MENINGKATKAN KOMPETENSI GURU
JURNAL PENDIDIKAN DASAR, VOLUME 9 NOMOR 2, SEPTEMBER 2008
JURNAL PENDIDIKAN DASAR, VOLUME 9 NOMOR 2, SEPTEMBER 2008
Subandi, Penerapan Model Pembelajaran
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LESSON STUDY SEBAGAI UPAYA
PERBAIKAN MUTU PENDIDIKAN DASAR(Implementasi di Jepang dan di
Indonesia) Subandi (Abstrak: Kompetensi guru sebagai faktor
penggerak aktivitas pengajaran dan pembelajaran, senantiasa harus
dikembangkan sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan guna mencapai
arah perbaikan. Di Jepang, peningkatan kompetensi guru dilaksanakan
melalui pelaksanaan tugas secara kolaboratif, dengan model konsep
Lesson Study sebagai pedoman pelaksanaan. Lesson Study sebagai
model pengajaran dan pembelajaran, lebih menekankan pada perbaikan
proses, yang memiliki 3 tahapan pelaksanaan. Ketiga tahapan
tersebut sebagai satu kesatuan yang alur pelaksanaannya bersifat
berkelanjutan. Setiap tahapan dilaksanakan secara berkolaborasi,
sehingga mendorong terjadinya proses komunikasi dan interaksi dua
arah, yang mengakibatkan terjadinya hubungan timbal balik, dan
berakibat pada peningkatan kompetensi guru.Abstrak: In Order to
improve teaching and learning activity, Teacher Competence as a
move factor should be improve according to the demands. In japan
teacher competence perform through portofolio base on lesson study
concept. Lesson Study as a learning and teaching model, emphasize
on improvement process, which implemented in 3 phase. The three
phase is a unity which perform in continuity. Each phase perform
collaboratively which could motivate two way comunication and
interaction, and in the end will effect on teacher competence
improvement.
Kata Kunci: Konsep informasi, prosedur informasi, kolaboratif,
refleksi, retrospektifJenjang pendidikan dasar (SD dan SMP)
mengemban tugas yang sangat besar, karena jejang ini berfungsi
sebagai landasan bagi jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Tetapi
peningkatan kompetensi guru sebagai mediator dan fasilitator dalam
proses pembelajaran sering terkesampingkan. Hal ini antara lain
lebih dikarenakan, masih kurangnya kesadaran pada guru untuk
menempatkan tugas mengajar sebagai suatu bentuk kegiatan bersama.
Kurangnya komunikasi dan tukar informasi antar guru, dapat
menyebabkan kurangnya wawasan dan motivasi pada guru untuk
mengembangkan serta meningkatkan kompetensi yang dimiliki. Hal ini
masih didukung oleh kondisi riel lingkungan sekolah, yang masih
kurang dapat memberikan suatu rangsangan yang dapat menumbuhkan
semangat berkompetisi dan berinovasi.Fenomena tersebut di atas juga
terjadi pada dunia pendidikan di negara-negara maju seperti Jepang.
Sebagai upaya untuk menyiasati sekaligus untuk meningkatkan mutu
pendidikan dan kompetensi guru, di Jepang telah lama dan secara
berkesinambungan dilakukan penelitian oleh para peneliti dari
perguruaan tinggi kependidikan maupun dari fakultas pendidikan.
Salah satunya adalah berupa penelitian tindakan kelas dengan
menggunakan model pembelajaran Lesson Study di beberapa Sekolah
Dasar di Kota Nagoya, Okazaki, Kariya, Chiryu, Shizuoka, dan
Ichinomiya. Penelitian ini dibawah bimbingan Prof. Masami MATOBA
yaitu, seorang profesor dari Fakultas Pendidikan Universitas Nagoya
yang memiliki keahlian dan berkonsentrasi pada bidang peningkatan
dan pengembangan kualitas pembelajaran pendidikan dasar.Alasan
mengapa model Lesson Study yang dipilih sebagai alternatif karena,
sudah teruji dan terbukti bahwa model Lesson Study mampu
menyelesaikan permasalahan pendidikan di Jepang, termasuk
meningkatkan mutu proses pengajaran guru di kelas, proses
pembelajaran siswa dan guru, dan meningkatkan kompetensi guru.
Selain itu, Lesson Study mampu mengubah suasana atmosfir pengajaran
dan pembelajaran di sekolah, khususnya memperbaiki interaksi dan
komunikasi antar guru maupun guru dengan siswa, meningkatnya
situasi demokrasi akademik di sekolah, dan menghidupkan suasana dan
semangat berinovasi yang sehat. Selain itu, sebagai akibat dari
keberhasilan Lesson Study memperbaiki mutu pendidikan (baik mutu
pendidik, proses pengajaran dan pembelajaran, maupun mutu
pengelolaan sekolah yang meliputi kelas, siswa dsb) di Jepang,
banyak negara-negara maju seperti Amerika, Jerman, Australia,
Kanada, Chili, Hongaria, Bulgaria dan beberapa negara lain. Lalu
negara-negara Asia seperti, Korea, China, Philipina, Thailan,
Afganistan, Srilangka, Pakistan, Iran, dan beberapa negara lain,
serta Indonesia sendiri yang saat ini beberapa daerah sudah
melaksanakan khususnya kelompok bidang studi IPA dan Matematika.
Melihat realita seperti tersebut di atas, keyakinan peneliti
semakin lebih kuat bahwa Lesson Study juga akan mampu memperbaiki
kondisi pendidikan di Indonesia pada umumnya, pandidikan dasar
(SD-SMP) pada khususnya. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan
salah satu bentuk penelitian tindakan kelas dengan menggunakan
model pembelajaran Lesson Study (meliputi aspek, sistem dan
mekanisme, observasi, diskusi, dan evaluasi dsb) sebagai konsep
dasar dalam upaya peningkatan mutu proses pengajaran dan kompetensi
guru yang akan berakibat pada peningkatan mutu pendidikan. Namun
demikian, penelitian ini hanya akan melihat pada aspek proses
pelaksanaan pengajaran oleh guru, (mulai dari persiapan sampai pada
tahap refleksi), proses pembelajaran oleh siswa dan guru, dan
pengaruhnya terhadap atmosfir di lingkungan sekolah. Selanjutnya
juga akan diuraikan tiga point mengenai hubungan kompetensi yang
diperoleh oleh guru melalui aspek-aspek tersebut di atas. Tiga
point tersebut adalah seperti berikut: 1) Melalui model Lesson
Study, bagaimanakah guru menggabungkan sebuah konsep yang masih
bersifat teoritis dengan aplikasi dan bagaimanakah guru merangkai
konsep teori tersebut dan selanjutnya mengaplikasikannya dalam
pengajaran dan pembelajaran.
2) Berdasarkan pada catatan pelajaran, bagaimana penelitian ini
memaknai belajar sebagai suatu proses.
3) Melalui Lesson Study yang menekankan pada aspek partisipasi
bersama dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan yang telah
disepakati, bagaiamana guru dapat memperoleh kompetensi
tersebut.Manfaat pertama yang dapat diperoleh dengan pelaksanaan
penelitian kolaboratif tentang hubungan kompetensi guru dan
penelitian tidakan kelas di Jepang ini adalah, dapat digunakan
sebagai dasar untuk mengevaluasi kembali penelitian tindakan kelas
yang selama ini telah dilaksanakan. Hal ini dikarenakan, beberapa
negara termasuk negara maju seperti Amerika, Australia, Kanada,
Jerman, Iran dan beberapa negara lain memiliki perhatian yang
sangat tinggi terhadap upaya peningkatan mutu pendidikan melalui
penelitian tindakan kelas di Jepang. Di Amerika telah diawali oleh
seorang tenaga ahli pendidikan yang bernama Catherine Lewis dimana
telah memperdalam model pembelajaran Lesson Study di Jepang, dan
dari Iran seorang ahli pendidikan yang telah menyelesaikan program
doktornya di Universitas Nagoya juga telah memulai dan saat ini
sudah pada tahap pengembangan Lesson Study di negaranya dan
beberapa masih banyak lagi ahli pendidikan dari negara luar yang
memperdalam Lesson Study di Jepang. Para ahli pendidikan
mengembangkan model pembelajaran Lesson Study disesuaikan dengan
kondisi sosial budaya negara masing-maisng, sehingga Lesson Study
yang dikembangkan memiliki karakter khusus dan kekhasan sesuai
dengan corak dan karakter sosial budaya negara masing-masing. Namun
demikian, masing-masing juga memiliki kesamaan yang sangat mendasar
yaitu, perubahan diawali dengan perbaikan bahkan yang lebih ekstrim
dilakukan perubahan kurikulum, lalu dilanjutkan dengan upaya
peningkatan mutu, melalui perbaikan dan peningkatan kompetensi guru
dengan menggunakan model pembelajaran Lesson Study. Jika dilihat
dari hasil perkembangannya bahwa, penelitian tindakan kelas melalui
model pembelajaran Lesson Study yang telah dilakukan di Jepang
sampai saat ini telah menghasilkan banyak kelompok atau perhimpunan
yang memiliki komitmen terhadap peningkatan mutu pendidikan melalui
Lesson Study. Sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan dan
mengembangkan penelitian tersebut, dapat dilakukan melalui
penelitian perbandingan atau penelitian kolaboratif, dimana
hasilnya dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan evaluasi
ulang terhadap kondisi perkembangan penelitian tindakan kelas di
negara masing-maisng.
Manfaat kedua dari penelitian ini adalah, sampai sekarang masih
dilaksanakan penelitian dan pengkajian terhadap kompetensi yang
menyesuaikan pada perubahan hubungan antara lingkungan dengan
sistem pelajaran, perubahan pengalaman hidup siswa yang memiliki
kecenderungan terus berubah atau bahkan pengamatan yang dilakukan
sejak pembimbingan pembelajaran kolektif. Untuk itu, penelitian ini
akan menjelaskan fenomena kompetensi dari aspek teoritis dan
praktis yang diperoleh oleh guru sebagai kunci untuk melakukan
introspeksi pada aplikasi yang akan nampak pada pribadi guru,
khususnya pada saat pelajaran. Pada akhirnya diharapkan pada
penelitian ini memunculkan suatu penyelesaian yang menyelaraskan
antara konsep teoritis dengan aplikasi. Rancangan penelitian
kolaboratif ini akan menghubungkan kompetensi yang diperoleh guru
di dalam aktivitas pembelajaran di kelas. Sehubungan dengan hal
ini, maka penelitian ini akan menentukan sebuah teknik penelitian
tindakan melalui uji kelayakan konsep teoritis dan akan mengajukan
sebuah konsep sebagai solusi alternatif.
Penelitian tindakan kelas ini berhubungan erat dengan aspek
pengelolaan sekolah, kerjasama dengan lingkungan, kurikulum,
pelajaran dan memerlukan pendekatan kolektif. Memusatkan pada
bidang atau mata pelajaran ilmu pengetahuan alam dan ilmu sosial
pada tingkat pendidikan dasar (SD) dan menengah pertama (SMP) yang
memiliki hubungan sangat erat dengan linkungan sekitar, lalu
dijelaskan kompetensi yang dibutuhkan oleh guru. Selanjutnya hasil
penelitian ini akan digunakan sebagai dasar untuk melakukan
penelitian di Indonesia sebagai penelitian lanjutan. Untuk
pemaparan penulisan awal ini perlu diuraikan tentang; (1) Bagaimana
kompetensi pengajaran guru di Jepang, (2) Bagaimana implementasi
Lesson Study sebagai penelitian tindakan kelas, (3) Bagaimana
kontribusi Lesson Study bagi peningkatan kompetensi guru dan
perbaikan proses pengajaran, dan (4) Apakah permasalahan yang
mungkin muncul di Indonesia bila Lesson Study
dilaksanakan.Kontribusi Lesson Study Terhadap Jabatan Guru sebagai
Profesi di Jepang (Berdasar pada aspek Lintas Budaya)Pendidikan di
Jepang saat ini sangat jadi perhatian bagi negara-negara Eropa yang
lebih dahulu mengalami kemajuan baik dalam bidang pendidikan maupun
dalam bidang yang lain. Saat ini sudah muncul beberapa kegiatan
yang mengarah pada perbaikan pendidikan di negara masing-masing
dengan mendasari model pembelajaran yang dikembangkan di Jepang.
Meningkatnya kompetensi guru dan tingginya kualitas pendidikan di
Jepang yang di evaluasi oleh para ahli pendidikan dari
negara-negara Eropa dianggap sebagai sesuatu yang sangat luar biasa
karena telah menempatkan jabatan guru sebagai profesi pada posisi
yang sangat tepat. Tingginya mutu pendidikan dan meningkatnya
kompetensi guru di Jepang, merupakan hasil kerja keras para guru
yang memiliki komitmen dan konsisten terhadap jabatan
profesinya.
Peneliti selain melaksanakan penelitian ini, juga melakukan
penelitian terhadap teori-teori yang terkait pada aplikasi
pendidikan. Berdasarkan pada hasil pengamatan dan observasi selama
penelitian diperoleh kesan bahwa, kondisi sekolah dan problematika
sekolah di Jepang dapat dirasakan secara langsung dari dekat. Di
situ yang dapat dijumpai pertama adalah konsep perbaikan
pembelajaran. Dapat dipahami bahwa melalui aplikasi dan
penelitian-penelitian yang berhubungan dengan pembelajaran,
terdapat beberapa jenis metode yang dapat digunakan untuk melakukan
perbaikan pembelajaran di Jepang. Salah satunya adalah metode yang
digunakan oleh seorang guru model dalam penelitian ini. Guru model
mengambil tema kegiatan Perubahan Kualitas Berpikir dalam perbaikan
Proses Pembelajaran dan Pengajaran Melalui Model Pembelajaran
Lesson Study dan membuat sub-tema (Jabatan Guru sebagai Profesi di
Jepang).Tujuan dari kegiatan ini adalah, menghasilkan sebuah
penelitian yang teruji yang menguraikan tentang bagaimana korelasi
jabatan guru sebagai profesi terhadap proses pelaksanaan
pembelajaran khususnya pada guru. Khusunya dengan menempatkan
permasalahan pemerian hubungan antara pengembangan pengajaran oleh
guru dengan jabatan guru sebagai profesi, sebagai inti pembahasan.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu mempertimbangkan beberapa
contoh yang diperoleh selama pelajaran berlangsung, sehingga perlu
mengobservasi pelaksanaan pengajaran untuk mengetahui, bagaimana
perubahan tujuan pengajaran yang telah ditetapkan antara sebelum
pelajaran dan sesudah pelajaran, dan bagaimana bentuk perbaikan
mutu proses pengajarannya. Dalam mencermati tujuan pengajaran yang
telah ditetapkan oleh guru, peneliti telah memperhatikan khususnya
hasil refleksi dari retrospektif berdasarkan pada kemampuan guru
itu sendiri. Dalam kegiatan pengajaran di kelas yang dilanjutkan
dengan kegiatan refleksi retrospektif, secara langsung telah
dijelaskan bagaimana guru melakukan kegiatan saling belajar,
bagaimana seorang guru melakukan perbaikan terhadap aplikasi
pengajaran dan kegiatan dalam kelas secara bersama, dan bagaimana
cara seorang guru meningkatkan kompetensi dirinya.
Aspek yang menandai orisinalitas penelitian ini adalah, terletak
pada pemaparan tentang hubungan antara pengembangan pengajaran dan
jabatan guru sebagai profesi, dan sebaliknya, bagaimana perubahan
jabatan guru sebagai profesi akibat pelaksanaan pembelajaran dan
pengalaman guru. Dimana kedua aspek ini masih belum pernah
dilakukan dalam penelitian terdahulu. Dan lagi, jika dilihat dari
aspek pendekatan yang digunakan dalam pengajaran, guru menggunakan
metode analisis bahan ajar, dan selanjutnya memastikan tujuan yang
telah ditetapkan. Kemudian guru menggunakan tahapan instropeksi
setelah pelajaran selesai dimana metode yang digunakan berupa
wawancara atau tanya jawab oleh para peserta yang terlibat dalam
pembelajaran terhadap guru. Pendekatan ini dapat dikatakan sebagai
pendekatan yang sangat teruji dan meyakinkan karena pemaparan
analisisnya didasarkan pada hasil rekaman yang sangat detail
tentang pengembangan pengajaran di kelas, dan menguraikan beberapa
dari isi tujuan pegajaran yang tidak mungkin terobservasi. Selama
proses pembelajaran berlangsung, semua direkam, kemudia hasil
rekaman dianalisis, dan selanjutnya hasilnya dibandingkan jika
ditemukan adanya perubahan, maka perubahan tersebut dianalisis
untuk mengetahui bagaimana dan seberapa besar pengaruhnya terhadap
guru atau perilaku (terutama aktivitas belajar) siswa. Dan lagi
pendekatan ini dikatakan teruji dan meyakinkan karena, perubahan
tersebut juga dapat menjelaskan tentang timbulnya keefektifan dalam
perbaikan jabatan guru sebagai profesi.
Di Indonesia masalah perbaikan dan peningkatan kompetensi guru
melalui isue guru sebagai profesi merupakan permasalahan yang
sangat mendesak untuk dibenahi. Memang selama ini sudah ada upaya
untuk ke arah itu, tetapi upaya melalui Lesson Study atau
penelitian tindakan kelas, keseriusan dari pihak terkait dan
kesadaran dari para guru sebagai pelaku pendidikan belum seperti
kondisi di Jepang, bahkan masih sedikit sekali. Berdasarkan pada
perbedaan kondisi seperti ini, peneliti berasumsi bahwa melalui
penelitian di Jepang ini, hasilnya dapat digunakan sebagai salah
satu alternatif untuk mendukung upaya perbaikan mutu pendidikan di
Indonesia dan pendekatan pembelajaran yang digunakan dalam
penelitian ini juga dapat berfungsi sebagai pendekatan baru yang
dapat memperkaya alternatif pendekatan pembelajaran di Indonesia.
Jika dilihat di hampir seluruh dunia, arah penelitian dan
pengembangan dunia pendidikan dasar khusunya, isue peningkatan
kompetensi guru dan strategi perbaikan mutu pendidikan melalui
pemahaman guru sebagai profesi, merupakan tema yang sudah bersifat
mendunia dan mendapat perhatian yang sangat tinggi dari kalangan
ahli pendidikan. Oleh sebab itu, peneliti berpikir bahwa semua
pengalaman penelitian yang peneliti peroleh selama di Jepang,
minimal dapat memberikan kontribusi terhadap perbaikan proses
pembelajaran di Indonesia.
Dalam penelitian ini dijelaskan tentang apa yang dapat
diteladani dari pengalaman tentang jabatan guru sebagai profesi di
Jepang jika diterapkan di Indonesia. Untuk memberi masukan tentang
pendekatan baru dalam dunia pendidikan atau perbaikan pendidikan di
Indonesia, khususnya deskripsi tentang kompetensi guru dalam
melaksanakan proses pengajaran dan pengelolaan kelas di Jepang,
dengan mendasari pada hasil observasi peneliti yang berkolaborasi
dengan peneliti Jepang, serta hasil analisis beberapa permasalahan.
Semua dilakukan melalui pendekatan Lesson Study dalam rangka
meningkatkan kompetensi guru dan perbaikan proses pembelajaran.
Selanjutnya pada tahap penelitian lanjutan, juga akan diuraikan
tentang semua permasalahan dan hambatan yg sangat dimungkinkan
muncul ketika implementasi teknik pendekatan yang mendasari model
Lesson Study ini.
Kompetensi Pengajaran Guru di Jepang
1) Penemuan Konsep dan Prosedur Informasi Pembelajaran
Jika dilihat dari hasil analisis terhadap beberapa contoh, para
guru telah mengembangkan model pengajaran yang menggunakan sistem
membuka dan menutup (open-ended lesson), dimana guru mendorong
siswa untuk mengungkapkan kreativitas ide nya baik secara individu
maupun secara kelompok. Bahkan dapat dikatakan bahwa, proses
keberlangsungan pelajaran justru terletak pada siswa, guru hanya
berperan sebagai pengendali. Artinya, keberlanjutan pada setiap
tahapan proses pelajaran diawali oleh motivasi siswa, dimana siswa
dapat melakukan proses pemahaman melalui pengamatan dengan
kemampuannya sendiri, dan didukung oleh hasil kerjasa sama di
antara siswa itu sendiri. Selain itu guru juga selalu mendorong
para siswa untuk mencari suatu permasalahan yang belum diketahui
atau dipahami oleh dirinya, khususnya gejala-gejala yang sering
muncul di sekitar para siswa.
Selama dalam pelaksanaan kegitan pembelajaran, paling tidak ada
2 jenis informasi (Shin-Ying Lee 1996) yang diperoleh. Pertama,
informasi yang diperlukan untuk menyelesaikan permasalahan, yaitu
untuk memahami permasalahan informasi yang berfungsi sebagai
proses. Kedua, Informasi yang digunakan untuk mengarahkan pemahaman
terhadap konsep dasar permasalahan, yaitu untuk menemukan jawaban
terhadap konsep informasi. Dalam bahasa yang ditunjukkan oleh guru,
memiliki kedua jenis informasi tersebut. Karena, kalau hanya
memberikan konsep informasi saja, mungkin siswa dapat memahami
permasalahan, tetapi karena siswa tidak diajarkan tentang metode
penyampaian, sehingga sangat dimungkinkan siswa tidak dapat
bagaimana caranya mengelola informasi dan tidak tahu metode yang
harus digunakan untuk menyampaikan pemahaman tersebut. Jika kedua
informasi tersebut diberikan kepada para siswa, maka para siswa
tidak hanya mampu memahami permasalahan tertentu saja, tetapi
mereka juga sangat dimungkinkan akan mampu menyesuaikan terhadap
berbagai macam gejala di luar yang telah disadari dan dipahami oleh
para siswa.
2) Pengelolaan Siswa (Pemantauan secara Individu )
Para guru di Jepang dalam melaksanakan pengajaran, selalu
melakukan pengamatan terhadap perilaku para siswanya satu persatu.
Misalnya, guru harus mengetahui siswa mana yang selalu siap
melaksanakan proses pembelajaran, sehingga kesiapan untuk memulai
proses pembelajarannya cepat dan siswa mana yang kesiapannya selalu
lambat. Dalam menyikapi fenomena semacam ini, guru harus tetap
menunjukkan sikap yang sama dan perlakuan yang sama terhadap
perbedaan-perbedaan tersebut. Lalu, guru juga harus selalu siap,
bagaimana sikap dan perlakuan ketika menghadapi siswa yang memiliki
karakter/watak pendiam dan tenang, dan bagaimana ketika menghadapi
siswa yang memiliki karakter selalu aktif berpikir.Jika dilihat
dari hasil analisis guru model, ketika pelajaran berlangsung,
memanggil siswa yang tidak angkat tangan. Bagi siswa yang pemalu,
guru berusaha memberikan kesempatan kepada mereka untuk berbicara
di depan orang banyak, mengajarkan teknik berkomunikasi, dan perlu
mengajarkan bagaimana teknik untuk menemukan rasa percaya diri.
Sedangkan bagi anak-anak yang tingkat perkembangan pemahamannya
lamban, karena mereka pasti sudah mengetahui jika jawabannya salah,
justru hanya akan menjadi bahan tertawaan siswa yang lain, maka
mereka juga memiliki kencenderungan untuk menolak respon yang akan
diperoleh dari sekelilingnya. Perlakuan yang diberikan oleh guru
model terhadap siswa seperti ini adalah, mengarahkan untuk selalu
berpartisipasi aktif di dalam kelompok, dan memberikan kesempatan
untuk belajar tentang bagaimana kondisi perasaannya ketika dirinya
berhasil. Dari uraian di atas, bahwa di dalam pembelajaran dan
pengajaran, guru tidak hanya menekankan pada aspek kognitif saja,
tetapi aspek afektif berupa proses pemahaman dan aspek
psikomotorik, mengaplikasikan konsep juga tercakup semuanya.
3) Bimbingan yang Efektif bagi Proses Pembelajaran dan
Pengajaran
Ketika siswa mengajukan pertanyaan, maka yang harus dilakukan
oleh guru, dari pada hanya sekedar menjawab pertanyaan tersebut,
akan lebih baik jika guru juga menjawab dengan cara yang dapat
mengingatkan penyebab munculnya kekacauan pada dirinya. Jika guru
mengarahkan pertanyaan kepada siswa dan pertanyaan tersebut tidak
sesuai dengan minat siswa, maka tidak menutup kemungkinan bahwa
siswa justru akan membatalkan minat bertanya tersebut. Karena siswa
akan mengajukan pertanyaan secara bebas sesuai dengan alam pikirnya
dan akan menjelaskan idenya sendiri secara bebas, maka, guru harus
dapat menyesuaikan pertanyaan yang mengarah kepada siswa dan harus
dapat menyesuaikan dengan minat siswa.
Yang perlu dicatat di sini, guru model menganggap, jika ditinjau
dari aspek belajar dari kesalahan, dan mempertimbangkan kemampuan
berpikir sistematis pada anak, kesalahan adalah bagian yang
bersifat alami di dalam proses pembelajaran dan pengajaran. Guru
model justru menganggap kesalahan siswa merupakan sumber informasi
yang amat penting untuk perbaikan. Matoba (2008:148) menekankan
bahwa, pembahasan tentang kesalahan metode, juga berperan penting
terhadap pengembangan pemahaman konsep pelajaran pada diri
anak.
Berdasarkan hasil analisis terhadap pelaksanaan proses
pengajaran yang telah dilakukan oleh guru model menunjukkan bahwa,
guru menggunakan kesalahan tersebut sebagai pentunjuk untuk
mengetahui, apa sebenarnya yang tidak diketahui oleh siswa, lalu
untuk mengetahui, apa dan bagaimana seharusnya guru menjelaskan.
Sikap yang ditunjukkan oleh guru model terhadap kesalahan siswa,
bukan disebabkan karena kemampuan siswa, tetapi karena lebih
disebabkan oleh faktor kurangnya frekuensi belajar siswa. Oleh
sebab itu, jika kesalahan tersebut disampaikan kepada siswa, maka
siswa tidak akan merasa terkejut atau heran. Dan lagi pada pihak
guru pun, tidak perlu merasa kawatir jika kesalahan tersebut
ditunjukkan kepada siswa, karena tidak akan berakibat pada
menurunnya penilaian pada diri siswa. Kesalahan dibicarakan bersama
untuk memahami kesalahan yang telah terjadi, dan harus menemukan
atau memberikan kesempatan yang lebih baik untuk memperbaiki
kesalahan tersebut (C.C. Lewis,1997; Shin Yin Lee,1996 dan J.W.
Stigler,1996).4) Membangun Minat Interaksi Anak
Berdasarkan pada hasil observasi pengajaran dikelas, guru model
mendorong para siswa untuk melakuka interaksi sesama temannya
ketika pelajaran berlangsung. Di dalam kegiatan pelajaran, para
siswa belajar melalui partisipasinya, sehingga pengajaran dan
pembelajaran merupakan milik bersama. Dapat dikatan bahwa guru
model dapat mengembangkan pendekatan pengajaran penyesuaian
berdasarkan pada interaksi antar sesama siswa dan perbedaan antar
siswa.
Para guru yang terlibat dalam team teaching dan siswa yang
terbagi dalam beberapa kelompok, dibentuk dan diupayakan sedapat
mungkin mampu mengakomudasi kemampuan pribadi masing-masing. Hal
ini pun juga merupakan salah satu pendekatan tersendiri yang
dimiliki oleh para guru di Jepang. Sebagai contoh, karena
dikelompokkan antara siswa yang daya penangkapan/ pemahamannya
cepat dengan siswa yang lambat, maka kedua belah pihak nantinya
akan dapat memperoleh keuntungan sendiri-sendiri. Bagi anak yang
daya penangkapannya lamban, dapat menyerap kecakapan dari siswa
yang memiliki daya penangkapan cepat melalui pengamatan dan
observasi. Sebaliknya, anak yang memiliki daya pemahaman cepat,
karena akan terdorong untuk membantu menjelaskan agar temannya juga
dapat memahami konsep yang diajarkan, secara tidak langsung siswa
tersebut dapat mengulang proses pemahaman, sehingga konsep ide yang
ada pada dirinya menjadi lebih jelas (H.W. Stevenson (1996)..5)
Membangun Ketertiban dan Norma Baru
Guru dan Siswa secara bersama-sama mengembangkan alternativ
strategis guna membangun ketertiban dan norma baru sebagai budaya
dalam kelas. Guru dan siswa akan berupaya untuk saling memahami
tentang dalam dunia yang baru ada permasalahan apa?. Para guru di
Jepang menggunakan pendekatan pertanyaan, penemuan, dan pemahaman
terhadap permasalahan. Pertama yang perlu dilakukan oleh guru
adalah bertanya kepada siswa Kamu ingin melakukan apa? , berikutnya
baru menyuruh supaya siswa menguraikan aktivitas yang diinginkan
tersebut.
Guru dan siswa, perlu menghubungkan antara pikiran dan tindakan
guna mencapai tujuan pembelajaran mereka. Guru perlu menghubungkan
antara apa yang diajarkan dengan apa yang akan dipertanyakan,
supaya selalu memperhatikan bahwa hal tersebut dapat berfungsi
sebagai salah satu karakter pembelajaran di dalam kelas. Secara
tidak langsung karakter kelas semacam ini akan dapat membentuk jiwa
anak untuk saling berinteraksi dan bekerjasama.
Seperti yang telah diuraikan di atas, guru model hampir tidak
pernah memberikan pernyataan benar atau salah terhadap siswa. Dan
lagi, guru juga selalu mengajarkan kepada para siswa untuk tidak
memberikan penilaian kepada teman sekelasnya dengan pernyataan
salah atau benar secara langsung. Hal tersebut dilakukan dengan
alasan bahwa, hal yang lebih penting yang perlu dilakukan oleh
seorang guru utamanya, menyuruh atau memberikan kesempatan kepada
siswa untuk menjelaskan tentang proses bagaimana siswa
memahami/menyelesaikan suatu permasalahan. Setelah itu baru guru
menunjukkan kepada siswa beberapa metode penyelesaian permasalahan
yang dapat digunakan. Guru model dan para siswa sering menggunakan
ungkapan atau istilah seperti pemikiran saudara..., metode yang
digunakan oleh...., dan teknik penyelesaian yang digunakan... dan
sebagainya. Di sini yang perlu ditekankan pada pemahaman siswa
adalah, metode atau teknik yang manapun bukan merupakan
satu-satunya metode atau pun teknik khusus, siswa harus diajarkan
tentang cara berpikir bahwa, metode tersebut hanya merupakan salah
satu metode dari sekian metode yang ada. Kemudian guru juga harus
menekankan kepada siswa bahwa, cara berpikir seperti itu merupakan
suatu kebenaran yang tidak perlu dikhawatirkan lagi. Ketika muncul
suatu pemikiran dari siswa yang ditujukan kepada guru, maka hal itu
harus dianggap sebagai suatu informasi yang sangat penting. Mengapa
demikian, karena hal tersebut juga menandakan bahwa para siswa juga
masih memiliki perhatian terhadap pembicaraan antar teman
sejawatnya.
6) Pengetahuan Keahlian yang Sesuai dengan Usia Anak
Uraian yang disampaikan oleh guru model dalam pengajarannya
menggambarkan kematangan perencanaan. Hal ini ditandai oleh materi
yang disampaikan sangat sistematis, memiliki keruntutan dan
keterkaitan antara bagian pertama dengan bagian berikutnya,
sehingga sangat jelas dan mudah dipahami. Tim peneliti pun juga
berkesan bahwa pelajaran yang disampaikan memiliki tingkat hubungan
timbal balik yang sangat tinggi. Hal tersebut disebabkan karena
penjelasan yang disampaikan oleh guru model sangat baik dan jelas,
serta hubungan timbal balik logika antara masing-masing aktivitas
juga sangat baik. Dan lagi, guru model mengajukan suatu misal
permasalahan yang berarti dalam pengalaman kehidupan sehari-hari
pada anak-anak, ketika akan mengawali satuan materi tertentu yang
semuanya ditujukan untuk memotivasi siswa. Contoh kongkritnya, hal
yang berhubungan dengan bermain di taman, fasilitas bermain di
taman, jumlah dan warnanya dan sebagainya. Matoba mengatakan
Hal-hal yang terkait dengan kehidupan nyata sehari-hari dapat
digunakan sebagai perangsang untuk meningkatkan motivasi anak dalam
mengawali aktivitas belajar (2003:145-161).
Secara kongkrit salah satu bentuk model pengajaran yang
dilakukan oleh guru model adalah sebagai berikut. Pada akhir satu
kesatuan pelajaran, guru bersama-sama siswa membetulkan dalam satu
rumusan permasalahan yang dapat diungkapkan dengan suatu ungkapan.
Tujuan utamanya adalah untuk pencatatan. Ini akan menjadi sebuah
catatan yang praktis untuk diingat. Karena teknis dan strategi
semacam ini sudah biasa digunakan oleh anak-anak, catatan apa saja,
formatnya hampir sama. Yang perlu dicatat secara khusus di sini
yaitu, tentang konsep perumusan yang digunakan, hanya berfungsi
sebagai ringkasan dari semua materi pelajaran yang telah
dilaksanakan. Dengan demikian, menunjukkan bahwa dalam melaksanakan
proses pengajaran guru model telah memiliki dan menentukan tujuan
pengajaran, dan telah menyiapkan strategi proses pengajaran yang
mudah dipahami. Sehingga, para siswa juga tidak merasakan tersiksa
karena merasa kesulitan, dan dapat menemukan suatu kesimpulan yang
ingin dicapai pada akhir kegiatan pelajaran (J.W. Stigler
(1996).
7) Refleksi Perubahan Aplikasi Pengajaran
Guru-guru di Jepang, selalu berupaya untuk melaksanakan kegiatan
refleksi terhadap sikap, penentuan tujuan, pola berpikir dsb yang
berhubungan dengan kegiatan pengajaran. Guru di dalam proses
pembelajaran dan pengajaran, melakukan pemilihan terhadap beberapa
teknik pengajaran. Selalu dipikirkan tentang kegiatan pengajaran
yang baru dan memiliki perbedaan dengan yang terdahulu. Selain itu
juga selalu dipikirkan oleh para guru tentang harapan terhadap para
siswa, terutama permasalahan yang terkait dengan hal-hal yang
menghambat pertumbuhan dan perkembangan berpikir siswa.
Peneliti berpikir bahwa, keberlangsungan perkembangan kompetensi
guru sangat penting dan sangat diperlukan. Gambaran sejarah
kehidupan perkembangan kemampuan seorang guru, merupakan hal yang
sangat penting untuk memperkaya pengalaman mengajar dan kematangan
pemahaman. Sehingga para guru juga harus berpikir bahwa kemampuan
yang ada pada diri sendiri, juga merupakan guru bagi diri sendiri.
Hal yang dianggap penting dari pengalam terdahulu dapat digunakan
kembali untuk mengevaluasi lagi pada aspek yang diperlukan.
Di Jepang, para guru sudah memiliki pemikiran bahwa belajar dan
mengajar merupakan pekerjaan bersama. Mereka memiliki keyakinan
bahwa, jabatan guru sebagai profesi yang baik akan tercapai melalui
kegiatan pembentukan kelompok, berpendapat dan memperoleh
pengalaman bersama, saling mendiskusikan pendapat dan pengalaman.
Program jabatan guru apapun pasti memiliki konsep kesempatan
bekerja bersama. Mengapa demikian, karena para guru dapat berpikir
secara mendalam dan meyakinkan melalui saling tukar pemahaman
dengan guru yang lain baik tentang pengalaman mengajar, upaya-upaya
yang telah dilakukan atau hal yang lain.
Teori pendidikan dan pengajaran para guru sebenarnya adalah,
jiwa kebersamaan dalam memiliki informasi dan frekuensi
berinteraksi antar sesama guru. Karena, daripada para guru
mempelajari hal-hal teoritis yang bersifat abstrak, atau konsep
teori yang sangat formal, akan lebih bermanfaat jika, para guru
berpartisipasi aktif dalam kegitan Lesson Study sehingga, guru akan
memperoleh atau memperkuat suatu keahlian pengajaran melalui
observasi pengajaran, aplikasi pengajaran, kegiatan pelajaran dan
lainnya.
Lesson Study sebagai Penelitian Tindakan Kelas
Lesson Study sebagai salah satu bentuk penelitian tindakan kelas
telah dilakukan sejaklama di Jepang. Berdasarkan pada uraian
terdahulu bahwa, peningkatan kompetensi guru pada prinsinya adalah
sebagai hasil dari kegiatan yang mendasari pada aktivitas di kelas,
hubungan peningkatan kemampuan guru dan siswa. Matoba mengatakan,
perbaikan pengajaran dilakukan melalui keterlibatan langsung
terhadap peningkatan dan perkembangan kemampuan guru dan siswa
(2008:149). Dalam pendekatan ini, peningkatan kompetensi guru,
perbaikan pengajaran, dan pengalaman serta perkembangan siswa,
masing-masing merupakan unsur-unsur penting yang memiliki hubungan
yang sangat erat.
Dalam konsep Lesson Study, kelas adalah ibarat sumber mata air,
yaitu sebagai tempat untuk meningkatkan kompetensi semua bidang
keahlian dan bukan hanya sebagai tempat melaksanakan tugas atau
pekerjaan mengajar, dimana dapat menentukan tuntutan terhadap model
dan kemampuan guru di masa yang akan datang. Kemudian para guru,
melaksanakan tugas dan kewajibannya secara kolaborasi dalam proses
pembelajaran dan pengajaran seperti, evaluasi pembelajaran,
evaluasi bahan ajar, perencanaan pengajaran, penyesuaian sikap
terhadap para siswa dan sebagainya.
Lesson Study sebagai bentuk penelitian kolaboratif, dianggap
dapat menjadi sarana untuk berinstropeksi diri bagi para guru,
meningkatkan semangat berkomunikasi antar sesama guru untuk
mendiskusikan hal-hal terkait dengan bidang keahlian, pembelajaran
melalui partisipasi dan observasi aktif, perencanaan bersama dan
untuk saling bertukar pengalaman. Hal-hal semacam ini, dapat
memberikan kesempatan pada guru, untuk meningkatkan kemampuan
akademik di dalam aktivitas pembelajaran dan pengajaran, dan atau
hubungan dengan siswa, yang menekankan pada peningkatan kompetensi
guru, perbaikan proses pengajaran dan pembelajaran aplikasi.
Dari uraian tersebut di atas, dalam tahapan rencana pengajaran
nampak bahwa para guru model dalam menjalankan aktivitas
pengajarannya, lebih memprioritaskan pada kemampuan berpikir
sendiri dan mengimajinasikan pelajaran dengan pikirannya sendiri.
Guru yang lain memberikan masukan dengan menunjukkan bahwa materi
pelajaran terlalu banyak, sehingga waktu yang telah dialokasikan
dalam rencana pengajaran tidak mencukupi. Kemudian hal tersebut
seperti yang disinggung di dalam kegiatan refleksi, guru model juga
menyadari bahwa materi yang yang disiapkan tidak seimbang dengan
alokasi waktu, sehingga waktu satu jam yang teralokasi sangat sulit
untuk menyelesaikan materi sebanyak itu. Selain itu, pada kegiatan
refleksi, guru model juga mendapat masukan dari guru lain melalui
pembahasan akhir kegiatan, antara lain mengenai teknik pelaksanaan
pengajaran.
Dengan memusatkan pada pengaruh kegiatan refleksi diri dan
pertemuan pembahasan kegiatan pembelajaran dan pengajaran antar
guru, berikut beberapa poin penting yang dapat disimpulkan terkait
hal-hal seperti, strategi peningkatan kompetensi, perbaikan proses
belajar mengajar, perbaikan pengajaran guru dan sebagainya:
1) Guru sekaligus melaksanakan aktivitas belajar dalam
melaksanakan tugas pengajaran.2) Dalam lingkup kelas, pengajar
adalah guru, tapi dalam lingkup sekolah, pengajar adalah juga
pembelajar.3) Guru belajar di dalam penyesuaian guna mengarahkan
dirinya sendiri, aplikasi kemampuan dirinya, dan introspeksi
diri.4) Guru belajar secara berkolaborasi dalam menyusun rencana
pengajaran, saling berpartisipasi dan saling mengobservasi dalam
kelas, komunikasi di dalam kehidupan sehari-hari dan diskusi
tentang perbaikan proses pengajaran dan pembelajaran.
Makna dan kontribusi refleksi bagi perkembangan seorang guru,
dapat bermanfaat untuk memposisikan hubungan seperti, untuk
menyadarkan kembali bahwa guru adalah yang mengajar sedangkan siswa
adalah yang diajar, siswa harus dapat menyampaikan pikirannya
sendiri, untuk mengupayakan munculnya perbedaan pikiran antara
siswa yang satu dengan siswa yang lain, mampu menemukan
permasalahan sendiri, untuk menemukan strategi guna membantu siswa
dalam mengarahkan jalan pikirannya, dan sebagainya. Guru
melaksanakan pelajaran dan pengajaran mengikuti ketentuan yang
semestinya, dengan memanfaatkan perhatiannya terhadap siswa sebagai
lahan pengetahuan sambil melaksanakan dengan cara atau metodenya
sendiri. Ini menunjukkan adanya kemauan seorang pengajar untuk
merealisasikan perbaikan kesadaran melalui penelitian tindakan
kelas. Untuk perbaikan kesadaran seperti ini, pengajar adalah
sekaligus sebagai peneliti yang harus memiliki kesadaran sebagai
pengambil keputusan terhadap tujuan pengajaran. Berdasarkan pada
hasil analisis, peneliti dapat mengatakan bahwa, Lesson Study
sebagai bentuk penelitian tindakan kelas memiliki kontribusi yang
sangat besar terhadap perbaikan kesadaran pengajaran dan
pembelajaran.
Jika disimpulkan, uraian dari hasil analisis dalam penelitian
ini, guru model juga memiliki kemampuan merubah model pengelolaan
dan proses pembelajaran dan pengajaran selama pelaksanaan
pelajaran. Guru kaya akan pengalaman mengajar, dan nampak sekali
sudah terbiasa terhadap teknik mendorong siswa untuk berpikir di
dalam pelajaran. Guru model juga memberikan banyak kesempatan
kepada siswa untuk menjelaskan suatu hasil karya siswa sendiri
dengan menggunakan teknik atau metodenya sendiri. Guru dapat
membangun konstruksi interaksi pembelajaran, sehingga para siswa
dapat mengalami secara langsung suasana saling belajar antar sesama
siswa dan dapat membentuk kelompok belajar. Di tengah pelajaran
guru tidak membuat siswa jadi tergesa-gesa atau gugup, tetapi
memberikan waktu yang cukup agar siswa dapat menemukan gejala yang
muncul di sekiling mereka. Artinya, guru dapat memahami bahwa
pekerjaan mengajar memang merupakan pekerjaan yang sangat rumit dan
membutuhkan waktu.
Sepintas bahwa Lesson Study sebagai bentuk penelitian tindakan
kelas, lebih menekankan pada peningkatan strategi pengajaran dan
peranan guru di dalam pelajaran. Tetapi jika dicermati, peranan
guru dibatasi oleh aplikasi pengajaran, sehingga tidak hanya
merencanakan peningkatan saja, tetapi juga harus menekankan aspek
keahlian dan profesionalisme guru. Sehingga kontens atau substansi
dari penelitian tindakan kelas perlu juga menyusun program-program
seperti, manajemen sekolah, pengembangan bahan ajar, struktur
kurikulum dan sebagainya.
Kebijakan pendidikan yang terkait dengan tanggungjawab dan
kemampuan guru, harus membawa perbaikan terhadap jabatan guru
sebagai profesi di sekolah. Yaitu, kecakapan yang mendorong
perkembangan kreativitas diri, perbaikan yang berdasarkan pada
tanggungjawab dan kecapakan baru yang memperkaya lingkungan
sekolah, kegiatan pembelajaran, kompetensi guru dan aplikasi
pembelajaran, merupakan aspek-aspek yang harus dipikirkan. Untuk
meningkatkan mutu pendidikan dan profesionalisme guru, harus
memberika tanggungjawab yang lebih kepada guru. Lalu dalam
pelaksanaan tanggungjawab tersebut, diupayakan agar penelitian
tindakan kelas ini dapat menghasilkan pendekatan dan kesempatan
yang efektif untuk meningkatkan profesionalisme guru.Kontribusi
Lesson Study bagi Peningkatan Kompetensi Guru dan Perbaikan Proses
Pengajaran
Seperti yang telah disebutkan di atas, program penelitian
tindakan kelas di Jepang banyak sekali, tetapi pada dasarnya
program intinya adalah Lesson Study. Menurut Inagaki dan Satou
(1996), Di Jepang, penelitian yang berpijak pada permasalahan
pelajaran di sekolah, sudah dilaksanakan dan dikembangkan sejak
zaman Meiji. Tradisi itu dilanjutkan yaitu mengembangkan penelitian
yang bertujuan pengembangan profesionalisme secara mandiri, seperti
permasalahan pendidikan guru dan Lesson Study yang jadi pokok
permasalahan dalam penelitian ini. Di situ, pengetahuan pengalaman
yang berdasar pada aplikasi pembelajaran sangat penting, dimana
harus mengesampingkan suatu perbedaan antara peneliti dan pelaksana
pengajaran atau guru, yang pada akhirnya diharapkan munculnya
pengembangan bidang teoritis dan aplikasi yang searah.
Lesson Study sebagai wujud dari penelitian kolaborativ,
dikembangkan sesuai dengan bentuk dan karakter masing-masing. Jika
dilihat secara umum tahapan dalam Lesson Study terdiri dari 3
tahapan yaitu, (Plan Do - See) atau yang disingkat PDS. Jika
diaplikasikan melalui 3 tahapan dalam Lesson Study, hasil
penelitian ini adalah sebagai berikut:
P: Pada tahapan ini, semua guru yang terlibat secara
bersama-sama membuat perencanaan pengajaran, pertama menentukan
tema pengajaran. Tema ini sedapat mungkin memiliki relevansi dengan
permasalahan yang ada di sekolah. Selanjutnya, para guru tersebut
membentuk dua kelompok kecil, satu kelompok mengkoordinir siswa
kelas 1 ~ 3, dan kelompok berikutnya mengkoordinir siswa kelas 4 ~
6. Masing-masing kelompok guru mendiskusikan tentang metode,
strategi, kontens atau isi, dan materi ajar, Secara bersama-sama
menentukan rencana pengajaran berupa silabus mulai semester 1~3.
Langkah terakhir pada tahap ini adalah, semua guru mendiskusikan
tentang perbaikan draf rencana pengajaran (RP atau RPP), dan
menentukan satu orang guru untuk melaksanakan proses kegiatan
pengajaran di kelas, sebagai guru model. Silabus dan RPP yang telah
disusun didiskusikan bersama meliputi para guru kelompok 1, 2, dan
peneliti. Semua mencermati dan memberikan masukan guna
perbaikan.
D: Guru model yang telah ditunjuk, melaksanakan proses
pengajaran di kelas dengan berpedoman pada RPP yang telah
disiapkan. Guru yang lain berperan secara aktif sebagai observer
dalam kelas, mencatat semua kejadian yang terjadi selama
pelaksanaan proses pengajaran berlangsung. Setiap guru, menjalankan
tugas masing-masing, seperti mengambil rekaman video, mengamati
proses komunikasi antar siswa maupun dengan guru model dengan siswa
dan sebagainya.
S: Setelah proses pengajaran selesai, bersama semua guru
melaksanakan pertemuan untuk melakukan evaluasi, analisis semua
informasi yang telah diperoleh selama pelaksanaan pengajaran dan
mendengarkan komentar atau masukan dari para observer. Semua data
informasi yang diperoleh selama proses pengajaran dan pembelajaran
berlangsung, dibahas guna memperoleh suatu penyelesaian dan
kesepakatan sebagai hasil. Selama pertemuan, para guru mengamati
dan menghayati antara lain tentang ketepatan metode, materi ajar,
tema pelajaran dan lainnya yang berhubungan dengan aktifitas
pembelajaran siswa dan pelaksanaan pelajaran. Selanjutnya, para
guru secara bersama-sama, mendiskusikan metode atau strategi yang
diperoleh guna pengembangan keahlian diri, metode kreatifitas
strategi pembelajaran dan pengajaran baru, serta RPP. Kelompok guru
yang telah dibagi berdasarkan tingkatan kelas, selanjutnya secara
bersama-sama melakukan persiapan guna menentukan RPP, dengan
berpijak pada hasil diskusi dan evaluasi dari kegiatan pengajaran
terdahulu, yang akan digunakan pada kegiatan pengajaran
berikutnya.
Sebagai wujud dari penelitian kolaborativ, dalam perencanaan
ini, peneliti menentukan bahwa, peningkatan kompetensi guru akan
mendasari pada hubungan antara perkembangan guru dan siswa dan
aktifitas di dalam kelas. Sedang untuk perbaikan pelajaran dilihat
dari hubungan langsung antara perkembangan guru dan siswa. Dalam
pendekatan ini, perbaikan pelajaran dan peningkatan kompetensi
guru, lalu pengalaman dan perkembangan siswa, masing-masing
merupakan faktor penting yang memiliki hubungan yang sangat
erat.
Dalam perbaikan proses pembelajaran dan pengajaran siswa
berperan sebagai patner bagi guru untuk menambah kemampuan
mengobservasi dunia para siswa. Kelas bagi guru juga dapat berarti
sebagai tempat memperoleh kesempatan untuk belajar, karena guru
meningkatkan kemampuan dirinya ditengah keterikatan dengan siswa
yaitu dalam pelajaran. Dengan demikian, Lesson Study mendorong guru
untuk belajar mengarahkan dirinya sendiri.Permasalahan yang Mungkin
Muncul di Indonesia (asumsi berdasarkan pada pengamatan kondisi
guru sebagai profesi saat ini)Beberapa hal yang perlu diantisipasi
dan dipikirkan, ketika melaksanakan Lesson Study di Indonesia,
dalam upaya peningkatan kompetensi guru dan perbaikan proses
pengajaran dan pembelajaran. Yaitu, permasalahan sistem pendidikan,
permasalahan budaya, dan permasalahan sosial ekonomi. Karena
permasalah tersebut, dapat memberikan pengaruh yang sangat besar
terhadap motivasi guru. Tetapi, jika dilihat dari permasalahan
budaya akademik saat ini, ada beberapa point yang dapat dipikirkan
antara lain, yaitu:
1) Untuk mengaplikasikan konsep Lesson Study dalam upaya
peningkatan dan perbaikan kompetensi dan proses pembelajaran
terhadap guru-guru di Indonesia, perlu sekali lagi dilakukan
penyegaran terhadap materi dan teori dasar proses pembelajaran dan
pengajaran, terutama yang menyangkut kesadaran guru. Hal ini
khususnya bagi guru-guru SD, mengingat masih banyaknya di antara
guru SD di Indonesia yang belum menempuh jenjang pendidikan tinggi
(S1 atau D4).
2) Para guru di Indonesia masih perlu belajar tentang kecakapan
berkolaborasi, khusunya saat melaksanakan tugas-tugas pengajaran.
Karena untuk melaksanakan aktifitas pendidikan di sekolah, pihak
yang terkait perlu memahami pentingnya akan kebersamaan yang
didukung suasana demokrasi akademik yang baik.
3) Para guru di Indonesia dan pihak yang terkait masih perlu
merubah sikap dan kesadaran terhadap perbaikan mutu dan kompetensi
guru. Guru tidak harus memikirkan peningkatan kompetensinya melalui
proses pembelajaran dan pengajaran secara individu, tetapi fenomena
tersebut harus dilihat sebagai pekerjaan yang harus dilaksanakan
secara kelompok dan berkolaborasi.
4) Jika dibandingkan dengan sistem pendidikan di Jepang nampak
bahwa, sistem di Indonesia masih menempatkan kemampuan individu
sebagai point yang lebih penting. Sehingga sistem pendidikan di
Indonesia masih perlu mencoba pembelajaran berkelompok dan sistem
pembelajaran kooperatif (cooperative learning system).
5) Kondisi budaya sekolah antara Indonesia dan Jepang jelas
memiliki perbedaan. Sebagai contoh, jika di Jepang suasana
demokrasi lingkungan sekolah, semangat untuk menghilangkan
perbedaan antara konsep teoritis dengan aplikasi, dan kebijakan
pendidikan dari pihak yang berwenang sudah berjalan, di Indonesia
hal-hal semacam ini dirasa masih perlu untuk dikaji kembali secara
sungguh-sungguh.
PenutupDalam model metode penelitian yang telah dilakukan di
Jepang menunjukkan bahwa, hubungan yang erat dan saling percaya
antara peneliti dengan pengajar merupakan point yang sangat penting
dan memberikan pengaruh yang sangat besar. Khususnya yang
menyangkut tentang jawaban guru terhadap pertanyaan peneliti,
wawancara yang dilakukan oleh peneliti terhadap guru untuk
memperoleh data tentang refleksi diri dan ketetapan tujuan
guru.
Penelitian yang telah dilaksanakan di Jepang ini, mendapat
dukungan kerjasama dari berbagai pihak, hubungan antar sesama yang
baik, sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik.
Sebaliknya, kendala yang mungkin akan muncul ketika penelitian
lanjutan dilaksanakan di Indonesia, khususnya terletak pada proses
pemahaman konsep dan komunikasi. Hal ini lebih disebabkan oleh,
perbedaan latar belakang akademik antara peneliti dengan para guru.
Dan lagi, perbedaan budaya di lingkungan sekolah, dimana lingkungan
sekolah di Indonesia, masih belum membudayanya tradisi obserwasi
kelas antar sesama guru. Hal ini di perkirakan akan sedikit
menghambat kelancaran proses. Permasalah ini, juga akan menjadi
poin penting yang harus ditemukan solusinya dalam penelitian
lanjutan berikutnya.
Lesson Study merupakan solusi alternatif, yang dikonsep untuk
menyelesaikan permasalah pengembangan tugas mengajar guru. Sehingga
solusi alternatif ini, juga dianggap dapat diterapkan di Indonesia,
guna menyelesaikan permasalah khususnya peningkatan mutu pendidikan
melalui perbaikan sistem pembelajaran dan pengajaran di kelas.
Selain itu, model Lesson Study ini juga akan dapat menambah model
pendekatan pengajaran dan pembelajaran di Indonesia. Tetapi, ketika
akan menerapkan model Lesson Study ini di Indonesia, ada beberapa
hal yang perlu dipertimbangkan dan dipikirkan secara seksama yaitu,
perbedaan tingkat kecakapan guru di Indonesia dan Jepang, perbedaan
sistem pendidikan, perbedaan latar belakang budaya, perbedaan
tingkat kemampuan ekonomi dan sebagainya. Untuk itu model Lesson
Study yang telah dilaksanakan di Jepang, dirasa tidak akan bisa
diaplikasikan begitu saja di Indonesia. Masih banyak hal yang perlu
diperhatikan untuk disesuiakan dengan situasi dan kondisi
Indonesia. Sehingga sebelum melakukan penelitian lanjutan, masih
perlu mengadakan observasi lapangan terlebih dahulu, guna
memperoleh data, tentang bagian mana yang dapat diaplikasikan dan
bagian mana yang tidak, dari metode yang telah digunakan pada
penelitian di Jepang.
Daftar AcuanFernandez, C. (2002), Learning from Japanese
Approaches to Professional Development: The Case of Lesson Study,
Journal of Teacher Education: 53(5), pp.393-405.
Fernandez, C.; Cannon, J. & Chokshi, S. (2003), A U.S.-
Japan Lesson Study Collaboration Reveals Critical Lenses for
Examining Practice, Teaching and Teacher Education, 19 (2),
pp.171-185.
Harold W. Stevenson, Shin-Ying Lee & Theresa Graham (1996),
Teachers and Teaching: Elementary Schools in Japan and the United
States, in: Teaching and Learning in Japan, Edited by Thomas P.
Rohlen & Gerald K. LeTendre, Cambridge University Press, pp.
157-189.
Inagaki, Satou Manabu (1996), Jugyoukenkyuu Nyuumon, Iwanami
Shoten, 190.
James W. Stigler, Clea Fernandez & Makoto Yoshida (1996),
Cultures of Mathematics Instruction in Japanese and American
Elementary Classrooms, In: Teaching and Learning in Japan, Edited
by Thomas P. Rohlen & Gerald K. LeTendre, Cambridge University
Press, pp. 213-247.
Levin,B.B & Rock,T.C. (2003), The Effects of Collaborative
Action Research on Preservice and Experienced Teacher Partners in
Professional Development Schools, Journal of Teacher Education: 54
(2), pp. 135-149.
Lewis, C.C. (1997), The Roots of Japanese Educational
Achievement: Helping Children Develop Bonds to School, In: The
Challenge of Eastern Asian Education Implication for America,
Edited by William K. Cummings & Philip G. Altbach, State
University of New York Press, pp. 11-49.
Lewis, C.C. (2002) Does Lesson Study Have a Future in The United
States?, Nagoya Journal of Education and Human Development 1,
Nagoya University, pp. 1-23.
Matoba, Masami. Sarkar Arani Mohammad (2003), Jungyoukenkyuu o
Kiso to Shita Kounaikenshuu to Kyoushi no Shishitsu no Kan suru
Kokusaikyoudouken kyuu (1) - Iran ni Okeru Jugyoukenkyuu no Iten no
Jirei- Nagoya Daigaku Daigakuin Kyouikhattatsukagaku Kenkyuukakiyou
Dai 50 maki dai 1 gou, pp. 146-161.
Matoba, Masami. Sarkar Arani Mohammad (2005), Jungyoukenkyuu o
Kiso to Shita Kounaikenshuu to Kyoushi no Shishitsu no Kan suru
Kokusaikyoudouken kyuu (2) Teheran Shiritsu Takuwa Shougakkou no
Kounaikenshuu no Jireibunseki- Nagoya Daigaku Daigakuin
Kyouikhattatsukagaku Kenkyuukakiyou Dai 51 maki dai 2 gou, pp.
167-186.
Matoba, Masami, (2008), Jugyoukiroku no Saikousei to
Jugyoushoyouin no Shucchou ni Kan suru Jikken Kenkyuu, Nagoya
Daigaku Daigakuin Kyouikhattatsukagaku Kenkyuukakiyou, 3, pp.
148-161.
Shin-Ying Lee, Theresa Graham & Harold W. Stevenson (1996),
Teachers and Teaching: Elementary Schools in Japan and the United
States, In: Teaching and Learning in Japan, Edited by Thomas P.
Rohlen & Gerald K. LeTendre, Cambridge University Press, pp.
177.
Stigler. J.W, Clea Fernandes & Makoto Yoshida (1996),
Cultures of Mathematics Instruction in Japanese and American
Elementary Classrooms, In: Teaching and Learning in Japan, Edited
by Thomas P. Rohlen & Gerald K. LeTendre, Cambridge University
Press, pp. 213-247.
Tracy C.Rock & Cathy Wilson (2005), Improving Teaching
through Lesson Study, Teacher Education Quarterly, Winter, pp.
77-92.
( email: HYPERLINK "mailto:[email protected]" [email protected].
Jurusan Bahasa Jepang FBS- Universitas Negeri Surabaya
144127