35 Bab Tiga Pengalaman Penelitian sambil Berwisata di Kepulauan Raja Ampat “Metodologi merupakan jalan yang ditempuh untuk mencapai pemahaman. Jalan untuk mencapai pemahaman tersebut ditetapkan secara bertanggung jawab secara ilmiah dan data yang dicari untuk membangun atau memperoleh pemahaman yang luas melalui syarat ketelitian, ini berarti harus dapat dipercaya kebenarannya (Narbuko, 2007:3). Seperti halnya juga yang dikemukakan oleh Bungin (2003:42), metodologi sangat dibutuhkan untuk menjawab permasalahan- permasalahan penelitian. Oleh karena itu persoalan penting yang patut diperhatikan dalam metodologi penelitian adalah dengan cara apa dan bagaimana data yang diperlukan dapat dikumpulkan sehingga hasil akhir penelitian dapat menjawab permasalahan penelitian dan memberikan informasi yang jelas.” (dalam Ridi :2011) Pengantar Isi bab ini, akan menggambarkan seluruh proses pengalaman penelitian yang dilalui (dijalani) oleh peneliti selama berada di lokasi penelitian. Diawali dengan sebuah ketertarikan hingga proses pengambilan data lapangan, peneliti mempersiapkan segala sesuatunya sesuai dengan tahapan-tahapan baku dalam penelitian. Itu semua dilakukan dalam rangka memperoleh suatu proses yang akan dinarasikan untuk mengkonstruksikan kembali perilaku keseharian para pelaku komunitas masyarakat lokal di kampung Sawinggrai sebagai bagian dalam pengembangan pariwisata di Raja Ampat. Oleh sebab itu, pada bagian ini akan membahas bagaimana proses melakukan penelitian, tahapan pengumpulan data dan berbagai dinamika – suka duka, pengalaman berwisata oleh peneliti–, selama melakukan aktivitas penelitian di kepulauan Raja Ampat.
22
Embed
Pengalaman Penelitian sambil Berwisata di Kepulauan Raja ......Sawinggrai sebagai bagian dalam pengembangan pariwisata di Raja Ampat. Oleh sebab itu, pada bagian ini akan membahas
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
35
Bab Tiga
Pengalaman Penelitian sambil Berwisata
di Kepulauan Raja Ampat
“Metodologi merupakan jalan yang ditempuh untuk mencapai
pemahaman. Jalan untuk mencapai pemahaman tersebut
ditetapkan secara bertanggung jawab secara ilmiah dan data
yang dicari untuk membangun atau memperoleh pemahaman
yang luas melalui syarat ketelitian, ini berarti harus dapat
dipercaya kebenarannya (Narbuko, 2007:3). Seperti halnya
juga yang dikemukakan oleh Bungin (2003:42), metodologi
sangat dibutuhkan untuk menjawab permasalahan-
permasalahan penelitian. Oleh karena itu persoalan penting
yang patut diperhatikan dalam metodologi penelitian adalah
dengan cara apa dan bagaimana data yang diperlukan dapat
dikumpulkan sehingga hasil akhir penelitian dapat menjawab
permasalahan penelitian dan memberikan informasi yang
jelas.” (dalam Ridi :2011)
Pengantar
Isi bab ini, akan menggambarkan seluruh proses pengalaman
penelitian yang dilalui (dijalani) oleh peneliti selama berada di
lokasi penelitian. Diawali dengan sebuah ketertarikan hingga proses
pengambilan data lapangan, peneliti mempersiapkan segala
sesuatunya sesuai dengan tahapan-tahapan baku dalam penelitian.
Itu semua dilakukan dalam rangka memperoleh suatu proses yang
akan dinarasikan untuk mengkonstruksikan kembali perilaku
keseharian para pelaku komunitas masyarakat lokal di kampung
Sawinggrai sebagai bagian dalam pengembangan pariwisata di Raja
Ampat. Oleh sebab itu, pada bagian ini akan membahas bagaimana
proses melakukan penelitian, tahapan pengumpulan data dan
berbagai dinamika – suka duka, pengalaman berwisata oleh
peneliti–, selama melakukan aktivitas penelitian di kepulauan Raja
Ampat.
36
Berawal dari sebuah ketertarikan
Proses ini dimulai ketika penulis dan teman-teman
mahasiswa MSP Angkatan 2009 ditugaskan untuk membuat
proposal penelitian dalam rangka menyelesaikan tugas akhir mata
kuliah metodologi penelitian. Dalam tugas itu, peneliti mengangkat
topik tentang pengembangan pariwisata di Raja Ampat. Setelah
semua tugas metodologi penelitian ini kami kumpulkan – akhir
bulan Agustus 2010 -, pada suatu siang di kafe kampus, peneliti
mendapat kabar bahwa kami sudah mendapat surat keputusan (SK)
Rektor mengenai penetapan dosen pembimbing dalam proses
penulisan tesis.1 Tentu saja peneliti begitu terkejut, karena menurut
peneliti, tugas tersebut dibuat (hanya) dalam rangka menyelesaikan
tugas akhir. Dan untuk sampai pada sebuah proposal penelitian, akan
dibuat tersendiri (proposal baru) yang akan diajukan sebagai ujian
kelayakan proposal tesis.
Penelitian lapangan
Pada bulan Oktober 2010, peneliti melakukan konsultasi
dengan ibu Titi, selaku dosen pembimbing, untuk menjelaskan niat
(maksud) peneliti untuk turun ke lokasi penelitian. Dalam proses
konsultasi awal, peneliti sebenarnya merasa berat dan khawatir
apabila nantinya harus ke Raja Ampat.2 Dalam diskusi dengan ibu
1 Belakangan peneliti baru mengerti alasan di balik penetapan semua tugas-tugas
yang teman-teman angkatan buat itu, bisa sampai diterbitkan sebagai SK
penetapan, karena salah seorang dari teman peneliti yang pada saat itu sangat
mendesar untuk secepatnya pulang kedaerahnya utuk melakukan penelitian
tesis. Sehingga atas dasar itu kemudian, tugas akhir matakuliah Metodologi
penelitian tersebut di tetapkan oleh program studi untuk ditetapkan sebagai
dasar dalam menetapkan dosen pembinbing untuk keperluan penulisan tesis.
Bahwa itu dilakukan sebenarnya baik adanya, karena sejak awal tim pengajar
mata kuliah metodologi (Pak KUT, TEN dan MAR), sudah jauh-jauh
mengingatkan kami, agak kelak proposal yang kami buat sedapat mungkin
merupakan topic yang hendak dijadikan sebagai proposal tesis nantinya. 2 Rasa kekawatiran peneliti disebabkan oleh beberapa alasan antara lain : Lokasi
penelitian di Raja Ampat jauh. dan untuk sampai kedaerah tersebut
membutuhkan pendanaan yang cukup besar. Belum lagi menyangkut kondisi
lokasi yang belum secara umum peneliti kenal dengan baik. Ditambah lagi
mengingat luas wilayah dan daya jangkauannya seta membutuhkan waktu yang
banyak untuk menyelesaikan proses penelitian. Hal-hal itu yang kemudian,
menambah kekawatiran peneliti, ketika harus ke Raja Ampat.
37
Titi peneliti merasa keberatan, dan hendak memindahkan lokasi
penelitian ke Manokwari – agar bisa terjangkau atau lebih dekat
dengan tempat domisili peneliti – atau ke kabupaten Biak Numfor
yang secara geografis berdekatan. Namun ibu Titi dengan bijaksana
dan berbekal pengalamannya sebagai peneliti pariwisata,
memberikan masukannya, bahwa untuk melakukan penelitian atau
untuk menjawab pertanyaan penelitian tentang bentuk
pengembangan pariwisata dan partisipasi masyarakat berbasis
komunitas, dibutuhkan suatu lokasi yang sudah ada masyarakat di
lokasi wisata tersebut.
Untuk itu peneliti disarankan mencari lokasi yang sudah ada
pengembangan pariwisatanya. Ketika peneliti ditanya apakah kalau
meneliti di Kabupaten Manokwari, apakah ada lokasi obyek wisata
dengan komunitas masyarakat yang telah dan dikembangkan
(sebelumnya) sebagai kawasan atau daerah wisata (desa wisata),
maka peneliti menjawab belum ada. Barangkali itu yang kemudian
menjadi alasan, mengapa peneliti mau tidak mau (harus) memilih
Raja Ampat sebagai tempat penelitian. Kalaupun peneliti
memaksakan kehendak untuk tetap melakukan penelitian di luar
Raja Ampat, maka apa yang menjadi fokus penelitian peneliti tidak
akan tercapai.
Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini difokuskan ke
Raja Ampat. Dalam diskusi selanjutnya peneliti dan dosen
pembimbing memantapkan pertanyaan-pertanyaan penelitian yang
akan dijadikan pedoman wawancara selama di lokasi penelitian,
serta mencari dan membaca berbagai literatur - mengenai
pengembangan pariwisata dan patrisipasi masyarakat yang mungkin
sudah pernah dilakukan di Raja Ampat ataupun di daerah lain -
dalam rangka dijadikan sebagai road map (peta jalan) untuk
mengarahkan peneliti ketika berada di lokasi penelitian.
Pengalaman perjalanan peneliti terakhir kali ke Raja Ampat
adalah pada akhir bulan November 2008 dalam sebuah tugas
kedinasan (penelitian menyangkut UMKM). Ketika peneliti
meninggalkan pelabuhan Lokbon (Waisai) dan melihat keindahan
kota Waisai dan gugusan pulau-pulau Raja Ampat – dalam benak
peneliti, kapan yah.. kira-kira peneliti dapat kembali ke kabupaten
yang indah ini. Ketertarikan peneliti akan keindahan Raja Ampat
akhirnya membawa peneliti kembali ke daerah ini. Dibutuhkan
38
waktu 3 tahun lebih bagi peneliti untuk menginjakkan kaki kembali
di kepaulauan ini. Peneliti tiba kembali di kabupaten ini pada awal
bulan Agustus 2011.3
Pengurusan Surat Ijin Penelitian dan Persiapan Alat
Kelangkapan Penelitian
Untuk mendukung aktivitas dan kelancararan dalam
melakukan penelitian, alat kelengkapan sangat diperlukan dalam
menunjang aktivitas tersebut. Penyediaan alat kelengkapan data
sebelum melakukan kegiatan turun lapangan, antara lain:
mempersiapkan pedoman wawancara, tape recorder, alat tulis
menulis, camera digital nikon, laptop yang penulis gunakan selama
melakukan kegiatan input data. Ada catatan menarik dari kegiatan
input data, mengingat di lokasi penelitian tidak dilengkapi dengan
fasilitas penerangan dan listrik sehingga kegiatan input data peneliti
lakukan tidak dengan menggunakan laptop melainkan peneliti
mencatat saja apa yang menjadi temuan harian secara manual.
3 Untuk sampai kembali ke Waisai, peneliti mengawali perjalanan dari Kota
Salatiga, pada awal bulan Desember 2010, setelah peneliti dan teman-teman
angkatan 2009 MSP secara kolektif dijadwalkan oleh program studi untuk
mengikuti ujian kelayakan proposal sebagai bagian yang wajib diikuti
sebelum turun lapangan untuk melakukan penelitian. Setelah melakukan ujian
kelayakan proposal, peneliti melakukan diskusi-diskusi menyangkut pedoman
wawancara dengan ibu Titi, sebelum meninggalkan kota Salatiga. Pada
awalnya peneliti hendak turun lapangan pada bulan Desember 2010.
Mengingat pertimbangan bahwa memasuki bulan Desember agak kesulitan
memperoleh data (primer dan sekunder) mengingat memasuki masa persiapan
merayakan natal, maka niat peneliti untuk turun lapangan, diurungkan.
Kondisi itu diperparah lagi dengan persolan pendanaan (sumber beasiswa)
yang diberhentikan secara sepihak oleh pemerintah daerah yang membiayai
studi peneliti. Akhirnya melalui proses yang cukup lama dan membosankan,
peneliti akhirnya mengambil sikap dengan pendanaan yang terbatas peneliti
tetap melakukan penelitian di Raja Ampat. Pada tanggal 02 Agustus 2011
peneliti meninggalkan kota Manokwari dengan menggunakan pesawat
terbang tiba di kota Sorong – perjalanan dengan pesawat menempuh waktu 35
menit. Setelah sampai di Kota Sorong, peneliti melanjutkan perjalanan ke
kota Waisai dengan menggunakan kapal cepat KM. Marina Express.
dibutuhkan waktu 2 jam perjalanan untuk sampai di ibukota kabupaten Raja
Ampat ini. Peneliti tiba pada tanggal 02 Agustus 2011 jam 17,30 WIT
(Waktu Indonesia timur)
39
Proses perijinan di Kantor Bupati. Berbekal surat ijin
penelitian yang dikeluarkan oleh Ketua Program Studi
Pembangunan UKSW, pada tanggal 25 November 2010 dengan
nomor : 0090/PPs/MSP/XI/2010, peneliti mengajukan surat ijin
penelitian kepada pemerintah daerah Raja Ampat, dan melalui surat
itu, peneliti menghadap Sekertaris Daerah (Sekda) Raja Ampat,
bapak Drs. Ferdinant Dimara, M.Si di ruang kerjanya sembari
peneliti menjelaskan niat dan maksud melakukan penelitian di Raja
Ampat. Setelah melakukan pertemuan dengan bapak Sekda
kabupaten Raja Ampat, surat ijin peneliti kemudian diarahkan untuk
bertemu dengan kepala Badan Kesbangpol (Kesatuan Bangsa dan
Politik) kabupaten Raja Ampat. Mengingat banyaknya aktivitas
yang dilakukan di kantor Badan Kesbangpol, proses pengurusan ijin
turun lapangan agak terhambat. Akhirnya, peneliti mendapat ijin
untuk melakukan penelitian di Raja Ampat melalui surat keterangan
penelitian yang ditandatangani oleh kepala Kesbangpol, nomor :
201/178/2011, tertanggal 15 Agustus 2011.
Setelah memperoleh surat ijin penelitian dari kantor
Kesbangpol Raja Ampat, maka peneliti mendatangi kantor dinas
kebudayaan dan pariwisata, untuk mencari berbagai informasi awal
mengenai lokasi yang (kira-kira) tepat untuk melakukan penelitian,
serta beberapa informasi mengenai proses perkembangan pariwisata
di Raja Ampat. Dari berbagai informasi yang diperoleh, peneliti
diberikan penjelasan bahwa di Raja Ampat sudah ada lima kampung
wisata yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah sebagai daerah
percontohan pengembangan pariwisata. Untuk hal tersebut, maka
peneliti diberikan arahan untuk dapat melakukan penelitian di distrik
Meosmansar, mengingat di wilayah ini ada terdapat beberapa
kampung yang telah ditetapkan sebagai kampung wisata di Raja
Ampat. Sebagai dasar operasionalnya, peneliti diberikan sebuah
surat pengantar (surat rekomendasi penelitian) tambahan yang
dikeluarkan oleh kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Raja
Ampat, yang ditujukan kepada ketua kelompok Sadar Wisata di 5
kampung wisata di distrik Meosmansar (nomor surat :
475/208/2011). Surat ini, dimaksudkan sebagai acuan dalam
melakukan penelitian di kelima kampung (desa) wisata, serta kepada
para pelaku wisata di lima kampung tersebut diharapkan untuk dapat
membantu peneliti baik dalam hal memberikan informasi, tetapi juga
kiranya diberikan pelayanan fasilitas tinggal di homestay selama
proses penelitian berlangsung. Berdasarkan data dan informasi yang
40
diberikan, ditambah dari berbagai informasi yang peneliti cari dan
dapatkan dari beberapa sumber, akhirnya peneliti dengan mantap
menetapkan distrik meosmansar sebagai lokus penelitian di Raja
Ampat.
Menuju Lokasi Penelitian
Untuk sampai pada tahapan turun lapangan, peneliti sudah
memperoleh informasi mengenai beberapa sumber informan yang
akan peneliti jumpai ketika harus turun mengambil data di kampung-
kampung tersebut. Informasi mengenai orang-orang yang harus
peneliti jumpai di lokasi penelitian, peneliti dapati dari Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Raja Ampat. Sebagai contoh, ketika
peneliti berada di kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, secara
tidak langsung peneliti berjumpa dengan bapak Yesaya Mayor, yang
diperkenalkan oleh staf kantor tersebut. Bapak Yesaya Mayor juga
diingatkan oleh staf Dinas Kebudayaan dan Pariwisata agar kelak
dapat membantu peneliti selama melakukan penelitian di tempatnya
bapak Yesaya (di kampung Sawinggrai). Inilah awal mula peneliti
berjumpa dengan bapak Yesaya Mayor. Sosok yang bersahaja dan
murah senyum terpancar dari wajahnya ketika pertemuan pertama
itu. Selain, itu informasi mengenai bapak Yesaya, diperoleh dari
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, penenulis juga memperoleh data
informasi dari beberapa teman peneliti yang berprofesi sebagai
pegawai negeri maupun sebagai staf LSM yang ada di kota Waisai.
Akhirnya, pada tanggal 20 Agustus 2011, peneliti bersama-
sama dengan bapak Yesaya, kami meninggalkan kota Waisai,
dengan menggunakan speedboad nya. Sebelumya, berdasarkan
diskusi dengan beberapa pelaku atau anggota LSM, peneliti telah
banyak memperoleh data mengenai lokasi yang peneliti tuju sebagai
lokasi penelitian. Untuk sampai pada tahapan itu, peneliti