Top Banner
Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN 40 Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 7, No.1, Juni 2013 PENGALIHAN JABATAN STRUKTURAL KE JABATAN FUNGSIONAL: SUATU TELAAHAN PENGHAPUSAN JABATAN ESELON III DAN IV DI BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA THE REPOSITION OF STRUCTURAL TO FUNCTIONAL POSITION: STUDY OF ELIMINATION OF THE ESELON III AND IV POSITION AT BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA Muhlis Irfan Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian Badan Kepegawaian Negara Jl. Mayjend. Soetoyo 12 Cililitan Jakarta Timur e-mail: [email protected] (Diterima 16 April 2013, direvisi 17 Juni 2013, diterbitkan 28 juni 2013) Abstrak Terkait rencana pengalihan orientasi pegawai dari jabatan struktural ke jabatan fungsional, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Fokus penelitian ini adalah mengenai kompensasi atau penghasilan yang diterima PNS yang berpindah dari jabatan struktural ke jabatan fungsional. Ruang lingkup penelitian dibatasi hanya di lingkungan Badan Kepegawaian Negara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penghasilan yang diterima pegawai struktural eselon III lebih besar dari pada pegawai dalam jabatan fungsional yang relevan di BKN, meski untuk struktural Eselon III dan IV kelas jabatannya sama dengan jabatan fungsional tingkat ahli. Kemudian disimpulkan juga bahwa beberapa jabatan fungsional tertentu besaran tunjangannya belum didasarkan pada perhitungan bobot jabatan. Kata kunci: jabatan struktural, jabatan fungsional, pengalihan jabatan, tunjangan Abstract In relation to the reposition of employee orientation from structural to functional position, there are few things that need to be considered. This research focus on compensation or income received by civil servants who are redirected from functional to structural position. The scope of research was limited only within the National Civil Service Agency. The results showed that although Echelon III and IV employees have the same job class as expert level functional job, the income received by echelon III employee is greater than the employees in the relevant functional job in BKN. It is also concluded that the amount of some specific functional job allowance has not been based on the calculation of job weight. Keywords: structural positions, functional positions, job reposition, allowances PENDAHULUAN Wacana penghapusan jabatan eselon III dan IV telah diserukan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PAN-RB). Hal ini seperti dikemukakan Wakil Menteri PAN- RB, Eko Prasojo, yang mengatakan program penghapusan eselon III dan IV mulai dijalankan tahun 2012. “Tujuannya untuk memindahkan orientasi pegawai dari jabatan struktural ke jabatan fungsional. Penghapusan diharapkan mampu mengurangi biaya yang tidak diperlukan untuk memberikan fasilitas dinas dan jabatan kepada pejabat eselon III dan IV” (Jawa Pos Online, 3 Juni 2012).
16

PENGALIHAN JABATAN STRUKTURAL KE JABATAN …

Oct 03, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: PENGALIHAN JABATAN STRUKTURAL KE JABATAN …

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN 40

Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 7, No.1, Juni 2013

PENGALIHAN JABATAN STRUKTURAL KE JABATAN FUNGSIONAL:SUATU TELAAHAN PENGHAPUSAN JABATAN ESELON III DAN IV

DI BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA

THE REPOSITION OF STRUCTURAL TO FUNCTIONAL POSITION:STUDY OF ELIMINATION OF THE ESELON III AND IV POSITION

AT BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA

Muhlis IrfanPusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian Badan Kepegawaian Negara

Jl. Mayjend. Soetoyo 12 Cililitan Jakarta Timure-mail: [email protected]

(Diterima 16 April 2013, direvisi 17 Juni 2013, diterbitkan 28 juni 2013)

Abstrak

Terkait rencana pengalihan orientasi pegawai dari jabatan struktural ke jabatan fungsional, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Fokus penelitian ini adalah mengenai kompensasi atau penghasilan yang diterima PNS yang berpindah dari jabatan struktural ke jabatan fungsional. Ruang lingkup penelitian dibatasi hanya di lingkungan Badan Kepegawaian Negara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penghasilan yang diterima pegawai struktural eselon III lebih besar dari pada pegawai dalam jabatan fungsional yang relevan di BKN, meski untuk struktural Eselon III dan IV kelas jabatannya sama dengan jabatan fungsional tingkat ahli. Kemudian disimpulkan juga bahwa beberapa jabatan fungsional tertentu besaran tunjangannya belum didasarkan pada perhitungan bobot jabatan.

Kata kunci: jabatan struktural, jabatan fungsional, pengalihan jabatan, tunjangan

Abstract

In relation to the reposition of employee orientation from structural to functional position, there are few things that need to be considered. This research focus on compensation or income received by civil servants who are redirected from functional to structural position. The scope of research was limited only within the National Civil Service Agency. The results showed that although Echelon III and IV employees have the same job class as expert level functional job, the income received by echelon III employee is greater than the employees in the relevant functional job in BKN. It is also concluded that the amount of some specific functional job allowance has not been based on the calculation of job weight.

Keywords: structural positions, functional positions, job reposition, allowances

PENDAHULUAN

Wacana penghapusan jabatan eselon III dan IV telah diserukan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PAN-RB). Hal ini seperti dikemukakan Wakil Menteri PAN-RB, Eko Prasojo, yang mengatakan program

penghapusan eselon III dan IV mulai dijalankan tahun 2012. “Tujuannya untuk memindahkan orientasi pegawai dari jabatan struktural ke jabatan fungsional. Penghapusan diharapkan mampu mengurangi biaya yang tidak diperlukan untuk memberikan fasilitas dinas dan jabatan kepada pejabat eselon III dan IV” (Jawa Pos Online, 3 Juni 2012).

Page 2: PENGALIHAN JABATAN STRUKTURAL KE JABATAN …

Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 7, No.1, Juni 2013

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN 41

Lebih jauh Eko Prasojo menjelaskan, penghapusan eselon tersebut juga dikarena-kan banyak tugas di lingkup kementerian, lembaga, atau pemerintah daerah yang seharusnya dikerjakan satu orang, namun kenyataan justru dilakukan bersama oleh 10 orang. Bukan hanya pemborosan uang negara, kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) pun sangat tidak efektif. Perampingan birokrasi ini juga dilakukan guna menjaring Pegawai Negeri berkualitas yang mampu melayani publik dengan baik.

Disisi lain, penghapusan jabatan eselon III dan IV bertujuan mengubah pola pikir PNS yang selama ini cenderung mengejar jabatan tanpa melaksanakan tugasnya secara maksimal. Pejabat yang memiliki sikap seperti itu tentunya merugikan pemerintah dan masyarakat (Antara, 6 Desember 2011).

Hal tersebut di atas, juga didukung Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Eko Sutrisno, yang mengaku mendukung rencana Kementerian PAN-RB untuk mengurangi jabatan eselon di struktur organisasi PNS. Pihaknya bahkan me-ngusulkan agar jabatan fungsional yang akan ditambah sebagai pengganti dihapuskannya eselon III, IV, dan V, tidak hanya jabatan fungsional yang umum, melainkan juga yang khusus (Biro Pusat Statistik Kabupaten Brebes, 1 Maret 2012).

Terkait dengan rencana penghapusan jabatan eselon III dan IV, Deputi Kelembagaan Kemen PAN-RB, Ismadi Ananda, menjelaskan pemerintah tidak hanya menjalankan program penghapusan ini begitu saja. Akan tetapi, sejak awal sudah menyiapkan upaya untuk memberikan kompensasi bagi PNS yang menduduki jabatan-jabatan tersebut. Kompensasi yang paling utama adalah, pemerintah menambah pos jabatan fungsional. Saat ini jabatan fungsional ada 116 unit. Apabila jabatan eselon III dan IV itu dihapus,

jabatan fungsional ditambah menjadi sekitar 200 unit (Antara, 6 Desember 2011).

Lebih lanjut Ismadi menyatakan jabatan fungsional yang akan digenjot keberadaannya adalah analis jabatan, analis pegawai, analis keuangan, dan auditor. Dengan adanya jabatan analis-analis ini, diharapkan bisa mempermudah kementerian untuk mengusulkan pegawai baru.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka perlu penelaahan yang komprehensif agar wacana kebijakan penghapusan jabatan eselon III dan IV dapat diterima oleh masyarakat PNS serta dapat diimplemen-tasikan secara optimal. Dalam kaitan tersebut, pada penelitian ini penulis mencoba memfokuskan bahasan pada keterkaitan penghapusan jabatan eselon III dan IV dengan kompensasi atau penghasilan yang diterima PNS, yang berpindah ke jabatan fungsional. Sedangkan, batasan pembahasan dalam penelitian ini hanya dilakukan di lingkup BKN.

TINJAUAN PUSTAKA

KompensasiFlippo (1990) menjelaskan bahwa

kompensasi adalah harga untuk jasa-jasa yang telah diberikan oleh seseorang kepada orang lain. Sedangkan, Werther dan Davis (1996) mengemukakan kompensasi “sebagai apa yang diterima pekerja sebagai tukaran atas kontribusinya bagi organisasi”. Selanjutnya, Werther dan Davis (1996) menjelaskan dilihat dari cara pembayarannya, kompensasi dapat merupakan kompensasi langsung dan kompensasi tidak langsung. Kompensasi langsung merupakan kompensasi manajemen seperti upah dan gaji atau pay for performance seperti insentif dan gain sharing. Sedangkan, kompensasi tidak langsung dapat berupa

Page 3: PENGALIHAN JABATAN STRUKTURAL KE JABATAN …

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN 42

Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 7, No.1, Juni 2013

tunjangan atau jaminan keamanan dan kesehatan.

Dessler (1984) menyebutkan bahwa kompensasi merupakan semua bentuk penggajian atau ganjaran yang mengalir kepada pegawai dan timbul dari kepegawaian mereka (pegawai). Selanjutnya, Dessler (1984) mengemukakan terdapat tiga komponen kompensasi, yaitu: (a) Pembayaran uang secara langsung (direct financial payment) dalam bentuk upah, gaji, insentif, komisi, dan bonus; (b) Pembayaran tidak langsung (indirect payment) dalam bentuk tunjangan, seperti asuransi dan liburan atas dana perusahaan; (c) Ganjaran non-finansial (non-financial reward) seperti hal-hal yang tidak mudah dikuantifikasi, yaitu ganjaran-ganjaran seperti pekerjaan yang lebih menantang, jam kerja yang lebih luwes.

Kompensasi dalam organisasi perlu dikelola secara baik. Werther dan Davis (1996) mengemukakan bahwa tujuan dari manajemen kompensasi adalah sebagai: (a) Memperoleh personil berkualitas; (b) Mempertahankan pegawai yang ada; (c) Memastikan keadilan; (d) Menghargai perilaku yang diinginkan; (e) Mengawasi biaya; (f) Mematuhi peraturan; (g) Memfasilitasi saling pengertian; dan (h) Efisiensi administrasi selanjutnya.

Sementara i tu , Stoner (1986) menyatakan terdapat empat alasan mengapa organisasi/perusahaan menerapkan sistem kompensasi yang baik. Keempat alasan tersebut pada hakekatnya adalah ditujukan supaya para pegawai dapat memberikan kontribusi positif bagi efektifitas organisasi/perusahaan. Secara lebih lengkap alasan-alasan tesebut adalah: (a) Kompensasi dapat menarik calon-calon pegawai yang ber-kualitas. Pegawai-pegawai yang berkualitas akan memungkinkan atau berpotensi untuk memiliki tingkat produktifitas kerja yang tinggi; (b) Mempertahankan pegawai yang ada. Jika

sistem kompensasi yang di-terapkan kurang kompetitif, maka banyak pegawai yang memiliki kompetensi tinggi (potensial) akan keluar mencari pekerjaan lain yang memberikan kompensasi labih baik; (c) Memberikan insentif yang mampu memotivasi pegawai dalam meningkatkan kualitas kerjanya (kinerja). Pemberian insentif ini merupakan suatu bentuk penghargaan (reward) atas prestasinya, dan dengan insentif ini dapat meningkatkan produktifitas pegawai; dan (d) Mengendalikan biaya program kompensasi yang baik dapat memotivasi pegawai pada tingkat biaya yang layak. Tanpa adanya program kompensasi yang baik, organisasi/perusahaan mungkin akan membayar lebih tinggi dari seharusnya (overpaid) atau bahkan lebih rendah dari seharusnya (underpaid).

Kompensasi sebagai imbalan jasa, berdasarkan kemampuan nilai tukarnya dapat dibagi dalam beberapa tingkatan, yakni:1. Memenuhi kebutuhan hidup tingkat yang

rendah (poverty level) artinya bahwa upah yang diperoleh masih dirasakan kurang menurut ukuran objektif untuk memenuhi kebutuhan paka ian, perumahan, kesehatan, pendidikan dan sebagainya.

2. Tingkat hidup minimum (subsistence level), bahwa upah berada pada tingkat mampu memenuhi kebutuhan hidup pada titik minimum.

3. Tingkat hidup yang layak (living wage level) dimana secara objektif kebutuhan hidup cukup terpenuhi bagi dirinya maupun bagi keluarganya melalui penerimaan upah (Soekemi dkk., 1988).

Program kompensasi bagi suatu organisasi merupakan hal yang penting karena mencerminkan upaya organisasi untuk mempertahankan sumberdaya manusianya. Selain itu, kompensasi (dalam bentuk pengupahan dan balas jasa lainnya) sering

Page 4: PENGALIHAN JABATAN STRUKTURAL KE JABATAN …

Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 7, No.1, Juni 2013

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN 43

merupakan komponen-komponen biaya yang paling besar dan penting. Oleh karenanya, kompensasi yang dapat mempengaruhi organisasi dan para pegawai itu perlu disusun dalam suatu sistem yang efektif.

Lebih jauh Handoko (1993) mengurai-kan pentingnya sistem kompensasi yang efektif dikarenakan memiliki tujuan-tujuan: (1) Memperoleh personalia yang qualified; (2) Mempertahankan para pegawai yang ada saat ini; (3) Menjamin keadilan; (4) Menghargai perilaku yang diinginkan; (5) Mengendalikan biaya-biaya; dan (6) Memenuhi peraturan-peraturan legal.

Dalam konteks PNS, kompensasi sebagai balas jasa atau hasil kerja ditetapkan berdasarkan atas pekerjaan dan besarnya tanggung jawab serta dengan tidak melupakan aspek “kelayakan” untuk hidup. Selama ini penggajian Pegawai Negeri Sipil di Indonesia mengikuti 3 (tiga) sistem, yaitu: Sistem Skala Tunggal, Sistem Skala Ganda dan Sistem Skala Gabungan. 1. Sistem skala tunggal, adalah suatu

sistem penggajian dengan memberikan gaji yang sama kepada pegawai yang berpangkat sama dengan tidak atau kurang memperhatikan sifat pekerjaan dan tanggung jawab yang harus dipikul. Keuntungan sistem ini adalah sederhana dan hanya cukup diperlukan satu peraturan yang mengatur skala gaji untuk semua PNS. Adapun kelemahannya adalah tidak adil, dikarenakan bagi PNS yang mempunyai beban tugas besar dan berat tidak ada perbedaan.

2. Sistem skala ganda, adalah sistem penggajian berdasarkan sifat pekerjaan dan beratnya tanggung jawab yang dipikul dalam melaksanakan tugas. Artinya, penentuan besarnya gaji bukan saja didasarkan pada sifat pekerjaan

yang dilakukan, tetapi prestasi yang dicapai dan beratnya tanggung jawab yang dipikul dalam melaksanakan tugas tersebut. Dalam sistem ini dimungkinkan pangkat sama tetapi besarnya gaji tidak sama. Keuntungannya antara lain memberikan perangsang yang dapat menimbulkan kegairahan bekerja bagi mereka yang mempunyai tanggung jawab berat. Kelemahannya adalah dapat menimbulkan ketidakadilan pada waktu pensiun.

3. Sistem skala gabungan, yaitu perpaduan/gabungan dari dua sistem, yakni sistem skala tunggal dan sistem skala ganda. Dalam sistem ini gaji pokok bagi PNS yang berpangkat sama ditetapkan sama, dan disamping itu diberikan tunjangan bagi PNS yang melaksanakan beban kerja dan memikul tanggung jawab lebih besar (memerlukan pemusatan pemikiran dan tenaga secara terus menerus). Keuntungan sistem ini antara lain dapat memberikan dorongan/motivasi bagi PNS yang diberi tugas dan tanggung jawab lebih berat. Kelemahannya adalah, jika tidak di-lakukan analisis, klasifikasi, dan evaluasi jabatan yang baik dan jelas akan menimbulkan kecemburuan dan persaingan yang tidak sehat.

Atas dasar pemikiran yang terus menerus, pemerintah telah menetapkan sistem penggajian PNS dengan Sistem Skala Gabungan. Sistem skala gabungan menetapkan gaji PNS berdasarkan ke-pangkatan dan memberikan tunjangan kepada pegawai yang memikul beban tanggung jawab yang besar atau yang melakukan pekerjaan dengan resiko tinggi.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil, struktur gaji

Page 5: PENGALIHAN JABATAN STRUKTURAL KE JABATAN …

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN 44

Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 7, No.1, Juni 2013

pegawai terdiri atas unsur-unsur gaji pokok, kenaikan gaji berkala, kenaikan gaji istimewa dan tunjangan. Komponen gaji menurut PP tersebut adalah:1. Gaji Pokok

Gaji Pokok PNS ditetapkan dengan PP No. 7 Tahun 1977 kemudian diperbaharui dengan PP No. 15 Tahun 1985, PP No. 51 Tahun 1992 dan PP No. 6 Tahun 1997. Penentuan gaji pokok didasarkan atas pangkat dan golongan/ruang penggajian serta masa kerja yang dimiliki PNS.Ada beberapa pengecualian dalam ketentuan penggajian, misalnya gaji hakim. Gaji Hakim tidak mengikuti PP No. 6 Tahun 1997 tetapi diatur dalam PP No. 33 Tahun 1994 (1 September 1994). Alasannya adalah:a. Bahwa hakim sebagai pejabat yang

melaksanakan tugas kekuasaan kehakiman dan sebagai salah satu aparat hukum perlu terus ditingkatkan kual i tas dan kemampuan pro-fesionalnya.

b. Untuk mendukung kedudukan ke-kuasaan kehakiman serta agar melakukan tugasnya dengan baik dan bertanggung jawab, sehingga kepada hakim perlu diberikan jaminan hidup yang sesuai dengan kedudukan dan tanggung jawabnya.

2. Kenaikan gaji berkalaSistem kenaikan gaji dengan besaran yang sesuai dengan golongan dan masa kerja. Sistem kenaikan gaji dilakukan secara berkala, dan diberikan setelah mencapai masa kerja golongan yang ditentukan dan penilaian pelaksanaan pekerjaan rata-rata “cukup”. Atau dengan kata lain, diberikan apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:a. Telah mencapai masa kerja golongan

yang ditentukan untuk kenaikan gaji berkala.

b. DP-3 sekurang-kurangnya “cukup”. Selanjutnya kenaikan gaji berkala

diatur dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 16 Tahun 1994 Pasal 15 dan PP No. 7 Tahun 1977.

3. Kenaikan gaji istimewaDiberikan sebagai penghargaan kepada PNSl atas hasil pelaksanaan kerja dengan katagori “amat baik”. Kenaikan gaji istimewa ini hanya diberikan kepada pegawai yang telah nyata-nyata menjadi teladan bagi pegawai di lingkungan kerjanya. Keputusannya dilakukan dengan Keputusan Menteri dan Pimpinan Lembaga yang bersangkutan.

4. TunjanganTunjangan diatur dalam PP No. 7 Tahun 1977. Jenis tunjangan yang diberikan kepada PNS adalah tunjangan yang berupa tunjangan untuk jabatan struktural dan fungsional. Kedua tunjangan ini diatur oleh Keppres. Tunjangan lain yang diberikan antara lain tunjangan kemahalan daerah, tunjangan penyesuaian indeks harga, tunjangan resiko pekerjaan dan lain-lain.

Sistem penggajian skala gabungan ini sesungguhnya cukup sederhana, tetapi di dalam perjalanan selanjutnya sistem penggajian semacam ini tidak cukup memacu pegawai untuk berprestasi. Bagi mereka yang berprestasi dan yang tidak berprestasi tetap diberikan gaji pokok yang sama. Selain itu, sistem penilaian prestasi kerja yang digunakan PP No. 10 Tahun 1979), tidak mencerminkan ukuran atas prestasi kerja sesungguhnya tetapi lebih banyak unsur penilaian yang bersifat verbalistik (kurang obyektif). Dengan demikian, sistem penggajian yang berlaku saat ini sebenarnya sudah tidak sesuai lagi

Page 6: PENGALIHAN JABATAN STRUKTURAL KE JABATAN …

Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 7, No.1, Juni 2013

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN 45

dengan kebijakan kepegawaian sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Undang Undang Nomor 43 Tahun 1999, karena gaji yang adil dan layak diberikan kepada pegawai sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggungjawabnya.

Keadilan KompensasiKeadilan adalah suatu fundamental

dari sistem kompensasi (Milkovich dan Bodreau, 1997). Pernyataan seperti “perlakuan yang adil untuk semua pegawai” merefleksikan sebuah perhatian terhadap keadilan. Tujuan keadilan berusaha untuk menjamin kompensasi untuk semua individu dalam hubungan ketenagakerjaan. Tujuan keadilan fokus kepada pembuatan sistem kompensasi yang mengenali baik kontribusi pekerja (semakin tinggi kinerja atau pengalaman atau training maka semakin tinggi pula kompensasi yang diberikan) dan kebutuhan pekerja (memberikan upah minimum, atau asuransi kesehatan).

Menurut Simamora (2004) keadilan kompensasi terbagi menjadi tiga, yaitu:1. Keadilan eksternal

Tarif upah yang pantas dengan gaji yang berlaku untuk pekerjaan-pekerjaan yang serupa di pasar tenaga kerja eksternal. Keadilan eksternal dinilai dengan membandingkan pekerjaan yang serupa di antara organisasi-organisasi yang terbandingkan. Dua kondisi yang harus dipenuhi, yaitu:(a) pekerjaan yang sedang diperbandingkan haruslah sama atau hampir sama, dan (b) organisasi yang disurvai harus serupa ukuran, misi, dan sektornya.Keadilan eksternal atau sering disebut daya saing eksternal merupakan posisi kompensasi yang diberikan oleh suatu organisasi terhadap seorang pegawai dibandingkan dengan kompensasi yang diberikan oleh perusahaan pesaing, tentunya untuk seorang pegawai dengan

suatu pekerjaan yang bernilai sama. Kebijakan yang memperhatikan daya saing eksternal ini mempunyai dua pengaruh terhadap tujuan, yaitu:a. Mendorong penetapan tingkat gaji

yang mencukupi/memenuhi ke-butuhan pegawai dalam rangka menghargai dan mempertahankan pegawai.

b. Mengendalikan biaya tenaga kerja sehingga harga produk yang dihasilkan oleh perusahaan dapat tetap bersaing.

Daya saing eksternal ini secara langsung berpengaruh terhadap efisiensi dan keadilan tujuan, dimana pelaksanaanya harus sesuai dengan peraturan yang berlaku. Daya saing eksternal ditetapkan berdasarkan penetapan tingkat kom-pensasi yang diberikan pesaing pada pekerjaan yang sejenis. Tingkat kom-pensasi ini ditentukan dengan menge-tahui kondisi pasar tenaga kerja yang relevan dan melakukan pengamatan terhadap tingkat kompensasi yang diberikan oleh perusahaan lain, kemudian menggunakan dan mengaitkan kedua informasi tersebut dengan keputusan kebi jaksanaan perusahaan untuk menghasilkan suatu program kompensasi.Program kompensasi ini akan mem-pengaruhi bagaimana organisasi secara efisien akan dapat mempertahankan tenaga ker ja yang kompeten dan mengendalikan biaya tenaga kerja tersebut. Berkaitan dengan daya saing eksternal ini, suatu organisasi dituntut untuk dapat bersaing dengan organisasi lainnya. Tentunya hal ini tergantung pada posisi penawaran dan permintaan tenaga kerja di pasar tenaga kerja, ini akan menentukan tingkat kompensasi (khususnya gaji) di pasar tenaga kerja.

Page 7: PENGALIHAN JABATAN STRUKTURAL KE JABATAN …

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN 46

Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 7, No.1, Juni 2013

Mampu t idaknya organisasi untuk menghargai pegawai sesuai (lebih tinggi) dari tingkat kompensasi di pasar tenaga kerja akan menentukan kemampuan organisasi tersebut untuk menarik dan mempertahankan tenaga kerja yang dibutuhkan. Hal lain yang sering terjadi berkaitan dengan keadilan eksternal ini adalah bahwa persepsi pegawai mengenai keadilan eksternal seringkali tidak didukung dengan data yang akurat. Hal ini terjadi karena pegawai seringkali membandingkan dengan pekerjaan yang mempunyai nama sama tetapi nilai kerjanya belum tentu sama bagi satu perusahaan dengan perusahaan lain sehingga tentu saja kompensasi yang diterimanya juga tidak sama. Oleh karena itu, tugas organisasi adalah meluruskan persepsi pegawai yang seringkali keliru berkaitan dengan keadilan eksternal dengan: (a) menentukan pasar tenaga kerja yang relevan dengan organisasi; dan (b) mengumpulkan data tingkat kompensasi dari pasar tenaga kerja yang relevan.Berdasarkan data tersebut, organisasi harus menentukan struktur kerja dan data kebijaksanaan kompensasi yang ada di pasar tenaga kerja yang relevan (organisasi-organisasi lain yang relevan). Pasar tenaga kerja yang relevan ini d idef in is ikan sebagai organisasi-organisasi yang berada dalam satu daerah geografi dimana pegawai-pegawainya dapat dengan mudah berpindah kerja. Oleh karena terbatasnya data hasil survei kompensasi yang dipublikasikan dan mahalnya biaya yang harus dikeluarkan apabila survei dilakukan oleh perusahaan, maka survei kompensasi ini biasanya di lakukan hanya untuk pekerjaan-

pekerjaan kunci (penting) saja. Untuk menghemat biaya ini, perusahaan dapat memilih perusahaan pesaing yang relevan dan kemudian dengan menggunakan telpon ataupun surat, menanyakan item kompensasi apa dan berapa jumlah yang diberikan perusahaan untuk pekerjaan-pekerjaan kunci tersebut. Dengan asumsi bahwa semua perusahaan sudah memahami pentingnya keadilan eksternal ini, sebagian besar perusahaan akan bersedia membantu karena mereka juga membutuhkan informasi tersebut (Conway, 1984).Selanjutnya, untuk mempertahankan keadilan eksternal, organisasi harus menggunakan kenaikan gaji sebagai suatu alat untuk menyesuaikan tingkat gaji mereka sesuai dengan perubahan biaya hidup dan atau tingkat gaji secara umum (pasar). Tentunya hal ini harus didukung dengan melakukan survei kompensasi secara periodik.

2. Keadilan internalKeadilan internal merupakan fungsi dari status relatif sebuah pekerjaan di dalam organisasi, nilai ekonomi hasil pekerjaan, atau status sosial sebuah pekerjaan, seperti kekuasaan, pengaruh, dan statusnya di dalam hierarki organi-sasi. Keadilan internal berhubungan dengan kemajemukan gaji di antara pekerjaan-pekerjaan yang berbeda di dalam sebuah organisasi.Keadilan internal merupakan suatu kriteria keadilan dari kompensasi yang diterima pegawai dari pekerjaannya dikaitkan dengan nilai internal masing-masing pekerjaan. Keadilan internal juga mengidentifikasikan bahwa posisi yang lebih disukai atau pegawai dengan kualifikasi lebih tinggi dalam perusahaan

Page 8: PENGALIHAN JABATAN STRUKTURAL KE JABATAN …

Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 7, No.1, Juni 2013

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN 47

haruslah diberi kompensasi yang lebih tinggi pula (Smith, 1990). Keadilan internal ini membutuhkan perhatian baik pegawai maupun pengusaha. Atau dengan kata lain, keadilan internal ini berkaitan dengan “equal pay for equal work” atau comparable pay for comparable work yang disebut dengan comparable worth. Dari konsep ini diharapkan seorang pemimpin akan memberikan kompensasi yang sama untuk pekerjaan yang memiliki nilai sama. Selain itu, comparable worth ini diterapkan juga dalam rangka meng-eliminasi historical gap antara kompensasi yang diterimanya oleh pegawai berjenis kelamin laki-laki dengan perempuan, dimana secara tradisional perempuan sering diberi kompensasi lebih rendah (The Economist, 1993).Nilai suatu pekerjaan haruslah meng-gambarkan: (a) nilai sosial budaya suatu masyarakat, (b) nilai produk dan jasa yang dibuat, (c) investasi yang dilakukan dalam pendidikan, pelat ihan, dan pengalaman yang dibutuhkan oleh suatu pekerjaan, (d) posisi pekerjaan dalam hirarki organisasional. Dalam prakteknya, organisasi biasanya memfokuskan pada isi dan kontribusi suatu pekerjaan dalam menentukan nilai pekerjaan tersebut. Isi pekerjaan (job content) berkaitan dengan pengetahuan, keterampilan, kemampuan, pengalaman, dan usaha yang dibutuhkan untuk menjalankan pekerjaan tersebut. Contoh, suatu pekerjaan yang mem-butuhkan tingkat pengetahuan yang lebih tinggi (misal lulusan S1 atau yang sederajat) akan memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan suatu pekerjaan yang hanya membutuhkan tenaga kerja dengan ijazah diploma.Kontribusi suatu pekerjaan menunjukkan

kontribusi pekerjaan tersebut terhadap nilai ekonomis dari produk atau jasa, atau kontribusi pekerjaan tersebut dalam mencapai tujuan unit kerja atau tujuan organisasi yang ditunjukkan dalam bentuk laba, produksi, atau beberapa ukuran yang sejenis. Item kompensasi yang penting yang sangat mempengaruhi keadilan internal adalah gaji pokok yang diterimanya, maka mereka akan menga-lami penurunan valensi. Sebagaimana diprediksikan oleh teori pengharapan, menurunnya valensi akan menghasilkan turunnya daya motivasional.Akibatnya, gaji pokok tidak akan memiliki dampak motivasional. Kerugian akan dirasakan apabila investasi suatu organisasi pada gaji pokok merupakan suatu bagian yang substansial dari sumber biaya. Dampak dari keputusan strategis yang mengarah pada terwujudnya keadilan internal ini terlihat pada peningkatan efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya fisik, finansial, SDM dari suatu organisasi.Proses penting untuk menentukan nilai dari suatu pekerjaan secara relatif terhadap pekerjaan lain dalam suatu organisasi disebut job evaluation. Untuk mengevaluasi suatu pekerjaan, suatu organisasi harus memiliki data yang cukup mengenai nilai dan perbedaan gaji di antara pekerjaan tersebut. Pengumpulan data tersebut dilakukan melalui suatu proses yang disebut dengan job analysis. Tanpa adanya penilaian pekerjaan, suatu organisasi t idak akan dapat mengembangkan suatu pendekatan yang rasional untuk menetapkan program dan besarnya kompensasiyang diberikan kepada pegawainya (Quaid: 1993).

3. Keadilan individu

Page 9: PENGALIHAN JABATAN STRUKTURAL KE JABATAN …

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN 48

Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 7, No.1, Juni 2013

Individu pekerja merasa bahwa dia diperlakukan secara wajar dibandingkan dengan rekan kerjanya. Ketika seorang pekerja menerima kompensasi dari perusahaan, persepsi keadilan di-pengaruhi oleh dua faktor: (a) rasio kompensasi terhadap masukan upaya, pendidikan, pelatihan, ketahanan akan kondisi kerja yang merugikan dari seseorang; (b) perbandingan rasio ini dengan rasio pekerja lain yang dengannya terjadi kontak langsung.Teori keadilan yang diformulasikan oleh J. Stacy Adams (dalam Kanungo dan Menconca, 1992) berusaha menerangkan proses bagaimana seorang individu terpuaskan atau tidak terpuaskan terhadap suatu kompensasi. Pada peristiwa dimana seorang individu tidak puas, teori keadilan memprediksikan perilaku dimana seorang individu mungkin akan mencari jalan lain untuk menurunkan ketidakpuasan yang dirasakannya. Secara implicit hal ini menunjukkan bahwa teori keadilan didasarkan pada dugaan mengenai keadilan yang diharapkan oleh seorang individu dalam banyak per-tukaran yang terjadi dalam kerja.Seorang pegawai mungkin bertanya pada dirinya sendiri, apakah dia membawa inputnya seperti pengetahuan, ke-trampilan, kemampuan, pengalaman, kerajinan, maupun kegigihannya, ke dalam pekerjaannya? Pertanyaan tersebut muncul karena berdasarkan input-input tersebutlah seorang pegawai akan menerima kompensasi, seperti gaji, pujian dari pimpinan, promosi, maupun penugasan yang menarik. Faktor input inilah yang nantinya akan mempengaruhi persepsi keadilan individual seorang pegawai . Atau dengan kata lain, keadilan

individual merupakan rasa adil yang dirasakan oleh seorang pegawai dimana dia merasa bahwa input yang dimilikinya telah dihargai sesuai dengan semestinya.Berdasarkan teori keadilan, seorang pegawai akan menentukan keadilan dari kompensasi yang diterimanya dengan membandingkan kompensasi yang diterimanya dengan input yang di-milikinya, dimana rasio kompensasi dengan input ini sifatnya relatif untuk setiap pegawai. Jika rasio tersebut dari seorang pegawai dengan pegawai lainnya adalah sama (setara) maka pegawai tersebut merasa mendapat keadilan. Sedangkan jika seorang pegawai merasa bahwa rasio antara kompensasi yang diterimanya dengan input yang dimilikinya tidak sama (setara) dengan rasio antara kompensasi yang diterima dengan input yang dimiliki dari pegawai lainnya, maka pegawai tersebut akan merasakan adanya ketidakadilan.Adanya ketidakadilan individual ini dapat menyebabkan adanya perasaan bersalah atau tidak puas. Jika seorang pegawai merasa rasio antara kompensasi dan inputnya lebih besar dari ratio kompensasi dan input pegawai lainnya, maka pegawai tersebut akan merasa bahwa dia diberi kompensasi yang lebih besar dari pegawai lainnya, dan kondisi tersebut biasanya akan menciptakan perasaan bersalah, sedangkan jika seorang pegawai merasa bahwa rasio antara kompensasi dan inputnya lebih rendah dari rasio kompensasi pegawai lainnya, maka pegawai tersebut akan merasa bahwa dia diberi kompensasi kurang, dan kondisi ini biasanya akan mengakibatnya adanya perasaan tidak puas.Perasaan bersalah atau perasaan tidak puas yang berasal dari persepsi

Page 10: PENGALIHAN JABATAN STRUKTURAL KE JABATAN …

Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 7, No.1, Juni 2013

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN 49

ketidakadilan tersebut akan memotivasi pegawai untuk berperilaku. Perilaku yang ditunjukkan oleh pegawai dapat meliputi peningkatan input (bekerja lebih giat) atau peningkatan kompensasi (berhasil menyenangkan supervisi yang me-nentukan kebijaksanaan peningkatan); menurunkan input (membolos) atau menurunkan kompensasi (jika kom-pensasi menggunakan dasar piece-rate, maka pegawai tersebut akan mem-fokuskan pada kualitas daripada kuantitas); menyimpangkan inputnya atau input dari pegawai lain atau kom-pensasinya secara kognitif (melalui penilaian ulang dari persepsi); bertindak bersama-sama dengan pegawai lainnya (sabotase, merusak); mengubah hal lain (membandingkan diri sendiri dengan seorang pegawai lain); meninggalkan pekerjaan (transfer atau penugasan kembali).Perasaan adil atau tidak adil juga akan mendorong pegawai untuk membentuk pertimbangan terhadap nilai (atau valensi) dari suatu kompensasi. Pada waktu seorang pegawai merasa item kompensasi, isi, maupun metode penetapannya adalah tidak adil, maka pegawai tidak akan mengalami kepuasan dengan kompensasi tersebut. Selanjutnya, ketidakpuasan juga akan menghasilkan kompensasi yang tidak dinilai oleh pegawai atau pegawai tidak akan menganggap kompensasi tersebut sebagai sesuatu tidak akan efektif untuk memotivasi pegawai agar mau mewujudkan perilaku yang diinginkan.Pemberian kompensasi yang didasarkan pada prestasi pegawai merupakan suatu strategi jitu yang dapat dilakukan oleh suatu organisasi untuk mencapai berbagai tujuan dalam kaitannya dengan

manajemen sumberdaya manusia, khususnya dalam rangka menciptakan keadilan individual. Hal ini disebabkan karena pemberian kompensasi yang didasarkan pada prestasi: (a) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap individu sehingga mereka tertarik bekerja di suatu organisasi; (b) akan mampu memotivasi pegawai yang berprestasi tinggi; (c) akan mampu memotivasi pegawai untuk mencapai tujuan organisasi; dan (d) akan mampu meningkatkan kepuasan pegawai .

PEMBAHASAN

Pengalihan Jabatan Struktural ke Jabatan Fungsional di BKN

Berkenaan dengan wacana kebijakan penghapusan jabatan eselon III dan IV di lingkungan instansi Pemerintah, maka yang perlu dipikirkan adalah tentang pengalihan PNS dari jabatan struktural kepada jabatan fungsional. Dalam hal ini, adalah bagaimana organisasi dapat memilih dan menentukan jabatan fungsional apa yang sesuai atau relevan dengan tugas pokok dan fungsi organisasi itu sendiri.

Dalam konteks pengurangan atau penghapusan jabatan eselon III dan IV di lingkup BKN, maka jabatan-jabatan fungsional tertentu yang relevan dengan tugas pokok dan fungsinya adalah: analisis kepegawaian, auditor kepegawaian, arsiparis, auditor, peneliti, pranata komputer, perencana dan widyaiswara. Dalam kaitan ini, diharapkan pejabat-pejabat eselon III dan IV yang beralih ke jabatan-jabatan fungsional tertentu masih dapat mengembangkan kariernya, sekaligus dapat meningkatkan tingkat kesejahteraannya.

Sebagaimana diatur dalam Peraturan

Page 11: PENGALIHAN JABATAN STRUKTURAL KE JABATAN …

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN 50

Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 7, No.1, Juni 2013

Presiden Nomor 26 Tahun 2007 tentang Tunjangan Jabatan Struktural, besarnya tunjangan jabatan struktural yang berlaku sampai saat ini adalah sebagai berikut:

Tabel. 1Tunjangan Jabatan Struktural PNS

Sumber: Perpres Nomor 26 Tahun 2007

Sementara itu, berkenaan dengan jabatan-jabatan fungsional tertentu yang relevan bagi pengalihan jabatan struktural kepada jabatan fungsional di lingkup BKN, maka dapat di-tampilkan besaran tunjangan dari masing-masing jabatan fungsional tertentu tersebut, antara lain:

Tabel.2Tunjangan Jabatan Fungsional Analis Kepegawaian

Sumber: Perpres Nomor 45 Tahun 20007

Tabel.3Tunjangan Jabatan Fungsional Perencana

Sumber: Perpres Nomor 44 Tahun 2007

Tabel. 4

Tunjangan Jabatan Fungsional Auditor

Sumber: Perpres Nomor 66 Tahun 2007

Tabel.5 Tunjangan Jabatan Fungsional Peneliti

Sumber: Perpres Nomor 30 Tahun 2007

Page 12: PENGALIHAN JABATAN STRUKTURAL KE JABATAN …

Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 7, No.1, Juni 2013

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN 51

Tabel.6Tunjangan Jabatan Fungsional Pranata Komputer

Sumber: Perpres Nomor 39 Tahun 2007

Dari tabel-tabel di atas, maka dapat dibuat perbandingan tunjangan jabatan struktural dan tunjangan jabatan-jabatan fungsional tertentu sebagai berikut:

Tabel.7Perbandingan Besaran Tunjangan

Sumber: Hasil olah data tahun 2013Berdasarkan perbandingan di atas,

dapat diambil kesimpulan bahwa tunjangan yang diterima oleh pejabat struktural eselon III tidak jauh berbeda dengan tunjangan untuk jabatan fungsional Perencana dan Peneliti yang setara tingkatnya. Sedangkan, bila dibandingkan dengan jabatan fungsional Auditor dan Pranata Komputer, maka tunjangan yang diterima oleh pejabat struktural eselon III cukup jauh perbedaannya.

Di sisi lain, tunjangan yang diterima oleh pejabat struktural eselon IV cukup jauh berbeda dan lebih kecil dibandingkan dengan tunjangan yang diterima oleh pegawai dalam

jabatan fungsional Perencana, Peneliti, Auditor dan Pranata Komputer. Hanya tunjangan yang diterima pegawai dalam jabatan fungsional Analis Kepegawaian yang setara levelnya lebih kecil dibandingkan yang diterima oleh pejabat struktural eselon IV.

Sementara itu, penghasilan pegawai juga dapat dikaitkan dengan tingkatan jabatan masing-masing pegawai. Tingkatan jabatan dapat mempengaruhi besar kecilnya tunjangan yang diberikan kepada setiap pegawai. Tingkatan jabatan diukur berdasarkan kelas jabatan dan nilai jabatan. Kelas jabatan dan nilai jabataninilah yang menentukan nominal tunjangan yang diterima oleh masing-masing pegawai. Semakin besar kelas jabatan dan nilai jabatan seorang pegawai, maka semakin besar pula nominal tunjangan yang diterimanya.

Berdasar tingkatan jabatan yang disusun oleh Tim Reformasi BKN, maka dapat digambar-kan bahwa untuk jabatan struktural eselon III berada pada kelas jabatan 10 sampai dengan 12. Sedangkan, untuk jabatan struktural eselon IV berada pada kelas jabatan 8 sampai dengan 9.

Di sisi lain, untuk pegawai dalam jabatan fungsional tertentu pada level/tingkatan ahli (yang setara dengan jabatan struktural eselon III dan jabatan struktural eselon IV) berada pada kelas jabatan 8 sampai dengan 13. Dalam kaitan ini, pegawai dalam jabatan fungsional tertentu yang telah mencapai level/tingkatan ahli memiliki kelas jabatan yang hampir sama dengan kelas jabatan struktural eselon IV dan/atau jabatan struktural eselon III. Namun demikian, pegawai dalam jabatan fungsional tertentu pada level/tingkatan ahli tersebut dapat mencapai kelas jabatan tertinggi 13, tidak seperti halnya pegawai dalam jabatan struktural eselon III yang hanya mencapai kelas jabatan tertinggi 12.

Tabel.8

Page 13: PENGALIHAN JABATAN STRUKTURAL KE JABATAN …

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN 52

Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 7, No.1, Juni 2013

Pola Tingkatan Jabatan

Sumber: Hasil olah data, 2013

Tabel di atas menggambarkan bahwa kelas jabatan terendah untuk pegawai dalam jabatan struktural eselon IV (kelas jabatan 8) dapat dicapai oleh pegawai dalam fungsional tertentu pada level/tingkatan trampil. Di sisi lain, kelas jabatan terendah untuk pegawai dalam jabatan struktural eselon II (kelas jabatan 13) dapat dicapai juga oleh pegawai dalam fungsional tertentu pada level/tingkatan ahli. Dengan demikian, dikaitkan dengan pencapaian peng-hasilan (tunjangan jabatan), seorang pegawai dalam fungsional tertentu akan lebih diuntungkan daripada pegawai dalam jabatan struktural.

Tabel.9Tunjangan Kinerja Pegawai

Badan Kepegawaian Negara

Sumber: Lampiran Surat Nomor: SR-275/MK.02/2012.

Kaitannya dengan pemberian tunjangan kinerja, baik terhadap pegawai dalam jabatan struktural maupun pegawai dalam jabatan fungsional tertentu, tabel di atas meng-gambarkan tidak adanya perbedaan yang signifikan diantara keduanya. Hal ini dikarenakan kelas jabatan untuk jabatan struktural eselon III dan eselon IV dengan jabatan fungsional tertentu pada tingkatan ahli tidak ada perbedaan yang signifikan pula.

Berdasar uraian-uraian di atas, maka dapat digambarkan simpulan perbandingan besaran tunjangan jabatan dan tunjangan kinerja antara jabatan struktural eselon III dan eselon IV dengan jabatan fungsional tertentu pada level/tingkatan ahli, yakni:

Tabel.10Perbandingan Besaran Tunjangan

Page 14: PENGALIHAN JABATAN STRUKTURAL KE JABATAN …

Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 7, No.1, Juni 2013

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN 53

Sumber: Hasil olah data, 2013

Keterangan:

1. Untuk jabatan struktural eselon III dan jabatan fungsional tertentu Madya diasumsikan rata-rata memiliki kelas jabatan pada level 11; sehingga besarnya tunjangan kinerja adalah Rp. 3.855.000,-

2. Untuk jabatan struktural eselon IV dan jabatan fungsional tertentu Muda diasumsikan rata-rata memiliki kelas jabatan pada level 9; sehingga besarnya tunjangan kinerja adalah Rp. 2.915.000,-

Tabel di atas menyiratkan bahwa besarnya tunjangan yang diterima pegawai dalam jabatan struktural eselon III akan jauh lebih kecil apabila bergeser kepada jabatan

fungsional tertentu yang relevan di BKN (terutama untuk jabatan fungsional Analis Kepegawaian, Auditor dan Pranata Komputer). Hal demikian juga akan dialami pegawai dalam jabatan struktural eselon IV yang bergeser kepada jabatan fungsional tertentu yang relevan di BKN (terutama untuk jabatan fungsional Analis Kepegawaian). Namun demikian, pegawai dalam jabatan struktural eselon IV yang bergeser kepada jabatan fungsional tertentu yang relevan di BKN akan mengalami peningkatan yang cukup signifikan (terutama untuk jabatan fungsional Perencana dan Peneliti).PENUTUP

Page 15: PENGALIHAN JABATAN STRUKTURAL KE JABATAN …

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN 54

Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 7, No.1, Juni 2013

Berdasarkan hasil telaahan di atas, maka dapat disimpulkan beberapa hal:1. Penghasilan atau tunjangan yang diterima

pegawai dalam jabatan struktural eselon III cukup jauh berbeda dan lebih besar daripada tunjangan yang diterima pegawai dalam jabatan fungsional tertentu yang relevan di BKN (terutama untuk jabatan fungsional Analis Kepegawaian, Auditor dan Pranata Komputer). Sedangkan, tunjangan yang diterima pegawai dalam jabatan struktural eselon IV lebih kurang sama atau lebih kecil sedikit dengan tunjangan yang diterima pegawai dalam jabatan tertentu yang relevan di BKN (untuk jabatan fungsional Auditor dan Pranata Komputer). Namun, akan terlihat cukup berbeda dan lebih kecil dibandingkan dengan tunjangan yang diterima pegawai dalam jabatan Perencana dan Peneliti.

2. Pejabat struktural eselon III dan eselon IV memiliki kelas jabatan yang hampir sama dengan pegawai dalam jabatan fungsional tertentu yang telah mencapai tingkatan ahli. Bahkan, pegawai dalam jabatan fungsional tertentu pada tingkatan ahli dapat mencapai kelas jabatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pegawai dalam jabatan struktural eselon III.

3. Pada beberapa jabatan fungsional tertentu besaran tunjangan belum mendasarkan pada perhitungan bobot jabatan, sehingga kurang proporsional di-bandingkan dengan besaran tunjangan pada jabatan struktural yang setingkat.

B e r k e n a a a n d e n g a n u p a y a penghapusan Jabatan Eselon III dan IV di lingkup BKN, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pimpinan organisasi, antara lain:1. Dalam hal proses perpindahan pegawai

dalam jabatan struktural, khususnya jabatan struktural eselon III dan eselon

IV, kepada jabatan fungsional tertentu, perlu ada mekanisme tertentu yang mendasari proses perpindahan jabatan yang disandang pegawai dari jabatan struktural kepada jabatan fungsional tertentu;

2. Kajian formasi terhadap kebutuhan jabatan fungsional tertentu di lingkup BKN. Hal ini agar ada kesesuaian antara beban tugas organisasi dengan jumlah pegawai dalam jabatan fungsional tertentu, yang sangat berpengaruh terhadap pengembangan kariernya;

3. Penyesuaian besaran tunjangan untuk jabatan fungsional tertentu yang belum sesuai dengan bobot jabatan atau dengan tunjangan jabatan fungsional tertentu lainnya. Hal ini diharapkan dapat mendorong motivasi kerja pegawai yang telah pindah ke jabatan fungsional tertentu;

4. Orientasi kepada para pegawai baru dalam jabatan fungsional tertentu. Dalam kaitan ini, dimaksudkan sebagai upaya untuk menyesuaikan keberadaan para pegawai baru dalam jabatan fungsional tertentu terhadap tugas-tugas barunya, sekaligus pengenalan terkait dengan pengembangan karier pada jabatan fungsional tertentu;

5. Pengembangan kualitas atau kompetensi pegawai dalam jabatan fungsional tertentu, disamping untuk menyesuaikan kemampuan kerja dengan tugas barunya, juga dimaksudkan sebagai upaya peningkatan kinerja pegawai tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Conway, B.M. 1984.Salary Surveys: Avoid the

Page 16: PENGALIHAN JABATAN STRUKTURAL KE JABATAN …

Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL. 7, No.1, Juni 2013

Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN 55

Pitfalls, Personnel Journal, Juni 1984.Dessler, Gary. 1984.Manajemen Sumber Daya

Manusia (Edisi Bahasa Indonesia), Jakarta: Prenhallindo.

Flippo, Edwin. 1990. Personnel Management. Jakarta: Airlangga

Handoko, T. Hani. 1993. Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusiaedisi 2.Yogyakarta: BPFE.

Kanungo, R.N dan Menconca, M. 1992. Compensation: Effective Reward Management. Canada: Butterworths.

Milkovich, George T., and Bodreau, John W. 1997. Human Resources Management, Toronto : Irwin Publisher.

Ranupandojo, Heidjrahman dan Suad Husnan. 1983. Manajemen Personaliaedisi 2. Yogyakarta: BPFE.

Simamora, Henry. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta: STIA YKPN.

Smith, E.S. 1990.Support Objectives Using Base Compensat ion, Personal

Journal, Februari 1990.Soekemi, R.B., Jakoeb Hidajat dan Koesjono.

1988. Hubungan Ketenagakerjaan. Jakarta: Karunika dan Universitas Terbuka.

Stoner. 1986. Management,London: Prentice Hall International Inc.

The Economist, “Low Paid, with Children”, Juli 1993.

Quaid, M. 1993. Job Evaluation: The Myth of Equitable Assesment, New York: Universityof Toronto Press.

Werther, William B. Jr. dan Davis, Keith. 1996. Human Resources and Personnel Management. New York: Mc Graw-Hill Publication Inc.