PENERAPAN REWARD DAN PUNISHMENT DALAM MENUMBUHKAN KARAKTER MULIA SANTRI DI PESANTREN DARUS SUNNAH Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) Oleh: Nida Hanifah 11150110000114 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2019 M/1441 H
155
Embed
PENERAPAN REWARD DAN PUNISHMENT DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · supportive in instilling noble character. The research method used by researchers
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENERAPAN REWARD DAN PUNISHMENT DALAM
MENUMBUHKAN KARAKTER MULIA SANTRI DI
PESANTREN DARUS SUNNAH
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah
Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
Nida Hanifah 11150110000114
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 M/1441 H
PENERAPAN REWARD DAN PUNISHMENT DALAM
MENUMBUHKAN KARAKTER MULIA SANTRI DI
PESANTREN DARUS SUNNAH
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah
Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
Nida Hanifah 11150110000114
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 M/1441 H
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
Skripsi berjudul Penerapan Reward dan Punishment dalam
Menumbuhkan Karakter Mulia Santri di Pesantren Darus Sunnah disusun
oleh Nida Hanifah, NIM: 11150110000114, Jurusan Pendidikan Agama Islam,
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya
ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan
yang ditetapkan oleh fakultas.
Jakarta, 5 November 2019
LEMBAR UJI REFERENSI
Seluruh referensi yang digunakan dalam penulisan skripsi yang
berjudul “Penerapan Reward dan Punishment dalam Menumbuhkan
Karakter Mulia Santri di Pesantren Darus Sunnah” disusun oleh Nida
Hanifah, NIM: 11150110000114, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, telah diuji kebenarannya oleh dosen pembimbing skripsi.
Jakarta, 5 November 2019
ABSTRAK
Nida Hanifah. NIM: 11150110000114. Penerapan Reward dan Punishment
dalam Menumbuhkan Karakter Mulia Santri di Pesantren Darus Sunnah.
Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2019
Pendidikan karakter sudah menjadi perbincangan yang bersifat urgensi. Karakter
anak haruslah dibiasakan sejak dini agar anak tumbuh dan berkembang menjadi
pribadi yang baik. Banyak cara yang dilakukan untuk menumbuhkan karakter
anak salah satunya melalui penerapan reward dan punishment. Adapun dalam
menelaah kajian ini, penulis melakukan penelitian di Pesantren Darus Sunnah.
Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang selain mempelajari ilmu agama
tentunya sangat mendukung dalam menanamkan karakter mulia. Metode
penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah kualitatif deskriptif yang
bersumber dari observasi, wawancara, angket dan dokumentasi dan lain
sebagainya yang berkaitan dengan reward dan punishment sebagai penumbuhan
karakter santri di Pesantren Darus Sunnah. Penelitian ini, menghasilkan
beberapa hal, pertama penerapan reward dan punishment didukung oleh tata
tertib yang telah ditetapkan oleh pesantren, namun dalam hal ini tata tertib yang
berlaku di pesantren Darus Sunnah bukan tata tertib secara tertulis. Dalam
penerapannya harus mampu memperbaiki karakter santri. Kedua, reward dan
punishment mampu menerapkan karakter santri namun perubahan tersebut masih
belum stabil serta hanya bertahan dalam jangka waktu tertentu. Ketiga,
pemberiannya harus seimbang sesuai kebutuhan, dilakukan atas kesepakatan
bersama dan diberikan secara berulang-ulang sehingga mampu menumbuhkan
karakter santri.
Kata Kunci : Reward dan Punishment, Menumbuhkan Karakter
Mulia, Pesantren Darus Sunnah
ABSTRACT
Nida Hanifah. NIM: 11150110000114. Application of Reward and
Punishment in Character Building of Santri in Pesantren Darus Sunnah.
Department of Islamic Education. Faculty of Tarbiyah and Teaching Sciences..
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2019
Character education has become a conversation of urgency. Children's
character must be used early so that the child grows and develops into a good
person. There are many ways to cultivate a child's character, one of them
through the application of reward and punishment. As for studying this study,
the author conducted a research in Pesantren Darus Sunnah. Pesantren is an
educational institution that besides studying religious sciences is certainly very
supportive in instilling noble character. The research method used by
researchers is a qualitative descriptive that is sourced from observation,
interviews, polls and documentation and so forth related to the reward and
punishment as the character of students in Pesantren Darus Sunnah. This
research, produce several things, first the application of reward and punishment
supported by the order that has been established by the Pesantren, but in this
case the order that applies in the Pesantren Darus Sunnah is not a code of
conduct in writing. In its application must be able to improve the students
character. Secondly, the reward and punishment are able to apply the character
of the students but the change is still unstable and only lasts within a certain
period of time. Third, the giving should be balanced as needed, done by mutual
agreement and given repeatedly so as to grow the character of students.
Key word : Reward and Punishment, Character Building, Pesantren
Darus-Sunnah
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, tiada pujian yang berhak diucapkan, kecuali hanya kepada
Allah Swt., Dzat yang Maha Agung, Pengasih dan Penyayang, yang telah
mencurahkan segala nikmat-Nya bagi seluruh makhluknya, yang telah
dicukupkan baik dhahir maupun batinnya, sehingga sepatutunya kita sebagai
hamba-Nya senantiasa beriman dan bertaqwa kepada-Nya
Shalawat beserta salam, semoga tercurah limpahkan kepada junjungan
kita, cinta dan kasih kita, yakni Nabi Muhammad Saw., yang merupakan Nabi
akhir zaman pendobrak kebatilan dan pembawa syafaat di hari kiamat nanti.
Serta kepada keluarganya dan para shahabat, tabiin dan tabiatnya, serta kita
selaku umatnya semoga bisa mendapatkan cucuran rahmat dan syafaatnya.
Skripsi ini penulis susun untuk memenuhi tugas akhir perkuliahan yang
menjadi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Agama
Islam pada jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak dapat
terselesaikan tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Orang tua tercinta, Mamah Erom Romlah dan Bapa Ruyat Alhadi yang
telah mendidik buah hatinya dengan kasih sayang yang menyeluruh,
sabar dan ikhlas mendoakan anak-anaknya sehingga ananda bisa
sampai pada titik ini. Dan kepada kakak Sebih Nurfajriyah dan suami
serta keluarga penulis yang telah memberikan segalanya untuk penulis
semoga Allah membalasnya dengan beribu kebaikan.
2. Dr. Sururin, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Drs. Abdul Haris, M.Ag., selaku Ketua Program Studi dan
Bapak Drs. Rusdi Jamil, M.Ag. Sekretaris Program Studi Pendidikan
Agama Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
periode 2019-2024
i
4. Dr. Bahrissalim, M.Ag., selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini
dapat terselesaikan.
5. Bapak Ahmad Irfan Mufid, MA. selaku dosen Penasehat Akademik
yang telah melayani dan memberikan arahan konsultasi perkuliahan
kepada penulis dan kepada seluruh dosen Fakutlas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan yang telah memberikan ilmunya, semoga Allah membalas
dengan kebaikan yang tak ternilai
6. Seluruh Ustadz dan Ustadzah Pondok Pesantren Darus Sunnah yang
telah bersedia mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian.
Semoga Allah membalas dengan segala rahmat dan karunia-Nya.
7. Keluarga besar Pesantren Luhur Sabilussalam, tempat penulis
menimba ilmu selama perkuliahan.
8. Keluarga besar UKM Himpunan Qari dan Qariah Mahasiswa
(HIQMA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah menorehkan arti
cinta, pertemanan, pengabdian dan pembelajaran yang sangat berharga.
Terutama untuk divisi Shalawat yang telah menjadi jembatan untuk
bisa mengabdi di HIQMA
9. M. Fazlurrahman Adinugraha, yang telah memberikan cinta, doa dan
dukungan yang tiada henti. Semoga Allah senantiasa memberimu
2. Sejarah Singkat Berdirinya Pesantren Darus Sunnah ..................... 40
3. Visi, Misi dan Tujuan Pondok Pesantren Darus Sunnah ................ 45
4. Program Pembelajaran Pondok Pesantren Darus Sunnah .............. 45
5. Guru dan Staf Pondok Pesantren Darus Sunnah ............................ 46
6. Data Santri Pesantren Darus Sunnah .............................................. 47
7. Struktur Organisasi ......................................................................... 48
8. Sarana dan Prasarana Pesantren Darus Sunnah .............................. 48
9. Kegiatan Santri di Pondok Pesantren Darus Sunnah ...................... 49
10. Tata Tertib dan Peraturan ............................................................... 53
B. Hasil Penelitian dan Penemuan ............................................................. 57
1. Penerapan Reward dan Punishment dalam Pendidikan di PesantrenDarus Sunnah .................................................................................. 57
2. Penumbuhan Karakter melalui Reward dan Punishment ............... 63
3. Efektivitas Pemberian Reward dan Punishment dalamMenumbuhkan Karakter ................................................................. 67
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 84
A. Kesimpulan ............................................................................................ 84
B. Saran ...................................................................................................... 85
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 87
Sejak dahulu manusia membutuhkan pendidikan, dari kecil hingga
dewasa, dari dulu sampai sekarang dan yang akan datang manusia
membutuhkan pendidikan untuk menjadikan dirinya sebagai manusia yang
seutuhnya yakni manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan serta
memiliki karakter dan akhlak mulia. Pendidikan dilaksanakan bukan hanya
sekedar mengejar nilai-nilai kuantitas semata, namun lebih dari itu,
pendidikan seharusnya mampu membuat seseorang menerapkan nilai-nilai
yang terkandung dalam setiap pembelajaran yang dipelajari menjadi pedoman
bagi dirinya untuk bertindak dan bersikap. Hal ini dipandang dalam segi
positif dan manfaatnya. Adapun masalah-masalah yang seringkali muncul
merupakan sebuah tantangan bagi pendidik untuk mengatasinya.
Hal ini harus sejalan dengan tujuan pendidikan nasional Indonesia, yaitu
Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
bahwa:
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.1
Lembaga pendidikan menjadi salah satu wadah bagi masyarakat untuk
memperoleh pendidikan. Di Indonesia, pesantren merupakan sebuah lembaga
pendidikan tertua dan dikenal sebagai produk asli budaya Indonesia.
Kehadiran pesantren bermula pada abad ke-13 dan dengan seiring berjalannya
waktu pesantren dianggap sebagai pendidikan yang bergengsi karena pada
saat itu pesantren menjadi satu-satunya lembaga pendidikan yang terstruktur.
Di lembaga inilah kaum muslimin Indonesia mendalami dasar Islam,
1 Muhammad Yaumi, Pendidikan Karakter, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2014), cet. 1, h. 5
1
2
khususnya menyangkut praktek kehidupan keagamaan.2 Sejalan dengan hal
demikian, maka pesantren tentunya memiliki peranan yang sangat penting
dalam menumbuhkan karakter seorang santri/peserta didik karena di sanalah
ilmu agama di ajarkan, dipahami dan dimanifestasikan dalam kehidupan
sehari-hari.
Penumbuhan karakter di masa ini sangatlah dibutuhkan bagi
keberlangsungan kehidupan yang baik di dalam sebuah negara. Pada zaman
ini tidak sedikit manusia yang baik secara intelektual namun sangat
berbanding jauh dengan akhlak yang mulia. Oleh karena itu, penumbuhan
karakter harus diterapkan sejak dini agar anak-anak terbiasa melakukan hal-
hal yang baik.
Dalam pendidikan, salah satu cara untuk menanamkan karakter yang baik
ialah melalui diterapkannya reward dan punishment. Hal itu dapat dilakukan
untuk melatih anak agar senantiasa bertanggung jawab dan melakukan hal-hal
yang baik serta paham tentang hal-hal yang seharusnya ia lakukan. Terlepas
dari sistem pendidikan yang diterapkan, maka yang harus lebih siap adalah
seorang pendidik. Seorang pendidik harus mengerti dan memahami keadaan,
ciri, dan kepribadian anak didiknya, bagaimana cara belajarnya dan selalu
memotivasi anak didiknya untuk senantiasa mencintai segala ilmu.
Dalam Al-Qur’an Allah telah mengajarkan tentang penerapkan sistem
reward dan punishment, yakni terdapat dalam QS. An-Najm (53):31
“Dan milik Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi.
(Dengan demikian) Dia akan memberi balasan kepada orang-orang
yang berbuat jahat sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan dan
2 M. Sulthon Masyhud, dan Moh. Khusnurdilo, Manajemen Pondok Pesantren, (Jakarta: Diva Pustaka Jakarta, 2005), h. 1
3
Dia akan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik
dengan pahala yang lebih baik (surga) ”.3
Dalam Tafsir Al-Misbah dijelaskan bahwa
“segala sifat kesempurnaan disandang oleh Allah SWT semata dan milik Allahlah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dia sendiri yang mencipta serta berhak mengaturnya semua berada dalam genggaman kekuasaan-Nya, sehingga jika Allah menghendaki, niscaya semua akan beriman dan memeluk agamanya, tetapi itu tidak Allah kehendaki, karena Dia telah memberi manusia kebebasan dalam memilih dan supayaDia memberi balasanyakni hukuman setimpal kepada orang-orang yang berbuat jahat disebabkan apa yang telah mereka kerjakan, dan memberi balasan berupa anugerah-Nya kepada orang-orang yang berbuat baik dengan ganjaran yang lebih baik yakni surga yang tidak terlukiskan dengan kata-kata keindahan dan kenikmatannya.”4
Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah dengan segala sifat-sifat yang
dimiliki-Nya telah memberikan janji kepada orang-orang yang berbuat
kebaikan dengan pahala dan juga memberikan ancaman hukuman bagi orang
yang berbuat kejahatan. Hal itu menunjukkan bahwa perlunya hukuman dan
ganjaran itu sebagai motivasi agar manusia mampu memilih jalan yang
sesuai, apakah ia ingin mendapatkan pahala atau hanya mendapatkan
hukuman atas perbuatan yang telah dilakukannya.
Dalam agama Islam, Al-Quran sebagai dasar utama Pendidikan Islam,
hal ini menggariskan metode mengasuh, memelihara dan mendidik anak
secara sempurna mulai dari metode keteladanan, perintah, nasehat, kisah-
kisah, ganjaran bahkan metode-metode larangan atau hukuman dan lainnya,
semua metode tersebut ditujukan pada manusia.
Reward atau penghargaan dalam proses pelaksanaan pendidikan sebagai
bentuk bagian dari metode pembelajaran merupakan bagian terpenting untuk
motivasi bagi peserta didik. Purwanto (2006) menjelaskan bahwa
“arti penghargaan ialah ditujukan untuk setiap anak yang berhasil melakukan kebaikan/prestasi/keberhasilan di setiap aktifitas sehari-hari, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Setiap penghargaan yang diberikan kepada anak tidak harus berwujud materi,
3 QS. An-Najm (53):31, Al-Qur’an dan Terjemah, (Jakarta: Al-Fatih, 2012), h. 527 4 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 427
4
namun nilai-nilai moral yang bersifat positif seperti pujian dan apresiasi juga merupakan penghargaan untuk anak sehingga anak mengetahui hakikat kebaikan.”5
Sedangkan punishment atau hukuman diberikan kepada anak yang
mengetahui dan menyadari atas kesalahan yang telah dilakukan. Hal itu
mengajarkan bahwa setiap kesalahan atas tindakan semuanya memiliki resiko
untuk mempertanggungjawabkannya. Anak harus bertanggung jawab atas
kesalahan yang berulang dilakukan sehingga anak akan sadar dan tidak
melakukan kesalahan kembali.6
Dalam Islam, Rasullullah juga mengajarkan cara mendidik anak dalam
melaksanakan shalat dengan cara memberikan hukuman bagi anak yang
meninggalkannya ketika telah mencapai umur 10 tahun. Hukuman itu
digambarkan dalam sebuah hadis berupa “pukullah ia”. Dalam konteks ini,
kata “pukullah” bukan berarti orang tua boleh memukul anak dengan
seenaknya, melainkan dengan pukulan yang tidak menyakiti dan tidak
diperkenankan untuk memukul muka.
Reward dan punishment juga telah diajarkan langsung oleh Allah SWT,
seperti dalam bentuk ganjaran dan siksaan, janji dan ancaman. Hal itu tentu
memiliki sebab yang mengharuskan reward dan punishment itu diberlakukan.
Adapun bentuk-bentuk reward dan punishment dalam pendidikan Islam
sangat dianjurkan memberikan efek yang positif bagi anak maupun peserta
didik serta memberikan efek jera.
Metode pembelajaran pesantren yang paling mendukung dalam
penumbuhan karakter para santri adalah proses pembelajaran yang integral
melalui metode belajar-mengajar, pembiasaan berperilaku luhur (ta’dib),
aktifitas spiritual serta teladan yang baik yang dipraktikkan dan dicontohkan
langsung oleh kiai dan para ustadz. Selain itu, kegiatan santri juga dikontrol
melalui ketetapan dalam peraturan/tata tertib. Semua itu mendukung
5 Wahyudi Setiawan, Reward dan Punishment dalam Perspektif Pendidikan Islam, Al-Murabbi, Vol.4, No. 2, h. 186
6 Wahyudi Setiawan, Reward dan Punishment dalam Perspektif Pendidikan Islam, h. 189
5
terwujudnya proses pendidikan yang dapat membentuk karakter mulia para
santri.
Untuk mengontrol peraturan tersebut dan mewujudkan karakter santri
tersebut maka tentunya harus diberlakukan pula pemberian reward dan
punishment. Pemberian reward dan punishment dalam pendidikan sangat
dianjurkan untuk memberikan efek yang positif bagi peserta didik sehingga
karakter yang baik pun dapat tumbuh dalam diri peserta didik. Setiap lembaga
pendidikan tentunya memiliki berbagai cara dalam pemberian reward dan
punishment tersebut.
Di setiap lembaga pendidikan, baik formal maupun nonformal, reward
dan punishment selalu digunakan sebagai alat pendidikan dalam membangun
karakter anak. Seperti di SMP Negeri 25 Surabaya, penghargaan dan
hukuman menjadi sebuah metode yang ampuh untuk membangun karakter
siswa. Hal itu terbukti dengan penerapan secara konsisten, siswa terbiasa
dengan sikap disiplin, tanggung jawab, santun dan hidup penuh motivasi dan
keteraturan. SMP Negeri 25 Surabaya ini memiliki keberagaman, baik dalam
hal agama, ras, maupun lingkungan yang menjadikan pendidik harus
berusaha menyatukan keberagaman tersebut. Dalam membangun karakter
siswa, sekolah berusaha menyesuaikan berbagai kegiatan berdasarkan pilar
dari sekolah itu sendiri. Di mana sekolah mewadahi setiap pilar-pilar yang
ingin dicapai tersebut melalui fasilitas yang memadai, organisasi, tata tertib,
kesempatan dan lain sebagainya. Ada tiga bentuk penghargaan yang
diterapkan di SMP Negeri 25 Surabaya itu sendiri, yaitu lisan, isyarat dan
tindakan, begitu juga dengan hukuman. adapun hukuman ini diklasifikasikan
menjadi 3 kelompok berdasarkan jenis kesalahannya.7
Begitu pula yang terjadi di Pesantren Modern Muhammadiyah Boarding
School (MBS) yang sangat menyadari pentingnya pendidikan karakter bagi
santri. Komitmen tersebut tertuang dalam identitas pondok pesantren dan
diimplementasikan dalam kegiatan-kegiatan yang ada di pesantren. Adapun
7 Budi Arianto, Skripsi Membangun Karakter Siswa Melalui Penghargaan (reward) dan Hukuman (punishment) di SMP Negeri 25 Surabaya. 2011
6
metode yang dilakukan untuk menunjang hal tersebut, pesantren melakukan
berbagai cara diantaranya ialah metode pembiasaan, nasehat, keteladanan,
praktik dan metode reward dan punishment. Dari beberapa metode tersebut
punishment menjadi salah satu metode yang efektif dan mudah diterima oleh
santri, karena punishment mampu memberikan pengaruh rasa takut untuk
melakukan pelanggaran.8
Hal itu juga diberlakukan untuk santri di Pesantren Darus Sunnah. Salah
satu alat dalam menumbuhkan karakter santri ialah penerapan reward dan
punishment. Hal itu menjadi salah satu alat pendukung untuk menjaga
konsistensi tata tertib yang ditetapkan. Tata tertib yang berlaku di Darus
Sunnah terbagi menjadi dua sesuai dengan tingkatannya, yakni tingkat
mahasantri dan tingkat madrasah. Bagi mahasantri, tata tertib tersebut
dibakukan secara tertulis, sedangkan bagi santri tingkat madrasah belum
dbakukan tata tertib secara tertulis. Hal ini berdasarkan hasil wawancara
bersama salah satu ustadz yang menyatakan bahwa:
“Di Darsun ini tidak menerapkan peraturan secara tertulis, namun lebih ke model parenting, yaitu ketika anak melanggar maka dipertimbangkan kira-kira hukuman apa yang lebih cocok untuk diberikan kepada anak tersebut.”9
Salah satu hal yang ditekankan di Darus Sunnah ini adalah ketuntasan
dalam belajar, sehingga tidak ada toleransi untuk tidak hadir dalam kegiatan
belajar/mengaji. Maka dalam hal ini diterapkan punishment jika santri tidak
hadir. Dalam kegiatan pembelajaran, tentu ada beberapa santri yang tidak
mematuhi peraturan, seperti santri tidak menggunakan seragam dan tidur di
lantai kelas saat pembelajaran berlangsung. Untuk penggunaan seragam
biasanya hal itu langsung ditindaklanjuti oleh waka kesiswaan saat apel
sebelum masuk kelas berlangsung, adapun untuk santri yang tidur di lantai
8 Sutrisno, Jurnal Implementasi Pendidikan Karakter di Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah Boarding School (MBS) Yogyakarta, Jurnal Pendidikan Luar Sekolah, Vol.6, No.5, 2017.
9 Hasil wawancara dengan Ust. Hanif, pada tanggal 9 Agustus 2019 pukul 10.00 WIB di kantor Darus Sunnah
7
kelas saat pembelajaran sudah diperingati namun tetap saja santri tersebut tidak
mematuhi.10
Selain itu, Darus Sunnah belum memiliki panggung khusus bagi santri
tingkat Madrasah untuk memberikan apresiasi atas prestasi akademik yang
telah diraih santri dan belum ada pendataan secara khusus dan tertulis bagi
santri-santri yang perlu diberikan reward.
Oleh karena itu, berdasarkan uraian di atas, saya tertarik untuk
melakukan penelitian yang berhubungan dengan PENERAPAN REWARD
DAN PUNISHMENT DALAM MENUMBUHKAN KARAKTER
MULIA SANTRI DI PESANTREN DARUS SUNNAH.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas maka peneliti
mengidentifikasi masalah sebagai berikut:
1. Tidak ada tata tertib secara tertulis
2. Kurangnya rasa disiplin dan tanggungjawab sehingga pesantren
menerapkan reward dan punishment untuk menumbuhkan karakter
santri
3. Belum adanya pendataan secara khusus dan tertulis bagi santri-santri
yang perlu diberikan reward.
C. Pembatasan Masalah
Untuk memperjelas topik yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini,
penulis membatasi masalah pada reward dan punishment yang berlaku di
pesantren Darus Sunnah sebagai alat dalam menumbuhkan karakter santri.
Dengan fokus penelitian untuk menganalisis dan mendeskripsikan tentang
tata tertib, bentuk reward dan punishment dan nilai-nilai karakter santri.
Adapun karakter yang dimaksud dalam penelitian ini adalah karakter-karakter
mulia yang tumbuh dari penerapan reward dan punishment.
D. Perumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dipaparkan, maka penelitian ini dirumuskan
dalam beberapa hal, yakni:
10 Hasil Observasi Rabu, 21 Agustus 2019, di kelas Madrasah Darus Sunnah
8
1. Bagaimana penerapan reward dan punishment dalam pendidikan di
Pesantren Darus Sunnah?
2. Apakah penerapan reward dan punishment di Darus Sunnah dapat
menumbuhkan karakter ?
3. Bagaimanakah efektivitas pemberian reward dan punishment dalam
menumbuhkan karakter mulia santri di Darus Sunnah?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui penerapan reward dan punishment dalam
pendidikan di Pesantren Darus Sunnah
2. Untuk mengetahui bahwa penerapan reward dan punishment di Darus
Sunnah dapat menumbuhkan karakter santri
3. Untuk mengetahui efektivitas pemberian reward dan punishment
dalam menumbuhkan karakter mulia santri di Darus Sunnah
F. Manfaat Hasil Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
beberapa pihak, yakni sebagai berikut
1. Manfaat Teoritis
Untuk memperkuat bahwa reward dan punishment memiliki peranan
penting dalam menumbuhkan karakter anak.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi penulis, yakni untuk menambah wawasan pengetahuan
penulis tentang reward dan punishment mampu memberikan
kontribusi yang penting dalam menumbuhkan karakter santri di
Darus Sunnah
b. Bagi pendidik, yakni untuk mengetahui efektifitas pemberian
reward dan punishment dalam pendidikan di Pesantren Darus
Sunnah sehingga pendidik mampu menggunakan keduanya sesuai
dengan porsinya
c. Bagi peserta didik, yakni untuk menumbuhkan dan membiasakan
karakter-karakter yang baik bagi santri.
BAB II
KAJIAN TEORITIK
A. Reward dan Punishment
1. Pengertian Reward
Dalam teori belajar behavioristik yang dikemukakan oleh para ahli
psikologi berpendapat bahwa tingkah laku manusia itu dikendalikan oleh
ganjaran (reward) atau penguatan (reinforcement) dari lingkungan.11
Reinforcement ini termasuk ke dalam aliran behavioristik yaitu operant
conditioning yang dikemukakan oleh BF Skinner bahwa reaksi siswa
dikontrol oleh sebuah konsekuensi. Adapun konsekuensi perilaku terbagi
menjadi dua, yaitu reinforcement dan punishment. Reinforcement ialah
sebuah konsekuensi yang dapat meningkatkan frekuensi atau durasi sebuah
perilaku sedangkan punishment ialah menerima atau memindahkan sesuatu
untuk mengurangi perilaku.
Namun yang akan dibahas terlebih dahulu ialah mengenai
reinforcement atau reward yang diartikan sebagai ganjaran atau
penghargaan yang dijadikan sebagai motivasi atau alat untuk mendidik
anak-anak agar merasa senang atas perbuatan atau pekerjaan baik yang
telah dilakukannya.
Reward/hadiah merupakan satu-satunya alat pendidikan represif yang menyenangkan. Reward akan diberikan kepada anak yang menunjukkan prestasi atau hasil pendidikan yang baik, baik dari segi prestasi kepribadiannya maupun prestasi belajarnya. Reward ini diberikan kepada anak setelah ia berhasil mencapai prestasi yang diharapkan. Hal ini berfungsi sebagai pengakuan dan penghargaan terhadap usaha/kerja keras dan prestasi yang telah dicapai oleh anak didik. Selain itu, reward dimaksudkan sebagai penguatan positif agar anak didik dapat memperkuat usahanya sehingga dapat mempertahankan dan meningkatkan prestasinya.12
Hadiah adalah memberikan sesuatu kepada orang lain sebagai
penghargaan atau kenang-kenangan. Dalam dunia pendidikan, hadiah bisa
16 S.M. Ziauddin Alavi, Pemikiran Pendidikan Islam pada Abad Klasik dan Pertengahan, (Bandung: Angkasa Bandung, 2003), h. 63
11
Ada beberapa jenis dan bentuk hadiah, yakni ada yang bersifat materil
(benda atau makanan), sosial (dipuji, dipeluk, dicium), dan kesempatan
(jalan-jalan). Hal itu tentu menjadi sebuah kesenangan bagi anak, namun
jika tidak diberikan secara tepat maka akan menjadi bumerang bagi orang
tua, guru atau siapapun yang menerapkannya. Maka dari itu, maka ada
beberapa prinsip-prinsip dalam pemberian hadiah, yaitu:
a. Penilaian didasarkan pada perilaku, bukan pelaku
b. Pemberian hadiah harus ada batasnya
c. Hadiah harus dimusyawarahkan kesepakatannya
d. Hadiah harus didasarkan pada proses bukan hasil
e. Pemberian hadiah harus dilakukan secara konsisten
f. Berhati-hatilah dengan hadiah berupa uang.17
2. Pengertian Punishment
Punishment ialah siksaan atas perilaku yang telah diperbuat. Hukuman
merupakan tindakan pendidikan yang sengaja dan secara sadar diberikan
kepada anak didik yang melakukan suatu kesalahan, agar anak didik
tersebut menyadari kesalahannya dan berjanji tidak akan mengulanginya
kembali. Berat ringannya hukuman yang akan diberikan kepada anak
sangat bergantung kepada besar kecilnya suatu kesalahan yang telah
dilakukan, tujuan dan keadaan peserta didik.18
Sebuah hukuman jika diberikan secara tepat dan bijak dapat berubah
menjadikan sebuah motivasi bila dilakukan dengan pendekatan edukatif
bukan karena dendam. Hal ini bertujuan untuk memperbaiki sikap dan
perbuatan anak didik yang dianggap salah sehingga ia tidak akan
mengulanginya kembali.19
Punishment tersebut dapat berupa ancaman, larangan, pengabaian dan
pengisolasian, hukuman badan sebagai bentuk hukuman yang diberikan
pada seseorang karena kesalahan, pelanggaran hukum dan peraturan dalam
17 Bunda Novi, Saat Anak Harus diberi Hadiah atau Hukuman, (Yogyakarta: Saufa, 2015), cet. 1, h.41-47
18 H.M. Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, h. 57 19 Syaiful Bahri Djaramah, Psikologi Belajar, h. 165
12
perbaikan dan pembinaan umat manusia.20 Dengan pemberian punishment
seorang anak akan merasa jera dan tidak akan berani untuk melakukannya
kembali.
Punishment juga dapat dilihat dari segi fungsi disiplin. Fungsi ini
berlaku agar guru mampu mengontrol tingkah laku yang menyimpang
dengan menggunakan hukuman dan hadiah. Hukuman menunjukkan
kepada suatu perangsang yang ingin siswa hindari atau berusaha melarikan
diri.
Punishment merupakan sebuah sarana untuk mengadakan perbaikan
dan menempuh metode dalam meluruskan kepincangannya dan mendidik
naluri dan akhlaknya. Sehingga anak tumbuh dengan perangai yang Islami
yang sempurna dan adab sosial yang luhur.
Agama Islam memiliki cara yang khusus dalam melakukan perbaikan
dan pendidikan, seandainya dengan cara lemah lembut telah memberikan
manfaat maka cukuplah dengan nasehat. Seorang pendidik tidak boleh
menyegerakan pola kekerasan. Namun jika pola ancaman dan kekerasan
lebih memberikan manfaat maka itu tidak boleh sampai ada pemukulan.21
Sehubungan dengan hukuman, ada beberapa firman dalam Al-Qur’an,
di antaranya:22
1. Al-Mu’minun ayat 60
dan mereka yang memberikan apa yang mereka berikan (sedekah),
dengan hati penuh rasa takut, (karena mereka tahu)bahwa
sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan-nya. 23
20 Dwi Hastuti Pungkasari, Konsep Reward dan Punishment dalam Teori Pembelajaran Behavioristik dan Relevansinya dengan Pendidikan Islam, (Skripsi UIN Sunan Kalijaga: Yogyakarta, 2014)
21 Abdullah Nasih Ulwan, Tarbiyatul Aulad Fil Islam, (Solo: Penerbit Insan Kamil, 2016), h.116
22 Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam,hlm. 184-185 23 Q.S Al-Mu’minun ayat 60, Al-Qur’an dan Terjemah, (Jakarta: Al-Fatih, 2012), h.346
13
2. Al-Imran ayat 85
Dan barangsiapa yang mencari agama selainIslam, dia tidak akan
diterima, dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi.24
Adapun pemberian hukuman memiliki berbagai macam hukuman,
yaitu:
a. Hukuman badan
b. Penahanan di kelas
c. Menulis sekian kali
d. Menghitung hak tertentu (tidak diikutsertakan dalam ulangan,
pelajaran)
e. Lain-lain seperti tatapan mata, teguran, ancaman, dsb.25
Pemberian hukuman dalam upaya penegakan kedisiplinan memang
perlu, namun adakalanya pemberian hukuman juga dipandang kurang
efektif. Oleh karena itu, pemberian hukuman tersebut harus
memperhatikan prinsip-prinsip (Ornstein dan Eggen:1998) sebagai berikut:
a. Hukuman diberikan secara hormat dan penuh pertimbangan
b. Berikan kejelasan/alasan mengapa hukuman itu diberikan
c. Hindari pemberian hukuman saat marah
d. Hukuman hendaknya diberikan pada awal kejadian daripada akhir
kejadian
e. Hindari hukuman yang bersifat badaniah atau fisik
f. Jangan menghukum kelompok/kelas apabila kesalahan dilakukan
oleh seseorang
g. Jangan memberi tugas tambahan sebagai hukuman
h. Yakini bahwa hukuman sesuai dengan kesalahan
i. Pelajari tipe hukuman yang diizikan oleh lembaga
24 Q.S Al-Imran ayat 85, Ibid, h. 61 25 Eka Prihatin, Manajemen Peserta Didik, (Bandung: ALFABETA, 2011), h. 99
14
j. Jangan menggunakan standar hukuman ganda
k. Jangan mendendam
l. Konsisten dengan pemberian hukuman
m. Jangan mengancam dengan ketidakmungkinan
n. Jangan memberi hukuman berdasarkan selera.26
B. Penumbuhan Karakter
1. Pengertian Karakter
Secara harfiah karakter artinya kualitas mental atau moral, kekuatan
moral, nama atau reputasi (Hornby dan Parnwell: 1972). Menurut Wynne
bahwa karakter itu berasal dari bahasa Yunani “to mark” artinya
menandai. Istilah ini fokus pada bagaimana menerapkan nilai-nilai
kebaikan dalam tindakan nyata atau perilaku sehari-hari. Karakter
merupakan sifat alami seseorang dalam merespons situasi secara bermoral,
yang diwujudkan dalam tindakan nyata melalui perilaku baik, jujur,
bertanggung jawab, hormat terhadap orang lain, dan nilai-nilai karakter
mulia lainnya.27 Ada beberapa ciri karakter, yaitu:
a. Karakter adalah “siapakah dan apakah kamu pada saat orang lain
melihat
b. Karakter merupakan hasil nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan
c. Karakter adalah sebuah kebiasaan yang menjadi sifat alamiyah
kedua
d. Karakter bukanlah reputasi atau apa yang dipikirkan oleh orang lain
terhadapmu
e. Karakter bukanlah seberapa baik kamu daripada orang lain
f. Karakter tidak relatif.28
Karakter identik dengan akhlak sehingga karakter merupakan nilai-
nilai perilaku manusia yang universal meliputi seluruh aktivitas manusia,
26 Eka Prihatin, Ibid, h. 100 27 M. Jafar Anwar, dan M. A. Salam As, Membumikan Pendidikan Karakter, (Jakarta: CV. Suri Tatu’uw, 2015), h. 21-22 28 Fatchul Mu’in, Pendidikan Karakter Konstruksi Teoritik dan Praktik, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h. 161
15
baik yang berhubungan dengan Tuhan, diri sendiri, sesama manusia
maupun dengan lingkungan yang terwujud dalam pikiran, sikap,
perkataan, perasaan dan perbuatannya berdasarkan norma-norma agama,
hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat.29
Nilai-nilai luhur budaya di Indonesia yang diwariskan oleh para
leluhur mengajarkan perilaku bangsa yang ramah, sopan santun, suka
kekerabatan dan kekeluargaan yang tinggi, jujur dan tulus ikhlas. Namun
seiring berjalannya waktu, memudarnya penghayatan terhadap nilai-nilai
budaya mengakibatkan bangsa ini terpuruk dalam segala bidang
kehidupan, baik ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, ketahanan dan
kemananan. Kondisi ini melanda setiap tataran mulai dari tataran
kepemimpinan tingkat bawah sampai kepemimpinan nasional.30
Membangun karakter bangsa tidaklah mudah, maka karakter tersebut harus
dibangun melalui sebuah pendidikan dan pembiasaan yang mengarahkan
manusia kepada karakter yang baik.
2. Unsur-unsur Karakter
Ada beberapa unsur dimensi manusia secara psikologis dan sosiologi
yang dapat menunjukkan bagaimana karakter seseorang. Unsur-unsur
tersebut antara lain sikap, emosi, kemauan, kepercayaan dan kebiasaan.
a. Sikap
Sikap seseorang biasanya merupakan bagian dari karakternya
bahkan dianggap sebagai cerminan karakter seseorang. Sikap dapat
menjadi alat ampuh untuk melakukan tindakan positif atau dapat
menjadi racun yang melumpuhkan kemampuan untuk mencapai
kepenuhan potensi.31
Sikap merupakan predisposisi untuk melakukan atau tidak
melakukan suatu perilaku tertentu sehingga sikap merupakan proses
29 Marzuki, Pendidikan Karakter Islam, (Jakarta: Amzah, 2015), h. 21 30 H. Maswardi Muhammad Amin, Pendidikan Karakter Anak Bangsa, (Jakarta: Baduose Media Jakarta, 2011), h. 11-12 31 Fatchul Mu’in, Pendidikan Karakter Konstruksi Teoritik dan Praktik, h. 168
16
yang sifatnya individual. Oleh karena itu, sikap adalah sebuah pilihan
yang hendak diambil oleh seseorang ketika dihadapkan pada sebuah
persoalan dan keputusan yang diperoleh berdasarkan pertimbangan-
pertimbangan.
b. Emosi
Emosi ini identik dengan perasaan yang kuat pada diri seseorang.
Ada empat bentuk emosi yang dapat dikenali melalui ekspresi wajah,
yaitu takut, marah, sedih dan senang.32
c. Kepercayaan
Kepercayaan mampu memperkukuh eksistensi diri dan
memperkukuh hubungan dengan orang lain. Elemen yang penting
untuk membangun kepercayaan ialah melalui keterbukaan sehingga
kita bisa menilai dan mengambil kebijakan. Hal ini dapat
menghilangkan rasa curiga dan pertanyaan-pertanyaan subjektif. Ia
akan membuat orang tidak hanya menduga-duga saja.
d. Kebiasaan dan Kemauan
Kebiasaan adalah aspek perilaku manusia yang menetap,
berlangsung secara otomatis dan tidak direncanakan. Hal itu
merupakan hasil dari kegiatan yang berlangsung dalam waktu yang
lama. Sedangkan kemauan ini erat kaitannya dengan tindakan, ada
sebagian yang mendefiniskan bahwa kemauan sebagai tindakan yang
merupakan usaha untuk seseorang mampu mencapai tujuannya.
e. Konsepsi Diri
Proses konsepsi diri merupakan proses totalitas, baik sadar maupun
tidak sadar, tentang bagaimana karakter dan diri kita dibangun. Dalam
ilmu psikologi sosial, konsep diri berkaitan dengan fakta bahwa
manusia tidak hanya menanggapi orang lain, tetapi juga meresapi
dirinya sendiri dengan cara membayangkan dirinya sendiri sebagai
orang lain di dalam benaknya seakan-akan ia menaruh cermin
32 Fatchul Mu’in, Pendidikan Karakter Konstruksi Teoritik dan Praktik, h. 172
17
dihadapannya. Dengan demikian, maka akan sampai pada gambaran
dan penilaian diri, dan inilah yang disebut dengan konsep diri.33
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penumbuhan Karakter
Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi karakter, namun para ahli
menggolongkannya menjadi dua bagian, yaitu faktor intern dan faktor
ekstern.
a. Faktor Intern
Terdapat banyak hal yang mempengaruhi faktor internal ini, di
antaranya yaitu:
1) Insting atau Naluri.
2) Adat atau Kebiasaan (habbit).
3) Kehendak atau Kemauan (Iradah).
4) Suara hati
5) Keturunan.34
b. Faktor Ekstern
Selain faktor intern, ada juga faktor ekstern yang dapat
mempengaruhi karakter seseorang, diantaranya ialah:
1) Pendidikan memiliki pengaruh yang besar dalam mematangkan
kepribadian manusia sehingga tingkah lakunya sesuai dengan
pendidikan yang telah diterima oleh seseorang baik pendidikan
formal, informal maupun nonformal.
2) Lingkungan adalah sesuatu yang melingkungi suatu tubuh yang
hidup. Adapun lingkungan terbagi menjadi dua, yaitu lingkungan
alam yang dapat mematahkan atau mematangkan pertumbuhan
bakat yang dibawa seseorang dan lingkungan pergaulan yang
bersifat kerohanian.35
33 Fatchul Mu’in, Pendidikan Karakter Konstruksi Teoritik dan Praktik, H. 173-180 34 Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi, (Bandung: Penerbit Alfabeta, 2012), h. 19-21 35 Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi, h. 19-21
18
4. Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang
melibatkan aspek teori pengetahuan, perasaan, dan tindakan. Menurut
Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini maka pendidikan karakter tidak
akan efektif, dan pelaksanaannya pun harus dilakukan secara sistematis
dan berkelanjutan. Dengan pendidikan karakter maka anak akan cerdas
emosinya, karena hal itu bisa menjadi bekal untuk menghadapi tantangan
dalam hidupnya.36
Pendidikan karakter juga dimaknai sebagai pendidikan nilai,
pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang
bertujuan mengembangkan kemampuan siswa untuk memberikan
keputusan baik-buruk, memelihara kebaikan, mewujudkan dan menebar
kebaikan dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.37
Dari pengertian yang telah dipaparkan di atas, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa pendidikan karakter adalah sebuah usaha untuk
membentuk kepribadian baik bagi diri seseorang yang bisa dilihat ketika
seseorang bertindak nyata dan biasanya hal ini juga dipengaruhi oleh sosial
budaya. Pendidikan karakter ini juga harus dilakukan secara kontinu agar
menjadi suatu kebiasaan yang baik bagi anak.
Menurut kemendiknas (2010), pembangunana karakter yang
merupakan upaya perwujudan amanat Pancasila dan pembukaan UUD
1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan yang
berkembang saat ini, seperti: disorientasi dan belum dihayatinya nilai-nilai
Pancasila; keterbatasan perangkat kebijakan terpadu dalam mewujudkan
nilai-nilai Pancasila; bergesernya nilai etika dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara; memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa;
ancaman disintegrasi bangsa; dan melemahnya kemandirian bangsa.
36 Masnur Muslich, Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional, (Jakarta: Bumi Aksara, 2018), cet.6, h. 29. 37 Anas Salahudin dan Irwanto Alkrienciehie, Pendidikan Karakter Berbasis Agama dan Budaya Bangsa, (Bandung: Pustaka Setia, 2013), h. 42
19
Untuk mewujudkan cita-cita pembangunan karakter sebagaimana
yang diamanatkan dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 serta
mengatasi permasalahan kebangsaan saat ini, maka pemerintah
menjadikan pembangunan karakter sebagai salah satu program prioritas
pembangunan nasional. Semangat itu ditegaskan dalam Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2015, di
mana pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan untuk
mewujudkan visi pembangunan nasional, yaitu “mewujudkan masyarakat
berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan
falsafah Pancasila.38
5. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Karakter
Tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam UU No. 20 Tahun
2003 Bab II Pasal 3 pada hakekatnya merupakan tujuan dari pendidikan
karakter yang memberikan penguatan dan pengembangan nilai-nilai positif
agar anak didik memiliki karakter yang mulia. Tujuan pendidikan karakter
adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik,
warga masyarakat yang baik. Menurut Mulyasa (2011:9) menulis bahwa
pendidikan karakter bertujuan meningkatkan mutu proses dan hasil
pendidikan yang mengarah pada pembentukan karakter dan akhlak mulia
peserta secara utuh, terpadu dan seimbang sesuai standar kompetensi
lulusan pada setiap satuan pendidikan.39
Adapun fungsi dari pendidikan karakter ialah menumbuhkembangkan
kemampuan dasar peserta didik agar berpikir cerdas, berperilaku yang
berakhlak, bermoral, dan berbuat sesuatu yang baik, yang bermanfaat bagi
dirinya sendiri, keluarga dan masyarakat, membangun kehidupan bangsa
yang multikultural, membangun peradaban yang cerdas, berbudaya luhur,
berkontribusi terhadap pengembangan hidup umat manusia, membangun
38 Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi, h. 26 39 M. Jafar Anwar, M. A. Salam As, Membumikan Pendidikan Karakter, h. 33-34
20
sikap warga yang cinta damai, kreatif, mandiri, maupun hidup
berdampingan dengan bangsa lain.40
Dari tujuan dan fungsi yang telah dipaparkan di atas, sebenarnya
pendidikan karakter ini telah disebutkan terlebih dahulu dalam tujuan
pendidikan yang telah tertuang dalam UUD. Pendidikan karakter ini
menjadi sebuah sistem pembelajaran yang menjembatani tumbuhnya
karakter-karakter yang baik dalam sebuah pendidikan. Sehingga
diharapkan dengan adanya pendidikan karakter ini, siswa tidak hanya baik
secara intelektual namun juga baik secara emosional, sosial maupun
spiritualnya.
6. Alat Pendidikan
Alat pendidikan dimaknai sebagai sesuatu yang secara langsung turut
membantu terlaksananya pendidikan. Fungsi alat pendidikan tidak hanya
menyangkut aktivitas belajar yang terbatas pada mengembangkan potensi
individu, melainkan juga menyangkut ubahan tingkah laku, serta
pembentukan kepribadian. Adapun alat pendidikan meliputi:
a. Teladan ialah sesuatu yang patut ditiru seperti perbuatan, kelakuan,
sifat dan sebagainya. Dalam Islam sering dikenal sebagai uswatun
hasanah, dan modelnya sendiri adalah pribadi Rasulullah Saw
b. Contoh seringkali dianggap sama dengan taladan, padahal keduanya
berbeda. Teladan lebih luas cakupannya dibandingkan dengan contoh.
c. Nasihat adalah ajaran atau pelajaran yang baik sedangkan wasiat
diartikan sebagai pesan terakhir yang disampaikan oleh orang yang
akan meninggal.
d. Anjuran ialah suatu aktivitas yang belum atau baru akan dilakukan
yang biasanya berupa saran, usul, ajakan, nasihat
e. Suruhan dalam konteks pendidikan terkait dengan upaya agar
seseorang melakukan sesuatu sesuai dengan isi perintah yang
40 H. Maswardi Muhammad Amin, Pendidikan Karakter Anak Bangsa, h. 37
21
dimaksud. Tujuannya antara lain untuk memberi pemahaman dalam
upaya membentuk kesadaran terhadap seseorang.
f. Arahan dimaknai sebagai petunjuk untuk melakukan sesuatu. Arahan
ini mengandung perintah yang disertai dengan penjelasan maupun
rincian.
g. Bimbingan dalam konsep psikologi pendidikan adalah pemberian
bantuan oleh seseorang kepada seseorang dalam menentukan pilihan,
penyesuaian dan pemecahan permasalahan.
h. Dorongan dan Motivasi.
i. Pujian ialah ungkapan atau pernyataan rasa pengakuan dan
penghargaan yang tulus kepada sesuatu yang dianggap baik.
j. Ganjaran atau hadiah adalah upah sebagai bentuk balas jasa, perbuatan
baik. Dalam pendidikan, ganjaran dan hadiah menyangkut aspek
psikologis, pemberian ganjaran dan hadiah akan mendapat respons dari
penerima, hingga ikut menguatkan dorongan, hasrat dan meningkatkan
motivasinya untuk melakukan aktivitas.
k. Teguran merupakan alat pendidikan yang ditujukan kepada seseorang
untuk menyadarkannya dari suatu aktivitas maupun sikap dan perilaku
yang buruk dan mendatangkan aib.
l. Larangan merupakan sebuah perintah agar tidak melakukan sesuatu
atau tidak memperbolehkan sesuatu..
m. Hukuman ialah keputusan yang dijatuhkan kepada seseorang atas
pelanggaran yang dilakukannya sehingga ia menyadari kesalahannya.
Hukuman dijadikan sebagai alternatif dan pilihan paling akhir.41
Dari berbagai alat-alat pendidikan yang telah dijelaskan di atas. Maka
sebagai pendidik harus bisa memilih dan memilah, manakah yang bisa
diterapkan dan lebih efektif bagi peserta didik. Pendidik harus mampu
memperbaiki sikap dan perilaku peserta didik agar karakter anak sesuai
dengan apa yang diharapkan.
41 Jalaluddin, Pendidikan Islam Pendekatan Sistem dan Proses, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2016), cet.1, h. 187-203
22
7. Nilai-nilai Dasar dalam Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter memiliki tujuan dan misi yang sangat penting
untuk menopang pembangunan karakter bangsa Indonesia secara umum
dan secara khusus untuk keberhasilan pendidikan di sekolah. Dalam
rangka ini, pemerintah merumuskannya dalam Kebijakan Nasional
Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025 ditegaskan bahwa
karakter merupakan hasil dari perpaduan empat bagian, yaitu olah hati,
olah pikir, olah raga, serta olah rasa dan karsa.42
Olah hati terkait dengan perasaan, sikap dan keyakinan/keimanan
yang menjadi penyangga atau fondasi dalam membangun karakter
seseorang. Olah pikir berkenaan dengan proses nalar guna mencari dan
menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif, dan inovatif, sehingga
mendukung terwujudnya karakter secara cepat dan terarah. Olah raga
terkait dengan proses persepsi, kesiapan, peniruan, manipulasi, dan
penciptaan aktivitas baru disertai sportivitas yang memberikan motivasi
dan kesempatan untuk melatih seseorang dalam mewujudkan karakter
secara kondusif. Sementara itu, olah rasa dan karsa berhubungan dengan
kemauan dan kreativitas yang tercermin dalam kepedulian, pencitraan, dan
penciptaan kebaruan yang merupakan upaya untuk merealisasikan karakter
seseorang yang utuh (Pemerintah RI, 2010:21)
8. Penumbuhan Karakter
Peserta didik dapat dikatakan berkarakter kuat dan baik jika telah
berhasil menyerap nilai-nilai dan keyakinan yang telah ditanamkan dalam
proses pendidikan serta digunakan sebagai kekuatan moral dan spiritual
dalam kepribadiannya untuk menjalankan tugas dan kewajibannya
mengelola alam untuk kemanfaatan dan kebaikan masyarakat dan dirinya.
Pendidikan karakter merupakan upaya yang melibatkan berbagai pihak
baik dari rumah tangga dan keluarga, sekolah dan lingkungannya serta
masyakat luas. Oleh karena itu, perlu adanya kerja sama yang baik antar
ketiga jejaring kerja pendidikan tersebut karena pengembangan dan
42 Marzuki, Pendidikan Karakter Islam, h. 43
23
pendidikan karakter tersebut tidak akan berhasil selama antar lingkungan
pendidikan tidak ada kesinambungan dan keharmonisan.43
Penumbuhan dan pendidikan karakter yang pertama dan utama yaitu
adalah lingkungan keluarga. Seorang anak akan dibentuk melalui
pembiasaan-pembiasaan yang diajarkan di dalam rumah sejak ia
dilahirkan. Oleh karena itu, pengembangan karakter harus dikenalkan
dengan baik oleh orang tua kepada anaknya.
Ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam pendidikan
karakter di lingkungan keluarga, yaitu (1) pola interaksi antar-anggota
keluarga, (2) pertumbuhan dan periode perkembangan anak, (3) pola asuh
anak dan (4) teladan orang tua.44 Maka dari itu untuk menanamkan nilai-
nilai karakter yang baik maka keempat kompenen tersebut harus
diperhatikan terutama teladan dari orang tua itu sendiri
Adapun pendidikan karakter melalui sekolah, tidak semata-mata
memberikan pengetahuan, namun lebih dari itu, yaitu penanaman moral,
nilai-nilai estetika, budi pekerti yang luhur dan lain sebagainya. Pemberian
penghargaan kepada yang berprestasi, dan memberikan hukuman kepada
yang melanggar, menumbuhsuburkan nilai-nilai yang baik dan mengecam
nilai-nilai yang buruk. Selain itu, yang tidak kalah pentingnya adalah
pendidikan dalam masyarakat.
Lingkungan masyarakat merupakan komponen ketiga yang harus
saling bersinergi untuk menumbuhkan karakter anak menjadi baik. Ada
beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu pengondisian di lingkungan
masyarakat, sarana-sarana pendidikan karakter di lingkungan masyarakat
dan keteladanan pemimpin, tokoh agama dan tokoh masyarakat.45 Anak
akan dibentuk sesuai dengan lingkungan yang ia tinggali, maka setiap
orang dewasa harus menyadari akan pentingnya menjaga karakter anak-
anak bangsa. Seluruh masyarakat harus sama-sama memiliki visi dan misi
43 Hamka Abdul Aziz, Pendidikan Karakter Berpusat pada Hati, (Jakarta: al-Mawardi Prima, 2012), h. 198-199 44 Syamsul Kurniawan, Pendidikan Karakter, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2016), h.65 45 Syamsul Kurniawan, Pendidikan Karakter, h.197
24
yang sama, saling mengingatkan dan tidak menjerumuskan generasi
bangsa.
C. Pesantren
1. Pengertian Pesantren
Pesantren, menurut asal katanya berasal dari kata “santri” yang
mendaat awalann “pe” dan akhiran “an” yang menunjukkan tempat.
Dengan demikian, pesantren berarti “tempat para santri”. Selain itu, asal
kata pesantren terkadang dianggap gabungan dari kata sant (manusia baik)
dengan suku kata tra (suka menolong) sehingga kata pesnatren dapat
berarti “tempat pendidikan manusia baik-baik”.
Menurut Abdurrahman Wahid, pesantren adalah sebuah kompleks
dengan lokasi yang umumnya terpisah dari kehidupan di sekitarnya.
Dalam kompleks tersebut terdiri dari beberapa bangunan: rumah kediaman
pengasuh (kiai, ajengan, nun atau bendara), sebuah surau atau masjid
tempat pengajaran diberikan (madrasah/sekolah), dan asrama tempat
tinggal para santri.46
Jadi, pesantren merupakan sebuah tempat bagi para penuntut ilmu atau
santri yang sistemnya 24 jam tinggal si satu tempat/asrama. Biasanya
pesantren ini tidak terlepas dari para kiai dan ustadz-ustadz sebagai
pengajar dan santri itu sendiri sebagai pelajar.
Secara umum, pendidikan pesantren bertujuan untuk menciptakan dan
mengembangkan kepribadian Muslim, yaitu kepribadian yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat,
mampu berdiri sendiri, tangguh dalam kepribadian, menyebarkan agama
dan mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan kepribadian manusia.47
2. Unsur-unsur dan Ciri-ciri Pesantren
Perbedaan jenis-jenis pondok pesantren di Jawa dapat dilihat dari segi
ilmu yang diajarkan, jumlah santri, tipe kepemimpinan atau perkembangan
46 Mustajab, Masa Depan Pesantren, (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2015), h. 56 47 Mujamil Qomar, Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2005), h. 4
25
ilmu teknologi. Namun demikian, ada unsur-unsur pokok pesantren yang
harus dimiliki setiap pondok pesantrem. Unsur-unsur pokok pesantren
ialah kiai, masjid, santri, pondok, dan kitab Islam klasik (kitab kuning),
adalah elemen unik yang membedakan sistem pendidikan pesantren
dengan lembaga pendidikan lainnya.48
Selain pesantren itu dianggap unik, pesantren juga meiliki ciri-ciri
yang khas. Seperti yang kemukakan oleh Mukti Ali bahwa ciri-ciri
pesantren ialah sebagai berikut:
a. Adanya hubungan yang akrab antara murid dengan sosok kiai.
Hal itu mungkin karena mereka tinggal dalam satu lingkungan
pondok
b. Tunduknya santri terhadap kiai
c. Hidup hemat dan sederhana
d. Semangat menolong diri sendiri amat terasa di pesantren, hal itu
karena di pesantren diajarkan untuk bisa mandiri
e. Jiwa tolong menolong dan suasana persaudaraan sangat mewarnai
kehidupan pesantren
f. Disiplin sangat ditekankan dengan memberikan sanksi-sanksi
edukatif
g. Keprihatinan untuk mencapai tujuan mulia.49
Secara umum, tipologi pesantren dapat dibagi atas dua jenis, yaitu
pesantren salafiah dan pesantren khalafiah. Yang dimaksud dengan
pesantren salafiah adalah pesantren yang hanya mengajarkan pengetahuan
keagamaan dan madrasah, sedangkan pesantren khalafiah adalah pesantren
modern yang selain mengajarkan pengetahuan keagamaan, madrasah, dan
keterampilan praktis.
Keragaman dan keunikan pondok pesantren juga terdapat pada sistem pembelajarannya. Hal ini terkait dengan kenyataan, sejauh mana sebuah pondok pesantren tetap mempertahankan sistem pembelajaran lama yang cenderung menggunakan pendekatan
48 Mustajab, Masa Depan Pesantren, h. 57 49 Mukti Ali dan Roland Gunawan, Pendidikan Karakter Berbasis Tradisi Pesantren, (Jakarta: Rumah Kitab, 2014), cet.1, h. 25
26
individual atau kelompok dan sejauh mana pondok pesantren menyerap sistem pendidikan modern yang lebih mengedepankan klasikal. Secara garis besar, pondok pesantren dapat dikategorikan menjadi tiga bentuk jika dilihat dari tingkat konsistensinya dengan sistem lama dan keterpengaruhannya oleh sistem modern, yaitu pondok pesantren salafiah, pondok pesantren khalafiah dan pondok pesantren campuran/kombinasi.50
3. Tujuan dan Nilai-nilai Pondok Pesantren
Seperti pendidikan pada umumnya, pondok pesantren juga memiliki
tujuan yang hendak dicapai. Tujuan pesantren adalah menyiapkan calon
lulusan yang hanya menguasai masalah agama. Rencana pembelajaran
ditetapkan oleh kiai dengan merujuk pada kitab-kitab apa yang harus
dipelajari. Penggunaan kitab di mulai dari jenis kitab yang rendah dalam
satu disiplin ilmu keislaman sampai pada tingkat yang lebih tinggi.
Kenaikan tingkat santri ditandai dengan bergantinya kitab yang telah
ditelaahnya. Adapun ukuran kealiman seorang santri dilihat bukan
berdasarkan pada berapa kitab yang telah diselesaikannya melainkan dari
praktek mengajar sebagai guru ngaji, dapat memahami berbagai kitab dan
mampu menyampaikannya kepada para santri.
Nilai-nilai karakter yang tercermin dalam pendidikan di Pesantren
ialah sebagai berikut: 51
Tabel 2.1
Nilai-nilai Karakter
No Nilai-nilai Karakter Ciri-ciri serta pengaplikasiannya dalam
Pesantren
1 Cinta tanah air - Terjalin persaudaraan antar sesama
muslim, anak bangsa dan manusia
- Menghargai segala perbedaan
- Ikut serta memperjuangkan dan
membangun bangsa
50 Mustajab, Masa Depan Pesantren, h. 58-59 51 Mukti Ali dan Roland Gunawan, Pendidikan Karakter Berbasis Tradisi Pesantren, h. 25
27
2 Kasih sayang - Kiai memberi kesempatan dan
mendorong santri untuk peduli terhadap
sesama
- Menciptakan suasana emosional
- Kiai mengajarkan dengan kasih sayang
serta mendorong untuk keberhasilan
santri
- Memberi dukungan dan penguatan
3 Cinta damai - Kedamaian dalam konteks gaya hidup
kiai dan santri
- Kedamaian dalam konteks cara pandang
keagamaan dengan tidak memahami
Islam secara sempit
4 Toleransi - Pembelajaran dalam kitab fiqih yang
menyuguhkan berbagai sudut pandang
yang berbeda sehingga perbedaan itulah
yang mendorong kiai dan santri untuk
fleksibel dalam menyikapi perbedaan
dan tidak mudah menyalahkan orang
lain.
5 Kesetaraan - Moral dan etika dalam berhubungan
dengan kelompok
6 Musyawarah - Kegiatan bahtsul masail
- Tradisi dibangun dalam suasana
kebersamaan dan kekeluargaan
7 Kerjasama - gotong royong untuk kerja bakti
8 Kepedulian - menumbuhkan perekonomian lokal
dengan mengunjungi kios di sekitar
pesantren
9 Tanggung jawab - tanggung jawab terhadap diri sendiri
28
- tanggung jawab terhadap Tuhan
- tanggung jawab terhadap keluarga
- tanggung jawab terhadap masyarakat
- tanggung jawab terhadap bangsa dan
negara
10 Penghargaan - saling menghargai dan menghormati
sesama
- menghargai perbedaan
11 Kemandirian - mengelola organisasi
- mencukupi kebutuhan sehari-hari
- mengurus pakaian dan makanan dengan
mandiri
12 Kesungguhan - bersungguh-sungguh dalam melakukan
sesuatu
13 Kejujuran - jujur terhadap diri sendiri
- mengakui kesalahannya
14 Rendah hati - tidak mengemukakan pendapat jika tidak
mengerti
- tidak merasa paling benar ketika menjadi
pengajar
- kesederhanaan kiai
15 Sabar - sabar dalam belajar
- sabar dalam menerima konsekuensi
D. Hasil Penelitian yang Relevan
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan telaah pustaka terhadap
penelitian-penelitian terdahulu untuk dikaji sehingga dapat berkaitan dengan
fokus penelitian. Adapun hasil penelitian yang relevan dengan fokus masalah
yang telah dibuat ialah:
1. Berdasarkan Jurnal tentang “Hukuman (Punishment) dalam Perspektif
Pendidikan Pesantren” oleh Muhammad Anas Ma`arif pada tahun
29
2017. Dalam jurnal tersebut dijelaskan bahwa dalam prespektif
pendidik di pesantren tentang hukuman, pendidik sepakat bahwa
pemberian hukuman sangatlah penting untuk mengontrol perilaku
santri dan dianggap efektif untuk memberikan efek jera bagi santri
yang telah melakukan pelanggaran kode etik. Pemberian hukuman
diberikan setelah melakukan tahapan-tahapan seperti nasihat, teguran
dan lain sebagainya. Hukuman ini diberikan jika akan berdampak pada
kesadaran moril.. Dampak yang terjadi dalam pemberian hukuman ada
tiga, yaitu menerima dengan lapang dada, apatis (diam) atau keluar
dari pesantren. Perbedaannya dengan penelitian saya ialah jurnal
tersebut hanya meneliti pada bagian hukumannya saja sedangkan
penelitian saya mengenai penghargaan dan hukuman.
2. Berdasarkan Jurnal tentang “Penerapan Thawab dan ‘Iqab dalam
Membentuk Akhlak Siswa di Sekolah Dasar Aceh Besar” oleh
Yunidar pada tahun 2016. Dalam jurnal tersebut dijelaskan bahwa
penerapan thawab dan ‘iqab memberikan dampak yang baik bagi
pembentukan akhlak siswa, karena dengan adanya hal tersebut
menjadikan siswa lebih termotivasi, bersemangat dalam memperbaiki
kesalahan, dan mempertahankan sikap baik yang telah tertanam dalam
dirinya. Persamaan jurnal dengan penelitian saya ialah bahwa
keduanya membahas tentang reward dan punishment meskipun
penyebutan keduanya berbeda yakni thawab dan ‘iqab terhadap
pembentukan akhlak. Sedangkan perbedaannya ialah jurnal tersebut
membahas tentang pembentukan akhlak siswa dalam pendidikan
formal sedangkan penelitian saya membahas pada pendidikan non
formal.
3. Berdasarkan Skripsi “Reward dan Punishment sebagai Bentuk
Kedisiplinan di Pondok Pesantren Agro Nuur El-Falah Pulutan
Salatiga” oleh Muhammad Alvi Wibowo pada tahun 2016. Dalam
skripsi tersebut dijelaskan bahwa reward dan punishment dapat
menunjang tercapainya pendidikan di Pesantren. Karena hal itu
30
mengajarkan kedisiplinan bagi para santri untuk mengikuti setiap
peraturan yang telah ditetapkan. Persamaan skripsi tersebut dengan
penelitian yang akan saya lakukan ialah keduanya membahas tentang
reward dan punishment. Adapun perbedaannya ialah skripsi tersebut
hanya membahas mengenai kedisiplinan santri adapun penelitian yang
saya lakukan bukan hanya mengenai kedisiplinan yang memang sama-
sama termasuk ke dalam pembentukan karakter, namun mencakup
pembentukan karakter itu sendiri.
4. Berdasarkan Skripsi “Membangun Karakter Siswa Melalui
Penghargaan (reward) dan Hukuman (punishment) di SMP Negeri 25
Surabaya” oleh Ahmad Budi Arianto pada tahun 2011. Dalam skripsi
tersebut dijelaskan bahwa sekolah tersebut memiliki keadaan siswa
yang sangat beragam oleh karena itu untuk membangun karakter siswa
dilakukan dengan cara memberikan fasilitas-fasilitas dan kegiatan
yang mendukung dalam pembentukan karakter salah satunya dengan
penerapan reward dan punishment di mana dalam menangani hal
tersebut dipegang oleh bidangnya masing-masing yakni penghargaan
dipegang oleh Bimbingan Konseling dan hukuman lebih banyak
dipegang oleh petugas ketertiban. Adapun persamaan dalam penelitian
saya ialah keduanya sama-sama membahas mengenai membentuk
karakter siswa melalui penerapan reward dan punishment. Sedangkan
perbedaannya terletak pada pembentukan akhlak siswa dalam
pendidikan formal sedangkan penelitian saya membahas pada
pendidikan non formal yakni pesantren.
5. Berdasarkan jurnal tentang “Implementasi Pendidikan Karakter di
Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah Boarding School (MBS)
Yogyakarta” oleh Sutrisno dalam Jurnal Pendidikan Luar Sekolah Vol.
VI No. 5 Tahun 2017. Dalam jurnal tersebut dijelaskan bahwa ada
beberapa nilai karakter yang dikembangkan di pesantren tersebut yakni
nilai karakter yang berhubungan dengan Tuhan, hubungannya dengan
dirinya sendiri, hubungannya dengan sesama, hubungannya dengan
31
lingkungan dan yang berhubungan dengan kebangsaan. Adapun
persamaannya ialah keduanya membahas tentang pembentukan
karakter santri. Sedangkan perbedaannya terletak pada cara dalam
membentuk karakter santri tersebut.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Pesantren Darus Sunnah yang terletak di
daerah Ciputat dengan target santri tingkat Madrasah Tsanawiyah. Adapun
penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari dan pelakanaan penelitiannya
dimulai dari tanggal 9 Agustus 2019 sampai dengan 20 Oktober 2019.
B. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, metode penelitian yang digunakan adalah metode
kualitatif, lebih tepatnya kualitatif deskriptif dengan pendekatan penelitian
lapangan. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha
mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi sekarang.
Penelitian ini memusatkan perhatian pada masalah aktual sebagaimana
adanya pada saat penelitian berlangsung.52
Penelitian deskriptif dilakukan untuk memperoleh gambaran situasi atau
informasi tentang gejala atau temuan di lapangan pada saat penelitian
dilakukan. Setelah data diperoleh, kemudian data dianalisis. Dengan
pendekatan ini, peneliti diharapkan dapat memperoleh kondisi dan situasi
yang berkaitan dengan reward dan punishment dalam menumbuhkan karakter
mulia santri di Pesantren Darus Sunnah.
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan cara mengumpulkan data yang
dibutuhkan untuk menjawab rumusan masalah penelitian. Adapun dalam
penelitian ini penulis menggunakan beberapa teknik, yaitu:
1. Observasi
Observasi merupakan salah satu metode pengumpulan data dimana
peneliti melihat mengamati secara visual sehingga validitas data sangat
tergantung pada observer.53
52 Juliansyah Noor, Metodoogi Penelitian, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2016), h. 34 53 Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta,
2017), Cet. Ke-25, h.145.
32
33
Dengan melakukan kunjungan langsung, peneliti menciptakan
kesempatan untuk observasi langsung. Dengan berasumsi bahwa fenoena
yang diminati tidak asli historis, beberapa pelaku atau kondisi lingkungan
sosial yang relevan akan tersedia untuk observasi.54
Observasi ini dilakukan untuk mendapatkan data yang berkaitan
dengan keadaan lokasi objek penelitian, yaitu keadaan pesantren dan
kegiatan pembelajaran di Darus Sunnah.
Pengamatan ini dilakukan untuk mengamati setiap kegiatan
pesantren yang berhubungan dengan reward dan punishment di Pondok
Pesantren Darus Sunnah
Tabel 3.1 Kisi-Kisi Pedoman Observasi
No Tujuan Aspek yang diamati
1 Untuk mengetahui penerapan
reward dan punishment
dalam pendidikan di
Pesantren Darus Sunnah
a. Tata tertib dan sanksi yang berlaku
di Pondok Pesantren Darus Sunnah
b. Macam-macam bentuk reward dan
punishment
c. Kegiatan sehari-hari santri Pondok
Pesantren Darus Sunnah
d. Kegiatan pembelajaran
e. Kegiatan yang berhubungan
dengan hal yang memungkinkan
diterapkannya reward dan
punishment
2 Untuk mengetahui bahwa
penerapan reward dan
punishment di Darus Sunnah
dapat menumbuhkan karakter
santri
a. Kegiatan sehari-hari yang
berhubungan dengan reward dan
punishment
b. Sikap dan perilaku santri setelah
menerima reward dan punishment
54 Robert K. Yin, Studi Kasus Desain dan Metode, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,2005), h.112
34
c. Nilai-nilai yang tertanam dari
penerapan reward dan punishment
3 Untuk mengetahui efektivitas
pemberian reward dan
punishment dalam
menumbuhkan karakter santri
di Darus Sunnah
a. Dampak positif dan negatif dari
penerapan reward dan punishment
bagi santri
b. Hambatan yang terjadi selama
reward dan punishment diterapkan
2. Wawancara
Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan berhadapan secara langsung dengan yang
diwawancarai dan ingin digali tentang apa yang akan dibahas atau
memberikan daftar pertanyaan untuk dijawab dikesempatan lain.
Wawancara merupakan alat re-checking atau pembuktian terhadap
informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya.
Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian kualitatif
biasanya merupakan wawancara secara mendalam. Wawancara
mendalam adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian
dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara
dengan informan, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara,
di mana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang
relatif lama.55
Adapun wawancara ini dilakukan keberbagai pihak yang terdiri dari
13 orang yang meliputi waka kesiswaan, ketua asrama, dan 3 guru wali
kelas, serta melakukan wawancara santri tingkat Madrasah Tsanawiyah
dengan masing-masing 2 orang perkelas dan melakukan wawancara
secara insidental dengan 2 orang dari pengurus ISDAR.
55 Juliansyah Noor, Metodoogi Penelitian, h. 138
35
Tabel 3.2 Kisi-kisi Wawancara Guru
No Tujuan Indikator Nomor Item
1 Penerapan reward dan punishment
1.1 Pentingnya usaha dan upaya untuk menumbuhkan karakter santri di Pesantren Darus Sunnah
1,2
2 Reward dan punishment dalam menumbuhkan karakter
2.1 Reward dan punishment sebagai salah satu cara untuk menumbuhkan karakter santri
2.2 Nilai-nilai karakter yang tertanam dari penerapan reward dan punishment
2.3 Hasil dari upaya penerapan reward dan punishment untuk menumbuhkan karakter santri
3,4,5,6
12
10,11
3
Efektivitas pemberian reward dan punishment dalam menumbuhkan karakter
3.1 Efektivitas penerapan reward dan punishment
3.2 Kekurangan dan kelebihan penerapan reward dan punishment dalam menumbuhkan karakter santri
3.3 Hambatan dalam mengaplikasikan reward dan punishment
7,8,9
13
14,15
Tabel 3.3 Kisi-kisi Wawancara Santri
No Tujuan Indikator Nomor Item
1 Penerapan reward dan punishment
1.1 Pemahaman santri tentang pentingnya karakter 1
2 Reward dan punishment dalam menumbuhkan karakter
2.1 Kegiatan yang mengandung pendidikan karakter
2.2 Kesan siswa terhadap penerapan reward dan punishment
2,3
4,5,6,7
3 Efektivitas pemberian reward dan punishment dalam menumbuhkan karakter
3.1 Dampak positif bagi karakter santri dari penerapan reward dan punishment
8,9,10,11
36
3. Kuesioner/Angket
Kuesioner merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan
memberikan atau menyebarkan daftar pertanyaan kepada responden
dengan harapan memberikan respons atas daftar pertanyaan tersebut.56
Kuesioner yang digunakan ialah kuesioner yang bersifat tertutup dan
dalam beberapa pertanyaan disertai dengan alasannya. Kuesioner tertutup
ialah daftar jawaban yang diberikan telah ditentukan oleh peneliti.
Kuesioner ini ditujukan kepada santri Pesantren Darus Sunnah yang
berjumlah 83 orang.
Tabel 3.4 Kisi-Kisi Angket Untuk Santri
Pokok pertanyaan
Sub pokok pertanyaan Aspek yang diamati
Nomor Item
Efektivitas penumbuhan karakter melalui reward dan punishment
1. Santri 1.1 Aktivitas santri 1.2 Karakter santri
1,2,3 4,5
2. Guru/ ustadz
2.1 Konsistensi 2.2 Arahan dan
bimbingan
6,7 8.9
3. Reward dan Punishment
3.1 Respon santri terhadap reward dan punishment
3.2 Manfaat yang dirasakan santri
10,12,14,15
11,13
4. Dokumen
Sejumlah besar fakta dan data tersimpan dalam bahan yang
berbentuk dokumentasi. Sebagian besar data yang tersedia yaitu
berbentuk surat, catatan harian, cendera mata, laporan, artefak, dan foto.
Sifat utama data ini tak terbatas pada ruang dan waktu sehingga memberi
peluang kepada peneliti untuk mengetahui hal-hal yang pernah terjadi di
56 Juliansyah Noor, Metodoogi Penelitian, h. 139
37
waktu silam.57 Dalam hal ini saya menggunakan dokumen berupa tata
tertib yang berlaku di Pesantren Darus Sunnah, selain itu dokumentasi
juga diperlukan dalam penelitian ini.
D. Unit Analisis
Sebagaimana yang dikatakan Spradley bahwa obyek penelitian yang
diobservasi adalah situasi sosial. Pada masalah yang ditemukan peneliti maka
dapat dijelaskan bahwa tempatnya adalah lingkungan Pondok Pesantren
Darus Sunnah Ciputat, baik di asrama maupun di Madrasah. Pelaksananya
adalah guru pengajar. Pengajar di Madrasah Darus Sunnah terdiri dari 25
orang sedangkan guru yang diwawancarai berjumlah 6 orang. Adapun santri
yang menjadi analisis adalah santri tingkat Madrasah Tsanawiyah dan ISDAR
dengan jumlah santri yang diwawancarai adalah 8 dan diberikan
angket/kuesioner berjumlah 83 orang. Kegiatan santri yang diteliti adalah
yang berhubungan dengan penumbuhan karakter melalui cara pemberian
reward dan punishment.
E. Uji Keabsahan Data
Dalam penelitian ini, untuk menguji keabsahan data agar dapat
menghasilkan data yang akurat maka penulis menggunakan metode
triangulasi data, yang merupakan sebuah proses penguatan data yang
diperoleh dari berbagai sumber yang menjadi bukti temuan. 58
1. Triangulasi Sumber
Untuk menguji keabsahan data yang dilakukan dengan cara mengecek
data yang didapatkan melalui beberapa sumber yang diantaranya dalam
penelitian ini menguji tentang penerapan reward dan punishment dalam
menumbuhkan karakter mulia santri maka pengumpulan dan pengujian
data yang didapatkan melalui ke kiai atau pengajar, pengurus, dan santri.
Jadi dalam menguji data tersebut, maka peneliti membandingkan
57 Juliansyah Noor, Metodoogi Penelitian, h. 141 58 Emzir, Analisis Data Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010),
h. 82
38
informasi yang didapatkan dari beberapa sumber dengan keadaan di
lapangan. Kemudian data tersebut disusun dan dideskripsikan.
2. Triangulasi Teknik
Untuk menguji keabsahan data atau temuan penelitian. Triangulasi
teknik ini dilakukan dengan menggunakan lebih dari satu teknik
pengumpulan data yang ada untuk mendapatkan data yang sama. yakni
dengan melakukan wawancara, angket/kuesioner dan observasi.
Wawancara tersebut dilakukan kepada guru/ustadz, santri dan pengurus
ISDAR. Sedangkan angket tersebut hanya ditujukan kepada santri
Madrasah.
3. Triangulasi Waktu
Dalam penelitian waktu juga sering mempengaruhi keabsahan data.
Data yang dikumpulkan dengan teknik wawancara disesuaikan dengan
waktu kegiatan di pesantren berdasarkan kebutuhan penelitian. Dalam hal
pengujian keabsahan data tersebut peneliti melakukan pengecekan
dengan wawancara, angket dan observasi, atau dengan teknik yang
lainnya dalam waktu yang berbeda. Bila hasilnya berbeda, maka
dilakukan berkali-kali sampai ada titik kepastian dan kejenuhan dalam
pengujian data tersebut.59
F. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan saat pengumpulan
data berlangsung, dan setelah pengumpulan data dalam waktu tertentu. Pada
saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang
diwawancarai.
Dalam penelitian kualitatif, analisis data merupakan kegiatan data dari
seluruh responden atau sumber data lain terkumpul. Kegiatan dalam analisis
data ialah: mengelompokkan data berdasarkan variabel dan jenis responden,
mentabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh responden.
59 Ibid, h. 274
39
1. Reduksi Data (Data Reduction)
Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, maka
perlu dicatat secara teliti dan rinci. Reduksi data merupakan proses berfikir
sensitif yang memerlukan kecerdasan dan keluasaan serta kedalaman
wawasan yang tinggi. Adapun data yang direduksi adalah berupa hasil
wawancara, angket dan dokumen. Dari seluruh hasil wawancara yang
dilakukan oleh penulis, ada beberapa data yang memang memiliki
kesamaan sehingga data tersebut tidak dicantumkan seluruhnya.
2. Penyajian Data (Data Display)
Setelah data direduksi maka selanjutnya ialah mendisplay data. Dalam
penelitian kualitatif penyajian data dapat dilakukan dalam uraian singkat,
bagan, hubungan antar kategori dan sebagainya. Dengan mendisplay data
dapat mempermudah untuk memahami apa yang terjadi dan melanjutkan
3. Visi, Misi dan Tujuan Pondok Pesantren Darus Sunnah
Visi dan misi dari Pondok Pesantren Darus Sunnah ialah sebagai
berikut:
a. Visi : mengkader ulama sejak usia dini
b. Misi : Menyelenggarakan pendidikan agama yang syamil (holistik)
berbasis:
1) Al-Quran dan hadis
2) Kitab kuning
3) Bahasa, sosial, seni dan budaya
4) Sains dan teknologi
5) Kewargaan dan keterampilan
Adapun tujuan didirikannya Pesantren Darus Sunnah ini adalah untuk
menyiapkan generasi yang memahami agama Islam yang benar
sebagaimana diamalkan salafus shalih. Pesantren ini juga mengembangkan
dan menyebarkan hadis serta ilmunya, baik dalam studi dan pengalaman.
Selain itu, Darus Sunnah juga memiliki prospek lulusan. Lulusan
santri diharapkan mampu:
a. Menguasai ilmu agama Islam secara holistik-komprehensif dengan
basis al-Quran hadis dan kitab kuning
b. Mampu berkomunikasi aktif dengan bahasa Arab dan Inggris
c. Memiliki hafalan al-Quran, hadis, dan kitab kuning
d. Istiqomah berakhlak mulia sesuai dengan tuntunan Rasulullah saw
e. Memiliki komitmen yang tinggi untuk berdakwah sesuai dengan
tuntunan Rasulullah saw (ihya’ al-sunnah).
4. Program Pembelajaran Pondok Pesantren Darus Sunnah
Program unggulan yang dimiliki oleh pesantren Darus Sunnah ialah:
64 Karakter Santri dalam Filosofi Darus Sunnah, http://darussunnah.id/karakter-santri-dalam-filosofi-logo-darus-sunnah-mengenang-1000-hari-wafatnya-sang-kiai/, diakses pada tanggal 26 September 2019 pukul 11.21
a. Integrated curriculum (pendidikan terintegrasi), yaitu pelajaran
diberikan secara holistik, berkaitan, berkesinambungan di Madrasah
dan asrama
b. Habitual curriculum (pembiasaan nilai-nilai), yaitu materi ajar bersifat
teoritik dan praktik untuk kemudian dibiasakan mengamalkan ajaran
Islam dalam kehidupan sehari-hari melalui program Ihya’ al-Sunnah.
c. Active learning (partisipatif-kolaboratif; sorogan), yaitu santri
dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran dan penanaman
nilai.
d. Multiple intellegences, yaitu santri ditumbuhkembangkan potensi
kecerdasannya
e. Life skill and vocational skill, yaitu santri dibekali keterampilan dan
keahlian yang kompetitif
f. Billingual, yaitu santri dibiasakan agar mampu berkomunikasi dan
berkarya dalam bahasa Arab dan Inggris.
5. Guru dan Staf Pondok Pesantren Darus Sunnah
Pesantren Darus Sunnah yang didirikan oleh K.H Mustafa Ali Yakub ini:
Tabel 4.1
Data Guru dan Staf Pesantren Darus Sunnah
No Jabatan Jumlah 1 Ketua Yayasan beserta staf jajarannya 5 2 Guru Yayasan 4 3 Guru Tetap 11 4 Guru Honorer 5 5 Staf Tata Usaha 1 6 Ketua Asrama 1 7 Musyrif 6 8 Pegawai Dapur 3 9 Pegawai Laundry 3 10 Security 3 11 OB 3
TOTAL 45
47
6. Data Santri Pesantren Darus Sunnah
Santri Pesantren Darus Sunnah terdiri dari Mahasantri yang berarti
tingkat mahasiswa dan mahasiswi serta santri tingkat Madrasah Pesantren
Darus Sunnah yang seluruhnya adalah santri laki-laki, yakni dengan
rincian sebagai berikut:
Tabel 4.2
Data Mahasantri Pesantren Darus Sunnah
No Tingkat Semester Jumlah
1 Mahasantri Tingkat I I dan II 44
2 Mahasantri Tingkat II III dan IV 44
3 Mahasantri Tingkat III IV dan V 44
4 Mahasantri Tingkat IV V dan VI 40
TOTAL 172
Tabel 4.3
Data Mahasantri berdasarkan Jenis Kelamin
No Mahasantri Jumlah
1 Mahasantri Putra 102
2 Mahasantri Putri 70
TOTAL 172
Tabel 4.4
Data Santri Madrasah Pesantren Darus Sunnah
No Tingkat Kelas Jumlah
1 Madrasah Tsanawiyah I 31 santri
2 Madrasah Tsanawiyah II 27 santri
3 Madrasah Tsanawiyah III 30 santri
4 Madrasah Aliyah IV 22 santri
5 Madrasah Aliyah V 22 santri
6 Madrasah Aliyah VI 16 santri
TOTAL 148 santri
48
7. Struktur Organisasi
Gambar 4.2 Struktur Organisasi dan Tata Kelola Madrasah Darus Sunnah
8. Sarana dan Prasarana Pesantren Darus Sunnah
Tabel 4.5 Sarana dan Prasarana Pesantren Darus Sunnah
No Jenis sarana prasarana Jml
Kondisi Kategori kerusakan Baik rusak ringan sedang berat
1 Ruang kelas 6 6 - - - -
2 Perpustakaan 1 1 - - - -
3 R. Pimpinan 1 1 - - - -
4 R. Guru 1 1 - - - -
5 R. Tata usaha 1 1 - - - -
6 Tempat ibadah 1 1 - - - -
7 R. UKS - - - - - -
8 Gudang 1 1 - - - -
9 Toilet Guru 4 4 1 - 1 -
10 Toilet Siswa 16 16 2 - 2 -
11 Tempat olah
raga 1 1 - - - -
49
12 R. Kantin 1 1 - - - -
13 R. Tamu 3 3 - - - -
14 Asrama siswa 5 5 - - - -
15 R. Koperasi 1 1 - - - -
16 R. Sekurity 1 1 - - - -
17 R. OB 1 1 - - - -
18 R. Pantry 1 1 - - - -
19 Mes/Rumah
Dinas Guru 6 6 - - - -
20 Lahan parkir 1 1 - - - -
21 Taman/RTH 7 7 - - - -
22 R. lab komputer 1 1 - - - -
23 Komp. Kantor 3 3 - - - -
24 Komputer lab 10 3 7 2 3 2
25 Student centre - - - - - -
26 R. Lab IPA - - - - - -
9. Kegiatan Santri di Pondok Pesantren Darus Sunnah
Kegiatan wajib santri yang diselengggarakan di Pesantren Darus
Sunnah ialah sebagai berikut:
1. Kegiatan wajib asrama
Kegiatan wajib asrama merupakan kegiatan yang dimulai dari
pukul 15.00 s.d 07.00 yang diatur oleh ketua asrama dan wali asuh.
Dalam setiap akan melakukan kegiatan pembelajaran, santri
melaksanakan apel terlebih dahulu, tujuannya ialah untuk mengetahui
kesiapan siswa dalam belajar dan biasanya pada kegiatan apel tersebut
merupakan waktu pemberian konsekuensi bagi santri yang melanggar.
Adapun apel yang dilaksankan berjumlah 5 kali dalam sehari. Kegiatan
tersebut ialah.
a. Shalat tahajjud yang diwajibkan bagi seluruh santri
50
b. Shalat lima waktu dilaksanakan secara berjamaah dan kemudian
membaca al-Quran (tadarus)
Gambar 4.3 Suasana berjamaah
c. Apel membaca nadzam-nadzam, diantaranya nadzam baiquniyah,
aqidatul awam, dan ta’lim mutaallim.
Kemudian, kegiatan selanjutnya diserahkan kepada pihak sekolah
sampai waktu asar tiba. Pukul empat sore merupakan kegiatan
wajib asrama kembali, yaitu:
d. Mengaji sore yang dilaksanakan pada pukul 17.00 sampai waktu
menjelang maghrib
e. Persiapan shalat berjamaah maghrib dengan membaca al-Quran,
kemudian shalat berjamaah maghrib
f. Mengaji tahsin al-Quran
Gambar 4.4 Suasana mengaji dan menghafal
51
g. Berjamaah isya
h. Makan malam
i. Apel persiapan mengaji
j. Mudzakarah yang dilaksanakan dari pukul 20.00-21.30
k. Apel persiapan istirahat, tujuannya untuk memastikan bahwa
semua santri berada di asrama
l. Istirahat tidur pada pukul 23.00
Gambar 4.5 Suasana apel malam membaca nadzam
2. Kegiatan wajib madrasah
Kegiatan wajib madrasah merupakan kegiatan wajib yang dimulai
pada pukul 07.00 s.d 15.00. Adapun kegiatan yang dilaksankan
diantaranya ialah:
a. Apel pagi sebelum melaksanakan pembelajaran
Gambar 4.6 Suasana apel pagi dan persiapan sekolah
52
b. Kegiatan belajar mengajar (KBM) yang dilaksanakan dari pukul
07.30 s.d 14.30
Gambar 4.7 Suasana kegiatan belajar mengajar
3. Kegiatan ekstrakurikuler
Kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan tambahan yang bertujuan
untuk mengembangkan minat dan bakat santri di luar bidang
akademik. Kegiatan ekstrakurikuler ini diwajibkan bagi santri minimal
1 orang mengikuti satu ekskul. Waktu pelaksanaannya dilakukan setiap
hari Rabu dan Jumat. Adapun ekstrakurikuler yang ada di Madrasah
Darus Sunnah ini ialah:
a. Pramuka
b. Kaligrafi
c. Public speaking
d. Pencak silat
e. Marawis
f. Hadroh
g. Qori
h. Lembaga pers santri
i. Multimedia vidiografi
53
Gambar 4.8 Salah satu kegiatan ekstrakurikuler
10. Tata Tertib dan Peraturan
Tata tertib ini merupakan tata tertib yang diberlakukan bagi
Mahasantri yang terdiri dari kewajiban santri, peringatan, dan bentuk
hukuman.
a. Kewajiban Santri
Kewajiban santri ialah menjaga akhlak dan mematuhi terhadap
seluruh peraturan yang berlaku
1) Menetap di pesantren
2) Istiqomah dalam mengikuti pelajaran yang ada di pesantren
3) Berusaha menjaga akhlak dan berjamaah
4) Menjaga kebersihan, keindahan dan segala hal yang menyangkut
jasmani dan lingkungan pesantren
5) Berpakaian bersih dan rapi
6) Membayar SPP tepat waktu
7) Wajib menggunakan dua bahasa (Arab-Inggris)
b. Peringatan
1) Pelanggaran Ringan
a) Terlambat belajar (mudzakarah dan halaqah)
b) Menonton televisi pada waktu belajar dan shalat berjamaah
c) Bertengkar, berkelahi atau berbicara tidak baik
d) Membawa tamu ke kamar
54
e) Ghosob
f) Mengambil barang-barang secara berlebihan
g) Menggunakan fasilitas yang dilarang pesantren
h) Membuang sampah sembarangan
i) Keluar masuk pesantren lebih dari pukul 23.00 WIB
2) Pelanggaran Sedang
a) Membawa barang-barang elektronik atau alat musik (misal
gitar dll)
b) Menginap di kosan orang lain
c) Tidak mematuhi kewajiban dan tidak menjaga kebersihan
3) Pelanggaran Berat
a) Ghoib lebih dari dua kali
b) Merokok di pesantren
c) Melakukan kekerasan dan alat tajam
c. Hukuman
1) Untuk pelanggaran ringan diberikan peringatan dengan nasihat
2) Untuk pelanggaran sedang diberikan SP
3) Untuk pelanggaran berat yaitu diserahkan kepada khadimul
ma’had atau dikeluarkan secara wajib.
Adapun Tata tertib yang diberlakukan bagi santri tingkat Madrasah di
Pesantren Darus Sunnah bersifat tidak tertulis. Tata tertib ini dibuat
berdasarkan kesepakatan bersama antara guru, pengurus, dan santri. Hal
itu berdasarkan pesan dari pendiri yang tidak memperbolehkan adanya
peraturan tertulis karena dikhawatirkan tidak relevan dan adanya
ketidakkonsistenan dari pengurus itu sendiri.
Adapun konsekuensi diberikan sesuai dengan pelanggaran-pelanggaran
yang dilakukan. Dalam memberikan konsekuensi, Darus Sunnah
menggunakan sistem kekeluargaan, dimana dalam hal ini melibatkan
seluruh pihak untuk mendidik anak-anak. Orang tua menitipkan anaknya
di Pesantren bukan berarti lepas tangan, namun orang tua tetap dilibatkan
55
untuk mendidik anak dan diberitahukan perkembangan anaknya termasuk
dalam hal memberikan konsekuensi.
Adapun beberapa kewajiban yang harus ditaati santri ialah sebagai
berikut:
a. Kegiatan belajar mengajar
1) Melaksanakan apel setiap akan melangsungkan kegiatan
1) Melaksanakan shalat lima waktu secara berjamaah
2) Wajib melaksanakan shalat tahajud dan dhuha
3) Wajib melaksanakan puasa sunnah senin dan kamis
4) Tadarus setiap selesai melaksanakan shalat secara bersama65
c. Aktivitas di Sekolah
1) Santri harus mengikuti Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) yang
telah ditentukan
2) Wajib berseragam
3) Memiliki kitab pegangan
4) Saat KBM tidak diperkenankan keluar masuk kelas tanpa izin
5) Mematuhi instruksi dari pengajar
6) Tidak diperkenankan memakai buku, kitab dan baju yang bukan
miliknya
7) Santri tidak diperkenankan membawa makanan ke dalam kelas,
kecuali air putih.66
d. Keorganisasian
1) Setiap anak harus mengikuti minimal satu ekstrakurikuler
65 Hasil Wawancara dengan ust Subkhan Makhsuni, Ketua Asrama, pada tanggal 6 September 2019 pukul 14.00 66 Hasil wawancara bersama ust Tubagus, Waka Kesiswaan, pada tanggal 11 September 2019 pukul 09.00
56
2) Setiap angkatan harus ada perwakilan untuk menjadi anggota
ISDAR (Ikatan Santri Darus Sunnah
e. Aktivitas di Asrama
1) Mengaji tepat waktu, yaitu pada waktu setelah shalat subuh,
mengaji tahsin selepas maghrib dan mudzakarah pada pukul 20.00-
21.30
2) Waktu istirahat pada pukul 23.00
3) Tidak diperkenankan membawa barang elektronik seperti
handphone, musik box dan laptop, kecuali kamera
4) Santri hanya diperkenankan mambawa baju 10 potong
5) Dilarang membawa jeans
6) Harus menjaga kebersihan
7) Harus melaksanakan jadwal piket yang telah ditentukan 2 kali
dalam sehari yakni setelah subuh dan setelah asar
8) Melaksanakan piket besar yaitu setiap hari Jumat pagi
9) Harus menggunakan bahasa Arab dan Inggris, dengan pembagian
Sabtu sampai Senin menggunakan bahasa Arab dan Selasa sampai
Rabu menggunakan bahasa Inggris
f. Kunjungan dan Perizinan
1) Kunjungan boleh dilakukan setiap hari selain waktu pembelajaran
2) Perizinan pulang hanya diperbolehkan 3 hari dalam satu semester
dengan mempertimbangkan alasannya
3) Mengajukan perizinan pulang hanya kepada ketua asrama
4) Perizinan keluar yang masih dalam lingkungan Ciputat boleh
kepada wali asuh/pembina kamar
5) Teknis perizinan; harus membawa paspor yaitu kartu izin yang
akan diisi oleh pengurus dan diberikan kepada satpam kemudian
57
diambil setelah kembali lagi ke pesantren sesuai dengan waktu
yang telah ditentukan.67
B. Hasil Penelitian dan Penemuan
1. Penerapan Reward dan Punishment dalam Pendidikan di Pesantren
Darus Sunnah
Darus Sunnah merupakan sebuah lembaga pendidikan pesantren yang
di dalamnya terdapat beberapa tingkatan, yaitu tingkat mahasiswa yang
merupakan dasar awal berdirinya Darus Sunnah dan tingkat madrasah;
MTs dan MA yang dalam pelaksanaannya, keduanya merupakan satu
paket selama enam tahun. Sehingga penyebutannya pun dimulai dari kelas
I, II, III, IV, V dan VI. Pada awal pembentukannya, Madrasah Darus
Sunnah sepakat untuk menggunakan sistem multiple intellegences yang
dipopulerkan oleh Howard Gardner.
Adapun dalam pelaksanaannya, Darus Sunnah kurang lebih
menggunakan sistem multiple intellegences yang diambil dari Munif
Chatib. Sistem multiple intellegences ini percaya bahwa setiap anak itu
cerdas, dan tentunya kecerdasan ini menempati kecerdasannya masing-
masing, ada anak yang memiliki kecerdasan logika-matematika, bahasa,
musikal, visual-spasial, kinestetik, interpersonal, intrapersonal, dan
natural. Semua keberagaman itu tentunya harus dikembangkan, jangan
sampai guru mematikan minat dan bakat anak hanya karena guru menilai
dari satu sisi tanpa mengetahui sisi kecerdasan lainnya dari seorang anak.
Setiap manusia yang terlahir ke dunia ini dalam keadaan yang
berbeda-beda. Perbedaan genetik itu tentunya juga ditambah dengan
pengaruh lingkungan keluarga, pendidikan, masyarakat dan lingkungan
lainnya. Oleh sebab itu, dari kombinasi perbedaan genetik dan perbedaan
pengalaman hidup tersebut mentransformsi seorang manusia menjadi
individu yang memiliki karakter dasar (potensi, minat dan bakat) yang
67 Hasil wawancara dengan Ust Subkhan Mahsuni, ketua asrama, pada tanggal 6 September pukul 14.00
58
unik. Artinya tidak ada seorang manusia pun di dunia ini yang memiliki
karakteristik yang benar-benar sama.68
Dalam penelitian yang saya lakukan ini mengenai penumbuhan
karakter santri melalui pemberian reward dan punishment. Dengan
keadaan yang berbeda-beda tersebut seperti yang telah dikemukakan oleh
Munif Chatib, saya ingin meneliti sebuah lingkungan pesantren yang mana
karakter anak tersebut sudah terbentuk sebelumnya. Artinya apakah upaya
dalam pemberian reward dan punishment di Darus Sunnah dapat
membantu dalam penumbuhan karakter.
a. Reward di Pesantren Darus Sunnah
Adapun dalam pemberian reward, Darus Sunnah memiliki
berbagai cara, baik reward berupa materi ataupun pujian. Namun
dalam pemberian reward ini diberikan hanya ketika ada kegiatan-
kegiatan tertentu, diantaranya seperti lomba-lomba yang merupakan
sebuah wadah bagi santri untuk belajar. Darus Sunnah sendiri tidak
menggunakan sistem rangking atau peringkat, karena guru-guru
sepakat bahwa anak memiliki kecerdasannya masing-masing, maka
dari itu jika ada anak yang kurang dalam bidang pelajaran maka guru
berusaha mencari letak kecerdasan anak tersebut. Hal itu sesuai dengan
hasil wawancara dengan ust Hanifudiin yang menyatakan bahwa:
“Bentuk reward yang diberlakukan memang tidak terlalu ditonjolkan karena di sini tidak diberlakukan reward berupa peringkat, hal itu bertujuan untuk mengikis persepsi bahwa kepintaran itu hanya diukur dengan nilai-nilai berupa angka. Namun di sini kita selalu berusaha bagaimana anak sebandel atau selambat apapun dalam menerima pelajaran kita mencari sisi mana yang bisa diberi reward, hal itu tentunya kembali kepada konsekuensi dari multiple intellegences.”69
Reward yang diberikan kepada santri harus mampu
mengembangkan karakter santri. Adapun bentuk-bentuk reward yang
biasa diberikan di Darus Sunnah seperti:
68 Munif Chatib, Sekolahnya Manusia, (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2019), Edisi ketiga, cet. 1, h. 11 69 Hasil Wawancara dengan ustadz Hanif, pada tanggal 9 Agustus 2019, pukul 10.00 WIB
59
a) Pujian; memberikan ucapan selamat, menjadi contoh yang baik
bagi teman-teman, pandai dan rajin dalam belajar, dan lain
sebagainya.
b) Perlakuan; seperti mempersilahkan barisan terapi ketika untuk
masuk kelas terlebih dahulu saat apel.
c) Hadiah; uang, barang, makanan, tasyakuran, sertifikat dan wisuda.
Pemberian sebuah reward hanya dilakukan ketika ada momen-
momen tertentu saja, seperti biasanya pesantren mewadahinya melalui
kegiatan wisuda amsilati yang dikhususkan bagi santri kelas 1 yang
telah menyelesaikan amsilati, kegiatan lomba-lomba maupun pujian
yang diberikan kepada anak-anak yang sepantasnya mendapatkan
pujian. Reward tersebut bisa diberikan oleh siapa saja, seperti dari
guru-guru maupun sikap dari teman-teman.
Gambar 4.9 Salah satu kegiatan lomba Muharram
b. Punishment di Pesantren Darus Sunnah
Setiap lembaga pendidikan, baik formal maupun non formal pasti
memiliki sebuah peraturan atau tata tertib yang harus ditaati oleh
peserta didik. Hal itu tentunya bertujuan untuk mendisiplinkan peserta
didik dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran, terlebih pesantren
merupakan kegiatan proses pembelajaran 24 jam yang segalanya diatur
dan dikondisikan.
Tata tertib yang berlaku di Pesantren Darus Sunnah berupa tata
tertib tertulis dan non tulis. Adapun tata tertib yang diterapkan bagi
60
santri madrasah ialah tata tertib yang tidak tertulis. Tata tertib yang
diberlakukan di pesantren ini bersifat kekeluargaan yang dalam
pelaksanaanya selalu melibatkan berbagai pihak, yaitu ustad, santri dan
orang tua. Sehingga tata tertib tersebut pun dibentuk dan disusun
berdasarkan kesepakatan bersama.
Hal itu berdasarkan wawancara dengan ketua asrama, yakni
Ustadz Subkhan yang menyatakan bahwa:
“Tata tertib yang diberlakukan di Pesantren Darus Sunnah bersifat tidak tertulis. Tata tertib ini dibuat berdasarkan kesepakatan bersama antara guru, pengurus, dan santri. Hal itu berdasarkan pesan dari pendiri yang tidak memperbolehkan adanya peraturan tertulis karena dikhawatirkan tidak relevan dan ketidakkonsistenan dari pengurus itu sendiri. Adapun untuk konsekuensi yang diberikan berdasarkan pelanggaran-pelanggarannya. Dalam memberikan konsekuensi, Darus Sunnah menggunakan sistem parenting, dimana dalam hal ini melibatkan semua pihak untuk mendidik anak-anak. Orang tua menitipkan anaknya di Pesantren bukan berarti lepas tangan, namun orang tua tetap dilibatkan untuk mendidik anak dan diberitahukan perkembangan anaknya termasuk dalam hal memberikan konsekuensi. Di satu sisi tentunya sangat memberatkan bagi kita, karena tidak semua orang tua mendukung apa yang dilakukan pesantren.”70
Dalam penerapan punishment, seperti yang dikemukakan oleh
salah satu ustadz Darsun, yaitu Ust. Hanif pada tanggal 9 Agustus
2019 pukul 10.00 WIB bahwa:
“Punishment yang diberlakukan untuk santri tidak menerapkan hukuman fisik. Meskipun pernah dalam satu kali terjadi sebuah hukuman fisik yang diberikan oleh OSIS yang dikenal dengan ISDAR (Ikatan Santri Darus Sunnah), dalam hal ini tidak menyebabkan luka berlebihan terbukti setelah menjalani pemeriksaan oleh dokter. Adanya hal tersebut tentunya mendapatkan komplain dari orang tua. Dengan adanya kejadian tersebut, para guru atau ustadz sepakat dan berkomitmen secara normatif tidak memberikan hukuman-hukuman fisik kepada para santrinya. Meskipun ada pasti langsung mendapatkan teguran dan
70 Hasil Wawancara dengan ustadz Subkhan Makhsuni, ketua asrama, pada tanggal 6 September 2019, pukul 13.00 WIB
61
terbukti orang tuapun tidak mendapatkan keluhan apapun dari anaknya.71
Punishment yang diberikan harus mampu memperbaiki sikap
santri dan berdasarkan kesepakatan bersama. Adapun bentuk-bentuk
punishment yang biasa diterapkan di Darus Sunnah seperti:
1) Teguran
2) Membaca al-quran 1 juz di lapangan
3) Menghafal mufradat
4) Jika telat meminta maaf ke kelas lain
5) Membersihkan area tertentu
6) Membereskan Al-Quran
7) Menulis shalawat dan ayat Al-Quran
8) Membuat cerpen atau puisi
9) Push up
10) Dibotak
11) Denda
Dalam penerapan punishment, hendaknya diberikan secara
langsung, yakni ketika santri tersebut melakukan kesalahan maka saat
itu juga santri diberikan konsekuensi. Hal itu disebabkan karena jika
punishment tersebut ditunda maka santri tersebut akan merasa aman
dan berpotensi bisa melakukan kesalahan kembali. Adapun pihak
yang berwenang dalam memberikan konsekuensi ialah kepala sekolah,
waka kesiswaan, ketua asrama dan guru-guru.
Pemberian punishment ini juga diserahkan kepada sebuah
organisasi santri yang disebut dengan ISDAR (Ikatan Santri Darus
Sunnah) setara dengan OSIS di sekolah-sekolah umum. ISDAR ini
beranggotakan kelas 5 dan 6 yang terdiri dari beberapa bagian yakni
bagian ta’lim, bahasa, ubudiyah, keamanan, dan kebersihan . Sehingga
dalam pembagian pemberian hukuman, ada beberapa kegiatan yang
diserahkan oleh ustadz kepada pengurus ISDAR yakni untuk kelas I,
71 Hasil Wawancara dengan ustadz Hanif, pada tanggal 9 Agustus 2019, pukul 10.00 WIB
62
II, III dan IV. Sedangkan bagi kelas V dan VI ditangani secara
langsung oleh ustadz.
Gambar 4.10 Suasana Pemberian Punishment
Gambar 4.11 Suasana Pemberian Punishment
Gambar 4.12 Suasana Pemberian Punishment
Salah satu kelemahan pada tata tertib yang diberlakukan di
pesantren Darus Sunnah ini ialah tata tertib tersebut tidak tertulis dan
63
didokumentasikan sehingga dikhawatirkan akan melemahkan guru
atau pendidik ketika konsekuensi diberikan kepada santri.
2. Penumbuhan Karakter melalui Reward dan Punishment
Karakter santri dapat ditumbuhkan melalui berbagai macam cara,
salah satunya adalah dengan menerapkan reward dan punishment. Hal itu
sejalan dengan hasil wawancara yang dilakukan ke bebarapa guru, ketua
asrama, dan waka kesiswaan bahwa semuanya sepakat dengan pentingnya
menumbuhkan karakter santri, terlebih pesantren merupakan lembaga
yang berorientasi pada penumbuhan akhlak melalui pendekatan-
pendekatan spiritual, intelektual, emosional dan sosial. Para narasumber
pun sepakat bahwa reward dan punishment mempunyai peran penting
dalam menumbuhkan karakter anak, di samping beberapa upaya yang
dilakukan seperti memberikan pengarajan dan pengarahan, memberikan
contoh atau tauladan, teguran yang dilakukan secara berulang, mengulang-
ulang nasehat, ancaman, dan lain sebagainya.
Reward dan punishment bisa menjadi sebuah upaya yang bisa
menumbuhkan karakter santri karena anak-anak membutuhkan stimulus
untuk hal-hal yang baik salah satunya dengan reward apalagi jiwa-jiwa
masih mempunyai jiwa persaingan dan kecemburuan. Memberikan reward
pun harus sangat hati-hati, jangan sampai meninggikan satu dan
menjatuhkan anak lain. Reward yang diberikan tentunya harus ada unsur
keseluruhan. Sedangkan punishment itu sangat membantu untuk
menyadarkan dan memberikan pemahaman kepada mereka tentang
kesalahannya.72
Bentuk-bentuk reward dan punishment yang diberikan kepada santri
tentunya bukan hal yang bisa melumpuhkan apalagi mematikan potensi
santri. Sebaliknya reward dan punishment yang diterapkan harus
memberikan pengaruh bagi karakter santri. Terlebih dalam pemberian
punishment harus disesuaikan dengan kesalahan santri. Meskipun memang
72 Hasil wawancara dengan ust Subkhan Mahsuni, ketua asrama, pada tanggal 6 September pukul 14.00
64
dalam penerapan reward dan punishment ini tentunya menimbulkan sikap
dan respon santri yang berbeda-beda. Ada santri yang ketika mendapatkan
reward, ia merasa senang karena usaha yang ia kerjakan dengan susah
payah mendapatkan hasil meskipun hanya dengan sebuah pujian hal itu
tentu bisa menjadikan akan lebih semangat dalam belajar maupun
melakukan kebaikan-kebaikan lainnya.
Selain itu ada pula santri yang biasa-biasa saja dan bahkan
menganggap bahwa reward itu tidak terlalu perlu, mengingat ada beberapa
dampak seperti si penerima reward akan melakukan hal-hal tertentu jika
mendapatkan reward saja ataupun si penerima reward akan dijauhi teman-
temannya dalam waktu sesaat.73 Namun di samping itu, tentunya santri
lain merasa termotivasi untuk melakukan hal-hal baik dan lebih rajin dan
giat dalam belajar.
Dalam menerima punishment pun demikian, ada berbagai macam
sikap dan respon santri, seperti ada yang merespon dengan biasa saja,
menyesali dengan benar-benar dan tidak melakukan kembali, marah dan
tidak terima, ada pula yang tetap mengulangi hal yang sama. Sayangnya,
dalam penerapan punishment ini perubahan sikap anak setelah
mendapatkan hukuman itu tentu ada perubahan, namun perubahannya
tersebut ada yang bisa bertahan dan tidak mengulanginya kembali ada juga
yang hanya bisa bertahan dalam jangka waktu 5 sampai 7 hari. Hal itu
berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa santri yang menyatakan
bahwa dia akan merasa jera ketika mendapatkan punishment dan enggan
untuk melakukan kesalahan lagi, dan ada beberapa pelanggaran yang bisa
dilakukan kembali dan biasanya itu hanya bertahan dalam jangka waktu 1
minggu. Namun, hal positif dari penerapan punishment ini apabila
konsekuensi bukan hanya berdampak pada santri yang menerima
punishment saja namun bisa juga berdampak kepada santri-santri lain, di
73 Hasil wawancara dengan Muhammad Rifki, santri kelas III Madrasah, pada tanggal 14 September pukul 13.10 WIB
65
mana hal itu bisa menjadi sebuah pelajaran agar santri tidak melakukan hal
yang sama.
Terlepas dari respon dan sikap santri yang beragam, setiap pendidik
harus menyadari bahwa dalam menumbuhkan karakter anak yang baik
harus melalui proses yang panjang, tidak serta merta santri bisa berubah
saat itu juga. Pendidik juga harus melihat dari sisi pertumbuhan dan
perkembangan anak agar pendidik mampu memperlakukan anak dengan
cara yang sesuai pula. Dan tentunya melalui proses yang panjang itu,
pendidik tidak boleh putus asa dan harus tetap mengarahkan dan
menyadarkan santri.
Nilai-nilai karakter yang tumbuh dari penerapan reward dan
punishment ialah sebagai berikut:
a. Disiplin
Karakter ini tercermin dari sikap santri ketika dalam penerapan
punishment. Santri akan lebih menaati peraturan dan ada efek jera
ketika santri mendapatkan punishment. Sehingga hal itu menjadi salah
satu cara untuk mendisiplinkan santri di Pesantren Darus Sunnah.
b. Tanggung jawab
Karakter tangggung jawab ini juga merupakan sebuah sikap yang
tercermin dari penerapan punishment. Santri yang mampu menerima
segala konsekuensi dari apa yang telah dilakukannya merupakan
sebuah sikap tanggung jawab yang sangat diperlukan bagi setiap santri.
Santri suka rela dalam menerima konsekuensi atas apa yang telah
dilakukannya karena hal itu memang sudah disepakati terlebih dahulu.
c. Jujur
Karakter jujur merupakan sebuah sikap yang tercermin dari penerapan
reward dan punishment. Santri akan lebih menghargai usahanya
sendiri karena setiap usaha yang ia lakukan akan menjadi sebuah
penilaian yang mana penilaian-penilaian itu dapat dilihat dari berbagai
aspek kecerdasan anak bukan semata-mata sehingga hal itu bisa
menumbuhkan karakter jujur dari santri. Sedangkan dari punishment
66
sendiri santri akan bersikap jujur dengan mengakui kesalahan yang
telah ia perbuat. Hal ini tercermin ketika santri tidak menggunakan
bahasa Arab-Inggris dalam kesehariannya. Seperti hasil wawancara
dengan salah satu pengurus ISDAR (Ikatan Santri Darus Sunnah)
ketika santri sedang dihukum saya bertanya mengenai bagaimana cara
mengetahui santri ini melanggar bahasa.
“Dalam hal ini kita mengandalkan kejujuran dari santri ka. Selepas shalat dhuhur biasanya kami meminta santri yang melanggar bahasa untuk berdiri ke depan, dan hasilnya mereka memang jujur bisa dilihat banyak santri yang dihukum di depan ini adalah karena kejujuran mereka.”74
Meskipun memang dalam hal ini ada saja beberapa santri yang ketika
melanggar tidak berlaku jujur seperti hasil wawancara dengan salah
satu santri yang mengatakan bahwa
“Pernah, seperti main warnet, pulang karena tidak izin. Hukumannya ke warnet push up, sedangkan untuk pulang tidak pernah dihukum karena tidak ketahuan bahkan teman-teman tau namun tidak melaporkannya. Dan ketika saya kembali ke pesantren, merasa aman-aman saja.”75
Dalam hal ini tentunya karena ada unsur kelalaian dari pengurus atau
ustadz yang tidak jeli ketika ada santri yang melanggar keluar
pesantren. Sehingga ketika santri melanggar dan tidak dihukum santri
tersebut akan merasa aman.
d. Sabar
Karakter sabar ini merupakan sebuah sikap yang tercermin dari
penerapan reward dan punishment. Artinya, santri harus sabar dalam
mengerjakan kebaikan maupun sabar dalam menerima konsekuensi.
Hal ini juga terlihat ketika santri suka rela melaksanakan hukuman
yang diberikan oleh ustadz maupun ISDAR.
74 Hasil Wawancara dengan Maksum, Pengurus ISDAR, pada tanggal 17 Oktober 2019 pukul 14.00 75 Hasil wawancara dengan Fadli, santri kelas III, pada tanggal 14 September 2019 pukul 13.00
67
e. Semangat
Karakter semangat ini merupakan sebuah sikap yang tercermin dari
penerapan reward. Santri akan merasa semangat dan termotivasi ketika
melihat temannya mendapatkan reward. Seperti santri merasa
semangat ketika menghafal dan belajar amsilati karena di akhir tahun
bagi santri kelas 1 yang telah menyelesaikan hafalannya maka ia
diikutsertakan dalam kegiatan wisuda amsilati.
f. Mandiri
Karakter mandiri ini merupakan sebuah sikap yang tercermin dari
seorang santri, di mana santri selama 24 jam melakukan segala hal
dengan mandiri dan jauh dari orang tua. Salah satunya melalui
penerapan reward dan punishment, santri akan melakukan segala hal
dengan dengan menaati semua peraturan dan tata tertib pesantren.
Salah satu hal yang menarik dari kemandirian ini adalah terlihat dari
salah satu santri yang dia merupakan Anak Berkebutuhan Khusus
(ABK). Sebelum di pesantren, anak tersebut tergolong sangat malas
mengganti pakaian saat pulang sekolah namun ketika sudah di
pesantren perubahan itu terlihat dari anak tersebut selalu mengganti
pakaiannya sendiri.
3. Efektivitas Pemberian Reward dan Punishment dalam Menumbuhkan
Karakter
Efektivitas adalah pencapaian tujuan secara tepat atau memilih tujuan-
tujuan yang tepat dari serangkaian alternatif atau pilihan cara dan
menentukan pilihan dari beberapa pilihan lainnya. Efektivitas bisa
diartikan sebagai pengukuran keberhasilan dalam pencapaian tujuan-tujuan
yang telah ditentukan.
Untuk memperoleh data mengenai efektivitas pemberian reward dan
punishment dalam menumbuhkan karakter mulia santri ini, peneliti
menyebarkan angket kepada 83 responden yang seluruhnya merupakan
santri Madrasah Tsanawiyah. Angket ini terdiri dari 15 pertanyaan berupa
68
angket tertutup. Seluruh data dari angket ini dianalisis dengan
menggunakan teknik analisis deskriptif yakni dari semua data yang
diperoleh disusun ke dalam tabel melalui perhitungan distribusi frekuensi
menggunakan presentase. Perhitungan presentasi tersebut ialah:
Keterangan:
P : Persentase
f : Frekuensi
n : Jumlah
Adapun hasil dari penelitian ini adalah sebagai berikut
Tabel 4.6
Kegiatan Santri
No Alternatif Jawaban Frekuensi
(f)
Persentase
(%)
1 Apakah anda sering
terlambat masuk
kelas/mengaji?
a. Sering
b. Kadang-kadang
c. Tidak pernah
d. Tidak ada jawaban
2
58
23
-
2%
70%
28%
-
Jumlah 83 100%
2 Apakah anda memakai
seragam sesuai dengan
peraturan sekolah?
a. Sering
b. Kadang-kadang
c. Tidak pernah
d. Tidak ada jawaban
65
15
3
-
78%
18%
4%
-
P = f x 100 n
69
Jumlah 83 100%
3 Apakah anda selalu
melaksanakan shalat
berjamaah?
a. Sering
b. Kadang-kadang
c. Tidak pernah
d. Tidak ada jawaban
61
21
1
73%
25%
1%
Jumlah 83 100%
Sumber : Pernyataan angket no.1 s.d 3
Berdasarkan tabel di atas, tanggapan responden terhadap pertanyaan
mengenai “Apakah anda sering terlambat masuk kelas/mengaji?” bahwa
yang menyatakan sering terlambat berjumlah 2 orang (2%), kadang-
kadang 58 orang (70%) dan tidak pernah 23 orang (28%), dengan
demikian mayoritas responden menyatakan kadang-kadang terlambat
masuk kelas. Sehingga dalam hal ini kedisiplinan santri masih harus
diperbaiki dengan cara lebih ditekankan lagi dalam hal kedisiplinan.
Adapun tanggapan responden terhadap pertanyaan mengenai
kesesuaian dalam berseragam bahwa yang menyatakan sering berjumlah
65 orang (78%), kadang-kadang 15 orang (18%) dan tidak pernah 3 orang
(4%), dengan demikian mayoritas responden menyatakan sering yang
berarti santri selalu menggunakan seragam dalam setiap pembelajaran di
Madrasah. Sehingga dalam hal ini kedisiplinan santri dalam hal
berseragam dinilai baik.
Sedangkan tanggapan responden terhadap pertanyaan mengenai
pelaksanaan shalat berjamaah diperoleh bahwa yang menyatakan sering
berjumlah 61 orang (73%), kadang-kadang 21 orang (25%) dan tidak
pernah 1 orang (1%), dengan demikian mayoritas responden menyatakan
sering yang berarti santri selalu melaksanakan shalat berjamaah yang
memang sudah menjadi kewajiban dalam peraturan di Pesantren. Terlebih
70
dalam hal ini jika santri yang tidak berjamaah maka akan dikenakan
sanksi.
Dari ketiga pertanyaan mengenai kegiatan santri ini, tentunya
berhubungan dengan peraturan yang telah ditetapkan oleh Pesantren yang
dalam hal ini berdasarkan kesepakatan bersama. Oleh karena itu, dari hasil
presentase tersebut santri menyadari akan kewajibannya selama di
Pesantren sehingga peranan peraturan itu sendiri sangat berarti untuk
mendisiplinkan santri.
Cara mendisiplinkan ialah melalui tindakan dan ucapan. Disiplin
melibatkan tindakan dengan menjadi tauladan bagi anak-anak serta disiplin
melibatkan ucapan yang biasanya mengacu pada kata-kata yang bersifat
korektif, memperbaiki, memilih kata-kata yang baik dan tidak
menjatuhkan harga diri anak.76
Tabel 4.7
Karakter dan Respon Santri
No Alternatif Jawaban Frekuensi
(f)
Persentase
(%)
4 Apakah anda merasa kesal
ketika mendapat hukuman?
a. Sering
b. Kadang-kadang
c. Tidak pernah
d. Tidak ada jawaban
7
61
15
-
8%
73%
18%
-
Jumlah 83 100%
5 Apakah anda pernah tidak
mengakui kesalahan?
a. Sering
b. Kadang-kadang
3
59
4%
71%
76 Ngainun Naim, Character Building, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), cet. 1, h. 144
71
c. Tidak pernah
d. Tidak ada jawaban
21
-
25%
-
Jumlah 83 100%
Sumber : Pernyataan angket no.4 dan 5
Berdasarkan tabel di atas, tanggapan responden terhadap pertanyaan
mengenai “Apakah anda merasa kesal ketika mendapat hukuman?” bahwa
yang menyatakan sering berjumlah 7 orang (8%), kadang-kadang 61
orang (73%) dan tidak pernah 15 orang (18%), dengan demikian mayoritas
responden menyatakan kadang-kadang yang berarti tidak selamanya santri
menerima dan menyadari hukuman yang diberikan atas kesalahannya itu
adalah untuk menumbuhkan karakter yang baik dalam diri santri itu
sendiri.
Sedangkan tanggapan responden terhadap pertanyaan mengenai
“Apakah anda pernah tidak mengakui kesalahan?” bahwa yang
menyatakan sering berjumlah 3 orang (4%), kadang-kadang 59 orang
(71%) dan tidak pernah 21 orang (25%), dengan demikian mayoritas
responden menyatakan kadang-kadang yang berarti santri kadang-kadang
selalu mengakui kesalahan yang telah diperbuatnya. Dalam hal ini
mengenai kejujuran santri yang juga pernah disinggung dalam wawancara
yang dilakukan bersama pengurus ISDAR bagian kebahasaan yang
menyatakan bahwa untuk mengetahui apakah mereka menggunakan
bahasa yang telah ditentukan Pesantren yakni bahasa Arab-Inggris tersebut
ialah melalui kejujuran santri itu sendiri. Hal ini menurut saya adalah hal
yang baik bagi melatih kejujuran santri.
Tabel 4.8
Konsistensi Guru
No Alternatif Jawaban Frekuensi
(f)
Persentase
(%)
72
6 Apakah guru/ustad selalu
memberikan reward dan
punishment ketika anda
mendapatkan prestasi
ataupun kesalahan?
a. Sering
b. Kadang-kadang
c. Tidak pernah
d. Tidak ada jawaban
24
57
2
-
29%
69%
2%
-
Jumlah 83 100%
7 Apakah setiap guru/ustad
selalu sama dalam
memberikan reward dan
punishment?
a. Sering
b. Kadang-kadang
c. Tidak pernah
d. Tidak ada jawaban
10
56
16
1
12%
67%
19%
1%
Jumlah 83 100%
Sumber : Pernyataan angket no.6 dan 7
Berdasarkan tabel di atas, tanggapan responden terhadap pertanyaan
mengenai “Apakah guru/ustad selalu memberikan reward dan punishment
ketika anda mendapatkan prestasi ataupun kesalahan?” bahwa yang
menyatakan sering berjumlah 24 orang (29%), kadang-kadang 57 orang
(69%) dan tidak pernah 2 orang (2%), dengan demikian mayoritas
responden menyatakan bahwa guru/ustad kadang-kadang memberikan
reward dan punishment. Dalam hal ini konsistensi pemberian reward dan
punishment harus dilakukan sesuai dengan kebutuhannya.
Sedangkan tanggapan responden terhadap pertanyaan mengenai
“Apakah setiap guru/ustad selalu sama dalam memberikan reward dan
73
punishment?” bahwa yang menyatakan sering berjumlah 10 orang (12%),
kadang-kadang 56 orang (67%), tidak pernah 16 orang (19%) dan 1 orang
(1%) tidak memberikan jawaban, dengan demikian mayoritas responden
menyatakan bahwa kadang-kadang setiap guru/ustad memiliki cara dan
bentuk yang sama dalam memberikan reward dan punishment.
Tabel 4.9
Arahan dan Bimbingan Guru
No Alternatif Jawaban Frekuensi
(f)
Persentase
(%)
8 Apakah guru/ustad selalu
menasehati ketika anda
melakukan kesalahan??
a. Sering
b. Kadang-kadang
c. Tidak pernah
d. Tidak ada jawaban
72
10
1
-
87%
12%
1%
-
Jumlah 83 100%
9 Apakah anda selalu
diberikan pemahaman
tentang kesalahan anda
ketika mendapat hukuman?
a. Sering
b. Kadang-kadang
c. Tidak pernah
d. Tidak ada jawaban
51
29
2
1
61%
35%
2%
1%
Jumlah 83 100%
Sumber : Pernyataan angket no.8 dan 9
Berdasarkan tabel di atas, tanggapan responden terhadap pertanyaan
mengenai “Apakah guru/ustad selalu menasehati ketika anda melakukan
kesalahan?” bahwa yang menyatakan sering berjumlah 72 orang (87%),
74
kadang-kadang 10 orang (12%) dan tidak pernah 1 orang (1%), dengan
demikian mayoritas responden menyatakan bahwa setiap guru/ustad selalu
menasehati santri ketika mereka melakukan kesalahan.
Sedangkan tanggapan responden terhadap pertanyaan mengenai
“Apakah anda selalu diberikan pemahaman tentang kesalahan anda ketika
mendapat hukuman?” bahwa yang menyatakan sering berjumlah 51 orang
(61%), kadang-kadang 29 orang (35%), tidak pernah 2 orang (2%) dan 1
orang (1%) tidak memberikan jawaban, dengan demikian mayoritas
responden menyatakan bahwa guru/ustad tidak hanya memberikan
hukuman ketika santri melakukan kesalahan namun juga memberikan
pemahaman bahwa apa yang telah ia lakukan adalah kesalahan yang tidak
seharusnya diulangi.
Tabel 4.10
Respon Santri Terhadap Reward dan Punishment
No Alternatif Jawaban Frekuensi
(f)
Persentase
(%)
10 Apakah anda pernah
mendapat punishment
(hukuman)?
a. Sering
b. Kadang-kadang
c. Tidak pernah
d. Tidak ada jawaban
24
58
1
-
29%
70%
1%
-
Jumlah 83 100%
12 Apakah anda pernah
mendapatkan reward (baik
berupa pujian, hadiah dan
lain-lain)?
a. Sering
b. Kadang-kadang
5
68
6%
82%
75
c. Tidak pernah
d. Tidak ada jawaban
10
-
12%
-
Jumlah 83 100%
14 Apakah anda pernah merasa
jenuh dengan segala
kegiatan di Pesantren?
a. Sering
b. Kadang-kadang
c. Tidak pernah
d. Tidak ada jawaban
16
56
10
1
19%
67%
12%
1%
Jumlah 83 100%
15 Apakah anda pernah merasa
keberatan dengan
punishment yang telah anda
terima dan apakah anda
menyampaikan keluhan
tersebut kepada
guru/ustadz?
a. Sering
b. Kadang-kadang
c. Tidak pernah
d. Tidak ada jawaban
9
43
29
2
11%
52%
35%
2%
Jumlah 83 100%
Sumber : Pernyataan angket no.10, 12, 14 dan 15
Berdasarkan tabel di atas, tanggapan responden terhadap pertanyaan
mengenai “Apakah anda pernah mendapat punishment (hukuman)?”
bahwa yang menyatakan sering berjumlah 24 orang (29%), kadang-
kadang 58 orang (70%) dan tidak pernah 1 orang (1%), dengan demikian
mayoritas responden menyatakan bahwa santri kadang-kadang
mendapatkan punishment. Dalam hal ini peneliti juga menyediakan kolom
76
bagi responden untuk menyebutkan bentuk hukuman apa saja yang pernah
diperoleh yakni seperti yang telah dipaparkan sebelumnya mengenai
bentuk-bentuk punishment yang ada di Pesantren Darus Sunnah.
Adapun tanggapan responden terhadap pertanyaan mengenai “Apakah
anda pernah mendapatkan reward (baik berupa pujian, hadiah dan lain-
lain)?” bahwa yang menyatakan sering berjumlah 5 orang (6%), kadang-
kadang 68 orang (82%) dan tidak pernah 10 orang (12%), dengan
demikian mayoritas responden menyatakan bahwa santri kadang-kadang
mendapatkan reward dari guru/ustad. Adapun bentuk-bentuk reward yang
diterima santri berupa pujian, mendapatkan makanan, alat tulis, uang,
piala, sertifikat dan doa. Namun dalam hal ini mayoritas santri mengatakan
bahwa yang paling sering diterima ialah reward berupa pujian.
Mengenai tanggapan responden terhadap pertanyaan “Apakah anda
pernah merasa jenuh dengan segala kegiatan di Pesantren?” diketahui
bahwa yang menyatakan sering berjumlah 16 orang (19%), kadang-
kadang 56 orang (67%), tidak pernah 10 orang (12%) dan 1 orang (1%)
tidak memberikan jawaban, dengan demikian mayoritas responden
menyatakan bahwa santri kadang-kadang merasa jenuh dengan kegiatan,
dalam hal ini saya menyediakan kolom agar santri memberikan keterangan
mengenai hal apa yang mereka lakukan ketika merasa jenuh. Dalam hal ini
mayoritas santri menyatakan hal-hal yang positif dan tidak melanggar
aturan. Meskipun memang ada beberapa santri yang menyatakan ingin
bermain di warnet namun itu hanya sebagian kecil saja.
Sedangkan tanggapan responden terhadap pertanyaan mengenai
“Apakah anda pernah merasa keberatan dengan punishment yang telah
anda terima dan apakah anda menyampaikan keluhan tersebut kepada
guru/ustadz?” bahwa yang menyatakan sering berjumlah 9 orang (11%),
kadang-kadang 43 orang (52%), tidak pernah 29 orang (35%) dan 2 orang
(2%) tidak memberikan jawaban, dengan demikian mayoritas responden
menyatakan bahwa kadang-kadang santri merasa keberatan dengan
hukuman yang telah diterimanya. Dalam hal ini saya menyertakan bentuk
77
hukuman apa saja sayang membuat mereka merasa keberatan dan
hukuman tersebut ialah seperti dibotak, dijemur dan hukuman berupa fisik.
Tabel 4.11
Manfaat yang Dirasakan Santri
No Alternatif Jawaban Frekuensi
(f)
Persentase
(%)
11 Apakah anda merasa jera
setelah mendapat
punishment?
a. Sering
b. Kadang-kadang
c. Tidak pernah
d. Tidak ada jawaban
26
50
7
-
31%
60%
8%
-
Jumlah 83 100%
13 Apakah anda merasa
semakin bersemangat dan
termotivasi setalah
mendapat reward?
a. Sering
b. Kadang-kadang
c. Tidak pernah
d. Tidak ada jawaban
37
36
9
1
45%
43%
11%
1%
Jumlah 83 100%
Sumber : Pernyataan angket no.11 dan 13
Berdasarkan tabel di atas, tanggapan responden terhadap pertanyaan
mengenai “Apakah anda merasa jera setelah mendapat punishment?”
bahwa yang menyatakan sering berjumlah 26 orang (31%), kadang-
kadang 50 orang (60%) dan tidak pernah 7 orang (8%), dengan demikian
78
mayoritas responden menyatakan bahwa kadang-kadang santri merasa jera
setelah mendapat hukuman.
Adapun tanggapan responden terhadap pertanyaan mengenai “Apakah
anda merasa semakin bersemangat dan termotivasi setalah mendapat
reward?” bahwa yang menyatakan sering berjumlah 37 orang (45%),
kadang-kadang 36 orang (43%), tidak pernah 9 orang (11%) dan 1 orang
(1%) tidak memberikan jawaban, dengan demikian mayoritas responden
menyatakan bahwa santri selalu termotivasi setelah mendapatkan reward.
Dari angket yang telah dipaparkan di atas dan juga hasil wawancara
yang dilakukan bersama ustadz dan santri yang bisa disimpulkan bahwa
reward dan punishment bisa dikatakan berhasil dan mampu menumbuhkan
karakter santri jika dilihat dari beberapa hal. Seperti yang dikemukakan
oleh beberapa narasumber yang menyatakan bahwa:
“Menurut saya keduanya merupakan satu konsep yang tidak bisa dipisahkan dan satu kesatuan. Jadi keduanya harus berjalan berdampingan, reward untuk menumbuhkan semangat, sedangkan punishment untuk meredam kesalahan mereka.”77 Hal serupa juga dikemukakan oleh narasumber lain yang menyatakan
bahwa:
“Keduanya harus seimbang, porsinya proporsional, tidak kurang dan tidak lebih.”78
Adapun jawaban berbeda dinyatakan oleh kedua narasumber, mereka
berpendapat bahwa:
“Dalam praktiknya, akan lebih efektif jika ada diskusi terlebih dahulu antara anak dengan orang tua sehingga tidak perlu adanya punishment.”79 Dan “Keduanya efektif jika melalui pendekatan personal”80
77 Hasil wawancara dengan ust Subkhan Mahsuni, Ketua Asrama, pada tanggal 6 September 2019 78 Hasil wawancara dengan ust Ali Wafa, Wali Kelas III, pada tanggal 9 September 2019 79 Hasil wawancara dengan ust Ahmad Munshorif, Wali Kelas II, pada tanggal 7 September 2019 80 Hasil wawancara dengan ust Tubagus Hasan Basri, Waka Kesiswaan, pada tanggal 11 September 2019
79
Dari hasil angket dan wawancara di atas, maka dapat diketahui bahwa
reward dan punishment bisa dikatakan berhasil dan mampu menumbuhkan
karakter santri jika berikan dengan cara sebagai berikut:
a. Reward dan punishment harus diberikan secara seimbang sesuai
dengan kebutuhannya
b. Diberikan melalui pendekatan secara personal
c. Dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama antara pendidik, santri,
dan orang tua juga ikut serta dilibatkan.
d. Dalam pemberian reward dan punishment harus diiringi dengan
memberikan pemahaman dan nasehat yang baik agar santri lebih
memahami dan menerima segala konsekuensinya.
Adapun jika dilihat dari pengaruhnya, reward dan punishment ini juga
cukup berpengaruh besar terhadap penumbuhan karakter santri.
Keberpengaruhan tersebut dapat dilihat dari beberapa aspek, yakni:
a. Bentuk dan jenis reward dan punishment yang diberikan
Reward dan punishment yang diberikan harus disesuaikan dengan
prestasi dan kesalahan santri, sehingga apa yang diberikan kepada
santri bernilai motivasi, pembelajaran, dan apabila santri melakukan
kesalahan kemudian mendapat konsekuensi, santri tidak merasa jika
hal itu merupakan bentuk dari kebencian. Di samping itu, pemberi
reward dan punishment juga harus memberikan pemahaman dan
pengertian kepada santri tentang dimana letak kesalahan dan
kebenarannya sehingga santri bisa menerima dengan baik.
b. Subyek yang memberikan reward dan punishment
Dalam memberikan reward dan punishment, subyek yang
memberikannya pun juga sangat berpengaruh. Hal ini berdasarkan
wawancara bersama salah satu wali kelas yang mengatakan bahwa:
“Berpengaruh atau tidaknya pemberian reward dan punishment tersebut tergantung siapa yang memberikan hal tersebut. Seperti jika yang memberikan tersebut adalah kiai
80
ataupun bu nyai, kepala sekolah ataupun guru yang mempunyai sifat humble.”81
Dalam hal ini, yang saya garis bawahi adalah orang yang
berpengaruh dalam sebuah organisasi. Apabila reward dan
punishment diberikan secara langsung oleh kiai, biasanya santri akan
lebih menerima ketika mendapat punishment dan lebih semangat jika
mendapat reward. Hal ini tentunya karena memang tradisi pesantren
adalah manut dan khidmat terhadap kiai. Selain itu, sikap dari guru
pun sangat berpengaruh, guru merupakan tauladan dan contoh bagi
murid-muridnya, sehingga anak pun bisa menilai dari bagaimana guru
tersebut bersikap.
c. Pendekatan yang dilakukan selama proses pemberian reward dan
punishment
Memberikan reward dan punishment bukanlah sebatas
memberikan hadiah ataupun menghukum santri, tapi lebih dari itu.
Pemberian reward dan punishment tentunya harus berdampak pada
perilaku anak setelah menerimanya. Beberapa pendekatan pun harus
dilakukan oleh pemberi reward dan punishment, diantaranya ialah 1)
harus melalui kesepakatan yang telah dibangun di awal antara guru
dan siswa, dalam hal ini Darus Sunnah juga melibatkan orang tua
dalam mendidik anak. 2) selain memberikan reward dan punishment,
guru juga harus memberikan pemahaman kepada santri apa yang
harus dilakukan dan apa yang harus ditinggalkan, bahkan jika ada
santri yang marah ketika diberi punishment, guru juga harus
memberikan pemahaman kepada anak bahwa marah itu tidak baik. 3)
melalui pendekatan emosional, yaitu sebuah usaha untuk menggugah
perasaan dan emosi anak dalam meyakini ajaran Islam serta dapat
merasakan mana yang baik dan mana yang buruk.
81 Hasil wawancara dengan ust Munshorif, Wali kelas II, pada tanggal 7 September 2019 pukul 13.00
81
d. Reward dan punishment diberikan secara berulang-ulang
Membangun karakter anak bukanlah perkara mudah seperti
halnya membalikkan telapak tangan, tidak pula bisa tumbuh dalam
waktu sekejap. Namun lebih dari itu, menumbuhkan karakter anak
menjadi seperti apa yang diharapkan membutuhkan proses dan jangka
waktu yang panjang. Oleh karena itu, selama proses tersebut anak
harus mendapatkan pendampingan dalam setiap pertumbuhan dan
perkembangannya. Orang tua, guru dan masyarakat pun ikut andil di
dalamnya, maka ketiga elemen itu harus saling bekerja sama dalam
membangun karakter anak. Dalam pelaksanaannya di Darus Sunnah,
reward dan punishment ini selalu diberikan secara berulang-ulang.
Guru dan pengurus tidak pernah bosan untuk memberikan pemahaman
bagi santrinya, meskipun kesalahan terus dilakukan secara berulang,,
guru dan pengurus tidak boleh menyerah dan terus mengarahkan anak
menjadi santri yang diharapkan oleh Darus Sunnah.
Selain itu, ada beberapa kekurangan dan kelebihan dari pemberian
reward dan punishment ini dalam menumbuhkan karakter santri,
diantaranya yaitu:
a. Kekurangannya ialah:
1) Usia santri yang masih labil, ketika menerima punishment maka
tidak sedikit reaksi negatif dari mereka seperti protes, marah dan
membela diri karena merasa benar.
2) Dalam pemberian reward, selain termotivasi ada juga rasa iri
dalam diri santri lain dan anak bisa berekspektasi lebih dalam
menerima reward.
3) Karakter anak tidak bisa langsung dilihat tumbuh saat itu juga,
artinya harus ada proses dan seiring berjalannya waktu
4) membutuhkan proses dan waktu yang lama karena dalam
penerapan punishment harus melibatkan banyak pihak.
82
b. Kelebihannya ialah:
1) Santri akan mematuhi peraturan dan mempertahankan prestasi
yang ia dapatkan dan bisa menjadi motivasi bagi santri lain
2) Memperbaiki dan menyempurnakan karakter santri
3) Mampu mengontrol sikap santri
Dalam proses pelaksanaannya, reward dan punishment juga
mengalami beberapa hambatan. Adapun hambatan tersebut ialah:
a. Santri yang tidak kooperatif.
b. Kurangnya solidaritas antar guru dan pengurus sehingga santri
memiliki berbagai pandangan lain kepada para guru dan pengurus.
c. Perlawanan dari santri
d. Orang tua yang tidak sejalan dengan peraturan pesantren.
e. Sistem parenting tidak terlalu banyak menimbulkan efek jera. Sistem
ini akan ada perubahan namun lambat.
f. Dalam pemberian reward, belum ada pendataan secara tertulis bagi
anak-anak yang harus diberi reward.
g. Ketidakkonsistenan dari berbagai pihak dalam menerapkan hal yang
telah disepakati, dan tidak kooperatif.
Hambatan-hambatan tersebut saya tulis berdasarkan hasil wawancara
dengan beberapa narasumber.
Pesantren merupakan sebuah tempat bagi santri untuk mencari ilmu
agama, terlebih Darus Sunnah merupakan sebuah pesantren yang juga
menyediakan pendidikan formal yakni Madrasah setingkat Tsanawiyah
dan Aliyah yang tentunya selain ilmu agama santri juga disuguhkan
dengan ilmu pengetahuan umum. Berbagai upaya dilakukan pesantren
untuk membangun karakter santri yang tentunya sesuai dengan
perkebangan zaman, sehingga ketika santri sudah terjun ke masyarakat
maka ia diharapkan mampu berperan di tengah-tengah masyarakat sebagai
contoh dan tauladan, baik dalam segi intelektual maupun akhlaknya.
Namun dalam mewujudkan hal tersebut, tidak dapat dipungkiri bahwa
dalam melaksanakan upaya-upaya tersebut selalu ada berbagai hal yang
83
menghambat dalam proses tersebut. Adapun jika setelah berbagai upaya
telah diberikan namun tidak ada atau kurang adanya respon yang baik
maka sudah sepantasnya kita memasrahkan kepada Allah Swt. dengan cara
selalu berdoa mohon diberikan kemudahan dalam mendidik santri dan
guru tidak boleh menyerah dan harus tetap berikhtiar bagaimanapun
caranya. Hal itu tentunya hanya untuk satu tujuan, yaitu membangun
karakter santri seperti yang diharapkan Darus Sunnah yang tentunya
sejalan dengan pendidikan Islam.
84
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari data-data yang telah diuraikan dalam penelitian yang telah
dilakukan, maka penulis akan memberikan kesimpulan sebagai berikut:
1. Penerapan reward dan punishment di Pesantren Darus Sunnah ini
tentunya sejalan dengan diberlakukannya tata tertib yang harus
dilaksanakan oleh santri. Dalam hal ini tata tertib yang berlaku di
pesantren bukanlah tata tertib yang dibakukan secara tertulis, namun
bersifat kekeluargaan. Sehingga dalam menentukan sebuah peraturan
beserta konsekuensinya ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama
antara ustadz dan santri serta orang tua jika diperlukan. Dalam pemberian
reward biasanya hanya ketika ada kegiatan-kegiatan tertentu diantaranya
seperti lomba-lomba, wisuda amsilati, dan lain-lain. Sedangkan dalam
pemberian punishment harus mampu memperbaiki sikap santri dan
disesuaikan dengan kesalahannya.
2. Reward dan punishment merupakan salah satu bagian dari metode
pendidikan karakter yang memiliki peran penting dalam penumbuhan
karakter santri di pesantren Darus Sunnah. Reward dan punishment ini
berperan sebagai stimulus untuk santri agar melakukan hal-hal yang baik
dan menyadarkan serta memberikan pemahaman kepada santri tentang
kesalahannya. Bentuk reward dan punishment yang diterapkan kepada
santri haruslah memberikan pengaruh bagi karakter santri, terlebih untuk
punishment haruslah disesuaikan dengan kesalahan santri. Meskipun
respon dari santri ketika mendapatkan reward dan punishment berbeda-
beda dan perubahan sikap yang masih belum stabil serta hanya bertahan
dalam jangka waktu tertentu. Oleh karena itu, maka sebagai pendidik
harus menyadari bahwa untuk membangun karakter anak harus melalui
proses yang panjang. Adapun nilai-nilai karakter yang tumbuh dari
penerapan reward dan punishment adalah disiplin, tanggung jawab, jujur,
sabar, semangat, dan mandiri.
85
3. Reward dan punishment hanyalah salah satu dari berbagai alat untuk
penumbuhan karakter santri. Reward dan punishment bisa menjadi sebuah
alat jika diberikan dengan tepat, dan sebaliknya bisa menjadi bumerang
jika tidak sesuai dalam menerapkannya. Keefektivan pemberian reward
dan punishment bagi penumbuhan karakter santri haruslah diperhatikan.
Apakah yang diberikan sudah mampu memperbaiki kesalahan dan
memberikan rasa semangat bagi santri ataukah belum. Oleh karena itu
pemberiannya pun haruslah seimbang sesuai kebutuhan, dilakukan atas
kesepakatan bersama diberikan secara berulang-ulang dan lain sebagainya
yang bisa menumbuhkan karakter santri.
B. Saran
Dari kesimpulan yang telah dipaparkan, ada beberapa saran yang penulis
tujukan kepada beberapa pihak terhadap reward dan punishment sebagai
penumbuhan karakter santri Darus Sunnah, yaitu:
a. Bagi ustadz/guru dan pengurus di pesantren Darus Sunnah
1) Dalam memberikan reward dan punishment haruslah seimbang sesuai
dengan kebutuhannya
2) Konsisten dan komitmen dalam melaksanakan tata tertib yang telah
disusun untuk menumbuhkan karakter santri
3) Sebaiknya tata tertib yang diberlakukan di pesantren dibakukan secara
tertulis dalam bentuk buku panduan sehingga dapat menjadi panduan
bagi guru dan santri dalam implementasinya.
b. Bagi santri di pesantren Darus Sunnah
1) Harus mematuhi segala aturan yang telah ditetapkan di pesantren
Darus Sunnah
2) Menjadikan reward dan punishment sebagai sarana untuk
menumbuhkan karakter menjadi lebih baik
3) Sabar, syukur dan ikhlas dalam mematuhi peraturan pesantren
c. Bagi pembaca
1) Reward dan punishment bukanlah satu-satunya cara untuk
menumbuhkan karakter santri, namun karena saya mengambil tempat
86
di pesantren yang kegiatannya 24 jam diatur maka saya mengambil
reward dan punishment sebagai penunjang dari tata tertib itu sendiri.
2) Lakukan perbandingan antara pesantren yang memiliki tata tertib
secara tertulis dengan tata tertib yang tidak tertulis
DAFTAR PUSTAKA
Alavi, S.M. Ziauddin. Pemikiran Pendidikan Islam pada Abad Klasik dan
Pertengahan. Bandung: Angkasa Bandung. 2003
Ali, Mukti dan Roland Gunawan. Pendidikan Karakter Berbasis Tradisi
Pesantren. Jakarta: Rumah Kitab. 2014
Amin,Maswardi Muhammad.Pendidikan Karakter Anak Bangsa. Jakarta:
Baduose Media Jakarta. 2011
Anwar, M. Jafar dan M. A. Salam. Membumikan Pendidikan Karakter.
Jakarta: CV. Suri Tatu’uw. 2015
Arianto, Budi. Skripsi Membangun Karakter Siswa Melalui Penghargaan
(reward) dan Hukuman (punishment) di SMP Negeri 25 Surabaya.
2011
Aziz, Hamka Abdul. Pendidikan Karakter Berpusat pada Hati. Jakarta: al-
Daftar angket yang kami sampaikan pada saudara kami harap diisi dengan jujur dan apa adanya, karena jawaban saudara akan kami pakai untuk penelitian tentang “Penerapan Reward dan Punishment dalam Menumbuhkan Karakter Mulia Santri di Pesantren Darus Sunnah”. Jawaban saudara sama sekali tidak berpengaruh terhadap prestasi sekolah anda, jadi kami berharap anda dapat memberikan informasi yang sesuai. Atas kesediaan dan partisipasi saudara, kami ucapkan terima kasih.
Petunjuk Pengisian
Bacalah pertanyaan yang telah tertulis di bawah ini dan pilihlah jawaban
sesuai alternatif yang telah disediakan dengan memberi tanda silang (X) pada
salah satu huruf a,b,c atau d, kemudian sertakan alasannya!
99
1. Apakah anda sering terlambat masuk kelas/mengaji?
a. Sering b. Kadang-kadang c. Tidak pernah
2. Apakah anda memakai seragam sesuai dengan peraturan sekolah?
a. Sering b. Kadang-kadang c. Tidak pernah
3. Apakah anda selalu melaksanakan shalat berjamaah?
a. Sering b. Kadang-kadang c. Tidak pernah
4. Apakah anda merasa kesal ketika mendapat hukuman?
b. Sering b. Kadang-kadang c. Tidak pernah
5. Apakah anda pernah tidak mengakui kesalahan?
a. Sering b. Kadang-kadang c. Tidak pernah
6. Apakah guru/ustadz selalu memberikan reward atau punishment ketika
anda mendapatkan prestasi ataupun kesalahan?
a. Sering b. Kadang-kadang c. Tidak pernah
7. Apakah setiap guru/ustadz selalu sama dalam memberikan reward atau
punishment?
a. Sering b. Kadang-kadang c. Tidak pernah
8. Apakah guru/ustadz selalu menasehati ketika anda melakukan kesalahan?
a. Sering b. Kadang-kadang c. Tidak pernah
9. Apakah kamu selalu diberikan pemahaman tentang kesalahanmu ketika
kamu mendapat hukuman?
a. Sering b. Kadang-kadang c. Tidak pernah
10. Apakah anda pernah mendapat punishment (hukuman)?
a. Sering b. Kadang-kadang c. Tidak pernah
Sebutkan punishment apa yang pernah anda dapatkan .................................