“PENGAMALAN PANCASILA DALAM IMPLEMENTASI OTONOMI DAERAH” PENDAHULUAN Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan dasar hukum pembentukan Pemeritahan Daerah,menghendaki pembagian Wilayah Indonesia atas daerah besar dan kecil,dengan bentuk dan susunan ditetapkan dengan Undang-undang.Dan pembentukan daerah besar dan kecil tersebut harus tetap memperhatikan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa. Prof. Soepomo menyatakan bahawa Otonomi Daerah sebagai prinsip berarti menghormati kehidupan regional menurut riwayat adat dan sifat-sifat sendiri- sendiri,dalam kadar Negara kesatuan.Tiap daerah mempunyai histories dan sifat khusus yang berlainan dari riwayat dan sifat daerah lain.Karena itu,Pemerintah harus menjauhkan segala urusan yang bermaksud akan menguniformisir seluruh daerah menurut satu model. Menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,yang dimaksud daerah otonom yang selanjutnya disebut daerah,adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa KELOMPOK 6, KELAS 1A Page 1
36
Embed
Pengamalan Pancasila Dalam Implementasi Otonomi Daerah
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
“PENGAMALAN PANCASILA DALAM IMPLEMENTASI OTONOMI
DAERAH”
PENDAHULUAN
Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan
dasar hukum pembentukan Pemeritahan Daerah,menghendaki
pembagian Wilayah Indonesia atas daerah besar dan
kecil,dengan bentuk dan susunan ditetapkan dengan Undang-
undang.Dan pembentukan daerah besar dan kecil tersebut harus
tetap memperhatikan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah
yang bersifat istimewa.
Prof. Soepomo menyatakan bahawa Otonomi Daerah
sebagai prinsip berarti menghormati kehidupan regional menurut
riwayat adat dan sifat-sifat sendiri-sendiri,dalam kadar Negara
kesatuan.Tiap daerah mempunyai histories dan sifat khusus yang
berlainan dari riwayat dan sifat daerah lain.Karena itu,Pemerintah
harus menjauhkan segala urusan yang bermaksud akan
menguniformisir seluruh daerah menurut satu model.
Menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah,yang dimaksud daerah otonom yang
selanjutnya disebut daerah,adalah kesatuan masyarakat hukum
yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur
dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia.Sedangkan yang dimaksud Otonomi Daerah adalah
kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan
KELOMPOK 6, KELAS 1A Page 1
“PENGAMALAN PANCASILA DALAM IMPLEMENTASI OTONOMI
DAERAH”
perundang-undangan.
Lebih lanjut Undang-undang Nomor 32 Tahun
2004,meletakan titik berat otonomi daerah pada Daerah
Kabupaten dan Daerah Kota,dengan prinsip otonomi seluas-
luasnya dalam arti daerah diberi kewenangan mengurus dan
mengatur semua urusan pemerintahan diluar yang menjadi
urusan Pemerintah. Peletakan otonomi daerah pada Pemerintah
Kabupaten dan Kota bertujuan lebih mendekatkan fungsi
pelayanan kepada msyarakat.Hal ini sejalan dengan konsepsi
Hatta,yang mengemukakan bahwa apabila kita mau
mendekatkan demokrasi yang bertanggung jawab kepada
rakyat,melaksanakan cita-cita lama yang tertanam dalm
pengertian “pemerintah yang diperintah”,maka sebaik-
baiknyalah titik berrat pemerintahan sendiri diletakan pada
Kabupaten.
Disamping itu juga prinsip otonomi yang nyata dan
bertanggung jawab.Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip
bahwa untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan
berdasarkan tugas, wewenang dan kewajiban senyatanya telah
ada dan berpotensi untuk tumbuh,hidup dan berkembang sesuai
dengan potensi dan kekhasan daerah.Sedangkan otonomi yang
bertanggung jawab adalah otonomi yang dalam
penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan
dan maksud pemberian otonomi yang pada dasarnya untuk
memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat yang merupakan bagian utama darai tujuan nasional.
Tujuan utama dari kebijakan otonomi daerah
(desentralisasi) adalah,disatu pihak,membebaskan pemerintah
KELOMPOK 6, KELAS 1A Page 2
“PENGAMALAN PANCASILA DALAM IMPLEMENTASI OTONOMI
DAERAH”
pusat dari beban-beban yang tidak perlu dalam menangani
urusan domestic,sehingga ia berkesempatan untuk
mempelajari,memahami,merespon berbagai kecenderungan
global dan mengambil manfaat dari padanya pada saat yang
sama,pemerintah pusat diharapkan lebih mampu berkonsentrasi
pada perumusan kebijakan makro nasional yang bersifat
strategis.Di lain pihak, dengan desentralisasi kewenangan ke
daerah,maka daerah akan mengalami proses pemberdayaan
yang signifikan.Kemampuan prakarsa dan kreativitas Kabupaten
dan Kota akan terpacu,sehingga kapabelitas dalam mengatasi
berbagai masalah domestik akan semakin kuat. Desentralisasi
merupakan simbol “kepercayaan” dari pemerintah pusat, dalam
sitem yang sentralistik mereka tidak biasa berbuat banyak dalam
mengatasi berbagai masalah,dalam sistem otonomi mereka di
tantang untuk secara kreatif menemukan solusi-solusi atas
berbagai masalah yang dihadapi.
Dengan titik berat otonomi pada Kabupaten dan
Kota,maka Indonesia telah melakukan transformasi dalam
hubungan antara pemerintah pusat,provinsi dan kabupaten/kota
yang menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 hanya
merupakan kepanjangan tangan pusat di daerah.Dalam Undang-
undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah diubah menjadi
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah telah dibuka saluran baru (kran) bagi pemerintah provinsi
dan kabupaten/kota untuk mengambil tanggung jawab yang lebih
besar dalam pelayanan umum kepada masyrakat setempat,untuk
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
Penyesuaian kewenangan dan fungsi penyedian
pelayanan antara pemerintah pusat,provinsi, dan kabupaten/kota
KELOMPOK 6, KELAS 1A Page 3
“PENGAMALAN PANCASILA DALAM IMPLEMENTASI OTONOMI
DAERAH”
sudah memuat tujuan baik politis maupun teknis.Secara
politis,desentralisasi kewenangan pada masing-masing daerah
menjadi perwujudan dari tuntutan reformasi seperti direfleksikan
dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, yang selanjutnya
ditekankan kembali dalam Rencana Jangka Menengah
Nasional.Sedangkan secara teknis masih terdapat sejumlah besar
langkah-langkah yang harus dilaksanakan untuk menjamin
penyesuaian kewenangan dan fungsi-fungsi tersebut secara
eefektif.
Untuk menjamin proses desentralisasi berlangsung dan
berkesinambungan,pada prinsipnya acuan dasar dari otonomi
daerah telah diwujudkan melalui Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan peraturan
perundangan lainnya.
Dalam acuan dasar tersebut setiap daerah harus
membentuk suatu paket otonomi yang konsisten dengan
kapasitas dan kebutuhannya.Dalam Negara yang majemuk
seperti Indonesia ini, satu ukuran belum tentu cocok untuk
semua.Oleh karena itu dalam penyusunan paket otonomi
pemeritah daerah perlu melibatkan komunitas-komunitas
lokal,termasuk DPRD.
SEKILAS OTONOMI SAAT INI
Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, yang dimaksud daerah otonom yang
selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum
KELOMPOK 6, KELAS 1A Page 4
“PENGAMALAN PANCASILA DALAM IMPLEMENTASI OTONOMI
DAERAH”
yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur
dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Sedangkan yang dimaksud otonomi daerah adalah
kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Otonomi daerah merupakan kebijakan yang sangat bagus
untuk diterapkan agar supaya daerah-daerah mempunyai
peranan dalam mengatur rumah tangganya secara mandiri.
Kebijakan otonomi daerah dengan maksud awal untuk mengubah
orientasi pertumbuhan baik itu dibidang ekonomi, sosial budaya,
maupun politik ke arah orientasi pemerataan pembangunan antar
daerah seperti yang diungkapkan oleh Hadi (1993). Proyek ini
selanjutnya ditindaklanjuti dengan keluarnya repelita, namun
repelita saja tidak cukup sehingga keluarlah Undang-Undang
No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-
Undang No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat
dan Daerah. Perundangan yang terbaru, Undang-Undang No. 32
tahun 2004 yang berisi pengaturan revisi otonomi daerah.
Pratikno dikutip oleh Karim (2003) menegaskan sangat
boleh jadi undang-undang tersebut bukan merupakan sebuah
pilihan final. Untuk menjadikannya final, diperlukan sebuah
penyepakatan komitmen untuk menjadikan desentralisasi itu
sebagai referensi utama dalam penataan hubungan pusat dan
daerah. Memang selama ini masih terjadi kebingungan
pemerintah untuk mengatur perimbangan kekuasaan tersebut,
KELOMPOK 6, KELAS 1A Page 5
“PENGAMALAN PANCASILA DALAM IMPLEMENTASI OTONOMI
DAERAH”
masing-masing daerah tidak seragam dan sangat heterogen.
Karim (2003) mengargumentasikan bahwa Indonesia senantiasa
kesulitan dalam mencari format ideal bagi desentralisasi politik
dan otonomi daerah. Derajat heterogenitas geografis maupun
sosial budaya yang cukup tinggi, maka daerah cenderung
menuntut kekuasaan yang lebih besar.
Padahal jika dirunut dalam manfaat, jika penerapan
desentralisasi melalui otonomi daerah dilaksanakan dengan baik
dan tanpa hambatan, akan memberikan keuntungan yang lebih
bagi daerah maupun pusat sebagai central government. Pratikno
(2007) memaparkan keuntungan kerjasama antar daerah dalam
konteks desentralisasi. Beberapa diantaranya yaitu manajemen
konflik antar daerah, efisiensi dan standardisasi pelayanan,
pengembangan ekonomi bersama, dan pengelolaan lingkungan
yang menjadi incaran negara-negara maju saat ini.
Namun dari manfaat yang akan didapat selama penerapan
desentralisasi, faktanya untuk saat ini masih banyak masyarakat
merasa kurang puas akan hasil yang dicapai otonomi daerah.
Pengaturan yang dilakukan hendaknya perlu penanganan khusus
dikarenakan kondisi Indonesia sangatlah kompleks. Sebagaimana
pendapat Ratnawati (1993), mengatur dan melaksanakan
desentralisasi di negara kesatuan seperti Indonesia tidaklah
semudah seperti pada negara-negara kecil yang wilayahnya tidak
begitu luas dengan kondisi sosial budaya yang relatif rendah
heterogenitasnya. Sepakat dengan pendapat tersebut, terlepas
dengan berbagai dugaan tentang keburukan otonomi daerah
yang lain, perlu digarisbawahi pada aspek sosial budaya
Indonesia.
KELOMPOK 6, KELAS 1A Page 6
“PENGAMALAN PANCASILA DALAM IMPLEMENTASI OTONOMI
DAERAH”
PEMBAHASAN
Permasalahan Pelaksanaan Otonomi Daerah
Proses implementasi otonomi daerah yang sudah
berjalan sejak 1 Januari 2000 yang lalu,dalam pelaksanaannya
tidaklah berjalan mulus dan masih menghadapi kendala-
kendala,baik itu pada tataran konsepsional maupun praktek-
praktek lapangan yang jika tidak dilakukan perbaikan segera
akan menghambat tujuan otonomi itu sendiri.
Berdasarkan evaluasi permasalaahan-permsalahan yang
muncul dalam implementasi otomi daerah tersebut dapat
dikemukakan sebagai berikut :
1. Masih ada anggapan bahwa Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 adalah Undang-Undangnya Departemen Dalam
Negeri.Padahal Undang-Undang itu apabila sudah
diundangkan diperlakukan untuk semua warga Negara,untuk
semua institusi dan lembaga apapun.
2. Ada gejala cukup kuat dalam pelaksanaan otonomi
daerah,yaitu konflik horizontal yang terjadi antara pemerintah
provinsi dengan pemerntah kabupaten /kota,sebagai akibat
dari penekanan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 yang
menekankan bahwa tidak ada hubungan hierarkhis antara
pemerintah provinsi dengan pemerintah
kabupaten/kota,sehingga pemerintah kabupaten /kota
menganggap kedudukannya sama dan tidak ta’at kepada
pemerintah provinsi.Ada arogansi pemerintah kabupaten
KELOMPOK 6, KELAS 1A Page 7
“PENGAMALAN PANCASILA DALAM IMPLEMENTASI OTONOMI
DAERAH”
/kota,karena tidak ada sanksi apabila ada pelanggaran dari
pemerintah kabupaten /kota.
3. Dengan pelaksanaan otonomi daerah muncul gejala etno-
sentrisme atau fenomena primordial kedaerahan semakin
kuat.Indikasi etno-sentrisme ini terlihat dalam beberapa
kebijakan di daearah yang menyangkut pemekaran
daerah,pemilihan kepala daerah,rekrumen birokrasi local dan
pembuatan kebijakan lainnya.
4. Ada kelemahan dalam kaitan pelaksanaan otonomi daerah
yang memicu konflik dalam perspektif sosiologis.Pertama,
pemerintah belum memiliki Rencana Umum Pembangunan
Sosial Budaya.Kedua, pemerintah pusat kurang memberi
perhatian terhadap pengembangan kelembagaan dalam
bidang social budaya yang mampu membuat “critical analysis”
yang bersifat holistic dan societal mengenai dampak berbagai
macam kebijakan departemen yang bersifat sektoral maupun
kebijakan daerah terhadap integrasi nasional.Ketiga, guna
mencegah gerakan yang bersifat separatis perlu adanya
sosialisasi yang menetralisir gerakan tersebut.
5. Pelaksanaan otonomi daerah juga masih memunculkan
problematik seperti masalah kewenangan, kelembagaan,
kepegawaian, dan keungan daerah.Sebagai misal mengenai
kewenangan masih ada tarik ulur pemerintah pusat seperti
kewenangan pertanahan, keluarga berencana dan lain-
lain’bahkan ada upaya lembaga pusat yang menghendaki
sentralistik lagi dengan membentuk Unit Pelayanan Teknis
(UPT) di daerah.Mengenai kepegawaian karena
kewenangannya ada pada kabupaten/kota,maka kesulitan
KELOMPOK 6, KELAS 1A Page 8
“PENGAMALAN PANCASILA DALAM IMPLEMENTASI OTONOMI
DAERAH”
yang muncul untuk pemerataan,kareana ada sementara
daerah yang sumber daya manusianya belum
memadai.Sementara itu, karena pengaturan dan pemanfaatan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota
tergantung Bupati/Walikota,maka ada sementara daerah yang
Bupati/Walikota nya lebih mementingkan membeli kendaraan
dinas atau membiyai sepak bola dari pada untuk kepentingan
masyarakat banyak.
6. Kewenangan DPRD untuk mewujudkan demokrasi tingkat lokal
ternyata jauh dari harapan, karena para wakil rakyat lebih
banyak memikirkan kepentingan sendiri daripada kepentingan
masyarakat.Akibatnya partisipasi masyarakat yang semula
tinggi jadi mengendur.Disamping juga belum ada lembaga
kontrol DPR dan DPRD,sehingga meskipun sitem pemerintahan
kita menganut kabinet presidensiil tapi kenyataannya apabila
terjadi persengketaan yang menang selalu legislative.
7. Ada sementara orang yang melihat bahwa pelaksanaan
otonomi daerah justru memindahkan korupsi dari pusat ke
daerah dan menciptakan raja-raja kecil di daerah.Karena
banyak kasus Kepala Daerah atau anggota DPRD yang
belakangan terbukti menyalah gunakan kekuasaan.
8. Pelaksanaan otonomi daerah juga memunculkan kesulitan
pemerataan pemanfaatan potensi sumber daya alam dan
kapasitas industri antar daerah yang antara yang satu dengan
lainnya.
KELOMPOK 6, KELAS 1A Page 9
“PENGAMALAN PANCASILA DALAM IMPLEMENTASI OTONOMI
DAERAH”
PENGAMALAN PANCASILA DALAM
IMPLEMENTASI OTODA
Berdasarkan pengalaman, terbukti bahwa pola sentralisasi
pemerintahan cenderung menimbulkan ekonomi biaya tinggi,
akibat lambannya birokrasi.Selain itu, pola sentralisasi tidak
mendorong kreativitas dan motivasi untuk membangun melalui
pola pembangunan yang bersifat partisipatif.Lagi pula, kondisi
geografis Indonesia dengan wilayah yang menyebar terpencar
membuat masalah pembangunan nasional demikian
kompleks.Dalam pada itu,pembangunan tidak hanya
diorientasikan pada dimensi optimalisasi dukungan dan
pengembangan sumber daya di daerah, tetapi juga pada dimensi
persatuan dan kesatuan.
Kedua dimensi inilah yang menjadi dasar dari peletakan
otonomi daerah pada kabupaten dan kota, melalui penyerahan
sebagian urusan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.Di
masa lalu, banyak masalah terjadi di daerah yang tidak
tertangani secara baik karena keterbatasan kewenangan
pemerintah daerah di bidang itu.Ini berkenaan antara lain dengan