PENERAPAN PSAK 13 (Revisi 2011): PROPERTI INVESTASI PADA BADAN
USAHA MILIK NEGARA YANG LISTING DI BURSA EFEK INDONESIA
PENDAHULUANGlobalisasi telah menciptakan suatu sistem keuangan
dan pasar modal internasional sehingga meningkatkan investasi
asing. Dengan adanya kondisi tersebut maka penting untuk
menyeragamkan standar akuntansi dan laporan keuangan sehingga dapat
digunakan untuk membandingkan kinerja keuangan antar negara (Spies
dan Wilhelm, 2005). International Financial Reporting Standards
(IFRS) menjawab masalah keseragaman standar akuntansi dan pelaporan
keuangan. Manfaat IFRS adalah untuk meningkatkan daya banding
laporan keuangan, memberikan informasi yang berkualitas di pasar
modal internasional, menghilangkan hambatan arus modal
internasional dengan mengurangi perbedaan dalam ketentuan pelaporan
keuangan, mengurangi biaya pelaporan keuangan bagi perusahaan
multinasional dan biaya untuk analisis keuangan bagi para analis
serta meningkatkan kualitas pelaporan keuangan.Salah satu ujuan
utama adopsi IFRS adalah untuk meningkatkan komparabilitas
internasional dari laporan keuangan (Cairns et al., 2011).
Penerapan IFRS di Indonesia dilakukan melaui tiga tahap (Hisar,
2012). Pertama adalah tahap adopsi (2008-2010) yaitu tahap
pembentukan peraturan dan disahkan, kedua adalah tahap persiapan
akhir (2011) yaitu melakukan evaluasi dan revisi terhadap peraturan
yang telah dibuat dan tahap implementasi (2012) merupakan penerapan
PSAK konvergensi IFRS dan akan dievaluasi kembali pada akhir tahun
2012. Oleh karena itu penerapan IFRS memerlukan kesiapan dari
sumber daya manusia, iklim perundang-undangan, sistem informasi
akuntansi serta aspek perpajakan.Seiring dengan konvergensi IFRS,
maka banyak terdapat perubahan-perubahan pada standar akuntansi di
Indonesia.salah satu standar akuntansi yang mengalami perubahan
dengan penerapan adopsi IFRS adalah PSAK 13Properti Investasi yang
mengacu kepada IAS 40. PSAK 13 membedakan antara properti investasi
dengan properti yang digunakan sendiri oleh pemilik, dimana untuk
properti yang digunakan sendiri oleh perusahaan diatur dalam PSAK
16 (Aset Tetap). Dengan adanya konvergensi IRFS, revisi terhadap
PSAK 13 telah dilakukan yaitu PSAK 13 (Revisi 2007) adalah PSAK 13
(Revisi 2011) yang mulai efektif diberlakukan 1 Januari 2012.PSAK
13 (Revisi 2011) memberikan pilihan kepada perusahaan untuk
melakukan penilaian atas properti investasinya dengan model biaya
atau model nilai wajar dan harus diterapakan secara konsisten pada
semua properti investasinya. Pengungkapan metode tersebut wajib
diungkapkan dalam laporan keuangannya. Baik model biaya maupun
model nilai wajar memerlukan pengungkapan tambahan seperti yan
diatur pad paragraf 79, 80 dan 82 tersebut. Penerapan model nilai
wajar sebagai dasar penilaian properti investasi akanberpengaruh
pada nilai properti investasi. Model nilai wajar mengukur nilai
properti investasi berdasarkan nilai wajar. Keuntungan atau
kerugian yang timbul akibat perubahan nilai wajar atas properti
investasi diakui dalam laba rugi pada periodeterjadinya. Model
biaya menghitung nilai properti investasi dengan biaya perolehan
dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi kerugian akibat
penurunan nilai aset.Hasil penelitian Herrmann et al. (2006)
menunjukkan bahwa penggunaan fair value dalam penilaian property,
plant dan equipment lebih relevan dalam pengambilan keputusan
dibanding model historical cost. Dari sisi realiabilitas yang
terdiri atas verifiability, neutrality dan representational
faithfulness, penggunaan nilai wajar jauh lebih terukur, sehingga
hasil pengukuran tersebut lebih konsisten dan dapat dibandingkan.
Christensen dan Nikolaev (2009) menyebutkan bahwa properti
investasi diperoleh untuk mendapatkan pendapatan sewa atau untuk
kenaikan nilai atau untuk keduanya. Mereka menemukan bahwa
perusahaan cenderung menggunakan nilai historis dan nilai wajar
secara bersama-bersama. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan
bahwa perusahaan real estate akan lebih sering menggunakan nilai
wajar. Hal tersebut dikarenakan ketika perusahaan memegang dan
menjual properti, perubahan nilai properti investasi terkait erat
dengan kinerja kegiatan inti perusahaan.Muller et al. (2010)
menemukan bahwa setelah diberlakukannya IAS 40 para investor banyak
meminta perusahaan untuk menyajikan properti investasi mereka dalam
nilai wajar, sehingga banyak perusahaan beralih menggunakan nilai
wajar sebagai dasar penilaian properti investasi. Namun penelitian
dari Chairns et al. (2009) mengenai pengukuran nilai wajar dan
pengaruhnya terhadap kebijakan akuntansi dan komparibilitas laporan
keuangan perusahaan di Inggris dan Australia menemukan bahwa
penggunaan fair value untuk properti investasi tidak banyak
digunakan oleh perusahaan di kedua negara tersebut dan perusahaan
cenderung konservatif dengan lebih mempertahankan penggunaan metode
biaya.Berdasarkan pemaparan di atas, paper ini bertujuan untuk
mengetahui penerapan PSAK 13 (Revisi 11) tentang Properti Investasi
berdasarkan tingkat pengungkapan properti investasi baik yang
menggunakan model nilai wajar maupun model biaya. Objek penelitian
adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang listing di Bursa Efek
Indonesia (BEI). Untuk mengetahui sejauh mana pengungkapan properti
investasi pada laporan keuangan BUM maka digunakan teknik analisis
isi dari data laporan keuangan terakhir yaitu tahun 2012.
STUDI LITERATURDefinisi Properti InvestasiProperti investasi
menurut PSAK 13 (Revisi 2011) adalah properti (tanah atau bangunan
atau bagian dari bangunan atau keduanya) yang dikuasai (oleh
pemilik atau lessee melalui sewa pembiayaan) untuk menghasilkan
rental atau untuk kenaikan nilai, atau kedua-duanya, dan tidak
untuk:a. digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa
atau untuk tujuan admisnistratif; atau b. dijual dalam kegiatan
usaha sehari-hari.PSAK 13 membedakan properti investasi dengan
properti yang digunakan sendiri. Properti yang digunakan sendiri
adalah properti yang dikuasai (oleh pemilik atau lessee melalui
sewa pembiayaan) untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan
barang atau jasa atau untuk tujuan administratif (mengacu PSAK
16).Menurut PSAK 13 (Revisi 2011) ada beberapa karakteristik dari
properti investasi, yaitu:a. Properti investasi dapat digunakan
untuk menghasilkan sewa atau untuk mendapatkan kelanaikan nilai
atau kedua-duanya. Properti investasi tersebut menghasilkan arus
kas yang sebagian besar tidak tergantung pada aset lain yang
digunakan.b. Properti investasi tidak dimaksudkan untuk diual dalam
kegiatan usaha sehari-hari ataupun sedang dalam proses pembangunan
atau pengembangan untuk dijual.c. Properti investasi tidak
digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa atau
untuk tujuan administratif.d. Properti investasi tidak disewakan
kepada enittas lain dengan cara sewa pembiayaan.e. Properti
investasi diakui sebagai aset jika dan hanya jika memeiliki manfaat
ekonomis di masa depan yang akan mengalir ke entitas dan biaya
perolehannya dapat diukur dengan andal.Pengakuan, Pengukuran Awal,
dan Pengukuran setelah Pengakuan Awal Properti InvestasiProperti
investasi diakui sebagai aset jika dan hanya jika:(a) besar
kemungkinan manfaat ekonomik di masa depan dari aset yang tergolong
properti investasi akan mengalir ke dalam entitas; dan(b) biaya
perolehan properti investasi dapat diukur dengan andal.Untuk
pengukuran awal dari properti investasi dinilai sebesar biaya
perolehan. Menurut PSAK 13 (Revisi 2011) biaya perolehan dari
properti investasi yang dibeli meliputi harga pembelian dan setiap
pengeluaran yang dapat diatribusikan secara langsung. Pengeluaran
yang dapat diatribusikan secara langsung termasuk, misalnya, biaya
jasa hukum, pajak penjualan, dan biaya transaksi lainnya. Sedangkan
yang tidak termasuk biaya perolehan adalah biaya perintisan,
kerugian operasional yang terjadi sebelum properti investasi
mencapai tingkat hunian yang direncanakan, atau pemborosan bahan
baku, buruh atau sumber daya lain yang terjadi selama masa
pembangunan atau pengembangan properti.Setelah pengakuan awal,
menurut PSAK 13 (Revisi 2011) entitas wajib memilih model nilai
wajar atau model biaya sebagai kebijakan akuntansinya dan
menerapkan kebijakan tersebut pada seluruh properti investasinya.1.
Model Nilai WajarSetelah pengakuan awal, entitas yang memilih
menggunakan model nilai wajar mengukur seluruh properti investasi
berdasarkan nilai wajar. Nilai wajar properti investasi harus
mencerminkan kondisi pasar pada tanggal neraca. Menurut PSAK No.
13, nilai wajar properti investasi merupakan harga yang mana
properti dapat dipertukarkan antara pihak-pihak yang memiliki
pengetahuan memadai dan berkeinginan dalam suatu transaksi yang
wajar. Nilai wajar properti investasi tidak mencerminkan
pengeluaran modal di masa depan yang akan digunakan untuk
meningkatkan kapasitas atau memperbaiki properti dan tidak
mencerminkan manfaat masa depan terkait dari pengeluaran masa depan
tersebut.Apabila hak atas properti yang dimiliki adalah melalui
sewa operasi, maka model nilai wajar harus diterapkan. Laba atau
rugi yang timbul dari perubahan nilai wajar atas properti investasi
harus diakui dalam laporan laba rugi pada bagian other expense di
periode terjadinya. Properti investasi yang diukur dengan nilai
wajar tidak dapat disusutkan. Setiap aset memiliki potensi untuk
mengalami penurunan nilai. Penurunan nilai tersebut diatur secara
umum dalam PSAK 48 tentang penurunan nilai dan secara khusus dalam
standar aset terkait. Properti investasi yang menggunakan nilai
wajar merupakan salah satu aset yang mana penurunan nilainya diatur
secara khusus. Penurunan nilai tersebut akan terjadi secara
otomatis pada saat penyesuaian nilai wajar.
2. Model Nilai BiayaProperti investasi yang menggunakan metode
biaya dicatat sebesar biaya perolehan dikurangi akumulasi
penyusutan dan akumulasi rugi penurunan aset. Model nilai biaya ini
lebih mengacu pada PSAK No. 16 tentang Aset Tetap. Penerapan model
biaya mengimplikasikan perlunya telaah kemungkinan adanya penurunan
nilai (sebagaimana diatur di PSAK No. 48 tentang Penurunan
Nilai).
Transfer Properti InvestasiMenurut PSAK No. 13, transfer ke atau
dari properti investasi dilakukan jika dan hanya jika, terdapat
perubahan penggunaan yang ditunjukkan dalam tabel berikut.Tabel
Kriteria Transfer Properti InvestasiTransferPerubahan
Penggunaan
Transfer dari Properti Investasi ke Properti yang dimiliki
sendiriDimulainya penggunaan oleh pemilik
Transfer dari Properti Investasi ke PersediaanDimulainya
pengembangan untuk dijual
Transfer dari properti yang dimiliki sendiri ke properti
invetasiBerakhirnya pemakaian oleh pemilik
Transfer dari Persediaan ke properti investasiDimulainya sewa
operasi ke pihak lain
Transfer dari Properti yang sedang dibangun ke properti
investasiBerakhirnya pengembangan atau pembangunan
Sumber : PSAK 13 ( Revisi 2011 )Jika suatu entitas memutuskan
untuk melepas properti investasi tanpa dikembangkan, maka entitas
tetap memperlakukannya sebagai properti investasi sampai
pelepasannya. Jika entitas mengembangkan kembali properti investasi
dan akan tetap menggunakannya di masa depan sebagai properti
investasi, maka properti tersebut tetap menjadi properti investasi
tanpa harus diklarifikasi menjadi properti yang digunakan
sendiri.Jika dalam pengakuan dan pengukuran suatu entitas
menerapkan model nilai biaya,transfer dari dan ke properti
investasi tidak mengubah jumlah tercatat properti investasi yang
ditransfer serta tidak mengubah biaya properti untuk tujuan
pengukuran dan pengungkapan. Apabila entitas menerapkan model nilai
wajar terhadap properti investasi maka berlaku hal-hal berikut :a.
Untuk properti investasi yang dicatat menggunakan nilai wajar dan
ditransfer menjadi properti yang digunakan sendiri atau persediaan,
maka nilai properti untuk akuntansi berikutnya adalah nilai wajar
pada tanggal perubahan penggunaan.b. Jika properti yang digunakan
sendiri berubah menjadi properti investasi dan akan dicatat dengan
menggunakan nilai wajar, maka harus diterapkan PSAK No.16 sampai
dengan tanggal terakhir perubahan penggunaannya dan mengakui rugi
penurunan nilai yang telah terjadi. Dengan kata lain jika terdapat
revaluasi surplus terkait dengan properti investasi, penurunan
tersebut dibebankan pada revaluasi surplus. Timbulnya kenaikan
jumlah tercatat akan membalik rugi penurunan nilai yang telah
diakui dalam laporan laba rugi. Jumlah yang diakui dalam laporan
laba rugi tidak boleh melebihi jumlah yang diperlukan untuk
mengembalikan nilai ke jumlah tercatat. Sisa kenaikan yang ada
langsung dikreditkan ke ekuitas. Pada saat properti investasi
dilepas, revaluasi surplus di ekuitas dapat ditransfer ke saldo
laba.c. Untuk transfer dari persediaan ke properti investasi,
perbedaan yang ada antara nilai wajar properti pada tanggal
tersebut dan jumlah tercata diakui dalam laporan laba rugi.d.
Ketika entitas menyelesaikan pembangunan atau pengembangan properti
investasi yang dibangun sendiri, perbedaan yang ada antara nilai
wajar properti pada tanggal tersebut dan jumlah tercatatnya diakui
dalam laporan laba rugi.Pelepasan Properti InvestasiProperti
investasi harus dihentikan pengakuannya (dikeluarkan dari neraca)
pada saat:a. pelepasanb. atau ketika properti investasi tersebut
tidak digunakan lagi secara permanen dan tidak memiliki manfaat
ekonomis di masa depan yang diharapkan pada saat
pelepasannya.Pelepasan properti investasi dapat dilakukan dengan
penjualan. Keuntungan atau kerugian yang timbul dari penjualan
tersebut ditentukan dari selisih antara harga pasar dengan nilai
bukunya dan harus diakui dalam laporan laba rugi dalam periode
terjadinya penjualan tersebut. Selain itu pelepasan properti
investasi dapat dilakukan dengan sewa pembiayaan. Laba atau rugi
yang timbul dari penghentian atau pelepasan properti investasi
ditentukan dari selisih antara hasil neto dari pelepasan dan jumlah
tercatat aset. Laba rugi tersebut diakui dalam laporan laba rugi
pada periode terjadinya pelepasan atau penghentian
tersebut.Pengungkapan Properti InvestasiDalam laporan keuangan
terdapat penyajian dan pengungkapan suatu akun. Pengungkapan adalah
penjelasan sejelas-jelasnya dari suatu akun yang mendukung
penyajiannya di dalam neraca ataupun laba rugi. Menurut PSAK 30,
pemilik properti investasi melakukan pengungkapan lessor atas sewa
pembiayaan dan pengungkapan lessor atas sewa operasi yang telah
disepakati.Tabel Pengungkapan Nilai Wajar Menurut PSAK 13
Penambahan dari akuisisi melalui penggabungan usaha Aset yang
diklasifikasikan untuk dijual atau masuk ke dalam kelompok aset
yang akan dilepaskan yang diklasifikasikan sebagai dimiliki untuk
dijual dan pelepasan lain Laba atau rugi neto dari penyesuaian
terhadap nilai wajar Perbedaan nilai tukar yang timbul pada
penjabaran laporan keuangan dari mata uang fungsional menjadi mata
uang penyajian yang berbeda, termasuk penjabaran dari kegiatan
usaha luar negeri menjadi mata uang penyajian dari entitas pelapor
Transfer ke dan dari persediaan dan properti yang digunakan sendiri
Perubahan lain
Sumber : PSAK 13 (Revisi 2011)
Tabel Pengungkapan Umum menurut PSAK 13 Model yang diterapkan
Jika menerapkan nilai wajar, apakah, dan dalam keadaan bagaimana,
hak atas properti yang dikuasai dengan cara sewa operasi
diklasifikasikan dan dicatat sebagai properti invetasi Apabila
pengklasifikasian ini sulit dilakukan kriteria yang digunakan untuk
membedakan properti investasi dengan properti yang digunakan
sendiri dan dengan properti yang dimiliki untuk dijual dalam
kegiatan usaha sehari-hari Metode dan asumsi signifikan yang
diterapkan dalam menentukan nilai wajar dari properti investasi
Sejauhmana penentuan nilai wajar properti investasi didasarkan atas
penilaian oleh pemilai independen yang diakui dan memiliki
kualifikasi profesional oleh penilai independen yang diakui dan
memiliki kualifikasi profesional yang relevan serta memiliki
pengalaman mutakhir di lokasi dan kategori properti investasi yang
dinilai Jumlah yang diakui dalam laporan laba rugi untuk :a.
Penghasilan rental dari properti investasib. Beban operasi langsung
yang timbul dari properti investasi yang menghasilkan rentalc.
Beban operasi langsung investasi yang tidak menghasilkan pendapatan
rental selama periode tersebut dand. Perubahan kumulatif dalam
nilai wajar yang diakui dalam laporan laba rugi atas penjualan
properti investasi Eksistensi dan jumlah pembatasan atas realisasi
dari properti investasi atau pembayaran penghasilan dan hasil
pelepasan Kewajiban kontraktual untuk membeli, membangun atau
mengembangkan properti investasi atau untuk perbaikan, pemeliharaan
atau peningkatan
Sumber : PSAK 13 (Revisi 2011)Jika nilai wajar sulit untuk
ditentukan secara andal, maka harus diungkapkan jumlah yang terkait
dengan properti investasi tersebut secara terpisah dari jumlah yang
terkait dengan properti investasi lainnya serta penjelasan mengapa
nilai wajar tidak dapat ditentukan secara andal.Tabel Pengungkapan
Nilai Biaya Menurut PSAK 13 Metode penyusutan yang digunakan Masa
manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan Jumlah tercatat bruto
dan akumulasi penyusutan pada awal dan akhir periode Rekonsiliasi
jumlah tercatat properti investasi pada awal dan akhir periode,
yang menunjukkan :1. Pengungkapan terpisah untuk penambahan yang
dihasilkan dari akuisisi dan penambahan yang dihasilkan dari
pengeluaran setelah perolehan yang diakui dalam jumlah tercatat
aset2. Penambahan dari akuisisi melalui penggabungan usaha3. Aset
yang diklasifikasikan sebagai dimiliki untuk dijual atau masuk ke
dalam kelompok aset yang akan dilepaskan yang diklasifikasikan
sebagai dimiliki untuk dijual dan pelepasan lain4. Penyusutan5.
Jumlah dan rugi penurunan nilai yang diakui dan jumlah pemulihan
rugi penurunan nilai6. Perbedaan nilai tukar yang timbul pada
penjabaran laporan keuangan dari mata uang fungsional menjadi mata
uang penyajian yang berbeda, termasuk penjabaran dari kegiatan
usaha luar negeri menjadi mata uang penyajian dari entitas
pelapor7. Transfer ke dan dari persediaan dan properti yang
digunakan sendiri8. Perubahan lain Jika entitas tidak dapat
menentukan nilai wajar secara andal, maka entitas mengungkapkan :1.
Uraian properti investasi2. Penjelasan mengapa nilai wajar tidak
dapat ditentukan secara andal3. Apabila mungkin, kisaran estimasi
dimana nilai wajar kemungkinan besar berada
Sumber : PSAK 13 (Revisi 2011)Perubahan PSAK 13 Revisi 2007
menjadi Revisi 2011Secara umum perbedaan antara PSAK 13 Revisi 2011
dengan PSAK 13 Revisi 2007 adalah sebagai berikut :Tabel Perbedaan
PSAK Revisi 2011 dan Revisi 2007NoLetak PerbedaanPSAK 13 Revisi
2011PSAK 13 Revisi 2007
1DefinisiTidak mengatur definisi tentang penghentian
pengakuanMengatur definisi tentang penghentian pengakuan
2Pengakuan awal properti investasi dalam proses pembangunan dan
pengembanganDiakui sebagai properti investasiDiakui sebagai aset
tetap sampai properti investasi selesai dibangun
3Ketidakmampuan menetapkan nilai wajarJika entitas memilih
menggunakan metode nilai wajar, maka properti investasi dalam
proses pembangunan dan pengembangan : Diukur pada harga perolehan
sampai nilai wajarnya dapat ditentukan secara andal atau sampai
proses pembangunan selesai (mana yang lebih dahulu tercapai) pada
pengakuan awal langsung dapat diukur sebesar nilai wajarnya jika
dapat ditentukan secara andalTidak diatur
Sumber : Slide Dwi Martani
Penelitian TerdahuluHerrmann et al. (2006) meneliti mengenai
kualitas pengukuran dengan nilai wajar untuk properti, plant dan
equipment di Amerika Serikat. Hasilnya menunjukkan bahwa pengukuran
dengan nilai wajar akan menghasilkan nilai yang lebih bagus diatas
historical cost dilihat dari karakteristik nilai prediksi,
nilaifeedback, timeliness, neutrality, representational
faithfulness, komparabilitas, dan konsistensi.Spies dan Wilhelm
(2005) meneliti mengenai persyaratan untuk metode penilaian real
estate sesuai dengan IFRS dan konflik yang mungkin timbul dari
perbedaan metode IFRS dengan standar akuntansi Amerika Serikat.
Perbandingan kedua standar metode tersebut dilihat dari kerangka
kebijakan, proses penilaian, metode dan konsep penilaian. Hasilnya
menunjukkan bahwa metode penilaian di Amerika Serikat dapat
memenuhi persyaratan IFRS mengenai penentuan nilai wajar dan dapat
dibandingkan. Perlakuan akuntansi untuk pengukuran properti
berdasarkan nilai wajar sudah diatur dalam IAS 40. Erik Persson
(2000) menyoroti perbedaan penilaian dengan model fair value IAS 40
dengan praktek akuntansi yang telah diterapkan di Swedia. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dengan penggunaan fair value IAS 40
selama periode penelitian, hampir semua perusahaan sampel
melaporkan pendapatan dan ekuitas yang meningkat dibanding dengan
penggunaan praktek akuntansi yang telah berlaku. Sejumlah
perusahaan melaporkan bahwa omset bersihnya meningkat dengan
pengukuran nilai wajar pada tahun tertentu karena laba pada kasus
tertentu melebihi omset bersih (pendapatan sewa).Berdasarkan
penelitian-penelitian yang telah ada membuktikan bahwa penggunaan
nilai wajar lebih memberikan hasil yang signifikan dan konsistensi
dibandingkan dengan praktek-praktek akuntansi yang telah ada
sebelumnya yang cenderung menggunakan historical cost. Namun tidak
semua negara menggunakan nilai wajar untuk penilaiannya. Chairns et
al. (2009) meneliti mengenai pilihan kebijakan di Inggris dan
Australia yang mengadopsi IFRS pada tahun 2005. Hasilnya
menunjukkan bahwa nilai wajar akan dipilih jika kebijakan tersebut
bersifat mandatory dan mereka cenderung untuk tetap menggunakan
penilaian yang telah dilakukan sebelumnya jika pnggunaan nilai
wajar adalah optional. Penelitian Muller et al. (2010) juga
menunjukkan bahwa keputusan penggunaan nilai wajar di Eropa
dipengaruhi oleh permintaan investor yang menuntut komitmen untuk
transparan dalam melaporkan laporan keuangan.
SAMPEL DAN METODE PENELITIANSampel yang digunakan adalah Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) yang masih listing di BEI sampai saat
ini. Data yang digunakan merupakan data sekunder berasal dari
Laporan Keuangan Tahun 2012 dan 2013. Data tersebut didapatkan dari
website asing-masing BUMN, website BEI dan Pusat Data Ekonomi dan
Bisnis (PDEB) Universitas Indonesia. BUMN yang dipilih sebagai
sampel adalah BUMN yang telah dan masih terdaftar di BEI sampai
tahun 2014, menyajikan laporan keuangan secara lengkap (laporan
posisi keuangan, laporan laba rugi, laporan arus kas, laporan
ekuitas, dan catatan atas laporan keuangan) dan menggunakan mata
uang rupiah dalam laporan keuangannya.Berikut ini adalah BUMN yang
masih terdaftar di BEI Tahun 2014.Tabel perusahaan yang terdaftar
di BEI Tahun 2014SEKTORNO.KODEPERUSAHAAN
Farmasi1INAFPt Indofarma (Persero) Tbk
2KAEFPT Kimia Farma (persero) terbuka
Energi3PGASPT Perusahaan Gas Negara
Industri Logam4KRASPT Krakatau Steel
Konstruksi5ADHIPT Adhi Karya
6PTPPPT Pembangunan Perumahan
7WIKAPT Wijaya Karya
8WSKTPT Waskita Karya
Perbankan9BBNIPT Bank Negara Indonesia
10BBRIPT Bank Rakyat Indonesia
11BBTNPT Bank Tabungan Negara
12BMRIPT Bank Mandiri
Pertambangan13ANTMPT AnekaTambang
14PTBAPT Bukit Asam
15TINSPT Timah
Angkutan dan Prasarana Angkutan16JSMRPT Jasa Marga
17GIAAPT Garuda Indonesia
Telekomunikasi18TLKMPT Telekomunikasi Indonesia
Semen19SMBRPT Semen Baturaja
20SMGRPT Semen Indonesia
Dari 20 BUMN tersebut di tabel hanya 6 perusahaan yang di
laporan keuangannya menyajikan properti investasi baik di neraca,
kebijakan, rincian dan catatan atas laporan keuangan. Oleh karena
itu sampel yang digunakan untuk menganalisa mengenai penerapan PSAK
13 (Revisi 2011) ada 6 BUMN.Metode penelitian yang digunakan adalah
dengan studi literatur yaitu dengan melihat penelitian-penelitian
terdahulu mengenai praktek akuntansi properti investasi. Selain
studi literatur juga dilakukan analisis deskriptif mengenai
penerapan PSAK 13 (Revisi 2011).
ANALISIS DAN PEMBAHASANBadan Usaha Milik Negara (BUMN) menurut
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 adalah badan usaha yang seluruh
atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui
penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang
dipisahkan. BUMN berbentuk perusahaan perseroan, perusahaan umum,
dan perusahaan jawatan dan dapat pula berupa perusahaan nirlaba
yang bertujuan untuk menyediakan barang atau jasa bagi masyarakat.
Sejak tahun 2001 BUMN dikoordinasikan pengelolaannya oleh
Kementerian BUMN. Dari 20 BUMN yang terdaftar di BEI, yang terpilih
sebagai sampel penelitian hanya 6 perusahaan, karena hanya 6
perusahaan tersebut yang menyajikan properti investasi pada laporan
keuangan tahun 2012 dan 2013. Dari 6 perusahaan tersebut hanya 1
yang menggunakan mata uang USD dalam laporan keuangannya yaitu PT.
Garuda Indonesia (Persero) Tbk sehingga dikeluarkan dari sampel.
Sampel akhir yang diperoleh untuk penelitian ini sebanyak 5 BUMN.
BUMN yang tidak menyajikan properti investasi memiliki dua
kemungkinan yaitu pertama BUMN memang tidak memiliki proeprti
investasi atau kemungkinan kedua adalah memang tidak disajikan
walaupun sebenarnya memiliki properti investasi. BUMN yang menjadi
sampel adalah PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk., PT. Timah
(Persero), Tbk., PT. Adhi Karya (Persero) Tbk., PT. Wijaya Karya
(Persero) Tbk., PT. Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk.
PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. (SMGR)Berdasarkan data pada
laporan keuangan tahun 2012 dan 2013, properti investasi SMGR telah
disajikan di neraca. Pada tahun 2012 properti investasi SMGR
sebesar Rp. 40.674.520.000,- (neto). Dalam ikhtisar kebijakan
akuntansi diungkapkan bahwa SMGR telah menerapkan PSAK 13 Revisi
2011 untuk properti investasi. Properti investasi yang dimiliki
SMGR terdiri dari tanah, bangunan dan prasarana yang dikuasai
entitas anak untuk menghasilkan rental dan atau kenaikan nilai.
Properti investasi dicatat pertama kali dengan biaya perolehan.
Metode penyusutan yang digunakan adalah garis lurus dengan umur
manfaat aset sebesar 10 tahun. Metode penilaian dengan nilai wajar
diungkapakan dalam rincian mutasi. Nilai wajar properti investasi
adalah Rp.90.322.869.000,-, namun tidak diungkapkan
pencatatannya.Kemudian untuk tahun 2013 properti investasi SMGR
meningkat menjadi Rp.48.654.931.000,- (neto). Baik dalam neraca
tahun 2012 dan 2013 tidak diungkapkan jumlah penyusutannya.
Pengungkapan pada kebijakan investasi sama seperti tahun 2012.
Metode penilaian masih sama yaitu nilai wajar. Namun pada tahun
2013 pada rincian mutasi diungkapkan pencatatan penyusutan sebagai
beban pokok pendapatan dan disebutkan nilai penghasilan sewa
properti investasi.Berdasarkan data-data tersebut dapat dikatakan
bahwa SMGR sudah memenuhi kepatuhan terhadap PSAK 13 (Revisi 2011).
Namun untuk perusahaan penilai tidak diungkapkan. SMGR telah
terdaftar di BEI sejak tanggal 8 Juli 1991. Dengan demikian
sebelumnya SMGR sudah menerapkan PSAK 13 (Revisi 2007). Maka untuk
penerapan PSAK 13 (Revisi 2011) bukan merupakan hal yang sulit
lagi. Oleh karena itu hampir semua kriteria terpenuhi.
PT. Timah (Persero) Tbk. (TINS)Laporan keuangan tahun 2012 dan
2013 menunjukkan properti investasi yang disajikan adalah sama
sebesar Rp. 71. 676.000.000,-. Dengan demikian tidak ada mutasi
penambahan properti investasi selama tahun 2013. Baik pada neraca
tahun 2012 dan 2013 hanya menyajikan properti investasi neto tidak
disajikan nilai penyusutannya. Kemudian untuk pengungkapan
kebijakan akuntansi pada tahun 2012 sudah menggunakan PSAK 13
(Revisi 2011) dan untuk properti investasi yang dimiliki adalah
berupa tanah sehingga tidak perlu disusutkan.Dalam rincian mutasi
tahun 2012 diungkapan pengukuran awal properti investasi
berdasarkan biaya perolehan demikian juga dengan pengungkapan tahun
2013. Selain itu disebutkan bahwa pada tahun 2012 terjadi
penambahan biaya perolehan sebesar Rp. 41.597.000.000,- yang
merupakan biaya pengubahan hak atas tanah menjadi atas nama
perusahaan. Sehingga terlihat perubahan yang signifikan dari tahun
2011 ke tahun 2012. Penambahan biaya perolehan tersebut dicatat
dalam laporan arus kas sebagai pengeluaran kas. Selain itu juga
diungkapkan penilaian properti investasi menggunakan metode nilai
wajar dengan menggunakan penilai independen Ayun Suherman dan
Rekan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa TINS sudah dapat
menyajikan dan mengungkapkan dengan lengkap properti investasi yang
dimiliki. Perlakuan akuntansi sudah mengikuti PSAK 13 (Revisi
2011). Penyajian dan pengungkapan yang lengkap oleh TINS karena
sebelumnya sudah menerapkan PSAK 13 (Revisi 2007) sehingga TINS
hanya menyesuaikan perubahan-perubahan yang baru yang terdapat pada
PSAK 13 (Revisi 2011).
PT. Adhi Karya (Persero) Tbk. (ADHI)Pada tahun 2012 dan 2013
berdasarkan penyajian pada neraca, properti investasi sebesar Rp.
237.038.558.059,- dan Rp.196.697.458.123,-. Dari angka tersebut
terdapat penurunan nilai properti investasi. Pengungkapan penurunan
nilai tersebut disajikan pada rincian mutasi properti investasi.
perubahan nilai properti investasi yang menurun pada tahun 2013
dikarenakan terdapat reklasifikasi properti aset menjadi aset real
estate. Pada tahun 2012 terdapat penambahan properti investasi yang
merupakan reklasifikasi dari aset tetap dalam penyelesaian pada
bulan Desember 2012. Dalam rincian mutasi ini juga diungkapkan
bentuk properti investasi yang dimiliki oleh ADHI.Pada ikhtisar
kebijakan akuntansi disebutkan standar akuntansi yang digunakan
adalah PSAK 13 (Revisi 2011) dan pengakuan awal properti investasi
sebesar biaya perolehan dan metode penyusutan menggunakan metode
garis lurus dengan taksiran masa manfaat 20 tahun. Biaya
pemeliharaan dan perbaikan dibebankan ke dalam laporan laba rugi
konsolidasi sedangkan untuk biaya pemugaran dan penambahan
dikapitalisasi. Untuk penilaian properti investasi diungkapkan pada
rincian mutasi dengan menggunakan metode nilai wajar yang dilakukan
oleh penilai independen berdasarkan metode proyeksi penjualan.Dari
uraian diatas penyajian dan pengungkapan oleh ADHI lebih lengkap
daripada SMGR dan TINS. Alasan yang memungkinkan adalah karena ADHI
merupakan perusahaan konstruksi yang memiliki aset real estate
sehingga perlu untuk mengungkapkan secara rinci dan jelas mengenai
properti investasi untuk membedakan kedua aset tersebut.
PT. Wijaya Karya (Persero) Tbk., (WIKA)Properti investasi yang
dimiliki oleh WIKA berdasarkan laporan keuangan tahun 2012 adalah
sebesar Rp.47.520.500.000,- berupa tanah dan bangunan. Lebih rinci
mengenai nilainya diungkapkan pada rincian mutasi properti aset.
Sedangkan pada laporan keuangan tahun 2013 diketahui nilai properti
aset menjadi Rp.64.270.034,- (bersih setelah dikurangi penyusutan).
Dalam ikhtisar kebijakan akuntansi sudah menggunakan PSAK 13
(Revisi 2011) dan disebutkan bahwa pengakuan awal sebesar biaya
perolehan dengan metode penyusutan menggunakan metode garis lurus
dengan taksiran umur manfaat ekonomis selama 20 tahun. Penghentian
pengakuan properti investasi juga diungkapkan dalam kebijakan
akuntansi ini.Kemudian dalam rincian mutasi diungkapkan rincian
properti investasi yang dimiliki dan nilainya. Pengukuran setelah
pengakuan awal menggunakan model biaya. Dalam catatan atas laporan
keuangan tidak diungkapkan secara rinci mengenai ungkapan tambahan
bila entitas menggunakan model biaya dlam pengukuran properti
investasinya.Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa WIKA sudah
berusaha untuk memenuhi kepatuhan dalam penerapan PSAK 13 (Revisi
2011). Pengungkapan yang tidak rinci kemungkinan karena properti
investasi yang dimiliki tidak banyak yaitu berupa sebidang tanah
dan sebuah ruko, sehingga dapat dibedakan dari aset real
estate.
PT. Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk. (PTPP)Dalam laporan
keuangan pada neraca disajikan nilai properti investasi untuk tahun
2012 dan 2013 masing-masing sebesar Rp.199.994.347.539,- dan
Rp.235.053.215.300,-. Pada nilai properti investasi yang disajikan
di neraca dilengkapi dengan nilai penyusutan sebagai faktor
pengurang nilai properti investasi. Dalam rincian kebijakan
akuntansi diungkapakan pengakuan awal diperoleh sebesar harga
perolehan sesuai PSAK 13 (Revisi 11). Untuk penyusutan menggunakan
metode garis lurus dengan jangka waktu 20 tahun. Biaya pemeliharaan
dan perbaikan diakui dalam laporan laba rugi. Perusahaan telah
mereklasifikasi properti investasi yang ada dalam pos aset tetap
menjadi pos properti investasi dan memilih menggunakan metode
biaya.Dalam rincian mutasi diungkapkan properti investasi yang
dimiliki PTPP adalah tanah, bangunan dan bangunan dalam
penyelesaian. Sesuai dengan PSAK 13 (Revisi 2011) bangunan yang
sedang dalam penyelesaian sudah diakui sebagai properti investasi.
berbeda dengan PSAK 13 (Revisi 2007) bahwa aset dalam penyelesaian
masih masuk dalam pos aset tetap dan setelah selesai pengerjaannya
baru direklasifikasi ke dalam pos properti investasi.
KESIMPULANBerdasarkan analisis dari BUMN yang menerapkan PSAK
maka dapat disimpulkan bahwa dari semua perusahaan sampel sudah
menyajikan properti investasi di neraca. Namun hanya PTPP yang
menyajikan lengkap dengan nilai penyusutan sebagai faktor
pengurang. BUMN yang lain hanya menyajikan nilai bersih dengan
tidak mengungkapakan nilai penyusutannya. Kemudian untuk ikhtisar
kebijakan pada semua BUMN sudah diungkapkan mngenai PSAK yang
digunakan yaitu PSAK 13 (Revisi 2013). Pengungkapan mengenai
pengakuan awal dan metode penyusutan juga sudah dilakukan semua
perusahaan sampel termasuk masa manfaat ekonomis. Pengakuan
mengenai pengukuran properti investasi setelah pengakuan awal ada
yang diungkapkan di ikhitsar kebijakan seperti PTPP, namun sebagian
besar diungkapkan pada rincian mutasi. Dari lima perusahaan sampel
tersebut PTPP dan WIKA menggunakan model biaya dalam pengukurannya,
sedangkan SMGR, ADHI dan TINS menggunakan model nilai wajar. ADHI
dan TINS mengungkapkan penilai independen yang melakukan
pengukuran, sedangkan SMGR tidak.Adanya selisih karena akibat
kenaikan atau penurunan nilai akibat penilaian ataupun
penambahan/pengurangan belum diungkapkan oleh semua perusahaan
kecuali ADHI dan PTPP. Perusahaan yang lain hanya mengungkapkan
standar akuntansi sesuai PSAK 13 (Revisi 2011).Berdasarkan hasil
analisis BUMN sudah berusaha memenuhi persyaratan penyajian dan
pengungkapan oleh PSAK 13 (Revisi 2011) walaupun belum semuanya
lengkap. Melihat dari penyajian dan pengungkapan pada laporan
keuangan, PT. Adhi Karya (Persero) Tbk., merupakan BUMN paling
lengkap yang memenuhi kriteria penyajian dan pengungkapan. Hal ini
karena properti investasi yang dimiliki oleh ADHI banyak dan hampir
mirip dengan aset real estate sehingga sangat perlu untuk
diuangkapkan dengan rinci.Keterbatasan dari penelitian ini adalah
jumlah sampel yang terlalu sedikit sehingga tidak dapat
digeneralisasi. Perlu dilakukan skoring pada kriteria-kriteria
pengungkapan sehingga dapat dilihat perusahaan yang paling bagus
adalah dengan skor tertinggi. Selain itu perlunya melihat
konsistensi penerapan PSAK 13 oleh perusahaan dari Revisi 2007
sampai Revisi 2011.
DAFTAR REFERENSIAyedun. A.C, Oloyede. A. S, Durodola. O D. 2012.
Empirical Study of the Causes of Valuation Variance and Inaccuracy
in Nigeria. Canadian Center of Science an Education. Vol 5,
No:3Cairns D., Massoudi D., Taplin R., Tarca A., 2009. IFRS fair
value measurement and accounting policy choice in the United
Kingdom and Australia. International Accounting Section
MeetingCallao, S., Jarne, J. I., Lainez, J. A. 2007. Adoption of
IRFS in Spain:Effect on the comparability andrelevance of financial
reporting. Journal of International Accounting, Auditing and
Taxation 16(1): 148-178.Christensen H.B., & Nikolaev, V. 2009.
Who uses fair value accounting for non-financial assets after IFRS
adoption. The University of Chicago Booth School of Business
working paper:09-12.Christensen H.B., & Nikolaev, V. 2009. Does
fair value accounting for non-financial assets pass the market
test. The University of Chicago Booth School of Business working
paper:09-12.Hoti A. H., & Nuhiu A. R. 2011. Early Adoption of
International Financial Reporting Standard (IFRS) in the US Capital
Markets. International Research Journal of Finance and Economics.
Pp. 98-105Ikatan Akuntansi Indonesia. 2007. Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan Properti Investasi. JakartaIkatan Akuntansi
Indonesia. 2011. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Properti
Investasi. JakartaLama. M. V, Sanchez. H. M, and Sobrino. J. R.
2009. Compliance With Disclosure Requirements for Investment
Properties : A Comparative Study Between Spain and UK.Muller, K.A.,
Riedl, E.J. and Sellhorn, T. 2010. Consequences of Voluntary and
Mandatory Fair Value Accounting : Evidence Surrounding IFRS
Adoption in the EU Real Estate Industry, unpublished working paper,
Harvard Business School, Cambridge, MA, June, pp. 09-33Nellessen
T., & Zuelch H., 2011. The realibility of investment property
fair values under IRFS, Journal of Property Investment and Finance.
Vol. 29, No.1, pp.59-73 Rahmania R. 2010. Analisis Faktor-faktor
yang Berpengaruh Terhadap Pilihan Metode Penilaian Aset Tetap Pada
Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Pada
Tahun 2008. Laporan Penelitian Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia.Weijun. N. 2007. The Effect of Fair Value Accounting in
HKAS 40 on Real Estate Companies Listed in Hongkong. Hong Kong
Baptist University