PENERAPAN KLAUSULA EKSONERASI TERHADAP JASA LAUNDRY PERSPEKTIF FIQH MUAMALAH (Studi Kasus Kelurahan Dasan Agung Mataram) Oleh: Santi NIM. 152141075 JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MATARAM MATARAM 2019
PENERAPAN KLAUSULA EKSONERASI TERHADAP JASA LAUNDRY PERSPEKTIF FIQH MUAMALAH
(Studi Kasus Kelurahan Dasan Agung Mataram)
Oleh:
Santi NIM. 152141075
JURUSAN MUAMALAH
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MATARAM
MATARAM
2019
PENERAPAN KLAUSULA EKSONERASI TERHADAP JASA LAUNDRY PERSPEKTIF FIQH MUAMALAH
(Studi Kasus Kelurahan Dasan Agung Mataram)
Skripsi diajukan kepada Universitas Islam Negeri
Mataram untuk melengkapi persyaratan mencapai gelar Sarjana Hukum
Oleh:
Santi
NIM. 152141075
JURUSAN MUAMALAH
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MATARAM
MATARAM
2019
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi oleh: Santi, NIM: 152141075 dengan judul, “Penerapan Klausula
Eksonerasi Terhadap Jasa Laundry Perspektif Fiqh Muamalah (Studi Kasus
Kelurahan Dasan Agung Mataram)” telah memenuhi syarat dan disetujui untuk
dimunaqasyahkan.
Disetujui pada tanggal, 03 Januari 2019
Pembimbing I
Drs. H. M. Fachrir Rahman, MA. NIP: 195605021983031004
Pembimbing II
Saprudin, M.Si. NIP: 197812312006041003
iv
Nota Dinas Pembimbing
Mataram, 04 Januari 2019
Hal: Munaqasyah Skripsi
Yang Terhormat
Rector UIN Mataram
di Mataram
Assalamu‟alaikum Wr. Wb.
Disampaikan dengan hormat, setelah melakukan bimbingan, arahan, dan
koreksi maka kami berpendapat bahwa skripsi saudara:
Nama Mahasiswa : Santi
Nim : 152141075
Jurusan/Prodii : Muamalah
Judul :Penerapan Klausula Eksonerasi Terhadap Jasa Laundry Perspektif Fiqih Muamalah (Studi Kasus Kelurahan Dasan Agung Mataram)
Telah memenuhi syarat untuk diajukan dalam siding munaqasyah skripsi
Fakultas Syariah UIN Mataram. Oleh karena itu, kami berharap agar skripsi ini
dapat segera dimunaqosyahkan.
Wassalamu‟alaikum, Wr. Wb
Pembimbing I
Drs. H. M. Fachrir Rahman, MA. NIP: 195605021983031004
Pembimbing II
Saprudin, M.Si. NIP: 197812312006041003
vi
PENGESAHAN
kripsi oleh: Santi, NIM: 152141075 dengan judul “Penerapan Klausula Eksonerasi
terhadap Jasa Laundry Perspektif Fiqh Muamalah (Studi Kasus Kelurahan Dasan
Agung Mataram)” telah dipertahankan di depan dewan penguji Jurusan Muamalah
Fakultas Syariah UIN Mataram pada tanggal 10 Januari 2019.
Dewan Penguji
Drs. H. M. Fachrir Rahman, MA. (Ketua Sidang/Pemb. I) Saprudin, M.Si. (Sekretaris Sidang/Pemb II) Drs. Moh. Tamimi, MA. (Penguji I) H. M. Taufiq, Lc., M.HI. (Penguji II)
Mengetahui, Dekan Fakultas Syariah
Dr. H. Musawar, M.Ag. NIP. 196912311998031008
vii
MOTTO
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia
supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran
yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi
Maha melihat”. (QS. An-Nisaa : 58)
viii
PERSEMBAHAN
“Kupersembahkan skripsi ini untuk Allahku, bapakku (Idrus)
dan ibunda ku (Faridah) tercinta yang tak pernah lelah
membesarkan dan mendidikku dengan penuh kasih sayang,
serta memberi dukungan, perjuangan, motivasi dan
pengorbanan dalam hidup ini, Nenekku tercinta (Siti Hawa)
yang selalu memberiku semangat, doa, dorongan, nasehat
dan kasih sayang serta pengorbanan dalam hidup ini, Untuk
semangat hidupku, adik-adikku tersayang (Igonsyah, Rohana,
Dinda Gusti Aisyah, dan Nur Alisah), Keluarga besarku,
Teman-teman MUA/C angkatan 2014, Kepada sahabat-
sahabatku Irma Istihara Zain, Cecy Alfiyani, Laenia Mar‟atul
Hasanah, Marisa Sansao, Syahrina, dan yang lain yang tidak
bisa ku sebut satu persatu terima kasih sudah membantu,
mensuport, dan mendokan sehingga skripsi ini bisa
terselesaikan, dan pada almamater tercinta UIN Mataram”.
ix
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur yang tak terhingga penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada
Nabi kita Muhammad SAW. juga kepada keluraga, sahabat, dan semua pengikutnya.
Aamiin.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak dapat terwujud
tanpa bantuan, motivasi dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan
segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Drs. H. M. Fachrir Rahman, M.A. Sebagai Pembimbing I dan Saprudin, M.Si
sebagai Pembimbing II yang selalu sabar memberikan bimbingan, arahan dan
motivasi sehingga peneliti dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini;
2. Drs. H. Moh. Tamimi, MA. sebagai penguji I dan H. M. Taufiq, Lc., M.HI.
sebagai penguji II yang telah memberikan saran konstruktif bagi penyemprnaan
skripsi ini;
3. Saprudin, M.Si selaku Ketua Jurusan Muamalah;
4. Dr. H. Musawar, M.Ag selaku Dekan Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri
Mataram;
5. Prof. Dr. H. Mutawali, M.Ag selaku Rektor Universitas Islam Negeri Mataram;
6. Guru besar dan seluruh dosen UIN Mataram yang telah memberikan banyak ilmu dan
wawasan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
x
7. Kedua orang tuaku, bapak Idrus dan ibundaku Faridah yang telah memberikan
doa, cinta dan kasih sayang, semangat batin dan fisik, banyak memberikan
motivasi, sumbangan moril dan materiil selama sekolah hingga perkuliahan
berlangsung pada saat ini.
8. Segenap keluargaku yang telah mendukung terselesainya skripsi ini baik moril
maupun spiritual.
9. Semua pihak yang telah membantu terselesainya skripsi ini yang tidak bisa
penulis sebutkan satu persatu.
Demikian sekilas kata pengantar dari penulis. Penulis menyadari bahwa dalam
skripsi ini masih terdapat kekurangan. Akhirnya, hanya kepada Allah segala kebaikan
dikembalikan, karena dialah yang Maha Luas ilmu-Nya lagi Maha sempurna. Semoga
skripsi inisenantiasa bermanfaat bagi para pembaca, Aamiin
Mataram, 10 Januari 2019
Penulis,
Santi 152141075
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ............................................................................................ i
HALAMAN JUDUL ...............................................................................................ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING......................................................................... iii
NOTA DINAS PEMBIMBING ............................................................................. iv
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ................................................................ v
PENGESAHAN DEWAN PENGUJI ................................................................... vi
HALAMAN MOTTO ............................................................................................vii
HALAMAN PERSEMBAHAN............................................................................ viii
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ix
ABSTRAK ............................................................................................................... x
DAFTAR ISI ........................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. Konteks Penelitian ............................................................................ 1
B. Fokus Kajian ..................................................................................... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................................... 6
D. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian .............................................. 7
E. Telaah Pustaka .................................................................................. 8
F. Kerangka Teori................................................................................. 13
G. Metode Penelitian............................................................................. 36
H. Sistematika Pembahasan .................................................................. 41
BAB II PRAKTIK PENERAPAN KLAUSULA EKSONERASI DI
KELURAHAN DASAN AGUNG MATARAM ............................... 43
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian............................................... 43
xii
1. Letak Geografis ........................................................................ 43
2. Kependudukan .......................................................................... 44
3. Perangkat Kelurahan Dasan Agung .......................................... 44
4. Struktur Organisasi Kelurahan Dasan Agung Mataram ........... 45
B. Praktik Penerapan Klausula Eksonerasi terhadap Jasa Laundry
Kelurahan Dasan Agung Mataram ................................................. 46
BAB III ANALISIS PENERAPAN KLAUSULA EKSONERASI DI
JASA LAUNDRY KELURAHAN DASAN AGUNG
MATARAM PERSPEKTIF FIQIH MUAMALAH ...................... 52
A. Analisis Penerapan Klausula Eksonerasi terhadap Jasa
Laundry Kelurahan Dasan Agung Mataram ................................. 52
B. Tinjauan Fiqh Muamalah dalam Penerapan Klausula
Eksonerasi terhadap Jasa Laundry Kelurahan Dasan Agung
Mataram ........................................................................................ 56
BAB IV PENUTUP .......................................................................................... 64
A. Kesimpulan ................................................................................... 64
B. Saran-saran .................................................................................... 65
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 67
LAMPIRAN-LAMPIRAN
iii
PENERAPAN KLAUSULA EKSONERASI TERHADAP JASA LAUNDRY PERSPEKTIF FIQH MUAMALAH
(Studi Kasus Kelurahan Dasan Agung Mataram)
Oleh Santi
NIM. 152141075
ABSTRAK
Perjanjian baku (klausula eksonerasi) adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh dua pihak di mana salah satu pihak menstandarkan klausul-klausulnya kepada pihak lain yang tidak mempunyai kebebasan untuk melakukan tawar-menawar dan tidak mempunyai pilihan kecuali menerimanya. Klausula eksonerasi termasuk ke dalam klausula yang sangat merugikan konsumen yang umumnya memiliki posisi lemah jika dibandingkan dengan pelaku usaha, karena beban yang seharusnya dipikul oleh pelaku usaha, karena beban yang seharusnya dipikul oleh pelaku usaha, dengan adanya klausula tersebut menjadi beban konsumen. Tujuan dari penelitian ini ialah; (1) Mengetahui penerapan klausula eksonerasi terhadap jasa Laundry Kelurahan Dasan Agung Mataram. (2) Mengetahui analisis fiqh muamalah tentang klausula eksonerasi dalam jasa Laundry Kelurahan Dasan Agung Mataram.
Metode penelitian yang digunakan ialah empiris dengan pendekatan kualitatif yaitu pendekatan yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang telah diamati. Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini ialah primer, yaitu informan dan responden. Sekunder, yaitu buku, jurnal dan skripsi. Selanjutnya, prosedur pengumpulan data yang digunakan ialah observasi dan wawancara.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1. Penerapan klausula eksonerasi terhadap jasa Laundry Kelurahan Dasan Agung Mataram, dilakukan oleh pelaku usaha Laundry secara tertulis dalam nota pembayaran kepada konsumen. Tentu hal tersebut menimbulkan kerugian sepihak yaitu hanya pada pihak kosnumen saja. Berkaitan dengan hal tersebut maka jelas telah melanggar konsep UUPK serta konsumen yang ingin melakukan complain tidak diterima dikarenakan klausula-klausula yang telah di buat oleh pelaku usaha bersifat mutlak dan tidak bisa dirubah. 2. Penerapan klausula eksonerasi berdasarkan konsep fiqh muamalah harus mempertimbangkan adanya kebebasan berkontrak yang mengutamakan adanya kerelaan kepada para pihak khususnya konsumen. Selain itu, terdapat pula hak khiyar yang dengannya apabila hak khiyar diterapkan dengan benar dan adil, maka tidak mungkin akan adanya kerugian di satu pihak saja. Karena konsep penerapan klausula baku ini adanya pengalihan ganti kerugian kepada satu pihak saja dan pengalihan tanggung jawab kepada konsumen, sehingga jelas hal tersebut dianggap tidak sah dan tidak di perbolehkan dalam konsep syariat Islam.
Kata Kunci: Akad, Klausula Eksonerasi, Laundry
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Konteks Penelitian
Islam adalah agama yang komperehensip (rahmatan li al-„alamin) yang
mengatur semua aspek kehidupan manusia yang telah disampaikan oleh
Rasulullah, Muhammad saw. salah satu bidang yang diatur adalah masalah
muamalah. Sehingga Islam memberikan warna pada setiap dimensi kehidupan
manusia, tak terkecuali pada dunia ekonomi, bisnis dan masalah sosial. Sistem
Islam ini mencoba mendialektikan nilai-nilai ekonomi dengan nilai-nilai akidah
atau etika.1
Manusia sebagai objek sasaran dan makhluk sosial (zoon politicon) di
mana mereka saling membutuhkan satu sama lain. Sehingga tidak menutup
kemungkinan akan adanya hubungan dan interaksi yang nantinya menimbulkan
hak dan kewajiban antara mereka. Hak dan kewajiban timbul dikarenakan kedua
belah pihak membuat kesepakatan dalam rangka memenuhi kebutuhannya, hal
ini lazim disebut dengan proses berakad atau melakukan kontrak.2Kontrak atau
perikatan dalam Islam disebut dengan “akad”. Kata akad berasal dari kata al-
„aqd, yang berarti mengikat, menyambung atau menghubungkan (ar-rabt).3Akad
1 Ismail Nawawi, Fiqih Muamalah Klasik dan Kontemporer(Bogor: Ghalia Indonesia, 2012),
h. 10. 2 Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqih Muamalah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008). h.
47. 3 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjiaan Syariah (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), h. 68.
2
memfasilitasi setiap orang dalam memenuhi kebutuhan dan kepentingannya yang
tidak dapat dipenuhinya sendiri tanpa bantuan dari jasa orang lain.4
Dalam Hukum Islam terdapat beberapa syarat sahnya suatu perjanjian
atau akad, yaitu dalam perjanjian yang diadakan oleh para pihak haruslah
didasarkan pada kesepakatan kedua belah pihak, yaitu masing-masing rela atas
isi perjanjian (akad) tersebut. Dengan kata lain perjanjian (akad) harus
merupakan kehendak bebas masing-masing pihak, tidak boleh ada paksaan dari
pihak yang satu kepada pihak lain. Perjanjian yang dilakukan oleh kedua belah
pihak tidak boleh bertentangan dengan hukum syara‟ sebab perjanjian yang
bertentangan dengan hukum syara‟ adalah tidak sah.5
Oleh karena itu ketika para pihak melakukan kesepakatan dalam akad
(perjanjian) hendaknya memperhatikan tentang apa yang menjadi isi perjanjian,
tujuan diadakannya perjanjian sehingga tidak menimbulkan kesalah pahaman dan
kelalaian dalam tanggung jawab yang diberikan oleh pelaku usaha.
Terkait dengan hal tersebut, maka dengan berkembangnya teknologi dan
informasi menjadikan kebutuhan masyarakat semakin mengalami peningkatan
dan bahkan beraneka ragam. Hal ini mendorong pelaku usaha lebih
meningkatkan pelayanan dan kualitas pemasarannya. Konsumen dalam hal ini
tentu menjadi objek dari aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang sebesar-
4Ibid., h. 1. 5Jauhari Kustianah, “Pencantuman Klausula Eksonerasi dalam Perjanjian Jual Beli Perspektif
Hukum Islam dan Undang-undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Studi Kasus di Jembatan Baru Supermarket Cab. Dasan Agung Mataram”, (Skripsi, FSEI IAIN Mataram, Mataram, 2014), h. 2.
3
besarnya dan sebanyak-banyaknya melalui promosi serta cara penjualan
menggunakan perjanjian standar yang merugikan konsumen. Perjanjian standar
merupakan perjanjian yang telah dibakukan oleh salah satu pihak yang memiliki
kekuasaan lebih tinggi, perjanjian standar yang telah dibakukan dapat dituangkan
dalam bentuk dokumen perjanjian atau dalam bentuk persyaratan-persyaratan.
Adapun perjanjian standar yang merugikan konsumen tersebut adalah
pencantuman klausula eksonerasi atau perjanjian baku dalam jual beli.6
Terkait dengan klausula eksonerasi dalam Undang-Undang No. 8 Tahun
1999 Tentang Perlindungan Konsumen masih belum dapat dilihat secara
signifikan. Pembentuk Undang-Undang sendiri tidak memberikan definisi
mengenai klausula eksonerasi. Sehingga untuk membedakan kedua istilah baku
dan eksonerasi sebagai berikut. Perjanjian yang mengandung syarat-syarat baku
adalah meniadakan pembicaraan terlebih dahulu dari isi suatu perjanjian,
sedangkan dalam perjanjian dengan syarat-syarat eksonerasi adalah
menghilangkan tanggung jawab seseorang atas suatu akibat dari persetujuan.7
Salah satu contoh yang masih terlihat jelas banyak terjadi pelanggaran
terkait dengan penerapan klausula baku berklausula eksonerasi, yaitu adanya
syarat-syarat mengecualikan tanggung jawab, yaitu jasa laundry yang
mengabaikan pelayanan dan hak-hak konsumen. Jasa laundry sering melakukan
kelalaian berupa cacat pada pakaian yang dikerjakan seperti pakaian yang rusak,
6C.S.T Kansil dan Christine, Kitab Undang-Undang Hukum Perusahaan Jilid I (Jakarta: PT.
Pradnya Paramita, 2003), h. 311. 7Az. Nasution, Hukum Perlindunagn Konsumen (Jakarta: Diadit Media, 2001), h. 94.
4
pudar warna pakaian, kelunturan, tertukar dengan konsumen yang lain, bahkan
hilang.8
Pelaku usaha Laundry lazimnya mencantumkan perjanjian sebagai upaya
dalam menghilangkan tanggung jawabnya kepada konsumen.Klausula eksonerasi
ini banyak digunakan dalam setiap perjanjian yang bersifat sepihak, salah
satunya adalah jasa Lundry. Perjanjian sepihak atau klausula eksonerasi yang
terdapat dalam jasa Laundry dapat terlihat dalam kuitansi Laundry tersebut, yang
menyatakan:
1. Luntur, kusut dan rusak karena lapuk diluar tanggung jawab kami;
2. Barang yang rusak dan hilang karena kesalahan kami akan kami ganti
maksimal 10x ongkos cuci;
3. Kami tidak bertanggung jawab atas kehilangan/kerusakan barang yang tidak
diambil lebih dari 30 hari;
4. Claim berlaku maksimal 12 jam setelah barang diambil;
5. Apabila tidak dikomplain pada saat transaksi maka semua persyaratan di atas
telah disetujui.9
Perjanjian eksonerasi yang terdapat dalam Laundry tersebut membuat
konsumen tidak mempunyai banyak pilihan, sehingga konsumen terpaksa
menerima segala ketentuan yang ada. Dari segi isinya, pada kontrak
standar/klausula baku (eksonerasi) memungkinkan terjadi ketidak seimbangan
8Observasi di beberapa Laundry Kelurahan Dasan Agung Mataram, Mataram, 02 Mei 2018. 9 Dokumentasi Nota Laundry Rumah Binatu Khumara, Dasan Agung, di ambil pada 17
Oktober 2017.
5
hak dan kewajiban antara pelaku usaha dan konsumen. Artinya, pihak pelaku
usaha akan cenderung melindungi kepentingannya sedemikian rupa sehingga
jauh dari risiko. Begitupula sebaliknya, konsumen dalam klausula eksonerasi
selalu diposisikan sebagai pihak yang lemah. Kekhawatiran tersebut selama ini
telah banyak terjadi dalam dunia ekonomi/bisnis yang disebabkan praktiknya
jauh dari tuntunan nilai-nilai syariat.
Berdasarkan permasalahan di atas kenyataannya konsumen mempunyai
daya tawar jauh dibawah pelaku usaha. Di Indonesia, insiden merugikan yang
dialami konsumen sudah biasa terjadi ketika menggunakan suatu jasa, sedangkan
pelaku usaha lepas tangan seandainya pelayanan jasa yang diberikan tidak sesuai
dengan apa yang diharapkan oleh konsumen. Hal ini juga terjadi di pelayanan
jasa laundry yang ada di Dasan Agung Mataram.
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah di paparkan, peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian skripsi dengan judul “Penerapan Klausula
Eksonerasi Terhadap Jasa Laundry Perspektif Fiqih Muamalah (Studi
Kasus Kelurahan Dasan Agung Mataram).”
6
B. Fokus Kajian
Berdasarkan konteks penlitian di atas, maka fokus kajian dalam
penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana penerapan klausula eksonerasi terhadap jasa laundry di
Kelurahan Dasan Agung Mataram?
2. Bagaimana analisis fiqih muamalah terhadap klausula eksonerasi dalam jasa
Laundry di Kelurahan Dasan Agung Mataram?
C. Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan fokus kajianyang telah disebutkan di atas, maka tujuan
penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui penerapan klausula eksonerasi terhadap jasa laundry
Kelurahan Dasan Agung Mataram.
b. Untuk mengetahui analisis fiqih muamalah tentang klausula eksonerasi
dalam jasa laundry Kelurahan Dasan Agung Mataram.
2. Manfaat Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian ini maka manfaat yang dapat di angkat
ialah dalam aspek:
a. Manfaat secara teoritis
Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk menambah khazanah keilmuan
dalam disiplin pengetahuan fiqh muamalah khususnya pembahasan terkait
7
dengan perjanjian (akad) dalam klausula eksonerasi yang diterapkan oleh
jasa laundry.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini memiliki manfaat secara praktis dalam kehidupan
masyarakat yang memiliki peran secara kongkret ialah:
1) Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan bisa menjadi pedoman dalam
melakukan penelitian dimasa yang akan datang terutama pada
masyarakat dengan tema yang sama.
2) Bagi pelaku usaha laundry penelitian ini berguna bagi pengembangan
khasanah dan pendalaman ilmu pengetahuan hukum terutama
mengenai standar perjanjian yang mengandung klausula eksonerasi
sehingga pelaku usaha laundry tidak melepaskan tanggung jawabnya
terhadap konsumen.
3) Masyarakat atau konsumen penelitian ini menjadi edukasi agar
nantinya dalam melakukan perjanjian (akad) harus lebih
memperhatikan dampak positif ataupun negatif yang terjadi di
kemudian hari agar tidak menimbulkan kerugian di salah satu pihak.
D. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian
1. Ruang Lingkup
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menyadari bahwa masih
banyak keterbatasan, baik itu dari aspek ilmu pengetahuan, referensi, ruang
dan waktu, serta tenaga untuk bisa melaksanakan penelitian dengan baik dan
8
benar. Oleh karena itu, dirasakan perlu untuk membatasi ruang lingkup
penelitian.
Adapun yang menjadi ruang lingkup dalam penelitian ini yaitu hanya
terbatas dan terfokus pada bagaimana penerapan klausula eksonerasai
terhadap jasa laundry dalam perspektif fiqih muamalah.
2. Setting Penelitian
Peneliti mengambil lokasi dalam penelitian ini adalah di laundry
Kelurahan Dasan Agung Mataram. Alasan peneliti mengambil lokasi
penelitian ini dikarenakan menjamurnya usaha laundry di Dasan Agung.
E. Telaah Pustaka
Penelitian ini menggunakan telaah pustaka ke dalam judul penelitian
terdahulu yang relevan, yaitu:
1. Skripsi karya Alfan Fairuz Syifa‟, dengan judul “Perlindungan Konsumen
Terhadap Klausula Eksonerasi Dalam Perjanjian Baku Jasa Laundry di
Papringan, Sleman Yogyakarta”.10 Dalam skripsi ini, fokus kajian yang
dibahas tentang perlindungan konsumen dan penerapan klausula eksonerasi
dalam perjanjian baku jasa laundry di Papringan Sleman Yogyakarta.
Berdasarkan fokus kajian yang diangkat oleh peneliti dalam skripsi terdahulu,
maka kesimpulannya ialah:
10Alfan Fairuz Syifa‟, “Perlindungan Konsumen Terhadap Klausula Eksonerasi dalam
Perjanjian Baku Jasa Lundry di Papringan Sleman Yogyakarta”, (Skripsi, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2016).
9
a. Dalam nota jasa laundry di Papringan Sleman Yogyakarta berisi
perjanjian baku yang mengandung klausula eksonerasi. Dalam
penerapannya setidaknya terdapat 4 (empat) bentuk klausula eksonerasi,
yaitu:
1) Penyusutan pakaian, kelunturan, atau hilangnya barang ketika proses
pencucian bukan sepenuhnya tanggung jawab pihak laundry;
2) Pihak pelaku usaha laundry melakukan ganti rugi kepada konsumen
jika terjadi murni kesalahan dari pihak laundry sebagai bentuk
tanggung jawab dengan penggantian rata-rata 5-10 kali dari biaya
pencucian di nota laundry konsumen;
3) Pelaku usaha laundry tidak bertanggungjawab atas risiko dari
barang/pakaian karena suatu hal yang luar biasa dan tidak diperkirakan
sebelumnya;
4) Pelaku usaha laundry tidak bertanggungjawab atas segala keluhan dan
permintaan ganti rugi setelah meninggalkan outlet laundry.
b. Perjanjian baku yang tercantum dalam nota pembayaran laundry di
Papringan Sleman Yogyakarta mengandung klausula eksonerasi, isinya
bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen.
Penelitian Alfan Fairuz Syifa‟ dengan penelitian yang diteliti ini tentu
memiliki persamaan dan perbedaan. Adapun Perbedaan penelitian ini
dengan penelitian yang akan diteliti oleh peneliti yaitu penelitian Alfan
10
Fairuz Syifa‟ membahas tentang perlindungan konsumen jasa laundry
terhadap klausula eksonerasi dalam perjanjian baku dari sudut pandang
hukum positif sedangkan penelitian yang akan peneliti teliti ini membahas
tentang penerapan klausula eksonerasi terhadap jasa laundry dari sudut
pandang hukum Islam khususnya fiqh muamalah. Sedangkan persamaan
dalam penelitian ini adalah sama-sama menerapkan klausula baku
(eksonerasi) pada jasa laundry.
2. Skripsi Mustika Andriani, dengan judul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap
Praktek Pelaku Usaha Jasa Laundry di Kelurahan Kekalik Jaya Kecamatan
Sekarbela Kota Mataram.”11 Dalam skripsi ini, fokus kajian yang dibahas
tentang praktik pelaku usaha jasa laundry dalam tinjauan hukum Islam.
Berdasarkan fokus kajian yang diangkat oleh peneliti dalam skripsi terdahulu,
maka kesimpulannya ialah:
a. Mengenai barang konsumen yang rusak atau hilang maka dari pelaku
usaha laundry memberikan ganti rugi baik secara penuh, setengah harga,
ganti sesuai dengan barang yang hilang, ganti dengan gratis 5 (lima) kali
cuci. Untuk penyelesaian permasalahan mengenai pakaian yang bau apek
dan setrika kurang rapi maka dari pelaku usaha jasa laundry meminta
kepada pelanggan untuk membawa kembali barangnya agar dijemur serta
11 Mustika Andriani, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek Pelaku Usaha Jasa Laundry
di Kelurahan Kekalik Jaya Kecamatan Sekarbela Kota Mataram”, (Skripsi, Fakultas Syari‟ah dan Ekonomi Islam IAIN Mataram: 2014).
11
diberi pewangi agar bau apeknya hilang serta disetrika ulang sampai rapi
hingga tidak ada keluhan lagi dari pelanggan.
b. Praktek pelaku usaha jasa laundry di Kelurahan Kekalik Jaya Kecamatan
Sekarbela Kota Mataram dalam menjalankan usahanya sudah memenuhi
ketentuan-ketentuan hukum Islam karena praktik pelaku usaha jasa
laundry jujur dalam menjalankan usahanya yaitu mereka mampu
memberikan alasan yang dapat diterima, menjelaskan keadaan yang
sebenarnya terkait dengan ketidak tepatan waktu, sehingga memberikan
rasa kepercayaan dan rasa nyaman bagi konsumennya. Selain itu, pelaku
usaha jasa laundry di Kelurahan Kekalik Jaya Kecamatan Sekarbela Kota
Mataram juga memiliki sifat amanah, Amanah dalam bertanggung jawab
atas kerusakan barang, ketidak tepatan waktu yang diperjanjikan, hasil
mencucinya yang bau apek atau kurang rapi, sehingga hubungan dengan
pengguna jasa (konsumen) mereka akan terus terjaga bahkan akan
bertambah.
Penelitian yang dilakukan oleh Mustika Andriani dengan penelitian
yang ini tentu memiliki perbedaan dan persamaan. Adapapun perbedaannya
yaitu, penelitian Mustika Andriani pembahasannya lebih fokus pada praktik
pelaku usaha jasa laundry. Sedangkan penelitian yang akan peneliti teliti ini
lebih fokus pada bagaimana penerapan klausula baku (eksonerasi). Sedangkan
persamaan dalam penelitian ini sama-sama memakai obyek jasa laundry.
12
3. Skripsi karya Jauhari Kustianah, dengan judul “Pencantuman Klausula
Eksonerasi dalam Perjanjian Jual Beli dalam Perspektif Hukum Islam dan
Undang-undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.”12
Dalam skripsi ini, focus kajian yang dibahas tentang praktik pencantuman
klausula eksonerasi dalam perjanjian jual beli di Jembatan Baru Supermarket
Dasan Agung, penyelesaian tuntutan ganti rugi oleh Jembatan Baru
Supermarket kepada konsumen dan tinjauan hukum Islam serta Undang-
Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen terhadap
pencantuman klaususa eksonerasi di Jembatan Baru Supermarket Dasan
Agung. Berdasarkan focus kajian yang diangkat oleh peneliti dalam penelitian
terdahulu, maka kesimpulannya ialah:
a. Pada dasarnya praktik pencantuman klausula eksonerasi oleh Jembatan
Baru Supermarket berebentuk tertulis tidak secara lisan. Namu,
pencantuman klausula eksonerasi semacam ini tidak banyak diketahui
oleh konsumen sehingga hal tersebut hanya dapat menguntungkan pelaku
usaha saja.
b. Terkait dengan tuntutan ganti rugi oleh konsumen, sejauh ini Jembatan
Baru Supermarket belum pernah mengalami kasus terkait dengan tuntutan
ganti rugi, namun tidak dipungkiri terdapat beberapa konsumen yang
melakukan complain terhadap adanya klausula tersebut.
12Jauhari Kustianah, “Pencantuman Klausula Eksonerasi dalam Perjanjian Jual Beli Perspektif
Hukum Islam dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen”, (Skripsi, Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam IAIN Mataram: 2014).
13
c. Pencantuman klausula eksonerasi berdasarkan konsep hukum Islam
dianggap tidak sah, dikarenakan pada perjanjian jual beli tersebut tidak
memenuhi syarat-syarat sahnya suatu akad (perjanjian) jual beli.
melainkan aakad yang digunakan dalam perjanjian tersebut menggunakan
perjanjian sepihak tanpa ada kesepakatan terlebih dahulu. Lain halnya
dengan konsep UUPK adanya klausula eksonerasi yang dilakukan oleh
pihak Jembatan Baru supermarket dapat dikaitkan dengan dua hal, yaitu
isi dan bentuk penulisannya.
Penelitian yang dilakukan oleh Jauhari Kustianah dengan penelitian
yang ini tentu memiliki perbedaan dan persamaan. Adapun perbedaannya
yaitu, penelitian Jauhari Kustianah pembahasannya lebih fokus pada praktik
penerapan klausula eksonerasi di supermarket Dasan Agung Mataram,
bagaimana bentuk ganti rugi yang diberikan pelaku usaha serta, penerapan
klausula eksonerasi dari aspek hukum Islam dan Undang-undang. Sedangkan
penelitian yang akan peneliti teliti ini lebih fokus pada bagaimana penerapan
klausula baku (eksonerasi). Sedangkan persamaan dalam penelitian ini sama-
sama memakai obyek jasa laundry. Daerah dengan wilayahnya sama-sama di
daerah Dasan Agung Mataram.
F. Kerangka Teoritik
1. Perjanjian (Akad)
a. Pengertian Perjanjian (Akad) dalam Hukum Positif dan Hukum
Islam
14
Pengertian perjanjian menurut Pasal 1313 KUHPerdata, adalah
“suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
Kata akad berasal dari bahasa Arab al-aqd yang secara etimologi
berarti perikatan, perjanjian, dan permufakatan (al-ittifaq). Secara
terminologi fiqih, akad didefinisikan dengan:
“Pertalian ijab (pernyataan melakukan ikatan) dan kabul (pernyataan
penerimaan ikatan) sesuai dengan kehendak syariat yang berpengaruh
kepada objek perikatan”.13
b. Asas Berakad dalam Islam
Ada tujuh asas berakad dalam Islam, yaitu asas kebebasan, asas
persamaan atau kesetaraan, asas keadilan, asas kerelaan, asas kejujuran
dan kebenaran, dan asas tertulis.
1) Asas Ilahiah
Setiap tingkah laku dan perbuatan manusia tidak akan luput dari
ketentuan Allah SWT. Seperti yang diseebutkan dalam Alquran:
“Dia bersama kamu di mama saja kamu berada. dan Allah Maha
melihat apa yang kamu kerjakan”14
13 Abdul Rahman Ghazaly, dkk. Fiqh Muamalah (Jakarta: Prenadamedia Group, 2010), h. 50. 14 QS. al-Hadid [57]: 4.
15
Kegiatan muamalah, termasuk perbuatan perikatan, tidak akan
pernah lepas dari nilai-nilai ketuhanan (ketauhidan). Dengan
demikian, manusia memiliki tanggung jawab akan hal ini.
Tanggung jawab kepada masyarakat, tanggung jawab kepada pihak
kedua, tanggung jawab kepada diri sendiri, dan tanggung jawab
kepada Allah SWT. Akibatnya, manusia tidak akan berbuat
sekehendak hatinya, karena segala perbuatannya akan mendapatkan
balasan dari Allah SWT.15
2) Asas Kebebasan (Al-Hurriyah)
Asas ini merupakan prinsip dasar dalam bermuamalah
(berakad). Pihak-pihak yang melakukan akad mempunyai
kebebasan untuk membuat perjanjian, baik dari segi objek
perjanjian maupun menentukan persyaratan-persyaratan lain,
termasuk mnetapkan cara-cara penyelesaian bila terjadi sengketa.
3) Asas Persamaan atau Kesetaraan (Al-Musawah)
Suatu perbuatan muamalah merupakan salah satu jalan untuk
memenuhi kebutuhan hidup manusia. Seringkali terjadi, bahwa
seseorang memiliki kelebihan dari yang lainnya. Hal ini
menunjukkan, bahwa di antara sesama manusia masing-masing
memiliki kelebihan dan kekurangan. Untuk itu, antara manusia satu
dan yang lain hendaknya saling melengkapi atas kekurangan yang
15 Gemala Dewi, dkk. Hukum Perikataan Islam di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2006), h. 31.
16
lain dari kelebihan yang dimilikinya. Oleh karena itu, setiap
manusia memiliki kesempatan yang sama untuk melakukan suatu
perikatan. Dalam melakukan perikatan ini, para pihak menentukan
hak dan kesetaraan ini. Tidak boleh ada suatu kezaliman yang
dilakukan dalam perikatan tersebut.
4) Asas Keadilan (Al-„Adalah)
Keadilan adalah tujuan yang hendak diwujudkan oleh semua
hukum. Keadilan merupakan sendi setiap perjanjian yang dibuat
oleh para pihak. Dalam hukum Islam kontemporer telah diterima
suatu asas bahwa demi keadilan syarat baku itu dapat diubah oleh
pengadilan apabila memang ada alasan untuk itu.16
5) Asas Kerelaan (Al-Ridha)
Segala transaksi yang dilakukan harus atas dasar suka sama
suka atau kerelaan antara masing-masing pihak, tidak boleh ada
tekanan, paksaan, penipuan, dan mis-statement. Jika hal ini tidak
terpenuhi, maka transaksi tersebut dilakukan dengan cara yang batil
(al-aqdu bil bathil). Berikut isi dari QS. an-Nisaa‟ (4): 29.
16 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian…, h. 92.
17
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”17
Ayat di atas menunjukkan, bahwa dalam melakukan suatu
perdagangan hendaklah atas dasar suka sama suka atau sukarela.
Tidaklah dibenarkan bahwa suatu perbuatan muamalah,
perdagangan misalnya, dilakukan dengan pemaksaan ataupun
penipuan. Jika hal ini terjadi, dapat membatalkanperbuatan tersebut.
unsure sukarela ini menunjukkan keikhlasan dan iktikad baik dari
para pihak.18
6) Asas Kejujuran dan Kebenaran (Ash-Shidq)
Kejujuran merupakan hal yang harus dilakukan oleh manusia
dalam segala bidang kehidupan, termasuk dalam pelaksanaan
muamalah. Jika kejujuran ini tidak diterapkan dalam perikatan,
maka akan merusak legalitas perikatan itu sendiri. Selain itu, jika
17QS. an-Nisaa [4]: 29. 18Mardani, Fiqih…, h. 97.
18
terdapat ketidakjujuran dalam perikatan, akan menimbulkan
perselisihan di antara para pihak.19
7) Asas tertulis (Al-Kitabah)
Allah SWT menganjurkan kepada manusia hendaknya suatu
perikan dilakukan secara tertulis, dihadiri oleh saksi-saksi, dan
diberikan tanggung jawab individu yang melakukan perikatan, dan
yang menjadi saksi. Selain itu, dianjurkan pula bahwa apabila suatu
perikatan dilaksanakan tidak secara tunai, maka dapat dipegang
suatu benda sebagai jaminannya. Adanya tulisan, saksi, dan/atau
benda jaminan ini menjadi alat bukti atas terjadinya perikatan
tersebut.20
Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, bahwa akad
dilakukan berdasarkan asas sebagai berikut:
a) Ikhtiyari atau sukarela; setiap akad dilakukan atas kehendak
para pihak, terhindar dari keterpaksan karena tekanan salah satu
pihak atau pihak lain.
b) Amanah atau menepati janji. Setiap akad wajib dilaksanakan
oleh para pihak sesuai kesepakatan yang ditetapkan oleh yang
bersangkutan dan pada saat yang sama terhindar dari cedera
janji.
19Ibid. 20Ibid.
19
c) Ikhtiyati atau kehati-hatian. Setiap akad dilakukan ddengan
pertimbangan yang matang dan dilakukan dengan tepat dan
cermat.
d) Luzum atau tidak berubah. Setiap akad dilakukan dengan tujuan
yang jelas dan perhitungan yang cermat, sehingga terhindar
dari spekulasi atau maisir.
e) Saling menguntungkan. Setiap akad dilakukan untuk memenuhi
kepentingan para pihak sehingga tercegah dari praktik
manipulasi dan merugikan salah satu pihak.
f) Taswiyah atau kesetaraan. Para pihak dalam setiap akad
memiliki kedudukan yang setara, dan mempunyai hak dan
kewajiban yang seimbang.
g) Transparansi. Setiap akad dilakukan dengan
pertanggungjawaban para pihak secara terbuka.
h) Kemampuan. Setiap akad dilakukan sesuai dengan kemampuan
para pihak, sehingga tidak menjadi beban yang berlebihan bagi
yang bersangkutan.
i) Taisir atau kemudahan. Setiap akad dilakukan dengan cara
saling member kemudahan kepada masing-masing pihak untuk
dapat melaksanakannya sesuai dengan kesepakatan.
20
j) Itikad baik. Akad dilakukan dalam rangka mengakkan
kemaslahatan, tidak mengandung unsur jebakan dan perbuatan
buruk lainnya.
k) Sebab yang halal. Tidak bertentangan dengan hukum, tidak
dilarang oleh hukum dan tidak haram.
c. Sumber-sumber Hukum Perikatan Islam
Sumber hukum Islam berasal dari tiga sumber hukum, yaitu Al-
Qur‟an dan Hadits (sebagai dua sumber utama), serta ar-ra‟yu atau akal
pikiran manusia yang terhimpun dalam ijtihad. Hal ini berdasarka pada
hadis Mu‟az.21Bahwa sumber hukum Islam adalah Al-Qur‟an. Al-
Hadits, dan Ijtihad.
Dalam tulisan ini, diuraikan sumber Hukum Perikatan Islam berasal
dari Al-Qur‟an dan Al-Hadits.
1) Al-Qur‟an
a) QS. al-Baqarah (2): 188.
“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang
lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu Mengetahui”
21Gemala Dewi, dkk. Hukum Perikatan…, h. 38.
21
b) QS. al-Maidah (5): 1
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.”
2) Hadits
“Allah SWT telah berfirman (dalam Hadits Qudsi-Nya), „Aku adalah yang ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah seorang di antaranya tidak berkhianat terhadap temannya. Apabila salah seorang di antara keduanya berkhianat, maka aku keluar dari perserikatan keduanya.”22 (HR. Abu Dawud dan Hakim).
2. Pengertian Klausula Baku (Klausula Eksonerasi)
Perjanjian baku adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh dua pihak
di mana salah satu pihak menstandarkan klausul-klausulnya kepada pihak
lain yang tidak mempunyai kebebasan untuk melakukan tawar-menawar dan
tidak mempunyai pilihan kecuali menerimanya.23 Sedangkan menurut Pasal
1 angka 10 Undang-Undang Perlindungan konsumen, pengertian klausula
baku yaitu:
22Gemala Dewi, dkk. Hukum Perikatan…, h. 41. 23Samsul Anwar, Hukum Perjanjian…,h. 318.
22
“Setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen”.24
Sehubungan dengan perlindungan konsumen, yang perlu mendapat
perhatian utama dalam perjanjian baku adalah mengenai klausula eksonerasi.
Klausula eksonerasi yaitu klausula yang berisi pembebasan atau pembatasan
pertanggung jawaban dari pihak pelaku usaha yang lazimnya terdapatdalam
jenis perjanjian tersebut.
Klausula eksonerasi yang biasanya dimuat dalam perjanjian sebagai
klausula tambahan atas unsur esensial dari suatu perjanjian, pada umumnya
ditemukan dalam perjanjian baku. Klausula tersebut merupakan klausula
yang sangat merugikan konsumen yang umumnya memiliki posisi lemah
jika dibandingkan dengan pelaku usaha, karena beban yang seharusnya
dipikul oleh pelaku usaha, karena beban yang seharusnya dipikul oleh pelaku
usaha, dengan adanya klausula tersebut menjadi beban konsumen.
Klausula eksonerasi ini dapat terjadi atas kehendak satu pihak yang
dituangkan dalam perjanjian secara individual atau secara massal. Perjanjian
yang bersifat missal ini telah dipersiapkan terlebih dahulu dan diperbanyak
dalam bentuk formulir, yang dinamakan perjanjian baku. Uraian di atas
24Burhanuddin, Pemikiran Hukum …,h. 24.
23
menunjukkan bahwa perjanjian baku adalah perjanjian yang didalamnya
dibakukan syarat eksonerasi dan dituangkan dalam bentuk formulir.25
Undang-undang perlindungan konsumen membuat sejumlah
larangan terkait penggunaan klausula baku (eksonerasi). Larangan ini
dimaksudkan untuk menempatkan kedudukan konsumen setara dengan
pelaku usaha berdasarkan asas kebebasan berkontrak (hurriyyah at-Ta‟aqud).
Kebebasan berkontrak untuk menentukan hak dan kewajiban dapat
dibenarkan dalam transaksi ekonomi/bisnis selama syarat-syarat yang
dikemukakannya tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syara‟.26
Pasal 18 UUPK membuat sejumlah larangan penggunaan klausula
baku dalam standar kontrak sebagaimana termuat dalam 4 (empat) ayat,
yaitu:
1. Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk dipedagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila: a. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha; b. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan
kembali barang yang dibeli konsumen; c. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan
kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;
d. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;
25Putri Adekutajeng Jumsa, “Implementasi Pasal 18 Undang-undang Perlindungan Konsumen
tentang Klausula Eksonerasi di Kota Mataram” (Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Mataram, Mataram 2012), h. 30.
26Ibid.
24
e. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;
f. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;
g. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;
2. Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti.
3. Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan batal demi hukum.
4. Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan undang-undang ini.27
Pasal 18 ayat 1 UUPK membatasi pelaku usaha dalam pencantuman
klausula baku yang mengarah kepada klausula eksonerasi. Artinya, klausula
baku adalah klausula yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha, tetapi isinya
tidak boleh mengarah pada klausula eksonerasi dalam perjanjian standar
antara pelaku usaha dan konsumen yaitu pembatasan dan penghapusan
tanggung jawab.
Dari ketentuan Pasal 18 UUPK di atas, larangan penggunaan
standar kontrak dikaitkan dengan dua hal, yaitu isi dan bentuk penulisannya.
Dari segi isinya, dilarang menggunakan standar kontrak yang memuat
klausula-klausula yang tidak adil. Sedangkan dari segi bentuk penulisannya,
klausula-klausula itu harus dituliskan dengan sederhana, jelas, dan terang
sehingga dapat dibaca dan dimengerti dengan baik oeh konsumen.
27Ibid., h. 25-27.
25
Mengingat perjanjian baku, tetap mengikat para pihak dan pada
umumnya beban tanggung gugat para pihak adalah berat sebelah, maka
langkah yang harus dilakukan bukan melarang atau membatasi penggunaan
perjanjian baku melainkan melarang atau membatasi penggunaan klausula-
klausula tertentu dalam perjanjian tersebut.
Dari ketentuan pasal tersebut, larangan penggunaan kalusula baku
(eksonerasi) dikaitkan dengan dua hal, yaitu isi/materi dan bentuk
penulisannya. Dari segi materinya, pada saat pembuatan klausula baku
dilarang memuat ketentuan yang tidak adil, sehingga hanya menguntungkan
satu pihak dan merugikan pihak lain. Sedangkan dari segi penulisannya,
klausula itu harus dinyatakan secara jelas sehingga dapat dipahami oleh
konsumen.
Disamping itu, undang-undang tersebut juga mewajibkan pelaku
usaha untuk mengikuti ketentuan yang berlaku dalam menyusun klausula
baku (eksonerasi). Apabila dalam kenyataan pelaku usaha menyalahi
ketentuan yang berlaku, maka klausula baku dinyatakan batal demi hukum.
Artinya, klausula baku yang telah dibuat secara sepihak itu akan dianggap
tidak ada karena belum mempunyai kekuatan hukum. Berdasarkan asas
kebebasan berkontrak (hurriyyah at-Ta‟uqud), larangan tersebut
dimaksudkan untuk menempatkan kedudukan konsumen setara dengan
pelaku usaha agar tidak mengalami kerugian.
26
3. Konsumen
a. Pengertian Konsumen
Konsumen adalah setiap orang, kelompok, atau badan hukum
pemakai suatu harta benda atau jasa karena ada hak yang sah, baik
dipakai untuk pemakaian akhir maupun proses produksi selanjutnya.28
Sedangkan menurut UU No. 8 Tahun 1999 tentang Hukum
Perlindungan Konsumen dalam Pasal 1 ayat (2) yakni: “Konsumen
adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain,
maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.29
Berdasarkan pengertian di atas, subjek yang disebut konsumen
berarti setiap orang yang berstatus sebagai pengguna suatu produk
tertentu. Istilah “orang” sebagaimana dinyatakan, sebenarnya masih
menimbulkan pertanyaan apakah manusia dalam pengertian hakiki
(syakhshiyah thabi‟iyah) ataukah termasuk badan hukum (syakhshiyah
i‟tibariyah hukmiyah). Namun jika merujuk definisi konsumen menurut
undang-undang, istilah “orang” berarti manusia yang hakiki.
Dalam literatur ekonomi, secara umum dikenal dua macam
konsumen, yaitu:
28Ibid., h. 6. 29 Celina Tri Siwi, Hukum Perlindungan Konsumen (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), h. 27.
27
1) Konsumen antara, yaitu konsumen yang menggunakan suatu
produk sebagai bagian dari proses produksi lainnya.
2) Konsumen akhir, yaitu pengguna atau pemanfaatan akhir dari suatu
produk.
Dari kedua pembagian tersebut, berarti istialah konsumen dapat
diartikan secara luas, yaitu semua pemakai maupun pengguna barang
dan/atau jasa untuk tujuan tertentu. Sedangkan menurut undang-undang
yang dimaksud konsumen adalah hanya pengguna terakhir (end user)
dari barang dan/atau jasa untuk memenuhi kebutuhan.30
b. Hak-Hak Konsumen
Menurut hukum Islam ada enam hak konsumen yang membutuhkan
perhatian serius dari pelaku usaha, yaitu;31
1) Hak untuk mendapatkan informasi yang benar, jujur, adil, dan
terhindar dari pemalsuan;
2) Hak untuk mendapatkan kemanan produk dan lingkungan sehat;
3) Hak untuk mendapatkan advokasi dan penyelesaian sengketa;
4) Hak untuk mendapatkan perlindungan dari penyalahgunaan
keadaan;
5) Hak untuk mendapatkan ganti rugi akibat negatif dari suatu produk;
30Burhanuddin, Pemikiran Hukum Perlindungan Konsumen…,h. 7. 31Muhammad & Alimin, Etika dan Perlindungan Konsumen Dalam Ekonomi
Islam(Yogyakarta: BPFE, 2004), h. 195.
28
6) Hak untuk memilih dan memperoleh nilai tukar yang wajar.
Dalam hukum Islam, kerugian atau bahaya fisik yang diderita oleh
konsumen karena cacat produk atau penipuan adalah perbuatan yang
tidak dibenarkan, oleh karena itu pelaku usaha/produsen harus
bertanggung jawab atas perbuatannta itu. Tanggung jawab jika
dihubungkan dengan penyebab adanya ganti rugi (dhaman) dapat
dibedakan menjadi lima, yaitu:32
1) Ganti Rugi Karena Perusakan (Dhaman Itlaf) 2) Ganti Rugi Karena Transaksi (Dhaman „Aqdin) 3) Ganti Rugi Karena Perbuatan (Dhaman Wadh‟u Yadin) 4) Ganti Rugi Karena Penahanan (Dhaman al-Hailulah) 5) Ganti Rugi Karena Tipu Daya (Dhaman al-Maghrur)
Dhaman Itlaf adalah ganti rugi akibat dari perusakan barang. Ganti
rugi itlaf tidak hanya berhubungan dengan kerusakan harta benda saja,
tetapi juga menyangkut jiwa dan anggota tubuh manusia. Dhaman
„Aqdin adalah terjadinya suatu aqad atau transaksi sebagai penyebab
adanya ganti rugi atau tanggung jawab. Ganti rugi wadh‟u yadin adalah
ganti rugi akibat dari kerusakan barang yang masih berada di tangan
penjual apabila barang belum diserahkan dalam sebuah aqad yang sah
dang anti rugi karena perbuatan mengambil harta orang lain tanpa izin.
Dhaman al-hailulah adalah ganti rugi pada jasa penitipan barang (al-
wadi) jika terjadi kerusakan atau hilang, baik kerusakan atau hilangnya
32Ibid., h. 235-239.
29
itu disebabkan karena kelalaian atau kesengajaan orang yang dititipi.
Dhaman al-maghrur adalah ganti rugi akibat tipu daya. Dhaman al-
maghrur sangat efektif diterapkan dalam perlindungan konsumen,
karena segala bentuk perbuatan yang dapat merugikan orang lain
pelakunya harus membayar ganti rugi sebagai akibat dari perbuatannya
itu.
4. Pelaku Usaha (Produsen)
Pengertian Pelaku Usaha diatur dalam pasal 1 angka 3 UU No. 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa pelaku
usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk
badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan
atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Republik Indonesia, baik
sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan
kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.33
Tercapainya kesepakatan (ijab qabul) diantara masing-masing pihak
dalam penyusunan kontrak (transaksi bisnis) adalah berlakunya hak dan
kewajiban (al-haqq wa al-iltizam). Hak dan kewajiban merupakan syarat
penyerta (asy-syurut al-muqtarinah bi al-„aqd) hasil kesepakatan yang wajib
dilaksanakan. Untuk mencapai kesepakatn diperlukan adanya perikatan
(akad) yang ketentuan rukun dan syaratnya bersumber dari syariat (syuruth
33 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum…, h. 41.
30
asy syar‟i li al-‟aqd). Dalam hukum perlindungan konsumen, pelaku usaha
sebagai salah satu pihak yang terlibat dalam transaksi mempunyai hak
sebagai berikut:
a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan
mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;
b. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen
yang beritikad tidak baik;
c. Hak untuk melakukan pembeaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian
hukum sengketa konsumen;
d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa
kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;
e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.34
Disamping hak yang harus dilindungi, pelaku usaha juga mempunyai
kewajiban sebagai berikut:
a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
34Burhanuddin, pemikiran hukum…, h. 11
31
b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,
perbaikan, dan pemeliharaan;
c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif;
d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau
jasa yang berlaku;
e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau
mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau
garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian
akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa
yang diperdagangkan;
g. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang
dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan
perjanjian.35
5. Barang dan/atau Jasa
Dalam kegiatan bisnis, sesuatu yang dijadikan sebagai objek
perikatan secara umum selalu terkait dengan pemenuhan barang dan/atau
jasa. Namun agar dapat menjadi objek perikatan, barang dan/atau jasa harus
35Ibid., h. 11-12.
32
memenuhi syarat syar‟i untuk mencegah keharaman, baik ditinjau dari segi
zatnya maupun selain zatnya. Menurut tinjauan syariat, sesungguhnya yang
halal dan haram itu sudah jelas hukumnya, namun diantara keduanya masih
ada perkara meragukan (musytabihat) sehingga perlu dijauhi oleh konsumen
agar tidak terjerumus didalamnya. Adapun yang menjadi dasar hukum
pentingnya selalu memperhatikan aspek halal haram ketika mengkonsumsi
barang dan/atau jasa adalah sebagai berikut:
“Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas, dan di antara keduanya ada perkara yang musytabihat yang kebanyakan manusia tidak mengetahui. Karena itu barang siapa yang menjaga dirinya dari perkara syubhat, maka ia telah membersihkan agamanya dan kehormatannya. Namun barang siapa jatuh dalam perkara syubhat, maka ia jatuh dalam perkara yang haram”36 (HR. Bukhari-Muslim).
Dalam hukum perlindungan konsumen, yang dimaksud barang
adalah setiap benda baik berwujud maupun yang tidak berwujud, baik
bergerak maupun yang tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat
dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau
dimanfaatkan oleh konsumen. Sedangkan yang dimaksud jasa adalah setiap
layanan yang berbentuk pekerjaaan atau prestasi yang disediakan bagi
masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.37
36Ibid. 37Ibid., h. 14-15
33
6. Sistem Kerja Laundry
a. Pengertian Laundry
Menurut Bagyono, laundry adalah bagian dari housekeeping yang bertanggung jawab atas pencucian, baik pencucian pakaian tamu (laundry, dry cleaning and pressing), seragam karyawan maupun linen-linen hotel (house laundry) dan pencucian pakaina datu linen dari luar hotel (outside laundry).
Menurut Agustinus Darsono, laundry adalah bagian hotel yang
bertanggung jawab terhadap pencucian, baik pencucian tamu, seragam
karyawan maupun linen hotel.
Sedangkan menurut Rumekso SE, laundry adalah seksi yang
bertanggung jawab atas semua cucian yang dikirim kepadanya.
Secara umum laundry adalah bagian yang bertanggung jawab atas
semua cucian yang diterima kepadanya, baik dari house laundry
maupun dari tamu atau guest laundry.38
b. Peralatan dan Perlengkapan yang Digunakan di Bagian Laundry
Semua peralatan dan perlengkapan yang ada di laundry mempuntai
peran yang sangat penting. Oleh sebab itu peralatan dan perlengkapan
yang ada di dalamnya yang dipergunakan setiap hari harus selalu
38https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://repository.usu.ac.id/bitsre
am/handle/123456789/54562/Chapter%2520II.pdf%3Fsequence%3D3&VED=2ahUKEwiKj4GSjbrfAhVMQo8KHf4AAQAQjABegQIAhAB&usg=AOvVaw2qwVX81sQ-aB-W4M7glYX5, diambil tanggal 16 Desember 2018, pukul 12.00.
34
diperhatikan dan dirawat agar tiak mudah rusak. Adapun alat dan
perlengkapan tersebut, yaitu:39
1) Marking Machine adalah mesin pemberi tanda pada semua cucian
sebelum dicuci.
2) Washing machine adalah mesin untuk mencuci semua cucian, baik
mesin untuk keperluan house laundy ataupun mesin untuk pakaian
tamu (guest laundry).
3) Extractor adalah mesin pemeras cucian sehabis dicuci.
4) Drying tumbler adalah mesin pengering cucian sehabis diperas.
5) Pressing machine adalah mesin setrika.
6) Dry cleaning machine adalah mesin yang hanya mencuci pakaian
yang tidak dapat dicuci dengan air. Seperti wol, sutera, saten dan
nylon.
7) Spot removing table adalah meja untuk melakukan spoting atau
membersihkan noda-noda pada cucian di bagian kerah, lengan,
saku, ketiak serta bagian-bagian lainnya.
39Ibid, h. 8.
35
c. Siklus Pencucian
Menurut Bagyono, proses pencucian mempunyai 9 langkah,
yaitu:40
1) Flash, merupakan langkah pertama yaitu mengeluarkan dan mneghilangkan kotoran yang larut dalam air agar dapat mengurangi beban kotoran untuk langkah pencucian berikutnya.
2) Break, pada tahap ini produk pelarut beralkalin tnggi ditambahkan untuk melarutkan kotoran.
3) Suds, ini merupakan siklus pencucian yang sebenarnya, dimana deterjen ditambahkan.
4) Carryover suds, tahap ini dinamakan dengan pembilasan menengah. Langkah pembilasan ini merupakan proses menghilangkan kotoran dan kandungan alkalin untuk membantu pemutih bekerja lebih aktif.
5) Bleach, merupakan tahap untuk menggunakan dan menambahkan pemutih sebagai pembunuh bakteri, memutihkan kain, atau menghilangkan noda.
6) Rinse, merupakan tahap pembilasan yang ke dua kalinya atau bahkan lebih, dimana pembilasan ini digunakan untuk menghilangkan deterjen dan kotoran dari linen.
7) Intermediate extract, tahap ini menyertai pembilasan pertama. Dalam hal ini perlu pemutaran dengan kecepatan tinggi untuk menghilangkan deterjen dan kotoran dari linen.
8) Asam atau softener atau kanji atau sizing, tahap ini merupakan tahap penambahan softener dan asam pada kain tertentu. Kenji ditambahkan untuk membuat kain katun kaku, kemudian sizing ditambahkan untuk campuran polyster.
9) Extract, merupakan tahap pemutaran dengan menggunakan kecepatan tinggi untuk menghilangkan kadar air dan menambah kelembutan dari linen. Lama putaran tergantung pada jenis kain, kapasitas, dan kecepatan extractor.
40https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://repository.nscpolteksby.a
c.id/110/5/5%2520Bab%2520II.pdf&ved=2ahUKEwjC1ZkbrfAhVJso8KHbCCI0QFjADegQIChAB&usg=AOvVaw1FVmKncJFo4ntqrWJ1MRI- , diambil tanggal 12 Desember 2018, pukul 11.00.
36
G. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Sebagai upaya dalam memperoleh data dan pengetahuan mengenai
Penerapan Klausula Eksonerasi terhadap Jasa Laundry Perspektif Fiqh
Muamalah Studi Kasus di Kelurahan Dasan Agung, maka dalam hal ini
pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan kualitatif.
Pendekatan kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
perilaku yang telah diamati.41
2. Kehadiran Peneliti
Kehadiran peneliti di sini berperan untuk mengumpulkan data. Oleh
karena itu, peneliti berusaha secara langsung untuk dapat melibatkan diri
dalam kehidupan obyek penelitian. Dalam hal ini, kehadiran peneliti di
lapangan bukan bertujuan untuk memberikan nilai, mempengaruhi subyek
penelitian atau manipulasi data dan informasi, tetapi lebih pada usaha untuk
mengetahui secara langsung tentang Penerapan Klausula Eksonerasi
Terhadap Jasa Laundry Perspektif Fiqih Muamalah di Kelurahan Dasan
Agung Mataram, sehingga penelitian ini bersifat non partisipatoris.
41 Nurul Zuriah, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan Teori-Aplikasi (Jakarta: PT.
Bumi Aksara, 2006), h. 92.
37
3. Lokasi Penelitian
Terkait dengan lokasi penelitian, maka penelitian ini dilakukan di
daerah Kota Mataram Kelurahan Dasan Agung. Adapun pertimbangan
mengambil lokasi tersebut dikarenakan, lokasi tersebut memiliki fokus yang
sangat mudah di jangkau oleh peneliti. Serta memiliki permasalahn sosial
yang terkait dengan penelitian peneliti.
4. Sumber Data
Adapun sumber data yang peneliti gunakan, ialah:
a. Sumber data primer, merupakan data utama yang diperlukan dalam
penelitian ini. Yaitu data yang diperoleh langsung dilapangan, meliputi
data dan informasi melalui wawancara yang dilakukan terhadap pihak
jasa laundry dan pengguna jasa laundry yaitu konsumen.
b. Sumber data sekunder, merupakan data yang diperoleh secara tidak
langsung atau data yang diperoleh dari sumber-sumber yang sudah
ada. Dalam penelitian ini yang dijadikan data sekunder oleh penulis
adalah berbagai data tertulis atau dokumentasi baik dalam bentuk
gambar/foto, hasil belajar, buku-buku, literatur lainnya yang
berhubungan dengan masalah yang akan diteliti.
5. Tehnik Pengumpulan Data
Tehnik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama
dalam penelitian. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti
tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan.
38
Dalam penelitian ini, data adalah bahan keterangan suatu objek
penelitian yang diperoleh di lokasi penelitian dengan teknik yang digunakan
dalam pengumpulan data-data yang dibutuhkan adalah:
a. Metode Interview (Wawancara)
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dimana
pewancara (peneliti atau yang diberi tugas melakukan pengumpulan
data) dalam mengumpulkan data mengajukan suatu pertanyaan kepada
yang diwawancarai.42
Adapaun pihak-pihak yang diwawancarai dalam melakukan
penelitian ini adalah pihak jasa laundry (pemilik landry dan pegawai-
pegawainya). Serta konsumen pengguna jasa laundry di Kelurahan
Dasan Agung Mataram.
b. Metode Observasi
Metode adalah cara atau prosedur yang dipergunakan untuk
memecahkan masalah penelitian. Sedangkan observasi adalah salah
satu teknik pengumpulan data dengan mengamati dan mencatat secara
sistematik akan fenomena yang diteliti.43 “Observasi merupakan cara
yang penting untuk mendapatkan informasi yang pasti tentang orang,
42 Sugiyono, Metode Penelitian Manajemen (Bandung: Alfabeta, 2014), h.224. 43 M. Amin Abdullah, Metodologi Penelitian Agama pendekatan Multidisipliner (Yogyakarta:
Kurnia Kalam Semesta, 2006), h. 205.
39
karena apa yang dikatakan orang belum tentu sama dengan apa yang
dikerjakan”.44
6. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis
data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara, catatan lapangan, dan
dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori,
menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam
pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat
kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang lain.45
Sedangkan dalam penelitian ini sendiri, peneliti menggunakan analisis
data berupa analisis deduktif. Dimana analisis deduktif yaitu berangkat dari
kata-kata yang bersifat umum selanjutnya ditarik kesimpulan yang berlaku
khusus. Di mana peneliti akan menyamaratakan hasil wawancara dan hasil
observasi.
7. Uji Kesahihan Data
Uji kesahihan data merupakan derajat kecepatan antara data yang
terjadi pada obyek penelitian dengan data yang dapat diperoleh oleh
peneliti.46 Dengan demikian data yang valid adalah data yang tidak berbeda
antara data yang dilaporkan oleh peneliti dengan data yang sesungguhnya
terjadi pada obyek penelitian.
44Sugiyono, Metode Penelitian…, h. 235. 45Ibid., h. 402. 46 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2012), h. 363.
40
Sedangkan uji kesahihan data yang dilakukan peneliti dalam penelitian
ini adalah:
a. Perpanjangan Penelitian, merupakan bukti untuk menggali lebih dalam
data-data dari lapangan apabila data yang dibutuhkan masih kurang. Hal
ini untuk menghindari kesalahpahaman baik bersumber dari peneliti itu
sendiri. Hal ini penting untuk menjaga tingkat validitas data yang
dikumpulkan sebelumnya.
b. Pemeriksaan Sejawat, teknik ini dilakukan denga cara mengekspos hasil
sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi dengan
rekan-rekan sejawat. Maksudnya rekan-rekan sejawat di sini adalah
rekan-rekan yang mempunyai kompetensi di bidang hal yang diteliti,
dengan maksud untuk memperoleh masukan-masukan yang menambah
kevalidan data dan kesempurnaan hasil penelitian.
c. Kecukupan Referensi, adalah alat untuk menampung dan menyesuaikan
dengan kritik tertulis untuk keperluan evaluasi bahan-bahan yang
tercatat yang dapat digunakan sebagai patokan untuk menguji sewaktu-
waktu diadakan analisis dan penafsiran data. Dengan referensi yang
cukup, hal ini dipandang perlu guna kevalidan dan kesempurnaan
penelitian ini. Oleh karena itu, peneliti selalu berupaya untuk
memperbanyak referensi yang diperoleh sehingga dapat
dipertanggungjawabkan secara cerdas dan ilmiah.
41
H. Sistematika Pembahasan
Dalam sistematika pembahasan skripsi ini terdiri dari 3 (Tiga) bagian,
yaitu:
1. Bagian Awal
Pada bagian awal semua jenis skripsi sama, setiap skripsi harus memuat
sekurang-kurangnya dua belas item seperti: Sampul depan, Halaman judul,
Persetujuan pembimbing, Nota dinas pembimbing, Pernyataan keaslian skripsi,
Pengesahan, halaman motto, Halaman persembahan, Pedoman transliterasi
(bila perlu), Kata pengantar, Daftar isi, dan Abstrak.
2. Bagian Isi
Pada Bagian Isi, sistematika laporan dari setiap skripsi secara umum
berbeda bergantung pada jenis penelitiannya. Namun jenis penelitian yang
sedang diteliti saat ini adalah penelitian kualitatif, maka sistematika
penulisannya sebagai berikut :
Bab pertama, merupakan pendahuluan. Bab ini terdiri dari beberapa
sub yang meliputi konteks penelitian, fokus kajian, tujuan dan manfaat
penelitian, ruang lingkup dan setting penelitian, telaah pustaka, kerangka
teoritik, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab kedua,Bagian ini diungkapkan seluruh data dan temuan penelitian.
Dalam hal ini peneliti sebisa mungkin menjaga jarak dan memahami diri untuk
tidak mencampuri fakta terlebih dahulu.
42
Bab ketiga,Dalam bab ini diungkapkan proses analisis terhadap temuan
penelitian sebagaiman dipaparkan pada bab II berdasarkan pada perspektif
penelitian atau kerangka teoritik yang diungkap dalam pendahuluan.
Bab keempat, adalah bab penutup yang berisi kesimpulan dari hasil
pembahasan penelitian dan saran-saran kepada pihak-pihak terkait mengenai
dari hasil penelitian yang telah dilakukan.
3. Bagian Akhir
Pada bagian akhir, setiap skripsi mencantumkan daftar pustaka, riwayat
hidup peneliti, dan sejumlah lampiran. Untuk lampiran, hal-hal yang
dilampirkan tentu menyesuaikan dengan jenis penelitiannya sepertipedoman
wawancara, pedoman observasi, catatan lapangan (field note), dan seterusnya47
47Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Skripsi, (Mataram: Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Mataram, 2017), hlm. 40-43.
43
BAB II
PRAKTIK PENERAPAN KLAUSULA EKSONERASI DI KELURAHAN
DASAN AGUNG MATARAM
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kelurahan Dasan Agung, Kecamatan Selaparang merupakan salah satu
dari 50 (lima puluh) dari Kota Mataram, yang berjarak 1 Km dari pusat
pemerintahan Kota Mataram. Awal mula terbentuknya Kelurahan Dasan Agung
pada Tahun 1980 yang terdiri dari 15 Lingkungan dengan keragaman etnis da
suku. Pada Tahun 2007 terjadi pemekaran Kecamatan dan Kelurahan
berdasarkan Perda Kota Mataram No. 3 Tahun 2007 yang membagi Kelurahan
Dasan Agung menjadi 2 (dua) Kelurahan.48
Seiring berjalannya waktu dan pertimbangan kepadatan penduduk
pada salah satu wilayah lingkungan Dasan Agung, maka pada Tahun 2010
kembali terjadi pemekaran Lingkungan yang awalnya 12 Lingkungan menjadi 13
Lingkungan sampai dengan sekarang.
1. Letak Geografis
Sebelah Utara : Kelurahan Kebun Sari
Sebelah Timur : Kelurahan Monjok Barat
Sebelah Selatan : Kelurahan Gomong
Sebelah Barat : Kelurahan Dasan Agung Baru.
48 Profil Desa, Dokumentasi, 15 Desember 2018.
44
2. Kependudukan
Penduduk di Kelurahan Dasan Agung sejumlah 8.517 jiwa terdiri atas:
Laki-laki : 4.198 Jiwa
Perempuan : 4.319 Jiwa
Kepadatan : 8.517 Jiwa
3. Perangkat Kelurahan Dasan Agung
Kelurahan Dasan Agung dalam melayani masyarakat atau pelayanan
publik memiliki perangkat Kelurahan terdiri dari:
Lurah : Hambali, S.Sos.
Sekretaris : Drs. Budi Sudarsono
Kasi Pemerintahan : Lalu Mumbul, SH.
Kasi Sosial dan Pemberdayaan Perempuan : Arif Rahman, S.Sos.
Kasi Ekonomi dan Fisik : Irwan Hidayat, SE.
Selain nama tercantum di atas, perangkat Kelurahan Dasan Agung,
dibantu oleh beberapa staff dengan total perangkat sejumlah 10 (sepuluh)
orang. Selain tersebut di atas Kelurahan Dasan Agung juga di bantu oleh
Koramil dan Polsek yang di wakili oleh Babinsa dan Bimaspol, untuk
mengatasi gangguan keamanan.
45
46
B. Praktik Penerapann Klausula Eksonerasi terhadap Jasa Laundry
Kelurahan Dasan Agung Mataram.
Perkembangan perekonomian sangat banyak mempengaruhi budaya
hukum masyarakat, khususnya pelaku usaha sebagai pihak yang memproduksi
barang dan jasa yang masih menerapkan dan mencantumkan klausula eksonerasi
yang dilarang meskipun sudah terdapat instrumen hukum yang mengatur. Hal ini
dikarenakan oleh banyaknya kebutuhan akan sistem administrasi yang cepat, dan
efisien.
Sehingga berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi perhatian
penting dan harus menjadi perhatian utama dalam perlindungan konsumen
mengenai klausula eksonerai. Klausula eksonerasi adalah klausula yang berisi
pembebasan atau pembatasan pertanggungjawaban dari pihak pelaku usaha yang
lazimnya terdapat dalam jenis perjanjian tersebut. Perjanjian eksonerasi yang
membebaskan tanggung jawab seseorang pada akibat-akibat hukum yang terjadi
karena kurangnya pelaksanaan kewajiban-kewajiban yang diharuskan oleh
perundang-undangan, antara lain tentang masalah ganti rugi dalam hal perbuatan
ingkar janji.
Terkait dengan praktik pencantuman klausula eksonerasi hingga saat
ini mengalami peningkatan yang sangat pesat. Hal ini disebabkan karena
maraknya jenis usaha yang digeluti masyarakat, bahkan pencantuman klausula-
klausula yang menimbulkan kerugian di salah satu pihak tidak hanya pada
pembelian barang-barang kebutuhan masyarakat. Akan tetapi, saat ini telah
47
merambah pada jual beli jasa dalam hal ini ialah usaha Laundry. Dimana usaha
laundry ini telah banyak di geluti oleh masyarakat dikarenakan meningkatnya
permintaan dan kebutuhan. Tentu ini disebabkan karena tingkat kesibukan yang
di alami oleh setiap orang, menyebabkan masyarakat mengambil alternatif
dengan membayar jasa laundry yang notabene memberi fasilitas berupa adanya
kemudahan dalam melakukan pencucian terhadap pakaian dan lain sebagainya.
Setelah penulis melakukan penelitian ini, bahwa praktek tentang
penerapan klausula eksonerasi terhadap jasa laundry di Keluraha Dasan Agung
Mataram yaitu dengan cara:
1. Klausula eksonerasi berupa: kain luntur, rusak, dan berkerut diluar
tanggung jawab pihak laundry.
Seperti yang diutarakan oleh pemilik Pink Laundry yang menyatakan ”bahwa pencantuman klausula dalam nota pembayarannya bertujuan untuk memberitahukan serta mempermudah konsumennya untuk dapat memahami ketentuan terkait aturan dalam jasa Laundry miliknya. Dan memberikan ketegasan bahwa apabila dikemudian hari terjadi luntur, rusak, maupun berkerut maka semua hal tersebut bukan merupakan tanggung jawab pihak Laundry pink. Sehingga semua hal tersebut merupakan tanggung jawab konsumen”49
Begitu juga yang diutarakan pemilik Laundry Tiga Ratu ‟bahwa ketika terjadi pakaian luntur, kusut dan rusak diluar tanggung jawab kami pihak laundry. Menurutnya ketika konsumen memilih untuk menggunakan jasa laundry miliknya maka konsumen harus siap menerima segala resiko yang sudah ditetapkan”.50
Sama halnya yang diutarakan oleh pemilik Laundry Rumah Binatu Khumara ”bahwa ketika terjadi pakaian luntur, kusut dan rusak bukan tanggung jawab kami” karna menurutnya ketentuan dalam nota pembayaran
49 Nurul, Wawancar, Dasan Agung, 14 Desember 2018. 50 Siska,Wawancara, Dasan Agung, 3 Desember 2018.
48
yang sudah dibuatnya sudah menjadi kesepakatan antara laundry miliknya dengan konsumen.51 Lain halnya yang ungkapkan oleh pemilik Vita Laundry ”bahwa ketika terjadi kusut, kerut dan rusak pada pakaian tidak sepenuhnya resiko dibebankan kepada konsumen”.52
2. Klausula eksonerasi berupa: ”kancing terlepas” diluar tanggung jawab
pihak Laundry.
Seperti yang diutarakan pemilik Laundry Tiga Ratu yang menyatakan ”bahwa ketika terjadi disaat proses pencuncian kancing terlepas maka itu bukan tanggung jawab kami, karna menurutnya jika setiap kali terjadi komplain seperti kancing terlepas itu akan sangat merugikan bagi kami sebagai pelaku usaha, ujarnya”53
3. Klausula eksonerasi berupa: ”cucian yang tidak diambil dalam waktu 1
bulan”bukan tanggung jawab pihak laundry.
Seperti yang diutarakan pemilik Pink Laundry yang menyatakan ”bahwa ketika terjadi cucian yang tidak diambil dalam waktu 1 bulan bukan tanggung jawab kami, sebab ujarnya pakaian yang sudah tersimpan lama lambat laun akan hilang dan kami sebagai pelaku usaha tidak bertanggung jawab atas kehilangan barang tersebut akibat kelalaian konsumen itu sendiri”.54 Begitu juga yang diutarakan pemilik Laundry Rumah Binatu Khumara yang menyakan ”bahwa ketika terjadi kehilangan atau kerusakan barang yang tidak diambil dalam jangka waktu lebih dari 30 hari bukan tanggung jawab kami. Alasan adanya batas waktu pengambilan yang di laundry semata-mata agar nantinya konsumen tidak lalai dan memiliki tanggung jawab dalam pengambilan pakaian laundry yang telah ditentukan jangka waktunya”.55
51 M, Wawancara, Dasan Agung, 14 Desember 2018. 52 Salwiah, Wawancara, Dasan Agung, 15 Desember 2018.
53 Siska, Wawancara, Dasan Agung, 13Desember 2018. 54 Nurul, Wawancara, Dasan Agung, 14 Desember 2018. 55 M, Wawancara, Dasan Agung, 14 Desember 2018.
49
Penerapan klausula eksonerasi yang diterapkan oleh beberapa jasa
Laundry, tentu banyak mengalami pro dan kontra di kalangan konsumen,
salah satu contoh yang dikemukakan oleh Nurul salah seorang mahasiswa di
perguruan tinggi Mataram mengatakan bahwa:
“Nurul menyatakan bahwa terdapat beberapa hak-haknya sebagai konsumen tidak di penuhi oleh pelaku usaha dalam hal ini ialah salah satu jasa Laundry di daerah Dasan Agung Mataram. Nurul merasa bahwa ketika melakukan komplain ke pihak Laundry, ia tidak di tanggapi dan bahkan pihak Laundry mengatakan hal tersebut merupakan bukan tanggung jawab pihaknya. Nurul menambahkan bahwa pernah ketika melakukan Laundry, pakaian miliknya hilang kemudian saat di konfirmasi kepada pihak laundry, pihak laundry tidak bertanggung jawab karena beranggapan pakaian sudah diambil”.56
Berdasarkan hasil wawancara tersebut, maka tentu hal ini telah
melanggar ketentuan sebagaimana Pasal 18 Undang-undang Perlindungan
Konsumen. Mengingat pihak pelaku usaha tidak bertanggung jawab atas
adanya kerugian yang di alami oleh konsumen.
Dari beberapa uraian wawancara di atas terkait dengan penerapana
klausula Eksonerasi terhadap jasa Laundry di Kelurahan Dasan Agung
Mataram, dapat dilihat dalam tabel berikut:
56 Nurul, Wawancara, Mataram, 22 Maret 2018.
50
Tabel 1.1 Bentuk Klausula Baku di beberapa Jasa Laundry
Kelurahan Dasan Agung Mataram
No. Jenis Klausula Baku Pelaku Usaha
1
1) Kain luntur, berkerut karena sifat kain diluar tanggung jawab kami
2) Cucian yang tidak diambil dalam waktu 1 bulan bila rusak atau hilangbukan tanggung jawab kami
Laundru Pink
2
1) Luntur susut karena sifat barang diluar tanggung jawab kami
2) Kancing lepas diluar tanggung jawab kami
3) Barang rusak karena lapuk diluar tanggung jawab kami
Laundry Tiga Ratu
3
1) Kerusakan atau kelunturan yang disebabkan sifat bahan pakaian adalah resiko konsumen
2) Benda berharga atau barang yang tertinggal dalam cucian apabila hilang atau rusak bukan tanggung jawab kami
3) Dengan mencuci di vita Laundry berarti menyetujui ketentuan di atas
Laundry Vita
4
1) Luntur susut dan rusak diluar tanggung jawab kami
2) Barang yang rusak dan hilang karena kesalahan kami akan kami ganti maksimal 10x ongkos cuci
3) Kami tidak bertanggung jawab atas kehilangan atau kerusakan barang yang tidak diambil lebih dari 30 hari
Laundry Rumah Binatu Khumara
Dari tabel 1.1 di atas, maka dapat diuraikan bahwa beberapa jasa
Lundry yang ada di Kelurahan Dasan Agung Mataram dalam nota pembayaran
menerapkan klausula eksonerasi. Dimana klausula yang diterapkan bertentangan
51
dengan aturan yang terdapat dalam Pasal 18 Undang-undang Perlindungan
konsumen serta beberapa definisi teori terkait dengan klausula eksonerasi.
Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti lakukan terhadap penerapan
klausula eksonerasi dalam jasa Laundry, bahwa antara pelaku usaha dan
konsumen yang terikat dalam perjanjian tertulis berbentuk nota pembayran, dapat
disimpulkan bahwa pelaku usaha sebagian besar memberlakukan klausula
eksonerasi di luar ketentuan per undang-undangan. Salah satu bentuk
pelanggaran tersebut dapat dilihat pada beberapa klausula eksonerasi yang ada
pada butir nota pembayaran.
Selain itu, pengaturan terkait dengan klausula eksonerasi seringkali di
buat dalam bentuk dan letak yang sulit terllihat dan terbaca, serta dalam kalimat
mengandung makna yang sulit untuk dipahami oleh konsumen. Bahkan pelaku
usaha tidak memberikan penjelsan terkait pencantuman klausula-klausula yang
menimbulkan kerugian pada konsumen.
52
BAB III
ANALISIS PENERAPAN KLAUSULA EKSONERASI DI JASA LAUNDRY
KELURAHAN DASAN AGUNG PERSPEKTIH FIQIH MUAMLAH
A. Analisis Penerapan Klausula Eksonerasi terhadap Jasa Laundry
Kelurahan Dasan Agung Mataram
Perjanjian yang mengandung klausula eksonerasi telah banyak terjadi
dan menimbulkan hubungan hukum oleh masyarakat. Keberadaan klausula
eksonerasi dalam perjanjian didasarkan atas asas kebebasan berkontrak dalam
Pasal 1388 ayat 1 KUHPerdata. Pada intinya Pasal ini menyatakan bahwa semua
kontrak (perjanjian) yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang begi
mereka yang membuatnya. Sehingga sumber dari kebebasan berkontrak adalah
kebebasan individu dan yang menjadi titik tolak adalah kepentingan individu
pula. Oleh karena itu dapat dipahami bahwa adanya kebebasan individu
memberikan kepadanya kebebasan untuk berkontrak.
Hakikat klausula eksonerasi dalam perjanjian tidak lain adalah adanya
pembagian beban resiko yang sesuai, meskipun dalam praktiknya makna
klausula eksonerasi sering disalahgunakan oleh mereka yang memiliki dominasi
ekonomi yang tidak hanya untuk membebaskan diri dari beban tanggung jawab
berlebihan, tetapi sampai juga pada penghapusan tanggung jawab. Pemberlakuan
klausula eksonerasi pada intinya bertujuan untuk memudahkan memberikan
pelayanan kepada mitra bisnis yang akan menggunakan produknya (barang dan
atau jasa). Meskipun praktik pemberlakuan klausula eksonerasi tidak dapat
53
dihindarkan, namun untuk menertibkan penggunaannya pemerintah telah
memberikan batasan-batasan sebagaimana tercantum dalam Pasal 18 Undang-
undang Perlindungan Konsumen.
Sejalan dengan uraian tersebut maka dengan meningkatnya kesibukan
beraktivitas di luar rumah yang banyak menyita waktu, membuat banyak orang
membutuhkan akan jasa yang bersifat praktis namun tetap efisien dalam hal
waktu dan biaya. Sehingga muncul satu jenis usaha cuci yang dikenal dengan
Laundy. Jasa Laundry tak jarang menerapkan klausula-klausula yang mengikat
konsumennya untuk mengikuti apa yang menjadi ketentuan pada nota
pembayarannya.
Penerapan klausula eksonerasi yang biasanya di muat dalam perjanjian
sebagai klausula tambahan atas unsur essensial dari suatu perjanjian, pada
umumnya diitemkan dalam perjanjian baku. Klausula tersebut merupakan
klausula yang sangat merugikan konsumen yang umumnya memiliki posisi
lemah jika dibandingkan dengan pelaku usaha, karena beban yang seharusnya
dipikul oleh pelaku usaha, dengan adanya klausula tersebut maka pindah menjadi
beban konsumen.
Seperti yang dikatakan oleh ibu riska sebagai pelanggan tetap dari Vita
Laundry:
“Pernah sekali saya merasa kesel sama laundryan itu (Vita Laundry), kesel lasingan baju saya kasih ke laundry itu 6 baju tapi pas sya ambil dikasihnya Cuma 4, mending kek murah harga baju saya, semuanya
54
mahel-mahel saya beli di mol,ada juga kenang-kenangan dari sahabat saya.terus gak tau saya mau gimana lagi. ”57 Dari hasil wawancara diatas ibu Riska menunjukkan kekesalannya
terhadap pihak laundry yang memutuskan suatu perkara sepihak dan ibu riska
merasa terdzolimi atas kejadian yang tak dapat diterimanya tersebut, seharusnya
sebuah perjanjian itu dapat dinegosiasi diawal sebelum melakukan transaksi
namun yang terjadi pada realita tidak seperti yang konsumen inginkan.
Apabila dalam suatu perjanjian, kedudukan para pihak tidak seimbang,
maka pihak lemah biasanya tidak berada dalam keadaan yang betul-betul bebas
untuk menentukan apa yang diinginkan dalam perjanjian. Dalam hal demikian,
pihak yang memiliki posisi lebh kuat biasanya menggunakan kesempatan
tersebut untuk menentukan klausula-klausula tertentu dalam perjanjian. Oleh
karena itu, perjanjian yang seharusnya dibuat atau dirancang oleh para pihak
yang terlibat dalam perjanjian, tidak ditemukan lagi dalam perjanjian, karena
format dan isi perjanjian dirancang oleh pihak yang kedudukannya lebih kuat.
Maka dapat dipastikan bahwa perjanjian tersebut memuat klausula-klausula yang
menguntungkan baginya, atau meringankan atau menghapuskan beban-beban
atau kewajiabn-kewajiban tertentu yang seharusnya menjadi tanggung jawab
pelaku usaha.
Salah satu contoh terkait dengan penerapan klausula eksonerasi di jasa
Laundry wilayah Dasan Agung ialah Laundry Pink yang memuat klausula
57 Ibu Riska , Wawancara, Dasan Agung, 12 januari 2019.
55
eksonerasi berupa: “Kain luntur, berkerut bukan tanggung jawab kami. Cucian
yang tidak diambil dalam waktu 1 bulan bila rusak atau hilang bukan tanggung
jawab kami”.58
Penerapan klausula eksonerasi terhadap jasa Laundry sebagaimana
yang tercantum dalam nota pembayaran di Laundry Pink tersebut merupakan
klausula-klausula yang bertentangan dengan Pasal 18 Undang-undang
Perlindungan Konsumen. Dimana dalam Pasal tersebut memuat ketentuan bahwa
pihak pelaku usaha tidak diperbolehkan untuk mengalihkan tanggung jawab ganti
rugi kepada konsumennya.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Mariam Darus Badarulzaman,
bahwa klausula eksonerasi yang meniadakan atau membatasi kewajiban salah
satu pihak pelaku usaha untuk membayar ganti kerugian kepada konsumen,
memiliki ciri sebagai berikut:59
1. Isinya ditetapkan secara sepihak oleh pelaku usaha yang posisinya relatif kuat daripada konsumen;
2. Konsumen sama sekali tidak ikut menentukan isi perjanjian itu; 3. Terdorong oleh kebutuhannya, konsumen terpaksa menerima perjanjian
tersebut; 4. Bentuknya tertulis; 5. Dipersiapkan terlebih dahulu secara massal atau individual.
Uraian terkait dengan ciri-ciri dari klausula eksonerasi di atas
memberikan gambaran bahwa, ketika pihak pelaku usaha menacantumkan
58 Dokumentasi Nota Laundry Pink, Dasan Agung, di ambil pada 12 Januari 2019.
59Rini Lestari, “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Atas Pemberlakuan Klausula Eksonerasi dalam Perjanjain Kredit Bank”, (Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Mataram, Mataram, 2011) h. 47
56
klausula eksonerasi yang sesuai dengan ciri-ciri tersebut di atas maka secara
terang pihak pelaku usaha telah menerapkan klausula-klausula yang
bertentangan dengan ketentuan Undang-undang. Sebagaimana dalam
penerapannya yang peneliti temukan bahwa para pelaku usaha jasa Laundry
melakukan dan menerapkan hal demikian yaitu mencantumkan dalam nota
pembayaran terkait dengan klausula eksonerasi atau megalihkan tanggung jawab
sepenuhnya kepada konsumen.
Selain itu, dalam ketentuan Pasal 4 huruf a Undang-undang
Perlindungan Konsumen. Memuat aturan terkait hak konsumen untuk
mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan
atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau sebagaimana
mestinya.60 Undang-undang tersebut mengatur terkait adanya hak yang diberikan
kepada berupa ganti rugi.
Namun, lain halnya dengan penerapan klausula eksonerasi oleh pelaku
usaha jasa Laundry yang peneliti dapatkan di lapangan bahwa hak konsumen
tersebut di abaikan bahkan dialihkan sepenuhnya oleh pelaku usaha kepada
konsumen.
B. Tinjauan Fiqh Muamalah dalam Penerapan Klausula Eksonerasi terhadap
Jasa Laundry Kelurahan Dasan Agung Mataram
Islam merupakan agama yang tidak melarang seseorang untuk dapat
membangun hubungan hukum terhadap sesama. Namun, tentu dengan adanya
60Ibid, Undang-undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, h. 8.
57
kebebasan tersebut seseorang harus tetap taat pada ketentuan syariat Islam. Salah
satu bentuk hubungan hukum yang di bangun oleh seseorang ialah terkait dengan
transaksi dalam bermuamalah. Ini merupakan wujud dari bentuk kepedulian dan
tolong-menolong untuk saling memenuhi kebutuhan hidup. Sehingga terdapat
beberapa hal yang penting untuk diketahui, dalam hal ini terkait dengan
ketentuan-ketentuan hukum yang digunakan untuk membangun kerjasama dalam
melakukan perjanjian masih bersifat umum. Artinya bentuk dari perjanjian
tersebut memungkinkan untuk dapat dipilih oleh para pihak yang terlibat dalam
kontrak perjanjian.
Perkembangan yang pesat terhadap bentuk transaksi jual beli
berdasarkan syariat Islam baik berupa barang maupun jasa banyak memberikan
tanggapan positif dari berbagai pihak, khususnya bagi masyarakat muslim. Tentu
sebelum melakukan transaksi maka para pihak melakukan persetujuan terhadap
akad (perjanjian), agar nantinya tidak menimbulkan kontra ketika hak dan
kewajiban tidak terpenuhi. Seringkali akad (perjanjian) tersebut mengandung
klausula-klausula yang melanggar ketentuan syariat.
Oleh karena itu, dalam konsep fiqh muamalah mengatur mengenai
akad (perjanjian)menggunakan klausula eksonerasi (‟aqd al-iz‟an) merupakan
suatu akad (perjanjian) yang dibuat oleh dua pihak dimana salah satu pihak
menstandarkan klausul-klausulnya kepada pihak lain yang tidak mempunyai
pilihan kecuali menerimanya. Sehingga seringkali terjadi keadaan yang
58
memberatkan kepada pihak yang menerima perjanjian tersebut tanpa adanya
tawar-menawar.61
Penerapan dan pencantuman klausula eksonerasi dalam perjanjian
transaksi muamalah dalam hal ini ialah jual beli baik barang maupun jasa harus
memperhatikan syarat sahnya perjanjian jual beli, yaitu:
1. Tidak menyalahi hukum syari‟ahyang telah disepakati.
Maksudnya bahwa perjanjian yang diadakan oleh para pihak bukanlah
perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau perbuatan yang melanggar
hukum syari‟ah, sebab perjanjian yang bertentangan dengan ketentuan hukum
syari‟ah adalah tidak sah. Oleh karena itu, dengan sendirinya tidak ada
kewajiban bagi masing-masing pihak untuk menepati atau melaksanakan
perjanjian tersebut atau dengan kata lain apabila isi perjanjian tersebut
merupakan perbuatan melawan hukum (hukum syari‟ah) maka perjanjian
tersebut dengan sendirinya batal demi hukum.
2. Kedua belah pihak saling ridha.
Terkait dengan konsep ridha, bahwa perjanjian yang diadakan oleh para pihak
haruslah didasarkan pada kesepakatan kedua belah pihak, yaitu masing-
masing pihak rela akan isi akad (perjanjian) tersebut dengan kata lain harus
dengan kehendak bebas masing-masing pihak. Sebagaimana terdapat dalam
Al-Quran Surat An-Nisa‟ (4): 29.
61 Syamsul, Hukum Perjanjian……, h.101.
59
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”.
Dalam hal ini tidak boleh ada klausula-klausula yang muncul dari
sebelah pihak, hal itu mengakibatkan bahwa perjanjian yang diadakan jika
terdapat klausula sepihak maka ia tidak memiliki kekuatan hukum dari
perspektif Islam, apabila tidak didasarkan kepada kehendak kedua belah pihak
yang mengadakan perjanjian, maka hal ini menyimpang dari ayat diatas yang
seharusnya terjadi sebuah kerelaan yang seimbang antara pihak-pihak yang
melakukan perjanjian.
3. Harus jelas.
Konsep ini menekankan adanya perjanjian oleh para pihak harus terang
tentang apa yang menjadi isi perjanjian, sehingga tidak mengakibatkan
terjadinya kesalahpahaman diantara para pihak tentang apa yang telah mereka
perjanjikan dikemudian hari. Dengan demikian pada saat pelaksanaan atau
penerapan perjanjian masing-masing pihak yang mengadakan perjanjian
60
haruslah mempunyai tujuan yang sama tentang apa yang telah mereka
perjanjikan, baik terhadap isi maupun akibat yang timbul dari perjanjian
tersebut.62
Berdasarkan uraian terkait dengan ketentuan dalam transaksi
muamalah mengenai syarat sahnya perjanjian jual beli. Maka, dari ke tiga syarat
tersebut dalam praktiknya yang peneliti temukan di lapangan salah satu contoh
penerapan klausula eksonerasi di jasa Laundry Rumah Binatu Khumara
Kelurahan Dasan Agung Mataram tidak menerapkan konsep terkait dengan
syarat sah dalam perjanjian jual beli yang mengandung klausula eksonerasi.
Tentu hal ini terlihat dari bentuk klausula-klausula yang tercantum dalam nota
pembayaran yaitu: ”Luntur, susut dan rusak karena lapuk di luar tanggung
jawab kami. Barang yang rusak dan hilang karena kesalahan kami akan kami
ganti maksimal 10x ongkos cuci. Kami tidak bertanggung jawab atas
kehilangan atau kerusakan barang yang tidak diambil lebih dari 30 hari”.63
Dari yang diutarakan oleh pemilik Laundry Rumah Binatu Khumara
”bahwa ketika terjadi pakaian luntur, kusut dan rusak bukan tanggung jawab
kami” karena menurutnya ketentuan dalam nota pembayaran yang sudah
dibuatnya sudah menjadi kesepakatan antara laundry miliknya dengan
konsumen.64
62 Chairuman Pasaribu dan Suharwadi K Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam (Jakarta: PT.
Sinar Grafika, 2004), h. 2
63 Dokumentasi Nota Rumah Binatu Khumara, Dasan Agung, di ambil pada 12 Januari 2019.
64 M, Wawancara, Dasan Agung, 14 Desember 2018.
61
Lain halnya yang ungkapkan oleh pemilik Vita Laundry ”bahwa
ketika terjadi kusut, kerut dan rusak pada pakaian tidak sepenuhnya resiko
dibebankan kepada konsumen”.65
Dari bentuk klausula yang ada bahwa Laundry Rumah Binatu
Khumara bahkan tidak menerima komplain dari pihak konsumen dan bahkan
mengalihkan tanggung jawab ganti kerugian kepada pihak konsumen. Jelas,
bahwa ini merupakan salah satu kesalahan dalam penerapan konsep transaksi jual
beli dalam akad (perjanjian) yang mengandung klausula eksonerasi.
Penerapan klausula eksonerasi erat katannya dengan fiqh muamalah,
maka untuk menghindari adanya kepentingan sepihak yang dapat merugikan
konsumen, dalam penyusunan klausula eksonerasi seharusnya menekankan
ketentuan yang bersifat umum. Apabila pembahasannya sudah sampai pada
ranah susbstansial, baru penulisan klausulanya diwujudkan dalam bentuk pilihan
(cek list) sesuai dengan produk yang ditawarkan. Dengan adanya pilihan tersebut
maka diharapkan konsumen mempunyai banyak kesempatan untuk membeli
produk baik berupa barang ataupun jasa sesuai dengan kebutuhan. Kemudian
untuk menghindari kemungkinan terjadinya kerugian, hendaknya konsumen
diberikan hak khiyar sebelum perjanjian tersebut mengikat secara pasti.
Berlakunya hak khiyar dimaksudkan untuk memberikan kebebasan,
sehingga apa yang menjadi kehendak masing-masing pihak dapat tercapai sesuai
dengan keridhaan. Hikmah dari adanya prinsip keridhaan dalam akad adalah
65 Salwiah, Wawancara, Dasan Agung, 15 Desember 2018.
62
memberikan kewenangan kepada masing-masing pihak untuk menggunakan hak
khiyar nya sebelum tercapainya (ijab-qabul).66
Dalam ketentuan fiqh muamalah, para fuqaha membagi khiyar ke
dalam berbagai bentuk. Namun, yang paling sering digunakan hanya beberapa
macam, yaitu:
a. Khiyar Majelis ialah hak yang dimiliki para pihak untuk memilih
(melakukan tawar-menawar) selama masih berada dalam majelis akad.
Khiyar majelis disyariatkan karena pada akad muamalah sering terjadi
kesalahan akibat adanya pengambilan keputusan yang terlalu cepat, sehingga
akad tersebut tidak sesuai dengan kemaslahatannya.
b. Khiyar Syarat merupakan hak para pihak untuk meneruskan atau
membatalkan akad (jual beli) berdasarkan syarat-syarat tertentu yang
diajukan. Para fuqaha sepakat, bahwa khiyar syarat diperbolehkan dengan
tujuan untuk memelihara hak-hak pembeli dari unsur kelalaian atau penipuan
dalam akad jual beli. Khiyar syarat hanya dapat berlaku pada akad yang
bersifat mengikat kedua belah pihak. Pengertian syarat disini ialah terkait
dengan rentang waktu yang memungkinkan para pihak untuk menentukan
keputusan.
c. Khiyar Aib merupakan hak pilih bagi pembeli untuk melanjutkan atau
membatalkan akad apabila ada objek transaksi yang cacat. Penyebab
berlakunya khiyar aib ialah karena adanya kecacatan pada objek (ma‟qud
66 Burhanuddin, Hukum Perlindungan……., h. 48.
63
‟alaih) yang dipertukarkan. ‟Aib pada khiyar adalah segala sesuatu yang
menunjukkan berkurangnya nilai jika dibandingkan dengan aslinya.
d. Khiyar Ru‟yah merupakan hak pilih bagi para pihak untuk melanjutkan atau
membatalkan akad terhadap objek yang belum dilihat. Khiyar ru‟yah
disyariatkan untuk melakukan akad terhdap objek tertentu yang
keberadaannya belum ada di tempat.
Terkait dengan uraian tersebut di atas maka, dengan adanya hak khiyar
diharapkan konsumen mendapat perlindungan atas hak-hak nya dalam
melakukan transaksi jual beli baik terhadap barang ataupun jasa. Jadi, pelaku
usaha tidak sewenang-wenang dalam menentukan dan menerapkan klausula-
klausula yang menimbulkan kerugian di salah satu pihak saja.
Apabila merujuk pada ketentuan penerapan klausula baku, maka
syariat Islam mendukung adanya klausula eksonerasi karena memiliki tujuan
untuk memudahkan ketika pelaku usaha memberikan pelayanan. Namun, saat ini
dalam praktiknya, keberadaan klausula-klausula sedemikian rupa sering kali
disalah gunakan oleh pelaku usaha untuk mendapatkan keuntungan sepihak tanpa
mau menanggung resiko. Sebagaimana yang terdapat dalam Laundry Tiga Ratu
di Kelurahan Dasan Agung Mataram, yang klausulanya tertuliskan: Apabila
kancing pakaian terlepas maka bukan tanggung jawab kami. Barang rusak
karena lapuk diluar tanggung jawab kami.Luntur susut karena sifat barang
diluar tanggung jawab kami.
64
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah peneliti
uraikan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Penerapan klausula eksonerasi dalam nota jasa Laundry di Kelurahan Dasan
Agung Mataram berisi perjanjian baku yang mengandung klausula eksonerasi,
diantaranya yaitu:
a. Luntur, kusut, dan rusak karena lupuk diluat tanggung jawab kami;
b. Cucian yang tidak diambil dalam waktu 1 bulan bila rusak atau hilang
bukan tanggng jawab kami;
c. Kancing lepas diluar tanggung jawab kami;
d. Benda berharaga atau barang yang tertinggal dalam cucian apabila hilang
atau rusak bukan tanggung jawab kami.
Klausula eksonerasi yang penulis rangkum berdasarkan hasil penelitiandi
lapangan, menunjukan adanya upaya pelepasan tanggung jawab, sehingga
tampak merugikan konsumen dan hanya menguntungkan pihak pelaku usaha
laundry. Hal tersebut terjadi karena masih kurangnya pengetahuan masyarakat
tehadap Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
mengakibatkan konsumen kurang memahami hak-haknya yang harus diperoleh
dan tanggung jawab pelaku usaha menjadi kurang.
65
2. Analisis fiqh muamalah terhadap penerapan klausula eksonerasi pada jasa
Laundry Kelurahan Dasan Agung Mataram, tergolong ke dalam penerapan
yang masih berada di luar ketentuan fiqh muamalah. Karena dalam ketentuan
syarat sahnya aqad ijarah harus sesuai dengan konsep syariat Islam, harus
terdapat hak khiyar dan keridhaan dari para pihak, dan harus jelas apa bunyi
khiyar yang menjadikan sebuah penentu terjadinya sebuah transaksi baik itu
”akad jadi” maupun ”akad batal” bertransaksi dan sangat ditentukan oleh
khiyar yang diperjanjikan. Lain halnya dengan penerapan klausula eksonerasi
di jasa Laundry Dasan Agung Mataram, dimana para pelaku usaha dengan
sepihak membuat perjanjian bahkan tanpa memberikan keterangan khiyar
serta penjelasan kepada konsumen sebelum akad, oleh karena itu syarat
sahnya transaksi tersebut belum sepenuhnya dapat diaplikasikan. Sehingga
dapat dikatakan bahwa hal ini tidak dibenarkan dalam perspektif Islam karena
pada akad (perjanjian) yang diterapkan masih bersifat sepihak dan tidak
sedikit konsumen yang merasa dirugikan.
B. Saran-Saran
1. Hendaknya pihak pelaku usaha dalam menerapkan klausula eksonerasi harus
melihat dan tidak keluar dari konsep aturan perundang-undangan. Serta harus
dipertimbangkan dampak dan resikonya kepada konsumen, sehingga konsep
keadilan dalam kebebasan berkontrak diterapkan sebagaimana mestinya.
2. Bagi masyarakat, sebagai konsumen sebaiknya lebih memperhatikan hak-
haknya sebagai konsumen apabila merasa dirugikan, konsumen tidak perlu
66
takut untuk menuntut dan menggugat pelaku usaha agar mendapatkan ganti
rugi yang sepadan dengan kerugian yang di alami.
3. Diharapkan kepada para pihak untuk lebih menambah khazanah keilmuan
terkait dengan konsep transaksi bermuamalah berdasarkan syariat Islam. Agar
nantinya dalam menjalin hubungan hukum tidak keluar dari koridor dan
konsep Islam.
67
DAFTAR PUSTAKA
Az. Nasution. Hukum Perlindunagn Konsumen. Jakarta: Diadit Media. 2001. Abdul Rahman Ghazaly, dkk. Fiqh Muamalah. Jakarta: Prenadamedia Group. 2010. Alfan Fairuz Syifa‟. “Perlindungan Konsumen Terhadap Klausula Eksonerasi dalam
Perjanjian Baku Jasa Lundry di Papringan Sleman Yogyakarta”.Skripsi, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga. Yogyakarta. 2016.
C.S.T Kansil dan Christine. Kitab Undang-Undang Hukum Perusahaan Jilid I.
Jakarta: PT. Pradnya Paramita. 2003. Celina Tri Siwi. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Sinar Grafika. 2014. Chairuman Pasaribu dan Suharwadi K Lubis. Hukum Perjanjian dalam Islam.
Jakarta: PT. Sinar Grafika. 2004. Dimyauddin Djuwaini. Pengantar Fiqih Muamalah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
2008. Gemala Dewi, dkk. Hukum Perikataan Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana. 2006. Ismail Nawawi. Fiqih Muamalah Klasik dan Kontemporer. Bogor: Ghalia Indonesia.
2012. Jauhari Kustianah. “Pencantuman Klausula Eksonerasi dalam Perjanjian Jual Beli
Perspektif Hukum Islam dan Undang-undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Studi Kasus di Jembatan Baru Supermarket Cab. Dasan Agung Mataram”. Skripsi, FSEI IAIN Mataram. Mataram. 2014
Mustika Andriani.“Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek Pelaku Usaha Jasa
Laundry di Kelurahan Kekalik Jaya Kecamatan Sekarbela Kota Mataram. Skripsi, Fakultas Syari‟ah dan Ekonomi Islam IAIN Mataram. 2014.
Mardani, Fiqih Ekonomi Syariah, Jakarta: Kencana Prenada Media, 2013. Muhammad & Alimin. Etika dan Perlindungan Konsumen Dalam Ekonomi Islam.
Yogyakarta: BPFE. 2004. M. Amin Abdullah. Metodologi Penelitian Agama pendekatan Multidisipliner.
Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta. 2006
68
Nurul Zuriah. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan Teori-Aplikasi. Jakarta: PT. Bumi Aksara. 2006.
Putri Adekutajeng Jumsa. “Implementasi Pasal 18 Undang-undang Perlindungan
Konsumen tentang Klausula Eksonerasi di Kota Mataram”.Skripsi. Fakultas Hukum Universitas Mataram. Mataram 2012.
Rini Lestari. Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Atas Pemberlakuan Klausula
Eksonerasi dalam Perjanjain Kredit Bank. Skripsi. Fakultas Hukum Universitas Mataram. Mataram, 2011.
Syamsul Anwar. Hukum Perjanjiaan Syariah. Jakarta: Rajawali Pers. 2010. Sugiyono. Metode Penelitian Manajemen. Bandung: Alfabeta. 2014 Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. 2012. https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://repository.usu.ac.id
/bitsream/handle/123456789/54562/Chapter%2520II.pdf%3Fsequence%3D3&VED=2ahUKEwiKj4GSjbrfAhVMQo8KHf4AAQAQjABegQIAhAB&usg=AOvVaw2qwVX81sQ-aB-W4M7glYX5, diambil tanggal 16 Desember 2018, pukul 12.00.
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://repository.nscpolte
ksby.ac.id/110/5/5%2520Bab%2520II.pdf&ved=2ahUKEwjC1ZkbrfAhVJso8KHbCCI0QFjADegQIChAB&usg=AOvVaw1FVmKncJFo4ntqrWJ1MRI- , diambil tanggal 12 Desember 2018, pukul 11.00.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
. .
.