengan menilai orang tua yang mengasuhnya saja.2
Selain suasana keluarga yang harmonis, agama pun menjadi salah
satu faktor penting dalam pembentukan konsep diri. Seorang anak yang
dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang harmonis dan agamis, yaitu
suasana yang memberikan curahan kasih sayang, perhatian, dan bimbingan
dalam agama, maka perkembangan kepribadian anak tersebut cenderung
positif dan sehat. Sedangkan anak yang dikembangkan dalam lingkungan
keluarga yang berantakan, tidak harmonis, keras terhadap anak dan tidak
memperhatikan nilai-nilai agama, maka perkembangan kepribadiannya
cenderung mengalami distorsi atau mengalami kelainan dalam
penyesuaian dirinya.3
Tujuan bimbingan agama disini adalah bagaimana bimbingan
agama yang ada di dalam keluarga dapat menuntun anak untuk dapat
membentuk konsep diri dan pribadi anak menjadi muslim yang ideal,
yang sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan perlu diadakan suatu usaha
bimbingan yang maksimal agar tujuannya tercapai, yaitu bahagia dunia
dan akhirat. Bimbingan agama tersebut dapat berupa penanaman
pengetahuan agama kepada anak sejak dini yakni pengetahuan tentang
rukun iman dan rukun islam, berpuasa, tadarus Al-Qur’an, dan nilai-nilai
adab serta akhlak.
2Clara R. Pudjijogyanti, Konsep Diri Dalam Pendidikan, (Jakarta: ARCAN, 1998), h.31-34
3 Nurmadiah, Peranan Pendidikan Agama Dalam Keluarga Terhadap Pembentukan Kepribadian Anak-Anak, Jurnal Al-Afkar, Vol 1. No 2, (Oktober 2013), H. 96
17
Menurut Abu Ahmad dalam bukunya Pembinaan Agama Islam,
Agama Islam adalah agama Allah yang disampaikan kepada Nabi
Muhammad SAW untuk diteruskan kepada seluruh umat manusia yang
mengandung ketentuan-ketentuan ibadah mua’malah (syariah), yang
menentukan proses berfikir, merasa, berbuat, dan proses terbentuknya
kata hati.
Dengan begitu bimbingan agama adalah suatu proses yang
bertujuan membantu orang mengenal agama untuk membetulkan dan
mengembangkan pengetahuan agama yang sudah ada serta mendapatkan
pengetahuan baru untuk mencapai tujuan hidup yang benar, yang sedang
dijalani dalam kesehariannya.4
Berdasarkan hasil penelitian yang telah ada sebelumnya mengenai
bimbingan agama dan konsep diri oleh Akhmad Bassar dari UIN
Walisongo Semarang berdasarkan skripsinya yang berjudul “Pengaruh
Intensitas Mengikuti Bimbingan Keagamaan Terhadap Konsep Diri Santri
(di Pondok Pesantren Alam Kudus)”, bimbingan agama adalah proses
pemberian bantuan yang bertujuan agar individu mendapatkan
kebahagiaan dunia akhirat, dan salah satunya yakni dengan cara menggali
dan mengembangkan potensi yang dimilikinya dan melaksanakan
bimbingan agama secara intensif. Dalam setiap kegiatan, termasuk
mengikuti bimbingan keagamaan secara intensif, maka semakin tinggi
konsep diri yang dimiliki oleh orang tersebut. Penelitian ini dibuktikan
selama tiga bulan oleh 175 santri yang memiliki konsep diri negatif yang
4 Andi Wijaya Rivai, Pemasyarakatan dalam Dinamika Hukum dan Sosial, (Jakarta: Lembaga Kajian Pemasyarakatan, 2012), Cet. Ke-2, h. 26
18
diwajibkan intensif mengikuti bimbingan keagamaan yakni dengan tujuan
merubah konsep diri dari negatif ke positif. Yaitu dengan nilai intensitas
santri sebesar 5,21%, sehingga pengaruhnya sebesar 27,2% yang banyak
dipengaruhi oleh pola asuh orang tua, konseling keislaman, media massa,
kompetensi individu dan pendidikan yang baik. Hasil penelitian ini
menyatakan bahwa ada pengaruh bagaimana bimbingan keagamaan dapat
mempengaruhi konsep diri pada seseorang termasuk pola asuh orang tua
yang menjadi salah satu faktor pendukungnya.5
Psiko dinamik memandang bahwa, keluarga merupakan
lingkungan sosial yang secara langsung mempengaruhi individu. Keluarga
merupakan lingkungan mikrosistem, yang menentukan kepribadian dan
kesehatan mental anak. Keluarga lebih dekat hubungannya dengan anak
dibandingkan dengan masyarakat luas. Dengan demikian, keluarga
merupakan lingkungan yang sangat penting dari keseluruhan sistem
lingkungan.6
Perawatan orangtua yang penuh kasih sayang dan nilai-nilai
kehidupan, baik agama maupun sosial budaya yang diberikannya
merupakan faktor untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota
masyarakat yang sehat. Keluarga yang bahagia merupakan suatu hal yang
sangat penting bagi perkembangan emosi para anggotanya terutama anak.
5 Akhmad Basar, Pengaruh Intensitas Mengikuti Bimbingan Keagamaan Terhadap Konsep Diri Santri ;di Pondok Pesantren Alam Kudus, (Skripsi S1 Fakultas Dakwah dan Komunikasi ,Universitas Islam Negeri Walisongo, 2015). (Diunggah pada 16 Desember 2016 di Repository UIN Walisongo Semarang pada pkl. 4:59 WIB).
6Moeljono Noto Soedirdjo dan Latipun, Kesehatan Mental, (Malang: Universitas Muhammadiyah Malang 2002), h. 123
19
Kebahagiaan ini diperoleh apabila keluarga dapat memerankan fungsinya
dengan baik.7
Salah satu fenomena yang banyak dijumpai saat ini dalam lingkup
keluarga di masyarakat adalah adanya keberadaan orang tua tunggal atau
“single parent” yang mengasuh dan membesarkan anak-anaknya sendiri
tanpa bantuan dari pasangannya. Fenomena ini di masa modern sekarang
semakin dibilang sebagai hal yang lumrah terjadi di masyarakat yang
disebabkan baik oleh perceraian ataupun pasangan hidupnya yang
meninggal dunia. Tugas sebagai orang tua yang bertanggung jawab dalam
mendidik anak-anaknya khususnya bagi seorang ibu ,akan bertambah berat
jika menjadi orang tua tunggal atau single parent.
Fenomena single parent beberapa dekade terakhir ini menjadi
marak terjadi di Indonesia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2010
menyebutkan bahwa sekitar 9 juta rumah tangga di Indonesia dikepalai
perempuan (penelitian tentang Akses Terhadap Keadilan: Pemberdayaan
perempuan kepala keluarga di Indonesia, 2010). PEKKA (Perempuan
Kepala Keluarga) dalam 10 tahun terakhir menemukan di 450 desa 19
provinsi, perempuan menjadi kepala keluarga karena berbagai sebab.
Sebagian besar karena suami meninggal dunia (39%) dan bercerai (13%).
Sisanya adalah ditinggal pasangan begitu saja mencapai 7%, Pasangan
merantau bekerja 9%, berpoligami mencapai 3%, dan pasangan cacat atau
7 Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung:PT. Remaja Rosdakarya,2011), h.37-38
20
sakit sehingga tidak bisa memegang peranan sebagai kepala keluarga lagi
mencapai 5%.8
Semua orang tentunya tidak pernah berharap dirinya menjadi
single parent, namun pada kenyataannya kondisi tersebut tidak selamanya
dapat dipertahankan karena kondisi tertentu. Selain mengasuh, mendidik
dan membesarkan anak, tentunya beban dalam mencari nafkah
mengharuskan dirinya berperan ganda sebagai ibu yang merangkap juga
menjadi seorang figur ayah.9
Salah satu alasan yang dapat menjadi sebab timbulnya kenakalan
pada anak dapat berupa keluarga yang tidak normal ( broken home) atau
keadaan jumlah anggota keluarga yang kurang menguntungkan. Menurut
pendapat umum pada keluarga broken home ada kemungkinan besar bagi
terjadinya kenakalan remaja, dimana terutama perceraian atau perpisahan
orangtua dan salah satu orang tua meninggal mempengaruhi
perkembangan si anak.10
Menurut Goode (2007) anak-anak yang dibesarkan dalam rumah
tangga yang berbahagia lebih banyak kemungkinan tumbuh bahagia dan
sehat secara psikologis. Anak-anak dari perpecahan keluarga tidak
demikian, meskipun tidak pada semua kasus berlaku. Selanjutnya, anak-
anak dari rumah tangga yang “terpisah” mewakili banyak kemungkinan
rumah tangga yang demikian menghasilkan remaja nakal hampir dua kali
8Nani Zulminarni, “Dunia Tanpa Suami; Perempuan Kepala Keluarga sebagai Realitas yang Tidak Tercatat”, Jurnal Perempuan, Vol 73. No 4.,(April 2012), h. 52-53
9Nurussakinah Daulay, “Transformasi Perempuan Perspektif Islam dan Psikologi”, At-Tahrir, Vol 15 No 2, (November 2015) h. 278-280
10Maurice Balson, Bagaimana Menjadi Orangtua yang Baik, (Jakarta:Bumi Aksara,1996)h. 165
21
lebih tinggi dari pada kemungkinan bahwa suatu rumah tangga yang utuh
menghasilkan seorang remaja yang nakal.11
Berdasarkan pemaparan tersebut, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian di Kelurahan Rawa Mekar Jaya Kecamatan Serpong
Tangerang Selatan. Maka penulis tertarik mengambil judul penelitian
sebagai berikut : “Pengaruh Bimbingan Agama Orang Tua Tunggal
Terhadap Pembentukan Konsep Diri Anak Di Kelurahan Rawa
Mekar Jaya Kecamatan Serpong Tangerang Selatan”.
B. Batasan Pengertian dan Rumusan Masalah
1. Batasan pengertian
Batasan pengertian dari penelitian ini adalah :
a. Pembentukan konsep diri anak dalam penelitian ini adalah hal-hal
yang mempengaruhi anak berdasarkan bimbingan orang tua dalam
memberikan pendidikan pembiasaan dan keteladanan dalam
bimbingan agama terhadap anak yang berlangsung dan terbentuk
atas dasar pengalaman anak terhadap lingkungan terdekatnya
dimana ini akan memberikan pengaruh besar terhadap
pembentukan konsep diri anak.
b. Bimbingan agama yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
Bimbingan agama yang meliputi materi tentang Akidah, Ibadah,
Akhlak, Pengetahuan Agama dan Motivasi yang diberikan Ibu
atau Ayah terhadap anaknya .Dalam penelitian ini yang diukur
11Goode, Sosiologi Keluarga,(Jakarta : Bumi Aksara,2007), h 522
22
adalah bagaimana anak mendapatkan bimbingan agama dalam
keluarganya.
c. Keluarga dalam penelitian ini adalah keluarga-keluarga yang
terdiri dari orang tua tunggal atau single parent yang bekerja
menjadi tulang punggung dalam menghidup keluarganya dan juga
mengatur segala keperluan rumah tangga dan orang tua tanpa
pasangan yang menghabiskan waktu atau seluruh hidupnya untuk
merawat anak sendirian.
2. Rumusan Masalah
Rumusan Masalah dalam penelitian ini adalah :
a. Bagaimana bimbingan agama terhadap pembentukan konsep diri
anak di keluarga Orangtua Tunggal di kelurahan Rawa Mekar Jaya
Kecamatan Serpong Tangerang Selatan?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk memperoleh informasi tentang pengaruh bimbingan agama
pada keluarga Orangtua Tunggal terhadap pembentukan konsep
diri anak di Kelurahan Rawa Mekar Jaya Kecamatan Serpong
Tangerang Selatan.
2. Manfaat Penelitian
a. Secara teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan
keilmuan dan pengetahuan yang meliputi Bimbingan dan
Penyuluhan Islam, dan khususnya pada yang berkaitan dengan
23
bimbingan agama dan pembentukan konsep diri anak pada keluarga
orangtua tunggal (single parent) di Kelurahan Rawa Mekar Jaya
Kecamatan Serpong Tangerang Selatan
b. Secara praktis
Hasil penelitian ini diharapkan:
1) Bagi Ibu atau Bapak single parent, penelitian ini diharapkan
dapat memberikan informasi pentingnya memberikan bimbingan
agama dan pembentukan konsep diri anak dalam menghadapi
permasalahan terutama dalam pengasuhan anak di masyarakat
2) Sebagai panduan bagi orang tua agar memberikan bimbingan
kepada anaknya dengan baik, karena orang tua merupakan
tempat penentu kepribadian anak kelak.
D. Tinjauan Pustaka
Berikut ini beberapa penelitian yang relevansinya dengan judul skripsi
peneliti antara lain :
1. “Pengaruh Bimbingan Agama Terhadap Penerimaan Diri Warga
Binaan Sosial (WBS) di Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya
Cipayung Jakarta Timur “.
(Disusun oleh : Nurhasanah, NIM 1111052000001, Jurusan
Bimbingan dan Penyuluhan Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta).
Metode yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan jenis
penelitian survei dengan analisis regresi. Hasil dari penelitian ini
adalah bimbingan agama baik dalam bentuk pengetahuan maupun
24
keterampilan tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan diri
warga binaan sosial.
2. “Pengaruh Pendidikan Agama dalam Keluarga Terhadap
Pembentukan Konsep Diri Anak di Keluarga Pemulung Jurang Mangu
Barat”.
(Disusun oleh Rhaviqah, NIM 107052002762, Jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta). Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan jenis
penelitian yang diguanakan adalah jenis penelitian survei. Hasil dari
penelitian ini adalah penelitian ini bertujuan untuk melihat dan
mengetahui pengaruh pendidikan agama terhadap pembentukan
konsep diri anak di keluarga pemulung Jurang Mangu Barat.
Pendidikan agama sangat berpengaruh positif terhadap pembentukan
konsep diri anak di keluarga pemulung Jurang Mangu Barat.
3. “Pengaruh Intensitas Mengikuti Bimbingan Keagamaan Terhadap
Konsep Diri Santri (di Pondok Pesantren Alam Kudus)”
(Disusun oleh Ahmad Basar, Fakultas Dakwah dan Komunikasi,
Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang).
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metodologi
kuantitatif. Penelitian ini dibuktikan selama tiga bulan oleh 175 santri
yang memiliki konsep diri negatif yang diwajibkan intensif mengikuti
bimbingan keagamaan yakni dengan tujuan merubah konsep diri dari
negatif ke positif. Yaitu dengan nilai intensitas santri sebesar 5,21%,
25
sehingga pengaruhnya sebesar 27,2% yang banyak dipengaruhi oleh
pola asuh orang tua, konseling keislaman, media massa, kompetensi
individu dan pendidikan yang baik. Hasil penelitian ini menyatakan
bahwa ada pengaruh bagaimana bimbingan keagamaan dapat
mempengaruhi konsep diri pada seseorang termasuk pola asuh orang
tua yang menjadi salah satu faktor pendukungnya.
Dari semua tinjauan pustaka di atas penelitian yang akan
dilaksnakan memiliki perbedaan sebagai berikut :
a. Lokasi penelitian di skripsi ini yaitu di Kelurahan Rawa Mekar
Jaya Kecamatan Serpong Tangerang Selatan. Lokasi penelitian ini
berbeda dengan tinjauan pustaka diatas.
b. Teknik analisis data penelitian skripsi ini yaitu menggunakan uji
regresi linear berganda, sedangkan tinjauan pustaka di atas
menggunakan metode survei dan metode korelasional
c. Penelitian ini menggunakan variabel dependen yaitu konsep diri
dengan responden keluarga orang tua tunggal yang berada di
Kelurahan Rawa Mekar Jaya Kecamatan Serpong Tangerang
Selatan, sedangkan tinjauan pustaka di atas menggunakan variabel
dependen penerimaan diri dengan responden warga binaan sosial
di panti sosial Cipayung Jakarta Timur dan ada yang menggunakan
responden keluarga pemulung Jurangmangu Barat dengan variabel
independen pendidikan agama
26
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini terbagi dalam lima bab yaitu:
BAB 1 : Pendahuluan, bab ini mebahas hal-hal yang menyangkut latar
belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika
penulisan.
BAB II : Landasan Teoritis, dalam bab ini dijelaskan mengenai deskripsi
teoritis tentang konsep diri yang mencangkup pengertian konsep
diri, pembagian konsep diri, faktor yang mempengaruhi konsep diri
dan konsep diri positif dan negatif, selanjutnya adalah bimbingan
agama yang mencakup pengertian bimbingan, pengertian atau
definisi bimbingan agama, tujuan bimbingan agama, dan faktor
yang dipengaruhi oleh bimbingan agama. Dan yang terakhir adalah
pengertian keluarga yang terdiri definisi, agama dan perkembangan
anak dan dampak status orangtua tunggal terhadap anak.
BAB III : Dalam bab ini dijelaskan tentang metodologi penelitian yang
meliputi metode penelitian, lokasi dan waktu penelitian, variabel
penelitian, sumber data, populasi dan sampel, hipotesis penelitian,
definisi operasional dan indikator variabel, teknik pengumpulan
data, uji validitas dan reliabilitas instrumen, dan teknik analisa
data,hipotesis penelitian dan definisi operasional dan indikator
penelitian
BAB IV : Gambaran Umum Kelurahan Rawa Mekar Jaya dan Hasil
Penelitian. Hasil Penelitian, bab ini menjelaskan tentang temuan
27
dan analisis data yang mencangkup, pelaksanaan bimbingan agama
dalam keluarga di kelurahan Rawa Mekar Jaya, klasifikasi
responden, dan pengaruh bimbingan agama terhadap konsep diri
anak dari keluarga orang tua tunggal di Kelurahan Rawa Mekar
Jaya Kecamatan Serpong
BAB V : Penutup, dalam bab ini dikemukakan kesimpulan hasil penelitian
dan saran sehubungan telah dilakukannya penelitian
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep Diri
1. Pengertian Konsep Diri
Menurut Carl Rogers, sebelum mengetahui arti dari konsep diri,
kita harus mengawali dari istilah self yang dalam psikologi mempunyai
dua arti, yaitu sikap dan perasaan seseorang terhadap dirinya sendiri, dan
suatu keseluruhan proses psikologi yang menguasai tingkah laku dan
penyesuaian diri.12
Self yaitu faktor yang mendasar dalam pembentukan kepribadian
dan penentuan perilaku dari yang meliputi segala kepercayaan, sikap,
perasaan dan cita-cita baik yang disadari atau yang tidak disadari individu
terhadap dirinya. Konsep diri merupakan pandangan dan perasaan
seseorang tentang dirinya sendiri yang bersumber dari kesan orang lain
terhadap dirinya, pengalaman berinteraksi dengan orang lain dan persepsi
tentang dirinya.13
Menurut Alex Sobur, konsep diri terbentuk dalam waktu yang
relatif lama dan pembentukan ini tidak bisa diartikan bahwa reaksi yang
tidak biasa dari seseorang dapat mengubah konsep diri. Reaksi seperti ini
sangat penting terjadi atau jika reaksi ini bisa muncul karena orang lain
yang memiliki arti yaitu orang-orang yang dinilai, seperti orang tua, teman
12 Sumadi Suryabrata, Psikologi Kepribadian, (Jakarta: Raja Grafindo, 2005), h. 248
13 Alwisol, Psikologi Kepribadian, (Malang : UMM Press,2014), h. 269
14
15
dan lain-lain yang membuat reaksi ini berpengaruh terhadap pembentukan
konsep diri.14
Pada masa anak-anak, konsep diri yang dipunyai seseorang
biasanya berlainan dengan konsep diri yang dimilikinya ketika ia
memasuki masa remajanya. Konsep diri seorang anak mungkin masih
bersifat tidak realistis, hanya didasarkan atas imajinasi-imajinasi tertentu
dalam dirinya. Ketika seseorang memasuki jenjang keremajaannya, maka
ia mengalami begitu banyak perubahan dalam dirinya, karena itu konsep
diri seorang remaja cenderung untuk tidak konsisten dan hal ini
disebabkan karena sika orang lain yang dipersepsikan oleh si remaja juga
berubah. Tetapi dengan cara ini, si remaja mengalami suatu perkembangan
konsep diri sampai akhirnya ia memiliki suatu konsep diri yang
konsisten.15
2. Pembagian Konsep Diri
Konsep diri terbagi menjadi beberapa bagian. Pembagian konsep diri
tersebut adalah sebagai berikut:
a. Gambaran Diri (Body Image)
Gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar
dan tidak sadar. Hal ini menunjukkan bagaimana anak melihat dirinya dan
pendapatnya tentang dirinya. Gambaran ini (atau rangkaian gambaran-
gambaran) yang berkembang dari interaksi antara anak dan orang tua,
lewat pengasuhan sehari-hari yang di dalamnya ada pujian dan hukuman,
14Alex Sobur, Psikologi Umum; Dalam Lintasan Sejarah, h. 510 15 Singgih Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Jakarta : BPK
Gunung Mulia,1983),h. 239
16
anak belajar bahwa orang tuanya mengharapkan supaya menampilkan
tingkah laku tertentu dan menjauhi tingkah laku-tingkah laku lain16
Gambaran diri (Body Image) berhubungan dengan kepribadian. Cara
individu memandang dirinya mempunyai dampak yang penting pada aspek
psikologinya. Pandangan yang realistis terhadap dirinya menerima dan
mengukur bagian tubuhnya akan lebih rasa aman, sehingga terhindar dari
rasa cemas dan meningkatkan harga diri individu yang stabil, realistis dan
konsisten terhadap gambaran dirinya akan memperlihatkan kemampuan
yang mantap terhadap realisasi yang akan memacu sukses dalam
kehidupan.
Dalam masa perkembangan semenjak lahir, setiap anak belajar menilai
segala sesuatu, termasuk terhadap dirinya sendiri, adalah dengan meniru
apa yang dilakukan orang lain, terutama ayah ibunya. Mereka yakin satu
benda berwarwa biru jika orang lain terus-menerus memberikan informasi
kepadanya bahwa benda tersebut biru.17
b. Ideal Diri
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus
berperilaku berdasarkan standar, aspirasi, tujuan atau penilaian personal
tertentu dan dapat berhubungan dengan tipe orang yang akan diinginkan
atau sejumlah aspirasi, cita-cita, nilai-nilai yang ingin di capai. Ideal diri
akan mewujudkan cita–cita dan harapan pribadi berdasarkan norma sosial
(keluarga budaya) dan kepada siapa ingin dilakukan. Kebutuhan akan nilai
kedambaan dan makna kehidupan dalam menghadapi gejolak kehidupan,
16 M. Baihaqi, Psikologi Pertumbuhan Kepribadian Sehat Untuk Mengembangkan Optimisme, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2008), h. 94.
17 Irawati Istadi, Mendidik Dengan Cinta, (Jakarta: Pustaka Inti, 2006),h.63
17
manusia membutuhkan nilai-nilai untuk menuntutnya dalam mengambil
keputusan atau memberikan makna dalam kehidupannya.18
Ideal diri mulai berkembang pada masa kanak–kanak yang di
pengaruhi orang yang penting pada dirinya yang memberikan keuntungan
dan harapan pada masa remaja, ideal diri akan di bentuk melalui proses
identifikasi pada orang tua, guru dan teman.19
c. Harga Diri
Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri. Jika individu
sering gagal , maka cenderung harga diri rendah. Harga diri diperoleh dari
diri sendiri dan orang lain. Hal ini menyangkut perasaan bangga dari anak
sebagai suatu hasil dari belajar mengerjakan atas usahanya sendiri.
Apabila orang tua menghalangi kebutuhan anak untuk menyelidiki maka
perasaan harga diri yang timbul dapat dirusakkan. Akibatnya timbul
persaan dihina dan marah.20
Rasa harga diri anak-anak akan tumbuh apa bila mereka diberi
perhatian yang cukup. Dan harga diri anak akan berkembang apabila
mereka tahu bahwa seseorang menghargahinya dan suka berbagi
Keluarga adalah kelompok sosial terkecil yang ada di masyarakat.
Membentuk sebuah keluarga adalah sebuah tugas sosial di mana keluarga
mempunyai peran pertama yang penting dalam melahirkan dan mendidik
generasi-generasi baru. Pada umumnya, keluarga terdiri dari ayah, ibu dan
anak, di mana orang tua memiliki peran yang penting dalam
mengembangkan diri anak. Keluarga dapat dikatakan utuh apabila
37 Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan. (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1986), h. 56
26
kehadiran orangtua dalam menjalani sesuai perannya dan tidak terjadi
kesenjangan hubungan.38
Anak adalah manifestasi kasih sayang suami istri. Pada hakikatnya,
anak adalah amanah dari Allah. Amanah artinya kepercayaan. Jadi, anak
adalah kepercayaan yang diberikan oleh Allah kepada kedua orangtua
yang dititipi untuk melaksanakan tugas-tugas dari pemberi amanah. 39
Menurut Singgih, anak adalah suatu masa peralihan yang mana ditandai
dengan adanya perkembangan dan pertumbuhan yang sangat pesat, baik
secara fisik maupun secara psikisnya.40
2. Agama dan Perkembangan Anak
Dampak keluarga terutama figur orangtua terhadap perkembangan
keagamaan anak sangat besar. Hal itu misalnya diungkapkan oleh Argyle
dan Beit Hallahmi (1975) dalam ringkasan telaah mereka atas sejumlah
penelitian yang mengkaji hubungan orangtua dan anak. Mereka tidak
meragukan sama sekali bahwa sikap dan perilaku keagamaan orangtua
merupakan aspek yang paling berpengaruh terhadap pembentukan sikap
dan perilaku keagamaan pada anak. 41
38 Nurussakinah Daulay, November 2015, “Transformasi Perempuan Perspektif Islam dan Psikologi”, At-Tahrir, Vol.15, No.2, h. 278-280
39Syaiful Bahri, Pola Asuh Orang Tua dan Komunikasi dalam Keluarga; Upaya Membangun Citra Membentuk Pribadi Anak, (Jakarta: Rineka Cipta,2014),h.28
40 Rhaviqah, Pengaruh Pendidikan Agama dalam Keluarga Terhadap Pembentukan Konsep Diri Anak di Keluarga Pemulung Jurang Mangu Barat (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi,2013),h. 32
41 Gazi,Psikologi Agama Memahami Pengaruh Agama Terhadap Perilaku Manusia, (Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,2010), h. 41
27
Hasan Langgulung mengemukakan bahwa penanaman nilai agama
dan bimbingan spiritual termasuk bidang-bidang pendidikan yang harus
mendapat perhatian penuh oleh keluarga terhadap anak-anaknya. Dalam
penanaman agama di lingkungan keluarga yang harus diberikan kepada
anak-anak tidak terbatas kepada masalah ibadah seperti sholat, zakat,
puasa, mengaji, tetapi harus mencakup keseluruhan hidup, sehingga
menjadi pengendali dalam segala tindakan. Apa yang dilihat, dirasakan,
dan didengar oleh anak sejak ia kecil akan mempengaruhi kepribadiannya.
Keluarga memegang peranan penting sekali dalam pendidikan
akhlak untuk anak-anak sebagai institusi yang mula-mula sekali yang
berinteraksi dengannya. Karena mereka mendapat pengaruh daripadanya
atas segala tingkah lakunya. Oleh sebab itu haruslah keluarga mengajar
mereka akhlak yang mulia yang diajarkan Islam seperti kebenaran,
Dampak yang akan timbul terhadap status orang tua yang telah
menjadi single parent cukuplah berat bagi sang anak. Tidak ada manusia
yang bisa meng-cover segalanya dalam hidupnya. Jika salah satu figur
hilang, akan ada perkembangan yang tidak seimbang atau pincang karena
peran ayah dan ibu masing-masing berbeda. Sedangkan pengaruh pasca
kematian atau pasca perceraian terhadap keluarga adalah sebagai berikut :
42 Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan. (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1986), h. 56
28
1) Ketidak seimbangan jiwa, sebagian orang yang ditinggal dapat
mengalami penderitaan semacam : depresi, suka berkhayal,
kgelisahan dan sebagainya.
2) Problem perasaan, ia bisa menjadi sensitif dan mudah
menangis, dengki pada orang lain, malu dan rendah diri,
dingin dan pesimis, terlalu senang dan tertawa berlebihan,
merasa berdosa atas perbuatan sendiri dan berbagai gangguan
emosi lainnya.
3) Menimbulkan kesulitan, sebagian anak lantaran tak mampu
menanggung beban derita, menjadi sering mencari-cari alasan,
suka mengada-ada, sering marah-marah, suka melawan dan
membantah.
4) Kerusakan akhlak, pasca kematian atau pasca perceraian dapat
menimbulkan perubaan pada akhlak dan etika anak sehingga
muncul berbagai sikap dan perbuatan tidak terpuji.
5) Menimbulkan berbagai kelainan, seperti mengigau, berjalan-
jalan saat tidur, gugup dan tergesa-gesa, pelupa, bengong, was-
was dan seterusnya.43
43 Lailatul Furqoniyah, “Konsep Keluarga Sakinah Menurut Keluarga Single Parent; Studi Kasus di Desa Gumeng Kecamatan Bungah Kabupaten Gresik”, (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2011), h. 32-33
BAB II
LANDASAN TEORI
D. Konsep Diri
5. Pengertian Konsep Diri
Menurut Carl Rogers, sebelum mengetahui arti dari konsep diri,
kita harus mengawali dari istilah self yang dalam psikologi mempunyai
dua arti, yaitu sikap dan perasaan seseorang terhadap dirinya sendiri, dan
suatu keseluruhan proses psikologi yang menguasai tingkah laku dan
penyesuaian diri.44
Self yaitu faktor yang mendasar dalam pembentukan kepribadian
dan penentuan perilaku dari yang meliputi segala kepercayaan, sikap,
perasaan dan cita-cita baik yang disadari atau yang tidak disadari individu
terhadap dirinya. Konsep diri merupakan pandangan dan perasaan
seseorang tentang dirinya sendiri yang bersumber dari kesan orang lain
terhadap dirinya, pengalaman berinteraksi dengan orang lain dan persepsi
tentang dirinya.45
Menurut Alex Sobur, konsep diri terbentuk dalam waktu yang
relatif lama dan pembentukan ini tidak bisa diartikan bahwa reaksi yang
tidak biasa dari seseorang dapat mengubah konsep diri. Reaksi seperti ini
sangat penting terjadi atau jika reaksi ini bisa muncul karena orang lain
yang memiliki arti yaitu orang-orang yang dinilai, seperti orang tua, teman
44 Sumadi Suryabrata, Psikologi Kepribadian, (Jakarta: Raja Grafindo, 2005), h. 248
45 Alwisol, Psikologi Kepribadian, (Malang : UMM Press,2014), h. 269
14
15
dan lain-lain yang membuat reaksi ini berpengaruh terhadap pembentukan
konsep diri.46
Pada masa anak-anak, konsep diri yang dipunyai seseorang
biasanya berlainan dengan konsep diri yang dimilikinya ketika ia
memasuki masa remajanya. Konsep diri seorang anak mungkin masih
bersifat tidak realistis, hanya didasarkan atas imajinasi-imajinasi tertentu
dalam dirinya. Ketika seseorang memasuki jenjang keremajaannya, maka
ia mengalami begitu banyak perubahan dalam dirinya, karena itu konsep
diri seorang remaja cenderung untuk tidak konsisten dan hal ini
disebabkan karena sika orang lain yang dipersepsikan oleh si remaja juga
berubah. Tetapi dengan cara ini, si remaja mengalami suatu perkembangan
konsep diri sampai akhirnya ia memiliki suatu konsep diri yang
konsisten.47
6. Pembagian Konsep Diri
Konsep diri terbagi menjadi beberapa bagian. Pembagian konsep diri
tersebut adalah sebagai berikut:
e. Gambaran Diri (Body Image)
Gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar
dan tidak sadar. Hal ini menunjukkan bagaimana anak melihat dirinya dan
pendapatnya tentang dirinya. Gambaran ini (atau rangkaian gambaran-
gambaran) yang berkembang dari interaksi antara anak dan orang tua,
lewat pengasuhan sehari-hari yang di dalamnya ada pujian dan hukuman,
46Alex Sobur, Psikologi Umum; Dalam Lintasan Sejarah, h. 510 47 Singgih Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Jakarta : BPK
Gunung Mulia,1983),h. 239
16
anak belajar bahwa orang tuanya mengharapkan supaya menampilkan
tingkah laku tertentu dan menjauhi tingkah laku-tingkah laku lain48
Gambaran diri (Body Image) berhubungan dengan kepribadian. Cara
individu memandang dirinya mempunyai dampak yang penting pada aspek
psikologinya. Pandangan yang realistis terhadap dirinya menerima dan
mengukur bagian tubuhnya akan lebih rasa aman, sehingga terhindar dari
rasa cemas dan meningkatkan harga diri individu yang stabil, realistis dan
konsisten terhadap gambaran dirinya akan memperlihatkan kemampuan
yang mantap terhadap realisasi yang akan memacu sukses dalam
kehidupan.
Dalam masa perkembangan semenjak lahir, setiap anak belajar menilai
segala sesuatu, termasuk terhadap dirinya sendiri, adalah dengan meniru
apa yang dilakukan orang lain, terutama ayah ibunya. Mereka yakin satu
benda berwarwa biru jika orang lain terus-menerus memberikan informasi
kepadanya bahwa benda tersebut biru.49
f. Ideal Diri
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus
berperilaku berdasarkan standar, aspirasi, tujuan atau penilaian personal
tertentu dan dapat berhubungan dengan tipe orang yang akan diinginkan
atau sejumlah aspirasi, cita-cita, nilai-nilai yang ingin di capai. Ideal diri
akan mewujudkan cita–cita dan harapan pribadi berdasarkan norma sosial
(keluarga budaya) dan kepada siapa ingin dilakukan. Kebutuhan akan nilai
kedambaan dan makna kehidupan dalam menghadapi gejolak kehidupan,
48 M. Baihaqi, Psikologi Pertumbuhan Kepribadian Sehat Untuk Mengembangkan Optimisme, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2008), h. 94.
49 Irawati Istadi, Mendidik Dengan Cinta, (Jakarta: Pustaka Inti, 2006),h.63
17
manusia membutuhkan nilai-nilai untuk menuntutnya dalam mengambil
keputusan atau memberikan makna dalam kehidupannya.50
Ideal diri mulai berkembang pada masa kanak–kanak yang di
pengaruhi orang yang penting pada dirinya yang memberikan keuntungan
dan harapan pada masa remaja, ideal diri akan di bentuk melalui proses
identifikasi pada orang tua, guru dan teman.51
g. Harga Diri
Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri. Jika individu
sering gagal , maka cenderung harga diri rendah. Harga diri diperoleh dari
diri sendiri dan orang lain. Hal ini menyangkut perasaan bangga dari anak
sebagai suatu hasil dari belajar mengerjakan atas usahanya sendiri.
Apabila orang tua menghalangi kebutuhan anak untuk menyelidiki maka
perasaan harga diri yang timbul dapat dirusakkan. Akibatnya timbul
persaan dihina dan marah.52
Rasa harga diri anak-anak akan tumbuh apa bila mereka diberi
perhatian yang cukup. Dan harga diri anak akan berkembang apabila
mereka tahu bahwa seseorang menghargahinya dan suka berbagi
Keluarga adalah kelompok sosial terkecil yang ada di masyarakat.
Membentuk sebuah keluarga adalah sebuah tugas sosial di mana keluarga
mempunyai peran pertama yang penting dalam melahirkan dan mendidik
generasi-generasi baru. Pada umumnya, keluarga terdiri dari ayah, ibu dan
anak, di mana orang tua memiliki peran yang penting dalam
mengembangkan diri anak. Keluarga dapat dikatakan utuh apabila
69 Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan. (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1986), h. 56
26
kehadiran orangtua dalam menjalani sesuai perannya dan tidak terjadi
kesenjangan hubungan.70
Anak adalah manifestasi kasih sayang suami istri. Pada hakikatnya,
anak adalah amanah dari Allah. Amanah artinya kepercayaan. Jadi, anak
adalah kepercayaan yang diberikan oleh Allah kepada kedua orangtua
yang dititipi untuk melaksanakan tugas-tugas dari pemberi amanah. 71
Menurut Singgih, anak adalah suatu masa peralihan yang mana ditandai
dengan adanya perkembangan dan pertumbuhan yang sangat pesat, baik
secara fisik maupun secara psikisnya.72
5. Agama dan Perkembangan Anak
Dampak keluarga terutama figur orangtua terhadap perkembangan
keagamaan anak sangat besar. Hal itu misalnya diungkapkan oleh Argyle
dan Beit Hallahmi (1975) dalam ringkasan telaah mereka atas sejumlah
penelitian yang mengkaji hubungan orangtua dan anak. Mereka tidak
meragukan sama sekali bahwa sikap dan perilaku keagamaan orangtua
merupakan aspek yang paling berpengaruh terhadap pembentukan sikap
dan perilaku keagamaan pada anak. 73
70 Nurussakinah Daulay, November 2015, “Transformasi Perempuan Perspektif Islam dan Psikologi”, At-Tahrir, Vol.15, No.2, h. 278-280
71Syaiful Bahri, Pola Asuh Orang Tua dan Komunikasi dalam Keluarga; Upaya Membangun Citra Membentuk Pribadi Anak, (Jakarta: Rineka Cipta,2014),h.28
72 Rhaviqah, Pengaruh Pendidikan Agama dalam Keluarga Terhadap Pembentukan Konsep Diri Anak di Keluarga Pemulung Jurang Mangu Barat (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi,2013),h. 32
73 Gazi,Psikologi Agama Memahami Pengaruh Agama Terhadap Perilaku Manusia, (Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,2010), h. 41
27
Hasan Langgulung mengemukakan bahwa penanaman nilai agama
dan bimbingan spiritual termasuk bidang-bidang pendidikan yang harus
mendapat perhatian penuh oleh keluarga terhadap anak-anaknya. Dalam
penanaman agama di lingkungan keluarga yang harus diberikan kepada
anak-anak tidak terbatas kepada masalah ibadah seperti sholat, zakat,
puasa, mengaji, tetapi harus mencakup keseluruhan hidup, sehingga
menjadi pengendali dalam segala tindakan. Apa yang dilihat, dirasakan,
dan didengar oleh anak sejak ia kecil akan mempengaruhi kepribadiannya.
Keluarga memegang peranan penting sekali dalam pendidikan
akhlak untuk anak-anak sebagai institusi yang mula-mula sekali yang
berinteraksi dengannya. Karena mereka mendapat pengaruh daripadanya
atas segala tingkah lakunya. Oleh sebab itu haruslah keluarga mengajar
mereka akhlak yang mulia yang diajarkan Islam seperti kebenaran,
Dampak yang akan timbul terhadap status orang tua yang telah
menjadi single parent cukuplah berat bagi sang anak. Tidak ada manusia
yang bisa meng-cover segalanya dalam hidupnya. Jika salah satu figur
hilang, akan ada perkembangan yang tidak seimbang atau pincang karena
peran ayah dan ibu masing-masing berbeda. Sedangkan pengaruh pasca
kematian atau pasca perceraian terhadap keluarga adalah sebagai berikut :
74 Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan. (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1986), h. 56
28
6) Ketidak seimbangan jiwa, sebagian orang yang ditinggal dapat
mengalami penderitaan semacam : depresi, suka berkhayal,
kgelisahan dan sebagainya.
7) Problem perasaan, ia bisa menjadi sensitif dan mudah
menangis, dengki pada orang lain, malu dan rendah diri,
dingin dan pesimis, terlalu senang dan tertawa berlebihan,
merasa berdosa atas perbuatan sendiri dan berbagai gangguan
emosi lainnya.
8) Menimbulkan kesulitan, sebagian anak lantaran tak mampu
menanggung beban derita, menjadi sering mencari-cari alasan,
suka mengada-ada, sering marah-marah, suka melawan dan
membantah.
9) Kerusakan akhlak, pasca kematian atau pasca perceraian dapat
menimbulkan perubaan pada akhlak dan etika anak sehingga
muncul berbagai sikap dan perbuatan tidak terpuji.
10) Menimbulkan berbagai kelainan, seperti mengigau, berjalan-
jalan saat tidur, gugup dan tergesa-gesa, pelupa, bengong, was-
was dan seterusnya.75
75 Lailatul Furqoniyah, “Konsep Keluarga Sakinah Menurut Keluarga Single Parent; Studi Kasus di Desa Gumeng Kecamatan Bungah Kabupaten Gresik”, (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2011), h. 32-33
BAB IV
GAMBARAN UMUM DAN HASIL ANALISIS DATA
A. Gambaran Umum Profil Kelurahan Rawa Mekar Jaya Kecamatan
Serpong Tangerang Selatan
1. Batas Wilayah
Kelurahan Rawa Mekar Jaya adalah merupakan salah satu dari 9
kelurahan yang ada di Kecamatan Serpong yang terdiri dari 13 RW dan
64 RT dengan luas wilayah 270 HA / M2 yang terbagi dari tanah darat,
sawah, dan tanah basah.
Batas-batas wilayah :
-Utara : Kelurahan Lengkong Gudang Timur
-Timur : Kelurahan Jombang / Kecamatan Ciputat
-Selatan : Kelurahan Ciater
-Barat : Kabupaten Rawabuntu
2. Kependudukan
a. Jumlah Kepala Keluarga (KK) : 5.251 KK
b. Berdasarkan Jenis Kelamin :
Laki-Laki 7.895 Jiwa
Perempuan 7.858 Jiwa
48
49
c. Jumlah Usia Penduduk :
00-04 Tahun 3058 Jiwa
05-09 Tahun 1796 Jiwa
10-24 Tahun 4709 Jiwa
25- 59 Tahun 5082 Jiwa
60 tahun Keatas 1108 Jiwa
3 . Profesi
Belum Bekerja 1.687 Jiwa
Mengurus Rumah Tangga 3.558 Jiwa
Pelajar/Mahasiswa 4.134 Jiwa
Perdagangan 1.599 Jiwa
Karyawan Swasta/BUMN/BUMD 2.887 Jiwa
Buruh Harian Lepas 1.245 Jiwa
PNS 100 Jiwa
50
4. Sarana Pendidikan
Kelompok Bermain 10 Buah
TK/PAUD 15 Buah
SD/Sederajat 5 Buah
SLTP/Sederajat 2 Buah
SLTA/Sederajat 3 Buah
Perguruan Tinggi/Universitas 1 Buah
TPA (Taman Pendidikan Al-Qur’an) 5 Buah
Pondok Pesantren 1 Buah
5. Sarana Ibadah
Masjid 6 Buah
Musholla 15 Buah
Majlis Ta’lim 11 Buah
Gereja 2 Buah
Pura 1Buah
51
6. Struktur Pemerintahan Kelurahan
B. Temuan dan Hasil Analisis Data
1. Klasifikasi Responden
Hasil analisis mengenai profil responden diperoleh data mengenai
responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini, antara lain: karakteristik
responden berdasarkan kasus, usia, dan pendidikan terakhir. Selanjutnya akan
dijelaskan dalam bentuk tabel beserta uraiannya.
Lurah Rawa Mekar Jaya
Djamaludin Abdul R.
Sekretaris Kelurahan
Ependi, S.Sos
Kasi Pemerintahan
Zaenudin, HS
Kasi Kesos
Iyan Mukhlis K.
Kasi Ekbang
Pringgo Kurniawan. S,
SE
Kasi Yanmum
Yanto Budi H, SE
Pelaksana
H. Ujang Surakarta Adih Iyos
M. Zen Kursani Iwan Jangkung
Susilawati Fathur Rohman
Jamaludin, Amd Agustia A. Rahman
Maulia Wahdah Asim
52
a. Karakteristik Responden berdasarkan Usia
Berikut merupakan karakteristik responden berdasarkan usia:
Tabel 5. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
No Usia Frekuensi Presentase 1 20 – 30 tahun 40 Responden 80 % 2 31 – 40 tahun 10 Responden 20%
Berdasarkan tabel 6, diketahui bahwa karakteristik responden
berdasarkan usia adalah sebanyak 40 responden berusia 20-30 tahun,
kemudian sebanyak 10 responden berusia 31-40 tahun.
Berdasarkan jumlah tersebut, maka sebagian besar responden dalam
penelitian ini berusia 20-30 tahun.Dengan demikian responden dalam
penelitian ini berada dalam usia produktif.
c. Karakteristik Responden berdasarkan Pendidikan terakhir
Berikut merupakan tabel karakteristik responden berdasarkan
pendidikan terakhir:
Tabel 6. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir
No Pendidikan Terakhir Frekuensi Presentase 1 SD 9 Responden 18 % 2 SMP 8 Responden 16 % 3 SMA/SMK 12 Responden 24 % 4 Tidak Sekolah 21 Responden 42 %
Berdasarkan tabel 6, diketahui bahwa karakteristik responden
berdasarkan pendidikan terakhir adalah sebanyak 9 responden
pendidikan terakhir SD, 8 responden pendidikan terakhir SMP,
kemudian 12 responden berpendidikan terakhir SMA/SMK, dan 21
responden pendidikan terakhir adalah tidak sekolah.
53
Berdasarkan jumlah tersebut bahwa sebagian besar responden dalam
penelitian ini tidak mengenyam pendidikan sekolah.
2. Deskripsi Hasil Penelitian
Deskripsi hasil penelitian ini membahas tentang pengaruh variabel
bimbingan agama terhadap konsep diri anak. Dalam pengambilan
data,peneliti menggunakan angket yang disebar secara acak kepada responden
warga kelurahan Rawa Mekar Jaya yang sesuai dengan kriteria responden.
Setelah data-data yang masuk dalam angket diolah melalui editing
danskoring, maka langkah berikutnya menyajikan data tersebut dalam
bentuktabel dengan menggunakan rumus presentase.Berikut ini peneliti
sajikan hasil angket berdasarkan presentase jawaban. Dari hasil penelitian
diperolehdata sebagai berikut:
a. Variabel Bimbingan Agama
Berikut merupakan tabel variabel bimbingan agama pada aspek
keimanan :
Tabel 7. Keimanan
No Pernyataan SS S TS STS Skor Rangking Keimanan 1 Saya sering mengatakan kepada
anak bahwa Allah mengawasi kita
35 15 0 0 235 1
2 Saya tidak pernah mengenalkan Allah pada anak-anak 26 24 0 0 226 3
3 Saya belum pernah memberi tahu anak anak tentang malaikat
18 30 2 0 214 6
4 Saya tidak mengetahui tentang Rasulullah 18 31 1 0 216 5
5 Saya suka menceritakan tentang Nabi Muhammad 15 32 3 0 209 7
54
No Pernyataan SS S TS STS Skor Rangking 6
Saya mengajarkan anak-anak untuk memahami isi Al-Qur’an
24 24 2 0 220 4
7 Anak-anak saya belum pernah diberitahu tentang isi Al-Qur’an 32 16 2 0 228 2
8 Saya memberi tahu anak-anak tentang hari kiamat. 11 31 5 3 192 9
9 Saya belum pernah menceritakan tentang hari kiamat
13 30 6 1 198 8
Jumlah 1.921 Mean 38,42
Pada tabel 7 diatas, dapat diketahui bahwa skor tertinggi yaitu 235
pada pernyataan saya mengatakan kepada anak anak bahwa Allah
mengawasi kita, dalam indikator keimanan di variabel bimbingan agama
dengan menempati rangking 1, dan jumlah skor tersebut diketahui jumlah
jawaban sangat setuju (SS) sebanyak 35, jumlah jawaban setuju (S)
sebanyak 15, dan 0 sisanya tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju
(STS). Sedangkan skor terendahnya adalah 297 yaitu mengenai
memberitahu anak anak tentang hari kiamat yang menempati rangking 9.
Responden yang menjawab sangat setuju (SS) sebanyak 11, jumlah
jawaban setuju (S) sebanyak 31, tidak setuju (TS) sebanyak 5 dan sangat
tidak setuju (STS) sebanyak 3.
Hal tersebut menunjukkan bahwa responden memiliki kewajiban
untuk mengajarkan dan membimbing anak-anaknya dalam mengimani
agama dengan mengajarkan tentang keagamaan baik dari rukun iman
juga rukun islam.
55
Berikut merupakan tabel variabel bimbingan agama pada aspek
ibadah:
Tabel 8. Ibadah
No Pernyataan SS S TS STS Skor Rangking Ibadah 1 Saya selalu mengingatkan
anak-anak untuk shalat 5 waktu 35 15 0 0 235 1
2 Saya tidak tahu anak-anak shalat atau tidak 18 28 4 0 210 4
3 Saya membimbing anak-anak untuk berpuasa wajib di bulan Ramadhan
31 19 0 0 231 2
4 Saya tidak membimbing anak-anak brpuasa wajib di bulan Ramadhan
14 36 0 0 214 3
5 Saya tidak pernah membimbing anak-anak saya untuk membaca Al-Qur’an
15 32 3 0 209 5
Jumlah 1.099 Mean 21,98
Pada tabel 8 diatas, dapat diketahui bahwa skor tertinggi yaitu 235
pada pernyataansaya selalu mengingatkan anak anak untuk shalat 5
waktu, dalam indikator ibadahdi variabel bimbingan agama dengan
menempati rangking 1, dan jumlah skor tersebut diketahui jumlah
jawaban sangat setuju (SS) sebanyak 35, jumlah jawaban setuju (S)
sebanyak 15, dan 0 sisanya tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju
(STS). Sedangkan skor terendahnya adalah 209 yaitu mengenai saya
tidak pernah membimbing anak anak membaca Al-Qur’an yang
menempati rangking 5. Responden yang menjawab sangat setuju (SS)
sebanyak 15, jumlah jawaban setuju (S) sebanyak 32, dan tidak setuju
(TS) sebanyak 3
56
Menurut Asmaran, ibadah secara umum memiliki arti mengikuti
segala hal yangdi cintai Allah dan di ridhoi-Nya, baik perkataan maupun
perbuatan lahir dan batin.76Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian ini
bahwa responden mengetahui salah satu ibadah yaitu puasa di bulan
Ramadhan yang hukumnya wajib dan akan lebih baik bila ditanamkan
dalam bimbingan agama kepada anak sejak dini.
Berikut merupakan tabel variabel bimbingan agama pada aspek
akhlak:
Tabel 9. Akhlak
No Pernyataan SS S TS STS Skor Rangking Akhlak 1 Saya mengajarkan anak-anak
untuk berbagi dengan temannya
22 25 3 0 216 4
2 Saya tidak mengajarkan anak-anak saya untuk berbagi 20 29 1 0 218 3
3 Saya membiasakan anak-anak mengucapkan salam ketika memasuki rumah
25 24 1 0 223 2
4 Saya tidak pernah membiasakan mengucap salam ketika memasuki rumah
28 21 1 0 226 1
5 Saya tidak mengajarkan anak-anak untuk saling menolong sesama
18 3 2 0 106 5
Jumlah 1.107 Mean 22,14
Pada tabel 9 diatas, dapat diketahui bahwa skor tertinggi yaitu 226
pada perryataan Saya tidak pernah membiasakan mengucap salam ketika
memasuki rumah ,dalam indikator akhlak di variabel bimbingan agama
dengan menempati rangking 1, dan jumlah skor tersebut diketahui jumlah
76Asmaran As, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1992), h. 1
57
jawaban sangat setuju (SS) sebanyak 28, jumlah jawaban setuju (S)
sebanyak 21, tidak setuju (TS) sebanyak 1 dan sangat tidak setuju (STS)
tidak ada. Sedangkan skor terendahnya adalah 106 yaitu mengenai Saya
tidak mengajarkan anak-anak untuk saling menolong sesama yang
menempati rangking 5. Responden yang menjawab sangat setuju (SS)
sebanyak 18, jumlah jawaban setuju (S) sebanyak 3, tidak setuju (TS)
sebanyak 2 dan sangat tidak setuju (STS) sebanyak 0.
Menurut Prof.Dr.H.Mohammad Ardani bahwa Akhlak yang baik
terhadap diri sendiri dapat diartikan menghargai, menghormati,
menyayangi dan menjaga diri sendiri dengan sebaik-baiknya, karena
sadar bahwa dirinya itu sebagai ciptaan dan amanah Allah yang harus
dipertanggungjawabkan dengan sebaik-baiknya.77
77Mohammad Ardani, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Mitra Cahaya Utama, 2005), Cet ke-2, h. 49
58
b. Variabel Konsep Diri
Berikut merupakan tabel variabel konsep diri pada aspek konsep diri
positif:
Tabel 10. Konsep Diri Positif
No Pernyataan SS S TS STS Skor Rangking Konsep Diri Positif
1 Saya membantu anak-anak menyelesaikan masalah mereka 25 18 6 1 210 4
2 Saya selalu mendiskusikan permasalahan yang sedang dihadapi oleh anak-anak
18 28 4 0 210 4
3 Pujian dan penghargaan saya berikan di depan anak saya 16 26 8 0 200 7
4 Setiap anak saya melakukan kebaikan, saya selalu memujinya
18 26 6 0 206 5
5 Saya tidak pernah memuji anak saya 21 28 0 1 218 3
6 Saya mendengarkan anak saya ketika menceritakan kesulitan hidupnya
26 21 3 0 220 1
7 Anak-anak tidak saya biarkan untuk mengeluh 26 21 3 0 220 1
8 Saya tidak membiasakan anak-anak bertanggung jawab dalam segala hal
19 31 0 0 219 2
9 Jika anak mengalami kegagalan, saya akan menyemangati anak untuk memperbaikinya
21 28 1 0 219 2
10 Saya membiarkan anak saya ketika mengalami kegagalan 21 21 7 1 204 6
Jumlah 2.123 Mean 42,46
Pada tabel 10 diatas, dapat diketahui bahwa skor tertinggi yaitu 220
pada 2 pernyataan. Saya mendengarkan anak saya ketika menceritakan
kesulitan hidupnya dan pernyataanAnak-anak tidak saya biarkan untuk
mengeluh di variabel konsep diri positif dengan menempati rangking 1,
59
dan jumlah skor tersebut diketahui jumlah jawaban sangat setuju (SS)
sebanyak 26, jumlah jawaban setuju (S) sebanyak 21, jumlah sebanyak 3
pada tidak setuju (TS) dan 0 pada sangat tidak setuju (STS). Sedangkan
skor terendahnya adalah 200 yaitu Pujian dan penghargaan saya berikan
di depan anak saya yang menempati rangking 7. Responden yang
menjawab sangat setuju (SS) sebanyak 16, jumlah jawaban setuju (S)
sebanyak 26, tidak setuju (TS) sebanyak 8 dan sangat tidak setuju (STS)
sebanyak 0.
Menurut Fatimah, salah satu ciri-ciri individu yang mempunyai rasa
percaya diri yaitu mempunyai cara pandang yang positif terhadap diri
sendiri, orang lain, dan situasi diluar dirinya. 78 Hal tersebut sesuai
dengan hasil penelitian ini yaitu responden berfikir positif yang akan
menimbulkan konsep diri yang positif terhadap diri anak.
Berikut merupakan tabel variabel konsep diri pada aspek konsep diri
negatif:
Tabel 11. Konsep Diri Negatif
No Pernyataan SS S TS STS Skor Rangking Konsep Diri Negatif 1 Kekurangan anak saya tidak
pernah saya ceritakan pada orang lain
17 28 3 2 205 1
2 Pujian yang saya berikan terhadap anak dalam batas wajar
16 18 5 1 163 5
3 Saya membiarkan anak-anak saya mencela orang lain 13 31 5 1 200 2
4 Anak saya memiliki banyak teman dari berbagai golongan apa saja
18 14 7 1 161 6
78Fatimah Enung, Psikologi Perkembangan: Perkembangan Peserta Didik, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2006), h. 149
60
No Pernyataan SS S TS STS Skor Rangking 5 Anak saya hanya bergaul
dengan anak sekitar rumah saja 18 12 7 3 155 7
6 Anak saya sering mengikuti perlombaan 13 16 16 5 166 4
7 Anak saya tidak boleh mengikuti perlombaan apapun 14 25 6 5 187 3
Jumlah 1.350 Mean 27
Pada tabel 11 diatas, dapat diketahui bahwa skor tertinggi yaitu 205
pada pernyataanKekurangan anak saya tidak pernah saya ceritakan pada
orang laindalam indikator konsep diri negatif di variabel konsep diri
dengan menempati rangking 1, dan jumlah skor tersebut diketahui jumlah
jawaban sangat setuju (SS) sebanyak 17, jumlah jawaban setuju (S)
sebanyak 28, dan pada tidak setuju (TS) sebanyak 3 dan sangat tidak
setuju (STS) sebanyak 2. Sedangkan skor terendahnya adalah 155 yaitu
Anak saya hanya bergaul dengan anak sekitar rumah saja yang
menempati rangking 7. Responden yang menjawab sangat setuju (SS)
sebanyak 18, jumlah jawaban setuju (S) sebanyak 12, tidak setuju (TS)
sebanyak 7 dan sangat tidak setuju (STS) sebanyak 3.
1. Hasil rata-rata setiap indikator variabel X dan Y
Hasil rata-rata dari setiap indikator variabel X adalah sebagai
berikut:
Tabel 12. Hasil Rata-rata dari Setiap Indikator Variabel X
No Indikator Mean Rangking 1 Keimanan 38,42 1 2 Ibadah 21,98 3 3 Akhlak 22,14 2
61
Pada tabel 12 diatas menunjukkan hasil perolehan nilai rata-rata
tertinggi yaitu pada variabel X adalah aspek keimanan sebesar 38,42, dan
nilai terendah adalah aspek ibadah sebesar 21,98.
Sedangkan hasil rata-rata dari setiap indikator variabel Y adalah
sebagai berikut:
Tabel 13. Hasil Rata-rata dari Setiap Indikator Variabel Y
No Indikator Mean Rangking 1 Konsep Diri Positif 42,46 1 2 Konsep Diri Negatif 27 2
Pada tabel 13 diatas menunjukkan hasil perolehan nilai rata-rata
tertinggi yaitu pada variabel Y adalah aspek konsep diri positif sebesar
42,46, dan nilai terendah adalah aspek konsep diri negatif sebesar 27.
62
3. Analisis Data
a. Uji Regresi Linear Sederhana
Pada tahap awal penelitian ini dilakukan uji regresi linear sederhana
untuk mengetahui pengaruh antara variabel bimbingan agama (X) dan
variabel konsep diri (Y)
1. Koefisien Regresi Linear Sederhana
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diolah dengan
menggunakan bantuan software SPSS 20.0, maka didapatkan hasil
sebagai berikut:
Tabel 14.Koefisien Regresi Linear Sederhana
Model Unstandardized Coefficients
Sig B Std. Error
(Constant) 30.622 9.217 0.002 X_Bimbingan Agama
0.471 0.111 0.000
Berdasarkan tabel 14 dapat dilihat bahwa bimbingan agama
berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri anak, dapat dilihat
dengan nilai Sig <0,05 (Sig = 0,000) maka dengan kata lain Ho
ditolak. Uji tersebut dapat dijelaskan bahwa bimbingan agama
berpengaruh positif terhadap pembentukan konsep diri anak secara
signifikan.
63
Berdasarkan model persamaan regresi dapat diperoleh sebagai
berikut:
Y = 30.622+0,471 X
Dengan demikian dapat diketahui bahwa dari setiap bimbingan
agama yang diberikan orangtua tunggal maka akan diikuti kenaikan
nilai konsep diri anak sebesar 0,471.Oleh karena itu, semakin baik
bimbingan agama maka konsep diri anak di kelurahan Rawa Mekar
Jaya Kecamatan Serpong juga akan semakin meningkat.
b. Uji Regresi Linear Berganda
Uji regresi linear berganda dilakukan untuk mengetahui pengaruh
bimbingan agama terhadap konsep diri anak secara siginifikan atau
terperinci.
1. Koefisien Regresi Linear Berganda
Analisis regresi linear berganda adalah hubungan secara linear
antara dua atau lebih variabel independen (X1, X2, X3,) dengan
variabel dependen (Y).Analisis ini untuk mengetahui arah hubungan
antara variabel independen dengan variabel dependen, apakah
masing-masing variabel independen berhubungan positif atau
negatif.Uji regresi linear berganda dilakukan dengan menggunakan
bantuan software SPSS 20.0.
64
Setelah dilakukan pengolahan data maka didapat hasil sebagai
Berikut merupakan hasil korelasi Variabel Bimbingan Agama
(X) dan konsep diri(Y):
Tabel 17. Korelasi Variabel X dan Y
Korelasi Nilai Kekuatan Hubungan X1_Keimanan dengan Y 0,572 Cukup berarti atau sedang X2_Ibadah dengan Y 0,097 Rendah atau lemah X3_akhlak dengan Y 0,47 Cukup berarti atau sedang X1_Keim. dengan X2_Ibad. 0,51 Rendah atau lemah X1_Keim. dengan X3_Akh. 0,387 Cukup berarti atau sedang X2_Ibad dengan X3_Akh. 0,376 Cukup berarti atau sedang
Pada tabel 17, hasil korelasi tersebut menunjukkan bahwa
hubungan antara variabel bimbingan agama dengan konsep diri
cukup berarti atau sedang. Nilai korelasi tertinggi antara variabel
X1,X2,X3 adalah X1 dengan nilai r sebesar 0.572 .Hal tersebut
diduga karena responden menyadari bahwa bimbingan agama dalam
segi keimanan memiliki hubungan yang kuat dalam membangun
konsep diri anak.
3. Koefisien Determinasi
Uji koefisien determinasi berfungsi untuk mengetahui seberapa
besar kemampuan variabel independen dalam menjelaskan varians
dari variabel dependen dapat diketahui dari nilai R square koefisien
determinasi pada tabel Model Summary.
67
Pada hasil pengolahan data menggunakan SPSS 20.0 for
Window maka didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 18. Koefisien Determinasi
Model R R Square Adjusted R Square 1 0.540a 0.292 0.245
Berdasarkan tabel 18, dapat diketahui bahwa nilai koefesien
determinasi 𝑟2 (R Square) yaitu sebesar 0.292, dimana nilai
koefesien determinasi yang telah disesuaikan (Adjusted R Square)
sebesar 0.245. Selanjutnya koefesien determinasi dapat diketahui
dengan rumus:
KD = 𝒓𝟐 x 100 %
= 0,245 x 100 %
= 24,5 %
Menurut hasil tersebut menunjukkan bahwa bimbingan agama
mempunyaipengaruh sebesar 24,5 %terhadap pembentukan konsep
diri anak di kelurahan rawa mekar jaya. Selebihnya, dipengaruhi
oleh variabel-variabel lain diluar bimbingan agama misalnya
lingkungan, keluarga dan lain-lain.
c. Uji Regresi Pengaruh Antar Variabel
1. Uji Koefisien Regresi Parsial (Uji T)
Adapun hipotesis yang diuji adalah hipotesis nol (H0) dan
hipotesis alternatif (Ha).Hipotesis nol (H0) menyatakan tidak ada
pengaruh yang signifikan bimbingan agama terhadap pembentukan
konsep diri anak.
68
Sedangkan hipotesis alternatif (Ha) menyatakan ada pengaruh
yang signifikan bimbingan agama dengan pembentukan konsep diri
anak. Uji T dilakukan dengan menggunakan program SPSS, maka
uji hipotesis dilakukan dengan membandingkan signifikansi yang
diperolehdengan taraf probabilitas 0,05 dengan cara pengambilan
keputusan sebagaiberikut:
1. Jika signifikansi > 0,05 maka H0 diterima
2. Jika signifikansi < 0,05 maka Ha diterima
Pengujian koefisien regresi parsial (Uji t) digunakan untuk
mengetahui ada tidaknya pengaruh bimbingan agama dengan
konsep diri anak di kelurahan rawa mekar jaya. Uji t dimaksudkan
untuk mengetahui pengaruh masing-masing aspek yang terdapat
didalam variabel bebas (bimbingan agama) terhadap variabel terikat
(konsep diri), signifikan atau tidak, disini terdapat tiga aspek didalam
bimbingan agama yaitu:
X1: keimanan,
X2: ibadah,
X3: akhlak,
Penelitian ini menggunakan perbandingan thitung dan ttabel dengan
taraf signifikan 5% dan N 50, sedangkan tabel distribusi t dicapai
pada α = 5% : 2 = 2,5% (Uji 2 sisi) dengan derajat kebebasan (df) n-
k = 50 – 1 = 49 (n jumlah responden dan k adalah jumlah variabel
independen).
69
Hasil diperoleh dari t tabel adalah 2,009. Pada pengujian ini
menggunakan bantuan program SPSS 20.0 for Window untuk lebih
jelasnya dapat dilihat tabel sebagai berikut:
Tabel 19. Hasil Persamaan Regresi
Model Unstandardized Coefficients
Sig B Std. Error
(Constant) 30.622 9.217 0.002 X_Bimbingan Agama
0.471 0.111 0.000
Berdasarkan model persamaan regresi dapat diperoleh sebagai
berikut:
Y = -30.622+0,471 X
Hasil persamaan diatas menunjukkan bahwa dari setiap
bimbingan agama yang diberikan orangtua tunggal maka akan
diikuti kenaikan nilai konsep diri anak sebesar 0.471.
1) Hasil Uji T
Berikut merupakan hasil uji koesfisien parsial (Uji T):
Rivai, Andi Wijaya, Pemasyarakatan Dalam Dinamika Hukum dan Sosial, Jakarta: Lembaga Kajian Pemasyarakatan, 2012
Spock, Benyamin, Orangtua; Permasalahan dan Upaya Mengatasinya, Semarang : Dahara Prize, 1991
Sarjono, Haryadi dan Winda Julianita, SPSS VS Lisrel; Sebuah Pengantar,Aplikasi Untuk Riset, Jakarta: Salemba Empat,2011
Sarwono, Jonathan, Analisis Data Penelitian Menggunakan SPSS, Yogyakarta: Andi, 2006
Singarimbun, Masri, Metode Penelitian Survey, Jakarta: LP3ES,1989
Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak, Jakarta: Bumi Aksara, 2011
Sobur, Alex , Psikologi Umum dalam Lintasan Sejarah, Bandung : CV Pustaka Setia,2003
Soedirdjo, Moeljono Noto dan Latipun, Kesehatan Mental, Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2002
Sukmadinata, Nana Syaodih, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006
Sugiyono, Metodologi Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, dan R & D Bandung : Alfabeta, 2008
Sugiyono, Statistik untuk penelitian, Bandung: Alfabeta, 2012
Suryabrata, Psikologi Kepribadian, Jakarta: Raja Grafindo, 2005
Suyanto, Bagong, Metode Penelitian Sosial; Berbagai Alternatif Pendekatan, Jakarta : Prenada Media Group, 2005
Umam, Khairul, Bimbingan dan Penyuluhan, Bandung: CV. Pustaka Setia, 1998
Yusuf, Syamsu, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2011
DAFTAR PUSTAKA JURNAL
Daulay, Nurussakinah. Transformasi Perempuan Perspektif Islam dan Psikologi. At Tahrir. Vol 15. No 2. 2015
Zulminarni, Nani. Dunia Tanpa Suami: Perempuan Kepala Keluarga Sebagai Realitas yang Tidak Tercatat. Jurnal Perempuan. Vol.73. No 4. 2012
Nurmadiah. Peranan Pendidikan Agama dalam Keluarga Terhadap Pembentukan Kepribadian Anak-Anak. Jurnal Al-Afkar. Vol. 1 No. 2. 2013
DAFTAR PUSTAKA SKRIPSI
Basar, Akhmad. Pengaruh Intensitas Mengikuti Bimbingan Keagamaan Terhadap Konsep Diri Santri di Pondok Pesantren Alam Kudus. Skripsi S1 Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Walisongo. 2015
Rhaviqah. Pengaruh pendidikan Agama dalam Keluarga Terhadap Pembentukan Konsep Diri Anak di Keluarga Pemulung Jurang Mangu Barat. Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2013
Hoirunnisa, Pengaruh Pembinaan Agama Islam Terhadap Tingkat Rasa Percaya Diri Warga Binaan Wanita Pada Rumah Tahanan Negara Kelas IIA Pondok Bambu Jakarta Timur. Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2016
Furqoniyah, Lailatul, Konsep Keluarga Sakinah Menurut Keluarga Single Parent; Studi Kasus di Desa Gumeng Kecamatan Bungah Kabupaten Gresik, Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2011
Zakiah, Pengaruh Pendidikan Agama (Islam) dalam Keluarga Terhadap Pembentukan Konsep Diri pada Remaja. Skripsi S1 Fakultas Psikologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2007
Pendidikan Terakhir : a. SD b. SMP c. SMA d. Tidak Sekolah
Jumlah Anak :
Keterangan
SS (Sangat Setuju) S (Setuju) TS (Tidak Setuju) STS (Sangat Tidak Setuju)
Tandai pernyataan anda dengan memberi tanda ceklis (√) pada pilihan jawaban yang tersedia
Kerahasiaan identitas anda dijamin Saya ucapkan terima kasih banyak atas kesediaan dan bantuannya. Semoga Allah
SWT membalas kebaikan anda, aamiin.
No Pernyataan SS S TS STS 1 Saya sering mengatakan kepada anak anak bahwa Allah mengawasi
kita
2 Saya tidak pernah mengenalkan Allah pada anak-anak
3 Saya mengajarkan pada anak anak tentang malaikat yang harus diimani
4 Saya belum pernah memberi tahu anak-anak tentang malaikat 5 Saya tidak mengetahui tentang Rasulullah
6 Saya suka menceritakan tentang Nabi Muhammad
7 Saya mengajarkan anak-anak untuk memahami isi Al-Qur’an
8 Anak saya belum pernah diberitahu tentang isi Al-Qur’an
9 Saya memberi tahu anak-anak tentang hari kiamat
No Pernyataan
SS S TS STS
10 Saya belum pernah menceritakan tentang hari kiamat
11 Saya selalu melaksanakan shalat berjamaah dengan anak-anak
12 Saya selalu mengingatkan anak-anak untuk shalat 5 waktu
13 Saya tidak tahu anak-anak shalat atau tidak
14 Saya membimbing anak-anak untuk berpuasa wajib di bulan ramadhan
15 Saya tidak membimbing anak-anak untuk berpuasa wajib di bulan ramadhan
16 Saya membimbing anak-anak saya untuk membaca Al-Qur’an
17 Saya tidak pernah membimbing anak-anak saya untuk membaca Al-Qur’an
18 Saya mengajarkan anak-anak untuk berbagi dengan temannya
19 Saya tidak mengajarkan anak-anak saya untuk berbagi
20 Saya membiasakan anak-anak mengucap salam ketika memasuki rumah
21 Saya tidak pernah membiasakan mengucap salam ketika memasuki rumah
22 Saya mengajarkan anak-anak untuk saling menolong sesama
23 Saya tidak mengajarkan anak-anak untuk saling menolong sesama
24 Saya selalu tersenyum dan ramah terhadap orang lain
25 Saya biasa berbicara dengan nada keras terhadap anak-anak
26 Saya membantu anak-anak untuk menyelesaikan masalaah mereka
27 Saya selalu mendiskusikan permasalahan yang sedang dihadapi oleh anak-anak
28 Saya mengajarkan anak-anak saya untuk tidak merasa minder atas kondisi keluarga terhadap anak lain
29 Anak saya mudah minder terhadap anak lain karena kondisi keluarga
No Pernyataan SS S TS STS
30 Pujian dan penghargaan saya berikan di depan anak saya
31 Setiap anak saya melakukan kebaikan, saya selalu memujinya
32 Saya tidak pernah memuji anak saya
33 Saya memberitahukan apa saja perilaku yang tidak baik untuk lingkungan masyarakat
34 Saya membiarkan anak berperilaku apa saja
35 Saya mendengarkan anak saya ketika menceritakan kesulitan hidupnya
36 Anak-anak tidak saya biarkan untuk mengeluh
37 Saya membiasakan anak-anak bertanggung jawab dalam segala hal
38 Saya tidak membiasakan anak-anak bertanggung jawab dalam segala hal
39 Jika anak mengalami kegagalan, saya akan menyemangati anak untuk memperbaikinya
40 Saya membiarkan anak saya ketika mengalami kegagalan
41 Saya terbiasa menyebutkan kekurangan yang dimiliki anak saya secara langsung
42 Kekurangan anak saya tidak pernah saya ceritakan pada orang lain
43 Saya memberikan pujian kepada anak saya secara berlebihan
44 Pujian yang saya berikan terhadap anak dalam batas wajar
45 Saya selalu mengeluh mengenai hidup saya di depan anak-anak
46 Saya membiarkan anak-anak saya mencela orang lain
47 Anak saya memilki banyak teman dari berbagai golongan apa saja
48 Anak saya hanya bergaul dengan anak sekitar rumah saja
49 Anak saya sering mengikuti perlombaan
50 Anak saya tidak boleh mengikuti perlombaan apapun
51 Saya membiarkan anak saya membantu mencari nafkah tambahan
52 Saya tidak membolehkan anak saya membantu saya bekerja
IDENTITAS RESPONDEN
Nama :
Tempat /Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin :
Pendidikan Terakhir : a. SD b. SMP c. SMA d. D3/S1 e. Tidak Sekolah
Jumlah Anak :
KETERANGAN SS (Sangat Setuju)
S (Setuju) TS (Tidak Setuju) STS (Sangat Tidak Setuju)
Tandai pernyataan anda dengan memberi tanda ceklis (√) atau silang (X) pada pilihan jawaban yang tersedia
Kerahasiaan identitas anda dijamin Saya ucapkan terima kasih banyak atas kesediaan dan bantuannya. Semoga Allah
SWT membalas kebaikan anda. Aamiin
NO Pernyataan SS S TS STS
1 Saya sering mengatakan kepada anak bahwa Allah mengawasi kita
2 Saya tidak pernah mengenalkan Allah pada anak-anak 3 Saya belum pernah memberi tahu anak anak tentang malaikat 4 Saya tidak mengetahui tentang Rasulullah 5 Saya suka menceritakan tentang Nabi Muhammad 6 Saya mengajarkan anak-anak untuk memahami isi Al-Qur’an 7 Anak-anak saya belum pernah diberitahu tentang isi Al-
Qur’an
8 Saya memberi tahu anak-anak tentang hari kiamat 9 Saya belum pernah menceritakan tentang hari kiamat 10 Saya selalu mengingatkan anak-anak untuk shalat 5 waktu 11 Saya tidak tahu anak-anak shalat atau tidak 12 Saya membimbing anak-anak untuk berpuasa wajib di bulan
Ramadhan
13 Saya tidak membimbing anak-anak berpuasa wajib di bulan Ramadhan
14 Saya tidak pernah membimbing anak-anak saya untuk membaca Al-Qur’an
15 Saya mengajarkan anak-anak untuk berbagi dengan temannya
16 Saya tidak mengajarkan anak-anak saya untuk berbagi 17 Saya membiasakan anak-anak mengucapkan salam ketika
memasuki rumah
18 Saya tidak pernah membiasakan mengucap salam ketika memasuki rumah
19 Saya tidak mengajarkan anak-anak untuk saling menolong sesama
20 Saya membantu anak-anak menyelesaikan masalah mereka 21 Saya selalu mendiskusikan permasalahan yang sedang
dihadapi oleh anak-anak
22 Pujian dan penghargaan saya berikan di depan anak saya 23 Setiap anak saya melakukan kebaikan, saya selalu memujinya 24 Saya tidak pernah memuji anak saya 25 Saya mendengarkan anak saya ketika menceritakan kesulitan
hidupnya
26 Anak-anak tidak saya biarkan untuk mengeluh 27 Saya tidak membiasakan anak-anak bertanggung jawab dalam
segala hal
28 Jika anak mengalami kegagalan, saya akan menyemangati anak untuk memperbaikinya
29 Saya membiarkan anak saya ketika mengalami kegagalan 30 Kekurangan anak saya tidak pernah saya ceritakan pada orang
lain
31 Pujian yang saya berikan terhadap anak dalam batas wajar 32 Saya membiarkan anak-anak saya mencela orang lain 33 Anak saya memiliki banyak teman dari berbagai golongan
apa saja
34 Anak saya hanya bergaul dengan anak sekitar rumah saja 35 Anak saya sering mengikuti perlombaan 36 Anak saya tidak boleh mengikuti perlombaan apapun
DOKUMENTASI
Foto bersama salah satu keluarga orangtua tunggal atau responden