Top Banner

of 27

PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI.pdf

Mar 02, 2018

Download

Documents

stialanmakassar
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • 7/26/2019 PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI.pdf

    1/27

    i

    PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI

    DALAM PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH

    (Studi Kasus pada Pemerintah Kabupaten Soppeng)

    THE IMPLEMENTATION OF TRANSPARENCY PRINCIPLE ON THE

    GOVERNMENT S GOOD AND SERVICE PROCUREMENT

    (Case Study at the Government of Soppeng District)

    MUTTAQIN

    Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi-Lembaga Administrasi Negara, Makassar.

    e-mail: [email protected]

    ABSTRAK

    MUTTAQIN. Penerapan Prinsip Transparansi dalam Pengadaan Barang dan Jasa

    Pemerintah (Studi Kasus pada Pemerintah Kabupaten Soppeng) dibimbing oleh Muh.

    Tahir Kasnawi selaku promotor, Rahmat dan A.Mansyur Hamid selaku Kopromotor.

    Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang membahas 4 (empat)rumusan masalah yaitu: 1) bagaimana penerapan prinsip transparansi dalam pra pengadaan

    barang dan jasa; 2) bagaimana penerapan prinsip transparansi dalam proses pengadaan

    barang dan jasa atau pelelangan umum (tender); 3) bagaimana penerapan prinsip transparansi

    dalam pasca pengadaan barang dan jasa; dan 4) faktor-faktor apa saja yang mendukung dan

    menghambat penerapan prinsip trasparansi dalam pengadaan barang dan jasa di Kabupaten

    Soppeng. Penelitian ini mengambil lokus pada 8 (delapan) Satuan Kerja Perangkat Daerah

    (SKPD) yaitu Sekretariat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Dinas

    Pekerjaan Umum (Dinas PU), Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah

    (Dinas PPKAD), Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga (Dinas

    Dikmudora), Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air, Pertambangan dan Energi, dan Rumah

    Sakit Umum Daerah (RSUD).

    Tujuan penelitian yaitu: 1) untuk memperoleh informasi dan mengkaji secaramendalam tentang penerapan prinsip tranparansi dalam pra pengadaan barang dan jasa; 2)

    untuk memperoleh informasi dan mengkaji secara mendalam tentang penerapan prinsip

    tranparansi dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa atau pelelangan umum (tender); 3)

    untuk memperoleh informasi dan mengkaji secara mendalam tentang penerapan prinsip

    tranparansi dalam pasca pengadaan barang dan jasa; dan 4) untuk memperoleh informasi

    dan mengkaji secara mendalam tentang faktor-faktor yang mendukung dan menghambat

    penerapan prinsip trasparansi dalam pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah

    Kabupaten Soppeng.

    Instrumen yang digunakan adalah pedoman wawancara dan focused Group

    Discussion (FGD). Teknik pengumpulan data yaitu dengan cara peneliti melakukan

    wawancara dan diskusi kelompok terbatas dengan informan. Para informan yaitu jajaran

    pemerintah Kabupaten Soppeng yang terlibat dalam pengadaan barang dan jasa, pengusaha,masyarakat/LSM, advokat, anggota DPR, auditor inspektorat, dan auditor BPK.

  • 7/26/2019 PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI.pdf

    2/27

    ii

    Teknik analisis data yaitu data yang peneliti peroleh melalui wawancara di lapangan

    dicatat kemudian dikelompokkan berdasarkan kategori yang ditetapkan oleh peneliti. Data

    tersebut disajikan dalam bentuk penyederhanaan dan transformasi data mentah menjadi

    informasi yang bermakna dengan melakukan triangulasi untuk melakukan penarikan

    kesimpulan. Tahap berikutnya adalah menarik kesimpulan dan verifikasi data yang telah

    tersusun dengan baik.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) penerapan prinsip transparansi dalam pra

    pengadaan barang dan jasa terbukti dapat terwujud dengan baik. Semua identifikasi

    kebutuhan pengadaan barang dan jasa dilakukan secara buttom up yaitu melalui pra

    Musrenbang, Musrenbang Desa, Musrenbang Kecamatan, Forum SKPD, Musrenbang

    Kabupaten, sidang paripurna pembahasan anggaran di DPR. Identifikasi kebutuhan tersebut

    dituangkan dalam dokumen perencanaan dengan melibatkan semua pihak yang

    berkepentingan antara lain pemerintah, masyarakat/LSM, pengusaha, anggota DPR dan

    lain-lain yang disosialisasikan baik melalui pengumuman maupun melalui media massa; 2)

    penerapan prinsip dalam proses pengadaan barang dan jasa khususnya pelelangan umum

    (tender) terbukti cukup terwujud. Mulai dari penentuan paket-paket pekerjaan,

    pengumuman pada media massa, masa pendaftaran dan pengambilan dokumen, Aanwijzing

    (penjelasan lelang), pemasukan dan pembukaan penawaran, evaluasi penawaran, penetapanpemenang, sanggahan, jawaban sanggahan, dan kontrak pada prinsipnya dapat dilakukan

    dengan transparan secara umum. Namun, masih ada pengusaha yang meragukan hasil

    evaluasi penawaran dan penetapan pemenang; 3) penerapan prinsip dalam pasca pengadaan

    barang dan jasa terbukti belum terwujud secara optimal. Masih ada hasil pekerjaan strategis

    yang tidak dipertanggungjawabkan secara transparan antara lain; kualitas pekerjaan rendah,

    transaksi pembayaran menyalahi aturan, belum optimal pemberian sanksi seperti black list

    yang dilakukan oleh pimpinan SKPD bagi pengusaha yang melanggar, pekerjaan yang

    kualitasnya rendah tidak diperbaiki dengan baik, monitoring pelaksanaan pekerjaan sangat

    rendah, dan lain-lain. Dengan demikian, etika administrasi publik dan administrasi

    pembangunan belum dilaksanakan dengan optimal dalam pasca pengadaan barang dan

    jasa; dan 4) Faktor-faktor yang mendukung dalam penerapan prinsip pengadaan barang

    dan jasa antara lain: Bupati dan Wakil Bupati memberikan kewenangan penuh kepadaSKPD untuk mengelola pengadaan barang dan jasanya masing-masing, pembentukan Tim

    Verifikasi kegiatan untuk menilai layak tidaknya suatu pekerjaan, pemberdayaan semua

    pihak dalam mengembangkan kompetensi pengadaan barang dan jasa, dan lain-lain.

    Sebaliknya, faktor penghambat adalah terutama pada kemampuan SDM yang terlibat

    dalam pengadaan barang dan jasa secara umum masih terbatas, penegakan aturan belum

    diterapkan secara optimal, kualitas beberapa pekerjaan strategis yang rendah tidak

    dilakukan perbaikan secara optimal sehingga masyarakat tidak memanfaatkan secara

    optimal pula.

    ABSTRACT

    MUTTAQIN. The Implementation of Transparency Principle on the GovernmentsGood and Service Procurement (Case Study at the Government of Soppeng District)

    supervised by Muh. Tahir Kasnawi as a promotor and Rakhmat as well as A. Mansyur

    Hamid as co-promotor.

    This research is qualitative research dealing with 4 (four) research questions as

    follows: 1) How is the implementation of transparency principle on pre good and service

    procurement; 2) How is the implementation of transparency principle on the process of

    good and service procurement (competitive tendering); 3) How is the implementation of

    transparency principle on post good and service procurement; and 4) What is the supporting

    and hindering factor in the implementation of tranparency principle on governments goodand service procurement. The locus of this research consists of 8 (eight) units as follows:

    1) Sectretariat; 2) Local Development Planning Board; 3) Public Work Service; 4) Health

    Service; 5) Revenue, Asset and Financial Management Service; 6) Education, Youth, and

  • 7/26/2019 PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI.pdf

    3/27

    iii

    Sport Service; 7) Water Resources, Mining, and Energy Service; and 8) Local General

    Hospital.

    The objective of this research: 1) to get the information dan to study deeply the

    implementation of transparency principle on pre good and service procurement; 2) to get

    the information dan to study deeply the implementation of transparency principle on the

    process of good and service procurement (competitive tendering); 3) to get the information

    dan to study deeply the implementation of transparency principle on post good and

    service procurement; and 4) to get the information dan to study deeply the supporting and

    hindering factor in the implementation of tranparency principle on governments good andservice procurement on the government of Soppeng district.

    The research instrument used is the interview and foused group discussion (FGD)

    guide and the data collecting technique is conducting interview to the informant and

    limited focused group discussion. The informants are the government official, private

    entepreneur, local NGOs staf, lawyer, legislative member, and internal as well as externalauditor.

    Technique of data analysis is carried out by making a note of the raw data

    collected from the informant through the interview and FGD. Then, the data is grouped

    based on the category set by the researcher. The data is presented in the form ofsimplicity and trasformation of the raw data in order to make meaningful information

    through triagulation. The next step is to make conclusion and data verification which is

    already set orderly.

    The result of this research shows: 1) the implementation of transparency principle

    on pre good and service procurement can be realised in a good category. The need

    identification of good and service which is set to a planning document involve all stakeholder

    in the buttom up planning system through development meeting in the village, sub-district,

    district level, and legislative meeting. The planning document approved is disseminated

    through notice and mass media; 2) the implementation of transparency principle on the

    process of good and service procurement (competitive tendering) can also be realised in a

    fairly good category. Starting from setting the package of good and service, notice in mass

    media, enrollment, document access, Aanwijzing, bid evaluation, setting the winner of biduntil the awarding contract can be conducted and processed transparently in general.

    Eventhough, there are some impoertant aspects still questioned by the tendering

    participant; 3) However, the implementation of transparency principle on post good and

    service procurement is still in rather poor category. There are some strategic work in

    troublesome such as the quality of work is poor, the payment to the contractor is not done

    properly, monitoring system is also rather poor. Thus, the etiques of public and

    development administration is rather poorly practiced; and 4) The supporting factor in the

    implementation of transparency principle on governments good and service such as theChief of District (Bupati) and the Vice Chief of District (Wakil Bupati) give full authority to

    the head ` of every unit on the procurement implementation without any intervention, the

    election of verification team, and the empowerment of all staff involving on the

    procurement is continuously done. The hindering factor in the implementation oftransparency principle on governments good and service procurement on the government

    of Soppeng District such as the capacity of staff involved on the procurement at present is

    still basically rather poor as a whole, the quality of some work done is still rather poor

    and there is no sistematic rehabilitation, and some payment system is not carried out

    properly.

  • 7/26/2019 PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI.pdf

    4/27

    1

    A. PENDAHULUAN

    Dewasa ini dalam era globalisasi yang terutama ditandai dengan semakin

    modernnya pengelolaan sistem informasi dan ketatnya persaingan dalam segala bidang,

    tuntutan good governance (tata kepemerintahan yang baik) dalam seluruh kegiatan

    pemerintahan dan pembangunan menjadi kebutuhan mutlak. Tata kepemerintahan yang

    baik sebenarnya tidak hanya berlaku saat ini saja tetapi sejak organisasi pemerintahan dan

    negara dibentuk. Konsep dan penerapan tata kepemerintahan yang baik khususnya di

    Indonesia menjadi wacana publik sangat penting sejak reformasi bergulir yang dimulai

    pada tahun 1997.

    Semangat reformasi yang bergulir di Indonesia sejak tahun 1997 telah mewarnai

    seluruh aspek berbangsa dan bernegara. Administrasi publik dituntut untuk mampu

    memberikan dukungan yang optimal dalam memperlancar dan mengintegrasikan

    pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan negara dan pembangunan

    dengan mempraktekkan prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik. Selain itu,

    masyarakat semakin menuntut agar pemerintah memberikan perhatian yang sungguh-sungguh dalam menanggulangi korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Dengan demikian,

    pemerintahan yang bersih yang mampu menyediakan barang dan jasa publik sebagaimana

    yang diharapkan oleh masyarakat dapat terwujud.

    Tata kepemerintahan yang baik merupakan isu yang sangat penting dalam

    pengelolaan administrasi publik dewasa ini. Tuntutan gencar yang dilakukan oleh

    masyarakat kepada pemerintah untuk melaksanakan penyelenggaraan negara yang baik

    sejalan dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat, dan tuntutan pengaruh globalisasi

    yang sangat besar. Pola-pola lama penyelenggaraan pemerintahan tidak sesuai lagi tatanan

    masyarakat yang telah berubah. Oleh karena itu, tuntutan itu merupakan hal yang wajar

    dan sudah seharusnya direspon oleh pemerintah dengan melakukan perubahan-perubahan

    yang terarah pada terwujudnya penyelenggaraan tata kepemerintahan yang baik (LAN dan

    BPKP, 2000:5).Salah satu praktek kepemerintahan yang menjadi sorotan publik saat ini adalah

    pengadaan barang dan jasa di lingkungan pemerintah. Pengadaan barang dan jasa adalah isu

    publik yang sama pentingnya dengan isu-isu publik yang lainnya seperti pembalakan

    hutan secara illegal, penangkapan ikan secara illegal, perusakan lingkungan yang menjadi

    salah satu pemicu pemanasan global, dan lain-lain. Pengadaan barang dan jasa sangat

    rentan dengan permasalahan-permasalahan besar yang sangat memungkinkan semua pihak

    terlibat dalam praktek-praktek yang bertentangan dengan tata kepemerintahan yang baik

    yaitu korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Hal ini dapat dilihat dalam berita media

    massa bahwa hampir setiap hari selalu ada masalah yang berkaitan dengan pengadaan

    barang dan jasa.

    Pengadaan barang dan jasa adalah salah satu kebijakan pemerintah yang telah

    diatur berdasarkan Keppres 80 tahun 2003 yang merupakan pengganti Keppres 18 tahun2000. Keppres 80 tahun 2003 ini memberikan ruang yang sangat luas untuk penerapan

    prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik dengan melibatkan tiga pemangku

    kepentingan yaitu pemerintah, swasta dan masyarakat. Interaksi antara ketiga pemangku

    kepentingan ini diatur dalam aturan dan prosedur sedemikian rupa sehingga tuntutan

    penerapan prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik dalam pengadaan barang dan jasa

    tersebut wajib untuk dipenuhi.

    Prinsip pengadaan barang dan jasa yang sejalan dengan prinsip-prinsip tata

    kepemerintahan yang baik yang harus dijadikan dasar utama sebagai kode etik oleh semua

    pihak yang terlibat dalam pengadaan barang dan jasa yaitu pemerintah, swasta dan

    masyarakat adalah efektif , terbuka dan bersaing, transparan, adil/tidak diskriminatif, danakuntabel. Prinsip ini harus dijunjung tinggi dalam melakukan seluruh prosespengadaan barang dan jasa agar pelanggaran terhadap tata kepemerintahan yang baik dapat

    dihindari.

  • 7/26/2019 PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI.pdf

    5/27

    2

    Salah satu prinsip tata kepemerintahan yang baik yang sangat menentukan

    terwujudnya prinsip lain adalah prinsip transparansi (Dwiyanto: 2008). Prinsip ini sangat

    menentukan prinsip akuntabilitas, partisipasi, penegakan hukum, efektifitas, efisiensi dan

    lain-lain. Hal inilah yang mendasari besarnya perhatian pemerintah pada prinsip

    trasparansi dalam pengadaan barang dan jasa baik pada tataran nasional maupun tataran

    global dan bahkan organisasi dunia misalnya World Trade Organisation (WTO) atau

    Organisasi Perdagangan Dunia dan Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) atau

    Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik.

    Untuk menjunjung tinggi prinsip transparansi pengadaan barang dan jasa

    pemerintah menetapkan media massa yang dijadikan tempat pengumuman pengadaan

    barang dan jasa baik media nasional maupun lokal. Menteri Perencanaan Pembangunan

    Nasional/Kepala BAPPENAS sejak tahun 2006 mengeluarkan Surat Keputusan tentang

    Penetapan Surat Kabar Media Indonesia sebagai tempat pengumuman pengadaan barang

    dan jasa pemerintah di seluruh wilayah Indonesia yang nilai Pagu Anggarannnya 1 milyar

    ke atas. Di Sulawesi Selatan khususnya, Pemerintah telah menetapkan Surat Kabar

    Ujungpandang Express sebagai tempat pengumuman pengadaan barang dan jasa yang

    nilainya Rp. 100 juta sampai dengan Rp. 1 milyar yang berlaku di wilayah Sulawesi

    Selatan. Dengan demikian, seluruh penyedia barang dan jasa dan masyarakat memilikiakses informasi yang luas dan transparan dalam proses pengadaan barang dan jasa.

    Sebagaimana dengan daerah otonom dan institusi pemerintah lainnya pemerintah

    Kabupaten Soppeng adalah salah satu kabupaten di Sulawesi Selatan dalam melakukan

    proses pengadaan barang dan jasa telah berpedoman pada Keppres 80 tahun 2003.

    Namun demikian, selama proses pengadaan barang dan jasa berdasarkan Keppres 80 tahun

    2003 pada Pemerintah Kabupaten Soppeng masih mengalami beberapa permasalahan bila

    dikaitkan dengan penerapan prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik khususnya

    penerapan prinsip transparansi dalam pra, proses dan pasca pengadaan barang dan jasa.

    Sehubungan dengan hal tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai

    berikut:

    1. Bagaimana penerapan prinsip tranparansi dalam pra pengadaan barang dan

    jasa pada Pemerintah Kabupaten Soppeng?2. Bagaimana penerapan prinsip tranparansi dalam proses pengadaan barang dan

    jasa (pelelangan umum) pada Pemerintah Kabupaten Soppeng?

    3. Bagaimana penerapan prinsip tranparansi dalam pasca pengadaan barang dan

    jasa (pasca pelelangan umum) pada Pemerintah Kabupaten Soppeng?

    4. Faktor-faktor apa saja yang mendukung dan menghambat penerapan prinsip

    trasparansi dalam pengadaan barang dan jasa pada Pemerintah Kabupaten

    Soppeng?

    B. TINJAUAN PUSTAKA

    I. Konsep Administrasi Publik

    a. Administrasi Negara Klasik

    Semenjak ada dua orang di muka bumi ini, usaha untuk hidup bersama dilakukan.

    Usaha hidup bersama sudah sejak dahulu kala diakui sebagai suatu keharusan karena

    manusia sebagai makhluk sosial, dalam mencapai tujuannya pasti memerlukan bantuan

    orang lain. Dengan perkataan lain, sejak adanya dua orang manusia yang bekerja sama

    untuk mencapai tujuan tertentu, sejak itulah administrasi ada, karena seperti dimaklumi,

    administrasi pada umumnya didefinisikan sebagai proses penyelenggaraan kegiatantertentu oleh dua orang atau lebih yang bekerja sama dalam rangka pencapaian tujuan yang

    telah ditentukan sebelumnya (Siagian, 2001:131).

    Ada beberapa prinsip-prinsip lama administrasi negara yang sangat fundamentalsebagaimana dikekmukakan oleh Hughes (1994:1) yang perlu mengalami perubahan

  • 7/26/2019 PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI.pdf

    6/27

    3

    paradigma. Pertama, pemerintah seharusnya mengorganisasi dirinya berdasarkan prinsip

    birokratis dan hirarkis sebagaimana prinsip birokrasi yang dikemukakan oleh Max Weber.

    Berpedoman secara ketat pada prinsip ini akan menyediakan suatu cara yang terbaik dalam

    menjalankan organisasi. Kedua, ketika pemerintah terlibat dalam kegiatan administrasi

    maka ia menjadi penyedia barang dan jasa secara langsung melalui birokrasi. Penyediaan

    langsung adalah prosedur operasi standar. Ketiga, pemisahan antara politik dengan

    administrasi harus dilakukan. Administrasi harus dijadikan instrumen untuk melakukan

    instruksi, sementara kebijakan dan strategi adalah bagian dari kepemimpinan politik. Hal

    ini dilakukan untuk menjamin akuntabilitas. Keempat, administrasi negara dianggap

    sebagai sebuah bentuk administrasi yang khusus sehingga perlu birokrasi yang profesional,

    pegawai permanen, dan kemampuan untuk melayani kepemimpinan politik tanpa

    diskriminasi.

    Salah satu ciri dari perkembangan sistem administrasi negara klasik tersebut

    adalah penerapan konsep-konsep birokrasi menurut Max Weber. Weber dalam Mardiasmo

    (2002: 14-15) mengamati bahwa birokrasi membentuk proses administrasi yang rutin sama

    persis dengan mesin pada proses produksi. Birokrasi adalah salah satu rasionalitas tertentu

    yang memiliki karakteristik yaitu: spesialisasi, organisasi yang hierarkis, sistem aturan,

    impersonality, struktur karir, dan efisien.

    b. Peralihan dari Administrasi Negara ke Administrasi Publik

    Sebagaimana dijelaskan oleh Toha (2008: 66) bahwa administrasi publik yang

    diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia Administrasi Negara saat ini dipertanyakanoleh beberapa kalangan akademisi berkaitan dengan gejolak perubahan masyarakat yang

    semakin dinamis. Di Indonesia istilah administrasi negara dikenal berbarengan dengan

    pendekatan yang digunakan dalam mengelola negara yang menekankan pada orientasi

    kekuasaan. Orientasi kekuasaan yang berasal dari negara ini membuat segala upaya

    penyelenggaraan pemerintahan bercorak sarwa negara. Publik lebih ditekankan padapemahaman negara. Oleh karena itu, corak sarwa negara itu lebih menonjol ketimbang

    corak yang bersarwa masyarakat atau rakyat.

    Bovair dan Loffler (2003:6) mengemukakan bahwa pada pertengahan abad

    keduapuluh kajian tentang tugas-tugas pegawai negeri dan pejabat publik lainnya (tugas-

    tugas politisi sebagai legislator dalam menetapkan kebijakan publik) biasanya dimaknai

    dengan administrasi negara. Dengan demikian administrasi negara dicirikan dengan

    kesan yang kental dengan birokrasi, pekerjaan yang permanen, kurangnya semangat

    wirausaha, dan lain-lain.

    Pada akhir tahun 1980an dan awal tahun 1990an telah terjadi transformasi dalam

    sektor publik di negara-negara maju. Bentuk-bentuk administrasi negara yang birokratis,

    hirarkis, dan kaku yang dominan pada abad duapuluan berubah dalam bentuk publik

    manajemen yang berbasis pasar dan fleksibel. Perubahan-perubahan tersebut tidak hanyapada hal-hal kecil dalam gaya manajemen, tetapi juga peran pemerintah dalam masyarakat

    dan hubungan antara pemerintah dan masyarakat. Banyak kalangan baik akademisi

    maupun praktisi serta pihak-pihak lain telah mendeskreditkan atau menganggap tidak

    relevan lagi administrasi publik tradisional secara teoritis dan praktek. Dengan demikian,

    munculnya manajemen publik baru berarti munculnya paradigma baru dalam sektor publik

    (Hughes: 1994: 1).

    Sebagaimana yang dijelaskan oleh Toha (2008:67) bahwa di Indonesia telah

    terjadi perubahan dalam ilmu administrasi negara dan manajemen pemerintahan yang

    sebelumnya sarwa negara berubah menjadi sarwa masyarakat. Oleh karena itu, istilah

    publik seperti yang dilekatkan sebagai predikat pada istilah administrasi hendaknya

    dipahami sebagai predikat terhadap proses kepemerintahan yang selaras dengan perubahan

    paradigma tersebut. Dengan demikian, istilah administrasi publik dapat diartikan sebagai

  • 7/26/2019 PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI.pdf

    7/27

    4

    administrasi pemerintahan yang dilakukan oleh aparat pemerintah untuk kepentingan

    masyarakat.

    Dengan demikian, kata publik dalam administrasi publik yang disamakandengan makna negara memang dapat diartikan sebagai masyarakat luas sebagai lawan

    dari individu tetapi publik juga menunjuk pada mereka yang bekerja untukkepentingan masyarakat luas atau dikenal dengan lembaga pemerintah. Dengan demikian,variasi makna administrasi publik dapat juga dilihat dari persepsi orang tentang kata

    administrasi publik itu sendiri. Ada yang menerjemahkan administrasi publik sebagaiadministration of public (administrasi publik) menunjukkan bahwa pemerintah berperan

    sebagai agen tunggal yang berkuasa atau sebagai regulator. Terjemahan yang lain yaituadministration by public (administrasi oleh publik) adalah konsep yang sangat

    berorientasi kepada pemberdayaan masyarakat, lebih mengutamakan kemandirian dan

    kemampuan masyarakat karena pemerintah memberi kesempatan untuk itu. Selanjutnya,

    istilah yang lain adalah administrasi untuk publik adalah suatu yang menunjukkan bahwa

    pemerintah lebih berperan dalam mengemban misi pemberian pelayanan publik (Keban,

    2008: 4).

    c. Paradigma Baru Administrasi Publik

    Ilmu Administrasi Negara tidaklah statis. Ia selalu ditantang oleh perubahan-

    perubahan zaman. Dasawarsa 1970an merupakan momentum yang menunjukkan

    kedewasaan di dalam menghadapi perubahan-perubahan dan tantangan-tantangan untuk

    maju. Di Indonesia di saat yang sama, sehabis pergantian orde pemerintahan maka

    pembaharuan sistem administrasi negara mengalami kemajuan yang pesat pula.

    Pembaharuan ini sejalan dengan program pemerintah untuk melaksanakan pembangunan

    berencana lima tahunan. Betapa pentingnya ilmu administrasi negara bagi kehidupan

    bernegara tidak bisa disangkal lagi. Banyak masyarakat negara di dunia ini telahmendemontrasikan kemampuan-kemampuan administrasinya. Mulai dari masyarakat yang

    kompleks seperti zaman sekarang ini, administrasi selalu ikut berbicara dalam segala

    aspek kehidupan (Toha, 2008: 38-39).

    Khusus konsep New Public Management(Manajemen Publik Baru), konsep ingin

    mengenalkan konsep-konsep yang biasanya diperlakukan untuk kegiatan bisnis dan di sektor

    privat. Inti dari konsep ini ialah untuk mentransformasikan kinerja yang selama ini

    dipergunakan dalam sektor privat dan bisnis ke sektor publik. Slogan yang terkenal dalam

    perspektif konsep Manajemen Publik baru ini ialah mengatur dan mengendalikan

    pemerintahan tidak jauh bedanya mengatur dan megendalikan bisnis (Toha, 2008: 71). Salah

    satu model pemerintahan di era Manajemen Publik Baru adalah Reinventing Government

    yang dikembangkan oleh Osborne dan Gaebler (1992).

    Bovair dan Loffler (2003:6) menguraikan tentang ciri khas Manajemen Publik Baruyaitu berkaitan dengan manajemen keuangan bukan saja pemegang anggaran, budaya

    kontrak, termasuk juga kontrak dengan penyedia jasa sektor swasta, kontrak kerja

    pegawai dalam kurung waktu yang tertentu dan bisa saja tidak diperbaharui lagi,

    kewirausahaan, pengambilan resiko, dan akuntablitas kinerja.

    Selanjutnya, Manajemen Publik Baru berfokus pada manajemen sektor publik

    yang berorientasi pada kinerja, bukan berorientasi pada kebijakan. Penggunaan pradigma

    Manajemen Publik Baru tersebut menimbulkan beberapa konsekuensi bagi pemerintah

    diantaranya adalah perubahan pendekatan dalam penganggaran dari penganggaran

    tradisional menjadi penganggaran berbasis kinerja, tuntutan untuk melakukan efisiensi,

    pemangkasan biaya, dan kompetisi tender (Mardiasmo, 2002: 26).

  • 7/26/2019 PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI.pdf

    8/27

    5

    II. Tata Kepemerintahan Yang Baik

    Tata kepemerintahan yang baik merupakan terjemahan dari Good Governance

    yang merupakan rangkaian dua kata yang memiliki makna universal yang sangat

    mendalam dan dapat dikaitkan dengan berbagai aspek kehidupan bermasyarakat,

    berbangsa dan bernegara. Good sebagai sebuah kata yang mandiri berdasarkan kamusBahasa Inggris-Indonesia yang dikarang oleh Echols dan Shadily (1995:275) memiliki arti

    baik. Baik itu sendiri menurut pengertian dalam kamus Besar Bahasa Indonesia yang

    diterbitkan oleh Balai Pustaka Departemen Pendidikan Nasional (2003: 90) memiliki arti

    elok, patut, teratur (apik, rapi, tidak ada celanya).Sedangkan governance (kepemerintahan) dapat diartikan sebagai cara mengelola

    urusan-urusan publik (Mardiasmo, 2002:22). Kepemerintahan juga secara harfiah dapat

    diartikan sebagai suatu kegiatan pengarahan atau pembinaan (Rahmat, 2009:29). Definisi

    kepemerintahan yang lain yaitu merupakan seluruh rangkaian proses pembuatan

    keputusan/kebijakan dan seluruh rangkaian proses dimana keputusan itu diimplementasikan

    atau tidak dimplementasikan (Bappenas, 2007: 13)

    Sementara itu, Bank Dunia memberikan defenisi tentang kepemerintahan sebagai

    cara kekuasaan negara digunakan dalam mengelola sumber-sumber ekonomi dan sosial

    untuk pembangunan masyarakat. Selanjutnya, United Nation Development Program (UNDP)

    mendefinisikan kepemerintahan sebagai pelaksanaan kewenangan administratif, ekonomi

    dan politik untuk mengelola urusan-urusan negara pada semua level.

    Mustopadidjaja (2003) mengungkapkan bahwa governance memiliki arti yaitu:

    1) kepemerintahan, 2) pengelolaan pemerintahan, 3) penyelenggaraan pemerintahan, 4)

    penyelenggaraan negara, dan 5) administrasi negara. Selanjutnya, Tjokroamidjojo (2002: 75)

    mengartikan kepemerintahan sebagai memerintah, menguasai, mengurus, dan mengelola.

    Apapun terjemahannya, kepemerintahan menunjuk pada pengertian bahwa

    kekuasaan tidak lagi semata-mata dimiliki atau menjadi urusan pemerintah.

    Kepemerintahan menekankan pada pelaksanaan fungsi memerintah secara bersama-sama

    oleh pemerintah dan institusi-institusi lain, yaitu LSM, perusahaan swasta maupun warganegara. Bahkan institusi non pemerintah ini dapat saja memegang peran dominan dalam

    kepemerintahan tersebut, atau bahkan lebih dari itu pemerintah tidak mengambil peran

    apapun kepemerintahan tanpa pemerintah (Wibawa, 2008: 77).Gambaran tentang tiga domain tata kepemerintahan yang baik yaitu pemerintah,

    swasta dan masyarakat dan keterkaitannya antara satu dengan yang lainnya dapat dilihat

    pada gambar berikut ini.

    Gambar 1. Tiga Pelaku Tata Kepemerintahan yang Baik

    (Sumber: Modul Penerapan Prinsip-Prinsip Tata Kepemerintahan Yang Baik:

    Bappenas, tahun 2007)

    Pemerintah

    Masyarakat Dunia Usaha

  • 7/26/2019 PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI.pdf

    9/27

    6

    III. Penerapan Prinsip Transparansi Tata Kepemerintahan yang Baik

    Transparansi berasal dari kata Bahasa Inggris yaitu transparency denganpengertian about which there can be no doubt atau sesuatu yang tidak ada keraguandi dalamnya (Oxford Advanced Learners Dictionary, 1992: 1364). Dalam Kamus BahasaIndonesia transparansi dapat diartikan sebagai sesuatu yang nyata dan jelas (Kamus

    Besar Bahasa Bahasa Indonesia, 2005: 1208). Selanjutnya, Oliver menjelaskan tentangdefenisi transparansi yaitu a clear declaration what its about (2004:viii).

    Dari beberapa prinsip tata kepemerintahan yang baik yang dikemukakan oleh

    Badan/Lembaga Nasional maupun Internasional serta perorangan di atas prinsip

    transparansi memiliki implikasi yang sangat besar terhadap kemampuan pemerintah untuk

    mewujudkan berbagai indikator tata kepemerintahan yang baik yang lain (Dwiyanto, 2008:

    227). Dalam sistem yang ditata secara demokratis, sistem dapat dijalankan secara

    transparan. Hanya melalui proses yang transparanlah berbagai pihak bisa memberikan

    masukan dan mengusulkan berbagai perbaikan agar kualitas keputusan serta kinerja

    birokrasi bisa terus menerus diperbaiki (Kristiadi dalam Prasetyantoko, 2008:xvii).

    Transparansi harus terjadi karena dengan demikian masyarakat akan mengetahui

    berbagai hal seperti: a) tidak adanya tindakan pemerintah yang merugikan rakyat banyak;

    b) oknum-oknum dalam birokrasi yang menyalahgunakan kekuasaan dan wewenangnya; c)

    prosedur perolehan haknya; dan d) penegakan hukum yang tidak pandang bulu, dan segi-segi kehidupan bernegara lainnya yang benar-benar menjurus pada peningkatan mutu

    hidup (Siagian, 2001: 165).

    Tranparansi dalam pengadaan barang dan jasa di Indonesia menjadi prioritas utama

    agar persaingan usaha secara sehat dapat terwujud dan untuk menghindari penyalahgunaan

    wewenang yang mengarah kepada pelaksanaan KKN oleh semua pihak yang terlibat.

    Penekanan prinsip transparansi tersebut yaitu semua ketentuan dan informasi mengenaipengadaan barang/jasa, antara lain pengumuman, syarat teknis administrasi pengadaan, tata

    cara evaluasi, hasil evaluasi, penetapan calon penyedia barang dan jasa, pelaksanaan

    pekerjaan, dan transaksi pembayaran sifatnya terbuka.

    Negara-negara yang bergabung dalam APEC (2004:4) juga telah menjadikantrasparansi sebagai prinsip yang sangat penting dalam pengadaan barang dan jasa meskipun

    hal tersebut tidak mengikat secara mutlak. Adapun prinsip tersebut yaitu :

    Prinsip umun pengadaan barang dan jasa yaitu informasi yang cukup danrelevan harus disiapkan kepada semua pihak yang berkepentingan secara

    konsisten berdasarkan waktu yang telah ditentukan dan siap untuk diakses, dengan

    menggunakan media yang tersedia secara luas dengan biaya sedikit mungkin

    atau tanpa biaya sama sekali. Prinsip umum ini dapat diberlakukan kepada

    semua aspek pengadaan barang dan jasa pemerintah, lingkungan operasional

    secara umum, peluang untuk mengikuti pengadaan, syarat-syarat pembayaran,

    kriteria evaluasi penawaran dan penetapan pemenang melalui ikatan kontrak.

    IV. Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa

    a. Konsep Kebijakan

    Kebijakan dengan kebijaksanaan adalah dua kata yang sering membingunkandalam penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari karena pemahaman yang berbeda

    terhadap kedua kata tersebut bagi yang menggunakannya. Keban ( 2008: 58) menjelaskan

    istilah kebijakan menunjukkan adanya serangkaian alternatif yang siap dipilihberdasarkan prinsip-prinsip tertentu, sedangkan kebijaksanaan berkenaan dengan suatukeputusan yang memperbolehkan sesuatu yang sebenarnya dilarang, atau sebaliknya,

    berdasarkan alasan-alasan tertentu seperti pertimbangan kemanusiaan, keadaan gawat, dan

    sebagainya. Di sini dapat dilihat bahwa kebijaksanaan selalu mengandung maknamelanggar segala sesuatu yang pernah ditetapkan karena alasan tertentu, sedang kebijakan

  • 7/26/2019 PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI.pdf

    10/27

    7

    merupakan suatu analisis yang mendalam terhadap berbagai alternatif yang bermuara

    kepada keputusan tentang alternatif terbaik. Dengan melihat perbedaan pengertian tersebut

    maka diharapkan kedua istilah tersebut digunakan secara tepat sesuai dengan konteksnya.

    Hogwood dan Gunn (dalam Turner dan Hulme, 1997:59) menguraikan serangkaian

    definisi tentang kebijakan (policy) yang menunjukkan makna yang berbeda-beda.

    Kebijakan dapat diartikan sebagai: a) label dari suatu bidang kegiatan seperti kebijakanekonomi, kebijakan industri, kebijakan ketertiban dan hukum; b) ekspresi tentang tujuanumum atau kondisi yang diinginkan seperti menciptakan pekerjaan sebanyak mungkin,mempromosi demokratisasi melalui desentralisasi, atau membasmi akar kemiskinan; c)

    proposal khusus seperti melakukan devaluasi 10%, atau memberikan pendidikan gratis;d) keputusan pemerintah seperti keputusan presiden; e) otorisasi formal sepertiketetapan parlemen; f) program seperti program kesehatan wanita; g) output jumlahlahan yang didistribusikan dalam program land reform; h) ourcome seperti income petaniyang meningkat sebagai akibat dari program land reform; i) teori atau model misalnyaapabila insentif ditingkatkan maka output akan bertambah; dan j) proses seperti penetapantujuan, pembuatan keputusan untuk implementasi dan evaluasi.

    Keban (2008:57) menjelaskan bahwa dimensi kebijakan memang sangat penting

    mengingat kedudukannya sangat penting sebagai penentu tentang apa yang hendakdikerjakan. Disini perlu dicatat bahwa apa yang hendak dikerjakan harus responsif

    terhadap masalah, kebutuhan aspirasi. Jadi tidak benar kalau suatu kebijakan diputuskan

    atau dikeluarkan tanpa ada masalah, kebutuhan, dan aspirasi yang riil, dan tentu tidak bisa

    juga didasarkan pada masalah atau kebutuhan yang dikarang oleh pihak tertentu untuk

    memenuhi kepentingannya. Dan karena kebijakan ini adalah kebijakan publik maka yang

    ditekankan di sini adalah masalah, kebutuhan dan aspirasi dari masyarakat yang seharusnya

    dilayani.

    Wilson (2006:12) mendefinisikan kebijakan publik yaitu pernyataan authoritatif atau

    tindakan pemerintah yang merefleksikan keputusan, nilai, atau tujuan pembuat kebijakan

    (the authoritative statements or actions of government which reflect the decisons, values,

    or goals of policy makers). Dye (1998:2) mendefinisikannya sebagai segala sesuatu yang

    dikerjakan oleh pemerintah, mengapa melakukannya, dan perbedaan apa yangdihasilkannya (what governments do, why they do it, and what difference it makes).

    b. Pengadaan Barang dan Jasa

    Pengadaan barang dan jasa atau procurement menurut defenisi Transparency

    International yaitu acquisition of consumption and investment of goods and services(2006: 13). Sedangkan pengertian pengadaan barang dan jasa pemerintah berdasarkan

    Keppres 80 tahun 2003 yaitu kegiatan pengadaan barang dan jasa yang dibiayai dengan

    APBN/APBD, baik yang dilaksanakan secara swakelola maupun oleh penyedia barang

    dan jasa.Secara umum anggaran pengadaan barang dan jasa di seluruh dunia yang

    dilaksanakan oleh institusi pemerintah berkisar antara 15% sampai 30% dari GDP bahkan

    lebih dari itu pada negara-negara tertentu. Namun demikian, 10% sampai dengan 25 %

    dari anggaran pengadaan barang dan jasa tersebut bermasalah karena korupsi, dan

    bahkan dalam kasus tertentu antara 40% sampai dengan 50% (Transparency

    International, 2006: 13).

    Pengadaan barang dan jasa ternyata tidak saja menjadi isu yang sangat penting di

    Indonesia tetapi juga menjadi sorotan secara internasional karena sangat rentannya terhadap

    praktek-praktek yang melanggar tata kepemerintahan yang baik tersebut. Hal ini tidak

    saja terjadi pada negara-negara yang sedang berkembang tetapi praktek ini juga masih

    sering pula terjadi di negara-negara maju. Stapenhurst dan Kpubdeh (dalam Oshahi, 2007: 1)

    menyatakan pengadaan barang dan jasa publik terkenal dengan tingkat korupsi yangdilakukan oleh pegawai publik yang tidak jujur. Banyak sekali fakta dilaporkan di seluruh

  • 7/26/2019 PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI.pdf

    11/27

    8

    dunia yang menunjukkan bahwa prosedur pengadaan yang semrawut sering menimbulkan

    terjalinnya hubungan antara pegawai pemerintah dengan kontraktor yang tidak wajar

    sehingga menyebabkan terjadinya kolusi diantara berbagai pihak yaitu antara

    kontraktor dengan kontraktor atau antara pegawai pemerintah dengan kontraktor.

    Dalam implementasi kebijakan pengadaan barang dan jasa di instansi pemerintah

    di Indonesia, antara tahun 2003 dan tahun 2008 cukup banyak masalah besar yang terjadi.

    Masalah tersebut antara lain skandal pengadaan logistik Pemilu oleh KPU, pengadaan

    kendaraan pemadan kebakaran di beberapa provinsi dan kota se Indonesia, dan lain-lain.

    Berdasarkan masalah yang terjadi tersebut pemerintah secara terus menerus

    memperbaiki sistem pengadaan barang dan jasa. Sampai tahun 2007 Keppres 80 tahun

    2003 telah diubah sebanyak tujuh kali dengan tujuan agar prinsip-prinsip pengadaan

    barang dan jasa dapat terwujud. Sistem dan metoda pengadaan barang dan jasa pada saat

    itu sudah semakin baik yang ditandai dengan penerapan prinsip transparansi dalam

    pengadaan barang dan jasa yang semakin sempurna sehingga semakin tertutup cela bagi

    pengguna dan penyedia barang dan jasa untuk melakukan penyelewengan. Hal ini ditandai

    dengan terbitnya Perpres 95 tahun 2007 yang intinya adalah pengumuman pengadaan

    barang dan jasa melalui website pengadaan. Pengumuman melalui website ini merupakan

    tindak lanjut perbaikan prinsip transparansi secara terus menerus yang sebelumnya hanyamelalui Surat Kabar saja sebagai tempat pengumuman pengadaan. Sebagaimana dijelaskan

    sebelumnya bahwa pada tahun 2006, untuk menjunjung tinggi penerapan prinsip

    transparansi maka dilakukan penetapan Surat kabar Media Indonesia sebagai tempat

    pengumuman untuk pengadaan yang jumlah anggarannya Rp. 1 milyar ke atas semakin

    membuka transparansi yang lebih baik. Demikian pula, penetapan Surat Kabar Ujung

    Pandang Ekspres sebagai tempat pengumuman pengadaan di Sulawesi Selatan khususnya

    pengadaan yang anggarannya Rp. 100 juta sampai Rp. 1 milyar juga cukup signifikan

    membatasi para pihak dalam melakukan penyelewengan. Dengan demikian transparansi

    pegumuman pengadaan ini memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada penyedia

    barang dan jasa untuk melakukan kompetisi yang sehat.

    C. METODE PENELITIAN

    I. Jenis dan Lokasi Penelitian

    Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan lokasi penelitian yaitu

    lingkup Pemerintah Kabupaten Soppeng khususnya pada 8 (delapan) unit yaitu: Sekretariat,

    Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Dinas Pendapatan, Pengelolaan

    Keuangan dan Aset Daerah (Dinas PPKAD), Dinas Pekerjaan Umum (Dinas PU), Dinas

    Kesehatan, Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga (Dinas Dikmudora), Dinas

    Pengelolaan Sumber Daya Air, Pertambangan dan Energi, dan Rumah Sakit Umum

    Daerah (RSUD). Kedelapan unit tersebut lebih banyak melaksanakan pengadaan barang

    dan jasa dibandingkan dengan unit lain yang berlangsung secara rutin dengan jenispengadaan yang sama atau berbeda dari tahun ke tahun.

    II. Pendekatan dan Desain Penelitian

    Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus tentang

    Penerapan Prinsip Transparansi dalam Pengadaan Barang dan Jasa di Pemerintah Kabupaten

    Soppeng. Pertimbangan utama yang diambil peneliti dalam memilih studi kasus ini karena

    saat ini pengadaan barang dan jasa menjadi isu publik yang sangat penting yang ditandai

    dengan banyaknya permasalahan yang menimpa pemerintah, swasta dan masyarakat

    dalam pengadaan barang dan jasa tersebut. Peneliti melakukan penelusuran dan studi

    secara mendalam tentang objek yang diteliti dalam rangka menarik kesimpulan yang lebih

    akurat tentang penerapan Prinsip Transparansi dalam Pengadaan Barang dan Jasa padaPemerintah Kabupaten Soppeng.

  • 7/26/2019 PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI.pdf

    12/27

    9

    III. Sumber Data

    Sumber data dalam penelitian akan diperoleh melalui pihak-pihak yang terkait

    dalam pengadaan barang dan jasa selama periode tahun 2007 sampai dengan tahun 2008

    sebagai berikut:

    a. Bupati, Wakil Bupati, Sekretaris Daerah, anggota DPRD, dalah para pengambil

    kebijakan yang ada di Kabupaten Soppeng. Mereka dapat menentukan kebijakan

    dalam pengadaan barang dan jasa berdasarkan Keppres 80 tahun 2003.

    b. Pengguna Anggaran/Barang dan Kuasa Pengguna Anggaran/Barang adalah seseorang

    yang diangkat oleh Bupati sebagai atasan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan

    Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK). Mereka bertugas untuk mengontrol pejabat

    pembuat komitmen dan panitia pengadaan barang dan jasa dalam melaksanakan tugas-

    tugasnya. Pengguna Anggaran/Barang dan Kuasa Pengguna Anggaran/Barang

    memiliki tanggungjawab keuangan fisik kegiatan sehingga memiliki tanggungjawab

    utama dalam mematuhi prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik. Pengguna

    Anggaran/Barang dan Kuasa Pengguna Anggaran/Barang pada umumnya dijabat

    oleh Pimpinan SKPD.c. Panitia Pengadaan Barang dan Jasa adalah tim yang diangkat oleh kuasa pengguna

    anggaran atau Kepala Kantor yang bertugas untuk melaksanakan proses pengadaan

    barang dan jasa sehingga keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan pengadaan sangat

    tergantung pada panitia tersebut. Mereka memiliki tanggungjawab yang sangat besar

    untuk menjunjung tinggi prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik khususnya

    perinsip transparansi.

    d. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) berdasarkan Keppres 80 tahun 2003 adalah

    pegawai yang diangkat oleh pimpinan tertinggi lembaga dalam mengelolah anggaran

    dan kegiatan kantor. Ia memiliki tanggungjawab dalam mengelola kegiatan dan

    keuangan kantor secara penuh sehingga keberhasilan dan kegagalan seluruh kegiatan

    dan pemanfaatan anggaran adalah merupakan tanggungjawabnya. Tanggungjawab

    yang dimiliki oleh Pejabat Komitmen dalam pengadaan barang dan jasa adalah iaharus menetapkan pemenang tender yang diajukan oleh panitia pengadaan. Selain itu,

    ia harus menandatangani kontrak dengan pihak perusahaan selaku penyedia barang

    dan jasa sehingga tenggungjawab panitia pengadaan beralih kepada pejabat pembuat

    komitmen. Dengan tanggungjawab yang besar tersebut pejabat pembuat komitmen

    diwajibkan untuk menjunjung tinggi prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik.

    Jabatan PPK ini khususnya berlaku dalam pengadaan barang dan jasa yang

    anggarannya bersumber dari APBN.

    e. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) adalah pegawai yang diangkat oleh

    Pengguna Anggaran/Barang yang memiliki tugas utama sebagai penanggungjawab

    kegiatan secara operasional. Tugas dan fungsi PPTK ini berdasarkan Permendagri

    Nomor 13 tahun 2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Dengan demikian,

    beberapa SKPD telah menugaskan PPTK tersebut sebagai penanggungjawabkegiatan sejak tahun 2007.

    f. Pengawas fungsional baik pengawas internal yaitu Inspektorat Kabupaten Soppeng

    maupun pengawas eksternal yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang bertugas

    untuk melalukan pemeriksaan seluruh kegiatan pembangunan yang ada di

    Kabupaten Soppeng. Mereka mengetahui dengan baik sejauh mana seluruh kegiatan

    pembangunan dapat menjunjung tinggi prinsip transparansi dalam pengadaan

    barang dan jasa.

    g. Pengusaha adalah penyedia barang dan jasa yang merupakan mitra instansi

    pemerintah dalam penyediaan barang dan jasa setelah memenuhi segala ketentuan

    yang berlaku terutama setelah memenangkan proses tender secara kompetitif.

    Pengusaha memiliki tanggungjawab untuk memenuhi segala ketentuan yang telah

    tercantum dalam kontrak sehingga hasil pekerjaan yang dicapai benar-benar dapat

    dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dengan demikian,

  • 7/26/2019 PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI.pdf

    13/27

    10

    pengusahapun diwajibkan untuk menjunjung tinggi prinsip-prinsip tata kepemerintahan

    yang baik.

    h. Masyarakat/LSM adalah mereka yang memiliki hak untuk memantau pelaksanaan

    pengadaan barang dan jasa sehingga seluruh prosesnya dapat berjalan dengan baik.

    Mereka dapat memantau pihak pemerintah dan pihak pengusaha dalam menjalankan

    tugas dan tanggungawab masing-masing dalam pengadaan barang dan jasa. Dalam

    kapasistasnya sebagai pemantau mereka harus menjunjung tinggi prinsip-prinsip tata

    kepemerintahan yang baik.

    i. Selain sumber data tersebut peneliti juga melakukan penelahaan dokumen yang

    berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kabupaten Soppeng

    khususnya pada unit Sekretariat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Dinas

    Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (Dinas PPKAD), Dinas Pekerjaan

    Umum (Dinas PU), Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air, Pertambangan dan Energi,

    Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga (Dinas Dikmudora), dan

    Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) mulai dari tahun 2007 sampai dengan tahun

    2008. Jenis-jenis dokumen yang dibutuhkan yaitu mulai dari tahun 2007 sampai

    dengan tahun 2008 antara lain Dokumen Perencanaan Kegiatan, Dokumen Lelang,

    Surat Perjanjian (Kontrak) antara Pejabat Pembuat Komitmen dengan pengusaha,Laporan Pelaksanaan Kegiatan (bulanan, triwulan, semester, tahunan), Laporan tentang

    Serah Terima Pekerjaan, Surat Keputusan (SK) tentang pengangkatan pegawai dalam

    Kegiatan Pengadaan Barang dan Jasa, dan lain-lain.

    IV. Fokus Masalah Penelitian dan Deskripsi Fokus

    Fokus masalah penelitian dan deskripsi fokus yang akan dibahas dalam penelitian

    ini adalah sebagai berikut:

    a. Prinsip Transparansi adalah prinsip yang harus dijunjung tinggi oleh semua pihak

    yang terlibat dalam pengadaan barang dan jasa yaitu berkaitan dengan semua

    ketentuan dan informasi mengenai pengadaan barang dan jasa, yang dimulai dari pra

    pengadaan barang dan jasa, proses pengadaan barang dan jasa (proses pelelangan),sampai kepada pasca pengadaan barang dan jasa sifatnya terbuka atau tidak ada aspek

    yang disembunyikan bagi peserta dan penyedia barang dan jasa khususnya dan bagi

    masyarakat luas umumnya. Selain itu, semua pihak yang berkepentingan dalam

    pengadaan barang dan jasa mendapat akses informasi yang lengkap dan jelas.

    b. Pengadaan barang dan jasa adalah pengadaan barang dan jasa yang dibiayai dari

    Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Anggaran Pendapatan dan

    Belanja Negara (APBN) yang tertuang dalam Daftar Isian Penyelenggaraan Anggaran

    (DIPA) pemerintah kabupaten Soppeng. Pengadaan barang dan jasa yang menjadi

    fokus penelitian di sini adalah pengadaan yang berlangsung pada tahun 2007 sampai

    dengan tahun 2008 yang terdiri dari pra pengadaan, proses pengadaan, pasca

    pengadaan, dan faktor-faktor yang mendukung dan menghambat penerapan prinsip

    transparansi dalam pengadaan barang dan jasa.c. Transparansi pra pengadaan barang dan jasa adalah terbuka dan tersedianya akses

    informasi tentang identifikasi kebutuhan pengadaan barang dan jasa yang dimulai

    dengan Musrenbang sampai dengan penetapan rencana pengadaan barang dan jasa

    oleh DPRD yang dilakukan secara partisipatif berdasarkan sistem perencanaan

    buttom up.

    d. Transparansi proses pengadaan barang dan jasa adalah terbuka dan tersedianya akses

    informasi yang dimulai dari penetapan paket pengadaan dan pengumuman lelang,

    pendaftaran, pejelasan lelang, pemasukan/pembukaan penawaran, evaluasi penawaran,

    penetapan pemenang, masa sanggah, dan penandatanganan kontrak.

    e. Transparansi pasca pengadaan barang dan jasa adalah terbuka dan tersedianya akses

    informasi yang dimulai dari awal pelaksanaan pekerjaan, proses pelaksanaan

    pekerjaan, distribusi barang, masa pemeliharaan, dan serah terima pekerjaan termasuk

  • 7/26/2019 PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI.pdf

    14/27

    11

    dengan pelaksanaan pembayaran dari pihak pengguna barang/anggaran kepada

    penyedia barang.

    f. Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat penerapan prinsip transparansi dalam

    pengadaan barang dan jasa. Faktor pendukung adalah faktor yang selama ini

    membantu dalam memperlancar pelaksanaan pengadaan barang dan jasa mulai dari

    pra pengadaan sampai kepada pasca pengadaan barang dan jasa. Sebaliknya, faktor

    penghambat adalah faktor yang menghambat pelaksanaan pengadaan barang dan

    jasa mulai dari pra pengadaan sampai kepada pasca pengadaan barang dan jasa

    dalam perspektif implementor kebijakan pengadaan barang dan jasa..

    g. Pelelangan umum (compulsory competitive tendering) adalah metode pengadaan

    barang dan jasa yang anggarannya Rp. 100 juta atau lebih yang harus diumumkan

    pada Surat Kabar yang telah ditentukan baik oleh Pemerintah Pusat maupun

    Pemerintah Provinsi. Pengadaan yang anggarannya dari Rp. 100 juta sampai dengan

    Rp. 1 milyar harus diumumkan sekurang-kurangnya di Surat Kabar Ujung Pandang

    Ekspress khusus untuk pengadaan di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. Pengadaan

    yang anggarannya Rp. 1 milyar ke atas wajib diumumkan pada Surat Kabar Media

    Indonesia. Metode pengadaan tersebut diupayakan agar diumumkan pada website

    pengadaan.

    V. Instrumen Penelitian

    Dalam rangka pengumpulan data dalam penelitian ini peneliti menggunakan

    instrumen penelitian yaitu:

    a. Pedoman wawancara adalah daftar pertanyaan terbuka yang digunakan untuk

    mendapatkan data dan informasi mengenai penerapan prinsip transparansi dalam

    pengadaan barang dan jasa pada Pemerintah Kabupaten Soppeng.

    b. Pengembangan instrumen dilakukan dengan berpedoman pada matriks

    pengembangan instrumen yang terdiri dari 4 (empat) bagian utama yaitu Judul

    Penelitian, Rumusan Masalah, Fokus masalah penelitian dan deskripsi fokus, danTabel Matriks. Matriks tersebut digunakan untuk memperjelas sinkronisasi keempat

    aspek tersebut di atas untuk menghasilkan data yang valid.

    c. Pedoman wawancara tersebut dibagi ke dalam empat bagian yaitu:

    1) Daftar pertanyaan sebanyak 17 buah digunakan untuk menjaring data tentang

    transparansi pra pengadaan barang dan jasa yaitu identifikasi kebutuhan

    pengadaan barang dan jasa melalui Musrebang Desa, Kecamatan, dan

    Kabupaten. Selain itu, daftar pertanyaan tersebut juga digunakan untuk

    menjaring data tentang Pra Musrenbang, Forum SKPD, dan pembahasan dan

    penetapan anggaran di DPRD Kabupaten Soppeng;

    2) Daftar pertanyaan sebanyak 39 buah digunakan untuk menjaring data tentang

    transparansi proses pengadaan barang dan jasa (pelelangan umum) yaitu;

    penentuan paket pengadaan, pengumuman, pendaftaran, penjelasan pelelangan,penentuan kualifikasi, pemasukan penawaran, pembukaan penawaran, kriteria

    evaluasi penawaran, hasil evaluasi penawaran, penetapan pemenang

    pelelangan, jawaban sanggahan, dan ikatan kontrak;

    3) Daftar pertanyaan sebanyak 20 buah digunakan untuk menjaring data tentang

    transparansi pasca pengadaan barang dan jasa (pasca pelelangan umum) yang

    terdiri dari waktu pelaksanaan pekerjan, biaya, kualitas, distribusi barang, serah

    terima pekerjaan, waktu penyelesaian pekerjaan, efisiensi anggaran, dan

    efektifitas pekerjaan;

    4) Daftar pertanyaan sebanyak 37 buah digunakan untuk menjaring data tentang

    faktor pendukung dan penghambat penerapan prinsip transparansi dalam

    pengadaan barang dan jasa. Dari 37 daftar pertanyaan tersebut 16 pertanyaan

    digunakan untuk menjaring data tentang faktor pendukung dan 21 pertanyaan

  • 7/26/2019 PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI.pdf

    15/27

    12

    untuk menjaring data tentang faktor penghambat penerapan prinsip

    transparansi dalam pengadaan barang dan jasa.

    5) Selain itu, 3 pertanyaan tambahan digunakan untuk menjaring data tentang

    esensi penerapan prinsip transparansi dalam pengadaan barang dan jasa.

    d. Validasi konstrak daftar pertanyaan wawancara tersebut dilakukan melalui expert

    jugdment(penilaian ahli) yang terdiri dari 5 (lima) orang yaitu promotor (1 orang),

    kopromotor (2 orang), Direktur Pascasarjana UNM, dan Ketua Program Studi

    Administrasi Publik. Daftar pertanyaan tersebut diseminarkan di hadapan tim ahli

    tersebut kemudian dilakukan validasi seluruh pertanyaan secara bersama-sama baik

    yang berkaitan dengan substansi penerapan prinsip transparansi dalam pengadaan

    barang dan jasa maupun penggunaan bahasa yang mudah dipahami oleh informan.

    e. Pedoman FGD daftar pertanyaan terbuka yang digunakan untuk mendapatkan data dan

    informasi mengenai penerapan prinsip transparansi dalam pengadaan barang dan jasa di

    Pemerintah Kabupaten Soppeng dari formal (primary) key person dan informal

    (secondary) key person.

    VI. Teknik Pengumpulan Data dan Pengabsahan Data

    Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan

    FGD terbatas sebagai berikut:

    a. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data dari berbagai informan antara lain

    dari pihak Pemerintah Kabupaten Soppeng yang berwewenang mengambil kebijakan

    dalam pengadaan barang dan jasa, para PPTK dan panitia pengadaan barang dan jasa

    yang paling banyak terlibat dalam pengadaan barang dan jasa. Peneliti juga melalukan

    wawancara dengan pimpinan asosiasi perusahaan dan pimpinan perusahaan yang

    selama ini terlibat dalam pelelangan dan melakukan kontrak kerja dengan Pemerintah

    Kabupaten Soppeng, serta tokoh masyarakat dan pimpinan LSM yang selama ini aktif

    memantau pelaksanaan pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kabupaten Soppeng.

    Selain itu, peneliti juga melakukan wawancara dengan auditor baik dari BPK

    maupun Inspektorat Pemerintah Kabupaten Soppeng serta ahli pengadaan barang danjasa. Data yang diperoleh melalui berbagai informan tersebut dilakukan

    pengabsahannya dengan cara triangulasi. Data dari informan yang satu dengan

    informan lainnya dicocokkan untuk mencari keragaman jawaban sah sehingga data

    yang disajikan dalam uraian hasil penelitian menjadi informasi yang benar-benar

    valid.

    b. Diskusi kelompok terfokus (Focused group discussion) terbatas dilakukan dengan

    mengundang para informan dalam suatu pertemuan secara bersama-sama dalam

    rangka mendapatkan data tentang penerapan prinsip transparansi dalam pengadaan

    barang dan jasa pada Pemerintah Kabupaten Soppeng. FGD khusus dilakukan di

    lingkungan Sekretariat dan Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air, Pertambangan dan

    Energi. Data yang diperoleh melalui FGD ini digunakan untuk mendukung data

    yang diperoleh melalui wawancara secara perorangan dari setiap informan.c. Penelahaan dokumen yang berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa pada

    Pemerintah Kabupaten Soppeng khususnya pada unit Sekretariat, Badan Perencanaan

    Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset

    Daerah (Dinas PPKAD), Dinas Pekerjaan Umum (Dinas PU), Dinas Pengelolaan

    Sumber Daya Air, Pertambangan dan Energi, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan,

    Pemuda dan Olah Raga (Dinas Dikmodora), dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)

    mulai dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2008. Jenis-jenis dokumen yang

    dibutuhkan antara lain Dokumen Perencanaan Kegiatan, Dokumen Lelang, Surat

    Perjanjian (Kontrak) antara Pejabat Pembuat Komitmen dengan pengusaha, Laporan

    Pelaksanaan Kegiatan (bulanan, triwulan, semester, tahunan), Laporan tentang Serah

    Terima Pekerjaan, Surat Keputusan (SK) tentang pengangkatan pegawai dalam

    Kegiatan Pengadaan Barang dan Jasa, dan lain-lain. Dokumen penting lainnya adalahLaporan Hasil Pemeriksaan BPK untuk kegiatan tahun 2007 dan tahun 2008 pada

  • 7/26/2019 PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI.pdf

    16/27

    13

    Pemerintah Kabupaten Soppeng. Data dari dokumen tersebut berasal dari dokumen

    asli yang benar-benar dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

    VII. Teknik Analisis Data

    Menurut Bungin (2008: 153) bahwa dilihat tujuan analisis maka ada dua hal yangingin dicapai dalam analisis data kualitatif yaitu: (1) menganalisis proses berlangsungnya

    suatu fenomena sosial dan memperoleh gambaran yang tuntas terhadap proses tersebut; dan

    (2) menganalisis makna yang ada dibalik informasi, data, dan proses suatu fenomena sosial

    itu.

    Obyek penelitian ini adalah gejala sosial tentang administrasi publik dengan fokus

    pada penerapan prinsip transparansi dalam pengadaan barang dan jasa. Jenis penelitian ini

    adalah penelitian yang bersifat deskriptif yakni prosedur penelitian yang menghasilkan data

    kualitatif. Pendekatan ini dimaksudkan karena berkaitan erat dengan sifat unik dari suatu

    realitas sosial dalam sistem pengadaan barang dan jasa yang berkaitan dengan prinsip

    transparansi, serta berkaitan dengan tingkah laku manusia sebagai pejabat dan pegawai

    birokrasi. Analisis data dilakukan seiring dengan kegiatan penelitian tanpa memisahkan

    waktu. Keseluruhan data yang dikumpulkan dianalisis para tingkat reduksi data dengan

    analisis deskriptif dengan melakukan triangulasi antara berbagai sumber data antara lain

    pejabat dari lingkungan Pemerintah Kabupaten Soppeng, pengusaha, tokoh masyarakat dan

    LSM, auditor, dan ahli pengadaan. Selain itu, sumber data penting lainnya adalah data

    sekunder yaitu peraturan-peraturan dan dokumen laporan.

    Data yang peneliti peroleh melalui wawancara lapangan kemudian direduksi

    melalui proses pemilihan, penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data mentah

    menjadi kategori-kategori berdasarkan pengelompokan yang ditetapkan oleh peneliti. Ada

    empat kategori data ditetapkan oleh peneliti yaitu : 1) kelompok data yang berkaitan

    dengan penerapan prinsip transparansi dalam pra pengadaan barang dan jasa; 2)

    kelompok data yang berkaitan dengan penerapan prinsip transparansi dalam proses

    pengadaan barang dan jasa (pelelangan umum); 3) kelompok data yang berkaitan denganpenerapan prinsip transparansi dalam pasca pengadaan barang dan jasa; dan 4) kelompok

    data yang berkaitan dengan faktor pendukung dan penghambat penerapan prinsip

    transparansi dalam pengadaan barang dan jasa.

    Selanjutnya, data sekunder yang diperoleh dari berbagai dokumen penting

    dipilih secara teliti dan selektif yang benar-benar berkaitan dengan substansi masalah

    yang dibahas. Data sekunder tersebut adalah sebagai data pendukung terhadap data

    primer yang diperoleh melalui wawancara. Dengan demikian, baik data primer maupun

    data sekunder disajikan sebagai sekumpulan informasi yang tersusun rapi untuk

    memudahkan penarikan kesimpulan. Tahap berikutnya adalah menarik kesimpulan dan

    verifikasi data yang telah tersusun dengan baik sehingga keempat rumusan masalah

    dalam penelitian ini benar-benar dapat terjawab.

    D. HASIL PENELITIAN

    I. Penerapan Prinsip Transparansi dalam Pra Pengadaan Barang dan Jasa di

    Kabupaten Soppeng

    Berdasarkan laporan pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset

    Daerah (DPPKAD) bahwa pada tahun anggaran 2007 Pemerintah Kabupaten Soppeng

    telah mengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebesar

    Rp.377.384.107.916,-. Adapun perincian APBD tersebut adalah sebagai berikut:

    1. Pendapatan asli daerah sebesar Rp. 14.810.965.660,-;

    2. Dana perimbangan daerah sebesar Rp. 351.758.649.451,-; dan3. Lain-lain pendapatan daerah yang sah sebesar Rp. 10.814.492.805,-.

  • 7/26/2019 PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI.pdf

    17/27

    14

    Dari keseluruhan anggaran tersebut sebanyak Rp. 117.776.645.104 yang telah

    dialokasikan untuk belanja modal atau anggaran yang terkait langsung pengadaan barang

    dan jasa. Anggaran tersebut paling banyak terserap untuk Belanja Pegawai dengan jumlah

    sebesar Rp. 176.168.023.389,-. Dari belanja modal Rp. 117.776.645.104,- sebanyak Rp.

    115.557.711.848,- yang dapat direalisasikan pada tahun 2007.

    Selanjutnya pada tahun anggaran 2008 Pemerintah Kabupaten Soppeng telah

    mengalami peningkatan alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yaitu

    menjadi sebesar Rp. 440.019.773.837,-. APBD tersebut juga terbagi dalam 3 (tiga) bagian

    sebagai berikut:

    1. Pendapatan asli daerah sebesar Rp.13.419.773.837,-;

    2. Dana perimbangan daerah sebesar Rp. 393.399.964.826,-; dan

    3. Pendapatan lain-lain daerah yang sah sebesar Rp. 33.200.715.605,-.

    Dari keseluruhan anggaran tahun 2008 tersebut sebanyak Rp. 138.339.489.978,-

    yang telah dialokasikan untuk belanja modal atau anggaran pengadaan barang dan jasa.

    Anggaran ini sedikit lebih tinggi daripada anggaran tahun 2007. Anggaran yang terserap

    untuk Belanja Pegawai adalah sebesar Rp. 218.089.019.546,-. Dari belanja modal sebesar

    Rp. 138.339.489.978,- sebanyak Rp. 135.954.041.254,- yang terealisasi pada tahun 2008.

    Dalam melakukan identifikasi kebutuhan pengadaan barang dan jasa denganmenggunakan metode pelelangan umum (tender) di Kabupaten Soppeng sama saja

    dengan identifikasi kebutuhan pengadaan barang dan jasa dengan menggunakan metode

    yang lain yaitu metode penunjukan langsung, pemilihan langsung, dan swakelola. Proses

    yang dilakukan dalam rangka identifikasi kebutuhan tersebut secara buttom up planning

    (perencanaan dari bawah) yang diawali dengan Musyawarah Perencanaan Pembangunan

    (Musrenbang). Hal tersebut sebagaimana dijelaskan oleh informan sebagai berikut:

    Dalam melakukan identifikasi kebutuhan atau perencanaan kebutuhanpengadaan barang dan jasa sama saja semua jenis pengadaan yaitu pengadaan

    barang dan jasa yang harus dilakukan desngan pelelangan umum (tender),

    pemilihan langsung, dan penunjukan langsung, serta swakelola. Semua proses

    perencanaan tersebut dilakukan secara buttom up melalui Musrenbang untuk

    kebutuhan Desa/Kelurahan dan Kecamatan. Sebaliknya, untuk kebutuhan SKPDmelalui usulan SKPD secara langsung (A. Maningo Rachmat: 11 Mei 2009).Semua perencanaan pembangunan termasuk pengadaan barang dan jasa dan

    program atau kegiatan non pembangunan dilakukan secara buttom up. Metode

    perencanaan ini sangat strategis karena kebutuhan itu digali dari bawah baik kebutuhan

    masyarakat secara keseluruhan maupun kebutuhan SKPD dalam mendukung tupoksinya

    masing-masing khususnya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

    Pertama-tama, saya sampaikan bahwa mekanisme yang kita ikuti di KabupatenSoppeng yaitu segala sesuatu yang akan kita programkan dalam melakukan

    pembangunan di Kabupaten Soppeng yaitu melalui proses buttom up planning.

    Metode perencanaan ini sangat strategis karena kebutuhan digali dari bawah

    baik kebutuhan masyarakat secara umum maupun kebutuhan SKPD masing-

    masing kemudian dibahas sampai ke tingkat DPR (A. Sutomo: 10 Juni 2009).Penerapan prinsip transparansi dalam pra pengadaan barang dan jasa khususnya

    dalam proses perencanaan dapat terwujud karena melibatkan semua pihak dari berbagai

    kalangan yaitu masyarakat, aparatur pemerintah, anggota dewan, dan lain-lain. Proses

    perencanaan tersebut dilakukan secara berjenjang yang dikenal dengan Musyawarah

    Perencanaan Pembangunan yang disingkat dengan Musrembang. Tahapan Musrenbang

    tersebut yaitu Musrenbang Desa, Kecamatan, dan Kabupaten. Selain itu, dilakukan Forum

    SKPD sebelum dilakukan Musrenbang Kabupaten, yang dilanjutkan dengan sidang

    paripurna di DPR. Tahapan proses perencanaan pembangunan atau pengadaan barang

    dan jasa ini memberikan ruang partisipasi yang sangat luas kepada seluruh kalangan

    (pemerintah, swasta, dan masyarakat). Hal ini merupakan pembelajaran yang sangat

    penting bagi seluruh masyarakat dalam menyampaikan aspirasinya.

    Pada dasarnya prinsip transparansi yang dimaksud adalah sesungguhnyaaspirasi itu berasal dari bawah. Perencanaan diawali dari Musrenbang Desa,

  • 7/26/2019 PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI.pdf

    18/27

    15

    Kecamatan dan Kabupaten, dihadiri oleh anggota Dewan yang berasal dari

    daerah pemilihan masing-masing, dan dihadiri oleh Satuan Kerja Perangkat

    Daerah (SKPD) pada Musrenbang itu. Itulah yang diolah kemudian disampaikan

    ke masing-masing SKPD. Namun, tidak semua aspirasi bisa tercover di

    Musrenbang Desa, Kecamatan sampai Musrenbang Kabupaten dan masuk kepada

    Rancangan APBD. Tentu saja kita melihat prioritas-prioritas pada Desa yang

    bersangkutan dan saya melihat dengan adanya prinsip transparansi, betul-betul

    keterlibatan masyarakat dalam mengajukan aspirasi dalam sektor kebutuhan

    masyarakat betul-betul sangat bermanfaat dengan pola seperti ini (Saharuddin: 9Mei 2009).

    Informasi dari informan di atas menunjukkan bahwa transparansi perencanaan

    pembangunan yang ada di Kabupaten Soppeng khususnya pengadaan barang dan jasa

    benar-benar dapat terwujud karena melibatkan partisipasi dari masyarakat mulai dari

    tingkat desa sampai tingkat kabupaten sehingga seluruh rencana pembangunan dapat

    diketahui secara luas. Masalah yang kadang-kadang muncul hanya pada saat terjadi

    anggaran perubahan pada pertengahan tahun anggaran. Usulan pengadaan barang dan jasa

    kadang-kadang tidak berdasarkan kebutuhan terutama usulan kebutuhan SKPD sebagaimana

    yang dijelaskan oleh informan dari BPK sebagai berikut:Pesoalan perencanaan pengadaan barang dan jasa sering muncul pada saatterjadi anggaran perubahan. SKPD kadang-kadang melakukan usulan pengadaan

    barang dan jasa tidak berdasarkan kebutuhan terutama perencanaan pengadaan

    pada saat terjadi perubahan anggaran (Firdaus: 9 Juni 2009).Puncak prestasi dari seluruh proses perencanaan pembangunan khususnya

    identifikasi pengadaan barang dan jasa yang melibatkan seluruh komponen masyarakat di

    Kabupaten Soppeng adalah penerimaan Otonomi Award dari the Fajar Institute of Pro-

    Otonomi (FIPO) pada tanggal 29 Mei 2009 yang diserahkan oleh Bapak Wakil Presiden

    Republik Indonesia Bapak H. M. Yusuf Kalla. Kabupaten Soppeng memiliki nilai yang

    paling tinggi dari 23 Kabupaten/Kota se Sulawesi Selatan dalam melakukan proses

    perencanaan pembangunan dengan melibatkan masyarakat yang dimulai dari pra

    Musrenbang, Musrenbang Desa/Kelurahan, Musrenbang Kecamatan, Forum SKPD, danMusrenbang Kabupaten (Kadir, 2009: 52-53).

    II. Penerapan Prinsip Transparansi dalam Proses Pengadaan Barang dan Jasa

    (Pelelangan Umum) di Kabupaten Soppeng

    Sejak diterbitkannya Keppres 80 tahun 2003 tentang pengadaan barang dan jasa

    maka terjadi perubahan yang sangat signifikan dalam pengadaan barang dan jasa di

    Indonesia, baik dalam tataran kebijakan maupun dalam tataran implementasinya. Sebelum

    Keppres 80 tahun 2003 ini terbit peraturan yang mengatur tentang pengadaan barang dan

    jasa yaitu Keppres 18 tahun 2000. Cikal bakal munculnya Keppres 80 tahun 2003 iniyaitu; Pertama adalah diawali dengan koreksi terhadap peraturan itu sendiri. Kedua

    adalah berbagai penelitian yang dilakukan oleh negara-negara atau lembaga-lembaga

    donor (pemberi bantuan) terhadap pembangunan di Indonesia bahwa pengadaan barang

    dan jasa di Indonesia diwarnai dengan praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Hal

    tersebut disampaikan oleh ahli pengadaan sebagai berikut:

    Negara-negara atau lembaga-lembaga donor melakukan kajian-kajian terhadappengadaan barang dan jasa di Indonesia ini dan mereka membuat kesimpulan

    bahwa bahwa pengadaan barang dan jasa itu di Indonesia penuh dengan KKN. Kita

    sebagai negara berdaulat tidak mau didikte begitu saja, oleh karena itu kita juga

    membuat kajian-kajian yang kebetulan memang singkron dengan yang mereka

    sarankan. Oleh karena itu, pada tahun 2003 kita bertekad bulat untuk mengakhiri

    KKN itu (Soepadyo: 22 Juli 2009).

  • 7/26/2019 PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI.pdf

    19/27

    16

    Koreksi utama terhadap peraturan tentang pengadaan barang dan jasa

    sebelumnya diatur secara terpisah dengan petunjuk pelaksanaan (Juklak) dan petunjuk

    teknis (Juknis) pengadaan barang dan jasa. Juklak dan Juknis tersebut ditandatangani oleh

    setingkat eselon I saja. Dengan demikian, peraturan-peraturan lain yang mengikuti

    Keppres tersebut termasuk Peraturan Daerah (Perda) tentang pengadaan barang dan jasa

    sering tidak sinkron. Akhirnya, pelaksanaan pengadaan barang dan jasa tidak berjalan

    sebagaimana mestinya.

    Saya akan mencoba menjawab secara singkat bahwa sebelum Keppres 80 itu lahirkita sudah memiliki Keppres 18 tahun 2000 tentang pengadaan barang dan jasa.

    Dalam Keppres-Keppres sebelumnya, antara batang tubuh dan petunjuk

    pelaksanaannya serta pengimplementasiannya itu diatur secara terpisah. Setelah

    Keppres itu ditetapkan maka kemudian ditindaklanjuti dengan petunjuk teknis dan

    petunjuk teknis itu ditandatangani oleh jajaran Eselon I (Direktorat Jenderal). Kita

    ketahui bahwa hirarki perundang-undangan yang paling rendah adalah Perda.

    Hirarkinya dari Undang-Undang Dasar sampai ke Perda. Sedangkan petunjuk teknis

    umumnya di tandatangani oleh Eselon 1 dan akibatnya bahwa sering terjadi produk

    Perda yang tidak singkron dengan petunjuk teknik dan kemudian masing-masing

    Pemda itu menyusun Perda yang kadang-kadang tidak singkron dengan Keppres itusendiri (Soepadyo: 22 Juli 2009).

    Koreksi yang kedua adalah usaha yang sistematis yang dilakukan oleh

    pemerintah agar proses pengadaan barang dan jasa yang diwarnai dengan KKN tersebut

    dapat dihentikan secara berangsur-angsur. Semua pihak (stakeholder) yaitu pihak

    pemerintah, pihak pengusaha, dan pihak masyarakat harus memiliki komitmen bersama

    dalam mendukung kebijakan ini dan secara bersama-sama dapat menghindari KKN

    tersebut apabila terlibat dalam pengadaan barang dan jasa. Salah satu komitmen tersebut

    adalah penandatangan Pakta Integritas oleh semua pihak yang terlibat dalam pengadan

    barang dan jasa. Hal tersebut disampaikan oleh informan sebagai berikut:

    Hal yang dituangkan dalam Keppres 80 tahun 2003 yang cukup menonjol adalahbahwa sebelum proses pengadaan itu dimulai terlebih dahulu ditandatangani Pakta

    Integritas. Pakta Integritas tersebut harus ditandatangani oleh para pihak yangberisi tentang ikrar antara para pihak sebelum proses pengadaan barang dan jasa itu

    dimulai. Dengan demikian, bahwa para pihak selama pelaksanaan pengadaan

    barang dan jasa itu membuat ikrar secara bersama-sama untuk tidak melakukan

    KKN (Soepadyo: 22 Juli 2009).Secara umum Pemerintah Kabupaten Soppeng menyampaikan secara transparan

    seluruh paket pengadaan barang dan jasa yang menggunakan metode pelelangan umum

    (tender) sekurang-kurangnya melalui Website pengadaan barang dan jasa. Tugas utama

    yang dilaksanakan lebih awal oleh pengguna barang dan jasa setelah ditetapkannya APBD

    Kabupaten Soppeng adalah menentukan paket-paket pekerjaan pengadaan barang dan jasa

    untuk dipublikasikan, minimal setiap SKPD sudah siap untuk menyampaikan kepada

    publik tentang paket-paket pengadaan barang dan jasa yang ada di SKPD masing-masing

    yaitu metode pelelangan umum (tender) yang mempunyai anggaran Rp. 100 juta ke atas,pemilihan langsung untuk anggaran Rp.50 juta sampai dengan Rp. 100 juta, dan

    penunjukan langsung untuk anggaran di bawah Rp. 50 juta.

    Pelaksanaan pelelangan yang dilaksanakan di Kabupaten Soppeng ini dengantiga jenis yaitu Rp. 50 juta ke bawah adalah Penunjukan Langsung, Rp. 50. Juta

    sampai dengan Rp. 100 juta adalah Pemilihan Langsung, Rp. 100 juta ke atas

    dilakukan Pelelangan Umum. Selanjutnya, dalam Penunjukan Langsung memang

    tidak diumumkan di koran tetapi Pemilihan Langsung yang anggarannya Rp. 50

    juta sampai kepada Rp. 100 juta tidak diumumkan di koran tetapi diumumkan di

    SKPD masing-masing sehingga semua rekanan dapat melihat langsung.

    Pengadaan barang dan jasa yang dananya Rp. 100 juta sampai Rp. 1 milyar

    diumumkan melalui media massa yaitu melalui koran, dalam hal ini kalau di

    Sulawesi Selatan melalui UPEKS, kemudian yang Rp. 1 milyar ke atas melalui

    Media Indonesia (A. Sarimin Saransi: 15 Mei 2009).

  • 7/26/2019 PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI.pdf

    20/27

    17

    Penentuan paket-paket pengadaan barang dan jasa tersebut sangat jelas metode

    yang akan dilakukan berdasarkan anggaran yang telah dialokasikan untuk setiap

    pengadaan barang dan jasa. Pada prinsipnya semua pengadaan barang dan jasa adalah

    pelelangan umum tetapi dimungkinkan untuk dilakukan dengan metode penunjukan

    langsung, pemilihan langsung dan swakelola. Namun demikian, setiap penentuan paket-

    paket tersebut tidak selamanya dilakukan dengan benar karena ada kecenderungan untuk

    melakukan paket tersebut dengan metode penunjukan langsung karena dianggap jauh

    lebih mudah karena tidak melibatkan terlalu banyak pengusaha.

    Dalam rangka peningkatan pengelolaan keuangan, pemerintah Kabupaten

    Soppeng menganggarkan pengadaan Software Sistem Informasi Akuntansi

    Keuangan daerah pada SKPKD dan 31 SKPD di Kabupaten Soppeng dengan

    anggaran seluruhnya sebesar Rp. 1.320.950.000,- dan realisasi sebesar Rp.

    1.319.550.000,-. Untuk merealisasikan kegiatan tersebut masing-masing SKPD

    melakukan kerjasama dengan CV. Birusoft Cipta Informatika dengan nilai kontrak

    bervariasi antara Rp. 35.000.000,- sampai dengan Rp. 49.000.000,- yang dilakukan

    dengan penunjukan langsung. Khusus untuk Sekretariat Daerah sebagai SKPKD

    yang menyusun Laporan Keuangan Daerah Kabupaten Soppeng, nilai kontrak

    yang disepakati sebesar Rp. 97.950.000,- (LHP BPK, Buku III, 2008:1-4).Dengan ditetapkannya kedua media tersebut maka akses informasi pengadaan

    terbuka lebar kepada semua pengusaha tidak hanya di wilayah Soppeng tetapi juga di

    seluruh wilayah Sulawesi Selatan bahkan di seluruh Indonesia melalui Media Indonesia.

    Masing-masing media cetak memiliki website sehingga bisa diakses melalui internet.

    Transparansi pengumuman barang dan jasa saat ini sangat luarbiasa luasnya sehingga

    tidak memungkinkan lagi untuk ditutupi seluruh pengadaan barang dan jasa yang wajib

    dilelangkan. Hal ini terbukti bahwa pengadaan barang dan jasa yang dilakukan di

    Kabupaten Soppeng telah diikuti oleh pengusaha dari Kabupaten lain misalnya Kota

    Makassar, Kabupaten Wajo, Kabupaten Sidrap, Kabupaten Mamuju, dan lain-lain. Namun

    demikian, sejak tahun 2007 sampai dengan tahun 2008, belum ada penyedia barang dan

    jasa yang mengikuti pelelangan di Kabupaten Soppeng yang berasal dari luar Propinsi

    Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat.Saya lihat dalam 2 tahun terkahir ini cukup aktif partisipasi pengusaha darikabupaten lain misalnya Kabupaten Wajo, Kabupaten Sidrap, Kabupaten Luwu,

    dan Kabupaten Mamuju khsusnya pada waktu pengadaan genset untuk

    penerangan di rumah jabatan Bupati dan di Sekretariat (Asad: 2 Mei 2009)Dalam melakukan evaluasi seluruh proses evaluasi tersebut masih bersifat rahasia

    sehingga rekanan tidak diperkenankan untuk mengetahui hasil evaluasi tersebut sampai

    penandatanganan kontrak. Setelah peserta lelang dapat melakukan sanggahan apabila ada

    hal-hal yang dianggap tidak mengikuti prosedur sesuai dengan Keppres 80 tahun 2003.

    Namun demikian, kadang-kadang pengusaha masih meragukan hasil evaluasi yang

    dilaksanakan oleh panitia tersebut sebagaimana yang dikemukan oleh salah seorang

    informan dari pihak pengusaha sebagai berikut:

    Hal-hal yang biasa menjadi kendala adalah pada saat evaluasi karena prosesevaluasi itu sifatnya rahasia artinya cuma panitia yang bisa lihat. Jadi untuk

    mengantisipasi hasil evaluasi saya menyimpan arsip penawaran dan ketika saya

    digugurkan tentu saya mempertanyakan kenapa saya digugurkan dalam

    penawaran itu. Kita kadang kalah dalam penawaran. Kadang orang menang

    karena dia menang secara angka. Masalahnya dia benar secara keseluruhan atau

    tidak kita jangan berprasangka buruk. Saya melihat bahwasanya, seharusnya hal

    itu bisa diakses oleh siapapun agar kerahasiaan itu tidak diterjemahkan tidak bisa

    diketahui siapapun (Syahril: 11 Juli 2009).

  • 7/26/2019 PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI.pdf

    21/27

    18

    III. Penerapan Prinsip Transparansi dalam Pasca Pengadaan Barang dan Jasa (Pasca

    Pelelangan Umum) di Kabupaten Soppeng

    Berdasarkan LHP BPK tahun 2008 bahwa pengadaan barang dan jasa pada tahun

    2007 dan realisasi anggarannya sebesar Rp. 115.557.711.848,-. Jenis pengadaan utama

    yaitu pengadaan tanah, pengadaan peralatan mesin, pengadaam gedung dan bangunan,pengadaan jalan, irigasi, dan jaringan, serta pengadaan aset lainnya. Dari anggaran tersebut

    anggaran pengadaan gedung dan bangunan yang paling besar yaitu sebesar Rp.

    47.044.736.616, dan anggaran yang paling kecil adalah untuk pengadaan aset lainnya yaitu

    hanya sebesar 1.341.118.000,-. Anggaran tersebut tersebar di seluruh SKPD se

    Kabupaten Soppeng.

    Pengadaan barang dan jasa pada tahun 2008 dan realisasi anggarannya mengalami

    peningkatan dibandingkan dengan tahun 2007. Jumlah anggaran pengadaan barang dan

    jasa pada tahun 2008 sebesar Rp. 135.954.041.254,-. Jenis pengadaan utama yaitu

    pengadaan tanah, pengadaan peralatan mesin, pengadaan gedung dan bangunan, pengadaan

    jalan, irigasi, dan jaringan, serta pengadaan aset lainnya. Ternyata, pada tahun anggaran

    2008 Dari anggaran tersebut anggaran pengadaan pengadaan jalan, irigasi, dan jaringan

    yang paling besar yaitu sebesar Rp. 68.895.368.589,- dan anggaran yang paling kecil adalah

    untuk pengadaan aset lainnya yaitu hanya sebesar Rp. 683.982.000,-. Anggaran tersebut

    tersebar di seluruh SKPD se Kabupaten Soppeng.

    Berikut ini diuraikan tentang jumlah kekayaan Pemerintah Daerah Kabupaten

    Soppeng yang berkaitan dengan barang dan jasa (aset) berdasarkan dengan hasil neraca

    sampai dengan 31 Desember 2008 berdasarkan yaitu; 1) tanah sebesar

    Rp.205.698.120.900; 2) Peralatan dan mesin sebesar Rp. 200.582.655.879,-; 3) Gedung dan

    bangunan sebesar Rp. 244.003.976.959,-; 4) Jalan, jaringan dan instalasi sebesar

    Rp.334.131.811.534,-; 5) Aset tetap lainnya Rp. 1.994.025.725,-; dan 6) Konstruksi dalam

    pengerjaan sebesar Rp. 22.830.003.963,-.

    Berdasarkan data di atas bahwa Kabupaten Soppeng memiliki kekayaan khusus

    untuk bidang aset berdasarkan neraca pada tanggal 31 Desember 2008 sebesarRp.1.009.240.594.860,- namun yang dapat tercatat pada masing-masing SKPD hanya

    sebesar Rp.581.283.545.100,- sehingga selisih sebesar Rp. 427.957.049.760,-.

    Hasil temuan BPK juga menunjukkan bahwa pekerjaan jalan beton dan drainase

    ruas Lapajung-Mangkuttu (Poros Malaka Raya) yang dikerjakan oleh CV. Cipta Agar

    Utama dengan nilai kontrak sebesar Rp. 758.711.000,- ternyata hanya dapat dilaksanakan

    sampai 50% sampai batas waktu yang ditentukan yaitu pada tanggal 13 Desember 2008.

    Berdasarkan hasil pengamatan fisik oleh auditor BPK pada tanggal 18 Pebruari 2008

    menunjukkan bahwa pekerjaan terbengkalai dan tidak dikerjakan sesuai dengan

    perjanjian kerjasama yang disepakati baik dari segi volume pekerjaan maupun waktu

    pelaksanaan.

    Ada 3 (tiga) jenis pekerjaan yang sama dengan lokasi yang berbeda dan

    pengusaha yang berbeda pula telah mengalami permasalahan yang sama yaitu kualitasdan waktu pelaksanaan tidak sesuai dengan perjanjian dalam kontrak. Adapun pekerjaan

    yang dimaksud yaitu: 1) Pekerjaan jalan beton, drainase dan talud ruas Pajalesang dan

    Allimbangen (Jl. Cabenge); 2) Pekerjaan jalan beton, drainase dan talud ruas Pajalesang dan

    Allimbangen (Jl. Ranjau); dan 3) Pekerjaan jalan beton ruas Malaka dan Mari-Mari (Belo-

    Ganra). Hasil ini menunjukkan bahwa para pengusaha tersebut memiliki kemampuan

    yang sangat terbatas dalam melaksanakan pekerjaan tertentu misalnya pekerjaan beton

    seperti yang disebutkan di atas (LHP BPK: Buku III, 2009).

    Berdasarkan laporan BPK tahun 2007 dan tahun 2008 dalam Buku III disebutkan

    juga bahwa ternyata ada beberapa pekerjaan yang dilaporkan oleh Pengguna Anggaran

    dan PPTK telah selesai dikerjakan secara fisik tetapi ternyata belum selesai. Hal ini

    terbukti dengan penandatanganan Serah Terima Pekerjaan yang dilakukan oleh

    Pengguna Anggaran dan PPTK seperti yang telah terjadi pada Dinas Pengelolaan SumberDaya Air, Pertambangan dan Energi dan Dinas PU. Akhirnya anggaran tersebut dicairkan

  • 7/26/2019 PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI.pdf

    22/27

    19

    secara tidak akuntabel oleh Pengguna Anggaran. Dengan permintaan dari Pengguna

    Anggaran maka Dana yang telah dicairkan tersebut akhirnya diblokir untuk tidak

    dibayarkan kepada pengusaha sebelum pekerjaannya selesai.

    Disamping pekerjaan yang telah diselesaikan dengan baik oleh para pengusaha

    tetapi ternyata masih ada pekerjaan yang anggarannya cukup besar khususnya pada tahun

    2007 tetapi hasilnya kurang memuaskan. Pekerjaan yang dimaksud adalah software Sistem

    Informasi Akuntansi Keuangan Daerah untuk Satuan Kerja Perangkat Daerah di

    Kabupaten Soppeng. Software tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Selain itu,

    Dinas Pendapatan Daerah telah melakukan pengadaan Komputerisasi Sistem dan Prosedur

    Pendapatan Daerah Aplikasi Windows pada tahun 2007 tetapi juga tidak berfungsi

    dengan baik. Selain itu, ada juga pekerjaan yang tidak dapat diselesaikan oleh pengusaha

    sesuai dengan waktu yang ditentukan tetapi tidak dilakukan pemutusan kontrak.

    Ternyata pada tahun 2008 masih ada beberapa pekerjaan yang dikerjakan oleh

    para pengusaha yang memiliki permasalahan akuntabilitas yang sama yaitu pekerjaan tidak

    diselesaikan tepat waktu antara lain: 1) Pembuatan jaringan irigasi saluran Lokajawae; 2)

    Pembuatan tebing sungai Limpomajang; 3) Pemasangan Bronjong Tebing Sungai Leworeng

    Belakang SD Kessing; dan 4) Rehabilitasi saluran Banga. Pekerjaan lain yang memiliki

    permasalahan jangka waktu pelaksanaan yang tidak dilaksanakan tepat waktu olehpengusaha adalah Pembangunan Rumah Jabatan Wakil Ketua I dan II DPRD Kabupaten

    Soppeng. Alokasi waktu yang telah disediakan adalah 150 kalender mulai dari tanggal

    05 Desember 2008 sampai dengan 07 Mei 2009. Pekerjaan tersebut ternyata baru

    mencapai 91.192 % pada saat dilakukan cek fisik pada tanggal 4 Mei 2009.

    IV. Faktor Pendukung dan Penghambat Penerapan Prinsip Transparansi dalam

    Pengadaan Barang dan Jasa di Kabupaten Soppeng

    a. Faktor Pendukung Penerapan Prinsip Transparansi dalam Pengadaan Barang

    dan Jasa di Kabupaten Soppeng

    Dalam pengadaan barang dan jasa hal yang sangat penting harus dimiliki olehsemua pihak yang terlibat dalam pengadaan barang dan jasa adalah pengetahuan yang

    memadai tentang aturan-aturan pengadaan barang dan jasa itu sendiri khususnya Keppres

    80 tahun 2003 dan seluruh perubahan-perubahannya. Disamping pengetahuan yang

    memadai tersebut mereka juga harus memiliki pengalaman dalam pengadaan barang dan

    jasa terutama dalam menjadi panitia pengadaan barang dan jasa. Dengan demikian,

    pemerintah melalui BAPPENAS sejak tahun 2005 melakukan ujian Sertifikasi

    pengadaan barang dan jasa yang didahului dengan pelatihan pengadaan barang dan jasa

    yang dilaksanakan oleh berbagai lembaga pelatihan resmi.

    Menurut Soepadyo bahwa disamping keahlian yang dibuktikan dengan Sertifikat

    keahlian pengadaan barang dan jasa panitia juga perlu memiliki pengalaman

    dalam memproses pengadaan barang dan jasa. Semakin banyak pengalaman

    menjadi panitia akan semakin terungkap segala permasalahan yang berkaitandengan pengadaan barang dan jasa (22 Juli 2009).

    Selain itu, hal yang sangat mendukung pelaksanaan pengadaan barang dan jasa di

    Kabupaten Soppeng yaitu pada tahun 2008 telah dibentuk Tim Verifikasi Administrasi

    dan Fisik Kegiatan Pembangunan di Kabupaten Soppeng sejak tahun 2008. Pertimbangan

    utama dibentuknya Tim tersebut adalah untuk mewujudkan pelaksanaan kegiatan

    pembangunan yang berkualitas, transparan dan akuntabel serta dalam mengelola

    pengaduan masyarakat sehubungan dengan pelaksanaan proyek/kegiatan pembangunan di

    Kabupaten Soppeng. Dengan adanya Tim tersebut maka para pengusaha sangat berhati-

    hati untuk menyelesaikan pekerjaan yang menjadi tanggunjawabnya. Pekerjaan yang belum

    dinyatakan selesai secara sempurna oleh Tim belum dapat dilakukan Serah Terima

    Pekerjaan Pengguna barang dan penyedia barang sehingga pembayarannyapun belum bisa

    dicairkan 100%.

  • 7/26/2019 PENERAPAN PRINSIP TRANSPARANSI.pdf

    23/27

    20

    Sekarang ini kita bentuk namanya Tim Sembilan, dalam hal ini kita bentuk TimVerifikasi. Tugas Tim Verifikasi ada dua, yang pertama adalah SKPD tidak

    diperkenankan membayar 100% tanpa ada surat rekomendasi dari Tim Sembilan.

    Jadi kalau ada misalnya laporan dari SKPD yang mengatakan bahwa pekerjaan

    jalanan misalnya di tempat ini sudah 100%, dia menyurat ke Tim verifikasi untuk

    turun lapangan apa betul sudah selesai atau tidak. Kalau Tim verifikasi turun

    melihat dan menemukan betul-betul bahwa pekerjaan di lapangan selesai 100%

    baru Tim Verifikai membuat Surat Rekomendasi untuk dibayarkan 100%.

    Kemudian disamping itu kita sebenarnya tidak bayarkan 100%, tetapi masih ada

    namanya retensi (pemeliharaan) misalnya sampai enam bulan. Selama enam

    bulan ada kerusakan di lapan