Page 1
PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE
DALAM PENYUSUNAN RPJMD di BAPPEDA
PROVINSI LAMPUNG
(Studi Dalam Tahap Musrenbang dan Penetapan
RPJMD 2015-2019 Provinsi Lampung)
(Tesis)
Oleh :
I WAYAN HARI KURNIAWAN
PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
Page 2
ii
ABSTRAK
PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE
DALAM PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN
JANGKA MENENGAH DAERAH di BAPPEDA PROVINSI
LAMPUNG
Oleh
I WAYAN HARI KURNIAWAN
1326021008
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah penerapan prinsip
good governance dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah Provinsi Lampung 2015-2019, apakah penerapan prinsip transparansi,
akuntabilitas, kepastian hukum, dan partisipasi telah diterapkan dalam proses
musrenbang dan penetapan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
Provinsi Lampung 2015-2019. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui sejauh
mana penerapan prinsip good governance dalam proses musrenbang dan
penetapan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Lampung
2015-2019. Tipe penelitian yang dilakukan merupakan penelitian kualitatif
berupa wawancara yang mendalam dengan responden-responden dan pihak-pihak
yang berkompeten dalam pelaksanaan proses musrenbang dan penetapan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Lampung 2015-2019. Hasil
penelitian menunjukan secara keseluruhan prinsip-prinsip good governance
(transparansi dengan membuka seluas-luasnya informasi kepada masyarakat;
partisipasi ditandai dengan jumlah kehadiran dan keaktifan peserta serta
perubahan substansi mengenai arah kebijakan dan visi misi; akuntabilitas ditandai
dengan telah dilaksanakan kesesuaian antara aktor pembahas dengan apa yang
dibahas terhadap visi dan misi; kepastian hukum dengan menanaati peraturan
yang berlaku untuk penyusunan rencana pembangunan jangka menengah) dalam
pelaksanaan musrenbang dan penetapan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah Provinsi Lampung 2015-2019 sudah diterapkan tetapi untuk
proses penetapan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi
Lampung 2015-2019 belum melaksanakan partisipasi masyarakat dikarenakan
untuk penetapan rencana pembangunan jangka menengah daerah tersebut
dilakukan oleh eksekutif dan legislatif dalam perumusan rencana pembangunan
jangka menengah daerah menjadi peraturan daerah nomor 6 tahun 2014.
Kata Kunci : Prinsip Good Governance, Penyusunan Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah 2015-2019, Musrenbang.
Page 3
iii
ABSTRACT
THE IMPLEMENTATION OF GOOD GOVERNANCE PRINCIPLES IN
FRAMING OF MEDIUM-TERM DEVELOPMENT PLAN IN REGIONAL
PLANNING AND DEVELOPMENT BOARD OF LAMPUNG PROVINCE
By
I WAYAN HARI KURNIAWAN
1326021008
Formulation of the problem in this study is how the Implementation of Good
Governance Principles in the Medium Term Development Plan framing of
Lampung Province 2015-2019, whether the practice of Transparency Principles,
accountability, legal certainty, and participation have been applied in the process
of musrenbang and Medium Term Development Plan establishment of Lampung
Province 2015-2019. The objective of the study is to know how far Good
Governance Principles have been applied in musrenbang process and Medium
Term Development Plan establishment of Lampung Province 2015-2019. The
method of research is qualitative research in the form of in-depth interviews with
the respondents and parties who are competent in musrenbang process
implementation and Medium Term Development Plan establishment of Lampung
Province 2015-2019. The results showed all the Good Governance principles
(Transparency by giving the informations to public; Participation proved by the
presence and the activeness of participants and modification of the content related
to policy direction, vision ad mission; Accountability showed by the conformity
between the discussant and object discussion about vision and mission; Legal
Certainty by obeying the rules for the establishment of Medium Term
Development Plan) have been applied in the Implementation of musrenbang and
Medium Term Development Plan establishment of Lampung Province 2015-2019
while public Participation has not been applied for the establishment process of
Medium Term Development Plan of Lampung Province 2015-2019 due to it has
been set by the Executive and Legislative of Lampung Province in formalizing
Medium Term Development Plan to be Local Regulation of Lampung No. 6 of
2014.
Keywords: Good Governance Principles, Framing of Medium-Term Development
Plan 2015-2019, Musrenbang.
Page 4
PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE
DALAM PENYUSUNAN RPJMD di BAPPEDA
PROVINSI LAMPUNG
(Studi Dalam Tahap Musrenbang dan Penetapan
RPJMD 2015-2019 Provinsi Lampung)
Oleh :
I WAYAN HARI KURNIAWAN
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
MAGISTER ILMU PEMERINTAHAN
Pada
Program Pascasarjana Magister Ilmu Pemerintahan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung
PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
Page 8
RIWAYAT HIDUP
I WAYAN HARI KURNIAWAN, Lahir di Wirata Agung,
19 Mei 1990, Sebagai Anak Bungsu dari 9 (sembilan)
bersaudara, putra dari pasangan Bapak Ketut Sekat dan Ibu
Made Siki. Menyelesaikan pendidikan sekolah dasar pada
tahun 2002 di SD Negeri 1 Wirata Agung, Lampung Tengah
kemudian lulus pendidikan Sekolah Menengah Pertama di
SMPN I Seputih Mataram Lampung Tengah tahun 2005
serta lulus pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA
Negeri 9 Bandar Lampung Pada tahun 2008 . melanjutkan pendidikan ke jenjang
berikutnya di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) angkatan XIX lulus pada
tahun 2012. Penulis saat ini bekerja sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) di Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Lampung. Selanjutnya pada tahun 2013
tercatat sebagai mahasiswa Pascasarjana Strata 2 (S2) di Universitas Lampung
Program Pascasarjana Magister Ilmu Pemerintahan (MIP) hingga sekarang.
Page 9
PERSEMBAHAN
Dengan penuh rasa syukur atas kehendak dan semua karunia TUHAN YANG
MAHA ESA
ku persembahkan karya tulis ku kepada:
Seluruh keluarga, saudara yang tak henti berdoa dan selalu menanti
keberhasilanku, serta
Almamater UNILA tercinta yang selalu ku banggakan.
Page 10
MOTTO
Jadilah diri kita sendiri bagaimanapun keadaanya.
dan selalu bersyukur serta berada dalam doa orang-orang terkasih.
Program studi ini mengajarkan sebuah nilai “Jika kita tidak memiliki
keinginan untuk belajar tak satupun orang bisa menolong, namun jika kita
sudah bertekad untuk belajar tak satupun bisa menghentikan kita”.
Good Governance memberikan suatu pandangan “Almost every succesful
person begins with two beliefs : the future can be better than the present, and I
have the power to make it so.
Page 11
SANWACANA
Puji syukur kepada TUHAN YANG MAHA ESA karena atas limpahan rahmat
dan karuni-Nya lah penulis dapat menyelesaikan Tesis dengan judul
“PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE DALAM
PENYUSUNAN RPJMD DI BAPPEDA PROVINSI LAMPUNG” ini disusun
sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Program Pasca Sarjana
Magister Ilmu Pemerintahan Universitas Lampung.
Sebagai insan manusia yang tak luput dari kekhilafan, penulis menyadari tulisan
ini masih perlu untuk disempurnakan. Sehingga penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak untuk penyempurnaan
dimasa yang akan datang.
Penulis juga menyadari bahwa tanpa bekal ilmu pengetahuan, dorongan,
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, baik itu moril maupun materiil,
Laporan Akhir ini tidak akan dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu,
disertai dengan kerendahan hati dan rasa hormat, penulis mengucapkan terima
kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P. selaku Rektor Universitas
Lampung yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar di
Universitas Lampung
2. Bapak Prof. Dr. Sudjarwo, M.S. selaku Direktur Pascasarjana Universitas
Lampung yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
mengenyam pendidikan pada Program Studi Magister Ilmu Pemerintahan
Universitas Lampung.
3. Bapak Dr. Syarief Makhya. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Lampung.
Page 12
4. Bapak Drs. Hertanto, M.Si., Ph.D. selaku Ketua Program Studi Magister
Ilmu Pemerintahan Universitas Lampung.
5. Bapak Prof. Dr. Yulianto, M.S. selaku pembimbing utama, yang telah banyak
meluangkan waktu memberikan bimbingan, masukan serta arahan bagi
penulis dalam menyelesaikan Tesis ini.
6. Bapak Drs. Agus Hadiawan, M.Si. selaku pembimbing kedua, yang telah
banyak memberi masukan-masukan yang berguna bagi penulis dalam
menyelesaikan tesis ini.
7. Ibu Dr. Ari Darmastuti, M.A. selaku penguji utama, yang telah memberikan
masukan dan saran-saran dalam menyelesaikan tesis ini.
8. Bapak Dr. Suwondo, M.A. Selaku Sekretaris Program Studi Magister Ilmu
Pemerintahan FISIP Universitas Lampung dan juga dosen yang memberikan
ilmu sebagai wahana pembelajaran bagi penulis.
9. Seluruh dosen-dosen khususnya dosen Program Studi Magister sIlmu
Pemerintahan Universitas Lampung yang telah banyak memberi ilmu
pengetahuan kepada penulis.
10. Semua Pihak yang yang telah banyak membantu dan memberikan motivasi
serta DOA dalam penyelesaian tesis ini.
Akhirnya, semoga tesis ini dapat memberikan manfaat dan menambah
wawasan khususnya bagi penulis dan umumnya kepada semua pihak yang
berkepentingan.
Bandar Lampung, 19 Januari 2018
Penulis,
I WAYAN HARI KURNIAWAN
Page 13
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................. 10
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................... 10
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................. 10
1.4.1 Manfaat Teoritis ........................................................... 10
1.4.2 Manfaat Praktis ............................................................. 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 12
2.1 Tinjauan Good Governance ................................................... 6
2.1.1 Transparansi.................................................................. 18
2.1.2 Partisipasi ..................................................................... 21
2.1.3 Akuntabilitas ................................................................. 23
2.1.4 Kepastian Hukum .......................................................... 27
2.2 Kendala Mewujudkan Good Governance .............................. 30
2.3 Tinjauan Perencanaan ............................................................ 32
2.4 Tinjauan Pembangunan .......................................................... 34
2.5 Tinjauan Musrenbang ............................................................. 35
2.6 Proses Penyusunan Perencanaan Pembangunan .................... 41
2.7 Kerangka Pikir ....................................................................... 43
BAB III METODE PENELITIAN .......................................................... 45
3.1 Metode Penelitian ................................................................... 45
3.2 Fokus Penelitian ..................................................................... 48
3.3 Jenis dan Sumber Data ........................................................... 50
3.4 Teknik Pengumpulan Data ................................................... 51
3.5 Teknik Analisis ....................................................................... 55
Page 14
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ......................... 56
4.1 Sejarah Singkat Bappeda Provinsi Lampung ......................... 56
4.2 Arah dan Kebijakan Bappeda Provinsi Lampung .................. 61
4.3 Prinsip-Prinsip Dalam Pelaksanaan Musrenbang RPJMD .... 64
4.4 Musrenbang RPJMD Provinsi Lampung 2015-2019 ............. 67
4.5 Penetapan RPJMD ................................................................. 72
4.6 Pembahasan ........................................................................... 75
4.6.1 Prinsip Transparansi ...................................................... 75
4.6.2 Prinsip partisipasi ......................................................... 81
4.6.3 Prinsip Akuntabilitas .................................................... 95
4.6.4 Prinsip Kepastian Hukum ............................................ 103
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 116
5.1 Simpulan ................................................................................ 116
5.2 Saran ...................................................................................... 119
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 120
Page 15
DAFTAR TABEL
halaman
Tabel 1 Indikator Prinsip Transparansi ...................................................... 21
Tabel 2 Indikator Prinsip Partisipasi .......................................................... 23
Tabel 3 Indikator Prinsip Akuntabilitas ..................................................... 27
Tabel 4 Indikator Prinsip Kepastian Hukum .............................................. 29
Tabel 5 Komposisi ASN Bappeda Kualifikasi Pendidikan ........................ 59
Tabel 6 Program dan Indikator Kinerja Bappeda Provinsi Lampung ........ 63
Tabel 7 Lokasi pelaksanan Musrenbang Focus Group Disussion (FGD)
RPJMD Provinsi Lampung ........................................................... 91
Tabel 8 Matriks penerapan Penerapan Prisip-prinsip Good Governance
dalam proses Musrenbang RPJMD dan Penetapan RPJMD
2015-2019 di Provinsi Lampung ................................................... 108
Page 16
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 Pedoman Wawancara
LAMPIRAN 2 Perda Provinsi Lampung Nomor 6 tahun 2014 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Lampung 2015-
2019
LAMPIRAN 3 Berita Acara Musrenbang RPJMD Provinsi Lampung 2015-2019
LAMPIRAN 4 Notulen dan Daftar Hadir FGD RPJMD Provinsi Lampung tahun
2015-2019
LAMPIRAN 5 Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 6 tahun 2007 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi
Lampung tahun 2005- 2025
LAMPIRAN 6 Foto-Foto Pelaksanaan Musrenbang RPJMD Provinsi Lampung
2015-2019
Page 17
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Good governance (tata kepemerintahan yang baik) merupakan istilah yang
populer sejak berakhirnya rezim orde baru dan digantikan dengan gerakan
reformasi. Konsep good governance ini muncul karena kurang efektifnya kinerja
pemerintah yang selama ini dipercaya sebagai penyelenggara urusan publik.
Pendekatan penyelenggaraan urusan publik yang bersifat sentralistis, non
partisipatif serta tidak menumbuhkan rasa percaya dan bahkan antipati pada rezim
yang berkuasa. Tata pemerintahan yang baik (good governance) merupakan
harapan dari setiap warga negara dalam sebuah pemerintahan. Pemerintahan yang
berkualitas akan mewujudkan suatu kehidupan negara yang teratur dan akan
mewujudkan good goverance yang diharapkan. Setiap masyarakat memiliki pola
pemikiran yang berbeda mengenai sebuah pemeritahan yang disebut good
governance. Kehidupan masyarakat yang makmur bisa menjadi tolak ukur apakah
sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pemerintah sudah terlaksana dengan
baik atau belum.
Menurut Edelman dalam Wibowo (2004 : 5), Penerapan prinsip-prinsip good
governance sangat penting dalam pelaksanaan pelayanan publik untuk
meningkatkan kinerja aparatur negara. Hal ini disebabkan karena pemerintah
merancang konsep prinsip-prinsip good governance untuk meningkatkan potensi
perubahan dalam birokrasi agar mewujudkan pelayanan publik/tata pemerintahan
Page 18
2
yang lebih baik, disamping itu juga masih ada lapisan masyarakat menganggap
pelayanan publik yang dilaksanakan oleh birokrasi pasti cenderung lamban, tidak
profesional, serta biayanya mahal.
Strategi pembangunan di Indonesia pada tingkatan nasional maupun daerah akan
dapat berjalan dengan baik jika semua elemen yang ada di negara tersebut bekerja
dan berkolaborasi satu sama lain. Isu good governance disini mengantarkan
sebuah jalan yang dapat ditempuh untuk mengembangkan serta melaksanaakan
strategi pembagunan nasional dan daerah, karena governance merupakan suatu
sistem pola interaksi dan kolaborasi antara pemerintah dan swasta maupun
masyarakat yang sering disebut dengan istilah kemitraan dan telah dilakukan di
berbagai sektor, seperti dalam program penanggulangan kemiskinan dan
permasalahan sosial lainnya, penanggulangan bencana, pelestarian lingkungan,
penyelenggaraan pendidikan dan tentunya dalam pengembangan strategi
pembangunan nasional maupun daerah yang nantinya akan dibahas dalam tulisan
ini. Pola pengelolaan program tersebut pada umumnya diarahkan untuk
menemukan bentuk-bentuk yang tepat dalam rangka memecahkan berbagai
macam permasalahan dalam masyarakat atau mungkin juga dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, serta pelayanan publik dengan
berkolaborasi dan bersinergi dengan aktor lain diluar pemerintah.
Agar “good governance” dapat menjadi kenyataan dan berjalan dengan baik,
maka dibutuhkan komitmen dan keterlibatan semua pihak yaitu pemerintah dan
masyarakat. Good governance yang efektif menuntut adanya koordinasi yang baik
Page 19
3
dan integritas, profesional serta etos kerja dan moral yang tinggi. Dengan
demikian penerapan konsep “good governance” dalam penyelenggaraan
kekuasaan pemerintah negara merupakan tantangan tersendiri. Terselenggaranya
good governance merupakan prasyarat utama untuk mewujudkan aspirasi
masyarakat dalam mencapai tujuan dan cita-cita bangsa dan negara. Dalam rangka
hal tersebut, diperlukan pengembangan dan penerapan sistem
pertanggungjawaban yang tepat, jelas, dan nyata sehingga penyelenggaraan
pemerintah dan pembangunan dapat berlangsung secara berdaya guna, berhasil
guna, bersih dan bertanggung jawab serta bebas KKN. Menurut Kuncoro (2004 :
258), berpendapat bahwa salah satu isu yang dibahas dalam era otonomi daerah
adalah masalah good governance yang sering diterjemahkan secara bebas menjadi
tata kelola pemerintahan yang baik.
Untuk menerapkan good governance diperlukan kerjasama dari tiga komponen
yaitu lembaga pemerintah, swasta dan masyarakat. Selain itu posisi dari ketiga
komponen tersebut harus seimbang dan saling mengawasi satu dengan yang
lainnya. Posisi yang seimbang dari ketiga komponen tersebut sangat penting
untuk menghindari terjadinya dominasi kekuasaan dari salah satu pihak, sehingga
mengakibatkan tindakan penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan.
(BAPPENAS: 2007)
Penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah landasan bagi penyusunan dan
penerapan kebijakan negara yang demokratis dalam era globalisasi. Fenomena
demokrasi ditandai dengan menguatnya kontrol masyarakat terhadap
penyelenggaraan pemerintahan, sementara fenomena globalisasi ditandai dengan
Page 20
4
saling ketergantungan antara bangsa, terutama dalam pengelolaan sumber-sumber
daya ekonomi dan aktivitas dunia usaha. Pelaksanaan otonomi daerah identik
dengan adanya tuntutan good governance dalam rangka efektifitas dan efisiensi
pembangunan daerah dalam kerangka otonomi memerlukan prasyarat berupa tata
pemerintahan yang baik dan bersih. Terselenggaranya good governance
merupakan prasyarat utama untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dalam
mencapai tujuan dan cita-cita bangsa dan negara. Asian Development Bank
menegaskan adanya konsensus umum bahwa good governance di landasi oleh 4
pilar yaitu (1) accountability, (2) transparency (3) rule of law (4) participation.
Jelas bahwa jumlah komponen atau pun prinsip yang melandasi tata pemerintahan
yang baik sangat bervariasi dari satu institusi ke institusi lain, dari satu pakar ke
pakar lainnya. Menurut Lalolo Krina (2003) paling tidak ada sejumlah prinsip
yang dianggap sebagai prinsip-prinsip utama yang melandasi good governance,
yaitu (1) akuntabilitas, (2) transparansi, dan (3) partisipasi masyarakat.
Jumlah komponen atau prinsip yang melandasi taat pemerintahan yang baik
sangat bervariasi dari satu institusi ke institusi yang lainnya. Namun paling tidak
ada sejumlah prinsip yang dianggap sebagai prinsip-prinsip utama yang dapat
memberikan gambaran administrasi publik yag berciri kepemerintahan yang baik,
sehingga langkah awal, penelitian ini akan berusaha untuk menelaah empat
prinsip utama yaitu transparansi, partisipasi, akuntabilitas, dan supremasi hukum,
Sedarmayanti (2007:38)
Prinsip-prinsip perencanaan pembangunan daerah meliputi satu kesatuan dalam
sistem perencanaan pembangunan nasional, dilakukan pemerintah daerah bersama
Page 21
5
para pemangku kepentingan berdasarkan peran dan kewenangan masing-masing,
mengintegrasikan rencana tata ruang dengan rencana pembangunan daerah dan
dilaksanakan berdasarkan kondisi dan potensi yang dimiliki masing-masing
daerah sesuai dinamika perkembangan daerah dan nasional. RPJMD merupakan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, yaitu dokumen perencanaan
untuk periode 5 (lima) tahun, yang merupakan penjabaran dari visi, misi, dan
program kepala daerah terpilih. yang disusun dengan berpedoman pada Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan memperhatikan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM) Nasional. RPJMD ditetapkan
dengan peraturan daerah. Kepala daerah menyampaikan raperda tentang RPJMD
ke DPRD untuk memperoleh persetujuan bersama paling lama 5 bulan setelah
dilantik. Perda tentang RPJMD ditetapkan paling lama 6 (enam) bulan setelah
kepala daerah terpilih dilantik yang diharapkan benar-benar menjawab tantangan
dan isu strategis daerah secara tepat sasaran dan mensejahterahkan masyarakat
diwilayahnya. Oleh karena itu dibutuhkan pendampingan penyusunan
perencanaan yang tepat sasaran yang dituangkan dalam sebuah dokumen
perencanaan yang terintegrasi sesuai peraturan yang berlaku. Hasil dokumen
RPJMD ini perlu menggambarkan capaian strategis setiap tahunnya selama lima
tahun dalam mewujudkan visi misi pemerintah daerah. Dengan demikian, kita
akan menghasilkan sebuah perencanaan dengan amplitudo unggulan yang dicapai
secara periodik dan terintegrasi, serta tidak lagi menjadi sekedar sebuah
perencanaan yang datar.
Page 22
6
Dengan menggunakan pendekatan sebagaimana diamanatkan UU Nomor 25 tahun
2004 tentang sistem perencanaan pembangunan nasional, yaitu pendekatan
politik, teknokratik, partisipatif, atas-bawah (top-down), dan bawah-atas
(bottom-up) dan tertuang dalam Permendagri Nomor 54 tahun 2010 Tentang
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Tahapan,
Tatacara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana
Pembangunan Daerah.
Pengetahuan mengenai pembangunan daerah dan pembangunan nasional
diperlukan bagi setiap aparatur negara untuk mendukung pelaksanaan
pembangunan. Pembangunan nasional disini pada dasarnya merupakan mencakup
pembangunan semua daerah dan pembangunan semua sektor yang ada di
Indonesia, pembangunan nasional adalah usaha untuk meningkatkan kualitas dan
kehidupan manusia dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara terus-
menerus yang berlandaskan kemampuan nasional dengan memanfaatkan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan tantangan
perkembangan global. Sedangkan pembangunan daerah merupakan kesatuan dari
semua kegiatan pembangunan yang baik yang dibiayai oleh pemerintah pusat,
pemerintah daerah, swasta maupun oleh swadaya masyarakat, serta untuk
meningkatkan kualitas dan perikehidupan manusia dan masyarakat daerah yang
dilakukan secara terus menerus, berlandaskan kemampuan daerah dan
kemampuan nasional dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta memperhatikan tantangan perkembangan keadaan di daerah itu
sendiri, dalam tingkat nasional dan juga tidak lupa dengan perkembangan keadaan
Page 23
7
global. Pembangunan di Indonesia baik itu pembangunan tingkat nasional maupun
tingkat daerah menjadi tanggung-jawab seluruh rakyat Indonesia.
Strategi pembangunan di Indonesia pada tingkatan nasional maupun daerah akan
dapat berjalan dengan baik jika semua elemen yang ada di negara tersebut bekerja
dan berkolaborasi satu sama lain. Isu good governance mengantarkan sebuah
jalan yang dapat ditempuh untuk mengembangkan serta melaksanaakan strategi
pembagunan nasional dan daerah, karena governance merupakan suatu sistem
pola interaksi dan kolaborasi antara pemerintah dan swasta maupun masyarakat
yang sering disebut dengan istilah kemitraan dan telah dilakukan di berbagai
sektor, seperti dalam program penanggulangan kemiskinan dan permasalahan
sosial lainnya, penanggulangan bencana, pelestarian lingkungan, penyelenggaraan
pendidikan dan tentunya dalam pengembangan strategi pembangunan nasional
maupun daerah yang nantinya akan dibahas secara mendalam dalam tulisan ini.
Pola pengelolaan program tersebut pada umumnya diarahkan untuk menemukan
bentuk-bentuk yang tepat dalam rangka memecahkan berbagai macam
permasalahan dalam masyarakat atau mungkin juga dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, serta pelayanan publik dengan
berkolaborasi dan bersinergi dengan aktor lain diluar pemerintah.
Posisi Provinsi Lampung yang berada di ujung selatan Pulau Sumatera, Provinsi
Lampung menjadi gerbang utama jalur transportasi dari dan ke Pulau Jawa.
Dengan posisi yang srategis tersebut, maka pembangunan di wilayah Lampung
mempunyai potensi dan peluang yang besar, dengan tantangan dan permasalahan
Page 24
8
yang lebih komplek dibandingkan daerah lain. Permasalahan dan tantangan yang
dihadapi Provinsi Lampung terkait dengan pembangunan ekonomi, ketahanan
sosial budaya, infrastruktur wilayah, daya dukung lingkungan dan sumber daya
alam, kapasitas dan kualitas pemerintahan, kerjasama regional dan daya saing
ekonomi daerah.
Untuk mengembangkan potensi, mengelola peluang dan menangani tantangan
serta permasalahan yang tersebut, diperlukan suatu perencanaan pembangunan
yang terarah, terpadu, dan menyeluruh dengan memperhatikan 4 (empat) pilar
pembangunan yaitu pilar ekonomi, sosial politik, lingkungan hidup dan birokrasi.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Lampung
Tahun 2015-2019 merupakan dokumen perencanaan pembangunan daerah 5
tahunan yang menjabarkan visi, misi dan program gubernur terpilih hasil
pemilihan umum kepala daerah. Untuk mencapai tujuan pembangunan daerah,
maka visi, misi dan program tersebut dijabarkan melalui strategi pembangunan
daerah berupa kebijakan dan program pembangunan, beserta kerangka pendanaan
pembangunan dan proyeksi target-target dalam 5 tahun tersebut serta kaidah
pelaksanaannya.
Penyusunan RPJMD Provinsi Lampung Tahun 2015-2019 dilakukan melalui 5
(lima) pendekatan, yaitu pendekatan teknokratik, partisipatif, politik atas-bawah
(top-down) dan bawah-atas (bottom-up). Pendekatan teknokratik dilakukan
dengan menggunakan metode dan kerangka berpikir ilmiah, dan diskusi dengan
Page 25
9
para pakar dan tenaga ahli yang kompeten sesuai dengan substansi yang
dibutuhkan.
Pendekatan partisipatif dalam penyusunan RPJMD Provinsi Lampung tahun
2015-2019 dilaksanakan dengan mengikutsertakan pemangku kepentingan
(stakeholders) dalam forum konsultasi publik dan musyawarah perencanaan
pembangunan untuk mendapatkan aspirasi yang dapat dipertanggungjawabkan
dan mewujudkan rasa memiliki dokumen perencanaan pembangunan ini.
Sedangkan pendekatan politik dilakukan melalui penyusunan visi, misi dan
program pembangunan oleh gubernur terpilih, serta dengan proses konsultasi dan
pembahasan dengan anggota DPRD.
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang
Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan
Rencana Pembangunan Daerah, RPJMD Provinsi Lampung Tahun 2015-2019
sebagai dokumen perencanaan pembangunan disusun sebagai satu kesatuan yang
utuh dengan dengan sistem perencanaan pembangunan nasional, yang
dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat pada tingkat pusat
dan daerah, sehingga dalam penyusunannya, harus memperhatikan RPJMN Tahun
2010-2014 dan 2015-2019.
Selanjutnya, RPJMD juga merupakan bagian dari sistem perencanaan
pembangunan jangka menengah daerah sehingga RPJMD Provinsi Lampung
Tahun 2015-2019 disusun dengan berpedoman pada visi, misi dan arah kebijakan
Page 26
10
yang termuat dalam RPJPD Provinsi Lampung Tahun 2005-2025 dan
memperhatikan RTRW Provinsi Lampung 2030, terutama dari sisi pola dan
struktur tata ruang, sebagai dasar untuk menetapkan lokasi program pembangunan
yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang di Provinsi Lampung.
RPJMD juga menjadi pedoman dalam penyusunan Rencana Strategis Satuan
Kerja Perangkat Daerah (Renstra SKPD), yang menjabarkan RPJMD menjadi
kebijakan, program strategis dan operasional dalam rangka menangani isu
strategis dan peningkatan pelayanan publik untuk jangka waktu 5 (lima) tahunan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah “Bagaimanakah penerapan prinsip-prinsip good
governance dalam penyusunan RPJMD Provinsi Lampung 2014-2019” (studi
dalam tahap musrenbang dan penetapan RPJMD 2015-2019 Provinsi
Lampung).
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan prinsip
good governance dalam proses musrenbang dan penetapan RPJMD Provinsi
Lampung 2015-2019.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah :
Page 27
11
1. Secara Teoritis
a) Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu
pengetahuan, sehingga berguna bagi peneliti-peneliti yang akan datang.
b) Sebagai bahan perbandingan bagi penelitian lain, terutama yang meneliti
mengenai RPJMD provinsi melalui badan perencanaan pembangunan
daerah di daerah masing-masing
2. Secara Praktis
a) Sebagai bahan masukan dan sumbangan pemikiran yang diharapkan
bermanfaat baik bagi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi
Lampung dalam penyusunan RPJMD serta dokumen perencanaan lainnya di
masa yang akan datang.
b) Sebagai bahan kajian bagi Bappeda Provinsi Lampung dalam melaksanakan
fungsi pemerintahan sebagai perencana, koordinator dan evaluator dalam
pembangunan
Page 28
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Good Governance
Konsep good governance merupakan proses penyelenggaraan kekuasaan
negara dalam melaksanakan penyediaan public goods and service
(pemerintah atau kepemerintahan), sedangkan praktik terbaiknya disebut
good governance (kepemerintahan yang baik), wujud dari good governance
adalah komitmen semua pihak yaitu pemerintah dan masyarakat
(Sedarmayanti, 2012:2). Senada dengan keinginan masyarakat luas,
sesungguhnya pemerintah dituntut memberikan suguhan pelayanan terbaik,
diikuti oleh perkembangan kemampuan dan kekuatan birokrat yang kuat.
Kuat dalam arti memiliki kekuasaan di bidang pelayanannya dan kemampuan
masing-masing, sehingga pada akhirnya akan diikuti perubahan mental
masyarakat pengguna layanan birokrat tadi dengan kataatan terhadap peraturan
dan hukum serta melaksanakan kewajibannya sebagai warganegara yang baik.
Demikian akan terjadi simbiosis muatualistik diantara penyelengara pemerintah
dan masyarakat, maka akan tercipta produktifitas semua bidang atas dampak
positif kinerja aparatur pemerintah tadi. Konsep good governance dari segi
fungsional aspek governance dapat ditinjau dari apakah pemerintah telah
berfungsi secara efektif dan efisien dalam upaya mencapai tujuan yang telah
digariskan, atau justru sebaliknya dimana pemerintahan tidak berfungsi
(Sedarmayanti, 2012:4 )
Page 29
13
Menurut Mardiasmo (2005:114) mengemukakan bahwa orientasi pembangunan
sektor publik adalah untuk menciptakan good governance, dimana pengertian
dasarnya adalah tata kelola pemerintahan yang baik. Menurut OECD dan World
Bank (Sedarmayanti, 2009:273), good governance sebagai penyelenggaraan
manajemen pembangunan solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan
demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi yang
langka, dan pencegahan korupsi secara politik dan administrasi, menjalankan
disiplin anggaran serta penciptaan kerangka kerja politik dan hukum bagi
tumbuhnya aktivitas kewiraswastaan.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa good governance merupakan
tata kelola pemerintahan yang baik dimana penggunaan wewenang pemerintah
maupun lembaga lain terkait ekonomi, politik, dan administrasi guna mengelola
urusan-urusan negara pada semua tingkat. Tata pemerintahan tersebut mencakup
seluruh mekanisme, proses dan lembaga-lembaga dimana warga dan kelompok-
kelompok masyarakat mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hak
hukum, memenuhi kewajiban dan menjembatani perbedaan-perbedaan diantara
mereka.
A.i Prinsip- prinsip good governance
Dalam buku yang ditulis secara berseri tentang good governance, kepemerintahan
yang baik ( Sedarmayanti, 2012:13 ) terdapat beberapa teori yang dikutip tentang
prinsip-prinsip good governance, kemudian menarik untuk dikaji kembali dalam
penelitian ini antara lain :
Page 30
14
Menurut Bhatta, Gambir, tahun 1996
a. Accuntability (akuntabilitas);
b. Transparency (transparansi);
c. Opennuess (keterbukaan);
d. Rule of Law (kepastian Hukum);
e. Management of Competency ( manajemen kompetensi) ;
f. Human Right (Hak Asasi Manusia).
Prinsip good governance yang dicetuskan diatas cenderung cocok di
terapkan pada lembaga pemerintah (birokrasi pemerintahan) yang
berhubungan kemitraan dengan perusahaan bisnis, prinsip-prinsip lebih cocok
diterapkan pada institusi yang lebih makro, lembaga partai politik, lembaga-
lembaga yang jangkauannya sangat luas.
World Bank memberikan definisi governance sebagai: “the way state power is
used in managing economic and social resources for development of society”.
World Bank mendefinisikan good governance sebagai suatu penyelenggaraan
manajemen pembangunan yang solid dan bertanggungjawab yang sejalan dengan
prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana
investasi, dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif,
menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political framework
bagi tumbuhnya aktivitas usaha.
Sementara itu United Nation Development Program (UNDP) mendefinisikan
governance sebagai: “the exercise of political, economic, and administrative
authority to manage a nation’s affair at all levels”.
Jika World Bank lebih menekankan pada cara pemerintah mengelola sumber daya
sosial dan ekonomi untuk kepentingan pembangunan masyarakat, maka UNDP
Page 31
15
lebih menekankan pada aspek politik, ekonomi, dan administratif dalam
pengelolaan negara.
Menurut UNDP ( United Nation Development Program ) tahun 1997 :
a. Participation (partisipasi);
b. Rule of Law (kepastian hukum);
c. Transparency (transparansi);
d. Responsiveness (tanggung jawab);
e. Consenses Orientation (berorientasi pada kesepakatan);
f. Equity (keadilan);
g. Effectiveness and efficiency (efektititas dan efisiensi);
h. Accountability (akuntabilitas);
i. Strategic vision (visi strategis);
Ide prinsip yang dicetuskan UNDP memberikan penekanan pada tanggung
jawab organisasi disamping visi strategi lembaga dalam melakukan aktiftitas
dan pelayanannya, prinsip-prinsip diatas dapat diberlakukan dalam sistem
bernegara dalam hal ini adalah institusi yang lebih makro dan besar.
Menurut Mustopadidjadja (34:1997), ide dasar dalam pelayanan pemerintahan
merupakan hal pokok dalam melakukan pelayanan atas penerapan peraturan
pemerintah oleh institusi pemerintah itu sendiri, dengan mengedepankan 7 ( tujuh)
prinsip dasar saja.
Lembaga Administrasi Negara (LAN) yang fokus menyoroti hal-hal yang
berkaitan dengan birokrasi, terutama menyangkut pelayanan pemerintah,
dalam menyelenggarakan organisasi kepemerintahan, baik tingkat tertinggi
maupun pelayanan-pelayanan pemerintah yang langsung menyentuh rakyat
(masyarakat). Hal yang paling mendasar untuk melaksanakan prinsip
Page 32
16
menciptakan keadilan dibutuhkan beberapa prasyarat yang saling terkaitan dan
satu sama lainnya saling mempengaruhi adalah :
1. Transparansi
2. Akuntabilitas
3. Kepastian hukum
4. Partisipasi.
Empat syarat tersebut akan berdampak pada dampak selanjutnya terhadap
corporate governance yang akan dirasakan stakeholders yang berbagai
kepentingan, adalah terciptanya keadilan (fairness) dalam supra system, untuk
saling berinteraksi satu sama lain ( Adrian Sutedi : 2012:44 ).
Menurut UNDP dalam Tjokroamidjojo (2003 : 135-138) dikemukakan
karakteristik prinsip-prinsip utama good governance sebagai berikut :
1. Partisipasi : setiap warga negara berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan, baik secara langsung maupun melalui institusi yang
mewakili kepentingannya;
2. Taat hukum (rule of law) : kerangka hukum yang adli dan dilaksanakan
tanpa diskriminasi, terutama hukum yang berlaku untuk perlindungan
hak azasi manusia;
3. Transparansi : dibangun atas dasar kebebasan arus informasi. Informasi
mengenai proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan kerja
lembaga-lembaga dapat di terima oleh mereka yang membutuhkan.
Informasi tersebut harus dapat di pahami dan dapat di pantau;
4. Responsif : lembaga-lembaga negara atau badan usaha harus berusaha
untuk melayani stakeholdersnya. Responsif terhadap aspirasi
masyarakat, kepentingan client.
5. Berorientasi kesepakatan (consessus orientation) : good governance
menjadi perantara kepentingan yang berbeda untuk mendapatkan
pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas, dalam hal kebijakan-
kebijakan maupun prosedur-prosedur kerja;
6. Kesetaraan (equity) : semua warga negara baik laki-laki maupun
perempuan, mempunya kesempatan yang sama untuk meningkatkan,
mempertahankan kesejahteraan mereka.
7. Efektif dan efisien : proses-proses dan lembaga-lembaga menghasilkan
sesuai dengan apa yang telah di gariskan dengan menggunakan sumber-
sumber yang tersedia hasilnya sebaik mungkin
8. Akuntabilitas (accountability) : para pembuat keputusan dalam
kepemerintahan, sektor swasta, dan masyarakat (civil Society)
Page 33
17
bertanggung jawab pada publik dan lembaga-lemabaga stakeholders.
Akuntabilitas ini tergantung pada organisasi dan sifat keputusan yang di
buat, apakah keputusan tersebut untuk kepentingan internal atau
eksternal organisasi.
9. Visi strategis (strategic vision) : para pemimpin dan publik harus
mempunyai perspektif good governance dan pengembangan
sumberdaya manusia yang luas dan jauh kedepan sejalan dengan apa
yang diperlukan pembangunan.
Ganie-Rochman sebagaimana dikutip dalam Widodo (2001 :18) menyebutkan
bahwa: konsep “governance” lebih inklusif daripada “government”. Konsep
“government” menunjuk pada suatu organisasi pengelolaan berdasarkan
kewenangan tertinggi (negara dan pemerintah). Konsep governance melibatkan
tidak sekedar pemerintah dan negara tapi juga peran berbagai aktor di luar
pemerintah dan negara, sehingga pihak-pihak yang terlibat juga sangat luas. Lebih
lanjut dikemukakan bahwa governance adalah mekanisme pengelolaan sumber
daya ekonomi dan sosial yang melibatkan pengaruh sektor negara dan sektor non
pemerintah dalam suatu kegiatan kolektif
Menurut Undang-undang RI nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terdapat 5 (lima) prinsip good governance
yaitu : kepastian hukum, keterbukaan akuntabilitas, kepentingan umum,
proporsionalitas kelima prinsip tersebut sangat tepat bila digunakan dalam
proses penegakan hukum, terutama dalam upaya negara menanggulangi,
permasalahan korupsi di Indonesia, namun prinsip tersebut dapat pula
diterapkan di berbagai lembaga yang mengurusi keuangan.
UNDP merekomendasikan beberapa karakteristik governance, yaitu legitimasi
politik, kerjasama dengan institusi masyarakat sipil, kebebasan berasosiasi dan
Page 34
18
berpartisipasi, akuntabilitas birokratis dan keuangan (financial), manajemen
sektor publik yang efisien, kebebasan informasi dan ekspresi, sistem yudisial yang
adil dan dapat dipercaya.
Sedangkan World Bank mengungkapkan sejumlah karakteristik good governance
adalah masyarakat sispil yang kuat dan partisipatoris, terbuka, pembuatan
kebijakan yang dapat diprediksi, eksekutif yang bertanggung jawab, birokrasi
yang profesional dan aturan hukum. Masyarakat transparansi Indonesia
menyebutkan sejumlah indikator seperti: transparansi, akuntabilitas, kewajaran
dan kesetaraan, serta kesinambungan.
Asian Development Bank sendiri menegaskan adanya konsensus umum bahwa
good governance dilandasi oleh 4 pilar yaitu (1) accountability, (2) transparency,
(3) predictability, dan (4) participation.
Jelas bahwa jumlah komponen atau pun prinsip yang melandasi tata pemerintahan
yang baik sangat bervariasi dari satu institusi ke institusi lain, dari satu pakar ke
pakar lainnya. Namun paling tidak ada sejumlah prinsip yang dianggap sebagai
prinsip-prinsip utama yang melandasi good governance yang akan digunakan
peneliti untuk menganalisis penerapan prinsip-prinsip good governance dalam
penyusunan RPJMD Provinsi Lampung 2015-2019, yaitu (1)akuntabilitas, (2)
transparansi, dan (3) partisipasi (4) kepastian hukum.
2.1.1 Transparansi
Menurut Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BPPN) dan Departemen
Dalam Negeri (2002) dalam Krina (2003: 19), menyebutkan transparansi adalah
Page 35
19
prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh
informasi tentang penyelenggaraan pemerintah, yakni informasi tentang
kebijakan, proses pembuatan dan pelaksanaannya, serta hasil-hasil yang dicapai.
Menurut Transparancy International, undang-undang Fredom of Information
(FOI) bukan hanya mengatur tentang hak publik untuk mengakses informasi tetapi
juga menekankan pada obligasi pemerintah untuk memfasilitasi akses tersebut.
Transparansi bermakna tersedianya informasi yang cukup, akurat dan tepat waktu
tentang kebijakan publik, dan proses pembentukannya. Dengan ketersediaan
informasi seperti ini masyarakat dapat ikut sekaligus mengawasi sehingga
kebijakan publik yang muncul bisa memberikan hasil yang optimal bagi
masyarakat serta mencegah terjadinya kecurangan dan manipulasi yang hanya
akan menguntungkan salah satu kelompok masyarakat saja secara tidak
proporsional.
Prinsip ini memiliki 2 aspek, yaitu (1) komunikasi publik oleh pemerintah, dan (2)
hak masyarakat terhadap akses informasi. Keduanya akan sangat sulit dilakukan
jika pemerintah tidak menangani dengan baik kinerjanya.
Manajemen kinerja yang baik adalah titik awal dari transparansi. Komunikasi
publik menuntut usaha afirmatif dari pemerintah untuk membuka dan
mendiseminasi informasi maupun aktivitasnya yang relevan. Transparansi harus
seimbang, juga, dengan kebutuhan akan kerahasiaan lembaga maupun informasi-
informasi yang mempengaruhi hak privasi individu. Karena pemerintahan
menghasilkan data dalam jumlah besar, maka dibutuhkan petugas informasi
Page 36
20
professional, bukan untuk membuat dalih atas keputusan pemerintah, tetapi untuk
menyebarluaskan keputusan-keputusan yang penting kepada masyarakat serta
menjelaskan alasan dari setiap kebijakan tersebut. Keterbukaan membawa
konsekuensi adanya kontrol yang berlebih-lebihan dari masyarakat dan bahkan
oleh media massa. Karena itu, kewajiban akan keterbukaan harus diimbangi
dengan nilai pembatasan, yang mencakup kriteria yang jelas dari para aparat
publik tentang jenis informasi apa saja yang mereka berikan dan pada siapa
informasi tersebut diberikan.
Indikator Transparansi
Transparansi dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu adanya kebijakan terbuka
terhadap pengawasan, adanya akses informasi sehingga masyarakat dapat
menjangkau setiap segi kebijakan pemerintah, dan berlakunya prinsip check and
balance antara lembaga eksekutif dan legislatif. Tujuan dari transparansi adalah
membangun rasa saling percaya antara pemerintah dengan publik dimana
pemerintah harus memberi informasi akurat bagi publik yang membutuhkan,
terutama informasi handal yang berkaitan dengan masalah hukum, peraturan, dan
hasil yang dicapai dalam proses pemerintahan, adanya mekanisme yang
memungkinkan masyarakat mengakses informasi yang relevan, adanya peraturan
yang mengatur kewajiban pemerintah daerah menyediakan informasi kepada
masyarakat, serta menumbuhkan budaya di tengah masyarakat untuk mengkritisi
kebijakan yang dihasilkan pemerintah daerah (Sedarmayanti, 2009:289).
Page 37
21
Tabel I. Indikator Prinsip Transparansi
Dimensi No Indikator
Transparansi
(Transparancy) 1 Tersedianya informasi yang memadai pada setiap proses penyusunan
dan implementasi kebijakan publik.
2 Adanya akses pada informasi yang siap, mudah dijangkau, bebas
diperoleh dan tepat waktu.
3 Bertambahnya pengetahuan dan wawasan masyarakat terhadap
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
4 Meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan.
5 Meningkatnya jumlah masyarakat yang berpartisipasi dalam
pembangunan daerah.
Sumber: Sedarmayanti (2007:22)
2.1.2 Partisipasi
Partisipasi (melibatkan masyarakat terutama aspirasinya) dalam pengambilan
kebijakan atau formulasi rencana yang dibuat pemerintah, juga dilihat pada
keterlibatan masyarakat dalam implementasi berbagai kebijakan dan rencana
pemerintah, termasuk pengawasan dan evaluasi. Keterlibatan dimaksud bukan
dalam prinsip terwakilnya aspirasi masyarakat melalui wakil di Dewan
Perwakilan Rakyat, melainkan keterlibatan secara langsung. Partisipasi dalam arti
mendorong semua warga negara menggunakan haknya menyampaikan secara
langsung atau tidak, usulan dan pendapat dalam proses pengambilan keputusan.
Terutama memberi kebebasan kepada rakyat untuk berkumpul, berorganisasi dan
berpartisipasi aktif dalam menentukan masa depan (Sedarmayanti, 2009:290).
Page 38
22
Partisipasi dibutuhkan dalam memperkuat demokrasi, meningkatkan kualitas dan
efektivitas layanan publik, dalam mewujudkan kerangka yang cocok bagi
partisipasi, perlu dipertimbangkan beberapa aspek, yaitu :
a) Partisipasi melalui institusi konstitusional (referendum, voting) dan
jaringan civil society (inisiatif asosiasi);
b) Partisipasi individu dalam proses pengambilan keputusan, civil society
sebagai service provider;
c) Local culture pemerintah (misalnya Neighborhood Service Department di
USA, atau Better Management Transparent Budget di New Zealand);
d) faktor-faktor lainnya, seoerti transparansi, substansi proses terbuka dan
konsentrasi pada kompetisi.
Partisipasi adalah prinsip bahwa setiap orang memiliki hak untuk terlibat dalam
pengambilan keputusan di setiap kegiatan penyelenggaraan pemerintahan.
Keterlibatan dalam pengambilan keputusan dapat dilakukan secara langsung atau
secara tidak langsung.
Partisipasi berarti bahwa setiap warga negara mempunyai suara dalam pembuatan
keputusan, baik secara langsung maupun melalui intermediasi institusi legitimasi
yang mewakili kepentingannya. Dari uraian tersebut, dapat ditarik suatu
pengertian bahwa partisipasi yang sering juga disebut peran serta atau ikut serta
masyarakat, diartikan sebagai adanya motivasi dan keterlibatan masyarakat secara
aktif dan terorganisasikan dalam seluruh tahapan pembangunan, sejak tahap
persiapan, perencanaan, pelaksanaan, pemeliharaan, evaluasi hingga
pengembangan atau perluasannya.
Page 39
23
Indikator Partisipasi
partisipasi merupakan prinsip mendasar dari good governance, maka perlu
ditetapkan indikator dalam pelaksanaan kegiatan pemerintahan yang dapat
digunakan sebagai acuan bagi pemerintah dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
Tabel 2. Indikator Prinsip Partisipasi
Dimensi Indikator
Partisipasi
( Participation )
Adanya pemahaman penyelenggara negara tentang proses
atau metode partisipatf.
Adanya pengambilan keputusan yang didasarkan atas
konsensus bersama.
Meningkatnya kualitas dan kuantitas masukan (kritik dan
saran) untuk pembangunan daerah.
Terjadinya perubahan sikap masyarakat menjadi lebih
peduli terhadap setiap langkah pembangunan yang
dilakukan pemerintah.
Sumber: Sedarmayanti (2007:16-22)
2.1.3 Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atau
menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang, badan hukum dan
pimpinan organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau berkewenangan untuk
meminta keterangan atau pertanggungjawaban (Adisasmita, 2011: 89).
Selanjutnya, dalam Sedarmayanti (2009:289), akuntabilitas yakni adanya
pembatasan dan pertanggungjawaban tugas yang jelas. Akuntabilitas merujuk
pada pengembangan rasa tanggung jawab publik bagi pengambil keputusan di
pemerintahan, sektor privat dan organisasi kemasyarakatan sebagaimana halnya
Page 40
24
kepada pemilik (stakeholder). Khusus dalam birokrasi, akuntabilitas merupakan
upaya menciptakan sistem pemantauan dan mengontrol kinerja kualitas,
inefisiensi, dan perusakan sumberdaya, serta transparansi manajemen keuangan,
pengadaan, akunting, dan dari pengumpulan sumber daya. Secara umum,
akuntabilitas berarti kewajiban suatu organisasi untuk membuat perhitungan-
perhitungan yang seksama dan mencatatnya dengan gambaran yang benar tentang
transaksi finansial dan keadaan organisasi, kemudian menyampaikan laporan
tersebut pada laporan tahunan.
Budiardjo (33:2000) mendefinisikan akuntabilitas sebagai “pertanggungjawaban
pihak yang diberi mandat untuk memerintah kepada mereka yang memberi
mandat itu.”
Akuntabilitas bermakna pertanggungjawaban dengan menciptakan pengawasan
melalui distribusi kekuasaan pada berbagai lembaga pemerintah sehingga
mengurangi penumpukkan kekuasaan sekaligus menciptakan kondisi saling
mengawasi (checks and balances system). Lembaga pemerintahan yang dimaksud
adalah eksekutif (presiden, wakil presiden, dan kabinetnya), yudikatif (MA dan
sistem peradilan) serta legislatif (MPR dan DPR). Peranan pers yang semakin
penting dalam fungsi pengawasan ini menempatkannya sebagai pilar keempat.
Guy Peter menyebutkan adanya 3 tipe akuntabilitas yaitu : (1) akuntabilitas
keuangan, (2) akuntabilitas administratif, dan (3) akuntabilitas kebijakan publik.
Penelitian ini tidak bermaksud untuk membahas tentang akuntabilitas keuangan,
sehingga berbagai ukuran dan indikator yang digunakan berhubungan dengan
akuntabilitas dalam bidang pelayanan publik maupun administrasi publik.
Page 41
25
Akuntabilitas publik adalah prinsip yang menjamin bahwa setiap kegiatan
penyelenggaraan pemerintahan dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka oleh
pelaku kepada pihak-pihak yang terkena dampak penerapan kebijakan.
Pengambilan keputusan didalam organisasi-organisasi publik melibatkan banyak
pihak. Oleh sebab itu wajar apabila rumusan kebijakan merupakan hasil
kesepakatan antara warga pemilih (constituency) para pemimpin politik,
teknokrat, birokrat atau administrator, serta para pelaksana di lapangan.
Sedangkan dalam bidang politik, yang juga berhubungan dengan masyarakat
secara umum, akuntabilitas didefinisikan sebagai mekanisme penggantian pejabat
atau penguasa, tidak ada usaha untuk membangun monoloyalitas secara
sistematis, serta ada definisi dan penanganan yang jelas terhadap pelanggaran
kekuasaan dibawah rule of law. Sedangkan publik accountability didefinisikan
sebagai adanya pembatasan tugas yang jelas dan efisien.
Berbagai definisi lain tentang akuntabilitas maupun pembahasan singkatnya dapat
dilihat. Tetapi, secara garis besar dapat disimpulkan bahwa akuntabilitas
berhubungan dengan kewajiban dari institusi pemerintahan maupun para aparat
yang bekerja di dalamnya untuk membuat kebijakan maupun melakukan aksi
yang sesuai dengan nilai yang berlaku maupun kebutuhan masyarakat.
Akuntabilitas publik menuntut adanya pembatasan tugas yang jelas dan efisien
dari para aparat birokrasi. Karena pemerintah bertanggung jawab baik dari segi
penggunaan keuangan maupun sumber daya publik dan juga akan hasil,
akuntabilitas internal harus dilengkapi dengan akuntabilitas eksternal, melalui
umpan balik dari para pemakai jasa pelayanan maupun dari masyarakat.
Page 42
26
Prinsip akuntabilitas publik adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa
besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan pelayanan dengan ukuran nilai-nilai
atau norma-norma eksternal yang dimiliki oleh para stakeholders yang
berkepentingan dengan pelayanan tersebut. Sehingga berdasarkan tahapan sebuah
program, akuntabilitas dari setiap tahapan adalah :
1. pada tahap proses pembuatan sebuah keputusan, beberapa indikator untuk
menjamin akuntabilitas publik adalah :
a) Pembuatan sebuah keputusan harus dibuat secara tertulis dan tersedia bagi
setiap warga yang membutuhkan;
b) Pembuatan keputusan sudah memenuhi standar etika dan nilai-nilai yang
berlaku, artinya sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar
maupun nilai-nilai yang berlaku di stakeholders;
c) Adanya kejelasan dari sasaran kebijakan yang diambil, dan sudah sesuai
dengan visi dan misi organisasi, serta standar yang berlaku;
d) Adanya mekanisme untuk menjamin bahwa standar telah terpenuhi,
dengan konsekuensi mekanisme pertanggungjawaban jika standar tersebut
tidak terpenuhi;
e) Konsistensi maupun kelayakan dari target operasional yang telah
ditetapkan maupun prioritas dalam mencapai target tersebut;
2. pada tahap sosialisasi kebijakan, beberapa indikator untuk menjamin
akuntabilitas publik adalah :
a) Penyebarluasan informasi mengenai suatu keputusan, melalui media
massa, media nirmassa, maupun media komunikasi personal;
b) Akurasi dan kelengkapan informasi yang berhubungan dengan cara-cara
mencapai sasaran suatu program;
c) Akses publik pada informasi atas suatu keputusan setelah keputusan dibuat
dan mekanisme pengaduan masyarakat;
d) Ketersediaan sistem informasi manajemen dan monitoring hasil yang telah
dicapai oleh pemerintah.
Prinsip akuntabilitas menghendaki bahwa setiap pelaksanaan tugas dan hasil akhir
dari kegiatan pemerintahan dan pembangunan harus dapat dan wajib
Page 43
27
dipertanggungjawabkan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat dan para pihak
yang terkait sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Prinsip ini
menekankan bahwa semua kegiatan dan hasil akhir yang dicapai harus dilaporkan
dan dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat secara benar dan jujur
dengan dukungan data/informasi yang lengkap. Keharusan menerapkan konsep ini
mengingat kegiatan pemerintah mempunyai pengaruh (dampak) besar dan juga
karena kegiatan pemerintah dibiayai dari uang rakyat, sehingga segala kegiatan
dan hasilnya harus dapat dipertanggungjawabkan.
Indikator Akuntabilitas
Tabel 3. Indikator Prinsip Akuntabilitas
Dimensi No Indikator
Akuntabilitas
(Accountability) 1 Adanya kesesuaian antara pelaksanaan dengan standar prosedur
pelaksanaan.
2 Adanya sanksi yang ditetapkan pada setiap kesalahan atau
kelalaian dalam pelaksanaan kegiatan.
3 Pembuatan laporan pertanggungjawaban dari kegiatan
penyelenggaraan negara kepada masyarakat sesuai dengan
peraturan peraturan perundang-undangan.
4 Meningkatnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah
5 Berkurangnya kasus-kasus KKN
Sumber: Sedarmayanti (2007:23)
2.1.4 Kepastian Hukum
Asas kepastian hukum menjadi suatu asas yang paling mendasar dalam suatu
negara demokrasi. Asas ini menghendaki suatu ketertiban dalam penyelenggaraan
pemerintahan, segala kegiatan yang akan dilakukan diharapkan tertata dengan
Page 44
28
baik dan langkah-langkah yang harus ditempuh dalam suatu penyelenggaraan
pemerintahan dapat dikerjakan dengan baik demi terciptanya suatu hasil yang
maksimal dari kegiatan yang dilakukan. Asas tertib penyelenggara negara adalah
asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian dan keseimbangan dalam
pengendalian penyelenggara pemerintahan.
Kepastian hukum (rule of law) adalah kerangka aturan hukum dan perundang-
undangan haruslah berkeadilan, ditegakkan, dan dipatuhi secara utuh
(impartially), terutama aturan hukum tentang hak-hak asasi manusia dimana
kepastian hukum merupakan indikator prefesionalisme dan syarat bagi kredibilitas
pemerintahan sebab bersifat vital dalam penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan, serta dalam pengembangan hubungan internasional. Tegaknya
kepastian hukum juga mensyaratkan kecermatan dalam penyusunan berbagai
kebijakan pembangunan, sebab berbagai kebijakan publik tersebut pada akhirnya
harus dituangkan dalam sistem perundang-undangan untuk memiliki kekuatan
hukum, dan harus mengandung kepastian hukum. Mewujudkan adanya penegakan
hukum yang adil bagi semua pihak tanpa pengecualian, menjunjung tinggi HAM
dan memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Berdasarkan
kewenangannya, pemerintah daerah harus mendukung tegaknya supremasi hukum
dengan melakukan berbagai penyuluhan peraturan perundang-undangan dan
menghidupkan kembali nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di masyarakat.
Pemerintah daerah perlu mengupayakan adanya peraturan daerah yang bijaksana
dan efektif, serta didukung penegakan hukum yang adil dan tepat. Pemerintah
Page 45
29
daerah, DPRD maupun masyarakat perlu menghilangkan kebiasaan yang dapat
menimbulkan potensi penyimpangan.
Instrumen dari prinsip supremasi hukum adalah peraturan perundang-undangan
yang ada, dengan komitmen politik terhadap penegakan hukum maupun
keterpaduan dari sistem yuridis (kepolisian, pengadilan dan kejaksaan), sedangkan
instrumen-instrumen pendukung adalah penyuluhan hukum dan fasilitas
ombudsman.
Tabel 4. Indikator Prinsip Kepastian Hukum
Dimensi No Indikator
Kepastian hukum 1 Meningkatnya dan melaksanakan ketaatan hukum
2 Meningkatnya (kecepatan dan kepastian) proses
penegakan hukum
3 Berlakunya nilai/norma di masyarakat (living law)
4 Meningkatnya kepercayaan masyarakat kepada
pemerintah daerah maupun penegak hokum
5 Berkurangnya kasus-kasus KKN
Prinsip-prinsip tersebut merupakan suatu karakteristik yang harus dipenuhi dalam
pelaksanaan good governance yang berkaitan dengan kontrol dan pengendalian
suatu pemerintahan yang baik agar cara dan penggunaan mencapai hasil yang
dikehendaki stakeholders. Penerapan good governance kepada pemerintah
merupakan mandat, wewenang, hak dan kewajiban yang harus dipenuhi dengan
sebaik-baiknya. Dengan demikian good governance adalah membangun
pemerintahan yang profesional dan mempunyai ilmu pengetahuan sehingga
Page 46
30
mampu mentransfer ilmu dan pengetahuan tersebut menjadi skill dan
berlandaskan etika dan moralitas yang tinggi. Dalam penelitian ini, peneliti
melihat penerapan prinsip-prinsip good governance tersebut dalam meningkatkan
kualitas dalam penyusunan RPJMD Provinsi Lampung 2015-2019.
2.2. Kendala Mewujudkan Good Governance
Upaya perbaikan sistem birokrasi belum berjalan sesuai dengan tuntutan
masyarakat. Hal tersebut terkait dengan tingginya kompleksitas dalam mencari
solusi perbaikan. Demikian pula masih tingginya tingkat penyalahgunaan
wewenang, banyaknya praktik penyimpangan, dan masih lemahnya pengawasan
terhadap kinerja aparatur negara merupakan cerminan kondisi kinerja birokrasi
yang masih jauh dari harapan. Banyaknya permasalah birokrasi tersebut belum
sepenuhnya teratasi, baik dari sisi internal maupun eksternal (Sedarmayanti, 2009:
310-311).
Dari sisi internal, faktor demokrasi dan desentralisasi telah membawa dampak
pada proses pengambilan keputusan kebijakan publik. Dampak tersebut terkait
dengan makin meningkatnya tuntutan akan partisipasi masyarakat dalam
kebijakan publik, meningkatnya tuntutan penerapan prinsip tata kepemerintahan
yang baik antara lain transparansi, akuntabilitas, dan kualitas kinerja publik serta
taat hukum. Secara khusus dari sisi internal birokrasi, berbagai permasalahan
masih banyak yang dihadapi, antara lain pelanggaran disiplin, penyalahgunaan
kewenangan, dan banyaknya praktik penyimpangan. Dari sisi eksternal, faktor
globalisasi dan revolusi teknologi informasi (e-government) merupakan tantangan
Page 47
31
tersendiri dalam upaya menciptakan pemerintahan yang bersih, baik, dan
berwibawa. Hal tersebut terkait dengan makin meningkatnya ketidakpastian
akibat perubahan faktor lingkungan politik, ekonomi, dan sosial yang terjadi
dengan cepat (Sedarmayanti, 2009: 310-311).
Selain itu, problem demokrasi dari segi lembaga dan perilaku individu masih
muncul. Rakyat masih belum merasa terwakili oleh keberadaan wakilnya di
DPRD karena partisipasinya hanya pada saat pemilu, setelah itu rakyat ditinggal
dalam proses pengambilan kebijakan. Rendahnya partisipasi dalam masyarakat
mengurangi tingkat legitimasi pemerintah sehingga munculnya pemerintahan
yang kuat ditingkat lokal maupun pusat masih dalam cita-cita (Nugroho, 2001
dalam Sedarmayanti, 2009: 311).
2.3. Tinjauan Perencanaan
Perencanaan merupakan salah satu dari empat fungsi manajemen yang penting
dan saling terkait. Empat fungsi manajemen tersebut adalah merencanakan,
mengorganisassikan, mengarahkan, dan mengendalikan. Merencanakan
membutuhkan pemahaman dimana posisi daerah dan kemana mau melangkah
kedepan, bagaimana formulasi visi dan misi, serta strategi apa yang dipilih untuk
mencapai target. Perencanaan menurut Conyers dan Hills dalam Kuncoro (2012 :
50) didefinisikan sebagai suatu proses berkesinambungan yang mencakup
keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan berbagai alternatif penggunaan sumber
daya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dimasa mendatang. Sedangkan
perencanaan dalam arti luas menurut Tjokroamidjoyo (1989) adalah: “Suatu
proses mempersiapkan secara sistematis kegiatan-kegiatan yang akan
Page 48
32
dilaksanakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Sehingga dapat dikatakan
perencanaan terdapat dalam hampir setiap jenis upaya manusia menuju perubahan
yang lebih baik termasuk dalam upaya pembangunan.”
Untuk lebih memahami arti dari perencanaan, maka dibawah ini akan dipaparkan
beberapa definisi menurut beberapa ahli dan pakar ilmu pengetahuan mengenai
pengertian perencanaan antara lain:
H. Sitanggang (1999:111) menyatakan bahwa:
“Pengertian perencanaan pembangunan adalah bagian dari proses kekuasaan
yang berjalan secara proporsional, sebagai alat pemimpin menggerakkan
dan mengendalikan organisasi secara berdaya guna dalam mekanisme
pembagian tugas dan batasan tanggung jawab yang berjenjang secara
seimbang dan serasi meliputi semua tugas organisasi.”
M. Tjadi Aman (1988:14) menjelaskan bahwa:
“Pada prinsipnya suatu perencanaan mengandung unsur-unsur yang penting
yaitu:
1) Adanya tujuan yang ingin dicapai;
2) Adanya program yang merupakan rangkaian kegiatan-kegiatan konkret
yang dlaksanakan;
3) Adanya policy atau kebijaksanaan yang ditempuh untuk mencapai tujuan
yang hendak dicapai;
4) Adanya jangka waktu tertentu dalam rangka pelaksanaan realisasi proyek
yang direncanakan;
5) Adanya proyek-proyek, program yang diperinci lagi dalam proyek-
proyek.”
Tjokroamidjoyo (1984: 12) menyusun pengertian dari perencanaan sebagai
berikut:
a. Perencanaan dalam arti seluas-luasnya tidak lain adalah suatu proses
mempersiapkan secara sistematis kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan
untuk mencapai suatu tujuan tertentu;
b. Perencanaan adalah suatu cara bagaimana mencapai tujuan sebaik-baiknya
atau maximum output dengan sumber-sumber yang ada supaya lebih efektif
dan efesien;
c. Perencanaan adalah penentuan tujuan yang akan dicapai atau dilakukan, dari
bagaimana, bilamana, dan oleh siapa;
Page 49
33
d. Pembangunan perencanaan adalah suatu pengarahan penggunaan sumber-
sumber pembangunan termasuk sumber-sumber ekonomi yang terbatas
adanya untuk mencapai tujuan keadaan sosial ekonomi yang lebih baik.
2.4 Tinjauan Pembangunan
Todaro (2000: 18) menyatakan bahwa pembangunan bukan hanya fenomena
semata, namun pada akhirnya pembangunan tersebut harus melampaui sisi materi
dan keuangan dari kehidupan manusia. Dengan demikian pembangunan idealnya
dipahami sebagai suatu proses yang berdimensi jamak, yang melibatkan masalah
pengorganisasian dan peninjauan kembali keseluruhan sistem ekonomi dan
sosial. Berdimensi jamak dalam hal ini artinya membahas komponen-komponen
ekonomi maupun non ekonomi.
Todaro (2000 : 20) mendefenisikan pembangunan merupakan suatu
proses multidemensial yang meliputi perubahan-perubahan struktur
sosial, sikap masyarakat, lembaga- lembaga nasional, sekaligus
peningkatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan kesenjangan dan
pemberantasan kemiskinan. Menurut Todaro (2000 : 21) dari definisi
diatas memberikan beberapa implikasi bahwa :
1. Pembangunan bukan hanya diarahkan untuk peningkatan income, tetapi juga
pemerataan.
2. Pembangunan juga harus memperhatikan aspek kemanusiaan seperti
peningkatan:
a. Life Sustenance : kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar.
b. Self-Esteem : kemampuan untuk menjadi orang yang utuh yang memiliki
harga diri, bernilai dan tidak diisap orang lain.
c. Freedom From Servitude : kemampuan untuk melakukan berbagai pilihan
dalam hidup, yang tentunya tidak merugikan orang lain.
Menurut Rostow dalam Arief (1996 : 29) pengertian pembangunan tidak hanya
pada lebih banyak output yang dihasilkan, tetapi juga lebih banyak jenis output
dari pada yang diproduksi sebelumnya. Dalam perkembangannya, pembangunan
Page 50
34
melalui tahapan-tahapan: masyarakat tradisional, prakondisi lepas landas, lepas
landas, gerakan menuju kematangan dan masa konsumsi besar-besaran. Kunci
diantara tahapan ini adalah adalah tahap tinggal landas yang didorong oleh satu
sektor atau lebih (Arief , 1996 : 30). Soekanto (1984 : 45) mengemukakan
pendapatnya tentang pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi mempunyai
3 (tiga) sifat penting, proses terjadinya perubahan secar terus menerus, adanya
usaha untuk menaikkan pendapatan perkapita masyarakat dan kenaikan
pendapatan masyarakat yang terjadi dalam jangka waktu yang panjang.
Demikian pula dengan Todaro (2000:20) yang menyatakan bahwa pembangunan
ekonomi telah digariskan kembali dengan dasar mengurangi atau menghapuskan
kemiskinan, ketimpangan dan pengangguran dalam konteks pertumbuhan
ekonomi atau negara yang sedang berkembang. Bryant dan White (1982 : 15)
menegaskan bahwa pembangunan mengandung implikasi yaitu, pertama,
pembangunan berarti membangkitkan kemampuan optimal manusia, baik
individu maupun kelompok. Kedua, pembangunan berarti mendorong tumbuhnya
kebersamaan dan pemerataan sistem nilai dan kesejahteraan. Ketiga,
pembangunan berarti menaruh kepercayaan kepada masyarakat untuk
membangun dirinya sendiri sesuai dengan kemampuan yang ada padanya.
Kepercayaan ini dinyatakan dalam bentuk kesepakatan yang sama, kebebasan
memilih, dan kekuasaan untuk memutuskan. Keempat, pembangunan berarti
membangkitkan kemampuan untuk membangun secara mandiri. Kelima,
pembangunan berati mengurangi ketergantungan negara yang satu terhadap
negara yang lain dengan menciptakan hubungan saling menguntungkan dan
Page 51
35
saling menghormati. Menurut Gant dalam Suryono (2001 : 31) tujuan
pembangunan ada dua tahap. Tahap pertama, pada hakikatnya pembangunan
bertujuan untuk menghapuskan kemiskinan. Apabila tujuan ini sidah mulai
dirasakan hasilnya maka tahap kedua adalah menciptakan kesempatan–
kesempatan bagi warganya utnuk dapat hidup bahagia dan terpenuhi segala
kebutuhannya. Untuk mencapai keberhasilan pembangunan tersebut maka
banyak aspek atau hal-hal yang harus diperhatikan, yang diantaranya adalah
keterlibatan masyarakat di dalam pembangunan. Sanit (dalam Suryono 2001 : 32)
menjelaskan bahwa pembangunan dimulai dari pelibatan partisipasi masyarakat.
Ada beberapa keuntungan ketika partisipasi masyarakat dilibatkan dalam
perencanaan pembangunan yaitu, pertama, pembangunan akan berjalan sesuai
dengan kebutuhan masyarakat. Artinya bahwa jika masyarakat dilibatkan dalam
perencanaan pembangunana maka akan tericipta kontrol terhadap pembangunan
tersebut. Kedua, pembangunan yang berorientasi pada masyarakat akan
menciptakan stabilitas politik. Oleh karena masyarakat berpartisipasi dalam
perencanaan pembangunan sehingga masyarakat bisa menjadi kontrol terhadap
pembangunan yang sedang terjadi.
2.5 Tinjauan Musyawarah Perencanaan Pembangunan
Musrenbang adalah forum resmi yang mempertemukan masyarakat dan
pemerintah. Kegiatan itu sangat strategis sebagai dasar merumuskan, memutuskan
dan membangun, sinkronisasi serta sinergi maupun komunikasi antar pemangku
kepentingan dalam mencari alternatif penyelesaian berbagai masalah
pembangunan daerah, sebagaimana diamanatkan dalam Undang- Undang Nomor
Page 52
36
25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Dalam rangka
menyusun RPJM daerah, pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyusun
dokumen rencana kerja. Penyusunan rancangan tersebut dilakukan melalui proses
pembahasan yang terkoordinasi antara Bappeda dengan seluruh Satuan Kerja
Perangkat Daearah (SKPD) melalui musrenbang di daerah masing-masing (Surat
Edaran Bersama Menteri Negara Perencanaan Pembangunan dan Menteri Dalam
Negeri dalam pelaksanaan musrenbang, 2007: 2).
Musrenbang sebagai forum antar pelaku dilaksanakan dalam rangka menyusun
rencana kerja pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Musrenbang dilaksanakan
setiap tahun oleh para pemangku kepentingan, dalam hal ini, pihak yang
berkepentingan untuk mengatasi masalah di level masing-masing dan pihak yang
akan terkena dampak hasil musyawarah untuk menyepakati rencana kegiatan
tahun anggaran berikutnya.
Posisi musrenbang dalam perencanaan pembangunan beberapa
lembaga/kementerian yang memegang mandat dan mempunyai tanggungjawab
dalam pelaksanaan musrenbang adalah berikut:
1. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)
2. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)
3. Kementerian Dalam Negeri
4. Kementerian Keuangan
5. Kepala SKPD
6. Gubenur
7. Bupati
8. Camat
9. Lurah/Kepala Desa
(PP No. 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rancangan Kerja dan Anggaran
Kementrian/Lembaga)
Page 53
37
Dalam proses musrenbang RPJMD Provinsi Lampung yang dilakukan penelitian
maka Bappeda yang menyusun RPJMD sesuai dengan visi Gubernur terpilih.
Musrenbang RPJMD merupakan forum musyawarah antara para pemangku
kepentingan untuk membahas dan menyepakati rancangan RPJMD. Tujuan
musrenbang RPJMD untuk mendapatkan masukan dan komitmen para pemangku
kepentingan pembangunan daerah sebagai bahan penyempurnaan rancangan
RPJM Daerah menjadi rancangan akhir RPJMD.
Musrenbang RPJMD dilaksanakan paling lama 2 (dua) bulan setelah kepala
daerah dan wakil kepala daerah terpilih dilantik. Untuk optimalisasi pelaksanaan
musrenbang RPJMD, tata tertib pelaksanaan ditetapkan dengan Peraturan Kepala
Daerah.
Musrenbang jangka menengah daerah dilaksanakan dengan tahapan sebagai
berikut :
a. Penyiapan musrenbang RPJMD;
b. Penyelenggaraan musrenbang RPJMD.
Efektifitas Pelaksanaan Musrenbang berdasarkan Riant Nugroho dan Wrihatnolo
(2011:81) yang mengatakan bahwa suatu perencanaan yang baik dan efektif
memiliki beberapa unsur, yaitu :
a. Sistematis
Sistematis yang dimaksud adalah, setiap perencanaan yang disusun harus sesuai
dengan Standar Operasional Procedure (SOP) musrenbang yang berlaku. Dalam
perencanaan yang sistematis tidak akan ditemukan usulan prioritas yang tiba-tiba
Page 54
38
muncul pada saat musrenbang diadakan, namun setiap usulan prioritas yang
muncul merupakan usulan-usulan yang telah dibahas sebelumnya dalam fotum
konsultasi publik dimana dilakukan pemetaan terhadap isu-isu strategis di
Provinsi Lampung dengan melakukan road show ke kabupaten/kota guna
membahas dan menginventarisir berbagai permasalahan di tingkat lokal
pemerintahan.
b. Terpadu
Terpadu maksudnya adalah, setiap unsur perencanaan yang ada dalam
musrenbang memiliki keterkaitan yang saling mendukung antar rencana yang ada
dan program yang dimiliki dan disusun oleh SKPD penanggungjawab. Sehingga,
tidak akan diketemukan unsur yang bertolak belakang dengan rencana
pembangunan yang dilakukaan.
c. Transparan
Transparan, yaitu dalam proses perencanaan tersebut tidak boleh ada hal yang
tidak diketahui oleh masing-masing peserta musrenbang mulai dari usulan-usulan,
kuantitas, kualitas, biaya yang dibutuhkan dalam pembangunan, hingga tujuan
dari semua usulan prioritas tersebut perlu direalisasikan.
d. Akuntabel
Akuntabel, yaitu dapat dipertanggungjawabkan. Setiap proses perencanaan
tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan oleh masing-masing pihak yang ikut
serta dalam musrenbang, seperti usulan-usulan prioritas dari tiap kelurahan hingga
pembangunan yang telah dilaksanakan dari musrenbang tersebut.
Page 55
39
Pengertian perencanaan secara sederhana adalah suatu kegiatan yang dilakukan
untuk masa mendatang yang lebih baik dengan memperhatikan keadaan sekarang
maupun keadaan sebelumnya. Istilah perencanaan sudah sangat umum kita
dengar dalam pembicaraan sehari-hari. Namun demikian, hampir semua buku
teks tentang perencanaan memberikan pengertian berbeda-beda tentang pengertian
tersebut dan banyak dokumen perencanaan nasional atau pernyataan para
pemimpin politik yang memperkenalkan pengertian mereka sendiri. Lebih dari
itu, diantara pakar pun belum ada kesepakatan tentang istilah perencanaan.
Conyers dan Hills dalam Arsyad (2002 : 19) mendefenisikan perencanaan
sebagai suatu proses yang bersinambung yang mencakup keputusan-keputusan
atau pilihan-pilihan berbagai alternatif penggunaan sumber daya untuk mencapai
tujuan-tujuan tertentu pada masa yang akan datang. Berdasarkan defenisi
tersebut, Arsyad (2002 : 19-20) berpendapat ada empat elemen dasar perencanaan,
yaitu :
1. Merencanakan berarti memilih.
2. Perencanaan merupakan alat pengalokasian sumber daya.
3. Perencanaan merupakan alat untuk mencapai tujuan.
4. Perencanaan berorientasi ke masa depan.
Sementara itu, menurut Widjojo Nitisastro dalam Arsyad (2002 : 21)
perencanaan berkisar pada dua hal: pertama adalah penentuan pilihan secara sadar
mengenai tujuan konkrit yang hendak dicapai dalam jangka waktu tertentu atas
dasar nilai yang dimiliki masyarakat yang bersangkutan. Yang kedua adalah
pilihan-pilihan diantara cara-cara alternatif yang efisien serta rasional guna
mencapai tujuan-tujuan tersebut. Friedman dalam Robinson (2005 : 4)
Page 56
40
mendefenisikan perencanaan sebagai berikut, “planning is primarily a way of
thinking about social and economic problem, planning is oriented predominantly
toward the future, is deeply concerned with the relation of goals to collective
decisions and strives for comprehensiveness in policy and program.”
Menurut Friedman perencanaan adalah cara berpikir mengatasi permasalahan
sosial ekonomi, untuk menghasilkan sesuatu di masa depan. Sasaran yang dituju
adalah keinginan kolektif dan mengusahakan keterpaduan dalam kebijakan dan
program. Friedman melihat perencanaan memerlukan pemikiran yang mendalam
dan melibatkan banyak pihak sehingga hasil yang diperoleh dan cara memperoleh
hasil itu dapat diterima oleh masyarakat. Hal ini berarti perencanaan sosial dan
ekonomi (kedua hal tersebut termasuk dalam tujuan pembangunan) harus
memperhatikan aspirasi masyarakat dan melibatkan masyarakat baik secara
langsung maupun secara tidak langsung.
Menurut Kuncoro (46 : 2004) yang menjelaskan esensi dari perencanaan adalah :
“Ada dua kondisi yang mempengaruhi proses perencanaan pembangunan
daerah, yaitu : (1) tekanan yang berasal dari lingkungan dalam negeri
maupun luar negeri yang mempengaruhi kebutuhan daerah dalam proses
pembangunan perekonomianya; (2) kenyataan bahwa perekonomian
daerah dalam suatu negara di pengharuhi oleh setiap sektor secara
berbeda-beda, misalkan beberapa daerah mengalami pertumbuhan pada
sektor industri nya sedangkan daerah lain mngalami penrunan. Inilah yang
menjelaskan perbedaan persektif masyarakat daerah mengenai arah dan
makna pembangunan daerah”
Perencanaan pembangunan orde baru didasarkan kepada pergulatan pemikiran
mengenai ekonomi-politik pembangunan yang berkembang dalam “komunitas
politik” pada saat itu. Hal ini pula yang melahirkan konsep sentralistik dalam
Page 57
41
segala bidang perencanaan pembangunan di Indonesia (Mas’oed, 1994 : 50).
Adapun pada masa reformasi, dalam proses perencanaan di Indonesia dilakukan
dengan pendekatan secara top down dan bottom up. pengertian top down dalam
hal ini yaitu perencanaan memperhatikan kebijakan pemerintah pusat yang dapat
dipedomani dalam proses perencanaan. sedangkan bottom up dalam hal ini yaitu,
perencanaan memperhatikan aspirasi dari masyarakat dalam proses perencanaan.
2.6. Proses Penyusunan Perencanaan Pembangunan
Proses penyusunan perencanaan pembangunan dikelompokkan ke dalam dua
sistem yaitu perencanaan dari atas ke bawah (top down planning) dan
perencanaan dari bawah ke atas (bottom up planning). Kedua bentuk perencanaan
itu, disebut oleh Kunarto (1993 : 13) perencanaan dilihat dari arus informasi.
Menurut Kunarjo perencanaan dari atas ke bawah (top down planning) diartikan
perencanaan yang dibuat oleh pemerintah pusat atau sasaran-sasarannya
ditetapkan dari tingkat nasional dalam tingkat makro, kemudian diterjemahkan ke
dalam perencanaan yang lebih mikro atau perencanaan tingkat daerah. Sedangkan
perencanaan dari bawah ke atas (bottom up planning) diartikan perencanaan yang
dibuat oleh pemerintah daerah/departemen atau perencanaan dalam tingkat
mikro/proyek. Berdasarkan apa yang dikemukakan Kunarjo, dapat disimpulkan
bahwa top down planning bersifat makro dan bottom up planning bersifat mikro.
Kartasasmita (1997 : 114-115) mengatakan perencanaan dari atas ke bawah (top
down planning) dan perencanaan dari bawah ke atas (bottom up planning)
termasuk kelompok perencanaan menurut proses/hirarki penyusunan.
Page 58
42
perencanaan dari atas ke bawah merupakan pendekatan perencanaan yang
menerapkan cara penjabaran rencana induk ke dalam rencana rinci. Rencana rinci
yang berada di bawah adalah penjabaran rencana induk yang berada di atas.
Sedangkan perencanaan dari bawah ke atas dianggap sebagai pendekatan
perencanaan yang seharusnya diikuti karena dipandang lebih dan didasarkan pada
kebutuhan nyata. Pandangan ini timbul karena perencanaan dari bawah ke atas ini
dimulai prosesnya dengan mengenali kebutuhan ditingkat masyarakat yang secara
langsung terkait dengan pelaksanaan dan mendapat dampak dari kegiatan
pembangunan yang direncanakan. Anggapan bahwa mereka yang memperoleh
pengaruh atau dampak langsung pembangunan seyogyanya terlibat langsung sejak
tahap perencanaan, menjadi dasar pembenaran pendekatan perencanaan dari
bawah ke atas ini. Ginandjar mencontohkan perencanaan sektoral sebagai
perencanaan dari atas ke bawah, (bersifat makro), dan perencanaan rinci
merupakan contoh dari perencanaan dari bawah ke atas (bersifat mikro). Mengacu
pada pendapat ke dua ahli tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa yang
dikatakan perencanaan dari atas ke bawah (top down planning) itu adalah
perencanaan pembangunan yang dibuat oleh lembaga atau institusi pemerintah di
pusat atau tingkat atas yang sifatnya makro atau menyeluruh, sedangkan
perencanaan dari bawah ke atas (bottom up planning) adalah perencanaan yang
dibuat oleh lembaga atau institusi pemerintah ditingkat bawah yang sifatnya
mikro. Hal ini sering terjadi salah pengertian dan penafsiran dibanyak kalangan
terhadap istilah top down planning dan bottom up planning. Khususnya
Page 59
43
mengenai bottom up planning sering dimaksudkan perencanaan yang dibuat oleh
masyarakat secara langsung.
2.7 Kerangka Fikir
Prinsip good governance dan penerapanya tidak terlepas dari sistem manajemen
kepemerintahan yang merupakan hasil dari pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen
sehingga apabila di terapkan dengan benar menghasilkan kemitraan yang positif
antara pemerintah, dunia usaha dan masyarakat
Proses musrenbang dan penetapan RPJMD merupakan bagian dari Penyusunan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Lampung
tahun 2015-2019 dengan maksud untuk menyediakan dokumen yang menyajikan
arah penyelenggaraan pemerintahan, pengelolaan pembangunan, dan pemberian
pelayanan masyarakat serta sekaligus sebagai acuan bagi seluruh pelaku
pembangunan di Provinsi Lampung selama kurun waktu lima tahun ke depan.
Untuk menjelaskan hal terkait penerapan prinsip-prinsip good governance
(transparansi, akuntabilitas, partisipasi, kepastian hukum) dalam proses
Musyawarah Perencanaan Pembangunan (MUSRENBANG) dan penetapan
RPJMD Provinsi Lampung, peneliti akan menggunakan keempat instrumen
prinsip tersebut untuk menganalisis sejauh mana langkah yang dilakukan
Pemerintah Provinsi Lampung dalam proses dimaksud. Kepemerintahan yang
baik akan terwujud apabila sistem yang saling mengawasi dan saling
Page 60
44
mengimbangi. Penelitian mengenai penerapan prinsip transparansi, akuntabilitas,
partisipasi, kepastian hukum dalam proses Musyawarah Perencanaan
Pembangunan (MUSRENBANG) dan penetapan RPJMD Provinsi Lampung
dalam proses penyusunan RPJMD Provinsi lampung tahun 2015-2019 dapat di
gambarkan dalam skema sebagai berikut:
Gambar 1. Kerangka Pikir
Prinsip-Prinsip Good governance :
1.Transparansi
2. Partisipasi
3. Akuntabilitas
4. Kepastian Hukum
Proses Murenbang RPJMD Provinsi
Lampung 2015-2019
Penetapan RPJMD Provinsi Lampung
2015- 2019
Sumber : penulis
Page 61
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data
dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Dalam penelitian ini metode penelitian yang
digunakan adalah metode penelitian kualitatif, dimana metode penelitian kualitatif
menurut Sugiyono (2006 : 9) adalah metode penelitian yang berlandaskan pada
filsafat post positivisme, digunakan untuk meneliti pada obyek yang alamiah,
(sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen
kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis
data bersifat induktif/kualitatif dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan
makna dari generalisasi.
Dalam penelitian ini, untuk mengolah dan menyajikan data dilakukan dengan
menggunakan teknik analisis kualitatif. Dimana prosedur penelitian bersifat
menjelaskan, mengelola, menggambarkan dan menafsirkan hasil penelitian
dengan menyimpulkan suatu proses perumusan kebijakan musrenbang dan
penetapan RPJMD Provinsi Lampung 2015-2019.
Lebih lanjut penelitian kualitatif menurut Hasan (2011:170) adalah :
“Bentuk penelitian formatif yang menggunakan tehnik tertentu untuk
mendapatkan jawaban mendalam tentang apa yang dipikirkan dan dirasakan
khalayak sasaran, penelitian kualitatif memungkinkan peneliti memperoleh
pehaman mendalam tentang sikap, kepercayaan, motif, dan perilaku
khalayak sasaran, yang apabila digunakan secara tepat, teknik kualitatif
memungkinkan pemahaman secara mendalam tentang tanggapan konsumen,
Page 62
46
sedangkan pendekatan kuantitatif memungkinkan pengukuran atas
tanggapan tersebut.”
Sugiyono (2008:2) menjelaskan metode penelitian tersebut adalah :
“Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah yang
digunakan harus didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris
dan sistematis. Rasional berarti kegiatan penelitian itu dilakukan dengan
cara-cara yang masuk akal sehingga terjangkau oleh penalaran manusia.
Empiris berarti cara-cara yang dilakukan itu dapat diamati oleh indera
manusia, sehingga orang lain dapat mengamati dan mengetahui cara-cara
yang digunakan. Sedangkan sistematis artinya proses yang digunakan dalam
penelitian itu menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis”
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian deskriptif metode
kualitatif. Sugiyono (2008:11) memberikan definisi dari penelitian deskriptif
bahwa “Penelitian Deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui
variabel mandiri, baik itu satu variabel atau lebih, tanpa membuat perbandingan
atau menghubungkan antara variabel satu dengan yang lain.
Sedangkan Nazir (2009:54) mengemukakan konsep metode deskriptif adalah :
“Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok
manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun
suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif
ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara
sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta
hubungan antar fenomena yang diselidiki.”
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif-
induktif . Moleong (2010:6) mengatakan bahwa:
“Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya
perilaku, persepsi, motivasi, dan lain-lain secara holistik, dan dengan cara
deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus
yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.”
Page 63
47
Moleong (2010:10) juga menambahkan bahwa penelitian kualitatif menggunakan
analisis data secara induktif. Analisis data yang digunakan secara induktif
digunakan karena beberapa alasan sebagai berikut:
a) Proses induktif lebih dapat menemukan kenyataan-kenyataan jamak sebagai
yang terdapat dalam data;
b) Analisis induktif lebih dapat membuat hubungan peneliti dengan responden
menjadi eksplisit, dapat dikenal, dan akuntabel;
c) Analisis demikian dapat menguraikan latar secara penuh dan dapat membuat
keputusan-keputusan tentang dapat-tidaknya pengalihan pada suatu latar
lainnya;
d) Analisis induktif lebih dapat menemukan pengaruh bersama yang
mempertajam hubungan-hubungan;
e) Analisis demikian dapat memperhitungkan nilai-nilai secara eksplisit
sebagai bagian dari struktur analitik;
Salah satu karakteristifk penelitian kualitatif adalah mempunyai sifat induktif. Hal
ini diungkapkan oleh Arikunto (2010:32) bahwa ”karakteristifk penelitian
kualitatif mempunyai sifat induktif yaitu pengembangan konsep yang didasarkan
atas data yang ada, mengikuti desain penelitian yang fleksibel sesuai dengan
konteksnya”.
Penelitian ini lebih menekankan pada proses penelitian daripada hasil penelitian
sehingga bukan kebenaran mutlak yang dicari tapi pemahaman yang mendalam
tentang sesuatu. Penelitian kualitatif dalam penelitian ini adalah rangkaian
kegiatan dalam rangka mendapatkan data atau informasi yang bersifat sebenar-
benarnya serta memberikan pemahaman menyeluruh mengenai penerapan prinsip-
prinsip good governance dalam proses musrenbang RPJMD Provinsi Lampung
Page 64
48
2012-2019 dan pelaksanaan penetapan RPJMD tersebut menjadi Peraturan Daerah
Provinsi Lampung. Pelaksanaannya melalui proses wawancara kepada aktor-aktor
yang terkait serta data-data yang diperoleh.
3.2 Fokus Penelitian
Lingkup penelitian digunakan untuk memberikan gambaran tentang konteks yang
berkaitan dengan fokus penelitian. Pentingnya fokus penelitian dalam suatu
penelitian adalah untuk membatasi studi dan bidang kajian penelitian. Menurut
Sugiyono (2006:233) “batasan masalah dalam penelitian kualitatif disebut dengan
fokus, yang berisi pokok masalah yang masih bersifat umum”. Tanpa adanya
fokus penelitian, maka peneliti akan terjebak dengan volume data yang di
perolehnya di lapangan. Karena itu, fokus penelitian memiliki peranan yang
sangat penting dalam membimbing dan mengarahkan jalannya penelitian. Melalui
fokus penelitian ini, suatu informasi di lapangan dapat dipilah sesuai dengan
konteks permasalahan. Dimana lingkup penelitian memuat aspek-aspek yang akan
diteliti dari suatu objek tertentu dan difokuskan pada penerapan prinsip good
governance dalam penyusunan RPJMD tahun 2015-2019 dalam proses
penyusunan musrenbang RPJMD; dan penetapan RPJMD dalam rangka
menjawab masalah penelitian. Maka berkaitan dengan fokus tersebut, hal yang
akan di analisis dalam penelitian ini adalah :
Peneliti menentukan fokus penelitiannya dimaksudkan agar terdapat batasan studi
terhadap relevansi studi penelitian ini, sehingga batasan bidang-bidang temuan
dan arah fokus penelitian yang jelas, diharapkan dapat dengan tepat sasarannya
Page 65
49
untuk menganalisa data terkait dengan fokus masalah dan substansial. Fokus
utama dalam penelitian ini adalah pada penerapan keempat prinsip good
governance (transparansi, akuntabilitas, partisipasi, kepastian hukum) khususnya
dalam proses musrenbang dan penetapan RPJMD Provinsi Lampung 2015-2019
di Bappeda Provinsi Lampung. Sesuai dengan fokus yang ditentukan diatas maka
penelitian ini akan terarah pada jabaran substansi persoalan berikut ini :
1. Transparansi
Transparansi adalah keterbukaan dalam proses kebijakan dengan cara
penyediaan informasi yang di lengkapi dengan sarana dan prasarana dalam
pelaksanaan musrenbang RPJMD dan penetapan RPJMD.
2. Partisipasi
Keterlibatan berbagai unsur-unsur dalam proses Penyusunan RPJMD tersebut
yang melibatkan para stakeholder, akademisi, dunia usaha dan masyarakat
dalam pelaksanaan musrenbang RPJMD dan penetapan RPJMD.
3. Akuntabilitas.
Adalah kemampuan menjawab dan meneriman konsekuensi atas kinerja
seluruh proses kebijakan publik. Kemampuan menjawab adalah berhubungan
dengan tuntutan bagi aparatur dalam menjawab dan menerangkan secara
periodik setiap pertanyaan-pertanyaan dan komplain yang berhubungan dengan
bagaimana menggunakan wewenang dalam hal dalam musrenbang RPJMD
dan penetapan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
Page 66
50
4.Kepastian Hukum
Adalah kemampuan dalam melakukan sesuatu hal berdasarkan keputusan,
kebijakan pemerintah, organisasi dilakukan berdasarkan hukum yang berlaku
dalam proses musrenbang RPJMD dan penetapan RPJMD.
3.3 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang di gunakan dalam penelitian ini bersumber pada data primer dan
data sekunder.
1. Data primer, yaitu data yang di peroleh dari studi lapangan atau penelitian
empiris melalui wawancara dengan responden :
a) Kepala Bappeda Provinsi Lampung (Ir. Taufik Hidayat, MM.,MEP)
b) Sekretaris Bappeda Provinsi Lampung (Elvira Ummihanni,SP.,MT
c) Kabid Ekonomi (Bobby Irawan, SE.,M.si) Bappeda Provinsi serta
d) Staf Panitia pelaksanaan Penyusunan RPJMD (Sepriadi)
e) Akademisi yang berpartisipasi dalam proses penyusunan RPJMD
Provinsi Lampung (Prof. Dr. Wan Abbas Zakaria).
2. Data Sekunder
Dalam mengadakan suatu penelitian sumber data sangat diperlukan untuk
memperoleh sejumlah informasi dan fakta-fakta yang sesuai dengan yang
diinginkan untuk penulisan suatu laporan. Adapun pengertian sumber data
menurut Arikunto ( 2010:172) bahwa sumber data dalam penelitian adalah
subyek dari mana data dapat diperoleh. Adapun data-data jenis sekunder
didapatkan peneliti melalui dokumen, yakni berupa data-data seperti dokumen
resmi yang didapatkan di Bappeda Provinsi Lampung antara lain :
Page 67
51
1. Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
Tahun 2015-2019;
2. Dokumen RPJMD Provinsi Lampung tahun 2015-2019;
3. Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi
Lampung 2005- 2025;
4. berita acara, notulensi dan laporan pelaksanaan musrenbang RPJMD
Provinsi Lampung 2015-2019;
5. Lampiran peraturan pelaksanaan penyusunan RPJMD Provinsi Lampung
2015 – 2019;
6. Serta data maupun dokumen lain yang mendukung dalam proses
penelitian ini.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam
penelitian. Karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa
mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan dapat memenuhi
standar data yang ditetapkan.
Menurut Sugiyono ( 2008:62 ) :
“Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai
sumber, dan berbagai cara. Bila dilihat dari setting-nya data dapat
dikumpulkan melalui setting yang alamiah misalnya di laboratorium
dengan metode eksperimen, di rumah dengan berbagai responden, pada
suatu seminar, diskusi dijalan dan lain–lain. Bila dilihat dari sumbernya,
maka pengumpulan data dapat menggunakan data primer atau sekunder.
Page 68
52
dan bila dilihat dari caranya, pengumpulan data dapat dilakukan dengan
obervasi, wawancara, kuisioner, dokumentasi dan gabungannya.”
Menurut N.K. Malhotra dalam Sangadji (2010:199), “Tahap analisis data dalam
penelitian kualitatif secara umum di mulai sejak pengumpulan data, redaksi data,
penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.”
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan teknik pengumpulan data berupa :
a. Penelitian Kepustakaan (library research) yaitu penelitian yang dilakukan
dengan mempelajari buku-buku, peraturan perundang- undangan dan sumber
referensi lain untuk menunjang permasalaha yang diteliti serta yang
mempunyai hubungan dengan judul penelitian.
b. Penelitian Lapangan (Field Research), yaitu suatu teknik pengumpulan data
dimana penulis terjun langsung ke lokasi penelitian secara langsung kepada
obyek yang diteliti. Dalam pelaksanaannya peneliti menggunakan
pengumpulan data dengan cara-cara sebagai berikut :
Untuk menjawab permasalahan yang diajukan, maka dibutuhkan suatu data atau
informasi akurat dari berbagai sumber yang dapat dipercaya. Untuk hal tersebut
dalam hal ini digunakan teknik pengumpulan data, berupa :
1. Wawancara
Wawancara atau interview, yakni mengadakan tanya jawab langsung pada pihak-
pihak / informan yang berkepentingan dan dapat memberikan informasi. Secara
sederhana Sugiyono (2007:157) menjelaskan bahwa wawancara digunakan
Page 69
53
sebagai teknik pengambilan data apabila peneliti ingin melakukan studi
pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila
peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah
respondennya kecil/sedikit.
Adapun teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara
tidak terstruktur yaitu pedoman wawancara yang hanya memuat garis besar yang
akan ditanyakan (Arikunto, 1997 : 202)
2. Dokumentasi
Menurut Sugiyono (2005:82), “dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah
berlalu.” Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan cara mempelajari dan
mencatat bahan-bahan bacaan, makalah, jurnal, dokumen, laporan-laporan, serta
bahan-bahan lainnya yang berkaitan dengan maksud dan tujuan penelitian.
3. Instrumen
Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk pengumpulan data dalam
penelitian. Moleong (2007: 168) mengemukakan bahwa “instrumen penelitian
adalah alat pengumpul data seperti tes pada penelitian kualitatif, namun demikian
yang sangat berperan dalam pengumpulan data adalah peneliti itu sendiri”.
Satu-satunya instrumen yang terpenting dalam penelitian kualitatif adalah peneliti
itu sendiri (Irawan, 2006 : 17). Alat-alat bantu lain yang digunakan seperti tape
recorder, video kaset, kamera atau yang lainnya tergantung pada peneliti yang
menggunakannya. Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa untuk mengetahui
Page 70
54
bagaimana efektivitas pelaksanaan musrenbang ini dilakukan melalui dua metode,
yaitu :
1. Pedoman wawancara (pada lampiran), ini dipakai peneliti karena sifatnya
terbuka sehingga dapat menggali data / informasi secara lengkap dan
mendalam.
2. Pedoman dokumentasi (pada lampiran), yaitu menyelidiki, mempelajari dan
mencatat benda-benda tertulis berupa bahan-bahan bacaan, buku-buku,
makalah, majalah, jurnal, dokumen, peraturan-peraturan, laporan-laporan,
notulen rapat, serta bahan-bahn lainnya yang berkaitan dengan maksud dan
tujuan penelitian.
3.5 Teknik Analisis
Analisis data yang merupakan kegiatan proses mencari dan mengatur secara
sistematis transkrip interview, catatan lapangan dan bahan – bahan lain yang
ditemukan di lapangan. Kesemuanya itu dikumpulkan untuk meningkatkan
pemahaman (terhadap sesuatu fenomena) dan membantu untuk mempresentasikan
temuan penelitian kepada orang lain. Secara substansial, pendapat ini
menunjukkan bahwa dalam analisis data terkandung muatan pengumpulan dan
interprestasi data. Inilah yang menjadi ciri utama dari penelitian deskriptif.
Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data
model Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2005 : 91), yang terdiri atas tiga
komponen analisis :
Page 71
55
1. Reduksi data (data reduction), yaitu data yang diperoleh di lokasi penelitian
(data lapangan) dituangkan dalam uraian atau laporan yang lengkap dan terinci.
Laporan lapangan akan direduksi, dirangkum, dipilih hal – hal pokok,
difokuskan pada hal – hal penting kemudian dicari tema atau polanya. Reduksi
data berlangsung secara terus menerus selama proses penelitian berlangsung.
Selama pengumpulan data berlangsung diadakan tahap reduksi data,
selanjutnya membuat ringkasan, mengkode, menelusuri tema, membuat gugus
dan menulis memo.
2. Penyajian data (data display), yaitu memudahkan bagi peneliti untuk melihat
gambaran secara keseluruhan atau bagian tertentu dari penelitian.
3. Penarikan kesimpulan (conclutting drawing), yaitu melakukan verifikasi secara
terus menerus sepanjang proses penelitian berlangsung, yaitu sejak awal
memasuki lokasi penelitian dan selama proses pengumpulan data. Peneliti
berusaha untuk menganalisis dan mencari pola, tema, hubungan persamaan,
hal– hal yang sering timbul, hipotesis dan sebagainya yang dituangkan dalam
kesimpulan tentatif. Akan tetapi dengan bertambahnya data melalui proses
verifikasi secara terus menerus, maka akan diperoleh kesimpulan bersifat
“grounded”, sehingga setiap kesimpulan senantiasa terus dilakukan verifikasi
selama penelitian berlangsung.
Page 72
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan di atas, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Secara keseluruhan, penerapan prinsip-prinsip good governance
(transparansi, partisipasi, akuntabilitas, kepastian hukum) dalam pelaksanaan
musrenbang dan penetapan RPJMD Provinsi Lampung 2015-2019 sudah
berjalan dengan baik dimana dilihat dari beberapa indikator yaitu :
a. Dari sisi transparansi dalam proses musrenbang dan penetapan RPJMD
Provinsi di Bappeda Provinsi Lampung telah dilaksanakan dengan cukup
baik seperti melakukan pemberian informasi ke Publik melalui media
cetak, radio maupun elektronik, serta memasang banner/baliho/reklame di
tempat-tempat yang strategis, juga telah dilakukan penyebaran informasi
dan fasilitasi masukan mengenai RPJMD ini melalui facebook, twitter dan
website Bappeda Provinsi Lampung serta surat kabar regional Provinsi
Lampung.
b. Dari sisi partisipasi dalam proses musrenbang RPJMD Provinsi Lampung
2015-2019 partisipasi berbagai pelaku kepentingan cukup tinggi dengan
kehadiran pada saat musrenbang dengan kehadiran peserta dan tamu
undangan mencapai lebih dari 90% tetapi untuk keaktifan dalam
memberikan pendapat dalam proses musrenbang RPJMD dirasakan masih
Page 73
117
kurang. Sedangkan dalam proses penetapan RPJMD Provinsi Lampung
2015-2019 bentuk partisipasi yang penerapan prinsip partisipasi
masyarakat tidak dilakukan dikarenakan sesuai dengan Permendagri
nomor 54 tahun 2010 bentuk partisipasi tersebut dilakukan dalam proses
musrenbang RPJMD dan dalam forum focus group discussion yang telah
dilaksanakan di masing-masing lokasi sesuai dengan tema dan visi
Gubernur Lampung terpilih. Dalam proses penetapan RPJMD Provinsi
Lampung 2015-2019 belum menerapkan partisipasi masyarakat
dikarenakan sesuai dengan Permendagri nomor 54 tahun 2010 peran
paritisipasi masyarakat ada di dalam proses musrenbang RPJMD.
Sedangkan dalam proses penetapan RPJMD Provinsi Lampung pihak yang
telibat hanya eksekutif yaitu pemerintah daerah dan legislatif / Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
c. Dari sisi akuntabilitas dalam proses musrenbang RPJMD Provnsi
Lampung 2015-2019 para pelaku kebijakan telah melaksanakan proses
musrenbang maupun (focus group discussion) FDG musrenbang dengan
baik meskipun peran dari swasta yang masih belum maksimal dalam
memberikan masukan maupun peran dalam proses tersebut. Sisi
akuntabilitas dalam proses ini terlihat dari penyaluran informasi yang tepat
dan penandatanganan berita acara kesepakatan musrenbang yang berisi
saran dan masukan para peserta focus group discussion yang harus
ditindaklanjuti oleh Pemerintah Provinsi Lampung sebagai masukan dalam
RPJMD Provinsi Lampung 2015-2019. Penerapan prinsip akuntabilitas
Page 74
118
dalam penetapan RPJMD Provinsi Lampung dapat dilihat dari telah
dilakukan penandatangan RPJMD menjadi peraturan daerah Provinsi
Lampung nomor 6 tahun 2014 yang harus menjadi acuan pembangunan
Provinsi Lampung sampai tahun 2019.
d. Penerapan prinsip kepastian hukum dapat dilihat dari pelaksanaan
musrenbang RPJMD Provinsi Lampung 2015-2019 dan penetapan RPJMD
Provinsi Lampung yang telah sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku
dan pelaksanaan serta prosesnya mengacu pada aturan hukum yang ada
yaitu :
i. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara
Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana
Pembangunan Daerah;
ii. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2008
Tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 19,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4815);
iii. Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Tentang Pelaksanaan
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Tahapan, Tatacara
Penyusunan, Pengendalian, Dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana
Pembangunan Daerah.
iv. Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 6 tahun 2007 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah.
2. Untuk menjamin RPJMD Provinsi Lampung 2015-2019 ini menjadi dokumen
acuan pembangunan seluruh daerah di Provinsi Lampung maka telah
dilaksakanan penandatanganan nota kesepahaman tentang sinergitas
pembangunan di Provinsi Lampung antara Gubernur dan Walikota di Jakarta
tanggal 22 Agustus 2014 dalam rangka sinergi penyelenggaraan
pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan.
Page 75
119
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menyarankan kepada beberapa pihak
yang terlibat dalam musrenbang RPJMD dan Penetapan RPJMD dalam upaya
peningkatan kualitas perencanaan di lingkungan Badan Perencanaan
Pembangunan Provinsi Lampung yaitu:
1. Meningkatkan perhatian dalam prinsip partisipasi masyarakat saat
pelaksanaan musrenbang RPJMD. Pelaksanaan musrenbang diharapkan
lebih membuka arena saran dan masukan yang dimulai dari adanya
konsultasi publik yang diharapkan lebih menyempurnakan dokumen
RPJMD berikutnya.
2. Program yang telah disusun dalam RKPD setiap tahun oleh masing-
masing instansi pemerintah harus mengacu pada RPJMD Provinsi
Lampung sehingga target sasaran dapat tercapai.
3. Dalam pembahasan terkait substansi musrenbang maupun penyusunan
dokumen perencanaan selanjutnya, hendaknya peserta diberikan materi
pendahuluan mengenai substansi yang dibahas guna mengefektifkan dan
memberikan masukan yang lebih terarah.
4. Perlu dilakukan penambahan durasi terkait dengan proses focus group
discussion musrenbang RPJMD Provinsi Lampung untuk lebih
mendapatkan saran-saran dan masukan terkait dengan penambahan
kualitas dari substansi maupun indikator serta sasaran di rancangan
tersebut.
Page 76
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2010, Prosedur Penelitian suatu pendekatan praktik (edisi
Revisi). Jakarta : PT Asdi mahasatya.
Arsyad, Lincolin. 2002. Pengantar perencanaan dan pembangunan ekonomi
daerah. Yogyakarta : BPFE
Budiarjo, Miriam.1998. Menggapai kedaulatan untuk rakyat. Mizzan. Bandung.
107-120
Bryant C and White, LG. 1982. Managing Development in The Third World.
Boulder, Colorado : West View Press.
Budiman Arief: 1996, Teori Pembangunan Dunia Ke Tiga, Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Joko Widodo, Good Governance (Telaah dan Dimensi Akuntabilitas dan Kontrol
Birokrasi Pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah), Insan Cendekia,
Surabaya, 2001
Kartasasmita, Ginanjar. 1996, Pemberdayaan Masyarakat : Konsep
Pembangunan yang Berakar pada Masyarakat. Jakarta : Bappenas.
Krina, Loina Lalolo P., Indikator & Alat Ukur Prinsip Akuntabilitas,
Transparansi & Partisipasi, Sekretariat Good Public Governance Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional, Jakarta – 2003
Kuncoro, Mudrajad, 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah, Jakarta, : PT.
Erlangga,
__________________.2012. Perencanaan Daerah, Jakarta : Salemba Empat
LAN dan BPKP. 2000. Akuntabilitas dan Good Governance- modul 1
Sosialisasi system Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan (AKIP).
Page 77
Jakarta.
Leo agustino, 2007 perihal Politik, Yogyakarta : Graha ilmu ,
Masoed, M. 1994. Negara, Bisnis dan KKN. Yogyakarta : Aditya Media.
Mifthah Thoha, 2003, Birokrasi dan Politik Indonesia, Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada,
Mikkenelsen, Britha. 1999. Metode Penelitian : suatu pendekatan Proposal. Bumi
Aksara. Jakarta
Moleong, Lexy J. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosada.
Nasir, Moh. 2009. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia
Peters, B. Guy. 2000. The Politics of bureucracy. Routledge. London. 299-381
hlm
Sedarmayanti, 2012. Good Governance Kepemerintahan Yang baik Bagian
Pertama edisi revisi , Mandar Maju, Bandung
Sedarmayanti, 2012. Good Governance Kepemerintahan Yang baik Bagian Kedua
edisi revisi , Mandar Maju, Bandung
Soetomo, 2008. Strategi-Strategi Pembangunan Masyarakat: Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Sugiyono. 2008, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung
:IKAPI Alfabeta
Suryono, Agus. 2001.Teori dan Isu Pembangunan. Malang, Universitas
Malang Press.
Tjokroamidjojo,Bintoro, 2003. Reformasi nasional penyelenggaran good
governance dan perwujudan masyarakat madani, Lembaga Administrasi
Negara. Jakarta.
__________________. 1997. Pembangunan Untuk Rakyat (Memadukan
Pertumbuhan dan Pemerataan. Jakarta : CIDES.
Todaro, Michael, P: 2000, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Erlangga,
Jakarta.
Page 78
Wibowo, edi, dkk.2004. Memahami Good Goverment Governance dan Good
Corporate Governance. Yogyakarta : YPAPI
Rasul, Syahrudin, 2003. Pengintegrasian Sistem Akuntabilitas Kinerja dan
Anggaran dalam Perspektif UU NO. 17/2003 Tentang Keuangan Negara.
Jakarta: PNRI
Turner, Mark and Hulme, David ,1997. Governance, Administrasi, and
Development: Making The State Work. London: MacMillan Press Ltd
L.J van Apeldoorn dalam Shidarta, Moralitas Profesi Hukum Suatu Tawaran
Kerangka Berfikir, (Bandung PT REVIKA ADITAMA,2006), hlm 82-83.
Jan Michiel Otto terjemahan Tristam Moeliono dalam Shidarta, Moralitas Profesi
Hukum Suatu Tawaran Kerangka Berfikir, (Bandung, PT REVIKA
ADITAMA,2006), hlm 85
Nugroho dan Wrihatnolo: 2011. Manajemen Perencanaan Pembangunan.Elex
Media Coputindo:Jakarta.
Peraturan Perundang-undangan.
Undang-Undang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara
Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan
Daerah
Permendagri No 54 Tahun 2010 tentang Tentang Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan,
Pengendalian, Dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah
Peraturan daerah Provinsi Lampung No 6 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Lampung Tahun
2005-2025
Peraturan Daerah No 6 Tahun 2014 tentang Rencana Pembangunan Jangka
menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Lampung Tahun 2015-2019