PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK SEBAGAI UPAYA PENGHEMATAN PAJAK PADA PT. MEGATAMA SPRING SKRIPSI Oleh Agus Wijatmoko 008200900201 Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Pada Fakultas Ekonomi, President University President University Bekasi - Indonesia 2013
55
Embed
PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK SEBAGAI UPAYA PENGHEMATAN ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK
SEBAGAI UPAYA PENGHEMATAN PAJAK
PADA PT. MEGATAMA SPRING
SKRIPSI
Oleh
Agus Wijatmoko
008200900201
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Pada Fakultas Ekonomi, President University
President University
Bekasi - Indonesia
2013
iv
PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK SEBAGAI UPAYA PENGHEMATAN PAJAK PADA PT. MEGATAMA SPRING
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini yang pertama adalah untuk mengatahui penerapan perencanaan pajak yang baik dan benar sesuai dengan peraturan perpajakan sehingga dapat menghemat pembayaran pajak. Tujuan yang kedua adalah untuk memberitahukan kepada masyarakat dalam hal ini wajib pajak bahwa penerapan perencanaan pajak yang baik dan benar bisa dijadikan sebagai upaya dalam melakukan penghematan pajak.
Jenis penelitian yang akan dipakai adalah penelitian deskriptif kualitatif studi kasus.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa untuk menghemat pembayaran pajak pada PT. Megatama Spring dapat dilakukan melalui beberapa hal yaitu untuk perhitungan PPh pasal 21 menggunakan metoda gross up, melakukan pemungutan atas penjualan aktiva tetap yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha, membuat daftar nominatif atas biaya jamuan yang berkaitan dengan kegiatan usaha, serta menganalisa dan memisahkan biaya perjalanan dinas antara yang berkaitan dan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha.
Saran dalam penelitian ini adalah agar perencanaan pajak di PT. Megatama Spring dilaksanakan karena perusahaan memiliki keuntungan yaitu menghemat pembayaran pajak dengan melalui perhitungan PPh pasal 21 menggunakan metoda gross up, melakukan pemungutan atas penjualan aktiva tetap yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha, membuat daftar nominatif atas biaya jamuan yang berkaitan dengan kegiatan usaha, serta menganalisa dan memisahkan biaya perjalanan dinas antara yang berkaitan dan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha.
Kata kunci: Perencanaan pajak, Pajak penghasilan.
vii
DAFTAR ISI
Surat Rekomendasi Pembimbing…………………………………………………..i
3. Full Self Assesment System yaitu suatu sistem perpajakan dimana
wewenang untuk menghitung besarnya pajak terhutang oleh Wajib Pajak
itu sendiri dalam menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajaknya.
Fiskus tidak turut campur dalam penentuan besarnya pajak yang terhutang.
4. Withholding System yaitu sistem pemungutan pajak dimana WP diberi
wewenang untuk menentukan objek pajak yang terkait dengan
transaksinya dengan pihak lain dan menentukan besarnya pajak yang harus
dipotong atau dipungutnya sesuai dengan objek pajak tersebut serta
menyetorkan dan melaporkan pajak yang telah dipotong atau dipungut.
Sistem pemungutan pajak yang dianut oleh Indonesia adalah self assessment
system yang mengharuskan WP untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor
dan melaporkan kewajiban pajaknya sendiri. Dalam hal ini WP dianggap paling
11
tahu mengenai besarnya pajak yang terhutang karena WP tentu lebih memahami
penghasilanya sendiri.
2.2 Perencanaan Pajak
2.2.1 Pengertian Perencanaan Pajak
Perencanaan pajak (tax planning) adalah suatu kapasitas yang dimiliki oleh
wajib pajak (WP) untuk menyusun aktivitas keuangan guna mendapat
pengeluaran/beban pajak yang minimal. Secara teoritis, tax planning sebagai
effective tax planning, yaitu seorang wajib pajak berusaha mendapat penghematan
pajak (tax saving) melalui prosedur penghindaran pajak (tax avoidance) secara
sistematis sesuai ketentuan UU perpajakan (Hoffman, 1961).
Perencanaan pajak mencakup pemahaman dan implementasi dari berbagai
strategi yang dapat meminimalisasi jumlah beban pajak dalam beberapa periode
(Karayan, 2002). Perencanaan pajak yang baik dapat menjadi sumber penyediaan
modal kerja perusahaan. Berikut ini ruang lingkup perencanaan pajak.
1. Upaya legal untuk menghemat beban pajak dengan memanfaatkan hal-hal yang
belum diatur dalam peraturan perpajakan (loopholes) dengan berbagai metoda
berikut ini:
a. Maximizing tax deductable: upaya membebankan biaya-biaya usaha, baik
yang dikeluarkan secara tunai maupun dalam bentuk non tunai semaksimal
mungkin yang diperbolehkan Undang-undang.
b. Legal standing of corporate entity: Mencari bentuk usaha yang tepat,
seperti CV/Fa atau PT, dengan tujuan menghemat pajak.
c. Melakukan konglomerasi usaha: berupaya penyatuan bentuk usaha secara
vertikal dan horizontal.
d. Memecah satu unit usaha menjadi beberapa perusahaan.
e. Tax deffered income: menunda pengakuan penghasilan.
12
2. Mengorganisasi usaha wajib pajak atau kelompok wajib pajak sehingga utang
pajak, baik pajak penghasilan maupun pajak-pajak lainya, dalam posisi
sehemat mungkin sesuai ketentuan Undang-undang pajak.
3. Mendeteksi cacat teoritis dari ketentuan Undang-undang pajak untuk
menemukan cara penghindaran pajak yang dapat menghemat pembayaran
pajak.
2.2.2 Motivasi Dilakukannya Perencanaan Pajak
Motivasi yang mendasari dilakukannya suatu perencanaan pajak (tax
planning) umumnya bersumber dari tiga unsur perpajakan, yaitu sebagai berikut:
a. Kebijakan perpajakan (tax policy)
Tax policy merupakan alternatif dari berbagai sasaran yang hendak dituju dalam
system perpajakan. Dari berbagai aspek tax policy terdapat faktor-faktor yang
mendorong dilakukannya tax planning, yaitu pajak apa yang akan dipungut, siapa
yang akan dijadikan subjek pajak, apa yang merupakan objek pajak, berapa
besarnya tarif pajak dan bagaimana prosedurnya.
b. Undang-undang perpajakan (tax law)
Dalam pelaksanaannya, Undang-undang selalu diikuti dengan ketentuan-
ketentuan lain, termasuk Undang-undang perpajakan yang diikuti oleh Peraturan
Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Keuangan, Keputusan
Dirjen Pajak. Dengan banyaknya ketentuan tersebut, membuka celah bagi wajib
pajak untuk menganalisis kesempatan guna perencanaan pajak yang baik.
c. Administrasi perpajakan (tax administration)
Indonesia masih mengalami kesulitan dalam melaksanakan administrasi
perpajakan secara memadai. Hal ini mendorong perusahaan untuk melakukan
perencanaan pajak yang baik agar terhindar dari sanksi administrasi maupun
pidana karena perbedaan penafsiran antara fiskus dan wajib pajak, luasnya aturan
perpajakan dan sistem informasi yang belum efektif.
13
2.2.3 Tahapan Dalam Membuat Perencanaan Pajak
Agar perencanaan pajak dapat berhasil sesuai dengan yang diharapkan, maka
rencana itu seharusnya dilakukan melalui urutan tahap-tahap berikut ini:
1. Menganalisa informasi yang ada
Pada tahap ini perencanaan pajak harus menganalisis dan mempertimbangkan
semua aspek yang mungkin terlibat dalam perencanaan pajak. Pertimbangan ini
menimbang segala kemungkinan keberhasilan maupun kegagalan dalam
pelaksanaan perencanaan pajak. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan antara lain:
a. Fakta yang relevan. Dalam era globalisasi serta tingkat persaingan yang
semakin ketat maka seseorang manajer pajak dalam merencanakan pajak
untuk suatu organisasi dituntut harus benar-benar menguasai situasi yang
dihadapi baik dari segi internal maupun eksternal dan selalu mengamati
perubahan-perubahan yang terjadi agar perencanaan pajak dapat dilakukan
secara tepat, menyeluruh terhadap situasi maupun transaksi yang
mempunyai dampak perpajakan.
b. Faktor-faktor pajak. Dalam melakukan pembuatan perencanaan pajak perlu
diperhatikan faktor-faktor pajak dari suatu negara untuk menjamin
berhasilnya suatu perencanaan pajak.
2. Membuat satu model atau lebih rencana pajak
Model diperlukan untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai perhitungan
perencanaan pajak. Sebaiknya model dibuatkan lebih dari satu agar dapat
dibandingkan dan lebih dapat terukur keuntungan dan kerugiannya. Sehingga
perencana pajak dapat memilih alternatif-alternatif yang tersedia.
3. Evaluasi perencanaan pajak
Mengevaluasi dengan analisa keuangan suatu perencanaan pajak misalnya
bagaimana perencanaan pajak mempengaruhi beban pajak, laba kotor atau
pengeluaran lain jika alternatif-alternatif dipilih atau dijalankan.
14
4. Mencari kelemahan dan memperbaiki kembali
Dari berbagai alternatif yang telah dibuat, perencana pajak harus melihat potensi
kerugian atau potensi keuntungan yang akan diperoleh. Keputusan untuk
menjatuhkan pilihan satu alternatif kadang membawa kondisi pada potensi
kerugian yang akan diperoleh. Tugas dari perencana pajak adalah meminimalkan
potensi kerugian tersebut.
5. Memutakhirkan rencana pajak
Suatu undang-undang seringkali mengalami perubahan demikian pula dengan
undang-undang perpajakan. Perubahan ini akan membawa dampak bagi perencana
pajak secara keseluruhan. Tugas dari perencana pajak untuk melihat kembali
rancangan yang telah dibuat untuk menyesuaikan dengan perubahan undang-
undang tersebut.
2.3 Peraturan Perpajakan Di Indonesia
2.3.1 Penghasilan
Menurut Undang-undang No.7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-undang No.36 Tahun 2008 tentang pajak penghasilan
(UU PPh Tahun 2008) pasal 4 ayat (1), ayat (2) dan (3) bahwa jenis penghasilan
adalah:
1) Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik
yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat
dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:
a) Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh.
b) Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.
15
c) Laba usaha.
d) Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta.
e) Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai
biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak.
f) Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang.
g) Dividen.
h) Royalti atau imbalan atas penggunaan hak.
i) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
j) Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
k) Keuntungan selisih kurs mata uang asing.
l) Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
m) Premi asuransi.
n) Iuran anggota.
o) Penghasilan dari usaha berbasis syariah.
p) Imbalan bunga.
q) Surplus Bank Indonesia.
(2) Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final:
a) Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya.
b) Penghasilan berupa hadiah undian.
c) Penghasilan dari transaksi saham yang diperdagangkan di bursa.
d) Penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan.
16
(3) Penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak adalah:
a. Bantuan, sumbangan, zakat dan hibah.
b. Warisan.
c. Harta termasuk setoran tunai.
d. Natura dan kenikmatan.
e. Penggantian asuransi.
f. Dividen dengan syarat saham yang dimiliki paling rendah 25%.
g. Iuran pensiun.
h. Beasiswa.
i. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba.
j. Bantuan atau santunan.
2.3.2 Biaya
Menurut Undang-undang No.7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-undang No.36 Tahun 2008 tentang pajak penghasilan
(UU PPh Tahun 2008) pasal 6 ayat (1) bahwa biaya yang dapat menjadi
pengurang pajak adalah sebagai berikut:
1) Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk
usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk:
a) Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan
usaha, antara lain:
1) Biaya pembelian bahan.
2) Upah, gaji, honorarium, bonus dan gratifikasi.
17
3) Bunga, sewa, dan royalty.
4) Biaya perjalanan.
5) Biaya pengolahan limbah.
6) Premi asuransi.
7) Biaya promosi.
8) Biaya administrasi.
9) Pajak kecuali Pajak Penghasilan.
b) Penyusutan.
c) Iuran kepada dana pensiun.
d) Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta.
e) Kerugian selisih kurs mata uang asing.
f) Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan.
g) Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan.
h) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih.
i) Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional.
j) Biaya pembangunan infrastruktur sosial.
k) Sumbangan fasilitas pendidikan.
l) Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga.
Biaya yang tidak dapat dikurangkan sesuai dengan pasal 9 ayat (1) dan (2)
adalah sebagai berikut:
1) Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam
negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan:
18
a) Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen.
b) Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi.
c) Pembentukan atau pemupukan dana cadangan.
d) Premi asuransi.
e) Natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman.
f) Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan ke pemegang saham.
g) Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan.
h) Pajak Penghasilan.
i) Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi.
j) Sanksi administrasi berupa bunga, denda.
2.3.3 Tarif Pajak
Tarif pajak yang ditetapkan sesuai dengan Undang-undang No.36 Tahun
2008 tentang pajak penghasilan (UU PPh Tahun 2008) pasal 17 ayat (1) atas
penghasilan kena pajak bagi wajib pajak orang pribadi adalah sebagai berikut:
Lapisan penghasilan kena pajak Tarif pajak Sampai dengan Rp 50,000,000,- 5% Di atas Rp 50,000,000,- s.d Rp 250,000,000,- 15% Di atas Rp 250,000,000,- s.d Rp 500,000,000,- 25% Di atas Rp 500,000,000,- 30%
Sedangkan untuk wajib pajak badan dalam negeri untuk tahun dimulai 2010
adalah sebesar 25%.
19
2.4 Laporan Keuangan Komersial dan Fiskal
2.4.1 Perbedaan Laporan Keuangan Komersial dengan Fiskal
Adanya perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya antara akuntansi
komersial dan fiskal sehingga menimbulkan perbedaan dalam menghitung
besarnya penghasilan kena pajak. Perbedaan ini disebabkan adanya perbedaan
kepentingan antara akuntansi komersial yang mendasarkan laba pada konsep dasar
akuntansi yaitu perbandingan antara pendapatan dengan biaya-biaya terkait
(matching cost against revenue), sedangkan dari segi fiskal tujuan utamanya
adalah penerimaan Negara. Dalam penyusunan laporan keuangan fiskal, WP harus
mengacu pada peraturan perpajakan,sehingga laporan keuangan komersial yang
dibuat berdasarkan SAK harus disesuaikan atau dibuat koreksi fiskalnya terlebih
dahulu sebelum menghitung besarnya penghasilan kena pajak.
Diterima karyawan 121,924,000 139,400,000 139,400,000 Dikeluarkan Perusahan 140,000,000 157,476,000 163,301,250
Sumber data: Indonesia tax consultant
2. Biaya pajak atas penjualan tanah dan bangunan.
Sesuai dengan UU No.42 Tahun 2009 perubahan ketiga atas UU No.8
Tahun 1983 tentang pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak
penjualan atas barang mewah pasal 16D bahwa PPN dikenakan atas
penyerahan seluruh aktiva, kecuali atas penyerahan aktiva yang tidak
berhubungan langsung dengan kegiatan usaha, serta penyerahan aktiva
berupa sedan dan station wagon.
3. Biaya jamuan (entertainment)
Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No.SE-27/PJ.22/1986
tentang biaya entertainment dan sejenisnya bahwa biaya jamuan
(entertainment) atau sejenisnya yang digunakan untuk mendapatkan,
menagih dan memelihara penghasilan pada dasarnya dapat dikurangkan
dari penghasilan bruto dengan syarat melampirkan daftar nominatif pada
Surat Pemberitahuan Tahunan. Daftar nominatif tersebut berisi:
22
a. Nomor urut
b. Tanggal entertainment dan sejenisnya yang telah diberikan.
c. - Nama tempat entertainment dan sejenisnya yang telah diberikan.
- Alamat entertainment dan sejenisnya yang telah diberikan.
- Jenis entertainment dan sejenisnya yang telah diberikan.
- Jumlah (Rp) entertainment dan sejenisnya yang telah diberikan.
d. Relasi usaha yang diberikan entertainment dan sejenisnya sesuai
dengan nomor urut tersebut diatas berisi:
- Nama
- Posisi
- Nama perusahaan
- Jenis usaha
4. Biaya perjalanan dinas
Menurut Indonesia Tax Consultant biaya perjalanan dinas biasanya
terdiri dari tiga komponen yaitu biaya transportasi, akomodasi dan uang
saku.
a. Biaya transportasi adalah pengeluaran untuk membiayai transportasi
sampai ketempat tujuan, dapat diberikan dalam bentuk tiket atau tunai.
b. Akomodasi adalah pengeluaran untuk membiayai penginapan selama
perjalanan dinas, dapat diberikan dalam bentuk tunai atau voucher
hotel yang sudah dibooking di lokasi serta pengeluaran untuk biaya
hidup selama perjalanan dinas, seperti makan, laundry dan
sebagainya.
c. Uang saku merupakan insentif atau cadangan dana bagi karyawan
selama perjalanan dinas.
Ada dua kebijakan dalam biaya perjalanan dinas yaitu diberikan secara
lumpsum atau reimbursement. Kedua kebijakan tersebut sama-sama
deductible tetapi jumlahnya sangat berbeda. Lumpsum semua biaya
menjadi deductible, sedangkan reimbursement hanya uang saku saja yang
deductible, tapi dengan syarat:
23
- Tidak ada mark up dan atau mark down.
- Bukti asli diserahkan kepada karyawan.
- Usahakan atas nama perusahaan, jika tidak bisa maka dapat
menggunakan metoda qq. Misalnya Agus Wijatmoko qq PT.
Megatama Spring. Persyaratan tersebut memang tidak diatur dalam
ketentuan perpajakan yang ada, namun syarat tersebut merupakan
konsekuensi logis dari reimbursement yang hanya merupakan
pengeluaran lebih dahulu untuk kemudian dimintakan ganti.
24
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN DAN
KONDISI PERUSAHAAN
3.1 Objek dan Jenis Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PT. Megatama Spring yang begerak di bidang
industri komponen kendaraan bermotor roda dua, empat atau lebih yang berlokasi
di Cikarang Industrial Estate, Jababeka Tahap II Jl.Cikarang-lemahabang Blok TT
No.7-8 Desa Mekarmukti, Kecamatan Cikarang Utara Kabupaten Bekasi 17550.
Jenis penelitian yang akan dipakai adalah penelitian deskriptif kualitatif studi
kasus. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan dengan cara
membuat deskripsi permasalahan yang telah di identifikasi.
3.2 Metoda Pengumpulan Data
Data yang akan digunakan dalam penelitian ini diperoleh dengan metoda
pengambilan data sebagai berikut:
1. Studi kepustakaan, untuk memperoleh landasan teori mengenai
perencanaan pajak (tax planning) dan penerapanya melalui literatur-
literatur, Undang-undang perpajakan, laporan-laporan, makalah-makalah,
seminar, jurnal-jurnal, artikel majalah, dan surat kabar yang berhubungan
dengan permasalahan yang ada serta berguna bagi penyusunan hasil
penelitian ini.
2. Studi lapangan, untuk mendapatkan data dari perusahaan melalui
wawancara dengan pejabat perusahaan yang berwenang dan melalui
observasi terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan perpajakan
perusahaan, struktur organisasi, laporan keuangan perusahaan dan laporan
pajak perusahaan.
3. Analisis, untuk membandingkan antara keadaan di perusahaan dari studi
kepustakaan, studi lapangan dengan landasan teori, kemudian dari hasil
25
perbandingan tersebut, ditarik kesimpulan dan diberikan saran-saran untuk
perbaikan-perbaikan.
3.3 Jenis dan Sumber Data
Data yang akan digunakan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Data primer
Data primer yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil wawancara
yang dilakukan penulis dengan pihak-pihak yang mengetahui tentang
ketentuan peraturan perpajakan dan perencanaan pajak seperti pegawai
kantor pajak dan konsultan pajak.
2. Data sekunder
Dalam penelitian ini penulis menggunakan data sekunder yaitu peraturan
perundang-undangan tentang perpajakan yang berlaku, laporan keuangan
yang telah diaudit dan laporan perpajakan.
3.4 Metoda Analisis Data
Metoda analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda
penelitian deskriptif kualitatif tanpa mengunakan analisa statistik. Adapun
langkah-langkahnya yaitu:
a. Pengumpulan data yang diperlukan yaitu laporan keuangan komersial
2011, laporan fiskal tahun 2011 dan kebijakan-kebijakan perusahaan.
b. Evaluasi terhadap koreksi fiskal yang dilakukan oleh perusahaan dengan
memahami prosedur dan kebijakan yang berlaku di perusahaan terkait
dengan perpajakan.
c. Membuat perencanaan pajak terhadap biaya-biaya operasional dan biaya-
biaya umum dan administarsi perusahaan dengan cara memaksimalkan
biaya yang diperkenankan sebagai pengurang (deductible).
26
3.5 Kondisi Perusahaan
3.5.1 Gambaran Umum Perusahaan.
PT. Megatama Spring berdiri pada tanggal 01 agustus 1997 di Cikarang
Industrial Estate, Jababeka Tahap II Jl.Cikarang-lemahabang Blok TT No.7-8
Desa Mekarmukti, Kecamatan Cikarang Utara Kabupaten Bekasi 17550 dengan
akta pendirian no.01 oleh notaris Wimphry Suwignjo.,SH di gresik dan akta
perubahan no.6 tanggal 18 Juni 2012 oleh notaris Siti Nurul Yuliami.,SH, M.Kn
di Sidoarjo. Perusahaan ini bergerak dibidang industri komponen kendaraan
bermotor roda dua, empat atau lebih yang berupa spring automotive untuk shock
abasorber.
3.5.2 Visi dan Misi Perusahaan
• Visi : Dengan pengembangan sumber daya manusia dan teknologi,
mampu berkompetisi dan menjadi yang terbaik dalam persaingan global.
• Misi : Kepuasan pelanggan adalah tujuan utama kami, dengan
menghasilkan produk dengan kualitas terbaik dan harga bersaing.
• Motto : We serve for best quality.
3.5.3 Struktur Organisasi Perusahaan
Dalam menjalankan kegiatan usahanya, PT. Megatama Spring dipimpin oleh
seorang direktur yang bertanggung jawab langsung kepada komisaris, dan direktur
membawahi:
a. Factory Manager membawahi:
1. Personalia & general affair dept. head
2. Maintenance dept. head
3. Procurement dept. head
27
4. Production dept. head
5. Engineering & QMS dept. head
6. PPIC dept. head
7. Marketing dept. head
b. Accounting & Finance dept. head membawahi:
1. Accounting staff
2. Finance staff
Untuk mengetahui lebih jelas dapat dilihat bagan struktur organisasi berikut
ini:
28
29
3.6 Laporan Keuangan Perusahaan
3.6.1 Laporan Keuangan Komersial
Laporan keuangan yang disajikan berikut ini adalah laporan keuangan
perusahaan yang sudah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik yang terdiri dari
laporan laba/rugi, neraca untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2011.
PT. Megatama Spring
Laporan Laba/Rugi
Untuk Tahun Yang Berakhir 31 Desember 2011
Pendapatan Usaha Bersih 58,138,695,638 Beban Pokok Penjualan 51,318,037,113 Laba Kotor 6,820,658,525 Beban Usaha 2,443,228,776 Laba Usaha 4,377,429,749 Pendapatan (Beban) Lain-lain
Rugi selisih kurs (1,745,035,050) Biaya bunga (713,829,070) Biaya administrasi bank (157,608,616) Jasa giro 25,499,243 Lain-lain bersih (19,881)
Pendapatan (Beban) Lain-lain Bersih (2,590,993,374) Laba Sebelum Pajak Penghasilan 1,786,436,375 Pajak Penghasilan (564,222,000) Laba Bersih 1,222,214,375
30
PT. Megatama Spring
Neraca
Untuk Tahun Yang Berakhir 31 Desember 2011
Aset Aset Lancar
Kas dan setara kas 4,557,883,991 Piutang usaha 4,959,090,906 Piutang lain-lain 146,100,000 Persediaan 12,181,690,731 Pajak dibayar dimuka 51,510,895
Jumlah Aset Lancar 21,896,276,523 Aset Tidak Lancar
Aset tetap setelah dikurangi penyusutan Rp 16,054,061,530 18,917,358,691 Aset lain-lain 104,689,700
Jumlah Aset Tidak Lancar 19,022,048,391 Jumlah Aset 40,918,324,914 Kewajiban dan Ekuitas Kewajiban Jangka Pendek
Hutang bank 5,301,184,985 Hutang usaha 18,308,504,008 Hutang pajak 183,872,644 Hutang bank jangka panjang yang jatuh tempo satu tahun 285,750,000
Jumlah Kewajiban Jangka Pendek 24,079,311,637 Kewajiban Jangka Panjang
Hutang bank jangka panjang setelah dikurangi yang jatuh tempo dalam satu tahun
833,437,500
Kewajiban imbalan pasca kerja 563,788,235 Jumlah Kewajiban Jangka Panjang 1,397,225,735 Jumlah Kewajiban 25,476,537,372 Ekuitas
Modal saham 8,000,000,000 Laba ditahan 7,441,787,542
Jumlah Ekuitas 15,441,787,542 Jumlah Kewajiban dan Ekuitas 40,918,324,914
31
3.6.2 Laporan Fiskal
Berikut ini adalah penyesuaian untuk merekonsiliasi laba komersial menjadi
laba fiskal untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2011
Laba komersial sebelum pajak penghasilan 1,786,436,375 Perbedaan permanen
Biaya pajak PPh 21 162,835,510 Biaya pajak lainya 178,751,001 Jamuan 44,343,975 Perjalanan dinas 53,226,710
Perbedaan waktu Imbalan karyawan 56,793,943
Pendapatan dikenakan pajak final Jasa giro (25,499,243)
Jumlah pajak dibayar dimuka (460,386,470) Jumlah PPh pasal 29 yang harus dibayar 103,835,530
3.6.3 Kebijakan Akuntansi Perusahaan
Dari hasil pengumpulan data di PT. Megatama Spring, penulis melihat beberapa kebijakan yang diantaranya:
1. Dasar penyusunan laporan keuangan
Perusahaan telah menerapkan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa
Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) untuk menyusun laporan keuangan
yang dimulai pada tanggal 1 Januari 2010. Oleh karena itu laporan
keuangan tahun 2011 disajikan berdasarkan SAK ETAP. Manajemen
Perusahaan berpendapat bahwa laporan keuangan tahun 2011, telah
disajikan sesuai SAK ETAP dan telah memenuhi semua persyaratannya.
2. Kas dan setara kas
32
Kas dan setara kas mencakup kas, simpanan yang sewaktu-waktu bisa
dicairkan dan investasi likuid jangka pendek lainnya dengan jangka waktu
jatuh tempo tiga bulan atau kurang.
3. Piutang usaha
Piutang usaha dibedakan menjadi piutang pihak yang mempunyai
hubungan istimewa dan piutang pihak ketiga. Piutang usaha disajikan
dalam bersih setelah dikurangi dengan penyisihan piutang tak tertagih
berdasarkan review individual masing-masing saldo piutang pada
akhir tahun.
4. Piutang lain-lain
Piutang lain-lain adalah piutang kepada karyawan dan perusahaan atas
pinjaman yang diberikan oleh Perusahaan
5. Persediaan
Biaya perolehan ditentukan dengan menggunakan metode rata-rata
(average method). Harga perolehan barang jadi terdiri dari biaya bahan
baku, tenaga kerja serta alokasi biaya overhead yang secara langsung
dapat dihubungkan dengan pembuatan produk, baik yang bersifat tetap
maupun variabel. Perusahaan tidak melakukan penyisihan kerugian untuk
persediaan usang dan rusak, dan atas persediaan yang usang dan rusak
tersebut akan dihapuskan dan dibebankan pada laporan laba rugi periode
berjalan.
6. Aktiva tetap
Aset tetap disajikan sebesar harga perolehan setelah dikurangi akumulasi
penyusutan dan akumulasi nilai. Tarif penyusutan aset tetap dihitung
dengan menggunakan metode garis lurus (straight-line method)
berdasarkan taksiran masa manfaat ekonomis aset tetap sebagai berikut:
• Bangunan dan prasarana 20 tahun
• Instalasi listrik 16 tahun
• Mesin dan peralatan pabrik 4 – 16 tahun
• Fasilitas pabrik 4 – 16 tahun
• Inventaris kantor 4 – 8 tahun
33
• Kendaraan 8 tahun
Pengeluaran untuk perbaikan dan pemeliharaan dibebankan pada laporan
laba rugi pada saat terjadinya. Pengeluaran yang memperpanjang masa
manfaat aset atau memberi manfaat ekonomis di masa yang akan datang
dalam bentuk peningkatan kapasitas, mutu produksi atau peningkatan
standar kinerja, dikapitalisasi. Aset tetap yang sudah tidak digunakan lagi
atau yang dijual, dikeluarkan dari kelompok aset tetap yang bersangkutan,
laba atau rugi yang timbul dikreditkan atau dibebankan pada operasi tahun
berjalan.
7. Pengakuan pendapatan dan beban
Penjualan diakui dalam periode akuntansi ketika fakturnya dibuat dan
barang diserahkan pada pelanggan. Beban diakui pada saat terjadinya
(accrual basis).
8. Pajak penghasilan
Perusahaan megakui kewajiban atas seluruh pajak penghasilan periode
berjalan dan periode sebelumnya yang belum dibayar. Jika jumlah yang
telah dibayar untuk periode berjalan dan periode sebelumnya melebihi
jumlah yang terutang untuk periode tersebut, Perusahaan harus mengakui
kelebihan tersebut sebagai aset. Perusahaan tidak mengakui adanya pajak
tangguhan.
9. Imbalan pasca kerja
Berdasarkan SAK ETAP mengenai “Imbalan Kerja” biaya imbalan pasca
masa kerja karyawan berdasarkan Undang-Undang Tenaga Kerja No. 13
tahun 2003 ditentukan dengan menggunakan metode aktuarial projected
unit credit. Keuntungan dan kerugian aktuarial diakui sebagai penghasilan
atau beban apabila akumulasi bersih keuntungan atau kerugian aktuarial
yang belum diakui untuk setiap program pada akhir tahun pelaporan
sebelumnya melebihi jumlah 10% nilai kini dari kewajiban imbalan pasti
pada tanggal tersebut dan selama rata-rata masa kerja karyawan dengan
menggunakan metode garis lurus. Selanjutnya, biaya jasa lalu yang timbul
34
akibat perubahan kewajiban kerja dari program sebelumnya harus
diamortisasi sampai imbalan kerja tersebut telah menjadi hak karyawan.
10. Transaksi dan saldo dalam mata uang asing
Transaksi dalam mata uang asing dicatat dalam Rupiah berdasarkan kurs
yang berlaku pada saat transaksi dilakukan. Pada tanggal neraca, aset dan
kewajiban dalam mata uang asing dijabarkan ke dalam Rupiah
berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia yang berlaku pada tanggal
tersebut, dan laba atau rugi kurs terjadi akui pada usaha tahun berjalan.
35
BAB IV
ANALISA DAN EVALUASI
4.1 Laporan Keuangan Perusahaan
PT. Megatama Spring
Laporan Laba/Rugi
Untuk Tahun Yang Berakhir 31 Desember 2011
Pendapatan Usaha Bersih 58,138,695,638 Beban Pokok Penjualan 51,318,037,113 Laba Kotor 6,820,658,525 Beban Usaha 2,443,228,776 Laba Usaha 4,377,429,749 Pendapatan (Beban) Lain-lain
Rugi selisih kurs (1,745,035,050) Biaya bunga (713,829,070) Biaya administrasi bank (157,608,616) Jasa giro 25,499,243 Lain-lain bersih (19,881)
Pendapatan (Beban) Lain-lain Bersih (2,590,993,374) Laba Sebelum Pajak Penghasilan 1,786,436,375 Pajak Penghasilan (564,222,000) Laba Bersih 1,222,214,375
Berikut ini adalah penyesuaian untuk merekonsiliasi laba komersial menjadi
laba fiskal untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2011.
Laba komersial sebelum pajak penghasilan 1,786,436,375 Perbedaan permanen
Biaya pajak PPh 21 162,835,510 Biaya pajak lainya 178,751,001 Jamuan 44,343,975 Perjalanan dinas 53,226,710
Perbedaan waktu Imbalan karyawan 56,793,943
Pendapatan dikenakan pajak final Jasa giro (25,499,243)
Dikeluarkan Perusahaan 5,421,461,079 5,584,296,589 5,598,144,511
Berdasarkan perbandingan perhitungan ketiga metoda tersebut sepertinya yang
terbaik untuk perusahaan adalah menggunakan gross method, sebab metoda
tersebut untuk biaya PPh pasal 21 dibebankan ke karyawan. Namun metoda ini
belum tentu bisa diterapkan di perusahaan karena:
1. Penghasilan yang diterima karyawan (take home pay) akan menjadi
berkurang karena dipotong biaya PPh pasal 21 yang harus dibayar ke
kas negara.
2. Selama ini untuk biaya PPh pasal 21 selalu dibayarkan oleh
perusahaan.
Dengan demikian maka metoda perhitungan PPh pasal 21 dengan menggunakan
gross method akan sulit kemungkinannya untuk direalisasikan.
39
Dikarenakan perhitungan pajak PPh pasal 21 menggunakan net method, maka
biaya yang sudah dikeluarkan oleh perusahaan sebesar Rp 162,835,510,- bukan
merupakan pengurang pajak (non deductible) dengan demikian maka untuk
perlakuan perpajakannya ini menjadi koreksi fiskal.
Jika perusahaan untuk perhitungan PPh pasal 21 meggunakan metoda gross-
up yang mana biaya PPh pasal 21 diberikan dalam bentuk tunjangan ke karyawan,
maka biaya ini menjadi pengurang pajak (deductible) sehingga tidak menjadi
koreksi fiskal. Perbandingan jumlah penghasilan yang diterima karyawan (take
home pay) antara perhitungan PPh pasal 21 menggunakan net method dan gross-
up method adalah sama. Namun jika menggunakan gross-up method perusahaan
akan membayar lebih besar untuk biaya PPh pasal 21 sebesar Rp.13,847,922,-
dikarenakan biaya PPh pasal 21 yang dibayar perusahaan dimasukan kedalam
komponen gaji yang diberikan dalam bentuk tunjangan PPh pasal 21. Walaupun
untuk biaya PPh pasal 21 yang dibayar perusahaan meningkat namun biaya ini
merupakan biaya yang dapat dikurangkan (deductible) sehingga tidak menjadi
koreksi fiskal. Perhitungan biaya PPh pasal 21 dengan menggunakan gross up
method bisa menghemat pembayaran pajak sepanjang penghasilan karyawan yang
bersangkutan masuk kedalam range dimana tarif pajaknya masih dibawah tarif
PPh Badan.
Jika perusahaan menggunakan metoda gross-up dalam melakukan
perhitungan PPh pasal 21 maka bisa dilihat perbandingan antara laporan laba/rugi
dan rekonsiliasi fiskalnya adalah sebagai berikut:
Sebelum Sesudah Pendapatan Usaha Bersih 58,138,695,638 58,138,695,638 Beban Pokok Penjualan
Biaya Tenaga Kerja (5,421,461,079) (5,598,144,511) Biaya Non Tenaga Kerja (45,896,576,034) (45,896,576,034)
Total Beban Pokok Penjualan (51,318,037,113) (51,494,720,545) Laba Kotor 6,820,658,525 6,643,975,093 Beban Usaha (2,443,228,776) (2,280,393,266) Laba Usaha 4,377,429,749 4,363,581,827
40
Pendapatan (Beban) Lain-lain (2,590,993,374) (2,590,993,374) Laba Sebelum Pajak Penghasilan 1,786,436,375 1,772,588,453 Pajak Penghasilan (564,222,000) (520,051,000) Laba Bersih 1,222,214,375 1,252,537,453
Penyesuaian untuk merekonsiliasi laba komersial menjadi laba fiskal adalah
sebagai berikut:
Sebelum Sesudah Laba komersial sebelum pajak penghasilan 1,786,436,375 1,772,588,453 Perbedaan permanen
Biaya pajak PPh 21 162,835,510 - Biaya pajak lainya 178,751,001 178,751,001 Jamuan 44,343,975 44,343,975 Perjalanan dinas 53,226,710 53,226,710
Perbedaan waktu Imbalan karyawan 56,793,943 56,793,943
Pendapatan dikenakan pajak final Jasa giro (25,499,243) (25,499,243)
Jumlah pajak dibayar dimuka (460,386,470) (460,386,470) Jumlah PPh 29 yang harus dibayar 103,835,530 59,664,530
2. Biaya pajak lainya
Pada tahun 2010 perusahaan melakukan penjualan atas tanah dan bangunan
yang mana tanah dan bangunan tersebut merupakan gudang yang digunakan untuk
menyimpan bahan baku oleh perusahaan, namun pada saat terjadinya transaksi
41
jual beli atas tanah dan bangunan tersebut, perusahaan tidak memungut Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) kepada pihak pembeli yang mana nilai transaksi jual
beli atas tanah dan bangunan tersebut adalah sebesar Rp 1,787,510,010,-
Sesuai dengan UU No.42 Tahun 2009 perubahan ketiga atas UU No.8 Tahun
1983 tentang pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas
barang mewah pasal 16D bahwa PPN dikenakan atas penyerahan seluruh aktiva,
kecuali atas penyerahan aktiva yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan
usaha, serta penyerahan aktiva berupa sedan dan station wagon.
Dikarenakan ketidaktahuan dari pihak perusahaan terhadap aturan tersebut
maka pada tahun 2010 dalam melakukan penjualan atas tanah dan bangunan tidak
memungut PPN ke pihak pembeli sehingga pada tahun 2011 datang surat
himbauan dari kantor pajak untuk membayar PPN atas penjualan atas tanah dan
bangunan sebesar Rp 178,751,001,- yang mana nilai ini berasal dari 10%
dikalikan dengan jumlah nilai penjualan sebesar Rp 1,787,510,010,-
Jika saja perusahaan tidak lalai dalam memungut PPN atas penjualan tanah
dan bangunan maka bisa dilihat laporan laba/rugi dan koreksi fiskalnya adalah
sebagai berikut:
Sebelum Sesudah Pendapatan Usaha Bersih 58,138,695,638 58,138,695,638 Beban Pokok Penjualan (51,318,037,113) (51,318,037,113) Laba Kotor 6,820,658,525 6,643,975,093 Beban Usaha (2,443,228,776) (2,443,228,776) Laba Usaha 4,377,429,749 4,377,429,749 Pendapatan (Beban) Lain-lain (2,590,993,374) (2,590,993,374) Laba Sebelum Pajak Penghasilan 1,786,436,375 1,786,436,375 Pajak Penghasilan (564,222,000) (519,534,250) Laba Bersih 1,222,214,375 1,266,902,125
Penyesuaian untuk merekonsiliasi laba komersial menjadi laba fiskal adalah
sebagai berikut:
42
Sebelum Sesudah Laba komersial sebelum pajak 1,786,436,375 1,786,436,375 Perbedaan permanen
Jumlah pajak dibayar dimuka (460,386,470) (460,386,470) Jumlah PPh 29 yang harus dibayar 103,835,530 59,147,780
3. Biaya jamuan (entertainment)
Biaya jamuan (entertainment) di perusahaan dalam laporan pajak
tahunannya tidak dibuatkan daftar nominatifnya sehingga ini menjadi koreksi
fiskal positif.
Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No.SE-27/PJ.22/1986
tentang biaya entertainment dan sejenisnya bahwa biaya jamuan (entertainment)
atau sejenisnya yang digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara
penghasilan pada dasarnya dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dengan
syarat melampirkan daftar nominatif pada surat pemberitahuan tahunan. Daftar
nominatif tersebut adalah berisi: nomor urut, tanggal entertainment dan sejenisnya
yang telah diberikan, nama tempat/alamat/jenis/jumlah (Rp) entertainment dan
43
sejenisnya yang telah diberikan, serta relasi usaha yang diberikan entertainment
dan sejenisnya sesuai dengan nomor urut tersebut diatas berisi: nama, posisi,
nama perusahaan dan jenis usaha.
Dikarenakan tidak melampirkan daftar nominatif untuk biaya jamuan
(entertainment) yang diberikan oleh perusahaan untuk para relasi usaha
perusahaan yang melakukan kunjungan kerja ke perusahaan, maka biaya tersebut
sebesar Rp 44,343,975,- menjadi koreksi positif.
Jika perusahaan membuatkan daftar nominatif maka biaya ini bisa menjadi
pengurang (deductible). Namun dari analisa berdasarkan bukti-bukti yang ada dari
biaya sebesar Rp 44,343,975,- yang berkaitan dengan kegiatan usaha perusahaan
yaitu untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan dan dapat
dibuatkan daftar nominatifnya adalah sebesar Rp 26,043,975,- yang mana biaya
ini adalah biaya jamuan untuk para konsumen PT. Megatama Spring saat
melakukan kunjungan kerja. Dengan demikian maka yang menjadi koreksi fiskal
positif adalah Rp 18,300,000,- karena tidak dapat dibuatkan daftar nominatifnya
yang mana biaya ini adalah digunakan untuk memberikan jamuan kepada
seseorang yang tidak memiliki hubungan kerja.
Jika perusahaan membuatkan daftar nominatif untuk biaya jamuan yang
berkaitan dengan kegiatan usaha untuk mendapatkan, menagih dan memelihara
penghasilan maka untuk laporan laba/rugi dan koreksi fiskalnya adalah sebagai
berikut:
Sebelum Sesudah Pendapatan Usaha Bersih 58,138,695,638 58,138,695,638 Beban Pokok Penjualan (51,318,037,113) (51,318,037,113) Laba Kotor 6,820,658,525 6,643,975,093 Beban Usaha (2,443,228,776) (2,443,228,776) Laba Usaha 4,377,429,749 4,377,429,749 Pendapatan (Beban) Lain-lain (2,590,993,374) (2,590,993,374) Laba Sebelum Pajak Penghasilan 1,786,436,375 1,786,436,375 Pajak Penghasilan (564,222,000) (557,711,000) Laba Bersih 1,222,214,375 1,228,725,375
44
Penyesuaian untuk merekonsiliasi laba komersial menjadi laba fiskal adalah
sebagai berikut:
Sebelum Sesudah Laba komersial sebelum pajak 1,786,436,375 1,786,436,375 Perbedaan permanen
Biaya pajak PPh 21 162,835,510 162,835,510 Biaya PPN penjualan aktiva tetap 178,751,001 178,751,001 Jamuan 44,343,975 18,300,000 Perjalanan dinas 53,226,710 53,226,710
Perbedaan waktu Imbalan karyawan 56,793,943 56,793,943
Pendapatan dikenakan pajak final Jasa giro (25,499,243) (25,499,243)
Jumlah pajak dibayar dimuka (460,386,470) (460,386,470) Jumlah PPh 29 yang harus dibayar 103,835,530 97,324,530
4. Biaya perjalanan dinas
Biaya ini dikeluarkan oleh perusahaan kepada karyawan yang melakukan
perjalanan keluar kota dalam rangka melakukan tugas perusahaan yang mana
biaya ini diberikan secara lumpsum.
Ada dua kebijakan dalam biaya perjalanan dinas yaitu diberikan secara
lumpsum atau reimbursement. Kedua kebijakan tersebut sama-sama deductible
sepanjang biaya tersebut berkaitan dengan kegiatan usaha yaitu untuk
mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan.
45
Dikarenakan perusahaan tidak menganalisa dan memisahkan antara biaya
perjalanan dinas yang berkaitan dan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha
untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan maka seluruh biaya ini
menjadi koreksi fiskal.
Namun dari hasil analisa berdasarkan bukti-bukti yaitu dari tiket perjalanan,
tiket hotel, surat tugas perusahaan dan laporan hasil kunjungan kerja bahwa biaya
perjalanan dinas yang telah dikeluarkan perusahaan sebesar Rp 53,226,710,- yang
berkaitan dengan kegiatan usaha untuk mendapatkan, menagih dan memelihara
penghasilan hanya sebesar Rp 25,937,950,- yang mana biaya ini adalah biaya
untuk perjalanan dinas yang diberikan kepada karyawan yang melakukan tugas
luar kantor dalam acara melakukan audit kepada supplier PT. Megatama Spring
baik yang diluar kota maupun diluar negeri. Oleh karena itu hanya Rp
27,288,760,- yang menjadi koreksi fiskal karena biaya ini merupakan biaya
perjalanan direktur yang tidak ada kaitannya dalam kegiatan usaha.
Sebaiknya perusahaan menganalisa dan memisahkan antara biaya perjalanan
dinas yang berkaitan dengan kegiatan usaha untuk mendapatkan, menagih dan
memelihara penghasilan dengan biaya perjalanan yang memang tidak ada
kaitannya dengan kegiatan usaha.
Jika perusahaan menganalisa dan memisahkan antara biaya perjalanan dinas
yang berkaitan dengan kegiatan usaha untuk mendapatkan, menagih dan
memelihara penghasilan dengan biaya perjalanan yang memang tidak ada
kaitannya dengan kegiatan usaha maka bisa dilihat untuk laporan laba/rugi dan
koreksi fiskalnya adalah sebagai berikut:
46
Sebelum Sesudah Pendapatan Usaha Bersih 58,138,695,638 58,138,695,638 Beban Pokok Penjualan (51,318,037,113) (51,318,037,113) Laba Kotor 6,820,658,525 6,643,975,093 Beban Usaha (2,443,228,776) (2,443,228,776) Laba Usaha 4,377,429,749 4,377,429,749 Pendapatan (Beban) Lain-lain (2,590,993,374) (2,590,993,374) Laba Sebelum Pajak Penghasilan 1,786,436,375 1,786,436,375 Pajak Penghasilan (564,222,000) (557,737,500) Laba Bersih 1,222,214,375 1,228,698,875
Penyesuaian untuk merekonsiliasi laba komersial menjadi laba fiskal adalah
sebagai berikut:
Sebelum Sesudah Laba komersial sebelum pajak 1,786,436,375 1,786,436,375 Perbedaan permanen
Biaya pajak PPh 21 162,835,510 162,835,510 Biaya PPN penjualan aktiva tetap 178,751,001 178,751,001 Jamuan 44,343,975 44,343,975 Perjalanan dinas 53,226,710 27,288,760
Perbedaan waktu Imbalan karyawan 56,793,943 56,793,943
Pendapatan dikenakan pajak final Jasa giro (25,499,243) (25,499,243)
Jumlah pajak dibayar dimuka (460,386,470) (460,386,470) Jumlah PPh 29 yang harus dibayar 103,835,530 97,351,030
47
4.2 Rekonsiliasi Fiskal
Setelah melakukan analisa dan evaluasi terhadap setiap biaya-biaya yang
menjadi koreksi fiskal tersebut dapat dilihat perbandingan laporan laba/rugi
perusahaan dan rekonsiliasi fiskalnya secara keseluruhan antara sebelum
dilakukannya perencanaan pajak (tax planning) dan sesudah dilakukanya
perencanaan pajak (tax planning) adalah sebagai berikut:
Sebelum Sesudah Pendapatan Usaha Bersih 58,138,695,638 58,138,695,638 Beban Pokok Penjualan 51,318,037,113 51,494,720,545 Laba Kotor 6,820,658,525 6,643,975,093 Beban Usaha 2,443,228,776 2,280,393,266 Laba Usaha 4,377,429,749 4,363,581,827 Pendapatan (Beban) Lain-lain