MAKALAH MANAJEMEN SEKOLAHPENERAPAN IMPLEMENTASI MANAJEMEN
BERBASIS SEKOLAH (MBS)Makalah ini disusun guna memenuhi mata kuliah
Manajemen Berbasis Sekolah
Disusun Oleh :IMANIA RORO WULANDARIFARDINA ASTUTINOVI
KUSTANTIAFRIDJAL OTTOHYATDANANG MASRUR HIDAYATARGADHIRA RIZQY
AZIZ
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG2014
BAB IABSTRAKSI
Manajemen Berbasis Sekolah merupakan satu bentuk agenda
reformasi pendidikan di Indonesia yang menjadi sebuah kebutuhan
untuk memberdayakan peranan sekolah dan masyarakat dalam mendukung
pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Secara
esensial Manajemen Berbasis Sekolah menawarkan diskursus ketika
sekolah tampil secara relatif otonom, dengan tidak mereduksi peran
pemerintah, terutama dalam bidang pendanaan.Hal tersebut tentunya
akan berakibat pada mutu pendidikan. Apabila mutu pendidikan hendak
diperbaiki, maka perlu ada pimpinan dari para profesional
pendidikan. Manajemen mutu merupakan sarana yang memungkinkan para
profesional pendidikan dapat beradaptasi dengan kekuatan perubahan
yang akan bermuara pada sistem pendidikan bangsa kita.Kata kunci :
Manajemen Berbasis Sekolah, relatif otonom.
BAB IIPENDAHULUANI. Latar belakangManajemen Berbasis Sekolah
(MBS) didefinisikan sebagai penyerasian sumber daya yang dilakukan
secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok yang
terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan
keputusan untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah atau untuk mencapai
tujuan mutu sekolah dalam pendidikan nasional. Sebagai pelaku atau
pihak- pihak yang terkait dalam proses dunia pendidikan harus
mengerti tentang MBS secara utuh. Sekolah adalah salah satu dari
Tripusat pendidikan yang dituntut untuk mampu menjadikan output
yang unggul, mengutip pendapat Gorton tentang sekolah ia
mengemukakan, bahwa sekolah adalah suatu sistem organisasi, di mana
terdapat sejumlah orang yang bekerja sama dalam rangka mencapai
tujuan sekolah yang dikenal sebagai tujuan instruksional. Desain
organisasi sekolah adalah di dalamnya terdapat tim administrasi
sekolah yang terdiri dari sekelompok orang yang bekerja sama dalam
rangka mencapai tujuan organisasi.II. Perumusan MasalahDalam rangka
mencapai suatu pendidikan yang optimal perlu adanya dorongan dari
berbagai pihak yang ikut berperan serta dalam MBS, serta mampu
mengambil sikap yang tepat atas semua dorongan itu dan dapat
menerapkan pemikiran etis teoritis atas masalah-masalah MBS yang
dihadapi dalam kehidupan pendidikan. Selain itu pendidik adalah
sebuah ethos kerja/profesi yang harus dibekali dengan berbagai
pengetahuan, ketrampilan, serta sikap yang professional. Oleh
karena itu, setiap pendidik adalah profesi dimana seorang guru atau
pengajar harus memiliki pengetahuan, ketrampilan serta sikap yang
professional untuk mendapatkan pendidikan yang optimal.III.
TujuanPembuatan makalah yang dilakukan mahasiswa dalam rangka
memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Berbasis Sekolah. Kegiatan ini
berguna bagi mahasiswa untuk menambah pemahaman tentang Manajemen
Berbasis Sekolah dalam dunia pendidikan, dengan tujuan sebagai
berikut:1. Mengetahui berbagai kegiatan MBS di Negara-negara maju
dan berkembang, apakah sudah benar-benar dilaksanakan dengan
baik.2. Mengetahui pihak siapa saja yang terkait dalam MBS.3.
Mengetahui tahap-tahap pelaksanaan MBS.4. Mengetahui karakteristik
MBS.5. Mengetahui keterkaitan antara Standar Pelayanan
Minimalpendidikan dengan MBS.IV. ManfaatDengan mempelajari
penerapan implementasi MBS di dalam dan luar negeri kita dapat
memperoleh manfaat sebagai berikut : Mengerti struktur dalam MBS
Dapat memberikan motivasi dalam menjalankan MBS Dapat mengerti cara
pelaksanaan MBS sehinnga kita dapat menerapkan MBS dengan baik di
sekolah.
BAB IIIPEMBAHASANPELAKSANAAN MBS DI KANADA & DI INDONESIA
Model MBS di KanadaSebelum diterapkannya MBS di Kanada, kondisi
awalnya adalah semua kebijakan ditentukan dari pusat. Model MBS di
Kanada disebut School Site Decision Making (SSDM) atau pengambilan
keputusan diserahkan pada tingkat sekolah. MBS di Kanada sudah
dimulai sejak tahun 1970. Desentralisasi yang diberikan kepada
sekolah adalah alokasi sumber daya bagi staf pengajar dan
administrasi, peralatan dan pelayanan. Menurut Sumgkowo (2002)16 ,
ciri-ciri MBS di Kanada sebagai berikut: penentuan alokasi sumber
daya ditentukan oleh sekolah, alokasi anggaran pendidikan
dimasukkan kedalam anggaran sekolah, adanya program efektivitas
guru dan adanya program pengembangan profesionalisme tenaga kerja.
Setiap tahun survey pendapat dilakukan oleh para siswa, guru,
kepala sekolah, staf kantor wilayah dan orang tua yang memungkinkan
mereka merangking tingkat kepuasan mereka tentang pengelolaan dab
hasil pendidikan (Caldwell dan Spinks (1992) dalam Ibtisam Abu
Duhou (2002). Model MBS di IndonesiaModel MBS di Indonesia disebut
Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS). MPMBS dapat
diartikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih
besar kepada sekolah, fleksibilitas kepada sekolah, dan mendorong
partisipasi secara langsung warga sekolah dan masyarakat untuk
meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional
serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. 26 MPMBS merupakan
bagian dari manajemen berbasis sekolah (MBS). Otonomi sekolah
adalah kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus kepentingan
warga sekolah sesuai dengan peraturan perundang-undangan pendidikan
nasional yang berlaku. Sedangkan pengambilan keputusan partisipatif
adalah cara untuk mengambil keputusan melalui penciptaan lingkungan
yang terbuka dan demokratik dimana warga sekolah di dorong untuk
terlibat secara langsung dalam proses pengambilan keputusan yang
dapat berkontribusi terhadap pencapaian tujuan sekolah. Sehingga
diharapkan sekolah akan menjadi mandiri dengan ciri-ciri sebagai
berikut: tingkat kemandirian tinggi, adaptif, antisipatif, dan
proaktif, memiliki kontrol yang kuat terhadap input manajemen dan
sumber dayanya, memiliki kontrol yang kuat terhadap kondisi kerja,
komitmen yang tinggi pada dirinya dan prestasi merupakan acuan bagi
penilaiannya.KEBIJAKAN POKOK DALAM SMI Di Hong Kong MBS disebut The
School Management Initiative (SMI) atau manajemen sekolah
inisiatif. MBS di Hong Kong muncul karena kondisi pendidikan yang
kurang baik sehingga perlu adanya perbaikan. Problem pendidikan di
Hong Kong yang mendorong timbulnya MBS adalah struktur dan proses
manajemen yang tidak memadai, peran dan tanggung jawab
masing-masing pihak kurang dijabarkan secara jelas, kurang
memadainya alat pengukuran prestasi, saat itu masih dipentingkan
kontrol secara ketat namun kurangnya kerangka kerja tanggung jawab
dan akuntabilitas dan lebih mementingkan kontrol pembiayaan dari
pada efektivitas pembiayaan. Penilaian kami terhadap lima kebijakan
pokok dalam SMISecara garis besar nampaknya permasalahan dalam SMI
tersebut mulai dapat di atasi satu persatu sehingga masalah
tersebut dapat teratasi. Model MBS di hongkong lebih mengarah ke
pentingnya inisiatif dari sumber daya di sekolah. Inisiatif yang
diselanggarakan di sekolah harus dibarengi dengan adanya penerapan
dan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan pendidikan.
Transparansi dan akuntanbilitas tidak hanya ditintut dalam
penggunaan anggaran belanja sekolah tetapi juga dalam hal penentuan
hasil belajar siswa serta pengukuran hasilnya. Segala upaya
penerapan model MBS di Negara tersebut dalam rangka mencapai
sekolah yang efektif. Sedangkan di Indonesia model MBS ini
diterapkan untuk memberikan otonomi yang lebih besar kepada
sekolah, fleksielitas kepada sekolah, dan mendorong partisipasi
secara langsung warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan
mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta
peraturan perundang-undangan yang berlaku.SITE BASED MANAGEMENT
DALAM PELAKSANAAN MBS DI AMERIKA SERIKATPenrapan MBS di Amerika
serikat. Site based management dilatar belakangi oleh munculnya
pertanyaan diseputar relevansi dan korelasi hasil pendidikan dengan
tuntutan kebutuhan masyarakat. Maksudnya kinerja sekolah-sekolah di
AS tidak sesuai dengan tuntutan yang diperlukan siswa untuk terjun
didunia kerja. Indikasinya adalah prestasi siswa untuk mata
pelajaran matematika dan IPA tidak memuaskan. Oleh karena itu MBS
di Amerika Serikat sedikit diperbaharui, kemudian Reynolds (1997)
menyarankan perlunya restrukturisasi sekolah yang mencakup 4 area
utama, yaitu: Bagaimana cara memandang siswa dan pembelajaran?
Bagaimana cara mendefinisikan program pengajaran dan pelayanan yang
diberikan? Bagaimana cara mengorganisasi dan menyampaikan program
dan pelayanan? Bagaimana cara mengelola sekolah?Dari ketiga
pandangan penerapan MBS diatas dapat lilihat bagaimana pengaruh
yang besar hingga terlahirnya penerapan MBS di Indonesia. Dasar
hukum penerapan MBS di Indonesia adalah UU No. 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional. MBS di Indonesia bertujuan
untuk membuat sekolah menjadi lebih mandiri dan menigkatkan
partisipasi masyarakat. Program ini menekankan pada tiga komponen,
yaitu MBS Peran Serta Masyarakat (PSM), PAKEM (Pembelajaran Aktif,
Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan).Ketiga komponen itu tertuang
dalam Propenas 2000-2004 sebagai program untuk mengembangkan pola
penyelenggaraan pendidikan berdasarkan MBS untuk meningkatkan
efisiensi pemanfaatan sumber daya pendidikan dengan memperhatikan
kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat. Site-Based Management
dalam pelaksanaan MBS di Amerika Serikat dengan 3 komponen penting,
yaitu: (1) Delegasi kewenangan (otoritas) kepada individu sekolah
untuk membuat keputusan mengenai program pendidikan sekolah yang
berkaitan dengan personel, pendanaan, dan program; (2) Pengadopsian
suatu model pengambilan keputusan bersama pada level sekolah oleh
tim manajemen termasuk kepala sekolah, guru, orang tua, dan
sewaktu-waktu siswa dan anggota masyarakat lainnya; (3) Suatu
pengharapan bahwa Site-Based Management akan memfasilitasi
kepemimpinan pada level sekolah dalam hal upaya peningkatan
kualitas sekolah.MOTIF DITERAPAKANNYA MBS DI INDONESIAMotif-motif
diterapkannya MBS di Indonesia. Ada 8 motif diterapkannya MBS :a.
Motif ekonomib. Motif profesionalc. Motif politikd. Motif efisiensi
administrasie. Motif finansialf. Motif prestasi siswag. Motif
akuntabilitash. Motif efektivitas sekolahDari motif-motif tersebut
diatas, motif terpenting dari penerapan MBS disatu sekolah adalah
motif efektivitas sekolah karena dalam motif efektivitas sekolah
sudah mencakup semua komponen yang memang harus ada dalam suaru
sekolah. Komponen-komponen tersebut adalaha. Kepemimpinan yang
kuat, apa bila sebuah sekolah dipimpin oleh seorang pemimpin yang
kuat pasti para bawahanya juga akan kuat dan kegiatan sekolah dapat
terorganisir dengan baik.b. Para guru yang terampil dan berkomitmen
tinggi, apa bila sebuah sekolah dididik oleh seorang yang mempunyai
keterampilan yang tinggi maka pembelajaran tidak akan membosankan
karena para guru akan selalu membuat variasi dalam pembelajaran
sehingga peserta didik tidak pernah merasa bosan dan lebih mudah
menangkap materi yang diberikan.c. Mutu pembelajaran yang
difokuskan untuk peningkatan prestasi siswa. Mutu pembelajaran
sangat penting untuk meningkatkan pestasi belajar siswa karena
dengan pelaksanaan pembelajaran yang baik dan tidak membosankan
secara otomatis materi yang disampaikan akan lebih mudah ditangkap
oleh peserta didik sehingga prestasi peserta didik sedikit demi
sediket akan meningkat.d. Rasa tanggung jawab terhadap hasil.
Sekolah yang yang berkulitas tinggi pasti meghasilkan lulusan yang
baik oleh karena itu apa bila ingin menjadikan sekolah yang
berkualitas maka harus diadakan penbelajaran yang mendukung atau
menciptakan lulusan yang baik karena terciptanya lulusan yang baik
dipengaruhi oleh proses yang baik pula.KENDALA PENERAPAN IMPLIKASI
PELAKSANAAN MBSa) Berdasarkan uraian implementasi pelaksanaan MBS
diatas, ada beberapa kendala dalam mewujudkan implementasi
tersebut, yaitu :Kendala pelaksanaan MBS terletak pada 3 faktor
utama yaitu :1) keterbatasan Kualitas SDM guru dan Stakeholder
sekolah.2) belum ada sekolah lain disekitarnya yang dijadikan acuan
pelaksanaan MBS.3) kendala pada keterbatasan dukungan dana dari
stekholder sekolah.Selain itu juga terdapat kendala-kendala yang
lain, seperti :1. Tidak Berminat Untuk TerlibatSebagian orang tidak
menginginkan kerja tambahan selain pekerjaan yang sekarang mereka
lakukan. Mereka tidak berminat untuk ikut serta dalam kegiatan yang
menurut mereka hanya menambah beban. Anggota dewan sekolah harus
lebih banyak menggunakan waktunya dalam hal-hal yang menyangkut
perencanaan dan anggaran. Akibatnya kepala sekolah dan guru tidak
memiliki banyak waktu lagi yang tersisa untuk memikirkan
aspek-aspek lain dari pekerjaan mereka. Tidak semua guru akan
berminat dalam proses penyusunan anggaran atau tidak ingin
menyediakan waktunya untuk urusan itu.2. Tidak EfisienPengambilan
keputusan yang dilakukan secara partisipatif adakalanya menimbulkan
frustrasi dan seringkali lebih lamban dibandingkan dengan cara-cara
yang otokratis. Para anggota dewan sekolah harus dapat bekerja sama
dan memusatkan perhatian pada tugas, bukan pada hal-hal lain di
luar itu.3. Pikiran KelompokSetelah beberapa saat bersama, para
anggota dewan sekolah kemungkinan besar akan semakin kohesif. Di
satu sisi hal ini berdampak positif karena mereka akan saling
mendukung satu sama lain. Di sisi lain, kohesivitas itu menyebabkan
anggota terlalu kompromis hanya karena tidak merasa enak berlainan
pendapat dengan anggota lainnya. Pada saat inilah dewan sekolah
mulai terjangkit pikiran kelompok. Ini berbahaya karena keputusan
yang diambil kemungkinan besar tidak lagi realistis.1) Memerlukan
PelatihanPihak-pihak yang berkepentingan kemungkinan besar sama
sekali tidak atau belum berpengalaman menerapkan model yang rumit
dan partisipatif ini. Mereka kemungkinan besar tidak memiliki
pengetahuan dan keterampilan tentang hakikat MBS sebenarnya dan
bagaimana cara kerjanya, pengambilan keputusan, komunikasi, dan
sebagainya.2) Kebingungan Atas Peran dan Tanggung Jawab
BaruPihak-pihak yang terlibat kemungkinan besar telah sangat
terkondisi dengan iklim kerja yang selama ini mereka geluti.
Penerapan MBS mengubah peran dan tanggung jawab pihak-pihak yang
berkepentingan. Perubahan yang mendadak kemungkinan besar akan
menimbulkan kejutan dan kebingungan sehingga mereka ragu untuk
memikul tanggung jawab pengambilan keputusan.3) Kesulitan
KoordinasiSetiap penerapan model yang rumit dan mencakup kegiatan
yang beragam mengharuskan adanya koordinasi yang efektif dan
efisien. Tanpa itu, kegiatan yang beragam akan berjalan sendiri ke
tujuannya masing-masing yang kemungkinan besar sama sekali menjauh
dari tujuan sekolah.b) Pihak yang paling banyak mengubah peranan
MBS menurut kami adalah,Pihak-pihak yang berkompeten di sekolah
seperti guru dan kepala sekolah. Karena MBS akan berhasil jika
ditopang oleh kemampuan professional kepala sekolah dan gurudalam
memimpin dan mengelola sekolah secara efektif dan efisien, serta
mampu menciptakan iklim organisasi yang kondusif untuk proses
belajar mengajar. Profesionalisme kepala sekolah dan guru juga
merupakan faktor yang sangat strategis dalam upaya menentukan mutu
dan kinerja sekolah. Tanpa profesionalisme kepala sekolah, guru,
dan pengawas, akan sulit dicapai program MBS yang bermutu tinggi
serta prestasi siswa. BEBERAPA SARAN PEMECAHAN UNTUK MEMINIMALISIR
KENDALA PENCAPAIAN IMPLEMENTASI MBS1) Meningkatkan mutu SDM dan
profesionalitas kepala sekolah, guru, dan pengawas dengan cara
melibatkan stakeholder dalam berbagai pelatihan di sekolah.2)
Mengadakan penyuluhan tentang kondisi tingkat pendidikan orangtua
siswa dan masyarakat, kemampuan dalam membiayai pendidikan, serta
tingkat apresiasi dalam mendorong anak untuk terus belajar.3)
Dukungan pemerintah. Faktor ini sangat membantu efektifitas
implementasi MBS terutama bagi sekolah yang kemampuan orangtua/
masyarakatnya relative belum siap memberikan kontribusi terhadap
penyelenggaraan pendidikan. alokasi dana pemerintah dan pemberian
kewenangan dalam pengelolaan sekolah.4) Mendorong siswa untuk lebih
meningkatkan cara belajarnya agar menjadi cara belajar yang efektif
dan efisien. KARAKTERISTIK MBS SECARA KESELURUHAN DI TINJAU DARI
SEGI PENGELOLAAN KEKUASAAN ATAU KEWENGANGAN DITINGKAT
SEKOLAHKemudian dari motif penerapan MBS dapat disimpulkan
bagaimana karakter MBS yang harus diterapkan di Indonesia sehingga
dapat menjadi sekolah yang mandiri. Karakteristik manajemen
berbasis sekolah tentunya tidak terlepas dari pendekatan input,
proses, output pendidikan.a. Input Pendidikan1) Memiliki kebijakan,
tujuan dan sasaran mutu yang jelas.2) Tersedianya sumberdaya yang
kompetitif dan berdedikasi.3) Memiliki harapan prestasi yang
tinggi.4) Komitmen pada pelanggan
b. Proses pendidikan1) Efektifitas yang tinggi dalam proses
belajar mengajar2) Kepemimpinan yang kuat.3) Lingkungan sekolah
yang nyaman.4) Pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif.5) Tim
kerja yang kompak dan dinamis.6) Kemandirian, partisipatif dan
keterbukaan (transparansi)7) Evaluasi dan perbaikan secara
berkelanjutan.8) Responsif, antisipatif, kominikatif dan
akuntabilitas.
c. Out put yang diharapkanTujuan umum peyelenggaraan pendidikan
dan konsep dasar manajemen berbasis sekolah.Karakteristik Sekolah
Mandiri Dengan MBS selanjutnya,melalui penerapan MBS akan nampak
karakteristik dari profil sekolah mandiri, di antaranya sebagai
berikut:a. Pengelolaan sekolah akan lebih desentarlistik.b.
Perubahan sekolah akan lebih didorong oleh motivasi internal dari
pada diatur oleh luar sekolah.c. Regulasi pendidkan menjadi lebih
sederhana.d. Peranan para pengawas bergeser dari mengontrol menjadi
mempengaruhi dan mengarahkan menjadi menfasilitasi dan dari
menghindari resiko menjadi mengelola resiko.e. Akan mengalami
peningkatan manajemen.f. Dalam bekerja, akan menggunakan team
work.g. Pengelolaan informasi akan lebih mengarah kesemua kelompok
kepentingan sekolah.h. Manajemen sekolah akan lebih menggunakan
pemberdayaan dan struktur organisasi akan lebih datar sehingga akan
lebih sederhana dan efisien.
PRINSIP PRINSIP GOOD GOVERNANCE DALAM PENERAPAN MBSPrinsip good
governance dalam penerapan MBS yaitu menyangkut prinsip
transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas. Prinsip transparansi
merupakan suatu gagasan dan nilai untuk mengatur pola hubungan
antara sekolah , keluarga dan masyarakat . Sehingga dalam semua
kegiatan pembelajaran yang telaksana dapat diketahui secara
transpran oleh pihak yang tersebut diatas.Prinsip partisipasi juga
sangat baik dalam upaya pemberdayaan SDM dari pihak keluarga ,
masyarakat khususnya lingkungan sekolah., prinsip akuntabilitas
sangat mendukung berkembangnya pola penerapan MBS dalam pendidikan
, dalam kaitannya dengan proses pembelajaran sampai pada kinerja
administrasi.Ilustrasi Partisipasi, Transparansi, dan Akuntabilitas
di dalam Good Goverence MBSPartisipasi adalah kemampuan warga
langsung dan tidak langsung untuk mengerti dan bersuara atau
mempengaruhi proses pengambilan keputusan (politis). Partisipasi
mulai dari tingkat rendah (a) berbagi informasi, (b) konsultasi,
lalu ketingkat yg lebih tinggi, (c) kolaborasi berbagai peran dalam
pengambilan keputusan dan sumberdaya, dan (d) pemberdayaan
memberikan wewenang untuk pengambilan keputusan dan
sumberdaya.Transparansi adalah kemampuan rakyat/warga untuk (a)
memperoleh dan mengerti informasi tentang pelayanan SD/MI, proses
penyusunan anggaran dan penetapan keputusan biaya; dan (b) memantau
atau mengidentifikasikan secara tepat siapa sebenarnya pembuat
keputusan serta apa peran mereka dalam pengambilan
keputusan.Akuntabilitas berarti kewajiban pembuat keputusan untuk
(a) tanggap atas warga perihal kebutuhan mereka; dan (b) kemampuan
warga untuk meminta pertanggungjawaban pembuat kebijakan atas janji
mereka.Kata partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas
sesungguhnya adalah bagian-bagian yang termaktub di dalam bahasan
Good Governance atau sering di Indonesiakan menjadi tata pelayanan
yang baik. Sejak era keterbukaan di Indonesia ketiga kata ini
menjadi tema paling populer dalam setiap diskusi dihampir semua
tingkatan masyarakat. Di ranah pendidikan juga hal ini bukan
sesuatu yang baru, sangat mudah dan enak didiskusikan tapi begitu
sulit diimplementasikan. Hakekat Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
juga meliputi partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas, untuk
mengawal dunia pendidikan kearah peningkatan kualitas yang lebih
baik. Perubahan paradigma dari sistim pendidikan sentralistik yang
kaku, birokratis, dan otoriter dimasa lalu, ke sistim pendidikan
yang desentralistik, membutuhkan kerja keras dan waktu yang cukup
oleh segenap pemangku kepentingan pendidikan untuk
mensosialisasikan secara intensif keberbagai pihak. Dalam proses
menggulirkan ketiga prinsip di atas diharapkan mengedepankan
prinsip kemandirian, keluwesan dan fleksibilitas melalui komunitas
pendidikan di sekolah, karena hal ini menjadi bagian dari hakekat
dari MBS maka secara bertahap komunitas sekolah perlu difasilitasi
untuk meningkatkan pemahaman dan mendorong terciptanya suasana
partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas dalam berbagai aspek
pada komunitas sekolah. Dari sudut pandang regulasi, pada beberapa
aturan-aturan yang berkenaan dengan pendidikan juga sudah
mengapresiasi ketiga hal di atas, diantaranya UU. No. 20 tahun
2003, PP. No. 19 tahun 2005, UU. No. 23 tahun 2003, karenanya
komunitas sekolah juga dirasa perlu memperolah informasi tentang
regulasi yang terkait ketiga hal di atas, yang diharapkan dapat
mendukung terciptanya dinamika di sekolah yang partisipatif,
transparan, dan akuntabel. ILUSTRASI PENERAPAN PRINSIP DAN
AKUNTABILITAS DALAM PELAKSANAAN PEMBELAJARAN DI KELASPartisipasi,
Transparansi, dan Akuntabilitas pembelajaran di kelasPenerapan
prinsip partisipsiAktif dimaksudkan bahwa dalam proses
pembelajaran, guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa
sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan
gagasan. Belajar memang merupakan suatu proses aktif dari si
pembelajar dalam membangun pengetahuannya, bukan proses pasif yang
hanya menerima kucuran ceramah guru tentang pengetahuan. Jika
pembelajaran tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk
berperan aktif, maka pembelajaran tersebut bertentangan dengan
hakikat belajar. Peran aktif dari siswa sangat penting dalam rangka
pembentukan generasi yang kreatif, yang mampu menghasilkan sesuatu
untuk kepentingan dirinya dan orang lain. Partisipasi aktif siswa
dalam belajar merupakan persoalan penting dan mendasar yang harus
dipahami, disadari, dan dikembangkan oleh setiap guru di dalam
proses pembelajaran. Hal ini berarti bahwa partisipasi aktif ini
harus dapat diterapkan oleh siswa dalam setiap bentuk kegiatan
belajar. Keaktifan belajar ditandai oleh adanya keterlibatan secara
optimal, baik intelektual, emosional, dan fisik juga
dibutuhkan.Contoh penerapan prinsip partisipasi dalam kelas Guru
merancang/ mendesain pesan pembelajaran dan mengelola KBM yang
mendorong siswa untuk berperan aktif dalam pembelajaran. Dalam
melaksanakan kegiatan pembelajaran , Guru menugaskan siswa dengan
kegiatan yang beragam , misalnya: Percobaan, Diskusi kelompok,
Memecahkan masalah, Mencari informasi, Menulis
laporan/cerita/puisi, Berkunjung keluar kelas. Bambang Warsita
(2008) menyatakan bahwa Penerapan prinsip partisipasi aktif dalam
rancangan bahan ajar dan aktifitas dari guru di dalam proses
pembelajaran adalah dengan cara:1. Memberi kesempatan, peluang
seluas-luasnya kepada siswa untuk berkreativitas dalam proses
belajarnya.2. Memberi kesempatan melakukan pengamatan, penyelidikan
atau inkuiri dan eksperim.3. Memberi tugas individual atau kelompok
melalui kontrol guru.4. Memberikan pujian verbal dan non verbal
terhadap siswa yang memberikan respon terhadap
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.5. Menggunakan multi metode dan
multi media di dalam pembelajaran.Aunurrah, (2009) menambahkan
bahwa ada cara-cara lain yang dapat digunakan sebagai prinsip
partisipasi aktif siswa dalam merancang bahan ajar yaitu :1.
Memberikan pertanyaan-pertanyaan ketika proses pembelajaran
berlangsung2. Mengerjakan latihan pada setiap akhir suatu bahasan3.
Membuat percobaan dan memikirkan atas hipotesis yang diajukan4.
Membentuk kelompok belajar5. Menerapkan pembelajaran kontekstual,
kooperatif, dan kolaboratifBentuk bahan ajar yang dapat digunakan
untuk mengembangkan partisipasi aktif siswa bisa dengan Modul
maupun CD Pembelajaran untuk menampilkan audio, visual maupun audio
visual.Penerapan prinsip transparansiTransparansi guru menceritakan
keadaan kelas dan sekolah mengenai kekurangan maupun kelebihan agar
peserta didik termotivasi untuk ikut memperbaiki keadaan kelas,
contoh, berpartisipasi aktif dan menjuarai lomba yang diadakan baik
di tingkat sekolah maupun keluar sekolah.Penerapan prinsip
akuntabilitasAkuntabilitas didalam kelas guru harus mampu
menyiapkan dan menguasai materi bahan ajar sehingga penerapan dalam
pembelajaran menjadi maksimal dan pada akhirnya standar kompetensi
bisa tercapai.Selain itu dalam hal keteladan, seperti disiplin,
kejujuran, guru harus bisa menjadi suritauladan yang baik seperti
membuang sampah tidak sembarangan. LATAR BELAKANG IMPLEMENTASI
MBSSekolah merupakan suatu organisasi, kepemimpinan dan manajemen.
Sebagai suatu organisasi, sekolah memerlukan tidak hanya seorang
manajer untuk mengelola sumberdaya sekolah, yang lebih banyak
berkonsentrasi pada permasalahan anggaran dan persoalan
administrative lainnya, melainkan juga memerlukan pemimpin yang
mampu menciptakan sebuah visi dan mengilhami staf dan semua
komponen individu yang terkait dengan sekolah. Sejak beberapa waktu
terakhir, dikenalkan dengan pendekatan "baru" dalam manajemen
sekolah yang diacu sebagai manajemen berbasis sekolah (school based
management) atau disingkat MBS. Munculnya gagasan ini dipicu oleh
ketidakpuasan atau kegerahan para pengelola pendidikan pada level
operasional atas keterbatasan kewenangan yang mereka miliki untuk
dapat mengelola sekolah secara mandiri. Umumnya dipandang bahwa
para kepala sekolah merasa nirdaya karena terperangkap dalam
ketergantungan berlebihan terhadap konteks pendidikan. Akibatnya,
peran utama mereka sebagai pemimpin pendidikan semakin dikerdilkan
dengan rutinitas urusan birokrasi yang menumpulkan kreativitas
berinovasi (Dharma, 2003. Manajemen Berbasis Sekolah.MBS
menciptakan rasa tanggung jawab melalui administrasi sekolah yang
lebih terbuka. Kepala sekolah, guru, dan anggota masyarakat bekerja
sama dengan baik untuk membuat Rencana Pengembangan Sekolah.
Sekolah memajangkan anggaran sekolah dan perhitungan dana secara
terbuka pada papan sekolah. Keterbukaan ini telah meningkatkan
kepercayaan, motivasi, serta dukungan orang tua dan masyarakat
terhadap sekolah. Banyak sekolah yang melaporkan kenaikan sumbangan
orang tua untuk menunjang dan meningkatkan pemberdayaan mutu
pendidikan sekolah.Tujuan utama MBS adalah untuk mengembangkan
prosedur kebijakan sekolah, memecahkan masalah-masalah umum,
memanfaatkan semua potensi individu yang tergabung dalam tim
tersebut. Sehingga sekolah selain dapat mencetak orang yang cerdas
serta emosional tinggi, juga dapat mempersiapkan tenaga-tenaga
pembangunan. Oleh karena itu perlu diketahui pandangan filosofis
tentang hakekat sekolah dan masyarakat dalam kehidupan kita.
sekolah adalah bagian yang integral dari masyarakat, ia bukan
merupakan lembaga yang terpisah dari masyarakat, hak hidup dan
kelangsungan hidup sekolah bergantung pada masyarakat, sekolah
adlah lembaga sosial yang berfungsi untuk melayani anggota-anggota
masyarakat dalam bidang pendidikan, kemajuan sekolah dan masyarkat
saling berkolerasi, keduanya saling membutuhkan, Masyarakat adalah
pemilik sekolah, sekolah ada karena masyarakat memerlukannya.Pada
intinya perlunya implementasi MBS yaitu, menjadikan sekolah
mempunyai otonomi atau kewenangan sendiri dan tanggung jawab yang
besar serta penggunaan sumber daya yang di gunakan untuk pemecahan
masalah dan menciptakan pendidikan yang efektif bagi perkembangan
sekolah.Empat faktor penting yang perlu diperhatikan dalam
implementasi MBS yaitu : KekuasaanKekuasaan yang dimiliiki sekolah.
Besarnya kekuasaan sekolah tergantung bagaimana MPS dapat
mengimplementasikan pemberian kekuasaan secara utuh seperti
dituntut MBS tidak mungkin dilaksanakan sekaligus, tetapi
memerlukan proses transsisi dari manajemen terpusat. Pengetahuan
dan ketrampilan sekolah.Warga sekolah perlu memiliki pengetahuan
untuk meningkatkan prestasi, memahami dan melaksanakan berbagai
teknik, untuk itu sekolah harus memiliki sistem pengembangan sumber
daya manusia Sistem informasi.Informasi yang jelas untuk
monitoring, evaluasi dan akuntabilitas sekolah, informasi yang amat
penting untuk dimiliki sekolah antara lain berkaitan dengan
kemampuan guru, peserta didik serta visi dan misi sekolah. Sistem
penghargaan.Sekolah yang melaksanakan MBS perlu menyusun sistem
penghargaan bagi warganya yang berprestasi, untuk mendorong
karirnya. Oleh karena itu, sistem penghargaan yang dikembangkan
harus besifat proporsional, adil dan transparan. KRITERIA
KEBERHASILAN IMPLEMENTASI MBS DALAM MENINGKATKAN MUTU
SEKOLAHKeberhasilan implementasi MBS adalah sebagai berikut:1.
Dilihat dari aspek pemerataan dan peningkatan akses adalah
meningkatnya nilai APK, APM dan AT.2. Ddilihat dari aspek mutu
adalah meningkatnya prestasi akademik dan non- akademik siswa,
seperti nilai ujian sekolah, meraih prestasi dalam olimpiade
matematika, dan sebagainya.3. Dilihat dari aspek layanan pendidikan
di sekolah adalah berkurangnya jumlah siswa yang tinggal kelas,
drop out, dan sebagainya.Adapun ciri-ciri sekolah yang melaksanakan
MBS dilihat dari berbagai aspek, yaitu1. aspek organisasi: sekolah
menyusun rencana pengembangan sekolah dan dapat menggerakkan
partisipasi masyarakat dalam meningkatkan mutu pendidikan.2.
Pembelajaran: meningkatkan kualitas belajar siswa, menyelenggarakan
pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.3.
sumber daya manusia: memberdayakan staf dan menempatkan personil
yang dapat melayani keperluan siswa, menyediakan kegiatan untuk
pengembangan profesi staf.Contoh kriteria keberhasilan implementasi
MBS dalam meningkatkan mutu sekolah :Peningkatan mutu sekolah dalam
upaya keberhasilan MBS sangat penting. MBS mempunyai fungsi yaitu
untuk mencapai mutu dan relevansi pendidikan yang
setinggi-tingginya. Kriteria yang digunakan MBS untuk mencapai
keberhasilan yaitu keterlibatan masyarakat, guru, dan orang tua
serta stakeholders yang dapat meningkatkan kualitas peserta didik.
KETERKAITAN ANTARA STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PENDIDIKAN
DENGAN MBSKaitan SPM dengan MBS yaitu SPM digunakan sebagai alat
ukur parameter yang berlaku secara nasional. Karena SPM pendidikan
mencerminkan spesifikasi teknis layanan pendidikan dan merupakan
bagian standar nasional. Indikator pencapaian SPM pendidikan adalah
kuantitatif dan kualilatif yang digunakan untuk menggambarkan
besaran sasaran yang hendak dipenuhi, yaitu berupa masukan, proses,
hasil dan memanfaatkan pelayanan pendidikan di sekolah. Sedangkan
pengertian pelayanan dasar adalah pelayanan pendidikan bagi siswa
yang mutlak untuk dipenuhi. SPM bersifat sederhana, konkrit, mudah
diukur, terbuka, terjangkau dan dapat dipertanggungjawabankan serta
mempunyai batas waktu pencapaian. CONTOH STANDAR PELAYANAN MINIMAL
PENDIDIKAN PENGELOLAAN SEKOLAH DI BIDANG SARANA DAN PRASARANA YANG
HARUS ADA DI SDStandar sarana dan prasarana adalah standar nasional
pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang
belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan,
laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berekreasi,
serta sumber belajar lain yang diperlukan untuk menunjang tempat
bermain / berolahraga, proses pembelajaran, termasuk penggunaan
tekhnologi, informasi dan komunikasi. Sebuah SD/MI
sekurang-kurangnya memilikisarana dan prasarana sebagai berikut
:Ruang kelas, Ruang perpustakaan, Laboratorium IPA, Ruang Pimpinan,
RuangGuru, Tempat ibadah , Ruang UKS, Jamban, Gudang, Ruang
sirkulasi.
BAB IVKESIMPULAN DAN SARANSistem manajemen pendidikan yang
sentralistis telah terbukti tidak membawa kemajuan yang berarti
bagi peningkatan kualitas pendidikan pada umumnya. Bahkan dalam
kasus-kasus tertehtu, manajemen yang sentralistis telah menyebabkan
terjadinya pemandulan kreatifitas pada satuan pendidikan pada
berbagai jenis dan jenjang pendidikan. Untuk mengatasi terjadinya
stagnasi di bidang pendidikan ini diperlukan adanya paradigma baru
dibidang pendidikan.Seiring dengan bergulirnya era otonomi daerah,
terbukalah peluang untuk melakukan reorientasi paradigma pendidikan
menuju ke arah desentralisasi pengelolaan pendidikan. Peluang
tersebut semakin tampak nyata setelah dikeluarkannya kebijakan
mengenai otonomi pendidikan melaJui strategi pemberlakuan manajemen
berbasis sekolah (MBS).MBS bukan sekedar mengubah penedekatan
pengelolaan sekolah dari yang sentralistis ke desentralistis,
tetapi lebih dari itu melalui MBS diyakini akan muncul kemandirian
sekolah.Melalui penerapan MBS, kepedulian masyarakat untuk ikut
serta mengontrol dan menjaga kualitas layanan pendidikan akan lebih
terbuka untuk dibangkitkan. Dengan demikian kemandirian sekolah
akan diikuti oleh daya kompetisi yang tinggi akan akuntabilitas
publik yang memadai.
LAMPIRANSoal :1. Jelaskan pengertian Manajemen Berbasis Sekolah
?2. Bagaimana model Manajemen Berbasis Sekolah di Indonesia ?3. Apa
saja Motif-motif diterapkannya Manajemen Berbasis Sekolah di
Indonesia ?4. Sebutkan dan jelaskan jenis pengorganisasian
Manajemen Berbasis Sekolah ?5. Bagaimana Keterkaitan antara standar
pelayanan minimal bidang pendidikan dengan Manajemen Berbasis
Sekolah ?Jawab :1. Manajemen Berbasis Sekolah merupakan satu bentuk
agenda reformasi pendidikan di Indonesia yang menjadi sebuah
kebutuhan untuk memberdayakan peranan sekolah dan masyarakat dalam
mendukung pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan di sekolah.2.
Model MBS di Indonesia disebut Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis
Sekolah (MPMBS). MPMBS dapat diartikan sebagai model manajemen yang
memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah, fleksibilitas kepada
sekolah, dan mendorong partisipasi secara langsung warga sekolah
dan masyarakat untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan
kebijakan pendidikan nasional serta peraturan perundang-undangan
yang berlaku. 26 MPMBS merupakan bagian dari manajemen berbasis
sekolah (MBS). Otonomi sekolah adalah kewenangan sekolah untuk
mengatur dan mengurus kepentingan warga sekolah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan pendidikan nasional yang berlaku.3.
Motif-motif diterapkannya MBS di Indonesia. Ada 8 motif
diterapkannya MBS :a. Motif ekonomib. Motif profesionalc. Motif
politikd. Motif efisiensi administrasie. Motif finansialf. Motif
prestasi siswag. Motif akuntabilitash. Motif efektivitas sekolah4.
Jenis pengorganisasian Manajemen Berbasis Sekolah:a. Standar
flexibility option (SO)Dalam bentuk ini peran dan dukungan kantor
distrik lebih besar.b. Enhanced flexsibility option (EO1)Dalam
bentuk ini sekolah bertanggung jawab untuk menyusun rencana
strategis sekolah (school planning overview) untuk tiga tahun,
school annual planning dan school annual report dengan bimbingan
dan pengesahan dari kantor distrik (superintendent).c. Enhanced
flexsibility option (EO2)Disini keterlibatan distrik sangat kurang,
hanya berperan sebagai lembaga konsultasi.5. Kaitan standar
pelayanan minimal bidang pendidikan dengan Manajemen Berbasis
Sekolah yaitu SPM digunakan sebagai alat ukur parameter yang
berlaku secara nasional. Karena SPM pendidikan mencerminkan
spesifikasi teknis layanan pendidikan dan merupakan bagian standar
nasional. Indikator pencapaian SPM pendidikan adalah kuantitatif
dan kualilatif yang digunakan untuk menggambarkan besaran sasaran
yang hendak dipenuhi, yaitu berupa masukan, proses, hasil dan
memanfaatkan pelayanan pendidikan di sekolah. Sedangkan pengertian
pelayanan dasar adalah pelayanan pendidikan bagi siswa yang mutlak
untuk dipenuhi. SPM bersifat sederhana, konkrit, mudah diukur,
terbuka, terjangkau dan dapat dipertanggungjawabankan serta
mempunyai batas waktu pencapaian.
DAFTAR PUSTAKAMulyasa, E. 2002. Manajemen Berbasis Sekolah
Konsep, Strategi dan Implementasi. Bandung: Remaja
Rosdakarya.Depdiknas, 2001. Konsep dan Pelaksanaan dalam Manajemen
Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Dikmenum.Suprihatin
dkk, 2004. Manajemen Sekolah. Semarang: UPT UNNES
Press.http://hendrapgmi.blogspot.com/2012/10/manajemen-sarana-dan-prasarana-sekolah.htmlhttp://elfalasy88.wordpress.com/2010/11/30/manajemen-tenaga-pendidik-dan-tenaga-kependidikan/http://dian-manajemenpendidikan.blogspot.com/2009/05/manajemen-kesiswaan-peserta-didik.html
29