PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PADA KOMPOTENSI DASAR POLA PERILAKU KONSUMEN DAN PRODUSEN DALAM KEGIATAN EKONOMI SISWA KELAS X SMA N 2 SRAGEN SKRIPSI Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Universitas Negeri Semarang Oleh Nining Kristanti 7101408314 JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2012
182
Embed
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF …lib.unnes.ac.id/19257/1/7101408314.pdf · Ekonomi Pada Kompotensi Dasar Pola Perilaku Konsumen dan Produsen dalam Kegiatan Ekonomi Siswa
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
i
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN
KOOPERATIF PROBLEM SOLVING UNTUK
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PADA
KOMPOTENSI DASAR POLA PERILAKU KONSUMEN
DAN PRODUSEN DALAM KEGIATAN EKONOMI
SISWA KELAS X SMA N 2 SRAGEN
SKRIPSI Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
pada Universitas Negeri Semarang
Oleh
Nining Kristanti
7101408314
JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2012
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian
Dra. Nanik Suryani, M. Pd. NIP. 195604211985032001
iii
PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi ini telah dipertahankan di depan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas
Ekonomi Universitas Negeri Semarang pada :
Hari : Senin
Tanggal : 17 Desember 2013
Penguji
Dra. Harnanik, M.Si
NIP. 195108191980032001
Anggota I Anggota II
Drs. Syamsu Hadi, M.Si Drs. Subkhan
NIP. 195212121978031002 NIP.195003271978031002
Mengetahui,
Dekan Fakultas Ekonomi
Dr. S. Martono, M.Si
NIP. 196603081989011001
iv
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil
karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau
seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip
atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah. Apabila di kemudian hari terbukti skripsi
ini adalah hasil jiplakan dari karya tulis orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Semarang, Desember 2012
Penyusun
Nining Kristanti
NIM 7101408314
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO:
Sesungguhnya kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila
kamu telah selesai (dari suatu urusan) kerjakanlah dengan
sungguh-sungguh (urusan yang lain).( Q.S. An-Nashr: 6-7)
Kesabaran adalah payung yang senantiasa melindungi hingga
dapat mencapai keberhasilan.
PERSEMBAHAN
Bapak dan Ibu tercinta yang selalu mendoakan dan mendukungku
Guru-guruku
Almamaterku
vi
SARI
Kristanti, Nining. 2012. “Penerapan Model Pembelajaran Pemecahan Masalah(Problem Solving) Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Ekonomi Pada Kompotensi Dasar Pola perilaku Konsumen dan Produsen dalam Kegiatan Ekonomi
Siswa Kelas X SMA Negeri 2 Sragen” Skripsi. Jurusan Pendidikan Ekonomi. Fakultas Ekonomi. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I Drs. Syamsu Hadi,
M.Si. Pembimbing II Drs. Subkhan. Kata kunci: Model Pembelajaran Pemecahan Masalah (Problem Solving), dan Hasil
Belajar. Kualitas proses belajar mengajar merupakan salah satu faktor yang
menentukan keberhasilan dalam mencapai tujuan pendidikan. Banyak dari sebagian siswa yang belum mencapai ketuntasan dalam belajar. Model yang digunakan oleh Guru saat itu dalam kegiatan belajar mengajar masih sebatas pembelajaran
konvensional, dan kurangnya variasi dalam pembelajaran. Alternatifnya adalah dengan menerapkan model pembelajaran problem solving. Permasalahan dalam
penelitian ini adalah apakah hasil belajar kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan tanpa perlakuan problem solving? Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa kelas X SMA N 2 Sragen.
Dalam penelitian ini, yang menjadi populasi adalah siswa kelas X. Untuk menentukan sampel, digunakan teknik sample random dengan pengundian. Dimana,
hasilnya adalah kelas eksperimen adalah kelas X.A dan kelas kontrol X.I. Variabel bebas adalah model problem solving dan model konvensional, sedangkan variabel terikat adalah hasil belajar. Metode pengumpulan data berupa metode tes dan
observasi. Pengujian hipotesis menggunakan independent sample t-test. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa rata-rata hasil pre test kelas
eksperimen adalah 63,75 dan kelas kontrol sebesar 62,93. Hal ini menunjukkan bahwa kedua kelas yang diambil berasal dari titik yang sama sebelum penelitian yaitu dibawah standar nilai Kriteria Ketuntasan Minimal ( KKM) yaitu 76. Dari hasil
post test diketahui nilai rata-rata dari kelas eksperimen sebesar 82,97 dan kelas kontrol 77,41. Dimana dari perhitungan diperoleh thitung sebesar 3,926 dan ttabel
adalah 2,039 sehingga dapat diketahui thitung > ttabel. Menunjukkan bahwa dengan menggunakan model problem solving lebih tinggi dibandingkan dengan model konvensional.
Simpulan dari penelitian ini adalah pembelajaran yang menerapkan model problem solving terbukti dapat meningkatkan hasil belajar sebesar 19,22. Saran yang
diberikan, pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe problem solving dapat digunakan sebagai alternatif pada pelajaran ekonomi dan perlu solving perlu dipelajari langkah- langkah dalam pemecahannya dan dipahami oleh
Guru agar dapat terlaksana dengan baik serta maksimal.
vii
ABSTRACT
Kristanti, Nining. 2012. “Application Learning Model Problem Solving In Improving Learning Outcomes At the competency Basic Economics behavior pattern Consumers and Producers in Economic Activity Class X student SMAN 2 Sragen
"Thesis. Department of Economic Education. Faculty of Economics. Semarang State University. Advisor I Drs. Syamsu Hadi, M.Sc. Advisor II Drs. Subkhan.
Quality of teaching and learning is one of the factors that determine success in achieving educational goals. Of many the student is below minimum standart learning. The model used by the teacher at that time in the teaching and learning
activities are limited to conventional learning, the lack of variety in learning. The alternative is to apply the model of learning problem solving. This research problem
is learning outcomes high class experimental than without treatmen problem solving? The survei to indent is improving learning outcomes class X student SMAN 2 Sragen.
This in which the populat reseach ion is students of class X. For choice sample, using techniq sample random with lottery. For the sample the experimental class is
the class X.A and control class X.I The independent variable is model problem solving and model konventional, dependent variable is learning outcomes. Method collection techniques using method tests and observation. Testing hipotesis using
independent sample t-test. Based on the survey results revealed that the average pre-test results of the
experimental class is 63,75 and the control class is 62,93. This indicates that both classes are taken from the same point before the study is below the minimum standard of value criteria exhaustiveness (KKM) is 76. From the results of post test
to know average value of the experimental class for 82,97and grade control 77,41. Which is obtained from the calculation of t count 3,926 and t table 2,039 so it can be
seen t count> t table. Show that by using the model is more effective than conventional models. The conclusions of this research is to apply proven learning can improve
learning outcomes by 19,22 % on basic competency behavior pattern consumers and Producers in economic activity advice given. Based on the above results, so
suggested to teachers to apply cooperative learning model problem solving can by alternativ because it is proven to improve student learning result in basic competence behavior pattern consumers and Producers in economic activity advice given and to
need advancefing survey to knowled efectiv leearning by using model problem solving.
Keywords: Model Learning Problem Solving, and Learning Outcomes.
viii
PRAKATA
Puji syukur Alhamdulillah penyusun panjatkan atas kehadirat Allah SWT
yang telah melimpahkan rahmat hidayah dan karunianya sehingga penyusun dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran
Pemecahan Masalah (Problem Solving) Dalam Meningkatkan Hasil Belajar
Ekonomi Pada Kompotensi Dasar Pola Perilaku Konsumen dan Produsen dalam
Kegiatan Ekonomi Siswa Kelas X SMA Negeri 2 Sragen” dengan baik.
Penyusunan Skripsi ini ditujukan sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan di Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang. Penyusun
menyadari bahwa penyusunan Skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak,
maka pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penyusun sampaikan
ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. H. Sudijono Sastroatmojo, M.Si., Rektor Universitas Negeri
Semarang atas kesempatan yang diberikan kepada penyusun untuk
menyelesaikan studi di Universitas Negeri Semarang.
2. Dr. S. Martono, M.Si., Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri
Semarang yang telah memberikan kelancaran dalam perijinan penelitian.
3. Dra. Nanik Suryani, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Ekonomi Universitas
Negeri Semarang yang telah memberi kemudahan administrasi dalam
penyusunan skripsi.
4. Drs. Syamsu Hadi, M.Si., dosen pembimbing skripsi I yang telah
membimbing, memberikan arahan, perhatian dan masukan yang sangat
berarti selama penyusunan skripsi.
5. Drs. Subkhan., dosen pembimbing skripsi II yang telah membimbing,
memberikan arahan, perhatian dan masukan yang sangat berarti selama
penyusunan skripsi.
6. Dra. Harnanik, M.Si penguji yang telah membantu mengukur kemampuan
dalam penguasaan materi skripsi dan memberikan pengarahan dalam
penyelesaian skripsi ini.
ix
7. Sumiyati, S.Pd., Guru pengampu mata pelajaran Ekonomi yang telah
bersedia melungkan waktu dan bantuan selama penelitian.
8. Bapak dan Ibu Guru SMA N 2 Sragen yang memberikan doa dan dukungan
selama ini.
9. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang khususnya
Dosen Program Studi Pendidikan Ekonomi atas bekal ilmu pengetahuan yang
tidak ternilai harganya dan mudah-mudahan dapat menjadi ilmu yang
bermanfaat bagi penulis kelak.
10. Keluarga, kakak dan adikku tercinta yang selalu memberikan semangat dan
dukungan selama ini dalam hidup saya sampai selamanya.
11. Seluruh Staf Karyawan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang yang
telah membantu kelancaran studi penyusun.
12. Seluruh pihak yang telah ikut membantu dalam kelancaran penyusunan
skripsi ini yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.
Demikian skripsi ini disusun, Semoga amal dan segala kebaikan mendapat
balasan dan rahmat yang setimpal dari Allah SWT. Akhir kata, semoga karya ini
bermanfaat.
Semarang, Desember 2012
Penyusun
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL............................................................................................. i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................................ ii
PENGESAHAN ................................................................................................... iii
PERNYATAAN ................................................................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ....................................................................... v
SARI ..................................................................................................................... vi
ABSTRACT ......................................................................................................... viii
PRAKATA ............................................................................................................ ix
DAFTAR ISI ........................................................................................................ x
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiv
GAMBAR ............................................................................................................ xv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xvi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 8
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................ 9
26. Surat Ijin Penelitian ............................................................................................... 166
27. Surat Keterangan Penelitian .................................................................................. 167
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu hal penting dalam menentukan maju
mundurnya suatu bangsa, maka untuk menghasilkan sumberdaya manusia sebagai
subyek pembangunan yang baik diperlukan modal dari hasil penelitian itu sendiri.
Pada kenyataannya sistem pendidkan di negara terlalu mengacu pada konsep lama.
Menurut Nurhadi (2004:2) hasil pembelajaran di sekolah dasar dan menengah di
Indonesia menunjukkan ketidak mampuan para siswa menghubungkan antara yang
dipelajari dan bagaimana pengetahuan itu dimanfaatkan untuk memecahkan
persoalan sehari-hari.
Pendidikan memberikan dukungan yang sangat besar terhadap kemajuan
bangsa dan merupakan sarana dalam membangun intelektual suatu bangsa. Terlebih
di era globalisasi sekarang, dimana persaingannya sangat ketat. Untuk itu, di
Indonesia sedang digalakkan pendidikan yang dipersiapkan dalam menghadapi era
yang semakin canggih agar negeri ini tidak ketinggalan jauh dengan negara lain.
Seperti yang tertuang dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan
Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.
2
Kualitas proses belajar mengajar merupakan salah satu faktor yang
menentukan keberhasilan dalam mencapai tujuan pendidikan. Siswa yang belajar di
harapkan mengalami perubahan baik dalam bidang pengetahuan, pemahaman,
keterampilan, nilai, dan sikap. Perubahan tersebut dapat tercapai bila ditunjang
berbagai faktor, misalnya: peran guru, media pembelajaran, dan sarana prasarana.
Faktor yang dapat menghasilkan perubahan juga berpengaruh untuk meningkatkan
hasil belajar. Hasil belajar merupakan alat untuk mengukur sejauh mana siswa
menguasai materi yang telah di ajarkan oleh guru. Oleh karena itu, hasil belajar
merupakan faktor yang paling penting dalam proses belajar mengajar.
Menurut Dimyati (2006:239-253) faktor-faktor yang memberikan kontribusi
terhadap proses dan hasil belajar adalah kondisi internal dan eksternal peserta didik.
Faktor internal meliputi sikap, motivasi, konsentrasi, kemampuan mengolah bahan
belajar, menyimpan perolehan hasil belajar, menggali hasil belajar yang tersimpan,
kemampuan berprestasi, intelegensi, kebiasaan belajar, dan cita-cita. Sedangkan
faktor eksternal di luar diri siswa yaitu guru, sarana dan prasarana, kebijakan
penilaian, lingkungan sekolah dan kurikulum sekolah.
Hamalik (2007: 44) mengajar ialah menyampaikan pengetahuan kepada siswa
didik atau murid di sekolah. Guru sebagai pendidik mempunyai peranan penting
dalam proses pembelajaran di kelas. Proses pembelajaran merupakan inti dalam
pendidikan yang dibangun agar para siswa dapat mentransfer pengetahuan. Selama
pembelajaran berlangsung pengetahuan tersebut harus tersampaikan
secara maksimal agar siswa dapat menerima, mengusai lebih- lebih mengembangkan
materi pelajaran yang disampaikan oleh guru.
3
Ekonomi merupakan ilmu tentang perilaku dan tindakan manusia untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya yang bervariasi, dan berkembang dengan sumber
daya yang ada melalui pilihan-pilihan kegiatan produksi, konsumsi dan distribusi.
Pembelajaran Ekonomi yang diperlukan saat ini adalah pembelajaran yang inovatif,
dimana yang dapat meningkatkan penguasaan materi, sekaligus dapat meningkatkan
kreativitas siswa. Aktivitas siswa sangat diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar
sehingga siswa sebenarnya aktif, sebab siswa sebagai subjek didik adalah yang
merencanakan dan yang melaksanakan belajar, karena pada saat ini yang dibutuhkan
adalah pembelajaran bukan pengajaran.
Belajar yang di lakukan di sekolah tidak semata- mata ditentukan oleh derajat
pemilikan potensi siswa yang bersangkutan, melainkan juga lingkungan, terutama
guru yang profesional. Di dalam proses pembelajaran guru dan siswa merupakan
faktor utama. Makin tinggi interaksi antara guru dan siswa dalam proses
pembelajaran, semakin besar pengaruh positif untuk siswa sebagai motivasi dan
semangat belajar. Upaya guru untuk meningkatkan materi pembelajaran dengan
media atau metode tidak akan banyak berarti apabila guru tidak ikut terlibat di
dalamnya. Siswa cenderung diam, dan takut berkomunikasi yang disebabkan
kurangnya strategi guru untuk melibatkan siswa dalam proses pembelajaran di kelas.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti di SMA N 2 Sragen
tanggal 10-16 Januari 2012, diperoleh informasi dari Guru
bahwa hasil belajar siswa SMA N 2 dikatakan memenuhi Kriteria
Ketuntasan Minimum (KKM) individual apabila peserta didik tersebut memperoleh
nilai sekurang-kurangnya 76, sedangkan peserta didik dikatakan memenuhi KKM
4
klasikal apabila sekurang-kurangnya 75% dari peserta didik yang ada pada kelas
tersebut. Dari wawancara yang dilakukan peneliti kepada Guru pengampu mata
pelajaran ekonomi di SMA N 2 Sragen bahwa hasil belajar siswa masih belum
mencapai KKM. Terbukti pada hasil nilai ulangan harian pada kompotensi dasar
mendeskripsikan pola perilaku konsumen dan produsen dalam kegiatan ekonomi
semester ganjil. Dimana, kompetensi dasar ini terdapat perhitungan yang kurang
disukai oleh sebagian siswa karena mereka lemah pada soal hitung menghitung.
Dari nilai ulangan harian siswa kelas X tersebut, sebagian besar nilai masih
dibawah kriteria ketuntasan minimum (KKM). Tampak data sebagai berikut:
5
Tabel 1.1
Nilai Ulangan Harian Kompotensi Dasar Pola Perilaku Konsumen dan Produsen dalam Kegiatan Ekonomi Kelas X SMA N 2 SRAGEN
No Kelas Jumlah
Siswa
Ketuntasan Belajar Siswa Minimum
Belum Tuntas (%) Tuntas (%)
1 X A 31 16 (52%) 15 (48%)
2 X B 31 13 (44%) 18 (56%)
3 X C 32 18 (56%) 14 (44%)
4 X D 32 15 (47%) 17 (53%)
5 X E 32 6 (18%) 26 (82%)
6 X F 30 18 (60%) 12 (40%)
7 X G 30 17 (57%) 13 (43%)
8 X H 30 16 (53%) 14 (47%)
9 X I 30 16 (53%) 14 (47%)
Rata-rata
Ketuntasan 51 % 49 %
Sumber: SMA N 2 SRAGEN, Tahun 2010.
Data di atas menunjukan bahwa, nilai pada kompotensi dasar
mendeskripsikan pola perilaku konsumen dan produsen dalam kegiatan ekonomi
hasil belajarnya yang sudah sesuai dengan KKM atau diatas KKM menunjukkan
prosentase hanya 51 %, selebihnya 49 % siswa tidak tuntas. Sehingga dapat
dikatakan bahwa hasil belajar siswa untuk kompotensi dasar ini masih rendah, karena
prosentase ketuntasan siswa sebesar 51 % masih jauh dari target ketuntasan minimal
yang ditentukan sekolah yaitu 75 %.
6
Kondisi siswa dalam proses pembelajaran di kelas tersebut cenderung kurang
memerhatikan pada penjelasan Guru, jika diberi kesempatan untuk bertanya tidak
ada yang bertanya, begitu pula sebaliknya. Apabila diberikan pertanyaan, siswa
tidak menjawab justru berbicara dengan temannya sehingga suasana di kelas menjadi
gaduh. Model yang digunakan oleh Guru saat itu dalam kegiatan belajar mengajar
masih sebatas pembelajaran konvensional yaitu ceramah dan latihan soal dalam
mengajar Ekonomi, dimana menjadikan siswa merasa jenuh dan kurang
berpartisipasi aktif selama pembelajaran berlangsung di kelas. Dari wawancara
dengan Guru mata pelajaran Ekonomi, peneliti menduga bahwa model yang
diajarkan Guru kurang pas. Untuk memperkuat penyebab hal itu, peneliti
menyebarkan angket dan wawancara kepada siswa. Hasil angket awal yang
dibagikan kepada sebagian siswa juga menyatakan bahwa siswa masih kesulitan
memahami materi ekonomi yang diterangkan oleh Guru. Adapun hasil angket awal
dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 1.2
Analisis Hasil Angket Survei Pendahuluan Persepsi Siswa Tentang Model Pembelajaran oleh Guru
Kriteria Predikat Jumlah Persentase
76-100% Tidak Setuju 25 81
51-75% Kurang Setuju 6 19
26-50% Setuju 0 0
0-25% Sangat Setuju 0 0
Sumber: SMA N 2 SRAGEN data primer diolah, tahun 2012
7
Informasi yang diperoleh dari Guru pengampu mata pelajaran Ekonomi
mengenai jumlah siswa siswa kelas X tahun ajaran 2011/ 2012 yang telah mencapai
KKM.
Siswa cenderung memerlukan variatif dalam proses pembelajaran. Kemudian
peneliti mencoba menyodorkan model problem solving. Peneliti menganggap bahwa
bahwa model problem solving sesuai dengan kompotensi dasar ini. Dimana kesulitan
pada perhitungan dan pemahaman konsep. Seperti kebanyakan model problem
solving diterapkan untuk Matematika. Menurut Suyitno (2004:36) pemilihan model
pembelajaran problem solving dipandang sebagai model pembelajaran yang mampu
meningkatkan kemampuan peserta didik dalam berpikir tinggi. Menurut Sanjaya
(2007:216) tujuan yang ingin dicapai dari model pembelajaran ini adalah
kemampuan siswa untuk berpikir kritis, analitis, dan logis untuk menemukan
alternatif pemecahan masalah melalui eksplorasi data secara empiris dalam ra ngka
menumbuhkan sikap ilmiah.
Dengan model pembelajaran problem solving ini dapat merangsang peserta
didik dalam menghadapi masalah untuk berpikir dan menggunakan pikirannya dalam
pemecahan masalah serta sesuai dengan tujuan pembelajaran Ekonomi, yang dirasa
tepat dengan kompotensi dasar ini. Dalam problem solving ini memusatkan perhatian
pada masalah, dan menjadikan belajar mandiri serta aktif dalam pembelajaran.
Sebagaimana yang sesuai dengan penelitian terdahulu oleh Heni Susilowati (2007)
bahwa dengan model problem solving mampu mencapai ketuntasan belajar sebesar
70,16. Penelitian lain yang dilaksanakan oleh Rina Harwati (2010) bahwa dengan
problem solving lebih efektif dibandingkan dengan model konvensional. Sedangkan,
8
menurut Suyadi (2009) hasil penelitian lain yang dilakukan di SMP Negeri se-
Kabupaten Sragen menunjukkan prestasi belajar dengan model pembelajaran
problem solving lebih baik.
Dalam pembelajaran dengan menerapkan model problem solving ini,
langkah-langkah yang harus ditempuh Suyitno (2004:37) adalah (1) Guru
mengajarkan materi seperti biasa (2) Dengan tanya jawab, guru memberikan contoh
soal (3) Guru memberikan 1 atau 2 soal yang harus dipecahkan siswa berdasarkan
persyaratan soal sebagai sebuah problem (4) Siswa dengan dipandu Guru
menyelesaikan soal yang dipakai sebagai bahan ajar dalam model pembelajaran
pemecahan masalah.
Diskusi yang sudah berlangsung sekarang, hanya biasa saja tidak menemukan
penyelesaian secara tepat, untuk itu peneliti mengadakan penelitian berjudul
“Penerapan Model Pembelajaran Pemecahan Masalah (Problem Solving) Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Ekonomi Pada Kompotensi Dasar Mendeskripsikan
Pola perilaku Konsumen dan Produsen dalam Kegiatan Ekonomi Siswa Kelas X
SMA Negeri 2 Sragen”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka permasalahan
yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah apakah penerapan model
pembelajaran problem solving dapat meningkatkan hasil belajar ekonomi lebih tinggi
dibandingkan dengan metode konvensional pada kompotensi dasar mendeskripsikan
9
pola perilaku konsumen dan produsen dalam kegiatan ekonomi siswa X SMA Negeri
2 Sragen?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui penerapan model pembelajaran problem solving dapat
meningkatkan hasil belajar ekonomi lebih tinggi dibandingkan dengan metode
konvensional pada kompotensi dasar mendeskripsikan pola perilaku konsumen dan
produsen dalam kegiatan ekonomi siswa X SMA Negeri 2 Sragen.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat diharapkan dapat memberikan pengalaman bagi
peneliti tentang penerapan problem solving dalam pembelajaran ekonomi.
Selain itu, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan untuk meningkatkan
hasil belajar siswa.
2. Bagi Guru
- Dapat memberikan informasi tentang penerapan model problem
solving pada pembelajaran ekonomi dalam meningkatkan hasil belajar
kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa.
- Dapat memperoleh pengetahuan dalam mengadakan variasi
pembelajaran ekonomi yang inovatif.
10
3. Bagi Siswa
- Siswa lebih termotivasi untuk belajar secara mandiri.
- Siswa lebih mudah memahami materi karena berperan langsung dan
aktif dalam pembelajaran.
- Dapat menciptakan pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna
serta dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
4. Bagi Sekolah
Diharapkan dapat memberikan dapat memberikan masukan bagi sekolah,
agar lebih memperhatikan metode pengajaran variatif sehingga siswa
menjadi lebih aktif dalam belajar dan hasil belajarnya mencapai kriteria
ketuntasan minimal, sehingga tujuan pendidikan mencerdaskan bangsa
dapat tercapai.
11
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Tinjauan tentang Belajar dan Pembelajaran
2.1.1. Pengertian belajar
Belajar merupakan kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dalam diri manusia.
Belajar sudah menjadi kebutuhan manusia untuk dapat mengembangkan diri. Belajar
merupakan bagian kehidupan manusia yang berkaitan dengan berbagai hal yang
terjadi dalam diri manusia. Berbagai hal tersebut akan mendukung adanya perubahan
tingkah laku yang sesuai dengan hasil belajar.
Banyak ahli yang mengemukakan pendapat tentang pengertian belajar.
Menurut Anni (2004:2) menyatakan bahwa belajar merupakan proses penting bagi
perilaku manusia dan mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan.
Begitu pula menurut Slavin (1994:152) yang menyatakan bahwa belajar merupakan
perubahan individu yang disebabkan oleh pengalaman. Sedangkan menurut Gagne
(1977:3) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan disposisi atau kecakapan
manusia, yang berlangsung selama periode tertentu, dan perubahan perilaku ini tidak
berasal dari proses pertumbuhan (dalam Anni, 2009:82). Menurut Sadirman
(2007:20) belajar diartikan sebagai perubahan tingkah laku atau penampilan dengan
serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, meniru dan
sebagainya.
Menurut Anni (2006:2) belajar merupakan proses penting bagi perubahan
perilaku dan mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan. Menurut Syah
12
(2007:63) belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat
fundamental dalam penyelenggarakan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Menurut
Slameto (2010:2) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai
hasil dari pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Menurut Anni (2006:68) belajar menurut pandangan kontruktivistik adalah
lebih dari sekedar mengingat. Seseorang yang mampu dan menerapkan pengetahuan
yang dipelajari, maka mereka harus mampu memecahkan masalah, menemukan
sesuatu untuk dirinya sendiri, dan berkutat dengan berbagai gagasan.
2.1.2. Pengertian pembelajaran
Menurut Sudjana dalam Uno (2008:83) pembelajaran adalah upaya untuk
membelajarkan siswa. Secara implisit dalam pembelajaran terdapat kegiatan
memilih, menetapkan, mengembangkan metode untuk mencapai hasil pembelajaran
yang diinginkan. Tujuan dari pembelajaran itu sendiri adalah membantu siswa agar
memperoleh berbagai pengalaman dan dengan pengalaman itu tingkah laku menjadi
bertambah, baik kuantitas maupun kualitasnya. Menurut Darsono (2002:26) tingkah
laku yang dimaksud meliputi pengetahuan, keterampilan, dan perilaku siswa.
Pembelajaran yang memiliki tujuan jelas diharapkan diperoleh manfaat sebagai
berikut:
a. Pengajaran menjadi lebih baik dan efektif b. Hasil belajar dicapai lebih efisien
c. Model pembelajaran yang sesuai dapat dipilih secara lebih mudah d. Mudah cara menyusun alat evaluasi
e. Hasil evaluasi akan lebih baik ( Slameto, 2010: 32-33)
13
Adapun komponen-komponen pembelajaran menurut Djamarah dan Zain
(2010:41-50) kegiatan belajar mengajar sebagai suatu sistem mengandung sejumlah
komponen yang meliputi tujuan, bahan pelajaran, kegiatan belajar mengajar, metode,
alat dan sumber serta evaluasi.
a. Tujuan Tujuan dari kegiatan belajar mengajar adalah cita-cita yang ingin dicapai
dari pelaksanaan suatu kegiatan. Tidak suatu kegiatan yang diprogramkan tanpa tujuan karena hal itu adalah suatu hal yang tidak memiliki kepastian dalam menentukan dalam menentuka ke arah mana kegiatan itu dibawa.
b. Bahan Pelajaran Bahan pelajaran adalah substansi yang akan disampaikan dalam proses
belajar mengajar. Bahan sebagai sumber belajar dalam proses belajar mengajar yang akan disampaikan kepada anak didik.
c. Kegiatan Belajar Mengajar
Kegiatan belajar mengajar adalah inti kegiatan dalam pendidikan. Segala sesuatu yang telah diprogramkan akan dilaksanakan dalam proses belajar
mengajar. Kegiatan belajar mengajar akan menentukan sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai.
d. Metode
Metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Metode dalam kegiatan belajar mengajar yang diperlukan oleh guru dan penggunaannya bervariasi sesuai dengan tujuan
yang ingin dicapai setelah pengajaran berakhir. e. Alat
Menurut Marimba dalam Djamarah dan Zain (2010:47) alat adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan dalam rangka mencapai tujuan pengajaran. Alat sebagai perlengkapan untuk membantu mempermudah
usaha mencapai tujuan dan alat sebagai tujuan. f. Sumber Pelajaran
Merupakan bahan atau materi untuk menambah ilmu pengetahuan yang mengandung hal-hal baru bagi pelajar. Segala sesuatu dapat dipergunakan sebagai sumber belajar dengan kepentingan guna mencapai tujuan yang
telah diterapkan. g. Evaluasi
Evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dan sesuatu.
Hakikat belajar dan mengajar dengan pola progresif berbeda dengan hakikat
belajar dan mengajar dengan pola tradisional. Pada pola tradisional, kegiatan
mengajar lebih diarahkan pada aliran informasi dari guru ke siswa. Pandangan ini
14
mendorong guru untuk memerankan diri sebagai tukang ajar. Artinya apabila guru
mengajar ia lebih mempersiapkan dirinya supaya berhasil dalam menyampaikan serta
menuntaskan/ menyelesaikan semua materi pelajaran sesuai dengan waktu yang
disediakan. Pada pola progresif makna belajar diartikan sebagai pembangunan
gagasan pengetahuan oleh siswa sendiri berupa peningkatan ketrampilan dan
pengembangan sikap positif.
Oleh karena itu istilah mengajar yang dianggap berkonotasi “teachers
centered” diganti dengan istilah pembelajaran. Pembelajaran berasal dari kata
“instruction”. Menurut Gagne, Briggs, dan Wager (1992) , pembelajaran adalah
serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar
pada siswa ( dalam Winataputra, 2008: 19).
Menurut Winataputra (2008: 21) belajar dan pembelajaran merupakan konsep
yang saling berkaitan. Jika belajar sebagaimana diuraikan di atas lebih ditekankan
kepada adanya perubahan tingkah laku pada diri siswa, maka tujuan pembelajaran
mengacu pada kemampuan atau kompetensi yang diharapkan dimiliki siswa setelah
mengikuti suatu pembelajaran tertentu. Jadi, apabila tujuan pembelajaran tercapai
maka akan nampak pada diri siswa perubahan-perubahan yang meliputi kemampuan
intelektual, sikap atau minat maupun keterampilan.
2.1.3. Hasil belajar
Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh siswa setelah
mengalami aktivitas belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tersebut
tergantung pada apa yang dipelajari oleh siswa. Perubahan sebagai hasil proses dapat
15
ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, ketrampilan serta
perubahan aspek-aspek lain yang ada pada siswa.
Menurut Anni (2007: 7-12) Benyamin S. Bloom menyampaikan tiga
taksonomi yang disebut dengan ranah belajar, yaitu: ranah kognitif, ranah afektif dan
ranah psikomotorik seperti yang dikemukakan oleh Anni yaitu:
a. Ranah Kognitif
Berkenaan dengan hasil berupa pengetahuan, kemampuan dan kemahiran intelektual yang terdiri dari enam aspek, yaitu pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan (application), analisis (analysis), sintesis
(synthesis) dan penilaian (evaluaation).
b. Ranah Afektif Berkenaan dengan nilai, minat, dan sikap yang terdiri dai lima aspek
yaitu penerimaan (receiving), penanggapan (responding), penilaian (valuing),
pengorganisasi (organization), dan pemebntukan pola hidup (organization by a value complex).
c. Ranah Psikomotorik Berkenaan dengan kemauan fisik seperti keterampilan motorik dan saraf,
manipulasi objek dan koordinasi syaraf. Kategori perilaku ranah psiko motorik
adalah persepsi (perception), kesiapan (set), gerakan terbimbing (guided response), gerakan terbiasa (mechanism), gerakan komplek (complex over response),penyesuaian (adaptation), dan kreativitas (originality).
Berdasarkan uraian di atas, hasil yang diperoleh siswa setelah mengalami
aktivitas belajar atau proses belajar disebut hasil belajar.
Faktor-Faktor yang memengaruhi hasil belajar
Hasil belajar yang optimal tidak terlepas dari faktor- faktor yang
mempengaruhi hasil belajar. Menurut Slameto (2003:54-57), faktor- faktor yang
memengaruhi prestasi belajar adalah:
A. Faktor Intern meliputi antara lain: 1. Faktor Jasmaniah, terdiri dari:
a. Faktor Kesehatan, sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan
beserta bagian-bagiannya/ bebas dari penyakit. Kesehatan adalah keadaan atau hal sehat. Kesehatan seseorang berpengaruh terhadap
belajarnya.
16
b. Cacat Tubuh
Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kuarng baik atau kurang sempurna mengenai tubuh atau badan. Cacat itu berupa buta, tuli, setengah buta, setengah tuli, patah kaki, patah tangan, lumpuh
dan lain- lain.
2. Faktor Psikologis Ada tujuh faktor yang tergolong ke dalam faktor psikologis yang
mempengaruhi belajar. Faktor- faktor tersebut adalah:
a. Intelegensi adalah kecakapan yang terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi
yang baru dengan cepat dan efektif, mengetahui menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara afaktif, mengetahui relasi dan mempelajari dengan cepat.
b. Perhatian Perhatian menurut Gozali adalah keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa
itu pun semata-mata tertuju kepada suatu objek ( benda/ hal) atau sekumpulan objek. Untuk dapat meminjam hasil belajar yang baik, maka siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang
dipelajarinya. c. Minat
Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Minat besar pengaruhnya terhadap belajar, karena bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai
dengan minat siswa maka siswa tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya.
d. Bakat Bakat adalah kemampuan untuk belajar. Jika bahan pelajaran yang dipelajari siswa sesuai dengan bakatnya maka hasil belajarnya lebih
baik karena ia senang belajar dan pastilah selanjutnya ia lebih giat dalam belajarnya.
e. Motif Motif erat kaitannya dengan tujuan yang akan dicapai. Motif yang kuat sangatlah perlu dalam belajar, di dalam membentuk motif yang
kuat itu dapat dilaksanakan dengan adanya latihan- latihan. f. Kematangan
Kematangan adalah suatu tingakat fase dalam pertumbuhan seseorang, dimana alat-alat tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan kecakapan baru.
g. Kesiapan Kesiapan adalah kesediaan untuk memberi respon bereaksi. Kesiapan
ini perlu diperhatikan dalam proses belajar, karena jika siswa belajar dan padanya sudah ada kesiapan maka hasil belajarnya akan lebih baik.
17
3. Faktor Kelelahan
Kelelahan pada seseorang dibedakan menjadi dua macam yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani.
B. Faktor Ekstern
Faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu. Faktor ekstern yang berpengaruh terhadap hasil belajar dapat dikelompokkan menjadi 3 faktor, yaitu:
1. Faktor Keluarga Keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan utama. Faktor
keluarga terdiri dari beberapa faktor yang mempengaruhi belajar siswa yaitu, cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah,
keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua dan latar belakang kebudayaan.
2. Faktor sekolah, terdiri dari: a. Metode Mengajar
Metode mengajar adalah suatu cara atau jalan yang harus dilalui di dalam belajar. Metode mengajar mempengaruhi belajar siswa. Metode mengajar guru yang kurang baik akan mempengaruhi belajar siswa
yang tidak baik pula. Metode mengajar yang kurang baik misalnya karena guru kurang persiapan dan kurang mengusai bahan pelajaran
sehingga guru menyajikan tidak jelas. Guru biasa mengajar dengan metode ceramah. Siswa menjadi bosan, mengantuk, pasif dan hanya mencatat saja. Guru haruslah berani mencoba metode-metode baru
yang dapat membantu meningkatkan kegiatan belajar mengajar dan meningkatkan motivasi siswa untuk belajar.
b. Kurikulum Kurikulum diartikan sebagai sejumlah kegiatan yang diberikan kepada siswa. Kegiatan itu sebagian besar adalah menyajikan bahan pelajaran
agar siswa menerima, mengusai dan mengembangkan bahan pelajaran. Kurikulum yang kurang baik berpengaruh tidak baik
terhadap belajar. c. Relasi Guru dengan Siswa
Proses belajar terjadi antara guru dengan siswa. Proses tersebut
dipengaruhi oleh relasi yang ada dalam proses itu sendiri. Guru yang kurang berinteraksi dengan siswa secara akrab menyebabkan proses
belajar mengajar itu kurang lancar. d. Relasi Siswa dengan Siswa
Menciptakan relasi yang baik antar siswa adalah perlu agar dapat
memberikan pengaruh yang positif terhadap belajar siswa. e. Disiplin Sekolah
Disiplin akan memberikan pengaruh positif terhadap belajar siswa. Dengan demikian agar siswa belajar lebih maju, siswa harus disiplin
18
di dalam belajar baik di sekolah maupun di rumah. Siswa akan
disiplin apabila Guru dan staf yang lain disiplin pula. f. Alat Pelajaran
Alat pelajaran erat hubungannya dengan cara belajar siswa, karena
alat pelajaran yang dipakai guru waktu mengajar dipakai pula oleh siswa untuk menerima bahan yang diajarkan. Alat-alat tersebut antara
lain buku di perpustakaan, laboratorium atau media-media lain. Mengusahakan alat pelajaran yang baik dan lengkap adalah perlu agar guru dapat mengajar dengan baik sehingga siswa dapat menerima
pelajaran dengan baik serta belajar dengan baik pula. g. Waktu Sekolah
Waktu sekolah ialah waktu terjadinya proses belajar mengajar di sekolah. Waktu sekolah juga mempengaruhi belajar siswa. Waktu belajar yang baik adalah pagi hari karena pikiran masih segar, jasmani
dalam kondisi yang baik. Jadi memilih waktu sekolah yang tepat akan memberi pengaruh positif terhadap belajar.
h. Standart Pelajaran di atas Kurikulum Guru dalam menuntut penguasaan materi harus sesuai dengan kemampuan siswa masing-masing, yang penting tujuan yang telah
dirumuskan dapat tercapai. i. Keadaan Gedung
Keadaan gedung mempengaruhi belajar siswa. Jumlah siswa yang banyak dan variasi karakteristik masing-masing menuntut keadaan gedung yang memadai di dalam kelas. Keadaan yang memadai akan
memberi kenyamanan siswa dalam belajar. j. Metode Belajar
Banyak siswa yang melaksanakan cara belajar yang salah, dengan cara belajar yang tepat akan efektif pula hasil belajarnya.
k. Tugas Rumah
Waktu belajar terutama adalah di sekolah, disamping untuk belajar waktu di rumah digunakan untuk kegiatan-kegiatan lain. Maka
diharapkan Guru jangan terlalu banyak memberi tugas yang harus dikerjakan di rumah, sehingga anak mempunyai waktu untuk kegiatan lain.
3. Faktor masyarakat
Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap belajar siswa. Pengaruh itu karena keberadaan siswa dalam masyarakat. Faktor-faktor tersebut antara lain:
a. Kegiatan siswa dalam masyarakat Kegiatan siswa dalam masyarakat dapat menguntungkan terhadap
perkembangan pribadinya. Akan tetapi perlu kiranya membatasi kegiatan siswa dalam masyarakat supaya jangan sampai menganggu belajarnya
.
19
b. Mass media
Yang termasuk mass media adalah bioskop, radio, televisi, surat kabar, majalah, buku-buku, komik, dan lain- lain. Mass media yang baik memberi pengaruh yang baik terhadap siswa dan juga pengaruh terhadap belajarnya.
c. Teman bergaul Pengaruh dari teman bergaul siswa lebih cepat masuk dalam jiwanya
daripada yang tidak terduga. Teman bergaul yang baik akan berpengaruh baik terhadap diri sendiri, begitu juga sebaliknya, teman bergaul yang jelek pasti mempengaruhi sifat jelek juga. Agar siswa dapat belajar dengan baik, maka
perlu diusahakan siswa memiliki teman bergaul yang baik dan pembinaan pergaulan yang baik serta pengawasan dari orang tua dan pendidik harus
bijaksana. d. Bentuk kehidupan masyarakat
Kehidupan masyarakat sekitar siswa juga berpengaruh terhadap belajar siswa.
Maka perlu diuasahakan lingkungan yang baik agar dapat memberi pengaruh positif terhadap anaknya atau siswa sehingga dapat belajar dengan sebaik-
baiknya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar dipengaruhi
oleh faktor intern yang berasal daridalam diri siswa dan faktor ekstern yang berasal
dari luar diri siswa seperti didalamnya terdapat metode belajar, media/ alat
pembelajaran. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
pemecahan masalah (problem solving).
2.2. Model Pembelajaran
2.2.1. Pengertian model pembelajaran
Keberhasilan proses belajar mengajar salah satunya ditentukan oleh model
atau metode pembelajaran untuk menyampaikan materi yangdiajarkan oleh guru
didalam kelas. Menurut Mills dalam Suprijono (2009:45) berpendapat bahwa model
adalah bentuk reprensentasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan
seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu. Model
merupakan interpretasi terhadap hasil observasi dan pengukuran yang diperoleh dari
beberapa sistem.
20
Menurut Suprijono (2009:46) model pembelajaran merupakan landasan
praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar
yang dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasinya pada tingkat
operasional di kelas. Model pembelajaran juga dapat diartikan sebagai pedoman
dalam merencanakan pembelajaran di kelas. Menurut Trianti (2007:3) model
pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematik
dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapi tujuan belajar tertentu
dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancangan pembelajaran dan para Guru dalam
merancang dan melaksanakan pembelajaran.
Selain itu menurut Arends dalam Suprijono (2009:46) model pembelajaran
mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan
pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran
dan pengelolaan kelas. Merujuk pemikiran Joyce dalam Suprijono (2009:46) fungsi
model adalah “each model guildes us as we design instruction to help students
achieve various objektives”. Melalui model pembelajaran Guru dapat membantu
peserta didik mendapatkan informasi, ide, keterampilan, cara berpikir, dan
mengekpresikan ide. Selain itu, model pembelajaran juga dapat berfungsi sebagai
pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para Guru dalam merencanakan
aktivitas belajar mengajar.
Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari pada
strategi, metode atau prosedur. Menurut Trianto (2007:16) model pembelajaran
mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode atau
prosedur. Ciri-ciri tersebut adalah:
21
a. Rasional teoritik logis yang disusun oleh para pencipta atau
penembangnya. b. Landasan operasional tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan
pembelajaran yang akan dicapai).
c. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil
d. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai.
Menurut Saptorini (2007:22) dengan berbagai model pembelajaran, Guru
dapat memvariasikan kegiatan belajar mengajar yang dilakukan sehingga senantiasa
menjaga perhatian siswa agar tetap terpaku pada kegiatan yang direncanakan Guru,
termotivasi untuk selalu belajar, melakukan dengan kesungguhan dalam mengikuti
semua kegiatan baik berupa eksperimen, mengamati, bertanya jawab dengan nara
sumber, maupun kegiatan lainnya.
2.2.2. Pembelajaran konvensional
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:592) pembelajaran
konvensional adalah pembelajaran yang harus dilakukan oleh Guru seperti metode
ceramah, tanya jawab dan latihan soal. Metode pembelajaran yang digunakan oleh
Guru dalam mengajar mata pelajaran Ekonomi selama ini masih bersifat
konvensional. Model pembelajaran konvensional ini tidak dapat seluruhnya di
tinggal, karena Guru harus melakukan model konvensional pada setiap per temuan,
setidak-tidaknya pada awal pembelajaran di lakukan. Atau awal pertama kita
memberikan kepada anak didik sebelum kita menggunakan model pembelajaran
yang akan digunakan.
Menurut Umamik (2006:25) pembelajaran konvensional memilki kelemahan
dan kelebihan adalah sebagai berikut:
22
a. Keuntungan pembelajaran model konvensional yaitu antara lain:
1) Memudahkan untuk mengefisiensikan akomodasi dan sumber-sumber peralatan,
2) Mempermudah penggunaan jadwal yang efektif. Dengan tipe
pembelajaran seperti ini, Guru dapat membuat situasi belajar yang berbeda dari para peserta didik. Semua rancangan dibuat untuk
disesuaikan dengan materi/ bahan yang sedang diajarkan, tingkat dan pengalaman peserta didik.
b. Kelemahan pembelajaran konvensional adalah sebagai berikut:
1) Keberhasilan sangat bergantung pada keterampilan dan kemampuan Guru.
2) Kemungkinan masih banyak interprestasi. 3) Metode mengajar aktual yang akan diterapkan mungkin tidak sesuai
untuk mengajar keterampilan dan sikap yang diinginkan.
4) Pembelajaran cenderung bersikap memberi atau menyerahkan pengetahuan dan membatasi jangkauan peserta didik, sehingga peserta
didik terbatas dalam memilih topik yang disukai dan relevan dengan paket keterampilan yang dipelajari.
2.2.3. Pembelajaran kooperatif
2.2.3.1 Pengertian pembelajaran kooperatif
Menurut Soedibyo (2003:44) model pembelajaran kooperatif dikembangkan
berdasarkan teori belajar kontruktivis. Hal ini terlihat pada salah satu teori Vigotsky
yaitu penekanan pada hakikat sosiokultural dari pembelajaran Vigotsky yakni bahwa
fase metal yang lebih tingi pada umumnya muncul pada percakapan atau kerjasama
antara individu sebelum fungsi mental yang lebih tingi terserap dalam individu
tersebut. Implikasi dari teori Vigotsky dikehendaki susunan kelas berbentuk
kooperatif.
Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dengan setting
kelompok-kelompok kecil dengan memperhatikan keberagaman anggota kelompok
sebagai wadah siswa bekerjasama dan memecahkan suatu masalah melalui interaksi
sosial dengan teman sebayanya, memberikan kesempatan pada peserta didik untuk
23
mempelajari sesuatu dengan baik pada waktu yang bersamaan dan ia menjadi
narasumber bagi teman lain. Menurut Slavin dalam Doantara (2008) pembelajaran
kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok, siswa dalam
satu kelas dijadikan kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 5 orang
untuk memahami konsep yang difasilitasi oleh guru.
Menurut Nur dalam Isjoni (2009:27), pembelajaran kooperatif adalah suatu
model pembelajaran yang mengelompokkan siswa untuk tujuan penciptaan
pembelajaran yang berhasil mengintegrasikan keterampilan sosial yang bermuatan
akademik. Menurut Sanjaya (2007:242), Cooperative Learning merupakan model
pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokan/ tim kecil, yaitu antara
empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik,
jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (heterogen). Pada hakikatnya model
pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran di mana siswa dapat belajar,
bekerja sama dan berinteraksi dengan sesama siswa, sehingga dapat mencapai tujuan
pembelajaran yang optimal.
Berdasarkan pengertian dari pembelajaran kooperatif, Sanjaya (2007:246)
menyebutkan ada 4 prinsip dalam pembelajaran kooperatif ,yaitu :
a. Prinsip ketergantungan positif Dalam pembelajaran kooperatif ada tujuan kelompok yang harus
dicapai, setiap anggota kelompok mendapatkan tugas sesuai kesepakatan kelompok. Bila ada anggota yang tidak bisa menyelesaikan tugas, maka anggota yang lain diharapkam mau
membantu, inilah yang dimaksud dengan ketergantungan positif. b. Tanggung jawab individual
Setiap anggota bertanggung jawab atas tugas yang diberikan. Setiap anggota harus memberikan yang terbaik untuk keberhasilan kelompoknya.
24
c. Interaksi Tatap Muka
Pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan yang luas pada anggota kelompok untuk bertatap muka saling bertukar informasi dan saling membelajarkan.
d. Partisipasi dan Komunikasi Pembelajaran kooperatif melatih siswa untuk mampu
berpartisipasi aktif dan berkomunikasi.
Pengertian pembelajaran kooperatif masih sangat luas, memungkinkan
berbagai macam tehnik dalam pelaksanaannya. Namun secara umum dalam setiap
tekhnik memiliki unsur yang sama, seperti yang di ungkapkan oleh Johnson dan
Holubec yang dikutip oleh Adeyemi (2008) menyebutkan beberapa elemen dalam
pembelajaran kooperatif, yaitu :
a. Siswa yang tergabung dalam sebuah kelompok harus merasa
bahwa mereka bagian dari tim dan memiliki tujuan bersama yang harus dicapai
b. Siswa menyadari bahwa yang dihadapi adalah masalah kelompok dan berhasil tidaknya kelompok menjadi tanggung jawab bersama
c. Siswa harus mendiskusikan masalahnya dengan seluruh anggota
kelompoknya untuk mendapat hasil yang maksimal
Menurut Parveen (2011) penerapan pembelajaran kooperatif ini telah
banyak dilakukan dalam pendidikan, diantaranya pembelajaran kooperatif terbukti
dapat meningkatkan prestasi akademik siswa dalam mata pelajaran Ilmu sosial.
2.2.3.2 Unsur-unsur pembelajaran kooperatif
Unsur-unsur dalam pembelajaran kooperatif menurut Isjoni (2009:16-17)
adalah sebagai berikut:
a. Siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang
bersama”. b. Para siswa harus memiliki tanggungjawab terhadap siswa atau peserta didik
lain dalam kelompoknya, selain tanggungjawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi.
c. Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memilki tujuan yang
sama.
25
d. Para siswa berbagi tugas dan berbagi tanggungjawab di antara para anggota
kelompok. e. Para sisiwa diberikan suatu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut
berpengaruh terhadap evaluasi kelompok.
f. Para siswa berbagi kepemimipinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama selam belajar.
g. Setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Pembelajaran koopertif adalah suatu sistem yang di dalamnya terdapat
elemen-elemen yang saling terkait. Elemen-elemen tersebut ( Wena, 2009:190-192)
adalah:
a. Saling ketergantungan positif
Saling ketergantungan dalam hal ini adalah hubungan yang saling membutuhkan antara siswa yang satu dengan siswa yang lain. Suasana saling
ketergantungan tersebut dapat diciptakan melalui berbagai strategi yaitu: 1) Saling ketergantungan dalam pencapaian tujuan 2) Saling ketergantungan dalam menyelesaikan tugas
3) Saling ketergantungan bahan atau sumber belajar 4) Saling keteregantungan peran
5) Saling ketergantungan hadiah
b. Interaksi tatap muka
Menurut Nurhadi dan Senduk dalam Wena (2009:191) interaksi tatap muka
menuntut para siswa dalam kelompok saling bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya dengan guru, tetapi juga dengan sesama siswa. Sehingga dalam proses belajar para siswa dapat saling menjadi sumber belajar dan
sumber belajar yang didapat lebih bervariasi.
c. Akuntabilitas individual
Mengingat pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dalam kelompok,
maka setiap anggota harus belajar dan menyumbangkan pikiran demi keberhasilan kelompok. Kondisi belajar yang demikian akan mampu menumbuhkan tanggung jawab (akuntabilitas) pada masing-masing individu siswa. Tanpa adanya tanggung
jawab individu, keberhasilan kelompok akan sulit tercapai.
d. Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi
Pembelajaran kooperatif dituntut untuk membimbing siswa dapat
berkolaborasi, bekerja sama dan bersosialisasi antar anggota kelompok. Menurut Lie dalam Wena (2009:192) ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengeloalaan kelas model pembelajaran kooperatif, yaitu pengelompokkan, semangat
26
pembelajaran kooperatif, dan penataan ruang kelas. Ketiga faktor tersebut harus
diperhatikan dan dijadikan pedoman guru dalam menerapkan pembelajaran kooperatif di kelas.
2.2.3.3 Langkah-langkah pembelajaran kooperatif
Terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam memulai pembelajaran
kooperatif yang akan di lihat dalam tabel tahapan pembelajaran kooperatif,yaitu
sebagai berikut:
Tabel 2.1 Tahapan-tahapan Model Pembelajaran Kooperatif
Fase Tingkah Laku Guru
Fase 1 Menyampaikan tujuan dan
memotivasi siswa
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada
pelajaran tersebut dan memotivasi siswa untuk belajar.
Fase 2 Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau
lewat bahan bacaan.
Fase 3 Mengorganisasikan siswa ke dalam
kelompok kooperatif
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk
kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efesien.
Fase 4 Membimbing kelompok bekerja dan bekerja
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.
Fase 5
Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar
tentang matei yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase 6 Memberikan penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok
( sumber Ibrahim, 2000:6-7)
27
2.2.3.4 Keuntungan model pembelajaran kooperatif
Adapun keuntungan pembelajaran koperatif menurut Isjoni (2009:34-
36) antara lain:
a. Pembelajaran Aktif Model pembelajaran kooperatif mengharuskan setiap siswa aktif berinteraksi satu sama lain.
b. Keterampilan sosial Siswa belajar berinteraksi dengan siswa lain, mengembangkan keterampilan
interpersonal, komunikasi, kepemimpinan, berkompromi dan berkolaborasi. c. Saling ketergantungan
Ketergantungan positif dan kepercayaan kelompok dikembangkan dengan
adanya interaksi siswa untuk mencapai tujuan yang sama. d. Akuntabilitas Individu
Apabila kelompok mencapai keberhasilan dan sukses itu adalah akibat dari setiap individu yang ada dalam kelompok. Setiap siswa belajar untuk mendapatkan pengakuan dari apa yang mereka lakukan. Pada model
pembelajaran kooperatif ini selalu digunakan suatu mekanisme untuk menguji siswa secara individu maupun secara kelompok.
2.2.3.5 Kelemahan pembelajaran kooperatif
Adapun kelemahan pembelajaran koperatif (Isjoni,2009:36-38) antara
lain:
a. Kecocokan antar siswa
Untuk membentuk kelompok kadang-kadang sangat sulit untuk menggabungkan siswa yang mau bekerja sama dengan baik. Guru harus
mengetahui siswanya dengan baik untuk membentuk kelompok yang dapat berfungsi dengan baik.
b. Ketergantungan Siswa
Guru yang hanya mempercayai siswa yang pintar untuk mengkoordinasikan belajar pada kelompoknya akan menggagalkan tujuan pembelajaran
kooperatif. Guru harus membagi pengelolaan kelompok sehingga benar-benar terjadi kolaborasi.
c. Memerlukan Waktu Yang Banyak
Model pembelajaran kooperatif ini memerlukan waktu yang lebih banyak untuk mempelajari materi pelajaran dibandingkan dengan model
pembelajaran lainnya. d. Individualist
Siswa yang suka bekerja secara independent tidak menyukai model
pembelajaran kooperatif ini.
28
e. Keterbatasan Logistik/ Bahan
Guru harus menyiapkan banyak informasi yang menjadi tanggung jawab
siswa untuk mempelajarinya, kemudian menyiapkan bahan-bahan untuk pengujian.
2.2.3.6 Perbedaan model pembelajaran kooperatif dan pembelajaran
konvensional
Pembelajaran kooperatif dan pembelajaran konvensional memiliki
beberapa perbedaan yang mendasar. Perbedaan model pembelajaran
konvensional dan pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:
Tabel 2.2.
Perbedaan Pembelajaran Kooperatif dengan Pembelajaran Konvensional
Kelompok Belajar Kooperatif Kelompok belajar konvensional
Adanya saling ketergantungan positif, saling membantu, dan saling memberikan motivasi sehingga ada
interaksi promotif.
Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada
kelompok
Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi
pelajaran tiap anggota kelompok dan kelompok diberi umpan balik tentang
hasil belajar para anggotanya.
Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering
diborong oleh seorang anggota kelompok sedangkan anggota
kelompok anggota lainnya hanya “mendompleng” keberhasilan “pemborong”.
Kelompok belajar heterogen, baik
dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik dan sebagainya
sehingga saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang memberikan bantuan.
Kelompok belajar biasnya homogen.
Pimpinan kelompok dipilih secara
demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin
bagi anggota kelompok.
Pemimpin kelompok sering
ditentukan oleh Guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih ketua
kelompoknya dengan cara masing-masing.
Keterampilan sosial yang diperlukan Keterampilan sosial sering tidak
29
dalam kerja gotong royong seperti kepemimpinan, kemamuan
berkomunikasi, mempercayai, dan mengelola konflik secara langsung diajarkan.
secara langsung diajarkan.
Pada saat belajar kooperatif berlangsung Guru harus melakukan pemantauan melalui observasi dan
melakukan ijntervensi jika ada masalah dalam anggota kelompok.
Pemantauan melalui observasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh Guru pada saat belajr kelompok
sedang berlangsung.
Guru memperhatikan secara proses
kelompok yang terjadi dalam keompok-kelompok belajar.
Guru sering tidak memperhatikan
proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.
Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas tetapi juga
hubungan inter personal (antar pribadi yang saling menghargai).
Penekanan sering terjadi hanya pada penyelesaian tugas.
(sumber Trianto, 2007:43)
2.3 Model Pembelajaran Problem Solving
2.3.1 Pengertian model pembelajaran problem solving
Model pembelajaran melalui pemecahan masalah atau sering disebut dengan
problem solving membantu siswa untuk berusaha belajar mandir dalam memecahkan
masalah dengan mengembangkan kemampuan menganalisis dan mengelola
informasi. Selain itu juga memotivasi peserta didik dalam menyelesaikan
pekerjaaanya sampai menemukan jawaban-jawaban atas problem yang sedang
dihadapi. Menurut Mulyono (1999:255) problem solving adalah suatu model
pembelajaran yang lebih menekankan pada daya pikir untuk memperoleh
kemampuan-kemampuan dan kecakapan kognitif dalam memecahkan masalah secara
rasional, lugas, dan tuntas.
Menurut Nasution (1996:172) memecahkan masalah adalah metode belajar
yang mengharuskan pelajar untuk menemukan jawabannya tanpa bantuan khusus.
30
Menurut Djamarah (2010:91) model pembelajaran problem solving bukan hanya
sekedar metode mengajar, tetapi juga merupakan model berpikir, sebab dalam
problem solving dapat menggunakan model-model lainnya yang dimulai dengan
mencari data sampai kepada menarik kesimpulan.
Woolfolk dalam Uno (2008:134) mengemukakan bahwa pemecahan masalah
adalah suatu keterampilan seseorang siswa dalam menggunakan proses berpikir
untuk memecahkan masalah melalui pengumpulan fakta, analisis informasi,
menyusun berbagai alternativ pemecahan masalah dan memilih pemecahan masalah
yang paling efektif. Menurut Sanjaya (2006:214), SPBM (Strategi Pembelajaran
berbasisis Masalah) yang kemudian dinamakan problem solving oleh john Dewey
seorang ahli pendidikan berkebangsaan Amerika dapat diartikan sebagai rangkaian
aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang
dihadapai secara ilmiah.
Menurut Hamalik (2002:151) masalah pada hakikatnya suatu pertanyan yang
mengandung jawaban. Suatu pertanyaan mempunyai peluang tertentu untuk dijawab
dengan tepat. Memecahkan masalah juga merupakan bentuk berpikir. Menurut Peng
(2004) kemampuan untuk melakukan pemecahan masalah bukan saja terkait dengan
ketepatan solusi yang diperoleh, melainkan kemampuan yang ditunjukkan sejak
mengenali masalah,menemukan alternatif-alternatif solusi, memilih salah satu
alternatif sebagai solusi, serta mengevaluasi jawaban yang telah diperoleh.
Kemampuan problem solving dianggap fungsi intelektual yang paling kompleks.
Sementara menurut Barrows (1992) kemampuan problem solving termasuk
31
keterampilan berpikir dan menalar (thinking and reasoning skill), yang di dalamnya
juga tercakup berpikir kritis.
Suryosubroto (2009:201) mengemukakan peran Guru dalam model
pembelajaran model problem solving sebagai fasilita tor, motivator, dan dinamisator
belajar, baik secara individual maupun secara berkelompok. Sebagi fasilitator, Guru
membantu memberikan kemudahan siswa dalam proses pembelajaran (menyajikan
beberapa alternatif sumber belajar, langkah-langkah pembelajaran, dan menyediakan
pembelajaran). Sebagai motivator, Guru berperan memotivasi siswa dalam
melakukan kegiatan pembelajaran (memberikan penguatan berupa umpan balik).
Sebagai dinamisator, Guru berusaha memberikan rangsangan (stimulus) dalam
mencari, mengumpulkan dan menentukan informasi untuk pemecahan masalah
berupa kondisi problematik dalam bentuk pemberian tugas dan memberikan umpan
balik pada pemecahan masalah.
2.3.2 Langkah-langkah model pembelajaran problem solving
John Dewey dalam Sanjaya (2006:217) menjelaskan enam langkah problem
solving sebagai berikut:
a. Merumuskan masalah, yaitu langkah siswa menentukan masalah yang
akan dipecahkan. Kegiatan mengenali masalah, memahami dan mengetahui masalah
yang bertujuan untuk memberikan respon sebagai tolak ukur kemampuan awal siswa, dimana diharapkan dapat merumuskan masalah untuk memudahkan persoalan pada inti yaitu seperti
pertanyaan: mengapa dan bagaimana. b. Menganalisis masalah, yaitu langkah siswa meninjau masalah secara
kritis dari berbagai sudut pandang. c. Merumuskan hipotesis, yaitu langkah siswa merumuskan berbagai
kemungkinan pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang
dimilikinya.
32
d. Mengumpulkan data, yaitu langkah siswa mencari dan
menggambarkan informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah.
e. Pengujian hipotesis, yaitu langkah siswa mengambil atau
merumuskan kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan.
f. Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah, yaitu langkah siswa menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai dengan rumusan hasil pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan.
Menurut Djamarah dan Zain (2010:92) penggunaan model pembelajaran
problem solving mengikuti langkah- langkah sebagai berikut:
a. Adanya masalah yang jelas untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh
dari siswa sesuai dengan taraf kemampuannya. b. Mencari data atau keterangan yang dapat dipergunakan untuk
memecahkan masalah tersebut. Misalnya dengan jalan membaca buku-buku, meneliti, bertanya, berdiskusi, dan lain- lain.
c. Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan jawaban
ini tentu saja didasarkan kepada data yang telah diperoleh pada langkah kedua diatas.
d. Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam langkah ini siswa harus berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul yakin bahwa jawaban tersebut betul-betul cocok.
e. Menarik kesimpulan. Artinya siswa harus sampai pada kesimpulan terakhir tentang jawaban dari masalah tadi.
Sedangkan menurut Suyitno (2004:37) langkah- langkah yang dapat ditempuh
guru dalam model pembelajaran problem solving adalah sebagai berikut:
a. Guru mengajarkan materi seperti biasa. b. Dengan tanya jawab, guru memberikan contoh soal.
c. Guru memberikan 1 atau 2 soal yang harus dipecahkan siswa berdasarkan persyaratan soal sebagai sebuah problem.
d. Siswa dengan dipandu guru menyelesaikan soal yang dipakai sebagai
bahan ajar dalam model pemebelajaran pemecahan masalah.
Sementara menurut Pranata (dalam Paidi, 2006:3), langkah- langkah
pemecahan masalah secara analitis, adalah:
a. Menganalisis atau mendefinisikan masalah
b. Membuat atau menemukan alternatif pemecahan masalah. c. Mengevaluasi alternatif-alternatif pemecahan masalah d. Menerapkan solusi dan rencana tindak lanjut.
33
2.3.3 Tujuan model pembelajaran problem solving
Menurut Usman (2006:131) berhasil tidaknya suatu pengajaran bergantung
kepada suatu tujuan yang hendak diacapai. Tujuan dan manfaat model pembelajaran
problem solving adalah sebagai berikut:
a. Mengembangkan kemampuan peserta didik didalam memecahkan masalah-masalah serta mengambil keputusan secara objektif dan rasional.
b. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, logis, dan analitis.
c. Mengembangkan sikap toleransi terhadap pendapat orang lain serta siakp hati-hati dalam mengemukakan pendapat.
Tidak jauh berbeda dari Hudojo (2005:125) tujuan dari model pembelajaran
problem solving yaitu:
a. Siswa mampu memahami proses masalah tersebut dan menjadi terampil dalam memilih dan mengidentifikasikan kondisi dan konsep yang relevan, mencari generalisasi, merumuskan rencana
penyelesaian dan mengorganisasikan keterampilan yang telah dimiliki sebelumnya.
b. Melalui pemecahan masalah siswa dapat berlatuh dan mengintegrasikan konsep-konsep, teorema-teorema, dan keterampilan yang telah dipelajari.
c. Potensi intelektual siswa meningkat.
2.3.4 Faktor yang berpengaruh dalam proses pembelajaran problem solving
Pemecahan masalah dipengaruhi oleh faktor- faktor situsional dan personal.
Faktor-faktor situsional misalnya pada stimulus yang menimbulkan masalah, pada
sifat-sifat masalah; sulit-mudah, baru-lama, penting-kurang penting, melibatkan
sedikit atau banyak masalah lain. Faktor lain yang mempengaruhi adalah sosio-
psikologis, misalnya:
34
a. Motivasi
Motivasi yang rendah mengalihkan perhatian, sedang motivasi yang tinggi membatasi fleksibilitas.
b. Kepercayaan dan Sikap yang salah
Asumsi yang salah dapat menyesatkan kita. Kerangka rujukan yang tidak cermat menghambat efektivitas pemecah masalah. Sikap yang defensive
(misalnya kurang kepercayaan pada diri sendiri) akan cenderung menolak informasi baru, merasionalisasikan kekiliruan dan mempersukar penyelesaian.
c. Kebiasaan Kecenderungan untuk menyelesaikan pola berpikir tertentu atau melihat
masalah hanya dari satu sisi saja, atau kepercayaan yang berlebihan dan tanpa kritis pendapat otoritas, menghambat pemecahan masalah yang efesien.
d. Emosi Emosi mewarnai cara berpikir kita. Kita tidak pernah dapat berpikir betul-
betul objektif. Sebagai manusia yang utuh kita tidak dapat mengesampingkan emosi ( Gulo, 2002:16).
2.3.5 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Problem Solving
Menurut Djamarah dan Zain (2010:92-93) model pembelajaran problem
solving mempunyai kelebihan dan kekurangan sebagai berikut:
Kelebihan model pembelajaran problem solving adalah sebagai berikut:
a. Metode ini dapat membuat pendidikan di sekolah menjadi lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dengan dunia kerja.
b. Proses belajar mengajar melalui pemecahan masalah dapat membiasakan para
siswa menghadapi dan memcahkan masalah secara terampil, apabila menghadapi permasalahan di dalam keluarga, dan bekerja kelak, suatu kemampuan yang
sangat bermakna bagi kehidupan manusia. c. Metode ini merangsang pengembangan berpikir siswa secara kreatif dan
menyeluruh, karena dalam proses belajarnya, siswa banyak melakukan mental
dengan menyoroti permasalahan dari berbagai segi dalam rangka mencari pemecahan.
Kekurangan model pembelajaran problem solving yaitu;
a. Menentukan suatu masalah yang tingkat kesulitannya sesuai dengan tingkat berpikir siswa, tingkat sekolah dan kelasnya serta pengetahuan dan pengalaman
yang dimiliki siswa memerlikan kemampuan dan keterampilan guru.
35
b. Proses belajar mengajar dengan menggunakan metode ini sering memerlukan
waktu yang cukup banyak dan sering terpaksa mengambil waktu pelajaran lain. c. Mengubah kebiasaan siswa belajar dengan mendengarkan dan menerima
informasi dari guru menjadi belajar dengan banyak berpikir memecahkan masalah
sendiri atau kelompok, yang kadang-kadang memerlukan berbagi sumber belajar, merupakan kesulitan tersendiri bagi siswa.
Kesulitan-kesulitan tersebut dapat diatasi dengan cara:
a. Guru harus pandai memilih masalah, misalnya masalah yang ada pada kehidupan nyata siswa sendiri atau mengalaminya dalam kehidupan sehari-hari.
b. Guru harus pandai mengatur waktu dan tidak mengulang-ulang materi yang telah
disampaikan sehingga pembelajaran pemecahan masalah tidak mengambil waktu pelajaran lainnya.
c. Membiasakan menggunakan pembelajaran pemecahan masalah pada pelajaran Ekonomi dengan sarana dan fasilitas yang memdai serta waktu yang cukup sehingga dapat menghasilkan kualitas hasil belajar yang lebih baik.
2.4 Materi Pembelajaran Pola Perilaku Konsumen dan Produsen dalam
Kegiatan Ekonomi
A. Nilai Suatu Barang
Setiap rumah tangga mesti mempunyai pengetahuan yang pasti tentang
penghasilan yang diterimanya dalam jangka waktu tertentu, misalnya satu minggu
atau satu bulan. Setiap rumah tangga juga mengetahui mengenai barang dan jasa
yang ingin dibeli dalam jangka waktu itu. Masalah yang dihadapi oleh setiap
keluarga, juga termasuk keluarga kalian adalah “Bagaimana membelanjakan uang
penghasilan terbatas, agar mendapatkan kesejahteraan atau kepuasan yang
maksimum”. Barang atau jasa dibutuhkan keluarga untuk memenuhi kebutuhan,
maka barang atau jasa tersebut memiliki “nilai guna” atau ”manfaat” bagi keluarga.
Nilai suatu barang atau jasa dalam pengertian ekonomi yaitu kemampuan atau daya
barang atau jasa dalam memenuhi. Seseorang memberi nilai terhadap motor, karena
dengan motor dapat lebih cepat mencapai tujuan. Motor memiliki daya guna
36
memuaskan kebutuhan. itu memiliki daya guna atau nilai untuk memuaskan
kebutuhan manusia. Nilai suatu barang dapat dibedakan menjadi dua, yaitu nilai
pakai (value in use) dan nilai tukar (value in exchange).
a. Nilai pakai (value in use)
Nilai pakai adalah kemampuan suatu barang untuk dapat memuaskan kebutuhan.
Misalnya buku pelajaran ekonomi, tas sekolah, buku tulis, beras, tektil,
perumahan, dan kendaraan, yang semua mempunyai nilai pakai.
b. Nilai tukar (value in exchange)
Nilai tukar ialah kemampuan suatu barang untuk dapat ditukarkan dengan barang
lain di pasar. Misalnya : Buku pelajaran ekonomi, tas sekolah, buku tulis, beras,
tekstil, tembakau, cengkeh, obat-obatan memiliki nilai tukar.
B. Perilaku Konsumen
Seorang konsumen tentu memiliki kebutuhan yang tidak terbatas tetapi alat
pemuas kebutuhannya sangat terbatas. Kalian sebagai seorang konsumen juga akan
merasakan hal yang sama. Kita tentu tidak memiliki uang yang cukup untuk membeli
semua barang yang kita butuhkan tersebut. Hal inilah yang menjadikan perlunya kita
mempelajari perilaku konsumen dalam memenuhi kebutuhannya.
Setiap konsumen berusaha mengalokasikan penghasilan yang terbatas
jumlahnya untuk membeli barang dan jasa yang tersedia di pasar sedemikian rupa
sehingga tingkat kepuasan yang diperolehnya maksimum. Demikian pula seorang
produsen mengorganisir produksi yang selanjutnya menentukan penawaran barang di
pasar. Produsen yang dapat mengorganisir produksi secara efisien akan memperoleh
keuntungan. Mereka ini juga dapat berperan sebagai konsumen. Semua anggota
37
masyarakat yang menerima uang dan kemudian membelanjakannya untuk pembelian
barang dan jasa disebut konsumen. Anggota keluarga yang dependen terhadap
penerima penghasilan (anak yang masih sekolah) yang ikut menentukan anggaran
rumah tangga, juga disebut konsumen. Setiap konsumen haruslah menetapkan
permintannya untuk setiap barang dan jasa yang tersedia di pasar. Jumlah seluruh
permintaan masyarakat atas barang dan jasa menunjukkan permintaan pasar. Untuk
menjelaskan perilaku konsumen dalam memperoleh kepuasan terhadap barang dan
jasa yang dikonsumsi terdapat dua pendekatan teori, yaitu pendekatan kardinal dan
pendekatan ordinal.
Adapun faktor- faktor yang memengaruhi konsumsi antara lain, sebagai berikut:
a. Pendapatan
b. Harga Barang dan jasa
c. Adat Istiadat dan Kebiasaan Konsumen
d. Barang Subtitusi
e. Jumlah Penduduk
f. Banyaknya barang konsumsi yang tahan lama dalam masyarakat
g. Ramalan/dugaan masyarakat akan adanya perubahan harga
h. Selera Konsumen
C. Perilaku Produsen
1. Pengertian Produksi dan Produsen
Berpangkal pada 3 (tiga) masalah pokok dalam ilmu ekonomi yaitu “What”
berkaitan dengan apa yang akan diproduksi dan berapa banyak; “How” berkaitan
dengan cara menghasilkan atau memproduksi barang dan atau jasa tersebut ; dan
38
“for Whom” untuk siapa barang/jasa tersebut (berkaitan dengan distribusi
pendapatan). Pengertian Produksi menekankan pada barang (goods) dan atau jasa
(services) yang dihasilkan perusahaan; yang sering disebut “Produk”. Produksi
sering diartikan sebagai:
Kegiatan menambah dan atau menciptakan guna/manfaat (utility) suatu
barang. Konsep lain, produksi sering diartikan sebagai:
Input Proses Output
(How?) (What?)
a. Input berupa faktor produksi/sumber daya.
b. Proses berupa proses “Transformasi” bisa melalui Alter (Perubahan
struktur/bentuk); Transport (Perubahan tempat); Store (Perubahan/ perbedaan
waktu); dan Inspect (perbedaan kepemilikan/guna milik).
c. Output berupa barang/goods and jasa/services. Proses Produksi harus berjalan
secara efisien; yaitu proses produksi yang mampu menghasilkan output
tertentu dengan input minimum atau menghasilkan output maksimum dengan
input tertentu.
2. Fungsi Produksi
Fungsi yang menunjukkan hubungan fungsional antara
tingkat/kombinasi penggunaan input dengan tingkat output per satuan waktu.
Secara matematis dirumuskan :
39
Dimana :
Q adalah tingkat output yang diproduksi.
X1, X2 …… Xn adalah berbagai jumlah input (faktor produksi) yang
digunakan.
atau:
Q = QUANTITY = barang yang dihasilkan
F = FUNCTION = fungsi persamaan (simbol)
R = RESOURCE = kekayaan alam
L = LABOUR = tenaga kerja
C = CONTROL = modal
T = TECHNOLOGY = teknologi
Dalam kompotensi dasar ini, mengenai perilaku konsumen dan produsen
dalam kegiatan ekonomi yang terdapat karakteristik sendiri. Dimana, dalam hal
konsumsi mengandung pengertian kegiatan mengurangi atau menghabiskan nilai
guna barang atau jasa. Ini dilakukan oleh setiap orang dalam usaha memuaskan
kebutuhannya secara langsung. Barang atau jasa yang dikonsumsi oleh setiap orang
berbeda. Perbedaan itu terletak pada jumlah, jenis, dan kualitasnya. Sehingga perlu
dipelajari, kaitannya dalam menghabiskan nilai guna barang maupun jasa oleh
konsumen. Konsumen biasanya menginginkan produk yang memiliki karakteristik
lebih murah, lebih cepat, dan lebih baik.
40
- Karakteristik lebih murah berkaitan dengan biaya produksi suatu produk.
Artinya, jika produsen dapat menghasilkan produk yang lebih murah
konsumen akan lebih tertarik karena faktor harga merupakan pertimbangan
paling penting bagi konsumen dalam melakukan pembelian. Biasanya produk
yang lebih murah lebih diinginkan oleh konsumen dibandingkan produk yang
sama dengan harga yang lebih mahal.
- Karakteristik lebih cepat berkaitan dengan waktu. Artinya, konsumen
menginginkan produk yang mudah didapat serta ada di mana saja. Jadi,
konsumen tidak perlu pergi jauh-jauh hanya untuk mendapatkan suatu
produk.
- Karakteristik lebih baik berkaitan dengan kualitas produk. Kualitas
merupakan faktor yang cukup berperan dalam pengambilan keputusan
pembelian. Produk dengan kualitas yang lebih baik diinginkan oleh
konsumen dibandingkan produk yang sama dengan kualitas lebih jelek.
Mata pelajaran Ekonomi dimaksudkan untuk mempelajari maupun
menyimak peristiwa yang ada disekitar lingkungan dan mengambil manfaat
untuk kehidupan lebih baik. Begitu pula dengan pola produsen, dalam mengolah
bahan mentah maupun baku disesuiakan dengan situasi. Dimana, saat baru
musim sepak bola maka akan lebih diprioritaskan untuk memproduksi barang-
barang yang ada kaitannya dengan bola smakin banyak. Membutuhkan
perhitungan yang detail agar tercapai sesuai dengan perencanaan. Dengan
demikian, kita akan mendapatkan pelajaran dalam hal planning yang maksimal.
41
2.5 Penelitian Terdahulu
1. Munir T. 2008. Environmental problem solving in learning chemistry for
Sumber: SMA N 2 Sragen data primer diolah, tahun 2012
Perbandingan antara rata-rata nilai hasil belajar siswa pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol juga menunjukkan perbedaan, dimana hasil
belajar siswa kelas eksperimen yang mendapat perlakuan model
pembelajaran kooperatif tipe lebih tinggi dari pada hasil belajar siswa
kelas kontrol yang tidak mendapat perlakuan menggunakan model
87
problem solving. Hal ini ditunjukkan dalam tabel 4.12 nilai rata-rata pos
test kelas eksperimen dan kelas kontrol berikut ini :
Tabel 4.12
Rata-rata Nilai Hasil Belajar Post Test Kontrol dan Post Test Kelas Eksperimen
N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
nilai_post_eks 32 82.97 8.600 1.520
nilai_post__kntrol 29 77.41 9.124 1.694
Sumber: SMA N 2 Sragen data primer diolah, tahun 2012
Berdasarkan tabel 4.12 di atas rata-rata nilai hasil belajar post test
kelas eksperimen sebesar 82,97 lebih tinggi dari pada rata-rata nilai hasil
belajar post test kelas kontrol yaitu 77,41.
4.2. Pembahasan
Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa nilai hasil belajar
(pre test dan post test) dan hasil pengamatan aktivitas siwa pada
pembelajaran pola perilaku konsumen dan produsen dalam kegiatan
ekonomi mata diklat ekonomi kelas X SMA Negeri 2 Sragen. Data tersebut
dianalisis dan diuji untuk membuktikan hipotesis yang telah disusun
kemudian dikaitkan dengan teori serta penelitian terdahulu sehingga dapat
memberikan kesimpulan hasil penelitian.
Penelitian ini diawali dengan pemberian pre test pada kedua kelas
eksperimen maupun kontrol dengan kompetensi dasar pola perilaku
konsumen dan produsen dalam kegiatan ekonomi. Pre test ini bertujuan
untuk mengetahui kemampuan atau pengetahuan awal siswa terhadap materi
sebelum diberikan materi oleh Guru. Dari hasil pre test dilakukan uji
88
normalitas, uji homogenitas dan uji kesamaan dua rata-rata dengan
independent sample t-test. Hasil uji normalitas dan homogenitas
menunjukkan bahwa kedua kelas berdistribusi normal dan mempunyai
varians yang sama atau homogen. Berdasarkan hasil uji perbedaan dua rata-
rata menggunakan independent samples t-test diperoleh nilai sig.(2-tailed)
0,114 lebih besar dari 0,05 sehingga secara secara signifikansi tidak terdapat
perbedaan hasil belajar (pre test) antara kelas kontrol dan eksperimen
sebelum perlakuan.
Hasil temuan ini sesuai dengan hasil analisis awal sampel penelitian
menggunakan uji homogenitas bahwa sampel bervarian homogen. Pada saat
pelaksanaan pre test, kedua kelas penelitian belum mendapatkan materi pola
perilaku konsumen dan produsen dalam kegiatan ekonomi sehingga belum
ada siswa yang berhasil mencapai KKM. Hal ini membuktikan bahwa
kemampuan awal siswa tentang materi pola perilaku konsumen dan
produsen dalam kegiatan ekonomi adalah sama dan siap untuk mendapa tkan
perlakuan.
Adanya perbedaan rata-rata nilai pre test dan post test kelas
eksperimen dikarenakan adanya perlakuan (treatment) yaitu penyampaian
materi menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe problem solving.
Pembelajaran ini dengan ditempatkannya siswa menjadi kelompok-
kelompok kecil (terdiri dari 4 siswa) yang heterogen. Siswa di dalam
kelompok secara individu diberikan latihan soal, berdiskusi, dan saling
membantu kepada temannya.
89
Menurut Paidi (2010) masalah yang dipecahkan dalam kegiatan
pemecahan masalah, adalah permasalahan atau persoalan otentik. Masalah otentik banyak didefinisikan sebagai illstructured problems, ialah persoalan yang tidak hanya mempunyai satu macam solusi, persoalan yang melibatkan
berbagai disiplin ilmu/kajian, dan juga yang berupa persoalan, yang memancing pemikiran untuk menemukan alternatif-alternatif rumusan dan
juga solusinya. Masalah otentik juga dimaknai oleh permasalahan atau persoalan yang familiar, yang dikenal siswa, yang terjadi di sekitar sekolah atau tempat tinggal siswa, dan atau masalah yang sedang mengemuka.
Materi ini banyak terkait dengan kehidupan manusia sehari-hari, atau mempunyai nilai sosial yang tinggi, sehingga sangat familiar dan
kontekstual bagi seluruh anggota keluarga. Banyak permasalahan problematik dapat diidentifikasi dan diangkat dari materi-materi pelajaran ini.
Adanya proses pembelajaran yang memberikan arahan dalam
menghadapi masalah serta menyelesaikannya, dapat menarik dan bervariasi
mendorong motivasi lebih bagi siswa untuk belajar sehingga membuat siswa
menjadi lebih aktif berpikir dan mampu memecahkan soal-soal latihan
dalam diskusi bersama teman-temannya. Oleh karena itu, rata-rata hasil
belajar yang diperoleh mengalami peningkatan yaitu sebesar 19,22 dengan
ketercapaian KKM 79 % lebih tinggi dari peningkatan hasil belajar kelas
kontrol yang tanpa perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe problem
solving yaitu 9,48 dengan ketercapaian KKM 48 %. Berdasarkan uraian
tersebut, membuktikan bahwa Ha diterima, yaitu terjadi peningkatan hasil
belajar siswa pada kelas eksperimen setelah perlakuan dengan model
pembelajaran kooperatif tipe problem solving.
Hasil pengujian nilai post test menggunakan independent samples t-
test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata hasil belajar (post test)
yang signifikan antar kedua kelas, dimana rata-rata nilai hasil belajar kelas
eksperimen lebih tinggi daripada rata-rata nilai hasil belajar kelas kontrol.
90
Perbedaan nilai post test antara kelas kontrol dan eksperimen dikarenakan
perbedaan perlakuan. Nilai rata-rata post test pada kelas eksperimen lebih
tinggi dibandingkan kelas kontrol karena pembelajaran pada kelas
eksperimen menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe problem
solving sedangkan pada kelas kontrol hanya menggunakan model
pembelajaran konvensional ceramah, tanya jawab dan latihan soal.
Hasil temuan di atas sejalan dengan salah satu pendapat ahli mengenai
pembelajaran kooperatif Slavin dalam Sanjaya (2007:242) mengemukakan
bahwa pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa
sekaligus dapat meningkatkan kemampuan hubungan sosial, menumbuhkan
sikap menerima kekurangan diri dan orang lain, serta dapat meningkatkan
harga diri. Pembelajaran ini juga dapat merealisasikan kebutuhan siswa
dalam berpikir, memecahkan masalah dan mengintegrasikan pengetahuan
dengan keterampilan dengan membuat siswa bekerja dalam kelompok
kooperatif, dengan status yang sejajar, program ini akan membangun
kondisi untuk terbentuknya sikap-sikap positif terhadap siswa mainstream
yang cacat secara akademik dan diantara para siswa dari latar belakang ras
atau etnik berbeda.
Hasil peningkatan rata-rata pada kelas eksperimen lebih tinggi
dibandingkan dengan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan
model pembelajaran kooperatif tipe problem solving dapat memberikan
kontribusi terhadap peningkatan hasil belajar yang lebih tinggi.
91
Model pembelajaran kooperatif tipe problem solving adalah
pembelajaran yang melatih siswa untuk dapat menyelesaikan soal-soal atau
latihan yang diberikan oleh Guru dengan menemukan jawaban sendiri,
dengan demikian siswa akan terbiasa lebih memahami dan mengerti dari
materi yang sedang diajarkan. Selain itu dengan siswa menemukan jawaban
sendiri maka daya ingat yang diperoleh siswa akan lebih mendalam serta
mampu berkolaborasi untuk menentukan solusi atas masalah yang
dihadapinya. Apalagi mata pelajaran Ekonomi pada kompotensi dasar pola
perilaku konsumen dan produsen dalam kegiatan ekonomi benar-benar
dibutuhkan pemahaman yang baik untuk mempelajari konsep-konsep yang
terdapat didalamnnya. Oleh karena itu, pembelajaran secara individual juga
diperlukan agar semua siswa dapat menguasai pelajaran dengan baik. Untuk
mengatasi tidak efisiennya waktu untuk pembelajaran individual, dibantu
dengan pembelajaran kelompok (kooperatif). Pembelajaran problem solving
memadukan pembelajaran secara kooperatif dan individual.
Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe problem solving sangat
sederhana dan mudah untuk diterapkan oleh Guru, tidak mahal, fleksibel
dan tidak membutuhkan Guru tambahan ataupun tim Guru. Guru hanya
perlu menyediakan latihan soal serta membagi kelas menjadi beberapa
kelompok. Dengan berkelompok dan berkompetisi pembelajaran menjadi
lebih menarik dan tidak cepat bosan. Proses pembelajaran ini berpusat pada
siswa sehingga siswa lebih banyak melakukan aktivitas belajar.
92
Hasil analisis aktivitas siswa pada pertemuan pertama menunjukkan
persentase sebesar 55 % berkategori rendah untuk kelas kontrol dan 65 %
berkategori tinggi untuk kelas eksperimen. Pada pertemuan kedua 75 %
berkategori tinggi dan 90 % berkategori sangat tinggi untuk masing-masing
kelas kontrol dan eksperimen. Menurut Mulyasa pembelajaran dikatakan
berhasil dan berkualitas bila aktivitas siswa ≥75%, ini berarti pembelajaran
pada pertemuan kedua kelas eksperimen sudah berkualitas, sedangkan untuk
kelas kontrol masih perlu peningkatan aktivitas belajar siswa. Aktivitas
siswa pada kelas eksperimen lebih tinggi persentasenya dibandingkan kelas
kontrol, hal ini dikarenakan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe
problem solving. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe problem
solving memperbesar minat dan perhatian siswa untuk belajar, sehingga
siswa lebih banyak melakukan aktivitas belajar.
Penerapan model problem solving sangat sederhana dan mudah untuk
diterapkan oleh Guru, tidak mahal dan fleksibel. Guru hanya menyediakan
latihan soal serta membagi kelas menjadi beberapa kelompok. Dengan
berkelompok pembelajaran menjadi menarik dan tidak membosankan
sehingga siswa lebih banyak melakukan aktivitas belajar.
Beberapa kendala yang muncul dalam kegiatan pembelajaran
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe problem solving yaitu
terbatasnya alokasi waktu yang tersedia sehingga pembahasan soal latihan
di dalam kelompok kurang maksimal. Keterbatasan lainnya adalah sebagian
siswa belum terbiasa maupun familiar dengan model problem solving
93
sehingga menjadi kaku dan bingung bagi mereka siswa yang kurang aktif
dalam proses belajar mengajar.
Penelitian terdahulu mengenai penggunaan model pembelajaran
kooperatif tipe problem solving dilakukan oleh Yandi Mulyadi (2008) yang
berjudul Penerapan Metode pembelajaran Pemecahan Masalah untuk
Meningkatkan Hasil Belajar dan Aktivitas Belajar SMK N 2 Bandung
diperoleh bahwa ada peningkatan hasil belajar dari siklus 1 sebesar 82,47%,
siklus 2 sebesar 90,74 dan siklus 3 sebesar 95,01%.
Penelitian lain adalah Suyadi (2009) dengan judul Eksperimentasi
Model Pembelajaran Pemecahan Masalah Pada Materi Pokok Lingkaran
Terhadap Prestasi Belajar Matematika ditinjau dari Motivasi belajar Pada
Siswa Kelas VIII di Kabupaten Sragen bahwa kesimpulannya adalah bahwa
prestasi belajar matematika siswa dengan model ini lebih baik daripada
model konvensional.
Berdasarkan hasil analisis dan pengujian data serta melihat hasil
penelitian terdahulu maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe problem solving mampu meningkatkan hasil
belajar siswa pada kompetensi dasar pola perilaku konsumen dan produsen
dalam kegiatan ekonomi kelas X SMA Negeri 2 Sragen tahun 2012/2013.
Model pembelajaran kooperatif tipe problem solving dapat digunakan oleh
para Guru sebagai salah satu upaya dalam meningkatkan hasil belajar siswa,
namun dalam penerapannya harus memperhatikan keterbatasan dari model
ini agar dapat berfungsi secara maksimal dengan dimodifikasi desain
maupun rancangannya sehingga diperoleh perubahan-perubahan yang
signifikan.
95
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam bab IV dapat
ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe problem solving pada pelajaran ekonomi
kompotensi dasar pola perilaku konsumen dan produsen dalam kegiatan
ekonomi pada kelas X SMA Negeri 2 Sragen lebih tinggi dibandingkan
dengan yang menggunakan model pembelajaran konvensional yang
ditunjukkan dengan nilai rata-rata pos test kelas eksperimen 82,97 lebih besar
dari nilai rata-rata kelas kontrol yaitu 77,41.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menyampaikan saran sebagai berikut:
1. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
problem solving dapat digunakan sebagai alternatif pada pelajaran
ekonomi kompotensi dasar pola perilaku konsumen dan produsen dalam
kegiatan ekonomi.
2. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe problem solving perlu
dipelajari langkah- langkah dalam pemecahannya dan dipahami ooleh Guru
agar dapat terlaksana dengan baik serta maksimal.
96
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, S., 2008. The Effect of Inquiry Based Computer Simulation with
Cooperative Learning on Scientific thinking and Conceptual understanding of Gas Law. Eurasia Journal Of Mathematic Science and technology Education,
4(4): 387-398. Tersedia di http:// www.ejmste.com (diakses 29-12-2011).
Adeyemi, B . 2008. Effect Of Cooperative Learning and Problem Solving Strategies On Junior Secondary School Students Achievement in Social Studies. Electronic Journal of Research in Educational Pshicology, 6(3): 691-708.
Tersedia di http:// repositorio.ual.es/jspu (diakses 29-12-2011).
Anni, C. T. 2007. Psilologi Pendidikan. Semarang: Unnes Press.
Arikunto, S. 2002. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara.
----- 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Darsono, max, dkk. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta.
Djamarah, S.B dan Zain. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Ghozali, Imam. 2008. Desain Penelitian Eksperimental Teori,Konsep dan Analisis Data dengan SPSS 16.0. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Hamalik, O. 2007. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Hudojo, H. 2005. Pengembangan kurikulum dan pembelajaran Matematika.
Mulyono, Abdurrahman. 1999. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta:
Rineka Cipta.
Nurhadi. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan penerapannya dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang.
Parveen Q, S. T, A. and, A. Manzoor . 2011. Effect Of Cooperative Learning on
Academic Achievement of 8th grade Students in The Subject Of Social Studies. International Journal Of Academic Research, 3(1): 950-954. Tersedia di http:// www.ijar.lit.az/pdf (29-12-2011).
Paidi(Ed). 2006. Model Pemecahan Masalah dalam Pembelajaran Biologi di SMA.
Artikel SemNas FMIPA 2010 UNY. 2:3.
Ritonga, dkk. 2007. Ekonomi untuk SMA/ MA Jilid 1 Kelas X. Jakarta: PT Phibeta Aneka Gama.
Rohaedi, Dedi. 207. Ekonomi. Bandung: Angkasa Bandung.
Sanjaya, W. 2007. Strategi Pembelajaran Berointasi Standar Proses Pendidikan.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Saptorini. 2007. Strategi Belajar Mengajar Kimia. Semarang: UNNES.
Sardiman. 2004. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka
Cipta.
Slavin, Robert E. 2008. Cooperative Learning Teori Riset dan Praktik . Bandung: Nusa Media.
Soedibyo, E. 2003. Beberapa Teori Yang Melandasi Pengembangan Model –Model Pengajaran. Jakarta: Depdiknas.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Suprijono, A. 2009. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Supriyanto, dan Ali Muhson. 2007. Ekonomi. Surakarta: CV Haka MJ.
Suryosubroto. 2009. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.