PENGANGKATAN ANAK TANPA PENETAPAN PENGADILAN ( Implementasi PP Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak ) Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Oleh: Muhammad Kasyful Anwar Budi NIM: 11140440000087 PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1441 / 2020
97
Embed
PENGANGKATAN ANAK TANPA PENETAPAN PENGADILANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51600...Hanya saja tata cara serta motivasinya yang berbeda – beda sesuai dengan adat
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENGANGKATAN ANAK TANPA PENETAPAN
PENGADILAN
( Implementasi PP Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan
Pengangkatan Anak )
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh:
Muhammad Kasyful Anwar Budi
NIM: 11140440000087
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 / 2020
i
ii
iii
iv
ABSTRAK
Muhammad Kasyful Anwar Budi. NIM 11140440000087.
PENGANGKATAN ANAK TANPA PENETAPAN PENGADILAN
(Implementasi PP Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan
Pengangkatan Anak). Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan
Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah Jakarta, 1441 H/2020 M.
(62 Halaman dan 20 Halaman Lampiran).
Studi ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan bagaimana praktik
pengangkatan anak yang dilakukan tanpa penetapan pengadilan serta faktor
masyarakarat Desa Bojong melakukan pengangkatan anak tanpa penetapan
pengadilan, mengetahui pemenuhan hak anak angkat terhadap orang tua
angkatnya, dan mengetahui kesadaran masyarakat terhadap Peraturan Pererintah
Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Penelitian ini
menggunakan pendekatan hukum normatif empiris, yaitu untuk mengetahui
bagaimana hukum yang tertulis PP Nomor 54 Tahun 2007 dijalankan dalam
pelaksanaan pengangkatan anak. Teknik pengumpulan data dengan metode riset
kepustakaan dan riset lapangan yang meliputi obeservasi dan wawancara.
Wawancara dilakukan dengan beberapa pihak terkait yaitu masyarakat Desa
Bojong yang mengangkat anak tanpa penetapan pengadilan dan tokoh masyarakat
atau pemerintah setempat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik pengangkatan anak yang
dilakukan masyarakat Desa Bojong tidak melalui proses penetapan pengadilan
sehingga akibatnya anak angkat tidak sepenuhnya menerima hak seorang anak
angkat dari orang tua angkatnya karena sebab minimnya pengetahuan masyarakat
tentang peraturan perundang-undangan khususnya dalam pelaksanaan
pengangkatan anak yang tertuang dalam PP Nomor 54 Tahun 2007. Oleh karena
itu implementasi peraturan tersebut belum terpenuhi dan teredukasi sehingga
banyak masyarakat yang belum mengetahui peraturan tersebut.
Kata Kunci : Pengangkatan Anak, Penetapan Pengadilan, PP Nomor
54 Tahun 2007
Pembimbing : Ali Mansur, MA.
Daftar Pustaka : 1977 s.d 2013
.
v
KATA PENGANTAR
الرحمن الرحيمبسم الله
Alhamdulillah puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah Swt, yang
telah memberikan. Atas segala nikmatNya, nikmat kesehatan, kekuatan,
kesempatan dan waktu kepada penulis dalam menyelesaikan setiap tahapan dalam
skripsi ini. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Baginda Nabi
Muhammad Saw yang telah membimbing umatnya untuk menempuh kepada
agama yang diridhai oleh Allah Swt. dan kepada jalan yang benar, guna meraih
kebahagiaan dunia dan akhirat.
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Hukum pada program studi Hukum Keluarga Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam
proses penyusunan skripsi ini penulis menerima bantuan dari berbagai pihak,
sehingga dapat terselesaikan atas izin Allah Swt. Oleh karena itu, dalam
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terimakasih kepada semua pihak
yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil, khususnya kepada:
1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, SH, MH, MA. Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta beserta
Wakil Dekan I, II, dan III Fakultas Syariah dan Hukum.
2. Dr. Mesraini, M.Ag. Ketua Progam Studi Hukum Keluarga beserta Sekretaris
Program Studi Hukum Keluarga, Ahmad Chairul Hadi, MA. yang senantiasa
memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan
perkuliahan dan penulisan skripsi ini.
3. Ali Mansur, MA. Dosen pembimbing skripsi penulis, yang telah sabar dan
terus memberikan arahannya untuk membimbing penulis dalam proses
penyusunan skripsi ini.
4. Dr. Azizah, MA. Dosen penasehat akademik penulis, yang telah sabar
mendampingi hingga akhir perkuliahan dan telah membantu penulis dalam
menyusun proposal penelitian skripsi ini.
vi
5. Seluruh dosen dan sivitas akademika Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mendidik dan membimbing penulis
selama masa perkuliahan, yang tidak bisa penulis sebut semuanya tanpa
mengurangi rasa hormat dan cinta penulis.
6. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI), Staf Perpustakaan Utama
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Staf Perpustakaan Fakultas Syariah dan
Hukum, yang telah memberikan pelayanan kepada penulis serta memberikan
fasilitas untuk mengadakan studi kepustakaan guna menyelesaikan skripsi ini.
7. Bapak Wahyudin, sekertaris Desa Bojong yang telah bersedia diwawancarai
dan memberikan informasi kepada penulis. Serta Bapak Ahmad, Bapak
Soprin, Ibu Fatmawati, Ibu Ifa Ningsih, Ibu Sumarni yang telah bersedia
untuk diwawancarai dan terbuka memberikan informasi yang dibutuhkan
penulis sehingga memudahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi.
8. Terima kasih kepada Ibunda Hj. Yayah Khoeriyah dan Ayahanda H. Mad
Budi yang telah memberikan pendidikan terbaik untuk penulis serta telah
banyak mendo‟akan dan memotivasi penulis untuk segera menyelesaikan
skripsi ini.
9. Terima kasih kepada Ayah mertua H. Tarmizi Hambali dan Ibu mertua Nurul
Badriyah yang selalu mengingatkan dan memotivasi penulis untuk segera
menyelesaikan skripsi.
10. Terima kasih kepada Istriku tercinta Ziyaadaturrahmah yang telah
mendo‟akan, membantu, mendorong, mengingatkan dan memotivasi penulis
untuk segera menuntaskan skripsi ini.
11. Muhammad Nadhir Syah dan Muhammad Danish Abqory kedua anak-anakku
dengan keluguan dan tingkah lucu mereka telah menjadi penyemangat
penulis.
12. Nabilah Marwah, Ahmad Mikail, dan ketiga adik-adik penulis yang lain yang
telah menjadi penyemangat penulis.
13. Teman-Teman seperjuangan Hukum Keluarga B 2014 (Hilman Fauzi, Aris
Muzayyin, Arifin, Rifki Akbari, Ahmad Luthfi, dkk) dan Hukum Keluarga
2014 (Fitrah Fanani, Rizki APU, Nida Sri Widiyanti, dkk).
vii
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membaca, khususnya
mahasiswa/i Fakultas Syariah dan Hukum.
Jakarta, 05 Juni 2020
Muhammad Kasyful Anwar Budi
viii
DAFTAR ISI
PERSERUJUAN PEMBIMBING ..................................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................... ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN .................................................................. iii
ABSTRAK ......................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................ v
DAFTAR ISI .................................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................ 4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................................... 6
D. Review Kajian Terdahulu .................................................................. 6
E. Metode Penelitian ............................................................................... 8
1. Jenis Penelitian ....................................................................... 8
D. Sejarah Pengangkatan Anak ............................................................ 23
E. Pengangkatan Anak Dalam Hukum Islam ...................................... 26
ix
F. Pengangkatan Anak Dalam Hukum Adat ....................................... 29
BAB III PROFIL MASYARAKAT DESA BOJONG, KECAMATAN
KEMANG, KABUPATEN BOGOR ........................................... 33
A. Gambaran Umum dan Letak Geografis Desa Bojong ..................... 33
B. Gambaran Umum Praktik Pengangkatan Anak oleh Masyarakat
Desa Bojong .................................................................................... 34
C. Struktur Masyarakat Desa Bojong .................................................. 36
D. Kondisi Sosial Keagamaan .............................................................. 39
BAB IV ANALISIS PENGANGKATAN ANAK TANPA PENETAPAN
PENGADILAN (IMPLEMENTASI PP NOMOR 54 TAHUN 2007
TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK) ......... 41
A. Praktik Pengangkatan Anak di Desa Bojong ................................... 41
B. Pemenuhan Hak dalam Pengangkatan Anak .................................... 49
C. Eksistensi Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 Tentang
Pelaksanaan Pengangkatan Anak ..................................................... 58
BAB V PENUTUP ............................................................................................ 61
A. Kesimpulan ...................................................................................... 61
B. Rekomendasi .................................................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 64
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pengangkatan anak merupakan suatu perbuatan hukum yang sering
terjadi di seluruh belahan dunia, termasuk pengangkatan anak yang terjadi di
Indonesia. Pengangkatan anak bukanlah suatu hal yang baru di Indonesia
karena hal tersebut sudah membudaya dikalangan masyarakat Indonesia.
Hanya saja tata cara serta motivasinya yang berbeda – beda sesuai dengan
adat dan kebiasaan yang berlaku di daerah yang bersangkutan. Pengangkatan
anak yang lazimnya merupakan suatu usaha yang dilakukan pasangan suami
istri untuk mendapatkan hak pengasuhan anak, yang biasanya mereka
melakukan pengangkatan anak salah satunya sebagai solusi untuk
menyelematkan perkawinan atau untuk mencapai kebahagiaan rumah tangga
yang lebih besar karena tujuan berumah tangga adalah memperoleh keturunan
yang baik.
Pengertian pengangkatan anak menurut Arief Gosita adalah “suatu
tindakan pengambil anak orang lain untuk dipelihara dan diperlukan sebagai
anak turunannya sendiri, berdasarkan ketentuan – ketentuan yang disepakati
bersama dan sah menurut hukum yang berlaku di masyarakat yang
bersangkutan”1.
Di Indonesia, pengangkatan anak telah menjadi kebutuhan masyarakat
dan menjadi bagian dari sistem hukum keluarga, karena menyangkut
kepentingan orang perorangan dalam keluarga2. Oleh karena itu, lembaga
pengangkatan anak (adopsi) yang telah menjadi bagian budaya masyarakat,
akan mengikuti perkembangan situasi dan kondisi seiring dengan tingkat
kecerdasan serta perkembangan masyarakat itu sendiri.
1 Arief Gosita, Masalah Perlindungan Anak, (Jakarta: Akademika Presindo,
1985, Cet. Pertama), h., 44. 2 Alam dan Fauzan, Hukum Pengangkatan Anak Perspektif Islam, (Jakarta:
Kencana, 2008), h., 3.
2
Dalam rangka menjaga kemurnian nasab, Islam tidak hanya melarang
perzinahan, tetapi juga menolak konsep adopsi (pengangkatan anak) secara
mutlak3, yaitu maksudnya adopsi yang menyebabkan putusnya nasab seorang
anak dengan ayah kandungnya.
Menurut M. Budiarto pengangkatan anak dalam hukum islam hanya
dapat dibenarkan apabila memenuhi ketentuan – ketentuan sebagai berikut:
1. Tidak memutus hubungan darah antara anak yang diangkat dengan
orangtua kandung dan keluarganya.
2. Anak angkat tidak berkedudukan sebagai ahli waris dari orang tua
angkatnya, melainkan tetap sebagai ahli waris dari orang tua kandungnya,
demikian juga orang tua angkatnya tidak berkedudukan sebagai pewaris
dari anak angkatnya.
3. Anak angkat tidak boleh menggunakan nama orang tua angkatnya secara
langsung, kecuali sekedar sebagai alamat atau tanda pengenal diatas.
4. Orang tua angkatnya tidak bertindak sebagai wali dalam perkawinan anak
angkatnya.4
Tingginya angka perceraian, poligami, dan pengangkatan anak yang
dilakukan masyarakat, bahkan ketidak harmonisan dalam keluarga salah
satunya disebabkan karena belum memiliki keturunan. Jadi, mayoritas
masyarakat beranggapan bahwa tujuan perkawinan menjadi tidak tercapai
karena perkawinan tersebut tidak menghasilkan keturunan. Dengan demikian,
apabila didalam perkawinan telah memiliki keturunan, maka tujuan
perkawinan dianggap telah tercapai dan proses keberlanjutan generasi dapat
berjalan5.
Pengangkatan anak bukan hanya berlaku untuk pasangan suami istri
yang ingin mempunyai anak saja, tetapi orang tua tunggal (single parent) pun
berhak melakukan pengangkatan anak dengan syarat harus memiliki motivasi
3 M. Nurul Irfan, Nasab dan Status Anak dalam Hukum Islam, (Jakarta: Amzah,
2012), h., 11. 4 M. budiarto, Pengangkatan Anak Ditinjau Dari Segi Hukum, (Jakarta:
Akademika presindo, 1985), h., 24. 5 M. Nurul Irfan, Nasab dan Status Anak dalam Hukum Islam, h., 12.
3
yang kuat untuk mengasuh seorang anak. Sebagaimana yang telah diatur
dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang
pelaksanaan pengangkatan anak, Angka 1 berbunyi “Anak angkat adalah anak
yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan Keluarga Orang Tua, Wali
yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan,
dan membesarkan anak tersebut ke dalam lingkungan Keluarga Orang Tua
angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan”. Pada undang –
undang tersebut berbunyi bahwa anak angkat merupakan anak yang hak
keluarga kandung serta lingkungannya sepenuhnya dialihkan ke dalam
lingkungan keluarga orang tua angkat yang sudah ditentukan dalam penetapan
pengadilan. Sehingga anak angkat menerima hak sepenuhnya sebagai seorang
anak dan orang tua angkat dapat melakukan kewajibannya sebagai orang tua
Tetapi, contoh faktualnya yaitu khususnya pada masyarakat di desa
Bojong ada saja anak yang diangkat tidak sepenuhnya masuk ke dalam
lingkungan keluarga orang tua angkatnya. Salah satu kepala keluarga di desa
Bojong bernama pak Ahmad yang mengangkat anak dari tetangga dan
mengambil alih pengasuhan serta biaya dan kebutuhan anak angkat. Akan
tetapi anak yang diangkatnya itu tidak tinggal bersama beliau melainkan
masih bertempat tinggal di kediaman ibu kandungnya. Namun setelah
ditanyakan kepada pak Ahmad perihal proses pengangkatan anak, dan pada
kenyataannya proses pengangkan anak yang telah dilakukan tidak melalui
penetapan pengadilan melainkan dengan melalui kesepakatan antara keluarga
pak Ahmad dengan keluarga orang tua kandung anak yang diangkatnya. Tentu
saja hal ini sangat bertentangan dengan Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun
2007 tentang pelaksanaan pengangkatan anak.
Pengangkatan anak yang dilakukan di Indonesia harus berdasarkan
peraturan perundang- undangan yang belaku. Pengangkatan anak yang
dilakukan melalui proses adat istiadat setempat memang diperbolehkan, tetapi
alangkah baiknya pengangkatan anak harus melalui penetapan pengadilan agar
pengangkatan anak yang dilakukan menjadi sah dimata hukum, agar anak
yang diangkat menjadi terlindungi dengan adanya penetapan pengadilan.
4
Namun pada tatanan empiris sebagian besar masyarakat tidak melakukan
pengangkatan melalui proses penetapan pengadilan.
Hal ini bertentangan dengan peraturan perundang - undangan yang
terdapat dalam pasal 20 Peraturan Pemerintah nomor 54 tahun 2007 tentang
pengangkatan anak, yang berbunyi, “permohonan pengangkatan anak yang
telah memenuhi persyaratan diajukan ke Pengadilan untuk mendapatkan
penetapan Pengadilan.” Penetapan pengadilan ini sangat penting dalam
mengatur masalah hukum, seperti yang diketahui bahwa hal ini dapat
memberikan kepastian hukum secara penuh kepada status anak angkat apabila
tata cara pengangkatan anaknya dilakukan melalui penetapan pengadilan. Dari
pernyataan tersebut maka disinilah peran dan tanggung jawab orangtua angkat
dipertanyakan, bagaimana tanggung jawab orang tua angkat yang notabene
harus menjadi tempat perlindungan bagi anak yang diangkat sedangkan cara
mengangkat anaknya saja tidak melalui tata cara yang benar.
Dari pernyataan diatas, maka penulis termotivasi untuk mengangkat
permasalahan ini untuk diteliti yang dituangkan dalam bentuk skripsi yang
berjudul : “Pengangkatan Anak Tanpa Penetapan Pengadilan Implementasi
Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan
Pengangkatan Anak (Studi Kasus di Desa Bojong Kecamatan Kemang
Kabupaten Bogor”).
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah merupakan beberapa permasalahan yang
berkaitan dengan tema yang sedang dibahas. Ragam masalah yang akan
muncul berdasarkan latar belakang, akan penulis paparkan beberapa
diantaranya yaitu:
a. Praktik pengangkatan anak serta faktor mengangkat anak tanpa
penetapan pengadilan yang dilakukan masyarakat desa Bojong.
b. Pemenuhan hak dan kewajiban orang tua angkat terhadap anak angkat.
c. Kesadaran masyarakat terhadap Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun
2007 tentang pelaksanaan pengangkatan anak.
5
2. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dan pembahasan agar menjadi
lebih terarah dengan baik, maka penulis hanya membatasi penelitian ini
dengan mengidentifikasi pelaksanaan pengangkatan anak tanpa penetapan
pengadilan yang akan menitikberatkan terhadap praktik pengangkatan
anak serta faktor yang menyebabkan mayoritas masyarakat Desa Bojong
melakukan pengangkatan anak tanpa penetapan pengadilan yang tentunya
sangat bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007
Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak.
Untuk teori-teori yang berkaitan dengan permasalahan ini maka
penulis menggunakan teori kesadaran hukum yang dikemukakan oleh
Soerjono Soekanto bahwa yang menjadi tolak ukur tingkat kesadaran
masyarakat ada empat yaitu, pengetahuan hukum, pemahaman hukum,
sikap hukum dan pola perilaku hukum. Kemudian penulis juga
menggunakan teori kepastian hukum yang dikemukakan oleh Bachsan
Mustafa bahwasanya kepastian hukum dapat disimpulkan pada tiga makna
yaitu, pasti mengenai peraturan hukumnya, pasti dengan kedudukan
hukum dari objek dan subjek hukum, dan mencegah adanya perbuatan
melawan hukum.
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah diatas, penulis akan merumuskan
permasalahan penelitian yang akan penulis susun dalam bentuk skripsi.
Beberapa rumusan masalah akan penulis cantumkan sebagai berikut :
1. Bagaimana praktik pengangkatan anak serta faktor masyarakat Desa
Bojong mengangkat anak tanpa penetapan pengadilan?
2. Bagaimana pemenuhan hak dan kewajiban orang tua angkat terhadap
anak angkat?
3. Bagaimana tingkat kesadaran hukum masyarakat terhadap Peraturan
Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan
Anak?
6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini mempunyai tujuan untuk:
1. Mengetahui praktik serta faktor mengangkat anak tanpa penetapan
pengadilan di Desa Bojong.
2. Mengetahui bagaimana pemenuhan hak dan kewajiban orang tua
angkat terhadap anak angkatnya.
3. Mengetahui tingkat kesadaran terhadap Peraturan Pemerintah Nomor
54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat pelaksanaan penelitian ini
1. Secara teoritis, untuk memberikan wawasan penulis agar lebih
memahami tentang pentingnya melakukan pengangkatan anak melalui
penetapan pengadilan. Serta eksistensi peraturan pemerintah tentang
pelaksanaan pengangkatan anak yang menjadi rujukan keharusan
pengangkatan anak melalui proses penetapan pengadilan.
2. Secara Praktis, diharapkan dapat dijadikan acuan serta memperluas
pemahaman masyarakat umumnya terhadap pengaplikasian peraturan
perundang – undangan yang telah ada tentang pengangkatan anak yang
sebaiknya dilakukan melalui proses penetapan pengadilan. Serta untuk
menyadarkan masyarakat bahwa pengangkatan anak dengan melalui
proses penetapan pengadilan akan membuat pengangkatan anak yang
dilakukan telah sah dimata hukum yang berlaku di Indonesia.
Untuk para akademisi, penelitian ini akan sangat membantu dalam
menambah referensi untuk penelitian hukum keluarga yang
bertemakan pengangkatan anak khususnya tentang permasalahan
pengangkatan anak tanpa melalui proses penetapan pengadilan.
D. Review Kajian Terdahulu
1. Judul : “Praktik Pengangkatan Anak Tanpa Penetapan Pengadilan Dan
Dampak Hukumnya (Studi Kasus di Desa Bantarjati, Klapanunggal,
Bogor)
7
Penulis : Nadia Nur Syahidah / P.A / ASS / 2015
Skripsi ini membahas tentang praktik pengangkatan anak tanpa
penetapan pengadilan baik itu melalui pengadilan agama maupun
pengadilan negeri yang membatasi wilayah penelitiannya di Desa
Bantarjadi dan menyertakan dampak hukum yang diakibatkan dari
pengangkatan anak tanpa penetapan pengadilan dengan metodologi
penelitiannya yaitu kualitatif. berbeda dengan apa yang penulis teliti
yang tidak hanya membahas pengangkatan anak tanpa proses penetapan
pengadilan saja, tetapi penulis membahas pula eksistensi peraturan
pemerintah nomor 54 tahun 2007 tentang pelaksanaan pengangkatan
anak dan penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif
dengan pendekatan penelitian normatif-empiris.
2. Judul : “Pengangkatan Anak dalam UU Nomor 3 Tahun 2006 dan
Akibat Hukumnya”
Penulis : Reyza Amalia / HK / 2007
Skripsi ini menganalisa dan menitik beratkan terhadap prosedur
pengangkatan anak yang berlaku di Pengadilan Negeri dengan melihat
sebelum dan sesudah adanya Undang – Undang Nomor 3 Tahun 2006,
bahwasanya pengadilan agama memiliki kewenangan absolut untuk
menerima, memeriksa, dan mengadili perkara permohonan anak
berdasarkan hukum Islam serta metode penelitiannya menggunakan
metode kualitatif. Perbedaan dengan penelitian penulis yakni
menganalisa permasalahan praktik pengangkatan anak tanpa melaui
proses penetapan pengadilan yang juga membahas tentang eksistensi
Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang pelaksanaan
pengangkatan anak dengan metode kualitatif dengan pendekatan
normatif-empiris.
3. Judul : “Praktik Ngukut Anak Pada Masyarakat Desa Cikatomas
Cilograng Lebak”
Penulis : Nida Sriwidiyanti/HK/2018
8
Skripsi ini menganalisa perbuatan hukum yakni pengangkatan
anak yang terjadi di Desa Cikatomas Cilogram Lebak, bahwa dalam
penelitiannya tersebut membahas tentang praktik tradisi ngukut anak
(Pengangkatan anak), kedudukan anak pada aspek perwalian maupun
kewarisan, serta pratik yang terjadi sesuai apa tidak dengan hukum
Islam, hukum positif, maupun hukum adat. Tema skripsi ini secara
umum sama seperti apa yang akan penulis teliti, tetapi perbedaannya
yakni dalam penelitian penulis lebih membahas tentang praktik
pengangkatan anak yang dilakukan tanpa penetapan pengadilan dan
praktik dalam masyarakat sesuai atau tidak dengan PP Nomor 54 Tahun
2007 tentang pelaksanaan pengangkatan anak.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif,
penelitian kualitatif merupakan upaya yang mendalam dan memakan
waktu berhubungan dengan lapangan dan situasi nyata6. Maksudnya ialah
meneliti suatu peristiwa pada masyarakat yang tidak sesuai dengan aturan
yang berlaku. Yang mengharuskan peneliti mencari informasi yang
mendalam bagaimana permasalahan yang berkembang ditengah
masyarakat tersebut bisa terjadi dan perbuatan hukum yang dilakukan
masyarakat tentang pengangkatan anak yang tidak sesuai hukum Islam
dan peraturan perundang-undangan berlaku.
2. Pendekatan Penelitian
Sementara metode penulisan yang digunakan ialah pendekatan
hukum normatif-empiris yaitu penelitian hukum yang mengkaji
pelaksanaan atau implementasi ketentuan hukum positif (perundang-
undangan) dan kontrak secara faktual pada setiap peristiwa hukum
tertentu yang terjadi dalam masyarakat guna mencapai tujuan yang telah
6 Boy S. Sabar Guna, Analisis Data Pada Penelitian Kualitatif, (Jakarta: UI-
Press, 2008), h., 4.
9
ditentukan7, dengan begitu jikalau penelitian hukum normatif berupaya
untuk melihat hukum dari perspektif norma-norma atau aturan yang
tertulis, maka penelitian hukum empiris untuk melihat bagaimana hukum
tersebut dijalankan8.
3. Teknik Penulisan
Serta teknik penulisan ini berpedoman menggunakan buku
“Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta”.
4. Jenis dan Sumber Data
Jenis dan sumber data yang penulis gunakan yaitu :
1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh penulis secara langsung dari
hasil wawancara dari pihak-pihak terkait dan berkaitan langsung
dengan penelitian ini di Desa Bojong serta beberapa tokoh dan
anggota masyarakat di wilayah Desa Bojong Kecamatan Kemang
Kabupaten Bogor.
2. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dengan cara
membandingkan atas dokumen-dokumen yang berhubungan dengan
permasalahan yang diajukan, serta memberikan penjelasan mengenai
bahan hukum atau dokumen-dokumen pada data hukum primer9.
Dokumen-dokumen yang dimaksud adalah Al-Qur‟an, Hadits, Buku-
buku ilmiah, Undang-undang Perlindungan Anak, Kompilasi Hukum
Islam (KHI), serta peraturan-peraturan lainnya yang berkaitan erat
dengan permasalahan penelitian ini.
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data ini merupakan salah satu langkah yang
paling strategis, karena jenis penelitian ini sangat memerlukan data
7 A. Muri Yusuf, Metode Penelitian : Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian
Gabungan (Jakarta : Kencana, 2014), h., 329. 8 Fahmi Ahmadi dan Jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta :
Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), Cet. 1, h., 47. 9 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2011), Cet. 13, h,. 13.
10
berkaitan dengan penelitian ini. Bila dilihat dari sumber data yang
dibutuhkan, maka penulis mengumpulkan data menggunakan:
a. Riset kepustakaan, yaitu penelitian yang dilakukan dengan bantuan
materi-materi dari berbagai buku yang berhubungan dengan penelitian
ini.
b. Riset Lapangan, yakni penulis terjun langsung ke lapangan guna
mendapatkan data-data yang dibutuhkan, dengan menggunakan alat
pengumpulan data sebagai berikut:
a) Observasi atau pengamatan, yakni pengumpulan data melalui
pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala
yang tampak pada obyek penelitian10
. Di sini penulis
mengamati penelitian pada masyarakat yang menjadi objek
penelitian yaitu Desa Bojong serta melakukan observasi di
tempat penelitian.
b) Interview, yakni metode pengumpulan data atau informasi
dengan mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan, untuk
dijawab secara lisan pula11
. Dalam interview ini akan
melibatkan beberapa masyarakat setempat khususnya
masyarakat yang melakukan pengangkatan anak tanpa
penetapan pengadilan sebagai informan/responden yang
kiranya dapat memberikan data yang peneliti butuhkan.
6. Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan analisis kualitatif yaitu pendekatan
penelitian yang menekankan analisis proses dari proses berfikir secara
induktif yang berkaitan dengan dinamika hubungan antar fenomena yang
diamati, dan senantiasa menggunakan logika ilmiah12
. Maksudnya bahwa
penelitian kualitatif bukan berarti tidak membutuhkan dukungan dari
10 Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 2007), Cet. 12, h., 106. 11
Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, h., 118. 12
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif : Teori dan Praktik, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2013), Cet. 1, h,. 80.
11
penelitian kuantitatif, tetapi lebih ditekankan kepada kedalaman berfikir
formal peneliti dalam menghadapi permasalahan yang dihadapi. Jadi
penulis menganalisa dan menjabarkan data-data yang telah diperoleh dari
penelitian terhadap keluarga yang mengangkat anak.
F. Sistematika Pembahasan
Secara sistematis, dalam penyusunan skripsi ini penulis membaginya
kedalam lima bab, yang masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab.
Oleh karena itu penulis mengklarifikasikan permasalahan dengan sistematika
penulisan sebagai berikut :
1. Bab pertama tentang pendahuluan
Dalam bab ini penulis akan menguraikan latar belakang masalah,
pembatasan masalah dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
2. Bab kedua tentang teori serta konsep dasar pengangkatan anak
Dalam bab ini penulis akan menguraikan konsep dasar pengangkatan
anak yang akan memberikan gambaran tentang: pengertian
pengangkatan anak dan dasar hukumnya, proses pengangkatan anak
sesuai peraturan perundang–undangan yang berlaku, sebab akibat
terjadinya pengangkatan anak tanpa penetapan pengadilan, serta
memuat kajian review terdahulu.
3. Bab ketiga kondisi sosial kemasyarakatan di Desa Bojong
Dalam bab ini penulis menjelaskan sejarah singkat Desa Bojong,
kondisi kemasyarakatannya baik itu perekonomian maupun kehidupan
sosialnya, serta kondisi kebudayaan di Desa Bojong
4. Bab keempat temuan dan analisis
Menjelaskan mengenai pelaksanaan pengangkatan anak di masyarakat
Desa Bojong ; prosedur pengangkatan anak yang dipraktikkan di Desa
Bojong, alasan dan faktor pengangkatan anak, urgensi pengangkatan
anak dan pengetahuan masyarakat tentang pelaksanaan pengangkatan
anak yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007
tentang pelaksanaan pengangkatan anak. Serta bagaimana masyarakat
12
desa Bojong yang telah melakukan pengangkatan anak memenuhi
semua hak anak angkatnya. Lalu alasan masyarakat Desa Bojong
mengangkat anak tanpa melalui penetapan pengadilan serta akibat
hukumnya. Kemudian disertakan analisis penulis.
5. Bab kelima penutup
Bab ini merupakan bab yang terakhir yang terdiri dari kesimpulan dari
penelitian dan rekomendasi-rekomendasi serta daftar pustaka, dan
tidak lupa pula penulis mencantumkan lampiran yang diperlukan.
13
BAB II
TINJAUAN UMUM PENGANGKATAN ANAK TANPA PENETAPAN
PENGADILAN
(IMPLEMENTASI PP NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG
PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK)
A. TINJAUAN UMUM PENGANGKATAN ANAK DAN PERATURAN
PEMERINTAH NOMOR 54 TAHUN 2007
1. Secara etimologis
Secara bahasa istilah pengangkatan anak sering disebut dengan kata
adopsi yang merupakan kata serapan dari Bahasa Inggris “adoption” yang
berarti pengangkatan, pemungutan, dan dalam istilah pengangkatan anak
disebut adoption of child.13
Dalam bahasa Belanda disebut
“adoptie/adopteren” artinya “mengambil anak orang lain untuk dijadikan
anak sendiri”14
atau dalam bahasa latin disebut “adoptio, adopto” yang
artinya mengangkat sebagai anak15
.
Dalam kamus bahasa Arab kata adopsi atau pengangkatan anak
berasal dari kata (تبني).16
Dari pengertian pengangkatan anak (adopsi)
menurut bahasa, dapat disimpulkan bahwa pengangkatan anak (adopsi)
merupakan perbuatan hukum dengan cara mengambil anak orang lain untuk
dijadikan anak sendiri (dipelihara) seperti halnya dengan anak kandung
sendiri.
2. Secara terminologis
Beberapa para ahli memberikan pengertian seputar pengangkatan
anak atau adopsi sebagaimana berikut :
13
Jhon M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2005), h., 13. 14
Yaswirman, Hukum Keluarga : Karakteristik dan Prospek Doktrin Islam dan
Adat dalam Masyarakat Matrilineal Minangkabau, (Jakarta : Rajawali Pers, 2013), h.,
251. 15
Hassan Shadily, Ensiklopedi Indonesia, (Jakarta : Ichtiar Baru – Van Hoeve,
1989), h.,84. 16
Atabik Ali, Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab – Indonesia,
(Yogyakarta: Multi Karya Grafika Pondok Pesantren Krapyak, 2003), h., 402.
14
a. Menurut Soerdaryo Soimin, Pengangkatan anak atau adopsi adalah
suatu perbuatan mengambil anak orang lain ke dalam keluarganya
sendiri, sehingga dengan demikian antara orang yang mengambil
anak dan yang diangkat timbul suatu hubungan hukum17
.
b. Surojo Wignjodipuro, dalam bukunya „Pengantar dan Azaz-Azaz
Hukum Adat‟, memberikan batasan sebagai berikut: “Adopsi
(mengangkat anak) adalah suatu perbuatan pengambilan anak orang
lain ke dalam keluarga sendiri sedemikian rupa, sehingga antara
orang yang memungut anak dan anak yang dipungut itu timbul suatu
hukum kekeluargaan yang sama, seperti yang ada antara orang tua
dengan anak kandungnya sendiri”18
.
c. Mahmud Syaltut, mengemukakan bahwa setidaknya ada dua
pengertian “pengangkatan anak.” Pertama, mengambil anak orang
lain untuk diasuh dan dididik dengan penuh perhatian dan kasih
sayang, tanpa diberikan status “anak kandung” kepadanya; Cuma ia
diperlakukan oleh orang tua angkatnya sebagai anak sendiri. Kedua,
mengambil anak orang lain sebagai anak sendiri dan ia diberi status
sebagai “anak kandung”, sehingga ia berhak memakai nama
keturunan (nasab) orang tua angkatnya dan saling mewarisi harta
peninggalan, serta hak-hak lain sebagai akibat hukum antara anak
angkat dan orang tua angkatnya itu19
.
d. Amir martosedono, dalam bukunya “Tanya jawab pengangkatan
anak dan masalahnya” bahwa : Anak angkat adalah anak yang
diambil oleh seseorang sebagai anaknya, dipelihara, diberi makan,
kalau sakit diobati, diperlakukan sebagai anaknya sendiri. Dan bila
17
Soedaryo Soimin, Hukum Orang dan Keluarga, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004),
h., 35. 18
Muderis Zaini, Adopsi : Suatu Tinjauan dari Tiga Sistem Hukum, (Jakarta :
Sinar Grafika, 2002), h., 5. 19
Ahmad Kamil dan M.Fauzan, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di
Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), h., 97.
15
nanti orang tua angkatnya meninggal dunia, dia berhak atas warisan
orang yang mengangkatnya20
.
e. Menurut Hilman Hadikusuma, Menyebutkan bahwa anak angkat
adalah anak orang lain yang dianggap anak sendiri oleh orang tua
angkat dengan resmi menurut hukum adat setempat dikarenakan
tujuannya untuk melangsungkan keturunan dan atau pemeliharaan
atas harta kekayaan rumah tangga21
.
Pendapat-pendapat tersebut diatas dapat disimpulkan sebagai berikut,
bahwa secara umum yang dimaksud dengan pengangkatan anak adalah
tindakan mengambil anak orang lain ke dalam keluarga sendiri yang diasuh
dan dipelihara seperti anak kandung. Sehingga segala kebutuhan hidup yang
dibutuhkan anak angkat telah menjadi tanggung jawab sepenuhnya terhadap
orang tua angkatnya baik itu dalam hal kebutuhan materil atau non materil
demi masa depan anak angkat tersebut.
Dalam hal pengertian pengangkatan anak dan adopsi terdapat
perbedaan yang terletak dalam prinsip hukumnya, bahwasanya kata adopsi
yang sudah ada di Indonesia merupakan hasil revisi dari sistem Eropa yang
menjadikan anak angkat terputus hubungan kekeluargaannya serta hak-
haknya dengan orang tua kandungnya. Sedangkan dalam hukum Islam,
tindakan pengangkatan anak tidak akan memutuskan hubungan kekeluargaan
terhadap orang tua kandungnya serta tidak bisa saling mewarisi antara anak
angkat dengan orang tua angkatnya.
3. Menurut Peraturan Perundang-undangan
Untuk mengetahui pengertian pengangkatan anak menurut peraturan
perundang-undangan Republik Indonesia terlebih dahulu melihat undang-
undang perkawinan, karena pengangkatan anak termasuk dalam hukum
keluarga atau bidang perkawinan. Undang-undang RI Nomor 1 Tahun 1974
yang mengatur tentang perkawinan dalam pasal-pasalnya tidak menyinggung
20
Amir Martosedono, Tanya jawab pengangkatan anak dan masalahnya,
(Semarang: Effhar Offset dan Dahara Prize, 1990) h., 15. 21
Tolib Setiady, Intisari Hukum Adat Indonesia Dalam Kajian Kepustakaan,
(Bandung: Alfabeta, 2013), h., 215.
16
anak angkat atau pengangkatan anak. Berikut merupakan beberapa peraturan
perundang-undangan yang mendefinisikan mengenai pengangkatan anak :
a. Pengertian pengangkatan anak yang terdapat dalam Penjelasan Pasal
47 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2006 tentang
Administrasi Kependudukan. Penjelasan Undang-undang tersebut
memberi pengertian bahwa yang dimaksud pengangkatan anak adalah
perbuatan hukum untuk mengalihkan hak anak dari lingkungan
kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang
bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan
anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya
berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan22
.
b. Anak angkat berdasarkan Pasal 1 angka 9 Undang-Undang No.23
Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak adalah anak yang haknya
dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang
sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan,
pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan
keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan
pengadilan23
.
c. Didalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 171 huruf (h) yang
berbunyi bahwa anak angkat adalah anak yang dalam hal
pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan, dan
sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal kepada
orang tua angkatnya berdasarkan putusan pengadilan24
.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan
Pengangkatan Anak
Peraturan pemerintah ini merupakan peraturan untuk melaksanakan
ketentuan mengenai pengangkatan anak sebagaimana yang diatur dalam
22
Musthofa Sy, Pengangkatan Anak Kewenangan Pengadilan Agama, (Jakarta :
Kencana Prenada Media Group, 2008), Cet. 1 h., 17. 23
Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 1 angka 9 24
Abdul Gani Abdullah, Pengantar Kompilasi Hukum Islam Dalam Tata Hukum