PENETAPAN AHLI WARIS MUSLIM TERHADAP PEWARIS NON MUSLIM (Studi Analisis Yuridis Penegakan Keadilan Terhadap Non Muslim Dalam Perkara Penetapan Nomor 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg.) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH) Disusun oleh: ENDAY HIDAYAT NIM: 11150440000014 PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2020 M/1441 H
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENETAPAN AHLI WARIS MUSLIM TERHADAP PEWARIS
NON MUSLIM
(Studi Analisis Yuridis Penegakan Keadilan Terhadap Non Muslim
Dalam Perkara Penetapan Nomor 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg.)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (SH)
Disusun oleh:
ENDAY HIDAYAT
NIM: 11150440000014
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020 M/1441 H
iv
ABSTRAK
Enday Hidayat (11150440000014) “Penetapan Ahli Waris Muslim
Terhadap Pewaris Non Muslim (Studi Analisis Yuridis Penegakan Keadilan
Terhadap Non Muslim Dalam Perkara Penetapan Nomor
4/Pdt.P/2013/Pa.Bdg.)”. Program Study Hukum Keluarga (Al-Akhwal As-
Syakhsiyah), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, Tahun 2020 M/1441 H. 74 halaman + lampiran.
Skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan secara rinci mengenai penegakan
keadilan bagi non-muslim dalam kewarisan islam di Indonesia serta tinjauan
kewenangan absolut Pengadilan Agama Badung dalam menangani perkara
Penetapan Nomor: 4/Pdt.P/2013/ PA.Bdg. Penelitian ini merupakan penelitian
hukum normatif (normative yuridis), bersifat preskriptif dengan menggunakan
pendekatan kasus (case approach). Penelitian ini berjenis penelitian kualitatif
dengan menggunakan metode deskriptif-analitis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan diberikannya hak waris
kepada anak yang beragama islam memberikan ketidakadilan bagi anak yang
sama agamanya dengan pewaris, yaitu beragama Hindu. Dalam perspektif
kewenangan berdasarkan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Agama Mahkamah
Agung Republik Indonesia Tanggal 03 s/d 05 Mei 2012 yang dicantumkan dalam
SEMA Nomor 07 Tahun 2012, Pengadilan Agama Badung tidak memiliki
kewenangan untuk menangani perkara permohonan penetapan ahli waris muslim
dari pewaris non-muslim. Adapun dari perspektif hukum Islam, penetapan Majelis
Hakim Pengadilan Badung bertentangan dengan pendapat (jumhur ulama’) yang
bersandar pada hadits Nabi Muhammad SAW, yang artinya “Seorang muslim
tidaklah mewariskan ke orang kafir, dan orang kafir tidaklah mewariskan ke
seorang muslim” (HR. Bukhari dan Muslim).
Kata Kunci: Perkara waris, ahli waris, pewaris, beda agama, peraturan perundang-
undangan, hukum Islam.
Pembimbing: Dr. Syahrul A’dam, M.Ag.
Daftar Pustaka: 1983 s/d 2017
v
KATA PENGANTAR
ن ٱلل بسم ٱلرحيم ٱلرحم
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat Rahmat
dan Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat
serta salam semoga senantiasa terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad
SAW.
Penulisan skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar sarjana pada program Study Hukum Keluarga Fakultas Syariah
dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Judul yang
penulis ajukan adalah “Penegakan Keadilan Terhadap Non-Muslim Dalam
Kewarisan Islam di Indonesia”.
Dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan,
bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan
ini penulis dengan senang hati menyampaikan terimakasih kepada yang terhormat:
1. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin
Umar Lubis, M.A.
2. Bapak Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., MA., M.H. Selaku Dekan Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Dr. Mesraini, M.Ag. selaku Ketua Program Studi Hukum Keluarga
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta serta Bapak
Ahmad Chairul Hadi, M.A.selaku sekretaris Program Studi.
4. Bapak Dr. Syahrul A’dam, M.Ag. selaku dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktu, tenaga dan pikiran selama membimbing skripsi.
5. Segenap bapak dan ibu dosen, pada lingkungan program Studi Hukum
Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang
telah memberikan banyak ilmu ndan pengetahuan selama duduk di bangku
kuliah.
vi
6. Ayahanda Alm. Rafiudin dan ibunda Zubaidah tercinta selaku orang tua
penulis. Terimakasih atas setiap cinta dan kasih saying serta terpancarnya doa
dan restu yang selalu mengiringi tiap langkah penulis sehingga bisa sampai
pada titik ini.
7. Kakak tercinta penulis Rahmawati, Melyadi Nata, Roiyah, Adi Prayitno,
Roheni, Alan Gusmiadi serta seorang yang selalu menemani penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini Dinia Jehan Safira.
8. Fatma Hidayah Fathuri, Imam Mukhtar Miftah, Faiqah Nur Azizah, Ahmad
Zulfi Aufar, Ahmad Syafaat, Luthfi Zakariya, Ilham Ramdani, serta semua
teman-teman Program Studi Hukum Keluarga 2015, atas segala ukiran hari
bertemakan persahabatan yang tulus murni sepanjang masa Pendidikan ini di
Program Studi Hukum Keluarga sejak awal hingga terselesainya Pendidikan.
9. Keluarga besar Lembaga Kajian dan Bantuan Hukum Mahasiswa Islam
(LKBHMI) Cabang Ciputat, kanda Fahmi Muhammad Ahmadi, kanda Ihdi
Karim Makinara, Kanda Muhammad Isnur, kanda Teuku Mahdar Adrian,
kanda Ali Fernandes, kanda Haris Barkah, kanda Ridho Akmal Nasution,
kanda Aji Andika Mufti, kanda Fauzul, kanda Irpan Pasaribu, Kanda
Awaludin, kanda Ahmad Masyhud, kanda Zainuri, kanda M. Irpan, kanda
Humaidi, kanda Rahmat Ramdani, kanda Roni Johan, kanda Afif Kurniawan,
kanda Abdul Qadir Batubara, kanda Agustiar Hariri Lubis, kanda Triono,
kanda Ahmad Imam Santoso, Kanda Wahid Sabekti. Teman-teman
seperjuangan di LKBHMI, Direktur Onggi Sigma Utara, Dhika Amal Fatul
Hakiem, Rasyid Rahmat, Ayu Sitti serta adik-adik tercinta adinda Syukriyan,
Herman Sunaro Lubis, Jijay Zainal Arifi, Adnan Ajmain serta segenap
pengurus LKBHMI terimakasih atas kritik, saran, canda tawa, dan tangisan
haru serta bahagia yang telah dibagi dan turut dirasa. Terimakasih atas rasa
kekeluargaan yang begitu besar meski tanpa ikatan darah. Jalinan
persahabatan ini semoga Allah jaga hingga selamanya.
10. Keluarga besar Himpunan Mahasiswa Lampung Kiyay Uchal Darwis, Kiyay
Data sekunder yaitu data yang memberikan penjelasan
mengenai data hukum primer dan implementasinya yang
10 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Prenadamedia, 2016), h.181 11 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2004), h. 118 12 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, h.158 13 Ahmad Rifai, Penemuan Hukum Oleh Hakim, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), h.110
12
diperoleh dari bahan kepustakaan.14 Data ini terdiri dari peratutan
perundang-undangan, buku-buku yang berkaitan dengan skripsi
ini, baik yang ditulis langsung oleh penulis maupun berupa
analisis dari penulis lain.
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Studi Pustaka
Penulis mengunakan teknik pengumpulan data dengan studi
kepustakaan untuk mendapatkan teori-teori dan konsep yang
berkenan dengan metode putusan hakim melalui berbagai buku
dan literature yang dipandang mewakili dan berkaitan dengan
objek penelitian ini.
b. Studi Dokumen
Penulis memfokuskan untuk menelaah bahan-bahan atau
data-data yang diambil dari dokumentasi dan berkas yang
mengatur tentang pemeriksaan putusan dan penetapan yang
terkait masalah kewarisan beda agama dalam putusan dan
penetapan perkara Pengadilan Agama Badung
No.4/Pdt.P/2013/PA.Bdg..
5. Teknik Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini
adalah analisis kualitatif, yaitu penelitian yang mengasilkan data
deskriptif analisis. Dengan menggunakan pendekatan kasus (case
approach), tujuannya untuk menggambarkan masalah-masalah yang
berkaitan dengan kasus yang diteliti, kemudian dianalisis
menggunakan analisis fikih, hukum positif dan analisis teori
yaitu akibat dari beralihnya harta peninggalan dari seorang yang
meninggal kepada ahli waris, baik didalam hubungannya antara mereka
sendiri, maupun dengan pihak ketiga.3
1 Rasjid, Sulaiman, Fiqih Islam, (Bandung: PT. Sinar Baru Algensindo, 2000), h. 36. 2 Wiryono Projodikoro, Hukum Warisan di Indonesia, (Bandung: Sumur, 1983), h. 13. 3 A. Pitlo, Hukum Waris, Jilid 1 (Jakarta: Intermasa, 1986), h. 1.
16
Amir Syarifuddin menjelaskan bahwa Hukum kewarisan Islam
mengatur peralihan harta dari seseorang yang telah meninggal kepada
yang masih hidup. Dalam literatur Hukum Islam ditemukan beberapa
istilah untuk menamakan hukum kewarisan islam seperti: Faraid, Fikih
Mawaris dan Hukum al-Waris.4 Sedangkan Hukum kewarisan menurut
KHI sebagaimana disebutkan dalam pasal 171 (a) adalah hukum yang
mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah)
pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan
berapa bagiannya masing-masing.5
Istilah hukum waris dalam perdata barat disebut dengan Erfrecht.
Pasal 830 KUHPerdata menyebutkan bahwa hukum waris adalah hukum
yang mengatur kedudukan hukum harta kekayaan seseorang setelah ia
meninggal, terutama berpindahnya harta kekayaan itu kepada orang lain.6
2. Dasar Dan Sumber Hukum Kewarisan Islam
Waris merupakan berpindahnya hak kepemilikan dari orang yang
sudah meninggal dunia kepada ahli waris yang masih hidup yang telah
ditentukan dalam tuntunan al-Qur’an dan Al-Hadits, baik itu berupa harta
(uang), tanah atau apa saja yang menjadi hak milik pewaris yang sah
menurut syar’i. Diantara sumber-sumber hukum kewarisan dalam Islam
diantaranya adalah, sebagai berikut:
a. Dalil-dalil yang bersumber dari al-Qur’an.
Beberapa ayat al-Qur’an yang menjadi dasar hukum waris
dalam Islam adalah sebagai berikut:
1) Surat an-Nisa’ ayat 9:
4 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, Cet. 1 (Jakarta: Kencana, 2004), h. 5 5 Pasal 171 (a) Kompilasi Hukum Islam 6 Titik Triwulan, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, (Jakarta: Kencana,
ل سديدا قولوا قوي ولي فلييتذقوا ٱللذDan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang
seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang
lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka.
Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan
hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar (Q.S.
An-Nisa: 9).
2) Surat an-Nisa’ ayat 11:
للذ لدكمي وي ف أ فإن كنذ نساء يوصيكم ٱللذ نثييي
ٱلي كر مثيل حظ
ف فلهنذ ثلثا ما ترك وإن كنتي وحدة فلها ٱل صي ق ٱثينتيي فوي
ذمي فإن ل ا ترك إن كن لۥ ولد دس ممذ نيهما ٱلس وحد م بوييه لك
ول
ه يكن م د فل وة ۥ إخي ه ٱلثلث فإن كن ل م
بواه فل
ۥ أ ۥ ولد وورثه لذ
ناؤكمي ل بي ءاباؤكمي وأ وي ديين
د وصيذة يوص بها أ دس من بعي ٱلس
ن فريضة م عا كمي نفيقيرب ل
همي أ ي
رون أ كن عليما تدي إنذ ٱللذ ٱللذ
حكيما Allah mensyari´atkan bagimu tentang (pembagian
pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak
lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan; dan
jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi
mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak
perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta.
Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya
seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal
itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak
mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka
18
ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai
beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam.
(Pembagianpembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi
wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya.
(Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak
mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak)
manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana
(Q.S. An-Nisa: 11).
3) Surat an-Nisa’ ayat 12:
فإن كن ذهنذ ولد ذمي يكن ل وجكمي إن ل زيف ما ترك أ ۞ولكمي نصي
وي ديين د وصيذة يوصي بها أ ن من بعي ا تركي بع ممذ لهنذ ولد فلكم ٱلر
ذمي يكن لذكمي ولد تمي إن ل ا تركي بع ممذ فإن كن لكمي ولد ولهنذ ٱلر
وي ديين وإن كن د وصيذة توصون بها أ ن بعي تم م ا تركي فلهنذ ٱلثمن ممذ
نيهما وحد م تد فلك خي
وي أخ أ
ۥ أ د ول ة
رأ و ٱمي
رجلد يورث كللة أ
كي دس فإن كنوا أ د ٱلس كء ف ٱلثلث من بعي لك فهمي ش ث من ذ
عليم وٱللذ ن ٱللذ وصيذة م مضار وي ديين غيي أ وصيذة يوص بها
حليمد Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang
ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai
anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu
mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah
dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar
hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang
kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu
mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan
dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang
kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika
19
seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak
meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi
mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang
saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing
dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika
saudarasaudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka
bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat
yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan
tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah
menetapkan yang demikian itu sebagai) syari´at yang benar-
benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Penyantun (Q.S. An-Nisa: 12).
4) Surat An-Nisa’ ayat 33:
ا ترك ولك ل ممذ ان ٱجعلينا مو ل قيربون ٱو ليو ين ٱو لي عقدتي لذ
ييمنكمي ف إنذ أ ٱاتوهمي نصيبهمي ء شهيدا للذ شي
ك ٣٣كن علBagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang
ditinggalkan ibu bapak dan karib kerabat, Kami jadikan
pewaris-pewarisnya. Dan (jika ada) orang-orang yang kamu
telah bersumpah setia dengan mereka, maka berilah kepada
mereka bahagiannya. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala
sesuatu (Q.S. AnNisa’: 33)
b. Dalil-dalil yang bersumber dari Sunnah
Hadits Nabi Muhammad SAW yang menjadi dasar hukum
kewarisan dalam Islam adalah sebagai berikut:
سلم يرث لا سلم الكافر يرث ولا الكافر، الم الم
“Seorang muslim tidak mewariskan kepada non muslim
(kafir), dan non muslim (kafir) tidak mewariskan kepada seorang
muslim.” (HR. Bukhari dan Muslim).7
7 Muhammad Ali Ash Shabuni, al Mawarits fi al Syariat al Islamiyyah ‘ala Dhau’ alKitab
wa al-Sunnah, terjemahan oleh A. M. Basalamah, Pembagian Waris Menurut Islam, (Jakarta: Gema
Insani Press, 2007), h. 33.
20
“Penganut dua agama yang berbeda tidaklah saling mewarisi.”
(HR. At Tirmidzi).8
3. Faktor Penyebab Waris Mewaris.
Beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya proses waris
mewaris adalah sebagai berikut:9
a. Hubungan Kekerabatan (Nasab)
Ditinjau dari garis yang menghubungkan nasab antara yang
mewariskan dengan yang mewarisi dapat digolongkan menjadi tiga
sebagai berikut:
1. Furu’ (cabang), yaitu anak turun dari si mati, seperti anak, cucu.
2. Ushul (pokok/asal), yaitu leluhur yang menyebabkan adanya si
mati. Seperti orang tua, kakek nenek.
3. Hawasyi, yaitu keluarga yang dihubungkan dengan si mati melalui
garis menyamping, seperti saudara, paman, bibi, dan anak
keturunan mereka,
b. Hubungan Perkawinan
Hak waris juga berlaku atas dasar hubungan perkawinan
(persemendaan) dengan artian suami menjadi ahli waris bagi istri
yang meninggal, dan istri juga menjadi ahli waris suami yang
meninggal.
c. Hubungan al-Wala’
Pengertian wala’ adalah hubungan waris mewarisi karena
kekerabatan menurut hukum yang timbul karena membebaskan
budak sekalipun diantara mereka tidak ada hubungan darah. Jadi
hubungan orang yang memerdekakan budaknya memiliki hak wala’
sehingga berhak untuk turut mewarisi harta mantan budaknya jika
meninggal.
8 Muhammad Ali Ash Shabuni, al Mawarits fi al Syariat al Islamiyyah ‘ala Dhau’ alKitab
wa al-Sunnah, terjemahan oleh A. M. Basalamah, Pembagian Waris Menurut Islam, h. 33. 9 Aunur Rahim Faqih, Mawaris (Hukum Waris Islam), (Yogyakarta: UII Press 2017), h.
41-44.
21
d. Hubungan sesama Islam
Hubungan sesama Islam dalam hukum waris ini maksudnya
adalah apabila seorang muslim meninggal dunia tetapi ia tidak
memiliki ahli waris maka warisannya diserahkan ke perbendaharaan
umum (baitul maal) untuk kemudian dimanfaatkan bagi kepentingan
umat Islam.
4. Faktor Penyebab Hilangnya Hak Waris
Terdapat tiga faktor penyebab seseorang kehilangan hak untuk
mewarisi yaitu sebagai berikut:10
a. Perbudakan
Status seorang budak tidak dapat menjadi ahli waris, karena
dipandang tidak cakap mengurusi harta dan telah putus hubungan
kekeluargaan dengan kerabatnya. Bahkan ada yang memandang
budak itu statusnya sebagai harta milik tuanya. Dia tidak dapat
mewariskan harta peninggalannya, sebab ia sendiri dan segala harta
yang ada padanya adalah milik tuanya.11
Seseorang yang berstatus sebagai budak tidak mempunyai hak
untuk mewarisi sekalipun dari saudaranya. Sebab segala sesuatu yang
dimiliki budak, secara langsung menjadi milik tuannya. Semua jenis
budak, baik budak itu sebagai qinnun (budak murni), mudabbar
(budak yang telah dinyatakan merdeka jika tuannya meninggal), atau
mukatab (budak yang telah menjalankan perjanjian pembebasan
dengan tuannya, dengan persyaratan yang disepakati kedua belah
pihak) merupakan penggugur hak untuk mewarisi dan hak untuk
diwarisi disebabkan mereka tidak mempunyai hak milik.12
b. Pembunuhan
10 Abdul Wahid Muhibbin, Hukum Kewarisan Islam Sebagai Pembaharuan Hukum Positif,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2009) h.75. 11 Abdul Wahid Muhibbin, Hukum Kewarisan Islam Sebagai Pembaharuan Hukum Positif,
h.75. 12 Muhammad Ali Ash Shabuni, al Mawarits fi al Syariat al Islamiyyah ‘ala Dhau’ alKitab
wa al-Sunnah, terjemahan oleh A. M. Basalamah, Pembagian Waris Menurut Islam, h. 41.
22
Para ahli Hukum Islam sepakat bahwa tindakan pembunuhan
yang dilakukan oleh ahli waris terhadap pewarisnya pada prinsipnya
menjadi penghalang baginya untuk mewarisi harta warisan pewaris
yang dibunuhnya. Berdasarkan hadist nabi: “Barang siapa membunuh
seorang korban maka ia tidak dapat mewarisnya, walaupun si korban
tidak mempunyai ahli waris selain dirinya dan jika si korban itu
bapaknya atau anaknya maka tidak ada hak mewarisi bagi
pembunuhnya”. (HR. Imam Ahmad).13
c. Berlainan Agama
Berlainan agama adalah adanya perbedaan agama yang
menjadi kepercayaan antara orang yang mewarisi dengan orang yang
mewariskan. Hal ini telah ditegaskan Rasulullah Saw. dalam
sabdanya: "Tidaklah berhak seorang muslim mewarisi orang kafir,
dan tidak pula orang kafir mewarisi muslim." (Bukhari dan
Muslim).14
Seseorang yang tergolong sebagai salah satu sebab dari tiga
hal yang dapat menggugurkan hak waris tersebut di kalangan fuqaha
dikenal dengan istilah mahrum. Terdapat perbedaan halus antara al-
mahrum dan al-mahjub. Al-mahjub adalah hilangnya hak waris
seorang ahli waris disebabkan adanya ahli waris yang lebih dekat
kekerabatannya atau lebih kuat kedudukannya, sebagai contoh
kakek bersamaan dengan ayah, kakek tidak mendapat bagian waris
disebabkan adanya ayah sebagai ahli waris yang lebih dekat dengan
anak.15
13 Abdul Wahid Muhibbin, Hukum Kewarisan Islam Sebagai Pembaharuan Hukum Positif,
h.75. 14 Muhammad Ali Ash Shabuni, al Mawarits fi al Syariat al Islamiyyah ‘ala Dhau’ alKitab
wa al-Sunnah, terjemahan oleh A. M. Basalamah, Pembagian Waris Menurut Islam, h. 42-43. 15 Muhammad Ali Ash Shabuni, al Mawarits fi al Syariat al Islamiyyah ‘ala Dhau’ alKitab
wa al-Sunnah, terjemahan oleh A. M. Basalamah, Pembagian Waris Menurut Islam, h. 44.
23
5. Asas-asas Hukum Kewarisan Islam
Asas-asas hukum kewarisan Islam dapat digali dari keseluruhan
ayat hukum dalam al-Qur’an dan penjelasan tambahan yang diberikan
oleh Nabi Muhammad Saw., dalam hal ini akan dikemukakan lima asas-
asas hukum kewarisan Islam, diantaranya:
a. Asas Ijbari
Yaitu peralihan harta orang yang telah meninggal dunia
kepada orang yang masih hidup berlaku dengan sendirinya tanpa
tergantung kepada kehendak pewaris atau ahli waris. Asas ijbari
dalam hukum kewarisan islam tidak dalam arti yang memberatkan
ahli waris. Seandainya pewaris mempunyai hutang yang lebih besar
dari warisan yang ditinggalkannya, ahli waris tidak dibebani untuk
membayar hutang tersebut, hutang yang dibayar sebesar warisan yang
ditinggalkan oleh pewaris.
b. Asas Bilateral
Bahwa seseorang menerima hak kewarisan dari kedua belah
pihak garis kerabat, yaitu pihak kerabat garis keturunan laki-laki dari
pihak kerabat garis keturunan perempuan.
c. Asas Individual
Bahwa harta dapat dibagi-bagi untuk dimiliki secara
perorangan. Ini berarti setiap ahli waris berhak atas bagian yang
didapatnya tanpa tergaantung dan terikat dengan ahli waris lainnya.
Keseluruhan harta warisan dinyatakan dalam nilai tertentu yang
mungkin dibagi-bagi, kemudian jumlah tersebut dibagikan kepada
setiap ahli waris yang berhak menurut kadar masing-masing. Bisa saja
harta warisan tidak dibagibagikan asal ini dikehendaki oleh ahli waris
yang bersangkutan, tidak dibagi-baginya harta warisan itu tidak
menghapus hak mewaris para ahli waris yang bersangkutan.
d. Asas Keadilan Berimbang
24
Asas ini dapat diartikan adanya keseimbangan hak dan
kewajiban antara yang diperoleh dengan keperluan dan kegunaan.
Secara dasar dapat dikatakan bahwa factor perbedaan jenis kelamin
tidak menentukan dalam hak kewarisan sebanding dengan yang di
dapat oleh laki-laki.
e. Asas Kewarisan Semata Kematian
Bahwa peralihan harta seseorang kepada orang lain berlaku
setelah yang mempunyai harta tersebut meninggal dunia dan harta itu
tidak dapat beralih kepada orang lain dengan nama waris selama yang
mempunyai harta masih hidup.16
B. Wasiat Wajibah
Wasiat adalah pesan seseorang kepada orang lain untuk mengurusi
hartanya sesuai dengan pesannya itu sepeninggalnya. Jadi, wasiat
merupakan tasaruf terhadap harta peninggalan yang akan dilaksanakan
setelah meninggalnya orang yang berwasiat, dan berlaku setelah perang
yang berwasiat meninggal dunia.17
Adapun wasiat wajibah adalah tindakan yang dilakukan oleh
penguasa atau hakim sebagai apparat negara yang mempunyai tugas untuk
memaksa atau memberi putusan wajib wasiat bagi orang yang telah
meninggal, yang diberikan kepada orang tertentu dalam keadaan tertentu.
Dikatakan wasiat wajibah, disebabkan karena dua hal, yaitu:
1. Hilangnya unsur ikhtiar pemberi wasiat dan munculnya unsur kewajiban
melalui peraturan perundang-undangan atau putusan pengadilan, tanpa
tergantung kepada kerelaan orang yang berwasiat dan persetujuan
penerima wasiat
16 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, h. 16. 17 Dian Khairul Umam, Fiqh Mawaris, Cet 1, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999), h. 237.
25
2. Adanya kemiripan dengan ketentuan pembagian harta warisan dalam hal
penerimaan laki-laki dua kali lipat bagian perempuan.18
Buku II KHI Bab I Pasal 171 huruf f disebutkan bahwa wasiat
adalah pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang lain atau
Lembaga yang akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia.19 Adapun
rukun dan syarat-syarat wasiat, yaitu diantaranya:
1) Orang yang berwasiat (mushi) dengan syarat:
a) Berakal sehat
b) Baligh
c) Atas kehendak sendiri
d) Harta yang sah/miliknya
2) Orang yang menerima wasiat (mushalahu) dengan syarat:
a) Jelas identitasnya
b) Harus ada ketika pembuatan pernyataan wasiat
c) Cakap menjalankan tugas yang diberikan oleh pemberi wasiat.
3) Sesuatu yang diwasiatkan (mushabihi) dengan syarat:
a) Milik pemberi wasiat
b) Sudah berwujud
c) Dapat dimiliki
d) Tidak melebihi 1/3
4) Sighat wasiat dengan syarat:
Kalimat yang dapat memberi pengertian wasiat, dan
disaksikan oleh saksi yang adil atau pejabat (notaris).
18 Asyhari dan Djunaidi Abd. Syakur, Hukum Islam di Indonesia, Cet 2, (Yogyakarta:
Elhamra Press, 2003), h. 207. 19 Pasal 171 (f) Kompilasi Hukum Islam
26
Lebih lanjut Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 171 huruf f
disebutkan bahwa anak angkat dengan orang tua angkat terbina
hubungan saling berwasiat yang tertuang dalam pasal 209, yaitu:20
1. Harta peninggalan anak angkat dibagi berdasarkan pasal 176
sampai dengan pasal 193 tersebut di atas, sedangkan terhadap
orang tua angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat
wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta wasiat anak
angkatnya.
2. Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat
wajibah sebanyak 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya.
2. Wasiat Wajibah Pasca Putusan MA Tahun 1995
Sebenarnya ketentuan wasiat wajibah juga telah diatur di
dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi
Hukum Islam sebagaimana yang telah di sebutkan di atas, Namun
pengaturan mengenai wasiat wajibah yang diberlakukan kepada
seseorang ahli waris berbeda agama atau non muslim belum mendapat
pengakuan serta tempat tersendiri dalam sumber- sumber hukum
islam serta kompilasi hukum islam.
KHI hanya mengakomodir wasiat wajibah hanya teruntuk
orang tua angkat ialah 1/3 dari harta warisan anak angkat dan anak
angkat iaah 1/3 dari harta warisan orang tua angkat. Tidak adanya
satupun sumber yang bermuara untuk memberikan wasiat wajibah
bagi seseorang ahli waris yang berbeda agama atau non muslim
sampai pada tahun 1994.
Semua hal tersebut dikarenakan pemberian wasiat wajibah
bagi seseorang ahli waris yang berbeda agama atau non muslim dinilai
bertentangan atau tidak sesuai dengan sumber hukum islam yang ada
20 Pasal 209 Ayat 1-2, Kompilasi Hukum Islam
27
dengan dasar ahli waris yang beragama di luar islam tidak masuk
dalam klasifikasi yang dianggap sebagai ahli waris.
Maka dengan hal tersebutlah untuk mengikuti perkembangan
zaman yang terus berkembang secara simultan dan terus menurus,
langkah untuk menciptakan suatu keadilan yang berlandaskan moral
dan kemaslahatan masyarakat yang ada, Hakim selaku pelaku
kekuasaan kehakiman telah menjalankan tugasnya dengan penuh
amanah dan tanggung jawab dengan mengeluarkan putusan yang telah
di tetapkan sebagai yurisprudensi yaitu putusan Mahkamah Agung
Republik Indonesia Nomor 368/K/Ag/1995 sebagai pintu awal
perkembangan pengakuan terhadap ahli waris non muslim dalam
sistem kewarisan islam untuk mendapatkan pembagian harta waris
melalui wasiat wajibah.
Yurisprudensi itupun diikuti oleh yurisprudensi lainnya yaitu
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 51 K/Ag/1999 yang
juga terkait pemberlakuan wasiat wajibah terhadap ahli waris non
muslim. Hal inipun secara konsisten dipertahankan oleh lembaga
peradilan dan juga hakim-hakim di Indonesia dalam menggali nilai-
nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Penegasan terhadap ahli waris berbeda agama atau non muslim dalam
sistem kewarisan islam ini tertuang dalam putusan Mahkamah Agung
Nomor 331 K/Ag/2018 yang dijadikan lendmark decisions
Mahkamah Agung di tahun 2018.
Walaupun, titik tolok yang seharusnya menjadi perhatian
adalah perlunya penegasan kembali dan putusan yang konsistan
terhadap dari manakah sumber yang diambil untuk wasiat wajibah
bagi ahli waris non muslim, mengambil dari harta warisan atau harta
peninggalan pewaris agar tidak terjadi kebingungan dan kejelasan
dalam penerapannya serta menjadikan kesinambungan antaran
yurisprudensi yang ada sebelumnya dengan putusan mahkamah agung
28
yang terbaru yang telah di jadikan lendmark decisions Mahkamah
Agung sebagai sumber-sumber utama bagi ahli waris berbeda agama
atau non muslim untuk menuntut keadlian dalam suatu sistem
kewarisan islam. Dengan adanya pengaturan inilah diharapkan akan
dijadikan salah satu pertimbangan oleh hakim untuk memutus
perkaranya.21
21 Jurnal Suara Hukum, Analisis Pemberian Wasiat Wajibah terhadap Ahli Waris Beda
Agama Pasca Putusan Mahkamah Agung, (file:///C:/Users/Lenovo/Downloads/4865-17021-1-
PB.pdf), diakses pada tanggal 5 Desember 2019.
29
BAB III
PROBLEMATIKA KEWARISAN BEDA AGAMA
DAN PERADILAN AGAMA DI INDONESIA
A. Problematika Kewarisan Beda Agama
1. Hak Waris Non-Muslim atas Harta Waris dari Pewaris Muslim
Ijma’ (kesepakatan) ulama menyatakan bahwa orang kafir tidak
berhak mendapatkan waris (diwarisi) begitu pula orang murtad.
Kesepakatan ulama tersebut sebagaimana pernyataan Imam Ahmad ibnu
Hambal Rahimahullah: “Tidak ada perbedaan pendapat di antara
manusia (umat Islam) bahwa seorang muslim tidak mewariskan
hartanya kepada orang kafir.”1
Ijma’ ulama’ tersebut bersumber pada hadits Nabi Muhammad
SAW: سلم يرث لا سلم الكافر يرث ولا الكافر، الم الم “Seorang muslim tidak
mewariskan kepada non-muslim (kafir), dan non-muslim (kafir) tidak
mewariskan kepada seorang muslim.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Berdasarkan hadits tersebut para ulama bersepakat tentang tidak
adanya hak waris bagi kerabat non-muslim atas harta waris dari pewaris
muslim. Meskipun demikian, para ulama berbeda pendapat tentang hak
waris muslim atas harta waris dari pewaris non-muslim
2. Hak Waris Muslim Atas Harta Waris dari Pewaris Non-Muslim
Berkaitan dengan hak waris muslim atas harta waris dari pewaris
non muslim terdapat perbedaan pendapat diantara para ulama ahli hukum
Islam. Mayoritas ulama (jumhur ulama’) berpendapat bahwa seorang
muslim tidak boleh mewarisi harta waris dari pewaris non muslim, tetapi
1 Ibnu Qudamah, Al Mughni, dikutip dari Farid Nu’man Hasan, “Hukum Fiqih Seputar
Ahli Kitab,” terdapat dalam http://www.portal-islam.id/2011/04/hukum-fiqih-seputar-
ahlikitab.html, diakses tanggal 10 Desember 2019.
30
ada pendapat dari sebagian ulama yang membolehkan seorang muslim
mewarisi harta waris dari pewaris non muslim.
Pendapat yang melarang muslim mewarisi dari pewaris non
muslim merupakan pandangan empat Khulafa’ ar-Rasyidin, imam dari
empat madzhab, dan mayoritas fuqaha yang diamalkan oleh umat Islam
secara umum. Adapun dasar hukum dari pendapat tersebut bersumber
dari hadits-hadits berikut:
سلم يرث لا سلم الكافر يرث ولا الكافر، الم الم (HR. Bukhari dan
Muslim).
“Penganut dua agama yang berbeda tidaklah saling mewarisi.”
(HR. At Tirmidzi).
Syekh Muhyidin Syaraf An-Nawawi atau lebih dikenal dengan
Imam An-Nawawi menyatakan bahwa para ulama telah sepakat (ijma’)
bahwa orang kafir tidak bisa mewarisi harta orang muslim. Begitu juga
menurut mayoritas ulama (jumhur ulama’) dari kalangan sahabat, tabi’in,
dan generasi setelahnya berpendapat bahwa orang muslim tidak bisa
mewarisi harta orang kafir. Sebagai pengecualian ada minoritas ulama
yang memperbolehkan muslim mewarisi dari non-muslim, tetapi
pandangan kelompok ini menurut Imam An-Nawawi bukanlah
pandangan yang benar (shahih).2
Adapun pendapat yang membolehkan seorang muslim
memperoleh harta waris dari orang kafir yaitu pendapat Muadz bin Jabal,
Muawiyah, Said bin Al Musayyib, Masruq dan lainya,3 seperti juga
Muhammad bin Al Hanafiyah, Ali bin Al Husein, Abdullah bin Ma’qil,
2 Mahbub Ma’afi Ramdlan, Hukum Waris Beda Agama,
http://www.nu.or.id/post/read/66597/hukum-kewarisan-beda-agama-, diakses tanggal 11 Desember
2019. 3 Imam An-Nawawi, Al Minhaj Syarh Shahih Muslim dikutip dari Farid Nu’man Hasan,
“Hukum Fiqih Seputar Ahli Kitab,” http://www.portal-islam.id/2011/04/hukum-fiqih-seputarahli-
kitab.html, diakses tanggal 11 Desember 2019.
31
Asy Sya’bi, An-Nakha’i, Yahya bin Ya’mar, dan Ishaq.4 Pendapat Imam
Ibnu Taimiyah dan Imam Ibnul Qayyim juga membolehkan muslim
mewarisi dari non muslim.5 Demikian juga juga pendapat Yusuf Al
Qaradhawi.6
Para ulama yang membolehkan muslim mewarisi dari non
muslim beralasan bahwa makna kafir dalam hadits
سلم يرث لا سلم الكافر يرث ولا الكافر، الم الم adalah kafir harbi. Alasan
lainnya adalah hadits dari Muadz bin Jabal r.a, bahwa Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Islam itu bertambah, dan tidak
berkurang” (HR. Abu Daud).
Namun hadits ini tidak bisa dijadikan dalil, karena kelemahannya,
Imam Al Munawi mengatakan dalam sanad hadits ini terdapat rawi
(periwayat hadits) yang majhul (tidak dikenal) dan dhaif (lemah).7
Syaikh al Albani juga men-dhaif-kan hadits ini.8 Andaikan hadits tersebut
shahih juga tidak bisa dijadikan dalil mewarisi dari non muslim. Imam
Al Qurthubi mengatakan: “Hadits ini bukanlah nash yang bermaksud
seperti itu, tetapi maksudnya adalah tentang keutamaan Islam dibanding
agama lainnya, dan tidak ada kaitan dengan warisan.”9
4 Imam Ibnu Qudamah, Al Mughni, dikutip dari Farid Nu’man Hasan, “Hukum Fiqih
Seputar Ahli Kitab,” http://www.portal-islam.id/2011/04/hukum-fiqih-seputar-ahli-kitab.html,
diakses tanggal 11 Desember 2019. 5 Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah, Ahkam Ahludz Dzimmah, dikutip dari Farid Nu’man Hasan,
“Hukum Fiqih Seputar Ahli Kitab,” http://www.portal-islam.id/2011/04/hukum-fiqihseputar-ahli-
kitab.html, diakses tanggal 11 Desember 2019. 6 Yusuf Al Qaradhawi, Fatawa Mu’ashirah, dikutip dari Farid Nu’man Hasan, “Hukum
Fiqih Seputar Ahli Kitab,” http://www.portal-islam.id/2011/04/hukum-fiqih-seputar-ahlikitab.html,
diakses tanggal 11 Desember 2019. 7 Al-Munawi, Faidhul Qadir, dikutip dari Farid Nu’man Hasan, “Hukum Fiqih Seputar Ahli
Kitab,” http://www.portal-islam.id/2011/04/hukum-fiqih-seputar-ahli-kitab.html, diakses tanggal
11 Desember 2019. 8 Al-Albani, Dha’if Jami’us Shaghir, dikutip dari Farid Nu’man Hasan, “Hukum Fiqih
Seputar Ahli Kitab,” http://www.portal-islam.id/2011/04/hukum-fiqih-seputar-ahli-kitab.html,
diakses tanggal 11 Desember 2019. 9 Farid Nu’man Hasan, “Hukum Fiqih Seputar Ahli Kitab,”
http://www.portalislam.id/2011/04/hukum-fiqih-seputar-ahli-kitab.html, diakses tanggal 11
Desember 2019.
32
Adapun dalil lain yang digunakan kelompok yang membolehkan
mewarisi dari non muslim yaitu:
“Islam itu tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi darinya” (H.R.
Ad Daruquthni dan al-Baihaqi).
Menurut Imam Nawawi, hadits tersebut tidak bisa dijadikan
sebagai hujjah (tentang kebolehan muslim mewarisi harta nonmuslim),
sebab yang dimaksudkan hadits tersebut adalah membincang keutamaan
Islam dibanding yang lain dan tidak menyinggung soal kewarisan. Lantas
bagaimana bisa hadits سلم يرث لا سلم الكافر يرث ولا الكافر، الم الم diabaikan
dalam masalah ini? Bisa jadi hadits ini tidak sampai kepada mereka yang
membolehkan.10
Dalam masalah seorang pewaris yang telah keluar dari Islam atau
murtad terdapat perbedaan pandangan di kalangan ulama tentang boleh
tidaknya seorang muslim mewarisi harta kerabatnya yang telah murtad.
Menurut mazhab Maliki, Syafi'i, dan Hambali (jumhur ulama) bahwa
seorang muslim tidak berhak mewarisi harta kerabatnya yang telah
murtad. Sebab, menurut mereka, orang yang murtad berarti telah keluar
dari ajaran Islam sehingga secara otomatis orang tersebut telah menjadi
kafir. Karena itu, seperti ditegaskan Rasulullah saw. dalam haditsnya,
bahwa antara muslim dan kafir tidaklah dapat saling mewarisi.
Sedangkan menurut mazhab Hanafi, seorang muslim dapat saja mewarisi
harta kerabatnya yang murtad. Bahkan kalangan ulama mazhab Hanafi
sepakat mengatakan: "Seluruh harta peninggalan orang murtad
diwariskan kepada kerabatnya yang muslim." Pendapat ini diriwayatkan
10 Mahbub Ma’afi Ramdlan, Hukum Waris Beda Agama,
http://www.nu.or.id/post/read/66597/hukum-kewarisan-beda-agama-, diakses tanggal 11 Desember
2019.
33
dari Abu Bakar ash-Shiddiq, Ali bin Abi Thalib, Ibnu Mas'ud, dan
lainnya.11
Secara lebih lanjut pendapat ulama fiqh tentang warisan orang
murtad antara lain sebagai berikut:
1. Menurut pendapat Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad, riwayat
Ibnu Abbas RA, Rabiah, Abu Tsaur, dan Ibnu Mundzir, harta orang
yang murtad otomatis menjadi fa’i bagi baitul mal dan menjadi milik
kaum muslimin.
2. Menurut pendapat Abu Yusuf dan Muhammad (dua orang murid Abu
Hanifah), riwayat kedua Ahmad, riwayat dari Abu Bakar, Ali, Ibnu
Mas’ud RA, dan pendapat sekelompok orang salaf antara lain Al-
Hasan, Umar Bin Abdul Aziz, Al-Auza’i, dan Ats-Tsauri semua harta
orang yang murtad diberikan kepada para ahli warisnya yang muslim,
baik harta yang dihasilkan sebelum murtad (semasa masih muslim)
atau setelah murtad.
3. Harta orang murtad yang diperoleh sebelum kemurtadannya diberikan
kepada ahli warisnya yang masih muslim. Ini adalah pendapat Imam
Abu Hanifah dan Ishaq. Mereka melanjutkan: Sedangkan harta yang
diperolehnya selama kemurtadannya menjadi harta fai’ untuk Baitul
Mal.
4. Hartanya menjadi warisan bagi ahli warisnya yang mengikuti agama
baru yang dianut orang yang murtad tersebut. Jika tidak ada, maka
harta tersebut menjadi fai’. Ini adalah riwayat ketiga dari pendapat
Ahmad, Daud Azh-Zhahiri, riwayat dari Alqamah dan Sa’id bin Abi
Arubah. Mereka berpegang teguh pada alasan sebagai berikut. “Orang
yang murtad berstatus sama seperti kafir, sehingga pemeluk
11 Muhammad Ali Ash Shabuni, al Mawarits fi al Syariat al Islamiyyah ‘ala Dhau’ alKitab
wa al-Sunnah, terjemahan oleh A. M. Basalamah, Pembagian Waris Menurut Islam, h. 43.
34
agamanyalah yang berhak menerima warisan, sebagaimana halnya
kasus orang kafir harbi dan seluruh orang kafir”.12
B. Peradilan Agama Di Indonesia
1. Sejarah Singkat Peradilan Agama di Indonesia
Menurut Wahyudi, peradilan agama di Indonesia itu sudah ada
sejak masa Kolonial Belanda dan sampai sekarang masih menjadi salah
satu pelaksana kekuasaan kehakiman di Indonesia.13 Tetapi bila dilacak
lebih jauh lagi, peradilan agama telah ada sejak masa kerajaan-kerajaan
Islam sebelum era penjajahan. Kelembagaan Peradilan Agama sebagai
wadah, dan hukum Islam sebagai muatan atau isi pokok pegangan dalam
menyelesaikan dan memutus perkara, tidak dapat dipisahkan.
Dalam sejarah perkembangannya, kelembagaan peradilan agama
mengalami pasang surut. Pada masa kekuasaan kerajaan Islam lembaga
peradilan agama termasuk bagian yang tak terpisahkan dengan
pemerintahan umum, sebagai penghulu kraton yang mengurus
keagamaan Islam dalam semua aspek kehidupan. Peradilan agama di
masa itu diselenggarakan oleh para penghulu, yaitu pejabat administrasi
kemasjidan setempat. Sidang-sidang pengadilan agama berlangsung di
serambi masjid, sehingga sering disebut dengan istilah "Pengadilan
Serambi".
Pada masa penjajahan Belanda, kewenangan peradilan agama
dikurangi sedikit demi sedikit. Pada tahun 1830 Pemerintah Kolonial
Belanda menempatkan peradilan agama di bawah pengawasan
"landraad" (pengadilan negeri). Hanya lembaga landraad yang berkuasa
untuk memerintahkan pelaksanaan putusan pengadilan agama dalam
12 Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, Shahih Fiqih Sunnah Lengkap, Jilid 4,
terjemahan oleh Khairul Amru Harahap, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), h. 288-290. 13 Abdullah Tri Wahyudi, “Kewenangan Absolut Peradilan Agama di Indonesia Pada
Masa Kolonial Belanda Hingga Masa Pasca Reformasi”, Yudisia, Vol. 7, No. 2, (Desember 2016),
h. 287.
35
bentuk "excecutoire verklaring" (pelaksanaan putusan). Kemudian
Koninklijk Besluit (Sabda Raja Belanda) tanggal 19 Januari 1882 Nomor
24, Staatsblad 1882 - 152 mengubah susunan dan status peradilan agama.
Keberadaan pengadilan agama yang telah ada sebelumnya dan hukum
Islam sebagai pegangannya mendapat pengakuan dan pengukuhan, tetapi
wewenang pengadilan agama yang disebut dengan “preisterraacf”
dibatasi dalam bidang perkawinan dan kewarisan.
Kemudian ketika Pemerintah Kolonial Belanda memberlakukan
Staatsblad 1937 Nomor 116 juga semakin mengurangi kewenangan
pengadilan agama di Jawa dan Madura dalam perkara perselisihan harta
benda. Masalah wakaf dan waris harus diserahkan kepada pengadilan
negeri. Pemerintah Kolonial Belanda berdalih bahwa dalam kenyataan
kehidupan bermasyarakat, hukum Islam tidak mendalam pengaruhnya
pada aturanaturan kewarisan dalam keluarga Jawa dan Madura serta di
tempat-tempat lain di seluruh Indonesia.
Setelah Indonesia merdeka, pada tanggal 3 Januari 1946 dengan
Keputusan Pemerintah Nomor l JSD dibentuk Kementrian Agama,
kemudian dengan Penetapan Pemerintah tanggal 25 Maret 1946 Nomor
5/SD semua urusan mengenai Mahkamah Islam Tinggi dipindahkan dari
Kementrian Kehakiman ke dalam Kementrian Agama. Langkah ini
memungkinkan konsolidasi bagi seluruh administrasi lembaga-lembaga
Islam dalam sebuah wadah badan yang bersifat nasional.14
Undang-Undang Nomor 14 tahun 1970 tentang Ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman mempertegas eksistensi peradilan agama. Pasal
10 undang-undang tersebut menyatakan ada empat lingkungan peradilan
di Indonesia, yaitu peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer,
dan peradilan tata usaha negara. Klausula pada undang-undang tesebut
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
P E N E T A P A NNomor:4/Pdt.P/2013/PA.Bdg.
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Pengadilan Agama Badung yang memeriksa dan mengadili perkara perdata pada
tingkat pertama telah menjatuhkan penetapan dalam perkara Permohonan Penetapan Ahli
Waris yang diajukan oleh :
1. PEMOHON I, umur 44 tahun, agama Islam, tempat tinggal di Kuta, Kabupaten
Badung, selanjutnya disebut PEMOHON I;
2. PEMOHON II, umur 40 tahun, agama Islam, tempat tinggal di Sukoharjo, Kabupaten
Sragen, Jawa Tengah, sekarang tinggal di Kalimantan, selanjutnya disebut sebagai
PEMOHON II;
Pemohon I dan Pemohon II (selanjutnya disebut Para Pemohon) telah memberikan Kuasa
Khusus kepada KUASA HUKUM I PEMOHON I DAN II., KUASA HUKUM II
PEMOHON I DAN II dan KUASA HUKUM III PEMOHON I DAN II Para Advokat
dan Advokat yang berkantor di Kota Denpasar berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal
X Februari 2013 yang telah terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Badung tanggal
XX Februari 2013;
Pengadilan Agama tersebut;
Setelah membaca berkas perkara;
Setelah mendengarkan keterangan pihak-pihak dan saksi-saksi;
Setelah memeriksa bukti-bukti di persidangan;
TENTANG DUDUKNYA PERKARA
Menimbang, bahwa Para Pemohon melalui Kuasa Para Pemohon mengajukan
permohonan Penetapan Ahli Waris dari BAPAK PEMOHON I DAN II dan IBU PEMOHON
I DAN II, dengan alasan-alasan sebagai berikut:
1. Bahwa ayah para Pemohon yakni BAPAK PEMOHON I DAN II lahir di Cilacap
tanggal X April 1937 telah menikah dengan ibu para Pemohon yang bernama IBU
PEMOHON I DAN II, lahir di Singaraja tanggal X Februari 1947;
2. Bahwa dari perkawinan tersebut di atas telah dilahirkan 4 (empat) orang anak sebagai
berikut;
a. SAUDARA PERTAMA PEMOHON I DAN II (sudah meninggal), anak pertama,
perempuan, lahir tanggal XX Maret 1963, agama Hindu, beralamat di Banyuning,
Singaraja;
Page 1 of 14
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
b. PEMOHON I , anak kedua, laki-laki, lahir XX Agustus 1968, agama Islam, bertempat
tinggal di Kuta, Badung;
c. SAUDARA KETIGA PEMOHON I DAN II, anak ketiga, laki-laki, lahir tanggal XX
April 1970, agama Hindu, tempat tinggal di Kuta, Badung;
d. PEMOHON II, anak keempat, laki-laki, lahir tanggal XX Juni 1972, agama Islam,
alamat di Sidoharjo, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, kini tinggal di Kalimantan;
3. Bahwa mendiang SAUDARA PERTAMA PEMOHON I DAN II semasa hidup telah
menikah dengan SUAMI SAUDARA PERTAMA PEMOHON I DAN II dan
memiliki 3 orang anak yaitu;
3.1 ANAK KE I SAUDARA PERTAMA PEMOHON I DAN II dengan SUAMI
SAUDARA PERTAMA PEMOHON I DAN II, perempuan, lahir tanggal X Mei
1986, agama Hindu;
3.1 ANAK KE II SAUDARA PERTAMA PEMOHON I DAN II dengan SUAMI
SAUDARA PERTAMA PEMOHON I DAN II, laki-laki, lahir XX Mei 1996,
agama Hindu;
3.2 ANAK KE III SAUDARA PERTAMA PEMOHON I DAN II dengan SUAMI
SAUDARA PERTAMA PEMOHON I DAN II, perempuan, lahir XX Mei 2004,
agama Hindu;
4. Bahwa PEMOHON I menikah dengan ISTRI PEMOHON I, memiliki 5 orang anak
yaitu;
4.1 ANAK KE I PEMOHON I dengan ISTRI PEMOHON I, perempuan, agama
Islam;
4.2 ANAK KE II PEMOHON I dengan ISTRI PEMOHON I, laki-laki, agama Islam;
4.3 ANAK KE III PEMOHON I dengan ISTRI PEMOHON I, perempuan, agama
Islam;
4.4 ANAK KE IV PEMOHON I dengan ISTRI PEMOHON I, perempuan, agama
Islam;
5.5 ANAK KE I PEMOHON V dengan ISTRI PEMOHON I, laki-laki, agama Islam;
5. Bahwa SAUDARA KETIGA PEMOHON I DAN II menikah dengan ISTRI
SAUDARA KETIGA PEMOHON I DAN II, memiliki 3 orang anak:
5.1. ANAK KE I SAUDARA KETIGA PEMOHON I DAN II dengan ISTRI
SAUDARA KETIGA PEMOHON I DAN II, perempuan,umur 17 tahun;
5.2. ANAK KE II SAUDARA KETIGA PEMOHON I DAN II dengan ISTRI
SAUDARA KETIGA PEMOHON I DAN II, laki-laki, umur 15 tahun;
5.3. ANAK KE III SAUDARA KETIGA PEMOHON I DAN II dengan ISTRI
SAUDARA KETIGA PEMOHON I DAN II, laki-laki, umur 8 tahun;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
6. Bahwa PEMOHON II menikah dengan ISTRI PEMOHON II, memiliki 2 orang anak
yaitu;
6.1 ANAK KE I PEMOHON II dengan ISTRI PEMOHON II, laki-laki, agama Islam;
6.2 ANAK KE II PEMOHON II dengan ISTRI PEMOHON II, laki-laki, agama
Islam;
7. Bahwa kedua orang tua para Pemohon telah meninggal dunia, ibu kandung para
Pemohon meninggal lebih dahulu pada tanggal XX Mei 2004 karena sakit, Surat
Keterangan Kematian Nomor: XXX/XX/XXX/XX/XX tanggal XX September 2012,
bapak kandung para Pemohon meninggal dunia pada tanggal XX Februari 2010, Surat
Keterangan Kematian Nomor: XXX/XX/XXX/XX/XX tanggal XX September 2012
dari Kelurahan Kuta, Kuta Utara;
8. Bahwa ayah para Pemohon dan ibu para Pemohon semasa hidupnya tidak pernah
membuat surat wasiat;
9. Bahwa semasa hidupnya, orang tua para Pemohon memiliki 2 bidang tanah yang kini
disebut sebagai tanah/harta warisan, berupa:
9.1 tanah seluas 250 m2 (dua ratus lima puluh meter persegi) terletak di Kuta,
Badung, Sertifikat Hak Milik No.XXX, Gambar Situasi No. XXXX/XXXX
tanggal XX September 1978, atas nama IBU PEMOHON I DAN II;
9.2 tanah seluas 350 m2 (tiga ratus lima puluh meter persegi) terletak di Kuta,
Badung, Sertifikat Hak Milik No.XXX, Gambar Situasi No. XXX/XXXX tanggal
XX Februari 1979, atas nama BAPAK PEMOHON I DAN II;
10. Bahwa SAUDARA PERTAMA PEMOHON I DAN II telah berpindah agama ke
agama Hindu karena mengikuti agama suaminya, sehingga sesuai dengan ketentuan
hukum Islam, maka SAUDARA PERTAMA PEMOHON I DAN II tidak lagi menjadi
ahli waris dari orang tuanya yang bernama BAPAK PEMOHON I DAN II dan IBU
PEMOHON I DAN II;
11. Bahwa demikian juga dengan SAUDARA KETIGA PEMOHON I DAN II, di depan
persidangan perkara Nomor XX/Pdt.P/2012/PA.Bdg. menyatakan dengan tegas telah
pindah agama dan kini beragama Hindu, dengan demikian pernyataan tersebut
membuktikan bahwa SAUDARA KETIGA PEMOHON I DAN II tidak berhak lagi
atas harta warisan dari orang tuanya yang bernama BAPAK PEMOHON I DAN II dan
IBU PEMOHON I DAN II;
12. Bahwa di antara para Pemohon tidak ada permasalahan mengenai pembagian harta
peninggalan dan para Pemohon telah sepakat untuk membagi harta warisan secara adil
dan merata;
Page 3 of 14
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
13. Bahwa para Pemohon ingin membagi kedua bidang tanah warisan tersebut, sehingga
untuk proses dan pengurusan atas pembagian kedua bidang tanah tersebut haruslah
dipenuhi syarat-syaratnya yang salah satunya adalah ada penetapan ahli waris dari
Pengadilan Agama;
Bahwa dari uraian-uraian di atas, para Pemohon bermohon agar kiranya Bapak Ketua
Pengadilan Agama Badung berkenan membuka suatu persidangan untuk keperluan itu,
memeriksa permohonan ini serta menetapkan/memutuskan sebagai berikut:
PRIMAIR
1. Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya;
2. Menetapkan:
a. PEMOHON I, umur 44 tahun, agama Islam, tempat tinggal di Kuta, Kabupaten
Badung;
b. PEMOHON II, umur 40 tahun, agama Islam, tempat tinggal di Sukoharjo, Kabupaten
Sragen, Jawa Tengah;
Adalah ahli waris yang sah dari almarhum BAPAK PEMOHON I DAN II dan IBU
PEMOHON I DAN II;
3. Membebankan biaya perkara yang timbul dari permohonan ini kepada para
Pemohon;
SUBSIDAIR
Apabila Bapak Ketua Pengadilan Agama Badung berpendapat lain, mohon putusan yang
seadil-adilnya;
Menimbang, bahwa para hari persidangan yang telah ditetapkan Pemohon I hadir di
persidangan secara inperson didampingi Kuasanya;
Menimbang, bahwa Majelis Hakim telah menjelaskan mengenai akibat penetapan ini
ahli waris bukan saja mewarisi harta warisan tapi juga mewarisi hutang pewaris, namun
Pemohon I menyatakan tetap melanjutkan permohonannya;
Menimbang, bahwa selanjutnya dibacakan surat permohonan Pemohon, atas
pertanyaan Majelis Hakim, Pemohon I memberikan keterangan yang pada pokoknya sebagai
berikut:
• Bahwa Pemohon I beragama Islam;
• Bahwa ayah para Pemohon yang bernama BAPAK PEMOHON I DAN II beragama
Islam;
• Bahwa ibu para Pemohon yang bernama IBU PEMOHON I DAN II beragama Hindu;
• Bahwa orang tua BAPAK PEMOHON I DAN II bernama XXXXXXX dan
XXXXXX sudah meninggal dunia lebih dahulu;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
• Bahwa Pemohon I lupa nama orang tua Ni Made Rai Ningsih, namun keduanya sudah
meninggal dunia lebih dahulu;
• Bahwa BAPAK PEMOHON I DAN II tidak mempunyai isteri lain, dan tidak
mempunyai anak angkat;
• Bahwa para Pemohon memerlukan penetapan ahli waris dari Pengadilan Agama untuk
mengurus penjualan harta peninggalan dari BAPAK PEMOHON I DAN II dan IBU
PEMOHON I DAN II, karena pihak Notaris tidak mau mengeluarkan akta jual beli
sebelum ada penetapan ahli waris dari Pengadilan Agama;
Menimbang, bahwa kemudian Pemohon I melalui Kuasanya mengajukan alat bukti
sebagai berikut :
1. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk nomor XX.XXXX.XXXXXX.XXXX atas nama
PEMOHON II dan Nomor:XXXXXXXXXXXXXXXX atas nama PEMOHON I,
bermeterai pos dan telah didaftar sebagai bukti di pengadilan, telah diperlihatkan dan
ternyata cocok dengan aslinya (bukti P.1);
2. Fotokopi Kutipan Akta Nikah nomor: XXX/XX/XXX/2008 atas nama PEMOHON II
dan ISTRI PEMOHON II, dikeluarkan oleh KUA Sidoharjo Kabupaten Sragen
tanggal XX Desember 2008, bermeterai pos dan telah didaftar sebagai bukti di
pengadilan, telah diperlihatkan dan ternyata cocok dengan aslinya(bukti P.2);
3. Fotokopi Kutipan Akta Nikah nomor XXX/XX/XXXX/2008 atas nama PEMOHON I
dan ISTRI PEMOHON I, dikeluarkan oleh KUA Kuta Kabupaten Badung tanggal XX
Agustus 2008, bermeterai pos dan telah didaftar sebagai bukti di pengadilan, telah
diperlihatkan dan ternyata cocok dengan aslinya(bukti P.3);
4. Fotokopi Kartu Keluarga nomor XXXXXXXXXXXXXXXX atas nama kepala
keluarga PEMOHON II, dikeluarkan oleh Kadispenduk Capil Kabupaten Sragen
tanggal XX Juli 2011, bermeterai pos dan telah didaftar sebagai bukti di pengadilan,
telah diperlihatkan dan ternyata cocok dengan aslinya(P.4)
5. Fotokopi Kartu Keluarga nomor XXXXXXXXXXXXXXXX atas nama kepala
keluarga PEMOHON I, dikeluarkan oleh Kadispenduk Capil Kabupaten Badung
tanggal X Agustus 2011, bermeterai pos dan telah didaftar sebagai bukti di
pengadilan, telah diperlihatkan dan ternyata cocok dengan aslinya(P.5);
6. Fotokopi Surat Keterangan Kematian Nomor XXX/XX/XXX/XX/XX atas nama IBU
PEMOHON I DAN II, dikeluarkan oleh Kepala Lingkungan XXXXX, Kuta,
Kabupaten Badung, bermeterai pos dan telah didaftar sebagai bukti di pengadilan,
telah diperlihatkan dan ternyata cocok dengan aslinya(P.6);
7. Fotokopi Surat Keterangan Kematian Nomor XXX/XX/XXX/XX/XX atas nama
BAPAK PEMOHON I DAN II, dikeluarkan oleh Kepala Lingkungan XXXXX, Kuta,
Page 5 of 14
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Kabupaten Badung, bermeterai pos dan telah didaftar sebagai bukti di pengadilan,
telah diperlihatkan dan ternyata cocok dengan aslinya(P.7);
8. Fotokopi Surat Pernyataan Waris tanggal X Oktober 2012 yang ditandatangani oleh
Pemohon I, Pemohon II, dan SAUDARA KETIGA PEMOHON I DAN II, bermeterai
pos dan telah didaftar sebagai bukti di pengadilan, telah diperlihatkan dan ternyata
cocok dengan aslinya(P.8);
9. Fotokopi Surat Pernyataan Silsilah tanggal X Oktober 2012 yang ditandatangani oleh
Pemohon I, Pemohon II, dan SAUDARA KETIGA PEMOHON I DAN II, bermeterai
pos dan telah didaftar sebagai bukti di pengadilan, telah diperlihatkan dan ternyata
cocok dengan aslinya(P.9);
10. Fotokopi Surat Pernyataan Pembagian Waris tanpa tanggal yang ditandatangani oleh
Pemohon I, Pemohon II, dan SAUDARA KETIGA PEMOHON I DAN II, bermeterai
pos dan telah didaftar sebagai bukti di pengadilan, telah diperlihatkan dan ternyata
cocok dengan aslinya(P.10);
11. Fotokopi Sertipikat Hak Milik Nomor XXX, Kuta, Kabupaten Badung, tanggal XX
September 1978, atas nama IBU PEMOHON I DAN II, bermeterai pos dan telah
didaftar sebagai bukti di pengadilan, telah diperlihatkan dan ternyata cocok dengan
aslinya(P.11);
12. Fotokopi Sertipikat Hak Milik Nomor XXX, Kuta, Kabupaten Badung, tanggal XX
Februari 1979, atas nama BAPAK PEMOHON I DAN II, bermeterai pos dan telah
didaftar sebagai bukti di pengadilan, telah diperlihatkan dan ternyata cocok dengan
aslinya(P.12);
13. Fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang atas nama wajib pajak BAPAK
PEMOHON I DAN II, Kuta, Kabupaten Badung, dikeluarkan oleh Kepala Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Badung tanggal X Januari 2012, bermeterai pos dan telah
didaftar sebagai bukti di pengadilan, telah diperlihatkan dan ternyata cocok dengan
aslinya(P.13);
Menimbang, bahwa Kuasa Pemohon juga mengajukan saksi-saksi sebagai berikut;
1. SAKSI PERTAMA, umur 70 tahun, agama Hindu, pekerjaan ibu rumah tangga,
tempat tinggal di Buleleng, Kabupaten Buleleng, di bawah sumpahnya menerangkan
sebagai berikut;
• Bahwa saksi kenal dengan BAPAK PEMOHON I DAN II, yang merupakan suami
dari saudara misan saksi yang bernama IBU PEMOHON I DAN II;
• Bahwa saksi menyaksikan pernikahan BAPAK PEMOHON I DAN II dengan IBU
PEMOHON I DAN II di Denpasar, menikahnya secara agama Islam;
• Bahwa saksi pernah ikut tinggal bersama BAPAK PEMOHON I DAN II dengan IBU
PEMOHON I DAN II di Kuta, Badung;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
• Bahwa dari pernikahan BAPAK PEMOHON I DAN II dengan IBU PEMOHON I
DAN II mendapat 4 orang anak, yaitu SAUDARA PERTAMA PEMOHON I DAN II,
PEMOHON I, SAUDARA KETIGA PEMOHON I DAN II, dan PEMOHON II;
• Bahwa SAUDARA PERTAMA PEMOHON I DAN II beragama Hindu, ikut
suaminya;
• Bahwa PEMOHON I beragama Islam;
• Bahwa SAUDARA KETIGA PEMOHON I DAN II beragama Hindu;
• Bahwa PEMOHON II beragama Islam;
• Bahwa IBU PEMOHON I DAN II sudah meninggal dunia tahun 2004 karena sakit;
• Bahwa IBU PEMOHON I DAN II dikuburkan di pekuburan Hindu, namun
sebelumnya beragama Islam;
• Bahwa BAPAK PEMOHON I DAN II juga telah meninggal dunia tahun 2010 karena
sakit, dalam keadaan beragama Islam;
• Bahwa IBU PEMOHON I DAN II dan BAPAK PEMOHON I DAN II tidak pernah
bercerai;
• Bahwa BAPAK PEMOHON I DAN II tidak mempunyai isteri lain, dan tidak
mempunyai anak angkat;
• bahwa BAPAK PEMOHON I DAN II dan IBU PEMOHON I DAN II mempunyai 2
buah rumah di Kuta yang ditempati anak-anaknya;
• bahwa saksi mendengar rumah tersebut akan dijual;
2. SAKSI KEDUA, umur 68 tahun, agama Hindu, pekerjaan purnawirawan polisi,
tempat tinggal di Buleleng, Kabupaten Buleleng, di bawah sumpahnya menerangkan
sebagai berikut;
• Bahwa saksi adalah kakak kandung IBU PEMOHON I DAN II;
• Bahwa saksi menyaksikan pernikahan IBU PEMOHON I DAN II dengan BAPAK
PEMOHON I DAN II di KUA Denpasar;
• Bahwa dari perkawinan IBU PEMOHON I DAN II dengan BAPAK PEMOHON I
DAN II mendapat 4 orang anak, yaitu SAUDARA PERTAMA PEMOHON I DAN II,
PEMOHON I, SAUDARA KETIGA PEMOHON I DAN II, dan PEMOHON II;
• Bahwa IBU PEMOHON I DAN II sudah meninggal dunia tahun 2004 dalam keadaan
beragama Hindu dan dikuburkan di pekuburan Hindu;
• Bahwa BAPAK PEMOHON I DAN II sudah meninggal dunia tahun 2010 dalam
keadaan beragama Islam;
• Bahwa anak-anak BAPAK PEMOHON I DAN II dan IBU PEMOHON I DAN II ada
yang beragama Islam yaitu PEMOHON I dan PEMOHON II, dan ada yang beragama
Page 7 of 14
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hindu yaitu SAUDARA PERTAMA PEMOHON I DAN II dan SAUDARA KETIGA
PEMOHON I DAN II;
• Bahwa IBU PEMOHON I DAN II dan BAPAK PEMOHON I DAN II tidak pernah
bercerai;
• Bahwa BAPAK PEMOHON I DAN II tidak mempunyai isteri lain juga tidak
mempunyai anak angkat;
• Bahwa setahu saksi BAPAK PEMOHON I DAN II dan IBU PEMOHON I DAN II
meninggalkan dua buah rumah di Kuta;
• Bahwa setahu saksi BAPAK PEMOHON I DAN II dan IBU PEMOHON I DAN II
tidak meninggalkan hutang;
• Bahwa orang tua BAPAK PEMOHON I DAN II sudah meninggal dunia lebih dahulu;
• Bahwa orang tua IBU PEMOHON I DAN II sudah meninggal dunia lebih dahulu;
• Bahwa setahu saksi pengajuan penetapan ahli waris ini untuk keperluan penjualan
harta peninggalan tersebut oleh ahli warisnya;
Menimbang, bahwa selanjutnya Pemohon I memberikan kesimpulan secara lisan
tetap pada dalil permohonannya dan mohon segera dijatuhkan penetapan;
Menimbang, bahwa seluruh jalannya persidangan, tercatat dalam Berita Acara
Persidangan ini dan merupakan satu kesatuan dari dan telah turut dipertimbangkan dalam
penetapan ini;
TENTANG HUKUMNYA
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan permohonan para Pemohon adalah
sebagaimana tersebut di atas;
Menimbang, bahwa para Pemohon yang diwakili oleh Kuasanya mengajukan
permohonan Penetapan Ahli waris dari IBU PEMOHON I DAN II dalam halmana di saat
meninggal dunia beragama Hindu. Demikian juga para Pemohon mengajukan permohonan
Penetapan Ahli waris dari BAPAK PEMOHON I DAN II yang juga telah meninggal dunia
dalam keadaan beragama Islam. Dalam keterangannya di persidangan para Pemohon juga
bermohon agar penetapan ini dapat digunakan sebagai alas hak bagi ahli waris IBU
PEMOHON I DAN II dan ahli waris BAPAK PEMOHON I DAN II terhadap tanah dengan
Sertipikat Hak Milik Nomor XXX tanggal XX September 1979 atas nama IBU PEMOHON I
DAN II dan Sertipikat Hak Milik Nomor XXX tanggal XX Februari 1979 atas nama BAPAK
PEMOHON I DAN II;
Menimbang, bahwa karena para Pemohon beragama Islam demikian juga dengan
pewaris yang bernama BAPAK PEMOHON I DAN II beragama Islam, meskipun pewaris
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
yang bernama IBU PEMOHON I DAN II disebutkan beragama Hindu, Majelis Hakim
berpendapat bahwa perkara ini merupakan kewenangan absolute Pengadilan Agama
sebagaimana diatur dalam Pasal 49 ayat 1 huruf (b) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1989 yang telah diubah dengan Pasal 49 huruf (b) Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2006 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan
Agama;
Menimbang, bahwa Pemohon I sebagai pihak yang mengajukan perkara secara
voluntair berdomisili di wilayah Kabupaten Badung, maka perkara ini secara relative menjadi
kewenangan Pengadilan Agama Badung;
Menimbang, bahwa perkara ini adalah permohonan penetapan ahli waris, maka
yang perlu dibuktikan adalah apakah pewaris benar-benar telah meninggal dunia dan apakah
meninggalkan ahli waris yang akan mewarisinya dan tidak terhalang secara syar’i untuk
ditetapkan sebagai ahli waris.
Menimbang, bahwa untuk menguatkan dalil permohonannya para Pemohon telah
mengajukan bukti-bukti tertulis (P1 sampai dengan P13) berupa fotokopi bermeterai cukup
serta telah dicocokkan dan ternyata sesuai dengan aslinya, maka majelis Hakim menilai alat
bukti tersebut sah sebagai alat bukti berdasarkan pasal 2 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13
Tahun 1985 tentang Bea Meterai dan pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun
2000 tentang Perubahan tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan harga Nominal
Yang Dikenakan Bea Meterai jo Pasal 1888 KUH Perdata jo Pasal 301 RBG;
Menimbang, bahwa meskipun saksi-saksi yang dihadirkan Para pemohon berasal
dari kerabat semenda dengan para Pemohon, namun menurut Majelis Hakim tetap memenuhi
syarat formil karena keterangan yang diberikan saksi adalah mengenai kedudukan/status
keperdataan para Pemohon dengan pewaris, serta keterangan saksi tersebut diberikan di bawah
sumpah dan di persidangan (vide Pasal 171, 172 ayat 2 dan 175 RBG jo Pasal 1905, 1910 ayat
2 dan Pasal 1911 KUH Perdata). Demikian pula secara materil keterangan para saksi tersebut
dapat diterima karena para saksi memberikan keterangannya berdasarkan pengetahuan dan
penglihatannya sendiri (vide Pasal 308 RBG jo Pasal 1907 ayat 1 KUH Perdata). Oleh karena
itu apa yang diterangkan saksi-saksi menurut pendapat Majelis Hakim dapat meneguhkan dalil
permohonan Para Pemohon;
Menimbang, bahwa dari dalil permohonan para Pemohon yang dikuatkan dengan
keterangan para saksi di bawah sumpahnya yang menerangkan melihat dan tahu perkawinan
IBU PEMOHON I DAN II dengan BAPAK PEMOHON I DAN II dilakukan secara Islam di
KUA Denpasar, dan antara IBU PEMOHON I DAN II dengan BAPAK PEMOHON I DAN II
tidak pernah bercerai, maka Majelis Hakim berkesimpulan bahwa sampai meninggalnya IBU
Page 9 of 14
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PEMOHON I DAN II, antara IBU PEMOHON I DAN II dengan BAPAK PEMOHON I DAN
II masih terikat dalam pernikahan;
Menimbang, bahwa dari dalil permohonan para Pemohon diperkuat dengan
keterangan dua orang saksi serta bukti P4, P5, dan P9, diperoleh fakta hukum bahwa dari
perkawinan IBU PEMOHON I DAN II dengan BAPAK PEMOHON I DAN II diperoleh 4
(empat) orang anak yaitu SAUDARA PERTAMA PEMOHON I DAN II, PEMOHON I,
SAUDARA KETIGA PEMOHON I DAN II, dan PEMOHON II;
Menimbang, bahwa dari dalil permohonan para Pemohon diperkuat dengan
keterangan 2 orang saksi serta bukti P1, P2, P3, P4 dan P5, diperoleh fakta hukum bahwa
SAUDARA PERTAMA PEMOHON I DAN II beragama Hindu, PEMOHON I beragama
Islam, SAUDARA KETIGA PEMOHON I DAN II beragama Hindu, dan PEMOHON II
beragama Islam;
Menimbang, bahwa dari dalil permohonan Pemohon, bukti P6 dan keterangan para
saksi, IBU PEMOHON I DAN II telah meninggal dunia dalam keadaan beragama Hindu
meski sebelumnya beragama Islam, halmana menurut Pasal 171 huruf b Kompilasi Hukum
Islam di Indonesia tahun 1991, seorang Pewaris pada saat meninggal dunia harus beragama
Islam. Bilamana dihubungkan dengan Pasal 171 huruf c Kompilasi Hukum Islam, secara
eksplisit Kompilasi Hukum Islam menganut sistem persamaan agama, yakni agama Islam
untuk dapat saling mewarisi. Kompilasi Hukum Islam tidak mengatur bagaimana sekiranya
pewaris itu murtad (keluar dari Islam), apakah hartanya dapat diwarisi oleh muslim ataukah
tidak. Sepanjang mengenai hal ini Majelis Hakim memberikan pendapat hukum sebagai
berikut;
Menimbang, bahwa menurut pendapat Majelis Hakim, sistem kewarisan Islam
menganut sistem kekerabatan, baik secara nasabiyah maupun secara hukmiyah. Sistem
kekerabatan ini lebih utama bila dibandingkan dengan perbedaan agama sebagai penghalang
mewarisi, karena hukum kewarisan selain mengandung unsur ibadah, lebih banyak juga
mengandung unsur muamalah. Kekerabatan antara seorang dengan seseorang tidak akan
pernah terputus sekalipun agama mereka itu berbeda. Seorang anak tetap mengakui ibu
kandungnya sekalipun ibu kandungnya itu tidak satu agama dengannya. Islam tidak
mengajarkan permusuhan dengan memutuskan hubungan horizontal dengan non muslim,
terlebih-lebih mereka itu ada pertalian darah;
Menimbang, bahwa Majelis Hakim memandang penghalang kewarisan karena
berbeda agama, haruslah dipahami secara cermat. Perbedaan agama itu ditujukan semata-mata
kepada ahli waris. Bilamana seseorang ingin menjadi ahli waris untuk mendapatkan harta
warisan dari pewaris, jangan sekali-kali berbeda agama dengan pewarisnya yang muslim.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Sekiranya hal itu terjadi, maka non muslim tersebut tidak dapat menuntut agar dirinya menjadi
ahli waris dan mendapatkan harta warisan dari pewaris menurut hukum Islam;
Menimbang, bahwa dalam perkara a quo, pewaris yang bernama IBU PEMOHON I
DAN II sebelumnya beragama Islam, lalu keluar dari Islam dan kemudian meninggal dunia
dalam keadaan non muslim sementara kerabat terdekatnya tetap memeluk agama Islam, maka
kerabat muslim tersebut tetap menjadi ahli waris, dalam hal ini Majelis Hakim sejalan dan
mengambil alih pendapat Muadz bin Jabal, Mu’awiyah, Al Hasan, Ibnul Hanafiyah,
Muhammad bin Ali dan Al Masruq yang bersandar pada hadits Nabi Muhammad Saw ى عليه (رواه الدارقطنى والبيهقى) ولا يعل و م يعل لا Wahbah Al Zuhaili, A- Fiqhul)الإس
Islamy wa adillatuhu Juz 8 hal.263), dan lebih spesifik Majelis Hakim mengambil alih
pendapat Imam Abu Hanifah yang menyatakan semua peninggalan wanita yang keluar dari
Islam (murtadah) diwarisi oleh ahli warisnya yang Islam (Wahbah Al Zuhaili, A- Fiqhul
Islamy wa adillatuhu Juz 8 hal.265);
Menimbang, bahwa pertimbangan hukum di atas, tidak berarti Majelis Hakim
menyalahi aturan dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 171 huruf b dab c, Majelis Hakim
memandang Pasal 171 huruf b dab c tersebut di atas harus dipahami sebagai aturan umum
dalam kasus-kasus ideal, sementara perkara a quo adalah perkara yang bersifat insidental;
Menimbang, bahwa oleh karena itu, dalam menyelesaikan perkara waris dalam
kasus yang ideal di mana pewaris dan ahli warisnya beragama Islam, Majelis Hakim akan
merujuk kepada pasal 171 Kompilasi Hukum Islam, sementara itu, dalam halmana pewarisnya
murtad (telah keluar dari Islam), Majelis Hakim akan merujuk kepada pendapat Hukum yang
Majelis Hakim uraikan di atas;
Menimbang, bahwa dari keterangan saksi-saksi dan bukti P6 diperoleh fakta hukum,
ternyata IBU PEMOHON I DAN II yang kemudian menjadi non muslim telah meninggal
dunia dalam keadaan non muslim pada tanggal XX September 2004 dengan meninggalkan
seorang suami bernama BAPAK PEMOHON I DAN II yang beragama Islam, dan 4
(empat) orang anak yakni SAUDARA PERTAMA PEMOHON I DAN II beragama Hindu,
PEMOHON I beragama Islam, SAUDARA KETIGA PEMOHON I DAN II beragama
Hindu, dan PEMOHON II beragama Islam, oleh karena itu dengan menunjuk uraian
pertimbangan hukum yang dikemukakan di atas, Majelis Hakim menyimpulkan bahwa ahli
waris dari IBU PEMOHON I DAN II adalah BAPAK PEMOHON I DAN II, PEMOHN I
dan PEMOHON II;
Menimbang, bahwa dari dalil permohonan para Pemohon, diperkuat dengan
keterangan para saksi dan bukti P7, diperoleh fakta hukum bahwa BAPAK PEMOHON I
DAN II telah meninggal dunia karena sakit pada tanggal XX Februari 2010 dalam keadaan
beragama Islam;
Page 11 of 14
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 11
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa dari dalil permohonan para Pemohon diperkuat dengan bukti P9
dan keterangan 2 orang saksi yang menerangkan bahwa BAPAK PEMOHON I DAN II tidak
mempunyai isteri lain dan tidak mempunyai anak angkat, dan kedua orang tuanya telah
meninggal dunia lebih dahulu, maka diperoleh fakta hukum bahwa BAPAK PEMOHON I
DAN II ketika meninggal dunia hanya meninggalkan 4 (empat) orang anak yakni SAUDARA
PERTAMA PEMOHON I DAN II beragama Hindu, PEMOHON I beragama Islam,
SAUDARA KETIGA PEMOHON I DAN II beragama Hindu, dan PEMOHON II beragama
Islam;
Menimbang, bahwa dalam kasus BAPAK PEMOHON I DAN II ini, Majelis Hakim
menilai sebagai kasus yang ideal sehingga kembali merujuk kepada aturan umum yang
terdapat dalam Pasal 171 huruf b dan c Kompilasi Hukum Islam;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan hukum tersebut di atas, maka
Majelis Hakim menyimpulkan bahwa ahli waris dari BAPAK PEMOHON I DAN II adalah
PEMOHON I dan PEMOHON II;
Menimbang, bahwa berdasarkan seluruh uraian pertimbangan tersebut di atas, maka
diperoleh fakta hukum bahwa ahli waris dari IBU PEMOHON I DAN II dan BAPAK
PEMOHON I DAN II adalah PEMOHON I dan PEMOHON II;
Menimbang, bahwa dari pertimbangan-pertimbangan di atas, Majelis Hakim
berpendapat, permohonan Pemohon dalam perkara ini harus dinyatakan terbukti dan patut
dikabulkan;
Menimbang, bahwa meskipun demikian, karena hukum kewarisan Islam di
Indonesia mengandung asas egaliter, maka kerabat yang beragama selain Islam yang
mempunyai hubungan darah dengan pewaris, dalam perkara a quo adalah SAUDARA
PERTAMA PEMOHON I DAN II dan SAUDARA KETIGA PEMOHON I DAN II, tetap
berhak mendapat bagian waris dengan jalan wasiat wajibah dengan tidak melebihi bagian ahli
waris yang sederajat dengannya (Yurisprudensi MARI dan Buku Pedoman Pelaksanaan Tugas
dan Administrasi Peradilan Agama, Dirjen Badilag Mahkamah Agung RI Tahun 2011);
Menimbang, bahwa dari dalil permohonan para Pemohon, diperkuat dengan bukti
P11 dan P12, maka diperoleh fakta hukum bahwa IBU PEMOHON I DAN II dan BAPAK
PEMOHON I DAN II meninggalkan harta warisan sebagaimana dalam bukti P11 dan P12
tersebut;
Menimbang, bahwa dari dalil permohonan para Pemohon dan keterangan Pemohon
I di persidangan diperkuat keterangan para saksi bahwa para Pemohon memerlukan Penetapan
Ahli Waris dari Pengadilan Agama untuk mengurus penjualan harta peninggalan dari IBU
PEMOHON I DAN II dan BAPAK PEMOHON I DAN II;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 12
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa dengan dikabulkannya permohonan para Pemohon, maka
penetapan ahli waris ini dapat digunakan untuk mengurus harta peninggalan dari IBU
PEMOHON I DAN II dan BAPAK PEMOHON I DAN II;
Menimbang, bahwa karena yang mengajukan permohonan ini adalah para Pemohon
secara voluntair, maka seluruh biaya yang timbul dalam perkara ini dibebankan kepada pihak
yang mengajukan perkara yaitu para Pemohon yang besarnya sebagaimana tersebut dalam
amar penetapan ini;
Mengingat segala peraturan perundang-undangan serta hukum syara’ yang
berkenaan dengan perkara ini;
MENETAPKAN
1. Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya;
2. Menetapkan ahli waris dari IBU PEMOHON I DAN II dan BAPAK PEMOHON
I DAN II adalah PEMOHON I dan PEMOHON II;
3. Membebankan biaya perkara ini kepada para Pemohon sebesar Rp 186.000,- (seratus
delapan puluh enam ribu rupiah);
Demikian penetapan ini dijatuhkan dalam permusyawaratan Majelis Hakim pada
hari ini Kamis tanggal X Maret 2013 M bertepatan dengan tanggal XX Rabiul Akhir 1434
H oleh kami, HAKIM KETUA. sebagai Ketua Majelis, HAKIM ANGGOTA I dan
HAKIM ANGGOTA II., masing-masing sebagai Hakim Anggota, penetapan tersebut
diucapkan pada hari itu juga oleh Ketua Majelis Hakim dalam persidangan terbuka untuk
umum dengan dibantu oleh PANITERA PENGGANTI. sebagai Panitera Pengganti serta
dihadiri oleh Kuasa Para Pemohon;
Hakim Anggota Ketua Majelis
ttd ttd
ttd
Panitera Pengganti
ttd
Page 13 of 14
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 13
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Rincian biaya perkara :1. Biaya administrasi Rp. 30.000,-2. Biaya Proses Rp. 50.000,-3. Biaya panggilan Rp. 95.000,-4. Biaya redaksi Rp. 5.000,- 5. M e t e r a i Rp. 6.000,-J u m l a h Rp. 186.000,- (seratus delapan puluh enam ribu rupiah)
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 14